JURNAL
KOMUNIKASI ORGANISASI PADA ORGANISASI MAHASISWA
INTERNASIONAL
(Studi Deskriptif Kualitatif Komunikasi Organisasi pada AIESEC Local
Committee Universitas Sebelas Maret)
Disusun Oleh :
RIZKY AMALIA MAYASTRI
D0210102
Diajukan untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat
Guna Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Komunikasi
Pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2015
1
KOMUNIKASI ORGANISASI PADA ORGANISASI MAHASISWA
INTERNASIONAL
(Studi Deskriptif Kualitatif Komunikasi Organisasi pada AIESEC Local
Committee Universitas Sebelas Maret)
Rizky Amalia Mayastri
Widodo Muktiyo
Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Sebelas Maret Surakarta
Abstract
As time goes on, many student organizations even establish at international
scope. One of them is AIESEC. In UNS, AIESEC started to stand at 2011. In order
to achieve status as LC and maintain it, AIESEC LC UNS should had done many
requirements which assigned by AIESEC MC Indonesia. Therefore, AIESEC LC
UNS needs well human resources management. To manage its members, AIESEC
LC UNS does some efforts so that good organizational communications could
happen.
The purpose of this research is to find out how organizational
communications process that done by AIESEC LC UNS as an international
student organization. The research-method used in this research is qualitative
descriptive. Data collection technique done by in-depth interview, observation,
and literature studies. Informants in this research is 10 reterm members AIESEC
LC UNS. Data analysis done through data reduction, data presentation, and
define conclusion.
The result of this research shows that AIESEC LC UNS organization
communications mostly occur within LC activities. Formal communications occur
at weekly meeting, project hearing, synergize meeting, and LC quarterly meeting.
EB’s role as fronline managers also very important towards formal
communications in order to solve some communications’ obstacles. While
informal communications mostly occur at team building, team days, team
bonding, conference, welcoming and farewell party, and generally common LC
activities. To member, informal communications considered as adequate to bring
some advantages instead. AIESEC LC UNS also maximizing the uses of internet
and social media in order to manage its organizational communications.
Keywords: organizational communications, international organizational
communications, AIESEC, AIESEC LC UNS
2
Pendahuluan
Cara paling umum yang biasa dipilih sekelompok orang untuk
memperjuangkan tujuan tertentu adalah dengan membentuk sebuah
organisasi—yaitu suatu sistem yang mengoordinasi aktivitas untuk mencapai
tujuan bersama atau tujuan umum (Muhammad, 2009: 24).
Di Indonesia, praktik berorganisasi mulai diperkenalkan melalui bangku
sekolah, terutama ketika memasuki usia muda—yaitu mereka yang berada
pada rentang usia 15-24 tahun menurut Perserikatan Bangsa-Bangsa (“What
Do We Mean by “Youth”?”, n.d). Dimulai pada masa SMP, SMA, hingga
pendidikan tinggi. Di bangku perkuliahan, mahasiswa mengenal organisasi-
organisasi kemahasiswaan dan Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM), yaitu
sebuah unit atau organisasi yang ada di dalam lingkungan kampus, yang
keberadaannya diakui dan dilindungi oleh pihak rektorat (“Mengenal Dunia
Kampus dan Ormawa, 2012).
Di lingkungan kampus, organisasi mahasiswa dan UKM terdapat di
tingkat fakultas dan/atau universitas. Seiring dengan perkembangan jaman,
organisasi mahasiswa dan UKM juga ada pada skala nasional, bahkan
internasional. Dari sekian organisasi mahasiswa internasional, AIESEC
merupakan organisasi kepemudaan internasional terbesar di dunia yang
digerakkan oleh para mahasiswa dari berbagai negara.
Tiga puluh enam tahun setelah AIESEC berdiri (1948), AIESEC MC
Indonesia resmi berdiri pada tahun 1984 (“AIESEC in Indonesia”, n.d). MC
merupakan sebutan bagi sebuah negara yang tergabung dalam AIESEC
Internasional. Dalam sebuah MC, terdapat satu atau beberapa LC yang
berkedudukan di tingkat universitas atau kota.
Di Universitas Sebelas Maret (UNS), berdirinya AIESEC sebagai sebuah
LC dimulai pada tahun 2011 (“AIESEC UNS History”, 2013). AIESEC LC
UNS sebagai sebuah organisasi baru memiliki banyak target yang harus
dipenuhi—baik kepada AIESEC MC Indonesia, UNS, maupun pihak-pihak
lain. AIESEC LC UNS pun wajib selalu menunjukkan performa yang baik
untuk mempertahankan pencapaian yang telah diraih dan memenuhi status full
3
member LC. Oleh karena itu, AIESEC LC UNS membutuhkan sumber daya
manusia, yaitu member (sebutan bagi anggota AIESEC), yang berkompeten di
bidang masing-masing. Pengelolaan member juga harus dilakukan dengan
baik agar mereka mau bertahan pada organisasi ini dengan hambatan dan
tantangan tersebut.
Pengelolaan member AIESEC LC UNS salah satunya dilakukan dengan
cara penyelenggaraan kegiatan-kegiatan, baik rutin maupun insidental, yang
melibatkan para member Beberapa kegiatan mengadopsi kegiatan yang
diselenggarakan AIESEC secara global. Kegiatan-kegiatan tersebut memiliki
tujuan, sasaran, dan bentuk yang berbeda satu sama lain seperti koordinasi
tugas hingga pengakraban antaranggota. Melalui kegiatan-kegiatan semacam
ini, terjadilah komunikasi organisasi, yaitu pengiriman dan penerimaan
informasi dalam sebuah organisasi. Bidang komunikasi organisasi antara lain
komunikasi interpersonal, hubungan pengelola, komunikasi downward,
upward, horizontal, diagonal, keterampilan berbicara, mendengarkan, menulis,
dan evaluasi program (Redding & Sanborn dalam Muhammad, 2009: 65).
Sesuai dengan tujuh konsep kunci komunikasi organisasi menurut
Muhammad (2010: 67), komunikasi organisasi merupakan sebuah proses yang
saling tergantung dengan hubungan antarmanusia di dalam organisasi maupun
lingkungan organisasi. Oleh karena itu, komunikasi organisasi yang terjadi
antara satu organisasi dengan yang lainnya tidaklah sama—mengingat
hubungan antarmanusia maupun lingkungan sebuah organisasi berbeda-beda.
Dengan demikian, komunikasi organisasi yang terjadi di AIESEC LC UNS
merupakan sebuah proses yang bergantung dengan beberapa hal, terlebih
dengan kaitannya sebagai bagian organisasi mahasiswa internasional.
Adanya tujuan, nilai, peraturan, struktur, serta kegiatan-kegiatan
AIESEC LC UNS sebagai sebuah organisasi kemahasiswaan internasional ini
lah yang turut membentuk proses komunikasi organisasi di AIESEC LC UNS.
Bagaimana proses pengiriman, penerimaan, serta timbal balik yang terjadi
pada komunikasi organisasi AIESEC LC UNS bergantung dengan bagaimana
4
hubungan antarmanusia pada internal organisasinya maupun lingkungan
organisasi sebagaimana yang telah disebutkan sebelumnya.
Dilatarbelakangi oleh hal-hal tersebut penelitian ini diselenggarakan.
Peneliti ingin mengetahui bagaimana proses komunikasi organisasi yang
terjadi di AIESEC LC UNS sebagai sebuah organisasi mahasiswa
internasional.
Rumusan Masalah
Bagaimana proses komunikasi organisasi yang terjadi di AIESEC LC UNS
sebagai sebuah organisasi mahasiswa internasional?
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana proses komunikasi
organisasi yang terjadi pada AIESEC LC UNS sebagai sebuah organisasi
mahasiswa internasional.
Tinjauan Pustaka
a. Komunikasi
Untuk lebih memahami fenomena komunikasi, para ahli merumuskan
model-model komunikasi. Wiseman dan Barker (Mulyana, 2009: 133)
mengungkapkan tiga fungsi model komunikasi: melukiskan proses
komunikasi, menunjukkan hubungan visual, dan membantu menemukan serta
memperbaiki kemacetan komunikasi. Salah satu pakar yang membuat model
komunikasi adalah Willbur Schramm.
Menurut Schramm, komunikasi selalu membutuhkan paling tidak tiga
unsur: sumber (source), pesan (message), dan sasaran (destination). Pada
modelnya yang kedua, sumber dapat menyandi dan sasaran dapat menyandi
balik pesan ketika memiliki pengalaman yang sama (field of experience).
5
Semakin besar field of experience, semakin banyak komunikasi yang
berlangsung.
Pada modelnya yang ketiga, Schramm menjelaskan bahwa setiap orang
dalam proses komunikasi adalah enkoder sekaligus dekoder. Manusia secara
konstan menyandi balik tanda-tanda dari lingkungan, menafsirkannya,
kemudian menyandi sesuatu sebagai hasilnya. Singkatnya, manusia dalam
proses komunikasi menerima sekaligus mengirim pesan.
Pawito (2007: 2) membagi lima cakupan bidang ilmu komunikasi:
komunikasi antarpribadi (interpersonal communications), komunikasi
kelompok (group communications), komunikasi organisasi (organizational
communications), yaitu komunikasi yang berlangsung dalam jaringan
antarpribadi dan/atau antarkelompok dalam sebuah organisasi, komunikasi
massa (mass communications), dan komunikasi budaya (cultural
communications). Komunikasi organisasi sebagai salah satu bidang ilmu
komunikasi didefinisikan sebagai komunikasi yang berlangsung dalam
jaringan antarpribadi dan/atau antarkelompok dalam sebuah organisasi.
b. Komunikasi Organisasi
Redding dan Sanborn (Muhammad, 2009: 65) mengemukakan bahwa
komunikasi organisasi adalah pengiriman dan penerimaan informasi dalam
sebuah organisasi yang kompleks.
Terdapat empat arah aliran informasi dalam komunikasi formal.
Pertama, komunikasi ke bawah (downward communications), terjadi ketika
informasi mengalir dari jabatan berotoritas lebih tinggi kepada jabatan dengan
otoritas lebih rendah (Pace dan Faules, 2010: 184). Katz & Kahn (Pace dan
Faules, 2010: 195) menjabarkan informasi yang biasa disampaikan oleh atasan
kepada bawahan, yaitu informasi bagaimana melakukan pekerjaan, dasar
pikiran untuk melakukan pekerjaan, kebijakan dan praktik organisasi, serta
informasi untuk mengembangkan rasa memiliki tugas.
Kedua, komunikasi ke atas (upward communications), ketika informasi
mengalir dari orang dengan otoritas jabatan lebih rendah (bawahan) ke yang
lebih tinggi (atasan). Miljkovic dan Rijavec (Spaho, 2013: 105) menyatakan,
6
komunikasi ke atas merupakan cara terbaik bagi top management untuk
menganalisa efektivitas komunikasi ke bawah yang mereka lakukan dan
komunikasi organisasi secara keseluruhan.
Ketiga, komunikasi horizontal (horizontal communications), ketika
penyampaian informasi terjadi di antara rekan sejawat dalam satu unit kerja
yang sama. Pada komunikasi horizontal, terdapat koordinasi dan integrasi
aktivitas dalam sebuah departemen, sehingga dapat saling berhubungan meski
pada tugasnya masing-masing (Miljkovic dan Rijavec dalam Spaho, 2013:
105).
Keempat, komunikasi lintas saluran (diagonal communications), terjadi
ketika muncul keinginan seseorang utnuk melewati batas fungsional dengan
individu lain yang tidak menduduki posisi atasan maupun bawahan mereka.
Mengingat adanya banyak kemungkinan komunikasi yang dilakukan oleh staff
kepada rantai perintah yang lain, maka diperlukan kebijakan organisasi untuk
membimbing komunikasi lintas saluran (Pace dan Faules, 2010: 198).
Di sisi lain, pada komunikasi informal, sebagaimana yang telah
disebutkan komunikasi terjadi tanpa mengindahkan hubungan posisional.
Informasi yang mengalir pada komunikasi informal terlihat mengalir dari
segala arah dengan tidak dapat diduga karena muncul dari interaksi di antara
orang-orang. Oleh karena itu, komunikasi informal dan jaringannya
digolongkan dengan grapevine (selentingan). Muhammad (2009: 125)
menyatakan bahwa grapevine merupakan metode untuk menyampaikan
informasi—hingga informasi rahasia—yang tidak dapat diperoleh melalui
komunikasi formal.
c. Budaya Organisasi
Salah satu sifat organisasi yang paling menonjol adalah dinamis, yaitu
adanya perubahan terus-menerus di dalam organisasi. Setiap perubahan tentu
membawa pengaruh bagi anggotanya, baik kegairahan maupun kecemasan
dalam menyambut perubahan tersebut. Untuk memahami hal tersebut,
O‟donnel-Trujillo dan Pacanowsky merumuskan Teori Budaya Organisasi
(Organizational Culture Theory) yang mencakup pembahasan mengenai nilai-
7
nilai organisasi, cerita yang sering disampaikan, tujuan, tindakan, dan filosofi
organisasi (Morissan, 2009: 101).
West dan Turner (Morissan, 2009: 103) mengemukakan tiga asumsi
dasar dalam Teori Budaya Organisasi yang dikembangkan oleh O‟donnel-
Trujillo dan Pacanowsky. Pertama, anggota organisasi menciptakan dan
memelihara realitas bersama dalam organisasi. Asumsi ini menunjukkan
pentingnya manusia dalam kehidupan berorganisasi. Inti dari asumsi ini
adalah nilai organisasi, di mana nilai adalah standar dalam suatu budaya yang
memiliki nilai intrinsik dalam budaya yang bersangkutan. Adanya nilai dalam
organisasi memandu anggota mengenai hal-hal apa saja yang penting dan
tidak.
Kedua, penggunaan dan interpretasi simbol berperan penting dalam
budaya organisasi. Asumsi ini menyatakan bahwa realitas dan budaya sebuah
organisasi ditentukan sebagian oleh simbol yang merupakan representasi
makna. Simbol mencakup komunikasi verbal dan nonverbal yang diciptakan,
digunakan, dan ditafsirkan oleh anggota organisasi terus-menerus. Misalnya,
efektivitas slogan maupun simbol-simbol organisasi lainnya tidak hanya
bergantung pada media, namun juga bagaimana anggota melaksanakan hal
tersebut pada organisasinya.
Ketiga, berbagai organisasi memiliki budaya yang berbeda. Asumsi ini
menyatakan bahwa terdapat perbedaan budaya organisasi satu sama lain.
Budaya organisasi merupakan sesuatu yang dibuat setiap hari melalui interaksi
di dalam organisasi. Tidak hanya interaksi yang berkaitan dengan tugas,
namun juga interaksi yang terkait dengan seluruh jenis komunikasi, baik di
dalam maupun di luar organisasi, yang bersifat formal maupun informal.
d. Kepemimpinan
Greenbreg dan Baron (dalam Wibowo, 2013: 264) menyatakan bahwa
kepemimpinan adalah proses di mana satu individu memengaruhi anggota
kelompok yang lain menuju pencapaian tujuan kelompok atau organisasional
yang telah didefinisikan.
8
Terdapat beberapa pendekatan mengenai teori kepemimpinan dengan
perbedaan pada penekanan sudut pandang. Salah satu teori kepemimpinan
adalah perspektif transformational leadership (kepemimpinan
transformasional). McShane dan Glinow (dalam Wibowo, 2013: 295)
merumuskan transformational leadership adalah perspektif kepemimpinan
yang menjelaskan bagaimana pemimpin mengubah tim atau organisasinya
dengan menciptakan, mengkomunikasikan, membuat model visi untuk tim
atau organisasinya, serta memberi inspirasi bagi bawahannya untuk berusaha
mencapai visi tersebut.
Elemen transformational leadership menurut Shanon dan Glinow
(Wibowo, 2013: 285) adalah:
1. Membangun visi strategis: menciptakan visi dan misi organisasi
yang mengikat anggotanya untuk mencapai sasaran yang mungkin
tidak terpikirkan sebelumnya.
2. Mengkomunikasikan visi: kualitas kepemimpinan yang paling
penting adalah bagaimana pemimpin dapat membangun dan berbagi
visi mereka dengan organisasi.
3. Pemodelan visi: pemimpin transformasional “walk the talk”, mereka
tidak hanya berbicara mengenai visi, namun melakukan dan
menjadikannya nyata.
4. Membangun komitmen pada visi: membangun komitmen
anggotanya dengan beberapa cara, kata-kata, simbol, dan cerita
membangun antusiasme yang memberi orang energi untuk dapat
menerima visi sebagai miliknya.
Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yang didukung data kualitatif.
Subyek dalam penelitian ini adalah AIESEC LC UNS sebagai salah satu dari 10
Local Committee (LC) dari Member Committee (MC) AIESEC Indonesia. Data
primer diperoleh dengan melakukan wawancara dengan member re-term AIESEC
UNS. Data sekunder diperoleh dari penelitian terdahulu seperti skripsi dan jurnal,
9
buku-buku mengenai komunikasi organisasi, data, wiki dan file AIESEC maupun
AIESEC LC UNS. Pengumpulan data melalui observasi, wawancara mendalam
(in depth interview), dan observasi. Informan dalam penelitian ini adalah member
reterm AIESEC LC UNS, yaitu seorang member yang paling tidak pernah
menyelesaikan satu term di AIESEC LC UNS. Analisis data terdiri atas tiga
komponen, yaitu reduksi data, penyajian data, dan penarikan serta pengujian
kesimpulan. Validitas data menggunakan triangulasi sumber.
Sajian dan Analisis Data
A. Komunikasi Formal
Di antara struktur organisasi, terjadilah perpindahan pesan dengan
memperhatikan hubungan posisional dalam organisasi—yang disebut dengan
komunikasi formal organisasi (Pace dan Faules, 2010: 199).
1. Komunikasi ke Bawah (Downward Communications)
a. Pola Komunikasi ke Bawah AIESEC LC UNS
Pada AIESEC LC UNS, downward communications terjadi ketika
aliran pesan berasal dari LCP kepada LCVP, LCVP kepada manajer dan
staff. Meskipun komunikasi ke bawah memiliki definisi terjadi ketika
aliran informasi mengalir dari orang dengan jabatan lebih tinggi kepada
orang dengan jabatan yang lebih rendah (Davis dalam Pace dan Faules,
2010: 184), namun „tidak dibenarkan‟ apabila seorang LCP langsung
memberikan arahan kepada manajer dan staff.
Bagan 1: Ilustrasi Komunikasi ke Bawah AIESEC LC UNS
10
b. Weekly Meeting sebagai Forum Utama Komunikasi ke Bawah
Forum utama yang digunakan untuk berkoordinasi oleh atasan
kepada para bawahannya adalah weekly meeting. Weekly meeting
merupakan rapat rutin yang dijadwalkan setiap satu minggu sekali.
Weekly meeting dilaksanakan per tim—sehingga ada weekly meeting
EB, weekly meeting per departemen, atau weekly meeting orginizing
committe project. Weekly meeting dipimpin oleh leader masing-masing
tim. Weekly meeting EB dipimpin oleh LCP, weekly meeting
departemen dipimpin oleh LCVP, dan weekly meeting project
dipimpin oleh Organizing Committee President (OCP).
c. Pemilihan Metode dan Media Komunikasi ke Bawah
Di luar meeting, penyampaian pesan dari atas ke bawah juga
biasa dilakukan dengan memanfaatkan new media selain Skype seperti
sms, Line, Whatsapp, dan email. Namun, komunikasi melalui media
tersebut sifatnya hanya melengkapi koordinasi yang telah dilakukan
dengan cara meeting. Cara utama yang dipilih atasan sebagai
komunikator maupun bawahan sebagai komunikan adalah dengan
komunikasi tatap muka. Member menilai, dengan komunikasi tatap
muka, komunikasi dapat lebih efektif. Baik pengirim maupun
penerima pesan merasa masalah akan lebih mudah terselesaikan
apabila dibicarakan dengan bertemu bersama-sama. Itulah sebabnya,
pada AIESEC LC UNS weekly meeting harus sebisa mungkin
dilaksanakan. Apabila sedang dalam masa libur perkuliahan, maka
meeting harus tetap diselenggarakan secara virtual.
2. Komunikasi ke Atas (Upward Communications)
a. Pola Komunikasi ke Atas AIESEC LC UNS
Apabila komunikasi ke bawah seorang LCP hanya diperbolehkan
untuk berkomunikasi langsung dengan LCVP kemudian LCVP yang
menyampaikan pesan kepada manajer dan staff, pada komunikasi ke
atas maka seorang manajer atau staff juga tidak diperbolehkan untuk
langsung menyampaikan pesannya kepada LCP. Seorang manajer atau
11
staff harus menyampaikan pendapatnya terlebih dahulu kepada LCVP
departemen yang bersangkutan, baru LCVP kemudian
menyampaikannya kepada LCP. Seorang staff diperbolehkan langsung
berhubungan dengan LCVP, seperti halnya seorang LCVP yang juga
diperbolehkan untuk langsung menyampaikan pesan kepada staff.
Bagan 2: Ilustrasi Komunikasi ke Atas AIESEC LC UNS
b. Pelaksanaan Komunikasi ke Atas AIESEC LC UNS
Sama halnya dengan komunikasi ke bawah, komunikasi ke atas
utamanya terjadi pada forum rutin seperti weekly meeting. Weekly
meeting merupakan sarana bagi para atasan untuk mengetahui hal-hal
apa saja yang harus mulai dilakukan (start), dilanjutkan (continue),
dan dihentikan (stop) melalui masukan-masukan dari bawahan.
Namun, di luar forum tersebut seorang bawahan diperbolehkan,
bahkan menurut para informan, sangat diperbolehkan untuk setiap saat
menghubungi atasannya apabila ada hal yang ingin disampaikan terkait
dengan tugas yang diberikan oleh atasan. Member juga merasa tidak
keberatan untuk meminta personal meeting, yaitu meeting yang
sifatnya hanya empat mata kepada atasannya.
b. Hambatan Komunikasi ke Atas dan Peran Executive Board dalam
Mengatasinya
Dalam kasus yang terjadi pada AIESEC LC UNS, hambatan
komunikasi ke atas utamanya ditemukan pada member newie—sebutan
bagi member AIESEC yang baru saja bergabung. Apabila mengacu
12
pada pendapat Davis (dalam Pace dan Faules, 2010: 191), newie masih
merasa bingung untuk mengungkapkan pendapatnya terhadap para
atasan (dan mungkin member lain yang telah lebih dahulu bergabung).
Terlebih, newie juga belum terlalu mengerti AIESEC seperti layaknya
para atasan maupun member lain. Hambatan lain yang ditemukan
sesuai dengan penelitian Sharma (dalam Pace dan Faules, 2010: 191)
yang mengungkapkan, beberapa alasan komunikasi ke atas dirasa
sangat sulit di antaranya adalah kecenderungan bawahan untuk
menyembunyikan pikiran mereka. Sharma juga menyampaikan bahwa
adanya perasaan tidak diperhatikan oleh atasan mereka.
Peran EB sebagai jajaran top managers sangatlah penting dalam
membangun komunikasi ke atas. LCVP sebagai seorang leader, harus
mampu memancing semua member di departemennya termasuk newie
agar lebih partisipatif dan berani berpendapat. Terlebih, dari sisi
AIESEC, keberanian menyampaikan pendapat termasuk kepada atasan
dianggap sesuai dengan salah satu nilai AIESEC yaitu “enjoying
participation” dan BHAG AIESEC untuk “engage and develop every
young person in the world”.
3. Komunikasi Horizontal (Horizontal Communications)
a. Pola dan Tujuan Komunikasi Horizontal AIESEC LC UNS
Pada prinsipnya, komunikasi horizontal adalah penyampaian
informasi di antara teman sejawat pada unit kerja yang sama (Pace dan
Faules, 2010: 195). Unit kerja meliputi individu-individu yang berada
pada tingkat otoritas yang sama dalam sebuah organisasi dengan
atasan yang sama. Komunikasi horizontal muncul setidaknya karena
enam sebab berikut: (1) koordinasi penugasan kerja, (2) berbagi
informasi rencana dan kegiatan, (3) memecahkan masalah, (4)
memperoleh pemahaman bersama, (5) mendamaikan, berunding, dan
menengahi perbedaan, dan (6) menumbuhkan hubungan antarpersona.
Pada AIESEC LC UNS, komunikasi horizontal yang muncul
akibat koordinasi tugas hanya dialami ketika beberapa departemen
13
sedang terlibat dalam project yang sama—dan komunikasi demikian
hanya muncul pada level LCVP.
Bagan 3: Ilustrasi Komunikasi Horizontal AIESEC LC UNS
Pada level manajer dan staff, komunikasi horizontal yang terjadi
muncul karena sebab membutuhkan masukan dalam mengerjakan sebuah
tugas. Namun, saran maupun masukan biasanya bersifat lebih kepada
menyempurnakan hal-hal yang sudah ada, bukan membuat hal yang baru.
Adanya rasa keterbukaan sesama rekan sejawat turut mengikis rasa egois
satu sama lain, baik yang berhubungan maupun tidak dengan tugas-tugas
di AIESEC LC UNS.
b. Saluran Komunikasi Horizontal AIESEC LC UNS
Muhammad (2009: 123) menyebutkan terdapat enam bentuk
komunikasi horizontal yang sering terjadi dalams sebuah organisasi,
yaitu rapat komite, interaksi informal pada jam istirahat, percakapan
telepon, memo dan nota, aktivitas sosial, serta kelompok. Mengacu
pada keterangan informan, terdapat tiga bentuk komunikasi horizontal
menurut Muhammad (2009: 123) yang terjadi pada AIESEC LC UNS.
Pertama, rapat komite. Sebagaimana yang telah disebutkan
sebelumnya, AIESEC LC UNS memiliki forum-forum yang
mempertemukan baik satu maupun antartim seperti weekly meeting,
LC meeting, EB hearing, dan lain-lain. Forum-forum berformat
meeting ini mempertemukan member dengan berbagai posisi, sehingga
memungkinkan pula terjadinya komunikasi horizontal di antara rekan
sejawat. Kedua, interaksi informal pada jam istirahat. Komunikasi
14
horizontal terjadi seperti pada saat acara AIESEC LC UNS atau di
office AIESEC LC UNS. Terakhir, percakapan telepon. Meski
Anggraini Kusuma memang menyebut bahwa komunikasi horizontal
salah satunya melalui telepon, namun sesuai dengan perkembangan
jaman, komunikasi juga dilakukan melalui media chatting.
Menggunakan aplikasi chatting, kini mempercepat dan menambah
kontak bisa dengan mudah dilakukan. Terlebih, beberapa aplikasi
chatting kini juga telah menyediakan fitur telfon melalui internet yang
biayanya lebih murah dibanding dengan telepon melalui operator.
4. Komunikasi Lintas Saluran (Diagonal Communications)
a. Pola Komunikasi Lintas Saluran AIESEC LC UNS
Komunikasi lintas-saluran (diagonal communications) adalah
komunikasi yang mengalir di antara orang-orang yang tidak berada
pada level yang sama, serta tidak memiliki hubungan langsung secara
hirearki organisasi (Miljkovic & Rojavec dalam Spaho, 2013: 105).
Bagan 4: Ilustrasi Komunikasi Lintas Saluran AIESEC LC UNS
b. Saluran Komunikasi Lintas Saluran AIESEC LC UNS
Mengingat komunikasi lintas saluran muncul di antara banyak
orang dalam rantai-rantai perintah yang lain, maka penting kiranya
bagi sebuah organisasi untuk memiliki kebijakan yang dapat
membimbing jalannya komunikasi lintas saluran di dalamnya (Pace
dan Faules, 2010: 198).
Di AIESEC LC UNS, hal-hal yang sifatnya hubungan
antardepartemen biasa disebut dengan istilah “cross department”.
Setiap departemen yang ada pada AIESEC LC UNS saling
15
membutuhkan dukungan dari departemen lain dalam bentuk kerja
sama-kerja sama, baik kerja sama dalam bentuk project maupun dalam
bentuk tugas-tugas yang lain. Kerja sama ini biasanya disebut dengan
istilah “collaboration”—dan untuk memudahkan collaboration,
antardepartemen AIESEC LC UNS perlu melakukan synergize.
Pembahasan mengenai collaboration tersebut dituangkan dalam
bentuk synergize meeting yang diikuti oleh departemen-departemen
yang terlibat.
Selain synergize meeting, AIESEC LC UNS juga memiliki forum
lain sebagai wadah komunikasi antardepartemen, yaitu Organizing
Committee President Talk (OCP Talk). Berbeda dengan synergize
meeting, OCP Talk tidak bertujuan untuk mencapai sebuah
collaboration. Komunikasi lintas saluran dalam AIESEC LC UNS
juga muncul pada forum lain, yaitu LC meeting. LC meeting
merupakan forum evaluasi AIESEC LC UNS yang diikuti oleh satu
LC secara keseluruhan.
B. Komunikasi Informal
Komunikasi informal mengalir di antara anggota organisasi tanpa
memperhatikan hubungan posisional, kalaupun ada mungkin sedikit
(Muhammad, 2009: 124). Aliran pesan komunikasi informal bersifat lebih
pribadi (Pace dan Faules, 2010: 199). Komunikasi informal muncul dari
interaksi di antara individu, sehingga informasi dapat mengalir dari segala
arah tanpa dapat diduga—sehingga, jaringannya disebut dengan selentingan.
Selentingan disebut juga dengan kiasan grapevine yang secara bahasa berarti
“pohon anggur” (Pace dan Faules, 2010: 200).
1. Kegiatan yang Menunjang Munculnya Komunikasi Informal
a. Team Building
Di awal term, AIESEC LC UNS mewajibkan tiap-tiap tim untuk
menyelenggarakan team building. Melalui team building, seorang
anggota diharapkan mampu mengenal tim yang akan bekerja sama
dengan dirinya selama satu term dengan baik. Pada team building,
16
masing-masing anggota tim saling berkenalan, serta berbagi satu sama
lain—termasuk apa saja hal-hal yang diharapkan selama tergabung
sebagai anggota tim tersebut.
Pada team building, sebuah tim juga harus menentukan team
purpose, team stand, serta team protocol untuk satu term. Team
purpose merupakan tujuan yang ingin dicapai dalam satu term. Team
stand adalah hal-hal dasar yang harus dimiliki oleh seluruh anggota
tim untuk mewujudkan team purpose. Sedangkan, team protocol
merupakan peraturan-peraturan yang harus dipatuhi oleh satu tim,
sesuai dengan team stand yang telah ditentukan.
b. Team Days
Di akhir quarter, selain melakukan evaluasi tugas-tugas secara
personal maupun tim, AIESEC LC UNS juga memiliki kegiatan
refleksi bagi setiap tim yang bernama “team days”. Meski
dilaksanakan di setiap quarter, bagi member AIESEC LC UNS, team
days tidak bisa disamakan dengan istilah “evaluasi”. Team days
merupakan kegiatan lain sebagai sarana “refleksi” satu tim atas satu
quarter yang sudah berlalu. Refleksi yang dimaksud adalah refleksi
atas kualitas tim, bukan kualitas pekerjaan yang dilakukan oleh
masing-masing member.
c. Team Bonding
Adanya target yang harus dipenuhi AIESEC LC UNS setiap
quarter menuntut seluruh member AIESEC LC UNS untuk dapat
bekerja tepat waktu di tengah memenuhi kewajiban masing-masing
sebagai mahasiswa. Oleh karena itu, tidak jarang member
mengeluhkan beban kerja yang berat. Demi mengatasi hal tersebut,
AIESEC LC UNS mengadakan team bonding, yaitu sebuah kegiatan di
mana member AIESEC LC UNS pergi bersama murni untuk
bersenang-senang dan melupakan sejenak tugas, masalah, maupun
beban yang ada di dalam organisasi. Team bonding dapat
diselenggarakan dengan rencana terlebih dahulu maupun insidensial.
17
d. Conference
Conference AIESEC, baik national conference maupun local
conference, pada umumnya berlangsung paling tidak tiga hari. Dalam
kurun waktu tersebut, peserta mengikuti berbagai sesi pemberian
materi yang berhubungan dengan AIESEC (AIESEC knowledge). Di
luar sesi tersebut, para peserta dipersilakan untuk saling mengakrabkan
diri dan di sinilah komunikasi informal terjadi. Tidak hanya bertemu
pada saat sesi pemberian materi, member merasa bagaimana mereka
berangkat dan pulang bersama hingga menginap bersama
menyebabkan terjadinya banyaknnya pesan yang mengalir serta
interaksi yang terjadi.
e. Kegiatan-kegiatan Lain
Di luar meeting dan empat kegiatan di atas, komunikasi informal
muncul pada beberapa kegiatan lain, seperti welcoming dan farewell
party EP, welcoming party member baru, photo session, dan
pelaksanaan piket.
Informal yang Terjadi pada AIESEC LC UNS
Pada AIESEC LC UNS, grapevine cenderung menyebar di dalam
sebuah tim—seperti tim departemen, tim EB, tim project—daripada
antartim. Perpindahan pesan terjadi dari satu orang ke orang yang lain
dalam sebuah kelompok. Hal tersebut sejalan dengan sifat grapevine yang
merupakan interaksi dari mulut ke mulut (Pace dan Faules, 2010: 200).
Anggota tim yang lain saling menimpali informasi yang disampaikan,
karena baik laki-laki dan perempuan sama aktifnya dalam komunikasi
informal (Muhammad, 2009: 126). Grapevine dapat mengalir kapan saja
seperti di sela-sela meeting, conference, dan kegiatan-kegiatan AIESEC
yang lain. Bahkan, didukung dengan kemajuan teknologi seperti adanya
grup Line membuat pesan-pesan dapat mengalir dengan lebih cepat.
Grapevine dapat memberikan pengaruh bagi organisasi, baik
pengaruh yang baik maupun pengaruh yang kurang baik. Meski grapevine
tidak dapat ditekan dan dikontrol secara langsung oleh organisasi, namun
18
grapevine dapat dipengaruhi oleh cara-cara pimpinan berhubungan dengan
anggota organisasi lainnya (Muhammad, 2009: 126). Adanya upaya-upaya
dari organisasi untuk justru membangun komunikasi informal melalui
berbagai kegiatan serta grapevine yang memang secara alami terbentuk
dalam sebuah organisasi rupanya justru dipandang positif oleh member-
member AIESEC LC UNS. Menurut member, komunikasi informal justru
berfungsi sebagai support dalam menjalankan tugas dan membangun
kedekatan antaranggota AIESEC LC UNS.
Pengaruh positif grapevine dapat pula dirasakan oleh hubungan
atasan-bawahan organisasi. Grapevine memberi feedback kepada
pimpinan mengenai sentimen bawahannya—karena bagi bawahan, adanya
jaringan komunikasi informal memberi ruang untuk menyalurkan emosi.
Grapevine juga membantu menerjemahkan arahan pimpinan dalam bahasa
yang lebih mudah dipahami oleh bawahannya (Muhammad, 2009: 127).
Kesimpulan
Berdasarkan penelitian mengenai komunikasi organisasi yang dilakukan
oleh AIESEC LC UNS sebagai sebuah organisasi mahasiswa internasional, dapat
ditarik kesimpulan sebagai berikut:
a. Komunikasi Formal
Terdapat empat aliran pesan dalam komunikasi formal. Pertama,
pada komunikasi ke bawah, seorang atasan harus mengikuti alur sesuai
dengan yang tergambar pada garis struktur organisasi AIESEC LC UNS,
namun LCP tidak diperkenankan untuk langsung menyampaikan pesan
kepada manajer/staff. Penyampaian pesan ke bawah utamanya dilakukan
pada weekly meeting. Kedua, pola komunikasi ke atas pada prinsipnya
sama dengan penyampaian pesan ke atas, hanya saja arahnya dibalik.
Sama halnya pula dengan komunikasi ke bawah, komunikasi ke atas
banyak timbul pada saat meeting. Tidak ada batasan-batasan tertentu yang
diber ikan oleh atasan terhadap bawahan dalam memberikan tanggapan
19
baik di dalam meeting maupun di luar meeting. EB berperan penting dalam
menyelesaikan hambatan komunikasi ke atas.
Ketiga, komunikasi horizontal di AIESEC LC UNS muncul karena
beberapa sebab. Untuk sebab koordinasi tugas hanya muncul pada jajaran
EB. Selain itu, komunikasi horizontal muncul karena sebab berbagi
informasi mengenai rencana dan kegiatan, untuk memecahkan masalah,
serta untuk menumbuhkan hubungan antarpersona. Keempat, komunikasi
lintas saluran utamanya terjadi pada forum “synergize meeting”
antardepartemen. Di luar forum tersebut, komunikasi horizontal muncul
pada forum OCP Talk dan LC meeting.
b. Komunikasi informal
Penting kiranya bagi organisasi untuk dapat memahami grapevine
sehingga mampu memberi sumbangan positif bagi organisasi. Oleh
AIESEC LC UNS, hal tersebut diwujudkan dalam sejumlah kegiatan yang
dapat meningkatkan interaksi antaranggota, seperti team building, team
days, team bonding, conference, welcoming and farewell party EP,
welcoming party member, dan lain-lain. Bagi member, adanya jaringan
komunikasi informal dipandang memberi pengaruh positif karena di situ
mereka bisa saling memberi dukungan satu sama lain. Grapevine juga
dapat membawa pengaruh baik bagi para pimpinan, dalam hal ini EB
karena grapevine memberi feedback kepada pimpinan mengenai sentimen
bawahannya.
Saran
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, dapat diberikan saran sebagai
berikut:
a. Meski secara umum upaya-upaya yang dilakukan organisasi untuk
meningkatkan interaksi dan kedekatan antaranggota sudah baik, namun
sebaiknya upaya-upaya yang dilakukan tidak hanya berfokus pada
pengembangan hubungan dalam satu tim. Banyaknya kegiatan dalam
20
lingkup satu tim kurang diimbangi dengan kegiatan yang melibatkan
satu LC.
b. Mempertahankan budaya organisasi dan pengembangan kepemimpinan
yang baik dalam organisasi, sehingga AIESEC LC UNS dapat menjadi
sebuah organisasi yang maju dari waktu ke waktu.
c. Bagi organisasi kemahasiswaan lain di lingkup UNS, seperangkat
peraturan seperti AD/ART jangan sampai ditafsirkan terlalu kaku atau
dipertahankan apabila memang sudah tidak sesuai sehingga akhirnya
memperlambat kemajuan organisasi itu sendiri.
d. Teknologi seyogyanya dimanfaatkan dengan maksimal, sehingga dalam
beberapa hal, perpindahan pesan berjalan dengan lebih lancar.
Daftar Pustaka
Muhammad, Arni. (2009). Komunikasi Organisasi. Jakarta: Bumi Aksara.
Morissan. (2009). Teori Komunikasi Organisasi. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Mulyana, Deddy. (2009). Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar. Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Pawito. (2007). Penelitian Komunikasi Kualitatif. Yogyakarta: LkiS.
Pace, R. W. & Faules, F. D. (2001). Komunikasi Organisasi: Strategi
Meningkatkan Kinerja Perusahaan. Bandung: Remaja Rosdakarya.
AIESEC International. (2008). 60 Years of Activating Youth Leadership.
Rotterdam: AIESEC International.
Wibowo. (2014). Perilaku dalam Organisasi. Jakarta: Rajagrafindo Persada.
Spaho, Keenan. (2013). Organizational Communication and Conflict
Management. Management Journal, Vol. 18, No. 1, Hal. 103-118.
AIESEC in Indonesia. Diperoleh pada Januari 5, 2015 dari
http://aiesec.or.id/aiesec/aiesec-indonesia/.
AIESEC UNS History. (2013). Diperoleh pada Januari 5, 2015 dari
http://aiesec.uns.ac.id/category/about-aiesec-uns/.
Expanding Horizons Since 1948. Diperoleh pada Januari 5, 2015 dari
http://aiesec.org/about-aiesec/story/.
Mengenal Dunia Kampus dan Ormawa. (2012). Diperoleh pada Mei 20, 2014 dari
http://mjeducation.com/mengenal-dunia-kampus-ukm-dan-ormawa/.
What Do We Mean by “Youth”?. Diperoleh pada Mei 28, 2014 dari
http://www.unesco.org/new/en/social-and-human-
sciences/themes/youth/youth-definition/.
UKM. Diperoleh pada Mei 20, 2014 dari http://uns.ac.id/id/kehidupan-
kampus/ukm/.
Top Related