ISOLASI DAN IDENTIFIKASI FUNGI PADA BENIH IKAN KONSUMSI
DI KOLAM BUDIDAYA DESA BARU LADANG BAMBU
KECAMATAN MEDAN TUNTUNGAN
SUMATERA UTARA
NUR ARLIA YUSNITA
140302021
PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2018
Universitas Sumatera Utara
2
ISOLASI DAN IDENTIFIKASI FUNGI PADA BENIH IKAN KONSUMSI
DI KOLAM BUDIDAYA DESA BARU LADANG BAMBU
KECAMATAN MEDAN TUNTUNGAN
SUMATERA UTARA
SKRIPSI
NUR ARLIA YUSNITA
140302021
PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2018
Universitas Sumatera Utara
3
ISOLASI DAN IDENTIFIKASI FUNGI PADA BENIH IKAN KONSUMSI
DI KOLAM BUDIDAYA DESA BARU LADANG BAMBU
KECAMATAN MEDAN TUNTUNGAN
SUMATERA UTARA
SKRIPSI
NUR ARLIA YUSNITA
140302021
Skripsi Sebagai Satu Diantara Beberapa Syarat untuk Dapat Memperoleh Gelar
Sarjana Perikanan Di Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan
Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara
PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2018
Universitas Sumatera Utara
4
Universitas Sumatera Utara
5
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI
Saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Nur Arlia Yusnita
NIM : 140302021
Menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul “ISOLASI DAN
IDENTIFIKASI FUNGI PADA BENIH IKAN KONSUMSI DI KOLAM
BUDIDAYA DESA BARU LADANG BAMBU KECAMATAN MEDAN
TUNTUNGAN SUMATERA UTARA” adalah benar merupakan karya sendiri
dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada Perguruan Tinggi manapun.
Semua sumber data dan informasi berasal dan dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain yang telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Medan, September 2018
Nur Arlia Yusnita
NIM. 140302021
Universitas Sumatera Utara
6
ABSTRAK
NUR ARLIA YUSNITA. Isolasi dan Identifikasi Fungi pada Benih Ikan
Konsumsi di Kolam Budidaya Desa Baru Ladang Bambu Kecamatan Medan
Tuntungan Provinsi Sumatera Utara. Dibimbing oleh Indra Lesmana.
Penelitian mengenai Isolasi dan Identifikasi Fungi di Kolam Budidaya Desa Baru
Ladang Bambu Kecamatan Medan Tuntungan Provinsi Sumatera Utara telah
dilakukan pada bulan April – Mei 2018. Pengambilan sampel ikan dilakukan
sebanyak dua kali dengan melihat tanda-tanda adanya serangan penyakit yang
disebabkan oleh fungi. Penelitian ini menggunakan metode survey melalui
pengambilan sampel pada lokasi secara langsung untuk mengidentifikasi jenis
fungi pada ikan nila (Oreochromis niloticus) dan Ikan Lele (Clarias gariepinus).
Lokasi pengambilan sampel ikan ditentukan secara sengaja atau purposive
sampling (random sampling) terhadap ikan di kolam budidaya Desa Baru Ladang
bambu, Kecamatan Medan Tuntungan, Sumatera Utara. Tingkat serangan
penyakit yang disebabkan oleh fungi di Desa Baru Ladang Bambu Kecamatan
Medan Tuntungan Provinsi Sumatera Utara cenderung masih rendah. Adapun
hasil identifikasi fungi pada Ikan Konsumsi yang ada pada Kolam Budidaya Desa
Baru Ladang Bambu Kecamatan Medan Tuntungan ditemukan empat spesies
yaitu Aspergillus flavus, Penicillium glabrum, Saprolegnia sp., dan Aspergillus
niger. Perlu dilakukan penelitian terkait tingkat pathogenesis dari masing-masing
jenis fungi sehingga dapat diperoleh data yang dapat digunakan untuk tindakan
pencegahan.
Kata Kunci: Isolasi, Identifikasi, Fungi, Ikan Konsumsi.
i
Universitas Sumatera Utara
7
ABSTRACT
NUR ARLIA YUSNITA. Isolation and Identification of Fungi on Fish Seed
Consumption in Pond Culture of New Village of Bamboo Field, Medan
Tuntungan Sub-district, North Sumatera Province. Supervised by Indra Lesmana.
Research on Isolation and Identification of Fungi in Pond Culture of New Villages
Bamboo Field of Medan Tuntungan Sub-Province of North Sumatera was
conducted in April - May 2018. Fish sampling was done twice with the signs of
disease caused by fungi. This research uses survey method through direct
sampling on location to identify fungus type on indigo fish (Oreochromis
niloticus) and Catfish (Clarias gariepinus). The location of fish sampling is
determined intentionally or purposive sampling (random sampling) on fish in
pond cultivation of Baru Baru Village bamboo field, Medan Tuntungan
Subdistrict, North Sumatera. The level of disease attack caused by f ungi in Baru
Baru Bamboo Village Medan Tuntungan Sub-Province of North Sumatra tend to
be low. The results of the identification of fungi on the Fish Consumption that
existed in the Pond Culture of New Village Bamboo Field District of Medan
Tuntungan found four species of Aspergillus flavus, Penicillium glabrum,
Saprolegnia sp., And Aspergillus niger. Need to do research related to the level of
pathogenesis of each type of fungi so that data can be obtained that can be used
for preventive measures.
Keywords: Isolation, Identification, Fungi, Fish Consumption
ii
Universitas Sumatera Utara
8
RIWAYAT HIDUP
Penulis lahir di Palembang, Provinsi Sumatera Selatan
pada tanggal 15 Juli 1996 dari Bapak Arfaik dan Ibu Yeni.
Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara.
Penulis mengawali pendidikan formal di SD Negeri 2
Sumbusari pada tahun 2002-2008, pendidikan menengah
pertama ditempuh dari tahun 2008-2011 di SMP Negeri 3 Mesuji Raya. Penulis
menyelesaikan pendidikan menengah atas di SMA Negeri 4 Binjai dengan
Jurusan IPA pada tahun 2011-2014..
Penulis melanjutkan pendidikan di Program Studi Manajemen
Sumberdaya Perairan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara melalui
Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) pada tahun 2014.
Selain mengikuti perkuliahan, penulis menjadi anggota Ikatan Mahasiswa
Manajemen Sumberdaya Perairan (IMASPERA) Fakultas Pertanian Universitas
Sumatera Utara, dan Asisten Laboratorium Mikrobiologi Akuatik tahun
2017/2018. Penulis melaksanakan Praktik Kerja Lapangan (PKL) di Balai Benih
Ikan Bantun Kerbo Kabupaten Dairi, Provinsi Sumatera Utara pada tahun 2017.
Dalam rangka menyelesaikan studi di Program Studi Manajemen
Sumberdaya Perairan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, penulis
melaksanakan penelitian dengan judul “Isolasi dan Identifikasi Fungi pada Benih
Ikan Konsumsi di Kolam Budidaya Desa Baru Ladang Bambu, Kecamatan Medan
Tuntungan, Sumatera Utara” yang dibimbing oleh Bapak Indra Lesmana, S.Pi.,
M.Si.
iii
Universitas Sumatera Utara
9
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT. Yang Maha Kuasa,
atas berkat dan rahmatNya, penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini
dengan judul “Isolasi dan Identifikasi Fungi pada Benih Ikan Konsumsi di
Kolam Budidaya Desa Baru Ladang Bambu, Kecamatan Medan Tuntungan,
Sumatera Utara”. Penulisan skripsi ini diajukan untuk memenuhi syarat
kelulusan di Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Pertanian,
Universitas Sumatera Utara.
Penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Kedua orangtua penulis, ayahanda tercinta Arfaik dan ibunda tercinta Yeni
yang telah memberikan do’a, semangat, moral dan materi kepada penulis.
2. Saudara penulis, adik Tirta Arya Samanta dan Vidya Aryana, juga kepada
seluruh keluarga yang selalu memberikan dukungan, do’a dan semangat
kepada penulis.
3. Bapak Indra Lesmana, S.Pi., M.Si. selaku dosen pembimbing yang telah
memberikan masukan, arahan, nasehat dan saran dalam penulisan skripsi ini.
4. Ibu Dr. Eri Yusni, M.Sc. selaku dosen penguji Ketua Program Studi
Manajemen Sumberdaya Perairan.
5. Bapak Rusdi Leidonald, S.P., M.Sc. selaku dosen penasihat akademik penulis.
6. Ibu drh. Rita Rosmala Dewi, M.Si. yang telah banyak memberikan masukan
dan arahan kepada penulis.
7. Bapak Ir. Syammaun Usman, M.P. yang telah memberikan arahan serta
fasilitas alat dan bahan kepada penulis selama penelitian berlangsung.
iv
Universitas Sumatera Utara
10
8. Bapak/Ibu Dosen Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan dan
Pegawai Tata Usaha Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan.
9. Sahabat yang penulis sayangi khususnya Achmad Rizqi, Siti Hamidah,
Nurhayati Rambe, Jeni Ariyanti, Tri Hartati Uyun Matondang, Indah Karina
Lestari Lubis, Yuliana Handayani Gea, Tiara Dwi Sandri, Giffari Moehammad
Saragih, tim IMAMANG dan teman-teman seperjuangan MSP stambuk 2014
yang telah membantu, memberikan dukungan doa dan semangat kepada
penulis selama penelitian berlangsung.
Akhir kata penulis berharap semoga Allah SWT. Yang Maha Kuasa selalu
memberi kasihNya kepada kita dan skripsi ini dapat bermanfaat dalam penelitian
selanjutnya serta dapat menjadi sumber informasi bagi pihak yang membutuhkan,
khususnya di bidang Mikrobiologi Akuatik.
Medan, September 2018
Nur Arlia Yusnita
v
Universitas Sumatera Utara
11
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK .................................................................................................. i
ABSTRACT ................................................................................................ ii
RIWAYAT HIDUP .................................................................................... iii
KATA PENGANTAR ................................................................................ v
DAFTAR ISI .............................................................................................. vii
DAFTAR GAMBAR .................................................................................. viii
DAFTAR TABEL ..................................................................................... ix
DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................. x
PENDAHULUAN
Latar Belakang .................................................................................. 1
Perumusan Masalah ........................................................................... 2
Kerangka Pemikiran .......................................................................... 3
Tujuan Penelitian ............................................................................... 5
Manfaat Penelitian ............................................................................. 5
TINJAUAN PUSTAKA
Hama dan Penyakit Ikan .................................................................... 6
Hama ............................................................................................ 6
Penyakit Infeksius ....................................................................... 7
Penyakit Non Infeksius ................................................................ 8
Fungi .................................................................................................. 8
Morfologi Fungi ................................................................................ 11
Agen Penyakit Fungi Pada Ikan ........................................................ 12
Saprolegnia sp. ............................................................................ 14
vi
Universitas Sumatera Utara
12
Branchiomyces demigrans ........................................................... 16
Aspergillus niger ......................................................................... 17
Ichthyophonus hoferi ................................................................... 19
Pembenihan Ikan Konsumsi .............................................................. 21
Ikan Konsumsi ................................................................................... 22
Ikan Nila (Oreochromis niloticus) ............................................... 22
Klasifikasi dan Morfologi Ikan Nila (Oreochromis niloticus) 22
Habitat Ikan Nila (Oreochromis niloticus) ........................ 24
Ikan Lele (Clarias gariepinus) .................................................... 25
Klasifikasi dan Morfologi Ikan Lele (Clarias gariepinus) 25
Habitat Ikan Lele (Clarias gariepinus) .............................. 26
Parameter Fisika Perairan .................................................................. 27
Suhu ............................................................................................. 27
Parameter Kimia Perairan .................................................................. 28
Dissolved Oxygen (DO) ............................................................... 28
pH (Parameter of Hydrogen) ...................................................... 28
Nitrat dan Fosfat .......................................................................... 29
Amonia ........................................................................................ 30
METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat ............................................................................. 31
Alat dan Bahan .................................................................................. 31
Rancangan Penelitian ........................................................................ 31
Prosedur Penelitian ............................................................................ 32
Persiapan Alat dan Media Potato Dextrose Agar (PDA) ............ 32
Pengambilan Sampel Ikan Nila (Oreochromis niloticus) ............ 33
Isolasi Fungi pada Ikan Nila (Oreochromis niloticus) ................ 34
Pemeriksaan Sampel dan Identifikasi Fungi ............................... 34
Pengukuran Kualitas Air ............................................................. 35
vii
Universitas Sumatera Utara
13
Pengukuran Parameter Fisik Perairan ................................ 35
Suhu ........................................................................ 35
Pengukuran Parameter Kimia Perairan .............................. 36
Dissolved Oxygen (DO) ......................................... 36
pH (Parameter of Hydrogen) ................................. 36
Nitrat dan Fosfat ..................................................... 36
Amonia ................................................................... 36
Analisis Data .......................................................... 36
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil .................................................................................................. 37
Isolasi dan Identifikasi Fungi pada Benih Ikan Nila ................... 37
Isolasi dan Identifikasi Fungi pada Benih Ikan Lele ................... 38
Pengukuran Kualitas Air pada Kolam Ikan Nila ......................... 38
Pengukuran Kualitas Air pada Kolam Ikan Lele ......................... 39
Pembahasan ...................................................................................... 39
Aspergillus niger ......................................................................... 39
Saprolegnia sp. ............................................................................ 41
Aspergillus flavus ........................................................................ 44
Penicillium glabrum .................................................................... 46
Kondisi Kualitas Perairan ............................................................ 47
Rekomendasi Pengelolaan ........................................................... 50
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan ....................................................................................... 52
Saran ................................................................................................. 52
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
viii
Universitas Sumatera Utara
14
DAFTAR GAMBAR
No. Teks Halaman
1. Kerangka Pemikiran .......................................................................... 4
2. Hubungan antara Lingkungan, Ikan dan Patogen .............................. 13
3. Saprolegnia sp ................................................................................... 16
4. Branchiomyces demigrans ................................................................. 17
5. Konidifior Aspergillus niger .............................................................. 19
6. Koloni Aspergillus niger ................................................................... 19
7. Morfologi Jamur Ichthyophonus hoferi ............................................. 21
8. Bentuk Infeksi Jamur Ichthyophonus hoferi ...................................... 21
9. Benih Ikan Nila (Oreochromis niloticus) .......................................... 24
10. Benih Ikan Lele (Clarias gariepinus) ................................................ 27
11. Koloni Aspergillus niger ................................................................... 40
12. Bagian-Bagian Aspergillus niger ....................................................... 41
13. Koloni Saprolegnia sp ....................................................................... 43
14. Bagian-bagian Saprolegnia sp. .......................................................... 44
15. Koloni Aspergillus flavus .................................................................. 45
16. Bagian-bagian Aspergillus flavus ...................................................... 46
17. Koloni Penicillium glabrum ............................................................ 46
18. Bagian-bagian Penicillium glabrum .................................................. 47
ix
Universitas Sumatera Utara
15
DAFTAR TABEL
No. Teks Halaman
1. Baku Mutu Air untuk Kegiatan Budidaya Air Tawar ....................... 35
2. Isolasi dan Identifikasi Fungi pada Benih Ikan Nila ......................... 37
3. Isolasi dan Identifikasi Fungi pada Benih Ikan Lele ......................... 38
4. Pengukuran Kualitas Air pada Kolam Ikan Nila ............................... 38
5. Pengukuran Kualitas Air pada Kolam Ikan Nila ............................... 39
x
Universitas Sumatera Utara
16
DAFTAR LAMPIRAN
No. Teks Halaman
1. Alat dan Bahan .................................................................................. 58
2. Lokasi Penelitian ............................................................................... 62
3. Prosedur Kerja ................................................................................... 63
4. Hasil Isolasi ....................................................................................... 65
5. Hasil Identifikasi ................................................................................ 66
xi
Universitas Sumatera Utara
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kegiatan pembenihan ikan merupakan suatu usaha mengembangbiakan
ikan secara efektif dan efisien sehingga menghasilkan produksi benih yang
memiliki kualitas dan kuantitas lebih baik. Produksi pembenihan ikan berperan
dalam keberhasilan kegiatan pembesaran ikan. Kualitas benih ikan berpengaruh
terhadap perkembangan ikan pada saat pembesaran ikan. Kegiatan pembenihan
ikan berhubungan dengan kegiatan pengelolaan kualitas air, pakan, serta
pengendalian hama dan penyakit (Perangin-angin, 2013).
Pengembangan dan keberlanjutan kegiatan budidaya ikan air tawar
khususnya kegiatan pembenihan, sering menghadapi kendala. Salah satu kendala
yang mempengaruhi keberhasilan kegiatan pembenihan adalah pengendalian
hama dan penyakit ikan, baik penyakit infeksius maupun penyakit non infeksius.
Serangan patogen baik itu virus, bakteri, fungi, protozoa maupun parasit
merupakan golongan penyakit infeksi, sedangkan penyakit non infeksi meliputi
penyakit yang diakibatkan oleh lingkungan, pakan, genetik dan tumor. Penularan
penyakit dan parasit dapat terjadi melalui beberapa mekanisme, antara lain
melalui kontak langsung antara ikan sakit dan ikan sehat, bangkai ikan sakit
maupun melalui air, penularan ini biasanya terjadi dalam satu kolam budidaya
(Jasmanindar, 2011).
Perkembangan budidaya di Indonesia terus meningkat mengikuti
pemenuhan akan kebutuhan protein hewani. Ikan-ikan yang menjadi primadona
dan banyak dilirik oleh masyarakat Indonesia, khususnya di Sumatera Utara
adalah ikan Nila dan Ikan Lele. Namun demikian, terdapat permasalahan krusial
Universitas Sumatera Utara
2
yang menjadi penghambat bagi berlangsungnya kegiatan budidaya ikan. Salah
satunya adalah adanya serangan hama dan penyakit ikan. Berdasarkan hal
tersebut, penulis bermaksud melakukan penelitian dengan topik Isolasi dan
Identifikasi jenis Fungi atau Fungi pada Ikan konsumsi. Hal tersebut merupakan
langkah awal yang dapat dilakukan untuk mengantisipasi dan mengatasi
permasalahan adanya serangan hama dan penyakit ikan dari jenis fungi atau fungi
yang menjadi penghambat kegiatan budidaya perikanan.
Perumusan Masalah
Salah satu kendala pada kegiatan budidaya perikanan adalah hama dan
penyakit yang menyerang hasil produksi perikanan. Kendala tersebut jelas
menyebabkan penurunan mutu ikan dan berdampak pula pada penurunan minat
konsumen terhadap konsumsi. Langkah awal yang dapat dilakukan adalah
melaksanakan kegiatan isolasi dan identifikasi Penyakit yang disebabkan oleh
agen infeksius fungi yang menyerang Benih Ikan konsumsi yang berada di Kolam
budidaya Desa Baru Ladang Bambu, Kecamatan Medan Tuntungan, Provinsi
Sumatera Utara, agar dapat diketahui data terkait jenis fungi apa saja yang
menyerang benih Ikan konsumsi yang ada Kolam budidaya tersebut dan jenis
fungi yang berpotensi menyebabkan penyakit pada benih konsumsi tersebut.
Adapun beberapa pokok permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian
ini adalah sebagai berikut:
1. Jenis Fungi apa saja yang dapat menyerang benih Ikan Nila dan Ikan Lele di
Kolam Budidaya Desa Baru Ladang Bambu, Kecamatan Medan
Tuntungan Provinsi Sumatera Utara?
Universitas Sumatera Utara
3
2. Bagaimana kekerapan munculnya fungi pada Benih Ikan Nila dan Ikan Lele di
Kolam Budidaya Desa Baru Ladang Bambu, Kecamatan Medan Tuntungan
Provinsi Sumatera Utara?
Kerangka Pemikiran
Dalam menjalankan usaha budidaya ikan, termasuk di dalamnya ikan Nila
dan ikan Lele, haruslah diperhatikan berbagai aspek yang dapat menjadi
penghambat yang berakibat pada penurunan profit dari usaha tersebut. Salah satu
penghambat yang terbilang penting salah satunya adalah adanya hama dan
penyakit ikan yang dapat menyerang ikan yang dibudidayakan. Salah satu langkah
pertama dan penting yang dapat dilakukan untuk mengantisipasi permasalahan
hama dan penyakit ikan adalah dengan melakukan identifikasi. Data yang
diperoleh dari kegiatan identifikasi nantinya akan digunakan sebagai acuan untuk
melakukan tindakan pencegahan dan penanggulangan dari serangan penyakit yang
disebabkan oleh agen penyakit fungi. Adapun kerangka pemikiran dari penelitian
ini dapat dilihat pada Gambar 1.
Universitas Sumatera Utara
4
Gambar 1. Kerangka Pemikiran
Budidaya Ikan
Konsumsi
Benih Ikan Nila (Oreochromis
niloticus) dan Ikan Lele (Clarias
gariepinus)
Kendala
Penyakit
Non Infeksius
Faktor Kualitas
Air
Infeksius
Virus Parasit Fungi Bakteri
Identifikasi
Faktor Penyebab:
1. Kualitas Air (pH, Amonia dan
Dissolved Oxygen (DO)
2. Padat Tebar
Isolasi
Rekomendasi
Pengelolaan
Universitas Sumatera Utara
5
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Untuk mengidentifikasi jenis Fungi yang menyerang benih Ikan Nila dan Ikan
Lele di Kolam Budidaya Desa Baru Ladang Bambu, Kecamatan Medan
Tuntungan, Provinsi Sumatera Utara.
2. Untuk mengetahui kekerapan munculnya fungi pada Benih Ikan Nila dan Ikan
Lele di Kolam Budidaya Desa Baru Ladang Bambu, Kecamatan Medan
Tuntungan Provinsi Sumatera Utara
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai sumber data atau
informasi terkait jenis fungi yang menyerang benih Ikan Nila dan Ikan Lele di
Kolam Budidaya Tuntungan Desa Baru Ladang Bambu, Kecamatan Medan
Tuntungan, Provinsi Sumatera Utara dan juga jenis fungi apa saja yang kemudian
berpotensi menyebabkan penyakit pada benih konsumsi tersebut. Disamping itu,
penulis juga mengharapkan data tersebut dapat dijadikan pedoman pencegahan
penyebaran fungi yang menyerang Ikan konsumsi yang ada di Kolam Budidaya
tersebut dan dapat dijadikan pertimbangan untuk kegiatan pengobatan bagi ikan
yang terinfeksi.
Universitas Sumatera Utara
6
TINJAUAN PUSTAKA
Hama dan Penyakit Ikan
Hama
Penyakit dapat disebabkan oleh hama yang secara sengaja maupun tidak
disengaja masuk kedalam wadah pemeliharaan. Hama dapat mengganggu ikan
peliharaan sebagai pemangsa (predator), penyaing (competitor) dan perusak
sarana budidaya. Sebagai pemangsa, hama ini memangsa ikan sebagai makanan.
Hama pemangsa dapat berupa ikan, atau hewan lain, tetapi umumnya buas dan
mempunyai ukuran tubuh relatif lebih besar daripada ikan yang dimangsa. Hama
ini sangat merugikan petani ikan, sebab dapat menghabiskan sebagian besar ikan
peliharaan. Selain ikan, hama predator yang sering dijumpai di kolam, tambak,
dan wadah budidaya lainnya antara lain katak, ular, burung dan beberapa insekta
(Kordi, 2004).
Pengendalian biologis adalah suatu fenomena alam yang bila digunakan
dengan baik oleh manusia terhadap suatu permasalahan hama, dapat memberikan
hasil yang relatif permanen, serasi dengan lingkungan dan secara ekonomi
menguntungkan, walaupun tidak memberantas hama secara keseluruhan.
Walaupun demikian, perlu ditekankan disini bahwa berlainan dengan
pengendalian secara biologis, pengendalian secara alami bukanlah suatu teknik.
Tetapi lebih menguntungkan efek total dari berbagai faktor lingkungan, termasuk
musuh alami terhadap suatu populasi hama (Ahmad, 1995).
Universitas Sumatera Utara
7
Penyakit Infeksius
Penyakit ikan dapat didefinisikan sebagai segala sesuatu yang dapat
menimbulkan gangguan suatu fungsi atau struktur dari alat tubuh atau sebagian
alat tubuh, baik secara langsung ataupun tidak langsung. Pada prinsipnya,
penyakit yang menyerang ikan tidak datang begitu saja, melainkan melalui proses
hubungan antara tiga faktor, yaitu kondisi lingkungan (kondisi di dalam air),
kondisi inang (ikan), dan adanya jasad patogen (jasad penyakit). Dengan demikian
serangan penyakit itu merupakan hasil interaksi yang tidak serasi antara ikan,
lingkungan dan jasad/organisme penyakit. Interaksi yang tidak serasi ini
menyebabkan stress pada ikan, sehingga mekanisme pertahanan diri yang
dimilikinya menjadi lemah dan akhirnya sangat mudah diserang oleh penyakit
(Kordi, 2004).
Agen atau pembawa biologis merupakan penyebab utama penjangkitan
awal penyakit pada ikan dan ini menjadi perhatian utama atau fokus utama dalam
infeksi penyakit ikan. Sumber penyakit (pathogen) potensial selalu ada dalam
lingkungan kultur. Mungkin parasit, bakteri, virus, fungi protozoa, crustacea dan
jenis yang lain. Daya jangkit sumber penyakit ini merupakan faktor utama dalam
menentukan tingkat wabah penyakit pada ikan. Wabah atau daya bahaya penyakit
pada ikan ini bergantung pada sifat-sifat fisik dan biokemis dari agen (perantara)
sumber penyakit. Titik masuk spesifik menjadi suatu peran penting terhadap
virulensi (tingkat pathogenesis) dari mikroba. Luka di kulit ikan adalah pintu atau
titik masuk untuk infeksi bakteri, dan virus dan selanjutnya mengundang fungi
untuk datang sebagai penyerang sekunder (Alawi dan Tang, 2017).
Universitas Sumatera Utara
8
Penyakit Non Infeksius
Manusia memegang peranan penting dalam upaya pencegahan terjadinya
serangan penyakit pada ikan budidaya, baik di kolam, keramba, tambak maupun
wadah budidaya lainnya, yaitu dengan cara memlihara keserasian interaksi antara
tiga komponen di atas. Semua perubahan pada lingkungan dianggap sebagai
penyebab stress bagi ikan dan untuk itu diperlukan adanya adaptasi bagi ikan.
Pakan yang tidak seimbang atau komponennya yang berlebihan dapat juga
menimbulkan masalah. Masalah yang timbul tersebut dapat menyebabkan
ketahanan tubuh ikan menurun, sehingga mudah diserang penyakit (Kordi, 2004).
Penyakit lingkungan adalah penyakit non pathogen (non infeksius) yang
disebabkan oleh faktor lingkungan yang kurang menunjang bagi kehidupan ikan,
antara lain pH air terlalu tinggi/rendah, kandungan oksigen terlarut terlalu
tinggi/rendah, perubahan temperatur air secara tiba-tiba, adanya gas beracun hasil
penguraian bahan organik (gas methan, ammonia atau asam belerang), adanya
polusi dari pestisida, limbah industry atau limbah rumah tangga. Penyakit non
parasiter (non infeksius) akibat lingkungan dapat berupa gangguan faktor kimia
dan fisika perairan, stress pada ikan dan kepadatan ikan yang melebihi daya
dukung perairan (Alawi dan Tang, 2017).
Fungi
Fungi merupakan organisme eukariota yang digolongkan kedalam
kelompok cendawan sejati. Dinding sel fungi terdiri atas kitin, sel fungi tidak
mengandung klorofil. Fungi mendapatkan makanan secara heterotrof dengan
mengambil makanan dari bahan organik. Bahan organik di sekitar tempat
Universitas Sumatera Utara
9
tumbuhnya diubah menjadi molekul sederhana dan diserap langsung oleh hifa,
oleh karena itu, fungi tidak seperti organisme heterotrof lainnya yang menelan
makanan kemudian mencernanya sebelum diserap (Hapsari, 2014).
Fungi atau fungi adalah tumbuh-tumbuhan yang berbentuk satu sel atau
bentuk benang bercabang-cabang, mempunyai dinding dari selulosa atau kitin
atau kedua-duanya mempunyai protoplasma yang mengandung satu atau lebih
inti, tidak mempunyai klorofil, berkembang biak secara aseksual dan seksual.
Semua fungi merupakan organisme heterotrofik, yang tergantung terhadap
kehadiran senyawa-senyawa organik. Awal abad kesembilan belas, para ahli
botani mendapatkan sejumlah fungi yang ditemukan di kolam renang, danau dan
sungai (Kurniawan, 2015).
Fungi merupakan organisme heterofilik yang memerlukan senyawa oganik
untuk nutrisinya. Bersifat heterotrof, menyerap nutrien melalui dinding selnya dan
mengekskresikan enzim ekstraseluler ke lingkungan, menghasilkan spora atau
konidia dan melakukan reproduksi seksual dan aseksual. Fungi memerlukan
oksigen untuk hidupnya (bersifat aerobik). Habitat fungi terdapat pada air dan
tanah. Cara hidupnya bebas atau bersimbiosis, tumbuh sebagai saprofit atau
parasite pada tanaman, hewan dan manusia (Hapsari, 2014).
Fungi juga dapat menyebabkan penyakit pada komoditas perikanan.
Beberapa jenis fungi, seperti Achlya sp, Fusarium sp, Saprolegnia sp, Phoma sp,
dan sebagainya adalah spesies yang telah berhasil diidentifikasi sebagai agen
infeksius. Meskipun pertumbuhan serabut hifa fungi lebih lambat yang berarti
bahwa infeksi fungi relatif lebih lambat, akan tetapi infeksi fungi tidak bisa
Universitas Sumatera Utara
10
dianggap ringan karena dapat menyebabkan kegagalan budidaya yang signifikan
(Kurniawan, 2012).
Cendawan terdiri atas fungi (cendawan besar atau makrofungi dan dapat
dilihat secara kasat mata), khamir (cendawan renik bersel tunggal dan
berkembang biak dengan bertunas), dan kapang (cendawan renik yang
mempunyai miselia dan massa spora yang jelas). Kejadian infeksi dimulai dengan
adanya cemaran kapang patogen pada pakan, dilanjutkan dengan investasi dan
invasi kapang pada individu yang kondisi kesehatan tubuhnya sedang lemah
(Ahmad, 2009).
Selain secara morfologi, fungi juga memiliki perbedaan dengan
mikroorganisme lainnya. Perbedaan yang paling nyata dari suatu kelompok fungi,
khususnya fungi filementus adalah terbentuknya hifa atau benang-benang yang
tidak dimiliki oleh mikroorganisme lainnya. Pertumbuhan hifa mempengaruhi
waktu regenerasi atau pertumbuhan fungi yang relatif lebih lambat dibandingkan
dengan bakteri atau virus. Perbedaan lainnya bukan hanya pada morfologi dan
kecepatan pertumbuhan, tetapi juga fisiologi dan sifat atau karakteristik
kehidupannya yang berbeda dengan mikroorganisme lainnya, seperti bakteri.
Fungi hidup sebagai saprofit pada jaringan tubuh merupakan penyakit sejati
karena fungi tidak dapat menyerang ikan-ikan yang sehat, melainkan menyerang
ikan-ikan yang sudah luka atau lemah. Penyakit akibat serangan fungi menular
terutama melalui spora fungi yang ada di perairan. (Kurniawan, 2012).
Penyakit yang disebabkan oleh fungi bersifat infeksi sekunder karena
fungi tidak dapat menyerang ikan yang dalam keadaan sehat, melainkan
menyerang ikan yang sudah terluka atau lemah. Gejala klinis infeksi fungi adalah
Universitas Sumatera Utara
11
adanya benang halus menyerupai kapas yang menempel pada telur atau luka pada
bagian eksternal ikan seperti perubahan warna sirip dan warna tubuh ikan menjadi
merah (Andreas, 2016).
Morfologi Fungi
Fungi benang atau biasa disebut fungi merupakan organisme anggota
Kingdom Fungi. Pertumbuhan fungi di permukaan bahan makanan mudah
dikenali karena sering kali membentuk koloni berserabut seperti kapas. Tubuh
fungi berupa benang yang disebut hifa, sekumpulan hifa disebut miselium.
Miselium dapat mengandung pigmen dengan warna-warna merah, ungu, kuning,
coklat, abu-abu dsb. Fungi juga membentuk spora berwarna hujau, biru-hijau,
kuning, jingga, merah muda. Warna-warna tersebut dapat menjadi ciri khas
spesies fungi. Fungi benang pada umumnya bersifat aerob obligat, pH
pertumbuhan berkisar 2-9, suhu pertumbuhan berkisar 10-35ºC, water activity
(aw) 0,85 atau bisa di bawahnya (Handajani dan Setyaningsih, 2006).
Analisis secara molekular dan biokimia menyebutkan bahwa Oomycetes
atau fungi air secara taksonomi sedikit memiliki kesamaan dengan fungi
berfilamen namun dekat kekerabatannya dengan alga cokelat (heterokont) dalam
Stramenophiles yaitu salah satu eukaryot. Karakteristik Saprolegnia ini yang
membedakannya dengan yang lain adalah Oomycetes menghasilkan heterokont
zoospora yaitu spora motil biflagelata. Zoospora adalah alat reproduksi aseksual
utama yang dihasilkan oleh zoosporangium. Reproduksi seksual dengan peleburan
dua gamet membentuk dinding tebal yaitu oospora yang merupakan asal
penamaan kelas Oomycetes. Secara ultrastruktur, Oomycetes memiliki krista
Universitas Sumatera Utara
12
mitokondria dengan bentuk tubular berbeda dengan Saprolegnia lainnya yang
memiliki bentuk platelike cristae atau bentuk pipih. Keunikan Oomycetes juga
ditemukan pada komposisi dinding selnya (Dewi, 2011).
Badan vegetatif fungi yang tersusun atas filamen-filamen disebut thallus,
yang pada dasarnya terdiri atas dua bagian, yaitu miselium dan spora. Miselium
merupakan kumpulan dari beberapa filament yang disebut hifa. Bagian terpenting
dari fungi adalah hifa, karena hifa berfungsi menyerap nutrien dari lingkungan
serta membentuk struktur untuk reproduksi. Hifa merupakan struktur fungus
berbentuk tabung menyerupai seuntai benang panjang yang terbentuk dari
pertumbuhan spora atau konidia. Hifa dewasa mempunyai tambahan pada dinding
selnya, yaitu melanin dan lipid (Hapsari, 2014).
Agen Penyakit Fungi Pada Ikan
Penyakit ikan adalah segala sesuatu yang dapat menimbulkan ganguan
baik fisik maupun fisiologis pada ikan. Gangguan ini dapat disebabkan oleh
organisme lain, kondisi lingkungan atau campur tangan manusia. Sakit adalah
suatu kondisi dimana terjadi gangguan atau ketidaknormalan fungsi pada ikan
baik secara fisik ataupun fisiologis. Sakit dan penyakit ini dapat disebabkan oleh
ketidakserasian yang terjadi di dalam lingkungan atau ekosistem dimana ikan
tersebut berada. Dengan kata lain penyakit merupakan interaksi yang tidak serasi
antara ikan dengan faktor biotik (organisme) dan faktor abiotik (lingkungan).
Interaksi yang tidak serasi ini akan menimbulkan stress pada ikan sehingga
menyebabkan daya pertahanan tubuh menurun dan akibatnya mudah timbul
berbagai penyakit (Yuliartati, 2011).
Universitas Sumatera Utara
13
Pada prinsipnya penyakit yang menyerang ikan tidak menyerang begitu
saja, melainkan melalui proses melalui tiga faktor, yaitu kondisi lingkungan
(kondisi di dalam air), kondisi inang (ikan) dan adanya jasad pathogen (jasad
penyakit). Dengan demikian, timbulnya serangan penyakit itu merupakan hasil
interaksi yang tidak serasi antara lingkungan, ikan, dan jasad/organisme penyakit.
Interaksi yang tidak serasi ini menyebabkan stress pada ikan, sehingga mekanisme
pertahanan diri yang dimilikinya menjadi lemah dan akhirnya mudah diserang
oleh penyakit (Kurniawan, 2015). Bentuk interaksi ikan, lingkungan dan patogen
dalam menyebabkan penyakit dapat dilihat pada gambar 4.
Gambar 2. Hubungan antara lingkungan, ikan dan patogen dalam menyebabkan
penyakit (Kurniawan, 2015).
Infeksi fungi (infeksi fungi disebut mycosis-mycotic infection) adalah salah
satu jenis penyakit yang sering terjadi pada ikan budidaya air tawar. Penyakit ini
dapat menyerang atau menginfeksi telur, larva/burayak, benih dan ikan dewasa.
Karena spora fungi dijumpai pada hampir semua kolam budidaya air tawar dan
dapat menciptakan masalah pada ikan yang sedang stress. Faktor stress, seperti
luka karena penanganan yang buruk, buruknya mutu air dapat juga memicu
Ikan Lingkungan
Patogen Penyakit
Universitas Sumatera Utara
14
meningkatnya infeksi fungi sekalipun pada ikan sehat. Umumnya infeksi fungi
hanya menyerang pada bagian tubuh luar (jaringan tubuh bagian luar) dan hanya
beberapa jenis fungi yang menginfeksi bagian dalam tubuh. Kemungkinan
terjadinya infeksi fungi disebabkan karena mutu air budidaya yang buruk, tingkat
kebersihan wadah yang buruk, ikan yang terluka karena penyakit lain, ikan mati
atau dekomposisi bahan organik (Alawi dan Tang, 2017).
Oomycetes atau fungi air secara alami tersebar di perairan air tawar dan
mewakili kelompok patogen yang menginfeksi ikan dan telur. Oomycetes
merupakan patogen utama pada telur ikan baik pada telur yang hidup maupun
telur yang sudah mati. Infeksi dimulai pada telur yang tidak difertilisasi atau
dibuahi ataupun telur yang tidak hidup. Infeksi menyebar kepada telur yang sehat
melalui kemotaksis positif (Dewi, 2011).
Infeksi fungi umumnya terjadi jika ikan mendapat luka baik secara
mekanik atau infeksi oleh parasit yang lain. Beberapa jenis fungi yang
digolongkan pathogen karena dapat menimbulkan kematian pada ikan antara lain
Ichthyophonus hoferi, Aphanomyces invandans, Branchiomyces sp., Achlya
rosemosa. Kematian ikan yang terinfeksi fungi terjadi karena kualitas air yang
buruk, seperti tingginya bahan organik, fluktuasi, suhu dan pH. Keadaan tersebut
dapat memicu tumbuhnya fungi. Fungi-fungi tersebut menyerang ikan air tawar
seperti Ikan Mas Koki, Ikan Nila, Ikan Gurami, Ikan Patin, Ikan lele dan Belut
(Hapsari, 2014). Berikut spesifikasi dari fungi tersebut
1. Saprolegnia sp.
Menurut Bruno dan Wood (1994), klasifikasi fungi Saprolegnia sp. adalah
sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
15
Filum : Oomycota
Kelas : Oomycotea
Ordo : Sprolegniales
Famili : Saprolegniaceae
Genus : Saprolegnia
Spesies : Saprolegnia sp.
Fungi Saprolegnia sp. Menyerang hampir semua jenis ikan air tawar
seperti gurame, mas, tawes, nila, dan ikan hias baik benih maupun telur.
Serangannya pada organ tubuh bagian luar seperti kepala, tutup insang, sirip dan
bagian tubuh bagian luar lainnya. Penyakit ini timbul akibat penanganan ikan
yang kurang baik. Kekurangan makanan, suhu air rendah, kualitas telur kurang
baik, serta kepadatan telur yang terlalu tinggi pun dapat menjadi sebab terjadinya
serangan. Penyakit ini mudah dikenali dari munculnya massa hifa (miselium)
yang berbentuk seperti kapas, berwarna putih hingga abu-abu atau kecoklatan
pada bagian tubuh ikan yang terinfeksi. Saprolegnasis dapat menyerang ikan pada
semua tahapan perkembangan hidupnya, mulai dari telur hingga dewasa. Bagian
tubuh yang terinfeksi saprolegniasis meliputi seluruh permukaan tubuh, sirip,
mata, hingga daerah sekita insang (Kurniawan, 2015).
Saprolegnia sp. Dapat tumbuh pada suhu 0-35oC dengan selang
pertumbuhan optimal 15-30 o
C. Pada umumnya fungi saprolegnia sp. Menyerang
bagian tubuh ikan yang terluka, dan selanjutnya infeksi penyakit ini dapat pula
menyebar pada bagian tubuh sehat lainnya. Infeksi saprolegnia biasanya berkaitan
dengan kondisi kualitas air yang buruk, seperti sirkulasi air rendah, kadar oksigen
Universitas Sumatera Utara
16
terlarut rendah dan kadar ammonia tinggi serta kadar bahan organik yang terlalu
tinggi (Alawi dan Tang, 2017).
Struktur hifa Saprolegnia sp. yang diambil dari lesi sampel kulit atau
insang ikan dapat diamati di bawah mikroskop. Pengamatan Saprolegnia di
bawah mikroskop menunjukkan hifa transparan (hialin), bercabang, tidak bersepta
dan hifa berukuran besar (ukuran 7–40 μm) (Dewi, 2011).
Gambar 3. Pengamatan preparat basah sampel kulit yang mengalami lesi akibat
infeksi Saprolegnia sp. (Dewi, 2011).
2. Branchiomyces demigrans
Penyakit yang ditimbulkan dikenal dengan istilah gill root (busuk insang).
Fungi ini banyak dijumpai pada ikan yang mengalami stress lingkungan, seperti
pH rendah (<6,5), kandungan oksigen rendah dan pertumbuhan algae yang
berlebihan pada wadah pemeliharaan serta banyaknya kandungan bahan-bahan
organik yang sudah busuk. Fungi ini tumbuh pada suhu 14-35oC. penyebab utama
infeksi biasanya adalah spora fungi yang terbawa air dan kotoran pada dasar
wadah. Fungi tumbuh pada bagian epitelium (lapisan) pernafasan insang dan
menyebabkan kerusakan saluran darah. Akibat kerusakan ini, suplai darah
berhenti ke bagian yang terinfeksi sehingga menjadi necrotic (mati fungsi). Ikan
Universitas Sumatera Utara
17
yang terinfeksi fungi ini akan menunjukkan gejala bernafas tersengal-sengal di
permukaan air dan malas bergerak. Insang tampak mengeras (necrotic) dan
berwarna pucat khususnya pada daerah yang terjangkit fungi. apabila jaringan
yang terserang terlepas dan masuk ke dalam air, akan terjadi kemunginan ikan lain
ikut terserang (Alawi dan Tang, 2017).
Fungi ini banyak dijumpai di kolam dimana proses pembusukan tanaman
terjadi besar-besaran pada suhu di atas 20oC dan menyerang pada insang ikan atau
di luar saluran darah dan sering menyebabkan necrosis di sekitar jaringan. Gejala
klinis yang diakibatkan oleh serangannya antara lain gangguan pernafasan karena
necrosis pada insang akibat trombosis, pergerakan laterik, insang tampak bergaris-
garis dan terdapat bercak-bercak pucat, jaringan mati di sekitar daerah yang
terinfeksi, dan menyebabkan mortalitas yang tinggi (Kurniawan, 2012).
Gambar 4. Branchiomyces demigrans (Kurniawan, 2012).
3. Aspergillus niger
Menurut Zhao, et al. (2009), klasifikasi fungi aspergillus niger adalah
sebagai berikut:
Filum : Ascomycota
Universitas Sumatera Utara
18
Kelas : Eurotiomycetes
Ordo : Eurotiales
Famili : Trichomaceae
Genus : Aspergillus
Spesies : Aspergillus niger
Secara mikroskopis Aspergillus niger memiliki ciri-ciri yaitu, memiliki
konidiofor yang transparan serta konidia yang berwarna hitam kecoklatan serta
sporangium yang berbentuk bulat dan berwarna hitam. Fungi ini memiliki
konidiofor yang panjangnya 400-3000 µm, memiliki konidia yang berwarna
coklat sampai hitam, kasar dan bulat dengan diameter 5-7 µm (Hapsari, 2014).
Aspergillus mempunyai karakter kepala pembawa konidia yang besar
berbentuk bulat dan berwarna hitam kecoklatan atau ungu kecoklatan. Kapang ini
bersifat khas karena memiliki hifa yang bersepta, spora yang bersifat seksual dan
tumbuh memanjang di alas stigma, mempunyai sifat aerobik sehingga dalam
pertumbuhaannya memerlukan kandungan oksigen yang cukup (Hastuti, 2013).
Miselium dari fungi ini dapat tumbuh tersebar, seperti rumpun atau koloni
mikro, yang berbentuk butiran. Pertumbuhan dapat terjadi dalam keadaan
terendam pada media cair. Kumpulan hifa dapat terdispersi. Morfologi dari
miselium memiliki dampak yang sangat besar pada produksi enzim dan metabolit
primer atau sekunder (Krijgsheld, et al., 2012).
Aspergillus niger merupakan fungi yang habitatnya di insang dan sisik
ikan. Mikotoksik yang diproduksi oleh Aspergillus niger adalah oxalic acid dan
kojic acid yang merupakan mikotoksin yang bersifat akut. Lingkungan yang tidak
Universitas Sumatera Utara
19
terkontrol merupakan salah satu faktor yang memicu pertumbuhan dari fungi
Aspergillus niger. (Hapsari, 2014).
Gambar 5. Konidiofor Aspergillus niger (Krijgsheld, et al., 2012)
Gambar 6. Koloni Aspergillus niger (Krijgsheld, et al., 2012)
4. Ichthyophonus hoferi
Penyakit yang ditimbulkan oleh adanya infeksi fungi ini dinamakan
dengan Ichthyophonosis fungi ini tumbuh baik pada air tawar maupun air laut.
Serangan optimum dari fungi ini biasanya terjadi pada air dingin 2-20oC.
penyebaran fungi ini berlangsung melalui kista yang terbawa kotoran ikanatau
Universitas Sumatera Utara
20
akibat kanibalisme terhadap ikan yang terjangkit. Sebaran penyakit biasanya
berlangsung melalui pencemaran, yaitu melalui spora yang termakan melalui
pakan. Ikan yang terserang ringan dan sedang, biasanya tidak menunjukkan gejala
penyakit. Pada kasus terserang berat, kulit ikan akan tampak berubah kasar seperti
amplas. Hal ini karena terjadi infeksi di bagian bawah kulit dan jaringan otot. Ikan
dapat pula menunjukkan gejala pembengkokan tulang. Bagian dalam ikan tampak
membengkak disertai dengan luka berwarna kelabu putih (Alawi dan Tang, 2017).
Fungi Ichthyosporidium sp atau Ichtyophonus sp adalah agen penyebab
penyakit ichthyosporidosis. Fungi ini menginfeksi organ-organ internal berbagai
jenis ikan budidaya, baik ikan air tawar maupun ikan laut. Pada ikan air laut, fungi
ini sering menyerang ikan kerapu, mackerel, trouts, herring, dan cod. Serangan
fungi ini terbatas pada lingkungan yang dingin, yaitu pada suhu 2-20oC dengan
menunjukkan gejala klinis antara lain kulit ikan kasar seperti ampelas karena
infeksi menembus bawah kulit dan jaringan, granuloma bulat kecil pada kulit dan
berwarna kehitaman yang dapat berkembang menjadi borok, adanya granuloma
yang mengandung kista spora besar bereaksi positif (periodic acid schiff
reaction), jaringan yang terinfeksi menjadi bengkak disertai dengan luka berwarna
putih kelabu, dan juga ditemukan hifa dari fungi dengan bentuk tidak beraturan
(Kurniawan, 2012)
Universitas Sumatera Utara
21
Gambar 7. Morfologi fungi Ichthyophonus hoferi (Kurniawan, 2012)
Gambar 8. Bentuk infeksi fungi Ichthyophonus hoferi (Kurniawan, 2012)
Pembenihan Ikan Konsumsi
Total produksi perikanan budidaya dengan jumlah budidaya ikan dalam
kolam air tawar menyumbangkan angka hingga 1,1 juta ton. Kenaikan produksi
budidaya ikan dalam kolam air tawar cukup pesat yaitu berkisar 11% per tahun.
Produksi ikan air tawar lebih dari 70% diserap oleh pasar dalam negeri. Pulau
Jawa menjadi penyerap ikan air tawar terbesar mengingat jumlah penduduknya
yang padat. Pulau Jawa dilihat dari potensinya, kebutuhan akan ikan masih akan
terus berkembang mengingat konsumsi per kapita ikan masih di bawah konsumsi
Universitas Sumatera Utara
22
per kapita di luar Jawa. Ikan konsumsi memiliki banyak jenis dengan ukuran
badan dan warna yang beragam. Jenis-jenis ikan yang tergolong ikan konsumsi
sangat sesuai untuk bahan pangan karena memiliki produktivitas daging yang
tinggi. Jenis ikan konsumsi jika dibudidayakan dengan baik dapat memberikan
hasil yang besar (Pujiastuti, 2015).
Pengelolaan pembenihan ikan dapat dilakukan secara tradisional, semi
intensif dan intensif. Pengelolaan pembenihan ikan yang dilakukan secara
tradisional merupakan kegiatan pembenihan yang dilakukan secara turun temurun.
Umumnya pengelolaan pembenihan ikan secara tradisional belum menggunakan
teknologi. Pengelolaan pembenihan ikan secara semi intensif merupakan
modifikasi dan perbaikan pembenihan ikan secara tradisional. Sedangkan
pembenihan ikan secara intensif merupakan kegiatan pembenihan yang efektif dan
efisien dengan mengoptimalkan sumberdaya untuk meningkatkan produksi benih
ikan. Usaha pembenihan ikan akan efisien, efektif serta memiliki tingkat
produktifitas yang tinggi apabila akumulasi dari teknik pembenihan ikan,
pengelolaan kualitas air, pengendalian hama dan penyakit serta pakan ikan dapat
dilakukan secara proporsional dan seimbang sesuai dengan komoditas yang
diusahakan (Perangin-angin, 2013).
Ikan Konsumsi
Ikan Nila (Oreochromis niloticus)
Klasifikasi dan Morfologi Ikan Nila (Oreochromis niloticus)
Ikan nila tergolong ikan pemakan segala (omnivora), seperti : plankton,
alga, crustacea, insecta, dan organisme benthos. Ikan nila memiliki sifat–sifat
Universitas Sumatera Utara
23
unggul, antara lain: efesien dalam pemanfaatan pakan, pertumbuhannya cepat,
bergizi tinggi dan dagingnya mirip dengan kakap merah. Klasifikasi ikan nila
(Shindu, 2005), adalah sebagai berikut:
Kingdom : Animalia
Subfilum : Vertebrata
Kelas : Osteichthyes
Subkelas : Acanthoptherygii
Ordo : Percomophi
Sub ordo : Percoidea
Famili : Cichlidae
Genus : Oreochromis
Spesies : Oreochromis niloticus
Ikan Nila merupakan jenis ikan air tawar yang panjang totalnya dapat
mencapai 30 cm. ciri khas yang ada pada ikan nila adalah adanya garis vertical
yang berwarna gelap pada sirip ekor sebanyak enam buah. Garis seperti itu juga
terdapat pada sirip punggung dan sirip dubur. Ikan nila mempunyai rumus D XV,
10; C II, 15; V I, 16. Sirip dorsal terdiri dari 15 tulang keras dan 10 tulang lunak,
sirip ekor terdiri dari 2 tulang keras dan 15 tulang lunak, dan sirip perut yang
terdiri dari 1 tulang keras dan 16 tulang lunak. Ikan nila juga mempunya 2 lubang
mulut dan mengarah keatas. Benih ikan nila dapat memakan alga dan lumut yang
menempel di bebatuan tempat hidupnya (Ningrum, 2012).
Benih adalah anak ikan yang memiliki bentuk morfologi tubuh sudah
definitive seperti induknya. Benih berbeda dalam ukuran dan tingkah laku
reproduksi saja. Tingkah laku makan (feeding habits) ikan pada stadia ini
Universitas Sumatera Utara
24
umumnya sudah mengarah kepada jenis makanan seperti yang dikonsumsi secara
alami oleh induknya. Perilaku makan ikan herbivora sudah mulai tampak pada
stadia benih padahal pada stadia larva masih bersifat karnivora (predatory stage)
(Effendi, 2009).
Gambar 9. Benih Ikan Nila (Oreochromis niloticus)
Habitat Ikan Nila (Oreochromis niloticus)
Ikan nila hidup di perairan yang dalam dan luas maupun di kolam yang
sempit dan dangkal, seperti sungai, waduk, rawa, tambak air payau. Ikan nila
hidup pada nilai pH berkisar antara 6–8,5 namun pertumbuhannya akan optimal
pada pH 7–8 dan pada suhu 25–30o C (Shindu, 2005).
Ikan nila merupakan ikan yang diintroduksi dari luar negeri. Bibit ikan ini
didatangkan ke Indonesia secara resmi oleh Balai Penelitian Perikanan Air Tawar
pada tahun 1969. Setelah melalui masa penelitian dan adaptasi, ikan ini
disebarluaskan kepada petani di seluruh Indonesia. Ikan nila merupakan ikan
introduksi paling banyak di dunia, karena ikan yang berasal dari Sungai Nil di
Afrika ini sudah dibudidayakan di 110 negara di dunia. Ikan nila juga hidup di
perairan yang dalam dan luas atau tempat yang dangkal dan sempit. Nila
sebenarnya termasuk kelompok ikan omnivore dengan kecenderungan herbivora.
Universitas Sumatera Utara
25
Ikan ini di Afrika disebut mbuna atau ikan pemakan lumut yang menempel di
batu tapi mampu beradaptasi (Kurniawan, 2015).
Ikan Lele (Clarias gariepinus)
Klasifikasi dan Morfologi Ikan Lele (Clarias gariepinus)
Ikan lele umumnya berwarna kehitaman atau keabuan dengan bentuk
badan yang memanjang pipih kebawah (depressed), berkepala pipih, tidak
bersisik, memiliki empat pasang kumis yang memanjang sebagai alat peraba, dan
memiliki alat pernafasan tambahan (arborescent organ). Insangnya berukuran
kecil dan terletak pada bagian kepala belakang. Ikan lele mempunyai jumlah sirip
punggung 68-79, sirip dada 9-10, sirip perut 5-6, sirip dubur 50-60 dan jumlah
sungut 4 pasang. Sirip dada dilengkapi sepasang duri panjang/patil yang memiliki
panjang maksimum mencapai 400 mm. ukuran matanya sekitar 1/8 dari panjang
kepalanya. Giginya berbentuk villiform dan menempel pada bagian rahang ikan
lele tersebut (Pratiwi, 2014).
Ikan lele dumbo memiliki tubuh yang lebih besar 6-8 kali panjang standar
dibandingkan lele lokal dan memiliki gen pertumbuhan yang lebih cepat. Ukuran
kepala 3-3,5 kali lebih besar, kepala agak persegi panjang dan lancip ke garis
dorsal. Moncongnya yang bulat melebar. Berwarna abu ungu kemerahan dan
bercorak marbel. Warnanya akan semakin pucat dan corak tampak semakin jelas
apabila stress. bagian perut, ventral dan sirip berpasangan berwarna keputih-
putihan (Pujiastuti, 2015). Menurut Saanin (1984), sistematika lele dumbo adalah
sebagai berikut:
Kingdom : Animalia
Universitas Sumatera Utara
26
Filum : Chordata
Kelas : Pisces
Ordo : Ostariophysi
Famili : Clariidae
Genus : Clarias
Spesies : Clarias gariepinus
Habitat Ikan Lele (Clarias gariepinus)
Ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) hidup dan berkembang biak
diperairan tawar seperti rawa-rawa, danau atau sungai tenang. Ikan lele dapat
hidup pada air yang tercemar seperti di got-got dan selokan pembuangan. Semua
kelebihan tersebut membuat ikan ini tidak memerlukan kualitas air yang jernih
atau air mengalir ketika dipelihara di dalam kolam. Ikan lele bersifat nokturnal,
yaitu aktif bergerak mencari makanan pada malam hari. Pada siang hari, ikan lele
berdiam diri dan berlindung di tempat-tempat gelap (Pujiastuti, 2015).
Ikan lele dumbo hidup di perairan air tawar seperti sungai yang airnya
tidak deras, atau perairan tenang seperti danau, waduk, rawa serta kolam. Ikan ini
memiliki habitat asli di perairan rawa-rawa di daerah Afrika Tengah. Ikan lele
dumbo relative tahan terhadap kondisi air yang dinilai kurang baik. Lele juga
dapat hidup dengan padat tebar tinggi meskipun pada kolam yang kadar
oksigennya rendah (Agusningtyas, 2014).
Universitas Sumatera Utara
27
Gambar 10. Morfologi Benih Ikan lele (Clarias gariepinus)
Parameter Fisika Perairan
Suhu
Suhu merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam proses
metabolisme organisme di perairan. Perubahan suhu yang mendadak atau kejadian
suhu yang ekstrim akan menggangu kehidupan organisme bahkan dapat
menyebabkan kematian. Suhu perairan dapat mengalami perubahan sesuai dengan
musim, letak lintang suatu wilayah, ketinggian dari permukaan laut, letak tempat
terhadap garis edar matahari, waktu pengukuran dan kedalaman air. Kenaikan
suhu menyebabkan terjadinya peningkatan konsumsi oksigen, namun di lain pihak
juga menyebabkan turunnya kelarutan oksigen di dalam air (Silalahi, 2009).
Suhu merupakan faktor yang mempengaruhi laju metabolisme dan
kelarutan gas dalam air. Suhu yang semakin tinggi akan meningkatkan laju
metabolisme ikan, namun respirasi yang terjadi semakin cepat sehingga
mengurangi konsentrasi oksigen di air, yang dapat menyebabkan stress bahkan
kematian pada ikan (Widiyantara, 2009).
Universitas Sumatera Utara
28
Parameter Kimia Perairan
Dissolved Oxygen (DO)
Oksigen terlarut (DO) merupakan parameter penting untuk mengukur
pencemaran air. Oksigen terlarut di dalam air berasal dari udara dan dari proses
fotosintesa tumbuhan air. Kelarutan oksigen dalam air tergantung pada suhu. Pada
suhu tinggi kelarutan oksigen berkurang karena aktivitas bakteri meningkat.
Kandungan oksigen dalam air diperlukan bagi kelangsungan kehidupan akuatik,
tetapi ketesediannya akan terganggu oleh berlangsungnya penguraian bahan-
bahan organik yang berasal dari air buangan (Sukadi, 1999).
Oksigen terlarut (Dissolved Oxygen = DO) dibutuhkan oleh semua jasad
hidup untuk pernapasan, proses metabolisme atau pertukaran zat yang kemudian
menghasilkan energi untuk pertumbuhan dan pembiakan. Disamping itu, oksigen
juga dibutuhkan untuk oksidasi bahan-bahan organik dan anorganik dalam proses
aerobik. Sumber utama oksigen dalam suatu perairan berasal sari suatu proses
difusi dari udara bebas dan hasil fotosintesis organisme yang hidup dalam perairan
tersebut. Oksigen memegang peranan penting sebagai indikator kualitas perairan,
karena oksigen terlarut berperan dalam proses oksidasi dan reduksi bahan organik
dan anorganik (Salmin, 2005).
pH (Parameter of Hydrogen)
Derajat keasaman (pH) merupakan gambaran jumlah atau aktivitas ion
hidrogen dalam perairan. Secara umum nilai pH menggambarkan seberapa besar
tingkat keasaman atau kebasaan suatu perairan. Perairan dengan nilai pH=7
adalah netral, pH<7 dikarenakan kondisi perairan bersifat asam, sedangkan pH>7
dikatakan kondisi perairan bersifat basa. Nilai pH menyatakan nilai konsentrasi
Universitas Sumatera Utara
29
ion Hidrogen dalam suatu larutan. Dalam air yang bersih jumah konsentrasi ion
H+ dan OH- berada dalam keseimbangan sehingga air yang bersih akan bereaksi
netral. Organisme akuatik dapat hidup dalam suatu perairan yang mempunyai nilai
pH netral dengan kisaran toleransi antara asam lemah dan basa lemah. Kondisi
perairan yang bersifat sangat asam maupun sangat basa akan membahayakan
kelangsungan hidup organisme karena akan menyebabkan mobilitas berbagai
senyawa logam berat yang bersifat toksik (Sihaloho, 2009).
Nitrat dan Fosfat
Nitrat (NO3) adalah bentuk utama nitrogen di perairan alami dan
merupakan nutrien utama bagi pertumbuhan tanaman dan alga. Nitrat nitrogen
sangat mudah larut dalam air dan bersifat stabil. Senyawa ini dihasilkan dari
proses oksidasi sempurna senyawa nitrogen di perairan. Kadar nitrat di perairan
yang tidak tercemar biasanya lebih tinggi daripada kadar ammonium. Nitrat dapat
digunakan untuk mengelompokan tingkat kesuburan perairan. Nitrat tidak bersifat
toksik terhadap organisme akuatik. Fosfat merupakan bentuk fosfor yang dapat
dimanfaatkan oleh tumbuhan. Fosfor tidak ditemukan dalam bentuk bebas sebagai
elemen, melainkan dalam bentuk senyawa organik yang berupa partikulat. Fosfor
membentuk kompleks dengan ion besi dan kalsium pada kondisi aerob, bersifat
tidak larut dan mengendap di sedimen sehingga tidak dapat dimanfaaatkan oleh
alga akuatik (Effendi, 2003).
Pengkayaan zat hara di lingkungan perairan memiliki dampak positif,
namun pada tingkatan tertentu juga dapat menimbulkan dampak negatif. Dampak
positifnya adalah meningkatkan produksi fitoplankton akibat naiknya konsentrasi
nitrat dan fosfat, sedangkan dampak negatifnya antara lain penurunan kandungan
Universitas Sumatera Utara
30
oksigen terlarut di perairan dan memperbesar potensi muncul dan berkembangnya
jenis fitoplankton berbahaya (Utami, et al., 2016).
Amonia
Sumber ammonia di perairan adalah pemecahan nitrogen organik (protein
dan urea) dan nitrogen anorganik yang terdapat dalam air dan tanah. Ammonia
bebas (NH4) yang tidak terionisasi bersifat toksik terhadap organisme akuatik.
Toksisitas ammonia terhadap organisme akuatik akan meningkat jika terjadi
penurunan kadar oksigen terlarut, pH dan suhu. Ikan tidak dapat bertoleransi
terhadap kadar ammonia bebas yang terlalu tinggi karena dapat mengganggu
proses pengikatan oksigen oleh darah dan pada akhirnya dapat mengakibatkan
sufokasi (Effendi, 2003).
Nitrogen yang dibuang ikan ke perairan, 60-90% dalam bentuk amoniak,
yang sangat toksik dan berbahaya bagi ikan bahkan dapat menyebabkan kematian
ikan. Kadar amoniak sebaiknya kurang dari 0,1 mg/L. Pada budidaya ikan
konsentrasi amoniak bergantung pada kepadatan populasi, metabolisme ikan,
pergantian air, dan suhu. Meningkatnya kandungan amoniak dalam air dapat
menyebabkan ikan cepat mengalami stres dan ikan mudah terkena penyakit, serta
terganggu pertumbuhannya (Widiyantara, 2009).
Universitas Sumatera Utara
31
METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat
Penelitian telah dilaksanakan pada bulan April s/d Mei 2018. Pengambilan
sampel ikan dilakukan di Kolam Budidaya di Desa Baru Ladang Bambu
Kecamatan Medan Tuntungan Provinsi Sumatera Utara dan kegiatan identifikasi
dilakukan di Laboratorium Hama dan Penyakit Tanaman, Fakultas Pertanian,
Universitas Sumatera Utara.
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah Jaring kecil, baskom,
cawan petri, mikroskop cahaya, pinset, Bunsen, selotip, gunting bedah, pisau
bedah, cawan petri, ose, beaker glass, object glass, cover glass, kamera, alat tulis,
thermometer, pH meter, DO meter, coolbox, toolbox, lakban, pipet tetes, spidol,
kertas label, autoclave, Erlenmeyer dan laminar air flow.
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini ikan sampel berupa benih ikan
nila dan ikan lele sebanyak 30 ekor dengan jumlah masing-masing 15 ekor ikan
nila dan 15 ekor ikan lele yang diambil di kolam budidaya Desa Baru Ladang
Bambu, Kecamatan Medan Tuntungan, Sumatera Utara, Potato Dextrose Agar
(PDA), aquades steril, spiritus, sarung tangan, masker dan alkohol.
Rancangan Penelitian
Pada saat penelitian, sampel ikan diambil secara langsung pada lokasi
penelitian untuk mengidentifikasi jenis fungi pada ikan nila (Oreochromis
Universitas Sumatera Utara
32
niloticus) dan Ikan Lele (Clarias gariepinus). Lokasi pengambilan sampel ikan
ditentukan secara sengaja atau purposive sampling terhadap di kolam budidaya
milik CV Dian Aquatik di Desa Baru Ladang bambu, Kecamatan Medan
Tuntungan, Sumatera Utara.
Kolam pemeliharaan yang ada di kawasan budidaya ikan konsumsi Dian
Aquatik Indonesia di Desa Baru Ladang Bambu, Kecamatan Medan Tuntungan
merupakan kolam pemeliharaan ikan. Kolam benih yang ada pada kawasan
budidaya tersebut umumnya berukuran rata-rata 0,75 m x 1,65 m dan tinggi 0,22
m. Terdiri atas kolam pemeliharaan benih, pemeliharaan induk, pemijahan dan
kultur tumbuhan air dari jenis Azolla piñata. Jenis ikan yang dipelihara pada
kawasan budidaya tersebut adalah ikan nila (Oreochromis niloticus) dan ikan lele
(Clarias gariepinus). Sistem budidaya yang digunakan pada kolam pemeliharaan
benih baik benih nila maupun benih lele adalah sistem intensif, dengan kolam
permanen yang terbuat dari semen secara keseluruhan dan berisi benih ikan
dengan padat tebar 250 ekor/meter2 kolam.
Prosedur Penelitian
a. Persiapan Alat dan Media Potato Dextrose Agar (PDA)
Media PDA adalah salah satu media yang digunakan untuk mengisolasi
fungi. Tahap awal dari persiapan media ini adalah sterilisasi peralatan yang akan
digunakan. Sterilisasi merupakan suatu proses untuk mematikan atau
menghilangkan semua jasad renik yang ada, sehingga jika ditumbuhakan dalam
suatu media tidak ada lagi yang dapat berkembang biak (Hall, 1992).
Universitas Sumatera Utara
33
Sterilisasi peralatan harus dalam suasana aseptis, oleh karena itu untuk
menciptakan suasana aseptis, Bunsen harus tetap dinyalakan untuk mengurangi
kontaminan dengan keadaan sekitar. Peralatan seperti pinset, ose dan object glass
sebelum digunakan terlebih dahulu disemprot alcohol 70%. Ose dan pinset yang
telah disemprot alcohol kemudian dilakukan sterilisasi dengan pembakaran secara
langsung sampai peralatan tersebut pijar. Dan untuk object glass dan cover glass
cukup didekatkan dengan api selama beberapa detik. Untuk cawan petri sebelum
disterilkan dicuci bersih terlebih dahulu. Setelah itu dibungkus rapi dengan kertas
kemudian disterilkan dengan autoclave pada suhu 121oC dengan tekanan 1 atm
selama 10-15 menit (Weitzman, 1991).
Potato Dextrose Agar (PDA) merupakan media semi sintetik yang
komposisinya terdiri atas bahan alam berupa hasil pertanian dan juga bahan kimia
yang komposisinya telah diketahui dengan pasti (Pratomo, 2006).
b. Pengambilan Sampel Benih Ikan
Pengambilan sampel ikan nila (Oreochromis niloticus) dan ikan lele
(Clarias gariepinus) dengan ukuran kira-kira 4-7 cm diambil secara acak pada
kolam budidaya dengan terlebih dahulu melihat tanda-tanda fisik adanya serangan
fungi. Pengambilan dilakukan secara acak dengan menggunakan jaring kecil
sebanyak masing-masing 15 ekor ikan nila dan 15 ekor ikan lele. selanjutnya
fungi yang ada pada tubuh ikan nila diisolaasi dengan mengguanakan media PDA
(Potato Dextrose Agar).
Universitas Sumatera Utara
34
c. Isolasi Fungi pada Sampel Ikan
Fungi yang terdapat pada ikan nila dapat dilihat secara mikroskopis
terdapat benda seperti kapas yang terdapat pada bagian sirip maupun kulit ikan
(Hirschhorn, 1991). Fungi tersebut kemudian diisolasi dengan menggunakan
pinset pada suhu 25oC selama 3-4 hari (Weitzman, 1991).
Sampel yang ditumbuhkan pada media PDA merupakan campuran dari
berbagai macam isolate fungi dan tidak jarang terkontaminasi oleh bakteri. Oleh
karena itu untuk mempermudah identifikasi maka isolat tersebut dimurnikan.
Proses pemurnian dimulai dengan mengambil satu jenis koloni mengguankan ose
pada media PDA lama yang memiliki warna dan tekstur sejenis kemudian
diisolasi pada media PDA baru dan diinkubasi pada suhu 25oC selama 2-7 hari
untuk mendapatkan isolat murni.
d. Pemeriksaan Sampel dan Identifikasi Fungi
Setelah dimurnikan, fungi siap untuk diidentifikasi. Teknik identifikasi
yang digunakan untuk mengamati isolat fungi adalah metode selotip dimulai
dengan menyiapkan object glass kemudian ditetesi dengan larutan lactopenol blue
sebanyak satu tetes. Kemudian selotip koloni fungi, diambil secukupnya lalu
selotip tersebut ditempelkan pada object glass yang sudah ditetesi lactopenol blue
lalu ditutup menggunakan cover glass dan diamati dibawah mikroskop cahaya
dengan menggunakan perbesaran 40X dan fungi yang terlihat dapat diidentifikasi
(Hapsari, 2014).
Identifikasi fungi menggunakan teknik identifikasi secara konvensional
yang meliputi dua tahap yaitu pengamatan fungi secara makroskopis dan
Universitas Sumatera Utara
35
mikroskopis. Pengamatan secara makroskopis meliputi bentuk koloni dan warna
koloni sedangkan pengamatan secara mikroskopis meliputi bentuk hifa, bentuk
spora dan letak spora (Hapsari, 2014).
e. Pengukuran Kualitas Air
Hasil pengukuran tiap parameter akan dibandingkan dengan Peraturan
Pemerintah No. 82 tahun 2001 tentang standar Baku Mutu untuk Kegiatan
Budidaya Air Tawar yang dapat dilihat pada Tabel. 1
Tabel 1. Baku Mutu Air untuk kegiatan budidaya Air Tawar Peraturan Pemerintah
No. 82 Tahun 2001
No Parameter Satuan Baku Mutu Air
Fisika
1 Suhu °C Deviasi 3
Kimia
3 Amonia mg/l <0,02
4 pH - 6-9
5 Nitrat mg/l <20
6 DO mg/l >3
7 Fosfat mg/l <1
Pengukuran Parameter Fisika Perairan
Suhu
Suhu perairan dapat diukur dengan menggunakan thermometer. Cara
kerjanya adalah thermometer dicelupkan kedalam perairan yang akan di cari
suhunya, kemudian setelah beberapa saat thermometer diangkat dan dilihat batas
air raksa yang ada di dalam thermometer yang sejajar dengan angka penunjuk di
thermometer. Ujung air raksa yang sejajar dengan angka penunjuk akan
menunjukkan seberapa besar suhu air tersebut.
Universitas Sumatera Utara
36
Pengukuran Parameter Kimia Perairan
Dissolved Oxygen (DO)
Pengukuran oksigen terlarut dilakukan di lokasi penelitian (insitu). DO
perairan dapat diukur dengan menggunakan DO meter. Cara kerjanya adalah DO
meter dicelupkan kedalam perairan yang akan dicari kadar oksigen terlarutnya,
kemudian setelah beberapa saat DO meter diangkat dan dilihat seberapa besar
angka yang ditunjukkan pada DO meter.
pH (Parameter of Hydrogen)
pH perairan dapat diukur dengan menggunakan pH meter dan diukur
secara langsung di lokasi penelitian. Prinsip kerjanya adalah pH meter dicelupkan
kedalam perairan yang akan dicari derajat keasamannnya, kemudian setelah
beberapa saat pH meter diangkat dan dilihat seberapa besar angka yang
ditunjukkan pada pH meter.
Nitrat, Fosfat dan Amonia
Pengukuran nitrat (NO3), Fosfat (PO4), Amonia (NH3) dan BOD dilakukan
secara eksitu. Sampel air yang telah diambil di kolam budidaya akan dianalisis di
Balai Riset dan Standarisasi Industri Medan.
f. Analisis Data
Hasil isolasi dan identifikasi fungi dianalisis menggunakan metode
deskriptif. Data yang akan disajikan dalam hasil adalah dalam bentuk gambar dan
tabel (Hapsari, 2014).
Universitas Sumatera Utara
37
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Hasil dari penelitian yang telah dilakukan terhadap ikan Nila
(Oreochromis niloticus) dan Ikan Lele (Clarias gariepinus) di Kolam Budidaya
Desa Baru Ladang Bambu, Kecamatan Medan Tuntungan adalah sebagai berikut:
Tabel 2. Hasil Isolasi dan Identifikasi Fungi pada Benih Ikan Nila (Oreochromis
niloticus)
Ikan
Nila
Organ Yang Diisolasi
Jenis Fungi Sirip
Punggung
Sirip
Ekor
Sirip
Dada
Sirip
Perut Operkulum
1 + Aspergillus niger
2 + Aspergillus niger
3 + Aspergillus niger
4 + Aspergillus niger
5 + Saprolegnia sp.
6 + Aspergillus niger
7 + Saprolegnia sp.
8 + Saprolegnia sp.
9 + Saprolegnia sp.
10 + Saprolegnia sp.
11 + Aspergillus niger
12 + Aspergillus niger
13 + Saprolegnia sp.
14 + Saprolegnia sp.
15 + Aspergillus niger
Universitas Sumatera Utara
38
Tabel 3. Hasil Isolasi dan Identifikasi Fungi pada Benih Ikan Lele (Clarias
gariepinus)
Ikan
Nila
Organ Yang Diisolasi
Jenis Fungi Sirip
Punggung
Sirip
Ekor
Sirip
Dada
Sirip
Perut Operkulum
1 + Saprolegnia sp.
2 + Saprolegnia sp.
3 + Aspergillus niger
4 + Aspergillus niger
5 +
Penicillium
glabrum
6 + Saprolegnia sp.
7 + Saprolegnia sp.
8 + Aspergillus niger
9 + Aspergillus niger
10 + Aspergillus flavus
11 + Aspergillus niger
12 + Aspergillus niger
13 + Aspergillus niger
14 + Aspergillus niger
15 + Aspergillus niger
Tabel 4. Hasil Pengukuran Kualitas Air pada Kolam Ikan Nila di kolam Budidaya
Desa Baru Ladang Bambu Kecamatan Medan Tuntungan, Sumatera
Utara
No Parameter Satuan Baku Mutu Air
Nilai Kualitas
Air di
Lapangan
Fisika
1 Suhu °C Deviasi 3 28
Kimia
2 pH - 6-9 6.5
3 Nitrat mg/l <20 3,86
4 DO mg/l >3 5.1
5 Fosfat mg/l <1 0,04
6 Amonia mg/l <0.02 0.01
Universitas Sumatera Utara
39
Tabel 5. Hasil Pengukuran Kualitas Air pada Kolam Ikan Lele di kolam Budidaya
Desa Baru Ladang Bambu Kecamatan Medan Tuntungan, Sumatera Utara
No Parameter Satuan Baku Mutu Air
Nilai Kualitas
Air di
Lapangan
Fisika
1 Suhu °C Deviasi 3 28
Kimia
2 pH - 6-9 6.3
3 Nitrat mg/l <20 4.85
4 DO mg/l >3 5.0
5 Fosfat mg/l <1 0.1
6 Amonia mg/ <0.02 <0,001
Pembahasan
Dari hasil pengamatan di lapangan, terdapat ikan yang terserang fungi. Hal
ini ditunjukkan dengan adanya gejala dan tanda-tanda fisik yaitu adanya material
menyerupai kapas yang menempel pada bagian tubuh ikan seperti sirip, sisik dan
operkulum. Hal ini sesuai dengan literatur Khairyah, et al (2013) yang
menjelaskan bahwa ikan yang terinfeksi fungi menunjukan gejala klinis seperti,
terlihat adanya benda yang menyerupai kapas pada sirip dan permukaan kulit.
Hasil identifikasi fungi pada Ikan Konsumsi yang ada pada Kolam
Budidaya Desa Baru Ladang Bambu Kecamatan Medan Tuntungan ditemukan
empat spesies yaitu Aspergillus flavus, Penicillium glabrum, Saprolegnia sp., dan
Aspergillus niger. Adapun penjelasannya adalah sebagai berikut.
Aspergillus niger
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, pada isolat dari sampel Ikan
Nila dengan nomor sampel 1, 2, 3, 4, 6, 11, 12 dan 15 serta Ikan Lele dengan
nomor sampel 3, 4, 8, 9, 11, 13 dan 14 ditumbuhi fungi dengan jenis Aspergillus
niger. Menurut hasil pengamatan mikroskopis yang telah dilakukan, umumnya
koloni ini memiliki warna coklat kehitaman, berbulu halus menyerupai. Hal
Universitas Sumatera Utara
40
tersebut sesuai dengan penjelasan dalam literatur Silva et al. (2011) yang
menjelaskan bahwa strain yang termasuk dalam bagian Aspergillus niger secara
khas mengandung konidia gelap-coklat sampai hitam, dengan konidiofor beruntun
tunggal dan ganda, vesikula bulat dan hialin berpigmendan berpijar serta berkilau
pada bagian puncak. Koloni Aspergillus niger dapat dilihat pada Gambar 11.
Gambar 11. Koloni Aspergillus niger (Dokumen Pribadi, 2018) terdapat pada
sampel Ikan Nila dengan nomor sampel 1, 2, 3, 4, 6, 11, 12 dan 15
serta Ikan Lele dengan nomor sampel 3, 4, 8, 9, 11, 13 dan 14
Pengamatan secara mikroskopis yang dilakukan terhadap koloni
Aspergillus niger, menunjukkan ciri konidifior yang cenderung panjang dan
transparan, terdapat pula konidia yang berwarna hitam kecoklatan pada ujung
konidifior dan juga memiliki spora yang berwarna hitam. Hal tersebut sesuai
dengan literatur Hapsari (2014) yang menjelaskan bahwa, Aspergillus niger
memiliki konidifior yang transparan serta konidia yang berwarna hitam
kecoklatan serta sporangium yang berbentuk bulat dan berwarna hitam.
Aspergillus niger memiliki konidifior yang panjangnya 400-3000 µm, halus dan
berwarna hitam, memiliki vesikel yang beebentuk bulat dengan diameter 30-75
Universitas Sumatera Utara
41
µm, memiliki konidia yang berwarna coklat sampai hitam, kasar dan bulat dengan
diameter 6-7 µm. bagian Aspergillus niger secara mikroskopis dapat dilihat pada
Gambar 12.
Gambar 12. Bagian-bagian Aspergillus niger dengan perbesaran 40X (Dokumen
Pribadi, 2018)
Saprolegnia sp.
Adapun hasil penelitian yang telah dilakukan, pada isolat dari sampel Ikan
Nila dengan nomor sampel 5, 7, 8, 9, 10, 13 dan 14 serta Ikan Lele dengan
nomor sampel 1, 2, 6 dan 7 ditumbuhi fungi dengan jenis Saprolegnia sp. adapun
ciri koloni yang didapat dari pengamatan makroskopis fungi tersebut umumnya
berbentuk kapas berwarna putih dan tumbuh memenuhi cawan petri. Fungi dari
jenis Saprolegnia sp. umumnya banyak ditemukan pada permukaan kulit, sirip
dan tutup insang. Hal tersebut sesuai dengan literatur Hapsari (2014) yang
menjelaskan bahwa genus Saprolegnia memiliki ciri yaitu koloni seperti kapas
dan berwarna putih. Koloni tersebut dapat ditemukan padaa permukaan sirip, kulit
dan insang.
Konidifior
Sporangium
Phialid
munculn
ya fungi
pada
Benih
Ikan Nila
dan Ikan
Lele di
K
olam
Budidaya
Desa
Baru
Ladang
Bambu,
Kecamat
an
Medan
T
untungan
Provinsi
Sumatera
Utarahi
Universitas Sumatera Utara
42
Fungi Saprolegnia sp. sangat umum ditemukan di perairan tawar dan
menyerang ikan-ikan air tawar seperti ikan nila dan lele. Hal tersebut didukung
oleh literatur Kordi (2004) yang menjelaskan bahwa penyakit saprolegniasis
dapat menyerang sebagian besar ikan air tawar tetapi umumnya ikan mas, tawes,
gabus, gurami, nila dan lele.
Serangan dari fungi Saprolegnia sp. cenderung mudah untuk dideteksi.
Bagian tubuh ikan yang terserang umumnya akan ditumbuhi oleh benang-benang
halus berwarna putih yang menyerupai kapas. Hal tersebut sesuai dengan literatur
Kordi (2004) yang menjelaskan bahwa, ikan dan telur ikan yang terserang fungi
Saprolegnia sp. dapat diketahui dengan mudah, sebab terlihat bagian organ ikan
(biasanya bagian luar) atau telur yang terserang, ditumbuhi oleh sekumpulan
mycelium fungi yang menyerupai gumpalan benang-benang halus yang tampak
seperti kapas.
Dari pengamatan yang dilakukan di lapangan selama penelitian, umumnya
Ikan yang terserang penyakit Saprolegniasis umumnya menunjukkan gejala
adanya material menyerupai kapas berwarna putih keabuan yang menempel pada
bagian tubuh ikan seperti sirip dan tutup insang. Pada bagian yang terdapat
material menyerupai kapas tersebut juga umumnya mengalami lesi atau luka. Hal
tersebut sesuai dengan literatur Songe (2015) yang menjelaskan bahwa,
Saprolegniasis ditandai dengan adanya bercak putih atau abu-abu pada tubuh
inang. Dalam satu inang dapat terdiri dari satu koloni atau lebih spesies dari
berbagai genus Saprolegnia. Infeksi dari Saprolegnia awalnya muncul di jaringan
epidermis kepala, ekor dan sirip, lalu kemudian menyebar ke seluruh tubuh.
Daerah yang terserang penyakit ini umumnya menunjukkan kelainan seperti
Universitas Sumatera Utara
43
adanya nekrosi dan latau luka. Infeksi Saprolegnia yang parah umumnya
menyebabkan perilaku lesu, kehilangan keseimbangan dan akhirnya menyebabkan
kematian pada ikan. Koloni Saprolegnia sp. dapat dilihat pada Gambar 13.
Gambar 13. Koloni Saprolegnia sp. (Dokumen Pribadi, 2018) terdapat pada
sampel Ikan Nila dengan nomor sampel 5, 7, 8, 9, 10, 13 dan 14
serta Ikan Lele dengan nomor sampel 1, 2, 6 dan 7
Ciri makroskopis dari Saprolegnia sp. antara lain adalah memiliki hifa
yang tidak bersepta, menghasilkan spora yang panjang dan ramping. Hal tersebut
sesuai dengan literatur Hapsari (2014) yang menjelaskan bahwa Saprolegnia
merupakan fungi yang memiliki hifa panjang yang tidak bersepta, reproduksi
secara aseksual yang menghasilkan zospora yang panjang, ramping dan berflagel.
Selain itu zospora genus Saprolegnia dihasilkan dari hifa yang panjang. Zospora
Saprolegnia yang panjang dan silindris memiliki panjang 180-350 µm dengan
lebar 20-24 µm.
Dari hasil pengamatan secara mikroskopis, terlihat bahwa morfologi dari
Saprolegnia umumnya berserabut dan memiliki kista berwarna bulat. Hal ini
sesuai dengan literatur Andreas (2016) yang menjelaskan bahwa koloni
Universitas Sumatera Utara
44
Saprolegnia umumnya berwarna putih. Secara mikroskopis Saprolegnia
berserabut, dan memiliki kista berbentuk bulat. Genus Saprolegnia mempunyai
cabang tidak bersepta dan mempunyai hifa bercabang. Bagian-bagian Saprolegnia
sp. secara mikroskopis dapat dilihat pada Gambar 14.
Gambar 14. Bagian-bagian Saprolegnia sp. dengan perbesaran 40X (Dokumen
Pribadi, 2018)
Aspergillus flavus
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, pada isolat dari sampel Ikan
Lele dengan nomor sampel 10 ditumbuhi fungi dengan jenis Apergillus flavus.
Menurut hasil pengamatan yang telah dilakukan koloni dari Aspergillus flavus
tampak berwarna hijau kekuningan, berbentuk bulat, tekstur halus seperti kapas,
konidifior cenderung kasar. Hal tersebut sesuai dengan literatur Nyongesa, et al.
(2015), Koloni dari isolate berwarna hijau kekuningan dengan miselia berwarna
putih di bagian tepi koloni. Umumnya koloni membentuk cincin sporulasi dan
konidia cenderung kasar. Hal tersebut juga diungkapkan dalam litratur Hapsari
(2014) yang menjelaskan bahwa secara makroskopis Aspergillus flavus umumnya
meiliki ciri-ciri koloni berbentuk bulat dan berwarna hijau kekuningan. Memiliki
Hifa
Konidifior
Sporangium
Universitas Sumatera Utara
45
pertumbuhan yang cepat dan biasanya tumbuh pada suhu 27o. Koloni dari
Aspergillus flavus dapat dilihat pada Gambar 15.
Gambar 15. Koloni Aspergillus flavus (Dokumen Pribadi, 2018) terdapat pada
Sampel Ikan Lele nomor 10
Dari hasil pengamatan secara mikroskopis, Aspergillus flavus memiliiki
konidifior yang panjang, konidia berbentuk bulat. Hal tersebut sesuai dengan
Hapsari (2014), yang menjelaskan bahwa secara mikroskopis Aspergillus flavus
memiliki ciri-ciri yaaitu, memiliki konidifior yang panjang, dengan panjang 400-
800 µm, dan cenderung kasar, vesikel bulat dengan diameter 24-45 µm, phialid
berada diatas vesikel dan memiliki konidia yang bulat, halus atau kasar. Bagian-
bagian Aspergillus flavus dapat dilihat pada gambar 16.
Universitas Sumatera Utara
46
Gambar 16. Bagian-bagian Aspergillus flavus dengan perbesaran 40X (Dokumen
Pribadi, 2018)
Penicillium glabrum
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, pada isolat dari sampel Ikan
Lele dengan nomor sampel 5 ditumbuhi fungi dengan jenis Penicillium glabrum.
Dari hasil identifikasi secara makroskopis, umumnya jenis Penicillium glabrum
memiliki ciri koloni yang berwarna hijau tua. Hal terssebut sesuai dengan literatur
Kidd, et al. (2016) yang menjelaskan bahwa koloni Penicillium glabrum berwana
nuansa hijau dan kadang-kadang putih. Koloni dari Penicillium glabrum dapat
dilihat pada Gambar 17.
Gambar 17. Koloni Penicillium glabrum (Dokumen Pribadi, 2018) terdapat pada
sampel Ikan Nila nomor 5.
Konidifior
Vesikula
Phialid
Konidia
Universitas Sumatera Utara
47
Adapun hasil pengamatan yang dilakukan secara mikroskopis, bagian hifa
dari fungi dengan jenis Penicillium glabrum tampak membentuk rantai bersel
tunggal dan juga bersepta. Hal tersebut seuai dengan literatur Samson and Frisvad
(2004) yang menjelaskan bahwa Penicillium glabrum memiliki hifa bersepta dan
membentuk badan spora yang disebut konidium. Konidium ini memiliki tangkai
yang disebut phialid. Spora yang dihasilkan oleh phialid disebut dengan konidia.
Konidia berbentuk bulat atau semi bulat yang membentuk rantai panjang dengan
diameter 3 – 3,5 µm. bagian-bagian Penicillium glabrum secara mikroskopis dapat
dilihat pada Gambar 18.
Gambar 16. Bagian-bagian Penicillium glabrum dengan perbesaran 40X
(Dokumen Pribadi, 2018)
Kondisi Kualitas Perairan
Kolam pemeliharaan yang ada di kawasan budidaya ikan konsumsi Dian
Aquatik Indonesia di Desa Baru Ladang Bambu, Kecamatan Medan Tuntungan
merupakan kolam pemeliharaan ikan. Kolam benih yang ada pada kawasan
budidaya tersebut umumnya berukuran rata-rata 0,75 m x 1,65 m. Terdiri atas
Konidia
Phialid
Konidifior
Universitas Sumatera Utara
48
kolam pemeliharaan benih, pemeliharaan induk, pemijahan dan kultur tumbuhan
air dari jenis Azolla piñata. Jenis ikan yang dipelihara pada kawasan budidaya
tersebut adalah ikan nila (Oreochromis niloticus) dan ikan lele (Clarias
gariepinus). Sistem budidaya yang digunakan pada kolam pemeliharaan benih
baik benih nila maupun benih lele adalah sistem intensif, dengan kolam permanen
yang terbuat dari semen secara keseluruhan dan berisi benih ikan dengan padat
tebar 250 ekor/meter kolam.
Setelah melakukan penelitian di Kolam Budidaya Desa Baru Kecamatan
Medan Tuntungan Provinsi Sumatera Utara, diketahui bahwa tidak terlalu banyak
benih ikan yang terserang penyakit infeksius yang disebabkan oleh fungi. Hal
tersebut dikarenakan kondisi kualitas air di lokasi penelitian yang masih cukup
baik. Untuk nilai suhu, baik pada kolam benih ikan lele maupun kolam benih ikan
nila, keduanya menunjukkan nilai yang optimal, yaitu sekitar 28o C. hal tersebut
sesuai dengan literatur Kurniawan (2012), yang menjelaskan bahwa kisaran suhu
optimal bagi kehidupan organisme perairan tropis antara suhu 28-32oC. Pada
kisaran suhu tersebut, konsumsi oksigen mencapai 2,2 mg/g berat tubuh/jam.
Sedangkan di bawah suhu 25oC, konsumsi oksigen hanya mencapai 1,2 mg/g
berat tubuh/jam dan terjadi penurunan nafsu makan ikan. Pada kaidah biokimiawi,
kenaikan suhu 10oC akan mempercepat laju reaksi biokimiawi sampai dua kali
lipat.
Nilai oksigen terlarut yang diperoleh di kolam pemeliharaan ikan nila
berkisar 5,1 mg/l dan pada kolam pemeliharaan ikan lele berkisar 5 mg/l. kondisi
kualitas air tersebut masih layak bagi kegiatan budidaya perikanan. Hal tersebut
Universitas Sumatera Utara
49
didukung oleh literatur Kordi (2004), yang menjelaskan bahwa sebagian besar
spesies ikan dapat hidup dengan baik pada konsentrasi oksigen sebesar 5 mg/l.
Nilai pH yang diperoleh di lapangan juga menunjukkan nilai yang optimal
yaitu sekitar 6,5 dan 6,3. Hal tersebut sesuai dengan literature Kurniawan (2012),
yang menjelaskan bahwa kondisi perairan dengan nilai pH < 4,5 akan
menyebabkan perairan beracun bagi ikan. Pada nilai pH 5-6,5 dapat menghambat
pertumbuhan dan ikan menjadi sensitif terhadap bakteri dan parasit. Pada nilai pH
6,5-9,0 merupakan pH optimal bagi pertumbuhan ikan. Sedangkan pada pH di
atas 9,0 berdampak pada pertumbuhan yang terhambat.
Nilai nitrat untuk masing-masing kolam ikan adalah 3,86 mg/l untuk
kolam ikan nila dan 4,85 mg/l untuk kolam ikan lele. Kadar tersebut masih
memenuhi syarat untuk kegiatan budidaya peikanan air tawar. Hal tersebut
didukung oleh Peraturan Pemerintah nomor 82 Tahun 2001 yang menetapkan
bahwa nilai ambang batas kadar nitrat yang baik untuk kegiatan budidaya
perikanan air tawar adalah berkisar 20 mg/l.
Adapun nilai fosfat untuk masing-masing kolam ikan adalah 0,04 mg/l
untuk kolam ikan nila dan 0,1 mg/l untuk kolam ikan lele. Kadar tersebut masih
memenuhi syarat untuk kegiatan budidaya peikanan air tawar. Hal tersebut
didukung oleh Peraturan Pemerintah nomor 82 Tahun 2001 yang menetapkan
bahwa nilai ambang batas kadar fosfat yang baik untuk kegiatan budidaya
perikanan air tawar adalah berkisar 1 mg/l.
Kualitas perairan yang terakhir diukur adalah konsentrasi ammonia yang
terkandung dalam masing-masing kolam pemeliharaan. Konsentrasi ammonia
pada masing-masing kolam adalah 0,001 mg/l. hal tersebut masih dikatakan baik,
Universitas Sumatera Utara
50
karena menurut liiteratur Kordi (2004) perairan yang baik untuk budidaya ikan
adalah yang mengandung ammonia kurang dari 0,1 mg/l. Ikan mas mulai
terganggu pertumbuhannya dalam air yang mengandung ammonia 1,20 mg/l,
sedangkan konsentrasi diatas 2 ppm dapat membunuh sebagian jenis ikan. Dalam
perairan yang belum tercemar ternyata kandungan ammonia masih jauh dibawah
0,02 mg/l dan kondisi ini masih dianggap aman bagi kegiatan budidaya.
Rekomendasi Pengelolaan
Adapun rekomendasi pengelolaan diberikan kepada kalangan yang
bergerak di bidang pengelolaan sumberdaya perikanan umumnya pembudidaya
ikan, akademisi, perusahaan perikanan dan pemerintah yang menaungi sektor
perikanan dan khususnya untuk pembudidaya ikan yang mengelola kegiatan
budidaya di Kolam Budidaya Desa Baru milik CV Dian Aquatik. Dalam kegiatan
manajemen kesehatan ikan, hal paling krusial yang harus diperhatikan salah
satunya adalah kualitas air. Kegiatan pemeriksaan kualitas air tempat ikan hidup
sebaiknya dilakukan secara berkala. Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 82
Tahun 2001 tentang Baku Mutu Kualitas Air untuk Kegiatan Budidaya Air Tawar,
suhu perairan yang baik bagi kegiatan budidaya adalah 25o-31
o C. Adapun Faktor
kimia meliputi pH adalah 6-9, nitrat ≤20 mg/l, oksigen terlarut ≥3 mg/l, fosfat ≤1
mg/l dan ammonia ≤0,02 mg/l. Kualitas air yang tidak dimanajemen dengan baik
seperti yang diharapkan dalam budidaya komoditas perikanan merupakan awal
kegagalan dalam budidaya perikanan karena pada hakikatnya membudidayakan
kualitas perairan adalah inti dari aktivitas berbudidaya. Untuk kegiatan
pengobatan, Kurniawan (2012) di dalam Buku Penyakit Satwa Akuatik
Universitas Sumatera Utara
51
menjelaskan bahan alami dan bahan kimia yang dapat digunakan untuk mengobati
penyakit infeksius pada biota akuatik, diantaranya adalah perendaman ikan yang
terserang fungi kedalam methylene blue sebanyak 2 mg/l selama 4-6 jam, kalium
permanganate sebanyak 2-3 ppm selama 10-20 jam, perendaman dengan larutan
garam, dengan ketentuan penambahan konsentrasi garam secara bertahap setiap 3-
4 jam sekali sampai konsentrasi garam mencapai 1% selama 24-48 jam dan
perendaman dengan ekstrak daun sirih sebanyak 2gr/60 ml air.
Benih ikan yang ada di Kolam Budidaya milik CV Dian Aquatik
umumnya berasal dari petani ikan yang ada di kawasan Kampung Lalang, Medan.
Biasanya ikan yang diangkut dari satu lokasi ke lokasi lain cenderung rentan
mengalami stress. Efek stress pada ikan tersebut yang menjadi salah satu pemicu
timbulnya penyakit pada ikan. Oleh karena itu, sebaiknya sebelum benih ikan
dimasukkan kedalam kolam, perlu dilakukan kegiatan aklimatisasi untuk
meminimalisir kemungkinan terjadinya stress pada ikan.
Universitas Sumatera Utara
52
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Hasil identifikasi fungi pada Ikan Konsumsi yang ada pada Kolam Budidaya
Desa Baru Ladang Bambu Kecamatan Medan Tuntungan ditemukan empat
spesies yaitu Aspergillus flavus, Penicillium glabrum, Saprolegnia sp., dan
Aspergillus niger.
2. Jenis fungi yang menyerang Ikan Nila dan Ikan Lele terdiri dari empat spesies.
Tingkat serangan dengan keanekaragaman spesies tertinggi ada pada Ikan Lele
dengan 4 spesies Fungi antara lain Aspergillus flavus, Penicillium glabrum,
Saprolegnia sp., dan Aspergillus niger. Sedangkan pada Ikan Nila, spesies
fungi yang menyerang hanya terdir dari 2 spesies yaitu Aspergillus flavus
dan Saprolegnia sp.
Saran
Adapun saran yang dapat diberikan adalah sebaiknya dilakukan penelitian
lanjutan terkait tingkat patogenensi dari masing-masing jenis fungi, pencegahan
dan pengobatan penyakit ikan yang disebabkan oleh agen penyakit tertentu
(penyakit infeksius), agar nantinya para pelaku yang bergerak dalam sektor
perikanan khususnya, dapat memiliki pedoman yang benar terkait manajemen
kesehatan ikan secara alami dan efisien.
Universitas Sumatera Utara
53
DAFTAR PUSTAKA
Agusningtyas, N. 2014. Pemanfaatan Bakteri Heterotrof pada Budidaya Ikan Lele
Dumbo (Clarias sp.) dengan Sistem tanpa Ganti Air Terhadap FCR (Feed
Convertion Ratio) dan Retensi Protein. [SKRIPSI]. Universitas Airlangga,
Surabaya.
Ahmad, R. Z. 2009. Cemaran Kapang Pada Kapang dan Pengendaliannya. Jurnal
Litbang Pertanian, 28 (1): 15-21
Alawi, H. dan U. M. Tang. 2017. Akuakultur Lanjutan. Wisma Kalimetro,
Malang.
Andreas, M. S. 2016. Identifikasi dan Prevalensi Fungi pada Ikan Gurami
(Osphronemus gouramy) di Pasar Modern Surabaya. [Skripsi]. Universitas
Airlangga, Surabaya.
Bruno, D. W., and B. P. Wood. 1994. Saprolegnia and Other Oomycetes in Fish
Diseases and Disorders. Cabi Publishing. Wallingford Oxon. United
Kingdom.
Dewi, R. R. 2011. Pengendalian Saprolegnia sp. Pada Telur Gurami
(Osphronemus gouramy) Menggunakan Isolat Bakteri Kitinolitik. [TESIS].
Universitas Sumatera Utara, Medan.
Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air bagi Pengelolaan Sumber Daya dan
Lingkungan Perairan. Kanisus. Yogyakarta.
Effendi, I. 2009. Pengantar Akuakultur. Penebar Swadaya, Depok.
Gardenia, L., I. Koesharyani dan Y. Aryati. 2011. Kasus Infeksi Alami: Diagnosa
Streptococcus agalactiae dari Jaringan Ikan Nila (Oreochromis niloticus)
menggunakan Polymerase Chain Reaction. Jurnal Perikanan, 8 (1): 22-26.
ISSN: 0853-6384.
Hall, G. S., K. P. Rippin, J. A. Washington. 1992. Evaluation of
Chemiluminescent Probe Assay for Identification of Histoplasma
Capsulatum Isolate. Journal of Clinical Microbiology. 3003-3004.
Handajani, N. S. dan R. Setyaningsih. 2006. Identifikasi Fungi dan Deteksi
Aflatkoksin B1 terhadap Petis Udang Komersial. Biodiversitas, 7 (3): 212-
215. ISSN: 1412-033X.
Hapsari, A. 2014. Isolasi dan Identifikasi Fungi pada Ikan Mas Koki (Carassius
auratus) di Bursa Ikan Hias Gunung Sari Surabaya, Jawa Timur.
[SKRIPSI]. Universitas Airlangga, Surabaya.
Universitas Sumatera Utara
54
Hastuti, Y. P. 2013. Mengenal Pengaruh Cendawan dalam Lingkungan Budidaya.
Departemen Budidaya Perairan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Jasmanindar, Y. 2011. Prevalensi Parasit dan Penyakit Ikan Air Tawar yang
dibudidayakan di Kota/Kabupaten Kupang. Jurnal Ilmu-Ilmu Hayati dan
Fisik, 13 (1): 25-30. ISSN: 1411-0903.
Khairyah, U., R. Kusdarwati dan Kismiyati. 2013. Identifikasi dan Prevalensi
Fungi pada Ikan Gurami (Osphronemus gouramy) di Desa Ngrajek,
Kecamatan Mungkit, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah. Universitas
Airlangga, Surabaya.
Kidd, S., C. Halliday, H. Alexiou and D. Ellis. 2016. Description of Medical
Fungi. University of Adelaide, Australia.
Kordi, K. 2004. Penanggulangan Hama dan Penyakit Ikan. Bina Adiaksara,
Jakarta.
Krijgsheld, P., R. Bleichrodt, G. J. V. Veluw, F. Wang, W. H. Muller, dan H. A.
B. Wosten. 2012. Development in Aspergillus. Microbiology and Kluyver
Centre for Genomics of Industrial Fermentation, Utrecht University,
Padualaan Neterland.
Kurniawan, A. 2012. Penyakit Satwa Akuatik. Universitas Bangka Belitung Press,
Bangka Belitung.
Kurniawan, D. 2015. Pengendalian Saprolegnia sp. Pada Ikan Nila (Oreochromis
niloticus) dengan Salinitas Air yang Berbeda. [SKRIPSI]. Universitas
Sumatera Utara, Medan.
Ningrum, N. E. P. H. H. 2012. Keragaman Pertumbuhan Ikan Nila Best
(Oreochromis niloticus) Hasil Seleksi F3, F4 dan Nila Lokal. [SKRIPSI].
Universitas Sebelas Maret, Surakarta.
Nyogesa, B. W., S. Okoth and V. Ayugi. 2015. Identification Key of Aspergillus
Species Isolated from Maize and Soil of Nandy County, Kenya. University
of Nairobi, Kenya.
Perangin-angin, K. 2013. Teknik Pembenihan Ikan. Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan Republik Indonesia, Jakarta.
Pratiwi, D. R. 2014. Aplikasi Effective Microorganism 10 (EM10) untuk
Pertumbuhan Ikan Lele Sangkuriang (Clarias gariepinus var sangkuriang)
di Kolam Budidaya Lele Jombang Tangerang. [SKRIPSI]. Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta.
Universitas Sumatera Utara
55
Pratomo, R. 2006. Pengaruh Macam pH dan Penggoyangan Media terhadap
Pertumbuhan Cendawan Rhizoctonia sp. [SKRIPSI]. Institut Pertanian
Bogor, Bogor.
Pujiastuti, N. 2015. Identifikasi dan Prevailensi Ektoparasit pada Ikan Konsumsi
di Bailai Benih Ikan Siwarak. [SKRIPSI]. Universitas Negeri Semarang,
Semarang.
Rachmawati, S. 2005. Aflatoksin dalam Pakan Ternak di Indonesia: Persyaratan
Kadar dan Perkembangan Teknik Deteksinya. Wartazoa, 15 (1): 26-37.
Saanin, H. 1984. Taksonomi dan Kunci Identifikasi Ikan. Bina Cipta, Bandung.
Salmin. 2005. Oksigen Terlarut (DO) dan Kebutuhan Oksigen Biologi (BOD)
Sebagai salah Satu Indikator untuk Menentukan Kualitas Perairan. Oseana,
30 (3): 21-26. ISSN: 0216-1877.
Samson, R. A., J. I. Pitt. 2000. Intergration of Modern taxonomic Methods for
Penicillium and Aspergillus Classification. Harwood Scientific Publishers,
Amsterdam.
Shindu, S. F. Kandungan Logam Berat Cu, Zn dan Pb dalam Air, Ikan Nila
(Oreochromis niloticus) dan Ikan Mas (Cyprinus carpio) dalam Keramba
Jaring Apung, Waduk Saguling. [SKRIPSI]. Institut Pertanian Bogor,
Bogor.
Sihaloho, W. S. 2009. Analisa Kandungan Amoniak dan Limbah Cair Inlet dan
Outlet dari Beberapa Industri Kelapa Sawit. Universitas Sumatera Utara.
Medan.
Silalahi, J. 2009. Analisis Kualitas Air dan Hubungannya dengan
Keanekaragaman Vegetasi Akuatik di Perairan Balige Danau Toba.
Universitas Sumatera Utara. Medan.
Silva, D. M., L. R. Batista, E. F. Rezende, and M. H. P. Fungaro. 2011.
Identification of Fungi of the Genus Aspergillus Section Nugri Using
Polyphasic Taxonomy. Brazilian Journals of Mycrobiology, 42: 761-773.
ISSN: 1517-8382.
Songe, M. M. 2015. Pathogenity and Infectivity of Saprolegnia Species in Atlantic
Salmon and their Eggs. [Tesis]. Norwegian University of Life Science,
Oslo.
Sukadi. 1999. Pencemaran Sungai Akibat Buangan Limbah dan Pengaruhnya
terhadap BOD dan DO. Institut Keguruan Dan Ilmu Pendidikan. Bandung.
Universitas Sumatera Utara
56
Utami, T. M. R., L. Maslukah dan M. Yusuf. 2016. Sebaran Nitrat (NO3) dan
Fosfat (PO4) di Perairan Karangsong Kabupaten Indramayu. Buletin
Oseanografi Marina, 5 (1): 31-37. ISSN: 2089-3507.
Weitzman, I., J. Kane. 1991. Dermatophytes and Agents of Superficial Mycoses,
pp 601-616. In a Ballows, W. J. Hausler jr., K. L. Hermann, H. D. Isenberg,
H. J. Shadomy. Manual of Clinical Mycrobiology. American Society for
Mycrobiology, Washington DC.
Widiyantara, G. B. 2009. Kinerja Produksi Pendederan Lele Sangkuriang (Clarias
sp.) melalui Penerapan Teknologi Pergantian Air 50%, 100% dan 150%
perhari. [SKRIPSI]. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Yuliartati, E. 2011. Tingkat Serangan Ektoparasit Pada Ikan Patin (Pangasius
djambal) pada Beberapa Pembudidaya Ikan di Kota Makassar. [SKRIPSI].
Universitas Hasanuddin, Makassar.
Zhao, K., W. Ping, Q. Li, S. Hao, T. Gao dan D. Zhou. 2009. Aspergillus niger
var. taxi, a New Species Variant of Taxol Producing Fungus Isolated From
Taxus Cuspidate in China. Journal Microbiology (2009): 1202-1207.
Universitas Sumatera Utara
57
LAMPIRAN
Universitas Sumatera Utara
58
Lampiran 1 Alat dan Bahan
Cawan Petri Alat Bedah
Gelas Beaker Erlenmeyer
Autoklaf Objek Glass
Universitas Sumatera Utara
59
DO Meter pH Meter
Oven Microwave
Erlenmeyer Laminar Air Flow
Universitas Sumatera Utara
60
Kertas Label Kristal Violet
Alumunium Foil Alkohol
Spiritus Media Potato Dextrose Agar
Universitas Sumatera Utara
61
Ikan Lele (Clarias gariepinus) Ikan Nila (Oreochromis niloticus)
Aquades Alat Tulis
Mikroskop Meteran
Universitas Sumatera Utara
62
Lampiran 2 Lokasi Penelitian
Lokasi Penelitian Kolam Pemeliharaan Iksn Nila
Kolam Pemeliharaan Ikan Lele
Universitas Sumatera Utara
63
Lampiran 3 Prosedur Kerja
Pengukuran Kolam Pengukuran Kualitas Air
Pencucian Alat Pembuatan Media Isolasi
Sterilisasi Media Isolat Persiapan Isolasi Jamur
Universitas Sumatera Utara
64
Isolasi Jamur Media Isolasi
Hasil Isolasi Persiapan Identifikasi
Pembuatan Preparat untuk Identifikasi Proses Identifikasi
Universitas Sumatera Utara
65
Lampiran 4 Hasil Isolasi
Koloni Aspergillus niger Koloni Saprolegnia sp.
Koloni Aspergillus flavus Koloni Penicillium glabrum
Universitas Sumatera Utara
66
Lampiran 5 Hasil Identifikasi
Aspergillus niger Saprolegnia sp.
Aspergillus flavus Penicillium glabrum
Universitas Sumatera Utara
Top Related