i
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
KARAKTERISASI EKSTRAK ETANOL TANAMAN
RUMPUT ISRAEL (Asystasia gangetica) DARI TIGA
TEMPAT TUMBUH DI INDONESIA
SKRIPSI
ARSYADANIE SAIFI ADLI
(1110102000031)
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI FARMASI
JAKARTA
2014 / 1435 H
ii
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Skripsi ini adalah karya sendiri,
dan semua sumber yang dikutip maupun dirujuk
telah saya nyatakan dengan benar
Nama : Arsyadanie Saifi Adli
NIM : 1110102000031
Tanda Tangan :
Tanggal : 3 September 2014
iii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING
NAMA : ARSYADANIE SAIFI ADLI
NIM : 1110102000031
JUDUL : KARAKTERISASI EKSTRAK ETANOL TANAMAN RUMPUT
ISRAEL (Asystasia gangetica) DARI TIGA TEMPAT TUMBUH
DI INDONESIA
Menyetujui,
Pembimbing I Pembimbing II
Puteri Amelia, M. Farm., Apt Marissa Angelina, M.Farm., Apt
NIP. 198012042011012004 NIP. 198212312005022001
Mengetahui,
Ketua Program Studi Farmasi
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Drs. Umar Mansur, M.sc., Apt
iv
HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI
Skripsi ini diajukan oleh :
Nama : Arsyadanie Saifi Adli
NIM : 1110102000031
Program studi : Farmasi
Judul : KARAKTERISASI EKSTRAK ETANOL TANAMAN
RUMPUT ISRAEL (Asystasia gangetica) DARI TIGA
TEMPAT TUMBUH DI INDONESIA
Telah berhasil dipertahankan didepan Dewan Penguji dan diterima sebagai
bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Sarjana
Farmasi pada Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan (FKIK) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DEWAN PENGUJI
Pembimbing 1 : Puteri Amelia, M.Farm., Apt. ( )
Pembimbing 2 : Marissa Angelina, M.Farm., Apt. ( )
Penguji 1 : Ismiarni Komala, Ph.D., Apt ( )
Penguji 2 : Prof. Dr. Atiek Soemiati, MS., Apt ( )
Ditetapkan di : Ciputat
Tanggal : 3 September 2014
v
ABSTRAK
Nama : Arsyadanie Saifi Adli
Program studi : Farmasi
Judul : KARAKTERISASI EKSTRAK ETANOL TANAMAN
RUMPUT ISRAEL (Asystasia gangetica) DARI TIGA
TEMPAT TUMBUH DI INDONESIA
Rumput Israel (Asystasia gangetica) merupakan tanaman yang tumbuh di daratan
Afrika, Arab, dan Asia. Rumput Israel digunakan secara tradisional untuk
mengobati asma, rematik, batuk kering, dan gangguan pencernaan. Aktivitas
farmakologis dari tanaman Rumput Israel diantaranya efek bronkopasmolitik, anti
inflamasi, anti hipertensi, anti artritis, dan antiviral dengue. Karakterisasi dari
ekstrak tanaman Rumput Israel perlu dilakukan untuk memperoleh data parameter
spesifik dan non spesifik sebagai langkah awal standardisasi untuk menjamin
keseragaman khasiat, mutu, dan keamanan. Karakterisasi dilakukan terhadap
ekstrak etanol tanaman Rumput Israel dari tiga daerah yang berbeda yaitu
Tangerang Selatan, Depok, dan OKU timur. Dari proses ektraksi pada tanaman
Rumput Israel didapat rendemen masing-masing sebesar 20,6 %, 18,58 %, dan
20,17 % pada ekstrak Rumput Israel asal Tangsel, Depok, dan OKU Timur. Uji
parameter spesifik menunjukkan ekstrak berbentuk kental, berwarna coklat
kehijauan, berbau khas, dan berasa pahit dengan kadar senyawa larut air sebesar
60,810 % + 0,37 sampai 74,485%+2,27. Kadar senyawa larut etanol sebesar
36,063%+0,75 sampai 44,065%+0,78. Fase gerak terbaik pada KLT yakni
kloroform : metanol (9:1) dan HPLC air : metanol (8:2). Kandungan kimia yakni
flavonoid, alkaloid, tanin, dan steroid, dengan kadar total flavonoid 4,3 % sampai
8,162 %. Hasil uji parameter non spesifik menunjukkan susut pengeringan 18,098
% + 0,04 sampai 19,065 % + 0,55, bobot jenis 1,0165 g/mL + 0,0001 sampai 1,0184
g/mL + 0,0001, kadar air 7,573 % + 0,13 sampai 9,742 % + 0,10. Kadar abu 18,604
% + 1,33 sampai 32,153 % + 0,79, kadar abu tidak larut asam 3,061 % + 0,72
sampai 3,506 % + 0,34. Sisa pelarut (etanol) tidak terdeteksi dengan GCMS.
Cemaran Pb (Timbal) tidak terdeteksi sedangkan cemaran Cd (Kadmium) 4,96 ppm
sampai 6,52 ppm dan cemaran As (Arsen) ketiga ekstrak <0,005 ppm.
Kata kunci : Karakterisasi, Asystasia gangetica, Rumput Israel, Parameter spesifik,
Parameter non spesifik.
vi
ABSTRACT
Name : Arsyadanie Saifi Adli
Department : Pharmacy
Judul : CHARACTERIZATION OF ETHANOL EXTRACT OF
RUMPUT ISRAEL (Asystasia gangetica) FROM THREE
PLACES IN INDONESIA
Rumput Israel (Asystasia gangetica) is a plant that grows in mainland Africa,
Arabia, and Asia. Rumput Israel traditionally used to treat asthma, arthritis, dry
cough, and digestive disorders. Pharmacological activites Rumput Israel including
broncopasmolitic effects, anti-inflammatory, anti-hypertensive, anti-arthritis, and
antiviral dengue. Characterization of Rumput Israel needs to be done to obtain data
on specific and non-specific parameters as a first step to ensure uniform
standardization of efficacy, quality, and safety. Characterization made to ethanol
extract of Rumput Israel from three different regions of the South Tangerang,
Depok, and East OKU. Extraction process in the Rumput Israel yield obtained
respectively by 20.6%, 18.58%, and 20.17% in Rumput Israel from South
Tangerang, Depok, and East OKU. Specific test parameters showed extracts shaped
thick, greenish brown, characteristic odor and a bitter taste with the levels of water-
soluble compounds 60,810 % + 0,37 to 74,485 % + 2,27. Levels of ethanol-soluble
compounds by 36,063 % +0,75 to 44,065% + 0,78. The best mobile phase in TLC
is chloroform : methanol (9 : 1) and HPLC is water : methanol (8 : 2). The chemical
constituents of flavonoids, alkaloids, tannins, and steroids, with levels of total
flavonoids 4.3% to 8.162%. The test results of non-specific parameters indicate of
drying shrinkage 18,098 % + 0,04 to 19,065 % + 0,55, a specific gravity of 1,0165
g/mL + 0,0001 to 1,0184 g/mL + 0,0001, the water content of 7,573 % + 0,13 to
9,742 % + 0,10. Ash content is 18,604 % + 1,33 to 32,153 % + 0,79, acid insoluble
ash content 3,061 % + 0,72 to 3,506 % + 0,34. Residual solvent (ethanol) was not
detected by GCMS. Contamination Pb (Lead) not detected while the contamination
of Cd (Cadmium) 4.96 ppm to 6.52 ppm and contamination of As (Arsenic) all
extract <0.005 ppm.
Keywords : Characterization, Asystasia gangetica, Rumput Israel, specific
parameters, non-specific parameters.
vii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT
yang telah melimpahkan nikmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi ini. Shalawat dan salam selalu
tercurah kepada Nabi Muhammad SAW.
Skripsi dengan judul “Karakterisasi Ekstrak Etanol Tanaman Rumput Israel
(Asystasia gangetica) dari Tiga Tempat Tumbuh di Indonesia” ini disusun untuk
memenuhi salah satu syarat menempuh ujian akhir guna mendapatkan gelar Sarjana
Farmasi pada Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Dalam proses penelitian dan penyusunan skripsi ini penulis menyadari ada
beberapa pihak yang sangat memberikan kontribusi kepada penulis. Maka
perkenankanlah penulis menyampaikan rasa terima kasih yanng sebesar-besarnya
khususnya kepada :
1. Allah SWT, atas rahmat, nikmat, dan karuni-Nya sehingga dengan izinnya
penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
2. Kedua orang tua, Abah tercinta dr. Suriadie dan Mama tercinta dr. Siti
Nurjanah yang tiada henti memberikan kasih sayang, nasihat, dan do’a serta
dukungan kepada ananda baik moril maupun materil.
3. Ibu Puteri Amelia, M. Farm., Apt. sebagai pembimbing I dan Ibu Marissa
Angelina, M. Farm., Apt. sebagai pembimbing II yang telah rela meluangkan
waktu, pikiran dan tenaganya untuk membimbing serta memotivasi penulis
selama penelitian.
4. Ibu Lia, Ibu Tatik, Mas Lili, Ibu Lisna, Ibu Mimin, Ibu Lala, Ibu Mega, Mas
Udin, Pak Rokib, Pak Wakhidi atas segala bantuan yang telah diberikan
selama penelitian.
5. Prof. Dr. (hc) dr. M. K. Tadjudin, Sp.And selaku Dekan Fakultas Kedokteran
dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
6. Drs. Umar Mansur, M.Sc., Apt. selaku Ketua Program Studi Farmasi Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan
viii
segenap bapak ibu dosen program studi Farmasi yang telah memberikan
dukungan dan menyalurkan ilmu pengetahuannya sehingga penulis dapat
menyelesaikan studi di program studi farmasi FKIK UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta.
7. Sahabat penulis, Andalusia, yang selalu satu dalam langkah, erat dalam
ukhuwah, dan saling menyukseskan. The paviliun, yang susah senang
bersama, dan semua cowo Andalusia, Arum, Fikry, Dwikky, Fahrur, Erwin,
Chandra, Atras, Hafit, Denny, Anas, Iid, Luther, Rendy, Hadi, Mirza.
8. Kakakku tercinta drg. Ichda Nabiela, dan adikku tersayang Faiq Fadhil
Dzulfiqar Bariq, Mirza Zuffar Al-Haq Firdausi, Gharizza Nayla.
9. Keluarga besar Bani Amir dan Bani Taberani yang selalu memberikan
motivasi dan dukungannya.
10. Seluruh pihak yang telah membantu penulis selama ini yang tidak bisa penulis
sebut satu persatu.
Jakarta, 3 September 2014
Penulis
ix
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIK
Sebagai civitas akademik Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta, saya yang bertanda tangan dibawah ini :
Nama : Arsyadanie Saifi Adli
NIM : 1110102000031
Program Studi : Farmasi
Fakultas : Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK)
Jenis Karya : Skripsi
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya menyetujui skripsi/karya
ilmiah saya dengan judul :
KARAKTERISASI EKSTRAK ETANOL TANAMAN RUMPUT ISRAEL
(Asystasia gangetica) dari TIGA TEMPAT TUMBUH DI INDONESIA
untuk dipublikasikan atau ditampilkan di internet atau media lain yaitu Digital
Library Perpustakaan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta
untuk kepentingan akademik sebatas sesuai dengan Undang-Undang Hak Cipta.
Dengan demikian persetujuan publikasi karya ilmiah ini saya buat dengan
sebenarnya.
Dibuat di : Ciputat
Pada Tanggal : 3 September 2014
Yang menyatakan
(Arsyadanie Saifi Adli)
x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ..................................................................................... i
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ......................................... ii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ......................................... iii
HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI ...................................................... iv
ABSTRAK ..................................................................................................... v
ABSTRACT ................................................................................................... vi
KATA PENGANTAR ................................................................................... vii
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIK ....................... ix
DAFTAR ISI .................................................................................................. x
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... xiii
DAFTAR TABEL ......................................................................................... xiv
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. xv
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................... 1
1.1. Latar Belakang ......................................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah ................................................................... 4
1.3. Tujuan Penelitian ..................................................................... 4
1.4. Manfaat Penelitian ................................................................... 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .................................................................. 6
2.1. Rumput Israel (Asystasia gangetica) ........................................ 6
2.1.1. Klasifikasi Tanaman .................................................... 6
2.1.2. Sinonim dan Nama Daerah .......................................... 6
2.1.3. Deskripsi ...................................................................... 6
2.1.4. Tempat Tumbuh ........................................................... 9
2.1.5. Penggunaan dan Khasiat .............................................. 9
2.1.6. Kandungan Kimia ........................................................ 10
2.2. Karakterisasi Sebagai Langkah Awal Standardisasi ............... 10
2.2.1. Pengertian Standardisasi .............................................. 10
2.2.2. Standardisasi Menjamin Keseragaman Khasiat ........... 11
2.2.3. Standardisasi untuk Uji Klinik .................................... 11
2.2.4. Standardisasi Menjamin Aspek Keamanan dan
xi
Stabilitas Ekstrak ......................................................... 12
2.2.5. Standardisasi Meningkatkan Nilai Ekonomi ............... 12
2.3. Parameter-Parameter Standar Ekstrak ..................................... 12
2.3.1. Parameter Spesifik ....................................................... 13
2.3.2. Parameter Non Spesifik ............................................... 14
2.4. Simplisia .................................................................................. 15
2.5. Ekstrak ..................................................................................... 16
2.6. Ekstraksi .................................................................................. 17
2.6.1. Pengertian Ekstraksi .................................................... 17
2.6.2. Metode Ekstraksi ......................................................... 17
2.7. Faktor yang Mempengaruhi Mutu Ekstrak .............................. 19
2.7.1. Faktor Biologi .............................................................. 19
2.7.2. Faktor Kimia ................................................................ 19
2.8. Kromatografi Lapis Tipis ........................................................ 20
2.8.1. Deskripsi ...................................................................... 20
2.8.2. Fase Diam .................................................................... 21
2.8.3. Fase Gerak ................................................................... 21
2.8.4. Deteksi Bercak ............................................................. 22
2.8.5. Perhitungan Nilai Rf .................................................... 23
2.9. Spektrofotometri ...................................................................... 23
2.9.1. Spektrofotometri UV-Vis ............................................ 23
2.9.2. Spektrofotometri Serapan Atom .................................. 25
2.10. Kromatografi Cair Kinerja Tinggi ........................................... 28
2.11. Kromatografi Gas-Spektrometri Massa ................................... 30
BAB III METODE PENELITIAN .............................................................. 33
3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ................................................. 33
3.2. Alat dan Bahan ........................................................................ 33
3.2.1. Alat .............................................................................. 33
3.2.2. Bahan Uji ..................................................................... 33
3.2.3. Bahan Kimia ................................................................ 34
3.3. Prosedur Kerja ......................................................................... 34
3.3.1. Persiapan Bahan Uji .................................................... 34
3.3.2. Karakterisasi Ekstrak Rumput Israel ........................... 35
3.3.2.1. Pengamatan Makroskopik .............................. 35
xii
3.3.2.2. Parameter Spesifik .......................................... 36
3.3.2.3. Parameter Non Spesifik .................................. 40
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ...................................................... 44
4.1. Determinasi Tanaman .............................................................. 44
4.2. Rendemen Ekstrak ................................................................... 44
4.3. Pengamatan Makroskopik ....................................................... 44
4.4. Hasil Parameter Spesifik ......................................................... 45
4.4.1. Identitas Ekstrak .......................................................... 45
4.4.2. Organoleptik Ekstrak ................................................... 45
4.4.3. Senyawa Terlarut Dalam Pelarut Tertentu .................. 46
4.4.4. Uji Kandungan Kimia Ekstrak ..................................... 46
4.5. Hasil Parameter Non Spesifik ................................................. 49
4.6. Pembahasan ............................................................................. 50
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................ 59
5.1. Kesimpulan .............................................................................. 59
5.2. Saran ........................................................................................ 60
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 61
LAMPIRAN ................................................................................................... 65
xiii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 : Asystasia gangetica ...................................................................... 7
Gambar 2 : Asystasia gangetica ...................................................................... 8
Gambar 3 : Asystasia gangetica ...................................................................... 8
Gambar 4 : Skema Kromatografi Lapis Tipis ................................................. 20
Gambar 5 : Skema Spektrofotometer UV-Vis ................................................ 24
Gambar 6 : Skema Spektrofotometer Serapan Atom ...................................... 26
Gambar 7 : Skema Kromatografi Cair Kinerja Tinggi .................................... 28
Gambar 8 : Skema GCMS .............................................................................. 31
Gambar 9 : Hasil Uji Pola Kromatogram KLT ............................................... 46
Gambar 10 : Hasil Uji Pola Kromatogram KCKT .......................................... 47
Gambar L.1 : Ekstrak etanol Asystasia gangetica asal Tangsel ...................... 68
Gambar L.2 : Ekstrak etanol Asystasia gangetica asal Depok ........................ 68
Gambar L.3 : Ekstrak etanol Asystasia gangetica asal OKU Timur ............... 68
Gambar L.4 : Spektrofotometri UV-Vis .......................................................... 68
Gambar L.5 : Desikator ................................................................................... 68
Gambar L.6 : Muffle Furnace ......................................................................... 68
Gambar L.7 : Pilot Plant ................................................................................. 69
Gambar L.8 : Mikroskop ................................................................................. 69
Gambar L.9 : GCMS ....................................................................................... 69
Gambar L.10 : HPLC ...................................................................................... 69
Gambar L.11 : Rotary Evaporator .................................................................. 69
xiv
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1 : Rendemen Ekstrak ........................................................................ 44
Tabel 4.2 : Pengamatan Makroskopik ............................................................. 45
Tabel 4.3 : Identitas Ekstrak ........................................................................... 45
Tabel 4.4 : Organoleptik Ekstrak .................................................................... 45
Tabel 4.5 : Senyawa Terlarut Dalam Pelarut Tertentu .................................... 46
Tabel 4.6 : Nilai Rf KLT ................................................................................. 47
Tabel 4.7 : Data Puncak Kromatogram KCKT ............................................... 48
Tabel 4.8 : Penapisan Golongan Kimia ........................................................... 48
Tabel 4.9 : Kadar Flavonoid ........................................................................... 48
Tabel 4.10 : Parameter Non Spesifik .............................................................. 49
Tabel 4.11 : Parameter Non Spesifik Cemaran ............................................... 49
Tabel L.1 : Senyawa Terlarut Air ................................................................... 80
Tabel L.2 : Senyawa Terlarut Etanol .............................................................. 82
Tabel L.3 : Susut Pengeringan ......................................................................... 84
Tabel L.4 : Bobot Jenis ................................................................................... 86
Tabel L.5 : Kadar Abu .................................................................................... 88
Tabel L.6 : Kadar Abu Tidak Larut Asam ...................................................... 90
Tabel L.7 : Kadar Air ...................................................................................... 92
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 : Alur Penelitian ........................................................................... 65
Lampiran 2 : Determinasi Tanaman Rumput Israel ........................................ 66
Lampiran 3 : Alat dan Bahan Penelitian ......................................................... 68
Lampiran 4 : Hasil Uji Cemaran Logam ......................................................... 70
Lampiran 5 : Uji Sisa Pelarut Dan Pola Kromatogram GCMS ...................... 75
Lampiran 6 : Perhitungan Rendemen Ekstrak ................................................ 79
Lampiran 7 : Perhitungan Senyawa Terlarut Air ............................................ 80
Lampiran 8 : Perhitungan Senyawa Terlarut Etanol ....................................... 82
Lampiran 9 : Perhitungan Susut Pengeringan ................................................. 84
Lampiran 10 : Perhitungan Bobot Jenis .......................................................... 86
Lampiran 11 : Perhitungan Kadar Abu ........................................................... 88
Lampiran 12 : Perhitungan Kadar Abu Tidak Larut Asam ............................. 90
Lampiran 13 : Perhitungan Kadar Air ............................................................. 92
Lampiran 14 : Perhitungan Kadar Total Flavonoid ........................................ 94
Lampiran 15 : Perhitungan Cemaran Logam .................................................. 96
1
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG
Indonesia dikenal sebagai negara dengan sumber daya hayati kedua
terbesar setelah Brasil. Di Indonesia terdapat lebih kurang 30.000 jenis tumbuh-
tumbuhan yang hidup di kepulauan Indonesia, diketahui sekurang-kurangnya 9.600
spesies tumbuhan berkhasiat sebagai obat dan kurang lebih 300 spesies telah
digunakan sebagai bahan obat tradisional oleh industri obat tradisional
(Kotranas, 2007).
Berdasarkan data Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (2005),
Indonesia memiliki ketergantungan yang besar terhadap bahan baku dan obat
konvensional impor senilai 160 juta USD/tahun, padahal berdasar kekayaan
tanaman yang dimiliki Indonesia berpotensi besar menjadi sumber daya tanaman
obat bagi dunia. Tren global “back to nature” menunjukkan pertumbuhan pesat,
termasuk di Indonesia, sehingga produk tanaman obat (TO) memiliki arti strategis
di bidang kesehatan.
Faktor pendorong terjadinya peningkatan penggunaan obat herbal di
negara maju adalah usia harapan hidup yang lebih panjang pada saat prevalensi
penyakit kronik meningkat, adanya kegagalan penggunaan obat modern untuk
penyakit tertentu di antaranya kanker serta semakin luas akses informasi mengenai
obat herbal di seluruh dunia (Sukandar EY, 2006).
Obat herbal telah diterima secara luas di hampir seluruh Negara di dunia.
Menurut WHO, negara negara di Afrika, Asia dan Amerika Latin menggunakan
obat herbal sebagai pelengkap pengobatan primer yang mereka terima. Bahkan di
Afrika, sebanyak 80% dari populasi menggunakan obat herbal untuk pengobatan
primer. WHO merekomendasi penggunaan obat tradisional termasuk herbal dalam
pemeliharaan kesehatan masyarakat, pencegahan dan pengobatan penyakit,
terutama untuk penyakit kronis, penyakit degeneratif dan kanker. WHO juga
mendukung upaya-upaya dalam peningkatan keamanan dan khasiat dari obat
tradisional (WHO, 2003).
2
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Fakta bahwa penggunaan obat berbasis tumbuhan semakin berkembang
pesat di masyarakat seiring dengan kekayaan biodiversitas yang dimiliki Indonesia,
serta dukungan dari WHO perihal upaya pengembangan obat herbal, menjadikan
tugas bagi pemerintah untuk menjamin obat berbasis herbal memiliki mutu yang
terukur, mampu mendukung derajat kesehatan, terjamin keamanannya dengan
terbebas dari bahan mikroba berbahaya, serta meningkatkan nilai ekonomi produk
alam Indonesia.
Berdasarkan Farmakope Herbal (2009), Obat herbal terstandar merupakan
sediaan obat bahan alam yang telah dibuktikan keamanan dan khasiatnya secara
ilmiah dengan uji praklinik dan bahan bakunya telah distandardisasi. Salah satu
tanaman yang sedang dikembangkan sebagai obat herbal terstandar adalah Rumput
Israel (Asystasia gangetica).
Rumput Israel (Asystasia gangetica) merupakan tanaman yang tumbuh di
daratan Afrika, Arab, dan Asia. Di Kenya dan Uganda, tanaman ini dikonsumsi
sebagai sayuran, sedangkan di Nigeria, daun dari tanaman ini digunakan untuk
mengobati asma. Di India, tanaman ini digunakan untuk mengobati penyakit
rematik, sedangkan di Maluku, tanaman ini diolah menjadi jus dan dicampur
dengan jeruk dan bawang putih untuk mengobati batuk kering. Sedangkan di
Filipina, tanaman ini digunakan untuk mengobati gangguan pencernaan
(Grubben G.J.H, 2004).
Menurut Ezike et al (2008), penggunaan Asystasia gangetica sebagai obat
tradisional asma dikarenakan adanya kandungan terpenoid pada tanaman tersebut
yang dapat memberikan efek bronkopasmolitik
Berdasarkan penelitian Mohan Khrisna (2011), ekstrak metanol Asystasia
gangetica memiliki aktivitas anti inflamasi yang signifikan dengan perkiraan
mekanisme yakni menghambat sintesis prostaglandin dengan menstabilkan
membran lisosom.
Antosianin yang diisolasi dari ekstrak etanol Asystasia gangetica memiliki
aktivitas menghambat alfa-amilase yang cukup baik sehingga dapat dikembangkan
sebagai obat anti diabetes (Rajeshwari Sivaraj et al, 2013)
Menurut penelitian Mugabo Pierre dan Raji Ismaila (2013), ekstrak air
Asystasia gangetica dapat menurunkan tekanan darah dan denyut jantung pada
3
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
SHR (Spontaneously Hypertensive Rats) dengan perkiraan mekanisme yakni
melalu penghambatan ACE (Angiotensin Converting Enzyme) dan sebagai
antagonis reseptor Angiotensin II, sehingga dapat dikembangkan sebagai obat anti
hipertensi.
Ekstrak metanol dari Asystasia gangetica dengan konsentrasi 200 µg/mL
menunjukkan aktivitas penghambatan yang denaturasi protein yang cukup baik,
yakni sebesar 42,7 % sedangkan Natrium diklofenak sebagai standar dengan
konsentrasi yang sama, memiliki aktivitas penghambatan denaturasi protein sebesar
84,47 %. Hal ini menunjukkan peluang digunakannya tanaman Asystasia gangetica
sebagai obat anti artritis.
Albendazole digunakan sebagai standar untuk mengetahui aktivitas
anthelmintic dari ekstrak metanol Asystasia gangetica dengan Pheretima posthuma
sebagai objek. Ekstrak metanol Asystasia gangetica dengan konsentrasi 10 mg/ml
menunjukkan aktivitas yang baik, dimana membutuhkan waktu 54 menit untuk
mematikan Pheretima posthuma, sedangkan albendazole dengan konsentrasi yang
sama membutuhkan waktu 56 menit (Gopal T.K et al, 2013).
Bedasarkan penelitian yang dilakukan oleh LIPI (Lembaga Ilmu
Pengetahuan Indonesia) dengan metode foccus forming assay, tanaman Rumput
Israel (Asystasia gangetica) memiliki aktivitas antiviraldengue dengan nilai IC50
sebagai parameternya. Berbagai manfaat yang ada dalam tanaman Asystasia
gangetica tentu berasal dari senyawa kimia yang dikandungnya, dimana
berdasarkan penelitian Kensa Mary (2011), Asystasia gangetica diketahui
mengandung senyawa fenol, alkaloid, flavonoid, tanin, saponin, dan steroid.
Kandungan kimia yang terdapat dalam tanaman Asystasia gangetica tidak
dapat dijamin konstan karena adanya faktor-faktor yang mempengaruhi,
diantaranya bibit, umur tanaman, tempat tumbuh, iklim, serta cara panen.
Kandungan kimia yang bertanggungjawab terhadap efek biologis harus mempunyai
spesifikasi kimia berupa jenis dan kadar, sedangkan ekstrak sebagai bahan baku
obat harus memenuhi syarat mutu dan keamanan, sehingga harus dilakukan
standardisasi. Sampai saat ini belum ada laporan penelitian baik nasional maupun
internasional tentang standardisasi tanaman Rumput Israel (Asystasia gangetica).
4
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Untuk menjamin keseragaman khasiat, mutu, dan keamanan dari suatu
ekstrak, perlu dilakukan standardisasi. Standardisasi dalam kefarmasian adalah
serangkaian parameter prosedur dan cara pengukuran yang hasilnya merupakan
unsur-unsur terkait paradigma mutu kefarmasian, mutu dalam artian memenuhi
syarat standar (kimia, biologi, dan farmasi), termasuk jaminan (batas-batas)
stabilitas sebagai produk kefarmasian umumnya. Persyaratan mutu ekstrrak terdiri
dari berbagai parameter standar umum dan parameter standar spesifik (Depkes RI,
2000).
Melihat manfaat dari tanaman Asystasia gangetica berdasarkan beberapa
penelitian yang telah dilakukan, dan banyaknya ketersediaan tanaman Rumput
Israel (Asystasia gangetica) di Indonesia, serta sejalan dengan pengembangan
ekstrak Rumput Israel (Asystasia gangetica) sebagai obat antiviral dengue oleh
Lembaga Penelitian Indonesia (LIPI), maka perlu adanya penelitian tentang
karakterisasi ekstrak etanol tanaman Rumput Israel (Asystasia gangetica) dari 3
tempat tumbuh di Indonesia untuk mengetahui standar mutu dan keamanan, serta
menjaga kualitas dari ekstrak Asystasia gangetica dalam rangka pengembangan
obat herbal di Indonesia.
1.2. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, diketahui bahwa
belum ada penelitian mengenai karakterisasi ekstrak etanol Rumput Israel
(Asystasia gangetica) sebagai tahap pengembangan ekstrak terstandar.
1.3. TUJUAN PENELITIAN
Tujuan penelitian ini adalah :
1. Menetapkan parameter non spesifik yang meliputi susut pengeringan, bobot
jenis, kadar air, kadar abu, sisa pelarut, dan cemaran logam berat pada ekstrak
etanol Rumput Israel (Asystasia gangetica)
2. Menetapkan parameter spesifik yang meliputi identitas ekstrak, organoleptik
ekstrak, senyawa terlarut dalam pelarut tertentu, pola kromatogram, dan
kandungan kimia ekstrak pada ekstrak etanol Rumput Israel (Asystasia
gangetica)
5
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
1.4. MANFAAT PENELITIAN
Dengan penelitian ini diharapkan dapat diperoleh data karakterisasi dari
ekstrak etanol Rumput Israel (Asystasia gangetica) berupa parameter spesifik dan
non spesifik sebagai langkah awal dalam menjamin keseragaman khasiat, mutu, dan
keamanan dari ekstrak etanol Rumput Israel (Asystasia gangetica).
6
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 RUMPUT ISRAEL (Asystasia gangetica)
2.1.1 Klasifikasi Tanaman
Klasifikasi dari tanaman ini adalah sebagai berikut :
Kingdom : Plantae
Subkingdom : Tracheobionta
Superdivision : Spermatophyta
Division : Magnoliophyta
Class : Magnoliopsida
Subclass : Asteridae
Order : Scrophulariales
Family : Acanthaceae
Genus : Asystasia Blume
Species : Asystasia gangetica (L.) T. Anderson
(Tilloo S.K et al, 2012)
2.1.2 Sinonim dan Nama Daerah
Sinonim : Asystasia coromandeliana Nees (1832)
Nama Daerah : Chinese Violet (Inggris), Herbe le rail (Prancis),
Namu (Liberia), Ara Sungsang, Seri Pagi (Malaysia), Rumput Israel
(Indonesia) (Grubben G.J.H, 2004).
2.1.3 Deskripsi
Asystasia gangetica tumbuh merambat dan bercabang, batangnya
berbentuk segi empat dengan panjang hingga 2 meter. Bentuk daun saling
berlawanan dan tidak terdapat stipula. Panjang tangkai daun 0,5-6 cm dengan
daun yang berbentuk ovutus dengan panjang 4-9 cm dan lebar 2-5 cm. Bentuk
pangkal daun segitiga sungsang (Cuneatus) atau berbentuk jantung (Cordatus)
saat daun masih kecil. Ujung daun berbentuk meruncing (Acuminatus) dan
permukaan daun berbulu pendek dan lembut (Pubescens). Asystasia gangetica
7
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
memiliki 4-6 urat daun (vena lateralis) di setiap sisi pelepah. Bentuk perbungaan
majemuk dan berderet mengarah pada satu sisi dengan panjang deret bunga
mencapai 25 cm. Tangkai bunga memiliki panjang hingga 3 mm dan kelopak
bunga dengan panjang 4-10 mm. Bunga biasanya berwarna putih atau putih
dengan bintik-bintik keunguan (Grubben G.J.H, 2004).
Periode dari penyebaran bibit hingga munculnya benih Asystasia
gangetica membutuhkan waktu 8 minggu di daerah terbuka atau terkena sinar
matahari langsung, tetapi bisa memakan waktu 2 minggu lebih lama di daerah
yang sebagian tertutup. Tanpa penyiangan, proporsi Asystasia gangetica dalam
semak dari perkebunan kelapa sawit muda meningkat dalam jangka waktu 2 tahun
dari 25 % menjadi 84 %. Asystasia gangetica memiliki daya serap tinggi terhadap
nutrisi dalam tanah dan mengganggu penyerapan nutrisi spesies lain sehingga
dikategorikan sebagai gulma. Asystasia gangetica memiliki palatabilitas dan daya
cerna yang tinggi sehingga dapat digunakan sebagai pakan hewan
(Grubben G.J.H, 2004).
Gambar 1 : Asystasia Gangetica
(Sumber : Koleksi Pribadi)
8
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gambar 2 : Asystasia gangetica
(Sumber : http://keyserver.lucidcentral.org/weeds/data)
Keterangan Gambar 3 :
1. Keseluruhan tanaman
2. Daun
3. Batang
4. Bunga
5. Mahkota bunga dan
benang sari
6. Kelopak bunga dan
putik
7. Putik
8. Benang sari
9. Kapsul
10. Kapsul kosong
11. Biji
Gambar 3 : Asystasia gangetica
(Sumber : Tsai Wen Hsu et al, 2005)
1 2
3
4
5
6
7 8
9
10
11
9
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2.1.4 Tempat Tumbuh
Asystasia gangetica berasal dari daratan tropis Afrika, Arabia dan Asia.
Asystasia gangetica biasa ditemukan di pinggir jalan dan tepi sungai, di daerah
yang lembab, dan dapat tumbuh hingga ketinggian 2.500 m dpl. Di daerah dengan
musim kemarau 4 bulan atau lebih, tanaman ini kemungkinan tidak dapat bertahan
hidup. Asystasia gangetica dapat berkembang pada tanah aluvium pantai, tanah
gambut dengan 85 % bahan organik dan pH 3,5-4,5 , dan tanah liat. Dua
subspesies dari Asystasia gangetica dapat dibedakan, dimana Asystasia gangetica.
Subsp. micrantha ( Nees ) Ensermu, dengan panjang mahkota bunga kurang dari
2,5 cm dan panjang tangkai putik kurang dari 1,5 cm biasanya tumbuh di daerah
tropis Afrika, pulau-pulau di Samudera Hindia dan Arab Saudi. Sedangkan
Subsp. gangetica, dengan panjang mahkota bunga lebih dari 2,5 cm dan tangkai
putik lebih dari 1,5 cm biasanya tumbuh di India, Sri Lanka, Asia Tenggara dan
pulau-pulau di Samudera Pasifik, dan terdapat juga di daerah tropis benua
Amerika (Grubben G.J.H, 2004).
2.1.5 Penggunaan dan Khasiat
Rumput Israel (Asystasia gangetica) secara lokal digunakan sebagai
sayuran di Kenya dan Uganda dimana tanaman ini dicampur dengan kacang tanah,
wijen, ataupun sayuran lainnya. Kemampuan tumbuh yang baik dan nilai gizi
yang tinggi menjadikan Asystasia gangetica digunakan sebagai pakan untuk sapi,
kambing dan domba di Asia Tenggara. Di Afrika, larutan dari tanaman ini
digunakan untuk meringankan rasa sakit saat melahirkan, dan getahnya digunakan
untuk mengobati luka, meredakan otot kaku dan pembesaran limpa pada anak-
anak. Serbuk dari akar Asystasia gangetica dipercaya memiliki efek analgesik dan
digunakan dalam mengobati sakit perut dan gigitan ular. Larutan dari daun
Asystasia gangetica digunakan untuk mengobati epilepsi dan gangguan saluran
kemih (Grubben G.J.H, 2004).
Asystasia gangetica telah banyak digunakan sejak zaman kuno di daerah
Babungo, Kamerun untuk mengobati berbagai penyakit. Masyarakat pedesaan di
daerah Sivagangai dari Tamil Nadu, India Selatan, menggunakan Rumput Israel
untuk mengobati rematik. Sedangkan Orang suku bukit Marudhamalai, Tamil
10
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Nadu, menggunakan pasta dari akar Asystasia gangetica untuk mengobati alergi
kulit. Di Kawazu-Natal, Afrika Selatan, penduduk menggunakan Asystasia
gangetica sebagai sayuran. Secara tradisional, jus dari tanaman ini digunakan
sebagai anthelmintik, mengobati pembengkakan, rematik, gonorrhea dan
penyakit pada telinga. Asystasia gangetica juga digunakan sebagai obat
tradisional untuk mengobati diabetes mellitus di beberapa daerah di India Selatan
(Tilloo S.K et al, 2012).
2.1.6 Kandungan Kimia
Asystasia gangetica mengandung senyawa alkaloid, antrakuinon, senyawa
fenolik, steroid, tanin, glikosida, dan xanthoprotein (Daffodil E.D et al, 2013).
Ekstrak metanol Asystasia gangetica mengandung beberapa senyawa flavonoid,
diantaranya Luteolin, Kuersetin, Kaempferol, dan Isorhamnetin
(Gopal T.K et al, 2013).
Senyawa glikosida biflavon dari Asystasia gangetica yang telah berhasil
diisolasi dan dikarakterisasi yakni apigenin 7-0-glukosil (3’-6’’) luteolin 7’’-0-
glukosida (Senthamilselvi M.M et al, 2011). Selain itu, senyawa glikosida
epoksimegastigmane (asygangoside) dari Asystasia gangetica juga telah berhasil
diisolasi (Kanchanapoom T et al, 2007).
2.2 KARAKTERISASI EKSTRAK SEBAGAI LANGKAH AWAL
STANDARDISASI
2.2.1 Pengertian Standardisasi
Standardisasi suatu simplisia tidak lain adalah pemenuhan terhadap
persyaratan sebagai bahan dan penetapan nilai berbagai parameter dari produk
seperti yang ditetapkan sebelumnya. Standardisasi simplisia mempunyai
pengertian bahwa simplisia yang akan digunakan untuk obat sebagai bahan baku
harus memenuhi persyaratan yang tercantum dalam monografi terbitan resmi
Departemen Kesehatan (Materia Medika Indonesia). Sedangkan sebagai produk
yang langsung dikonsumsi, juga harus memenuhi persyaratan produk kefarmasian
sesuai dengan peraturan yang berlaku (Depkes RI, 2000).
11
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Mengingat obat herbal dan berbagai tanaman memiliki peran penting
dalam bidang kesehatan bahkan bisa menjadi produk andalan Indonesia, maka
perlu dilakukan upaya penetapan standar mutu dan keamanan ekstrak tanaman
obat. Rangkaian proses melibatkan berbagai metode analisis kimiawi berdasarkan
data farmakologis, melibatkan analisis fisik dan mikrobiologi berdasarkan kriteria
umum keamanan (toksikologi) terhadap suatu ekstrak alam (tumbuhan obat)
disebut standardisasi bahan obat alam (SBOA) atau standardisasi obat herbal
(Saifudin et al, 2011)
2.2.2 Standardisasi Menjamin Keseragaman Khasiat
Mayoritas penggunaan bahan obat berbasis herbal di Indonesia masih
bersifat tidak terukur baik kepastian tanaman, takaran, cara penyiapan sehingga
tidak menjamin konsistensi khasiat. Salah satu tujuan dari standardisasi adalah
menjaga konsistensi dan keseragaman khasiat dari obat herbal. Standardisasi
melibatkan pemastian kadar senyawa aktif farmakologis melalui analisis
kuantitatif metabolit sekunder yang akan menjamin keseragaman khasiat.
Tercatat sekitar 997 industri obat tradisional di Indonesia dan 98
diantaranya adalah produsen dengan skala besar dan sedang. Produsen dengan
skala besar dan sedang telah mampu mengekspor produknya ke negara lain seperti
Malaysia, Singapura, India, Pakistan, negara-negara di Timur Tengah bahkan
beberapa negara di Eropa dan Amerika Serikat. Banyak bahan mentah rempah dan
obat herbal diekspor ke luar negeri tanpa mengalami pengolahan. Masalah yang
seringkali dihadapi adalah belum terstandarnya bahan baku yang diperdagangkan
bahkan dijumpainya kontaminan mikrobiologis pada produk obat herbal
(Saifudin et al, 2011).
2.2.3 Standardisasi untuk Uji Klinik
Uji Klinik adalah uji senyawa kimia obat, obat herbal, ekstrak dan berbagai
sediaan pada dosis tertentu dengan target biologis manusia (atau veteriner jika
targetnya memang binatang), agar memberikan respon biologis berupa parameter-
parameter klinik perbaikan dari kondisi patologis yang terkait dengan penyakit
tertentu. Untuk itu semua aspek dituntut terdesain dan dikontrol dengan baik.
12
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Respon uji klinik sangat ditentukan oleh konsistensi dosis. Jika jumlah zat aktif
yang diberikan tidak konsisten, maka interpretasinya menjadi bias dan justru
merugikan. Disinilah peran besar standardisasi untuk menjaga senyawa-senyawa
aktif selalu konsisten terukur antarperlakuan (Saifudin et al, 2011).
2.2.4 Standardisasi Menjamin Aspek Keamanan dan Stabilitas Ekstrak
Tempat tumbuh tanaman, penanganan pasca panen, proses ekstraksi,
penyimpanan simplisia tanaman dan ekstrak juga mempengaruhi elemen
keamanan terhadap pemakai, misalnya keberadaan logam berat (Pb, Cd,dan As),
pestisida dalam tanah, udara dan air, jenis dan jumlah mikroorganisme dan
metabolit pencemar berbahaya. Keberadaan air di dalam suatu ekstrak juga
mempengaruhi stabilitas bahan baku bahkan bentuk sediaan yang nantinya
dihasilkan. Untuk itu dilakukan berbagai analisis untuk menentukan batas
minimal kadar air, zat dan jumlah mikroba pencemar yang disebut parameter non
spesifik. Proses standardisasi yang meliputi aspek kimiawi metabolit sekunder,
jumlah cemaran mikroba minimal, cemaran logam berat, sisa pelarut, dan lain-
lain sangatlah penting karena terkait dengan efikasi dan keamanan pada konsumen
(Saifudin et al, 2011).
2.2.5 Standardisasi Meningkatkan Nilai Ekonomi
Tanaman obat dan rempah Indonesia mempunyai potensi besar sebagai
produk unggulan. Belum tingginya upaya lintas sektoral dan terpadu antara
swasta-pemerintah-perguruan tinggi untuk mengangkat secara sistematis natural
product Indonesia mengakibatkan banyak produk ekspor herbal berdaya tawar
rendah. Standardisasi adalah upaya penting untuk menaikkan nilai ekonomi
produk alam Indonesia dimana dampak positifnya sebenarnya menguntungkan
semua pihak, yakni konsumen, produsen, dan juga pemerintah
(Saifudin et al, 2011).
2.3 PARAMETER-PARAMETER STANDAR EKSTRAK
Parameter-parameter standar ekstrak terdiri dari parameter spesifik dan
parameter non spesifik.
13
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2.3.1 Parameter Spesifik
Parameter spesifik berfokus pada senyawa atau golongan senyawa yang
bertanggung jawab terhadap aktivitas farmakologis. Analisis kimia yang
dilibatkan ditujukan untuk analisa kualitatif dan kuantitatif terhadap senyawa
aktif. Berdasarkan Depkes RI (2000), parameter spesifik meliputi :
1. Identitas
Identitas ekstrak meliputi deskripsi tata nama ekstrak, nama lain tumbuhan
(sistematika botani), nama Indonesia tumbuhan, dan bagian tumbuhan yang
digunakan.
2. Organoleptik
Organoleptik ekstrak meliputi penggunaan panca indera dalam
mendeskripsikan bentuk, warna, bau, rasa untuk pengenalan awal yang
sederhana dan seobjektif mungkin.
3. Senyawa terlarut dalam pelarut tertentu
Penentuan jumlah senyawa terlarut dalam pelarut tertentu dilakukan dengan
melarutkan ekstrak dengan pelarut (alkohol/air) untuk ditentukan jumlah
larutan yang identik dengan jumlah senyawa kandungan secara gravimetrik.
Dalam hal tertentu dapat diukur senyawa terlarut dalam pelarut lain misalnya
heksana, diklorometan, metanol. Tujuannya untuk memberikan gambaran awal
jumlah senyawa kandungan.
4. Uji kandungan kimia ekstrak
a) Pola Kromatogram
Pada penentuan pola kromatogram, ekstrak ditimbang dan diekstraksi
dengan pelarut dan cara tertentu, kemudian dilakukan analisis kromatografi
sehingga memberikan pola kromatogram yang khas. Pengujian ini
bertujuan untuk memberikan gambaran awal komposisi kandungan kimia
berdasarkan pola kromatogram (KLT/KCKT).
b) Kadar Total Golongan Kandungan Kimia
Kadar kandungan golongan kimia ditetapkan dengan penerapan metode
spektrofotometri, titrimetri, volumetri, gravimetri, atau lainnya. Metode
yang digunakan harus sudah teruji validitasnya, terutama selektivitas dan
batas linearitasnya. Tujuan dari penentuan kadar golongan kimia adalah
14
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
memberikan informasi golongan kimia sebagai parameter mutu ekstrak
dalam kaitannya dengan efek farmakologis.
c) Kadar Kandungan Kimia Tertentu
Adanya kandungan kimia yang berupa senyawa identitas atau senyawa
kimia utama ataupun kandungan kimia lainnya, maka secara kromatografi
instrumental dapat dilakukan penetapan kadar kandungan kimia tersebut.
Instrumen yang dapat digunakan adalah densitometer, kromatografi gas,
kromatografi cair kinerja tinggi, atau instrumen lain yang sesuai.
Metode penetapan kadar harus diuji dahulu validitasnya, yaitu batas
deteksi, selektivitas, linearitas, ketelitian, ketepatan, dan lain-lain.
Tujuannya memberikan data kadar kandungan kimia tertentu sebagai
senyawa identitas atau senyawa yang diduga bertanggung jawab pada efek
farmakologis (Depkes RI, 2000).
2.3.2 Parameter Non Spesifik
Parameter non spesifik merupakan aspek yang berfokus pada aspek kimia,
mikrobiologi dan fisis yang akan mempengaruhi keamanan konsumen dan
stabilitasnya. Berdasarkan Depkes RI (2000), parameter non spesifik meliputi :
1. Susut Pengeringan
Parameter susut pengeringan diukur dengan pengukuran sisa zat setelah
pengeringan pada temperatur 105°C selama 30 menit atau sampai berat konstan
yang dinyatakan sebagai nilai persen. Dalam hal khusus (jika bahan tidak
mengandung minyak menguap/atsiri dan sisa pelarut organik menguap) identik
dengan kadar air, yaitu kandungan air karena berada di atmosfer/lingkungan
terbuka. Adapun tujuan menentukan susut pengeringan untuk memberikan
batasan maksimal (rentang) tentang besarnya senyawa yang hilang pada proses
pengeringan.
2. Bobot Jenis
Parameter bobot jenis diukur dengan mengetahui masa per satuan volume
pada suhu kamar tertentu (25°C) yang ditentukan dengan alat khusus
piknometer atau alat lainnya. Adapun tujuan menentukan bobot jenis ekstrak
yaitu memberikan batasan tentang besarnya masa persatuan volume yang
15
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
merupakan parameter khusus ekstrak cair sampai ekstrak pekat (kental) yang
masih dapat dituang.
3. Kadar air
Kandungan air yang berada di dalam bahan dapat diukur dengan cara yang
tepat diantaranya dengan titrasi, destilasi atau gravimetrik. Tujuan penentuan
kadar air adalah untuk mengetahui tercapainya batasan minimal atau rentang
kandungan air di dalam bahan.
4. Kadar Abu
Pada penentuan kadar abu, bahan dipanaskan pada temperatur dimana
senyawa organik dan turunannya terdestruksi dan menguap, sehingga tinggal
unsur mineral dan anorganik. Uji ini bertujuan untuk memberikan gambaran
kandungan mineral internal dan eksternal yang berasal dari proses awal sampai
terbentuknya ekstrak.
5. Sisa pelarut
Dalam penentuan sisa pelarut, yang ditentukan adalah kandungan sisa
pelarut tertentu (yang memang ditambahkan). Pada ekstrak cair berarti
kandungan pelarutnya, misalnya kadar alkohol. Tujuan dalam menentukan sisa
pelarut adalah memberikan jaminan bahwa selama proses tidak meninggalkan
sisa pelarut yang memang seharusnya tidak boleh ada, sedangkan untuk ekstrak
cair menunjukkan jumlah pelarut (alkohol) sesuai dengan yang ditetapkan.
6. Cemaran logam berat
Penentuan kandungan logam berat dilakukan dengan metode spektroskopi
serapan atom yang lebih valid dan bertujuan untuk menguji cemaran logam
berat untuk memberikan jaminan bahwa ekstrak tidak mengandung logam berat
tertentu (As, Pb, Cd) melebihi nilai yang ditetapkan karena berbahaya (toksik)
bagi kesehatan.
2.4 SIMPLISIA
Simplisia atau herbal adalah bahan alam yang telah dikeringkan yang
digunakan untuk pengobatan dan belum mengalami pengolahan. Kecuali
dinyatakan lain suhu pengeringan simplisia tidak lebih dari 60o C. Simplisia segar
adalah bahan alam segar yang belum dikeringkan. Simplisia nabati adalah simplisia
16
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
yang berupa tumbuhan utuh, bagian tumbuhan atau eksudat tumbuhan. Eksudat
tumbuhan adalah isi sel yang secara spontan keluar dari tumbuhan atau dengan cara
tertentu dipisahkan dari tumbuhannya. Serbuk simplisia nabati adalah bentuk
serbuk dari simplisia nabati, dengan ukuran derajat kehalusan tertentu. Sesuai
dengan derajat kehalusannya, dapat berupa serbuk sangat kasar, agak kasar, halus
dan sangat halus (Farmakope Herbal, 2009).
Serbuk simplisia nabati tidak boleh mengandung fragmen jaringan dan
benda asing yang bukan merupakan komponen asli dari simplisia yang
bersangkutan antara lain telur nematoda, bagian dari serangga dan hama serta sisa
tanah. Nama latin simplisia ditetapkan dengan menyebut nama marga (genus),
nama jenis (spesies) dan bila memungkinkan petunjuk jenis (varietas) diikuti
dengan bagian yang digunakan. Nama latin dengan pengecualian ditetapkan dengan
menyebut nama marga untuk simplisia yang sudah lazim disebut dengan marganya.
Nama lain adalah nama Indonesia yang paling lazim, didahului dengan bagian
tumbuhan yang digunakan (Farmakope Herbal, 2009).
2.5 EKSTRAK
Ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan mengekstraksi zat
aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang sesuai,
kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang
tersisa diperlakukan sedemikian hingga memenuhi baku yang telah ditetapkan.
(Farmakope Indonesia IV, 1995)
Ekstrak adalah sediaan kering, kental, atau cair dibuat dengan menyari
simplisia nabati atau hewani menurut cara yang cocok, di luar pengaruh cahaya
matahari langsung (Farmakope Indonesia III, 1979)
Ekstrak kering adalah sediaan padat yang memiliki bentuk serbuk yang
didapatkan dari penguapan dari pelarut yang digunakan untuk ekstraksi. Ekstrak
kering dapat ditambahkan bahan tambahan, yaitu bahan pengisi, bahan penstabil
(stabilizers), dan bahan pengawet (preservative). Ekstrak kering yang telah
distandardisasi adalah ekstrak kering yang telah diukur kandungannya, dan
dipastikan perihal penggunaan bahan inert dan bagian tumbuhan yang digunakan
17
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
untuk pengolahan. Penggunaan pelarut disesuaikan dengan jumlah dan
monografinya (US Pharmacopeia, 2009).
Ekstrak kental didapatkan dari penguapan sebagian dari pelarut, air,
alkohol, atau campuran hidroalkohol yang digunakan sebagai pelarut dalam
ekstraksi. Ekstrak kental dapat ditambahkan antimikroba atau bahan pengawet
lainnya yang sesuai. Ekstrak kental dan ekstrak kering yang berasal dari bahan yang
sama dapat digunakan sebagai obat-obatan atau suplemen, tetapi memiliki
keuntungan dan kerugian masing-masing (US Pharmacopeia, 2009).
2.6 EKSTRAKSI
2.6.1 Pengertian Ekstraksi
Ekstraksi adalah penyarian zat-zat berkhasiat atau zat-zat aktif dari bagian
tanaman obat, hewan dan beberapa jenis ikan termasuk biota laut. Zat-zat aktif
terdapat di dalam sel, namun sel tanaman dan hewan berbeda demikian pula
ketebalannya, sehingga diperlukan metode ekstraksi dengan pelarut tertentu
dalam mengekstraksinya.
Tujuan ekstraksi adalah untuk menarik semua komponen kimia yang
terdapat dalam simplisia. Ekstraksi ini didasarkan pada perpindahan massa
komponen zat padat ke dalam pelarut dimana perpindahan mulai terjadi pada
lapisan antar muka, kemudian berdifusi masuk ke dalam pelarut
(Dirjen POM, 1986).
2.6.2 Metode Ekstraksi
Menurut Departemen Kesehatan RI (2000), terdapat beberapa metode
ekstraksi dengan menggunakan pelarut yaitu:
1. Cara dingin
a) Maserasi
Maserasi adalah proses pengekstrakan simplisia dengan menggunakan
pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur
ruangan (kamar). Secara teknologi termasuk ekstraksi dengan prinsip
metode pencapaian konsentrasi pada keseimbangan. Maserasi kinetik
berarti dilakukan pengadukan yang kontinyu (terus-menerus). Remaserasi
18
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
berarti dilakukan pengulangan penambahan pelarut setelah dilakukan
penyaringan maserat pertama, dan seterusnya.
b) Perkolasi
Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai
sempurna (exhaustive extraction) yang umumnya dilakukan pada
temperatur ruangan. Proses ini terdiri dari tahapan pengembangan bahan,
tahap maserasi antara, tahap perkolasi sebenarnya
(penetesan/penampungan ekstrak), terus menerus sampai diperoleh ekstrak
(perkolat) yang jumlahnya 1-5 kali bahan.
2. Cara Panas
a) Refluks
Refluks merupakan ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik
didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif
konstan dengan adanya pendingin balik. Umumnya dilakukan pengulangan
proses pada residu pertama sampai 3-5 kali sehingga dapat termasuk proses
ekstraksi sempurna.
b) Sokletasi
Sokletasi ialah ekstraksi dengan menggunakan pelarut yang selalu baru
yang umumnya dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi
kontinyu dengan jumlah pelarut relatif konstan dengan adanya pendinginan
balik.
c) Digesti
Digesti merupakan maserasi kinetik (dengan pengadukan kontinyu)
pada temperatur yang lebih tinggi dari temperatur ruangan (kamar), yaitu
secara umum dilakukan pada temperatur 40-50oC.
d) Infusa
Infusa adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperature penangas
air mendidih, temperatur terukur 96oC-98oC selama waktu tertentu
(15-20 menit).
e) Dekok
Dekok adalah infus yang waktunya lebih lama (lebih dari 30 menit) dan
temperatur sampai titik didih air.
19
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2.7 FAKTOR YANG MEMPENGARUHI MUTU EKSTRAK
2.7.1 Faktor Biologi
Mutu ekstrak dipengaruhi oleh bahan asal yaitu tumbuhan obatnya, dan
dipandang dari beberapa faktor biologi, baik untuk tumbuhan liar maupun
tumbuhan obat hasil budidaya yang meliputi :
1. Identitas Jenis
Jenis tumbuhan dari sudut keragaman hayati dapat dikonfirmasi sampai
informasi genetik sebagai faktor internal untuk validasi jenis (spesies)
2. Lokasi Tumbuhan Asal
Lokasi berarti faktor eksternal, yaitu lingkungan (tanah dan atmosfer)
dimana tumbuhan berinteraksi berupa energi (cuaca, temperatur, cahaya) dan
materi (air, senyawa organik dan anorganik)
3. Periode Pemanenan Hasil Tumbuhan
Faktor ini merupakan dimensi waktu dari proses kehidupan tumbuhan
terutama metabolisme sehingga menentukan senyawa yang dikandung. Ada
waktu dimana senyawa kandungan mencapaii kadar optimal dari proses
biosintesis dan sebaliknya ada waktu dimana senyawa tersebut dikonversi
ataupun dibiotransformasi menjadi senyawa lain.
4. Penyimpanan Bahan Tumbuhan
Merupakan faktor eksternal yang dapat diatur karena dapat berpengaruh
pada stabilitas bahan serta adanya kontaminasi (biotik dan abiotik)
5. Umur Tumbuhan dan Bagian yang Digunakan (Depkes RI, 2000)
2.7.2 Faktor Kimia
Mutu ekstrak dipengaruhi oleh bahan asal yaitu tumbuhan obatnya,
khususnya dipandang dari segi kandungan kimianya. Faktor kimia, baik untuk
bahan dari tumbuhan liar maupun tumbuhan hasil budidaya, meliputi beberapa
hal, yaitu :
1. Faktor Internal
Meliputi jenis, komposisi kualitatis, komposisi kuantitatif, dan kadar total
rata-rata dari senyawa aktif dalam bahan.
20
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2. Faktor Eksternal
Meliputi metode ekstraksi, perbandingan ukuran alat ekstraksi, ukuran,
kekerasan, serta kekeringan bahan, pelarut yang digunakan, kandungan logam
berat, dan kandungan pestisida (Depkes RI, 2000).
2.8 KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS
2.8.1 Deskripsi
Kromatografi lapis tipis (KLT) dikembangkan oleh Izmailoff dan
Schraiber pada tahun 1938. KLT merupakan bentuk kromatografi planar, selain
kromatografi kertas dan elektroforesis. Berbeda dengan kromatografi kolom yang
mana fase diamnya diisikan atau dikemas di dalamnya, pada kromatografi lapis
tipis, fase diamnya berupa lapisan yang seragam (uniform) pada permukaan
bidang datar yang didukung oleh lempeng kaca, pelat aluminium atau pelat
plastik. Meskipun demikian, kromatografi planar ini dapat dikatakan sebagai
bentuk terbuka dari kromatografi kolom (Gandjar dan Rohman, 2007).
KLT dapat dipakai dengan dua tujuan. Pertama, dipakai selayaknya
sebagai metode untuk mencapai hasil kualitatif, kuantitatif, atau preparatif.
Kedua, dipakai untuk menjajaki sistem pelarut dan sistem penyangga yang akan
dipakai dalam kromatografi kolom atau kromatografi cair kinerja tinggi
(Roy, James, dan Arthur, 1991).
Gambar 4 : Skema Kromatografi Lapis Tipis
(Sumber : http://www.chromatographer.com/thin-layer-chromatography)
21
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Fase gerak yang dikenal sebagai pelarut pengembang akan bergerak
sepanjang fase diam karena pengaruh kapiler pada pengembangan secara menaik
(ascending) atau karena pengaruh gravitasi pada pengembangan secara menurun
(descending). Kromatografi lapis tipis dalam pelaksanaannya lebih mudah dan
lebih murah dibandingkan dengan kromatografi kolom. Demikian juga peralatan
yang digunakan. Dalam kromatografi lapis tipis, peralatan yang digunakan lebih
sederhana dan dapat dikatakan hampir semua laboratorium dapat melaksanakan
setiap saat secara cepat (Gandjar dan Rohman, 2007).
2.8.2 Fase Diam
Fase diam yang digunakan dalam KLT merupakan penjerap berukuran
kecil dengan diameter partikel antara 10-30 μm. Semakin kecil ukuran rata-rata
partikel fase diam dan semakin sempit kisaran ukuran fase diam, maka semakin
baik kinerja KLT dalam hal efisiensi dan resolusinya. Penjerap yang paling sering
digunakan adalah silica dan serbuk selulosa, sementara mekanisme penyerapan
yang utama pada KLT adalah adsorpsi dan partisi (Gandjar dan Rohman, 2007).
2.8.3 Fase Gerak
Fase gerak pada KLT dapat dipilih berdasarkan pustaka, tetapi lebih sering
dengan mencoba-coba. Sistem yang paling sederhana ialah campuran 2 pelarut
organik karena daya elusi campuran kedua pelarut ini dapat mudah diatur
sedemikian rupa sehingga pemisahan dapat terjadi secara optimal. Berikut adalah
beberapa petunjuk dalam memilih dan mengoptimasi fase gerak :
1. Fase gerak harus mempunyai kemurnian yang sangat tinggi karena KLT
merupakan teknik yang sensitif.
2. Daya elusi fase gerak harus diatur sedemikian rupa sehingga harga Rf
terletak antara 0,2-0,8 untuk memaksimalkan pemisahan.
3. Untuk pemisahan dengan menggunakan fase diam polar seperti silika gel,
polaritas fase gerak akan menentukan kecepatan migrasi senyawa yang
berarti juga menentukan nilai Rf. Penambahan pelarut yang bersifat sedikit
polar seperti dietil eter ke dalam pelarut non polar seperti metil benzene
22
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
akan meningkatkan harga Rf secara signifikan (Gandjar dan Rohman,
2007).
2.8.4 Deteksi Bercak
Deteksi bercak pada KLT dapat dilakukan secara kimia dan fisika. Cara
kimia yang biasa digunakan adalah dengan mereaksikan bercak dengan suatu
pereaksi melalui cara penyemprotan sehingga bercak menjadi jelas. Cara fisika
yang dapat digunakan untuk menampakkan bercak adalah dengan dengan cara
pencacahan radioaktif dan fluorosensi sinar ultraviolet. Fluorosensi sinar
ultraviolet terutama untuk senyawa yang dapat berfluorosensi, membuat bercak
akan terlihat jelas. Berikut adalah cara-cara kimiawi untuk mendeteksi bercak :
1. Menyemprot lempeng KLT dengan reagen kromogenik yang akan bereaksi
secara kimia dengan senyawa yang mengandung gugus fungsional tertentu
sehingga bercak menjadi berwarna. Kadang-kadang dipanaskan terlebih
dahulu untuk mempercepat reaksi pembentukan warna dan intensitas warna
bercak.
2. Mengamati lempeng dibawah lampu ultraviolet yang dipasang panjang
gelombang emisi 254 nm atau 366 nm untuk menampakkan fraksi sebagai
bercak yang gelap atau bercak yang berfluorosensi terang pada dasar yang
berfluorosensi seragam. Lempeng yang diperdagangkan dapat dibeli dalam
bentuk lempeng yang sudah diberi dengan senyawa fluorosensi yang tidak
larut yang dimasukkan ke dalam fase diam untuk memberikan dasar
fluorosensi atau dapat pula dengan menyemprot lempeng dengan reagen
fluorosensi setelah dilakukan pengembangan.
3. Menyemprot lempeng dengan asam sulfat pekat atau asam nitrat pekat lalu
dipanaskan untuk mengoksidasi solut-solut organik yang akan nampak
sebagai bercak hitam sampai kecoklat-coklatan.
4. Memaparkan lempeng dengan uap iodium dalam chamber tertutup.
5. Melakukan scanning pada permukaan lempeng dengan densitometer, suatu
instrumen yang dapat mengukur intensitas radiasi yang direfleksikan dari
permukaan lempeng ketika disinari dengan lampu UV atau lampu sinar
23
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
tampak. Solut-solut yang mampu menyerap sinar akan dicatat sebagai
puncak (peak) dalam pencatatan (recorder) (Gandjar dan Rohman, 2007).
2.8.5 Perhitungan Nilai Rf
Retardation Factor (Rf) adalah parameter karakteristik kromatografi
kertas dan kromatografi lapis tipis. Harga Rf merupakan ukuran kecepatan migrasi
suatu komponen pada kromatografi dan pada kondisi tetap marupakan besaran
karakteristik dan reproduksibel. Nilai Rf bersifat karakteristik dan menunjukkan
identitas masing-masing komponen. Komponen yang paling mudah larut dalam
pelarut harganya akan mendekati satu, sedangkan komponen yang kelarutannya
rendah akan mempunyai Rf hampir nol. Perhitungan nilai Rf didasarkan pada
rumus :
Nilai Rf dinyatakan hingga angka 1,0 beberapa pustaka menyatakan nilai Rf yang
baik yang menunjukkan pemisahan yang cukup baik adalah berkisar antara
0,2-0,8 (Gandjar dan Rohman, 2007).
2.9 SPEKTROFOTOMETRI
2.9.1 Spektrofotometri UV-Vis
Spektrofotometri UV-Vis merupakan salah satu teknik analisis
spektroskopi yang memakai sumber radiasi elektromagnetik ultraviolet dekat
(190-380 nm) dan sinar tampak (380-780 nm) dengan memakai instrumen
spektrofotometer. Spektrofotometri UV-Vis melibatkan energi elektronik yang
cukup besar pada molekul yang dianalisis, sehingga spektrofotometri UV-Vis
lebih banyak dipakai untuk analisis kuantitatif ketimbang kualitatif
(Mulja dan Suharman, 1995).
Spektrofotometer terdiri atas spektrometer dan fotometer.
Spektrofotometer menghasilkan sinar dari spektrum dengan panjang gelombang
tertentu dan fotometer adalah alat pengukur intensitas cahaya yang ditranmisikan
atau yang diabsorpsi. Spektrofotometer tersusun atas sumber spektrum yang
Jarak yang ditempuh oleh komponen
Jarak yang ditempuh oleh pelarut
Rf =
24
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
kontinyu, monokromator, sel pengabsorpsi untuk larutan sampel atau blangko dan
suatu alat untuk mengukur pebedaan absorpsi antara sampel dan blangko ataupun
pembanding (Khopkar, 1990).
Gambar 5 : Skema Spektrofotometer UV-Vis
(Sumber : Anonim, 2012)
Pada spektrofotometer UV-Vis, untuk sampel yang berupa larutan perlu
diperhatikan pelarut yang dipakai antara lain:
1. Pelarut yang dipakai tidak mengandung sistem ikatan rangkap terkonjugasi
pada struktur molekulnya dan tidak berwarna
2. Tidak terjadi interaksi dengan molekul senyawa yang dianalisa
3. Kemurniannya harus tinggi atau derajat untuk analisis
(Mulja dan Suharman, 1995).
Komponen-komponen pokok dari spektrofotometer meliputi :
1. Sumber tenaga radiasi yang stabil, sumber yang biasa digunakan adalah
lampu wolfram.
2. Monokromator untuk memperoleh sumber sinar yang monokromatis.
3. Sel absorpsi, pada pengukuran di daerah visibel menggunakan kuvet kaca
atau kuvet kaca corex, tetapi untuk pengukuran pada UV menggunakan sel
kuarsa karena gelas tidak tembus cahaya pada daerah ini.
4. Detektor radiasi yang dihubungkan dengan sistem meter atau pencatat.
Peranan detektor penerima adalah memberikan respon terhadap cahaya pada
berbagai panjang gelombang (Khopkar, 1990).
25
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Serapan cahaya oleh molekul dalam daerah spektrum ultraviolet dan
visibel tergantung pada struktur elektronik dari molekul. Serapan ultraviolet dan
visibel dari senyawa-senyawa organik berkaitan erat transisi-transisi diantara
tingkatan-tingkatan tenaga elektronik. Disebabkan karena hal ini, maka serapan
radiasi ultraviolet atau terlihat sering dikenal sebagai spektroskopi elektronik.
Transisi-transisi tersebut biasanya antara orbital ikatan atau orbital pasangan
bebas dan orbital non ikatan tak jenuh atau orbital anti ikatan. Panjang gelombang
serapan merupakan ukuran dari pemisahan tingkatan-tingkatan tenaga dari orbital
yang bersangkutan. Spektrum ultraviolet adalah gambar antara panjang
gelombang atau frekuensi serapan lawan intensitas serapan (transmitasi atau
absorbansi). Sering juga data ditunjukkan sebagai gambar grafik atau tabel yang
menyatakan panjang gelombang lawan serapan molar atau log dari serapan molar,
Emax atau log Emax (Sastrohamidjojo, 2001).
Sumber tenaga radiasi terdiri dari benda yang tereksitasi menuju ke tingkat
yang lebih tinggi oleh sumber listrik bertegangan tinggi atau oleh pemanasan
listrik. Monokromator adalah suatu piranti optis untuk memencilkan radiasi dari
sumber berkesinambungan. Digunakan untuk memperoleh sumber sinar
monokromatis. Alat dapat berupa prisma atau grating (Khopkar, 1990).
Pengukuran pada daerah UV harus menggunakan sel kuarsa karena gelas
tidak tembus cahaya pada daerah ini. Sel yang biasa digunakan berbentuk persegi
maupun berbentuk silinder dengan ketebalan 10 mm. Sel tersebut adalah sel
pengabsorpsi, merupakan sel untuk meletakkan cairan ke dalam berkas cahaya
spektrofotometer. Sel haruslah meneruskan energi cahaya dalam daerah spektral
yang diminati. Sebelum sel dipakai dibersihkan dengan air atau dapat dicuci
dengan larutan detergen atau asam nitrat panas apabila dikehendaki
(Sastrohamidjojo, 2001).
2.9.2 Spektrofotometri Serapan Atom
Spektrometri merupakan suatu metode analisis kuantitatif yang
pengukurannya berdasarkan banyaknya radiasi yang dihasilkan atau yang diserap
oleh spesi atom atau molekul analit. Salah satu bagian dari spektrometri ialah
Spektrometri Serapan Atom (SSA), merupakan metode analisis unsur secara
26
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
kuantitatif yang pengukurannya berdasarkan penyerapan cahaya dengan panjang
gelombang tertentu oleh atom logam dalam keadaan bebas (Skoog et al, 2000).
Gambar 6 : Skema Spektrofotometer Serapan Atom
(Sumber : http://web.nmsu.edu/~kburke/Instrumentation)
Apabila cahaya dengan panjang gelombang tertentu dilewatkan pada suatu
sel yang mengandung atom-atom bebas yang bersangkutan maka sebagian cahaya
tersebut akan diserap dan intensitas penyerapan akan berbanding lurus dengan
banyaknya atom bebas logam yang berada dalam sel. Hubungan antara absorbansi
dengan konsentrasi diturunkan dari :
1. Hukum Lambert : Bila suatu sumber sinar monokromatik melewati medium
transparan, maka intensitas sinar yang diteruskan berkurang dengan
bertambahnya ketebalan medium yang mengabsorpsi.
2. Hukum Beer : Intensitas sinar yang diteruskan berkurang secara eksponensial
dengan bertambahnya konsentrasi spesi yang menyerap sinar tersebut.
Dari kedua hukum tersebut diperoleh suatu persamaan :
Keterangan : Io = Intensitas sumber sinar
It = Intensitas sinar yang diteruskan
ε = Absortivitas molar
It = Io.e-(εbc)
A = - Log It/Io = εbc
27
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
b = Panjang medium
c = Konsentrasi atom-atom yang menyerap sinar
A = Absorbansi
Dari persamaan di atas, dapat disimpulkan bahwa absorbansi cahaya berbanding
lurus dengan konsentrasi atom (Day dan Underwood, 1989).
Instrumen pada spektrofotometer serapan atom terdiri dari :
1. Sumber Sinar
Sumber sinar yang lazim dipakai adalah lampu katoda berongga (hollow
cathode lamp). Lampu ini terdiri atas tabung kaca tertutup yang mengandung
suatu katoda dan anoda. Bila antara anoda dan katoda diberi suatu selisih
tegangan yang tinggi (600 volt), maka katoda akan memancarkan berkas-
berkas elektron yang bergerak menuju anoda yang memiliki kecepatan dan
energi yang tinggi lalu akan bertabrakan dengan gas-gas yang diisikan
sehingga gas menjadi ion bermuatan positif. Ion positif akan bertabrakan
dengan katoda dan menghasilkan pancaran spektrum yang disesuaikan
dengan unsur yang akan dianalisis.
2. Tempat sampel
Dalam analisis dengan spektrofotometer serapan atom, sampel yang
dianalisis harus diuraikan menjadi atom-atom netral yang masih dalam
keadaan asas. Ada berbagai macam alat yang dapat digunakan untuk
mengubah sampel menjadi uap atom-atom yaitu dengan nyala (flame) atau
tanpa nyala (flameless).
3. Monokromator
Pada spektrofotometer serapan atom, monokromator dimaksudkan untuk
memisahkan dan memilih panjang gelombang yang digunakan dalam
analisis. Disamping sistem optik, dalam monokromator juga terdapat suatu
alat yang digunakan untuk memisahkan radiasi resonansi yang disebut
chopper.
4. Detektor
Detektor digunakan untuk mengukur intensitas cahaya yang melalui tempat
atomisasi. Biasanya digunakan tabung penggandaan foton (photomultiplier
tube). Ada 2 cara dalam sistem deteksi, yaitu memberikan respon terhadap
28
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
radiasi resonansi dan radiasi kontinyu atau hanya memberikan respon
terhadap radiasi resonansi.
5. Readout
Readout merupakan suatu alat petunjuk atau sistem pencatatan hasil yang
dilakukan dengan suatu alat yang telah terkalibrasi untuk pembacaan sutu
transmisi atau absorbsi. Hasil pembacaan dapat berupa angka atau berupa
kurva dari suatu recorder yang menggambarkan absorbansi atau intensitas
emisi (Gandjar dan Rohman, 2007).
2.10 KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI
Kromatografi cair kinerja tinggi atau KCKT atau biasa juga disebut
dengan HPLC (High Performance Liquid Chromatography) dikembangkan pada
akhir tahun 1960-an dan awal tahun 1970-an. Saat ini KCKT merupakan teknik
pemisahan yang diterima secara luas untuk analisis dan pemurnian senyawa tertentu
dalam suatu sampel. Kromatografi merupakan teknik yang mana zat terlarut
terpisah oleh perbedaan kecepatan elusi. Pemisahan zat-zat terlarut diatur oleh
distribusi solut dalam fase gerak dan fase diam. Penggunaan KCKT membutuhkan
penggabungan secara tepat dari berbagai kondisi operasional seperti jenis kolom,
fase gerak, panjang dan diameter kolom, kecepatan alir fase gerak, suhu kolom, dan
ukuran sampel (Indira, 2010).
Gambar 7 : Skema Kromatografi Cair Kinerja Tinggi
(Sumber : Anonim, 2012)
29
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Beberapa komponen pada Kromatografi Cair Kinerja Tinggi diantaranya adalah :
1. Wadah Fase Gerak
Wadah fase gerak terbuat dari bahan yang inert terhadap fase gerak. Bahan
yang umum digunakan adalah gelas dan baja anti karat. Daya tampung wadah
harus lebih besar dari 500 mL, yang dapat digunakan selama 4 jam untuk
kecepatan alir yang umumnya 1-2 mL/menit (Pasri, 2010).
2. Pompa
Untuk mengerakkan fase gerak melalui kolom diperlukan pompa. Pompa harus
mampu menghasilkan tekanan 6000 psi pada kecepatan alir 0,1–10 mL/menit.
Pompa ada 2 jenis yaitu pompa volume konstan dan pompa tekanan konstan.
Pompa terbuat dari bahan yang inert terhadap semua pelarut. Bahan yang
umum digunakan adalah gelas baja antikarat dan teflon. Aliran pelarut dari
pompa harus tanpa denyut untuk menghindari hasil yang menyimpang pada
detektor (Pasri, 2010).
3. Injektor
Ada beberapa tipe injektor dalam KCKT, diantaranya adalah Stop-Flow,
Septum, dan Loop Valve. Teknik yang umum digunakan adalah Stop-Flow,
yaitu aliran dihentikan, injeksi dilakukan pada kinerja atmosfir, sistem tertutup,
dan aliran dilanjutkan lagi. Teknik ini bisa digunakan karena difusi di dalam
cairan kecil dan resolusi tidak dipengaruhi (Putra, 2004).
4. Kolom
Kolom adalah jantung kromatografi. Berhasil atau gagalnya suatu analisis
tergantung pada pemilihan kolom dan kondisi percobaan yang sesuai. Kolom
dapat dibagi menjadi dua kelompok :
a. Kolom analitik
Diameter dalam 2 -6 mm. Panjang kolom tergantung pada jenis material
pengisi kolom. Untuk kemasan pellicular, panjang yang digunakan adalah
50 -100 cm. Untuk kemasan poros mikropartikulat, 10 -30 cm.
b. Kolom preparatif
umumnya memiliki diameter 6 mm atau lebih besar dan panjang kolom 25-
100 cm. (Putra, 2004).
30
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
5. Detektor
Suatu detektor dibutuhkan untuk mendeteksi adanya komponen cuplikan
dalam aliran yang keluar dari kolom. Detektor-detektor yang baik memiliki
sensitifitas yang tinggi, gangguan (noise) yang rendah, kisar respons linier
yang luas, dan memberi tanggapan/respon untuk semua tipe senyawa. Suatu
kepekaan yang rendah terhadap aliran dan fluktuasi temperatur sangat
diinginkan, tetapi tidak selalu dapat diperoleh (Putra, 2004).
Hasil dari pemisahan kromatografi biasanya ditampilkan dalam bentuk
kromatogram pada rekorder. Waktu retensi dan volume retensi dapat diketahui dan
dihitung. Data ini bisa digunakan untuk mengidentifikasi secara kualitatif suatu
komponen, bila kondisi kerja dapat dikontrol. Lebar puncak dan tinggi puncak
sebanding atau proporsional dengan konsentrasi dan dapat digunakan untuk
memperoleh hasil secara kuantitatif (Putra, 2004).
2.11 KROMATOGRAFI GAS-SPEKTROMETRI MASSA
Kromatografi gas adalah suatu proses pemisahan campuran menjadi
komponen-komponennya oleh fase gas yang bergerak melalui suatu lapisan serapan
(sorben) yang stasioner (Gritter, 1991). Prinsip kromatografi gas didasarkan atas
partisi zat yang hendak dianalisis antara dua fase yang saling kontak tetapi tidak
bercampur. Partisi tercapai melalui adsorpsi atau absorpsi atau proses keduanya.
Sebagai fase gerak digunakan gas pembawa. Bagian pokok alat kromatografi gas
adalah injektor, kolom pemisah, dan detektor (Roth dan Blaschke, 1998).
Spektrometri massa (SM) adalah suatu instrumen yang dapat menyeleksi
molekul-molekul gas bermuatan berdasarkan massanya. Spektrum massa diperoleh
dengan mengubah senyawa cuplikan menjadi ion-ion yang bergerak cepat yang
dipisahkan berdasarkan perbandingan massa terhadap muatan (m/e)
(Fessenden,1992). Spektrometer massa dapat mengidentifikasi massa molekul
relatif (BM), dan pemenggalan suatu senyawa yang tidak diketahui, dengan
membandingkannya terhadap senyawa yang dikenal (standar). Dari data yang
diperoleh bila ada kesamaan, dapat dianggap bahwa senyawa tersebut identik
(Silverstein et al, 1998)
31
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
GCMS (Gas Chromatography-Mass Spectrometry) atau disebut
Kromatografi Gas-Spektrometri Massa merupakan perpaduan dari kromatografi
gas dan spektroskopi massa. Senyawa yang telah dipisahkan oleh kromatografi gas,
selanjutnya dideteksi atau dianalisis menggunakan spektroskopi massa. Pada
GCMS aliran dari kolom terhubung secara langsung pada ruang ionisasi
spektrometer massa. Pada ruang ionisasi semua molekul (termasuk gas pembawa,
pelarut, dan solut) akan terionisasi, dan ion dipisahkan berdasarkan massa dan rasio
muatannya. Setiap solut mengalami fragmentasi yang khas (karakteristik) menjadi
ion yang lebih kecil, sehingga spektra massa yang terbentuk dapat digunakan untuk
mengidentifikasi larutan secara kualitatif (Harvey, 2000).
Gambar 8 : Skema GCMS
(Sumber : http://people.whitman.edu/~dunnivfm/C_MS_Ebook/CH2/2_3)
Pada kromatografi gas (KG) sampel dapat berupa gas atau cairan, yang
diinjeksi pada aliran fasa gerak yang berupa gas inert (juga disebut sebagai gas
pembawa). Sampel dibawa melalui kolom kapiler dan komponen sampel akan
terpisah berdasarkan kemampuanya untuk terdistribusi dalam fasa gerak dan fasa
diam (Harvey, 2000).
32
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Fasa gerak yang paling umum digunakan untuk GCMS adalah He, Ne, Ar,
dan N2, yang memiliki keuntungan inert terhadap sampel maupun terhadap fasa
diam. Kolom yang digunakan biasanya terbuat dari kaca, stainless steel, tembaga,
atau aluminium dan mempunyai panjang sekitar 2-6 m, dan diameter 2-4 mm.
Kolom diisi dengan suatu fasa diam dengan kisaran diameter 37-44 μm sampai 250-
354 μm (Harvey, 2000).
33
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN
Penelitian dilakukan selama 7 bulan, yakni bulan Januari-Juli 2014 di
Laboratorium Bahan Alam, Pusat Penelitian Kimia – Lembaga Ilmu Pengetahuan
Indonesia (LIPI), Pusat Penelitian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (PUSPIPTEK),
Serpong.
3.2. ALAT DAN BAHAN
3.2.1 Alat
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah gelas kimia,
erlenmeyer, gelas ukur, corong, labu evaporasi, spatula, batang pengaduk, pipet
tetes, mikropipet, kertas saring, kertas saring bebas abu, botol timbang, cawan
penguap, krus silikat, piknometer, neraca analitik, desikator, waterbath, hot plate,
magnetic stirrer, pilot plant (Buchi), rotary evaporator (Buchi), oven, plat KLT,
Mikroskop (Olympus-BH2), Muffle Furnace (Sibata SMS-160), Spektrofotometri
Serapan Atom (AA Shimadzu-6300), Spektrofotometri UV-Vis (Mecasys),
Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (Shimadzu-10AVP), dan Kromatografi Gas-
Spektrometri Massa (Shimadzu-QP2010).
3.2.2 Bahan Uji
Bahan uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah ekstrak etanol 70 %
yang telah dipekatkan dari bagian tangkai dan daun dari tanaman Rumput Israel
(Asystasia gangetica). Tanaman ini diperoleh dari 3 tempat tumbuh yang berbeda,
yaitu Tangerang Selatan (Jalan Raya Puspiptek, Kecamatan Serpong, Kota
Tangerang Selatan, Banten), Depok (Jalan Pondok Petir, Kecamatan Bojongsari,
Kota Depok, Jawa Barat), dan OKU Timur (Desa Nusa Tunggal, Kecamatan
Belitang III, Kabupaten Ogan Komering Ulu Timur, Sumatera Selatan) pada bulan
Januari 2014.
34
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
3.2.3 Bahan Kimia
Bahan-bahan kimia yang digunakan dalam penelitian ini adalah etanol
70%, air kloroform LP, kloroform-amonia, aquadest, etanol 96% (Merck),
metanol (J.T Baker), n-heksana, etil asetat, H2SO4 2N, pereaksi Mayer, pereaksi
Dragendorf, pereaksi Wagner, serbuk Mg, HCl pekat, FeCl3 1%, NaCl 0,9 %,
KOH 0,5 N, NaOH 1 N, eter, pereaksi Lieberman-Buchard, AlCl3 10%, kalium
asetat 1M, kuersetin (Sigma), HCl encer, HNO3 pekat, HClO4.
3.3. PROSEDUR KERJA
3.3.1 Persiapan Bahan Uji
1. Pengambilan Sampel
Sampel yang digunakan merupakan bagian tangkai dan daun dari tanaman
Rumput Israel yang diambil secara langsung dari kebun di Puspitek
Tangerang Selatan, Jalan Pondok Petir Kecamatan Bojongsari Kota Depok,
dan Desa Nusa Tunggal Kecamatan Belitang III OKU Timur.
2. Determinasi Sampel
Determinasi tanaman Rumput Israel (Asystasia gangetica) dari tiga tempat
tumbuh dilakukan di Herbarium Bogoriense Bidang Botani, Pusat Penelitian
Biologi, LIPI Cibinong, Bogor, Jawa Barat
3. Sortasi Basah
Penyortiran dilakukan terhadap tanaman Rumput Israel (Asystasia
gangetica) dari bahan-bahan pengotor dan bahan asing lainnya pada batang
dan daun.
4. Pencucian
Pencucian dilakukan dengan menggunakan air mengalir lalu ditiriskan
agar kelebihan air cucian keluar.
5. Perajangan
Karena tanaman Rumput Israel (Asystasia gangetica) bersifat merambat,
maka sebelum dikeringkan perlu dilakukan perajangan terhadap batang
tanaman tersebut agar pengeringan berlangsung lebih cepat.
6. Pengeringan
35
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Saat pengeringan, tanaman Rumput Israel (Asystasia gangetica) dibuat
merata dan tidak bertumpuk. Dilakukan pengeringan dengan dikering
anginkan selama 5 hari untuk tanaman asal Tangerang Selatan dan Depok,
serta 6 hari untuk tanaman asal OKU Timur hingga tanaman kering dan dapat
diremas.
7. Sortasi Kering
Setelah kering, dilakukan penyortiran untuk memisahkan kotoran ataupun
bahan asing dari simplisia.
8. Pembuatan Ekstrak
Sebelum dilakukan ekstraksi, dilakukan penggilingan terhadap simplisia
hingga berbentuk serbuk, lalu dilakukan penimbangan sebagai bobot awal.
Ektraksi dilakukan dengan cara maserasi. Simplisia kering Rumput Israel
(Asystasia gangetica) dari tiga tempat tumbuh masing-masing 2476,6 gram
(Tangsel), 1108 gram (Depok), dan 1084,6 gram (OKU Timur) dimaserasi
dengan etanol 70 % hingga terendam + 5 cm diatas permukaan simplisia
selama 24 jam sambil sesekali dilakukan pengocokan. Proses maserasi
dilakukan berulang kali hingga maserat tidak berwarna. Hasil maserasi
Rumput Israel disaring dengan kertas saring lalu filtrat yang didapat
dikumpulkan dan dipekatkan dengan menggunakan vacuum rotary
evaporator kemudian dihitung rendemen terhadap ekstrak tersebut.
bobot ekstrak yang didapat (gram) x 100 %
bobot simplisia awal (gram)
3.3.2 Karakterisasi Ekstrak Rumput Israel
3.3.2.1 Pengamatan Makroskopik
Uji makroskopik yang dilakukan yakni pengamatan fisik terhadap
tanaman Rumput Israel (Asystasia gangetica) meliputi bentuk, daun, warna daun,
buah dan bunga (Farmakope Herbal, 2009).
Rendemen ekstrak =
36
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
3.3.2.2 Parameter Spesifik
1. Identitas ekstrak (Depkes RI, 2000)
a) Deskripsi tata nama (nama ekstrak, nama latin tumbuhan, bagian
tumbuhan yang digunakan dan nama Indonesia tumbuhan)
b) Senyawa identitas yang terkandung
2. Organoleptik (Depkes RI, 2000)
Pengenalan ekstrak secara fisik menggunakan pancaindera dalam
mendeskripsikan bentuk, warna, bau, dan rasa
3. Senyawa terlarut dalam pelarut tertentu (Depkes RI, 2000)
a) Kadar senyawa yang larut dalam air
Sejumlah 1 gram ekstrak dimaserasi selama 24 jam dengan 20 mL air-
kloroform LP (2,5 mL kloroform dalam 1000 mL air) dalam labu
bersumbat sambil beberapa kali dikocok selama 6 jam pertama dan
dibiarkan selama 18 jam kemudian disaring. 20 mL filtrat diuapkan hingga
kering dalam cawan penguap, residu dipanaskan pada suhu 105ºC hingga
bobot tetap. Uji dilakukan sebanyak tiga kali (triplo) dan dihitung kadar
dalam persen senyawa yang larut dalam air terhadap berat ekstrak awal.
Keterangan : A1 = Bobot cawan + residu setelah pemanasan (gram)
A0 = Bobot cawan kosong (gram)
B = Bobot sampel awal (gram)
b) Kadar senyawa yang larut dalam etanol
Sejumlah 1 gram ekstrak dimaserasi selama 24 jam dengan 20 mL
etanol (95 %) dalam labu bersumbat sambil beberapa kali dikocok selama
6 jam pertama dan dibiarkan selama 18 jam kemudian disaring secara cepat.
20 mL filtrat diuapkan hingga kering dalam cawan penguap, residu
dipanaskan pada suhu 105ºC hingga bobot tetap. Uji dilakukan sebanyak
tiga kali (triplo)dan dihitung kadar dalam persen senyawa yang larut dalam
etanol (95 %) terhadap berat ekstrak awal.
A1 – A0 x 100%
B
% Senyawa larut dalam air =
37
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Keterangan : A1 = Bobot cawan + residu setelah pemanasan (gram)
A0 = Bobot cawan kosong (gram)
B = Bobot sampel awal (gram)
4. Uji Kandungan Kimia Ekstrak
a) Pola Kromatogram (Saifudin et al, 2011)
Ekstrak sebanyak 5 mg dilarutkan dalam 1 mL metanol untuk
memperoleh larutan uji. Larutan uji dari ketiga tempat lokasi ditotolkan
pada plat KLT berupa silika gel 60 F254 sebagai fase diam, kemudian
dielusi dengan fase gerak kloroform : metanol lalu diamati pemisahan
senyawa dibawah sinar UV pada panjang gelombang 254 nm dan 365 nm.
Plat KLT diberi pereaksi H2SO4 dengan cara disemprot untuk
menampakkan noda lalu dihitung nilai Rf.
Pada uji kromatogram dengan KCKT, fase gerak yang digunakan yaitu
kombinasi antara air, metanol, dan asetonitril dengan fase diam non polar
C-18. Dilakukan uji dengan berbagai kombinasi fase gerak dan metode
elusi hingga terbentuk rekam kromatogram yang baik, yaitu yang simetris
dan tidak melebar.
b) Penapisan Golongan Kimia
a. Uji Alkaloid
Sejumlah sampel dilarutkan dalam beberapa tetes asam sulfat 2 N
kemudian diuji dengan tiga pereaksi alkaloid yaitu, pereaksi
Dragendorf, pereaksi Mayer, dan pereaksi Wagner. Hasil uji
dinyatakan positif bila dengan pereaksi Meyer terbentuk endapan putih
kekuningan, endapan coklat dengan pereaksi Wagner dan endapan
merah hingga jingga dengan pereaksi Dragendorff (Anonim, 2012).
b. Uji Flavonoid
Sebanyak 3 mL sampel diuapkan, dicuci dengan heksana sampai
jernih. Residu dilarutkan dalam 20 mL etanol kemudian disaring.
A1 – A0 x 100%
B
% Senyawa larut dalam etanol =
38
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Filtrat dibagi 4 bagian A dan B. Filtrat A sebagai blangko, filtrat B
ditambahkan 0,5 mL HCl pekat kemudian dipanaskan pada penangas
air, jika terjadi perubahan warna merah tua sampai ungu menunjukkan
hasil yang positif (metode Bate Smith-Metchalf) (Marliana, 2005).
c. Uji Triterpenoid dan Steroid
Sejumlah ekstrak diekstraksi dengan dietil eter dan fraksi yang
larut dalam dietil eter dipisahkan. Fraksi yang larut dalam dietil eter
ditambahkan 2 tetes asam asetat glasial dan 1 tetes asam sulfat pekat
(pereaksi Lieberman-Buchard). Larutan dikocok perlahan dan
dibiarkan selama beberapa menit. Steroid memberikan warna biru atau
hijau, sedangkan triterpenoid memberikan warna merah atau violet
(Atmoko T et al, 2009).
d. Uji Saponin
Uji Saponin dilakukan dengan cara memasukkan 1 gram ekstrak
sampel kedalam tabung reaksi kemudian ditambahkan 10 mL akuades
lalu dikocok selama 1-2 menit dan diamati perubahan yang terjadi.
Adanya saponin ditandai dengan terbentuknya busa kurang lebih 1 cm
dan stabil selama 30 menit (El-Kamali H et al, 2010).
e. Uji Tanin
Ekstrak sebanyak 1 gram ditambahkan 10 ml larutan NaCl 0,9 %
panas. Setelah dingin lalu disaring dengan kertas saring. Kemudian
filtrat ditambahkan 1-2 tetes larutan FeCl3. Adanya tanin ditandai
dengan terbentuknya warna biru, biru tua, atau hijau kebiruan
(Mojab F et al, 2003).
f. Uji Antrakuinon
Uji antrakuinon dilakukan dengan uji Brontrager dan uji
Brontrager termodifikasi. Uji Brontrager dilakukan dengan cara
melarutkan 2 mL sampel dengan 10 mL akuades kemudian disaring,
filtrat diekstrak dengan 5 mL benzena. Hasil ekstrak dibagi menjadi 2
bagian, A dan B. Filrat A digunakan sebagai blangko dan filtrat B
ditambahkan 5 mL ammonia kemudian dikocok, bila terdapat warna
merah berarti hasil positif.
39
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Uji Brontrager termodifikasi dilakukan dengan melarutkan 2 mL
sampel dengan 10 mL 0,5 N KOH dan 1 mL larutan hidrogen
peroksida. Kemudian dipanaskan pada waterbath selama 10 menit,
didinginkan dan disaring. Pada filtratnya ditambahkan asam asetat
bertetes-tetes sampai pada kertas lakmus menunjukkan asam.
Selanjutnya diekstrak dengan 5 mL benzena. Hasil ekstrak dibagi
menjadi 2 bagian, A dan B. Larutan A digunakan sebagai blangko,
sedangkan larutan B dibuat basa dengan 2-5 mL larutan amonia.
Perubahan warna pada lapisan basa diamati. Warna merah atau merah
muda menunjukkan adanya antrakuinon (Marliana et al, 2005).
c) Kadar Kandungan Flavonoid (Chang et al, 2002 ; Astuti, 2013)
a. Bahan
Bahan yang digunakan dalam uji kadar kandungan flavonoid
adalah Ekstrak (0,1 gram), Aquadest, Alumunium klorida heksahidrat
(AlCl3) 10 %, Etanol 95%, Kalium asetat (CH3COOK), dan Quersetin
standar (dalam kurva: 0-50 mg/L).
b. Pembuatan Standar
Sebanyak 10 mg Kuersetin dilarutkan dalam etanol 80 % dan
dilarutkan menjadi 5, 10, 15, dan 20 μg/mL. Larutan standar 0,5 mL
pada masing-masing konsentrasi dicampurkan dengan 1,5 mL etanol
95% lalu ditambahkan 0,1 mL AlCl3 10%, 0,1 mL CH3COOK 1 M dan
2,8 mL aquadest. Larutan diinkubasikan dalam suhu kamar selama
30 menit lalu dibaca absorbansinya dengan spektrofotometer pada
panjang gelombang 415 nm dan digunakan larutan tanpa Kuersetin
sebagai blanko.
c. Pengukuran Sampel
Sebanyak 0,1 gram ekstrak dilarutkan dalam 1 mL aquadest lalu
0,5 mL larutan sampel diambil dan dicampurkan dengan 1,5 mL
alkohol 95% dan ditambahkan 0,1 mL AlCl3 10%, 0,1 mL CH3COOK
1 M, dan 2,8 mL aquadest lalu diinkubasikan dalam suhu kamar selama
30 menit. Absorbansi dibaca dengan spektrofotometer pada panjang
gelombang 415 nm dan aquadest tanpa ekstrak digunakan sebagai
40
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
blanko standar. Data diekspresikan dalam milligram ekuivalen
Kuersetin (EK/100 gram). Pengujian ini dilakukan sebanyak 2 kali.
3.3.2.3 Parameter Non Spesifik
1. Penetapan Susut Pengeringan (Depkes RI, 2000)
Sebanyak 1 gram ekstrak ditimbang dalam botol timbang bertutup yang
sebelumnya telah dipanaskan pada suhu 105º C selama 30 menit dan ditimbang.
Ekstrak diratakan dengan menggoyangkan botol hingga berupa lapisan setebal
(5 mm-10 mm) dan dimasukkan dalam oven. Ekstrak dikeringkan dengan dibuka
tutupnya terlebih dahulu pada suhu 105o C hingga bobot tetap. Sebelum
pengeringan kembali, dinginkan ekstrak dengan botol tertutup dalam desikator
hingga suhu kamar kemudian dicatat bobot tetap yang diperoleh. Pengujian ini
dilakukan sebanyak 3 kali (triplo).
Keterangan : A = Bobot sampel sebelum dipanaskan (gram)
B = Bobot sampel setelah dipanaskan (gram)
2. Penetapan Bobot Jenis (Depkes RI, 2000)
Bobot jenis ekstrak ditentukan terhadap hasil pengenceran ekstrak 5%
dalam pelarut etanol dengan alat piknometer. Digunakan piknometer bersih,
kering dan telah dikalibrasi dengan menetapkan bobot piknometer dan bobot air
yang baru dididihkan pada suhu 25oC. Suhu diatur hingga ekstrak cair lebih
kurang 20oC, lalu dimasukkan ke dalam piknometer. Diatur suhu piknometer
yang telah diisi hingga suhu 25oC, kelebihan ekstrak cair dibuang dan ditimbang.
bobot piknometer kosong dikurangkan dari bobot piknometer. Pengujian ini
dilakukan sebanyak 3 kali (triplo).
Keterangan : W0 = Bobot piknometer kosong (gram)
W1 = Bobot piknometer + air (gram)
A – B x 100%
A
W2 - W0
W1 - W0
% Susut Pengeringan =
Bobot Jenis =
41
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
W2 = Bobot piknometer + ekstrak (gram)
3. Penetapan Kadar Air (Depkes RI, 2000)
Penetapan kadar air dilakukan dengan metode gravimetri. 10 gram ekstrak
ditimbang seksama dalam wadah yang telah ditara lalu dikeringkan pada suhu
105oC selama 5 jam dan ditimbang. pengeringan dilanjutkan dan ditimbang pada
jarak 1 jam sampai perbedaan antara 2 penimbangan tidak lebih dari 0,25 %.
Kadar air pada ekstrak kental berkisar antara 5-30 %.
Keterangan : A = Bobot sampel sebelum dipanaskan (gram)
B = Bobot sampel setelah dipanaskan (gram)
4. Penetapan Kadar Abu (Depkes RI, 2000)
Sejumlah 2 gram ekstrak ditimbang dengan seksama dalam krus yang telah
dipijarkan dan ditara kemudian dipijarkan perlahan-lahan, suhu dinaikkan secara
bertahap hingga 600 ± 25oC sampai bebas karbon, selanjutnya didinginkan
dalam desikator, serta ditimbang berat abu. Kadar abu dihitung dalam persen
berat sampel awal. Pengujian ini dilakukan sebanyak 3 kali (triplo).
Keterangan : A1 = Bobot krus + ekstrak setelah pemijaran (gram)
A0 = Bobot krus kosong (gram)
B = Bobot sampel awal (gram)
5. Penetapan Kadar Abu Tidak Larut Asam (Depkes RI, 2000)
Abu yang diperoleh dari penetapan kadar abu dididihkan dengan 25 mL
asam klorida encer P selama 5 menit, bagian yang tidak larut asam dikumpulkan,
disaring melalui kertas saring bebas abu, dicuci dengan air panas, disaring dan
ditimbang, lalu ditentukan kadar abu yang tidak larut asam dalam persen
terhadap berat sampel awal. Pengujian ini dilakukan sebanyak 3 kali (triplo).
A – B x 100%
A
A1 – A0 x 100%
B
A1 - (C x 0,0076) - A0 x 100%
B
% Kadar Air =
% Kadar Abu =
% Kadar Abu Tidak Larut Asam =
42
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Keterangan : A1 = Bobot krus + ekstrak setelah pemijaran (gram)
A0 = Bobot krus kosong (gram)
B = Bobot sampel awal (gram)
C = Bobot kertas saring bebas abu (gram)
0,0076 = Kertas saring bebas abu bila menjadi abu
6. Penetapan Sisa Pelarut (Depkes RI, 2000)
Penetapan sisa pelarut pada ekstrak menggunakan Kromatografi Gas-
Spektrometri Massa. Larutan baku yang digunakan yaitu etanol mutlak. Larutan
uji kurang lebih 0,5 mL disuntikkan ke dalam kromatograf, lalu diamati
perbandingan respon puncak antara larutan baku dan larutan uji dalam rekam
kromatogram.
7. Penetapan Cemaran logam (Saifudin et al, 2011)
a) Pembuatan Kurva Kalibrasi
Dilakukan pembuatan kurva baku diantaranya Pb, Cd, dan As. Larutan
induk timbal (Pb) 1000 ppm lalu dibuat stok larutan standar 10 ppm,
kemudian dibuat larutan seri kadar Pb 0 ; 5 ; 10 ppm dan diukur absorbansi
dari larutan standar hingga diperoleh persamaan kurva baku y = a+bx
dengan r mendekati 1.
Larutan induk Cd 1000 ppm kemudian dibuat larutan seri kadar Cd 0 ;
5; 10 ppm, lalu diukur absorbansi dari larutan standar hingga diperoleh
persamaan kurva baku y = a+bx dengan r mendekati 1.
Pada kurva baku As, dibuat seri konsentrasi 0 ; 5 ; 10 ; 15 ; 20 ppm,
kemudian diukur absorbansi dari larutan standar hingga diperoleh
persamaan kurva baku y = a+bx dengan r mendekati 1.
b) Pengukuran cemaran logam pada ekstrak
Penetapan kadar As, Pb dan Cd dilakukan dengan metode Atomic
Absorption Spectroscopy (AAS). Penetapan kadar ketiga logam berat
tersebut dengan cara digesti basah. Ekstrak sejumlah 1 gram ditimbang dan
ditambahkan 10 mL HNO3 pekat, setelah itu dipanaskan dengan heating
mantel hingga kental atau kering. Ekstrak yang kental dibiarkan dingin dan
43
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
ditambahkan 10 mL aquabidest dan 5 mL HClO4 kemudian dipanaskan
hingga kental dan asap putih hilang. ekstrak dibiarkan dingin kemudian
dibilas dengan aquadest dan disaring ke labu ukur 50 mL. Ditambahkan
aquabidest hingga 50 mL. Sampel diukur dengan alat AAS. Khusus Arsen
dengan tambahan alat HVG (Hydride Vapor Generator).
Sesuai dengan keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan
Republik Indonesia Nomor HK.00.05.4.2411 Tahun 2004, suatu produk
obat bahan alam dipersyaratkan tidak boleh mengandung cemaran logam
berat atau apabila tidak dapat dihindari harus sesuai dengan batas
maksimum yang dipersyaratkan yaitu Pb dan As masing-masing ≤ 10,0
ppm, dan < 5 ppb serta Cd ≤ 0,3 ppm.
44
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 DETERMINASI TANAMAN
Identifikasi tanaman yang digunakan dalam penelitian ini dilakukan di
Herbarium Bogoriense, Pusat Penelitian Biologi LIPI, Cibinong, Bogor, Jawa
Barat. Hasil determinasi tanaman yang diambil dari kawasan Puspitek Tangerang
Selatan, Bojongsari Depok, dan Desa Nusa Tunggal OKU Timur, menunjukkan
bahwa semua sampel yang digunakan dalam penelitian ini merupakan Rumput
Israel (Asystasia gangetica).
4.2 RENDEMEN EKSTRAK
Proses ekstraksi tanaman Rumput Israel (Asystasia gangetica) dilakukan
dengan menggunakan metode maserasi dimana menghasilkan rendemen sebagai
berikut :
Tabel 4.1 Rendemen Ekstrak
Asal
Simplisia
Berat
Simplisia (g)
Berat Ekstrak
yang diperoleh (g)
Rendemen (%)
Tangsel 2746,6 gram 565,8 gram 20,60 %
Depok 1108 gram 205,9 gram 18,58 %
OKU Timur 1084,6 gram 218,8 gram 20,17 %
Hasil ekstraksi dengan menggunakan pelarut etanol menunjukkan bahwa
ekstrak etanol dari tanaman Rumput Israel berkisar antara 18,58 % - 20,6 %, dimana
ekstrak dari Tangerang Selatan memiliki rendemen terbesar yakni 20,60 %,
sedangkan ekstrak yang berasal dari Depok mempunyai rendemen sebesar 18,58 %
dan dari OKU Timur sebesar 20,17 %.
4.3 PENGAMATAN MAKROSKOPIK
Pengamatan fisik dilakukan terhadap tanaman Rumput Israel dari ketiga
daerah (Tangerang Selatan, Depok dan OKU Timur) dan dari ketiganya didapatkan
hasil yang sama sebagai berikut :
45
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Tabel 4.2 Pengamatan Makroskopik
Daun Daun berwarna hijau dan tumbuh saling berlawanan.
Pangkal daun berbentuk segitiga sungsang (Cuneatus) dan
berbentuk jantung (Cordatus) untuk daun yang masih
muda. Ujung daun berbentuk meruncing (Acuminatus) dan
permukaannya berbulus halus.
Batang Batang berwarna hijau, tumbuh merambat, dan berbentuk
segi empat.
Bunga Bunga berwarna putih, bentuk perbungaan majemuk dan
tumbuh berderet mengarah pada satu sisi
4.4 HASIL PARAMETER SPESIFIK
4.4.1 Identitas Ekstrak
Tabel 4.3 Identitas Ekstrak
Identitas
Ekstrak
Keterangan
Tangsel Depok OKU Timur
Nama ekstrak Ekstrak etanol
Rumput Israel
Ekstrak etanol
Rumput Israel
Ekstrak etanol
Rumput Israel
Nama latin Asystasia
gangetica
Asystasia
gangetica
Asystasia
gangetica
Bagian tumbuhan Daun dan tangkai Daun dan tangkai Daun dan tangkai
4.4.2 Organoleptik Ekstrak
Tabel 4.4 Organoleptik Ekstrak
Organoleptik
Ekstrak
Keterangan
Tangsel Depok OKU Timur
Bentuk Ekstrak kental Ekstrak kental Ekstrak kental
Warna Coklat kehijauan Coklat kehijauan Coklat kehijauan
Bau Bau khas Bau khas Bau khas
Rasa Pahit Pahit Pahit
46
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
4.4.3 Senyawa Terlarut Dalam Pelarut Tertentu
Tabel 4.5 Senyawa terlarut dalam pelarut tertentu
Daerah Asal Ekstrak Parameter
Kadar senyawa larut
air
Kadar senyawa
larut etanol
Tangerang Selatan 69,150 % 36,063 %
Depok 60,810 % 37,821 %
OKU Timur 74,485 % 44,065 %
Rentang Nilai (%) 60,810 % + 0,37 –
74,485 % + 2,27
36,063 % + 0,75 -
44,065 % + 0,78
4.4.4 Uji Kandungan Kimia Ekstrak
(KLT dibawah sinar
UV 254 nm)
(KLT dibawah sinar
UV 365 nm) (KLT dibawah sinar
UV 365 nm)
Keterangan :
1 = Ekstrak Rumput Israel asal Depok, 2 = Ekstrak Rumput Israel asal
OKU Timur, 3 = Ekstrak Rumput Israel asal Tangsel, a,b,c,d,e = bercak
ekstrak. Pelarut = kloroform : metanol (9 : 1)
1 2 3 1 2 3 3 2 1
a a a
b b b
c c c d d d
e e e
Gambar 9 : Hasil Uji Pola Kromatogram KLT
47
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Tabel 4.6 Nilai Rf KLT
Gambar 10 : Hasil Uji Pola Kromatogram KCKT
Bercak Nilai Rf
Tangsel Depok OKU Timur
a 0.275 0.275 0.262
b 0.450 0.462 0.450
c 0.575 0.600 0.575
d 0.687 0.725 0.675
e 0.850 0.875 0.862
Minutes
0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60
Volts
0.0000
0.0025
0.0050
Volts
0.0000
0.0025
0.0050
0.1
39
0.2
85
9.4
49
11.6
30
18.2
57
20.9
23
2
4.4
50
24.6
42
Detector A (285nm)lalaRI_Dpk_Eks_EtOH_MeOHAir80_001
Retention TimeName
Minutes
0.0 2.5 5.0 7.5 10.0 12.5 15.0 17.5 20.0 22.5 25.0 27.5 30.0
Volts
0.000
0.002
0.004
Volts
0.000
0.002
0.004
0.0
93
1.7
94
7.7
50
9.1
58
11.4
00
14.8
42
15.4
58
19.2
05
27.1
08
Detector A (285nm)lalaRI_Tangsel_Eks_EtOH_MeOHAir80_001
Retention TimeName
Minutes
0.0 2.5 5.0 7.5 10.0 12.5 15.0 17.5 20.0 22.5 25.0 27.5 30.0
Volts
0.000
0.005
0.010
Volts
0.000
0.005
0.010
11.3
42
14.4
61
19.4
91
Detector A (285nm)lalaRI_Okut_Eks_EtOH_001
Retention TimeName
Ekstrak Rumput Israel asal Depok
Ekstrak Rumput Israel asal Tangsel
Ekstrak Rumput Israel asal OKU Timur
λ = 285 nm
λ = 285 nm
λ = 285 nm
48
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Tabel 4.7 Data Puncak Kromatogram KCKT
Daerah
Asal
Ekstrak
Waktu
Retensi
(menit)
Luas Area
(%)
Tinggi Puncak
(%)
Depok 9,44 40,66 35,88
11,63 26,68 21,26
20,92 32,56 42,09
Tangsel 9,15 33,45 33,28
11,40 34,85 21,86
19,20 31,28 43,11
OKU Timur 11,34 24,55 23,72
14,46 36,96 23,15
19,49 38,47 53,08
Keterangan : Pelarut = air : metanol (8:2), Kecepatan alir = 0,3 mL/menit
Tabel 4.8 Penapisan Golongan Kimia
Senyawa Ekstrak Rumput Israel
Tangsel Depok OKU timur
Flavonoid + + +
Alkaloid + + +
Antrakuinon - - -
Tanin + + +
Saponin - - -
Steroid + + +
Triterpenoid - - -
Tabel 4.9 Kadar Flavonoid
Daerah Asal Ekstrak Kadar Flavonoid
(Ekuivalen Kuersetin)
Tangsel 4,300 %
Depok 4,926 %
OKU Timur 8,162 %
49
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
4.5 HASIL PARAMETER NON SPESIFIK
Hasil uji parameter non spesifik pada ekstrak etanol Rumput Israel dapat dilihat
pada tabel berikut :
Tabel 4.10 Parameter Non Spesifik
Parameter Hasil Rentang
nilai (%)
Syarat
Tangsel Depok OKU
Timur
Susut
pengeringan
18,810 %
19,065 %
18,098 % 18,098 +
0,04 - 19,065 +
0,55
-
Bobot jenis 1,0184
g/mL
1,0182
g/mL
1,0165
g/mL
1,0165 +
0,0001 -
1,0184 +
0,0001
-
Kadar air 7,573 % 9,742 % 8,045 % 7,573 + 0,13
- 9,742 +
0,10
< 10 %
Kadar abu 27,335 % 32,153 % 18,604 % 18,604 +
1,33 - 32,153
+ 0,79
-
Kadar abu
tidak larut
asam
3,506 % 3,061 % 3,163 % 3,061 + 0,72
- 3,506 +
0,34
-
Sisa pelarut - - - - -
Tabel 4.11 Parameter Non Spesifik Cemaran
Parameter Hasil Persyaratan
Tangsel Depok OKU
Timur
Cemaran Pb
(Timbal)
- - - < 10 ppm
Cemaran Cd
(Kadmium)
4,96 ppm 6,52 ppm 5,78 ppm < 0,3 ppm
Cemaran As
(Arsen)
< 0,005
ppm
< 0,005
ppm
< 0,005
ppm
< 0,005 ppm
50
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
4.6 PEMBAHASAN
Karakterisasi tanaman Rumput Israel (Asystasia gangetica) dilakukan
untuk mengetahui karakter dari tanaman ini baik pada parameter spesifik maupun
non spesifik sebagai dasar dalam pengembangan ekstrak terstandar antiviral dengue
yang dilakukan oleh pusat penelitian Kimia LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan
Indonesia). Tanaman Rumput Israel belum tercantum dalam Materia Medika
Indonesia maupun Farmakope Herbal, sehingga dalam hal ini beberapa parameter
dikatakan memenuhi syarat jika sesuai dengan syarat umum yang ditetapkan
terhadap ekstrak herbal.
Tanaman Rumput Israel yang dikarakterisasi berasal dari tiga daerah yang
berbeda, yaitu Tangerang Selatan, Depok, dan OKU Timur. Pengambilan sampel
dari tiga daerah yang berbeda ini bertujuan untuk membandingkan karakter
tanaman dari masing-masing daerah dan mengetahui faktor-faktor yang
mempengaruhi parameter sehubungan dengan kondisi dari masing-masing daerah.
Pelarut yang digunakan untuk mengekstraksi tanaman Rumput Israel pada
penelitian ini adalah etanol 70 %. Etanol memiliki sifat tidak beracun sehingga
sering dipilih sebagai pelarut dalam dunia farmasi dan makanan. Etanol dapat
melarutkan senyawa alkaloida basa, minyak atsiri, glikosida, kurkumin, kumarin,
antrakinon, flavonoid, steroid, damar, dan klorofil (Gunawan dan Mulyani, 2004).
Etanol juga bersifat antiseptik sehingga kapang dan bakteri sulit tumbuh, dimana
etanol 70% (70% etanol, 30% air) memiliki sifat antibakteri yang lebih baik
dibandingkan dengan etanol 100% karena daya penetrasi ke dalam sel bakteri yang
lebih baik. Etanol 70% sangat efektif dalam menghasilkan jumlah bahan aktif yang
optimal (Voigt, 1984), sehingga etanol 70% dipilih sebagai pelarut dalam
mengekstraksi tanaman Rumput Israel.
Metode ektraksi yang digunakan dalam penelitian ini adalah maserasi.
Metode maserasi cukup efektif dalam menarik senyawa aktif bahan alam karena
dengan perendaman sampel tumbuhan selama beberapa hari, akan terjadi
pemecahan dinding dan membran sel karena adanya perbedaan konsentrasi antara
di dalam dan di luar sel sehingga metabolit sekunder pada sitoplasma akan keluar
dan terlarut dalam pelarut. Pada proses ekstraksi dilakukan remaserasi hingga
maserat tidak berwarna hal ini berarti pelarut tidak dapat menarik lagi metabolit
51
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
dari tanaman. Remaserasi dilakukan untuk mengoptimalkan jumlah senyawa yang
tertarik dari tanaman. Jumlah dilakukannya remaserasi tergantung pada masing-
masing tanaman dimana pada ekstraksi tanaman Rumput Israel remaserasi
dilakukan sebanyak 6 kali hingga maserat tidak berwarna.
Hasil maserasi yang berupa ekstrak cair lalu dievaporasi menggunakan
vacuum rotary evaporator dengan suhu 50o C untuk memekatkan ekstrak sehingga
terbentuk ekstrak kental. Suhu yang digunakan dalam evaporasi dijaga agar tidak
terlalu tinggi untuk menghindari rusaknya senyawa yang terkandung dalam ekstrak.
Ektsraksi ini secara berurutan menghasilkan rendemen sebesar 20,6 %, 18,58%, dan
20,17% untuk tanaman Rumput Israel asal Tangerang Selatan, Depok, dan OKU
Timur. Besarnya rendemen yang dihasilkan ini tergantung pada senyawa yang
dikandung masing-masing tanaman serta derajat kehalusan simplisia yang
diekstraksi. Perhitungan rendemen dilakukan untuk mengetahui efektivitas pelarut
yang digunakan dalam mengekstraksi tanaman Rumput Israel.
Uji parameter spesifik maupun non spesifik dilakukan pada ekstrak
masing-masing daerah sebanyak triplo pada setiap parameter. Pengamatan
organoleptik dilakukan pada ekstrak dimana ekstrak yang dihasilkan berbentuk
cairan kental, berwarna hijau kecoklatan, berbau khas seperti karamel dan rasa
pahit. Pengamatan organoleptik dilakukan untuk pengenalan awal terhadap ekstrak
Rumput Israel. Uji senyawa terlarut dalam pelarut tertentu dilakukan dengan pelarut
etanol dan air. Ekstrak Rumput Israel asal Tangerang Selatan memiliki kadar
senyawa terlarut dalam air sebesar 69,150 % dan dalam etanol sebesar 36,063 %.
Sedangkan ekstrak Rumput Israel asal Depok memiliki kadar senyawa terlarut
dalam air sebesar 60,810 % dan dalam etanol sebesar 36,063 %. Kadar senyawa
terlarut dalam air dan dalam etanol pada ekstrak Rumput Israel asal OKU Timur
secara berurutan sebesar 74,485 % dan 44,065%. Dari hasil yang didapat diketahui
bahwa senyawa yang ada dalam ketiga ekstrak Rumput Israel lebih larut dalam air
dibandingkan dengan etanol, artinya senyawa yang bersifat polar (larut dalam air)
terkandung lebih banyak dalam ekstrak Rumput Israel.
Untuk mengetahui kandungan kimia ekstrak, dilakukan beberapa
pengujian, yaitu penentuan pola kromatogram dengan KLT (Kromatografi Lapis
Tipis) dan KCKT (Kromatografi Cair Kinerja Tinggi), penapisan fitokimia, dan
52
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
kadar kandungan senyawa kimia tertentu. Pada uji kromatografi lapis tipis
digunakan fase gerak dari kombinasi dua campuran pelarut dengan beberapa
perbandingan jumlah pelarut hingga pemisahan terjadi secara optimal. Pada uji
KLT terhadap ekstrak Rumput Israel, fase gerak yang digunakan berawal dari
pelarut nonpolar yaitu n-heksana 100 % lalu dikombinasi dengan pelarut semipolar
yaitu etil asetat dengan perbandingan n-heksana : etil asetat yakni 9:1, 8:2, 7:3, 1:1,
3:7, etil asetat 100 %, serta dengan kloroform : metanol (9:1)
Dari semua pelarut yang digunakan, pelarut kloroform : metanol dengan
perbandingan 9 : 1 menunjukkan pola pemisahan senyawa yang baik dengan
terbentuknya 5 titik bercak yang jelas pada ekstrak Rumput Israel ketiga daerah.
Nilai Rf yang terbentuk pada ekstrak Rumput Israel asal Depok sebesar 0,275,
0,450, 0,575, 0,687, dan 0,850. Sedangkan nilai Rf pada ekstrak Rumput Israel asal
OKU Timur sebesar 0,262, 0,450, 0,575, 0,675, dan 0,862. Ekstrak Rumput Israel
asal Tangerang Selatan juga membentuk 5 titik bercak dengan nilai Rf sebesar
0,275, 0,450, 0,575, 0,687 dan 0,850. Hal ini menunjukkan adanya senyawa yang
bersifat semipolar yang terdapat dalam ekstrak Rumput Israel. Semakin tinggi nilai
Rf menunjukkan semakin dekatnya polaritas senyawa tersebut dengan polaritas fase
gerak yakni kloroform : metanol (9 : 1) dengan ditandai semakin jauhnya titik
bercak yang terdistribusi oleh fase gerak.
Titik bercak yang terbentuk pada uji KLT ekstrak Rumput Israel tidak
terlalu jelas terlihat pada pengamatan dibawah lampu UV 254 nm tetapi terlihat
pada lampu UV 366 nm. Pada lampu UV 254 nm, sampel yang seharusnya
berwarna gelap, sebagian justru ikut berfluoresensi dengan lempeng sedangkan
pada lampu UV 366 nm gugus kromosom yang berinteraksi dengan sinar UV cukup
terlihat. Bercak secara jelas terlihat setelah lempeng yang telah ditotol ekstrak dan
dielusi dengan pelarut disemprot dengan pereaksi H2SO4 lalu dipanaskan di atas
hotplate. Pereaksi H2SO4 diberikan untuk mereduksi gugus kromofor senyawa yang
terdapat pada ekstrak sehingga panjang gelombangnya bergeser ke gelombang yang
lebih panjang dari ultraviolet menjadi visible sehingga tampak oleh mata.
Uji pola kromatogram yang kedua dilakukan dengan menggunakan KCKT
(Kromatografi Cair Kinerja Tinggi). Sebagai langkah awal, dilakukan pencarian
fase gerak yang sesuai dengan melihat pola kromatogram yang terbentuk. Fase
53
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
gerak dapat dikatakan baik jika membentuk puncak yang simetris dan sempit, serta
semakin sedikit pucak yang bertumpuk (overload). Dari hasil pengamatan, fase
gerak yang cukup baik adalah air : metanol (8 : 2) dibandingkan dengan fase gerak
metanol 100% ataupun metanol : asetonitril yang masih membentuk puncak yang
bertumpuk dan tidak simetris. Ketiga ekstrak yang diuji menunjukkan pola
kromatogram yang mirip dan membentuk tiga puncak pada range waktu retensi
yakni 9,15-11,34 menit, 11,40 – 14,46 menit, dan 19,20-20,92 menit.
Data pola kromatogram juga didapatkan pada uji sisa pelarut dengan
menggunakan GCMS. Pada uji ini, didapatkan pola kromatogram yang mirip pada
ketiga sampel, dimana jika dibandingkan dengan data base pada GCMS, dideteksi
adanya beberapa senyawa yang dimiliki oleh ketiga sampel, diantaranya adalah
senyawa asam asetat, gliserol, dan asam malonat. Ketiga sampel ekstrak Rumput
Israel terdeteksi adanya asam asetat pada jarak waktu retensi 2,763-2,924 menit
dengan nilai kesamaan yang cukup besar yakni 96 %. Sedangkan nilai kesamaan
senyawa gliserol pada ekstrak asal Tangsel, Depok, dan OKU timur masing-masing
sebesar 89 %, 86 %, dan 94 %. Senyawa gliserol terdeteksi pada jarak waktu retensi
6,296-6,564 menit. Senyawa asam malonat terdeteksi pada jarak waktu retensi
7,765-7,791 menit dimana nilai kesamaannya sebesar 85 %, 94 %, dan 88 % untuk
ekstrak Rumput Israel asal Tangsel, Depok, dan OKU Timur.
Selanjutnya dilakukan penapisan fitokimia untuk mengetahui golongan
senyawa yang terkandung dalam ekstrak Rumput Israel. Dari hasil pengamatan,
golongan senyawa yang positif terkandung dalam ekstrak Rumput Israel adalah
flavonoid, alkaloid, tanin, dan steroid. Uji senyawa flavonoid dilakukan dengan
metode Bate Smith-Metchlaf yaitu ekstrak dibersihkan dari residu dengan pelarut
n-heksana lalu dilarutkan dalam etanol. Hal ini dilakukan untuk menghilangkan
senyawa nonpolar dan menarik senyawa flavonoid yang bersifat polar. Ekstrak
yang larut dalam etanol lalu ditambahkan asam klorida serta dipanaskan. Pada
pengamatan yang dilakukan, terbentuk warna merah keunguan setelah ekstrak
Rumput Israel dipanaskan, hal ini menunjukkan reaksi positif terhadap senyawa
flavonoid.
Uji alkaloid pada ekstrak Rumput Israel menunjukkan hasil positif dengan
munculnya endapan warna merah setelah diberi pereaksi dragendorff dan endapan
54
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
warna putih setelah diberi pereaksi mayer. Pada pereaksi mayer, endapan yang
terbentuk karena pada senyawa alkaloid terdapat gugus N yang memiliki elektron
bebas. Pereaksi mayer terbuat dari KI dan HgCl2 yang merupakan logam berat dan
dapat membentuk senyawa kompleks dengan atom nitrogen yang ada pada senyawa
alkaloid yang tidak larut sehingga terbentuklah endapan putih. Senyawa alkaloid
juga dapat membentuk senyawa kompleks yang tidak larut dengan pereaksi
dragendorff yang diantaranya terdiri dari logam berat bismut sehingga membentuk
endapan.
Ekstrak Rumput Israel menunjukkan hasil positif pada uji senyawa tanin
dengan menghasilkan warna biru tua setelah diberi pereaksi FeCl3. Terbentuknya
warna biru tua dikarenakan adanya ikatan kovalen koordinasi antara atom logam
dengan atom non logam. Pada uji senyawa steroid, ekstrak Rumput Israel terlebih
dahulu diekstraksi dengan dietil eter untuk melarutkan senyawa steroid karena
senyawa steroid bersifat non polar lalu ditambahkan asam sulfat pekat dan asam
asetat glasial untuk memunculkan warna dimana terbentuk warna hijau pada
ekstrak Rumpur Israel sehingga dapat dikatakan positif mengandung senyawa
golongan steroid.
Uji kandungan kimia secara kuantitatif dilakukan terhadap senyawa
flavonoid karena berdasarkan jurnal penelitian yang ada, senyawa flavonoid telah
berhasil diisolasi dari ekstrak Rumput Israel. Uji senyawa flavonoid secara
kualitatif terhadap ekstrak Rumput Israel pada penelitian kali ini pun menunjukkan
hasil positif. Alat yang digunakan untuk mengukur kadar flavonoid adalah
spektrofotometri UV-Vis dengan pembanding yang digunakan yaitu kuersetin.
Kuersetin digunakan sebagai pembanding karena merupakan senyawa flavonoid
yang banyak ditemukan pada banyak tumbuhan dan diketahui memiliki banyak
aktivitas biologis. Reagen yang digunakan untuk uji kuantitatif flavonoid ini adalah
AlCl3 10 % yang dapat membentuk kompleks dengan senyawa flavonoid sehingga
muncul warna orange yang dapat dideteksi oleh sinar ultraviolet. Standar kuersetin
dibuat seri konsentrasi yakni 5 ppm, 10 ppm, 15 ppm, dan 20 ppm untuk membuat
kurva kalibrasi. Seri konsentrasi dan nilai absorbansi pada kurva kalibrasi yang
dihasilkan lalu dimasukkan dalam regresi linier dan menghasilkan persamaan y =
0,00958x + 0,0118 dengan koefisien korelasi sebesar 0,9944.
55
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Rata-rata kadar total flavonoid yang didapatkan pada ketiga sampel
ekstrak Rumput Israel adalah sebesar 5,796 % dimana Ekstrak Rumput Israel asal
Tangsel, Depok, dan OKU Timur memiliki kadar total flavonoid secara berurutan
sebesar 4,300 %, 4,926 %, 8,162 %. Perbedaan kadar flavonoid pada ketiga sampel
ekstrak menunjukkan adanya keberagaman kadar kandungan senyawa aktif pada
tanaman dengan jenis yang sama. Keberagaman kadar kandungan flavonoid pada
ketiga sampel dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya umur tanaman, waktu
panen, dan lingkungan tempat tumbuh. Tanaman Rumput Israel yang diambil
sebagai penelitian kali ini merupakan tanaman liar yang tidak dibudidayakan
sehingga umur dari tanaman ini tidak diketahui. Ketiga sampel Rumput Israel
diambil pada bulan Januari tahun 2014 dimana tanaman ini mulai berbunga, hal ini
tentu berpengaruh terhadap kadar flavonoid yang dikandung karena waktu panen
yang tepat akan menghasilkan simplisia dengan kandungan senyawa aktif dalam
jumlah besar.
Dari hasil yang didapat, kadar flavonoid dari ekstrak Rumput Israel asal
OKU Timur, Sumatera Selatan memiliki jumlah kandungan yang tertinggi yakni
8,162 % dibandingkan dengan ekstrak Rumput Israel asal Depok dan Tangsel. Hal
ini menunjukkan adanya pengaruh lingkungan tempat tumbuh terhadap kadar
senyawa aktif dimana daerah Depok dan Tangsel yang merupakan daerah yang
berdekatan memiliki kondisi lingkungan yang tidak jauh berbeda dengan suhu dan
cuaca yang sama. Kadar flavonoid dari ekstrak Rumput Israel asal Depok dan
Tangsel pun tidak jauh berbeda yaitu 4,926 % dan 4,300 %. Desa Nusa Tunggal,
OKU Timur, Sumatera Selatan merupakan daerah yang beriklim basah yang masih
banyak terdapat rawa dan pepohonan. Kondisi lingkungan di Desa Nusa Tunggal
ini diperkirakan berpengaruh terhadap kadar senyawa flavonoid ekstrak Rumput
Israel yang cukup tinggi.
Uji parameter non spesifik susut pengeringan dilakukan dengan metode
gravimetri dan didapatkan hasil sebesar 18,810 %, 19,065 %, dan 18,098 % untuk
ekstrak Rumput Israel asal Tangsel, Depok, dan OKU Timur. Hal ini menunjukkan
rentang senyawa yang hilang pada proses pengeringan ekstrak Rumput Israel
adalah sebesar 18,098 % - 19,065 %. Uji kadar air juga dilakukan dengan metode
gravimetri tetapi dengan waktu pemanasan oven yang lebih singkat yakni 5 jam
56
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
pada suhu 105o C dimana diperkirakan air sudah menguap pada waktu tersebut.
Kadar air yang dihasilkan dari ketiga ekstrak Rumput Israel tidak melebihi batasan
yang seharusnya yakni 10 %. Ekstrak Rumput Israel asal Tangsel, Depok, dan OKU
Timur secara berurutan memiliki kadar air sebesar 7,573 %, 9,742 %, 8,045 %.
Kadar air yang tidak tinggi diperlukan untuk mencegah ekstrak tercemar oleh
bakteri.
Uji kadar abu dilakukan untuk mengetahui kadar zat anorganik dan
mineral yang ada dalam ekstrak Rumput Israel. Pada uji kadar abu, dilakukan
dekstruksi terhadap senyawa organik yang ada pada sampel dengan pemanasan
tanpa nyala api pada suhu tinggi hingga terbentuk abu warna putih dan berat
konstan. Alat yang digunakan yakni tanur pengabuan (furnace) dengan suhu 600o
C. Untuk menghasilkan abu berwarna putih pada ketiga ekstrak Rumput Israel,
dibutuhkan waktu 12 jam. Perhitungan kadar abu dilakukan dengan
membandingkan berat abu terhadap berat sampel yang digunakan. Kadar abu pada
ekstrak Rumput Israel asal Tangsel, Depok, dan OKU Timur masing-masing
sebesar 27,335 %, 32,153 %, dan 18,604 %. Tingginya kadar abu pada ekstrak
Rumput Israel ini diperkirakan karena tingginya kadar mineral yang dikandung.
Kadar abu tidak larut asam pada ketiga ekstrak Rumput Israel juga cukup tinggi
yaitu sebesar 3,506 %, 3,060 %, dan 3,163 % masing-masing untuk ekstrak Rumput
Israel asal Tangsel, Depok, dan OKU Timur. Hal ini menunjukkan masih adanya
pengotor dalam ekstrak Rumput Israel.
Penetapan sisa pelarut dilakukan dengan menggunakan alat GCMS (Gas
Chromatography Mass Spectrometry). Sebelum pengujian pada sampel, dilakukan
uji terhadap larutan baku sebagai perbandingan. Larutan baku yang digunakan
yakni etanol yang dilarutkan dalam aquadest. Etanol dengan konsentrasi 0,0004 %
terdeteksi pada GC dengan waktu retensi (duplo) masing-masing 0,774 dan 0,775
menit. Sedangkan pada spektrometri massa, larutan baku teridentifikasi sebagai
etanol dengan menunjukkan pola fragmentasi yang sesuai dengan similiarity index
sebesar 93 %.
Rekam kromatogram pada larutan baku dapat dijadikan pembanding pada
larutan uji. Larutan uji yakni Ekstrak Rumput Israel dari ketiga daerah dilarutkan
dengan aquadest. Sebanyak 500 mg ekstrak, dilarutkan dalam 3 mL aquadest lalu
57
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
disaring hingga didapatkan larutan uji 1 mL yang disuntikkan ke dalam
kromatograf. Dari hasil rekam kromatogram, tidak terdeteksi adanya etanol dari
ketiga ekstrak Rumput Israel. Pada ekstrak Rumput Israel asal Depok terbentuk 6
puncak tetapi semuanya tidak mengindikasikan adanya etanol. Puncak pada waktu
retensi yang terdekat dengan standar etanol (0,775 menit) yakni 0,767 menit juga
tidak mengindikasikan kandungan etanol setelah dilihat pola fragmentasinya.
Begitupun ekstrak Rumput Israel asal OKU Timur dan Tangsel yang membentuk
puncak masing-masing pada waktu 0,770 menit dan 0,765 menit juga tidak
mengindikasikan adanya etanol dari pola fragmentasi yang terbentuk.
Parameter bobot jenis dikur untuk mengetahui karakter dari masing-
masing ekstrak. Ekstrak diencerkan sebesar 5 % lalu diuji menggunakan
piknometer dengan pembanding bobot jenis yaitu air. Pengenceran dilakukan agar
ekstrak dapat dituang ke dalam piknometer. Bobot jenis ekstrak Rumput Israel 5 %
dari ketiga daerah tidak berbeda jauh yakni 1,0184 g/mL, 1,0182 g/mL, dan 1,0165
g/mL pada ekstrak Rumput Israel asal Tangsel, Depok, dan OKU Timur.
Uji cemaran logam meliputi Pb, Cd dan As pada Rumput Israel dilakukan
dengan alat AAS. Menurut BPOM, cemaran logam berat seperti Pb, Cd, dan As
tidak boleh ada dalam bahan pangan, kecuali jika tidak dapat dihindari, maka tidak
boleh melebihi batas maksimum yaitu untuk Pb 10 mg/kg, Cd 0,3 mg/kg dan As 5
µg/kg. Kurva kalibrasi Pb, Cd, dan As dibuat untuk memberikan persamaan regresi
linier. Kurva kalibrasi pada logam timbal (Pb) menghasilkan persamaan regresi
linier yakni y = 0,0108x – 0,0029 dengan koefisien korelasi sebesar 0,9994. Dari
hasil pengukuran absorbansi terhadap ketiga sampel ekstrak Rumput Israel,
ketiganya tidak terdeteksi adanya Pb. Hal ini berarti sampel ekstrak Rumput Israel
memenuhi syarat dengan tidak tercemari oleh logam timbal (Pb).
Kurva kalibrasi pada logam kadmium menghasilkan persamaan linier y =
0,1764 + 0,0004 dan kofisin korlasi sbsar 0,9999. Ketiga sampel ekstrak Rumput
Israel terdeteksi mengandung logam Cd dengan konsentrasi sebesar 4,96 ppm, 6,52
ppm, 5,78 ppm masing-masing untuk ekstrak Rumput Israel asal Tangsel, Depok,
dan OKU Timur. Keberadaan logam Cd dalam ekstrak Rumput Israel ini tidak
memenuhi persyaratan batas maksimum kadar logam Cd pada bahan pangan atau
obat yakni 0,3 ppm. Cemaran logam Cd pada ekstrak Rumput Israel ini
58
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
diperkirakan karena adanya cemaran pada tanah maupun udara. Kadmium masuk
ke dalam jaringan tanaman dari tanah yang diabsorpsi melalui akar yang kemudian
ditimbun dalam daun. Kadmium dari udara tertahan pada permukaan daun dimana
jumlahnya cukup besar pada daun dengan permukaan yang kasar atau berbulu
(Darmono, 1999).
Kadmium (Cd) merupakan salah satu jenis logam berat yang berbahaya
karena elemen ini berisiko tinggi terhadap pembuluh darah. Kadmium (Cd)
berpengaruh terhadap manusia dalam jangka waktu panjang dan dapat terakumulasi
pada tubuh khususnya hati dan ginjal (Palar, 2004). Perlu adanya upaya dalam
meminimalisir cemaran logam berat pada ekstrak Rumput Israel seperti
pembudidayaan terkontrol dengan menggunakan pupuk organik, meminimalisir
pengunaan pestisida sintetis, serta menjaga perairan dari cemaran limbah pabrik.
Pada ketiga ekstrak Rumput Israel tidak terdeteksi adanya logam Arsen
(As) dimana batas minimal deteksi untuk As pada alat yang digunakan adalah 0,005
µg/kg. Artinya, ketiga ekstrak tidak mengandung logam Arsen atau memiliki kadar
Arsen dibawah 0,005 µg/kg. Hal ini sesuai dengan persyaratan BPOM yakni
dibawah 5 µg/kg.
59
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 KESIMPULAN
Dari hasil penelitian yang dilakukan, didapatkan kesimpulan sebagai berikut :
1 Diperoleh rendemen ekstrak Rumput Israel dari daerah Tangsel, Depok, dan
OKU Timur masing-masing 20,6 %, 18,58 %, dan 20,17 %.
2 Pengamatan makroskopik pada tanaman Rumput Israel meliputi daun, batang,
dan bunga sesuai dengan ciri khas tanaman Rumput Israel pada literatur.
3 Secara organoleptik, ekstrak Rumput Israel berbentuk kental, warna hijau
kecoklatan, bau khas, dan rasa pahit.
4 Pada uji parameter spesifik terhadap ekstrak Rumput Israel asal Tangsel,
Depok, dan OKU Timur didapatkan rentang nilai kadar senyawa terlarut dalam
air sebesar 60,810 % + 0,37 – 74,485 % + 2,27. Kadar senyawa terlarut etanol
sebesar 36,063 % + 0,75 - 44,065 % + 0,78. Pola kromatogram pada KLT
menunjukkan hasil yang baik pada fase gerak kloroform : metanol (9:1). Pola
kromatogram pada HPLC menunjukkan bentuk puncak yang baik dengan fase
gerak air : metanol (8:2) pada panjang gelombang 285 nm dengan laju alir 0,3
mL/menit.
5 Penapisan fitokimia pada ketiga sampel menunjukkan hasil positif terhadap
senyawa flavonoid, alkaloid, tanin, dan steroid. Flavonoid (setara kuersetin)
yang dikandung oleh masing-masing ekstrak asal Tangsel, Depok, dan OKU
Timur sebesar 4,3 %, 4,926 %, 8,162 %.
6 Uji parameter non spesifik dari ketiga sampel menunjukkan rentang nilai susut
pengeringan sebesar 18,098 % + 0,04 - 19,065 % + 0,55. Rentang bobot jenis
sebesar 1,0165 gram/mL + 0,0001 - 1,0184 gram/mL + 0,0001. Kadar air
sebesar 7,573 % + 0,13 - 9,7417 % + 0,10. Kadar abu sebesar 18,604 % + 1,33
- 32,153 % + 0,79. Kadar abu larut asam sebesar 3,061 % + 0,72 - 3,506 % +
0,34. Sisa pelarut etanol tidak terdeteksi pada ketiga sampel.
7 Ketiga ekstrak Rumput Israel memenuhi syarat cemaran logam berat yakni Pb
(Timbal) dan As (Arsen) yakni < 10 ppm untuk Pb dan < 0,005 ppm untuk As.
Sedangkan untuk logam berat Cd (Kadmium), ketiga sampel tidak memenuhi
60
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
syarat sebesar < 0,3 ppm dimana sampel asal Tangsel, Depok, dan OKU Timur
masing-masing mengandung logam Cd sebesar 4,96 ppm, 6,52 ppm, dan 5,78
ppm.
5.2 SARAN
Perlu adanya penelitian lebih lanjut mengenai kandungan senyawa kimia dan
mineral yang ada pada ekstrak Rumput Israel
61
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR PUSTAKA
Adaobi Chioma Ezike1, Peter Achunike Akah, Vincent Okore, Charles Ogbonnaya
Okoli, Theophine Chinwuba Okoye1, Amaka Christiana Okoye. (2013). In
Vitro Evaluation of The Antihelmintic and Antibacterial Activities of Three
Nigerian Medicinal Plants. BioMed Rx Vol 1(3)
A. Rama Mohan, Dr. K. V. S. R. G. Prasad, Dr. D. Ranganayakulu, Dr. J. A. R. P.
(2010). Analgesic and Inflammatory Activities of Polyherbal Preparations on
Diabetic Rats. Sharma International Journal of Pharmaceutical Sciences Vol
2 (3)
Asok Kumar Kuppusamy, Umamaheswari Muthusamy, Somanathan Sathravada
Shanmugam, Sivashanmugam Andichetiar Thirumalaisamy, Subhdradevi
Varadharajan, Sambathkumar Ramanathan. (2010). Antidiabetic,
Hypolipidemic and Antioxidant Properties of Asystasia gangetica in
Streptozotocin-nicotinamide-induced Type 2 Diabetes Mellitus (NIDDM) in
Rats. Journal of Pharmacy Research
B. Samedani, A. S. Juraimi, M. P. Anwar, M. Y. Rafii, S. H. Sheikh Awadz, and A.
R. Anuar. (2013). Competitive Interaction of Axonopus Compressus and
Asystasia gangetica Under Contrasting Sunlight Intensity. Hindawi
publishing corporation.
Chang, C., Yang, M., Wen, H., Chern, J. (2002). Estimation of Total Flavonoid
Content in Propolis by Two Complementary Methods. Journal of Food and
Drug Analysis. Vol. 10(3) 178-182
CH. Krisna Mohan, E. Madhan Mohan, M. Ramesh. (2011). Evaluation of Anti
Inflammatory Activity of Methanolic Extract of Asystasia gangetica
(L).T.Andas. Leaves. Journal of Advanced Pharmaceutical Sciences
Daffodil E.D, Packia Lincy M, Pon Esakki D, Mohan V.R. (2013).
Pharmacochemical Characterization and Antibacterial Activity Asystasia
gangetica (L.) T. And. Journal Of Harmonized Research in Pharmacy Vol
2(2)
Day, Jr, R. A., Underwood, A. L. (1989). Analisis Kimia Kuantitatif. Jakarta :
Erlangga
62
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Departemen Kesehatan RI. (1989). Materia Medika Indonesia Jilid V. Jakarta
Departemen Kesehatan RI. (1995). Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta :
Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan
Departemen Kesehatan RI. (2000). Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan
Obat. Jakarta : Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan
DK Patel, R Kumar, D Laloo, S Hemalatha. (2012). Natural Medicines from Plant
Source Used for Therapy of Diabetes Mellitus: An Overview of Its
Pharmacological Aspects. Asian Pacific Journal of Tropical Disease
Ezike AC, Akah PA, Okoli CO. (2008). Bronchoplasmolytic Activity of The extract
and Fractions of Asystasia gangetica. International Journal of Applied
Research in Natural Products. Vol 1 No 3
Faraz Mojab, Mohammad Kamalinejad, Naysaneh Ghaderi, Hamid Reza
Vahidipour. (2003). Phytochemical Screening of Some Species of Iranian
Plants. Iranian Journal of Pharmaceutical Research
Fessenden dan Fessenden. (1992). Kimia Organik, Cetakan ketiga, Jilid I, Jakarta :
Erlangga
G.J.H. & Denton, O.A. (2004). Vegetables. Wageningen : PROTA (Plant Resources
of Tropical Africa) Foundation.
Harborne, J.B. (1987). Metode Fitokimia, Edisi kedua. Bandung : Penerbit ITB
Harvey David. (2000). Modern Analytical Chemistry. New York : McGraw-Hill
Comp.
Ibnu Gholib Gandjar, Abdul Rohman. (2007). Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta
: Pustaka Pelajar
Janakiraman, Jasmin Jansi, Johnson, Jeeva, Renisheya Joy Jeba Malar. (2013).
Phytochemical Analysis on Asystasia gangetica (L.) T. Anderson. Journal Of
Harmonized Research in Pharmacy Vol 2(1)
63
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Kavitha Sama, Rajeshwari Sivaraj dan Rajiv. P. (2013). In Vitro Antidiabetic
Activity of Anthocyanin Extract of Asystasia gangetica (Chinese violet)
Flower. Asian Journal of Plant Science and Research Vol 3(2)
Kavitha Sama, Rajeshwari Sivaraj, Hasna Abdul Salam dan Rajiv. P. (2013)
Pharmacognostical and Phytochemical Screening of Asystasia gangetica
(Chinese violet.). International research journal of pharmacy Vol 4(2)
Khopkar. (1990). Basic Concepts of Analytical Chemistry, terjemah oleh
Saptoraharjo. Jakarta : UI Press.
Mulja, M, Suharman. (1995). Analisis Instrumental. Surabaya : Airlangga
University Press
N. V. L. Suvarchala Reddy, Sneha J. Anarthe and N. M. Raghavendra. (2010). In
Vitro Antioxidant and Antidiabetic activity of Asystasia gangetica (Chinese
Violet) Linn. (Acanthaceae). International Journal of Research in
Pharmaceutical and Biomedical Sciences.
Pierre Mugabo and Ismaila A Raji. (2013). Effects of Aqueous Leaf Extract of
Asystasia gangetica on The Blood Pressure and Heart Rate in Male
Spontaneously Hypertensive Wistar Rats. Biomed Central
Pradeep Kumar R, D. Sujatha, T.S. Mohamed Saleem, C. Madhusudhana Chetty,
D. Ranganayakulu. (2010). Potential Hypoglycemic and Hypolipidemic
Effect of Morus Indica and Asystasia gangetica in Alloxan Induced Diabetes
Mellitus. International Journal Research of Pharmacy and Sciences Vol 1(1)
Roth, J.H., and Blaschke, G. (1998). Analisis Farmasi. Penerjemah: Kisman, dkk.
Yogyakarta : UGM Press.
Roy J. Gritter, James M. Bobbit, Arthur E. S. (1991). Pengantar Kromatografi.
Bandung : Penerbit ITB
Saifudin Azis. (2011). Standardisasi Bahan Obat Alam. Yogyakarta : Graha Ilmu
Sastrohamidjojo. (2001). Dasar – Dasar Spektroskopi. Yogyakarta : Liberty
64
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Sastrohamidjojo, Hardjono. (2001). Kimia Dasar. Yogyakarta : UGM Press.
Silverstein, R. M., Webster, F. X. (1998). Spectrometric Identification of Organic
Compound, Sixth edition. US : John Wiley & Sons, Inc
Skoog. D. A., Donald M. West, F. James Holler, Stanley R. Crouch. (2000).
Fundamentals of Analytical Chemistry. Brooks Cole
SK Tilloo, Pande VB, Rasala TM, Kale VV. (2012). Asystasia gangetica : Review
on Multipotential Application. International Research Journal of Pharmacy.
Hal 18-20
Soerya Dewi Marliana, Venty Suryanti, Suyono. (2005). Skrining Fitokimia dan
Analisis Kromatografi Lapis Tipis Komponen Kimia Buah Labu Siam
(Sechium edule Jacq. Swartz.) dalam Ekstrak Etanol. Jurnal Biofarmasi Vol
3(1)
T.k.Gopal, Megha.G, D.Chamundeeswari, C.Umamaheswara Reddy. (2013).
Phytochemical and Pharmacological Studies on Whole Plant of Asystasia
gangetica. Indian Journal of Research in Pharmacy and Biotechnology Vol
1(3)
Tsai Wen Hsu, Tzen Yuh Chiang, Jen-Jye Peng. (2005). Asystasia gangetica (L.)
T. Anderson subsp. micrantha (Nees) Ensermu (Acanthaceae), A Newly
Naturalized Plant in Taiwan. Taiwania Journal Vol 50(2)
V. Mary Kensa. (2011). Studies on Phytochemical Profile and Antimicrobial
Activity on Asystasia gangetica (L.) T. Anderson. Plant Sciences Feed Vol 1
(7)
65
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
LAMPIRAN 1
ALUR PENELITIAN
Tanaman Segar Rumput Israel
(Asystasia gangetica)
Determinasi di Puslit Biologi
Bidang Botani, LIPI Cibinong
Sortasi basah, pencucian,
perajangan, pengeringan, sortasi
kering, dan penghalusan
Ekstraksi dengan dimaserasi dalam pelarut etanol
70 % hingga maserat hampir tidak berwarna
Penyaringan Filtrat
Penguapan dengan pilot plant
Pengamatan
Makroskopis
dan
Mikroskopis
Dipekatkan dengan rotary evaporator
Ekstrak kental etanol Perhitungan
rendemen
Uji parameter non spesifik :
Susut pengeringan
Kadar air
Kadar abu
Kadar abu tidak larut asam
Bobot jenis
Sisa pelarut
Cemaran logam
Uji parameter spesifik :
Identitas ekstrak
Organoleptik ekstrak
Senyawa terlarut pelarut
tertentu
Pola kromatogram
Penapisan fitokimia
Uji kadar senyawa
tertrentu
Analisa data
Ampas
66
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
LAMPIRAN 2
DETERMINASI TANAMAN RUMPUT ISRAEL
67
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
68
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
LAMPIRAN 3
ALAT DAN BAHAN PENELITIAN
Gambar L.1
Ekstrak etanol
Asystasia gangetica
asal Tangsel
Gambar L.2
Ekstrak etanol
Asystasia gangetica
asal Depok
Gambar L.3
Ekstrak etanol
Asystasia gangetica
asal OKU Timur
Gambar L.4
Spektrofotometri UV-Vis Gambar L.5 Desikator
Gambar L.6 Muffle Furnace
69
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gambar L.7 Pilot Plant
Gambar L.8
Mikroskop
Gambar L.9 GCMS Gambar L.10 HPLC
Gambar L.11 Rotary Evaporator
70
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
LAMPIRAN 4
HASIL UJI CEMARAN LOGAM
Uji kadar Pb dan Cd ekstrak Rumput Israel asal Tangsel
71
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Uji kadar Pb dan Cd ekstrak Rumput Israel asal Depok
72
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Uji kadar Pb dan Cd ekstrak Rumput Israel asal OKU Timur
73
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Uji kadar As ekstrak Rumput Israel asal Tangsel
Uji kadar As ekstrak Rumput Israel asal Depok
74
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Uji kadar As ekstrak Rumput Israel asal OKU Timur
75
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
LAMPIRAN 5
UJI SISA PELARUT DAN POLA KROMATOGRAM GCMS
Larutan standar etanol (0,0004 %) 1
E
tano
l
76
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Larutan standar etanol (0,0004 %) 2
Eta
no
l
77
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Ekstrak Rumput Israel asal Tangsel
Ekstrak Rumput Israel asal Depok
Met
il K
arbam
at
Asa
m a
seta
t
1-h
idro
ksi
2-p
ropano
n
2,3
-Buta
ned
iol
Dim
etil
sulf
oksi
da
Buti
rola
kto
n
Gli
sero
l
Asa
m p
enta
no
at
4-p
iro
n
Asa
m m
alo
nat
Gli
ko
ald
eh
id
Am
on
ium
karb
am
at
Asa
m a
seta
t
Gli
sero
l
Asa
m b
enzo
at
Asa
m m
alo
nat
78
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Ekstrak Rumput Israel asal OKU Timur
Gli
koald
ehid
Am
oniu
m k
arb
am
at
Asa
m a
seta
t
2,3
-Buta
ned
iol
2,3
-Buti
rola
kto
n
Gli
sero
l
Asa
m b
enzo
at
Asa
m m
alo
nat
79
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
LAMPIRAN 6
PERHITUNGAN RENDEMEN EKSTRAK
Tangerang Selatan
% Rendemen ekstrak = berat ekstrak yang didapat (gram)
berat simplisia yang diekstrak (gram) x 100 %
= 565,8 gram
2746,6 gram x 100 %
= 20,60 %
Depok
% Rendemen ekstrak = berat ekstrak yang didapat (gram)
berat simplisia yang diekstrak (gram) x 100 %
= 205.9 gram
1108 gram x 100 %
= 18,58 %
OKU Timur
% Rendemen ekstrak = berat ekstrak yang didapat (gram)
berat simplisia yang diekstrak (gram) x 100 %
= 218,8 gram
1084,6 gram x 100 %
= 20,17 %
80
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
LAMPIRAN 7
PERHITUNGAN SENYAWA TERLARUT AIR
Tabel L.1 Senyawa Terlarut Air
% 𝐊𝐚𝐝𝐚𝐫 𝐬𝐞𝐧𝐲𝐚𝐰𝐚 𝐭𝐞𝐫𝐥𝐚𝐫𝐮𝐭 𝐚𝐢𝐫 =𝐀𝟏 − 𝐀𝐨
𝐁 𝒙 𝟏𝟎𝟎 %
Tangerang Selatan
1. % Kadar senyawa terlarut air = 39,0962−38,4421
1,0005 x 100 % = 65, 377 %
2. % Kadar senyawa terlarut air = 36,8815−36,1653
1,0053 x 100 % = 71,242 %
3. % Kadar senyawa terlarut air = 36,2088−35,4990
1,0021 x 100 % = 70,831 %
Rata-rata = 69,150 % + 4,63
No Cawan
Kosong/Ao
(g)
Cawan +
Ekstrak/A1
(g)
Bobot
Ekstrak
Awal (g)
Senyawa
Terlarut
Air
Rata-rata
Tangerang Selatan
1 38,4421 39,0962 1,0005 65,377 % 69,150 % +
4,63 2 36,1653 36,8815 1,0053 71,242 %
3 35,4990 36,2088 1,0021 70,831 %
Depok
1 34,7015 35,3074 1,0012 60,517 % 60,810 % +
0,37 2 33,8250 34,4400 1,0078 61,024 %
3 35,7525 36,3614 1,0000 60,890 %
OKU Timur
1 44,9290 45,6809 1,0037 74,913 % 74,485 % +
2,27 2 35,9597 36,6902 1,0047 72,708 %
3 31,6270 32,3855 1,0002 75,834 %
81
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Depok
1. % Kadar senyawa terlarut air = 35,3074−34,7015
1,0012 x 100 % = 60,517 %
2. % Kadar senyawa terlarut air = 34,4400−33,8250
1,0078 x 100 % = 61,024 %
3. % Kadar senyawa terlarut air = 36,3614−35,7525
1,0000 x 100 % = 60,890 %
Rata-rata = 60,810 % + 0,37
OKU Timur
1. % Kadar senyawa terlarut air = 45,6809−44,9290
1,0037 x 100 % = 74,913 %
2. % Kadar senyawa terlarut air = 36,6902−35,9597
1,0047 x 100 % = 72,708 %
3. % Kadar senyawa terlarut air = 32,3855−31,6270
1,0002 x 100 % = 75,834 %
Rata-rata = 74,485 % + 2,27
82
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
LAMPIRAN 8
PERHITUNGAN SENYAWA TERLARUT ETANOL
Tabel L.2 Senyawa Terlarut Etanol
% 𝐒𝐞𝐧𝐲𝐚𝐰𝐚 𝐭𝐞𝐫𝐥𝐚𝐫𝐮𝐭 𝐞𝐭𝐚𝐧𝐨𝐥 =𝐀𝟏 − 𝐀𝐨
𝐁 𝒙 𝟏𝟎𝟎 %
Tangerang Selatan
1. % Senyawa terlarut etanol = 49,7414 − 49,3475
1,0995 x 100 % = 35,825 %
2. % Senyawa terlarut etanol = 40,6616 − 40,2564
1,0981 x 100 % = 36,900 %
3. % Senyawa terlarut etanol = 36,3289 − 35,9603
1,0393 x 100 %= 35,466 %
Rata-rata = 36,063 % + 0,75
No Cawan
Kosong/Ao
(g)
Cawan +
Ekstrak/A1
(g)
Bobot
Ekstrak
Awal (g)
Senyawa
Terlarut
Etanol
Rata-rata
Tangerang Selatan
1 49,3475 49,7414 1,0995 35,825 % 36,063 % +
0,75 2 40,2564 40,6616 1,0981 36,900 %
3 35,9603 36,3289 1,0393 35,466 %
Depok
1 34,5483 34,9400 1,0598 36,959 % 37,821 % +
0,94 2 36,3567 36,7651 1,0837 37,685 %
3 31,6278 32,0489 1,0847 38,821 %
OKU Timur
1 34,5475 35,0062 1,0602 43,265 % 44,065 % +
0,78 2 49,3474 49,8170 1,0474 44,834 %
3 35,9619 36,4273 1,0554 44,097 %
83
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Depok
1. % Senyawa terlarut etanol = 34,9400 − 34,5483
1,0598 x 100 % = 36,959 %
2. % Senyawa terlarut etanol = 36,7651 − 36,3567
1,0837 x 100 % = 37,685 %
3. % Senyawa terlarut etanol = 32,0489 − 31,6278
1,0847 x 100 % = 38,821 %
Rata-rata = 37,821 % + 0,94
OKU Timur
1. % Senyawa terlarut etanol = 35,0062 − 34,5475
1,0602 x 100 % = 43,265 %
2. % Senyawa terlarut etanol = 49,8170 − 49,3474
1,0474 x 100 % = 44,834 %
3. % Senyawa terlarut etanol = 36,4273 − 35,9619
1,0554 x 100 % = 44,097 %
Rata-rata = 44,065 % + 0,78
84
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
LAMPIRAN 9
PERHITUNGAN SUSUT PENGERINGAN
Tabel L.3 Susut Pengeringan
% 𝐒𝐮𝐬𝐮𝐭 𝐩𝐞𝐧𝐠𝐞𝐫𝐢𝐧𝐠𝐚𝐧 =𝐀 − 𝐁
𝐀 𝒙 𝟏𝟎𝟎 %
Tangerang Selatan
1. % Susut pengeringan = 1,0476−0,8498
1,0476 x 100 % = 18,881 %
2. % Susut pengeringan = 1,0315−0,8376
1,0315 x 100 % = 18,797 %
3. % Susut pengeringan = 1,0361−0,8418
1,0361 x 100 % = 18,753 %
Rata-rata = 18,810 + 0,06
No Cawan
Kosong (g)
Cawan +
Ekstrak
Setelah
Pemanasan
(g)
Bobot
Ekstrak
Awal/ A (g)
Bobot
Ekstrak
Akhir/ B
(g)
Susut
Pengeringan
(%)
Tangerang Selatan Rata-rata = 18,810 + 0,06
1 40,1642 41,0140 1,0476 0,8498 18,881 %
2 33,7115 34,5491 1,0315 0,8376 18,797 %
3 40,4388 41,2806 1,0361 0,8418 18,753 %
Depok Rata-rata = 19,065 + 0,55
1 41,1296 41,9775 1,0398 0,8479 18,455 %
2 32,9580 33,7999 1,0423 0,8419 19,226 %
3 39,1850 40,0230 1,0412 0,8380 19,515 %
OKU Timur Rata-rata = 18,098 + 0,04
1 40,1633 41,0000 1,0210 0,8367 18,050 %
2 32,9637 33,8062 1,0290 0,8425 18,124 %
3 38,8674 39,7065 1,0248 0,8391 18,120 %
85
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Depok
1. % Susut pengeringan = 1,0398−0,8479
1,0398 x 100 % = 18,455 %
2. % Susut pengeringan = 1,0423−0,8419
1,0423 x 100 % = 19,226 %
3. % Susut pengeringan = 1,0412−0,8380
1,0412 x 100 % = 19,515 %
Rata-rata = 19,065 + 0,55
OKU Timur
1. % Susut pengeringan = 1,0210 − 0,8367
1,0210 x 100 % = 18,050 %
2. % Susut pengeringan = 1,0290−0,8425
1,0290 x 100 % = 18,124 %
3. % Susut pengeringan = 1,0248−0,8391
1,0248 x 100 % = 18,120 %
Rata-rata = 18,098 + 0,04
86
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
LAMPIRAN 10
PERHITUNGAN BOBOT JENIS
Tabel L.4 Bobot Jenis
𝐁𝐨𝐛𝐨𝐭 𝐉𝐞𝐧𝐢𝐬 =𝐖𝟏 − 𝐖𝐨
𝐖𝟐 − 𝐖𝐨 𝐱 𝐁𝐉 𝐀𝐢𝐫
Tangerang Selatan
1. Bobot Jenis = 27,9796−17,6667
27,7922−17,6667 x 1 = 1,0185 gram/mL
2. Bobot Jenis = 27,9806−17,6663
27,7945−17,6663 x 1 = 1,0183 gram/mL
3. Bobot Jenis = 27,7914−17,6665
27,9793−17,6665 x 1 = 1,0185 gram/mL
Rata-rata = 1,0184 + 0,0001
No Pikno
kosong/ Ao
(g)
Pikno +
air/A2 (g)
Pikno +
ekstrak/A1
(g)
Bobot
Jenis
(g/mL)
Rata-rata
Tangerang Selatan
1 17,6667 27,7922 27,9796 1,0185 1,0184 +
0,0001 2 17,6663 27,7945 27,9806 1,0183
3 17,6665 27,7914 27,9793 1,0185
Depok
1 17,6666 27,7908 27,9727 1,0179 1,0182 +
0,0001 2 17,6665 27,7934 27,9802 1,0184
3 17,6666 27,7910 27,9776 1,0184
OKU Timur
1 17,6664 27,7902 27,9570 1,0164 1,0165 +
0,0001 2 17,6665 27,7894 27,9579 1,0166
3 17,6663 27,7894 27,9565 1,0165
87
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Depok
1. Bobot Jenis = 27,9727−17,6666
27,7908−17,6666 x 1 = 1,0179 gram/mL
2. Bobot Jenis = 27,9802−17,6665
27,7934−17,6665 x 1 = 1,0184 gram/mL
3. Bobot Jenis = 27,9776−17,6666
27,7910−17,6666 x 1 = 1,0184 gram/mL
Rata-rata = 1,0182 + 0,0001
OKU Timur
1. Bobot Jenis = 27,9570−17,6664
27,7902−17,6664 x 1 = 1,0164 gram/mL
2. Bobot Jenis = 27,9579−17,6665
27,7894−17,6665 x 1 = 1,0166 gram/mL
3. Bobot Jenis = 27,9565−17,6663
27,7894−17,6663 x 1= 1,0165 gram/mL
Rata-rata = 1,0165 + 0,0001
88
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
LAMPIRAN 11
PERHITUNGAN KADAR ABU
Tabel L.5 Kadar Abu
% 𝐊𝐚𝐝𝐚𝐫 𝐀𝐛𝐮 =𝐀𝟏 − 𝐀𝐨
𝐁 𝒙 𝟏𝟎𝟎 %
Tangerang Selatan % Kadar Abu
1. % Kadar Abu = 35,0625−34,5120
2,0055 x 100 % = 27,449 %
2. % Kadar Abu = 39,3554−38,7992
2,0005 x 100 % = 27,803 %
3. % Kadar Abu = 34,8494−34,3132
2,0042 x 100 % = 26,753 %
Rata-rata = 27,335 + 0,53
No Cawan
kosong/ Ao
(g)
Cawan +
Ekstrak
abu/A1 (g)
Bobot
Ekstrak
awal/B (g)
Kadar
Abu
Rata-rata
Tangerang Selatan
1 34,5120 35,0625 2,0055 27,449 % 27,335 + 0,53
2 38,7992 39,3554 2,0005 27,803 %
3 34,3132 34,8494 2,0042 26,753 %
Depok
1 51,4646 52,0956 2,0152 31,312 % 32,153 + 0,79
2 47,6033 48,2534 2,0146 32,269 %
3 55,9161 56,5832 2,0289 32,879 %
OKU Timur
1 33,4978 33,8828 2,0069 19,183 % 18,604 + 1,33
2 41,1269 41,5226 2,0244 19,546 %
3 39,0803 39,4261 2,0241 17,084 %
89
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Depok
1. % Kadar Abu = 52,0956−51,4646
2,0152 x 100 % = 31,312 %
2. % Kadar Abu = 48,2534−47,6033
2,0146 x 100 % = 32,269 %
3. % Kadar Abu = 56,5832−55,9161
2,0289 x 100 % = 32,879 %
Rata-rata = 32,153 + 0,79
OKU Timur
1. % Kadar Abu = 33,8828−33,4978
2,0069 x 100 % = 19,183 %
2. % Kadar Abu = 41,5226−41,1269
2,0244 x 100 % = 19,546 %
3. % Kadar Abu = 39,4261−39,0803
2,0241 x 100 % = 17,084 %
Rata-rata = 18,604 + 1,33
90
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
LAMPIRAN 12
PERHITUNGAN KADAR ABU TIDAK LARUT ASAM
Tabel L.6 Kadar Abu Tidak Larut Asam
% 𝐊𝐚𝐝𝐚𝐫 𝐀𝐛𝐮 𝐭𝐢𝐝𝐚𝐤 𝐥𝐚𝐫𝐮𝐭 𝐚𝐬𝐚𝐦 =𝐀𝟏 − (𝐂 𝐱 𝟎, 𝟎𝟎𝟕𝟔) − 𝐀𝐨
𝐁 𝒙 𝟏𝟎𝟎 %
Tangerang Selatan
1. % KA tidak larut asam = 51,5398−(1,0426 x 0,0076)−51,4650
2,0055 x 100 % = 3,335 %
2. % KA tidak larut asam = 47,6775−(1,0829 x 0,0076)−47,6036
2,0005 x 100 % = 3,283 %
3. % KA tidak larut asam = 56,0025−(1,0657 x 0,0076)−55,9162
2,0042 x 100 % = 3,902 %
Rata-rata = 3,506 + 0,34
No Cawan
kosong/ Ao
(g)
Cawan +
Ekstrak
abu/A1 (g)
Bobot
Ekstrak
awal/B (g)
Bobot
Kertas
Saring/C(g)
Kadar Abu
tidak larut
asam
Tangerang Selatan Rata-rata = 3,506 + 0,34
1 51,4650 51,5398 2,0055 1,0426 3,335 %
2 47,6036 47.6775 2,0005 1,0829 3,283 %
3 55,9162 56,0025 2,0042 1,0657 3,902 %
Depok Rata-rata = 3,061 + 0,72
1 51,4174 51,4905 2,0152 1,0515 3,231 %
2 47,5718 47,6255 2,0146 1,0369 2,274 %
3 55,8770 55,9597 2,0289 1,0658 3,677 %
OKU Timur Rata-rata = 3,163 + 0,29
1 39,0355 39,1034 2,0241 1,0533 2,959 %
2 41,0702 41,1396 2,0244 1,0514 3,033 %
3 34,5115 34,5897 2,0069 1,0664 3,498 %
91
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Depok
1. % KA tidak larut asam = 51,4905−(1,0515 x 0,0076)−51,4174
2,0152 x 100 % = 3,231 %
2. % KA tidak larut asam = 47,6255−(1,0369 x 0,0076)−47,5718
2,0146 x 100 % = 2,274 %
3. % KA tidak larut asam = 55,9597−(1,0658 x 0,0076)−55,8770
2,0289 x 100 % = 3,677 %
Rata-rata = 3,061 + 0,72
OKU Timur
1. % KA tidak larut asam = 39,1034−(1,0533 x 0,0076)−39,0355
2,0241 x 100 % = 2,959 %
2. % KA tidak larut asam = 41,1396−(1,0514 x 0,0076)−41,0702
2,0244 x 100 % = 3,033 %
3. % KA tidak larut asam = 34,5897−(1,0533 x 0,0076)−34,5115
2,0069 x 100 % = 3,498 %
Rata-rata = 3,163 + 0,29
92
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
LAMPIRAN 13
PERHITUNGAN KADAR AIR
Tabel L.7 Kadar Air
% 𝐊𝐚𝐝𝐚𝐫 𝐀𝐢𝐫 =𝐀 − 𝐁
𝐀 𝒙 𝟏𝟎𝟎 %
Tangerang Selatan
1. % Kadar Air = 5,0483−4,6740
5,0483 x 100 % = 7,414 %
2. % Kadar Air = 5,0751−4,6854
5,0751 x 100 % = 7,679 %
3. % Kadar Air = 5,0192−4,6364
5,0192 x 100 % = 7,627 %
Rata-rata = 7,573 + 0,13
No Cawan
Kosong (g)
Cawan +
Ekstrak
Setelah
Pemanasan
(g)
Bobot
Ekstrak
Awal/ A (g)
Bobot
Ekstrak
Akhir/ B
(g)
Kadar air
(%)
Tangerang Selatan Rata-rata = 7,573 + 0,13
1 41,4401 46,1141 5,0483 4,6740 7,414 %
2 39,7301 44,4155 5,0751 4,6854 7,679 %
3 38,4268 43,0632 5,0192 4,6364 7,627 %
Depok Rata-rata = 9,742 + 0,10
1 40.0954 44,6929 5,0919 4,5975 9,709 %
2 38,7109 43,2285 5,0005 4,5176 9,657 %
3 34,1849 38,7647 5,0807 4,5798 9,859 %
OKU Timur Rata-rata = 8,045 + 0,46
1 27,1403 31,7819 5,0318 4,6416 7,755 %
2 33,4805 38,1060 5,0591 4,6255 8,571 %
3 40,9290 45,6262 5,0951 4,6972 7,809 %
93
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Depok
1. % Kadar Air = 5,0919−4,5975
5,0919 x 100 % = 9,709 %
2. % Kadar Air = 5,0005−4,5176
5,0005 x 100 % = 9,657 %
3. % Kadar Air = 5,0807−4,5798
5,0807 x 100 % = 9,859 %
Rata-rata = 9,742 + 0,10
OKU Timur
1. % Kadar Air = 5,0318−4,6416
5,0318 x 100 % = 7,755 %
2. % Kadar Air = 5,0591−4,6255
5,0591 x 100 % = 8,571 %
3. % Kadar Air = 5,0951−4,6972
5,0951 x 100 % = 9,859 %
Rata-rata = 8,045 + 0,46
94
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
LAMPIRAN 14
PERHITUNGAN KADAR TOTAL FLAVONOID
Kurva Kalibrasi
Absorbansi Sampel
Sampel
Absorbansi
(500 µL)
Rata-
Rata
Rp OKU 0,095 0,084 0,090
Rp Depok 0,062 0,056 0,059
Rp Tangsel 0,051 0,054 0,053
Perhitungan
Konsentrasi akhir = konsentrasi awal x volume sampel yang digunakan
volume akhir
0,000
0,050
0,100
0,150
0,200
0,250
0 5 10 15 20 25
Ab
sorb
ansi
Konsentrasi
Kurva Kalibrasi Kuersetin
Konsentrasi
(ppm) Absorbansi
0 0,005
5 0,060
10 0,119
15 0,159
20 0,195
y = 0,00958x + 0,0118
R2 = 0,9944
95
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Faktor Pengenceran = konsentrasi awal
konsentrasi akhir
% Flavonoid =
absorban−intercept
slopex FP x 100 %
konsentrasi awal
Konsentrasi akhir (250 µL) = 1000 ppm x 250 µL
5000 µL= 50 ppm
Konsentrasi akhir (500 µL) = 1000 ppm x 500 µL
5000 µL= 100 ppm
Faktor Pengenceran (250 µL) = 1000 ppm
50 ppm = 20
Faktor Pengenceran (500 µL) = 1000 ppm
100 ppm = 10
TANGSEL
500 µL
% Flavonoid =
0,054−0,0118
0,00958x 10 x 100 %
1000 = 4,300 %
DEPOK
500 µL
% Flavonoid =
0,059−0,0118
0,00958x 10 x 100 %
1000 = 4,926 %
OKU TIMUR
500 µL
% Flavonoid =
0,090−0,0118
0,00958x 10 x 100 %
1000 = 8,162 %
96
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
LAMPIRAN 15
PERHITUNGAN CEMARAN LOGAM
1. Pb (Timbal)
Kurva Kalibrasi
Perhitungan
Logam Pb (Timbal) pada ekstrak Rumput Israel (Asystasia gangetica)
asal Tangerang Selatan, Depok, dan OKU Timur tidak terdeteksi
-0,02
0
0,02
0,04
0,06
0,08
0,1
0,12
0 2 4 6 8 10 12
Ab
sorb
ansi
Konsentrasi
Kurva Kalibrasi Pb
Konsentrasi
(ppm) Absorbansi
0 -0,00396
5 0,05341
10 0,1047
y = 0,0108x – 0,0029
R2 = 0,9994
97
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2. Cd (Kadmium)
Kurva Kalibrasi
Perhitungan
TANGERANG SELATAN
y = 0,1764x + 0,0004
0,02005 = 0,1764x + 0,0004
x = 0,02005– 0,0004
0,1764
Kadar Logam = konsentrasi (
µg
mL) x volume akhir (mL)
berat sampel (gram)
= 0,1114 x 100
2,2445
= 4,96 µg/gram = 4,96 ppm
-0,2
0
0,2
0,4
0,6
0,8
1
1,2
1,4
1,6
1,8
2
0 2 4 6 8 10 12
Ab
sorb
ansi
Konsentrasi
Kurva Kalibrasi Cd
Konsentrasi
(ppm) Absorbansi
0 -0,00098
5 0,8856
10 1,7638
y = 0,1764x + 0,0004
R2 = 0,9999
98
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DEPOK
y = 0,1764x + 0,0004
0,0236 = 0,1764x + 0,0004
x = 0,0236 – 0,0004
0,1764
Kadar Logam = konsentrasi (
µg
mL) x volume akhir (mL)
berat sampel (gram)
= 0,1315 x 100
2,0168
= 6,52 µg/gram = 6,52 ppm
OKU TIMUR
y = 0,1764x + 0,0004
0,02194 = 0,1764x + 0,0004
x = 0,02194 – 0,0004
0,1764
Kadar Logam = konsentrasi (
µg
mL) x volume akhir (mL)
berat sampel (gram)
= 0,1221 x 100
2,1121
= 5,78 µg/gram = 5,78 ppm
99
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
3. As (Arsen)
Kurva Kalibrasi
Konsentrasi
(ppm) Absorbansi
0 0,0024
5 0,0658
10 0,1212
15 0,1839
20 0,2413
Perhitungan
Logam As (Arsen) pada ekstrak Rumput Israel (Asystasia gangetica)
asal Tangerang Selatan, Depok, dan OKU Timur tidak terdeteksi
y = 0,0119x + 0,0037R² = 0,9996
0
0,05
0,1
0,15
0,2
0,25
0,3
0 5 10 15 20 25
Ab
sorb
ansi
Konsentrasi (ppb)
Kurva Kalibrasi As