HUBUNGAN ANTARA PRODUKTIVITAS PRIMER FITOPLANKTON DENGAN DISTRIBUSI IKAN DI
EKOSISTEM PERAIRAN RAWA PENING KABUPATEN SEMARANG
SKRIPSI Diajukan dalam rangka penyelesaian studi Strata I
Untuk mencapai gelar Sarjana Biologi
Oleh :
Nama : Diah Hapsari Bayurini
NIM : 4450401019
Program Studi : Biologi SI
Jurusan : Biologi
Fakultas : MIPA
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG 2006
ii
PENGESAHAN
Skripsi dengan judul : Hubungan Antara Produktivitas Primer Fitoplankton
Dengan Distribusi Ikan di Ekosistem Perairan Rawa
Pening Kabupaten Semarang
Telah dipertahankan dihadapan Sidang Panitian Ujian Skripsi Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam pada :
Hari : Rabu
Tanggal : 15 Februari 2006
Panitia Ujian
Ketua Sekretaris
Drs. Kasmadi Imam Supardi, M. S Ir. Tuti Widianti, M. Biomed NIP. 130781011 NIP. 130781009 Pembimbing I Penguji :
Ir. Nana Kariada TM, M. Si 1. Drs. Bambang Priyono, M.Si NIP. 132068797 NIP. 131803129
Pembimbing II 2. Ir. Nana Kariada TM, M. Si NIP. 132068797 Drs. F. Putut Martin HB, M. Si 3. Drs. F. Putut Martin HB, M. SI NIP. 132231403 NIP. 132231403
iii
ABSTRAK
Rawa Pening adalah salah satu perairan umum yang mempunyai potensi
sumber daya perikanan. Salah satu usaha untuk mengoptimalkan budidaya ikan adalah dengan mengetahui tingkat produktivitas primer fitoplankton, sehingga dapat dipastikan daerah-daerah mana saja yang akan optimal dijadikan tempat budidaya ikan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara produktivitas primer fitoplankton dengan distribusi ikan di ekosistem perairan Rawa Pening Kabupaten Semarang.
Penelitian ini berlangsung pada bulan Juli-Agustus 2005, dengan menggunakan metode purporsive sampling. Pengamatan dilakukan pada tiga stasiun yang berbeda, yaitu Njalen, Slumbu dan Pengawit. Teknik sampling produktivitas primer, dengan menggunakan botol gelap terang yang diinkubasi pada berbagai variasi kedalaman selama 5 jam, sedangkan teknik sampling ikan dilakukan dengan menggunakan jala tebar dan gill net yang dioperasikan selama 1-2 jam. Variabel utama dalam penelitian ini adalah tingkat produktivitas primer, jumlah dan jenis ikan yang ada di stasiun pengamatan, sedangkan variabel pendukungnya meliputi kedalaman air, suhu air, CO2 dan O2 terlarut, pH dan kecerahan. Analisa data dengan menggunakan indeks keanekaragaman(H), indeks kemerataan(e), indeks dominansi (C), indeks kepadatan(ID), dan perhitungan hasil inkubasi botol gelap terang (NPP)
Hasil penelitian menunjukkan bawa ada 14 jenis ikan yang terdapat di Rawa pening Kabupetan Semarang yaitu Rasbora lateristriata, Rasbora jacopsoni, Mystacoleusus marginatus, Barbus conchonius, Puntius binotatus, Osteochilus hasseltii, Anabas testudineus, Trichogaster trichopterus, Trichogaster pectoralis, Oreocromis niloticus, Oreocromis mossambica, Trorichthys meeki, Channa melasoma, Aplocheilus panchax. Dan ada 10 jenis fitoplankton yaitu Closterium sp, Cooneis sp, Microcytis sp, Navicula sp, Nitzchia sp, Perinidium sp, Actinastrum sp, Scenedesmus sp, Staurastrum sp, Synendra sp. Dari hasil analisis diperoleh bahwa keanekaragaman, kemerataan, dominansi ikan tergolong dalam kategori rendah. Sedangkan hasil perhitungan dari inkubasi botol gelap terang menunjukkan bahwa produktivitas primer didaerah Njalen dan Pengawit tergolong tinggi dibandingkan dengan daerah Slumbu.
Berdasarkan penelitian dapat disimpulkan bahwa ada hubungan positif antara produktivitas primer fitoplankton dengan distribusi ikan di ekosistem perairan Rawa Pening Kabupaten Semarang. Saran yang dapat diberikan dari penelitian ini adalah perlu adanya usaha-usaha untuk menjaga kondisi lingkungan di Rawa Pening agar tidak semakin rusak.
iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN Motto : ☯ Ketika engkau masuk kedalam sebuah ruangan yang sesak, dimana segalanya
bertentangan dengan kehendakmu, seakan engkau tidak tahan untuk berada didalamnya walau hanya semenit, maka janganlah kau menyerah, karena justru itu adalah tempat dan saat dimana keadaan akan berubah ( Harriet Beecher Stowe ).
☯ Pengalaman adalah guru yang keras karena memberikan ujian dulu, baru kemudian pelajarannya.
☯ Suara hati seringkali membisikkan dan membimbing apa yang dirasa benar dan apa yang dirasa salah dimasa sekarang, dimana akhirnya benar-benar terbukti dimasa akan datang.
Karya ini saya persembahkan untuk : ♥ Kedua orang tua saya, Moch Toha dan Endang Pudjiastuti, yang memiliki peran
sangat penting dan tak terhingga bagi hidup saya.
♥ Sahabat orang tua saya, Bapak Suharto Setiawan dan Ibu Sriwahyuningsih yang tulus menyayangi saya, menerima saya, dan selalu memberi ruang bagi saya untuk menjadi diri sendiri.
♥ Adik-adikku, Tiwi dan Yunus yang selalu dapat menghibur.
♥ Kekasihku, Budi Kisworo untuk kehadirannya disetiap langkah perjalanan, dengan cinta, tawa, dan dukungannya yang tak pernah berakhir.
♥ Sahabat-sahabatku: Suciati, Yuyun, Lilis, Atip, Nana dan Prisa yang tanpa mereka sadari telah banyak membantu dan mendukung apapun yang saya perlukan.
♥ Teman-teman seperjuangan Biologi '01.
♥ Sahabat-sahabatku di Kost Fitrul Ain.
v
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur kepada Allah SWT yang senantiasa melimpahkan
rahmat dan hidayah-Nya kepada kita semua sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi dengan judul " Hubungan Antara Produktivitas Primer
Fitoplankton Dengan Distribusi Ikan di Ekosistem Perairan Rawa Pening".
Penyusunan skripsi ini dapat terselesaikan dengan lancar tanpa suatu halangan
yang berarti. Oleh karena itu penyusun mengucapkan terima kasih kepada:
1. Rektor Universitas Negeri Semarang yang telah memberikan kesempatan
kepada penulis untuk menyelesaikan studi di Biologi FMIPA UNNES.
2. Dekan FMIPA Universitas Negeri Semarang beserta staf yang telah memberi
kelancaran dalam menyelesaikan skripsi ini.
3. Ketua Jurusan Biologi FMIPA Universitas Negeri Semarang yang telah
memberi pengarahan sehingga skripsi ini dapat tersusun.
4. Ir. Nana Kariada TM,M.Si selaku dosen pembimbing I yang telah
memberikan bimbingan, motivasi dan petunjuk dalam menyelesaikan skripsi
ini.
5. Drs. F. Putut Martin HB, M.Si selaku dosen pembimbing II yang telah
memberikan bimbingan, motivasi dan petunjuk dalam menyelesaikan skripsi
ini.
6. Drs. Bambang Priyono, M. Si selaku dosen penguji yang telah membantu
memberikan saran dan nasehat yang sangat penting bagi penulis.
vi
7. Dra. Sri Ngabekti, M.S selaku Ketua KBK Lingkungan yang telah banyak
membantu memberikan sumbang saran yang sangat penting bagi penulis.
8. Kepala Laboratorium Biologi UNNES beserta staf yang telah membantu
selama penelitian dan penyusunan skripsi.
9. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu
hingga selesainya skripsi ini.
Penulis yakin masih banyak kekurangan dalam menyusun skripsi ini,
namun penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis pada
khususnya dan para pembaca pada umumnya. Kritik dan saran yang
membangun sangat penulis harapkan
Semarang, Februari 2006
Penulis
vii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL................................................................................. i HALAMAN PENGESAHAN ................................................................... ii ABSTRAK ................................................................................................ iii MOTTO DAN PERSEMBAHAN............................................................. iv KATA PENGANTAR............................................................................... v DAFTAR ISI............................................................................................. vii
DAFTAR TABEL ..................................................................................... x DAFTAR GAMBAR................................................................................. xi DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................. xii BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ..................................................................... 1
B. Permasalahan ........................................................................ 4
C. Penegasan Istilah................................................................... 4
D. Tujuan Penelitian .................................................................. 6
E. Manfaat Penelitian ................................................................ 6
BABII. TINJAUAN PUSTAKA
A. Produktivitas Primer ............................................................. 7
B. Distribusi, Keanekaragaman, Kemerataan, Dominansi dan Kepadatan Ikan .................................................................... 8
C. Hubungan Antara Produktivitas Primer dengan
Distribusi Ikan....................................................................... 11
viii
D. Faktor-faktor Lingkungan yang Mempengaruhi Produktivitas Primer Fitoplankton dan Distribusi Ikan ............................... 12
BAB III. METODE PENELITIAN
A. Lokasi dan Waktu Penelitian................................................. 17
B. Populasi dan Sampel ............................................................. 19
C. Teknik Sampling ................................................................... 20
D. Variabel Penelitian................................................................ 22
E. Prosedur Penelitian ............................................................... 22
F. Metode Analisis Data............................................................ 28
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
1. Produktivitas Primer........................................................ 31
2. Ikan ................................................................................. 32
B. Pembahasan
1. Produktivitas Primer Fitoplankton................................... 34
2. Keanekaragaman, Kemerataan, Dominasi dan Kepadatan Jenis Ikan di Rawa Pening Kabupaten Semarang ............ 40 3. Hubungan Antara Produktivitas Primer dengan Distribusi Ikan di Rawa Pening Kabupaten Semarang..................... 42 4. Hubungan Kondisi Lingkungan dengan Produktivitas Primer Fitoplankton dan Distribusi Ikan ......................... 45 BAB V. PENUTUP
A. Simpulan ............................................................................... 49
B. Saran ..................................................................................... 49
ix
DAFTAR PUSTAKA................................................................................ 50 LAMPIRAN.............................................................................................. 54
x
DAFTAR TABEL
Halaman 1. Produktivitas Primer pada Masing-masing Stasiun Pengamatan Berdasarkan Kedalaman Inkubasi Dibagian Atas, Tengah dan Dasar Rawa Pening ............................................................................. 31 2. Genus dan Kelimpahan Rata-rata Fitoplankton yang Ditemukan pada Tiga Stasiun Penelitian ............................................................... 32 3. Jenis Ikan yang Ditemukan di Rawa Pening Kabupaten Semarang..... 32 4. Jumlah Ikan Tiap Jenis pada Setiap Stasiun Pengambilan Sampel
di Rawa Pening Kabupaten Semarang ................................................ 33 5. Perhitungan Indeks Kepadatan Jenis Ikan di Rawa Pening ................. 33 6. Hasil Pengukuran Faktor Abiotik Rawa Pening Kabupaten
Semarang ............................................................................................ 34
xi
DAFTAR GAMBAR
Halaman 1. Lokasi Penelitian di Rawa Pening.......................................................... 17 2. Teknik Pengambilan Sampling 2.1 Gambar Penempatan Titik Pengambilan Sampel........................... 18 2.2 Gambar Pengambilan Sampel Berdasarkan Variasi Kedalaman pada Tiap Stasiun ........................................................................... 18 2.3 Gambar Pembagian Lokasi pada Tiap Statiun ............................... 18 2.4 Gambar Peletakan Botol Gelap dan Botol Terang Sesuai dengan Variasi Kedalaman......................................................................... 25 3. Grafik Hubungan Antara Produktivitas Primer Fitoplankton dengan Banyaknya Fitoplankton......................................................................... 37 4. Grafik Hubungan Antara Kepadatan Fitoplankton dengan Distribusi Ikan ........................................................................................................ 38 5. Grafik Produktivitas Primer pada Bagian Permukaan, Tengah dan Dasar Perairan ........................................................................................ 39 6. Grafik Kelimpahan Fitoplankton pada Ketiga Daerah Penelitian.......... 40 7. Grafik Hubungan antara Produktivitas Primer Fitoplankton dengan Distribusi Ikan ........................................................................................ 44
xii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1. Data Jenis Ikan yang Ditemukan di Rawa Pening Kabupaten Semarang ............................................................................................ 54 2. Nilai Indeks Keanekaragaman, Kemerataan dan Dominasi pada Masing-masin Stasiun Pengambilan Sampel di Rawa Pening Kabupaten Semarang .......................................................................... 56 3. Perhitungan Indeks Keanekaragaman Jenis dan Dominasi Ikan pada Masing-masing Stasiun Pengambilan Sampel pada Tanggal 23 Juli 2005 ........................................................................................ 57 4. Perhitungan Indeks Keanekaragaman Jenis dan Dominasi Ikan pada Masing-masing Stasiun Pengambilan Sampel pada Tanggal 6 Agustus 2005 ................................................................................... 59 5. Perhitungan Indeks Keanekaragaman Jenis dan Dominasi Ikan pada Masing-masing Stasiun Pengambilan Sampel pada Tanggal 20 Agustus 2005 ................................................................................. 61 6. Cara Perhitungan Indeks Keanekaragaman Jenis dan Dominasi Ikan..................................................................................................... 63 7. Perhitungan Indeks Kemerataan Jenis Ikan pada Masing-masing Stasiun Pengambilan Sampel di Rawa Pening Kabupaten Semarang.. 64 8. Perhitungan Indeks Kepadatan Jenis Ikan di Rawa Pening Kabupaten Semarang ............................................................................................ 65 9. Kadar Oksigen Terlarut Daerah Njalen Sebelum dan Sesudah Inkubasi pada Botol Gelap dan Botol Terang di Rawa Pening............ 66 10. Kadar Oksigen Terlarut Daerah Slumbu Sebelum dan Sesudah Inkubasi pada Botol Gelap dan Botol Terang di Rawa Pening............ 67 11. Kadar Oksigen Terlarut Daerah Pengawit Sebelum dan Sesudah Inkubasi pada Botol Gelap dan Botol Terang di Rawa Pening............ 68 12. Hasil Perhitungan Produktivitas Primer Daerah Njalen di Rawa Pening ................................................................................... 69 13. Hasil Perhitungan Produktivitas Primer Daerah Slumbu di Rawa Pening ................................................................................... 70
xiii
14. Hasil Perhitungan Produktivitas Primer Daerah Pengawit di Rawa Pening ................................................................................... 71 15. Gambar Grafik Hubungan Antara Produktivitas Primer Fitoplankton dengan Berbagai Faktor Abiotik ......................................................... 72 16. Gambar Stasiun Pengambilan Sampel................................................. 75 17. Gambar Alat-alat Penelitian................................................................ 77 18. Klasifikasi dan Deskripsi Beberapa Jenis Ikan.................................... 79
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam pembangunan nasional, perairan umum sebagai sumber alam
merupakan salah satu aset atau modal dasar pembangunan, dengan demikian
dalam pemanfaatan perairan umum harus memperhatikan faktor-faktor dominan
dari berbagai faktor lingkungan hidup. Mengingat perairan umum merupakan
suatu ekosistem alam, yaitu lingkungan sebagai tempat berlangsungnya hubungan
timbal balik antara mahluk hidup dan faktor-faktor alamnya, maka dalam
pemanfaatan perairan umum stuktur dasar ekosistemnya harus tetap dijaga dalam
suatu kesatuan yang mantap. Luas perairan umum di Indonesia sekitar 9.122.053
ha, dengan rincian danau seluas 455.021 ha, waduk buatan seluas 34.820 ha, rawa
seluas 5.578.761 ha, dan sungai seluas 3.053.452 ha (Anonim, 2000).
Perairan umum, seperti rawa dan sungai disamping untuk usaha
penangkapan ikan secara tradisional, juga untuk pengembangan budidaya ikan air
tawar dengan karamba apung dan karamba jaring apung. Potensi areal untuk
karamba jaring apung diperkirakan seluas 52.094 ha sekitar 2% luas seluruh
perairan umum di Indonesia, sedangkan potensi produksi karamba jaring apung
diperkirakan antara 0,4 sampai 1,7 juta ton per tahun (Anonim, 2000).
Dalam rangka penganekaragaman konsumsi protein dapat dipastikan
konsumsi ikan juga meningkat. Masyarakat semakin menyadari bahwa ikan tidak
mengandung kolesterol sehingga aman untuk kesehatan jantung (Suyanto, 1994).
2
Menurut Hannesson (1988 ),hasil tangkapan ikan lebih banyak ditentukan
oleh cuaca atau keadaan lingkungan. Ikan termasuk organisme heterotrof, ini
berarti ikan merupakan salah satu produktivitas sekunder di ekosistem perairan.
Banyaknya produktivitas sekunder dari suatu komunitas tergantung pada
banyaknya produktivitas primer pada komunitas yang bersangkutan. Artinya
produktivitas sekunder tinggi jika produktivitas primer tinggi (Susanto, 2000).
Produktivitas primer adalah jumlah total bahan organik yang dibentuk dalam
suatu waktu tertentu oleh aktivitas fotosintesis tumbuhan (Anonim, 1990).
Produktivitas primer merupakan persediaan makanan untuk organisme heterotrof
seperti bakteri, jamur dan hewan (Susanto, 2000). Produktivitas primer di
Indonesia pada musim kemarau lebih tinggi daripada musim penghujan jika
ditinjau bahwa pada musim kemarau langit lebih cerah sedang pada musim
penghujan kebanyakan berawan. Hal ini disebabkan karena pada musim kemarau
dengan intensitas cahaya matahari tinggi, proses fotosintesis yang dilakukan oleh
fitoplankton lebih optimal.
Menurut Jangkaru (2002), rawa merupakan kawasan lahan rendah yang
senantiasa memiliki kepekaan tergenang air pada kurun waktu tertentu maupun
sepanjang tahun. Sumber air rawa meliputi air hujan, air luapan akibat rambatan
pasang air laut dan luapan banjir dibagian hulu.
Rawa Pening adalah salah satu perairan umum yang mempunyai potensi
sumber daya perikanan. Berdasarkan fluktuasi permukaan airnya, Rawa Pening
dapat digolongkan sebagai rawa pasang surut. Rawa pasang surut adalah perairan
rawa yang mempunyai fluktuasi permukaan air yang selalu bergerak naik turun
3
secara harian akibat pengaruh gerakan pasang surut perairan (Ilyas dkk,1990 ).
Badan air rawa pasang surut berhubungan langsung dengan sungai, sehingga
keasamannya akan berkurang. Kondisi habitat rawa pasang surut relatif subur dan
dihuni oleh lebih banyak organisme air. Komposisi jenis ikan yang menghuni
daerah rawa ini didominansi ikan sungai.
Rawa Pening terletak di wilayah Kabupaten Semarang dengan luas kurang
lebih 2.020 hektar, ketinggian 463m dpl dan berada di antara wilayah Kecamatan
Banyubiru, Ambarawa, Bawen dan Tuntang. Perairan Rawa Pening menjadi
tempat bermuaranya beberapa sungai, yaitu Sungai Ngaglik, Sungai Panjang,
Sungai Legi, Sungai Muncul, Sungai Parat dan Sungai Sraten, sedangkan
sebagai aliran keluar mengalir melalui Sungai Tuntang. Selain untuk kegiatan
irigasi, wisata dan pembangkit tenaga listrik, Rawa Pening juga dimanfaatkan
untuk perikanan
Berbagai jenis usaha perikanan di Rawa Pening telah dilakukan oleh
masyarakat desa dan sekitarnya secara turun temurun. Usaha perikanan ini
meliputi semua usaha yang dilakukan baik oleh perorangan atau badan usaha yang
memanfaatkan sumber daya ikan di perairan Rawa Pening melalui kegiatan
penangkapan atau budidaya ikan termasuk kegiatan menyimpan, mengolah,
mengawetkan ikan untuk tujuan tertentu. Mengingat potensi perairan umum di
Rawa Pening cukup tinggi dan juga keberadaannya sangat penting sebagai sumber
kehidupan dan penghidupan bagi masyarakat, maka perlu usaha-usaha
pengelolaan dan pemanfaatan perairan umum di Rawa Pening yang berorientasi
4
terhadap kelestarian, budidaya, penebaran dan usaha penangkapan ikan, sehingga
dapat meningkatkan gizi dan sekaligus meningkatkan pendapatan masyarakat.
Salah satu usaha untuk mengoptimalkan budidaya ikan adalah dengan
mengetahui tingkat produktivitas primer, sehingga dapat dipastikan daerah-daerah
mana saja yang akan optimal dijadikan tempat budidaya ikan mengingat ikan
mempunyai kecenderungan untuk terdistribusi ditempat-tempat dengan sumber
makanan yang paling baik. Produksi perikanan di Rawa Pening rata-rata mencapai
kurang lebih 981,5 ton per tahun ( Anonim,2001).
Penelitian ini dilakukan di tiga zona, yaitu Njalen, Slumbu dan Pengawit.
Njalen adalah masukan air terbesar di Rawa Pening, Slumbu terletak
ditengah-tengah perairan Rawa Pening, sedangkan Pengawit merupakan wilayah
perairan yang banyak vegetasi hydrilla dan elodia.
B. Permasalahan
Berdasarkan uraian di atas maka permasalahan yang dikaji dalam penelitian
ini adalah :
Bagaimanakah hubungan produktivitas primer dengan distribusi ikan di ekosistem
perairan Rawa Pening Kabupaten Semarang ?
C. Penegasan Istilah
Untuk menghindari adanya perbedaan pengertian dalam penelitian ini
maka perlu diberikan penjelasan tentang beberapa istilah. Istilah yang perlu
diberikan penjelasan adalah sebagai berikut :
5
1. Produktivitas Primer
Anonim (1990) menyatakan produktivitas primer merupakan jumlah total
bahan organik yang dibentuk dalam suatu waktu tertentu oleh aktifitas
fotosintesis tumbuhan. Menurut Susanto (2000), produktivitas primer
merupakan persediaan makanan untuk organisme heterotrof seperti bakteri,
jamur dan hewan.
2. Distribusi
Distribusi atau penyebaran adalah gerakan individu-individu kedaerah atau
keluar daerah populasi. Penyebaran membantu natalitas dan mortalitas
didalam memberi wujud bentuk pertumbuhan atau kepadatan populasi.
Penyebaran merupakan alat atau cara yang mana daerah-daerah baru atau
kosong diduduki atau keanekaragaman yang seimbang terbentuk
( Welch,1952 ).
3. Rawa
Rawa merupakan kawasan lahan rendah yang senantiasa memiliki kepekaan
tergenang air pada kurun waktu tertentu maupun sepanjang tahun. Sumber
air rawa meliputi air hujan, air luapan akibat rambatan pasang air laut dan
luapan banjir dibagian hulu (Jangkaru, 2002). Penelitian ini dilakukan di
Rawa Pening Kabupaten Semarang.
6
D. Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui
hubungan produktivitas primer dengan distribusi ikan di ekosistem perairan Rawa
Pening Kabupaten Semarang.
E. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat antara lain :
1. Memberi informasi tentang distribusi ikan dalam kaitannya dengan
produktivitas primer di ekosistem perairan Rawa Pening Kabupaten
Semarang.
2. Menambah pengetahuan masyarakat tentang daerah-daerah mana saja di Rawa
Pening yang akan optimal dijadikan tempat budidaya ikan.
3. Memberi informasi untuk kepentingan bahan studi ikan dan penelitian di
bidang perikanan.
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Produktivitas Primer
Persediaan energi yang tersimpan didalam komunitas dianggap sebagai
produktivitas suatu ekosistem. Nybakken (1982) mengatakan, produktivitas
primer ialah laju pembentukan senyawa-senyawa organik yang kaya energi dari
senyawa-senyawa anorganik. Produktivitas primer merupakan persediaan
makanan untuk organisme heterotrof yaitu bakteri, jamur dan hewan.
Produktivitas primer total yaitu produktivitas yang masih berupa hasil
fotosintesis (belum dikurangi yang direspirasikan).
Produktivitas primer suatu komunitas dipengaruhi oleh beberapa faktor,
antara lain : cahaya, air, temperatur, kecepatan berkembang biak.
Didaerah tropis yang beriklim lembab, produktivitas primer tinggi karena
intensitas cahaya matahari tinggi dan merata sepanjang tahun (Susanto,2000).
Tingginya intensitas cahaya menyebabkan meningkatnya kecepatan fotosintesis.
Adanya pengaruh intensitas cahaya terhadap kecepatan fotosintesis
menyebabkan produsen primer di lingkungan perairan dalam semakin rendah.
Menurut Isnansetyo dan Kurniastuty (1995), fitoplankton dapat dikatakan
sebagai pembuka kehidupan di planet bumi ini, karena dengan adanya
fitoplankton memungkinkan mahluk hidup yang lebih tinggi tingkatannya ada di
muka bumi. Fitoplankton diketahui hidup di muka bumi jauh sebelum manusia
ada, beberapa ratus juta tahun yang lalu, dengan sifatnya yang autotrof mampu
8
merubah hara anorganik menjadi bahan organik dan penghasil oksigen yang
sangat mutlak diperlukan bagi kehidupan makhluk yang lebih tinggi tingkatannya.
Dilihat dari daya reproduksi dan produktivitasnya, maka fitoplankton
mempunyai produktivitas yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan
organisme autotrof yang lebih tinggi tingkatannya. Fitoplankton juga berperan
sebagai produsen tingkat pertama yang ada diseluruh badan air dimuka bumi .
Boney (1976) menjelaskan bahwa semua jenis fitoplankton yang hidup pada
suatu perairan merupakan penyongkong produktivitas primer.
Beberapa jenis fitoplankton yang ditemukan di Rawa Pening melalui hasil
penelitian sebelumnya adalah Synedra sp, Navicula sp, Diatoma sp, Melosira sp,
Cocconeis sp, Scenedesmus sp, Closterium sp, Peridinium sp, Staurastrum sp,
Microcystis sp, Nitzchia, , Actinastrum sp, Cryptomonas sp, Flagellata sp,
Tetrapedia sp, Tracellomonas sp Cyclotella sp, Chroomonas sp, Attheya sp
( Goeltenboth, 1979), sedangkan melalui penelitian yang dilakukan Maryanto
(1991) didapatkan 10 jenis fitopalnkton, yaitu Cyrptomonas sp, Microcysits sp,
Chroococcus sp, Tracelomonas sp, Melosira sp, Synedra sp, Navicula sp,
Actinastrum sp, Tetraedon sp, Peridinium sp.
B. Distribusi, Keanekaragaman, Kemerataan, Dominansi dan Kepadatan
Ikan
Ikan merupakan salah satu organisme yang mendiami hampir seluruh
lapisan perairan. Pada umumnya, semakin besar ukuran habitat semakin besar
pula jumlah dan keanekaragaman jenis ikannya (Bishop, 1973 dalam Kottelat et
9
al., 1993). Proses seleksi alam berperan terhadap setiap jenis ikan sehingga
setiap jenis sungai, danau atau genangan air dapat dihuni oleh jenis-jenis ikan
tertentu saja. Kondisi air, dasar air, kedalaman dan laju arus air menentukan
jenis ikan yang menghuni perairan tersebut.
Cara-cara penyebaran ikan yang telah berlaku sejak beratus-ratus tahun
yang lampau, akan berlaku pula sampai masa sekarang dan yang akan datang.
Adanya penyebaran dari ikan di alam bebas, adalah sebagai akibat kegiatan
kerja alam yang terus menerus. Menurut Kottelat et al., (1993), distribusi ikan
air tawar di Indonesia bagian barat dan Sulawesi tergantung pada kemampuan
ikan untuk bertahan hidup dalam tipe perairan yang berbeda-beda. Hal ini
sesuai dengan pendapat Ommanney (1985) yang menyatakan ikan-ikan akan
mencari tempat bertelur dan sumber makanan yang paling baik karena terdorong
oleh perubahan suhu beserta jumlah dan tipe makanan yang tersedia.
Djuhanda (1981) berpendapat bahwa suatu jenis kelompok ikan yang dapat
menguasai kondisi alam yang ditempatinya akan dapat berkembang biak
ditempat tersebut dengan suburnya dan daerah tempat kelompok tadi bertambah
lama akan bertambah meluas. Ikan-ikan dari suatu perairan dapat berasal dari
penyebaran ikan dari daerah lain atau perairan lain. Menurut Kottelat et al.,
(1993) ikan-ikan pendatang kadang-kadang bersifat predator dan mendesak
komunitas ikan yang menetap.
Salah satu faktor yang mempengaruhi distribusi ikan selain produktivitas
primer adalah pasang surut air. Menurut pendapat para nelayan disekitar Rawa
10
Pening, pada kondisi air surut jumlah ikan cenderung sedikit. Pada kondisi air
pasang, terutama pada awal musim penghujan jumlah ikan sangat melimpah.
Keanekaragaman adalah gabungan antara jumlah jenis dan jumlah individu
masing-masing jenis dalam suatu komunitas atau sering disebut kekayaan jenis
(Deshmukh, 1992). Menurut Harjosuwarno (1990), keanekaragaman jenis
merupakan gabungan dari kekayaan jenis dan kemerataan jenis. Menurut Odum
(1993), ada dua komponen keanekaragaman jenis yaitu kekayaan jenis dan
kemerataan atau equitabilitas. Kekayaan jenis adalah jumlah jenis dalam suatu
komunitas. Kemerataan atau equitabilitas adalah pembagian individu yang
merata diantara jenis. Kemerataan menjadi maksimum apabila semua spesies
mempunyai jumlah individu yang sama atau rata.
Menurut Kamisa (1997), dominansi merupakan tindakan penguasaan suatu
spesies terhadap spesies lain yang lemah, misalnya ketika ada suatu spesies yang
terdapat dalam jumlah yang paling banyak atau paling melimpah dalam suatu
habitat diantara spesies lain, maka spesies tersebut dikatakan yang paling
mendominansi.
Menurut Kramadibrata (1996), kepadatan ialah tinggi rendahnya jumlah
individu populasi suatu spesies hewan yang merupakan besar kecilnya ukuran
populasi atau tingkat kepadatan populasi itu. Soegianto (1994) menyatakan
bahwa, kepadatan (density) adalah jumlah individu per unit area (luas) atau unit
volume. Dalam sampling fauna, menentukan kepadatan mutlak seringkali tidak
mungkin dilakukan. Cara yang dapat dilakukan adalah dengan membuat indeks
kepadatan, yang umum digunakan untuk keperluan pembandingan. Indeks itu
11
dapat dinyatakan sebagai jumlah individu per unit habitat atau jumlah individu
per unit usaha, bukan lagi jumlah individu per unit luas.
C. Hubungan antara Produktivitas Primer dengan Distribusi Ikan
Produktivitas primer merupakan persediaan makanan untuk organisme
heterotrof, seperti bakteri, jamur dan hewan. Ikan termasuk salah satu organisme
heterotrof yang dalam hal ini ikan merupakan produktivitas sekunder suatu
perairan. Banyaknya produktivitas sekunder dari suatu komunitas tergantung pada
banyaknya ptoduktivitas primer pada komunitas yang bersangkutan. Artinya
produktivitas sekunder tinggi jika produktivitas primernya tinggi (Susanto, 2000).
Brylinsky dan Mann (1973) dalam Susanto (2000) menemukan hubungan positif
antara produktivitas sekunder pada zooplankton dan ikan dengan produktivitas
primer filoplankton di telaga-telaga yang tersebar di muka bumi.
Meskipun hubungan antara produktivitas sekunder dan produktivitas primer
bersifat positif, tetapi produktivitas sekunder di suatu ekosistem selalu lebih kecil
daripada produktivitas primer. Hal ini disebabkan, tidak semua bagian tubuh
tumbuhan dapat dimakan oleh hewan, tidak semua bahan yang dimakan oleh
hewan dapat diserap oleh saluran pencernaan, sebagian ada yang keluar bersama
kotoran. Tidak semua zat makanan yang diserap oleh usus dapat disusun menjadi
biomassa tubuh, karena sebagian dikeluarkan dari tubuh sebagai sisa metabolisme
( Susanto,2000 ).
12
D. Faktor-Faktor Lingkungan Yang Mempengaruhi Produktivitas Primer
Fitoplakton dan Distribusi Ikan
1. Oksigen Terlarut.
Oksigen merupakan hasil sampingan dari fotosintesis sehingga ada
hubungan erat antar produktivitas dengan oksigen yang dihasilkan (Eden, 1990).
Oksigen yang terlarut digunakan oleh organisme untuk melakukan proses
pembakaran bahan makanan dan proses tersebut menghasilkan energi untuk
keperluan aktivitas organisme. Odum (1993) mengatakan kebutuhan oksigen
terlarut pada organisme sangat bervariasi tergantung jenis, stadia dan
aktivitasnya. Menurut Soeseno (1988) dalam Sunarti (2000) plankton dapat
hidup baik pada konsentrasi oksigen lebih dari 3mg/l.
Oksigen sangat diperlukan untuk pernafasan dan metabolisme ikan dan
jasad-jasad renik dalam air. Kandungan oksigen yang tidak mencukupi
kebutuhan ikan dan biota lainnya dapat menyebabkan penurunan daya hidup
ikan. Kandungan oksigen terlarut dalam air yang cocok untuk kehidupan dan
pertumbuhan ikan berkisar antara 4 ppm – 7 ppm ( Cahyono,2000).
2. Derajat Keasaman (pH).
Derajat keasaman (pH) air merupakan suatu ukuran keasaman air yang
dapat mempengaruhi kehidupan tumbuhan dan hewan perairan sehingga dapat
digunakan untuk menyatakan baik buruknya kondisi suatu perairan sebagai
lingkungan hidup ( Odum,1993 ).
Derajat keasaman air (pH) dapat mempengaruhi pertumbuhan ikan. Derajat
keasaman air yang sangat rendah atau sangat asam dapat menyebabkan kematian
13
ikan. Keadaan air yang sangat basa juga dapat menyebabkan pertumbuhan ikan
terhambat. Asmawi (1984) menyebutkan bahwa perairan yang baik untuk
kehidupan ikan yaitu perairan dengan pH 6-7.
3. Suhu.
Merupakan faktor pembatas bagi proses produksi fitoplankton. Jika suhu
terlalu tinggi dapat merusak jaringan tubuh fitoplankton sehingga proses
fotosintesis terganggu (Hutabarat, 2000). Suhu dapat mempengaruhi
fotosintesis, baik secara langsung maupun tidak langsung. Pengaruh secara
langsung yaitu suhu berperan mengontrol reaksi kimia enzimatik dalam proses
fotosintesa. Tinggi suhu dapat menaikkan laju maksimum fotosintesa,
sedangkan pengaruh tidak langsung yaitu dalam merubah sruktur hidrologi
kolam perairan yang dapat mempengaruhi distribusi fitoplankton ( Tomascik et
al.,1997 ). Secara umum laju fotosintesa fitoplankton meningkat dengan
meningkatnya suhu perairan, tetapi akan menurun secara drastis setelah
mencapai suatu titik suhu tertentu. Hal ini disebabkan karena setiap spesies
fitoplankton selalu beradaptasi terhadap suatu kisaran suhu tertentu.
Anonim (1984 ) menyatakan bahwa pada suhu 27oC – 29,5oC merupakan
suhu optimum untuk pertumbuhan plankton dan jasad renik, sedangkan bagi
ikan sangat membantu aktifitas metabolismenya. Menurut Cahyono (2000) suhu
air yang tidak cocok, misalnya terlalu tinggi atau terlalu rendah dapat
menyebabkan ikan tidak dapat tumbuh dan berkembang dengan baik. Suhu air
yang cocok untuk pertumbuhan ikan adalah berkisar antara 15oC-30oC dan
perbedaan suhu antara siang dan malam kurang dari 5oC
14
4. Kecerahan
Menurut Sumawidjaja (1974) kecerahan air mempengaruhi jumlah dan
kualitas sinar matahari dalam perairan. Jumlah dan kualitas sinar matahari ini
mempengaruhi kualitas plankton melalui penyedian energi untuk
melangsungkan proses fotosintesa. Menurut Odum ( 1993 ) penetrasi cahaya
seringkali dihalangi oleh zat yang terlarut dalam air sehingga membatasi zona
fotosintesis. Apabila kecerahan pada suatu perairan rendah, berarti perairan itu
keruh. Kekeruhan terjadi karena adanya plankton, lumpur dan zat terlarut dalam
air. Kekeruhan yang baik adalah kekeruhan yang disebabkan oleh jasad-jasad
renik atau plankton. Nilai kecerahan air untuk kehidupan plankton bisa
mencapai 100-500m dibawah permukaan laut ( Sachlan, 1982)
Air yang terlalu keruh dapat menyebabkan ikan mengalami gangguan
pernafasan (sulit bernafas) karena insangnya terganggu oleh kotoran. Batas
kekeruhan dapat diukur dengan memasukkan sechi disk sampai kedalaman 40
cm. jika benda tersebut masih kelihatan, maka kekeruhan air masih belum
mengganggu kehidupan ikan ( Cahyono, 2000 ).
5. Kecepatan arus
Menurut Sijabat (1976) dalam Murtini (2000) menyebutkan bahwa adanya
arus di perairan akan membantu perpindahan masa air, selanjutnya dikatakan
bahwa arus dapat membantu penyebaran dan migrasi horizontal fitoplankton.
Menurut Hutabarat dan Evans (1985), arus merupakan salah satu faktor yang
terpenting dalam mempengaruhi kesuburan perairan. Perubahan arus terjadi
sesuai dengan makin dalamnya suatu perairan.
15
6. Nitrogen (N) dan Fosfor (P)
Zat-zat hara anorganik utama yang diperlukan fitoplankton untuk tumbuh
dan berkembangbiak adalah nitrogen dan fosfor. Nitrogen dalam perairan tawar
biasanya ditemukan sedikit dalam bentuk molekul N2 terlarut, amonia, NH4+
(nitrogen), nitrit (NO2-), nitrat (NO3
-) dan sejumlah besar persenyawaan organik
(Odum, 1971).Nitrat merupakan sumber nitrogen yang penting untuk
pertumbuhan fitoplankton, sedangkan nitrit merupakan hasil reduksi dari nitrat
yang selalu terdapat dalam jumlah sedikit dalam perairan ( Boney, 1975).
Nitrogen dalam bentuk ikatan nitrat sangat penting untuk membantu proses
assimilasi fitoplankton.
Fosfat dalam perairan berasal dari sisa-sisa organisme dan pupuk yang
masuk dalam perairan. Menurut Wetzel (1977), bahwa fitoplankton dapat
menggunakan unsur fosfor dalam bentuk fosfat yang sangat penting bagi
pertumbuhannya. Fosfor dalam bentuk ikatan fosfat dipakai fitoplankton untuk
menjaga keseimbangan kesuburan perairan.
7. PTT ( Padatan Tersuspensi Total )
Padatan tersuspensi adalah padatan yang menyebabkan kekeruhan air,
tidak terlarut, dan tidak dapat mengendap lagi. Padatan tersuspensi terdiri dari
partikel-partikel yang ukuran maupun beratnya lebih kecil daripada sedimen
seperti lumpur. Padatan tersuspensi akan mengurangi penetrasi sinar matahari
kedalam air, sehingga dapat mengganggu proses fotosintesis. Pengaruh buruk
dari padatan tersuspensi antara lain pada zooplankton dan ikan menyebabkan
penyumbatan pada insang, telur dari makhluk hidup air yang disimpan didasar
16
menderita angka kematian yang tinggi oleh pengendapan partikel yang
tersuspensi. Padatan tersuspensi dalam air teridi dari kotoran hewan, sisa
tamanam dan hewan, serta limbah.
17
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Lokasi dan Waktu Penelitian
Lokasi dalam penelitian ini meliputi tiga zona, yaitu Njalen, Slumbu dan
Pengawit dalam perairan Rawa Pening Kabupaten Semarang, sedangkan waktu
penelitian berlangsung pada bulan Juli - Agustus 2005.
Gambar 1. Lokasi penelitian di Rawapening
Keterangan: A. Njalen B. Slumbu C. Pengawit
18
Gambar 2. Teknik pengambilan sampling
2.1. Gambar penempatan titik-titik pengambilan sampel
2.2. Gambar pengambilan sampel berdasarkan variasi kedalaman pada tiap stasiun
2. 3. Gambar pembagian lokasi pada tiap stasiun
Keterangan :
A. Njalen : Input air terbesar diperairan Rawa Pening. Jarak dari bukit
cinta + 1km. Dimuara sungainya mempunyai kedalaman
sekitar 2,13 m dan dibagian tengah 3,95m. Kedalaman pada
musim penghujan dapat mencapai + 4-5m. Warna air
19
permukaan coklat muda, biasanya digunakan sebagai tempat
menanam padi jika kondisi rawa surut.
B. Slumbu : Daerah yang terletak diantara Njalen dan Pengawit, dengan
kedalaman + 2,97 m dan jika pasang kedalamannya mencapai
+ 5-6 m. Warna air permukaan coklat. Permukaan airnya
tertutup oleh enceng gondok dan paku air dalam jumlah yang
sedang.
C. Pengawit : Keluaran air dari Rawa Pening. Jarak dari bukit cinta + 700-
900 m dan kedalaman normalnya + 2,48 m. Jika musim
penghujan kedalamannya menjadi + 4-5m. Pada daerah ini
terdapat vegetasi hydrilla, elodia, enceng gondok dan paku air
dalam jumlah yang relatif sedikit.
B. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah semua jenis ikan dan produktivitas
primer fitoplankton di ekosistem perairan Rawa Pening Kabupaten Semarang.
2. Sampel
a. Semua jenis ikan yang dapat ditangkap di ekosistem perairan Rawa Pening.
b. Fitoplankton yang diukur produktifitas primernya berdasarkan respirasi pada
botol gelap terang.
20
C. Teknik Sampling
Teknik sampling dalam penelitian ini adalah dengan metode purporsive
sampling. Pengamatan ini dilakukan pada tiga stasiun yang berbeda, yaitu
Njalen, Pengawit dan Slumbu.
a. Teknik Sampling Produktivitas Primer Fitoplankton
Pengambilan sampel produktivitas primer fitoplankton dilakukan pada
setiap stasiun, dan masing-masing stasiun dibagi menjadi 3 bagian, yaitu tepi
utara rawa, tengah rawa dan tepi selatan rawa ( Gambar 2.3). Pada masing-masing
bagian di ambil sebanyak 5 sampel, yaitu 4 sampel dibagian tepi dan 1 sampel
dibagian tengah ( Gambar 2.1 ).
Pengambilan sampel dilakukan secara vertikal berdasarkan variasi
kedalaman, yaitu permukaan , tengah , dan dasar ( Gambar 2.2 ). Pada masing-
masing sampel diambil 4 liter air, dimana 1 liter dimasukkan kedalam botol gelap,
1 liter dimasukkan kedalam botol terang dan sisanya digunakan untuk mengukur
faktor abiotik perairan yang meliputi CO2 terlarut dan kandungan organik total,
sedangkan suhu air dan oksigen terlarutnya langsung diukur pada waktu
pengambilan sampel.
Pengambilan sampel dilakukan sebanyak 3 kali ulangan dengan selang
waktu 1 minggu. Pengambilan sampel dilakukan pada pukul 09.00-14.00 WIB.
Penentuan waktu ini didasarkan pada penelitian Tambaru (2003), yang
menyatakan dalam pengukuran produktivitas fitoplankton dengan sistem inkubasi
sebaiknya dilakukan antara pukul 09.00-14.00. Pada selang waktu inkubasi
tersebut sudah ada penyesuaian cahaya oleh fitoplankton dalam melakukan
21
aktifitas . Penyesuaian tersebut telah berlangsung pada saat matahari terbit mulai
sejak jam 06.00 pagi, dengan demikian intensitas cahaya pada selang waktu
inkubasi tersebut oleh fitoplankton secara optimal digunakan untuk proses
fotosintesis.
b. Teknik Sampling Ikan
Pengambilan sampel ikan dilakukan pada 3 stasiun penelitian. Pada setiap
stasiun dilakukan penangkapan ikan dengan menggunakan jala tebar dan gill net.
Jala tebar dan gill net ini dioperasikan selama 1-2 jam. Diharapkan dalam waktu
tersebut jumlah ikan yang tertangkap dapat menggambarkan jumlah dan jenis ikan
yang ada di stasiun tersebut. Selanjutnya jumlah ikan yang tertangkap pada setiap
stasiun dihitung dan dipisahkan menurut jenisnya.
Pengambilan sampel dilakukan selama 3 minggu dengan selang waktu 1
minggu. Hal ini dilakukan untuk memberi kesempatan ikan kembali lagi kedaerah
tersebut dan juga untuk memastikan ikan jenis lain masih ada yang tersampling
sehingga diharapkan selama selang waktu penangkapan 1 minggu tersebut dapat
terambil seluruh sampel ikan yang ada.
D. Variabel Penelitian
1. Variabel utama dalam penelitian ini adalah tingkat produktivitas primer,
jumlah dan jenis ikan yang ada di stasiun pengamatan yang telah ditentukan.
2. Variabel pendukung meliputi keadaan abiotik di ekosistem perairan Rawa
Pening yang meliputi : kedalaman air, suhu air, CO2 dan O2 terlarut, pH dan
kecerahan
22
E. Prosedur Penelitian
1. Persiapan penelitian
a. Menyiapkan semua peralatan yang diperlukan
b. Membersihkan dan mengecek apakah semua peralatan dapat berfungsi
dengan baik
2. Alat dan Bahan
A. Alat
a. Termometer skala 0oC-100oC untuk mengukur suhu air
b. Lux meter skala high 0-2000 dan low 0-300 untuk mengukur
intensitas cahaya.
c. Tongkat berskala untuk mengukur kedalaman air dengan ketelitian 1
cm.
d. Meteran dengan skala ketelitian 1 cm.
e. Kit ekologi untuk mengukur kadar oksigen terlarut.
f. Kit ekologi untuk mengukur kadar karbondioksida terlarut.
g. pH meter untuk mengukur pH air.
h. Secchi disk untuk mengukur tingkat kecerahan air.
i. Bola ping-pong dan stop watch untuk mengukur kecepatan arus.
j. Kemmerer water sampel dengan volume 1 liter untuk mengambil
sampel air.
k. Botol sampel gelap dan botol sampel terang untuk inkubasi sampel.
l. Alat penangkap ikan yaitu :
23
- Jala tebar dengan mesh size 1-3 cm, keliling 4 m, tinggi 2,5-
3m, panjang tali 3-10 m.
- Gill net dengan mesh size 2-6 cm.
m. Ember untuk menyimpan ikan yang tertangkap.
n. Kantong plastik transparan.
o. Sampan untuk transportasi dari stasiun satu ke stasiun lain.
p. Termos es
B. Bahan
a. Alkohol 70 % untuk mengawetkan ikan.
b. Sampel air yang diambil dari permukaan, tengah dan dasar perairan.
c. Reagen untuk mengukur kadar O2 terlarut yaitu larutan MnSO4,
KOHKI, H2SO4 pekat, amilum dan Na2S2O3
d. Reagen untuk mengukur kadar CO2 terlarut yaitu PP dan NaOH.
e. Reagen untuk mengukur kadar kandungan organik.
C. Cara kerja
1. Pengambilan Sampel
a. Langkah- langkah pengambilan sampel Produktivitas Primer
Mengambil sample plankton dalam air dilakukan secara vertikal
pada setiap variasi kedalaman dengan menggunakan Kemmerer
Water Sampel. Kemudian mengukur kondisi awal abiotik perairan,
termasuk oksigen terlarut. Sample air dimasukkan kedalam botol
gelap dan botol terang sebanyak 1 liter kemudian kedua botol
24
tersebut ditutup. Keduanya diletakkan sesuai dengan titik
pengambilan sample air ( agar lebih jelas dapat dilihat pada gambar
2.4 ) dan dibiarkan selama 5 jam (pukul 09.00-14.00 WIB). Setelah 5
jam, kedua botol gelap dan botol terang di ambil untuk diukur
oksigen terlarutnya dengan menggunakan metode Winkler.
b. Langkah- langkah pengambilan sampel Ikan
Sampel ikan diperoleh dari hasil tangkapan pada masing-masing
stasiun dengan menggunakan jala tebar dan gill net. Ikan-ikan yang
tertangkap di hitung jumlahnya dan kemudian di pisahkan menurut
jenisnya . Satu individu ikan dari tiap-tiap jenis ikan kemudian
dimasukkan dalam toples yang berisa alkohol 70 % dan diberi label
untuk keperluan identifikasi. Identifikasi ikan dilakukan
dilaboratorium Biologi FMIPA Universitas Negeri Semarang dengan
menggunakan buku panduan identifikasi ikan dari Kottelat et al.,
(1993).
2. 4. Gambar peletakan botol gelap dan botol terang sesuai
dengan variasi kedalaman.
2. Pengukuran Kualitas Air
a. Pengukuran pH air
Memasukan kertas indikator universal ke dalam air sampel.
Kemudian mencocokannya dengan warna kalibrasi pada tempatnya.
25
b. Pengukuran suhu.
Memasukan ujung termometer ke dalam air sampel. Membiarkannya
beberapa saat sambil melihat gerakan air raksa. Apabila sudah tidak
bergerak lagi maka skala termometer ini dapat dibaca. Angka ini
menunjukkan suhu air. Untuk mengukur suhu pada suatu kedalaman,
maka dapat dilakukan dengan cara mengambil sampel air dengan
menggunakan Kemmerer Water Sampel dan kemudian langsung
memasukkan termometer pada saat sampel didapat.
c. Pengukuran kecerahan.
Memasukan secchi disk ke dalam perairan. Menurunkan alat tersebut
secara perlahan-lahan sampai tidak kelihatan, kemudian dicatat
kedalamannya. Cakram ditenggelamkan lagi dan secara perlahan
dinaikan sampai tampak kemudian kedalamnya juga dicatat, dari
kedua data tadi dirata-rata hasilnya. Hasilnya merupakan nilai
transparasi cahaya.
d. Pengukuran kecepatan arus.
Menentukan titik A dan B kemudian bola ping-pong dilepaskan
searah dengan arus air. Ketika bola dilepaskan dari titik A maka stop
watch dinyalakan dan setelah bola sampai pada titik B segera stop
watch dimatikan. Pengukuran ini dilakukan 3 kali dan hasil yang
didapat kemudian dirata-rata.
26
e. Kandungan oksigen terlarut menurut Winkler yaitu :
1. Mengambil 20 ml air dengan menggunakan gelas ukur dari kit
ekologi.
2. Menambahkan 1 tetes reagen MnSO4 kedalam air sampel dan
menambahkan (KOH-KI), mengkocok dan membiarkan selama 1
menit hingga terbentuk endapan coklat.
3. Menambahkan 2 tetes reagen H2SO4 kemudian mengkocok
sampai endapanya hilang dan warna larutannya menjadi kuning.
4. Mengambil 5 ml larutan berwarna kuning tersebut kemudian
menambahkan 1 tetes reagen amilum hingga larutan berubah
warnanya menjadi biru tua.
5. Melakukan titrasi dengan reagen Na2S2O4 sampai warna biru pada
larutan menghilang.
Kadar O2 terlarut : jumlah ml x 10 (mg/l).
f. Kandungan CO2 bebas terlarut menurut Winkler yaitu :
1. Mengambil 5 ml air sampel dengan menggunakan gelas ukur dari
kit ekologi.
2. Menambahkan reagen Penolf-ptealin / PP sebanyak 1 tetes.
3. Melakukan titrasi dengan reagen NaOH hingga berwarna merah
muda.
Kadar CO2 bebas terlarut : jumlah ml titran x 100 mg/l.
g. Mengukur kedalaman air
27
Caranya dengan memasukkan tongkat berskala pada bagian yang
akan diukur kedalamannya. Kemudian kedalaman air dapat dilihat
pada skala.
h. Kandungan bahan organik
Mengambil sampel kemudian diujikan dilaboratorium.
F. Metode Analisis Data
Untuk mengetahui jenis ikan dilakukan identifikasi dengan menggunakan
acuan yang menunjang, yaitu Kottelat et al., (1993). Keanekaragaman jenis ikan
dapat dihitung dengan menggunakan indeks keanekaragaman menurut Shannon
(Odum, 1993) dengan rumus yaitu :
⎥⎦⎤
⎢⎣⎡
⎥⎦⎤
⎢⎣⎡−= ∑ N
nilogNniH
Keterangan :
ni = nilai kepentingan untuk setiap jenis ( jumlah individu tiap spesies )
N = nilai kepentingan total (jumlah semua individu tiap spesies )
Hardjosuwarno ( 1990 ) menyatakan bahwa indeks keanekaragaman terdiri
dari beberapa kriteria yaitu :
H>3,0 menunjukkan keanekaragaman sangat tinggi
H= 1,6-3,0 menunjukkan keanekaragaman tinggi
H= 1,0-1,5 menunjukkan keanekaragaman sedang
H<1 menunjukkan keanekaragaman rendah
28
Untuk mengetahui kemerataan jenis-jenis ikan di suatu tempat dapat
diketahui dengan menggunakan indeks kemerataan dari Evenness (e) (Odum,
1993) dengan rumus yaitu :
e = S log
H
Keterangan :
S = Banyaknya jenis pada zona yang ditentukan
H = indeks keanekaragaman
Dengan kriteria :
Kemerataan dinyatakan tinggi jika nilai e =1
Untuk mengetahui dominansi jenis digunakan indeks dominansi (Odum,
1993) dengan rumus yaitu :
C = 2
Nni∑ ⎥⎦⎤
⎢⎣⎡
Keterangan :
ni = nilai kepentingan untuk tiap jenis ( jumlah individu tiap spesies )
N = nilai kepentingan total (jumlah semua individu tiap spesies )
Dengan Kriteria : Dominansi dinyatakan tinggi jika nilai C=1
Dalam sampling fauna, menentukan kepadatan mutlak seringkali tidak
mungkin dilakukan. Cara yang dapat dilakukan adalah dengan membuat indeks
kepadatan (ID) yang umum digunakan untuk keperluan pembandingan. Menurut
Soegianto ( 1994 ) indeks itu dapat dinyatakan sebagai jumlah individu per unit
usaha dengan rumus sebagai berikut:
ID = N/unit usaha
29
Keterangan :
ID = indeks kepadatan
N = jumlah total ikan pada habitat tertentu
Unit usaha = pengoperasian jala tebar dan gill net selama 2 jam
Menurut Darmawan, dkk (2004) produktivitas dapat dinyatakan dalam
satuan energi/ satuan area/ satuan waktu atau satuan biomasa/ atuan area/ satuan
waktu. Hasil akhir perhitungan O2 dikonversi menjadi senyawa karbon gross
fotosintesis. Dengan menggunakan rumus :
GPP(mgC / m3 / hari) =xh
xxDbfDbLb2,1
375,01000)(Re)( −+−
RE = xh
xxDbf2.1
375.01000)(Re − sehingga,
NPP = GPP – RE
Keterangan :
NPP : Produktivitas primer bersih (mgC / m3 / hari)
GPP : Produktivitas primer kotor (mgC / m3 / hari)
RE : Respirasi (mgO/L)
Lb : Harga rata-rata botol terang sesudah diinkubasi (mgO/L)
Db : Harga botol gelap sesudah inkubasi (mgO/L)
Ref : Harga rata-rata referensi ( waktu sebelum inkubasi ) (mgO/L)
h : Waktu inkubasi per hari
30
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
1. Produktivitas Primer
Hasil penelitian produktivitas primer di Rawa Pening Kabupaten Semarang
yang didapatkan dari tiga stasiun pengamatan berdasarkan kedalaman inkubasi
dapat dilihat pada Tabel 1 dibawah ini :
Tabel 1. Produktivitas Primer Pada Masing-Masing Stasiun Pengamatan Berdasarkan Kedalaman Inkubasi di Bagian Atas, Tengah dan Dasar Rawa Pening
Stasiun Pengambilan
Sampel Kedalaman
(m) Rata-rata Produktivitas Primer
(mgC/m3/hari) Permukaan ( 0,7) 710 Tengah (1,4) 547
Njalen
Dasar (2,1) 347 Permukaan (1,4) 563 Tengah (2,8) 442
Slumbu
Dasar (4,2) 262 Permukaan (1,1) 613 Tengah (2,2) 437
Pengawit
Dasar (3,3) 322
Kandungan produktivitas primer fitoplankton pada Njalen berkisar antara
347-710 mgC/m3/hari, daerah Slumbu berkisar antara 262- 563 mgC/m3/hari,
dan daerah Pengawit dengan kisaran 322-613 mgC/m3/hari. Berdasarkan hasil
tersebut terlihat bahwa kandungan produktivitas primer tertinggi terdapat pada
stasiun penelitian pertama yaitu Njalen, sedangkan hasil pengamatan jumlah
genus fitoplankton yang ditemukan pada daerah penelitian dan kelimpahannya
dapat dilihat pada Tabel 2.
31
Tabel 2. Genus dan Kelimpahan Rata-rata Fitoplankton yang Ditemukan Pada Tiga Stasiun Penelitian
ZONA
Njalen Slumbu Pengawit NO Genus
1 2 3 1 2 3 1 2 3
1 Closterium 43.175 35.556 48.254 33.016 40.635 30.476 33.016 43.175 48.254 2 Coconeis 0 2.540 7.619 5.079 2.540 2.540 7.619 7.619 5.079 3 Microcystis 0 7.619 5.079 7.619 2.540 0 0 2.540 5.079 4 Navicula 45.714 50.794 38.095 27.937 22.857 30.476 33.016 25.397 38.095 5 Nitzchia 35.556 40.635 33.016 25.397 38.095 27.937 25.397 45.714 33.016 6 Perinidium 45.714 38.095 43.175 33.016 25.397 35.556 38.095 43.175 48.254 7 Actinastrum 0 2.540 7.619 0 0 5.079 5.079 0 0 8 Scenedesmus 15.238 22.857 20.317 2.540 2.540 0 2.540 0 5.079 9 Staurastrum 48.254 38.095 45.714 25.397 17.778 22.857 5.079 10.159 0
10 Synedra 55.873 63.492 53.333 35.556 40.635 53.333 45.714 55.873 507.94 Jumlah 289.524 302.222 302.222 195.556 193.016 208.254 195.556 233.651 233.651
Rata-Rata 297.989 198.942 220.952
2. Ikan
Dari hasil penelitian ditemukan 14 jenis ikan yang setelah diidentifikasi
tergolong kedalam 5 familia, 5 ordo yang termasuk kedalam kelas Osteichtyes.
Adapun jenis-jenis ikan yang ditemukan dapat dilihat pada Tabel 3 berikut ini.
Tabel 3. Jenis Ikan yang Ditemukan di Rawa Pening Kabupaten Semarang
No Ordo Familia Spesies Nama daerah 1 Rasbora lateristriata Wader pari 2 Rasbora jacopsoni Wader putih 3 Mystacoleusus marginatus Wader ijo 4 Barbus conchonius Wader andong 5 Puntius binotatus Wader cakul 6
Cypriniformes Cyprinidae
Osteochilus hasseltii Nilem 7 Anabas testudineus Bethok 8 Trichogaster trichopterus Sepat jawa 9
Perciformes Anabantidae
Trichogaster pectoralis Sepat siam 10 Oreocromis niloticus Nila 11 Oreocromis mossambica Mujaer 12
Cichlidea Cichlidae
Trorichthys meeki Red devil 13 Mugilliformes Channidae Channa melasoma Gabus 14 Aplocheilidea Aplochilidae Aplocheilus panchax Kepala timah
32
Hasil perhitungan nilai indeks keanekaragaman, kemerataan, dan
dominansi ikan serta jumlah ikan tiap jenis pada setiap stasiun pengambilan
sampel dapat dilihat pada Tabel 4 berikut ini.
Tabel 4. Jumlah Ikan Tiap Jenis Pada Setiap Stasiun Pengambilan Sampel di Rawa Pening Kabupaten Semarang
Jumlah individu pada setiap stasiun pengambilan sampel
Njalen Slumbu Pengawit No
Jenis ikan
1 2 3 1 2 3 1 2 3
∑
1 Rasbora lateristriata 23 15 25 25 20 3 33 25 169 2 Rasbora jacopsoni 10 17 18 12 17 17 17 11 15 134 3 Mystacoleusus marginatus 25 22 23 21 28 22 22 21 18 202 4 Barbus conchonius 8 15 9 8 - 5 1 - - 46 5 Puntius binotatus - - - - 10 - - - - 10 6 Osteochilus hasseltii - - - - - - - 3 - 3 7 Anabas testudineus - 6 - - 6 - 10 22 8 Trichogaster trichopterus 9 17 15 17 8 8 17 14 5 110 9 Trichogaster pectoralis 6 - - 2 5 - 1 - 1 15 10 Oreocromis niloticus - 4 - - - - - - 4 8 11 Oreocromis mossambica - 9 4 - 15 4 10 5 3 50 12 Trorichthys meeki - - - - - - 3 - - 3 13 Channa melasoma - - 5 - - - - - - 5 14 Aplocheilus panchax - - 2 - - - - - - 2 Jumlah total individu (∑) 81 105 101 85 89 76 74 87 81 779 Indeks keanekaragaman (H) 0,71 0,73 0,80 0,70 0,59 0,70 0,73 0,67 0,76 Indeks kemerataan (e) 0,91 0,91 0,88 0,90 0,70 0,90 0,80 0,86 0,84 Indeks dominansi (C) 0,21 0,14 0,17 0,21 0,19 0,22 0,21 0,24 0,20
Hasil perhitungan nilai indeks kepadatan ikan per unit usaha pada masing-
masing stasiun pengamatan dapat dilihat pada Tabel 5 dibawah ini.
Tabel 5. Perhitungan Indeks Kepadatan Jenis Ikan di Rawa Pening
Njalen Slumbu Pengawit 287ekor ikan/ 2jam 250 ekor ikan / 2jam 242 ekor ikan/ 2jam
Hasil pengamatan parameter fisika-kimia yang diamati dalam penelitian ini
meliputi oksigen terlarut, derajat keasaman (pH), suhu, kecerahan, kedalaman,
kecepatan arus, nitrogen (N), fosfor (P) dan TSS ( Padatan tersuspensi total).
Adapun hasilnya dapat dilihat pada Tabel 6.
33
Tabel 6. Hasil Pengukuran Faktor Abiotik Rawa Pening Kabupaten Semarang Faktor Abiotik Njalen Slumbu Pengawit
Oksigen terlarut (mg/l) 2,33-3,15 2,25-3,01 2,33-3,03 pH 7 7 7 Suhu (oC) 23 24 23 Kecerahan (cm) 37 44 43 Kedalaman (m) 2,13 – 3,95 2,97 – 4,80 2,48 – 3,40 Kecepatan arus (m/ dtk ) 0,44 0,25 0,33 Kadar nitrogen (mg/l) 0,28 0,25 0,27 Kadar fosfor (mg/l) 152 128 151 Tss (mg/l) 0,03 0,02 0,025
B. Pembahasan
1. Produktivitas Primer Fitoplankton
Produktivitas primer pada beberapa habitat akan berbeda satu dengan yang
lain, hal ini dapat terlihat dari hasil penelitian yang menunjukkan bahwa
produktivitas primer pada daerah Njalen adalah yang paling tinggi jika
dibandingkan dengan produktivitas didaerah Slumbu dan Pengawit. Njalen
merupakan masukan dari keenam sungai yang ada di Rawa Pening, yaitu Sungai
Ngaglik, Sungai Panjang, Sungai Legi, Sungai Muncul, Sungai Parat dan Sungai
Sraten,dimana aliran dari sungai-sungai tersebut akan membawa bahan-bahan
organik terlarut sehingga daerah Njalen tersebut menjadi kaya akan bahan
organik. Selain mendapat masukan bahan-bahan organik dari sungai-sungai
yang ada disekitarnya, daerah Njalen juga kaya akan kandungan nitrogen dan
fosfor karena dalam keadaan surut daratan disekitar Njalen banyak ditanami
tanaman padi. Dengan dimanfaatkannya daerah Njalen sebagai area persawahan
ini, dimungkinkan terdapat banyak kandungan nitrogen (N) dan fosfor (P) yang
berasal dari proses pemupukan. Daerah Njalen kaya akan bahan organik
sehingga baik untuk pertumbuhan fitoplankton.
34
Selain mempunyai produktivitas primer tertinggi yaitu berkisar antara 347-
710 mgC/m3/hari, daerah Njalen juga mempunyai kelimpahan fitoplankton
paling tinggi jika dibandingkan dengan daerah Slumbu dan daerah Pengawit
yaitu sebesar 297.989 individu per liter. Hal ini dimungkinkan berkaitan dengan
kadar N dan P didaerah Njalen yang tinggi. Dalam pertumbuhannya fitoplankton
membutuhkan 2 unsur penting yaitu nitrogen dan fosfat. Kandungan nitrogen
dan fosfat yang meningkat akan merangsang pertumbuhan fitoplankton. Jika
fitoplankton meningkat dan intensitas cahaya matahari dapat menembus
sebagian besar badan air, maka proses fotosintesis akan berlangsung dengan
optimal. Proses fotosintesis ini akan menghasilkan oksigen terlarut dan biomassa
organik yang sangat diperlukan oleh organisme air lainnya seperti ikan. Jadi jika
jumlah fitoplankton ini melimpah maka akan mempengaruhi tingkat
produktivitas primer fitoplankton diperairan.
Pada daerah Slumbu memiliki produktivitas primer fitoplankton paling
rendah yaitu berkisar antara 262-563 mgC/m3/hari dengan kelimpahan
fitoplankton yang juga tergolong paling rendah yaitu sebesar 198.942 individu
per liter. Hal ini mungkin disebabkan karena daerah Slumbu merupakan daerah
yang paling dalam diantara ketiga stasiun penelitian. Menurut Wetzel dan
Likens (1991), intensitas cahaya berkurang secara eksponensial sejalan dengan
bertambahnya kedalaman air. Fotosintesis adalah proses mendasar dari
produktivitas primer yaitu proses pembentukan biomassa organik (Odum,1971),
sehingga jika perairan tersebut cukup dalam maka biomassa organik yang
dihasilkannya pun juga akan sedikit. Kandungan biomassa organik sangat
35
mempengaruhi produktivitas primer, sehingga daerah dengan kadar bahan
organik rendah akan mempunyai produktivitas yang rendah pula. Selain faktor
kedalaman, rendahnya produktivitas primer mungkin juga dikarenakan pada
daerah Slumbu pada permukaan airnya tertutup oleh tumbuhan air terapung
enceng gondok ( Eichornia Crassipes ) dan paku air ( Salvinia sp ) dalam
jumlah yang sedang, sehingga akan menghambat masuknya cahaya ke dalam
perairan. Terhambatnya cahaya matahari yang masuk ke dalam badan air
menyebabkan fitoplankton tidak dapat melakukan proses fotosisntesis secara
optimal. Hal ini mengakibatkan berkurangnya jumlah biomassa organik yang
dihasilkan melalui proses fotosintesis sehingga akan mempengaruhi besarnya
produktivitas primer fitoplankton. Rendahnya kadar nitrogen dan fosfor juga
akan menjadi faktor pembatas bagi pertumbuhan fitoplankton. Hal ini didukung
dengan pernyataan Hutabarat (2000), yang menyatakan bahwa nitrogen adalah
salah satu zat hara yang dibutuhkan oleh fitoplankton untuk proses fotosintesis.
Sedangkan fosfat dalam suatu perairan digunakan oleh fitoplankton untuk
pertumbuhannya.
Daerah Pengawit mempunyai produktivitas primer fitoplankton yang
berkisar antara 220.952 mgC/m3/hari dan kelimpahan fitoplankton sebesar
351.026 individu per liter. Produktivitas primer fitoplankton dan kelimpahan
fitoplankton ini lebih tinggi jika dibandingkan dengan daerah Slumbu, meskipun
pada daerah Pengawit terdapat vegetasi hydrilla, elodia, enceng gondok dan
paku air dalam jumlah yang relatif sedikit. Hal ini disebabkan karena intensitas
cahaya matahari yang masuk ke daerah Pengawit cukup optimal jika
36
dibandingkan dengan daerah Slumbu. Dengan kedalaman 2,48cm – 3,40cm,
kemungkinkan proses fotosintesis fitoplankton lebih optimal jika dibandingkan
dengan daerah Slumbu, sehingga kandungan biomassa organik yang dihasilkan
lebih banyak. Kandungan biomassa organik ini mempengaruhi besarnya tingkat
produktivitas primer fitoplankton. Hubungan antara produktivitas primer
fitoplankton dengan banyaknya fitoplankton dapat dilihat pada gambar 3
dibawah ini.
0100200300400500600
1 2 3
Gambar 3. Grafik Hubungan Antara Produktivitas Primer Fitoplankton Dengan Banyaknya Fitoplankton
Menurut Budiman (1980), fitoplankton merupakan salah satu jenis dari
makanan ikan dan sebagai makanan dasar dari hewan-hewan akuatik yang ada.
Jadi fitoplankton termasuk komponen penyusun keseimbangan biologis dari
suatu bentuk ekosistem perairan, misalnya Rawa Pening. Peranan fitoplankton
pada suatu perairan sangat penting karena keberadaannya mempengaruhi
produktivitas primer, yang secara tidak langsung akan mempengaruhi
keberadaan konsumen. Menurut Subani dan Sudradjat (1981), bahwa banyaknya
produksi ikan yang dapat diambil dari suatu perairan tergantung dari banyaknya
plankton yang ada diperairan tersebut. Hal ini didukung oleh pendapat Mujiman
(1984) yang menyatakan bahwa dengan meningkatnya kepadatan fitoplankton
1. Njalen 2. Slumbu 3. Pengawit
Produktivitas Primer Jumlah Fitoplankton
37
didalam perairan akan dapat pula digunakan sebagai makanan alami bagi ikan
terutama ikan benih yang sangat membutuhkan makanan alami demi
kesehatannya.
Menurut Hutabarat dan Evans (1985), dalam melakukan fotosintesis
fitoplankton membutuhkan sinar matahari, oleh karena itu fitoplankton hanya
terdapat pada daerah dimana sinar matahari masih dapat menembus badan air.
Pada daerah Njalen dan daerah Pengawit cahaya dimanfaatkan dengan baik oleh
fitoplankton untuk proses fotosintesis. Fitoplankton hanya hidup dengan baik
ditempat yang cukup sinar matahari untuk mendukung aktivitasnya. Semakin
besar aktivitas fitoplankton dalam melakukan fotosintesis akan mempengaruhi
kenaikan kandungan produktivitas primer. Peran fitoplankton diperairan sangat
penting karena akan mempengaruhi produktivitas primer secara langsung dan
secara tidak langsung juga akan mempengaruhi keberadaan ikan sebagai
konsumen yang ada di Rawa Pening. Odum (1971) mengatakan bahwa
fitoplankton merupakan kelompok ekologis organisme perairan sebagai
produsen primer terpenting. Hubungan antara kepadatan fitoplankton dengan
distribusi ikan dapat dilihat pada gambar 4 dibawah ini.
050
100150200250300
1 2 3
Gambar 4. Grafik Hubungan Antara Kepadatan Fitoplankton Dengan Distribusi Ikan.
38
Menurut Ahmad dalam Soewardi (1976 ), vegetasi air dapat
menguntungkan jika sedikit karena dapat menaikkan kandungan oksigen terlarut
dan tempat perlindungan dan penempelan bagi organisme tertentu. Sedangkan
dalam jumlah yang banyak dan tersebar, vegetasi air dapat menghambat
penetrasi oksigen dari udara, mempercepat pendangkalan dan mengurangi
produktivitas plankton karena terjadinya kompetisi dalam memperoleh cahaya
dan unsur hara.
Produktivitas primer pada masing-masing kedalaman inkubasi dibagian
permukaan, tengah dan dasar Rawa Pening dapat dilihat pada Gambar 5.
Sedangkan kelimpahan fitoplankton pada ketiga daerah penelitian dapat dilihat
pada Gambar 6 dibawah ini.
0100200300400500600700800
Prod
uktiv
itas
Prim
er
1 2 3Daerah Sampling
Permukaan Tengah Dasar
39
Gambar 5. Grafik Produktivitas Primer Fitoplankton pada bagian Permukaan, Tengah dan Dasar Perairan.
0
50000
100000
150000
200000
250000
300000
Gambar 6. Grafik Kelimpahan Fitoplankton Pada Ketiga Daerah Penelitian
2. Keanekaragaman, Kemerataan, Dominansi dan Kepadatan Jenis Ikan di Rawa Pening Kabupaten Semarang
Dari Tabel 3 diatas dapat dilihat bahwa terdapat 14 spesies ikan yang
ditemukan di Rawa Pening Kabupaten Semarang, yaitu Rasbora lateristriata,
Rasbora jacopsoni, Mystacoleusus marginatus, Barbus conchonius, Puntius
binotatus, Osteochilus hasseltii, Anabas testudineus, Trichogaster trichopterus,
Trichogaster pectoralis, Oreocromis niloticus, Oreocromis mossambica,
Trorichthys meeki, Channa melasoma, Aplocheilus panchax.
Berdasarkan hasil perhitungan indeks keanekaragaman jenis ikan di Rawa
Pening dengan menggunakan indeks keanekaragaman Shannon diperoleh nilai
H<1. Hasil rata-rata perhitungan tersebut adalah H= 0,71, hasil ini menunjukkan
Area I Area II Area III
40
bahwa keanekaragaman jenis ikan di Rawa Pening Kabupaten Semarang
tergolong dalam kategori rendah.
Pada setiap stasiun setelah dihitung indeks keanekaragamannya diperoleh
nilai H yang rendah. Odum (1993), mengatakan bahwa keanekaragaman
cenderung akan rendah dalam ekosistem-ekosistem yang secara fisik terkendali
yakni adanya faktor pembatas fisika dan kimia yang kuat. Rendahnya
keanekaragaman di Rawa Pening ini dipengaruhi oleh bermacam-macam faktor
daya dukung perairan. Faktor-faktor tersebut adalah sering terjadinya
penangkapan ikan tanpa memperhatikan ukuran ikan yang boleh ditangkap dan
terjadinya perubahan kualitas air.
Kualitas air di Rawa Pening mengalami penurunan, seperti yang
dikemukakan oleh Tadjudin (2002) dalam Harian Kompas, bahwa penurunan
kualitas air ini disebabkan karena Rawa Pening mengalami pencemaran bahan
kimia akibat pengelolaan lahan gambut secara intensif dan juga mengalami
pencemaran bahan organik akibat masuknya limbah rumah tangga permukiman
disekitar Rawa Pening. Air irigasi dari persawahan disekitar Rawa Pening yang
membawa sisa bahan kimia dan bahan organik sebagai hasil samping dari proses
pemupukan, masuk ke dalam rawa sehingga menyebabkan perubahan status
mutu air. Pencemaran yang disebabkan karena masuknya bahan kimia ke dalam
Rawa Pening merupakan faktor penting terjadinya pencemaran, sedangkan
adanya limbah buangan, khususnya limbah rumah tangga oleh masyarakat di
sekitar lokasi tersebut, juga merupakan faktor penyebab pencemaran, tetapi
bukan merupakan faktor penting penyebab pencemaran, hal ini karena limbah
41
organik lebih mudah terurai jika dibandingkan dengan limbah kimia yang masuk
ke dalam Rawa Pening.
Selain karena bahan kimia dan bahan organik yang masuk ke dalam rawa,
tanaman air yang mati juga menyebabkan perubahan status mutu air. Tanaman
air yang mati akan mengendap ke dasar air dan menjadi substrat
perkembangbiakan mikroorganisme, akibatnya akan terjadi proses penguraian
yang menurunkan oksigen terlarut. Perubahan kualitas air tersebut akan
mempengaruhi kehidupan ikan, sehingga ikan yang tidak dapat beradaptasi
dengan perubahan lingkungan, tidak akan dapat bertahan hidup.
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh indeks kemerataan (e) =0,85 dan
dominansi (C)=0,20, hal ini menunjukkan bahwa ikan- ikan yang terdapat di
Rawa Pening tidak tersebar secara merata dan tidak ada salah satu jenis ikan
yang terlihat paling mendominansi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa di
Rawa Pening terdapat jenis ikan yang khas yaitu ikan wader ijo yang mencapai
202 ekor. Meskipun jumlah ikan wader ijo paling melimpah dibandingkan
dengan jenis ikan lain, namun jenis ikan ini tidak dapat dikatakan yang paling
mendominansi. Dapat dikatakan demikian karena hasil perhitungan indeks
dominansi kurang dari 1. Melimpahnya wader ijo ini diduga karena wader ijo
mempunyai kisaran toleransi yang luas terhadap faktor lingkungan dan mampu
berkembang biak dengan cepat.
3. Hubungan Antara Produktivitas Primer dengan Distribusi Ikan di Rawa Pening Kabupaten Semarang
Produktivitas primer fitoplankton merupakan persediaan makanan untuk
organisme heterotrof seperti ikan. Banyaknya produktivitas sekunder yang
42
dalam penelitian ini adalah ikan, tergantung pada banyaknya produktivitas
primer pada komunitas yang bersangkutan.
Menurut Isnansetyo dan Kurniastuty (1995), fitoplankton dapat dikatakan
sebagai pembuka kehidupan diplanet bumi ini. Fitoplankton diketahui hidup
dimuka bumi jauh sebelum manusia ada, dengan sifatnya yang autotrof
fitoplankton mampu mengubah hara anorganik menjadi hara organik dan
penghasil oksigen yang mutlak diperlukan bagi kehidupan makhluk yang lebih
tinggi tingkatannya. Boney (1976) menjelaskan bahwa semua jenis fitoplankton
yang terdapat pada suatu perairan merupakan penyokong produktivitas primer.
Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa pada daerah Njalen
memiliki rata-rata produktivitas primer tertinggi yaitu sebesar 535 mgC/m3/hari,
diikuti dengan kepadatan ikan 287 ekor/2jam. Pada daerah Slumbu rata-rata
produktivitas primernya sebesar 422 mgC/m3/hari, diikuti dengan kepadatan
ikan sebesar 250ekor/2jam. Pada daerah Pengawit mempunyai produktivitas
primer sebesar 457 diikuti dengan kepadatan ikan sebesar 242 ekor/2jam. Dari
hasil tersebut, dapat diketahui bahwa ada hubungan positif antara produktivitas
primer dengan distribusi ikan. Daerah Njalen merupakan daerah yang
mempunyai produktivitas primer fitoplankton tertinggi, hal ini berarti daerah
tersebut merupakan daerah dengan sumber makanan yang paling baik. Oleh
karena itu pula pada daerah tersebut memiliki kepadatan ikan yang besar,
mengingat perilaku ikan yang cenderung akan terdistribusi pada tempat-tempat
dengan sumber makanan yang paling baik. Pada daerah Slumbu justru
mempunyai kepadatan ikan yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan daerah
43
Pengawit meskipun produktivitas pada daerah Slumbu lebih rendah dari daerah
Pengawit. Dalam kenyataan dilapangan, tidak selalu daerah dengan
produktivitas primer fitoplankton tinggi akan memiliki kepadatan ikan yang
tinggi pula, hal ini dikarenakan ikan memiliki gerakan yang aktif sehingga ikan
akan memilih habitat dengan kondisi lingkungan yang cocok untuk ikan,
misalnya dengan suhu air yang berkisar antara 27-29oC (Anonim, 1984);
oksigen terlarut antara 4-7ppm (Cahyono, 2000); air yang tidak terlalu keruh
(Cahyono, 2000); dan perairan dengan pH antara 6-7 (Asmawi, 1984).
Hubungan antara produktivitas primer fitoplankton dengan distribusi ikan dapat
dilihat pada Gambar 7 dibawah ini.
0100200300400500600
1 2 3
Gambar 7. Grafik Hubungan Antara Produktivitas Primer Fitoplankton Dengan Distribusi Ikan.
Pada gambar 7 dapat dilihat bahwa jumlah ikan yang didapatkan pada
ketiga lokasi penelitian tidak berbeda jauh. Pada daerah Njalen yang mempunyai
produktivitas primer fitoplankton tertinggi seharusnya didapatkan jumlah ikan
yang tinggi pula, namun ternyata jumlah ikan yang didapatkan pada daerah
Njalen tidak berbeda jauh dengan daerah Slumbu dan Pengawit. Hal ini
Produktivitas Primer
Jumlah Total Ikan
1. Njalen
2. Slumbu
44
dikarenakan pada daerah Njalen aktivitas manusia dalam menangkap ikan lebih
banyak.
4. Hubungan Kondisi Lingkungan dengan Produktivitas Primer Fitoplakton dan
Distribusi Ikan
Berdasarkan hasil pengukuran, kandungan oksigen terlarut di Rawa Pening
berkisar antara 2,33-3,15 ppm. Kandungan oksigen tersebut masih dapat
ditolerir oleh fitoplankton dan ikan. Menurut Soeseno (1988) dalam Sunarti
(2000), bahwa plankton dapat hidup baik pada konsentrasi oksigen lebih dari
3mg/l. Oksigen dibutuhkan ikan untuk bernafas, sel-sel tubuh menggunakan
oksigen untuk pembakaran bersama dengan makanan yang selanjutnya
menghasilkan energi untuk tumbuh, bergerak dan bereproduksi (Lesmana,2001).
Menurut Pescod (1973) dalam Asmawi (1984) bahwa ikan dapat hidup
diperairan dengan kandungan oksigen sekurang-kurangnya 1 ppm.
Berdasarkan hasil pengukuran pH, didapatkan bahwa pH di Rawa Pening
adalah 7. pH mempunyai peranan penting dan mempunyai pengaruh yang besar
terhadap kehidupan di air, sehingga pH dalam suatu perairan dapat dipakai
sebagai petunjuk untuk menyatakan baik buruknya suatu perairan sebagai
lingkungan hidup. Banerjea (1971), menyatakan bahwa nilai pH yang berkisar
antara 6,5-8,5 menunjukkan tingkat kesuburan perairan tersebut berkisar antara
cukup produktif sampai produktif. Menurut Sutrisno (1991), bahwa kebanyakan
mikroorganisme seperti fitoplankton tumbuh baik pada pH 6,0-8,0. Derajat
keasaman air (pH) juga mempengaruhi pertumbuhan ikan. pH air yang sangat
rendah (sangat asam) dapat menyebabkan kematian ikan, sedangkan pH air yang
45
sangat basa akan menyebabkan pertumbuhan ikan terhambat. Asmawi ( 1984),
menyebutkan bahwa perairan yang baik untuk kehidupan ikan yaitu perairan
dengan pH 6-7. Berdasarkan hasil penelitian, menunjukkan bahwa pH air di
Rawa Pening cocok untuk kehidupan ikan dan plankton.
Berdasarkan hasil pengukuran suhu, didapatkan kisaran suhu antara 23o-
24oC. Suhu mungkin berpengaruh tidak langsung terhadap aktivitas fotosintesis
melalui pengaruhnya pada stabilitas masa air (Goos, 1978). Menurut Boney
(1976), bahwa kebanyakan fitoplankton air tawar akan tumbuh subur pada suhu
anatara 25o-30oC. Anonim (2005) menyatakan bahwa plankton masih dapat
hidup pada kisaran suhu antara 16,5o-30oC. Suhu air yang berkisar antara 23o-
24oC juga merupakan suhu air yang cocok bagi kehidupan ikan, karena menurut
Cahyono (2000), bahwa suhu air yang cocok untuk pertumbuhan ikan adalah
berkisar antara 15o-30oC dan perbedaan suhu antara siang dan malam kurang
dari 5oC
Berdasarkan pengukuran kecerahan, didapatkan kisaran kecerahan antara
37-44 cm. Kecerahan semakin menurun dengan bertambahnya kedalaman. Suhu,
intensitas cahaya dan oksigen terlarut juga akan menurun sesuai dengan
bertambahnya kedalaman. Menurut Odum (1993) penetrasi cahaya seringkali
dihalangi oleh zat yang terlarut dalam air sehingga membatasi zona fotosintesis.
Apabila kecerahan pada suatu perairan rendah, berarti perairan itu keruh.
Kekeruhan sangat mempengaruhi kepadatan fitoplankton, karena dapat
mempengaruhi intensitas cahaya yang masuk kedalam perairan sehingga akan
mempengaruhi fotosintesis fitoplankton. Kekeruhan yang baik adalah kekeruhan
46
yang disebabkan oleh jasad-jasad renik atau plankton. Dalam penelitian ini,
kisaran kecerahan masih dapat digunakan fitoplankton untuk melakukan
fotosintesis. Air yang terlalu keruh dapat menyebabkan ikan mengalami
gangguan pernafasan (sulit bernafas) karena insangnya terganggu oleh kotoran.
Batas kekeruhan dapat diukur dengan memasukkan sechi disk sampai kedalaman
40 cm. jika benda tersebut masih kelihatan, maka kekeruhan air masih belum
mengganggu kehidupan ikan ( Cahyono, 2000 ).
Berdasarkan hasil perhitungan kedalaman di Rawa Pening pada ketiga
stasiun penelitian, diketahui bahwa kedalaman di Rawa Pening berkisar antara
2,13-4,80 m. Semakin dalam suatu habitat, maka akan semakin lambat
kecepatan arusnya. Kecepatan arus dapat mempengaruhi kadar oksigen terlarut
dalam air. Semakin deras arusnya maka akan semakin tinggi kandungan oksigen
yang terlarut dalamnya ( Asmawi, 1984 ).
Ewusie (1990) menyatakan bahwa dalam pertumbuhannya fitoplankton
membutuhkan nutrien, 2 unsur yang paling penting dan terdapat dalam jumlah
besar adalah fosfat dan nitrogen. Adapun kadar nitrogen yang terdapat pada
ketiga area penelitian yaitu area I (Njalen) =0,28mg/l, area
II(Slumbu)=0,25mg/l, area III (Pengawit)=0,27mg/l, sedangkan kadar fosfor
yang terdapat pada area I = 152mg/l, area II=128mg/l dan area III=151mg/l.
Dari hasil tersebut juga didapatkan bahwa kelimpahan fitoplankton terbesar
terdapat di area I, hal ini mungkin pada area I merupakan area yang ideal bagi
pertumbuhan plankton.
47
Dilihat dari peranannya yang sangat penting sebagai penyedia nutrisi alami
bagi ikan dan biota air lainnya, maka dengan melimpahnya fitoplankton
diharapkan dapat memenuhi kebutuhan nutrisi alami bagi ikan sehingga dapat
mendukung usaha budidaya ikan.
Setiap organisme mempunyai kisaran toleransi terhadap setiap faktor
lingkungan yang berbeda, maka kondisi lingkungan sangat penting peranannya
dalam menentukan kebaradaan organisme disuatu tempat. Oleh sebab itu perlu
diadakan usaha-usaha untuk menjaga kondisi lingkungan di Rawa Pening agar
organisme-organisme air dapat hidup dan berkembang biak dengan cepat dan
penyebarannya luas.
48
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan diatas dapat disimpulkan
bahwa, ada hubungan positif antara produktivitas primer fitoplankton dengan
distribusi ikan. Hal ini dapat diketahui dari hasil penelitian, dimana pada daerah
Njalen yang memiliki produktivitas primer fitoplankton tertinggi, ternyata juga
mempunyai kepadatan ikan terbesar jika dibandingkan dengan daerah Slumbu
dan Pengawit.
B. Saran
Perlu adanya usaha-usaha untuk menjaga kondisi lingkungan di Rawa
Pening agar tidak semakin rusak. Adapun usaha-usaha yang dapat dilakukan
adalah sebagai berikut, bagi masyarakat sebaiknya memiliki kesadaran untuk
tidak membuang limbah rumah tangganya ke daerah sekitar Rawa Pening, bagi
para petani yang berdomisili disekitar Rawa Pening sebaiknya menggunakan
pupuk dan pestisida organik agar limbahnya mudah diuraikan lingkungan, bagi
para nelayan, perlu memperhatikan ukuran ikan yang akan ditangkap dan jangan
menangkap ikan secara berlebihan.
49
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 1984. Pedoman Budidaya Tambak. Jepara : Direktorat Jendral Perikanan Departemen Pertanian.
Anonim. 2000. Sejarah Perikanan Indonesia. Jakarta : Yasamina. Anonim. 2001. Pengelolaan Sumberdaya Perikanan di Rawapening. Leaflet.
Semarang : Dinas Peternakan dan Perikanan. Anonim. 2005. Musim Hujan dan Eutrofikasi Perairan Pesisir. Jakarta. http: //
www. kompas. com/ bahari. com. 10 Juni 2005. Asmawi, S. 1984. Pemeliharan Ikan dalam Karamba. Jakarta : Gramedia. Boney, A.D. 1976. Phytoplankton. The Institute of Biologis Studies in Biologi
no. 52. Edward Arnold (Publiser) Limited. London. Banerjea, S.M. 1971. Water Quality and Soil Condition of Fish Pond in Some
Water of Indian in Relation Fish Education Indian. Journal of Fisher Voinn.
Budiman, A.1980. Fitoplankton. Dalam Djajasasmita, M dan D.D.
Satraatmadja (Red), Penelitian Peningkatan Pendayagunaan Sumber Daya Hayati. Laporan Teknik 1980-1981. LBN-LIPI
Cahyono, B. 2000. Budidaya Ikan Air Tawar. Yogyakarta : Kanisius. Deshmukh, I. 1992. Ekologi dan Biologi Tropika. Terjemahan Kuswata
Kartawinata dan Sarkat Danimiharja. Jakarta : Yayasan Obor Indonesia. Dharmawan. A, Ibrohim, Tuarita . H, Suwono. H, Susanto. P. 2004. Ekologi
Hewan. Malang : Universitas Negeri Semarang. Djuhanda, T. 1981. Dunia Ikan. Bandung: Armico Eden, S. 1990. Pengantar Ekologi Tumbuhan. FMIPA. ITB. Bogor. Ewusie, J.Y. 1990. Pengantar Ekologi Tropika. Terjemahan Usman
Tanuwidjaja. Bandung: Institut Teknologi Bandung. Goeltenboth. 1979. Preliminary Final Report. The Rawa Pening Project Leader.
Fakultas Biology and Agriculture. Salatiga: UKSW.
50
Goos, I.G. 1978. Oceanography Biologycal Enviroment the Open University Press. Walthon Hall, Milton Keynes Graet Britain.
Hannesson, R. 1988. Ekonomi Perikanan. Terjemahan Masri Maris. Jakarta :
Universitas Indonesia. Hardjosuwarno, S. 1990. Dasar-dasar Ekologi Tumbuhan. Yogyakarta :
Universitas Gajah Mada. Hutabarat, S. 2000. Produktivitas Perairan dan Plankton. Semarang :
Universitas Diponegoro. Hutabarat, S. & S. M. Evans. 1985. Pengantar Oseanografi. Jakarta :
Universitas Indonesia. Illyas. S, E. Setiadi, F. Cholik, R.A. Krismono, D.W.Z. Jangkaru, W. Ismail, E.
Pratiwi, A. Hardjamulia, H. Supryadi, Sutrisno dan S. Hadiwigono. 1990. Petunjuk Teknis Pengelolaan Perairan Umum BagiPembangunan Perikanan. Jakarta : Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan.
Isnansetyo, A dan Kurniastuty. 1995. Teknik Kultur Phytoplankton dan
Zooplankton. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.
Jangkaru, Zulkifli. 2002. Pembesaran Ikan Air Tawar Di Berbagai Lingkungan Pemeliharaan. Jakarta : Penebar Swadaya.
Kamisa. 1997. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia Besar. Surabaya: Kartika. Kottelat, M.; A.J. Whitten; S.N. Kartikasari & S. Wirjoatmodjo. 1993. Ikan Air
Tawar Indonesia Bagian Barat dan Sulawesi. Jakarta : CV Java Books. Kramadibrata, H. I. 1990. Ekologi Hewan. Bandung: Jurusan Biologi. Lesmana, D.S. 2001. Kualitas Air Untuk Ikan Hias Air Tawar. Jakarta : Penebar
Swadaya. Maryanto, D. 1991. Pola Sebaran Vertikal Fitoplankton di Perairan Bebas
Rawa Pening Serta Hubungannya Dengan Beberapa Faktor Fisikawi dan Kimiawi. Skripsi. Salatiga: UKSW. Fakultas Biologi.
Mujiman, A. 1984. Makanan Ikan. Jakarta: Penebar Swadaya. Murtini, R. 2000. Kelimpahan dan Keanekaragaman Phytoplamkton dan
Makrobentos Dalam Kaitannya Dengan Kualitas Air Muara Sungai Sibelis Kodyah Tegal. Skripsi. FPIK. UNDIP. Semarang.
51
Nybakken, J. W. 1982. Biologi Laut. Suatu Pendekatan Ekologis. Jakarta : PT Gramedia.
Odum, E. P. 1971. Fundamentals of Ecology. W. B. Saunders Company
London. Odum, E. P. 1993. Dasar-dasar Ekologi. Yogyakarta : Universitas
Gajahmada. Ommanney, F. D. 1985. Ikan. Jakarta : Tira Pustaka Sachlan. 1982. Planktonologi. Semarang : Fakultas Peternakan dan
Perikanan Universitas Diponegoro. Soegianto, A. 1994. Ekologi Kuantitatif. Surabaya : Usaha Nasional. Soewardi, K; Risdiono dan Is Hidayat Utomo. 1976. Evaluasi Cara
Pengendalian Fisik di Rawa Pening 1975-1976. Rawa Pening, Masalah dan Pengendalian Tumbuan Pengganggu Air, Laporan Akhir No. 3/ 1976.
Subani, W dan Sudrajat. 1981. Penelitian Plankton di Selat Bali Dan Samudera
Indonesia ( Selatan Jawa Barat Sumatera). Bulletin Penelitian Perikanan. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Perikanan I.
Sugiyono. 2004. Stastitika untuk Penelitian. Bandung : CV Alfabeta. Sumawidjaja, K. 1974. Limnologi. Proyek Peningkatan Muto PT. IPB. Bogor. Sunarti. 2000. Kelimpahan Plankton pada Tambak Bandeng Tambak Layah
Desa Tambakharjo Kabupaten Semarang. Skipsi. Semarang : UNNES. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.
Surasana, Eden. 1990. Pengantar Ekologi Tumbuhan. Bogor: ITB FMIPA. Susanto, Pudyo. 2000. Pengantar Ekologi Hewan. Jakarta : Departemen
Pendidikan Nasional. Sutrisno. T.C. 1991. Teknologi Penyediaan Air Bersih. Jakarta : PT.
Rineka Cipta. Suyanto, S.R. 1994. Nila. Jakarta : Penebar Swadaya. Tadjudin. 2002. Pengembangan Rawa Pening. Semarang. http: // www. kompas.
com/ kompas-cetak/ 0206/07/ jateng/ jang 25. htm. 7 Juni 2002.
52
Tambaru, R. 2003. Selang Waktu Inkubasi yang Terbaik dalam Pengukuran Produktivitas Primer Fitoplankton di Perairan Laut. ITB. http ://rudyct. Topcities.com pps 702_71034/rahmadi_tambaru.htm. 10 November 2003.
Welch, P.S. 1952. Limnological Methods. New York: Mc. Graw Hill Book
Company Inc. Wetzel, R. G. 1977. Limnology 2nd pd. Saunders College Publishing. Orlando.
Florida. Wetzel R.G. and Likens G.E. 1991. Limnological Analysis 2nd ed. Springer
Verlag. New York. www.lapanrs.com/BINUS/SIKAN/ind/BINUS___65___ind___laplengkap___
Laporan_%20smster-1_ZPPI-2004.pdf-
53
Lampiran 1. Data Jenis Ikan Yang Ditemukan di Rawa Pening Kabupaten
Semarang
Tanggal
Penelitian
Stasiun Penelitian Jenis Ikan Jml Jml
Total
Stasiun I : Njalen
1. Rasbora lateristriata
2. Rasbora jacopsoni
3. Mystacoleususmarginatus
4. Barbus conchonius
5. Trichogaster trichopterus
6. Trichogaster pectoralis
23
10
25
8
9
6
81
Stasiun II :
Slumbu
1. Rasbora lateristriata
2. Rasbora jacopsoni
3. Mystacoleusus marginatus
4. Barbus conchonius
5. Trichogaster trichopterus
6. Trichogaster pectoralis
25
12
21
8
17
2
85
23 Juli 2005
Stasiun III :
Pengawit
1. Rasbora lateristriata
2. Rasbora jacopsoni
3. Mystacoleusus marginatus
4. Barbus conchonius
5. Trichogaster trichopterus
6. Trichogaster pectoralis
7. Oreocromis mossambica
8. Trorichthys meeki
3
17
22
1
17
1
10
3
74
Stasiun I : Njalen
1. Rasbora lateristriata
2. Rasbora jacopsoni
3. Mystacoleusus marginatus
4. Barbus conchonius
5. Anabas testudineus
6. Trichogaster trichopterus
7. Oreocromis niloticus
8. Oreocromis mossambica
15
17
22
15
6
17
4
9
105
6 Agustus 2005
1. Rasbora jacopsoni 17
54
Stasiun II:
Slumbu
2. Mystacoleusus marginatus
3. Puntius binotatus
4. Anabas testudineus
5. Trichogaster trichopterus
6. Trichogaster pectoralis
7. Oreocromis mossambica
28
10
6
8
5
15
89
Stasiun III :
Pengawit
1. Rasbora lateristriata
2. Rasbora jacopsoni
3. Mystacoleusus marginatus
4. Osteochilus hasseltii
5. Trichogaster trichopterus
6. Oreocromis mossambica
33
11
21
3
14
5
87
Stasiun I : Njalen
1. Rasbora lateristriata
2. Rasbora jacopsoni
3. Mystacoleusus marginatus
4. Barbus conchonius
5. Trichogaster trichopterus
6. Oreocromis mossambica
7. Channa melasoma
8. Aplocheilus panchax
25
18
23
9
15
4
5
2
101
Stasiun II :
Slumbu
1. Rasbora lateristriata
2. Rasbora jacopsoni
3. Mystacoleusus marginatus
4. Barbus conchonius
5. Trichogaster trichopterus
6. Oreocromis mossambica
20
17
22
5
8
4
76
20 Agustus 2005
Stasiun III.:
Pengawit
1. Rasbora lateristriata
2. Rasbora jacopsoni
3. Mystacoleusus marginatus
4. Anabas testudineus
5. Trichogaster trichopterus
6. Trichogaster pectoralis
7. Oreocromis niloticus
25
15
18
10
5
1
4
81
56
Lampiran 2. Nilai Indeks Keanekaragaman, Kemerataan dan Dominansi Pada
Masing-Masing Stasiun Pengambilan Sampel di Rawa Pening
Kabupaten Semarang
Jumlah individu pada setiap stasiun pengambilan sampel
Njalen Slumbu Pengawit
No
Jenis ikan
1 2 3 1 2 3 1 2 3
∑
1 Rasbora lateristriata 23 15 25 25 20 3 33 25 169
2 Rasbora jacopsoni 10 17 18 12 17 17 17 11 15 134
3 Mystacoleusus
marginatus
25 22 23 21 28 22 22 21 18 202
4 Barbus conchonius 8 15 9 8 - 5 1 - - 46
5 Puntius binotatus - - - - 10 - - - - 10
6 Osteochilus hasseltii - - - - - - - 3 - 3
7 Anabas testudineus - 6 - - 6 - 10 22
8 Trichogaster
trichopterus
9 17 15 17 8 8 17 14 5 110
9 Trichogaster pectoralis 6 - - 2 5 - 1 - 1 15
10 Oreocromis niloticus - 4 - - - - - - 4 8
11 Oreocromis mossambica - 9 4 - 15 4 10 5 3 50
12 Trorichthys meeki - - - - - - 3 - - 3
13 Channa melasoma - - 5 - - - - - - 5
14 Aplocheilus panchax - - 2 - - - - - - 2
Jumlah total individu (∑) 81 105 101 85 89 76 74 87 81 779
Indeks keanekaragaman (H) 0.71 0.73 0.80 0.70 0.59 0.70 0.73 0.67 0.76
Rata-rata H 0.75 0.66 0,72
Indeks kemerataan
(e)
0.91 0.91 0.88 0.90 0.70 0.90 0.80 0.86 0.84
Rata-rata e 0.90 0.83 0,83
Indeks dominansi
(C)
0.21 0.14 0.17 0.21 0.19 0.22 0.21 0.24
0.20
Rata-rata C 0.17 0.21 0.22
57
Lampiran 3. Perhitungan Indeks Keanekaragaman Jenis dan Dominansi Ikan
Pada Masing-Masing Stasiun Pengambilan Sampel Pada Tanggal
23 Juli 2005
]Stasiun I : Njalen
No Jenis ni ni/N Log ni/N ni/N Log ni/N (ni/N)2
1 Rasbora lateristriata 23 0.28395062 -0.54675718 -0.15525204 0.08062795
2 Rasbora jacopsoni 10 0.12345679 -0.90848502 -0.11215864 0.01524158
3
Mystacoleusus
marginatus 25 0.30864198 -0.51054501 -0.15757562 0.09525987
4 Barbus conchonius 8 0.09876543 -1.00539503 -0.09929827 0.00975461
5 Puntius binotatus 0 0 0 0 0
6 Osteochilus hasseltii 0 0 0 0 0
7 Anabas testudineus 0 0 0 0 0
8
Trichogaster
trichopterus 9 0.11111111 -0.95424251 -0.10602695 0.01234568
9 Trichogaster pectoralis 6 0.07407407 -1.13033377 -0.08372843 0.00548697
10 Oreocromis niloticus 0 0 0 0 0
11
Oreocromis
mossambica 0 0 0 0 0
12 Trorichthys meeki 0 0 0 0 0
13 Channa melasoma 0 0 0 0 0
14 Aplocheilus panchax 0 0 0 0 0
∑ 81 1.00000000 -5.05575852 -0.71403995 0.21871666
58
Stasiun II : Slumbu
No Jenis ni ni/N Log ni/N ni/N Log ni/N (ni/N)2
1 Rasbora lateristriata 25 0.29411765 -0.53147892 -0.15631733 0.08650519
2 Rasbora jacopsoni 12 0.14117647 -0.85023768 -0.12003355 0.01993080
3
Mystacoleusus
marginatus 21 0.24705882 -0.60719963 -0.15001403 0.06103806
4 Barbus conchonius 8 0.09411765 -1.02632894 -0.09659566 0.00885813
5 Puntius binotatus 0 0 0 0 0
6 Osteochilus hasseltii 0 0 0 0 0
7 Anabas testudineus 0 0 0 0 0
8
Trichogaster
trichopterus 17 0.20000000 -0.69897000 -0.13979400 0.04000000
9 Trichogaster pectoralis 2 0.02352941 -1.62838893 -0.03831503 0.00055363
10 Oreocromis niloticus 0 0 0 0 0
11
Oreocromis
mossambica 0 0 0 0 0
12 Trorichthys meeki 0 0 0 0 0
13 Channa melasoma 0 0 0 0 0
14 Aplocheilus panchax 0 0 0 0 0
∑ 85 1.00000000 -5.34260410 -0.70106961 0.21688581
59
Stasiun III : Pengawit
No Jenis ni ni/N Log ni/N ni/N Log ni/N (ni/N)2
1 Rasbora lateristriata 3 0.04054054 -1.39211047 -0.05643691 0.00164354
2 Rasbora jacopsoni 17 0.22972973 -0.63878280 -0.14674740 0.05277575
3
Mystacoleusus
marginatus 22 0.29729730 -0.52680904 -0.15661890 0.08838568
4 Barbus conchonius 1 0.01351351 -1.86923172 -0.02525989 0.00018262
5 Puntius binotatus 0 0 0 0 0
6 Osteochilus hasseltii 0 0 0 0 0
7 Anabas testudineus 0 0 0 0 0
8
Trichogaster
trichopterus 17 0.22972973 -0.63878280 -0.14674740 0.05277575
9 Trichogaster pectoralis 1 0.01351351 -1.86923172 -0.02525989 0.00018262
10 Oreocromis niloticus 0 0 0 0 0
11
Oreocromis
mossambica 10 0.13513514 -0.86923172 0 0
12 Trorichthys meeki 3 0.04054054 -1.39211047 0 0
13 Channa melasoma 0 0 0 0 0
14 Aplocheilus panchax 0 0 0 0 0
∑ 74 1.00000000 -9.19629072 -0.73097105 0.21585099
60
Lampiran 4. Perhitungan Indeks Keanekaragaman Jenis dan Dominansi Ikan
Pada Masing-Masing Stasiun Pengambilan Sampel Pada Tanggal 6
Agustus 2005
Stasiun I : Njalen
No Jenis ni ni/N Log ni/N ni/N Log ni/N (ni/N)2
1 Rasbora lateristriata 15 0.14285714 -0.84509804 -0.12072829 0.02040816
2 Rasbora jacopsoni 17 0.16190476 -0.79074038 -0.12802463 0.02621315
3
Mystacoleusus
marginatus 22 0.20952381 -0.67876662 -0.14221777 0.04390023
4 Barbus conchonius 15 0 0 0 0
5 Puntius binotatus 0 0 0 0 0
6 Osteochilus hasseltii 0 0 0 0 0
7 Anabas testudineus 6 0.05714286 -1.24303805 -0.07103075 0.00326531
8
Trichogaster
trichopterus 17 0.16190476 -0.79074038 -0.12802463 0.02621315
9 Trichogaster pectoralis 0 0 0 0 0
10 Oreocromis niloticus 4 0.03809524 -1.41912931 -0.05406207 0.00145125
11
Oreocromis
mossambica 9 0.08571429 -1.06694679 -0.09145258 0.00734694
12 Trorichthys meeki 0 0 0 0 0
13 Channa melasoma 0 0 0 0 0
14 Aplocheilus panchax 0 0 0 0 0
∑ 105 1.00000000 -6.83445956 -0.73554072 0.14920635
61
Stasiun II : Slumbu
No Jenis ni ni/N Log ni/N ni/N Log ni/N (ni/N)2
1 Rasbora lateristriata 0 0 0 0 0
2 Rasbora jacopsoni 17 0.19101124 -0.71894109 -0.13732583 0.03648529
3
Mystacoleusus
marginatus 28 0.31460674 -0.50223198 -0.15800557 0.09897740
4 Barbus conchonius 0 0 0 0 0
5 Puntius binotatus 10 0 0 0 0
6 Osteochilus hasseltii 0 0 0 0 0
7 Anabas testudineus 6 0.06741573 -1.17123876 -0.07895992 0.00454488
8
Trichogaster
trichopterus 8 0.08988764 -1.04630002 -0.09404944 0.00807979
9
Trichogaster
pectoralis 5 0 0 0 0
10 Oreocromis niloticus 0 0 0 0 0
11
Oreocromis
mossambica 15 0.16853933 -0.77329875 -0.13033125 0.02840550
12 Trorichthys meeki 0 0 0 0 0
13 Channa melasoma 0 0 0 0 0
14 Aplocheilus panchax 0 0 0 0 0
∑ 89 1.00000000 -4.21201058 -0.59867200 0.19227370
62
Stasiun III : Pengawit
No Jenis ni ni/N Log ni/N ni/N Log ni/N (ni/N)2
1 Rasbora lateristriata 33 0.37931034 -0.42100531 -0.15969167 0.14387634
2 Rasbora jacopsoni 11 0.12643678 -0.89812657 -0.11355623 0.01598626
3
Mystacoleusus
marginatus 21 0.24137931 -0.61729996 -0.14900344 0.05826397
4 Barbus conchonius 0 0 0 0 0
5 Puntius binotatus 0 0 0 0 0
6 Osteochilus hasseltii 3 0.03448276 -1.46239800 -0.05042752 0.00118906
7 Anabas testudineus 0 0 0 0 0
8
Trichogaster
trichopterus 14 0.16091954 -0.79339122 -0.12767215 0.02589510
9
Trichogaster
pectoralis 0 0 0 0 0
10 Oreocromis niloticus 0 0 0 0 0
11
Oreocromis
mossambica 5 0.05747126 -1.24054925 -0.07129593 0.00330295
12 Trorichthys meeki 0 0 0 0 0
13 Channa melasoma 0 0 0 0 0
14 Aplocheilus panchax 0 0 0 0 0
∑ 87 1.00000000 -5.43277030 -0.67164694 0.24851367
63
Lampiran 5. Perhitungan Indeks Keanekaragaman Jenis dan Dominansi Ikan
Pada Masing-Masing Stasiun Pengambilan Sampel Pada Tanggal
20 Agustus 2005
Stasiun I : Njalen
No Jenis ni ni/N Log ni/N ni/N Log ni/N (ni/N)2
1 Rasbora lateristriata 25 0.24752475 -0.60638137 -0.15009440 0.06126850
2 Rasbora jacopsoni 18 0.17821782 -0.74904887 -0.13349386 0.03176159
3
Mystacoleusus
marginatus 23 0.22772277 -0.64259354 -0.14633318 0.05185766
4 Barbus conchonius 9 0.08910891 -1.05007886 -0.09357138 0.00794040
5 Puntius binotatus 0 0 0 0 0
6 Osteochilus hasseltii 0 0 0 0 0
7 Anabas testudineus 0 0 0 0 0
8
Trichogaster
trichopterus 15 0.14851485 -0.82823011 -0.12300447 0.02205666
9
Trichogaster
pectoralis 0 0 0 0 0
10 Oreocromis niloticus 0 0 0 0 0
11
Oreocromis
mossambica 4 0.03960396 -1.40226138 -0.05553510 0.00156847
12 Trorichthys meeki 0 0 0 0 0
13 Channa melasoma 5 0.04950495 -1.30535137 -0.06462135 0.00245074
14 Aplocheilus panchax 2 0.01980198 -1.70329138 -0.03372854 0.00039212
∑
10
1 1.00000000 -8.28723688 -0.80038229 0.17929615
64
Stasiun II : Slumbu
No Jenis ni ni/N Log ni/N ni/N Log ni/N (ni/N)2
1 Rasbora lateristriata 20 0.26315789 -0.57978360 -0.15257463 0.06925208
2 Rasbora jacopsoni 17 0.22368421 -0.65036467 -0.14547631 0.05003463
3
Mystacoleusus
marginatus 22 0.28947368 -0.53839091 -0.15585000 0.08379501
4 Barbus conchonius 5 0.06578947 -1.18184359 -0.07775287 0.00432825
5 Puntius binotatus 0 0 0 0 0
6 Osteochilus hasseltii 0 0 0 0 0
7 Anabas testudineus 0 0 0 0 0
8
Trichogaster
trichopterus 8 0.10526316 -0.97772361 -0.10291827 0.01108033
9
Trichogaster
pectoralis 0 0 0 0 0
10 Oreocromis niloticus 0 0 0 0 0
11
Oreocromis
mossambica 4 0.05263158 -1.27875360 -0.06730282 0.00277008
12 Trorichthys meeki 0 0 0 0 0
13 Channa melasoma 0 0 0 0 0
14 Aplocheilus panchax 0 0 0 0 0
∑ 76 1.00000000 -5.20685997 -0.70187490 0.22126039
65
Stasiun III : Pengawit
No Jenis ni ni/N Log ni/N ni/N Log ni/N (ni/N)2
1 Rasbora lateristriata 25 0.30864198 -0.51054501 -0.15757562 0.09525987
2 Rasbora jacopsoni 15 0.18518519 -0.73239376 -0.13562847 0.03429355
3
Mystacoleusus
marginatus 18 0.22222222 -0.65321251 -0.14515834 0.04938272
4 Barbus conchonius 0 0 0 0 0
5 Puntius binotatus 0 0 0 0 0
6
Osteochilus
hasseltii 0 0 0 0 0
7 Anabas testudineus 10 0.12345679 -0.90848502 -0.11215864 0.01524158
8
Trichogaster
trichopterus 5 0.06172840 -1.20951501 -0.07466142 0.00381039
9
Trichogaster
pectoralis 1 0.01234568 -1.90848502 -0.02356154 0.00015242
10
Oreocromis
niloticus 4 0.04938272 -1.30642503 -0.06451482 0.00243865
11
Oreocromis
mossambica 3 0.03703704 -1.43136376 -0.05301347 0.00137174
12 Trorichthys meeki 0 0 0 0 0
13 Channa melasoma 0 0 0 0 0
14
Aplocheilus
panchax 0 0 0 0 0
∑ 81 1.00000000 -8.66042513 -0.76627233 0.20195092
66
Lampiran 6. Cara perhitungan Indeks Keanekaragaman Jenis dan Dominansi
Ikan
Keanekaragaman jenis ikan dapat dihitung dengan menggunakan indeks
keanekaragaman menurut Shannon (Odum, 1993) dengan rumus yaitu :
⎥⎦⎤
⎢⎣⎡
⎥⎦⎤
⎢⎣⎡−= ∑ N
nilogNniH
Keterangan :
ni = nilai kepentingan untuk setiap jenis ( jumlah individu tiap spesies )
N = nilai kepentingan total (jumlah semua individu tiap spesies )
Sedangkan untuk mengetahui dominansi jenis digunakan indeks dominansi
(Odum, 1993) dengan rumus yaitu :
C = 2
Nni∑ ⎥⎦⎤
⎢⎣⎡
Keterangan :
ni = nilai kepentingan untuk tiap jenis ( jumlah individu tiap spesies )
N = nilai kepentingan total (jumlah semua individu tiap spesies )
Keanekaragaman jenis ikan pada daerah Njalen, tanggal 23 Juli 2005
H = − [(23/81 log 23/81) + (10/81 log 10/81) + (25/81 log 25/81) + (8/81 log
8/81) + (9/81 log 9/81) + ( 6/81 log 6/81)]
= 0,714 Keanekaragaman rendah
Dominansi Ikan pada daerah Njalen, tanggal 23 2005
C= [ ( 23/81)2 + ( 10/81)2 + ( 25/81)2 + (8/81)2 + ( 9/81)2 + (6 /81)2 ]
= 0, 218 Dominansi rendah
67
Lampiran 7. Perhitungan Indeks Kemerataan Jenis Ikan Pada Masing – Masing
Stasiun Pengambilan Sampel di Rawa Pening Kabupaten
Semarang
Stasiun Penelitian Minggu H S Log S e = H/ Log S
Njalen 1 0.714 6 0.77815125 0.91755941
2 0.735 8 0.90308999 0.81387238
3 0.800 8 0.90308999 0.88584749
Slumbu 1 0.701 6 0.77815125 0.90085314
2 0.598 7 0.84509804 0.70761021
3 0.702 6 0.77815125 0.90213824
Pengawit 1 0.730 8 0.90308999 0.80833584
2 0.671 6 0.77815125 0.86230023
3 0.766 8 0.90308999 0.84819897
Untuk mengetahui kemerataan jenis-jenis ikan di suatu tempat dapat
diketahui dengan menggunakan indeks kemerataan dari Evenness (e) (Odum,
1993) dengan rumus yaitu :
e = S log
H
Keterangan :
S = Banyaknya jenis pada zona yang ditentukan
H = indeks keanekaragaman
Cara perhitungan indeks kemerataan pada daerah Njalen, pada minggu I :
e = 0.714 = 0.91755941 Kemerataan rendah
log 6
68
Lampiran 8. Perhitungan Indeks Kepadatan Jenis Ikan di Rawa Pening
Kabupaten Semarang
No Jenis Ikan Njalen Slumbu Pengawit
1 Rasbora lateristriata 63 45 61
2 Rasbora jacopsoni 45 46 43
3 Mystacoleusus marginatus 70 71 61
4 Barbus conchonius 32 13 1
5 Puntius binotatus 0 10 0
6 Osteochilus hasseltii 0 0 3
7 Anabas testudineus 6 6 10
8 Trichogaster trichopterus 41 33 36
9 Trichogaster pectoralis 6 7 2
10 Oreocromis niloticus 4 0 4
11 Oreocromis mossambica 13 19 18
12 Trorichthys meeki 0 0 3
13 Channa melasoma 5 0 0
14 Aplocheilus panchax 2 0 0
∑ 287/2jam 250/2jam 242/2jam
Menurut Soegianto (1994) indeks kepadatan dapat dinyatakan sebagai jumlah
individu per unit usaha dengan riumus sebagai berikut :
ID= N/ unit usaha
69
Keterangan :
ID : Indeks Kepadatan
N : Jumlah total ikan pada habitat tertentu
Unit usaha : Pengoperasian jala tebar dan gill net selama 2jam
70
Lampiran 9. Kadar Oksigen Terlarut Daerah Njalen Sebelum dan Sesudah
Inkubasi pada Botol Terang dan Botol Gelap
Oksigen mg/l
Sesudah Inkubasi Pengambilan
Sampel Sebelum Inkubasi Botol Terang Botol Gelap
3.15 3.49 3.10
3.02 3.37 2.99
3.07 2.99 2.59
3.07 3.37 3.05
3.09 3.25 2.77
3.05 2.97 2.63
3.08 3.35 3.03
3.02 3.25 2.73
I
3.00 3.25 2.94
2.75 2.88 2.70
2.88 3.00 2.72
2.72 2.95 2.65
2.55 2.76 2.42
2.63 2.87 2.39
2.74 2.95 2.43
2.79 2.99 2.42
2.85 3.05 2.73
II
2.76 2.96 2.67
2.45 2.51 2.32
2.50 2.65 2.35
2.33 2.45 2.25
2.39 2.46 2.27
III
2.47 2.55 2.33
71
2.44 2.58 2.33
2.40 2.52 2.30
2.35 2.50 2.20
2.39 2.42 2.21
Keterangan:
I : Bagian atas perairan
II : Bagian tengah perairan
III : Bagian dasar perairan
72
Lampiran 10. Kadar Oksigen Terlarut Daerah Slumbu Sebelum dan Sesudah
Inkubasi pada Botol Terang dan Botol Gelap
Oksigen mg/l
Sesudah Inkubasi Pengambilan
Sampel Sebelum Inkubasi Botol Terang Botol Gelap
3.03 3.31 3.01
3.04 3.20 2.91
3.03 3.21 2.95
3.01 3.29 2.95
3.00 3.25 2.73
2.95 3.10 2.51
3.02 3.25 2.95
2.99 2.99 2.65
I
2.97 3.00 2.85
2.95 3.15 2.83
2.60 2.87 2.51
2.42 2.53 2.31
2.58 2.87 2.43
2.80 2.91 2.68
2.55 2.60 2.43
2.99 3.09 2.80
2.68 2.85 2.51
II
2.50 2.65 2.40
2.48 2.55 2.43
2.47 2.61 2.39
2.50 2.67 2.43
2.47 2.60 2.41
2.43 2.67 2.39
III
2.44 2.68 2.37
73
2.40 2.59 2.30
2.34 2.53 2.27
2.33 2.51 2.25
Keterangan:
I : Bagian atas perairan
II : Bagian tengah perairan
III : Bagian dasar perairan
74
Lampiran 11. Kadar Oksigen Terlarut Daerah Pengawit Sebelum dan Sesudah
Inkubasi pada Botol Terang dan Botol Gelap
Oksigen mg/l Sesudah Inkubasi Pengambilan
Sampel Sebelum Inkubasi Botol Terang Botol Gelap 3.00 3.50 3.31 2.96 3.19 2.91 3.01 2.83 2.58 3.00 3.41 3.13 2.95 3.23 3.03 2.96 2.91 2.69 3.01 3.33 3.15 3.00 3.01 2.77
I
2.97 2.65 2.45 2.88 2.97 2.96 2.83 2.95 2.69 2.75 2.90 2.26 2.76 2.89 2.92 2.65 2.88 2.72 2.55 2.83 2.62 2.66 2.87 2.96 2.73 2.95 2.71
II
2.69 2.81 2.39 2.41 2.55 2.32 2.43 2.57 2.37 2.39 2.49 2.29 2.40 2.53 2.35 2.39 2.50 2.30 2.37 2.47 2.31 2.30 2.43 2.25 2.36 2.45 2.33
III
2.25 2.30 2.20 Keterangan:
I : Bagian atas perairan
II : Bagian tengah perairan
III : Bagian dasar perairan
75
Tabel 12. Hasil Perhitungan Produktivitas Primer Daerah Njalen di Rawa Pening
Lb Db Ref Lb-Ref Ref-Db Lb-Db GPP RE NPP X
3.65 3.02 3.15 0.50 0.13 0.63 1140 195 945
3.43 2.95 3.02 0.41 0.07 0.48 825 105 720
3.50 2.91 3.04 0.46 0.13 0.59 1080 195 885
3.37 3.00 3.07 0.30 0.07 0.37 660 105 555
3.33 2.91 3.09 0.24 0.18 0.42 900 270 630
3.49 2.87 3.05 0.44 0.18 0.62 1200 270 930
3.35 2.95 3.08 0.27 0.13 0.40 795 195 600
3.25 2.83 3.02 0.23 0.19 0.42 915 285 630
3.25 2.92 3.00 0.25 0.08 0.33 615 120 495
710
2.88 2.70 2.75 0.13 0.05 0.18 345 75 270
3.00 2.72 2.88 0.12 0.16 0.28 660 240 420
2.95 2.65 2.72 0.23 0.07 0.30 555 105 450
2.76 2.42 2.55 0.21 0.13 0.34 705 195 510
2.87 2.39 2.63 0.24 0.24 0.48 1080 360 720
2.95 2.43 2.74 0.21 0.31 0.52 1245 465 780
2.99 2.42 2.79 0.20 0.37 0.57 1410 555 855
3.05 2.73 2.85 0.20 0.12 0.32 660 180 480
2.96 2.67 2.76 0.20 0.09 0.29 570 135 435
547
2.51 2.32 2.45 0.06 0.13 0.19 480 195 285
2.65 2.35 2.50 0.15 0.15 0.30 675 225 450
2.45 2.25 2.33 0.12 0.08 0.20 420 120 300
2.46 2.27 2.39 0.07 0.12 0.19 465 180 285
2.55 2.33 2.47 0.08 0.14 0.22 540 210 330
2.58 2.33 2.44 0.14 0.11 0.25 540 165 375
2.52 2.30 2.40 0.12 0.10 0.22 480 150 330
2.50 2.20 2.35 0.15 0.15 0.30 675 225 450
2.42 2.21 2.39 0.03 0.18 0.21 585 270 315
347
76
Tabel 13. Hasil Perhitungan Produktivitas Primer Daerah Slumbu di Rawa
Pening
Lb Db Ref Lb-Ref Ref-Db Lb-Db GPP RE NPP X 3.41 2.93 3.00 0.41 0.07 0.48 825 105 720 3.19 2.91 2.96 0.23 0.05 0.28 495 75 420 3.30 2.92 3.01 0.29 0.09 0.38 705 135 570 3.41 2.91 3.00 0.41 0.09 0.50 885 135 750 3.23 2.80 2.99 0.24 0.19 0.43 930 285 645 3.21 2.82 2.96 0.25 0.14 0.39 795 210 585 3.33 2.94 3.01 0.32 0.07 0.39 690 105 585 3.01 2.77 3.00 0.01 0.23 0.24 705 345 360 3.09 2.80 2.97 0.12 0.17 0.29 690 255 435
563
3.08 2.82 2.88 0.20 0.06 0.26 480 90 390 2.95 2.69 2.83 0.12 0.14 0.26 600 210 390 2.90 2.65 2.75 0.15 0.10 0.25 525 150 375 2.89 2.68 2.76 0.13 0.08 0.21 435 120 315 2.88 2.54 2.65 0.23 0.11 0.34 675 165 510 2.83 2.48 2.55 0.28 0.07 0.35 630 105 525 2.87 2.55 2.66 0.21 0.11 0.32 645 165 480 2.95 2.71 2.73 0.22 0.02 0.24 390 30 360 2.81 2.39 2.69 0.12 0.30 0.42 1080 450 630
442
2.55 2.32 2.41 0.14 0.09 0.23 480 135 345 2.57 2.37 2.43 0.14 0.06 0.20 390 90 300 2.49 2.29 2.39 0.10 0.10 0.20 450 150 300 2.53 2.35 2.40 0.13 0.05 0.18 345 75 270 2.50 2.30 2.39 0.11 0.09 0.20 435 135 300 2.47 2.31 2.37 0.10 0.06 0.16 330 90 240 2.43 2.25 2.30 0.13 0.05 0.18 345 75 270 2.45 2.33 2.36 0.09 0.03 0.12 225 45 180 2.30 2.20 2.25 0.05 0.05 0.10 225 75 150
262
77
Tabel 14. Hasil Perhitungan Produktivitas Primer Daerah Pengawit di Rawa
Pening
Lb Db Ref Lb-Ref Ref-Db Lb-Db GPP RE NPP X 3.35 2.94 3.03 0.32 0.09 0.41 750 135 615 3.38 2.91 3.04 0.34 0.13 0.47 900 195 705 3.34 2.95 3.03 0.31 0.08 0.39 705 120 585 3.30 2.95 3.01 0.29 0.06 0.35 615 90 525 3.28 2.73 3.00 0.28 0.27 0.55 1230 405 825 3.23 2.51 2.95 0.28 0.44 0.72 1740 660 1080 3.25 2.95 3.02 0.23 0.07 0.3 555 105 450 3.10 2.65 2.99 0.11 0.34 0.34 1020 510 510 3.00 2.85 2.97 0.03 0.12 0.15 405 180 225
613
3.15 2.83 2.95 0.20 0.12 0.32 660 180 480 2.87 2.51 2.60 0.27 0.09 0.36 675 135 540 2.69 2.31 2.42 0.27 0.11 0.22 495 165 330 2.87 2.43 2.58 0.29 0.15 0.44 885 225 660 2.98 2.68 2.80 0.18 0.12 0.23 525 180 345 2.78 2.43 2.55 0.23 0.12 0.17 435 180 255 3.15 2.80 2.99 0.16 0.19 0.29 720 285 435 2.96 2.51 2.68 0.28 0.17 0.34 765 255 510 2.73 2.40 2.50 0.23 0.10 0.25 525 150 375
437
2.55 2.43 2.48 0.07 0.05 0.12 255 75 180 2.61 2.39 2.47 0.14 0.08 0.22 450 120 330 2.67 2.43 2.50 0.17 0.07 0.24 465 105 360 2.60 2.41 2.47 0.13 0.06 0.19 375 90 285 2.67 2.39 2.43 0.24 0.04 0.28 480 60 420 2.50 2.38 2.44 0.06 0.06 0.12 270 90 180 2.59 2.30 2.40 0.19 0.10 0.29 585 150 435 2.53 2.29 2.34 0.19 0.05 0.24 435 75 360 2.51 2.28 2.33 0.18 0.05 0.23 420 75 345
322
78
Lampiran 15. Gambar Grafik Hubungan Antara Produktivitas Primer
Fitoplankton dengan Berbagai Faktor Abiotik.
Gambar 8. Grafik Hubungan Antara Produktivitas Primer Fitoplankton dengan
Kadar Oksigen.
0
100
200
300
400
500
600
1 1,5 2 2,5 3
= Njalen = Slumbu = Pengawit
Kadar Oksigen (mg/l)
Prod
uktiv
itas
Prim
er
79
0
100
200
300
400
500
600
10 20 30 40 50
= Njalen = Slumbu = Pengawit
Kecerahan (cm)
Prod
uktiv
itas
Prim
er
80
Gambar 9. Grafik Hubungan Antara Produktivitas Primer Fitoplankton dengan
Kecerahan.
Gambar 10. Grafik Hubungan Antara Produktivitas Primer Fitoplankton dengan
Kadar Nitrogen.
0
100
200
300
400
500
600
0,21 0,22 0,23 0,24 0,25
= Njalen
= Slumbu
= Pengawit
0,26 0,27 0,28
Kadar Nitrogen (mg/l)
Prod
uktiv
itas
Prim
er
81
0
100
200
300
400
500
600
100 110 120 130 140
= Njalen
= Slumbu
= Pengawit
150 160
Kadar Fosfor (mg/l)
Prod
uktiv
itas
Prim
er
82
Gambar 11. Grafik Hubungan Antara Produktivitas Primer Fitoplankton dengan
Kadar Fosfor.
Gambar 12. Grafik Hubungan Antara Produktivitas Primer Fitoplankton dengan
Kadar Padatan Tersuspensi Total.
0
100
200
300
400
500
600
0,01 0,02 0,03 0,04
= Njalen = Slumbu = Pengawit
Kadar Padatan Tersuspensi Total (mg/l)
Prod
uktiv
itas
Prim
er
Top Related