Ketersediaan Hayati

17
KETERSEDIAAN HAYATI ( BIOAVAILABILITAS ) SENYAWA BIOAKTIF Dr. Ir. Tri Dewanti W. M.Kes. THP – FTP Univ. Brawijaya

Transcript of Ketersediaan Hayati

Page 1: Ketersediaan Hayati

KETERSEDIAAN HAYATI ( BIOAVAILABILITAS ) SENYAWA BIOAKTIF

Dr. Ir. Tri Dewanti W. M.Kes.THP – FTP Univ. Brawijaya

Page 2: Ketersediaan Hayati

Merupakan kecepatan dan jumlah senyawa bioaktif yang mencapai sirkulasi sistemik secara keseluruhan menunjukkan kinetic dan perbandingan zat aktif yang mencapai peredaran darah terhadap jumlah senyawa bioaktif yang diberikan.

Pengkajian terhadap ketersediaan hayati ini tergantung pada absorbsi ke dalam sirkulasi umum serta pengukuran dari yang terabsorbsi tersebut

KETERSEDIAAN HAYATI ( BIOAVAILABILITAS ) SENYAWA BIOAKTIF

Page 3: Ketersediaan Hayati

BIOAVAILABILITAS

Definisi: kecepatan dan jumlah bahan-bahan aktif/senyawa tertentu yang dapat diserap dari produk dan dapat mencapai lokasi aksinya (site of action). Biasanya dievaluasi dari konsentrasi pada plasma darah dan urin

Page 4: Ketersediaan Hayati

SENYAWA BIOAKTIF

Definisi : merupakan senyawa yang mempunyai efek fisiologis dalam tubuh yang berpengaruh positif terhadap kesehatan manusia . Peran senyawa bioaktif dalam tubuh diperoleh jika senyawa tersebut mencapai lokasi aksinya (site of action)

Page 5: Ketersediaan Hayati

AKTIVITAS SENYAWA BIOAKTIF

Aktivitas senyawa bioaktif disebabkan oleh interaksi antara molekul senyawa bioaktif dengan bagian molekul dari obyek biologis yaitu resptor spesifik.

Untuk dapat berinteraksi dengan reseptor spesifik dan menimbulkan aktivitas spesifik, senyawa bioaktif harus mempunyai struktur sterik dan distribusi muatan yang spesifik pula.

Dasar dari aktivitas biologis adalah proses-proses kimia yang kompleks mulai dari saat senyawa bioaktif diberikan sampai terjadinya respons biologis.

Page 6: Ketersediaan Hayati

Skema aktivitas Senyawa Bioaktif

Page 7: Ketersediaan Hayati

INTERAKSI TUBUH – OBAT/SENYAWA BIOAKTIF

Obat/Seny. Bioaktif

Konsentrasi Obat Dalam sirkulasi sistemik

Konsentrasi Obat Pada Tempat Kerja

Efek Farmakologi/ Indikasi Teurapetik

Respon Klinik

Toksisitas Efikasi

ABSORPSI

Ikatan Dengan Reseptor

Obat Dalam Jaringan

METABOLISME

DISTRIBUSI

Terikat Protein Plasma

Bebas

EKSRESI

Farmakokinetik (Perjalanan Obat dalam Tubuh)

Farmakodinamik (Efek

Obat pada Tubuh)

Page 8: Ketersediaan Hayati

FAKTOR UTAMA FARMAKOLOGI

OBAT

(Seny. Bioaktif)

TUBUH (Sistem Biologi)

Pengaruh Terhadap Tubuh

Pengaruh Tubuh terhadap obat

Kerja/Efek Obat

Farmakodinamika

Nasib Obat Dalam Tubuh

Farmakokinetika

Antaraksi Kemodinamika

Page 9: Ketersediaan Hayati

Data ketersediaan hayati digunakan untuk menentukan :

1. Banyaknya senyawa bioaktif yang diabsorbsi dari formulasi atau sediaan.

2. Kecepatan diabsorbsi.3. Lama senyawa bioaktif berada dalam cairan biologi

atau jaringan dan dikorelasikan dengan respon.4. Hubungan antara kadar dalam darah dan efikasi

klinis serta toksisitas.

Page 10: Ketersediaan Hayati

3 parameter yang biasanya diukur yang menggambarkan profil konsentrasi dalam darah dan waktu dari yang diberikan, yaitu :

Konsentrasi puncak (Cmaks)

Waktu untuk konsentrasi puncak (tmaks) Luas daerah dibawah kurva (AUC) Data ketersediaan hayati digunakan untuk

menentukan : Banyaknya senyawa bioaktif yang diabsorpsi dari

formulasi atau sediaan. Kecepatan diabsorpsi. Lamanya/waktu berada dalam cairan biologi atau

jaringan dan dikorelasikan dengan respon pasien. Hubungan antara kadar dalam darah dan efikasi klinis

serta toksisitas.

Page 11: Ketersediaan Hayati

1. Metode menggunakan data darah2. Data urin3. Data efek farmakologis4. Data respon klinis Data darah dan data urin lazim digunakan

untuk menilai ketersediaan hayati sedian yang metode analisis zat berkhasiatnya telah diketahui cara dan validitasnya.

METODE PENILAIAN KETERSEDIAAN HAYATI

Page 12: Ketersediaan Hayati

Jika cara validitas analisi belum diketahui digunakan data farmakologi dengan syarat efek farmakologik yang timbul dapat diukur secara kuntitatif,

seperti efek pada kecepatan denyut jantung atau tekanan darah yang dapat digunakan sebagai indeks dari ketersediaan hayati.

Untuk evaluasi ketersediaan hayati menggunakan data respons klinik dapat mengalami perbedaan antar individu akibat farmakokinetika dan farmakodinamik yang berbeda.

Faktor farmakodinamik yang mempengaruhi meliputi : umur, toleransi obat, interaksi obat, dan faktor- faktor patofisiologik yang tidak diketahui.

Page 13: Ketersediaan Hayati

Faktor-faktor yang mempengaruhi ketersediaan hayati

a. Sifat fisiko kimia zat aktif Bentuk isomer ; alkaloid – alkaloid dan steroid –

steroid terdapat dalam beberapa bentuk isomer d atau l. Seringkali yang aktif atau lebih aktif hanya satu saja misal : d- etambutol, d-propoksifen,d-amfetamin, l-kloramfenikol.

Polimorfose ; bentuk Kristal yang kurang stabil lebih mudah larut dan kemudian cepat terabsorbsi daripada bentuk kristalnya yang stabil,missal kloramfenikol mempunyai 2 bentuk polimofi A dan B ; Kristal bentuk A bersifat tidak aktif.

Page 14: Ketersediaan Hayati

Ukuran partikel; bila ukuran partikel lebih kecil dr luas permukaan, sehingga obat akan cepat melarut dan diabsorbsi. Hidrate dan solvate ; senyawa bioaktif cenderung untuk mengikat beberapa molekul pelarut Ikatan ini disebut solvate, dan kalau pelarutnya adalah air maka ikatan ini disebut hidrat. Ampisillin anhidrat lebih mudah larut daripada ampisillin trihidrat, sehingga pemakaian peroral akan memberikan blood level lebih tinggi. Bentuk garam, Ester dan lainnya; gugusan estolat dri eritromisin estolat dapat menyebabkan hepatotoksisitas, sedangkan stearatnya tidak. Tapi sifat fisik eritromisin stearat mempersulit pengisian dalam jumlah yang cukup kedalam kapsul berukuran wajar. Pemadatan yang tidak tepat atas bahan baku ini sebaliknya dapat menimbulkan persoalan sidolusi dan ketersediaan hayati.

Page 15: Ketersediaan Hayati

Kemurnian; bahan baku Pinisillin yang tidak murni bisa mengandung

mikrokontaminan berupa hasil degradasi pinisillin sendiri, bahan inferior ini yang dapat menyebabkan alergi.

Namun, meskipun telah menggunakan bahan baku murni kalau cara dan kondisi produksi dalam hal ini kebersihan, temperature, dan kelembaban kurang baik, bahan pinisillin ini akan menimbulkan efek samping yang sama.

Page 16: Ketersediaan Hayati

b. Bahan- bahan pembantu; pengaruh bahan – bahan pembantu dapat

merubah secara drastic pola absorbsinya dan oleh karena itu efek terapi dan toksisitasnya juga berpengaruh,

seperti meningkatnya toksisitas fenitoin setelah bahan pembantu yng semula dipakai CaSO4 diganti dengan laktosa.

c. Cara- cara prosesing Formulasi yang sudah baik dalam suatu

pabrik bias sama sekali berubah bila dibuat oleh pabrik lain dengan penggunaan alat-alat yang berbeda.

Page 17: Ketersediaan Hayati

Ruangan dan kondisi- kondisinya ( temperature, kelembaban, penerangan , dan sebagainya ) yang memenuhi syarat. Misalnya pada pembuatan sediaan tetrasiklin yang merupakan bahan baku yang kurang stabil pada kondisi tertentu sehingga dapat mengakibatkan penguraian tetrasiklin menjadi non aktif, hepatoksik, dan nefrotoksik.

Tenaga- tanaga yang kompeten. Dikerjakan dengan system produksi dan system control yang baik. Dalam hal ini persyaratan- persyaratan Good Manufacturing Practises ( GMP ) menjadi penting.