0
PENTINGNYA BERPIKIR KRITIS GENERASI MILENIAL DI
ERA INDUSTRI 4.0
Oleh: V.Y. Sri Sudarwinarti, S.Pd., M.Si.
ANALISIS TINGKAT PEMAHAMAN CALON MAHASISWA
MEMILIH PROGRAM STUDI
Oleh : Muller Sagala, S.E.,M.M.
PENGARUH KUALITAS DIRI TERHADAP PENINGKATAN
KARIR
Oleh: Cecilia Agustien Umbas, S.Kom., M.Pd.
DAMPAK REVOLUSI INDUSTRI 4.0 TERHADAP
ADMINISTRASI PERKANTORAN
Oleh : Muller Sagala, S.E.,M.M.
PENGARUH KUALITAS PELAYANAN CONTACT CENTER PLN
123 TERHADAP KEPUASAN PELANGGAN PT PLN (PERSERO)
DISTRIBUSI JAKARTA RAYA DAN TANGERANG
Oleh: Markonah dan Nur Asiah
AKADEMI SEKRETARI DAN MANAJEMEN DON BOSCO Jl. Pulomas Barat V – Jakarta Timur 13210 Telp : 021-4701190, 4898774 Fax : 021-4701190
Website http://www.asekmadb.ac.id
Vol.8 No.1 Januari 2019 ISSN 2089-4198
ADB’S Secretary Jurnal Dunia Sekretari
i
Vol.8 No.1 - Januari 2019 ISSN 2089-4198
ADB’S Secretary
JURNAL DUNIA SEKRETARIS
Susunan Kepengurusan Jurnal Ilmiah Dunia Sekretaris :
Penanggung Jawab
:
V.Y. Sri Sudarwinarti, S.Pd., M.Si.
Mitra Bestari/Reviewer
Pimpinan Redaktur
:
:
Dr. Nicolaus Uskono, S.Sos., M.Si.
Dr. V.W. Cahyana, M.Si.
Dr. Hendrikus Passagi
Dr. Zulkifli Rangkuti
Muller Sagala, S.E., M.M.
Wakil Pimpinan Redaktur : RR. Martha Septina Purbowati, S.S.,M.Pd.
Redaktur Pelaksana : Cecilia Agustien Umbas, S.Kom., M.Pd.
Astuti Widiati, S.E.,M.Pd.
Penyunting / Editor : Ir. Markonah, ASAI, M.M.- Perbanas
Institute Jakarta
Benedicta D.Muljani, S.Sos.,M.AB. -
Akademi Sekretari Widya Mandala
Surabaya
Drs. Redemptus Sriyono D H., Bc.Th.
Muller Sagala, S.E., M.M
Desain Grafis dan Fotografer : Muller Sagala, S.E., M.M.
Sekretariat : M.V. Mieke Marini M.P., S.Pd
Theresia Pawarti
A. Niken Budi Palupi
Alamat Redaksi : Kampus Asekma Don Bosco
Jl. Pulomas Barat V
Jakarta Timur
Telp: 021-4898774 Faks:021-4701190.
Situs http://www.asekma.ac.id
Email: [email protected]
ii Jurnal ADB’S Secretary Vol.8, No.1, Januari 2019
PENGANTAR REDAKSI
Pembaca yang terhormat,
Buku Jurnal Dunia Sekretaris Vol.8 No.1 Januari 2019 ini merupakan karya ilmiah
dari para dosen, alumni, mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi, dan pegawai Akademi
Sekretari dan Manajemen Don Bosco yang relevan dengan dunia sekretaris. Buku Jurnal
Ilmiah volume ini menyajikan beberapa kajian yang menarik.
Topik yang sedang tren saat ini adalah revolusi industri 4.0. Hampir dalam setiap event,
kata industri 4.0 selalu diselipkan. Hal ini sangat logis. President Republik Indonesia Ir. Joko
Widodo telah menggaungkan agar semua pihak melakukan penyesuaian termasuk institusi
pendidikan.
Jurnal Ilmiah ini membahas tentang peran dan dampak industri 4.0, baik terhadap
individu maupun terhadap institusi. Selain itu juga dibahas hal yang menyangkut kesiapan
para siswa untuk memilih program studi yang sesuai minat agar dalam berkuliah nantinya
tidak terjadi masalah, dan juga dibahas tentang karir dalam pekerjaan.
Semoga para pengguna buku Jurnal Ilmiah ini mendapatkan manfaat besar dalam
bidangnya masing-masing sekaligus untuk mendorong perkembangan profesi sekretaris
dalam dunia yang terus berubah.
Salam sukses dari Dewan Redaksi.
Jakarta, 7 Januari 2019
Dewan Redaksi
iii Jurnal ADB’S Secretary Vol.8, No.1, Januari 2019
Vol.8 No.1 – Januari 2019 ISSN 2089-4198
ADB’S Secretary JURNAL DUNIA SEKRETARIS
DAFTAR ISI
Hal
PENTINGNYA BERPIKIR KRITIS GENERASI MILENIAL DI ERA
INDUSTRI 4.0
Oleh: V.Y. Sri Sudarwinarti, S.Pd., M.Si.
1
ANALISIS TINGKAT PEMAHAMAN CALON MAHASISWA MEMILIH
PROGRAM STUDI
Oleh : Muller Sagala, S.E.,M.M.
17
PENGARUH KUALITAS DIRI TERHADAP PENINGKATAN KARIR
Oleh: Cecilia Agustien Umbas, S.Kom., M.Pd.
30
DAMPAK REVOLUSI INDUSTRI 4.0 TERHADAP ADMINISTRASI
PERKANTORAN
Oleh : Muller Sagala, S.E.,M.M.
48
PENGARUH KUALITAS PELAYANAN CONTACT CENTER PLN 123
TERHADAP KEPUASAN PELANGGAN PT PLN (PERSERO) DISTRIBUSI
JAKARTA RAYA DAN TANGERANG
Oleh: Markonah dan Nur Asiah
67
1 Jurnal ADB’S Secretary Vol.8, No.1, Januari 2019
PENTINGNYA BERPIKIR KRITIS GENERASI MILENIAL DI ERA INDUSTRI 4.0
Oleh: V.Y. Sri Sudarwinarti, S.Pd., M.Si.
(Dosen ASEKMA Don Bosco, [email protected])
ABSTRACT
In general the millennial generation is characterized by increased use and familiarity with
media communication and digital technology. In addition, in general, the views of many
people that this generation is a generation that is easy to give up, lacks fighting power.
Millennials are truly capable of being a generation that is qualified because they have many
advantages with good personalities, so they are able to be a generation that has a positive
influence in many ways for the benefit of many people from small environments to large
national and international environments. In this industrial era 4.0, the millennial generation
is expected to be able to develop its criticality positively, so that in this intelligent era
technology can truly maximize its quality so that it is truly able to position itself as a superior
millennial person, namely intellectual intelligence, emotional intelligence, spiritual
intelligence . Thus the criticality of the millennial generation in this intelligent era of
technology is truly able to create something that makes it easy for everyone, the community
maximizes technological sophistication and can bring many benefits to people's lives as well
as personal for a better person.
Keywords: critical thinking, millennial, industry 4.0
A. PENDAHULUAN
Generasi milenial merupakan generasi yang sekarang ini menjadi tren untuk
dibicarakan dan dibahas. Istilah generasi milenial sangat akrab dan sering terdengar.
Menarik rasanya di era industri 4.0 atau era cerdas teknologi membahas pentingnya
generasi milenial berfikir kritis. Mengingat bahwa sekarang ini sudah banyak para
2 Jurnal ADB’S Secretary Vol.8, No.1, Januari 2019
milenial ini yang ada di dunia bisnis baik sebagai karyawan maupun sebagai pengelola
bisnis mandiri.
Suatu peradaban situasi yang tidak mudah penyesuaiannya tentunya di lingkungan
kerja karena masih bercampur dengan generasi sebelumnya yaitu generasi X atau
generasi Baby Boomers. Secara umum generasi milenial ini ditandai oleh peningkatan
penggunaan dan keakraban dengan komunikasi media dan teknologi digital. Di sebagian
besar belahan dunia pengaruh mereka ditandai dengan peningkatan liberalisasi politik
dan ekonomi, meskipun pengaruhnya masih diperdebatkan.
Ada pandangan yang sering kita temui atau dengar bahwa generasi milenial
merupakan generasi yang berkarakter kutu loncat. Hal ini karena sering ditemui bahwa
generasi milenial ini adalah generasi yang mudah pindah kerja dan mereka sering
memilih bila ingin melamar pekerjaan. Selain itu secara umum pandangan banyak orang
bahwa generasi ini adalah generasi yang mudah menyerah, kurang memiliki daya juang.
Pada hal sesungguhnya generasi ini merupakan generasi yang juga mempunyai banyak
poin positif yaitu generasi yang sangat kreatif dan cepat belajar, memiliki banyak
kompetensi.
Atas dasar itu Penulis merasa perlu melihat lebih jauh pentingnya berfikir kritis
bagi generasi milenial di era industri 4.0. Hal ini dimaksudkan agar generasi milenial
sungguh-sungguh mampu menjadi generasi yang berkualitas karena memiliki banyak
keunggulan dengan personality yang baik, sehingga mampu menjadi generasi yang
punya pengaruh positif dalam banyak hal untuk kepentingan banyak orang dari
lingkungan kecil sampai lingkungan besar baik lingkungan nasional maupun
internasional. Metodologi yang dipakai dalam karya tulis ini adalah studi pustaka,
termasuk dari hasil beberapa penelitian.
3 Jurnal ADB’S Secretary Vol.8, No.1, Januari 2019
B. LANDASAN TEORI
1. Berfikir Kritis
Berpikir kritis adalah seni menganalisis gagasan berdasarkan penalaran logis.
Berpikir kritis bukan berpikir lebih keras, melainkan berpikir lebih baik. Seseorang
yang mengasah kemampuan berpikir kritis biasanya memiliki tingkat keingintahuan
intelektual (intellectual curiosty) yang tinggi. Selain itu ada juga sudut pandang
lainnya berdasarkan Wikipedia.
Berpikir kritis adalah konsep untuk merespon sebuah pemikiran atau teorema
yang kita terima. Respon tersebut melibatkan kemampuan untuk mengevaluasi
secara sistematis. Konsep ini telah dikembangkan sekitar 2500 tahun lalu.
(Pengertian oleh National Council for Excellence in Critical Thinking)
Menurut Michael Scriven & Richard Paul menjelaskan bahwa berpikir kritis
melibatkan proses yang secara aktif dan penuh kemampuan untuk membuat konsep,
menerapkan, menganalisa, menyarikan, dan mengamati sebuah masalah yang
diperoleh ataupun diciptakan dari pengamatan, pengalaman, komunikasi dan lain
sebagainya.
Ada dua komponen yang membentuk kemampuan berpikir kritis, yaitu :
a. Kemampuan untuk menghasilkan dan memproses informasi atau
kepercayaan.
b. Kebiasaan dengan berdasarkan komitmen intelektual.
Menurut Etimologi, dari asal usulnya kata “kritik” berasal dari bahasa Yunani,
yakni critikos yaitu yang membedakan. Kata ini sendiri diturunkan dari bahasa
Yunani kuno krites artinya ”orang yang memberikan pendapat beralasan”, atau
“analisis”, “pertimbangan nilai”, ”interprestasi”, atau ’’pengamatan’’. Istilah ini biasa
dipergunakan untuk menggambarkan seorang pengikut posisi yang berselisih dengan
4 Jurnal ADB’S Secretary Vol.8, No.1, Januari 2019
atau menentang obyek kritikan. Dalam arti etimologis, kritik adalah masalah
penganalisaan dan pengevaluasian sesuatu dengan tujuan untuk meningkatkan
pemahaman, memperluas apresiasi, atau membantu memperbaiki pekerjaan. Orang
yang sering memberikan kritik disebut kritikus. Orang-orang mendapat julukan ini
ada di berbagai bidang, seperti bidang seni, musik, film, dan lain sebagainya.
Selain berdasarkan etimologinya, pengertian yang digunakan akan diperkaya
dengan menghadirkan pandangan sejumlah tokoh lainnya yang menghadirkan
tuntutan dalam dunia akademis dan sesuai kualitas yang diharapkan dari seorang
akademisi dengan sudut pandang yang berbeda. Menurut John Dewey (1859 – 1952)
mendefinisikan berpikir kritis sebagai pertimbangan yang aktif dan teliti mengenai
sebuah keyakinan atau bentuk pengetahuan yang diterima begitu saja. Keyakinan
atau bentuk pengetahuan itu dikaji dengan mencari alasan-alasan yang
mendukungnya dan kesimpulan-kesimpulan lanjutan. John Dawey menekankan
karakter kritis pada keaktifan seseorang dalam berpikir. Secara negatif dapat
dikatakan orang berpikir kritis tidak diam, dan tidak menerima begitu saja apa yang
didapat dari luar dirinya, melainkan menyaringnya. Dewey mempertentangkan
pertimbangan aktif dengan pertimbangan positif. Ciri kedua ini merupakan golongan
orang yang tidak berpikir kritis. Dewey menambahkan bahwa sikap mudah
menerima segala sesuatu, justru membuat orang mudah hanyut terbawa arus. Orang
seperti ini tidak mempunyai pendirian di tengah perubahan yang ada. Ia akan mudah
kehilangan orientasi karena tidak mampu berpacu di dalamnya. Ia juga akan mudah
menjadi obyek gilasan perubahan.
Tokoh berikutnya adalah Erdawrd Glaser, menurutnya sikap kritis penekanannya
pada sikap mau berpikir secara mendalam tentang masalah dan pengetahuaan yang
mendasarkan diri pada metode-metode penalaran logis dan penerapan metode-
5 Jurnal ADB’S Secretary Vol.8, No.1, Januari 2019
metode itu secara maksimal dalam kehidupan sehari hari. Jadi karakter berfikir
secara kritis diletakkan pada kemampuan seseorang dalam menguasai metode-
metode berfikir secara terus menerus. Dua metode berfikir menurut Edward Glaser
perlu dikuasai sebagai ciri berfikir kritis adalah metode berfikir deduktif dan metode
berfikir induktif. Dengan berfikir deduktif seseorang mengasah penalarannya secara
logis dengan menerapkan prinsip-prinsip silogisme dalam berargumentasi.
Sedangkan dengan metode berfikir induktif, seseorang dilatih untuk meningkatkan
ketelitian dalam mengamati gejala-gejala yang sama dan mengelompokkannya
sebagai dasar untuk menyimpulkan sesuatu. Jadi menurut Glaser, orang tidak asal
berbicara, melainkan memiliki dasar rasional dalam mengambil kesimpulan.
Tokoh berikutnya yaitu Robert Ennis, menurutnya berfikir kritis merupakan
pemikiran yang reflektif dan kemampuan untuk mengambil keputusan. Tekanan
teorinya terletak pada proses refleksi. Hal ini berarti sikap kritis tidak hanya berhenti
pada kemahiran dalam menyimpulkan atau berargumen, tetapi juga pada
kemampuan untuk melakukan evaluasi terhadap pernyataan-pernyataan. Daya kritis
orang tidak saja pada nalarnya, tetapi juga kemampuan dalam merefleksikan diri
sendiri dan orang lain. Dengan evaluasi orang bisa memilah-milah mana yang benar
dan mana yang salah, mana yang baik dan mana yang buruk.
2. Generasi Milenial
Generasi milenial atau millennium atau disebut generasi Y, banyak
menggunakan teknologi komunikasi instan seperti email, sms, instant messaging dan
media social seperti face book, twiter, instagram, dll. Mereka suka main game on
line. Generasi ini lahir antara 1980 – 2000. Jadi untuk generasi melenial ini berusia
15 – 34 tahun. Studi mengenai kaum milenial ini terus dilakukan demi memahami
6 Jurnal ADB’S Secretary Vol.8, No.1, Januari 2019
karakteristik dan perilaku mereka. Hal ini dilakukan oleh Boston Consulting group
(BCG) bersama Universitas of Berkley tahun 2011 di Amerika .
Generasi ini biasa disebut dengan generasi internet, atau versi kerennya adalah
iGen. Berdasarkan riset tersebut ditemukan beberapa karakter dari generasi milenial,
yaitu:
a. Percaya konten testimoni perorangan ketimbang informasi satu arah
Mereka tidak lagi percaya iklan-iklan tertentu, tetapi mereka justru akan mencari
tahu terlebih dahulu review atau testimoni yang dilakukan oleh orang lain dari
internet.
b. Wajib memiliki akun social media sebagai alat komunikasi dan pusat informasi
Banyak dari generasi milenial yang berinteraksi dan menjaga komunikasi lewat
text messaging atau juga chatting dunia maya dengan berbagai cara yang saat ini
sudah dijadikan berbagai alternatif pilihan facebook, whatsapp, instragram,
twitter dan line. Tidak hanya menjadi media untuk berinteraksi, kaum millennial
juga menjadikan social media sebagai pusat informasi dan aktualisasi diri.
c. Minat membaca secara konvensional kini sudah menurun
Minat baca ke buku berkurang dan beralih ke e-book, mereka lebih senang
membaca via on line karena tidak repot, tidak perlu menghabiskan waktu untuk
ke toko buku. Perilaku yang mulai tergeser ini juga menjadikan generasi
milenials lebih menyukai segala sesuatu secara visual. Mereka menganggap
tulisan konvensional hanya membuat mereka pusing, lebih tertarik gambar dan
warna yang menarik.
d. Lebih memilih Ponsel dari pada Televisi.
7 Jurnal ADB’S Secretary Vol.8, No.1, Januari 2019
Menonton televisi bukan lagi sebagai hiburan menarik, sebab segala hiburan
mudah mereka dapatkan di telepon genggamnya. Inernetlah yang sangat
berperan dalam keberlangsungan hidup ini.
e. Keluarga sebagai pusat pertimbangan dan pengambil keputusan mereka
Berdasarkan survei “Connecting with the Millennials” yang dilakukan Visa pada
tahun 2011 lalu tercatat Indonesia memiliki 5,1 juta milenials. Hal yang unik dari
survei ini adalah bahwa kaum milenial Indonesia adalah generasi yang paling
berbakti pada keluarga. Mayoritas dari mereka (91%) memberikan kontribusi
finansialnya kepada orangtua.
3. Industri 4.0
Industri 4.0 merupakan industri yang menggabungkan teknologi otomatisasi
dengan teknologi cyber. Ini merupakan tren otomatisasi dan pertukaran data dalam
teknologi manufaktur. Ini termasuk system cyber – fisik, Internet of Things (IoT),
komputasi awan dan komputasi kognitif. Dalam sejarah revolusi industri,
industrialisasi dimulai pada akhir abad ke 18 dengan munculnya tenaga uap, secara
radikal mengubah bagaimana barang-barang diproduksi. Seabad kemudian listrik
dan jalur perakitan memungkinkan produksi masal. Tahun 1970-an revolusi industri
ke tiga dimulai ketika kemajuan dalam otomatisasi bertenaga komputer
memungkinkan kita memprogram mesin dan jaringannya. Kemudian revolusi
industri ke empat mengubah ekonomi, pekerjaan, dan bahkan masyarakat itu sendiri.
Banyak teknologi fisik dan digital digabungkan melalui analitik, kecerdasan buatan,
teknologi kognitif, dan Internet of Things (IoT) untuk menciptakan perusahaan
digital yang saling terkait dan mampu menghasilkan keputusan yang lebih tepat.
Revolusi ini menanamkan teknologi yang cerdas dan terhubung dengan perusahaan,
serta kehidupan sehari-hari.
8 Jurnal ADB’S Secretary Vol.8, No.1, Januari 2019
Prinsip rancangan industri 4.0 adalah prinsip-prinsip desain menungkinkan
produsen untuk menyelidiki transformasi potensial untuk teknologi industri 4.0 .
Berikut ini adalah prinsip desainnya yaitu interoperabilitas yaitu obyek, mesin, dan
orang-orang harus dapat berkomunikasi melalui Internet of Things dan Internet of
People. Ini adalah prinsip paling esensial yang benar benar menbuat pabrik menjadi
pandai. Prinsip ini bisa dikelompokkan virtualisasi, desentralisasi, kemampuan real
– time, orientasi layanan, modularitas.
C. PEMBAHASAN
1. Keutamaan Berfikir Kritis
Setelah kita mengulas pengertian berfikir kritis baik dalam konteks umum
maupun dalam konteks akademis, kita masuk pembahasan dalam keutamaan berfikir
kritis. Berfikir kritis bukan sesuatu yang abstrak atau sesuatu yang hampa. Berfikir
kritis merupakan sesuatu yang konkrit. Realitas perbuatan itu dapat dilihat dalam
berbagai keutamaan. Keutamaan menurut David L. Norton adalah disposisi karakter
yang dicirikan pada 3 hal, berguna bagi diri sendiri, berguna bagi masyarakat, dan
bersikap baik. Keutamaan dibentuk melalui kebiasaan. Kebiasaan yang kita bentuk
dalam berfikir kritis disebut keutamaan berfikir kritis. Richard Paul dan Linda Elder
membantu kita untuk melihat berbagai keutamaan berfikir kritis.
a. Kerendahan Hati Intelektual
Kerendahan hati intelektual menekankan kesadaran akan keterbatasan diri,
termasuk keterbatasan pengetahuan dan kemampuan dalam pergaulan.
Kerendahan hati intelektual memuat pengakuan akan keterbatasan diri dan
mendorong seseorang membuka diri terhadap pihak lain . Humilitas intelektual
membuat orang mau belajar dari orang lain. Jadi keutamaan ini menghindarkan
seseorang dari sikap egosentris dan sikap sok tahu. Dengan humilitas intelektual,
9 Jurnal ADB’S Secretary Vol.8, No.1, Januari 2019
seseorang tidak sembarangan memberikan penilaian terhadap sesuatu yang tidak
diketahuinya, melainkan ia belajar lebih dahulu dari orang lain.
Menurut Richard Paul dan Linda Elder, humilitas intelektual bertentangan
dengan arogansi intelektual yang memberlakukan prinsip superioritas diri atas
pihak lainnya. Ini berarti ketika seseorang tidak mau membuka diri pada orang
lain, alih-alih menganggap diri paling benar orang ini menunjukan sikap arogansi
intelektual. Dan ini bukan keutamaan berfikir kritis. Menurut M. Neil Browne
dan Stuart M. Keely, orang yang memiliki humilitas yang tinggi menyadari betul
apa yang dikatakan oleh Socrates, yakni “ia tahu bahwa ia tidak tahu”. Ia
menyadari bahwa pengalaman banyak bergaul dengan orang lain mempersempit
celah kesalahan pemahamannya. Orang seperti ini juga dapat terhindar dari
kesalahan umum dalam berfikir.
b. Keberania Intelektual
Keberanian intelektual membawa kita untuk siap menghadapi kenyataan dan
menyampaikan ide-ide yang fair. Sikap ini menegaskan bahwa gagasan yang
muncul dalam masyarakat, termasuk bahaya-bahayanya dapat dinilai secara
rasional. Secara lain dapat dikatakan, keutamaan ini membuat seseorang berani
melihat hal-hal positif dalam reaksi-reaksi negatif sekalipun. Keberanian
intelektual tidak memberi ruang bagi konformitas dan stereotip. Dalam dunia
kerja dewasa ini, termasuk dalam profesi, keutamaan ini penting karena dapat
digunakan untuk mengatasi ketakutan akan penolakan orang lain. Dengan
keberanian intelektual orang memberi makna lebih bagi hidupnya sendiri dan
orang lain. Ia tidak takut mengatakan yang benar adalah benar, dan yang salah
adalah salah.
c. Empati Intelektual
10 Jurnal ADB’S Secretary Vol.8, No.1, Januari 2019
Keutamaan ini membawa seseorang untuk menempatkan dirinya secara
imajinatif pada posisi dan situasi orang lain, karena ia mengerti orang lain secara
baik. Orang yang memiliki empati intelektual mampu merekonstruksi secara
tepat sudut pandang, alasan, dan memberi argumen secara jelas serta tepat
terhadap asumsi yang berbeda dengan gagasannya. Dengan kata lain empati
intelektual membuat seseorang mampu menempatkan diri pada pihak lain secara
etis, tanpa perlu terjerumus dalam situasi orang yang dibantunya. Keutamaan ini
mengeliminir pola berfikir egosentrisme dan emotivisme, karena keutamaan ini
membuat seseorang menyelesaikan masalah secara rasional.
d. Integritas Intelektual
Keutamaan intelektual terwujud dalam pengakuhan akan kebutuhan sebenarnya
sesuai dengan pemikiran rasional dan memberlakukan standar yang sama bagi
orang lain. Keutamaan ini juga terlihat dalam keutuhan pribadi dan sikap
konsisten. Apa yang dipikirkan dan dikatakan selaras dengan apa yang dilakukan.
Orang ini memiliki karakter yang diistilahkan oleh Stephen R.Covey dengan
kongruen. Dia menyelaraskan ucapan dengan perbuatan. Pikiran dan ucapan
serta tindakan merupakan hasil pertimbangan secara komprehensif. Orang yang
memiliki integritas moral tidak hanya akan menghindari diri dari hipokrit atau
kemunafikan intelektual, melainkan juga menunjukkan diri apa adanya.
Singkatnya orang berintegritas hidup secara sebagai manusia yang bermutu.
e. Kayakinan Pada Rasionalitas
Keutamaan ini merupakan hal mendasar dalam berfikir kritis, yaitu
mengandalkan alasan-alasan yang rasional. Apapun yang dilakukan selalu
didasari dengan pertimbangan dan pengolahan yang sesuai dengan pemikiran
rasional baik dalam hidup personal maupun dalam hidup sosial. Sependapat
11 Jurnal ADB’S Secretary Vol.8, No.1, Januari 2019
dengan Alfred North Whitehead, Richard dan Linda menegaskan bahwa rasio
merupakan modal esensial manusia, karena itu fungsi rasio harus dihidupkan.
Rasio memberanikan kita untuk sampai pada kesimpulan.
Akan tetapi rasio tidak dengan sendirinya berfungsi baik, rasio perlu terus
menerus diolah, diasah agar kita mendapatkan insight dari berbagai sudut
pandang yang ada dalam masyarakat, khususnya berhadapan dengan teknologi
dewasa ini. Dengan pengelolaan itulah kita akan menemukan alasan-alasan yang
baik dan dijadikan sebagai kriteria menerima atau menolak berbagai keyakinan
atau posisi yang ada.
Lima keutamaan intelektual tersebut merupakan hal-hal mendasar dalam
menghidupkan berfikir kritis. Kelima keutamaan tersebut juga menjadi modal
bagi kita dalam menghadapi berbagai dampak negatif yang diakibatkan
pemanfaatan teknologi dewasa ini. Harapannya dengan kelima keutamaan
intelektual tersebut kita akan terhindar dari berbagai efek negatif yang
ditimbulkannya, karena kita tidak akan kehilangan orientasi dan terbawa arus di
dalamnya. Dengan menghidupkan kelima keutuamaan intelektual ini pula
humanitas kita akan tetap terjaga dan terpelihara.
2. Generasi Milenial di Era Industri 4.0
Indonesia sudah menapaki era industri 4.0, yang antara lain ditandai dengan
serba digitalisasi dan otomasi. Namun belum semua elemen masyarakat menyadari
konsekuensi logis atau dampak dari perubahan-perubahan yang ditimbulkannya.
Bahkan fakta-fakta perubahan itu masih diperdebatkan. Making Indonesia 4.0
mencerminkan kesungguhan negara sedang beradaptasi dengan ragam perubahan
besar pada era revolusi industri 4.0 sekarang ini. Kewajiban negara pula untuk
12 Jurnal ADB’S Secretary Vol.8, No.1, Januari 2019
menyiapkan generasi milenial menjadi angkatan kerja yang kompetitif dan produktif
sepanjang era industri 4.0 itu.
Banyak perubahan terjadi tanpa kita sadari karena begitu kuatnya pengaruh
situasi industri 4.0 dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya banyak toko
konvensional di pusat perbelanjaan (mall) yang tutup sering dipolitisasi dengan
argumentasi bahwa kecenderungan itu disebabkan oleh menurunnya daya beli
masyarakat. Pada hal memang toko-toko konvensional tersebut memang mulai
menghadapi masalah serius atau minim pengunjung karena sebagian masyarakat
perkotaan lebih memilih sistem belanja on line.
Contoh lain karena faktor e-banking dan pesatnya perkembangan sistem
pembayaran, 30 persen pos pekerjaan pada setiap bank diprediksi akan hilang dalam
beberapa tahun mendatang. Maka akhir-akhir ini pemutusan hubungan kerja di
sektor perbankan pun tidak bisa dihindari, mesti terjadi. Lalu berlakunya ketentuan
e-money untuk pembayaran tol pun punya dampak terhadap pekerja yang selama ini
melayani tunai di semua pintu jalan tol. Begitu juga dengan industri surat kabar tidak
bisa menghindari pesatnya pertumbuhan media online. Beberapa ilustrasi ini
menggambarkan perubahan yang muncul akibat digitalisasi dan otomasi di era
industri 4.0 sekarang ini. Era industri 4.0 akan terus menghadirkan banyak
perubahan yang tak bisa dibendung. Karena itu ada urgensinya jika negara perlu
berupaya maksimal dan lebih gencar memberikan pemahaman tentang hakikat
industri 4.0 kepada seluruh elemen masyarakat.
Pada saat membuka Indonesia Industrial Summit 2018 di Jakarta Convention
Centre pada pekan pertama April 2018, Presiden Joko Widodo menyampaikan
bahwa pemerintah telah mengelompokkan lima industri utama yang disiapkan untuk
revolusi industri 4.0, yaitu industri makanan dan minuman, tekstil, otomotif,
13 Jurnal ADB’S Secretary Vol.8, No.1, Januari 2019
elektronik,dan kimia. Menurut Presiden, kelima industri tersebut ditetapkan menjadi
tulang punggung guna meningkatkan daya saing. Lima sektor tersebut juga dinilai
Presiden akan menyumbang penciptaan lapangan kerja lebih banyak serta investasi
baru berbasis teknologi. Memang industri 4.0 sudah menghadirkan pabrik cerdas
karena kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI). Namun peluang bagi
tercipta dan tersedianya lapangan kerja baru tetap terbuka.
Pendapat lain tentang generasi melenial yang ada di era industri 4.0 ini adalah
generasi milenial pasti akan mengambil peran dan tanggung jawab dari generasi
sebelumnya. Ada beberapa alasan mengapa generasi milenial ini harus peduli dan
kritis di era industri 4.0 ini yaitu pertama generasi milenial yang lahir 1980 – 2000
menempati piramida penduduk dengan jumlah yang besar dan sudah masuk
perusahaan, oleh karena itu generasi milenial sangat penting untuk masa depan
bisnis.
Alasan lain adalah afinitas mereka dengan dunia digital. The millennial telah
tumbuh dengan broadband, smartphone, berbagai gadget, dan media social yang
memberikan informasi instan, selain itu perilaku mereka diwarnai oleh pengalaman
mereka dari krisis ekonomi global.
Ada beberapa perbedaan utama antara generasi milenial dengan generasi
sebelumnya, terutama dalam nialai-nilai inti dan sikap dalam pekerjaan serta
kehidupan. Generasi milenial menitik beratkan pada jaminan, kesederhanaan,
efisiensi, kemanusiaan, mereka juga ingin mengintegrasikan waktu kerja mereka
dengan waktu luang mereka. Industri ini harus terbuka untuk karakter milenial ini,
karena perubahan tidak bisa terelakan. Sekarang ini ada di era baru bakat (new era
of talent). Pada tahun 2020, 50% dari tenaga kerja adalah generasi milenial.
14 Jurnal ADB’S Secretary Vol.8, No.1, Januari 2019
Generasi milenial sangat perlu untuk memiliki poin-poin penting dalam
kontribusinya di industri 4.0 untuk maju di industri yang ada yaitu semangat/gairah,
kerja keras dan cerdas, fokus, motivasi/ dorongan, ide – ide, kemauan untuk
meningkatkan diri, kesediaan untuk melayani, dan ketekunan. Generasi milenial
adalah orang – orang muda yang suka tantangan, cepat, ambisius, oleh karena itu
banyak perusahaan yang berusaha untuk selalu berubah dan lebih adaptif karena
pasti ada kesenjangan budaya kerja dan nilai – nilai kerja dengan generasi yang
sebelumnya. Bagi generasi milenial sangat perlu memperbaiki diri dan bekerja
memberikan hasil terbaiknya yang luar biasa, unggul, melakukan yang terbaik untuk
memenuhi tanggung jawabnya.
D. PENUTUP
Di era industri 4.0 ini generasi milenial sangat diharapkan untuk mampu
mengembangkan kekritisannya secara positif, agar di era cerdas teknologi ini sungguh –
sungguh dapat memaksimalkan kualitas diri sehingga benar-benar mampu menempatkan
diri sebagai pribadi milenial yang unggul yaitu cerdas intelektualnya, cerdas
emosionalnya, cerdas spiritualnya. Keterkaitan dengan esensi berfikir kritis, yakni
generasi melenial sangat perlu melakukan pertimbangan aktif secara terus menerus,
pertimbangan aktif ini didasari dengan kajian – kajian yang mendalam dengan
menerapkan metode – metode berfikir, dan melakukan refleksi untuk menghasilkan
kesimpulan yang valid, benar dan kuat, sehingga segala keputusan sunguh - sungguh
efektif karena menggunakan analisis dan logika yang benar dan baik. Kekritisan generasi
milenial diharapkan mampu mengkritisi diri sendiri juga sehingga kelemahan-
kelemahan genersai milenial seperti cepat bosen, mudah merasa tidak nyaman, senang
pindah – pindah kerja, pemilih, dapat diminimalisir sehingga tidak merugikan diri sendiri
maupun lingkungan atau orang lain.
15 Jurnal ADB’S Secretary Vol.8, No.1, Januari 2019
Era industri 4.0 bukan hanya sekedar kondisi siap atau tidak siap, pada
kenyataannya dalam kehidupan nyata dimana kita ada sangat dibutuhkan fasilitas utama
untuk optimalnya cerdas teknologi ini yaitu kemudahan dengan bebas mendapatkan
internet atau fasilitas Internet of Things (IoT). Operasional cerdas teknologi sangat
ditentukan oleh fasilitas tersebut, pentingnya kreativitas anak muda milenial membangun
atau menciptakan fasilitas internet sebagai fasilitas layanan umum nyaman dan mudah.
Dengan demikian kekritisan yang dimiliki generasi milenial di era cerdas teknologi ini
sungguh – sungguh mampu menciptakan sesuatu yang memudahkan setiap orang,
masyarakat memaksimalkan kecanggihan teknologi dan bisa mendatangkan banyak
manfaat untuk kehidupan masyarakat maupun pribadi demi pribadi yang lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA
Alberthiene Endah, Jokowi. Perjalanan Karya Bagi Bangsa. PT Tiga Serangkai Pustaka
Mandiri. 2018.
David Setiawan, Erick Zhan. Passion For Success. PT Gramedia. Jakarta. 2018.
Frans Magnis- Suseno. Etika. PT Kanisius. Yogyakarta. 2006.
Josep A. Devito. Komunikasi Antar Manusia. Karisma Publishing Group. Tangerang.
2011.
Justinus Agus Budi Satrio. Seni Berargumentasi Dan Menang Setiap Saat. PT Gramedia
Pustaka Utama. Jakarta. 1996.
Kasdin Sihotang. Berpikir Kritis: Kecakapan Hidup Di era Digital. PT Kanisius. Daerah
Istimewa Yogyakarta. 2018.
Rayini Dahesihsari, Dorien Kartikawangi. Komunikasi Akomodatif Untuk Mewujudkan
Harmoni Sosial. Grafindo. 2015.
16 Jurnal ADB’S Secretary Vol.8, No.1, Januari 2019
http://www.replubika.co.id/berita/koran/inovasi/16/12/26/ois64613-mengenal-generasi-
milenial, diakses tanggal 20 Desember 2018
https://news.detik.com/kolom/3981811/generasi-milenial-dan-era-industri-40, diakses
tanggal 20 Desember 2018
http://sumberdaya.ristekdikti.go.id/index.php/2018/01/30/era-revolusi-industri-4-0-
saatnya-generasi-millenial-menjadi-dosen-masa-depan/, diakses tanggal 20
Desember 2018
17 Jurnal ADB’S Secretary Vol.8, No.1, Januari 2019
ANALISIS TINGKAT PEMAHAMAN CALON MAHASISWA MEMILIH
PROGRAM STUDI
Oleh : Muller Sagala, S.E.,M.M.
(Dosen ASEKMA Don Bosco, [email protected])
ABSTRACT
There are still many high school / vocational high school students who do not know about
the types of study programs in universities. When they are asked, what study program, or
which college, is rather difficult to answer. Choosing a study program that does not suit
your interests and abilities can ultimately overcome the problem of link and match. Students
including parents should know and take part in study programs to be selected and adapted
to their interests and abilities. The results of the research discussed in this paper show that
parents, students do not understand the study program, have not been able to distinguish
between academic study programs (S1, S2, S3) and vocational study programs (D3, D4-S1
Applied). The issue of link and match can contribute to the unemployment rate because there
is no compatibility of the ability of college graduates with what is needed by the industry. It
is recommended that the government and educational institutions can provide understanding
and socialization of the importance of the selection of study programs, understanding the
differences in academic and vocational study programs, understanding the meaning of S1
and D3 or D4 levels.
Keywords: vocational, study program, link and match
PENDAHULUAN
Sewaktu masih duduk di kelas III SMA, seseorang jika ditanyakan akan melanjutkan
kuliah ke program studi apa atau ke perguruan tinggi mana, agak sulit untuk menjawabnya.
Hal ini terjadi karena masih banyak diantara mereka yang belum mengetahui sepenuhnya
18 Jurnal ADB’S Secretary Vol.8, No.1, Januari 2019
mengenai jenis, macam program studi, materi yang dipelajari, dan lapangan pekerjaan yang
akan digeluti. Sementara itu setelah mereka lulus dari perguruan tinggi nantinya mereka
telah berhadapan dengan dunia kerja untuk masa depannya.
Pemilihan program studi yang tidak sesuai dengan minat dan kemampuannya, atau
karena pengaruh lingkungan teman-temannya bahkan desakan dari orang tuanya, atau hanya
ingin mendapatkan status sebagai mahasiswa dapat berakibat buruk. Dalam perjalanan
perkuliahannya mereka merasa terbebani, stress, atau menyesali diri karena telah keliru
memilih program studi, dan bahkan setelah lulus mereka tidak mendapatkan pekerjaan
sesuai dengan kebutuhan dunia kerja. Pada dasarnya kondisi seperti ini dapat menimbulkan
permasalahan link and match.
Konsep tentang link and match telah lama dicanangkan oleh pemerintah. Baru-baru ini
Kementerian Perindustrian mengadakan siaran pers dengan judul “Bangun Sistem Link and
Match, Kemenperin Cetak SDM Siap Kerja”. Konsep link and match itu sendiri pada
dasarnya adalah menghasilkan SDM yang terampil dan profesional sesuai dengan kebutuhan
di dunia kerja melalui penerapan kurikulum berbasis kompetensi serta tersambung dan
sesuai. (Sumber: www.kemenperin.go.id)
Karya tulis ini akan membahas sejauh mana para calon memasiswa dapat memilih
program studi sesuai dengan minat dan bakatnya. Dengan demikian persoalan link and match
yang digagas pemerintah dapat ditemukan solusinya.
Tujuan karya tulis ini adalah untuk mengetahui tingkat pemahaman pemilihan program
studi yang dilakukan oleh calon mahasiswa atau orang tua sehingga sesuai dengan kebutuhan
dunia usaha dan dunia industri.
19 Jurnal ADB’S Secretary Vol.8, No.1, Januari 2019
Manfaat yang diperoleh dari karya tulis ini adalah calon mahasiswa, orang tua, atau
masyarakat dapat lebih memahami bagaimana memilih program studi agar setelah lulus
nantinya mendapatkan pekerjaan sesuai dengan kebutuhan dunia usaha dan dunia industri
link and match.
Metodologi yang dipakai dalam karya tulis ini adalah studi pustaka dan studi lapangan
melalui penyebaran kuesioner.
LANDASAN TEORI
1. Konsep Link and Match
Konsep link and match digagas oleh Mendikbud Wardiman Joyonegoro pada tahun
1990-an. Pada era ini, konsep link and match menjadi inti dari dunia pendidikan.
Problem pendidikan waktu itu dan juga hingga saat ini adalah tidak adanya
keberkaitan dan keberpadanan antara hasil pendidikan dengan dunia kerja. Dengan kata
lain seakan-akan pendidikan dan dunia kerja merupakan dua dunia yang berbeda dan
tidak saling menyapa. Dunia kerja memang selalu berubah mengikuti perkembangan
teknologi bisnis, dengan harapan dunia pendidikan hendaknya menyiapkan kebutuhan
akan tenaga kerja yang diinginkannya.
Konsep link and match menghendaki agar semua pengamat, pemerhati, dan
peminat dunia pendidikan mempunyai pemahaman yang sama akan arti keberkaitan dan
keberpadanan antara dunia pendidikan dengan dunia kerja. Orientasi pendidikan menjadi
lebih jelas yaitu menghasilkan manusia yang "siap pakai", “siap kerja”. Dengan
demikian para pengusaha tidak lagi dibebani dengan biaya pelatihan untuk menjadikan
tenaga kerjanya siap kerja.
Harus diakui bahwa dunia kerja akan selalu mendahului dunia pendidikan. Dunia
pendidikan akan berada satu langkah di belakang dunia kerja karena dunia kerja harus
20 Jurnal ADB’S Secretary Vol.8, No.1, Januari 2019
mengikuti perkembangan dunia bisnis setiap saat agar terus dapat hidup, sementara dunia
pendidikan tidak harus berubah setiap saat namun perlu dievaluasi secara berkala.
2. Pengertian dan Lingkup Program Studi
Program studi adalah kesatuan rencana belajar sebagai pedoman penyelenggaraan
pendidikan akademik dan atau profesional yang diselenggarakan atas dasar suatu
kurikulum serta ditujukan agar mahasiswa dapat menguasai pengetahuan, keterampilan,
dan sikap sesuai dengan sasaran kurikulum.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2013 tentang Sistem Pendidikan
Nasional, program pendidikan di pendidikan tinggi mencakup pendidikan akademik
(sarjana, magister, doktor), pendidikan profesi / spesialis dan pendidikan vokasi
(diploma).
Pendidikan akademik dimaksud sebagai sistem pendidikan tinggi yang diarahkan
pada pengusahaan dan pengembangan disiplin ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni
tertentu. Pendidikan akademi mencakup program pendidikan sarjana (S1), magister /
master (S2), dan doktor (S3). Contoh: lulusan sarjana kedokteran mendapat gelar S.Med.
Pendidikan profesi mencakup pengacara, dokter gigi, akuntan, notaris, dan
seterusnya. Pendidikan profesi adalah sistem pendidikan tinggi setelah program
pendidikan sarjana yang menyiapkan peserta didik untuk menguasai keahlian khusus.
Lulusan pendidikan profesi mendapat gelar profesi. Contoh: Seorang yang bergelar
S.Med akan memperoleh profesi dokter dengan gelar dr (dokter).
Pendidikan vokasi adalah pendidikan tinggi yang diarahkan dalam penguasaan
keahlian terapan tertentu. Pendidikan vokasi mencakup program pendidikan diploma I
(D1), diploma II (D2), diploma III (D3), dan diploma IV (D4). Lulusan pendidikan
vokasi mendapat gelar vokasi misalnya A.Md (Ahli Madya) dengan penekanan pada skill
/ keahlian.
21 Jurnal ADB’S Secretary Vol.8, No.1, Januari 2019
Diketahui bahwa masih ada masyarakat yang kurang mengetahui perbedaan
program pendidikan di Indonesia terutama antara program pendidikan vokasi dan
akademik. Berikut ini disajikan tabel perbandingan antara program pendidikan vokasi
dan akademik.
Perbandingan program pendidikan vokasi dan akademik
No Indikator Vokasi Akademik
1 Masa belajar 3 tahun 4-5 tahun
2 Program D1,D2,D3,D4 S1,S2,S3
3 Sasaran Siap kerja Pengembangan IPTEK
4 Bertugas sebagai Eksekutor Perencana
5 Teori : Praktik
(kisaran %)
30 : 70 70 : 30
6 Masa magang 1-3 bulan 6 bulan atau lebih
Sumber: Rangkuman dari berbagai sumber
3. Kurikulum Berbasis Kompetensi
Ada dua pertimbangan perlunya menerapkan kurikulum berbasis kompetensi
(KBK) yaitu (1) persaingan yang terjadi di era global terletak pada kemampuan SDM
hasil lembaga pendidikan, dan (2) standar kompetensi yang jelas akan memudahkan
lembaga pendidikan dalam mengembangkan sistem penilaiannya. Berdasarkan dua
pertimbangan tersebut, penerapan KBK juga lebih disebabkan oleh situasi dan kebutuhan
masyarakat yang menuntut tersedianya SDM yang unggul dan kompeten sesuai tuntutan
kebutuhan dunia kerja.
Menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional, pada pasal 1 ayat (19), menyebutkan bahwa kurikulum adalah seperangkat
rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan bahan pelajaran serta cara yang
digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai
22 Jurnal ADB’S Secretary Vol.8, No.1, Januari 2019
tujuan pendidikan tertentu. Lebih lanjut pada pasal 36 ayat (3) disebutkan bahwa
kurikulum disusun sesuai dengan jenjang dan jenis pendidikan dalam kerangka Negara
Kesatuan Republik Indonesia dengan memperhatikan :
a. peningkatan iman dan takwa;
b. peningkatan akhlak mulia;
c. peningkatan potensi, kecerdasan, dan minat peserta didik;
d. keragaman potensi daerah dan lingkungan;
e. tuntutan pembangunan daerah dan nasional;
f. tuntutan dunia kerja;
g. perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni;
h. agama;
i. dinamika perkembangan global; dan
j. persatuan nasional dan nilai-nilai kebangsaan.
Pencapaian tujuan pendidikan tertentu secara sempurna sebagaimana dinyatakan di
atas diharapkan dapat terpenuhi utuh mulai dari butir a sampai dengan butir j. Namun
demikian program pendidikan vokasi dapat lebih menekankan kepada kesiapan
kompetensi untuk memenuhi tuntutan dunia kerja (butir f). Sementara itu program
pendidikan akademik dapat lebih menekankan kepada pemenuhan perkembangan ilmu
pengetahuan, teknologi, dan seni (butir 9).
PEMBAHASAN
1. Data Persepsi Masyarakat
Pengumpulan data dilakukan dengan menyebarkan kuesioner kepada para siswa
setingkat SMA/SMK. Ada 160 responden yang telah mengisi kuesioner dan telah diolah
dengan rangkuman berikut ini.
23 Jurnal ADB’S Secretary Vol.8, No.1, Januari 2019
a. Data umum responden
1) Distribusi 160 responden berdasarkan kelas yaitu : sejumlah 50,63 persen berasal
dari kelas XII, 26,25 persen kelas XI, dan 23,13 persen berasal dari kelas X.
2) Jenis kelamin responden yaitu : 76,25 persen adalah wanita dan 23,75 persen
adalah pria.
3) Distribusi asal sekolah responden yaitu : 65,00 persen berasal dari SMA, dan
35,00 persen berasal dari SMK.
4) Distribusi tempat tinggal responden yaitu : 53,75 persen dari Jakarta, 30,00
persen dari Bekasi, 10,00 persen dari Bogor, 3,75 persen dari Depok, 2,50 persen
dari Tangerang.
b. Data pokok kuesioner
1) Distribusi rencana responden setelah lulus adalah : kuliah untuk mendapatkan
keterampilan kerja sebanyak 40,00 persen, kuliah untuk mengembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi sebanyak 34,38 persen, dan ingin langsung kerja
sebanyak 25,63 persen.
2) Distribusi responden yang akan melanjutkan kuliah akan memilih program studi
adalah : program studi akademik sebanyak 63,92 persen, program studi vokasi
sebanyak 24,68 persen, dan program studi profesi sebanyak 11,40 persen.
3) Distribusi responden yang memahami lulusan program studi mana yang cepat
mendapatkan kerja adalah : lulusan S1 (akademik) sebanyak 68,12 persen dan
lulusan D3 (vokasi) sebanyak 31,88 persen.
4) Distribusi siapa yang mendorong pemilihan program studi yang akan dipilih
adalah: oleh diri sendiri sebanyak 83,13 persen, oleh orang tua sebanyak 16,25
persen, dan oleh orang lain sebanyak 0,62 persen.
24 Jurnal ADB’S Secretary Vol.8, No.1, Januari 2019
5) Beberapa alasan responden mengapa memilih program studi vokasi adalah
(mulai dari pilihan terbanyak) :
a) Lebih terampil (praktik lebih banyak dari teori) (51,85 persen)
b) Cepat dapat kerja (29,63 persen)
c) Dapat memilih dan menyesuaikan keterampilan yang diminati (10,19 persen)
d) Dapat melanjutkan kuliah ke jenjang berikutnya (D4,S2 terapan) sambil
bekerja (5,56 persen)
e) Cepat menyelesaikan kuliah (3 tahun) (1,85 persen)
f) Biaya lebih terjangkau (0,93 persen).
6) Beberapa alasan responden mengapa memilih program studi akademik adalah
(mulai dari pilihan terbanyak) :
a) Dapat melanjutkan ke S2 (39,44 persen)
b) Lebih bangga mendapatkan S1 dibanding D3 (29,58 persen)
c) Banyak pilihan jurusan (14,08 persen)
d) Ingin mengembangan IPTEK (9.86 persen)
e) Ingin menjadi PNS (6.34 persen).
2. Data Program Studi
Berdasarkan data program studi dari website forlap.ristekdikti.go.id menunjukan data
dalam angka khususnya untuk kelompok program studi vokasi dan akademik sebagai
berikut :
Data Angka Kelompok Program Studi Vokasi dan Akademik
Data Program Studi Angka
No Program Studi D1 D2 D3 D4 S1 S2 Total*
1 Agama 1 5 22 5 1229 415 1772
2 Humaniora 3 2 132 8 496 72 732
25 Jurnal ADB’S Secretary Vol.8, No.1, Januari 2019
3 Sosial 20 13 434 122 2934 567 4245
4 MIPA 0 2 184 9 667 128 1081
5 Seni 4 3 62 35 262 18 389
6 Kesehatan 2 3 1508 266 785 134 3518
7 Teknik 37 108 1379 258 2789 288 4972
8 Pertanian 9 42 196 80 1177 244 1833
9 Ekonomi 10 11 618 79 2088 473 3393
10 Pendidikan 0 0 0 0 4940 865 5994
Total 86 189 4535 862 17367 3204 27929
*termasuk S3, profesi, dll
Sumber: https://forlap.ristekdikti.go.id/perguruantinggi/homegraphprodi, 22
Desember 2018
3. Analisis Persepsi Pemilihan Program Studi
a. Persepsi Responden
1) Responden lebih memilih meningkatkan keterampilan kerja (40 persen) daripada
mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi (34,37 persen).
2) Responden lebih memilih program studi akademi (65,13 persen daripada
program studi vokasi (24,38 persen).
3) Menurut pemahaman responden, lulusan S1 (akademik) lebih cepat mendapatkan
kerja (68,12 persen) dibandingkan lulusan D3 (vokasi) (31,88 persen).
4) Dari penjelasan di atas dapat dinyatakan bahwa secara umum responden belum
memahami perbedaan antara program studi akademik dengan program studi
vokasi.
5) Program studi akademik dimaksudkan agar para lulusan nantinya diharapkan
dapat mengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Sedangkan program studi
vokasi dimaksudkan agar para lulusannya nanti dapat meningkatkan
keterampilan untuk siap kerja.
26 Jurnal ADB’S Secretary Vol.8, No.1, Januari 2019
6) Dengan demikian apabila responden ingin cepat mendapatkan pekerjaan maka
responden perlu meningkatkan keterampilan kerja untuk siap kerja, yaitu dengan
cara memilih program studi vokasi.
b. Analisis Pemahaman Pilihan Program Studi
Apabila data dalam tabel di atas dinyatakan dalam prosentase maka akan tampak
sebagai berikut. Kolom vokasi yang dinyatakan dalam prosentase di bawah ini
merupakan gabungan dari jumlah program studi D1,D2,D3, dan D4. Kolom
akademik yang dinyatakan dalam prosentase di bawah ini merupakan gabungan dari
jumlah program studi S1 dan S2.
Data Program Studi Vokasi dan Akademik Dalam Prosentase
No Kelompok Program Studi Vokasi (%) Akademi (%)
1 Agama 1,97 98,03
2 Humaniora 20,34 79,66
3 Sosial 14,40 85,60
4 MIPA 19,70 80,30
5 Seni 27,08 72,92
6 Kesehatan 65,94 34,06
7 Teknik 36,67 63,33
8 Pertanian 18,71 81,29
9 Ekonomi 21,90 78,10
10 Pendidikan - 100,00
Total 21,61 78,39
Sumber: https://forlap.ristekdikti.go.id/perguruantinggi/homegraphprodi, diolah
Data dalam tabel yang dinyatakan dalam prosetase tersebut di atas secara umum
dapat menjelaskan bahwa program studi akademik lebih diminati masyarakat (78,39
persen) dibandingkan dengan program studi vokasi (21,61). Apabila ditinjau dari sisi
per kelompok program studi, dari 10 kelompok program studi hanya kelompok
https://forlap.ristekdikti.go.id/perguruantinggi/homegraphprodi
27 Jurnal ADB’S Secretary Vol.8, No.1, Januari 2019
program studi “Kesehatan” yang lebih banyak dipilih oleh masyarakat (65,94 persen)
sebagai kelompok program studi vokasi.
Dari uraian di atas dapatlah disampaikan rangkuman hasil analisis sebagai
berikut :
1) Responden sebagian besar menghendaki ingin langsung kerja atau ingin
mendapatkan keterampilan untuk siap kerja, dan hanya 34,38 persen yang ingin
kuliah untuk mengembangkan ilmu pengetahuan, dan teknologi (butir 1.b.1)).
Dalam hal ini program studi yang mendukung peningkatan keterampilan kerja
adalah program studi vokasi.
2) Untuk mendukung rencana setelah lulus untuk peningkatan keterampilan di atas,
sebagian besar responden memilih program studi akademik (63,92 persen) (butir
1.b.2)). Sedangkan program studi akademik bertujuan untuk mengembangkan
ilmu pengetahuan dan teknologi bukan untuk peningkatan keterampilan kerja.
3) Terdapat pemahaman yang tidak sesuai mengenai program studi akademik dan
vokasi. Responden memahami bahwa untuk cepat mendapatkan kerja harus
lulusan S1 (akademik), pilihan responden sebesar 68,12 persen (butir 1.b.3)). Hal
ini semakin memperkuat bahwa tingkat pemahaman responden terhadap
pemilihan program studi masih rendah.
4) Tingkat pemahaman yang masih rendah tersebut semakin terbukti dengan alasan
yang dikemukakan oleh responden. Responden memberikan alasan pemilihan
program studi akdemik (butir 1.b.6)) yang salah satunya adalah ‘lebih bangga
mendapatkan S1 dibandingkan D3’, sementara pertimbangan ‘ingin
mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi’ menjadi alasan yang lebih
rendah.
28 Jurnal ADB’S Secretary Vol.8, No.1, Januari 2019
5) Pemilihan program studi yang tidak sesuai dengan minat dan kemampuan akan
dapat berdampak kepada tingkat keberhasilan dlam berkuliah. Ada
kecenderungan bahwa setelah lulus dari perguruan tinggi dengan pilihan program
studi yang tidak sesuai kemampuan dapat menambah angka pengangguran.
Mengacu pada data program studi yang ada di website
https://forlap.ristekdikti.go.id/perguruantinggi/homegraphprodi (butir 3.b) yang
menunjukan bahwa program studi akademik lebih diminati oleh masyarakat
(78,39 persen) dibandingkan dengan program studi vokasi (21,61 persen).
Hal ini dapat berarti apabila diantara mahasiswa yang memilih program studi
akademik (78,39 persen) ada yang tidak sesuai dengan minat dan kemampuan
maka angka pengangguran dapat saja bertambah. Ini yang harus dicari solusinya.
6) Dengan demikian dari ringkasan analisis tersebut dapat dinyatakan bahwa tingkat
pemahaman calon mahasiswa untuk memilih program studi yang sesuai minat
dan kemampuan masih rendah.
PENUTUP
Gencarnya usaha pemerintah melalui Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan
Tinggi untuk menyediakan lulusan perguruan tinggi yang memenuhi ‘link and match’ sesuai
tuntutan Dunia Usaha dan Dunia Industri dapat dipahami. Disamping usaha pemerintah
untuk mempermudah pemenuhan persyaratan-persyaratan pengelolaan perguruan tinggi,
diakui bahwa masih ada masyarakat yang belum memahami perbedaan program studi
akademik dengan vokasi, pemahaman yang masih rendah antara jenjang S1 dan D3.
Karya tulis ilmiah ini memberikan hasil bahwa tingkat pemahaman calon mahasiswa
dalam memilih program studi masih rendah. Pemahaman pemilihan program studi yang
29 Jurnal ADB’S Secretary Vol.8, No.1, Januari 2019
sangat rendah ini dapat berdampak kepada tingkat keberhasilan yang pada akhirnya akan
menyumbang sumber daya manusia yang tidak mendukung program ‘link and match’.
Hal yang dapat disarankan adalah pemerintah dan institusi pendidikan dapat memberikan
pemahaman dan sosialisasi akan arti pentingnya pemilihan program studi, memahami
perbedaan program studi akademik dan vokasi, memahami makna jenjang S1 dan jenjang
D3 atau D4.
Para peneliti juga diharapkan dapat membuat penelitian yang lebih dalam terkait dengan
penyediaan lulusan yang dapat mendukung program ‘link and match’.
DAFTAR PUSTAKA
https://finance.detik.com/industri/d-3952680/revolusi-industri-40-peluang-atau-ancaman-
ini-kata-jokowi, diakses tanggal 22 Desember 2018
https://strategimanajemen.wordpress.com/2010/12/07/anda-bingung-cari-program-studi-di-
perguruan-tinggi/, diakses tanggal 22 Desember 2018
https://www.kompasiana.com/mochamadsyafei/5520423da33311c043b65ca4/salah-
pemahaman-terhadap-link-and-match, diakses tanggal 22 Desember 2018
http://www.academia.edu/29334772/KURIKULUM_BERBASIS_KOMPETENSI_KBK_
Pengertian_dan_Konsep_KBK, diakses tanggal 22 Desember 2018
https://finance.detik.com/industri/d-3952680/revolusi-industri-40-peluang-atau-ancaman-ini-kata-jokowihttps://finance.detik.com/industri/d-3952680/revolusi-industri-40-peluang-atau-ancaman-ini-kata-jokowihttps://strategimanajemen.wordpress.com/2010/12/07/anda-bingung-cari-program-studi-di-perguruan-tinggi/https://strategimanajemen.wordpress.com/2010/12/07/anda-bingung-cari-program-studi-di-perguruan-tinggi/https://www.kompasiana.com/mochamadsyafei/5520423da33311c043b65ca4/salah-pemahaman-terhadap-link-and-matchhttps://www.kompasiana.com/mochamadsyafei/5520423da33311c043b65ca4/salah-pemahaman-terhadap-link-and-matchhttp://www.academia.edu/29334772/KURIKULUM_BERBASIS_KOMPETENSI_KBK_Pengertian_dan_Konsep_KBKhttp://www.academia.edu/29334772/KURIKULUM_BERBASIS_KOMPETENSI_KBK_Pengertian_dan_Konsep_KBK
30 Jurnal ADB’S Secretary Vol.8, No.1, Januari 2019
PENGARUH KUALITAS DIRI TERHADAP PENINGKATAN KARIR
Oleh: Cecilia Agustien Umbas, S.Kom., M.Pd.
(Dosen ASEKMA Don Bosco, [email protected])
ABSTRACT
The quality of a person is seen from various aspects between other personalities,
establishment and intelligence in terms of thinking and acting. In organizations, self-quality
is commonly considered an important consideration in determining a career, class, even
one's approval.
A person's understanding of his quality is determined by how much the individual knows
himself. If you ask someone who really knows himself related to the quality of what is owned,
then the individual will immediately be able to answer whatever qualities they have.
Conversely, those who do not know their own personality will have difficulty in answering
these questions. Usually to overcome this, a personality test is needed so that someone can
find out his own personal qualities. To develop a career in a company, one needs to
constantly improve the quality of oneself, both hardskills and soft skills. By knowing yourself,
someone understands what qualities themselves still need to be improved so they can
contribute more to the progress of the company where they work. Opportunities will be given
if there is a willingness in a person to want to improve themselves and always try to be better
and useful for others.
Keywords: self quality, career advancement, skills
A. PENDAHULUAN
Untuk mengaktualisasikan diri dan mengaplikasikan ilmu maka seseorang selalu
mencari peluang kerja yang sesuai dengan disiplin ilmu yang dimiliki. Saat seseorang
sudah berada pada posisi strategis yang diharapkan di suatu perusahaan, maka secara
31 Jurnal ADB’S Secretary Vol.8, No.1, Januari 2019
otomatis seseorang harus terus meningkatkan kualitas diri untuk mempertahankan
kedudukan yang sudah diperoleh atau bahkan untuk meraih posisi yang lebih baik lagi.
Kualitas dalam diri seseorang dilihat dari berbagai aspek antara lain kepribadian,
kemapanan dan kepandaian dalam hal berpikir dan bertindak. Dalam organisasi dan ilmu
performance manajemen, kualitas diri sudah lazim menjadi kriteria penting dalam
menentukan karir, golongan, bahkan gaji seseorang. Biasanya menjelang akhir tahun,
organisasi dan para manajer mulai sibuk menentukan dan menghitung bobot dari kualitas
kinerja karyawan. Baik bobot kompetensi, kontribusi dan komitmen dalam pekerjaan dan
terhadap tim maupun organisasi.
Saat seseorang mempertanyakan kapan dia akan diangkat, kapan dia menjabat dan
mengharapkan ketetapan jalur karir yang jelas, sebenarnya pada saat inilah individu perlu
menimbang dan mengukur-ngukur dirinya. Apakah dia terhitung memiliki pribadi yang
berbobot atau berkualitas dalam organisasi? Meskipun banyak orang ingin disebut
berbobot/berkualitas, ternyata memperkuat bobot atau kualitas diri tidak semudah kita
membalikkan telapak tangan. Banyak hal yang harus dilakukan untuk meningkatkan
kualitas dalam diri seseorang.
Dalam situasi interpersonal yang lebih kompleks, kualitas seseorang biasanya
sangat terasa pada impact yang dibuat. Impact positif berasal dari kepribadian yang
menawan, dari pemikiran-pemikiran yang cemerlang yang diekspresikan, dari pemikiran
kritis, dari keberanian yang ditampilkan untuk mengambil keputusan, dari beratnya
tanggung jawab yang bersedia dipikul sehingga mendatangkan pengakuan dari sekitarnya.
Pertanyaannya adalah apa yang sebaiknya dilakukan seseorang untuk meningkatkan
kualitas diri menjadi pribadi yang lebih baik. Metodologi yang dipakai dalam karya tulis
ini adalah studi pustaka.
1. Rumusan Masalah
32 Jurnal ADB’S Secretary Vol.8, No.1, Januari 2019
Untuk memperkuat dan meningkatkan kualitas diri seseorang, diperlukan adanya:
a. Impact yang dilakukan dapat dirasakan oleh orang sekitarnya, sebagai contoh yaitu
kepribadian yang menawan, mempunyai pemikiran-pemikiran cemerlang yang
diekspresikan, pemikiran kritis, dan beratnya tanggung jawab yang bersedia
dipikul.
b. Keberanian untuk mengambil satu keputusan besar dengan taruhan risiko besar
terkait dengan dirinya, orang lain, tim kerja dan organisasi.
c. Pemikiran-pemikiran yang selalu ter-update dan keseriusan untuk mengerjakan
pekerjaan dengan cermat. Seseorang yang seperti ini otomatis akan berlatih untuk
mengembangkan visi secara lebih luas dan panjang sehingga potensi untuk
membuat keputusan dan tujuan lebih bersedia. Orang yang biasa berpikir keras
akan dengan sendirinya mempunyai keyakinan yang kokoh mengenai pendapat-
pendapatnya.
Akan tetapi hal-hal yang tersebut di atas seringkali menemui kendala baik yang
timbul dari dalam diri sendiri maupun organisasi sehingga menghambat seseorang
dalam meningkatkan kualitas dirinya. Masalah-masalah tersebut antara lain:
a. Seseorang enggan untuk membuat keputusan besar dengan taruhan risiko besar
terkait dirinya, orang lain dan organisasi.
b. Dalam perjalanan hidupnya, seseorang belum pernah mengalami tantangan
sebagai contoh seseorang yang tidak mempunyai exposure tidak terbiasa untuk
mengerjakan tugas-tugas penting sehingga tidak terlihat atau terpilih oleh
perusahaan.
c. Orang yang dilahirkan dari keluarga berada, dikelilingi oleh beberapa pembantu
rumah tangga serta orang tua yang mendukung dalam pertumbuhan dan
perkembangan anaknya sering ikut campur dalam kehidupan seseorang, relatif
33 Jurnal ADB’S Secretary Vol.8, No.1, Januari 2019
jarang mengahadapi kesulitan-kesulitan yang berarti. Padahal tanpa adanya
kesulitan, tantangan, deraan dan tekanan, akan sulit bagi seseorang untuk
mengukur kekuatan dirinya.
d. Seseorang tidak merasa tertantang untuk meningkatkan kualitas dirinya karena
merasa sudah puas dengan posisi saat ini dan tidak terbebani dengan tanggung
jawab yang lebih besar.
e. Kualitas diri seseorang sering dianggap merupakan salah satu alasan mengapa
seseorang tidak mendapat promosi jabatan yang lebih tinggi.
2. Tujuan Analisis Masalah
Tujuan Penulis menganalisis masalah hanya fokus pada masalah yang terkait dengan
peningkatan kualitas diri yaitu:
a. Mengetahui apakah hal yang disebutkan dalam rumusan masalah merupakan
faktor penting dalam peningkatan kualitas diri atau ada faktor lain yang
mempengaruhinya
b. Mengetahui apakah dengan memiliki kualitas diri yang lebih maka dapat
menentukan karir seseorang di masa yang akan datang?
B. LANDASAN TEORI
1. Kualitas Diri
Jika berbicara tentang kualitas diri selalu berkaitan dengan kepribadian seseorang.
Beberapa konsep kepribadian yang ada antara lain:
a. Kepribadian menurut Allport adalah,”…sebuah organisasi dinamis di dalam
sistem psikis dan fisik individu yang menentukan karakteristik perilaku dan
pikirannya”.
b. Menurut Pervin dan John, “ Kepribadian mewakili karakteristik individu yang
terdiri atas pola-pola pikiran, perasaan, dan perilaku yang konsisten.”
34 Jurnal ADB’S Secretary Vol.8, No.1, Januari 2019
Kepribadian terdiri atas trait dan tipe (type). Trait dijelaskan sebagai konstruk
teoritis yang menggambarkan unit/dimensi dasar dari kepribadian. Trait
menggambarkan konsistensi respons indiviud dalam situasi yang berbeda-beda.
Adapun tipe adalah pengelompokkan bermacam-macam trait. Tipe memiliki tingkat
regularity dan generality yang lebih besar daripada trait. Trait merupakan disposisi
untuk berperilaku dalam cara tertentu seperti yang tercermin dalam perilaku seseorang
pada berbagai situasi.
Teori trait merupakan teori kepribadian yang didasari oleh beberapa asumsi yaitu,
sebagai berikut:
a. Trait merupakan pola konsistensi dari pikiran, perasaan, atau tindakan yang
membedakan seseorang dari yang lain, sehingga:
- Trait relatif stabil dari waktu ke waktu;
- Trait konsisten dari situasi ke situasi
b. Trait merupakan kecenderungan dasar yang menetap selama kehidupan, namun
karakteristik tingkah laku dapat berubah karena:
- Ada proses adaptif;
- Adanya perbedaan kekuatan;
- Kombinasi dari trait yang ada.
Tingkat trait kepribadian dasar berubah dari masa remaja akhir hingga masa
dewasa. McCrae dan Costa yakin bahwa selama periode dari usia 18 samapi 30 tahun,
seseorang sedang berada dalam proses mengadopsi konfigurasi trait yang stabil,
konfigurasi yang tetap stabil setelah usia 30 tahun (Freist, 2006). Teori trait
dimunculkan pertama kali oleh Gordon W. Allport. Selain Allport, ahli lain yang
mengembangkan teori ini adalah Raymond B. Cattell dan Hans J. Eusenck.
35 Jurnal ADB’S Secretary Vol.8, No.1, Januari 2019
Jika berbicara tentang kualitas diri, masih ada individu yang masih bingung dan
bertanya apakah saya memiliki pribadi yang berkualitas? Dan apa kualitas dalam diri
yang saya miliki? Keragu-raguan ini bisa diatasi dengan menggunakan pengukuran
nilai diri. Pengukuran nilai biasanya didasarkan pada hasil evaluasi diri yang
dilaporkan oleh individu ke dalam suatu skala pengukuran (misalnya Rokeach value
survey, Schwartz value survey). Evaluasi diri membutuhkan pemahaman kognitif
maupun afektif terhadap diri sendiri, termasuk untuk membedakan antara nilai ideal
normative dan nilai faktual yang ada saat ini.
Sejalan dengan hal ini, Schwartz Verkasalo, Antonovsky, dan Sagiv (1997)
melihat hubungan antara respons terhadap Social desirability dan skala nilai
berdasarkan pelaporan diri. Mereka membuktikan bahwa terjadi bias pada pengukuran
nilai yang mengandung aspek social desirability tinggi, yaitu pada tipe hedonism,
stimulation, self-direction, achievement, dan power.
Cara lain yang digunakan untuk mengetahui nilai individu adalah teknik
wawancara. Teknik ini digunakan oleh Rokeach (1973) untuk menggali nilai-nilai apa
saja yang dimiliki seseorang melakukan wawancara dengan para responden yang
dimintanya untuk menjawab pertanyaan tentang nilai apa yang menjadi tujuan akhir
mereka.
Berdasarkan teori yang ada, nilai seseorang akan tampak dalam beberapa
indikator berikut:
a. Pernyataan tentang keinginan-keinginan, prinsip hidup, dan tujuan hidup seseorang.
b. Tingkah laku subjek dalam kehidupannya sehari-hari. Nilai berpengaruh terhadap
cara seseorang bertingkah laku, membuat arah pada tingkah laku, dan memberi
pedoman untuk memiliki tingkah laku yang diinginkan. Jadi, tingkah laku
36 Jurnal ADB’S Secretary Vol.8, No.1, Januari 2019
seseorang mencerminkan nilai-nilai yang dianutnya. Dari tingkah laku, dapat dilihat
apa yang menjadi prioritasnya, apa yang lebih diinginkan oleh seseorang.
c. Fungsi nilai adalah memotivasi tingkah laku. Seberapa besar seseorang berusaha
mencapai apa yang diinginkannya dan intensitas emasional yang diretribusikan
terhadap usahanya tersebut, dapat menjadi ukuran tentang kekuatan nilai yang
dianutnya.
d. Salah satu fungsi nilai adalah dalam memecahkan konflik dan mengambil
keputusan. Dalam keadaan ketika seseorang harus mengambil keputusan dari
situasi yang menimbukan konflik, nilainya yang dominan akan teraktivasi. Jadi,
keputusan seseorang dalam situasi konflik tersebut dapat dijadikan indikator
tentang nilai yang dianutnya.
2. Fungsi lain dari nilai adalah membimbing individu dalam mengambil posisi tertentu
dalam suatu topik sosial tertentu dan mengevaluasinya. Jadi, pendapat seseorang
tentang suatu topik tertentu dan cara ia mengevaluasi topik tersebut, dapat
menggambarkan nili-nilainya.Peningkatan Karir.
Peningkatan karir dalam suatu organisasi atau perusahaan seringkali dikaitkan
dengan Pencapaian Prestasi Kerja karyawan. Peningkatan karir seseorang jika dilihat
dari prestasi kerja yang dicapai dipengaruhi oleh beberapa faktor. Berdasarkan teori-
teori sebagai berikut:
a. Zeitz (dalam Baron & Byrne, 2006) mengatakan bahwa prestasi kerja dipengaruhi
oleh dua hal utama, yaitu faktor organisasional (perusahaan) dan faktor personal.
Faktor Organisasional, meliputi sistem imbal jasa, kualitas pengawasan, beban
kerja, nilai dan minat serta kondisi fisik dari lingkungan kerja. Diantara berbagai
faktor organisasional tersebut, faktor yang paling penting adalah factor system
imbal jasa sebab faktor tersebut akan diberikan dalam bentuk gaji, bonus, ataupun
37 Jurnal ADB’S Secretary Vol.8, No.1, Januari 2019
promosi. Faktor organisasional kedua yang juga penting adalah kualitas
pengawasan (supervision quality), yaitu seseorang bawahan memperoleh
kepuasan kerja jika atasannya lebih kompeten dibandingkan dirinya.
Faktor personal, meliputi ciri sifat kepribadian (personality trait), senioritas, masa
kerja, kemampuan, ataupun keterampilan yang berkaitan dengan bidang pekerjaan
dan kepuasan hidup. Untuk faktor personal, faktor yang juga penting dalam
memengaruhi prestasi kerja adalah faktor status dan masa kerja. Pada umumnya,
orang yang telah memiliki status pekerjaan yang lebih tinggi biasanya telah
menunjukkan prestasi kerja yang baik. Status pekerjaan tersebut dapat
memberikan kesempatan untuk memperoleh masa kerja yang lebih baik sehingga
kesempatannya untuk semakin menunjukkan prestasi kerjanya juga semakin besar.
b. Blumberg & Pringle (dalam Jewell & Siegall, 1990) juga menyatakan bahwa ada
beberapa faktor yang menetukan prestasi kerja seseorang yaitu kesempatan,
kapasitas, dan kemauan untuk melakukan prestasi. Kapasitas terdiri atas usia,
kesehatan, keterampilan, intelegensi, keterampilan motorik, tingkat pendidikan,
daya tahan, stamina, dan tingkat energi. Kemauan terdiri atas motivasi, kepuasan
kerja, status pekerjaan, kecemasan, legitimasi, partisipasi, sikap, persepsi atas
karakteristik tugas, keterlibatan kerja, keterlibatan ego, citra diri, kepribadian,
norma, nilai, persepsi atau ekspektasi peran, dan rasa keadilan.
Adapun kesempatan meliputi alat, material, pasokan, kodisi kerja, tindakan rekan
kerja, perilaku pimpinan, mentorisme, kebijakan peraturan, prosedur organisasi,
informasi, waktu serta gaji.
C. PEMBAHASAN
Pemahaman seseorang terhadap kualitas dirinya ditentukan dari seberapa besar
individu mengenal dirinya sendiri. Jika kita bertanya kepada seseorang yang sangat
38 Jurnal ADB’S Secretary Vol.8, No.1, Januari 2019
mengenal dirinya terkait dengan kualitas apa yang dimiliki maka individu tersebut akan
langsung dapat menjawab apa saja kualitas diri yang dimiiki. Dibandingkan dengan
mereka yang kurang mengenal pribadinya sendiri jika ditanya apa kualitas diri yang
dimiliki maka orang tersebut akan mengalami kesulitan dalam menjawab pertanyaan
tersebut. Biasanya untuk mengatasi hal tersebut dibutuhkan adanya test kepribadian agar
seseorang dapat mengetahui kualitas pribadinya sendiri.
Mengapa seseorang harus mengetahui dan memahami kualitas dirinya? Karena
disadari atau tidak, kualitas diri seseorang akan memberikan pengaruh besar dalam
kehidupannya di masa depan. Dalam kehidupan di tengah masyarakat kualitas diri
memberikan dampak positif dalam kehidupan seseorang satu satunya untuk
meningkatkan kualitas hidup.
Sebagai karyawan di perusahaan swasta maupun pemerintah. Kualitas pribadi
seseorang menentukan posisi dalam peningkatan karirnya. Apabila seseorang yang sudah
bekerja selama bertahun-tahun (lebih dari 5 tahun) tetapi belum pernah mendapat promosi
jabatan atau diberikan tanggung jawab yang lebih perlu mengevaluasi dirinya kembali.
Selain faktor dari perusahaan tempat bekerja, faktor pribadi juga dirasakan dapat menjadi
salah satu penyebab utama.
Untuk membuktikan apakah kualitas diri berpengaruh dalam pengembangan karir
seseorang, Penulis telah melakukan survey kepada beberapa orang karyawan yang
merupakan alumni dari Akademi Sekretari dan Manajemen Don Bosco.
1. Metode Penelitian
Metode yang digunakan oleh Penulis adalah metode survey yang dilakukan dengan
tahapan sebagai berikut:
a. Penulis menentukan topik yang ingin diketahui terkait dengan bahan/materi
penulisan. Dalam hal ini terkait dengan kepribadian seorang karyawan yang
39 Jurnal ADB’S Secretary Vol.8, No.1, Januari 2019
bekerja di perusahaan swasta terkait kualitas diri dan pengembangan karirnya di
masa depan.
b. Survey dilakukan dengan mengisi angket yang dibuat dengan aplikasi Google
Form. Pemanfaatan teknologi ini dianggap dapat memudahkan untuk menjangkau
responden yang dituju dengan cepat dan efektif (Form terlampir).
c. Target responden adalah 30 responden. Angket dikirimkan melalui group
Whatsupp. Dengan waktu pengisian dari tanggal 17 – 19 Januari 2019.
d. Dari target 30 responden, Penulis mendapat respon positif dari 22 orang responden.
Karena jumlah lebih dari 50% maka hasil survey ini dianggap cukup mewakili.
e. Dari hasil penelitan diperoleh data sebagai berikut:
Target jumlah responden : 30 orang
Jumlah responden yang berpartisipasi: 21 orang
Usia responden : 21 s.d. 38 tahun
Jenis Pekerjaan : Karyawan Swasta
Lama bekerja : > 5 tahun = 1 orang
1 – 5 tahun = 11 orang
< 1 tahun = 9 orang
40 Jurnal ADB’S Secretary Vol.8, No.1, Januari 2019
Gambar : Angket (Google Form)
41 Jurnal ADB’S Secretary Vol.8, No.1, Januari 2019
2. Analisis Data
Berdasarkan hasil survey yang dilakukan. menunjukkan bahwa:
a. 100% responden mengerti dan memahami kualitas diri masing-masing hal ini
didasarkan dari hasil pendidikan dan pengalaman yang dialami.
b. Responden memiliki kualitas diri karena:
1) Memiliki relasi yang baik
42 Jurnal ADB’S Secretary Vol.8, No.1, Januari 2019
2) Memiliki kemampuan & bekerja dengan efektif
3) Memiliki kompetensi
4) Memiliki softskill dalam bekerja
5) Memiliki hardskills dan softskills serta bekerja dengan hati
6) Memiliki etos kerja dan softskills yang baik
7) Dipercaya karena kualitas kerja
8) Mudah bergaul dan konsisiten dalam bekerja
9) Capable dalam menyelesaikan pekerjaan.
c. Jika dilihat dari masa kerja karyawan:
1) < 1 tahun : 1 dari 9 responden mendapat tawaran posisi jabatan yang lebih
tinggi. Prosentase yang mendapat tawaran pekerjaan 11,11%
2) 1 – 5 tahun: 3 dari 11 responden mendapat tawaran posisi jabatan yang lebih
tinggi : 27,27%
3) 5 tahun : 1 dari 1 responden mendapat tawaran posisi jabatan yang lebih tinggi:
100,00%
Jika dilihat dari masa kerja kurang dari 1 tahun s.d. 5 tahun ke atas, maka individu
yang mendapat tawaran posisi/jabatan yang lebih tinggi sebesar: 23,81%
d. Kualitas Diri menurut responden adalah:
1) Mampu mencapai target dan melupakan ego
2) Mampu menempatkan diri dengan baik, bekerja semaksimal mungkin, mampu
bekerja secara efektif dan efisien
3) Depandable
4) Mempunyai keahlian, kelebihan, pengetahuan yang luas, dan memakai hati
terhadap pekerjaan tersebut.
5) Memiliki kompeten sesuai dengan profesi
43 Jurnal ADB’S Secretary Vol.8, No.1, Januari 2019
6) Mempunyai etika dan etiket yang baik, disiplin, jujur, punya hati dan sigap
7) Mampu berguna bagi orang sekitar (dengan keterampilan dan ilmu yang ada)
dan dapat memberikan energi positif.
8) Memiliki etos kerja yang bagus dan berkualitas
9) Memiliki kepribadian tinggi yaitu mempunyai kepedulian, dapat
mengorganisasikan emosi serta tidak terpengaruh oleh faktor luar
10) Percaya diri, berpikir positif, bersukacita, rendah hati, tulus, memiliki
tanggung jawab, berjiwa besar, easy going dan memiliki rasa empathy.
11) Memiliki attitude dan knowledge yang baik
12) Mampu menunjukan dan memanfaatkan kemampuan yang dimiliki untuk
menunjang pekerjaannya
13) Mampu bekerja sesuai dengan kemampuan
14) Memiliki hardskill dan softskill yang baik.
15) Dapat menguasai situasi, dapat diandalkan dalam situasi dan kondisi apapun
16) Mampu mengerjakan seluruh tugasnya dengan baik dan tidak mengecewakan
orang-orang di sekitarnya.
17) Smart itu perlu begitu pula dengan tata krama dan tutur kata yang baik juga
diperlukan. Bekerja dengan loyalitas dan total untuk hasil yang memukau.
18) Menikmati segala macam rintangan saat bekerja, karena akan ada hasil dari
jerih payahnya tersebut
19) Memiliki kriteria yang baik dalam dirinya
20) Mampu berhubungan dengan lingkungannya, mampu menciptakan suasana
aman dan harmonis, tidak agresif, tidak mengasingkan diri dari lingkungannya,
dan hidupnya tidak pula bergantung pada orang lain.
21) Memiliki kualitas pada bidangnya, jujur, loyal, disiplin.
44 Jurnal ADB’S Secretary Vol.8, No.1, Januari 2019
e. Dari tingkat kepuasan berdasarkan posisi dan jabatan saat ini responden
memberikan jawaban yang bervariasi, yaitu:
1) Belum puas : 9 orang dengan prosentase 42,86%
2) Puas : 8 orang dengan prosentasi 38,10%
3) Puas tetapi ingin mencapai hasil yang lebih dari posisi saat ini : 4 Orang dengan
prosentase 19,05%
3. Kesimpulan Analisis Data:
Dari hasil analisis data dapat disimpulkan bahwa;
a. Kualitas diri seseorang menjadi faktor penentu dalam peningkatan posisi jabatan
seseorang tapi bukan merupakan faktor utama. Hal ini dapat terlihat dari total
responden hanya 23,81% yang mendapat tawaran posisi jabatan yang lebih tinggi.
(5 dari 21 responden)
b. Masa jabatan dalam bekerja juga merupakan salah satu faktor penentu untuk
mendapatkan kepercayaan tawaran posisi jabatan yang lebih tinggi. Hal ini dapat
terlihat dari total responden yang mendapat tawaran pekerjaan diberikan kepada
karyawan yang sudah bekerja dengan masa kerja 1 - 5 tahun terlihat dari total
prosentase yaitu 25,00% (3 dari 12 responden dengan masa kerja (1 – 5 tahun)
c. Tingkat kepuasan memberikan motivasi untuk meningkatkan kualitas diri
sehingga mendapatkan kepercayaan dalam bentuk promosi jabatan. Jika
seseorang sudah merasa puas dengan posisi saat ini maka keinginan untuk
mendapatkan kepercayaan yang lebih bukan merupakan hal yang menarik
sehingga keinginan untuk mengembangkan kualitas diri hanya sebatas apa yang
sudah dimiliki saja.
45 Jurnal ADB’S Secretary Vol.8, No.1, Januari 2019
D. PENUTUP
Kualitas diri merupakan kualitas kepribadian yang dimiliki oleh seseorang baik hardskills
maupun softskills. Dari segi hardskills, seseorang dikatakan berkualitas jika memiliki
kemampuan antara lain:
1. Mampu mencapai target dan melupakan ego
2. Mampu bekerja secara efektif dan efisien
3. Depandable
4. Mempunyai keahlian, kelebihan, pengetahuan yang luas
5. Memiliki kompetensi sesuai dengan profesi
6. Mampu berguna bagi orang sekitar (dengan keterampilan dan ilmu yang ada)
7. Memiliki knowledge yang baik
8. Mampu menunjukan dan memanfaatkan kemampuan yang dimiliki untuk menunjang
pekerjaannya
9. Mampu bekerja sesuai dengan kemampuan
10. Mampu mengerjakan seluruh tugasnya dengan baik dan tidak mengecewakan orang-
orang di sekitarnya.
11. Memiliki kriteria yang baik dalam dirinya.
Dari segi softskils jika memiliki kemampuan:
1. Tidak egois
2. Mampu menempatkan diri dengan baik, bekerja semaksimal mungkin, mampu
bekerja secara efektif dan efisien
3. Mempunyai keahlian, kelebihan, pengetahuan yang luas, dan memakai hati terhadap
pekerjaan tersebut.
4. Mempunyai etika dan etiket yang baik, disiplin, jujur, punya hati dan sigap
46 Jurnal ADB’S Secretary Vol.8, No.1, Januari 2019
5. Mampu berguna bagi orang sekitar (dengan keterampilan dan ilmu yang ada) dan
dapat memberikan energi positif.
6. Memiliki etos kerja yang bagus dan berkualitas
7. Memiliki kepribadian tinggi yaitu mempunyai kepedulian, dapat mengorganisasikan
emosi serta tidak terpengaruh oleh faktor luar
8. Percaya diri, berpikir positif, bersukacita, rendah hati, tulus, memiliki tanggung
jawab, berjiwa besar, easy going dan memiliki rasa empathy.
9. Memiliki attitude dan knowledge yang baik
10. Dapat menguasai situasi, dapat diandalkan dalam situasi dan kondisi apapun
11. Seseorang yang berkualitas bagi saya, smart itu perlu begitu pula dengan tata krama
dan tutur kata yang baik juga diperlukan. Bekerja dengan loyalitas dan total untuk
hasil yang memukau.
12. Menikmati segala macam rintangan saat bekerja, karna akan ada hasil dari jerih
payahnya tersebut
13. Mampu berhubungan dengan lingkungannya, mampu menciptakan suasana aman
dan harmonis, tidak agresif, tidak mengasingkan diri dari lingkungannya, dan
hidupnya tidak pula bergantung pada orang lain.
14. Memiliki kualitas pada bidangnya, jujur, loyal, disiplin.
Untuk mengembangkan karir di perusahaan seseorang perlu senantiasa
meningkatkan kualitas diri baik hardskills maupun softskills. Dengan mengenal diri
sendiri, seseorang memahami kualitas diri apa yang masih perlu ditingkatkan sehingga
bisa memberikan kontribusi lebih bagi kemajuan perusahaan tempat bekerja.
Selain kualitas diri untuk mendapatkan kepercayaan dari perusahaan seorang
karyawan perlu memiliki loyalitas dalam bekerja. Fokus pada pekerjaan yang
dilaksanakan membuat kita merasa nyaman pada perusahaan tersebut. Kesabaran dan
47 Jurnal ADB’S Secretary Vol.8, No.1, Januari 2019
ketekunan dalam bekerja. Tidak bisa dipungkiri bahwa kesempatan untuk meningkatkan
karir dalam suatu perusahaan selain dinilai dari kualitas pribadi seseorang juga dinilai
masa kerja karyawan dalam perusahaan tersebut. Perusahaan bersedia memberikan
kepercayaan dan tanggung jawab yang lebih kepada karyawan yang sudah memiliki masa
kerja lebih dari 5 tahun karena sudah memiliki pengalaman terhadap perkembangan
perusahaan.
Adapun kendala yang terkadang dihadapi dalam peningkatan karir seseorang adalah
saat orang sudah kehilangan motivasi dalam mengembangkan dan meningkatkan kualitas
diri karena beberapa faktor antara lain tidak diberikan kesempatan untuk posisi dan
jabatan yang lebih tinggi karena belum memiliki pengalaman khususnya berkaitan
dengan masa kerja, tidak diberikan kesempatan oleh perusahaan dengan berbagai alasan
dan faktor internal lain yaitu sudah merasa puas dengan posisi jabatan saat ini.
Kesimpulan dari Penulis adalah kesempatan akan diberikan jika ada kemauan
dalam diri seseorang untuk mau meningkatkan kualitas diri dan selalu berusaha menjadi
lebih baik dan berguna bagi orang lain.
DAFTAR PUSTAKA
Marilyn Manning,Ph.D. Profesionalisme di Kantor. Indeks. 2010.
Stephen Robbins P. Perilaku Organisasi. PT. Indeks Kelompok Gramedia. Jakarta. 2006.
48 Jurnal ADB’S Secretary Vol.8, No.1, Januari 2019
DAMPAK REVOLUSI INDUSTRI 4.0 TERHADAP ADMINISTRASI
PERKANTORAN
Oleh : Muller Sagala, S.E.,M.M.
(Dosen ASEKMA Don Bosco, [email protected])
ABSTRACT
Industry 4.0 is currently a trending topic at the moment. Is the presence of this industrial
revolution 4.0 will bring opportunities or threats in everyday life, especially in the business
world? The era of industrial revolution 4.0 will result in the role of humans being taken
over by automatic machines step by step. Some concrete evidence already exists, for
example toll payments are only enough to attach an electronic card without the assistance
of toll road officers. This paper explains that the presence of Industry 4.0 can have a
negative impact and a good impact on the business world. Office administration is almost
every area of business. Thus the presence of the 4.0 industrial revolution will also have an
impact on office administration activities. The 4.0 industrial revolution needs to be
addressed positively. The current workforce must increase its competence to adjust the
digital technology requirements so that the workforce does not lose their jobs. Business
people, universities as actors of education, government, communities must play a role as in
the term "Total Football".
Keywords: industry 4.0, automatic machines, Total Football
PENDAHULUAN
Topik mengenai “Industri 4.0” seolah telah menjadi suatu keharusan disetiap kata
sambutan dalam beberapa acara bisnis atau kependidikan. Berbagai topik kegiatan dapat saja
49 Jurnal ADB’S Secretary Vol.8, No.1, Januari 2019
dihubungkan dengan kata “Industri 4.0” tersebut. Industri 4.0 memang sedang menjadi
trending topic saat ini.
Industri 4.0 yang juga disebut revolusi industri 4.0 mengingatkan akan sejarah masa
silam ketika revolusi industri 1, 2, dan 3 berlangsung, yang kesemuanya mempunyai catatan
masing-masing. Lalu timbul pertanyaan, apakah kehadiran revolusi industri 4.0 ini akan
membawa peluang atau ancaman seperti yang lalu-lalu.
Era revolusi industri 4.0 diakui akan menimbulkan peluang sekaligus tantangan. Peran
manusia telah dan akan diambil alih oleh mesin otomatis setahap demi setahap, suka tidak
suka. Beberapa bukti nyata sudah ada, misalnya pembayaran tol yang hanya cukup dengan
menempelkan kartu elektronik tanpa bantuan petugas jalan tol.
Untuk memanfaatkan peluang dan menjawab tantangan revolusi industri 4.0 ini,
masyarakat yang sudah atau akan bekerja wajib memiliki kemampuan literasi data, teknologi,
dan manusia. Literasi data dibutuhkan untuk meningkatkan skill dalam mengolah dan
menganalisis big data untuk kepentingan peningkatan layanan publik dan bisnis. Literasi
teknologi dimaksud untuk membuktikan kemampuan dalam memanfaatkan teknologi digital
guna mengolah data dan informasi. Sedangkan literasi manusia wajib dikuasai karena
Top Related