1
JAMINAN SOSIAL KESEHATAN DALAM PERSPEKTIF MASLAHAT
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Hukum
(S.H.)
Oleh :
Kurnia Hayati
1113045000037
PROGRAM STUDI HUKUM TATA NEGARA (SIYASAH)
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1439 H / 2018 M
2
JAMINAN SOSIAL KESEHATAN DALAM PERSPEKTIF MASLAHAT
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Hukum
(S.H.)
Oleh :
Kurnia Hayati
NIM. 11130450000037
PROGRAM STUDI HUKUM TATA NEGARA (SIYASAH)
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1439 H / 2018 M
3
4
5
ABSTRAK
KURNIA HAYATI, NIM 1113045000042, Judul Skripsi: JAMINAN
SOSIAL KESEHATAN DALAM PERSPEKTIF MASLAHAT. Program Studi
Hukum Tata Negara, Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Studi ini bertujuan untuk mengetahui jaminan kesehatan yang
diselenggarakan BPJS dalam perspektif Maslahat. Serta untuk mengetahui bagaimana
Jaminan Sosial Kesehatan BPJS dalam perspektif maslahat.
Penelitian skripsi ini merupakan penelitian kepustakaan, dengan metode
kualitatif. Pengambilan data pada penelitian ini menggunakan studi dokumentasi.
Penelitian ini merupakan penelitian dengan pendekatan maslahat. Analisis data
dilakukan dengan cara mengumpulkan data, mengkonfirmasi data (verifikasi dan
pendalaman data), dengan logika deduktif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa jaminan kesehatan yang diselenggarakan
BPJS memberikan kemaslahatan untuk masyarakat. Dalam mashlahah, jaminan
kesehatan tidak termasuk mashlahah mu‟tabarah karena tidak ada dalilnya yang
medukung kemaslahatan jaminan kesehatan saat ini. Jaminan kesehatan juga tidak
termasuk mashlahah mulghah, karena tidak adanya dalil syara‟ yang menentangnya,
tetapi termasuk mashlahah mursalah karena suatu mashlahah yang tidak didukung
dalil syara‟ atau nash yang rinci.
Negara telah memberikan jaminan kesehatan yang diselenggarakan oleh
Badan Penyelenggara Jaminan Kesehatan (BPJS). Jaminan kesehatan ini bermaksud
untuk menyejahterakan kesejahteraan masyarakat melalui pencapaian tingkat
kesehatan masyarakat.
Kata Kunci : Jaminan Kesehatan, Kebijakan, Maslahat
Pembimbing : Dr. Khamami Zada., SH., MA.
6
KATA PENGANTAR
Segala Puji bagi Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya
kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.
Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurahkan kepada Rasulullah SAW yang
telah membawa agama Islam, yang telah memberikah contoh Suritauladan yang baik
dengan Akhlaknya kepada Umat manusia. Penyusunan skripsi ini dimaksudkan untuk
memenuhi sebagian syarat-syarat guna mencapai gelar Sarjana Hukum di Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Penulis menyadari bahwa penulisan ini tidak dapat terselesaikan tanpa
dukungan dari berbagai pihak baik moril maupun materil. Oleh karena itu, penulis
ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang tulus disetai rasa hormat dan
penghargaan yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu
penulis dalam penyusunan skripsi ini terutama kepada:
1. Dr. Asep Saepudin Jahar, MA. Dekan Fakultas Syariah dan Hukum beserta
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Dr. Hj. Maskufa, MA., Selaku Ketua Jurusan Program Studi Hukum Tata Negara
(Siyasah) Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Dr. Khamami Zada., SH., MA. Selaku dosen Pembimbing Skripsi yang telah
bersedia membimbing dan mengarahkan penulis selama proses menyusun skripsi
dan memberikan ilmu serta solusi pada setiap permasalahan dan kesulitan dalam
penulisan Skripsi ini.
4. Seluruh Dosen Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta, tanpa mengurangi rasa hormat tidak dapat disebutkan satu
persatu disini yang telah mendidik dan membimbing selama masa perkuliahan.
5. Kepala Perpustakaan Utama Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta. Kepala Perpustakaan Fakultas Syariah dan Hukum yang telah
memberikan pelayanan serta memberikan fasilitas untuk mengadakan studi
kepustakaan guna menyelesaikan skripsi ini.
7
6. Dr. H. M. Nurul Irfan, M.Ag Selaku Dosen Penasehat Akademik yang telah
membimbing selama masa perkuliahan.
7. Sri Hidayati, M.Ag., Selaku Sekretaris Jurusan Program Studi Hukum Tata
Negara (Siyasah) Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
8. Kedua Orang Tuaku Tercinta, Bapak Sakti Lubis dan Ibu Warni Matondang yang
selalu membimbing, memberikan nasihat, memberikan semangat dan dukungan
untuk mampu menjalankan kehidupan terutama untuk dapat menyelesaikan
Skripsi ini, berkat doa uma dan ayah dalam penulisan skripsi ini selalu
dimudahkan oleh Allah SWT, terimakasih atas segalanya.
9. Abangku tersayang Muhammad Thoriq Alnudin dan adikku tersayang Shakila
Mawada yang selalu menyemangati. Adikku tersayang Shakila Mawada yang
telah menyemangati dan mendoakan selesainya penulisan ini. Serta kakakku Nali
dan Om Adam yang selalu mengingatkanku dan memberikan semangat untuk
segera menyelesaikan kewajibanku yaitu menyelesaikan penulisan ini dan
wisuda.
10. Tristi, Dara, Kamilina sahabat kelasku dan juga seluruh tean-teman Hukum Tata
Negara Angakatan 2013 yang selalu membantu dan memberikan dukungan dan
membuat perjalanan dalam masa perkuliahan terasa menyenangkan.
11. Syamazka, Aya, Una, Tia, Keken sahabat selama menjalankan perkuliahan yang
selalu membantu dan menyemangati dalam menyelesaikan penulisan ini yang
membuat hari-hari lebih berwarna dan berkesan.
12. Dyah, Shinta, Esah, Septi, sahabat yang selalu ada dan memberikan semangat
untuk menyelesaikan penulisan ini.
13. Robi yang selalu menemani mencari bahan untuk menyempurnakan penulisan
ini.
14. Asnah sahabat nari yang selalu memberikan semangat serta teman-teman yang
tidak bisa disebutkan satu persatu yang telah mengingatkan dan memberikan
dukungan serta membuat semua terasa berkesan.
8
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna dikarenakan
terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang dimiliki penulis. Oleh karena itu,
penulis mengharapkan segala bentuk saran serta masukan bahkan kritik yang
membangun dari berbagai pihak. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi para
pembaca dan semua pihak khususnya penulis dan para pembaca semua. Amin
Jakarta, 10 Juli 2018
Kurnia Hayati
NIM. 1113045000037
9
DAFTAR ISI
LEMBAR PERETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ……………………… i
LEMBAR PERNYATAAN ………………………………………………….. ii
PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI ………………………...……. iii
ABSTRAK ……….………………………………………………………....… iv
KATA PENGANTAR ..……………………………………………………..... v
DAFTAR ISI ………………………………………………………………… viii
BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah …………………………...……. 1
B. Batasan dan Rumusan Masalah ……………………...….. 4
C. Tujuan Penelitian ……………………………………...… 5
D. Manfaat Penelitian …………………………………...….. 5
E. Review Pustaka (Studi Terdahulu) ………………...……. 5
F. Metode Penelitian …………………………………...…... 7
G. Teknik Penulisan …………………………………...…… 8
H. Sistematika Pembahasan ……………………................... 8
BAB II : TEORI KEBIJAKAN JAMINAN KESEHATAN DAN
MASLAHAT
A. Teori Kebijakan …………………………………………. 11
B. Konsep Jaminan Kesehatan ………………………...….... 16
C. Teori Maslahat ……………………………………...….... 18
BAB III : JAMINAN SOSIAL KESEHATAN DAN PROGRAMNYA.
A. Program Jaminan Kesehatan ……………………….…… 31
10
B. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan
………………………………………………………..….. 41
C. Dewan Jaminan Kesehatan ……………………………... 51
D. Praktik Penyelenggaraan Jaminan Kesehatan dan
Permasalahannya …………………………………….….. 52
BAB IV : JAMINAN KESEHATAN DAN MASLAHAT
A. Prinsip dan Tujuan Jaminan Kesehatan Dalam Perspektif
Maslahat ……………………………………………….... 57
B. Pelayanan Jaminan Kesehatan …………………….….… 60
C. Kelembagaan Jaminan Kesehatan …………………..….. 65
BAB V : PENUTUP
A. Kesimpulan …………………………………………..…. 73
B. Saran-saran …………………………………………….... 74
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………...… 76
11
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Keadaan masyarakat Indonesia dari segi ekonomi dapat dilihat dari
kesejahteraan masyarakat saat ini. Hal ini terbukti dengan masih banyaknya
masyarakat yang berpendapatan rendah, bahkan ada yang tidak memiliki
pekerjaan tetap. Ini berbanding lurus dengan tingkat kesejahteraan yang masih di
bawah rata-rata. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat untuk pertama kalinya
presentase angka kemiskinan di Indonesia mengalami titik terendah, yaitu
sebesar 9,82 persen mencapai 25,95 juta orang pada Maret 2018. Untuk pertama
kalinya presentase penduduk miskin berada di dalam 1 digit, bila dilihat
sebelumnya 2 digit pada September 2017 sebesar 10,12 persen atau setara
dengan 26,58 juta.1 Hal ini juga berdampak dengan buruknya kualitas pendidikan
bagi generasi penerus serta kesehatan masyarakatnya.
Kesehatan adalah hak asasi setiap individu. Hal ini dinyatakan dalam
organisasi kesehatan sedunia, dan secara nasional dalam amandemen Undang
Undang Dasar 1945 Bab XA Hak Asasi Manusia Pasal 28-H ayat 1 dan ayat 3
yang berbunyi :
“Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan
mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh
pelayanan kesehatan”. Dan ayat 3 yang berbunyi “Setiap orang berhak atas
jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh sebagai
manusia yang bermartabat”.2
Oleh karena itu kesehatan harus dimiliki dan dilindungi, dan menjadi hak
dasar setiap individu. Maka pemerintah mengeluarkan produk hukum yaitu
Jaminan Sosial kesehatan. Kebijakan ini dikeluarkan pada masa pemerintahan
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Produk hukum ini penting untuk
1 http://www.tribunnews.com/bisnis/2018/07/16/maret-2019-persentase-angka-kemiskinan-indonesia-
terendah-sejak-1999 di akses pada 19 Juli 2018. 2 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesi tahun 1945 Pasal 28-H
12
memperbaiki kondisi kesejahteraan masyarakat saat ini. Jaminan Kesehatan yang
dikembangkan di Indonesia merupakan bagian dari sistem jaminan sosial
nasional yang diselenggarakan dengan menggunakan mekanisme asuransi
kesehatan sosial yang bersifat wajib (mandatory).3
Jaminan Sosial adalah salah satu program negara yang berdasarkan
undang-undang jaminan sosial yang ditujukan untuk pencegahan dan reduksi
kemiskinan. Banyak masyarakat yang gagal paham tentang BPJS ini, karena
masyarakat berfikir jaminan kesehatan seperti JKN, BPJS, dan Kartu Indonesia
Sehat adalah sama.
BPJS merupakan bagian dari ASKES, dimana fungsinya adalah melayani
bantuan sosial kesehatan layaknya asuransi kesehatan dari pemerintah.
Sedangkan JKN merupakan sebuah bentuk jaminan sosial dari pemerintah untuk
masyarakat Indonesia yang menggunakan sistem asuransi. Ini sudah tercantum
dalam Undang-Undang No. 40 tahun 2004 mengenai Sistem Jainan Sosial
Nasional yang mengandung 5 komponen, yakni : Jaminan Kesehatan Nasional,
Jaminan Kecelakaan Kerja, Jaminan Hari Tua, Jaminan Pensiun, Jaminan
Kematian. Adapun KIS di resmikan pada tanggal 3 November 2014 oleh
Presiden Joko Widodo. Tujuan di bentuknya KIS awalnya adalah untuk
mengakomodasi kaum marginal atau disebut sebagai Penyandang Masalah
Kesejahteraan Sosial (PMKS) seperti gelandangan.
Untuk mewujudkan hal tersebut agar tercapai dengan apa yang diinginkan
maka dibutuhkan biaya. Karena dalam implementasi jaminan sosial diperlukan
pembiayaan dari berbagai sumber, yaitu mulai dari tenaga kerja, masyarakat,
pengusaha dan pemerintah. Kebijakan kesehatan di suatu negara memberikan
fokus penting kepada kebijakan pembiayaan kesehatan untuk menjamin
terselenggaranya kecukupan (adequacy), pemerataan (equity), efisiensi
3 Undang-Undang No.40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional
13
(efficiency), dan efektifitas (effectiveness). Dari pembiayaan kesehatan itu
sendiri, pemerintah mengeluarkan Undang-Undang No.24 Tahun 2011 tentang
BPJS sebagai upaya mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Undang-Undang
BPJS lahir sebagai amanat dari pelaksanaan Undang-Undang Sistem Jaminan
Sosial Nasional.4
Hal ini berkaitan dengan kebijakan mengenai produk hukum yang
dikeluarkan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam masa
pemerintahannya di periode I. Produk hukum tentang Jaminan Sosial Nasional
Undang-Undang No. 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional.
Dikeluarkan dengan peraturannya :
”a. bahwa setiap orang berhak atas jaminan sosial untuk dapat memenuhi
kebutuhan dasar hidup yang layak dan meningkatkan martabatnya menuju
terwujudnya masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil dan makmur; b. bahwa
untuk memberikan Jaminan Sosial yang menyeluruh, Negara mengembangkan
sistem Jaminan Sosial Nasional bagi seluruh rakyat Indonesia; c. bahwa
berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b,
perlu membentuk Undang Undang tentang Sistem Jaminan Sosial Tenaga
Kerja”.5
Semua penduduk Indonesia wajib menjadi peserta Jaminan Kesehatan
yang dikelola oleh BPJS, termasuk orang asing yang telah bekerja paling singkat
enam bulan di Indonesia dan telah membayar iuran.6 BPJS juga menjamin alat
bantu kesehatan, dalam hal diperlukan yang jenis dan plafon harganya ditetapkan
oleh Menteri. Jaminan Sosial Kesehatan tentu sudah tidak asing di kalangan
masyarakat Indonesia. Jaminan Sosial Kesehatan ini bermanfaat karena setelah
produk hukum ini keluar masyarakat merasa sangat tertolong, apalagi bagi
masyarakat kecil yang tergolong tidak mampu. Masyarakat yang tidak memiliki
4 Implikasi Berlakunya Undang-Undang No.24 Tahun 2011 Tentang BPJS Terhadap BPJS Kesehatan
Cabang Utama Bandung Dalam Penyelenggaraan Jaminan Kesehatan. Penelitian
http://repository.unica.ac.id di akses pada 8 September 2017 5 Undang-Undang no.40 tahun 2004 tentang sistem jaminan nasional di akses pada 8 September 2017
6 BPJS Kesehatan, Buku Saku FAQ (Frequently Asked Questions), Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia, Jakarta; Maret 2013
14
biaya untuk berobat ke rumah sakit kini tertolong dengan adanya produk hukum
ini. Masyarakat juga dapat memeriksakan anak-anak/balita untuk cek kesahatan
secara rutin dengan menggunakan Jaminan Sosial Kesehatan ini.
Jaminan kesehatan sudah banyak membantu masyarakat yang tidak
mampu untuk mendapatkan pengobatan yang layak. Hal ini juga sudah dijelaskan
dalam Islam. Kebutuhan akan pelayanan kesehatan termasuk kebutuhan dasar
masyarakat yang menjadi kewajiban negara. Rumah sakit, klinik dan fasilitas
umum yang diperlakukan oleh kaum Muslim dalam terapi pengobatan dan
berobat. Dengan demikian pelayanan kesehatan termasuk bagian dari
kemaslahatan dan fasilitas umum yang harus dirasakan oleh rakyat.
Kemaslahatan dan fasilitas (al-mashalih wa al marafiq) itu wajib dijamin oleh
negara sebagai bagian dari pelayanan negara terhadap rakyatnya. Rasul SAW
bersabda “imam (penguasa) adalah pengurus rakyat dan dia bertanggung jawab
atas rakyatnya” (HR al-Bukhari dari Abdullah bin Umar ra).
Maka dari itu penulis tertarik ingin menuliskan skripsi dengan judul :
“Jaminan Sosial Kesehatan dalam Perspektif Maslahat”
B. Batasan dan Rumusan Masalah
-١ Batasan Masalah
Fokus masalah pada studi ini yaitu pada maslahat yang terdapat dalam
Jaminan Kesehatan. Dalam penelitian ini yang dijadikan dalam batasan
masalah ialah kemaslahatan Jaminan Kesehatan yang terdapat dalam BPJS
yang telah diresmikan sejak 2011.
-٢ Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah, rumusan masalah pada penulisan
skripsi ini adalah:
a. Bagaimana hukum Jaminan Kesehatan yang diselenggarakan BPJS?
15
b. Bagaimana hukum Jaminan Sosial Kesehatan BPJS dari perspektif
Maslahat?
C. Tujuan Penelitian
-١ Untuk mengetahui bagaimana Jaminan Kesehatan yang diselenggarakan
BPJS. Menimbang fasilitas yang diberikan pemerintah ini banyak membantu
terutama rakyat kecil yang tidak memiliki banyak uang untuk biaya rumah
sakit.
-٢ Untuk mengetahui bagaimana Jaminan Sosial Kesehatan BPJS dalam
perspektif Maslahat.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian terbagi 2, yaitu dari segi akademis dan praktis.
Manfaat akademis diharapkan bahwa hasil penelitian dapat dijadikan rujukan
bagi upaya pengembangan Ilmu Pemerintahan, dan berguna juga untuk menjadi
referensi bagi mahasiswa yang melakukan kajian jaminan keseehatan dalam
perspektif maslahat. Manfaat praktis akan memberi kontribusi positif bagi
kelangsungan hidup masyarakat dalam memahami manfaat jaminan kesehatan
terutama untuk diri sendiri.
-١ Untuk memperkaya pengetahuan akademik tentang Jaminan Kesehatan
dalam perspektif maslahatnya.
-٢ Untuk meningkatkan kemaslahatan pelayanan Jaminan Kesehatan yang
dilakukan BPJS
E. Review Pustaka (Studi Terdahulu)
Sejumlah penelitian tentang Jaminan Kesehatan telah dilakukan, baik
yang mengkaji secara spesifik maupun yang menyinggung secara umum.
16
M. Abduh Nuril Huda mahasiswa Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta dalam skripsinya yang berjudul “Implementasi Program
Badan Penyelenggara Jaminan Kesehatan Dalam Perspektif Syariah”. Memiliki
rumusan masalah 1. Bagaimana sistem pengelolaan jaminan kesehatan di BPJS?
2. Bagaimana implementasi program BPJS ksehatan dalam perspektif syariah?.
Metode pengumpulan data melalui studi kepustakaan. Dalam skripsinya
menyimpulkan bahwa implementasi BPJS Kesehatan yang sudah beroperasi
sampai saat ini, banyak aspek syariah yang terkandung di dalam BPJS
Kesehatan. Prinsip utama dalam asuransi syariah itu sendiri adalah tolong-
menolong dan al-ta‟min (rasa aman). Sama dengan prinsip asuransi Syariah,
prinsip utama dari BPJS Kesehatan itu sendiri adalah gotong royong antar
sesama peserta untuk kepentingan peserta lain yang di dalamnya terkandung
kemaslahatan.
Aris Setiawan mahasiswa Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta dalam skripsinya yang berjudul “Jaminan Sosial Kesehatan Sebagai Hak
Masyarakat Dalam Undang-Undang No 40 Tahun 2004 (Kajian Hukum Islam)”
memiliki rumusan masalah 1. Bagaimana ketentuan tentang jaminan sosial
terhadap masyarakat menurut Hukum Islam? 2. Bagaimana ketentuan tentang
jaminan sosial terhadap masyarakat menurut Hukum positif? 3. Bagaimana relasi
antara Hukum Islam dan Hukum Positif terhadap jaminan sosial kesehatan?.
Metode penelitian yang digunakan penulis adalah kualitatif yaitu penelitian yang
menghasilkan data deskriptif. Dalam skripsinya menyimpulkan dalam agama
islam yang merupakan agama yang rahmatan lil alamin sangat menjunjung
tinggi pemenuhan kebutuhan bagi setiap warganya. Dengan pemenuhan dan
pemberian jaminan kepada seluruh warga diharapkan dapat mensejahterakan
mereka semua. Jaminan social merupakan hak asasi setiap warga Negara sebagai
mana tercantu dalam UU 1945 pasal 27 ayat 2. Islam sebagai ajaran yang
memuat nilai-nilai normatif, begitu bagusnya dalam memandang dan
17
menempatkan martabat dan harkat manusia baik sebagai individu maupun
anggota sosial.
F. Metode Penelitian
-١ Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang penulis gunakan dalam penulisan skripsi ini
adalah penelitian kualitatif yaitu menggali sumber dari hasil studi kepustakaan
dengan pendekatan normatif.7
-٢ Sumber Dari Teknik Pegumpulan Data
Penelitian ini bersumber pada bahan-bahan pustaka atau data sekunder
yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan
hukum tertier.
Bahan hukum primer diperoleh dari Undang-undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945, Undang-undang No. 40 Tahun 2004 tentang
Sistem Jaminan Sosial Nasional, Undang-undang No. 24 Tahun 2011 tentang
BPJS, Peraturan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan No. 4 Tahun
2016 tentang petunjuk teknis penyelenggara koordinasi manfaat dalam
program Jaminan Kesehatan Nasional. Bahan hukum sekunder diperoleh dari
buku-buku, jurnal, berita koran dan literatur terkait.
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penulisan ini adalah
studi dokumentasi, yaitu menelusuri berbagai literatur yang mengandung
informasi yang berhubungan dengan masalah yang dibahas.8
-٣ Teknik Analisis Data
Di dalam penelitian ini, penulis menggunakan analisis isi deskrptif
kualitatif, yaitu mengidentifikasi secara sistemis dan melakukan analisis
terhadap dokumen-dokumen yang memuat informasi yang berkaitan dengan
7 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2011, hal. 35
8 Conny R . Semiawan, Metode Penelitian Kualitatif. (Jakarta : Grasindo, 2004)
18
tema, objek, dan masalah penelitian,9 yaitu aspek kemaslahatan dalam
kebijakan jaminan kesehatan di Indonesia.
G. Teknik Penulisan
Penulis menggunakan metode penulisan skripsi yang mengacu pada
“Pedoman Penulisan Skripsi Tahun 2017 Fakultas Syariah Dan Hukum
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta”.
H. Sistematika Pembahasan
Agar Penelitian ini dapat mencapai tujuan yang diharapkan oleh penulis,
maka sistematika penelitian ini terbagi kedalam lima Bab yang terdiri dari sub-
sub Bab sebagai berikut :
BAB I Merupakan bab yang berisi pendahuluan dimana pendahuluan tersebut
menjelaskan pembahasan skripsi dan mewakili pokok kasus yang akan
dibahas yang terdiri dari latar belakang masalah, rumusan masalah,
batasan masalah, tujuan penelitian, metode penelitian dan sistematika
penulisan.
BAB II Bab ini berisi tentang kebijakan jaminan kesehatan dan maslahat, yaitu
teori kebijakan, konsep jaminan kesehatan, teori maslahat,
BAB III Jaminan sosial kesehatan dan programnnya yang berisi program
jaminan kesehatan, badan penyelenggara jaminan sosial kesehatan,
dewan jaminan kesehatan, praktik penyelenggaraan jaminan kesehatan
dan permasalahannya.
9 Fahmi Muhammad Ahmadi dan Jenal Aripin, Metode Penelitian Hukum, (Ciputat: Lembaga
Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2010), hal. 17.
19
BAB IV Jaminan Kesehatan dan Maslahat, berisi tentang prinsip dan tujuan
jaminan kesehatan dalam perspektif maslahat, pelayanan jaminan
kesehatan, kelembagaan jaminan kesehatan.
BAB V Penutup, bab ini penulis akan menyimpulkan dari semua pembahasan
yang dijelaskan pada bab-bab sebelumnya. Serta saran yang dapat
penulis sampaikan dalam penulisan skripsi ini.
20
BAB II
TEORI KEBIJAKAN JAMINAN KESEHATAN DAN MASLAHAT
A. Teori Kebijakan
Kebijakan pada intinya merupakan keputusan atau pilihan-pilihan
tindakan yang secara langsung mengatur pengolahan dan pendistribusian
sumberdaya alam, finansial dan manusia demi kepentingan publik.10
Makna
modern dari gagasan “kebijakan” dalam Bahasa Inggris adalah seperangkat aksi
atau rencana yang mengandung tujuan politik.11
Banyak sekali definisi mengenai
kebijakan publik. Sebagian besar ahli memberi pengertian kebijakan publik
dalam kaitannya dengan keputusan atau ketetapan pemerintah untuk melakukan
suatu tindakan yang dianggap akan membawa dampak baik bagi kehidupan
warganya. Thomas R. Dye (1992) pernah berkata, “public policy is whatever
governments choose to do or not to do” (kebijakan publik adalah apapun pilihan
pemerintah untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu).12
Konsep ini sangat
luas karena kebijakan publik mencakup sesuatu yang tidak dilakukan pemerintah
di samping yang dilakukan oleh pemerintah ketika pemerintah menghadapi suatu
masalah publik. Sedangkan menurut David Easton, “Public policy is the
authoritative allocation of values for the whole society” (kebijakan publik adalah
pengalokasian nilai-nilai secara sah kepada masyarakat).
William N. Dunn mengatakan bahwa kebijakan publik (public policy)
adalah pola ketergantungan yang kompleks dari pilihan kolektif yang saling
tergantung, termasuk keputusan untuk tidak bertindak yang dibuat oleh badan
pemerintah.13
Implikasi dari definisi yang telah ditulis adalah:
a. Kebijakan publik selalu mempunyai tujuan tertentu 10
Edi Suharto, Kebijakan Sosial Sebagai Kebijakan Publik (Bandung: CV Alfabeta,2008), hal. 3 11
Wayne Parsons, Public Policy Pengantar Teori dan Praktik Analisis Kebijakan, (Jakarta; Kencana
Prenada Media Grup 2008) hal. 15 12
Sahya Anggara, Kebijakan Publik (Bandung: CV Pustaka Setia, 2014) hal. 35 13
Solichin Abdul Wahab, Analisis Kebijakan: dari formlasi kepenyusunan model Implementasi
Kebijakan Publik (Jakarta: Bumi Aksara, 2015) hal. 5
21
b. Kebijakan berisi pola tindakan pejabat pemerintah
c. Kebijakan adalah apa yang benar-benar dilakukan pemerintah
d. Kebijakan publik bersifat positif (tindakan pemerintah atas masalah
tertentu),
bersifat negatif (keputusan pemerintah untuk tidak melakukan sesuatu)
e. Kebijakan pemerintah selalu dilandaskan pada peraturan perundang-
undangan
yang sifatnya memaksa
Kebijakan publik dibuat oleh pemerintah berupa tindakan pemerintah.
Kebijakan publik untuk melakukan atau tidak melakukan tindakan. Karna
kebijakan publik ditujukan untuk kepentingan masyarakat. Menurut Amara
Raksasataya “kebijakan sebagai suatu taktik dan strategi yang diarahkan untuk
mencapai tujuan”. Oleh karena itu kebijakan memuat 3 elemen, yaitu:14
a. Identifikasi dari tujuan yang ingin dicapai
b. Strategi dari langkah-langkah untuk mencapai tujuan yang diinginkan
c. Penyediaan input untuk pelaksanaan secara nyata dari strategi kebijakan
Kebijakan publik seperangkat tindakan pemerintah yang bertujuan
mencapai hasil yang diharapkan publik sebagai konstituen pemerintah. Kebijakan
publik adalah tindakan yang legal dan sah karena kebijakan publik dibuat oleh
lembaga yang mempunyai legitimasi dalam sistem pemerintahan. Kebijakan
publik dibuat berdasarkan teori, model menyangkut sebab dan akibat. Kebijakan
juga bersandar pada perilaku. Pengertian ini menegaskan bahwa pemerintah
secara sah dapat berbuat sesuatu untuk masyarakatnya dan pemerintah bisa
memilih untuk melakukan sesuatu atau tidak diwujudkan dalam bentuk
pengalokasian nilai yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat. Ini terjadi
karena pemerintah adalah penguasa dalam sistem politik yang terlibat dalam
masalah sehari-hari yang menjadi tanggung jawabnya. Kata “kebijakan” harus
14
Hessel Nogi S. Tangkilisan,Evaluasi Kebijakan Publik, (Yogyakarta: Balairung & Co, 2003), hal.
149
22
dipahami dalam konteks historis, seperti konsep publik, makna kebijakan bisa
berubah dan menunjukkan perubahannya dalam praktik kebijakan.15
Dapat dirumuskan dari penjelasan di atas, makna kebijakan publik
adalah;
a. Segala sesuatu yang dikerjakan dan yang tidak dikerjakan oleh Pemerintah
b. Kebijakan publik adalah kebijakan yang mengatur kehidupan bersama atau
kehidupan public, bukan kehidupan perorangan atau golongan. Kebijakan
publik mengatur semua
c. Kebijakan publik kebijakan yang manfaatnya harus senantiasa ditujukan
untuk kepentingan masyarakat.
Untuk menjadikan sauatu kebijakan agar dapat terlaksana, maka ada
tahap-tahap kebijakan public menurutu William Dunn, yaitu;16
a. Penyusunan Agenda (Agenda Setting)
Penyusunan Agenda (Agenda Setting) adalah proses yang strategis dalam
kebijakan publik. Sebelum kebijakan ditetapkan dan dilaksanakan, pembuat
kebijakan perlu menyusun agenda dengan memasukkan dan memilih masalah
mana yang akan dijadikan prioritas untuk dibahas. Masalah yang terkait
dengan kebijakan dikumpulkan untuk diseleksi. Proses ini memiliki ruang
untuk memaknai apa masalah publik dan prioritas dalam agenda publik.
Jika sebuah isu sudah berstatus sebagai masalah publik, dan mendapatkan
prioritas dalam agenda publik, maka isu itu berhak mendapatkan alokasi
sumber daya publik yang lebih dari isu lain. Dalam agenda setting sangat
penting untuk menentukan suatu isu publik yang akan diangkat dalam suatu
agenda pemerintah. Isu kebijakan (policy issues) disebut juga masalah
kebijakan (policy problem). Policy issues biasanya muncul karena telah
terjadi silang pendapat atau pertentangan pandangan mengenai karakter
15
Wayne Parsons, Public Policy Pengantar Teori dan Praktik Analisis Kebijakan, (Jakarta; Kencana
Prenada Media Grup 2008). 16
William Dunn, Pengantar Analisis Kebijakan Publik, (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press,
1998), hal. 24.
23
permasalahan tersebut. Menurut William Dunn (1990) isu kebijakan adalah
produk atau fungsi dari adanya perdebatan tentang rumusan, rincian,
penjelasan maupun penilaian atas masalah tertentu. Tapi tidak semua isu bisa
menjadi suatu agenda kebijakan. Ada beberapa kriteria isu yang bisa dijadikan
agenda kebijakan publik ; telah mencapai titik kritis tertentu bila diabaikan
menjadi ancaman serius, telah mencapai tingkat partikularitas yang
berdampak dramatis, menyangkut emosi tertentu dari sudut kepentingan orang
banyak, mendapat dukungan media massa, menjangkau dampak yang amat
luas, mempermasalahkan kekuasaan dan keabsahan dalam masyarakat serta
menyangkut persoalan yang fasionable (sulit dijelaskan, tetapi mudah
dirasakan kehadirannya). Penyusunan agenda kebijakan dilakukan
berdasarkan tingkat urgensi dan esensi kebijakan. Kebijakan tidak boleh
mengaburkan tingkat urgensi, esensi dan keterlibatan stakeholder (masyarakat
yang terlibat).
b. Formulasi Kebijakan (Policy Formulating)
Masalah yang masuk agenda kebijakan lalu dibahas oleh para pembuat
kebijakan untuk dicari pemecahan masalah yang terbaik. Pemecahan masalah
berasal dari berbagai pilihan kebijakan yang ada.
c. Adopsi/Legitimasi Kebijakan (Policy Adoption)
Tujuan legitimasi untuk memberikan otorisasi pada proses dasar
pemerintahan. Bila tindakan legitimasi dalam suatu masyarakat diatur oleh
kedaulatan rakyat, warga negara akan mengikuti arahan pemerintah. Namun
warga negara harus percaya tindakan pemerintah yang sah. Legitimasi dapat
dikelola melalui manipulasi simbolsimbol tertentu. Di mana melalui proses ini
orang belajar untuk mendukung pemerintah.
d. Implementasi Kebijakan (Policy Implementation)
Pada tahap ini alternatif pemecahan yang sudah disepakati dilaksanakan. Pada
tahap ini, suatu kebijakan sering kali menemukan berbagai kendala. Rumusan-
24
rumusan yang telah ditetapkan secara terencana dapat berbeda di lapangan. Ini
disebabkan berbagai faktor yang sering mempengaruhi pelaksanaan
kebijakan. Untuk mewujudkan suatu kebijakan tentu ada beberapa kendala
yang harus diatasi sedini mungkin. Implementasi kebijakan adalah cara agar
kebijakan dapat mencapai tujuannya. Untuk mengimplementasikan kebijakan
publik terdapat dua langkah, yaitu mengiplementasikan langsung dalam
wujud program atau melalui formulasi kebijakan turunan dari kebijakan
tersebut.17
Implementasi kebijakan bisa diamati dengan jelas mulai dari program, proyek
dan kegiatan. Kebijakn diturunkan dalam bentuk program yang diturunkan
menjadi proyek dan berwujud menjadi kegiatan, yang dilakukan pemerintah,
masyarakat atau kerjasama pemerintah dengan masyarakat. Menurut Van
Meter dan Van Horm kebijakan publik sebagai tindakan dalam keputusan
sebelumnya. Ini adalah usaha untuk mengubah keputusan menjadi tindakan
operasional dalam waktu tertentu dalam melanjutkan usaha untuk perubahan
besar dan kecil yang ditetapkan oleh keputusan kebijakan yang dilakukan
organisasi publik untuk mencapai tujuan yang sudah ditetapkan.18
Dapat
disimpulkan bahwa implementasi kebijakan tidak dimulai sebelum tujuan dan
sasaran ditetapkan oleh keputusan kebijakan. Implementasi adalah proses
kegiatan yang dilakukan untuk mendapatkan hasil yang sesuai dengan tujuan
atau sasaran kebijakan tersebut.
e. Penilaian/evaluasi kebijakan (Policy Evaluation)
Evaluasi kebijakan adalah kegiatan menyangkut penilaian kebijakan yang
mencakup substansi, implementasi dan dampak. Evaluasi kebijakan tidak
hanya dilakukan saat tahap akhir, juga dalam proses kebijakan. Maka evaluasi
17
Riant Nugroho, Public Policy : Dinamika Kebijakan - Analisis Kebijakan - Manejemen Kebijakan, (
Jakarta: Elex Media Komputindo, 2011), hal. 618. 18
Budi Winarno, Kebijakan Publik - Teori dan Proses, (Jakarta: PT. Buku Kita, 2008), hal. 146-147.
25
kebijakan meliputi tahap perumusan masalah kebijakan, implementasi, tahap
dampak kebijakan.19
B. Konsep Jaminan Kesehatan
Menurut WHO (World Health Organization), sehat adalah “memperbaiki
kondisi manusia, baik jasmani, rohani ataupun akal, social dan bukan semata-
mata memberantas penyakit”.20
Bukan hanya memberantas penyakitnya saja tapi
juga kondisi manusianya dari jasmani maupun rohaninya karna sehat bukan
hanya terbebas dari penyakit tapi juga sehat jiwa dan raganya. Minimnya akses
masyarakat miskin pada layanan kesehatan yang memadai disebabkan mahalnya
biaya pengobatan dan perawatan serta tempat fasilitas kesehatan yang sulit
dijanngkau. Masyarakat umumnya masih memiliki jaminan kesehatan yang
rendah. Ini diakibatkan karena mahalnya biaya pengobatan.21
Kesehatan adalah hak asasi setiap individu. Hal ini dinyatakan dalam
organisasi UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 28-H tentang
kesehatan “Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal
dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak
memperoleh pelayanan kesehatan serta berhak atas jaminan kesehatan”. Oleh
karena itu kesehatan harus dimiliki dan dilindungi, menjadi hak dasar setiap
individu. Pembangunan kesehatan bagian terpadu dari pembangunan sumber
daya manusia dalam mewujudkan bangsa yang maju dan mandiri serta sejahtera
lahir dan batin. Salah satu ciri bangsa yang maju adalah bangsa yang mempunyai
derajat kesehatan yang tinggi. Pembangunan manusia seutuhnya harus mencapai
aspek jasmani dan kejiwaannya di samping spiritual, kepribadian, dan kejuangan.
19
Solichin Abdul Wahab, PengantarAnalisis Kebijakan Publik (Malang: Universitas Muhammadiyah
Malang Press, 2008) , hal. 65. 20
Dr. Al Fanjari Ahmad Syauqi, Nilai Kesehatan Dalam Syariat Islam, (Wonosobo: Bumi Aksara),
hal. 4 21
Wardan Anang Solihin, Peduli Kemiskinan, (Jakarta: Rosada), hal. 90-91
26
Untuk itu, pembangunan kesehatan ditujukan untuk mewujudkan manusia yang
sehat, cerdas dan produktif.22
Jaminan kesehatan memang harus ada karena tingkat kemakmuran
sebagian besar penduduk belum memungkinkan masyarakat menjangkau
pelayanan kesehatan secara memadai karena mahalnya biaya pengobatan.
Sedangkan pelayanan kesehatan bsgi masyarakat yang mengalami gangguan
adalah mutlak adanya. Sangat tidak manusiawi jika orang yang sakit dibiarkan
begitu saja tanpa mendapat pelayanan kesehatan karena secara ekonomi tidak
mampu membayar biaya. Jaminan kesehatan adalah sistem perlindungan sosial
yang sangat diperlukan oleh masyarakat. Bagi masyarakat miskin, jaminan sosial
kesehatan merupakan pendorong laju pembangunan sekaligus menjadi strategi
penting dalam penanggulangan kemiskinan. Karena, jaminan kesehatan telah
diakui sebagai satu strategi kebijakan sosial yang penting dalam menopang
industry dan pertumbuhan ekonomi. Sistem Jaminan Sosial Nasional yang
terdapat dalam UU No.40 Tahun 2004 bertujuan untuk memberikan jaminan
terpenuhinya kebutuhan dasar hidup yang layak bagi setiap peserta atau anggota
keluarganya. Salah satunya jaminan kesehatan yang diperuntukkan bagi seluruh
lapisan masyarakat.23
Dalam UU No.24 Tahun 2011 tentang Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial “bahwa sistem jaminan sosial nasional merupakan
program Negara yang bertujuan memberikan kepastian perlindungan dan
kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat”.
Jaminan kesehatan menjadi tanggung jawab pemerintah pusat maupun
pemerintah daerah. Peran pemerintah daerah dalam menjamin kesehatan
masyarakatnya diperkuat dengan dikabulkannya Judicial Review oleh Mahkamah
Konstitusi (MK) atas UU No.40 Tahun 2004 yang memberikan kewenangan
sekaligus amanah konstitusi kepada pemerintah daerah untuk menyelenggarakan
22
Wiku Adisasmito, Sistem Kesehatan, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007), hal.6 23
http://www.ekonomirakyat.org/edisi_7/artikel_5.html diakses pada 12 Maret 2018
27
system jaminan kesehatan daerah baik provinsi maupun kabupaten/kota. Dengan
diselenggarakannya program jaminan sosial secara nasional dalam bidang
kesehatan, dapat diciptakan ke gotong-royongan antara pengusaha dengan tenaga
kerja, antara yang kuat dan yang lemah, yang tua dan yang muda, yang sehat dan
yang tidak sehat, dan antara pemerintah dengan warga negaranya. Kewajiban
Negara untuk memberikan jaminan kepada setiap warga untuk memberikan akses
yang baik terhadap berbagai kebutuhan dasar manusia (terutama makanan,
kesehatan, tempat tinggal, dan pendidikan). Sedangkan yang lain jaminan sosial
berbicara tentang proteksi Negara bagi warga terhadap kondisi yang potensial
mendegradasi harkat dan martabat manusia, seperti kemiskinan, usia lanjut, cacat
dan pengangguran.24
C. Teori Maslahat
Secara etimologi, mashlahah sama dengan manfaat dari segi lafal dan
makna. Mashlahah juga berarti manfaat atau suatu pekerjaan yang mengandung
manfaat. Bila perdagangan adalah suatu kemaslahatan dan menuntut ilmu juga
suatu kemaslahatan, ini berarti perdagangan dan menuntut ilmu penyebab
diperolehnya manfaat lahir dan batin. Secara terminologi ada beberapa definisi
mashlahah yang dikaitkan oleh ulama Ushul Fiqh. Semua definisnya
mengandung arti yang sama. Menurut imam Al-Ghazali, kemaslahatan harus
sejalan dengan tujuan syara‟ meski bertentangan dengan tujuan manusia tidak
selamanya didasarkan pada kehendak hawa nafsu. Menurutnya, yang dijadikan
patokan dalam menentukan kemaslahatan itu adalah kehendak dan tujuan syara‟,
bukan kehendak dan tujuan manusia.25
Kemaslahatan bermakna sebanding dengan al-manfa‟ah yang artinya
segala sesuatu yang mengandung kegunaan atau manfaat. Dengan kata lain
24
Koentjaraningrat, Pengantar Antropologi, (Jakarta: Universitas Indonesia. 1966) 25
Nasrun Haroen, Ushul Fiqh, (Ciputat: Logos Publishing House 1996), Hal. 114.
28
kemaslahatan adalah sesuatu yang mendatangkan manfaat kepada manusia.26
Mashlahah Mursalah menurut bahasa adalah mencari kemaslahatan (yang
mutlak). Sedangkan menurut ahli Ushul Fiqh adalah suatu kemaslahatan dimana
syar‟i tidak mensyariatkan suatu hukum untuk kemaslahatan itu. Selain itu, tidak
ada dalil yang menunjukkan atas pengakuannya atau pembatalannya atau
menetapkan hukum suatu masalah yang tidak ada nashnya atau tidak ada
ijma‟nya dengan berdasar pada kemaslahatan semata (yang oleh syara‟ tidak
dijelaskan dibolehkan atau dilarang) atau bisa juga dikatakan memberikan hukum
syara‟ pada suatu kasus yang tidak ada dalam nash atau ijma‟ atas dasar
memelihara kemaslahatan atau kebaikan bersama. Kemaslahatan dunia yang
dicapai hamba Allah harus bertujuan untuk kemaslahatan di akhirat.27
Pembagian mashlahah dilihat dari beberapa segi yang telah dikemukakan
ahli Ushul Fiqh. Ada 3 kepentingan dan kualitasnya, yaitu: 28
a. Mashlahah al-Dharuriyyah, adalah kemaslahatan yang berhubungan dengan
kebutuhan pokok umat manusia di dunia dan di akhirat. Kemaslahatan ini ada
5, yaitu:
(١) Memelihara agama
(٢) Memelihara jiwa
(٣) Memelihara akal
(٤) Memelihara keturunan
(٥) Memelihara harta
Kelima kemaslahatan ini disebut al-mashalih al-khamsah. Memeluk
agama adalah fitrah dan naluri insani yang tidak bisa diingkari dan sangat
dibutuhkan umat manusia. Untuk itu Allah mensyari‟atkan agama yang wajib
dipelihara setiap orang, yang berkaitan dengan aqidah, ibadah, maupun
26
Koentjaraningrat, Pengantar Antropologi, (Jakarta: Universitas Indonesia. 1966) 27
Nasrun Haroen. Ushul Fiqh, (Ciputat: Logos Publishing House 1996), Hal. 114. 28
Ibid, hal. 115.
29
mu‟amalah. Hak hidup juga hak paling asasi bagi setiap mansia. Dalam kaitan
ini, untuk kemaslahatan, keselamatan jiwa dan kehidupan manusia Allah
mensyari‟atkan berbagai hukum yang terkait dengan itu, seperti syari‟at
qishash, kesempatan menggunakan hasil smber alam untuk dikonsumsi
manusia, hukum perkawinan untuk melanjutkan generasi manusia, dan
berbagai hukum lainnya. Akal adalah sasaran yang menentukan bagi
seseorang dalam menjalani kehidupannya. Maka Allah menjadikan
pemeliharaan akal sebagai suatu yang pokok. Allah juga melarang minum
minuman keras karna bisa merusak akal dan hidup manusia. Berketurunan
juga masalah pokok manusia dalam rangka memelihara kelangsungan
manusia di bumi. Maka Allah mensyari‟atkan nikah dengan hak dan
kewajiban. Dan manusia tidak bisa hidup tanpa harta, maka harta adalah
sesuatu yang dharuri (pokok) dalam kehidupan manusia. Untuk
mendapatkannya Allah mensyari‟atkan ketentuan untuk memelihara harta
seseorang Allah mensyari‟atkan hukuman pencuri dan perampok.
a. Mashlahah al-Hajiyah, adalah kemaslahatan yang dibutuhkan dalam
menyempurnakan kemaslahatan pokok (mendasar) sebelumnya yang
berbentuk keringanan untuk mempertahankan dan memelihara kebutuhan
dasar manusia.
b. Mashlahah al-Tahsiniyyah, adalah kemaslahatan yang sifatnya pelengkap
berupa keleluasaan yang dapat melengkapi kemaslahatan sebelumnya.
Ketiga kemaslahatan ini dibedakan, agar seorang muslim dapat
menentukan prioritas dalam mengambil suatu kemaslahatan. Kemaslahatan
dharuriyyah harus lebih didahulukan daripada kemaslahatan hajiyah dan
kemaslahatan hajiyah lebih didahulukan dari kemaslahatan tahsiniyah. Dari segi
kandungannya, para ulama ushul fiqh membagninya pada :
30
a. Mashlahah al-Ammah, yaitu kemaslahatan umum yang menyangkut
kepentingan orang banyak tetapi tidak berarti untuk kepentingan semua
orang, bisa berbentuk kepentingan mayoritas umat.
b. Mashlahah al-Khashshah, yaitu kemaslahatan pribadi dan sangat jarang,
seperti kemaslahatan yang berkaitan dengan pemutusan hubungan
perkawinan seseorang yang dinyatakan hilang (maqfud).
Dilihat dari sisi berubah atau tidaknya mashlahah, menurut Muhamad
Mushthafa al-Syatibi, ada 2 bentuk, yaitu :
-١ Mashlahah al-Tsabitah, yaitu kemaslahatan yang bersifat tetap, tidak
berubah sampai akhir zaman.
-٢ Mashlahah al-Mutaghayyirah, yaitu kemaslahatan yang berubah sesuai
dengan perubahan tempat, waktu dan subjek hukum.
Dari keberadaannya, mashlahah menurut syara‟ terbagi pada :
a. Mashlahah al-Mu‟tabarah, yaitu kemaslahatan yang didukung syara‟.
Maksudnya, adanya dalil khusus yang menjadi dasar bentuk dan jenis
kemaslahatan tersebut. Misalnya, seorang pencuri dikenakan hukuman harus
mengembalikan barang yang ia curi pada pemiliknya, bila masih utuh, atau
mengganti dengan yang nilainya sama, bila barang yang dicuri sudah habis.
Hukuman ini dianalogikan ulama ushul fiqh pada orang yang mengambil harta
orang lain tanpa izin, karena syara‟ menentukan hukuman bagi orang yang
mengambil barang orang lain tanpa izin dengan mengembalikan barang itu,
bila masih ada atau dengan yang sama nilainya, bila barang itu sudah habis
wajib mengembalikannya.
b. Mashlahah al-Mulghah, yaitu kemaslahatan yang ditolak oleh syara‟ karena
bertentangan dengan ketentuan syara‟. Misalnya syara‟ menentukan bahwa
orang yang melakukan hubungan seksual di siang hari bulan Ramadhan
31
dikenakan hukuman dengan memerdekakan budak atau puasa dua bulan
berturut-turut atau memberi makan 60 orang fakir miskin, menetapkan puasa
dua bulan tersebut. Ulama memandang hukum ini bertentangan dengan hadits
Rasulullah SAW karena bentuk hukuman itu harus diterapkan secara berurut.
Bila tidak mampu memerdekakan budak barulah puasa dua bulan. Oleh
karena itu ulama ushul fiqh memandang mendahulukan hukuman puasa dua
bulan berturut-turut dari memerdekakan budak adalah kemaslahatan yang
bertentangan dengan kehendak syara‟; hukumnya batal. Kemaslahatan seperti
ini menurut ulama disebut mashlahah al-mulghah dan tidak bisa dijadikan
landasan hukum.
c. Mashlahah al-Mursalah, yaitu kemaslahatan yang keberadaannya tidak
didukung syara‟ dan tidak juga dibatalkan syara‟ melalui dalil yang rinci.
Kemaslahatan dalam bentuk ini dibagi 2, yaitu:
(١) Mashlahah al-Gharibah yaitu kemaslahatan yang asing atau sama
sekali tidak ada dukungan dari syara‟ secara rinci maupun umum. Imam
al-syatibi mengatakan kemaslahatan seperti ini tidak ditemukan dalam
praktik meski pun ada dalam teori.
(٢) Mashlahah al-Mursalah yaitu kemaslahatan yang tidak didukung
dalil syara‟ atau nash yang rinci tetapi didukung oleh ayat atau hadits.29
29
Ibid, hal. 119.
32
-١ Konsep Maslahat dalam Kajian Hukum Islam
Maslahat merupakan salah satu metode penetapan hukum syara‟ yang
dilakukan dalam proses ijtihad yang lebih banyak menekankan pada aspek
mendahulukan keMaslahatan dan meniadakan madarat dalam
pengambilan keputusan hukum. Namun setiap Maslahat yang
bertentangan dengan Al-qur‟an, Sunnah, atau Ijma„ bisa menjadi batal dan
harus dibuang jauh-jauh.30
Alasannya adalah untuk menjadikan Maslahat
sebagi metode penetapan hukum syara‟, setiap kemaslahatan tersebut
hendaknya tidak bertentangan dengan ketentuan yang lebih kuat, dapat
diterima oleh akal sehat, berlaku umum dalam urusan muamalah, dan
disepakati oleh kebanyakan.31
Dengan kata lain, jika tidak memenuhi
empat ketentuan tadi maka dengan sendirinya Maslahat itu menjadi gugur
atau tertolak.
Alasan metode Maslahat banyak digunakan dalam kegiatan ijtihad,
karena semua ulama mazhab sepakat bahwa kebenaran ijtihad bersifat
relatif (dzanni), terkecuali apabila kebenarannya tidak keluar dari
kemauan syariat di dalam nas. Hal ini menimbulkan asumsi bahwa
munculnya perbedaan pendapat ulama dalam proses ijtihad dan penetapan
hukum syara‟ (istinbath al-ahkam) adalah karena tiga hal sebagai berikut:
pertama, formulasi kaidah (al-ta‟sis), yaitu ada yang berpegang kepada
pemahaman terhadap dalil syara‟ (uslub); kedua, ada yang berpegang
kepada masalah-masalah cabang (furu„); dan ketiga, metodologi (manhaj)
yaitu rumusan metode hukum dilakukan secara induktif dan secara
deduktif.32
30
Al-Ghazali, Al-Mustashfa min „Ilmi al-Ushul, (Bayrut: Dar al-Fikr, t.t.), h. 286-287. 31
Yusuf al-Qaradhawi, al-Madkhal li Dirasah al-Syari„ah al-Islamiyyah, (Kairo: Maktabah Wahbah,
t.t.), h. 62 32
Rachmat Syafe‟i, Ilmu Ushul Fiqh Perbandingan, (Bandung: Piara, 1994), hal. 44-47.
33
Mashlahah mursalah termasuk ke dalam salah satu kajian Siyasah
Syar‟iyyah, dimana siyasah syar‟iyyah diartikan dengan ketentuan
kebijaksanaan pengurusan masalah kenegaraan yang berdasarkan syariat.
Substansi dari siyasah syar‟iyyah sendiri yaitu :
a. Sesuai dan tidak bertentangan dengan syariat islam
b. Meletakkan persamaan kedudukan manusia didepan hukum dan
pemerintahan.
c. Tidak memberatkan masyarakat yang tidak melaksanakannya
d. Menciptakan keadilan dalam masyarakat
e. Menciptakan kemaslahatan dan menolak kemudaratan.
Mashlahah mursalah masuk ke dalam salah satu konsep siyasah
sar‟iyyah yang bertujuan untuk menciptakan suatu kemaslahatan bagi
masyarakat. Dan fiqh siyasah juga merupakan bagian dari siyasah
syar‟iyyah yang memberikan kontribusi berharga bagi pembuatan
perundang-undangan dalam satu negara agar sesuai dengan prinsip
syariah. Meskipun demikian tidak semua pandangan pemikir politik islam
yang tertuang dalam fiqh siyasah diterapkan dan dilaksanakan oleh suatu
pemerintahan.33
-٢ Dasar Hukum Maslahah Mursalah
Ada beberapa dasar hukum atau dalil mengenai diberlakukannya teori
maslahah mursalah, diantaranya yaitu:
33
Dr. J. Suyuti Pulungan, M.A., Fiqh Siyasah: ajaran, sejarah dan pemikiran. (Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada) hal. 30.
34
a. Al-Qur‟an
Diantara ayat-ayat yang dijadikan dasar berlakunya maslahah
mursalah adalah firman Allah SWT dalam QS. Al Anbiya: 107.
وماأرسلناك إالرحمة للعالمين
Artinya: “Dan tiadalah kami mengutus kamu, melainkan untuk
menjadi rahmat bagi seluruh alam”.
Maksudnya, Allah telah menciptakan nabi Muhammad SAW
sebagai rahmat bagi seluruh alam, artinya Dia mengirimnya sebagai
rahmat untuk semua orang. Barangsiapa menerima rahmat ini dan
berterimakasih atas berkah ini, dia akan bahagia di dunia dan di
akhirat. Namun, barangsiapa yang menolaknya maka dunia dan
akhirat akan lepas darinya. Ada pula dalam QS. Yunus: 57.
35
دور وهدى ورحمة للمؤمن ين كم وشفاءلما في الص ها الناس قد جاءتكم موعظة من رب ياأي
Artinya: “Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu
pelajaran dari Tuhanmu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang
berada) dalam dada dan petunjuk dan rahmat bagi orang-orang yang
beriman”.
Maksudnya, Allah berfirman, memberikan karunia kepada
makhluk-Nya yaitu berupa al-Qur‟an yang Agung, yang Allah
turunkan kepada Rasul-Nya yang mulia. Dari kesamaran-kesamaran
dan keraguan yaitu menghilangkan kekejian dan kotoran yang ada di
dalamnya. Hidayah dan rahmat Allah dapat dihasilkan dengan adanya
al-Qur‟an. Dan itu (rahmat) hanyalah untuk orang-orang yang beriman
kepadaNya, membenarkan dan meyakini apa yang ada didalamnya.
b. Hadits
Hadits yang dikemukakan sebagai landasan syar‟i atas kehujahan
maslahah mursalah adalah sabda nabi Muhammad SAW. ”Tidak boleh
berbuat madhorot dan pula saling memadhorotkan”. (H.R. Ibnu Majah
dan Daruquthni dan lainnya. Hadits ini berkualitas hasan).
36
c. Perbuatan Para Sahabat dan Ulama Salaf
Para sahabat seperti Abu Bakar as Shidiq, Utsman Bin Affan
dan para imam madzhab telah mensyariatkan aneka ragam hukum
berdasarkan prinsip maslahah.34
Contoh dari Utsman bin Affan yaitu mengumpulkan al-Qur‟an
ke dalam beberapa mushaf. Padahal hal ini tidak pernah dilakukan
pada masa Rasulullah SAW. Alasan mereka mengumpulkan ini tidak
lain kecuali semata-mata maslahat, yaitu menjaga al-Qur‟an dari
kepunahan atau kemutawatirnya karena meninggalnya sejumlah besar
hafidz dari generasi sahabat. Kehujjahan maslahah mursalah juga
didukung dalil-dalil aqliyah (alasan rasional) sebagaimana
dikemukakan oleh Abdul Wahab Khallaf dalam kitabnya Ilmu Ushul
Fiqh beliau menulis: Al-maslahat al-mursalat yakni mathlaqat adalah
kemaslahatan yang tidak disyari‟atkan oleh Allah secara tegas untuk
realisasinya dan tidak ada dalil syar‟i baik yang memerintahkan
maupun yang melarangnya. Disebut juga muthlaq karena
kemaslahatan itu tidak terikat pada dalil yang memerintahkan atau
yang melarangnya.35
Kesimpulannya, bahwa kemaslahatan manusia
itu selalu aktual dan tidak ada habisnya, oleh karena itu, jika tidak ada
syari‟ah hukum yang berkenaan dengan masalah baru yang terus
berkembang sementara pembentukan hukum hanya berdasarkan pada
prinsip yang mendapat pengakuan syar‟i saja, maka pembentukan
hukum akan terhenti dan kemaslahatan yang dibutuhkan manusia
disetiap masa dan tempat akan terabaikan.
34
Hafidzahmuda. Maslahah Mursalah.... https://hafidzahmuda.wordpress.com/2012/05/22/maslahah-
mursalah/. diakses pada tanggal 18 Juli 2018.
35 Ridwan. Fiqih Politik (Yogyakarta: FH UII Press, 2007) hal 94.
37
Menurut ulama Hanafiyyah, untuk menjadikan maslahah
mursalah sebagai dalil, disyaratkan maslahah tersebut berpengaruh
pada hukum. Menurut para ulama Malikiyyah dan Hanabilah
menerima maslahah mursalaha sebagai dalil dalam menetapkan
hukum, dengan syarat sejalan dengan kehendak syara‟ dan jenisnya
didukung nash secara umum, dan kemaslahatan menyangkut
kepentingan orang banyak bukan pribadi atau kelompok kecil
tertentu.36
-٣ Kedudukan Mashlahah Mursalah dalam Hukum Islam
Hakikat dari mashlahah mursalah sebagai produk hukum islam, yaitu :37
a. Ia adalah sesuatu yang baik menurut akal dengan pertimbangan
dapat mewujudkan kebaikan atau menghindarkan keburukan bagi
manusia.
b. Apa yang baik menurut akal itu, juga selaras dan sejalan dengan
tujuan syara‟ dalam menetapkan hukum.
c. Apa yang baik menurut dan selaras pula dengan tujuan syara‟
tersebut tidak ada petunjuk syara‟ secara khusus yang menolaknya,
juga tidak ada petunjuk syara‟ yang mengakuinya.
Pada ulama ushul fiqh sepakat mengatakan bahwa maslahah
mu‟tabarah dapat dijadikan hujjah dalam menetapkan hukum Islam.
Kemaslahatan seperti ini termasuk dalam metode qiyas. Mereka juga
sepakat bahwa maslahah al-mulghah tidak dapat dijadikan hujjah dalam
36
Dasar Hukum Maslahah Mursalah. http://ilmutentangagama.blogspot.com/2016/dasar-hukum-
maslahah-mursalah.html, diakses pada tanggal 17Juli 2018.
37 https://www.tongkronganislami.net/maslahah-mursalah-dalam-sumber-hukum-islam/ diakses pada
17 Juli 2018.
38
menetapkan hukum Islam, demikian juga dengan Maslahah Al-Gharibah,
karena tidak dapat ditemukan dalam praktek syara‟. Adapun terhadap
kehujjahan maslahah mursalah, pada prinsipnya jumhur ulama
menerimanya sebagai salah satu metode dalam menetapkan hukum
syara‟.38
Para ulama berbeda pendapat mengenai kedudukan maslahah mursalah
sebagai sumber hukum.39
)١( Sejumlah ulama menolaknya sebagai sumber hukum, dengan
alasan :
a) Bahwa dengan nash-nash dan qiyas yang dibenarkan, syariat
senantiasa memperhatikan kemaslahatan umat manusia. Tak
ada satupun kemaslahatan manusia yang tidak diperlihatkan
oleh syariat melalui petunjuknya.
b) Pembinaan hukum islam yang semata-mata didasarkan kepada
maslahat berarti membuka pintu bagi keinginan hawa nafsu.
)٢( Imam Malik membolehkan berpegang kepadanya secara mutlak.
Namun menurut Imam Syafi‟i boleh berpegang kepada maslahah
mursalah apabila sesuai dengan dalil dengan dalil kully atau dalil
juz‟iy dari syara. Pendapat kedua ini berdasarkan:
a) Kemaslahatan manusia selalu berubah-ubah dan tidak ada
habis-habisnya. Jika pembinaan hukum dibatasi hanya pada
maslahat-maslahat yang ada petunjuknya dari syar‟i (Allah),
tentu banyak kemaslahatan yang tidak ada status hukumnya
pada masa dan tempat yang berbeda-beda.
38
Nasroen Haroen, Ushul Fiqh, Logogs Wacana Ilmu, (Jakarta, 1997), hal. 120. 39
M. Khamzah dkk. Hikmah (Sragen: Akik Pustaka, 2015) hal 44.
39
b) Para sahabat dan tabi‟in serta para mujtahid banyak
menetapkan hukum untuk mewujudkan maslahat yang tidak
ada petunjuknya dari syar‟i. Misalnya membuat penjara,
mencetak uang, mengumpulkan dan membukukan ayat Al-
Qur‟an dan sebagainya. Kemaslahatan yang dapat dijadikan
hujjah dalam menginstibatkan hukum harus memenuhi syarat
yang sudah di sebutkan di atas.
40
BAB III
JAMINAN SOSIAL KESEHATAN DAN PROGRAMNYA
A. Program Jaminan Kesehatan
Jaminan kesehatan adalah bentuk perlindungan sosial yang
diselenggarakan oleh negara untuk menjamin warga negaranya memenuhi
kebutuhan hidup dasar yang layak. Terutama bidang dari kesejahteraan sosial
yang memperhatikan perlindungan sosial, atau perlindungan terhadap kondisi
sosial termasuk kemiskinan, usia lanjut, kecacatan, pengangguran, keluarga,
anak-anak, dan lain-lain.
Program jaminan kesehatan nasional adalah program pemerintah dan
masyarakat yang tujuannya memberikan kepastian jaminan kesehatan
menyeluruh bagi setiap rakyat Indonesia agar penduduk Indonesia dapat hidup
sehat, produktif, sejahtera.40
Program jaminan kesehatan ditujukan untuk
memberikan manfaat pelayanan kesehatan yang cukup komprehensif, mulai dari
pelayanan preventif seperti imunisasi dan Keluarga Berencana hingga pelayanan
penyakit katastropik seperti penyakit jantung, dan gagal ginjal. Institusi
pelayanan kesehatan pemerintah maupun swasta dapat memberikan pelayanan
untuk program tersebut selama mereka menandatangani sebuah kontrak
kerjasama dengan pemerintah.
Jaminan kesehatan adalah jaminan perlindungan kesehatan agar peserta
memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi
kebutuhan dasar kesehatan yang diberikan kepada setiap orang yang telah
membayar iuran atau pun iurannya dibayar pemerintah. Jaminan kesehatan
bersifat pelayanan kesehatan perorangan, ini mencakup pelayanan promotif,
preventif, kuratif, rehabilitativ, pelayanan obat, bahan medis habis pakai sesuai
40
Program Jaminan Kesehatan, sumber:
http://www.jaamsosindonesia.com/sjsn/Program/program_jaminan_kesehatan di akses pada 28 Maret
2018
41
dengan indikasi medis yang diperlukan.41
Program Jaminan Kesehatan
dilaksanakan terlebih dahulu pada program jaminan sosial lainnya. Para pegawai
negeri sipil dan militer memiliki program kesehatannya sendiri yaitu Askes dan
Asabri. Beberapa pekerja sektor formal dilindungi oleh sebuah program
kesehatan yang disediakan oleh Jamsostek, sedangkan yang lain tercakup dalam
program asuransi swasta. Sebagian sektor formal tidak tercakup sama sekali
karena pemberi kerja memilih untuk menghindari persyaratan Jamsostek.
Program Kesehatan kurang mampu untuk dapat memberikan program jaminan
kesehatan yang efektif dan efisien. Maka dari itu, pada Januari 2014 semua
program jaminan kesehatan yang ada dikelola oleh satu administrator yaitu BPJS
Kesehatan.
Peserta Jaminan Kesehatan adalah Penerima Bantuan Iuran (PBI)
Jaminan Kesehatan dan bukan PBI Jaminan Kesehatan. PBI Jaminan Kesehatan
adalah fakir misikin dan orang tidak mampu yang iurannya akan dibayar oleh
pemerintah. Fakir miskin terdapat dalam Peraturan Presiden, penerima bantuan
iuran jaminan kesehatan adalah orang yang sama sekali tidak mempunyai sumber
mata pencaharian tetapi tidak mempunyai kemampuan memenuhi kebutuhan
dasar yang layak bagi kehidupan dirinya atau keluarganya. Sedangkan orang
tidak mampu penerima PBI Jaminan Kesehatan adalah orang yang mempunyai
sumber mata pencaharian, gaji atau upah, yang hanya mampu memenuhi
kebutuhan dasar yang layak namun tidak mampu membayar iuran bagi dirinya
dan keluarganya. Bagi peserta yang mengalami cacat total tetap, iurannya juga
dibayar oleh pemerintah. Pelaksanaan program Jaminan Kesehatan untuk PBI
Jaminan Kesehatan bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
-١ Prinsip Jaminan Kesehatan
41
Yudha Indrajaya, Sosialisasi Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dan BPJS Kesehatan, (Jakarta:
Makalah Sosialisasi untuk Walikota, 2014), hal. 20.
42
Jaminan Kesehatan Nasional mengacu pada prinsip-prinsip Sistem
Jaminan Sosial Nasional (SJSN) berikut:
a. Prinsip Gotong Royong
Gotong royong menjadi salah satu prinsip dalam hidup
bermasyarakat juga merupakan salah satu akar dalam kebudayaan kita.
Dalam SJSN, prinsip gotong royong adalah peserta yang mampu
membantu peserta yang kurang mampu, peserta yang sehat membantu
yang sakit atau berisiko tinggi, dan peserta yang sehat membantu yang
sakit. Ini terwujud karena kepesertaan SJSN bersifat wajib untuk seluruh
penduduk, tanpa pandang bulu. Dengan demikian, melalui prinsip
gotong-royong jaminan sosial dapat menumbuhkan keadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia.
b. Prinsip Nirlaba
Pengelolaan dana amanat oleh Badan Penyelenggara Jaminan
Sosial (BPJS) adalah nirlaba bukan untuk mencari laba (for profit
oriented). Sebaliknya, tujuan utama adalah untuk memenuhi sebesar-
besarnya kepentingan peserta. Dana yang dikumpulkan dari masyarakat
adalah dana amanat, sehingga hasil pengembangannya, akan di
manfaatkan sebesar-besarnya untuk kepentingan peserta.
c. Prinsip Portabilitas
Prinsip portabilitas jaminan sosial dimaksudkan untuk
memberikan jaminan yang berkelanjutan kepada peserta sekalipun
mereka berpindah pekerjaan atau tempat tinggal dalam wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
d. Prinsip Kepesertaan Bersifat Wajib
Kepesertaan wajib dimaksudkan agar seluruh rakyat menjadi
peserta sehingga dapat terlindungi. Meskipun kepesertaan bersifat wajib
bagi seluruh rakyat, penerapannya tetap disesuaikan dengan kemampuan
43
ekonomi rakyat dan pemerintah serta kelayakan penyelenggaraan
program. Tahapan pertama dimulai dari pekerja di sektor formal,
bersamaan dengan itu sektor informal dapat menjadi peserta secara
mandiri, sehingga pada akhirnya Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN)
dapat mencakup seluruh rakyat.
e. Prinsip Dana Amanat
Dana yang terkumpul dari iuran peserta merupakan dana titipan
kepada badan-badan penyelenggara untuk dikelola sebaik-baiknya dalam
rangka mengoptimalkan dana tersebut untuk kesejahteraan peserta.
f. Prinsip Hasil Pengelolaan Dana Jaminan Sosial
Hasil pengelolaan dana jaminan sosial dipergunakan seluruhnya
untuk pengembangan program dan untuk sebesar-besar kepentingan
peserta.
-٢ Tujuan Jaminan Kesehatan
Jaminan Sosial adalah bentuk perlindungan sosial untuk menjamin
seluruh rakyat agar dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya yang layak.
Dengan demikian, Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang
dikembangkan di Indonesia merupakan bagian dari Sistem Jaminan Sosial
Nasional (SJSN). Sistem Jaminan Sosial Nasional ini diselenggarakan melalui
mekanisme Asuransi Kesehatan Sosial yang bersifat wajib (mandatory).
Tujuannya adalah agar semua penduduk Indonesia terlindungi dalam sistem
asuransi, sehingga mereka dapat memenuhi kebutuhan dasar kesehatan
masyarakat yang layak.
Ini bertujuan untuk memberikan jaminan terpenuhinya kebutuhan
dasar hidup yang layak bagi setiap peserta dan anggota keluarganya.
Pemenuhan kebutuhan dasar dapat diukur setiap saat. Kebutuhan dasar
kesehatan adalah pengobatan atau terapi sampai sembuh, apa pun penyakitnya
selagi teknologi kedokteran tersedia. Juga bertujuan demi terwujudnya rakyat
44
sehat dan produktif. Yang terpenting adalah memantau seberapa sehat
produktif rakyat Indonesia dibandingkan dengan tingkat sehat dan produktif
rakyat negara lain.42
-٣ Pelayanan Jaminan Kesehatan
Manfaat Jaminan Kesehatan bersifat pelayanan kesehatan perorangan,
mencakup pelayanan promotif, preventif, kuratif, rehabilitatif, pelayanan obat
sesuai indikasi medis yang diperlukan. BPJS kesehatan dalam melakukan
pelayanan promotif dan preventif yaitu dengan mengadakan program
kesehatan, program skrining, entry aplikasi, perawatan anak, imunisasi,
penyemprotan demam berdarah dan mengadakan olahraga.43
Pelayanan
promotif dan preventif ini bertujuan untuk menyehatkan para peserta BPJS
Kesehatan sehingga mengurangi biaya yang dikeluarkan untuk pengobatan
yang dilakukan di fasilitas kesehatan yang lebih mahal biayanya dibandingkan
dengan pelayanan promotif dan preventif ini.
Sedangkan pelayanan kuratif atau pengobatan yaitu BPJS Kesehatan
berupa pengobatan kepada para peserta di fasilitas kesehatan yang telah
bekerja sama dengan BPJS Kesehatan. Program rehabilitatif atau pasca
pengobatan yaitu BPJS Kesehatan mengadakan control ulang bagi peserta
yang sudah sembuh kemudian peserta tersebut dapat melakukan rehab medic
sehingga peserta tersebut tidak kembali sakit atau melakukan pengobatan di
fasilitas kesehatan yang bisa mengurangi biaya yang dikeluarkan oleh BPJS
Kesehatan.
Pelayanan promotif dan preventif meliputi pemberian pelayanan
penyuluhan kesehatan perorangan, imunisasi dasar, keluarga berencana dan
skrining kesehatan. Pelayanan kesehatan yang dijamin terdiri atas:
42
Hasbullah Thabrany, Jaminan Kesehatan Nasional, (Jakarta: RajaGrafindo Persada 2016) Hal. 17-
18. 43
Harry, BPJS Kesehatan, Wawancara dalam skripsi M. Abduh Nuril Huda, tahun 2014
45
a. Pelayanan Kesehatan tingkat pertama, meliputi pelayanan kesehatan non
spesialistik yang mencakup :
(١ Administrasi Pelayanan
(٢ Pelayanan promotif dan preventif
(٣ Pemeriksaan, pengobatan, dan konsultasi medis
(٤ Tindakan medis non spesialistik, baik operatif maupun non operatif
(٥ Pelayanan obat dan bahan medis habis pakai
(٦ Transfusi darah sesuai dengan kebutuhan medis
(٧ Pemeriksaan penunjang diagnostic leboraturium tingkat pertama
(٨ Rawat inap tingkat pertama sesuai dengan indikasi
b. Pelayanan kesehatan rujukan tingkat lanjutan, meliputi pelayanan
kesehatan yang mencakup:
(١ Rawat jalan yang meliputi:
a) Administrasi pelayanan
b) Pemeriksaan, pengobatan dan konsultasi spesialistik oleh dokter
spesialis dan subspesialis
c) Tindakan medis spesialistik sesuai dengan indikasi medis
d) Pelayanan obat dan bahan medis habis pakai
e) Pelayanan alat kesehatan implant
f) Pelayanan penunjang diagnostik lanjutan sesuai dengan indikasi
medis
g) Rehabilitasi medis
h) Pelayanan darah
i) Pelayanan kedokteran forensik
j) Pelayanan jenazah di Fasilitas Kesehatan
(٢ Rawat inap yang meliputi:
a) Perawatan inap non intensif
b) Perawatan inap di ruang intensif
46
c. Pelayanan kesehatan lain yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan.
Sedangkan untuk pelayanan kesehatan yang tidak dijamin oleh
program jaminan kesehatan:
(١ Pelayanan kesehatan yang dilakukan tanpa melalui prosedur
sebagaimana diatur dalam peraturan yang berlaku
(٢ Pelayanan kesehatan yang dilakukan di fasilitas kesehatan yang
tidak bekerjasama dengan BPJS Kesehatan, kecuali untuk kasus gawat
darurat
(٣ Pelayanan kesehatan yang telah dijamin oleh program jaminan
kecelakaan kerja terhadap penyakit atau cedera akibat kecelakaan kerja
atau hubungan kerja
(٤ Pelayanan kesehatan yang dilakukan di luar negeri
(٥ Pelayanan kesehatan untuk tujuan estetik
(٦ Pelayanan kesehatan untuk mengatasi infertilitas
(٧ Pelayanan meratakan gigi (ortodonsi)
(٨ Gangguan kesehatan/penyakit akibat ketergantungan obat dan/atau
alcohol
(٩ Gangguan kesehatan akibat sengaja menyakiti diri sendiri, atau
akibat melakukan hobi yang membahayakan diri sendiri
(١١ Pengobatan komplementer, alternatif dan tradisional, termasuk
akupuntur, shin she, chiropractic, yang belum dinyatakan efektif
berdasarkan penilaian teknologi kesehatan (health technology
assessment)
(١١ Pengobatan dan tindakan medis yang dikategorikan sebagai
percobaan (eksperimen)
(١٢ Alat kontrasepsi, kosmetik, makanan bayi dan susu
(١٣ Perbekalan kesehatan rumah tangga
47
(١٤ Pelayanan kesehatan akibat beencana pada masa tanggap darurat,
kejadian luar biasa/wabah
(١٥ Biaya pelayanan lainnya yang tidak ada hubungan dengan
mannfaat jaminan kesehatan yang diberikan
Fasilitas kesehatan meliputi rumah sakit, dokter praktek, klinik,
laboraturium, apotek dan fasilitas kesehatan lainnya. Fasilitas kesehatan
memenuhi syarat tertentu apabila kesehatan tersebut diakui dan memiliki
izin dari instansi Pemerintah yang bertanggung jawab di bidang
kesehatan. Besaran pembayaran kepada fasilitas kesehatan untuk setiap
wilayah ditetapkan berdasarkan kesepakatan antara BPJS dan asosiasi
fasilitas kesehatan di wilayah tersebut. BPJS wajib membayar fasilitas
kesehatan atas pelayanan yang diberikan kepada peserta paling lambat 15
(lima belas) hari sejak permintaan pembayaran diterima.
Alur pelayanan kesehatan di BPJS kesehatan yaitu fasilitas
kesehatan tingkat pertama (Puskesmas), fasilitas kesehatan tingkat kedua
(RSUD atau RS Swasta), fasilitas kesehatan tingkat ketiga (RSCM, RS
Jantung Harapan Kita, RS Kanker Dharmais, dan sebagainya). Jadi
pelayanan kesehatan yang diberikan mengharuskan peserta untuk
mengikuti alur yang telah ditetapkan. Pengobatan yang dilakukan peserta
harus melalui Puskesmas terlebih dahulu, apabila Puskesmas tidak bisa
menangani pasien, maka Puskesmas memberikan surat rujuakn ke rumah
sakit umum atau swasta. Apabila rumah sakit tersebut tidak bisa
menangani pasien dengan penyakit kritis, maka rumah sakit tersebut
memberikan surat rujukan kepadaa rumah sakit khusus yang menangani
penyakit tertentu.
Pelayanan kesehatan BPJS memfasilitasi peserta untuk dapat
berobat secara gratis di seluruh fasilitas kesehatan yang bekerja sama
dengan BPJS Kesehatan di seluruh Indonesia.
48
d. Pelayanan kesehatan yang dijamin
Pelayanan kesehatan tingkat pertama, meliputi pelayanan
kesehatan non spesialistik yang mencakup antara lain:
(١ Administrasi pelayanan
(٢ Pelayanan promotif dan preventif
(٣ Pemeriksaan, pengobatan dan konsultasi medis
(٤ Pelayanan obat dan bahan medis habis pakai
(٥ Transfusi darah sesuai dengan kebutuhan medis
(٦ Pemeriksaan penunjang diagnostic laboraturium tingkat pertama44
Alur pelayanan kesehatan BPJS yaitu peserta harus melakukan
pengobatan di fasilitas kesehatan tingkat pertama (Puskesmas) terlebih
dahulu fasilitas kesehatan tingkat kedua (RSUD atau RS Swasta), dan
selanjutnya fasilitas kesehatan tingkat ketiga (RSCM, RS Jantung
Harapan Kita, RS Kanker Dharmais dan sebagainnya) dengan
mendapatkan surat rujukan dari fasilitas kesehatan sebelumnya. Peserta
boleh melakukan pengobatan langsung ke fasilitaskesehatan tingkat
ketiga dengan catatan keadaan peserta sudah dalam keadaan darurat
(emergency). Setelah peserta melakukan pengobatan ke rumah sakit,
maka fasilitas kesehatan dapat mengajukan permohonan klaim pada
kantor BPJS Kesehatan, baik cabang atau pusat.
-٤ Iuran Jaminan Kesehatan
Iuran BPJS Kesehatan berasal dari iuran peserta bukan penerima
bantuan iuran (Non PBI) dan iuran peserta penerima bantuan iuran (PBI).
Iuran peserta Non PBI, baik bekerja maupun pemberi kerja seperti PNS, TNI
dan POLRI membayar iuran sebesar 5% (lima persen) dari gaji atau upah
perbulan dengan ketentuan 3% (tiga persen) dibayar oleh pemberi kerja dan
44
BPJS Kesehatan, Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan. Hal. 6
49
2% (dua persen) dibayar oleh peserta perbulannya dan mendapat fasilitas
pelayanan kesehatan di kelas I dan kelas II. Bagi peserta Penerima Bantun
Iuran (PBI) Jaminan Kesehatan iuran dibayar oleh Pemerintah. Penempatan
fasilitas pelayanan kesehatan sesuai dengan pangkat dari peserta tersebut.
Iuran bagi Peserta Pekerja Penerima Upah yang bekerja di BUMN,
BUMD dan Swasta sebesar 5% ( lima persen) dari Gaji atau Upah per bulan
dengan ketentuan : 4% (empat persen) dibayar oleh Pemberi Kerja dan 1%
(satu persen) dibayar oleh Peserta. Iuran untuk keluarga tambahan Pekerja
Penerima Upah yang terdiri dari anak ke 4 dan seterusnya, ayah, ibu dan
mertua, besaran iuran sebesar sebesar 1% (satu persen) dari dari gaji atau upah
per orang per bulan, dibayar oleh pekerja penerima upah. Iuran bagi kerabat
lain dari pekerja penerima upah (seperti saudara kandung/ipar, asisten rumah
tangga, dll); peserta pekerja bukan penerima upah serta iuran peserta bukan
pekerja adalah sebesar:
a. Sebesar Rp. 25.500,- (dua puluh lima ribu lima ratus rupiah) per orang per
bulan dengan manfaat pelayanan di ruang perawatan Kelas III.
b. Sebesar Rp. 51.000,- (lima puluh satu ribu rupiah) per orang per bulan
dengan manfaat pelayanan di ruang perawatan Kelas II.
c. Sebesar Rp. 80.000,- (delapan puluh ribu rupiah) per orang per bulan
dengan manfaat pelayanan di ruang perawatan Kelas I.
Iuran Jaminan Kesehatan bagi Veteran, Perintis Kemerdekaan, dan
janda, duda, atau anak yatim piatu dari Veteran atau Perintis Kemerdekaan,
iurannya ditetapkan sebesar 5% (lima persen) dari 45% (empat puluh lima
persen) gaji pokok Pegawai Negeri Sipil golongan ruang III/a dengan masa
kerja 14 (empat belas) tahun per bulan, dibayar oleh Pemerintah. Pembayaran
iuran paling lambat tanggal 10 (sepuluh) setiap bulan.
50
Tidak ada denda keterlambatan pembayaran iuran terhitung mulai
tanggal 1 Juli 2016 denda dikenakan apabila dalam waktu 45 (empat puluh
lima) hari sejak status kepesertaan diaktifkan kembali, peserta yang
bersangkutan memperoleh pelayanan kesehatan rawat inap, maka dikenakan
denda sebesar 2,5% dari biaya pelayanan kesehatan untuk setiap bulan
tertunggak, dengan ketentuan:
a. Jumlah bulan tertunggak paling banyak 12 (dua belas) bulan.
b. Besar denda paling tinggi Rp.30.000.000,- (tiga puluh juta rupiah).45
B. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan
١- Status dan Tempat Kedudukan
Sebagai badan hukum publik, BPJS Kesehatan dikelola oleh Direksi
dan Dewan Pengawas. Dewan Pengawas melakukan fungsi pengawasan atas
pelaksanaan tugas BPJS sebagai institusi. Dalam pelaksanaannya, Dewan
Pengawas :
a. Melakukan pengawasan atas kebijakan pengelolaan, dan memberikan
saran, nasihat, dan pertimbangan kepada Direksi mengenai kebijakan
pengelolaan BPJS Kesehatan;
b. Melakukan pengawasan, dan memberikan saran, nasihat, dan pertimbangan
atas pelaksanaan pengelolaan dan pengembangan Dana Jaminan Sosial
oleh Direksi;
c. Melakukan pengawasan atas kinerja Direksi; dan
d. Menyampaikan laporan pengawasan penyelenggaraan jaminan sosial
sebagai bagian dari satu kesatuan laporan BPJS Kesehatan kepada
Presiden dengan tembusan kepada Dewan Jaminan Sosial Nasional
(DJSN).
45
https://bpjs-kesehatan.go.id/bpjs/index.php/pages/detail/2014/13 iuran Jaminan Kesehatan. Diakses
pada 28 Maret 2018
51
Badan hukum dalam bahasa Indonesia diartikan sebagai organisasi
atau perkumpulan yang didirikan dengan akta yang otentik dan dalam hukum
diperlakukan sebagai orang yang memiliki hak dan kewajiban atau disebut
juga dengan subjek hukum.
Berdasarkan Pasal 1653 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
disebutkan mengenai adanya 3 jenis badan hukum, yaitu:
a. Yang diadakan oleh kekuasaan atau pemerintah atau negara.
b. Yang diakui oleh kekuasaan.
c. Yang diperkenankan dan yang didirikan dengan tujuan tertentu yang tidak
bertentangan dengan UndangUndang atau kesusilaan biasa juga disebut
dengan badan hukum dengan konstruksi keperdataan.
Badan hukum dibedakan atas 4 macam, yaitu :
a. Lembaga-lembaga negara yang dibentuk dengan maksud untuk
kepentingan umum dapat mempunyai status sebagai badan hukum yang
mewakili kepentingan umum dan menjalankan aktivitas di bidang hukum
publik. Misalnya Komisi Pemilihan Umum yang dalam menjalankan
tugasnya menetapkan keputusan tentang partai politik yang berhak
mengikuti pemilihan umum.
b. Badan hukum yang mewakili kepentingan publik dan menjalankan
aktivitas di bidang hukum perdata. Misalnya, Bank Indonesia sebagai bank
sentral menurut ketentuan UndangUndang Dasar 1945 mengadakan dan
menandatangani perjanjian jual beli valuta asing dengan badan usaha lain.
c. Badan hukum yang mewakili kepentingan perdata pendirinya tetapi
menjalankan aktivitas di bidang hukum publik. Misalnya, suatu yayasan
yang dibentuk oleh pribadi-pribadi para dermawan untuk membantu
pemberian bantuan obat-obatan dan fasilitas kesehatan bagi orang miskin
atau pegawai negeri sipil golongan I di suatu daerah tertentu.
52
d. Badan hukum yang mewakili kepentingan perdata pendirinya dan
menjalankan aktivitas di bidang perdata. Misalnya koperasi ataupun
perseroan terbatas yang didirikan oleh pendirinya untuk kepentingan
Perdata dan menjalankan aktivitas perdagangan yang mendatangkan
keuntungan perdata bagi yang bersangkutan.
Badan hukum ini dibedakan menjadi 2 (dua) jenis, yaitu:
a. Badan Hukum Privat (privaatrecht). Yaitu badan hukum yang didirikan
atas dasar hukum perdata atau hukum sipil yang menyangkut kepentingan
orang atau individu-individu yang termasuk dalam badan hukum tersebut.
b. Badan Hukum Publik (publiekrecht). Yaitu badan hukum yang didirikan
berdasarkan hukum publik atau orang banyak atau menyangkut
kepentingan negara.
Badan hukum publik (publiekrecht) merupakan badan hukum yang
didirikan berdasarkan hukum publik atau orang banyak atau menyangkut
kepentingan negara. Badan hukum ini merupakan badan negara, mempunyai
kekuasaan wilayah, lembaga yang dibentuk oleh yang berkuasa, berdasarkan
perundang-undangan yang dijalankan secara fungsional oleh
eksekutif/pemerintah/Badan pengurus yang diberikan tugas untuk itu.
Landasan Hukum BPJS Kesehatan sebagai Badan Hukum Publik,
adalah:
a. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan (BPJS Kesehatan)
Merupakan salah satu dan hukum publik di Indonesia yang dibentuk
berdasarkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem
Jaminan Sosial Nasional dan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011
tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. Dalam Pasal 7 Undang-
Undang Nomor 24 Tahun 2011 menyebutkan bahwa BPJS Kesehatan
adalah badan hukum publik dan bertanggung jawab kepada Presiden.
53
b. Pemilik BPJS Kesehatan sebagai Badan Hukum Publik.
Pada prinsipnya suatu badan hukum publik, pemiliknya adalah
orang/lembaga yang menempatkan modal/aset pada Badan hukum
tersebut. Sumber dana BPJS Kesehatan adalah dari pemerintah dan
peserta yang membayar iuran. Jadi pemilik BPJS Kesehatan adalah
pemerintah dan peserta program jaminan sosial, termasuk orang asing
yang bekerja paling singkat 6 (enam) bulan di Indonesia.
c. Lembaga Non-Struktural
Lembaga Non-Struktural adalah lembaga yang dibentuk melalui
peraturan perundang-undangan tertentu guna menunjang pelaksanaan
fungsi negara dan pemerintah, yang dapat melibatkan unsur-unsur
pemerintah, swasta dan masyarakat sipil, serta dibiayai oleh anggaran
negara. Kategori BPJS Kesehatan dalam Susunan Lembaga Negara
Indonesia. BPJS Kesehatan merupakan salah satu Lembaga Non-
Struktural. Lembaga Non-Struktural (disingkat LNS) adalah lembaga
yang dibentuk melalui peraturan perundang-undangan tertentu guna
menunjang pelaksanaan fungsi negara dan pemerintah, yang dapat
melibatkan unsur-unsur pemerintah, swasta dan masyarakat sipil, serta
dibiayai oleh anggaran negara.
BPJS Kesehatan dalam menyelenggarakan program Jaminan
Kesehatan Nasional berhubungan dengan badan hukum publik lainnya
(Kementerian/Lembaga). Hubungan kerja tersebut bersifat kemitraan,
koordinatif, konsultatif, sinergitas, dan joint working. Oleh karenanya,
tidak ada Kementerian/Lembaga yang dapat mengendalikan, mengatur,
dan mengintervensi BPJS Kesehatan, kecuali ada penugasan khusus dari
Presiden. Tata Hubungan Kerja BPJS Kesehatan sebagai Badan Hukum
Publik yang bertanggung jawab kepada Presiden Sepanjang tidak ada
Menteri atau Pejabat lain yang ditunjuk Presiden, sesuai dengan
54
hubungan ketatalaksanaan pemerintahan, Direksi BPJS Kesehatan
mempunyai kewajiban hukum untuk menyampaikan pelaksanaan
program JKN yang diamanatkan oleh Undang-Undang SJSN dan
Undang-Undang BPJS secara tertulis dan/atau lisan kepada Presiden.
Kekuatan Peraturan/Regulasi yang Diterbitkan oleh BPJS
Kesehatan Sehubungan dengan kedudukan BPJS Kesehatan yang
termasuk dalam Badan Hukum Publik yang dibentuk dengan Undang-
Undang, BPJS Kesehatan memiliki kewenangan untuk membuat
keputusan atau peraturan yang mengikat orang lain yang tidak tergabung
dalam badan hukum tersebut. Hal ini sejalan dengan amanat Pasal 8
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan
PerundangUndangan. Pasal 8 menyebutkan:
١( Jenis Peraturan Perundang-undangan selain sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) mencakup peraturan yang
ditetapkan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan
Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Mahkamah Agung, Mahkamah
Konstitusi, Badan Pemeriksa Keuangan, Komisi Yudisial, Bank
Indonesia, Menteri, badan, lembaga, atau komisi yang setingkat yang
dibentuk dengan Undang-Undang atau Pemerintah atas perintah
Undang-Undang, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi,
Gubernur, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/ Kota,
Bupati/Walikota, Kepala Desa atau yang setingkat.
٢( Peraturan Perundang-undangan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) diakui keberadaannya dan mempunyai kekuatan hukum mengikat
sepanjang diperintahkan oleh Peraturan Perundang-undangan yang
lebih tinggi atau dibentuk berdasarkan kewenangan.46
46
Peraturan Perundang-Undangan Republik Indonesia No. 24 Tahun 2011 tentang Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial.
55
Mengacu pada ketentuan dalam Pasal 8 di atas, BPJS Kesehatan
memenuhi rumusan ayat (1) dan ayat (2) yakni: (1) Peraturan BPJS
Kesehatan termasuk dalam jenis peraturan perundang-undangan yang
berlaku di Indonesia karena BPJS Kesehatan sebagai penyusun Peraturan
merupakan badan yang dibentuk dengan Undang-Undang, dalam hal ini
Undang-Undang SJSN dan Undang-Undang BPJS. (2) Peraturan BPJS
Kesehatan diakui keberadaannya dan mempunyai kekuatan hukum yang
mengikat karena diperintahkan oleh peraturan perundang-undangan yang
lebih tinggi dan/atau dibentuk berdasarkan kewenangan.47
٢- Fungsi
BPJS Kesehatan berfungsi menyelenggarakan program jaminan
kesehatan. Jaminan kesehatan menurut UU SJSN diselenggarakan secara
nasional berdasarkan prinsip asuransi sosial dan prinsip ekuitas, dengan tujuan
menjamin agar peserta memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan
perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan.
BPJS Kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) huruf a
berfungsi menyelenggarakan program jaminan kesehatan. BPJS
Ketenagakerjaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) huruf b
berfungsi menyelenggarakan program jaminan kecelakaan kerja, program
jaminan kematian, program jaminan pensiun, dan jaminan hari tua.48
٣- Tugas dan Wewenang
Dalam melaksanakan fungsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9,
BPJS bertugas untuk:
a. melakukan dan/atau menerima pendaftaran peserta;
47
Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, S.H. Kedudukan dan status kelembagaan BPJS Kesehatan. (Jakarta;
BPJS Kesehatan 2017). Hal. 14. 48
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2011 Tentang Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial. Pasal 9 Ayat (1) Dan (2).
56
b. memungut dan mengumpulkan iuran dari peserta dan pemberi kerja;
c. menerima Bantuan Iuran dari Pemerintah;
d. mengelola Dana Jaminan Sosial untuk kepentingan Peserta;
e. mengumpulkan dan mengelola data peserta program jaminan sosial;
f. membayarkan manfaat dan/atau membiayai pelayanan kesehatan sesuai
dengan ketentuan program Jaminan Sosial; dan
g. memberikan informasi mengenai penyelenggaraan program Jaminan
Sosial kepada Peserta dan masyarakat.
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10,
BPJS berwenang untuk:
a. menagih pembayaran Iuran;
b. menempatkan Dana Jaminan Sosial untuk investasi jangka pendek dan
jangka panjang dengan mempertimbangkan aspek likuiditas, solvabilitas,
kehati-hatian, keamanan dana, dan hasil yang memadai;
c. melakukan pengawasan dan pemeriksaan atas kepatuhan Peserta dan
Pemberi Kerja dalam memenuhi kewajibannya sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan jaminan sosial nasional;
d. membuat kesepakatan dengan fasilitas kesehatan mengenai besar
pembayaran fasilitas kesehatan yang mengacu pada standar tarif yang
ditetapkan oleh Pemerintah;
e. membuat atau menghentikan kontrak kerja dengan fasilitas kesehatan;
f. mengenakan sanksi administratif kepada Peserta atau Pemberi Kerja yang
tidak memenuhi kewajibannya;
g. melaporkan Pemberi Kerja kepada instansi yang berwenang mengenai
ketidakpatuhannya dalam membayar Iuran atau dalam memenuhi
kewajiban lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan;
dan
57
h. melakukan kerja sama dengan pihak lain dalam rangka penyelenggaraan
program Jaminan Sosial.49
Kewenangan menagih pembayaran iuran dalam arti meminta
pembayaran dalam hal terjadi penunggakan, kemacetan, atau kekurangan
pembayaran, kewenangan melakukan pengawasan dan kewenangan
mengenakan sanksi administratif yang diberikan kepada BPJS memperkuat
kedudukan BPJS sebagai badan hukum publik.50
٤- Hak dan Kewajiban
Dalam melaksanakan kewenangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
11, BPJS berhak untuk:
a. memperoleh dana operasional untuk penyelenggaraan program yang
bersumber dari Dana Jaminan Sosial dan/atau sumber lainnya sesuai
dengan ketentuan peraturan perundangundangan; dan
b. memperoleh hasil monitoring dan evaluasi penyelenggaraan program
Jaminan Sosial dari DJSN setiap 6 (enam) bulan.
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10,
BPJS berkewajiban untuk:
a. memberikan nomor identitas tunggal kepada Peserta;
b. mengembangkan aset Dana Jaminan Sosial dan aset BPJS untuk sebesar-
besarnya kepentingan Peserta;
c. memberikan informasi melalui media massa cetak dan elektronik
mengenai kinerja, kondisi keuangan, serta kekayaan dan hasil
pengembangannya;
d. memberikan Manfaat kepada seluruh Peserta sesuai dengan Undang-
Undang tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional;
49
Ibid 50
http://www.jamsosindonesia.com/bpjs/view/fungsi-tugas-wewenang_25 di akses pada 28 Maret
2018
58
e. memberikan informasi kepada Peserta mengenai hak dan kewajiban untuk
mengikuti ketentuan yang berlaku;
f. memberikan informasi kepada Peserta mengenai prosedur untuk
mendapatkan hak dan memenuhi kewajibannya;
g. memberikan informasi kepada Peserta mengenai saldo jaminan hari tua
dan pengembangannya 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun;
h. memberikan informasi kepada Peserta mengenai besar hak pensiun 1
(satu) kali dalam 1 (satu) tahun;
i. membentuk cadangan teknis sesuai dengan standar praktik aktuaria yang
lazim dan berlaku umum;
j. melakukan pembukuan sesuai dengan standar akuntansi yang berlaku
dalam penyelenggaraan Jaminan Sosial; dan
k. melaporkan pelaksanaan setiap program, termasuk kondisi keuangan,
secara berkala 6 (enam) bulan sekali kepada Presiden dengan tembusan
kepada DJSN. 51
51
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2011 Tentang Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial. Pasal 12 Dan Pasal 13.
59
٥- Struktur Organisasi
Organ BPJS terdiri atas Dewan Pengawas dan Direksi.52
52
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2011 Tentang Badan Penyelenggara Jaminan
Kesehatan, Pasal 20.
60
C. Dewan Jaminan Kesehatan
Dewan pengawas BPJS terdiri atas 7 (tujuh) orang professional. Dewan
Pengawas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) UU No. 24 tahun 2011 terdiri
atas 2 (dua) orang unsur Pemerintah, 2 (dua) orang unsur Pekerja, dan 2 (dua)
orang unsur Pemberi Kerja, serta 1 (satu) orang unsur tokoh masyarakat.
Anggota Dewan Pengawas diangkat dan diberhentikan oleh Presiden. Salah
seorang dari anggota Dewan Pengawas sebagaimana dimaksud ditetapkan
sebagai ketua Dewan Pengawas oleh Presiden. Anggota Dewan Pengawas
sebagaimana diangkat untuk jangka waktu 5 (lima) tahun dan dapat diusulkan
untuk diangkat kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan berikutnya. Dewan
pengawas berfungsi melakukan pengawasan atas pelaksanaan tugas BPJS. Dalam
menjalankan fungsi, Dewan Pengawas bertugas untuk :
-١ melakukan pengawasan atas kebijakan pengelolaan BPJS dan kinerja
Direksi;
-٢ melakukan pengawasan atas pelaksanaan pengelolaan dan pengembangan
dana Jaminan Sosial oleh Direksi;
-٣ memberikan saran, nasihat, dan pertimbangan kepada Direksi mengenai
kebijakan dan pelaksanaan pengelolaan BPJS; dan
-٤ menyampaikan laporan pengawasan penyelenggaraan Jaminan Sosial
sebagai bagian dari laporan BPJS kepada Presiden dengan tembusan
kepada DJSN.
Dalam menjalankan tugas, Dewan Pengawas berwenang untuk:
-١ menetapkan rencana kerja anggaran tahunan BPJS;
-٢ mendapatkan dan/atau meminta laporan dari Direksi;
-٣ mengakses data dan informasi mengenai penyelenggaraan BPJS;
-٤ melakukan penelaahan terhadap data dan informasi mengenai
penyelenggaraan BPJS; dan
61
-٥ memberikan saran dan rekomendasi kepada Presiden mengenai kinerja
Direksi.
-٦ Ketentuan mengenai tata cara pelaksanaan fungsi, tugas, dan wewenang
Dewan Pengawas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3)
diatur dengan Peraturan Dewan Pengawas.53
D. Praktik Penyelenggaraan Jaminan Kesehatan dan Permasalahannya
Berbagai permasalahan muncul berkaitan dengan uang, yang telah dan
akan dibayar BPJS, kecukupan dana, dan besaran pembayaran kepada fasilitas
kesehatan. Masalah likuiditas dan klaim melebihi penerimaan iuran, maka
pimpinan BPJS menyusun aturan kepesertaan yang menabrak batas
kewenangannya. Di tahun 2015 pemerintah dan DPR sepakat menyuntik dana
tambahan sampai Rp 5 triliun untuk BPJS Kesehatan.54
Kekeliruan pemahaman
pimpinan BPJS terletak pada penafsiran delegasi kewenangan pengaturan
kepesertaan dalam Perpres Jaminan Kesehatan. Mulai berlakunya jaminan
merupakan penetapan manfaat JKN yang oleh UU SJSN didelegasikan kepada
Perpres, bukan kepada BPJS. Beberapa aturan BPJS yang mepersulit penduduk
mendapatkan haknya, sekaligus menjalankan kewajibannya, sebagaimana diatur
dalam peraturan BPJS Nomor 4/2014, adalah :
-١ Aturan mengenai masa berlaku aktif jaminan setelah 7 hari pertama
mendaftar apalagi membayar bertentangan dengan UU SJSN. Dalam UU
disebutkan bahwa peserta adalah penduduk yang telah membayar iuran. Hak
peserta adalah mendapatkan jaminan dan informasi. Menunda 7 hari dapat
menimbulkan risiko besar. Sebab, sakit dan kecelakaan diri dapat terjadi
setiap saat. Celakanya lagi, diberitakan bahwa atas laporan DIrut BPJS
53
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2011 Tentang Badan Penyelenggara Jaminan
Kesehatan, Pasal 22. 54
http://www.twmpo.co/read/news/2015/01/22/090636837/PEMERINTAH-Suntik-BPJS-Rp-5-triliun.
Di akses pada 28 Maret 2018
62
Kesehatan, Menko Perekonomian mengintruksikan masa verifikasi 30 hari.55
Padahal Menko Perekonomian sama sekali tidak diberi peran oleh UU SJSN.
-٢ Aturan lain yang aneh adalah bahwa bayi baru lahir tidak langsung
dijamin. Belakangan sudah dikoreksi bahwa untuk peserta PBI (penduduk
miskin) maka bayi langsung dijamin. Ini juga aneh dan menyulitkan peserta
yang kebetulan melahirkan bayi yang sakit atau menderita cacat bawaan.
-٣ Persyaratan kepesertaan yang terlalu bayak dan tidak selalu bisa dimiliki
peserta golongan bawah juga menyulitkan peserta. Persyaratan memiliki
rekening bank misalnya, merupakan salah satu persyaratan yang
menyulitkan peserta. Sebagai asuransi wajib, maka setiap penduduk
Indonesia yang mau membayar iuran harus diterima. Tidak perlu persyaratan
yang rumit atau banyak.
-٤ Adalagi aturan sendiri yang dibuat BPJS yaitu dengan menyatakan bahwa
BPJS berupaya agar biaya operasional BPJS dapat dipenuhi dari hasil
pengembangan aset BPJS. Memang UU BPJS memiliki cacat bawaan
dimana aset BPJS dipisah dari aset Dana Jaminan Sosial (DJS).
Di lapangan petugas BPJS memiliki persepsi berbeda. Ada yang
mengharuskan semua syarat peserta perorangan seperti KTP, surat domisili,
nomor rekening, diserahkan. Seharusnya karena penduduk wajib menjadi
peseerta, cukup salah satu bukti saja, bukan semuanya.56
Selain itu, ada juga pemasalahan yang baru terjadi pada 27 November
2017. Mito, seorang warga Jakarta Timur belum menjadi anggota BPJS
Kesehatan. Pria berusia 34 tahun ini sebenarnya punya keinginan untuk
mengurus menjadi keanggotaan BPJS Kesehatan. Namun, ia masih belum
mengerti akan manfaat sistem jaminan kesehatan ini sehingga niatnya pun
kurang bulat. “Selain memang enggak sempat karena ada kerjaan, belum daftar
55
http://www.thejakartapost.com/news/2015/02/02/govt-extend-activation-jkn-insurance-one-
month.html. Di akses pada 29 Maret 2018 56
Hasbullah Thabrany, Jaminan Kesehatan Nasional, (Jakarta: RajaGrafindo Persada 2016) Hal. 264-
266.
63
BPJS Kesehatan juga karena belum mengerti fungsinya. Kalau misalnya ngerti,
mungkin saya akan sempatkan,” kata Mito kepada Tirto. Pria yang bekerja
sebagai pelayan kafe di kawasan Jakarta Selatan ini enggan mendaftar karena
sering mendengar kabar bahwa pelayanan BPJS Kesehatan kerap bermasalah.
Layanan BPJS Kesehatan yang bergulir sejak 2014 memang menyisakan banyak
persoalan, antara lain kasus peserta yang ditolak di rumah sakit, pelayanan yang
kurang memadai hingga defisit anggaran yang menahun. Citra yang buruk
tersebut membuat target dari Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat
(JKN-KIS) agar seluruh penduduk Indonesia dapat terlindungi jaminan kesehatan
atau Universal Health Coverage (UHC) masih jauh panggang dari api. Per 31
Desember 2017, jumlah kepesertaan JKN-KIS baru mencapai 187,98 juta orang,
atau 73 persen dari target 2019 sebanyak 257,5 juta orang. Dengan demikian,
masih ada 69,52 juta orang yang harus masuk hingga 2019.57
Bagaimana strategi BPJS Kesehatan pada 2018 di tengah persoalan defisit
anggaran? Bila mengacu dari paparan direksi BPJS Kesehatan di awal 2018,
upaya yang akan dilakukan BPJS Kesehatan tidak banyak berubah seperti tahun-
tahun sebelumnya. BPJS Kesehatan masih fokus memberikan sosialisasi kepada
warga, dan mendorong para stakeholder untuk aktif dalam mengoptimalkan
pelaksanaan program JKN-KIS. Dalam kepesertaan JKN-KIS, sedikitnya ada 10
kelompok yang terdaftar di BPJS Kesehatan, seperti penerima bantuan iuran
(PBI) yang menjadi tanggung jawab APBN dan APBD. Lalu, Pekerja Penerima
Upah (PPU) PNS, Polri, BUMN, BUMD, dan TNI. Kemudian ada lagi PPU
Swasta, Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) Pekerja Mandiri dan Bukan
Pekerja. Namun dari 10 kelompok itu, BPJS Kesehatan lebih fokus menambah
PPU Swasta dan PBPU. Hal ini dikarenakan, data kelompok selain PPU Swasta
dan PBPU sudah teridentifikasi oleh kementerian dan lembaga (KL) yang
57
https://tirto.id/daftar-masalah-yang-bikin-bpjs-kesehatan-terseok-seok-cCGi penulis dan Reporter
Ringkang Gumiwang. Diakses pada 29 Maret 2018.
64
bersangkutan. Dengan kata lain, BPJS Kesehatan hanya tinggal menunggu atau
menerima data saja.58
Dalam mendorong kepesertaan PPU Swasta dan PBPU tersebut, BPJS
Kesehatan melakukan pendekatan atau cara yang berbeda. Untuk PPU Swasta,
BPJS Kesehatan akan mendorong kegiatan canvassing kepada badan usaha.
Kegiatan dari canvassing antara lain menyisir lokasi usaha secara terencana,
menginformasikan hak dan kewajiban badan usaha, mendata tenaga kerja, serta
meminta komitmen pelaksanaan kewajiban pendaftaran atau pelaporan data
secara lengkap dan benar. Apabila kewajiban itu tidak dijalankan badan usaha
dalam batas waktu yang telah ditentukan, maka BPJS Kesehatan akan
memproses badan usaha bersangkutan itu ke dalam pengawasan dan pemeriksaan
kepatuhan.59
Khusus untuk PBPU atau Pekerja Mandiri, BPJS akan fokus dalam
mempermudah cara pendaftaran dan pembayaran, misalnya, dengan membuat
aplikasi mobile JKN, membuka call center, termasuk membuka layanan JKN di
pusat perbelanjaan. Selain itu, BPJS Kesehatan juga menjalin kerja sama dengan
perguruan tinggi guna mewajibkan para mahasiswanya untuk terdaftar dalam
program JKN-KIS. Tentunya, apabila mahasiswa terdaftar, maka keluarganya
pun otomatis juga bisa ikut terdaftar. BPJS Kesehatan juga mengingatkan agar
pemda dan kementerian/lembaga yang terkait juga aktif dalam mendukung
pelaksanaan program JKN-KIS. Apalagi, instruksi itu sudah tertuang dalam
Inpres No. 8/2017 tentang Optimalisasi Pelaksanaan Program JKN.60
Apakah strategi BPJS itu mampu mengejar target kepesertaan 257 juta
orang di 2019? Bila melihat kinerja BPJS Kesehatan selama ini, agaknya sulit
58
https://tirto.id/daftar-masalah-yang-bikin-bpjs-kesehatan-terseok-seok-cCGi penulis dan Reporter
Ringkang Gumiwang. Diakses pada 29 Maret 2018. 59
https://tirto.id/daftar-masalah-yang-bikin-bpjs-kesehatan-terseok-seok-cCGi penulis dan Reporter
Ringkang Gumiwang. Diakses pada 29 Maret 2018. 60
https://tirto.id/daftar-masalah-yang-bikin-bpjs-kesehatan-terseok-seok-cCGi penulis dan Reporter
Ringkang Gumiwang. Diakses pada 29 Maret 2018.
65
untuk mengejar target pada 2019. Apalagi, strategi atau inovasi dari BPJS
Kesehatan pada 2018, bisa dibilang tidak ada yang baru. Dalam empat tahun
terakhir, BPJS Kesehatan hanya mampu menambah jumlah kepesertaan JKN-
KIS total sebanyak 66,38 juta orang. Jika dirata-rata, maka jumlah peserta yang
berhasil didaftarkan BPJS Kesehatan mencapai 1,38 juta orang per bulan. Secara
hitungan sederhana, capaian kinerja BPJS Kesehatan itu tidak cukup untuk
mengejar sisanya. Pasalnya, dengan waktu 2 tahun yang tersisa, rata-rata jumlah
kepesertaan sedikitnya harus bertambah 2,89 juta orang perbulan.61
Menurutnya, ada empat hal yang menyebabkan target kepesertaan
program JKN-KIS sulit dikejar. Pertama, sosialisasi JKN oleh BPJS Kesehatan
masih belum memadai, perlu upaya yang lebih agar rakyat mengetahui aturan
main dan manfaat JKN. Kedua, meningkatkan pelayanan JKN di rumah sakit.
Saat ini, masih banyak keluhan dari lapisan masyarakat menyangkut pelayanan
JKN. Kondisi itu akhirnya membuat citra dari JKN turun. Ketiga, masih
lemahnya penegakkan hukum bagi badan usaha yang belum mendaftarkan para
pekerjanya ke BPJS Kesehatan. Koordinasi antara BPJS Kesehatan, pemerintah
daerah dan Kejaksaan masih perlu untuk ditingkatkan lagi.62
Target jumlah kepesertaan JKN-KIS sebanyak 257,5 juta sebenarnya
bukan tidak mungkin tercapai tepat waktu, apabila dikerjakan serius dan dapat
dukungan banyak pihak. Tugas mengejar target kepesertaan JKN bukan
tanggung jawab BPJS Kesehatan saja, tetapi juga menjadi tanggung jawab
pemda, kementerian/lembaga, pelaku usaha swasta dan lainnya. Namun, perlu
diingat persoalan lain yang juga tak kalah pentingnya adalah soal defisit
anggaran program ini yang menahun. Bila tak ada terobosan baru, penambahan
61
https://tirto.id/daftar-masalah-yang-bikin-bpjs-kesehatan-terseok-seok-cCGi penulis dan Reporter
Ringkang Gumiwang. Diakses pada 29 Maret 2018. 62
https://tirto.id/daftar-masalah-yang-bikin-bpjs-kesehatan-terseok-seok-cCGi penulis dan Reporter
Ringkang Gumiwang. Diakses pada 29 Maret 2018.
66
jumlah kepesertaan program ini hanya akan menambah daftar masalah yang
belum terselesaikan.63
63
https://tirto.id/daftar-masalah-yang-bikin-bpjs-kesehatan-terseok-seok-cCGi penulis dan Reporter
Ringkang Gumiwang. Diakses pada 29 Maret 2018.
67
BAB IV
ANALISIS TERHADAP JAMINAN KESEHATAN
A. Prinsip dan Tujuan Jaminan Kesehatan Dalam Perspektif Maslahat
Jaminan Kesehatan Nasional mengacu pada prinsip-prinsip Sistem
Jaminan Sosial Nasional (SJSN) yang bertujuan untuk membatu masyarakat
yang kurang mampu dalam biaya kesehatan. Selain itu juga bertujuan untuk
membangun masyarakat yang sehat. Mewujudkan terselenggaranya pemberian
jaminan kesehatan yang layak bagi setiap peserta atau anggota keluarganya
sebagai pemenuhan dasar hidup penduduk Indonesia.64
Prinsip jaminan kesehatan mengacu pada prinsip Sistem Jaminan Sosial
Nasional, yaitu :
-١ Prinsip gotong royong, menjadi salah satu prinsip dalam hidup
bermasyarakat juga merupakan salah satu akar dalam kebudayaan kita.
Dalam SJSN, prinsip gotong royong adalah peserta yang mampu
membantu peserta yang kurang mampu, peserta yang sehat membantu
yang sakit atau berisiko tinggi, dan peserta yang sehat membantu yang
sakit. Ini terwujud karena kepesertaan SJSN bersifat wajib untuk seluruh
penduduk, tanpa pandang bulu. Dengan demikian, melalui prinsip
gotong-royong jaminan sosial dapat menumbuhkan keadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia.
-٢ Prinsip nirlaba, Pengelolaan dana amanat oleh Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial (BPJS) adalah nirlaba bukan untuk mencari laba (for
profit oriented). Sebaliknya, tujuan utama adalah untuk memenuhi
sebesar-besarnya kepentingan peserta. Dana yang dikumpulkan dari
64
Www.Depkes.Go.Id/Resources/.../Buku-Pegangan-Sosialisasi-Jkn.Pdf diakses pada 30 Maret 2018
68
masyarakat adalah dana amanat, sehingga hasil pengembangannya, akan
di manfaatkan sebesar-besarnya untuk kepentingan peserta.
-٣ Prinsip portabilitas jaminan sosial dimaksudkan untuk memberikan
jaminan yang berkelanjutan kepada peserta sekalipun mereka berpindah
pekerjaan atau tempat tinggal dalam wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
-٤ Prinsip kepesertaan wajib dimaksudkan agar seluruh rakyat menjadi
peserta sehingga dapat terlindungi. Meskipun kepesertaan bersifat wajib
bagi seluruh rakyat, penerapannya tetap disesuaikan dengan kemampuan
ekonomi rakyat dan pemerintah serta kelayakan penyelenggaraan
program. Tahapan pertama dimulai dari pekerja di sektor formal,
bersamaan dengan itu sektor informal dapat menjadi peserta secara
mandiri, sehingga pada akhirnya Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN)
dapat mencakup seluruh rakyat.
-٥ Prinsip dana amanat Dana yang terkumpul dari iuran peserta merupakan
dana titipan kepada badan-badan penyelenggara untuk dikelola sebaik-
baiknya dalam rangka mengoptimalkan dana tersebut untuk kesejahteraan
peserta.
-٦ Prinsip Hasil Pengelolaan Dana Jaminan Sosial hasil pengelolaan dana
jaminan sosial dipergunakan seluruhnya untuk pengembangan program
dan untuk sebesar-besar kepentingan peserta.
Tujuan Program jaminan kesehatan agar semua penduduk terlindungi
dalam sistem asuransi, sehingga mereka dapat memenuhi kebutuhan kesehatan
masyarakat yang layak, dalam rangka:65
-١ Memberikan kemudahan dan akses pelayanan kesehatan kepada peserta di
seluruh jaringan fasilitas kesehatan yang bekerja sama dengan Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial.
65
Http://Jkn.Jamsosindonesia.Com/Home/Cetak/8/Tujuan%20jkn diakses pada 30 Maret 2018
69
-٢ Mendorong peningkatan pelayanan kesehatan kepada peserta secara
menyeluruh, terstandar, dengan sistem pengelolaan yang terkendali mutu
dan biayanya.
-٣ Terselenggaranya pengelolaan keuangan yang transparan dan akuntabel.
Tujuan pemerintah menyelenggarakan program ini adalah untuk
memberikan kesejahteraan dan kemaslahatan bagi seluruh masyarakat serta
menghilangkan mafsadah (kerusakan). Seperti yang tercantum dalam kaidah
fiqhiyah tentang teori Kebijakan Publik sebagai berikut:66
لحة ط بالأمصأ عية منوأ مام على الر ف الأ تصر
Artinya : “Kebijakan seorang pemimpin terhadap rakyatnya bergantung
kepada kemaslahatan”.67
Maksud dari kaidah ini yaitu semua peraturan yang dibuat oleh pemerintah
terhadap rakyat harus berdasarkan pada terjaminnya kepentingan kesehatan
masyarakat dan kemaslahatan rakyat yang diwujudkan dalam program BPJS
dalam hal ini adalah suatu kemaslahatan. Kebalikan dari mashlahah adalah
mafsadah, mafsadah adalah hal yang harus dihindari menurut konsep al-
mashlahah. Mafsadah yang dapat dihindari adalah tidak memperoleh pelayanan
kesehatan secara baik, pengobatan secara maksimal, dan mahalnya biaya
pengobatan yang harus dibayarkan.68
Jaminan kesehatan memberikan kemaslahatan untuk masyarakat. Dalam
mashlahah, jaminan kesehatan tidak termasuk mashlahah mu‟tabarah karena
tidak ada dalilnya yang mendukung kemaslahatan jaminan kesehatan saat ini.
Jaminan kesehatan juga tidak termasuk mashlahah mulghah, karena tidak adanya
dalil syara‟ yang menentangnya. Akan tetapi ia termasuk mashlahah mursalah
66
Muhammad Ma‟shum Zein, Qowaid Fiqhiyyah Pengantar Memahami Nadzom Al-Faroidul
Baghiyah, (Jombang: Darul Hikmah, 2010) hal. 10. 67
Muliadi Kurdi, Ushul Fiqh Sebuah Pengenalan Awal, (Aceh: Lembaga Naskah Aceh, Cet 2, 2015),
h.402. 68
Amir Syarifudin, Ushul Fiqh 2, (Jakarta: Prenada Media Group, 2011) hal. 345.
70
karena sebuah kemaslahatn yang tidak didukung dalil syara‟ atau nash yang rinci.
Maka dengan adanya jaminan kesehatan ini, masayarakat dimudahkan untuk
mendapatkan pelayanan kesehatan yang layak. Dalam menolak mafsadahnya
(kerusakan) berupa menghilangkan kesulitan masyarakat untuk mendapatkan
pelayanan kesehatan yang layak.
Jadi, jaminan kesehatan termasuk pada mashlahah al-dharuriyyah yang
terdapat 5 kemaslahatan yang berhubungan dengan kebutuhan pokok manusia,
yaitu: (1) Memelihara agama, (2) Memelihara jiwa, (3) Memelihara akal, (4)
Memelihara keturunan, (5) Memelihara harta. Jika dilihat bahwa memelihara
jiwa termasuk dalam mashlahah al-dharuriyyah, maka memelihara jiwa juga
berarti memelihara kesehatan. Program pemerintah ini bukan hanya untuk
memelihara kesehatan masyarakatnya saja, tetapi juga untuk kesejahteraan rakyat
dan bangsanya. Agar rakyat kecil juga bisa berobat dengan layak dan
mendapatkan pelayanan kesehatan untuk rakyat yang sejahtera.
B. Pelayanan Jaminan Kesehatan
Pelayanan yang diberikan oleh tenaga kesehatan terhadap pasien BPJS
harus layak. Dalam Undang-Undang No. 24 Tahun 2011 tentang Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial pasal 2 dijelaskan bahwasanya standarisasi
pelayanan itu harus sesuai dengan asas kemanusiaan, asas manfaat dan asas
keadilan bagi seluruh warga Negara Indonesia. Untuk mewujudkan hal ini,
tenaga kesehatan tidaklah membeda-bedakan antara pengguna BPJS dan yang
biasa. Karena sudah ditempatkan sesuai kelas yang telah ditetapkan oleh BPJS.
Pelayanan terhadap pasien ada 2 jenis, yaitu pelayanan kesehatan dan atau medis
serta pelayanan akomodasi dan ambulan. Ambulan diberikan pada pasien rujukan
dari fasilitas kesehatan dengan kondisi tertentu yang ditetapkan BPJS.
Pelayanan kesehatan adalah pelayanan yang meliputi penyuluhan
kesehatan, imunisasi, pelayanan keluarga berencana, rawat jalan, rawat inap,
71
pelayanan gawat darurat, dan tindakan medis lainnya, termasuk cuci darah dan
operasi jantung.69
Pelayanan ini diberikan sesuai dengan standart pelayanan, baik mutu
maupun jenis pelayanannya dalam rangka menjamin kesinambungan program
dan kepuasan peserta. Luasnya pelayanan kesehatan disesuaikan dengan
kebutuhan peserta yang dapat berubah dan kemampuan keuangan Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial.
Asas kemanusiaan dalam pelayanan terhadap peserta yang dilakukan oleh
tenaga kesehatan sudah sesuai dengan apa yang diamanatkan BPJS dengan cara
tidak membeda-bedakan antara pengguna BPJS dengan yang biasa. Sudah
ditempatkan kelas-kelasnya yang sudah ditetapkan BPJS. Yang menjadi tolak
ukur untuk menentukan baik atau buruknya (mafadah dan manfaatnya) sesuatu
yang dilakukan dalam hal ini adalah pelayanan kepada pasien oleh tenaga
kesehatan yang dan yang menjadi tujuan pokok pembinaan hukum adalah apa
yang menjadi kebutuhan mendasar manusia. Sedangkan dalam hal ini,
pelayanan pada peserta termasuk maqashid syari‟ah dalam kategori memelihara
jiwa dalam dharuriyat karena kesehatan termasuk kebutuhan pokok agar
manusia dapat bertahan hidup, jika kebutuhan pokok ini diabaikan maka akan
berakibat terancamnya eksistensi jiwa manusia.
Mashlahah hajiyyah dalam pelayanan terhadap pasien BPJS diwujudkan,
misalnya ada pasien yang dirujuk tapi belum dapat tempat untuk perawatan
maka untuk sementara diberikan pelayanan di puskesmas atau klinik untuk
menghindari yang berakibat fatal. Karena mashlahah hajiyah memberikan
pengertian bahwa kemaslahatan yang dibutuhkan untuk menyempurnakan
mashlahah pokok dan mendasar.70
Jika dilihat dari kategori mashlahah
69
Penjelasan Pasal 22 Ayat 1 Undang Undang Sjsn Nomor 40 Tahun 2004 70
Totok Jumantoro Dan Samsul Munir Amin, Kamus Ilmu Ushul Fikih, (Jakarta: Sinar Grafika, 2005)
hal. 202.
72
tahsiniyah yaitu upaya pelayanan yang dilakukan oleh pihak tenaga kesehatan
pada pasien rawat inap BPJS sudah sesuai dengan apa yang dicantumkan dalam
Undang-Undang dan dalam pelayanan tersebut bertujuan untuk
menyempurnakan kemaslahatan yang diperoleh pasien ketika berobat. Karena
pelayanan adalah hal yang penting untuk menyempurnakan kebutuhan pasien
dalam memeriksakan dirinya maupun dalam membeli obat.
Kekuatan mashlahah dapat dilihat dari segi tujuan syara‟ dalam
menetapkan hukum, yang berkaitan secara langsung atau tidak langsung dengan
5 prinsip pokok, agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta. Seperti yang sudah
dijelaskan pada bab sebelumnya dari segi kekuatannya dalam menetapkan
hukum, mashlahah ada 3 macam; maslahah dharuriyyah, mashlahah hajiyyah
dan mashlahah tahsiniyyah. Hubungan antara ketiga jenis tingkatan keperluan
dan perlindungan ini dijelaskan; 1). Al-Dharuriyyah adalah dasar bagi al-
hajiyyah, 2). Kerusakan al-dharuriyyah akan menyebabkan kerusakan seluruh
al-hajiyyah dan al-tahsinniyyah. 3). Kerusakan al-hajiyyah dan al-tahsiniyyah
tidak akan menyebabkan kerusakan al-dharuriyyah. 4). Kerusakan seluruh al-
hajiyyah dan al-tahsiniyyah akan menyebabkan keruakan sebagian al-
dharuriyyah. 5). Keperluan dan perlindungan al-hajiyyah dan al-tahsiniyyah
perlu dipelihara untuk kelestarian al-dharuriyyah.71
Mengenai makna dan pengertian dari perlidungan al-dharuriyyah, al-
hajiyyah dan al-tahsiniyyah, diketahui bahwa keperluan dan perlindungan yang
dianggap al-dharuriyyah hanya sebatas pada keperluan dan perlindungan yang
betul-betul bersifat primer, elementer atau keperluan dasar yang diperlukan
manusia untuk dapat bertahan hidup. Keperluan dan perlindungan yang harus
ada agar hidup tidak susah, ini disebut dengan maqasid al-hajiyyah.
71
Alyasa‟ Abu Bakar, Metode Isltislahiah; “Pemanfaatan Ilmu Pengetahuan dalam Ushul Fiqh”.
(Jakarta: Prenadamedia Grup, 2016), hal. 80
73
“Keperluan al-hajiyyah terkadang dapat setara dengan keperluan al-
dharuriyyah”
Keperluan dan perlindungan al-tahsiniyyah yaitu semua keperluan dan
perlindungan yang diperlukan agar kehidupan menjadi nyaman dan lebih
nyaman lagi, agar lebih mudah dan lebih mudah lagi seterusnya.72
Teori
mashlahah mursalah kaitannya dengan pemberlakuannya. Ada 4 tahapan dalam
penetapan peraturan, yaitu meliputi; 1). Penentuan masalah dan perumusan
masalah. 2). Identifikasi dan memahami nash hukum yang relevan. 3).
Mempertimbangkan signfikan, indikasi masyarakat, 4). Mencermati ilah hukum
dan menetapkan/menyimpulkan hukum yang dicari.
Kebutuhan akan pelayanan kesehatan termasuk kebutuhan masyarakat
yang menjadi kewajiban negara. Rumah sakit, klinik dan fasilitas kesehatan
lainnya adalah fasilitas umum yang diperlukan masyarakat dalam pengobatan
dan berobat. Dengan demikian, pelayanan kesehatan termasuk bagian dari
kemaslahatan dan fasilitas umum yang harus dirasakan oleh rakyat, dan wajib
dijamin oleh negara sebagai bagian dari pelayanan negara terhadap rakyatnya.73
Karena bila pelayanan kesehatan tidak terpenuhi dan sakitnya sudah terlalu
lama dan disisi lain merupakan hal yang dharurat untuk dipenuhi jika tidak
segera terpenuhi dalam hal pelayanan maka bisa membuat terancam dengan
kematian.
Sesuai dengan kaidah fiqhiyah ini :
72
Ibid, hal. 86-88. 73
Nur Kholis, Antisipasi Hukum Islam Dalam Menjawab Problematika Kontemporer, Jurnal Al-
Mawarid, Edisi X (2003), hal. 169.
74
Artinya: “kemudharatan harus ditolak semampunya”74
Maksud dari kaidah di atas adalah wajib hukumnya mencegah
kemudharatan semampu mungkin, baik sebelum kemudharatan itu terjadi. Oleh
karena itu harus ada usaha untuk mencegah mudharat. Karena mudharat akan
berkurang jika ada uaha untuk mencegahnya. Dalam hal ini terkait dengan
pelayanan bagi peserta BPJS harus segera dilayani karena setiap manusia punya
hak untuk mendapatkan pelayanan yang baik untuk mencegah penyakit yang
diderita agar tidak bertambah parah. Mashlahah mursalah dalam memandang
pelayanan terhadap peserta BPJS sangat perlu karena tujuan dari BPJS adalah
untuk kemaslahatan umat selama dalam hal pelayanannya tidak menimbulkan
kepentingan di lain pihak dan bisa bertindak sesuai dengan asas kemanusiaan
yaitu menyamakan derajat dan harga diri manusia agar terwujud kemaslahatan
bagi semua masyarakat.
BPJS memiliki kewenangan, kalau tidak ada hukum yang berdasarkan
maslahat manusia, dan berkenaan dengan mashlahah baru yang terus
berkembang serta pembentukan hukum hanya berdasarkan prinsip maslahah
yang mendapat pengakuan syara‟ saja, maka pembentukan hukum akan
berhenti dan kemaslahatan yang dibutuhkan manusia di setiap masa dan tempat
akan terabaikan. BPJS sangat dibutuhkan masyarakat untuk memelihara
kesehatan, dengan adanya BPJS masyarakat mendapatkan sebuah kemaslahatan
dan tidak perlu khawatir mengenai biaya dan pelayanan kesehatan.
Kemaslahatan yang dirasakan masyarakat bukan hanya sebatas dugaan
74
Dr. H. Abbas Arfan, 99 Kaidah Fiqh Muamalah Kulliyah Tipologi dan Penerapannya dalam
Ekonomi Islam dan perbankkan Syariah, cetakan 2, (Malang: UIN-Maliki Press, 2013) hal. 179.
75
melainkan kemanfaatan yang dapat dinikmati dan dirasakan secara nyata oleh
masyarakat umum.75
C. Kelembagaan Jaminan Kesehatan
-١ Badan Hukum BPJS
Berdasarkan pasal 1653 Kitab Undang Undang Hukum Perdata
disebutkan ada 3 jenis badan hukum, yaitu:
a. Yang diadakan oleh kekuasaan atau pemerintah atau negara
b. Yang diakui oleh kekuasaan
c. Yang diperkenankan dan yang didirikan dengan tujuan tertentu yang
tidak bertentangan dengan Undang Undang atau kesusilaan biasa juga
disebut dengan badan hukum dengan konstruksi keperdataan.
Badan hukum dibedakan 2 jenis, yaitu :
(١ Badan hukum privat (privaatrecht), badan hukum yang didirikan
atas dasar hukum perdata atau hukum sipil yang mmenyangkut
kepentingan orang atau individu yang termasuk dalam badan hukum
tersebut.
(٢ Badan hukum publik (pibliekrecht), badan hukum yang didirikan
berdasarkan hukum publik atau orang banyak atau menyangkut
kepentingan negara.
Badan hukum publik adalah badan hukum yang didirikan berdasarkan
hukum publik atau orang banyak atau menyangkut kepentingan negara. Badan
hukum ini merupakan badan negara, mempunyai kekuasaan wilayah, lembaga
yang dibentuk oleh yang berkuasa, berdasarkan perundang-undangan yang
dijalankan secara fungsional oleh eksekutif /pemerintah/badan pengurus yang
diberikan tugas untuk itu. BPJS merupakan salah satu dan hukum publik di
75
Ibid, hal. 181
76
Indonesia yang dibentuk berdasarkan Undang Undang nomor 40 Tahun 2004
tentang sistem jaminan sosial nasional dan Undang Undang nomor 24 tahun
2011 menyebutkann bahwa BPJS Kesehatan adalah badan hukum publik dan
bertanggung jawab kepada Presiden.
Pada prinsipnya, suatu badan hukum publik, pemiliknya adalah orang
atau lembaga yang menempatkan modal/aset pada badan hukum tersebut.
Sumber dana BPJS Kesehatan adalah dari pemerintah dan peserta yang
membayar iuran. Jadi pemilik BPJS kesehatan adalah pemerintah dan peserta
program jaminan sosial, termasuk orang asing yang bekerja paling singkat 6
(enam) bulan di Indonesia. Ciri-ciri BPJS Kesehatan sebagai badan hukum,
yaitu :
a. Dibentuk dengan Undang Undang, dalam hal ini Undang Undang SJSN
dan Undang Undang BPJS.
b. Diberikan kewenangan publik seperti menagih pembayaran iuran.
c. Laporan keuangannya disusun dan disajikan sesuai dengan standar
akuntansi keuangan yang berlaku.
d. Bertanggung jawab langsung kepada Presiden (tidak melalui menteri
yang mengoordinasikan).
Melakukan pengawasan dan pemeriksaan atas kepatuhan peserta dan
pemberi kerja dalam memenuhi kewajibannya, dan mengenakan sanksi
administratif kepada peserta atau pemberi kerja yang tidak memenuhi
kewajibannya.
-٢ Kelembagaan BPJS
Kelembagaan jaminan kesehatan bila dilihat dari pengawas BPJS
terdiri atas 7 (tujuh) orang professional. Dewan Pengawas sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) UU No. 24 tahun 2011 terdiri atas 2 (dua) orang unsur
Pemerintah, 2 (dua) orang unsur Pekerja, dan 2 (dua) orang unsur Pemberi
77
Kerja, serta 1 (satu) orang unsur tokoh masyarakat. Anggota Dewan Pengawas
diangkat dan diberhentikan oleh Presiden. Salah seorang dari anggota Dewan
Pengawas sebagaimana dimaksud ditetapkan sebagai ketua Dewan Pengawas
oleh Presiden. Anggota Dewan Pengawas sebagaimana diangkat untuk jangka
waktu 5 (lima) tahun dan dapat diusulkan untuk diangkat kembali untuk 1
(satu) kali masa jabatan berikutnya. Dewan pengawas berfungsi melakukan
pengawasan atas pelaksanaan tugas BPJS. Dalam menjalankan fungsi, Dewan
Pengawas bertugas untuk :
a. melakukan pengawasan atas kebijakan pengelolaan BPJS dan kinerja
Direksi;
b. melakukan pengawasan atas pelaksanaan pengelolaan dan pengembangan
Dana Jaminan Sosial oleh Direksi;
c. memberikan saran, nasihat, dan pertimbangan kepada Direksi mengenai
kebijakan dan pelaksanaan pengelolaan BPJS; dan
d. menyampaikan laporan pengawasan penyelenggaraan Jaminan Sosial
sebagai bagian dari laporan BPJS kepada Presiden dengan tembusan
kepada DJSN.
Mashlahah al-tahsiniyyah, adalah kemaslahatan yang sifatnya
pelengkap berupa keleluasaan yang dapat melengkapi kemaslahatan
sebelumnya. Dalam hal ini, kelembagaan atau dewan BPJS termasuk dalam
mashlahah tahsniyyah. Karena dapat melengkapi kemaslahatan sebelumnya.
Dalam suatu kelembagaan ada dewan yang bekerja di dalamnya agar
terlaksananya program tersebut dengan baik. Dalam menjalankan tugas,
Dewan BPJS berwenang untuk:
a. menetapkan rencana kerja anggaran tahunan BPJS;
b. mendapatkan dan/atau meminta laporan dari Direksi;
c. mengakses data dan informasi mengenai penyelenggaraan BPJS;
78
d. melakukan penelaahan terhadap data dan informasi mengenai
penyelenggaraan BPJS; dan
e. memberikan saran dan rekomendasi kepada Presiden mengenai kinerja
Direksi.
f. Ketentuan mengenai tata cara pelaksanaan fungsi, tugas, dan wewenang
Dewan Pengawas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat
(3) diatur dengan Peraturan Dewan Pengawas.76
Badan Penyelenggara Jaminan Kesehatan sangat diperlukan oleh
masyarakat untuk memelihara kesehatannya, dengan adanya BPJS masyarakat
mendapatkan sebuah kemaslahatan yang mana ketika mereka akan berobat
tidak perlu khawatir dengan biaya mahal dan pelayanan yang kurang
memuaskan. Kemaslahatan yang dirasakan masyarakat bukan hanya sebatas
dugaan saja melainkan kemanfaatan tersebut dapat dinikmati dan dirasakan
secara nyata oleh masyarakat secara umum.
BPJS Kesehatan merupakan salah satu lembaga non-struktural.
Kebaga non-struktural adalah lembaga yang dibentuk melalui peraturan
perundang-undangan tertentu guna menunjang pelaksanaan fungsi negara dan
pemerintah, yang dapat melibatkan unsur-unsur pemerintah, swasta dan
masyarakat sipil, serta dibiayai oleh anggaran negara. BPJS termasuk lembaga
non struktural karena memenuhi kriteria sebagai berikut :77
a. Dibentuk berdasarkan undang-undang, yaitu undang undang BPJS
b. Melaksanakan tugas tertentu/spesifik yang diamanatkan secara khusus
oleh negara, yaitu menyelenggarakan program jeminan sosial di bidang
kesehatan
c. Bersifat independen, bertanggung jawab kepada presiden, dan
76
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2011 Tentang Badan Penyelenggara Jaminan
Kesehatan, Pasal 22. 77
BPJS Kesehatan, kedudukan dan status kelembagaan BPJS Kesehatan. 2017, hal. 21.
79
d. Menggunakan dana APBN/APBD
BPJS Kesehatan dalam menyelenggarakan program Jaminan
Kesehatan Nasional berhubungan dengan badan hukum public lainnya
(kementerian/lembaga). Hubungan kerja tersebut bersifat kemitraan,
koordinatif, konsultatif, sinergitas, dan joint working. Oleh karenanya tidak
ada kementerian/lembaga yang dapat mengendalikan, mengatur, dan
mengintervensi BPJS Kesehatan, kecuali ada penugasan khusus dari
presiden.78
BPJS selaku wali amanat menerapkan asas kemanusiaan, asas manfaat
dan asas keadilan sosial menggunakan prinsip gotong royong, nirlaba,
keterbukaan, kehati-hatian, akuntabilitas, portabilitas, kepesertaan bersifat
wajib, dana amanat dan hasil pengelolaan dana jaminan sosial untuk peserta.
BPJS menjalankan amanat sudah tergolong memenuhi syarat. Maka Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial telah memiliki kekuatan dan kecakapan dalam
melakukann suatu perbuatan hukum dan sudah dianggap sah untuk menjadi
penyelenggara jaminan sosial.
Tata hubungan kerja BPJS Kesehatan sebagai badan hukum publik
yang bertanggung jawab kepada Presiden. Sepanjang tidak ada menteri atau
pejabat lain yang ditunjuk Presiden, sesuai dengan hubungan ketatalaksanaan
pemerintahan, Direksi BPJS Kesehatan mempunyai kewajiban hukum untuk
menyampaikan pelaksanaan program JKN yang diamanatkan oleh Undang
Undang BPJS secara tertulis dan atau lisan kepada presiden.
BPJS mempunnyai kewenangan dalam melaksanakan tugasnya, Pasal
11 Undang Undang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Menyebutkan
bahwa BPJS Kesehatan berwenang :79
78
ibid, hal. 23. 79
Ibid, hal. 25.
80
a. Menagih pembayaran iuran.
b. Menempatkan dana jaminan sosial untuk investasi jangka pendek dan
jangka panjang.
c. Melakukan pengawasan dan pemeriksaan atas kepatuhan peserta dan
pemberi kerja.
d. Mengenakan sanksi administratif kepada peserta atau pemberi kerja yang
tidak memenuhi kewajibannya.
e. Membuat atau menghentikan kontrak kerja dengan fasilitas kesehatan.
f. Membuat kesepakatan dengan fasilitas kesehatan mengenai besar
pebayaran fasilitas kesehatan.
g. Melaporkan pemberi kerja kepada instansi yang berwenang mengenai
ketidakpatuhannya dalam membayar iuran atau dalam memenuhi
kewajiban lain.
h. Melakukan kerja sama dengan pihak lain.
BPJS kesehatan juga memiliki kewajiban, yaitu :80
a. Memberikan nomor identitas tunggal kepada Peserta;
b. Mengembangkan aset Dana Jaminan Sosial dan aset BPJS untuk sebesar-
besarnya kepentingan Peserta;
c. Memberikan informasi melalui media massa cetak dan elektronik mengenai
kinerja, kondisi keuangan, serta kekayaan dan hasil pengembangannya;
Memberikan manfaat kepada seluruh Peserta sesuai dengan Undang-
Undang tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional;
d. Memberikan informasi kepada Peserta mengenai hak dan kewajiban untuk
mengikuti ketentuan yang berlaku;
e. Memberikan informasi kepada Peserta mengenai prosedur untuk
mendapatkan hak dan memenuhi kewajibannya;
80
Ibid, hal. 26.
81
f. Membentuk cadangan teknis sesuai dengan standar praktik aktuaria yang
lazim dan berlaku umum;
g. Melakukan pembukuan sesuai dengan standar akuntansi yang berlaku
dalam penyelenggaraan Jaminan Sosial; dan Melaporkan pelaksanaan
setiap program, termasuk kondisi keuangan, secara berkala 6 (enam) bulan
sekali kepada Presiden dengan tembusan kepada DJSN.
Kekuatan peraturan/regulasi yang diterbitkan oleh BPJS kesehatan,
sehubungan dengan kedudukan BPJS kesehatan yang termasuk dalam Badan
Hukum Publik yang dibentuk dengan Undang-Undang, BPJS Kesehatan
memiliki kewenangan untuk membuat keputusan atau peraturan yang
mengikat orang lain yang tidak tergabung dalam badan hukum tersebut. Hal
ini sejalan dengan amanat Pasal 8 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011
tentang Pembentukan Peraturan PerundangUndangan. Pasal 8 menyebutkan;81
a. Jenis Peraturan Perundang-undangan selain sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 7 ayat (1) mencakup peraturan yang ditetapkan oleh Majelis
Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan
Daerah, Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, Badan Pemeriksa
Keuangan, Komisi Yudisial, Bank Indonesia, Menteri, badan, lembaga,
atau komisi yang setingkat yang dibentuk dengan Undang-Undang atau
Pemerintah atas perintah Undang-Undang, Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah Provinsi, Gubernur, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/
Kota, Bupati/Walikota, Kepala Desa atau yang setingkat.
b. Peraturan Perundang-undangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diakui keberadaannya dan mempunyai kekuatan hukum mengikat
sepanjang diperintahkan oleh Peraturan Perundang-undangan yang lebih
tinggi atau dibentuk berdasarkan kewenangan.
81
Ibid, hal. 28.
82
Mengacu pada ketentuan dalam Pasal 8 di atas, BPJS Kesehatan
memenuhi rumusan ayat (1) dan ayat (2) yaitu :
(١ Peraturan BPJS Kesehatan termasuk dalam jenis peraturan perundang-
undangan yang berlaku di Indonesia karena BPJS Kesehatan sebagai
penyusun Peraturan merupakan badan yang dibentuk dengan Undang-
Undang, dalam hal ini Undang-Undang SJSN dan Undang-Undang BPJS.
(٢ Peraturan BPJS Kesehatan diakui keberadaannya dan mempunyai
kekuatan hukum yang mengikat karena diperintahkan oleh peraturan
perundang-undangan yang lebih tinggi dan/atau dibentuk berdasarkan
kewenangan.
83
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Setelah melakukan pembahasan dan analisis pada penelitian ini, maka penulis
merumuskan kesimpulan sebagai berikut:
-١ Jaminan kesehatan yang diselenggarakan BPJS adalah program
jaminan kesehatan yang merupakan program pemerintah yang
tujuannya memberikan kepastian jaminan kesehatan menyeluruh bagi
setiap rakyat Indonesia agar penduduk Indonesia dapat hidup sehat,
produktif, sejahtera. Program jaminan kesehatan ditujukan untuk
memberikan manfaat pelayanan kesehatan yang cukup komprehensif,
mulai dari pelayanan preventif seperti imunisasi dan Keluarga
Berencana hingga pelayanan penyakit katastropik seperti penyakit
jantung, dan gagal ginjal. Institusi pelayanan kesehatan pemerintah
maupun swasta dapat memberikan pelayanan untuk program tersebut
selama mereka menandatangani sebuah kontrak kerjasama dengan
pemerintah.
Jaminan kesehatan bersifat pelayanan kesehatan perorangan, ini
mencakup pelayanan promotif, preventif, kuratif, rehabilitatif,
pelayanan obat, bahan medis habis pakai sesuai dengan indikasi medis
yang diperlukan. Program Jaminan Kesehatan dilaksanakan terlebih
dahulu pada program jaminan sosial lainnya. Para pegawai negeri sipil
dan militer memiliki program kesehatannya sendiri yaitu Askes dan
Asabri. Beberapa pekerja sektor formal dilindungi oleh sebuah
program kesehatan yang disediakan oleh Jamsostek, sedangkan yang
lain tercakup dalam program asuransi swasta. Sebagian sektor formal
tidak tercakup sama sekali karena pemberi kerja memilih untuk
84
menghindari persyaratan Jamsostek. Program Kesehatan kurang
mampu untuk dapat memberikan program jaminan kesehatan yang
efektif dan efisien. Maka dari itu, pada Januari 2014 semua program
jaminan kesehatan yang ada dikelola oleh satu administrator yaitu
BPJS Kesehatan.
-٢ Jaminan kesehatan memberikan kemaslahatan untuk masyarakat.
Dalam mashlahah, jaminan kesehatan tidak termasuk mashlahah
mu‟tabarah karena tidak ada dalilnya yang mendukung kemaslahatan
jaminan kesehatan saat ini. Jaminan kesehatan juga tidak termasuk
mashlahah mulghah, karena tidak adanya dalil syara‟ yang
menentangnya. Akan tetapi ia termasuk mashlahah mursalah karena
sebuah kemaslahatan yang tidak didukung dalil syara‟ atau nash yang
rinci. Jaminan kesehatan termasuk mashlahah al-Hajiyah, yaitu
kemaslahatan yang dibutuhkan dalam menyempurnakan kemaslahatan
pokok (mendasar) yang berbentuk keringanan untuk mempertahankan
dan memelihara kebutuhan dasar manusia, terutama dalam kesehatan.
Jaminan kesehatan juga termasuk mashlahah al-dharuriyyah yang
terdapat 5 kemaslahatan yang berhubungan dengan kebutuhan pokok
manusia, yaitu: (1) Memelihara agama, (2) Memelihara jiwa, (3)
Memelihara akal, (4) Memelihara keturunan, (5) Memelihara harta.
Jika dilihat bahwa memelihara jiwa termasuk dalam mashlahah al-
dharuriyyah, maka memelihara jiwa juga berarti memelihara
kesehatan. Program pemerintah ini bukan hanya untuk memelihara
kesehatan masyarakatnya saja, tetapi juga untuk kesejahteraan rakyat
dan bangsanya. Agar rakyat kecil juga bisa berobat dengan layak dan
mendapatkan pelayanan kesehatan untuk rakyat yang sejahtera.
85
B. Saran-saran
-١ Diharapkan pemerintah dan dewan BPJS kesehatan memperbaiki
beberapa hal, karena di beberapa rumah sakit peserta BPJS sangat
dibedakan pelayanannya. Terutama lamanya menunggu dokter dan
obat.
-٢ Pihak rumah sakit juga tidak boleh membedakan pelayanan dokter
antara pasien BPJS dan yang bukan. Terutama ketika dalam keadaan
darurat.
-٣ Masyarakat juga harus mulai aktif mendaftarkan BPJS untuk bayi
ketika lahir. Juga rutin membayar iuran agar ketika suatu saat terkena
sakit maka nomor BPJSnya tetap bisa digunakan dan tidak digantikan
dengan yang lain.
86
DAFTAR PUSTAKA
A. BUKU
Abbas Arfan, 99 Kaidah Fiqh Muamalah Kulliyah Tipologi Dan
Penerapannya Dalam Ekonomi Islam Dan Perbankkan Syariah,
Cetakan 2, (Malang: UIN-Maliki Press, 2013)
Amir Syarifudin, Ushul Fiqh 2, (Jakarta: Prenada Media Group, 2011)
Alyasa‟ Abu Bakar, Metode Isltislahiah; “Pemanfaatan Ilmu Pengetahuan
Dalam Ushul Fiqh”. (Jakarta: Prenadamedia Grup, 2016)
Budi Winarno, Kebijakan Publik - Teori Dan Proses, (Jakarta: PT. Buku Kita,
2008),
Conny R . Semiawan, Metode Penelitian Kualitatif. (Jakarta : Grasindo, 2004)
Dr. Al Fanjari Ahmad Syauqi, Nilai Kesehatan Dalam Syariat Islam,
(Wonosobo: Bumi Aksara),
Edi Suharto, Kebijakan Sosial Sebagai Kebijakan Publik (Bandung: CV
Alfabeta,2008),
Fahmi Muhammad Ahmadi Dan Jenal Aripin, Metode Penelitian Hukum,
(Ciputat: Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,
2010),
Hasbullah Thabrany, Jaminan Kesehatan Nasional, (Jakarta: Rajagrafindo
Persada 2016)
Hessel Nogi S. Tangkilisan,Evaluasi Kebijakan Publik, (Yogyakarta:
Balairung & Co, 2003),
Koentjaraningrat, Pengantar Antropologi, (Jakarta: Universitas Indonesia.
1966).
Muhammad Ma‟shum Zein, Qowaid Fiqhiyyah Pengantar Memahami
Nadzom Al-Faroidul Baghiyah, (Jombang: Darul Hikmah, 2010)
Nasrun Haroen, Ushul Fiqh, (Ciputat: Logos Publishing House 1996)
87
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Kencana Prenada Media Group,
Jakarta, 2011,
Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, S.H. Kedudukan Dan Status Kelembagaan BPJS
Kesehatan. (Jakarta; BPJS Kesehatan 2017)
Riant Nugroho, Public Policy : Dinamika Kebijakan - Analisis Kebijakan -
Manejemen Kebijakan, ( Jakarta: Elex Media Komputindo, 2011).
Sahya Anggara, Kebijakan Publik (Bandung: CV Pustaka Setia, 2014)
Solichin Abdul Wahab, Analisis Kebijakan: Dari Formlasi Kepenyusunan
Model Implementasi Kebijakan Publik (Jakarta: Bumi Aksara, 2015)
Totok Jumantoro Dan Samsul Munir Amin, Kamus Ilmu Ushul Fikih,
(Jakarta: Sinar Grafika, 2005)
Wardan Anang Solihin, Peduli Kemiskinan, (Jakarta: Rosada)
Wayne Parsons, Public Policy Pengantar Teori Dan Praktik Analisis
Kebijakan, (Jakarta; Kencana Prenada Media Grup 2008)
Wiku Adisasmito, Sistem Kesehatan, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007),
William Dunn, Pengantar Analisis Kebijakan Publik, (Yogyakarta: Gadjah
Mada University Press, 1998).
B. PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
BPJS Kesehatan, Buku Saku FAQ (Frequently Asked Questions), Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta; Maret 2013
BPJS Kesehatan, Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan.
Harry, BPJS Kesehatan, Wawancara Dalam Skripsi M. Abduh Nuril Huda,
Tahun 2014
Implikasi Berlakunya UU No.24 Tahun 2011 Tentang BPJS Terhadap BPJS
Jaminan Kesehatan. Diakses Pada 28 Maret 2018
88
Kesehatan Cabang Utama Bandung Dalam Penyelenggaraan Jaminan
Kesehatan. Penellitian Repository.Unica.Ac.Id
Program Jaminan Kesehatan, sumber
http://www.jaamsosindonesia.com/sjsn/program/programjaminankes
ehatan
Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesi Tahun 1945 Pasal 28-H
Undang-Undang No.40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional
C. INTERNET
BPJS Kesehatan, Kedudukan Dan Status Kelembagaan BPJS Kesehatan.
2017.
Https://Bpjs-Kesehatan.Go.Id/Bpjs/Index.Php/Pages/Detail/2014/13 Iuran
Http://Www.Ekonomirakyat.Org/Edisi_7/Artikel_5.Html
Http://Www.Jamsosindonesia.Com/Bpjs/View/Fungsi-Tugas-Wewenang_25
Http://Www.Twmpo.Co/Read/News/2015/01/22/090636837/PEMERINTAH-
Suntik-BPJS-Rp-5-Triliun.
Http://Www.Thejakartapost.Com/News/2015/02/02/Govt-Extend-Activation-
Jkn-Insurance-One-Month.Html
Https://Tirto.Id/Daftar-Masalah-Yang-Bikin-Bpjs-Kesehatan-Terseok-Seok-
Ccgi Penulis Dan Reporter Ringkang Gumiwang. Diakses Pada 29
Maret 2018.
Http://Jkn.Jamsosindonesia.Com/Home/Cetak/8/Tujuan%20jkn
Nur Kholis, Antisipasi Hukum Islam Dalam Menjawab Problematika
Kontemporer, Jurnal Al-Mawarid, Edisi X (2003)
Peraturan Perundang-Undangan Republik Indonesia No. 24 Tahun 2011
Tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial.
Penjelasan Pasal 22 Ayat 1 Undang Undang Sjsn Nomor 40 Tahun 2004
89
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2011 Tentang Badan
Penyelenggara Jaminan Kesehatan, Pasal 22.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2011 Tentang Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial. Pasal 9 Ayat (1) Dan (2).
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2011 Tentang Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial. Pasal 12 Dan Pasal 13.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2011 Tentang Badan
Penyelenggara Jaminan Kesehatan, Pasal 20.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2011 Tentang Badan
Penyelenggara Jaminan Kesehatan, Pasal 22.
Www.Depkes.Go.Id/Resources/.../Buku-Pegangan-Sosialisasi-Jkn.Pdf
Www.Depkes.Go.Id/Uuno.40tahun2004tentangsistemjaminannasional
Yudha Indrajaya, Sosialisasi Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) Dan BPJS
Kesehatan, (Jakarta: Makalah Sosialisasi Untuk Walikota, 2014)