HUBUNGAN UMUR IBU HAMIL DENGAN KEJADIAN BAYI BERAT
LAHIR RENDAH (BBLR) DI RSUD MAJALAYA
KABUPATEN BANDUNG TAHUN 2017
LAPORAN TUGAS AKHIR
Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat guna menyelesaikan
Pendidikan Program Studi D III Kebidanan
STIKes Bhakti Kencana Bandung
Oleh :
IRA GUMBIRA
NIM : CK.1.15.014
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BHAKTI KENCANA
PROGRAM STUDI D.III KEBIDANAN
B A N D U N G 2 0 1 8
iii
ABSTRAK
Usia kehamilan di bawah 20 tahun dari sisi kesehatan membahayakan bagi
ibu dan bayinya. Risiko tinggi dari hamil < 20 tahun salah satunya adalah terjadi
BBLR. Begitupun dengan umur hamil > 35 tahun berisiko bayi dengan BBLR.
Studi pendahuluan didapatkan bahwa terjadi peningkatan kejadian BBLR di
RSUD Majalaya dari tahun 2015 sebanyak 10,3% dan tahun 2017 menjadi
14,88%.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan umur ibu hamil
dengan kejadian BBLR di RSUD Majalaya Kabupaten Bandung tahun 2017.
Penelitian ini merupakan penelitian cross sectional. Populasi sebanyak
1026 responden dan sampel didapatkan sebanyak 342 BBLR dan 684 tidak BBLR
sehingga sampel sebanyak 234 responden. Pengambilan data secara sekunder
yaitu melihat rekam medik RSUD Majalaya Kabupaten Bandung tahun 2017
dengan analisa data mengunakan analisis univariat dan bivariat.
Hasil penelitian didapatkan bahwa umur ibu lebih dari setengahnya
berisiko rendah sebanyak 699 orang (68,1%) dan kurang dari setengahnya
berisiko tinggi sebanyak 327 orang (31,9%), kejadian BBLR lebih dari
setengahnya tidak terjadi BBLR sebanyak 684 orang (66,7%) dan kurang dari
setengahnya terjadi BBLR sebanyak 342 orang (33,3%), didapatkan nilai p-value
(0,000) lebih kecil dari nilai α (0,05) sehingga dapat dikatakan terdapat hubungan
yang signifikan antara umur dengan kejadian BBLR.
Simpulan didapatkan bahwa umur berhubungan dengan kejadian BBLR.
Saran kepada pihak rumah sakit karena masih banyaknya kejadian BBLR karena
berbagai faktor maka pihak rumah sakit bisa terus meningkatkan sarana prasarana
seperti menambah inkubator dan meningkatkan pelayanan mengenai asuhan
kebidanan pada bayi BBLR.
Kata kunci : BBLR, Umur, Ibu Hamil
Daftar Pustaka : 23 Sumber (Tahun 2009-2014).
iv
KATA PENGANTAR
Segala Puji serta Syukur senantiasa kita panjatkan pada Illahi Rabbi yang
senantiasa memberikan rahmat, karunia, serta lindungan kepada kita semua
sehingga kita masih bisa melaksanakan segala perintah-Nya dan menjalankan
segala aktivitas sebagaimana mestinya. Tak lupa Shalawat serta salam tercurah
limpahkan pada Nabi Muhammad SAW sebagai suri tauladan umat dan Sang
pengemban Agama Allah SWT yang telah membimbing kita dari masa
kejahiliyahan sampai masa sekarang yang terang benderang ini.
Alhamdulillah berkat rahmat Allah, pada kesempatan ini penulis dapat
menyelesaikan laporan tugas akhir yang berjudul “HUBUNGAN UMUR IBU
HAMIL DENGAN KEJADIAN BAYI BERAT LAHIR RENDAH (BBLR)
DI RSUD MAJALAYA KABUPATEN BANDUNG TAHUN 2017”. Dimana
laporan tugas akhir ini disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan
pendidikan program DIII Kebidanan STIKes Bhakti Kencana Bandung.
Penyusunan laporan tugas akhir ini penulis sendiri mendapatkan banyak
bimbingan, pengarahan, masukan serta dorongan moriil maupun materiil, maka
dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terimakasih yang tak
terhingga terutama kepada:
1. H. Mulyana, SH., MPd., MH.Kes selaku Ketua Yayasan Adhi Guna
Kencana.
2. R. Siti Jundiah, M.Kep, selaku Ketua STIKes Bhakti Kencana Bandung;
3. Dewi Nurlaela Sari, M.Keb. selaku ketua program studi D III kebidanan
STIKes Bhakti Kencana Bandung.
v
4. Supriyatni KZ., SKM., M.MKes. selaku pembimbing yang telah
memberikan arahan dan meluangkan waktu serta tenaganya.
5. Seluruh Staff dan Dosen yang telah memberikan ilmunya kepada penulis
6. Kepada kedua orang tua yang selalu mendo’akan dan mendukung secara
moril dan materil dengan penuh sabar dan penuh kasih sayang.
7. Seluruh pihak yang penulis tidak bisa sebutkan satu persatu
Penulis menyadari akan kekurangan maupun kesalahan dalam penyusunan
laporan tugas akhir ini, baik dalam penyajian materi maupun penyusunan tata
bahasanya. Hal ini karena keterbatasan pengetahuan dan kemampuan yang penulis
miliki sehingga penulis mengharapkan saran dan kritik sebagai bahan masukan
dari semua pihak demi kesempurnaan isi yang terkandung dalam laporan tugas
akhir ini.
Akhir kata, semoga semua amal yang telah mereka berikan kepada penulis
mendapat balasan yang lebih baik dari Allah SWT. Penulis juga berharap semoga
laporan tugas akhir ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan para pembaca pada
umumnya.
Bandung, September 2018
Penulis
vi
DAFTAR ISI
Halaman
LEMBAR PERSETUJUAN
ABSTRAK .................................................................................................. iii
KATA PENGANTAR ............................................................................... iv
DAFTAR ISI ............................................................................................. vi
DAFTAR TABEL ..................................................................................... ix
DAFTAR BAGAN ...................................................................................... x
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................ xi
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah .................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................. 3
1.3 Tujuan Penelitian ............................................................... 3
1.4 Manfaat Penelitian ............................................................. 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Kehamilan .............................................................. 6
2.1.1 Pengertian Kehamilan ............................................ 6
2.1.2 Perubahan Fisiologi dalam Kehamilan .................. 6
2.1.3 Umur Ibu Beresiko untuk Hamil ............................ 10
2.2 Konsep Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) ......................... 11
2.2.1 Definisi BBLR ........................................................ 11
2.2.2 Klasifikasi BBLR .................................................... 12
vii
2.2.3 Penyebab BBLR ...................................................... 25
2.2.4 Karakteristik BBLR ................................................ 26
2.2.5 Dampak BBLR ........................................................ 27
2.2.6 Diagnosis BBLR ..................................................... 29
2.2.7 Penatalaksanaan BBLR ........................................... 31
2.2.8 Pencegahan BBLR .................................................. 41
2.3 Hubungan Umur Ibu Hamil dengan BBLR ........................ 42
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Desain Penelitian ................................................................ 45
3.2 Variabel Penelitian ............................................................. 45
3.3 Populasi Penelitian ............................................................. 46
3.4 Sampel dan Cara Pengambilan Sampel ............................... 46
3.5 Kerangka Pemikiran dan Kerangka Konsep ...................... 46
3.6 Definisi Operasional ............................................................ 49
3.7 Hipotesis .............................................................................. 49
3.8 Teknik Pengumpulan Data .................................................. 49
3.9 Pengolahan dan Analisa Data .............................................. 50
3.10 Waktu dan Lokasi Penelitian .............................................. 54
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian .................................................................. 55
4.2 Pembahasan ........................................................................ 58
viii
BAB V SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan ............................................................................ 62
5.2 Saran ................................................................................... 62
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
ix
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
3.1 Definisi Operasional ........................................................................ 49
4.1 Distribusi Frekuensi Umur Ibu Hamil di RSUD Majalaya
Kabupaten Bandung Tahun 2017 ................................................... 56
4.2 Distribusi Frekuensi Angka Kejadian BBLR di RSUD Majalaya
Kabupaten Bandung Tahun 2017 .................................................... 57
4.3 Hubungan Umur Ibu Bersalin dengan Kejadian BBLR di RSUD
Majalaya Kabupaten Bandung Tahun 2017 .................................... 58
x
DAFTAR BAGAN
Bagan Halaman
3.1 Kerangka Konsep ........................................................................... 48
xi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 : Kisi-kisi Penelitian
Lampiran 2 : Lembar Observasi Hasil Rekam Medik
Lampiran 3 : Data Hasil Penelitian
Lampiran 4 : Perhitungan Hasil Penelitian
Lampiran 5 : Lembar Bimbingan
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Upaya untuk meningkatkan kualitas manusia seyogyanya harus
dimulai sedini mungkin sejak janin dalam kandungan dan sangat tergantung
terhadap kesejahteraan ibu termasuk kesejahteraan dan keselamatan
reproduksinya. Oleh karena itu upaya meningkatkan status kesejahteraan ibu
dan anak di Indonesia merupakan salah satu program prioritas (Kemenkes RI,
2013).
Kekurangan gizi pada saat ibu hamil dilihat dari pertumbuhan janin
akan mengakibatkan beberapa keadaan seperti kekurangan protein (KEP),
anemia gizi, defisiensi dan BBLR. Walaupun berat badan ibu kecil pada
trimester I kehamilan tetapi sangat membutuhkan gizi yang tinggi karena pada
trimester pertama ini plasenta terbentuk. Kegagalan kenaikan berat badan pada
trimester I dan trimester II akan meningkatkan kemungkinan lahirnya bayi
dengan berat badan lahir rendah (BBLR). Hal ini terjadi karena plasenta
mengecil sehingga mengakibatkan berkurangnya zat-zat makanan ke janin.
Bayi dengan BBLR mempunyai risiko kematian lebih tinggi dibandingkan
dengan bayi yang lahir dengan berat badan normal (Saimin, 2013).
2
Prevalensi BBLR diperkirakan 15% dari seluruh kelahiran di dunia
dengan batasan 3,3%-38% dan lebih sering terjadi di negara-negara
berkembang atau sosio-ekonomi rendah. Secara statistik menunjukkan 90%
kejadian BBLR didapatkan di negara berkembang dan angka kematiannya 35
kali lebih tinggi dibanding pada bayi dengan berat lahir lebih dari 2500 gram
(Pantiawati, 2010).
Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) adalah bayi dengan berat lahir 2500
gram atau kurang yang mempunyai usia kehamilan yang pendek (premature)
atau beratnya tidak sesuai dengan masa gestasinya (kecil untuk masa
kehamilan) atau keduanya (Bobak, 2013).
Kejadian BBLR dipengaruhi oleh beberapa karakteristik diantaranya
faktor ibu: penyakit (tosemia gravidarum, perdarahan antepartum, trauma fisik
dan psikologis, nefritis akut), umur <20 tahun, umur > 35 tahun, paritas:
grandemultipara, keadaan sosial: ekonomi rendah, faktor janin: hidramnion,
kehamilan ganda, kelainan kromosom, dan faktor lingkungan: tempat tinggal
dataran tinggi, radiasi dan zat-zat racun (Pantiawati, 2010). Dari beberapa
faktor yang menyebabkan BBLR, peneliti mengambil faktor umur ibu pada
saat hamil.
Survey Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan angka kehamilan
remaja pada tahun 2016 pada kelompok usia 15-19 tahun mencapai 48 dari
1000 kehamilan. Dari kejadian tersebut memperlihatkan bahwa pernikahan
3
dini dan seks pranikah di kalangan remaja banyak terjadi. Usia kehamilan di
bawah 20 tahun dari sisi kesehatan membahayakan bagi ibu dan bayinya.
Risiko tinggi dari hamil < 20 tahun salah satunya adalah terjadi BBLR.
Begitupun dengan umur hamil > 35 tahun berisiko bayi dengan BBLR
(Pantiawati, 2010).
Studi pendahuluan yang dilakukan di RSUD Majalaya Kabupaten
Bandung yang merupakan rumah sakit rujukan yang ada di Kabupaten
Bandung didapatkan bahwa angka kejadian BBLR tahun 2015 sebanyak 267
kejadian dari 2592 persalinan (10,3%), tahun 2016 sebanyak 283 kejadian dari
2465 persalinan (11,48%) dan tahun 2017 menjadi sebanyak 342 kejadian dari
2299 persalinan (14,88%) (Rekam Medik RSUD Majalaya, 2017).
Berdasarkan data di atas, didapatkan bahwa kejadian BBLR semakin
meningkat dari tahun ketahun. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk
mengambil judul penelitian “Hubungan umur ibu hamil dengan kejadian
BBLR di RSUD Majalaya Kabupaten Bandung tahun 2017”.
1.2 Rumusan Masalah
Dalam penelitian ini rumusan masalahnya yaitu apakah terdapat
hubungan umur ibu hamil dengan kejadian BBLR di RSUD Majalaya
Kabupaten Bandung tahun 2017?
4
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui hubungan umur ibu hamil dengan kejadian
BBLR di RSUD Majalaya Kabupaten Bandung tahun 2017.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Diketahuinya umur ibu hamil di RSUD Majalaya Kabupaten Bandung
tahun 2017.
2. Diketahuinya angka kejadian BBLR di RSUD Majalaya Kabupaten
Bandung tahun 2017.
3. Diketahuinya hubungan umur ibu hamil dengan kejadian BBLR di
RSUD Majalaya Kabupaten Bandung tahun 2017.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperlihatkan adanya
hubungan antara umur ibu bersalin dengan kejadian BBLR sehingga
salah satu upaya dalam mencegah terjadinya bayi lahir BBLR yaitu
dengan menghindari hamil pada usia remaja maupun usia yang lebih
dari 35 tahun.
5
1.4.2 Manfaat Praktis
1. Bagi Peneliti
Penelitian ini dapat menjadi dasar penelitian lanjutan untuk
mengembangkan keilmuan, khususnya dalam bidang ilmu
kebidanan mengenai hubungan antara umur ibu hamil dengan
kejadian BBLR.
2. Bagi Institusi Pendidikan
Hasil penelitian bisa menjadi bahan bacaan di perpustakaan
mengenai hubungan umur ibu hamil dengan kejadian BBLR.
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Kehamilan
2.1.1 Pengertian Kehamilan
Kehamilan adalah kondisi dimana seorang wanita memiliki janin
yang sedang tumbuh di dalam tubuhnya. Kehamilan biasanya berkisar 40
minggu atau 9 bulan, dihitung dari awal periode menstruasi sampai
melahirkan (Sarwono, 2011). Kehamilan yaitu suatu proses reproduksi
yang perlu perawatan khusus, agar dapat berlangsung dengan baik
kehamilan mengandung kehidupan ibu maupun janin (Fatmawati, 2010).
2.1.2 Perubahan Fisiologi dalam Kehamilan
1. Uterus
Rahim yang semula besarnya sejempol atau 30 gram akan
mengalami hipertropi dan hiperplasia, sehingga menjadi seberat 1000
gram saat akhir kehamilan. ( Manuaba, 2013) Gambaran tinggi fundus
uteri :
a. 16 minggu : Tinggi fundus uteri setengah dari jarak sympisis dan
pusat.
b. 20 minggu : Tinggi fundus uteri terletak 2 jari di bawah pusat
c. 24 minggu : Tinggi fundus uteri tepat ditepi atas pusat\
d. 28 minggu : Tinggi fundus uteri sekitar 3 jari atas pusat
7
e. 32 minggu : Tinggi fundus uteri setengah jarak prosesus xifoideus
dan pusat
f. 36 minggu : Tinggi fundus uteri sekitar 1 jari dibawah prosesus
xifoideus
g. 40 minggu : Tinggi fundus uteri turun setinggi 3 jari dibawah
prosesus xifoideus, karena saat ini kepala janin sudah masuk PAP.
2. Vagina
Vagina dan vulva mengalami peningkatan pembuluh darah karena
pengaruh estrogensehingga tampak makin merah dan kebiru-biruan
(tanda chadwicks)
3. Serviks
Serviks terdiri atas jaringan fibrosa. Adanya hormon estrogen dan
hormon plasenta menyebabkan serviks menjadi lunak.
4. Payudara
Payudara mengalami pertumbuhan dan perkembangan sebagai
persiapan memberikan ASI pada saat laktasi.
5. Serviks Uteri
Serviks uteri pada saat kehamilan, mengalami perubahan hormon
estrogen. Jika korpus uteri mengandung lebih banyak jaringan otot,
maka serviks lebih banyak mengandung jaringan ikat.Jaringan ikat
pada serviks mengandung kolagen. Akibat kadar estrogen meningkat,
dengan adanya hipervaskularisasi maka konsistensi serviks menjadi
lunak.
8
6. Ovarium
Pada permulaan kehamilan terdapat korpus luteum gravidarum
sampai terbentuknya plasenta pada umur 16 minggu, yang kemudian
akan mengecil setelah plasenta terbentuk.
7. Traktus urinarius
Karena pengaruh desakan hamil muda dan turunnya kepala bayi
pada hamil tua terjadi gangguan miksi dalam bentuk sering kencing.
8. Traktus digetivus
Pada Trimester III ini, traktus digestivus akan mengalami suatu
perubahan seorang wanita yang sebelumnya mungkin tidak punya
masalah konstipasi, mungkin selama trimester II atau III ini akan
mengalami masalah tersebut. Konstipasi disebabkan oleh menurunya
gerakan peristaltik yang diakibatkan relaksasi otot halus diusus besar.
Relaksasi ototini terjadi karena peningkatan jumlah progesterone.
9. Sirkulasi darah
Sirkulasi darah dalam kehamilan dipengaruhi oleh adanya
sirkulasi ke plasenta, volume darah dalam kehamilan bertambah
secara fisiologik, volume darah akan bertambah banyak kira-kira 25 %
pada usia kehamilan 32 minggu, diikuti dengan cardiac output yang
meninggi sebanyak 30%.
10. Sistem respirasi
Pada kehamilan 32 minggu ke atas, ibu hamil tidak jarang
mengeluh sesak dan pendek nafas, hal ini disebabkan karena usus-
9
usus tertekan oleh uterus yang membesar ke arah diafragma, sehingga
diafragma kurang leluasa bergerak. Untuk memenuhi kebutuhan
oksigen yang meningkat 20%.
11. Kulit
Pada kulit terjadi perubahan deposit pigmen dan hiperpigmentasi
karena pengaruh MSH (Melanophore Stimulating Hormone).
Hiperpigmentasi ini terjadi pada striae gravidarum, areola mamae,
pipi/ chloasma gravidarum.
12. Metabolisme
Pada wanita hamil basal metabolic rate (BMR) meninggi, sistem
endokrin juga meninggi dan tampak lebih jelas kelenjar gondoknya
(grandula tireoida). BMR meningkat hingga 15 – 20% yang umumnya
ditemukan pada trimester terakhir
Berat badan wanita hamil naik kira-kira 6,5 – 16,5 kg, rata-rata
12,5 kg. Berat badan ini terjadi terutama dalam kehamilan 20 minggu
terakhir.Kenaikan beratbadan dalam kehamilan disebabkan oleh hasil
konsepsi fetus (plasenta, dan air ketuban), juga dari ibu (uterus,
mamae yang membesar, volume darah yang meningkat, lemak dan
protein yang banyak.
13. Perubahan pisikologis
a. Sering disebut periodemenunggu dan waspada sebab ibu merasa
tidak sabar menunggu bayinya.
10
b. Gerakan bayi dan membesarnya perut merupakan dua hal yang
mengingatkan ibu akan bayinya.
c. Kadang ibumerasa khawatir bayinya akan lahir sewaktu-waktu.
d. Ibu merasa khawatir kalau bayi yang dilahirkannya tidak normal.
e. Ibu bersikap melindungi bayinya.
f. Ibu mulai merasa takut akan rasa sakit dan bahaya fisik yang
timbul pada waktu melahirkan.
g. Rasa tidak nyaman timbul kembali.
h. Ibu merasa dirinya jelek dan aneh.
i. Ibu mulai merasa sedih karena akan berpisah dengan bayinya dan
kehilangan perhatian khusus yang diterima selama hamil.
j. Ibu memerlukan penjelasan dan dukungan dari suami, keluarga
dan bidan dalam memberikan support pada ibu menghadapi
persalinan.
k. Saat ini merupakan saat persiapan akhir untuk kelahiran bayi dan
menjadi orang tua.
l. Keluarga menduga-duga jenis kelamin bayi, mirip siapa.
m. Sudah memilih nama untuk bayinya.(Hanafi, 2010).
2.1.3 Umur Ibu Berisiko untuk Hamil
Faktor risiko yang sering dijumpai pada ibu hamil salah satu
diantaranya yaitu umur ≤ 20 tahun dan ≥ 35 tahun. Untuk kehamilan diusia
≤20 tahun dianggap masih berbahaya. Hal ini karena secara fisik dan
11
secara mental dan psikologis masih belum cukup matang dan dewasa
untuk menghadapi kehamilan dan persalinan. Kehamilan diusia ≤20 tahun
(Wiknjosastro, 2014)
Wanita dewasa berumur lebih dari 35 tahun ke atas, kondisi organ-
organ reproduksinya berbanding terbalik dengan yang di bawah 20 tahun.
Pada umur itu wanita mulai mengalami proses penuaan dengan kondisi
seperti itu maka terjadi regresi atau kemunduran dimana alat reproduksi
tidak sebagus layaknya normal, sehingga sangat berpengaruh pada
penerimaan kehamilan dan proses melahirkan (Wiknjosastro, 2014).
2.2 Konsep Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR)
2.2.1 Definisi BBLR
Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) adalah bayi dengan berat lahir
2500 gram atau kurang yang mempunyai usia kehamilan yang pendek
(premature) atau beratnya tidak sesuai dengan masa gestasinya (kecil
untuk masa kehamilan) atau keduanya (Bobak, 2013).
Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) adalah bayi dengan berat badan
lahir kurang dari 2500 gram (Arief, 2012). Bayi berat badan lahir rendah
adalah bayi yang lahir dengan berat badan kurang atau sama dengan 2500
gram (Pantiawati, 2010).
Neonatus dengan berat badan lahir <2500 gram atau sama dengan
2500 gram disebut prematur. Semua bayi yang disebut low birth weight
12
infants atau disebut dengan BBLR (Jumiarni, 2013). Usia gestasional
kurang dari 37 minggu atau berat badan lahirnya kurang dari 10 persentil
masa kehamilannya akibat janin gagal mempertahankan laju
pertumbuhan normal. Tidak semua bayi mempunyai berat kurang dari
2500 gram lahir prematur dan tidak semua bayi yang mempunyai berat
<2500 gram lahir aterm, jadi semua bayi dengan berat lahir <2500 gram
dengan mengabaikan penyebab dan tanpa memperhatikan usia kehamilan
disebut BBLR (Winkjosastro, 2013).
Jika ditinjau dari penanganan dan harapan hidupnya, bayi berat
lahir rendah dibedakan dalam:
1. Bayi Berat Lahir Lendah (BBLR), berat lahir 1500-2000 gram.
2. Bayi Berat Lahir Sangat Rendah (BBLSR), berat lahir < 1500 gram.
3. Bayi Berat Lahir Ekstrim Rendah (BBLER), berat lahir < 1000 gram
(Saifuddin, 2013).
2.2.2 Klasifikasi BBLR
Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) dikelompokkan menjadi
prematuritas murni dan dismaturitas (Pantiawati, 2010).
1. Prematuritas Murni
Prematuritas murni adalah bayi dengan masa kehamilan kurang
dari 37 minggu dan berat badan sesuai dengan berat badan untuk usia
kehamilan atau disebut neonatus kurang bulan sesuai masa kehamilan
(Arief, 2012).
Menurut WHO, bayi prematur adalah bayi lahir hidup sebelum
usia kehamilan minggu ke 37 (dihitung dari hari pertama haid
13
terakhir). Bayi prematur atau bayi preterm adalah bayi yang berusia
kehamilan 37 minggu tanpa memperhatikan berat badan. Sebagian
besar bayi lahir dengan berat badan kurang dari 2500 gram adalah bayi
prematur (Pantiawati, 2010).
a. Penyebab Kelahiran Prematur
1) Faktor ibu
a) Toksemia gravidarum, yaitu preeklampsia dan eklampsia
b) Kelainan bentuk uterus (misalnya uterus bikornis,
inkompeten serviks)
c) Tumor (misalnya mioma uteri, sistoma)
d) Ibu yang menderita penyakit antara lain:
e) Akut dengan gejala panas tinggi (misalnya tifus
abdominalis, malaria)
f) Kronis (misalnya TBC, penyakit jantung, glomerulonefritis
kronis)
g) Trauma pada masa kehamilan, antara lain:
(1) Fisik, misalnya jatuh
(2) Psikologis misalnya stress
h) Usia ibu pada waktu hamil kurang dari 20 tahun atau lebih
dari 35 tahun.
i) Plasenta antara lain plasenta previa, solusio plasenta.
14
2) Faktor Janin
a) Kehamilan ganda
b) Hidramnion
c) Ketuban pecah dini
d) Cacat bawaan
e) Infeksi (misalnya rubella, sifilis, toksoplasmosis)
(Pantiawati, 2010).
2. Tanda Bayi Prematur
Tanda klinis atau penampilan yang tampak sagnat bervariasi,
tergantung pada usia kehamilan saat bayi dilahirkan. Makin prematur
atau makin kecil usia kehamilan saat dilahirkan makin besar pula
perbedaannya dengan bayi yang lahir cukup bulan. Tanda dan gejala
bayi prematur diantaranya:
a. Usia kehamilan kurang dari 37 minggu
b. Berat badan kurang dari 2500 gram
c. Panjang badan kurang dari 46 cm
d. Kuku panjangnya belum melewati ujung jari
e. Batas dahi dan rambut kepala tidak jelas
f. Lingkar kepala sama dengan atau kurang dari 33 cm.
g. Lingkar dada sama dengan atau kurang dari 30 cm
h. Rabut lanugo masih banyak
i. Jaringan lemak subkutan tipis atau kurang
15
j. Tulang rawan daun telinga belum sempurna pertumbuhannya,
sehingga seolah-olah tidak teraba tulang rawan daun telinga
k. Tumit mengkilap, telapk kaki halus
l. Alamat kelamin pada bayi laki-laki pigmentasi dan rugae pada
skrotum kurang. Testis belum turun ke dalam skrotum. Untuk bayi
perempuan klitoris menonjol, labia minora belum tertutup oleh
labia mayora.
m. Tonus otot lemah, sehingga bayi kurang aktif dan pergerakannya
lemah
n. Fungsi saraf yang belum atau kurang matang, mengakibatkan
refleks hisap, menelan dan batuk masih lemah
o. Jaringan kelenjar mamae masih kurang akibat pertumbuhan otot
dan jaringan lemak masih kurang
p. Verniks kaseosa tidak ada atau sedikit (Rukiyah, 2010).
3. Penilaian Usia Kehamilan pada waktu Bayi Dilahirkan
Penentuan usia kehamilan sangat penting karena angka
kematian dan kesakitan menurun dengan meningkatnya usia
kehamilan. Selain itu, ada hubungan antara usia kehamilan dan tingkat
maturitas fisiologis neonatus (Pantiawati, 2010).
4. Masalah-Masalah yang Dapat Terjadi
Tingkat kematangan fungsi sistem organ neonatus merupakan
syarat untuk dapat beradaptasi dengan kehidupan di luar rahim.
Penyakit yang terjadi pada bayi prematur berhubungan dengan belum
16
matangnya fungsi organ-organ tubuhnya. Hal ini berhubungan dengan
usia kehamilan saat bayi dilahirkan. Makin muda umur kehamilan,
makin tidak sempurna organ-organnya. Konsekuensi dari anatomi dan
fisiologi yang belum matang, bayi prematur cenderung mengalami
masalah yang bervariasi. Hal ini harus diantisipasi dan dikelola pada
masa neonatal. Adapun masalah-masalah yang terjadi adalah sebagai
berikut:
a. Hipotermia
Dalam kandungan, bayi berada dalam suhu lingkungan
yang normal dan stabil yaitu 360-37
0C. Segera setelah lahir bayi
dihadapkan pada suhu lingkungan yang umumnya lebih rendah.
Perbedaan suhu ini memberi pengaruh pada kehilangan panas
tubuh bayi. Selain itu, hipotermia dapa terjadi karena kemampuan
untuk mempertahankan panas dan kesanggupan menambah
produksi panas sangat terbatas karena pertumbuhan otot-otot yang
belum cukup memadai, lemak subkutan yang sedikit, belum
matangnya sistem saraf pengatur suhu tubuh, luas permukaan
tubuh relatif lebih besar dibanding dengan berat badan sehingga
mudah kehilangan panas. Tanda klinis hipotermia:
1) Suhu tubuh di bawah normal
2) Kulit dingin
3) Akral dingin
4) Sianosis
17
b. Sindrom Gawat Nafas
Kesukaran pernapasan pada bayi prematur dapat
disebabkan belum sempurnanya pembentukan membran halin
surfaktan paru yang merupakan suatu zat yang dapat menurunkan
tegangan dinding alveoli paru. Pertumbuhan surfaktan paru
mencapai maksimum pada minggu ke-35 kehamilan.
Defisiensi surfaktan menyebabkan gangguan kemampuan
paru untuk mempertahankan stabilitasnya, alveolus akan kembali
kolaps setiap akhir ekspirasi sehingga untuk pernapasan berikutnya
dibutuhkan tekanan negatif intratoraks yang lebih besar yang
disertai usaha inspirasi yang kuat. Tanda klinis sindrom gawat
napas:
1) Pernapasan cepat
2) Sianosis perioral
3) Merintih waktu, ekspirasi
4) Retraksi subternal dan interkostal
c. Hipoglikemia
Pengukuran kadar gula darah pada 12 jam pertama
menunjukkan bahwa hipoglikemia dapat terjadi sebanyak 50%
pada bayi matur. Glukosa merupakan sumber utama energi selama
masa janin. Kecepatan glukosa yang diambil janin tergantugn dari
kadar gula darah ibu karena terputusnya hubungan plasenta dan
janin menyebabkan terhentinya pemberian glukosa. Bayi aterm
18
dapat mempertahankan kadar gula darah 50-60 mg/dL selama 72
jam pertama, sedangkan bayi berat badan lahir rendah dalam kadar
40 mg/dL. Hal ini disebabkan cadangan glikogen yang belum
mencukupi. Hipoglikemia bila kadar gula darah sama dengan atau
kurang dari 20 mg/dL. Tanda klinis hipoglikemia:
1) Gemetar atau tremor
2) Sianosis
3) Apatis
4) Kejang
5) Apnea intermiten
6) Tangisan lemah atau melengking
7) Kelumpuhan atau letargi
8) Kesulitan minum
9) Terdapat gerakan putar mata
10) Keringat dingin
11) Hipotermia
12) Gagal jantung dan henti jantung (sering berbagai gejala muncul
bersama-sama) (Pantiawati, 2010).
d. Perdarahan Intrakranial
Pada bayi prematur pembuluh darah masih sangat rapuh
hingga mudah pecah. Perdarahan intrakranial dapat terjadi karena
trauma lahir, disseminated intravascular coagulopathy atau
trombositopenia idiopatik. Matriks germinal epidimal yang kaya
19
pembuluh darah merupakan wilayah yang sangat rentan terhadap
perdarahan selama minggu pertama kehidupan. Tanda klinis
perdarahan intrakranial:
1) Kegagalan umum untuk bergerak normal
2) Refleks moro menurun atau tidak ada
3) Tonus otot menurun
4) Letargi
5) Pucat dan sianosis
6) Apnea
7) Kegagalan menetek dengan baik
8) Muntah yang kuat
9) Tangisan bernada tinggi dan tajam
10) Kejang
11) Kelumpuhan
12) Fontanela mayor mungkin tegang dan cembung
13) Pada sebagian kecil penderita mungkin tidak ditemukan
manifestasi klinik satu pun (Muslihatun, 2010).
e. Rentan Terhadap Infeksi
Pemindahan substansi kekebalan dari ibu ke janin terjadi
pada minggu terakhir masa kehamilan. Bayi prematur mudah
menderita infeksi karena imunitas humoral dan seluler masih
kurang hingga bayi mudah menderita infeksi. Selain itu, karena
kulit dan selaput lendir membran tidak memiliki perlindungan
seperti bayi cukup bulan (Pantiawati, 2010).
20
f. Hiperbilirubinemia
Hal ini dapat terjadi karena belum maturnya fungsi hepar.
Kurangnya enzim glukorinil transferase sehingga konjugasi
bilirubin indirek menjadi bilirubin direk belum sempurna, dan
kadar albumin darah yang berperan dalam transportasi bilirubin
dari jaringan ke hepar kurang. Kadar bilirubin normal pada bayi
prematur 10 mg/dL. Hiperbilirubinemia pada prematur bila tidak
segera diatasi dapat menjadi kern ikterus yang akan menimbulkan
gejala sisa yang permanen. Tanda klinis Hiperbilirubinemia:
1) Sklera, puncak hidung, sekitar mulut, dada, perut dan
ekstremitas berwarna kuning.
2) Letargi
3) Kemampuan mengisap menurun
4) Kejang (Varney, 2014).
g. Kerusakan Integritas Kulit
Lemak subkutan kurang atau sedikit. Struktur kulit yang
belum matang dan rapuh. Sensitivitas yang kurang akan
memudahkan terjadinya kerusakan integritas kulit, terutama pada
daerah yang sering tertekan dalam waktu lama. Pemakaian plester
dapat mengakibatkan kulit bayi lecet atau bahkan lapisan atau ikut
terangkat (Pantiawati, 2010).
21
5. Dismaturitas
Dismaturitas adalah bayi dengan berat badan kurang dari berat
badan yang seharusnya untuk usia kehamilannya, yaitu berat badan di
bawah persentil 10 pada kurva pertumbuhan intra uterin, biasa disebut
dengan bayi kecil untuk masa kehamilan (KMK/SGA). Hal ini
menunjukkan bayi mengalami retardasi pertumbuhan intrauterine,
keadaan ini berhubungan dengan gangguan sirkulasi dan efisiensi
plasenta (Pantiawati, 2010).
a. Faktor-faktor yang menyebabkan gangguan pertumbuhan intra
uterin
1) Faktor janin
Kelainan kromosom, infeksi janin kronik, disotonomia
familial, retardasi, kehamilan ganda, aplasia pankreas.
2) Faktor plasenta
Berat plasenta kurang, plasenta berongga atau keduanya,
luas permukaan berkurang, plasentitis vilus, infark tumor
(korio angiona), plasenta yang lepas, sindrom tranfusi bayi
kembar.
3) Faktor ibu
Toksemia, hipertensi, penyakit ginjal, hipoksemia (penyakit
jantung sionatik, penyakit paru), malnutrisi, anemia sel sabit,
ketergantungan (obat narkotik, alkohol, rokok).
22
b. Gejala klinis
Gejala klinis yang tampak sangat bervariasi karena dismatur
dapat terjadi preterm, term dan sterm. Bayi dismatur preterm akan
terlihat gejala fisik bayi prematur ditambah dengan gejala retardasi
pertumbuhan dan pelisutan. Pada bayi cukup bulan dan posterm
dengan dismaturitas, gejala yang menonjol ialah pelisutan. Gejala
insufiensi plasenta bergantung pada berat dan lamanya bayi
menderita defisit, retardasi pertumbuhan akan terjadi bila defisit
berlangsung lama (kronis).
Defisit in uteri mengakibatkan gawat janin, dalam arti luas
gawat janin dibagi menjadi 3 golongan, yaitu:
1) Gawat janin akut. Defisit mengakibatkan gawat perinatal tetapi
tidak mengakibatkan retardasi pertumbuhan dan pelisutan.
2) Gawat janin subkutan, bila defisit tersebut menunjukkan tanda
pelisutan tetapi tidak mengakibatkan retardasi pertumbuhan.
3) Gawat janin janin kronik. Bila bayi jelas menunjukkan
retardasi pertumbuhan.
c. Stadium bayi dismatur
1) Stadium pertama. Bayi tampak kurus dan relatif lebih panjang,
kulitnya longgar, kering seperti perkamen, tetapi belum
terdapat noda mekonium.
2) Stadium kedua. Terdapat tanda stadium pertama di tambah
warna kehijauan pada kulit plasenta dan umbilicus. Hal ini
23
disebabkan oleh mekonium yang tercampur dalam amnion
yang kemudian mengedap ke dalam kulit, umbilicus dan
plasenta sebagai akibat anoksia intrauteri.
3) Stadium ketiga. Terdapat tanda stadium kedua ditambah
dengan kulit yang berwarna kuning, begitu pula dengan kuku
dan tali pusat, ditemukan juga tanda anoksia intra uterin yang
lama.
d. Masalah bayi dismatur
1) Sindrom aspirasi mekonium
Hipoksia intrauterin akan mengakibatkan janin
mengalami gasping dalam uterus. Selain itu mekonium akan
dilepaskan dan bercampur dengan cairan amnion. Cairan
amnion yang mengandung mekonium akan masuk ke dalam
paru janin karena inhalasi. Ketika bayi lahir akan menderita
gangguan pernapasan karena melekatnya mekonium dalam
saluran pernapasan.
2) Hipoglikemia simtomatik
Keadaan ini terutama terdapat pada bayi laki-laki,
penyebabnya belum jelas, mungkin karena cadangan glikogen
yang kurang pada bayi dismatur. Diagnosis dibuat setelah
pemeriksaan kadar gula darah, ditanyakan hipoglikemia bila
kadar gula darah kurang dari 20 mg/dl pada bayi berat lahir
rendah.
24
3) Penyakit membran hialin
Penyakit ini diderita bayi dismatur yang preterm
terutama bila masa gestasi kurang dari 35 minggu, hal ini
disebabkan karena pertumbuhan surfaktan paru yang belum
cukup.
4) Herbilirubinemia
Bayi dismatur lebih sering menderita herbilirubinemia
dibandingkan bayi yang beratnya sesuai dengan masa
kehamilan. Berat hati bayi dismatur kurang dibandingkan bayi
biasa, mungkin disebabkan gangguan pertumbuhan hati.
5) Asfiksia neonatorum
Bayi dismatur lebih sering menderita asfiksia
neonatorum dibandingkan bayi biasa. Membedakan bayi
prematur murni atau dismatur penting karena:
a) Morbiditas yang berlainan
b) Prematuritas murni mudah menderita komplikasi membran
hialin, perdarahan intraventrikuler, pneumonia aspirasi.
c) Bayi dismatur mudah menderita sindrom aspirasi
mekonium, hipoglikemia, simtomatik dan hiperbili-
rubinemia.
d) Bayi dismatur yang preterm. Dapat menderita komplikasi
bayi dismatur dan bayi prematur.
e) Bayi dismatur harus mendapat makanan dini yang lebih
dini dari bayi prematur (Pantiawati, 2010).
25
2.2.3 Penyebab BBLR
Faktor predisposisi pada Bayi Berat Lahir Rendah diantaranya yaitu :
1. Faktor Ibu : riwayat kelahiran prematur sebelumnya, perdarahan
antepartum, malnutrisi, kelainan uterus, hidramnion, penyakit jantung
atau penyakit kronik lainnya, usia Ibu kurang dari 20 tahun atau lebih
dari 35 tahun, jarak dua kehamilan yang terlalu dekat, infeksi, trauma
dan lain-lain.
2. Faktor janin: cacat bawaan, kehamilan ganda, hidramnion, ketuban
pecah dini.
3. Keadaan sosial ekonomi yang rendah.
4. Kebiasaan: pekerjaan yang melelahkan, merokok.
5. Tidak diketahui (Winkjosastro, 2013).
Sedangkan) kejadian BBLR dapat disebabkan oleh beberapa faktor
yaitu (Pantiawati, 2010):
1. Faktor ibu
a. Penyakit: Toksemia gravidarum, perdarahan antepartum, trauma
fisik dan psikologis, nefritis akut.
b. Umur ibu : usia < 20 tahun dan ≥ 35 tahun, multigravida yang
jarak kelahirannya terlalu dekat
c. Keadaan sosial: golongan sosial ekonomi daerah dan perkawinan
yang tidak sah.
2. Faktor Janin: Hidramnion, kehamilan ganda dan kelainan kromosom.
26
3. Faktor lingkungan: Tempat tinggal dataran tinggi, radiasi dan zat-zat
racun.
2.2.4 Karakteristik BBLR
1. Prematuritas Murni
a. Berat badan kurang dari 2500 gram, panjang badan kurang dari 45
cm, lingkar kepala kurang dari 33 cm, dan lingkar dada kurang dari
30 cm.
b. Masa gestasi kurang dari 37 minggu
c. Kulit tipis dan transparan, tampak mengkilat dan licin.
d. Kepala lebih besar dari badan.
e. Lanugo banyak terutama pada dahi, pelipis, telinga dan lengan.
f. Lemak subkutan kurang.
g. Ubun-ubun dan sutura lebar
h. Rambut tipis, halus.
i. Tulung rawan dan daun telinga immatur.
j. Puting susu belum terbentuk dengan baik.
k. Pembuluh darah kulit banyak terlihat
l. Peristaltik usus dapat terlihat
m. Genetalia belum sempurna, labia minora belum tertutup oleh labia
mayora
n. Bayi masih posisi fetal
o. Pergerakan kurang dan lemah
p. Otot masih hipotonik
27
q. Banyak tidur, tangis lemah pernafasan belum teratur dan sering
mengalami serangan apnoe.
r. Reflek tonic neck lemah.
s. Reflek menghisap dan menelan belum sempurna.
2. Dismatur
Preterm sama dengan bayi prematur murni, sedangkan
karakteristik pada saat post term diantaranya:
a. Kulit pucat, bernoda, mekonium kering keriput, tipis.
b. Vernix caseosa tipis atau tidak ada.
c. Jaringan lemak di bawah kulit tipis.
d. Bayi tampak kesit, aktif dan kuat.
e. Tali pusat berwarna kuning kehijauan.
2.2.5 Dampak BBLR
Dampak dari kejadian BBLR diantaranya dapat dijelaskan sebagai
berikut (Pantiawati, 2010):
1. Hipotermia
Dalam kandungan, bayi berada dalam suhu lingkungan yang
normal dan stabil yaitu 360 sampai dengan 37
0C. Segera setelah lahir
bayi dihadapkan pada suhu lingkungan yang umumnya lebih rendah.
Perbedaan suhu ini memberi pengaruh pada kehilangan panas tubuh
bayi. Selain itu, hipotermi dapat terjadi karena kemampuan untuk
mempertahankan anas dan kesanggupan menambah produksi panas
28
sangat terbatas karena pertumbuhan otot-otot yang belum cukup
memadai, lemak subkutan yang sedikit, belum matangnya sistem saraf
pengatur suhu tubuh, luas permukaan tubuh relatif lebih besar
dibanding dengan berat badan sehingga mudah kehilangan panas.
Tanda klinis hipotermia: suhu tubuh di bawah normal, kulit dingin,
akral dingin dan sianosis.
2. Hipoglikemia
Penyelidikan kadar gula darah pada 12 jam pertama menunjukkan
bahwa hipoglikemia dapat terjadi sebanyak 50% pada bayi matur.
Glukosa merupakan sumber utama energi selama masa janin.
Kecepatan glukosa yang diambil janin tergantung dari kadar gula
daerah ibu karena terputusnya hubungan plasenta dan janin
menyebabkan terhentinya pemberian glukosa. Bayi aterm dapat
mempertahankan kadar gula darah 50-60 mg/dL selama 72 jam
pertama, sedangkan bayi berat badan lahir rendahdalam kadar 40
mg/dL. Hal ini disebabkan cadangan glikogen yang belum mencukupi.
Hipoglikemia bila kadar gula darah sama dengan atau kurang dari 20
mg/dL. Tanda klinis hipoglikemia diantaranya: gemetar atau tremor,
sianosis, apatis, kejang, apnea intermiten, tangisan lemah atau
melengking, kelumpuhan atau letargi, kesulitan minum, terdapat
gerakan putar mata, keringat dingin, hipotermia, gagal jantung dan
henti jantung (sering berbagai gejala muncul bersama-sama).
29
3. Perdarahan Intrakranial
Perdarahan intrakranial dapat terjadi karena trauma lahir,
disseminated intravascular coagulopathy atau trombositopenia
idiopatik. Matriks germinal epidimal yang kaya pembuluh darah
merupakan wilayah yang sangat rentan terhadap perdarahan selama
minggu pertama kehidupan. Tanda klinis perdarahan intrakranial:
kegagalan umum untuk bergerak normal, refleks moro menurun atau
tidak ada, tonus otot menurun, letargi, pucat dan sianosis, apnea,
kegagalan menetek dengan baik, muntah yang kuat, tangisan bernada
tinggi dan tajam, kejang, kelumpuhan, fontanela mayor mungkin
tegang dan cembung dan pada sebagian kecil penderita mungkin tidak
ditemukan manifestasi klinik satupun (Manuaba, 2013).
2.2.6 Diagnosis BBLR
Menegakkan diagnosa BBLR adalah dengan mengukur berat lahir
bayi dalam jangka waktu 1 jam setelah lahir, dapat diketahui dengan
dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang
(Mochtar, 2014).
1. Anamnesis
Riwayat yang perlu ditanyakan pada ibu dalam anamnesis untuk
menegakkan mencari etiologi dan faktor-faktor yang berpengaruh
terhadap terjadinya BBLR.
a. Usia ibu
b. Riwayat hari pertama hari terakhir
30
c. Riwayat persalinan sebelumnya
d. Paritas, jarak kelahiran sebelumnya
e. Kenaikan berat badan selama hamil
f. Aktivitas
g. Penyakit yang diderita selama hamil
h. Obat-obatan yang diminum selama hamil
2. Pemeriksaan Fisik
Dapat dijumpai saat pemeriksaan fisik pada bayi BBLR antara lain:
a. Berat badan
b. Tanda-tanda prematuritas (pada bayi kurang bulan)
c. Tanda bayi cukup bulan atau lebih bulan (bila bayi kecil untuk
masa kehamilan)
3. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan skor ballard
b. Tes kocok (shake test), dianjurkan untuk bayi kurang bulan
c. Darah rutin, glukosa darah, kalau perlu dan tersedia fasilitas
diperiksa kadar elektrolit dan analisa gas darah
d. Foto dada ataupun babygram diperlukan pada bayi baru lahir
dengan usia kehamilan kurang bulan dimulai pada usia 8 jam atau
didapat atau diperkirakan akan terjadi sindrom gawat nafas.
e. USG Kepala terutama pada bayi dengan usia kehamilan (Mochtar,
2014).
31
2.2.7 Penatalaksanaan BBLR
Secara umum, penatalaksanaan untuk bayi dengan BBLR
setidaknya harus dilakukan beberapa hal di bawah ini yaitu:
1. Mempertahankan suhu dengan ketat
BBLR mudah mengalami hipotermia, oleh sebab itu suhu tubuhnya
harus dipertahankan dengan ketat.
2. Mencegah infeksi dengan ketat
BBLR sangat rentan terhadap infeksi, perhatikan prinsip-prinsip
pencegahan infeksi termasuk mencuci tangan sebelum memegang
bayi.
3. Pengawasan nutrisi / ASI
Refleks menelan BBLR belum sempurna, oleh sebab itu pemberian
ASI harus diberikan sesering mungkin dan dilakukan dengan cermat.
4. Penimbangan ketat
Perubahan berat badan mencerminkan kondisi gizi / nutrisi bayi erat
kaitannya dengan daya tahan tubuh, oleh sebab itu penimbangan berat
badan harus dilakukan dengan ketat (Rukiyah, 2010).
Cara menjaga kesehatan dan kehangatan bayi berat lahir rendah
adalah sebagai berikut (Varney, 2014):
1. Bayi tidak boleh diletakan di tempat yang banyak angin dan diruangan
yang banyak orang.
2. Tubuhnya dibungkus dengan kainbersih yang lembut dan kepalanya
ditutup dengan topi atau tutup kepala yang bersih.
32
3. Ganti pakaian dan kain pembungkus bayi bila basah. Bayi berat lahir
rendah tidak seperti bayi normal. Ia lebih banyak tidur dan sering tidak
menangis walaupun popoknya basah. Karena itu, pakaian bayi harus
sering diperiksa secara teratur dan teliti. Sering kain pembungkus
luarnya tidak basah, tetapi bagian dalamnya basah.
4. Bayi harus sering dipeluk di dada ibu untuk mendapatkan kehangatan.
Namun bila bayi terlalu kecil, diupayakan agar bayi tidak terlalu sering
diangkat.
5. Menjaga kehangatan ruangan / lingkungan sekitar bayi, misalnya
memasang lampu, membatasi masuknya udara dingin, menempatkan
botol berisi air panas di dekat bayi.
Sedangkan secara lebih lengkap, penatalaksanaan untuk kasus
BBLR dilakukan hal-hal sebagai berikut (Pantiawati, 2010):
1. Medikamentosa
Pemberian vitamin K1 :
a. Injeksi 1 mg IM sekali pemberian, atau
b. Per oral 2 mg sekali pemberian atau 1 mg 3 kali pemberian (saat
lahir, usia 3-10 hari, dan usia 4-6 minggu).
2. Diatetik
Pemberian nutrisi yang adekuat, diantaranya:
a. Apabila daya isap belum baik, bayi dicoba untuk menetek sedikit
demi sedikit
33
b. Apabila bayi belum bisa meneteki pemberian ASI diberikan
melalui sendok atau pipet.
c. Apabila bayi belum ada reflek menghisap dan menelan harus
dipasang sonde fooding.
Bayi dengan BBLR mempunyai masalah menyusui karena refleks
menghisapnya masih lemah. Untuk bayi demikian sebaiknya ASI
dikeluarkan dengan pompa atau diperas dan diberikan pada bayi dengan
pipa lambung atau pipet. Dengan memegang kepala dan menahan bawah
dagu, bayi dapat dilatih untuk menghisap sementara ASI yang telah
dikeluarkan yang diberikan dengan pipet atau selang kecil yang menempel
pada puting. ASI merupakan pilihan utama:
1. Apabila bayi mendapat ASI, pastikan menerima jumlah yang cukup
dengan cara apapun, perhatikan cara pemberian ASI dan nilai
kemampuan bayi menghisap paling kurang sehari sekali.
2. Apabila bayi sudah tidak mendapatkan cairan IV dan beratnya naik
20 g/hari selama 3 hari berturut-turut, timbang bayi 2 kali seminggu.
Pemberian minum pada bayi dengan BBLR menurut berat badan
lahir dan keadaan bayi adalah sebagai berikut:
1. Berat lahir 1750-2500 gram
a. Bayi Sehat
1) Biarkan bayi menyusu pada ibu semau bayi. Bayi kecil lebih
mudah merasa letih dan malas minum, anjurkan bayi menyusu
lebih sering (contohnya setiap 2 jam) bila perlu.
34
2) Pantau pemberian minum dan kenaikan berat badan untuk
menilai efektifitas menyusui. Apabila bayi kurang dapat
menghisap, tambahkan ASI peras dengan menggunakan salah
satu alternatif cara pemberian minum.
b. Bayi Sakit
1) Apabila bayi dapat minum per oral dan tidak memperlukan
cairan IV, berikan minum seperti pada bayi sehat.
2) Apabila bayi memerlukan cairan intravena:
a) Berikan cairan intravena hanya selama 24 jam pertama.
b) Mulai berikan minum per oral pada hari ke-2 atau segera
setelah bayi stabil. Anjurkan pemberian ASI apabila ibu
ada dan bayi menunjukkan tanda-tanda siap untuk
menyusu.
3) Apabila masalah sakitnya menghalangi proses penyusui
(contoh: gangguan nafas, kejang), berikan ASI peras melalui
pipa lambung:
a) Berikan cairan IV dan ASI menurut usia
b) Berikan minum 8 kali dalam 24 jam (contoh: 3 jam sekali).
Apabila bayi telah mendapat minum 160 ml/kgBB per hari
tetapi masih tampak lapar berikan tambahan ASI setiap kali
minum. Biarkan bayi menyusu apabila keadaan bayi sudah
stabil dan bayi menunjukkan keinginan untuk menyusu dan
dapat menyusu tanpa terbatuk atau tersedak.
35
2. Berat lahir 1500-1749 gram
a. Bayi Sehat
1) Berikan ASI peras dengan cangkir atau sendok. Bila jumlah
yang dibutuhkan tidak dapat diberikan menggunakan cangkir
atau sendok atau ada resiko terjadi aspirasi ke dalam paru
(batuk atau tersedak), berikan minum dengan pipa lambung.
Lanjutkan dengan pemberian menggunakan cangkir atau
sendok apabila bayi dapat menelan tanpa batuk atau tersedak
(ini dapat berlangsung setelah 1-2 hari namun ada kalanya
memakan waktu lebih dari 1 minggu).
2) Berikan minum 8 kali dalam 24 jam (misal setiap 3 jam).
Apabila bayi telah mendapatkan minum 160/kgBB per hari
tetapi masih tampak lapar, beri tambahan ASI setiap kali
minum.
3) Apabila bayi telah mendapatkan minum baik menggunakan
cangkir atau sendok, coba untuk menyusui langsung.
b. Bayi Sakit
1) Berikan cairan intravena hanya selama 24 jam pertama.
2) Beri ASI peras dengan pipa lambung mulai hari ke-2 dan
kurangi jumlah cairan IV secara perlahan.
3) Berikan minum 8 kali dalam 24 jam (contoh: tiap 3 jam).
Apabila bayi telah mendapatkan minum 160/kgBB perhari
tetapi masih tampak lapar, beri tambahan ASI setiap kali
minum.
36
4) Lanjutkan pemberian minum menggunakan cangkir atau
sendok apabila kondisi bayi sudah stabil dan bayi dapat
menelan tanpa batuk atau tersedak.
5) Apabila bayi telah mendapatkan minum baik menggunakan
cangkir atau sendok, coba untuk menyusui langsung.
3. Berat lahir 1250-1499 gram
a. Bayi Sehat
1) Beri ASI peras melalui pipa lambung
2) Beri minum 8 kali dalam 24 jam (contoh: setiap 3 jam).
Apabila bayi telah mendapatkan minum 160 ml/kg BB per hari
tetapi masih tampak lapar, beri tambahan ASI setiap kali
minum.
3) Lanjutkan pemberian minum menggunakan cangkir atau
sendok.
4) Apabila bayi telah mendapatkan minum baik menggunakan
cangkir atau sendok, coba untuk menyusui langsung.
b. Bayi Sakit
1) Beri cairan intravena hanya selama 24 jam pertama
2) Beri ASI peras melalui pipa lambung mulai hari ke-2 dan
kurangi jumlah cairan intravena secara perlahan.
3) Beri minum 8 kali dalam 24 jam (setiap 3 jam). Apabila bayi
telah mendapatkan minum 160 ml/kgBB per hari tetapi masih
tampak lapar, beri tambahan ASI setiap kali minum.
37
4) Lanjutkan pemberian minum menggunakan cangkir atau
sendok.
5) Apabila bayi telah mendapatkan minum baik menggunakan
cangkir atau sendok, coba untuk menyusui langsung.
4. Berat lahir (tidak tergantung kondisi)
a. Berikan cairan intravena hanya selama 48 jam pertama.
b. Berikan ASI melalui pipa lambung mulai pada hari ke-3 dan
kurangi pemberian cairan intravena secara perlahan.
c. Berikan minum 12 kali dalam 24 jam (setiap 2 jam). Apabila bayi
telah mendapatkan minum 160 ml/kgBB per hari tetapi masih
tampak lapar, beri tambahan ASI setiap kali minum.
d. Lanjutkan pemberian minum menggunakan cangkir atau sendok.
e. Apabila bayi telah mendapatkan minum baik menggunakan cangkir
atau sendok, coba untuk menyusui langsung.
5. Suportif
Hal utama yang perlu dilakukan adalah mempertahankan suhu
tubuh normal dengan cara:
a. Membersihkan jalan napas (caranya seperti para perawatan bayi
normal)
b. Memotong tali pusat dan perawatan tali pusat (seperti perawatan
bayi normal).
c. Membersihkan badan bayi dengan kapas baby oil atau minyak.
d. Memberikan obat mata.
38
e. Membungkus bayi dengan kain hangat
f. Pengkajian keadaan kesehatan pada byai dengan berat badna lahir
rendah
g. Mempertahankan suhu tubuh bayi dengan cara:
1) Membungkus bayi dengan menggunakan selimut bayi yang
dihangatkan terlebih dahulu.
2) Menidurkan bayi di dalam inkubator buatan yaitu dapat dibuat
dari keranjang yang pinggirnya diberi penghangat dari buli-buli
panas atau botol yang diisi air panas. Buli-buli panas atau
botol-botol ini disimpan dalam keadaan berdiri tutupnya ada di
sebelah atas agar tidak tumpah dan tidak mengakibatkan luka
bakar pada bayi. Buli-buli panas atau botol inipun harus dalam
keadaan terbungkus, dapat menggunakan handuk atau kain
yang tebal. Bila air panasnya sudah dingin, ganti airnya dengan
air panas kembali.
h. Suhu lingkungan bayi harus dijaga dengan cara:
1) Kamar dapat masuk sinar matahari
2) Jendela dan pintu dalam keadaan tertutup untuk mengurangi
hilangnya panas dari tubuh bayi melalui proses radiasi dan
konveksi
i. Badan bayi harus dalam keadan kering
j. Gunakan salah satu cara menghangatkan dan mempertahankan
suhu tubuh bayi, seperti kontak kulit dengan kulit, kangaroo
39
mother care, pemancar panas, inkubator atau ruangan hangat yang
tersedia di tempat fasilitas kesehatan setempat sesuai petunjuk.
k. Jangan memandikan atau menyentuh bayi dengan tangan dingin.
l. Ukur suhu tubuh dengan berkala.
m. Harus diperhatikan untuk penatalaksanaan suportif ini adalah:
1) Jaga dan pantau patensi jalan nafas
2) Pantau kecukupan nutrisi, cairan dan elektrolit
n. Bila terjadi penyulit, harus dikoreksi dengan segera (contoh:
hipotermia, kejang, gangguan nafas, hiperbilirubinemia).
o. Berikan dukungan emosional pada ibu dan anggota keluarga
lainnya.
p. Anjurkan ibu untuk tetap bersama bayi. Bila tidak memungkinkan,
biarkan ibu berkunjung setiap saat dan siapkan kamar untuk
menyusui.
6. Pemantauan (Monitoring)
a. Pemantauan saat di rawat
1) Terapi
a) Bila diperlukan terapi untuk penyulit tetap diberikan
b) Preparat besi sebagai suplemen mulai diberikan pada usia 2
minggu
2) Tumbuh Kembang
a) Pantau berat badan bayi secara periodik
40
b) Bayi akan kehilangan berat badan selama 7-10 hari pertama
(sampai 10% untuk bayi dengan berat lahir ≥ 1500 gram
dan 15% untuk bayi dengan berat lahir kurang atau lebih
dari 1500 gram.
c) Bila bayi sudah mendapatkan ASI secara penuh (pada
semua kategori berat lahir) dan telah berusia lebih dari 7
hari maka:
(1) Tingkatkan jumlah ASI dengan 20 ml/kg/hari sampai
tercapai jumlah 180 ml/kg/hari
(2) Tingkatkan jumlah ASI sesuai dengan peningkatan
berat badan bayi agar jumlah pemberian ASI tetap 180
ml/kg/hari.
(3) Apabila kenaikan berat badan tidak adekuat, tingkatkan
jumlah pemberian ASI hingga 200 ml/kg/hari.
(4) Ukur berat badan setiap hari, panjang badan dan lingkar
kepala setiap minggu.
b. Pemantauan setelah pulang
Diperlukan pemantauan setelah pulang untuk mengetahui
perkembangan bayi dan mencegah atau mengurangi kemungkinan
untuk terjadinya komplikasi setelah pulang sebagai berikut:
1) Sesudah pulang hari ke-2, ke-10, ke-20, ke-30, dilanjutkan
setiap bulan.
2) Hitung usia
41
3) Pertumbuhan: berat badan, panjang badan dan lingkar kepala.
4) Tes perkembangan, Denver Development Screening Test
(DDST).
5) Awasi adanya kelainan bawaan
6) Mengajarkan ibu atau orang tua cara:
a) Membersihkan jalan napas
b) Mempertahankan suhu tubuh
c) Mencegah terjadinya infeksi
d) Perawatan bayi sehari-hari: memandikan, perawatan tali
pusat, pemberian ASI dan lain-lain
7) Menjelaskan pada ibu (orang tua) tentang: pemberian ASI,
makanan bergizi bagi ibu, mengikuti program KB segera
mungkin
8) Observasi keadaan umum bayi selama 3 hari, apabila tidak ada
perubahan atau keadaan umum semakin menurun bayi harus
dirujuk ke rumah sakit. Berikan penjelasan kepada keluarga
bahwa harus dirujuk ke rumah sakit (Pantiawati, 2010).
2.2.8 Pencegahan BBLR
Pencegahan preventif pada kasus BBLR adalah langkah yang
sangat penting. Hal-hal yang dapat dilakukan diantaranya:
1. Meningkatkan pemeriksaan kehamilan secara berkala minimal 4 kali
selama kurun kehamilan dan dimulai sejak usia kehamilan muda. Ibu
hamil yang diduga beresiko, terutama faktor resiko yang mengarah
42
melahirkan bayi BBLR harus cepat dilaporkan, dipantau dan dirujuk
pada institusi pelayanan kesehatan yang lebih mampu.
2. Penyuluhan kesehatan tentang pertumbuhan dan perkembangan janin
dalam rahim, tanda-tanda bahaya selama kehamilan dan perawatan diri
selama kehamilan agar mereka dapat menjaga kesehatannya dan janin
yang dikandung dengan baik.
3. Hendaknya ibu dapat merencanakan persalinannya pada kurun usia
reproduksi sehat (20-35 tahun).
4. Perlu dukungan sektor lain yang terkait untuk turut berperan dalam
meningkatkan pendidikan ibu dan status ekonomi keluarga agar
mereka dapat meningkatkan akses terhadap pemanfaatan pelayanan
antenatal dan status gizi ibu selama hamil (Pantiawati, 2010).
2.3 Hubungan Umur Ibu Hamil dengan BBLR
Umur ibu mempunyai pengaruh terhadap angka kejadian BBLR,
dimana pada umur ibu yang masih muda perkembangan organ-organ
reproduksi dan fungsi fisiologisnya belum optimal serta belum tercapainya
emosi dan kejiwaan yang cukup matang yang pada akhimya akan
mempengaruhi perkembangan janin yang dikandungnya, begitupun halnya
dengan umur ibu yang tua akan merugikan perkembangan janin selama
periode dalam kandungan karena adanya kemunduran fungsi fisiologis dan
reproduksi secara umum. (Setyowati, 2014).
43
Menurut Hadyanto (2012), umur risiko terjadinya Bayi Berat Lahir
Rendah pada ibu yang berumur < 20 tahun atau > 35 tahun dan didukung oleh
pernyataan Surasmi (2013) bahwa salah satu faktor penyebab terjadinya
BBLR yaitu umur Ibu pada waktu hamil < 20 tahun atau > 35 tahun.
Banyak faktor yang mempengaruhi terhadap kejadian BBLR, namun
faktor yang paling sering dijumpai yakni faktor umur resiko tinggi yaitu umur
ibu saat hamil kurang dari 20 tahun dan lebih dari 35 tahun (Pantiawati,
2010). Salah satu faktor yang penting dalam kehamilan adalah umur ibu
waktu hamil baik untuk kepentingan ibu maupun janinnya. umur ibu
mempengaruhi bagaimana ibu hamil mengambil keputusan dalam
pemeliharaan kesehatannya. (Indiarti, 2015).
Penelitian yang dilakukan oleh Seni Selvia mengenai gambaran umur
ibu hamil dengan kejadian BBLR di RSUD Kota Bandung didapatkan hasil
bahwa umur ibu yang berisiko terhadap kejadian BBLR, adalah umur ≤20
tahun dan umur ≥35 tahun.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, maka dapat dikatakan bahwa
umur bisa mempengaruhi terhadap kejadian BBLR. Umur yang
mempengaruhi kejadian BBLR yaitu pada umur resiko tinggi yakni umur
kurang dari 20 tahun dan lebih dari 35 tahun. Umur kurang dari 20 tahun
perkembangan organ-organ reproduksi dan fungsi fisiologisnya belum
optimal serta belum tercapainya emosi dan kejiwaan yang cukup matang yang
pada akhirnya akan mempengaruhi perkembangan janin yang dikandungnya,
44
begitupun halnya dengan umur ibu yang tua akan merugikan perkembangan
janin selama periode dalam kandungan karena adanya kemunduran fungsi
fisiologis dan reproduksi secara umum.
Top Related