IMPLEMENTASI KEBIJAKAN DANA DESA
DI DESA NEGLASARI KECAMATAN JASINGA
KABUPATEN BOGOR
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)
Oleh:
Ahmad Subandi
1112112000059
PROGRAM STUDI ILMU POLITIK
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2018
i
IMPLEMENTASI KEBIJAKAN DANA DESA
DI DESA NEGLASARI KECAMATAN JASINGA
KABUPATEN BOGOR
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)
Oleh:
Ahmad Subandi
1112112000059
Pembimbing
Dr. Haniah Hanafie, M.Si
NIP. 19610524 200003 2 002
PROGRAM STUDI ILMU POLITIK
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2018
ii
PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME
Skripsi yang berjudul :
IMPLEMENTASI KEBIJAKAN DANA DESA DI DESA NEGLASARI
KECAMATAN JASINGA KABUPATEN BOGOR
1. Merupakan karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu
persyaratan memperoleh gelar Strata 1 di Universitas Islam Negeri
(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya
cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam
Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya saya ini bukan hasil karya
asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya
bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri
(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 19 Desember 2017
Ahmad Subandi
iii
PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI
Dengan ini, Pembimbing Skripsi menyatakan bahwa mahasiswa:
Nama : Ahmad Subandi
NIM : 1112112000059
Program Studi : Ilmu Politik
Telah menyelesaikan penulisan skripsi dengan judul:
IMPLEMENTASI KEBIJAKAN DANA DESA DI DESA NEGLASARI
KECAMATAN JASINGA KABUPATEN BOGOR
dan telah memenuhi persyaratan untuk diuji.
Jakarta, 19 Desember 2017
Mengetahui, Menyetujui,
Ketua Program Studi Pembimbing
Dr. Iding Rosyidin, M.Si Dr. Haniah Hanafie, M.Si
NIP. 19701013 200501 1 003 NIP. 19610524 200003 2 002
iv
PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI
SKRIPSI
IMPLEMENTASI KEBIJAKAN DANA DESA DI DESA NEGLASARI
KECAMATAN JASINGA KABUPATEN BOGOR
oleh
Ahmad Subandi
1112112000059
Telah dipertahankan dalam sidang ujian skripsi di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 3
Januari 2018. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh
gelar Sarjana Sosial (S.Sos) pada Program Studi Ilmu Politik.
Ketua, Sekretaris,
Dr. Iding Rosyidin, M.Si Suryani, M.Si
NIP. 19701013 200501 1 003 NIP. 19770424 200710 2 003
Penguji I, Penguji II,
Dr. Agus Nugraha, MA Dani Setiawan, M.Si
NIP. 19680801 200003 1 001
Diterima dan dinyatakan memenuhi syarat kelulusan pada tanggal 9 Januari 2018
Ketua Program Studi Ilmu Politik
FISIP UIN Jakarta
Dr. Iding Rosyidin, M.Si
NIP. 19701013 200501 1 003
v
ABSTRAK
Skripsi ini menganalisa Implementasi Kebijakan Dana Desa di Desa
Neglasari, Kecamatan Jasinga, Kabupaten Bogor. Tujuan penelitian ini untuk
menganalisa implementasi kebijakan dana desa di Desa Neglasari, mengetahui
dampak implementasi tersebut dan mengetahui faktor-faktor penyebabnya.
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif yang dilakukan melalui wawancara,
observasi dan dokumentasi. Dalam PermendesPDTT No. 5/2015 dana desa di
prioritaskan untuk membiyai belanja pembangunan dan pemberdayaan
masyarakat. Prioritas penggunaan dana desa mengintegrasikan RPJMDes dan
RKPDes yang dituangkan dalam prioritas belanja desa atau APBDes yang
disepakati dalam musyawarah desa setiap tahunnya dan selanjutnya ditetapkan
dalam peraturan desa. Ketentuan tersebut akan dianalisa peran dan partisipasi
masyarakat desa seperti, aparat desa, Badan Permusayawaratan Desa (BPD),
tokoh agama dan tokoh masyarakat yang mewakili unsur-unsur masyarakat dalam
menenetukan prioritas penggunaan dana desa dan selanjutnya akan dianalisa
dengang kerangka teori.
Teori yang digunakan dalam skripsi ini adalah teori model implementasi
kebijakan menurut Riant Nugroho Dwijowijoto yang berpola dari “bawah ke atas”
(bottom-up). Kebijakan ini merupakan kebijakan yang dibuat oleh pemerintah,
tetapi dalam pelaksanaannya diserahkan kepada rakyat. Untuk mengetahui faktor-
faktor yang berpengaruh terhadap implementasi kebijakan menggunakan argumen
George C. Edwards mengenai kebijakan, yaitu komunikasi, sumber daya,
disposisi dan struktur birokrasi.
Dari hasil analisa kedua teori tersebut dapat disimpulkan bahwa
implementasi kebijakan dana desa di Desa Neglasari sudah berjalan tetapi
penggunaannya tidak sesuai dengan ketentuan yaitu tidak melalui musyawarah
desa. Hal ini dapat berdampak pada rendahnya partisipasi masyarakat desa, tidak
akan siapnya sumber daya manusia di desa, masyarakat hanya menjadi objek
pembangunan bukan subjek pembangunan, dana desa berpotensi menjadi lahan
korupsi. Faktor penyebabnya adalah komunikasi antara pemerintah desa dan
aparat desa tidak berjalan baik, sumber daya manusia terbatas dan belum
memadai, disposisi dan struktur birokrasi menghambat.
Kata Kunci: Implementasi, Kebijakan, Dana Desa.
vi
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis haturkan kepada Ilahi Robbi, Tuhan yang Maha
Sempurna. Sumber ilmu dari segala ilmu. Raja dari segala raja. Maha Pencipta
dari segala pencipta. Atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulisan
skripsi ini dapat diselesaikan. Solawat serta salam penulis tidak lupa haturkan
kepada baginda Nabi Besar Sayyidina Muhammad SAW, sebagai panutan abadi
umat, pemimpin yang mampu menjadi tauladan bagi semua.
Penulis menyadari jika penulisan skripsi ini tidak akan pernah selesai tanpa
bantuan dan dorongan dari berbagai pihak. Ini merupakan salah satu capaian yang
penulis hasilkan selama menempuh pendidikan di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Untuk itu dengan
tidak mengurangi rasa hormat, penulis mengucapkan terimakasih kepada:
1. Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Prof. Dr. Dede Rosyada beserta
staf dan jajarannya,
2. Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Dr. Zulkifli beserta
staf dan jajarannya. Dan juga Ketua Program Studi Ilmu Politik Dr. Iding
Rosyidin, M.Si beserta Suryani, M.Si selaku Sekretaris Program Studi
Ilmu Politik yang telah banyak memberikan kritik dan saran serta
dukungan moral pada penulis untuk segera menyelesaikan skripsi.
3. Dosen pembimbing Dr. Haniah Hanafie, M.Si yang bersedia meluangkan
waktu untuk memberikan arahan dan bimbingan terhadap penulisan
skripsi ini.
vii
4. Segenap dosen FISIP UIN Jakarta, yang tidak bisa disebutkan satu per
satu tanpa mengurangi rasa hormat penulis kepada beliau semua yang
telah memberikan ilmu yang amat berharga.
5. Kedua orang tua; Turmudi dan Surnah yang memberikan segalanya
kepada penulis hingga sampai penulis tidak mampu membalas segala
pengorbanannya.
6. Kakak kandung tercinta Sutinah yang telah banyak memberikan doa dan
dukungan kepada penulis. Salam sayangku selalu.
7. Segenap Pemerintah dan warga Desa Neglasari yang telah memberikan
banyak data berupa informasi, laporan, dan wawancaranya sehingga
penulis bisa lebih mudah mengerjakan skripsi ini dengan baik.
8. Segenap sahabat seperjuangan di kampus; Rere, Cendy, Tio, Rully,
Akbar, Albar, Randi, Agung, Doi, Miftah, Eki, Evan, Andra, Silmi,
Fadly, Nipong, Ara dan sahabat-sahabat lainnya yang tidak bisa
disebutkan satu per satu, yang telah memberikan masukan, dialog, dan
juga pengalamannya sehingga penulisan ini bisa terselesaikan.
9. Segenap senior dan rekan seperjuangan di IPNU dan IPPNU; Bang
Muhajir, Bang Said, Bang Adam, Bang Ilham, Nasrul, Hafiz, Ipul, Faiz,
Hadi, Andi, Husnul, Tami, Eni dan rekan-rekanita yang lain yang tidak
bisa disebutkan satu per satu, yang telah memberikan percikan spirit dan
masukan sehingga penulisan ini bisa selesai dengan baik.
viii
10. Segenap senior dan teman seperjuangan IKPA BBPP BAZIS; Bang
Mukhobir, Bang Zaki, Bang Ibnu, Bang Toni, Bang Dipo, Mpo Eka,
Qeis, Ali, Ita, Khusnul, Wildan, Juni, Ilmi, Lukman, Aini, Dayat, Salaz,
Rohman dan lain-lain yang telah banyak memberi inspirasi dan semangat
kepada penulis agar secepatnya menyelesaikan kuliah.
11. Segenap alumni SMPN 206 Jakarta; Dimas, Jawa, Fafa, Defan yang telah
banyak memberi semangat kepada penulis agar secepatnya
menyelesaikan skripsi ini.
12. Segenap alumni MAN 10 Jakarta; Amir, Toni, Andri, Ucok yang telah
banyak memberi semangat kepada penulis agar secepatnya
menyelesaikan skripsi ini.
13. Kekasih hati Arum Nurulismiati yang selalu setia mendampingi
perjalanan hidup penulis dan memberikan semangat agar secepatnya
menyelesaikan skripsi ini.
Semoga apa yang penulis susun dalam skripsi ini bisa bermanfaat untuk
semua pada umumnya dan penulis sendiri pada khususnya. Saran dan masukan
yang membangun sangat penulis harapkan demi kemajuan penulisan selanjutnya.
Jakarta, 19 Desember 2017
Penulis
ix
DAFTAR ISI
LEMBAR JUDUL .................................................................................................. i
PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME ......................................................... ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI ..................................................... iii
PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI .................................................... iv
ABSTRAK ............................................................................................................. v
KATA PENGANTAR .......................................................................................... vi
DAFTAR ISI ......................................................................................................... ix
DAFTAR TABEL ................................................................................................ xi
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xii
DAFTAR SINGKATAN .................................................................................... xiii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................. 1
A. Pernyataan Masalah ......................................................................... 1
B. Pertanyaan Penelitian .................................................................... 11
C. Tujuan Penelitian ........................................................................... 11
D. Manfaat Penelitian .......................................................................... 11
E. Tinjauan Pustaka ........................................................................... 12
F. Metode Penelitian .......................................................................... 14
1. Pendekatan Penelitian ............................................................... 14
2. Teknik Pengumpulan Data ....................................................... 15
G. Sistematika Penulisan .................................................................... 17
BAB II KERANGKA TEORI ......................................................................... 19
A. Pengertian Kebijakan Publik ......................................................... 19
B. Tahapan Pembuatan Kebijakan Publik .......................................... 21
1. Tahap Penyusunan Agenda (Agenda Setting) .......................... 22
2. Tahap Formulasi Kebijakan (Policy Formulation) ................... 23
3. Tahap Adopsi Kebijakan (Policy Adoption) ............................ 23
4. Tahap Implementasi Kebijakan (Policy Implementation) ........ 23
5. Tahap Evaluasi Kebijakan (Policy Assesment) ........................ 24
C. Implementasi Kebijakan Publik .................................................... 24
1. Model Implementasi Kebijakan ................................................ 25
2. Faktor-Faktor Yang Berpengaruh Terhadap Implementasi
Kebijakan .................................................................................. 26
3. Aktor Implementasi Kebijakan ................................................. 29
D. Kebijakan PermendesPDTT Nomor 5 Tahun 2015....................... 30
1. Filosofi Dana Desa ................................................................... 30
2. Prioritas Penggunaan Dana Desa .............................................. 32
3. Kerangka Berpikir .................................................................... 37
x
BAB III GAMBARAN UMUM DESA NEGLASARI ................................... 45
A. Sejarah Desa Neglasari .................................................................. 45
B. Kondisi Geografis Desa Neglasari ................................................ 46
1. Iklim dan Curah Hujan ............................................................. 47
2. Jenis Tanah ............................................................................... 47
3. Sumber Daya Lahan ................................................................. 47
4. Kondisi Sumber Daya Alam ..................................................... 48
C. Kondisi Demografi ........................................................................ 48
1. Keadaan Penduduk ................................................................... 48
2. Keadaan Sarana dan Prasarana ................................................. 51
3. Kondisi Kesejahteraan Sosial dan Ekonomi ............................. 53
4. Kondisi Pemerintah Desa ......................................................... 55
D. Program Pembangunan Desa Neglasari ........................................ 57
1. Visi dan Misi ............................................................................. 57
2. Strategi dan Arah Kebijakan Desa ............................................ 58
3. Prioritas Pembangunan Desa Neglasari .................................... 60
E. Pengelolaan Keuangan Desa Neglasari ......................................... 60
1. Pengelolaan Pendapatan ........................................................... 60
2. Pengelolaan Belanja Desa ......................................................... 62
BAB IV IMPLEMENTASI KEBIJAKAN DANA DESA
DI DESA NEGLASARI ..................................................................... 63
A. Gambaran Umum Dana Desa di Desa Neglasari .......................... 63
B. Implementasi Kebijakan Dana Desa di Desa Neglasari ................ 64
1. Pembangunan Gedung PAUD Mutiara .................................... 65
2. Pembangunan Gedung PAUD Durothul Atfal ......................... 68
3. Rehabilitasi Saluran Air/Drainase/Gorong-gorong .................. 73
4. Pembangunan Betonisasi Jalan Baru ........................................ 75
C. Dampak Implementasi Kebijakan Dana Desa
di Desa Neglasari ........................................................................... 80
D. Analisis Teoritis............................................................................. 82
1. Komunikasi ............................................................................... 82
2. Sumber Daya ............................................................................ 85
3. Disposisi ................................................................................... 85
4. Struktur Birokrasi ..................................................................... 86
BAB V PENUTUP ........................................................................................... 87
A. Kesimpulan .................................................................................... 87
B. Saran .............................................................................................. 88
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 90
xi
DAFTAR TABEL
Tabel II.D.1 Kerangka Pemikiran ...................................................................... 47
Tabel III.C.1 Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin .............................. 51
Tabel III.C.2 Jumlah Penduduk Berdasarkan Usia ............................................. 51
Tabel III.C.3 Jumlah Penduduk Berdasarkan Pendidikan................................... 52
Tabel III.C.4 Jumlah Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian ........................ 53
Tabel III.C.5 Jumlah Sarana dan Prasarana Pendidikan ..................................... 54
Tabel III.C.6 Jumlah Sarana dan Prasarana Kesehatan ....................................... 54
Tabel III.C.7 Jumlah Sarana dan Prasarana Keagamaan .................................... 55
Tabel III.C.8 Jumlah Sarana dan Prasarana Ekonomi ......................................... 55
Tabel III.C.9 Kondisi Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) ...... 56
Tabel III.E.1 Proyeksi Pendapatan Desa Tahun 2015 ........................................ 64
xii
DAFTAR GAMBAR
Gambar IV.B.1 Laporan Realisasi Penggunaan Dana Desa untuk
Pembangunan Gedung PAUD Mutiara .................................... 77
Gambar IV.B.2 Gedung PAUD Mutiara yang Telah di Renovasi ..................... 78
Gambar IV.B.3 Sarana Pendukung PAUD Mutiara ........................................... 79
Gambar IV.B.4 Laporan Realisasi Penggunaan Dana Desa untuk
Pembangunan Gedung PAUD Durothul Atfal tahap satu ........ 81
Gambar IV.B.5 Gedung PAUD Durothul Atfal ................................................. 82
Gambar IV.B.6 Laporan Realisasi Penggunaan Dana Desa untuk
Pembangunan Gedung PAUD Durothul Atfal tahap dua
dan Rehabilitasi Saluran Air/Drainase/Gorong-gorong ............ 83
Gambar IV.B.7 Tampak Dalam Gedung PAUD Durothul Atfal ....................... 84
Gambar IV.B.8 Rehabilitasi Air/Drainase/Gorong-gorong ................................ 86
Gambar IV.B.9 Laporan Realisasi Penggunaan Dana Desa untuk
Pembangunan Betonisasi Jalan Baru ........................................ 88
Gambar IV.B.10 Pembangunan Betonisasi Jalan Baru ........................................ 89
xiii
DAFTAR SINGKATAN
ADD Alokasi Dana Desa
APBD Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
APBDes Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa
APBN Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
BPD Badan Musyawarah Anggaran
DD Dana Desa
IDM Indeks Desa Membangun
PAUD Pendidikan Anak Usia Dini
Permendagri Peraturan Menteri Dalam Negeri
PermendesPDTT Peraturan Menteri Desa Pembangunan Daerah Tertinggal
dan Transmigrasi
PP Peraturan Pemerintah
RKPDes Rencana Kerja Pemerintah Desa
RPJMDes Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa
UU Undang-Undang
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Pernyataan Masalah
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 20141 tentang Desa merupakan instrumen
baru yang dikeluarkan oleh pemerintah pada awal tahun 2014 untuk membangun
visi menuju kehidupan baru desa yang mandiri, demokrasi dan sejahtera. Makna
kemandirian desa bukanlah dimaknai kesendirian desa dalam menghidupi dirinya
sendiri, tetapi kemandirian yang membutuhkan kombinasi dua hal, yakni:
pertama, insiatif lokal dari bawah; dan kedua, respon kebijakan.2
UU No. 6/2014 atau yang biasa disebut UU Desa tersebut diikuti dengan
terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 20143 tentang Peraturan
Pelaksanaan UU No. 6/2014 tentang Desa dan Peraturan Pemerintah Nomor 60
Tahun 20144 tentang Dana Desa yang Bersumber dari Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara.5
Dasar hukum UU No. 43/2014 juga didukung oleh dua peraturan menteri
dalam urusan yang berbeda, pertama, Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor
113 Tahun 20146 tentang Pengelolaan Keuangan Desa memberikan arah
penyempurnaan atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 37 Tahun 2007
tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Desa. Struktur pengelolaan telah
1Selanjutnya disebut UU No. 6/2014
2M. Syaiful Aris, “UU Desa dan Upaya Pemenuhan Hak Asasi Manusia”, TRANSISI 9
(2014), 32 3Selanjutnya disebut PP No. 43/2014
4Selanjutnya disebut PP No. 60/2014
5Selanjutnya disingkat APBN
6Selanjutnya disebut Permendagri No. 113/2014
2
diperjelas, begitu pun alur pengelolaan keuangan desa dan klasifikasi Anggaran
Pendapatan dan Belanja Desa7 telah diperbarui. Kedua, prioritas penggunaan dana
desa telah juga diatur melalui Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah
Tertinggal dan Transmigrasi Nomor 5 Tahun 2015.8
Berdasarkan PP No. 60/2014 tentang Dana Desa yang Bersumber dari
APBN, yang diperuntukkan bagi desa yang ditransfer melalui Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah9 kabupaten/kota dan digunakan untuk membiayai
penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan, pembinaan
kemasyarakatan dan pemberdayaan masyarakat10
.
Anggaran yang bersumber dari APBN dihitung berdasarkan jumlah desa
dan dialokasikan dengan memperhatikan jumlah penduduk, angka kemiskinan,
luas wilayah, dan tingkat kesulitan geografis dalam rangka meningkatkan
kesejahteraan dan pemerataan pembangunan desa melalui peningkatan pelayanan
publik di desa, memajukan perekonomian desa, mengatasi kesenjangan
pembangunan antar desa serta memperkuat masyarakat desa sebagai subjek
pembangunan.
Sebagai upaya pemerintah dalam mewujudkan nawacita yakni membangun
Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah dan desa, dialokasikan dana
desa yang lebih besar dari APBN 2015 untuk memperkuat pembangunan desa.
Pemerintah pusat melalui Kementerian Keuangan mengalokasikan dana desa
7Selanjutnya disingkat APBDes
8Selanjutnya disebut PermendesPDTT No. 5/2015
9Selanjutnya disingkat APBD
10“Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2014 tentang Dana Desa Bersumber dari
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara” [dokumen on-line]; tersedia di
http://www.setneg.go.id/index.php?option=com_perundangan&id=404209&task=detail&catid=3
&Itemid=42&tahun=2014#; Internet; diunduh pada 21 Juli 2016.
3
tahun 2015 sejumlah 20,8 triliun rupiah yang penyalurannya ditransfer dari
Rekening Kas Umum Nasional ke Rekening Kas Umum Daerah penerima dana
desa tahun 2015 sebanyak 434 kabupaten/kota dengan syarat daerah tersebut telah
menyampaikan peraturan bupati/walikota mengenai tata cara penghitungan dan
penetapan rincian dana desa kepada Kementerian Keuangan dan selanjutnya di
transfer ke 74.093 desa11
dari Rekening Kas Umum Daerah ke Rekening Kas
Desa dengan syarat desa telah menetapkan APBDes dan telah menyampaikan
kepada pemerintah kabupaten/kota.12
Yang menetapkan prioritas penggunaan dana desa sebagaimana dimaksud di
atas adalah menteri yang menangani desa yaitu Menteri Desa, Pembangunan
Daerah Tertinggal dan Transmigrasi yang berkoordinasi dengan menteri yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perencanaan pembangunan
nasional yaitu Menteri/Kepala Bappennas dan menteri teknis/pimpinan lembaga
pemerintah nonkementerian.
Menteri teknis/pimpinan lembaga pemerintah nonkementerian membuat
pedoman umum kegiatan yang didanai dari dana desa dengan mengacu pada
prioritas penggunaan dana desa sebagaimana dimaksud di atas. Pedoman teknis
dibuat oleh bupati/walikota yang didanai dari dana desa sesuai pedoman umum
kegiatan. Dan ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penggunaan dana desa
diatur dengan peraturan menteri.
11
“Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 56 Tahun 2015 tentang Kode dan Data Wilayah
Administrasi Pemerintahan” [dokumen on-line]; tersedia di
http://www.kemendagri.go.id/media/documents/2015/08/19/p/e/permen_no.56_th_2015.doc;
Internet; diunduh pada 21 Juli 2016. 12
“Hulu ke Hilir Dana Desa” tersedia di http://www.kemenkeu.go.id/dana-desa; Internet;
diakses pada 21 Juli 2016.
4
Untuk melaksanakan ketentuan Pasal 21 ayat (1) PP No. 60/2014 tentang
Dana Desa yang Bersumber dari APBN ditetapkannya PermendesPDTT No.
5/2015 tentang Prioritas Penggunaan Dana Desa. Prinsip penggunaan dana desa
yang dalam pelaksanannya memiliki dua azas, yaitu: azas desentralisasi dan azas
tugas pembantuan.
Azas desentralisasi merupakan penyelenggaraan pemerintahan yang menjadi
kewenangan desa, didanai dari dan atas beban APBDes (keuangan desa) berupa
kewenangan berdasarkan hak asal usul dan kewenangan lokal berskala desa yang
pelaksanaanya diatur dan diurus oleh desa.
Ada pun azas tugas pembantuan merupakan penyelenggaraan pemerintahan
sesuai azas pembantuan, didanai oleh tingkat pemerintahan yang menugaskan
(APBN, APBD provinsi, dan/atau APBD kabupaten/kota) berupa kewenangan
yang ditugaskan pemerintah, pemerintah daerah provinsi atau kabupaten/kota.
Penugasan meliputi penyelenggaraan pemerintah desa, pelaksanaan pembangunan
desa, pembinaan kemasyarakatan desa dan pemberdayaan masyarakat desa yang
pelaksanaannya diurus oleh desa berdasarkan penugasan dari pemerintah,
pemerintah daerah provinsi atau kabupaten/kota13
Dalam pelaksanaannya, tidak membatasi prakarsa lokal dalam merancang
program/kegiatan pembangunan prioritas yang dituangkan ke dalam dokumen
RKPDes dan APBDes, melainkan memberikan pandangan prioritas penggunaan
dana desa, sehingga desa tetap memiliki ruang untuk berkreasi membuat
13
Apung Widadi, Mengawal Implementasi Dana Desa: Ketimpangan dan Penyimpangan
[dokumen on-line]; tersedia di http://seknasfitra.org/wp-content/uploads/2015/05/Diskusi-Dan-
Desa.pdf; Internet; diunduh pada 21 Juli 2016.
5
program/kegiatan desa sesuai dengan kewenangannya, analisa kebutuhan prioritas
dan sumber daya yang dimilikinya.
Dalam PermendesPDTT No. 5/2015 dana desa di prioritaskan untuk
membiyai belanja pembangunan dan pemberdayaan masyarakat.14
Bahwa
prioritas penggunaan dana desa untuk pembangunan desa harus memenuhi empat
prioritas utama. Keempat prioritas utama penggunaan dana desa yaitu: pemenuhan
kebutuhan dasar; pembangunan sarana dan prasarana desa; pengembangan potensi
ekonomi lokal; dan pemanfaatan sumber daya alam dan lingkungan secara
berkelanjutan, sedangkan penggunaan dana desa juga harus diprioritaskan untuk
pemberdayaan masyarakat desa terutama untuk penanggulangan kemiskinan dan
peningkatan akses atas sumber daya ekonomi.
Oleh karena itu, dana desa tidak boleh digunakan asal-asalan atau untuk
kegiatan yang tidak menguntungkan pengembangan desa. Prioritas penggunaan
dana desa didasarkan atas kondisi dan potensi desa, harus sejalan dengan target
pembangunan sektor unggulan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Desa15
2015–2019 dan Rencana Kerja Pemerintah Desa16
setiap tahunnya. Dalam
hal ini prioritas penggunaan dana desa harus disepakati dalam musyawarah desa
yang dapat dituangkan dalam RKPDes dan APBDes setiap tahunnya dan
selanjutnya ditetapkan dalam peraturan desa.
14
“Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Nomor 5
Tahun 2015 tentang Prioritas Penggunaan Dana Desa” [dokumen on-line]; tersedia di
http://jdih.kemendesa.web.id/Ind/wp-content/uploads/2015/08/PERMEN-NO.-5-TH-2015-
OK.pdf; Internet; diunduh pada 21 Juli 2016. 15
Selanjutnya disingkat RPJMDes 16
Selanjutnya disingkat RKPDes
6
Masyarakat mempunyai kesempatan dalam pembangunan desa melalui
mekanisme musyawarah dan partisipasi dalam proses pembuatan peraturan desa.17
Saldi Isra menyatakaan bahwa dalam sistem politik modern, partisipasi
merupakan ruang bagi masyarakat untuk melakukan negosiasi dalam perumusan
kebijakan terutama yang berdampak langsung terhadap kehidupan masyarakat.18
Keterlibatan masyarakat sangat diperlukan dalam pembangunan desa.
Karena proses pembangunan desa bukan hanya sebatas membangun prasarana dan
sarana yang diperlukan, tetapi proses pembangunan desa memerlukan waktu yang
panjang, pengorbanan yang tak sedikit, dan bertalian dengan banyak pihak dalam
masyarakat termasuk masyarakat daerah pedesaan.19
Jaminan partisipasi masyarakat memang cukup leluasa dalam menentukan
hal-hal yang sangat strategis bagi pembangunan desa. Hal ini sebagaimana diatur
dalam Pasal 54 UU No. 6/2014, bahwa musyawarah desa merupakan forum
permusyawaratan yang diikuti oleh Badan Permusyawaratan Desa,20
pemerintah
desa, dan unsur masyarakat desa untuk memusyawarahkan hal yang bersifat
strategis dalam penyelenggaraan pemerintahan desa, yang meliputi: penataan
desa; perencanaan desa; kerja sama desa; rencana investasi yang masuk ke desa;
pembentukan BUM Desa; penambahan dan pelepasan aset desa; dan kejadian luar
biasa. Unsur masyarakat yang dimaksud antara lain adalah tokoh adat, tokoh
agama, tokoh masyarakat, tokoh pendidikan, perwakilan kelompok tani,
17
Aris, “UU Desa dan Upaya Pemenuhan Hak Asasi Manusia” 18
Saldi Isra, Pergeseran Fungsi Legislasi, Menguatnya Model Legislasi Parlementer Dalam
Sistem Presidensial Indonesia (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2010), 282. 19
Umbu Pariangu, “Memoles Wajah Kapasitas dan Integritas Aparatur Desa dalam Bingkai
UU Desa”, TRANSISI 9 (2014): 49. 20
Selanjutnya disingkat BPD
7
kelompok nelayan, kelompok perajin, kelompok perempuan, dan kelompok
masyarakat miskin.21
Artinya, setiap desa harus menghidupkan sebuah forum
politik yang inklusif dimana persoalan strategis di musyawarahkan bersama.22
Komunikasi pembentukan kebijakan publik, termasuk BPD, persepsinya
terhadap posisi masyarakat di dalam proses tersebut ada inisiatif yang sangat
mendasar dari kedua pihak untuk melibatkan pihak lain dalam proses pembuatan
kebijakan, sehingga komunikasi berjalan dalam kerangka tujuan yang jelas.23
Inilah salah satu jaminan kuat atas peran masyarakat sipil untuk ikut
menentukan pembangunan desa agar sesuai kebutuhan dan tidak menjadikan
kelompok sipil pedesaan sebagai korban pembangunan. Sekali lagi, bagaimana
otonomi desa agar tidak melahirkan elit lokal pedesaan yang menyebabkan
kesenjangan.
Jauh sebelum dana desa dikucurkan langsung ke desa sebenarnya sudah ada
yang namanya alokasi dana desa. Sesuai Permendagri No. 113/2014 tentang
Pedoman Pengelolaan Keuangan Desa di dalam Pasal 18 menyatakan bahwa,
“alokasi dana desa berasal dari APBD kabupaten/kota yang bersumber dari dana
perimbangan keuangan pusat dan daerah yang diterima oleh pemerintah
kabupaten/kota untuk desa paling sedikit 10%.”24
21
In’amul Mushoffa, “Menimbang Prospek Kesejahteraan Masyarakat Dalam UU Desa”,
TRANSISI 9 (2014): 8. 22
Didik Sukriono, “Undang-Undang Desa dan Permasalahan Sosial Budaya”, TRANSISI 9
(2014): 19. 23
Aris, “UU Desa dan Upaya Pemenuhan Hak Asasi Manusia”, 37. 24
“Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 113 Tahun 2014 tentang Pedoman Pengelolaan
Keuangan Desa” [dokumen on-line]; tersedia di http://www.kemendagri.go.id/media/documents/
Permen_No.113-2014(final).doc; Internet; diakses pada 21 Juli 2016.
8
Secara sederhana dapat dibedakan, dana desa merupakan kewajiban
pemerintah pusat untuk mengalokasikan anggaran transfer ke desa di dalam
APBN sebagai wujud pengakuan dan penghargaan negara kepada desa, sedangkan
alokasi dana desa yang berasal dari APBD, yang merupakan kewajiban
pemerintah daerah kabupaten/kota untuk mengalokasikan anggaran untuk desa
yang diambilkan dari dana bagi hasil pajak daerah dan dana alokasi umum yang
merupakan bagian dana perimbangan pusat, yang pada prinsipnya pengelolaan
atau penggunaannya mempunyai tujuan yang sama.
Di sepanjang tahun 2015, masing-masing desa telah menerima dana desa
sebesar 300–400 juta rupiah. Jumlah tersebut belum termasuk alokasi dana desa
yang diterima desa dari APBD. Menurut Mendes PDTT, Marwan Ja’far tahun
2016 dana desa masih akan ditambah sampai 700 juta rupiah per desa. Sehingga
rata-rata desa menerima 1–1,2 miliar rupiah selama periode 2015–2016.25
Kucuran dana sebesar itu, tentu berpotensi menjadi lahan korupsi basah, jika
aparatur desa tidak diberdayakan dan diasisteni secara ketat dalam mengelola
anggaran, mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pelaporan, hingga evaluasi,
sumber daya manusia aparatur di tingkat desa masih belum memadai, apalagi
ketika harus mengelola anggaran yang begitu besar.
Jumlah tersebut bukan jumlah yang sedikit untuk sebuah gagasan besar
transformatif otonomi desa. Jika tidak digunakan secara hati-hati dan cermat,
25
Novy Lumanauw, “Dana Desa, Menteri Marwan Akui Banyak Kendala dalam
Pelaksanaan Program” dalam Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) bertajuk 'Kebijakan
Pembangunan dan Pemberdayaan Desa' yang diselenggarakan Kementerian Desa, Pembangunan
Daerah Tertinggal dan Transmigrasi di Econvention Ecopark, Ancol Jakarta, 2 Desember 2015
[berita on-line] tersedia di http://www.beritasatu.com/ekonomi/326719-dana-desa-menteri-
marwan-akui-banyak-kendala-dalam-pelaksanaan-program.html; Internet; diakses pada 21 Juli
2016.
9
maka berkah tersebut hanya akan mereplikasi pola-pola koruptif yang ganas di
tangan aparatur desa.26
Kepala desa sebagai kuasa pengguna anggaran otomatis
bertanggung jawab secara administratif. kepala desa tidak boleh bermain-main
dengan penggunaan dana desa supaya tidak berurusan dengan penegak hukum.
Setiap penggunaan dana desa diperiksa oleh petugas inspektorat pemerintah
kabupaten/kota yang ada wilayahnya masing-masing dan mereka mengecek ke
lokasi tentang proyek yang dikerjakan, apakah sesuai anggaran.
Jangan sampai, anggaran sebesar itu justru menjadi lahan korupsi baru.
Sebab rapuhnya moralitas aparatur negara, dari tingkat pusat sampai tingkat
daerah, berpotensi menularkan wajah pengelolaan birokrasi yang buruk sampai ke
tingkat desa.27
Desa Neglasari, Kecamatan Jasinga, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat
menjadi objek penelitian penulis dikarenakan, angka Indeks Desa Membangun
(IDM) 2015 yang diperoleh 0,5778 dengan status desa tertinggal28
dilihat dari
dimensi sosial, ekonomi dan ekologi. Pertama, dilihat dari dimensi sosial, Desa
Neglasari minim sarana prasarana dan tenaga ahli di bidang pendidikan maupun
kesehatan, hal ini juga tidak didukung oleh infrastruktur yang belum memadai,
khususnya jalan raya sehingga akses menuju prasarana pendidikan dan kesehatan
sulit dijangkau. Sebagian besar penduduk desa rata-rata lulusan SMP dan bermata
pencaharian sebagai buruh swasta, petani, buruh tani dan banyak pula yang tidak
bekerja atau pengangguran. Kedua, dimensi ekonomi di desa hanya didominasi
26
Pariangu, “Memoles Wajah Kapasitas dan Integritas Aparatur Desa”, 55. 27
Mushoffa, “Menimbang Prospek Kesejahteraan Masyarakat Dalam UU Desa”, 7. 28
“Indeks Desa Membangun 2015, Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal
dan Transmigrasi” [dokumen on-line]; tersedia di https://hanibalhamidi.files.wordpress.com/2015
/10/indeks-desa-membangun-kementerian-desa-pdtt-hh.pdf
10
wirausaha pada bidang UMKM atau pedagang. Hal tersebut berdampak pada
rendahnya tingkat perekonomian di desa karena hanya satu jenis kegiatan
ekonomi penduduk yang mendominasi. Ketiga, dimensi ekologi, sungai di desa
sebagai sumber air yang diandalkan penduduk desa ketika musim kemarau datang
untuk kegiatan MCK sehingga air sungai tercemar dan dapat memengaruhi
kesehatan. Oleh karena itu dana desa menjadi sangat membantu bagi desa untuk
membangun infrastruktur dan sarana pendidikan, kesehatan maupun yang lainnya.
Tahun 2015 adalah periode krusial sebagai tahun pertama
diimplementasikannya UU Desa. Ditinjau dari pernyataan di atas nampak bahwa
kepala desa dan aparatnya sebagai pelaksana kebijakan diharapkan memberikan
informasi seluas-luasnya kepada masyarakat desa bahwa setiap tahun desa
mendapatkan dana desa dari pemerintah pusat dan mempunyai kapasitas dan
integritas dalam mengelola dana desa yang cukup besar sehingga tidak menjadi
lahan korupsi baru dan hanya melahirkan elit-elit desa. Dalam hal ini, akan
diamati peran dan partisipasi masyarakat desa dalam menenetukan prioritas
penggunaan dana desa yang di sepakati dalam musyawarah desa untuk
menentukan RKPDes dan APBDes di Desa Neglasari, Kecamatan Jasinga,
Kabupaten Bogor. Dengan demikian ini perlu dibuktikan secara formal melalui
laporan realisasi penggunaan dana desa dan mengetahui pengakuan dari pihak
terkait yang terlibat seperti aparat desa, tokoh agama, tokoh masyarakat dan warga
sekitar pembangunan dalam penggunaan dana desa selama tahun 2015 yang telah
berjalan, selanjutnya dilakukan observasi dan analisis mendalam terkait realisasi
11
penggunaan dana desa, dampak yang timbul dan mengetahui faktor pendukung
maupun penghambat implementasi kebijakan tersebut.
B. Pertanyaan Penelitian
Merujuk pernyataan masalah dan pertimbangan-pertimbangan diatas, maka
pertanyaan penelitian dalam penelitian ini terdapat dua pertanyaan besar:
1. Bagaimana implementasi kebijakan dana desa di Desa Neglasari,
Kecamatan Jasinga, Kabupaten Bogor?
2. Apa dampak implementasi kebijakan dana desa di Desa Neglasari,
Kecamatan Jasinga, Kabupaten Bogor?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan pada pernyataan dan pertanyaan masalahnya maka tujuan
penelitian ini adalah untuk:
1. Menganalisa implementasi kebijakan dana desa di Desa Neglasari,
Kecamatan Jasinga, Kabupaten Bogor terhadap kebijakan Mendes
PDTT dalam PermendesPDTT No. 5/2015 tentang Prioritas
Penggunaan Dana Desa.
2. Mengetahui dampak implementasi kebijakan dana desa di Desa
Neglasari, Kecamatan Jasinga Kabupaten Bogor.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini memiliki berbagai macam manfaat. Adapun manfaat-
manfaat itu dapat dibagi ke dalam 2 kategori, yakni manfaat akademik dan
manfaat praktis.
12
1. Manfaat Akademik
Secara akademik, penelitian ini bermanfaat untuk memberikan
informasi, referensi, dan kontribusi bagi kalangan akademisi dan sebagai
pengembangan ilmu kebijakan publik terkait implementasi kebijakan dana
desa serta membantu pemerintah mengawal prosesnya berjalan sebagaimana
mestinya.
2. Manfaat Praktis
Secara praktis, penelitian ini dapat bermanfaat menjadi bahan
masukan dan informasi bagi pemerintah dalam upaya mewujudkan program
nawacitanya yaitu “membangun dari pinggiran” dengan meningkatkan
kualitas sumber daya manusia di tingkat desa, melakukan pembinaan,
pendampingan ataupun asistensi secara institusi maupun individu bagi
aparat desa dan meningkatkan partisipasi masyarakat dalam menentukan
kebijakan strategis di desa melalui musyawarah desa.
E. Tinjauan Pustaka
Harus diakui, penelitian mengenai tema kebijakan publik sudah pernah
dilakukan oleh beberapa akademisi. Namun demikian, sejauh yang peneliti
ketahui, belum pernah ada satupun usaha yang meneliti tentang “Implementasi
Kebijakan Dana Desa di Desa Neglasari, Kecamatan Jasinga, Kabupaten Bogor
(Studi terhadap Kebijakan Mendes PDTT dalam PermendesPDTT No. 5/2015
tentang Prioritas Penggunaan Dana Desa).
Jika dilihat dari judul dan topiknya, penelitian ini mengandaikan sebuah
argumentasi bahwa implementasi merupakan tahap yang penting dalam proses
13
kebijakan publik. Suatu program harus diimplementasikan agar mempunyai
dampak atau tujuan yang diinginkan. Terkait dengan ini, terdapat tiga penelitian
yang berada dalam jalur pemikiran tersebut. Di antaranya adalah yang dikerjakan
oleh Ahmad Yusran berjudul “Implementasi Kebijakan Alokasi Dana Desa
(ADD) di Kecamatan Tanasitolo Kabupaten Wajo” (Tesis, UNHAS); Muhammad
Zainul Abidin “Tinjauan Atas Pelaksanaan Keuangan Desa Dalam Mendukung
Kebijakan Dana Desa” (Jurnal Ekonomi & Kebijakan Publik, Kemenkeu); Saepul
Ikhwan berjudul “Implementasi Kebijakan Alokasi Dana Desa dan Bantuan
Provinsi pada Pemerintah Desa Pagedangan, Kecamatan Pagedangan, Kabupaten
Tangerang Tahun 2009-2011” (Skripsi, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta).
Jika 3 penelitian di atas dibandingan dengan penelitian yang peneliti
lakukan, harus diakui, ada benang merah yang menghubungkan yaitu
implementasi dipandang dalam pengertian luas merupakan alat administrasi
publik dimana aktor, organisasi, prosedur, teknik serta sumber daya
diorganisasikan secara bersama-sama untuk menjalankan kebijakan guna meraih
dampak atau tujuan yang diinginkan. Tahap implementasi tidak akan dimulai
sebelum tujuan dan sasaran ditetapkan terlebih dahulu yang dilakukan oleh
formulasi kebijakan. Dengan demikian, tahap implementasi terjadi hanya setelah
undang-undang ditetapkan dan dana disediakan untuk membiayai implementasi
tersebut. Namun, dari tiga penelitian di atas, belum ada yang secara tersurat
menanyakan bagaimana implementasi kebijakan dana desa terhadap kebijakan
PermendesPDTT No.5/2015 tentang Prioritas Penggunaan Dana Desa. Jika objek
penelitian dana desa yang diambil, ada persamaan dengan penelitian yang
14
dilakukan Ahmad Yusran dan Saepul Ikhwan tentang alokasi dana desa yang
sebelumnya anggaran desa bukan bersumber dari porsi anggaran dari APBN
melainkan bagian dari dana perimbangan yang diterima pemerintah daerah
kabupaten/kota paling sedikit 10% (sepuluh perseratus) setelah dikurangi dana
alokasi khusus. Akan tetapi penelitian Ahmad Yusran dan Saepul Ikhwan
menyoroti tahapan kebijakan implementasi alokasi dana desa yang bukan
bersumber dari APBN melaikan dari APBD dalam upaya membangun desa tidak
seperti yang peneliti yang sedang lakukan yaitu meneliti dana desa yang setiap
desa akan mendapatkan kucuran dana dari APBN yang berkisar 800 juta rupiah–
1,5 miliar rupiah/tahun/desa. Memberikan ruang eksplorasi-politis bagi
pemerintah desa dalam melakukan pembangunan dan pemberdayaan masyarakat
desa sebesar-besarnya yang mengacu kepada prioritas penggunaan dana desa
sesuai amanat kebijakan Mendes PDTT dengan memanfaatkan sumber daya desa
yang ada melalui pelaksanaan kewenangan yang dimilikinya. Mengingat hal itu
semua maka dapat dinyatakan di sini bahwa penelitian yang dilakukan oleh
peneliti ini dapat dipertanggungjawabkan keasliannya dan signifikan untuk
dilakukan.
F. Metode Penelitian
1. Pendekatan Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Penulis memperhatikan
bahwa metode kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data
deskriptif berupa kata-kata atau lisan dari orang-orang, dan perilaku yang
15
dapat diamati.29
Penelitian kualitatif dalam pengembangan teori
menggunakan penelitian induktif yaitu merujuk pada fakta-fakta yang ada
(khusus) menuju ke hal-hal yang umum.30
Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif, yaitu mendeskripsikan
fakta-fakta yang berkaitan dengan tema lalu menganalisanya dengan tujuan
untuk menguji hipotesis atau menjawab pertanyaan.31
2. Teknik Pengumpulan Data
a. Wawancara
Penelitian ini melakukan teknik pengumpulan data dengan
menggunakan wawancara. Wawancara adalah proses pengumpulan data
melalui percakapan yang berbentuk tanya jawab dan tatap muka.32
Dalam
menentukan informan, penulis menggunakan teknik purposive sampling
yaitu teknik penentuan sampel yang dipilih dengan cermat, agar dalam
sampel itu terdapat wakil-wakil yang dapat mewakili dan mengetahui
penelitian ini.
Penulis melakukan wawancara dengan Kepala Desa Neglasari
Kabupaten Bogor yaitu M. Nahrowi, SE, kemudian Badan
Permusyawaratan Desa yaitu Uding Miftahudin, Ketua MUI Desa
Neglasari/Tokoh Agama yaitu Kiai Suhendar, Pengurus/Guru Pendidikan
Anak Usia Dini33
Mutiara yaitu Rihanah, Pengurus/Guru PAUD Durathul
29
Dedy Mulyana, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: Rosda Karya, 2001). 30
Etta Mamang Sangadji dan Sopia, Metodelogi Penelitian: Pendekatan Praktis Dalam
Penelitian (Yogyakarta: ANDI, 2010), 19. 31
Sangaji dan Sopia, Metodelogi Penelitian, 21. 32
Moh Nazir, Metode Penelitian, edisi kesembilan (Bogor: Ghalia Indonesia, 2014), 170. 33
Selanjutnya disingkat PAUD
16
Atfal yaitu Maspupah, masyarakat sekitar pembangunan Rehabilitasi
Air/Drainase/Gorong-gorong yaitu Korib dan masyarakat sekitar
pembangunan Betonisasi Jalan Baru yaitu Sueb. Penulis memilih informan
tersebut karena memiliki posisi penting yang dapat diwawancara guna
memperoleh data yang akurat.
b. Observasi
Penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan data melalui
observasi. Observasi adalah cara pengumpulan data dengan melihat objek
yang akan diteliti tanpa ada bantuan alat standar lain untuk keperluan
tersebut.34
Penulis melakukan observasi ke Desa Neglasari Kabupaten
Bogor dan lingkungan masyarakat Desa Neglasari Kabupaten Bogor.
c. Dokumentasi
Penelitian ini menggunakan dokumen sebagai teknik pengumpulan
data, dokumentasi adalah cara pengumpulan data dengan menganalisis
dokumen publik seperti literatur buku, memo, notulen, rekaman, internet,
undang-undang dan arsip resmi.35
Penulis melihat beberapa dokumen
seperti laporan realisasi penggunaan dana desa di Desa Neglasari,
Kecamatan Jasinga, Kabupaten Bogor, kemudian penulis menggunakan
PermendesPDTT No. 5/2015 tentang Prioritas Pengunaan Dana Desa.
Selanjutnya penulis juga menggunakan literatur buku-buku dengan tema
kebijakan publik.
34
Nazir, Metode Penelitian, 154. 35
John W. Creswell, Penelitian Kualitatif & Desain Riset: Memilih Diantara Lima
Pendekatan, edisi ketiga (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2014), 222.
17
G. Sistematika Penulisan
Untuk memudahkan pembahasan dan penulisan skripsi ini lebih fokus dan
sistematis, maka penulis mengklasifikasikan permasalahan dalam beberapa bab
dengan sistematika penulisan sebagai berikut:
Penulisan skripsi ini terdiri dari lima bab yang masing-masing terdiri dari
sub-sub bab. Pada Bab I terdapat sub-sub bab yang meliputi, pernyataan masalah,
pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, manfaat peneletian, tinjauan pustaka,
metode penelitian dan sistematika penulisan.
Selanjutnya pada Bab II berisi kerangka teori yang digunakan dalam
penelitian ini. Peneliti mengkaji tentang teori kebijakan publik, tahapan
pembuatan kebijakan publik, penjelasan mengenai implementasi kebijakan publik,
kebijakan Mendes PDTT dalam PermendesPDTT No. 5/2015 dan kerangka
berpikir.
Pada Bab III, berisi tentang gambaran umum lokasi penelitian. Penulis akan
mengambarkan Desa Neglasari Kabupaten Bogor yang meliputi: Sejarah desa,
kondisi geografis, kondisi demografi, program pembangunan serta pengelolaan
keuangan Desa Neglasari, Kecamatan Jasinga, Kabupaten Bogor.
Kemudian pada Bab IV sebagai inti dari pokok penulisan skripsi ini
membahas implementasi kebijakan dana desa di Desa Neglasari, Kecamatan
Jasinga, Kabupaten Bogor terhadap kebijakan PermendesPDTT No.5/2015
tentang Prioritas Penggunaan Dana Desa, yang terealisasi dan yang tidak terealasi,
dampak serta faktor pendukung maupun penghambat implementasi kebijakan
dana desa.
18
Penulisan skripsi ini diakhiri dengan Bab V, yaitu penutup yang berisikan
kesimpulan penulis berkaitan dengan isi dari keseluruhan penulisan skripsi ini dan
saran-saran dari penulis.
19
BAB II
KERANGKA TEORI
A. Pengertian Kebijakan Publik
Kebijakan publik merupakan salah satu kajian yang menarik di dalam ilmu
politik. Meskipun demikian, konsep mengenai kebijakan publik lebih ditekankan
pada studi-studi mengenai administrasi negara. Artinya kebijakan publik hanya
dianggap sebagai proses pembuatan kebijakan yang dilakukan oleh negara dengan
mempertimbangkan beberapa aspek. Secara umum, kebijakan publik dapat
didefinisikan sebagai sebuah kebijakan atau keputusan yang dibuat oleh pihak
berwenang (dalam hal ini pemerintah) yang boleh jadi melibatkan stakeholders
lain yang menyangkut tentang publik yang secara kasar proses pembuatannya
selalu diawali dari perumusan sampai dengan evaluasi.36
Dari sudut pandang politik, kebijakan publik boleh jadi dianggap sebagai
salah satu hasil dari perdebatan panjang yang terjadi di ranah negara dengan
aktor-aktor yang mempunyai berbagai macam kepentingan. Dengan demikian,
kebijakan publik tidak hanya dipelajari sebagai proses pembuatan kebijakan,
tetapi juga dinamika yang terjadi ketika kebijakan tersebut dibuat dan
diimplementasikan.37
Pasca perang dunia kedua, ilmuwan sosial (khususnya politik) mencoba
untuk mencari sebuah fokus baru mengenai studi politik yaitu mengenai hubungan
negara dan masyarakat (warga negara). Sebelumnya, studi politik hanya berkutat
36
Subarsono, Analisis Kebijakan Publik: Konsep, Teori, dan Aplikasi (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2010), 1. 37
Michael Howlett dan Ramesh, Studying Public Policy: Policy Cycles and Policy
Subsystem (Toronto: Oxford University Press, 2001), 3.
20
pada institusi pemerintahan yang selanjutnya disebut sebagai negara. Selanjutnya,
studi politik terus mengalami perkembangan dari fokus studinya yang berupa
negara. Studi tersebut tidak hanya melihat negara sebagai aktor tunggal dan netral,
tetapi juga di dalamnya terdapat kontestasi, khususnya ketika menentukan sebuah
kebijakan.
Selanjutnya, studi tersebut berkembang pada tahun 1970-an, khususnya
setelah terbitnya tulisan Harold D. Laswell tentang Policy Science.38
Selanjutnya,
yang disebut sebagai Policy Science menurut Laswell, fokus atau kajian ilmu
politik tidak hanya selalu melihat struktur pemerintahan atau kebiasaan aktor
politik yang ada, tetapi juga mengenai sesuatu yang benar-benar dilakukan oleh
pemerintah. Pendekatan tersebut selanjutnya fokus pada kebijakan publik atau
proses pembuatan kebijakan publik.
Selanjutnya, ada beberapa ilmuwan politik atau tokoh-tokoh politik yang
mencoba untuk mendefinisikan arti kebijakan publik. Salah satu tokoh awal yang
mencoba untuk mendefinisikan kebijakan publik adalah Thomas Dye. Thomas
Dye mendeskripsikan kebijakan publik sebagai segala sesuatu yang dipilih oleh
pemerintah untuk melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu.39
Definisi
tersebut memang dirasa terlalu sempit untuk mendeskripsikan mengenai kebijakan
publik. Ada dua makna yang bisa diambil dari definisi Thomas Dye tersebut.
Pertama, Dye berargumen bahwa kebijakan publik itu hanya bisa dibuat oleh
pemerintah, bukan organisasi swasta. Kedua, Dye menegaskan kembali bahwa
38
Lihat Harold D. Laswell, Policy Science and Political Science, dalam Michael Howlett
dan Ramesh, Studying Public Policy: Policy Cycles and Policy Subsystem (Toronto: Oxford
University Press, 2001), 4. 39
Howlett dan Ramesh, Studying Public Policy, 5.
21
kebijakan publik tersebut menyangkut pilihan yang dilakukan atau tidak dilakukan
oleh pemerintah. Dalam hal tersebut, pilihan yang diambil oleh pemerintah
merupakan sebuah kesengajaan untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu.
Selain itu, James Anderson mendefinisikan kebijakan publik sebagai
kebijakan yang ditetapkan oleh badan-badan dan aparat pemerintah, meskipun
kebijakan tersebut dapat dipengaruhi oleh para aktor dan faktor dari luar,40
sedangkan kata “publik” secara terminologi mengandung arti sekelompok orang
atau masyarakat.41
Menurut Wayne Parsons, publik adalah aktivitas manusia yang
dipandang perlu untuk diatur atau diintervensi oleh pemerintah atau aturan sosial,
atau setidaknya oleh tindakan bersama. 42
Secara definisi, menurut Woll, yang dikutip oleh Hessel, kebijakan publik
adalah sejumlah aktifitas pemerintah untuk menyelesaikan masalah di masyarakat,
baik secara langsung maupun melalui lembaga yang mempengaruhi masyarakat.
Pertama, kebijakan dibuat oleh pemerintah untuk kehidupan masyarakat. Kedua,
adanya output kebijakan dalam bentuk program untuk masyarakat. Dan ketiga,
adanya dampak kebijakan untuk kehidupan masyarakat.43
B. Tahapan Pembuatan Kebijakan Publik
Dalam menyelesaikan masalah yang terjadi di masyarakat, perlu dilakukan
sebuah analisis kebijakan, yang bagi William N. Dunn adalah untuk merumuskan
40
Lihat James Anderson, Public Policy Making, dalam Budi Winarno, Kebijakan Publik:
Teori, Proses dan Studi Kasus (Yogyakarta: CAPS, 2012), 21. 41
“Kamus Besar Bahasa Indonesia” tersedia di http://kbbi.web.id/publik, diakses pada
tanggal 9 September 2016. 42
Wayne Parsons, Public Policy: Pengantar Teori dan Praktik Analisis Kebijakan (Jakarta,
Kencana, 2006), 3. 43
Lihat Woll, dalam Hessel Nogi S. Tangkilisan, Kebijakan Publik Yang Membumi:
Konsep, Strategi & Kasus (Yogyakarta: Lukman Offset & YPAPI, 2003), 2.
22
masalah sebagai bagian dari pencarian solusi atau alternatif kebijakan.44
Ada
beberapa tahapan proses pembuatan kebijakan, yang ditawarkan oleh William N.
Dunn, yaitu penyusunan agenda kebijakan, formulasi kebijakan, adopsi kebijakan,
implementasi kebijakan dan evaluasi kebijakan.45
1. Tahap Penyusunan Agenda (Agenda Setting)
Pada tahap ini, hal yang perlu dilakukan pertama kali adalah
menentukan masalah publik yang akan dipecahkan.46
Tidak semua masalah
akan menjadi masalah publik, tidak semua masalah menjadi isu, serta tidak
semua isu menjadi agenda pemerintah.47
Suatu masalah akan menjadi
masalah publik bila ada seseorang atau kelompok yang menggerakan ke arah
tindakan tersebut.48
Pendapat lain juga dikatakan oleh Woll yang dikutip oleh
Hessel, bahwa suatu isu kebijakan dapat berkembang menjadi agenda
kebijakan apabila memiliki dampak yang besar bagi kepentingan banyak
orang.49
William N. Dunn menawarkan 4 fase proses problem structuring untuk
merumuskan masalah, yaitu problem search (pencarian masalah), problem
44
William N. Dunn, Pengantar Analisis Kebijakan Publik Edisi Kedua (Yogyakarta:
Gadjah Mada University Press, 2003), 2. 45
Dunn, Pengantar Analisis Kebijakan Publik Edisi Kedua, 22. 46
Hessel Nogi S. Tangkilisan, Kebijakan Publik Yang Membumi: Konsep, Strategi & Kasus
(Yogyakarta: Lukman Offset & YPAPI, 2003), 8. 47
Tangkilisan, Kebijakan Publik Yang Membumi, 4 48
Budi Winarno, Kebijakan Publik: Teori, Proses dan Studi Kasus (Yogyakarta: CAPS,
2012), 73. 49
Lihat Woll, dalam Hessel Nogi S. Tangkilisan, Kebijakan Publik Yang Membumi:
Konsep, Strategi & Kasus (Yogyakarta: Lukman Offset & YPAPI, 2003), 8.
23
definition (pendefinisian masalah), problem specification (spesifikasi
masalah) dan problem setting (pengenalan masalah).50
Setelah menentukan masalah-masalah yang akan dipecahkan, para
pejabat yang dipilih, menempatkan masalah publik tersebut pada agenda
kebijakan. Pada tahap ini, banyak masalah tidak disentuh sama sekali dan ada
juga masalah yang ditunda untuk waktu yang lama.51
2. Tahap Formulasi Kebijakan (Policy Formulation)
Pada tahap ini, masalah yang sudah masuk dalam agenda kebijakan
kemudian dibahas oleh para pembuat kebijakan.52
Para pejabat merumuskan
alternatif kebijakan yang terbaik untuk mengatasi masalah tersebut. Dalam
merusmuskan alternatif kebijakan, perlu dilakukan prosedur forecasting
(peramalan) untuk mengetahui konsekuensi kebijakan yang dipilih di masa
mendatang.53
3. Tahap Adopsi Kebijakan (Policy Adoption)
Pada tahap ini, untuk menentukan alternatif kebijakan yang dipilih
melalui dukungan dari mayoritas legislatif, konsensus diantara direktur
lembaga atau keputusan peradilan.54
4. Tahap Implementasi Kebijakan (Policy Implementation)
Tahap ini merupakan tahap pelaksanaan kebijakan yang telah dibuat.
Menurut Dunn, implementasi adalah kebijakan yang telah dilaksanakan oleh
50
Lihat William N. Dunn, dalam Hessel Nogi S. Tangkilisan, Kebijakan Publik Yang
Membumi: Konsep, Strategi & Kasus (Yogyakarta: Lukman Offset & YPAPI, 2003), 8. 51
William N. Dunn, Pengantar Analisis Kebijakan Publik. Edisi Kedua, 24. 52
Winarno, Kebijakan Publik: Teori, Proses dan Studi Kasus, 36. 53
Dunn, Pengantar Analisis Kebijakan Publik, 21. 54
Dunn, Pengantar Analisis Kebijakan Publik, 24.
24
unit-unit administrasi dengan memobilisasikan sumber daya finansial dan
manusia.55
Tahap ini merupakan tahap yang penting dalam proses kebijakan
publik. Bagi Patton dan Sawicki56
, Implementasi berkaitan dengan beragam
kegiatan untuk merealisasikan program. Para eksekutif mengatur cara untuk
menerapkan kebijakan yang telah ditentukan.
5. Tahap Evaluasi Kebijakan (Policy Assesment)
Tahap ini merupakan tahap akhir dari proses kebijakan. Tahap ini
dilakukan untuk menilai terhadap kebijakan yang sudah dilaksanakan. Seperti
yang dikatan oleh Dunn, evaluasi dilakukan bukan hanya untuk mendapatkan
kesimpulan dari kebijakan yang sudah dilaksanakan, melainkan juga saran
dan kritik untuk merumuskan kembali masalah tersebut.57
C. Implementasi Kebijakan Publik
Implementasi kebijakan pada dasarnya adalah sebuah cara agar kebijakan
dapat mencapai tujuannya.58
Donald S. Van Meter dan Carl E. Van Horn,
sebagaimana yang dikutip Budi Winarno, membatasi implementasi kebijakan
sebagai tindakan yang dilakukan individu atau kelompok pemerintah atau swasta
untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.59
Implementasi kebijakan bermuara
kepada output, baik berupa kebijakan itu sendiri maupun manfaat langsung yang
55
Dunn, Pengantar Analisis Kebijakan Publik, 24. 56
Lihat Patton dan Sawicki, dalam Hessel Nogi S. Tangkilisan, Kebijakan Publik Yang
Membumi: Konsep, Strategi & Kasus (Yogyakarta: Lukman Offset & YPAPI, 2003), 9. 57
Dunn, Pengantar Analisis Kebijakan Publik, 29. 58
Riant Nugroho Dwijowijoto, Kebijakan Publik: Formulasi, Implementasi dan Evaluasi
(Jakarta: PT. Elex Media Komputindo, 2003), 158. 59
Lihat Donald S. Van Meter dan Carl E. Van Horn, The Policy Implementation Process: A
Coceptual Framework, dalam Budi Winarno, Kebijakan Publik: Teori, Proses dan Studi Kasus
(Yogyakarta: CAPS, 2012), 149.
25
dapat dirasakan oleh pemanfaat.60
Tahap implementasi berhubungan dengan apa
yang terjadi setelah perundang-undangan ditetapkan dengan memberikan
kewenangan pada suatu kebijakan dengan membentuk output yang jelas dan dapat
diukur, sehingga kebijakan tersebut dapat memperoleh hasil melalui kegiatan
program pemerintah.61
1. Model Implementasi Kebijakan
Terdapat dua pemilahan model implementasi kebijakan menurut Riant
Nugroho Dwijowijoto. Pemilahan pertama adalah implementasi kebijakan
yang berpola dari “atas ke bawah” (top-bottomer) dan implementasi
kebijakan yang berpola dari “bawah ke atas” (bottom-topper). Pemilahan
yang kedua adalah implementasi kebijakan yang berpola paksa (command
and control) dan model mekanisme pasar (economic incentive).62
Pada Model implementasi kebijakan ini, penulis merujuk pada
pemilahan pertama, yaitu:
a. Model yang berpola dari “atas ke bawah” (top-bottomer). Kebijakan
ini merupakan kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah untuk
rakyat, dimana partisipasi lebih berbentuk mobilisasi.
b. Model yang berpola dari “bawah ke atas” (bottom-up). Kebijakan ini
merupakan kebijakan yang dibuat oleh pemerintah, tetapi dalam
pelaksanaannya diserahkan kepada rakyat.
60
Dwijowijoto, Kebijakan Publik, 74. 61
Tangkilisan, Kebijakan Publik Yang Membumi, 9. 62
Dwijowijoto, Kebijakan Publik, 165.
26
2. Faktor-Faktor Yang Berpengaruh Terhadap Implementasi Kebijakan
Dalam mengimplementasikan kebijakan, tentu ada beberapa faktor
pendukung atau bahkan menjadi penghambat dalam mengimplementasikan
kebijakan publik tersebut, pada penelitian ini penulis merujuk pada pemikiran
George C. Edwards. Ada empat faktor yang berpengaruh terhadap
implementasi kebijakan63
, yaitu:
a. Komunikasi
Dalam proses komunikasi kebijakan, ada tiga hal penting menurut
Edwards, yaitu transmisi, konsistensi dan kejelasan. Berikut adalah
penjelasannya, yaitu:
1) Transmisi, yang dimaksud disini adalah informasi yang tidak hanya
disampaikan kepada pelaksana kebijakan tetapi juga kepada
kelompok sasaran dan pihak terkait.
2) Konsistensi, yang dimaksud disini adalah informasi yang
disampaikan harus konsisten sehingga para pelaksana kebijakan
dapat menjalankan tugasnya dengan baik.
3) Kejelasan, yang dimaksud disini adalah informasi yang disampaikan
harus jelas dan mudah dipahami. Hal ini dilakukan untuk
menghindari kesalahan interpretasi dari pelaksana kebijakan,
kelompok sasaran maupun pihak yang terkait dalam implementasi
kebijakan.
63
Lihat George C. Edwards, Implementing Public Policy, dalam Budi Winarno, Kebijakan
Publik: Teori, Proses dan Studi Kasus (Yogyakarta: CAPS, 2012), 177-210.
27
b. Sumber Daya
Sumber-sumber merupakan faktor yang penting dalam
melaksanakan kebijakan. Sumber daya ini meliputi sumber daya manusia
yang memadai, wewenang, dan fasilitas. Berikut adalah penjelasannya,
yaitu:
1) Sumber Daya Manusia yang Memadai
Sumber daya manusia (SDM) merupakan sumber yang paling
penting dalam melaksanakan kebijakan. Dalam
mengimplementasikan kebijakan, harus didukung dengan sumber
daya manusia yang memiliki keterampilan, keahlian dan professional
dalam melaksanakan kebijakan tersebut. Kurangnya sumber daya
manusia yang berkualitas, tentu akan menghambat dalam
mengimplementasikan kebijakan tersebut.
2) Informasi
Informasi mempunyai dua bentuk, yaitu pertama, informasi
bagaimana melaksanakan suatu kebijakan. Kedua, para pelaksana
kebijakan harus mengetahui orang-orang yang terlibat dalam
pelaksanaan kebijakan mentaati peraturan-peraturan pemerintah.
3) Wewenang
Wewenang berperan penting dalam implementasi kebijakan,
terutama untuk meyakinkan dan menjamin bahwa kebijakan yang
dilaksanakan sesuai dengan yang ditentukan. Wewenang mempunyai
banyak bentuk yang berbeda, seperti mengeluarkan perintah kepada
28
para pejabat yang lain, wewenang dalam menyediakan dan
menyalurkan dana, sebagaimanya.
4) Fasilitas
Fasilitas ini menyangkut sarana dan prasarana dalam menunjang dan
mendukung keberhasilan implementasi kebijakan.
c. Disposisi
Jika para pelaksana bersikap baik terhadap suatu kebijakan, tentu
mereka akan melaksanakan kebijakan yang diinginkan para pembuat
keputusan awal. Namun, sebaliknya, bila tingkah laku atau perspektif para
pelaksana berbeda dengan para pembuat keputusan, maka implementasi
kebijakan akan sulit. Jadi kebijakan yang dilaksanakan akan berjalan
secara efektif apabila mendapat dukungan dari para pelaksana kebijakan.
d. Struktur Birokrasi
Birokrasi merupakan salah satu badan yang menjadi implementor
kebijakan. Birokrasi tidak hanya berada dalam struktur pemerintah, tetapi
juga berada dalam organisasi-organisasi dan institusi-institusi. Struktur
birokrasi memiliki pengaruh yang signifikan terhadap implementasi
kebijakan. Struktur birokrasi ini mencakup dua hal, yaitu Standar
Operating Prosedurs (SOP) dan fragmentasi. Berikut penjelasannya, yaitu:
1) Standar Operating Prosedurs (SOP)
Merupakan prosedur kerja ukuran dasar atau pedoman bagi para
implementor kebijakan dalam melaksanakan kebijakan tersebut, agar
sesuai dengan tujuan kebijakan tersebut.
29
2) Fragmentasi
Struktur birokrasi yang terlalu panjang dan terjadi desentralisasi
kekuasaan, tentu akan terjadi lemahnya pengawasan dan
menyebabkan prosedur birokrasi yang rumit. Hal ini dapat terjadi
karena adanya tekanan-tekanan di luar unit birokrasi, seperti
kelompok kepentingan, pejabat eksekutif dan sebagaimanya.
3. Aktor Implementasi Kebijakan
Keberhasilan dari implementasi kebijakan, tidak luput dari peran para
aktor dalam melaksanakan kebijakan tersebut. Ada lima implementor64
dalam
pelaksanaan kebijakan, yaitu:
a. Birokrasi
Di Amerika, pada umumnya kebijakan publik diimplementasikan
oleh sistem badan administrasi yang kompleks. Badan administrasi ini
melaksanakan tugas pemerintah sehari-hari dan dapat mempengaruhi
masyarakat melalui tindakan-tindakannya.
b. Lembaga Legislatif
Saat ini, lembaga legislatif selain sebagai pembuat undang-undang,
lembaga ini juga turut dalam implementasi kebijakan tersebut.
c. Lembaga Peradilan
Keterlibatan lembaga peradilan adalah dalam konteks mempengaruhi
tata kelola atau administrasi melalui interpretasi nyata terhadap perundang-
64
Winarno, Kebijakan Publik: Teori, Proses dan Studi Kasus, 221-224.
30
undangan dan peraturan administratif dan regulasi, pengkajian ulang
terhadap keputusan administratif dalam kasus yang dibawa ke pengadilan.
d. Kelompok-kelompok Penekan
Kelompok penekan ini berusaha untuk mempengaruhi peraturan
untuk dapat memberikan keuntungan kepada mereka.
e. Organisasi Masyarakat
Organisasi masyarakat ini menjadi aktor dalam implementasi
kebijakan, karena mereka terlibat dalam pelaksanaan program-program
untuk publik.
D. Kebijakan PermendesPDTT Nomor 5 Tahun 2015
1. Filosofi Dana Desa
Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah
yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan,
kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak
asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem
pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.65 Dengan demikian,
secara umum desa merupakan struktur kelembagaan negara yang paling
dekat dengan masyarakat dan telah mempunyai peran penting dalam
perbaikan nasib hidup rakyat.66
Dana desa adalah dana yang bersumber dari APBN yang diperuntukkan
bagi desa yang ditransfer melalui APBD kabupaten/kota dan digunakan untuk
65
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa 66
Aris, “UU Desa dan Upaya Pemenuhan Hak Asasi Manusia”, 30.
31
membiayai penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan,
pembinaan kemasyarakatan dan pemberdayaan masyarakat.
Dana desa yang bersumber dari APBN adalah wujud rekognisi negara
kepada desa. Sebagai upaya meningkatkan kesejahteraan dan pemerataan
pembangunan desa melalui peningkatan pelayanan publik di desa,
memajukan perekonomian desa, mengatasi kesenjangan pembangunan antar
desa serta memperkuat masyarakat desa sebagai subjek dari pembangunan.
Pemerintah menganggarkan dana desa secara nasional dalam APBN setiap
tahun. Dana desa bersumber dari belanja pemerintah dengan mengefektifkan
program yang berbasis desa secara merata dan berkeadilan.
Dana desa dialokasikan oleh pemerintah untuk desa. Pengalokasian
dana desa dibagi secara merata berdasarkan jumlah penduduk, luas wilayah,
angka kemiskinan dan tingkat kesulitan geografis. Dana desa ditransfer
melalui APBD kabupaten/kota untuk selanjutnya ditransfer ke APBDes.
Dana desa dikelola secara tertib, taat pada ketentuan peraturan
perundang-undangan, efisien, ekonomis, efektif, transparan dan bertanggung
jawab dengan memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan serta
mengutamakan kepentingan masyarakat setempat.
Pengelolaan dana desa dalam APBD kabupaten/kota dilaksanakan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang
pengelolaan keuangan daerah. Pengelolaan dana desa dalam APBDes
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di
bidang pengelolaan keuangan desa.
32
Penggunaan dana desa mengacu pada RPJMDes dan RKPDes. Dan
diprioritaskan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan,
pembangunan, pemberdayaan masyarakat, dan kemasyarakatan.
2. Prioritas Penggunaan Dana Desa
Untuk melaksanakan ketentuan Pasal 21 ayat (1) PP No. 60/2014
tentang Dana Desa yang Bersumber dari APBN ditetapkannya
PermendesPDTT No. 5/2015 tentang Prioritas Penggunaan Dana Desa.
Prinsip penggunaan dana desa yang dalam pelaksanannya memiliki dua azas,
yaitu: azas desentralisasi dan azas tugas pembantuan.
Azas desentralisasi merupakan penyelenggaraan pemerintahan yang
menjadi kewenangan desa, didanai dari dan atas beban APBDes (keuangan
desa) berupa kewenangan berdasarkan hak asal usul dan kewenangan lokal
berskala desa yang pelaksanaanya diatur dan diurus oleh desa.
Ada pun azas tugas pembantuan merupakan penyelenggaraan
pemerintahan sesuai azas pembantuan, didanai oleh tingkat pemerintahan
yang menugaskan (APBN, APBD provinsi, dan/atau APBD kabupaten/kota)
berupa kewenangan yang ditugaskan pemerintah, pemerintah daerah provinsi
atau kabupaten/kota. Penugasan meliputi penyelenggaraan pemerintah desa,
pelaksanaan pembangunan desa, pembinaan kemasyarakatan desa dan
pemberdayaan masyarakat desa yang pelaksanaannya diurus oleh desa
berdasarkan penugasan dari pemerintah, pemerintah daerah provinsi atau
kabupaten/kota67
67
Widadi, “Mengawal Implementasi Dana Desa.”
33
Kewenangan berdasarkan hak asal usul merupakan warisan yang masih
hidup dan prakarsa desa atau prakarsa masyarakat desa sesuai dengan
perkembangan kehidupan masyarakat,68
antara lain: sistem organisasi
masyarakat desa, kelembagaan, pranata dan hukum adat, tanah kas desa,
kesepakatan dalam kehidupan masyarakat desa.
Kewenangan lokal berskala desa yaitu kewenangan untuk mengatur dan
mengurus kepentingan masyarakat desa yang telah dijalankan oleh desa atau
mampu dan efektif dijalankan oleh desa atau yang muncul karena
perkembangan desa dan prakarsa masyarakat desa, antara lain: jalan desa,
saluran irigasi, pasar desa, tambatan perahu, sanitasi lingkungan, tempat
pemandian umum, pos pelayanan terpadu, perpustakaan desa, sanggar seni
dan belajar.
Dalam pelaksanaannya, tidak membatasi prakarsa lokal dalam
merancang program/kegiatan pembangunan prioritas yang dituangkan ke
dalam dokumen RKPDes dan APBDes, melainkan memberikan pandangan
prioritas penggunaan dana desa, sehingga desa tetap memiliki ruang untuk
berkreasi membuat program/kegiatan desa sesuai dengan kewenangannya,
analisa kebutuhan prioritas dan sumber daya yang dimilikinya.
Dalam PermendesPDTT No. 5/2015 dana desa di prioritaskan untuk
membiyai belanja pembangunan dan pemberdayaan masyarakat.69
68
“Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Nomor 1
Tahun 2015 tentang Pedoman Kewenangan Berdasarkan Hak Asal Usul dan Kewenangan Lokal
Berskala Desa” [dokumen on-line]; tersedia di http://jdih.kemendesa.web.id/Ind/wp-
content/uploads/2015/08/Permen-No.-1-Th-2015.pdf; Internet; diunduh pada 21 Juli 2016. 69
“Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Nomor 5
Tahun 2015 tentang Prioritas Penggunaan Dana Desa” [dokumen on-line]; tersedia di
34
Pembangunan merupakan proses multidimensional, termasuk di dalamnya
pembangunan desa yang mencakup berbagai perubahan mendasar atas
struktur sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusi-institusi nasional,
disamping tetap mengejar akselerasi pertumbuhan ekonomi, penanganan
ketimpangan pendapatan, serta pengentasan kemiskinan. Dengan kata lain,
pembangunan merupakan proses yang langsung terus-menerus dalam jangka
panjang. Proses tersebut akan terlaksana secara natural apabila asumsi-asumsi
pembangunan dapat terpenuhi, meliputi: kesempatan kerja atau partisipasi
termanfaatkan secara penuh (full employment); setiap pelaku pembangunan
mempunyai kemampuan yang sama (equal production); dan masing-masing
pelaku bertindak secara efisien.70
Dalam pengelolaaan pembangunan, UU Desa menggunakan dua
pendekatan, yaitu “Desa membangun” dan “Membangun Desa.”
Penggabungan pendekatan itu dimaksudkan agar pembangunan desa efektif
meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa dan kualitas hidup manusia
serta penanggulangan kemiskinan melalui penyediaan pemenuhan kebutuhan
dasar, pembangunan sarana dan prasarana, pengembangan potensi ekonomi
lokal, serta pemanfaatan sumber daya alam dan lingkungan secara
berkelanjutan.71
Pertama, prioritas penggunaan dana desa untuk pembangunan desa
harus memenuhi empat prioritas utama. Keempat prioritas utama penggunaan
http://jdih.kemendesa.web.id/Ind/wp-content/uploads/2015/08/PERMEN-NO.-5-TH-2015-
OK.pdf; Internet; diunduh pada 21 Juli 2016. 70
Indah Dwi Qurbani, “Menakar Peluang dan Tantangan Terhadap Implementasi Undang-
Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa”, TRANSISI 9 (2014): 74. 71
Sukriono, “Undang-Undang Desa dan Permasalahan Sosial Budaya”, 19.
35
dana desa yaitu: pemenuhan kebutuhan dasar; pembangunan sarana dan
prasarana desa; pengembangan potensi ekonomi lokal; dan pemanfaatan
sumber daya alam dan lingkungan secara berkelanjutan.
Dalam rangka pemenuhan kebutuhan dasar, maka prioritas penggunaan
dana desa yaitu; pengembangan pos kesehatan desa dan Polindes,
pengelolaan dan pembinaan Posyandu, pembinaan dan pengelolaan
pendidikan anak usia dini.
Penggunaan dana desa untuk prioritas penggunaan sarana dan prasarana
desa harus mendukung target pembangunan sektor unggulan, yang tertuang
dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-
2019 dan Rencana Kerja Pemerintah (RKP) setiap tahunnya, yang
diprioritaskan.
Target yang diproritaskan yaitu mendukung kedaulatan pangan,
mendukung kedaulatan energi, mendukung pembangunan kemaritiman dan
kelautan; dan mendukung pariwisata dan industri. Untuk sarana dan prasarana
didasarkan atas kondisi dan potensi desa, yang sejalan dengan pencapaian
target dalam RPJMDes dan RKPDes setiap tahunnya, yang diantaranya dapat
meliputi:
Dana desa untuk pembangunan sarana dan prasarana antara lain;
pembangunan dan pemeliharaan jalan desa, pembangunan dan pemeliharaan
jalan usaha tani, pembangunan dan pemeliharaan embung desa, pembangunan
energi baru dan terbarukan, pembangunan dan pemeliharaan sanitasi
lingkungan.
36
Selanjutnya untuk pembangunan dan pengelolaan air bersih berskala
desa, pembangunan dan pemeliharaan irigasi tersier, pembangunan dan
pemeliharaan serta pengelolaan saluran untuk budidaya perikanan, dan
pengembangan sarana dan prasarana produksi di desa.
Kedua, Penggunaan dana desa juga harus diprioritaskan untuk
pemberdayaan masyarakat desa terutama untuk penanggulangan kemiskinan
dan peningkatan akses atas sumber daya ekonomi.
Penggunaan dana desa untuk pemberdayaan masyarakat harus mampu
meningkatkan kualitas proses perencanaan desa, mendukung kegiatan
ekonomi baik yang dikembangkan oleh Badan Usaha Milik Desa maupun
oleh kelompok usaha masyarakat desa lainnya, pembentukan dan peningkatan
kapasitas kader pemberdayaan masyarakat desa.
Penggunaan dana desa harus mampu meningkatkan pengorganisasian
melalui pembentukan dan fasilitasi paralegal untuk memberikan bantuan
hukum kepada warga masyarakat desa, penyelenggaraan promosi kesehatan
dan gerakan hidup bersih dan sehat, dukungan terhadap kegiatan desa dan
masyarakat pengelolaan hutan desa dan hutan kemasyarakatan, dan
peningkatan kapasitas kelompok masyarakat.
Tidak membatasi prakarsa lokal dalam merancang program/kegiatan
pembangunan prioritas yang dituangkan ke dalam dokumen RKPDes dan
APBDes, melainkan memberikan pandangan prioritas penggunaan dana desa,
sehingga desa tetap memiliki ruang untuk berkreasi membuat
37
program/kegiatan desa sesuai dengan kewenangannya, analisa kebutuhan
prioritas dan sumber daya yang dimilikinya.
Dalam hal ini prioritas penggunaan dana desa harus disepakati dalam
musyawarah desa yang dapat dituangkan dalam RKPDes dan APBDes setiap
tahunnya dan selanjutnya ditetapkan dalam peraturan desa.
3. Kerangka Berpikir
Pemerintahan desa adalah pemerintah desa dan BPD. Dalam konteks
desa, pemerintah desa memegang peran yang sangat penting demi terciptanya
tata pemerintahan yang baik di desa. Pemerintah desa sebagai eksekutif
berfungsi menjalankan fungsi pemerintahan, pembangunan menciptakan
kehidupan kemasyarakatan yang kondusif di desa. Secara umum pemerintah
desa adalah bagian dari birokrasi negara dan sekaligus sebagai pemimpin
lokal yang memiliki posisi dan peran signifikan dalam membangun dan
mengelola pemerintahan desa.72
Dalam hal ini pemerintah pusat melalui Mendes PDTT mengeluarkan
kebijakan prioritas penggunaan dana desa yang diatur dalam
PermendesPDTT No. 5/2015 mensyaratkan pemerintah desa menggunakan
dana desa untuk pembangunan dan pemberdayaan masyarakat desa.
Penggunaan dana desa mengintegrasikan RPJMDes dan RKPDes yang
dituangkan dalam prioritas belanja desa atau APBDes yang disepakati dalam
musyawarah desa.
72
Pariangu, “Memoles Wajah Kapasitas dan Integritas Aparatur Desa”, 58.
38
Musyawarah desa adalah forum musyawarah antara BPD, pemerintah
desa dan unsur masyarakat yang di selenggarakan oleh BPD untuk
menyepakati hal yang bersifat strategis dalam penyelenggaraan pemerintahan
desa.
BPD adalah lembaga yang melakukan fungsi pemerintahan yang
anggotanya merupakan wakil penduduk desa berdasarkan keterwakilan
wilayah yang ditetapkan secara demokratis. BPD merupakan badan
permusyawaratan di tingkat desa yang turut membahas dan menyepakati
berbagai kebijakan dalam penyelenggaraan pemerintahan desa. Unsur
masyarakat yang dimaksud adalah tokoh adat, tokoh agama, tokoh
masyarakat, tokoh pendidikan, perwakilan kelompok tani, dan lain-lain.
Di antara pengaturan yang patut diberi apresiasi adalah tentang tugas
dan fungsi BPD. Menurut pasal 55 UU Desa, BPD mempunyai fungsi, yakni:
membahas dan menyepakati rancangan peraturan desa bersama kepala desa;
menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat desa; dan melakukan
pengawasan kinerja kepala desa. Artinya, fungsi BPD disini ditambah, yaitu
melakukan pengawasan kinerja kepala desa. Inilah yang membedakan dengan
posisi BPD sebelumnya yang hanya berfungsi menetapkan peraturan desa
bersama kepala desa, menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat.
BPD, memiliki peran besar dengan diberikan kewenangan untuk
mengawasi kepala desa dalam menjalankan pemerintahan. Tujuannya adalah
untuk menciptakan mekanisme check and balance antara eksekutif dan
legislatif desa.
39
Memang, UU Desa telah menguatkan fungsi BPD untuk mengawasi
kinerja kepala desa. Akan tetapi, adagium Lord Acton, guru besar sejarah
modern di Universitas Cambridge, Inggris, yang hidup di abad ke-19, dalam
hal ini tetap relevan menjadi peringatan. Bahwa “power tends to corrupt, and
absolute power corrupt absolutely” (kekuasaan itu cenderung korup, dan
kekuasaan yang absolut cenderung korup secara absolut). Relevansinya,
semakin besar kewenangan yang di emban oleh aparatur desa, khususnya
dalam mengelola keuangan desa, maka semakin besar pula potensi korupsi
yang timbul.73
Tidak menutup kemungkinan, otonomi desa akan bernasib
sama dengan otonomi daerah. Alih-alih menyejahterakan darah, distribusi
kekuasaan yang besar di desa bias jadi justru melahirkan elit-elit lokal.
Pengaturan tentang keuangan desa dalam UU Desa jelas telah
memberikan ruang yang sangat besar terhadap upaya peningkatan
pembangunan ekonomi desa guna mencapai peningktan kesejahteraan rakyat.
Tantangan yang muncul justru dari pengelola keuangan yang menuntut
pengelolaan keuangan dari pemerintah ini dapat meningkatkan sektor
ekonomi dalam pembangunan desa.74
Perencanaan merupakan suatu cara, teknik, atau metode untuk
mencapai tujuan yang diinginkan secara tepat, terarah dan efisien sesuai
dengan sumber daya yang tersedia. Dengan demikian, secara umum
73
Mushoffa, “Menimbang Prospek Kesejahteraan Masyarakat Dalam UU Desa”, 7. 74
Pariangu, “Memoles Wajah Kapasitas dan Integritas Aparatur Desa”, 54.
40
perencanaan pembangunan adalah cara atau teknik untuk mecapai tujuan
pembangunan secara tepat terarah dan efisien sesuai dengan kondisi daerah.75
Perencanaan pembangunan desa diselenggarakan dengan
mengikutsertakan masyarakat desa melalui musyawarah perencanaan
pembangunan desa, yang menetapkan prioritas, program, kegiatan, dan
kebutuhan pembangunan desa yang didanai oleh APBDes, swadaya
masyarakat desa, APBD kabupaten. Pembangunan desa dilaksanakan dengan
semangat gotong royong serta memanfaatkan kearifan lokal dan sumber daya
alam desa. Sementara itu, pelaksanaan program sektor yang masuk ke desa
diinformasikan kepada pemerintah desa dan diintegrasikan dengan rencana
pembangunan desa. Masyarakat desa berhak mendapatkan informasi dan
melakukan pemantauan mengenai rencana dan pelaksanaan pembangunan
desa.76
Studi kebijakan publik pada dasarnya menyoroti permasalahan yang ada
di masyarakat dalam suatu negara. Masalah-masalah yang timbul diselesaikan
melalui proses kebijakan publik yang diputuskan dan dibuat oleh pihak yang
berwenang. Woll berargumen bahwa berbagai macam permasalahan yang ada
di masyarakat diselesaikan pemerintah dengan cara langsung maupun tidak
langsung.
Pemerintah Desa Neglasari tentunya memiliki banyak sekali
permasalahan yang belum terselesaikan, hingga saat ini Desa Neglasari
termasuk dalam kategori desa miskin dan hampir tertinggal dengan kondisi
75
Qurbani, “Menakar Peluang dan Tantangan Terhadap Implementasi Undang-Undang
Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa”, 75. 76
Sukriono, “Undang-Undang Desa dan Permasalahan Sosial Budaya”, 20.
41
serba minim infrastruktur khususnya jalan raya dan sarana prasarana
pendidikan, kesehatan dan lain-lain. Ditambah lagi dengan sebagian
penduduk desa yang rata-rata pendidikannya hanya lulusan SMP dan
mayoritas bermata pencaharian sebagai buruh tani dan angka penganguran
yang sangat tinggi. Hal ini bisa disimpulkan bahwa sumber daya manusia
yang dimiliki desa kurang berkualitas dan dari sektor wirausaha hanya
didominasi pada bidang UMKM atau pedagang. Hal tersebut juga berdampak
pada perekonomian desa yang masuk dalam kategori ekonomi rendah.
Sehingga permasalahan ini menjadi tugas berat bagi pemerintah desa yang
bisa diselesaikan melalui dana desa yang telah diberi pemerintah pusat untuk
Pemerintah Desa Neglasari.
Pemerintah Desa Neglasari bertugas untuk meningkatkan kesejahteraan
dan pemerataan pembangunan desa melalui peningkatan pelayanan publik di
desa, memajukan perekonomian desa, mengatasi kesenjangan pembangunan
antar desa serta memperkuat masyarakat desa sebagai subjek dari
pembangunan. Kemudian mendapatkan akses terhadap pendidikan dan
kesehatan yang baik. Maka demikian, diperlukan pembangunan yang cepat
dan didukung oleh pemberdayaan masyarakat desa saling yang bersinergi.
Pengalokasian dana desa dibagi secara merata berdasarkan jumlah
penduduk, luas wilayah, angka kemiskinan dan tingkat kesulitan geografis.
Provinsi Jawa Barat mendapat dana desa keempat terbanyak yaitu sebesar
1,59 triliun rupiah untuk 19 kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat, sementara
dana desa untuk Kabupaten Bogor terbanyak di Jawa Barat yaitu sebesar
42
130,2 miliar rupiah77
yang disalurkan ke 410 desa yang tersebar di 40
kecamatan di Kabupaten Bogor.78
Ketidakmunculan angka afirmatif dalam UU desa ini, maka hal negatif
yang perlu diantisipasi adalah penyimpangan keuangan desa oleh aparatur
pemerintah desa (kepala desa, perangkat desa dan anggota-anggota BPD) atau
pihak ketiga. Dengan demikian salah satu kelemahan pokok UU Desa ini
adalah anggaran desa dihabiskan atau di hambur-hamburkan, misalnya untuk
upacara-upacara adat yan terlalu sering dilakukan, dikorupsi aparatur desa,
untuk diboroskan dengan membeli mobil atau sepeda motor dinas; untuk
studi banding, atau untuk foya-foya.
Kepala desa dan aparatnya sebagai pelaksana kebijakan diharapkan
mempunyai kapasitas dan integritas dalam mengelola dana desa yang
sehingga tidak menjadi lahan korupsi baru dan hanya melahirkan elit-elit
desa. Selain kapasitas institusional, desa juga memiliki local wisdom untuk
mengelola amanah yang diberikan oleh pemerintah dalam hal fungsi-fungsi
pembinaan dalam mengelola urusan-urusan rumah tangga dan
kesejahteraannya. Traditional knowledge tersebut sangat membantu desa
dalam memberikan kontrol sosial terhadap seluruh dinamika pemerintahan
desa yang berlangsung karena memuat berbagai sanksi-sanksi sosial dan
preseden-preseden kultural yang mengimperatif para aparatur desa untuk
77
“Rincian Dana Transfer ke Daerah dan Dana Desa APBN-P Tahun Anggaran 2015”
[dokumen on-line]; tersedia di http://www.djpk.depkeu.go.id/wp-content/uploads/2016/01/18-
Upload-Rincian-APBNP2015_DanaDesa.xlsx; Internet; diunduh pada 21 Juli 2016. 78
“Peraturan Daerah Kabupaten Bogor Nomor 40 Tahun 2004 tentang Organisasi dan Tata
Kerja Kecamatan” [dokumen on-line]; tersedia di http://www.jdih.setjen.kemendagri.go.id/files/
KAB_BOGOR_40_2004.pdf; Internet; diunduh pada 21 Juli 2016.
43
bertindak secara bertanggung jawab dalam menjalankan amanahnya. Apalagi
social trust di kalangan masyarakat desa relatif masih terjaga dengan baik
dibanding masyarakat perkotaan.79
Dalam hal ini, akan diamati peran dan partisipasi masyarakat desa
dalam menenetukan prioritas penggunaan dana desa yang disepakati dalam
musyawarah desa untuk menentukan RKPDes dan APBDes di Desa
Neglasari, Kecamatan Jasinga, Kabupaten Bogor. Dengan demikian ini perlu
dibuktikan secara formal melalui laporan realisasi penggunaan dana desa dan
mengetahui pengakuan dari pihak terkait yang terlibat seperti aparat desa,
tokoh agama, tokoh masyarakat dan warga sekitar pembangunan dalam
penggunaan dana desa selama tahun 2015 yang telah berjalan, selanjutnya
dilakukan observasi dan analisis mendalam terkait realisasi penggunaan dana
desa, dampak yang timbul dan mengetahui faktor pendukung maupun
penghambat implementasi tersebut. Sehingga secara skematis kerangka
berpikir ini dapat digambarkan sebagai berikut:
79
Pariangu, “Memoles Wajah Kapasitas dan Integritas Aparatur Desa”, 62.
44
Tabel II.D.1 Kerangka Pemikiran
Implementasi Kebijakan Dana
Desa terhadap Kebijakan
PermendesPDTT No.5/2015
tentang Prioritas Penggunaan
Dana Desa
Pembangunan desa /
Pemberdayaan masyarakat desa
Penggunaan dana desa
yang terealisasi
Dampak
Positif / Negatif
Penggunaan dana desa
yang tidak terealisasi
Faktor yang berpengaruh
terhadap implementasi:
Komunikasi, sumber daya,
perilaku pelaksana kebijakan,
struktur birokrasi
Faktor pendukung Faktor penghambat
45
BAB III
GAMBARAN UMUM DESA NEGLASARI
A. Sejarah Desa Neglasari
Desa Neglasari adalah desa pemekaran yang ada di Kecamatan Jasinga
Kabupaten Bogor. Pada tahun 1984 Desa Neglasari lahir dan merupakan pecahan
dari Desa Cikopomayak, yang pada awalnya diambil dari sebuah kata yaitu
sebuah bendungan sodong yang ada di Kampung Roke dan menjadi nama
Neglasari yang artinya luas pandang, dan inilah yang sampai saat ini dijadikan
tempat kantor administratif pemerintah desa.
Pada saat itu juga pemerintah desa dikepalai oleh seorang kepala desa, dan
berikut ini nama-nama kepala desa yang pernah menjabat di Desa Neglasari:
1. M. Sayuti menjabat pada tahun 1984–1992
2. Bahrudin menjabat pada tahun 1992–2007
3. M. Nahrowi menjabat pada tahun 2008–sekarang
Sejarah pembangunan Desa Neglasari, pada tahun 1985 pembangunan jalan
raya Cikopomayak - Neglasari terbentuk dan mulai pengerasan/telfort dan pondasi
pinggiran. Pada tahun 2008, pembangunan pengerasan jalan desa di Kampung
Cikopomayak. Pada tahun 2009, pembangunan hotmix jalan Cikopomayak -
Neglasari sepanjang 2500 m. Pada tahun 2011 mendapatkan program P2WKSS
dari Pemerintah Kabupaten Bogor.80
80
“Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa Neglasari Tahun 2014-2020” (Bogor:
Pemerintah Desa Neglasari, 2013)
46
B. Kondisi Geografis Desa Neglasari
Desa Neglasari terletak di sebelah utara Desa Koleang dengan keadaan
wilayahnya termasuk dataran rendah dengan ketinggian antara 455–500 mdpl
(diatas permukaan laut). Dengan kemiringan antara 20o–30
o medan tanahnya 40%
terbentuk pedataran dan 60% perbukitan. Desa Neglasari memiliki luas wilayah
±470 Ha yang terdiri dari lahan perkebunan seluas ±215 Ha, lahan persawahan
±120 Ha, tanah pekuburan ±5 Ha dan tanah pemukiman ±30 Ha.81
Desa Neglasari berada di Kecamatan Jasinga, Kabupaten Bogor, Provinsi
Jawa Barat memiliki batas wilayah administratif yang meliputi:
Sebelah Utara : Desa Bagoang, Kec. Jasinga, Kab. Bogor
Sebelah Selatan : Desa Koleang, Kec. Jasinga, Kab. Bogor
Sebelah Timur : Desa Cikopomayak, Kec. Jasinga, Kab. Bogor
Sebelah Barat : Desa Candi, Kec. Curugbitung, Kab. Lebak Prov. Banten
Secara geografis kedudukan Desa Neglasari memiliki letak kurang strategis,
karena berada jauh dari pusat kota dan infrastuktur jalan raya yang belum
sepenuhnya memadai yang berimbas pada minimnya sarana transportasi publik,
yang pada akhirnya masyarakat mengandalkan transportasi pribadi seperti sepeda
motor dan mobil yang hanya dimiliki oleh segelintir masyarakat desa, sehingga
mobilitas masyarakat rendah dan roda perekonomian masyarakat desa berjalan
lambat.
Berdasarkan letak geografis tersebut, Desa Neglasari termasuk desa yang
hampir tertinggal dengan kondisi serba minim khususnya infrastruktur dan sarana
81
“Profil Desa Neglasari Kecamatan Jasinga Kabupaten Bogor” (Bogor: Pemerintah Desa
Neglasari, 2013)
47
transportasi yang kurang diperhatikan oleh Pemerintah Kabupaten Bogor. Hal ini
karena sebagian wilayah Desa Neglasari masih didominasi oleh perkebunan
maupun persawahan yang secara tidak langsung menjadi barometer bahwa mata
pencaharian masyarakat desa adalah petani dan buruh tani.
Adapun kondisi geografis Desa Neglasari dapat digambarkan sebagai
berikut:
1. Iklim dan Curah Hujan
Desa Neglasari beriklim tropis, iklim terendah 21oC dan iklim tertinggi
28oC dengan pergantian musim sebanyak dua kali dalam setahun yaitu musim
hujan dan musim panas/kemarau dengan curah hujan rata-rata setiap tahun
selama 5 bulan berturut-turut dan musim panas/kemarau rata-rata selama 7
bulan setiap tahun.
2. Jenis Tanah
Jenis tanah yang ada di Desa Neglasari sebagian besar adalah tanah
merah dan mempunyai kesuburan yang berbeda-beda. Sebagian besar berupa
tanah perkebunan/persawahan dan sebagian lagi adalah tanah pemukiman.
Untuk tanah pemukiman digunakan untuk rumah penduduk dan tanah
perkebunan/persawahan dimanfaatkan untuk pertanian atau bercocok tanam.
3. Sumber Daya Lahan
Sesuai dengan jenis tanah di Desa Neglasari, sumber daya lahan yang
digunakan untuk pertanian dengan jenis tanaman yang beragam. Sebagian
besar terutama sawah digunakan untuk menanam padi dan sebagian lagi
untuk tanaman produktif palawija.
48
4. Kondisi Sumber Daya Alam
Terutama sumber air di Desa Neglasari berasal dari sumber daya alami,
yaitu sumber daya air dari dalam tanah, sedangkan sumber air untuk pertanian
sebagian besar tergantung pada curah hujan dan sumber air di dalam tanah.
C. Kondisi Demografi
1. Keadaan Penduduk
Penduduk Desa Neglasari berdasarkan data terakhir hasil sensus
penduduk pada tahun 2014 tercatat 3.335 jiwa, tahun 2013 sebanyak 2.975
jiwa, tahun 2011, sebanyak 2.850 jiwa, mengalami kenaikan setiap tahun
yang rata-rata sebesar 0,05%. Kondisi sosial Desa Neglasari terdiri dari
masyarakat yang heterogen dan ditambah penduduk pendatang, Untuk
jelasnya lihat tabel sebagai berikut:
Tabel III.C.1 Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin
Sumber: Data Desa Neglasari
a. Jumlah Penduduk Berdasarkan Usia
Tabel III.C.2 Jumlah Penduduk Berdasarkan Usia
No Kelompok Usia Jumlah Persentase (%)
1 0–2 Tahun 342 10,2%
2 3–4 Tahun 453 13,5%
3 4–6 Tahun 277 8,2%
No Jenis Kelamin Jumlah Persentase (%)
1 Laki-laki 1712 51%
2 Perempuan 1623 49%
Jumlah 3335 100%
49
(2) Lanjutan
4 7–12 Tahun 167 5%
5 13–15 Tahun 298 8,9%
6 16–19 Tahun 214 6,4%
7 20–30 Tahun 488 14,5%
9 31–45 Tahun 293 8,7%
10 46–60 Tahun 372 11,1%
11 60–71 Tahun 155 4,6%
12 71 > 276 8,9%
Jumlah 3335 100%
Sumber: Data Desa Neglasari
Berdasarkan tabel di atas, keadaan penduduk Desa Neglasari
menurut usia terlihat adanya angka perbandingan jumlah yang tidak
seimbang. Mayoritas penduduk angkatan usia tua, yang artinya tingkat
produktivitasnya sudah menurun.
b. Jumlah Penduduk Berdasarkan Pendidikan
Tabel III.C.3 Jumlah Penduduk Berdasarkan Pendidikan
No Tingkat Pendidikan Penduduk Jumlah Persentase (%)
1 Tidak Tamat SD 345 10,3%
2 Tamat SD 286 8,5%
3 Tamat SMP 474 14,1%
4 Tamat SMA 152 4,6%
5 D3 2 0.06%
6 S1 15 0.5%
7 Lain-lain 2061 62%
Jumlah 3335 100%
Sumber: Data Desa Neglasari
50
Berdasarkan tabel diatas, terlihat bahwa tingkat pendidikan
penduduk Desa Neglasari masuk dalam kategori tertinggal, kesadaran akan
pentingnya pendidikan sangat rendah. Sebagian besar penduduk desa rata-
rata lulusan sekolah menengah pertama.
c. Jumlah Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian
Tabel III.C.4 Jumlah Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian
No Jenis Mata Pencaharian Jumlah
1 PNS 10
2 Guru honorer 25
3 TNI/POLRI 3
4 Pensiunan 2
5 Karyawan swasta 142
6 Buruh/swasta 792
7 Wiraswasta/Pengrajin 271
8 Pedagang 461
9 Petani 704
10 Buruh tani 205
11 Ustadz 30
12 Perawat/Bidan 2
13 Dukun beranak 4
14 Mahasiswa 30
15 TKI/TKW 1
16 Tidak bekerja 653
Sumber: Data Desa Neglasari
Berdasarkan tabel diatas, dapat dilihat bahwa keadaan ekonomi
penduduk Desa Neglasari tergolong kedalam ekonomi rendah. Mayoritas
mata pencaharian penduduk adalah buruh, petani, buruh tani dan banyak
51
yang tidak bekerja, sedangkan sektor wirausaha didominasi pada bidang
UMKM atau pedagang.
2. Keadaan Sarana dan Prasarana
Keadaan sarana dan prasarana yang ada di Desa Neglasari adalah
sebagai berikut:
a. Sarana dan Prasarana Pendidikan
Tabel III.C.5 Jumlah Sarana dan Prasarana Pendidikan
No Jenis Pendidikan Negeri Swasta Jumlah
1 TK/PAUD - 2 buah 2 buah
2 SD/MI 1 buah 1 buah 2 buah
3 SMP/MTs 1 buah - 1 buah
4 SMA/SMK/MA - - -
5 Non Formal - 1 buah 1 buah
Sumber: Data Desa Neglasari
Berdasarkan tabel diatas, dapat dilihat bahwa sarana dan prasarana
pendidikan di Desa Neglasari belum lengkap di semua jenjang pendidikan
tetapi sarana pendidikan yang sudah ada dapat membantu meningkatakan
sumber daya manusia yang ada di desa.
b. Sarana dan Prasarana Kesehatan
Tabel III.C.6 Jumlah Sarana dan Prasarana Kesehatan
No Jenis Kesehatan Jumlah
1 Pustu 1 buah
2 Posyandu 1 buah
3 Polindes 1 buah
4 Praktek Bidan 1 buah
Jumlah 4 buah
Sumber: Data Desa Neglasari
52
Berdasarkan tabel diatas, dapat dilihat bahwa sarana dan prasarana
kesehatan di Desa Neglasari sudah ada tetapi belum cukup banyak. Hal ini
menjadi perhatian khusus karena kebutuhan akan sarana kesehatan tinggi
diakibatkan oleh mayoritas penduduk angkatan usia tua di desa.
c. Sarana dan Prasarana Keagamaan
Tabel III.C.7 Jumlah Sarana dan Prasarana Keagamaan
No Jenis Keagamaan Jumlah
1 Masjid 4 buah
2 Musholla 4 buah
3 Pondok Pesantren 13 buah
Sumber: Data Desa Neglasari
Berdasarkan tabel diatas, dapat dilihat bahwa sarana dan prasarana
keagaman di Desa Neglasarsari jumlahnya banyak, karena mayoritas
penduduk desa beragama Islam dan ketertarikan akan pengetahuan agama
Islam yang mendalam banyak yang mendirikan pondok pesantren.
d. Sarana dan Prasarana Ekonomi
Tabel III.C.8 Jumlah Sarana dan Prasarana Ekonomi
No Jenis Ekonomi Jumlah
1 Warung/kedai 4 buah
2 Kios kelontong 5 buah
3 Bengkel 1 buah
Sumber: Data Desa Neglasari
Berdasarkan tabel diatas, dapat dilihat bahwa sarana dan prasarana
ekonomi di Desa Neglasarsari didominasi oleh sektor wirausaha pada
bidang UMKM atau pedagang.
53
3. Kondisi Kesejahteraan Sosial dan Ekonomi
a. Kondisi Sosial
Tantangan yang dihadapi dalam pembangunan kesejahteraan sosial
meliputi proses globalisasi serta krisis ekonomi dan politik yang
berkepanjangan, dampak yang dirasakan diantaranya semakin berkembang
dan meluasnya bobot, jumlah dan kompleksitas berbagai permasalahan
sosial. Keadaan ini bisa dilihat dan diamati sebagai berikut:
Tabel III.C.9 Kondisi Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial
(PMKS)
No Masalah Kesejahteraan Sosial Jumlah Keterangan
1 Pengemis 1 Cacat
2 Eks Narapidana 1
3 Keluarga Miskin Sosial 300
4 Keluarga Rumah Tidak Layak Huni 300
5 Pemulung 13
6 Janda PKRI 4
Sumber: Data Desa Neglasari
Berdasarkan tabel di atas dapat berkaitan pula dengan perkembangan
situasi dan kondisi ketenagakerjaan yang dapat mempengaruhi
pertumbuhan ekonomi di Desa Neglasari, menurut data terakhir sampai
akhir tahun 2014, masih menunjukkan keadaan yang kondusif, walaupun
dipihak lain masih dihadapkan pada keterbatasan lapangan kerja dan
jumlah pencari kerja yang cukup banyak. Keadaan ini semakin sulit
dikendalikan sebagai akibat krisis ekonomi dan kenaikan BBM.
Banyaknya pencari kerja di Desa Neglasari adalah sebagai akibat
54
penambahan angkatan kerja baru dan pemutusan hubungan kerja. Kondisi
ini terus berlangsung di berbagai lapisan dan tingkatan sektor-sektor usaha
strategis yang banyak menyerap tenaga kerja. Keadaan seperti ini
memberikan kontribusi sangat besar terhadap jumlah pencari kerja yang
tidak terproyeksikan sebelumnya.
Jumlah angkatan kerja pada tahun 2014 sebanyak 1.3210 orang.
Jumlah pencari kerja yang dapat disalurkan dan ditempatkan di
perusahaan-perusahaan maupun jenis pekerjaan lainnya sebanyak 1.300
orang, sedangkan sisanya sebesar 1.010 orang belum mendapatkan
pekerjaan.
Dari segi pendidikan, lulusan SMP menempati urutan tertinggi dari
jumlah persentase pencari kerja yang berhasil ditempatkan terhadap total
pencari kerja, yaitu menurut tingkat pendidikan mencapai 55%. Maka
demikian, masih terdapat ketimpangan antara pencari kerja dengan
lowongan kerja yang dari segi kualitasnya lebih sedikit daripada pencari
kerja. Faktor lain yang menjadi penyebab utamanya adalah kompetensi
yang dimiliki, dikaitkan dengan skill yang dibutuhkan oleh lapangan kerja.
b. Kondisi Ekonomi
Ekonomi merupakan unsur yang penting dalam kehidupan
masyarakat. Keadaan ekonomi penduduk Desa Neglasari secara umum
dapat digolongkan ke dalam ekonomi rendah. Sumber penghasilan
penduduk sebagian besar sebagai petani. Jumlah pengangguran yang
tergolong cukup tinggi karena kompetensi warga yang tidak banyak
55
dimiliki sesuai kebutuhan perusahaan. Maka dari itu, terjadinya
ketimpangan antara pencari kerja dengan lowongan kerja yang dari segi
kualitasnya lebih sedikit daripada pencari kerja sehingga roda ekonomi
desa berjalan dengan lambat.
Diantara mereka ada yang memiliki lahan, tetapi ada pula yang
hanya pekuli saja (buruh tani). Lain halnya dengan masyarakat Desa
Neglasari bagian Barat, mereka banyak yang berpencaharian sebagai supir,
karena kebanyakan diantara mereka memiliki kendaraan (angkutan
perdesaan), tapi sebagian ada juga yang hidupnya sebagai petani.
Potensi unggulan masyarakat Desa Neglasari sampai saat ini masih
dominan pada hasil pertanian. Adapun jenis tanaman yang dikembangkan
sebagian besar pada tanaman yang berumur pendek seperti padi, jagung,
singkong, kacang-kacangan, palawija dan lainnya. Hal ini dikarenakan
lahan pertanian yang digunakan sebagian besar dalam status tanah
garapan. Laha-lahan kosong dimanfaatkan penduduk untuk bercocok
tanam sebagian besar persawahan yang belum maksimal dimanfaatkan.
4. Kondisi Pemerintah Desa
a. Pembagian Wilayah Desa
Desa Neglasari terbagi atas 2 dusun dengan 3 Rukun Warga (RW)
dan 16 Rukun Tetangga (RT).
b. Struktur Organisasi Pemerintahan
Adapun sistem kelembagaan/struktur organisasi Pemerintahan Desa
Neglasari dengan selengkapnya sebagai berikut:
56
Gambar III.C.1 Struktur Organisasi Pemerintahan Desa Neglasari
(Berdasarkan UU No. 6 Tahun 2014)
Keterangan:
- - - - - - - - - - Hubungan Konsultatif Kepala Desa dan BPD
....................... Hubungan Konsultatif Kepala Desa dan LPM
___________ Hubungan Konsultatif Kepala Desa dan Perangkat Desa
Kepala Desa
M. Nahrowi, SE Badan Permusyawaratan
Desa (BPD)
Uding Miftahudin
LPM/
Lembaga Adat
Badri
Sekretaris Desa
Mulyadi
Kepala Urusan
Administrasi
Kepala Urusan
Keuangan
Rihanah
Kepala Urusan
Umum
Nurul Fajriah Kepala Seksi
Pemerintahan
Nurdin
Kepala Seksi
Pembangunan
Satiri
Kepala Seksi
Kesejahteraan
Siti Abkoriah
Kepala
Dusun I
Juhdi
Kepala
Dusun II
Fudoli
57
D. Program Pembangunan Desa Neglasari
1. Visi dan Misi
a. Visi
“Tercapainya masyarakat Desa Neglasari yang mandiri, adil,
makmur, sejahtera dan religius”
b. Misi
1) Meningkatnya pendidikan formal secara umum.
2) Meningkatnya penguasaan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
(IPTEK), pola pikir masyarakat yang cerdas serta mampu
menjadikan masyarakat yang produktif.
3) Terwujudnya pembangunan infrastruktur desa yang menunjang roda
perekonomian desa.
4) Meningkatnya pelayanan publik di segala sektor.
5) Meningkatnya pelayanan kepada masyarakat di bidang pemerintahan
yang transparan, akuntabilitas partisipatif, dan responsif.
6) Meningkatnya pelayanan di bidang pendidikan dan kesehatan.
7) Menumbuh kembangkan peran serta masyarakat dalam kegiatan
ekonomi terutama di sektor pertanian, perikanan, dan perdagangan.
8) Meningkatkan usaha skala mikro dan home industry.
9) Penataan sarana dan prasarana di bidang infrastruktur transportasi
dan pasar desa.
58
Kondisi ideal Desa Neglasari yang “mandiri” ditunjukan dengan
terpenuhinya segala kebutuhan masyarakat yang primer tanpa
mengandalkan bantuan orang lain, dengan selalu beriman dan bertaqwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Kondisi ideal Desa Neglasari yang “sejahtera” ditunjukkan dengan:
1. Meningkatnya pendapatan dan daya beli masyarakat.
2. Meningkatnya laju pertumbuhan ekonomi, dan produk domestik
bruto yang berdampak terhadap penurunan angka kemiskinan.
3. Meningkatnya penyediaan lapangan pekerjaan dan
pendayagunaan tenaga kerja yang berkualitas dan berdaya asing.
4. Makin kokohnya perekonomian daerah yang berdaya saing secara
nasional dan internasional bertumpu pada upaya pengembangan
keunggulan kompetitif dan kooperatif di berbagai bidang
perekonomian.
5. Meningkatnya akses yang lebih berkeadilan terhadap sumber daya
ekonomi masyarakat di Desa Neglasari.
2. Strategi dan Arah Kebijakan Desa
a. Strategi Pencapaian
Berdasarkan gambaran umum dengan mengkaji berbagai potensi dan
permasalahan, isu-isu strategis dan kondisi yang dihadapi Desa Neglasari
saat ini, serta memperhatikan visi dan misi Desa Neglasari, maka perlu
diwujudkan dengan menentukan program-program akselerasi
pembangunan desa (super prioritas kegiatan) tahun 2015.
59
b. Pagu Indikatif Program dan Kegiatan Masing-masing
Bidang/Sektor
Perkiraan anggaran yang dipergunakan untuk program dan kegiatan
pembangunan skala desa adalah perkiraan pendapatan desa yang
bersumber dari Pendapatan Asli Desa, Dana Desa (DD), Alokasi Dana
Desa (ADD), dan Bagi Hasil Pajak dan Retribusi Daerah Kabupaten/Kota
tahun 2015.
Penetapan perkiraan anggaran pada masing-masing bidang dalam
RKPDes tahun 2015 ini dilakukan melalui kesepakatan saat pelaksanaan
Forum Musrenbangdes RKPDes diharapkan Visi dan Misi Desa
Negelasari dapat terwujud.
c. Prioritas Program dan Kegiatan Skala Desa
Pembangunan skala desa merupakan program pembangunan yang
sepenuhnya mampu dilaksanakan oleh desa. Kemampuan ini dapat di ukur
dari ketersediaan anggaran desa dan secara teknis di lapangan.
d. Prioritas Program dan Kegiatan Skala Kecamatan dan Kabupaten
Prioritas program pembangunan skala kecamatan/kabupaten
merupakan program dan kegiatan pembangunan yang merupakan
kebutuhan riil masyarakat Desa Neglasari tetapi pemerintahan desa tidak
mampu melaksanakan. Hal ini disebabkan pertama, kegiatan tersebut
secara peraturan perundangan bukan kewenangan desa. Kedua, secara
pembiayaan desa tidak mampu membiayai karena jumlahnya terlalu besar,
60
dan ketiga, secara sumber daya di desa tidak tersedia secara mencukupi,
baik sumber daya manusia maupun prasarana pendukung lainnya.
3. Prioritas Pembangunan Desa Neglasari
Program-program akselerasi pembangunan desa (super prioritas
kegiatan) tahun 2015, yaitu diantaranya:
a. Melanjutkan berbagai program yang belum dicapai tahun sebelumnya.
b. Pengembangan sarana dan prasarana umum dalam rangka mendukung
indeks pembangunan manusia, seperti infrastruktur jalan, jaringan
irigasi, serta peningkatan sarana dan prasarana pendidikan.
c. Meningkatkan keamanan dan ketentraman di lingkungan Desa
Neglasari
d. Pencairan sumber dana di luar dana yang rutin diterima desa, baik itu
melalui APDB Kabupaten, APDB Provinsi, maupun APBN, serta pihak
lainnya.
E. Pengelolaan Keuangan Desa Neglasari
1. Pengelolaan Pendapatan
Pengelolaan pendapatan adalah semua kegiatan yang harus dilakukan
berkaitan dengan segala bentuk transaksi penerimaan uang atau barang dan
atau segala sesuatu yang dapat dinilai uang, pengadministrasian atau
pencatatan semua penerimaan, menginventarisasi sumber-sumber pendapatan,
serta mengambil langkah-langkah tertentu dalam upaya untuk meningkatkan
pendapatan desa sesuai dengan yang ditetapkan.
61
Dalam rangka meningkatkan kemandirian desa maka arah kebijakan
berkaitan dengan penerimaan adalah sebagai berikut:
a. Meningkatkan pendapatan asli desa dengan upaya sebagai berikut:
1) Meningkatkan pendapatan dari hasil usaha desa dengan cara
membangun badan usaha milik desa.
2) Mengoptimalkan pendapatan dari pengelolaan kekayaan desa.
3) Memperbesar partisipasi masyarakat.
4) Mengintensifikasi pungutan desa.
b. Menggalang dan mempebesar bantuan kepada pihak ke tiga melalui:
1) Mengusulkan beberapa program melalui bantuan langsung
masyarakat (BLM) seperti PNPM-MP, RTLH, dll.
2) Menggali pendaan dari masyarakat.
3) Menggalang pendanaan dari pihak ketiga.
c. Proyeksi Pendapatan Desa Tahun 2015
Tabel III.E.1 Proyeksi Pendapatan Desa Tahun 2015
No Uraian Jumlah
1 ADD + Retribusi dan Pajak 671.485.825,00
2 Bantuan Pemerintahan Pusat/Dana Desa 309.701.486,00
3 Bantuan Pemerintahan Provinsi 100.000.000,00
4 Bantuan Pemerintahan Kab/Desa 150.000.000,00
5 Bantuan Langsung Masyarakat
(BLM)/PNPM/RTLH 250.000.000,00
Sumber: Data Desa Neglasari
62
2. Pengelolaan Belanja Desa
Pengelolaan Belanja adalah semua kegiatan yang harus dilakukan
berkaitan dengan segala bentuk transaksi pengeluaran uang atau barang dan
atau segala sesuatu yang dapat dinilai uang, pengadministrasian atau
pencatatan, serta mengambil langkah-langkah tertentu dalam upaya untuk
mengatur, mengendalikan, pengeluaran anggaran belanja desa sesuai dengan
yang ditetapkan. Kebijakan umum keuangan desa adalah kebijakan
pemerintah desa dalam mempengaruhi pengeluaran dan belanja desa dengan
tujuan menentukan arah, tujuan dan prioritas penggunaan keuangan desa
sesuai dengan anggaran yang ditetapkan dalam APBDes untuk mencapai
tujuan pembangunan desa.
Berdasarkan masalah yang dihadapi Desa Neglasari maka arah
kebijakan belanja desa adalah sebagai berikut:
a. Efisien anggaran pada belanja tidak langsung.
b. Memperbesar alokasi belanja langsung dan belanja bantuan sosial
dalam mempercepat pengurangan kemiskinan.
63
BAB IV
IMPLEMENTASI KEBIJAKAN DANA DESA
DI DESA NEGLASARI
A. Gambaran Umum Dana Desa di Desa Neglasari
Berdasarkan Peraturan Desa Nomor 474/26/X Tahun 2015 Tentang
Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa Perubahan Tahun Anggaran 2015 Desa
Neglasari mendapatkan dana desa sebesar 309,7 juta rupiah.
Hal tersebut tergambarkan dari hasil informasi yang di dapat dari Kepala
Desa di Desa Neglasari yaitu M. Nahrowi, SE.
“dana desa turunnya bertahap, enggak langsung 1,5 miliar rupiah/tahun,
gak kayak apa yang pernah dijanjiin presiden pas kampanye pilpres
2014 … Seenggaknya ini cukup ngebantu proses percepatan
pembangunan di desa walaupun belum banyak jumlahnya ….”82
Informasi tersebut menjelaskan bahwa kepala desa merasa terbantu dengan
adanya dana desa walaupun jumlah dana desa yang belum sesuai dengan apa yang
telah dijanjikan Presiden Jokowi ketika pilpres 2014 lalu. Hal ini berarti dengan
adanya kucuran dana desa yang telah ditransfer oleh pemerintah pusat untuk desa
ini merupakan salah satu cara untuk mempercepat pembangunan yang ada di desa.
Nominal yang cukup besar bagi sebuah desa yang pertama kali
mendapatkan kucuran dana dari pemerintah pusat. Melihat pada besaran yang
diterima, dana desa harus digunakan berdasarkan amanat Undang-Undang, PP dan
PermendesPDTT.
82
Wawancara dengan M. Nahrowi, SE sebagai Kepala Desa Neglasari, Bogor, 20
November 2016 di Kantor Desa Neglasari.
64
Penyaluran dana desa secara bertahap berdampak pada penggunaan dana
desa pula. Penggunaan dana desa mengacu pada RPJMDes dan RKPDes. Dan
diprioritaskan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan,
pemberdayaan masyarakat, dan kemasyarakatan. Secara spesifik sesuai
PermendesPDTT No. 5/2015 dana desa digunakan untuk prioritas pembangunan
desa dan pemberdayaan masyarakat desa.
B. Implementasi Kebijakan Dana Desa di Desa Neglasari
Model implementasi kebijakan menurut Riant Nugroho Dwijowijoto
dalam menentukan prioritas penggunaan dana desa sesuai PermendesPDTT
No. 5/2015 adalah kebijakan yang berasal dari (bottom-up) bawah ke atas.
Indikator penggunaan dana desa secara prosedur dilakukan dengan
menentukan prioritas penggunaan dana desa melalui musyawarah desa
selanjutnya mengintegrasikan RPJMDes dan RKPDes yang dituangkan dalam
prioritas belanja desa atau APBDes kemudian diterbitkan peraturan desa oleh
Pemerintah Desa Neglasari.
Implementasi kebijakan dana desa di Desa Neglasari tidak berjalan
sesuai prioritas penggunaannya yang telah diatur dalam PermendesPDTT No.
5/2015. Pemerintah Desa Neglasari hanya merelealisasikan prioritas
penggunaan dana desa untuk pembangunan sedangkan prioritas penggunaan
dana desa untuk pemberdayaan masyarakat tidak terealisasi. Dengan
demikian dapat dibuktikan secara formal dalam laporan realisasi penggunaan
dana desa sebagai berikut:
65
1. Pembangunan Gedung PAUD Mutiara
Secara formal terlihat dalam laporan realisasi penggunaan dana desa di
Desa Neglasari sudah dilaksanakan dengan total nilai 309,6 juta rupiah.
Penyaluran dana desa dibagi menjadi tiga tahap. Tahap pertama pada
semester I (satu) 40% tahun anggaran 2015 dana desa yang diterima sebesar
123,8 juta rupiah. Pada tahap pertama difokuskan untuk dua pembangunan
gedung PAUD. Pertama, untuk pembangunan gedung PAUD Mutiara di
Kampung Roke, Desa Neglasari. (Lihat Gambar IV.B.1)
Gambar IV.B.1 Laporan Realisasi Penggunaan Dana Desa untuk
Pembangunan Gedung PAUD Mutiara
(Sumber: Arsip Pemerintahan Desa Neglasari)
Dalam gambar tersebut terlihat laporan realisasi penggunaan dana desa
memprioritas pembangunan sarana pendidikan yaitu PAUD. Jika melihat
minimnya sarana dan prasarana pendidikan di desa, pembangunan ini secara
umum dapat membantu masyarakat desa khususnya anak-anak prasekolah
untuk mendapatkan sarana pendidikan yang layak dan secara khusus
membantu pemerintah desa dalam meningkatkan kapasitas sumber daya
66
manusia melalui pendidikan dalam menyiapkan generasi penerus yang
mempunyai kompetensi. Jika dibandingkan dengan desa lain, jalan desa
menjadi prioritas pertama dalam pembangunan, ini yang perlu diapresiasi
bahwa sarana pendidikan di Desa Neglasari menjadi perhatian utama.
Pembangunan gedung PAUD Mutiara yang berlokasi di Kampung
Roke RT 01/02 dengan volume; panjang 14 m x lebar 7 m, menghabiskan
dana desa sebesar 80 juta rupiah. (Lihat Gambar IV.B.2)
Gambar IV.B.2 Gedung PAUD Mutiara yang Telah di Renovasi
(Sumber: Diambil pada saat tidak ada kegiatan belajar mengajar di
PAUD, 01 Agustus 2016 di Kampung Roke, Desa
Neglasari, Kecamatan Jasinga, Kabupaten Bogor)
Hal ini juga didukung oleh pengakuan dari Rihanah sebagai
Pengurus/Guru di PAUD Mutiara yang mengatakan:
“Pada awalnya sekitar tahun 2012 memang sudah ada gedung
PAUD Mutiara tapi luasnya masih kecil dan minim sarana dan
prasarana, pas ada dana desa dibangun rada mendingan sih …
sekarang ada dua ruang kelas dan satu ruang guru, kalo dulu kan di
skat, satu ruangan jadi dua kelas dan ada ayunan ….”83
83
Wawancara dengan Rihanah sebagai Pengurus/Guru PAUD Mutiara, Bogor, 01 Agustus
2016 di Gedung PAUD Mutiara.
67
Informasi tersebut menjelaskan bahwa memang benar ada
pembangunan dan renovasi gedung atau perluasan dan penambahan sarana
pendukung untuk menunjang kegiatan belajar dan bermain anak-anak didik di
PAUD tersebut. (Lihat Gambar IV.B.3)
Gambar IV.B.3 Sarana Pendukung PAUD Mutiara
(Sumber: Diambil pada saat tidak ada kegiatan belajar mengajar di
PAUD, 01 Agustus 2016 di Kampung Roke, Desa Neglasari,
Kecamatan Jasinga, Kabupaten Bogor)
Dalam gambar tersebut terlihat, ada beberapa fasilitas penunjang sarana
pendukung untuk anak-anak didik di PAUD Mutiara. Adanya sarana itu bisa
menjadi daya tarik anak-anak untuk terus belajar sambil bermain. Dengan
adanya sarana pendukung anak tidak hanya belajar di dalam kelas melainkan
dapat belajar di luar kelas. Tapi sayangnya penduduk Desa Neglasari tidak
menyambut baik fasilitas yang ada. Ini buktikan oleh pengakuan dari
Rihanah yang mengakatakan bahwa:
“Kalo penduduk desa disini mikir ke pendidikan masih kurang,
mikirnya rugi aja, ngebandinginnya sama SD aja, SD mah ga bayar
PAUD mah bayar. Jadi saya juga sering parenting ke orangtua
untuk merubah mainset mereka supaya mengutamakan pendidikan
anak, kan pendidikan itu bukan dari SD aja ... malah banyak dari
68
Desa Parung Kembang, Desa Pasir Kandang kesini dibandingkan
Desa Neglasari ….”84
Informasi tersebut menjelaskan bahwa masyarakat Desa Neglasari
kesadaran akan pendidikannya masih kurang, yang menjadi tolak ukur adalah
SD karena saat ini SD tidak dikenakan biaya sedangkan PAUD belum
ditanggung penuh oleh pemerintah jadi memakai anggaran dari iuran bulanan
anak didik. Pemberian informasi yang masif telah dilakukan oleh guru kepada
orang tua tentang pentingnya pendidikan tetapi orang tua masih banyak yang
acuh. Adanya gedung PAUD tidak berbanding lurus dengan peningkatan
jumlah peserta didik khususnya yang berasal dari Desa Neglasari melainkan
masyarakat desa-desa tetangga yang banyak memanfaatkan fasilitas ini.
Bahkan yang menarik, mereka rela datang untuk menyekolahkan anaknya di
PAUD dikarenakan sarana pendidikan seperti PAUD di desanya belum ada
yang memadai.
2. Pembangunan Gedung PAUD Durothul Atfal
Masih dalam penyaluran tahap pertama penggunaan dana desa di
prioritaskan untuk pembangunan PAUD juga. Kedua, untuk pembangunan
gedung PAUD Durothul Atfal tahap satu di Kampung Cikopomayak, Desa
Neglasari. (Lihat Gambar IV.B.4)
84
Wawancara dengan Rihanah sebagai Pengurus/Guru PAUD Mutiara, Bogor, 01 Agustus
2016 di Gedung PAUD Mutiara.
69
Gambar IV.B.4 Laporan Realisasi Penggunaan Dana Desa untuk
Pembangunan Gedung PAUD Durothul Atfal tahap satu
(Sumber: Arsip Pemerintahan Desa Neglasari)
Dalam gambar tersebut terlihat bahwa laporan realisasi penggunaan
dana desa memprioritas pembangunan gedung PAUD juga, walaupun ada dua
gedung PAUD di desa tetapi jarak atau lokasinya berjauhan, berbeda
kampung tetapi satu desa ini diupayakan agar masyarakat desa dapat
mengakses pendidikan. Dengan adanya dua pembangunan ini masyarakat
desa mendapatkan dua opsi sarana pendidikan yang dapat disesuaikan dengan
jarak tempuh terdekat dari tempat tinggal.
Pembangunan Gedung PAUD Durothul Atfal tahap satu yang berlokasi
di Kampung Cikopomayak RT 01/03 dengan volume; panjang 14 m x lebar 7
m menghabiskan dana desa sebesar 43,8 juta rupiah. Sehingga total
pengeluaran dana desa pada tahap pertama sejumlah 123,8 juta rupiah dan
sisa saldo sebesar 80 ribu rupiah. (Lihat Gambar IV.B.5)
70
Gambar IV.B.5 Gedung PAUD Durothul Atfal
(Sumber: Diambil pada saat tidak ada kegiatan belajar mengajar di
PAUD, 01 Agustus 2016 di Kampung Cikopomayak, Desa
Neglasari, Kecamatan Jasinga, Kabupaten Bogor)
Hal ini juga didukung oleh pengakuan dari Maspupah sebagai
Pengurus/Guru PAUD Durothul Atfal yang mengatakan bahwa:
“PAUD ini sudah berjalan pada tahun 2011 angkatan pertama
sebelumnya kegiatan belajar mengajar numpang dengan madrasah
disebelahnya … akhirnya pembangunan PAUD ini di ajuin sama
petugas desa bareng dengan PAUD Mutiara dan dibangun sekitar
tahun 2015 ….85
Informasi tersebut menjelaskan bahwa memang benar ada
pembangunan gedung PAUD tersebut pada tahun 2015. PAUD tersebut sudah
memulai kegiatan belajar dan mengajar sejak tahun 2011, karena dinaungi
oleh satu yayasan, sarana pendidikan bergantian dengan madrasah yang
lokasinya saat ini bersampingan dengan gedung PAUD.
Selanjutnya, dana desa tahap kedua pada semester II (dua) 40% tahun
anggaran 2015 dana desa yang diterima sebesar 123,8 juta rupiah dan sisa
85
Wawancara dengan Maspupah sebagai Pengurus/Guru PAUD Durothul Atfal, Bogor, 01
Agustus 2016 di Gedung PAUD Durothul Atfal.
71
saldo sebesar 80 ribu rupiah. Digunakan untuk dua pembangunan. Pertama,
pembangunan gedung PAUD Durothul Atfal tahap dua, kedua, Rehabilitasi
saluran Air/Drainase/Gorong-gorong (Lihat Gambar IV.B.6)
Gambar IV.B.6 Laporan Realisasi Penggunaan Dana Desa untuk
Pembangunan Gedung PAUD Durothul Atfal tahap dua
dan Rehabilitasi Saluran Air/Drainase/Gorong-gorong
(Sumber: Arsip Pemerintahan Desa Neglasari)
Dalam gambar tersebut terlihat bahwa laporan realisasi penggunaan
dana desa memprioritas pembangunan gedung PAUD dan rehabilitasi saluran
air/drainase/gorong-gorong. Pertama, Pembangunan gedung PAUD Durothul
Atfal tahap dua yang berlokasi di Kampung Cikopomayak RT 01/03 dengan
72
volume; panjang 14 m x lebar 7 m, menghabiskan dana desa sebesar 36,1 juta
rupiah. (Lihat Gambar IV.B.7)
Gambar IV.B.7 Tampak Dalam Gedung PAUD Durothul Atfal
(Sumber: Diambil pada saat tidak ada kegiatan belajar mengajar di
PAUD, 01 Agustus 2016 di Kampung Cikopomayak, Desa
Neglasari, Kecamatan Jasinga, Kabupaten Bogor)
Hal ini juga didukung oleh pengakuan dari Maspupah sebagai
Pengurus/Guru PAUD Durothul Atfal yang mengatakan bahwa:
“Agak kecewa sama bangunannya, kelihatannya kurang kokoh
karena dilihat dari dalem kelihatan ada yang retak-retak, takut
rubuh … Lagi itu juga pernah ngeliat borongan yang ngerjainnya
asal jadi, karena pak lurah juga ga pernah ngontrol kesini.”86
Informasi tersebut menjelaskan bahwa ada penambahan ruang kelas
yang sebelumnya hanya satu kelas saat ini ditambah menjadi satu kelas lagi
jadi total ruang kelas ada dua. Tetapi gedung yang baru dibangun itu secara
kontruksi terlihat kurang baik. Ada ketidakpuasan yang timbul dikarenakan
bangunan fisik yang dibuat rawan terkena bencana karena kontruksi
86
Wawancara dengan Maspupah sebagai Pengurus/Guru PAUD Durothul Atfal, Bogor, 01
Agustus 2016 di Gedung PAUD Durothul Atfal.
73
bangunan yang tidak terlihat kokoh dan terkesan proses pengerjaannya tidak
maksimal dan tidak melibatkan warga sekitar. Tidak adanya kontrol langsung
oleh Kepala Desa Desa Neglasari menjadi salah satu faktor juga
pembangunan PAUD berjalan seadanya. Padahal dana desa yang dianggarkan
cukup besar tapi pembangunan yang sudah berlangsung terlihat tidak
menggunakan bahan baku yang berkualitas dan tidak dibangun dengan
swadaya masyarakat sekitar. Hal ini dapat mengindikasikan adanya
penyalahgunaan dana desa yang dikelola dengan tidak baik.
3. Rehabilitasi Saluran Air/Drainase/Gorong-gorong
Masih dalam penyaluran tahap kedua penggunaan dana desa yang
kedua, memprioritaskan pembangunan yang berbeda dari sebelumnya yaitu
Rehabilitasi saluran air/drainase/gorong-gorong yang berlokasi di Kampung
Cikopomayak RW. 03 dengan volume; panjang 150 m x lebar 2 m x tinggi
1,5 m menghabiskan dana desa sebesar 77 juta rupiah. Sehingga total
pengeluaran dana desa pada tahap kedua sejumlah 113,1 juta rupiah dan sisa
saldo sebesar 10,7 juta rupiah. (Lihat Gambar IV.B.8)
74
Gambar IV.B.8 Rehabilitasi Air/Drainase/Gorong-gorong
(Sumber: Diambil pada tanggal 01 Agustus 2016 di Kampung
Cikopomayak, Desa Neglasari, Kecamatan Jasinga, Kabupaten
Bogor)
Hal ini juga didukung oleh pengakuan dari Korib sebagai warga RW.
03 Kampung Cikopomayak sekitar pembangunan yang mengatakan bahwa:
“Bener ada pembangunan saluran air, tapi gatau duitnya dari mana
... ini dibangun gotong royong, setiap RT diminta lima orang buat
ngerjain, sampe ini selesai aja, enggak dibates juga ngerjainnya
gotong royong aja rame-rame ... ini saluran dari tengah kampung
sampe ngalir ke kali kecil. Ini dalemnya kurang tau sih berapa, tapi
kalo diinjek bawahnya kebuat dari adukan semen/plur, jadi kalo
diinjek keras biar lancar airnya, kalo ga di plur itu kan bawahnya
tanah nanti lama lama abis terus pondasinya pada ngangkat …
disini kalo ujan deres di salurannya, semua airnya pada lewat kesini
... dulu waktu ngerjain ini juga dateng wartawan pada moto-moto
disini, lurah juga kesini ngontrol.”87
Informasi tersebut menjelaskan bahwa memang benar ada
pembangunan rehabilitasi saluran air/drainase/gorong-gorong. Warga
sekitar pemabangunan tidak mengetahui terkait adanya dana desa beserta
prioritas penggunaannya. Rehabilitasi saluran air/drainase/gorong-gorong
87
Wawancara dengan Korib sebagai warga Kampung Cikopomayak, Desa Neglasari,
Bogor, 01 Agustus 2016 di Kampung Cikopomayak, Desa Neglasari, Bogor.
75
ini cukup panjang, hulunya dari tengah kampung sampai menuju hilir kali
kecil yang ada di ujung desa. Saluran air/drainase ini sangat berfungsi
ketika sedang hujan lebat. Sebelum adanya pembangunan tersebut
kekhawatiran warga terhadap banjir selalu menyelimuti karena saluran
air/drainase terpusat disana semua. Proses pengerjaan juga dilakukan
bersama-sama masyarakat sekitar dan kontruksi yang dibuat juga bagus
dan bisa tahan lama. Terbilang sering kepala desa mengawasi jalannya
pembangunan tersebut karena proses pembangunan disana menjadi sorotan
media lokal yang mencari informasi dan memastikan pembangunan
berjalan sebagaimana mestinya.
4. Pembangunan Betonisasi Jalan Baru
Pada penyaluran dana desa tahap ketiga atau tahap yang terakhir dana
desa digunakan untuk satu pembangunan yaitu pembangunan betonisasi jalan
baru di Kampung Sinarjaya, Desa Neglasari Pada semester II (dua) 20%
Tahun Anggaran 2015 (tahap ketiga) dana desa yang diterima sebesar 61,9
juta rupiah dan sisa saldo tahap kedua sebesar 10,7 juta rupiah sehingga total
dana desa sebesar 72,7 Juta. (Lihat Gambar IV.B.9)
76
Gambar IV.B.9 Laporan Realisasi Penggunaan Dana Desa untuk
Pembangunan Betonisasi Jalan Baru
(Sumber: Arsip Pemerintahan Desa Neglasari)
Dalam gambar tersebut terlihat laporan realisasi penggunaan dana desa
memprioritaskan pembangunan jalan desa. Akses jalan desa mempunyai
pengaruh penting dalam menunjang aktivitas masyarakat desa sehari-harinya
dalam upaya menyejahterakan masyarakat desa, bisa terkait aktivitas
keagamaan, pendidikan maupun ekonomi yang dapat membantu jalannya
roda perekonomian masyarakat di desa. Jika akses jalan desa rusak, maka
semua aktivitas warga akan lumpuh dan sulit untuk menggerakkan
perekonomian masyarakat desa. Sebelumnya jalan desa sulit untuk dilalaui
tetapi saat ini sudah ada perbaikan yang signifikan.
77
Pembangunan betonisasi jalan baru yang berlokasi di Kampung
Sinarjaya RT 03/01 dengan rincian volume; panjang 850 m x lebar 2,5 m,
menghabiskan dana desa sebesar 72,7 juta rupiah. Sehingga total pengeluaran
dana desa pada sejumlah 72,7 juta rupiah dan sisa saldo sebesar 64 ribu
rupiah. (Lihat Gambar IV.B.10)
Gambar IV.B.10 Pembangunan Betonisasi Jalan Baru
(Sumber: Diambil pada tanggal 02 Agustus 2016 di Kampung
Sinarjaya, Desa Neglasari, Kecamatan Jasinga, Kabupaten
Bogor).
Hal ini juga di didukung oleh pengakuan dari Sueb sebagai warga Kp.
Sinarjaya sekitar pembangunan yang mengatakan bahwa:
“Iya bener ada pembangunan jalan ke arah makam ... itu belom
lama di bangun kok, sekitar akhir tahun 2015 ... yang ngebuat
jalannya kan saya juga, disuruh nguliin pembangunan jalan itu dan
dibayar juga ... dulu jalannya masih terbuat dari tanah dan batu-
batu, sekarang udah di beton ... sekarang udah enak kalo mau jalan
ke makam mau ziarah apalagi pas musim mau puasa sama lebaran
kan banyak orang dari Jakarta yang balik kesini mau ziarah ga
kayak dulu masih batu-batu jadi lama sampenya, sama kalo mau ke
78
Kampung Kelapa Dua juga udah enak soalnya jalannya udah bagus
….”88
Informasi tersebut menjelaskan bahwa memang benar ada
pembangunan betonisasi jalan baru, pembangunan jalan ini melibatkan warga
sekitar. Pembangunan jalan tersebut sangat membantu penduduk Desa
Neglasari, ada tiga kegunaan yang dapat di optimalkan oleh masyarakat desa,
pertama, mempercepat akses masyarakat desa dalam melakukan aktivitas
keagamaan yaitu, berziarah ke tempat pemakaman umum di desa dan kedua,
membuka akses jalan untuk penduduk yang ingin ke Kampung Kelapa Dua
dan ketiga, dapat berfungsi untuk menunjang roda perekonomian masyarakat
desa.
Seluruh pembangunan di Desa Neglasari berjalan sesuai prioritas
pembangunan dana desa. Selama satu tahun dan secara bertahap dana desa
dikucurkan, kepala desa sebagai kuasa pengguna anggaran melakukan
penyerapan dana desa dengan baik dan bisa dirasakan manfaatnya oleh
masyarakat desa.
Apa yang diungkapkan Rian Nugroho Dwijowijoto sudah benar, bahwa
implementasi kebijakan harus memberikan manfaat langsung kepada
masyarakat. Hal ini bisa dilihat dari hasil pengakuan masyarakat yang
merasakan manfaat atas pembangunan yang di danai oleh dana desa yang
bersumber dari APBN.
88
Wawancara dengan Sueb sebagai warga Kampung Sinarjaya, Desa Neglasari, Bogor, 02
Agustus 2016 di Kampung Sinarjaya, Desa Neglasari, Bogor.
79
Menurut pengamatan penulis, memang kenyataannya benar dan ada
pembangunan seperti apa yang dikatakan di laporan itu dan dilakukan oleh
kepala desa. Tetapi ditataran empiris ternyata dana desa tidak
diimplementasikan secara benar meskipun dalam laporan itu dilaporkan.
Maksudnya implementasi disini terlaksana dan terbukti ada
pembangunan tetapi dari segi kualitas, bentuk fisik pembangunan yang ada
tidak sebaik yang di anggarkan, selain itu, prosesnya pun tidak sesuai
ketentuan perundang-undangan.
Sementara itu, apa yang dikatakan Hessel Nogi S. Tangkilisan benar
bahwa tahapan implementasi selalu berhubungan dengan perundang-
undangan sehingga dapat diukur dan menghasilkan program pemerintah. Hal
demikian bisa dilihat dari implementasi kebijakan dana desa di Desa
Neglasari yang tidak sesuai PermendesPDTT No. 5/2015 dan belum berhasil
membentuk output yang diinginkan sesuai cita-cita pemerintah.
Dari seluruh prioritas penggunaan dana desa yang terealisasi yaitu
bidang pembangunan sedangkan prioritas penggunaan dana desa untuk
bidang pemberdayaan masyarakat tidak terealisasi, padahal dalam
PermendesPDTT No. 5/2015 tentang prioritas penggunaan dana desa untuk
pemberdayaan masyarakat desa juga perlu dilaksanakan.
Dengan demikian, hal ini dapat berdampak pada tidak meningkatnya
kualitas sumber daya manusia yang ada di desa. Artinya, tidak hanya
pembangunan saja yang utama diprioritaskan melainkan peningkatan sumber
daya manusia di desa perlu ditingkatkan juga, supaya masyarakat desa dapat
80
meningkatkan skill untuk menanggulangi kemiskinan dan peningkatan akses
atas sumber daya ekonomi melalui kegiatan yang berbasis pemberdayaan
masyarakat desa dalam rangka meningkatkan kualitas hidup dan upaya
mencapai kesejahteraan di desa.
C. Dampak Implementasi Kebijakan Dana Desa di Desa Neglasari
Dana alokasi yang berasal dari APBN dan tergolong cukup besar terhadap
setiap desa pertahunnya, juga bias menjadi permasalahan jika tidak diawasi secara
maksimal dan berkala dan yang harus diperhatikan adalah, belum siapnya SDM
yang ada di desa untuk menjalankan implementasi kebijakan dana desa ini
tentunya akan berdampak terhadap tata kelola pemerintahan desa itu sendiri.
Sebagian proritas pembangunan yang telah dilaksanakan di Desa Neglasari
tidak dilakukan dengan swakelola masyarakat desa. Hal ini akan berdampak pada
rendahnya partisipasi masyarakat dalam melaksanakan pembangunan yang ada di
desa sehingga rawan penyalahgunaan anggaran oleh aparat desa yang tidak
melakukan ketentuan sesuai perundang-undangan yang ada. Artinya, ini perlu
diketahui faktor-faktor penyebab tidak terlibat atau tidak melibatkan masyarakat
desa dalam proses implementasi kebijakan dana desa.
Implementasi kebijakan dana desa di Desa Neglasari berdampak positif dan
negatif terhadap pembangunan yang telah dilaksanakan. Hal yang berdampak
positif terhadap masyarakat desa adalah penyerapan tenaga kerja seperti yang
telah dilakukan yaitu pembangunan betonisasi jalan baru dan pembangunan
saluran air/drainase/gorong-gorong menyerap tenaga kerja dari masyarakat sekitar
pembangunan sehingga masyarakat desa dapat menerima upah dari APBN dan
81
selanjutnya memutar roda perekonomian di desa. Hal ini dapat meningkatkan
daya beli masyarakat serta meningkatkan perekonomian warga sekitar.
Kemudian yang berdampak negatif terhadap masyarakat desa adalah tidak
adanya peningkatan jumlah peserta didik di PAUD pasca pembangunan dan
masyarakat desa tidak memaksimalkan prasarana pendidikan tersebut untuk
meningkatkan pengetahuan dan pendidikan anak sebelum ke jenjang pendidikan
selanjutnya. Ironinya pembangunan PAUD di maksimalkan oleh masyarakat di
luar Desa Neglasari. Hal ini menandakan bahwa tingkat kesadaran masyarakat di
Desa Neglasari sangat rendah. Untuk itu dibutuhkan sosialisasi secara massif
kepada orangtua akan pentingnya pendidikan anak.
Implementasi kebijakan dana desa tidak dikawal dengan baik, maka
masyarakat desa berpotensi tetap menjadi second society sepanjang sejarah.
Artinya masyarakat hanya menjadi objek pembangunan bukan subjek
pembangunan. Padahal, dalam khazanah klasik, Ibnu Khaldun (1332-1406) dalam
konsep ashabiyah (kesukuan)-nya mengatakan bahwa sesungguhnya, manusia
atau masyarakat itu dimulai dari masyarakat desa.
Kucuran dana desa, tentu berpotensi menjadi lahan korupsi basah, jika
aparatur desa tidak diberdayakan dan diasistensi secara ketat dalam mengelola
anggaran, mulai dari perencanaan, pelaksaan, pelaporan, hingga evaluasi. Sebab,
secara umum, SDM aparatur di tingkat desa masih belum memadai, apalagi ketika
harus mengelola anggaran yang begitu besar.
82
D. Analisis Teoritis
1. Komunikasi
Implementasi kebijakan dana desa di Desa Neglasari ternyata tidak
berjalan sesuai ketentuan, kepala desa selaku penguasa pengguna anggaran
menggunakan wewenangnya secara penuh dalam menentukan prioritas
penggunaan dana desa secara sepihak yang dibantu oleh aparat desa tanpa
melakukan musyawarah desa terlebih dahulu. Hal ini dilakukan karena tidak
adanya komunikasi dan sosialiasi kepada masyarakat desa terhadap
penyenggalaraan pemerintahan dan menutup informasi yang berkaitan dengan
pendapatan desa yang diperoleh oleh pemerintah desa khususnya dana desa.
Dalam hal ini musyawarah desa di Desa Neglasari dalam rangka
membahas dan menyepakati prioritas belanja desa serta menentukan prioritas
pembangunan dan pemberdayaan masyarakat desa dari dana desa tidak
melibatkan unsur-unsur masyarakat yang mewakili dalam proses penentuan
kebijakan yang bersifat strategis itu.
Hal ini juga di didukung oleh pengakuan dari Uding Miftahudin sebagai
Ketua BPD Desa Neglasari yang mengatakan bahwa:
“seharusnya saya ikut musyarawah desa, bagaimana cara
pemecahan masalahnya gitu, antara pemerintah desa dengan BPD
... untuk apanya dana desa saya gatau ... kalo ada apa-apa ga pernah
diikutsertakan, ada rapat aja saya ga pernah dikabarin ...
komunikasi ga berjalan, kalo berjalan kan ada apa di desa jadi tau,
ini mah engga, kalo pembangunan emang benar ada tapi saya ga
pernah dibawa-bawa, kalo ada apa apa saya gatau ... pembangunan
sudah berapa persen juga gatau ... kalo ada kegiatan ga pernah
diundang ... kalo ada apa-apa semuanya dikerjain sama kepala desa
83
... walaupun saya ga pernah dilibatin semua pembangunan itu udah
bagus, kalo dulu kan jalan belum diaspal”89
Informasi tersebut menjelaskan bahwa BPD tidak pernah dilibatkan
dalam seluruh proses penentuan kebijakan yang strategis dan permasalahan
yang ada di Pemerintahan Desa Neglasari. Kepala desa beserta aparatnya
menjalankan seluruh pembangunan itu tanpa musyawarah desa terlebih
dahulu untuk menentukan prioritas belanja desa seperti pembangunan dan
pemberdayaan masyarakat desa. Terlihat ada komunikasi yang tidak berjalan
antara pemerintah desa dengan BPD. Secara fisik memang seluruh
pembangunan yang telah dilaksanakan terlihat jelas tapi mengesampingkan
peran BPD dalam prosesnya, hal ini termasuk melanggar ketentuan dalam
PermendesPDTT No. 5/2015 yang tidak diimplementasikan sebagaimana
mestinya.
Hal ini juga didukung oleh pengakuan Kiai Suhendar sebagai Ketua
MUI Desa Neglasari/Tokoh Agama yang mengatakan bahwa:
“disini orang-orang ga pada usil, paham dan ngerti ada dana desa
tapi masa bodo ... pernah dikumpulin masyarakat sampe
sesepuhnya sidang pak kades buat minta tanggung jawab
pekerjaannya ... uang banyak, punya showroom mobil dan
jumlahnya banyak, darimana uangnya kalo gaji biasa aja ... dia
(kades) memperkaya diri sendiri, kalo ga ngakalin anggaran dari
mana bisa punya lebih kayak yang bisa dilihat sekarang ... dia
(kades) hebat, jadi para kiai semua dikumpulin buat musyawarah,
misalnya selesai satu unit sekolahan/madrasah, dari anggaran
misalkan 130 juta jadi dia (kades) bengkakin abisnya 150 juta ...
saya nombokin darimana? kata pak kades, ke masyarakat bilang
begitu terus ... setiap pembangunan ga ada yang ga bilang nombok
... satu unit bangunan sekitar 50 juta ngambil dia (kades) ... kalo
mau usil mah gampang, tinggal dilaporin ... kalo ada apa apa juga
89
Wawancara dengan Uding Miftahudin sebagai Ketua BPD Desa Neglasari, Desa
Neglasari, Bogor, 02 Agustus 2016 di Kampung Sinarjaya, Desa Neglasari, Bogor.
84
ga pernah di musyawarahin dulu sebelum di bangun, semua biaya
itu di atur sama dia semua ... padahal kan ada aturannya.90
Informasi tersebut menjelaskan bahwa tokoh agama tidak pernah
dilibatkan dalam musyawarah desa menentukan prioritas pembangunan desa
dari dana desa yang ada. Hampir sebagian masyarakat desa tahu ada dana
desa tapi tidak peduli penggunaannya sesuai ketentuan atau tidak. Sampai
pada saat ini masyarakat desa khawatir karena kepala desa diindikasikan
melakukan penyalahgunaan dana desa yang dapat terlihat dari banyaknya
harta kekayaan yang berbentuk kendaraan bermotor, untuk itu semua tokoh
masyarakat meminta pertanggungjawaban hasil kerja kepala desa selama
menjabat. Beberapa tokoh yang mempunyai peran dan fungsi struktural di
desa tidak juga tidak dilibatkan.
Kepala desa seringkali memberikan keterangan yang tidak masuk akal
kepada seluruh tokoh agama terkait semua proses pembangunan yang telah
dilaksanakan selama satu tahun belakangan. Sebenarnya semua pihak bisa
saja melaporkan perilaku kepala desa tersebut tapi demi menjaga kenyamanan
serta ketentraman masyarakat desa hal tersebut enggan dilakukan.
Kesejahteraan masyarakat desa menjadi hal yang selalu di perhatikan oleh
tokoh agama disana, semua nasihat dan langkah preventif yang telah
ditempuh untuk mencegah terjadinya hal tersebut, telah diupayakan tetapi
tidak berpengaruh sedikitpun.
90
Wawancara dengan Kiai Suhendar sebagai Ketua MUI Desa Neglasari/Tokoh Agama,
Desa Neglasari, Bogor, 02 Agustus 2016 di Pondok Pesantren Roudotul Sholihin.
85
2. Sumber Daya
Sebenarnya implementasi kebijakan dana desa di Desa Neglasari bisa
dilaksanakan dengan baik tetapi kenyataannya tidak bisa karena sumber daya
terbatas dan kapasitas aparat desa belum memadai. Dalam hal ini sumber
daya manusia menjadi faktor yang berpengaruh terhadap kebijakan, aktornya
tidak hanya masyarakat desa, aparat desa juga. Jumlah masyarakat desa
terbatas dan belum siap untuk menjalankan implementasi kebijakan dana
desa.
Bukan lagi suatu hal yang rahasia bahwa aparatur ditingkat desa
kapasitas-kapasitasnya sangatlah terbatas. Harus diikuti oleh kapasitas
aparatur desa yang memadai, jika tidak demikian maka di kemudian hari
tentu akan banyak melahirkan beragam masalah, misalanya korupsi dana
desa, administrasi hingga bagaimana pelayanan aparatur desa kepada
masyarakat, karena posisi desa merupakan organisasi penyelenggara negara
yang berada langsung ditengah-tengah masyarakat pedesaan.
3. Disposisi
Ternyata implementasi kebijakan dana desa di Desa Neglasari berjalan
tidak sesuai ketentuan karena perilaku dari aparat desa yang tertutup, tidak
transparan dan diindikasikan melakukan penyalahgunaan dana desa, tentu
berpotensi korupsi dan membuat tingkat keterpercayaan masyarakat desa
terhadap penyelenggaraan pemerintah desa makin rendah dan ini dapat
berakibat pada partisipasi masyarakat desa yang akan terus berkurang.
86
4. Struktur Birokrasi
Ternyata struktur birokrasi dalam implementasi kebijakan dana desa di
Desa Neglasari tidak membantu karena birokrasi atau kerjasama yang
berjalan antara Pemerintah Desa Neglasari dengan BPD atau unsur
masyarakat desa yang mewakili berperan penting dalam pembangunan dan
pemberdayaan masyarakat desa tidak berjalan baik. Dalam hal ini
penggunaan dana desa tidak sesuai Standar Operating Prosedurs (SOP)
karena kepala desa yang mengatur semua prioritas penggunaan dana desa
tanpa musyawarah desa terlebih dahulu.
87
BAB V
KESIMPULAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pembahasan, dapat diambil kesimpulan sebagai
berikut:
1. Implementasi kebijakan dana desa di Desa Neglasari sudah berjalan tetapi
penggunaannya tidak sesuai dengan ketentuan PermendesPDTT No.
5/2015 tentang prioritas penggunaan dana desa. Hal ini terlihat dari tidak
adanya musyawarah desa yang dilaksanakan pemerintah desa dengan BPD
atau unsur masyarakat yang mewakili untuk menetukan kebijakan-
kebijakan strategis yang dituangkan dalam RKPDes dan APBDes setiap
tahunnya. Hal ini dikarenakan kepala desa selaku kuasa pengguna
anggaran menutup informasi yang berkaitan dengan dana desa serta
penggunaannya dan menggunakan wewenangnya secara penuh dalam
menentukan prioritas belanja desa secara sepihak yang dibantu oleh aparat
desa tanpa melakukan musyawarah desa terlebih dahulu.
2. Dampak implementasi kebijakan dana desa di Desa Neglasari, yaitu:
a. Tidak akan siapnya SDM yang ada di desa untuk menjalankan
implementasi kebijakan dana desa ini berdampak terhadap tata kelola
pemerintahan desa.
b. Rendahnya partisipasi masyarakat dalam melaksanakan pembangunan
di desa sehingga rawan penyalahgunaan anggaran oleh aparat desa
yang tidak melakukan ketentuan sesuai perundang-undangan.
88
c. Implementasi kebijakan dana desa tidak dikawal dengan baik, maka
masyarakat desa berpotensi tetap menjadi second society sepanjang
sejarah. Artinya masyarakat hanya menjadi objek pembangunan bukan
subjek pembangunan.
d. Kucuran dana desa, tentu berpotensi menjadi lahan korupsi basah, jika
aparatur desa tidak diberdayakan dan diasistensi secara ketat dalam
mengelola anggaran, mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pelaporan,
hingga evaluasi.
3. Faktor-faktor yang menyebabkan implementasi kebijakan dana desa tidak
berjalan dengan baik, yaitu:
a. Tidak adanya komunikasi dan sosialiasi kepada masyarakat desa
terhadap penyenggalaraan pemerintahan.
b. Sumber daya manusia yang ada di desa terbatas dan kapasitasnya
belum memadai, baik masyarakat maupun aparatur desa.
c. Disposisi atau perilaku pelaksana kebijakan yang tertutup dan tidak
transparan dalam mengelola anggaran desa.
d. Struktur birokrasi atau kerjasama yang berjalan antara pemerintah
desa dengan BPD tidak berjalan baik.
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan, dirumuskan saran, sebagai berikut:
a. Dengan adanya dana alokasi dari APBN tersebut, tentu diharapkan
pembangunan di desa semakin baik dan mampu menyejahterakan
89
masyarakat desa dengan pemanfaatan dana alokasi secara maksimal dan
bijaksana.
b. Untuk menjamin keterbukaan informasi publik di dalam pembangunan
desa, maka diperlukan transparanisasi pengelolaan tender proyek yang
berfungsi memancing desa sehingga prinsip rasa memiliki (sense of
belonging) masyarakat terhadap agenda-agenda pembangunan desa pun
ikut terpelihara.
c. Kepala desa dan seluruh perangkat desa harus memliki ketahanan
mental dan moralitas untuk tidak menjadikan jabatannya sebagai
sumber banca’an dan transaksi ekonomi yang bisa menimbulkan
konflik kepentingan dan merusak mekanisme pencapaian tujuan
pembangunan desa.
d. Pemerintah perlu memberikan pendampingan dan asistensi soal
peningkatan kapasitas pengelolaan keuangan desa, manajemen tata
kelola pemerintahan kepada aparatur desa. Kegiatan
fasilitasi/pendampingan desa, pelatihan partisipatif untuk masyarakat,
pemagangan, studi banding, advokasi dan lain sebagainya harus
menjadi program tetap pemerintah untuk meningkatkan kemampuan
kolektif aparatur desa dengan melibatkan berbagai pihak: Lembaga
swadaya masyarakat, kelompok-kelompok masyarakat, swasta,
perguruan tinggi dan lain sebagainya.
90
DAFTAR PUSTAKA
BUKU
Creswell, John W. Penelitian Kualitatif & Desain Riset: Memilih Diantara Lima
Pendekatan. edisi ketiga. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2014.
Dunn, William N. Pengantar Analisis Kebijakan Publik Edisi Kedua. Yogyakarta:
Gadjah Mada University Press, 2003.
Dwijowijoto, Riant Nugroho. Kebijakan Publik: Formulasi, Implementasi dan
Evaluasi. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo, 2003.
Howlett, Michael dan Ramesh. Studying Public Policy: Policy Cycles and Policy
Subsystem. Toronto: Oxford University Press, 2001.
Isra, Saldi. Pergeseran Fungsi Legislasi, Menguatnya Model Legislasi
Parlementer Dalam Sistem Presidensial Indonesia. Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 2010.
Mulyana, Dedy. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Rosda Karya, 2001.
Nazir, Moh. Metode Penelitian. edisi kesembilan. Bogor: Ghalia Indonesia, 2014.
Parsons, Wayne. Public Policy: Pengantar Teori dan Praktik Analisis Kebijakan.
Jakarta, Kencana, 2006.
Sangadji, Etta Mamang dan Sopia. Metodelogi Penelitian: Pendekatan Praktis
Dalam Penelitian. Yogyakarta: ANDI, 2010.
Subarsono. Analisis Kebijakan Publik: Konsep, Teori, dan Aplikasi. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2010.
Tangkilisan, Hessel Nogi S. Kebijakan Publik Yang Membumi: Konsep, Strategi
& Kasus. Yogyakarta: Lukman Offset & YPAPI, 2003.
Wibowo, Eddy dan Hessel Nogi S. Tangkilisan. Kebijakan Publik Pro Civil
Society. Yogyakarta: Yayasan Pembaruan Administrasi Publik, 2004.
Winarno, Budi. Kebijakan Publik: Teori, Proses dan Studi Kasus. Yogyakarta:
CAPS, 2012.
91
JURNAL
Abidin, Muhammad Zainul. “Tinjauan Atas Pelaksanaan Keuangan Desa Dalam
Mendukung Kebijakan Dana Desa.” Ekonomi & Kebijakan Publik.
Aris, M. Syaiful. “UU Desa dan Upaya Pemenuhan Hak Asasi Manusia”,
TRANSISI 9 (2014): 30-43.
Didik Sukriono, “Undang-Undang Desa dan Permasalahan Sosial Budaya”,
TRANSISI 9 (2014): 10-29.
In’amul Mushoffa, “Menimbang Prospek Kesejahteraan Masyarakat Dalam UU
Desa”, TRANSISI 9 (2014): 1-9.
Indah Dwi Qurbani, “Menakar Peluang dan Tantangan Terhadap Implementasi
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa”, TRANSISI 9 (2014):
64-78.
Umbu Pariangu, “Memoles Wajah Kapasitas dan Integritas Aparatur Desa dalam
Bingkai UU Desa”, TRANSISI 9 (2014): 44-64.
KARYA ILMIAH
Ikhwan, Saepul. “Implementasi Kebijakan Alokasi Dana Desa dan Bantuan
Provinsi pada Pemerintah Desa Pagedangan, Kecamatan Pagedangan,
Kabupaten Tangerang Tahun 2009-2011.” Skripsi S1 Fakultas Ilmu Sosial
dan Politik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2012
Yusran, Ahmad. “Implementasi Kebijakan Alokasi Dana Desa (ADD) di
Kecamatan Tanasitolo Kabupaten Wajo.” Tesis S2 Program Pascasarjana,
Universitas Hasanuddin, 2012.
INTERNET
“Hulu ke Hilir Dana Desa”; tersedia di http://www.kemenkeu.go.id/dana-desa;
Internet; diunduh pada 21 Juli 2016.
“Indeks Desa Membangun 2015, Kementerian Desa, Pembangunan Daerah
Tertinggal dan Transmigrasi” tersedia di
https://hanibalhamidi.files.wordpress.com/2015/10/indeks-desa-
membangun-kementerian-desa-pdtt-hh.pdf
“Kamus Besar Bahasa Indonesia” tersedia di http://kbbi.web.id/publik, diakses
pada tanggal 9 September 2016
92
“Peraturan Daerah Kabupaten Bogor Nomor 40 Tahun 2004 tentang Organisasi
dan Tata Kerja Kecamatan” [dokumen on-line]; tersedia di
http://www.jdih.setjen.kemendagri.go.id/files/ KAB_BOGOR_40_2004.pdf;
Internet; diunduh pada 21 Juli 2016.
“Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 113 Tahun 2014 tentang Pedoman
Pengelolaan Keuangan Desa” [dokumen on-line]; tersedia di
http://www.kemendagri.go.id/media/documents/ Permen_No.113-
2014(final).doc; Internet; diakses pada 21 Juli 2016.
“Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 56 Tahun 2015 tentang Kode dan Data
Wilayah Administrasi Pemerintahan.” [dokumen on-line]; tersedia di
http://www.kemendagri.go.id/media/documents/2015/08/19/p/e/permen_no.
56_th_2015.doc; Internet; diunduh pada 21 Juli 2016.
“Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi
Nomor 1 Tahun 2015 tentang Pedoman Kewenangan Berdasarkan Hak Asal
Usul dan Kewenangan Lokal Berskala Desa.” [dokumen on-line]; tersedia di
http://jdih.kemendesa.web.id/Ind/wp-content/uploads/2015/08/Permen-No.-
1-Th-2015.pdf; Internet; diunduh pada 21 Juli 2016.
“Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi
Nomor 5 Tahun 2015 tentang Prioritas Penggunaan Dana Desa.” [dokumen
on-line]; tersedia di http://jdih.kemendesa.web.id/Ind/wp-
content/uploads/2015/08/PERMEN-NO.-5-TH-2015-OK.pdf; Internet;
diunduh pada 21 Juli 2016.
“Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2014 tentang Dana Desa Bersumber dari
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.” [dokumen on-line]; tersedia di
http://www.setneg.go.id/index.php?option=com_perundangan&id=404209
&task=detail&catid=3&Itemid=42&tahun=2014#; Internet; diunduh pada
21 Juli 2016.
“Rincian Dana Transfer ke Daerah dan Dana Desa APBN-P Tahun Anggaran
2015” [dokumen on-line]; tersedia di http://www.djpk.depkeu.go.id/wp-
content/uploads/2016/01/18-Upload-Rincian-APBNP2015_DanaDesa.xlsx;
Internet; diunduh pada 21 Juli 2016.
93
Lumanauw, Novy. “Dana Desa, Menteri Marwan Akui Banyak Kendala dalam
Pelaksanaan Program”, 2 Desember 2015 [berita on-line]; tersedia di
http://www.beritasatu.com/ekonomi/326719-dana-desa-menteri-marwan-
akui-banyak-kendala-dalam-pelaksanaan-program.html; Internet; diakses
pada 21 Juli 2016.
Widadi, Apung. Mengawal Implementasi Dana Desa: Ketimpangan dan
Penyimpangan. [dokumen on-line]; tersedia di http://seknasfitra.org/wp-
content/uploads/2015/05/Diskusi-Dan-Desa.pdf; Internet; diunduh pada 21
Juli 2016.
DOKUMENTASI
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa Neglasari Tahun 2014-2020
Rencana Kerja Pemerintah Desa Neglasari Tahun 2015
Peraturan Desa Nomor 474/26/X Tahun 2015 Tentang Anggaran Pendapatan dan
Belanja Desa Perubahan Tahun Anggaran 2015
Laporan Realisasi Penggunaan Dana Desa Semester I (satu) 40% Tahun Anggaran
2015
Laporan Realisasi Penggunaan Dana Desa Semester II (dua) 40% Tahun
Anggaran 2015
Laporan Realisasi Penggunaan Dana Desa Semester II (dua) 20% Tahun
Anggaran 2015
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa
WAWANCARA
Wawancara dengan Kiai Suhendar sebagai Ketua MUI Desa Neglasari/Tokoh
Agama, Desa Neglasari, Bogor, 02 Agustus 2016 di Pondok Pesantren
Roudotul Sholihin.
Wawancara dengan Korib sebagai warga Kampung Cikopomayak, Desa
Neglasari, Bogor, 01 Agustus 2016 di Kampung Cikopomayak, Desa
Neglasari, Bogor.
94
Wawancara dengan M. Nahrowi, SE sebagai Kepala Desa Neglasari, Bogor, 20
November 2016 di Kantor Desa Neglasari.
Wawancara dengan Maspupah sebagai Pengurus/Guru PAUD Durothul Atfal,
Bogor, 01 Agustus 2016 di Gedung PAUD Durothul Atfal.
Wawancara dengan Rihanah sebagai Pengurus/Guru PAUD Mutiara, Bogor, 01
Agustus 2016 di Gedung PAUD Mutiara.
Wawancara dengan Sueb sebagai warga Kampung Sinarjaya, Desa Neglasari,
Bogor, 02 Agustus 2016 di Kampung Sinarjaya, Desa Neglasari, Bogor.
Wawancara dengan Uding Miftahudin sebagai Ketua BPD Desa Neglasari, Desa
Neglasari, Bogor, 02 Agustus 2016 di Kampung Sinarjaya, Desa Neglasari,
Bogor.
Top Related