i
HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI SISWA TENTANG
KOMPETENSI KEPRIBADIAN KONSELOR DENGAN
SIKAP SISWA TERHADAP PELAYANAN
BIMBINGAN DAN KONSELING DI SMP NEGERI 24
SEMARANG TAHUN PELAJARAN 2014/2015
Skripsi
Diajukan dalam rangka penyelesaian Studi Strata 1
Untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan
Oleh
Tia Risdiana Agustina
1301411050
JURUSAN BIMBINGAN DAN KONSELING
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2015
ii
iii
iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
MOTTO
“Sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan, maka apabila engkau telah
selesai (dari sesuatu urusan), tetaplah bekerja keras (untuk urusan yang lain).
Dan hanya kepada Tuhanmulah engkau berharap” (Qs. Al-Insyirah: 6-8)
PERSEMBAHAN
Kupersembahkan karya ini untuk:
1. Bapakku Fatkhurohman, S.Pd dan Ibuku Sri
Waeni yang tak pernah lelah membimbingku,
mendukungku (moril dan materiil), memberikan
kasih sayang dan do’a demi keberhasilan putri-
putrinya
2. Adik-adikku Amel dan Devia yang menjadi
motivasiku untuk segera menyelesaikan studi
3. Mas Septian Hendra Harismono, S.Kom yang
selalu membantu, memberikan dukungan, doa
dan semangat yang luar biasa dalam
penyusunan skripsi ini
4. Keluarga Besar Bimbingan dan Konseling FIP
5. Almamaterku UNNES
v
KATA PENGANTAR
Dengan mengucapkan syukur Alhamdulillah kehadirat Allah SWT atas
segala rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan
skripsi dengan judul “Hubungan Antara Persepsi Siswa Tentang Kompetensi
Kepribadian Konselor dengan Sikap Siswa Terhadap Pelayanan Bimbingan dan
Konseling Tahun Pelajaran 2014/2015”. Skripsi ini diajukan kepada Panitia Ujian
Skripsi Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Semarang untuk memenuhi
salah satu persyaratan memperoleh gelar Sarjana Pendidikan. Penelitian ini
bertujuan untuk memperoleh gambaran mengenai persepsi siswa tentang
kompetensi kepribadian konselor di SMP Negeri 24 Semarang tahun pelajaran
2014/2015, gambaran mengenai sikap siswa terhadap pelayanan bimbingan dan
konseling di SMP Negeri 24 Semarang tahun pelajaran 2014/2015, dan
mengetahui hubungan antara persepsi siswa tentang kompetensi kepribadian
konselor dengan sikap siswa terhadap pelayanan bimbingan dan konseling di SMP
Negeri 24 Semarang tahun pelajaran 2014/2015.
Dari penelitian ini diperoleh hasil bahwa di SMP Negeri 24 Semarang
tahun pelajaran 2014/2015 memiliki gambaran persepsi siswa tentang kompetensi
kepribadian konselor berada pada kriteria baik, gambaran mengenai sikap siswa
terhadap pelayanan bimbingan dan konseling pada kriteria positif, terdapat pula
hubungan yang positif dan signifikan antara persepsi siswa tentang kompetensi
kepribadian konselor dengan sikap siswa terhadap pelayanan bimbingan dan
konseling yang kuat. Penulisan skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak,
oleh karena itu penulis mengucapkan terimakasih kepada:
1. Prof. Dr. Fathur Rokhman, M.Hum., Rektor UNNES yang telah memberikan
kesempatan penulis untuk menempuh studi di Jurusan Bimbingan dan
Konseling sehingga penelitian ini dapat dilaksanakan.
2. Prof. Dr. Fakhruddin, M.Pd., Dekan FIP UNNES yang telah memberikan ijin
penelitian untuk penyelesaian skripsi.
vi
3. Drs. Eko Nusantoro, M.Pd, Kons., Ketua Jurusan Bimbingan dan Konseling
FIP UNNES yang telah memberikan rekomendasi ijin penelitian untuk
penyelesaian skripsi.
4. Kusnarto Kurniawan, M.Pd, Kons., Dosen pembimbing utama yang telah
memberikan bimbingan dan motivasi sampai terselesaikannya skripsi ini
5. Prof. Dr. Mungin Eddy Wibowo, M.Pd, Kons., Dosen penguji utama yang
telah memberikan kritik dan saran sehingga skripsi ini menjadi lebih baik
6. Dr. Supriyo, M.Pd., Dosen penguji kedua yang telah memberikan kritik dan
saran sehingga skripsi ini menjadi lebih baik
7. Dr. Awalya, M.Pd, Kons., Sekretaris ujian skripsi yang telah membantu
kelancaran proses sidang skripsi
8. Bapak dan Ibu Dosen yang telah memberikan bekal pengetahuan, bimbingan,
dan motivasinya selama mengikuti perkuliahan sampai dengan selesai
9. Drs. Purwanto, M.Pd., Kepala Sekolah SMP Negeri 24 Semarang yang telah
memberikan ijin kepada peneliti untuk melakukan penelitian dan bersedia
membantu serta bekerjasama dalam penyelesaian skripsi ini.
10. Dra. Yuniarti, Koordinator guru Bimbingan dan Konseling di SMP Negeri 24
Semarang yang telah memberikan ijin, bersedia membantu dan bekerjasama
dalam penyelesaian skripsi ini.
11. Keluarga tim petugas perpustakaan BK FIP UNNES (mba Hani, Siti, Nirma,
Lulu) yang telah memberikan semangat dan pengalaman selama peneliti
menjadi voulentir petugas perpustakaan
12. Teman-teman BK angkatan 2011
13. Serta berbagai pihak yang telah mendukung dan membantu dalam penelitian
ini yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi para pembaca serta
dapat memberikan kontribusi dalam dunia pendidikan khususnya terkait dengan
perkembangan ilmu bimbingan dan konseling.
Semarang, Agustus 2015
Penulis
vii
ABSTRAK
Agustina, Tia Risdiana. 2015. Hubungan antara Persepsi Siswa tentang Kompetensi
Kepribadian Konselor dengan Sikap Siswa terhadap Pelayanan Bimbingan dan
Konseling di SMP Negeri 24 Semarang Tahun Pelajaran 2014/2015. Skripsi.
Jurusan Bimbingan dan Konseling. Fakultas Ilmu Pendidikan. Universitas Negeri
Semarang. Dosen Pembimbing Kusnarto Kurniawan, M.Pd, Kons
Kata Kunci: kompetensi kepribadian konselor, sikap siswa, pelayanan bimbingan dan
konseling
Pelayanan Bimbingan Konseling merupakan kegiatan yang integral dari
keseluruhan kegiatan pendidikan yang ada di sekolah. Pelayanan BK akan berjalan optimal
apabila adanya sikap positif yang ditampilkan siswa pada pelaksanaan pelayananan
bimbingan konseling di sekolah. Penelitian ini dilaksanakan berdasarkan data awal
dilapangan bahwa siswa di SMP Negeri 24 Semarang memiliki sikap yang kurang positif
terhadap pelayanan BK di sekolah. Hasil wawancara juga menunjukkan adanya persepsi
yang kurang baik terhadap kepribadian konselor di sekolah. Penelitian ini bertujuan untuk
memperoleh gambaran mengenai persepsi siswa tentang kompetensi kepribadian konselor
di SMP Negeri 24 Semarang, gambaran mengenai sikap siswa terhadap pelayanan
bimbingan dan konseling di SMP Negeri 24 Semarang, dan mengetahui hubungan antara
persepsi siswa tentang kompetensi kepribadian konselor dan sikap siswa terhadap
pelayanan bimbingan dan konseling di SMP Negeri 24 Semarang.
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif kuantitatif
korelasional. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa di SMP Negeri 24 Semarang yang
berjumlah 756 siswa. Teknik sampling yang digunakan adalah Proporsional Stratified
Random Sampling, sampel yang diambil sejumlah 75 siswa. Alat pengumpulan data
menggunakan skala psikologis yaitu skala persepsi dan skala sikap. Teknik analisis
menggunakan statistik deskriptif dan analisis korelasi product moment.
Hasil analisis deskriptif diperoleh rata-rata gambaran persepsi siswa tentang
kompetensi kepribadian konselor dalam kriteria baik dengan persentase sebesar 81%, dan
rata-rata gambaran sikap siswa terhadap pelayanan bimbingan dan konseling dalam
kriteria positif dengan persentase sebesar 75,25%. Hasil analisis korelasi product moment
menunjukkan bahwa ada hubungan yang positif dan signifikan antara persepsi siswa
tentang kompetensi kepribadian konselor dengan sikap siswa terhadap pelayanan
bimbingan dan konseling yang ditunjukkan dengan nilai rhitung= 0,633 dengan nilai rtabel=
0,227 pada taraf signifikasi 5%. Dengan demikian harga rhitung> rtabel sehingga hipotesis
kerja (Ha) diterima dan hipotesis nol (Ho) ditolak.
Simpulan dari penelitian ini bahwa di SMP Negeri 24 Semarang (1) persepsi siswa
tentang kompetensi kepribadian konselor dalam kriteria baik, (2) sikap siswa terhadap
pelayanan bimbingan dan konseling dalam kriteria positif, dan (3) ada hubungan yang
positif dan signifikan antara persepsi siswa tentang kompetensi kepribadian konselor
dengan sikap siswa terhadap pelayanan bimbingan dan konseling. Oleh karena itu
disarankan kepada konselor sekolah untuk meningkatkan kompetensi kepribadiannya
dengan cara memperhatikan stabilitas kepribadiannya dengan berperilaku terpuji, menjaga
kestabilan emosi, empati, serta peka terhadap siswa dengan harapan nantinya siswa
mempunyai persepsi yang baik tentang kompetensi kepribadian konselor sehingga sikap
siswa terhadap pelayanan bimbingan konseling semakin positif.
viii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL.................................................................................. i
PENGESAHAN ........................................................................................... ii
PERNYATAAN .......................................................................................... iii
MOTTO DAN PERSEMBAHAN ............................................................. iv
KATA PENGANTAR ................................................................................. v
ABSTRAK ................................................................................................... vii
DAFTAR ISI ............................................................................................... viii
DAFTAR TABEL ....................................................................................... xii
DAFTAR DIAGRAM ................................................................................. xiv
DAFTAR GAMBAR................................................................................... xv
DAFTAR BAGAN ...................................................................................... xvi
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................... xvii
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah ........................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah .................................................................................. 7
1.3 Tujuan Penelitian ................................................................................... 8
1.4 Manfaat Penelitian ................................................................................. 8
1.5 Sistematika Skripsi ................................................................................ 9
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Penelitian Terdahulu ............................................................................. 12
2.2 Persepsi Siswa tentang Kompetensi Kepribadian Konselor ................. 15
2.2.1 Persepsi ............................................................................................... 15
2.2.1.1 Pengertian Persepsi .......................................................................... 15
2.2.1.2 Faktor yang Mempengaruhi Persepsi .............................................. 17
2.2.1.3 Proses Terjadinya Persepsi .............................................................. 20
2.2.2 Kompetensi Kepribadian Konselor .................................................... 23
2.2.2.1 Pengertian Kompetensi Konselor .................................................... 23
2.2.2.2 Jenis-jenis Kompetensi Konselor .................................................... 24
2.2.2.3 Kompetensi Kepribadian Konselor ................................................. 27
2.2.3 Persepsi Siswa tentang Kompetensi Kepribadian Konselor ............... 36
2.3 Sikap Siswa terhadap Pelayanan Bimbingan dan Konseling ............... 38
2.3.1 Sikap ................................................................................................... 38
2.3.1.1 Pengertian Sikap .............................................................................. 38
2.3.1.2 Ciri-ciri Sikap .................................................................................. 39
ix
2.3.1.3 Fungsi Sikap .................................................................................... 42
2.3.1.4 Komponen Sikap ............................................................................. 44
2.3.1.5 Proses Pembentukan Sikap .............................................................. 45
2.3.1.6 Pengukuran Sikap ............................................................................ 47
2.3.1.7 Hubungan Sikap dan Perilaku ......................................................... 49
2.3.2 Pelayanan Bimbingan dan Konseling di Sekolah ............................... 51
2.3.2.1 Pengertian Bimbingan dan Konseling ............................................. 51
2.3.2.2 Fungsi Bimbingan dan Konseling ................................................... 54
2.3.2.3 Tujuan Bimbingan dan Konseling ................................................... 56
2.3.2.4 Asas-Asas Bimbingan dan Konseling ............................................. 58
2.3.2.5 Layanan Bimbingan dan Konseling ................................................ 62
2.3.2.6 Kegiatan Pendukung Bimbingan dan Konseling ............................. 65
2.3.3 Sikap Siswa terhadap Pelayanan Bimbingan dan Konseling ............. 67
2.4 Hubungan antara Persepsi Siswa tentang Kompetensi Kepribadian
Konselor dan Sikap Siswa terhadap Pelayanan Bimbingan dan
Konseling ..............................................................................................
69
2.5 Hipotesis Penelitian ............................................................................... 73
BAB 3 METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian ...................................................................................... 75
3.2 Variabel Penelitian ................................................................................. 77
3.2.1 Identifikasi Variabel ............................................................................ 77
3.2.2 Hubungan Antar Variabel .................................................................... 77
3.2.3 Definisi Operasional Variabel ............................................................. 78
3.3 Populasi dan Sampel Penelitian .............................................................. 80
3.3.1 Populasi Penelitian ............................................................................... 80
3.2.2 Sampel Penelitian ................................................................................ 81
3.4 Metode dan Alat Pengumpulan Data ...................................................... 85
3.4.1 Metode Pengumpulan Data .................................................................. 85
3.4.2 Alat Pengumpulan Data ....................................................................... 85
3.5 Penyusunan Instrumen ............................................................................ 86
3.5.1 Menyusun Kisi-kisi Instrumen ............................................................. 87
3.6 Validitas dan Reliabilitas Penelitian ....................................................... 97
3.6.1 Uji Validitas ......................................................................................... 97
3.6.2 Uji Reliabilitas ..................................................................................... 98
3.7 Hasil Uji Coba Instrumen Penelitian ...................................................... 100
3.7.1 Hasil Uji Validitas Skala Persepsi Siswa tentang Kompetensi
Kepribadian Konselor ........................................................................
100
3.7.2 Hasil Uji Validitas Skala Sikap Siswa terhadap Pelayanan
Bimbingan dan Konseling ..................................................................
101
x
3.7.3 Hasil Uji Reliabilitas Skala Persepsi siswa tentang Kompetensi
Kepribadian Konselor ........................................................................
102
3.7.4 Hasil Uji Reliabilitas Skala Sikap Siswa terhadap Pelayanan
Bimbingan dan Konseling ..................................................................
103
3.8 Teknik Analisis Data .............................................................................. 103
3.8.1 Analisis Deskriptif ............................................................................... 103
3.8.2 Analisis Statistik ................................................................................. 106
3.8.2.1 Uji Normalitas ................................................................................... 106
3.8.2.2 Uji Hipotesis ..................................................................................... 106
BAB 4 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian ....................................................................................... 110
4.1.1 Hasil Analisis Deskriptif ...................................................................... 110
4.1.1.1 Gambaran Persepsi Siswa tentang Kompetensi Kepribadian
Konselor ........................................................................................
110
4.1.1.2 Gambaran Sikap Siswa terhadap Pelayanan Bimbingan dan
Konseling .......................................................................................
123
4.1.2 Hasil Analisis Statistik ......................................................................... 134
4.1.2.1 Hubungan antara Persepsi Siswa tentang Kompetensi Kepribadian
Konselor dan Sikap Siswa terhadap Pelayanan Bimbingan dan
Konseling .......................................................................................
134
4.1.2.1.1 Hasil Uji Normalitas ...................................................................... 134
4.1.2.1.2 Hasil Uji Hipotesis ......................................................................... 135
4.2 Pembahasan ........................................................................................... 137
4.2.1 Gambaran Persepsi Siswa tentang Kompetensi Kepribadian
Konselor .............................................................................................
137
4.2.2 Gambaran Sikap Siswa terhadap Pelayanan Bimbingan dan
Konseling ...........................................................................................
144
4.2.3 Hubungan antara Persepsi Siswa tentang Kompetensi Kepribadian
Konselor dan Sikap Siswa terhadap Pelayanan Bimbingan dan
Konseling ...........................................................................................
147
4.3 Keterbatasan Penelitian ........................................................................... 149
BAB 5 PENUTUP
5.1 Simpulan ................................................................................................ 152
5.2 Saran ...................................................................................................... 152
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 154
LAMPIRAN
xi
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
2.1 Kompetensi Kepribadian Konselor ..................................................... 28
3.1 Jumlah Populasi Penelitian ................................................................. 80
3.2 Perhitungan Sampel Penelitian ........................................................... 82
3.3 Rekapitulasi Responden Penelitian ..................................................... 83
3.4 Bentuk Penskalaan ............................................................................. 86
3.5 Kisi-kisi Skala Persepsi Siswa tentang Kompetensi Kepribadian
Konselor .............................................................................................
88
3.6 Kisi-kisi Skala Sikap Siswa terhadap Pelayanan Bimbingan dan
Konseling ............................................................................................
92
3.7 Kriteria Reliabilitas Instrumen ........................................................... 99
3.8 Distribusi Butir Item Valid dan Gugur Skala Persepsi ....................... 100
3.9 Distribusi Butir Item Valid dan Gugur Skala Sikap ........................... 101
3.10 Kriteria Persepsi Siswa tentang Kompetensi Kepribadian Konselor.. 105
3.11 Kriteria Sikap Siswa terhadap Pelayanan Bimbingan dan Konseling 106
3.12 Interpretasi Besarnya “r” product moment ......................................... 109
4.1 Hasil Perhitungan Skala Persepsi Siswa tentang Kompetensi
Kepribadian Konselor .........................................................................
111
4.2 Distribusi Frekuensi Persepsi Siswa tentang Kompetensi
Kepribadian Konselor .........................................................................
113
4.3 Deskripsi Persepsi Siswa tentang Kompetensi Kepribadian Konselor 114
4.4 Hasil Analisis Deskriptif persentase Pada Indikator Beriman dan
Bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa ...........................................
116
4.5 Hasil Analisis Deskriptif persentase Pada Indikator Menghargai dan
Menjunjung Tinggi Nilai-nilai Kemanusiaan, Individualitas, dan
Kebebasan Memilih ............................................................................
118
4.6 Hasil Analisis Deskriptif persentase Pada Indikator Menjunjung
Integritas Stabilitas Kepribadian yang Kuat .......................................
119
4.7 Hasil Analisis Deskriptif persentase Pada Indikator Menampilkan
Kinerja Berkualitas Tinggi .................................................................
121
4.8 Hasil Perhitungan Skala Sikap Siswa terhadap Pelayanan
Bimbingan dan Konseling ..................................................................
123
4.9 Distribusi Frekuensi Sikap Siswa terhadap Pelayanan Bimbingan
dan Konseling .....................................................................................
125
4.10 Deskripsi Sikap Siswa terhadap Pelayanan Bimbingan dan
Konseling ............................................................................................
126
4.11 Hasil Analisis Deskriptif persentase Sikap Siswa Pada Indikator
xii
Pelaksanaan layanan-layanan Bimbingan dan Konseling .................. 128
4.12 Hasil Analisis Deskriptif persentase Sikap Siswa Pada Indikator
Pelaksanaan Kegiatan Pendukung Bimbingan dan Konseling ...........
130
4.13 Deskripsi Sikap Siswa terhadap Pelayanan Bimbingan Konseling
dilihat dari Komponen Sikap ..............................................................
132
4.14 Deskripsi Komponen Sikap Berdasarkan Indikator Pelayanan
Bimbingan dan Konseling ..................................................................
134
4.15 Hasil Uji Normalitas Data Menggunakan Kolmogorov-Smornov ..... 135
4.16 Hasil Uji Hipotesis Menggunakan Korelasi Product Moment ........... 136
xiii
DAFTAR DIAGRAM
Diagram Halaman
4.1 Hasil Analisis Deskriptif Persentase Persepsi Siswa tentang
Kompetensi Kepribadian Konselor ....................................................
114
4.2 Hasil Analisis Deskriptif persentase Pada Indikator Beriman dan
Bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa ...........................................
116
4.3 Hasil Analisis Deskriptif persentase Pada Indikator Menghargai dan
Menjunjung Tinggi Nilai-nilai Kemanusiaan, Individualitas, dan
Kebebasan Memilih ............................................................................
118
4.4 Hasil Analisis Deskriptif persentase Pada Indikator Menjunjung
Integritas Stabilitas Kepribadian yang Kuat .......................................
120
4.5 Hasil Analisis Deskriptif persentase Pada Indikator Menampilkan
Kinerja Berkualitas Tinggi .................................................................
122
4.6 Hasil Analisis Deskriptif Persentase Sikap Siswa terhadap
Pelayanan Bimbingan dan Konseling ................................................
127
4.7 Hasil Analisis Deskriptif persentase Sikap Siswa Pada Indikator
Pelaksanaan layanan-layanan Bimbingan dan Konseling ..................
129
4.8 Hasil Analisis Deskriptif Persentase Pada Indikator Pelaksanaan
Kegiatan Pendukung Bimbingan dan Konseling ...............................
131
4.9 Hasil Analisis Sikap Siswa terhadap Pelayanan Bimbingan
Konseling dilihat dari Komponen Sikap ............................................
133
4.10 Hasil Analisis Komponen Sikap Berdasarkan Indikator Pelayanan
Bimbingan dan Konseling ..................................................................
134
xiv
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
2.1 Kerangka Berpikir .............................................................................. 73
3.1 Hubungan Antar Variabel ................................................................... 78
3.2 Prosedur Penyusunan Instrumen Peneltian ......................................... 87
xv
DAFTAR BAGAN
Bagan Halaman
2.1 Proses Terjadinya Persepsi ................................................................. 22
2.2 Pembentukan Sikap ............................................................................ 46
2.3 Persepsi ............................................................................................... 47
2.4 Hubungan Sikap dan Perilaku ............................................................ 49
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
LAMPIRAN I: UJI COBA INSTRUMEN .................................................... 158
1. Kisi-kisi Uji Coba (Try Out) Instrumen Skala Persepsi Siswa
tentang Kompetensi Kepribadian Konselor
2. Instrumen Uji Coba (Try Out) Skala Persepsi Siswa tentang
Kompetensi Kepribadian Konselor
3. Kisi-kisi Uji Coba (Try Out) Instrumen Skala Sikap Siswa
terhadap Pelayanan Bimbingan dan Konseling
4. Instrumen Uji Coba (Try Out) Instrumen Skala Sikap Siswa
terhadap Pelayanan Bimbingan dan Konseling
LAMPIRAN II: HASIL ANALISIS DATA TRY OUT ................................. 179
1. Hasil Uji Coba (Try Out) Skala Persepsi Siswa tentang
Kompetensi Kepribadian Konselor
2. Perhitungan Validitas Skala Persepsi Siswa tentang Kompetensi
Kepribadian Konselor
3. Perhitungan Reliabilitas Skala Persepsi Siswa tentang
Kompetensi Kepribadian Konselor
4. Hasil Uji Coba (Try Out) Skala Sikap Siswa terhadap Pelayanan
Bimbingan dan Konseling
5. Perhitungan Validitas Skala Sikap Siswa terhadap Pelayanan
Bimbingan dan Konseling
6. Perhitungan Reliabilitas Skala Sikap Siswa terhadap Pelayanan
Bimbingan dan Konseling
LAMPIRAN III: INSTRUMEN PENELITIAN ............................................ 200
1. Kisi-kisi Instrumen Skala Persepsi Siswa tentang Kompetensi
Kepribadian Konselor
2. Instrumen Skala Persepsi Siswa tentang Kompetensi Kepribadian
xvii
Konselor
3. Kisi-kisi Instrumen Skala Sikap Siswa terhadap Pelayanan
Bimbingan dan Konseling
4. Instrumen Instrumen Skala Sikap Siswa terhadap Pelayanan
Bimbingan dan Konseling
BAB IV: HASIL ANALISIS DESKRIPTIF .................................................
220
1. Hasil Tabulasi Data Persepsi Siswa Tentang Kompetensi
Kepribadian Konselor secara Keseluruhan
2. Hasil Tabulasi Data Persepsi Siswa Tentang Kompetensi
Kepribadian Konselor Perindikator
3. Hasil Tabulasi Data Sikap Siswa terhadap Pelayanan Bimbingan
dan Konseling secara Keseluruhan
4. Hasil Tabulasi Data Sikap Siswa terhadap Pelayanan Bimbingan
dan Konseling Perindikator
BAB V: HASIL ANALISIS STATISTIK ..................................................... 257
1. Hasil Uji Normalitas Data Skala Persepsi dan Skala Sikap
2. Hasil Analisis Korelasional
BAB VI: LAIN-LAIN .................................................................................... 260
1. Panduan Wawancara Pra Penelitian Skripsi
2. Hasil Wawancara Pra Penelitian Skripsi
3. Surat Ijin Penelitian dari Fakultas Ilmu Pendidikan
4. Surat Ijin Penelitian dari Dinas Pendidikan Kota Semarang
5. Surat Keterangan telah Melakukan Penelitian dari SMP Negeri
24 Semarang
6. Dokumentasi Penelitian
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Pelayanan Bimbingan dan Konseling merupakan kegiatan yang integral
dari keseluruhan kegiatan pendidikan yang ada di sekolah. Pada pelaksanaannya
ada tiga hal yang berkaitan dengan pencapaian tujuan pendidikan yaitu: layanan
pendidikan, layanan administrasi, dan layanan bimbingan. Pelayanan Bimbingan
dan konseling di sekolah dilaksanakan secara terprogram, teratur dan
berkelanjutan. Pelaksanaan program inilah yang menjadi wujud nyata dari
diselenggarakannya pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah.
Bentuk pelayanan Bimbingan dan Konseling terhadap siswa dalam
mencapai tujuan belajar serta membantu proses pendidikan di sekolah adalah
berupa layanan-layanan yang berfungsi dan berperan untuk mengembangkan diri
siswa. Dalam BK Pola 17 plus ada sembilan layanan dan lima kegiatan
pendukung yang harus konselor selenggarakan di sekolah antara lain: layanan
orientasi, layanan informasi, layanan penempatan dan penyaluran, layanan
penguasaan konten, layanan konseling perorangan, layanan bimbingan kelompok,
layanan konseling kelompok, layanan mediasi dan layanan konsultasi. Adapun
kegiatan pendukung bimbingan konseling atara lain: aplikasi instrumentasi,
himpunan data, konferensi kasus, kunjungan rumah dan alih tangan kasus.
Layanan dan kegiatan pendukung bimbingan dan konseling tersebut sangatlah
1
2
penting sehingga konselor harus bisa menyelenggarakan pelayanan tersebut
dengan baik agar siswa dapat mencapai tugas perkembangannya secara optimal.
Pelayanan bimbingan dan konseling akan berjalan optimal apabila adanya
sikap positif yang ditampilkan siswa pada pelaksanaan layanan-layanan
bimbingan dan konseling di sekolah. Sikap itu merupakan organisasi pendapat,
keyakinan seseorang mengenai objek atau situasi yang relatif ajeg, yang disertai
adanya perasaan tertentu, dan memberikan dasar kepada orang tersebut untuk
membuat respons atau berperilaku dalam cara tertentu yang dipilihnya (Walgito,
2003:110-111). Sehingga sikap siswa terhadap pelayanan bimbingan dan
konseling di sekolah adalah integrasi antara aspek pemikiran (kognisi), perasaan
(afeksi), dan kecenderungan untuk bertindak (konasi) baik yang bersifat positif
maupun negatif yang menimbulkan perilaku tertentu yang berkaitan dengan
layanan-layanan bimbingan dan konseling yang diberikan oleh konselor.
Sikap yang ditampilkan siswa sangat dipengaruhi oleh persepsi siswa
terhadap layanan bimbingan dan konseling tersebut. Sebagaimana penelitian yang
dilakukan oleh Astri Dinartiwi. 2010. “Persepsi siswa tentang layanan bimbingan
dan konseling di SMK Grafika yayasan Lektur Jakarta Selatan”. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa secara keseluruhan persepsi siswa tentang layanan
bimbingan dan konseling diperoleh hasil 58,3% dengan kategori cukup baik. Dari
hasil penelitian tersebut ditemukan bahwa kurangnya tingkat kepedulian guru BK
dengan siswa-siswanya.
Dari penelitian tersebut dapat dikatakan bahwa salah satu cara untuk dapat
melaksanakan layanan-layanan bimbingan dan konseling di sekolah dengan baik
3
maka guru BK harus bisa membangun hubungan baik, dan harus lebih peduli
dengan siswa-siswanya. Seorang guru BK atau konselor sebagai pribadi harus
mampu menampilkan jati dirinya secara utuh, tepat, serta mampu membangun
hubungan antarpribadi (interpersonal) yang unik dan harmonis, dinamis,
persuasif, dan kreatif, sehingga menjadi motor penggerak keberhasilan layanan
bimbingan dan konseling. Alat yang paling penting untuk dipakai dalam
pekerjaan seorang konselor adalah dirinya sendiri sebagai pribadi (your self as a
person).
Dalam Permendiknas No 27 Tahun 2008, tentang standar
kualifikasi akademik dan kompetensi konselor, dijelaskan
bahwa: “sosok utuh kompetensi konselor mencakup
kompetensi akademik dan kompetensi professional sebagai
salah satu keutuhan. Kompetensi akademik merupakan
landasan ilmiah dari pelaksanaan pelayanan professional BK,
kompetensi akademik dan professional konselor secara
integrasi membangun keutuhan kompetensi paedagogik,
kepribadian, sosial, dan professional“.
Sesuai dengan pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa seorang
konselor harus memiliki keempat kompetensi yaitu kompetensi paedagogik,
kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi professional dalam
melaksanakan berbagai layanan bimbingan dan konseling. Salah satu dari empat
kompetensi tersebut adalah kompetensi kepribadian yang tidak kalah pentingnya
dari kompetensi lainnya dan perlu diperhatikan serta pemahaman yang baik dalam
proses pemberian layanan bimbingan dan konseling oleh konselor. Bentuk nyata
dari kompetensi tersebut adalah sikap penerimaan yang baik terhadap siswa,
mampu berpandangan yang positif, berpegang teguh dan berpedoman pada nilai-
nilai agama dalam menangani siswa, dan membantu untuk mengentaskan masalah
4
dan menciptakan kondisi siswa yang mampu mengembangkan dirinya secara
optimal.
Dalam Permendiknas No 27 Tahun 2008 menyebutkan bahwa konselor
yang mempunyai kompetensi kepribadian yang baik harus memiliki aspek-aspek
sebagai berikut :
a. Beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang maha Esa, meliputi
(1) menampilkan kepribadian yang beriman dan bertaqwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa, (2) konsisten dalam
menjalankan kehidupan beragama dan toleran terhadap
pemeluk agama lain, (3) berakhlak mulia dan berbudi pekerti
luhur,
b. Menghargai dan menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan,
individualitas dan kebebasan memilih, meliputi (1)
mengaplikasikan pandangan positif dan dinamis tentang
manusia sebagai makhluk spiritual, bermoral, social, individual,
dan berpotensi, (2) menghargai dan mengembangkan potensi
positif individu pada umumnya dan konseli pada khususnya, (3)
peduli terhadap kemaslahatan manusia pada umumnya dan
konseli pada khususnya, (4) menjunjung tinggi harkat dan
martabat manusia sesuai dengan hak asasinya, (5) toleran
terhadap permasalahan konseli, (6) bersikap demokratis,
c. Menunjukkan integritas stabilitas kepribadian yang kuat,
meliputi (1) menampilkan kepribadian dan perilaku yang terpuji
(seperti berwibawa, jujur, sabar, ramah, dan konsisten), (2)
menampilkan emosi yang stabil, (3) peka, bersikap empati,
serta menghormati karagaman dan perubahan, (4) menampilkan
toleransi tinggi terhadap konseli yang menghadapi stress dan
frustasi.
d. Menampilkan kinerja berkualitas tinggi, meliputi (1)
menampilkan tindakan yang cerdas, kreatif, inovatif, dan
produktif. (2) bersemangat, berdisiplin, dan mandiri, (3)
berpenampilan menarik dan menyenangkan, (4) berkomunikasi
secara efektif.
Pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa seorang konselor harus
mempunyai kompetensi kepribadian yang baik dalam memberikan pelayanan
bimbingan dan konseling kepada konseli yaitu konselor harus beriman dan
bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa; mengahargai dan menjunjung tinggi
5
nilai-nilai kemanusiaan, individualitas dan kebebasan memilih; menunjukkan
integritas dan stabilitas kepribadian yang kuat; serta menampilkan kinerja
berkualitas tinggi. Konselor yang mempunyai kompetensi kepribadian yang tinggi
harus dapat memenuhi aspek-aspek tersebut, apabila konselor tidak mempunyai
aspek-aspek tersebut dapat dikatakan konselor tersebut mempunyai kompetensi
kepribadian yang rendah.
Seorang konselor yang mempunyai profil kompetensi kepribadian yang
baik harus menjadi tauladan bagi siswa, maka konselor harus menampilkan
pribadi yang baik, bukan hanya baik dari luar tetapi baik pula dari dalam.
Kepribadian bukanlah hal yang dapat dinilai dari luar tetapi merupakan sebuah
hasil pencitraan dari dalam diri masing-masing individu. Semakin baik
kepribadian konselor dalam menangani masalah siswa maka akan baik pula
pandangan atau persepsi siswa terhadap konselornya.
Berdasarkan data awal mengenai pelaksanaan layanan-layanan bimbingan
dan konseling di SMP Negeri 24 Semarang memang sudah berjalan, tetapi belum
maksimal karena siswa-siswa secara keseluruhan bersikap kurang positif dalam
pelayanan BK yang ada di sekolah. Berdasarkan data evaluasi proses pelayanan
bimbingan dan konseling di sekolah yaitu layanan informasi dikelas VII (8 kelas),
hanya 13% partisipasi siswa dalam mengajukan pertanyaan, menjawab pertanyaan
dan memberikan ide dalam kegiatan layanan atau dari 33 orang dari 252 siswa (8
kelas) yang yang aktif dalam kegiatan layanan, selebihnya siswa bersikap pasif.
Sedangkan data evaluasi proses layanan penguasaan konten pada siswa kelas VIII
(8 kelas), hanya 15% partisipasi siswa yang mau terlibat aktif dalam kegiatan
6
layanan atau sekitar 39 orang dari 258 siswa (8 kelas) yang bersedia aktif untuk
maju mempraktekan konten yang diajarkan guru BK. Sedangkan pada
pelaksanaan layanan konseling individual secara keseluruhan, siswa yang mau
untuk mendatangi konselor secara sukarela untuk menceritakan masalahanya
hanya sekitar 2% saja atau dari 753 siswa (24 kelas) di SMP Negeri 24 Semarang,
hanya 15 yang bersedia mendatangi konselor untuk menceritakan
permasalahannya sedangkan sisanya karena dipanggil. Sebagaimana penelitian
yang dilakukan Yennisa Yuni Asih. 2010. “korelasi antara persepsi siswa tentang
kompetensi kepribadian konselor dan sikap proaktif siswa terhadap pemanfaatan
layanan konseling perorangan pada siswa kelas VIII SMP N 37 Semarang”. Hasil
penelitian menunjukan bahwa ada korelasi yang signifikan antara persepsi siswa
tentang kompetensi kepribadian konselor dan sikap proaktif siswa terhadap
pemanfaatan layanan konseling perorangan pada siswa kelas VIII SMP N 37
Semarang. Pelayanan bimbingan dan konseling akan berjalan optimal apabila
adanya sikap positif yang ditampilkan siswa pada pelaksanaan layanan-layanan
bimbingan dan konseling di sekolah.
Sedangkan pada penelitian awal, dari hasil wawancara dengan enam siswa
SMP N 24 Semarang mengenai persepsi mereka tentang kepribadian guru BK di
sekolahnya, hasil dari wawancara tersebut diketahui bahwa empat siswa (dapat di
sebut dengan siswa 2, siswa 4, siswa 5, dan siswa 6) menyatakan bahwa
kepribadian guru BK yang ada di sekolah mereka galak, tegas, kurang sabar, dan
suka membentak. Dua siswa diantaranya pernah melihat guru BK membentak-
bentak siswanya pada saat di ruang BK. Hal ini yang membuat siswa menjadi
7
takut dengan guru BK sehingga siswa enggan untuk masuk ke ruang BK dan
siswa juga merasa takut apabila ingin mengajukan pertanyaan dan ikut berperan
aktif di kelas pada saat guru BK memberikan pelayanan. Enam siswa juga
menganggap bahwa BK adalah suatu bagian yang ada di sekolah yang khusus
menangani masalah siswa yang melanggar peraturan sekolah, seperti terlambat,
membolos, berkelahi, merokok, dan sebagainya. Sehingga siswa enggan untuk
berurusan dengan BK karena takut dianggap siswa yang bermasalah.
Berdasarkan fenomena tersebut menunjukkan bahwa sikap siswa kurang
positif terhadap pelayanan BK di sekolah, seperti takut, malas dan enggan untuk
mengikuti dan berperan aktif pada layanan-layanan bimbingan dan konseling di
sekolah, salah satu faktor yang mempengaruhi sikap siswa tersebut adalah
berdasarkan persepsi siswa terhadap kepribadian guru BK di sekolah. Dengan
demikian peneliti perlu mengkaji lebih dalam melalui sebuah penelitian yang
berjudul “Hubungan antara Persepsi Siswa tentang Kompetensi Kepribadian
Konselor dan Sikap Siswa terhadap Pelayanan Bimbingan dan Konseling di SMP
Negeri 24 Semarang Tahun Pelajaran 2014/2015”.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah:
a. Bagaimanakah gambaran persepsi siswa tentang kompetensi kepribadian
konselor di SMP Negeri 24 Semarang tahun pelajaran 2014/2015?
b. Bagaimanakah gambaran sikap siswa terhadap pelayanan bimbingan dan
konseling di SMP Negeri 24 Semarang tahun pelajaran 2014/2015?
8
c. Apakah ada hubungan antara persepsi siswa tentang kompetensi kepribadian
konselor dengan sikap siswa terhadap pelayanan bimbingan dan konseling di
SMP Negeri 24 Semarang tahun pelajaran 2014/2015?
1.3 Tujuan Penelitian
Memperhatikan dari rumusan masalah diatas, maka tujuan yang ingin
dicapai dalam penelitian ini, yaitu:
a. Mengetahui gambaran mengenai persepsi siswa tentang kompetensi
kepribadian konselor di SMP Negeri 24 Semarang tahun pelajaran 2014/2015
b. Mengetahui gambaran tentang sikap siswa terhadap pelayanan bimbingan dan
konselingdi SMP Negeri 24 Semarang tahun pelajaran 2014/2015
c. Mengetahui hubungan antara persepsi siswa tentang kompetensi kepribadian
konselor dengan sikap siswa terhadap pelayanan bimbingan dan konseling di
SMP Negeri 24 Semarang tahun pelajaran 2014/2015?
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat Teoritis
Secara teoritis manfaat penelitian ini yaitu
1) Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai sarana untuk menambah
wawasan dan sumbangan pemikiran ilmiah mengenai persepsi siswa
tentang kompetensi kepribadian konselor dan sikap siswa terhadap
pelayanan bimbingan dan konseling disekolah.
9
2) Dapat dijadikan sebagai bahan rujukan bagi penelitian selanjutnya pada
kajian yang sama tetapi dalam ruang lingkup yang lebih luas dan
mendalam.
1.4.2 Manfaat Praktis
1.4.2.1 Bagi konselor
Penelitian ini bermanfaat sebagai bahan instropeksi dan motivasi untuk
meningkatkan kompetensi kepribadiannya sehingga menjadi konselor yang lebih
berkepribadian baik dan dapat meningkatkan sikap siswa terhadap pelayanan
bimbingan dan konseling.
1.4.2.2 Bagi Kepala Sekolah
Penelitian ini bermanfaat sebagai bahan pembinaan Kepala Sekolah
kepada konselor sehingga konselor dapat memiliki kepribadian yang baik sesuai
dengan kompetensi kepribadian konselor
1.4.2.3 Bagi Peneliti
Penelitian ini bermanfaat untuk menambah pengetahuan, pengalaman dan
masukan sehingga ketika kelak menjadi seorang konselor harus menampilkan
pribadi yang baik sesuai dengan kompetensi kepribadian konselor agar sikap
siswa akan baik pula terhadap pelayanan BK yang konselor berikan.
1.5 Sistematika Skripsi
Untuk memberi gambaran yang menyeluruh dalam skripsi ini, maka
disusun sistematika skripsi. Skripsi ini terdiri atas tiga bagian, yaitu bagian awal,
bagian pokok dan bagian akhir. Berikut adalah penjelasan mengenai garis besar
sistematika skripsi tersebut:
10
1.5.1 Bagian Awal Skripsi
Bagian ini terdiri atas sampul, lembar berlogo, lembar judul, lembar
pengesahan, lembar pernyataan keaslian tulisan, lembar motto dan persembahan,
kata pengantar, lembar abstrak, daftar isi, daftar tabel, daftar gambar dan daftar
lampiran.
1.5.2 Bagian Isi Skripsi
Bagian ini terdiri lima bab, yang masing-masing bab terdiri dari sub bab
agar pembahasannya lebih teratur dan sistematis. Adapun penulisannya sebagai
berikut:
Bab 1 Pendahuluan, berisi latar belakang, rumusan masalah,
tujuanpenelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan skripsi.
Bab 2 Tinjauan Pustaka, berisi uraian teoritis atau teori-teori yang
mendasari pemecahan tentangmasalah-masalah yang berhubungan dengan judul
skripsi yaitu tentang persepsi, kompetensi kepribadian konselor, sikap, pelayanan
bimbingan konseling dan rumusan hipotesisnya.
Bab 3Metode Penelitian, berisi tentang jenis penelitian, variabel penelitian,
populasi dan sampel, metode dan instrumen pengumpulan data, validitas dan
realibilitas instrumen serta metode analisis data.
Bab 4 Hasil Penelitian dan Pembahasan, berisi semua hasil penelitian dan
pembahasan penelitian.
Bab 5 Penutup, berisi simpulan dan saran-saran yang berkaitan dengan
hasil penelitian.
11
1.5.3 Bagian Akhir Skripsi
Bagian akhir skripsi, berisi daftar pustaka untuk memberikan informasi
tentang semua buku sumber dan literatur lainnya yang digunakan dalam penulisan
skripsi ini dan lampiran-lampiran dari hasil perhitungan-perhitungan statistik,
instrumen penelitian, ijin penelitian, dan dokumentasi penelitian.
12
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Pada bab ini, akan diuraikan teori tentang persepsi siswa tentang
kompetensi kepribadian konselor, sikap siswa terhadap pelayanan bimbingan dan
konseling, dan hubungan antara persepsi siswa tentang kompetensi kepribadian
konselordan sikap siswa terhadap pelayanan bimbingan dan konseling.
2.1 Penelitian Terdahulu
Sebelum melakukan penelitian yang berkaitan dengan penelitian yang
dilakukan yaitu hubungan antara persepsi siswa tentang kompetensi kepribadian
konselordan sikap siswa terhadap pelayanan bimbingan dan konseling di SMP
Negeri 24 Semarang tahun pelajaran 2014/2015, terlebih dahulu akan dipaparkan
mengenai penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan penelitian tersebut.
Penelitian terdahulu adalah penelitian yang telah dilakukan sebelum penelitian ini,
dengan variabel yang sama.
2.1.1 Asih, Yennisa Yuni. 2010. Korelasi antara persepsi siswa tentang
kompetensi kepribadian konselor dan sikap proaktif siswa terhadap
pemanfaatan layanan konseling perorangan pada siswa kelas VIII
SMP N 37 Semarang
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Yennisa Yuni Asih menunjukkan
bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara persepsi siswa tentang
kompetensi kepribadian konselor dan sikap proaktif siswa terhadap pemanfaatan
layanan konseling perorangan di SMP N 37 Semarang tahun 2009/2010. Hal ini
dibuktikan dengan r hitungsebesar 0,770 dengan r tabelsebesar 0,301 pada taraf
12
13
signifikasi 5% dengan N = 43. Persepsi siswa terhadap kompetensi kepribadian
konselor berada dalam kriteria tinggi yaitu sebesar 74,42% dan sikap proaktif
siswa berada dalam kriteria tinggi yaitu sebesar 81,40%. Dengan adanya persepsi
yang baik tentang konselor, maka akan timbul kesadaran akan pentingnya
bimbingan bimbingan dan konseling di sekolah.
2.1.2 Oktaviani, Santi Nur. 2014. Hubungan antara persepsi siswa tentang
kompetensi konselor dengan self disclosure siswa terhadap konselor di
SMA Negeri 14 Semarang
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Santi Nur Oktaviani menunjukkan
bahwa nilai koefisien determinasi (R2) pada hubungan antara persepsi siswa
tentang kompetensi paedagogik konselor dengan self disclosure siswa terhadap
konselor adalah sebesar 9,6%. Nilai koefisien determinasi (R2) pada hubungan
antara persepsi siswa tentang kompetensi kepribadian konselor dengan self
disclosure siswa terhadap konselor adalah sebesar 37,8%. Nilai koefisien
determinasi (R2) pada hubungan antara persepsi siswa tentang kompetensi sosial
konselor dengan self disclosure siswa terhadap konselor adalah sebesar 15,9%.
Dan nilai koefisien determinasi (R2) pada hubungan antara persepsi siswa tentang
kompetensi profesional konselor dengan self disclosure siswa terhadap konselor
adalah sebesar 23,6%. Berdasarkan hasil tersebut dapat diketahui bahwa terdapat
hubungan yang positif dan signifikan baik kompetensi paedagogik, kepribadian,
sosial, dan profesional dengan self disclosure siswa di SMA Negeri 14 Semarang.
2.1.3 Sisrianti, dkk. 2013. Persepsi siswa tentang kompetensi kepribadian
guru Bimbingan dan Konseling/ Konselor di SMP N 5 Pariaman
Dari penelitian yang telah dilakukan oleh Sisrianti, dkk., diperoleh
gambaran persepsi siswa tentang kompetensi kepribadian guru BK/ Konselor
14
secara rata-rata siswa menyatakan bahwa 46,83% guru BK selalu menampilkan
kompetensi kompetensi kepribadiannya, 30,99% siswa menyatakan guru BK
sering menampilkan kompetensi kepribadiannya, 20,77% siswa menyatakan
kadang-kadang dan 1,41% siswa menyatakan guru BK tidk pernah menampilkan
kompetensi kepribadiannya.
Dengan melihat hasil penelitian tersebut, sebagian siswa berpandangan
bahwa konselor memilki kompetensi kepribadian yang baik, namun sebagian
siswa belum memiliki persepsi yang demikian. Jadi dapat ditarik kesimpulan
bahwa salah satu dari empat kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang
konselor yaitu kompetensi kepribadian sudah dimiliki konselor cukup baik. Hal
ini bertolak belakang dengan fakta yang ditemukan peneliti dilapangan. Oleh
karena itu, peneliti ingin melakukan penelitian mengenai persepsi siswa tentang
kompetensi kepribadian konselor disekolah.
2.1.4 Siswanti, Dewi Septin Tri. 2013. Profil Kompetensi Kepribadian
Konselor Menurut Persepsi Siswa di SMA Negeri Se- Kabupaten
Pemalang Tahun Ajaran 2012/2013
Dari penelitian yang telah dilakukan oleh Dewi Septin Tri Siswanti,
diperoleh hasil penelitian bahwa rata-rata profil kompetensi kepribadian konselor
termasuk kriteria baik pada berimhan YME (83,23%), pada menghargai dan
menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, individualitas, dan kebebasan memilih
(77,07%), pada menjunjung integritas stabilitas kepribadian yang kuat (79,97%),
dan menampilkan kinerja yang berkualitas tinggi (77,40%). Kemampuan
kompetensi kepribadian konselor yang paling unggul yaitu beriman dan bertaqwa
kepada Tuhan YME (83,23%), sedangkan yang paling rendah yaitu menghargai
15
dan menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, individualitas, dan kebebasan
memilih (77,07%). Sehingga simpulan dari penelitian ini adalah profil kompetensi
kepribadian konselor menurut persepsi siswa termasuk dalam kriteria baik.
Dari empat penelitian terdahulu diatas memberikan gambaran kepada
peneliti bahwa dalam pelaksanaan pelayanan bimbingan dan konseling disekolah
perlu mendapat perhatian dari konselor atau guru BK. Adapun perhatian tersebut
sangat erat kaitannya terhadap aspek sikap siswa dalam proses pelayanan
bimbingan dan konseling. Sesuai pemaparan hasil terdahuludiatas juga diperoleh
pemahaman bahwa sikap siswa dalam mengikuti pelayanan bimbingan dan
konseling dipengaruhi oleh variabel guru pembimbing atau konselor dalam
pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling di sekolah.Oleh karena hal itu,
sikap siswa dalam proseslayanan bimbingan dan konseling di sekolah ada
kaitannya juga mempertimbangkan dari sisi guru BK yang ditampilkan melalui
kepribadian yang dimilikinya seperti halnya penelitian terdahulu diatas
mendukung penelitian yang hendak dilakukan peneliti bahwa sikap siswa terhadap
pelayanan bimbingan dan konseling ada kaitannya dengan persepsi siswa tentang
kompetensi kepribadian konselor.
2.2 Persepsi Siswa Tentang Kompetensi Kepribadian Konselor
2.2.1 Persepsi
2.2.1.1 Pengertian Persepsi
Istilah persepsi biasanya digunakan untuk mengungkapkan tentang
pengalaman terhadap sesuatu benda atau suatu kejadian yang dialami. Persepsi
menurut Walgito (2003:46) adalah “suatu proses pengorganisasian,
16
penginterpretasian terhadap stimulus yang diterima oleh organisme atau individu
sehingga merupakan sesuatu yang berarti, dan merupakan aktivitas yang
integrated dalam diri individu”. Sebagai aktivitas yang integrated, maka seluruh
pribadi, seluruh apa yang ada dalam diri individu ikut aktif berperan dalam
persepsi itu. Persepsi merupakan suatu proses yang didahului oleh penginderaan.
Penginderaan merupakan suatu proses diterimanya stimulus oleh individu melalui
alat penerima yaitu alat indera. Proses penginderaan terjadi setiap saat, yaitu pada
waktu individu menerima stimulus yang mengenai dirinya melalui alat indera.
Alat indera merupakan penghubung antara individu dengan dunia luarnya.
Persepsi juga dapat diartikan sebagai “proses menyimpulkan informasi dan
menafsirkan kesan yang diperoleh melalui alat inderawi kita” (Sugiyo 2005:34).
Alat indera tersebut akan menerima stimulus, kemudian diteruskan ke pusat
susunan syaraf (otak) dan terjadilah proses psikologis sehingga individu
menyadari apa yang dilihat, didengar, diraba dan sebagainya. Persepsi dapat
menjadi mediasi antara kita dengan lingkungan.
Penerimaan rangsang atau stimulus oleh alat indera disebut juga
penginderaan atau sensasi. Penginderaan belum dapat menangkap pengertian
terhadap dunia sekitar sebelum terjadi interpretasi atau pemaknaan terhadap
stimulus tersebut. Tiap-tiap individu menggunakan indera yang sama atau sejenis
dalam menerima stimulus yang sama. Namun, dalam hal persepsi masing-masing
individu bisa berbeda tergantung pengalaman masa lalu individu. Apa yang
dipersepsi pada waktu tertentu tidak tergantung stimulus itu sendiri, melainkan
pengalaman terdahulu yang akan ikut mewarnai pemaknaan pada waktu
17
melakukan persepsi. Pengalaman masa lalu termasuk kondisi perasaan pada waktu
itu, prasangka, keinginan, sikap, dan lain-lain.
Sedangkan Rakhmat (2005:51) mendefinisikan persepsi sebagai
“pengalaman tentang objek, peristiwa, atau hubungan-hubungan yang diperoleh
dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan”. Persepsi ialah proses
pemberian makna pada stimuli inderawi (sensory stimuli). Tahap paling awal
dalam penerimaan informasi adalah sensasi. Sensasi merupakan bagian dari
persepsi. Meskipun begitu, dalam menafsirkan makna informasi inderawi tidak
hanya melibatkan sensasi, tetapi juga atensi, ekpektasi, motivasi dan memori.Hasil
persepsi seseorang mengenai suatu objek selain dipengaruhi oleh penampilan
objek itu sendiri juga pengetahuan seseorang mengenai objek itu. Dengan
demikian, suatu objek dapat dipersepsi berbeda oleh dua orang akibat perbedaan
pengetahuan yang dimiliki masing-masing orang mengenai objek tersebut.
Berdasarkan pengertian-pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa
persepsi adalah proses penginterpretasian seseorang atau kelompok terhadap
objek, peristiwa, atau stimulus dengan melibatkan pengalaman-pengalaman yang
berkaitan dengan objek tersebut untuk mneyimpulkan informasi dan penafsiran
pesan yang akan membentuk konsep tentang objek tersebut.
2.2.1.2 Faktor yang Mempengaruhi Persepsi
Proses terbentuknya persepsi sangat kompleks dan ditentukan oleh
dinamika yang terjadi dalam diri seseorang dengan melibatkan aspek psikologis
dan panca inderanya. Persepsi melibatkan proses yang saling melengkapi, bukan
berjalan sendiri-sendiri. Menurut Siagian (2004: 98-105) yang mengemukakan
18
bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi antara lain “faktor dalam diri
orang yang bersangkutan, faktor sasaran persepsi, dan faktor situasi”. Faktor dari
diri orang yang bersangkutan berarti apabila seseorang melihat sesuatu dan
berusaha memberikan interpretasi terhadap apa yang dilihatnya, orang tersebut
dipengaruhi oleh karakteristik pribadinya, seperti sikap, motif, kepentingan,
minat, pengalaman, dan harapan. Faktor sasaran persepsi merupakan fokus
persepsi terhadap benda, orang, maupun peristiwa.
Sedangkan menurut Krech & Cruthfield S dalam Rakhmat (2005: 55)
bahwa persepsi dipengaruhi oleh dua faktor yaitu: faktor fungsional dan faktor
struktural.
(1) Faktor fungsional
Merupakan faktor yang berasal dari kebutuhan pengalaman masa lalu.
Faktor ini juga dikenal dengan faktor personal dimana persepsi tidak
ditentukan oleh jenis atau bentuk stimulus melainkan didominasi oleh
karakteristik individu yang akan memberikan respon pada suatu objek. Objek
yang mndapat tekanan dalam persepsi biasanya objek yang memenuhi tujuan
individu melakukan persepsi yang tergantung pada pemenuhan kebutuhan,
kesiapan mental, emosi, minat, dan keadaan biologis serta latar belakang
budaya.
(2) Faktor struktural
Merupakan faktor yang semata-mata berasal dari sifat stimuli fisik dan
efek-efek syaraf tertentu. Faktor struktural ini akan lebih mudah dipahami jika
19
memiliki fakta-fakta yang tidak terpisah sehingga dipandang secara
keseluruhan yaitu konteks, lingkungan, dan situasi objek yang dipersepsi.
Pendapat lain juga dikemukakan Sugiyo (2005:38-41), secara garis besar
terdapat dua faktor yang mempengaruhi kecermatan persepsi antar pribadi, yaitu
“faktor situasional dan faktor personal”. Faktor situasional berhubungan dengan
deskripsi verbal, petunjuk proksemik, petunjuk kinesik, petunjuk wajah, dan
petunjuk paralinguistik. Deskripsi verbal berhubungan dengan rangkaian kata sifat
yang dapat menentukan persepsi seseorang. Petunjuk proksemik berhubungan
dengan penggunaan jarak/ruang dan waktu dalam menyampaikan pesan. Jarak ini
terbagi menjadi jarak publik, jarak sosial, jarak personal, dan jarak akrab.
Petunjuk kinesik berkaitan dengan gerakan, sedangkan petunjuk paralinguistik
merupakan cara seseorang mengucapkan lambang-lambang verbal.
Faktor personal terbagi menjadi pengalaman, motivasi, kepribadian,
intelegensi, kemampuan menarik kesimpulan, dan objektivitas. Faktor personal ini
berhubungan dengan orang yang melakukan persepsi. Pengalaman yang banyak
akan mendorong persepsi semakin cermat. Motivasi yang tinggi terhadap objek
persepsi akan menyebabkan persepsi menjadi bias atau kurang objektif.
Kepribadian mengandung arti bahwa orang yang memiliki penilaian baik terhadap
diri sendiri cenderung memberikan penilaian yang positif pula bagi orang lain.
Sementara itu, intelegensi, kemampuan menarik kesimpulan dan objektivitas yang
baik akan memicu persepsi yang baik pula.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa persepsi dipengaruhi oleh
faktor internal dan eksternal. Faktor internal berhubungan dengan segi
20
kejasmaniahan dan psikologi sedangkan faktor eksternal dipengaruhi oleh
pengalaman, perasaan, kemampuan berfikir, kerangka acuan, dan motivasi.
2.2.1.3 Proses Terjadinya Persepsi
De Vito dalam Sugiyo (2005:34) mengemukakan bahwa proses persepsi
melalui tiga tahap yaitu “stimulasi sensori terjadi, stimulasi organisasi
terorganisasi, dan stimulasi sensori diinterpretasikan”. Stimulasi sensori misalnya
mendengarkan lagu,mencium bau parfum, dan lain-lain. Stimulasi sensori tersebut
akan berlanjut dengan proses pemahaman, kemudian apa yang telah diterima akan
ditafsirkan oleh individu yang melakukan persepsi. Persepsi merupakan bagian
dari keseluruhan proses yang menghasilkan tanggapan setelah rangsangan
diterapkan kepada manusia. Dari segi psikologi dikatakan bahwa tingkah laku
seseorang merupakan fungsi dari cara dia memandang. Oleh karena itu, untuk
mengubah tingkah laku seseorang harus dimulai dengan mengubah persepsinya.
Sobur (2003:447) menjabarkan komponen utama dalam proses persepsi antara
lain “seleksi, interpretasi, dan reaksi”. Seleksi adalah proses penyaringan oleh
indera terhadap rangsangan dari luar, intensitas dan jenisnya dapat banyak atau
sedikit. Setelah diseleksi kemudian diorganisasikan atau diinterpretasi, proses ini
melibatkan pengalaman masa lalu, nilai yang dianut, motivasi, kepribadian,
kecerdasan, dan sebagainya. Selanjutnya, interpretasi dan persepsi tersebut
diterjemahkan dalam bentuk tingkah laku sebagai reaksi.
Proses pertama dalam persepsi adalah menerima rangsangan atau data dari
berbagai sumber melalui panca indera. Setelah diterima, rangsangan atau data
diseleksi untuk diproses lebih lanjut. Rangsangan yang diterima selanjutnya
21
diorganisasikan dalam suatu bentuk. Setelah rangsangan atau data diterima dan
diatur, penerima menafsirkan data itu dengan berbagai cara. Proses penafsiran
inilah yang dinamakan persepsi. Persepsi pada intinya adalah memberikan arti
pada berbagai data dan informasi yang diterima. Setelah melakukan penafsiran
atau persepsi maka akan diwujudkan dalam reaksi atau tindakan tertentu terhadap
objek yang dipersepsi.
Walgito (dalam Sugiyo, 2005: 35) mengemukakan proses persepsi terbagi
menjadi tiga tahap, yaitu sebagai berikut:
(1) Proses kealaman, dimana objek objek menimbulkan stimulus
dan stimulus mengenai alat indera atau reseptor.
(2) Proses fisiologis, merupakan proses dimana stimulus yang
diterima alat indera diteruskan oleh syaraf sensoris ke otak.
(3) Proses psikologis, merupakan proses yang terjadi di otak
sebagai pusat kesadaran sehingga individu menyadari apa yang
ia terima melalui alat indera sebagai akibat dari stimulus yang
diterimanya.
Dalam proses persepsi perlu adanya perhatian sebagai langkah persiapan
dalam persepsi itu. Hal tersebut menunjukkan bahwa individu tidak hanya dikenai
oleh satu stimulus saja, tetapi berbagai macam stimulus yang ditimbulkan oleh
keadaan sekitarnya. Namun, tidak semua stimulus mendapatkan respon individu
untuk dipersepsi. Stimulus mana yang akan dipersepsi atau mendapatkan respon
tergantung pada perhatian individu yang bersangkutan. Penafsiran terhadap
stimulus bersifat subjektif sehingga pemaknaan stimulus yang sama belum tentu
menghasilkan interpretasi yang sama pula. Hal ini dipengaruhi oleh pengalaman,
kebutuhan, nilai dan harapan yang ada pada diri individu.
22
Berdasarkan keterangan tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa proses
persepsi berlangsung dalam beberapa tahap. Proses tersebut dimulai dengan
adanya stimulus yang mengenai alat indera. Stimulus ini berasal dari objek atau
kejadian yang menjadi pengalaman individu. Stimulus yang diterima akan
diteruskan oleh syaraf sensoris ke pusat susunan syaraf (otak). Setelah informasi
sampai ke otak terjadi proses kesadaran, yaitu individu mampu menyadari apa
yang dilihat, dirasa dan sebagainya. Setelah menyimpulkan dan menafsirkan
informasi yang diterimanya, individu memunculkan respon sebagai reaksi
terhadap stimulus yang diterimanya.
Dalam penelitian ini, objek yang akan dipersepsi oleh siswa adalah
kompetensi kepribadian konselor. Objek tersebut akan menjadi stimulus yang
akan diteruskan oleh syaraf sensoris ke otak kemudian ditafsirkan. Proses
penafsiran ini dapat berbeda antara siswa satu dengan lainnya, hal ini tergantung
pengalaman masing-masing siswa khususnya yang berkaitan dengan kompetensi
kepribadian konselor.
Bagan 2.1
Proses Terjadinya Persepsi
St St
St St
Respon
Fi Fi
Fi Fi
SP
23
Keterangan:
St = Stimulus
Fi = Faktor internal
SP = Struktur Pribadi individu
Adanya suatu objek dapat menimbulkan stimulus, stimulus tersebut
mengenai alat indera atau resptor, proses stimulus mengenai alat indera sebagai
proses kealaman atau proses fisik. Stimulus yang diterima diteruskan oleh syaraf
sensorik menuju otak, proses ini merupakan proses fisiologis. Pada saat sampai
keotak terjadi proses kesadaran. Individu mampu menyadari apa yang dilihat, apa
yang didengar dan apa yang dirasa. Proses ini merupakan merupakan bagian akhir
dari persepsi.
2.2.2 Kompetensi Kepribadian Konselor
2.2.2.1 Pengertian Kompetensi Konselor
Permendiknas No 27 Tahun 2008 tentang standar kualifikasi akademik dan
kompetensi konselor bahwa sosok utuh kompetensi konselor mencakup
kompetensi akademik dan kompetensi profesional. Kompetensi merupakan
kemampuan yang seharusnya/ dapat dilakukan oleh guru sesuai dengan
kualifikasi, fungsi, dan tanggung jawab mereka sebagai pengajar dan pendidik.
Kemampuan melakukan sesuatu sesuai dengan kualifikasi, fungsi, dan tanggung
jawab tersebut lebih sekedar mengetahui dan memahami.
Dalam UU RI No 14 Tahun 2005, tentang guru dan dosen bahwa
kompetensi pendidik/ guru meliputi :
24
1. Kompetensi paedagogik merupakan kemampuan dalam
mengelola pembelajaran peserta didik,
2. Kompetensi profesional merupakan penguasaan materi
pembelajaran secara luas dan mendalam yang memungkinkan
membimbing peser didik memenuhi standar kompetensi yang
diterapkan dalam standar nasional,
3. Kompetensi sosial adalah kemampuan berkomuniksi dan
bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik,
tenaga kependidikan, orang tua atau wali, serta masyarakat
sekitar,
4. Kompetensi kepribadian adalah kepribadian yang harus
melekat pada pendidik yang merupakan pribadi yang mantap,
stabil, dewasa, arif, berwibawa, berakhlak mulia, serta dapat
dijadikan teladan bagi peserta didik.
Dari pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa kompetensi konselor
merupakan kemampuan yang dimiliki oleh konselor yang mencakup kepribadian,
sikap dan tingkah laku konselor yang ditunjukkan dalam setiap gerak-gerik sesuai
dengan tuntutan profesi sebagai konselor, dan kompetensi profesional konselor
meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi profesional, kompetensi sosial dan
kompetensi kepribadian. Dalam penelitian ini peneliti akan meneliti tentang
kompetensi kepribadian konselor.
2.2.2.2 Jenis-Jenis Kompetensi Konselor
Depiknas (2007: 261-266) sosok utuh kompetensi konselor terdiri atas dua
komponen yang berbeda namun terintegrasi dalam praksis sehingga tidak dapat
dipisahkan yaitu kompetensi akademik dan kompetensi profesional.
1. Kompetensi Akademik Konselor
Kompetensi akademik konselor yang utuh diperoleh melalui Program S-1
Pendidikan Profesi Konselor. Untuk menjadi pengampu pelayanan di bidang
bimbingan dan konseling, tidak dikenal adanya pendidikan profesional konsekutif
25
sebagaimana yang berlaku di bidang pendidikan profesi guru. Kompetensi
akademik konselor profesional terdiri atas kemampuan:
a. Mengenal secara mendalam konseli yang hendak dilayani.
Sosok kepribadian serta dunia konseli perlu didalami oleh konselor yaitu
menghormati kerangka pikir konseli yang memperhadapakan karakteristik
konseli yang telah bertumbuh dalam latar belakang keluarga dan
lingkungan budaya tertentu sebagai rujukan normatif beserta berbagai
permasalahan serta solusi yang harus dipilihnya dalam rangka memetakan
lintasan perkembangan kepribadian konseli dari keadaan sekarang ke arah
yang dikehendaki. Sebagai konselor dalam upaya mengenal secara
mendalam konseli yang dilayani, konselor harus mempunyai sikap
empatik, menghormati keragaman, serta mengedepankan kemaslahatan
konseli dalam pelaksanaan pelayanan bimbingan dan konseling.
b. Menguasai khasanah teoritik dan prosedural termasuk teknologi dalam
bimbingan dan konseling. Penguasaan khasanah teoretik dan prosedural
serta teknologi dalam bimbingan dan konseling mencakup kemampuan:
1) Menguasai secara akademik teori, prinsip, teknik dan prosedur, dan
sarana yang digunakan dalam penyelenggaraan pelayanan bimbingan
dan konseling.
2) Mengemas teori, prinsip dan prosedur serta sarana bimbingan dan
konseling sebagai pendekatan, prinsip, teknik dan prosedur dalam
penyelenggaraan pelayanan bimbingan dan konseling yang
memandirikan.
26
3) Menyelenggarakan layanan ahli bimbingan dan konseling yang
memandirikan.
2. Kompetensi Profesional Konselor
Penguasaan Kompetensi Profesional Konselor terbentuk melalui latihan
dalam menerapkan kompetensi akademik dalam bidang bimbingan dan konseling
yang telah dikuasai itu dalam otentik di sekolah atau arena terapan layanan ahli
lain yang relevan melalui melalui Program Pendidikan Profesi Konselor berupa
Program Pengalaman Lapangan (PPL) yang sistematis dan sungguh-sungguh.
Untuk menumbuhkan kemampuan profesional konselor, maka kriteria
keberhasilan dalam keterlibatan konselor dalam Program Pendidikan Profesi
Konselor berupa Program Pengalaman Lapangan itu adalah pertumbuhan
kemampuan konselor dalam menggunakan rentetan panjang keputusan- keputusan
kecil yang dibingkai kearifan dalam mengorkestrasikan optimasi pemanfaatan
dampak layanannya demi tercapainya kemandirian konseli dalam konteks tujuan
utuh pendidikan. Kompetensi profesional konselor meliputi: kompetensi
pedagogik, komptensi profesional, komptensi sosial, dan komptensi kepribadian.
Dalam UU RI No 14 Tahun 2005, tentang guru dan dosen bahwa
kompetensi pendidik/ guru meliputi :
1. Kompetensi paedagogik merupakan kemampuan dalam
mengelola pembelajaran peserta didik,
2. Kompetensi professional merupakan penguasaan materi
pembelajaran secara luas dan mendalam yang memungkinkan
membimbing peserta didik memenuhi standar kompetensi
yang diterapkan dalam standar nasional,
3. Kompetensi sosial adalah kemampuan berkomuniksi dan
bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik,
tenaga kependidikan, orang tua atau wali, serta masyarakat
sekitar,
27
4. Kompetensi kepribadian adalah kepribadian yang harus
melekat pada pendidik yang merupakan pribadi yang mantap,
stabil, dewasa, arif, berwibawa, berakhlak mulia, serta dapat
dijadikan teladan bagi peserta didik.
Pada keterangan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa kompetensi
konselor yaitu kompetensi akademik dan kompetensi profesional konselor yang
meliputi empat kompetensi, yaitu kompetensi pedagogik, kompetensi profesional,
kompetensi sosial, dan kompetensi kepribadian. Dalam penelitian ini dari keempat
kompetensi konselor tersebut akan dibahas salah satu kompetensi konselor yaitu
kompetensi kepribadian konselor.
2.2.2.3 Kompetensi Kepribadian Konselor
Standar kompetensi konselor telah dikembangkan dan dirumuskan atas
dasar kerangka pikir yang menegaskan konteks tugas dan ekspektasi kinerja
konselor, maka rumusan kompetensi akademik dan professional konselor
dirumuskan ke dalam kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial, dan
professional.
Kompetensi kepribadian adalah kepribadian yang harus melekat pada
pendidik yang merupakan pribadi yang mantap, stabil, dewasa, arif, berwibawa,
berakhlak mulia serta dapat dijadikan teladan bagi peserta didik. Kompetensi ini
mencakup penampilan/ sikap yang positip terhadap keseluruhan tugas sebagai
guru dan terhadap keseluruhan situasi pendidik beserta unsur-unsurnya. Di
samping itu pemahaman dan penghayatan dan penampilan nilai-nilai yang
segogyanya dianut oleh seorang guru dan penampilan diri sebagai panutan anak
didiknya. Secara rinci kompetensi kepribadian mencakup: a) menampilkan diri
28
sebagai pribadi yang mantap, stabil, dewasa, arif dan berwibawa, b) menampilkan
diri sebagai yang berakhlak mulia dan sebagai teladan bagi peserta didik dan
masyarakat, c) mengevaluasi kinerja sendiri, d) mengembangkan diri secara
berkelanjutan.
Dalam Permendiknas No 27 Tahun 2008 tentang standar kualifikasi
akademik dan kompetensi konselor menyebutkan bahwa kompetensi kepribadian
konselor mencakup aspek-aspek, yaitu sebagai berikut :
Tabel 2.1
Kompetensi Kepribadian Konselor
Kompetensi Inti Sub Kompetensi
Beriman dan bertakwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa
1. menampilkan kepribadian yang beriman dan
bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
2. Konsisten dalam menjalankan kehidupan
beragama dan toleran terhadap pemeluk
agama lain,
3. Berakhlak mulia dan berbudi pekerti luhur
Menghargai dan menjunjung
tinggi nilai-nilai kemanusiaan,
individualitas, dan kebebasan
dalam memilih
1. Mengaplikasikan pandangan positif dan
dinamis tentang manusia sebagai makhluk
spiritual, bermoral, social, individual, dan
berpotensi,
2. Menghargai dan mengembangkan potensi
positif individu pada umumnya dan konseli
pada khususnya,
3. Peduli terhadap kemaslahatan manusia pada
umumnya dan konseli pada khususnya,
4. Menjunjung tinggi harkat dan martabat
manusia sesuai dengan hak asasinya,
5. Toleran terhadap permasalahan konseli,
6. Bersikap demokratis
Menunjukkan integritas stabilitas
kepribadian yang kuat
1. Menampilkan kepribadian dan perilaku yang
terpuji (seperti berwibawa, jujur, sabar,
ramah, dan konsisten),
2. Menampilkan emosi yang stabil,
3. Peka, bersikap empati, serta menghormati
karagaman dan perubahan,
4. Menampilkan toleransi tinggi terhadap konseli
yang menghadapi stress dan frustasi.
Menampilkan kinerja berkualitas
tinggi
1. Menampilkan tindakan yang cerdas, kreatif,
inovatif, dan produktif.
2. Bersemangat, berdisiplin, dan mandiri,
3. Berpenampilan menarik dan menyenangkan,
4. Berkomunikasi secara efektif.
29
Dari bagan diatas dapat dirangkum bahwa kompetensi kepribadian konselor
meliputi:
1. Beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang maha Esa, meliputi (a)
menampilkan kepribadian yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa, (b) konsisten dalam menjalankan kehidupan beragama dan toleran
terhadap pemeluk agama lain, (c) berakhlak mulia dan berbudi pekerti luhur,
2. Menghargai dan menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, individualitas
dan kebebasan memilih, meliputi (a) mengaplikasikan pandangan positif dan
dinamis tentang manusia sebagai makhluk spiritual, bermoral, social,
individual, dan berpotensi, (b) menghargai dan mengembangkan potensi
positif individu pada umumnya dan konseli pada khususnya, (c) peduli
terhadap kemaslahatan manusia pada umumnya dan konseli pada khususnya,
(d) menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia sesuai dengan hak
asasinya, (e) toleran terhadap permasalahan konseli, (f) bersikap demokratis,
3. Menunjukkan integritas stabilitas kepribadian yang kuat, meliputi (a)
menampilkan kepribadian dan perilaku yang terpuji (seperti berwibawa, jujur,
sabar, ramah, dan konsisten), (b) menampilkan emosi yang stabil, (c) peka,
bersikap empati, serta menghormati karagaman dan perubahan, (d)
menampilkan toleransi tinggi terhadap konseli yang menghadapi stress dan
frustasi.
4. Menampilkan kinerja berkualitas tinggi, meliputi (a) menampilkan tindakan
yang cerdas, kreatif, inovatif, dan produktif. (b) bersemangat, berdisiplin, dan
30
mandiri, (c) berpenampilan menarik dan menyenangkan, (d) berkomunikasi
secara efektif.
Menurut Standar Nasional Pendidikan, pasal 28 ayat 3 butir b dalam
Mulyasa (2008: 117) bahwa kompetensi kepribadian adalah kemampuan
kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa, menjadi teladan
bagi peserta didik dan berakhlak mulia. Kompetensi ini mencakup
penampilan/sikap yang positif terhadap keseluruhan tugas sebagai konselor dan
terhadap keseluruhan situasi pendidikan beserta unsur-unsurnya. Di samping itu,
pemahaman, penghayatan, dan penampilan nilai-nilai yang dianut oleh konselor
dan penampilan diri sebagai panutan peserta didiknya.
Kompetensi kepribadian sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan
perkembangan dalam membentuk kepribadian siswa, dan berpengaruh besar
terhadap keberhasilan pendidikan. Konselor dituntut untuk memiliki kompetensi
kepribadian yang memadai, kompetensi kepribadian konselor merupakan
kompetensi konselor yang melandasi kompetensi- kompetensi lainnya. Dimick
dalam Latipun (2006: 57) mengemukakan bahwa
kesadaran konselor terhadap persoalan akan menguntungkan
klien. Dimensi persoalan yang harus disadari konselor dan perlu
dimiliki secara singkat sebagai berikut : (1) Spontanitas, (2)
Fleksibilitas, (3) Konsentrasi, (4) Keterbukaan, (5) Stabilitas
emosi, (6) Berkeyakinan akan kemampuan untuk berubah, (7)
Komitmen pada rasa kemanusiaan, (8) Kemampuan membantu
klien, (9) Pengatahuan konselor, dan (10) Totalitas.
1. Spontanitas
Sikap spontanitas (spontanity) konselor merupakan aspek yang
sangat penting dalam hubungan konseling. Spontanitas menyangkut
31
kemampuan konselor untuk merespon peristiwa yang sebagaimana yang
dilihatnya dalam hubungan konseling. Pengalaman dan pengetahuan diri
yang mendalam akan sangat membantu konselor untuk mengantisipasi
respon dengan lebih teliti. Makin banyak pengetahuan dan pengalaman
konselor dalam menangani klien akan semakin memiliki spontanitas yang
lebih baik.
2. Fleksibilitas
Fleksibilitas (flexibility) adalah kemampuan konselor untuk
mengubah, memodifikasi, dan menetapkan cara-cara yang digunakan jika
keadaan mengharuskan. Fleksibilitas mencakup spontanitas dan kreativitas
yang keduanya tidak dapat dipisahkan dari fleksibilitas. Sikap fleksibilitas
ini klien akan mampu untuk merealisasikan potensinya. Fleksibilitas
merupakan tidak ada cara yang tetep dan pasti bagi konselor dan klien untuk
mengatasi masalahnya. Fleksibilitas terjadi tidak hanya dalam hubungan
konseling saja, tetapi juga dalam sehari-hari konselor.
3. Konsentrasi
Kepedulian konselor kepada kliennya ditunjukkan dengan
kemampuan berkonsentrasi dalam hubungan konseling. Konsentrasi
menunjuk kepada keadaan konselor untuk berada “di sini” dan “saat ini”.
Konselor bebas dari berbagai hambatan dan secara total memfokuskan pada
perhatiannya kepada klien. Konsentrasi mencakup dua dimensi, yaitu verbal
dan non verbal. Konsentrasi secara verbal yaitu konselor mendengarkan
verbalisasi klien, cara verbalisasi itu diungkapkan dan makna bagi klien
32
(personal meaning) yang ada dibalik kata-kata yang diungkapkan.
Sedangkan konsentrasi secara non verbal merupakan konselor
memperhatikan seluruh gerekan, ekspresi, intonasi, dan perilaku lainnya
yang ditunjukkan oleh klien dan semua yang berhubungan dengan pribadi
klien.
4. Keterbukaan
Keterbukaan (openness) adalah kemampuan konselor untuk
mendengarkan dan menerima nilai-nilai orang lain, tanpa melakukan distorsi
dalam menemukan kebutuhannya sendiri. Keterbukaan bukan berarti
konselor itu bebas nilai, konselor tidak perlu melakukan pembelaan diri dan
tidak perlu berbasa-basi jika mendengar dan menerima nilai orang lain. Nilai
yang dianut konselor berbeda dengan nilai yang dianut oleh klien. Konselor
yang efektif dan toleran terhadap adanya perbedan-perbedaan nilai itu.
Keterbukaan tidak bermakna konselor menyetujui dan tidak menyetujui apa
yang dipikirkan, dirasakan atau dikatakan klien. Keterbukaan mengandung
arti kemauan konselor bekerja keras untuk menerima pandangan klien sesuai
dengan yang dirasakan dan/atau yang dikomunikasikan. Keterbukaan juga
merupakan kemauan konselor untuk secara terus menerus menguji kembali
dan menetapkan nilai-nilainya sendiri dalam pertumbuhan dan
perkembangannya.
5. Stabilitas Emosi
Konselor yang efektif memiliki stabilitas emosional (emotional
stability). Stabilitas emosional berarti jauh dari kecenderungan keadaan
33
psikopstologis. Dengan kata lain, secara emosional konselor dalam keadaan
sehat, tidak mengalami gangguan mental yang dapat menghambat
pertumbuhan dan perkembangannya. Stabilitas emosional tidak berarti
konselor harus selalu tampak senang dan gembira, tetapi keadaan konselor
yang menunjukkan sebagai peson yang dapat menyesuaikan diri dan
terintegratif. Penngalaman emosional yang tidak stabil dapat saja dialami
setiap orang termasuk konselor itu sendiri. Pengalaman ini dapat dijadikan
sebagai kerangka untuk lebih dapat memahami klien dan sikap empatik, dan
jangan sampai pengalaman ini dapat berefek negative dalam hubungan
konseling.
6. Berkeyakinan akan Kemampuan untuk Berubah
Keyakinan akan kemampuan untuk berubah selalu ada dalam bidang
psikologi, pendidikan dan konseling. Apa perlunya bidang itu
dikembangkan jika bukan sebagai proses untuk mengubah perilaku, sikap,
keyakinan dan perasaan individu. Konselor selalu berkeyakinan bahwa
setiap orang pada dasarnya berkemampuan untuk mengubah keadaanya
yang mungkin belum sepenuhnya optimal dan tugas konselor adalah
membantu sepenuhnya proses perubahan menjadi lebih efektif.
7. Komitmen Pada Rasa Kemanusiaan
Komitmen perlu dimiliki konselor dan menjadi dasar dalam
usahanya membantu klien mencapai keinginan, perhatiannya, dan
kemauannya.
8. Kemauan Membantu Klien Mengubah Lingkungannya
34
Konselor yang efektif bersedia untuk selalu membantu klien
mencapai pertumbuhan, keistimewaan, berkebebasab, dan
keotentikan.Erhatian konselor bukan membantu klien tunduk atau
menyesuaikan dengan lingkungannya sesuai dengan potensi yang dimiliki.
Dengan demikian, klien menjadi subyek yang lebih bertanggung jawab
terhadap lingkungannya bukan orang yang selalu mengikuti apa kata
lingkungannya.
9. Pengetahuan Konselor
Tugas konselor membantu kliennya untuk meningkatkan dirinya
secara keseluruhan.Konselor perlu menjadi pribadi yang utuh. Untuk dapat
mencapai pribadi yang utuh, konselor harus mengetahui ilmu perilaku,
mengetahui filsafat, mengetahui lingkungannya. Konselor harus bijak dalam
memahami dirinya sendiri, orang lain, kondisi dan pengalamannya dalam
hal peningkatan aktualisasi dirinya sebagai pribadi yang utuh. Usaha untuk
terus belajar mengenai diri dan orang lain menjadi tuntutan seorang
konselor. Konselor harus siap untuk melakukan koreksi terhadap dirinya
sendiri dan terbuka dari kritik orang lain.
10. Totalitas
Konselor sebagai pribadi yang total, berbeda dan terpisah dengan
orang lain. Dalam konteks ini konselor perlu memiliki kualitas pribadi yang
baik, yang mencapai kondisi kesehatan mentalnya secara positif. Konselor
memiliki otonomi, mandiri, dan tidak menggantungkan pribadinya secara
emosional kepada orang lain. Kualitas pribadi konselor perlu memperoleh
35
perhatian dari konselor itu sendiri. Kegagalan konselor dalam
menumbuhkan pribadinya akan sangat berpengaruh terhadap hubungan dan
efektivitasnya dalam konseling.
Mulyasa (2008:121) juga mengemukakan kompetensi kepribadian, yang
meliputi :
1. Kepribadian yang matap, stabil, dan dewasa
Hal ini penting karena banyak masalah pendidikan yang disebabkan oleh
faktor kepribadian yang kurang mantap, kurang stabil, dan kurang dewasa.
Kondisi seperti ini yang nantinya akan mengakibatkan konselor bersifat kurang
profesional. Kepribadian yang mantap akan membuat siswanya menjadi percaya
kepada konselor pada saat proses penanganan masalah ataupun proses
pengembangan diri siswa. Emosi yang stabilpun akan berpengaruh pada
pengambilan keputusan untuk solusi masalah yang dialami siswa. Pribadi yang
dewasa akan membentuk perasaan nyaman pada konselornya dan percaya bahwa
konselornya mampu membantu memecahkan masalahnya.
2. Disiplin, arif, dan berwibawa
Dalam mendisiplinkan siswa, sangatlah penting jika seorang konselor
berusaha untuk mendisiplinkan dirinya terlebih dahulu. Pembentukkan pribadi
yang disiplin pada siswa, nantinya akan membantu menemukan dirinya;
mengatasi masalah, memecahkan timbulnya masalah. Seorang konselor perlu
mempunyai pribadi yang disiplin, arif, serta berwibawa. Wibawa akan menjadikan
siswa menghormati konselornya, namun tidak mengurangi perasaan percaya
36
bahwa konselornya mampu menjadi pribadi yang fleksibel, yaitu mampu menjadi
teman curhat sekaligus pendidik yang profesional.
3. Menjadi teladan bagi peserta didik
Untuk menjadi teladan tentunya harus mempunyai sesuatu yang baik, yang
nantinya dapat diturunkan pada peserta didik. Seorang konselor dengan perilaku
serta kepribadian baik, sudah tentu pantas untuk ditiru oleh siswanya. Selalu
menjaga sikap dihadapan siswa menjadi kunci untuk dijadikan teladan yang baik.
4. Berakhlak mulia
Semua aspek tidak ada artinya jika aspek yang satu ini tidak terpenuhi.
Akhlak mulia merupakan hal utama karena dengan berakhlak mulia, dengan
mudah aspek yang disebutkan di atas dapat dimiliki oleh setiap konselor.
Seorang konselor harus mempunyai andil yang besar terhadap
keberhasilan pendidikan, juga berperan dalam pembentukan pribadi siswa. Jadi
dapat disimpulkan bahwa seoranng konselor dituntut untuk mempunyai
kompetensi kepribadian yang memadai karena kompetensi inilah yang menjadi
landasan dari kompetensi konselor yang lainnya.
2.2.3 Persepsi Siswa Tentang Kompetensi Kepribadian Konselor
Persepsi adalah suatu pendapat yang merupakan hasil pemaknaan dari
obyek yang diamati seseorang. Dalam proses persepsi individu (siswa) akan
mengadakan penyeleksian apakah stimulus itu berguna atau tidak baginya, serta
menentukan apa yang terbaik untuk dilakukan. Berdasarkan atas pengertian dan
faktor-faktor yang mempengaruhinya, maka persepsi berkaitan dengan tingkah
laku. Oleh sebab itu, individu (siswa) yang persepsinya secara tepat tentang
37
obyek, ia akan bertingkah laku positif tentang obyek itu. Sedangkan kompetensi
kepribadian konselor adalah kemampuan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa,
arif, dan berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik dan berakhlak mulia.
Berkaitan dengan penelitian ini, objek dalam penelitian ini adalah
kompetensi kepribadian konselor menurut persepsi siswa. Objek tersebut akan
menimbulkan rangsang atau stimulus terhadap alat indera. Alat indera akan
menangkap kompetensi kepribadian konselor untuk kemudian dimaknai dan
dinilai oleh siswa sehingga menimbulkan persepsi tentang kompetensi kepribadian
konselor. Siswa dapat mempersepsi konselor melalui hal-hal yang tampak dari
konselor, seperti sikap, tingkah laku, pengetahuan, dan kemampuan atau
kepribadian yang tercermin dalam diri konselor dalam melaksanakan layanan
bimbingan dan konseling. Dengan kata lain, siswa akan mempersepsi konselor
berdasarkan pengalaman dan pengetahuan siswa mengenai konselor, khususnya
yang berkaitan dengan kompetensi kepribadian konselor.
Persepsi siswa terhadap konselor tersebut bisa berbeda satu sama lain, hal
ini dapat dipengaruhi oleh penampilan dan sikap konselor itu sendiri serta
pengetahuan dan pemahaman siswa tentang kompetensi kepribadian konselor. Hal
ini dapat mempengaruhi respon atau sikap yang ditunjukkan siswa terhadap
konselor. Misalnya, siswa yang memiliki persepsi baik menjadi rajin datang untuk
konseling karena menurut siswa konselor dapat membantunya mengatasi masalah.
Sebaliknya, siswa yang memiliki persepsi kurang baik menjadi malas melakukan
konseling meskipun sebenarnya mereka mengalami masalah.
38
2.3 Sikap Siswa Terhadap Pelayanan Bimbingan dan Konseling
2.3.1 Sikap
2.3.1.1 Pengertian Sikap
Secord dan Backman (1964) dalam Azwar (2005:5) berpendapat bahwa
“sikap sebagai keteraturan tertentu dalam hal ini perasaan (afeksi), pemikiran
(kognisi), dan predisposisi tindakan (konasi) seseorang terhadap suatu aspek di
lingkungan sekitarnya”. Thurstone dalam Dayaksini (2009: 89) berpandangan
bahwa “sikap merupakan suatu tinngkatan afek, baik positif maupun negatif dalam
hubungannya dalam obyek-obyek psikologis”.
Untuk dapat memahami pengertian sikap, perlu dijelaskan secara lengkap.
Pada dasarnya sikap adalah derajat atau tingkat kesesuaian seseorang terhadap
obyek tertentu yang dinyatakan dalam skala (Mar’at, 1982:21).Menurut Kendler
dalam Yusuf, LN dan Nurihsan (2005:169-170), sikap adalah kondisi mental yang
relatif menetap untuk merespon suatu obyek atau perangsang tertentu yang
mempunyai arti, baik bersifat positif, netral, atau negatif, menyangkut aspek-aspek
kognisi, afeksi, dan kecenderungan untuk bertindak.Thurstone (dalam Walgito,
2003: 109) mengemukakan pendapat bahwa:
“An attitude as the degree of positive or negative affect
associated with some psychological object. By psychological
object Thurstone means any symbol, phrase, slogan, person,
institution, ideal, or idea, toward which people can differ with
respect to positive or negative affect”
Dari pendapat tersebut diatas dapat dikemukakan bahwa Thurstone
memandang sikap sebagai suatu tingkatan afeksi baik yang bersikap positif
maupun negatif dalam hubungannya dengan objek-objek psikologis. Afeksi yang
39
positif yaitu afeksi senang, sedangkan afeksi negatif adalah afeksi yang tidak
menyenangkan. Menurut Sherif & Sherif (1956) dalam Dayaksini(2009: 89)
mengemukakan bahwa “sikap menentukan keajegan dan kekhasan perilaku
seseorang dalam hubungannya dengan stimulus manusia atau kejadian-kejadian
tertentu”. Sikap merupakan suatu keadaan yang memungkinkan timbulnya suatu
perbuatan atau tingkah laku.
Dari beberapa pendapat tersebut diatas, maka dapat ditarik kesimpulan
bahwa sikap merupakan integrasi antara pemikiran, perasaan, dan keinginan
untuk merespon terhadap suatu objek sikap. Dalam melihat suatu objek seseorang
dapat merespon positif atau negatif tergantung apa yang ada pada feeling
seseorang, kemudian tergantung pada anggapan seseorang apakah objek tersebut
perlu atau tidak untuk direspon dalam bentuk tindakan.
2.3.1.2 Ciri-Ciri Sikap
Sikap dapat dilihat dari cara seseorang itu bertingkah laku dan bertindak,
maka sikap dapat pula diketahui ciri-cirinya. Gerungan (2004:163)
mengemukakan ciri-ciri sikap adalah sebagai berikut:
1) Sikap itu tidak dibawa sejak lahir, tetapi dibentuk atau
dipelajarinya sepanjang perkembangan orang itu dalam
hubungan dengan objeknya.
2) Attitude dapat berubah-ubah, karena itu attitude dapat
dipelajari orang; atau sebaliknya attitude-atittude dapat
dipelajari sehingga attitude-attitude dapat berubah ada
seseorang bila terdapat keadaan-keadaan dan syarat-syarat
tertentu yang mempermudah berubahnya attitude pada
orang itu.
3) Objek attitude dapat merupakan satu hal tertentu tetapi
dapat juga merupakan kumpulan dari hal-hal tersebut. Jadi
attitude dapat berkaitan dengan suatu objek saja tetapi juga
berkaitan dengan sederetan objek yang serupa.
40
4) Attitude mempunyai segi-segi motivasi dan segi-segi
perasaan. Sifat inilah yang membeda-bedakan attitude dari
kecakapan-kecakapan atau pengetahuan-pengetahuan yang
dimiliki seseorang.
Ciri-ciri sikap menurut Walgito (2003:113) yang menyatakan bahwa ciri-
ciri sikap antara lain:
1) Sikap itu tidak dibawa sejak lahir.
Ini berarti bahwa manusia pada waktu dilahirkan belum
membawa sikap-sikap tertentu terhadap suatu objek. Karena
sikap tidak dibawa sejak individu dilahirkan, ini berarti
bahwa sikap itu terbentuk dalam perkembangan individu
yang bersangkutan. Oleh karena itu sikap terbentuk atau
dibentuk, maka sikap itu dapat dipelajari, dan karenanya
sikap itu dapat diubah.
2) Sikap itu selalu berhubungan dengan objek sikap.
Oleh karena itu sikap selalu terbentuk atau dipelajari dalam
hubungannya dengan objek-objek tertentu, yaitu melalui
proses persepsi terhadap objek tersebut. Hubungan yang
positif atau negatif antara individu dengan objek tertentu,
akan menimbulkan sikap tertentu pula dari individu
terhadap objek tersebut.
3) Sikap dapat tertuju pada satu objek saja, tetapi dapat tertuju
pada sekumpulan objek-objek.
Bila seseorang mempunyai sikap yang negatif pada
seseorang, orang tersebut akan mempunyai kecenderungan
untuk menunjukkan sikap yang negatif pula kepada
kelompok dimana seseorang tersebut bergabung
didalamnya. Disini terlihat adanya kecenderungan untuk
menggeneralisasikan objek sikap.
4) Sikap itu dapat berlangsung lama atau sebentar.
Kalau sesuatu sikap telah terbentuk dan telah merupakan
nilai dalam kehidupan seseorang, secara relatif sikap itu
akan lama bertahan pada diri orang yang bersangkutan.
Sikap tersebut akan sulit berubah, dan kalupun dapat
berubah akan memakan waktu yang relatif lama. Tetapi
sebaliknya tidak bertahan lama, dan sikap tersebut akan
mudah berubah.
5) Sikap itu mengandung faktor perasaan dan motivasi
Ini berarti bahwa sikap terhadap suatu objek tertentu akan
selalu diikuti oleh perasaan tertentu yang bersifat positif
(yang menyenangkan) tetapi juga dapat bersifat negatif
(yang tidak menyenangkan) terhadap objek tersebut.
41
Disamping itu sikap juga merupakan motivasi, ini berarti
bahwa sikap itu mempunyai daya dorong bagi individu
untuk berperilaku secara tertentu terhadap objek yang
dihadapinya.
Dari berbagai pendapat diatas mengenai ciri-ciri sikap, maka dapat
disimpulkan bahwa ciri-ciri sikap antara lain:
1) Sikap tidak dibawa sejak lahir, bahwa sejak individu dilahirkan belum
membawa sikap-sikap tertentu terhadap objek, melainkan sikap itu diperolah
sejalan dengan proses perkembangan individu dalam berinteraksi dengan
individu lainnya. Oleh karena itu sikap dapat dibentuk atau terbentuk dengan
sendirinya, maka sikap itu dapat dipelajari
2) Sikap selalu berhubungan dengan objek sikap, bahwa melalui proses persepsi
sikap dapat terbentuk, dalam mempersepsi selalu membutuhkan adanya objek
tertentu.
3) Sikap dapat tertuju pada satu objek saja, tetapi dapat tertuju pada sekumpulan
objek-objek, seseorang akan mempunyai sikap yang negatif terhadap suatu
kelompok atau kumpulan orang-orang, jika seseorang tersebut telah
mempunyai sikap yang negatif terhadap satu orang yang berada dalam
kumpulan atau kelompok tersebut. Pada ciri ini terlihat bahwa seseorang akan
mempunyai sikap yang sama terhadap kumpulan orang yang dianggap sama.
4) Sikap itu dapat berlangsung lama atau sebentar, bahwa jika sikap telah
terbentuk dan merupakan nilai dalam kehidupan seseorang, maka sikap
tersebut akan bertanah lam dalam diri seseorang dan hal itu akan sulit
42
berubah, namun jika sikap itu bukan merupakan suatu nilai dalam kehidupan
seseorang, maka sikap tersebut akan mudah berubah.
5) Sikap itu mengandung faktor perasaan dan motivasi sikap dapat berubah-ubah
bergantung pada interaksi individu dengan individu lainnya dan keadaan,
sikap selalu terbentuk karena adanya persepsi individu dengan suatu objek,
dalam berinteraksi individu dengan individu lainnya akan selalu membawa
pengaruh yang besar terhadap cara pandang dan cara pikir individu tersebut
terhadap suatu objek sehingga mempengaruhi individu dalam bersikap. Jika
suasana hati atau perasaan individu sedang baik atau buruk hal ini akan
berpengaruh pada persepsi individu terhadap objek sehingga akan
berpengaruh pada sikap yang akan dibentuk. Sikap dapat mendorong
seseorang untuk berperilaku tertentu terhadap objek sikap.
2.3.1.3 Fungsi Sikap
Selain mempunyai ciri-ciri sikap juga memiliki fungsi bagi individu yang
bersangkutan. Menurut Katz dalam Walgito (2003: 111) Fungsi sikap antara lain:
1) Instrumental, atau fungsi penyesuaian, atau fungsi manfaat
Fungsi ini adalah berkaitan dengan sarana tujuan. Di sini
sikap merupakan sarana untuk mencapai tujuan, orang
memandang sejauh mana objek sikap dapat digunakan
sebagai sarana atau sebagai alat dalam rangka pencapaian
tujuan. Objek sikap dapat membantu seseorang dalam
mencapai tujuannya, maka orang akan bersikap positif
terhadap objek sikap tesebut, demikian sebaliknya bila
objek sikap menghambat dalam pencapaian tujuan, maka
orang akan bersikap negatif terhadap objek sikap yang
bersangkutan.
2) Fungsi pertahanan ego
43
Merupakan sikap yang diambil oleh seseorang demi untuk
mempertahankan ego atau Akunya. Sikap ini diambil oleh
seseorang pada waktu yang bersangkutan terancam keadaan
dirinya atau egonya.
3) Fungsi ekspresi nilai
Sikap yang ada pada diri seseorang merupakan jalan bagi
individu untuk mengekspresikan nilai yang ada dalam
dirinya. Dalam mengekspresikan diri seseorang akan
mendapatkan kepuasan karena dapat menunjukkan keadaan
dirinya.
4) Fungsi pengetahuan
Individu mempunyai dorongan untuk ingin mengerti,
dengan pengalamannya, untuk memperoleh pengatahuan.
Elemen-elemen dari pengalamannya yang tidak konsisten
dengan apa yang diketahui oleh individu, akan disusun
kembali atau diubah sedemikian rupa sehingga menjadi
konsisten
Dari pendapat diatas maka dapat disimpulkan bahwa fungsi sikap antara
lain:
1) Fungsi instrumental atau fungsi penyesuaian yang berhubungan dengan
sarana dan tujuan, bahwa sikap merupakan sarana untuk mencapai tujuan,
sejauh mana objek sikap yang digunakan sebagai sarana atau alat untuk
mencapai tujuan.
2) Fungsi pertahanan ego merupakan sikap yang diambil oleh siswa untuk
mempertahankan ego
3) Fungsi ekspresi nilai, siswa dapat mengekspresikan nilai dalam dirinya, dalam
mengekspresikan melalui pelayanan bimbingan dan konseling yang
diselenggarakan oleh konselor sekolah
4) Fungsi pengetahuan, siswa mempunyai dorongan atau motivasi ingin
mengerti, dengan pengalamannya untuk memperoleh pengetahuan, elemen-
44
elemen dari pengalaman yang tidak konsisten maka dengan pengetahuan yang
diperolehnya itu akan diubah dan disusun kembali menjadi konsisten.
2.3.1.4 Komponen Sikap
Berdasarkan pengertian sikap yang telah dipaparkan diatas, sikap terbentuk
dari beberapa komponen. Menurut Azwar (2005: 24-27) sikap terdiri atas tiga
komponen yang membentuk strutur sikap, yaitu:
a) Komponen kognitif adalah kepercayaan seseorang mengenai
apa yang berlaku atau apa yang benar bagi obyek sikap.
b) Komponen afektif adalah komponen yang menyangkut
masalah emosional subyektif seseorang berkaitan dengan
perasaan pada suatu subyek.
c) Komponen konatif adalah komponen yang menunjukkan
bagaimana perilaku atau kecenderungan berperilaku yang ada
dalam diri seseorang berkaitan dengan obyek sikap yang
dihadapinya.
Menurut pendapat Walgito (2003: 111) sikap mempunyai beberapa
komponen diantaranya:
a) Komponen kognitif (komponen perseptual) yaitu komponen
yang berkaitan dengan pengetahuan, pandangan, dan
keyakinan, yaitu hal-hal yang berhubungan dengan bagaimana
orang mempersepsi terhadap objek sikap
b) Komponen afektif (komponen emosional) yaitu komponen
yang berhubungan dengan rasa senang atau tidak senang
terhadap objek sikap. Rasa senang merupakan hal yang positif,
sedangkan rasa tidak senang merupakan hal yang negatif.
Komponen ini menunjuk arah sikap yaitu positif dan negatif
c) Komponen konatif (komponen perilaku atau action
component) yaitu komponen yang berhubungan dengan
kecenderungan bertindak terhadap objek sikap. Komponen ini
menunjukan intensitas sikap yaitu menunjukan besar kecilnya
kecenderungan bertindak atau berperilaku seseorang terhadap
objek sikap
45
Dari kedua pendapat tersebut diatas, dapat di simpulkan bahwa komponen-
komponen sikap antara lain:
a) Komponen kognitif yaitu komponen yang berkaitan dengan pengetahuan,
pandangan, dan keyakinan, yaitu hal-hal yang berhubungan dengan
bagaimana orang mempersepsi terhadap objek sikap. Dalam penerapannya
komponen ini berkaitan dengan pikiran, pengetahuan, pandangan dan
keyakinan atau kepercayaan siswa terhadap pelayanan bimbingan dan
konseling di sekolah
b) Komponen afektif yaitu komponen yang menyangkut masalah emosional
subjektif, perasaan, emosi seseorang terhadap objek terutama dalam penilaian.
Dalam komponen afektif ini yang menyangkut masalah emosional subjektif,
perasaan, emosi seseorang terhadap pelayanan bimbingan dan konseling di
sekolah
c) Komponen konatif yaitu menunjukan perilaku atau kecenderungan
berperilaku yang berkaitan pada diri seseorang berkaitan dengan objek yang
dihadapinya. Pada komponen ini menunjukan perilaku atau kecenderungan
berperilaku siswa yang berkaitan dengan pelayanan bimbingan dan konseling
di sekolah.
2.3.1.5 Proses Pembentukan Sikap
Pembentukan sikap pada dasarnya dipengaruhi oleh faktor yang ada
didalam diri individu dan faktor yang ada diluar diri individu yang keduanya
saling berinteraksi. Menurut Gerungan (2004: 166) pembentukan sikap tidak
terjadi dengan sendirinya tetapi senantiasa berlangsung dalam interaksi manusia
46
dan berkaitan dengan objek tertentu. Interaksi sosial didalam maupun diluar
kelompok dapat mengubah sikap atau membentuk sikap yang baru. Dibawah ini
dijelaskan proses terjadinya sikap menurut Mar’at (dalam Walgito, 2003: 115):
Bagan 2.2
Pembentukan Sikap
Dari bagan tersebut dapat dijelaskan bahwa sikap yang ada pada diri
seseorang akan dipengaruhi oleh faktor internal, yaitu faktor biologis dan
psikologis, serta faktor eksternal. Faktor eksternal dapat berwujud situasi yang
dihadapi individu, norma-norma masyarakat, hambatan-hambatan atau
pendorong-pendorong yang ada dalam masyarakat.
Reaksi yang diberikan individu terhadap objek sikap dapat bersifat positif,
tetapi juga bersifat negatif. Bagaimana reaksi yang timbul pada diri indiviidu
dapat diikuti dalam bagan persepsi berikut ini:
Faktor Internal
- Fisiologis
- Psikologis
Faktor eksternal
- Pengalaman
- Situasi
- Norma
- Hambatan
- Pendorong
SIKAP Objek Sikap
Reaksi
47
Bagan 2.3 Persepsi
Objek sikap akan dipersepsi individu, dan hasil persepsi akan dicerminkan
dalam sikap yang diambil oleh individu yang bersangkutan. Dalam mempersepsi
objek sikap individu akan dipengaruhi oleh pengalaman, proses belajar,
pengetahuan, dan hasil proses persepsi ini akan merupakan pendapat atau
keyakinan individu mengenai objek sikap dan berkaitan juga dengan segi kognisi.
2.3.1.6 Pengukuran Sikap
Mengukur sikap bukan suatu hal yang mudah sebab sikap adalah
kecenderungan, pandangan pendapat, atau pendirian seseorang untuk meneliti
suatu objek atau persoalan dan bertindak sesuai dengan penilainnya dengan
menyadari perasaan positif dan negatif dalam menghadapi suatu objek. Dalam
Pengalaman Proses belajar Pengetahuan
PERSEPSI
Kognisi
Afeksi
Konasi
Faktor-faktor
lingkungan
yang
mempengaruhi Evaluasi
Senang/
Tidak Senang
OBJEK
SIKAP
K
E
P
R
I
B
A
D
I
A
N
48
penelitian sikap, tergantung pada kepekaan dan kecermatan pengukurannya. Perlu
diperhatikan masalah metode yang berhubungan dengan penukuran sikap,
bagaimana instrumen itu dapat dikembangkan dan digunakan untuk mengukur
sikap.
Azwar (2005:90) menjelaskan bahwa metode yang biasa digunakan untuk
pengungkapan sikap, yaitu:
1) Observasi Perilaku
Kalau seseorang menampakkan perilaku yang konsisten (terulang). Perilaku
tertentu bahkan kadang-kadang sengaja ditampakkan untuk menyembunyikan
sikap yang sebenarnya. Dengan demikian perilaku yang kita amati mungkin
saja dapat menjadi indikator sikap dalam situasional tertentu.
2) Pertanyaan Langsung
Asumsi yang mendasari metode pertanyaan langsung guna pengungkapan
sikap, pertama adalah asumsi bahwa individu merupakan orang yang paling
tahu mengenai dirinya sendiri dan kedua adalah asumsi keterusterangan
bahwa manusia akan mengemukakan secara terbuka apa yang dirasakannya.
3) Pengungkapan Langsung
Suatu metode pertanyaan langsung adalah pengungkapan langsung (Direct
Assessment) secara tertulis yang dapat menggunakan item tunggal maupun
dengan menggunakan item ganda. Prosedur pengungkpan langsung dengan
item ganda sangat sederhana. Responden diminta untuk menjawab langsung
suatu pernyataan sikap tertulis dengan memberi tanda setuju atau tidak setuju,
penyajian dan pemberian responden yang dilakukan secara tertulis
49
memungkinkan individu untuk menyatakan sikap secara lebih jujur.
Pengukuran sikap yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan
menggunakan pengungkapan langsung yaitu dengan menggunakan skala
psikologis yang diberikan pada objek.
2.3.1.7 Hubungan Sikap Dan Perilaku
Pembentukan sikap yang paling efektif adalah melalui pengalaman sendiri
dan sikap dapat berpengaruh pada perilaku, sehingga perilaku juga dapat
membentuk sikap karena perilaku adalah pengalaman yang paling langsung pada
diri seseorang. Pengaruh sikap pada perilaku juga terjadi karena apa yang
dikatakan atau diperbuat cenderung dipercayai oleh orang itu sendiri (saying is
believing). Berikut adalah bagan yang memperlihatkan hubungan antara sikap
dengan perilaku.
Bagan 2.4
Hubungan Sikap dan Perilaku Menurut Ajzen (1988, 1991)
dalam Sarwono (2002:250)
Keyakinan tentang
konsekuensi perilaku
Penilaian tentang
keyakinan
Tokoh Panutan
Motivasi untuk
mengikuti tokoh
panutan
Sikap
Norma
Subjektif
Intensi untuk
berperilaku
Perilaku
Kendala yang
dipersiapkan
50
Bagan diatas merupakan bagan yang menggambarkan hubungan antara
sikap dengan perilaku, melalui bagan diatas dapat dilihat bahwa sikap yang
menentukan perilaku, adanya keyakinan tentang konsekuensi perilaku, dan
penilaian tentang keyakinan (konsekuensi yang harus dijalankan) yang akan
membentuk sikap dan adanya tokoh panutan atau contoh serta adanya motivasi
untuk mengikuti tokoh panutuan akan membentuk norma subjektif, yang
kemudian sikap dan norma subjektif akan membentuk perilaku dan kendala-
kendala yang kemungkinan akan dihadapi sudah dipersiapkan.
2.3.2 Pelayanan Bimbingan dan Konseling di Sekolah
Pelayanan Bimbingan dan Konseling di sekolah/ madrasah merupakan
usaha membantu peserta didik dalam pengembangan kehidupan pribadi,
kehidupan sosial, kegiatan belajar, serta perencanaan dan pengembangan karier
(Hikmawati, 2010: 19). Pelayanan Bimbingan dan Konseling memfasilitasi
pengembangan peserta didik secara individual, kelompok dan/ atau klasikal sesuai
dengan kebutuhan, bakat, minat, perkembangan, kondisi, serta peluang-peluang
yang dihadapi peserta didik.
Dalam kaitannya penelitian ini, peneliti menggunakan Bimbingan
Konseling Pola 17 plus dengan alasan karena sekolah yang akan peneliti gunakan
untuk penelitian yaitu SMP Negeri 24 Semarang menggunakan Pola umum 17
plus sehingga penelitian yang nantinya dilakukan akan lebih terarah karena
menggunakan kajian yang sama seperti yang sudah diterapkan di sekolah tersebut.
51
2.3.2.1 Pengertian Bimbingan dan Konseling
Dalam mencari berbagai istilah yang telah berhubungan dengan
Bimbingan dan Konseling yaitu dua kata yang memiliki makna tersendiri tetapi
ada keterkaitan makna, fungsi dan tujuannya. Bimbingan adalah bantuan atau
pertolongan yang diberikan kepada individu atau sekumpulan individu dalam
kehidupannya, agar individu atau sekumpulan individu itu dapat mencapai
kesejahteraan hidupnya.
Menurut Rochman Notowidjaja dalam Yusuf dan Juntika Nurihsan (2010:
6) mengartikan Bimbingan sebagai “Suatu proses pemberian bantuan kepada
individu yang dilakukan secara berkesinambungan, supaya individu tersebut dapat
memahami dirinya, sehingga dia sanggup mengarahkan dirinya dan dapat
bertindak secara wajar sesuai dengan tuntunan dan keadaan lingkungan sekolah,
keluarga, masyarakat, dan kehidupan pada umumnya”. Menurut Rochman
Natawidjaja dalam Winkel dan Sri Hastuti (1991:29) mengartikan “Bimbingan
adalah proses pemberian bantuan kepada individu yang dilakukan secara
berkesinambungan, supaya individu tersebut dapat memahami dirinya sehingga ia
sanggup mengarahkan diri dan dapat bertindak wajar, sesuai dengan tuntunan dan
keadaan keluarga serta masyarakat. Dengan demikian dia dapat mengecap
kebahagiaan hidupnya serta dapat memberikan sumbangan yang berarti”.
Sedangkan menurut Mugiarso dkk (2011: 4) yang dimaksud bimbingan
adalah “proses pemberian bantuan yang dilakukan oleh seorang yang ahli kepada
seseorang atau beberapa orang individu, baik anak-anak, remaja, maupun dewasa,
agar orang yang dibimbing dapat mengembangkan kemampuan dirinya sendiri
52
dan mandiri, dengan memanfaatkan kekuatan individu yang ada dan dapat
dikembangkan berdasarkan norma-norma yang berlaku.
Konseling adalah salah satu upaya untuk membantu mengatasi konflik,
hambatan,dan kesulitan dalam memenuhi kebutuhan individu, sekaligus sebagai
upaya peningkatan kesehatan mental. Konseling merupakan salah satu bentuk
bantuan yang secara khusus di rancang untuk mengatasi persoalan-persoalan yang
dihadapi individu. Menurut Robinso, M.Surya. dkk. dalam Yusuf dan Juntika
Nurhisan (2010: 7) mengartikan konseling adalah semua bentuk hubungan
dua orang, dimana seorang, yaitu konseli di bantu untuk lebih mampu untuk
menyesuaikan diri secara efektif terhadap dirinya sendiri dan lingkungannya.
ASCA (American school counselor association) dalam Yusuf dan Juntika
Nurihsan (2010: 8). Mengemukakan bahwa: “Konseli adalah hubungan tatap-
muka yang bersipat rahasia, penuh dengan sikap penerimaan dan pemberian
kesempatan dari konselor kepada konseli, konselor mempergunakan pengetahuan
dan keterampilannya untuk membantu konseli mengatasi masalah-masalahnya”.
Shertzer dan Stone dalam Yusuf dan Juntika Nuhrisan (2010: 8)
mengelompokkan konseli di dasarkan pada ranah perilaku yang merupakan
kepeduliannya, yaitu yang berorientasi pada ranah kognitif dan ranah afektif.
Dari uraian tersebut dapat menggambarkan bahwa betapa sulit
merumuskan definisi konseling yang konprehensif dan berlaku untuk setiap orang
dari berbagai aliran. Berikut di uraiakan beberapa generalisasi yang
menggambarkan karakteristik utama kegiatan konseling:
53
a. Konseling merupakan salah satu bentuk hubungan yang bersifat
membantu. Makna bantuan disini yaitu sebagai upaya untuk membuat orang
lain agar ia mampu tumbuh kearah yang dipilihnya sendiri, mampu
memecahkan masalah yang dihadapinya dan mampu menghadapi krisis-krisis
yang di alami dalam kehidupannya. Dalam hal ini tugas konselor adalah
menciptakan kondisi- kondisi yang dipelukan bagi pertumbuhan dan
perkembangan konseli.
b. Hubungan dalam konseling bersifat interpersonal. Terjadi dalam bentuk
wawancara secara tatap muka antara konselor dan konseli. Hubungan itu,
melainkan melibatkan semua unsur kepribadian yang meliputi: Pikiran,
perasaan, pengalaman, nilai-nilai, kebutuhan, harapan, dan lain-lain.
c. Dalam proses konseling kedua belah pihak hendaknya menggunakan
kepribadian yang asli. Hal ini dimungkinkan karena konseling itu
dilakukan secara pribadi dan dalam suasana rahasia.
d. Keefektifan konseling sebagian besar ditentukan oleh kualitas hubungan
antara konselor dan konselinya. Dilihat dari segi konselor, kualitas hubungan
itu bergantung pada kemampuannya dalam menerapkan teknik-teknik
konseling dan kualitas pribadinya.
54
Berdasarkan pendapat-pendapat di atas maka dapat di simpulkan, konseling
merupakan suatu proses bantuan yang sistematis, terencana dan terukur yang
diberikan oleh konselor kepada konseli, dengan tujuan untuk konseli mampu
memahami diri sendiri dan mandiri dalam memecahkan masalah-masalah
sehingga konseli dapat berkembang dan kemampuannya.
Dengan melihat uraian tentang bimbingan dan konseling di atas maka
dapat di rumuskan tentang pengertian bimbingan dan konseling adalah upaya
normatif yang bersandar dan terarah kepada pengembangan manusia sesuai
dengan hakikat eksistensinya. Barangkat dari penjelasan dari para ahli, dengan
kata lain bahwa Bimbingan dan Konseling adalah suatu proses pemberian
bantuan kepada pihak yang membutuhkan (konseli) baik perseorangan (individu)
maupun perkelompok agar mampu memahami diri sendiri dan
mengaktualisasikan kemanpauan yang dmiliki akan terarah, dan proses bantuan
tersebut dilaksanakan/ dilakukan oleh orang-orang yang memiliki keahlian dalam
bidang Bimbingan dan Konseling.
2.3.2.2 Fungsi Bimbingan danKonseling
Bimbingan dan konseling sebagai salah satu subbidang dari bidang
pembinaan siswa mempunyai fungsi yang khas bila dibandingakan dengan sub
bidang yang lain, meskipun semua subbidang itu merupakan pelayanan khusus
pada siswa. Fungsi yang khas bersumber pada corak, pelayanan bimbingan dan
konseling sebagai bantuan yang bersifat psikis atau psikologis.
Fungsi bimbingan dan konseling ditinjau dari kegunaan atau manfaat
55
ataupun keuntungan-keuntungan apa yang diperoleh melalui pelayanan tersebut.
Fungsi-fungsi itu banyak dan dapat dikelompokkan menjadi empat fungsi pokok
yaitu:(a) fungsi pemahaman, (b) fungsi pencegahan (c) fungsi pengentasan, (d)
fungsi pemeliharaan dan pengembangan (Prayitno, 2004: 197). Adapun uraian
penjelasannya sebagai berikut:
a. Fungsi Pemahamanadalah fungsi bimbingan dan konseling membantu konseli
agar memiliki pemahaman terhadap dirinya (potensinya) dan lingkungannya
(pendidikan, pekerjaan, dan norma agama). Berdasarkan pemahaman ini,
konseli diharapkan mampu mengembangkan potensi dirinya secara optimal,
dan menyesuaikan dirinya dengan lingkungan secara dinamis dan konstruktif.
b. Fungsi pencegahan yaitu fungsi yang berkaitan dengan upaya konselor untuk
senantiasa mengantisipasi berbagai masalah yang mungkin terjadi dan
berupaya untuk mencegahnya, supaya tidak dialami oleh konseli. Melalui
fungsi ini, konselor memberikan bimbingan kepada konseli tentang cara
menghindarkan diri dari perbuatan atau kegiatan yang membahayakan
dirinya.
c. Fungsi pengentasan merupakan penjelasan mengenai orang yang mengalami
masalah dianggap berada dalam suatu keadaan yang tidak mengenakan
sehingga perlu diangkat atau dikeluarkan dari benda yang tidak mengenakan.
Upaya yang dilakukan untuk mengatasi permasalahan tersebut adalah upaya
pengentasan melalui pelayanan bimbingan dan konseling.Upaya pengentasan
masalah pada dasarnya dilakukan secara perorangan, sebab setiap masalah
adalah unik. Masalah-masalah yang diderita oleh individu yang berbeda tidak
56
boleh disamaratakan. Dengan demikian penanganannya pun harus secara unik
disesuaikan terhadap kondisi masing-masing masalah itu.
d. Fungsi Pemeliharaanyaitu fungsi bimbingan dan konseling untuk membantu
konseli supaya dapat menjaga diri dan mempertahankan situasi kondusif yang
telah tercipta dalam dirinya. Fungsi ini memfasilitasi konseli agar terhindar
dari kondisi-kondisi yang akan menyebabkan penurunan produktivitas diri.
Pelaksanaan fungsi ini diwujudkan melalui program-program yang menarik,
rekreatif dan fakultatif (pilihan) sesuai dengan minat konseli. Sedangkan
fungsi pengembangan, yaitu fungsi bimbingan dan konseling yang sifatnya
lebih proaktif dari fungsi-fungsi lainnya. Konselor senantiasa berupaya untuk
menciptakan lingkungan belajar yang kondusif, yang memfasilitasi
perkembangan konseli. Konselor dan personel Sekolah/Madrasah lainnya
secara sinergi sebagai teamwork berkolaborasi atau bekerjasama
merencanakan dan melaksanakan program bimbingan secara sistematis dan
berkesinambungan dalam upaya membantu konseli mencapai tugas-tugas
perkembangannya.
2.3.2.3Tujuan Bimbingan dan Konseling
Bimbingan dan konseling merupakan pelayanan bantuan untuk peserta
didik baik individu maupun kelompok agar mandiri dan berkembang secara
optimal dalam hubungan pribadi, sosial, belajar, kariier; melalui berbagai jenis
layanan dan kegiatan pendukung atas dasar norma-norma yang berlaku. Menurut
Hikmawati (2011: 64) “tujuan bimbingan dan konseling yaitu untuk membantu
57
memandirikan peserta didik dalam mengembangkan potensi-potensi mereka
secara optimal”.
Prayitno dan Erman Amti (2004: 114) mengemukakan bahwa “tujuan
umum bimbingan dan konseling adalah membantu individu mengembangkan diri
secara optimal sesuai tahap perkembangan dan predisposisi yang dimilikinya”.
Sedangkan menurut Sudrajat (dalam Hikmawati, 2011: 65) menyatakan bahwa
“pelayanan bimbingan konseling disekolah diarahkan pada ketercapaian tujuan
pendidikan dan tujuan pelaksanaan konseling”. Selanjutnya menurut Winkel
(2005: 32) mengemukakan bahwa “tujuan bimbingan dan konseling yaitu supaya
orang-perorangan atau kelompok orang yang dilayani menjadi mampu
menghadapi tugas perkembangan hidupnya secara sadar dan bebas mewujudkan
kesadaran dan kebebasan itu dalam membuat pilihan-pilihan secara bijaksana
serta mengambil beraneka tindakan penyesuaian diri secara memadai.
Dari beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa tujuan dari
pelayanan bimbingan dan konseling yaitu agar siswa dapat:
1. Merencanakan kegiatan penyelesaian studi, perkembangan karier serta
kehidupannya dimasa yang akan datang
2. Mengembangkan seluruh potensi dan kekuatan yang dimilikinya seoptimal
mungkin
3. Menyesuaikan diri dengan lingkungan pendidikan, lingkungan masyarakat,
dan lingkungan kerjanya
4. Mengatasi hambatan dan kesulitan yang dihadapi dalam studi, penyesuaian
dalam lingkungan pendidikan, masyarakat, maupun lingkungan kerja.
58
2.3.2.4 Asas-asas Bimbingan dan Konseling
Dalam menyelenggarakan layanan bimbingan dan konseling di sekolah
hendaknya mengacu pada asas-asas bimbingan dan konseling, karena pelayanan
bimbingan dan konseling adalah pekerjaan profesional (Mugiarso dkk, 2011: 24).
Menurut Prayitno (2004: 115) asas-asas bimbingan dan konseling yaitu
“ketentuan-ketentuan yang harus diterapkan dalam penyelenggaraan pelayanan
itu”. Sedangkan menurut Sukardi (2008: 14) mengungkapkan bahwa “asas-asas
itu dapat dianggap sebagai suatu rambu-rambu dalam pelaksanaan bimbingan dan
konseling”
Asas-asas yang dimaksudkan adalah asas kerahasiaan, kesukarelaan,
keterbukaan, kekinian, kemandirian, kegiatan, kedinamisan, keterpaduan,
kenormatifan, keahlian, alih tangan, dan tut wuru handayani (Prayitno, 2004: 115)
1. Asas Kerahasiaan
Segala sesuatu yang dibicarakan klien kepada konselor tidak boleh
disampaikan kepada oranglain, atau lebih-lebih hal atau keterangan yang
tidak boleh atau tidak layak diketahui oranglain. Asas kerahasiaan ini
merupakan asas kunci dalam usaha bimbingan dan konseling. Jika asas ini
benar-benar dilaksanakan, maka penyelenggara atau pemberi bimbingan akan
mendapat kepercayaan dari semua pihak, sebaliknya jika konselor tidak dapat
memegang asas kerahasiaan dengan baik, maka hilanglah kepercayaan klien.
2. Asas Kesukarelaan
59
Proses bimbingan dan konseling harus berlangsung atas dasar kesukarelaan,
baik dari pihak si terbimbing atau klien, maupun dari pihak konselor. Klien
diharapkan sukarela dan rela tanpa ragu-ragu ataupun merasa terpaksa,
menyampaikan masalah yang dihadapinya, serta mengungkapkan segenap
fakta, data, dan seluk beluk berkenaan dengan konselor dan konselor juga
hendaknya dapat memberikan bantuan dengan tidak terpaksa, atau dengan
kata lain konselor memberikan bantuan dengan ikhlas.
3. Asas Keterbukaan
Dalam pelaksanaan bimbingan konseling sangat diperlukan suasana
keterbukaan, baik keterbukaan dari konselor maupun keterbukaan dari klien.
Keterbukaan ini bukan hanya sekedar bersedia menerima saran-saran dari
luar, diharapkan masing-masing pihak bersangkutan bersedia membuka diri
untuk kepentingan pemecahan masalah. Individu yang membutuhkan
bimbingan diharapkan bersikap jujur dan dapat berterus terang .
4. Asas Kekinian
Masalah individu yang ditanggulangi adalah masalah-masalah yang sedang
dirasakan bukan masalah yang sudah lampau, dan juga bukan masalah yang
mungkin akan dialami di masa yang akan datang. Asas kekinian juga
mengandung pengertian bahwa konselor tidak boleh menunda-nunda
pemberian bantuan.
5. Asas Kemandirian
Pelayanan bimbingan dan konseling bertujuan menjadikan klien dapat berdiri
sendiri, tidak bergantung pada oranglain atau tergantung pada konselor.
60
Individu yang dibimbing setelah dibantu diharapkan dapat mandiri dengan
ciri pokok mampu mengenal diri sendiri dan lingkungan seadanya, menerima
diri sendiri dan lingkungannya secara positif dan dinamis, mengambil
keputusan untuk dan oleh diri sendiri, mewujudkan diri secara optimal sesuai
dengan potensi, minat, dan kemampan-kemampuan yang dimilikinya.
6. Asas Kegiatan
Usaha bimbingan dan konseling tidak akan memberikan buah yang berarti
bila klien tidak melakukan sendiri kegiatan dalam mencapai tujuan
bimbingan dan konseling. Hasil usaha bimbingan dan konselng tidakakan
tercapai dengan sendirinya, melainkan harus dengan kerja giat dari klen
sendiri.
7. Asas Kedinamisan
Usaha pelayanan bimbingan dan konseling menghendaki terjadinya
perubahan pada diri klien, yaitu perubahan tingkah laku ke arah yang lebih
baik. Perubahan itu tidaklah sekedar mengulang hal yang sama melainkan
perubahan yang selalu menuju ke suatu pembaruan, sesuatu yang lebih maju,
dinamis, sesuai dengan arah perkembangan klien yang dikehendaki.
8. Asas Keterpaduan
Pelayanan bimbingan dan konseling berusaha memadukan berbagai aspek
kepribadian klien. Untuk terselenggaranya asas keterpaduan, konselor perlu
memiliki wawasan yang luas tentang perkembangan klien dan aspek-aspek
lingkungan klien, serta berbagai sumber yang dapat diaktifkan untuk
menangani masalah klien.
61
9. Asas Kenormatifan
Usaha bimbingan dan konseling tidak boleh bertentangan dengan norma-
norma yang berlaku, baik ditinjau dari norma agama, norma adat, norma
hukum, norma ilmu, maupun kebiasaan sehari-hari. Asas kenormatifan ini
diterapkan terhadap isi maupun kebiasaan sehari-hari. Asas kenormatifan ini
diterapkan terhadap isi maupun proses penyelenggaraan bimbingan dan
konseling.
10. Asas Keahlian
Pelayanan bimbingan dan konseling adalah pelayanan profesional yang
diselenggarakan oleh tenaga-tenaga ahli yang khusus dididik untuk pekerjaan
itu. Asas keahlian selain mengacu kepada kualifikasi konselor, juga kepada
pengalaman. Teori dan praktek bimbingan dan konseling perlu dipadukan.
Oleh karena itu, seorang konselor ahli harus benar-benar menguasai teori dan
praktek konseling secara baik.
11. Asas Alih Tangan
Dalam pemberian layanan bimbingn dan konseling, asas alih tangan jika
konselor sudah mengerahkan segenap kemampuannya untuk membantu
individu, namun individu yang bersangkutan belum dapat terbantu
sebagaimana yang diharapkan maka konselor mengirim individu tersebut
kepada petugas, atau badan yang lebih ahli.
12. Asas Tutwuri Handayani
Asas ini merujuk pada suasana umum yang hendaknya tercipta dalam rangka
hubungan keseluruhan antara konselordan klien. Lebih-lebih dilingkungan
62
disekolah, asas ini makin dirasakan keperluannya dan bahkan perlu
dilengkapi dengan “ing ngarso sung tulodho, ing madya mangun karso”.
2.3.2.5 Layanan Bimbingan dan Konseling
Suatu kegiatan bimbingan dan konseling disebut pelayanan apabila
kegiatan tersebut dilakukan melalui kontak langsung dengan sasaran pelayanan
(klien/konseli), dan secara langsung berkenaan dengan permasalahan ataupun
kepentingan tertentu yang dirasakan oleh sasaran pelayanan itu. Kegiatan yang
merupakan pelayanan itu mengemban fungsi tertentu dan pemenuhan fungsi
tersebut serta dampak positif pelayanan yang dimaksudkan diharapkan dapat
secara langsung dirasakan oleh sasaran (konseli) yang mendapatkan pelayanan
tersebut. Berbagai jenis pelayanan perlu dilakukan sebagai wujud nyata
penyelenggaraan pelayanan bimbingan dan konseling terhadap sasaran
pelayanan, yaitu peserta didik. Ada sejumlah pelayanan dalam bimbingan dan
konseling di sekolah jika dikaitkan dalam BK Pola 17 Plus, diantaranya sebagai
berikut:
1. Layanan orientasi
Layanan orientasi yaitu pelayanan bimbingan dan konseling yang
memungkinkan klien memahami lingkungan yang baru dimasukinya untuk
mempermudah dan memperlancar berperannya klien dalam lingkungan baru
tersebut. Tujuan pelayanan orientasi ditujukan untuk siswa baru dan untuk
pihak-pihak yang lain guna memberikan pemahaman dan penyesuaian diri
terhadap lingkungan sekolah yang baru dimasuki.
63
2. Layanan Informasi
Layanan informasi yaitu pelayanan bimbingan dan konseling yang
memungkinkan klien menerima dan memahami berbagai informasi yang
dapat dipergunakan sebagai bahan pertimbangan dan pengambilan keputusan
untuk kepentingan klien.
3. Layanan Penempatan dan Penyaluran
Layanan penempatan dan penyaluran yaitu pelayanan bimbingan dan
konseling yang memungkinkan klien memperoleh penempatan dan
penyaluran yang tepat yang sesuai dengan bakat dan kemampuan masing-
masing. Penempatan dan penyaluran siswa di sekolah dapat berupa
penempatan siswa di kelas, penempatan dan penyaluran ke dalam kelompok-
kelompok belajar, ke dalam kegiatan ekstrakurikuler dan ke dalam jurusan
atau program studi yang sesuai.
4. Layanan Penguasaan Konten
Layanan penguasaan konten yakni layanan konseling yang memungkinkan
klien mengembangkan diri berkenaan dengan sikap dan kebiasaan belajar
yang baik, materi pelajaran yang cocok dengan kecepatan dan kesulitan
belajarnya, serta berbagai aspek tujuan dan kegiatan belajar lainnya.
5. Layanan Konseling Individual
Layanan konseling individual pelayanan bimbingan dan konseling yang
memungkinkan peserta didik (konseli) mendapatkan pelayanan langsung
tatap muka (secara perorangan) dengan guru pembimbing (konselor) dalam
rangka pembahasan dan pengentasan permasalahan pribadi yang dialami.
64
6. Layanan Bimbingan Kelompok
Layanan bimbingan kelompok yaitu pelayanan bimbingan dan konseling
yang memungkinkan sejumlah peserta didik secara bersama-sama melalui
dinamika kelompok memperoleh berbagai bahan dari narasumber tertentu
dan/ atau membahas secara bersama-sama pokok bahasan tertentu yang
berguna untuk menunjang pemahaman dan kehidupannya sehari-hari.
7. Layanan Konseling Kelompok
Layanan konseling kelompok merupakan konseling yang diselenggarakan
dalam kelompok dengan memanfaatkan dinamika kelompok yang terjadi di
dalam kelompok itu. Masalah-masalah yang dibahas merupakan masalah
perorangan yang muncul di dalam kelompok itu, yang meliputi yang meliputi
berbagai masalah dalam segenap bidang bimbingan (yaitu bidang bimbingan
pribadi, sosial, belajar, dan, karier).
8. Layanan Mediasi
Layanan mediasi yakni layanan konseling yang memungkinkan permasalahan
atau perselisihan yang dialami klien dengan pihak lain dapat terentaskan
dengan konselor sebagai mediator.
9. Layanan Konsultasi
Pengertian konsultasi dalam BK adalah sebagai suatu proses penyediaan
bantuan teknis untuk konselor, orang tua, administrator dan konselor lainnya
dalam mengidentifikasi dan memperbaiki masalah yang membatasi
efektivitas peserta didik atau sekolah. konseling atau psikoterapi sebab
konsultasi tidak merupakan layanan yang langsung ditujukan kepada klien,
65
tetapi secara tidak langsung melayani klien melalui bantuan yang diberikan
orang lain.
2.3.2.6 Kegiatan Pendukung Bimbingan dan Konseling
Pelaksanaan berbagai jenis layanan bimbingan dan konseling
memerlukan sejumlah kegiatan pendukung yaitu meliputi kegiatan pokok; 1)
aplikasi instrumentasi bimbingan dan konseling; 2) himpunan data; 3) konferensi
kasus; 4) kunjungan rumah; 5) alih tangan kasus (Mugiarso, 2011: 71)
a. Aplikasi instrumentasi
Aplikasi instrumentasi menurut Prayitno(2012:291) merupakan “kegiatan
menggunakan instrumen untuk mengungkapkan kondisi tertentu. Kegiatan dengan
menggunakan instrumen harus dilakukan dengan cermat dengan penggunaan hasil
yang tepat”. Data aplikasi instrumentasi digunakan sebagai bahan pertimbangan
untuk penyelenggaraan layanan konseling dan/atau menjadi isi dari layanan agar
layanan konseling terhadap klien akan lebih efektif dan efisien.Fungsi kegiatan
pendukung aplikasi instrumentasi adalah fungsi pemahaman. Data hasil aplikasi
instrumentasi dapat digunakan untuk memahami kondisi klien, seperti potensi
dasar, bakat, minat, kondisi diri, lingkungan serta masalah yang dialami klien
b. Himpunan data
Himpunan data menurut Dewa Ketut (2008:80) merupakan “kegiatan
pendukung untuk menghimpun seluruh data dan keterangan yang relevan dengan
keperluan pengembangan klien”. Himpunan data perlu diselenggaraan secara
berkelanjutan, sistematis, komprehensif, terpadu, dan bersifat tertutup.
66
Penyelenggaraan himpunan data bermaksud menghimpun seluruh data dan
keterangan yang relevan dengan keperluan pengembangan siswa dalam berbagai
aspeknya. Data yang terhimpun merupakan hasil dari upaya aplikasi
instrumentasi, dan apa yang menjadi isi himpunan data dimanfaatkan sebesar-
besarnya dalam kegiatan layanan bimbingan. Fungsi yang digunakan dalam
himpunan data ini adalah fungsi pemahaman, pencegahan,pengentasan,
pemeliharaan dan pengembangan serta fungsi advokasi.
c. Konferensi kasus
Konferensi kasus menurut Dewa Ketut (2008:81) merupakan “kegiatan
pendukung untuk membahas permasalahan yang dialami oleh klien dalam suatu
forum pertemuan yang dihadiri oleh berbagai pihak, dimana pihak ini diharapkan
dapat memberikan bahan keterangan dan komitmen untuk terentaskannya masalah
klien”. Tujuan konferensi kasus yakni:
1) Memperoleh gambaran tentang inti masalah.
2) Memperoleh gambaran tentang latar belakang serta berbagai faktor yang
memungkinkan menjadi penyebab masalah klien.
3) Untuk memperoleh langkah-langkah dalam memecahkan masalah klien.
d. Kunjungan rumah
Kunjungan rumah menurut Dewa Ketut (2008:91) merupakan “kegiatan
pendukung untuk memperoleh data, keterangan, kemudahan dan komitmen untuk
terentaskannya permasalahan klien melalui kunjungan ke rumah klien”. Tujuan
kunjungan rumah yakni: a) untuk memperoleh berbagai keterangan data yang
diperlukan dalam pemahaman lingkungan dan permasalahan klien; b) untuk
67
pembahasan dan pengentasan permasalahan klien. Fungsi yang digunakan dalam
kunjungan rumah ini adalah fungsi pemahaman dan fungsi pengentasan.
e. Alih tangan kasus
Alih tangan kasus Dewa Ketut (2008:91) merupakan kegiatan pendukung
untuk mendapatkan penanganan yang lebih tepat dan tuntas atas masalah yang
diahadapi klien dengan memindahkan penanganan kasus dari satu pihak ke pihak
lainnya. Kegiatan ini memerlukan kerjasama yang erat dan mantap antara
berbagai pihak yang dapat memberikan bantuan atas penangan masalah tersebut.
2.3.3 Sikap Siswa Terhadap Pelayanan Bimbingan dan Konseling
Sikap dalam penelitian ini adalah integrasi antara aspek pemikiran
(kognisi), perasaan (afeksi), dan kecenderungan untuk bertindak (konasi) baik
yang bersifat positif maupun negatif yang mendorong atau menimbulkan perilaku
tertentu. Pelayanan Bimbingan dan Konseling di sekolah/ madrasah merupakan
usaha membantu peserta didik dalam pengembangan kehidupan pribadi,
kehidupan sosial, kegiatan belajar, serta perencanaan dan pengembangan karir.
Pelayanan Bimbingan dan Konseling memfasilitasi pengembangan peserta didik
secara individual, kelompok dan/ atau klasikal sesuai dengan kebutuhan, bakat,
minat, perkembangan, kondisi, serta peluang-peluang yang dihadapi peserta
didik.Pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah bila dikaitkan dengan BK
Pola 17 Plus.
Melalui proses pembentukan sikap terdapat faktor-faktor yang
mempengaruhi antara lain faktor internal dan eksternal. Faktor internal antara lain
68
psikologis dan fisiologis, sedangkan faktor eksternal antara lain pengalaman,
situasi, norma, hambatan dan pendorong. Hal inilah yang berpengaruh pada
kognitif, afektif dan konatif siswa.
Sikap yang terdiri dari tiga komponen, yaitu komponen kognitif yang
berkaitan dengan pikiran, pengetahuan, pandangan, keyakinan atau kepercayaan
siswa terhadap pelayanan BK, hal ini dapat diketahui atau diungkap melalui
pemahaman siswa terhadap pelaksanaan layanan-layanan bimbingan dan
konseling, dan pelaksanaan kegiatan pendukung bimbingan dan konseling
Afektif yaitu menyangkut masalah emosional subyektif, perasaan atau
emosi seseorang terhadap objek terutama dalam penilaian, hal ini dapat diketahui
melalui perasaan senang atau tidak senang. Pada komponen afektif ini
menyangkut masalah emosional subyektif, perasaan atau emosi siswa terhadap
pelayanan BK terutama pelaksanaan layanan-layanan bimbingan dan konseling,
dan pelaksanaan kegiatan pendukung bimbingan dan konseling
Konatif yaitu menunjukkan perilaku atau kecenderungan berperilaku
siswa yang berkaitan dengan pelayanan BK, yang mana dalam perilaku ini dapat
terwujud melalui sikap yaitu besar atau kecilnya kecenderungan bertindak atau
berperilaku terhadap pelayanan BK baik pada pelaksanaan layanan-layanan
bimbingan dan konseling, dan pelaksanaan kegiatan pendukung bimbingan dan
konseling. Hal ini bisa dilihat dari pemanfaatan layanan bimbingan dan konseling
yang dilakukan oleh siswa.
Berkaitan dengan penelitian ini, maka yang dimaksud sikap siswa terhadap
pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah adalah integrasi antara aspek
69
pemikiran (kognisi), perasaan (afeksi), dan kecenderungan untuk bertindak
(konasi) baik yang bersifat positif maupun negatif yang menimbulkan perilaku
tertentu yang berkaitan dengan layanan-layanan bimbingan dan konseling yang
diberikan oleh konselor, yang pada akhirnya siswa dapat memanfaatkan
pelayanan bimbingan dan konseling tersebut.Hal inilah yang selanjutnya akan
diungkap dalam skala psikologis.
2.4 Hubungan antara Persepsi Siswa tentang Kompetensi
Kepribadian Konselor dengan Sikap Siswa terhadap
Pelayanan Bimbingan dan Konseling
Persepsi merupakan respon yang ditunjukkan oleh individu terhadap objek
stimulus yang ada. Objek persepsi bisa bermacam-macam, semua dapat dilihat
melalui hal-hal yang nampak seperti: tingkah laku, pengetahuan, dan kemampuan.
Seperti yang dikemukakan oleh Calhoun dan Accocella dalam Sugiyo (2005:33)
“bahwa ada tiga dimensi persepsi yang salah satunya yaitu pengetahuan tentang
pribadi orang lain, diantaranya wujud lahiriah, perilaku, masa lalu, perasaan, dan
motif”. “Kompetensi merupakan perpaduan dari pengetahuan, keterampilan, nilai
dan sikap yang direfleksikan dalam kegiatan berfikir dan bertindak (Mulyasa,
2003: 37)”. Kompetensi kepribadian adalah “kemampuan yang berkaitan dalam
performans pribadi seorang pendidik, seperti berpribadi mantap, stabil, dewasa,
arif, berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik, dan berakhlak mulia (Rifa’i,
2011: 9)”.
Kompetensi kepribadian konselor menjadi salah satu faktor yang sangat
penting bagi kelangsungan proses pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah.
70
Untuk dapat melaksanakan pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah dengan
baik maka seorang konselor sebagai pribadi harus mampu menampilkan jati
dirinya secara utuh, tepat serta mampu membangun hubungan antarpribadi yang
unik, dinamis, harmonis, dan kreatif, sehingga menjadi motor penggerak
keberhasilan pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah. Di luar memberikan
pelayanan bimbingan dan konseling pun seorang konselor harus tetap
menampilkan kompetensi kepribadian sebagai seorang konselor, apabila syarat ini
diabaikan maka akan mempengaruhi persepsi siswa. Siswa akan mempersepsi
negatif sehingga akan sangat mempengaruhi sikap siswa dalam mengikuti layanan
bimbingan dan konseling di sekolah.
Siswa dapat mempersepsi kompetensi kepribadian konselor melalui
beberapa indikator-indikator yang ditampilkan konselor sebagai berikut:
1. Beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa
Indikator ini dapat dilihat siswa apabila konselor dapat menampilkan
kepribadian yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
konsisten dalam menjalankan kehidupan beragama dan toleran terhadap
pemeluk agama lain; serta berakhlak mulia dan berbudi pekerti luhur
2. Menghargai dan menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, individualitas,
dan kebebasan memilih
Indikator ini dapat dilihat siswa apabila konselor dapat mengaplikasikan
pandangan positif dan dinamis tentang manusia sebagai makhluk spiritual,
bermoral, sosial, individual, dan berpotensi; menghargai dan
mengembangkan potensi positif individu pada umumnya dan konseli pada
71
khususnya; peduli terhadap kemaslahatan manusia pada khususnya;
menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia sesuai dengan hak asasinya;
toleran terhadap permasalahan konseli; bersikap demokratis
3. Menunjukkan integritas stabilitas kepribadian yang kuat
Indikator ini dapat dilihat siswa apabila konselor dapat menampilkan
kepribadian dan perilaku yang terpuji (seperti berwibawa, jujur, sabar, ramah,
dan konsisten); menampilkan emosi yang stabil; bersikap empati; serta
menghormati keragaman dan perubahan; menampilkan toleransi tinggi
terhadap konseli yang menghadapi stess dan frustasi
4. Menampilkan kinerja berkualitas tinggi
Indikator ini dapat dilihat siswa apabila konselor dapat menampilkan
tindakan yang cerdas, kreatif, inovatif, dan produkif; bersemangat, berdisiplin
dan mandiri; berpenampilan menarik dan menyenangkan; dan berkomunikasi
secara efektif.
Sikap merupakan reaksi individu dalam mempersepsi suatu objek. Dalam
sikap memiliki tiga komponen yaitu komponen afektif, komponen konatif, dan
komponen kognitif. Pada komponen afektif ini berhubungan dengan afeksi atau
perasaan seseorang, maka seseorang akan bersikap positif atau negatif terhadap
suatu objek itu tergantung pada bagaimana seseorang mempunyai pengalaman
terhadap objek tersebut. Menurut Chave (1928), Bogardus (1931), La dierre
(1934), Gardon A (1935) mendefinisikan bahwa sikap adalah semacam kesiapan
untuk bereaksi terhadap suatu objek dengan cara-cara tertentu. Kesiapan yang
dimaksud adalah kecenderungan potensial untuk bereaksi dengan cara tertentu,
72
apabila individu dihadapkan pada suatu stimulus yang menghendaki adanya
respon (Saifudin Azwar, 2005:5).
Sesuai dengan ciri sikap bahwa sikap itu selalu berhubungan dengan
objek sikap, maka dalam penelitian ini objek sikap ditekankan pada pelayanan
bimbingan dan konseling di sekolah. Melalui proses persepsi siswa tentang
kepribadian konselor, baik persepsi yang positif maupun yang negatif yang akan
menimbulkan sikap tertentu dari siswa terhadap objek tersebut, sehingga hal itu
akan tercermin dari bagaimana siswa dalam berperilaku dalam memanfaatkan
layanan bimbingan dan konseling di sekolah.
Apabila persepsi siswa terhadap kompetensi kepribadian konselor baik,
maka siswa akan bersikap positif, begitupun sebaliknya. Misalnya siswa melihat
konselor di sekolahnya baik, ramah kepada semua siswa, tidak membeda-bedakan
siswa, bersahabat, dan memperhatikan keadaan siswa maka secara umum siswa
akan memberikan persepsi yang positif terhadap konselor tersebut. Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa persepsi siswa tentang kompetensi
kepribadian konselor akan menghasilkan suatu sikap siswa terhadap pelayanan
bimbingan dan konseling di sekolah, sehingga keduanya memiliki hubungan.
Berikut ini akan disajikan bagan yang menghubungkan antara persepsi
siswa tentang kompetensi konselor dengan sikap siswa terhadap pelayanan
bimbingan dan konseling di sekolah:
73
Gambar 2.1
Kerangka Berpikir
2.5 Hipotesis Penelitian
Hipotesis merupakan suatu jawaban yang bersifat sementara terhadap
permasalahan penelitian, sampai terbukti melalui data yang terkumpul (Arikunto,
2010: 110). Berdasarkan landasan teori diatas, maka dalam penelitian ini hipotesis
yang diajukan peneliti adalah “ada hubungan yang positif dan signifikan antara
persepsi siswa tentang kompetensi kepribadian konselor dengan sikap siswa
terhadap pelayanan bimbingan dan konseling di SMP Negeri 24 Semarang tahun
pelajaran 2014/2015”. Adapun rumus hipotesis statistik sebagai berikut:
Ho : Tidak ada hubungan yang positif dan signifikan antara persepsi siswa
tentang kompetensi kepribadian konselor dengan sikap siswa terhadap
pelayanan bimbingan dan konseling di SMP Negeri 24 Semarang tahun
pelajaran 2014/2015
Baik
Tidak Baik
Siswa bersikap negatif yaitu
cenderung bersikap
menghindar, tidak mau
mengikuti dan
memanfaatkan pelayanan
bimbingan dan konseling di
sekolah
Persepsi
siswa tentang
kompetensi
kepribadian
Siswa bersikap positif yaitu
cenderung bersikap,
bertindak dan ikut berperan
aktif dalam mengikuti
pelayanan bimbingan dan
konseling di sekolah
74
Ha : Ada hubungan yang positif dan signifikan antara persepsi siswa tentang
kompetensi kepribadian konselor dengan sikap siswa terhadap
pelayanan bimbingan dan konseling di SMP Negeri 24 Semarang tahun
pelajaran 2014/2015
75
BAB 3
METODE PENELITIAN
Suatu kegiatan penelitian harus menggunakan metode yang dapat
dipertanggungjawabkan. Hal ini agar penelitian yang dilakukan dapat mencapai
tujuan penelitian yaitu dapat memecahkan permasalahan dalam suatu penelitian.
Seperti yang dikemukakan oleh Sugiyono (2010: 6) bahwa “untuk menemukan
data valid dengan tujuan dapat ditemukan, dikembangkan dan dibuktikan suatu
pengetahuan tertentu sehingga pada gilirannya dapat digunakan untuk memahami,
memecahkan dan mengantisipasi masalah dalam bidang pendidikan”.
Metode penelitian merupakan langkah yang harus ditempuh dalam suatu
penelitian, yang bertujuan untuk memperoleh hasil penelitian yang sesuai dengan
tujuan penelitian. Metode penelitian memilki pengaruh besar terhadap kualitas
suatu penelitian. Semakin tepat penggunaan metode penelitian maka semakin
berhasil penelitian yang dilaksanakan. Ada beberapa kegiatan dalam suatu metode
penelitian. Kegiatan tersebut adalah menentukan jenis penelitian, variabel
penelitian, populasi, sampel, metode pengumpulan data, uji validitas dan
reliabilitas, serta teknik analisis data. Langkah-langkah tersebut akan diuraikan
sebagai berikut:
3.1 Jenis Penelitian
Penelitian dapat diklasifikasikan dari berbagai sudut pandang, antara lain
dari pendekatan analisisnya, kedalaman analisisnya, serta sifat permasalahannya.
75
76
Dilihat dari pendekatan analisisnya, penelitian dibagi menjadi dua macam yaitu
penelitian kualitatif dan penelitian kuantitatif. Penelitian kuantitatif lebih
menekankan pada analisis data numerik (angka) yang diolah dengan
menggunakan metode statistika, sedangkan penelitian yang menggunakan
pendekatan kualitatif analisis yang dilakukan lebih menekankan pada
penyimpulan induktif dan dedukatif pada hubungan antar fenomena yang diamati
secara ilmiah.
Berdasarkan kedalaman analisisnya, penelitian dibedakan atas penelitian
deskriptif dan inferensial. Sedangkan jika dilihat dari sifat permasalahannya
penelitian dibagi atasdelapan jenis yaitu penelitian historis, deskriptif,
perkembangan, penelitian kasus, korelasional, kausal komparatif, eksperimen, dan
penelitian tindakan. “Penelitian korelasional bertujuan untuk menemukan ada atau
tidaknya hubungan antar variabel satu dengan variabel yang lain, dan apabila ada,
berapa eratnya hubungan serta berari atau tidaknya hubungan itu (Arikunto, 2010:
313). Dengan penelitian korelasional, peneliti dapat memperoleh informasi
mengenai taraf hubungan yang terjadi.
Berdasarkan judul dalam penelitian ini yaitu “Hubungan antara Persepsi
Siswa tentang Kompetensi Kepribadian Konselor dengan Sikap Siswa terhadap
Pelayanan Bimbingan dan Konseling di SMP Negeri 24 Semarang Tahun
Pelajaran 2014/2015”, maka dapat disimpulkan bahwa jenis penelitian ini adalah
penelitian deskriptif kuantitatif korelasional. Hal ini dikarenakan penelitian ini
memiliki tujuan untuk melihat hubungan antara dua variabel dan dalam proses
analisis data penelitian ini menggunakan data-data numerik atau angka yang
77
diolah dengan metode statistik, setelah diperoleh hasilnya kemudian
dideskripsikan dengan menguraikan kesimpulan yang didasari oleh angka dengan
metode statistik tersebut.
3.2 Variabel Penelitian
3.2.1 Identifikasi Variabel
Variabel merupakan “objek penelitian, atau apa ang menjadi titik perhatian
suatu penelitian” (Arikunto, 2010: 161).Berdasarkan pada definisi di atas dapat
disimpulkan bahwa variabel merupakan obyek yang bervariasi dan dapat
dijadikan sebagai titik perhatian suatu penelitian. Adapun variabel yang
digunakan dalam penelitian ini terdiri dari dua macam yaitu variabel bebas
(independen) dan variabel terikat (dependen). Variabel bebas adalah variabel yang
mempengaruhi variabel lain. Sedangkan variabel terikat adalah variabel yang
muncul sebagai akibat dari variabel bebas atau variabel yang dipengaruhi karena
adanya variabel bebas.
3.2.2 Hubungan Antar Variabel
Variabel dalam penelitian ini adalah persepsi siswa tentang kompetensi
kepribadian konselor dan sikap siswa terhadap pelayanan bimbingan dan
konseling. Hubungan antara dua variabel X dan Y dapat digambarkan sebagai
berikut:
1) Variabel bebas (X) adalah variabel yang mempengaruhi atau yang diselidiki
pengaruhnya. Variabel bebas dalam penelitian ini yaitu persepsi siswa tentang
kompetensi kepribadian konselor.
78
2) Variabel terikat (Y) adalah variabel yang muncul sebagai akibat dari variabel
bebas. Variabel terikat dalam penelitian ini yaitu sikap siswa terhadap
pelayanan bimbingan dan konseling.
Gambar 3.1
Hubungan Antar Variabel
Gambar diatas menunjukan adanya hubungan antar variabel bebas (X)
yaitu persepsi siswa tentang kompetensi kepribadian konselor dan variabel terikat
(Y) yaitu sikap siswa terhadap pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah.
Hubungan dua variabel dinyatakan positif bila nilai suatu variabel ditingkatkan,
maka akan meningkatkan variabel yang lain. Sebaliknya, jika suatu variabel
diturunkan, maka akan menurunkan variabel yang lain.
3.2.3 Definisi Operasional Variabel
Definisi operasional variabel yaitu merumuskan definisi variabel secara
operasional sehingga dapat diukur (Azwar, 2005:74). Dalam penelitian ini,
peneliti akan mengungkap dua variabel, yaitu persepsi siswa tentang kompetensi
kepribadian konselor sebagai variabel bebas dan sikap siswa terhadap pelayanan
bimbingan dan konseling sebagai variabel terikat.
1) Persepsi siswa tentang kompetensi kepribadian konselor
Persepsi siswa tentang kompetensi kepribadian konselor adalah suatu
pendapat yang merupakan hasil pemaknaan dari obyek yang diamati siswa
X Y
79
dapat mempersepsi konselor melalui hal-hal yang tampak dari konselor,
seperti sikap, tingkah laku, pengetahuan, dan kemampuan atau kepribadian
yang tercermin dalam diri konselor dalam melaksanakan layanan bimbingan
dan konseling. Dengan kata lain, siswa akan mempersepsi konselor
berdasarkan pengalaman dan pengetahuan siswa mengenai konselor,
khususnya yang berkaitan dengan kompetensi kepribadian konselor. Variabel
ini diukur dengan menggunakan skala persepsi, dan indikator yang digunakan
adalah (a)beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang maha Esa; (b)
menghargai dan menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, individualitas dan
kebebasan memilih; (c) menunjukkan integritas stabilitas kepribadian yang
kuat; serta (d) menampilkan kinerja berkualitas tinggi.
2) Sikap siswa terhadap pelayanan bimbingan dan konseling
Sikap siswa terhadap pelayanan bimbingan dan konseling yaitu integrasi
antara aspek pemikiran (kognisi), perasaan (afeksi), dan kecenderungan untuk
bertindak (konasi) baik yang bersifat positif maupun negatif yang
menimbulkan perilaku tertentu yang berkaitan dengan pelayanan bimbingan
dan konseling yang diberikan oleh konselor, yang pada akhirnya siswa dapat
memanfaatkan dan ikut serta berperan aktif dalam pelayanan bimbingan dan
konseling tersebut. Adapun objek sikap yang akan diteliti adalah pelayanan
bimbingan dan konseling dengan indikator: a) pelaksanaan layanan-layanan
BK; dan b) pelaksanaan kegiatan pendukung BK.
80
3.3 Populasi dan Sampel Penelitian
3.3.1 Populasi Penelitian
Populasi adalah “keseluruhan subjek penelitian” (Arikunto, 2010:173).
Berdasarkan pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa populasi adalah
keseluruhan individu atau obyek penelitian yang diduga mempunyai ciri-ciri atau
sifat yang sama untuk diambil kesimpulannya. Dalam penelitian ini populasi yang
akan diteliti adalah seluruh siswa SMP Negeri 24 Semarang dari kelas VII sampai
dengan kelas IX yang berjumlah 753 siswa.
Pada penelitian yang dilakukan di SMP Negeri 24 Semarang, gambaran
populasi siswanya dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 3.1
Jumlah Populasi Penelitian
VII VIII IX
Kelas Jumlah Kelas Jumlah Kelas Jumlah
VII A 34 VIII A 34 IX A 32
VII B 34 VIII B 33 IX B 32
VII C 30 VIII C 32 IX C 32
VII D 34 VIII D 32 IX D 32
VII E 32 VIII E 32 IX E 24
VII F 32 VIII F 33 IX F 31
VII G 32 VIII G 31 IX G 30
VII H 24 VIII H 31 IX H 30
JML 252 JML 258 JML 243
3.3.2 Sampel Penelitian
Suatu penelitian tidak selalu perlu meneliti semua anggota populasi,
karena disamping memakan biaya yang besar juga membutuhkan waktu yang
lama. Jadi penelitian hanya dilakukan terhadap sampel dari populasi dan tidak
pada keseluruhan populasi. Menurut Arikunto (2010: 174) sampel adalah sebagian
81
atau wakil populasi yang diteliti. Selain itu sampel adalah sejumlah penduduk
yang jumlahnya kurang dari jumlah populasi (Hadi, 2004: 182). Pengambilan
sampel ini dimaksudkan untuk memperoleh keterangan mengenai obyek
penelitian, dan mampu memberikan gambaran dari populasi.
Menurut Sugiyono (2010: 118) sampel adalah bagian dari jumlah dan
karakteristik yang dimiliki oleh populasi. Teknik pengambilan sampel yang
digunakan dalam penelitian ini adalah Proporsional Stratified Random Sampling.
Menurut Sugiyono (2010: 120) teknik ini digunakan apabila anggota atau unsur
dalam populasi bersifat tidak homogen dan berstrata secara proporsional. Jadi
karena populasi yang akan diteliti adalah kelas VII, VIII dan IX yang memiliki
strata yang sifatnya heterogen baik ditinjau dari tingkatan kelas, jenis kelamin
maupun tingkatan umur sehingga pengambilan sampel dalam penelitian ini
menggunakan Proporsional Stratified Random Sampling.
Sedangkan dalam menentukan ukuran sampel, peneliti mengacu pada
pendapat Sugiyono (2006: 62) yang menyatakan “terdapat cara menentukan
ukuran sampel yang sangat praktis yaitu dengan tabel dan nomogram. Nomogram
yang digunakan adalah nomogram Harry King. Dengan adanya nomogram
tersebut tidak perlu dilakukan penghitungan yang rumit dalam menentukan
jumlah sampel penelitian.
Harry King menghitung sampel tidak hanya didasarkan pada kesalahan
5% saja, tetapi bervariasi mulai dari 0,3% sampai dengan kesalahan 15%. Selain
itu jumlah populasi yang paling tinggi adalah 2000 (Sugiyono, 2007: 72). Dalam
penelitian ini, peneliti menggunakan nomogram Harry King dengan taraf
82
kesalahan 10% untuk menentukan ukuran sampel. Jumlah populasi dalam
penelitian ini adalah 753 orang, jika ditarik dari garis populasi tersebut didapatkan
persentase sampel sebesar 10%. Jadi sampel dalam penelitian ini berjumlah 75
orang.
Sesuai dengan teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini yaitu
Proporsional Stratified Random Sampling maka pengambilan sampel pada
masing-masing strata atau tingkatan kelas harus proporsional sesuai dengan
populasi. Jumlah populasinya adalah 753 orang, jumlah sampelnya adalah 75
orang, maka perhitungannya adalah sebagai berikut:
Tabel 3.2
Perhitungan Sampel Penelitian
Kelas Jumlah Perhitungan Sampel Kelas
Sampel
VII 252 252:753 x 75 = 25,2 25 VII C
VIII 258 258:753 x 75 = 25,6 26 VIII F
IX 243 243:753 x 75 = 24,2 24 IX B
Total 753 75 75
Berdasarkan pada perhitungan tersebut, untuk mencapai jumlah sampel
sejumlah 75 siswa maka diambil 3 kelas yang akan dijadikan sebagai sampel
penelitian. Pengambilan sampel dilakukan secara random pada masing-masing
tingkatan karena setiap tingkat kelas memiliki sifat yang heterogen dalam
tingkatannya sehingga masing-masing tingkat kelas diambil 1 kelas secara acak
atau random untuk dijadikan sampel penelitian.
Pada kelas VII, sampel yang digunakan adalah kelas VII C. Jumlah
keseluruhan adalah 30 siswa sedangkan sampel yang digunakan adalah 25 siswa.
Maka untuk memenuhi jumlah tersebut pengambilan sampel pada kelas VII C
dilakukan secara random dengan cara dadu. Pada kelas VIII, sampel yang
83
digunakan adalah kelas VIII F. Jumlah keseluruhan adalah 33 siswa sedangkan
sampel yang digunakan adalah 26 siswa. Maka untuk memenuhi jumlah tersebut
pengambilan sampel pada kelas VIII F juga dilakukan secara random dengan cara
dadu. Sedangkan pada kelas IX, sampel yang digunakan adalah kelas IX B.
Jumlah keseluruhan adalah 32 siswa sedangkan yang digunakan menjadi sampel
adalah 24 siswa. Maka untuk memenuhi jumlah tersebut pengambilan sampel
pada kelas IX juga dilakukan secara random dengan cara dadu.
Adapun rekapitulasi siswa yang menjadi responden dalam penelitian
adalah sebagai berikut:
Tabel 3.3
Rekapitulasi Responden Penelitian
Kode
Responden
L/P Kelas Sampel Jumlah
R1 P
Kelas VII C 25
R2 L
R3 P
R4 P
R5 P
R6 L
R7 P
R8 P
R9 L
R10 P
R11 L
R12 L
R13 L
R14 P
R15 P
R16 P
R17 P
R18 L
R19 L
R20 P
R21 L
R22 P
84
R24 P
R25 L
R26 L
Kelas VIII F 26
R27 L
R28 P
R29 P
R30 P
R31 P
R32 P
R33 P
R34 L
R35 P
R36 L
R37 L
R38 L
R39 L
R40 P
R41 P
R42 L
R43 L
R44 P
R45 P
R46 L
R47 P
R48 L
R49 P
R50 P
R51 P
R52 L
Kelas IX B 26
R53 L
R54 P
R55 P
R56 P
R57 P
R58 P
R59 P
R60 L
R61 L
R62 P
R63 L
R64 L
R65 L
R66 L
85
R67 P
R68 P
R69 P
R70 L
R71 P
R72 P
R73 P
R74 P
R75 L
Jumlah 75
3.4 Metode dan Alat Pengumpul Data
3.4.1 Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan data merupakan langkah yang penting dalam penelitian
ilmiah, karena data itu akan digunakan untuk menguji data yang diperoleh. Oleh
karena itu, data yang dikumpulkan harus cukup valid, artinya data tersebut dapat
digunakan. Menurut Arikunto (2006:96) metode pengumpulan data adalah “suatu
langkah yang standar dan sistematis untuk memperoleh data atau informasi yang
diperlukan dalam suatu penelitian”. Metode pengumpulan data dalam penelitian
ini adalah skala psikologis. Skala psikologis digunakan untuk mengetahui
persepsi siswa tentang kompetensi kepribadian konselor dan sikap siswa
terhadap pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah. Baik persepsi siswa
tentang kompetensi kepribadian konselor maupun sikap siswa terhadap pelayanan
bimbingan dan konseling di sekolah merupakan aspek-aspek psikologis yang
tidak dapat dilihat secara langsung.
3.4.2 Alat Pengumpulan Data
Alat pengumpulan data yang diberikan adalah skala persepsi dan skala
sikap yang diberikan kepada responden sebagai pihak yang diteliti dengan
86
menggunakan model Likert. Skala likert digunakan untuk mengukur sikap,
pendapat, dan persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang fenomena sosial
yang telah diterapkan secara spesifik oleh peneliti atau disebut variabel peneltian
(Sugiyono, 2010:134). Skala psikologis yang digunakan dalam penelitian ini
mempunyai lima alternatif jawaban yaitu sangat sesuai, sesuai, kurang sesuai,
tidak sesuai dan sangat tidak sesuai. Responden bebas memilih salah satu jawaban
dari kelima alternatif jawaban yang ada sesuai dengan keadaan masing-masing
responden. Adapun bentuk penskalaannya adalah sebagai berikut:
Tabel 3.4
Bentuk Penskalaan
Alternatif Jawaban Skor
Positif (+) Negatif (-)
Sangat Sesuai (SS) 5 1
Sesuai (S) 4 2
Kurang Sesuai (KS) 3 3
Tidak Sesuai (TS) 2 4
Sangat Tidak Sesuai (STS) 1 5
3.5 Penyusunan Instrumen
Instrumen merupakan alat yang digunakan pada waktu melakukan suatu
penelitian dengan menggunakan metode tertentu. Dalam penelitian ini, peneliti
menggunakan skala psikologi sabagai alat pengumpulan data untuk mencari data
tentang persepsi siswa tentang kompetensi kepribadian konselor dan sikap siswa
terhadap pelayanan bimbingan dan konseling. Sehingga dalam penelitian ini
terdapat dua instrumen yaitu skala persepsi dan skala sikap.
87
3.5.1 Menyusun Kisi-kisi Instrumen
Gambar 3.2
Prosedur Penyusunan Instrumen Penelitian
Berdasarkan bagan tentang prosedur penusunan instrumen diketahui
bahwa untuk menyusun sebuah instrumen penelitian, peneliti harus melewati
beberapa tahap diatas, diantaranya menyusun kisi-kisi instrumen, menyusun
instrumen, kemudian diujicobakan (try out) pada responden, berikutnya merevisi
instrumen untuk menghilangkan item-item instrumen yang tidak valid dan tidak
reliabel. Setelah instrumen diujicobakan dan sudah valid serta reliabel barulah
instrumen dikatakan sudah jadi dan siap digunakan untuk penelitian.
Berikut adalah tabel kisi-kisi instrumen skala persepsi dan skala sikap
yang akan digunakan dalam membuat instrumen dalam penelitian ini terdapat
pada tabel 3.4 dan tabel 3.5 sebagai berikut:
Menyusun kisi-
kisi instrumen
Menyusun
Instrumen
Uji Coba
(Try Out)
Revisi Instrumen Instrumen Jadi
88
Tabel 3.5
Kisi-Kisi Skala Persepsi Siswa Tentang Kompetensi Kepribadian Konselor
Variabel Indikator Sub Indikator Deskriptor Item Pertanyaan
+ -
Persepsi
Siswa
Tentang
Kompetensi
Kepribadian
Konselor
1. B
eriman dan
bertaqwa
kepada Tuhan
YME
1.1 Menampilk
an kepribadian yang beriman dan bertaqwa
kepada Tuhan YME
1.1.1 Konselor mampu menunjukkan
kepribadian yang beriman dan bertaqwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa dihadapan
siswa
1, 4 2, 3
1.2 Konsisten dalam menjalankan kehidupan
beragama dan toleran terhadap pemeluk
agama lain
1.2.1 Konselor mampu menunjukkan konsisten
dalam menjalankan kehidupan beragama
dan toleran terhadap pemeluk agama lain
5,6, 8 7,9
1.3 Berakhlak mulia dan berbudi pekerti luhur 1.3.1 Konselor mampu menunjukkan sikap
akhlak mulia dan berbudi pekerti luhur
11,12 10,13
2. M
enghargai dan
menjunjung
2.1 Mengaplikasikan pandangan positif dan
dinamis tentang manusia sebagai makhluk
spiritual, bermoral, sosial, individual, dan
2.1.1 Konselor selalu berpandangan positif
serta dinamis terhadap siswa sebagai
makhluk spiritual, bermoral, sosial,
15,16 14, 17,
18
89
tinggi nilai-nilai
kemanusiaan,
individualitas
dan kebebasan
memilih
berpotensi individual, dan berpotensi
2.2 Menghargai dan mengembangkan potensi
positif individu pada umumnya dan konseli
pada khususnya
2.2.1 Konselor selalu menghargai dan
mengembangkan sikap positif yang
dimiliki oleh siswa
19,20, 22 21, 23
2.3 Peduli terhadap kemaslahatan manusia pada
umumnya dan konseli pada khusunya
2.3.1 Konselor mampu peduli terhadap
permasalahan yang siswa alami
24, 25,
26
27, 28,
29
2.4 menjunjung tinggi harkat sesuai dengan hak
asasinya
2.4.1 Konselor menghargai harkat dan
martabat siswa sesuai dengan haknya
sebagai siswa
30,31 32,33
2.5 Toleran terhadap permasalahan konseli 2.5.1 Konselor bersikap toleransi terhadap
permasalahan siswa
36,37 34,35
2.6 Bersikap demokratis 2.6.1 Konselor selalu bersikap demokratis
terhadap siswa
38,40 39, 41,
42
3. M
enjunjung
integritas
3.1 Menampilkan kepribadian dan perilaku
yang terpuji (seperti berwibawa, jujur,
sabar, ramah, dan konsisten)
3.1.1 Konselor bersikap berwibawa, jujur,
sabar, ramah, dan konsisten ketika
menghadapi siswa
43,44,45 46, 47,
48
90
stabilitas
kepribadian
yang kuat
3.2 Menampilkan emosi yang stabil 3.2.1 Konselor selalu menjaga sikap dan
perilaku serta nada bicara
49, 51 50,53, 52
3.3 Peka, bersikap empati, serta menghormati
keragaman dan perubahan
3.3.1 Konselor menghormati serta memahami
siswa sesuai dengan tugas
perkembangannya
54,55 56, 57
3.4 Menampilkan toleransi tinggi terhadap
konseli yang menghadapi stes dan frustasi
3.4.1 Konselor mentolerir sikap siswa yang
stres menghadapi masalahnya
58,59 60,61
4. M
enampilkan
kinerja
berkualitas
tinggi
4.1 Menampilkan tindakan yang cerdas, kreatif,
inovatif, dan produktif
4.1.1 Konselor membantu siswa menghadapi
masalah dengan memunculkan solusi
yang cerdas, kreatif, inovatif, dan
produktif
62,63,66 64,65
4.2 Bersemangat, berdisiplin, dan mandiri 4.2.1 Konselor selalu semangat dalam
melakukan kegiatan BK
68,69,70 67,71, 72
4.3 Berpenampilan menarik dan menyenangkan 4.3.1 Konselor membantu dirinya dengan
berpakaian sopan, dan baik dalam
bersikap didepan siswa
74,76,78 73, 75,77
91
4.4 Berkomunikasi secara efektif 4.4.1 Konselor berkomunikasi dengan siswa
sesuai dengan kapasitasnya
79,80, 81 82,84, 83
Total item 42 42
92
Tabel 3.6
Kisi-kisi Skala Sikap Siswa Terhadap Pelayanan Bimbingan dan Konseling
Variabel Indikator Sub Indikator Deskriptor Komponen Sikap
Juml
ah
Kognitif
(Pemahaman
terhadap
pelayanan BK)
Afektif (Perasaan
senang/ tidak senang
terhadap pelayanan
BK)
Konatif
(Kecenderungan
perilaku terhadap
pelayanan BK)
+ - + - + -
Sikap siswa
terhadap
pelayanan
BK
Pelayanan BK
meliputi:
1. Pelaksanaan
layanan-
layanan BK
1.1 Layanan orientasi
1.1.1 Memahami
lingkungan baru
1, 5 3 4, 6 2 9 7, 8 9
1.2 Layanan informasi
1.2.1 Memahami segala
bentuk informasi
dan seluk beluknya
10 13 14, 15 12 16, 18 17, 11 9
93
1.3 Layanan
penguaaan konten
1.3.1 Mengembangkan
sikap dan
kebiasaan belajar
yang baik
19, 21 20, 27 23 24, 26 22 25 9
1.4 Layanan
penempatan dan
penyaluran
1.4.1 Penempatan
danpenyaluran
tentang
pengembangan
bakat dan minat
28 30 29, 32 31 33, 34 35, 36 9
1.5 Layanan
bimbingan
kelompok
1.5.1 Pemahaman dan
pengembangan
kemampuan sosial
37, 38 39, 42 40 41, 43 44, 46 45 9
1.6 Layanan konseling
kelompok
1.6.1 Pembahasan
masalah pribadi
melalui dinamika
47, 49 48 50, 51 52 54, 55 53 9
94
kelompok
1.7 Layanan konseling
individual
1.7.1 Pengentasan
masalah yang
dihadapi
56 57, 58 59 62, 64 61 60, 63 9
1.8 Layanan mediasi
1.8.1 Penyelesaian dan
perbaikan
hubungan antara
belah pihak
65 66 68 69, 73 71, 72 67, 70 9
1.9 Layanan konsutasi
1.9.1 Penanganan
kondisi atau
permasalahan
74,75 76 77, 81 78 79 80, 82 9
2. Pelaksanaan
kegiatan
pendukung
BK
2.1 Aplikasi
instrumentasi
2.1.1 Instrumen untuk
mengumpulkan
data dan
keterangan siswa
84 83, 89 85, 90 87 88 86 9
2.2 Himpunan data 2.2.1 Menghimpun 91, 93 92 96 94, 95 97 98, 99 9
95
segala data dan
keterangan yang
relevan dengan
keperluan
pengembangan
siswa
2.3 Konferensi kasus
2.3.1 Membahas
permasalahan
siswa dalam suatu
pertemuan yang
dihadiri oleh
pihak-pihak terkait
yang dapat
memberikan
keterangan
100,
101
102 105, 107 103 104,
108
106 9
2.4 Kunjungan rumah
2.4.1 Memperoleh
keterangan dan
109,
115
110 111 113, 117 112 114,
116
9
96
membangun
komitmen dari
pihak keluarga
2.5 Alih tangan kasus
2.5.1 Kegiatan untuk
memperoleh
penanganan yang
lebih tepat dan
tuntas
118 119,
124
122, 125 121 120,
126
123 9
Jumlah Item Kognitif (42) Afektif (42) Konatif (42) 126
97
3.6 Validitas dan Reliabilitas Penelitian
3.6.1 Uji Validitas
Validitas berasal dari kata validity yang mempunyai arti sejauhmana
ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya
(Azwar, 2007: 5). Validitas merujuk kepada suatu ukuran yang menunjukkan
tingkat kevalidan atau kesahihan suatu instrumen. Peneliti mengukur validitas
dengan melakukan uji coba instrumen dilapangan. Jadi instrumen yang telah
disusun diujicobakan dilapangan kemudian diukur validitasnya.
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan validitas konstruk (construct
validity) yaitu konsep validitas yang berangkat dari konstruksi teoritik tentang
variabel yang hendak diukur oleh jenis alat ukur. Konstruksi yang dimaksud
dalam penelitian ini yaitu persepsi siswa tentang kompetensi kepribadian konselor
dan sikap siswa terhadap pelayanan bimbingan dan konseling. Cara mengukur
validitas konstruk yaitu dengan mencari korelasi antara masing-masing
pertanyaan dengan skor total, rumus yang digunakan adalah rumus Product
Momentyang dikemukakan oleh Karl Pearson yaitu rumus Pearson Correlation.
Rumus korelasi Product Moment :
rxy =
2222 ..
.
YYNXXN
YXXYN
Keterangan :
rxy = Koefisien korelasi
N = Jumlah subyek yang diteliti
98
∑ X = Jumlah skor masing-masing item (total)
∑ Y = Jumlah skor seluruh item (total)
∑ XY = Jumlah perkalian item X dengan item Y
∑ X2 = Jumlah kuadrat skor X
∑ Y2
= Jumlah kuadrat skor total
(Arikunto, 2009:121)
Pengujian validitas instrumen dengan mengkorelasikan skor tiap butir soal
dengan skor total, dengan menggunakan rumus Product Momentdiperoleh dan
kemudian dibandingkan dengan r tabel dengan taraf signifikansi 5%, jika r hitung> r
tabelmaka item dinyatakan valid.
3.6.2 Uji Reliabilitas
Reliabilitas adalah “indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat
pengukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan” (Singarimbun, 1995:
140).Realibilitas merujuk pada suatu pengertian bahwa instrumen apa yang dapat
dipercaya dan instrumen yang tidak bersifat tendensius untuk mengarahkan
responden dalam memilih dan menjawab atau suatu instrumen dapat dipercaya
untuk digunakan sebagai alat pengumpul data karena menunjukkan keajegan
hasil pengukurannya.
Untuk mengetahui tingkat reliabilitas instrumen skala psikologis dalam
penelitian ini digunakan rumus Alpha. Alasan penggunaan rumus Alpha dalam
penghitungan reliabilitas instrumen ini dikarenakan data yang dihasilkan
merupakan data rating skala (1, 2, 3, 4) dan bisa digunakan untuk jumlah item
ganjil atau genap. Adapun alasan penggunaan rumus alpha karena jawaban pada
99
kuesioner ini berbentuk skala yang jawabannya bukan 0 atau 1 melainkan 1
sampai 5. Adapun rumus Alpha adalah sebagai berikut:
r11=
2
2
.
.1
1 t
b
k
k
Keterangan :
r11 = Reliabilitas instrumen
k = Banyaknya butir-butir pertanyaan
2.b = Jumlah Varian butir
2.t = Varian total
(Arikunto, 2009: 171)
Kriteria pengujian realibilitas instrumen dikatakan reliabel yaitu jika
memiliki harga r hitung> r tabel dengan taraf signifikasi 5%. Besar kecilnya koefisien
mengidentifikasikan kuat dan lemahnya hubungan yang ada. Nilai r hitungyang
lebih besar dari rtabel berarti instrumen semakin berkurang reliabilitasnya.
Penjelasannya adalah sebagai berikut:
Tabel 3.7
Kriteria Reliabilitas Instrumen
Koefisien Korelasi Kriteria
0,91 – 1,00 Sangat Tinggi
0,71 – 0,90 Tinggi
0,41 – 0,70 Cukup
0,21 – 0,40 Rendah
Negatif – 0,20 Sangat Rendah
100
3.7 Hasil Uji Coba Instrumen Penelitian
3.7.1 Hasil Uji Validitas Skala Persepsi Siswa tentang Kompetensi
Kepribadian
Skala persepsi siswa tentang kompetensi kepribadian konselor berjumlah
84 butir item peryataan dengan jumlah responden yang diujicobakan adalah 28
siswa. Uji validitas instrumen dilakukan dengan menggunakan rumus product
moment dengan taraf signifikasi 5% diketahui r tabel = 0,374, maka dengan r hitung>
rtabel terdapat 21 item yang tidak valid atau tidak memenuhi syarat. Item
pernyataan yang tidak memenuhi syarat dihilangkan dan tidak digunakan dalam
penelitian karena item-item yang lain telah mewakili dan sesuai dengan indikator
yang akan dicari dalam instrumen. Selanjutnya penomorannya diurutkan kembali
guna pengambilan data penelitian. Sehingga item yang akan digunakan dalam
instrumen penelitian 63 butir item pernyataan. Untuk perhitungannya secara
statistik dapat dilihat pada lampiran. Item-item valid dan gugur dapat dilihat pada
tabel berikut ini:
Tabel 3.8
Distribusi Butir Item Valid dan Gugur Skala Persepsi
Variabel Indikator Nomor Item Jumlah Total
Valid Gugur Valid Gugur
Persepsi
siswa
tentang
kompetensi
kepribadian
Beriman dan
bertaqwa kepada
Tuhan YME
1, 2, 3, 4, 5, 6,
7, 9, 10, 11, 12
8, 13 11 2 13
Menghargai dan
menjunjung tinggi
nilai-nilai
kemanusiaan,
individualitas, dan
kebebasan memilih
14, 15, 16, 18,
19, 20, 21, 23,
24, 25, 27, 28,
30, 32, 33, 34,
35, 36, 37, 38,
39,40
17, 22,
26, 29,
31, 41,
42
22 7 29
Menjunjung
integritas stabilitas
43, 44, 45, 47,
48, 50, 51, 53,
46, 49,
52, 58,
14 5 19
101
kepribadian yang
kuat
54, 55, 56, 57,
59, 61
60
Menampilkan kinerja
berkualitas tinggi
63, 64, 65, 67,
69, 70, 72, 74,
75, 76, 77, 80,
81, 83, 84
62, 68,
71, 73,
78, 79,
82
15 7 22
Total 63 21 84
3.7.2 Hasil Uji Validitas Skala Sikap Siswa Terhadap Pelayanan Bimbingan
dan Konseling
Skala sikap siswa terhadap pelayanan bimbingan dan konseling berjumlah
126 butir item peryataan dengan jumlah responden yang diujicobakan adalah 28
siswa. Uji validitas instrumen dilakukan dengan menggunakan rumus product
moment dengan taraf signifikasi 5% diketahui r tabel = 0,374, maka dengan r hitung>
r tabel terdapat 25 item yang tidak valid atau tidak memenuhi syarat. Item
pernyataan yang tidak memenuhi syarat dihilangkan dan tidak digunakan dalam
penelitian karena item-item yang lain telah mewakili dan sesuai dengan indikator
yang akan dicari dalam instrumen. Selanjutnya penomorannya diurutkan kembali
guna pengambilan data penelitian. Sehingga item yang akan digunakan dalam
instrumen penelitian 101 butir item pernyataan. Item-item valid dan gugur dapat
dilihat pada tabel berikut:
Tabel 3.9
Distribusi Butir Item Valid dan Gugur Skala Sikap
Variabel Indikator Nomor Item Jumlah Total
Valid Gugur Valid Gugur
Sikap siswa
terhadap
pelayanan
bimbingan
dan
konseling
Pelaksanaan
layanan-
layanan
bimbingan
dan
konseling
1, 2, 3, 4, 5, 6, 8,
9, 10, 11, 12, 13,
14, 15, 16, 19, 20,
22, 23, 24, 25, 27,
28, 30, 31, 33, 34,
35, 37, 38, 40, 41,
42, 43, 44, 45, 46,
48, 49, 50, 52, 53,
7, 17,
18, 21,
26, 29,
36, 39,
47, 51,
58, 64,
69, 70,
75
67 15 82
102
54, 55, 56, 57, 59,
60, 61, 62, 63, 65,
66, 67, 68, 71, 72,
73, 74, 76, 77, 78,
79, 80, 81, 82
Pelaksanaan
kegiatan
pendukung
84, 85, 86, 87, 88,
89, 91, 92, 94, 95,
96, 97, 98, 101,
102, 103, 105,
106, 107, 108,
110, 111, 112,
113, 114, 115,
116, 118, 120,
121, 123, 124,
125, 126
83, 90,
93, 99,
100,
104,
109,
117,
119, 122
34 10 43
Jumlah 101 25 126
3.7.3 Hasil Uji Reliabilitas Skala Persepsi Siswa tentang Kompetensi
Kepribadian
Berdasarkan uji reliabilitas dengan menggunakan bantuan SPSS 20 dan
menggunakan rumus Alpha, diperoleh koefisien reliabilitas skala persepsi siswa
tentang kompetensi kepribadian konselor sebesar 0,956. Pada taraf kesalahan 5%
dengan N = 28 diperoleh harga r tabel = 0,374. Dengan demilian r hitung> r tabel maka
instrumen tersebut reliabel dengan kriteria reliabel sangat tinggi. Dengan
perhitungan statistik sebagai berikut:
Reliability Statistics
Cronbach's Alpha N of Items
,956 84
103
3.7.4 Hasil Uji Reliabilitas Skala Sikap Siswa Terhadap Pelayanan
Bimbingan dan Konseling
Berdasarkan uji reliabilitas dengan menggunakan bantuan SPSS 20 dan
menggunakan rumus Alpha, diperoleh koefisien reliabilitas skala persepsi siswa
tentang kompetensi kepribadian konselor sebesar 0,975. Pada taraf kesalahan 5%
dengan N = 28 diperoleh harga r tabel = 0,374. Dengan demilian r hitung> r tabel maka
instrumen tersebut reliabel dengan kriteria reliabel sangat tinggi. Dengan
perhitungan statistik sebagai berikut:
Reliability Statistics
Cronbach's Alpha N of Items
,975 126
3.8 Teknik Analisis Data
Teknik analisis data merupakan suatu cara yang digunakan untuk
memperoleh suatu kesimpulan untuk mencapai tujuan penelitian. Ada pun tujuan
penelitian ini adalah untuk mengetahui persepsi siswa tentang kompetensi
kepribadian konselor, untuk mengetahui sikap siswa terhadap pelayanan
bimbingan dan konseling, dan untuk mengetahui hubungan antara persepsi siswa
tentang kompetensi kepribadian konselor dan sikap siswa terhadap pelayanan
bimbingan dan konseling.
3.8.1 Analisis Deskriptif
Analisis ini digunakan dengan maksud untuk memberikan gambaran
mengenai hasil penelitian, bagaimana karakteristik subyek penelitian berhubungan
104
dengan variabel-variabel yang diteliti. Guna mengetahui dan menganalisis data
tentang deskripsi persepsi siswa tentang kompetensi kepribadian konselor dan
sikap siswa terhadap pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah, maka
digunakan analisis deskriptif persentase. Data atau skor dari jawaban responden
diperoleh dari alternatif jawaban yang disediakan kemudian dimasukkan kedalam
tabel, diskor, dijumlahkan dan dinyatakan dalam persentase. Rumus yang
digunakan untuk memperoleh persentase adalah:
%100xN
nP
Keterangan:
P : Persentase nilai yang diperoleh
n : jumlah skor yang diperoleh
N : jumlah seluruh skor (Ali, 1997: 186)
Untuk penentuan kriteria tingkat persepsi siswa tentang kompetensi
kepribadian didasarkan pada perhitungan skor yaitu sebagai berikut:
Data maksimal = skor tertinggi x jumlah item = 5 x 63 = 315
Data minimal = skor terendah x jumlah item = 1 x 63 = 63
Range = Data maksimal – data minimal = 315 – 63 = 252
Panjang kelas interval = Range : panjang kelas = 252 : 5 = 50,4
Sedangkan untuk memperoleh kriteria persepsi siswa tentang kompetensi
kepribadian dapat ditentukan dengan cara sebagai berikut:
Persentase skor maksimum = (5:5) x 100% = 100%
Persentase skor minimum = (1:5) x 100% = 20%
105
Rentang persentase skor = 100% - 20% = 80%
Panjang kelas interval = 80% : 5 = 16
Tabel 3.10
Kriteria Persepsi Siswa tentang Kompetensi Kepribadian
Skor Interval Kriteria Persepsi Siswa
tentang Kompetensi
Kepribadian Konselor
264,6 < skor ≤ 315 84% < % ≤ 100% Sangat Baik
214,2 < skor ≤ 263,6 68% < % ≤ 83% Baik
163,8 < skor ≤ 213,2 52% < % ≤ 67% Cukup Baik
113,4 < skor ≤ 162,8 36% < % ≤ 51% Kurang Baik
63 ≤ skor ≤112,4 20% ≤ % ≤ 35% Tidak Baik
Sumber: hasil perhitungan peneliti
Untuk penentuan kriteria tingkat sikap siswa terhadap pelayanan
bimbingan dan konseling didasarkan pada perhitungan skor yaitu sebagai berikut:
Data maksimal = skor tertinggi x jumlah item = 5 x 101 = 505
Data minimal = skor terendah x jumlah item = 1 x 101 = 101
Range = Data maksimal – data minimal = 505 - 101 = 404
Panjang kelas interval = Range : panjang kelas = 404 : 5 = 80,8
Sedangkan untuk memperoleh kriteria sikap siswa terhadap pelayanan
bimbingan dan konseling dapat ditentukan dengan cara sebagai berikut:
Persentase skor maksimum = (5:5) x 100% = 100%
Persentase skor minimum = (1:5) x 100% = 20%
Rentang persentase skor = 100% - 20% = 80%
Panjang kelas interval = 80% : 5 = 16%
106
Tabel 3.11
Kriteria Sikap Siswa terhadap Pelayanan Bimbingan dan Konseling
Skor Interval Kriteria sikap siswa
terhadap pelayanan
bmbingan dan konseling
424,2 < skor ≤ 505 84% < % ≤ 100% Sangat Positif
343,4 < skor ≤ 423,2 68% < % ≤ 83% Positif
262,6 < skor ≤ 342,4 52% < % ≤ 67% Sedang
181,8 < skor ≤ 261,6 36% < % ≤ 51% Negatif
101 ≤ skor ≤ 180,8 20% ≤ % ≤ 35% Sangat Negatif
Sumber: hasil perhitungan peneliti
3.8.2 Analisis Statistik
Analisis data secara statistik digunakan untuk menguji hipotesis yang telah
dirumuskan sebagaimana telah dijelaskan pada bab sebelumnya.
3.8.2.1 Uji Normalitas
Sebelum data dianalisis, terlebih dahulu dilakukan uji normalitas data
untuk mengetahui variabel dalam penelitian berdistribusi normal atau tidak.
Dalam penelitian ini uji normalitas memiliki tujuan untuk mengetahui normal atau
tidaknya distribusi data penelitian masing-masing variabel penelitian. Untuk
menguji kenormalannya digunakan rumus Kolmogorov-Smirnov dengan bantuan
aplikasi komputer (SPSS). Data tersebut berdistribusi normal jika nilai Asymp.Sig
(2-tailed) >0,05 level of significant (α)
3.8.2.2 Uji Hipotesis
Penelitian ini akan menguji hipotesis ada tidaknya hubungan yang posiif
dan signifikan antara persepsi siswa tentang kompetensi kepribadian konselor dan
sikap siswa terhadap pelayanan bimbingan dan konseling. Penelitian ini
merupakan penelitian korelasi yang bertujuan untuk membuktikan ada atau
107
tidaknya hubungan dua variabel. Menurut Sugiyono (2007: 153) untuk menguji
hipotesis assosiatif/ hubungan bila datanya berbentuk interval digunakan:
1) Korelasi product moment digunakan untuk menguji hipotesis hubungan
antara satu variabel independen dengan satu variabel dependen
2) Korelasi ganda digunakan untuk menguji hipotesis tentang hubungan dua
variabel independen atau lebih secara bersama-sama dengan satu variabel
dependen
3) Korelasi parsial digunakan untuk menguji hipotesis hubungan antara dua
variabel atau lebih, bila terdapat variabel yang dikendalikan
4) Analisis regresi digunakan untuk melakukan prediksi, bagaimana
perubahan nilai variabel dependen bila nilai variabel independen dinaikkan
atau diturunkan nilainya
Untuk mencari hubungan antara persepsi siswa tentang kompetensi
kepribadian konselor dan sikap siswa terhadap pelayanan bimbingan dan
konseling menggunakan rumus korelasi product moment, dengan alasan karena
teknik korelasi ini digunakan untuk mencari hubungan dan membuktikan
hipotesis dua variabel bila data kedua variabel berbentuk interval atau ratio dan
pada penelitian ini hanya memiliki dua variabel yaitu satu variabel independen
(persepsi siswa tentang kompetensi kepribadian konselor) dan satu variabel
dependen sikap siswa terhadap pelayanan bimbingan dan konseling).
Untuk menghitung koefisien korelasi dapat digunakan rumus korelasi
product moment, berikut rumus yang akan digunakan:
108
2
2
2
2 YY
XX
YXXY
rXY
Keterangan :
XYr : Koefisien korelasi antara variabel X dan Y .
2X : Kuadrat dari X
2Y : Kuadrat dari Y
XY : Jumlah perkalian X dan Y
N : Jumlah subyek
(Arikunto, 2009:243).
Setelah diperoleh nilai “r“, kemudian dikonsultasikan ke tabel nilai r
product moment. Data yang diperoleh dianalisis dengan statistik korelasi
product moment karena korelasi ini digunakan untuk menetukan hubungan
antaras dua variabel yang dikorelasikan dalam bentuk data nominal.
SyaratProduct Moment atau aturan keputusan adalah sebagai berikut :
1. Kalau r hitung sama atau lebih besar dari r tabel disebut signifikan,
konsekuensinya: hipotesis nihil (Ho) ditolak dan hipotesis kerja (Ha)
diterima.
2. Kalau r hitung lebih kecil dari r tabel disebut tidak signifikan,
konsekuensinya: hipotesis nihil (Ho) diterima dan hipotesis kerja (Ha)
ditolak.
109
Untuk memberikan interpretasi terhadap Angka Indeks Korelasi “r”
Product Moment (rxy), pada umumnya digunakan pedoman Guilford (dalam
Sugiyono, 2009: 184) sebagai beriku:
Tabel 3.12
Interpretasi Besarnya “r” Product Moment (rxy)
Besarnya “r”
Product Moment
(rxy)
Interpretasi
0,00 – 0,199 Antara variabel X dan Y memang terdapat korelasi, akan
tetapi korelasi itu sangat lemah/ rendah sehingga korelasi
itu diabaikan (dianggap tidak ada)
0,20 – 0,399 Antara variabel X dan Y terdapat korelasi yang lemah/
rendah
0,40 – 0,599 Antara variabel X dan Y terdapat korelasi yang cukup/
sedang
0,60 – 0,799 Antara variabel X dan Y terdapat korelasi yang kuat/ tinggi
0,80 – 1,000 Antara variabel X dan Y terdapat korelasi yang sangat
kuat/ sangat tinggi
152
BAB 5
PENUTUP
5.1 Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan pada
bab sebelumnya dapat disimpulkan bahwa di SMP Negeri 24 Semarang tahun
pelajaran 2014/2015 :
1) Persepsi siswa tentang kompetensi kepribadian konselor termasuk dalam
kriteria baik.
2) Sikap siswa terhadap pelayanan bimbingan dan konseling termasuk dalam
kriteria positif.
3) Terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara persepsi siswa tentang
kompetensi kepribadian konselor dan sikap siswa terhadap pelayanan
bimbingan dan konseling.
5.2 Saran
Saran merupakan upaya lanjut dan masukan yang diberikan kepada
lembaga atau pihak-pihak yang dipandang berkepentingan dengan hasil
penelitian. Adapun saran yang dapat diberikan difokuskan pada substansi
berdasarkan hasil penelitian dan ditunjukkan pihak-pihak terkait yaitu konselor
sekolah, kepala sekolah, dan peneliti selanjutnya:
1) Bagi Guru BK di SMP Negeri 24 Semarang, peneliti menyarankan agar hasil
penelitian ini hendaknya bisa dijadikan bahan evaluasi atau instrospeksi diri
152
153
serta motivasi dalam menjaga dan meningkatkan aktualisasi diri dalam
kompetensi kepribadiannya dengan cara memperhatikan nilai-nilai
kemanusiaan dan stabilitas kepribadiannya dengan berperilaku terpuji,
menjaga kestabilan emosi, empati, serta peka terhadap siswa dengan harapan
nantinya siswa mempunyai persepsi yang baik tentang kompetensi
kepsibadian konselor sehingga sikap siswa terhadap pelayanan bimbingan
konseling semakin positif.
2) Kepala Sekolah SMP N 24 Semarang sebagai seseorang yang memiliki
wewenang dalam menentukan kebijakan hendaknya memberikan perhatian
khusus pada konselor yang belum bisa menampilkan emosi yang stabil
dengan cara memberikan pembinaan dan motivasi sehingga kompetensi
kepribadian konselor menjadi meningkat.
3) Bagi peneliti berikutnya yang tertarik untuk melakukan penelitian mengenai
hubungan antara persepsi siswa tentang kompetensi kepribadian konselor dan
sikap siswa terhadap pelayanan bimbingan konseling di sekolah, dapat
melakukan penelitian dengan menggunakan metode dan pendekatan lain agar
hasil yang diperoleh lebih luas dan lengkap. Misalkan dengan melakukan
penelitian eksperimen yaitu dengan upaya meningkatkan persepsi siswa
tentang kompetensi kepribadian konselor dengan menggunakan teknik
maupun metode yang ada di dalam bimbingan dan konseling.
154
DAFTAR PUSTAKA
Ali, Muhammad. 1997. Strategi Penelitian Pendidikan. Bandung: Angkasa
Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Dan Praktik.
Jakarta: Rineka Cipta.
Asih, Yennisa Yuni. 2010. Korelasi antara persepsi siswa tentang kompetensi
kepribadian konselor dan sikap proaktif siswa terhadap pemanfaatan
layanan konseling perorangan pada siswa kelas VIII SMP N 37
Semarang. Skripsi. Universitas Negeri Semarang
Azwar, Saifuddin. 2005. Sikap Manusia Teori dan Pengukurannya. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar Offset
Azwar, Saifuddin. 2007. Reliabilitas dan Validitas. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Dayaksini, Tri & Hudaniah. 2009. Psikologi Sosial. Malang: UMM Press
Dinartiwi, Astri. 2010. Persepsi siswa tentang layanan bimbingan dan konseling
di SMK Grafika yayasan Lektur Jakarta Selatan. Skripsi. UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta
Depdiknas. 2007. Penataan Pendidikan Profesional Konselor dan Layanan
Bimbingan dan Konseling dalam Jalur Pendidikan Formal. Jakarta:
Dirjen Dikti
Gerungan, W. A. 2004. Psikologi Sosial. Bandung: Refika Aditama
Hadi, Sutrisno. 2004. Statistik Jilid 2. Yogyakarta: Andi Offset.
Hikmawati, Fenti. 2011. Bimbingan Konseling Edisi Revisi. Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada
Jalaludin, Rahmat. 2005. Psikologi Komunikasi. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Latipun. 2006. Psikologi Konseling. Malang: UMM Press
Mar’at. 1982. Sikap Manusia Perubahan Serta Pengukuran. Bandung: Ghalia
Indonesia.
154
155
Mugiarso, Heru dkk. 2011. Bimbingan dan Konseling. Semarang: UPT MKK
Universitas Negeri Semarang.
Mulyasa. 2008. Standar Kompetens idan Sertifikasi Guru. Bandung: PT.
RemajaRosda
Oktaviani, Santi Nur. 2014. Hubungan antara persepsi siswa tentang kompetensi
konselor dengan self disclosure siswa terhadap konselor di SMA Negeri
14 Semarang. Skripsi. Universitas Negeri Semarang
Permendiknas No. 27 Tahun 2008 Tentang Standar Kualifikasi Akademik dan
Kompetensi Konselor
Prayitno &Erman Amti. 1999. Dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling. Jakarta:
Rineka Cipta.
Rifa’i, Achmad & Chatarina Tri Anni. 2011. Psikologi Pendidikan. Semarang:
UNNES Press
Siagian, S.P, 2004. Teori Motivasi dan Aplikasinya. Jakarta: Rineka Cipta
Singarimbun, Masri & Sofian Effendi. 1995. Metode Penelitian Survai. Jakarta:
LP3ES
Siswanti, Dewi Septin Tri. 2013. Profil Kompetensi Kepribadian Konselor
Menurut Persepsi Siswa di SMA Negeri Se- Kabupaten Pemalang Tahun
Ajaran 2012/2013. Skripsi. Universitas Negeri Semarang
Sobur, Alex. 2003. Psikologi Umum. Bandung: Pustaka Setia
Sugiyo. 2005. Komunikasi Antarpribadi. Semarang: UNNES Press
Sugiyono. 2007. Statistika untuk Peneitian. Bandung: CV Alfabeta.
Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: CV Alfabeta
Sukardi, Dewa Ketut. 2008. Pengantar Pelakasanaan ProgramBimbingan dan
Konseling. Jakarta:Rineka Cipta.
Tim Penyusun UNNES. 2010. Panduan Penulisan Karya Ilmiah. Semarang:
UNNES Press
156
Tim Penyusun UNNES. 2011. Pedoman Praktik Pengalaman Lapangan.
Semarang: UNNES Press
Undang-Undang Republik Indonesia No. 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan
Dosen
Walgito, Bimo. 2003. Psikologi Sosial (Suatu Pengantar). Yogyakarta: Andi
Offset.
Winkel, W.S. 1991. Bimbingan dan Konseling di Berbagai Institusi. Jakarta:
Ghalia Indonesia.
Yusuf, Syamsu dan A. Juntika Nurihsan. 2010. Landasan Bimbingan dan
Konseling. Bandung: Kerjasama Program Pasca Sarjana Universitas
Pendidikan Indonesia dengan PT. Remaja Rosdakarya.
157
LAMPIRAN
Tabel 3.3
Kisi-Kisi Skala Persepsi Siswa Tentang Kompetensi Kepribadian Konselor
Variabel Indikator Sub Indikator Deskriptor Item Pertanyaan
+ -
Persepsi
Siswa
Tentang
Kompetensi
Kepribadian
Konselor
5. B
eriman dan
bertaqwa
kepada Tuhan
YME
5.1 Menampilk
an kepribadian yang beriman dan bertaqwa
kepada Tuhan YME
1.1.1 Konselor mampu menunjukkan
kepribadian yang beriman dan bertaqwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa dihadapan
siswa
1, 4 2, 3
1.2 Konsisten dalam menjalankan kehidupan
beragama dan toleran terhadap pemeluk
agama lain
1.2.1 Konselor mampu menunjukkan konsisten
dalam menjalankan kehidupan beragama
dan toleran terhadap pemeluk agama lain
5,6, 8 7,9
1.3 Berakhlak mulia dan berbudi pekerti luhur 1.3.1 Konselor mampu menunjukkan sikap
akhlak mulia dan berbudi pekerti luhur
11,12 10,13
6. M
enghargai dan
menjunjung
tinggi nilai-nilai
2.1 Mengaplikasikan pandangan positif dan
dinamis tentang manusia sebagai makhluk
spiritual, bermoral, sosial, individual, dan
berpotensi
2.1.1 Konselor selalu berpandangan positif
serta dinamis terhadap siswa sebagai
makhluk spiritual, bermoral, sosial,
individual, dan berpotensi
15,16 14, 17,
18
kemanusiaan,
individualitas
dan kebebasan
memilih
2.2 Menghargai dan mengembangkan potensi
positif individu pada umumnya dan konseli
pada khususnya
2.2.1 Konselor selalu menghargai dan
mengembangkan sikap positif yang
dimiliki oleh siswa
19,20, 22 21, 23
2.3 Peduli terhadap kemaslahatan manusia pada
umumnya dan konseli pada khusunya
2.3.1 Konselor mampu peduli terhadap
permasalahan yang siswa alami
24, 25,
26
27, 28,
29
2.4 menjunjung tinggi harkat sesuai dengan hak
asasinya
2.4.1 Konselor menghargai harkat dan
martabat siswa sesuai dengan haknya
sebagai siswa
30,31 32,33
2.5 Toleran terhadap permasalahan konseli 2.5.1 Konselor bersikap toleransi terhadap
permasalahan siswa
36,37 34,35
2.6 Bersikap demokratis 2.6.1 Konselor selalu bersikap demokratis
terhadap siswa
38,40 39, 41,
42
7. M
enjunjung
integritas
stabilitas
kepribadian
3.1 Menampilkan kepribadian dan perilaku
yang terpuji (seperti berwibawa, jujur,
sabar, ramah, dan konsisten)
3.1.1 Konselor bersikap berwibawa, jujur,
sabar, ramah, dan konsisten ketika
menghadapi siswa
43,44,45 46, 47,
48
3.2 Menampilkan emosi yang stabil 3.2.1 Konselor selalu menjaga sikap dan
perilaku serta nada bicara
49, 51 50,53, 52
yang kuat 3.3 Peka, bersikap empati, serta menghormati
keragaman dan perubahan
3.3.1 Konselor menghormati serta memahami
siswa sesuai dengan tugas
perkembangannya
54,55 56, 57
3.4 Menampilkan toleransi tinggi terhadap
konseli yang menghadapi stes dan frustasi
3.4.1 Konselor mentolerir sikap siswa yang
stres menghadapi masalahnya
58,59 60,61
8. M
enampilkan
kinerja
berkualitas
tinggi
4.1 Menampilkan tindakan yang cerdas, kreatif,
inovatif, dan produktif
4.1.1 Konselor membantu siswa menghadapi
masalah dengan memunculkan solusi
yang cerdas, kreatif, inovatif, dan
produktif
62,63,66 64,65
4.2 Bersemangat, berdisiplin, dan mandiri 4.2.1 Konselor selalu semangat dalam
melakukan kegiatan BK
68,69,70 67,71, 72
4.3 Berpenampilan menarik dan menyenangkan 4.3.1 Konselor membantu dirinya dengan
berpakaian sopan, dan baik dalam
bersikap didepan siswa
74,76,78 73, 75,77
4.4 Berkomunikasi secara efektif 4.4.1 Konselor berkomunikasi dengan siswa
sesuai dengan kapasitasnya
79,80, 81 82,84, 83
Total item 42 42
160
Tabel 3.4
Kisi-kisi Skala Sikap Siswa Terhadap Pelayanan Bimbingan dan Konseling
Variabel Indikator Sub Indikator Deskriptor Komponen Sikap
Juml
ah
Kognitif
(Pemahaman
terhadap
pelayanan BK)
Afektif (Perasaan
senang/ tidak senang
terhadap pelayanan
BK)
Konatif
(Kecenderungan
perilaku terhadap
pelayanan BK)
+ - + - + -
Sikap siswa
terhadap
pelayanan
BK
Pelayanan BK
meliputi:
3. Pelaksanaan
layanan-
layanan BK
1.2 Layanan orientasi
1.2.1 Memahami
lingkungan baru
1, 5 3 4, 6 2 9 7, 8 9
3.2 Layanan informasi
3.2.1 Memahami segala
bentuk informasi
dan seluk beluknya
10 13 14, 15 12 16, 18 17, 11 9
3.3 Layanan
penguaaan konten
3.3.1 Mengembangkan
sikap dan
19, 21 20, 27 23 24, 26 22 25 9
kebiasaan belajar
yang baik
3.4 Layanan
penempatan dan
penyaluran
3.4.1 Penempatan
danpenyaluran
tentang
pengembangan
bakat dan minat
28 30 29, 32 31 33, 34 35, 36 9
3.5 Layanan
bimbingan
kelompok
3.5.1 Pemahaman dan
pengembangan
kemampuan sosial
37, 38 39, 42 40 41, 43 44, 46 45 9
3.6 Layanan konseling
kelompok
3.6.1 Pembahasan
masalah pribadi
melalui dinamika
kelompok
47, 49 48 50, 51 52 54, 55 53 9
3.7 Layanan konseling
individual
3.7.1 Pengentasan
masalah yang
dihadapi
56 57, 58 59 62, 64 61 60, 63 9
3.8 Layanan mediasi
1.8.1 Penyelesaian dan
perbaikan
hubungan antara
65 66 68 69, 73 71, 72 67, 70 9
167
belah pihak
3.9 Layanan konsutasi
3.9.1 Penanganan
kondisi atau
permasalahan
74, 75 76 77, 81 78 79 80, 82 9
4. Pelaksanaan
kegiatan
pendukung
BK
2.1 Aplikasi
instrumentasi
2.1.1 Instrumen untuk
mengumpulkan
data dan
keterangan siswa
84 83, 89 85, 90 87 88 86 9
4.2 Himpunan data
4.2.1 Menghimpun
segala data dan
keterangan yang
relevan dengan
keperluan
pengembangan
siswa
91, 93 92 96 94, 95 97 98, 99 9
4.3 Konferensi kasus
4.3.1 Membahas
permasalahan
siswa dalam suatu
pertemuan yang
dihadiri oleh
pihak-pihak terkait
100,
101
102 105, 107 103 104,
108
106 9
168
yang dapat
memberikan
keterangan
4.4 Kunjungan rumah
4.4.1 Memperoleh
keterangan dan
membangun
komitmen dari
pihak keluarga
109,
115
110 111 113, 117 112 114,
116
9
4.5 Alih tangan kasus
4.5.1 Kegiatan untuk
memperoleh
penanganan yang
lebih tepat dan
tuntas
118 119,
124
122, 125 121 120,
126
123 9
Jumlah Item Kognitif (42) Afektif (42) Konatif (42) 126
166
INSTRUMEN PENELITIAN SEBELUM UJI COBA
SKALA PERSEPSI SISWA TENTANG KOMPETENSI KEPRRIBADIAN
KONSELOR
1. Pengantar
Dengan hormat, saya meminta Anda untuk mengisi pernyataan di bawah
ini. Hasil pengisian ini sama sekali tidak berpengaruh terhadap nilai pelajaran.
Jadi diharapkan Anda dapat mengisi dengan jujur dan bersungguh-sungguh.
Segala sesuatu yang berkaitan dengan informasi yang Anda berikan akan saya
jaga kerahasiaannya dan hanya untuk kepentingan penelitian. Atas bantuan dan
partisipasi Anda, saya ucapkan terima kasih.
2. Petunjuk Pengisian
1) Isilah identitas diri anda pada lembar jawab yang telah di sediakan
2) Pilihkan salah satu jawaban sesuai dengan keadaan diri Anda dengan
memberikan tanda silang (√) pada lembar jawab yang telah tersedia.
Adapun pilihan jawabannya adalah sebagai berikut:
SS : jika pernyataan tersebut Sangat Sesuai Guru BK lakukan
S : jika pernyataan tersebut Sesuai Guru BK lakukan
KS : jika pernyataan tersebut Kurang Sesuai Guru BK lakukan
TS : jika pernyataan tersebut Tidak Sesuai Guru BK lakukan
STS : jika pernyataan tersebut Sangat Tidak Sesuai Guru BK lakukan
3) Isilah sesuai dengan keadaan diri anda
4) Di mohon lembar soal tidak di kotori
3. Contoh
Keterangan:
Pada contoh diatas memberi keterangan bahwa pada pernyataan tersebut sangat
sesuai yang guru BK lakukan yaitu mengawali dan mengakhiri kegiatan di kelas
dengan berdo’a
No Pernyataan Pilihan Jawaban
SS S KS TS STS
1 Guru BK mengawali dan mengakhiri kegiatan di kelas dengan
berdoa
√
167
No Pernyataan Pilihan Jawaban
SS S KS TS STS
1. Guru BK mengawali dan mengakhiri kegiatan di kelas
dengan berdoa
2. Guru BK mengawali dan mengakhiri kegiatan tanpa
mengucapkan salam
3. Guru BK tidak bersedia membantu siswa lawan jenis
karena alasan bukan muhrim
4. Guru BK membantu siswa dengan niat tulus ikhlas
5. Guru BK bersikap dan berperilaku sesuai dengan norma
agama dalam pemberian layanan
6. Guru BK memilih siswa untuk menjadi anggota dalam
kegiatan layanan BK yang bersifat kelompok tanpa
membeda-bedakan agama
7. Guru BK mendahulukan siswa yang seagama dalam
membantu mengatasi/ manangani masalah
8. Guru BK memberi kesempatan kepada siswa untuk
beribadah, apabila tiba waktu beribadah pada saat proses
pemberian layanan
9. Guru BK hanya membantu siswa yang seagama saja
10. Guru BK membantu menyelesaikan masalah siswa
dengan meminta imbalan
11. Guru BK bertanggungjawab dalam membantu siswa
menyelesaikan masalahnya.
12. Guru BK bersikap sopan dalam memberikan layanan
BK
13. Guru BK bersikap menggurui siswa dalam proses
pemberian bantuan kepada siswa
14. Guru BK menganggap siswa yang datang ke ruang BK
adalah siswa yang tidak mampu menyelesaikan
masalahnya
15. Guru BK memandang positif siswa, meskipun siswa
dalam kondisi tertekan
16. Guru BK meyakini bahwa semua siswa adalah individu
yang baik
17. Guru BK memandang bahwa munculnya masalah
adalah karena kesalahan yang dilakukan siswa
18. Guru BK menyimpulkan sesuatu yang mencurigakan
tanpa mendengar penjelasan dari siswa
168
19. Guru BK menunjukkan sikap menerima pada siswa
yang bermasalah
20. Guru BK memahami bahwa kebutuhan siswa berbeda-
beda
21. Guru BK memandang siswa yang menemuinya adalah
siswa yang memiliki masalah
22. Guru BK memberikan kepercayaan penuh kepada siswa
untuk mampu menyelesaikan masalah yang dihadapi
23. Guru BK tidak pernah menyemangati siswa dalam
menyelesaikan masalahnya
24. Guru BK melaksanakan/ melakukan konseling individu
di tempat umum bukan di ruang konseling
25. Guru BK memanggil siswa yang bermasalah untuk
melakukan konseling individu
26. Guru BK melakukan kerjasama dengan guru mapel
untuk mengetahui kondisi siswa pada saat proses
pembelajaran
27. Guru BK memberikan layanan hanya kepada siswa yang
datang ke ruang BK saja
28. Guru BK tidak bertanya apapun kepada siswa yang
datang ke ruang BK untuk menceritakan masalahnya
29. Guru BK menyerahkan pengambilan keputusan
sepenuhnya kepada siswa tanpa memberikan bantuan
beberapa solusi
30. Guru BK menjaga kepercayaan siswa dengan tidak
menceritakan masalahnya kepada pihak lain
31. Guru BK memberikan kesempatan kepada siswa untuk
berpendapat mengenai solusi masalahnya
32. Guru BK tidak memberikan kesempatan kepada siswa
yang membutuhkan bantuan
33. Guru BK tidak memberikan kebebasan kepada siswa
untuk menyampaikan masalahnya
34. Guru BK membantu siswa hanya pada masalah tertentu
saja yang dirasa mudah
35. Guru BK menunjukkan sikap marah kepada siswa yang
bermasalah
36. Guru BK bersedia membantu siswa menyelesaikan
masalahnya sampai tuntas
37. Guru BK lebih mengutamakan siswa untuk membantu
169
dari pada menyelesaikan pekerjaan lain
38. Guru BK menyerahkan sepenuhnya pengambilan
keputusan kepada siswa
39. Guru BK memanggil siswa yang dianggap memiliki
masalah untuk datang keruang BK
40. Guru BK memberikan kebebasan kepada siswa kapan
waktu untuk pelayanan BK
41. Guru BK memaksakan sebuah solusi untuk siswa dalam
menyelesaikan permasalahan
42. Guru BK memaksakan siswa untuk mengikuti layanan-
layanan BK yang diselenggarakan
43. Guru BK ramah kepada siswa pada saat di kelas
maupun saat berpapasan dengan siswa
44. Guru BK sabar dalam membantu siswa
mengembangkan bakat yang dimiliki siswa
45. Guru BK menyediakan waktu luang untuk siswa yang
ingin mendapatkan bantuan layanan BK
46. Guru BK lebih mengutamakan pekerjaan lain daripada
mengatasi masalah siswa
47. Guru BK jarang tersenyum apabila menerima kehadiran
siswa yang ingin mendapat layanan BK
48. Guru BK membentak siswa pada saat menyelesiakan
masalah di ruang BK
49. Guru BK menjanjikan waktu lain kepada siswa untuk
menyelesaikan masalah yang tertunda
50. Guru BK bersikap marah kepada siswa tanpa alasan
yang jelas
51. Guru BK mendengarkan cerita siswa sampai selesai
tanpa memotong pembicaraan siswa
52. Guru BK kurang memperhatikan siswa pada saat siswa
sedang menceritakan masalahnya
53. Guru BK marah kepada siswa yang melanggar tata tertib
sekolah berulang kali
54. Guru BK membantu masalah siswa sesuai dengan
tingkatan perkembangan siswa
55. Guru BK berusaha memahami perasaan siswa yang
memiliki masalah
56. Guru BK menertawakan masalah siswa karena
menganggap yang diceritakan adalah masalah sepele
170
57. Guru BK ikut menceritakan masalah pribadinya kepada
siswa ketika mempunyai masalah yang sama
58. Guru BK menjaga perasaan siswa yang mudah
tersinggung karena sedang menghadapi masalah
59. Guru BK memaklumi sikap siswa yang mudah
menangis
60. Guru BK membatasi siswa dalam mengekspresikan
perasaan yang dirasakan siswa pada saat menceritakan
masalahnya
61. Guru BK tidak peduli terhadap perilaku siswa yang
sedang mengalami masalah
62. Guru BK memberikan berbagai pilihan solusi untuk
menyelesaikan masalah siswa
63. Guru BK menciptakan suasana yang menyenangkan saat
pemberian layanan di kelas sehingga siswa tidak merasa
tertekan
64. Guru BK membiarkan siswa untuk mencari solusi
sendiri tanpa berusaha mencoba membantu mencari
solusinya
65. Guru BK tidak menyampaikan solusi masalah secara
langsung kepada siswa karena takut memberikan solusi
yang salah
66. Guru BK membantu siswa menyelesaikan masalah
tanpa melibatkan pihak lain
67. Guru BK melimpahkan masalah siswa kepada guru BK
lain
68. Guru BK melaksanakan semua layanan kepada siswa
sesuai jadwal yang telah diprogramkan
69. Guru BK memberikan layanan hingga terselesaikannya
masalah siswa
70. Guru BK melaksanakan kegiatan dengan tepat waktu
sesuai dengan kesepakatan
71. Guru BK melaksanakan kegiatan lain selain kegiatan
BK (misalnya tambahan jam untuk mapel lain)
72. Guru BK masuk memberikan layanan bk dikelas tidak
sesuai denga jadwal pelayanan BK
73. Guru BK memakai aksesoris yang berlebihan untuk
mendapat perhatian dari siswa
74. Guru BK menyelipkan humor dalam memberikan
171
layanan agar siswa tidak tegang
75. Guru BK selalu cemberut dan galak pada siswa dengan
alasan menjaga wibawa dihadapan siswa
76. Guru BK berpakaian rapi sesuai dengan kondisi atau
lingkungan sekitar
77. Guru BK memakai pakaian yang tidak sopan
78. Guru BK bersikap serius tapi santai ketika menghadapi
siswanya
79. Pada proses konseling, guru BK memberikan motivasi
agar siswa tidak merasa tertekan
80. Guru BK berbicara dengan sopan tanpa menyinggung
perasaan siswa
81. Guru BK menggunakan bahasa sehari-hari dalam
memberikan layanan BK sehingga mudah dipahami
siswa
82. Guru BK menanyakan hal-hal pribadi siswa yang tidak
berkaitan dengan topik masalah
83. Guru BK memotong pembicaraan siswa saat
menceritakan masalahnya
84. Guru BK terlalu bertele-tele saat menyampaikan materi
layanan
172
INSTRUMEN PENELITIAN SEBELUM UJI COBA
SKALA SIKAP SISWA TERHADAP PELAYANAN BK
1. Pengantar
Dengan hormat, saya meminta Anda untuk mengisi pernyataan di bawah
ini. Hasil pengisian ini sama sekali tidak berpengaruh terhadap nilai pelajaran.
Jadi diharapkan Anda dapat mengisi dengan jujur dan bersungguh-sungguh.
Segala sesuatu yang berkaitan dengan informasi yang Anda berikan akan saya
jaga kerahasiaannya dan hanya untuk kepentingan penelitian. Atas bantuan dan
partisipasi Anda, saya ucapkan terima kasih.
2. Petunjuk Pengisian
5) Isilah identitas diri anda pada lembar jawab yang telah di sediakan
6) Pilihkan salah satu jawaban sesuai dengan keadaan diri Anda dengan
memberikan tanda silang (√) pada lembar jawab yang telah tersedia.
Adapun pilihan jawabannya adalah sebagai berikut:
SS : jika pernyataan tersebut Sangat Sesuai dengan keadaan kalian
S : jika pernyataan tersebut Sesuai dengan keadaan kalian
KS : jika pernyataan tersebut Kurang Sesuai dengan keadaan kalian
TS : jika pernyataan tersebut Tidak Sesuai dengan keadaan kalian
STS : jika pernyataan tersebut Sangat Tidak Sesuai dengan keadaan
kalian
7) Isilah sesuai dengan keadaan diri anda
8) Di mohon lembar soal tidak di kotori
3. Contoh
Pilihlah jawaban pada lembar jawab:
No Pernyataan Pilihan Jawaban
SS S KS TS STS
1 Menurut saya layanan orientasi membantu saya untuk
menyesuaikan diri atau beradaptasi pada lingkungan yang baru
√
173
No Pernyataan Pilihan Jawaban
SS S KS TS STS
1. Menurut saya layanan orientasi membantu saya untuk
menyesuaikan diri atau beradaptasi pada lingkungan yang baru
2. Saya tidak menyukai layanan orientasi karena materi yang
disampaikan tidak menarik/membosankan
3. Layanan orientasi hanya ditujukan untuk siswa yang tidak bisa
menyesuaikan diri saja
4. Saya merasa senang karena dapat mengenal lingkungan baru
setelah mengikuti layanan orientasi
5. Menurut saya layanan orientasi membantu saya mengenal
tentang keadaan fisik sekolah maupun tata tertib sekolah
6. Saya merasa senang mengikuti layanan orientasi karena saya
mendapatkan banyak manfaat
7. Saya lebih baik membolos dari pada mengikuti layanan
orientasi
8. Saya akan berpura-pura mendengarkan guru BK saat
memberikan layanan orientasi
9. Saya akan ikut berperan aktif (bertanya) ketika guru bk
memberikan layanan orientasi
10. Bagi saya tujuan layanan informasi adalah untuk membekali
saya dengan berbagai pengetahuan dan pemahaman tentang
berbagai hal yang berguna bagi diri saya
11. Saya akan pura-pura mendengarkan guru BK saat
menyampaikan materi layanan informasi
12. Saya merasa bosan dengan materi yang disampaikan guru BK
dalam layanan informasi
13. Layanan informasi hanya memberikan sesuatu yang tidak
penting kepada saya
14. Saya menyukai apa yang disampaikan guru BK dalam layanan
informasi karena materinya membuat saya tahu tentang banyak
hal
15. Saya merasa senang mengikuti layanan informasi karena
banyak pengetahuan yang bisa saya dapatkan
16. Saya akan mendengarkan guru bk ketika sedang
menyelenggarakan layanan informasi
17. Saya lebih baik mengerjakan PR mata pelajaran lain saat
layanan informasi berlangsung
18. Saya akan ikut berperan aktif (bertanya) ketika guru BK
174
memberikan layanan informasi
19. Sepengetahuan saya layanan penguasaan konten bertujuan
untuk mengembangkan sikap dan kebiasaan belajar yang baik
20. Menurut saya layanan penguasaan konten tidak membuat siswa
menjadi terampil dan mengembangkan kebiasaan belajar
21. Bagi saya layanan penguasaan konten memberikan
keterampilan yang diterapkan pada diri siswa misalnya berlatih
percaya diri di depan umum
22. Saya akan mengikuti dan mempraktekan dengan baik apa yang
disampaikan guru BK dalam layanan penguasaan konten
23. Saya merasa senang mengikuti layanan penguasaan konten
karena membuat saya bisa menata diri dan kebiasaan saya
menjadi lebih baik
24. Saya tidak suka dengan layanan penguasaan konten karena
tidak bermanfaat bagi saya
25. Saya tidak akan mengikuti apa yang diperintahkan guru bk
dalam layanan penguasaan konten karena tidak ada manfaatnya
26. Saya tidak menyukai layanan penguasaan konten karena materi
yang disampaikan guru BK sudah saya dapatkan
27. Menurut saya layanan penguasaan konten mengajarkan suatu
hal yang bermanfaat bagi saya
28. Menurut saya layanan penempatan dan penyaluran membuat
saya menjadi tahu apa bakat dan minat saya sehingga saya bisa
memilih ekstrakurikuler dengan tepat
29. Saya merasa tertarik mengikuti layanan penempatan dan
penyaluran karena saya dapat mengetahui pilihan yang tepat
untuk saya
30. Layanan penempatan dan penyaluran yang dilakukan guru bk
tidak berdasarkan bakat dan minat saya
31. Saya tidak menyukai layanan penempatan dan penyaluran
karena yang dilakukan guru BK tidak menyesuaikan bakat
minat saya
32. Saya merasa senang mengikuti layanan penempatan dan
penyaluran karena saya dapat mengetahui posisi dan pilihan
yang tepat sesuai dengan bakat minat saya
33. Saya akan ikut bertanya ketika guru BK memberikan layanan
penempatan dan penyaluran
34. Saya mengikuti layanan penempatan dan penyaluran dengan
sungguh-sungguh
175
35. Saya mengobrol ketika guru BK menyelenggarakan layanan
penempatan dan penyaluran
36. Saya lebih baik pergi ke kantin ketika guru BK
menyelenggarakan layanan penempatan dan penyaluran
37. Bimbingan kelompok merupakan layanan yang membahas
bersama-sama suatu topik tertentu di dalam kelompok
38. Bimbingan kelompok bermanfaat melatih kita untuk berani
mengungkapkan pendapat di dalam kelompok
39. Bimbingan kelompok merupakan layanan yang tidak membuat
siswa menjadi lebih baik lagi
40. Saya menyukai layanan bimbingan kelompok karena disamping
membahas topik tetapi juga ada permainan didalamnya
sehingga menyenangkan
41. Saya merasa bosan ketika mengikuti layanan bimbingan
kelompok
42. Bagi saya layanan bimbingan kelompok hanya ada permainan
saja didalamnya tidak membahas suatu topik
43. Saya tidak suka dengan layanan bimbingan kelompok karena
tidak bermanfaat bagi saya
44. Saya akan bersedia mengikuti dengan sukarela apabila guru BK
menyelenggarakan bimbingan kelompok
45. Saya akan menolak ketika guru BK menunjuk saya mengikuti
layanan bimbingan kelompok
46. Saya akan mengikuti layanan bimbingan kelompok dengan
sungguh-sungguh
47. Menurut saya materi yang dibahas dalam konseling kelompok
disesuaikan dengan permasalahan yang dipilih siswa dalam
kelompok
48. Bagi saya konseling kelompok tidak membantu menyelesaikan
masalah yang sedang dihadapi
49. Konseling kelompok dilakukan diruang khusus agar lebih
kondusif dan terjaga rahasianya
50. Saya senang mengikuti konseling kelompok karena bisa
membantu teman menyelesaikan masalah
51. Saya merasa nyaman ketika mengikuti konseling kelompok
karena ada janji kerahasian sehingga kerahasiaannya terjaga
52. Konseling kelompok adalah kegiatan yang membosankan dan
membuang waktu
53. Apabila ditunjuk guru BK untuk mengikuti konseling
176
kelompok saya akan berusaha menolak
54. Apabila guru BK mengadakan konseling kelompok dengan
senang hati saya akan mengikuti
55. Saya akan bersedia mengikuti konseling kelompok karena
kegiatannya sangat bermanfaat
56. Bagi saya layanan konseling individu membantu mencapai
kesehatan mental yang positif dan dapat membantu
menyelesaikan masalah yg sedang dialami
57.
Menurut saya konseling individu hanya diberikan bagi siswa
yang mengalami masalah saja
58. Menurut saya layanan konseling individu hanya menangani
masalah berat saja
59. Saya merasa senang jika mengikuti konseling karena masalah
saya dapat teratasi
60. Saya tidak akan menceritakan masalah saya kepada guru BK
karena guru bk saya galak
61. Jika tidak bisa menyelesaikan masalah saya akan mendatangi
guru BK
62. Saya takut kalau masalah saya diketahui orang lain setelah
mengikuti konseling individu
63. Saya terpaksa megikuti konseling individu karena dipaksa oleh
guru BK
64 Saya tidak suka jika masalah saya dicampuri oleh siapapun
termasuk guru BK
65. Menurut saya layanan mediasi membantu menyelesaian
masalah dan memperbaiki hubungan antara beberapa pihak
yang bermasalah dengan dibantu guru BK sebagai mediator
66. Bagi saya layanan mediasi hanya akan menambah masalah
antara beberapa pihak
67. Saya akan menolak ketika guru BK saya menyelesaikan
masalah saya dengan layanan mediasi
68. Saya kurang suka apabila guru BK menjadi mediator dalam
permasalahan
69. Saya senang ketika layanan mediasi diberikan kepada saya
ketika mempunyai masalah dengan pihak lain sehingga
memerlukan bantuan dari guru BK
70. Saya tidak akan mau mengikuti layanan mediasi karena saya
tidak bersedia masalah saya dicampuri oleh pihak lain
71. Saya bersedia mengikuti layanan mediasi ketika saya
177
mempunyai masalah dengan pihak lain
72. Jika ditunjuk guru BK untuk mengikuti layanan mediasi saya
akan mengikutinya dengan sungguh-sungguh
73. Saya takut apabila saya disuruh guru bk mengikuti layanan
mediasi
74. Menurut saya layanan konsultasi merupakan proses penyediaan
bantuan untuk orang tua siswa, guru atau guru bk lainnya dalam
memperbaiki masalah siswa
75. Layanan konsultasi ditujukan bukan hanya untuk siswa saja
tetapi bisa ditujukan untuk orang tua yang ingin berkonsultasi
terkait permasalahan siswa di sekolah
76. Layanan konsultasi di selenggarakan bukan untuk orang tua
siswa, guru atau guru bk lainnya dalam memperbaiki masalah
siswa
77. Saya senang apabila bisa melakukan layanan konsultasi kepada
guru BK terkait masalah yang saya hadapi
78. Saya tidak nyaman apabila berkonsultasi kepada guru BK
79. Apabila masalah saya harus diselesaikan dengan layanan
konsultasi maka saya akan bersedia dengan senang hati
mengikutinya
80. Saya tidak mau mengikuti layanan konsultasi dengan guru BK
karena guru bk saya galak
81. Apabila permaslahan saya di selesaikan dengan konsultasi
kepada guru BK saya merasa nyaman
82. Saya tidak akan menemui guru BK apabila masalah saya di
selesikan melalui layanan konsultasi
83. Bagi saya penyebaran angket yang dilakukan guru bk tidak
bermanfaat karena hanya menyita waktu saya
84. Menurut saya apabila guru bk menyebarkan angket semata-
mata untuk mengumpulkan data terkait dengan data diri saya
85. Saya merasa senang ketika bisa membantu guru bk dengan
mengisikan angket yang diberikan
86. Saya akan menjawab/ mengisi angket yang diberi guru BK
dengan asal-asalan
87. Saya tidak suka ketika guru BK memberikan angket untuk diisi
karena menurut saya hanya membuang-buang waktu saja
88. Saya akan mengisi angket yang diberikan guru BK dengan
jawaban yang sesungguhnya
89. Menurut saya angket yang di sebarkan oleh guru BK tidak ada
178
manfaatnya
90. Saya merasa senang karena dilibatkan guru BK dalam
pengisian angket
91. Saya memiliki buku data pribadi yang dipegang guru BK yang
didapat dari hasil himpunan data yang dikumpulkan guru bk
92. Menurut saya pada saat guru BK menghimpun data terkait data
pribadi tidak ada manfaatnya
93. Bagi saya guru BK menghimpun segala data dan keterangan
yang relevan dengan keperluan pengembangan siswa
94. Saya tidak suka apabila guru BK saya mempunyai data-data
pribadi tentang saya
95. Saya merasa takut data pribadi tentang saya di salahgunakan
oleh guru BK saya
96. Saya merasa senang apabila guru BK saya mempunyai data
pribadi tentang saya karena saya yakin itu untuk kepentingan
sekolah
97. Saya akan bersedia apabila diminta guru BK untuk
menghimpun data dan keterangan tentang data diri siswa
98. Saya keberatan apabila diminta guru bk untuk menghimpun
data dan keterangan tentang data diri siswa
99. Saya akan menghindar apabila diminta guru BK untuk
menghimpun data dan keterangan tentang data diri saya
100. Pengalihan kasus membahas permasalahan yang dialami oleh
siswa dalam suatu forum pertemuan yang dihadiri oleh berbagai
pihak, dimana pihak ini diharapkan dapat memberikan bahan
keterangan dan komitmen untuk terentaskannya masalah siswa
101. Pengalihan kasus dilakukan melibatkan wali kelas, guru, ortu
guna membantu pemecahan masalah
102. Menurut saya guru BK tidak perlu memanggil orangtua murid
ketika siswa mengalami permasalahan
103. Saya merasa takut ketika orangtua saya dipanggil untuk
memenuhi panggilan guru BK
104. Saya bersedia jika permasalahan saya dibahas dalam suatu
pertemuan yang dihadiri oleh beberapa pihak (orangtua, teman,
guru) yang dapat memberikan keterangan
105. Saya senang ketika orangtua saya dipanggil karena saya merasa
ada pihak lain yang akan membantu menyelesaikan masalah
106. Saya akan menghindar jika permasalahan saya dibahas dalam
suatu pertemuan yang dihadiri oleh beberapa pihak (orangtua,
179
teman, guru) yang dapat memberikan keterangan
107. Saya merasa tidak takut ketika orangtua saya dipanggil karena
saya merasa ada pihak lain yang akan membantu
menyelesaikan masalah
108. Saya akan mengikuti dengan sungguh-sungguh jika
permasalahan saya dibahas dalam suatu pertemuan yang
dihadiri oleh pihak-pihak terkait misalnya guru, orangtua,
teman yang dapat memberikan keterangan
109. Menurut saya guru bk melaksanakan kunjungan rumah untuk
memperoleh data tentang kondisi rumah dan orangtua
110. Masalah pribadi keluarga menjadi alasan guru bk melakukan
kunjungan rumah
111. Saya merasa takut apabila guru bk saya berkunjung ke rumah
untuk menanyakan sesuatu hal kepada keluarga saya
112. Saya akan bersedia menemui guru bk saya apabila berkunjung
kerumah
113. Saya senang ketika guru bk saya berkunjung kerumah karena
tandanya guru bk saya peduli dengan masalah saya
114. Saya akan bersembunyi apabila guru BK saya berkunjung
kerumah
115. Menurut saya guru BK melakukan kunjungan rumah untuk
memperoleh keterangan dan membangun hubungan yang baik
dari pihak keluarga
116. Saya tidak mau menemui guru BK saya ketika melakukan
kunjungan rumah
117. Saya merasa malu ketika guru BK melakukan kunjungan ke
rumah saya
118. Menurut saya pengalihan kasus dilakukan karena guru bk
menemukan permasalahan siswa diluar kemampuan atau
kewenangan guru bk
119. Guru BK tidak mau menangani masalah yang berat
120. Saya bersedia apabila masalah saya di alihkan ke orang lain
yang tepat sesuai dengan keahliannya karena saya yakin demi
terselesaikannya masalah saya
121. Saya takut apabila permasalahan saya dialihkan ke pihak lain
yg lebih berkompeten
122. Saya merasa lebih nyaman apabila masalah saya dialihkan ke
pihak yang tepat sesuai dengan keahliannya
123. Saya tidak mau apabila masalah saya di alihkan ke orang lain
180
walaupun orang lain itu yang mampu menangani masalah saya
124. Menurut saya pengalihan kasus dilakukan karena guru bk
menghindari permasalahan siswa saja
125. Saya merasa senang apabila masalah saya dialihkan ke pihak
yang tepat sesuai dengan keahliannya
126. Saya akan mengikuti dengan sungguh-sungguh apabila masalah
saya dialihkan ke pihak yang tepat
181
RELIABILITAS PERSEPSI
Case Processing Summary
N %
Cases
Valid 28 100,0
Excludeda 0 ,0
Total 28 100,0
a. Listwise deletion based on all variables in the
procedure.
Reliability Statistics
Cronbach's Alpha N of Items
,956 84
Item-Total Statistics
Scale Mean if Item
Deleted
Scale Variance if
Item Deleted
Corrected Item-
Total Correlation
Cronbach's Alpha
if Item Deleted
ITEM_1 272,36 1697,868 ,673 ,955
ITEM_2 272,86 1703,534 ,570 ,956
ITEM_3 272,32 1703,041 ,557 ,956
ITEM_4 272,46 1705,147 ,591 ,956
ITEM_5 272,68 1690,300 ,689 ,955
ITEM_6 272,82 1698,597 ,541 ,956
ITEM_7 272,57 1689,143 ,595 ,955
ITEM_8 273,46 1749,443 -,102 ,957
ITEM_9 272,36 1683,053 ,810 ,955
ITEM_10 273,29 1711,545 ,432 ,956
ITEM_11 273,18 1694,300 ,482 ,956
ITEM_12 273,57 1707,884 ,396 ,956
ITEM_13 274,18 1719,782 ,298 ,956
ITEM_14 273,39 1700,025 ,391 ,956
ITEM_15 273,07 1689,402 ,703 ,955
ITEM_16 273,32 1701,115 ,510 ,956
ITEM_17 273,29 1718,582 ,318 ,956
ITEM_18 274,04 1700,999 ,550 ,956
ITEM_19 273,75 1707,157 ,447 ,956
ITEM_20 272,64 1692,757 ,705 ,955
ITEM_21 273,71 1698,212 ,492 ,956
ITEM_22 273,46 1736,925 ,071 ,957
ITEM_23 272,64 1691,720 ,655 ,955
ITEM_24 274,04 1695,962 ,480 ,956
ITEM_25 273,32 1683,411 ,732 ,955
ITEM_26 274,18 1719,782 ,298 ,956
ITEM_27 272,86 1694,497 ,544 ,956
ITEM_28 272,71 1677,545 ,665 ,955
ITEM_29 274,14 1730,053 ,172 ,957
ITEM_30 273,86 1678,423 ,587 ,955
ITEM_31 274,00 1739,037 ,058 ,957
ITEM_32 273,25 1680,565 ,610 ,955
ITEM_33 273,32 1684,967 ,486 ,956
182
ITEM_34 273,61 1691,433 ,463 ,956
ITEM_35 273,64 1678,683 ,670 ,955
ITEM_36 272,79 1707,138 ,482 ,956
ITEM_37 274,21 1680,989 ,589 ,955
Item-Total Statistics
Scale Mean if Item
Deleted
Scale Variance if
Item Deleted
Corrected Item-
Total Correlation
Cronbach's Alpha
if Item Deleted
ITEM_38 273,04 1682,480 ,623 ,955
ITEM_39 272,68 1691,041 ,530 ,956
ITEM_40 272,50 1688,630 ,626 ,955
ITEM_41 273,43 1737,735 ,072 ,957
ITEM_42 273,93 1732,143 ,127 ,957
ITEM_43 273,71 1664,508 ,620 ,955
ITEM_44 273,50 1695,296 ,469 ,956
ITEM_45 273,46 1749,443 -,102 ,957
ITEM_46 273,11 1724,396 ,227 ,956
ITEM_47 272,96 1709,591 ,520 ,956
ITEM_48 274,00 1700,741 ,431 ,956
ITEM_49 272,39 1719,433 ,287 ,956
ITEM_50 272,68 1706,448 ,392 ,956
ITEM_51 272,71 1698,656 ,504 ,956
ITEM_52 273,54 1737,888 ,061 ,957
ITEM_53 272,50 1688,037 ,612 ,955
ITEM_54 273,57 1695,217 ,526 ,956
ITEM_55 273,21 1676,915 ,575 ,955
ITEM_56 273,96 1692,110 ,525 ,956
ITEM_57 274,46 1697,739 ,418 ,956
ITEM_58 273,93 1719,550 ,296 ,956
ITEM_59 273,07 1687,772 ,621 ,955
ITEM_60 273,82 1748,819 -,074 ,957
ITEM_61 273,50 1688,111 ,542 ,956
ITEM_62 274,14 1720,423 ,289 ,956
ITEM_63 273,57 1670,995 ,664 ,955
ITEM_64 274,36 1701,868 ,401 ,956
ITEM_65 274,04 1701,665 ,408 ,956
ITEM_66 272,68 1683,782 ,744 ,955
ITEM_67 272,75 1686,713 ,548 ,956
ITEM_68 274,07 1737,550 ,066 ,957
ITEM_69 273,29 1690,508 ,475 ,956
ITEM_70 273,61 1698,544 ,416 ,956
ITEM_71 274,11 1733,729 ,122 ,957
ITEM_72 273,18 1688,745 ,589 ,955
ITEM_73 274,11 1718,766 ,327 ,956
ITEM_74 273,39 1679,729 ,536 ,956
Item-Total Statistics
Scale Mean if Item
Deleted
Scale Variance if
Item Deleted
Corrected Item-
Total Correlation
Cronbach's Alpha
if Item Deleted
ITEM_75 274,00 1688,815 ,451 ,956
ITEM_76 272,75 1692,713 ,547 ,956
ITEM_77 272,79 1697,582 ,540 ,956
ITEM_78 273,93 1741,180 ,011 ,957
183
ITEM_79 274,04 1767,147 -,319 ,958
ITEM_80 273,50 1688,333 ,490 ,956
ITEM_81 273,61 1695,803 ,480 ,956
ITEM_82 273,29 1718,582 ,318 ,956
ITEM_83 272,36 1689,868 ,794 ,955
ITEM_84 272,79 1697,878 ,610 ,955
184
RELIABILITAS SIKAP
Case Processing Summary
N %
Cases
Valid 28 100,0
Excludeda 0 ,0
Total 28 100,0
a. Listwise deletion based on all variables in the
procedure.
Reliability Statistics
Cronbach's Alpha N of Items
,975 126
Item-Total Statistics
Scale Mean if Item
Deleted
Scale Variance if
Item Deleted
Corrected Item-
Total Correlation
Cronbach's Alpha
if Item Deleted
VAR00001 415,25 4108,713 ,489 ,974
VAR00002 415,43 4083,439 ,582 ,974
VAR00003 415,00 4062,963 ,793 ,974
VAR00004 415,86 4101,312 ,495 ,974
VAR00005 415,32 4084,448 ,601 ,974
VAR00006 415,43 4082,254 ,645 ,974
VAR00007 416,57 4133,735 ,174 ,975
VAR00008 414,93 4095,624 ,554 ,974
VAR00009 415,11 4076,544 ,622 ,974
VAR00010 416,64 4088,164 ,585 ,974
VAR00011 416,36 4092,090 ,528 ,974
VAR00012 415,25 4076,713 ,729 ,974
VAR00013 416,32 4090,597 ,474 ,974
VAR00014 415,25 4076,935 ,663 ,974
VAR00015 416,64 4079,201 ,517 ,974
VAR00016 415,93 4063,772 ,741 ,974
VAR00017 416,43 4133,513 ,163 ,975
VAR00018 416,57 4141,365 ,097 ,975
VAR00019 415,14 4107,164 ,495 ,974
VAR00020 415,29 4082,804 ,627 ,974
VAR00021 416,07 4151,624 ,042 ,975
VAR00022 416,21 4065,582 ,537 ,974
VAR00023 416,25 4052,120 ,708 ,974
VAR00024 415,43 4102,624 ,491 ,974
VAR00025 416,82 4068,226 ,546 ,974
VAR00026 415,86 4134,497 ,180 ,975
VAR00027 415,61 4107,210 ,498 ,974
VAR00028 416,61 4092,321 ,430 ,974
VAR00029 415,07 4133,106 ,186 ,975
VAR00030 416,96 4087,147 ,445 ,974
VAR00031 416,64 4090,905 ,426 ,974
VAR00032 415,82 4055,189 ,575 ,974
VAR00033 416,57 4085,291 ,480 ,974
185
VAR00034 417,07 4083,772 ,442 ,974
VAR00035 415,79 4069,360 ,617 ,974
VAR00036 416,50 4125,074 ,266 ,975
VAR00037 414,96 4075,813 ,784 ,974
Item-Total Statistics
Scale Mean if Item
Deleted
Scale Variance if
Item Deleted
Corrected Item-
Total Correlation
Cronbach's Alpha
if Item Deleted
VAR00038 415,39 4081,655 ,660 ,974
VAR00039 415,96 4134,184 ,172 ,975
VAR00040 416,00 4057,481 ,549 ,974
VAR00041 416,61 4073,581 ,452 ,974
VAR00042 415,36 4076,905 ,566 ,974
VAR00043 415,39 4086,470 ,544 ,974
VAR00044 416,18 4078,819 ,559 ,974
VAR00045 415,82 4055,189 ,575 ,974
VAR00046 416,57 4085,291 ,480 ,974
VAR00047 415,89 4155,729 ,009 ,975
VAR00048 415,89 4084,321 ,427 ,974
VAR00049 416,21 4081,286 ,464 ,974
VAR00050 415,68 4071,115 ,626 ,974
VAR00051 416,11 4144,840 ,099 ,975
VAR00052 416,18 4042,300 ,686 ,974
VAR00053 416,96 4087,147 ,445 ,974
VAR00054 416,64 4090,905 ,426 ,974
VAR00055 415,29 4065,841 ,741 ,974
VAR00056 415,36 4071,794 ,538 ,974
VAR00057 416,61 4092,321 ,430 ,974
VAR00058 416,61 4127,729 ,237 ,975
VAR00059 416,07 4104,291 ,433 ,974
VAR00060 416,64 4088,164 ,585 ,974
VAR00061 416,36 4092,090 ,528 ,974
VAR00062 415,25 4076,713 ,729 ,974
VAR00063 416,32 4090,597 ,474 ,974
VAR00064 416,71 4146,878 ,064 ,975
VAR00065 414,93 4095,624 ,554 ,974
VAR00066 415,07 4099,032 ,586 ,974
VAR00067 415,29 4078,286 ,666 ,974
VAR00068 415,43 4083,439 ,582 ,974
VAR00069 416,64 4140,979 ,128 ,975
VAR00070 416,68 4153,856 ,023 ,975
VAR00071 415,25 4076,935 ,663 ,974
VAR00072 416,64 4079,201 ,517 ,974
VAR00073 415,93 4063,772 ,741 ,974
VAR00074 415,29 4078,360 ,521 ,974
Item-Total Statistics
Scale Mean if Item
Deleted
Scale Variance if
Item Deleted
Corrected Item-
Total Correlation
Cronbach's Alpha
if Item Deleted
VAR00075 416,54 4148,184 ,071 ,975
VAR00076 416,21 4065,582 ,537 ,974
VAR00077 416,25 4052,120 ,708 ,974
VAR00078 415,39 4099,284 ,504 ,974
186
VAR00079 416,82 4068,226 ,546 ,974
VAR00080 416,11 4085,358 ,458 ,974
VAR00081 415,29 4078,360 ,521 ,974
VAR00082 415,11 4070,247 ,648 ,974
VAR00083 416,54 4143,813 ,107 ,975
VAR00084 416,61 4073,581 ,452 ,974
VAR00085 415,32 4077,115 ,572 ,974
VAR00086 416,64 4088,164 ,585 ,974
VAR00087 416,36 4092,090 ,528 ,974
VAR00088 415,29 4080,063 ,718 ,974
VAR00089 416,32 4090,597 ,474 ,974
VAR00090 415,43 4137,587 ,145 ,975
VAR00091 416,11 4085,358 ,458 ,974
VAR00092 415,11 4094,321 ,648 ,974
VAR00093 416,43 4127,143 ,268 ,975
VAR00094 415,36 4076,905 ,566 ,974
VAR00095 415,46 4089,665 ,631 ,974
VAR00096 414,93 4095,624 ,554 ,974
VAR00097 415,07 4099,032 ,586 ,974
VAR00098 415,29 4078,286 ,666 ,974
VAR00099 415,93 4141,847 ,112 ,975
VAR00100 415,82 4127,115 ,251 ,975
VAR00101 415,11 4094,321 ,648 ,974
VAR00102 415,14 4107,164 ,495 ,974
VAR00103 416,11 4085,358 ,458 ,974
VAR00104 416,43 4134,402 ,169 ,975
VAR00105 414,96 4065,221 ,801 ,974
VAR00106 415,89 4102,766 ,485 ,974
VAR00107 415,79 4085,212 ,462 ,974
VAR00108 416,18 4097,930 ,435 ,974
VAR00109 416,39 4126,914 ,229 ,975
VAR00110 416,64 4090,905 ,426 ,974
VAR00111 415,79 4069,360 ,617 ,974
Item-Total Statistics
Scale Mean if Item
Deleted
Scale Variance if
Item Deleted
Corrected Item-
Total Correlation
Cronbach's Alpha
if Item Deleted
VAR00112 416,18 4042,300 ,686 ,974
VAR00113 416,96 4087,147 ,445 ,974
VAR00114 415,39 4081,433 ,633 ,974
VAR00115 415,29 4065,841 ,741 ,974
VAR00116 415,36 4071,794 ,538 ,974
VAR00117 415,96 4134,184 ,172 ,975
VAR00118 415,36 4076,905 ,566 ,974
VAR00119 416,68 4131,560 ,213 ,975
VAR00120 416,25 4052,120 ,708 ,974
VAR00121 415,39 4099,284 ,504 ,974
VAR00122 416,54 4131,073 ,204 ,975
VAR00123 416,64 4088,164 ,585 ,974
VAR00124 416,36 4092,090 ,528 ,974
VAR00125 415,25 4076,713 ,729 ,974
VAR00126 416,32 4090,597 ,474 ,974
187
INSTRUMEN PENELITIAN
SKALA PERSEPSI SISWA TENTANG KOMPETENSI KEPRIBADIAN
KONSELOR
1. Pengantar
Dengan hormat, saya meminta Anda untuk mengisi pernyataan di bawah
ini. Hasil pengisian ini sama sekali tidak berpengaruh terhadap nilai pelajaran.
Jadi diharapkan Anda dapat mengisi dengan jujur dan bersungguh-sungguh.
Segala sesuatu yang berkaitan dengan informasi yang Anda berikan akan saya
jaga kerahasiaannya dan hanya untuk kepentingan penelitian. Atas bantuan dan
partisipasi Anda, saya ucapkan terima kasih.
2. Petunjuk Pengisian
a) Isilah identitas diri anda pada lembar jawab yang telah di sediakan
b) Pilihkan salah satu jawaban sesuai dengan keadaan diri Anda dengan
memberikan tanda silang (√) pada lembar jawab yang telah tersedia.
Adapun pilihan jawabannya adalah sebagai berikut:
SS : jika pernyataan tersebut Sangat Sesuai Guru BK lakukan
S : jika pernyataan tersebut Sesuai Guru BK lakukan
KS : jika pernyataan tersebut Kurang Sesuai Guru BK lakukan
TS : jika pernyataan tersebut Tidak Sesuai Guru BK lakukan
STS : jika pernyataan tersebut Sangat Tidak Sesuai Guru BK lakukan
c) Isilah sesuai dengan keadaan diri anda
d) Di mohon lembar soal tidak di kotori
3. Contoh
Pilihlah jawaban pada lembar jawab:
No Pernyataan Pilihan Jawaban
SS S KS TS STS
1 Guru BK mengawali dan mengakhiri kegiatan di kelas dengan
berdoa
√
Keterangan:
Pada contoh diatas memberi keterangan bahwa pada pernyataan tersebut sangat
sesuai yang guru BK lakukan yaitu mengawali dan mengakhiri kegiatan di kelas
dengan berdo’a
188
No Pernyataan Pilihan Jawaban
SS S KS TS STS
1. Guru BK mengawali dan mengakhiri kegiatan di kelas
dengan berdoa
2. Guru BK mengawali dan mengakhiri kegiatan tanpa
mengucapkan salam
3. Guru BK tidak bersedia membantu siswa lawan jenis karena
alasan bukan muhrim
4. Guru BK membantu siswa dengan niat tulus ikhlas
5. Guru BK bersikap dan berperilaku sesuai dengan norma
agama dalam pemberian layanan
6. Guru BK memilih siswa untuk menjadi anggota dalam
kegiatan layanan BK yang bersifat kelompok tanpa
membeda-bedakan agama
7. Guru BK mendahulukan siswa yang seagama dalam
membantu mengatasi/ manangani masalah
8. Guru BK hanya membantu siswa yang seagama saja
9. Guru BK membantu menyelesaikan masalah siswa dengan
meminta imbalan
10. Guru BK bertanggungjawab dalam membantu siswa
menyelesaikan masalahnya.
11. Guru BK bersikap sopan dalam memberikan layanan BK
12. Guru BK menganggap siswa yang datang ke ruang BK
adalah siswa yang tidak mampu menyelesaikan masalahnya
13. Guru BK memandang positif siswa, meskipun siswa dalam
kondisi tertekan
14. Guru BK meyakini bahwa semua siswa adalah individu yang
baik
15. Guru BK menyimpulkan sesuatu yang mencurigakan tanpa
mendengar penjelasan dari siswa
16. Guru BK menunjukkan sikap menerima pada siswa yang
bermasalah
17. Guru BK memahami bahwa kebutuhan siswa berbeda-beda
189
18. Guru BK memandang siswa yang menemuinya adalah siswa
yang memiliki masalah
19. Guru BK tidak pernah menyemangati siswa dalam
menyelesaikan masalahnya
20. Guru BK melaksanakan/ melakukan konseling individu di
tempat umum bukan di ruang konseling
21. Guru BK memanggil siswa yang bermasalah untuk
melakukan konseling individu
22. Guru BK memberikan layanan hanya kepada siswa yang
datang ke ruang BK saja
23. Guru BK tidak bertanya apapun kepada siswa yang datang
ke ruang BK untuk menceritakan masalahnya
24. Guru BK menjaga kepercayaan siswa dengan tidak
menceritakan masalahnya kepada pihak lain
25. Guru BK tidak memberikan kesempatan kepada siswa yang
membutuhkan bantuan
26. Guru BK tidak memberikan kebebasan kepada siswa untuk
menyampaikan masalahnya
27. Guru BK membantu siswa hanya pada masalah tertentu saja
yang dirasa mudah
28. Guru BK menunjukkan sikap marah kepada siswa yang
bermasalah
29. Guru BK bersedia membantu siswa menyelesaikan
masalahnya sampai tuntas
30. Guru BK lebih mengutamakan siswa untuk membantu dari
pada menyelesaikan pekerjaan lain
31. Guru BK menyerahkan sepenuhnya pengambilan keputusan
kepada siswa
32. Guru BK memanggil siswa yang dianggap memiliki masalah
untuk datang keruang BK
33. Guru BK memberikan kebebasan kepada siswa kapan waktu
untuk pelayanan BK
34. Guru BK ramah kepada siswa pada saat di kelas maupun
saat berpapasan dengan siswa
35. Guru BK sabar dalam membantu siswa mengembangkan
bakat yang dimiliki siswa
36. Guru BK menyediakan waktu luang untuk siswa yang ingin
206
190
mendapatkan bantuan layanan BK
37. Guru BK jarang tersenyum apabila menerima kehadiran
siswa yang ingin mendapat layanan BK
38. Guru BK membentak siswa pada saat menyelesiakan
masalah di ruang BK
39. Guru BK bersikap marah kepada siswa tanpa alasan yang
jelas
40. Guru BK mendengarkan cerita siswa sampai selesai tanpa
memotong pembicaraan siswa
41. Guru BK marah kepada siswa yang melanggar tata tertib
sekolah berulang kali
42. Guru BK membantu masalah siswa sesuai dengan tingkatan
perkembangan siswa
43. Guru BK berusaha memahami perasaan siswa yang memiliki
masalah
44. Guru BK menertawakan masalah siswa karena menganggap
yang diceritakan adalah masalah sepele
45. Guru BK ikut menceritakan masalah pribadinya kepada
siswa ketika mempunyai masalah yang sama
46. Guru BK memaklumi sikap siswa yang mudah menangis
47. Guru BK tidak peduli terhadap perilaku siswa yang sedang
mengalami masalah
48. Guru BK menciptakan suasana yang menyenangkan saat
pemberian layanan di kelas sehingga siswa tidak merasa
tertekan
49. Guru BK membiarkan siswa untuk mencari solusi sendiri
tanpa berusaha mencoba membantu mencari solusinya
50. Guru BK tidak menyampaikan solusi masalah secara
langsung kepada siswa karena takut memberikan solusi yang
salah
51. Guru BK membantu siswa menyelesaikan masalah tanpa
melibatkan pihak lain
52. Guru BK melimpahkan masalah siswa kepada guru BK lain
53. Guru BK memberikan layanan hingga terselesaikannya
masalah siswa
54. Guru BK melaksanakan kegiatan dengan tepat waktu sesuai
207
191
dengan kesepakatan
55. Guru BK masuk memberikan layanan bk dikelas tidak sesuai
denga jadwal pelayanan BK
56. Guru BK menyelipkan humor dalam memberikan layanan
agar siswa tidak tegang
57. Guru BK selalu cemberut dan galak pada siswa dengan
alasan menjaga wibawa dihadapan siswa
58. Guru BK berpakaian rapi sesuai dengan kondisi atau
lingkungan sekitar
59. Guru BK memakai pakaian yang tidak sopan
60. Guru BK berbicara dengan sopan tanpa menyinggung
perasaan siswa
61. Guru BK menggunakan bahasa sehari-hari dalam
memberikan layanan BK sehingga mudah dipahami siswa
62. Guru BK memotong pembicaraan siswa saat menceritakan
masalahnya
63. Guru BK terlalu bertele-tele saat menyampaikan materi
layanan
208
192
INSTRUMEN PENELITIAN
SKALA SIKAP SISWA TERHADAP PELAYANAN BK
1. Pengantar
Dengan hormat, saya meminta Anda untuk mengisi pernyataan di bawah
ini. Hasil pengisian ini sama sekali tidak berpengaruh terhadap nilai pelajaran.
Jadi diharapkan Anda dapat mengisi dengan jujur dan bersungguh-sungguh.
Segala sesuatu yang berkaitan dengan informasi yang Anda berikan akan saya
jaga kerahasiaannya dan hanya untuk kepentingan penelitian. Atas bantuan dan
partisipasi Anda, saya ucapkan terima kasih.
2. Petunjuk Pengisian
a) Isilah identitas diri anda pada lembar jawab yang telah di sediakan
b) Pilihkan salah satu jawaban sesuai dengan keadaan diri Anda dengan
memberikan tanda silang (√) pada lembar jawab yang telah tersedia. Adapun
pilihan jawabannya adalah sebagai berikut:
SS : jika pernyataan tersebut Sangat Sesuai dengan keadaan kalian
S : jika pernyataan tersebut Sesuai dengan keadaan kalian
KS : jika pernyataan tersebut Kurang Sesuai dengan keadaan kalian
TS : jika pernyataan tersebut Tidak Sesuai dengan keadaan kalian
STS : jika pernyataan tersebut Sangat Tidak Sesuai dengan keadaan
kalian
c) Isilah sesuai dengan keadaan diri anda
d) Di mohon lembar soal tidak di kotori
3. Contoh
Pilihlah jawaban pada lembar jawab:
No Pernyataan Pilihan Jawaban
SS S KS TS STS
1 Menurut saya layanan orientasi membantu saya untuk
menyesuaikan diri atau beradaptasi pada lingkungan yang baru
√
SELAMAT MENGERJAKAN
193
No Pernyataan Pilihan Jawaban
SS S KS TS STS
1. Menurut saya layanan orientasi membantu saya untuk
menyesuaikan diri atau beradaptasi pada lingkungan yang baru
2. Saya tidak menyukai layanan orientasi karena materi yang
disampaikan tidak menarik/membosankan
3. Layanan orientasi hanya ditujukan untuk siswa yang tidak bisa
menyesuaikan diri saja
4. Saya merasa senang karena dapat mengenal lingkungan baru
setelah mengikuti layanan orientasi
5. Menurut saya layanan orientasi membantu saya mengenal
tentang keadaan fisik sekolah maupun tata tertib sekolah
6. Saya merasa senang mengikuti layanan orientasi karena saya
mendapatkan banyak manfaat
7. Saya akan berpura-pura mendengarkan guru BK saat
memberikan layanan orientasi
8. Saya akan ikut berperan aktif (bertanya) ketika guru bk
memberikan layanan orientasi
9. Bagi saya tujuan layanan informasi adalah untuk membekali
saya dengan berbagai pengetahuan dan pemahaman tentang
berbagai hal yang berguna bagi diri saya
10. Saya akan pura-pura mendengarkan guru BK saat
menyampaikan materi layanan informasi
11. Saya merasa bosan dengan materi yang disampaikan guru BK
dalam layanan informasi
12. Layanan informasi hanya memberikan sesuatu yang tidak
penting kepada saya
13. Saya menyukai apa yang disampaikan guru BK dalam layanan
informasi karena materinya membuat saya tahu tentang banyak
hal
14. Saya merasa senang mengikuti layanan informasi karena
banyak pengetahuan yang bisa saya dapatkan
15. Saya akan mendengarkan guru bk ketika sedang
menyelenggarakan layanan informasi
16. Sepengetahuan saya layanan penguasaan konten bertujuan
untuk mengembangkan sikap dan kebiasaan belajar yang baik
17. Menurut saya layanan penguasaan konten tidak membuat siswa
menjadi terampil dan mengembangkan kebiasaan belajar
18. Saya akan mengikuti dan mempraktekan dengan baik apa yang
194
disampaikan guru BK dalam layanan penguasaan konten
19. Saya merasa senang mengikuti layanan penguasaan konten
karena membuat saya bisa menata diri dan kebiasaan saya
menjadi lebih baik
20. Saya tidak suka dengan layanan penguasaan konten karena
tidak bermanfaat bagi saya
21. Saya tidak akan mengikuti apa yang diperintahkan guru bk
dalam layanan penguasaan konten karena tidak ada manfaatnya
22. Menurut saya layanan penguasaan konten mengajarkan suatu
hal yang bermanfaat bagi saya
23. Menurut saya layanan penempatan dan penyaluran membuat
saya menjadi tahu apa bakat dan minat saya sehingga saya bisa
memilih ekstrakurikuler dengan tepat
24. Layanan penempatan dan penyaluran yang dilakukan guru bk
tidak berdasarkan bakat dan minat saya
25. Saya tidak menyukai layanan penempatan dan penyaluran
karena yang dilakukan guru BK tidak menyesuaikan bakat
minat saya
26. Saya merasa senang mengikuti layanan penempatan dan
penyaluran karena saya dapat mengetahui posisi dan pilihan
yang tepat sesuai dengan bakat minat saya
27. Saya akan ikut bertanya ketika guru BK memberikan layanan
penempatan dan penyaluran
28. Saya mengikuti layanan penempatan dan penyaluran dengan
sungguh-sungguh
29. Saya mengobrol ketika guru BK menyelenggarakan layanan
penempatan dan penyaluran
30. Bimbingan kelompok merupakan layanan yang membahas
bersama-sama suatu topik tertentu di dalam kelompok
31. Bimbingan kelompok bermanfaat melatih kita untuk berani
mengungkapkan pendapat di dalam kelompok
32. Saya menyukai layanan bimbingan kelompok karena disamping
membahas topik tetapi juga ada permainan didalamnya
sehingga menyenangkan
33. Saya merasa bosan ketika mengikuti layanan bimbingan
kelompok
34. Bagi saya layanan bimbingan kelompok hanya ada permainan
saja didalamnya tidak membahas suatu topik
35. Saya tidak suka dengan layanan bimbingan kelompok karena
195
tidak bermanfaat bagi saya
36. Saya akan bersedia mengikuti dengan sukarela apabila guru BK
menyelenggarakan bimbingan kelompok
37. Saya akan menolak ketika guru BK menunjuk saya mengikuti
layanan bimbingan kelompok
38. Saya akan mengikuti layanan bimbingan kelompok dengan
sungguh-sungguh
39. Bagi saya konseling kelompok tidak membantu menyelesaikan
masalah yang sedang dihadapi
40. Konseling kelompok dilakukan diruang khusus agar lebih
kondusif dan terjaga rahasianya
41. Saya senang mengikuti konseling kelompok karena bisa
membantu teman menyelesaikan masalah
42. Konseling kelompok adalah kegiatan yang membosankan dan
membuang waktu
43. Apabila ditunjuk guru BK untuk mengikuti konseling
kelompok saya akan berusaha menolak
44. Apabila guru BK mengadakan konseling kelompok dengan
senang hati saya akan mengikuti
45. Saya akan bersedia mengikuti konseling kelompok karena
kegiatannya sangat bermanfaat
46. Bagi saya layanan konseling individu membantu mencapai
kesehatan mental yang positif dan dapat membantu
menyelesaikan masalah yg sedang dialami
47.
Menurut saya konseling individu hanya diberikan bagi siswa
yang mengalami masalah saja
48. Saya merasa senang jika mengikuti konseling karena masalah
saya dapat teratasi
49. Saya tidak akan menceritakan masalah saya kepada guru BK
karena guru bk saya galak
50. Jika tidak bisa menyelesaikan masalah saya akan mendatangi
guru BK
51. Saya takut kalau masalah saya diketahui orang lain setelah
mengikuti konseling individu
52. Saya terpaksa megikuti konseling individu karena dipaksa oleh
guru BK
53. Menurut saya layanan mediasi membantu menyelesaian
masalah dan memperbaiki hubungan antara beberapa pihak
yang bermasalah dengan dibantu guru BK sebagai mediator
196
54. Bagi saya layanan mediasi hanya akan menambah masalah
antara beberapa pihak
55. Saya akan menolak ketika guru BK saya menyelesaikan
masalah saya dengan layanan mediasi
56. Saya kurang suka apabila guru BK menjadi mediator dalam
permasalahan
57. Saya bersedia mengikuti layanan mediasi ketika saya
mempunyai masalah dengan pihak lain
58. Jika ditunjuk guru BK untuk mengikuti layanan mediasi saya
akan mengikutinya dengan sungguh-sungguh
59. Saya takut apabila saya disuruh guru bk mengikuti layanan
mediasi
60. Menurut saya layanan konsultasi merupakan proses penyediaan
bantuan untuk orang tua siswa, guru atau guru bk lainnya dalam
memperbaiki masalah siswa
61. Layanan konsultasi di selenggarakan bukan untuk orang tua
siswa, guru atau guru bk lainnya dalam memperbaiki masalah
siswa
62. Saya senang apabila bisa melakukan layanan konsultasi kepada
guru BK terkait masalah yang saya hadapi
63. Saya tidak nyaman apabila berkonsultasi kepada guru BK
64. Apabila masalah saya harus diselesaikan dengan layanan
konsultasi maka saya akan bersedia dengan senang hati
mengikutinya
65. Saya tidak mau mengikuti layanan konsultasi dengan guru BK
karena guru bk saya galak
66. Apabila permaslahan saya di selesaikan dengan konsultasi
kepada guru BK saya merasa nyaman
67. Saya tidak akan menemui guru BK apabila masalah saya di
selesikan melalui layanan konsultasi
68. Menurut saya apabila guru bk menyebarkan angket semata-
mata untuk mengumpulkan data terkait dengan data diri saya
69. Saya merasa senang ketika bisa membantu guru bk dengan
mengisikan angket yang diberikan
70. Saya akan menjawab/ mengisi angket yang diberi guru BK
dengan asal-asalan
71. Saya tidak suka ketika guru BK memberikan angket untuk diisi
karena menurut saya hanya membuang-buang waktu saja
72. Saya akan mengisi angket yang diberikan guru BK dengan
197
jawaban yang sesungguhnya
73. Menurut saya angket yang di sebarkan oleh guru BK tidak ada
manfaatnya
74. Saya memiliki buku data pribadi yang dipegang guru BK yang
didapat dari hasil himpunan data yang dikumpulkan guru bk
75. Menurut saya pada saat guru BK menghimpun data terkait data
pribadi tidak ada manfaatnya
76. Saya tidak suka apabila guru BK saya mempunyai data-data
pribadi tentang saya
77. Saya merasa takut data pribadi tentang saya di salahgunakan
oleh guru BK saya
78. Saya merasa senang apabila guru BK saya mempunyai data
pribadi tentang saya karena saya yakin itu untuk kepentingan
sekolah
79. Saya akan bersedia apabila diminta guru BK untuk
menghimpun data dan keterangan tentang data diri siswa
80. Saya keberatan apabila diminta guru bk untuk menghimpun
data dan keterangan tentang data diri siswa
81. Pengalihan kasus dilakukan melibatkan wali kelas, guru, ortu
guna membantu pemecahan masalah
82. Menurut saya guru BK tidak perlu memanggil orangtua murid
ketika siswa mengalami permasalahan
83. Saya merasa takut ketika orangtua saya dipanggil untuk
memenuhi panggilan guru BK
84. Saya senang ketika orangtua saya dipanggil karena saya merasa
ada pihak lain yang akan membantu menyelesaikan masalah
85. Saya akan menghindar jika permasalahan saya dibahas dalam
suatu pertemuan yang dihadiri oleh beberapa pihak (orangtua,
teman, guru) yang dapat memberikan keterangan
86. Saya merasa tidak takut ketika orangtua saya dipanggil karena
saya merasa ada pihak lain yang akan membantu
menyelesaikan masalah
87. Saya akan mengikuti dengan sungguh-sungguh jika
permasalahan saya dibahas dalam suatu pertemuan yang
dihadiri oleh pihak-pihak terkait misalnya guru, orangtua,
teman yang dapat memberikan keterangan
88. Masalah pribadi keluarga menjadi alasan guru bk melakukan
kunjungan rumah
89. Saya merasa takut apabila guru bk saya berkunjung ke rumah
198
untuk menanyakan sesuatu hal kepada keluarga saya
90. Saya akan bersedia menemui guru bk saya apabila berkunjung
kerumah
91. Saya senang ketika guru bk saya berkunjung kerumah karena
tandanya guru bk saya peduli dengan masalah saya
92. Saya akan bersembunyi apabila guru BK saya berkunjung
kerumah
93. Menurut saya guru BK melakukan kunjungan rumah untuk
memperoleh keterangan dan membangun hubungan yang baik
dari pihak keluarga
94. Saya tidak mau menemui guru BK saya ketika melakukan
kunjungan rumah
95. Menurut saya pengalihan kasus dilakukan karena guru bk
menemukan permasalahan siswa diluar kemampuan atau
kewenangan guru bk
96. Saya bersedia apabila masalah saya di alihkan ke orang lain
yang tepat sesuai dengan keahliannya karena saya yakin demi
terselesaikannya masalah saya
97. Saya takut apabila permasalahan saya dialihkan ke pihak lain
yg lebih berkompeten
98. Saya tidak mau apabila masalah saya di alihkan ke orang lain
walaupun orang lain itu yang mampu menangani masalah saya
99. Menurut saya pengalihan kasus dilakukan karena guru bk
menghindari permasalahan siswa saja
100. Saya merasa senang apabila masalah saya dialihkan ke pihak
yang tepat sesuai dengan keahliannya
101. Saya akan mengikuti dengan sungguh-sungguh apabila masalah
saya dialihkan ke pihak yang tepat
199
UJI NORMALITAS DATA
NPar Tests
Descriptive Statistics
N Mean Std. Deviation Minimum
Persepsi siswa tentang
kompetensi kepribadian
konselor
75 252,11 20,694 196
Sikap siswa terhadap
pelayanan BK
75 388,53 35,775 295
Descriptive Statistics
Maximum
Persepsi siswa tentang kompetensi kepribadian Konselor 293
Sikap siswa terhadap pelayanan BK 464
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Persepsi siswa
tentang kompetensi
kepribadian
Konselor
Sikap siswa
terhadap pelayanan
BK
200
N 75 75
Normal
Parametersa,b
Mean 252,11 388,53
Std.
Deviation 20,694 35,775
Most Extreme
Differences
Absolute ,073 ,076
Positive ,043 ,048
Negative -,073 -,076
Kolmogorov-Smirnov Z ,629 ,661
Asymp. Sig. (2-tailed) ,824 ,774
a. Test distribution is Normal.
b. Calculated from data.
201
HASIL PERHITUNGAN KORELASI
MENGGUNAKAN SPSS
Correlations
Correlations
Persepsi Siswa Tentang
Kompetensi
Kepribadian Konselor
Sikap Siswa
Terhadap
Pelayanan BK
Persepsi
Siswa Tentang
Kompetensi
Kepribadian
Konselor
Pearson
Correlation 1 ,633
**
Sig. (2-tailed) ,000
N 75 75
Sikap Siswa
Terhadap
Pelayanan BK
Pearson
Correlation
,633**
1
Sig. (2-tailed) ,000
N 75 75
**. Correlation is significant at the 0.01 level
(2-tailed).
202
203
204
Top Related