KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SULAWESI … · DAFTAR GRAFIK ~ vii ... BOKS IV KENAIKAN HARGA...

94
KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SULAWESI SELATAN TRIWULAN-I 2011

Transcript of KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SULAWESI … · DAFTAR GRAFIK ~ vii ... BOKS IV KENAIKAN HARGA...

KAJIAN EKONOMI REGIONALPROVINSI SULAWESI SELATAN

TRIWULAN-I2011

Halam ini sengaja dikosongkanThis page is intentionally blank

Kata PengantarSebagaimana diketahui dengan diberlakukannya UU No. 23 Tahun 1999 tentang

tujuan Bank Indonesia sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia No. 3 Tahun 2004, tujuan Bank Indonesia adalah mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Lebih lanjut, tugas-tugas pokoknya adalah menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter, mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran, serta mengatur dan mengawasi bank.

Sejalan dengan Undang-Undang tersebut, Kantor Bank Indonesia (KBI) di daerah dalam era otonomi mempunyai peranan yang strategis, selain sebagai economic intelligencedan research unit di wilayah kerjanya. Dalam kaitan dengan peran tersebut, KBI bertugas untuk melakukan pengumpulan data dan informasi (antara lain melalui survei), dan melakukan pengkajian serta penelitian mengenai perkembangan ekonomi daerah secara terkini dan berkala.

Sejak tahun 2002 KBI Makassar telah melakukan Kajian terhadap Perkembangan Ekonomi Daerah secara triwulanan atau disingkat menjadi KER dengan cakupan daerah Sulawesi Selatan. Sejak ditetapkannya secara resmi pemisahan antara Provinsi Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat, maka sejak tahun 2007 ini materi kajian untuk masing-masing provinsi (Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat) akan dipisahkan dan disampaikan dalam buku laporan yang terpisah. Adapun cakupan kajian (KER) tersebut adalah pada aspek makroekonomi, inflasi, moneter-perbankan-sistem pembayaran, keuangan daerah dan prospek ekonomi. Dalam perkembangannya, cakupan ini akan kami kembangkan terus sejalan dengan ketersediaan data ekonomi daerah yang kami peroleh.

Selanjutnya, informasi dan hasil kajian/riset tersebut akan disampaikan ke Kantor Pusat Bank Indonesia, sebagai masukan dalam formulasi kebijakan moneter. Disamping itu, hasil kajian tersebut diharapkan dapat bermanfaat bagi stakeholder Bank Indonesia di daerah antara lain: Pemerintah Daerah, DPRD, akademisi, pihak swasta dan kalangan masyarakat Iainnya.

Saran dan masukan dan semua pihak, sangat kami harapkan guna peningkatan kualitas laporan ini di masa mendatang. Perlu kami sampaikan pula penghargaan dan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu secara aktif dalam penyusunan laporan ini, dengan memberikan data dan informasi secara kontinyu, tepat waktu dan reliable. Selanjutnya, kami nantikan kerjasama tersebut dapat terus berlangsung di masa mendatang guna mendukung kesinambungan penyusunan laporan ini.

Makassar, Mei 2011BANK INDONESIA MAKASSAR

ttd.

Lambok A. SiahaanPemimpin

Halam ini sengaja dikosongkanThis page is intentionally blank

Daftar Isi

KATA PENGANTAR ~ iii

DAFTAR ISI ~ v

DAFTAR GRAFIK ~ vii

DAFTAR TABEL ~ ix

RINGKASAN EKSEKUTIF ~ 1

INDIKATOR EKONOMI KER Trw. I-2011 ~5

BAB 1 PERKEMBANGAN KONDISI MAKRO EKONOMI ~ 7

1.1. Permintaan Daerah ~ 7

1.1.1. Konsumsi ~ 8

1.1.2. Investasi ~ 10

1.1.3. Perdagangan Eksternal (Ekspor – Impor) ~ 11

1.2. Penawaran Daerah (Sektoral) ~ 14

1.2.1. Sektor Angkutan Komunikasi ~ 15

1.2.2. Sektor Pertanian ~ 16

1.2.3. Sektor Perdagangan-Hotel-Restauran ~ 18

1.2.4. Sektor Bangunan ~ 19

1.2.5. Sektor Jasa-jasa ~ 19

1.2.6. Sektor Keuangan-Persewaan-Jasa Perusahaan ~ 20

1.2.7. Sektor Listrik-Gas-Air ~ 21

1.2.8. Sektor Industri Pengolahan ~ 22

1.2.9. Sektor Pertambangan-Penggalian ~ 23

BOKS I KONDISI TERKINI PRODUKSI PANGAN DAN DISTRIBUSI PASOKAN

PANGAN STRATEGIS ~ 25

BOKS II PENGARUH TSUNAMI DI JEPANG TERHADAP PEREKONOMIAN

SULAMPUA ~ 29

BAB 2 PERKEMBANGAN INFLASI ~ 31

2.1. Perkembangan Inflasi ~ 31

2.1.1 Inflasi Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa ~ 31

2.1.2 Inflasi Berdasarkan Kota ~ 41

2.2 Disagregasi Inflasi ~ 43

2.3 Pemantauan Inflasi oleh KBI~ 45

BOKS III “DEKLARASI KENDARI”, KESEPAKATAN TPID SE-SULAMPUA

DALAM PENGENDALIAN INFLASI ~ 47

BOKS IV KENAIKAN HARGA KOMODITAS GLOBAL DAN DAMPAKNYA

PADA DAYA BELI MASYARAKAT DI DAERAH BASIS EKSPOR

PERTANIAN ~ 49

BAB 3 PERKEMBANGAN PERBANKAN ~ 53

3.1. Kondisi Umum ~ 53

3.1.1. Perkembangan Kelembagaan ~ 53

3.1.2. Perkembangan Aset Perbankan ~ 54

3.2. Intermediasi Perbankan ~ 54

3.2.1. Perkembangan Dana Masyarakat ~ 54

3.2.2. Penyaluran Kredit ~ 55

3.2.3. Kredit UMKM ~ 59

3.3. Perbankan Syariah ~ 60

3.4. Perbankan BPR ~ 61

BAB 4 PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN ~ 63

4.1. Aliran Uang Kartal Masuk (Inflow) dan Keluar (Outflow) ~ 63

4.2. Pemberian Tanda Tidak Berharga (PTTB) ~ 64

4.3. Perkembangan Uang Palsu yang Ditemukan ~ 65

4.4. Perkembangan Kliring dan RTGS ~ 65

4.4.1. Perkembangan RTGS ~ 65

4.4.2. Perkembangan Kliring ~ 67

BAB 5 KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN ~ 69

5.1. Ketenagakerjaan ~ 69

5.2. Kesejahteraan ~ 70

5.2.1. Nilai Tukar Petani ~ 70

5.2.2. Jumlah Penduduk Miskin ~ 72

5.3. Survei ~ 73

BAB 6 PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH ~ 75

6.1. Pendapatan Daerah ~ 75

6.2. Belanja Daerah dan Transfer ~ 75

BAB 7 OUTLOOK KONDISI EKONOMI DAN INFLASI ~ 77

7.1. Outlook Kondisi Makroregional ~ 78

7.2. Outlook Inflasi ~ 80

7.3. Prospek Perbankan ~ 82

LAMPIRAN ~ 83

Daftar Grafik

Grafik 1.1. Laju Pertumbuhan PDRB ~ 7Grafik 1.2. Prompt Indikator Kinerja Konsumsi ~ 9Grafik 1.3. Prompt Indikator Kinerja Investasi ~ 10Grafik 1.4. Prompt Indikator Kinerja Ekspor ~ 12Grafik 1.5. Prompt Indikator Kinerja Impor ~ 13Grafik 1.6. Prompt Indikator Kinerja Sektor Angkutan ~ 15Grafik 1.7. Prompt Indikator Kinerja Sektor Pertanian ~ 17Grafik 1.8. Prompt Indikator Kinerja Sektor Perdagangan-Hotel-Restauran ~ 18Grafik 1.9. Prompt Indikator Kinerja Sektor Bangunan ~ 19Grafik 1.10. Prompt Indikator Kinerja Sektor Keuangan-Persewaan-Jasa Perusahaan ~ 21Grafik 1.11. Prompt Indikator Kinerja Sektor Listrik-Gas-Air Bersih ~ 22Grafik 1.12. Prompt Indikator Kinerja Sektor Industri Pengolahan ~ 22Grafik 1.13. Prompt Indikator Kinerja Sektor Pertambangan-Penggalian ~ 23

Grafik 2.1. Perkembangan Inflasi Sulawesi Selatan~ 31Grafik 2.2. Perkembangan Inflasi Kelompok Bahan Makanan ~ 32Grafik 2.3. Perkembangan Harga Beberapa Komoditi dalam Kel. Bahan Makanan Hasil

SPH di Makassar ~ 33Grafik 2.4. Harga CPO Internasional ~ 29Grafik 2.5. Perkembangan Inflasi Kelompok Sandang~ 34Grafik 2.6. Perkembangan Harga Internasioanal: Komoditas Emas~ 34Grafik 2.7. Perkembangan Indeks Penjualan Eceran Kel. Pakaian dan Perlengkapan~ 34Grafik 2.8. Perkembangan Inflasi Kel. Makanan Jadi-Minuman-Rokok-Tembakau ~ 35Grafik 2.9. Perkembangan Harga Beberapa Komoditi dalam Kelompok Makanan Jadi-

Rokok SPH di Makassar~ 36Grafik 2.10. Harga Gula Internasional~ 36Grafik 2.11. Perkembangan Indeks Penjualan Eceran Kel. Makanan dan Tembakau~ 36Grafik 2.12. Perkembangan Inflasi Kelompok Perumahan-Air-Listrik-Bhn Bakar~ 37Grafik 2.13. Perkembangan Indeks Penjualan Eceran Kel. Bahan Konstruksi ~ 37Grafik 2.14. Perkembangan Inflasi Kelompok Kesehatan ~ 38Grafik 2.15. Perkembangan Inflasi Kelompok Transportasi ~ 39Grafik 2.16. Perkembangan Rata-rata Harga Minyak Dunia ~40Grafik 2.17. Perkembangan Indeks Penjualan Eceran Kel. Kendaraan & Suku Cadang ~40Grafik 2.18. Perkembangan Inflasi Kelompok Pendidikan ~41Grafik 2.19. Perkembangan Indeks Penjualan Eceran Kel. Peralatan Tulis ~41Grafik 2.20. Perkembangan Inflasi 4 (Empat) Kota di Sulawesi Selatan ~ 42Grafik 2.21. Sumbangan Inflasi Inti, Administered, dan Volatile ~ 44Grafik 2.22. Pertumbuhan Inflasi Inti, Administered, dan Volatile ~ 44

Grafik 3.1. Perkembangan Indeks Ekspektasi Konsumen ~ 56Grafik 3.2. Pangsa Kredit/Pembiayaan Bank Umum Per Jenis Penggunaan ~ 56Grafik 3.3. Pangsa Kredit/Pembiayaan Bank Umum Per Sektor Ekonomi ~ 56Grafik 3.4. NPLs Per Sektor Ekonomi ~ 59Grafik 3.5. Pangsa Kredit/Pembiayaan MKM Bank Umum Per Sektor Ekonomi ~ 59Grafik 3.6. Perkembangan Aset BPR/S ~ 61Grafik 3.7. Perkembangan DPK, Kredit & LDR BPR/S ~ 61

Grafik 4.1. Aliran Uang Kartal Masuk (Inflow) ~ 63Grafik 4.2. Aliran Uang Kartal Keluar (Outflow) ~ 63Grafik 4.3. Pemberian Tanda Tidak Berharga dan Inflow ~ 64Grafik 4.4. Proporsi Jumlah Lembar Uang Palsu Berdasarkan Pecahan Trw.IV-2010 ~ 64Grafik 4.5. Transaksi RTGS – Total Transaksi ~ 66Grafik 4.6. Transaksi RTGS – Incoming ~ 66Grafik 4.7. Transaksi RTGS – Outgoing ~ 66

Grafik 5.1. Tenaga Kerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama ~ 70Grafik 5.2. Perkembangan Rata-rata Nilai Tukar Petani ~ 72Grafik 5.3. Perkembangan Rata-rata Indeks Yang Diterima Petani ~ 72Grafik 5.4. Perkembangan Rata-rata Indeks Yang Dibayar Petani ~ 72Grafik 5.5. Jumlah Penduduk Miskin Sulawesi Selatan ~ 72Grafik 5.6. Persentase Jumlah Penduduk Miskin se-Sulampua per Maret 2010 ~ 73Grafik 5.7. Indeks Ketersediaan Lapangan Kerja Saat Ini ~ 74Grafik 5.8. Indeks Penghasilan Saat ini Dibandingkan 6 Yang Lalu ~ 74

Grafik 7.1. Perkembangan Indeks Ekspektasi Konsumen ~ 78Grafik 7.2. Indeks Ekspektasi Terhadap Harga-harga dalam 3 bulan y.a.d ~ 78Grafik 7.3. Perkembangan Indeks Kondisi Ekonomi 6 bulan y.a.d ~ 78Grafik 7.4. Perkembangan Indeks Ekspektasi Penghasilan Konsumen 6 bulan y.a.d ~ 78Grafik 7.5. Perkembangan Indeks Ketersediaan Lapangan Pekerjaan 6 bulan y.a.d ~ 79Grafik 7.6. Perkembangan Nilai Tukar Rupiah Terhadap USD ~ 79Grafik 7.7. Indeks Ekspektasi Terhadap Harga-harga dalam 3 bulan y.a.d ~ 81Grafik 7.8. Perkembangan Laju Inflasi Tahunan Sulsel dan Proyeksinya ~ 81

Daftar Tabel

Tabel 1.1. Perkembangan PDRB Riil : Permintaan Daerah (yoy) ~ 8Tabel 1.2. Perkembangan PDRB Riil : Penawaran Daerah (yoy) ~ 14

Tabel 2.1. Inflasi Kelompok Barang dan Jasa (%, yoy) ~ 32Tabel 2.2. Inflasi Per-Sub Kelompok Bahan Makanan ~ 32Tabel 2.3. Inflasi Per-Sub Kelompok Sandang~ 34Tabel 2.4. Inflasi Per-Sub Kelompok Makanan Jadi-Minuman-Rokok-Tembakau ~ 35Tabel 2.5. Inflasi Per-Sub Kelompok Perumahan-Air-Listrik-Bahan Bakar ~ 37Tabel 2.6. Inflasi Per-Sub Kelompok Kesehatan ~ 38Tabel 2.7. Inflasi Per-Sub Kelompok Transportasi-Komunikasi-Jasa Keuangan ~ 39Tabel 2.8. Inflasi Per-Sub Kelompok Pendidikan-Rekreasi-Olahraga~ 41Tabel 2.9. Sumbangan Inflasi 4 (Empat) Kota di Sulawesi Selatan ~ 43

Tabel 3.1. Perkembangan Kelembagaan Bank Umum Sulawesi Selatan ~ 53Tabel 3.2. Aset Bank Umum Berdasarkan Kelompok Bank ~ 54Tabel 3.3. Penghimpunan Dana dan Penyaluran Kredit/Pembiayaan Bank Umum ~ 55Tabel 3.4. Penyaluran Kredit /Pembiayaan Bank Umum Per Jenis Penggunaan~ 55Tabel 3.5. Pertumbuhan Tahunan Kredit/Pembiayaan Per Sektor Ekonomi ~ 58Tabel 3.6. Perkembangan NPLs Net dan Gross Bank Umum ~ 58Tabel 3.7. Pertumbuhan Kredit/Pembiayaan Mikro, Kecil dan Menengah (MKM) Bank

Umum (y.o.y) ~ 60Tabel 3.8. Perkembangan Bank Umum Syariah ~ 60

Tabel 4.1. Perkembangan Temuan Uang Palsu di Wilker KBI Makassar Trw. IV-2010 ~ 65

Tabel 4.2. Perputaran Kliring dan Cek/BG Kosong ~ 67

Tabel 5.1. Penduduk Usia 15+ Menurut Kegiatan Utama ~ 69

Tabel 6.1. Realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Sampai Dengan Semester II-2010~ 76

Halam ini sengaja dikosongkanThis page is intentionally blank

Ringkasan Eksekutif

Asesmen EkonomiPertumbuhan ekonomi Sulawesi Selatan (Sulsel) pada triwulan I-2011

cenderung melambat jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya maupun

triwulan I-2010 (sumber: Badan Pusat Statistik Sulawesi Selatan). Pertumbuhan ekonomi

pada triwulan I-2011 tercatat sebesar 7,04% (yoy), sementara pada triwulan IV-2010 sebesar

8,93%, dan pada triwulan I-2010 sebesar 7,35%. Perekonomian Sulsel tumbuh di atas

pertumbuhan nasional dengan pola pertumbuhan yang relatif searah. Pada triwulan I-2011,

perekonomian nasional mencatat angka pertumbuhan sebesar 6,5% (yoy).

Dari sisi permintaan, laju pertumbuhan dimaksud terutama didukung oleh

pertumbuhan investasi dan konsumsi. Sementara dari sisi penawaran (sektoral), sektor

utama yang menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi adalah pertanian, perdagangan-

hotel-restauran, angkutan-komunikaasi dan jasa-jasa.

Asesmen InflasiLaju inflasi tahunan Sulsel pada triwulan I-2011, masih sejalan dengan proyeksi

inflasi di kisaran 6,52% ± 0.5% (yoy), menurun dibandingkan triwulan sebelumnya.

Inflasi pada triwulan I-2011 sebesar 6,32% (yoy), meningkat dibandingkan triwulan I-2010

sebesar 3,45% (yoy) namun menurun dibandingkan triwulan IV-2010 sebesar 6,56% (yoy).

Sementara itu, dibandingkan inflasi Nasional sebesar 6,65% (yoy)1. Inflasi tahunan Sulsel

masih tercatat lebih rendah, dibandingkan inflasi Nasional sebesar 6,65% (yoy)2.

Secara tahunan, terdapat 3 (tiga) kelompok komoditas yang memiliki laju inflasi

terbesar yaitu kelompok bahan makanan, kelompok sandang dan kelompok makanan jadi-

minuman-rokok-tembakau. Tekanan inflasi pada kelompok bahan makanan dipicu oleh

kenaikan harga pada sub-kelompok bumbu-bumbuan, sub-kelompok ikan segar dan sub-

kelompok lemak-minyak. Dibandingkan dengan tahun sebelumnya, hampir semua kelompok

mengalami peningkatan, kecuali kelompok makanan jadi-minuman-rokok tembakau dan

kelompok pendidikan.

1 Sumber : BPS2 Sumber : BPS

Asesmen PerbankanKinerja perbankan Sulsel pada triwulan I-2011 secara umum mengalami

pertumbuhan yang lebih baik jika dibandingkan dengan triwulan IV-2010. Hal ini

tercermin dari peningkatan beberapa indikator perbankan seperti penghimpunan DPK (Dana

Pihak Ketiga) dan penyaluran kredit. Penyebab meningkatnya kinerja perbankan tersebut

terutama karena peningkatan pertumbuhan di sisi kredit dan DPK pada Bank Umum

konvensional, selain itu kinerja Bank Syariah yang juga menunjukan peningkatan

pertumbuhan pada penyaluran kredit. Sejalan dengan itu, kinerja intermediasi perbankan

yang dicerminkan oleh nilai LDR (Loan to Deposit Ratio) secara keseluruhan mengalami

peningkatan pertumbuhan, terutama karena pertumbuhan kredit melebihi pertumbuhan

DPK. Sedangkan NPLs (Non Performing Loans) Bank Umum pada triwulan laporan secara

gross adalah sebesar 3,2%, masih berada dibawah batas aman 5,00%. Meski di sisi lain,

perkembangan Bank Perkreditan Rakyat (BPR) relatif menurun namun masih pada tingkat

yang moderat.

Asesmen Sistem PembayaranNilai transaksi tunai maupun non tunai pada triwulan I-2011 menunjukkan

peningkatan, sejalan dengan masih tingginya pertumbuhan ekonomi Sulsel dan juga sejalan

dengan meningkatnya penyaluran kredit dan LDR di Sulsel pada triwulan laporan. Pada

triwulan I-2011, perkembangan aliran uang kartal di Sulsel menunjukkan net inflow sebesar

Rp1,08 triliun yaitu aliran uang masuk ke dalam Bank Indonesia (inflow) melebihi aliran uang

keluar ke Bank Indonesia (outflow).

Pada triwulan I-2011, jumlah uang kartal dengan kondisi tidak layak edar yang

telah dibukukan sebagai PTTB tercatat sebesar Rp1,22 triliun, relatif meningkat jika

dibandingkan PTTB pada triwulan IV-2010 yaitu sebesar Rp0,99 triliun. Kemudian, jumlah

temuan uang palsu di KBI Makassar selama triwulan laporan tercatat sebanyak 439 lembar

dengan nilai nominal sebesar Rp27,75 juta, mengalami sedikit penurunan jika dibandingkan

dengan triwulan sebelumnya.

Kemudian, secara total, nilai transaksi BI-RTGS Sulsel hingga akhir triwulan I-2011

melambat menjadi Rp29,8 triliun atau tumbuh sebesar 0,3% (yoy) dibandingkan triwulan

sebelumnya sebesar Rp42,2 triliun yang hanya tumbuh sebesar 15,3% (yoy). Transaksi BI-

RTGS dalam periode laporan masih didominasi oleh aliran dana yang masuk (incoming) ke

perbankan Sulsel. Selain itu, secara nominal perputaran kliring pada triwulan laporan tercatat

sebesar Rp8,2 triliun atau tumbuh sebesar 12,2% (yoy). Secara nominal jumlah kliring pada

triwulan I-2011, relatif sama jika dibandingkan dengan triwulan IV-2010.

Asesmen Ketenagakerjaan dan KesejahteraanDaya serap perkembangan pertumbuhan ekonomi Sulsel selama tahun 2010

terhadap angkatan kerja cukup baik, sebagaimana terlihat dari naiknya Tingkat Partisipasi

Angkatan Kerja (TPAK) pada Agustus 2010 (64,1%) jika dibandingkan dengan tahun

sebelumnya (62,5%). Sejalan dengan itu, Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Sulsel

tercatat mengalami penurunan sebesar 0,5%, dari 8,9% pada Agustus 2009 menjadi

8,4% pada Agustus 2010. Selanjutnya di sisi lain pertumbuhan ekonomi Sulsel juga

memberikan kontribusi positif dalam meningkatkan tingkat kesejahteraan petani yang

tercermin dari Nilai Tukar Petani (NTP), yang menunjukkan peningkatan

pertumbuhan pada triwulan laporan. Rata-rata pertumbuhan NTP Sulsel pada triwulan I-

2011 tercatat tumbuh meningkat sebesar 3,13% (yoy), lebih tinggi dibandingkan

pertumbuhan NTP pada triwulan sebelumnya yang tumbuh 0,76% (yoy).

Asesmen Keuangan DaerahKinerja keuangan Pemerintah Propinsi Sulsel sampai dengan semester I-2011

berada pada posisi yang relatif baik jika dibandingkan dengan triwulan yang sama

tahun 2010, meskipun realisasi pertumbuhan pendapatan dan belanja pada

triwulan I-2011 lebih kecil daripada periode yang sama tahun sebelumnya. Pada sisi

penerimaan, realisasi jumlah pendapatan belum mencapai 25% pada triwulan I-2011, begitu

pula jika dilihat dari sisi belanja daerah yang realisasinya masih relatif kecil. Namun demikian,

kondisi tersebut relatif sejalan dengan pertumbuhan konsumsi pemerintah pada tahun 2011

yang masih relatif kecil.

Prospek Ekonomi Triwulan I-2011Pertumbuhan ekonomi Sulawesi Selatan di triwulan II-2011 diperkirakan akan

cenderung melambat jika dibandingkan dengan triwulan I-2011. Pada sisi permintaan,

perkiraan peningkatan pertumbuhan pada triwulan II-2011 cenderung dipengaruhi oleh

meningkatnya konsumsi rumah tangga, swasta dan pemerintah. Kemudian untuk investasi,

pada triwulan II-2011 diprediksi masih akan cukup cukup tinggi sejalan dengan proyek-

proyek lanjutan yang dikerjakan sejak awal tahun 2011 di Sulsel. Pada sisi ekspor-impor,

diperkirakan akan terjadi perbaikan kinerja net ekspor Sulsel. Pada sisi penawaran,

peningkatan pertumbuhan diprediksikan karena meningkatnya kinerja sektor perdagangan-

hotel-restauran (PHR), angkutan-komunikasi, industri pengolahan dan pertambangan-

penggalian. Peningkatan pertumbuhan pada sektor PHR diperkirakaan akan beriringan

dengan naiknya pertumbuhan pada sektor angkutan-komunikasi, yang akan dipicu oleh

kegiatan liburan anak sekolah dan juga semakin meningkatnya intensitas MICE

(Meeting, Incentive, Convention and Exhibition). Kemudian sektor industri pengolahan

diperkirakan akan didorong oleh industri semen sebagai dampak dari peningkatan investasi

untuk proyek-proyek pembangunan. Kinerja sektor pertambangan-penggalian diproyeksikan

akan meningkat sejalan dengan membaiknya kinerja ekpor Sulsel pada triwulan II-2011.

Pada triwulan mendatang, laju inflasi tahunan diperkirakan akan cenderung

akan meningkat pada level yang moderat jika dibandingkan dengan triwulan I-2011.

Tekanan inflasi pada triwulan II-2011 diperkirakan masih bersumber dari peningkatan inflasi

volatile food dan inflasi inti. Sementara laju inflasi administered diperkirakan masih relatif

terkendali karena belum ada kebijakan pemerintah yang berpotensi mendorong kenaikan

harga.

Kinerja perbankan di Sulsel pada triwulan II-2011 diduga akan tumbuh lebih baik

jika dibandingkan dengan triwulan I-2011. . Intermediasi perbankan diprediksi akan semakin

membaik tercermin dari pertumbuhan kredit, LDR yang meningkat dan terjaganya rasio

kredit bermasalah (NPL/Non Performing Loan) gross di bawah 5%.

INDIKATOR EKONOMI DAN PERBANKAN TRIWULAN

PROPINSI SULAWESI SELATAN

a. INFLASI dan PDRB

1 2 3 4 1 2 3 4

MAKRO

- Sulawesi Selatan 116.09 115.04 117.88 118.94 120.11 120.79 125.64 126.75 - Sulawesi Utara 116.57 114.15 115.00 117.87 118.72 118.96 123.49 125.27 - Gorontalo 116.03 116.71 117.70 118.32 120.20 119.90 126.65 127.11 - Papua 115.25 114.84 116.62 117.53 119.07 120.30 121.94 122.80 - Irian Jaya Barat 130.53 131.16 132.25 133.45 134.75 137.15 143.69 143.34 - Maluku 113.20 110.45 112.46 117.87 121.22 121.54 127.25 128.22 - Sulawesi Tengah 116.45 116.03 119.92 120.96 120.19 122.19 128.22 128.70 - Sulawesi Tenggara 120.96 120.55 123.20 122.85 122.60 123.46 128.12 127.61 - Sulawesi Barat 118.83 118.90 120.62 121.37 122.39 123.13 125.07 127.59 - Maluku Utara 117.33 117.01 118.55 120.38 122.53 120.99 124.11 126.78

- Sulawesi Selatan 9.01 3.80 2.70 3.39 3.46 5.00 6.58 6.57 - Sulawesi Utara 8.85 2.25 (0.01) 2.31 1.84 4.21 7.38 6.28 - Gorontalo 10.54 7.22 3.97 4.35 3.59 2.73 7.60 7.43 - Papua 8.26 2.77 1.44 1.92 3.31 4.75 4.56 4.48 - Irian Jaya Barat 21.25 7.93 1.24 3.59 3.23 4.57 8.65 7.41 - Maluku 8.84 (0.21) (3.29) 6.48 7.08 10.04 13.15 8.78 - Sulawesi Tengah 11.07 5.83 4.16 5.73 3.21 5.31 6.92 6.40 - Sulawesi Tenggara 15.81 6.81 5.67 3.59 1.35 2.41 3.99 3.87 - Sulawesi Barat 9.64 5.24 0.85 1.78 3.00 3.56 3.69 5.12 - Maluku Utara 7.64 4.34 1.36 3.88 4.43 3.40 4.69 5.32

1. Pertanian 3,369.85 3,337.76 3,542.10 3,201.60 3,265.68 3,615.33 3,780.29 3,218.25 2. Pertambangan dan Penggalian 923.44 934.94 966.80 1,028.20 1,157.58 1,101.71 1,087.69 1,143.21 3. Industri Pengolahan 1,560.65 1,688.66 1,741.40 1,593.80 1,648.87 1,748.89 1,738.57 1,733.02 4. Listrik, Gas, dan Air Bersih 119.83 121.21 131.00 120.51 123.69 136.38 139.20 130.32 5. Konstruksi/Bangunan 620.84 650.18 683.60 702.24 694.20 709.11 733.65 763.20 6. Perdagangan, Hotel dan Restoran 1,825.74 1,916.95 2,008.80 1,991.20 2,043.86 2,102.33 2,220.16 2,332.84 7. Angkutan dan Komunikasi 903.23 973.51 1,042.00 1,105.10 1,061.81 1,123.81 1,181.41 1,253.06 9. Keuangan, Persewaan dan Jasa 736.04 803.20 807.70 850.64 929.37 930.77 903.17 978.82 10. Jasa-jasa 1,305.65 1,324.66 1,334.50 1,343.90 1,348.10 1,366.30 1,390.83 1,430.40

4.06 5.24 7.95 6.69 7.96 9.22 7.48 8.93 *

238.40 143.59 643.66 483.81 478.48 477.22 592.28 466.81 153.72 154.43 266.36 235.91 194.26 166.57 271.79 241.98 185.08 84.60 130.88 154.70 122.67 102.04 104.36 178.49 195.25 217.65 257.87 317.47 254.08 299.99 201.77 233.87

Catt : Per Trw.II-2008, penghitungan inflasi menggunakan tahun dasar 2007

INDIKATOR 2009 2010

Indeks Haga Konsumen

*) Sementara

Volume Impor Non Migas (Ribu Ton)Nilai Impor Non Migas (USD Juta)

Nilai Ekspor Non Migas (USD Juta)Volume Ekspor Non Migas (Ribu Ton)

Laju Inflasi Tahunan (y.o.y;%)

PDRB - Harga Konstan (Miliar Rp)

Pertumbuhan PDRB (y.o.y;%)

LANJUTAN ... INDIKATOR EKONOMI DAN PERBANKAN TRIWULAN

PROPINSI SULAWESI SELATAN

B. PERBANKAN

1 2 3 4 1 * 2* 3 * 4 * 1 *

Total Aset (Rp. Miliar) 37,587.50 38,881.67 40,388.42 43,746.72 42,063.05 46,117.19 48,937.94 52,864.76 53,490.50

28,625.67 29,520.99 29,450.83 33,601.07 30,175.34 32,752.57 33,958.94 37,298.83 37,461.05 Giro 5,108.73 5,062.09 4,939.34 4,994.19 5,148.85 5,731.33 5,947.53 5,627.99 6,515.71 Tabungan 14,135.56 15,169.42 14,965.87 18,460.23 14,676.24 16,737.24 18,273.54 20,864.60 19,647.54 Deposito 9,381.39 9,289.49 9,545.62 10,146.65 10,350.25 10,283.99 9,737.87 10,806.24 11,297.80

31,563.21 32,919.44 33,872.77 36,430.30 37,041.42 39,883.76 41,120.47 43,025.20 46,519.87 - Modal Kerja 12,195.55 13,239.15 13,582.62 14,671.89 13,853.82 14,873.23 15,424.31 16,609.73 17,246.85 - Investasi 6,398.84 6,230.54 6,299.91 6,769.70 7,705.26 8,143.12 7,975.95 8,960.67 9,147.97 - Konsumsi 12,968.81 13,449.75 13,990.23 14,988.71 15,482.34 16,867.42 17,720.21 17,454.80 20,125.05

110.26% 111.51% 115.01% 108.42% 122.75% 121.77% 121.09% 115.35% 124.18%

31,563.21 32,919.44 33,872.77 36,430.30 37,041.42 39,883.76 41,120.47 43,025.20 46,519.87 - Pertanian 988.37 918.73 986.73 989.64 513.85 448.33 412.95 468.23 498.92 - Pertambangan 170.56 169.82 218.30 201.51 263.03 259.60 263.17 331.22 339.16 - Industri pengolahan 3,376.72 3,395.70 3,160.59 3,148.85 2,921.77 3,277.68 3,366.74 3,884.30 3,700.81 - Listrik,Gas dan Air 56.56 74.50 169.35 253.63 339.47 299.16 417.94 440.60 419.63 - Konstruksi 1,932.56 2,170.31 2,248.17 2,224.73 1,934.70 2,319.01 2,529.77 2,678.57 2,869.88 - Perdagangan 8,578.93 9,509.54 9,805.49 11,105.77 9,057.40 9,853.48 11,435.18 12,677.98 11,994.85 - Pengangkutan 1,444.98 1,079.02 1,060.54 1,178.16 1,175.62 1,284.72 1,020.97 1,005.47 1,040.09 - Jasa Dunia Usaha 1,730.04 1,794.99 1,843.65 1,964.50 1,100.71 899.49 986.38 1,577.55 1,932.32 - Jasa Sosial Masyarakat 315.69 357.08 389.72 374.81 1,515.69 1,678.92 1,461.84 1,640.52 1,684.90 - Lain-lain 12,968.81 13,449.75 13,990.23 14,988.71 18,219.20 19,563.37 19,225.53 18,320.78 22,039.30

22,626.12 24,012.99 24,785.66 26,872.02 17,563.20 20,207.56 13,412.15 13,198.51 15,199.94

6,440.47 6,714.52 7,010.43 7,152.79 3,901.54 4,608.93 1,702.46 1,189.31 2,279.30 - Modal Kerja 1,154.74 1,263.32 1,343.63 1,299.20 1,223.68 1,458.37 1,335.60 845.46 1,965.22 - Investasi 143.15 161.72 167.39 144.31 369.88 450.21 366.87 343.85 314.08 - Konsumsi 5,142.58 5,289.48 5,499.41 5,709.28 2,307.99 2,700.34 - - -

0 0 0 0 010,109.69 10,693.36 11,054.72 11,934.71 10,342.59 10,926.40 7,066.34 6,654.87 7,834.56

- Modal Kerja 2,624.75 2,832.74 2,910.72 3,083.08 3,765.82 4,271.83 5,016.06 4,588.83 5,122.02 - Investasi 754.18 849.18 925.01 1,024.82 1,564.84 1,786.43 1,949.52 1,961.89 2,482.85 - Konsumsi 6,730.76 7,011.44 7,218.99 7,826.81 5,011.93 4,868.15 100.76 104.15 229.69

6,075.96 6,605.11 6,720.52 7,784.53 3,319.07 4,672.24 4,643.34 5,354.33 5,086.08 - Modal Kerja 4,042.81 4,468.59 4,445.99 5,212.03 2,343.29 3,372.92 3,540.80 4,038.91 4,000.27 - Investasi 973.98 1,015.74 1,032.26 1,154.59 832.52 1,123.67 1,102.54 1,315.41 1,085.81 - Konsumsi 1,059.18 1,120.79 1,242.27 1,417.91 143.26 175.65 - - -

- 3.82% 3.05% 4.08% 3.08% 3.47% 2.95% 3.06% 2.94% 3.25%

2.96% 3.37% 3.45% 2.93% 2.99% 3.01% 3.75% 3.94% 4.82%

BANK UMUM SYARIAH1,395.53 1,288.73 1,308.37 1,361.65 1,465,949 1,638,555 1,586,776 1,978,888 1,994,611

714.07 833.87 861.66 898.68 706.12 951.48 1,025.07 1,134.86 1,253.51 Giro 76.92 149.44 133.05 142.56 62.95 107.92 111.74 127.26 162.30 Tabungan 311.38 351.00 344.76 360.76 304.41 422.29 451.82 518.41 544.78 Deposito 325.77 333.43 383.85 395.36 338.76 421.26 461.52 489.19 546.43

1,443.14 1,405.82 1,422.01 1,431.97 1,323 1,699 1,954 2,020 2,358 - Modal Kerja 528.45 474.63 492.53 520.20 556.77 574.04 660.86 662.12 790.24 - Investasi 121.53 171.97 165.07 159.53 332.83 391.14 376.63 346.89 353.25 - Konsumsi 793.16 759.23 764.41 752.24 433.26 734.28 916.99 1,011.17 1,214.50

202.10% 168.59% 165.03% 159.34% 187.34% 178.61% 190.67% 178.01% 188.11%

Catt.* (<Rp. 50 Juta)** (Rp. 50 < X < Rp. 500 Juta)*** (Rp. 500 Juta < X < Rp. 5 M)**** Data Sementara

2011

FDR

Total Aset (Rp. Miliar)

D P K (Rp. Miliar)

Pembiayaan - dsr. Lokasi Proyek (Rp. Miliar)

Kredit - dsr. Lokasi Proyek (Rp. Miliar)

INDIKATOR 2009

BANK UMUM :

2010

NPL UMKM gross (%)

Kredit UMKM (Rp. Miliar)

Kredit Mikro* (Rp. Miliar)

Kredit Kecil ** (Rp. Miliar)

Kredit Menengah *** (Rp. Miliar)

NPL Total gross (%)

D P K (Rp. Miliar)

L D R

Kredit - dsr. Lokasi Proyek (Rp. Miliar)

Bab 1 Perkembangan Kondisi Makroekonomi

Pertumbuhan ekonomi Sulawesi Selatan (Sulsel) pada triwulan I-2011 cenderung

melambat jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya maupun triwulan I-2010 (sumber:

Badan Pusat Statistik Sulawesi Selatan). Pertumbuhan ekonomi pada triwulan I-2011 tercatat

sebesar 7,04% (yoy), sementara pada triwulan IV-2010 sebesar 8,93%, dan pada triwulan I-

2010 sebesar 7,35%. Perekonomian Sulsel tumbuh di atas pertumbuhan nasional dengan

pola pertumbuhan yang relatif searah. Pada triwulan I-2011, perekonomian nasional

mencatat angka pertumbuhan sebesar 6,5% (yoy).

Dari sisi permintaan, laju pertumbuhan dimaksud terutama didukung oleh

pertumbuhan investasi dan konsumsi. Sementara dari sisi penawaran (sektoral), sektor utama

yang menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi adalah pertanian, perdagangan-hotel-

restauran, angkutan-komunikaasi dan jasa-jasa.

Grafik 1.1. Laju Pertumbuhan PDRB

1.1 Permintaan Daerah

Pada triwulan I-2011, investasi menjadi faktor pendorong pertumbuhan ekonomi

Sulsel, dimana biasanya peran konsumsi lebih dominan dalam pertumbuhan perekonomian

0%

1%

2%

3%

4%

5%

6%

7%

8%

9%

10%

1 2 3 4 1 2 3 4 1

2009 2010 2011

y.o.y Sulsel

y.o.y Nas

Sumber : BPS, diolah

Sulsel. Pertumbuhan investasi pada triwulan I-2011 tercatat sebesar 18,90% (y.o.y), tumbuh

cukup signifikan jika dibandingkan triwulan IV-2010 sebesar 6,62%. Meski pertumbuhan

konsumsi cenderung melambat pada triwulan laporan yaitu sebesar 4,65% (y.o.y) atau lebih

kecil jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya (5,78%), namun sumbangan

pertumbuhan konsumsi masih cukup besar. Kemudian dari sisi perdagangan eksternal, juga

terjadi perlambatan pertumbuhan pada ekspor dan impor, dimana secara net ekspor terjadi

kontraksi atau pertumbuhan negatif sebesar 11,80% pda triwulan I-2011 sedangkan

tumbuh 57,38% pasa triwulan IV-2010.

Tabel 1.1. Perkembangan PDRB Riil : Permintaan Daerah (y.o.y)

1.1.1. Konsumsi

Kinerja konsumsi pada triwulan laporan tercatat sebesar 4,65% (yoy), tumbuh

melambat dibandingkan triwulan IV-2010 sebesar 5,78% (yoy) dan triwulan I-2010 sebesar

6,19% (yoy). Pertumbuhan konsumsi yang relatif melambat tersebut disebabkan oleh masih

relatif kecilnya realisasi anggaran pemerintah pada triwulan I-2011, dimana realisasinya baru

sebesar 9,78% dari total anggaran Rp2,97 triliun. Sejalan dengan itu, konsumsi rumah

tangga-nirlaba juga mengalami perlambatan pertumbuhan konsumsi namun pada tingkat

yang moderat. Pertumbuhan konsumsi yang cukup tinggi pada triwulan yang sama tahun

2010 disebabkan oleh diselenggarkannya 6 (enam) kabupaten di Sulsel menyelenggarakan

Pilkada pada Maret 2010. Besarnya anggaran pilkada tersebut bervariasi mulai dari Rp6 miliar

sampai dengan Rp12 miliar, disesuaikan dengan kondisi di lapangan untuk menggelar satu

atau dua kali putaran dalam pilkada kabupaten periode 2010-2015.

Pertumbuhan konsumsi yang melambat tersebut didukung pula oleh hasil survei

konsumen yang dilakukan oleh Bank Indonesia Makassar yang menunjukkan optimisme

indeks keyakinan konsumen pada triwulan laporan yang cenderung menurun dibandingkan

triwulan IV-2010 (grafik 1.2.1). Prompt indikator yang juga menunjukkan perkembangan

yang cenderung menurun adalah melambatnya pertumbuhan konsumsi listrik sektor rumah

tangga (grafik 1.2.2.) dan sektor sosial (grafik 1.2.3.), serta melambatnya volume impor

Kons Inv Eks Imp Net Eksim TOTAL Kons Inv Eks Imp Net Eksim TOTAL1 4.75% 32.03% -44.04% -40.98% -55.43% 4.09% 3.34% 6.29% -20.79% -15.25% -5.54% 4.09%2 6.17% 11.09% -30.04% -36.22% -5.13% 6.19% 4.31% 2.34% -13.62% -13.16% -0.46% 6.19%3 6.30% 1.04% -29.27% -46.39% 38.34% 8.04% 4.41% 0.22% -12.87% -16.28% 3.41% 8.04%4 7.23% 22.80% 26.29% 43.77% -33.40% 6.53% 5.17% 4.43% 10.65% 13.71% -3.06% 6.53%1 6.19% 2.75% 90.54% 98.08% 53.35% 7.35% 4.38% 0.69% 22.98% 20.70% 2.28% 7.35%2 6.48% 9.64% 57.06% 67.22% 29.55% 9.04% 4.53% 2.13% 17.04% 14.66% 2.38% 9.04%3 5.63% 7.03% 62.70% 91.46% 18.68% 7.39% 3.88% 1.39% 18.05% 15.93% 2.13% 7.39%4 5.78% 6.62% 18.27% 12.97% 57.38% 8.93% 4.16% 1.48% 8.77% 5.48% 3.29% 8.93%1 4.65% 18.90% 4.89% 7.50% -11.80% 7.04% 3.26% 4.51% 2.20% 2.92% -0.72% 7.04%234

Sumber : BPS & Proyeksi BI* Angka Sementara & ** Angka Sangat Sementara

2011

**

PERIODEPERTUMBUHAN (yoy) SUMBANGAN (yoy)

2009

2010

*

consumer goods (grafik 1.2.4.). Selain itu, perkembangan indeks penjualan eceran untuk

kelompok perlatan rumah tangga (grafik 1.2.5.) dan kelompok bahan bakar (grafik 1.2.6.)

sebagai prompt indikator yang menggambarkan konsumsi masyarakat terlihat juga

mengalami perlambatan jika dibandingkan dengan triwulan IV-2010.

Grafik 1.2. Prompt Indikator Kinerja Konsumsi

Grafik 1.2.1.Indeks Keyakinan Konsumen

Grafik 1.2.2.Konsumsi Listrik Sektor RT

Grafik 1.2.3.Konsumsi Listrik Sektor Sosial

Grafik 1.2.4.Volume Impor Consumers Goods

Grafik 1.2.5.Indeks Penjualan Eceran

Kel. Peralatan Rumah Tangga

Grafik 1.2.6.Indeks Penjualan Eceran Kel. Bahan Bakar

-15%

-10%

-5%

0%

5%

10%

15%

20%

95

100

105

110

115

120

125

1 2 3 4 1 2 3 4 1

2009 2010 2011

Indeks Keyakinan Konsumeny.o.y

Smb : Survei Konsumen KBI Mks

0%5%10%15%20%25%30%35%40%45%50%

100

150

200

250

300

350

400

1 2 3 4 1 2 3 4 1*

2009 2010 2011

Juta

GW

H

Rumah Tanggay.o.y

Sbr : PLN Divre VII

0%

5%

10%

15%

20%

25%

-

5

10

15

20

25

30

1 2 3 4 1 2 3 4 1*

2009 2010 2011

Juta

GW

H

Sosial y.o.y Sbr : PLN Divre VII

-500%

0%

500%

1000%

1500%

2000%

2500%

3000%

-

10

20

30

40

50

60

70

1 2 3 4 1 2 3 4* 1**

2009 2010 2011Juta

Kg

Consumer Goods

Consumer Goods y.o.y

* SementaraSmb : Cognos - BI

-50%0%50%100%150%200%250%300%

0

50

100

150

200

250

300

1 2 3 4 1 2 3 4 1

2009 2010 2011

Perlt RTyoy

Smb : SPE

-60%-40%-20%0%20%40%60%80%

0 10 20 30 40 50 60 70 80

1 2 3 4 1 2 3 4 1

2009 2010 2011

Bhn Bkr yoy

Smb : SPE

1.1.2. Investasi

Perkembangan kinerja investasi pada triwulan laporan tumbuh cukup signifikan

menjadi 18,90% (yoy), lebih tinggi jika dibandingkan dengan triwulan IV-2010 yang tumbuh

sebesar 6,62%. Pertumbuhan kinerja investasi di Sulsel pada triwulan ini diperkirakan lebih

dominan berasal dari sektor proyek-proyek infrastruktur swasta. Sementara investasi di sektor

pemerintah diduga tumbuh relatif kecil dan cenderung melambat, melihat dari realisasi

belanja modal pemda yang masih kecil yaitu sebesar 2,97%.

Beberapa investasi yang mulai berjalan antara lain adalah penambahan investasi di

SPBU untuk dispenser atau pompa untuk bahan bakar pertamax sebagai pengalihan BBM

bersubsidi dari premium ke pertamax. Kemudian, potensi investasi dari sektor LGA di waktu

mendatang juga akan didorong oleh penambahan kapasitas PLTG tahap dua. Dimana tahap

pertama, telah menambah kapasitas sebesar 60 MW, dengan investasi US$ 80 juta di tahun

2010. Kemudian, proyek tahap kedua di 2011 dimana akan menambah kapasitas 60 MW

senilai US$ 70 juta. Selain itu, terdapat perluasan pabrik Semen Bosowa dengan tambahan

investasi sebesar US $300juta, yang digunakan untuk peningkatan kapasitas pabrik lama dan

pembangunan pabrik baru. Kemudian pembangunan PLTU Jeneponto 2x125MW milik

kelompok Bosowa, yang diperkirakan akan masuk ke dalam sistem di Sulselbar mulai April

2012. Sampai dengan saat ini diperkirakan telah selesai 20% dari proyeksi total 2,2 T.

Perkembangan investasi tercermin dari hasil survei penjualan eceran untuk kelompok

bahan konstruksi dan kelompok kendaraan-suku cadang yang pada triwulan I-2011

menunjukan peningkatan (grafik 1.3.1.). Selain itu, penigkatan pertumbuhan investasi,

ditandai dengan volume impor capital goods (barang modal) yang cenderung naiknya (grafik

1.3.2.). Selain volume impor, kondisi perkembangan kinerja investasi pada triwulan ini juga

tercermin dari prompt indikator realisasi pengadaan semen (grafik 1.3.3.) yang juga

menunjukan kecenderungan meningkat.

Grafik 1.3. Prompt Indikator Kinerja Investasi

Grafik 1.3.1.Indeks Penjualan Eceran

Kel. Kendaraan & Sk. Cadang

Grafik 1.3.2.Volume Impor Capital Goods

-20%

0%

20%

40%

60%

80%

100%

0

50

100

150

200

250

1 2 3 4 1 2 3 4 1

2009 2010 2011

Kend & Sk Cd

yoy

Smb : SPE

-200%

-100%

0%

100%

200%

300%

400%

500%

600%

700%

800%

900%

-

2

4

6

8

10

12

14

16

18

1 2 3 4 1 2 3 4* 1**

2009 2010 2011Juta

Kg

Capital GoodsCapital Goods Series2

* SementaraSmb : Cognos - BI

Grafik 1.3.3.Realisasi Pengadaan Semen

Grafik 1.3.4.Indeks Penjualan Eceran Kel. Bahan Konstruksi

Selain itu, pertumbuhan kinerja investasi pada triwulan laporan juga tercatat lebih

tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan triwulan I-2010 (2,75%). Kondisi tersebut

disebabkan karena pada triwulan I-2010, terjadi penurunan investasi swasta yang cukup

besar seiring dengan rampungnya beberapa mega proyek pembangunan di Sulawesi Selatan,

seperti trans-studio dan pembangunan jalan tol Makassar.

1.1.3. Perdagangan Eksternal (Ekspor – Impor)

Dari sisi lain perdagangan eksternal, kinerja net ekspor-impor Sulsel pada triwulan

laporan, mengalami penurunan yang cukup signifikan jika dibandingkan dengan triwulan IV-

2010, yang tumbuh sebesar 57,38% menjadi negatif 11,80% (yoy). Pertumbuhan kinerja net

ekspor-impor pada triwulan laporan didominasi oleh perlambatan kinerja import,

dibandingkan triwulan IV-2010. Hal ini sejalan dengan perlambatan pertumbuhan total

volume ekspor luar negeri non migas Sulsel (grafik 1.4.1). Tingginya penurunan kinerja

ekspor Sulsel yang lebih besar daripada impor, menyebabkan net ekspor Sulsel mengalami

kontraksi yang sangat signifikan pada triwulan I-2011, yaitu tumbuh negatif 11,80% (y.o.y).

Perlambatan pertumbuhan ekspor tercermin dari penurunan yang cukup signifikan

pada ekspor komoditas unggulan Sulsel, seperti ikan-udang-kerang-dll, kopi-teh-kakao dan

sejenisnya, ekspor nikel dan barang-barang kayu olahan yang cenderung menurun pada

triwulan laporan (grafik 1.4.4, 1.4.5, 1.4.6 dan 1.4.7). Penurunan kinerja ekspor nikel

disebabkan oleh perawatan pabrik yang akan berakhir pada triwulan I-2011. Perlambatan

pada sektor dimaksud juga sejalan dengan prompt muat luar negeri via pelabuhan (grafik

1.4.3).

Di sisi lain, pertumbuhan ekspor Sulsel pada triwulan laporan terbantu oleh kinerja

perdagangan antar pulau (ekspor antar pulau), yang tercermin dari peningkatan aktivitas

muat dalam negeri via pelabuhan (grafik 1.4.2). Hal ini diperkirakan didominasi oleh ekspor

komoditas makanan seperti beras dan gula, dimana pasokan komoditas tersebut cukup

berlimpah di wilayah Sulsel sehubungan dengan panen raya yang terjadi pada Maret-April

-20%

-10%

0%

10%

20%

30%

40%

50%

0

100

200

300

400

500

600

1 2 3 4 1 2 3 4 1*

2009 2010 2011

Ribu

an T

onSulsel y.o.y

Sumber : ASI* : Sementara

-40%-20%0%20%40%60%80%100%120%

0 100 200 300 400 500 600 700

1 2 3 4 1 2 3 4 1

2009 2010 2011

Bhn Kons

yoy

Smb : SPE

2011 dan juga terdapat pabrik gula rafinasi di Sulsel yang cukup besar produksinya untuk

memenuhi permintaan daerah di luar Sulsel.

Grafik 1.4. Prompt Indikator Kinerja Ekspor

Grafik 1.4.1.Volume Ekspor Luar Negeri Non Migas Total

Grafik 1.4.2.Volume Muat Dalam Neg. via Pelabuhan

Grafik 1.4.3.Volume Muat Luar Negeri

via Pelabuhan

Grafik 1.4.4.Volume Ekspor Luar Negeri

Ikan, Udang, Kerang dan lain-lain

Grafik 1.4.5.Volume Ekspor Luar Negeri

Kopi, Teh, Kakao dan Sejenisnya

Grafik 1.4.6.Volume Ekspor Luar Negeri

Komoditas Nikel

-120%

-100%

-80%

-60%

-40%

-20%

0%

20%

40%

-

50

100

150

200

250

300

350

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1*

2008 2009 2010 2011

Ribu

Ton

EKSPOR NON MIGAS TOTAL y.o.y

Smb : Cognos - BI* Sementara

-60%

-40%

-20%

0%

20%

40%

60%

0.0

0.1

0.2

0.3

0.4

0.5

0.6

1 2 3 4 1 2 3 4 1*

2009 2010 2011

Ribu

Ton

MUAT AP

yoySumber : Pelindo IV* : Sementara

-80%

-60%

-40%

-20%

0%

20%

40%

60%

80%

0.0

0.0

0.0

0.1

0.1

0.1

0.1

0.1

0.2

1 2 3 4 1 2 3 4 1*

2009 2010 2011

Ribu

Ton

MUAT LN

yoy

Sumber : Pelindo IV* : Sementara

-50%

-40%

-30%

-20%

-10%

0%

10%

20%

-

1

2

3

4

5

6

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1*

2008 2009 2010 2011

Ribu

Ton

IKAN, UDANG, KERANG, DLL TOTALy.o.y

Smb : Cognos - BI* Sementara

-60%-40%-20%0%20%40%60%80%100%120%

-10 20 30 40 50 60 70 80 90

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1*

2008 2009 2010 2011Ribu

Ton

KOPI, TEH, KAKAO & SEJENISNYATOTALy.o.y

Smb : Cognos - BI* Sementara

-500%

0%

500%

1000%

1500%

2000%

2500%

0

5

10

15

20

25

30

35

40

45

1 2 3 4 1 2 3 4 1*

2009 2010 2011

Volume Ekspor Nikely.o.y

Smb : Cognos - BI* Sementara

Grafik 1.4.7.Volume Ekspor Luar Negeri Kayu Olahan

Sementara kinerja impor juga tercatat mengalami perlambatan, yang terutama

didorong oleh perlambatan permintaan akan barang-barang konsumsen (consumer goods)

dan intermediate goods. Perlambatan impor terhadap barang-barang konsumen sejalan

dengan turunnya aktivitas bongkar dalam negeri dan luar negeri via pelabuhan (grafik 1.5.5

dan garfik 1.5.6). Hal tersebut sejalan dengan kecenderungan melambatnya aktivitas

perekonomian pada awal tahun yang juga tercermin pada hasil Survei Konsumen (SK) Bank

Indonesia yang cenderung menurun pada triwulan I-2011.

Grafik 1.5. Prompt Indikator Kinerja Impor

Grafik 1.5.1.Volume Impor Luar Negeri Capital Goods

Grafik 1.5.2.Indeks Keyakinan Konsumen

Grafik 1.5.3.Volume Impor Luar Negeri Consumer Goods

Grafik 1.5.4.Vol. Impor Luar Negeri Intermediate Goods

-60%

-40%

-20%

0%

20%

40%

60%

-

2

4

6

8

10

12

14

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1*

2008 2009 2010 2011Ribu

Ton

BARANG2 KAYU & GABUSTOTALy.o.y

Smb : Cognos - BI* Sementara

-200%

-100%

0%

100%

200%

300%

400%

500%

600%

700%

800%

900%

-

2

4

6

8

10

12

14

16

18

1 2 3 4 1 2 3 4* 1**

2009 2010 2011Juta

Kg

Capital GoodsCapital Goods Series2

* SementaraSmb : Cognos - BI

-15%

-10%

-5%

0%

5%

10%

15%

20%

95

100

105

110

115

120

125

1 2 3 4 1 2 3 4 1

2009 2010 2011

Indeks Keyakinan Konsumeny.o.y

Smb : Survei Konsumen KBI Mks

-500%

0%

500%

1000%

1500%

2000%

2500%

3000%

-

10

20

30

40

50

60

70

1 2 3 4 1 2 3 4* 1**

2009 2010 2011Juta

Kg

Consumer Goods

Consumer Goods y.o.y

* SementaraSmb : Cognos - BI

-80%

-60%

-40%

-20%

0%

20%

40%

60%

80%

-

50

100

150

200

250

300

350

1 2 3 4 1 2 3 4* 1**

2009 2010 2011Juta

Kg

Intermediate GoodsIntermediate Goods y.o.y

* SementaraSmb : Cognos - BI

Grafik 1.5.5.Volume Bongkar Dalam Negeri via Pelabuhan

Grafik 1.5.6.Volume Bongkar Luar Negeri via Pelabuhan

Pola perlambatan pertumbuhan net ekspor-impor juga terjadi jika membandingkan

pertumbuhan triwulan laporan dengan triwulan I-2010 (53,35%) yang tumbuh sangat

signifikan. Hal tersebut diperkirakan salah satunya bersumber dari peningkatan impor antar

provinsi yang cukup besar sebagai dampak dari persiapan Pilkada 6 (enam) kabupaten di

Sulsel yang berlangsung pada Maret 2011. Hal tersebut tercermin dari meningkatnya volume

bongkar dalam negeri via pelabuhan pada triwulan I-2010 (grafik 1.5.5).

1.2. Penawaran Daerah (Sektoral)

Dari sisi penawaran (sektoral), secara tahunan (yoy), pertanian, perdagangan-hotel-

restauran, dan angkutan-komunikasi tercatat masih menjadi pendorong utama pertumbuhan

ekonomi pada triwulan laporan. Secara umum, hampir semua sektor mengalami

perlambatan pertumbuhan kecuali 2 (dua) sektor, yaitu sektor pertanian dan jasa-jasa yang

tumbuh lebih tinggi pada triwulan I-2011 dibandingkan triwulan IV-2010.

Tabel 1.2. Perkembangan PDRB Riil : Penawaran Daerah (y.o.y)

-60%

-40%

-20%

0%

20%

40%

60%

0.0

0.2

0.4

0.6

0.8

1.0

1.2

1 2 3 4 1 2 3 4 1*

2009 2010 2011

Ribu

Ton

BONGKAR APyoy

Sumber : Pelindo IV* : Sementara

-60%

-40%

-20%

0%

20%

40%

60%

80%

100%

0.0

0.1

0.1

0.2

0.2

0.3

0.3

0.4

0.4

1 2 3 4 1 2 3 4 1*

2009 2010 2011

Ribu

Ton

BONGKAR LN

yoySumber : Pelindo IV* : Sementara

Tani Tambang Industri LGA Bgn PHR Angkom Keu Jasa TOTAL1 7.22% -13.99% -5.80% 9.25% 15.78% 10.93% 4.77% 5.94% 7.65% 4.09%2 4.12% -4.51% 6.69% 9.86% 11.74% 10.55% 8.67% 9.16% 6.80% 6.19%3 6.43% -4.31% 11.78% 13.62% 14.64% 10.28% 10.75% 11.41% 6.71% 8.04%4 0.84% 5.73% 1.72% 2.47% 14.34% 11.33% 15.99% 18.24% 3.39% 6.53%1 -6.98% 25.52% 14.12% 5.08% 11.83% 8.99% 17.56% 25.16% 3.25% 7.35%2 7.68% 17.85% 3.56% 12.58% 9.07% 9.67% 15.44% 15.88% 3.13% 9.04%3 6.42% 12.52% -0.16% 6.31% 7.33% 10.51% 13.38% 11.82% 4.21% 7.39%4 1.09% 11.20% 8.74% 8.20% 8.68% 17.15% 13.39% 15.07% 6.44% 8.93%1 11.52% -13.16% 3.10% 3.97% 8.48% 11.52% 13.11% 6.77% 6.80% 7.04%234

2009

2010

*20

11**

PERIODEPERTUMBUHAN (yoy)

Pertumbuhan tertinggi dicapai oleh sektor angkutan-komunikasi, yang diikuti

berturut-turut oleh sektor pertanian, perdagangan-hotel-restauran, bangunan, jasa-jasa,

keuangan-persewaan-jasa perusahaan, listrik-gas-air bersih dan industri pengolahan.

Sementara pertumbuhan terendah tercatat pada sektor pertambangan-penggalian.

1.2.1. Sektor Angkutan-Komunikasi

Pertumbuhan sektor angkutan-komunikasi menduduki (13,11%; y.o.y) posisi

tertinggi jika dibandingkan sektor lainnya pada triwulan I-2011. Namun, perkembangan

sektor angkutan-komunikasi pada triwulan I-2011 relatif melambat, tercatat tumbuh sebesar

13,11% (yoy), atau sedikit lebih rendah jika dibandingkan dengan triwulan IV-2010

(13,39%). Perlambatan sektor ini sejalan dengan prompt indikator dimana aktivitas lalu lintas

penumpang dan pesawat udara pada triwulan laporan cenderung mengalami penurunan

meski masih pada level yang moderat (grafik 1.6.1 dan 1.6.2).

Grafik 1.6. Prompt Indikator Kinerja Subsektor Angkutan

Grafik 1.6.1.Lalu Lintas Penumpang

Angkutan Udara

Grafik 1.6.2.Lalu Lintas Pesawat

Angkutan Udara

Tani Tambang Industri LGA Bgn PHR Angkom Keu Jasa TOTAL1 2.12% -1.37% -0.81% 0.09% 0.77% 1.69% 0.38% 0.38% 0.85% 4.09%2 1.20% -0.40% 0.95% 0.10% 0.62% 1.65% 0.70% 0.61% 0.76% 6.19%3 1.89% -0.38% 1.62% 0.14% 0.77% 1.65% 0.89% 0.73% 0.74% 8.04%4 0.24% 0.50% 0.24% 0.03% 0.79% 1.81% 1.36% 1.17% 0.39% 6.53%1 -2.11% 2.07% 1.79% 0.05% 0.65% 1.48% 1.39% 1.64% 0.37% 7.35%2 2.19% 1.42% 0.51% 0.13% 0.50% 1.57% 1.28% 1.08% 0.35% 9.04%3 1.86% 0.99% -0.02% 0.07% 0.41% 1.72% 1.14% 0.78% 0.46% 7.39%4 0.29% 0.97% 1.17% 0.08% 0.51% 2.87% 1.24% 1.08% 0.73% 8.93%1 3.02% -1.25% 0.42% 0.04% 0.48% 1.93% 1.14% 0.52% 0.75% 7.04%234

Sumber : BPS & Proyeksi BI* Angka Sementara & ** Angka Sangat Sementara

2009

*20

10*

2011

PERIODESUMBANGAN (yoy)

-10%

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

-

200

400

600

800

1,000

1,200

1,400

1,600

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1*

2008 2009 2010 2011

Ribu

Org

DEP ARRy.o.y

Lalu Lintas Penumpang

Smb : Bandara S. Hasanuddin* : Sementara

-10%

-5%

0%

5%

10%

15%

20%

25%

30%

-2,000 4,000 6,000 8,000

10,000 12,000 14,000 16,000 18,000 20,000

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1*

2008 2009 2010 2011

DEPARRy.o.y

Lalu Lintas Pesawat

Smb : Bandara S. Hasanuddin* : Sementara

Grafik 1.6.3.Lalu Lintas Penumpang

Angkutan Laut

Grafik 1.6.4.Perkembangan Indeks Penjualan Eceran

Kel. Kendaraan & Suku Cadangan

Namun di sisi lain, dorongan pertumbuhan pada sektor ini diperkirakan berasal dari

aktivitas antar daerah via jalur darat. Hal ini sejalan dengan hasil Survei Bank Indonesia,

dimana perlembangan indeks penjualan eceran kelompok kendaraan dan suku cadang

cenderung meningkat (grafik 1.6.4). Selain itu, pertumbuhan aktivitas lalu lintas penumpang

angkutan laut juga relatif meningkat (grafik 1.6.3). Selain itu, diperkiraan pertumbuhan sub-

sektor komunikasi juga cukup baik pada triwulan I-2011.

Pertumbuhan sektor ini pada triwulan laporan, juga tercatat lebih rendah

dibandingkan triwulan I-2010 (17,56%), yang diperkirakan tumbuh karena pengaruh Pilkada

6 kabupaten di Sulsel yang diselenggarakan pada Maret 2010. Hal tersebut ditandai dengan

tingginya tingkat pertumbuhan beberapa prompt indikator seperti, indeks penjualan eceran

untuk kelompok kendaraan dan suku cadangnya (grafik 1.6.5.), lalu lintas penumpang

angkutan laut pada periode lalu lintas penumpang dan pesawat udara (grafik 1.6.1 dan

1.6.2) dan juga peningkatan pada lalu lintas penumpang angkutan laut (grafik 1.6.3).

1.2.2. Sektor Pertanian

Pertumbuhan sektor pertanian (11,52%; y.o.y), berada pada urutan kedua paling

tinggi pada triwulan laporan. Pada triwulan I-2011, sektor pertanian tercatat mengalami

peningkatan pertumbuhan yang cukup signifikan dimana pada triwulan IV-2010 hanya

tumbuh sebesar 1,09% dan kemudian tumbuh menjadi 11,52% (y.o.y) pada triwulan

laporan. Peningkatan pertumbuhan tersebut disebabkan oleh meningkatnya produksi

khususnya beras di Sulsel. Hal ini sejalan dengan data angka sementara 2010 dan angka

ramalan 2011 (grafik 1.7.1), luas panen dan produksi beras yang cenderung mengalami

peningkatan. Kondisi pertanian Sulsel cukup unik jika dibandingkan dengan daerah-daerah

lain. Meski perubahan iklim yang membuat beberapa wilayah di Indonesia sulit memproduksi

pangan karena gagal panen, Sulsel mengalami kondisi yang berbeda. Di sejumlah kabupaten/

kota Sulsel terjadi penambahan lahan pertanian dan intensitas masa tanam yang semakin

-40%

-30%

-20%

-10%

0%

10%

20%

-

50

100

150

200

250

300

1 2 3 4 1 2 3 4 1

2009 2010 2011

Embarkasi (keluar)Debarkasi (masuk)Y.O.Y

Sumber : Pelindo IV* : Sementara

ribu

org

-20%

0%

20%

40%

60%

80%

100%

0

50

100

150

200

250

1 2 3 4 1 2 3 4 1

2009 2010 2011

Kend & Sk Cd

yoy

Smb : SPE

meningkat khususnya untuk lahan pertanian tadah hujan. Lahan pertanian tadah hujan yang

hanya terjadi sekali setahun pada saat curah hujan tinggi sehingga dapat membuat banyak

lahan persawahan yang selalu tergenangi air atau mendapat pasokan air yang cukup

sehingga sangat berpotensi menanam lebih dari sekali. Peningkatan pertumbuhan pertanian

dimaksud juga dicerminkan oleh peningkatan petumbuhan indeks Nilai Tukar Petani (grafik

1.7.2) dan indeks rata-rata yang diterima petani (grafik 1.7.3).

Grafik 1.7. Prompt Indikator Kinerja Sektor Pertanian

Grafik 1.7.1.Realisasi dan Perkiraan

Luas Panen & Produksi Padi

Grafik 1.7.2.Perkembangan Indeks Nilai Tukar Petani

Grafik 1.7.3.Perkembangan Rata-rata

Indeks Yang Diterima Petani

Pertumbuhan kinerja sektor pertanian ini juga tercatat lebih tinggi dibandingkan

triwulan I-2010 yang terkontraksi cukup besar yaitu tumbuh negatif 6,98% (y.o.y).

Penurunan kinerja sektor pertanian yang cukup besar pada tahun sebelumnya disebabkan

karena pengaruh faktor eksternal, yaitu cuaca buruk yang menghambat pertumbuhan

pertanian Sulsel sejak triwulan IV-2010 dan berlanjut hingga mencapai puncaknya pada

triwulan I-2010. Terjadi pergeseran awal musim hujan dan kemarau menyebabkan terjadinya

perubahan pola tanam dan waktu tanam. Sehingga panen yang seyogyanya terjadi pada

triwulan I-2011 banyak yang justru mengalami gagal panen dan juga turunnya kualitas

-

200,000

400,000

600,000

800,000

1,000,000

1,200,000

1,400,000

1,600,000

1,800,000

Luas Panen (Ha) Hasil/Ha Produksi (ton)

asem 2010aram 2011

Periode Januari-April

-2%

-1%

0%

1%

2%

3%

4%

95 96 97 98 99

100 101 102 103 104 105 106

1 2 3 4 1 2 3 4 1

2009 2010 2011

NTP y.o.y

0%

2%

4%

6%

8%

10%

12%

14%

105

110

115

120

125

130

135

140

145

1 2 3 4 1 2 3 4 1

2009 2010 2011

Indeks Yang Diterima Petani y.o.y

komoditas pertanian pada periode tersebut. Pada tahun 2010, terjadi pergeseran awal

musim hujan dan kemarau

1.2.3. Sektor Perdagangan-Hotel-Restoran (PHR)

Pertumbuhan sektor ini juga cukup tinggi dan memiliki tingkat pertumbuhan yang

sama dengan sektor pertanian, yaitu sebesar 11,52% (y.o.y). Meski demikian, namun jika

dibandingkan dengan triwulan sebelumnya pertumbuhannya cenderung melambat jika

dibandingkan dengan triwulan sebelumnya (17,15%). Perlambatan pada sektor ini didorong

oleh sub-sektor perdagangan dan hotel yang ditandai dengan melambatnya prompt

indikator volume bongkar muat via pelabuhan (grafik 1.8.1) dan rata-rata tingkat

penghunian kamar (TPK) berbintang (garfik 1.8.2).

Grafik 1.8. Prompt Indikator Kinerja Sektor Perdagangan-Hotel-Restoran

Grafik 1.8.1.Volume Bongkar Muat

Via Pelabuhan

Grafik 1.8.2.Rata-rata Tingkat Penghunian Kamar

Hotel Berbintang

Grafik 1.8.3.Perkembangan Indeks Penjualan Eceran

Kel. Makanan dan Tembakau

Grafik 1.8.4.Perkembangan Indeks Penjualan Eceran

Kel. Peralatan Rumah Tangga

Sementara disisi lain terdapat dorongan pertumbuhan yang diperkirakan berasal dari

konsumsi masyarakat yang bersifat bahan makanan maupun makanan jadi, yang secara tidak

langsung berkontribusi terhadap pertumbuhan sub-sektor perdagangan pada triwulan

laporan. Hal tersebut diindikasikan dari peningkatan indeks penjualan eceran untuk

-50%

-40%

-30%

-20%

-10%

0%

10%

20%

30%

40%

50%

0.0

0.5

1.0

1.5

2.0

2.5

1 2 3 4 1 2 3 4 1*

2009 2010 2011

Ribu

Ton

BONGKARMUAT

Sumber : Pelindo IV* : Sementara

-15%

-10%

-5%

0%

5%

10%

15%

20%

-

10

20

30

40

50

60

1 2 3 4 1 2 3 4 1*

2009 2010 2011

Ss yoy

Sumber: BPS

-60%-40%-20%0%20%40%60%80%100%

0

100

200

300

400

500

600

700

1 2 3 4 1 2 3 4 1

2009 2010 2011

Mknn & Temb yoy

Smb : SPE

-50%0%50%100%150%200%250%300%

0

50

100

150

200

250

300

1 2 3 4 1 2 3 4 1

2009 2010 2011

Perlt RTyoy

Smb : SPE

kelompok komoditas makanan dan tembakau (grafik 1.8.3.) serta kelompok komoditas

peralatan rumah tangga (1.8.4.).

1.2.4. Sektor Bangunan

Sektor bangunan pada triwulan laporan tumbuh cukup tinggi, yaitu tercatat sebesar

8,48% (yoy), namun sedikit lebih rendah jika dibandingkan pertumbuhan pada triwulan

sebelumnya yang tercatat sebesar 8,68%. Perlambatan sektor bangunan, diperkirakan terjadi

karena masih belum optimalnya realisasi pembangunan atas proyek-proyek pemerintah. Hal

ini sejalan dengan masih relatif kecilnya realisasi ‘Belanja Modal’, yaitu sebesar 2,97%.

Namun di sisi lain, masih cukup tingginya pertumbuhan sektor dimaksud sejalan

dengan tingginya pertumbuhan investasi pada triwulan laporan (18,90%). Hal tersebut

diperkirakan berasal dari cukup tingginya kontribusi sektor swasta pada sektor konstruksi,

yang tercemin dari terjadinya peningkatan realisasi pengadaan semen (grafik 1.9.1.) dan juga

meningkatnya indeks penjualan eceran untuk kelompok bahan konstruksi (grafik 1.9.2.).

Grafik 1.9. Prompt Indikator Kinerja Sektor Bangunan

Grafik 1.9.1.Realisasi Pengadaan Semen

Grafik 1.9.2.Indeks Penjualan EceranKel. Bahan Konstruksi

Namun pertumbuhan sektor bangunan pada triwulan ini masih lebih rendah jika

dibandingkan dengan triwulan I-2010 (11,83%), dimana pada triwulan dimaksud

penyelesaian proyek-proyek yang didanai oleh stimulus fiskal pada tahun 2009, masih

berdampak yang cukup besar pada triwulan I-2010, yang merupakan imbas dari

penyelesaikan proyek-proyek dimaksud.

1.2.5. Sektor Jasa-jasa

Pertumbuhan sektor ini tercatat menduduki peringkat kelima dari 9 (sembilan) sektor

perekonomian pada triwulan I-2011. Pertumbuhan sektor ini tidak juga seperti kebanyakan

sektor–sektor lain yang mengalami perlambatan. Pada triwulan laporan, sektor jasa-jasa

-20%

-10%

0%

10%

20%

30%

40%

50%

0

100

200

300

400

500

600

1 2 3 4 1 2 3 4 1*

2009 2010 2011

Ribu

an T

on

Sulsel y.o.ySumber : ASI* : Sementara

-40%-20%0%20%40%60%80%100%120%

0 100 200 300 400 500 600 700

1 2 3 4 1 2 3 4 1

2009 2010 2011

Bhn Kons

yoy

Smb : SPE

sedikit mengalami peningkatan jika dibandingkan dengan triwulan IV-2010, yang tumbuh

sebesar 15,07% (y.o.y).

Peningkatan ini diperkirakan karena adanya peningkatan pada kegiatan penunjang

dalam memproduksi hasil pertanian dan kegiatan sejenisnya. Kegiatan yang mencakup

penunjang pertanian atas dasar balas jasa atau kontrak, antara lain mencakup jasa penyiapan

lahan pertanian, penanaman lahan pertanian, pemeliharaan lahan pertanian, penyiraman

lahan pertanian (termasuk penyiraman lahan melalui udara), perapihan (trimming) pohon

buah dan anggur, transplantasi padi dan bit, pemanenan, pengendalian hama (termasuk

kelinci) dalam hubungannya dengan pertanian, pengoperasian peralatan irigasi pertanian,

penyediaan perlengkapan mesin pertanian dengan operator dan jasa pemeliharaan kondisi

lahan agar baik digunakan untuk pertanian1. Hal tersebut sejalan dengan peningkatan

pertumbuhan sektor pertanian Sulsel pada triwulan laporan hingga mencapai 11,52% (tabel

1.2)

1.2.6. Sektor Keuangan-Persewaan-Jasa Perusahaan

Pertumbuhan sektor ini berada pada urutan keenam yaitu sebesar 6,77% (y.o.y), dari

9 (sembilan) sektor perekonomian di Sulsel. Namun jika dibandingkan dengan pertumbuhan

pada triwulan IV-2010, maka sektor ini mengalami perlambatan dari tumbuh sebesar

15,07% (y.o.y) menjadi sebesar 6,77% pada triwulan I-2011. Perlambatan tersebut

diperkiraan disebabkan karena terjadinya penurunan sub-sektor persewaan seperti

persewaan motor, mobil dan bus parwisata, dimana pada triwulan I-2011 masih relatif

kecilnya aktivitas jasa perusahaan sehingga juga turut penyebabkan perlambatan pada sektor

dimaksud. Di tambah lagi dengan kecenderungan penurunan pada subsektor keuangan

khususnya yang berasal dari lembaga keuangan non-bank. Selain itu, perlambatan sektor

dimaksud juga sejalan dengan perlambatan pertumbuhan Nilai Tambah Bruto (NTB) Bank

Umum relatif melambat (grafik 1.10.1.).

Sementara pertumbuhan triwulan I-2011 relatif lebih lebih rendah dibandingkan

dengan triwulan I-2010 (25,16%; y.o.y). Tingginya pertumbuhan sektor keuangan-

persewaan dan jasa perusahaan pada triwulan I-2010 karena bersamaan dengan

diselenggarakannya aktivitas Pilkada di 6 (enam) kabupaten di Sulsel pda Maret 2010. Hal ini

tercermin dari tingkat pertumbuhan NTB Bank Umum (grafik 1.10.3) yang sangat tinggi pada

triwulan I-2010 dan juga tercermin dari terjadinya peningkatan transaksi RTGS di Sulsel

(grafik 1.10.4) yang tumbuh cukup tinggi sejak 2 (dua) triwulan sebelum terselenggaranya

Pilkada.

1 http://produksipemalang.wordpress.com/2011/03/15/klasifikasi-lapangan-usaha-edisi-010/

Grafik 1.10. Prompt Indikator Kinerja Sektor Keuangan-Persewaan-Jasa Perusahaan

Grafik 1.10.1.Pembiayaan Lemb. Keuangan Non Bank

Grafik 1.10.2.Perkembangan Kredit Bank Umum

Grafik 1.10.3.Nilai Tambah Bruto Bank Umum

Grafik 1.10.4.Transaksi RTGS

1.2.7. Sektor Listrik-Gas-Air Bersih

Pertumbuhan sektor listrik-gas-air bersih menduduki peringkat ke tujuh dari 9

(sembilan) sektor perekonomian Sulsel. Kinerja sektor listrik-gas-air pada triwulan laporan

cenderung mengalami perlambatan jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Pada

triwulan laporan sektor ini tercatat tumbuh sebesar 3,10% (yoy), sementara pada triwulan

IV-2010 tumbuh sebesar 8,20%. Perlambatan pertumbuhan tersebut diduga sejalan dengan

melambatnya aktivitas perekonomian Sulsel pada awal tahun 2011 dimana hal ini tercermin

pada pertumbuhan penjualan listrik pada triwulan I-2011 yang relatif melambat jika

dibandingkan dengan triwulan sebelumnya (grafik 1.11).

Sementara secara tahunan, apabila dibandingkan dengan pertumbuhan triwulan I-

2010 (5,08%; yoy), pertumbuhan sektor ini pada triwulan laporan masih tercatat lebih

rendah. Selain itu, kinerja penyediaan air bersih relatif terhambat pada musim penghujan,

karena Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) belum dapat menjamin tingkat kejernihan air

100 persen untuk disuplai ke pelanggan setiap harinya. Tingkat kejernihan air masih dapat

dipengaruhi atau berubah keruh jika intensitas curah hujan setiap hari meningkat atau jika

tidak terjadi kendala dalam masalah mesin milik PDAM.

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

80%

-

100

200

300

400

500

600

700

800

1 2 3 4 1 2 3 4 1

2009 2010 2011Mill

ions

Sbr : Kanwil Pegadaian Mks* Sementara

0%

5%

10%

15%

20%

25%

30%

35%

0.05.0

10.015.020.025.030.035.040.045.050.0

1 2 3 4 1 2 3 4 1*

2009 2010 2011

Trili

un R

p

KREDIT yoy

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

0

2

4

6

8

10

12

1 2 3 4 1 2 3 4 1*

2009 2010 2011Trily

un R

p

NTB SULSEL y.o.y

Sbr : LBU - BI

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

80%

90%

-

5

10

15

20

25

30

35

40

45

1 2 3 4 1 2 3 4 1

2009 2010 2011

Total

Y.O.Y

Grafik 1.11. Prompt Indikator Kinerja Sektor Listrik-Gas-Air Bersih

Penjualan Listrik (Juta Kwh)

1.2.8. Sektor Industri Pengolahan

Pada triwulan I-2011, sektor ini mengalami perlambatan pertumbuhan yang cukup

besar jika dibandingkan triwulan sebelumnya, yaitu dari tumbuh dari sebesar 8,74% (yoy)

pada triwulan IV-2010 menjadi sebesar 3,10% pada triwulan laporan. Perlambatan

pertumbuhan tersebut diperkirakan karena perlambatan pada industri tepung terigu di Sulsel

(grafik 1.12.1), sebagai akibat dari masih tingginya harga gandum internasional (grafik

1.12.2). Selain itu, melambatnya industri di Sulsel juga tercermin dari perlambatan pada

volume impor intermediate goods (grafik 1.12.3), yang berarti bahwa kapasitas produksi dari

sektor ini masih belum digunakan secara optimal.

Namun di sisi lain, dorong pertumbuhan dari industri semen masih cukup baik,

meskipun dari sisi volume realisasi pengadaan semen juga cenderung menurun jika

dibandingkan triwulan IV-2010 (grafik 1.12.4).

Grafik 1.12. Prompt Indikator Kinerja Sektor Industri Pengolahan

Grafik 1.12.1.Realisasi Produksi Tepung Terigu

Grafik 1.12.2.Harga Gandum Internasional

-10%

-5%

0%

5%

10%

15%

20%

560 580 600 620 640 660 680 700 720 740

1 2 3 4 1 2 3 4 1*

2009 2010 2011Juta

KW

H

Total Pemakaian Listriky.o.y

Sbr : PLN Divre VII

0

20

40

60

80

100

120

140

160

180

200

-20%

-15%

-10%

-5%

0%

5%

10%

15%

20%

25%

30%

35%

1 2 3 4 1 2 3 4 1

2009 2010 2011

Ribu

an T

on

Produksi-axis kiriyoy-axis kanan

Sumber : EFM Mks

-60%-40%-20%0%20%40%60%80%100%120%140%

-

200

400

600

800

1,000

1,200

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1

2008 2009 2010 2011

$/bushel

yoy indeks

Grafik 1.12.3.Volume Impor Intermediate Goods

Grafik 1.12.4.Realisasi Pengadaan Semen

Namun di sisi lain, dorong pertumbuhan dari industri semen masih cukup baik,

meskipun dari sisi volume realisasi pengadaan semen juga cenderung menurun jika

dibandingkan triwulan IV-2010 (grafik 1.12.4).

1.2.9. Sektor Pertambangan - Penggalian

Pada triwulan laporan sektor ini mengalami kontraksi pertumbuhan yang cukup

signifikan yaitu dari negatif 11,20% pada triwulan IV-2010 menjadi 13,16% (y.o.y) pada

triwulan laporan. Perlambatan sektor dimaksud tercermin pada perlambatan volume ekspor

luar negeri barang mineral non-logam (grafik 1.13.1). Kontraksi tersebut diperkirakan karena

PT International Nickel Indonesia Tbk (INCO) berencana menggenjot produksi pasca

melakukan perawatan pabrik pada akhir triwulan I-2011, dimana selama proses

pemeliharaan, secara langsung akan mengakibatkan turunnya produksi karena akan terjadi

shutdown sementara. Hal ini tercermin pada relatif melambatnya volume ekspor luar negeri

komoditas nikel (grafik 1.13.2). Selain itu, perkembangan sektor ini ditandai dengan volume

ekspor barang mineral non-logam (grafik 1.13.1.) yang pertumbuhannya relatif lebih rendah

dibandingkan triwulan sebelumnya, yang terutama dipengaruhi oleh perlambatan volume

ekspor nikel (grafik 1.13.2.).

Grafik 1.13. Prompt Indikator Kinerja Sektor Pertambangan-Penggalian

Grafik 1.13.1.Volume Ekspor Luar NegeriBarang Mineral Non Logam

Grafik 1.13.2.Volume Ekspor Luar Negeri Nikel

-80%

-60%

-40%

-20%

0%

20%

40%

60%

80%

-

50

100

150

200

250

300

350

1 2 3 4 1 2 3 4* 1**

2009 2010 2011Juta

Kg

Intermediate GoodsIntermediate Goods y.o.y

* SementaraSmb : Cognos - BI

-20%

-10%

0%

10%

20%

30%

40%

50%

0

100

200

300

400

500

600

1 2 3 4 1 2 3 4 1*

2009 2010 2011

Ribu

an T

on

Sulsel y.o.ySumber : ASI* : Sementara

-150%-100%-50%0%50%100%150%200%250%300%

-10 20 30 40 50 60 70 80 90

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1*

2008 2009 2010 2011

Ribu

Ton

BARANG2 DARI MINERAL NON LOGAMTOTALy.o.y

Smb : Cognos - BI* Sementara

-500%

0%

500%

1000%

1500%

2000%

2500%

0

5000000

10000000

15000000

20000000

25000000

30000000

35000000

40000000

45000000

1 2 3 4 1 2 3 4 1*

2009 2010 2011

Volume Ekspor Nikely.o.y

Smb : Cognos - BI* Sementara

Grafik 1.13.3.Harga Nikel Internasional

Namun apabila dibandingkan dengan pertumbuhan triwulan I-2010 yang sebesar

25,52% (yoy), maka pertumbuhan pada triwulan ini tercatat jauh lebih rendah yang relatif

disebabkan pengaruh faktor harga nikel di pasar internasional (grafik 1.13.3.) yang pada

triwulan I-2010 cenderung lebih tinggi dibandingkan triwulan I-2010. Hal tersebut,

dipengaruhi oleh membaiknya kondisi perekonomian global setelah krisis keuangan global

yang melanda di tahun 2008-2009.

-80%-60%-40%-20%0%20%40%60%80%100%120%

-

5

10

15

20

25

30

35

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1

2008 2009 2010 2011Thou

sand

sUSD/metric ton

yoy indeks

BOKS I

Kondisi Terkini Produksi Pangan Dan Distribusi Pasokan Pangan Strategis

Kondisi Capaian Produksi Pangan

Di tahun 2010 pencapaian produksi pangan di Wilayah Sulampua menunjukkan

kinerja yang kurang memuaskan. Produksi padi yang merupakan bahan pangan utama

Sulampua tumbuh 2,30% (yoy), melambat dibandingkan tahun 2009 sebesar 3,59%

(yoy). Rendahnyapencapaian produksi beras tahun 2010 terutama disebabkan oleh

faktor anomali cuaca yang mengganggu proses tanam/produksi.

Sebaliknya pertumbuhan produksi bahan pangan lainnya seperti jagung dan ubi

kayu menunjukkan peningkatan. Perbaikan kinerja produksi jagung terutama

disumbangkan oleh peningkatan Gorontalo sejalan dengan perluasan lahan tanam

jagung yang cukup masif mencapai 19.035 ha. Sementara peningkatan produksi ubi kayu

didorong oleh kebijakan pemerintah untuk melakukan diversifikasi pangan.

Produksi Bahan Pangan Sulampua (% yoy)

*) Angka RamalanSumber : Kementerian Pertanian

Pada tahun 2011 produksi padi Sulampua diperkirakan optimis mencapai 7,5

juta ton atau tumbuh sebesar 4,04% (yoy). Volume produksi tersebut sebagian besar

dihasilkan di Sulawesi Selatan (60%). Peningkatan produksi didorong oleh peningkatan

luas panen (2,89%) yang terjadi di Sulawesi Selatan seluas 16,9 ribu hektar. Perluasan

tersebut merupakan hasil program rehabilitasi dan pembangunan sistem irigasi pertanian

di seluruh kabupaten yang dapat meningkatkan frekuensi panen.

Pada subround I-2011 (bulan Januari-April) capaian produksi padi di Sulampua

diperkirakan cukup baik, yaitu sebesar 2,6 juta ton atau tumbuh 16,2% dibandingkan

periode yang sama tahun 2010. Curah hujan yang cukup tinggi di awal tahun 2011 (saat

benih berumur +1 bulan) dan cenderung turun di bulan Februari dan Maret (saat musim

panen dimulai) mendorong peningkatan produksi tersebut. Selain itu diperoleh informasi

bahwa tidak terdapat gangguan berupa banjir/hama/kekeringan yang secara signifikan

mengganggu proses panen.

2009 2010 2011* 2009 2010 2011*Padi 7,073.3 7,235.8 7,528.2 3.59% 2.30% 4.04%Jagung 2,752.6 2,845.1 2,947.2 1.02% 3.36% 3.59%Ubi Kayu 1,155.8 1,283.5 1,372.7 -5.42% 11.05% 6.95%

Pertumbuhan (yoy)Produksi (Ribu Ton)KOMODITAS

Produksi padi Sulampua pada subround II-2011 (bulan Mei-Agustus) diperkirakan

lebih tinggi dari Subround I-2011, yaitu meningkat 8,57% dibandingkan Subround I-

2011 atau tumbuh 2,2% (yoy). Pola produksi tahun ini berbeda dari tahun sebelumnya,

dimana pada tahun 2010 terjadi pergeseran pola panen akibat anomali cuaca yang terjadi

sejak awal tahun.

Kondisi Distribusi Pasokan Kebutuhan Pokok

Meskipun kondisi produksi telah kembali normal namun masih terdapat indikasi

terkendalanya proses distribusi yang tercermin dari masih tertahannya penurunan harga

beras walaupun musim panen sudah dimulai. Margin harga beras yang relatif tinggi

diperkirakan akan menambah jumlah pemain (pedagang besar) yang dapat kembali

mendorong kenaikan harga beras (vicious circle). Indikasi makin bertambahnya para

pemain komoditas beras dapat dikonfirmasi dengan pertumbuhan kredit modal kerja

untuk pembelian beras di Sulsel yang sangat tinggi sebesar 221% (yoy).

Berdasarkan informasi dari Bulog Divre VII Sulselbar, tingginya harga beras saat ini

diperkirakan akan mengurangi kemampuan penyerapan beras bulog tahun 2011 sebesar

17,8% dibandingkan tahun lalu. Pada tahun ini penyerapan Bulog Divre VII diperkirakan

hanya sebesar 370.000 ton, lebih rendah dibandingkan realisasi penyerapan beras Bulog

tahun 2010 sebesar 450.000 ton. Mengingat bahwa Sulsel dapat memenuhi 60%

kebutuhan beras Sulampua, kondisi ini cukup mengganggu stabilisasi harga beras oleh

Bulog.

Kendala pada proses distribusi pangan perlu dicermati terutama pada daerah yang

berpotensi rawan pangan. Berdasarkan Peta Ketahanan dan Kerentanan Pangan

Indonesia (Badan Ketahanan Pangan, 2009), dari 30 kabupaten yang memiliki potensi

rawan pangan tinggi, 20 diantaranya berada di Wilayah Sulampua terutama Papua (17

kabupaten). Ketahanan pangan Papua sangat rentan karena tidak memiliki areal

pertanian pangan memadai dan bergantung pada suplai dari provinsi lain, sementara

akses transportasi masih cukup minim.

Program Peningkatan Ketahanan Pangan

Dalam rangka menjaga ketahanan pangan, Badan Ketahanan Pangan (BKP)

memiliki beberapa program yang pelaksanaannya terkoordinasi secara nasional. Program

utama BKP adalah (1) Program Peningkatan Diversifikasi Pangan Non Beras dengan target

menurunkan konsumsi beras masyarakat 1,5% di tahun 2013, (2) Pengembangan Desa

Mandiri Pangan untuk meningkatkan ketahanan pangan di desa rawan pangan,

(3) Penguatan Lembaga Distribusi Pangan Masyarakat (LDPM). Program (1) dan (2)

dilaksanakan di semua provinsi, sedangkan program (3) dilakukan di daerah sentra

produksi beras (Sulsel, Sulteng, dan Sulut).

Khusus provinsi Papua yang merupakan provinsi dengan kerentanan pangan

tertinggi, pada tahun 2011 akan mengadakan pelatihan penyusunan Peta Ketahanan dan

Kerentanan Pangan, Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi dan SKPG agar antisipasi

kekurangan pangan dan gizi dapat dilakukan dengan cepat sampai ke tingkat distrik.

Selain itu pemerintah juga menyediakan dana bantuan sosial Rp25 juta per kabupaten

untuk mengatasi ketika terjadi rawan pangan.

Realisasi Kebijakan Peningkatan Produksi Pangan

Untuk meningkatkan produksi pangan di tahun 2011, beberapa program yang

akan dilaksanakan oleh pemerintah antara lain (1) Bantuan benih dan pupuk, (2)

Pendampingan dan penyuluhan kepada petani, (3) Bantuan alat mesin pertanian, (4)

Pembangunan alat pengering (lantai jemur, terpal, dan silo dryer, dan (6) Rehabilitasi dan

pembangunan sistem irigasi. Pelaksanaan program-program tersebut diperkirakan baru

akan berjalan di pertengahan tahun 2011, sehingga peningkatan produksi akan tercatat

pada Subround III-2011 (bulan September-Desember).

BOKS II

Pengaruh Tsunami di Jepang Terhadap Perekonomian Sulampua

Tsunami Jepang yang terjadi pada tanggal 11 Maret 2011 diperkirakan akan

mengoreksi pertumbuhan ekonomi Sulampua, karena Jepang merupakan negara tujuan

ekspor utama bagi provinsi yang ada di Sulampua. Nilai ekspor Sulampua ke Jepang pada

tahun 2010 mencapai US$ 3,35 miliar, atau sebesar 32% dari total nilai ekspor

Sulampua. Berdasarkan nilai ekspornya, komoditas yang mendominasi yaitu tembaga

(48,7%) dan nikel (41,5%).

Share Nilai Ekspor Sulampua Berdasarkan Negara Tujuan

Share Nilai Ekspor Komoditas Sulampua dengan Tujuan Ekspor Jepang

Nilai ekspor Sulampua ke Jepang pada tahun 2010 mencapai US$ 3,35 miliar,

atau sebesar 32% dari total nilai ekspor Sulampua. Komoditas yang mendominasi yaitu

tembaga (48,7% dari total ekspor Sulampua ke Jepang) dan nikel (41,5% dari total

ekspor Sulampua ke Jepang).

Potensi gangguan ekspor dengan tujuan Jepang dapat diperkecil bila pelaku

usaha di Sulampua dapat melakukan pengalihan ekspor ke negara lain. Ekspor tembaga

diperkirakan cukup aman mengingat banyak negara lain yang mampu menyerap hasil

produksi tembaga, misalkan Filipina, India, Korea Selatan, dan Cina. Sementara untuk

komoditas nikel, hanya Cina yang memiliki volume pembelian hampir setara dengan

Jepang. Permintaan nikel Cina diprediksikan akan terus menguat mengingat tingginya

pertumbuhan ekonomi negara tersebut.

Jepang32%

Cina12%

India10%

Korea Selatan

9%

Spanyol8%

Malaysia6%

US4% Lainnya

19%

Tembaga, 48.71%

Nikel, 41.45%

Batubara, 4.54%

Hasil Ikan, 2.90%

Produk Kayu, 1.36%

Timah, 0.43%Lainnnya,

0.60%

Share Ekspor Tembaga Sulampua

Share Ekspor Nikel Sulampua

Bila dilihat dari volume ekspor, share Jepang terhadap total ekspor hanya sebesar

11% dari total ekspor Sulampua. Volume ekspor menjadi sedemikian kecil karena

tingginya nilai komoditas utama ekspor ke Jepang, yaitu matte nikel. Dalam hal volume,

Cina mencatat share terbesar.

Share Volume Ekspor Sulampua Berdasarkan Negara Tujuan

Share Volume Ekspor Komoditas Sulampua dengan Tujuan Ekspor Jepang

Pengaruh kedua yang harus diwaspadai adalah penurunan impor. Selama tahun

2010 impor Sulampua yang berasal dari Jepang mencatat share 11,9%, dengan

komoditas utama ban mobil dan plat baja. Pengiriman kedua komoditas tersebut

diprediksi akan terganggu karena lokasi pabriknya sempat terhantam gempa dan

tsunami. Namun diperkirakan pembeli di Sulampua dapat memenuhi kebutuhannya dari

negara lain atau dari hasil produksi lokal.

Share Komoditas Impor Utama Jepang ke Sulampua

Negara Tujuan Share Nilai Share VolumeJepang 37.20% 37.53%India 19.18% 19.47%Spanyol 18.13% 17.36%Cina 14.73% 14.58%Korea Selatan 6.64% 6.26%Filipina 4.12% 4.79%

Negara Tujuan Share Nilai Share VolumeJepang 76.03% 9.28%Cina 19.30% 80.64%Lainnya 4.68% 10.07%

RRC55%

Jepang11%

India8%

Korea Selatan

4%

Singapura3%

Lainnya19%

Nikel, 41.80%

Batubara, 39.97% Tembaga,

16.14%

Kayu Olahan, 1.03%

Ikan-Ikanan, 0.45%

Lainnya, 0.61%

Komoditas Ban Mobil Plat BajaTerhadap Impor dari Jepang 16.9% 4.4%Terhadap Impor Komoditas di Sulampua 57.3% 54.0%Terhadap Total Impor Sulampua 2.02% 0.53%

31Kajian Ekonomi Regional Sulawesi Selatan Triwulan I - 2011

Bab 2 Perkembangan Inflasi

2.1. Perkembangan Inflasi

Laju inflasi tahunan Sulsel pada triwulan I-2011, masih sejalan dengan proyeksi inflasi

di kisaran 6,52% ± 0.5% (yoy), menurun dibandingkan triwulan sebelumnya. Inflasi pada

triwulan I-2011 sebesar 6,32% (yoy), meningkat dibandingkan triwulan I-2010 sebesar

3,45% (yoy) namun menurun dibandingkan triwulan IV-2010 sebesar 6,56% (yoy).

Sementara itu, dibandingkan inflasi Nasional sebesar 6,65% (yoy)1. Inflasi tahunan Sulsel

masih tercatat lebih rendah, dibandingkan inflasi Nasional sebesar 6,65% (yoy)2.

Grafik 2.1. Perkembangan Inflasi Sulawesi Selatan

-2

0

2

4

6

8

10

12

14

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1

2008 2009 2010 2011

y.o.y - Nasy.o.y - Ssy.t.d - Ss

Sumber : BPS diolah

%

2.1.1. Inflasi Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa

Secara tahunan, urutan inflasi Sulsel pada triwulan I-2011 berdasarkan kelompok

barang dan jasa, dari yang tertinggi hingga terkecil adalah sebagai berikut :

Kelompok Bahan Makanan, laju inflasi tahunan pada triwulan laporan meningkat

cukup tinggi menjadi sebesar 13,96%, dibandingkan triwulan yang sama tahun 2010

sebesar 2,68% (tabel 2.1). Peningkatan inflasi tersebut disebabkan oleh kenaikan harga pada

sub-kelompok bumbu-bumbuan, sub-kelompok ikan segar dan sub-kelompok lemak-minyak

yang inflasi secara berurutan sebesar 76,64% (yoy); 22,89%; dan 14,44% pada triwulan I-

1 Sumber : BPS2 Sumber : BPS

32 Kajian Ekonomi Regional Sulawesi SelatanTriwulan I – 2011

2011 dimana lebih tinggi jika dibandingkan triwulan I-2010 masing-masing sebesar 74,18%;

6,58% dan 10,81% (tabel 2.2).

Tabel 2.1. Inflasi Kelompok Barang dan Jasa (%, yoy)

Bahan Makanan

Makanan Jadi

Perumahan Sandang Kesehatan Pendidikan Transpor UMUM

1 13.17 11.97 9.34 11.12 10.21 3.55 1.77 9.01 2 4.14 10.63 4.66 7.65 6.51 3.46 (5.01) 3.80 3 3.38 6.74 3.26 6.92 3.89 4.66 (4.72) 2.70 4 3.60 6.23 3.55 7.31 2.86 6.91 (2.32) 3.39 1 2.68 6.22 3.48 2.16 2.98 7.08 1.18 3.45 2 7.64 5.23 4.11 7.56 2.73 7.08 1.06 5.00 3 13.43 6.21 4.13 7.65 2.92 4.07 1.76 6.58 4 14.27 5.90 4.14 7.35 3.06 1.80 1.75 6.56 1 13.96 4.47 4.16 8.30 3.08 1.48 1.84 6.32 2 - - - - - - - -3 - - - - - - - -4 - - - - - - - -

Sumber : BPS, diolah

Ket : Sejak Tahun 2008 menggunakan tahun dasar 2007

2011

2009

2010

TAHUN

Tekanan inflasi pada sub-kelompok bumbu-bumbuan dan ikan segar tersebut

disebabkan terutama karena faktor cuaca yang kurang kondusif, yaitu masih cukup tingginya

curah hujan. Sifat komoditas sayur-sayuran yang tidak tahan lama menyebabkan komoditas

tersebut cepat busuk/rusak. Hal tersebut menyebabkan terbatasnya ketersediaan komoditi

pada sub-kelompok tersebut yang pada akhirnya memberi tekanan pada inflasi.

Grafik 2.2. Perkembangan Inflasi Kel. Bahan Makanan

-5

0

5

10

15

20

25

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1

2008 2009 2010 2009%

y.t.d

y.o.ySumber : BPS diolah

Tabel 2.2. Inflasi Per-Sub Kel. Bahan Makanan

1 4 1BAHAN MAKANAN 2.69% 14.27% 13.96%

1 Padi-padian 12.50% 15.02% 6.47%2 Daging & Hasilnya -0.81% 8.45% 0.55%3 Ikan Segar -4.02% 6.58% 22.91%4 Ikan Diawetkan -1.83% 5.10% 13.21%5 Telur, Susu & Hasilnya 0.71% 4.42% 6.02%6 Sayur-sayuran 4.58% 15.98% 8.31%7 Kacang-kacangan 1.67% 9.02% 6.63%8 Buah-buahan 28.49% 12.42% -5.17%9 Bumbu-bumbuan -9.22% 74.18% 76.59%

10 Lemak & Minyak -5.08% 10.81% 14.44%11 Bhn Makanan Lainnya 2.55% 4.97% 3.85%

2011No

2010Keterangan

Selain itu, cuaca ekstrim yang terutama terjadi pada awal triwulan I-2011

menyebabkan nelayan sulit melaut sehingga harga ikan laut di sejumlah pasar tradisional dan

Pusat Pelelangan Ikan naik sekitar 40 persen dari sebelumnya(lihat grafik 2.3).

Tekanan inflasi juga terjadi pada sub-kelompok lemak dan minyak. Hal ini disebabkan

karena harga CPO di tingkat dunia yang masih terus meningkat sejak triwulan II-2010.

33Kajian Ekonomi Regional Sulawesi Selatan Triwulan I - 2011

Lonjakan harga tersebut mempengaruhi peningkatan harga minyak goreng di Indonesia yang

penentuan harganya mengacu pada harga jual CPO yang semakin meningkat (grafik 2.4).

Grafik 2.3. Perkembangan Harga Beberapa Komoditi dalam Kel. Bahan Makanan Hasil SPH di Makassar

Cakalang dan Tongkol

15,000

20,000

25,000

30,000

35,000

40,000

1 2 3 4 1 2 3 4 1

2009 2010 2011

Tongkol

Cakalang

Bawang Merah

-

5,000

10,000

15,000

20,000

25,000

30,000

-40.00%

-20.00%

0.00%

20.00%

40.00%

60.00%

80.00%

100.00%

1 2 3 4 1 2 3 4 1

2009 2010 2011

Harga Bawang Merah

Growth (yoy)

Minyak Goreng

-

2,000

4,000

6,000

8,000

10,000

12,000

14,000

-20.00%

-15.00%

-10.00%

-5.00%

0.00%

5.00%

10.00%

15.00%

20.00%

25.00%

1 2 3 4 1 2 3 4 1

2009 2010 2011

Minyak Goreng

Growth (yoy)

Sawi Hijau dan Bayam

-2,000 4,000 6,000 8,000

10,000 12,000 14,000

1 2 3 4 1 2 3 4 1

2009 2010 2011

Sawi Hijau

Bayam

Grafik 2.4.Harga CPO Internasional

-50%-40%-30%-20%

-10%0%10%20%

30%40%

-

500

1,000

1,500

2,000

2,500

3,000

3,500

4,000

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1

2008 2009 2010 2011

ringgit/ton (metrik)

yoy indeks

Kemudian, jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya maka inflasi triwulan

laporan juga tercatat lebih rendah sebesar 0,31% jika dibandingkan dengan inflasi pada

triwulan IV-2010 sebesar (14,27%; yoy), dimana sumber perlambatan inflasinya juga berasal

dari sub-kelompok padi-padian, daging-hasilnya, sayur-sayuran, kacang-kacangan dan buah-

buahan. Penyebabnya utamanya adalah karena faktor musiman, dimana pada pada triwulan

IV-2010 terdapat perayaan Hari Raya Idul Fitri, Idul Adha, Natal, Tahun Baru dan liburan

sekolah yang menyebabkan terjadinya peningkatan permintaan yang cukup signifkan yang

kemudian tekanan permintaan berkurang pada awal tahun 2011. Selain itu, pada akhir

34 Kajian Ekonomi Regional Sulawesi SelatanTriwulan I – 2011

triwulan I-2011 Sulsel memasuki panen raya, dimana hasil panen padi di Sulawesi Selatan

justru meningkat. Hal ini menandakan bahwa faktor cuaca ekstrem yang melanda Indonesia

tidak banyak berpengaruh terhadap komoditas padi di Sulsel.

Kelompok Sandang, jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya, maka inflasi

tahunan (yoy) pada triwulan I-2011 yang sebesar 8,30% (yoy) jauh lebih tinggi dibandingkan

triwulan I-2019 sebesar 2,17% (yoy) karena meningkat sebesar 6,14%. Peningkatan tersebut

bersumber dari kenaikan inflasi pada sub-kelompok barang pribadi dan sandang lain,

khususnya pada komoditas emas yang mengalami kenaikan harga cukup signifikan sejak

tahun 2010 (grafik 2.6). Masih belum pulihnya perekonomian global menyebabkan emas

menjadi salah satu komoditas yang diburu mengingat nilainya yang cenderung naik dari

tahun ke tahun. Selain itu, kenaikan inflasi juga terjadi pada sub-kelompok sandang anak-

anak. Penigkatan inflasi pada kelompok dandang sejalan dengan indeks penjualan eceran

untuk kelompok pakaian dan perlengkapan pada triwulan I-2011 yang tumbuh lebih tinggi

jika dibandingkan dengan triwulan I-2010 (grafik 2.7).

Grafik 2.5. Perkembangan Inflasi Kel. Sandang

-2

0

2

4

6

8

10

12

14

16

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1

2008 2009 2010 2011%

y.t.d

y.o.y

Sumber : BPS diolah

Tabel 2.3. Inflasi Per-Sub Kel. Sandang

1 4 1SANDANG 2.17% 7.35% 8.30%

1 Sandang Laki-laki 4.52% 3.40% 3.46%2 Sandang Wanita 3.53% 2.72% 2.38%3 Sandang Anak-anak 7.71% 8.58% 8.50%4 Brg Pribadi & Sandang Lain -3.38% 13.85% 17.51%

2011No 2010Keterangan

Grafik 2.6.Perkembangan Harga Internasaional:

Komoditas Emas

-5%0%5%10%15%20%25%30%35%40%45%

-

200

400

600

800

1,000

1,200

1,400

1,600

1 2 3 4 1 2 3 4 1

2009 2010 2011

$/troy oz

Grafik 2.7.Perkembangan Indeks Penjualan Eceran

Kel.Pakaian dan Perlengkapan

-30%-20%-10%0%10%20%30%40%50%

0

50

100

150

200

1 2 3 4 1 2 3 4 1

2009 2010 2011

Pakn & Perlgkyoy

Smb : SPE

Kemudian, secara triwulanan, inflasi pada triwulan laporan cenderung lebih tinggi jika

dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, yaitu naik dari 7,35% menjadi 8,30% (yoy),

dimana sumber pemicu inflasinya juga berasal dari sub-kelompok barang pribadi dan

35Kajian Ekonomi Regional Sulawesi Selatan Triwulan I - 2011

sandang lain. Namun di sisi lain, terjadi penurunan inflasi pada sub-kelompok sandang

wanita dan anak-anak. Perlambatan inflasi pada sub-kelompok dimaksud, diduga merupakan

dampak musiman dimana pada permintaan pakaian, khususnya wanita an anak-anak

meningkat pada triwulan IV-2010 jika dibandingkan dengan triwulan I-2011, karena terdapat

perayaan Hari Raya Idul Fitri, Idul Adha, Natal dan Tahun Baru.

Kelompok Makanan Jadi-Minuman-Rokok-Tembakau, jika dibandingkan dengan

tahun sebelumnya, maka inflasi tahunan (yoy) pada triwulan I-2011 relatif melambat. Pada

triwulan laporan, inflasi kelompok ini tercatat sebesar 4,47% (yoy), lebih rendah jika

dibandingkan dengan triwulan I-2010 sebesar 6,22% (yoy) (tabel 2.4). Penurunan inflasi

pada kelompok dimaksud disebabkan karena terjadi penurunan yang cukup signifikan pada

sub-kelompok minuman yang tidak beralkohol (tabel 2.4). Salah satu komoditas yang cukup

dominan dalam mempengaruhi inflasi sub-kelompok dimaksud adalah gula pasir. Meski

tingkat harga internasional gula pasir masih cukup tinggi, namun pergerakan harga gula

pasir didalam negeri relatif cukup terkendali sejak triwulan II-2010 karena pasokan gula

passir Sulsel terjaga, dimana hal ini searah dengan hasil Survei Pemantauan Harga yang

dilakukan oleh KBI Makassar (grafik 2.9).

Grafik 2.8. Perkembangan Inflasi Kel. Makanan Jadi-

Minuman-Rokok-Tembakau

0

2

4

6

8

10

12

14

16

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1

2008 2009 2010 2011%

y.t.d

y.o.y

Sumber : BPS diolah

Tabel 2.4. Inflasi Per-Sub Kel. Makanan Jadi-

Minuman-Rokok-Tembakau

1 4 1MKNN JADI, M, R & T. 6.22% 5.90% 4.47%

1 Makanan Jadi 5.69% 5.65% 4.11%2 Min. yg tdk Beralkohol 10.95% 8.17% 3.78%3 Temb. & Min. Beralkohol 5.04% 4.97% 5.90%

2011No 2010Keterangan

Kemudian jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, maka laju inflasi

kelompok dimaksud juga mengalami perlambatan yaitu dari 5,90% pada triwulan IV-2010

menjadi 4,47% (yoy) (lihat grafik 2.8). Perlambatan laju inflasi dimaksud, terutama juga

didorong oleh menurunnya laju inflasi sub-kelompok minuman yang tidak beralkohol,

dimana laju inflasinya tercatat melambat dari 8,17% menjadi 3,78%. Hal tersebut,

disebabkan oleh penurunan harga gula pasir (grafik 2.10), yang merupakan salah satu

komoditas penyumbang inflasi utama pada sub-kelompok tersebut, mengalami penurunan

harga di tingkat agen. Turunnya harga gula pasir akibat dari faktor distribusi yang lancar dan

stok yang cukup banyak, sedangkan di sisi lain permintaannya relatif stagnan sehingga

36 Kajian Ekonomi Regional Sulawesi SelatanTriwulan I – 2011

menyebabkan harga gula pasir menjadi cenderung turun. Selain itu, harga komoditas

makanan jadi juga relatif menurun yang disebabkan karena pengaruh dari turunnya inflasi

pada kelompok bahan makanan (grafik 2.3).

Grafik 2.9. Perkembangan Harga Beberapa Komoditi dalam Kelompok Makanan Jadi-rokok

Hasil SPH di Makassar

Nasi

8,400

8,600

8,800

9,000

9,200

9,400

9,600

-5.00%

0.00%

5.00%

10.00%

15.00%

20.00%

25.00%

1 2 3 4 1 2 3 4 1

2009 2010 2011

Nasi

Growth (y.o.y)

Mie

0%2%4%6%8%10%12%14%16%18%20%

-1,000 2,000 3,000 4,000 5,000 6,000 7,000 8,000 9,000

1 2 3 4 1 2 3 4

2009 2010

Mieyoy - a.kanan

Kue Basah

3,800

3,900

4,000

4,100

4,200

4,300

4,400

4,500

0.00%

2.00%

4.00%

6.00%

8.00%

10.00%

12.00%

14.00%

1 2 3 4 1

2010 2011

Kue Basah

Growth (y.o.y)

Gula Pasir

-

2,000

4,000

6,000

8,000

10,000

12,000

14,000

0.00%

10.00%

20.00%

30.00%

40.00%

50.00%

60.00%

70.00%

1 2 3 4 1 2 3 4 1

2009 2010 2011

Gula Pasir

Growth (yoy)

Grafik 2.10.Harga Gula Internasional

-

5

10

15

20

25

30

35

40

1 2 3 4 1 2 3 4 1

2009 2010 2011

USD/PoundUSD/Pound

Grafik 2.11.Perkembangan Indeks Penjualan Eceran Kel.

Makanan dan Tembakau

-60%-40%-20%0%20%40%60%80%100%

0 100 200 300 400 500 600 700

1 2 3 4 1 2 3 4 1

2009 2010 2011

Mknn & Temb yoy

Smb : SPE

Kelompok Perumahan-Air-Listrik-Gas-Bahan Bakar, jika dibandingkan periode

yang sama tahun lalu, inflasi pada triwulan I-2011 sedikit mengalami peningkatan dari

sebesar 3,48% menjadi 4,16% (yoy). Kenaikan laju inflasi tahunan tersebut didorong oleh

37Kajian Ekonomi Regional Sulawesi Selatan Triwulan I - 2011

peningkatan laju inflasi pada sub-kelompok biaya tempat tinggal dan sub-kelompok

perlengkapan rumah tangga (tabel 2.5). Peningkatan laju inflasi pada sub-kelompok biaya

tempat tinggal diduga didorong oleh ekspektasi kenaikan harga bahan bangunan.

Hal tersebut disebabkan karena meroketnya harga pangan internasional, anomali

musim dan kenaikan harga minyak yang akan menimbulkan efek berantai, dimana akan

menyebabkan terjadinya inflasi dan akhirnya harga bahan baku juga akan ikut disesuaikan.

Kondisi ini sejalan dengan hasil Survei Penjualan Eceran (SPE) kelompok bahan konstruksi

yang menunjukkan kecenderungan kenaikan tingkat harga (grafik 2.13.).

Grafik 2.12. Perkembangan Inflasi Kel.

Perumahan-Air-Listrik-Bhn Bakar

-

2

4

6

8

10

12

14

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1

2008 2009 2010 2011

%

y.t.d

y.o.ySumber : BPS diolah

Tabel 2.5. Inflasi Per-Sub Kel.

Perumahan-Air-Listrik-Bhn Bakar

1 4 1PERUMAHAN,A, L,G & BB 3.48% 4.14% 4.16%

1 Biaya Tempat Tinggal 2.30% 3.75% 3.79%2 BB, Penerangan & Air 7.32% 6.62% 6.36%3 Perlengkapan RT 2.27% 1.88% 2.59%4 Penyelenggaraan RT 3.19% 2.42% 2.41%

2011No 2010Keterangan

Kemudian, jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, inflasi pada triwulan

laporan cenderung stabil. Inflasi pada triwulan IV-2010 tercatat sebesar 4,14%, relatif stabil

yaitu sebesar 4,16% (yoy) pada triwulan I-2011, atau hanya meningkat sebesar 0,02%

daripada triwulan IV-2010. Hal ini diduga karena ada pengaruh faktor cuaca, yang dapat

mempengaruhi proses produksi bahan baku bangunan. Misalnya harga batu bata yang relatif

meningkat karena pengaruh musim penghujan sehingga proses pengeringan batu bata

menjadi terhambat sehingga pasokan menjadi terbatas.

Grafik 2.13.Perkembangan Indeks Penjualan Eceran Kel.

Bhn Konstruksi

-40%-20%0%20%40%60%80%100%120%

0 100 200 300 400 500 600 700

1 2 3 4 1 2 3 4 1

2009 2010 2011

Bhn Kons

yoy

Smb : SPE

38 Kajian Ekonomi Regional Sulawesi SelatanTriwulan I – 2011

Kelompok Kesehatan, inflasi periode laporan jika dibandingkan dengan tahun

sebelumnya, terlihat cenderung naik dari 2,98% pada triwulan I-2010, menjadi sebesar

3,08% (yoy) pada triwulan I-2011 (grafik 2.14). Sub-kelompok yang mengalami kenaikan

terbesar adalah pada sub-kelompok obat-obatan. Tekanan inflasi pada sub-kelompok obat-

obatan disebabkan oleh harga bahan baku obat telah melambung sekitar 5%-8% sejak awal

tahun 2011 sehingga harga obat naik sekitar 10 persen. Faktor-faktor tersebut menyebabkan

inflasi pada sub-kelompok obat-obatan pada triwulan ini meningkat jika dibandingkan

periode yang sama pada tahun sebelumnya.

Grafik 2.14. Perkembangan Inflasi Kelompok Kesehatan

-

2.00

4.00

6.00

8.00

10.00

12.00

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1

2008 2009 2010 2011%

y.t.dy.o.y

Sumber : BPS diolah

Tabel 2.6. Inflasi Per-Sub Kelompok Kesehatan

1 4 1KESEHATAN 2.98% 3.06% 3.08%

1 Jasa Kesehatan 6.49% 6.47% 5.68%2 Obat-obatan 1.02% 2.62% 3.32%3 Js Prwtn Jas. 6.81% 4.60% 3.92%4 Prwtn Jas. & Kos. 1.04% 0.98% 1.30%

2011No 2010Keterangan

Namun di sisi lain, sub-kelompok jasa perawatan jasmani cenderung menurun

inflasinya karena diduga karena maraknya bisnis perawatan kecantikan yang baru dibuka

pada awal tahun 2011, khususnya di Makassar sehingga membawa persaingan harga yang

cukup kompetitif atas jasa-jasa yang ditawarkan dan akhirnya menekan laju inflasi pada sub-

kelompok dimaksud.

Di sisi lain, jika periode triwulan I-2011 dibandingkan dengan triwulan sebelumnya,

inflasi kelompok kesehatan relatif stabil dimana laju inflasi pada triwulan IV-2010 sebesar

3,06% (yoy) menjadi 3,08% pada triwulan I-2011. Peningkatan laju inflasi pada triwulan

laporan ini didorong oleh sub-kelompok obat-obatan namun di sisi lain diredam oleh

melambatnya inflasi pada sub-kelompok jasa perawatan jasmani (tabel 2.6).

Kelompok Transportasi-Komunikasi-Jasa Keuangan, jika dibandingkan dengan

tahun sebelumnya, maka inflasi pada triwulan I-2011 sedikit mengalami peningkatan, yaitu

dari 1,18% menjadi sebesar 1,84% (yoy) (grafik 2.15). Kenaikan laju inflasi kelompok ini

terbesar terdapat pada sub-kelompok sarana dan penunjang transpor. Hal ini disebabkan

oleh kebijakan pemerintah dalam menaikkan biaya pengurusan jasa Surat Tanda Kendaraan

Bermotor (STNK) dan biaya perpanjangan dan pembuatan surat izin mengemudi (SIM) pada

39Kajian Ekonomi Regional Sulawesi Selatan Triwulan I - 2011

awal Juli 20103 dan diperkirakan akan memberikan dampak peningkatan inflasi sub-

kelompok dimaksud hingga 1 (satu) tahun kedepan. Selain itu, juga terdapat beberapa

kenaikan jenis tarif layanan yang berkisar antara 80% hingga 100%. Tarif yang mengalami

kenaikan itu, di antaranya penerbitan SIM, pelayanan ujian keterampilan mengemudi melalui

simulator, penerbitan STNK, penerbitan surat tanda coba kendaraan (STCK), dan penerbitan

tanda nomor kendaraan bermotor (TNKB). Ditambah lagi dengan kenaikan tarif pada

penerbitan buku pemilik kendaraan bermotor (BPKB), penerbitan surat mutasi kendaraan ke

luar daerah, penerbitan surat izin senjata api dan bahan peledak, penerbitan surat

keterangan catatan kepolisian (SKCK), penerbitan surat keterangan lapor diri, serta

penerbitan kartu sidik jari. Selain dari kenaikan tarif pengurusan surat-surat, juga terjadi

peningkatan tarif untuk pembuatan pelat nomor kendaraan sebesar 100%. Selain itu,

pengaruh dari penigkatan harga minyak dunia pada triwulan I-2010 juga memicu inflasi pada

sub-kelompok dimaksud, karena akan berdampak pada penignkatan harga karet dan

akhirnya berpengaruh pada harga ban kendaraan.

Grafik 2.15. Perkembangan Inflasi Kelompok Transportasi

(8)

(6)

(4)

(2)

-

2

4

6

8

10

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1

2008 2009 2010 2011%

y.t.d

y.o.y

Sumber : BPS diolah

Tabel 2.7. Inflasi Per-Sub Kel.

Transpor-Komunikasi-Jasa Keuangan

1 4 1TRANSPOR, KOM. & JK 1.18% 1.75% 1.84%

1 Transpor 1.51% 0.46% 0.63%2 Kom. & Pengiriman -1.30% -0.55% -0.36%3 Srn & Penunjang Transpor 4.93% 21.73% 20.50%4 Js Keuangan 0.41% 0.00% 0.00%

Keterangan2011No 2010

Namun di sisi lain, inflasi pada sub-kelompok transpor mengalami perlambatan jika

dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Hal ini diperkirakan karena masih relatif banyaknya

paket-paket promo yang di tawarkan oleh maskapai penerbangan pada awal tahun 2011,

untuk merangsang jumlah penumpang. Dimana aktivitas bandar udara Makassar selaku

pintu gerbang Indoesia Timur juga semakin tinggi sebagai akibat dari meningkatnya jumlah

penerbangan ke/dan dari Makassar sehingga tingkat harga angkutan udara juga semakin

kompetitif.

Kemudian jika inflasi triwulan I-2011 dibandingkan dengan triwulan sebelumnya,

inflasi kelompok transportasi-komunikasi-jasa keuangan, juga mengalami peningkatan inflasi

3 Kenaikan Biaya Perpanjangan STNK Sumbang Inflasi Sulsel, Tribun Timur.com, http://202.146.4.121/read/artikel/121399/sitemap.html.

40 Kajian Ekonomi Regional Sulawesi SelatanTriwulan I – 2011

yaitu dari 1,75% pada triwulan IV-2010 menjadi 1,84% (yoy) pada triwulan laporan (tabel

2.7). Peningkatan laju inflasi pada kelompok dimaksud terutama dipengaruhi oleh kenaikan

inflasi pada sub-kelompok transpor. Hal tersebut diduga disebabkan karena perkembangan

harga minyak dunia yang cenderung meningkat (grafik 2.16) sehingga mempengaruhi

kenaikan harga tiket angkutan udara pada triwulan I-2011 jika dibandingkan dengan

triwulan IV-2010.

Grafik 2.16. Perkembangan Rata-rata Harga Minyak

Dunia

-80%-60%-40%-20%0%20%40%60%80%100%

-

20

40

60

80

100

120

140

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1

2008 2009 2010 2011

$/barrel

yoy indeks

Grafik 2.17.Perkembangan Indeks Penjualan Eceran

Kel. Kendaraan & Suku Cadang

-20%

0%

20%

40%

60%

80%

100%

0

50

100

150

200

250

1 2 3 4 1 2 3 4 1

2009 2010 2011

Kend & Sk Cd

yoy

Smb : SPE

Kelompok Pendidikan-Rekreasi-Olahraga, jika dibandingkan dengan tahun

sebelumnya maka inflasi periode triwulan I-2011 mengalami perlambatan yang cukup

signifikan jika dibandingkan dengan triwulan I-2010 sebesar 7,09% menjadi sebesar 1,48%

(yoy) pada triwulan I-2011. Perlambatan tersebut terjadi di seluruh sub-kelompok.

Perlambatan inflasi yang paling besar terjadi pada sub-kelompok pendidikan. Hal ini

disebabkan karena pada triwulan I-2010 terjadi kenaikan biaya pendidikan yang mencapai

13,24% (yoy). Selain itu, sub-kelompok olahraga juga mengalami perlambat inflasi pada level

yang moderate. Lebih tingginya inflasi sub-kelompok dimakasud pada tahun 2010 jika

dibandingkan dengan tahun 2011 diperkirakan karena penyelenggaraan piala dunia pada

Juni 2010, namun dampaknya yang ditimbulkan sebelumnya diperkirakan sudah cukup

terasa.

Kemudian, jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, maka inflasi kelompok ini

juga mengalami perlambatan meski pada level yang kecil, yaitu dari sebesar 1,80% pada

triwulan IV-2010 melambat menjadi sebesar 1,48% (yoy) pada triwulan laporan (grafik 2.18).

Hampir semua sub-kelompok pada kelompok pendidikan, rekreasi dan olah raga mengalami

perlambatan. Perlambatan laju inflasi terutama bersumber dari perlambatan pada sub-

kelompok rekreasi. Hal ini diduga karena pngaruh faktor musiman, dimana pada awal tahun

menjadi penanda berkhirnya masa liburan anak sekolah, libur akhir tahun yang bersamaan

dengan perayaan Natal dan Tahun Baru.

41Kajian Ekonomi Regional Sulawesi Selatan Triwulan I - 2011

Namun di sisi lain, sub-kelompok olahraga mengalami kenaikan inflasi. Hal ini

diperkirakan karena pada triwulan I-2011 terdapat beberapa event yang melibatkan aktivitas

olahraga, seperti kegiatan jalan santai yang diikuti oleh sekitar 5000 siswa-siswi Makassar,

baik SD, SMP dan SMA yang merupakan perayaan acara ulang tahun salah satu bimbel

(bimbingan belajar) di Makassar. Selin itu, juga ada kegiatan sepeda santai yang diadakan

oleh organisasi masyarakat maupun perbankan dimana hal tersebut menyebababkan

terjadinya peningkatan pembelian untuk pakaian olahraga pria maupun wanita.

Grafik 2.18. Perkembangan Inflasi Kel. Pendidikan

-

1

2

3

4

5

6

7

8

9

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1

2008 2009 2010 2011%

y.t.dy.o.y

Sumber : BPS diolah

Tabel 2.8. Inflasi Per-Sub Kel. Pendidikan-Rekreasi-

Olahraga

1 4 1PENDIDIKAN, R & OR 7.09% 1.80% 1.48%

1 Pendidikan 13.24% 2.05% 2.03%2 Kursus/Pelatihan 3.43% 2.21% 2.08%3 Prlngkpn/Prltn Pendd. 1.83% 1.68% 1.59%4 Rekreasi 1.47% 1.57% 0.28%5 Olahraga 2.31% 0.74% 1.59%

2011No 2010Keterangan

Grafik 2.19.Perkembangan Indeks Penjualan Eceran

Kel. Peralatan Tulis

-30%

-20%

-10%

0%

10%

20%

0

50

100

150

200

1 2 3 4 1 2 3 4 1

2009 2010 2011

Prltn Tls yoy

Smb : SPE

2.1.2. Inflasi Berdasarkan Kota

Dari pergerakan data mengenai pertumbuhan Inflasi daerah-daerah yang tergabung

dalam Provinsi Sulsel dapat diketahui beberapa hal sebagai berikut:

Berdasarkan perbandingan tingkat pertumbuhan inflasi dengan triwulan yang sama

pada tahun sebelumnya, maka kota/daerah yang menunjukkan pergerakan pertumbuhan

inflasi yang paling tinggi adalah kota Pare-pare dengan tingkat inflasi sebesar 5,66% pada

triwulan I-2011, meningkat signifikan sebesar 4,18%, dibandingkan triwulan I-2010 sebesar

1,48%. Pertumbuhan inflasi kedua tertinggi di Provinsi Sulsel adalah kota Makassar dengan

tingkat inflasi pada triwulan I-2011 sebesar 6,60% naik dibandingkan triwulan I-2010 yang

42 Kajian Ekonomi Regional Sulawesi SelatanTriwulan I – 2011

tercatat sebesar 3,41%. Kemudian, kota terakhir yang mengalami peningkatan inflasi adalah

kota Palopo dengan tingkat inflasi sebesar 3,96%, naik dibandingkan inflasi triwulan I-2010

sebesar 3,78%. Sebaliknya, kota yang mengalami perlambatan inflasi adalah kota

Watampone dengan tingkat inflasi pada triwulan I-2011 sebesar 5,97%, sedikit turun

dibandingkan triwulan I-2010 yang tercatat sebesar 6,09% (grafik 2.18).

Jika dilakukan perbandingan dengan inflasi pada triwulan sebelumnya, maka didapati

bahwa 4 (empat) kota yang masuk dalam perhitungan inflasi mengalami perlambatan. Kota

yang mengalami penurunan inflasi terbesar adalah kota Watampone dengan tingkat inflasi

pada triwulan I-2011 sebesar 5,97% sedangkan tingkat inflasi pada triwulan IV-2010 sebesar

6,74%. Kota yang mencatat perlambatan terbesar kedua adalah kota Makassar dengan

tingkat inflasi sebesar 6,60% pada triwulan I-2011, turun dibandingkan triwulan IV-2010

yang sebesar 6,82%. Kota ketiga yang mencatat perlambatan terbesar adalah kota Pare-pare

dengan tingkat inflasi sebesar 5,66% pada triwulan I-2011, turun dibandingkan triwulan IV-

2010 yang sebesar 5,79%. Sedangkan kota yang mencatat penurunan tingkat inflasi paling

kecil adalah kota Palopo dengan tingkat inflasi sebesar 3,96% pada triwulan I-2011, turun

dibandingkan triwulan IV-2010 yang tercatat sebesar 3,99%.

Grafik 2.20.Perkembangan Inflasi 4 (Empat) Kota di Sulsel

0.002.004.006.008.00

10.0012.0014.0016.0018.0020.00

I II III IV I II III IV I II III IV I

2008 2009 2010 2011

Gro

wth

(y.

o.y)

Makasar PalopoPare-pare WatamponeSulawasi Selatan

Hal yang menarik untuk diamati dari data maupun grafik yang disajikan adalah

pergerakan pertumbuhan semua kota yang ada di Sulsel adalah searah, yang dimana secara

garis tren menunjukkan indikasi bahwa pergerakan pertumbuhan inflasi yang relatif stabil

sejak akhir 2010. Kota yang pergerakan inflasinya mirip dengan pergerakan inflasi Provinsi

Sulsel secara keseluruhan adalah kota Makassar. Selain itu, pergerakan inflasi kota Palopo

mengalami penurunan yang sangat signifikan jika dibandingkan dengan kota-kota lainnya,

dimana sebelum triwulan I-2010 tingkat inflasinya berada diatas inflasi Sulawesi Selatan.

Namun setelah triwulan I-2010 berada di bawah inflasi Sulsel bahkan sejak triwulan IV-2010

43Kajian Ekonomi Regional Sulawesi Selatan Triwulan I - 2011

tingkat inflasinya paling rendah jika dibandingkan dengan 3 (tiga kota) lainnya, yaitu

Makasar, Watampone dan Pare-pare.

Berdasarkan bobot inflasi masing-masing kota di Provinsi Sulsel, Makassar memiliki

bobot inflasi terbesar baik terhadap nasional maupun terhadap Provinsi Sulsel, yang bobot

inflasinya masing-masing sebesar 2,56% dan 81,27%. Kota kedua yang memiliki bobot

inflasi cukup besar adalah Palopo, yaitu sebesar 0,22% terhadap nasional, sedangkan

terhadap Sulsel sebesar 5,98%. Kota yang terendah bobot inflasinya adalah Watampone

dimana bobot inflasinya terhadap nasional dan terhadap Sulsel berturut-turut sebesar 0,18%

dan 5,71%.

Tabel 2.9. Sumbangan Inflasi 4 (Empat) Kota di Sulsel

Trw I-2010 Trw IV-2010 Trw I-2011

Watampone 0.17% 0.32% 0.30%

Makassar 2.90% 5.51% 5.32%

Palopo 0.19% 0.36% 0.35%

Pare-pare 0.19% 0.36% 0.34%

Sulawasi Selatan 3.45% 6.56% 6.32%

Sumbangan Inflasi KotaKeterangan

Kota yang memberikan sumbangan inflasi terbesar untuk Provinsi Sulsel pada

triwulan I-2011 masih diduduki oleh Makassar sebagai kota dengan bobot inflasi terbesar di

Sulsel, yaitu sebesar 5,32%. Nilai tersebut lebih besar jika dibandingkan triwulan yang sama

pada tahun 2010 (2,90%). Namun nilai tersebut cenderung lebih rendah jika dibandingkan

pada triwulan IV-2010 (5,51%). Kemudian hal yang serupa terjadi pada kota Palopo yang

menyumbangkan inflasi 0,35% di triwulan I-2011, atau meningkat jika dibandingkan dengan

triwulan I-2010 (0,19%), akan tetapi sumbangan inflasi kota Palopo pada triwulan laporan

cenderung tetap jika dibandingkan dengan periode sebelumnya(0,36%), tabel 2.9.

2.2. Disagregasi Inflasi

Selain analisa inflasi berdasarkan pengelompokan Inflasi yang diukur dengan IHK di

Indonesia dikelompokan ke dalam 7 kelompok pengeluaran berdasarkan Classification of

Individual Consumption According to Purpose (COICOP), dilakukan juga analisa disagregasi

inflasi yang membagi inflasi menjadi inflasi inti (core inflation) dan inflasi non-inti (volatile dan

administred inflation). Hal ini dilakukan untuk menghasilkan indikator inflasi yang lebih

menggambarkan pengaruh dari faktor yang bersifat fundamental, dimana inflasi dapat

44 Kajian Ekonomi Regional Sulawesi SelatanTriwulan I – 2011

bersumber dari adanya tekanan dari sisi supply (cost push inflation), dari sisi permintaan

(demand pull inflation), dan ekspektasi inflasi.

Inflasi inti, yaitu komponen inflasi yang cenderung menetap atau persisten (persistent

component) di dalam pergerakan inflasi dan dipengaruhi oleh faktor fundamental, seperti

interaksi permintaan-penawaran, lingkungan eksternal: nilai tukar, harga komoditi

internasional, inflasi mitra dagang, serta ekspektasi inflasi dari pedagang dan konsumen.

Kemudian inflasi non inti, yaitu komponen inflasi yang cenderung tinggi volatilitasnya karena

dipengaruhi oleh selain faktor fundamental. Komponen inflasi non inti terdiri dari inflasi

komponen bergejolak (volatile foods) yang biasa dipengaruhi oleh shocks (kejutan) dalam

kelompok bahan makanan seperti panen, gangguan alam, atau faktor perkembangan harga

komoditas pangan domestik maupun perkembangan harga komoditas pangan

internasional. Terakhir adalah inflasi komponen harga yang diatur Pemerintah (administered

price), dimana inflasi yang dominan dipengaruhi oleh shocks (kejutan) berupa kebijakan

harga Pemerintah, seperti harga BBM bersubsidi, tarif listrik, tarif angkutan, dan lain-lain.

Grafik 2.21. Sumbangan Inflasi Inti, Administered dan

Volatile

-1.00%

0.00%

1.00%

2.00%

3.00%

4.00%

5.00%

6.00%

1 2 3 4 1 2 3 4 1

2009 2010 2011

Administered Inflation

Core Inflation

Volatile Inflation

Sumber: BPS Diolah

Grafik 2.22. Pertumbuhan Inflasi Inti, Administered dan

Volatile

-5.00%

0.00%

5.00%

10.00%

15.00%

20.00%

1 2 3 4 1 2 3 4 1

2009 2010 2011

Administered Inflation Core Inflation

Volatile Inflation Total

Sumber: BPS Diolah

Sumbangan inflasi Sulsel, secara rata-rata (sejak tahun 2009 hingga pertengahan

2010) didominasi oleh inflasi inti, kemudian pada urutan kedua adalah inflasi komponen

bergerak (volatile inflation) dan yang terakhir adalah inflasi komponen harga yang diatur

pemerintah (administered inflation). Namun pada triwulan I-2011, sumbangan inflasi terbesar

berasal dari volatile inflation (3,46%) kemudian diikuti dengan inflasi inti (2,26%) dan yang

terakhir disumbang oleh administered inflation (0,62%), lihat grafik 2.21.

Jika dilihat dari sisi pergerakan pertumbuhannya, maka pada triwulan I-2011 volatile

inflation tercatat sebesar 16,78% (yoy), meningkat sangat tinggi jika dibandingkan dengan

tahun sebelumnya (2,31%; yoy), namun relatif menurun jika dibandingkan dengan triwulan

IV-2010 (16,98%; yoy), lihat grafik 2.22.

45Kajian Ekonomi Regional Sulawesi Selatan Triwulan I - 2011

Dominasi volatile inflation dalam inflasi di Sulsel triwulan I-2011 disebabkan karena

curah hujan yang masih cukup tinggi sehingga menyebabkan turunnya produksi bahan

makanan, khususnya pada komoditas sayur-sayuran serta hasil tangkapan ikan. Selain itu,

kurang kondusifnya cuaca pada triwulan I-2011 dapat mengurangi kualitas panen beras,

mengurangi produksi udang tambak dan mengakibatkan proses distribusi barang kurang

lancar.

2.3 Pemantauan Inflasi oleh KBI

Pada tanggal 28 Februari 2011, dalam rangka penguatan koordinasi antar instansi

dalam rangka pengendalian inflasi provinsi Sulawesi Selatan, maka diadakan pertemuan High

Level Meeting (HLM) Forum Koordinasi Pemantauan dan Pengendalian Inflasi (FKPPI)

bertujuan antara lain membahas Program Kerja FKPPI Tahun 2011, untuk mendukung upaya

penguatan koordinasi antara Bank Indonesia, Pemerintah Daerah, Instansi Terkait dan Pelaku

Usaha. Kemudian menetapkan langkah strategis pengendalian inflasi yang akan dilakukan

pada tahun 2011 termasuk. Pembentukan sub FKPPID Kabupaten Watampone, Pare-pare

dan Palopo.

Pertemuan tersebut dihadiri antara lain oleh Pemimpin Bank Indonesia Makassar

selaku Pembina FKPPI, Asisten Gubernur Bidang Ekonomi yang bertindak selaku Wakil Ketua

FKPPI sekaligus mewakili Gubernur Sulawesi Selatan yang berhalangan hadir.

Adapun kesimpulan yang dapat diambil dari pertemuan FKPPI dimaksud adalah

mencoba melihat beberapa hal seperti pola historis inflasi beserta tantangan inflasi yang akan

melanda Indonesia di tahun 2011. Jika inflasi ditinjau dari sumber penyebab, maka setiap

instansi mempunyai peran masing-masing dalam upaya mengendalikan inflasi. Dari sisi

supply, peran pemerintah dalam hal ini Pemda dapat mengintervensi melalui penetapan

kebijakan. Sementara Bank Indonesia berperan dari sisi demand (permintaan). Untuk itu

koordinasi antar institusi perlu ditingkatkan agar pengendalian inflasi daerah dapat dilakukan

secara optimal. Kemudian forum FKPPI menyepakati bahwa terdapat beberapa faktor yang

perlu dicermati dalam meningkatkan efektifitas pengendalian inflasi di Sulsel a.l pola

distribusi, struktur pasar dan kecukupan pasokan dari komoditas-komoditas penting yang

menyumbang inflasi cukup tinggi, seperti beras, gula pasir, minyak goreng dan cabai. Selain

itu, untuk meningkatkan efektifitas dan efisiensi pelaksanaan tugas FKPPI, pertemuan forum

FKPPI menyetujui usulan program kerja FKPPI tahun 2011. Dengan disepakatinya program

kerja tersebut, diharapkan agar jajaran FKPPI kiranya dapat menindaklanjutinya.

Berkaitan dengan permasalahan inflasi dan faktor-faktor yang menjadi pemicu inflasi

di Sulsel, forum juga sepakat untuk menetapkan 11 (sebelas) langkah strategis pengendalian

inflasi tahun 2011, termasuk mempercepat terbentuknya sub FKPPI di kabupaten/kota, di

46 Kajian Ekonomi Regional Sulawesi SelatanTriwulan I – 2011

Watampone, Palopo, dan Parepare. Adapun 11 (sebelas) langkah strategis tersebut adalah,

sebagai berikut :

1. Mengembangkan sistem pencatatan harga, stok dan arus perdagangan di seluruh

kabupaten dan provinsi

2. Menginformasikan harga dan stok kepada masyarakat secara rutin melalui media

massa.

3. Pelaksanaan Pasar Murah oleh beberapa lembaga/instansi secara terkoordinasi

4. Penegakan hukum terhadap pihak-pihak yang melakukan penimbunan maupun

praktek persaingan usaha yang tidak sehat

5. Pembentukan cluster komoditas pangan yang terintegrasi dari proses produksi,

pengolahan lanjutan, penyimpanan, dan penjualan

6. Peningkatan produktivitas pertanian melalui intensifikasi dan ekstensifikasi produksi

7. Percepatan realisasi pembangunan dan pemanfaatan infrastruktur pendukung

kelancaran produksi dan pasokan komoditas pangan, yaitu :

8. Optimalisasi Pemanfaatan Pasar Tradisional-Modern di 24 Kabupaten

9. Pembangunan Silo Dryer padi

10. Penyediaan mobil coolbox untuk mengangkut hasil panen sayur-sayuran dan

hortikultura

11. Pembentukan Forum Koordinasi Pemantauan dan Pengendalian Inflasi di

kabupaten/kota, terutama di Watampone, Palopo, dan Parepare,

12. Peningkatan kesadaran masyarakat mengenai pentingnya pengendalian inflasi melalui

sosialisasi

13. Penelitian untuk memahami struktur pasar, pola distribusi, dan perilaku pembentukan

harga komoditas --- komoditas penyumbang inflasi tinggi di Sulsel

14. Meningkatkan pemanfaatan Sistem Resi gudang, khususnya komoditas unggulan

Adapun rencana tindak lanjut dari pertemuan dimaksud yaitu mengadakan Forum

Kordinasi antar FKPPI wilayah Sulampua yang akan dilaksanakan pada tanggal 7 Maret 2011

(Box1: ‘‘Deklarasi Kendari’’, Kesepakatan TPID Se-Sulampua dalam Pengendalian Inflasi),

dengan agenda utama membahas isu strategis pengendalian inflasi Sulampua dan bentuk

koordinasi antar daerah Sulampua. Kemudian dengan mengacu kepada Program Kerja dan

Langkah-Langkah Strategis Pengendalian Inflasi tahun 2011, maka Tim Teknis FKPPI Sulsel

dapat melakukan pertemuan secara reguler untuk membahas permasalahan inflasi dan

realisasi dari 11 langkah tersebut, serta berkoordinasi dengan Pemerintah Kabupaten Kota

Watampone, Pare-pare dan Palopo, untuk mewujudkan rencana pembentukan sub FKPPI di

daerah dimaksud.

BOKS II

“Deklarasi Kendari”, Kesepakatan TPID Se-Sulampua dalam Pengendalian Inflasi

Dalam rangka membahas stabilisasi harga komoditas pangan strategis di tahun 2011,

Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) se-Sulawesi, Maluku, dan Papua (Sulampua berkumpul

pada acara Rapat Koordinasi Wilayah (Rakorwil) TPID Sulampua di Swiss Belhotel Kendari,

Sulawesi Tenggara, Hari Senin (7 Maret 2011). Pertemuan dihadiri oleh Ketua dan Anggota

TPID dan pejabat Kantor Bank Indonesia se-Sulampua, serta perwakilan beberapa daerah yang

menjadi tempat perhitungan inflasi.

Pertemuan diawali dengan sambutan dari Gubernur Provinsi Sulawesi Tenggara, H.

Nur Alam, dan dibuka oleh Deputi Gubernur Bank Indonesia, Ardhayadi Mitroatmodjo.

Dengan mengangkat tema “Stabilisasi Harga Komoditas Pangan Strategis Melalui

Penanganan Masalah Pasokan, Distribusi, dan Struktur Pasar di Wilayah Sulampua”,

Rakorwil TPID Sulampua bertujuan untuk membangun komunikasi dan koordinasi antar TPID

se-Sulampua, serta merumuskan solusi terhadap masalah inflasi komoditas pangan di

Sulampua. Rakorwil juga dilaksanakan sebagai persiapan Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas)

TPID di Jakarta, 16-17 Maret 2011 nanti.

Mencermati inflasi Sulampua, inflasi tahunan Sulampua tahun 2010 tercatat 6,40%,

lebih rendah dari nasional sebesar 6,96%. Laju inflasi Sulampua secara tahunan disebabkan

oleh komponen volatie food yang mencapai angka realisasi sebesar 16,14% pada bulan

Desember 2010, sebagian besar berasal dari kenaikan harga kelompok bahan makanan antara

lain beras, gula pasir, telur, dan bawang merah. Sementara inflasi inti (core inflation) dan

administered price secara tahunan hanya mencapai sebesar 4,57% dan 4,35%. Pada tahun

2011 Bank Indonesia memperkirakan inflasi Sulampua akan mencapai 6,2% + 1%.

Salah satu penyebab inflasi di Sulampua tidak terlepas dari pengaruh peningkatan

tekanan inflasi secara global. Peningkatan tekanan inflasi global didorong setidaknya oleh tiga

hal yaitu kenaikan harga komoditas internasional, buruknya kondisi cuaca, dan meningkatnya

ketegangan politik di Timur Tengah dan Afrika Utara.

Selain itu terdapat faktor-faktor domestik yang memberi tekanan inflasi pada

komoditas pangan di Sulampua. Faktor-faktor tersebut dibahas oleh Kabid Harga

Pangan,Badan Ketahanan Pangan, Kementerian Pertanian (Herena Pudjihastuti), Kabid

Disperindag Sulsel (Hadi Basalamah), dan Komisioner KPPU (Erwin Syahril). Diskusi tersebut

menghasilkan kesimpulan bahwa diperlukan koordinasi antar daerah di Sulampua untuk

mengatasi permasalahan inflasi yang dipicu oleh pasokan, distribusi, dan struktur pasar yang

diakibakan struktur pasar yang monopoli dan oligopoli.

Secara nasional upaya menekan laju inflasi telah direspon dengan peningkatan suku

bunga acuan dari 6,50% menjadi 6,75% yang diputuskan oleh Dewan Gubernur Bank

Indonesia pada tanggal 4 Februari 2011. Keputusan tersebut ditetapkan sebagai langkah

antisipatif untuk mengendalikan ekspektasi inflasi yang cenderung meningkat ke depan.

Sementara di tingkat wilayah Sulampua, Rakorwil TPID Sulampua telah menghasilkan

“Deklarasi Kendari”, yaitu kesepakatan 9 TPID se-Sulampua mengenai langkah bersama

pengendalian inflasi dan rekomendasi untuk pemerintah pusat. Deklarasi tersebut merupakan

hasil diskusi bersama mengenai isu dan langkah strategis pengendalian inflasi yang diawali

dengan paparan dari Bank Indonesia dan 3 TPID yaitu, Bank Indonesia Makassar (Bambang

Kusmiarso, Deputi Pemimpin Bank Indonesia Makassar), TPID Sulsel (H. Amal Natsir, Asisten II

Bid. Ekonomi dan Pembangunan Setda Sulawesi Selatan), TPID Sultra (Saemu Alwi,

Kadisperindag Provinsi Sulawesi Tenggara), dan TPID Sulut (Yanny Rembet, Kabid Disperindag

Provinsi Sulawesi Utara).

Dalam rangka meningkatkan sinergi untuk mencapai inflasi yang rendah dan stabil, 6

Langkah Bersama yang disepakati pada Deklarasi Kendari yaitu :

1. Optimalisasi pencatatan harga, pemantauan persediaan dan pasokan melalui

koordinasi perdagangan antar daerah

2. Penerapan Sistem Resi Gudang

3. Gerakan bersama optimalisasi pemanfaatan lahan

4. Gerakan dan sosialisasi diversifikasi pangan non-beras

5. Penegakan hukum terhadap pelaku usaha yang melakukan penimbunan bahan pokok

dan mengambil keuntungan secara tidak wajar.

6. Peningkatan kesadaran masyarakat akan pengaruh konsumsi berlebihan terhadap

peningkatan inflasi

Kemudian, 3 rekomendasi yang akan disampaikan kepada pemerintah pusat pada

Rakornas TPID tanggal 16-17 Maret 2011 mendatang, yaitu

7. Optimalisasi distribusi benih dan pupuk untuk petani

8. Menata kembali tataniaga gula dan mempertimbangkan untuk mencabut SK Menteri

Perdagangan RI No.527 Tahun 2004

9. Percepatan pengaturan jalur pelayaran, bongkar muat di pelabuhan, dan penerbangan

guna memperlancar distribusi

BOKS IV

Kenaikan Harga Komoditas Global Dan Dampaknya Pada Daya Beli Masyarakat Di Daerah Basis Ekspor Pertanian

Harga kakao dan CPO, komoditas ekspor utama berbasis pertanian di

Sulampua, mengalami peningkatan di pasaran dunia. Trend peningkatan harga

kakao dimulai sejak bulan Desember 2010, dan pada bulan Maret 2011 telah naik

22,5% dibandingkan Maret 2010 dan berada pada tingkat harga USD3.064 per

ton. Harga CPO juga memperlihatkan trend peningkatan harga, yaitu sejak akhir

triwulan III-2010. Saat ini harga CPO di pasar internasional mencapai USD 1.197

per ton, atau meningkat 50,7% dibandingkan Maret 2010.

Perkembangan Harga Kakao Internasional Perkembangan Harga CPO Internasional

Peningkatan harga komoditas kakao dan CPO berpotensi meningkatkan

daya beli masyarakat. Berdasarkan struktur pasar kedua komoditas tersebut, pihak

yang berpotensi mengalami kenaikan daya beli yaitu petani, pedagang

pengumpul, industri pengolahan hulu (pada kelapa sawit), dan eksportir1.

Mengingat bahwa struktur tenaga kerja di Sulampua didominasi oleh petani, daya

beli masyarakat dianggap meningkat jika terdapat peningkatan yang signifikan

pada daya beli petani.

Daya Beli Petani

Nilai Tukar Petani (NTP) merupakan salah satu indikator untuk melihat tingkat

kemampuan/daya beli petani di pedesaan dan juga menunjukkan daya tukar (term

of trade) dari produk pertanian dengan barang dan jasa yang yang dikonsumsi

-40%-30%-20%-10%0%10%20%30%40%50%

-

500

1,000

1,500

2,000

2,500

3,000

3,500

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3*

2009 2010 2011

Harga Kakao Internasional g.mtm g.yoy

-60%

-40%

-20%

0%

20%

40%

60%

80%

-

200

400

600

800

1,000

1,200

1,400

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3*

2009 2010 2011

Harga CPO Internasional g.mtm g.yoy

maupun untuk biaya produksi. Untuk melihat pengaruh kenaikan harga komoditas kakao

dan kelapa sawit, maka perlu diamati pergerakan NTP Subsektor Tanaman Perkebunan

Rakyat.

Dalam kondisi peningkatan harga kakao dan CPO yang demikian besar, daya beli

petani pada subsektor tanaman perkebunan rakyat mencatat kenaikan yang minim.

Sulawesi Barat sebagai sentra produksi kelapa sawit di Sulampua pada bulan Maret 2011

hanya mencatat peningkatan NTP sebesar 1,33% dibandingkan periode yang sama tahun

2010. Sementara Sulawesi Tengah yang merupakan penghasil kakao terbesar di

Sulampua hanya mencatat kenaikan NTP sebesar 2,07%. Minimnya peningkatan NTP

mengindikasikan bahwa kenaikan harga komoditas kakao dan CPO tidak signifikan dalam

meningkatkan daya beli petani dengan penjelasan sebagai berikut:

Nilai Tukar Petani (NTP)Subsektor Tanaman Perkebunan Rakyat

Pengaruh Kenaikan Harga Kakao

Petani kakao tidak memperoleh banyak keuntungan dari peningkatan harga kakao di

pasar internasional. Harga beli yang ditentukan pedagang pengumpul relatif tetap,

sementara petani juga menghadapi tantangan berupa serangan hama dan penurunan

kualitas akibat curah hujan tinggi. Buruknya imbal balik petani kakao ditandai oleh

konversi lahan kakao menjadi lahan sawit yang terjadi di Sulsel dan Sulteng1.

Secara umum margin keuntungan tebesar dinikmati oleh pedagang pengumpul.

Pedagang pengumpul memiliki kekuatan dalam menentukan harga beli kakao dari

petani. Ketika eksportir meningkatkan harga belinya saat harga kakao internasional naik,

harga beli dari petani tetap rendah dengan alasan rendahnya kualitas.

Di sisi lain eksportir tidak banyak diuntungkan oleh kenaikan harga kakao tersebut.

Eksportir tidak dapat meningkatkan margin dengan menahan harga beli karena eksportir

bersaing dengan industri pengolahan untuk memperoleh biji kakao.

90

100

110

120

130

140

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2

2009 2010 2011

Sulteng Sulsel Sulbar Sultra

Selain itu bea ekspor progresif1 yang ditetapkan pemerintah menyebabkan sekitar

30% eksportir menghentikan ekspornya agar tidak merugi. Sementara penguatan nilai

Rupiah dinyatakan tidak banyak berpengaruh terhadap kondisi tersebut.

.Produksi Kakao Wilayah Sulampua Share Produksi Kakao Wilayah Sulampua

Sumber : Departemen Pertanian Sumber : Departemen Pertanian

Pengaruh Kenaikan Harga CPO

Kenaikan harga CPO secara langsung meningkatkan harga beli kelapa sawit di

Sulampua karena harga pembelian TBS menggunakan standar harga CPO. Peningkatan

tersebut memberikan keuntungan terutama bagi produsen kelapa sawit, yang biasanya

sekaligus sebagai perusahaan pengolahan CPO. Namun kenaikan keuntungan tersebut

diperkirakan tidak banyak berkontribusi terhadap peningkatan daya beli masyarakat

Sulampua karena luas lahan terbesar dikuasai oleh perkebunan besar swasta.

Faktor lain yang mempengaruhi adalah kebijakan bea ekspor progresif. Dengan

tingkat harga CPO saat ini, bea keluar mencapai 25%. Dampak dari pajak progresif

tersebut menyebabkan pengusaha kelapa sawit tidak mendapatkan keuntungan untuk

ekspansi industrinya dari kenaikan harga CPO.

Produksi kelapa sawit Sulbar tahun 2009 tercatat 718 ribu ton, atau 3,85% dari

total produksi kelapa sawit Indonesia. Pada akhir tahun 2010, Sulbar memberikan

kontribusi sebesar 53,51% terhadap produksi kelapa sawit Sulampua. Produsen terbesar

kedua adalah Sulawesi Tengah, yaitu 23,56% dari produksi kelapa sawit Sulampua.

Produksi Kelapa Sawit Wilayah Sulampua Share Produksi Kelapa Sawit Wilayah Sulampua

Sumber : Departemen Pertanian Sumber : Departemen Pertanian

-10%

-5%

0%

5%

10%

15%

20%

25%

30%

35%

-

100

200

300

400

500

600

700

2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010

Produksi Kakao g.YOY

28.59%

24.02%22.98%

16.84%

2.28% 1.92%

1.62%0.63% 0.61%

0.51%

Sulawesi Selatan

Sulawesi Tengah

Sulawesi Tenggara

Sulawesi Barat

Maluku Utara

Papua

Maluku

Gorontalo

Sulawesi Utara

Papua Barat

-20%

-10%

0%

10%

20%

30%

40%

50%

-

100

200

300

400

500

600

700

800

2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009

Produksi Kelapa Sawit g.YOY

53.51%

23.65%

11.19%

6.93%

3.71%

1.01%

Sulawesi Barat

Sulawesi Tengah

Papua Barat

Papua

Sulawesi Selatan

Sulawesi Tenggara

Bab 3 Perkembangan Perbankan

Kinerja perbankan Sulsel pada triwulan I-2011 secara umum mengalami

pertumbuhan yang lebih baik jika dibandingkan dengan triwulan IV-2010. Hal ini tercermin

dari peningkatan beberapa indikator perbankan seperti penghimpunan DPK (Dana Pihak

Ketiga) dan penyaluran kredit. Penyebab meningkatnya kinerja perbankan tersebut terutama

karena peningkatan pertumbuhan di sisi kredit dan DPK pada Bank Umum konvensional,

selain itu kinerja Bank Syariah yang juga menunjukan peningkatan pertumbuhan pada

penyaluran kredit. Sejalan dengan itu, kinerja intermediasi perbankan yang dicerminkan oleh

nilai LDR (Loan to Deposit Ratio) secara keseluruhan mengalami peningkatan pertumbuhan,

terutama karena pertumbuhan kredit melebihi pertumbuhan DPK. Sedangkan NPLs (Non

Performing Loans) Bank Umum pada triwulan laporan secara gross adalah sebesar 3,2%,

masih berada dibawah batas aman 5,00%. Meski di sisi lain, perkembangan Bank

Perkreditan Rakyat (BPR) relatif menurun namun masih pada tingkat yang moderat.

3.1. Kondisi Umum

3.1.1 Perkembangan Kelembagaan

Dari sisi kelembagaan, pada triwulan I-2011, jumlah bank di Sulsel bertambah 1

(satu) bank yaitu Standart Carter. Kemudian jumlah kantor bank umum di SulSel juga

mengalami peningkatan sebanyak 2 (dua) kantor cabang pembantu (KCP), yaitu BSM (Bank

Syariah Mandiri) Sengkang dan BNI (Bank Negara Indonesia) Menara Bosowa sehingga

menjadi 704 kantor bank (tabel 3.1).

Tabel 3.1Perkembangan Kelembagaan Bank Umum Sulawesi Selatan

1 2 3 4 1 2 3 4 1Jumlah Bank 68 68 69 69 69 70 69 69 71

41 41 42 42 42 43 43 43 44Konvensional 30 30 30 30 30 30 30 30 31Syariah 3 4 4 4 4 5 5 5 5UUS 8 7 8 8 8 8 8 8 8

27 27 27 27 27 27 27 27 27669 679 680 690 694 700 701 702 704

2011

Bank Umum

BPRJumlah Kantor BankSumber: Statistik Ekonomi dan Keuangan Daerah (SEKDA)

Kelembagaan2009 2010

3.1.2 Perkembangan Aset Perbankan

Total aset Bank Umum pada triwulan I-2011 tumbuh sebesar 27,2% menjadi Rp53,5

triliun, lebih tinggi jika dibandingkan dengan triwulan IV-2010 yang mengalami

pertumbuhan sebesar 20,8% (tabel 3.2). Peningkatan pertumbuhan terbesar disebabkan

oleh meningkatnya pertumbuhan bank asing-campuran dan bank pemerintah yaitu masing-

masing sebesar negatif 53,0% dan positif 14,6% pada triwulan sebelumnya, kemudian

tumbuh menjadi 19,8% dan 23,1%(yoy) pada triwulan laporan. Sementara pertumbuhan

tahunan (yoy) aset bank swasta nasional mengalami kontraksi dari 37,6% pada triwulan IV-

2010 menjadi negatif 34,2%.

Peningkatan pertumbuhan aset Bank Umum di Sulsel ini terutama karena adanya

penambahan kantor cabang bank pemerintah (BSM Sengkang dan BNI Menara Bosowa) dan

1 bank asing (Standart Carter). Oleh karena itu, aset Bank di Sulsel pada triwulan laporan

mengalami peningkatan yang cukup besar jika dibandingkan dengan triwulan IV-2010.

Tabel 3.2Aset Bank Umum Berdasarkan Kelompok Bank

3.2. Intermediasi Perbankan

Kinerja intermediasi perbankan tercermin dari trend pergerakan LDR pada triwulan I-

2011 sebesar 124,2% mengalami peningkatan jika dibandingkan dengan triwulan IV-2010

yaitu sebesar 115,4%. Peningkatan tersebut terutama karena terdapat peningkatan

penyaluran kredit lebih besar dibandingkan peningkatan DPK yang dihimpun pada triwulan I-

2011.

3.2.1 Perkembangan Dana Masyarakat

Dana Pihak Ketiga (DPK) yang dihimpun oleh bank umum pada triwulan I-2011

mencapai Rp37,5 triliun, mengalami peningkatan pertumbuhan dari 11,0% (yoy) pada

triwulan IV-2010 menjadi 24,14% (yoy); tabel 3.3. Kenaikan pertumbuhan DPK ini terutama

karena terjadi peningkatan pertumbuhan pada simpanan giro, tabungan dan deposito. Giro,

tabungan dan deposito masing-masing tercatat tumbuh lebih tinggi dari 12,7%; 13,02%

dan 6,5% menjadi 26,6%; 33,9% dan 9,15% (yoy).

2011 2011I II III IV I* I II III IV I*11.91% 18.61% 21.17% 20.84% 27.17% 42,063.0 46,117.2 48,937.9 52,864.8 53,490.5

- Bank Pemerintah 11.66% 13.42% 14.25% 14.56% 23.08% 26,150.9 28,122.5 29,703.9 32,233.4 32,186.2- Bank Swasta Nasional 17.24% 32.11% 38.85% 37.64% 34.19% 15,573.5 17,546.4 18,765.3 20,188.5 20,898.7- Bank Asing&Campuran -61.66% -44.41% -46.40% -52.98% 19.80% 338.6 448.3 468.8 442.8 405.7

Total Aset

Pertumbuhan (y.o.y) Nominal (Rp Milyar)2010 2010KOMPONEN

Peningkatan pertumbuhan DPK baik dalam bentuk giro, tabungan maupun deposito,

diduga terkait dengan penambahan bank asing di Sulsel dan kantor cabang pembantu (KCP)

yang menyebabkan pencapaian penghimpunan DPK meningkat cukup signifikan pada

triwulan I-2011 jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya.

Tabel 3.3.Penghimpunan Dana dan Penyaluran Kredit/Pembiayaan Bank Umum

3.2.2 Penyaluran Kredit

Pada triwulan I-2011, pertumbuhan kredit perbankan di Sulsel juga mengalami

peningkatan menjadi 25,6% (yoy) dibandingkan triwulan IV-2010 sebesar 18,1% (yoy); tabel

3.4. Salah satu faktor utama penyebab meningkatnya penyaluran kredit di Sulsel diduga juga

karena penambahan 1 bank asing dan 2 kantor bank pemerintah di Sulsel sehingga pasokan

kredit yang siap untuk di saluran juga otomatis bertambah cukup besar.

Peningkatan ini terutama disebabkan kenaikan pertumbuhan pada kredit modal kerja

dan kredit konsumsi. Kenaikan pada kredit modal kerja diperkirakan sebagai dampak dari

ekspektasi kondisi perekonomian daerah yang cenderung meningkat pada triwulan II-2011,

dimana hal tersebut sejalan dengan hasil Survei Konsumen pada bulan April 2011 (grafik

3.1).

Tabel 3.4Penyaluran Kredit/Pembiayaan Bank Umum Per Jenis Penggunaan

Kondisi ekonomi yang demikian ini nampaknya membuat masyarakat menjadi lebih

optimis dalam membuat keputusan terkait pengajuan kredit konsumsi, akibatnya terdapat

peningkatan kredit konsumsi yang cukup besar pada triwulan laporan yaitu dari 16,5%

menjadi 30,0% (yoy). Peningkatan kredit konsumsi dimaksud juga relatif sejalan dengan hasil

Survey Konsumen yang menunjukkan bahwa ekspektasi masyarakat akan penghasilan

2011 2011I II III IV I* I II III IV I*5.41% 10.95% 15.31% 11.00% 24.14% 30,175 32,753 33,959 37,299 37,461

a. Giro 0.79% 13.22% 20.41% 12.69% 26.55% 5,149 5,731 5,948 5,628 6,516 b. Tabungan 3.82% 10.34% 22.10% 13.02% 33.87% 14,676 16,737 18,274 20,865 19,648 c. Deposito 10.33% 10.71% 2.01% 6.50% 9.15% 10,350 10,284 9,738 10,806 11,298

17.36% 21.16% 21.40% 18.10% 25.59% 37,041 39,884 41,120 43,025 46,520 3. LDR (%) 122.8% 121.8% 121.1% 115.4% 124.2%4. NPLs Gross (%) 3.5% 2.9% 3.1% 2.9% 3.2%Catatan: Mulai Januari 2010 sistem pencatatan data perbankan menggunakan sistem Basel II

Pertumbuhan (y.o.y) Nominal (Rp Milyar)2010

1. DPK

2. Kredit

KOMPONEN 2010

2011 2011I II III IV I* I II III IV I*

Kredit (lokasi proyek) 17.36% 21.16% 21.40% 18.10% 25.59% 37,041 39,884 41,120 43,025 46,520- Modal Kerja 13.60% 12.34% 13.56% 13.21% 24.49% 13,854 14,873 15,424 16,610 17,247- Investasi 20.42% 30.70% 26.60% 32.36% 18.72% 7,705 8,143 7,976 8,961 9,148

19.38% 25.41% 26.66% 16.45% 29.99% 15,482 16,867 17,720 17,455 20,125*Angka Sementara

20102010Nominal (RP Milyar)Pertumbuhan (y.o.y)

- Konsumsi

KOMPONEN

mereka pada 2 (dua) triwulan mendatang akan cenderung meningkat jika dibandingkan

dengan awal tahun 2011. Hal ini sejalan dengan adanya kenaikan gaji PNS dan rapel

pembayarannya yang jatuh pada bulan April 2011.

Grafik 3.1. Perkembangan Indeks Ekspektasi Konsumen

Grafik 3.1. Perkembangan Indeks Ekspektasi

Penghasilan 6 bln y.a.d

Pertumbuhan kredit modal kerja pada triwulan I-2011 juga tercatat mengalami

peningkatan cukup tinggi jika dibanding pada periode sebelumnya dari 13,2% menjadi

24,5% (yoy). Namun demikian, kondisi tersebut masih belum dapat merubah struktur kredit

Sulsel, dimana share kredit konsumsi masih menempati posisi pertama paling besar yaitu

Rp20,1 triliun (43%), diikuti kredit modal kerja Rp17,3 triliun (37%) dan kredit investasi

Rp9,2 triliun (20%) (grafik 3.2.).

Grafik 3.2Pangsa Kredit/Pembiayaan Bank Umum

Per Jenis Penggunaan

Grafik 3.3Pangsa Kredit/Pembiayaan Bank Umum

Per Sektor Ekonomi

Secara sektoral, penyaluran kredit pada triwulan I-2011 masih tetap didominasi 3

(tiga) sektor utama yaitu sektor lain-lain (konsumsi), sektor perdagangan dan sektor industri

pengolahan masing-masing sebesar 47,4%, 25,8% dan 8,0% (grafik 3.3). Sementara 3 (tiga)

sektor ekonomi yang mengalami peningkatan pertumbuhan yang cukup signifikan,

-5%

0%

5%

10%

15%

20%

105

110

115

120

125

130

135

140

1 2 3 4 1 2

2010 2011

Indeks Ekspektasi Konsumeny.o.y

Smb : Survei Konsumen KBI Mks

-15%

-10%

-5%

0%

5%

10%

15%

20%

110

115

120

125

130

135

140

145

150

155

1 2 3 4 1 2 3

2010 2011

Indeks ekspektasi penghasilan 6 bln yg akan dtgy.o.y

Smb : Survei Konsumen KBI Mks

Modal Kerja37%

Investasi20%

Konsumsi43%

Pertanian1%

Pertambangan1%

Pengolahan8%

LGA1%

Konstruksi6%

Perdagangan26%

Pengangkutan2%

Jasa Dunia Usaha

4%

Jasa Sos Masy4%

Lain-lain47%

dibandingkan dengan triwulan IV-2010, yaitu sektor jasa dunia usaha, konstruksi, dan

perdagangan.

Peningkatan pertumbuhan tertinggi terjadi pada sektor jasa dunia usaha, yaitu dari

negatif 19,7% pada triwulan lalu menjadi 75,6% pada triwulan I-2011 (tabel 3.5). Kredit di

sektor konstruksi juga meningkat dengan signifikan dari 20,4% menjadi 48,3% (yoy). Sektor

perdagangan juga yang menunjukkan peningkatan pertumbuhan pada triwulan laporan

yaitu sebesar 32,4% (yoy), jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya sebesar 14,2%

(yoy). Peningkatan pertumbuhan kredit di sektor jasa dunia usaha, konstruksi dan

perdagangan sejalan dengan beberapa langkah kerjasama maupun program bank,

pemerintah yang secara langsung maupun tidak langsung berdampak pada peningkatan

kredit pada sektor-sektor tersebut.

Peningkatan pada sektor jasa dunia usaha diduga juga terkait erat dengan program

dukungan kepada MKM (Mikro Kecil dan Menengah) tahun 2011, dimana salah satu fokus

perbankan nasional, termasuk Sulsel, adalah penyaluran kredit Usaha Mikro Kecil dan

Menengah (UMKM). Selain melakukan pendekatan kepada komunitas usaha potensial yang

bertumbuh kembang yang berbentuk cluster, bank juga bekerjasama dengan departemen

teknis, dalam penyaluran kredit bagi usaha sektor pertanian, perikanan, dan perkebunan.

Hal-hal tersebut mempengaruhi jumlah alokasi dana kredit bank yang meningkat untuk

MKM.

Selain itu, peningkatan pertumbuhan kredit untuk sektor konstruksi pada triwulan

laporan diduga karena sejak awal Maret 2011, Gabungan Perusahaan Konstruksi Nasional

Indonesia (Gapeksindo) Sulsel bekerjasama dengan perbankan untuk membiayai sektor jasa

konstruksi, khususnya untuk properti dan perumahan. Saat ini Gapeksindo Sulsel sudah

bekerja sama dengan BRI cabang Makassar untuk pemberian kredit modal kerja. Kredit yang

diberikan kepada anggota Gapeksindo Sulsel, disalurkan tanpa menggunakan agunan,

dimana “Surat Perintah Kerja” (SPK) sudah bisa dijadikan jaminan pengambilan kredit.

Kemudian meningkatnya pertumbuhan kredit di sektor perdagangan, sejalan dengan

perkembangan ekonomi Sulsel yang semakin baik. Dimana hal tersebut secara tidak

langsung meningkatkan prospek bisnis di kawasan Indonesia bagian timur, khususnya

Makassar yang menjadi kota sentra bisnis, terutama jika ditinjau dari sisi perdagangan, agro

industri, hasil usaha laut, furniture dan pariwisata. Sehubungan dengan hal dimaksud, sejak

awal tahun PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (Persero) berusaha membantu dan

mengembangkan pelaku bisnis ekspor dan impor untuk prospek bisnis di kawasan Indonesia

Timur dengan cara melakukan sosialisasi yang menginfromasikan bahwa BRI akan membantu

para pengusaha yang akan melakukan perdagangan internasional maupun domestik dengan

menyediakan layanan transaksi pembayaran internasional yang meliputi Internasional Trade

berupa Penerbitan LC impor, Jasa Penagihan Ekspor, Pembiayaan Dalam rangka ekspor ( Pre-

shipment Financing & Post-shipment Financing) dan Domestik trade berupa Surat Kredit

Berdokumen Dalam Negeri (SKBDN), Bill Purchase Financing serta Garansi (SBLC) dengan

keuntungan komparatif yang aman dan terpercaya sehingga sangat membantu para pelaku

usaha yang ingin melakukan trade ke luar negeri maupun domestik. Tentu saja hal tersebut

secara tidak langsung juga berhubungan dengan dukungan mereka untuk menyalurkan

kredit kepada para pengusaha yang potensial, dimana pada akhirnya hal ini yang

menyebabkan pertumbuhan kredit untuk sektor dimaksud juga meningkat.

Pengelolaan manajemen risiko usaha Bank Umum di Sulsel pada triwulan I-2011

menunjukkan kondisi yang cenderung membaik, tercermin dari rasio kredit macet atau non

performing loan (NPL) Bank Umum yang relatif cukup baik, yaitu sebesar 3,25%, meski NPL

pada periode laporan mengalami sedikit kenaikan jika dibandingkan dengan triwulan IV-

2010 sebesar 2,94% (tabel 3.6).

Tabel 3.6Perkembangan NPLs Gross Bank Umum

2011I II III IV I II III IV I*

NPL Gross 3.82% 3.05% 4.08% 3.08% 3.47% 2.95% 3.06% 2.94% 3.25%*Angka Sementara

KOMPONEN2009 2010

Tabel 3.5Pertumbuhan Tahunan Kredit/Pembiayaan Per Sektor Ekonomi

2011 2011I II III IV I* I II III IV I*

Kredit 17.36% 21.16% 21.40% 18.10% 25.59% 37,041 39,884 41,120 43,025 46,520* Pertanian -48.01% -51.20% -58.15% -52.69% -2.90% 514 448 413 468 499* Pertambangan 54.22% 52.87% 20.56% 64.37% 28.95% 263 260 263 331 339* Industri pengolahan -13.47% -3.48% 6.52% 23.36% 26.66% 2922 3278 3367 3884 3701* Listrik,Gas dan Air 500.25% 301.55% 146.80% 73.72% 23.61% 339 299 418 441 420* Konstruksi 0.11% 6.85% 12.53% 20.40% 48.34% 1935 2319 2530 2679 2870* Perdagangan 5.58% 3.62% 16.62% 14.16% 32.43% 9057 9853 11435 12678 11995* Pengangkutan -18.64% 19.06% -3.73% -14.66% -11.53% 1176 1285 1021 1005 1040* Jasa Dunia Usaha -36.38% -49.89% -46.50% -19.70% 75.55% 1101 899 986 1578 1932* Jasa Sosial Masyarakat 380.12% 370.19% 275.10% 337.69% 11.16% 1516 1679 1462 1641 1685* Lain-lain 40.48% 45.46% 37.42% 22.23% 20.97% 18219 19563 19226 18321 22039* Angka Sementara

2010Pertumbuhan (y.o.y)

KOMPONEN 2010Nominal (Rp Milyar)

Grafik 3.4NPLs Per Sektor Ekonomi

Secara sektoral, NPL tertinggi terjadi terdapat pada sektor pertanian yang mencapai

17,9% (grafik 3.4). Kemudian diikuti oleh sektor pertambangan dan industri pengolahan

yang masing-masing NPL-nya adalah sebesar 9,2% dan 7,9%. Rasio NPL yang sangat tinggi

di sektor pertanian diduga terjadi karena ketergantungan yang cukup besar pada faktor alam

seperti cuaca sehingga pada dari cuaca esktrim yang teradi pada triwulan I-2011 masih

mengganggu produksi pertanian Sulsel. Hal ini kemudian mempengaruhi pendapatan atau

kemampuan para petani untuk membayar kreditnya.

3.2.3 Kredit UMKM

Berdasarkan segmentasi skala

usaha debitur, sebagian besar

kredit/pembiayaan Bank Umum Sulsel

diklasifikasikan sebagai

kredit/pembiayaan Mikro, Kecil dan

Menengah (MKM). Pangsa

kredit/pembiayaan MKM per sektor

ekonomi per Maret 2011 sebagian

besar masih didominasi oleh sektor

perdagangan 52%, kemudian diikuti

oleh sektor lain-lain sebesar 13% (grafik 3.5).

0.01%1.75%1.80%

3.18%3.22%

4.66%6.10%

7.94%9.18%

17.92%

0% 5% 10% 15% 20%

Listrik,Gas dan AirLain-lain

PengangkutanJasa Sosial Masyarakat

PerdaganganKonstruksi

Jasa Dunia UsahaIndustri pengolahan

PertambanganPertanian

Grafik 3.5Pangsa Kredit/pembiayaan MKM Bank Umum

Per Sektor EkonomiPertanian

2%Pertambangan1% Industri

pengolahan5%

Listrik,Gas dan Air

0%

Konstruksi8%

Perdagangan52%

Pengangkutan3%

Jasa Dunia Usaha

6%

Jasa Sosial Masyarakat

10%

Lain-lain13%

Tabel 3.7.Pertumbuhan Kredit/Pembiayaan Mikro, Kecil dan Menengah (MKM) Bank Umum (y.o.y)

Kinerja pertumbuhan kredit/pembiayaan MKM secara tahunan mengalami perbaikan

jika dibandingkan pertumbuhan triwulan IV-2010, yaitu dari negatif 51% menjadi negatif

13% (yoy) (tabel 3.7.). Hampir seluruh sektor mengalami peningkatan pertumbuhan yang

cukup signifikan kecuali 2 (dua) sektor yang mengalami perlambatan, yaitu adalah sektor jasa

sosial masyarakat dan pertambangan. Peningkatan pertumbuhan kredit MKM hampir

diseluruh sektor tesebut sejalan dengan membaiknya kinerja pertumbuhan kredit MKM

secara total pada triwulan I-2011.

3.3. Perbankan Syariah

Pada triwulan laporan, jumlah perbankan syariah tidak mengalami perubahan

dibandingkan triwulan IV-2010, yakni sebanyak 12 Bank Syariah yang terdiri dari 5 (lima)

Bank Umum Syariah dan 7 Unit Usaha Syariah. Posisi ini masih tetap sama sejak triwulan III-

2009.

Tabel 3.8. Perkembangan Bank Umum Syariah

2011 2011I II III IV I* I II III IV I*

Pertumbuhan Kredit (y.o.y) -22% -16% -46% -51% -13% 17,563 20,208 13,412 13,199 15,200 * Pertanian -68% -63% -47% -53% 106% 168 193 314 272 346 * Pertambangan 69% 92% 40% 281% 240% 31 31 48 75 105 * Industri pengolahan -25% 42% 62% 59% 128% 364 700 781 835 830 * Listrik,Gas dan Air -26% 257% 149% 160% 900% 3 29 40 30 29 * Konstruksi -50% 14% 30% 20% 182% 428 1,126 1,245 1,201 1,207 * Perdagangan -22% -15% 8% -1% 65% 4,827 5,806 7,588 7,748 7,972 * Pengangkutan 48% 87% 69% 45% 69% 247 346 342 371 418 * Jasa Dunia Usaha -35% -41% -43% -50% 20% 755 719 677 677 902 * Jasa Sosial Masyarakat 382% 332% 279% 336% 10% 1,346 1,389 1,288 1,377 1,480 * Lain-lain -27% -26% -92% -96% -80% 9,395 9,869 1,090 613 1,910 * Angka Sementara

KOMPONEN 2010 2010Pertumbuhan (y.o.y) Nominal (RP Milyar)

2011 2011I II III IV I* I II III IV I*

23.84% 8.01% 10.53% 32.69% 41.75% 884,323 900,645 952,409 1,192,436 1,253,507 a. Giro -6.12% -41.59% -10.36% 46.32% 103.24% 79,860 92,942 130,683 208,597 162,304 b. Tabungan 24.61% 15.93% 24.79% 32.78% 44.17% 377,864 395,693 414,327 479,013 544,776 c. Deposito 30.95% 23.56% 6.13% 27.69% 28.09% 426,599 412,010 407,399 504,826 546,427

13.83% 9.26% 37.44% 41.08% 58.88% 1,484,158 1,536,028 1,954,476 2,020,185 2,357,9873. FDR (%) 167.8% 170.5% 205.2% 169.4% 188.1%4. NPFs Gross (%) 5.8% 4.9% 3.9% 3.0% 2.5%Catatan: Mulai Januari 2010 sistem pencatatan data perbankan menggunakan sistem Basel II

1. DPK

2. Pembiayaan

KOMPONEN 2010Nominal (Rp Milyar)2010

Pertumbuhan (y.o.y)

Kinerja perbankan Syariah Sulsel pada triwulan I-2011 cenderung membaik

dibandingkan dengan triwulan IV-2010. Hal ini tercermin dari peningkatan pertumbuhan

beberapa indikator total aset, Dana Pihak Ketiga (DPK) pembiayaan dan Finance to Deposit

Ratio (FDR) dibandingkan triwulan sebelumnya (tabel 3.8.). Peningkatan pembiayaan dan FDR

disebabkan oleh peningkatan pertumbuhan DPK lebih lambat jika dibandingkan dengan

pertumbuhan pembiayaan. Pola yang sama juga terjadi pada bank Umum, dimana

perbankan akan cenderung mulai mengurangi pengumpulan dana mengingat masih

besarnya dana yang mereka kelola, melihat hal tersebut Bank relatif memiliki likuiditas yang

cukup besar sehingga tidak perlu tambahan dana untuk peningkatan penyaluran kredit. Di

sisi lain, kualitas kredit yang disalurkan terlihat cenderung semakin membaik. Hal ini

tercermin dari nilai Non Performing Loans (NPLs) secara gross yang turun dari 3,0% di

triwulan sebelumnya menjadi 2,5%

3.4. Perbankan BPR

Dari sisi kelembagaan, jumlah jaringan kantor BPR yang beroperasi pada triwulan I-

2011 (per Maret 2011), tidak mengalami perubahan sehingga jumlahnya tetap 53 kantor.

Pada triwulan I-2011, total aset perbankan kelompok BPR/S tercatat tumbuh sebesar

35,2% (yoy) atau sebesar menjadi Rp538 milyar dimana posisi ini lebih tinggi jika

dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tumbuh 33,8% (yoy) atau sebesar 525

milyar (grafik 3.6.). Pertumbuhan aset ini terutama bersumber dari pertumbuhan

kredit/pembiayaan yang cukup tinggi.

Penghimpunan Dana Pihak Ketiga BPR/S mengalami sedikit penurunan pertumbuhan

yaitu menjadi sebesar 35,96% (yoy) pada triwulan I-2011, dimana pada triwulan sebelumnya

tumbuh 39,47% (yoy). Pada triwulan laporan, kredit/pembiayaan yang berhasil disalurkan

oleh BPR tumbuh 40,87% (yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya (35,48%)

(grafik 3.7.).

Grafik 3.6. Perkembangan Aset BPR/S

Grafik 3.7. Perkembangan DPK, Kredit & LDR BPR/S

0%

20%

40%

60%

80%

100%

120%

-

100

200

300

400

500

600

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1*

2008 2009 2010 2011Rp M

ilyar

Asety.o.y

Smb : LB-BPR/S* Sementara

0%

20%

40%60%

80%

100%

120%

140%

160%

180%200%

0

50

100

150

200

250

300

350

400

450

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1*

2007 2008 2009 2010 2011

Mily

ar R

p

DPK

Kredit

LDR

Smb : LB-BPR/S* Sementara

Rasio perbandingan kredit/pembiayaan dengan Dana Pihak Ketiga BPR/S pada

triwulan laporan tercatat sebesar 161,6%, lebih tinggi dibanding LDR pada triwulan IV-2010

yang sebesar 156,3%. Kenaikan LDR ini lebih disebabkan oleh peningkatan pertumbuhan

Kredit yang disalurkan pada triwulan I-2011.

Peningkatan LDR pada BPR diperkirakan sejalan dengan pola peningkatan FDR pada

Bank Syariah maupun LDR pada Bank Umum. Hal tersebut disebabkan oleh masih tingginya

likuiditas dana di masyarakat sehingga Bank memliki kecenderungan untuk mengurangi

pengumpulan dana yang mereka kelola (khususnya untuk Bank Syariah dan BPR/S), dan lebih

berfokus untuk meningkatkan penyaluran dana/pembiayaan, dimana hal ini secara otomatis

meningkatkan LDR maupun FDR Bank di Sulsel pada triwulan I-2011.

63Kajian Ekonomi Regional Sulawesi Selatan Triwulan I - 2011

Bab 4 Perkembangan Sistem Pembayaran

Nilai transaksi tunai maupun non tunai pada triwulan I-2011 menunjukkan

peningkatan, sejalan dengan masih tingginya pertumbuhan ekonomi Sulsel dan juga sejalan

dengan meningkatnya penyaluran kredit dan LDR di Sulsel pada triwulan laporan.

4.1. Perkembangan Aliran Uang Kartal Masuk (Inflow) dan Keluar (Outflow)

Pada triwulan I-2011, perkembangan aliran uang kartal di Sulsel menunjukkan net

inflow sebesar Rp1,08 triliun yaitu aliran uang masuk ke dalam Bank Indonesia (inflow)

melebihi aliran uang keluar ke Bank Indonesia (outflow). Sementara, kondisi yang

berlawanan terjadi pada triwulan IV-2010, yang menunjukkan net outflow sebesar Rp0,15

triliun. Peningkatan net inflow pada triwulan laporan terjadi karena faktor seasonal sejalan

dengan menurunnya kebutuhan uang kartal karena berakhirnya kegiatan perayaan beberapa

Hari Raya Keagamaan seperti Idul Adha, Natal, Tahun Baru dan liburan anak sekolah pada

triwulan IV.

Grafik 4.1 Aliran Uang Kartal Masuk (Inflow)

Grafik 4.2 Aliran Uang Kartal Keluar (Outflow)

Jumlah aliran uang masuk (inflow) triwulan I-2011 tercatat sebesar Rp2,33 triliun atau

meningkat dibandingkan triwulan IV-2010 yang tercatat sebesar Rp1,2 triliun (grafik 4.1).

Namun aliran uang keluar (outflow) dari Bank Indonesia menunjukan arah yang berlawanan

yaitu mencatat penurunan dari Rp1,35 triliun menjadi Rp1,25 triliun (grafik 4.2). Kondisi net

inflow pada triwulan I-2011 didorong oleh perlambatan konsumsi masyarakat. Pada triwulan

I-2011, perlambatan konsumsi masyarakat dan pemerintah terjadi pasca peningkatan

-50%

-40%

-30%

-20%

-10%

0%

10%

20%

30%

40%

50%

-

0.50

1.00

1.50

2.00

2.50

1 2 3 4 1 2 3 4 1

2009 2010 2011

Inflow

Y.O.Y

Trili

un R

p

-100%

-50%

0%

50%

100%

150%

200%

250%

300%

350%

400%

-

0.20

0.40

0.60

0.80

1.00

1.20

1.40

1.60

1.80

1 2 3 4 1 2 3 4 1

2009 2010 2011

OutflowY.O.Y

Trili

un R

p

64 Kajian Ekonomi Regional Sulawesi SelatanTriwulan I - 2011

aktivitas masyarakat di akhir tahun. Selain itu, pola pembiayaan proyek-proyek pemerintah

yang relatif tertahan realisasinya pada awal tahun juga menyebabkan aliran uang yang keluar

(outflow) relatif kecil pada triwulan I-2011 jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya.

4.2. Pemberian Tanda Tidak Berharga (PTTB)

Dalam rangka menerapkan kebijakan clean money policy, Bank Indonesia Makassar

secara berkala, melakukan kegiatan penukaran uang dan kas keliling yang menjangkau

seluruh daerah di Sulawesi Selatan. Selain itu juga melakukan kegiatan pemusnahan uang

tidak layak edar (UTLE) dengan terlebih dahulu melakukan pemberian tanda tidak berharga

(PTTB). Pada triwulan I-2011, jumlah uang kartal dengan kondisi tidak layak edar yang telah

dibukukan sebagai PTTB tercatat sebesar Rp1,22 triliun, relatif meningkat jika dibandingkan

PTTB pada triwulan IV-2010 yaitu sebesar Rp0,99 triliun (grafik 4.3). Meningkatnya jumlah

uang tidak layak edar pada periode laporan, sejalan dengan peningkatan aliran uang kartal

yang masuk (inflow) ke Bank Indonesia Makassar baik secara nominal maupun

pertumbuhannya. Peningkatan inflow tersebut merupakan akibat dari peningkatan aktivitas

masyarakat pada triwulan IV-2010, dimana pengeluran masyarakat cenderung meningkat

menjelang perayaan Hari Raya Keagamaan sperti Idul Adha, Natal, perayaan Tahun Baru dan

masa liburan anak sekolah sehingga setelah periode tersebut, otomatis akan terjadi

penurunan uang kartal yang beredar (meningkatnya inflow ke dalam BI Makassar). Sejalan

dengan hal tersebut, jumlah uang lusuh (PTTB) juga cenderung meningkat. Namun di sisi

lain, perbandingan antara jumlah PTTB dan inflow uang kartal terjadi penurunan yang cukup

signifikan, yaitu dari 82,7% pada triwulan IV-2010 menjadi 52,4% pada triwulan I-2011. Hal

ini mengindikasikan bahwa program clean money policy yang diterapkan oleh BI Makassar

dalam rangka menjaga kondisi uang layak edar di masyarakat telah membuahkan hasil yang

memuaskan.

Grafik 4.3Pemberian Tanda Tidak Berharga dan Inflow

-200%

-100%

0%

100%

200%

300%

400%

500%

600%

700%

0.0

0.5

1.0

1.5

2.0

2.5

1 2 3 4 1 2 3 4 1

2009 2010 2011

PTTB

/ In

flow

Inflo

w &

PTT

B (T

riliu

n Rp

)

InflowPTTBPTTB/InflowPTTB Growth (yoy)

65Kajian Ekonomi Regional Sulawesi Selatan Triwulan I - 2011

4.3. Perkembangan Temuan Uang Palsu

Jumlah temuan uang palsu di KBI

Makassar selama triwulan laporan tercatat

sebanyak 439 lembar dengan nilai nominal

sebesar Rp27,75 juta, mengalami sedikit

penurunan jika dibandingkan dengan triwulan

sebelumnya sebanyak 850 lembar dengan

nominal sebesar Rp39,40 juta. Berdasarkan jenis

pecahan, selama triwulan I-2011 (grafik 4.4 dan

tabel 4.1), uang kertas yang paling banyak

dipalsukan adalah pecahan Rp50.000,-

sebanyak 299 lembar (68,11%), diikuti pecahan Rp100.000,- sebanyak 126 lembar

(28,70%), pecahan Rp20.000 sebanyak 7 lembar (1,59%), pecahan Rp10.000 sebanyak 5

lembar (1.14%), pecahan Rp5.000 dan sebanyak 2 lembar (0,46%). Tidak didapati uang

palsu untuk pecahan kecil, seperti pecahan Rp2.000,- dan Rp1.000,- .

4.4. Perkembangan Transaksi RTGS dan Kliring

4.4.1. Perkembangan RTGS

Secara total, nilai transaksi BI-RTGS Sulsel hingga akhir triwulan I-2011 melambat

menjadi Rp29,8 triliun atau tumbuh sebesar 0,3% (yoy) dibandingkan triwulan sebelumnya

sebesar Rp42,2 triliun yang hanya tumbuh sebesar 15,3% (yoy), lihat grafik 4.5. Transaksi BI-

RTGS dalam periode laporan masih didominasi oleh aliran dana yang masuk (incoming) ke

Tabel 4.1Perkembangan Temuan Uang Palsu di Wilker KBI Makassar Triwulan I-2011

Pecahan

100,000 50,000 20,000 10,000 5,000 2,000 1,000

Trw IV-2008 62 123 11 5 2 0 0 203

Trw I-2009 44 116 9 4 2 0 0 175

Trw II-2009 58 87 11 4 1 0 1 162

Trw III-2009 103 277 8 8 19 0 0 415

Trw IV-2009 139 183 8 3 5 0 0 338

Trw I-2010 97 181 13 8 2 0 0 301

Trw II-2010 127 123 8 4 4 2 0 268

Trw III-2010 153 125 15 0 10 1 0 304

Trw IV-2010 116 242 32 2 1 1 0 394

Trw I-2011 126 299 7 5 2 0 0 439Sumber : Bank Indonesia

Periode Total

Grafik 4.4 Proporsi Jumlah Lembar Uang Palsu

Berdasarkan Pecahan Triwulan I-2011

100,000 24.21%

50,000 68.1% 20,000

1.6%

10,000 1.1%

5,000 0.5%

2,000 0.0%1,000

0.0%

66 Kajian Ekonomi Regional Sulawesi SelatanTriwulan I - 2011

perbankan Sulsel dengan nilai sebesar Rp20,1 triliun, lebih tinggi dibandingkan aliran yang

keluar (outgoing) dari perbankan Sulsel yang tercatat sebesar Rp9,8 triliun.

Pada triwulan I-2011, pertumbuhan aliran dana yang masuk (incoming) ke perbankan

Sulsel via RTGS menunjukkan perlambatan dibandingkan triwulan sebelumnya, yaitu dari

32,3% menjadi 12,6% (yoy) (grafik 4.6), terutama karena meningkatnya masih relatif

rendahnya realisasi pembayaran untuk keperluan proyek-proyek pemerintah pada triwulan

laporan. Hal yang serupa terjadi pada pertumbuhan aliran dana yang keluar via RTGS

(outgoing) pada triwulan laporan juga mengalami perlambatan jika dibandingkan dengan

triwulan IV-2010, yaitu dari negatif 9,0% tumbuh menjadi negatif 18,2% (yoy), lihat grafik

4.7. Perlambatan tersebut diperkirakan karena menurunnya aktivitas transaksi masyarakat,

swasta dan pemerintah pada awal tahun jika dibandingkan dengan periode akhir tahun,

dimana hal ini sejalan dengan pergerakan perekonomian Sulsel.

Grafik 4.6.

Transaksi RTGS – Incoming

Grafik 4.7. Transaksi RTGS – Outgoing

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

80%

90%

-

5

10

15

20

25

30

1 2 3 4 1 2 3 4 1

2009 2010 2011

Incoming

Y.O.Y

Trili

un R

p

-40%

-20%

0%

20%

40%

60%

80%

100%

-

2

4

6

8

10

12

14

16

1 2 3 4 1 2 3 4 1

2009 2010 2011

Outgoing

Y.O.Y

Trili

un R

p

Grafik 4.5.Transaksi RTGS – Total Transaksi

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

80%

90%

-

5

10

15

20

25

30

35

40

45

1 2 3 4 1 2 3 4 1

2009 2010 2011

Total

Y.O.Y

67Kajian Ekonomi Regional Sulawesi Selatan Triwulan I - 2011

4.4.2. Perkembangan Kliring

Secara nominal perputaran kliring pada triwulan laporan tercatat sebesar Rp8,2 triliun

atau tumbuh sebesar 12,2% (yoy). Secara nominal jumlah kliring pada triwulan I-2011, relatif

sama jika dibandingkan dengan triwulan IV-2010. Namun pertumbuhan tahunan

menunjukan terjadi peningkatan pertumbuhan yang cukup signifikan dari triwulan IV-2010

ke triwulan I-2011, yaitu dari negatif 70.65% (y.o.y) menjadi 12.86%, lihat tabel 4.2.

Peningkatan pertumbuhan perputaran kliring sejalan aktivitas perekonomian Sulsel

yang trendnya cenderung meningkat, dimana hal tersebut tercermin pada pertumbuhan

Sulsel yang berada pada level yang cukup tinggi. Pertumbuhan kliring yang lebih tinggi pada

triwulan I-2011 jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya diduga terkait dengan

meningkatnya peran perbankan dalam penyaluran kreditnya. Hal ini tercermin dari kinerja

perbankan Sulsel yang pertumbuhan kredit dan LDR-nya cenderung meningkat pada periode

laporan, dimana tentunya aliran kredit itu akan langsung dipergunakan untuk menopang

atau mengembangkan aktivitas bisnis para pengusaha dan hal tersebut seyogyanya tercermin

pada meningkatnya aktivitas kliring di Sulsel.

Sementara dari sisi rata-rata harian, nilai nominal perputaran kliring sedikit

mengalami peningkatan. Rata-rata harian nilai nominal perputaran kliring pada triwulan I-

2011 tercatat sebesar Rp128 miliar, mengalami peningkatan apabila dibanding triwulan IV-

2010 yang sebesar Rp126,1 miliar. Selain itu, rasio rata-rata harian penolakan warkat

(Cek/BG) kosong pada triwulan laporan, secara nominal mengalami penurunan namun dari

sisi jumlah lembarnya relatif tetap. Secara nominal, rasio rata-rata warkat yang ditolak

meningkat dari sebesar 1,9% (Rp2,39 miliar) pada triwulan IV-2010 menjadi sebesar 2,4%

(Rp3,06 miliar) pada triwulan laporan. Sementara dari jumlah lembar, rasio rata-rata harian

warkat yang relatif tetap jika membandingkan antara triwulan IV-2010 dan triwulan I-2011,

yaitu sebesar 2,1% .

Tabel 4.2. Perputaran Kliring dan Cek/BG Kosong

1 2 3 4 1 2 3 4 1

Total Perputaran Kliring- Nominal (triliun rupiah) 6.5 6.9 7.4 7.5 7.2 7.3 7.9 8.3 8.2 - Lembar (ribuan) 242.2 258.4 262.3 263.6 253.5 259.8 261.6 267.9 265.0 Rata-rata Harian Perputaran Kliring- Nominal (triliun rupiah) 0.1 0.1 0.1 0.1 0.1 0.1 0.1 0.1 0.1 - Lembar (ribuan) 4.1 4.2 4.3 4.2 4.0 4.0 4.0 4.1 4.1 Nisbah Rata-rata Penolakan Cek/ BG Kosong- Nominal (%) 1.7 2.0 1.7 2.2 1.7 2.1 2.3 1.9 2.4 - Lembar (%) 1.8 1.6 1.8 1.7 1.8 1.9 2.2 2.1 2.1

URAIAN 201120102009

68 Kajian Ekonomi Regional Sulawesi SelatanTriwulan I - 2011

Halam ini sengaja dikosongkanThis page is intentionally blank

Tabel 5.1 Penduduk Usia 15 + Menurut Kegiatan UtamaFebruari Februari

2010 2011Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas 5,721,682 5,590,797 Angkatan Kerja 3,560,893 3,634,355

a. Bekerja 3,276,523 3,391,334 b. Pengangguran 284,370 243,021

Bukan Angkatan Kerja 2,160,789 1,956,442 Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja 62.2% 65.0%Tingkat Pengangguran Terbuka 8.0% 6.7%Sumber : BPS

KEGIATAN UTAMA

Bab 5 Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan

Daya serap perkembangan pertumbuhan ekonomi Sulsel selama tahun 2010

terhadap angkatan kerja cukup baik, sebagaimana terlihat dari naiknya Tingkat Partisipasi

Angkatan Kerja (TPAK) pada Agustus 2010 (64,1%) jika dibandingkan dengan tahun

sebelumnya (62,5%). Sejalan dengan itu, Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Sulsel tercatat

mengalami penurunan sebesar 0,5%, dari 8,9% pada Agustus 2009 menjadi 8,4% pada

Agustus 2010. Selanjutnya di sisi lain pertumbuhan ekonomi Sulsel juga memberikan

kontribusi positif dalam meningkatkan tingkat kesejahteraan petani yang tercermin dari Nilai

Tukar Petani (NTP), yang menunjukkan peningkatan pertumbuhan pada triwulan laporan.

Rata-rata pertumbuhan NTP Sulsel pada triwulan I-2011 tercatat tumbuh meningkat sebesar

3,13% (yoy), lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan NTP pada triwulan sebelumnya yang

tumbuh 0,76% (yoy).

5.1. Ketenagakerjaan

Perkembangan ketenagakerjaan Sulsel hingga Februari 2011 menunjukkan

kecenderungan lebih baik jika dibandingkan tahun sabelumnya. Hal ini tercermin dari

meningkatnya jumlah

angkatan kerja sebesar 2,06%

dari 3,56 juta orang pada

Februari 2010, sehingga

menjadi 3,63 juta orang pada

Februari 2011 (Tabel 5.1).

Meskipun di sisi lain terdapat

penurunan Penduduk Usia 15

Tahun ke atas sebesar 2,29%, dimana pada Februari 2010 sebesar 5.721.682 orang menjadi

5.590.797 orang per Februari 2011. Kondisi ini menyebabkan TPAK meningkat dari 62,2%

pada Februari 2010 menjadi 65,0% pada Februari 2011. Sedangkan, di sisi lain, menurunnya

jumlah pengangguran dari 284.370 orang per Februari 2010 menjadi 243.021 orang per

Februari 2011 mengakibatkan penurunan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) sebesar 1,3%

sehingga menjadi 6,7% pada Februari 2011. Menurunnya TPT Sulsel tersebut

mengindikasikan bahwa kenaikan pertumbuhan ekonomi Sulsel pada triwulan IV-2009

sebesar 6,53% jika dibandingkan dengan triwulan IV-2010 sebesar 8,93% berdampak positif

terhadap penyerapan tenaga kerja.

Dari sisi lapangan pekerjaan utama, untuk periode Februari 2010 dan Februari 2011

komposisi tenaga kerja di sektor pertanian cenderung mengecil, sebaliknya komposisi tenaga

kerja di sektor non pertanian bertambah besar, terutama pada sektor jasa. Pangsa jumlah

tenaga kerja yang bekerja di sektor pertanian pada Fenruari 2011 tercatat sebesar 47%,

turun dibandingkan Februari 2010 tercatat sebesar 50%. Kondisi ini menunjukkan terjadinya

pergeseran struktur perekonomian yang ditandai dengan mulai beralihnya jumlah tenaga

kerja dari sektor pertanian selaku sektor utama di Sulsel ke sektor lainnya. Hal tersebut

dimungkinkan karena tingkat pendapatan sektor pertanian yang bersifat musiman dan

pengaruh tingkat harga produk hasil pertanian yang relatif kurang menguntungkan.

Di sisi lain, pangsa jumlah tenaga kerja yang bekerja di sektor jasa meningkat dari

12% pada Februari 2010, menjadi sebesar 18% Februari 2011. Selain itu Meski terjadi

penurunan pangsa jumlah tenaga kerja di sektor perdagangan pada Februari 2011 jika

dibandingkan tahun sebelumnya, namun share tenaga kerja untuk masing-masing sektor

masih cukup besar jika dibandingkan sektor lainnya yaitu 18%.

Grafik 5.1. Persentase Tenaga Kerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama

Februari 2010 Februari 2011

5.2. Kesejahteraan

5.2.1. Nilai Tukar Petani

Pertumbuhan daya beli masyarakat yang berkerja di sektor pertanian relatif

meningkat pada triwulan laporan, tercermin dari meningkatnya pertumbuhan Nilai Tukar

Petani (NTP) Sulsel pada triwulan laporan.

Pertanian50%

Industri6%

Konstruksi6%

Perdagangan19%

Angkutan/Komunikasi

5%

Jasa12%

Lainnya *)2%

Pertanian47%

Industri6%

Konstruksi5%

Perdagangan18%

Angkutan/Komunikasi

5%

Jasa18%

Lainnya *)2%

Tingkat kesejahteraan petani Sulsel pada triwulan laporan menunjukkan peningkatan

pertumbuhan. Rata-rata pertumbuhan NTP Sulsel pada triwulan I-2011 tercatat tumbuh

3,13% (yoy), lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan NTP pada triwulan sebelumnya yang

tumbuh 0,76% (yoy), lihat grafik 5.2. NTP yang lebih tinggi pada triwulan I-2011,

menunjukan indeks harga hasil produksi pertanian lebih besar dibandingkan dengan

kenaikan indeks harga barang dan jasa yang dikonsumsi oleh rumah tangga maupun untuk

keperluan produksi pertanian. Meski perubahan iklim yang membuat beberapa wilayah di

Indonesia sulit memproduksi pangan karena gagal panen, Sulsel mengalami kondisi yang

berbeda. Di sejumlah kabupaten/ kota Sulsel terjadi penambahan lahan pertanian dan

intensitas masa tanam yang semakin meningkat khususnya untuk lahan pertanian tadah

hujan. Lahan pertanian tadah hujan yang hanya terjadi sekali setahun pada saat curah hujan

tinggi sehingga dapat membuat banyak lahan persawahan yang selalu tergenangi air atau

mendapat pasokan air yang cukup sehingga sangat berpotensi menanam lebih dari sekali.

Perkembangan pertumbuhan ‘Indeks yang Diterima Petani’ jika dibandingkan dengan

sebelumnya, mengalami peningkatan dari sebesar 6,31% (yoy) menjadi sebesar 8,61% pada

triwulan laporan (grafik 5.3). Secara rata-rata pertumbuhan ‘Indeks yang Diterima Petani’

meningkat karena pada triwulan I-2011 Sulsel memasuki panen raya, dimana hasil panen

padi di Sulawesi Selatan justru meningkat. Hal ini menandakan bahwa faktor cuaca ekstrem

yang melanda Indonesia tidak banyak berpengaruh terhadap komoditas padi di Sulsel. Panen

di sebagian daerah Sulsel yang sudah dimulai sejak Januari 2011, menciptakan peluang bagi

petani untuk mendapatkan harga produksi yang lebih baik dimana biasanya pedagang

pengumpul memberikan patokan harga yang lebih tinggi dibandingkan Harga Pembelian

Pemerintah (HPP), karena pada periode awal panen ketersediaan beras di lapangan masih

terbatas. Selain itu, dukungan perbankan dalam menyalurkan kreditnya untuk sektor

pertanian semakin besar di tahun 2011. Hal ini disebabkan karena bank masih optimis

terhadap kinerja sektor pertanian yang merupakan salah satu sektor utama di Sulsel, meski di

sisi lain faktor anomali cuaca masih menjadi penghamabat pertumbuhan sektor dimaksud.

Namun di sisi lain, ‘Indeks yang Dibayar Petani’ juga menunjukkan penurunan

pertumbuhan yang relatif kecil, yaitu dari 5,52% (yoy) pada triwulan IV-2010 menjadi 5,30%

pada triwulan laporan (grafik 5.4). Menurunnya pertumbuhan “Indeks yang Dibayar Petani”

sejalan dengan pertumbuhan laju inflasi Sulsel yang cenderung melambat pada triwulan I-

2011 jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Selain itu, Harga Eceran Tertinggi (HET)

yang tidak naik pada triwulan I-2011, merupakan salah satu faktor yang meringankan biaya

produksi para petani. Hal ini tentu saja menyebabkan tekanan harga terhadap konsumsi

petani relatif menurun.

Grafik 5.5.Jumlah Penduduk Miskin Sulsel

150.8 124.5 119.2

880.9839.1

794.2

13.3%

12.3%

11.6%

10.5%

11.0%

11.5%

12.0%

12.5%

13.0%

13.5%

0

200

400

600

800

1000

1200

2008 2009 2010

Jml Pendd Miskin DesaJml Pendd Miskin Kota% Total Pendd Miskin

Sumber : BPS

Grafik 5.2Perkembangan Rata-rata

Nilai Tukar Petani

Grafik 5.3 Perkembangan Rata-rata

Indeks Yang Diterima Petani

Grafik 5.4 Perkembangan Rata-rata

Indeks Yang Dibayar Petani

5.2.2. Jumlah Penduduk Miskin

Jumlah penduduk miskin di Sulsel per Maret 2010 tercatat sebesar 11,6% dari jumlah

penduduknya atau sebesar 913,4 ribu

orang (grafik 5.5). Dari jumlah

tersebut, 13,0% berada di daerah

perkotaan sedangkan sisanya berada

di daerah pedesaan. Persentase

pangsa jumlah penduduk miskin di

perkotaan tersebut relatif tetap

dibanding Maret 2009 yang tercatat

sebesar 12,9% dari jumlah penduduk

miskin pada tahun tersebut.

Dari sisi jumlah, jumlah penduduk miskin di Sulsel mengalami penurunan, dari 963,6

ribu per Maret 2009 menjadi 913,4 ribu pada Maret 2010, atau menurun 5,2%, sementara

pada tahun 2009 turun sebesar 6,6%. Penurunan jumlah penduduk miskin tertinggi terjadi

di pedesaan sebesar 5,3%, dari 839,1 ribu orang pada Maret 2009 menjadi 794,2 ribu

-2%

-1%

0%

1%

2%

3%

4%

95 96 97 98 99

100 101 102 103 104 105 106

1 2 3 4 1 2 3 4 1

2009 2010 2011

NTP y.o.y

0%

2%

4%

6%

8%

10%

12%

14%

105

110

115

120

125

130

135

140

145

1 2 3 4 1 2 3 4 1

2009 2010 2011

Indeks Yang Diterima Petani y.o.y

0%

2%

4%

6%

8%

10%

12%

14%

16%

114 116 118 120 122 124 126 128 130 132 134

1 2 3 4 1 2 3 4 1

2009 2010 2011

Indeks Yang Dibayar Petani y.o.y

orang. Jumlah tersebut relatif masih cukup besar, yaitu sekitar 10,1% dari total penduduk

Sulsel. Penurunan jumlah penduduk miskin juga terjadi di perkotaan yang tercatat

menurun sebesar 4,3%, dari 124,5 ribu orang menjadi 119,2 ribu orang. Jumlah penduduk

miskin perkotaan tersebut tercatat sebesar 1,5% dari total penduduk Sulsel.

Terkonsentrasinya jumlah penduduk miskin di pedesaan tersebut perlu mendapatkan

perhatian tersendiri, mengingat sektor unggulan ekonomi Sulsel masih terletak pada sektor

pertanian, dimana penduduk pedesaan sebagian besar mata pencariannya adalah petani.

Apabila dibandingkan dengan provinsi se-Sulampua, persentase jumlah penduduk

miskin di Sulsel masih berada pada urutan ketiga terendah (11,6%) setelah Provinsi Sulawesi

Utara (9,1%) dan Maluku Utara (9,4%). Urutan Provinsi Sulut dan Malut tersebut juga tidak

mengalami perubahan dibandingkan kondisi pada Maret 2009. Sedangkan persentase

jumlah penduduk miskin tertinggi di Sulampua tercatat sebesar 36,8% masih terdapat di

Provinsi Papua. Jumlah penduduk miskin se-Sulampua tersebut tercatat sebesar 1,65% dari

total penduduk Indonesia, sementara pada Maret 2009 tercatat sebesar 1,73% dari total

penduduk Indonesia.

Grafik 5.6. Persentase Jumlah Penduduk Miskinse-Sulampua per Maret 2010

5.3. Survei

Hasil Survei Konsumen, pada triwulan laporan rata-rata ‘Indeks Ketersediaan

Lapangan Kerja Saat Ini’ (IKLK) relatif menunjukan perlambatan pada level yang moderat.

Rata-rata IKLK pada triwulan laporan tercatat tumbuh lebih rendah yaitu sebesar negatif

2,87% (yoy), sementara pada triwulan IV-2010 tumbuh sebesar 1,16% (grafik 5.7).

Menurunnya pertumbuhan indeks ini sejalan dengan menurunnya aktivitas perekonomian

Sulsel pada triwulan I-2011, dimana realisasi anggaran pemerintah dan swasta masih relatif

kecil sehingga proyek-proyek permbangunan pemerintah juga masih relatif stagnan.

36.9

5

11.4

1

13.0

5

6.03

8.50

23.8

6

9.60

8.39

3.33

3.71

63.0

5

88.5

9

86.9

5

94.4

6

91.5

0

76.1

4

90.4

0

91.6

1

96.2

6

96.5

6

9.10

18.07

11.60

17.05

23.18

13.58

27.74

9.42

34.88 36.80

0

5

10

15

20

25

30

35

40

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

80%

90%

100%

Sulut Sulteng Sulsel Sultra Gor Sulbar Maluku Malut Irjabar Papua

Desa Kota % Total Penddk Miskin

Sum

ber :

BPS, dio

lah

%

Grafik 5.7. Indeks Ketersediaan Lapangan Kerja

Saat Ini

Grafik 5.8. Indeks Penghasilan Saat Ini

Dibandingkan 6 Bulan Yang Lalu

Namun di sisi lain, dengan perkembangan rata-rata ‘Indeks Penghasilan Saat Ini

Dibanding 6 bulan lalu’ (IPD6) juga mengalami pertumbuhan yang lebih baik dimana

tercermin dari pergerakan pertumbuhan IPD6 yang pada triwulan IV-2011 negatif 10,01

meningkat cukup signifikan menjadi sebesar 2,60% pada triwulan laporan (grafik 5.8).

Hal tersebut menunjukan bahwa meski secara umum siklus perekonomian pada

triwulan I-2011 menunjukan perlambatan, namun ternyata berdasarkan hasil Survei

Konsumen, terjadi peningkatan pertumbuhan penghasilan dibandingkan 6 bulan yang lalu,

dimana hal ini masih sejalan dengan pertumbuhan NTP dan Indeks diterima petani Sulsel

sehingga hal ini menunjukan bahwa pertanian merupakan salah satu penting yang dapat

dijadikan acuan pergerakan kesejahteraan masyarakat Sulsel.

-5%

0%

5%

10%

15%

20%

25%

30%

80

85

90

95

100

105

110

1 2 3 4 1 2 3 4 1

2009 2010 2011

Indeks ketersediaan lapangan kerja saat iniy.o.y

Smb : Survei Konsumen KBI Mks

-25%

-20%

-15%

-10%

-5%

0%

5%

10%

0

20

40

60

80

100

120

140

160

1 2 3 4 1 2 3 4 1

2009 2010 2011

Penghasilan saat ini dibandingkan 6 bln yg laluy.o.y

Smb : Survei Konsumen KBI Mks

Bab 6 Keuangan Daerah

Kinerja keuangan Pemerintah Propinsi Sulsel sampai dengan semester I-2011 berada

pada posisi yang relatif baik jika dibandingkan dengan triwulan yang sama tahun 2010,

meskipun realisasi pertumbuhan pendapatan dan belanja pada triwulan I-2011 lebih kecil

daripada periode yang sama tahun sebelumnya. Pada sisi penerimaan, realisasi jumlah

pendapatan belum mencapai 25% pada triwulan I-2011, begitu pula jika dilihat dari sisi

belanja daerah yang realisasinya masih relatif kecil. Namun demikian, kondisi tersebut relatif

sejalan dengan pertumbuhan konsumsi pemerintah pada triwulan I-2011 yang masih relatif

kecil, yaitu sebesar 1,62% (y.o.y).

6.1. Pendapatan Daerah

Realisasi anggaran pendapatan daerah sampai dengan triwulan I-2011 tercatat

sebesar Rp0,55 triliun atau 19,23% dari total target pendapatan sebesar Rp2,87 triliun.

Pencapaian realisasi pendapatan tersebut sedikit lebih kecil dari realisasi pendapatan pada

triwulan I-2010 yang tercatat sebesar Rp0,58 triliun. Meski demikian, akselerasi realisasi

pendapatan diperkirakan akan terjadi pada akhir triwulan II-2011 dan berlanjut hingga akhir

tahun.

Dari komponen pendapatan, realisasi “Dana Perimbangan” mencapai 14,56%,

terutama didorong oleh sub komponen “Dana Alokasi Umum” (DAU) yang sebesar 16,67%.

Sementara realisasi komponen “Pendapatan Asli Daerah” telah mencapai 22,09%, pada sub

komponen “Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah” dan “Pendapatan Pajak Daerah”

yang masing-masing telah mencapai 45,69% dan 22,75%. Realisasi pada sub-komponen

“Pendapatan Pajak Daerah” tersebut relatif menggambarkan kinerja konsumsi rumah tangga

(PDRB) Sulsel, mengingat objek penerimaan dari “Pendapatan Pajak Daerah” tersebut antara

lain adalah pajak dan bea balik nama kendaraan bermotor.

6.2. Belanja Daerah dan Transfer

Dari sisi anggaran belanja daerah, sampai dengan triwulan I-2011, realisasinya masih

relatif kecil yaitu sebesar Rp0,29 triliun atau 9,78% dari target yang ditetapkan sebesar

Rp2,97 triliun. Namun jika dibandingkan dengan realisasi triwulan I-2010 yaitu sebesar

Rp0,29 triliun, maka kinerja realisasi belanja semester I-2011 tersebut masih relatif stabil.

Realisasi terbesar terjadi pada pos ‘Belanja Bunga’ yang sebesar 29,69%, diikuti oleh pos

‘Belanja Pegawai’ (19,98%). Realisasi pos “Belanja Tidak Langsung” pada triwulan laporan

meningkat sebesar 11,27% (Rp 0,21 Triliun), relatif lebih rendah jika dibandingkan dengan

semester sebelumnya sebesar RP 0,25 Triliun.

Realisasi ‘Belanja Langsung’ lebih banyak dipergunakan untuk Belanja Pegawai

dengan realisasi sebesar 10,45% dan untuk Belanja Barang dan Jasa yang telah terealisasi

sebesar 9,40%. Sementara untuk ‘Belanja Modal’, realisasi masih relatif kecil yaitu sebesar

2,97%. Hal ini sejalan dengan relatif kecilnya pertumbuhan konsumsi permerintah (PDRB)

secara tahunan pada triwulan laporan, yang tumbuh 1,62% (yoy) atau jauh lebih kecil

daripada triwulan I-2010 yang tumbuh sebesar 4,31%.

Tabel 6.1. Realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja DaerahSampai Dengan Triwulan I-2011

Nominal % REALISASI % (y.o.y)1. PENDAPATAN1.1. PENDAPATAN ASLI DAERAH 1,782.15 393.60 22.09% 21.59%

- Pendapatan Pajak Daerah 1,549.18 352.44 22.75% 19.01%- Pendapatan Retribusi Daerah 111.17 14.56 13.10% -19.24%- Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan 63.58 - - - Lain-lain PAD yang Sah 58.22 26.60 45.69% 178.53%

1.2. DANA PERIMBANGAN 1,090.32 158.78 14.56% -39.11%- Dana Bagi Hasil Pjk dan Bukan Pjk 231.61 22.65 9.78% -10.43%- DAU 816.76 136.13 16.67% -42.18%- DAK 41.95 - - -100.00%Transfer Pemerintah Pusat-Lainnya

1.3. Lain-lain Pendapatan yang Sah - - - JUMLAH PENDAPATAN 2,872.47 552.38 19.23% -5.49%

2. BELANJA 2.1. BELANJA TIDAK LANGSUNG 1,847.67 208.27 11.27% -15.46%

- Belanja Pegawai 627.71 125.44 19.98% 11.26%- Belanja Bunga 0.15 0.04 29.69% -47.01%- Belanja Hibah 87.50 3.38 3.86% 66.09%- Belanja Bantuan Sosial 22.10 0.93 4.21% -72.82%- Belanja Bagi Hasil Kpd Prov/Kab/Kota&Pemerintahan Desa 634.95 - - -100.00%- Belanja Bantuan Keuangan Kpd Prov/Kab/Kota&Pemerintahan Desa 460.28 78.42 17.04% 185.64%- Belanja Tidak Terduga 15.00 0.05 0.33% -83.05%

2.2. BELANJA LANGSUNG 1,124.60 82.39 7.33% 81.61%- Belanja Pegawai 141.77 14.81 10.45% - - Belanja Barang & Jasa 597.02 56.12 9.40% 25.72%- Belanja Modal 385.82 11.46 2.97% 1478.70%JUMLAH BELANJA 2,972.28 290.66 9.78% -0.36%

SURPLUS / (DEFISIT) (99.81) 261.72 -262.22% -10.60%

3. PEMBIAYAAN3.1. PENERIMAAN PEMBIAYAAN DAERAH 111.51 - - - 3.2. PENGELUARAN PEMBIAYAAN DAERAH 11.70 0.35 2.99% -

JUMLAH PEMBIAYAAN 99.81 (0.35) -2.99% - Sumber : Pemprov Sulsel

NO. U R A I A N

(Milyar Rupiah)Realisasi s/d TRIWULAN I-2011

ANGGARAN 2011

Bab7 Outlook KondisiEkonomi dan Inflasi

Pertumbuhan ekonomi Sulawesi Selatan di triwulan II-2011 diperkirakan akan

cenderung menigkat jika dibandingkan dengan triwulan I-2011. Pada sisi permintaan,

perkiraan peningkatan pertumbuhan pada triwulan II-2011 cenderung dipengaruhi oleh

meningkatnya konsumsi rumah tangga, swasta dan pemerintah sejalan dengan proyeksi

meningkatnya aktivitas perekonomian Sulsel. Ditambah lagi dengan pembayaran rapel

kenaikan gaji PNS pada bulan April 2011 yang akan mendorong pengeluran pada triwulan II-

2011. Kemudian untuk investasi, pada triwulan II-2011 diprediksi masih akan cukup cukup

tinggi sejalan dengan proyek-proyek lanjutan yang dikerjakan sejak awal tahun 2011 di

Sulsel. Pada sisi ekspor-impor, diperkirakan akan terjadi perbaikan kinerja net ekspor Sulsel.

Kondisi ini antra lain akan didorong oleh peningkatan produksi nikel oleh PT International

Nickel Indonesia Tbk (INCO) berencana menggenjot produksi pasca melakukan perawatan

pabrik pada akhir triwulan I-2011. Pada sisi penawaran, peningkatan pertumbuhan

diprediksikan karena meningkatnya kinerja sektor perdagangan-hotel-restauran (PHR),

angkutan-komunikasi, industri pengolahan dan pertambangan-penggalian. Peningkatan

pertumbuhan pada sektor PHR diperkirakaan akan beriringan dengan naiknya pertumbuhan

pada sektor angkutan-komunikasi, yang akan dipicu oleh kegiatan liburan anak sekolah dan

juga semakin meningkatnya intensitas MICE (Meeting, Incentive, Convention and Exhibition).

Kemudian sektor industri pengolahan diperkirakan akan didorong oleh industri semen

sebagai dampak dari peningkatan investasi untuk proyek-proyek pembangunan. Kinerja

sektor pertambangan-penggalian diproyeksikan akan meningkat sejalan dengan membaiknya

kinerja ekpor Sulsel pada triwulan II-2011.

Pada triwulan mendatang, laju inflasi tahunan diperkirakan akan cenderung akan

meningkat pada level yang moderat jika dibandingkan dengan triwulan I-2011. Tekanan

inflasi pada triwulan II-2011 diperkirakan masih bersumber dari peningkatan inflasi volatile

food dan inflasi inti. Sementara laju inflasi administered diperkirakan masih relatif terkendali

karena belum ada kebijakan pemerintah yang berpotensi mendorong kenaikan harga.

Kinerja perbankan di Sulsel pada triwulan II-2011 diduga akan tumbuh lebih baik

jika dibandingkan dengan triwulan I-2011. . Intermediasi perbankan diprediksi akan semakin

membaik tercermin dari pertumbuhan kredit, LDR yang meningkat dan terjaganya rasio

kredit bermasalah (NPL/Non Performing Loan) gross di bawah 5%.

7.1. Outlook Kondisi Makroregional

Pertumbuhan ekonomi Sulawesi Selatan di triwulan II-2011 diperkirakan akan

cenderung meningkat jika dibandingkan dengan triwulan I-2011. Pada sisi permintaan,

perkiraan peningkatan pertumbuhan pada triwulan II-2011 cenderung dipengaruhi oleh

meningkatnya konsumsi rumah tangga, swasta dan pemerintah sejalan dengan proyeksi

meningkatnya aktivitas perekonomian Sulsel dan juga realisasi belanja pemerintah pada

triwulan mendatang. Ditambah lagi dengan pembayaran rapel kenaikan gaji PNS pada bulan

April 2011, diperkirakan akan menyebabkan terjadinya pertambahan pengeluaran

masyarakat, yang biasanya peningkatan penghasilan tersebut akan digunakan pada saat

liburan anak sekolah.

Grafik 7.1. Perkembangan Indeks Ekspektasi Konsumen

Grafik 7.2. Perkembangan PDRB Sulsel (y.o.y) dan

Proyeksinya

Grafik 7.3. Perkembangan Indeks Kondisi Ekonomi 6 Bulan

Yang Akan Datang

Grafik 7.4. Perkembangan Indeks Ekspektasi Penghasilan 6

Bulan Yang Akan Datang

-5%

0%

5%

10%

15%

20%

105

110

115

120

125

130

135

140

1 2 3 4 1 2

2010 2011

Indeks Ekspektasi Konsumeny.o.y

Smb : Survei Konsumen KBI Mks

7.97%7.04%

7.47%

8.47%

3%

4%

5%

6%

7%

8%

9%

10%

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2*

2009 2010 2011

y.o.y Sulsel

y.o.y Nas

Sumber : BPS, diolah

-30%

-20%

-10%

0%

10%

20%

30%

40%

50%

0

20

40

60

80

100

120

140

160

1 2 3 4 1 2

2010 2011

Kondisi ekonomi 6 bln yg akan datang y.o.y

Smb : Survei Konsumen KBI Mks

-15%

-10%

-5%

0%

5%

10%

15%

20%

115

120

125

130

135

140

145

150

155

1 2 3 4 1 2

2010 2011

Indeks ekspektasi penghasilan 6 bln yg akan dtgy.o.y

Smb : Survei Konsumen KBI Mks

Grafik 7.5. Perkembangan Indeks Ketersediaan Lapangan

Pekerjaan 6 Bulan Yang Akan Datang

Grafik 7.6. Perkembangan Nilai Tukar

Rupiah Terhadap USD

Peningkatan konsumsi masyarakat pada triwulan II-2011 sejalan dengan hasil Survei

Konsumen yang dilakukan oleh Bank Indonesia Makassar, dimana Indeks Ekspektasi

Konsumen (IEK) menunjukan kecenderungan ekspektasi masyarakat pada triwulan I-2011

cenderung lebih optimis jika dibandingkan triwulan sebelumnya. Indeks Ekspektasi

Konsumen merupakan gabungan dari indeks ekspektasi masyarakat akan kondisi

perekonomian, ekspektasi penghasilan dan ketersediaan lapangan kerja (grafik 7.1, grafik

7.3 dan grafik 7.4).

Kemudian untuk investasi, pada triwulan II-2011 diprediksi masih akan cukup cukup

tinggi sejalan dengan proyek-proyek lanjutan yang dikerjakan sejak awal tahun 2011 di Sulsel

antara lain adalah ‘City Gas Sengkang’ yang diperkirakan senilai Rp1,253 – 1,40 triliun,

proyek energi bio etanol dan pembangkit listrik dengan memanfaatkan tanaman sweet

sorghum di Luwu Timur dengan perkiraan investasi Rp400 miliar. Kemudian terdapat proyek

pembangunan Waterboom di Makassar yang bernilai belasan miliar dan GDP (Gowa

Discovery Park) di Somba Opu dengan nilai investasi Rp45 miliar. Ditambah lagi dengan

investasi untuk perluasan pabrik Semen Bosowa yaitu sebesar US $300juta, yang digunakan

untuk peningkatan kapasitas pabrik lama dan pembangunan pabrik baru. Kemudian juga

Sintesa Group melalui PT Sindoka yang akan menanamkan investasi senilai 40 juta dolar AS

atau mencapai Rp 400 miliar (kurs Rp 10 ribu) untuk membangun produksi energi, bio

ethanol, termasuk pembangkit listrik. PLTA berkapasitas 100 MW ini diperkirakan akan

menelan investasi hingga Rp 2 triliun dengan tahapan pembangunan dimulai akhir tahun ini.

Meningkatnya perkiraan petumbuhan investasi pada triwulan mendatang sejalan dengan

hasil Survei Konsumen (SK) Bank Indonesia mengenai perkembangan indeks ketersedian

lapangan pekerjaan 6 bulan yang akan datang (grafik 7.5).

Pada sisi ekspor-impor, diperkirakan akan terjadi perbaikan kinerja net ekspor Sulsel.

Kondisi ini antra lain akan didorong oleh peningkatan produksi nikel oleh PT International

Nickel Indonesia Tbk (INCO) berencana menggenjot produksi pasca melakukan perawatan

-10%

-5%

0%

5%

10%

15%

20%

25%

95

100

105

110

115

120

125

130

4 1 2 3 4 1 2

2010 2011

Indeks ketersediaan lapangan kerja 6 bln yg akan dtgy.o.y

Smb : Survei Konsumen KBI Mks

-15.0%

-10.0%

-5.0%

0.0%

5.0%

10.0%

15.0%

20.0%

6,000

6,500

7,000

7,500

8,000

8,500

9,000

9,500

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1

2008 2009 2010 2011

Rata-rata Kurs Tengahyoy

pabrik pada akhir triwulan I-2011. Selain itu, diperkirakan juga akan terjadi pergeseran

pangsa pasar beberapa komoditas unggulan Sulsel, seperti ikan-udang-hasil laut sejenis, kayu

olahan dan nikel, yang biasanya di ekspor ke Jepang kemudian dialihkan ke negara lain pasca

tsunami yang melanda Jepang. Dimana pada sisi impor, diperkirakan akan cenderung terjadi

perlambatan. Hal ini sejalan dengan pencabutan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor

13 yang membebaskan bea masuk impor beras sejak 22 Desember 2010 lalu dan berakhir

hingga 31 Maret 2011, dimana hal ini akan menyebabkan penurunan impor beras dari luar

negeri. Namun di sisi lain, kenaikan tarif bea masuk beras tersebut, diprediksi akan memicu

kenaikan harga beras di dalam negeri dan hal ini dapat memicu peningkatan ekspor antar

pulau Sulsel karena petani/pedagang akan melihat potensi untuk menjual dengan harga lebih

tingi diluar Sulsel. Namun dorongan impor juga cukup potensial melihat dari pergerakan nilai

tukar Rupiah terhadap Dollar yang cenderung menguat (grafik 7.6)

Pada sisi penawaran, peningkatan pertumbuhan diprediksikan karena meningkatnya

kinerja sektor perdagangan-hotel-restauran (PHR), angkutan-komunikasi, industri pengolahan

dan pertambangan-penggalian. Peningkatan pertumbuhan pada sektor PHR diperkirakaan

akan beriringan dengan naiknya pertumbuhan pada sektor angkutan-komunikasi, yang akan

dipicu oleh kegiatan liburan anak sekolah dan juga semakin meningkatnya intensitas MICE

(Meeting, Incentive, Convention and Exhibition) yang diselenggarakan di Sulsel terutama di

Makassar. Hal tersebut berjalan searah dengan pertumbuhan Sulsel yang cukup tinggi dari

tahun ke tahun, Kawasan Indonesia Timur pun semakin ramai dikunjungi oleh pendatang

baik untuk berrekreasi maupun kunjungan dalam rangka bisnis/pekerjaan.

Kemudian sektor industri pengolahan diperkirakan akan didorong oleh industri

semen sebagai dampak dari peningkatan investasi untuk proyek-proyek pembangunan

infrastruktur di Sulsel yang meningkat cukup pesat sejak triwulan I-2011.

Kinerja sektor pertambangan-penggalian diproyeksikan akan meningkat sejalan

dengan membaiknya kinerja ekpor Sulsel pada triwulan II-2011, dimana PT International

Nickel Indonesia Tbk (INCO) berencana menggenjot produksi nikel pasca melakukan

perawatan pabrik pada akhir triwulan I/2011.

Dengan mempertimbangkan kondisi tersebut di atas, maka perekonomian Sulsel

pada triwulan mendatang diperkirakan tumbuh sebesar 7,97%+0,5% (yoy) atau lebih tinggi

jika dibandingkan dengan triwulan I-2011 (7,04%).

7.2. Outlook Inflasi

Pada triwulan mendatang, laju inflasi tahunan diperkirakan akan cenderung akan

meningkat pada level yang moderat jika dibandingkan dengan triwulan I-2011. Hal ini sejalan

dengan hasil Survei Konsumen Bank Indonesia, dimana perkembangan Indeks Ekspektasi

Terhadap Harga-harga dalam 3 bulan y.a.d menejukan kecenderungan meningkat (grafik

7.7). Tekanan inflasi pada triwulan II-2011 diperkirakan masih bersumber dari peningkatan

inflasi volatile food dan inflasi inti. Sementara laju inflasi administered diperkirakan masih

relatif terkendali karena belum ada kebijakan pemerintah yang berpotensi mendorong

kenaikan harga.

Tekanan inflasi inti di triwulan laporan diperkirakan dipicu oleh peningkatan

permintaan seiring pembayaran rapel kenaikan gaji PNS,TNI,dan Polri di bulan April 2011 dan

datangnya masa liburan sekolah di akhir triwulan II-2011. Selain itu, diproyeksikan tekanan

kenaikan harga komoditas internasional masih potesial, yang kemudian akan berpengaruh

pada inflasi Sulsel pada khususnya, terutama pada komoditas emas, minyak, dan bahan

bangunan. Namun tekanan tersebut dapat dikurangi oleh terbukanya ruang penguatan nilai

tukar rupiah lebih lanjut.

Sementara inflasi volatile food diperkirakan masih mendapat tekanan pada tingkat

moderat. Trend kenaikan harga komoditas di pasar internasional (gandum, gula, dan kedelai)

berpotensi meningkatkan harga makanan dan minuman jadi sekitar 10%1. Faktor yang

dapat mengurangi tekanan inflasi volatile food yaitu peningkatan pasokan komoditas pangan

lokal sebagai hasil masa panen raya beras Maret-April 2011. Curah hujan yang diperkirakan

kembali normal di bulan April 20112 juga mendukung peningkatan pasokan sayur-sayuran,

bumbu-bumbuan, dan perikanan.

Sementara itu laju inflasi administered price relatif minim karena pemerintah telah

menunda kebijakan strategis yang dapat memacu inflasi, seperti kebijakan kenaikan TDL,

kenaikan HPP beras, dan pembatasan BBM bersubsidi di Jabodetabek.

Grafik 7.7. Indeks Ekspektasi Terhadap Harga-harga

dalam 3 bulan y.a.d

Grafik 7.8.Perkembangan Laju Inflasi Sulsel (y.o.y) dan

Proyeksinya

1 Indonesia Finance Today – Januari 20112 BMKG

-15%

-10%

-5%

0%

5%

10%

15%

20%

25%

30%

140

145

150

155

160

165

170

175

180

185

190

195

1 2 3 4 1 2

2010 2011

Indeks perubahan harga umum 3 bulan yadSeries2

6.72

6.22

7.22

0

2

4

6

8

10

12

14

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2*

2008 2009 2010 2011

y.o.y - Ss

y.o.y - Nas

Sumber : BPS diolah

%

Sumber : BPS diolah

%

Dengan mempertimbangkan berbagai faktor tersebut di atas, maka pada triwulan III-

2011 diperkirakan inflasi tahunan provinsi Sulsel akan sedikit meningkat jika dibandingkan

dengan triwulan sebelumnya (6,32%), yaitu pada kisaran 6,72% ± 0.5% (yoy) - (grafik 7.8).

Kecenderungan tersebut searah dengan rata-rata hasil Survei Konsumen (SK) yang dilakukan

oleh Bank Indonesia, dimana rata-rata Indeks Ekspektasi terhadap harga-harga dalam 3 bulan

yang akan datang (triwulan II-2011), yaitu sebesar 179.67 yang mengindikasikan bahwa

persepsi responden SK akan harga akan cenderung meningkat pada triwulan mendatang.

7.3. Prospek Perbankan

Kinerja perbankan di Sulsel pada triwulan II-2011 diduga akan tumbuh lebih tinggi

jika dibandingkan dengan triwulan I-2011. Intermediasi perbankan diprediksi akan semakin

membaik tercermin dari pertumbuhan kredit yang sudah menunjukan kecenderungan

peningkatan sejak triwulan I-2011. Selain itu, dukungan perbankan kepada UMKM juga

mengalami peningkatan pada triwulan I-2011. Namun di sisi lain, perkembangan DPK (Dana

Pihak Ketiga) diperkirakan melambat, sejalan dengan proyeksi peningkatan konsumsi

masyarakat pada triwulan II-2011. Kemudian pergerakan 2 (dua) indikator tersebut, dimana

terjadi peningkatan kredit dan kecenderungan melambatnya DPK, maka akan menyebabkan

LDR (Loan to Deposit Ratio) diperkirakan meningkat.

Proyeksi masih cukup baiknya kondisi perbankan pada triwulan II-2011, juga ditandai

dengan cukup stabil terjaganya kondisi permodalan dan likuiditas sebagaimana tercermin

pada tingginya rasio kecukupan modal (CAR/Capital Adequacy Ratio) dan terjaganya rasio

kredit bermasalah (NPL/Non Performing Loan) gross di bawah 5%.

LAMPIRAN

1. Data Ekonomi Makro

Tabel 1.aProduk Domestik Regional Bruto Menurut Lapangan Usaha Provinsi Sulawesi Selatan

Atas Dasar Harga Konstan (Rp Miliar)

-

Tabel 1.bProduk Domestik Regional Bruto Menurut Penggunaan Provinsi Sulawesi Selatan

Atas Dasar Harga Konstan (Rp Miliar)

2. Data Inflasi

Tabel 2.aLaju Inflasi Kota Makassar Menurut Kelompok Pengeluaran (2007 = 100)

1 2 3 4 1 2 3 4 11. Pertanian 3,435.21 3,337.76 3,542.10 3,183.40 3,196.08 3,615.40 3,780.29 3,218.03 3,564.20 2. Pertambangan & Penggalian 922.85 934.94 966.80 1,028.11 1,158.26 1,101.85 1,087.89 1,143.34 1,005.80 3. Industri Pengolahan 1,444.88 1,688.66 1,741.35 1,593.77 1,648.87 1,748.86 1,738.59 1,733.11 1,699.90 4. Listrik,Gas & Air Bersih 117.72 121.21 131.01 120.44 123.69 136.46 139.28 130.39 128.60 5. Bangunan 620.76 650.18 683.60 702.24 694.24 709.14 733.67 763.21 753.10 6. Perdagangan, Hotel & Restoran 1,875.18 1,916.95 2,008.80 1,991.29 2,043.84 2,102.29 2,219.99 2,332.69 2,279.30 7. Angkutan & Komunikasi 903.20 973.51 1,042.00 1,105.05 1,061.80 1,123.74 1,181.33 1,253.06 1,201.00 8. Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan 742.58 803.20 807.65 850.64 929.40 930.70 903.16 978.83 992.30 9. Jasa - jasa 1,305.67 1,324.66 1,334.54 1,343.90 1,348.12 1,366.22 1,390.77 1,430.44 1,439.80

PDRB 11,368.05 11,751.04 12,257.85 11,918.84 12,204.28 12,834.65 13,174.98 12,983.12 13,064.00 Sumber : BPS

20112009SEKTORAL 2010

1 2 3 4 1 2 3 4 1Konsumsi 8,049.61 8,222.00 8,440.76 8,568.47 8,547.98 8,755.17 8,916.26 9,063.98 8,945.78 Investasi 2,832.07 2,580.84 2,421.01 2,666.96 2,910.26 2,851.03 2,601.89 2,843.62 3,460.20 Ekspor 2,885.49 3,516.10 3,532.63 5,721.74 5,498.22 5,522.39 5,747.49 6,767.34 5,766.80 Dikurangi Impor 2,399.12 2,567.90 2,136.55 5,038.33 4,752.18 4,293.94 4,090.65 5,691.82 5,108.78

PDRB 11,368.05 11,751.04 12,257.85 11,918.84 12,204.28 12,834.65 13,174.98 12,983.12 13,064.00 Sumber : BPS

2011PENGGUNAAN 2009 2010

KELOMPOKPENGELUARAN Jan Feb Mar m.t.m y.t.d y.o.y

Umum 128.39 128.12 127.70 -0.3% 0.7% 6.3%Bahan Makanan 155.29 153.50 150.26 -2.1% 1.0% 14.0%Makanan Jadi, Mnman, Rkk & Tembakau 132.24 132.88 133.21 0.2% 0.9% 4.5%Perumahan, Air, Listrik, Gas & Bahan Bakar 122.23 122.34 123.07 0.6% 0.9% 4.2%Sandang 136.03 135.85 136.56 0.5% 0.6% 8.3%Kesehatan 120.15 120.51 120.77 0.2% 1.3% 3.1%Pendidikan, Rekreasi dan Olahraga 116.87 116.91 116.89 0.0% 0.0% 1.5%Transpor, Komunikasi dan Jasa Keuangan 104.79 104.84 105.01 0.2% 0.3% 1.8%Sumber : BPS

Des'10 (%)IHK (20101)

3. Data Perbankan

Tabel 3.a. Penghimpunan Dana dan Penyaluran Kredit

Bank Umum (Rp Miliar)

Tabel 3.b. Penghimpunan Dana

Bank Umum (Rp Miliar)

Tabel 3.c. Penyaluran Kredit Menurut Jenis Penggunaan

Bank Umum (Rp Miliar)

1 28,625.67 31,563.21 110.26%2 29,520.99 32,919.44 111.51%3 29,450.83 33,872.77 115.01%4 33,601.07 36,430.30 108.42%1 29,843.83 37,041.42 124.12%2 32,401.02 39,883.76 123.09%3 33,596.66 41,120.47 122.39%4 37,298.83 43,025.20 115.35%

1* 37,461.05 46,519.87 124.18%234

* Angka Sementara

20

11

20

10

THN

20

09

TRW LDRDPK KREDIT

1 2 3 4 1 2 3 4 1 Modal Kerja 12,195.55 13,239.15 13,582.62 14,671.89 13,853.82 14,873.23 15,424.31 16,609.73 17,246.85 Investasi 6,398.84 6,230.54 6,299.91 6,769.70 7,705.26 8,143.12 7,975.95 8,960.67 9,147.97 Konsumsi 12,968.81 13,449.75 13,990.23 14,988.71 15,482.34 16,867.42 17,720.21 17,454.80 20,125.05

TOTAL 31,563.21 32,919.44 33,872.77 36,430.30 37,041.42 39,883.76 41,120.47 43,025.20 46,519.87 GROWTH 48.74% 42.46% 39.39% 41.91% 17.36% 21.16% 21.40% 18.10% 25.59%

Sumber : Cognos

* Sementara

2011JENIS PENGGUNAAN

2009 2010

1 2 3 4 1 2 3 4* Modal Kerja 12,195.55 13,239.15 13,582.62 14,671.89 13,853.82 14,873.23 15,424.31 16,609.73 Investasi 6,398.84 6,230.54 6,299.91 6,769.70 7,705.26 8,143.12 7,975.95 8,960.67 Konsumsi 12,968.81 13,449.75 13,990.23 14,988.71 15,482.34 16,867.42 17,720.21 17,454.80

TOTAL 31,563.21 32,919.44 33,872.77 36,430.30 37,041.42 39,883.76 41,120.47 43,025.20 GROWTH 18.79% 11.18% 8.28% 15.49% 17.36% 21.16% 21.40% 12.18%

Sumber : Cognos

* Sementara

JENIS PENGGUNAAN

2009 2010

4. Data Sistem Pembayaran

Tabel 4.a. Aliran Uang Kartal di Depo KBI Makassar (Rp Triliun)

Tabel 4.b. Pemberian Tanda Tidak Berharga (PTTB) (Rp Triliun)

Tabel 4.c. Transaksi Non Tunai via RTGS (Rp Triliun)

Inflow Outflow Net Flow Inflow Outflow Net Flow Inflow Outflow Net Flow1 2.23 0.24 2.00 -4.3% -60.0% 14.7% 2.2% -84.2% 196.7%2 0.87 0.86 0.01 -20.7% -52.7% 100.8% -61.2% 259.6% -99.7%3 0.91 0.78 0.13 -36.8% -58.5% 129.0% 4.5% -9.6% 2028.9%4 1.65 0.70 0.95 -24.8% -53.8% 40.6% 81.8% -10.0% 639.8%1 1.84 0.28 1.56 -17.4% 17.5% -21.6% 12.1% -59.8% 65.4%2 0.61 1.26 (0.65) -30.0% 45.9% 10904.5% -67.1% 346.6% -141.5%3 1.29 1.53 (0.24) 42.4% 96.2% 285.2% 112.6% 21.5% -63.5%4 1.20 1.35 (0.15) -26.9% 93.0% 115.6% -6.7% -11.5% -37.6%1 2.33 1.25 1.08 26.3% 344.8% -30.9% 93.7% -7.4% -830.9%234

Sumber : Bank Indonesia Makassar

20

11

20

10

20

09

Thn Trw Y.O.YJUMLAH Q.T.Q

Inflow PTTB PTTB/Inflow Inflow PTTB PTTB/Inflow Inflow PTTB PTTB/Inflow

1 2.23 0.25 11.1% -4.3% -81.3% -80.4% 2.2% -39.2% -40.5%2 0.87 0.09 10.9% -20.7% -86.9% -83.5% -61.2% -62.1% -2.1%3 0.91 0.39 42.5% -36.8% -29.1% 12.2% 4.5% 309.3% 291.6%4 1.65 1.19 72.5% -24.8% 192.5% 288.8% 81.8% 209.8% 70.5%1 1.84 1.04 56.2% -17.4% 318.5% 407.0% 12.1% -13.0% -22.4%2 0.61 0.69 113.6% -30.0% 632.3% 946.1% -67.1% -33.6% 102.0%3 1.29 0.98 75.9% 42.4% 154.2% 78.5% 112.6% 42.1% -33.2%4 1.20 0.99 82.7% -26.9% -16.6% 14.1% -6.7% 1.6% 8.9%1 2.33 1.22 52.4% 26.3% 17.6% -6.9% 93.7% 22.7% -36.7%234

Sumber : Bank Indonesia Makassar

Thn Trw

20

10

20

09

20

11

Y.O.Y Q.T.QJUMLAH

Incoming Outgoing Total Incoming Outgoing Total Incoming Outgoing Total1 17.8 11.9 29.7 56.5% 66.5% 60.4% 22.1% 29.2% 24.8%2 18.5 11.6 30.1 51.8% 46.7% 49.7% 3.7% -2.8% 1.1%3 18.7 14.3 32.9 81.4% 83.1% 82.1% 1.1% 23.0% 9.5%4 21.5 15.1 36.6 47.4% 63.0% 53.5% 15.2% 5.5% 11.0%1 17.8 11.9 29.7 0.0% 0.0% 0.0% -17.2% -20.8% -18.7%2 22.4 12.6 35.0 21.4% 8.6% 16.5% 25.9% 5.6% 17.8%3 24.5 11.7 36.2 30.9% -17.8% 9.8% 9.0% -6.9% 3.3%4 28.5 13.7 42.2 32.3% -9.0% 15.3% 16.4% 16.8% 16.6%1 20.1 9.8 29.8 12.6% -18.2% 0.3% -29.5% -28.7% -29.3%234

Sumber : Bank Indonesia Makassar

2011

2009

Thn Trw JUMLAH Y.O.Y Q.T.Q

2010