KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL
Provinsi Nusa Tenggara Timur
Kantor Perwakilan Bank IndonesiaProvinsi Nusa Tenggara Timur
triwulan I 2015
FOTO : PULAU KOMODO
Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur
di daerah memiliki peran yang sangat penting dalam memberikan kontribusi secara optimal dalam proses formulasi
kebijakan moneter. Secara triwulanan KPw BI Provinsi NTT melakukan pengkajian dan penelitian terhadap
perkembangan perekonomian daerah sebagai masukan kepada Kantor Pusat Bank Indonesia dalam kaitan perumusan
kebijakan moneter tersebut. Selain itu kajian/analisis ini dimaksudkan untuk memberikan informasi yang diharapkan
dapat bermanfaat bagi eksternal stakeholder setempat, yaitu Pemda, DPRD, akademisi, masyarakat serta stakeholder
lainnya.
Kajian Ekonomi Regional (KER) Provinsi Nusa Tenggara Timur ini mencakup Ekonomi Makro Regional, Perkembangan
Inflasi, Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran, serta Prospek Perekonomian Daerah pada periode
mendatang. Dalam menyusun kajian ini digunakan data yang berasal dari internal Bank Indonesia maupun dari
eksternal, dalam hal ini dinas/instansi terkait.
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan kajian ini masih terdapat kekurangan, oleh karena itu kami mengharapkan
masukan dari semua pihak untuk meningkatkan kualitas isi dan penyajian laporan. Akhirnya kami mengucapkan terima
kasih kepada semua pihak yang telah membantu, baik dalam bentuk penyampaian data maupun dalam bentuk saran,
kritik, dan masukan sehingga kajian ini dapat diselesaikan. Kami mengharapkan kerjasama yang telah terjalin dengan
baik selama ini, kiranya dapat terus berlanjut di masa yang akan datang.
Kata Pengantar
Kupang, Mei 2015
Kepala Perwakilan Bank Indonesia
Provinsi Nusa Tenggara Timur
Naek Tigor Sinaga
Deputi Direktur
iii
Penerbit :
KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR
Unit Asesmen Ekonomi dan Keuangan
Jl. Tom Pello No. 2 Kupang NTT
Telp : [0380] 832-047
Fax : [0380] 822-103
Email : [email protected]
ii
Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur
di daerah memiliki peran yang sangat penting dalam memberikan kontribusi secara optimal dalam proses formulasi
kebijakan moneter. Secara triwulanan KPw BI Provinsi NTT melakukan pengkajian dan penelitian terhadap
perkembangan perekonomian daerah sebagai masukan kepada Kantor Pusat Bank Indonesia dalam kaitan perumusan
kebijakan moneter tersebut. Selain itu kajian/analisis ini dimaksudkan untuk memberikan informasi yang diharapkan
dapat bermanfaat bagi eksternal stakeholder setempat, yaitu Pemda, DPRD, akademisi, masyarakat serta stakeholder
lainnya.
Kajian Ekonomi Regional (KER) Provinsi Nusa Tenggara Timur ini mencakup Ekonomi Makro Regional, Perkembangan
Inflasi, Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran, serta Prospek Perekonomian Daerah pada periode
mendatang. Dalam menyusun kajian ini digunakan data yang berasal dari internal Bank Indonesia maupun dari
eksternal, dalam hal ini dinas/instansi terkait.
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan kajian ini masih terdapat kekurangan, oleh karena itu kami mengharapkan
masukan dari semua pihak untuk meningkatkan kualitas isi dan penyajian laporan. Akhirnya kami mengucapkan terima
kasih kepada semua pihak yang telah membantu, baik dalam bentuk penyampaian data maupun dalam bentuk saran,
kritik, dan masukan sehingga kajian ini dapat diselesaikan. Kami mengharapkan kerjasama yang telah terjalin dengan
baik selama ini, kiranya dapat terus berlanjut di masa yang akan datang.
Kata Pengantar
Kupang, Mei 2015
Kepala Perwakilan Bank Indonesia
Provinsi Nusa Tenggara Timur
Naek Tigor Sinaga
Deputi Direktur
iii
Penerbit :
KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR
Unit Asesmen Ekonomi dan Keuangan
Jl. Tom Pello No. 2 Kupang NTT
Telp : [0380] 832-047
Fax : [0380] 822-103
Email : [email protected]
ii
Halaman Judul
Kata Pengantar
Daftar Isi
Daftar Grafik
Daftar Tabel
Daftar Gambar
Ringkasan Umum
Tabel Indikator Ekonomi Terpilih Provinsi Nusa Tenggara Timur
BAB I EKONOMI MAKRO REGIONAL
1.1 Kondisi Umum
1.2 Pertumbuhan Ekonomi Provinsi NTT Tahunan
1.3 Pertumbuhan Ekonomi Provinsi NTT Triwulanan
1.4 Perkembangan Ekonomi Sisi Penggunaan
1.4.1. Konsumsi
1.4.2. Pembentukan Modal Tetap Bruto/Investasi
1.4.3. Ekspor dan Impor
1.4.3.1. Ekspor dan Impor Antar Daerah
1.4.3.2. Ekspor dan Impor Luar Negeri
1.5 Perkembangan Ekonomi Sisi Sektoral
1.5.1. Sektor Pertanian, Kehutanan & Perikanan
1.5.2. Sektor Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial
1.5.3. Sektor Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan Motor
1.5.4. Sektor-Sektor Lainnya
BOKS 1.1. Dampak Moratorium Perikanan
BOKS 1.2. Permasalahan Penyaluran Pupuk Bersubsidi di Provinsi NTT
BAB II PERKEMBANGAN INFLASI
2.1. Kondisi Umum
2.2. Inflasi Berdasarkan Komoditas
2.2.1. Bahan Makanan
2.2.2. Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan
2.2.3. Perumahan, Air, Listrik, Gas & Bahan Bakar
2.2.4. Komoditas Lainnya
2.3. Disagregasi Inflasi NTT
i
iii
v
ix
xiii
xiv
xv
xvii
1
1
2
3
4
4
6
7
7
8
8
9
10
10
11
13
15
19
19
21
22
22
23
24
24
Daftar Isi
v
Halaman Judul
Kata Pengantar
Daftar Isi
Daftar Grafik
Daftar Tabel
Daftar Gambar
Ringkasan Umum
Tabel Indikator Ekonomi Terpilih Provinsi Nusa Tenggara Timur
BAB I EKONOMI MAKRO REGIONAL
1.1 Kondisi Umum
1.2 Pertumbuhan Ekonomi Provinsi NTT Tahunan
1.3 Pertumbuhan Ekonomi Provinsi NTT Triwulanan
1.4 Perkembangan Ekonomi Sisi Penggunaan
1.4.1. Konsumsi
1.4.2. Pembentukan Modal Tetap Bruto/Investasi
1.4.3. Ekspor dan Impor
1.4.3.1. Ekspor dan Impor Antar Daerah
1.4.3.2. Ekspor dan Impor Luar Negeri
1.5 Perkembangan Ekonomi Sisi Sektoral
1.5.1. Sektor Pertanian, Kehutanan & Perikanan
1.5.2. Sektor Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial
1.5.3. Sektor Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan Motor
1.5.4. Sektor-Sektor Lainnya
BOKS 1.1. Dampak Moratorium Perikanan
BOKS 1.2. Permasalahan Penyaluran Pupuk Bersubsidi di Provinsi NTT
BAB II PERKEMBANGAN INFLASI
2.1. Kondisi Umum
2.2. Inflasi Berdasarkan Komoditas
2.2.1. Bahan Makanan
2.2.2. Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan
2.2.3. Perumahan, Air, Listrik, Gas & Bahan Bakar
2.2.4. Komoditas Lainnya
2.3. Disagregasi Inflasi NTT
i
iii
v
ix
xiii
xiv
xv
xvii
1
1
2
3
4
4
6
7
7
8
8
9
10
10
11
13
15
19
19
21
22
22
23
24
24
Daftar Isi
v
2.3.1. Kelompok Volatile Foods
2.3.2. Kelompok Administered Prices
2.3.3. Kelompok Inflasi Inti (Core)
2.4. Inflasi NTT Berdasarkan Kota
2.4.1. Inflasi Kota Kupang
2.4.2. Inflasi Kota Maumere
2.5. Aktivitas Pengendalian Inflasi oleh TPID
BOKS.2. Penyusunan Roadmap TPID di Provinsi NTT
BAB III PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN
3.1. Kondisi Umum
3.2. Perkembangan Kinerja Bank Umum
3.2.1 Aset dan Aktiva Produktif
3.2.2 Dana Pihak Ketiga
3.2.3 Penyaluran Kredit Pembiayaan
3.2.4 Kualitas Kredit
3.2.5 Suku Bunga
3.2.6 Kredit Usaha Mikro Kecil dan Menengah
3.3. Perkembangan Bank Perkreditan Rakyat (BPR)
3.4. Sistem Pembayaran
3.4.1 Transaksi Non Tunai
a. Transaksi Kliring (SKNBI)
b. Transaksi RTGS
3.4.2 Transaksi Tunai
a. Aliran Uang Masuk dan Uang Keluar
b. Perkembangan Uang Tidak Layak Edar (UTLE)
c. Temuan Uang Palsu (Upal)
BAB IV KEUANGAN PEMERINTAH
4.1. Kondisi Umum
4.2. Pendapatan Daerah
4.3. Belanja Daerah
25
25
25
26
26
26
27
29
33
33
35
35
35
36
37
37
38
39
40
40
40
41
42
42
43
43
45
45
47
48
Daftar Isi
vi
BAB V KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
5.1. Kondisi Umum
5.2. Perkembangan Ketenagakerjaan
5.2.1 Kondisi Ketenagakerjaan Umum
5.2.2 Kondisi Ketenagakerjaan Menurut Lapangan Kerja Utama
5.2.3 Kondisi Ketenagakerjaan Menurut Status Pekerjaan
5.2.4 Kondisi Ketenagakerjaan Sektor Industri Manufaktur Besar/Sedang
5.2.5 Hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU)
5.3. Perkembangan Kesejahteraan
5.3.1 Kondisi Kesejahteraan Umum
5.3.2 Tingkat Kemiskinan
BOKS.5. Potensi Perbatasan RI - RDTL
BAB VI OUTLOOK PERTUMBUHAN EKONOMI DAN INFLASI DI DAERAH
6.1. Pertumbuhan Ekonomi
6.1.1 Sisi Sektoral
6.1.2 Sisi Penggunaan
6.2. Inflasi
BOKS.6. Kondisi Kelistrikan, Permasalahan dan Usulan Solusi Penyediaaan Listrik di Provinsi NTT
53
53
53
53
54
55
56
56
57
57
57
59
63
63
64
65
66
67
Daftar Isi
vii
2.3.1. Kelompok Volatile Foods
2.3.2. Kelompok Administered Prices
2.3.3. Kelompok Inflasi Inti (Core)
2.4. Inflasi NTT Berdasarkan Kota
2.4.1. Inflasi Kota Kupang
2.4.2. Inflasi Kota Maumere
2.5. Aktivitas Pengendalian Inflasi oleh TPID
BOKS.2. Penyusunan Roadmap TPID di Provinsi NTT
BAB III PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN
3.1. Kondisi Umum
3.2. Perkembangan Kinerja Bank Umum
3.2.1 Aset dan Aktiva Produktif
3.2.2 Dana Pihak Ketiga
3.2.3 Penyaluran Kredit Pembiayaan
3.2.4 Kualitas Kredit
3.2.5 Suku Bunga
3.2.6 Kredit Usaha Mikro Kecil dan Menengah
3.3. Perkembangan Bank Perkreditan Rakyat (BPR)
3.4. Sistem Pembayaran
3.4.1 Transaksi Non Tunai
a. Transaksi Kliring (SKNBI)
b. Transaksi RTGS
3.4.2 Transaksi Tunai
a. Aliran Uang Masuk dan Uang Keluar
b. Perkembangan Uang Tidak Layak Edar (UTLE)
c. Temuan Uang Palsu (Upal)
BAB IV KEUANGAN PEMERINTAH
4.1. Kondisi Umum
4.2. Pendapatan Daerah
4.3. Belanja Daerah
25
25
25
26
26
26
27
29
33
33
35
35
35
36
37
37
38
39
40
40
40
41
42
42
43
43
45
45
47
48
Daftar Isi
vi
BAB V KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
5.1. Kondisi Umum
5.2. Perkembangan Ketenagakerjaan
5.2.1 Kondisi Ketenagakerjaan Umum
5.2.2 Kondisi Ketenagakerjaan Menurut Lapangan Kerja Utama
5.2.3 Kondisi Ketenagakerjaan Menurut Status Pekerjaan
5.2.4 Kondisi Ketenagakerjaan Sektor Industri Manufaktur Besar/Sedang
5.2.5 Hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU)
5.3. Perkembangan Kesejahteraan
5.3.1 Kondisi Kesejahteraan Umum
5.3.2 Tingkat Kemiskinan
BOKS.5. Potensi Perbatasan RI - RDTL
BAB VI OUTLOOK PERTUMBUHAN EKONOMI DAN INFLASI DI DAERAH
6.1. Pertumbuhan Ekonomi
6.1.1 Sisi Sektoral
6.1.2 Sisi Penggunaan
6.2. Inflasi
BOKS.6. Kondisi Kelistrikan, Permasalahan dan Usulan Solusi Penyediaaan Listrik di Provinsi NTT
53
53
53
53
54
55
56
56
57
57
57
59
63
63
64
65
66
67
Daftar Isi
vii
Grafik 1.1 Pertumbuhan Ekonomi Tahunan (yoy)
Grafik 1.2 Pertumbuhan Ekonomi Triwulanan (qtq)
Grafik 1.3 Share Perekonomian Sisi Penggunaan
Grafik 1.4 Pertumbuhan Sisi Penggunaan (yoy)
Grafik 1.5 Share Perekonomian Sisi Sektoral
Grafik 1.6 Pertumbuhan Ekonomi Sisi Penggunaan (qtq)
Grafik 1.7 Perkembangan Ekonomi Sisi Penggunaan Tw I-2015 (yoy)
Grafik 1.8 Perkembangan Penjualan Eceran (yoy)
Grafik 1.9 Penjualan Eceran Per Komoditi (yoy)
Grafik 1.10 Pertumbuhan Konsumsi (qtq)
Grafik 1.11 Konsumsi Listrik Rumah Tangga (qtq)
Grafik 1.12 Indeks Tendensi Konsumen (ITK)
Grafik 1.13 Indeks Survei Kegiatan Dunia Usaha
Grafik 1.14 Perkembangan Kredit Perbankan
Grafik 1.15 Pembentukan Modal Tetap Bruto
Grafik 1.16 Perkembangan Realisasi Investasi
Grafik 1.17 Konsumsi Semen
Grafik 1.18 Perkembangan Net Ekspor Antar Daerah
Grafik 1.19 Perkembangan Peti Kemas
Grafik 1.20 Aktivitas Bongkar Muat
Grafik 1.21 Pergerakan Net Impor
Grafik 1.22 Ekspor dan Impor Antar Negara
Grafik 1.23 Negara Tujuan Ekspor NTT
Grafik 1.24 Pertumbuhan Ekonomi Secara Sektoral
Grafik 1.25 Pertumbuhan SKDU Sektor Pertanian
Grafik 1.26 Pengiriman Ternak
Grafik 1.27 Perkembangan Kredit Pertanian
Grafik 1.28 Perkembangan Nilai Tukar Petani (NTP)
Grafik 1.29 Pertumbuhan Administrasi Pemerintahan
Grafik 1.30 Perkembangan Simpanan Pemerintah di Perbankan
Grafik 1.31 Pertumbuhan Sektor Perdanganan
Grafik 1.32 Indeks SKDU Perdagangan
1
1
2
2
3
3
4
4
4
5
5
5
6
6
6
6
7
7
7
7
7
8
8
8
9
9
10
10
10
10
11
11
Daftar Grafik
ix
Grafik 1.1 Pertumbuhan Ekonomi Tahunan (yoy)
Grafik 1.2 Pertumbuhan Ekonomi Triwulanan (qtq)
Grafik 1.3 Share Perekonomian Sisi Penggunaan
Grafik 1.4 Pertumbuhan Sisi Penggunaan (yoy)
Grafik 1.5 Share Perekonomian Sisi Sektoral
Grafik 1.6 Pertumbuhan Ekonomi Sisi Penggunaan (qtq)
Grafik 1.7 Perkembangan Ekonomi Sisi Penggunaan Tw I-2015 (yoy)
Grafik 1.8 Perkembangan Penjualan Eceran (yoy)
Grafik 1.9 Penjualan Eceran Per Komoditi (yoy)
Grafik 1.10 Pertumbuhan Konsumsi (qtq)
Grafik 1.11 Konsumsi Listrik Rumah Tangga (qtq)
Grafik 1.12 Indeks Tendensi Konsumen (ITK)
Grafik 1.13 Indeks Survei Kegiatan Dunia Usaha
Grafik 1.14 Perkembangan Kredit Perbankan
Grafik 1.15 Pembentukan Modal Tetap Bruto
Grafik 1.16 Perkembangan Realisasi Investasi
Grafik 1.17 Konsumsi Semen
Grafik 1.18 Perkembangan Net Ekspor Antar Daerah
Grafik 1.19 Perkembangan Peti Kemas
Grafik 1.20 Aktivitas Bongkar Muat
Grafik 1.21 Pergerakan Net Impor
Grafik 1.22 Ekspor dan Impor Antar Negara
Grafik 1.23 Negara Tujuan Ekspor NTT
Grafik 1.24 Pertumbuhan Ekonomi Secara Sektoral
Grafik 1.25 Pertumbuhan SKDU Sektor Pertanian
Grafik 1.26 Pengiriman Ternak
Grafik 1.27 Perkembangan Kredit Pertanian
Grafik 1.28 Perkembangan Nilai Tukar Petani (NTP)
Grafik 1.29 Pertumbuhan Administrasi Pemerintahan
Grafik 1.30 Perkembangan Simpanan Pemerintah di Perbankan
Grafik 1.31 Pertumbuhan Sektor Perdanganan
Grafik 1.32 Indeks SKDU Perdagangan
1
1
2
2
3
3
4
4
4
5
5
5
6
6
6
6
7
7
7
7
7
8
8
8
9
9
10
10
10
10
11
11
Daftar Grafik
ix
Grafik 3.3 Perkembangan SKNBI
Grafik 3.4 Penyumbang Aset Berdasarkan Jenis Bank
Grafik 3.5 Pertumbuhan DPK
Grafik 3.6 Perkembangan Komponen DPK
Grafik 3.7 Share DPK Berdasarkan Golongan Nasabah
Grafik 3.8 Pertumbuhan Kredit Berdasarkan Jenis Penggunaan
Grafik 3.9 Komposisi Kredit Berdasarkan Jenis Penggunaan
Grafik 3.10 Lima Sektor Utama Pendorong Kredit
Grafik 3.11 Perkembangan Kredit, NPL dan BI Rate
Grafik 3.12 Perkembangan Kredit Berdasarkan Suku Bunga & BI Rate
Grafik 3.13 Perkembangan Kredit UMKM
Grafik 3.14 Kredit UMKM Berdasarkan Jenis Penggunaan
Grafik 3.15 DPK BPR Menurut Komposisi
Grafik 3.16 Pertumbuhan DPK BPR
Grafik 3.17 Kredit BPR Berdasarkan Sektor Ekonomi
Grafik 3.18 Perkembangan Transaksi SKNBI
Grafik 3.19 Perkembangan Transaksi RTGS
Grafik 3.20 Perkembangan Transaksi Tunai
Grafik 3.21 Perkembangan Arus Uang Tunai (Inflow-Outflow)
Grafik 3.22 Perkembangan UTLE di Provinsi NTT
Grafik 3.23 Perkembangan UPAL di Provinsi NTT
Grafik 4.1 Alokasi Belanja Pemerintah Daerah
Grafik 4.2 Alokasi Belanja Modal Pemerintah Daerah
Grafik 4.3 Realisasi Pendapatan dan Belanja Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota di Provinsi Nusa
Tenggara Timur
Grafik 4.4 Pangsa Realisasi Sumber Pendapatan Utama APBN di Provinsi NTT
Grafik 4.5 Pangsa Realisasi Sumber Pendapatan Utama APBD Provinsi dan Kabupaten/Kota di NTT
Grafik 4.6 Realisasi Sumber Pendapatan Utama APBD di Provinsi NTT
Grafik 4.7 Realisasi Pendapatan Provinsi dan Kabupaten/Kota di NTT
Grafik 4.8 Pangsa Realisasi Belanja APBN dan APBD Pemerintah Kabupaten dan Kota di NTT
Grafik 4.9 Realisasi Belanja APBN dan APBD Provinsi dan Kabupaten/Kota di Provinsi NTT
Grafik 4.10 Pangsa Realisasi Belanja Konsumsi APBN dan APBD Pemerintah Kabupaten dan Kota di Provinsi
NTT
34
35
36
36
36
37
37
37
38
38
38
38
39
39
40
41
42
42
42
43
43
45
46
47
47
47
48
48
49
49
49
Daftar Grafik
xi
Grafik 1.33 Perkembangan Kredit Perdagangan
Grafik 1.34 Perkembangan Tamu Hotel
Grafik 1.35 Perkembangan Penumpang Bandara
Grafik Boks 1.2.1 Rasio Pupuk Bersubsidi per luas panen di Indonesia
Grafik Boks 1.2.2 Rasio Pupuk Bersubsidi per luas panen di Provinsi NTT
Grafik Boks 1.2.3. Kondisi Lahan dan Pola Panen serta Realisasi Penyaluran Pupuk di Provinsi NTT
Grafik 2.1 Inflasi Tahunan Provinsi NTT dan Nasional
Grafik 2.2 Inflasi Triwulanan Provinsi NTT dan Nasional
Grafik 2.3 Inflasi Bulanan Provinsi NTT dan Nasional
Grafik 2.4 Perbandingan Inflasi Tahunan dan Triwulanan di wilayah Bali dan Nusa Tenggara
Grafik 2.5 Inflasi Kelompok Komoditas Bahan Makanan secara Triwulanan, Tahunan dan Bulanan
Grafik 2.6 Inflasi Kelompok Komoditas Bahan Makanan per Sub Kelompok Komoditas
Grafik 2.7 Inflasi Kelompok Komoditas Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan secara Triwulanan,
Tahunan dan Bulanan
Grafik 2.8 Inflasi Kelompok Komoditas Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan per Sub Kelompok
Komoditas
Grafik 2.9 Inflasi Kelompok Komoditas Perumahan, Air, Listrik, Gas & Bahan Bakar secara Triwulanan,
Tahunan dan Bulanan
Grafik 2.10 Inflasi Kelompok Komoditas Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar per Sub Kelompok
Komoditas
Grafik 2.11 Disagregasi Inflasi dan Sumbangan Inflasii Tahunan Provinsi Nusa Tenggara Timur
Grafik 2.12 Disagregasi Inflasi dan Sumbangan Inflasii Bulanan Provinsi Nusa Tenggara Timur
Grafik 2.13 Ekspektasi Harga Konsumen 3 dan 6 bulan ke Depan
Grafik 2.14 Inflasi Tahunan Kota Kupang
Grafik 2.15 Inflasi Triwulanan Kota Kupang
Grafik 2.16 Inflasi Bulanan Kota Kupang
Grafik 2.17 Inflasi Tahunan Kota Maumere
Grafik 2.18 Inflasi Triwulanan Kota Maumere
Grafik 2.19 Inflasi Bulanan Kota Maumere
Grafik Boks 2.I. Analisis Time Series Disagregasi Inflasi
Grafik Boks 2.2. 31 (Tiga Puluh Satu) Komoditas Persisten terhadap Inflasi
Grafik 3.1 Perkembangan Kinerja Perbankan
Grafik 3.2 Perkembangan Rasio Perbankan
11
12
12
17
17
17
19
19
20
20
22
22
23
23
23
23
24
24
25
26
26
26
27
27
27
29
30
33
33
Daftar Grafik
x
Grafik 3.3 Perkembangan SKNBI
Grafik 3.4 Penyumbang Aset Berdasarkan Jenis Bank
Grafik 3.5 Pertumbuhan DPK
Grafik 3.6 Perkembangan Komponen DPK
Grafik 3.7 Share DPK Berdasarkan Golongan Nasabah
Grafik 3.8 Pertumbuhan Kredit Berdasarkan Jenis Penggunaan
Grafik 3.9 Komposisi Kredit Berdasarkan Jenis Penggunaan
Grafik 3.10 Lima Sektor Utama Pendorong Kredit
Grafik 3.11 Perkembangan Kredit, NPL dan BI Rate
Grafik 3.12 Perkembangan Kredit Berdasarkan Suku Bunga & BI Rate
Grafik 3.13 Perkembangan Kredit UMKM
Grafik 3.14 Kredit UMKM Berdasarkan Jenis Penggunaan
Grafik 3.15 DPK BPR Menurut Komposisi
Grafik 3.16 Pertumbuhan DPK BPR
Grafik 3.17 Kredit BPR Berdasarkan Sektor Ekonomi
Grafik 3.18 Perkembangan Transaksi SKNBI
Grafik 3.19 Perkembangan Transaksi RTGS
Grafik 3.20 Perkembangan Transaksi Tunai
Grafik 3.21 Perkembangan Arus Uang Tunai (Inflow-Outflow)
Grafik 3.22 Perkembangan UTLE di Provinsi NTT
Grafik 3.23 Perkembangan UPAL di Provinsi NTT
Grafik 4.1 Alokasi Belanja Pemerintah Daerah
Grafik 4.2 Alokasi Belanja Modal Pemerintah Daerah
Grafik 4.3 Realisasi Pendapatan dan Belanja Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota di Provinsi Nusa
Tenggara Timur
Grafik 4.4 Pangsa Realisasi Sumber Pendapatan Utama APBN di Provinsi NTT
Grafik 4.5 Pangsa Realisasi Sumber Pendapatan Utama APBD Provinsi dan Kabupaten/Kota di NTT
Grafik 4.6 Realisasi Sumber Pendapatan Utama APBD di Provinsi NTT
Grafik 4.7 Realisasi Pendapatan Provinsi dan Kabupaten/Kota di NTT
Grafik 4.8 Pangsa Realisasi Belanja APBN dan APBD Pemerintah Kabupaten dan Kota di NTT
Grafik 4.9 Realisasi Belanja APBN dan APBD Provinsi dan Kabupaten/Kota di Provinsi NTT
Grafik 4.10 Pangsa Realisasi Belanja Konsumsi APBN dan APBD Pemerintah Kabupaten dan Kota di Provinsi
NTT
34
35
36
36
36
37
37
37
38
38
38
38
39
39
40
41
42
42
42
43
43
45
46
47
47
47
48
48
49
49
49
Daftar Grafik
xi
Grafik 1.33 Perkembangan Kredit Perdagangan
Grafik 1.34 Perkembangan Tamu Hotel
Grafik 1.35 Perkembangan Penumpang Bandara
Grafik Boks 1.2.1 Rasio Pupuk Bersubsidi per luas panen di Indonesia
Grafik Boks 1.2.2 Rasio Pupuk Bersubsidi per luas panen di Provinsi NTT
Grafik Boks 1.2.3. Kondisi Lahan dan Pola Panen serta Realisasi Penyaluran Pupuk di Provinsi NTT
Grafik 2.1 Inflasi Tahunan Provinsi NTT dan Nasional
Grafik 2.2 Inflasi Triwulanan Provinsi NTT dan Nasional
Grafik 2.3 Inflasi Bulanan Provinsi NTT dan Nasional
Grafik 2.4 Perbandingan Inflasi Tahunan dan Triwulanan di wilayah Bali dan Nusa Tenggara
Grafik 2.5 Inflasi Kelompok Komoditas Bahan Makanan secara Triwulanan, Tahunan dan Bulanan
Grafik 2.6 Inflasi Kelompok Komoditas Bahan Makanan per Sub Kelompok Komoditas
Grafik 2.7 Inflasi Kelompok Komoditas Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan secara Triwulanan,
Tahunan dan Bulanan
Grafik 2.8 Inflasi Kelompok Komoditas Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan per Sub Kelompok
Komoditas
Grafik 2.9 Inflasi Kelompok Komoditas Perumahan, Air, Listrik, Gas & Bahan Bakar secara Triwulanan,
Tahunan dan Bulanan
Grafik 2.10 Inflasi Kelompok Komoditas Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar per Sub Kelompok
Komoditas
Grafik 2.11 Disagregasi Inflasi dan Sumbangan Inflasii Tahunan Provinsi Nusa Tenggara Timur
Grafik 2.12 Disagregasi Inflasi dan Sumbangan Inflasii Bulanan Provinsi Nusa Tenggara Timur
Grafik 2.13 Ekspektasi Harga Konsumen 3 dan 6 bulan ke Depan
Grafik 2.14 Inflasi Tahunan Kota Kupang
Grafik 2.15 Inflasi Triwulanan Kota Kupang
Grafik 2.16 Inflasi Bulanan Kota Kupang
Grafik 2.17 Inflasi Tahunan Kota Maumere
Grafik 2.18 Inflasi Triwulanan Kota Maumere
Grafik 2.19 Inflasi Bulanan Kota Maumere
Grafik Boks 2.I. Analisis Time Series Disagregasi Inflasi
Grafik Boks 2.2. 31 (Tiga Puluh Satu) Komoditas Persisten terhadap Inflasi
Grafik 3.1 Perkembangan Kinerja Perbankan
Grafik 3.2 Perkembangan Rasio Perbankan
11
12
12
17
17
17
19
19
20
20
22
22
23
23
23
23
24
24
25
26
26
26
27
27
27
29
30
33
33
Daftar Grafik
x
Tabel 1.1 Pertumbuhan Ekonomi Sisi Sektoral (yoy)
Tabel 1.2 Pertumbuhan Ekonomi Sisi Sektoral (qtq)
Tabel 1.3 Perkembangan Omset Pedagang
Tabel Boks 1.1.1 Peraturan KKP dan Tujuan
Tabel Boks 1.1.2 Dampak Moratorium di NTT
Tabel 2.1 Komoditas Penyumbang Inflasi Utama di Provinsi NTT
Tabel 2.2 Komoditas Penyumbang Deflasi Utama di Provinsi NTT
Tabel 2.3 Inflasi di Provinsi NTT berdasarkan Kelompok Komoditas
Tabel 2.4 Inflasi di Kota Kupang berdasarkan Kelompok Komoditas
Tabel 2.5 Inflasi di Kota Maumere berdasarkan Kelompok Komoditas
Tabel Boks 2.I. Permasalahan Utama dari Kelompok Komoditas 30
Tabel Boks 2.2. Alternatif Solusi Permasalahan 31
Tabel 3.1 Perkembangan BI-RTGS
Tabel 3.2 Kredit UMKM Berdasarkan Jenis Penggunaan
Tabel 4.1 Rincian Simpanan Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota di Provinsi NTT
Tabel 4.2 Ringkasan Realisasi Pendapatan dan Belanja Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota di
Provinsi Nusa Tenggara Timur
Tabel 5.1 Perkembangan Penduduk 15+ Menurut Kegiatan
Tabel 5.2 Penyerapan Tenaga Kerja Berdasarkan Lapangan Pekerjaan Utama
Tabel 5.3 Tenaga Kerja Berdasarkan Status Pekerjaan Utama
Tabel 5.4 Indeks Ketenagakerjaan NTT
Tabel Boks 5.1. Perbandingan Kondisi Sosio Ekonomi Daerah Perbatasan dengan Timor Leste
Tabel Boks 5.2. Pagu Anggaran Kementrian untuk Wilayah Perbatasan di NTT Tahun Anggaran 2015
3
3
11
13
13
21
21
21
26
27
30
31
34
39
50
51
58
58
58
58
60
61
Daftar Tabel
xiii
Grafik 4.11 Rincian Realisasi Belanja Konsumsi APBN dan APBD Pemerintah Kabupaten dan Kota di Provinsi
NTT
Grafik 4.12 Realisasi Belanja Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota di Provinsi Nusa Tenggara Timur
Grafik 4.13 Simpanan Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota pada Perbankan di Wilayah Nusa
Tenggara Timur
Grafik 5.1 Perkembangan Penduduk 15+
Grafik 5.2 Perkembangan Angkatan Kerja
Grafik 5.3 Perkembangan Struktur Pekerjaan
Grafik 5.4 Perkembangan Tenaga Kerja 3 sektor utama
Grafik 5.5 Perkembangan Tenaga Kerja Sektor Lainnya
Grafik 5.6 Perkembangan Tenaga Kerja Formal dan Informal
Grafik 5.7 Klasifikasi Tenaga Kerja Informal
Grafik 5.8 Porsi Penyerapan Pekerja IBS
Grafik 5.9 Produktivitas Pekerja IBS
Grafik 5.10 Indeks Tenaga Kerja SKDU
Grafik 5.11 Perkembangan Nilai Tukar Petani
Grafik Boks 5.1. Total Ekspor ke Timor Leste
Grafik Boks 5.2. Pangsa Ekspor ke Timor Leste
Grafik 6.1 Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Nusa Tenggara Timur
Grafik 6.2. Perkembangan Kegiatan Usaha
Grafik 6.3. Perkembangan Harga Jual
Grafik 6.4. Perkembangan Indeks Tendensi Konsumen
Grafik 6.5. Perkembangan Ekspektasi Konsumen
Grafik 6.6. Perkembangan inflasi tahunan (yoy)
Grafik 6.7. Perkembangan Ekspektasi Harga Konsumen
Grafik Box 6.1. Rencana Beban Puncak di Provinsi NTT dan Penambahan Daya Area Pulau Timor
49
49
50
53
53
54
54
55
55
56
56
56
57
57
59
59
63
64
64
65
65
66
66
68
Daftar Grafik
xii
Tabel 1.1 Pertumbuhan Ekonomi Sisi Sektoral (yoy)
Tabel 1.2 Pertumbuhan Ekonomi Sisi Sektoral (qtq)
Tabel 1.3 Perkembangan Omset Pedagang
Tabel Boks 1.1.1 Peraturan KKP dan Tujuan
Tabel Boks 1.1.2 Dampak Moratorium di NTT
Tabel 2.1 Komoditas Penyumbang Inflasi Utama di Provinsi NTT
Tabel 2.2 Komoditas Penyumbang Deflasi Utama di Provinsi NTT
Tabel 2.3 Inflasi di Provinsi NTT berdasarkan Kelompok Komoditas
Tabel 2.4 Inflasi di Kota Kupang berdasarkan Kelompok Komoditas
Tabel 2.5 Inflasi di Kota Maumere berdasarkan Kelompok Komoditas
Tabel Boks 2.I. Permasalahan Utama dari Kelompok Komoditas 30
Tabel Boks 2.2. Alternatif Solusi Permasalahan 31
Tabel 3.1 Perkembangan BI-RTGS
Tabel 3.2 Kredit UMKM Berdasarkan Jenis Penggunaan
Tabel 4.1 Rincian Simpanan Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota di Provinsi NTT
Tabel 4.2 Ringkasan Realisasi Pendapatan dan Belanja Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota di
Provinsi Nusa Tenggara Timur
Tabel 5.1 Perkembangan Penduduk 15+ Menurut Kegiatan
Tabel 5.2 Penyerapan Tenaga Kerja Berdasarkan Lapangan Pekerjaan Utama
Tabel 5.3 Tenaga Kerja Berdasarkan Status Pekerjaan Utama
Tabel 5.4 Indeks Ketenagakerjaan NTT
Tabel Boks 5.1. Perbandingan Kondisi Sosio Ekonomi Daerah Perbatasan dengan Timor Leste
Tabel Boks 5.2. Pagu Anggaran Kementrian untuk Wilayah Perbatasan di NTT Tahun Anggaran 2015
3
3
11
13
13
21
21
21
26
27
30
31
34
39
50
51
58
58
58
58
60
61
Daftar Tabel
xiii
Grafik 4.11 Rincian Realisasi Belanja Konsumsi APBN dan APBD Pemerintah Kabupaten dan Kota di Provinsi
NTT
Grafik 4.12 Realisasi Belanja Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota di Provinsi Nusa Tenggara Timur
Grafik 4.13 Simpanan Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota pada Perbankan di Wilayah Nusa
Tenggara Timur
Grafik 5.1 Perkembangan Penduduk 15+
Grafik 5.2 Perkembangan Angkatan Kerja
Grafik 5.3 Perkembangan Struktur Pekerjaan
Grafik 5.4 Perkembangan Tenaga Kerja 3 sektor utama
Grafik 5.5 Perkembangan Tenaga Kerja Sektor Lainnya
Grafik 5.6 Perkembangan Tenaga Kerja Formal dan Informal
Grafik 5.7 Klasifikasi Tenaga Kerja Informal
Grafik 5.8 Porsi Penyerapan Pekerja IBS
Grafik 5.9 Produktivitas Pekerja IBS
Grafik 5.10 Indeks Tenaga Kerja SKDU
Grafik 5.11 Perkembangan Nilai Tukar Petani
Grafik Boks 5.1. Total Ekspor ke Timor Leste
Grafik Boks 5.2. Pangsa Ekspor ke Timor Leste
Grafik 6.1 Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Nusa Tenggara Timur
Grafik 6.2. Perkembangan Kegiatan Usaha
Grafik 6.3. Perkembangan Harga Jual
Grafik 6.4. Perkembangan Indeks Tendensi Konsumen
Grafik 6.5. Perkembangan Ekspektasi Konsumen
Grafik 6.6. Perkembangan inflasi tahunan (yoy)
Grafik 6.7. Perkembangan Ekspektasi Harga Konsumen
Grafik Box 6.1. Rencana Beban Puncak di Provinsi NTT dan Penambahan Daya Area Pulau Timor
49
49
50
53
53
54
54
55
55
56
56
56
57
57
59
59
63
64
64
65
65
66
66
68
Daftar Grafik
xii
Perekonomian Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) pada triwulan I-2015 mencapai 4,60% (yoy) masih tumbuh positif
namun melambat dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang sebesar 5,74% (yoy).
Perlambatan ekonomi terutama disebabkan oleh rendahnya realisasi belanja pemerintah seiring dengan adanya
perubahan numenklatur. Selain itu, konsumsi rumah tangga juga menunjukkan perlambatan. Sementara, kegiatan
investasi menunjukkan adanya perlambatan walaupun masih menunjukkan angka nominal investasi yang relatif tinggi.
Adanya pertumbuhan investasi yang masih relatif terjaga ditengah perlambatan konsumsi ini membuat net uang masuk
melalui Real Time Gross Settlement (RTGS) ke Provinsi NTT juga relatif meningkat di triwulan I 2015, berbeda dengan
pola di tahun sebelumnya yang selalu cenderung net outflow.
Secara sektoral, perlambatan ekonomi di Provinsi NTT disebabkan oleh melambatnya kinerja sektor-sektor utama di
Provinsi NTT, diantaranya sektor Pertanian, Kehutanan dan Perikanan, Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil
dan Sepeda Motor, serta Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib. Perlambatan tersebut
disebabkan oleh terjadinya pergeseran musim panen dan rendahnya realisasi belanja pemerintah. selain itu, turunnya
daya beli masyarakat mendorong penurunan omset para pedagang di triwulan-I.
Secara triwulanan (qtq), pada triwulan I 2015, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) mengalami deflasi dibanding triwulan
sebelumnya. Deflasi terutama disebabkan oleh penurunan harga BBM yang diikuti dengan penurunan tarif transportasi,
penurunan harga ikan segar, sayur-sayuran dan bumbu-bumbuan. Meskipun pada bulan Januari dan Maret mengalami
inflasi, namun dengan deflasi yang tinggi pada bulan Februari mengakibatkan selama periode laporan perkembangan
harga-harga secara umum mengalami deflasi.
Inflasi tahunan NTT pada triwulan I 2015 tercatat sebesar 5,39% (yoy) lebih rendah dibandingkan inflasi nasional yang
sebesar 6,38% (yoy). Secara triwulanan, inflasi Provinsi NTT mengalami deflasi -0,47% (qtq) dibanding triwulan
sebelumnya, lebih dalam dibanding capaian deflasi nasional yang sebesar -0,44% (qtq). Pencapaian inflasi masih
melanjutkan tren triwulan sebelumnya yang relatif lebih rendah dibanding inflasi nasional.
Secara umum kinerja perbankan di Provinsi NTT pada Triwulan I 2015 masih menunjukkan perkembangan positif. Hal
tersebut tercermin dari indikator total aset, dan Dana Pihak Ketiga (DPK) yang tumbuh cukup besar. Namun kinerja
postitif tersebut tidak diikuti oleh penyaluran kredit yang justru mengalami perlambatan. Sementara itu, angka rasio
kredit bermasalah mengalami sedikit peningkatan dari 1,42% menjadi 1,60%, dan masih jauh di bawah ambang batas
BI yang sebesar 5%.
Perkembangan sistem pembayaran di Provinsi NTT pada Triwulan I 2015 mengalami penurunan. Aliran uang kartal di
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT pada triwulan ini didominasi oleh cash inflow sebesar Rp 1.448,53 miliar
atau tumbuh 31,50% (yoy). Seiring dengan penurunan peredaran uang kartal, pada sisi transaksi non tunai juga
mengalami sedikit perlambatan. Transaksi menggunakan kliring secara nominal melambat 17,93% (yoy). Namun
demikian, (RTGS) masih mencatat aliran dana masuk ke NTT lebih besar dibandingkan dengan aliran
Ringkasan Umum
PERKEMBANGAN INFLASI REGIONAL
EKONOMI MAKRO REGIONAL
xvRINGKASAN UMUM
PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN
Gambar Boks 1.1.1 Alur Pengiriman Ikan di NTT 14
Gambar Boks 1.2.1 Proses Penyusunan, Penyaluran dan Pengawasan Pupuk Bersubsidi 15
Gambar 2.1 Kegiatan TPID Provinsi NTT Triwulan I 2015 dan Sebaran Pembentukan TPID
Gambar Boks 2.I. Alur Pikir Penyusunan Roadmap TPID
Gambar Box 6.1. Kondisi Kelistrikan PLN Wilayah NTT Desember 2014
Gambar Box 6.2. Road Map Saluran Udara dan Tegangan Tinggi serta Penambahan Daya pada Sistem Timor
14
15
28
29
67
68
Daftar Gambar
xiv
Perekonomian Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) pada triwulan I-2015 mencapai 4,60% (yoy) masih tumbuh positif
namun melambat dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang sebesar 5,74% (yoy).
Perlambatan ekonomi terutama disebabkan oleh rendahnya realisasi belanja pemerintah seiring dengan adanya
perubahan numenklatur. Selain itu, konsumsi rumah tangga juga menunjukkan perlambatan. Sementara, kegiatan
investasi menunjukkan adanya perlambatan walaupun masih menunjukkan angka nominal investasi yang relatif tinggi.
Adanya pertumbuhan investasi yang masih relatif terjaga ditengah perlambatan konsumsi ini membuat net uang masuk
melalui Real Time Gross Settlement (RTGS) ke Provinsi NTT juga relatif meningkat di triwulan I 2015, berbeda dengan
pola di tahun sebelumnya yang selalu cenderung net outflow.
Secara sektoral, perlambatan ekonomi di Provinsi NTT disebabkan oleh melambatnya kinerja sektor-sektor utama di
Provinsi NTT, diantaranya sektor Pertanian, Kehutanan dan Perikanan, Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil
dan Sepeda Motor, serta Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib. Perlambatan tersebut
disebabkan oleh terjadinya pergeseran musim panen dan rendahnya realisasi belanja pemerintah. selain itu, turunnya
daya beli masyarakat mendorong penurunan omset para pedagang di triwulan-I.
Secara triwulanan (qtq), pada triwulan I 2015, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) mengalami deflasi dibanding triwulan
sebelumnya. Deflasi terutama disebabkan oleh penurunan harga BBM yang diikuti dengan penurunan tarif transportasi,
penurunan harga ikan segar, sayur-sayuran dan bumbu-bumbuan. Meskipun pada bulan Januari dan Maret mengalami
inflasi, namun dengan deflasi yang tinggi pada bulan Februari mengakibatkan selama periode laporan perkembangan
harga-harga secara umum mengalami deflasi.
Inflasi tahunan NTT pada triwulan I 2015 tercatat sebesar 5,39% (yoy) lebih rendah dibandingkan inflasi nasional yang
sebesar 6,38% (yoy). Secara triwulanan, inflasi Provinsi NTT mengalami deflasi -0,47% (qtq) dibanding triwulan
sebelumnya, lebih dalam dibanding capaian deflasi nasional yang sebesar -0,44% (qtq). Pencapaian inflasi masih
melanjutkan tren triwulan sebelumnya yang relatif lebih rendah dibanding inflasi nasional.
Secara umum kinerja perbankan di Provinsi NTT pada Triwulan I 2015 masih menunjukkan perkembangan positif. Hal
tersebut tercermin dari indikator total aset, dan Dana Pihak Ketiga (DPK) yang tumbuh cukup besar. Namun kinerja
postitif tersebut tidak diikuti oleh penyaluran kredit yang justru mengalami perlambatan. Sementara itu, angka rasio
kredit bermasalah mengalami sedikit peningkatan dari 1,42% menjadi 1,60%, dan masih jauh di bawah ambang batas
BI yang sebesar 5%.
Perkembangan sistem pembayaran di Provinsi NTT pada Triwulan I 2015 mengalami penurunan. Aliran uang kartal di
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT pada triwulan ini didominasi oleh cash inflow sebesar Rp 1.448,53 miliar
atau tumbuh 31,50% (yoy). Seiring dengan penurunan peredaran uang kartal, pada sisi transaksi non tunai juga
mengalami sedikit perlambatan. Transaksi menggunakan kliring secara nominal melambat 17,93% (yoy). Namun
demikian, (RTGS) masih mencatat aliran dana masuk ke NTT lebih besar dibandingkan dengan aliran
Ringkasan Umum
PERKEMBANGAN INFLASI REGIONAL
EKONOMI MAKRO REGIONAL
xvRINGKASAN UMUM
PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN
Gambar Boks 1.1.1 Alur Pengiriman Ikan di NTT 14
Gambar Boks 1.2.1 Proses Penyusunan, Penyaluran dan Pengawasan Pupuk Bersubsidi 15
Gambar 2.1 Kegiatan TPID Provinsi NTT Triwulan I 2015 dan Sebaran Pembentukan TPID
Gambar Boks 2.I. Alur Pikir Penyusunan Roadmap TPID
Gambar Box 6.1. Kondisi Kelistrikan PLN Wilayah NTT Desember 2014
Gambar Box 6.2. Road Map Saluran Udara dan Tegangan Tinggi serta Penambahan Daya pada Sistem Timor
14
15
28
29
67
68
Daftar Gambar
xiv
Tabel Indikator Ekonomi Terpilih Provinsi Nusa Tenggara Timur
I. EKONOMI MAKRO REGIONAL
INDIKATOR
Berdasarkan Sektor/ Lapangan Usaha (Harga Berlaku)
Produk Domestik Regional Bruto (Harga Berlaku)
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan
Pertambangan dan Penggalian
Industri Pengolahan
Pengadaan Listrik dan Gas
Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang
Konstruksi
Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor
Transportasi dan Pergudangan
Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum
Informasi dan Komunikasi
Jasa Keuangan dan Asuransi
Real Estate
Jasa Perusahaan
Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib
Jasa Pendidikan
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial
Jasa lainnya
Berdasarkan Permintaan / Penggunaan (Harga Berlaku)
Produk Domestik Regional Bruto (Harga Berlaku)
1. Konsumsi Rumah Tangga
2. Konsumsi Lembaga Non Profit (LNPRT)
3. Konsumsi Pemerintah
4. Pembentukan Modal Tetap Bruto
5. Perubahan Inventori
6. Ekspor Luar Negeri
7. Impor Luar Negeri
8. Net Ekspor Antar Daerah (Impor)
Data Ekspor Impor di Provinsi NTT
Ekspor
Nilai Ekspor Nonmigas (ribu USD)
Volume Ekspor Nonmigas (ton)
Impor
Nilai Impor Nonmigas (ribu USD)
Volume Impor Nonmigas (ton)
2013 2014
61,325.5
18,272.4
894.2
758.8
23.6
41.8
6,344.8
6,570.5
3,195.3
367.8
4,660.2
2,389.3
1,705.5
188.5
7,592.1
5,679.6
1,279.7
1,361.3
61,325.5
47,277.1
1,868.3
16,400.3
20,620.3
1,094.3
1,196.3
923.5
-26,207.7
21,603
52,360
15,437
48,712
68,602.6
20,446.9
1,070.3
843.7
31.5
45.5
7,096.0
7,285.7
3,566.9
422.4
5,134.4
2,714.9
1,860.9
210.9
8,392.7
6,568.2
1,414.6
1,497.0
68,602.6
51,082.8
2,323.8
21,055.6
26,393.0
994.3
1,382.3
1,103.2
-33,526.0
16,869
50,011
25,900
74,660
15,818.0
4,855.1
220.0
193.3
6.9
10.6
1,625.3
1,691.3
808.8
95.0
1,216.2
638.3
433.3
49.2
1,872.0
1,434.2
309.9
358.6
15,818.0
12,403.1
572.1
2,532.0
6,076.8
167.8
309.1
121.7
-6,121.2
3,260
9,475
2,499
45,010
18,059.0
5,042.5
305.6
231.6
9.5
11.9
1,907.5
1,893.6
974.6
116.8
1,337.5
731.9
496.4
55.8
2,278.5
1,880.4
394.6
390.4
18,059.0
13,460.9
580.7
5,676.7
8,070.4
277.4
391.7
452.1
-9,946.7
4,721
6,785
11,624
10.036
II. INFLASI
Indikator2013 2014
I II III IV I II III IV
Indeks Harga Konsumen
NTT
- Kota Kupang
- Maumere
Laju Inflasi Tahunan (yoy %)
NTT
- Kota Kupang
- Maumere
102.00
101.84
102.46
5.33
5.10
6.49
104.41
104.56
103.39
7.11
7.06
7.38
104.78
104.91
103.96
5.26
5.56
3.73
108.66
108.85
107.42
8.29
8.88
5.32
110.58
110.84
108.85
8.41
8.84
6.24
112.52
112.91
110.00
7.78
7.99
6.39
113.27
113.63
110.93
8.10
8.31
6.70
113,15
113,50
110,85
4,13
4,27
3,19
119,15
120,06
113,20
7,76
8,32
4,00
2015 - I
I %QTQ* %YOY*I IV
2014
17,462.0
5,363.2
273.8
215.7
8.9
11.0
1,700.5
1,872.5
904.2
105.7
1,273.7
725.1
464.3
54.4
2,091.0
1,650.5
359.9
387.5
17,462.0
13,179.4
536.5
2,544.0
7,156.1
197.8
359.0
51.4
-6,459.4
2,521
6,741
1.016
2.707
-4.8%
3.4%
-12.4%
-8.3%
-9.5%
-8.1%
-11.2%
-3.5%
-8.5%
-11.4%
-5.2%
-2.5%
-7.7%
-3.7%
-8.6%
-12.3%
-8.8%
-2.7%
-4.83%
-5.5%
-8.2%
-51.9%
-13.2%
-30.6%
-4.9%
-89.3%
-32.6%
-46.6%
-0.7%
-91,3%
-73,0%
4.6%
3.1%
4.7%
5.7%
8.9%
3.0%
0.3%
5.3%
6.4%
3.1%
6.8%
8.0%
2.6%
3.3%
6.0%
8.2%
5.3%
3.1%
4.60%
5.4%
-10.7%
3.9%
15.2%
-65.7%
20.1%
-60.0%
15.5%
-22.7%
-28.9%
-59,3%
-94%
Ket: Dalam Rp Miliar *) Pertumbuhan 2015 Q1 dibandingkan 2014 Q4 **) Pertumbuhan 2015 Q1 dibandingkan 2014 Q1 ***) Untuk mengukur pertumbuhan digunakan PDRB Harga Konstan
20122015
118.59
119.47
112.81
5.39
5.81
2.55
I
xviiINDIKATOR
dana keluar. Di sisi lain, temuan Uang Palsu yang dilaporkan kepada Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT
mencapai 27 lembar, meningkat apabila dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang hanya sebanyak 8 lembar.
Pada tahun 2015, terdapat kenaikan rencana pendapatan dan belanja pemerintah pusat dan daerah di Provinsi NTT.
Rencana pendapatan meningkat sebesar 10,8% , dari sebelumnya Rp 17,3 triliun (2014) menjadi sebesar Rp 19,2 triliun
(2015). Sementara rencana belanja mengalami peningkatan sebesar 5,1% dari Rp 27,3 triliun (2014) menjadi Rp 28,7
triliun (2015). Berdasarkan APBN-P, terdapat penambahan rencana belanja pemerintah pusat sebesar ±Rp 2 triliun yang
akan dialokasikan pada kegiatan pemerintah pusat di Provinsi NTT, sehingga total anggaran belanja mencapai Rp 30,7
triliun atau meningkat sebesar 12,4% dari tahun sebelumnya.
Apabila dilihat dari realisasi triwulan I, pendapatan pemerintah mencapai 28,10% dari pagu pendapatan tahun 2015.
Tingginya realisasi pendapatan terutama disumbang oleh pendapatan APBN yang mencapai 204,9%. Sementara itu,
realisasi belanja pemerintah pada triwulan I-2015 hanya sebesar 8,8%. Rendahnya realisasi belanja disebabkan oleh
adanya perubahan numenklatur pada beberapa Kementerian sehingga terhambatnya distribusi anggaran ke instansi di
daerah.
Pada triwulan I, kondisi ketenagakerjaan di Provinsi NTT menunjukkan perlambatan yang terindikasi dari penurunan
jumlah tenaga kerja sebesar -0,24% (yoy). Sementara Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) pada bulan Februari 2015
(3,12%) tercatat lebih tinggi dibandingkan Februari 2014 (1,97%). Sebaliknya dari sisi kesejahteraan, data terakhir
kondisi kesejahteraan masyarakat pada bulan September 2014 menunjukkan bahwa tingkat kemiskinan mengalami
perbaikan, yaitu sebesar 19,60% (991,8 ribu jiwa) dibandingkan periode September 2013 yang mencapai 20,24% (1
juta jiwa) dari total penduduk NTT.
Pada triwulan II-2015, pertumbuhan ekonomi NTT diperkirakan mengalami peningkatan dibandingkan triwulan
sebelumnya. Berdasarkan berbagai indikator ekonomi terakhir serta hasil survei maupun liaison mengindikasikan
bahwa pertumbuhan ekonomi akan mengalami percepatan dan berada pada rentang 5,3% - 5,7% (yoy). Percepatan
terutama didorong oleh kinerja sektor Pertanian, sektor konstruksi dan sektor administrasi pemerintahan. Di sisi lain,
pertumbuhan inflasi diperkirakan meningkat dibandingkan triwulan I-2015. Berdasarkan perkembangan harga terkini,
inflasi NTT di triwulan II 2015 diperkirakan berada pada kisaran sebesar 5,5% - 5,9% (yoy). Adapun peningkatan inflasi
sebagian bersumber dari dampak kebijakan pemerintah untuk menaikkan BBM bersubsidi di akhir maret, serta
peningkatan konsumsi masyarakat seiring kenaikan pendapatan, liburan sekolah, dan tibanya bulan ramadhan.
PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH
KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
PROSPEK PEREKONOMIAN
xvi RINGKASAN UMUM
Tabel Indikator Ekonomi Terpilih Provinsi Nusa Tenggara Timur
I. EKONOMI MAKRO REGIONAL
INDIKATOR
Berdasarkan Sektor/ Lapangan Usaha (Harga Berlaku)
Produk Domestik Regional Bruto (Harga Berlaku)
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan
Pertambangan dan Penggalian
Industri Pengolahan
Pengadaan Listrik dan Gas
Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang
Konstruksi
Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor
Transportasi dan Pergudangan
Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum
Informasi dan Komunikasi
Jasa Keuangan dan Asuransi
Real Estate
Jasa Perusahaan
Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib
Jasa Pendidikan
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial
Jasa lainnya
Berdasarkan Permintaan / Penggunaan (Harga Berlaku)
Produk Domestik Regional Bruto (Harga Berlaku)
1. Konsumsi Rumah Tangga
2. Konsumsi Lembaga Non Profit (LNPRT)
3. Konsumsi Pemerintah
4. Pembentukan Modal Tetap Bruto
5. Perubahan Inventori
6. Ekspor Luar Negeri
7. Impor Luar Negeri
8. Net Ekspor Antar Daerah (Impor)
Data Ekspor Impor di Provinsi NTT
Ekspor
Nilai Ekspor Nonmigas (ribu USD)
Volume Ekspor Nonmigas (ton)
Impor
Nilai Impor Nonmigas (ribu USD)
Volume Impor Nonmigas (ton)
2013 2014
61,325.5
18,272.4
894.2
758.8
23.6
41.8
6,344.8
6,570.5
3,195.3
367.8
4,660.2
2,389.3
1,705.5
188.5
7,592.1
5,679.6
1,279.7
1,361.3
61,325.5
47,277.1
1,868.3
16,400.3
20,620.3
1,094.3
1,196.3
923.5
-26,207.7
21,603
52,360
15,437
48,712
68,602.6
20,446.9
1,070.3
843.7
31.5
45.5
7,096.0
7,285.7
3,566.9
422.4
5,134.4
2,714.9
1,860.9
210.9
8,392.7
6,568.2
1,414.6
1,497.0
68,602.6
51,082.8
2,323.8
21,055.6
26,393.0
994.3
1,382.3
1,103.2
-33,526.0
16,869
50,011
25,900
74,660
15,818.0
4,855.1
220.0
193.3
6.9
10.6
1,625.3
1,691.3
808.8
95.0
1,216.2
638.3
433.3
49.2
1,872.0
1,434.2
309.9
358.6
15,818.0
12,403.1
572.1
2,532.0
6,076.8
167.8
309.1
121.7
-6,121.2
3,260
9,475
2,499
45,010
18,059.0
5,042.5
305.6
231.6
9.5
11.9
1,907.5
1,893.6
974.6
116.8
1,337.5
731.9
496.4
55.8
2,278.5
1,880.4
394.6
390.4
18,059.0
13,460.9
580.7
5,676.7
8,070.4
277.4
391.7
452.1
-9,946.7
4,721
6,785
11,624
10.036
II. INFLASI
Indikator2013 2014
I II III IV I II III IV
Indeks Harga Konsumen
NTT
- Kota Kupang
- Maumere
Laju Inflasi Tahunan (yoy %)
NTT
- Kota Kupang
- Maumere
102.00
101.84
102.46
5.33
5.10
6.49
104.41
104.56
103.39
7.11
7.06
7.38
104.78
104.91
103.96
5.26
5.56
3.73
108.66
108.85
107.42
8.29
8.88
5.32
110.58
110.84
108.85
8.41
8.84
6.24
112.52
112.91
110.00
7.78
7.99
6.39
113.27
113.63
110.93
8.10
8.31
6.70
113,15
113,50
110,85
4,13
4,27
3,19
119,15
120,06
113,20
7,76
8,32
4,00
2015 - I
I %QTQ* %YOY*I IV
2014
17,462.0
5,363.2
273.8
215.7
8.9
11.0
1,700.5
1,872.5
904.2
105.7
1,273.7
725.1
464.3
54.4
2,091.0
1,650.5
359.9
387.5
17,462.0
13,179.4
536.5
2,544.0
7,156.1
197.8
359.0
51.4
-6,459.4
2,521
6,741
1.016
2.707
-4.8%
3.4%
-12.4%
-8.3%
-9.5%
-8.1%
-11.2%
-3.5%
-8.5%
-11.4%
-5.2%
-2.5%
-7.7%
-3.7%
-8.6%
-12.3%
-8.8%
-2.7%
-4.83%
-5.5%
-8.2%
-51.9%
-13.2%
-30.6%
-4.9%
-89.3%
-32.6%
-46.6%
-0.7%
-91,3%
-73,0%
4.6%
3.1%
4.7%
5.7%
8.9%
3.0%
0.3%
5.3%
6.4%
3.1%
6.8%
8.0%
2.6%
3.3%
6.0%
8.2%
5.3%
3.1%
4.60%
5.4%
-10.7%
3.9%
15.2%
-65.7%
20.1%
-60.0%
15.5%
-22.7%
-28.9%
-59,3%
-94%
Ket: Dalam Rp Miliar *) Pertumbuhan 2015 Q1 dibandingkan 2014 Q4 **) Pertumbuhan 2015 Q1 dibandingkan 2014 Q1 ***) Untuk mengukur pertumbuhan digunakan PDRB Harga Konstan
20122015
118.59
119.47
112.81
5.39
5.81
2.55
I
xviiINDIKATOR
dana keluar. Di sisi lain, temuan Uang Palsu yang dilaporkan kepada Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT
mencapai 27 lembar, meningkat apabila dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang hanya sebanyak 8 lembar.
Pada tahun 2015, terdapat kenaikan rencana pendapatan dan belanja pemerintah pusat dan daerah di Provinsi NTT.
Rencana pendapatan meningkat sebesar 10,8% , dari sebelumnya Rp 17,3 triliun (2014) menjadi sebesar Rp 19,2 triliun
(2015). Sementara rencana belanja mengalami peningkatan sebesar 5,1% dari Rp 27,3 triliun (2014) menjadi Rp 28,7
triliun (2015). Berdasarkan APBN-P, terdapat penambahan rencana belanja pemerintah pusat sebesar ±Rp 2 triliun yang
akan dialokasikan pada kegiatan pemerintah pusat di Provinsi NTT, sehingga total anggaran belanja mencapai Rp 30,7
triliun atau meningkat sebesar 12,4% dari tahun sebelumnya.
Apabila dilihat dari realisasi triwulan I, pendapatan pemerintah mencapai 28,10% dari pagu pendapatan tahun 2015.
Tingginya realisasi pendapatan terutama disumbang oleh pendapatan APBN yang mencapai 204,9%. Sementara itu,
realisasi belanja pemerintah pada triwulan I-2015 hanya sebesar 8,8%. Rendahnya realisasi belanja disebabkan oleh
adanya perubahan numenklatur pada beberapa Kementerian sehingga terhambatnya distribusi anggaran ke instansi di
daerah.
Pada triwulan I, kondisi ketenagakerjaan di Provinsi NTT menunjukkan perlambatan yang terindikasi dari penurunan
jumlah tenaga kerja sebesar -0,24% (yoy). Sementara Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) pada bulan Februari 2015
(3,12%) tercatat lebih tinggi dibandingkan Februari 2014 (1,97%). Sebaliknya dari sisi kesejahteraan, data terakhir
kondisi kesejahteraan masyarakat pada bulan September 2014 menunjukkan bahwa tingkat kemiskinan mengalami
perbaikan, yaitu sebesar 19,60% (991,8 ribu jiwa) dibandingkan periode September 2013 yang mencapai 20,24% (1
juta jiwa) dari total penduduk NTT.
Pada triwulan II-2015, pertumbuhan ekonomi NTT diperkirakan mengalami peningkatan dibandingkan triwulan
sebelumnya. Berdasarkan berbagai indikator ekonomi terakhir serta hasil survei maupun liaison mengindikasikan
bahwa pertumbuhan ekonomi akan mengalami percepatan dan berada pada rentang 5,3% - 5,7% (yoy). Percepatan
terutama didorong oleh kinerja sektor Pertanian, sektor konstruksi dan sektor administrasi pemerintahan. Di sisi lain,
pertumbuhan inflasi diperkirakan meningkat dibandingkan triwulan I-2015. Berdasarkan perkembangan harga terkini,
inflasi NTT di triwulan II 2015 diperkirakan berada pada kisaran sebesar 5,5% - 5,9% (yoy). Adapun peningkatan inflasi
sebagian bersumber dari dampak kebijakan pemerintah untuk menaikkan BBM bersubsidi di akhir maret, serta
peningkatan konsumsi masyarakat seiring kenaikan pendapatan, liburan sekolah, dan tibanya bulan ramadhan.
PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH
KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
PROSPEK PEREKONOMIAN
xvi RINGKASAN UMUM
EKONOMI MAKRO REGIONAL
BAB I
III. PERBANKAN
INDIKATOR
A. Bank Umum Konvensional dan Syariah (dalam Rp. Miliar kecuali dinyatakan lain)
1. Total Aset
2. DPK
- Giro
- Tabungan
- Deposito
3. Kredit Berdasarkan Lokasi Proyek
- Investasi
- Modal Kerja
- Konsumsi
4. Kredit Berdasarkan Lokasi Kantor Cabang
- Investasi
- Modal Kerja
- Konsumsi
LDR (%)
Kredit UMKM
B. Bank Perkreditan Rakyat (BPR) (dalam Rp. Miliar kecuali dinyatakan lain).
Total Aset
Dana Pihak Ketiga
LDR (%)
C. Grand Total (A+B)
1. Total Aset
2. Dana Pihak Ketiga
3. Pembiayaan berdasarkan Lokasi Kantor Cabang
D. Pangsa BPR Terhadap Grand Total
1. Total Aset (%)
2. Dana Pihak Ketiga (%)
3. Pembiayaan berdasarkan Lokasi Kantor Cabang (%)
19,901
14,884
2,889
8,516
3,478
13,244
3,407
1,126
8,710
12,527
3,361
841
8,325
84.2%
3,233
251
186
78.6%
20,151
15,070
12,702
1.2%
1.2%
1.4%
2014
I II III IV
IV. SISTEM PEMBAYARAN
2.8
4.3
301
65.20
32,531
79
50,979
-14
-18,448
2.63
127,608
851
3.2
4.7
37
80.03
29,516
91
46,994
-11
-17,478
3.13
139,007
948
3.4
4.6
72
93
33,747
89
42,931
4
-9,184
3.79
152,284
897
1.4
0.4
8
13.31
5,687
22.69
9,704
-9.38
-4,017
0.66
31,839
213
0.6
1.0
7
22.75
6,142
21.88
9,333
0.87
-3,191
0.70
32,715
251
0.8
1.4
15
17.78
8,209
20.72
12,630
-2.94
-4,421
0.81
34,848
228
2013
I II III IV20152012 2013 2014
22,434
16,402
2,917
9,933
3,552
15,624
4,447
1,412
9,765
14,918
4,340
1,150
9,427
91.0%
4,007
337
248
84.3%
22,771
16,649
15,174
1.5%
1.5%
1.7%
25,600
18,571
3,717
10,385
4,469
17,759
5,316
1,537
10,905
17,094
5,252
1,309
10,534
92.0%
5,162
415
309
79.4%
26,016
18,880
17,413
1.6%
1.6%
1.8%
21,017
15,351
3,781
7,575
3,995
13,546
3,480
1,141
8,925
12,844
3,439
831
8,574
83.7%
3,294
254
182
81.4%
21,271
15,533
13,025
1.2%
1.2%
1.4%
21,291
15,836
3,999
7,751
4,087
14,528
3,949
1,270
9,309
13,862
3,889
1,008
8,965
87.5%
3,741
263
184
84.6%
21,555
16,020
14,074
1.2%
1.1%
1.5%
22,055
15,923
3,903
8,029
3,990
15,276
4,269
1,358
9,649
14,568
4,172
1,095
9,301
91.5%
3,889
303
211
83.9%
22,357
16,134
14,810
1.4%
1.3%
1.6%
22,434
16,402
2,917
9,933
3,552
15,624
4,447
1,412
9,765
14,918
4,340
1,150
9,427
91.0%
4,007
337
248
84.3%
22,771
16,649
15,174
1.5%
1.5%
1.7%
23,316
17,078
4,137
8,577
4,363
15,756
4,439
1,344
9,972
15,071
4,322
1,115
9,634
88.3%
4,185
343
250
82.6%
23,660
17,328
15,341
1.5%
1.4%
1.8%
26,398
18,791
5,516
8,568
4,707
16,652
4,881
1,444
10,326
15,947
4,742
1,201
10,004
84.9%
4,753
355
257
85.6%
26,753
19,048
16,241
1.3%
1.4%
1.8%
27,114
19,092
5,091
9,041
4,960
17,220
5,122
1,444
10,654
16,532
5,008
1,235
10,289
86.6%
5,000
374
275
84.1%
27,487
19,367
16,838
1.4%
1.4%
1.8%
25,600
18,571
3,717
10,385
4,469
17,759
5,316
1,537
10,905
17,094
5,252
1,309
10,534
92.0%
5,162
415
309
79.40%
26,016
18,880
17,413
1.6%
1.6%
1.8%
30,842
19,798
5,474
9,092
5,232
16,907
5,011
1,260
10,636
17,226
5,218
1,318
10,690
87.0%
5,234
437
311
80.5%
31,279
20,109
17,556
1.4%
1.5%
1.9%
INDIKATOR2014
I II III IVI II III IV2012 2013 2014
Inflow (Rp. Triliun)
Outflow (Rp. Triliun)
Uang Palsu (lembar)
Transaksi Non Tunai
BI-RTGS
To NTT
Nominal Transaksi BI-RTGS (Rp. Triliun)
Volume Transaksi BI-RTGS (lembar warkat)
From NTT
Nominal Transaksi BI-RTGS (Rp. Triliun)
Volume Transaksi BI-RTGS (lembar warkat)
Net To-From NTT
Nominal Transaksi BI-RTGS (Rp. Triliun)
Volume Transaksi BI-RTGS (lembar warkat)
Kliring
Nominal Kliring Penyerahan (Rp. Triliun)
Volume Perputaran Kliring Penyerahan (lembar warkat)
Cek/BG Kosong
0.4
1.9
7
26.20
9,478
25.50
15,327
0.70
-5,849
0.96
39,605
256
1.4
0.3
14
14.18
7,809
17.19
10,696
-3.00
-2,887
0.84
34,677
179
0.7
0.8
11
13.05
7,868
20.60
10,475
-7.54
-2,607
0.85
36,188
175
0.8
1.3
39
29.84
8,776
24.09
10,707
5.75
-1,931
0.91
37,809
276
0.5
2.1
8
35.63
9,294
26.83
11,053
8.80
-1,759
1.19
43,610
267
1.8
0.4
27
34.61
5,984
31.69
6,013
2.92
-29
0.99
39,971
300
2013 2015
xviii RINGKASAN UMUM
EKONOMI MAKRO REGIONAL
BAB I
III. PERBANKAN
INDIKATOR
A. Bank Umum Konvensional dan Syariah (dalam Rp. Miliar kecuali dinyatakan lain)
1. Total Aset
2. DPK
- Giro
- Tabungan
- Deposito
3. Kredit Berdasarkan Lokasi Proyek
- Investasi
- Modal Kerja
- Konsumsi
4. Kredit Berdasarkan Lokasi Kantor Cabang
- Investasi
- Modal Kerja
- Konsumsi
LDR (%)
Kredit UMKM
B. Bank Perkreditan Rakyat (BPR) (dalam Rp. Miliar kecuali dinyatakan lain).
Total Aset
Dana Pihak Ketiga
LDR (%)
C. Grand Total (A+B)
1. Total Aset
2. Dana Pihak Ketiga
3. Pembiayaan berdasarkan Lokasi Kantor Cabang
D. Pangsa BPR Terhadap Grand Total
1. Total Aset (%)
2. Dana Pihak Ketiga (%)
3. Pembiayaan berdasarkan Lokasi Kantor Cabang (%)
19,901
14,884
2,889
8,516
3,478
13,244
3,407
1,126
8,710
12,527
3,361
841
8,325
84.2%
3,233
251
186
78.6%
20,151
15,070
12,702
1.2%
1.2%
1.4%
2014
I II III IV
IV. SISTEM PEMBAYARAN
2.8
4.3
301
65.20
32,531
79
50,979
-14
-18,448
2.63
127,608
851
3.2
4.7
37
80.03
29,516
91
46,994
-11
-17,478
3.13
139,007
948
3.4
4.6
72
93
33,747
89
42,931
4
-9,184
3.79
152,284
897
1.4
0.4
8
13.31
5,687
22.69
9,704
-9.38
-4,017
0.66
31,839
213
0.6
1.0
7
22.75
6,142
21.88
9,333
0.87
-3,191
0.70
32,715
251
0.8
1.4
15
17.78
8,209
20.72
12,630
-2.94
-4,421
0.81
34,848
228
2013
I II III IV20152012 2013 2014
22,434
16,402
2,917
9,933
3,552
15,624
4,447
1,412
9,765
14,918
4,340
1,150
9,427
91.0%
4,007
337
248
84.3%
22,771
16,649
15,174
1.5%
1.5%
1.7%
25,600
18,571
3,717
10,385
4,469
17,759
5,316
1,537
10,905
17,094
5,252
1,309
10,534
92.0%
5,162
415
309
79.4%
26,016
18,880
17,413
1.6%
1.6%
1.8%
21,017
15,351
3,781
7,575
3,995
13,546
3,480
1,141
8,925
12,844
3,439
831
8,574
83.7%
3,294
254
182
81.4%
21,271
15,533
13,025
1.2%
1.2%
1.4%
21,291
15,836
3,999
7,751
4,087
14,528
3,949
1,270
9,309
13,862
3,889
1,008
8,965
87.5%
3,741
263
184
84.6%
21,555
16,020
14,074
1.2%
1.1%
1.5%
22,055
15,923
3,903
8,029
3,990
15,276
4,269
1,358
9,649
14,568
4,172
1,095
9,301
91.5%
3,889
303
211
83.9%
22,357
16,134
14,810
1.4%
1.3%
1.6%
22,434
16,402
2,917
9,933
3,552
15,624
4,447
1,412
9,765
14,918
4,340
1,150
9,427
91.0%
4,007
337
248
84.3%
22,771
16,649
15,174
1.5%
1.5%
1.7%
23,316
17,078
4,137
8,577
4,363
15,756
4,439
1,344
9,972
15,071
4,322
1,115
9,634
88.3%
4,185
343
250
82.6%
23,660
17,328
15,341
1.5%
1.4%
1.8%
26,398
18,791
5,516
8,568
4,707
16,652
4,881
1,444
10,326
15,947
4,742
1,201
10,004
84.9%
4,753
355
257
85.6%
26,753
19,048
16,241
1.3%
1.4%
1.8%
27,114
19,092
5,091
9,041
4,960
17,220
5,122
1,444
10,654
16,532
5,008
1,235
10,289
86.6%
5,000
374
275
84.1%
27,487
19,367
16,838
1.4%
1.4%
1.8%
25,600
18,571
3,717
10,385
4,469
17,759
5,316
1,537
10,905
17,094
5,252
1,309
10,534
92.0%
5,162
415
309
79.40%
26,016
18,880
17,413
1.6%
1.6%
1.8%
30,842
19,798
5,474
9,092
5,232
16,907
5,011
1,260
10,636
17,226
5,218
1,318
10,690
87.0%
5,234
437
311
80.5%
31,279
20,109
17,556
1.4%
1.5%
1.9%
INDIKATOR2014
I II III IVI II III IV2012 2013 2014
Inflow (Rp. Triliun)
Outflow (Rp. Triliun)
Uang Palsu (lembar)
Transaksi Non Tunai
BI-RTGS
To NTT
Nominal Transaksi BI-RTGS (Rp. Triliun)
Volume Transaksi BI-RTGS (lembar warkat)
From NTT
Nominal Transaksi BI-RTGS (Rp. Triliun)
Volume Transaksi BI-RTGS (lembar warkat)
Net To-From NTT
Nominal Transaksi BI-RTGS (Rp. Triliun)
Volume Transaksi BI-RTGS (lembar warkat)
Kliring
Nominal Kliring Penyerahan (Rp. Triliun)
Volume Perputaran Kliring Penyerahan (lembar warkat)
Cek/BG Kosong
0.4
1.9
7
26.20
9,478
25.50
15,327
0.70
-5,849
0.96
39,605
256
1.4
0.3
14
14.18
7,809
17.19
10,696
-3.00
-2,887
0.84
34,677
179
0.7
0.8
11
13.05
7,868
20.60
10,475
-7.54
-2,607
0.85
36,188
175
0.8
1.3
39
29.84
8,776
24.09
10,707
5.75
-1,931
0.91
37,809
276
0.5
2.1
8
35.63
9,294
26.83
11,053
8.80
-1,759
1.19
43,610
267
1.8
0.4
27
34.61
5,984
31.69
6,013
2.92
-29
0.99
39,971
300
2013 2015
xviii RINGKASAN UMUM
1.1 KONDISI UMUM
Perekonomian Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) pada triwulan I-2015 masih tumbuh positif dengan laju
yang melambat dibandingkan tahun sebelumnya. Perlambatan ekonomi terutama disebabkan oleh rendahnya
realisasi belanja pemerintah seiring dengan adanya perubahan numenklatur. Konsumsi rumah tangga juga
menunjukkan adanya perlambatan yang terlihat dari adanya perlambatan net impor yang masuk ke NTT. Kegiatan
investasi menunjukkan adanya perlambatan walaupun secara nilai, pertumbuhan investasi masih cukup tinggi
dibanding tahun sebelumnya. Adanya pertumbuhan investasi yang masih relatif terjaga ditengah perlambatan
konsumsi ini membuat nett uang masuk melalui RTGS ke Provinsi NTT juga relatif meningkat di triwulan I 2015, berbeda
dengan pola di tahun sebelumnya yang selalu cenderung net outflow.
Secara sektoral, Perlambatan ekonomi di Provinsi NTT disebabkan oleh perlambatan kinerja sektor-sektor utama di
Provinsi NTT, diantaranya sektor Pertanian, Perdagangan dan administrasi pemerintahan. Trend perlambatan juga
terjadi di tingkat nasional dan Provinsi Bali. Secara nasional, perlambatan terutama didorong oleh rendahnya konsumsi
pemerintah dan kinerja ekspor, sementara Provinsi Bali terpengaruh oleh dampak perlambatan produksi bahan
makanan. Di sisi lain, Provinsi NTB mengalami percepatan perekonomian, seiring peningkatan ekspor bahan tambang.
Kinerja pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT pada triwulan I-2015 tumbuh melambat
dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.
Pertumbuhan Ekonomi NTT pada triwulan I-2015 sebesar 4,60% (yoy) atau melambat
dibandingkan triwulan I-2014 yang sebesar 5,74% (yoy) dan triwulan IV-2014 yang sebesar
5,15% (yoy). Secara triwulanan (qtq), pertumbuhan ekonomi NTT mengalami penurunan
sebesar -4,83% dibandingkan triwulan IV tahun 2014.
Secara tahunan (yoy), kinerja sektor Konsumsi dan Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB)
pada sisi penggunaan mengalami perlambatan. Dari sisi sektoral, perlambatan juga terjadi
pada kinerja sektor utama seperti Pertanian, Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan
Jaminan Sosial Wajib, serta sektor Konstruksi.
Grafik 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Tahunan (yoy)
Sumber: BPS Provinsi NTT, diolah
5.14
6.55 6.845.74
5.01
7.88
10.88
5.154.71
6.2
16.53
4.6
0
2
4
6
8
10
12
14
16
18
NASIONAL BALI NTB NTT
TW-I 2014 Tw-IV 2014 TW-I 2015
% (yoy)
Sumber: BPS Provinsi NTT, diolah
Grafik 1.2. Pertumbuhan Ekonomi Triwulanan (qtq)
3.16
-2.06
-0.18
2.751.83
-1.53
4.68
6.79
1.21
5.63
0.19
-4.83
-6.00
-4.00
-2.00
0.00
2.00
4.00
6.00
8.00
TW-III 2014 TW-IV 2014 TW-I 2015
Nasional Bali NTB NTT
% (qtq)
EKONOMI MAKRO REGIONAL
EKONOMI MAKRO REGIONAL - BAB I 1
1.1 KONDISI UMUM
Perekonomian Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) pada triwulan I-2015 masih tumbuh positif dengan laju
yang melambat dibandingkan tahun sebelumnya. Perlambatan ekonomi terutama disebabkan oleh rendahnya
realisasi belanja pemerintah seiring dengan adanya perubahan numenklatur. Konsumsi rumah tangga juga
menunjukkan adanya perlambatan yang terlihat dari adanya perlambatan net impor yang masuk ke NTT. Kegiatan
investasi menunjukkan adanya perlambatan walaupun secara nilai, pertumbuhan investasi masih cukup tinggi
dibanding tahun sebelumnya. Adanya pertumbuhan investasi yang masih relatif terjaga ditengah perlambatan
konsumsi ini membuat nett uang masuk melalui RTGS ke Provinsi NTT juga relatif meningkat di triwulan I 2015, berbeda
dengan pola di tahun sebelumnya yang selalu cenderung net outflow.
Secara sektoral, Perlambatan ekonomi di Provinsi NTT disebabkan oleh perlambatan kinerja sektor-sektor utama di
Provinsi NTT, diantaranya sektor Pertanian, Perdagangan dan administrasi pemerintahan. Trend perlambatan juga
terjadi di tingkat nasional dan Provinsi Bali. Secara nasional, perlambatan terutama didorong oleh rendahnya konsumsi
pemerintah dan kinerja ekspor, sementara Provinsi Bali terpengaruh oleh dampak perlambatan produksi bahan
makanan. Di sisi lain, Provinsi NTB mengalami percepatan perekonomian, seiring peningkatan ekspor bahan tambang.
Kinerja pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT pada triwulan I-2015 tumbuh melambat
dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.
Pertumbuhan Ekonomi NTT pada triwulan I-2015 sebesar 4,60% (yoy) atau melambat
dibandingkan triwulan I-2014 yang sebesar 5,74% (yoy) dan triwulan IV-2014 yang sebesar
5,15% (yoy). Secara triwulanan (qtq), pertumbuhan ekonomi NTT mengalami penurunan
sebesar -4,83% dibandingkan triwulan IV tahun 2014.
Secara tahunan (yoy), kinerja sektor Konsumsi dan Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB)
pada sisi penggunaan mengalami perlambatan. Dari sisi sektoral, perlambatan juga terjadi
pada kinerja sektor utama seperti Pertanian, Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan
Jaminan Sosial Wajib, serta sektor Konstruksi.
Grafik 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Tahunan (yoy)
Sumber: BPS Provinsi NTT, diolah
5.14
6.55 6.845.74
5.01
7.88
10.88
5.154.71
6.2
16.53
4.6
0
2
4
6
8
10
12
14
16
18
NASIONAL BALI NTB NTT
TW-I 2014 Tw-IV 2014 TW-I 2015
% (yoy)
Sumber: BPS Provinsi NTT, diolah
Grafik 1.2. Pertumbuhan Ekonomi Triwulanan (qtq)
3.16
-2.06
-0.18
2.751.83
-1.53
4.68
6.79
1.21
5.63
0.19
-4.83
-6.00
-4.00
-2.00
0.00
2.00
4.00
6.00
8.00
TW-III 2014 TW-IV 2014 TW-I 2015
Nasional Bali NTB NTT
% (qtq)
EKONOMI MAKRO REGIONAL
EKONOMI MAKRO REGIONAL - BAB I 1
Dari sisi sektoral, struktur perekonomian di Provinsi NTT pada triwulan I-2015 didominasi oleh sektor Pertanian,
Kehutanan dan Perikanan (31%) diikuti oleh Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib (12%)
Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor (11%), Konstruksi (10%) dan Jasa Pendidikan (9%).
Dari sisi kinerja, perlambatan sektor Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib, Sektor kontruksi
serta sektor transportasi dan pergudangan memiliki andil cukup besar terhadap perlambatan perekonomian secara
umum. Sementara, kinerja sektor Pertanian, Kehutanan dan Perikanan mengalami perbaikan pertumbuhan walaupun
masih relatif rendah.
Pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT secara triwulanan pada Tw I-2015 menunjukkan angka penurunan sebesar -4,8%
(qtq). Dari sisi penggunaan, semua komponen mengalami penurunan, dengan penurunan tertinggi pada konsumsi
pemerintah sebesar -51,9% (qtq). Dari sisi sektoral, penurunan terjadi hampir pada seluruh sektor, kecuali sektor
Pertanian, Kehutanan dan Perikanan yang mengalami pertumbuhan sebesar 3,4%. Penurunan pertumbuhan ekonomi
lebih disebabkan oleh pola konsumsi masyarakat yang cenderung menurun di triwulan I berakibat pada penurunan
pelaku usaha pada sektor-sektor ekonomi pembentuk PDRB.
Pertanian
Perdagangan Besar dan Eceran
Jasa PendidikanTransportasi & Pergudangan
Administrasi Pemerintahan
Konstruksi
Informasi & KomunikasiLainnya
Grafik 1.5. Share Perekonomian Sisi Sektoral
Sumber: BPS Provinsi NTT, diolah
31%12%11%
10%9%7%5%
15%
SEKTOR IV - 2014
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan
Pertambangan dan Penggalian
Industri Pengolahan
Pengadaan Listrik dan Gas
Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang
Konstruksi
Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor
Transportasi dan Pergudangan
Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum
Informasi dan Komunikasi
Jasa Keuangan dan Asuransi
Real Estate
Jasa Perusahaan
Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib
Jasa Pendidikan
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial
Jasa lainnya
PDRB
2.80%
2.01%
4.31%
17.67%
4.63%
5.40%
2.20%
9.96%
7.01%
6.51%
8.37%
1.34%
4.87%
9.66%
6.77%
1.48%
4.50%
5.15%
I - 2015
3.06%
4.69%
5.71%
8.89%
2.95%
0.33%
5.33%
6.42%
3.07%
6.78%
8.04%
2.56%
3.27%
5.97%
8.23%
5.29%
3.07%
4.60%
Sumber : BPS, diolah
Tabel 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Sisi Sektoral (yoy)
Grafik 1.6. Pertumbuhan Ekonomi Sisi Penggunaan (qtq)
Sumber : BPS Provinsi Nusa Tenggara Timur
I II III IV I
2014 2015
Kons RT -6.0% 1.3% 5.0% 4.8% -5.5%
Kons LNPRT 4.3% 7.3% -12.8% 4.0% -8.2%
Kons Pem -42.5% 86.7% 38.5% -16.4% -51.9%
PDRB 0.5% -11.9% 28.6% 17.1% -13.2%
Impor Antar Daerah -19.1% 15.1% 43.7% 3.6% -32.6%
PMTB -4.1% 3.9% 5.6% 0.2% -4.8%
-6.0%
-4.0%
-2.0%
0.0%
2.0%
4.0%
6.0%
8.0%
-60.0%-40.0%-20.0%
0.0%20.0%40.0%60.0%80.0%
100.0%SEKTOR IV - 2014
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan
Pertambangan dan Penggalian
Industri Pengolahan
Pengadaan Listrik dan Gas
Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang
Konstruksi
Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor
Transportasi dan Pergudangan
Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum
Informasi dan Komunikasi
Jasa Keuangan dan Asuransi
Real Estate
Jasa Perusahaan
Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib
Jasa Pendidikan
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial
Jasa lainnya
PDRB
I - 2015
Sumber : BPS, diolah
Tabel 1.2. Pertumbuhan Ekonomi Sisi Sektoral (qtq)
II - 2014 III - 2014I - 2014
3.1%
-14.6%
-9.6%
-2.2%
-6.6%
-6.7%
-6.4%
-5.5%
-8.0%
-5.4%
-2.2%
-8.8%
-2.2%
-5.4%
-13.5%
-12.1%
-1.4%
-4.1%
4.8%
15.3%
2.9%
7.0%
3.1%
4.4%
4.1%
4.2%
5.4%
4.0%
2.6%
4.1%
1.9%
0.3%
3.0%
6.6%
1.6%
3.9%
4.6%
5.4%
6.6%
-3.1%
9.3%
5.3%
6.3%
5.2%
6.4%
5.8%
1.9%
5.2%
4.8%
9.9%
6.6%
0.5%
2.9%
5.6%
-9.0%
-1.6%
5.1%
16.1%
-0.6%
2.8%
-1.4%
6.2%
3.7%
2.3%
6.0%
1.5%
0.4%
5.1%
12.4%
7.7%
1.4%
0.2%
3.4%
-12.4%
-8.3%
-9.5%
-8.1%
-11.2%
-3.5%
-8.5%
-11.4%
-5.2%
-2.5%
-7.7%
-3.7%
-8.6%
-12.3%
-8.8%
-2.7%
-4.8%
1.3 PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI NTT SECARA TRIWULAN (QTQ)
EKONOMI MAKRO REGIONAL - BAB I 3
Pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT pada triwulan I tahun 2015 mencapai 4,60% (yoy) melambat dibandingkan
periode yang sama tahun 2014 sebesar 5,74% (yoy) dan triwulan IV-2014 sebesar 5,15% (yoy). Produk Domestik
Regional Bruto (PDRB) Provinsi NTT atas dasar harga berlaku (ADHB) pada triwulan I-2015 mencapai Rp 17,4 triliun,
lebih tinggi dibandingkan triwulan I-2014 yang sebesar Rp 15,8 triliun.
Secara regional, pencapaian pertumbuhan ekonomi tahunan Provinsi NTT pada triwulan I-2015 masih lebih rendah dari
provinsi terdekat lainnya. Hal ini terlihat dari pertumbuhan ekonomi nasional (4,71%), Provinsi Bali (6,2%) dan Provinsi
NTB (16,53%) yang masih lebih tinggi dari NTT. Secara triwulan, kondisi penurunan terjadi pada Nasional (-0,18%-qtq),
Provinsi Bali (-1,53%) dan NTT (-4.83%). Sementara Provinsi NTB mengalami pertumbuhan walaupun melambat
menjadi 1,21% (qtq) dari sebelumnya 6,79% (qtq) pada triwulan IV-2014. Struktur perekonomian NTT yang didominasi
sektor pertanian, konstruksi dan administrasi pemerintah yang cenderung selalu melambat di triwulan-I mendorong
turunnya pertumbuhan ekonomi di triwulan I-2015.
Pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT pada triwulan I 2015 mengalami perlambatan. Perlambatan didorong oleh
melambatnya sektor konsumsi, diantaranya perlambatan konsumsi rumah tangga serta konsumsi pemerintah seiring
dengan menurunnya realisasi belanja di awal tahun. Terjadinya perubahan numenklatur Kementerian dan pengerjaan
proyek yang baru dibayarkan pada triwulan berikutnya menjadi penyebab perlambatan konsumsi Pemerintah.
Perlambatan juga terjadi pada kegiatan investasi seiring proyek-proyek pemerintah yang masih dalam tahap lelang,
serta proyek swasta yang masih rendah karena kondisi cuaca yang belum mendukung untuk memulai kegiatan proyek. Berdasarkan pendekatan pengunaan, share terbesar perekonomian triwulan I-2015 dimiliki oleh konsumsi rumah
tangga (75,5%), diikuti oleh PMTB (41%). Namun demikian, sebagian besar pemenuhan komoditas untuk konsumsi
dan investasi berasal dari luar daerah yang terlihat dari pangsa net impor antar daerah yang mencapai -37% dari total
PDRB. Kinerja konsumsi pemerintah pada triwulan I 2015 hanya mampu tumbuh sebesar 3,87% dibanding tahun
sebelumnya, jauh menurun dibanding kinerja realisasi belanja pada triwulan IV 2014 yang mampu meningkat hingga
24,20% (yoy) dibanding triwulan yang sama tahun sebelumnya. Penurunan konsumsi terjadi pada konsumsi Lembaga
Non Profit yang Melayani Rumah Tangga (LNPRT) yang turun sebesar -10,65% (yoy) dikarenakan sudah tidak adanya
aktivitas kampanye partai politik. Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB)/Investasi masih tumbuh cukup tinggi sebesar
15,25% (Tw I-2015) namun melambat dibanding triwulan IV-2014 yang mencapai 33,45% (yoy).
1.2 PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI NTT SECARA TAHUNAN
75,5%3,1%
14,6%41%1,1%1,8%
-37%
Kons. RTInventoriKons. LNPRT
PMTB
Net Ekspor LNKons. PemImpor AD
Sumber: BPS Provinsi NTT, diolah
Grafik 1.3. Share Perekonomian Sisi Penggunaan Grafik 1.4. Pertumbuhan Sisi Penggunaan (yoy)
4.72%
1.48%
24.20%33.45%
54.99%
65.89%
-42.42%
36.64%
5.38%
-10.65%
3.87%
15.25%
-65.66%
20.06%
-59.96%
15.54%
-80%
-60%
-40%
-20%
0%
20%
40%
60%
80%
KonsumsiRT
KonsumsiLNPRT
KonsumsiPemerintah
PMTB Inventori Ekspor LN Impor LN ImporAntar
Daerah
TW IV 2014 TW I 2015yoy
Sumber: BPS Provinsi NTT, diolah
BAB I - EKONOMI MAKRO REGIONAL2
Dari sisi sektoral, struktur perekonomian di Provinsi NTT pada triwulan I-2015 didominasi oleh sektor Pertanian,
Kehutanan dan Perikanan (31%) diikuti oleh Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib (12%)
Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor (11%), Konstruksi (10%) dan Jasa Pendidikan (9%).
Dari sisi kinerja, perlambatan sektor Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib, Sektor kontruksi
serta sektor transportasi dan pergudangan memiliki andil cukup besar terhadap perlambatan perekonomian secara
umum. Sementara, kinerja sektor Pertanian, Kehutanan dan Perikanan mengalami perbaikan pertumbuhan walaupun
masih relatif rendah.
Pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT secara triwulanan pada Tw I-2015 menunjukkan angka penurunan sebesar -4,8%
(qtq). Dari sisi penggunaan, semua komponen mengalami penurunan, dengan penurunan tertinggi pada konsumsi
pemerintah sebesar -51,9% (qtq). Dari sisi sektoral, penurunan terjadi hampir pada seluruh sektor, kecuali sektor
Pertanian, Kehutanan dan Perikanan yang mengalami pertumbuhan sebesar 3,4%. Penurunan pertumbuhan ekonomi
lebih disebabkan oleh pola konsumsi masyarakat yang cenderung menurun di triwulan I berakibat pada penurunan
pelaku usaha pada sektor-sektor ekonomi pembentuk PDRB.
Pertanian
Perdagangan Besar dan Eceran
Jasa PendidikanTransportasi & Pergudangan
Administrasi Pemerintahan
Konstruksi
Informasi & KomunikasiLainnya
Grafik 1.5. Share Perekonomian Sisi Sektoral
Sumber: BPS Provinsi NTT, diolah
31%12%11%
10%9%7%5%
15%
SEKTOR IV - 2014
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan
Pertambangan dan Penggalian
Industri Pengolahan
Pengadaan Listrik dan Gas
Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang
Konstruksi
Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor
Transportasi dan Pergudangan
Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum
Informasi dan Komunikasi
Jasa Keuangan dan Asuransi
Real Estate
Jasa Perusahaan
Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib
Jasa Pendidikan
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial
Jasa lainnya
PDRB
2.80%
2.01%
4.31%
17.67%
4.63%
5.40%
2.20%
9.96%
7.01%
6.51%
8.37%
1.34%
4.87%
9.66%
6.77%
1.48%
4.50%
5.15%
I - 2015
3.06%
4.69%
5.71%
8.89%
2.95%
0.33%
5.33%
6.42%
3.07%
6.78%
8.04%
2.56%
3.27%
5.97%
8.23%
5.29%
3.07%
4.60%
Sumber : BPS, diolah
Tabel 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Sisi Sektoral (yoy)
Grafik 1.6. Pertumbuhan Ekonomi Sisi Penggunaan (qtq)
Sumber : BPS Provinsi Nusa Tenggara Timur
I II III IV I
2014 2015
Kons RT -6.0% 1.3% 5.0% 4.8% -5.5%
Kons LNPRT 4.3% 7.3% -12.8% 4.0% -8.2%
Kons Pem -42.5% 86.7% 38.5% -16.4% -51.9%
PDRB 0.5% -11.9% 28.6% 17.1% -13.2%
Impor Antar Daerah -19.1% 15.1% 43.7% 3.6% -32.6%
PMTB -4.1% 3.9% 5.6% 0.2% -4.8%
-6.0%
-4.0%
-2.0%
0.0%
2.0%
4.0%
6.0%
8.0%
-60.0%-40.0%-20.0%
0.0%20.0%40.0%60.0%80.0%
100.0%SEKTOR IV - 2014
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan
Pertambangan dan Penggalian
Industri Pengolahan
Pengadaan Listrik dan Gas
Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang
Konstruksi
Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor
Transportasi dan Pergudangan
Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum
Informasi dan Komunikasi
Jasa Keuangan dan Asuransi
Real Estate
Jasa Perusahaan
Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib
Jasa Pendidikan
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial
Jasa lainnya
PDRB
I - 2015
Sumber : BPS, diolah
Tabel 1.2. Pertumbuhan Ekonomi Sisi Sektoral (qtq)
II - 2014 III - 2014I - 2014
3.1%
-14.6%
-9.6%
-2.2%
-6.6%
-6.7%
-6.4%
-5.5%
-8.0%
-5.4%
-2.2%
-8.8%
-2.2%
-5.4%
-13.5%
-12.1%
-1.4%
-4.1%
4.8%
15.3%
2.9%
7.0%
3.1%
4.4%
4.1%
4.2%
5.4%
4.0%
2.6%
4.1%
1.9%
0.3%
3.0%
6.6%
1.6%
3.9%
4.6%
5.4%
6.6%
-3.1%
9.3%
5.3%
6.3%
5.2%
6.4%
5.8%
1.9%
5.2%
4.8%
9.9%
6.6%
0.5%
2.9%
5.6%
-9.0%
-1.6%
5.1%
16.1%
-0.6%
2.8%
-1.4%
6.2%
3.7%
2.3%
6.0%
1.5%
0.4%
5.1%
12.4%
7.7%
1.4%
0.2%
3.4%
-12.4%
-8.3%
-9.5%
-8.1%
-11.2%
-3.5%
-8.5%
-11.4%
-5.2%
-2.5%
-7.7%
-3.7%
-8.6%
-12.3%
-8.8%
-2.7%
-4.8%
1.3 PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI NTT SECARA TRIWULAN (QTQ)
EKONOMI MAKRO REGIONAL - BAB I 3
Pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT pada triwulan I tahun 2015 mencapai 4,60% (yoy) melambat dibandingkan
periode yang sama tahun 2014 sebesar 5,74% (yoy) dan triwulan IV-2014 sebesar 5,15% (yoy). Produk Domestik
Regional Bruto (PDRB) Provinsi NTT atas dasar harga berlaku (ADHB) pada triwulan I-2015 mencapai Rp 17,4 triliun,
lebih tinggi dibandingkan triwulan I-2014 yang sebesar Rp 15,8 triliun.
Secara regional, pencapaian pertumbuhan ekonomi tahunan Provinsi NTT pada triwulan I-2015 masih lebih rendah dari
provinsi terdekat lainnya. Hal ini terlihat dari pertumbuhan ekonomi nasional (4,71%), Provinsi Bali (6,2%) dan Provinsi
NTB (16,53%) yang masih lebih tinggi dari NTT. Secara triwulan, kondisi penurunan terjadi pada Nasional (-0,18%-qtq),
Provinsi Bali (-1,53%) dan NTT (-4.83%). Sementara Provinsi NTB mengalami pertumbuhan walaupun melambat
menjadi 1,21% (qtq) dari sebelumnya 6,79% (qtq) pada triwulan IV-2014. Struktur perekonomian NTT yang didominasi
sektor pertanian, konstruksi dan administrasi pemerintah yang cenderung selalu melambat di triwulan-I mendorong
turunnya pertumbuhan ekonomi di triwulan I-2015.
Pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT pada triwulan I 2015 mengalami perlambatan. Perlambatan didorong oleh
melambatnya sektor konsumsi, diantaranya perlambatan konsumsi rumah tangga serta konsumsi pemerintah seiring
dengan menurunnya realisasi belanja di awal tahun. Terjadinya perubahan numenklatur Kementerian dan pengerjaan
proyek yang baru dibayarkan pada triwulan berikutnya menjadi penyebab perlambatan konsumsi Pemerintah.
Perlambatan juga terjadi pada kegiatan investasi seiring proyek-proyek pemerintah yang masih dalam tahap lelang,
serta proyek swasta yang masih rendah karena kondisi cuaca yang belum mendukung untuk memulai kegiatan proyek. Berdasarkan pendekatan pengunaan, share terbesar perekonomian triwulan I-2015 dimiliki oleh konsumsi rumah
tangga (75,5%), diikuti oleh PMTB (41%). Namun demikian, sebagian besar pemenuhan komoditas untuk konsumsi
dan investasi berasal dari luar daerah yang terlihat dari pangsa net impor antar daerah yang mencapai -37% dari total
PDRB. Kinerja konsumsi pemerintah pada triwulan I 2015 hanya mampu tumbuh sebesar 3,87% dibanding tahun
sebelumnya, jauh menurun dibanding kinerja realisasi belanja pada triwulan IV 2014 yang mampu meningkat hingga
24,20% (yoy) dibanding triwulan yang sama tahun sebelumnya. Penurunan konsumsi terjadi pada konsumsi Lembaga
Non Profit yang Melayani Rumah Tangga (LNPRT) yang turun sebesar -10,65% (yoy) dikarenakan sudah tidak adanya
aktivitas kampanye partai politik. Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB)/Investasi masih tumbuh cukup tinggi sebesar
15,25% (Tw I-2015) namun melambat dibanding triwulan IV-2014 yang mencapai 33,45% (yoy).
1.2 PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI NTT SECARA TAHUNAN
75,5%3,1%
14,6%41%1,1%1,8%
-37%
Kons. RTInventoriKons. LNPRT
PMTB
Net Ekspor LNKons. PemImpor AD
Sumber: BPS Provinsi NTT, diolah
Grafik 1.3. Share Perekonomian Sisi Penggunaan Grafik 1.4. Pertumbuhan Sisi Penggunaan (yoy)
4.72%
1.48%
24.20%33.45%
54.99%
65.89%
-42.42%
36.64%
5.38%
-10.65%
3.87%
15.25%
-65.66%
20.06%
-59.96%
15.54%
-80%
-60%
-40%
-20%
0%
20%
40%
60%
80%
KonsumsiRT
KonsumsiLNPRT
KonsumsiPemerintah
PMTB Inventori Ekspor LN Impor LN ImporAntar
Daerah
TW IV 2014 TW I 2015yoy
Sumber: BPS Provinsi NTT, diolah
BAB I - EKONOMI MAKRO REGIONAL2
Pertumbuhan konsumsi secara triwulanan cenderung mengalami penurunan dengan penurunan terbesar
terjadi pada konsumsi pemerintah hingga -51,9% (qtq). Penurunan tersebut seiring dengan pola realisasi
anggaran di triwulan-I yang cenderung melambat. Realisasi pembayaran proyek-proyek yang baru dilakukan setelah
pengerjaan, membuat realisasi belanja anggaran baru terlihat pada triwulan II hingga IV. Pada tahun 2015, terdapat
pula perubahan numenklatur kementerian yang mendorong terlambatnya realisasi belanja APBN di Provinsi NTT, selain
itu terdapat keterlambatan pengesahan APBD di beberapa daerah, diantaranya Kab. Lembata, Kab. Belu, Kab. Sumba
Barat Daya dan Kab. Malaka.
Konsumsi rumah tangga mengalami penurunan sebesar (-5,5%) karena telah lewatnya perayaan hari besar keagamaan
dan libur tahun baru yang terjadi pada bulan Desember 2014. Perlambatan konsumsi terkonfirmasi dari pertumbuhan
konsumsi listrik yang mengalami penurunan sebesar -0,56% (qtq) dibandingkan Tw-IV 2014. Angka Indeks Tendensi
Konsumen (ITK) mengalami penurunan pada Tw-I 2015 yaitu mencapai 93.45 dibandingkan Tw-IV 2014 yang sebesar
106,2. Penurunan yang cukup signifikan ini menunjukkan bahwa masyarakat merasakan dampak perlambatan
ekonomi dari tingkat pendapatan yang menurun di triwulan-I 2015.
Perlambatan konsumsi pada Tw I 2015 terkonfirmasi dari hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) yang menunjukkan
adanya perlambatan kegiatan usaha, penerimaan tenaga kerja dan harga jual. Pertumbuhan kredit konsumsi juga
mengalami perlambatan pertumbuhan.
Grafik 1.10. Pertumbuhan Konsumsi (qtq)
Sumber : BPS Provinsi Nusa Tenggara Timur
-6.0%1.3%
5.0%
4.8%-5.5%
4.3%7.3%
-12.8%
4.0%
-8.2%
-42.5%
86.7%
38.5%
-16.4%
-51.9%-60%
-40%
-20%
0%
20%
40%
60%
80%
100%
2014 2015
Kons RT Kons LNPRT Kons Pem% (qtq)
I II III IV I
Sumber : BPS Provinsi Nusa Tenggara Timur
85I II III IV I II III IV I II III IV
90
95
100
105
110
115
Indeks
2012 2013 2014
ITK Pendapatan RT Rencana Pembelian Barang Tahan Lama
0%
5%
10%
15%
-
20.000
40.000
60.000
80.000
100.000
120.000
ribu kwh
Konsumsi (ribu kwh/axis kiri) Pertumbuhan (qtq)
I II III IV I II III IV I II III I
2012 2013 2014
Grafik 1.11. Konsumsi Listrik Rumah Tangga (%qtq) Grafik 1.12 Indeks Tendensi Konsumen (ITK)
Sumber : PLN (diolah)
-5%
-10%IV
2015
I
2015
EKONOMI MAKRO REGIONAL - BAB I 5
Perlambatan perekonomian NTT pada triwulan I-2015 disebabkan oleh perlambatan konsumsi terutama konsumsi
pemerintah. Pertumbuhan investasi masih relatif tinggi walaupun tidak sebesar triwulan sebelumnya. Namun demikian,
tingginya ketergantungan masyarakat akan komoditas dari luar daerah membuat pertumbuhan investasi kurang
memberikan nilai tambah terhadap perekonomian Provinsi NTT.
1.4.1 KonsumsiSecara tahunan, komponen konsumsi cenderung mengalami peningkatan apabila dibandingkan triwulan
IV-2014, namun sub komponen konsumsi pemerintah dan konsumsi LNPRT menunjukkan perlambatan.
Peningkatan pertumbuhan konsumsi rumah tangga lebih disebabkan konsumsi di tahun sebelumnya yang cukup
rendah dikarenakan adanya penyelenggaraan pemilu, sehingga peningkatan konsumsi yang tidak signifikan secara
prosentase mendorong pertumbuhan konsumsi rumah tangga yang lebih tinggi di periode berikutnya. Secara
struktural, konsumsi rumah tangga cenderung mengalami perlambatan yang dapat diidentifikasi dari omset penjualan
eceran, indeks tendensi konsumen, kunjungan penerbangan, tingkat hunian hotel, dan kondisi bongkar muat yang
mengalami penurunan. Konsumsi pemerintah mengalami perlambatan dari 24,2% (yoy) menjadi 3,87% (yoy),
sementara konsumsi LNPRT mencatat penurunan hingga -10.65% (yoy). Perlambatan konsumsi pemerintah lebih
disebabkan penurunan realisasi anggaran di awal tahun. Perlambatan konsumsi diperkirakan terjadi karena adanya
penurunan pendapatan masyarakat (terutama pekerja di sektor pertanian dan pertambangan), kenaikan harga BBM
pada bulan Maret dan pelemahan nilai rupiah yang mendorong kenaikan harga barang impor, sehingga masyarakat
memilih untuk mengurangi kegiatan belanja di awal tahun.
Sumber: Survei Penjualan Eceran (SPE) Bank Indonesia
Grafik 1.9. Penjualan Eceran per Komoditi (%yoy)
-100.0%
-50.0%
0.0%
50.0%
100.0%
150.0%
200.0%
250.0%
300.0%
350.0%
400.0%
Bahan Konstruksi Suku Cadang Perlengkapan Rumah TanggaBarang Kerajinan Makanan dan Tembakau Pakaian dan PerlengkapannyaBahan Bakar Peralatan Tulis
I II III IV I II III IV I
2013 2014 2015
Grafik 1.8. Perkembangan Penjualan Eceran (%yoy)
Sumber: Survei Penjualan Eceran (SPE) Bank Indonesia
-30.0%
-20.0%
-10.0%
0.0%
10.0%
20.0%
30.0%
40.0%
50.0%
60.0%
70.0%
I II III IV I II III IV I
2013 2014 2015
OMSET OMSET HARGA
Grafik 1.7. Perkembangan Ekonomi Sisi Penggunaan Tw-I 2015 (yoy)
Konsumsi RT
Konsumsi LNPRT
Konsumsi Pemerintah
PMTB
Perubahan Inventori
Ekspor Luar Negeri
Impor Luar Negeri
Net Ekspor Antardaerah(Impor)
Sumber : BPS, diolah
-70% -60% -50% -40% -30% -20% -10% 0% 10% 20% 30%
5.38%
10.65%
3.87%
15.25%
-65.66%
20.06%
-59.96%
15.54%
1.4 PERKEMBANGAN EKONOMI SISI PENGGUNAAN
10.7% 11.8%
42.8% 41.7%
26.4%23.4%
-7.4%
2.4% 2.9%5.6%
9.3% 11.4% 3.5%
-6.3% -4.9%
18.0%-14.5%
-8.7%
52.7%
42.6%
60.8%
33.6%
14.4%
37.1%
30.2%
37.0%
12.6%
BAB I - EKONOMI MAKRO REGIONAL4
Pertumbuhan konsumsi secara triwulanan cenderung mengalami penurunan dengan penurunan terbesar
terjadi pada konsumsi pemerintah hingga -51,9% (qtq). Penurunan tersebut seiring dengan pola realisasi
anggaran di triwulan-I yang cenderung melambat. Realisasi pembayaran proyek-proyek yang baru dilakukan setelah
pengerjaan, membuat realisasi belanja anggaran baru terlihat pada triwulan II hingga IV. Pada tahun 2015, terdapat
pula perubahan numenklatur kementerian yang mendorong terlambatnya realisasi belanja APBN di Provinsi NTT, selain
itu terdapat keterlambatan pengesahan APBD di beberapa daerah, diantaranya Kab. Lembata, Kab. Belu, Kab. Sumba
Barat Daya dan Kab. Malaka.
Konsumsi rumah tangga mengalami penurunan sebesar (-5,5%) karena telah lewatnya perayaan hari besar keagamaan
dan libur tahun baru yang terjadi pada bulan Desember 2014. Perlambatan konsumsi terkonfirmasi dari pertumbuhan
konsumsi listrik yang mengalami penurunan sebesar -0,56% (qtq) dibandingkan Tw-IV 2014. Angka Indeks Tendensi
Konsumen (ITK) mengalami penurunan pada Tw-I 2015 yaitu mencapai 93.45 dibandingkan Tw-IV 2014 yang sebesar
106,2. Penurunan yang cukup signifikan ini menunjukkan bahwa masyarakat merasakan dampak perlambatan
ekonomi dari tingkat pendapatan yang menurun di triwulan-I 2015.
Perlambatan konsumsi pada Tw I 2015 terkonfirmasi dari hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) yang menunjukkan
adanya perlambatan kegiatan usaha, penerimaan tenaga kerja dan harga jual. Pertumbuhan kredit konsumsi juga
mengalami perlambatan pertumbuhan.
Grafik 1.10. Pertumbuhan Konsumsi (qtq)
Sumber : BPS Provinsi Nusa Tenggara Timur
-6.0%1.3%
5.0%
4.8%-5.5%
4.3%7.3%
-12.8%
4.0%
-8.2%
-42.5%
86.7%
38.5%
-16.4%
-51.9%-60%
-40%
-20%
0%
20%
40%
60%
80%
100%
2014 2015
Kons RT Kons LNPRT Kons Pem% (qtq)
I II III IV I
Sumber : BPS Provinsi Nusa Tenggara Timur
85I II III IV I II III IV I II III IV
90
95
100
105
110
115
Indeks
2012 2013 2014
ITK Pendapatan RT Rencana Pembelian Barang Tahan Lama
0%
5%
10%
15%
-
20.000
40.000
60.000
80.000
100.000
120.000
ribu kwh
Konsumsi (ribu kwh/axis kiri) Pertumbuhan (qtq)
I II III IV I II III IV I II III I
2012 2013 2014
Grafik 1.11. Konsumsi Listrik Rumah Tangga (%qtq) Grafik 1.12 Indeks Tendensi Konsumen (ITK)
Sumber : PLN (diolah)
-5%
-10%IV
2015
I
2015
EKONOMI MAKRO REGIONAL - BAB I 5
Perlambatan perekonomian NTT pada triwulan I-2015 disebabkan oleh perlambatan konsumsi terutama konsumsi
pemerintah. Pertumbuhan investasi masih relatif tinggi walaupun tidak sebesar triwulan sebelumnya. Namun demikian,
tingginya ketergantungan masyarakat akan komoditas dari luar daerah membuat pertumbuhan investasi kurang
memberikan nilai tambah terhadap perekonomian Provinsi NTT.
1.4.1 KonsumsiSecara tahunan, komponen konsumsi cenderung mengalami peningkatan apabila dibandingkan triwulan
IV-2014, namun sub komponen konsumsi pemerintah dan konsumsi LNPRT menunjukkan perlambatan.
Peningkatan pertumbuhan konsumsi rumah tangga lebih disebabkan konsumsi di tahun sebelumnya yang cukup
rendah dikarenakan adanya penyelenggaraan pemilu, sehingga peningkatan konsumsi yang tidak signifikan secara
prosentase mendorong pertumbuhan konsumsi rumah tangga yang lebih tinggi di periode berikutnya. Secara
struktural, konsumsi rumah tangga cenderung mengalami perlambatan yang dapat diidentifikasi dari omset penjualan
eceran, indeks tendensi konsumen, kunjungan penerbangan, tingkat hunian hotel, dan kondisi bongkar muat yang
mengalami penurunan. Konsumsi pemerintah mengalami perlambatan dari 24,2% (yoy) menjadi 3,87% (yoy),
sementara konsumsi LNPRT mencatat penurunan hingga -10.65% (yoy). Perlambatan konsumsi pemerintah lebih
disebabkan penurunan realisasi anggaran di awal tahun. Perlambatan konsumsi diperkirakan terjadi karena adanya
penurunan pendapatan masyarakat (terutama pekerja di sektor pertanian dan pertambangan), kenaikan harga BBM
pada bulan Maret dan pelemahan nilai rupiah yang mendorong kenaikan harga barang impor, sehingga masyarakat
memilih untuk mengurangi kegiatan belanja di awal tahun.
Sumber: Survei Penjualan Eceran (SPE) Bank Indonesia
Grafik 1.9. Penjualan Eceran per Komoditi (%yoy)
-100.0%
-50.0%
0.0%
50.0%
100.0%
150.0%
200.0%
250.0%
300.0%
350.0%
400.0%
Bahan Konstruksi Suku Cadang Perlengkapan Rumah TanggaBarang Kerajinan Makanan dan Tembakau Pakaian dan PerlengkapannyaBahan Bakar Peralatan Tulis
I II III IV I II III IV I
2013 2014 2015
Grafik 1.8. Perkembangan Penjualan Eceran (%yoy)
Sumber: Survei Penjualan Eceran (SPE) Bank Indonesia
-30.0%
-20.0%
-10.0%
0.0%
10.0%
20.0%
30.0%
40.0%
50.0%
60.0%
70.0%
I II III IV I II III IV I
2013 2014 2015
OMSET OMSET HARGA
Grafik 1.7. Perkembangan Ekonomi Sisi Penggunaan Tw-I 2015 (yoy)
Konsumsi RT
Konsumsi LNPRT
Konsumsi Pemerintah
PMTB
Perubahan Inventori
Ekspor Luar Negeri
Impor Luar Negeri
Net Ekspor Antardaerah(Impor)
Sumber : BPS, diolah
-70% -60% -50% -40% -30% -20% -10% 0% 10% 20% 30%
5.38%
10.65%
3.87%
15.25%
-65.66%
20.06%
-59.96%
15.54%
1.4 PERKEMBANGAN EKONOMI SISI PENGGUNAAN
10.7% 11.8%
42.8% 41.7%
26.4%23.4%
-7.4%
2.4% 2.9%5.6%
9.3% 11.4% 3.5%
-6.3% -4.9%
18.0%-14.5%
-8.7%
52.7%
42.6%
60.8%
33.6%
14.4%
37.1%
30.2%
37.0%
12.6%
BAB I - EKONOMI MAKRO REGIONAL4
Grafik 1.17. Konsumsi Semen
Sumber : Asosiasi Semen Indonesia (diolah)
I I I I I I IV2013
I II I I I IV2014
I2015
-30%
-20%
-10%
0%
10%
20%
30%
40%
50%
0
50
100
150
200
250
300Ribu ton
Semen (Ribu Ton) Pertumbuhan (% yoy) Pertumbuhan (% qtq)
1.4.3. Ekspor-Impor1.4.3.1. Ekspor-Impor Antar Daerah Secara umum, kondisi perdagangan antar daerah dari dan ke Provinsi NTT pada triwulan-I 2015 masih
menunjukkan Net Impor walaupun terjadi perlambatan. Penurunan aktivitas ekonomi seiring penurunan
konsumsi dan PMTB menjadi pendorong penurunan aktivitas ekspor-impor antar daerah pada triwulan I-2015 hingga
sebesar -32,58% (qtq) dibanding triwulan sebelumnya. Penurunan juga terlihat pada aktivitas bongkar muat di
Pelabuhan Tenau yang mengalami penurunan hingga 30,5% (qtq). Perlambatan ekspor-impor antar daerah
terkonfirmasi dari penurunan aktivitas kontainer sebesar -1% (yoy) dibanding periode yang sama tahun sebelumnya.
Penurunan aktivitas impor dapat terlihat dari pertumbuhan nett bongkar secara tahunan yang menurun hingga -15,6%
(yoy) dibandingkan Tw-I 2014.
I II III IV I II III IV I2013 2014 2015
15,266 15,056 16,594 22,261 18,425 15,443 18,710 26,267 18,249
-40%
-30%
-20%
-10%
0%
10%
20%
30%
40%
50%
0
5,000
10,000
15,000
20,000
25,000
30,000Boks
Grafik 1.18. Perkembangan Net Ekspor Antar Daerah Grafik 1.19. Perkembangan Peti Kemas di Pelabuhan Tenau
Sumber : BPS (diolah) Sumber : Pelindo III
Grafik 1.20. Aktivitas Bongkar Muat di Pelabuhan Tenau Grafik 1.21. Pergerakan Net Impor
Sumber : Pelindo III Sumber : Sumber BPS (Diolah)
(6,121)
(7,092)
(10,366)(9,947)
(6,459.41)
15.07%
43.70%
3.64%
-32.58%
38.6%
15.5%
-40%
-30%
-20%
-10%
0%
10%
20%
30%
40%
50%
(12,000)
(10,000)
(8,000)
(6,000)
(4,000)
(2,000)
0I II III IV I
2015Miliar Rp
Net Impor Antar Daerah Pertumbuhan (qtq) Pertumbuhan (yoy)
2015
Box Pertumbuhan (% yoy) Pertumbuhan (% qtq)
Unloading Loading Net Loading Net Unloading (% yoy)
-20,000
-10,000
0
10,000
20,000
30,000
40,000
50,000
60,000
70,000
80,000Ton
-50.1%
-34.5%
-12.5%
-54.6%
4.7%
-70.5% -69.0%
1.1%
-15.6%
-90%
-80%
-70%
-60%
-50%
-40%
-30%
-20%
-10%
0%
10%
I II III IV I II III IV I2013 2014 2015
15.1%
43.7%
3.6%
-32.6%
15.1%
13.0%
-1.9%
-18.1%-11.9%
28.6%
17.1%
-13.2%
113.6%
-9.6%
-74.4%
-30.6%
-1
-1
0
1
1
2
Q2 Q3 Q4 Q1
2014 2015
% (qtq)
Net Impor Antardaerah Konsumsi PMTB Inventory
EKONOMI MAKRO REGIONAL - BAB I 7
Grafik 1.13. Indeks Survei Kegiatan Dunia Usaha Grafik 1.14. Perkembangan Kredit Perbankan
Modal kerja Investasi Konsumsi Modal Kerja Investasi Konsumsi
Sumber : SKDU-Bank Indonesia, diolah Sumber : Bank Indonesia
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
0
2.000
4.000
6.000
8.000
10.000
12.000
Miliar Rp
I I I I I I IV
2012
I II I I I IV
2013
I II I I I IV
2014
I
2015
-30
-20
-10
20
30
40
50
60
1.4.2 PMTB/InvestasiSecara tahunan, kinerja investasi Tw-I 2015 mengalami pertumbuhan, namun apabila dibandingkan secara
triwulanan mengalami perlambatan. Secara tahunan, Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) pada Tw I-2015
mengalami pertumbuhan sebesar 15,25% (yoy) dibandingkan Tw I-2014. Cukup tingginya pertumbuhan PMTB di awal
tahun diperkirakan terjadi karena adanya dampak dari perlambatan investasi di awal tahun 2014 seiring
penyelenggaraan pemilu. Apabila dilihat dari pertumbuhan secara triwulanan (qtq), terjadi penurunan investasi di Tw-I
2015 dibandingkan Tw-IV 2014. Penurunan tersebut terjadi karena proyek-proyek pemerintah dan investasi swasta
yang sebagian besar baru terealisasi di akhir tahun. Berdasarkan data BKPMD Provinsi NTT, realisasi investasi di Provinsi 1NTT pada Tw-I 2015 mencapai Rp 1,6 triliun dengan rincian Rp 1,44 triliun PMA dan Rp 184 miliar PMDN . Adanya
kenaikan realisasi ijin investasi BKPM tidak menunjukkan realisasi fisik pembangunan proyek, melainkan lebih
menunjukkan potensi kenaikan investasi di periode selanjutnya.
Dari indikator penjualan semen, terlihat bahwa konsumsi semen di Provinsi NTT pada tw-I 2015 mencapai 189 ribu ton
atau mengalami penurunan sebesar -13,3% (yoy) dibandingkan triwulan-I 2014. Konsumsi semen juga mengalami
penurunan sebesar -15,2% (qtq) dibandingkan triwulan IV-2014 yang sebesar 222,9 ribu ton. Penurunan konsumsi
semen mengindikasikan adanya perlambatan pengerjaan proyek-proyek infrastruktur di Provinsi NTT pada triwulan I
2015.
Data sementara April 2015 dan masih dilakukan verifikasi.1.
Grafik 1.16. Perkembangan Realisasi Investasi
Sumber : Survei Konsumen (SK) – BI Provinsi NTT
2.2 1.9 1.8
4
2.7 1.7
3
7.7
13.8
10.3
6.5
0.80
2.8
0.8 0 01
-200%
-100%
0%
100%
200%
300%
400%
500%
600%
700%
0
2
4
6
8
10
12
14
16 Proyek PMA (Juta US$)
PMA (%yoy) PMDN (%yoy)Proyek PMDN (Miliar Rp)
I I I I I I IV2013
I II I I I IV2014
I2015
5,355.66
6,890.18
8,070.39
7,156.11
- 11.86%
28.59%
17.13%
-13.18%-20%
-15%
-10%
-5%
0%
5%
10%
15%
20%
25%
30%
35%
-
1,000
2,000
3,000
4,000
5,000
6,000
7,000
8,000
9,000
II III IV I
PMTB (ADHB) PMTB (qtq)-HK
Milyar Rp
2014 2015
Grafik 1.15. Pembentukan Modal Tetap Bruto
Sumber : Survei Konsumen (SK) – BI Provinsi NTT
0
10
I I I I I I IV
2013
I II I I I IV
2014
I
2015
Kegiatan Usaha Harga Jual Tenaga Kerja
BAB I - EKONOMI MAKRO REGIONAL6
-6920 -10612 -7103-5683
-7242-3132
-2201 -5747 -6114
-70.5%-69.0%
16.05%
10.50%
19.49%
40.55%
2.81%
37.63%
37.63%
5.61%
-13.26
-12.24%
11.75%
1.95%
19.49%
3.23%
-18.26%
36.49%
-8.30%
-15.22%
115 173 177 211 218 179 243 223 189
17.1%
8.4%
24.1%
26.9%
20.7%
2.6%
12.8%
18.0%
-1.0%
-13.0%
-1.4%
10.2%
34.2%
-17.2%-16.2%
21.2%
40.4%
-30.5%
Grafik 1.17. Konsumsi Semen
Sumber : Asosiasi Semen Indonesia (diolah)
I I I I I I IV2013
I II I I I IV2014
I2015
-30%
-20%
-10%
0%
10%
20%
30%
40%
50%
0
50
100
150
200
250
300Ribu ton
Semen (Ribu Ton) Pertumbuhan (% yoy) Pertumbuhan (% qtq)
1.4.3. Ekspor-Impor1.4.3.1. Ekspor-Impor Antar Daerah Secara umum, kondisi perdagangan antar daerah dari dan ke Provinsi NTT pada triwulan-I 2015 masih
menunjukkan Net Impor walaupun terjadi perlambatan. Penurunan aktivitas ekonomi seiring penurunan
konsumsi dan PMTB menjadi pendorong penurunan aktivitas ekspor-impor antar daerah pada triwulan I-2015 hingga
sebesar -32,58% (qtq) dibanding triwulan sebelumnya. Penurunan juga terlihat pada aktivitas bongkar muat di
Pelabuhan Tenau yang mengalami penurunan hingga 30,5% (qtq). Perlambatan ekspor-impor antar daerah
terkonfirmasi dari penurunan aktivitas kontainer sebesar -1% (yoy) dibanding periode yang sama tahun sebelumnya.
Penurunan aktivitas impor dapat terlihat dari pertumbuhan nett bongkar secara tahunan yang menurun hingga -15,6%
(yoy) dibandingkan Tw-I 2014.
I II III IV I II III IV I2013 2014 2015
15,266 15,056 16,594 22,261 18,425 15,443 18,710 26,267 18,249
-40%
-30%
-20%
-10%
0%
10%
20%
30%
40%
50%
0
5,000
10,000
15,000
20,000
25,000
30,000Boks
Grafik 1.18. Perkembangan Net Ekspor Antar Daerah Grafik 1.19. Perkembangan Peti Kemas di Pelabuhan Tenau
Sumber : BPS (diolah) Sumber : Pelindo III
Grafik 1.20. Aktivitas Bongkar Muat di Pelabuhan Tenau Grafik 1.21. Pergerakan Net Impor
Sumber : Pelindo III Sumber : Sumber BPS (Diolah)
(6,121)
(7,092)
(10,366)(9,947)
(6,459.41)
15.07%
43.70%
3.64%
-32.58%
38.6%
15.5%
-40%
-30%
-20%
-10%
0%
10%
20%
30%
40%
50%
(12,000)
(10,000)
(8,000)
(6,000)
(4,000)
(2,000)
0I II III IV I
2015Miliar Rp
Net Impor Antar Daerah Pertumbuhan (qtq) Pertumbuhan (yoy)
2015
Box Pertumbuhan (% yoy) Pertumbuhan (% qtq)
Unloading Loading Net Loading Net Unloading (% yoy)
-20,000
-10,000
0
10,000
20,000
30,000
40,000
50,000
60,000
70,000
80,000Ton
-50.1%
-34.5%
-12.5%
-54.6%
4.7%
-70.5% -69.0%
1.1%
-15.6%
-90%
-80%
-70%
-60%
-50%
-40%
-30%
-20%
-10%
0%
10%
I II III IV I II III IV I2013 2014 2015
15.1%
43.7%
3.6%
-32.6%
15.1%
13.0%
-1.9%
-18.1%-11.9%
28.6%
17.1%
-13.2%
113.6%
-9.6%
-74.4%
-30.6%
-1
-1
0
1
1
2
Q2 Q3 Q4 Q1
2014 2015
% (qtq)
Net Impor Antardaerah Konsumsi PMTB Inventory
EKONOMI MAKRO REGIONAL - BAB I 7
Grafik 1.13. Indeks Survei Kegiatan Dunia Usaha Grafik 1.14. Perkembangan Kredit Perbankan
Modal kerja Investasi Konsumsi Modal Kerja Investasi Konsumsi
Sumber : SKDU-Bank Indonesia, diolah Sumber : Bank Indonesia
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
0
2.000
4.000
6.000
8.000
10.000
12.000
Miliar Rp
I I I I I I IV
2012
I II I I I IV
2013
I II I I I IV
2014
I
2015
-30
-20
-10
20
30
40
50
60
1.4.2 PMTB/InvestasiSecara tahunan, kinerja investasi Tw-I 2015 mengalami pertumbuhan, namun apabila dibandingkan secara
triwulanan mengalami perlambatan. Secara tahunan, Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) pada Tw I-2015
mengalami pertumbuhan sebesar 15,25% (yoy) dibandingkan Tw I-2014. Cukup tingginya pertumbuhan PMTB di awal
tahun diperkirakan terjadi karena adanya dampak dari perlambatan investasi di awal tahun 2014 seiring
penyelenggaraan pemilu. Apabila dilihat dari pertumbuhan secara triwulanan (qtq), terjadi penurunan investasi di Tw-I
2015 dibandingkan Tw-IV 2014. Penurunan tersebut terjadi karena proyek-proyek pemerintah dan investasi swasta
yang sebagian besar baru terealisasi di akhir tahun. Berdasarkan data BKPMD Provinsi NTT, realisasi investasi di Provinsi 1NTT pada Tw-I 2015 mencapai Rp 1,6 triliun dengan rincian Rp 1,44 triliun PMA dan Rp 184 miliar PMDN . Adanya
kenaikan realisasi ijin investasi BKPM tidak menunjukkan realisasi fisik pembangunan proyek, melainkan lebih
menunjukkan potensi kenaikan investasi di periode selanjutnya.
Dari indikator penjualan semen, terlihat bahwa konsumsi semen di Provinsi NTT pada tw-I 2015 mencapai 189 ribu ton
atau mengalami penurunan sebesar -13,3% (yoy) dibandingkan triwulan-I 2014. Konsumsi semen juga mengalami
penurunan sebesar -15,2% (qtq) dibandingkan triwulan IV-2014 yang sebesar 222,9 ribu ton. Penurunan konsumsi
semen mengindikasikan adanya perlambatan pengerjaan proyek-proyek infrastruktur di Provinsi NTT pada triwulan I
2015.
Data sementara April 2015 dan masih dilakukan verifikasi.1.
Grafik 1.16. Perkembangan Realisasi Investasi
Sumber : Survei Konsumen (SK) – BI Provinsi NTT
2.2 1.9 1.8
4
2.7 1.7
3
7.7
13.8
10.3
6.5
0.80
2.8
0.8 0 01
-200%
-100%
0%
100%
200%
300%
400%
500%
600%
700%
0
2
4
6
8
10
12
14
16 Proyek PMA (Juta US$)
PMA (%yoy) PMDN (%yoy)Proyek PMDN (Miliar Rp)
I I I I I I IV2013
I II I I I IV2014
I2015
5,355.66
6,890.18
8,070.39
7,156.11
- 11.86%
28.59%
17.13%
-13.18%-20%
-15%
-10%
-5%
0%
5%
10%
15%
20%
25%
30%
35%
-
1,000
2,000
3,000
4,000
5,000
6,000
7,000
8,000
9,000
II III IV I
PMTB (ADHB) PMTB (qtq)-HK
Milyar Rp
2014 2015
Grafik 1.15. Pembentukan Modal Tetap Bruto
Sumber : Survei Konsumen (SK) – BI Provinsi NTT
0
10
I I I I I I IV
2013
I II I I I IV
2014
I
2015
Kegiatan Usaha Harga Jual Tenaga Kerja
BAB I - EKONOMI MAKRO REGIONAL6
-6920 -10612 -7103-5683
-7242-3132
-2201 -5747 -6114
-70.5%-69.0%
16.05%
10.50%
19.49%
40.55%
2.81%
37.63%
37.63%
5.61%
-13.26
-12.24%
11.75%
1.95%
19.49%
3.23%
-18.26%
36.49%
-8.30%
-15.22%
115 173 177 211 218 179 243 223 189
17.1%
8.4%
24.1%
26.9%
20.7%
2.6%
12.8%
18.0%
-1.0%
-13.0%
-1.4%
10.2%
34.2%
-17.2%-16.2%
21.2%
40.4%
-30.5%
1.5.1. Sektor Pertanian, Kehutanan dan PerikananDibandingkan triwulan yang sama tahun sebelumnya, sektor Pertanian, Kehutanan dan Perikanan
cenderung mengalami perlambatan. Perlambatan tersebut disebabkan oleh adanya pergeseran musim panen
akibat kekeringan yang berlangsung lebih lama dibandingkan tahun 2014, selain itu terdapat penurunan produktivitas
pertanian akibat serangan hama belalang dan bencana banjir yang menggenangi beberapa areal persawahan.
Permasalahan lain yang muncul di sektor pertanian adalah terkait keterlambatan penyaluran pupuk bersubsidi karena
terlambatnya penyampaian Rincian Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (RDKK). Keterlambatan tersebut salah
satunya dikarenakan proses verifikasi dan validasi penyaluran pupuk bersubsidi baru dilaksanakan pada tahun ini,
sehingga masih perlu adaptasi dari Pemerintah Daerah dan Kelompok Tani dalam penerapannya di Provinsi NTT. Selain sub sektor Pertanian, perlambatan juga terindikasi terjadi pada sub sektor Perikanan. Berdasarkan hasil liasion,
terjadi penurunan hasil produksi perikanan di Larantuka yang disebabkan oleh penurunan jumlah umpan (ikan pelagis
kecil) karena adanya praktek penggunaan bom ikan di perairan Flores. Selain itu, kebijakan Kementerian Perikanan yang
melarang penangkapan ikan dengan kapal milik asing menyebabkan beberapa perusahaan menghentikan beberapa
armada kapalnya. Dari sektor peternakan, perlambatan terindikasi dari data penurunan pengiriman ternak melalui
Pelabuhan Tenau. Pada Tw-IV 2014 pengiriman mencapai 3.741 ekor sementara di Tw-I 2015 hanya sebesar 2.428 ekor.
Dari sisi perbankan, kredit pertanian mencapai Rp 199,5 miliar atau tumbuh sebesar 70% (yoy) dibandingkan Tw-I
2014, seiring adanya program pemerintah dalam peningkatan akses permodalan dalam budidaya peternakan dan
pertanian.
Secara triwulanan, pertumbuhan sektor Pertanian, Kehutanan dan Perikanan mengalami peningkatan. Pada
Tw I-2015 sektor Pertanian, Kehutanan dan Perikanan mengalami peningkatan sebesar 3,4% (qtq) dibandingkan Tw IV-
2014. Peningkatan terutama diperkirakan berasal dari sumbangan beberapa komoditas yang mulai panen seperti
beras, jagung dan kacang tanah. Dari hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) Bank Indonesia, terlihat bahwa para
pelaku usaha di sektor pertanian masih memiliki pandangan positif terhadap kegiatan usaha di triwulan-I 2015
walaupun terjadi perlambatan di beberapa indikator. Namun, kenaikan produksi tidak diimbangi oleh peningkatan
pendapatan petani secara signifikan dikarenakan adanya peningkatan biaya produksi yang tampak dari penurunan
indikator Nilai Tukar Petani (NTP).
Grafik 1.25. Perkembangan SKDU Sektor Pertanian
Sumber: Survei Kegiatan Dunia Usaha-Bank Indonesia
I II III IV I II III IV I2013 2014 2015
-40.0
-30.0
-20.0
-10.0
0.0
10.0
20.0
30.0
Kegiatan Usaha Harga Jual Tenaga Kerja
Grafik 1.26.Pengiriman Ternak
Sumber: Pelindo III (diolah)
-80%
-60%
-40%
-20%
0%
20%
40%
60%
80%
100%
120%
0
2000
4000
6000
8000
10000
12000
14000 Pengiriman Ternak Pert (%yoy) Pert (%qtq)Ekor
I II III IV I II III IV I2013 2014 2015
EKONOMI MAKRO REGIONAL - BAB I 9
1.4.3.2. Ekspor-Impor Luar NegeriSecara tahunan, kinerja ekspor bersih luar negeri provinsi NTT pada triwulan I-2015 menunjukkan
peningkatan cukup signifikan dibandingkan triwulan IV-2014. Peningkatan kinerja bukan disebabkan oleh
peningkatan ekspor dibanding periode sebelumnya, namun lebih didorong oleh adanya penurunan impor yang cukup
signifikan. Pertumbuhan ekspor luar negeri Provinsi NTT pada triwulan I-2015 mencapai Rp 358 miliar atau mengalami
pertumbuhan sebesar 20,06% (yoy), lebih rendah dibanding kinerja ekspor triwulan sebelumnya yang sebesar 65,89%
(yoy). Sementara itu, kinerja impor luar negeri justru mengalami penurunan hingga -59,9% (yoy).
Ekspor utama NTT ke luar negeri diantaranya adalah produk perikanan (Ikan Tuna dan Cakalang), serta kopi. Secara
triwulanan, penurunan ekspor di Tw-I sendiri disinyalir akibat berkurangnya produksi ikan tangkap seiring cuaca yang
kurang baik dan keterbatasan umpan. Sementara ekspor utama NTT lainnya adalah bahan bakar mineral dan
kendaraan dan bagiannya yang sebagian besar di ekspor ke Timor Leste, selain juga produk perikanan ke Jepang dan
Amerika.
Pertumbuhan ekonomi secara tahunan pada triwulan I 2015 mengalami pelambatan terutama disebabkan
oleh pelambatan pada sektor konstruksi, pertanian, kehutanan dan perikanan serta administrasi
pemerintah, pertahanan dan jaminan sosial wajib. Perlambatan pertumbuhan sektor konstruksi lebih disebabkan
oleh minimnya realisasi pembangunan fisik investasi yang dilakukan. Rendahnya pertumbuhan sektor pertanian,
kehutanan dan perikanan lebih disebabkan oleh penurunan hasil tangkapan ikan pasca pemberlakuan moratorium
perizinan kapal asing dan berkurangnya umpan serta perlambatan sektor pemerintah, pertahanan dan jaminan sosial
wajib lebih disebabkan oleh adanya permasalahan perubahan numenklatur.
Grafik 1.24. Pertumbuhan Ekonomi secara Sektoral
Sumber: BPS Provinsi NTT (diolah)
Tw IV-2014 (%qtq)
Tw IV-2014 (%yoy)
Tw I-2015 (%yoy)
Tw I-2015 (%qtq)
-9.0%
-1.6%
5.1%
16.1%
-0.6%
2.8%
-1.4%
6.2%
3.7% 2.3%
6.0%
1.5%0.4%
5.1%
12.4%
7.7%
1.4%
0.2%
3.4%
-3.5%
-8.5%
-11.4%
-12.4%
-8.3%
-9.5%
-8.1%
-11.2%
-5.2%
-2.5%
-7.7%
-3.7%
-8.6%
-12.3%
-8.8%
-2.7%
-4.8%
-15%
-10%
-5%
0%
5%
10%
15%
20%
Grafik 1.22. Ekspor dan Impor Antar Negara Grafik 1.23. Negara Tujuan Ekspor NTT
AMERICA AUSTRALIAASIAEUROPEAFRICA
100%
80%
60%
40%
20%
0%
2012 2013
I II III IV
2014 2015
Sumber: BPS (diolah) Sumber: Bank Indonesia
Ekspor LN (HK) Impor LN (HK) Net EksporG Ekspor (%qtq) G Impor (%qtq) G Net Ekspor (%qtq)
2014 - I 2014 - II 2014 - III 2014 - IV 2015 - I
-2.8% 27.7% 1.6% -4.9%
163.5%
-34.9%
118.9%
-89.3%-121.0%
531.2%
-156.4%
446.7%
-2
-1
0
1
2
3
4
5
6
(100,000.00)
(50,000.00)
-
50,000.00
100,000.00
150,000.00
200,000.00
250,000.00
300,000.00
350,000.00
400,000.00
I
1.5 PERKEMBANGAN EKONOMI SISI SEKTORAL
BAB I - EKONOMI MAKRO REGIONAL8
6112 12049 9607 6036 3741 4201 6574 3511 2428
45.0% 53.8%16.5%
-22.2%
-38.8%-65.1%
-31.6%
-41.8%
-35.1%
-21.3%
97.1%
-20.3%
-37.2%
-38.0%
12.3%
56.5%
-46.6% -30.8%
1.5.1. Sektor Pertanian, Kehutanan dan PerikananDibandingkan triwulan yang sama tahun sebelumnya, sektor Pertanian, Kehutanan dan Perikanan
cenderung mengalami perlambatan. Perlambatan tersebut disebabkan oleh adanya pergeseran musim panen
akibat kekeringan yang berlangsung lebih lama dibandingkan tahun 2014, selain itu terdapat penurunan produktivitas
pertanian akibat serangan hama belalang dan bencana banjir yang menggenangi beberapa areal persawahan.
Permasalahan lain yang muncul di sektor pertanian adalah terkait keterlambatan penyaluran pupuk bersubsidi karena
terlambatnya penyampaian Rincian Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (RDKK). Keterlambatan tersebut salah
satunya dikarenakan proses verifikasi dan validasi penyaluran pupuk bersubsidi baru dilaksanakan pada tahun ini,
sehingga masih perlu adaptasi dari Pemerintah Daerah dan Kelompok Tani dalam penerapannya di Provinsi NTT. Selain sub sektor Pertanian, perlambatan juga terindikasi terjadi pada sub sektor Perikanan. Berdasarkan hasil liasion,
terjadi penurunan hasil produksi perikanan di Larantuka yang disebabkan oleh penurunan jumlah umpan (ikan pelagis
kecil) karena adanya praktek penggunaan bom ikan di perairan Flores. Selain itu, kebijakan Kementerian Perikanan yang
melarang penangkapan ikan dengan kapal milik asing menyebabkan beberapa perusahaan menghentikan beberapa
armada kapalnya. Dari sektor peternakan, perlambatan terindikasi dari data penurunan pengiriman ternak melalui
Pelabuhan Tenau. Pada Tw-IV 2014 pengiriman mencapai 3.741 ekor sementara di Tw-I 2015 hanya sebesar 2.428 ekor.
Dari sisi perbankan, kredit pertanian mencapai Rp 199,5 miliar atau tumbuh sebesar 70% (yoy) dibandingkan Tw-I
2014, seiring adanya program pemerintah dalam peningkatan akses permodalan dalam budidaya peternakan dan
pertanian.
Secara triwulanan, pertumbuhan sektor Pertanian, Kehutanan dan Perikanan mengalami peningkatan. Pada
Tw I-2015 sektor Pertanian, Kehutanan dan Perikanan mengalami peningkatan sebesar 3,4% (qtq) dibandingkan Tw IV-
2014. Peningkatan terutama diperkirakan berasal dari sumbangan beberapa komoditas yang mulai panen seperti
beras, jagung dan kacang tanah. Dari hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) Bank Indonesia, terlihat bahwa para
pelaku usaha di sektor pertanian masih memiliki pandangan positif terhadap kegiatan usaha di triwulan-I 2015
walaupun terjadi perlambatan di beberapa indikator. Namun, kenaikan produksi tidak diimbangi oleh peningkatan
pendapatan petani secara signifikan dikarenakan adanya peningkatan biaya produksi yang tampak dari penurunan
indikator Nilai Tukar Petani (NTP).
Grafik 1.25. Perkembangan SKDU Sektor Pertanian
Sumber: Survei Kegiatan Dunia Usaha-Bank Indonesia
I II III IV I II III IV I2013 2014 2015
-40.0
-30.0
-20.0
-10.0
0.0
10.0
20.0
30.0
Kegiatan Usaha Harga Jual Tenaga Kerja
Grafik 1.26.Pengiriman Ternak
Sumber: Pelindo III (diolah)
-80%
-60%
-40%
-20%
0%
20%
40%
60%
80%
100%
120%
0
2000
4000
6000
8000
10000
12000
14000 Pengiriman Ternak Pert (%yoy) Pert (%qtq)Ekor
I II III IV I II III IV I2013 2014 2015
EKONOMI MAKRO REGIONAL - BAB I 9
1.4.3.2. Ekspor-Impor Luar NegeriSecara tahunan, kinerja ekspor bersih luar negeri provinsi NTT pada triwulan I-2015 menunjukkan
peningkatan cukup signifikan dibandingkan triwulan IV-2014. Peningkatan kinerja bukan disebabkan oleh
peningkatan ekspor dibanding periode sebelumnya, namun lebih didorong oleh adanya penurunan impor yang cukup
signifikan. Pertumbuhan ekspor luar negeri Provinsi NTT pada triwulan I-2015 mencapai Rp 358 miliar atau mengalami
pertumbuhan sebesar 20,06% (yoy), lebih rendah dibanding kinerja ekspor triwulan sebelumnya yang sebesar 65,89%
(yoy). Sementara itu, kinerja impor luar negeri justru mengalami penurunan hingga -59,9% (yoy).
Ekspor utama NTT ke luar negeri diantaranya adalah produk perikanan (Ikan Tuna dan Cakalang), serta kopi. Secara
triwulanan, penurunan ekspor di Tw-I sendiri disinyalir akibat berkurangnya produksi ikan tangkap seiring cuaca yang
kurang baik dan keterbatasan umpan. Sementara ekspor utama NTT lainnya adalah bahan bakar mineral dan
kendaraan dan bagiannya yang sebagian besar di ekspor ke Timor Leste, selain juga produk perikanan ke Jepang dan
Amerika.
Pertumbuhan ekonomi secara tahunan pada triwulan I 2015 mengalami pelambatan terutama disebabkan
oleh pelambatan pada sektor konstruksi, pertanian, kehutanan dan perikanan serta administrasi
pemerintah, pertahanan dan jaminan sosial wajib. Perlambatan pertumbuhan sektor konstruksi lebih disebabkan
oleh minimnya realisasi pembangunan fisik investasi yang dilakukan. Rendahnya pertumbuhan sektor pertanian,
kehutanan dan perikanan lebih disebabkan oleh penurunan hasil tangkapan ikan pasca pemberlakuan moratorium
perizinan kapal asing dan berkurangnya umpan serta perlambatan sektor pemerintah, pertahanan dan jaminan sosial
wajib lebih disebabkan oleh adanya permasalahan perubahan numenklatur.
Grafik 1.24. Pertumbuhan Ekonomi secara Sektoral
Sumber: BPS Provinsi NTT (diolah)
Tw IV-2014 (%qtq)
Tw IV-2014 (%yoy)
Tw I-2015 (%yoy)
Tw I-2015 (%qtq)
-9.0%
-1.6%
5.1%
16.1%
-0.6%
2.8%
-1.4%
6.2%
3.7% 2.3%
6.0%
1.5%0.4%
5.1%
12.4%
7.7%
1.4%
0.2%
3.4%
-3.5%
-8.5%
-11.4%
-12.4%
-8.3%
-9.5%
-8.1%
-11.2%
-5.2%
-2.5%
-7.7%
-3.7%
-8.6%
-12.3%
-8.8%
-2.7%
-4.8%
-15%
-10%
-5%
0%
5%
10%
15%
20%
Grafik 1.22. Ekspor dan Impor Antar Negara Grafik 1.23. Negara Tujuan Ekspor NTT
AMERICA AUSTRALIAASIAEUROPEAFRICA
100%
80%
60%
40%
20%
0%
2012 2013
I II III IV
2014 2015
Sumber: BPS (diolah) Sumber: Bank Indonesia
Ekspor LN (HK) Impor LN (HK) Net EksporG Ekspor (%qtq) G Impor (%qtq) G Net Ekspor (%qtq)
2014 - I 2014 - II 2014 - III 2014 - IV 2015 - I
-2.8% 27.7% 1.6% -4.9%
163.5%
-34.9%
118.9%
-89.3%-121.0%
531.2%
-156.4%
446.7%
-2
-1
0
1
2
3
4
5
6
(100,000.00)
(50,000.00)
-
50,000.00
100,000.00
150,000.00
200,000.00
250,000.00
300,000.00
350,000.00
400,000.00
I
1.5 PERKEMBANGAN EKONOMI SISI SEKTORAL
BAB I - EKONOMI MAKRO REGIONAL8
6112 12049 9607 6036 3741 4201 6574 3511 2428
45.0% 53.8%16.5%
-22.2%
-38.8%-65.1%
-31.6%
-41.8%
-35.1%
-21.3%
97.1%
-20.3%
-37.2%
-38.0%
12.3%
56.5%
-46.6% -30.8%
disebabkan oleh turunnya daya beli masyarakat seiring kondisi perekonomian yang kurang baik di Tw-I 2015.
Mundurnya panen serta produksi perikanan yang menurun membuat tingkat belanja masyarakat mengalami
penurunan. Hasil liasion terhadap sektor perdagangan besar juga menunjukkan adanya penurunan omset
dibandingkan tahun sebelumnya.
Secara triwulanan, laju pertumbuhan sektor Perdagangan Besar dan Eceran mengalami penurunan yaitu sebesar -3,5%
(qtq). Penurunan tersebut, lebih disebabkan oleh dampak berakhirnya momen natal dan tahun baru yang menjadi
pemicu kegiatan belanja masyarakat di akhir tahun.
1.5.4. Sektor-sektor LainnyaSecara triwulanan, sektor konstruksi mengalami penurunan sebesar -5,1% (qtq). Cuaca yang buruk disertai intensitas
hujan yang masih tinggi mendorong penurunan kegiatan pembangunan di awal tahun. Penurunan juga terlihat dari
hasil SKDU sektor bangunan yang mencatatkan angka -4.85 pada Tw-I 2015. Hasil SPE juga menunjukkan adanya
penurunan omset sebesar 15,9% pada penjualan bahan konstruksi di Tw-I 2015 dibandingkan triwulan sebelumnya.
Berdasarkan hasil liasion dengan pengusaha bidang konstruksi, peningkatan baru akan terjadi pada Tw-II terutama
pada bulan Juni seiring dimulainya pembangunan proyek-proyek pemerintah dan swasta.
Grafik 1.31. Pertumbuhan Sektor Perdagangan
Sumber: BPS (diolah)
Perdagangan Pert (%qtq) Pert (%yoy)
I II III IV I
2014 2015
1,691.31,785.9 1,914.9
1,893.6
1,872.5
4.1%
6.3%
-1.4%
-3.5%
2.2%
5.3%
-4%
-2%
0%
2%
4%
6%
8%
1,550
1,600
1,650
1,700
1,750
1,800
1,850
1,900
1,950
Grafik 1.32. Indeks SKDU-Perdagangan
Sumber: SKDU – Bank Indonesia
I II III IV I II III IV I2013 2014 2015
-8.0
-6.0
-4.0
-2.0
0.0
2.0
4.0
6.0
8.0
10.0
Harga Jual Tenaga KerjaKegiatan Usaha
Grafik 1.33. Perkembangan Kredit Perdagangan
Sumber: Bank Indonesia
I II III IV I II III IV I2013 2014 2015
Pert (%yoy) Pert (%qtq)Perdagangan Besar Dan Eceran
2.52
3.153.27
3.47
3.47
3.793.90
4.46 4.5445.1%
40.7%
53.3%
39.9% 37.6%
20.1%19.1%
28.3%30.7%
1.7%
24.9%
3.8% 6.1%
0.0%
9.0%
3.0%
14.3%
1.9%
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
0.0
0.5
1.0
1.5
2.0
2.5
3.0
3.5
4.0
4.5
5.0TAHUN
2014
2015
Sumber: SPE - Bank Indonesia, diolah
Tabel 1.3. Perkembangan Omset Pedagang
-13.8%
5.1%
-2.8%
16.3%
-13.4%
26.4%
23.4%
-7.4%
2.4%
2.9%
1.46
1.52
1.39
1.50
1.34
-16.5%
4.1%
-8.7%
7.6%
-10.8%
-6.3%
-4.9%
-18.0%
-14.5%
-8.7%
Omset(Miliar)
∆ Omset
qtq yoy
Volume(Juta)
∆ Omset
qtq yoy
I
II
III
IV
I
38.05
40.01
38.89
45.21
39.15
EKONOMI MAKRO REGIONAL - BAB I 11
Grafik 1.27. Perkembangan Kredit Pertanian
Sumber: Bank Indonesia
I II III IV I II III IV I2013 2014 2015
196.63 56.63 131.92 100.36 117.38 142.46 162.75 182.97 199.52
649.4%
44.5%
107.0%
-48.6%
-40.3%
151.6%
23.4%
82.3%70.0%
0.7%
-71.2%
133.0%
-23.9%
17.0%
21.4% 14.2% 12.4% 9.0%
-200%
-100%
0%
100%
200%
300%
400%
500%
600%
700%
0
50
100
150
200
250
Milyar Rp
Pertanian, Perburuan Dan KehutananPertanian (%yoy) Pertanian (%qtq)
Grafik 1.28. Perkembangan Nilai Tukar Petani (NTP)
IT IB NTP-axis kanan
Sumber: BPS (diolah)
102.66101.88
101.44101.25
100.11 99.93
97.99 98.31 97.91
99.36
101.60102.19
101.21
95
96
97
98
99
100
101
102
103
104
0
20
40
60
80
100
120
140
160
180
1.5.2. Sektor Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial WajibSecara tahunan sektor Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib tumbuh sebesar
6% (yoy) melambat dibandingkan Tw-IV 2014 yang sebesar 9,7% (yoy). Sedangkan secara triwulanan,
sektor Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib mengalami penurunan yaitu
sebesar -8,6% (qtq). Perlambatan terjadi karena adanya proses penyesuaian numenklatur, belum adanya petunjuk
teknis penggunaan anggaran dari pusat, kesulitan penunjukkan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), terlambatnya
pengesahan APBD pada beberapa kabupaten, serta pola realisasi pembayaran proyek yang selalu dilakukan pada akhir
tahun.
Apabila dibandingkan Tw-I 2014, penyerapan Tw-I 2015 terindikasi juga mengalami penurunan. Hal ini terlihat dari
jumlah pertumbuhan dana pemerintah di perbankan pada tw I-2015 yang mencapai 34,2% (yoy) jauh diatas Tw-I 2014
yang sebesar 11,7% (yoy). Tingginya jumlah dana pemerintah di perbankan mengindikasikan masih rendahnya
penarikan dana guna menunjang kegiatan pemerintah. Angka penyerapan belanja pemerintah daerah pada triwulan I
2015 sendiri baru mencapai 8,8%.
1.5.3. Sektor Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi Mobil dan Sepeda Motor Secara tahunan, sektor Perdagangan Besar dan Eceran mengalami pertumbuhan 5,3% (yoy) dibandingkan
Tw-I 2014. Pertumbuhan sektor perdagangan tersebut tercatat lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan Tw-IV 2014
yang sebesar 2,2% (yoy). Pencapaian tersebut lebih disebabkan rendahnya kinerja sektor perdagangan di Tw-IV seiring
kenaikan harga BBM. Sementara apabila dibandingkan dengan Tw-I 2014, kinerja perdagangan menunjukkan
perlambatan. Hal ini terkonfirmasi dari Indeks Kegiatan Usaha pada Tw-I 2015 yang tercatat sebesar -7,13 lebih rendah
dibandingkan Tw I-2014 yang sebesar -0,99 dan perlambatan pertumbuhan kredit perdagangan. Perlambatan
Grafik 1.29. Pertumbuhan Administrasi Pemerintah Grafik 1.30. Perkembangan Simpanan Pemerintah di Perbankan
Sumber: BPS (diolah) Sumber: Bank Indonesia
Adm Pemerintah Pert (%qtq) Pert (%yoy)
1,872.0 1,940.9
2,301.4 2,278.5
2,091.0
0.3%
9.9%
5.1%
-8.6%
9.7%
6.0%
-10%
-5%
0%
5%
10%
15%
0
500
1,000
1,500
2,000
2,500
I II III IV I
2014 2015
Miliar Rp
Simpanan Pert (%yoy) Pert (%qtq)
-80.0%
-60.0%
-40.0%
-20.0%
0.0%
20.0%
40.0%
60.0%
80.0%
100.0%
120.0%
140.0%
0
1,000
2,000
3,000
4,000
5,000
6,000
7,000 Miliar Rp
I II III IV I II III IV I2013 2014 2015
BAB I - EKONOMI MAKRO REGIONAL10
disebabkan oleh turunnya daya beli masyarakat seiring kondisi perekonomian yang kurang baik di Tw-I 2015.
Mundurnya panen serta produksi perikanan yang menurun membuat tingkat belanja masyarakat mengalami
penurunan. Hasil liasion terhadap sektor perdagangan besar juga menunjukkan adanya penurunan omset
dibandingkan tahun sebelumnya.
Secara triwulanan, laju pertumbuhan sektor Perdagangan Besar dan Eceran mengalami penurunan yaitu sebesar -3,5%
(qtq). Penurunan tersebut, lebih disebabkan oleh dampak berakhirnya momen natal dan tahun baru yang menjadi
pemicu kegiatan belanja masyarakat di akhir tahun.
1.5.4. Sektor-sektor LainnyaSecara triwulanan, sektor konstruksi mengalami penurunan sebesar -5,1% (qtq). Cuaca yang buruk disertai intensitas
hujan yang masih tinggi mendorong penurunan kegiatan pembangunan di awal tahun. Penurunan juga terlihat dari
hasil SKDU sektor bangunan yang mencatatkan angka -4.85 pada Tw-I 2015. Hasil SPE juga menunjukkan adanya
penurunan omset sebesar 15,9% pada penjualan bahan konstruksi di Tw-I 2015 dibandingkan triwulan sebelumnya.
Berdasarkan hasil liasion dengan pengusaha bidang konstruksi, peningkatan baru akan terjadi pada Tw-II terutama
pada bulan Juni seiring dimulainya pembangunan proyek-proyek pemerintah dan swasta.
Grafik 1.31. Pertumbuhan Sektor Perdagangan
Sumber: BPS (diolah)
Perdagangan Pert (%qtq) Pert (%yoy)
I II III IV I
2014 2015
1,691.31,785.9 1,914.9
1,893.6
1,872.5
4.1%
6.3%
-1.4%
-3.5%
2.2%
5.3%
-4%
-2%
0%
2%
4%
6%
8%
1,550
1,600
1,650
1,700
1,750
1,800
1,850
1,900
1,950
Grafik 1.32. Indeks SKDU-Perdagangan
Sumber: SKDU – Bank Indonesia
I II III IV I II III IV I2013 2014 2015
-8.0
-6.0
-4.0
-2.0
0.0
2.0
4.0
6.0
8.0
10.0
Harga Jual Tenaga KerjaKegiatan Usaha
Grafik 1.33. Perkembangan Kredit Perdagangan
Sumber: Bank Indonesia
I II III IV I II III IV I2013 2014 2015
Pert (%yoy) Pert (%qtq)Perdagangan Besar Dan Eceran
2.52
3.153.27
3.47
3.47
3.793.90
4.46 4.5445.1%
40.7%
53.3%
39.9% 37.6%
20.1%19.1%
28.3%30.7%
1.7%
24.9%
3.8% 6.1%
0.0%
9.0%
3.0%
14.3%
1.9%
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
0.0
0.5
1.0
1.5
2.0
2.5
3.0
3.5
4.0
4.5
5.0TAHUN
2014
2015
Sumber: SPE - Bank Indonesia, diolah
Tabel 1.3. Perkembangan Omset Pedagang
-13.8%
5.1%
-2.8%
16.3%
-13.4%
26.4%
23.4%
-7.4%
2.4%
2.9%
1.46
1.52
1.39
1.50
1.34
-16.5%
4.1%
-8.7%
7.6%
-10.8%
-6.3%
-4.9%
-18.0%
-14.5%
-8.7%
Omset(Miliar)
∆ Omset
qtq yoy
Volume(Juta)
∆ Omset
qtq yoy
I
II
III
IV
I
38.05
40.01
38.89
45.21
39.15
EKONOMI MAKRO REGIONAL - BAB I 11
Grafik 1.27. Perkembangan Kredit Pertanian
Sumber: Bank Indonesia
I II III IV I II III IV I2013 2014 2015
196.63 56.63 131.92 100.36 117.38 142.46 162.75 182.97 199.52
649.4%
44.5%
107.0%
-48.6%
-40.3%
151.6%
23.4%
82.3%70.0%
0.7%
-71.2%
133.0%
-23.9%
17.0%
21.4% 14.2% 12.4% 9.0%
-200%
-100%
0%
100%
200%
300%
400%
500%
600%
700%
0
50
100
150
200
250
Milyar Rp
Pertanian, Perburuan Dan KehutananPertanian (%yoy) Pertanian (%qtq)
Grafik 1.28. Perkembangan Nilai Tukar Petani (NTP)
IT IB NTP-axis kanan
Sumber: BPS (diolah)
102.66101.88
101.44101.25
100.11 99.93
97.99 98.31 97.91
99.36
101.60102.19
101.21
95
96
97
98
99
100
101
102
103
104
0
20
40
60
80
100
120
140
160
180
1.5.2. Sektor Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial WajibSecara tahunan sektor Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib tumbuh sebesar
6% (yoy) melambat dibandingkan Tw-IV 2014 yang sebesar 9,7% (yoy). Sedangkan secara triwulanan,
sektor Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib mengalami penurunan yaitu
sebesar -8,6% (qtq). Perlambatan terjadi karena adanya proses penyesuaian numenklatur, belum adanya petunjuk
teknis penggunaan anggaran dari pusat, kesulitan penunjukkan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), terlambatnya
pengesahan APBD pada beberapa kabupaten, serta pola realisasi pembayaran proyek yang selalu dilakukan pada akhir
tahun.
Apabila dibandingkan Tw-I 2014, penyerapan Tw-I 2015 terindikasi juga mengalami penurunan. Hal ini terlihat dari
jumlah pertumbuhan dana pemerintah di perbankan pada tw I-2015 yang mencapai 34,2% (yoy) jauh diatas Tw-I 2014
yang sebesar 11,7% (yoy). Tingginya jumlah dana pemerintah di perbankan mengindikasikan masih rendahnya
penarikan dana guna menunjang kegiatan pemerintah. Angka penyerapan belanja pemerintah daerah pada triwulan I
2015 sendiri baru mencapai 8,8%.
1.5.3. Sektor Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi Mobil dan Sepeda Motor Secara tahunan, sektor Perdagangan Besar dan Eceran mengalami pertumbuhan 5,3% (yoy) dibandingkan
Tw-I 2014. Pertumbuhan sektor perdagangan tersebut tercatat lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan Tw-IV 2014
yang sebesar 2,2% (yoy). Pencapaian tersebut lebih disebabkan rendahnya kinerja sektor perdagangan di Tw-IV seiring
kenaikan harga BBM. Sementara apabila dibandingkan dengan Tw-I 2014, kinerja perdagangan menunjukkan
perlambatan. Hal ini terkonfirmasi dari Indeks Kegiatan Usaha pada Tw-I 2015 yang tercatat sebesar -7,13 lebih rendah
dibandingkan Tw I-2014 yang sebesar -0,99 dan perlambatan pertumbuhan kredit perdagangan. Perlambatan
Grafik 1.29. Pertumbuhan Administrasi Pemerintah Grafik 1.30. Perkembangan Simpanan Pemerintah di Perbankan
Sumber: BPS (diolah) Sumber: Bank Indonesia
Adm Pemerintah Pert (%qtq) Pert (%yoy)
1,872.0 1,940.9
2,301.4 2,278.5
2,091.0
0.3%
9.9%
5.1%
-8.6%
9.7%
6.0%
-10%
-5%
0%
5%
10%
15%
0
500
1,000
1,500
2,000
2,500
I II III IV I
2014 2015
Miliar Rp
Simpanan Pert (%yoy) Pert (%qtq)
-80.0%
-60.0%
-40.0%
-20.0%
0.0%
20.0%
40.0%
60.0%
80.0%
100.0%
120.0%
140.0%
0
1,000
2,000
3,000
4,000
5,000
6,000
7,000 Miliar Rp
I II III IV I II III IV I2013 2014 2015
BAB I - EKONOMI MAKRO REGIONAL10
Pada akhir tahun 2014, Kementrian Kelautan dan perikanan(KKP) memberlakukan moratorium terkait penangkapan ikan,
pemberlakuan larangan transhipment atau pemindahan muatan perikanan di tengah laut, dan penyempurnaan sistem
perizinan usaha perikanan tangkap, seperti 11 dokumen dari 3 kementerian perizinan kepelayanan terpadu satu pintu (PTSP).
Selain itu, kebijakan tersebut dibuat untuk menata ulang birokrasi di KKP termasuk menertibkan Ilegal Fishing. Kebijakan
atau peraturan tersebut antara lain :
Salah satu sektor pendorong perekonomian di Provinsi Nusa Tenggara Timur adalah sektor Perikanan. Dari data BPS
menunjukkan bahwa sektor perikanan menyumbang kurang lebih Rp500 Miliar dalam satu tahun. Penerapan kebijakan
moratorium penangkapan ikan ini cukup berdampak pada sektor perikanan di NTT, dari hasil penggalian informasi dan survei
pada beberapa perusahaan perikanan di NTT didapatkan beberapa indikator perekonomian yang terkena dampaknya antara
lain :
Diketahui juga bahwa penyebab penurunan hasil perikanan adalah menurunnya jumlah umpan untuk menangkap ikan
dengan metode memancing (pull and line) dan pemasangan rumpon yang terlalu banyak di selatan laut jawa sehingga
sebagian besar ikan ditangkap di laut jawa. Selain itu, bagi perusahaan yang menggunakan kapal pengangkut ikan sebagai
media penyimpanan ikan (cold storage), Pemberlakuan moratorium sangat berdampak pada penurunan kapasitas
penyimpanan ikan dan penangkapan. Sebagai daerah penghasil ikan, NTT belum menjadi daerah pengolah ikan. Seluruh ikan
yang dihasilkan sebagian besar dikirim ke daerah lain seperti Jawa, Bali dan Sulawesi.
BOKS 1.1. Dampak Moratorium Perikanan
Tabel Boks 1.1.1 Peraturan KKP dan Tujuan
Tabel Boks 1.1.2 Dampak Moratorium di NTT
EKONOMI MAKRO REGIONAL - BAB I 13
Secara tahunan, Sektor Penyediaan Akomodasi dan Jasa Makan Minum mengalami perlambatan pada
triwulan-I 2015. Beberapa indikator pertumbuhan sektor akomodasi menunjukkan adanya perlambatan. Dari
pertumbuhan jumlah tamu hotel, pertumbuhan tamu hotel pada Tw I-2014 mencapai 16,4% (yoy) sementara pada Tw
I-2015 mengalami perlambatan menjadi 3,2% (yoy). Pertumbuhan penumpang dibandara mengalami perlambatan
dari 4,9% (yoy) pada Tw-I 2014 menjadi 2,8% (yoy) di Tw I-2015. Perlambatan terutama terjadi karena adanya dampak
pelarangan kegiatan Pegawai Negeri di Hotel. Di sisi lain, kondisi ekonomi global yang sedang menurun membuat
jumlah kunjungan wisatawan mancanegara pada Tw-I 2015 mengalami penurunan.
Secara triwulan, pada triwulan I 2015 terjadi penurunan pertumbuhan sektor penyediaan akomodasi dan jasa makan
minum secara sebesar -11,4 (qtq). Penurunan terjadi karena sudah lewatnya masa liburan, cuaca yang kurang baik serta
ombak tinggi yang membuat kegiatan untuk wisata air menjadi berkurang. Berdasarkan pola pergerakan wisatawan,
kunjungan wisatawan mengalami kenaikan tinggi pada bulan Juni, Juli dan Agustus mengikuti tren liburan anak
sekolah.
Sektor pertambangan dan galian mencatat penurunan hingga -12,4% (qtq). Penurunan juga terkonfirmasi dari
penurunan jumlah pekerja sektor penambangan hingga 67,1% (yoy) pada bulan Februari 2015. Adanya permasalahan
sengketa lahan, kekurangan pasokan listrik, dan masuknya musim hujan mendorong beberapa perusahaan tambang
untuk berhenti beroperasi.
Sektor industri pengolahan, Informasi dan Komunikasi, Real Estate dan Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial secara
tahunan (yoy) mengalami peningkatan. Peningkatan jasa kesehatan terutama didorong oleh dibangunnya beberapa
sarana kesehatan baru di Provinsi NTT, seperti RS. Siloam di Kota Kupang, sementara sektor real estate turut didorong
oleh adanya target pembangunan 1000 rumah di seluruh NTT pada tahun 2015 oleh Real Estate Indonesia (REI),
pembangunan tersebut merupakan bentuk dukungan pada program 1 juta rumah yang dicanangkan Presiden Jokowi.
Di sisi lain, sektor Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang, Sektor Pengadaan Listrik dan Gas,
sektor Transportasi dan Pergudangan, sektor Jasa Keuangan dan Asuransi, sektor Jasa Perusahaan serta sektor Jasa
lainnya mengalami perlambatan pada Tw-I 2015.
Grafik 1.34. Perkembangan Tamu Hotel
Sumber: BPS (diolah)
Pert (%qtq) Pert (%yoy)Tamu Hotel
I II III IV I II III IV I2013 2014 2015
-40%
-20%
0%
20%
40%
60%
80%
0
5,000
10,000
15,000
20,000
25,000
30,000
35,000
40,000
45,000
Grafik 1.35. Perkembangan Penumpang Bandara
Sumber: BPS (diolah)
Pert (%qtq) Pert (%yoy)Penumpang
I II III IV I II III IV I2013 2014 2015
-30%
-20%
-10%
0%
10%
20%
30%
0
100,000
200,000
300,000
400,000
500,000
600,000
700,000
BAB I - EKONOMI MAKRO REGIONAL12
Mengurangi praktik illegal, unreported and unregullated (IUU) Fising di wilayah RI
Membuka kesempatan nelayan tradisional untuk meningkatkan produksinya
-21.2%
24.5%14.7%
0.7%
-27.0%
20.7%
17.9%
-2.9%
-25.6%
3.5%
422,913 526,432 603,788 607,827 443,700 535,657 631,578 612,964 456,087
12.2%
8.2%
13.2%
4.9%
1.8%
4.6%
0.8%
2.8%
22415 30740 36166 36507 26089 32424 40820 40874 26936
-12.8%
37.1%
17.7% 0.9%
-28.5%
24.3% 25.9%
0.1%
-34.1%
42.4%
65.2%
62.2%
42.1%
16.4%
5.5%
12.9%
12.0%
3.2%
Pada akhir tahun 2014, Kementrian Kelautan dan perikanan(KKP) memberlakukan moratorium terkait penangkapan ikan,
pemberlakuan larangan transhipment atau pemindahan muatan perikanan di tengah laut, dan penyempurnaan sistem
perizinan usaha perikanan tangkap, seperti 11 dokumen dari 3 kementerian perizinan kepelayanan terpadu satu pintu (PTSP).
Selain itu, kebijakan tersebut dibuat untuk menata ulang birokrasi di KKP termasuk menertibkan Ilegal Fishing. Kebijakan
atau peraturan tersebut antara lain :
Salah satu sektor pendorong perekonomian di Provinsi Nusa Tenggara Timur adalah sektor Perikanan. Dari data BPS
menunjukkan bahwa sektor perikanan menyumbang kurang lebih Rp500 Miliar dalam satu tahun. Penerapan kebijakan
moratorium penangkapan ikan ini cukup berdampak pada sektor perikanan di NTT, dari hasil penggalian informasi dan survei
pada beberapa perusahaan perikanan di NTT didapatkan beberapa indikator perekonomian yang terkena dampaknya antara
lain :
Diketahui juga bahwa penyebab penurunan hasil perikanan adalah menurunnya jumlah umpan untuk menangkap ikan
dengan metode memancing (pull and line) dan pemasangan rumpon yang terlalu banyak di selatan laut jawa sehingga
sebagian besar ikan ditangkap di laut jawa. Selain itu, bagi perusahaan yang menggunakan kapal pengangkut ikan sebagai
media penyimpanan ikan (cold storage), Pemberlakuan moratorium sangat berdampak pada penurunan kapasitas
penyimpanan ikan dan penangkapan. Sebagai daerah penghasil ikan, NTT belum menjadi daerah pengolah ikan. Seluruh ikan
yang dihasilkan sebagian besar dikirim ke daerah lain seperti Jawa, Bali dan Sulawesi.
BOKS 1.1. Dampak Moratorium Perikanan
Tabel Boks 1.1.1 Peraturan KKP dan Tujuan
Tabel Boks 1.1.2 Dampak Moratorium di NTT
EKONOMI MAKRO REGIONAL - BAB I 13
Secara tahunan, Sektor Penyediaan Akomodasi dan Jasa Makan Minum mengalami perlambatan pada
triwulan-I 2015. Beberapa indikator pertumbuhan sektor akomodasi menunjukkan adanya perlambatan. Dari
pertumbuhan jumlah tamu hotel, pertumbuhan tamu hotel pada Tw I-2014 mencapai 16,4% (yoy) sementara pada Tw
I-2015 mengalami perlambatan menjadi 3,2% (yoy). Pertumbuhan penumpang dibandara mengalami perlambatan
dari 4,9% (yoy) pada Tw-I 2014 menjadi 2,8% (yoy) di Tw I-2015. Perlambatan terutama terjadi karena adanya dampak
pelarangan kegiatan Pegawai Negeri di Hotel. Di sisi lain, kondisi ekonomi global yang sedang menurun membuat
jumlah kunjungan wisatawan mancanegara pada Tw-I 2015 mengalami penurunan.
Secara triwulan, pada triwulan I 2015 terjadi penurunan pertumbuhan sektor penyediaan akomodasi dan jasa makan
minum secara sebesar -11,4 (qtq). Penurunan terjadi karena sudah lewatnya masa liburan, cuaca yang kurang baik serta
ombak tinggi yang membuat kegiatan untuk wisata air menjadi berkurang. Berdasarkan pola pergerakan wisatawan,
kunjungan wisatawan mengalami kenaikan tinggi pada bulan Juni, Juli dan Agustus mengikuti tren liburan anak
sekolah.
Sektor pertambangan dan galian mencatat penurunan hingga -12,4% (qtq). Penurunan juga terkonfirmasi dari
penurunan jumlah pekerja sektor penambangan hingga 67,1% (yoy) pada bulan Februari 2015. Adanya permasalahan
sengketa lahan, kekurangan pasokan listrik, dan masuknya musim hujan mendorong beberapa perusahaan tambang
untuk berhenti beroperasi.
Sektor industri pengolahan, Informasi dan Komunikasi, Real Estate dan Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial secara
tahunan (yoy) mengalami peningkatan. Peningkatan jasa kesehatan terutama didorong oleh dibangunnya beberapa
sarana kesehatan baru di Provinsi NTT, seperti RS. Siloam di Kota Kupang, sementara sektor real estate turut didorong
oleh adanya target pembangunan 1000 rumah di seluruh NTT pada tahun 2015 oleh Real Estate Indonesia (REI),
pembangunan tersebut merupakan bentuk dukungan pada program 1 juta rumah yang dicanangkan Presiden Jokowi.
Di sisi lain, sektor Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang, Sektor Pengadaan Listrik dan Gas,
sektor Transportasi dan Pergudangan, sektor Jasa Keuangan dan Asuransi, sektor Jasa Perusahaan serta sektor Jasa
lainnya mengalami perlambatan pada Tw-I 2015.
Grafik 1.34. Perkembangan Tamu Hotel
Sumber: BPS (diolah)
Pert (%qtq) Pert (%yoy)Tamu Hotel
I II III IV I II III IV I2013 2014 2015
-40%
-20%
0%
20%
40%
60%
80%
0
5,000
10,000
15,000
20,000
25,000
30,000
35,000
40,000
45,000
Grafik 1.35. Perkembangan Penumpang Bandara
Sumber: BPS (diolah)
Pert (%qtq) Pert (%yoy)Penumpang
I II III IV I II III IV I2013 2014 2015
-30%
-20%
-10%
0%
10%
20%
30%
0
100,000
200,000
300,000
400,000
500,000
600,000
700,000
BAB I - EKONOMI MAKRO REGIONAL12
Mengurangi praktik illegal, unreported and unregullated (IUU) Fising di wilayah RI
Membuka kesempatan nelayan tradisional untuk meningkatkan produksinya
-21.2%
24.5%14.7%
0.7%
-27.0%
20.7%
17.9%
-2.9%
-25.6%
3.5%
422,913 526,432 603,788 607,827 443,700 535,657 631,578 612,964 456,087
12.2%
8.2%
13.2%
4.9%
1.8%
4.6%
0.8%
2.8%
22415 30740 36166 36507 26089 32424 40820 40874 26936
-12.8%
37.1%
17.7% 0.9%
-28.5%
24.3% 25.9%
0.1%
-34.1%
42.4%
65.2%
62.2%
42.1%
16.4%
5.5%
12.9%
12.0%
3.2%
Adanya kelangkaan pupuk pada awal tahun 2015 cukup membuat heboh kondisi pertanian di Provinsi NTT dikarenakan
kelangkaan pupuk terjadi pada saat petani mulai melakukan proses tanam. Sebagian besar petani mengeluh tidak bisa
memperoleh pupuk dari pengecer, padahal di saat yang sama, kondisi persediaan pupuk di gudang produsen relatif ada. Oleh
karena itu, dalam kajian singkat berikut akan digali permasalahan-permasalahan yang berpotensi terjadi dan langkah-
langkah apa saja yang sekiranya bisa kita lakukan untuk melakukan peningkatan produksi padi di Provinsi NTT.
ANALISA PERATURANBerdasarkan peraturan menteri pertanian tentang kebutuhan dan HET pupuk bersubsidi dan peraturan menteri perdagangan
tentang pengadaan dan penyaluran pupuk bersubsidi untuk pertanian yang dijelaskan lebih lanjut dalam petunjuk
pelaksanaan penyaluran RDKK hingga monitoring pengawasan dalam pedoman pendampingan verifikasi dan validasi
penyaluran pupuk bersubsidi didapatkan bahwa secara umum proses penyusunan kebutuhan hingga penyaluran pupuk
berada dalam mekanisme tertutup. Petani yang berhak mendapatkan pupuk bersubsidi adalah petani yang tergabung dalam
kelompok tani dengan luas lahan tidak boleh lebih dari 2 hektar. Hal ini dilakukan untuk mencegah potensi kebocoran
penyaluran pupuk bersubsidi. Dalam penyusunan kebutuhan, masing-masing petani yang tergabung dalam kelompok tani
melakukan musyawarah untuk menentukan berapa kebutuhan riil pupuk untuk masing-masing masa tanam dan didampingi
oleh penyuluh lapangan yang membantu mengarahkan dan mengecek kebenaran kebutuhan petani dengan kondisi fisik di
lapangan. Setelah diperoleh kebutuhan riil petani, maka dilakukan rekapitulasi di level gapoktan, kecamatan, kabupaten,
hingga provinsi yang kemudian dikirim ke kementrian pertanian sebagai acuan kebutuhan pupuk bersubsidi untuk alokasi
Provinsi NTT.
Setelah didapatkan alokasi pupuk bersubsidi, maka kementrian pertanian mengesahkan alokasi kebutuhan pupuk dalam
bentuk permentan. Kementrian pertanian berkoordinasi dengan kementrian terkait menunjuk PT Pupuk Indonesia sebagai
produsen untuk memastikan alokasi pupuk diterima hingga tingkat kelompok tani yang terdaftar sebagai penerima pupuk
bersubsidi. Penebusan pupuk oleh kelompok tani hanya dapat dilakukan menggunakan salinan RDKK yang telah diberikan
kepada pengecer dalam proses penyusunannya. Permintaan penebusan tersebut digunakan oleh pengecer sebagai bukti
bahwa akan dilakukan penyaluran pupuk bersubsidi. Setelah mendapatkan permintaan, maka produsen akan menyalurkan
pupuk bersubsidi sesuai dengan jumlah pupuk bersubsidi yang diminta dalam RDKK.
BOKS 1.2. Permasalahan Penyaluran Pupuk Bersubsidi Di Provinsi Nusa Tenggara Timur
Gambar Boks 1.2.1 Proses Penyusunan, Penyaluran dan Pengawasan Pupuk Bersubsidi
Sumber : Kementrian Pertanian, Kementrian Perdagangan, diolah
EKONOMI MAKRO REGIONAL - BAB I 15
Dari dampak-dampak yang timbul akibat Moratorium terkait penangkapan ikan, beberapa rekomendasi yang
dapat dilakukan saat ini terkait dampak peraturan KKP antara lain : (1) Dampak dari Permen KKP memberikan
dampak perbaikan stok sumber daya ikan, namun masih dibutuhkan komitmen bersama secara global untuk
menjaga sustainability stok sumber daya ikan, (2) Terkait dengan banyaknya ABK kapal penangkap ikan eks asing
yang “dirumahkan” maka dianggap perlu bagi instansi terkait seperti KKP untuk memberikan pelatihan mata
pencaharian alternatif, (3) Pemerintah perlu memberikan tenggang waktu untuk relaksasi kepada pelaku usaha
yang terkena dampak kebijakan moratorium tersebut agar dapat mempersiapkan operasional perusahaan saat
masa moratorium. (4) Terkait kebijakan Permen KKP No 2 tahun 2015, diperlukan kategorisasi ulang terhadap
alat tangkap yang sesuai SNI yang selanjutnya konversi alat tangkap selayaknya ditanggung oleh pemerintah.
Gambar Boks 1.1.1 Alur Pengiriman Ikan di NTT
BAB I - EKONOMI MAKRO REGIONAL14
Adanya kelangkaan pupuk pada awal tahun 2015 cukup membuat heboh kondisi pertanian di Provinsi NTT dikarenakan
kelangkaan pupuk terjadi pada saat petani mulai melakukan proses tanam. Sebagian besar petani mengeluh tidak bisa
memperoleh pupuk dari pengecer, padahal di saat yang sama, kondisi persediaan pupuk di gudang produsen relatif ada. Oleh
karena itu, dalam kajian singkat berikut akan digali permasalahan-permasalahan yang berpotensi terjadi dan langkah-
langkah apa saja yang sekiranya bisa kita lakukan untuk melakukan peningkatan produksi padi di Provinsi NTT.
ANALISA PERATURANBerdasarkan peraturan menteri pertanian tentang kebutuhan dan HET pupuk bersubsidi dan peraturan menteri perdagangan
tentang pengadaan dan penyaluran pupuk bersubsidi untuk pertanian yang dijelaskan lebih lanjut dalam petunjuk
pelaksanaan penyaluran RDKK hingga monitoring pengawasan dalam pedoman pendampingan verifikasi dan validasi
penyaluran pupuk bersubsidi didapatkan bahwa secara umum proses penyusunan kebutuhan hingga penyaluran pupuk
berada dalam mekanisme tertutup. Petani yang berhak mendapatkan pupuk bersubsidi adalah petani yang tergabung dalam
kelompok tani dengan luas lahan tidak boleh lebih dari 2 hektar. Hal ini dilakukan untuk mencegah potensi kebocoran
penyaluran pupuk bersubsidi. Dalam penyusunan kebutuhan, masing-masing petani yang tergabung dalam kelompok tani
melakukan musyawarah untuk menentukan berapa kebutuhan riil pupuk untuk masing-masing masa tanam dan didampingi
oleh penyuluh lapangan yang membantu mengarahkan dan mengecek kebenaran kebutuhan petani dengan kondisi fisik di
lapangan. Setelah diperoleh kebutuhan riil petani, maka dilakukan rekapitulasi di level gapoktan, kecamatan, kabupaten,
hingga provinsi yang kemudian dikirim ke kementrian pertanian sebagai acuan kebutuhan pupuk bersubsidi untuk alokasi
Provinsi NTT.
Setelah didapatkan alokasi pupuk bersubsidi, maka kementrian pertanian mengesahkan alokasi kebutuhan pupuk dalam
bentuk permentan. Kementrian pertanian berkoordinasi dengan kementrian terkait menunjuk PT Pupuk Indonesia sebagai
produsen untuk memastikan alokasi pupuk diterima hingga tingkat kelompok tani yang terdaftar sebagai penerima pupuk
bersubsidi. Penebusan pupuk oleh kelompok tani hanya dapat dilakukan menggunakan salinan RDKK yang telah diberikan
kepada pengecer dalam proses penyusunannya. Permintaan penebusan tersebut digunakan oleh pengecer sebagai bukti
bahwa akan dilakukan penyaluran pupuk bersubsidi. Setelah mendapatkan permintaan, maka produsen akan menyalurkan
pupuk bersubsidi sesuai dengan jumlah pupuk bersubsidi yang diminta dalam RDKK.
BOKS 1.2. Permasalahan Penyaluran Pupuk Bersubsidi Di Provinsi Nusa Tenggara Timur
Gambar Boks 1.2.1 Proses Penyusunan, Penyaluran dan Pengawasan Pupuk Bersubsidi
Sumber : Kementrian Pertanian, Kementrian Perdagangan, diolah
EKONOMI MAKRO REGIONAL - BAB I 15
Dari dampak-dampak yang timbul akibat Moratorium terkait penangkapan ikan, beberapa rekomendasi yang
dapat dilakukan saat ini terkait dampak peraturan KKP antara lain : (1) Dampak dari Permen KKP memberikan
dampak perbaikan stok sumber daya ikan, namun masih dibutuhkan komitmen bersama secara global untuk
menjaga sustainability stok sumber daya ikan, (2) Terkait dengan banyaknya ABK kapal penangkap ikan eks asing
yang “dirumahkan” maka dianggap perlu bagi instansi terkait seperti KKP untuk memberikan pelatihan mata
pencaharian alternatif, (3) Pemerintah perlu memberikan tenggang waktu untuk relaksasi kepada pelaku usaha
yang terkena dampak kebijakan moratorium tersebut agar dapat mempersiapkan operasional perusahaan saat
masa moratorium. (4) Terkait kebijakan Permen KKP No 2 tahun 2015, diperlukan kategorisasi ulang terhadap
alat tangkap yang sesuai SNI yang selanjutnya konversi alat tangkap selayaknya ditanggung oleh pemerintah.
Gambar Boks 1.1.1 Alur Pengiriman Ikan di NTT
BAB I - EKONOMI MAKRO REGIONAL14
Grafik Boks 1.2.1 Rasio Pupuk Bersubsidi per luas panen di Indonesia
Sumber : Dinas Pertanian, diolah
163.1 195.3 203.6 206.2 233.0
299.3 316.0 339.2 358.0 398.5 427.6 438.6 447.5 463.6 463.9 472.8 485.7 512.3 543.0 573.3 577.1 586.3 600.5 603.5 605.7 641.3 692.3 730.9 746.5 760.9
1,061.3 1,188.3
1,281.2 1,298.7
4,978.4
KALTARANTT
KALSELMALUT
KALTENGSULUT
BANTENKALBAR
SULTENGSUMBARSUMSEL
MALUKUSULTRA
ACEHPAPUASULSEL
DKI JAKARTABENGKULU
NTBPAPUA BARAT
SULBARDIY
KALTIMJABAR
SUMUTGORONTALO
INDONESIABALI
LAMPUNGJAMBI
JATENGRIAU
JATIMKEPRI
BABEL
Grafik Boks 1.2.2 Rasio Pupuk Bersubsidi per luas panen di Provinsi NTT
Sumber : Dinas Pertanian, diolah
21.3 21.4 34.6 56.7 86.7 93.9 116.1 122.7
176.6 184.6 195.3 212.8 213.9
249.7 254.4 275.4 292.4
366.1 442.2
513.9 1,402.0
1,514.0
Sumba TengahAlorSBD
LembataFlores Timur
Sumba TimurSikka
TTUMatim
Belu&MalakaNTT
MabarEnde
KupangSumba Barat
NgadaManggaraiRote Ndao
NagakeoTTS
Kota KupangSabu Raijua
Dari total 200 ribu ha lahan sawah, Provinsi NTT memiliki potensi lahan irigasi mencapai 59,6% dari total lahan sawah. Namun
demikian, hanya 34,3% lahan yang dapat dilakukan lebih dari satu kali panen, sedangkan 65,8% hanya dilakukan satu kali
panen. Berdasarkan pola panen padi didapatkan bahwa lebih dari 40% panen dihasilkan pada masa tanam pertama yaitu
antara bulan Januari-April. 40% lainnya dihasilkan pada masa tanam kedua yaitu pada bulan Mei-Agustus. Masa panen
ketiga hanya menghasilkan kurang dari 20% dari total panen yang dihasilkan. Dibandingkan dengan data realisasi
penyaluran pupuk bersubsidi, didapatkan bahwa total realisasi pupuk selama masa tanam pertama sudah mencapai 57%
atau lebih dari 120% dari alokasi penyaluran hingga bulan April 2015. Walaupun terdapat permasalahan penyaluran pada
awal tahun dikarenakan permasalahan RDKK dan SK Bupati yang belum turun, penyaluran akhirnya dapat terealisasi pada
bulan Maret – April 2015 walaupun dari sisi waktu kurang tepat sasaran.
Grafik Boks 1.2.3. Kondisi Lahan dan Pola Panen serta Realisasi Penyaluran Pupuk di Provinsi NTT
Sumber : Dinas Pertanian, PT Pupuk Gresik dan PT Pupuk Kaltim, diolah
Identifikasi Pokok PermasalahanBerdasarkan Kondisi tersebut, maka dapat diidentifikasi beberapa permasalahan pokok produksi padi di Provinsi NTT antara
lain sebagai berikut :
Kelembagaan petani yang belum terbentuk dengan baik dan merata. Hal ini terlihat dari rendahnya alokasi
pengajuan pupuk bersubsidi di Provinsi NTT. Dengan luas panen mencapai 240 ribu ha, maka potensi alokasi subsidi
dengan rata-rata kebutuhan pupuk ideal sebesar 450 kg/ ha dapat mencapai 110 ribu ton, atau 2,3 kali lipat dari alokasi
pupuk saat ini yang hanya sebesar 47,96 ribu ton. Belum terbentuknya kelompok tani yang merata di Provinsi NTT
menyebabkan potensi kuota pupuk berkurang signifikan.
Kelembagaan penyuluh pertanian kurang maksimal. Kelompok tani akan terbentuk apabila mendapat bimbingan
teknis dari penyuluh lapangan. Tidak terbentuknya kelompok tani, juga disebabkan oleh bimbingan yang kurang
maksimal diberikan oleh penyuluh lapangan. Beberapa hasil wawancara dengan petani menyatakan bahwa beberapa
petani tidak tahu siapa yang menjadi penyuluh mereka. Bahkan ada petani yang tidak tahu bahwa mereka sudah masuk
dalam kelompok tani.
1.
2.
EKONOMI MAKRO REGIONAL - BAB I 17
Untuk mengawasi pelaksanaan penyaluran pupuk bersubsidi tersebut, maka berdasarkan petunjuk pelaksanaan (juklak)
terbaru tahun 2015 dilakukan kegiatan verifikasi dan validasi penyaluran pupuk bersubsidi. Proses verifikasi dilakukan dari
tingkat kecamatan dengan sasaran pengecer pupuk untuk memastikan bahwa penyaluran pupuk telah sesuai dengan
permintaan dalam RDKK yang disertai dengan bukti penunjang terlampir dalam berita acara serah terima pupuk bersubsidi.
Pemeriksaan dokumen dilakukan untuk memastikan bahwa tidak ada pupuk bersubsidi yang disalurkan keluar dari daftar
kelompok tani dalam kewenangannya. Proses verifikasi juga dilakukan di tingkat kabupaten untuk memastikan bahwa
penyaluran pupuk bersubsidi sudah sesuai dengan permintaan pengecer, demikian pula hingga pemerintah pusat. Jumlah
penyaluran harus sama dengan jumlah permintaan dalam RDKK. Selain itu, pemerintah juga telah membentuk komisi
pengawasan pupuk dan pestisida (KPPP) yang terdiri dari berbagai macam instansi untuk mengawasi penyaluran pupuk
bersubsidi. Dengan sistem distribusi yang tertutup, jumlah distributor dan pengecer dapat diketahui dengan pasti. Sistem
juga tidak memungkinkan penyaluran pupuk keluar dalam pola yang sudah dibentuk. Lagipula, dengan jumlah distributor
yang kurang dari 20 distributor dan pengecer dengan asumsi sama dengan jumlah kecamatan di NTT yang sebanyak 300
pengecer, maka seharusnya sistem pengawasan dapat relatif mudah dilakukan, karena secara rata-rata tiap kabupaten hanya
mengawasi penyaluran pupuk pada 1 distributor dan kurang dari 15 pengecer. Apabila terdapat penyaluran pupuk di luar
saluran distribusi tersebut, maka bisa dipastikan terdapat kelemahan dalam proses pengawasan penyaluran pupuk
bersubsidi.
Kondisi Perberasan dan Penyaluran Pupuk di Provinsi NTTPertumbuhan produksi padi tahun 2014 di Provinsi NTT menunjukkan kinerja yang cukup bagus. Dibanding tahun
sebelumnya, produksi padi Provinsi NTT mencapai pertumbuhan terbesar kedua dengan pertumbuhan mencapai 12,75%,
hanya kalah dibanding Provinsi Sulawesi Tenggara yang tumbuh sebesar 17,15%. Secara nasional, produksi NTT berada pada
urutan ke-18 dari 34 Provinsi, dengan jumlah produksi sebesar 822,67 ribu ton GKP per tahun. Peningkatan produksi padi
lebih disebabkan oleh peningkatan luas panen yang terlihat dari peningkatan luas panen hingga lebih dari 23 ribu hektar atau
tumbuh sebesar 10,39% dibanding tahun sebelumnya. Produktifitas lahan masih relatif rendah dengan tumbuh hanya
sebesar 2,13% dibanding tahun sebelumnya dan menempati peringkat ketiga terbawah nasional setelah Provinsi Bangka
Belitung dan Provinsi Kalimantan Barat. Hal ini menunjukkan bahwa proses peningkatan produksi padi hanya lebih
mengandalkan pada ekstensifikasi pertanian saja, sedangkan intensifikasi pertanian masih relatif kurang diprioritaskan.
Apabila dibandingkan dengan data penyaluran pupuk 2015, terlihat bahwa terdapat korelasi positif antara rasio alokasi
pupuk bersubsidi dengan produktifitas lahan. Hal ini menunjukkan bahwa lahan dengan pemupukan yang baik akan
cenderung lebih produktif dibanding lahan dengan pemupukan minimal. Nilai tersebut sebenarnya tidak sepenuhnya
mewakili dikarenakan adanya kebutuhan pupuk bersubsidi untuk sub sektor yang lain seperti sektor perkebunan di
Kepulauan Riau, Riau dan Jambi, sehingga seakan-akan rasio pupuk dibanding luas lahan lebih tinggi dibandingkan daerah
lainnya. Berdasarkan data didapatkan bahwa kuota pupuk untuk Provinsi NTT terendah kedua dibanding nasional yaitu hanya
sebesar 195,3 kg per hektar, jauh dibanding rata-rata kebutuhan pupuk nasional yang mencapai 692,3 kg per hektarnya.
Alokasi pupuk di Provinsi NTT hanya sedikit lebih tinggi dibanding Provinsi Kaltara yang lebih disebabkan oleh permasalahan
kelembagaan yang masih relatif baru.
BAB I - EKONOMI MAKRO REGIONAL16
Grafik Boks 1.2.1 Rasio Pupuk Bersubsidi per luas panen di Indonesia
Sumber : Dinas Pertanian, diolah
163.1 195.3 203.6 206.2 233.0
299.3 316.0 339.2 358.0 398.5 427.6 438.6 447.5 463.6 463.9 472.8 485.7 512.3 543.0 573.3 577.1 586.3 600.5 603.5 605.7 641.3 692.3 730.9 746.5 760.9
1,061.3 1,188.3
1,281.2 1,298.7
4,978.4
KALTARANTT
KALSELMALUT
KALTENGSULUT
BANTENKALBAR
SULTENGSUMBARSUMSEL
MALUKUSULTRA
ACEHPAPUASULSEL
DKI JAKARTABENGKULU
NTBPAPUA BARAT
SULBARDIY
KALTIMJABAR
SUMUTGORONTALO
INDONESIABALI
LAMPUNGJAMBI
JATENGRIAU
JATIMKEPRI
BABEL
Grafik Boks 1.2.2 Rasio Pupuk Bersubsidi per luas panen di Provinsi NTT
Sumber : Dinas Pertanian, diolah
21.3 21.4 34.6 56.7 86.7 93.9 116.1 122.7
176.6 184.6 195.3 212.8 213.9
249.7 254.4 275.4 292.4
366.1 442.2
513.9 1,402.0
1,514.0
Sumba TengahAlorSBD
LembataFlores Timur
Sumba TimurSikka
TTUMatim
Belu&MalakaNTT
MabarEnde
KupangSumba Barat
NgadaManggaraiRote Ndao
NagakeoTTS
Kota KupangSabu Raijua
Dari total 200 ribu ha lahan sawah, Provinsi NTT memiliki potensi lahan irigasi mencapai 59,6% dari total lahan sawah. Namun
demikian, hanya 34,3% lahan yang dapat dilakukan lebih dari satu kali panen, sedangkan 65,8% hanya dilakukan satu kali
panen. Berdasarkan pola panen padi didapatkan bahwa lebih dari 40% panen dihasilkan pada masa tanam pertama yaitu
antara bulan Januari-April. 40% lainnya dihasilkan pada masa tanam kedua yaitu pada bulan Mei-Agustus. Masa panen
ketiga hanya menghasilkan kurang dari 20% dari total panen yang dihasilkan. Dibandingkan dengan data realisasi
penyaluran pupuk bersubsidi, didapatkan bahwa total realisasi pupuk selama masa tanam pertama sudah mencapai 57%
atau lebih dari 120% dari alokasi penyaluran hingga bulan April 2015. Walaupun terdapat permasalahan penyaluran pada
awal tahun dikarenakan permasalahan RDKK dan SK Bupati yang belum turun, penyaluran akhirnya dapat terealisasi pada
bulan Maret – April 2015 walaupun dari sisi waktu kurang tepat sasaran.
Grafik Boks 1.2.3. Kondisi Lahan dan Pola Panen serta Realisasi Penyaluran Pupuk di Provinsi NTT
Sumber : Dinas Pertanian, PT Pupuk Gresik dan PT Pupuk Kaltim, diolah
Identifikasi Pokok PermasalahanBerdasarkan Kondisi tersebut, maka dapat diidentifikasi beberapa permasalahan pokok produksi padi di Provinsi NTT antara
lain sebagai berikut :
Kelembagaan petani yang belum terbentuk dengan baik dan merata. Hal ini terlihat dari rendahnya alokasi
pengajuan pupuk bersubsidi di Provinsi NTT. Dengan luas panen mencapai 240 ribu ha, maka potensi alokasi subsidi
dengan rata-rata kebutuhan pupuk ideal sebesar 450 kg/ ha dapat mencapai 110 ribu ton, atau 2,3 kali lipat dari alokasi
pupuk saat ini yang hanya sebesar 47,96 ribu ton. Belum terbentuknya kelompok tani yang merata di Provinsi NTT
menyebabkan potensi kuota pupuk berkurang signifikan.
Kelembagaan penyuluh pertanian kurang maksimal. Kelompok tani akan terbentuk apabila mendapat bimbingan
teknis dari penyuluh lapangan. Tidak terbentuknya kelompok tani, juga disebabkan oleh bimbingan yang kurang
maksimal diberikan oleh penyuluh lapangan. Beberapa hasil wawancara dengan petani menyatakan bahwa beberapa
petani tidak tahu siapa yang menjadi penyuluh mereka. Bahkan ada petani yang tidak tahu bahwa mereka sudah masuk
dalam kelompok tani.
1.
2.
EKONOMI MAKRO REGIONAL - BAB I 17
Untuk mengawasi pelaksanaan penyaluran pupuk bersubsidi tersebut, maka berdasarkan petunjuk pelaksanaan (juklak)
terbaru tahun 2015 dilakukan kegiatan verifikasi dan validasi penyaluran pupuk bersubsidi. Proses verifikasi dilakukan dari
tingkat kecamatan dengan sasaran pengecer pupuk untuk memastikan bahwa penyaluran pupuk telah sesuai dengan
permintaan dalam RDKK yang disertai dengan bukti penunjang terlampir dalam berita acara serah terima pupuk bersubsidi.
Pemeriksaan dokumen dilakukan untuk memastikan bahwa tidak ada pupuk bersubsidi yang disalurkan keluar dari daftar
kelompok tani dalam kewenangannya. Proses verifikasi juga dilakukan di tingkat kabupaten untuk memastikan bahwa
penyaluran pupuk bersubsidi sudah sesuai dengan permintaan pengecer, demikian pula hingga pemerintah pusat. Jumlah
penyaluran harus sama dengan jumlah permintaan dalam RDKK. Selain itu, pemerintah juga telah membentuk komisi
pengawasan pupuk dan pestisida (KPPP) yang terdiri dari berbagai macam instansi untuk mengawasi penyaluran pupuk
bersubsidi. Dengan sistem distribusi yang tertutup, jumlah distributor dan pengecer dapat diketahui dengan pasti. Sistem
juga tidak memungkinkan penyaluran pupuk keluar dalam pola yang sudah dibentuk. Lagipula, dengan jumlah distributor
yang kurang dari 20 distributor dan pengecer dengan asumsi sama dengan jumlah kecamatan di NTT yang sebanyak 300
pengecer, maka seharusnya sistem pengawasan dapat relatif mudah dilakukan, karena secara rata-rata tiap kabupaten hanya
mengawasi penyaluran pupuk pada 1 distributor dan kurang dari 15 pengecer. Apabila terdapat penyaluran pupuk di luar
saluran distribusi tersebut, maka bisa dipastikan terdapat kelemahan dalam proses pengawasan penyaluran pupuk
bersubsidi.
Kondisi Perberasan dan Penyaluran Pupuk di Provinsi NTTPertumbuhan produksi padi tahun 2014 di Provinsi NTT menunjukkan kinerja yang cukup bagus. Dibanding tahun
sebelumnya, produksi padi Provinsi NTT mencapai pertumbuhan terbesar kedua dengan pertumbuhan mencapai 12,75%,
hanya kalah dibanding Provinsi Sulawesi Tenggara yang tumbuh sebesar 17,15%. Secara nasional, produksi NTT berada pada
urutan ke-18 dari 34 Provinsi, dengan jumlah produksi sebesar 822,67 ribu ton GKP per tahun. Peningkatan produksi padi
lebih disebabkan oleh peningkatan luas panen yang terlihat dari peningkatan luas panen hingga lebih dari 23 ribu hektar atau
tumbuh sebesar 10,39% dibanding tahun sebelumnya. Produktifitas lahan masih relatif rendah dengan tumbuh hanya
sebesar 2,13% dibanding tahun sebelumnya dan menempati peringkat ketiga terbawah nasional setelah Provinsi Bangka
Belitung dan Provinsi Kalimantan Barat. Hal ini menunjukkan bahwa proses peningkatan produksi padi hanya lebih
mengandalkan pada ekstensifikasi pertanian saja, sedangkan intensifikasi pertanian masih relatif kurang diprioritaskan.
Apabila dibandingkan dengan data penyaluran pupuk 2015, terlihat bahwa terdapat korelasi positif antara rasio alokasi
pupuk bersubsidi dengan produktifitas lahan. Hal ini menunjukkan bahwa lahan dengan pemupukan yang baik akan
cenderung lebih produktif dibanding lahan dengan pemupukan minimal. Nilai tersebut sebenarnya tidak sepenuhnya
mewakili dikarenakan adanya kebutuhan pupuk bersubsidi untuk sub sektor yang lain seperti sektor perkebunan di
Kepulauan Riau, Riau dan Jambi, sehingga seakan-akan rasio pupuk dibanding luas lahan lebih tinggi dibandingkan daerah
lainnya. Berdasarkan data didapatkan bahwa kuota pupuk untuk Provinsi NTT terendah kedua dibanding nasional yaitu hanya
sebesar 195,3 kg per hektar, jauh dibanding rata-rata kebutuhan pupuk nasional yang mencapai 692,3 kg per hektarnya.
Alokasi pupuk di Provinsi NTT hanya sedikit lebih tinggi dibanding Provinsi Kaltara yang lebih disebabkan oleh permasalahan
kelembagaan yang masih relatif baru.
BAB I - EKONOMI MAKRO REGIONAL16
PERKEMBANGANINFLASI
BAB II
Solusi PermasalahanDengan adanya permasalahan tersebut di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa rendahnya alokasi pupuk hingga
potensi kebocoran penyaluran pupuk lebih disebabkan oleh lemahnya kelembagaan pemerintah dalam membina dan
mengawasi penyaluran pupuk bersubsidi. Baik pelaku usaha maupun petani pasti akan mengikuti peraturan apabila
peraturan yang ada dapat dijalankan dengan baik. Oleh karena itu, penguatan kelembagaan pemerintah, baik lembaga
penyuluhan, pertanian, maupun yang bersifat koordinasi dalam KPPP mutlak perlu ditingkatkan. Selain itu, pelaksana harus
memiliki kepatuhan dalam menjalankan peraturan dan harus ada mekanisme reward dan punishment yang jelas agar
penyaluran pupuk dapat berjalan dengan baik dan motivasi pelaksana dapat dijaga.
Penyaluran pupuk kurang tepat waktu. Realisasi pupuk hingga bulan April sudah menunjukkan kinerja yang cukup
bagus dan lebih dari target penyaluran. Namun demikian, realisasi penyaluran relatif terlambat yang menurut informasi
lebih disebabkan oleh terlambatnya pembentukan SK Bupati sehingga produsen tidak berani menyalurkan pupuk
dikarenakan ingin patuh dalam menjalankan peraturan yang ada. Adanya keterlambatan tersebut menyebabkan petani
harus mencari pupuk dan menebus dengan harga yang lebih tinggi dari HET. Hal ini juga berpotensi menumbuhkan
praktek penimbunan.
Masih ditemukan adanya kebocoran penyaluran pupuk bersubsidi. Pada beberapa kasus ditemukan bahwa
petani dapat membeli pupuk bersubsidi tanpa menunjukkan RDKK pupuk bersubsidi. Selain itu, terdapat pula temuan
penyaluran pupuk bersubsidi di luar wilayah penyaluran. Hal ini menunjukkan adanya kelemahan dalam sistem
pengawasan. Apabila sistem dijalankan dengan benar, maka seharusnya dalam proses verifikasi dapat ditemukan
kesalahan penyaluran yang terjadi, karena semua proses penyaluran harus berdasarkan dokumen yang jelas. Apabila
terdapat potensi kecurangan di level distributor maupun pengecer, maka mereka pasti akan dikenakan sanksi yang tegas
hingga penutupan usaha. Selain itu, juga terdapat KPPP yang khusus bertugas mengawasi penyaluran dan potensi
penyimpangan yang terjadi, sehingga seharusnya kesalahan tersebut tidak akan terjadi.
3.
4.
BAB I - EKONOMI MAKRO REGIONAL18
PERKEMBANGANINFLASI
BAB II
Solusi PermasalahanDengan adanya permasalahan tersebut di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa rendahnya alokasi pupuk hingga
potensi kebocoran penyaluran pupuk lebih disebabkan oleh lemahnya kelembagaan pemerintah dalam membina dan
mengawasi penyaluran pupuk bersubsidi. Baik pelaku usaha maupun petani pasti akan mengikuti peraturan apabila
peraturan yang ada dapat dijalankan dengan baik. Oleh karena itu, penguatan kelembagaan pemerintah, baik lembaga
penyuluhan, pertanian, maupun yang bersifat koordinasi dalam KPPP mutlak perlu ditingkatkan. Selain itu, pelaksana harus
memiliki kepatuhan dalam menjalankan peraturan dan harus ada mekanisme reward dan punishment yang jelas agar
penyaluran pupuk dapat berjalan dengan baik dan motivasi pelaksana dapat dijaga.
Penyaluran pupuk kurang tepat waktu. Realisasi pupuk hingga bulan April sudah menunjukkan kinerja yang cukup
bagus dan lebih dari target penyaluran. Namun demikian, realisasi penyaluran relatif terlambat yang menurut informasi
lebih disebabkan oleh terlambatnya pembentukan SK Bupati sehingga produsen tidak berani menyalurkan pupuk
dikarenakan ingin patuh dalam menjalankan peraturan yang ada. Adanya keterlambatan tersebut menyebabkan petani
harus mencari pupuk dan menebus dengan harga yang lebih tinggi dari HET. Hal ini juga berpotensi menumbuhkan
praktek penimbunan.
Masih ditemukan adanya kebocoran penyaluran pupuk bersubsidi. Pada beberapa kasus ditemukan bahwa
petani dapat membeli pupuk bersubsidi tanpa menunjukkan RDKK pupuk bersubsidi. Selain itu, terdapat pula temuan
penyaluran pupuk bersubsidi di luar wilayah penyaluran. Hal ini menunjukkan adanya kelemahan dalam sistem
pengawasan. Apabila sistem dijalankan dengan benar, maka seharusnya dalam proses verifikasi dapat ditemukan
kesalahan penyaluran yang terjadi, karena semua proses penyaluran harus berdasarkan dokumen yang jelas. Apabila
terdapat potensi kecurangan di level distributor maupun pengecer, maka mereka pasti akan dikenakan sanksi yang tegas
hingga penutupan usaha. Selain itu, juga terdapat KPPP yang khusus bertugas mengawasi penyaluran dan potensi
penyimpangan yang terjadi, sehingga seharusnya kesalahan tersebut tidak akan terjadi.
3.
4.
BAB I - EKONOMI MAKRO REGIONAL18
Inflasi triwulan I 2015 Provinsi NTT mengalami penurunan cukup besar dibanding triwulan
sebelumnya. Penurunan lebih disebabkan oleh penurunan harga BBM dan turunannya, serta
penurunan harga bahan makanan karena membaiknya cuaca dan pasokan, penurunan harga
ikan segar karena penurunan permintaan akibat adanya sentimen negatif temuan ikan
berformalin yang diikuti oleh meningkatnya pasokan karena kondisi cuaca yang membaik.
2.1 KONDISI UMUM
Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) pada triwulan I 2015 mengalami deflasi dibanding triwulan
sebelumnya. Deflasi terutama disebabkan oleh penurunan harga BBM yang diikuti dengan penurunan tarif
transportasi, penurunan harga ikan segar, sayur-sayuran dan bumbu-bumbuan. Deflasi terutama terjadi
pada bulan Februari sedangkan bulan Januari dan Maret mengalami inflasi. Dibandingkan capaian inflasi
nasional, inflasi Provinsi NTT relatif lebih rendah, baik secara triwulanan maupun tahunan. Inflasi tahunan
pada triwulan I 2015 tercatat sebesar 5,39% (yoy) lebih rendah dibandingkan inflasi nasional yang sebesar 6,38% (yoy).
Secara triwulanan, inflasi Provinsi NTT mengalami deflasi -0,47% (qtq) dibanding triwulan sebelumnya, lebih rendah
dibanding deflasi nasional yang sebesar -0,44% (qtq). Pencapaian inflasi melanjutkan tren triwulan sebelumnya yang
relatif lebih rendah dibanding inflasi nasional.
Kelompok volatile food dan administered price menjadi pendorong utama penurunan inflasi di
triwulan I 2015
Inflasi yang relatif tinggi terutama disebabkan oleh meningkatnya harga beras, dan biaya
pendidikan dikarenakan adanya tambahan pelajaran jelang ujian akhir nasional.
Kota Maumere menjadi pendorong utama penurunan inflasi di Provinsi NTT seiring dengan
capaian inflasi tahunan yang cukup rendah.
Dalam rangka pengendalian inflasi di daerah, TPID telah melakukan langkah-langkah
pengendalian antara lain 7 kali rapat koordinasi, press conference, operasi pasar beras serta
sidak pupuk dan beras di pasar. Selain itu, juga telah disusun road map TPID sebagai acuan
aktivitas TPID Provinsi NTT untuk tahun 2015-2018.
I II III IV I II III IV I II III I
2012 2013 2014
Grafik 2.1. Inflasi Tahunan Provinsi NTT dan Nasional
Sumber : BPS, diolah
IV
2015
3.00%
4.00%
5.00%
6.00%
7.00%
8.00%
9.00%
5.39%
6.38%
NTTNasional
-0.44%
-0.47%
-1.0%
0.0%
1.0%
2.0%
3.0%
4.0%
5.0%
6.0%
I II III IV I II III IV I II III I
2012 2013 2014
Grafik 2.2. Inflasi Triwulanan Provinsi NTT dan Nasional
Sumber : BPS, diolah
IV
2015
NTTNasional
PERKEMBANGAN INFLASI
PERKEMBANGAN INFLASI - BAB II 19
Inflasi triwulan I 2015 Provinsi NTT mengalami penurunan cukup besar dibanding triwulan
sebelumnya. Penurunan lebih disebabkan oleh penurunan harga BBM dan turunannya, serta
penurunan harga bahan makanan karena membaiknya cuaca dan pasokan, penurunan harga
ikan segar karena penurunan permintaan akibat adanya sentimen negatif temuan ikan
berformalin yang diikuti oleh meningkatnya pasokan karena kondisi cuaca yang membaik.
2.1 KONDISI UMUM
Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) pada triwulan I 2015 mengalami deflasi dibanding triwulan
sebelumnya. Deflasi terutama disebabkan oleh penurunan harga BBM yang diikuti dengan penurunan tarif
transportasi, penurunan harga ikan segar, sayur-sayuran dan bumbu-bumbuan. Deflasi terutama terjadi
pada bulan Februari sedangkan bulan Januari dan Maret mengalami inflasi. Dibandingkan capaian inflasi
nasional, inflasi Provinsi NTT relatif lebih rendah, baik secara triwulanan maupun tahunan. Inflasi tahunan
pada triwulan I 2015 tercatat sebesar 5,39% (yoy) lebih rendah dibandingkan inflasi nasional yang sebesar 6,38% (yoy).
Secara triwulanan, inflasi Provinsi NTT mengalami deflasi -0,47% (qtq) dibanding triwulan sebelumnya, lebih rendah
dibanding deflasi nasional yang sebesar -0,44% (qtq). Pencapaian inflasi melanjutkan tren triwulan sebelumnya yang
relatif lebih rendah dibanding inflasi nasional.
Kelompok volatile food dan administered price menjadi pendorong utama penurunan inflasi di
triwulan I 2015
Inflasi yang relatif tinggi terutama disebabkan oleh meningkatnya harga beras, dan biaya
pendidikan dikarenakan adanya tambahan pelajaran jelang ujian akhir nasional.
Kota Maumere menjadi pendorong utama penurunan inflasi di Provinsi NTT seiring dengan
capaian inflasi tahunan yang cukup rendah.
Dalam rangka pengendalian inflasi di daerah, TPID telah melakukan langkah-langkah
pengendalian antara lain 7 kali rapat koordinasi, press conference, operasi pasar beras serta
sidak pupuk dan beras di pasar. Selain itu, juga telah disusun road map TPID sebagai acuan
aktivitas TPID Provinsi NTT untuk tahun 2015-2018.
I II III IV I II III IV I II III I
2012 2013 2014
Grafik 2.1. Inflasi Tahunan Provinsi NTT dan Nasional
Sumber : BPS, diolah
IV
2015
3.00%
4.00%
5.00%
6.00%
7.00%
8.00%
9.00%
5.39%
6.38%
NTTNasional
-0.44%
-0.47%
-1.0%
0.0%
1.0%
2.0%
3.0%
4.0%
5.0%
6.0%
I II III IV I II III IV I II III I
2012 2013 2014
Grafik 2.2. Inflasi Triwulanan Provinsi NTT dan Nasional
Sumber : BPS, diolah
IV
2015
NTTNasional
PERKEMBANGAN INFLASI
PERKEMBANGAN INFLASI - BAB II 19
Komoditas beras, ikan kembung, tomat sayur dan Cabai rawit menjadi komoditas yang secara persisten menyumbang
inflasi di triwulan I 2015. Sedangkan komoditas lainnya mengalami kenaikan di satu bulan dan kembali normal di bulan
selanjutnya.
Komoditas bensin, ikan selar, semen dan angkutan udara menjadi komoditas yang secara persisten menyumbang
deflasi pada triwulan I 2015. Angkutan udara pada bulan Maret mengalami inflasi lebih dikarenakan tarif kembali
melakukan pembalikan setelah di dua bulan sebelumnya mengalami penurunan. Komoditas sayur-sayuran dan bumbu-
bumbuan menjadi penyumbang deflasi utama di bulan Februari dan Maret 2015 lebih dikarenakan oleh normalisasi
harga setelah di bulan Januari 2015 mengalami kenaikan harga yang cukup tinggi.
2.2. INFLASI BERDASARKAN KOMODITASBerdasarkan komoditas penyumbang inflasi secara tahunan, komoditas transportasi, komunikasi dan jasa, pendidikan,
rekreasi dan olah raga serta komoditas makanan jadi, minuman dan tembakau masih menjadi penyumbang inflasi
terbesar. Sedangkan komoditas bahan makanan, kesehatan dan sandang mampu menjadi komoditas penahan inflasi
secara tahunan.
Tabel 2.3. Inflasi di Provinsi NTT berdasarkan Kelompok Komoditas
KOMODITAS
Sumber : BPS diolah
IHK 2015
JAN FEB
INFLASI UMUM
Bahan Makanan
Makanan Jadi, Minuman dan Tembakau
Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar
Sandang
Kesehatan
Pendidikan, Rekreasi dan Olah Raga
Transportasi, Komunikasi dan Jasa
119.9
117.2
123.2
119.4
114.8
107.3
118.2
128.9
118.3
112.2
124.1
119.5
114.7
107.9
118.6
126.1
MAR
118.6
111.6
125.0
119.4
114.6
108.9
119.2
127.5
YOY
5.39%
2.23%
7.30%
5.01%
4.57%
3.94%
7.45%
9.02%
MTMQTQ
-0.47%
-0.36%
2.17%
0.36%
0.58%
1.80%
2.18%
-5.45%
0.61%
4.65%
0.69%
0.39%
0.75%
0.27%
1.40%
-4.43%
-1.28%
-4.27%
0.76%
0.09%
-0.06%
0.61%
0.28%
-2.19%
0.21%
-0.54%
0.69%
-0.12%
-0.11%
0.91%
0.49%
1.14%
JAN FEB MAR
Tabel 2.1. Komoditas Penyumbang Inflasi Utama di Provinsi NTT
SAWI PUTIH
KANGKUNG
BERAS
TELUR AYAM RAS
Ikan KEMBUNG/GEMBUNG
CABAI RAWIT
CABAI MERAH
Ikan TONGKOL/AMBU-AMBU
TOMAT SAYUR
Akademi/PT
39,99
23,70
2,18
17,62
9,09
29,86
24,75
10,21
26,25
27,50
Komoditas
JanuariInflasi (%)
0,23
0,16
0,14
0,12
0,11
0,09
0,07
0,07
0,06
0,05
Andil (%)BERAS
SENG
NASI DENGAN LAUK
TOMAT SAYUR
WORTEL
BAYAM
TARIP LISTRIK
SEWA RUMAH
KOL PUTIH/KUBIS
KOPI BUBUK
1,98
4,19
2,08
12,12
19,08
8,33
0,84
0,79
9,60
3,42
Komoditas
FebruariInflasi (%)
0,13
0,04
0,04
0,04
0,03
0,03
0,02
0,02
0,01
0,01
Andil (%)BERAS
BENSIN
Ikan KEMBUNG/GEMBUNG
ANGKUTAN UDARA
BESI BETON
DAUN SINGKONG
BIAYA FOTO COPY
SABUN MANDI
Ikan LAYANG/BENGGOL
CABAI RAWIT
6,56
3,99
8,18
3,47
6,20
21,67
41,64
8,56
26,39
8,97
Komoditas
MaretInflasi (%)
0,44
0,11
0,10
0,09
0,06
0,04
0,03
0,03
0,02
0,02
Andil (%)
Sumber : BPS (diolah)
Tabel 2.2. Komoditas Penyumbang Deflasi Utama di Provinsi NTT
BENSIN
ANGKUTAN DALAM KOTA
Ikan SELAR/TUDE
AYAM HIDUP
DAUN SINGKONG
ANGKUTAN UDARA
SOLAR
SEMEN
BUNCIS
Ikan LAYANG/BENGGOL
-15,53
-6,66
-15,68
-7,58
-13,95
-1,07
-8,07
-1,01
-20,61
-12,42
Komoditas
JanuariInflasi (%)
-0,57
-0,21
-0,06
-0,05
-0,03
-0,03
-0,03
-0,02
-0,02
-0,01
Andil (%)BENSIN
SAWI PUTIH
KANGKUNG
Ikan SELAR/TUDE
CABAI RAWIT
Ikan KEMBUNG/GEMBUNG
CABAI MERAH
Ikan TONGKOL
ANGKUTAN UDARA
SEMEN
-8.13
-30.31
-17.96
-44
-37.65
-10.28
-36.31
-17.6
-4.44
-2.49
Komoditas
FebruariInflasi (%)
-0.25
-0.24
-0.15
-0.15
-0.14
-0.14
-0.13
-0.13
-0.11
-0.06
Andil (%)DAGING AYAM RAS
TELUR AYAM RAS
SENG
KANGKUNG
CABAI MERAH
WORTEL
KOL PUTIH/KUBIS
Ikan EKOR KUNING
TONGKOL/AMBU-AMBU
Ikan SELAR/TUDE
-16,14
-12,95
-6,32
-9,85
-20,64
-25,70
-28,55
-17,88
-6,18
-17,72
Komoditas
MaretInflasi (%)
-0,16
-0,10
-0,07
-0,07
-0,05
-0,05
-0,04
-0,04
-0,04
-0,03
Andil (%)
Sumber : BPS (diolah)
PERKEMBANGAN INFLASI - BAB II 21
Secara tahunan, inflasi mengalami penurunan dari 7,76% (yoy) pada triwulan IV 2014 menjadi 5,39% (yoy)
di triwulan I 2015. Penurunan harga BBM sebanyak dua kali di bulan Januari menjadi penyumbang penurunan inflasi
terbesar yang diikuti dengan penurunan tarif angkutan dalam kota. Penurunan harga bahan makanan juga mampu
menekan inflasi NTT di triwulan I 2015. Adanya isu ikan berformalin menyebabkan penurunan konsumsi ikan dan
penurunan harga secara signifikan. Sayur-sayuran dan bumbu-bumbuan juga mengalami penurunan setelah di bulan
Januari mengalami kenaikan cukup besar.
Secara triwulanan, Provinsi NTT mengalami deflasi -0,47% (qtq) setelah pada triwulan sebelumnya
mengalami inflasi 5,31% (qtq). Deflasi pada triwulan I 2015 disumbang oleh deflasi komoditas transportasi dan
bahan makanan, sedangkan komoditas lainnya masih mengalami inflasi.
Berdasarkan pergerakan inflasi bulanan, Inflasi cukup tinggi masih terjadi pada bulan Januari 2015, dengan nilai
inflasi sebesar 0,61% (mtm). Inflasi terutama disebabkan oleh tingginya harga bahan makanan dikarenakan oleh
buruknya cuaca, sehingga tangkapan ikan menurun, pasokan sayur, bumbu-bumbuan dan beras mengalami
hambatan. Penghambat inflasi di bulan Januari adalah turunnya harga BBM hingga dua kali sehingga Inflasi dapat
ditekan.
Pada bulan Februari, Provinsi NTT mengalami deflasi cukup besar hingga sebesar 1,28% (mtm) terutama
disebabkan oleh kembali normalnya harga sayur-sayuran dan bumbu-bumbuan. Harga ikan segar mengalami
penurunan seiring dengan adanya isu ikan berformalin yang menyebabkan konsumsi dan harga ikan segar menurun
signifikan. Pada bulan Februari juga masih mengalami dampak lanjutan penurunan harga BBM yang tampak dari
penurunan harga bensin dan angkutan.
Pada bulan Maret, Provinsi NTT mengalami inflasi 0,21% (mtm) terutama disebabkan oleh meningkatnya
harga beras mengikuti penurunan pasokan beras di pasar. Adanya kondisi cuaca yang mulai membaik mampu
menurunkan harga komoditas bahan makanan lainnya sehingga inflasi relatif tertahan. Penyebab inflasi lainnya adalah
adanya kenaikan harga BBM sebanyak dua kali serta kenaikan tarif angkutan udara karena penurunan jumlah
penerbangan sehingga secara total masih mengalami inflasi.
Apabila dibandingkan dengan Provinsi Bali dan Nusa Tenggara Barat (NTB), pencapaian inflasi provinsi NTT cukup bagus
yang terlihat dari nilai inflasi tahunan mencapai 5,39% (yoy) paling rendah dibanding inflasi tahunan Bali yang sebesar
6,42% (yoy) dan inflasi NTB yang sebesar 5,98% (yoy). Demikian pula secara triwulanan, Inflasi Provinsi NTT berhasil
mencapai deflasi sebesar 0,47% (qtq), terendah dibanding deflasi bali yang sebesar 0,04% (qtq) maupun NTB yang
mengalami inflasi sebesar 0,18% (qtq).
Grafik 2.4. Perbandingan Inflasi Tahunan dan Triwulanandi wilayah Bali dan Nusa Tenggara
Sumber : BPS, diolah
-2.00%
-1.00%
0.00%
1.00%
2.00%
3.00%
4.00%
5.00%
Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec
2010 2011 2012 2013 2014 2015
Grafik 2. 3. Inflasi Bulanan Provinsi NTT dan Nasional
Sumber : BPS, diolah
6.42
5.98
5.39
4.80 5.00 5.20 5.40 5.60 5.80 6.00 6.20 6.40 6.60
Bali NTB NTT
yoy
(0.04)
0.18
(0.47) (0.50)
(0.40)
(0.30)
(0.20)
(0.10)
-
0.10
0.20
Bali NTB NTT
qtq
BAB II - PERKEMBANGAN INFLASI20
Komoditas beras, ikan kembung, tomat sayur dan Cabai rawit menjadi komoditas yang secara persisten menyumbang
inflasi di triwulan I 2015. Sedangkan komoditas lainnya mengalami kenaikan di satu bulan dan kembali normal di bulan
selanjutnya.
Komoditas bensin, ikan selar, semen dan angkutan udara menjadi komoditas yang secara persisten menyumbang
deflasi pada triwulan I 2015. Angkutan udara pada bulan Maret mengalami inflasi lebih dikarenakan tarif kembali
melakukan pembalikan setelah di dua bulan sebelumnya mengalami penurunan. Komoditas sayur-sayuran dan bumbu-
bumbuan menjadi penyumbang deflasi utama di bulan Februari dan Maret 2015 lebih dikarenakan oleh normalisasi
harga setelah di bulan Januari 2015 mengalami kenaikan harga yang cukup tinggi.
2.2. INFLASI BERDASARKAN KOMODITASBerdasarkan komoditas penyumbang inflasi secara tahunan, komoditas transportasi, komunikasi dan jasa, pendidikan,
rekreasi dan olah raga serta komoditas makanan jadi, minuman dan tembakau masih menjadi penyumbang inflasi
terbesar. Sedangkan komoditas bahan makanan, kesehatan dan sandang mampu menjadi komoditas penahan inflasi
secara tahunan.
Tabel 2.3. Inflasi di Provinsi NTT berdasarkan Kelompok Komoditas
KOMODITAS
Sumber : BPS diolah
IHK 2015
JAN FEB
INFLASI UMUM
Bahan Makanan
Makanan Jadi, Minuman dan Tembakau
Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar
Sandang
Kesehatan
Pendidikan, Rekreasi dan Olah Raga
Transportasi, Komunikasi dan Jasa
119.9
117.2
123.2
119.4
114.8
107.3
118.2
128.9
118.3
112.2
124.1
119.5
114.7
107.9
118.6
126.1
MAR
118.6
111.6
125.0
119.4
114.6
108.9
119.2
127.5
YOY
5.39%
2.23%
7.30%
5.01%
4.57%
3.94%
7.45%
9.02%
MTMQTQ
-0.47%
-0.36%
2.17%
0.36%
0.58%
1.80%
2.18%
-5.45%
0.61%
4.65%
0.69%
0.39%
0.75%
0.27%
1.40%
-4.43%
-1.28%
-4.27%
0.76%
0.09%
-0.06%
0.61%
0.28%
-2.19%
0.21%
-0.54%
0.69%
-0.12%
-0.11%
0.91%
0.49%
1.14%
JAN FEB MAR
Tabel 2.1. Komoditas Penyumbang Inflasi Utama di Provinsi NTT
SAWI PUTIH
KANGKUNG
BERAS
TELUR AYAM RAS
Ikan KEMBUNG/GEMBUNG
CABAI RAWIT
CABAI MERAH
Ikan TONGKOL/AMBU-AMBU
TOMAT SAYUR
Akademi/PT
39,99
23,70
2,18
17,62
9,09
29,86
24,75
10,21
26,25
27,50
Komoditas
JanuariInflasi (%)
0,23
0,16
0,14
0,12
0,11
0,09
0,07
0,07
0,06
0,05
Andil (%)BERAS
SENG
NASI DENGAN LAUK
TOMAT SAYUR
WORTEL
BAYAM
TARIP LISTRIK
SEWA RUMAH
KOL PUTIH/KUBIS
KOPI BUBUK
1,98
4,19
2,08
12,12
19,08
8,33
0,84
0,79
9,60
3,42
Komoditas
FebruariInflasi (%)
0,13
0,04
0,04
0,04
0,03
0,03
0,02
0,02
0,01
0,01
Andil (%)BERAS
BENSIN
Ikan KEMBUNG/GEMBUNG
ANGKUTAN UDARA
BESI BETON
DAUN SINGKONG
BIAYA FOTO COPY
SABUN MANDI
Ikan LAYANG/BENGGOL
CABAI RAWIT
6,56
3,99
8,18
3,47
6,20
21,67
41,64
8,56
26,39
8,97
Komoditas
MaretInflasi (%)
0,44
0,11
0,10
0,09
0,06
0,04
0,03
0,03
0,02
0,02
Andil (%)
Sumber : BPS (diolah)
Tabel 2.2. Komoditas Penyumbang Deflasi Utama di Provinsi NTT
BENSIN
ANGKUTAN DALAM KOTA
Ikan SELAR/TUDE
AYAM HIDUP
DAUN SINGKONG
ANGKUTAN UDARA
SOLAR
SEMEN
BUNCIS
Ikan LAYANG/BENGGOL
-15,53
-6,66
-15,68
-7,58
-13,95
-1,07
-8,07
-1,01
-20,61
-12,42
Komoditas
JanuariInflasi (%)
-0,57
-0,21
-0,06
-0,05
-0,03
-0,03
-0,03
-0,02
-0,02
-0,01
Andil (%)BENSIN
SAWI PUTIH
KANGKUNG
Ikan SELAR/TUDE
CABAI RAWIT
Ikan KEMBUNG/GEMBUNG
CABAI MERAH
Ikan TONGKOL
ANGKUTAN UDARA
SEMEN
-8.13
-30.31
-17.96
-44
-37.65
-10.28
-36.31
-17.6
-4.44
-2.49
Komoditas
FebruariInflasi (%)
-0.25
-0.24
-0.15
-0.15
-0.14
-0.14
-0.13
-0.13
-0.11
-0.06
Andil (%)DAGING AYAM RAS
TELUR AYAM RAS
SENG
KANGKUNG
CABAI MERAH
WORTEL
KOL PUTIH/KUBIS
Ikan EKOR KUNING
TONGKOL/AMBU-AMBU
Ikan SELAR/TUDE
-16,14
-12,95
-6,32
-9,85
-20,64
-25,70
-28,55
-17,88
-6,18
-17,72
Komoditas
MaretInflasi (%)
-0,16
-0,10
-0,07
-0,07
-0,05
-0,05
-0,04
-0,04
-0,04
-0,03
Andil (%)
Sumber : BPS (diolah)
PERKEMBANGAN INFLASI - BAB II 21
Secara tahunan, inflasi mengalami penurunan dari 7,76% (yoy) pada triwulan IV 2014 menjadi 5,39% (yoy)
di triwulan I 2015. Penurunan harga BBM sebanyak dua kali di bulan Januari menjadi penyumbang penurunan inflasi
terbesar yang diikuti dengan penurunan tarif angkutan dalam kota. Penurunan harga bahan makanan juga mampu
menekan inflasi NTT di triwulan I 2015. Adanya isu ikan berformalin menyebabkan penurunan konsumsi ikan dan
penurunan harga secara signifikan. Sayur-sayuran dan bumbu-bumbuan juga mengalami penurunan setelah di bulan
Januari mengalami kenaikan cukup besar.
Secara triwulanan, Provinsi NTT mengalami deflasi -0,47% (qtq) setelah pada triwulan sebelumnya
mengalami inflasi 5,31% (qtq). Deflasi pada triwulan I 2015 disumbang oleh deflasi komoditas transportasi dan
bahan makanan, sedangkan komoditas lainnya masih mengalami inflasi.
Berdasarkan pergerakan inflasi bulanan, Inflasi cukup tinggi masih terjadi pada bulan Januari 2015, dengan nilai
inflasi sebesar 0,61% (mtm). Inflasi terutama disebabkan oleh tingginya harga bahan makanan dikarenakan oleh
buruknya cuaca, sehingga tangkapan ikan menurun, pasokan sayur, bumbu-bumbuan dan beras mengalami
hambatan. Penghambat inflasi di bulan Januari adalah turunnya harga BBM hingga dua kali sehingga Inflasi dapat
ditekan.
Pada bulan Februari, Provinsi NTT mengalami deflasi cukup besar hingga sebesar 1,28% (mtm) terutama
disebabkan oleh kembali normalnya harga sayur-sayuran dan bumbu-bumbuan. Harga ikan segar mengalami
penurunan seiring dengan adanya isu ikan berformalin yang menyebabkan konsumsi dan harga ikan segar menurun
signifikan. Pada bulan Februari juga masih mengalami dampak lanjutan penurunan harga BBM yang tampak dari
penurunan harga bensin dan angkutan.
Pada bulan Maret, Provinsi NTT mengalami inflasi 0,21% (mtm) terutama disebabkan oleh meningkatnya
harga beras mengikuti penurunan pasokan beras di pasar. Adanya kondisi cuaca yang mulai membaik mampu
menurunkan harga komoditas bahan makanan lainnya sehingga inflasi relatif tertahan. Penyebab inflasi lainnya adalah
adanya kenaikan harga BBM sebanyak dua kali serta kenaikan tarif angkutan udara karena penurunan jumlah
penerbangan sehingga secara total masih mengalami inflasi.
Apabila dibandingkan dengan Provinsi Bali dan Nusa Tenggara Barat (NTB), pencapaian inflasi provinsi NTT cukup bagus
yang terlihat dari nilai inflasi tahunan mencapai 5,39% (yoy) paling rendah dibanding inflasi tahunan Bali yang sebesar
6,42% (yoy) dan inflasi NTB yang sebesar 5,98% (yoy). Demikian pula secara triwulanan, Inflasi Provinsi NTT berhasil
mencapai deflasi sebesar 0,47% (qtq), terendah dibanding deflasi bali yang sebesar 0,04% (qtq) maupun NTB yang
mengalami inflasi sebesar 0,18% (qtq).
Grafik 2.4. Perbandingan Inflasi Tahunan dan Triwulanandi wilayah Bali dan Nusa Tenggara
Sumber : BPS, diolah
-2.00%
-1.00%
0.00%
1.00%
2.00%
3.00%
4.00%
5.00%
Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec
2010 2011 2012 2013 2014 2015
Grafik 2. 3. Inflasi Bulanan Provinsi NTT dan Nasional
Sumber : BPS, diolah
6.42
5.98
5.39
4.80 5.00 5.20 5.40 5.60 5.80 6.00 6.20 6.40 6.60
Bali NTB NTT
yoy
(0.04)
0.18
(0.47) (0.50)
(0.40)
(0.30)
(0.20)
(0.10)
-
0.10
0.20
Bali NTB NTT
qtq
BAB II - PERKEMBANGAN INFLASI20
Grafik 2. 7. Inflasi Kelompok Komoditas Transportasi, Komunikasidan Jasa Keuangan secara Triwulanan, Tahunan dan Bulanan
Sumber : BPS, diolah
9.02%
-5.45%
1.14%
-10.00%
-5.00%
0.00%
5.00%
10.00%
15.00%
20.00%
Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec Jan Feb Mar
2014 2015
yoy qtq mtm
Sumber : BPS, diolah
-5%
0%
5%
10%
15%
20%
25%
Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec Jan Feb Mar
2014 2015
yoy
-7%
-2%
4%
9%
14%
19%
24%qtq
Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec Jan Feb Mar
2014 2015
Grafik 2.8. Inflasi Kelompok Komoditas Transportasi, Komunikasidan Jasa Keuangan per Sub Kelompok Komoditas
Berdasarkan pembentuknya, tingginya inflasi terutama disebabkan oleh adanya kenaikan harga BBM yang
menyebabkan kenaikan ongkos angkut. Selain itu, adanya kenaikan biaya administrasi perbankan dan penarikan uang
juga membuat inflasi pada sub kelompok komoditas jasa keuangan mengalami kenaikan di bulan November 2014. Di
akhir triwulan I 2015, pengaruh kenaikan jasa perbankan sudah hilang sedangkan inflasi sub kelompok komoditas
transportasi mengalami penurunan.
2.2.3 Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan BakarKomoditas perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar menjadi komoditas dengan bobot terbesar mencapai lebih dari
25% dari total konsumsi, relatif berbeda dibanding pola inflasi daerah-daerah lain di Indonesia yang didominasi oleh
pengeluaran untuk pembelian bahan makanan. Inflasi komoditas perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar masih
relatif normal dengan nilai inflasi sebesar 5,01%. Secara triwulanan, inflasi hanya tumbuh sebesar 0,36% (qtq) dan
secara bulanan inflasi juga relatif rendah di bulan Januari dan Februari, bahkan mengalami deflasi di bulan Maret 2015.
Relatif cukup rendahnya inflasi terutama disebabkan oleh rendahnya inflasi sub kelompok komoditas biaya tempat
tinggal yang terus mengalami pelambatan kenaikan harga. Rendahnya inflasi pada sub kelompok komoditas biaya
tempat tinggal diduga disebabkan oleh berhasilnya program Loan To Value (LTV), walaupun di sisi lain berdampak pada
penurunan permintaan perumahan. Pendorong inflasi lebih didorong oleh adanya kenaikan bertahap tarif listrik di
tahun sebelumnya.
Grafik 2.9. Inflasi Kelompok Komoditas Perumahan, Air, Listrik, Gasdan Bahan Bakar secara Triwulanan, Tahunan dan Bulanan
Sumber : BPS, diolah Sumber : BPS, diolah
5.01%
0.36%-0.12%
-2.00%
0.00%
2.00%
4.00%
6.00%
8.00%
10.00%
Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec Jan Feb Mar
2014 2015
PERUMAHAN,AIR,LISTRIK,GAS & BB
Biaya TempatTinggal
Bahan Bakar,Penerangan dan Air
PerlengkapanRumahtangga
PenyelenggaraanRumahtangga
-1%0%1%2%3%4%5%6%7%
Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec Jan Feb Mar
2014 2015
0%2%4%6%8%
10%12%14%16%
Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec Jan Feb Mar
yoy
qtqyoy qtq mtm
Grafik 2.10. Inflasi Kelompok Komoditas Perumahan, Air, Listrik, Gasdan Bahan Bakar per Sub Kelompok Komoditas
PERKEMBANGAN INFLASI - BAB II 23
Inflasi bahan makanan menunjukkan kinerja terbaik dengan pertumbuhan harga hanya sebesar 2,23%
(yoy) dibanding tahun sebelumnya atau mengalami deflasi sebesar -0,36% (qtq) dibanding triwulan sebelumnya.
Inflasi komoditas transportasi masih mengalami inflasi tertinggi hingga 9,02% (yoy) dibanding tahun sebelumnya,
walaupun secara triwulanan mengalami deflasi terbesar mencapai -5,45% (qtq) dibanding triwulan sebelumnya.
2.2.1 Bahan MakananKomoditas bahan makanan di triwulan I 2015 relatif mengalami inflasi yang rendah baik dibanding triwulan
sebelumnya maupun dibanding tahun sebelumnya. Inflasi cukup tinggi terjadi pada bulan Januari 2015 seiring
dengan adanya cuaca buruk yang menyebabkan gangguan pasokan beberapa komoditas sayur-sayuran, bumbu-
bumbuan dan beras. Hasil tangkapan ikan segar juga relatif berkurang disebabkan oleh adanya larangan melaut karena
cuaca buruk. Pada bulan Februari dan Maret inflasi bahan makanan mengalami deflasi seiring dengan mulai
membaiknya cuaca sehingga pasokan komoditas bahan makanan menjadi relatif normal. Secara tahunan, inflasi bahan
makanan hanya mengalami kenaikan sebesar 2,23% (yoy), terendah dibanding inflasi komoditas yang lain.
Berdasarkan sub kelompok komoditas pembentuknya, baik secara triwulanan dan tahunan terdapat beberapa sub
kelompok komoditas yang justru mengalami penurunan harga dibanding triwulan dan tahun sebelumnya. Beberapa
sub kelompok komoditas yang mengalami penurunan harga antara lain sub kelompok komoditas ikan segar, sayur-
sayuran, dan daging dan hasil-hasilnya. Komoditas bumbu-bumbuan pada triwulan I 2015 juga mengalami deflasi,
namun secara tahunan masih mengalami inflasi walaupun relatif rendah. Komoditas yang mengalami kenaikan tinggi
adalah beras yang secara tahunan mengalami kenaikan hingga sekitar 20% (yoy) dan secara triwulanan mengalami
kenaikan hampir mencapai 10% (qtq). Kenaikan harga beras lebih disebabkan oleh rendahnya pasokan sehingga harga
mengalami kenaikan signifikan.
2.2.2 Transportasi, Komunikasi dan Jasa KeuanganKomoditas transportasi, komunikasi dan jasa keuangan pada triwulan I 2015 relatif mengalami penurunan
dibanding triwulan sebelumnya. Secara triwulanan, komoditas transportasi, komunikasi dan jasa keuangan
mengalami deflasi hingga -5,45% (qtq). Adanya deflasi akibat penurunan harga BBM hingga dua kali di bulan Januari
serta penurunan tarif angkutan udara di bulan Januari dan Februari menjadi penyebab utama terjadi deflasi komoditas
transportasi, komunikasi dan jasa keuangan. Namun demikian, secara tahunan, masih terjadi inflasi 9,02% lebih
dikarenakan oleh relatif tingginya inflasi di triwulan sebelumnya, sehingga deflasi yang terjadi tidak dapat secara
langsung mengembalikan posisi harga kembali seperti semula.
-15%-10%-5%0%5%
10%15%20%
Padi-padian, Umbi-umbian dan…
Daging dan Hasil-hasilnya
Ikan Segar
Ikan Diawetkan
Telur, Susu danHasil-hasilnya
Sayur-sayuranKacang - kacangan
Buah - buahan
Bumbu - bumbuan
Lemak dan Minyak
Bahan MakananLainnya
yoy qtq
Sumber : BPS (diolah)
Grafik 2. 5. Inflasi Kelompok Komoditas Bahan Makanansecara Triwulanan, Tahunan dan Bulanan
Sumber : BPS (diolah)
2.23%
-0.36%
-0.54%
-6.00%
-4.00%
-2.00%
0.00%
2.00%
4.00%
6.00%
8.00%
10.00%
12.00%
14.00%
Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec Jan Feb Mar
2014 2015
yoy qtq mtm
Grafik 2.6. Inflasi Kelompok Komoditas Bahan Makananper Sub Kelompok Komoditas
BAB II - PERKEMBANGAN INFLASI22
Hilangnyapengaruh
base effect
Grafik 2. 7. Inflasi Kelompok Komoditas Transportasi, Komunikasidan Jasa Keuangan secara Triwulanan, Tahunan dan Bulanan
Sumber : BPS, diolah
9.02%
-5.45%
1.14%
-10.00%
-5.00%
0.00%
5.00%
10.00%
15.00%
20.00%
Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec Jan Feb Mar
2014 2015
yoy qtq mtm
Sumber : BPS, diolah
-5%
0%
5%
10%
15%
20%
25%
Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec Jan Feb Mar
2014 2015
yoy
-7%
-2%
4%
9%
14%
19%
24%qtq
Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec Jan Feb Mar
2014 2015
Grafik 2.8. Inflasi Kelompok Komoditas Transportasi, Komunikasidan Jasa Keuangan per Sub Kelompok Komoditas
Berdasarkan pembentuknya, tingginya inflasi terutama disebabkan oleh adanya kenaikan harga BBM yang
menyebabkan kenaikan ongkos angkut. Selain itu, adanya kenaikan biaya administrasi perbankan dan penarikan uang
juga membuat inflasi pada sub kelompok komoditas jasa keuangan mengalami kenaikan di bulan November 2014. Di
akhir triwulan I 2015, pengaruh kenaikan jasa perbankan sudah hilang sedangkan inflasi sub kelompok komoditas
transportasi mengalami penurunan.
2.2.3 Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan BakarKomoditas perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar menjadi komoditas dengan bobot terbesar mencapai lebih dari
25% dari total konsumsi, relatif berbeda dibanding pola inflasi daerah-daerah lain di Indonesia yang didominasi oleh
pengeluaran untuk pembelian bahan makanan. Inflasi komoditas perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar masih
relatif normal dengan nilai inflasi sebesar 5,01%. Secara triwulanan, inflasi hanya tumbuh sebesar 0,36% (qtq) dan
secara bulanan inflasi juga relatif rendah di bulan Januari dan Februari, bahkan mengalami deflasi di bulan Maret 2015.
Relatif cukup rendahnya inflasi terutama disebabkan oleh rendahnya inflasi sub kelompok komoditas biaya tempat
tinggal yang terus mengalami pelambatan kenaikan harga. Rendahnya inflasi pada sub kelompok komoditas biaya
tempat tinggal diduga disebabkan oleh berhasilnya program Loan To Value (LTV), walaupun di sisi lain berdampak pada
penurunan permintaan perumahan. Pendorong inflasi lebih didorong oleh adanya kenaikan bertahap tarif listrik di
tahun sebelumnya.
Grafik 2.9. Inflasi Kelompok Komoditas Perumahan, Air, Listrik, Gasdan Bahan Bakar secara Triwulanan, Tahunan dan Bulanan
Sumber : BPS, diolah Sumber : BPS, diolah
5.01%
0.36%-0.12%
-2.00%
0.00%
2.00%
4.00%
6.00%
8.00%
10.00%
Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec Jan Feb Mar
2014 2015
PERUMAHAN,AIR,LISTRIK,GAS & BB
Biaya TempatTinggal
Bahan Bakar,Penerangan dan Air
PerlengkapanRumahtangga
PenyelenggaraanRumahtangga
-1%0%1%2%3%4%5%6%7%
Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec Jan Feb Mar
2014 2015
0%2%4%6%8%
10%12%14%16%
Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec Jan Feb Mar
yoy
qtqyoy qtq mtm
Grafik 2.10. Inflasi Kelompok Komoditas Perumahan, Air, Listrik, Gasdan Bahan Bakar per Sub Kelompok Komoditas
PERKEMBANGAN INFLASI - BAB II 23
Inflasi bahan makanan menunjukkan kinerja terbaik dengan pertumbuhan harga hanya sebesar 2,23%
(yoy) dibanding tahun sebelumnya atau mengalami deflasi sebesar -0,36% (qtq) dibanding triwulan sebelumnya.
Inflasi komoditas transportasi masih mengalami inflasi tertinggi hingga 9,02% (yoy) dibanding tahun sebelumnya,
walaupun secara triwulanan mengalami deflasi terbesar mencapai -5,45% (qtq) dibanding triwulan sebelumnya.
2.2.1 Bahan MakananKomoditas bahan makanan di triwulan I 2015 relatif mengalami inflasi yang rendah baik dibanding triwulan
sebelumnya maupun dibanding tahun sebelumnya. Inflasi cukup tinggi terjadi pada bulan Januari 2015 seiring
dengan adanya cuaca buruk yang menyebabkan gangguan pasokan beberapa komoditas sayur-sayuran, bumbu-
bumbuan dan beras. Hasil tangkapan ikan segar juga relatif berkurang disebabkan oleh adanya larangan melaut karena
cuaca buruk. Pada bulan Februari dan Maret inflasi bahan makanan mengalami deflasi seiring dengan mulai
membaiknya cuaca sehingga pasokan komoditas bahan makanan menjadi relatif normal. Secara tahunan, inflasi bahan
makanan hanya mengalami kenaikan sebesar 2,23% (yoy), terendah dibanding inflasi komoditas yang lain.
Berdasarkan sub kelompok komoditas pembentuknya, baik secara triwulanan dan tahunan terdapat beberapa sub
kelompok komoditas yang justru mengalami penurunan harga dibanding triwulan dan tahun sebelumnya. Beberapa
sub kelompok komoditas yang mengalami penurunan harga antara lain sub kelompok komoditas ikan segar, sayur-
sayuran, dan daging dan hasil-hasilnya. Komoditas bumbu-bumbuan pada triwulan I 2015 juga mengalami deflasi,
namun secara tahunan masih mengalami inflasi walaupun relatif rendah. Komoditas yang mengalami kenaikan tinggi
adalah beras yang secara tahunan mengalami kenaikan hingga sekitar 20% (yoy) dan secara triwulanan mengalami
kenaikan hampir mencapai 10% (qtq). Kenaikan harga beras lebih disebabkan oleh rendahnya pasokan sehingga harga
mengalami kenaikan signifikan.
2.2.2 Transportasi, Komunikasi dan Jasa KeuanganKomoditas transportasi, komunikasi dan jasa keuangan pada triwulan I 2015 relatif mengalami penurunan
dibanding triwulan sebelumnya. Secara triwulanan, komoditas transportasi, komunikasi dan jasa keuangan
mengalami deflasi hingga -5,45% (qtq). Adanya deflasi akibat penurunan harga BBM hingga dua kali di bulan Januari
serta penurunan tarif angkutan udara di bulan Januari dan Februari menjadi penyebab utama terjadi deflasi komoditas
transportasi, komunikasi dan jasa keuangan. Namun demikian, secara tahunan, masih terjadi inflasi 9,02% lebih
dikarenakan oleh relatif tingginya inflasi di triwulan sebelumnya, sehingga deflasi yang terjadi tidak dapat secara
langsung mengembalikan posisi harga kembali seperti semula.
-15%-10%-5%0%5%
10%15%20%
Padi-padian, Umbi-umbian dan…
Daging dan Hasil-hasilnya
Ikan Segar
Ikan Diawetkan
Telur, Susu danHasil-hasilnya
Sayur-sayuranKacang - kacangan
Buah - buahan
Bumbu - bumbuan
Lemak dan Minyak
Bahan MakananLainnya
yoy qtq
Sumber : BPS (diolah)
Grafik 2. 5. Inflasi Kelompok Komoditas Bahan Makanansecara Triwulanan, Tahunan dan Bulanan
Sumber : BPS (diolah)
2.23%
-0.36%
-0.54%
-6.00%
-4.00%
-2.00%
0.00%
2.00%
4.00%
6.00%
8.00%
10.00%
12.00%
14.00%
Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec Jan Feb Mar
2014 2015
yoy qtq mtm
Grafik 2.6. Inflasi Kelompok Komoditas Bahan Makananper Sub Kelompok Komoditas
BAB II - PERKEMBANGAN INFLASI22
Hilangnyapengaruh
base effect
2.3.1 Kelompok Volatile FoodsInflasi pada komoditas yang bergejolak (volatile foods) pada triwulan I 2015 mengalami penurunan cukup
besar dibanding triwulan sebelumnya. Secara tahunan, inflasi volatile food hanya sebesar 2,24% (yoy) relatif
rendah dibanding inflasi tahunan pada triwulan sebelumnya yang sebesar 5,49%. Inflasi volatile food sempat
mengalami kenaikan tinggi pada bulan Januari dikarenakan adanya gangguan pasokan yang membuat harga
meningkat signifikan. Namun demikian pada bulan Februari terjadi pembalikan harga menuju harga normal, sehingga
terjadi deflasi yang cukup besar pula. Pada bulan Maret masih terjadi deflasi kelompok volatile food walaupun tidak
sebesar deflasi bulan sebelumnya. Kondisi cuaca yang membaik, dan diikuti ketersediaan pasokan yang cukup menjadi
penyebab utama perbaikan kinerja inflasi kelompok volatile food. Adanya sentiment negative paska penemuan ikan
berformalin di Kupang dan Maumere juga menyebabkan penurunan harga ikan segar seiring dengan adanya
penurunan permintaan ikan segar di pasar.
2.3.2 Kelompok Administered PricesPenurunan inflasi administered price terutama terjadi pada bulan Januari dan Februari seiring dengan
adanya penurunan harga BBM dua kali di bulan Januari yang diikuti dengan penurunan harga angkutan
dalam kota. Penurunan tarif angkutan udara lebih disebabkan oleh rendahnya load factor angkutan, sehingga
maskapai cenderung menurunkan harga agar load factor dapat meningkat. Pada bulan Maret inflasi administered price
kembali mengalami peningkatan terutama disebabkan oleh kenaikan harga BBM dua kali di bulan Maret dan kenaikan
tarif angkutan udara seiring dengan mulai meningkatnya load factor angkutan udara. Secara tahunan, inflasi
administered price masih sebesar 11,25% (yoy) walaupun menurun dibanding inflasi tahunan pada triwulan
sebelumnya yang mencapai 17,38% dibanding tahun sebelumnya.
2.3.3 Kelompok Inti (core)Inflasi kelompok inti pada triwulan I 2015 sebesar 4,59% (yoy) dibanding tahun sebelumnya. Nilai inflasi sedikit
menurun dibanding inflasi tahunan di triwulan sebelumnya yang sebesar 4,87% (yoy). Penurunan inflasi terutama
disebabkan oleh adanya penurunan inflasi pada sub kelompok komoditas biaya tempat tinggal seiring dengan adanya
penurunan permintaan rumah baru, sewa dan kontrak sehingga biaya kontrak juga relatif tidak terlalu mengalami
peningkatan.
Arah indikator ekspektasi harga pada survei konsumen juga relatif mengalami kenaikan di bulan Januari, turun di bulan
Februari dan sedikit naik di bulan Maret 2015. Perbedaan arah terjadi pada ramalan di bulan April dengan kenaikan
indikator berdasarkan ekspektasi harga 6 bulan yang akan datang dan menurun pada ekspektasi harga pada 3 bulan
yang akan datang, namun akan sama-sama menurun di Bulan Mei dan mengalami kenaikan di bulan Juni 2015.
Inflasi Ekspektasi 3 bulan yad Ekspektasi 6 bulan yad 155
160
165
170
175
180
185
190
195
200
-0.02
-0.01
0
0.01
0.02
0.03
0.04
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 92013 2014
Grafik 2.13. Ekspektasi Harga Konsumen 3 dan 6 bulan ke Depan
Sumber : Survei Konsumen - Bank Indonesia
PERKEMBANGAN INFLASI - BAB II 25
2.2.4 Komoditas LainnyaKomoditas makanan jadi, minuman dan tembakau secara tahunan menjadi kelompok komoditas dengan inflasi
tahunan terbesar ketiga dengan nilai inflasi mencapai 7,30% (yoy), meningkat dibanding inflasi tahunan di triwulan
sebelumnya. Secara triwulanan, komoditas makanan jadi, minuman dan tembakau mengalami kenaikan hingga 2,17%
(qtq) dibandingkan triwulan sebelumnya. Ketiga sub kelompok pembentuknya mengalami kenaikan rata-rata lebih dari
2% dibanding triwulan sebelumnya yang disebabkan oleh kenaikan merata pada hampir seluruh komoditas makanan
dan minuman karena kenaikan biaya operasional dan adanya kenaikan cukai dan minuman keras sehingga harga terus
mengalami penyesuaian.
Pendidikan, rekreasi dan olah raga menjadi komoditas dengan nilai inflasi tahunan terbesar kedua setelah kelompok
komoditas transportasi, komunikasi dan jasa keuangan. Nilai inflasi pada triwulan I 2015 sebesar 7,45% (yoy), lebih
besar dibanding capaian triwulan sebelumnya yang sebesar 5,83% (yoy). Secara triwulanan, inflasi mencapai 2,18%
(qtq) terutama disebabkan oleh adanya tambahan biaya les dan kursus serta pembelian alat tulis sebagai persiapan
pelaksanaan ujian akhir sekolah.
Inflasi kelompok komoditas sandang dan kesehatan relatif rendah baik dibanding triwulan sebelumnya maupun tahun
sebelumnya. Rendahnya inflasi sandang lebih disebabkan oleh adanya peningkatan persaingan, sehingga pedagang
enggan menaikkan harga agar dapat bersaing di pasar, sedangkan inflasi kelompok komoditas kesehatan relatif rendah
dikarenakan sebagian besar komoditas pembentuknya sangat terkait kebijakan pemerintah yang juga belum dilakukan
penyesuaian harga.
2.3. DISAGREGASI INFLASIBerdasarkan disagregasi inflasi, penurunan inflasi tahunan NTT pada bulan Maret terutama disebabkan
oleh adanya penurunan inflasi pada kelompok administered price walaupun secara nilai nominal masih
cukup besar, disusul oleh penurunan harga komoditas volatile food, sedangkan inflasi inti relatif stabil.
berdasarkan sumbangan inflasi, komoditas inti masih menjadi penyumbang inflasi terbesar disusul oleh komoditas
administered price, dan komoditas volatile food.
Secara bulanan, inflasi volatile food justru mengalami kenaikan tinggi pada bulan Januari karena gangguan pasokan.
Inflasi inti masih mengalami kenaikan namun melandai hingga bulan Maret. Inflasi administered price justru mengalami
penurunan di bulan Januari dan Februari karena penyesuaian harga BBM dan meningkat di bulan Maret.
Grafik 2.11. Disagregasi Inflasi dan Sumbangan Inflasi TahunanProvinsi Nusa Tenggara Timur
Sumber : BPS, diolah Sumber : BPS, diolah
0
5
10
15
20
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3
2013 2014 2015
%,yoyVolatile Foods Adm Price CoreInflasi (yoy) Inflasi Inti Inflasi VolatileInflasi Adm Price
-4.50
-2.50
-0.50
1.50
3.50
5.50
7.50
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3
2014 2015
Sum Adm PriceSum Vol Foodsum core
Inflasi (mtm)Inf coreInf vol FoodInf Adm Price
Grafik 2.1 Perkembangan Inflasi di NTTGrafik 2.12. Disagregasi Inflasi dan Sumbangan Inflasi BulananProvinsi Nusa Tenggara Timur
BAB II - PERKEMBANGAN INFLASI24
2.3.1 Kelompok Volatile FoodsInflasi pada komoditas yang bergejolak (volatile foods) pada triwulan I 2015 mengalami penurunan cukup
besar dibanding triwulan sebelumnya. Secara tahunan, inflasi volatile food hanya sebesar 2,24% (yoy) relatif
rendah dibanding inflasi tahunan pada triwulan sebelumnya yang sebesar 5,49%. Inflasi volatile food sempat
mengalami kenaikan tinggi pada bulan Januari dikarenakan adanya gangguan pasokan yang membuat harga
meningkat signifikan. Namun demikian pada bulan Februari terjadi pembalikan harga menuju harga normal, sehingga
terjadi deflasi yang cukup besar pula. Pada bulan Maret masih terjadi deflasi kelompok volatile food walaupun tidak
sebesar deflasi bulan sebelumnya. Kondisi cuaca yang membaik, dan diikuti ketersediaan pasokan yang cukup menjadi
penyebab utama perbaikan kinerja inflasi kelompok volatile food. Adanya sentiment negative paska penemuan ikan
berformalin di Kupang dan Maumere juga menyebabkan penurunan harga ikan segar seiring dengan adanya
penurunan permintaan ikan segar di pasar.
2.3.2 Kelompok Administered PricesPenurunan inflasi administered price terutama terjadi pada bulan Januari dan Februari seiring dengan
adanya penurunan harga BBM dua kali di bulan Januari yang diikuti dengan penurunan harga angkutan
dalam kota. Penurunan tarif angkutan udara lebih disebabkan oleh rendahnya load factor angkutan, sehingga
maskapai cenderung menurunkan harga agar load factor dapat meningkat. Pada bulan Maret inflasi administered price
kembali mengalami peningkatan terutama disebabkan oleh kenaikan harga BBM dua kali di bulan Maret dan kenaikan
tarif angkutan udara seiring dengan mulai meningkatnya load factor angkutan udara. Secara tahunan, inflasi
administered price masih sebesar 11,25% (yoy) walaupun menurun dibanding inflasi tahunan pada triwulan
sebelumnya yang mencapai 17,38% dibanding tahun sebelumnya.
2.3.3 Kelompok Inti (core)Inflasi kelompok inti pada triwulan I 2015 sebesar 4,59% (yoy) dibanding tahun sebelumnya. Nilai inflasi sedikit
menurun dibanding inflasi tahunan di triwulan sebelumnya yang sebesar 4,87% (yoy). Penurunan inflasi terutama
disebabkan oleh adanya penurunan inflasi pada sub kelompok komoditas biaya tempat tinggal seiring dengan adanya
penurunan permintaan rumah baru, sewa dan kontrak sehingga biaya kontrak juga relatif tidak terlalu mengalami
peningkatan.
Arah indikator ekspektasi harga pada survei konsumen juga relatif mengalami kenaikan di bulan Januari, turun di bulan
Februari dan sedikit naik di bulan Maret 2015. Perbedaan arah terjadi pada ramalan di bulan April dengan kenaikan
indikator berdasarkan ekspektasi harga 6 bulan yang akan datang dan menurun pada ekspektasi harga pada 3 bulan
yang akan datang, namun akan sama-sama menurun di Bulan Mei dan mengalami kenaikan di bulan Juni 2015.
Inflasi Ekspektasi 3 bulan yad Ekspektasi 6 bulan yad 155
160
165
170
175
180
185
190
195
200
-0.02
-0.01
0
0.01
0.02
0.03
0.04
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 92013 2014
Grafik 2.13. Ekspektasi Harga Konsumen 3 dan 6 bulan ke Depan
Sumber : Survei Konsumen - Bank Indonesia
PERKEMBANGAN INFLASI - BAB II 25
2.2.4 Komoditas LainnyaKomoditas makanan jadi, minuman dan tembakau secara tahunan menjadi kelompok komoditas dengan inflasi
tahunan terbesar ketiga dengan nilai inflasi mencapai 7,30% (yoy), meningkat dibanding inflasi tahunan di triwulan
sebelumnya. Secara triwulanan, komoditas makanan jadi, minuman dan tembakau mengalami kenaikan hingga 2,17%
(qtq) dibandingkan triwulan sebelumnya. Ketiga sub kelompok pembentuknya mengalami kenaikan rata-rata lebih dari
2% dibanding triwulan sebelumnya yang disebabkan oleh kenaikan merata pada hampir seluruh komoditas makanan
dan minuman karena kenaikan biaya operasional dan adanya kenaikan cukai dan minuman keras sehingga harga terus
mengalami penyesuaian.
Pendidikan, rekreasi dan olah raga menjadi komoditas dengan nilai inflasi tahunan terbesar kedua setelah kelompok
komoditas transportasi, komunikasi dan jasa keuangan. Nilai inflasi pada triwulan I 2015 sebesar 7,45% (yoy), lebih
besar dibanding capaian triwulan sebelumnya yang sebesar 5,83% (yoy). Secara triwulanan, inflasi mencapai 2,18%
(qtq) terutama disebabkan oleh adanya tambahan biaya les dan kursus serta pembelian alat tulis sebagai persiapan
pelaksanaan ujian akhir sekolah.
Inflasi kelompok komoditas sandang dan kesehatan relatif rendah baik dibanding triwulan sebelumnya maupun tahun
sebelumnya. Rendahnya inflasi sandang lebih disebabkan oleh adanya peningkatan persaingan, sehingga pedagang
enggan menaikkan harga agar dapat bersaing di pasar, sedangkan inflasi kelompok komoditas kesehatan relatif rendah
dikarenakan sebagian besar komoditas pembentuknya sangat terkait kebijakan pemerintah yang juga belum dilakukan
penyesuaian harga.
2.3. DISAGREGASI INFLASIBerdasarkan disagregasi inflasi, penurunan inflasi tahunan NTT pada bulan Maret terutama disebabkan
oleh adanya penurunan inflasi pada kelompok administered price walaupun secara nilai nominal masih
cukup besar, disusul oleh penurunan harga komoditas volatile food, sedangkan inflasi inti relatif stabil.
berdasarkan sumbangan inflasi, komoditas inti masih menjadi penyumbang inflasi terbesar disusul oleh komoditas
administered price, dan komoditas volatile food.
Secara bulanan, inflasi volatile food justru mengalami kenaikan tinggi pada bulan Januari karena gangguan pasokan.
Inflasi inti masih mengalami kenaikan namun melandai hingga bulan Maret. Inflasi administered price justru mengalami
penurunan di bulan Januari dan Februari karena penyesuaian harga BBM dan meningkat di bulan Maret.
Grafik 2.11. Disagregasi Inflasi dan Sumbangan Inflasi TahunanProvinsi Nusa Tenggara Timur
Sumber : BPS, diolah Sumber : BPS, diolah
0
5
10
15
20
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3
2013 2014 2015
%,yoyVolatile Foods Adm Price CoreInflasi (yoy) Inflasi Inti Inflasi VolatileInflasi Adm Price
-4.50
-2.50
-0.50
1.50
3.50
5.50
7.50
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3
2014 2015
Sum Adm PriceSum Vol Foodsum core
Inflasi (mtm)Inf coreInf vol FoodInf Adm Price
Grafik 2.1 Perkembangan Inflasi di NTTGrafik 2.12. Disagregasi Inflasi dan Sumbangan Inflasi BulananProvinsi Nusa Tenggara Timur
BAB II - PERKEMBANGAN INFLASI24
disebabkan oleh dasar harga komoditas yang memang sudah cukup rendah, sehingga penurunan harga tidak sebesar
yang terjadi di Kota Kupang. Berdasarkan data bulanan, Inflasi komoditas hanya terjadi pada bulan Januari dengan nilai
inflasi sebesar 0,51% (mtm), sedangkan pada bulan Februari mengalami deflasi sebesar -0,76% (mtm) dan Bulan Maret
Deflasi sebesar -0,09% (mtm).
Bahan makanan menjadi penyumbang penurunan inflasi utama dengan nilai deflasi mencapai -4,21% (yoy) dibanding
tahun sebelumnya atau deflasi -3,25% (qtq) dibanding triwulan sebelumnya. Inflasi bahan makanan hanya terjadi pada
bulan Januari dengan nilai sebesar 0,28% (mtm), selebihnya mengalami deflasi dengan nilai mencapai -2,32% (mtm)
pada bulan Februari dan -1,22% (mtm) pada bulan Maret 2015. Komoditas transportasi juga mampu menyumbang
deflasi lebih besar dibanding Kota Kupang dengan deflasi mencapai -6,87% (qtq) dibanding triwulan sebelumnya.
Inflasi tahunan transportasi juga relatif tidak sebesar Kota Kupang dengan nilai inflasi sebesar 5,81% (yoy) dibanding
tahun sebelumnya. Komoditas yang masih mengalami inflasi cukup tinggi adalah komoditas beras, kelompok
komoditas makanan jadi, minuman dan tembakau, serta komoditas pendidikan yang mengalami kenaikan karena
adanya tambahan bimbingan belajar di sekolah.
2.5. AKTIVITAS PENGENDALIAN INFLASI OLEH TPIDSepanjang triwulan I 2015, dalam rangka penanggulangan inflasi di daerah telah dilakukan 17 kali kegiatan
koordinasi maupun beberapa langkah aksi penanggulangan inflasi di daerah. Berdasarkan rincian kegiatan,
hingga triwulan I 2015 telah dilakukan 2 kali rapat tim teknis TPID, 1 kali rapat tim kecil penyusunan road map TPID serta
telah dilakukan 4 kali high level meeting TPID di tingkat Kabupaten Kota. Dalam rangka penanggulangan harga beras,
maka TPID telah melakukan 1 kali press release tentang kondisi stok perberasan dalam rencana pelaksanaan operasi
pasar yang akan dilakukan. Selain itu, juga telah dilakukan kegiatan operasi pasar oleh BULOG dengan total beras
terserap mencapai 1.729 ton. Pemerintah di masing-masing daerah juga melakukan kegiatan sidak terkait ketersediaan
pupuk yang sempat mengalami kelangkaan.
-0.34%
-0.47%
-1.0%
0.0%
1.0%
2.0%
3.0%
4.0%
5.0%
6.0%
Grafik 2.17. Inflasi Tahunan Kota Maumere Grafik 2.18. Inflasi Triwulanan Kota Maumere Grafik 2.19. Inflasi Bulanan Kota Maumere
I II III IV I II III IV I II III IV I2012 2013 2014 2015
II III IV I II III IV I II III IV I2012 2013 2014 2015
2.55%
5.39%
2.00%
3.00%
4.00%
5.00%
6.00%
7.00%
8.00%
9.00%
Maumere NTT
I -2.0%
-1.0%
0.0%
1.0%
2.0%
3.0%
4.0%
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3
2014 2015
Maumere NTT
Sumber : BPS, diolah Sumber : BPS, diolah Sumber : BPS, diolah
Tabel 2.5. Inflasi di Kota Maumere berdasarkan Kelompok Komoditas
KOMODITAS
Sumber : BPS diolah
IHK 2015
JAN FEB
INFLASI UMUM
Bahan Makanan
Makanan Jadi, Minuman dan Tembakau
Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar
Sandang
Kesehatan
Pendidikan, Rekreasi dan Olah Raga
Transportasi, Komunikasi dan Jasa
113.8
105.0
128.8
111.9
107.6
107.3
132.3
118.3
112.9
102.6
130.6
112.4
107.9
107.8
132.3
114.4
MAR
112.8
101.4
131.9
112.5
107.9
107.8
132.2
115.4
YOY
2.55%
-4.21%
10.16%
3.24%
1.34%
1.56%
9.69%
5.81%
MTM
QTQ
-0.34%
-3.25%
4.21%
0.76%
0.40%
0.48%
8.85%
-6.87%
0.51%
0.28%
1.79%
0.23%
0.14%
0.00%
8.88%
-4.52%
-0.76%
-2.32%
1.35%
0.46%
0.32%
0.48%
-0.01%
-3.31%
-0.09%
-1.22%
1.01%
0.06%
-0.06%
0.00%
-0.02%
0.87%
JAN FEB MAR
PERKEMBANGAN INFLASI - BAB II 27
2.4. INFLASI NTT BERDASARKAN KOTA2.4.1 Inflasi Kota KupangInflasi Kota Kupang pada triwulan I 2015 mengalami inflasi mengikuti arah inflasi Provinsi NTT. Secara
tahunan, inflasi Kota Kupang sebesar 5,81%, lebih besar dibanding inflasi tahunan Provinsi NTT yang sebesar 5,39%
(yoy). Secara triwulanan, inflasi Kota Kupang juga sedikit lebih tinggi walaupun sama-sama mengalami deflasi yaitu
deflasi -0,47% (qtq) untuk Kota Kupang dan deflasi -0,49% (qtq) untuk Provinsi NTT. Secara bulanan, inflasi mengalami
kenaikan di bulan Januari sebesar 0,62% (mtm), kemudian mengalami deflasi cukup besar di bulan Februari hingga -
1,36% (mtm) dan kembali inflasi 0,25% (mtm) di bulan Maret 2015.
Inflasi kelompok komoditas transportasi, komunikasi dan jasa keuangan, pendidikan, rekreasi dan olah raga, serta
inflasi kelompok komoditas makanan jadi, minuman dan tembakau menjadi pendorong utama inflasi di Kota Kupang
dikarenakan adanya penurunan dan kenaikan harga BBM, serta kenaikan angkutan udara, bertambahnya pengeluaran
kursus dan alat tulis jelang ujian akhir nasional dan kenaikan biaya makanan jadi dan minuman serta kenaikan cukai.
Rendahnya inflasi bahan makanan menjadi penarik inflasi ke bawah seiring dengan adanya perbaikan pasokan bahan
makanan di bulan Februari dan Maret 2015, serta penurunan permintaan ikan karena sentimen negative paska temuan
ikan berformalin dan peningkatan pasokan ikan seiring dengan membaiknya cuaca.
2.4.2 Inflasi Kota MaumereInflasi Kota Maumere mengalami penurunan yang signifikan dengan nilai inflasi tahunan hanya sebesar
2,55% (yoy) dibanding tahun sebelumnya, jauh lebih rendah dibanding inflasi tahunan Provinsi NTT yang
sebesar 5,39% (yoy). Rendahnya inflasi di Kota Maumere lebih disebabkan oleh rendahnya harga bahan makanan
sebagai penyumbang utama inflasi di Kota Maumere. Secara triwulanan, inflasi Kota Maumere sebesar -0,35% (qtq)
sedikit lebih tinggi dibanding inflasi Provinsi NTT yang sebesar -0,47% (qtq). Rendahnya penambahan deflasi lebih
Grafik 2.14. Inflasi Tahunan Kota Kupang
5.81%
5.39%
3.00%
4.00%
5.00%
6.00%
7.00%
8.00%
9.00%
10.00%
I II III IV I II III IV I II III IV I2012 2013 2014 2015
Kupang NTT
Grafik 2.15. Inflasi Triwulanan Kota Kupang Grafik 2.16. Inflasi Bulanan Kota Kupang
-0.49%
-0.47%
-1.0%
0.0%
1.0%
2.0%
3.0%
4.0%
5.0%
6.0%
7.0%
I II III IV I II III IV I II III IV I2012 2013 2014 2015
-
-2.0%
-1.0%
0.0%
1.0%
2.0%
3.0%
4.0%
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3
2014 2015
Sumber : BPS, diolah Sumber : BPS, diolah Sumber : BPS, diolah
Tabel 2.4. Inflasi di Kota Kupang berdasarkan Kelompok Komoditas
KOMODITAS
Sumber : BPS diolah
IHK 2015
JAN FEB
INFLASI UMUM
Bahan Makanan
Makanan Jadi, Minuman dan Tembakau
Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar
Sandang
Kesehatan
Pendidikan, Rekreasi dan Olah Raga
Transportasi, Komunikasi dan Jasa
120.8
119.1
122.3
120.5
115.9
107.3
116.1
130.5
119.2
113.7
123.2
120.6
115.7
107.9
116.5
127.9
MAR
119.5
113.2
123.9
120.4
115.6
109.1
117.2
129.4
YOY
5.81%
3.18%
6.85%
5.26%
5.04%
4.30%
7.07%
9.48%
MTM
QTQ
-0.49%
0.05%
1.84%
0.31%
0.61%
2.00%
1.11%
-5.26%
0.62%
5.27%
0.52%
0.41%
0.84%
0.31%
0.21%
-4.42%
-1.36%
-4.53%
0.67%
0.04%
-0.11%
0.63%
0.33%
-2.03%
0.25%
-0.45%
0.64%
-0.14%
-0.11%
1.05%
0.58%
1.17%
JAN FEB MAR
BAB II - PERKEMBANGAN INFLASI26
0.62%0.61%
0.25%0.21%
-1.28%-1.36%
0.61%0.51%
0.21%-0.09%
-0.76%
-1.28%
disebabkan oleh dasar harga komoditas yang memang sudah cukup rendah, sehingga penurunan harga tidak sebesar
yang terjadi di Kota Kupang. Berdasarkan data bulanan, Inflasi komoditas hanya terjadi pada bulan Januari dengan nilai
inflasi sebesar 0,51% (mtm), sedangkan pada bulan Februari mengalami deflasi sebesar -0,76% (mtm) dan Bulan Maret
Deflasi sebesar -0,09% (mtm).
Bahan makanan menjadi penyumbang penurunan inflasi utama dengan nilai deflasi mencapai -4,21% (yoy) dibanding
tahun sebelumnya atau deflasi -3,25% (qtq) dibanding triwulan sebelumnya. Inflasi bahan makanan hanya terjadi pada
bulan Januari dengan nilai sebesar 0,28% (mtm), selebihnya mengalami deflasi dengan nilai mencapai -2,32% (mtm)
pada bulan Februari dan -1,22% (mtm) pada bulan Maret 2015. Komoditas transportasi juga mampu menyumbang
deflasi lebih besar dibanding Kota Kupang dengan deflasi mencapai -6,87% (qtq) dibanding triwulan sebelumnya.
Inflasi tahunan transportasi juga relatif tidak sebesar Kota Kupang dengan nilai inflasi sebesar 5,81% (yoy) dibanding
tahun sebelumnya. Komoditas yang masih mengalami inflasi cukup tinggi adalah komoditas beras, kelompok
komoditas makanan jadi, minuman dan tembakau, serta komoditas pendidikan yang mengalami kenaikan karena
adanya tambahan bimbingan belajar di sekolah.
2.5. AKTIVITAS PENGENDALIAN INFLASI OLEH TPIDSepanjang triwulan I 2015, dalam rangka penanggulangan inflasi di daerah telah dilakukan 17 kali kegiatan
koordinasi maupun beberapa langkah aksi penanggulangan inflasi di daerah. Berdasarkan rincian kegiatan,
hingga triwulan I 2015 telah dilakukan 2 kali rapat tim teknis TPID, 1 kali rapat tim kecil penyusunan road map TPID serta
telah dilakukan 4 kali high level meeting TPID di tingkat Kabupaten Kota. Dalam rangka penanggulangan harga beras,
maka TPID telah melakukan 1 kali press release tentang kondisi stok perberasan dalam rencana pelaksanaan operasi
pasar yang akan dilakukan. Selain itu, juga telah dilakukan kegiatan operasi pasar oleh BULOG dengan total beras
terserap mencapai 1.729 ton. Pemerintah di masing-masing daerah juga melakukan kegiatan sidak terkait ketersediaan
pupuk yang sempat mengalami kelangkaan.
-0.34%
-0.47%
-1.0%
0.0%
1.0%
2.0%
3.0%
4.0%
5.0%
6.0%
Grafik 2.17. Inflasi Tahunan Kota Maumere Grafik 2.18. Inflasi Triwulanan Kota Maumere Grafik 2.19. Inflasi Bulanan Kota Maumere
I II III IV I II III IV I II III IV I2012 2013 2014 2015
II III IV I II III IV I II III IV I2012 2013 2014 2015
2.55%
5.39%
2.00%
3.00%
4.00%
5.00%
6.00%
7.00%
8.00%
9.00%
Maumere NTT
I -2.0%
-1.0%
0.0%
1.0%
2.0%
3.0%
4.0%
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3
2014 2015
Maumere NTT
Sumber : BPS, diolah Sumber : BPS, diolah Sumber : BPS, diolah
Tabel 2.5. Inflasi di Kota Maumere berdasarkan Kelompok Komoditas
KOMODITAS
Sumber : BPS diolah
IHK 2015
JAN FEB
INFLASI UMUM
Bahan Makanan
Makanan Jadi, Minuman dan Tembakau
Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar
Sandang
Kesehatan
Pendidikan, Rekreasi dan Olah Raga
Transportasi, Komunikasi dan Jasa
113.8
105.0
128.8
111.9
107.6
107.3
132.3
118.3
112.9
102.6
130.6
112.4
107.9
107.8
132.3
114.4
MAR
112.8
101.4
131.9
112.5
107.9
107.8
132.2
115.4
YOY
2.55%
-4.21%
10.16%
3.24%
1.34%
1.56%
9.69%
5.81%
MTM
QTQ
-0.34%
-3.25%
4.21%
0.76%
0.40%
0.48%
8.85%
-6.87%
0.51%
0.28%
1.79%
0.23%
0.14%
0.00%
8.88%
-4.52%
-0.76%
-2.32%
1.35%
0.46%
0.32%
0.48%
-0.01%
-3.31%
-0.09%
-1.22%
1.01%
0.06%
-0.06%
0.00%
-0.02%
0.87%
JAN FEB MAR
PERKEMBANGAN INFLASI - BAB II 27
2.4. INFLASI NTT BERDASARKAN KOTA2.4.1 Inflasi Kota KupangInflasi Kota Kupang pada triwulan I 2015 mengalami inflasi mengikuti arah inflasi Provinsi NTT. Secara
tahunan, inflasi Kota Kupang sebesar 5,81%, lebih besar dibanding inflasi tahunan Provinsi NTT yang sebesar 5,39%
(yoy). Secara triwulanan, inflasi Kota Kupang juga sedikit lebih tinggi walaupun sama-sama mengalami deflasi yaitu
deflasi -0,47% (qtq) untuk Kota Kupang dan deflasi -0,49% (qtq) untuk Provinsi NTT. Secara bulanan, inflasi mengalami
kenaikan di bulan Januari sebesar 0,62% (mtm), kemudian mengalami deflasi cukup besar di bulan Februari hingga -
1,36% (mtm) dan kembali inflasi 0,25% (mtm) di bulan Maret 2015.
Inflasi kelompok komoditas transportasi, komunikasi dan jasa keuangan, pendidikan, rekreasi dan olah raga, serta
inflasi kelompok komoditas makanan jadi, minuman dan tembakau menjadi pendorong utama inflasi di Kota Kupang
dikarenakan adanya penurunan dan kenaikan harga BBM, serta kenaikan angkutan udara, bertambahnya pengeluaran
kursus dan alat tulis jelang ujian akhir nasional dan kenaikan biaya makanan jadi dan minuman serta kenaikan cukai.
Rendahnya inflasi bahan makanan menjadi penarik inflasi ke bawah seiring dengan adanya perbaikan pasokan bahan
makanan di bulan Februari dan Maret 2015, serta penurunan permintaan ikan karena sentimen negative paska temuan
ikan berformalin dan peningkatan pasokan ikan seiring dengan membaiknya cuaca.
2.4.2 Inflasi Kota MaumereInflasi Kota Maumere mengalami penurunan yang signifikan dengan nilai inflasi tahunan hanya sebesar
2,55% (yoy) dibanding tahun sebelumnya, jauh lebih rendah dibanding inflasi tahunan Provinsi NTT yang
sebesar 5,39% (yoy). Rendahnya inflasi di Kota Maumere lebih disebabkan oleh rendahnya harga bahan makanan
sebagai penyumbang utama inflasi di Kota Maumere. Secara triwulanan, inflasi Kota Maumere sebesar -0,35% (qtq)
sedikit lebih tinggi dibanding inflasi Provinsi NTT yang sebesar -0,47% (qtq). Rendahnya penambahan deflasi lebih
Grafik 2.14. Inflasi Tahunan Kota Kupang
5.81%
5.39%
3.00%
4.00%
5.00%
6.00%
7.00%
8.00%
9.00%
10.00%
I II III IV I II III IV I II III IV I2012 2013 2014 2015
Kupang NTT
Grafik 2.15. Inflasi Triwulanan Kota Kupang Grafik 2.16. Inflasi Bulanan Kota Kupang
-0.49%
-0.47%
-1.0%
0.0%
1.0%
2.0%
3.0%
4.0%
5.0%
6.0%
7.0%
I II III IV I II III IV I II III IV I2012 2013 2014 2015
-
-2.0%
-1.0%
0.0%
1.0%
2.0%
3.0%
4.0%
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3
2014 2015
Sumber : BPS, diolah Sumber : BPS, diolah Sumber : BPS, diolah
Tabel 2.4. Inflasi di Kota Kupang berdasarkan Kelompok Komoditas
KOMODITAS
Sumber : BPS diolah
IHK 2015
JAN FEB
INFLASI UMUM
Bahan Makanan
Makanan Jadi, Minuman dan Tembakau
Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar
Sandang
Kesehatan
Pendidikan, Rekreasi dan Olah Raga
Transportasi, Komunikasi dan Jasa
120.8
119.1
122.3
120.5
115.9
107.3
116.1
130.5
119.2
113.7
123.2
120.6
115.7
107.9
116.5
127.9
MAR
119.5
113.2
123.9
120.4
115.6
109.1
117.2
129.4
YOY
5.81%
3.18%
6.85%
5.26%
5.04%
4.30%
7.07%
9.48%
MTM
QTQ
-0.49%
0.05%
1.84%
0.31%
0.61%
2.00%
1.11%
-5.26%
0.62%
5.27%
0.52%
0.41%
0.84%
0.31%
0.21%
-4.42%
-1.36%
-4.53%
0.67%
0.04%
-0.11%
0.63%
0.33%
-2.03%
0.25%
-0.45%
0.64%
-0.14%
-0.11%
1.05%
0.58%
1.17%
JAN FEB MAR
BAB II - PERKEMBANGAN INFLASI26
0.62%0.61%
0.25%0.21%
-1.28%-1.36%
0.61%0.51%
0.21%-0.09%
-0.76%
-1.28%
Sebagai upaya pengendalian inflasi di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Provinsi NTT
telah menyusun sebuah roadmap yang berisi upaya-upaya dan rencana kerja pengendalian inflasi untuk periode 2015-2018.
Alur pikir yang digunakan dalam penyusunan adalah dengan melakukan identifikasi permasalahan melalui analisis time
series, analisis peristiwa, pemetaan komoditas dan identifikasi masalah. Selanjutnya setelah diketahui komoditas-komoditas
yang persisten mendorong inflasi, dilakukan analisis alternatif solusi dengan mempertimbangkan beberapa dokumen
rencana program yang telah disusun, diantaranya Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD), Tujuh Program
Pengendalian inflasi (7P), Lima Pilar TPID dan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD). Alternatif-alternatif solusi yang
dihasilkan tersebut kemudian dituangkan dalam sebuah roadmap guna mendukung target pencapaian inflasi nasional
sebesar 4±1% (2015-2017) dan 3,5±1% (2018).
Dalam analisis time-series selama 4 (empat) tahun, diketahui bahwa tekanan inflasi seringkali terjadi pada bulan Januari,
Februari, Juni, Juli dan Desember. Inflasi bulan Januari dan Februari didorong oleh komoditas bahan makanan (volatile foods)
seiring belum tibanya musim panen dan cuaca yang kurang baik, sehingga produksi komoditas beras, sayur dan ikan segar
seringkali menjadi pendorong inflasi di bulan tersebut. Inflasi pada bulan Juni dan Juli disebabkan komoditas administered
prices, seperti kenaikan tarif angkutan udara seiring masa liburan sekolah membuat tekanan inflasi cukup persisten di bulan
tersebut. Sementara, inflasi pada bulan Desember didorong oleh gabungan berbagai komoditas, terutama komoditas
administered prices dan volatile food. Momen perayaan Hari Raya Natal dan Libur Akhir Tahun, mendorong peningkatan
konsumsi masyarakat di Provinsi NTT, sehingga membuat harga-harga mengalami kenaikan. Tingginya permintaan tiket
pesawat di akhir tahun, juga mendorong terjadinya kenaikan inflasi.
BOKS 2. PENYUSUNAN ROADMAP TIM PENGENDALIAN INFLASI DAERAH (TPID)DALAM RANGKA USAHA PENGENDALIAN INFLASI DI PROVINSI NTT
Gambar Boks 2.I. Alur Pikir Penyusunan Roadmap TPID
-6
-4
-2
0
2
4
6
8
10
Jan
Feb
Mar Apr
Mei
Jun
Jul
Agu
s
Sept
Okt
Nov Des Jan
Feb
Mar Apr
Mei
Jun
Jul
Agu
s
Sept
Okt
Nov Des Jan
Feb
Mar Apr
Mei
Jun
Jul
Agu
s
Sept
Okt
Nov Des Jan
Feb
Mar Apr
Mei
Jun
Jul
Agu
s
Sept
Okt
Nov Des
2011 2012 2013 2014
DISAGREGASI INFLASI
Core Adm. Prices Vol. Food
LiburanSekolah
Liburan Sekolah,
Kenaikan BBM
Liburan Sekolah
Liburan Sekolah
Kenaikan BBM, Momen Akhir Tahun
Momen Akhir Tahun
Belum Tibanya
musm panen Belum Tibanya
musm panen
Belum Tibanya
musm panen
Belum Tibanya
musm panen
Momen Akhir Tahun
Momen Akhir Tahun
Momen Akhir Tahun
Naiknya harga sewa rumah
Naiknya Tarif Tukang
%
Grafik Boks 2.I. Analisis Time Series Disagregasi Inflasi
PERKEMBANGAN INFLASI - BAB II 29
Hingga triwulan I 2015, sudah terbentuk 15 TPID di Provinsi NTT dengan rincian 1 TPID Provinsi NTT, 1 TPID Kota Kupang
dan 13 TPID Kabupaten di NTT. Di tahun 2015, terdapat tambahan 2 TPID baru yaitu pembentukan TPID Kabupaten
Sumba Barat Daya dan TPID Kabupaten Flores Timur. Dari total 22 Kabupaten kota yang ada di Provinsi NTT, saat ini
masih terdapat 8 Kabupaten yang belum membentuk TPID antara lain kabupaten Kupang, Kabupaten Timor Tengah
Selatan, Timor Tengah Utara, Sabu Raijua, Malaka, Ngada, Nagekeo dan Lembata. Kedelapan kabupaten tersebut akan
menjadi fokus penguatan kelembagaan TPID ke depan. Selain itu, dalam triwulan I 2015, tim teknis TPID telah berhasil
menyusun road map TPID yang dapat digunakan sebagai acuan pelaksanaan program teknis dan strategis yang akan
dilakukan oleh TPID Provinsi NTT pada tahun 2015-2018 ke depan.
Gambar 2.1. Kegiatan TPID Provinsi NTT Triwulan I 2015 dan Sebaran Pembentukan TPID
BAB II - PERKEMBANGAN INFLASI28
Sebagai upaya pengendalian inflasi di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Provinsi NTT
telah menyusun sebuah roadmap yang berisi upaya-upaya dan rencana kerja pengendalian inflasi untuk periode 2015-2018.
Alur pikir yang digunakan dalam penyusunan adalah dengan melakukan identifikasi permasalahan melalui analisis time
series, analisis peristiwa, pemetaan komoditas dan identifikasi masalah. Selanjutnya setelah diketahui komoditas-komoditas
yang persisten mendorong inflasi, dilakukan analisis alternatif solusi dengan mempertimbangkan beberapa dokumen
rencana program yang telah disusun, diantaranya Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD), Tujuh Program
Pengendalian inflasi (7P), Lima Pilar TPID dan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD). Alternatif-alternatif solusi yang
dihasilkan tersebut kemudian dituangkan dalam sebuah roadmap guna mendukung target pencapaian inflasi nasional
sebesar 4±1% (2015-2017) dan 3,5±1% (2018).
Dalam analisis time-series selama 4 (empat) tahun, diketahui bahwa tekanan inflasi seringkali terjadi pada bulan Januari,
Februari, Juni, Juli dan Desember. Inflasi bulan Januari dan Februari didorong oleh komoditas bahan makanan (volatile foods)
seiring belum tibanya musim panen dan cuaca yang kurang baik, sehingga produksi komoditas beras, sayur dan ikan segar
seringkali menjadi pendorong inflasi di bulan tersebut. Inflasi pada bulan Juni dan Juli disebabkan komoditas administered
prices, seperti kenaikan tarif angkutan udara seiring masa liburan sekolah membuat tekanan inflasi cukup persisten di bulan
tersebut. Sementara, inflasi pada bulan Desember didorong oleh gabungan berbagai komoditas, terutama komoditas
administered prices dan volatile food. Momen perayaan Hari Raya Natal dan Libur Akhir Tahun, mendorong peningkatan
konsumsi masyarakat di Provinsi NTT, sehingga membuat harga-harga mengalami kenaikan. Tingginya permintaan tiket
pesawat di akhir tahun, juga mendorong terjadinya kenaikan inflasi.
BOKS 2. PENYUSUNAN ROADMAP TIM PENGENDALIAN INFLASI DAERAH (TPID)DALAM RANGKA USAHA PENGENDALIAN INFLASI DI PROVINSI NTT
Gambar Boks 2.I. Alur Pikir Penyusunan Roadmap TPID
-6
-4
-2
0
2
4
6
8
10
Jan
Feb
Mar Apr
Mei
Jun
Jul
Agu
s
Sept
Okt
Nov Des Jan
Feb
Mar Apr
Mei
Jun
Jul
Agu
s
Sept
Okt
Nov Des Jan
Feb
Mar Apr
Mei
Jun
Jul
Agu
s
Sept
Okt
Nov Des Jan
Feb
Mar Apr
Mei
Jun
Jul
Agu
s
Sept
Okt
Nov Des
2011 2012 2013 2014
DISAGREGASI INFLASI
Core Adm. Prices Vol. Food
LiburanSekolah
Liburan Sekolah,
Kenaikan BBM
Liburan Sekolah
Liburan Sekolah
Kenaikan BBM, Momen Akhir Tahun
Momen Akhir Tahun
Belum Tibanya
musm panen Belum Tibanya
musm panen
Belum Tibanya
musm panen
Belum Tibanya
musm panen
Momen Akhir Tahun
Momen Akhir Tahun
Momen Akhir Tahun
Naiknya harga sewa rumah
Naiknya Tarif Tukang
%
Grafik Boks 2.I. Analisis Time Series Disagregasi Inflasi
PERKEMBANGAN INFLASI - BAB II 29
Hingga triwulan I 2015, sudah terbentuk 15 TPID di Provinsi NTT dengan rincian 1 TPID Provinsi NTT, 1 TPID Kota Kupang
dan 13 TPID Kabupaten di NTT. Di tahun 2015, terdapat tambahan 2 TPID baru yaitu pembentukan TPID Kabupaten
Sumba Barat Daya dan TPID Kabupaten Flores Timur. Dari total 22 Kabupaten kota yang ada di Provinsi NTT, saat ini
masih terdapat 8 Kabupaten yang belum membentuk TPID antara lain kabupaten Kupang, Kabupaten Timor Tengah
Selatan, Timor Tengah Utara, Sabu Raijua, Malaka, Ngada, Nagekeo dan Lembata. Kedelapan kabupaten tersebut akan
menjadi fokus penguatan kelembagaan TPID ke depan. Selain itu, dalam triwulan I 2015, tim teknis TPID telah berhasil
menyusun road map TPID yang dapat digunakan sebagai acuan pelaksanaan program teknis dan strategis yang akan
dilakukan oleh TPID Provinsi NTT pada tahun 2015-2018 ke depan.
Gambar 2.1. Kegiatan TPID Provinsi NTT Triwulan I 2015 dan Sebaran Pembentukan TPID
BAB II - PERKEMBANGAN INFLASI28
Tabel Boks 2.2. Alternatif Solusi Permasalahan
Dalam tindak lanjutnya, perlu kerjasama semua pihak untuk dapat mengupayakan terlaksananya alternatif-alternatif solusi
yang muncul dalam roadmap TPID. Sebagai langkah jangka pendek ke depan, maka kegiatan koordinasi dalam
pengembangan roadmap dan diskusi tindak lanjut roadmap akan dilakukan. Diharapkan dengan langkah-langkah bersama
yang dilakukan oleh seluruh stakeholders terkait, maka pencapaian inflasi yang rendah dan stabil dapat tercapai di Provinsi
NTT.
Setelah diketahui permasalahan dan pola inflasi dari 31 komoditas persisten inflasi tersebut, kemudian dilakukan identifikasi
solusi-solusi dengan memperhatikan RPJMD, RKPD hingga program TPID terkait lainnya. Penentuan solusi didasarkan pula
pada solusi jangka pendek (2015-2016) dan jangka menengah (2017-2018). Penentuan solusi didasarkan pula pada
beberapa kelompok aspek yang telah ditentukan, diantaranya aspek regulasi, aspek infrastruktur, aspek distribusi, aspek
koordinasi dan aspek kelembagaan. Beberapa alternatif solusi yang muncul, diantaranya adalah: 1) Aspek Edukasi:
Perubahan pola pikir SDM, 2) Aspek Infrastruktur: pengembangan sarana dan prasaran kelautan, 3) Aspek Kelembagaan:
penguatan kelembagaan dan pengawasan, 4) Aspek Koordinasi: penguatan koordinasi antar lembaga, 5) Aspek Monitoring
dan Evaluasi: Pengawasan dan Pelaksanaan Program, 6) Aspek Produksi: Bantuan Permodalan, 7) Aspek Regulasi: Regulasi
Investasi dan 8) Aspek Tata Niaga: Kebijakan Strategis Pemerintah.
PERKEMBANGAN INFLASI - BAB II 31
Berdasarkan analisis tersebut, dilakukan identifikasi komoditas-komoditas utama yang persisten menyumbang
inflasi di Provinsi NTT untuk kemudian dilakukan pengkategorian menurut tingkat kontrol kewenangan. Dari
hasil pengkategorian, ditemukan 31 komoditas persisten inflasi yang terbagi dalam 3 (tiga) lingkup kewenangan,
yaitu 1) Kewenangan Pemerintah Daerah (Pemda) yang terdiri dari 23 (dua puluh tiga) komoditas, 2)
Kewenangan Pemerintah Pusat (Pempus) sebanyak 5 (lima) komoditas, serta 3) Kewenangan bersama antara
Pemda dan Pempus sebanyak 3 (tiga) komoditas.
Penyusunan roadmap kemudian dilanjutkan dengan melakukan identifikasi terhadap komoditas yang telah dibagi secara
kewenangannya tersebut dengan melakukan analisis data historis inflasi komoditas tersebut dan data-data lainnya yang
tersedia, seperti tingkat produksi, tingkat konsumsi, serta menggunakan data penelitian terdahulu. Analisis tersebut
digunakan untuk menentukan permasalahan-permasalahan yang muncul dari tiap-tiap komoditas. Permasalahan dapat
ditentukan berdasarkan pola inflasi musiman dari suatu komoditas tertentu, kondisi struktur pasar dan surplus-defisit neraca
pangan. Permasalahan kemudian dibagi menjadi 2 periode waktu penyelesaian, yaitu jangka pendek (2015-2016) dan jangka
menengah (2017-2018). Permasalahan utama yang muncul diantaranya adalah kondisi alam dan cuaca yang dapat
menghambat proses produksi dan distribusi barang-barang kebutuhan, kurangnya sarana dan prasarana pendukung
(transportasi, pertanian dan perikanan), serta minimnya pengawasan dan ketersediaan data.
KELOMPOK PERMASALAHAN
Administered Prices
Core Inflation
Volatile food
- Kendala demografi kepulauan yang mendorong ketergantungan pada angkutan udara.
- Kendala sarana dan prasarana bandara yang masih minim sehingga mengurangi penambahan jadwal terbang.
- Kendala sarana dan prasarana angkutan darat yang kurang memadai.
- Regulasi penyesuaian tiket pesawat yang harus minimal 40% dari batas atas.
- Pemasalahan gudang yang tidak buka 24 jam sehingga menambah biaya.
- Kurangnya investasi di bidang industri sehingga membuat tingginya harga barang karena biaya trasnportasi.
- Harga yang tinggi akibat kurangnya persaingan di sektor makanan jadi.
- Kurangnya perencanaan strategis pemerintah dalam pengembangan sentra kuliner.
- Mahalnya distribusi ke dan keluar NTT
- Kendala cuaca dan alam yang dapat menghambat produksi dan distribusi.
- Deviasi harga di tingkat importir dan pengecer yang tinggi.
- Kurangnya sarana dan prasarana air (jaringan tersier dan irigasi).
- Belum maksimalnya program-program pemerintah, seperti Gerakan Tanam Cabai saat Kemarau (GTCK) dan penyaluran
pupuk bersubsidi.
- Belum adanya dukungan data surplus dan defisit bahan pangan.
- Ketersediaan sarana dan prasarana pertanian yang masih kurang (pupuk, benih, alat penggiling padi, dst.
- Alat-alat produksi dan paska produksi ikan tangkap masih sederhana.
Tabel Boks 2.I. Permasalahan Utama dari Kelompok Komoditas
Grafik Boks 2.2. 31 (Tiga Puluh Satu) Komoditas Persisten terhadap Inflasi
BAB II - PERKEMBANGAN INFLASI30
Tabel Boks 2.2. Alternatif Solusi Permasalahan
Dalam tindak lanjutnya, perlu kerjasama semua pihak untuk dapat mengupayakan terlaksananya alternatif-alternatif solusi
yang muncul dalam roadmap TPID. Sebagai langkah jangka pendek ke depan, maka kegiatan koordinasi dalam
pengembangan roadmap dan diskusi tindak lanjut roadmap akan dilakukan. Diharapkan dengan langkah-langkah bersama
yang dilakukan oleh seluruh stakeholders terkait, maka pencapaian inflasi yang rendah dan stabil dapat tercapai di Provinsi
NTT.
Setelah diketahui permasalahan dan pola inflasi dari 31 komoditas persisten inflasi tersebut, kemudian dilakukan identifikasi
solusi-solusi dengan memperhatikan RPJMD, RKPD hingga program TPID terkait lainnya. Penentuan solusi didasarkan pula
pada solusi jangka pendek (2015-2016) dan jangka menengah (2017-2018). Penentuan solusi didasarkan pula pada
beberapa kelompok aspek yang telah ditentukan, diantaranya aspek regulasi, aspek infrastruktur, aspek distribusi, aspek
koordinasi dan aspek kelembagaan. Beberapa alternatif solusi yang muncul, diantaranya adalah: 1) Aspek Edukasi:
Perubahan pola pikir SDM, 2) Aspek Infrastruktur: pengembangan sarana dan prasaran kelautan, 3) Aspek Kelembagaan:
penguatan kelembagaan dan pengawasan, 4) Aspek Koordinasi: penguatan koordinasi antar lembaga, 5) Aspek Monitoring
dan Evaluasi: Pengawasan dan Pelaksanaan Program, 6) Aspek Produksi: Bantuan Permodalan, 7) Aspek Regulasi: Regulasi
Investasi dan 8) Aspek Tata Niaga: Kebijakan Strategis Pemerintah.
PERKEMBANGAN INFLASI - BAB II 31
Berdasarkan analisis tersebut, dilakukan identifikasi komoditas-komoditas utama yang persisten menyumbang
inflasi di Provinsi NTT untuk kemudian dilakukan pengkategorian menurut tingkat kontrol kewenangan. Dari
hasil pengkategorian, ditemukan 31 komoditas persisten inflasi yang terbagi dalam 3 (tiga) lingkup kewenangan,
yaitu 1) Kewenangan Pemerintah Daerah (Pemda) yang terdiri dari 23 (dua puluh tiga) komoditas, 2)
Kewenangan Pemerintah Pusat (Pempus) sebanyak 5 (lima) komoditas, serta 3) Kewenangan bersama antara
Pemda dan Pempus sebanyak 3 (tiga) komoditas.
Penyusunan roadmap kemudian dilanjutkan dengan melakukan identifikasi terhadap komoditas yang telah dibagi secara
kewenangannya tersebut dengan melakukan analisis data historis inflasi komoditas tersebut dan data-data lainnya yang
tersedia, seperti tingkat produksi, tingkat konsumsi, serta menggunakan data penelitian terdahulu. Analisis tersebut
digunakan untuk menentukan permasalahan-permasalahan yang muncul dari tiap-tiap komoditas. Permasalahan dapat
ditentukan berdasarkan pola inflasi musiman dari suatu komoditas tertentu, kondisi struktur pasar dan surplus-defisit neraca
pangan. Permasalahan kemudian dibagi menjadi 2 periode waktu penyelesaian, yaitu jangka pendek (2015-2016) dan jangka
menengah (2017-2018). Permasalahan utama yang muncul diantaranya adalah kondisi alam dan cuaca yang dapat
menghambat proses produksi dan distribusi barang-barang kebutuhan, kurangnya sarana dan prasarana pendukung
(transportasi, pertanian dan perikanan), serta minimnya pengawasan dan ketersediaan data.
KELOMPOK PERMASALAHAN
Administered Prices
Core Inflation
Volatile food
- Kendala demografi kepulauan yang mendorong ketergantungan pada angkutan udara.
- Kendala sarana dan prasarana bandara yang masih minim sehingga mengurangi penambahan jadwal terbang.
- Kendala sarana dan prasarana angkutan darat yang kurang memadai.
- Regulasi penyesuaian tiket pesawat yang harus minimal 40% dari batas atas.
- Pemasalahan gudang yang tidak buka 24 jam sehingga menambah biaya.
- Kurangnya investasi di bidang industri sehingga membuat tingginya harga barang karena biaya trasnportasi.
- Harga yang tinggi akibat kurangnya persaingan di sektor makanan jadi.
- Kurangnya perencanaan strategis pemerintah dalam pengembangan sentra kuliner.
- Mahalnya distribusi ke dan keluar NTT
- Kendala cuaca dan alam yang dapat menghambat produksi dan distribusi.
- Deviasi harga di tingkat importir dan pengecer yang tinggi.
- Kurangnya sarana dan prasarana air (jaringan tersier dan irigasi).
- Belum maksimalnya program-program pemerintah, seperti Gerakan Tanam Cabai saat Kemarau (GTCK) dan penyaluran
pupuk bersubsidi.
- Belum adanya dukungan data surplus dan defisit bahan pangan.
- Ketersediaan sarana dan prasarana pertanian yang masih kurang (pupuk, benih, alat penggiling padi, dst.
- Alat-alat produksi dan paska produksi ikan tangkap masih sederhana.
Tabel Boks 2.I. Permasalahan Utama dari Kelompok Komoditas
Grafik Boks 2.2. 31 (Tiga Puluh Satu) Komoditas Persisten terhadap Inflasi
BAB II - PERKEMBANGAN INFLASI30
PERKEMBANGANPERBANKANDAN SISTEM PEMBAYARAN
BAB III
PERKEMBANGANPERBANKANDAN SISTEM PEMBAYARAN
BAB III
PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN - BAB III 33
3.1 KONDISI UMUM
Pada Triwulan I 2015 kinerja perbankan di Provinsi NTT baik Bank Umum maupun Bank Perkreditan Rakyat
secara umum masih menunjukkan perkembangan positif. Hal tersebut tercermin dari indikator total aset, dan
Dana pihak Ketiga (DPK) yang tumbuh cukup besar, serta didukung oleh tingkat risiko likuiditas yang lebih rendah dari
triwulan sebelumnya yakni sebesar 87,30%. Namun demikian, penyaluran kredit pada triwulan laporan mengalami
perlambatan, hal tersebut juga diikuti dengan meningkatnya angka rasio kredit bermasalah menjadi 1,60% dari 1,42%
pada triwulan sebelumnya. Akan tetapi rasio tersebut masih dibawah nasional dan berada pada level aman dibawah
5% atas rasio kredit macet yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
Perkembangan sistem pembayaran di Provinsi NTT pada Triwulan I 2015 menurun. Aliran uang kartal di Kantor
Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT pada triwulan ini didominasi oleh cash inflow. Uang yang masuk pada periode
ini tercatat sebesar Rp.1.803,98 miliar atau tumbuh sebesar 31,50% (yoy) lebih tinggi dari periode sebelumnya yang
hanya tumbuh sebesar 18,80% (yoy). Sementara itu, uang yang beredar dimasyarakat mengalami sedikit pertumbuhan
dari 7,60% (yoy) pada Triwulan IV 2014 menjadi 10,37% (yoy) pada Triwulan I 2015, atau dengan nominal sebesar
Rp.355,45 miliar, sehingga pada Triwulan I 2015 terjadi net inflow sebesar Rp.1.448,53 atau tumbuh 31,50%
(yoy)dibandingkan Triwulan IV 2014 yang tumbuh sebesar 18,80% (yoy).
Kinerja perbankan dan sistem pembayaran sedikit meningkat.
Beberapa indikator kinerja perbankan tumbuh positif yang diiringi dengan penurunan angka
Loan to Deposit Ratio (LDR).
Beberapa indikator Sistem Pembayaran mengalami perlambatan.
Aset (miliar) Kredit (miliar) DPK (miliar) y-o-y aset y-o-y kredit y-o-y DPK
Grafik 3.1. Perkembangan Kinerja Perbankan Grafik 3.2. Perkembangan Rasio Perbankan
LDR NPL
0,00%
5,00%
10,00%
15,00%
20,00%
25,00%
30,00%40.000
30.000
20.000
10.000
- IV I II III IV
2013
I II III IV
20142012
I
2015
0,5%
1,0%
1,5%
2,0%
78%
80%
82%
84%
86%
88%
90%
92%
94%
IV I II III IV2013
I II III IV20142012
I2015
PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN
PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN - BAB III 33
3.1 KONDISI UMUM
Pada Triwulan I 2015 kinerja perbankan di Provinsi NTT baik Bank Umum maupun Bank Perkreditan Rakyat
secara umum masih menunjukkan perkembangan positif. Hal tersebut tercermin dari indikator total aset, dan
Dana pihak Ketiga (DPK) yang tumbuh cukup besar, serta didukung oleh tingkat risiko likuiditas yang lebih rendah dari
triwulan sebelumnya yakni sebesar 87,30%. Namun demikian, penyaluran kredit pada triwulan laporan mengalami
perlambatan, hal tersebut juga diikuti dengan meningkatnya angka rasio kredit bermasalah menjadi 1,60% dari 1,42%
pada triwulan sebelumnya. Akan tetapi rasio tersebut masih dibawah nasional dan berada pada level aman dibawah
5% atas rasio kredit macet yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
Perkembangan sistem pembayaran di Provinsi NTT pada Triwulan I 2015 menurun. Aliran uang kartal di Kantor
Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT pada triwulan ini didominasi oleh cash inflow. Uang yang masuk pada periode
ini tercatat sebesar Rp.1.803,98 miliar atau tumbuh sebesar 31,50% (yoy) lebih tinggi dari periode sebelumnya yang
hanya tumbuh sebesar 18,80% (yoy). Sementara itu, uang yang beredar dimasyarakat mengalami sedikit pertumbuhan
dari 7,60% (yoy) pada Triwulan IV 2014 menjadi 10,37% (yoy) pada Triwulan I 2015, atau dengan nominal sebesar
Rp.355,45 miliar, sehingga pada Triwulan I 2015 terjadi net inflow sebesar Rp.1.448,53 atau tumbuh 31,50%
(yoy)dibandingkan Triwulan IV 2014 yang tumbuh sebesar 18,80% (yoy).
Kinerja perbankan dan sistem pembayaran sedikit meningkat.
Beberapa indikator kinerja perbankan tumbuh positif yang diiringi dengan penurunan angka
Loan to Deposit Ratio (LDR).
Beberapa indikator Sistem Pembayaran mengalami perlambatan.
Aset (miliar) Kredit (miliar) DPK (miliar) y-o-y aset y-o-y kredit y-o-y DPK
Grafik 3.1. Perkembangan Kinerja Perbankan Grafik 3.2. Perkembangan Rasio Perbankan
LDR NPL
0,00%
5,00%
10,00%
15,00%
20,00%
25,00%
30,00%40.000
30.000
20.000
10.000
- IV I II III IV
2013
I II III IV
20142012
I
2015
0,5%
1,0%
1,5%
2,0%
78%
80%
82%
84%
86%
88%
90%
92%
94%
IV I II III IV2013
I II III IV20142012
I2015
PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN
Kinerja Bank Umum di Provinsi NTT sampai dengan Triwulan I 2015 rata-rata tumbuh positif. Hal tersebut
tercermin dari pertumbuhan indikator kinerja utama yaitu total Aset sebesar 28,14% (yoy), dan Dana Pihak Ketiga
sebesar 15,93% (yoy). Namun demikian pertumbuhan kredit pada triwulan ini mengalami perlambatan sebesar
14,30% (yoy). Peningkatan DPK dan melambatnya penyaluran kredit mendorong penurunan rasio Loan to Deposit
Ratio (LDR) Bank Umum dari sebesar 92,05% pada Triwulan IV 2014, menjadi sebesar 87,01% pada Triwulan I 2015.
Sementara itu, rasio kredit macet (NPL) pada Triwulan I 2015 mencapai 1,63%, lebih tinggi dibandingkan Triwulan IV
2014 yang sebesar 1,36%. Meningkatnya angka NPL ini didorong oleh tingginya NPL di beberapa kabupaten
diantaranya kabupaten Kupang, Sabu Raijua dan Manggarai Barat. Penyebab kemacetan ini rata-rata berada
dibeberapa sektor diantaranya sektor perdagangan besar dan eceran, konstruksi dan perikanan.
3.2.1. Aset dan Aktiva ProduktifSampai dengan Triwulan I 2015 perkembangan kinerja Bank Umum yang tercermin dari pertumbuhan aset
masih relatif baik. Pertumbuhan aset Bank Umum di Provinsi NTT dibandingkan dengan tahun lalu menunjukkan
pertumbuhan yang meningkat. Total aset Bank Umum di Provinsi NTT pada Triwulan I 2015 mencapai Rp.29,88 triliun
atau tumbuh sebesar 28,14% (yoy).
Berdasarkan kelompok bank, pada triwulan ini Bank Persero masih menjadi penyumbang terbesar dari total aset yaitu
sebesar 48,40%, namun masih lebih kecil dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yakni sebesar 50,84%, kemudian
diikuti oleh Bank Pemerintah Daerah yang menyumbang porsi sebesar 40,58%, lebih besar dibandingkan dengan
Triwulan IV 2014 yang hanya mendapat pangsa sebesar 36,10%, selanjutnya disusul oleh Bank Swasta Nasional yang
menyumbang porsi aset Bank Umum di NTT sebesar 11,02% dari porsi 13,07% pada Triwulan IV 2014.
3.2.2. Dana Pihak KetigaPada Triwulan I 2015 penghimpunan DPK oleh Bank Umum di Provinsi NTT mengalami peningkatan. Sampai
dengan triwulan ini, penghimpunan DPK yang berhasil dihimpun oleh Bank Umum sebesar Rp.19,80 triliun atau
tumbuh sebesar 15,93% (yoy). Peningkatan pertumbuhan DPK pada periode laporan terutama didorong oleh
peningkatan pertumbuhan Giro yang mencapai 32,32% (yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yang
hanya tumbuh sebesar 27,44% (yoy). Peningkatan giro terutama disumbang oleh peningkatan giro pemerintah yang
disebabkan oleh relatif rendahnya realisasi belanja pemerintah, sedangkan penerimaan dana transfer relatif sedikit
meningkat dibanding tahun sebelumnya. Seiring dengan meningkatnya pertumbuhan Giro yang dihimpun oleh Bank
Umum, Tabungan juga mengalami pertumbuhan yang positif yakni sebesar 6,00% (yoy) pada Triwulan I 2015,
3.2. PERKEMBANGAN KINERJA BANK UMUM
Grafik 3.4.Penyumbang Aset Berdasarkan Jenis Bank
BANK PERSEROBANK PEMERINTAH DAERAHBANK SWASTA NASIONAL
48,40%
40,58%
11,02%
PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN - BAB III 35
Seiring dengan penurunan transaksi tunai, transaksi non tunai juga mengalami perlambatan. Transaksi menggunakan
kliring secara nominal melambat 17,93% (yoy) atau sebesar Rp.990,91 miliar dari Rp.1.193,14 miliar pada triwulan
sebelumnya. Rasio Cek/BG kosong pada triwulan ini mengalami peningkatan dari 1,25% pada Triwulan IV 2014
menjadi 1,62% pada Triwulan I 2015. Sedangkan untuk transaksi Real Time Gross Settlement (RTGS) masih mencatat
Net To NTT atau aliran dana masuk ke NTT lebih besar dibandingkan dengan aliran dana yang keluar. Hal ini diduga
disebabkan oleh adanya aktivitas investasi yang meningkat dan di sisi lain, belanja konsumsi di NTT mengalami
perlambatan. Aliran dana masuk mengalami penurunan sebesar 66,80% (qtq) atau sebesar Rp.2.920,49 miliar
dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencapai Rp.8.795,84 miliar. Pembayaran proyek-proyek pemerintah yang
biasa dilakukan pada akhir tahun membuat nilai RTGS pada Triwulan I 2015 terkesan menurun dibandingkan dengan
triwulan sebelumnya.
Temuan Uang Palsu yang dilaporkan dan dicatat oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT pada Triwulan I
2015 mencapai 27 lembar, meningkat apabila dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang hanya sebanyak 8
lembar. Peningkatan temuan uang palsu tersebut disebabkan oleh semakin membaiknya tingkat kepatuhan perbankan
dan tingkat kesadaran masyarakat dalam melaporkan uang yang diragukan keasliannya kepada Bank Indonesia, serta
pengungkapan kasus tindak pidana uang palsu oleh kepolisian.
Grafik 3.3. Perkembangan SKNBI
160.00%
140.00%
120.00%
100.00%
80.00%
60.00%
40.00%
20.00%
0.00%
-20.00%
-40.00%
-60.00%
60.00%
50.00%
40.00%
30.00%
20.00%
10.00%
0.00%
YOY
I II III IV2013
I II III IV2014
I2015
I II III IV2011
I II III IV2012
Volume Kliring Volume Cek/BG Kosong Nominal Kliring Nominal Cek/BG Kosong
Tabel 3.1.Perkembangan BI-RTGS
Transaksi RTGS
DARI (FROM) NTT
MENUJU (TO) NTT
20132014
I II III IV2014
Nilai (Rp miliar)
% yoy
Volume
% yoy
Nilai (Rp miliar)
% yoy
Volume
% yoy
90,782 17,189 20,598 24,091 26,834 88,712 31,694
14.73% -24.24% -5.85% 16.29% 5.23% -2.28% 184.39%
46,994 10,696 10,475 10,707 11,053 42,931 6,013
-7.82% 10.22% 12.24% -15.23% -27.89% -8.65% 56.22%
80,032 14,184 13,053 29,842 35,630 92,709 34,615
22.75% 6.58% -42.61% 67.84% 36.00% 15.84% 244.03%
29,516 7,809 7,868 8,776 9,294 33,747 5,984
-9.27% 37.31% 28.10% 6.91% -1.94% 14.33% 76.63%
10,750 3,004 7,545 (5,751) (8,796) (3,998) (2,920)
-22.79% -67.97% -969.65% -295.83% 1159.36% -137.19% -197.21%
17,478 2,887 2,607 1,931 1,759 9,184 29
-5.26% -28.13% -18.29% -56.32% -69.93% -47.45% -99.00%
NET FROM (TO) NTT
2015
I
Nilai (Rp miliar)
% yoy
Volume
% yoy
BAB III - PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN34
Kinerja Bank Umum di Provinsi NTT sampai dengan Triwulan I 2015 rata-rata tumbuh positif. Hal tersebut
tercermin dari pertumbuhan indikator kinerja utama yaitu total Aset sebesar 28,14% (yoy), dan Dana Pihak Ketiga
sebesar 15,93% (yoy). Namun demikian pertumbuhan kredit pada triwulan ini mengalami perlambatan sebesar
14,30% (yoy). Peningkatan DPK dan melambatnya penyaluran kredit mendorong penurunan rasio Loan to Deposit
Ratio (LDR) Bank Umum dari sebesar 92,05% pada Triwulan IV 2014, menjadi sebesar 87,01% pada Triwulan I 2015.
Sementara itu, rasio kredit macet (NPL) pada Triwulan I 2015 mencapai 1,63%, lebih tinggi dibandingkan Triwulan IV
2014 yang sebesar 1,36%. Meningkatnya angka NPL ini didorong oleh tingginya NPL di beberapa kabupaten
diantaranya kabupaten Kupang, Sabu Raijua dan Manggarai Barat. Penyebab kemacetan ini rata-rata berada
dibeberapa sektor diantaranya sektor perdagangan besar dan eceran, konstruksi dan perikanan.
3.2.1. Aset dan Aktiva ProduktifSampai dengan Triwulan I 2015 perkembangan kinerja Bank Umum yang tercermin dari pertumbuhan aset
masih relatif baik. Pertumbuhan aset Bank Umum di Provinsi NTT dibandingkan dengan tahun lalu menunjukkan
pertumbuhan yang meningkat. Total aset Bank Umum di Provinsi NTT pada Triwulan I 2015 mencapai Rp.29,88 triliun
atau tumbuh sebesar 28,14% (yoy).
Berdasarkan kelompok bank, pada triwulan ini Bank Persero masih menjadi penyumbang terbesar dari total aset yaitu
sebesar 48,40%, namun masih lebih kecil dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yakni sebesar 50,84%, kemudian
diikuti oleh Bank Pemerintah Daerah yang menyumbang porsi sebesar 40,58%, lebih besar dibandingkan dengan
Triwulan IV 2014 yang hanya mendapat pangsa sebesar 36,10%, selanjutnya disusul oleh Bank Swasta Nasional yang
menyumbang porsi aset Bank Umum di NTT sebesar 11,02% dari porsi 13,07% pada Triwulan IV 2014.
3.2.2. Dana Pihak KetigaPada Triwulan I 2015 penghimpunan DPK oleh Bank Umum di Provinsi NTT mengalami peningkatan. Sampai
dengan triwulan ini, penghimpunan DPK yang berhasil dihimpun oleh Bank Umum sebesar Rp.19,80 triliun atau
tumbuh sebesar 15,93% (yoy). Peningkatan pertumbuhan DPK pada periode laporan terutama didorong oleh
peningkatan pertumbuhan Giro yang mencapai 32,32% (yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yang
hanya tumbuh sebesar 27,44% (yoy). Peningkatan giro terutama disumbang oleh peningkatan giro pemerintah yang
disebabkan oleh relatif rendahnya realisasi belanja pemerintah, sedangkan penerimaan dana transfer relatif sedikit
meningkat dibanding tahun sebelumnya. Seiring dengan meningkatnya pertumbuhan Giro yang dihimpun oleh Bank
Umum, Tabungan juga mengalami pertumbuhan yang positif yakni sebesar 6,00% (yoy) pada Triwulan I 2015,
3.2. PERKEMBANGAN KINERJA BANK UMUM
Grafik 3.4.Penyumbang Aset Berdasarkan Jenis Bank
BANK PERSEROBANK PEMERINTAH DAERAHBANK SWASTA NASIONAL
48,40%
40,58%
11,02%
PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN - BAB III 35
Seiring dengan penurunan transaksi tunai, transaksi non tunai juga mengalami perlambatan. Transaksi menggunakan
kliring secara nominal melambat 17,93% (yoy) atau sebesar Rp.990,91 miliar dari Rp.1.193,14 miliar pada triwulan
sebelumnya. Rasio Cek/BG kosong pada triwulan ini mengalami peningkatan dari 1,25% pada Triwulan IV 2014
menjadi 1,62% pada Triwulan I 2015. Sedangkan untuk transaksi Real Time Gross Settlement (RTGS) masih mencatat
Net To NTT atau aliran dana masuk ke NTT lebih besar dibandingkan dengan aliran dana yang keluar. Hal ini diduga
disebabkan oleh adanya aktivitas investasi yang meningkat dan di sisi lain, belanja konsumsi di NTT mengalami
perlambatan. Aliran dana masuk mengalami penurunan sebesar 66,80% (qtq) atau sebesar Rp.2.920,49 miliar
dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencapai Rp.8.795,84 miliar. Pembayaran proyek-proyek pemerintah yang
biasa dilakukan pada akhir tahun membuat nilai RTGS pada Triwulan I 2015 terkesan menurun dibandingkan dengan
triwulan sebelumnya.
Temuan Uang Palsu yang dilaporkan dan dicatat oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT pada Triwulan I
2015 mencapai 27 lembar, meningkat apabila dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang hanya sebanyak 8
lembar. Peningkatan temuan uang palsu tersebut disebabkan oleh semakin membaiknya tingkat kepatuhan perbankan
dan tingkat kesadaran masyarakat dalam melaporkan uang yang diragukan keasliannya kepada Bank Indonesia, serta
pengungkapan kasus tindak pidana uang palsu oleh kepolisian.
Grafik 3.3. Perkembangan SKNBI
160.00%
140.00%
120.00%
100.00%
80.00%
60.00%
40.00%
20.00%
0.00%
-20.00%
-40.00%
-60.00%
60.00%
50.00%
40.00%
30.00%
20.00%
10.00%
0.00%
YOY
I II III IV2013
I II III IV2014
I2015
I II III IV2011
I II III IV2012
Volume Kliring Volume Cek/BG Kosong Nominal Kliring Nominal Cek/BG Kosong
Tabel 3.1.Perkembangan BI-RTGS
Transaksi RTGS
DARI (FROM) NTT
MENUJU (TO) NTT
20132014
I II III IV2014
Nilai (Rp miliar)
% yoy
Volume
% yoy
Nilai (Rp miliar)
% yoy
Volume
% yoy
90,782 17,189 20,598 24,091 26,834 88,712 31,694
14.73% -24.24% -5.85% 16.29% 5.23% -2.28% 184.39%
46,994 10,696 10,475 10,707 11,053 42,931 6,013
-7.82% 10.22% 12.24% -15.23% -27.89% -8.65% 56.22%
80,032 14,184 13,053 29,842 35,630 92,709 34,615
22.75% 6.58% -42.61% 67.84% 36.00% 15.84% 244.03%
29,516 7,809 7,868 8,776 9,294 33,747 5,984
-9.27% 37.31% 28.10% 6.91% -1.94% 14.33% 76.63%
10,750 3,004 7,545 (5,751) (8,796) (3,998) (2,920)
-22.79% -67.97% -969.65% -295.83% 1159.36% -137.19% -197.21%
17,478 2,887 2,607 1,931 1,759 9,184 29
-5.26% -28.13% -18.29% -56.32% -69.93% -47.45% -99.00%
NET FROM (TO) NTT
2015
I
Nilai (Rp miliar)
% yoy
Volume
% yoy
BAB III - PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN34
Penyaluran kredit apabila dilihat dari komposisi jenis penggunaan kredit, maka kredit Konsumsi mengambil bagian
terbesar yakni sebesar 62,06%, selanjutnya kredit Modal Kerja dengan pangsa sebesar 30,29%, dan kredit Investasi
sebesar 7,65%. Sebagai informasi bahwa sektor terbesar penyaluran kredit konsumsi pada triwulan ini adalah sektor
rumah tangga untuk keperluan multiguna dengan porsi 55,13% dan sektor bukan lapangan usaha lainnya sebesar
31,84%.
3.2.4. Kualitas KreditRasio kredit macet (Net Performing Loan ; NPL) Bank Umum di Provinsi NTT pada Triwulan I 2015 mencapai 1,63%.
Meningkatnya rasio NPL didorong oleh beberapa jenis kredit, diantaranya kredit Modal Kerja dengan rasio NPL sebesar
3,12% pada triwulan laporan dari 2,69% pada Triwulan IV 2014. Sementara itu, kredit Investasi memperoleh rasio NPL
sebesar 2,95% pada triwulan ini, lebih tinggi dari triwulan sebelumnya yang hanya mencapai 2,37%. Peningkatan NPL
pada kredit Modal Kerja dan Investasi dapat menggambarkan penurunan kualitas kredit produktif di Provinsi NTT.
Selanjutnya diikuti oleh kredit Konsumsi dengan rasio NPL pada Triwulan IV 2014 sebesar 0,57% menjadi 0,74% pada
Triwulan I 2015.
3.2.5. Suku BungaPada Triwulan I 2015 rata-rata suku bunga kredit berdasarkan jenis penggunaan mengalami penurunan. Adapun suku
bunga kredit Modal kerja pada triwulan ini sebesar 14,06% sedikit menurun dibanding 14,08% pada triwulan
sebelumnya. Selanjutnya kredit Konsumsi juga mengalami penurunan dari 14,58% pada Triwulan IV 2014 menjadi
14,53% pada Triwulan I 2015. Suku bunga kredit Investasi masih tetap seperti triwulan sebelumnya yaitu sebesar
15,33%. Penurunan suku bunga menunjukkan mulai berdampaknya penurunan suku bunga Bank Indonesia dalam
upaya menggerakkan ekonomi Indonesia.
Grafik 3.10. Lima Sektor Utama Pendorong Kredit
62,06%
25,93%
2,80%
1,89%
1,57%
PENERIMA KREDIT BUKAN LAPANGAN USAHA
PERDAGANGAN BESAR DAN ECERAN
KONSTRUKSI
JASA KEMASYARAKATAN, SOSIAL BUDAYA , HIBURAN DAN PERORANGAN LAINNYA
PENYEDIAAN AKOMODASI DAN PENYEDIAAN MAKAN MINUM
Grafik 3.8. Pertumbuhan Kredit Berdasarkan Jenis Penggunaan Grafik 3.9. Komposisi Kredit Berdasarkan Jenis Penggunaan
KONSUMSIMODAL KERJAINVESTASI
61,06%
30, 29%
7,65%
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
y-o-y kredit y-o-y modal kerja y-o-y investasi y-o-y konsumsi
IV I II III IV
2013
I II III IV
20142012
I
2015
PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN - BAB III 37
Grafik 3.7.Share DPK Berdasarkan Golongan Nasabah
Pemerintah Swasta Perorangan Lainnya
Giro Deposito Tabungan
4669.09
396.19
396.8811.87
1836.71
257.12
3099.97
38.62
902.008037.37
14.39
137.82
dibandingkan dengan Triwulan IV 2014 yang hanya tumbuh sebesar 4,55% (yoy). Deposito yang berhasil dihimpun oleh
Bank Umum pada triwulan ini mengalami perlambatan yakni sebesar 19,92% (yoy), lebih rendah apabila dibandingkan
dengan triwulan sebelumnya yang mencapai 25,82% (yoy).
Penghimpunan DPK di Provinsi NTT pada Triwulan I 2015 masih didominasi oleh komponen Tabungan dengan nominal
sebesar Rp.9,09 triliun atau dengan porsi terhadap total DPK sebesar 45,92%, porsi tersebut lebih kecil bila
dibandingkan dengan periode sebelumnya yang mencapai 55,92%. Sementara itu, giro dan deposito memperoleh
porsi yang lebih kecil yaitu masing-masing 27,65% dan 26,43%.
Ditinjau dari golongan nasabahnya, golongan nasabah perorangan masih memiliki andil terbesar pertama dari total
penghimpunan dana yaitu mencapai 58,26%, diikuti oleh golongan pemerintah sebesar 33,56%, kemudian golongan
swasta sebesar 7,86% dan lainnya sebesar 0,33%.
3.2.3. Penyaluran Kredit / PembiayaanPenyaluran kredit Bank Umum di Provinsi NTT pada triwulan ini mengalami sedikit perlambatan. Kredit yang
disalurkan di Provinsi NTT mencapai Rp.17,23 triliun atau tumbuh sebesar 14,30% (yoy). Pertumbuhan tersebut lebih
rendah apabila dibandingkan dengan Triwulan IV 2014 yang mencapai 14,59% (yoy).
Melambatnya penyaluran kredit di Provinsi NTT didorong oleh melambatnya penyaluran kredit Modal Kerja
dan Konsumsi. Pertumbuhan kredit Modal Kerja pada Triwulan I 2015 sebesar 20,72% (yoy) sedikit lebih rendah
dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yaitu sebesar 21,01% (yoy), sementara itu kredit Konsumsi juga sedikit
melambat dari 11,73% (yoy) pada Triwulan IV 2014 menjadi 10,97% (yoy) pada Triwulan I 2015. Namun demikian,
perlambatan penyaluran kredit tidak terjadi untuk kredit Investasi yang pada Triwulan I 2015 meningkat 18,15% (yoy)
dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang hanya mencapai 13,78% (yoy).
Share
Giro Deposito Tabungan DPK (yoy)
Grafik 3.6.Perkembangan Komponen DPKGrafik 3.5.Pertumbuhan DPK
Giro (yoy) Deposito (yoy) Tabungan (yoy)
40%
0%
5%
10%
15%
20%
25%
30%
35%
IV I II III IV20142013
I2015
I2015
IV I II III IV20142013
0%10%20%30%40%50%60%70%80%90%
100%
0%
5%
10%
15%
20%
25%
BAB III - PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN36
Penyaluran kredit apabila dilihat dari komposisi jenis penggunaan kredit, maka kredit Konsumsi mengambil bagian
terbesar yakni sebesar 62,06%, selanjutnya kredit Modal Kerja dengan pangsa sebesar 30,29%, dan kredit Investasi
sebesar 7,65%. Sebagai informasi bahwa sektor terbesar penyaluran kredit konsumsi pada triwulan ini adalah sektor
rumah tangga untuk keperluan multiguna dengan porsi 55,13% dan sektor bukan lapangan usaha lainnya sebesar
31,84%.
3.2.4. Kualitas KreditRasio kredit macet (Net Performing Loan ; NPL) Bank Umum di Provinsi NTT pada Triwulan I 2015 mencapai 1,63%.
Meningkatnya rasio NPL didorong oleh beberapa jenis kredit, diantaranya kredit Modal Kerja dengan rasio NPL sebesar
3,12% pada triwulan laporan dari 2,69% pada Triwulan IV 2014. Sementara itu, kredit Investasi memperoleh rasio NPL
sebesar 2,95% pada triwulan ini, lebih tinggi dari triwulan sebelumnya yang hanya mencapai 2,37%. Peningkatan NPL
pada kredit Modal Kerja dan Investasi dapat menggambarkan penurunan kualitas kredit produktif di Provinsi NTT.
Selanjutnya diikuti oleh kredit Konsumsi dengan rasio NPL pada Triwulan IV 2014 sebesar 0,57% menjadi 0,74% pada
Triwulan I 2015.
3.2.5. Suku BungaPada Triwulan I 2015 rata-rata suku bunga kredit berdasarkan jenis penggunaan mengalami penurunan. Adapun suku
bunga kredit Modal kerja pada triwulan ini sebesar 14,06% sedikit menurun dibanding 14,08% pada triwulan
sebelumnya. Selanjutnya kredit Konsumsi juga mengalami penurunan dari 14,58% pada Triwulan IV 2014 menjadi
14,53% pada Triwulan I 2015. Suku bunga kredit Investasi masih tetap seperti triwulan sebelumnya yaitu sebesar
15,33%. Penurunan suku bunga menunjukkan mulai berdampaknya penurunan suku bunga Bank Indonesia dalam
upaya menggerakkan ekonomi Indonesia.
Grafik 3.10. Lima Sektor Utama Pendorong Kredit
62,06%
25,93%
2,80%
1,89%
1,57%
PENERIMA KREDIT BUKAN LAPANGAN USAHA
PERDAGANGAN BESAR DAN ECERAN
KONSTRUKSI
JASA KEMASYARAKATAN, SOSIAL BUDAYA , HIBURAN DAN PERORANGAN LAINNYA
PENYEDIAAN AKOMODASI DAN PENYEDIAAN MAKAN MINUM
Grafik 3.8. Pertumbuhan Kredit Berdasarkan Jenis Penggunaan Grafik 3.9. Komposisi Kredit Berdasarkan Jenis Penggunaan
KONSUMSIMODAL KERJAINVESTASI
61,06%
30, 29%
7,65%
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
y-o-y kredit y-o-y modal kerja y-o-y investasi y-o-y konsumsi
IV I II III IV
2013
I II III IV
20142012
I
2015
PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN - BAB III 37
Grafik 3.7.Share DPK Berdasarkan Golongan Nasabah
Pemerintah Swasta Perorangan Lainnya
Giro Deposito Tabungan
4669.09
396.19
396.8811.87
1836.71
257.12
3099.97
38.62
902.008037.37
14.39
137.82
dibandingkan dengan Triwulan IV 2014 yang hanya tumbuh sebesar 4,55% (yoy). Deposito yang berhasil dihimpun oleh
Bank Umum pada triwulan ini mengalami perlambatan yakni sebesar 19,92% (yoy), lebih rendah apabila dibandingkan
dengan triwulan sebelumnya yang mencapai 25,82% (yoy).
Penghimpunan DPK di Provinsi NTT pada Triwulan I 2015 masih didominasi oleh komponen Tabungan dengan nominal
sebesar Rp.9,09 triliun atau dengan porsi terhadap total DPK sebesar 45,92%, porsi tersebut lebih kecil bila
dibandingkan dengan periode sebelumnya yang mencapai 55,92%. Sementara itu, giro dan deposito memperoleh
porsi yang lebih kecil yaitu masing-masing 27,65% dan 26,43%.
Ditinjau dari golongan nasabahnya, golongan nasabah perorangan masih memiliki andil terbesar pertama dari total
penghimpunan dana yaitu mencapai 58,26%, diikuti oleh golongan pemerintah sebesar 33,56%, kemudian golongan
swasta sebesar 7,86% dan lainnya sebesar 0,33%.
3.2.3. Penyaluran Kredit / PembiayaanPenyaluran kredit Bank Umum di Provinsi NTT pada triwulan ini mengalami sedikit perlambatan. Kredit yang
disalurkan di Provinsi NTT mencapai Rp.17,23 triliun atau tumbuh sebesar 14,30% (yoy). Pertumbuhan tersebut lebih
rendah apabila dibandingkan dengan Triwulan IV 2014 yang mencapai 14,59% (yoy).
Melambatnya penyaluran kredit di Provinsi NTT didorong oleh melambatnya penyaluran kredit Modal Kerja
dan Konsumsi. Pertumbuhan kredit Modal Kerja pada Triwulan I 2015 sebesar 20,72% (yoy) sedikit lebih rendah
dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yaitu sebesar 21,01% (yoy), sementara itu kredit Konsumsi juga sedikit
melambat dari 11,73% (yoy) pada Triwulan IV 2014 menjadi 10,97% (yoy) pada Triwulan I 2015. Namun demikian,
perlambatan penyaluran kredit tidak terjadi untuk kredit Investasi yang pada Triwulan I 2015 meningkat 18,15% (yoy)
dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang hanya mencapai 13,78% (yoy).
Share
Giro Deposito Tabungan DPK (yoy)
Grafik 3.6.Perkembangan Komponen DPKGrafik 3.5.Pertumbuhan DPK
Giro (yoy) Deposito (yoy) Tabungan (yoy)
40%
0%
5%
10%
15%
20%
25%
30%
35%
IV I II III IV20142013
I2015
I2015
IV I II III IV20142013
0%10%20%30%40%50%60%70%80%90%
100%
0%
5%
10%
15%
20%
25%
BAB III - PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN36
Sampai dengan Triwulan I 2015 kinerja Bank Perkreditan Rakyat (BPR) rata-rata tumbuh melambat. Melambatnya
pertumbuhan kinerja BPR disebabkan oleh melambatnya bebarapa indikator kinerja BPR, diantaranya penghimpunan
DPK dari pertumbuhan 24,79% yoy menjadi 24,45% yoy pada triwulan laporan, penyaluran Kredit pada Triwulan I
2015 tumbuh melambat sebesar 22,27% yoy dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar
24,56% yoy. Loan to Deposit Ratio (LDR) mengalami peningkatan dari 79,40% menjadi 80,46% dan Non Performing
Loan (NPL) pada triwulan laporan mencapai 5,46% dari 4,76% pada Triwulan IV 2014. Secara umum walaupun terjadi
pelambatan, kinerja BPR masih relatif lebih baik dibanding kinerja bank umum. Namun demikian, kualitas penyaluran
kredit justru mengalami penurunan.Kualitas kredit yang buruk diperkirakan karena ada perlambatan ekonomi secara
keseluruhan.
Pada Triwulan I 2015, total dana masyarakat yang disimpan pada BPR di Provinsi NTT mencapai Rp.311,39 miliar.
Penghimpunan DPK oleh BPR yang melambat didorong oleh melambatnya komponen Tabungan yaitu sebesar 16,31%
(yoy) pada triwulan ini dari 32,58% (yoy) pada triwulan sebelumnya. Sementara itu, komponen Deposito pada Triwulan I
2015 mengalami peningkatan pertumbuhan sebesar 29,52% (yoy) dibandingkan dengan Triwulan IV 2014 yang hanya
mencapai 20,11% (yoy).
Komponen DPK bila dilihat berdasarkan komposisi masih didominasi oleh deposito yang mencapai 64,15%, sementara
Tabungan memperoleh proporsi yang lebih kecil yaitu sebesar 35,85% dari total DPK.
Tabel 3.2 Kredit UMKM Berdasarkan Jenis Penggunaan
2013
I II III IV
253,67
24,82%
180,85
17,59%
181,93
24,84%
99,41%
7,38%
263,47
23,40%
212,00
27,15%
183,85
17,67%
115,31%
5,71%
302,54
36,44%
242,30
42,07%
211,41
30,29%
114,61%
4,33%
336,87
34,35%
255,73
45,80%
247,60
33,00%
84,26%
2,49%
343,28
35,32%
270,06
49,33%
250,20
37,53%
82,57%
6,63%
355,19
34,81%
294,39
38,87%
323,64
76,04%
85,60%
7,34%
373,58
23,48%
306,28
26,41%
274,78
29,98%
84,13%
8,49%
415.26
23.27%
318.54
24.56%
308.97
24.79%
79.40%
4.76%
2014
I II III IVIndikator Utama
IV
2012
250,74
26,62%
175,40
17,55%
186,17
30,26%
94,21%
4,26%
Aset (miliar)
y-o-y aset
Kredit (miliar)
y-o-y kredit
DPK (miliar)
y-o-y DPK
LDR
NPL
436.99
27.30%
330.21
22.27%
311.39
24.45%
80.46%
5.46%
I
2015
3.3 PERKEMBANGAN BANK PERKREDITAN RAKYAT (BPR)
Deposito Tabungan y-o-y deposito y-o-y tabungan
Grafik 3.16 Pertumbuhan DPK BPR
0,00%5,00%10,00%15,00%20,00%25,00%30,00%35,00%40,00%45,00%
20,00 40,00 60,00 80,00
100,00 120,00 140,00 160,00 180,00 200,00
IV I II III IV
2013
I II III IV
20142012
Grafik 3.15 DPK BPR Menurut Komposisi
DEPOSITOTABUNGAN
199.77
111.62 35,85%
64,15%
I
2015
PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN - BAB III 39
3.2.6. Kredit Usaha Mikro Kecil MenengahDalam mendukung perekonomian daerah, perbankan di Provinsi NTT terus berperan aktif untuk meningkatkan peran
UMKM. Hal tersebut ditunjukkan dengan upaya peningkatan penyaluran kredit kepada sektor UMKM. Penyaluran
kredit Bank Umum kepada UMKM mencapai 30,38%. Pertumbuhanan kredit UMKM pada triwulan ini yaitu sebesar
25,08% (yoy) lebih rendah dari triwulan sebelumnya yaitu mencapai 28,82%(yoy). Risiko kredit (NPL) UMKM sebesar
3,38% pada Triwulan I 2015 lebih tinggi bila dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang hanya mencapai
2,84%.Peningkatan angka NPL ini disebabkan oleh meningkatnya NPL UMKM Kredit Investasi sebesar 3,78% pada
triwulan ini, lebih tinggi bila dibandingkan triwulan sebelumnya yang hanya mencapai 2,87%. Selain itu, NPL UMKM
Kredit Modal Kerja juga mengalami peningkatan, dari 2,83% pada Triwulan IV 2014 menjadi 3,30% pada Triwulan I
2015. Walaupun demikian, kredit UMKM masih terus menunjukkan pertumbuhan yang positif dan menggambarkan
peningkatan kinerja di sektor produktif sebagai pendorong utama ekonomi di Provinsi NTT.
Apabila dilihat dari sisi penggunaan kredit UMKM, mayoritas berupa Kredit Modal Kerja (KMK) dengan porsi sekitar
82% dari total kredit. Pertumbuhan kredit Modal Kerja pada Triwulan I 2015 mengalami perlambatan sebesar 25,97%
(yoy) dari triwulan sebelumnya yang mencapai 28,19%(yoy). Sementara itu, pada triwulan ini kredit Investasi juga ikut
melambat dengan pertumbuhan sebesar 21,11% (yoy) dari 31,83% (yoy) pada Triwulan IV 2014.
Untuk membantu perkembangan UMKM di Provinsi NTT, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT dan
Pemerintah setempat menyediakan berbagai fasilitas dan kebijakan sebagai upaya pengembangan UMKM, antara lain
dengan memberikan bantuan teknis/pelatihan dan pengembangan klaster komoditas potensial.
Grafik 3.14 Kredit UMKM Berdasarkan Jenis Penggunaan
MODAL KERJAINVESTASI
17.79%
82.21%
931.2
4302.9
Rp Miliar
Grafik 3.13.Perkembangan Kredit UMKM
Nominal UMKM Nominal NPL Pertumbuhan UMKM % NPL
-
1.000,00
2.000,00
3.000,00
4.000,00
5.000,00
6.000,00
IV I II III IV2013
I II III IV20142012
0,00%
5,00%
10,00%
15,00%
20,00%
25,00%
30,00%
35,00%
I2015
0,00%
5,00%
10,00%
15,00%
20,00%
25,00%
Kredit (yoy) Ratio NPL BI Rate
IV I II III IV
2013
I II III IV
20142012
Grafik 3.11. Perkembangan Kredit, NPL dan BI Rate
I
2015
12,50%13,00%13,50%14,00%14,50%15,00%15,50%16,00%16,50%
Modal Kerja Investasi Konsumsi Rata-rata BI Rate
IV I II III IV
2013
I II III IV
20142012
Grafik 3.12. Perkembangan Kredit Berdasarkan Suku Bunga dan BI Rate
0%2%4%6%8%10%12%14%16%
I
2015
BAB III - PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN38
Sampai dengan Triwulan I 2015 kinerja Bank Perkreditan Rakyat (BPR) rata-rata tumbuh melambat. Melambatnya
pertumbuhan kinerja BPR disebabkan oleh melambatnya bebarapa indikator kinerja BPR, diantaranya penghimpunan
DPK dari pertumbuhan 24,79% yoy menjadi 24,45% yoy pada triwulan laporan, penyaluran Kredit pada Triwulan I
2015 tumbuh melambat sebesar 22,27% yoy dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar
24,56% yoy. Loan to Deposit Ratio (LDR) mengalami peningkatan dari 79,40% menjadi 80,46% dan Non Performing
Loan (NPL) pada triwulan laporan mencapai 5,46% dari 4,76% pada Triwulan IV 2014. Secara umum walaupun terjadi
pelambatan, kinerja BPR masih relatif lebih baik dibanding kinerja bank umum. Namun demikian, kualitas penyaluran
kredit justru mengalami penurunan.Kualitas kredit yang buruk diperkirakan karena ada perlambatan ekonomi secara
keseluruhan.
Pada Triwulan I 2015, total dana masyarakat yang disimpan pada BPR di Provinsi NTT mencapai Rp.311,39 miliar.
Penghimpunan DPK oleh BPR yang melambat didorong oleh melambatnya komponen Tabungan yaitu sebesar 16,31%
(yoy) pada triwulan ini dari 32,58% (yoy) pada triwulan sebelumnya. Sementara itu, komponen Deposito pada Triwulan I
2015 mengalami peningkatan pertumbuhan sebesar 29,52% (yoy) dibandingkan dengan Triwulan IV 2014 yang hanya
mencapai 20,11% (yoy).
Komponen DPK bila dilihat berdasarkan komposisi masih didominasi oleh deposito yang mencapai 64,15%, sementara
Tabungan memperoleh proporsi yang lebih kecil yaitu sebesar 35,85% dari total DPK.
Tabel 3.2 Kredit UMKM Berdasarkan Jenis Penggunaan
2013
I II III IV
253,67
24,82%
180,85
17,59%
181,93
24,84%
99,41%
7,38%
263,47
23,40%
212,00
27,15%
183,85
17,67%
115,31%
5,71%
302,54
36,44%
242,30
42,07%
211,41
30,29%
114,61%
4,33%
336,87
34,35%
255,73
45,80%
247,60
33,00%
84,26%
2,49%
343,28
35,32%
270,06
49,33%
250,20
37,53%
82,57%
6,63%
355,19
34,81%
294,39
38,87%
323,64
76,04%
85,60%
7,34%
373,58
23,48%
306,28
26,41%
274,78
29,98%
84,13%
8,49%
415.26
23.27%
318.54
24.56%
308.97
24.79%
79.40%
4.76%
2014
I II III IVIndikator Utama
IV
2012
250,74
26,62%
175,40
17,55%
186,17
30,26%
94,21%
4,26%
Aset (miliar)
y-o-y aset
Kredit (miliar)
y-o-y kredit
DPK (miliar)
y-o-y DPK
LDR
NPL
436.99
27.30%
330.21
22.27%
311.39
24.45%
80.46%
5.46%
I
2015
3.3 PERKEMBANGAN BANK PERKREDITAN RAKYAT (BPR)
Deposito Tabungan y-o-y deposito y-o-y tabungan
Grafik 3.16 Pertumbuhan DPK BPR
0,00%5,00%10,00%15,00%20,00%25,00%30,00%35,00%40,00%45,00%
20,00 40,00 60,00 80,00
100,00 120,00 140,00 160,00 180,00 200,00
IV I II III IV
2013
I II III IV
20142012
Grafik 3.15 DPK BPR Menurut Komposisi
DEPOSITOTABUNGAN
199.77
111.62 35,85%
64,15%
I
2015
PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN - BAB III 39
3.2.6. Kredit Usaha Mikro Kecil MenengahDalam mendukung perekonomian daerah, perbankan di Provinsi NTT terus berperan aktif untuk meningkatkan peran
UMKM. Hal tersebut ditunjukkan dengan upaya peningkatan penyaluran kredit kepada sektor UMKM. Penyaluran
kredit Bank Umum kepada UMKM mencapai 30,38%. Pertumbuhanan kredit UMKM pada triwulan ini yaitu sebesar
25,08% (yoy) lebih rendah dari triwulan sebelumnya yaitu mencapai 28,82%(yoy). Risiko kredit (NPL) UMKM sebesar
3,38% pada Triwulan I 2015 lebih tinggi bila dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang hanya mencapai
2,84%.Peningkatan angka NPL ini disebabkan oleh meningkatnya NPL UMKM Kredit Investasi sebesar 3,78% pada
triwulan ini, lebih tinggi bila dibandingkan triwulan sebelumnya yang hanya mencapai 2,87%. Selain itu, NPL UMKM
Kredit Modal Kerja juga mengalami peningkatan, dari 2,83% pada Triwulan IV 2014 menjadi 3,30% pada Triwulan I
2015. Walaupun demikian, kredit UMKM masih terus menunjukkan pertumbuhan yang positif dan menggambarkan
peningkatan kinerja di sektor produktif sebagai pendorong utama ekonomi di Provinsi NTT.
Apabila dilihat dari sisi penggunaan kredit UMKM, mayoritas berupa Kredit Modal Kerja (KMK) dengan porsi sekitar
82% dari total kredit. Pertumbuhan kredit Modal Kerja pada Triwulan I 2015 mengalami perlambatan sebesar 25,97%
(yoy) dari triwulan sebelumnya yang mencapai 28,19%(yoy). Sementara itu, pada triwulan ini kredit Investasi juga ikut
melambat dengan pertumbuhan sebesar 21,11% (yoy) dari 31,83% (yoy) pada Triwulan IV 2014.
Untuk membantu perkembangan UMKM di Provinsi NTT, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT dan
Pemerintah setempat menyediakan berbagai fasilitas dan kebijakan sebagai upaya pengembangan UMKM, antara lain
dengan memberikan bantuan teknis/pelatihan dan pengembangan klaster komoditas potensial.
Grafik 3.14 Kredit UMKM Berdasarkan Jenis Penggunaan
MODAL KERJAINVESTASI
17.79%
82.21%
931.2
4302.9
Rp Miliar
Grafik 3.13.Perkembangan Kredit UMKM
Nominal UMKM Nominal NPL Pertumbuhan UMKM % NPL
-
1.000,00
2.000,00
3.000,00
4.000,00
5.000,00
6.000,00
IV I II III IV2013
I II III IV20142012
0,00%
5,00%
10,00%
15,00%
20,00%
25,00%
30,00%
35,00%
I2015
0,00%
5,00%
10,00%
15,00%
20,00%
25,00%
Kredit (yoy) Ratio NPL BI Rate
IV I II III IV
2013
I II III IV
20142012
Grafik 3.11. Perkembangan Kredit, NPL dan BI Rate
I
2015
12,50%13,00%13,50%14,00%14,50%15,00%15,50%16,00%16,50%
Modal Kerja Investasi Konsumsi Rata-rata BI Rate
IV I II III IV
2013
I II III IV
20142012
Grafik 3.12. Perkembangan Kredit Berdasarkan Suku Bunga dan BI Rate
0%2%4%6%8%10%12%14%16%
I
2015
BAB III - PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN38
Sementara itu, apabila dilihat dari sisi pertumbuhan dari tahun ke tahun pada bulan yang sama, pada Triwulan I 2015
SKNBI dari sisi nominal tumbuh melambat sebesar 17,93% yoy lebih rendah dari triwulan sebelumnya yang mencapai
24,08% yoy. Namun dari sisi volume di triwulan ini SKNBI mengalami pertumbuhan sebesar 15,27% yoy dari 10,11%
yoy pada Triwulan IV 2014.
b. Transaksi RTGSBI-RTGS adalah sistem transfer dana elektronik yang penyelesaian setiap transaksinya dilakukan dalam waktu seketika.
BI-RTGS berperan penting dalam pemrosesan aktivitas transaksi pembayaran, khususnya untuk memproses transaksi
pembayaran yang termasuk High Value Payment System (HVPS) atau transaksi bernilai besar yaitu transaksi Rp.100 juta
ke atas dan bersifat segera (urgent). Transaksi HVPS saat ini mencapai 90% dari seluruh transaksi pembayaran di
Indonesia sehingga dapat dikategorikan sebagai sistem pembayaran nasional yang memiliki peranan signifikan
(Systemically Important Payment System).
Pada Triwulan I 2015 transaksi RTGS apabila dilihat dari sisi nominal maupun volume mengalami pertumbuhan yang
meningkat. Transfer RTGS dari Provinsi NTT keluar tercatat nominal sebesar Rp.31,70 triliun atau tumbuh sebesar
184,39% (yoy) meningkat dibandingkan dengan Triwulan IV 2014 yang hanya mencapai 5,23%(yoy), begitu juga dari
sisi volume warkat mengalami peningkatan sebesar 56,22% (yoy) masih lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan
sebelumnya yang menurun 27,89% (yoy). Sementara itu, transfer RTGS yang masuk ke Provinsi NTT pada triwulan ini
meningkat dari 36% (yoy) menjadi 244,03% (yoy) atau dengan nominal sebesar Rp.34,62 triliun lebih tinggi
dibandingkan periode sebelumnya. Transaksi RTGS yang masuk ke Provinsi NTT pada triwulan ini dari sisi volume
mengalami peningkatan 76,63% (yoy) dari -1,94% pada Triwulan IV 2014. Peningkatan nominal dan pertumbuhan
warkat yang signifikan tersebut, diperkirakan masih merupakan dampak dari penerapan Surat Edaran Bank Indonesia
yang diberlakukan pada 15 Desember 2014 lalu. Ketentuan tersebut menetapkan bahwa untuk transaksi di atas Rp.100
juta menggunakan sistem BI-RTGS, sebaliknya apabila dibawah Rp.100 juta maka menggunakan fasilitas SKNBI.
Secara total, transaksi BI-RTGS pada Triwulan I 2015 di Provinsi NTT masih mengalami net inflow atau transfer masuk
lebih besar dari pada transfer keluar dari Provinsi NTT. Hal ini dapat menjelaskan bahwa adanya aliran dana investasi
yang masuk ke Provinsi NTT lebih besar, dibanding belanja investasi dan konsumsi yang terjadi.
Grafik 3.18 Perkembangan Transaksi SKNBI
160.00%
140.00%
120.00%
100.00%
80.00%
60.00%
40.00%
20.00%
0.00%
-20.00%
-40.00%
-60.00%
60.00%
50.00%
40.00%
30.00%
20.00%
10.00%
0.00%
YOY
I II III IV2013
I II III IV2014
I2015
I II III IV2011
I II III IV2012
Volume Kliring Volume Cek/BG Kosong Nominal Kliring Nominal Cek/BG Kosong
PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN - BAB III 41
Secara umum kredit yang disalurkan oleh BPR pada Triwulan I 2015 tumbuh melambat. Kredit yang tersalurkan oleh BPR
pada triwulan laporan mencapai Rp.330,21 miliar. Pertumbuhan kredit BPR yang melambat pada triwulan ini
disebabkan oleh melambatnya penyaluran kredit Investasi sebesar 35,79% (yoy), lebih rendah apabila dibandingkan
dengan Triwulan IV 2014 yang mencapai 72,68% (yoy). Sementara itu, untuk jenis kredit Modal Kerja tumbuh positif
sebesar 20,99% (yoy) pada triwulan ini, lebih tinggi bila dibandingkan triwulan sebelumnya yang hanya sebesar
17,82% (yoy). Kredit Konsumsi juga ikut menunjukkan pertumbuhan yang positif pada Triwulan I 2015 yakni sebesar
17,34% (yoy) dari 16,01% (yoy) pada Triwulan IV 2014.
Apabila penyaluran kredit oleh BPR dilihat berdasarkan sektor ekonomi, maka sektor bukan lapangan usaha – lainnya
mendapat porsi terbesar dengan proporsi penyaluran kredit sebesar 32,15%, selanjutnya perdagangan besar dan
eceran sebesar 21,93%, dan transportasi pergudangan dan komunikasi sebesar 11,86%.
Net Performing Loan (NPL) BPR di Provinsi NTT pada Triwulan I 2015 mengalami peningkatan, dari 4,76% pada Triwulan
IV 2014 menjadi 5,46% pada Triwulan I 2015. Meningkatnya angka NPL didorong oleh meningkatnya angka NPL kredit
Modal Kerja sebesar 11,90%, selanjutnya NPL kredit Investasi sebesar 7,22% dan NPL kredit Konsumsi 3,61%.LDR BPR
di Provinsi NTT pada triwulan ini juga mengalami peningkatan sebesar 80,46% dari 79,40% pada triwulan IV 2014.
Untuk menekan angka rasio NPL pada masa akan datang BPR perlu meningkatkan penyaluran kredit yang selektif dan
menerapkan prinsip kehati-hatian terhadap debitur.
3.4.1 Transaksi Non TunaiAlat pembayaran nontunai terus berkembang dan semakin lazim dipakai masyarakat. Transaksi pembayaran nontunai
dengan nilai besar atau lebih dari 100 juta diselenggarakan Bank Indonesia melalui sistem RTGS (Real Time Gross
Settlement). Sementara itu, untuk transaksi dibawah 100 juta melalui fasilitas Sistem Kliring Bank Indonesia (SKNBI).
a. Transaksi Kliring (SKNBI)Pada triwulan I 2015 transaksi kliring di Provinsi NTT dari sisi nilai nominal maupun jumlah warkat mengalami
perlambatan. Nilai nominal kliring pada triwulan laporan mengalami penurunan sebesar 16,95% (qtq) dari Rp.1.193,14
miliar menjadi Rp.990,91 miliar. Seiring dengan penurunan nilai nominal, dari sisi jumlah warkat juga mengalami
penurunan yakni pada triwulan I 2015 sebesar 39.971 lembar lebih rendah dibandingkan dengan triwulan IV 2014 yang
mencapai 43.610 lembar atau turun 8,34% (qtq).
Grafik 3.17 Kredit BPR Berdasarkan Sektor Ekonomi
0.00%
0.20%
0.41%
0.61%
0.65%
0.78%
0.85%
0.99%
1.55%
1.65%
1.68%
2.27%
3.16%
4.93%
6.87%
7.45%
11.86%
21.93%
32.15%
0.00% 5.00% 10.00% 15.00% 20.00% 25.00% 30.00% 35.00%
Pertambangan dan Penggalian
Listrik, Gas dan Air
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial
Real Estate
Industri Pengolahan
Jasa Pendidikan
Perantara Keuangan
Perikanan
Bukan Lapangan Usaha - Rumah Tangga
Pertanian, Perburuan dan Kehutanan
Administrasi Pemerintahan, Pertanahan & Jaminan Sosial Wajib
Jasa Perorangan yang melayani Rumah Tangga
Penyediaan Akomodasi dan Penyediaan Makan-minum
Jasa Kemasyarakatan, SosBud, Hiburan & Perseorangan lainnya
Kegiatan Usaha yang Belum Jelas Batasannya
Konstruksi
Transportasi, Pergudangan dan Komunikasi
Perdagangan Besar dan Eceran
Bukan Lapangan Usaha-Lainnya
3.4 SISTEM PEMBAYARAN
BAB III - PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN40
Sementara itu, apabila dilihat dari sisi pertumbuhan dari tahun ke tahun pada bulan yang sama, pada Triwulan I 2015
SKNBI dari sisi nominal tumbuh melambat sebesar 17,93% yoy lebih rendah dari triwulan sebelumnya yang mencapai
24,08% yoy. Namun dari sisi volume di triwulan ini SKNBI mengalami pertumbuhan sebesar 15,27% yoy dari 10,11%
yoy pada Triwulan IV 2014.
b. Transaksi RTGSBI-RTGS adalah sistem transfer dana elektronik yang penyelesaian setiap transaksinya dilakukan dalam waktu seketika.
BI-RTGS berperan penting dalam pemrosesan aktivitas transaksi pembayaran, khususnya untuk memproses transaksi
pembayaran yang termasuk High Value Payment System (HVPS) atau transaksi bernilai besar yaitu transaksi Rp.100 juta
ke atas dan bersifat segera (urgent). Transaksi HVPS saat ini mencapai 90% dari seluruh transaksi pembayaran di
Indonesia sehingga dapat dikategorikan sebagai sistem pembayaran nasional yang memiliki peranan signifikan
(Systemically Important Payment System).
Pada Triwulan I 2015 transaksi RTGS apabila dilihat dari sisi nominal maupun volume mengalami pertumbuhan yang
meningkat. Transfer RTGS dari Provinsi NTT keluar tercatat nominal sebesar Rp.31,70 triliun atau tumbuh sebesar
184,39% (yoy) meningkat dibandingkan dengan Triwulan IV 2014 yang hanya mencapai 5,23%(yoy), begitu juga dari
sisi volume warkat mengalami peningkatan sebesar 56,22% (yoy) masih lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan
sebelumnya yang menurun 27,89% (yoy). Sementara itu, transfer RTGS yang masuk ke Provinsi NTT pada triwulan ini
meningkat dari 36% (yoy) menjadi 244,03% (yoy) atau dengan nominal sebesar Rp.34,62 triliun lebih tinggi
dibandingkan periode sebelumnya. Transaksi RTGS yang masuk ke Provinsi NTT pada triwulan ini dari sisi volume
mengalami peningkatan 76,63% (yoy) dari -1,94% pada Triwulan IV 2014. Peningkatan nominal dan pertumbuhan
warkat yang signifikan tersebut, diperkirakan masih merupakan dampak dari penerapan Surat Edaran Bank Indonesia
yang diberlakukan pada 15 Desember 2014 lalu. Ketentuan tersebut menetapkan bahwa untuk transaksi di atas Rp.100
juta menggunakan sistem BI-RTGS, sebaliknya apabila dibawah Rp.100 juta maka menggunakan fasilitas SKNBI.
Secara total, transaksi BI-RTGS pada Triwulan I 2015 di Provinsi NTT masih mengalami net inflow atau transfer masuk
lebih besar dari pada transfer keluar dari Provinsi NTT. Hal ini dapat menjelaskan bahwa adanya aliran dana investasi
yang masuk ke Provinsi NTT lebih besar, dibanding belanja investasi dan konsumsi yang terjadi.
Grafik 3.18 Perkembangan Transaksi SKNBI
160.00%
140.00%
120.00%
100.00%
80.00%
60.00%
40.00%
20.00%
0.00%
-20.00%
-40.00%
-60.00%
60.00%
50.00%
40.00%
30.00%
20.00%
10.00%
0.00%
YOY
I II III IV2013
I II III IV2014
I2015
I II III IV2011
I II III IV2012
Volume Kliring Volume Cek/BG Kosong Nominal Kliring Nominal Cek/BG Kosong
PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN - BAB III 41
Secara umum kredit yang disalurkan oleh BPR pada Triwulan I 2015 tumbuh melambat. Kredit yang tersalurkan oleh BPR
pada triwulan laporan mencapai Rp.330,21 miliar. Pertumbuhan kredit BPR yang melambat pada triwulan ini
disebabkan oleh melambatnya penyaluran kredit Investasi sebesar 35,79% (yoy), lebih rendah apabila dibandingkan
dengan Triwulan IV 2014 yang mencapai 72,68% (yoy). Sementara itu, untuk jenis kredit Modal Kerja tumbuh positif
sebesar 20,99% (yoy) pada triwulan ini, lebih tinggi bila dibandingkan triwulan sebelumnya yang hanya sebesar
17,82% (yoy). Kredit Konsumsi juga ikut menunjukkan pertumbuhan yang positif pada Triwulan I 2015 yakni sebesar
17,34% (yoy) dari 16,01% (yoy) pada Triwulan IV 2014.
Apabila penyaluran kredit oleh BPR dilihat berdasarkan sektor ekonomi, maka sektor bukan lapangan usaha – lainnya
mendapat porsi terbesar dengan proporsi penyaluran kredit sebesar 32,15%, selanjutnya perdagangan besar dan
eceran sebesar 21,93%, dan transportasi pergudangan dan komunikasi sebesar 11,86%.
Net Performing Loan (NPL) BPR di Provinsi NTT pada Triwulan I 2015 mengalami peningkatan, dari 4,76% pada Triwulan
IV 2014 menjadi 5,46% pada Triwulan I 2015. Meningkatnya angka NPL didorong oleh meningkatnya angka NPL kredit
Modal Kerja sebesar 11,90%, selanjutnya NPL kredit Investasi sebesar 7,22% dan NPL kredit Konsumsi 3,61%.LDR BPR
di Provinsi NTT pada triwulan ini juga mengalami peningkatan sebesar 80,46% dari 79,40% pada triwulan IV 2014.
Untuk menekan angka rasio NPL pada masa akan datang BPR perlu meningkatkan penyaluran kredit yang selektif dan
menerapkan prinsip kehati-hatian terhadap debitur.
3.4.1 Transaksi Non TunaiAlat pembayaran nontunai terus berkembang dan semakin lazim dipakai masyarakat. Transaksi pembayaran nontunai
dengan nilai besar atau lebih dari 100 juta diselenggarakan Bank Indonesia melalui sistem RTGS (Real Time Gross
Settlement). Sementara itu, untuk transaksi dibawah 100 juta melalui fasilitas Sistem Kliring Bank Indonesia (SKNBI).
a. Transaksi Kliring (SKNBI)Pada triwulan I 2015 transaksi kliring di Provinsi NTT dari sisi nilai nominal maupun jumlah warkat mengalami
perlambatan. Nilai nominal kliring pada triwulan laporan mengalami penurunan sebesar 16,95% (qtq) dari Rp.1.193,14
miliar menjadi Rp.990,91 miliar. Seiring dengan penurunan nilai nominal, dari sisi jumlah warkat juga mengalami
penurunan yakni pada triwulan I 2015 sebesar 39.971 lembar lebih rendah dibandingkan dengan triwulan IV 2014 yang
mencapai 43.610 lembar atau turun 8,34% (qtq).
Grafik 3.17 Kredit BPR Berdasarkan Sektor Ekonomi
0.00%
0.20%
0.41%
0.61%
0.65%
0.78%
0.85%
0.99%
1.55%
1.65%
1.68%
2.27%
3.16%
4.93%
6.87%
7.45%
11.86%
21.93%
32.15%
0.00% 5.00% 10.00% 15.00% 20.00% 25.00% 30.00% 35.00%
Pertambangan dan Penggalian
Listrik, Gas dan Air
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial
Real Estate
Industri Pengolahan
Jasa Pendidikan
Perantara Keuangan
Perikanan
Bukan Lapangan Usaha - Rumah Tangga
Pertanian, Perburuan dan Kehutanan
Administrasi Pemerintahan, Pertanahan & Jaminan Sosial Wajib
Jasa Perorangan yang melayani Rumah Tangga
Penyediaan Akomodasi dan Penyediaan Makan-minum
Jasa Kemasyarakatan, SosBud, Hiburan & Perseorangan lainnya
Kegiatan Usaha yang Belum Jelas Batasannya
Konstruksi
Transportasi, Pergudangan dan Komunikasi
Perdagangan Besar dan Eceran
Bukan Lapangan Usaha-Lainnya
3.4 SISTEM PEMBAYARAN
BAB III - PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN40
Jumlah aliran uang dari dan ke Bank Indonesia di Provinsi NTT mengikuti pola tren pergerakan triwulanannya. Di Provinsi
NTT, jumlah outflow dan inflow akan meningkat cukup tinggi pada momen perayaan tertentu seperti masuk tahun
ajaran baru, libur sekolah, perayaan hari raya natal dan tahun baru, kemudian kembali normal pada periode selanjutnya.
b. Perkembangan Uang Tidak Layak Edar (UTLE)Jumlah Uang Tidak Layak Edar (UTLE) di Provinsi NTT pada triwulan laporan mengalami peningkatan. Sebagai upaya
dalam memelihara kualitas uang kartal yang diedarkan kepada masyarakat (Clean Money Policy) dilakukan kegiatan
penyortiran, dan peracikan uang yang tidak layak edar secara rutin dengan menggunakan Mesin Sortir Uang Kertas
(MSUK) dan Mesin Racik Uang Kertas (MRUK). Hal ini untuk menjamin uang layak edar di masyarakat. Pada triwulan I 2015, jumlah pemusnahan uang di Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT tercatat sebesar
Rp.325,24 miliar naik sebesar 43,10% (qtq) dibandingkan dengan periode sebelumnya yang hanya sebesar Rp.227,28
miliar.
c. Temuan Uang Palsu (UPAL)Pada triwulan I 2015, temuan uang palsu yang dilaporkan ke Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT mengalami
peningkatan. Jumlah lembar uang palsu naik dari 8 lembar menjadi 27 lembar pada triwulan laporan. Uang palsu yang
ditemukan umumnya uang kertas pecahan Rp.100.000,- dan pecahan Rp.50.000,-. Peningkatan jumlah uang palsu
yang ditemukan salah satunya merupakan hasil dari intensifnya kegiatan pengenalan ciri-ciri keaslian uang rupiah.
Selain hal itu, peningkatan pemahaman masyarakat terhadap temuan uang palsu juga menjadi alasan tingginya uang
palsu yang dilaporkan.
Upaya penanggulangan uang palsu secara represif dilaksanakan oleh Kepolisian dengan menangkap dan menghukum
pembuat maupun pengedar uang palsu sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Grafik 3.22. Perkembangan UTLE di Provinsi NTT Grafik 3.23. Perkembangan UPAL di Provinsi NTT
-200.00%
0.00%
200.00%
400.00%
600.00%
800.00%
1000.00%
1200.00%
1400.00%
1600.00%
0.00
500.00
1,000.00
1,500.00
2,000.00
2,500.00
I II III IV2013
I II III IV2014
I2015
I II III IV2012
Outflow (Rp. Miliar) QtQ UTLE YoY UTLEInflow (Rp. Miliar) UTLE
0
20
40
60
80
100
120
140
Lembar UPAL
I II III IV2013
I II III IV2014
I2015
I II III IV2012
PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN - BAB III 43
3.4.2 Transaksi TunaiTransaksi pembayaran tunai di Bank Indonesia tercermin dari beberapa kegiatan, jumlah aliran uang keluar dari Bank
Indonesia ke stakeholder (outflow), jumlah aliran uang masuk dari perbankan ke Bank Indonesia (inflow), dan kegiatan
pemusnahan Uang Tidak Layak Edar (UTLE), serta temuan uang palsu (UPAL).
a. Aliran Uang Masuk (inflow) dan Aliran Uang Keluar (outflow)Aliran uang tunai antara Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT dengan stakeholder di Provinsi NTT
mengalami net inflow. Net inflow pada triwulan laporan disebabkan oleh peningkatan inflow dan penurunan
outflow dikarenakan oleh dampak pelambatan kegiatan ekonomi pada triwulan I 2015.
Net inflow Provinsi NTT pada periode laporan cukup besar yaitu mencapai Rp.1.448,53 miliar atau menurun sebesar
193% (qtq). Kondisi tersebut sangat berbeda apabila dibandingkan dengan Triwulan IV 2014 yang mencatat net
outflow sebesar Rp.1.560,37 miliar. Net inflow pada periode ini disebabkan oleh kembali normalnya kebutuhan uang
tunai masyarakat paska peningkatan aktivitas ekonomi pada momen hari raya natal dan tahun baru 2014.
Grafik 3.21 Perkembangan Arus Uang Tunai (Inflow-Outflow)
-40.00%
-20.00%
0.00%
20.00%
40.00%
60.00%
80.00%
0.00
500.00
1,000.00
1,500.00
2,000.00
2,500.00
I II III IV2013
I II III IV2014
I2015
I II III IV2012
Outflow (Rp. Miliar) yoy inflow yoy outflowInflow (Rp. Miliar)
Grafik 3.19 Perkembangan Transaksi RTGS
Dari (from) NTT (yoy) Nilai Dari (from) NTT (yoy) Volume Menuju (To) NTT (yoy) Nilai
I II III IV2013
I II III IV2014
I2015
I II III IV2011
I II III IV2012
300.00%
250.00%
200.00%
150.00%
100.00%
50.00%
0.00%
-50.00%
-100.00%
Grafik 3.20 Perkembangan Transaksi Tunai
Net In/Out (Rp. Miliar) qtq yoy-300%
-200%
-100%
0%
100%
200%
300%
400%
500%
600%
700%
-2000.00
-1500.00
-1000.00
-500.00
0.00
500.00
1000.00
1500.00
2000.00
I II III IV2013
I II III IV2014
I2015
I II III IV2011
I II III IV2012
BAB III - PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN42
Jumlah aliran uang dari dan ke Bank Indonesia di Provinsi NTT mengikuti pola tren pergerakan triwulanannya. Di Provinsi
NTT, jumlah outflow dan inflow akan meningkat cukup tinggi pada momen perayaan tertentu seperti masuk tahun
ajaran baru, libur sekolah, perayaan hari raya natal dan tahun baru, kemudian kembali normal pada periode selanjutnya.
b. Perkembangan Uang Tidak Layak Edar (UTLE)Jumlah Uang Tidak Layak Edar (UTLE) di Provinsi NTT pada triwulan laporan mengalami peningkatan. Sebagai upaya
dalam memelihara kualitas uang kartal yang diedarkan kepada masyarakat (Clean Money Policy) dilakukan kegiatan
penyortiran, dan peracikan uang yang tidak layak edar secara rutin dengan menggunakan Mesin Sortir Uang Kertas
(MSUK) dan Mesin Racik Uang Kertas (MRUK). Hal ini untuk menjamin uang layak edar di masyarakat. Pada triwulan I 2015, jumlah pemusnahan uang di Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT tercatat sebesar
Rp.325,24 miliar naik sebesar 43,10% (qtq) dibandingkan dengan periode sebelumnya yang hanya sebesar Rp.227,28
miliar.
c. Temuan Uang Palsu (UPAL)Pada triwulan I 2015, temuan uang palsu yang dilaporkan ke Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT mengalami
peningkatan. Jumlah lembar uang palsu naik dari 8 lembar menjadi 27 lembar pada triwulan laporan. Uang palsu yang
ditemukan umumnya uang kertas pecahan Rp.100.000,- dan pecahan Rp.50.000,-. Peningkatan jumlah uang palsu
yang ditemukan salah satunya merupakan hasil dari intensifnya kegiatan pengenalan ciri-ciri keaslian uang rupiah.
Selain hal itu, peningkatan pemahaman masyarakat terhadap temuan uang palsu juga menjadi alasan tingginya uang
palsu yang dilaporkan.
Upaya penanggulangan uang palsu secara represif dilaksanakan oleh Kepolisian dengan menangkap dan menghukum
pembuat maupun pengedar uang palsu sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Grafik 3.22. Perkembangan UTLE di Provinsi NTT Grafik 3.23. Perkembangan UPAL di Provinsi NTT
-200.00%
0.00%
200.00%
400.00%
600.00%
800.00%
1000.00%
1200.00%
1400.00%
1600.00%
0.00
500.00
1,000.00
1,500.00
2,000.00
2,500.00
I II III IV2013
I II III IV2014
I2015
I II III IV2012
Outflow (Rp. Miliar) QtQ UTLE YoY UTLEInflow (Rp. Miliar) UTLE
0
20
40
60
80
100
120
140
Lembar UPAL
I II III IV2013
I II III IV2014
I2015
I II III IV2012
PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN - BAB III 43
3.4.2 Transaksi TunaiTransaksi pembayaran tunai di Bank Indonesia tercermin dari beberapa kegiatan, jumlah aliran uang keluar dari Bank
Indonesia ke stakeholder (outflow), jumlah aliran uang masuk dari perbankan ke Bank Indonesia (inflow), dan kegiatan
pemusnahan Uang Tidak Layak Edar (UTLE), serta temuan uang palsu (UPAL).
a. Aliran Uang Masuk (inflow) dan Aliran Uang Keluar (outflow)Aliran uang tunai antara Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT dengan stakeholder di Provinsi NTT
mengalami net inflow. Net inflow pada triwulan laporan disebabkan oleh peningkatan inflow dan penurunan
outflow dikarenakan oleh dampak pelambatan kegiatan ekonomi pada triwulan I 2015.
Net inflow Provinsi NTT pada periode laporan cukup besar yaitu mencapai Rp.1.448,53 miliar atau menurun sebesar
193% (qtq). Kondisi tersebut sangat berbeda apabila dibandingkan dengan Triwulan IV 2014 yang mencatat net
outflow sebesar Rp.1.560,37 miliar. Net inflow pada periode ini disebabkan oleh kembali normalnya kebutuhan uang
tunai masyarakat paska peningkatan aktivitas ekonomi pada momen hari raya natal dan tahun baru 2014.
Grafik 3.21 Perkembangan Arus Uang Tunai (Inflow-Outflow)
-40.00%
-20.00%
0.00%
20.00%
40.00%
60.00%
80.00%
0.00
500.00
1,000.00
1,500.00
2,000.00
2,500.00
I II III IV2013
I II III IV2014
I2015
I II III IV2012
Outflow (Rp. Miliar) yoy inflow yoy outflowInflow (Rp. Miliar)
Grafik 3.19 Perkembangan Transaksi RTGS
Dari (from) NTT (yoy) Nilai Dari (from) NTT (yoy) Volume Menuju (To) NTT (yoy) Nilai
I II III IV2013
I II III IV2014
I2015
I II III IV2011
I II III IV2012
300.00%
250.00%
200.00%
150.00%
100.00%
50.00%
0.00%
-50.00%
-100.00%
Grafik 3.20 Perkembangan Transaksi Tunai
Net In/Out (Rp. Miliar) qtq yoy-300%
-200%
-100%
0%
100%
200%
300%
400%
500%
600%
700%
-2000.00
-1500.00
-1000.00
-500.00
0.00
500.00
1000.00
1500.00
2000.00
I II III IV2013
I II III IV2014
I2015
I II III IV2011
I II III IV2012
BAB III - PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN42
KEUANGANDAERAH
BAB IV
KEUANGANDAERAH
BAB IV
4.1 KONDISI UMUM
Secara struktur, sumber keuangan pemerintah daerah di Provinsi NTT mayoritas berasal dari pendapatan dana
perimbangan yang mencapai 70% dari total pendapatan, sementara Pendapatan Asli Daerah (PAD) hanya mencakup
10%. Di sisi lain, belanja daerah didominasi oleh belanja konsumsi yang mencapai 70% dari total belanja pemerintah
daerah.
Pada tahun 2015, terdapat kenaikan pada rencana pendapatan dan belanja pemerintah pusat dan daerah di Provinsi 1NTT. Rencana pendapatan pemerintah pusat dan daerah meningkat sebesar 10,8% , dari sebelumnya Rp 17,3 triliun
(2014) menjadi sebesar Rp 19,2 triliun (2015). Sementara rencana belanja mengalami peningkatan sebesar 5,1% dari
Rp 27,3 triliun (2014) menjadi Rp 28,6 triliun (2015). Sesuai perkembangannya, terdapat penambahan rencana belanja
pemerintah pusat sebesar ±Rp 2 triliun yang akan dialokasikan pada kegiatan pemerintah pusat di Provinsi NTT,
sehingga total anggaran belanja mencapai Rp 30,7 triliun atau meningkat sebesar 12,4% dari tahun sebelumnya.
Selain Pemerintah Provinsi NTT (Rp 3,29 triliun), terdapat 3 (tiga) Kabupaten/ Kota yang mengalokasikan anggaran lebih
dari Rp 1 triliun untuk kegiatan belanja pemerintah pada tahun 2015. Kabupaten/kota tersebut adalah 1) Kota Kupang
(Rp 1,01 triliun), 2) Kab. Timor Tengah Selatan (Rp 1,06 triliun) dan 3) Kab. Kupang (Rp 1,08 triliun).
Kinerja realisasi keuangan pemerintah pada triwulan I 2015 masih cukup rendah seiring
realisasi belanja yang belum optimal
Realisasi pendapatan pemerintah relatif cukup tinggi di awal tahun, yaitu mencapai 28,10%.
Realisasi Belanja pemerintah relatif rendah seiring dengan cukup rendahnya realisasi belanja
pemerintah kabupaten/kota.
1. Status Maret 2015, masih terdapat kemungkinan perubahan seiring proses perencanaan APBN-P dan APBD-P.
KEUANGAN DAERAH
Grafik 4.1. Alokasi Belanja Pemerintah Daerah
Sumber : Kanwil Ditjen Perbendaharaan dan Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah
3.29
0.00
0.50
1.00
1.50
2.00
2.50
3.00
3.502014 2015
TRILIYUN RP
2.90 0.74 0.80 0.61 0.59 0.60 0.89 0.84 0.80 0.58 0.78 0.55 0.64 0.44 0.84 0.49 0.56 0.96 1.07 0.79 0.37 0.63 1.02
0.750.85
0.68 0.64 0.60
0.88 0.89 0.900.69
0.780.59
0.72
0.46
0.92
0.55 0.58
1.08 1.06
0.770.60
0.781.01
KEUANGAN DAERAH - BAB IV 45
4.1 KONDISI UMUM
Secara struktur, sumber keuangan pemerintah daerah di Provinsi NTT mayoritas berasal dari pendapatan dana
perimbangan yang mencapai 70% dari total pendapatan, sementara Pendapatan Asli Daerah (PAD) hanya mencakup
10%. Di sisi lain, belanja daerah didominasi oleh belanja konsumsi yang mencapai 70% dari total belanja pemerintah
daerah.
Pada tahun 2015, terdapat kenaikan pada rencana pendapatan dan belanja pemerintah pusat dan daerah di Provinsi 1NTT. Rencana pendapatan pemerintah pusat dan daerah meningkat sebesar 10,8% , dari sebelumnya Rp 17,3 triliun
(2014) menjadi sebesar Rp 19,2 triliun (2015). Sementara rencana belanja mengalami peningkatan sebesar 5,1% dari
Rp 27,3 triliun (2014) menjadi Rp 28,6 triliun (2015). Sesuai perkembangannya, terdapat penambahan rencana belanja
pemerintah pusat sebesar ±Rp 2 triliun yang akan dialokasikan pada kegiatan pemerintah pusat di Provinsi NTT,
sehingga total anggaran belanja mencapai Rp 30,7 triliun atau meningkat sebesar 12,4% dari tahun sebelumnya.
Selain Pemerintah Provinsi NTT (Rp 3,29 triliun), terdapat 3 (tiga) Kabupaten/ Kota yang mengalokasikan anggaran lebih
dari Rp 1 triliun untuk kegiatan belanja pemerintah pada tahun 2015. Kabupaten/kota tersebut adalah 1) Kota Kupang
(Rp 1,01 triliun), 2) Kab. Timor Tengah Selatan (Rp 1,06 triliun) dan 3) Kab. Kupang (Rp 1,08 triliun).
Kinerja realisasi keuangan pemerintah pada triwulan I 2015 masih cukup rendah seiring
realisasi belanja yang belum optimal
Realisasi pendapatan pemerintah relatif cukup tinggi di awal tahun, yaitu mencapai 28,10%.
Realisasi Belanja pemerintah relatif rendah seiring dengan cukup rendahnya realisasi belanja
pemerintah kabupaten/kota.
1. Status Maret 2015, masih terdapat kemungkinan perubahan seiring proses perencanaan APBN-P dan APBD-P.
KEUANGAN DAERAH
Grafik 4.1. Alokasi Belanja Pemerintah Daerah
Sumber : Kanwil Ditjen Perbendaharaan dan Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah
3.29
0.00
0.50
1.00
1.50
2.00
2.50
3.00
3.502014 2015
TRILIYUN RP
2.90 0.74 0.80 0.61 0.59 0.60 0.89 0.84 0.80 0.58 0.78 0.55 0.64 0.44 0.84 0.49 0.56 0.96 1.07 0.79 0.37 0.63 1.02
0.750.85
0.68 0.64 0.60
0.88 0.89 0.900.69
0.780.59
0.72
0.46
0.92
0.55 0.58
1.08 1.06
0.770.60
0.781.01
KEUANGAN DAERAH - BAB IV 45
Realisasi belanja pemerintah pada triwulan I-2015 hanya sebesar 8,8% atau sebesar Rp 2,52 triliun dari total pagu
belanja pemerintah pada tahun 2015 yang sebesar Rp 28,68 triliun. Rendahnya realisasi belanja disebabkan oleh
adanya perubahan numenklatur pada beberapa Kementerian sehingga terjadi keterlambatan distribusi anggaran ke
instansi di daerah. Selain itu, pembayaran kegiatan proyek yang biasa terjadi di akhir kegiatan membuat realisasi belanja
di Triwulan-I menjadi rendah.
Dampak penyesuaian numenklatur dapat terlihat dari masih rendahnya belanja modal dari APBN pada triwulan I yang
baru sebesar Rp 28 miliar atau 0,8% dari total anggaran modal tahun 2015 sebesar Rp 3,2 triliun. Penyerapan belanja
tertinggi triwulan-I ada pada pemerintah provinsi yang mencapai 13,3% atau sebesar Rp 438 miliar, sementara belanja
pemerintah kabupaten/kota hanya sebesar 8,8% (Rp 1,47 triliun) dan belanja pemerintah pusat sebesar 7,1% (Rp
610,7 miliar).
Komitmen pemerintah pusat pada Provinsi NTT terlihat dari porsi belanja yang mencapai 34,6% atau sebesar Rp 10,6
triliun di tahun 2015. Anggaran tersebut sebagian besar dialokasikan untuk program Kementerian Pekerjaan Umum
dan Perumahan Rakyat, diantaranya adalah pengembangan jalan, pembangunan waduk dan pembangunan
situ/embung-embung/sarana penampung air lainnya yang mencapai Rp 2,5 triliun.
Pada triwulan I-2015, sumber pendapatan utama APBN dari daerah adalah pajak penghasilan sebesar Rp 169 miliar
(48%), sementara untuk pemerintah provinsi, sumber pendapatan utama adalah Dana Alokasi Umum (DAU) sebesar Rp
433 miliar (51,6%). Tingginya ketergantungan pada pendapatan DAU juga terlihat pada pemerintah kabupaten/kota
yang mencapai Rp 3,5 triliun (83,8%).
Sumber : Kanwil Ditjen Perbendaharaan dan Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah
Grafik 4.3. Realisasi Pendapatan dan Belanja Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota di Provinsi Nusa Tenggara Timur
PENDAPATAN DAERAH BELANJA DAERAH
ANGGARAN
REALISASI
19.23
28.66
5.40
28.1% 78.48
18
16
14
12
10
8
6
4
2
0
Trillions
5
10
20
APBN
ANGGARAN
KAB PROV
0,17
15.78
3.280.35
4.21
0.84
Trillions
REALISASI
APBN KAB PROV
8.59
16.78
3.29
0.611.47
0.44
PORSI REALISASI PENDAPATAN
16%17% 6%
82%78%
1%
PORSIANGGARAN
APBN KAB PROV
ANGGARAN
REALISASI
Total Pendapatan dan Belanja Pemerintah Realisasi Pendapatan Pemerintah Realisasi Belanja Pemerintah
15
PORSI REALISASI PENDAPATAN
18%11% 24%
59%58%
30%
PORSIANGGARAN
APBN KAB PROV
2.52
4.2 PENDAPATAN DAERAH
Sumber : Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi NTT, diolah
Grafik 4.4. Pangsa Realisasi Sumber Pendapatan Utama APBN di Provinsi NTT
Sumber : Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah
PADDana Alokasi UmumDana Alokasi Khusus
Dana LainnyaDana Penyesuaian dan Otonomi Khusus
PROPINSI
Grafik 4.5. Pangsa Realisasi Sumber Pendapatan Utama APBD Provinsi dan Kabupaten/Kota di Provinsi NTT
48%
20%0%
2%
29%
1%
PENDAPATAN PAJAK PENGHASILAN
PENDAPATAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI
PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK
PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAKLAINNYA
PAJAK BUMI DAN BANGUNAN
2.9%
83.8%
3.7%8.2%1.4%
14.6%
51.6%
3.1%
30.8%
KEUANGAN DAERAH - BAB IV 47
Di sisi lain, kabupaten/kota yang mengalami penurunan rencana anggaran belanja, diantaranya: 1) Kab. Nagekeo, 2).
Kab. Ende, 3) Kab. Timor Tengah Selatan (TTS), 4) Kab. Timor Tengah Utara (TTU) dan 5) Kota Kupang. Porsi terbesar
penurunan terutama terjadi pada belanja modal, kecuali Kab. Nagekeo pada belanja barang dan jasa serta Kota Kupang
pada belanja pegawai.
Penurunan belanja modal juga terjadi di beberapa Kabupaten/Kota lainnya, diantaranya: 1) Kab. Manggarai Barat, 2)
Kab. Manggarai, 3) Kab. Sikka, 4) Kab. Alor, dan 5) Kab. Kupang. Penurunan belanja modal tersebut diperkirakan terjadi
karena adanya peningkatan alokasi pada belanja pegawai dan perubahan alokasi belanja modal ke belanja lain
(bantuan keuangan & barang dan jasa). Sementara, di beberapa kabupaten terjadi penurunan rencana belanja
pegawai, yaitu Kab. Manggarai Barat, Kab. Sumba Tengah, Kab. TTU dan Kota Kupang seiring kegiatan reformasi
birokrasi yang sedang digalakkan pemerintah.
Apabila dilihat dari sisi triwulanan, realisasi pendapatan pemerintah yang berasal dari APBN maupun APBD pada 2triwulan-I 2015 mencapai 28,10% dari pagu pendapatan tahun 2015 sebesar Rp 19,23 triliun. Tingginya realisasi
pendapatan disumbang oleh realisasi pendapatan APBN yang mencapai 209,9% seiring dengan adanya realisasi
penerimaan pajak yang tidak dikenakan target perolehan pendapatan pajak (sifat perolehan data Pajak Penghasilan
(PPh) yang tidak hanya dihasilkan dari penduduk di Provinsi NTT, tetapi juga ditambah dengan penduduk ber-KTP NTT
yang ada di luar wilayah NTT). Sementara realisasi pendapatan pemerintah provinsi serta pemerintah kabupaten/kota
juga sudah cukup tinggi, mencapai 26,15%. Tingginya pendapatan pemerintah provinsi serta kabupaten/kota
didorong oleh Dana Alokasi Umum (DAU) yang mencapai Rp 3,9 triliun (78,4% dari total realisasi pendapatan triwulan-
I). Berdasarkan total nilai pendapatan yang dihasilkan, pemerintah Kabupaten dan Kota menjadi penghimpun dana
terbesar hingga mencapai Rp 4,2 triliun atau mencapai 78% dari total pendapatan yang dihasilkan pemerintah. Total
dana tersebut merupakan penjumlahan dari pendapatan 22 Kabupaten/Kota yang ada di Provinsi NTT. Di sisi lain,
realisasi pendapatan pemerintah provinsi mencapai 16% atau sebesar Rp 841 miliar, sementara sumbangan realisasi
pendapatan pemerintah pusat mencapai Rp 353 miliar atau 6,5%.
Grafik 4.2. Alokasi Belanja Modal Pemerintah Daerah
Sumber : Kanwil Ditjen Perbendaharaan dan Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah
0.24
0.48
0.25
0.16
0.13 0.14
0.18
0.12
0.12 0.13
0.19
0.17
0.14
0.13
0.19 0.
21
0.13
0.19 0.
22
0.17
0.04
0.13 0.
150.17
0.56
0.20
0.21
0.16
0.13 0.
15
0.14
0.10
0.15 0.
18
0.18
0.17
0.16
0.15
0.21 0.
24
0.14
0.19
0.16
0.15
0.14 0.
17
0.00
0.10
0.20
0.30
0.40
0.50
0.60 Belanja Modal 2014 Belanja Modal 2015
Triliun Rp
SABU
RA
IJUA
NA
GEK
EO
MA
LAKA
BELU
SUM
BA T
ENG
AH
SBD
SUM
BA B
ARA
T
LEM
BATA
END
E
SIKK
A
TTS
TTU
KOTA
KU
PAN
G
FLO
TIM
MA
BAR
ALO
R
KAB.
KU
PAN
G
SUM
BA T
IMU
R
ROTE
NG
AD
A
MAT
IM
MA
NG
GA
RAI
PRO
V. N
TT
2. Data bersumber dari realisasi anggaran pendapatan dan belanja negara alokasi Provinsi Nusa Tenggara Timur dan APBD Provinsi NTT dan Kabupaten/Kota di Provinsi NTT. Sifat data adalah realisasi hingga 31 Maret 2015. Sifat data masih sementara karena masih terus dilakukan update di beberapa kabupaten/kota serta masih adanya perubahan alokasi anggaran karena adanya penambahan anggaran dari pemerintah pusat.
BAB IV - KEUANGAN DAERAH46
Realisasi belanja pemerintah pada triwulan I-2015 hanya sebesar 8,8% atau sebesar Rp 2,52 triliun dari total pagu
belanja pemerintah pada tahun 2015 yang sebesar Rp 28,68 triliun. Rendahnya realisasi belanja disebabkan oleh
adanya perubahan numenklatur pada beberapa Kementerian sehingga terjadi keterlambatan distribusi anggaran ke
instansi di daerah. Selain itu, pembayaran kegiatan proyek yang biasa terjadi di akhir kegiatan membuat realisasi belanja
di Triwulan-I menjadi rendah.
Dampak penyesuaian numenklatur dapat terlihat dari masih rendahnya belanja modal dari APBN pada triwulan I yang
baru sebesar Rp 28 miliar atau 0,8% dari total anggaran modal tahun 2015 sebesar Rp 3,2 triliun. Penyerapan belanja
tertinggi triwulan-I ada pada pemerintah provinsi yang mencapai 13,3% atau sebesar Rp 438 miliar, sementara belanja
pemerintah kabupaten/kota hanya sebesar 8,8% (Rp 1,47 triliun) dan belanja pemerintah pusat sebesar 7,1% (Rp
610,7 miliar).
Komitmen pemerintah pusat pada Provinsi NTT terlihat dari porsi belanja yang mencapai 34,6% atau sebesar Rp 10,6
triliun di tahun 2015. Anggaran tersebut sebagian besar dialokasikan untuk program Kementerian Pekerjaan Umum
dan Perumahan Rakyat, diantaranya adalah pengembangan jalan, pembangunan waduk dan pembangunan
situ/embung-embung/sarana penampung air lainnya yang mencapai Rp 2,5 triliun.
Pada triwulan I-2015, sumber pendapatan utama APBN dari daerah adalah pajak penghasilan sebesar Rp 169 miliar
(48%), sementara untuk pemerintah provinsi, sumber pendapatan utama adalah Dana Alokasi Umum (DAU) sebesar Rp
433 miliar (51,6%). Tingginya ketergantungan pada pendapatan DAU juga terlihat pada pemerintah kabupaten/kota
yang mencapai Rp 3,5 triliun (83,8%).
Sumber : Kanwil Ditjen Perbendaharaan dan Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah
Grafik 4.3. Realisasi Pendapatan dan Belanja Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota di Provinsi Nusa Tenggara Timur
PENDAPATAN DAERAH BELANJA DAERAH
ANGGARAN
REALISASI
19.23
28.66
5.40
28.1% 78.48
18
16
14
12
10
8
6
4
2
0
Trillions
5
10
20
APBN
ANGGARAN
KAB PROV
0,17
15.78
3.280.35
4.21
0.84
Trillions
REALISASI
APBN KAB PROV
8.59
16.78
3.29
0.611.47
0.44
PORSI REALISASI PENDAPATAN
16%17% 6%
82%78%
1%
PORSIANGGARAN
APBN KAB PROV
ANGGARAN
REALISASI
Total Pendapatan dan Belanja Pemerintah Realisasi Pendapatan Pemerintah Realisasi Belanja Pemerintah
15
PORSI REALISASI PENDAPATAN
18%11% 24%
59%58%
30%
PORSIANGGARAN
APBN KAB PROV
2.52
4.2 PENDAPATAN DAERAH
Sumber : Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi NTT, diolah
Grafik 4.4. Pangsa Realisasi Sumber Pendapatan Utama APBN di Provinsi NTT
Sumber : Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah
PADDana Alokasi UmumDana Alokasi Khusus
Dana LainnyaDana Penyesuaian dan Otonomi Khusus
PROPINSI
Grafik 4.5. Pangsa Realisasi Sumber Pendapatan Utama APBD Provinsi dan Kabupaten/Kota di Provinsi NTT
48%
20%0%
2%
29%
1%
PENDAPATAN PAJAK PENGHASILAN
PENDAPATAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI
PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK
PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAKLAINNYA
PAJAK BUMI DAN BANGUNAN
2.9%
83.8%
3.7%8.2%1.4%
14.6%
51.6%
3.1%
30.8%
KEUANGAN DAERAH - BAB IV 47
Di sisi lain, kabupaten/kota yang mengalami penurunan rencana anggaran belanja, diantaranya: 1) Kab. Nagekeo, 2).
Kab. Ende, 3) Kab. Timor Tengah Selatan (TTS), 4) Kab. Timor Tengah Utara (TTU) dan 5) Kota Kupang. Porsi terbesar
penurunan terutama terjadi pada belanja modal, kecuali Kab. Nagekeo pada belanja barang dan jasa serta Kota Kupang
pada belanja pegawai.
Penurunan belanja modal juga terjadi di beberapa Kabupaten/Kota lainnya, diantaranya: 1) Kab. Manggarai Barat, 2)
Kab. Manggarai, 3) Kab. Sikka, 4) Kab. Alor, dan 5) Kab. Kupang. Penurunan belanja modal tersebut diperkirakan terjadi
karena adanya peningkatan alokasi pada belanja pegawai dan perubahan alokasi belanja modal ke belanja lain
(bantuan keuangan & barang dan jasa). Sementara, di beberapa kabupaten terjadi penurunan rencana belanja
pegawai, yaitu Kab. Manggarai Barat, Kab. Sumba Tengah, Kab. TTU dan Kota Kupang seiring kegiatan reformasi
birokrasi yang sedang digalakkan pemerintah.
Apabila dilihat dari sisi triwulanan, realisasi pendapatan pemerintah yang berasal dari APBN maupun APBD pada 2triwulan-I 2015 mencapai 28,10% dari pagu pendapatan tahun 2015 sebesar Rp 19,23 triliun. Tingginya realisasi
pendapatan disumbang oleh realisasi pendapatan APBN yang mencapai 209,9% seiring dengan adanya realisasi
penerimaan pajak yang tidak dikenakan target perolehan pendapatan pajak (sifat perolehan data Pajak Penghasilan
(PPh) yang tidak hanya dihasilkan dari penduduk di Provinsi NTT, tetapi juga ditambah dengan penduduk ber-KTP NTT
yang ada di luar wilayah NTT). Sementara realisasi pendapatan pemerintah provinsi serta pemerintah kabupaten/kota
juga sudah cukup tinggi, mencapai 26,15%. Tingginya pendapatan pemerintah provinsi serta kabupaten/kota
didorong oleh Dana Alokasi Umum (DAU) yang mencapai Rp 3,9 triliun (78,4% dari total realisasi pendapatan triwulan-
I). Berdasarkan total nilai pendapatan yang dihasilkan, pemerintah Kabupaten dan Kota menjadi penghimpun dana
terbesar hingga mencapai Rp 4,2 triliun atau mencapai 78% dari total pendapatan yang dihasilkan pemerintah. Total
dana tersebut merupakan penjumlahan dari pendapatan 22 Kabupaten/Kota yang ada di Provinsi NTT. Di sisi lain,
realisasi pendapatan pemerintah provinsi mencapai 16% atau sebesar Rp 841 miliar, sementara sumbangan realisasi
pendapatan pemerintah pusat mencapai Rp 353 miliar atau 6,5%.
Grafik 4.2. Alokasi Belanja Modal Pemerintah Daerah
Sumber : Kanwil Ditjen Perbendaharaan dan Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah
0.24
0.48
0.25
0.16
0.13 0.14
0.18
0.12
0.12 0.13
0.19
0.17
0.14
0.13
0.19 0.
21
0.13
0.19 0.
22
0.17
0.04
0.13 0.
150.17
0.56
0.20
0.21
0.16
0.13 0.
15
0.14
0.10
0.15 0.
18
0.18
0.17
0.16
0.15
0.21 0.
24
0.14
0.19
0.16
0.15
0.14 0.
17
0.00
0.10
0.20
0.30
0.40
0.50
0.60 Belanja Modal 2014 Belanja Modal 2015
Triliun Rp
SABU
RA
IJUA
NA
GEK
EO
MA
LAKA
BELU
SUM
BA T
ENG
AH
SBD
SUM
BA B
ARA
T
LEM
BATA
END
E
SIKK
A
TTS
TTU
KOTA
KU
PAN
G
FLO
TIM
MA
BAR
ALO
R
KAB.
KU
PAN
G
SUM
BA T
IMU
R
ROTE
NG
AD
A
MAT
IM
MA
NG
GA
RAI
PRO
V. N
TT
2. Data bersumber dari realisasi anggaran pendapatan dan belanja negara alokasi Provinsi Nusa Tenggara Timur dan APBD Provinsi NTT dan Kabupaten/Kota di Provinsi NTT. Sifat data adalah realisasi hingga 31 Maret 2015. Sifat data masih sementara karena masih terus dilakukan update di beberapa kabupaten/kota serta masih adanya perubahan alokasi anggaran karena adanya penambahan anggaran dari pemerintah pusat.
BAB IV - KEUANGAN DAERAH46
Berdasarkan penggunaan belanja konsumsi, realisasi belanja terbesar adalah belanja pegawai yang mencapai Rp 1,8
triliun atau 74,5% dari total belanja konsumsi pemerintah. Realisasi belanja pegawai pemerintah kabupaten/kota
menjadi yang terbesar yaitu Rp 1,27 triliun (88,5% dari total realisasi belanja konsumsi pemerintah kabupaten/kota
pada triwulan-I 2015), diikuti belanja pemerintah pusat sebesar Rp 425,6 miliar (73% dari total belanja konsumsi
pemerintah pusat), dan belanja pemerintah provinsi sebesar Rp 107,6 miliar (26,7% dari total belanja pemerintah
provinsi pada triwulan-I 2015).
Dari sisi regional kabupaten, data realisasi belanja pemerintah per kabupaten pada triwulan I 2015 mencapai rata-rata
realisasi 9,5%. Realisasi belanja pemerintah tertinggi yaitu Pemerintah Provinsi NTT (13,3%) dan Kabupaten Flores
Timur (13,1%). Sementara realisasi belanja terendah ada pada Kab. Sumba Barat Daya (SBD) sebesar 6%.
9.6
6.9
8.8
6.07.6
9.6 9.27.7 8.1
9.9 10.0
7.1
9.5 9.1 9.48.6
12.2
6.4 6.4
13.1
10.0
7.8 8.1
13.3
-
2
4
6
8
10
12
14 %
Sabu
Rai
jua
Nag
ekeo
Mal
aka
Belu
Sum
ba T
enga
h
SBD
Sum
ba B
arat
Lem
bata
Ende
Sikk
a
TTS
TTU
Kot
a K
upan
g
Flot
im
TOTA
L
Mab
ar
Alo
r
Kab
. Kup
ang
Sum
ba T
imur
Rote
Nga
da
Mat
im
Man
ggar
ai
Prov
. NTT
Grafik 4.12. Realisasi Belanja Pemerintah Provinsi/Kabupaten/Kota di NTT
Sumber : Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah
Sumber : Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi NTT dan Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah
Grafik 4.10. Pangsa Realisasi Belanja Konsumsi APBN dan APBD Pemerintah Kabupaten dan Kota di Provinsi NTT
Sumber : Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi NTT dan Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah
Grafik 4.11. Rincian Realisasi Belanja Konsumsi APBN dan APBD Pemerintah Kabupaten dan Kota di Provinsi NTT
Pegawai Barang danJasa
Hibah BantuanSosial
Hasil Keuangan Lainnya
APBN KAB PROV TOTAL
KONSUMSI LAINNYA
BANTUAN KEUANGAN
BELANJA BAGI HASIL
BELANJA BANTUAN SOSIAL
BELANJA HIBAH
BELANJA BARANG DAN JASA
BELANJA PEGAWAI BELANJA MODAL
4.59 2.52 8.05
69.68 86.24
24.55
23.15 9.74
11.68
53.51
2.57 -0.43
APBN KAB PROV
19
53
15
52
9
7 1 3
18
9
20
00
27
0
15.8
5.3
17.4
4.00.2 1.5 2.4
%
PROVINSI
KABUPATEN
APBN
Sumber : Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi NTT dan Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah
Grafik 4.8. Pangsa Realisasi Belanja APBN dan APBD Pemerintah Kabupaten dan Kota di Provinsi NTT
Belanja Modal
Belanja Konsumsi
Sumber : Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi NTT dan Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah
Grafik 4.9. Realisasi Belanja APBN dan APBD Provinsi dan Kabupaten/Kota di Provinsi NTT
APBN KAB PROV TOTAL
BELANJA DAERAH BELANJA MODAL BELANJA KONSUMSI
7.18.8
13.3
8.8
0.91
6.3
1
10.9 10.9
14.8
11.4
4.6%
92,0%
2.5%
97.5%
8.0%
95,4%
KEUANGAN DAERAH - BAB IV 49
Dari struktur APBD Provinsi, pada triwulan I terdapat perolehan dana darurat sebesar Rp 239 miliar yang menjadi salah
satu penyumbang terbesar (28,5%). Dana darurat tersebut merupakan dana untuk penanggulangan bencana atau
kerusakan akibat bencana alam yang berasal dari APBN. Peristiwa bencana alam yang sempat mengguncang daerah
Flores pada bulan Februari 2015 serta banjir di beberapa daerah turut mendorong adanya alokasi dana darurat dari
pemerintah pusat. Sementara dari struktur APBD Kabupaten/Kota, tingginya ketergantungan dana perimbangan dari
pemerintah pusat masih cukup terlihat. Total dana perimbangan mencapai Rp 3,7 triliun atau 88,6% dari total
pendapatan triwulan-I, sementara Pendapatan Asli Daerah (PAD) hanya mencapai Rp 123 miliar atau 2,9% dari total
pendapatan kabupaten/kota. Sumber utama pendapatan pada dana perimbangan adalah DAU yang mencapai Rp 3,5
triliun (83,8%). Dari data realisasi pendapatan per kabupaten, Kabupaten Manggarai Barat tercatat memiliki realisasi
terbesar dengan 52,1%. Sementara Kabupaten Manggarai memiliki realisasi pendapatan terendah dengan 16,7%.
Rata-rata realisasi pendapatan kabupaten/kota dan provinsi mencapai 26,5%. Guna mengurangi ketergantungan pada
Dana Alokasi Umum (DAU), perlu adanya upaya guna mendorong pembukaan sentra-sentra industri dan investasi baru
di Provinsi NTT, sehingga tercipta obyek-obyek pendapatan pajak dan restribusi yang baru.
Total belanja pemerintah di Provinsi NTT pada triwulan-I 2015 mencapai Rp 2,5 triliun. Realisasi belanja tertinggi adalah
Pemerintah Provinsi sebesar Rp 438 miliar (13,3% dari total anggaran pemerintah provinsi tahun 2015), diikuti
Kab/Kota Rp 1,4 triliun (8,8% dari total anggaran pemerintah kabupaten/kota tahun 2015) dan belanja Pemerintah
Pusat/APBN Rp 610 miliar (7,1% dari total anggaran pemerintah pusat tahun 2015).
Dari jumlah total belanja sebesar Rp 2,5 triliun, sekitar 96% atau Rp 2,4 triliun digunakan untuk belanja konsumsi,
sementara sisanya sebesar Rp 100 miliar digunakan untuk belanja modal. Rendahnya realisasi belanja modal pada awal
tahun disebabkan oleh proses penggantian numenklatur yang menyebabkan terlambatnya alokasi anggaran di daerah.
Selain itu, pembayaran proyek yang dibayarkan setelah selesainya kegiatan membuat penyerapan di belanja modal di
triwulan-I masih rendah. Porsi realisasi belanja konsumsi terbesar sendiri dilakukan oleh pemerintah Kabupaten/Kota
sebesar 59,2% (Rp 1,4 triliun), diikuti pemerintah pusat sebesar 24,1% (Rp 582 miliar) dan pemerintah Provinsi sebesar
16,7% (Rp 403 miliar).
Sumber : Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah
Grafik 4.7. Realisasi Pendapatan Provinsi dan Kabupaten/Kota di NTTGrafik 4.6. Realisasi Sumber Pendapatan Utama APBD di Provinsi NTT
KABUPATENPROVINSI KAB+PROV
11.38
32.92
8.84
14.80
33.3330.00
23.75
12.87
32.86
9.81
23.75
50,00
60,00
70,00
80,00
90,00
100,00
110,00
PAD Dana Alokasi Umum
Dana Alokasi Khusus
Dana Penyesuain dan Otonomi Khusus
Lainnya
24.27
17.65
8.01
Sumber : Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah
23.26
17.46
22.04
26.00
25.71
26.92
29.47
24.82
25.83
52.05
27.51
25.26
26.51
24.56
26.57
16.71
29.84
35.53
17.79
29.78
26.23
29.81
28.62
25.62
-
KAB. KUPANG
SIKKA
TTU
NAGEKEO
SBD
ENDE
SUMBA BARAT
SABU RAIJUA
ALOR
MABAR
TTS
ROTE
TOTAL
BELU
LEMBATA
MANGGARAI
FLOTIM
SUMBA TENGAH
NGADA
MATIM
MALAKA
SUMBA TIMUR
KOTA KUPANG
PROV. NTT
4.3 BELANJA DAERAH
BAB IV - KEUANGAN DAERAH48
Berdasarkan penggunaan belanja konsumsi, realisasi belanja terbesar adalah belanja pegawai yang mencapai Rp 1,8
triliun atau 74,5% dari total belanja konsumsi pemerintah. Realisasi belanja pegawai pemerintah kabupaten/kota
menjadi yang terbesar yaitu Rp 1,27 triliun (88,5% dari total realisasi belanja konsumsi pemerintah kabupaten/kota
pada triwulan-I 2015), diikuti belanja pemerintah pusat sebesar Rp 425,6 miliar (73% dari total belanja konsumsi
pemerintah pusat), dan belanja pemerintah provinsi sebesar Rp 107,6 miliar (26,7% dari total belanja pemerintah
provinsi pada triwulan-I 2015).
Dari sisi regional kabupaten, data realisasi belanja pemerintah per kabupaten pada triwulan I 2015 mencapai rata-rata
realisasi 9,5%. Realisasi belanja pemerintah tertinggi yaitu Pemerintah Provinsi NTT (13,3%) dan Kabupaten Flores
Timur (13,1%). Sementara realisasi belanja terendah ada pada Kab. Sumba Barat Daya (SBD) sebesar 6%.
9.6
6.9
8.8
6.07.6
9.6 9.27.7 8.1
9.9 10.0
7.1
9.5 9.1 9.48.6
12.2
6.4 6.4
13.1
10.0
7.8 8.1
13.3
-
2
4
6
8
10
12
14 %
Sabu
Rai
jua
Nag
ekeo
Mal
aka
Belu
Sum
ba T
enga
h
SBD
Sum
ba B
arat
Lem
bata
Ende
Sikk
a
TTS
TTU
Kot
a K
upan
g
Flot
im
TOTA
L
Mab
ar
Alo
r
Kab
. Kup
ang
Sum
ba T
imur
Rote
Nga
da
Mat
im
Man
ggar
ai
Prov
. NTT
Grafik 4.12. Realisasi Belanja Pemerintah Provinsi/Kabupaten/Kota di NTT
Sumber : Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah
Sumber : Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi NTT dan Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah
Grafik 4.10. Pangsa Realisasi Belanja Konsumsi APBN dan APBD Pemerintah Kabupaten dan Kota di Provinsi NTT
Sumber : Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi NTT dan Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah
Grafik 4.11. Rincian Realisasi Belanja Konsumsi APBN dan APBD Pemerintah Kabupaten dan Kota di Provinsi NTT
Pegawai Barang danJasa
Hibah BantuanSosial
Hasil Keuangan Lainnya
APBN KAB PROV TOTAL
KONSUMSI LAINNYA
BANTUAN KEUANGAN
BELANJA BAGI HASIL
BELANJA BANTUAN SOSIAL
BELANJA HIBAH
BELANJA BARANG DAN JASA
BELANJA PEGAWAI BELANJA MODAL
4.59 2.52 8.05
69.68 86.24
24.55
23.15 9.74
11.68
53.51
2.57 -0.43
APBN KAB PROV
19
53
15
52
9
7 1 3
18
9
20
00
27
0
15.8
5.3
17.4
4.00.2 1.5 2.4
%
PROVINSI
KABUPATEN
APBN
Sumber : Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi NTT dan Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah
Grafik 4.8. Pangsa Realisasi Belanja APBN dan APBD Pemerintah Kabupaten dan Kota di Provinsi NTT
Belanja Modal
Belanja Konsumsi
Sumber : Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi NTT dan Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah
Grafik 4.9. Realisasi Belanja APBN dan APBD Provinsi dan Kabupaten/Kota di Provinsi NTT
APBN KAB PROV TOTAL
BELANJA DAERAH BELANJA MODAL BELANJA KONSUMSI
7.18.8
13.3
8.8
0.91
6.3
1
10.9 10.9
14.8
11.4
4.6%
92,0%
2.5%
97.5%
8.0%
95,4%
KEUANGAN DAERAH - BAB IV 49
Dari struktur APBD Provinsi, pada triwulan I terdapat perolehan dana darurat sebesar Rp 239 miliar yang menjadi salah
satu penyumbang terbesar (28,5%). Dana darurat tersebut merupakan dana untuk penanggulangan bencana atau
kerusakan akibat bencana alam yang berasal dari APBN. Peristiwa bencana alam yang sempat mengguncang daerah
Flores pada bulan Februari 2015 serta banjir di beberapa daerah turut mendorong adanya alokasi dana darurat dari
pemerintah pusat. Sementara dari struktur APBD Kabupaten/Kota, tingginya ketergantungan dana perimbangan dari
pemerintah pusat masih cukup terlihat. Total dana perimbangan mencapai Rp 3,7 triliun atau 88,6% dari total
pendapatan triwulan-I, sementara Pendapatan Asli Daerah (PAD) hanya mencapai Rp 123 miliar atau 2,9% dari total
pendapatan kabupaten/kota. Sumber utama pendapatan pada dana perimbangan adalah DAU yang mencapai Rp 3,5
triliun (83,8%). Dari data realisasi pendapatan per kabupaten, Kabupaten Manggarai Barat tercatat memiliki realisasi
terbesar dengan 52,1%. Sementara Kabupaten Manggarai memiliki realisasi pendapatan terendah dengan 16,7%.
Rata-rata realisasi pendapatan kabupaten/kota dan provinsi mencapai 26,5%. Guna mengurangi ketergantungan pada
Dana Alokasi Umum (DAU), perlu adanya upaya guna mendorong pembukaan sentra-sentra industri dan investasi baru
di Provinsi NTT, sehingga tercipta obyek-obyek pendapatan pajak dan restribusi yang baru.
Total belanja pemerintah di Provinsi NTT pada triwulan-I 2015 mencapai Rp 2,5 triliun. Realisasi belanja tertinggi adalah
Pemerintah Provinsi sebesar Rp 438 miliar (13,3% dari total anggaran pemerintah provinsi tahun 2015), diikuti
Kab/Kota Rp 1,4 triliun (8,8% dari total anggaran pemerintah kabupaten/kota tahun 2015) dan belanja Pemerintah
Pusat/APBN Rp 610 miliar (7,1% dari total anggaran pemerintah pusat tahun 2015).
Dari jumlah total belanja sebesar Rp 2,5 triliun, sekitar 96% atau Rp 2,4 triliun digunakan untuk belanja konsumsi,
sementara sisanya sebesar Rp 100 miliar digunakan untuk belanja modal. Rendahnya realisasi belanja modal pada awal
tahun disebabkan oleh proses penggantian numenklatur yang menyebabkan terlambatnya alokasi anggaran di daerah.
Selain itu, pembayaran proyek yang dibayarkan setelah selesainya kegiatan membuat penyerapan di belanja modal di
triwulan-I masih rendah. Porsi realisasi belanja konsumsi terbesar sendiri dilakukan oleh pemerintah Kabupaten/Kota
sebesar 59,2% (Rp 1,4 triliun), diikuti pemerintah pusat sebesar 24,1% (Rp 582 miliar) dan pemerintah Provinsi sebesar
16,7% (Rp 403 miliar).
Sumber : Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah
Grafik 4.7. Realisasi Pendapatan Provinsi dan Kabupaten/Kota di NTTGrafik 4.6. Realisasi Sumber Pendapatan Utama APBD di Provinsi NTT
KABUPATENPROVINSI KAB+PROV
11.38
32.92
8.84
14.80
33.3330.00
23.75
12.87
32.86
9.81
23.75
50,00
60,00
70,00
80,00
90,00
100,00
110,00
PAD Dana Alokasi Umum
Dana Alokasi Khusus
Dana Penyesuain dan Otonomi Khusus
Lainnya
24.27
17.65
8.01
Sumber : Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah
23.26
17.46
22.04
26.00
25.71
26.92
29.47
24.82
25.83
52.05
27.51
25.26
26.51
24.56
26.57
16.71
29.84
35.53
17.79
29.78
26.23
29.81
28.62
25.62
-
KAB. KUPANG
SIKKA
TTU
NAGEKEO
SBD
ENDE
SUMBA BARAT
SABU RAIJUA
ALOR
MABAR
TTS
ROTE
TOTAL
BELU
LEMBATA
MANGGARAI
FLOTIM
SUMBA TENGAH
NGADA
MATIM
MALAKA
SUMBA TIMUR
KOTA KUPANG
PROV. NTT
4.3 BELANJA DAERAH
BAB IV - KEUANGAN DAERAH48
Tabel 4.2. Ringkasan Realisasi Pendapatan dan Belanja Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kotadi Provinsi Nusa Tenggara Timur
APBN / APBD
PENDAPATAN DAERAH
BELANJA DAERAH
Belanja Modal
Belanja Konsumsi
Belanja Pegawai
Belanja Barang dan Jasa
Belanja Hibah
Belanja Bantuan Sosial
Belanja Bagi Hasil
Bantuan Keuangan
Konsumsi Lainnya
Belanja Lainnya
SURPLUS/DEFISIT
PEMBIAYAAN DAERAH
Penerimaan
SILPA Tahun Lalu
Lainnya
Pengeluaran
Penyertaan Modal
Lainnya
PEMBIAYAAN NETTO
SILPA SEKARANG
REALISASI
172,235
8,587,699
3,223,640
5,364,059
2,258,810
2,606,042
-
499,207
-
-
-
-
(8,415,464)
15,776,449
16,780,579
3,658,397
13,122,182
8,513,168
3,158,380
216,913
95,683
7,894
1,058,542
71,602
-
(1,004,130)
1,097,011.96
982,542
114,470
92,900.00
80,400.00
12,500
1,004,112
(18)
3,282,665
3,289,126
562,136
2,726,990
600,956
581,066
1,152,778
28,337
320,449
35,903
7,500
-
(6,461)
61,161.31
53,779
7,382
54,700
50,000.00
4,700
6,461
-
19,231,349
28,657,405
7,444,174
21,213,231
11,372,934
6,345,489
1,369,691
623,227
328,343
1,094,445
79,102
-
(9,426,055)
1,158,173.26
1,036,322
121,852
147,600
130,400.00
17,200
1,010,573
(18)
352,973
610,699
28,035
582,664
425,563
141,399
-
15,702
-
-
-
-
(257,727)
4,211,037
1,470,547
37,041
1,433,506
1,268,178
143,260
4,236
9,075
534
6,301
1,923
-
2,740,490
684,324.02
683,816
508
15,000.00
15,000.00
-
669,324
3,409,814
840,866
438,263
35,264
403,000
107,575
51,209
234,516
48
-
9,653
-
-
402,603
232,867
231,609
1,259
-
-
-
232,867
635,470
5,404,876
2,519,510
100,339
2,419,170
1,801,316
335,869
238,751
24,824
534
15,954
1,923
-
2,885,366
917,191
915,424
1,767
15,000
15,000
-
902,191
4,045,284
Sumber : Kanwil Ditjen Perbendaharaan dan Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah
APBN KAB PROV TOTAL APBN KAB PROV TOTAL
LAMPIRANKEUANGAN DAERAH - BAB IV 51
Apabila dibandingkan dengan data perbankan, pada bulan Maret 2015 terdapat simpanan pemerintah sebesar Rp 5,74
triliun di perbankan. Jumlah tersebut meningkat sebesar 34,2% (Rp 1,46 triliun) dibandingkan bulan Maret 2014. Hal
ini menunjukkan bahwa penyaluran realisasi belanja pemerintah masih cukup rendah di bulan Maret 2015. Jumlah Rp
5,73 triliun tersebut menunjukkan potensi dana yang masih cukup besar untuk digunakan sebagai alokasi anggaran
pembangunan di tahun 2015.
Berdasarkan pilihan penempatan dana pemerintah, sebagian besar dana ditempatkan di giro atau instrumen sistem
pembayaran yang mencapai Rp 4,61 triliun, Rp 1,02 triliun ditempatkan pada instrumen simpanan berupa deposito,
dan Rp 103,3 miliar ditempatkan dalam tabungan.
Grafik 4.13. Simpanan Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kabupaten /Kota pada Perbankan di Wilayah Nusa Tenggara Timur
6
5
4
3
2
1
0I I I I I I IV I I I I I I IV I I I I I I IV
2012 2013 2014
Sumber : Bank Indonesia, diolah
3.54 3.97 3.87
1.80
3.83 4.35
4.16
1.96
4.28
5.99 5.57
2.83
PUSAT PEMKOTPROVINSI PEMKAB
PEMERINTAH GIRO TABUNGAN DEPOSITO TOTAL DPK
PUSAT
PROVINSI
KOTA
KABUPATEN
TOTAL
38,976
479,386
161,080
3,933,330
4,612,772
Sumber : Bank Indonesia, diolah
Tabel 4.1. Rincian Simpanan Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota di Provinsi NTT
I
2015
5.74
1,152
2,876
31,604
67,659
103,291
0
174,602
112,636
733,618
1,020,856
40,128
656,864
305,320
4,734,608
5,736,919
BAB IV - KEUANGAN DAERAH50
Tabel 4.2. Ringkasan Realisasi Pendapatan dan Belanja Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kotadi Provinsi Nusa Tenggara Timur
APBN / APBD
PENDAPATAN DAERAH
BELANJA DAERAH
Belanja Modal
Belanja Konsumsi
Belanja Pegawai
Belanja Barang dan Jasa
Belanja Hibah
Belanja Bantuan Sosial
Belanja Bagi Hasil
Bantuan Keuangan
Konsumsi Lainnya
Belanja Lainnya
SURPLUS/DEFISIT
PEMBIAYAAN DAERAH
Penerimaan
SILPA Tahun Lalu
Lainnya
Pengeluaran
Penyertaan Modal
Lainnya
PEMBIAYAAN NETTO
SILPA SEKARANG
REALISASI
172,235
8,587,699
3,223,640
5,364,059
2,258,810
2,606,042
-
499,207
-
-
-
-
(8,415,464)
15,776,449
16,780,579
3,658,397
13,122,182
8,513,168
3,158,380
216,913
95,683
7,894
1,058,542
71,602
-
(1,004,130)
1,097,011.96
982,542
114,470
92,900.00
80,400.00
12,500
1,004,112
(18)
3,282,665
3,289,126
562,136
2,726,990
600,956
581,066
1,152,778
28,337
320,449
35,903
7,500
-
(6,461)
61,161.31
53,779
7,382
54,700
50,000.00
4,700
6,461
-
19,231,349
28,657,405
7,444,174
21,213,231
11,372,934
6,345,489
1,369,691
623,227
328,343
1,094,445
79,102
-
(9,426,055)
1,158,173.26
1,036,322
121,852
147,600
130,400.00
17,200
1,010,573
(18)
352,973
610,699
28,035
582,664
425,563
141,399
-
15,702
-
-
-
-
(257,727)
4,211,037
1,470,547
37,041
1,433,506
1,268,178
143,260
4,236
9,075
534
6,301
1,923
-
2,740,490
684,324.02
683,816
508
15,000.00
15,000.00
-
669,324
3,409,814
840,866
438,263
35,264
403,000
107,575
51,209
234,516
48
-
9,653
-
-
402,603
232,867
231,609
1,259
-
-
-
232,867
635,470
5,404,876
2,519,510
100,339
2,419,170
1,801,316
335,869
238,751
24,824
534
15,954
1,923
-
2,885,366
917,191
915,424
1,767
15,000
15,000
-
902,191
4,045,284
Sumber : Kanwil Ditjen Perbendaharaan dan Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah
APBN KAB PROV TOTAL APBN KAB PROV TOTAL
LAMPIRANKEUANGAN DAERAH - BAB IV 51
Apabila dibandingkan dengan data perbankan, pada bulan Maret 2015 terdapat simpanan pemerintah sebesar Rp 5,74
triliun di perbankan. Jumlah tersebut meningkat sebesar 34,2% (Rp 1,46 triliun) dibandingkan bulan Maret 2014. Hal
ini menunjukkan bahwa penyaluran realisasi belanja pemerintah masih cukup rendah di bulan Maret 2015. Jumlah Rp
5,73 triliun tersebut menunjukkan potensi dana yang masih cukup besar untuk digunakan sebagai alokasi anggaran
pembangunan di tahun 2015.
Berdasarkan pilihan penempatan dana pemerintah, sebagian besar dana ditempatkan di giro atau instrumen sistem
pembayaran yang mencapai Rp 4,61 triliun, Rp 1,02 triliun ditempatkan pada instrumen simpanan berupa deposito,
dan Rp 103,3 miliar ditempatkan dalam tabungan.
Grafik 4.13. Simpanan Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kabupaten /Kota pada Perbankan di Wilayah Nusa Tenggara Timur
6
5
4
3
2
1
0I I I I I I IV I I I I I I IV I I I I I I IV
2012 2013 2014
Sumber : Bank Indonesia, diolah
3.54 3.97 3.87
1.80
3.83 4.35
4.16
1.96
4.28
5.99 5.57
2.83
PUSAT PEMKOTPROVINSI PEMKAB
PEMERINTAH GIRO TABUNGAN DEPOSITO TOTAL DPK
PUSAT
PROVINSI
KOTA
KABUPATEN
TOTAL
38,976
479,386
161,080
3,933,330
4,612,772
Sumber : Bank Indonesia, diolah
Tabel 4.1. Rincian Simpanan Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota di Provinsi NTT
I
2015
5.74
1,152
2,876
31,604
67,659
103,291
0
174,602
112,636
733,618
1,020,856
40,128
656,864
305,320
4,734,608
5,736,919
BAB IV - KEUANGAN DAERAH50
KETENAGA KERJAANDAN KESEJAHTERAAN
BAB V
KETENAGA KERJAANDAN KESEJAHTERAAN
BAB V
Perkembangan ketenagakerjaan menunjukkan kondisi perlambatan dibandingkan periode
yang sama tahun sebelumnya.
Perlambatan penyerapan tenaga kerja terutama berasal dari sektor Pertambangan serta sektor
Listrik, Gas dan Air. Sektor Pertanian sebagai penyerap tenaga kerja terbesar, juga
menunjukkan perlambatan.
5.1. KONDISI UMUM
Pada triwulan I, kondisi ketenagakerjaan di Provinsi NTT menunjukkan perlambatan. Jumlah tenaga kerja
mengalami penurunan sebesar -0,24% (yoy) dari sebelumnya 2.336.212 jiwa (Februari 2014) menjadi 2.330.634 jiwa
pada bulan Februari 2015. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) pada bulan Februari 2015 (3,12%) juga tercatat lebih
tinggi dibandingkan Februari 2014 (1,97%). Sementara data terakhir kondisi kesejahteraan masyarakat pada bulan
September 2014, menunjukkan bahwa tingkat kemiskinan mengalami perbaikan, yaitu sebesar 19,60% (991,8 ribu
jiwa) dari total penduduk NTT dibandingkan periode September 2013 yang mencapai 20,24% (1 juta jiwa).
5.2.1 Kondisi Ketenagakerjaan UmumDalam rentang waktu Februari 2014 s.d. Februari 2015, angka tenaga kerja di Provinsi NTT mengalami perlambatan.
Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) menunjukkan penurunan dari 74,04% (Februari 2014) menjadi 72,95% pada
bulan Februari 2015. Penurunan TPAK ini diperkirakan terjadi karena meningkatnya kesadaran masyarakat untuk
melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Dari sisi pengangguran, angka pengangguran pada Februari 2015
mencatat kenaikan menjadi 75.110 jiwa dari bulan Februari 2014 sebesar 46.904 jiwa. Sementara, Tingkat
Pengangguran Terbuka (TPT) yang merupakan perbandingan antara angka pengangguran dan angkatan kerja juga
menunjukkan kenaikan pada bulan Februari 2015 yaitu sebesar 3,12% dibandingkan periode yang sama tahun
sebelumnya sebesar 1,97%. Kenaikan ini menunjukkan adanya perlambatan penyerapan jumlah angkatan kerja di
Provinsi NTT pada kurun Februari 2014 s.d Februari 2015. Perlambatan kinerja sektor pertanian sebagai penyerap
tenaga kerja terbesar serta sektor pertambangan dan Listrik, Gas dan Air menjadi pendorong rendahnya penyerapan
tenaga kerja.
5.2 . PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN
Sumber: BPS Provinsi NTT (diolah)
Grafik 5.1. Perkembangan Penduduk 15+
*Dalam Jiwa
Penduduk 15+ Angkatan Kerja Bukan Angkatan Kerja
741,183 803,635 816,622 835,708
891,391
-
100,000
200,000
300,000
400,000
500,000
600,000
700,000
800,000
900,000
1,000,000
-
500,000
1,000,000
1,500,000
2,000,000
2,500,000
3,000,000
3,500,000
Feb 2011 Feb 2012 Feb 2013 Feb 2014 Feb 2015
Sumber: BPS Provinsi NTT (diolah)
Grafik 5.2. Perkembangan Angkatan Kerja
Angkatan Kerja Kerja Penganggur
76,081
59,655 58,439
49,848
46,904
75,110
-
10,000
20,000
30,000
40,000
50,000
60,000
70,000
80,000
2,000,000
2,050,000
2,100,000
2,150,000
2,200,000
2,250,000
2,300,000
2,350,000
2,400,000
2,450,000
Feb 2015Feb 2014Feb 2013Feb 2012Feb 2011Feb 2010
KETENAGAKERJAAN & KESEJAHTERAAN
KETENAGAKERJAAN & KESEJAHTERAAN - BAB V 53
Perkembangan ketenagakerjaan menunjukkan kondisi perlambatan dibandingkan periode
yang sama tahun sebelumnya.
Perlambatan penyerapan tenaga kerja terutama berasal dari sektor Pertambangan serta sektor
Listrik, Gas dan Air. Sektor Pertanian sebagai penyerap tenaga kerja terbesar, juga
menunjukkan perlambatan.
5.1. KONDISI UMUM
Pada triwulan I, kondisi ketenagakerjaan di Provinsi NTT menunjukkan perlambatan. Jumlah tenaga kerja
mengalami penurunan sebesar -0,24% (yoy) dari sebelumnya 2.336.212 jiwa (Februari 2014) menjadi 2.330.634 jiwa
pada bulan Februari 2015. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) pada bulan Februari 2015 (3,12%) juga tercatat lebih
tinggi dibandingkan Februari 2014 (1,97%). Sementara data terakhir kondisi kesejahteraan masyarakat pada bulan
September 2014, menunjukkan bahwa tingkat kemiskinan mengalami perbaikan, yaitu sebesar 19,60% (991,8 ribu
jiwa) dari total penduduk NTT dibandingkan periode September 2013 yang mencapai 20,24% (1 juta jiwa).
5.2.1 Kondisi Ketenagakerjaan UmumDalam rentang waktu Februari 2014 s.d. Februari 2015, angka tenaga kerja di Provinsi NTT mengalami perlambatan.
Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) menunjukkan penurunan dari 74,04% (Februari 2014) menjadi 72,95% pada
bulan Februari 2015. Penurunan TPAK ini diperkirakan terjadi karena meningkatnya kesadaran masyarakat untuk
melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Dari sisi pengangguran, angka pengangguran pada Februari 2015
mencatat kenaikan menjadi 75.110 jiwa dari bulan Februari 2014 sebesar 46.904 jiwa. Sementara, Tingkat
Pengangguran Terbuka (TPT) yang merupakan perbandingan antara angka pengangguran dan angkatan kerja juga
menunjukkan kenaikan pada bulan Februari 2015 yaitu sebesar 3,12% dibandingkan periode yang sama tahun
sebelumnya sebesar 1,97%. Kenaikan ini menunjukkan adanya perlambatan penyerapan jumlah angkatan kerja di
Provinsi NTT pada kurun Februari 2014 s.d Februari 2015. Perlambatan kinerja sektor pertanian sebagai penyerap
tenaga kerja terbesar serta sektor pertambangan dan Listrik, Gas dan Air menjadi pendorong rendahnya penyerapan
tenaga kerja.
5.2 . PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN
Sumber: BPS Provinsi NTT (diolah)
Grafik 5.1. Perkembangan Penduduk 15+
*Dalam Jiwa
Penduduk 15+ Angkatan Kerja Bukan Angkatan Kerja
741,183 803,635 816,622 835,708
891,391
-
100,000
200,000
300,000
400,000
500,000
600,000
700,000
800,000
900,000
1,000,000
-
500,000
1,000,000
1,500,000
2,000,000
2,500,000
3,000,000
3,500,000
Feb 2011 Feb 2012 Feb 2013 Feb 2014 Feb 2015
Sumber: BPS Provinsi NTT (diolah)
Grafik 5.2. Perkembangan Angkatan Kerja
Angkatan Kerja Kerja Penganggur
76,081
59,655 58,439
49,848
46,904
75,110
-
10,000
20,000
30,000
40,000
50,000
60,000
70,000
80,000
2,000,000
2,050,000
2,100,000
2,150,000
2,200,000
2,250,000
2,300,000
2,350,000
2,400,000
2,450,000
Feb 2015Feb 2014Feb 2013Feb 2012Feb 2011Feb 2010
KETENAGAKERJAAN & KESEJAHTERAAN
KETENAGAKERJAAN & KESEJAHTERAAN - BAB V 53
Dari 9 (sembilan) sektor lapangan pekerjaan, terdapat 3 (tiga) sektor yang mengalami penurunan cukup signifikan,
sektor tersebut diantaranya: sektor pertambangan, sektor listrik, gas dan air serta sektor industri.
Sektor pertambangan mengalami penurunan sebesar 67,1% (yoy) pada bulan Februari 2015, dari hampir 30 ribu
pekerja bidang pertambangan di NTT pada bulan Februari 2014, jumlah tersebut menurun menjadi hanya sekitar 10
ribu orang pada bulan Februari 2015. Kebijakan pemerintah yang mewajibkan pengolahan hasil tambang di dalam
negeri serta penurunan harga komoditas terutama mangan turut memicu berhenti beroperasinya para pemegang Izin
Usaha Pertambangan (IUP) skala kecil dan menengah, selain itu musim hujan yang terjadi di awal tahun mendorong pula
beberapa perusahaan tambang untuk sementara berhenti beroperasi.
5.2.3 Kondisi Ketenagakerjaan Menurut Status PekerjaanPada bulan Februari 2015, 77,7% pekerja di Provinsi NTT adalah pekerja informal dengan jumlah total pekerja 1,81 juta
orang. Sementara jumlah pekerja formal hanya sebesar 519,8 ribu orang (22,3%). Jumlah pekerja formal sendiri
mengalami peningkatan sebesar 19,28% (yoy) dibandingkan bulan Februari 2014, sementara pekerja informal
mengalami penurunan sebesar 4,72%. Hal ini didukung oleh dibukanya penerimaan PNS seperti di Kabupaten Malaka
dan sentra-sentra belanja ritel di Provinsi NTT. Pertumbuhan pegawai formal tertinggi terutama adalah buruh/karyawan
yang mencapai 17,6% (yoy). Porsi buruh/karyawan juga merupakan yang terbesar di sektor formal, yaitu 91,6%.
Dari sektor informal, 43,5% dari total pekerja adalah pekerja keluarga/tak dibayar (786 ribu orang), kemudian diikuti
berusaha dibantu buruh tidak tetap sebesar 33,5% atau 606,8 ribu orang, sementara pekerja dengan status berusaha
sendiri berjumlah 328,9 ribu jiwa atau 18,2% dari total pekerja. Pada Februari 2015, terjadi kecenderungan penurunan
pada hampir semua kategori pada sektor informal, kecuali pekerja dengan status bekerja sendiri yang mengalami
kenaikan 0,79% (yoy). Kenaikan tersebut dapat berarti mulai adanya peningkatan kesadaran masyarakat NTT untuk
Sumber: BPS Provinsi NTT (diolah)
Grafik 5.5. Perkembangan Tenaga Kerja Sektor Lainnya
% Pertambangan % Industri % Listrik, Gas dan AirPertambangan Industri Listrik, Gas dan Air
27 29
22 30
10
111
97 105
115
93
3 3 5 7 4
-28.5
7.6
-26.6
37.9
-67.1
10.4
-13.2
8.4 9.5
-18.7
52.0
-5.2
77.7
41.9
-45.8
-80
-60
-40
-20
0
20
40
60
80
100
-
20
40
60
80
100
120
140
Feb 2011 Feb 2012 Feb 2013 Feb 2014 Feb 2015
Sumber: BPS Provinsi NTT (diolah)
Grafik 5.6. Perkembangan Tenaga Kerja Formal dan Informal
Feb 2011 Feb 2012 Feb 2013 Feb 2014 Feb 2015
111.8 420.5 415.1 403.5 435.8 519.8
901.5
1,754.8 1,836.2 1,896.2 1,900.5
1,810.8
-1.28%
-2.80% 8.00%
88.97%94.66%
3.27%
11.03%
276.10%
19.28%4.64%
0.22%-4.72%
-50%
0%
50%
100%
150%
200%
250%
300%
0
200
400
600
800
1,000
1,200
1,400
1,600
1,800
2,000 Ribu Jiwa
Feb 2010
% Pert Formal
Formal
% Pert Informal
Informal
KETENAGAKERJAAN & KESEJAHTERAAN - BAB V 55
5.2.2 Kondisi Ketenagakerjaan Menurut Lapangan Pekerjaan UtamaSecara umum pertumbuhan sektor ketenagakerjaan secara tahunan (Februari 2014 dibandingkan Februari 2015)
mengalami perlambatan sebesar -0,24% (yoy). Dari sisi sektoral, terdapat 9 sektor yang mengalami perlambatan
penyerapan tenaga kerja. Sektor tersebut diantaranya: 1) Pertanian (-2,9%), 2) Pertambangan (-67%), 3) Industri (-
18,7%), 4) Listrik, Gas dan Air (-45,7%), 5) Konstruksi (-11,5%) dan 6) Perdagangan (-4,6%), sementara sektor yang
mengalami kenaikan adalah 1) Transportasi, Pergudangan dan Komunikasi (23,5%), 2) Keuangan (52%), 3) Jasa
Kemasyarakatan (25,3%).
Perlambatan penyerapan tenaga kerja ini searah dengan melambatnya pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT pada
Triwulan-I tahun 2015. Penyerapan tenaga kerja di Provinsi NTT sendiri, didominasi oleh sektor Pertanian, Jasa
Kemasyarakatan, Perdagangan serta sektor Transportasi, Pergudangan dan Komunikasi. Namun sektor pertanian
mengalami penurunan porsi dari 65% (2014) menjadi 63% (2015), sektor yang mengalami peningkatan adalah jasa
kemasyarakatan dari 12 % (2014) menjadi 15% (2015).
Dari 3 (tiga) sektor utama di Provinsi NTT tersebut, yaitu Pertanian, Perdagangan dan Jasa Kemasyarakatan, hanya sektor
jasa kemasyarakatan yang mengalami kenaikan penyerapan tenaga kerja.
Beberapa permasalahan sektor pertanian seperti terlambatnya penyaluran pupuk bersubsidi, pergeseran musim panen
dan musim tanam, serta permasalahan permodalan membuat proses kegiatan pertanian menjadi terganggu, sehingga
mendorong penyerapan tenaga kerja menjadi tidak maksimal. Sementara perlambatan penyerapan pekerja pada sektor
perdagangan diperkirakan terjadi akibat lesunya omset seiring daya beli masyarakat yang menurun. Di sisi lain, kenaikan
penyerapan pekerja pada sektor jasa masyarakat, turut didorong oleh kebutuhan pegawai negeri sipil (PNS) di
lingkungan Pemerintah Provinsi serta Kabupaten/Kota yang cukup tinggi. Terbentuknya kabupaten baru, seperti
Kabupaten Malaka mendorong peningkatan kebutuhan PNS.
Sumber: BPS Provinsi NTT (diolah)
STRUKTUR PEKERJAAN (2014)
PERTANIANPERTAMBANGANINDUSTRILISTRIK, GAS DAN AIRKONSTRUKSIPERDAGANGANTRANS, PERGUDANGAN & KOMUNIKASIKEUANGANJASA KEMASYARAKATAN
1,475,142 63%15%1%5%8%3%0%4%1%9,816
93,189
3,710
68,864
189,782
123,745
28,480
337,806
STRUKTUR PEKERJAAN (2015)
1,519,547
29,823
114,685
6,840
77,840
198,998
100,204
18,697
269,578 65%
1%5%0%3%9%4%1%
12%
Grafik 5.3. Perkembangan Struktur Pekerjaan
Sumber: BPS Provinsi NTT (diolah)
Grafik 5.4. Perkembangan Tenaga Kerja 3 sektor utama
Feb 2011
1,464 1,526 1,551 1,520
1,475
147 154 184 199 190 265 266 262 270 338
(10.9)
4.2 1.7
(2.1)(2.9)
14.3
4.5
19.5
8.2
(4.6)
6.3
0.3 -1.3
2.8
25.3
-15
-10
-5
0
5
10
15
20
25
30
-
200
400
600
800
1,000
1,200
1,400
1,600
1,800%Ribu Jiwa
Feb 2012 Feb 2013 Feb 2014 Feb 2015
% (pertanian) % (perdagangan) % (Jasa Kemasyarakatan)Pertanian Perdagangan Jasa Kemasyarakatan
BAB V - KETENAGAKERJAAN & KESEJAHTERAAN54
Dari 9 (sembilan) sektor lapangan pekerjaan, terdapat 3 (tiga) sektor yang mengalami penurunan cukup signifikan,
sektor tersebut diantaranya: sektor pertambangan, sektor listrik, gas dan air serta sektor industri.
Sektor pertambangan mengalami penurunan sebesar 67,1% (yoy) pada bulan Februari 2015, dari hampir 30 ribu
pekerja bidang pertambangan di NTT pada bulan Februari 2014, jumlah tersebut menurun menjadi hanya sekitar 10
ribu orang pada bulan Februari 2015. Kebijakan pemerintah yang mewajibkan pengolahan hasil tambang di dalam
negeri serta penurunan harga komoditas terutama mangan turut memicu berhenti beroperasinya para pemegang Izin
Usaha Pertambangan (IUP) skala kecil dan menengah, selain itu musim hujan yang terjadi di awal tahun mendorong pula
beberapa perusahaan tambang untuk sementara berhenti beroperasi.
5.2.3 Kondisi Ketenagakerjaan Menurut Status PekerjaanPada bulan Februari 2015, 77,7% pekerja di Provinsi NTT adalah pekerja informal dengan jumlah total pekerja 1,81 juta
orang. Sementara jumlah pekerja formal hanya sebesar 519,8 ribu orang (22,3%). Jumlah pekerja formal sendiri
mengalami peningkatan sebesar 19,28% (yoy) dibandingkan bulan Februari 2014, sementara pekerja informal
mengalami penurunan sebesar 4,72%. Hal ini didukung oleh dibukanya penerimaan PNS seperti di Kabupaten Malaka
dan sentra-sentra belanja ritel di Provinsi NTT. Pertumbuhan pegawai formal tertinggi terutama adalah buruh/karyawan
yang mencapai 17,6% (yoy). Porsi buruh/karyawan juga merupakan yang terbesar di sektor formal, yaitu 91,6%.
Dari sektor informal, 43,5% dari total pekerja adalah pekerja keluarga/tak dibayar (786 ribu orang), kemudian diikuti
berusaha dibantu buruh tidak tetap sebesar 33,5% atau 606,8 ribu orang, sementara pekerja dengan status berusaha
sendiri berjumlah 328,9 ribu jiwa atau 18,2% dari total pekerja. Pada Februari 2015, terjadi kecenderungan penurunan
pada hampir semua kategori pada sektor informal, kecuali pekerja dengan status bekerja sendiri yang mengalami
kenaikan 0,79% (yoy). Kenaikan tersebut dapat berarti mulai adanya peningkatan kesadaran masyarakat NTT untuk
Sumber: BPS Provinsi NTT (diolah)
Grafik 5.5. Perkembangan Tenaga Kerja Sektor Lainnya
% Pertambangan % Industri % Listrik, Gas dan AirPertambangan Industri Listrik, Gas dan Air
27 29
22 30
10
111
97 105
115
93
3 3 5 7 4
-28.5
7.6
-26.6
37.9
-67.1
10.4
-13.2
8.4 9.5
-18.7
52.0
-5.2
77.7
41.9
-45.8
-80
-60
-40
-20
0
20
40
60
80
100
-
20
40
60
80
100
120
140
Feb 2011 Feb 2012 Feb 2013 Feb 2014 Feb 2015
Sumber: BPS Provinsi NTT (diolah)
Grafik 5.6. Perkembangan Tenaga Kerja Formal dan Informal
Feb 2011 Feb 2012 Feb 2013 Feb 2014 Feb 2015
111.8 420.5 415.1 403.5 435.8 519.8
901.5
1,754.8 1,836.2 1,896.2 1,900.5
1,810.8
-1.28%
-2.80% 8.00%
88.97%94.66%
3.27%
11.03%
276.10%
19.28%4.64%
0.22%-4.72%
-50%
0%
50%
100%
150%
200%
250%
300%
0
200
400
600
800
1,000
1,200
1,400
1,600
1,800
2,000 Ribu Jiwa
Feb 2010
% Pert Formal
Formal
% Pert Informal
Informal
KETENAGAKERJAAN & KESEJAHTERAAN - BAB V 55
5.2.2 Kondisi Ketenagakerjaan Menurut Lapangan Pekerjaan UtamaSecara umum pertumbuhan sektor ketenagakerjaan secara tahunan (Februari 2014 dibandingkan Februari 2015)
mengalami perlambatan sebesar -0,24% (yoy). Dari sisi sektoral, terdapat 9 sektor yang mengalami perlambatan
penyerapan tenaga kerja. Sektor tersebut diantaranya: 1) Pertanian (-2,9%), 2) Pertambangan (-67%), 3) Industri (-
18,7%), 4) Listrik, Gas dan Air (-45,7%), 5) Konstruksi (-11,5%) dan 6) Perdagangan (-4,6%), sementara sektor yang
mengalami kenaikan adalah 1) Transportasi, Pergudangan dan Komunikasi (23,5%), 2) Keuangan (52%), 3) Jasa
Kemasyarakatan (25,3%).
Perlambatan penyerapan tenaga kerja ini searah dengan melambatnya pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT pada
Triwulan-I tahun 2015. Penyerapan tenaga kerja di Provinsi NTT sendiri, didominasi oleh sektor Pertanian, Jasa
Kemasyarakatan, Perdagangan serta sektor Transportasi, Pergudangan dan Komunikasi. Namun sektor pertanian
mengalami penurunan porsi dari 65% (2014) menjadi 63% (2015), sektor yang mengalami peningkatan adalah jasa
kemasyarakatan dari 12 % (2014) menjadi 15% (2015).
Dari 3 (tiga) sektor utama di Provinsi NTT tersebut, yaitu Pertanian, Perdagangan dan Jasa Kemasyarakatan, hanya sektor
jasa kemasyarakatan yang mengalami kenaikan penyerapan tenaga kerja.
Beberapa permasalahan sektor pertanian seperti terlambatnya penyaluran pupuk bersubsidi, pergeseran musim panen
dan musim tanam, serta permasalahan permodalan membuat proses kegiatan pertanian menjadi terganggu, sehingga
mendorong penyerapan tenaga kerja menjadi tidak maksimal. Sementara perlambatan penyerapan pekerja pada sektor
perdagangan diperkirakan terjadi akibat lesunya omset seiring daya beli masyarakat yang menurun. Di sisi lain, kenaikan
penyerapan pekerja pada sektor jasa masyarakat, turut didorong oleh kebutuhan pegawai negeri sipil (PNS) di
lingkungan Pemerintah Provinsi serta Kabupaten/Kota yang cukup tinggi. Terbentuknya kabupaten baru, seperti
Kabupaten Malaka mendorong peningkatan kebutuhan PNS.
Sumber: BPS Provinsi NTT (diolah)
STRUKTUR PEKERJAAN (2014)
PERTANIANPERTAMBANGANINDUSTRILISTRIK, GAS DAN AIRKONSTRUKSIPERDAGANGANTRANS, PERGUDANGAN & KOMUNIKASIKEUANGANJASA KEMASYARAKATAN
1,475,142 63%15%1%5%8%3%0%4%1%9,816
93,189
3,710
68,864
189,782
123,745
28,480
337,806
STRUKTUR PEKERJAAN (2015)
1,519,547
29,823
114,685
6,840
77,840
198,998
100,204
18,697
269,578 65%
1%5%0%3%9%4%1%
12%
Grafik 5.3. Perkembangan Struktur Pekerjaan
Sumber: BPS Provinsi NTT (diolah)
Grafik 5.4. Perkembangan Tenaga Kerja 3 sektor utama
Feb 2011
1,464 1,526 1,551 1,520
1,475
147 154 184 199 190 265 266 262 270 338
(10.9)
4.2 1.7
(2.1)(2.9)
14.3
4.5
19.5
8.2
(4.6)
6.3
0.3 -1.3
2.8
25.3
-15
-10
-5
0
5
10
15
20
25
30
-
200
400
600
800
1,000
1,200
1,400
1,600
1,800%Ribu Jiwa
Feb 2012 Feb 2013 Feb 2014 Feb 2015
% (pertanian) % (perdagangan) % (Jasa Kemasyarakatan)Pertanian Perdagangan Jasa Kemasyarakatan
BAB V - KETENAGAKERJAAN & KESEJAHTERAAN54
Sumber : SKDU Bank Indonesia Triwulan I-2015
Grafik 5.10. Indeks Tenaga Kerja SKDU
inde
ks
Indeks Ekspektasi Jumlah Kary. Indeks Jumlah Kary.
-15
-10
-5
0
5
10
15
20
25
30
I II III IV I II III IV I II III IV I II*
2012 2013 2014 2015
*Perkiraan
% SBT
5.3.1. Kondisi Kesejahteraan UmumDi sektor pertanian, ukuran kesejahteraan petani melalui Nilai Tukar Petani (NTP) menunjukkan penurunan
dibandingkan triwulan sebelumnya. Pada Tw-I 2015 angka NTP tercatat 101,21 menurun dibandingkan Tw-IV 2014
sebesar 102,19. Indeks yang diterima (IT) petani tercatat sebesar 117,32. Sementara, Indeks yang dibayar (IB) tercatat
sebesar 115,93. Peningkatan indeks yang dibayar (IB) mengindikasikan adanya peningkatan pengeluaran dari petani,
baik untuk kebutuhan pokok sehari-hari maupun kebutuhan produksi pertanian seperti pupuk maupun bibit.
5.3.2. Tingkat KemiskinanJumlah penduduk miskin di NTT pada bulan September 2014 tercatat 991.880 jiwa mengalami penurunan sebesar
17.279 jiwa dibandingkan periode yang sama tahun 2013 (1.009.150 jiwa). Dari kriteria asal penduduk, penduduk
miskin di Provinsi NTT didominasi oleh penduduk pedesaan sebanyak 886.180 jiwa, sementara penduduk miskin
perkotaan hanya 105.700 jiwa.
5.3. PERKEMBANGAN KESEJAHTERAAN
Sumber : BPS Provinsi NTT
Grafik 5.11. Perkembangan Nilai Tukar Petani
100
110
120
130
140
150
160
95
96
97
98
99
100
101
102
103
104
I II III IV I II III IV I II III IV I
2012 2013 2014 2015
NTP-axis kanan IT IB
KETENAGAKERJAAN & KESEJAHTERAAN - BAB V 57
mengembangkan usaha secara mandiri. Di sisi lain, porsi pekerja keluarga/tak dibayar yang masih tinggi patut
mendapat perhatian, karena dapat menunjukkan masih rendahnya kualitas pekerja di Provinsi NTT. Namun, jumlahnya
yang terus menunjukkan penurunan merupakan suatu hal yang cukup menggembirakan.
Dari data survei Industri Manufaktur Besar dan Sedang (IBS) BPS Provinsi NTT Triwulan I-2015, diketahui bahwa pada
kurun waktu 2013 s.d. 2015 terjadi pergeseran struktur pada IBS di Provinsi NTT. Pada tahun 2013, IBS di NTT
didominasi oleh sektor industri makanan, diikuti industri minuman dan industri furniture. Namun, pada triwulan I-2015,
industri minuman memegang porsi terbesar dengan 39%, diikuti furniture (31,5%) dan makanan (29,5%). Dari sisi
produktivitas, terjadi penurunan produktivitas pada Tw I-2015 yaitu sebesar Rp 8,1 juta/tenaga kerja dibandingkan TW
IV-2014 yang sebesar Rp 10,87 juta/tenaga kerja. Produktivitas tertinggi pada TW-I 2015 adalah industri furniture yang
mencapai Rp 9,93 juta/ tenaga kerja, diikuti industri minuman (Rp 8,41 juta) dan industri makanan (Rp 5,72 juta).
Dari hasil SKDU TW-I 2015 di Provinsi NTT, terlihat bahwa indikator ketenagakerjaan menunjukkan penurunan. Nilai
Saldo Bersih Tertimbang (SBT) turun menjadi 18,93% dibandingkan TW IV-2014 yang sebesar 21,66%. Angka ini
menunjukkan adanya perlambatan penggunaan tenaga kerja di beberapa sektor lapangan usaha di Provinsi NTT. Sektor
yang mengalami perlambatan, diantaranya sektor pertanian, industri pengolahan, pengangkutan dan komunikasi,
keuangan dan jasa-jasa (non pemerintah). Untuk Tw-II 2015, diperkirakan penyerapan tenaga kerja akan mengalami
peningkatan. Peningkatan terutama akan didorong oleh sektor pertanian, sektor bangunan/konstruksi dan sektor
Perdagangan, Hotel dan Restoran.
Sumber : BPS Provinsi NTT (Data Diolah)
Grafik 5.8. Porsi Penyerapan Pekerja IBS
Industri Makanan Industri Minuman Industri Furniture
Sumber : BPS Provinsi NTT (Data Diolah)
Grafik 5.9. Produktivitas Pekerja IBS
46.6144.13
29.48
31.2 30.87
39.03
22.1925
31.49
0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
50
I II III IV I2013 2015
%
I II III IV2014
12.4210.25
8.76
16.95
11.52
25.05
8.6310.87
8.10
0
5
10
15
20
25
30
0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
50
I II III IV I2013 2015
I II III IV2014
Industri Makanan Industri Minuman Industri Furnitur Total
5.2.4. Kondisi Tenaga Kerja Sektor Industri Manufaktur Besar Dan Sedang
Sumber : BPS Provinsi NTT (Data Diolah)
Grafik 5.7. Klasifikasi Tenaga Kerja Informal
275.05 301.97 326.30 328.88
650.90 652.75 649.10 606.85
82.10 95.55 120.88 88.22
828.14 845.95
804.17
786.81
0.79%
-6.51%
-27.02%
-2.16%
-30%
-20%
-10%
0%
10%
20%
30%
0
200
400
600
800
1,000
1,200
1,400
1,600
1,800
2,000 ribu jiwa
Feb 2012 Feb 2013 Feb 2014 Feb 2015
% Pert Pekerja Bebas
Berusaha Sendiri
% Pert Berusaha Sendiri
Pekerja BebasBerusaha Dibantu Buruh Tidak Tetap
Pekerja Tak Dibayar
% Pert Pekerja Tak Dibayar% Pert Dibantu Buruh Tidak Tetap
5.2.5. Hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (skdu)
BAB V - KETENAGAKERJAAN & KESEJAHTERAAN56
Sumber : SKDU Bank Indonesia Triwulan I-2015
Grafik 5.10. Indeks Tenaga Kerja SKDU
inde
ks
Indeks Ekspektasi Jumlah Kary. Indeks Jumlah Kary.
-15
-10
-5
0
5
10
15
20
25
30
I II III IV I II III IV I II III IV I II*
2012 2013 2014 2015
*Perkiraan
% SBT
5.3.1. Kondisi Kesejahteraan UmumDi sektor pertanian, ukuran kesejahteraan petani melalui Nilai Tukar Petani (NTP) menunjukkan penurunan
dibandingkan triwulan sebelumnya. Pada Tw-I 2015 angka NTP tercatat 101,21 menurun dibandingkan Tw-IV 2014
sebesar 102,19. Indeks yang diterima (IT) petani tercatat sebesar 117,32. Sementara, Indeks yang dibayar (IB) tercatat
sebesar 115,93. Peningkatan indeks yang dibayar (IB) mengindikasikan adanya peningkatan pengeluaran dari petani,
baik untuk kebutuhan pokok sehari-hari maupun kebutuhan produksi pertanian seperti pupuk maupun bibit.
5.3.2. Tingkat KemiskinanJumlah penduduk miskin di NTT pada bulan September 2014 tercatat 991.880 jiwa mengalami penurunan sebesar
17.279 jiwa dibandingkan periode yang sama tahun 2013 (1.009.150 jiwa). Dari kriteria asal penduduk, penduduk
miskin di Provinsi NTT didominasi oleh penduduk pedesaan sebanyak 886.180 jiwa, sementara penduduk miskin
perkotaan hanya 105.700 jiwa.
5.3. PERKEMBANGAN KESEJAHTERAAN
Sumber : BPS Provinsi NTT
Grafik 5.11. Perkembangan Nilai Tukar Petani
100
110
120
130
140
150
160
95
96
97
98
99
100
101
102
103
104
I II III IV I II III IV I II III IV I
2012 2013 2014 2015
NTP-axis kanan IT IB
KETENAGAKERJAAN & KESEJAHTERAAN - BAB V 57
mengembangkan usaha secara mandiri. Di sisi lain, porsi pekerja keluarga/tak dibayar yang masih tinggi patut
mendapat perhatian, karena dapat menunjukkan masih rendahnya kualitas pekerja di Provinsi NTT. Namun, jumlahnya
yang terus menunjukkan penurunan merupakan suatu hal yang cukup menggembirakan.
Dari data survei Industri Manufaktur Besar dan Sedang (IBS) BPS Provinsi NTT Triwulan I-2015, diketahui bahwa pada
kurun waktu 2013 s.d. 2015 terjadi pergeseran struktur pada IBS di Provinsi NTT. Pada tahun 2013, IBS di NTT
didominasi oleh sektor industri makanan, diikuti industri minuman dan industri furniture. Namun, pada triwulan I-2015,
industri minuman memegang porsi terbesar dengan 39%, diikuti furniture (31,5%) dan makanan (29,5%). Dari sisi
produktivitas, terjadi penurunan produktivitas pada Tw I-2015 yaitu sebesar Rp 8,1 juta/tenaga kerja dibandingkan TW
IV-2014 yang sebesar Rp 10,87 juta/tenaga kerja. Produktivitas tertinggi pada TW-I 2015 adalah industri furniture yang
mencapai Rp 9,93 juta/ tenaga kerja, diikuti industri minuman (Rp 8,41 juta) dan industri makanan (Rp 5,72 juta).
Dari hasil SKDU TW-I 2015 di Provinsi NTT, terlihat bahwa indikator ketenagakerjaan menunjukkan penurunan. Nilai
Saldo Bersih Tertimbang (SBT) turun menjadi 18,93% dibandingkan TW IV-2014 yang sebesar 21,66%. Angka ini
menunjukkan adanya perlambatan penggunaan tenaga kerja di beberapa sektor lapangan usaha di Provinsi NTT. Sektor
yang mengalami perlambatan, diantaranya sektor pertanian, industri pengolahan, pengangkutan dan komunikasi,
keuangan dan jasa-jasa (non pemerintah). Untuk Tw-II 2015, diperkirakan penyerapan tenaga kerja akan mengalami
peningkatan. Peningkatan terutama akan didorong oleh sektor pertanian, sektor bangunan/konstruksi dan sektor
Perdagangan, Hotel dan Restoran.
Sumber : BPS Provinsi NTT (Data Diolah)
Grafik 5.8. Porsi Penyerapan Pekerja IBS
Industri Makanan Industri Minuman Industri Furniture
Sumber : BPS Provinsi NTT (Data Diolah)
Grafik 5.9. Produktivitas Pekerja IBS
46.6144.13
29.48
31.2 30.87
39.03
22.1925
31.49
0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
50
I II III IV I2013 2015
%
I II III IV2014
12.4210.25
8.76
16.95
11.52
25.05
8.6310.87
8.10
0
5
10
15
20
25
30
0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
50
I II III IV I2013 2015
I II III IV2014
Industri Makanan Industri Minuman Industri Furnitur Total
5.2.4. Kondisi Tenaga Kerja Sektor Industri Manufaktur Besar Dan Sedang
Sumber : BPS Provinsi NTT (Data Diolah)
Grafik 5.7. Klasifikasi Tenaga Kerja Informal
275.05 301.97 326.30 328.88
650.90 652.75 649.10 606.85
82.10 95.55 120.88 88.22
828.14 845.95
804.17
786.81
0.79%
-6.51%
-27.02%
-2.16%
-30%
-20%
-10%
0%
10%
20%
30%
0
200
400
600
800
1,000
1,200
1,400
1,600
1,800
2,000 ribu jiwa
Feb 2012 Feb 2013 Feb 2014 Feb 2015
% Pert Pekerja Bebas
Berusaha Sendiri
% Pert Berusaha Sendiri
Pekerja BebasBerusaha Dibantu Buruh Tidak Tetap
Pekerja Tak Dibayar
% Pert Pekerja Tak Dibayar% Pert Dibantu Buruh Tidak Tetap
5.2.5. Hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (skdu)
BAB V - KETENAGAKERJAAN & KESEJAHTERAAN56
Potensi dan permasalahan perbatasan dinilai masih belum cukup mendapat perhatian pemerintah, hal ini dapat dapat dilihat
dari kondisi pembangunan di daerah perbatasan. Paradigma pengelolaan perbatasan sebagai “halaman belakang” wilayah
Negara Kesatuan Republik Indonesia mengakibatkan kondisi kawasan perbatasan saat ini masih tertinggal dari sisi sosial dan
ekonomi.
Perbatasan darat antara RI dengan Timor Leste memiliki panjang 268,8 km, melintasi 4 kabupaten di Provinsi Nusa Tenggara
Timur, yaitu Kabupaten Belu, Kabupaten Malaka, Kabupaten Timor Tengah Utara dan Kabupaten Kupang. Perbatasan darat
RI dengan Timor Leste terbagi atas 2 (dua) sektor, yaitu :
a. Sektor Timur (Sektor Utama/main sector) yaitu : di Kabupaten Belu yang berbatasan langsung dengan Distric Bobonaro
di Timor Leste dan Kabupaten Malaka yang berbatasan langsung dengan Distric Covalima, sepanjang 149,1 kilometer;
dan
b. Sektor Barat (Kabupaten Kupang dan Kabupaten Timor Tengah Utara) yang berbatasan langsung dengan Distric
Oecussi yang merupakan wilayah enclave Timor Leste sepanjang 119,7 km.
Kegiatan perekonomian di kawasan perbatasan RI-Timor Leste didominasi oleh pertanian lahan kering dan perkebunan.
Beberapa komoditas yang dihasilkan antara lain jambu mete, kopi, kelapa, kemiri, coklat, pinang, kapuk, cengkeh,
tembakau, vanili jarak, kapas, lada dan pala. Aktivitas ekonomi yang khas terjadi di kawasan perbatasan negara adalah
perdagangan lintas batas. Kegiatan perdagangan lintas batas sebagian besar adalah perdagangan kebutuhan peralatan
rumah tangga dan makanan.
Potensi Perbatasan Ri-rdtl
Grafik Boks 5.1. Total Ekspor ke Timor Leste Grafik Boks 5.2. Pangsa Ekspor ke Timor Leste
JAKARTA JABAR JATENG JATIMBANTEN BALI NTT SULSEL
Lainnya Ekspor
impor
203.57 216.17
297.21
219.06
30.195.86
491.26
266.07
140.50
1.030
100
200
300
400
500
600
0
100
200
300
400
2011 2012 2013 2014 2015
Ribu dolarTOTAL EKSPOR KE TIMOR LESTEmiliar dolar
8.86 6.06 6.18 4.63 6.16
2.35 2.81 2.53 4.55 5.61
71.85 74.44 69.88 69.69 62.21
3.40 2.98 5.03 7.217.71
4.19 4.23 3.22 4.31 8.44
0.00
20.00
40.00
60.00
80.00
100.00
PANGSA EKSPOR KE TIMOR LESTE
JAKARTA JABAR JATENG JATIM BANTEN BALI NTT SULSEL Lainnya
2011 2012 2013 2014 2015
Sumber : Bea Cukai dan Bank Indonesia, diolah Sumber : Bea Cukai dan Bank Indonesia, diolah
KETENAGAKERJAAN & KESEJAHTERAAN - BAB V 59
-1,01 0,48 0,06 1,64 0,73 0,39 1,18 0,00 7,72 -11,75 0,00 14,95 14.37
-0.67
0.53
0.00
2.83
2.42
-0.55
0.00
18.93
0,07 - 0,12 0,06 0,06 0,17 0,17 0,07 -0,06 -0,67 -0,43 0,00
0,53 0,53 0,53 0,53 0,00 0,53 0,00 0,53 0,53 0,53 0,53 0,53 - 2,98 3,33 3,59 -0,43 2,55 3,40 0,90 -1,35 0,00 0,00 0,00
0,84 1,59 1,04 0,97 0,59 -0,08 0,52 1,25 0,81 0,79 -1,72 2,47
3,52 - 2,14 -2,14 2,14 0,00 0,67 0,67 -1,82 0,59 3,68 3,01
0,55 0,55 0,00 2,06 1,30 2,06 2,46 1,09 2,25 1,09 0,55 0,55 - 0,25 -0,25 0,00 0,00 -0,25 0,50 0,35 0,00 0,00 0,15 0,15
4,49 6,37 6,95 6,71 4,39 5,37 8,90 4,86 8,08 (9,42) 2,76 21,66
I
2012 2013 2014Sektor
I II III IV I II III IV I II III IV
Tabel 5.4. Indeks Ketenagakerjaan NTT
2015II*
11.67
0.24
0.53
4.85
4.98
2.42
0.00
0.00
24.69
Pertanian
Pertambangan
Industri Pengolahan
Listrik, Gas dan Air Bersih
Bangunan
Perdagangan, Hotel dan Restoran
Pengangkutan dan Komunikasi
Keuangan, Persewaan dan Jasa Keuangan
Jasa-jasa
TOTAL SELURUH SEKTOR
261,679
661,256
35,842
384,622
73,744
758,089
2,175,232 Sumber: BPS Provinsi NTT (diolah)
STATUS PEKERJAAN UTAMA Feb 2011 Feb 2012NO.
Tabel 5.3. Tenaga Kerja Berdasarkan Status Pekerjaan Utama
Feb 2013 Feb 2014
275,050
650,899
25,668
389,431
82,096
828,138
2,251,282
301,971
652,753
33,103
370,385
95,551
845,948
2,299,711
326,297
649,104
30,992
404,766
120,880
804,173
2,336,212
328,884
606,845
43,929
475,845
88,222
786,809
2,330,534
BERUSAHA SENDIRI
BERUSAHA DIBANTU BURUH TIDAK TETAP
BERUSAHA DIBANTU BURUH TETAP
BURUH/KARYAWAN
PEKERJA BEBAS
PEKERJA TAK DIBAYAR
TOTAL
Feb 2015
1.
2.
3.
4.
5.
6.
1,463,896
27,415
111,313
2,860
61,375
147,282
84,759
11,511
264,821
30,275
2,175,232 Sumber: BPS Provinsi NTT (diolah)
LAPANGAN PEKERJAAN UTAMA Feb 2011 Feb 2012NO.
Tabel 5.2. Penyerapan Tenaga Kerja Berdasarkan Lapangan Pekerjaan Utama
Feb 2013 Feb 2014
1,525,590
29,485
96,596
2,712
46,842
153,882
103,677
26,935
265,563
31,244
2,251,282
1,551,366
21,634
104,755
4,819
55,589
183,842
90,530
25,001
262,175
2,299,711
1,519,547
29,823
114,685
6,840
77,840
198,998
100,204
18,697
269,578
2,336,212
1,475,142
9,816
93,189
3,710
68,864
189,782
123,745
28,480
337,806
2,330,534
PERTANIAN
PERTAMBANGAN
INDUSTRI
LISTRIK GAS dan AIR
KONSTRUKSI
PERDAGANGAN
TRANSP,PERGUDANGAN & KOMUNIKASI
KEUANGAN
JASA KEMASYARAKATAN
LAIN-LAIN
TOTAL
Feb 2015
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
2,922,601
2,226,844
2,150,763
76,081
695,757
76.19%
3.42%
1,064,292
401,402
662,890 Sumber: BPS Provinsi NTT (diolah)
KEGIATAN UTAMA Feb 2011 Feb 2012Feb 2010
1. Penduduk 15+2. Angkatan Kerja
KerjaPenganggur
3. Bukan Angkatan Kerja
4. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja %
5. Tingkatan Pengangguran Terbuka %
6. Bekerja Tidak Penuh
Setengah Penganggur
Pekerja Paruh Waktu
NO.
Tabel 5.1. Perkembangan Penduduk 15+ Menurut Kegiatan
Feb 2013 Feb 2014
2,976,070
2,234,887
2,175,232
59,655
741,183
75.10%
2.67%
995,460
373,976
621,484
3,113,356
2,309,721
2,251,282
58,439
803,635
74.19%
2.53%
1,043,963
377,087
666,876
3,166,181
2,349,559
2,299,711
49,848
816,622
74.21%
2.12%
1,128,682
281,180
847,502
3,218,824
2,383,116
2,336,212
46,904
835,708
74.04%
1.97%
1,134,105
292,835
841,270
Feb 2015
3,297,575
2,405,664
2,330,534
75,110
891,391
72.95%
3.12%
999,113
236,320
762,793
LAMPIRANBAB V - KETENAGAKERJAAN & KESEJAHTERAAN58
Potensi dan permasalahan perbatasan dinilai masih belum cukup mendapat perhatian pemerintah, hal ini dapat dapat dilihat
dari kondisi pembangunan di daerah perbatasan. Paradigma pengelolaan perbatasan sebagai “halaman belakang” wilayah
Negara Kesatuan Republik Indonesia mengakibatkan kondisi kawasan perbatasan saat ini masih tertinggal dari sisi sosial dan
ekonomi.
Perbatasan darat antara RI dengan Timor Leste memiliki panjang 268,8 km, melintasi 4 kabupaten di Provinsi Nusa Tenggara
Timur, yaitu Kabupaten Belu, Kabupaten Malaka, Kabupaten Timor Tengah Utara dan Kabupaten Kupang. Perbatasan darat
RI dengan Timor Leste terbagi atas 2 (dua) sektor, yaitu :
a. Sektor Timur (Sektor Utama/main sector) yaitu : di Kabupaten Belu yang berbatasan langsung dengan Distric Bobonaro
di Timor Leste dan Kabupaten Malaka yang berbatasan langsung dengan Distric Covalima, sepanjang 149,1 kilometer;
dan
b. Sektor Barat (Kabupaten Kupang dan Kabupaten Timor Tengah Utara) yang berbatasan langsung dengan Distric
Oecussi yang merupakan wilayah enclave Timor Leste sepanjang 119,7 km.
Kegiatan perekonomian di kawasan perbatasan RI-Timor Leste didominasi oleh pertanian lahan kering dan perkebunan.
Beberapa komoditas yang dihasilkan antara lain jambu mete, kopi, kelapa, kemiri, coklat, pinang, kapuk, cengkeh,
tembakau, vanili jarak, kapas, lada dan pala. Aktivitas ekonomi yang khas terjadi di kawasan perbatasan negara adalah
perdagangan lintas batas. Kegiatan perdagangan lintas batas sebagian besar adalah perdagangan kebutuhan peralatan
rumah tangga dan makanan.
Potensi Perbatasan Ri-rdtl
Grafik Boks 5.1. Total Ekspor ke Timor Leste Grafik Boks 5.2. Pangsa Ekspor ke Timor Leste
JAKARTA JABAR JATENG JATIMBANTEN BALI NTT SULSEL
Lainnya Ekspor
impor
203.57 216.17
297.21
219.06
30.195.86
491.26
266.07
140.50
1.030
100
200
300
400
500
600
0
100
200
300
400
2011 2012 2013 2014 2015
Ribu dolarTOTAL EKSPOR KE TIMOR LESTEmiliar dolar
8.86 6.06 6.18 4.63 6.16
2.35 2.81 2.53 4.55 5.61
71.85 74.44 69.88 69.69 62.21
3.40 2.98 5.03 7.217.71
4.19 4.23 3.22 4.31 8.44
0.00
20.00
40.00
60.00
80.00
100.00
PANGSA EKSPOR KE TIMOR LESTE
JAKARTA JABAR JATENG JATIM BANTEN BALI NTT SULSEL Lainnya
2011 2012 2013 2014 2015
Sumber : Bea Cukai dan Bank Indonesia, diolah Sumber : Bea Cukai dan Bank Indonesia, diolah
KETENAGAKERJAAN & KESEJAHTERAAN - BAB V 59
-1,01 0,48 0,06 1,64 0,73 0,39 1,18 0,00 7,72 -11,75 0,00 14,95 14.37
-0.67
0.53
0.00
2.83
2.42
-0.55
0.00
18.93
0,07 - 0,12 0,06 0,06 0,17 0,17 0,07 -0,06 -0,67 -0,43 0,00
0,53 0,53 0,53 0,53 0,00 0,53 0,00 0,53 0,53 0,53 0,53 0,53 - 2,98 3,33 3,59 -0,43 2,55 3,40 0,90 -1,35 0,00 0,00 0,00
0,84 1,59 1,04 0,97 0,59 -0,08 0,52 1,25 0,81 0,79 -1,72 2,47
3,52 - 2,14 -2,14 2,14 0,00 0,67 0,67 -1,82 0,59 3,68 3,01
0,55 0,55 0,00 2,06 1,30 2,06 2,46 1,09 2,25 1,09 0,55 0,55 - 0,25 -0,25 0,00 0,00 -0,25 0,50 0,35 0,00 0,00 0,15 0,15
4,49 6,37 6,95 6,71 4,39 5,37 8,90 4,86 8,08 (9,42) 2,76 21,66
I
2012 2013 2014Sektor
I II III IV I II III IV I II III IV
Tabel 5.4. Indeks Ketenagakerjaan NTT
2015II*
11.67
0.24
0.53
4.85
4.98
2.42
0.00
0.00
24.69
Pertanian
Pertambangan
Industri Pengolahan
Listrik, Gas dan Air Bersih
Bangunan
Perdagangan, Hotel dan Restoran
Pengangkutan dan Komunikasi
Keuangan, Persewaan dan Jasa Keuangan
Jasa-jasa
TOTAL SELURUH SEKTOR
261,679
661,256
35,842
384,622
73,744
758,089
2,175,232 Sumber: BPS Provinsi NTT (diolah)
STATUS PEKERJAAN UTAMA Feb 2011 Feb 2012NO.
Tabel 5.3. Tenaga Kerja Berdasarkan Status Pekerjaan Utama
Feb 2013 Feb 2014
275,050
650,899
25,668
389,431
82,096
828,138
2,251,282
301,971
652,753
33,103
370,385
95,551
845,948
2,299,711
326,297
649,104
30,992
404,766
120,880
804,173
2,336,212
328,884
606,845
43,929
475,845
88,222
786,809
2,330,534
BERUSAHA SENDIRI
BERUSAHA DIBANTU BURUH TIDAK TETAP
BERUSAHA DIBANTU BURUH TETAP
BURUH/KARYAWAN
PEKERJA BEBAS
PEKERJA TAK DIBAYAR
TOTAL
Feb 2015
1.
2.
3.
4.
5.
6.
1,463,896
27,415
111,313
2,860
61,375
147,282
84,759
11,511
264,821
30,275
2,175,232 Sumber: BPS Provinsi NTT (diolah)
LAPANGAN PEKERJAAN UTAMA Feb 2011 Feb 2012NO.
Tabel 5.2. Penyerapan Tenaga Kerja Berdasarkan Lapangan Pekerjaan Utama
Feb 2013 Feb 2014
1,525,590
29,485
96,596
2,712
46,842
153,882
103,677
26,935
265,563
31,244
2,251,282
1,551,366
21,634
104,755
4,819
55,589
183,842
90,530
25,001
262,175
2,299,711
1,519,547
29,823
114,685
6,840
77,840
198,998
100,204
18,697
269,578
2,336,212
1,475,142
9,816
93,189
3,710
68,864
189,782
123,745
28,480
337,806
2,330,534
PERTANIAN
PERTAMBANGAN
INDUSTRI
LISTRIK GAS dan AIR
KONSTRUKSI
PERDAGANGAN
TRANSP,PERGUDANGAN & KOMUNIKASI
KEUANGAN
JASA KEMASYARAKATAN
LAIN-LAIN
TOTAL
Feb 2015
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
2,922,601
2,226,844
2,150,763
76,081
695,757
76.19%
3.42%
1,064,292
401,402
662,890 Sumber: BPS Provinsi NTT (diolah)
KEGIATAN UTAMA Feb 2011 Feb 2012Feb 2010
1. Penduduk 15+2. Angkatan Kerja
KerjaPenganggur
3. Bukan Angkatan Kerja
4. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja %
5. Tingkatan Pengangguran Terbuka %
6. Bekerja Tidak Penuh
Setengah Penganggur
Pekerja Paruh Waktu
NO.
Tabel 5.1. Perkembangan Penduduk 15+ Menurut Kegiatan
Feb 2013 Feb 2014
2,976,070
2,234,887
2,175,232
59,655
741,183
75.10%
2.67%
995,460
373,976
621,484
3,113,356
2,309,721
2,251,282
58,439
803,635
74.19%
2.53%
1,043,963
377,087
666,876
3,166,181
2,349,559
2,299,711
49,848
816,622
74.21%
2.12%
1,128,682
281,180
847,502
3,218,824
2,383,116
2,336,212
46,904
835,708
74.04%
1.97%
1,134,105
292,835
841,270
Feb 2015
3,297,575
2,405,664
2,330,534
75,110
891,391
72.95%
3.12%
999,113
236,320
762,793
LAMPIRANBAB V - KETENAGAKERJAAN & KESEJAHTERAAN58
Tabel Boks 5.2 Pagu Anggaran Kementrian untuk Wilayah Perbatasan di NTT Tahun Anggaran 2015
Kementerian Program
Pertanian
Tenaga Kerja dan Transmigrasi
Pekerjaan Umum Perumahan
Rakyat
Dukungan Sarana Produksi untuk Kawasan
Perbatasan/Daerah Tertinggal/MP3KI/SIPP (Unit)
Lembaga Pemerintah yang Berpastisipasi dalam
Pembangunan Kawasan Transmigrasi di wilayah
tertinggal/perbatasan
Pembangunan/Pelebaran Jalan di Kaw. Srategis,
Perbatasan, Wil. Terluar dan Terdepan
Rp200,000,000
Rp451,160,000
Rp897,330,275,000
Rp -
Rp4,900,000
Rp22,306,138,400
Pagu Tw I 2015 Realisasi Tw I 2015
Sumber : Ditjen Perbendaharaan Negara Provinsi NTT
Beberapa program prioritas yang dicanangkan pemerintah daerah dalam rangka mengatasi permasalahan yang ada di
daerah perbatasan antara lain yang tertuang dalam Rencana Strategis Badan Pengelola Perbatasan Daerah Provinsi NTT
adalah antara lain :
a. Penataan perbatasan daerah dan Negara
b. Peningkatan manajemen Garda Batas
c. Peningkatan koordinasi pengelolaan infrastruktur perbatasan antar negara
d. Monitoring, Evaluasi dan Pelaporan terpadu
Selain itu rekomendasi terhadap potensi-potensi yang ada di daerah perbatasan antara lain :
1. Bidang Pertanahan diperlukan kebijakan penyelesaian masalah pertanahan berbasis ulayat menjadi tanah yang
memiliki keabsahan untuk diatur dengan legitimasi peraturan berdasarkan undang-undang pertanahan yang
berlaku, yang diwujudkan dalam bentuk sertifikat tanah
2. Bidang Batas Antar Negara diperlukan kebijakan yang mengakomodir aspek sosial-budaya untuk menyelesaikan
sengketa batas lahan yang berkepanjangan
3. Bidang Potensi Pertanian dan Peternakan diperlukan kebijakan affirmative action yang berkenaan dengan faktor
intervensi teknologi, dukungan modal, bibit, air, budi daya.
KETENAGAKERJAAN & KESEJAHTERAAN - BAB V 61
Kegiatan ekspor impor antara Indonesia dan Timor Leste mengalami net ekspor hingga lebih dari 2 triliun rupiah. Nilai ekspor
per tahun lebih kurang mencapai 2,5 triliun rupiah, sedangkan impor dari Timor Leste hanya sebesar 200 miliar rupiah.
Provinsi asal barang utama ekspor utama Indonesia ke Timor Leste berasal dari Jawa Timur dengan pangsa mencapai hampir
70%, disusul oleh Provinsi NTT dengan pangsa lebih dari 7% dan Provinsi Sulawesi Selatan dengan pangsa lebih dari 4%. Nilai
ekspor ke Timor Leste pada tahun 2014 mengalami penurunan yang cukup besar, demikian pula dengan capaian ekspor
hingga bulan Februari yang masih relatif rendah.
Kondisi kawasan perbatasan di Provinsi NTT yang berada di Kabupaten Belu, Kabupaten Timor Tengah Utara dan Kabupaten
Kupang belum menunjukkan gambaran yang ideal. Permasalahan mendasar yang dihadapi oleh masyarakat di kawasan
perbatasan NTT ini meliputi:
Dalam rangka mendukung pengembangan wilayah perbatasan, pada tahun 2015 pemerintah telah mengalokasikan
anggaran melalui beberapa Kementerian untuk daerah perbatasan di NTT antara lain berupa peningkatan sarana produksi
kawasan perbatasan dan partisipasi kementrian transmigrasi dalam pengembangan kawasan perbatasan. Bahkan,
kementrian pekerjaan umum dan perumahan rakyat telah mengalokasikan belanja modal untuk pembangunan jalan di
daerah perbatasandengan total anggaran mencapai hampir 900 miliar rupiah. Selain program tersebut, juga terdapat
program penguatan jaringan telekomunikasi dengan anggaran mencapai 700 miliar untuk seluruh daerah perbatasan yang
anggarannya ditangani oleh kementrian komunikasi dan informasi.
Rendahnya tingkat kesejahteraan masyarakat di kawasan perbatasan. Pada 3 kabupaten tersebut yang ditandai dengan
rendahnya penghasilan masyarakat dan terbatasnya kesempatan berusaha karena sebagian besar wilayahnya adalah
lahan kering. Rendahnya kemampuan SDM dan penguasaan teknologi yang masih rendah.
Akses transportasi masih sulit, sehingga menyulitkan mobilitas warga daerrah perbatasan.
Tidak memadainya sarana dan prasarana pendidikan, kesehatan, penerangan dan komunikasi, sehingga menyebabkan
penduduk di kawasan perbatasan menjadi terisolir. Keterbatasan akses ini berakibat pada rendahnya pendapatan
masyarakat kawasan perbatasan
Kerusakan lingkungan hidup sebagai akibat dari beralihnya fungsi hutan menjadi lahan pertanian. Pengambilan galian
tambang mangan, marmer dan galian C yang tidak memperhatikan kelestarian lingkungan, serta rendahnya kepedulian
masyarakat dalam mengelola daerah aliran sungai (DAS) di perbatasan.
Ketertiban dan keamanan perbatasan masih menunjukkan dinamika yang tinggi. Masih terdapatnya permasalahan lahan
sengketa yang terkait dengan belum tuntasnya garis batas negara, serta belum ditaatinya peraturan-peraturan lintas batas
yang menyebabkan terjadinya pelintas batas ilegal.
Pemecahan masalah di kawasan perbatasan NTT terkesan belum efektif. Karena beragamnya pelaku pembangunan baik
pemerintah, lembaga swadaya masyarakat (LSM), maupun dunia usaha yang memiliki prioritas berbeda, ego-sektoral, dan
tidak didukung dengan sistem koordinasi yang baik. Kemudian juga karena tidak memadainya kapasitas aparat di tingkat
kecamatan dan desa sebagai pelaku pembangunan utama pada garis depan perbatasan, serta terbatasnya kewenangan
pemerintah daerah dalam menangani perbatasan.
Program rencana tata ruang wilayah perbatasan sudah ada dan ditetapkan dalam perpres 179 tahun 2014 namun
pelaksanaannya masih belum optimal bahkan tertunda.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Tabel Boks 5.1. Perbandingan Kondisi Sosio Ekonomi Daerah Perbatasan dengan Timor Leste
KOMPARASI SOSIO-EKONOMI
Sumber : BPS 2014
PROVINSI NTT
KUPANG TTU
Jumlah Penduduk (Ribu)
Rata – Rata Lama Sekolah (Tahun)
Angka Harapan Hidup (tahun)
IPM
Income Per Capita (%PPP)
Inflasi (%,2014)
Sektor Utama
328.7
7.49
65.94
67.74
2128.9
240.7
6.94
69.19
68.94
1253.9
BELU
199.99
6.76
66.75
66.24
1657.2
MALAKA*
174.39
6.07
66.87
57.01
1418
TIMOR LESTE
1,172
4.4
67.5
62
9674
0.3% Pertanian, Administrasi Pemerintahan dan Perdagangan Besar & Eceran
7.76%
Perkebunan & Migas
BAB V - KETENAGAKERJAAN & KESEJAHTERAAN60
Tabel Boks 5.2 Pagu Anggaran Kementrian untuk Wilayah Perbatasan di NTT Tahun Anggaran 2015
Kementerian Program
Pertanian
Tenaga Kerja dan Transmigrasi
Pekerjaan Umum Perumahan
Rakyat
Dukungan Sarana Produksi untuk Kawasan
Perbatasan/Daerah Tertinggal/MP3KI/SIPP (Unit)
Lembaga Pemerintah yang Berpastisipasi dalam
Pembangunan Kawasan Transmigrasi di wilayah
tertinggal/perbatasan
Pembangunan/Pelebaran Jalan di Kaw. Srategis,
Perbatasan, Wil. Terluar dan Terdepan
Rp200,000,000
Rp451,160,000
Rp897,330,275,000
Rp -
Rp4,900,000
Rp22,306,138,400
Pagu Tw I 2015 Realisasi Tw I 2015
Sumber : Ditjen Perbendaharaan Negara Provinsi NTT
Beberapa program prioritas yang dicanangkan pemerintah daerah dalam rangka mengatasi permasalahan yang ada di
daerah perbatasan antara lain yang tertuang dalam Rencana Strategis Badan Pengelola Perbatasan Daerah Provinsi NTT
adalah antara lain :
a. Penataan perbatasan daerah dan Negara
b. Peningkatan manajemen Garda Batas
c. Peningkatan koordinasi pengelolaan infrastruktur perbatasan antar negara
d. Monitoring, Evaluasi dan Pelaporan terpadu
Selain itu rekomendasi terhadap potensi-potensi yang ada di daerah perbatasan antara lain :
1. Bidang Pertanahan diperlukan kebijakan penyelesaian masalah pertanahan berbasis ulayat menjadi tanah yang
memiliki keabsahan untuk diatur dengan legitimasi peraturan berdasarkan undang-undang pertanahan yang
berlaku, yang diwujudkan dalam bentuk sertifikat tanah
2. Bidang Batas Antar Negara diperlukan kebijakan yang mengakomodir aspek sosial-budaya untuk menyelesaikan
sengketa batas lahan yang berkepanjangan
3. Bidang Potensi Pertanian dan Peternakan diperlukan kebijakan affirmative action yang berkenaan dengan faktor
intervensi teknologi, dukungan modal, bibit, air, budi daya.
KETENAGAKERJAAN & KESEJAHTERAAN - BAB V 61
Kegiatan ekspor impor antara Indonesia dan Timor Leste mengalami net ekspor hingga lebih dari 2 triliun rupiah. Nilai ekspor
per tahun lebih kurang mencapai 2,5 triliun rupiah, sedangkan impor dari Timor Leste hanya sebesar 200 miliar rupiah.
Provinsi asal barang utama ekspor utama Indonesia ke Timor Leste berasal dari Jawa Timur dengan pangsa mencapai hampir
70%, disusul oleh Provinsi NTT dengan pangsa lebih dari 7% dan Provinsi Sulawesi Selatan dengan pangsa lebih dari 4%. Nilai
ekspor ke Timor Leste pada tahun 2014 mengalami penurunan yang cukup besar, demikian pula dengan capaian ekspor
hingga bulan Februari yang masih relatif rendah.
Kondisi kawasan perbatasan di Provinsi NTT yang berada di Kabupaten Belu, Kabupaten Timor Tengah Utara dan Kabupaten
Kupang belum menunjukkan gambaran yang ideal. Permasalahan mendasar yang dihadapi oleh masyarakat di kawasan
perbatasan NTT ini meliputi:
Dalam rangka mendukung pengembangan wilayah perbatasan, pada tahun 2015 pemerintah telah mengalokasikan
anggaran melalui beberapa Kementerian untuk daerah perbatasan di NTT antara lain berupa peningkatan sarana produksi
kawasan perbatasan dan partisipasi kementrian transmigrasi dalam pengembangan kawasan perbatasan. Bahkan,
kementrian pekerjaan umum dan perumahan rakyat telah mengalokasikan belanja modal untuk pembangunan jalan di
daerah perbatasandengan total anggaran mencapai hampir 900 miliar rupiah. Selain program tersebut, juga terdapat
program penguatan jaringan telekomunikasi dengan anggaran mencapai 700 miliar untuk seluruh daerah perbatasan yang
anggarannya ditangani oleh kementrian komunikasi dan informasi.
Rendahnya tingkat kesejahteraan masyarakat di kawasan perbatasan. Pada 3 kabupaten tersebut yang ditandai dengan
rendahnya penghasilan masyarakat dan terbatasnya kesempatan berusaha karena sebagian besar wilayahnya adalah
lahan kering. Rendahnya kemampuan SDM dan penguasaan teknologi yang masih rendah.
Akses transportasi masih sulit, sehingga menyulitkan mobilitas warga daerrah perbatasan.
Tidak memadainya sarana dan prasarana pendidikan, kesehatan, penerangan dan komunikasi, sehingga menyebabkan
penduduk di kawasan perbatasan menjadi terisolir. Keterbatasan akses ini berakibat pada rendahnya pendapatan
masyarakat kawasan perbatasan
Kerusakan lingkungan hidup sebagai akibat dari beralihnya fungsi hutan menjadi lahan pertanian. Pengambilan galian
tambang mangan, marmer dan galian C yang tidak memperhatikan kelestarian lingkungan, serta rendahnya kepedulian
masyarakat dalam mengelola daerah aliran sungai (DAS) di perbatasan.
Ketertiban dan keamanan perbatasan masih menunjukkan dinamika yang tinggi. Masih terdapatnya permasalahan lahan
sengketa yang terkait dengan belum tuntasnya garis batas negara, serta belum ditaatinya peraturan-peraturan lintas batas
yang menyebabkan terjadinya pelintas batas ilegal.
Pemecahan masalah di kawasan perbatasan NTT terkesan belum efektif. Karena beragamnya pelaku pembangunan baik
pemerintah, lembaga swadaya masyarakat (LSM), maupun dunia usaha yang memiliki prioritas berbeda, ego-sektoral, dan
tidak didukung dengan sistem koordinasi yang baik. Kemudian juga karena tidak memadainya kapasitas aparat di tingkat
kecamatan dan desa sebagai pelaku pembangunan utama pada garis depan perbatasan, serta terbatasnya kewenangan
pemerintah daerah dalam menangani perbatasan.
Program rencana tata ruang wilayah perbatasan sudah ada dan ditetapkan dalam perpres 179 tahun 2014 namun
pelaksanaannya masih belum optimal bahkan tertunda.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Tabel Boks 5.1. Perbandingan Kondisi Sosio Ekonomi Daerah Perbatasan dengan Timor Leste
KOMPARASI SOSIO-EKONOMI
Sumber : BPS 2014
PROVINSI NTT
KUPANG TTU
Jumlah Penduduk (Ribu)
Rata – Rata Lama Sekolah (Tahun)
Angka Harapan Hidup (tahun)
IPM
Income Per Capita (%PPP)
Inflasi (%,2014)
Sektor Utama
328.7
7.49
65.94
67.74
2128.9
240.7
6.94
69.19
68.94
1253.9
BELU
199.99
6.76
66.75
66.24
1657.2
MALAKA*
174.39
6.07
66.87
57.01
1418
TIMOR LESTE
1,172
4.4
67.5
62
9674
0.3% Pertanian, Administrasi Pemerintahan dan Perdagangan Besar & Eceran
7.76%
Perkebunan & Migas
BAB V - KETENAGAKERJAAN & KESEJAHTERAAN60
OUTLOOKPERTUMBUHAN EKONOMIDAN INFLASI DI DAERAH
BAB VI
OUTLOOKPERTUMBUHAN EKONOMIDAN INFLASI DI DAERAH
BAB VI
Peningkatan kinerja konsumsi dan investasi, serta kinerja sektor utama diperkirakan
mendorong pertumbuhan ekonomi NTT Triwulan II 2015.
6.1. PERTUMBUHAN EKONOMI
Pada triwulan II-2015, pertumbuhan ekonomi NTT diperkirakan tumbuh positif dibandingkan triwulan
sebelumnya. Berdasarkan berbagai indikator ekonomi terakhir serta hasil survei maupun liaison mengindikasikan
bahwa pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT triwulan II-2015 diperkirakan akan mengalami percepatan dan berada
pada rentang 5,3% - 5,7% (yoy) dibandingkan triwulan I-2015 yang hanya 4,6% (yoy). Sementara pertumbuhan
ekonomi secara keseluruhan pada tahun 2015 diperkirakan akan tetap berada pada rentang 5,4%-5,8% (yoy), dengan
kecenderungan berada pada batas bawah dikarenakan kondisi perekonomian global dan nasional yang juga
mengalami perlambatan.
Dari sisi sektoral, hampir semua sektor diperkirakan akan mengalami peningkatan dibandingkan Triwulan I-2015.
Sementara apabila dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya (Tw-II 2014), pertumbuhan ekonomi
diperkirakan akan mengalami percepatan. Percepatan terutama didorong oleh kinerja sektor Pertanian, Konstruksi dan
Administrasi Pemerintahan.
OUTLOOK PERTUMBUHAN EKONOMI DANINFLASI DI DAERAH
Laju perekonomian NTT pada triwulan II-2015 diperkirakan mengalami percepatan seiring
peningkatan kinerja sektor-sektor utama, seperti Pertanian, Administrasi Pemerintahan,
Perdagangan Besar dan Eceran, serta Konstruksi.
tekanan Inflasi pada triwulan mendatang diperkirakan sedikit meningkat seiring dampak
kenaikan BBM bersubsidi, mulai masuknya musim liburan sekolah dan bulan ramadhan.
Grafik 6.1 Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Nusa Tenggara Timur
Sumber : BPS dan Bank Indonesia diolah
5.03% 4.96%
5.15%
4.65%
5.50%
3.9%
5.6%
0.2%
-4.8%
4.8%4.8%
4.6%
-9.0%
3.4% 4.0%
0.3%
9.9%
5.1%
-8.6%
3.3%
4.1% 6.3%
-1.4%
-3.5%
4.7%4.4%5.3%
2.8%
-11.2%
14.0%
-12.0%
-7.0%
-2.0%
3.0%
8.0%
13.0%
18.0%
4.2%
4.4%
4.6%
4.8%
5.0%
5.2%
5.4%
5.6%
II III IV I II*2014 2015
PDRB (yoy) PDRB (qtq) Pertanian, Kehutanan & Prkn (qtq)
Administrasi Pemerintahan (qtq) Perdagangan Besar & Eceran (qtq) Konstruksi
OUTLOOK PERTUMBUHAN EKONOMI DAN INFLASI DI DAERAH - BAB VI 63
Peningkatan kinerja konsumsi dan investasi, serta kinerja sektor utama diperkirakan
mendorong pertumbuhan ekonomi NTT Triwulan II 2015.
6.1. PERTUMBUHAN EKONOMI
Pada triwulan II-2015, pertumbuhan ekonomi NTT diperkirakan tumbuh positif dibandingkan triwulan
sebelumnya. Berdasarkan berbagai indikator ekonomi terakhir serta hasil survei maupun liaison mengindikasikan
bahwa pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT triwulan II-2015 diperkirakan akan mengalami percepatan dan berada
pada rentang 5,3% - 5,7% (yoy) dibandingkan triwulan I-2015 yang hanya 4,6% (yoy). Sementara pertumbuhan
ekonomi secara keseluruhan pada tahun 2015 diperkirakan akan tetap berada pada rentang 5,4%-5,8% (yoy), dengan
kecenderungan berada pada batas bawah dikarenakan kondisi perekonomian global dan nasional yang juga
mengalami perlambatan.
Dari sisi sektoral, hampir semua sektor diperkirakan akan mengalami peningkatan dibandingkan Triwulan I-2015.
Sementara apabila dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya (Tw-II 2014), pertumbuhan ekonomi
diperkirakan akan mengalami percepatan. Percepatan terutama didorong oleh kinerja sektor Pertanian, Konstruksi dan
Administrasi Pemerintahan.
OUTLOOK PERTUMBUHAN EKONOMI DANINFLASI DI DAERAH
Laju perekonomian NTT pada triwulan II-2015 diperkirakan mengalami percepatan seiring
peningkatan kinerja sektor-sektor utama, seperti Pertanian, Administrasi Pemerintahan,
Perdagangan Besar dan Eceran, serta Konstruksi.
tekanan Inflasi pada triwulan mendatang diperkirakan sedikit meningkat seiring dampak
kenaikan BBM bersubsidi, mulai masuknya musim liburan sekolah dan bulan ramadhan.
Grafik 6.1 Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Nusa Tenggara Timur
Sumber : BPS dan Bank Indonesia diolah
5.03% 4.96%
5.15%
4.65%
5.50%
3.9%
5.6%
0.2%
-4.8%
4.8%4.8%
4.6%
-9.0%
3.4% 4.0%
0.3%
9.9%
5.1%
-8.6%
3.3%
4.1% 6.3%
-1.4%
-3.5%
4.7%4.4%5.3%
2.8%
-11.2%
14.0%
-12.0%
-7.0%
-2.0%
3.0%
8.0%
13.0%
18.0%
4.2%
4.4%
4.6%
4.8%
5.0%
5.2%
5.4%
5.6%
II III IV I II*2014 2015
PDRB (yoy) PDRB (qtq) Pertanian, Kehutanan & Prkn (qtq)
Administrasi Pemerintahan (qtq) Perdagangan Besar & Eceran (qtq) Konstruksi
OUTLOOK PERTUMBUHAN EKONOMI DAN INFLASI DI DAERAH - BAB VI 63
Sektor Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan Sepeda Motor juga diperkirakan akan sedikit
mengalami peningkatan. Peningkatan diperkirakan didorong oleh peningkatan pendapatan masyarakat seiring
tibanya musim panen. Selain itu, mulai masuknya libur sekolah pada bulan Juni diperkirakan akan mendorong
peningkatan belanja masyarakat.
Sektor Konstruksi diperkirakan akan meningkat seiring dimulainya kegiatan proyek pemerintah dan
swasta. Meningkatnya sektor konstruksi juga didukung dengan adanya program pembangunan 1000 rumah oleh Real
Estate Indonesia (REI) DPD Provinsi NTT. Selain itu, terdapat beberapa proyek pemerintah dan swasta yang akan berjalan
di triwulan II, diantaranya pembangunan jalan, sarana irigasi, dan sarana perhubungan lainnya. Peningkatan sektor
konstruksi juga terindikasi dari peningkatan Indeks Harga Jual sektor bangunan dalam SKDU. Peningkatan ini
menunjukkan adanya optimisme pelaku usaha akan meingkatnya permintaan pada triwulan-II, selain itu, indeks tenaga
kerja sektor bangunan juga mengalami peningkatan.
6.1.2 Sisi PenggunaanDari sisi penggunaan, peningkatan kinerja konsumsi rumah tangga tercermin dari peningkatan angka
Indeks Tendensi Konsumen (ITK) dan hasil Survei Konsumen (SK). Peningkatan konsumsi diperkirakan terjadi
akibat adanya peningkatan konsumsi masyarakat seiring peningkatan pendapatan paska panen. Selain itu, konsumsi
pemerintah juga diperkirakan akan naik seiring peningkatan realisasi belanja pada triwulan II.
Perkembangan kinerja komponen investasi diperkirakan akan mengalami peningkatan. Peningkatan dapat
terindikasi dari meningkatnya pertumbuhan RTGS menuju NTT pada Triwulan I yang mencapai 244%. Peningkatan
tersebut menunjukkan adanya aliran dana yang masuk provinsi NTT pada triwulan I yang diperkirakan akan digunakan
sebagai biaya untuk kegiatan investasi pada triwulan berikutnya. Investasi pemerintah juga diperkirakan akan naik
seiring proyek-proyek baru yang digagas pemerintah pusat, seperti pembangunan jalan, pembangunan embung dan
pengembangan bandara.
Kinerja ekspor antar daerah dan luar negeri NTT pada triwulan II 2015 diperkirakan akan meningkat.
Peningkatan pengiriman ternak dan peningkatan tangkapan ikan diperkirakan menjadi salah satu pendorong
peningkatan kinerja ekspor. Adanya potensi peningkatan konsumsi juga berpotensi mendorong kenaikan impor antar
daerah, dikarenakan oleh ketergantungan impor yang masih tinggi.
Sumber : BPS Provinsi Nusa Tenggara Timur
Grafik 6.4 Perkembangan Indeks Tendensi Konsumen
Sumber : SKDU (diolah)
Grafik 6.5 Perkembangan Ekspektasi Konsumen
Indeks Ekspektasi Konsumen Ekspektasi Penghasilan 6 bulan yad Kondisi Ekonomi 6 bulan yadITK Rencana Pembelian Barang Tahan Lama Pendapatan RT
103.9
105.7
107.1
110.1
101.5
106.4
108.2107.5
100.5
102.7103.7
106.2
93.5
111.5
98
100
102
104
106
108
110
112
114
116
118
80
85
90
95
100
105
110
115
I II III IV I II III IV I II III IV I II*
2012 2013 2014 2015
149.2
146.5
143.2
145.2
156.2
153.3
147.2
149.5150.4149.2
143.9
149.2
135
140
145
150
155
160
II III IV I
2014 2015
OUTLOOK PERTUMBUHAN EKONOMI DAN INFLASI DI DAERAH - BAB VI 65
Dari sisi penggunaan, konsumsi diperkirakan akan meningkat seiring peningkatan pendapatan masyarakat paska
panen. Struktur perekonomian Provinsi NTT yang mayoritas pertanian turut mendukung terjadinya peningkatan. Selain
itu, konsumsi pemerintah diperkirakan akan meningkat seiring peningkatan realisasi belanja. Sementara kinerja
investasi diperkirakan meningkat seiring pembangunan proyek-proyek pemerintah dan swasta yang sudah dimulai
pada triwulan-II. Kinerja net ekspor luar negeri yang meningkat akan diikuti peningkatan impor antar daerah
dikarenakan oleh masih tingginya ketergantungan kebutuhan barang-barang dari daerah lain.
6.1.1 Sisi SektoralDi sisi sektoral, kinerja sektor pertanian diperkirakan akan meningkat seiring masuknya musim panen di
beberapa sentra-sentra produksi tani. Kinerja sektor pertanian terutama tanaman bahan makanan akan mengalami
peningkatan pada Triwulan II-2015. Peningkatan terutama terjadi akibat mundurnya musim panen hingga bulan April
dan Mei, kondisi kekeringan yang lebih lama di tahun 2014 turut menjadi penyebab mundurnya musim panen. Kondisi
peningkatan juga diharapkan dapat didorong melalui program-program pertanian yang digagas pemerintah. Pada
tahun 2015, pemerintah provinsi NTT mendapatkan tambahan alokasi anggaran untuk peningkatan produksi
komoditas padi, jagung dan kedelai sebesar ±Rp 319 miliar dari Pemerintah Pusat. Anggaran tersebut akan digunakan
bagi perbaikan irigasi dan saluran tersier, pembangunan embung-embung, serta bantuan sarana dan prasarana
pertanian. Salah satu program yang digagas pemerintah pada tahun 2015 ini adalah program ‘’Desa Mandiri Benih’’ di
beberapa tempat. Peningkatan juga diperkirakan akan terjadi pada komoditas perikanan seiring mulai membaiknya
cuaca pada triwulan II.
Dari hasil SKDU Bank Indonesia terlihat adanya peningkatan indeks untuk ekspektasi kegiatan usaha masyarakat pada
triwulan II-2015. Dari sisi sektoral, indeks perkembangan dunia usaha sektor pertanian diperkirakan mengalami
peningkatan, sementara indeks harga jual diperkirakan mulai turun seiring meningkatnya pasokan komoditas pertanian
pada triwulan-II.
Sektor Administrasi Pemerintah, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib diperkirakan meningkat seiring
peningkatan realisasi belanja. Peningkatan diperkirakan akan terjadi pada triwulan II seiring selesainya
permasalahan numenklatur. Selain itu, mulai dilakukannya pembayaran uang muka proyek yang telah melewati masa
lelang pada triwulan-I diperkirakan mendorong peningkatan PDRB sektor Administrasi Pemerintahan.
-5
0
5
10
15
20
25
0
10
20
30
40 Indeks
Total PertanianPertambangan Industri PengolahanListrik, Gas dan Air Bersih BangunanPerdagangan, Hotel dan Restoran Pengangkutan dan Komunikasi
Jasa Jasa
Sumber: SKDU-Bank Indonesia diolah
Grafik 6.2. Perkembangan Kegiatan Usaha
-18.48-10
0
10
20
30
-40
-20
0
20
40
60
I II III IV I II III IV I II*2013 2014 2015
Indeks
Total PertanianPertambangan Industri PengolahanListrik, Gas dan Air Bersih BangunanPerdagangan, Hotel dan Restoran Pengangkutan dan Komunikasi
Jasa Jasa
Sumber: SKDU-Bank Indonesia diolah
Grafik 6.3. Perkembangan Harga Jual
I II III IV I II III IV I II*2013 2014 2015
BAB VI - OUTLOOK PERTUMBUHAN EKONOMI DAN INFLASI DI DAERAH64
-10.49
10.75
29.92 30.07
18.48
49.25
40.75
51.65
5.20
44.57
2.99
4.15
18.56
9.02
18.00
12.08
27.11
36.42
27.65
11.31
Sektor Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan Sepeda Motor juga diperkirakan akan sedikit
mengalami peningkatan. Peningkatan diperkirakan didorong oleh peningkatan pendapatan masyarakat seiring
tibanya musim panen. Selain itu, mulai masuknya libur sekolah pada bulan Juni diperkirakan akan mendorong
peningkatan belanja masyarakat.
Sektor Konstruksi diperkirakan akan meningkat seiring dimulainya kegiatan proyek pemerintah dan
swasta. Meningkatnya sektor konstruksi juga didukung dengan adanya program pembangunan 1000 rumah oleh Real
Estate Indonesia (REI) DPD Provinsi NTT. Selain itu, terdapat beberapa proyek pemerintah dan swasta yang akan berjalan
di triwulan II, diantaranya pembangunan jalan, sarana irigasi, dan sarana perhubungan lainnya. Peningkatan sektor
konstruksi juga terindikasi dari peningkatan Indeks Harga Jual sektor bangunan dalam SKDU. Peningkatan ini
menunjukkan adanya optimisme pelaku usaha akan meingkatnya permintaan pada triwulan-II, selain itu, indeks tenaga
kerja sektor bangunan juga mengalami peningkatan.
6.1.2 Sisi PenggunaanDari sisi penggunaan, peningkatan kinerja konsumsi rumah tangga tercermin dari peningkatan angka
Indeks Tendensi Konsumen (ITK) dan hasil Survei Konsumen (SK). Peningkatan konsumsi diperkirakan terjadi
akibat adanya peningkatan konsumsi masyarakat seiring peningkatan pendapatan paska panen. Selain itu, konsumsi
pemerintah juga diperkirakan akan naik seiring peningkatan realisasi belanja pada triwulan II.
Perkembangan kinerja komponen investasi diperkirakan akan mengalami peningkatan. Peningkatan dapat
terindikasi dari meningkatnya pertumbuhan RTGS menuju NTT pada Triwulan I yang mencapai 244%. Peningkatan
tersebut menunjukkan adanya aliran dana yang masuk provinsi NTT pada triwulan I yang diperkirakan akan digunakan
sebagai biaya untuk kegiatan investasi pada triwulan berikutnya. Investasi pemerintah juga diperkirakan akan naik
seiring proyek-proyek baru yang digagas pemerintah pusat, seperti pembangunan jalan, pembangunan embung dan
pengembangan bandara.
Kinerja ekspor antar daerah dan luar negeri NTT pada triwulan II 2015 diperkirakan akan meningkat.
Peningkatan pengiriman ternak dan peningkatan tangkapan ikan diperkirakan menjadi salah satu pendorong
peningkatan kinerja ekspor. Adanya potensi peningkatan konsumsi juga berpotensi mendorong kenaikan impor antar
daerah, dikarenakan oleh ketergantungan impor yang masih tinggi.
Sumber : BPS Provinsi Nusa Tenggara Timur
Grafik 6.4 Perkembangan Indeks Tendensi Konsumen
Sumber : SKDU (diolah)
Grafik 6.5 Perkembangan Ekspektasi Konsumen
Indeks Ekspektasi Konsumen Ekspektasi Penghasilan 6 bulan yad Kondisi Ekonomi 6 bulan yadITK Rencana Pembelian Barang Tahan Lama Pendapatan RT
103.9
105.7
107.1
110.1
101.5
106.4
108.2107.5
100.5
102.7103.7
106.2
93.5
111.5
98
100
102
104
106
108
110
112
114
116
118
80
85
90
95
100
105
110
115
I II III IV I II III IV I II III IV I II*
2012 2013 2014 2015
149.2
146.5
143.2
145.2
156.2
153.3
147.2
149.5150.4149.2
143.9
149.2
135
140
145
150
155
160
II III IV I
2014 2015
OUTLOOK PERTUMBUHAN EKONOMI DAN INFLASI DI DAERAH - BAB VI 65
Dari sisi penggunaan, konsumsi diperkirakan akan meningkat seiring peningkatan pendapatan masyarakat paska
panen. Struktur perekonomian Provinsi NTT yang mayoritas pertanian turut mendukung terjadinya peningkatan. Selain
itu, konsumsi pemerintah diperkirakan akan meningkat seiring peningkatan realisasi belanja. Sementara kinerja
investasi diperkirakan meningkat seiring pembangunan proyek-proyek pemerintah dan swasta yang sudah dimulai
pada triwulan-II. Kinerja net ekspor luar negeri yang meningkat akan diikuti peningkatan impor antar daerah
dikarenakan oleh masih tingginya ketergantungan kebutuhan barang-barang dari daerah lain.
6.1.1 Sisi SektoralDi sisi sektoral, kinerja sektor pertanian diperkirakan akan meningkat seiring masuknya musim panen di
beberapa sentra-sentra produksi tani. Kinerja sektor pertanian terutama tanaman bahan makanan akan mengalami
peningkatan pada Triwulan II-2015. Peningkatan terutama terjadi akibat mundurnya musim panen hingga bulan April
dan Mei, kondisi kekeringan yang lebih lama di tahun 2014 turut menjadi penyebab mundurnya musim panen. Kondisi
peningkatan juga diharapkan dapat didorong melalui program-program pertanian yang digagas pemerintah. Pada
tahun 2015, pemerintah provinsi NTT mendapatkan tambahan alokasi anggaran untuk peningkatan produksi
komoditas padi, jagung dan kedelai sebesar ±Rp 319 miliar dari Pemerintah Pusat. Anggaran tersebut akan digunakan
bagi perbaikan irigasi dan saluran tersier, pembangunan embung-embung, serta bantuan sarana dan prasarana
pertanian. Salah satu program yang digagas pemerintah pada tahun 2015 ini adalah program ‘’Desa Mandiri Benih’’ di
beberapa tempat. Peningkatan juga diperkirakan akan terjadi pada komoditas perikanan seiring mulai membaiknya
cuaca pada triwulan II.
Dari hasil SKDU Bank Indonesia terlihat adanya peningkatan indeks untuk ekspektasi kegiatan usaha masyarakat pada
triwulan II-2015. Dari sisi sektoral, indeks perkembangan dunia usaha sektor pertanian diperkirakan mengalami
peningkatan, sementara indeks harga jual diperkirakan mulai turun seiring meningkatnya pasokan komoditas pertanian
pada triwulan-II.
Sektor Administrasi Pemerintah, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib diperkirakan meningkat seiring
peningkatan realisasi belanja. Peningkatan diperkirakan akan terjadi pada triwulan II seiring selesainya
permasalahan numenklatur. Selain itu, mulai dilakukannya pembayaran uang muka proyek yang telah melewati masa
lelang pada triwulan-I diperkirakan mendorong peningkatan PDRB sektor Administrasi Pemerintahan.
-5
0
5
10
15
20
25
0
10
20
30
40 Indeks
Total PertanianPertambangan Industri PengolahanListrik, Gas dan Air Bersih BangunanPerdagangan, Hotel dan Restoran Pengangkutan dan Komunikasi
Jasa Jasa
Sumber: SKDU-Bank Indonesia diolah
Grafik 6.2. Perkembangan Kegiatan Usaha
-18.48-10
0
10
20
30
-40
-20
0
20
40
60
I II III IV I II III IV I II*2013 2014 2015
Indeks
Total PertanianPertambangan Industri PengolahanListrik, Gas dan Air Bersih BangunanPerdagangan, Hotel dan Restoran Pengangkutan dan Komunikasi
Jasa Jasa
Sumber: SKDU-Bank Indonesia diolah
Grafik 6.3. Perkembangan Harga Jual
I II III IV I II III IV I II*2013 2014 2015
BAB VI - OUTLOOK PERTUMBUHAN EKONOMI DAN INFLASI DI DAERAH64
-10.49
10.75
29.92 30.07
18.48
49.25
40.75
51.65
5.20
44.57
2.99
4.15
18.56
9.02
18.00
12.08
27.11
36.42
27.65
11.31
Ketersediaan listrik menjadi prasyarat mutlak dalam mendukung pertumbuhan ekonomi daerah. Kegiatan investasi akan
dapat berjalan apabila pemenuhan kebutuhan listrik mencukupi. Rasio elektrifikasi Provinsi NTT saat ini masih sebesar 56,5%,
yang berarti dari total rumah tangga yang ada di Provinsi NTT, baru lebih kurang separuh rumah tangga yang bisa
mendapatkan sambungan listrik. Usaha PT PLN dalam meningkatkan ketersambungan jaringan sebenarnya sudah cukup
besar. Hal ini tampak dari tingginya pertumbuhan jaringan listrik pada tahun 2010 -2012 dengan pertumbuhan lebih dari
37% per tahun. Pada tahun 2013 – 2014, pertumbuhan pemasangan jaringan mengalami pelambatan lebih dikarenakan
kondisi geografis rumah penduduk yang relatif terpencar, sehingga cukup menyulitkan pemasangan jaringan, serta biaya
pemasangan juga relatif meningkat. Dari sisi penjualan listrik, pada tahun 2014, penjualan listrik sangat sedikit mengalami
pertumbuhan.
Apabila dilihat dari sebaran sistem kelistrikan di Provinsi NTT, memang saat ini terdapat beberapa daerah dengan cadangan
daya yang relatif minim, sebagai contoh sistem larantuka yang saat ini hanya memiliki cadangan listrik sebesar 0,17MW, atau
hanya bisa untuk melistriki 400 rumah tangga dengan asumsi daya listrik yang dipasang hanya sebesar 450 watt. Cadangan
daya terbesar yang dimiliki dari total 16 sistem kelistrikan adalah berasal dari sistem Kupang dengan cadangan sebesar 12,7
MW.
Dalam pembangunan jaringan kelistrikan, PT PLN sudah membuat proyeksi kebutuhan listrik dalam jangka panjang. Hal ini
dilakukan untuk memproyeksi kebutuhan listrik, agar tidak terjadi defisit listrik. Proyeksi didasarkan pada kondisi
pertumbuhan normal berdasarkan asumsi pertumbuhan penduduk, pertumbuhan ekonomi, target elektrifikasi, maupun
dengan pertimbangan data historis. Namun demikian, dengan adanya penambahan pusat perbelanjaan dan hotel baru yang
berdiri, maka kebutuhan listrik otomatis mengalami lonjakan permintaan yang cukup besar. Total permintaan pemasangan
listrik baru yang sudah terdata sudah mencapai lebih dari 40 MW, belum termasuk rencana investasi besar yang saat ini
sedang digalakkan. Sebagai contoh, rencana pembangunan semen kupang 3 dengan kapasitas 1 juta ton, pembangunan
smelter mangan, peningkatan kapasitas kepelabuhan, investasi kepariwisataan di tujuan wisata utama di Labuan Bajo,
Sumba, Ende, Maumere maupun Alor, investasi garam, perikanan, maupun wacana industrialisasi di Provinsi NTT.
Pembangunan dipastikan akan terhambat apabila ketersediaan listrik kurang mencukupi.
Kondisi Kelistrikan, Permasalahan dan Usulan Solusi Penyediaan Energi Listrik di Provinsi NTT
Gambar Box 6.1. Kondisi Kelistrikan PLN Wilayah NTT Desember 2014
OUTLOOK PERTUMBUHAN EKONOMI DAN INFLASI DI DAERAH - BAB VI 67
Pada triwulan II - 2015, inflasi diperkirakan meningkat dibandingkan triwulan I-2015. Berdasarkan
perkembangan harga terkini, inflasi NTT di triwulan II 2015 diperkirakan berada pada kisaran sebesar 5,5% - 5,9%
(yoy). Adapun peningkatan inflasi diperkirakan bersumber dari dampak kebijakan pemerintah untuk menaikkan BBM
bersubsidi di akhir maret, meningkatnya konsumsi masyarakat seiring kenaikan pendapatan, liburan sekolah, serta
tibanya bulan ramadhan. Di sisi lain, rendahnya harga beberapa komoditas pada triwulan-I diperkirakan turut
mendorong peningkatan harga pada triwulan-II. Angka inflasi Provinsi NTT hingga akhir tahun 2015, diperkirakan
masih akan berada pada rentang 4,16%±1% (yoy).
Komoditas administered prices dan core diperkirakan akan turut mendorong laju inflasi NTT triwulan II-
2015. Secara spasial, berdasarkan data historis selama 4 tahun terakhir (2011-2014), tingginya inflasi Kota Kupang
terutama berasal dari komoditas transportasi dan sandang. Sementara Kota Maumere, inflasi terbesar berasal dari
kelompok pendidikan dan makanan jadi.
Mulai masuknya musim panen dan cuaca yang mulai membaik diperkirakan akan mengurangi tekanan
inflasi Volatile Food. Secara historis, inflasi komoditas volatile food pada triwulan II mengalami penurunan.
Penurunan terutama didorong oleh lancarnya pasokan bahan pangan terutama beras yang mulai memasuki musim
panen, selain itu pasokan ikan yang meningkat juga dapat membuat tekanan inflasi tidak terlalu tinggi. Namun,
rendahnya harga beberapa komoditas ikan segar pada triwulan I 2015 patut diwaspadai berpotensi meningkatkan
harga. Selain itu, peningkatan kebutuhan bahan pangan masyarakat menjelang lebaran juga menjadi potensi tersendiri
bagi tekanan inflasi. Secara historis, inflasi kelompok volatile foods pada triwulan II terutama terjadi pada komoditas
kacang-kacangan dan buah-buahan.
Inflasi administered prices diperkirakan akan meningkat seiring musim liburan sekolah. Peningkatan inflasi
diperkirakan didorong oleh kenaikan tarif angkutan udara sebagai dampak masuknya musim liburan sekolah. selain itu,
inflasi juga diperkirakan akan terdorong pula oleh kenaikan harga BBM bersubsidi pada akhir bulan Maret 2015.
Berdasarkan hasil survei konsumen, ekspektasi harga diperkirakan meningkat. Indeks Perkembangan harga 3
Bulan yang akan datang menunjukkan peningkatan indeks dari 181 menjadi 188,5, sementara indeks perkembangan
harga 6 bulan juga menunjukkan peningkatan dari 182,5 menjadi 186. peningkatan tersebut menunjukkan adanya
kenaikan ekspektasi harga pada masyarakat untuk 3 dan 6 bulan ke depan.
6.2. INFLASI
3%
4%
5%
6%
7%
8%
9%
Sumber : BPS dan Proyeksi BI
Grafik 6.6. Perkembangan inflasi tahunan (yoy)
Inflasi NTT (%-yoy)
Sumber : SK diolah
Grafik 6.7. Perkembangan Ekspektasi Harga Konsumen
I II III IV I II III IV I*2013 2014 2015 Ekspektasi konsumen terhadap harga 3 bulan yang akan datang
Ekspektasi konsumen terhadap harga 6 bulan yang akan datang
194.5
182.0181.0
188.5
197.5
184.5
182.5
186.0
170
175
180
185
190
195
200
II III IV I
2014 2015II*
BAB VI - OUTLOOK PERTUMBUHAN EKONOMI DAN INFLASI DI DAERAH66
7.11%
5.26%
8.29%
8.41%
7.78%
8.10%
4.13%
7.76%
5.39%
5.60%
Ketersediaan listrik menjadi prasyarat mutlak dalam mendukung pertumbuhan ekonomi daerah. Kegiatan investasi akan
dapat berjalan apabila pemenuhan kebutuhan listrik mencukupi. Rasio elektrifikasi Provinsi NTT saat ini masih sebesar 56,5%,
yang berarti dari total rumah tangga yang ada di Provinsi NTT, baru lebih kurang separuh rumah tangga yang bisa
mendapatkan sambungan listrik. Usaha PT PLN dalam meningkatkan ketersambungan jaringan sebenarnya sudah cukup
besar. Hal ini tampak dari tingginya pertumbuhan jaringan listrik pada tahun 2010 -2012 dengan pertumbuhan lebih dari
37% per tahun. Pada tahun 2013 – 2014, pertumbuhan pemasangan jaringan mengalami pelambatan lebih dikarenakan
kondisi geografis rumah penduduk yang relatif terpencar, sehingga cukup menyulitkan pemasangan jaringan, serta biaya
pemasangan juga relatif meningkat. Dari sisi penjualan listrik, pada tahun 2014, penjualan listrik sangat sedikit mengalami
pertumbuhan.
Apabila dilihat dari sebaran sistem kelistrikan di Provinsi NTT, memang saat ini terdapat beberapa daerah dengan cadangan
daya yang relatif minim, sebagai contoh sistem larantuka yang saat ini hanya memiliki cadangan listrik sebesar 0,17MW, atau
hanya bisa untuk melistriki 400 rumah tangga dengan asumsi daya listrik yang dipasang hanya sebesar 450 watt. Cadangan
daya terbesar yang dimiliki dari total 16 sistem kelistrikan adalah berasal dari sistem Kupang dengan cadangan sebesar 12,7
MW.
Dalam pembangunan jaringan kelistrikan, PT PLN sudah membuat proyeksi kebutuhan listrik dalam jangka panjang. Hal ini
dilakukan untuk memproyeksi kebutuhan listrik, agar tidak terjadi defisit listrik. Proyeksi didasarkan pada kondisi
pertumbuhan normal berdasarkan asumsi pertumbuhan penduduk, pertumbuhan ekonomi, target elektrifikasi, maupun
dengan pertimbangan data historis. Namun demikian, dengan adanya penambahan pusat perbelanjaan dan hotel baru yang
berdiri, maka kebutuhan listrik otomatis mengalami lonjakan permintaan yang cukup besar. Total permintaan pemasangan
listrik baru yang sudah terdata sudah mencapai lebih dari 40 MW, belum termasuk rencana investasi besar yang saat ini
sedang digalakkan. Sebagai contoh, rencana pembangunan semen kupang 3 dengan kapasitas 1 juta ton, pembangunan
smelter mangan, peningkatan kapasitas kepelabuhan, investasi kepariwisataan di tujuan wisata utama di Labuan Bajo,
Sumba, Ende, Maumere maupun Alor, investasi garam, perikanan, maupun wacana industrialisasi di Provinsi NTT.
Pembangunan dipastikan akan terhambat apabila ketersediaan listrik kurang mencukupi.
Kondisi Kelistrikan, Permasalahan dan Usulan Solusi Penyediaan Energi Listrik di Provinsi NTT
Gambar Box 6.1. Kondisi Kelistrikan PLN Wilayah NTT Desember 2014
OUTLOOK PERTUMBUHAN EKONOMI DAN INFLASI DI DAERAH - BAB VI 67
Pada triwulan II - 2015, inflasi diperkirakan meningkat dibandingkan triwulan I-2015. Berdasarkan
perkembangan harga terkini, inflasi NTT di triwulan II 2015 diperkirakan berada pada kisaran sebesar 5,5% - 5,9%
(yoy). Adapun peningkatan inflasi diperkirakan bersumber dari dampak kebijakan pemerintah untuk menaikkan BBM
bersubsidi di akhir maret, meningkatnya konsumsi masyarakat seiring kenaikan pendapatan, liburan sekolah, serta
tibanya bulan ramadhan. Di sisi lain, rendahnya harga beberapa komoditas pada triwulan-I diperkirakan turut
mendorong peningkatan harga pada triwulan-II. Angka inflasi Provinsi NTT hingga akhir tahun 2015, diperkirakan
masih akan berada pada rentang 4,16%±1% (yoy).
Komoditas administered prices dan core diperkirakan akan turut mendorong laju inflasi NTT triwulan II-
2015. Secara spasial, berdasarkan data historis selama 4 tahun terakhir (2011-2014), tingginya inflasi Kota Kupang
terutama berasal dari komoditas transportasi dan sandang. Sementara Kota Maumere, inflasi terbesar berasal dari
kelompok pendidikan dan makanan jadi.
Mulai masuknya musim panen dan cuaca yang mulai membaik diperkirakan akan mengurangi tekanan
inflasi Volatile Food. Secara historis, inflasi komoditas volatile food pada triwulan II mengalami penurunan.
Penurunan terutama didorong oleh lancarnya pasokan bahan pangan terutama beras yang mulai memasuki musim
panen, selain itu pasokan ikan yang meningkat juga dapat membuat tekanan inflasi tidak terlalu tinggi. Namun,
rendahnya harga beberapa komoditas ikan segar pada triwulan I 2015 patut diwaspadai berpotensi meningkatkan
harga. Selain itu, peningkatan kebutuhan bahan pangan masyarakat menjelang lebaran juga menjadi potensi tersendiri
bagi tekanan inflasi. Secara historis, inflasi kelompok volatile foods pada triwulan II terutama terjadi pada komoditas
kacang-kacangan dan buah-buahan.
Inflasi administered prices diperkirakan akan meningkat seiring musim liburan sekolah. Peningkatan inflasi
diperkirakan didorong oleh kenaikan tarif angkutan udara sebagai dampak masuknya musim liburan sekolah. selain itu,
inflasi juga diperkirakan akan terdorong pula oleh kenaikan harga BBM bersubsidi pada akhir bulan Maret 2015.
Berdasarkan hasil survei konsumen, ekspektasi harga diperkirakan meningkat. Indeks Perkembangan harga 3
Bulan yang akan datang menunjukkan peningkatan indeks dari 181 menjadi 188,5, sementara indeks perkembangan
harga 6 bulan juga menunjukkan peningkatan dari 182,5 menjadi 186. peningkatan tersebut menunjukkan adanya
kenaikan ekspektasi harga pada masyarakat untuk 3 dan 6 bulan ke depan.
6.2. INFLASI
3%
4%
5%
6%
7%
8%
9%
Sumber : BPS dan Proyeksi BI
Grafik 6.6. Perkembangan inflasi tahunan (yoy)
Inflasi NTT (%-yoy)
Sumber : SK diolah
Grafik 6.7. Perkembangan Ekspektasi Harga Konsumen
I II III IV I II III IV I*2013 2014 2015 Ekspektasi konsumen terhadap harga 3 bulan yang akan datang
Ekspektasi konsumen terhadap harga 6 bulan yang akan datang
194.5
182.0181.0
188.5
197.5
184.5
182.5
186.0
170
175
180
185
190
195
200
II III IV I
2014 2015II*
BAB VI - OUTLOOK PERTUMBUHAN EKONOMI DAN INFLASI DI DAERAH66
7.11%
5.26%
8.29%
8.41%
7.78%
8.10%
4.13%
7.76%
5.39%
5.60%
Dengan kondisi tersebut, pemerintah melalui unit induk pembangkit (UIP) 11 telah membuat masterplan
peningkatan kapasitas daya dan jaringan hingga tahun 2024. Sebagai contoh, pembangunan pembangkit di
area Timor hingga tahun 2024 akan dibangun pembangkit dengan total daya mencapai 222 MW, belum
termasuk wacana pembangunan pembangkit dari energi terbarukan seperti PLTA. IUP juga berencana
membangun gardu induk untuk tegangan tinggi mencapai 70 KV, agar kehilangan daya sepanjang jaringan
dapat diminimalisir. Proses pembangunan jaringan tegangan tinggi tidak hanya dilakukan di Pulau Timor namun
juga akan dibangun di Pulau Flores beserta dengan penambahan daya. Kebutuhan listrik di Pulau Sumba di tahun
2017 diperkirakan juga dapat dipenuhi dari 100% pembangkit listrik terbarukan.
Namun demikian, hal yang kurang diprediksi adalah akselerasi permintaan listrik untuk kegiatan bisnis dan
industri. Dengan semakin banyaknya pembangunan hotel, dan penambahan pusat perbelanjaan, serta
pembangunan rumah sakit, pelabuhan, serta rencana pembangunan industri smelter, semen, perikanan dan
garam, maka kebutuhan listrik pasti akan mengalami kenaikan cukup besar. PT Pelindo bahkan sempat menahan
pengiriman rencana investasi penambahan container crane yang berfungsi untuk meningkatkan kapasitas
bongkar muat dikarenakan adanya kekurangan daya, sehingga harus menunggu proses pemenuhan daya.
Belum lagi pembangunan PLTU Bolok 1 dan 2 yang sudah dibangun ternyata masih mengalami beberapa
masalah sehingga hingga saat ini belum dapat dilakukan operasional secara normal.
Dengan kondisi tersebut di atas, maka percepatan peningkatan kapasitas pembangkit mutlak perlu segera
dilakukan. Pembangunan tidak akan dapat berjalan apabila terdapat kekurangan listrik sebagai sumber energi
utama. PT PLN beserta pemerintah sudah membuat langkah antisipasi untuk mengatasi kekurangan daya
dengan menambah PLTD, sembari menyelesaikan pembangunan PLTU dan PLTMG. Namun demikian,
penambahan mesin diesel dirasa bukan solusi permanen dikarenakan mahalnya biaya produksi listrik yang
mencapai lebih dari Rp 4.000/kwh, dibandingkan produksi listrik menggunakan PLTU yang biaya produksi per
kwh kurang dari Rp 1.000,-. Pemerintah dalam hal ini memang harus lebih aktif dalam meminta percepatan
pembangunan PLTU, PLTMG maupun pembangkit dari energi terbarukan lainnya kepada pemerintah pusat.
Percepatan pembangunan tersebut, selain dapat mengatasi defisit listrik yang terjadi, juga dapat membantu PLN
dan Negara dalam mengurangi beban subsidi listrik di Provinsi NTT yang saat ini menghabiskan biaya lebih dari 3
triliun rupiah untuk pengadaan energi untuk PLTD dan pembangkit lain yang ada. Semakin cepat peralihan
sumber energi pembangkit, maka total subsidi energi pembangkit juga dapat semakin cepat berkurang yang
dapat semakin meningkatkan daya saing Provinsi NTT dari sisi ketersediaan energi serta mengurangi impor BBM
karena borosnya penggunaan pembangkit berbahan bakar solar.
-
10.0
20.0
30.0
40.0
50.0
60.0
70.0
100
150
200
250
300
350
2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021 2022
Proyeksi Beban Puncak Rencana Penambahan Daya (timor)Penambahan Beban Puncak
Grafik Box 6.1. Rencana Beban Puncak di Provinsi NTTdan Penambahan Daya Area Pulau Timor
Gambar Box 6.2. Road Map Saluran Udara dan Tegangan Tinggi serta Penambahan Daya pada Sistem Timor
BAB VI - OUTLOOK PERTUMBUHAN EKONOMI DAN INFLASI DI DAERAH68
Top Related