Laboratorium Dasar Teknik Kimia I 1
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Reaksi-reaksi kimia yang melibatkan oksidasi reduksi dipergunakan secara
luas oleh analisa titrimetrik. Ion-ion dari berbagai unsur dapat hadir dalam kondisi
oksidasi yang berbeda-beda, menghasilkan kemungkinan banyak reaksi redoks.
Banyak dari reaksi-reaksi ini memenuhi syarat untuk dipergunakan dalam analisis
titrimetrik dan penerapan-penerapannya cukup banyak.
I.2 Tujuan Percobaan
Menentukan kadar Cu2+
di dalam sampel.
I.3 Manfaat Percobaan
Sebagain alat bantu dalam penentuan kadar Cu2+
secara aplikatif dalam berbagai
sampel yang didalamnya mengandung ion Cu2+
Laboratorium Dasar Teknik Kimia I 2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Pengertian Reduksi-Oksidasi
Proses reduksi-oksidasi (redoks) adalah suatu proses yang menyangkut
perpindahan elektron dari suatu pereaksi ke pereaksi yang lain. Reduksi adalah
penangkapan satu atau lebih elektron oleh suatu atom, ion, atau molekul. Sedangkan
oksidasi adalah pelepasan sata atau lebih elektron dari suatu atom, ion, atau molekul.
Tidak ada elektron bebas dalam sistem kimia, dan pelepasan elektron oleh
suatu zat kimia selalu disertai dengan penangkapan elektron oleh bagian yang lain,
dengan kata lain reaksi oksidasi selalu diikuti reaksi reduksi. Dalam reaksi oksidasi
reduksi (redoks) terjadi perubahan valensi dari zat-zat yang mengadakan reaksi.
Disini terjadi transfer elektron dari pasangan pereduksi ke pasangan pengoksidasi.
Kedua reaksi paro dari suatu reaksi redoks umumnya dapat ditulis sebagai
berikut:
red → oks + n é
Dimana red menunjukan bentuk tereduksi (disebut juga reaktan atau zat
pereduksi), oks adalah bentuk teroksidasi (oksidan atau zat pengoksidasi), n adalah
jumlah elektron yang ditransfer dan é adalah elektron.
II.2 Reaksi redoks
Reaksi redoks secara luas digunakan dalam analisa titrimetrik dari zat-zat
anorganik maupun organik. Untuk menetapkan titik akhir titrasi redoks dapat
dilakukan secara potensiometrik atau dengan bantuan indikator.
Contoh dari reaksi redoks:
5Fe2+
+ MnO4 + 8H+ → 5Fe
3+ + Mn
2+ + 4H2O
Laboratorium Dasar Teknik Kimia I 3
Dimana:
5Fe2+
→ 5Fe3+
+ 5e
MnO4 + 8H+ + 5e → Mn
2+ + 4H2O
II.3 Iodometri
Iodometri adalah analisa titrimetrik yang secara tidak langsung untuk zat yang
bersifat oksidator seperti besi III, tembaga II, dimana zat ini akan mengoksidasi
iodida yang ditambahkan membentuk iodin. Iodin yang terbentuk akan ditentukan
dengan menggunakan larutan baku tiosulfat:
Oksidator + KI → I2 + 2e
II.4 Iodimetri
Iodimetri adalah analisis titrimetrik yang secara langsung digunakan untuk zat
reduktor atau natrium tiosulfat dengan menggunakan larutan iodin atau dengan
penambahan larutan baku berlebihan. Kelebihan iodin dititrasi kembali dengan
larutan tiosulfat.
Reduktor +I2 → 2I
Na2S2O3 +I2 → NaI + Na2S4O6
II.5 Teori Indikator Amylum
Amylum merupakan indikator kuat terhadap iodin, yang akan berwarna biru bila
suatu zat positif mengandung iodin. Alasan dipakainya amilum sebagai indikator,
diantaranya:
Harganya murah
Mudah didapat
Perubahan warna saat TAT jelas
Reaksi spontan (tanpa pemanasan)
Laboratorium Dasar Teknik Kimia I 4
Dapat dipakai sekaligus dalam iodo-iodimetri
Sedangkan kelemahan indikator ini adalah:
Tidak stabil (mudah terhidrolisa)
Mudah rusak (terserang bakteri)
Sukar larut dalam air
Cara pembuatan amylum:
3 gram kanji dimasukkan ke dalam beaker glass 250 ml, lalu ditetesi aquades
sampai terbentuk pasta.
Masukkan air yang telah dipanaskan pada suhu 60-65 C sebanyak 100 cc ke
dalam beaker glass yang berisi pasta amylum tersebut kemudian diaduk
sampai amylum benar-benar larut.
Bila perlu tambahkan 3 tetes KI sebagai pelindung dari peruraian bakteri.
Diamkan sampai mengendap, setelah dingin ambil bagian tengah larutan
sebagai indikator.
II.6 Mekanisme Reaksi
Mekanisme reaksi adalah tahapan-tahapan reaksi yang menggambarkan seluruh
rangkaian suatu reaksi kimia. Mekanisme reaksi iodo-iodimetri:
2Cu2+
+ 4I- → 2CuI + I2
I2 + 2S2O32-
→ 2I- + S4O6
2-
II.7 Hal-hal yang Perlu Diperhatikan
1. Titrasi sebaiknya dilakukan dalam keadaan dingin, di dalam erlenmeyer tanpa
katalis agar mengurangi oksidasi I- oleh O2 dan udara menjadi I2.
2. Na2S2O3 adalah larutan sekunder yang harus distandarisasi terlebih dulu.
3. Penambahan indikator di akhir titrasi (sesaat sebelum TAT)
4. Titrasi tidak dapat dilakukan dalam medium asam kuat karena akan terjadi
hidrolisa amylum.
Laboratorium Dasar Teknik Kimia I 5
5. Titrasi tidak dapat dilakukan dalam medium alkali kuat karena I2 akan
mengoksidasi tiosulfat menjadi sulfat.
6. Larutan Na2S2O3 harus dilindungi dari cahaya karena cahaya membantu
aktivitas bakteri thioparus yang mengganggu.
II.8 Sifat Fisik dan Kimia Reagen
1. Na2S2O3.5H2O (Natrium Tiosulfat)
Fisis :
BM : 158,09774 gr/mol
BJ : 1.667 gr/cm3, solid
TD : terdekomposisi
TL : 48,3°C
Chemist :
Anion Tiosulfat bereaksi secara khas dengan asam (H+) menghasilkan
sulfur, sulfur dioksida, dan air
S2O3(aq) + 2H+ → S(s) + SO2(g) + H2O(l)
Anion Tiosulfat bereaksi secara stokiometri dengan iodin dan terjadi
reaksi redoks
2S2O32-
(aq) + I2(aq) → S4O62-
(aq) + 2I-(aq)
2. HCl
Fisis :
BM : 36,47 gr/mol
BJ : 1,268 gr/cc
TD : 85°C
TL : -110°C
Kelarutan dalam 100 bagian air 0°C = 82,3
Kelarutan dalam 100 bagian air 100°C = 56,3
Chemist :
Laboratorium Dasar Teknik Kimia I 6
Bereaksi denga Hg2+
membentuk endapan putih Hg2Cl2 yang tidak larut
dalam air panas dan asam encer tapi larut dalam amoniak encer, larutan
KCN serta tiosulfat.
2HCl + Hg2+
→ 2H+ + Hg2Cl2
Hg2Cl2 + 2NH3 → Hg(NH4)Cl +Hg +NH4Cl
Beraksi dengan Pb2+
membentuk endapan putih PbCl2
2HCl + Pb2+
→ PbCl2↓ + 2H+
Mudah menguap apalagi bila dipanaskan
Konsentrasi tidak mudah berubah karena udara/cahaya
Merupakan asam kuat karena derajat disosiasinya tinggi
3. KI (Potasium Iodida)
Fisis :
BM : 166,0 gr/mol
BJ : 3,13 gr/cm3, solid
TD : 1330°C
TL : 681°C
Kelarutan dalam air pada suhu 6°C : 128 gr/100ml
Chemist:
Ion iodida merupakan reducing agent, sehingga mudah teroksidasi
menjadi I2 oleh oxidising agent kuat seperti Cl2
2KI(aq) + Cl2(aq) → 2KCl + I2(aq)
KI membentuk I3- ketika direaksikan dengan iodin
KI(aq) + I2 → KI3(aq)
Laboratorium Dasar Teknik Kimia I 7
BAB III
METODE PERCOBAAN
III.1 Alat Dan Bahan
Bahan
1. Sampel
2. Na2S2O3
3. K2Cr2O7
4. HCl pekat
5. KI 0,1 N
6. Amylum
7. NH4OH dan H2SO4
8. Aquadest
Alat
1. Buret
2. Klem
3. Statif
4. Erlenmeyer
5. Gelas ukur
6. Beaker glass
7. Pipet tetes
8. Pipet volum
9. Corong
10. Pengaduk
11. Thermometer
12. Indikatot pH
13. Kompor listrik
Laboratorium Dasar Teknik Kimia I 8
III. 2 Gambar Alat
III.3 Keterangan Alat
1. Buret, Statif,dan Klem : Rangkaian Alat yang dalam proses
titrasi.
2. Corong : Untuk Memindahkan zat ke tempat
sempit
3. Erlenmeyer : Tempat mereaksikan zat dengan titran
4. Beaker Glass : Tempat mencampurkan zat
5. Gelas Ukur : Tempat menentukan volume fluida
6. Kompor listrik : Untuk memanaskan
7. Pipet Volume : Untuk menggambil zat dengan suatu
volume
Gambar 3.1 Indikator pH
Gambar 3.2 Buret, Statif,
klem
Gambar 3.3 Erlenmeyer
Gambar 3.4 Gelas Ukur
Gambar 3.5 Beaker Glass
Gambar 3.6 Kompor
Listrik
Gambar 3.7 Pipet tetes
Gambar 3.8 Pipet Volume
Gambar 3.9 Pengaduk
Gambar 3.10 Corong
Gambar 3.11 Termometer
Laboratorium Dasar Teknik Kimia I 9
8. Pengaduk : Untuk mengaduk larutan
9. Pipet Tetes : Untuk mengambil sedikit cairan
10. Termometer : Untuk mengukur suhu
11. Indikator pH : Untuk mengatur pH
III.4 Cara Kerja
III.4.1 Pembuatan amylum
1. Timbang 3 gram kanji, masukkan ke dalam beaker glass 250 ml
2. Tambahkan 100 ml aquades, panaskan sampai suhu 40°C sambil diaduk
3. Kemudian lanjutkan proses pemanasan sampai suhu 60°C tanpa pengadukan
4. Angkat, tutup dengan kantong plastik hitam, simpan di tempat gelap, tunggu
5 menit, lapisan tengah yang berwarna putih susu yang digunakan sebagai
indikator
III.4.2 Standarisasi Na2S2O3 dengan K2Cr2O7 0,01 N
1. Ambil 10 ml K2Cr2O7, encerkan dengan aquadest sampai 40 ml.
2. Tambahkan 2,4 ml HCl pekat.
3. Tambahkan 12 ml KI 0,1 N.
4. Titrasi campuran tersebut dengan Na2S2O3sampai warna kuning hampir
hilang.
5. Kemudian tambahkan 3-4 tetes amylum sampai warna biru.
6. Lanjutkan titrasi sampai warna biru hilang.
7. Catat kebutuhan titran Na2S2O3 seluruhnya.
N Na2S2O3 = ( )
III.4.3 Menentukan kadar Cu2+
dalam sampel
1. Ambil 10 ml sampel.
Laboratorium Dasar Teknik Kimia I 10
2. Test sampel, jika terlalu asam tambah NH4OH sampai pH 3-5 dan jika terlalu
basa tambah H2SO4 sampai pH 3-5
3. Masukkan 12 ml KI 0,1 N.
4. Titrasi dengan Na2S2O3 sampai warna kuning hampir hilang.
5. Tambahkan 3-4 tetes indikator amylum sampai warna biru.
6. Lanjutkan titrasi sampai warna biru hilang.
7. Catat kebutuhan Na2S2O3 seluruhnya.
Cu2+
(ppm) = (VxN) Na2S2O3 x BM Cu x
Atau
Cu2+
(ppm) = (VxN) Na2S2O3 x BM Cu x
Laboratorium Dasar Teknik Kimia I 11
BAB IV
HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN
IV.1 Hasil Percobaan
Tabel 4.1.1 Tabel Hasil Percobaan Iodo-Iodimetri
IV.2 Pembahasan
IV.2.1 Alasan Mengapa Kadar Yang Ditemukan Lebih Kecil
1. Penambahan Indikator Amylum Terlalu Cepat
Mekanisme Reaksi
2Cu2+
+ 4I → 2 CuI + I2
I 2 + S2O3-
→ 2 I- + S4O6
- ( Underwood , 298)
Amylum + I3 → AmylumI (Biru)
Amylum menyerap Iod sehingga menyebabkan iod sukar lepas kendali
sehingga I2 yang bereaksi dengan tiosulfat dan membentuk tri iodida menjadi
berkurang.
I2 + S2O3- → 2 I- + S4O6-
I2+ I- → I3- ( Underwood, 296)
Sampel Kadar Cu yang
Ditemukan (ppm)
Kadar Cu Asli
(ppm)
% Error
Sampel I 352,425 898,55 60,78
Sampel II 249,555 778,89 67,96
Sampel III 149,86 718,84 79,15
Laboratorium Dasar Teknik Kimia I 12
Berkurangnya I2 menyebabkan kebutuhan Na2S2O3 pada saat titran menjadi
sedikit karena kadar Cu2+
berbanding lurus dengan volume Na2S2O3 maka
kadar Cu2+
menjadi lebih kecil.
2. Adsorpsi I2 oleh Cu2+
Reaksi sebagai berikut
2 Cu2+
+ I2 → Cu2I2
Dengan adanya adsorpsi I2 oleh Cu2+
maka jumlah I2 menjadi berkurang.
Berkurangnya I2 menyebabkan kebutuhan Na2S2O3 pada saat titrasi menjadi
lebih sedikit, karena kadar Cu2+
berbanding lurus dengan volume Na2S2O3
maka kadar Cu2+
yang ditemukan menjadi kecil.
Telah ditemukan bahwa iodin ditahan oleh adsorpsi pada permukaan endapan
tembaga (I) iodida dan harus dipindahkan untuk mendapat hasil-hasil yang
benar. Kalsium tiosulfat biasanya ditambahkan sesaat sebelum TAT dicapa
untuk menyingkirkan iodin yang diadsorsi. (Underwood, 299)
IV.2.2 Indikator Amylum
Amylum dibuat dari tepung kanji yang dilarutkan dengan aquadest.
Kemudian campuran tersebut dipanaskan kurang lebih hingga suhu 40oC
sambil diaduk. Lalu dilanjutkan pemanasan sampai 60oC tanpa diaduk.
Campuran dapat ditambahkan KI agar tidak mudah rusak dan disimpan
ditempat yang gelap karena cahaya bisa merusak amylum. Biarkan
mengendap sampai terbentuk 3 ;lapisan.
Indikator yang digunakan adalah β amilosa karena terjadi pembentukan
komplek iodin kanji yang terhadap iodin. Kepekaan tersebut lebih besar
dalam larutan sedikit asam dan makin bertambah besar ketika ada iodida.
Oleh karena itu pH sampel dibuat sekitar 3-5. Warna jadi biru tua jika
amylum bertemu iodin, jika menggunakan α amilosa akan muncul warna
merah, jika bertemu iodin warna itu sukar hilang karena rangkaian α amilosa
yang panjang dan massa molekul yang bersifat relatif besar.
Laboratorium Dasar Teknik Kimia I 13
IV.2.3 Aplikasi Iodo-Iodimetri
1. Aplikasi dalam bidang industri pangan, menentukan sulfite dalam
minuman anggur dengan menggunakan iodin, atau penentuan kadar
alkohol dengan menggunakan kalium dikromat.
2. Menentukan kadar peroksida dalam minyak, angka peroksida atau
bilangan peroksida merupakan suatu metode yang biasa digunakan untuk
menentukan degradasi minyak atau untuk menentukan derajat kerusakan
minyak. Bilangan peroksida adalah indeks jumlah lemak/minyak yang
telah mengalami oksidasi minyak. Minyak yang mengandung asam-asam
lemak tidak jenuh dapat teroksidasioleh oksigen yang menghasilkan suatu
senyawa peroksida. Cara yang sering digunakan untuk menentukan angka
peroksida adalah dengan metode titrasi iodometri. Bilangan peroksida
yang tinggi mengindikasi lemak/ minyak sudah mengalami oksidasi,
namun pada angka yang lebih rendah bukan selalu berarti menunjukan
kondisi oksidasi yang masih dini.
Laboratorium Dasar Teknik Kimia I 14
BAB V
PENUTUP
V.1 Kesimpulan
1. Hasil standarisasi NaS2O3 adalah 0,0078 N
2. Sampel I kadar Cu2+
yang ditemukan adalah 352,475 ppm, kadar asli
898,55 ppm dengan persen error 60,78 %
3. Sampel II kadar Cu2+
yang ditemukan adalah 249,55 ppm, kadar asli
778,89 ppm dengan persen error 67,96%
4. Sampel III kadar Cu2+
yang ditemukan adalah 149,86 ppm, kadar asli
718,84 ppm dengan persen error 79,15 %
5. Alasan mengapa kadar yang ditemukan lebih kecil
a. Penambahan indikator amylum terlalu cepat
b. Adsorpsi I2 oleh Cu2+
6. Aplikasi Iodo-Iodimetri
a. Penentuan sulfite dan minuman anggur menggunakan iodine
b. Menentukan kadar peroksida dalam minyak.
V.2 Saran
1. Selalu periksa suhu amylum saat pemanasan
2. Segera lakukan titrasi setelah sampel diberi KI
3. Lebih teliti menentukn pH
4. Mengambil amylum jangan sampai terkena cahaya simpan ditempat yang
gelap
5. Cuci alat dengan bersih agar tidak terkontaminasi
Laboratorium Dasar Teknik Kimia I 15
DAFTAR PUSTAKA
Chemistry 2013. Materi Kimia Instrumen Analisis Iodo-
Iodimetri.Indicators.Chemistry.org. Diakses tanggal 18 November 2013
Eksistensi Kesehatan.2012.Eksistensikesehatan.blogspot.com. Diakses tanggal 15
November 2013
Federica.Unina.2012. Analytical Chemistry Iodometri .Federicaunina.blogspot.com
Diakses tanggal 10 November 2013
Jajang, Nur Jaman.2012. JajangNurjaman.blogspot.com. Diakses tanggal 15
November 2013
R.A.Day,Jr;A.L. Underwood, 1986, Analisis Kimia Kuantitatif, edisi 5,
Erlangga:Jakarta
Siti, Nurrahmah.2013. Penentuan Angka Peroksida Dalam Minyak.
Sitinrrahmah.blogspot.com. Diakses tanggal 10 November 2013
Vogel, A.I., 1989, The Textbook of Quantitative Chemical Analysis, 5th, Ed,
Longman
Laboratorium Dasar Teknik Kimia I 16
INTISARI
Analisa kimia terbagi menjadi 2 yaitu analisa kualitatif dan kuantitatif.
Analisa kualitatif bertujuan untuk mengetahui kandungan unsur dalam sampel.
Analisa kuantitatif bertyujuan untuk mengetahui kadar unsur dalam sampel. Pada
percobaan ini kami analisa kuantitatif menggunakan ion permanganat yang sering
disebut Permanganometri.
Tujuan percobaan untuk menentukan kadar Fe dalam sampel. Langkah
pertama yaitu melakukan standarisasi KMnO4 dengan Na2C2O4. Ambil 10 ml
Na2C2O4 0,1 N lalu tambah 6ml H2SO4 6N dan dipanaskan sampai 70-80oC. Pada
keadaan panas dititrasi dengan KMnO4 sampai muncul merah muda yang tidak
hilang saat dikocok.
\ Pada praktikum ini langkah pertama yang dilakukan adalah melakukan
standarisasi KMnO4 dengan larutan Na2C2O4. Setelah itu mencari kadar Fe dalam
sampel dengan menitrasi dengan KMnO4.
Dari hasil percobaan yang kami peroleh normalitas KMnO4 adalah 0,1282
N. Kadar Fe yang ditemukan dalam sampel 1,2,3 sebesar 0,079%, 0,03728%,
0,0376%. Kadar Fe asli dalam sampel I,II,III sebesar 0,0399%, 0,385%, 0,0419%.
Presentase kesalahan sampel I,II,III sebesar 65,36 %, 33,29%, 10,26%. Beberapa
dasar yang menyebabkan kadar yang ditemukan lebih besar dan lebih kecil. Pertama
yaitu suhu Na2C2O4 terlalu tinggi saat standarisasi. Larutan KMNO4 yang terlalu
lama terkena cahaya. Reaksi lambat dan suhu pemanasan rendah. Volume titran
terlalu cepat mengakibatkan TAT tidak tepat.
Sebagai saran, larutan ketika dipanaskan suhu terjaga 70-80oC. Dalam
melakukan titrasi tidak boleh terlalu cepat atau terlalu lambat. Juga sebaiknya
larutan KMnO4 jangan dibiarkan terlalu lama terkena cahaya.
Laboratorium Dasar Teknik Kimia I 17
SUMMARY
Chemical analysis is divided into 2 qualitative and quantitative analysis .
Qualitative analysis aimed to determine the content of the element in the sample .
Bertyujuan quantitative analysis to determine the levels of elements in the sample . In
this experiment we use a quantitative analysis of permanganate ion is often called
Permanganometri .
The purpose of the experiment to determine the Fe content in the samples .
The first step is to standardize KMnO4 with Na2C2O4 . Take 10 ml of 0.1 N Na2C2O4
then added 6ml 6N H2SO4 and heated to 70 - 80oC . In hot conditions titrated with
KMnO4 until the pink is not lost when shaken .
In this lab the first step is to standardize KMnO4 solution Na2C2O4. After
that find for the Fe content in the sample titration with KMnO4.
From the experimental results we obtain normality KMnO4 is 0.1282 N. Fe
levels were found in samples of 1,2,3 0.079 % , 0.03728 % , 0.0376 % . Original Fe
content in the samples I, II , III at 0.0399 % , 0.385 % , 0.0419 % . Percentage error
sample I , II , III by 65.36 % , 33.29 % , 10.26 % . Some basic lead levels found
larger and smaller . The first is when the temperature is too high Na2C2O4
standardization . KMnO4 solution that prolonged exposure to light . The reaction is
slow and low heating temperature . The volume of titrant too quickly resulting in
improper TAT .
As a suggestion , when the solution is heated temperature of 70 - 80oC awake
. In doing titration should not be too fast or too slow . KMnO4 solution should also
not be left too long exposed to light .
Laboratorium Dasar Teknik Kimia I 18
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Reaksi redoks secara luas digunakan dalam analisa titrimetrik zat-zat
anorganik maupun organik. Untuk menetapkan titik akhir pada titrasi redoks dapat
dilakukan secara potensiometrik atau dengan bantuan indikator.
Analisis volumetri yang berdasarkan reaksi redoks salah satu diantaranya
adalah permanganometri.
I.2 Tujuan Percobaan
Menentukan kadar Fe yang terdapat dalam sampel
I.3 Manfaat Percobaan
Mengetahui besarnya kadar Fe di dalam sampel dan dapat menerapkan analisa ini
dalam kehidupan sehari-hari
Laboratorium Dasar Teknik Kimia I 19
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Pengertian Permanganometri
Permanganometri adalah salah satu analisa kuantitatif volumetrik yang
didasarkan pada reaksi oksidasi ion permanganat. Larutan standar yang digunakan
adalah KMnO4. Sebelum digunakan untuk titrasi, larutan KmnO4 harus
distandarisasi terlebih dahulu karena bukan merupakan larutan standar primer. Selain
itu KmnO4 mempunyai karakteristik sebagai berikut:
1. Tidak dapat diperoleh secara murni
2. Mengandung oksida MnO dan Mn2O3
3. Larutannya tidak stabil (jika ada zat organik)
Reaksi :
4MnO4- + 2H2O → 4MnO2 + 3O2 + 4 OH
-
4. Tidak boleh disaring dengan kertas saring (zat organik)
5. Sebaiknya disimpan di dalam botol cokelat.
6. Distandarisasi dengan larutan standar primer.
Zat standar primer yang biasa digunakan antara lain : As2O3, Na2C2O4,
H2C2O4, Fe(NH4)2(SO4)2, K4Fe(CN)6, logam Fe, KHC2O4H2C2O42H2O
Oksidasi ion permanganat dapat berlangsung dalam suasana asam, netral, dan alkalis.
1. Dalam suasana asam, pH +- 1
Reaksi : MnO4- + 8H
+ + 5e → Mn
2+ + 4H2O
Kalium permanganat dapat bertindak sebagai indikator, dan umumnya titrasi
dilakukan dalam suasana asam karena akan lebih mudah mengamati titik
akhir titrasinya.
2. Namun ada beberapa senyawa yang lebih mudah dioksidasi dalam suasana
netral atau alkalis, contohnya hidrasin, sulfit, sulfida, sulfida dan tiusulfat.
Reaksi dalam suasana netral yaitu:
Laboratorium Dasar Teknik Kimia I 20
MnO4- + 4H
+ + 3e → MnO2 + 2H2O
3. Reaksi dalam suasana alkalis atau basa yaitu:
MnO4- + 3e → MnO4
2
MnO42-
+ 2H2O + 2e → MnO2 + 4OH-
MnO4- + 2H2O + 3e → MnO2 + 4OH
-
II.2 Kelebihan dan Kekurangan Analisa Permanganometri
Kelebihan
1. Larutan standarnya, yaitu KmnO4 mudah diperoleh dan harganya murah.
2. Tidak memerlukan indikator untuk TAT. Hal itu disebabkan karena KMnO4
dapat bertindak sebagai indikator.
3. Reaksinya cepat dengan banyak pereaksi.
Kekurangan
1. Harus ada standarisasi awal terlebih dahulu
2. Dapat berlangsung lebih baik jika dilakukan dalam suasana asam.
3. Waktu yang dibutuhkan untuk analisa cukup lama.
II.3 Sifat Fisik dan Kimia Reagen
1. KMnO4
Berat molekul : 158,03
Warna, bentuk kristalinnya dan refractive index: purple, rhb
Berat jenis (specific gravity) : 2,703
Titik lebur (°C) : d<240
Kelarutan dalam 100 bagian air dingin : 2,83°
Kelarutan dalam 100 bagian air panas : 32,3575°
2. H2SO4
Berat molekul: 98,08
Warna, bentuk kristalinnya dan refractive index: purple, rhb
Berat jenis (specific gravity) : 1.8344180
Laboratorium Dasar Teknik Kimia I 21
Titik lebur (°C) : 10.49
Titik didih (°C) : d. 340
Kelarutan dalam 100 bagian air dingin : ∞
Kelarutan dalam 100 bagian air panas : ∞
Laboratorium Dasar Teknik Kimia I 22
BAB III
METODE PERCOBAAN
III.1 Alat Dan Bahan
Bahan :
1. Sampel
2. KMnO4 0,1 N
3. H2SO4
Alat :
1. Buret
2. Klem
3. Statif
4. Erlenmeyer
5. Gelas ukur
6. Beaker glass
7. Pipet tetes
8. Pipet volum
9. Corong
10. Termometer
11. Kompor listrik
III.2 GAMBAR ALAT
Gambar 3.3 Erlenmeyer
Gambar 3.5 Beaker Glass
Gambar 3.2 Buret, Statif, Klem
Laboratorium Dasar Teknik Kimia I 23
III.3 KETERANGAN ALAT
1. Buret, Statif,dan Klem : Rangkaian Alat yang dalam proses
titrasi.
2. Corong : Untuk Memindahkan zat ke tempat
sempit
3. Erlenmeyer : Tempat mereaksikan zat dengan titran
4. Beaker Glass : Tempat mencampurkan zat
5. Gelas Ukur : Tempat menentukan volume fluida
6. ‘Kompor listrik : Untuk memanaskan
7. Pipet Volume : Untuk menggambil zat dengan suatu
volume
8. Pipet Tetes : Untuk mengambil sedikit cairan
9. Termometer : Untuk mengukur suhu
III.4 CARA KERJA
Gambar 3.11 Termometer
Gambar 3.4 Gelas Ukur
Gambar 3.10 Corong
Gambar 3.6 Kompor Listrik
Gambar 3.7 Pipet Tetes
Gambar 3.8 Pipet Volume
Laboratorium Dasar Teknik Kimia I 24
III.4.1 Standarisasi KMnO4 dengan Na2C2O4
1. Ambil 10 ml larutan Na2C2O4 0,1 N kemudian masukkan ke dalam
erlenmeyer
2. Tambahkan 6 ml larutan H2SO4 6 N
3. Panaskan 70-80°C
4. Titrasi dalam keadaan panas dengan menggunakan KMnO4
5. Hentikan titrasi jika muncul warna merah jambu yang tidak hilang dengan
pengocokan
6. Catat kebutuhan KMnO4
N KMnO4 = ( )
III.4.2 Menentukan Kadar Fe dalam sampel
1. Persiapkan sampel, alat, dan bahan
2. Ambil 20 ml asam sulfat encer kemudian masukkan ke dalam Erlenmeyer
dan tambahkan sampel
3. Titrasi dengan KMnO4 0,1 N hingga timbul warna merah jambu yang tidak
hilang dengan pengocokan
Reaksi yang terjadi :
MnO4- + 8H
+ + 5Fe
2+ → Mn
2+ + 4H2O + 5 Fe
3+
Perhitungan :
mg zat = ml titran x N titran x BE zat
BE zat =
Kadar =
Laboratorium Dasar Teknik Kimia I 25
BAB IV
HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN
IV.1 Hasil Percobaan
Tabel 4.1.2 Tabel Hasil Percobaan Permanganometri.
IV.2 Pembahasan
IV.2.1 Alasan Mengapa Kadar Yang Ditemukan Lebih Besar dan Lebih
Kecil
1. Suhu Na2C2O3 Terlalu Tinggi Pada Saat Standarisasi
Suhu standarisasi KMnO4 dengan Na2C2O3 10 ml. Na2C2O3 0,1 N
ditambah dengan 6ml H2SO4 dan dipanaskan sampai suhu 70-80OC. Pada
suhu tersebut daya oksidasi KMnO4 optimum. Jika suhu Na2C2O4
dibawah suhu tersebut, maka reaksi berjalan lambat dan jika diatas 80 oC
reaksi akan berjalan cepat, larutan KMnO4 cepat terurai menjadi MnO2
( Underwood 291 )
Saat titrasi suhu Na2C2O4 terlalu tinggi sehingga standarisasi berlangsung
cepat, volume KMnO4 lebih kecil yang digunakan dan normalitas lebih
besar.
Sampel
Kadar Yang
Ditemukan ( % )
Kadar Asli
( % ) % Error
Sampel I 0,079 0,0399 65,36
Sampel II 0,05128 0,0385 33,29
Sampel III 0,0376 0,0419 10,26
Laboratorium Dasar Teknik Kimia I 26
N KMnO4 = ( )
Karena Normalitas lebih besar, maka zat yang diperoleh dari perhitungan
rumus makin besar sehingga kadar yang ditemukan lebih besar dari kadar
asli.
2. Larutan KMnO4 yang terlalu lama terkena cahaya
Percobaan yang dilakukan dalam waktu lama menyebabkan larutan
KMnO4 menjadi lama terkena sinar matahari. Akhirnya KMnO4 bisa
terurai menjadi MnO2 yang menyebabkan konsentrasi KMnO4 turun,
maka akan dibutuhkan waktu dan titran yang lebih besar. Pada akhirnya
hal ini menyebabkan kadar yang ditentukan lebih besar.
(alandjibran 2011)
3. Kadar yang ditemukan lebih kecil dikarenakan suhu pemanasan rendah
yang diakibatkan gaya kinetik molekul-molekul pereaksi akan semakin
kecil yang mengakibatkan tumbukan jarang terjadi, sehingga volume
titran yang dikeluarkan lebih banyak dari yang seharusnya yang berakibat
pada hasil yang kita peroleh baik dalam standarisasi maupun dalam
pengujian sampel. Jika volume lebih banyak maka kadar yang dihitung
akan muncul lebih kecil. (widiyati,2013)
N KMnO4 = ( )
4. Faktor lain menyebabkan kadar ditemukan lebih kecil, volume titran yang
keluar sangat cepat yang dikarenakan oleh suatu konsentrasi setempat
yang tinggi disekitar indikator yang mengakibatkan volime titran pada
saat titrasi tidak tepat ketika mencapai TAT. (anonim 2013)
IV.2.2 Aplikasi Permanganometri
1. Penentuan oksigen dalam Oxygenated Water
Laboratorium Dasar Teknik Kimia I 27
Air minum hasil mesin reserve osmosis victoria adalah amat sangat tahan
disimpan dalam jangka waktu yang lama, disebabkan air tersebut sudah
benar-benar higenis dan terbebas dari bakteri dan virus untuk
penyimpanan tidak harus ditempat teduh, sebab air hasil pemurnian
reserve osmosis victoria tahan dijemur sekalipun untuk jangka lama. Air
minum hasil pemurnian victoria reserve osmosis diolah tanpa
mengandung bahan kimia atau bahan pengawet, tetapi diolah dengan
sistem pemisahan. Kualitas air baku menentukan proses yang akan
dilakukan untuk menghasilkan air siap minum dengan pengujian
permanganometri.
2. Penentuan Nitrit
Permanganometri merupakan metode titrasi dengan menggunakan
kalium permangat yang merupakan oksidator kuat sebagai titran untuk
penetapan kadar zat.
Penentuan kadar nitrit ditentukan melalui titrasi redok menggunakan
larutan baku kalium permanganat. Penitrasian ini dilakukan sedikit
berbeda dengan standarisasi larutan kalium permanganat. Perbedaannya
pada standarisasi larutan kalium permanganat KMnO4 sebagai titran
sedangkan pada penetapan kadar nitrit NaNO2 yang digunakan sebagai
titran. Penambahan H2SO4 dilakukan karena H2SO4 ini berfungsi
sebagai katalisator untuk mempercepat laju reaksi dalam keadaan asam.
MnO4- + 8H
+ 5e → Mn
2+ + 4H2O
Titik akhir titrasi ditandai dengan tepat hilangnya warna ungu pada
larutan. Titik ekivalen terjadi karena mol titran sama dengan mol titrat,
selama titrasi berlangsung KMnO4 lenyap bereaksi. Tetapi setelah titrat
habis KMnO4 ini warnannya memudar hingga lenyap akibat reaksi
MnO4- dengan Mn
2+ hasil titrasi.
5NO2- + 2MnO4
2- +6H
+ → 2Mn
2+ + 3 H2O + 5NO3
- (Anonim, 2012)
3. Penentuan Iodida dan Bromida
Reaksi-reaksi kimia yang melibatkan oksidasi reduksi dipergunakan
secara luas oleh analisis titrimetik. Ion-ion dari berbagai unsur dapat
hadir dalam kondisi oksidasi yang berbeda-beda menghasilkan
kemungkinan banyak reaksi redoks.
Laboratorium Dasar Teknik Kimia I 28
Bromometri merupakan metode oksidasi reduksi dengan dasar reaksi dari
ion bromat
BrO3- + 6H
+ + 6e → Br
- +3H2O
Adanya kelebihan KBrO3 dalam larutan akan menyebabkan ion bromida
beraksi dengan ion bromat.
BrO3 + Br- + H+
→ Br2 + H2O
Bromin yang dibebaskan akan berubah warna larutan menjadi kuning
pucat. Reaksi antara zat dan bromine dalam lingkungan asm berjalan
cepat maka titrasi dapat secara langsung dilakukan. Namun bila lambat
maka dapat dilakukan titrasi tidak langsung yaitu larutan bromine
ditambah berlebih.
( Anonim 2013)
Laboratorium Dasar Teknik Kimia I 29
BAB V
PENUTUP
V.1 Kesimpulan
1. Hasil standarisasi KMnO4 adalah 0,1282 N
2. Sampel I kadar Fe yang ditemukan sebesar 0,079% kadar asli 0,0399%
dengan persen error 65,35%
3. Sampel II kadar Fe yang ditemukan sebesar 0,05128 % kadar asli
0,0385 % dengan persen error 33,29 %
4. Sampel III kadar Fe yang ditemukan sebesar 0,0376% kadar asli
0,0419% dengan persen error 10,26 %
5. Alasan mengapa kadar Fe yang ditemukan lebih besar dan lebih kecil
a. Suhu Na2C2O4 terlalu tinggi saat standarisasi
b. Larutan KMnO4 yang terlalu lama terkena cahaya
c. Reaksi lambat dan suhu pemanasan rendah
d. Volume titran terlalu cepat mengakibatkan TAT tidak tepat
6. Aplikasi Permanganometri
a. Penentuan Oksigen dalam Oxygenated Water
b. Penentuan Nitrit
c. Penentuan Iodida dan Bromida
V.2 Saran
1. Uasahakan suhu larutan yang dititrasi tetap terjaga
2. Proses titrasi jangan terlalu cepat dan terlalu lambat
3. Jangan sampai larutan KMnO4 terkena sinar terlalu lama
4. Pengenceran sampel harus sedikit-sedikit agar tidak mengendap
5. Cuci alat dengan bersih agar tidak terkontaminasi dengan larutan
Laboratorium Dasar Teknik Kimia I 30
DAFTAR PUSTAKA
Alan,Jibran.2011.Titrasi Permanganometri. JibranAlan.blogspot.com
Diakses pada tanggal 5 November 2013
Federica,Unina.2010.Analytical Chemistry.co.id , Diakses pada tanggal
12 November 2013
Perry,Robert H.1973, Chemical Engineer’s Handbook, 5th Ed,
McGraw- Hill
Prima.2009.LaporanPermanganometri.http://laporanpermanganometri.
html. Diakses pada tanggal 5 November 2013
R.A.Day,Jr; A.L. Underwood,1986, Analisis Kimia Kuantitatif, edisi5,
Erlangga:Jakarta
Vogel,A.I.,1989, The Textbook of Quantitative Chemical Analysis,5th
Ed,Longman
Laboratorium Dasar Teknik Kimia I 31
Top Related