Skripsi
“Hâl dalam Bahasa Arab dan Padanannya dalam Bahasa
Indonesia (Analisis Terhadap Buku Terjemahan Bulûgh al-
Marâm oleh Drs. Muhamad Machfudin Aladip pada Bab
Tahârah) ”
(Logo)
Diajukan oleh:
Nama : Luki Nurdiansyah
Nim : 104024000838
Fak/jur : Adab / Tarjamah
Program Studi Tarjamah
FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
2008
Lampiran 2: Lembar Persetujuan Pembimbing
Hâl dalam bahasa Arab dan Padanannya dalam Bahasa
Indonesia (Analisis Terhadap Buku Terjemahan Bulûgh al-
Marâm oleh Drs. Muhamad Machfudin Aladip pada Bab Tahârah)
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Adab dan Humaniora
untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Sastra (S.S.)
Oleh:
LUKI NURDIANSYAH
NIM: 104024000838
Pembimbing,
AKHMAD SAEHUDIN, M.Ag.
NIP: 150303001
PROGRAM STUDI TARJAMAH
FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1429 H/ 2008 M
lampiran 4: Lembar Pengesahan
PENGESAHAN PANITIA UJIAN
Skripsi berjudul “Hâl dalam Bahasa Arab dan Padanannya
dalam Bahasa Indonesia (Analisis Terhadap Buku
Terjemahan Bulûgh al-Marâm oleh Drs. Muhamad Machfudin
Aladip pada Bab Thahârah)” telah diujikan dalam sidang munaqasyah
Fakultas Adab dan Humaniora UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada 3 Juni
2008. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar
Sarjana Sastra (S.S.) pada Program Studi Tarjamah.
Jakarta, 3 Juni
2008
Sidang Munaqasyah
Ketua Merangkap anggota, Sekretaris Merangkap
Anggota,
Drs. Ikhwan Azizi, M.A Akhmad Syaekhuddin,
M. Ag
NIP: 150262446 NIP: 150303001
Anggota,
Ismakun Ilyas, Lc. M.A Akhmad Syaekhuddin,
M. Ag
NIP: 150274620 NIP: 150303001
Lampiran 1: Lembar Pernyataan (Keaslian Karya)
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strara 1 di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Ciputat, 3 Juni 2008 Luki Nurdiansyah NIM: 104024000838
Lampiran 2: Lembar Persetujuan Pembimbing
Hal dalam bahasa Arab dan Padanan Maknanya dalam
Bahasa Indonesia (Analisis Terhadap Buku Terjemahan
Bulûgh al-Maram pada Bab Thahârah) ”)
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Adab dan Humaniora
untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Sastra (S.S.)
Oleh:
LUKI NURDIANSYAH
NIM: 104024000838
Pembimbing,
Drs. Saehudin, M.Ag.
PROGRAM STUDI TARJAMAH
FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1429 H/ 2008 M
Lampiran 4: Lembar Pengesahan
PENGESAHAN PANITIA UJIAN
Skripsi berjudul Hal dalam bahasa Arab dan Padanan
Maknanya dalam Bahasa Indonesia (Analisis Terhadap
Buku Terjemahan Bulûgh al-Maram pada Bab Thahârah) ”
telah diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Adab dan Humaniora
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada (tgl) (bln) 2008. Skripsi ini telah
diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Sastra (S.S.)
pada Program Studi Tarjamah.
Jakarta,……2008
Sidang Munaqasyah
Ketua Merangkap anggota, Sekretaris Merangkap
Anggota,
____________________ _________________________
NIP: NIP:
Anggota,
Lampiran 1: Lembar Pernyataan (Keaslian Karya)
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
4. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strara 1 di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
5. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
6. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Ciputat, 6 Februari 2008
Luki Nurdiansyah
NIM: 104024000838
PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB-LATIN
Dalam skripsi ini, data bahasa Arab diberi transliterasi huruf Latin.
Transliterasi ini berdasarkan buku “Pedoman Penulisan Skrifsi, Tesis, dan
Desertasi” yang disusun oleh Tim UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2007
1. Konsonan
NO ARAB LATIN KETERANGAN
ا 1Tidak dilambangkan
b be ب 2
t te ت 3
s es ث 4
j je ج 5
h ha ح 6
kh ka dan ha خ 7
d de د 8
dz de dan zet ذ 9
r er ر 10
z zet ز 11
s es س 12
sy es dan ye ش 13
s es dengan garis di bawah ص 14
d de dengan garis di bawah ض 15
t te dengan garis di bawah ط 16
z zet dengan garis di bawah ظ 17
koma terbalik di atas hadap kanan ‘ ع 18
gh ge dan ha غ 19
f ef ف 20
q ki ق 21
k ka ك 22
l el ل 23
m em م 24
n en ن 25
w we و 26
h ha ه 27
apostrof ' ء 28
y ye ي 29
1. Vokal Pendek
— (fathah) ditranskrifsikan dengan 'a'. Contoh: آتب (kataba)
—(kasroh) ditranskrifsikan dengan 'i'. Contoh: علم (،alima)
(hasuna) حسن :ditranskrifsikan denga 'u'. Contoh (dhomah)—ۥ
3. Vokal Rangkap
(ammâ) ٲ ما : ditandai dengan 'â'. Contoh (alif) الف
افو :ditandai dengan 'û'. Contoh (wawu) واو (fû)
(lî) لي :ditandai dengan ' Î '. Contoh ('ya) ياء
4. Vokal Diftong ( مد لين(
(qaulun) قول :Contoh .(au) او
(mutalâzimain) متال زمين :Contoh .(ai) اي
5. Konsonan Rangkap
Awalnya ia merupakan dua huruf yang sejenis yang berdampingan lalu
digabungkan. Konsonan rangkap ditulis hanya dengan satu huruf yang
dibubuhi tanda syaddah ( ).
Contoh: مد asalnya مد د dilafalkan madda
Tetapi, hal ini tidak berlaku jika huruf yang menerima syaddah itu teletak
setelah kata sandang yang diikuti oleh huruf syamsiyah.
Contoh: الضرورة tidak ditulis ad-darûrah melainkan al-darûrah
6. Kata Sandang
kata sandang yang dalam system aksara Arab dilambangkan dengan huruf '
ditranskrifsikan menjadi /l/, baik diikuti oleh huruf Syamsiah maupun ' ال
huruf Qamariyah.
Contoh: الرجال ditranskrifsikan menjadi al-Rijâl bukan ar-Rijâl
7. Ta Marbutah
Ta marbutah bila berada di akhir kalimat atau terdapat pada kata yang
berdiri sendiri, maka huruf tersebut dialihakasarakan menjadi /h/.
Contoh: ة dilafalkan menjadi 'tariqah'. Tetapi jika diikuti kata lain dan طريق
bukan berada pada akhir kalimat, maka huruf tersebut dialihaksarakan
menjadi /t/.
Contoh: وحدة الوجود dilafalkan menjadi ‘wahdat al-wujûd’.
ABSTRAK
Dalam bahasa Indonesia kita mengenal istilah 'aposisi', yakni keterangan
tambahan/pengganti. Keterangan tambahan atau pengganti dalam bahasa
Indonesia, yaitu keterangan waktu, keterangan cara, keterangan alat, dan
keterangan tempat. Begitupun dalam bahasa Arab terdapat kalimat yang
berfungsi sebagai aposisi (keterangan tambahan), yakni maf'ul fîh, maf'ul
Bih, maf'ul mutlaq, maf'ul li ajlih, maf'ul ma'ah, dan hâl.3yang terkait
dengan penulisan skripsi adalah hâl.
Hâl merupakan kalimat isim (nominal) yang dibaca nasab (fathah)
berfungsi untuk menjelaskan keadaan dari Shahibu al-hâl ketika terjadinya
suatu pekerjaan. Karena hanya bersifat keterangan tambahan (aposisi), hâl
bisa dihilangkan dari redaksi kalimat tanpa mempengaruhi makna kalimat
sebelum hâl. Berkaitan dengan ini para ulama nahwu membagi hâl ke dalam
dua bagian: (1) hâl al-mu'assasah, yakni kalimat hâl yang bersifat 'umdah,
ia tidak bisa dihilangkan dari suatu kalimat karena akan mempengaruhi
makna, (2) hâl al-muakkadah, yakni hâl yang bersifat benar-benar sebagai
keterangan tambahan, sehingga ada dan tidak adanya hâl itu dalam kalimat,
ia tetap tidak akan mempengaruhi makna.
Ada lima macam bentuk hâl: (1) hâl mufrad (tingkat kata), (2) hâl
jumlah fi'liyah (klausa verbal), (3) hâl jumlah ismiyah (klausa nominal), (4)
hâl jar majrur (prase prefosisi), (5) hâl zaraf (prase prefosisi)
1. Imam Asrori. Sintaksis Bahasa Arab: Frasa—Klausa—Kalimat (Malang: Misykat,2004), h.45
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha
Esa yang selalu melimpahkan kasih sayang dan karuniaNya kepada semua
mahluk ciptaannya tanpa henti dan tanpa pilih kasih. Salawat dan salam
penulis sampaikan kepada nabi akhir jaman, yakni Nabi Muhamad Saw.
Akhirnya penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang diberi
judul “Hâl dalam bahasa Arab dan Padanannya dalam Bahasa
Indonesia (Analisis terhadap Buku Terjemahan Bulûgh al-Marâm oleh
Drs. Muhamad Machfudin Aladip pada Bab Tahârah)
Tujuan penulisan skrifsi ini adalah untuk persyaratan memperoleh gelar
sarjana (S1). Selesainya penulisan skrifsi ini berkat bantuan semua pihak.
Dalam kesempatan ini Penulis mengucapkan terima kasih yang setulus-tulus
kepada:
1. Kedua orang tua Penulis yang telah rela banting tulang untuk membiayai
sekolah Penulis hingga perguruan tinggi
2. Bapak Dr. Abdul Chaer selaku Dekan Fakultas Adab dan Humaniora
yang selalu berusaha untuk memajukan Fakultas Adab dan Humaniora
3. Bapak Drs. Ikhwan Azizi, MAg. Selaku dosen dan ketua jurusan
Tarjamah yang bekerja keras agar jurusan Tarjamah menjadi jurusan yang
dapat diperhitungkan di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
4. Bapak Drs. Saehuddin, Mag. Selaku sekretaris jurusan Tarjamah dan
sebagai pembimbing Penulis dalam penulisan skrifsi ini, yang telah rela dan
ikhlas direpotkan oleh penulis di sela-sela kesibukannya
5. Bapak Drs. Sukron Kamil selaku dosen pembimbing akademik dan dosen
seminar skrifsi, yang telah memberikan masukan-masukan kepadanya
penulis mengenai penulisan skrifsi
6. Seluruh dosen jurusan Tarjamah yang tidak dapat Penulis sebutkan satu
persatu, tanpa mengurangi rasa hormat, yang telah mendidik tanpa
mengeluh dan memberikan ilmunya dengan ikhlas kepada Penulis dari
semester satu hingga semester akhir
6. Kepada teman-teman jurusan Tarjamah angkatan 2004, Tatam, Erwan,
Ikhwan, Heri, Hafiz, Zaki, Omen, Nunung, Muna, Munay, Ana, Fina, Isil,
dan Puput yang telah memberikan masukan, kritikan, saran dan support
yang dapat meningkatkan semangat Penulis dalam menyelesaikan skrifsi ini.
Khususnya kepada saudara Erwan dan Tatam yang telah meminjamkan
komputer dan buku-bukunya.
Penulis menyadari dalam penulisan skrifsi ini masih banyak terdapat
kekurangan. Namun Penulis berusaha sebaik mungkin untuk memperkecil
kekurangan itu. Penulis mengucapkan kepada semua pihak yang telah
merevisi, memperbaiki, dan melengkapi segala kekurangan-kekurangan
yang terdapat dalam skrifsi ini. Semoga skrifsi ini dapat dijadikan sesuatu
yang bernilai dan bermanfaat bagi Penulis khususnya dan dapat bermanfaat
bagi orang banyak pada umumnya.
DAFTAR ISI
ABSTRAK ................................................................................................ i
KATA PENGANTAR .............................................................................. ii
DAFTAR ISI ............................................................................................ iv
PEDOMAN TRANSLITERASI .............................................................. vi
BAB I PENDAHULUAN. ........................................................... 1
G. Latar Belakang Masalah ............................................. 1
H. Pembatasan dan Perumusan Masalah .......................... 2
I. Tujuan dan Manfaat Penelitian ................................... 3
J. Tinjauan Pustaka ......................................................... 3
K. Metodologi Penelitian ................................................. 4
L. Sistematika Penulisan ................................................. 4
BAB II KERANGKA TEORI ....................................................... 6
A. Teori Terjemah ............................................................ 6
E. Pengertian Terjemah ............................................. 6
F. Jenis-Jenis Penerjemahan ...................................... 8
G. Metode Penerjemahan ........................................... 16
H. Prinsip-Prinsip Penerjemahan ............................... 21
B. Teori Hâl dalam Bahasa Arab...................................... 23
1. Pengertian Hâl dalam Bahasa Arab ...................... 23
2. Pengklasifikasian Hâl dalam Bahasa Arab ........... 25
3. Syarat dan Ciri-Ciri Hâl dalam Bahasa Arab ........ 31
4. Padanan Makna Hâl dalam Bahasa Arab
dengan Bahasa Indonesia ....................................... 34
BAB III BULÛGH AL-MARÂM, RIWAYAT HIDUP PENULIS,
dan PENERJEMAH ………………………………….
39
C. Mengenal Kitab Bulûgh Al-Marâm ............................. 39
D. Riwayat Hidup Penulis ................................................ 39
E. Riwayat Hidup Penerjemah ………………………….
42
Bab IV ANALISIS TERJEMAHAN Hâl DALAM BAHASA ARAB
PADA BUKU TERJEMAHAN BULÛGH AL-MARÂM (BAB
TAHÂRAH) ......................................................................... 45
D. Hâl Mufrad (Hâl dalam Tingkat Kata) ....................... 45
E. Hâl Jumlah Ismiyah
(Hâl dalam Tingkat Struktur/Kalimat)......................... 49
F. Hâl Jumlah Fi’liyah
(Hâl dalam Tingkat Struktur/Kalimat) .......................... 56
Bab V PENUTUP.......................................................................... 64
C. Kesimpulan .................................................................. 64
D. Saran ............................................................................ 64
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Hadîst merupakan sumber pedoman hidup umat Islam setelah Al-
Qu’ran. Penulisan hadîst dilakukan oleh para sahabat lebih dahulu
ketimbang Al-Qu’ran. Berbeda dengan Al-Qur’an, para sahabat lebih
banyak menghafalnya karena ditakutkan tercampur dengan redaksi hadîst,
kurangnya sarana untuk menulis, dan orang Arab memiliki daya hafal yang
kuat.
Salah satu fungsi hadîst ialah untuk menjelaskan makna-makna yang
samar dalam Al-Qu’ran sehingga dalam menerjemahkan hadîst perlu kehati-
hatian agar makna yang diinginkan teks sumber terwakili oleh makna yang
ada dalam teks sasaran, itulah inti dari apa yang dinamakan terjemah.
Di antara kalimat dalam bahasa Arab yang menimbulkan masalah
dalam mencarikan padananya adalah hâl. Sebagaimana Abdullah Abbas
Nadwi menemukan padanan hâl dalam Al-Qur’an,4 berpadanan ‘dengan’,5
‘sedang’,6 ‘sambil’,7 dan ’dalam keadaan’.8
Penulis melakukan penelitian tentang hâl dan padanannya dalam
bahasa Indonesia dalam buku Bulûgh al-Marâm yang diterjemahkan oleh
Drs. Muhamad
4 Abdullah Abbas Nadwi, Belajar Mudah Bahasa Al- Qur’an (Bandung: Tim Mizan, 1979), h. 310. 5 Berdirilah untuk Allah dengan khusyu (Q.S. al-Baqarah [2]: 238). Lihat ibid, h. 310 6 Mereka meninggalkanmu sedang berdiri (Q.S. al- Jumu’ah [62]: 11). Lihat ibid, h. 310 7 Mereka orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri dan duduk (Q.S. al-Imran [3]: 191). Lihat ibid, h. 312 8 Ia memasukinya (neraka) dalam keadaan tercela, terusir (Q.S. al-Israa [17]: 18). Lihat ibid, h. 311
Machfudin Aladip sebagai objek penelitian untuk dianalisis, apakah
terjemahan hâl tersebut sudah benar menurut kaidah-kaidah terjemahan atau
terdapat kekurangtepatan. Selain itu, Penulis melakukan penelitian terhadap
buku terjemah Bulûgh al-Marâm ini karena menurut Penulis, buku Bulûgh
al-Marâm merupakan salah satu buku yang banyak di baca oleh umat Islam
yang ada di Indonesia, terutama oleh umat Islam yang berkiblat kepada
Imam Syafi’i dan Penulis berkeinginan untuk mengkritisi terjemahan buku
Bulûgh al-Marâm yang diterjemahkan oleh Drs. Muhamad Machpudin
Aladip, sehingga Penulis memilih judul penelitian “Hâl dalam bahasa
Arab dan Padanannya dalam Bahasa Indonesia (Analisis terhadap
Buku Terjemahan Bulûgh al-Marâm oleh Drs. Muhamad Machfudin
Aladip pada Bab Tahârah) ”
B. Batasan dan Rumusan Masalah
Penulis membatasi penelitian ini hanya pada hâl yang ada dalam
terjemahaan Bulûgh al-Marâm yang diterjemahkan oleh Drs. Muhamad
Machfudin Aladip pada bab Tahârah. Penelitian dilakukan tidak hanya pada
kalimat hâl Mufrad tetapi juga terhadap kalimat hâl yang berupa jumlah
(jumlah fi’liyah dan jumlah ismiyah).
Adapun permasalahan yang akan Penulis bahas adalah sebagai berikut:
1. Apakah padanan hâl dalam buku Bulûgh al-Marâm yang
diterjemahkan oleh Drs. Muhamad Machfudin Aladip ada
ketidaktepatan? Mengapa terjadi?
2. Jika terdapat kesalahan/kurang tepat, berapa banyak?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Dalam penulisan skripsi ini rasanya mustahil jika Penulis tidak
memiliki tujuan. Tujuan penulisan skripsi ini sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui buku terjemahan Bulûgh al-Marâm yang
diterjemahkan oleh Drs. Muhamad Machfudin Aladip khusus
mengenai hâl
2. Untuk mengetahui padanan hâl dalam bahasa Arab dengan bahasa
Indonesia secara umum
Di samping penulisan skripsi memiliki tujuan, penulisan skripsi ini
juga diharapkan dapat memberikan manfaat. Di antara manfaat yang
dihasilkan ialah skrifsi ini dapat dijadikan rujukan bagi para penerjemah
pemula untuk mengetahui padanan hâl dalam bahasa Indonesia.
D. Tinjauan Pustaka
Sumber utama penulisan skripsi ini ialah buku Bulûgh al-Marâm dan
terjemahannya karya Drs. Muhamad Mahcfuddin Aladip. Penulis sampai
saat menulis proposal skripsi ini belum menemukan judul skripsi yang
bertema sama walaupun jika selanjutnya ditemukan judul skripsi yang
bertema sama. Penulis yakin penelitian yang Penulis lakukan memiliki
objek yang berbeda dan penelitiannya pun lebih luas, tidak hanya pada hâl
mufrad tetapi juga terhadap hâl yang berupa jumlah (jumlah fi'liyah dan
jumlah ismiyah).
Penulis menemukan dua judul skripsi yang sumber utamanya ialah
buku Bulûgh al-Marâm, tetapi memiliki objek pembahasan yang berbeda.
Dua judul skripsi, Penulis tuliskan di bawah ini!
1. Analisis Kalimat Efektif Bahasa Indonesia Terhadap Terjemahan
Buku Bulûgh al-Marâm, yang ditulis oleh A. Sunawar. R.
2. Analisis Diksi Buku Terjemahan Bulûgh al-Marâm al-Askalani,
yang ditulis oleh M. Hotib
E. Metodologi Penelitian
Data utama dari penelitian ini ialah buku terjemah Bulûgh al-Marâm
karya Drs. Muhamad Mahcfuddin Aladip. Penelitian skripsi ini berupa
penelitian terhadap literatur-literatur atau buku-buku rujukan mengenai hâl
dalam bahasa Arab (Library Research). Sedangkan metode yang digunakan
Penulis ialah metode deskriptif, yakni berusaha menggalih data dan
informasi yang berhubungan dengan objek penelitian dan semata-mata
melukiskan keadaan objek penelitian.
Sistematika penulisan skripsi ini mengacu kepada buku “Pedoman
Penulisan Skripsi, Tesis, dan Desertasi” yang disusun oleh Tim UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta. 2007.
F. Sistematika penulisan
Sistematika penulisan skripsi dapat dilihat dibawah ini.
BAB I Pendahuluan.
Dalam bab ini dibahas latar belakang masalah, pembatasan dan
perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metode penelitian,
tinjauan pustaka dan sistematika penulisan.
BAB II Kerangka Teori.
Dalam bab ini dibahas teori terjemah, prinsip penerjemahan, metode
penerjemahan dan jenis-jenis penerjemahan, definisi hâl dalam bahasa
Arab, jenis-jenis hâl dalam bahasa Arab, ciri-ciri hâl dalam bahasa Arab,
syarat-syarat hâl dalam bahasa Arab, dan padanan hâl dalam bahasa Arab
dengan bahasa Indonesia .
BAB III Bibliografi Penulis dan Penerjemah.
Dalam bab ini dibahas riwayat hidup Penulis dan riwayat hidup
Penerjemah.
BAB IV Analisis
Bab ini berisi analisis terhadap hâl dalam bahasa Arab pada buku
terjemahan Bulûgh al-Marâm karya Drs. Muhamad Mahcfuddin Aladip.
BAB V Penutup
Bab ini berisi saran dan kesimpulan.
BAB II
KERANGKA TEORI
A. Teori Terjemah
A. 1. Pengertian Terjemah
Menerjemahkan merupakan kegiatan memindahkan pesan yang ada pada
teks bahasa sumber (Bsu) ke dalam teks bahasa sasaran. Selain menguasai
bahasa sumber dan bahasa sasaran, Penerjemah juga dituntut untuk
memiliki wawasan yang luas mengenai teks yang akan diterjemahkan. Baik
itu budaya, adat istiadat, dan tradisi masyarakat pengguna bahasa sumber.
Sebagaimana yang dikatakan oleh Hernowo, "Penerjemahan bukanlah
sebuah proses memindahkan atau mengganti teks (simbol) ke bentuk teks
(simbol) lain. Di dalam teks ada budaya.9 Wawasan yang luas terhadap tema
buku yang hendak diterjemahkan, akan memudahkan si Penerjemah
mencarikan padanan maknanya dalam bahasa sasaran (Bsa). Jika si
Penerjemah hendak menerjemahkan buku yang bertema ekonomi, sejarah,
kedokteran, biologi, filsafat, dan lain-lain. Si Penerjemah dituntut untuk
memiliki wawasan yang luas terhadap ilmu ekonomi, sejarah, kedokteran,
biologi, dan filsafat.
Nida, sebagaimana yang dikutip oleh Maurist Simatupang, "Menerjemahkan
berarti mengalihkan isi pesan yang terdapat dalam Bsu ke dalam Bsa
demikian rupa sehingga orang yang membaca atau mendengar pesan itu
dalam bahasa asli (Bsu) kesannya sama dengan kesan orang yang membaca
atau mendengar pesan itu dalam bahasa sasaran (Bsa). Terjemahan yang 9 Hernowo, Mengikat Makna: Kiat-Kiat Ampuh Melejitkan Kemauan Plus Kemampuan Membaca dan Menulis Buku (Bandung: Kaifa, 2001), h.
menghasilkan kesan demikian disebut juga padanan dinamis (dynamic
equivalent). Terjemahan demikian tidak mementingkan bentuk Bsu tetapi
lebih mementingkan makna yang ada dalam Bsu dan memegang teguh
kaidah-kaidah yang berlaku dalam Bsa. Pesan yang terdapat di dalam Bsu
harus diungkapkan sewajar mungkin di dalam Bsa.10
Catford mendefinisikannya sebagai, "The replacemen of textual
material in one language (SL) by equivalent textual material in another
language (TL)." Mengganti bahan teks dalam bahasa sumber dengan bahan
teks yang sepadan dalam bahasa sasaran.11
Sementara Newmark mengatakan, "Terjemahan adalah proses
memadankan konsep kata, frasa, dan teks yang terdapat pada teks bahasa
yang satu ke dalam bahasa yang lain.12
A.Widyamartaya menuliskan dalam bukunya, "Penerjemahan adalah
proses memindahkan makna yang telah diungkapkan dalam bahasa yang
satu (Bsu) menjadi equivalent sedekat-dekatnya dan sewajarnya dalam
bahasa yang lain (Bsa).13
Lain halnya dengan Nida dan Newmark, Mc Guire menulis,
"Penerjemahan melibatkan usaha menjadikan Bsu ke Bsa sehingga (1)
makna keduanya menjadi hampir mirip dan (2) struktur Bsu dapat di
pertahankan setepat mungkin, tetapi jangan terlalu tepat sehingga struktur
Bsa-nya menjadi rusak.14 Teori ini menurut Penulis tidak tegas dan Mc
10 Maurist Simatupang, Enam Makalah Tentang Terjemah (Jakarta: UKI Press, 1993), h. 63 11 Rochayah Machali, Pedoman Bagi Penerjemah (Jakarta: Grasindo, 2000), h. 5 12 Mansoer Pateda, Linguistik Terapan (Flores – NTT, 1991), cet. h. 31 13 A. Widyamartaya, Seni Menerjemahkan (Yogyakarta: Kanisius, 1989), h. 98 14 Zuchridin Suryawinata dan Sugeng Hariyanto, Translation: Bahasan Teori dan Penuntun Praktis Menerjemahkan (Yogyakarta: Kanisius, 2003), h. 12
Guire terkesan bimbang dalam mendefinisikan terjemah. Kebimbangan atau
ketidaktegasan ini terlihat jelas pada poin dua, yakni struktur Bsu dapat
dipertahankan setepat mungkin, tetapi jangan terlalu tepat. Di satu sisi ia
ingin mempertahankan struktur Bsu, tetapi di sisi lain ia tidak ingin
melanggar kaidah-kaidah Bsa. Penulis lebih condong terhadap teori yang
dikemukakan oleh Nida – Karena ketegasan dan jelas batasan-batasannya –,
yakni penerjemahan merupakan proses memindahkan makna Bsu ke Bsa
bukan memindahkan strukturnya. Sering kali orang mengatakan bahwa
dalam penerjemahan banyak terjadi penghianatan. Menurut Penulis,
"Penghianatan terjadi jika makna yang diinginkan Bsu diselewengkan oleh
makna yang terdapat dalam Bsa." Karena yang terpenting dalam proses
penerjemahan adalah pemindahan makna bukan pemindahan struktur
Bsunya.
A. 2. Jenis-Jenis Penerjemahan
A. 2.1. Penerjemahan di Lihat dari Sudut Hierarki Bahasa
Dilihat dari sudut tingkat bahasa jenis penerjemahan ada enam:15
1. Penerjemahan Tingkat Fonem
2. Penerjemahan Tingkat Morfem
3. Penerjemahan Tingkat Kata
4. Penerjemahan Tingkat Rangkaian Kata
5. Penerjemahan Tingkat Kalimat
6. Penerjemahan Tingkat Teks
A. 2. 1. 1. Penerjemahan Tingkat Fonem
15 Salihen Meontaha, Bahasa dan Terjemah (Jakarta: Kesaint Blanc, 2006), h.33
Fonem merupakan satuan terkecil dalam bahasa. Ia hanyalah sebuah bunyi
yang dapat membedakan makna. Fonem ialah bunyi bahasa yang minimal
yang membedakan bentuk dan makna.16 Jadi, berbeda bunyi suatu kata akan
memunculkan makna yang berbeda pula.
Contoh:
memiliki makna mengalir deras (menyiram) ينضح
memiliki makna mengalir pelan (memerciki) ينضخ
Fonem /ح/ dan fonem /خ/ adalah dua fonem yang dapat membedakan
makna kata ينضخ dan kata ينضح
A. 2.1.2. Penerjemahan Tingkat Morfem
Morfem ialah bentuk yang sama yang terdapat berulang-ulang dalam satuan
bentuk yang lain.17 Morfem terbagi menjadi dua bagian:
1. Morfem yang dapat berdiri sendiri walaupun tidak ada morfem lain yang
mengiringinya. Biasa disebut dengan morfem bebas.
Contoh:
Kecil (bahasa Indonesia)
(bahasa Arab) آتب
Chair (bahasa Inggris)
16 Hasan Alwi, dkk., Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 2003), h. 26 17 Abdul Chaer, Linguistik Umum (Jakarta: Rineka Cipta, 2003), cet. Ke-2, h. 149
2. Morfem yang tidak dapat berdiri sendiri. Ia butuh kepada morfem lain.
Biasa disebut dengan morfem terikat.
contoh:
Ber-, me-, -an, per-, dan lain-lain (bahasa Indonesia)
Im-, re-, il- (bahasa Inggris)
(bahasa Arab) مسلمات dan مسلمون pada lafazh -ات dan ون -
pada lafazh مسلمون dan مسلمات masing-masing memiliki satu morfem
bebas dan satu morfem terikat.
.'merupakan morfem bebas, yang berarti 'seorang pria muslim مسلم
merupakan morfem terikat, sebagai penanda jama' mudzakar salim ون
(menunjukan makna banyak dengan jenis kelamin laki-laki).
Sehingga lafazh مسلمون diterjemahkan menjadi 'para pria muslim'.
.'merupakan morfem bebas, yang berarti 'seorang wanita muslim مسلمة
تا merupakan morfem terikat, sebagai penanda jama' mu'anast salim
(menunjukan makna banyak dengan jenis kelamin perempuan).
Jadi, apabila morfem bebas dan morem terikat itu digabungkan menjadi
.'maka maknanya pun akan berubah menjadi 'para wanita muslim مسلمات
A.2. 1. 3. Penerjemahan Tingkat Kata
Menurut Kridalaksana, “Kata adalah satuan terkecil yang dapat diujarkan
sebagai bentuk yang bebas.18 Jenis terjemahan di tingkat kata lebih sering
digunakan ketimbang jenis penerjemahan di tingkat morfem. Namun,
penggunaan terjemahan di tingkat kata terbatas. Biasanya hanya sebagian
saja kata dalam satu kalimat yang bisa diterjemahkan di tingkat kata,
sedangkan sebagian yang lain dilakukan di tingkat yang lebih tinggi, karena
tidak bisa diterjemahkan di tingkat kata. Terjemahan jenis ini hanya bisa
dilakukan pada kalimat sederhana.19
Contoh: اهللا وأشهد ان محمد رسول اهللاأشهد ان ال اله اال
“Aku bersaksi bahwa tidak ada tuhan kecuali Allah dan aku bersaksi bahwa
Muhamad Rasul Allah”
A.2. 1. 4. Penerjemahan Tingkat Rangkaian Kata (Phrase Level)
Jenis penerjemahan di tingkat rangkaian kata biasanya merupakan rangkaian
kata idiom atau kontruksi yang mapan, yang terkait dengan fraseologisme.20
Sementara menurut Cook, “Frasa adalah satuan linguistik yang
secara potensial merupakan gabungan dua kata atau lebih, yang tidak
memiliki ciri-ciri klausa.” Kridalaksana mendefinisikannya, “Sebagai
gabungan dua kata atau lebih yang sifatnya tidak predakatif.”21 Sedangkan
idiom sendiri berarti kontruksi yang maknanya tidak dapat dilacak dari
unsur-unsur pembentuknya.
18 Abdul Chaer, Linguistik Umum, cet. Ke-2, h. 19 Salihen Meontaha, Bahasa dan Terjemah, h.37 20 Salihen Meontaha, Bahasa dan Terjemah, h.38 21 Imam Asrori, Sintaksis Bahasa Arab: Frasa-Klausa-Kalimat (Malang: Misykat, 2004), h.32
Contoh:
د الطولى kalau diterjemahkan di tingkat kata, lafaz itu memiliki arti الي
'tangan panjang' yang dalam bahasa Indonesia berkonotasi buruk, yakni
suka mencuri. Sedangkan yang di maksud lafaz itu adalah besar
kontribusinya, yang berkonotasi baik.
Dalam bahasa Inggris she sat on the chair with her leg crossed jika
di terjemahkan di tingkat kata menjadi 'Ia duduk di kursi dengan kaki
bersilang'. Sedangkan jika diterjemahkan di tingkat frase menjadi 'Ia duduk
di kursi dengan kaki di atas'.22
A.2. 1. 5. Penerjemahan Tingkat Kalimat (Sentence Level)
Jika penerjemahan di tingkat rangkaian kata tidak dapat dicarikan padanan
yang tepat, maka penerjemahan dilakukan di tingkat kalimat. Dalam
penerjemahan jenis ini, kalimat dijadikan sebagai satuan terjemahan.
Contoh: ى الطالب ينتظر دوره على آان دخول عل ار لل ن
متحانلجنة األ
“Siswa menunggu giliran dengan cemas untuk memasuki ruang ujian”
ة makna asalnya ‘panitia’, sedang dalam kalimat tersebut diartikan لجن
‘ruangan’
A.2. 1. 6. Penerjemahan Tingkat Teks (Text Level)
22 Salihen Meontaha, Bahasa dan Terjemah, h.38
Penerjemahan ini dilakukan dengan melihat teks keseluruhan dengan
menjadikannya sebagai satuan terjemahan. Biasanya jenis penerjemahan ini
digunakan untuk menerjemahkan prosa atau puisi.23 Contoh24:
األمل طول قدغره إشتغل بدنياه يامن
األجل منه دنا حتى غفلة في يزل لم وأ
العمل صندوق والقبر بغتة يأتي الموت
باألجل اال الموت أهوالها على أصبر
Orang yang terpesona oleh kemegahan dunia
Ia terlena oleh rayuan dunia
Ia lalai, ajalpun menjemputnya
Kematian datang tanpa di duga
Alam kubur merupakan ladang amal
Apakah ia sanggup menghadapi kematian?
Kematian datang jika telah tiba waktunya
A. 2. 2. Jenis Penerjemahan di Lihat dari Bentuk Teksnya
23 Salihen Meontaha, Bahasa dan Terjemah, h.38 24 Syihabuddin Ahmad bin Hajar al-Asqalani, Nasâih al-‘Ibbâd (Semarang: ‘Al-‘Alawiyah, tth), h.7
Di lihat dari bentuk teksnya terjemahan di bedakan menjadi dua bagian:25
a. Terjemahan Lisan (Translation)
b. Terjemahan Tulisan (Interpretation)
Terjemahan tulisan ialah terjemahan yang dilakukan secara tertulis,
dapat dilakukan di mana saja, dapat dengan bantuan kamus atau bantuan
orang lain, dan ada jeda waktu. Sedangkan terjemahan lisan ialah
terjemahan yang dilakukan melalui media lisan, tanpa menggunakan kamus
atau referensi lain, secara spontan, dan tempatnya pun ditentukan, seperti di
seminar, kunjungan kenegaraan atau konferensi. Dalam terjemahan lisan,
ada yang di sebut dengan terjemah lisan simultan dan terjemah lisan
konsekutif.
Terjemah lisan simultan dilakukan oleh penerjemah secara
bersamaan (spontan) dengan teks Bsu, tanpa ada jeda waktu. Penerjemah
tidak menunggu sampai pembicara selesai menyampaikan ujarannya.
Sementara dalam terjemahan lisan konsekutif (bergantian) penerjemah
memiliki jeda waktu sampai ujaran asli selesai diutarakan, barulah
penerjemah menerjemahkannya.
A. 2. 3. Jenis Penerjemahan Versi Jacobson
Ramon Jacobson membedakan terjemahan menjadi tiga jenis, yaitu
terjemahan intrabahasa (intralingual translation), terjemahan antarbahasa
(interlingual translation), dan terjemahan intersemiotik.26
25 Zuchridin Suryawinata dan Sugeng Hariyanto, Translation: Bahasan Teori dan Penuntun Praktis Menerjemahkan, h. 25 26 Zuchridin Suryawinata dan Sugeng Hariyanto, Translation: Bahasan Teori dan Penuntun Praktis Menerjemahkan, h. 33
Terjemahan intrabahasa adalah pengubahan suatu teks menjadi teks
lain berdasarkan interpretasi penerjemah, dan kedua teks ini ditulis dalam
bahasa yang sama. Misal, kita menuliskan kembali puisi Chairil Anwar
‘AKU’ ke dalam bentuk prosa dalam bahasa Indonesia, maka kita telah
melakukan penerjemahan intrabahasa.27 Sama halnya dengan sebuah karya
tafsir Al-Qur’an yang ditafsirkan dengan bahasa Arab. Itu bisa disebut
terjemahan intrabahasa, karena menginterpretasikan pesan yang ada dalam
Bsu dengan mengunakan bahasa yang sama, yakni bahasa Arab ke bahasa
Arab.
Terjemahan intrabahasa adalah terjemahan yang sesungguhnya,
yakni mengalihkan pesan yang terdapat pada Bsu ke dalam Bsa. Sehingga
makna yang diinginkan teks Bsu terwakili oleh makna yang ada dalam Bsa.
Yang ketiga adalah jenis terjemahan intersemiotik, yakni terjemahan
yang mencakup penfasiran sebuah teks ke dalam bentuk atau sistem tanda
yang lain.
Contohnya, novel 'Ayat-Ayat Cinta’ karya Habiburrahman al-Sirajiy yang
dijadikan film layar lebar yang telah diputar di bioskop dengan judul yang
sama.
A. 2. 4. Jenis Penerjemahan Menurut Ciri-ciri Teks Bsa
Ada tiga jenis terjemahan yang termasuk ke dalam kategori ini, yakni
terjemahan sempurna, terjemahan memadai, dan terjemahan komposit.
Terjemahan sempurna (perfect translation). Yang terpenting dalam
penerjemahan teks ini adalah pesan dari Bsu ke Bsa dan pembaca yang 27 Zuchridin Suryawinata dan Sugeng Hariyanto, Translation: Bahasan Teori dan Penuntun Praktis Menerjemahkan, h. 33
membaca teks Bsu kesannya sama dengan pembaca teks Bsa. Jenis
terjemahan ini biasanya dilakukan untuk menjelaskan tulisan-tulisan
informatif (imbauan atau larangan).
Contoh:
No smoking (bahasa Inggris)
Di larang merokok (bahasa Indonesia)
(bahasa Arab) ممنوع التدخين
Terjemahan memadai (adequat translation). Terjemahan ini
diperuntukan bagi pembaca umum yang tidak perduli terhadap naskah
aslinya. Yang terpenting ia memperoleh informasi, terjemahannya enak
dibaca, dan ceritanya menarik. Terjemahan jenis ini lebih mementingkan
enak atau tidaknya hasil terjemahan itu dibaca.
Terjemahan komposit (composit translation). Terjemahan ini
dilakukan dengan sebaik mungkin sehingga aspek teks Bsu bisa dialihkan
ke dalam teks Bsa. Aspek-aspek ini meliputi makna, pesan, dan gaya.
Biasanya penerjemahan jenis ini dilakukan untuk menerjemahkan karya
sastra.
A. 3. Metode Penerjemahan
Metode dalam KBBI memiliki arti cara teratur yang digunakan untuk
melaksanakan suatu pekerjaan agar tercapai sesuai yang di kehendaki; cara
kerja yang bersistem untuk memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan guna
mencapai tujuan yang ditentukan. Jadi metode penerjemahan ialah suatu
metode yang dapat mempermudah seorang penerjemah dalam
menerjemahkan.28
Newmark membedakan metode penerjemahan berdasarkan
orientasinya terhadap teks Bsu dan terhadap teks Bsa. Yang berorientasi
kepada teks Bsu ada empat, yakni penerjemahan kata-demi-kata (word for
word translation), penerjemahan harfiyah (literal translation), penerjemahan
setia (faithful translation), dan penerjemahan semantik (semantic
translation). Sedangkan penerjemahan yang berorientasinya kepada teks
Bsa, juga ada empat, yaitu penerjemahan adaptasi (adaptation translation),
penerjemahan bebas (Free Translation), penerjemahan idiomatis (idiomatic
translation), dan penerjemahan komunikasi (communicative translation).29
A. 3. 1. Penerjemahan yang Berorientasi kepada Teks Bsu
Penerjemahan word-for-word (kata-demi-kata). Dalam metode ini kata
perkata dalam Bsu diterjemahkan satu persatu ke dalam Bsa dengan makna
yang paling mendekati teks Bsu dengan tetap mempertahankan struktur atau
susunan kata-kata pada Bsu.
بالنيات األعمال نماإ محمد قال
Berkata Muhamad, "Sesungguhnya perkara perbuatan (amal) itu dengan
niat."
Metode ini bukanlah metode penerjemahan yang baik, karena terkesan kaku
dan tidak mengindahkan struktur bahasa pada Bsa. Untuk tahap awal —
28 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, h. 740 29 Beni Hoedoro Hoed, Penerjemahan dan Kebudayaan (Jakarta: Dunia Pustaka Jaya, 2006), h. 55
terutama untuk Penerjemah pemula— metode ini sangat mungkin
dilakukan.
Penerjemahan harfiyah (literal translatioan). Menurut Larson
terjemahan harfiyah adalah terjemahan yang berusaha meniru bentuk Bsu.
Kontruksi gramatikal Bsu dicarikan padanannya yang terdekat ke dalam
Bsa, tetapi penerjemahan leksikal atau kata-katanya dilakukan terpisah dari
konteks.30 Jadi, dalam penerjemahan ini kata-kata diterjemahkan apa adanya
tanpa mengindahkan konteks (unsur di luar bahasa). Metode ini hampir
sama dengan metode terjemah word for word, struktur pada Bsu masih
dipertahankan, tetapi ada upaya penerjemah untuk mengikuti struktur
Bsanya.
Contoh:
البسط آل تبسطها وال عنقك إلى مغلولة يداك تجعل وال
Diterjemahkan harfiyah menjadi “dan janganlah kamu jadikan tanganmu
terbelenggu pada lehermu dan janganlah kamu mengulurkannya.”31
Penerjemahan setia (faithful translation). Penerjemahan ini masih
mempertahankan bentuk dan susunan pada bahasa sumbernya.
Penerjemahan jenis ini berusaha mencarikan padanan makna yang sedekat
mungkin dengan bahasa sumbernya. Penerjemahan jenis ini sangat setia
terhadap teks sunbernya; baik dalam susunan gramatikalnya, bentuk, dan
padanannya. Sehingga kaidah-kaidah yang ada dalam bahasa sasaran tidak
dipedulikan.
30 Rochayah Machali, Pedoman Bagi Penerjemah, h. 51 31 Muhamad syarif Hidayatullah, Diktat Teori dan Permasalahan Penerjemahan (Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah, Fakultas Adab dan Humaniora, jurusan Tarjamah, 2007), h.15
Penerjemahan Semantis (semantic translation). Penerjemahan
semantis adalah penerjemahan yang sangat berpihak kepada makna.
Penerjemah, ketika menerjemahkan suatu teks ia berusaha mentransfer
makna dan gaya yang ada dalam teks sumber ke dalam teks sasaran. Dia
juga berusaha untuk mempertahankan idiolek dan ekspresi penulis. Ia hanya
berusaha menerjemahkan apa yang ada, tidak menambah, mengurangi, atau
mempercantik.32
A. 3. 2. Penerjemahan yang Berorientasi kepada Teks Bsa
Penerjemahan bebas (free translation). Dalam metode ini yang terpenting
adalah pengalihan pesan. Sementara bentuk teks aslinya tidak dihiraukan.
Pengungkapannya dalam teks sasaran dilakukan sesuai kebutuhan calon
pembaca.33 Metode penerjemahan ini biasanya berbentuk paraphrase yang
dapat lebih panjang atau lebih pendek. Karena terdapat perubahan yang
cukup drastis, maka ilmuan linguistik banyak yang pro dan kontra tentang
di sebutnya itu sebuah karya terjemahan. Biasanya metode ini digunakan di
kalangan media massa.
Penerjemahn saduran (adaptation translation). Penerjemahan ini
lebih menekankan pada isi pesan yang terdapat dalam bahasa sumber,
sedangkan bentuknya disesuaikan dengan kebutuhan pembaca teks bahasa
sasaran. Unsur kebudayaan yang ada dalam versi Bsu disesuaikan dengan
unsur kebudayaan yang terdapat dalam bahasa sasaran.34
32 Zuchridin Suryawinata dan Sugeng Hariyanto, Translation: Bahasan Teori dan Penuntun Praktis Menerjemahkan, h. 50 33 Beni Hoedoro Hoed, Penerjemahan dan Kebudayaan (Jakarta: Dunia Pustaka Jaya,2006) h.57 34Beni Hoedoro Hoed, Penerjemahan dan Kebudayaan h.56
Penerjemahan idiomatik (idiomatic translation). Dalam metode ini
penerjemah berupaya menemukan padanan istilah, ungkapan, dan idom dari
apa yang tersedia dalam bahasa sasaran. Metode ini menyampaikan pesan
yang terdapat dalam bahasa sumber dengan menggunakan kesan keakraban
dan idiomatik yang tidak ada pada versi aslinya (Bsu).35
Idiomatik merupakan kontruksi yang maknanya tidak dapat dilacak
dari unsur-unsur pembentuknya. Definisi idiom berdasarkan kamus Collins
English Dictionary ialah sekelompok kata yang maknanya tidak dapat dicari
dari makna kata-kata unsurnya. Hasil terjemahan metode ini terbilang
luwes, tidak kaku, dan enak dibaca. Karena metode penerjemahan ini hanya
berusaha untuk menyampaikan makna yang terdapat dalam Bsu, bahkan
mempercantiknya.
Penerjemahan komunikasi (communicative translation).
Penerjemahan ini sangat memanjakan pembacanya. Terjemahan ini
berusaha menciptakan efek yang dialami oleh pembaca bahasa sasaran sama
dengan efek yang dialami oleh pembaca bahasa sumber.36 Namanya juga
penerjemahan komunikasi, berbeda yang diajak bicara berbeda pula
bahasanya. Jika berbicara dengan orang awam, maka harus menggunakan
bahasa yang dapat dimengerti oleh orang awam. Jika berbicara dengan
orang yang memiliki intelektual, maka tentu tidak sama bahasanya dengan
berbicara kepada orang awam.
Contoh:
35 Beni Hoedoro Hoed, Penerjemahan dan Kebudayaan, h.58 36 Zuchridin Suryawinata dan Sugeng Hariyanto, Translation: Bahasan Teori dan Penuntun Praktis Menerjemahkan), h. 49
مضغة من ثم علقة من ثم نطفة من ثم تراب من خلقناآم فان
ة 'dapat diterjemahkan 'setetes mani' (bagi orang awam) dan 'sperma نطف
(untuk intelektual)
dapat diterjemahkan 'segumpal darah' (untuk awam) dan 'zigot' (untuk علقة
intelektual)
'dapat diterjemahkan 'segumpal daging' (untuk awam) dan 'embrio مضغة
(untuk intelektual)
jadi, penerjemahan metode ini melihat siapa sasaran pembacanya? Apakah
orang awam atau intelektual?
A. 4. Prinsip-Prinsip Penerjemahan
Prinsip penerjemahan adalah seperangkat acuan dasar yang hendaknya di
pertimbangkan oleh penerjemah. Pemilihan prinsip ini di dasari oleh tujuan
penerjemahan. Prinsip-prinsip penerjemahan ini ada yang menitikberatkan
kepada penulis bahasa sumber dan ada yang menitikberatkan kepada
pembaca teks sasaran.37
Prinsip penerjemahan yang setia kepada penulis teks sumber:
a. Terjemahan harus memakai kata-kata teks bahasa sumber. Prinsip
penerjemahan berupaya untuk mempertahankan bentuk dan gaya
yang ada dalam bahasa sumber. Teks bahasa sasaran memakai
37Zuchridin Suryawinata dan Sugeng Hariyanto, Translation: Bahasan Teori dan Penuntun Praktis Menerjemahkan, h. 57
terjemahan harfiyah dari kata-kata yang dipakai dalam bahasa
sumber
b. Kalau dibaca, terjemahan harus seperti karya terjemahan
c. Terjemahan harus mencerminkan waktu ditulisnya teks asli. Dalam
prinsip penerjemahan ini tidak ada istilah memodernkan teks kuno
atau mengkunokan teks modern. Terjemahkan apa adanya sesuai
waktu pada saat pengarang menulisnya
d. Terjemahan harus mencerminkan gaya bahasa teks bahasa sumber
e. Penerjemah tidak boleh menambah atau mengurangi, ataupun
mempercantik hal-hal yang ada di teks bahasa sumber. Terjemahkan
saja apa adanya
f. Genre sastra tertentu harus di pertahankan di dalam terjemahan.
Misalkan dalam menerjemahkan puisi, maka gaya puisinya
dipertahankan, menerjemahkan prosa menjadi sebuah prosa
Prinsip penerjemahan yang setia kepada pembaca teks sasaran:
a. Terjemahan harus memberikan ide teks bahasa sumber dan tidak
perlu kata-katanya yang terpenting dalam prinsip ini ialah makna
yang diinginkan teks bahasa sumber teralihkan ke dalam teks bahasa
sasaran. Tidak peduli tehadap struktur teks bahasa sumbernya.
Sehingga hasil terjemahannya pun lebih luas, fleksibel, dan mudah
dimengerti oleh pembaca
b. Terjemahan harus memiliki gaya sendiri
c. Terjemahan harus menggambarkan waktu saat teks bahasa sumber
diterjemahkan. Seperti halnya penerjemah melakukan penerjemahan
terhadap teks kuno, yang biasanya tidak menggunakan tanda baca,
paragraph, dan lain-lain. Seperti halnya teks-teks modern. Maka
penerjemah harus memodernkannya, karena penerjemah
menerjemahkan teks klasik itu di masa modern (telah menggunakan
tanda baca).
d. Penerjemah boleh menambah, mengurangi, bahkan mempercantik
teks bahasa sasaran. Sekali lagi, yang terpenting dalam proses
penerjemahan ini ialah makna tersampaikan, hasil terjemahan
terbilang luwes, dan enak dibaca.
Secara umum prinsip penerjemahan ada empat, yakni:38
a. Tidak mengubah maksud pengarang teks asal
b. Menghasilkan terjemahan yang mudah dipahami pembaca
c. Menghormati kaidah-kaidah yang berlaku dalam bahasa sasaran
d. Menerjemahkan makna bahasa bukan menerjemahkan bentuk
bahasa
B. Teori Hâl dalam Bahasa Arab
B. 1. Pengertian Hâl
Hâl merupakan salah satu bentuk kalimat isim dalam bahasa Arab yang oleh
para ahli nahwu diartikan sebagai kalimat yang menjelaskan keadaaan yang
masih samar dan statusnya dalam kalimat sebagai keterangan tambahan
(aposisi)
Mustofa Amin, mendefinisikannya sebagai kalimat isim yang
dinasabkan, berfungsi untuk menjelaskan keadaan fa'il atau mafu'l bih
38 Wiki Pedia Bahasa Melayu, ensiklopedia bebas
ketika terjadinya suatu pekerjaan. Fa'il dan mafu'l bih ini disebut Shâhib al-
hâl.39
Hâl menurut Muhamad al-Intinakiy ialah isim yang berupa sifat
yang dinasabkan; berfungsi untuk menjelaskan keadaan yang samar dari
Shâhib al-hâl ketika terjadinya suatu pekerjaan. Kedua teori ini cenderung
sama. Dalam teori ini masih terdapat kelemahan, yakni tidak ada kata yang
menunjukan kepada isim nakiroh. Karena disyaratkan bahwa hâl harus
berupa isim nakiroh. Jika bukan berupa isim nakiroh maka harus dita'wil ke
dalam isim nakiroh.
Sementara Fuad Ni'mah mendefinisikannya sebagai, “Kalimat isim
nakiroh yang dinasabkan; berfungsi untuk menjelaskan kesamaran keadaan
fa'il dan mafu'l bih ketika terjadinya suatu pekerjaan, menimbulkan
pertanyaan 'bagaimana ( آيف)'? Sedangkan fa'il dan mafu'l bih itu disebut
Shâhib al-hâl. Shâhib al-hâl harus berupa isim ma'rifah.
Dalam buku al-Nawhu al-Asasiy, disebutkan bahwa hâl adalah sifat
berbentuk isim nakiroh yang dinasabkan. Berfungsi untuk menjelaskan
kesamaran Shâhib al-hâl pada waktu terjadinya pekerjaan.40
Dari keempat teori di atas, Penulis lebih condong terhadap teori yang
dikemukakan oleh Fuad Ni'mah. Definisi tersebut sebenarnya telah
menjelaskan hâl lebih rinci di bandingkan antara ketiga defenisi lainnya.
Sebagaimana yang Penulis ketahui, bahwa definisi adalah kata, frasa, atau
39 Mustofa Amin, al-Nahwu al-Wâdih: Fî Qawâ’idu al-Lughah al-'Arabiyah (libanon: Dar al-Ma'arif, tth), h. 97 40 Hamasah Abdullatief, Nahwu al-Asasiy (Madinah: Dar al-Fikr, 1997).h. 337
kalimat yang mengungkapakan makna, keterangan, atau ciri-ciri utama dari
orang, benda, proses, atau aktifitas; batasan (arti).41
Mustofa al-Ghalayain dalam bukunya yang berjudul Jami' al-Durus
al-'Arabiyah menuliskan, bahwa hâl adalah sifat tambahan yang disebutkan
untuk menjelaskan kesamaran dan sifat tersebut pantas dilekatkan pada isim
tersebut.
Sedangkan Drs. Abdullah Abbas Nadawi mendefinisikan, "Hâl
adalah istilah tata bahasa Arab yang berarti keadaan pada waktu kata kerja
utama terjadi." Dalam definisi disebutkan 'kata kerja utama', Penulis
berkesimpulan pasti ada kata kerja kedua. Pendapat Penulis, hâl
kedudukannya sebagai kata kerja kedua setelah fi'il yang berfungsi sebagai
kata kerja utama.
Contoh:
قائما محمد خطب
”Muhammad berkhatbah dengan berdiri”
Kalau dilihat secara sepintas teks bahasa sasaran terdapat dua kata kerja,
yakni 'berkhatbah' dan 'berdiri'. Walaupun sebenarnya kalau dilihat teks
bahasa sumbernya, قائما adalah kalimat isim.
B. 2. Pengklasifikasian Hâl dalam Bahasa Arab
Muhamad Amin mengelompokan hâl menjadi lima jenis, yakni hâl mufrad
(tingkat kata), hâl jumlah ismiyah (Klausa Nominal), hâl jumlah fi'liyah
41 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus BesarBahasa Indonesia, edisi ke-3, h.1119
(Klausa Verbal), hâl zaraf (preposisi + N1), dan hâl jar majrur (preposisi +
N1).
1. Hal Mufrad (Tingkat Kata). Mufrad sendiri memiliki arti tunggal (tidak
lebih dari satu). Jadi, hâl mufrad ialah yang teridiri dari isim mufrad (terdiri
dari satu kata). Contoh: أ الت
آل الطعام حارا
”Janganlah kamu makan makanan dalam keadaan panas”
2. Hâl Jumlah Ismiyah (Klausa Nominal). Jumlah ismiyah berarti jumlah
yang terdiri mubtada dan khabar. Hal ini terdiri dari N1(mubtada) + N2
(khabar), biasa diiringi oleh wawu hâliyah. Contoh: التأ آل الفاآهة
وهي فجة
“Janganlah kamu makan buah dalam keadaan masih mentah”
3. Hâl Jumlah Fi’liyah (Klausa Verbal). Hâl ini terdiri dari fi’il dan fa’il,
baik itu fi’il mudore’ (imperfektum) maupun fi’il mâdi (perfektum). Jika
terdiri dari fi’il mâdi di syaratkan fi’il mâdi itu dibarengi oleh huruf wawu
hâliyah dan huruf qad. Contoh:
غاب أخوك وقد حضر جميع األصدقاء
”Saudaramu tidak hadir sedangkan semua teman-teman hadir”
رأيت زيدا يضرب الكلب
”Aku melihat zaid sedang memukul anjing”
4. Hâl Zaraf (prase prefosisi + N1). Hâl ini terdiri dari zaraf makân
(keterangan tempat). Untuk hâl yang terdiri dari zaraf zamân (keterangan
waktu) Penulis belum menemukan kejelasan, ada atau tidak adakah hâl dari
prefosisi tersebut.
شهدت أخي بين المصلين
“Aku menyaksikan saudaraku berada di antara orang-orang soleh (baik)”
5. Hâl Jar Majrur (prase prefosisi + N1). Kontruksinya terdiri jar majrur.
Contoh:
قال رب نجني من القوم الظالمينفخرج على قومه في زينته
Musa keluar dari kota itu dengan rasa takut yang menunggu-nunggu,
dengan khawatir, dia berdoa, “Ya, Tuhanku, selamatkanlah aku dari orang-
orang yang lalim,” (Q. S. al-Qasas [28]: 21)
Mustofa al-Ghalayaini mengklasifikasikan hâl menjadi 9 macam,
yaitu hâl mu’assasah, hâl mu’aqadah, hâl maqsudah li dzâtihâ, hâl
haqiqiyah, hâl sababiyah, hâl jumlah, dan hâl syibh al-jumlah.42
1. Hâl Mu’assah ialah hâl yang harus di sebutkan dalam kalimat untuk
memberikan kejelasan maknanya. Hâl ini bersifat ‘umdah bukan fadlah.
Sehingga jika ia dihilangkan dalam suatu kalimat, maka kalimat itu
maknanya akan berantakan.
Contoh:
42 Mustofa al-Ghalayain, Jami’ al-Durus al-‘Arabiyah (Beirut: al-Maktabah al-‘Asriyah, 1992), h. 94
فا وخلق األنسان ضعيعنكميريد اهللا أن يخفف
“Allah hendak memberi keringanan kepadamu dan dijadikan manusia
bersifat (dalam keadaan) lemah,” (Q. S. al-Nisâ [4]: 28)
2. Hâl Mu’aqadah. Hâl ini sifatnya fadlah, hanya sekedar tambahan. Ada
atau tidak adanya hâl itu dalam kalimat tidak akan mengubah makna.
Contoh:
ال تعث فى األرض مفسدا
‘Janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi dengan
kerusakan’. Jika dihilangkan lafaz maka tidak akan مفسدا
mempengaruhi makna. Karena kata تعث sendiri memiliki makna
‘kerusakan’.
3. Hâl Maqsûdah Li Zâ Tihâ. Hâl jenis ini, merupakan jenis hâl yang
sering kita temukan, karena pada dasarnya hâl jenis inilah yang banyak
muncul dalam redaksi kalimat. Karena memang kalimat itu (yang
menjadi hâl) dari awalnya berkedudukan sebagai hâl.
Contoh:
ادسا فرت منفر
”Aku berjalan sendirian”
kata ادمنفر kedudukannya sebagai hâl yang menjelaskan keadaan
kalimat sebelumnya yang kedudukannya sebagai shâhib al- hâl.
4. Hâl Mu’tiah. Hâl ini kebalikan dari hâl maqsûdah li zâ tihâ. Pada
awalnya kalimat yang menjadi hâl ialah kalimat yang menjadi sifatnya
bukan kalimat yang disifatinya (yang kedudukan selanjutnya sebagai
hâl).
Contoh:
لقيت خالدا رجال محسنا
”Aku menilai Khalid sebagai laki-laki yang baik”
Pada awalnya yang menjadi hâl ialah lafaz محسنا bukan رجال
5. Hâl Haqiqiyah. Hâl Ini merupakan hâl yang sebenar-benarnya, yakni
menjelaskan keadaan yang samar pada waktu terjadinya suatu peristiwa
dan benar-benar berfungsi sebagai hâl bagi kalimat sebelumnya yang
berkedudukan sebagai shâhib al- hâl. Contoh:
جئت فرحا
“Aku datang dengan gembira”
6. Hâl Sababiyah. Hâl ini kebalikan dari hâl haqiqiyah, hâl ini tidak
menjelaskan keadaan shâhib al- hâlnya, melainkan menjelaskan damîr
yang kembalinya damîr tersebut kepada sâhib al-hâl.
Contoh:
آلمت هندا حاضرا أبوها
“Aku berbicara kepada Hindun yang bapaknya hadir”
7. Hâl Jumlah (Tingkat Struktur/Kalimat). Hâl ini biasanya berpatokan
kepada kaidah nahwu yang berbunyi, معارف الجمل بعد ال
43 أحوال وبعد النكرات صفات
“Jumlah setelah isim ma’rifat kedudukanya menjadi hâl; jumlah
setelah isim nakiroh kedudukannya menjadi sifat”
Hâl jumlah ada dua macam, jumlah ismiyah dan jumlah fi’liyah.
1. Hâl Jumlah Ismiyah (Tingkat Klausa Nominal). Jumlah ismiyah
berarti kalimat yang terdiri mubtada dan khabar. Hal ini terdiri dari
N1(mubtada) + N2 (Khabar), biasa diiringi oleh wawu hâliyah.
contoh:
التأ آل الفاآهة وهي فجة
“Janganlah kamu makan buah dalam keadaan mentah”
2. Hâl Jumlah Fi’liyah (Klausa Verbal). Hâl ini terdiri dari fi’il dan
fa’il, baik itu fi’il mudore’ (imperfektum) maupun fi’il mâdi
(perfektum). Jika terdiri dari fi’il mâdi disyaratkan fi’il mâdi itu
dibarengi oleh huruf wawu hâliyah dan huruf qad.
Contoh:
غاب أخوك وقد حضر جميع األصدقاء 43Antoine Dahdah, Mu’jam Qawâid al-Lughah al-‘Arabiyah: Fî al -Adawât wa al -Lauhât ( Beirut: Maktabah Libanon, 1981), h.
”Saudaramu tidak hadir sedangkan semua teman-teman hadir”
لبرأيت زيدا يضرب الك
“Aku melihat Zaid sedang memukul anjing”
8. Hâl Syibh al-Jumlah (Prase Prefosisi). Dalam bahasa Arab syibh al-
jumlah ada dua, yakni jar majrur dan zaraf mazrûf.
1. Hâl zaraf (Prase Prefosisi + N1). Hâl ini terdiri dari zaraf makân
(keterangan tempat). Untuk Hâl yang terdiri dari zaraf zamân
(keterangan waktu) Penulis belum menemukan kejelasan, ada atau
tidak adakah hâl dari prase tersebut.
Contoh:
شهدت أ خي بين المصلين
”Aku menyaksikan saudaraku berada di antara orang-orang soleh
(baik)”
2. Hâl Jar Majrur (Prase Prefosisi + N1). Kontruksinya terdiri jar
majrur.
Contoh:
فخرج على قومه فى زينته
“Maka keluarlah Karun kepada kaumnya dalam kemegahan,” (Q. S.
al- Qasas [28]: 79)
9. Hâl Mufrad (Tingkat Kata). Mufrad sendiri memiliki arti tunggal (tidak
lebih dari satu). Jadi, hâl mufrad ialah hâl yang terdiri dari isim
mufrad (terdiri dari satu kata).
Contoh:
التأ آل الطعام حارا
“Janganlah kamu makan makanan dalam keadaan panas”
B. 3. Syarat dan Ciri-ciri Hâl dalam Bahasa Arab
B. 3.1. Syarat-Syarat Hâl dalam Bahasa Arab
Dalam buku Jami’ al-Durus disebutkan ada empat syarat yang harus
dimiliki oleh hâl:44
1. Ia harus berupa isim sifat yang dapat berpindah-pindah (tidak tetap).
Keadaan atau sifat yang melekat pada shâhib al-hâlnya bisa berubah.
Terkadang pula terbentuk dari isim sifat yang tetap, yakni sifat atau
keadaan yang melekat pada shâhib al-hâl tidak akan pernah berubah.
Contoh:
وخلق األنسان ضعيفا يريد اهللا أن يخفف عنكم
“Allah hendak memberi keringanan kepadamu dan manusia
dijadikan bersifat (dalam keadaan) lemah,” (Q. S. al-Nisâ
[4]: 28)
Keadaan lemah yang disandang oleh manusia sampai kapanpun tidak akan
pernah berubah.
2. Ia harus berupa isim nakiroh. Jika terdiri dari isim ma’rifat maka
harus dita’wil menjadi isim nakiroh. Walaupun terdiri dari isim
ma’rifat itu hanya lafaznya saja sedangkan maknanya tidak.
44 Mustofa al-Ghalayain, Jami’ al-Durus al-‘Arabiyah, h.
Contoh:
منفردة ذهبت فا طمة الى السوق وحدها اي
3. Sifat atau keadaan itu memang pantas terdapat pada shâhib al- hâl
(logis).
Contoh:
يفر أسد باآيا
“Singa berlari sambil menangis”
Kalimat ini tidak logis, karena sifat atau keadaan (hâl) yang melekat pada
shâhib al- hâl tidak logis, apakah singa pernah menangis?
4. Hâl harus dari isim musytaq (dapat ditasrif). Musytaq sendiri
memiliki arti kata jadian. Ia terbentuk dari kata lain. Jika ada hâl
terdiri dari isim jamid maka harus dita’wil ke dalam isim musytaq.
5. Jika hâl terdiri dari jumlah ismiyah atau jumlah fi’liyah yang
didahului oleh prefosisi qad dan tidak ada damir yang kembali
kepada shâhib al- hâl maka wajib menggunakan wawu. Wawu ini
biasa di sebut dengan wawu hâliyah.
Contoh:
نني وقد تعلمون ا قال موسى لقومه يا قومي لم تؤ ذذإو
ليكمإني رسول اهللا إ
“Dan ingatlah ketika Musa berkata kepada Kaumnya, ‘Hai kaumku,
mengapa kamu menyakitiku, sedangkan kamu mengetahui bahwa
sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu.’,” (Q. S. al-Saf
[61]: 5)
رأيت غاب أخوك وقد حضر جميع األصدقاء
”Semua teman-teman hadir sedangkan saudaramu tidak hadir”
B. 3. 2. Ciri-Ciri Hâl dalam Bahasa Arab
Hâl dalam Bahasa Arab memiliki beberapa ciri, di antaranya:
a. Harus berupa isim sifat (isim fa’il dan isim maf’ul) atau syibh al-
jumlah
b. Menimbulkan pertanyaan “Bagaimana?” (آيف)
c. Dibaca nashab (fathah)
d. Menerangkan keadaan ketika terjadinya suatu pekerjaan.
e. Terbentuk dari isim nakiroh dan isim musytaq
B. 4. Padanan Hâl dalam Bahasa Arab
B. 4. 1. Berpadanan dengan Keterangan Cara
Keterangan cara adalah keterangan yang menyatakan jalannya suatu
peristiwa yang sedang berlangsung.45 Definisi ini hampir mirip dengan
definisi hâl yang di kemukakan oleh Dr. Abdullah Abbas Nadwi, yakni hâl
adalah sebuah istilah tata bahasa arab yang berarti keadaan pada waktu kata
kerja utama terjadi.
Hasan Alwi, dkk mencatat, bahwa ada riga prefosisi yang menyatakan
keterangan cara, yakni prefosisi dengan, secara, dan tanpa. Selain dengan
prefosisi, keterangan cara juga dapat dibentuk dengan menambahkan
imbuhan se- dan akhiran –nya pada kata ulang. Contoh:
ا فجزاؤه جهنم متعمدومن يقتل مؤمنا
“Siapa yang membunuh seorang mu’min dengan sengaja, maka balasannya
Neraka Jahanam,” (Q. S. al-Nisâ [4]: 93)
نما يأآلون في بطونهم إن الذ ين يأآلون أموال اليتيمي ظلما إ
نارا
“Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak yatim secara lalim
sebenarnya mereka menelan api sepenuh perutnya,” (Q. S. al-Nisâ [4]: 10)
جاء زيد لم يضحك
“Zaid datang tanpa tertawa”
يفر خالد مسرعا
”Khalid berlari secepat-cepatnya” 45 Hasan Alwi, dkk. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia (Jakarta: balai pustaka, 2003), edisi ke-3, h. 370
B. 4. 1. Berpadanan dengan padahal
Sebagaimana dalam Al-Qur’an, وما لنا ال نؤ من باهللا وما جاءنا من
الحق ونطمع أن يد خلنا ربنا مع القوم الصالحين
“Dan mengapa kami beriman kepada Allah dan kepada kebenaran Al-
Quran yang datang kepada kami padahal kami bermaksud benar supaya
kami dimasukan oleh Allah ke dalam golongan orang-orang yang saleh”,
(Q. S. al-Maidah [5]: 84)
B. 4. 2. Berpadanan dengan imbuhan ber- + kata ulang
Di antara makna imbuhan ber- ialah menerangkan dalam keadaan. Selain itu
ber-, memiliki fungsi untuk menguatkan dan memformalkan status verba
tersebut.46 Contoh:
سالم زمرايدخل القريش في األ
“Orang-orang Quraisy masuk Islam berbondong-bondong”
يأيها الذين أمنوا خذوا خذ رآم فانفروا ثباتا أو نفروا جميعا
“Hai orang-orang yang beriman bersiap siagalah kamu, majulah kemedan
pertempuran berkelompok atau majulah ke medan pertempuran bersama-
sama,” (an-Nisa [4]: 71).
B. 4. 3. Berpadanan dengan kata penghubung sambil
Kata penghubung sambil dengan fungsi menggabungkan menyatakan
‘keadaan’ digunakan di depan unsur kalimat yang berfungsi keterangan.
Kata penghubung sambil bisa diganti dengan kata seraya.47 46 Hasan Alwi, dkk., Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 2003), edisi ke-3, h. 137
Contoh: Dibacanya surat itu sambil tersenyum
ويتفكرون في خلق ا وقعود قيا مالذين يذ آرون اهللا ا
السموات و األرض
"Yaitu orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau
dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan
langit dan bumi," (Q.S. al-Imran [3]: 191)
B. 4. 1. Berpadanan dengan Keterangan keadaan
Keterangan keadaan menerangkan keadaan apa yang tersebut pada predikat,
salah satu kata penghubung keterangan keadaan ialah prase dengan. Contoh:
ا يترقب قال رب نجني من القوم الظالمينخائففخرج منها
Musa keluar dari kota itu dengan rasa takut yang menunggu-nunggu,
dengan khawatir ia berdoa, “Ya Tuhanku, selamatkanlah aku dari orang-
orang yang lalim, ” (Q. S. al-Qasas [28]: 21)
Keterangan alat sama dengan keterangan keadaan tetapi frase yang terdapat
di belakang kata dengan tidak sama.
Bandingkan:
a. Dia melempar kekasihnya dengan bunga
b. Dia melempar kekasihnya dengan senyuman manis
kalimat (a), dibelakang kata dengan terdapat kata bunga. Bunga dipakai
sebagai alat untuk melempar, karena frase dengan bunga dinamai
47 Abdul Chaer. Tata Bahasa Praktis Bahasa Indonesia (Jakarta: Rineka Cipta, 2000) h. 160
keterangan alat. Pada kalimat (b), di belakang kata dengan terdapat frase
tersenyum manis, frase ini menerangkan keadaan waktu pekerjaan
melempar dilakukan. Karena itu frase tersebut dinamai keterangan keadaan.
B. 4. 1. Berpadanan dengan Dalam keadaan
Contoh:
وخلق األنسان ضعيفا يريد اهللا أن يخفف عنكم
“Allah hendak memberi keringanan kepadamu dan manusia
dijadikan bersifat (dalam keadaan) lemah.” (Q. S. al-Nisâ
[4]: 28)
B. 5. 1. Berpadanan sedang
Contoh:
بة آ يسجد ما في السموات وما في األر ض من دوهللا
والمال ئكة وهم ال يستكبرون
“Dan kepada Allah sajalah bersujud segala apa yang ada di langit dan
semua mahluk melata (juga) para malaikat sedang mereka tidak
menyombongkan diri,” (Q.S. al- Nahl [ ]: 49)
B. 4. 1. Berpadanan dengan ter- + kata dasar yang menyatakan keadaan
Imbuhan ter- berfungsi untuk membentuk kata kerja pasif yang menyatakan
keadaan.48
Contoh: Tubuhnya kaku tergeletak
مئنا نام محمد مط
”Muhammad tidur dengan nyenyak” atau ”Muhammad tidur terlelap”
48 Abdul Chaer, Tata Bahasa Praktis Bahasa Indonesia, h. 252
BAB III
MENGENAL KITAB BULÛGH AL-MARÂM
A. Sinopsis
Kitab Bulûgh al-Marâm merupakan hasil buah karya al-Hafizh ibnu Hajar
al-'Asqalani (w. 852 H) yang sangat popular di dunia Islam. Kitab ini berisi
hadîst-hadîst tentang munakahat, muamalah, ibadah, dan jihad. Kitab ini
terbagi menjadi 16 bab dan berisi 1358 buah hadist.49 Kitab ini sangat
penting bagi umat Islam yang ingin mendalami asas syari'at Islam.
Buku ini berisi kumpulan hadîst tentang hukum (fikih) yang
disandarkan pada enam kitab hadîst (kutub al-sittah), yaitu Shahih al-
Bukhari, Muslim, Abu Daud, al-Nasai, al-Tirmizdi, dan Ibnu Majah; mulai
dari soal bersuci (thaharah), soal perkawinan, transaksi bisnis, dan jihad. Ia
juga banyak mengutip hadîst dari Ahmad bin Hambal, al-Thabrani, al-
Hakim, al-Daruquthni, Ibnu Hibban, Ibnu Abi Syaibah, Ibnu Khuzaimah,
dan lain-lain.
B. Riwayat Hidup Penulis
Ibnu Hajar al-‘Asqalani Beliau adalah al-Imam al-‘Allamah al-Hafizh
Syihabuddin Abul Fadhl Ahmad bin Ali bin Muhammad bin Muhammad
bin Ali bin Mahmud bin Hajar, al-Kinani, al-‘Asqalani, al-Syafi’i, al-Mishri.
Kemudian dikenal dengan nama Ibnu Hajar, dan gelarnya “al-Hafizh”.
Adapun penyebutan ‘Asqalani' adalah nisbat kepada ‘Asqalan’, sebuah kota
yang masuk dalam wilayah Palestina, dekat Ghuzzah (Jalur Gaza-red).
49 http://mohdfikri.com/blog/kitab-arab/ulum al-hadist/kitab bulugh al-maram.html
Beliau lahir di Mesir pada bulan Sya’ban 773 H, namun tanggal
kelahirannya diperselisihkan. Beliau tumbuh di sana dan termasuk anak
yatim piatu, karena ibunya wafat ketika beliau masih bayi. Ibunya Tujjar,
adalah seorang wanita kaya yang aktif dalam kegiatan perniagaan. Ayahnya,
Nurudin Ali wafat pada tahun 777 H, ketika Beliau masih kanak-kanak,
kira-kira berumur empat tahun. Ketika wafat, Ayahnya berwasiat kepada
Zakiyuddin Abu Bakar al-Kharrubi untuk mengasuh Ibnu Hajar yang masih
bocah itu.
Beliau masuk kuttab (semacam Taman Pendidikan al-Qur’an)
setelah genap berusia lima tahun. Hafal Al-Qur’an ketika genap berusia
sembilan tahun. Di samping itu, pada masa kecilnya, Beliau menghafal
kitab-kitab ilmu yang ringkas, sepeti al-‘Umdah, al-Hawi ash-Shagir,
Mukhtashar Ibnu Hajib dan Milhatul I’rab. Semangat dalam menggali ilmu,
Beliau tunjukkan dengan tidak mencukupkan mencari ilmu di Mesir saja,
tetapi beliau melakukan rihlah (perjalanan) ke banyak negeri, seperti
Mekah, Madinah, Hedjaz, Palestina, Damaskus, dan Suriah. Semua ini,
dilakukan oleh al-Hafizh untuk menimba ilmu, dan mengambil ilmu
langsung dari ulama-ulama besar.
Beliau belajar ilmu bahasa dan sharaf kepada Jamaluddin al-Bulqini,
Ibnu al-Mu'an, al-Fairuz dan Muhibbuddin bin Hisyam (w.799); belajar
ilmu qira'ah kepada al-Tanukhi; belajar sejarah kepada Syamsuddin
Muhammad bin Ali bin Qattam; belajar hadîst kepada Zainuddin al-Iraqi (w.
800 H).50
50 Azyumardi azra, dkk., Ensiklopedi Islam (Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 1999), h. 154
Perjalanan Karir:
1. Dosen di Syaikhuniyah (Maret 1406)
2. Dosen di Madrasah Jamalia (November 1408)
3. Dosen di madrasah Mankutimuriyah (Oktober 1409)
4. Kepala Bidang Pengawasan Pendidikan Administrasi (6 Juli 1410)
di perguruan Baybarsiyah kurang lebih selama 31 tahun.
5. Sebagai hakim di Mesir (827 Muharam-827 Zulkaidah)
6. Khatib di al-Azhar dan di masjid Amr bin Ash
7. mendirikan kantor mufti di Dar al-'Adl (811 H)
8. Administrator perpustakaan al-Mahmudiyah ( 826 H)
Karya-Karya al-Hafiz Ibnu Hajar al-Asqalani
Beliau mulai menulis pada usia 23 tahun, dan terus berlanjut sampai
mendekati ajalnya. Menurut muridnya, yaitu Imam asy-Syakhawi, karya
beliau mencapai lebih dari 270 kitab. Sebagian peneliti pada zaman ini
menghitungnya, dan mendapatkan sampai 282 kitab. Di antara karya beliau
yang terkenal ialah:
• Fath al-Bâri Syarh Shahih Bukhari,
• Bulûgh al-Marâm min Adillat al-Ahkâm,
• Al-Ishabah fi Tamyizi al-Shahabah,
• Tahdzîb al-Tahdzîb,
• Al-Durâr al-Kamînah,
• Taghliq al-Ta’liq,
• Inbaul Ghumr bi Anbail Umr dan lain-lain.
Ibnu Hajar wafat pada tanggal 28 Dzulhijjah 852 H di Mesir, setelah
kehidupannya dipenuhi dengan ilmu nafi’ (yang bermanfaat) dan amal
shalih. Beliau dikuburkan di Qarafah ash-Shugra.
C. Riwayat Hidup Penerjemah
Muhamad Machfudin Aladip bin Haji Fadhil bin Haji Soepandi bin
Muhamad Dai’in dilahirkan pada tahun 16 juni 1942 di Pasir Kupang
Kecamatan Cibarusah Kabupaten Bekasi Propinsi Jawa Barat. Pada usia 2
tahun ia ditinggal wafat oleh ibunya.
Pendidikan:
1. Pada tahun 1949 masuk Sekolah Rakyat Negeri merangkap
Madrasah Ibtidaiyah
2. Tahun 1956-1958 masuk perguruan Al-qu'ran di Pandeglang, Banten
3. Tahun 1958-1960 masuk perguruan Nahwi Wa Sharfi di pondok
pesantren Dangdeur, Cianjur
4. Tahun 1960 masuk perguruan salafiyah Syafi’iyah Tebuireng
Jombang. Dan masuk Madrasah al-Wustha setingkat Madrasah
Tsanawiyah 6 tahun, tamat tahun 1963.
5. Tahun 1963 masuk sekolah persiapan IAIN al-Jami’iyah al-
Islamiyah al-Hukumiyah Kediri
6. Tahun 1965-1968 masuk Fakultas Ushuludin IAIN Sunan Kali Jaga
Yogyakarta. Kemudian melanjutkan Doktoral 1 jurusan
Perbandingan Agama.
Karir:
1. Tahun 1968-1971 menjadi guru tidak tetap sekolah persiapan IAIN
Sunan Ampel Tulungagung dan sebagai asisten dosen Fakultas
Tarbiyah IAIN Tulungagung mengampu mata kuliah pengantar Ilmu
Kalam
2. Tahun 1971 diangkat sebagai guru tetap sekolah persiapan IAIN
Sunan Ampel Tulungagung dan sebagai dosen tidak tetap Fakultas
Tarbiyah IAIN Tulungagung dalam mata kuliah Pengantar Ilmu
Kalam dan Pengantar Pendidikan Islam
3. Tahun 1974 pindah mengajar ke sekolah persiapan IAIN Kediri
sebagai guru tetap dengan mata pelajaran Ilmu Tauhid dan
Alquran/Tafsir
4. Tahun 1978 sebagai guru tetap Madrasah Aliyah Negeri Kotamadya
Kediri dan memegang mata pelajaran Al-qur'an Hâdist dan Ilmu
Tafsir
5. Tahun 1980 lulus penataran P4 Taype A angkatan ke-VII dan
kemudian bersama temannya mendirikan sekolah SMA Prasetia
Wiyata
6. Tahun 1981 mendirikan sekolah Madrsah Aliyah Nur al-Ula,
Jamsaren, Kediri
7. Tahun 1982 mendirikan sekolah Menengah Umum Tingkat Pertama
dan sekolah Menengah Umum Tingkat Atas bersama pengasuh
pondok pesantren Kedunglo Kediri
8. Tahun 1983 mendirikan Universitas Islam Kediri (UNISKA)
bersama teman-temannya
9. Tahun 1984 menjadi stap seksi IV pada bidang Pembinaan
Perguruan Agama Islam kantor wilayah Departeman Agama
propinsi Jawa Timur
Karya-Karyanya:
1. Tuntunan Praktis Salat, penerbit Ramadhani, Solo
2. Adzan, penerbit Ramadhani, Solo
3. Do’a-do’a dalam hâdist Rasulullah, penerbit Karya Utama
Surabaya
4. Terjemah Juz Amma, penerbit Karya Utama Surabaya
5. Mari Salat (Hayya ‘Ala al-Salat), penerbit Karya Utama Surabaya
6. Dalil-dalil Naqli Pendidikan Agama Islam untuk SMA, kurikulum
1984, penerbit CV, Exspress Surabaya
7. Pendidikan Agama Islam untuk SMS—kurikulim 1984—penerbit
CV. Exspress Surabaya
8. Cerdas Cermat Agama Islam, penerbit Karya Utama Surabaya
9. Aqidah Akhlaq untuk Ibtidaiyah, penerbit CV. Anda Sidoarjo
10. Ibadah Syari’ah untuk Ibtidaiyah, penerbit CV. Anda Sidoarjo
BAB IV
ANALISIS Hâl dalam BUKU BULÛGH AL-MARÂM
1. Hâl Mufrad (Tingkat Kata)
Penulis menemukan hâl mufrad (tingkat kata) dalam buku Bulûgh al-
Marâm pada bab Tahârah sebanyak 5 buah.
51هبو ثنم رفظا بساب يهكح أتنآدقل
“Benar-benar aku telah mengosok-gosokan mani yang sudah dalam keadaan kering itu dengan kukuku dan kain Beliau.”
Hâl pada kalimat di atas ialah kata سا sighat isim fa'il dari kata , ياب
بس سا .'yang memiliki arti 'kering ي merupakan kalimat hâl dalam bentuk ياب
mufrad (tingkat kata). Penerjemah menerjemahkan hâl itu dengan 'dalam
keadaan kering'. Terjemahan ini sudah benar dan sudah menggunakan
padanan yang tepat dalam bahasa Indonesia, karena salah satu padanan hâl
dalam bahasa Indonesia ialah dengan menggunakan prefosisi ’dalam
keadaan’.52
53ءوضلو ارث أن منيلجحا مر غةاميلق امو ينوتأي يتم أنإ
“Umatku akan datang kelak pada Hari Kiamat dengan penuh kecemerlangan pada wajahnya lagi berseri-seri sinarnya (terlihat) dari bekas wudhunya.”
51 Ibnu Hajar al-Asqalani, Bulûgh al-Marâm. Penerjemah Drs. Mohamad Machfuddin Aladip (Semarang: Karya Toha Putra, tth), h. 13 52 Abdullah Abbas Nadwi, Belajar Mudah Bahasa Al-Qur’an (Bandung: Tim Mizan, 1979), h. 310 53 Ibnu Hajar al-Asqalani, Bulûgh al-Marâm. Penerjemah Drs. Mohamad Machfuddin Aladip, h. 21
Hâl pada kalimat di atas ialah ين محجل . Hâl di sini berfungsi untuk
menjelaskan keadaaan dari maf'ulbihnya, yakni lafaz ر اغ . Kata ين محجل
sighatnya ialah isim fa'il dan bentuknya ialah jama mudzâkar al-sâlim
dengan ciri nasabnya berupa ي dan ن . Penerjemah menerjemahkan ين محجل
'dengan penuh kecemerlangan'. Terjemahan ini menggunakan padanan hâl
yang tepat dalam bahasa Indonesia, karena salah satu padanan hâl dalam
bahasa Indonesia ialah berpadanan dengan keterangan cara. Keterangan cara
sendiri bisa menggunakan prefosisi ‘dengan’, ‘secara’, dan ‘tanpa’.54
55طجعا نام مضء على منلوضونما اإ
“Bahwasanya wudhu itu hanya diharuskan kepada orang yang tidur dengan berbaring.”
Hâl pada kalimat di atas ialah طجعامض . Hâl di sini berfungsi untuk
menjelaskan keadaaan fa'il yang berupa isim damĭr, yakni هو. Kembalinya
damĭr tersebut kepada ن طجعامض Kata .م sighatnya ialah isim fa'il dan kata
dasarnya ialah yang berarti 'tidur miring'. Penerjemah menerjemahkan عضج
kata ض طجعام 'dengan berbaring'. Terjemahan ini sudah menggunakan
padanan hâl yang tepat dalam bahasa Indonesia, karena salah satu padanan
hâl dalam bahasa Indonesia ialah berpadanan dengan keterangan cara.
Keterangan cara sendiri bisa menggunakan prefosisi ‘dengan’, ‘secara’, dan
‘tanpa’.56
54 Hasan Alwi, dkk., Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 2003), edisi ke-3, h. 370 55 Ibnu Hajar al-Asqalani, Bulûgh al-Marâm. Penerjemah Drs. Mohamad Machfuddin Aladip, h. 40 56 Hasan Alwi, dkk., Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia, h. 370
س معهما ماء الة وليخرج رجال ن فى سفر فحضرت الص
فتيمما
57دا طيبا فصلياصعي
“Telah keluar dua orang laki-laki dari perjalanan jauh, padahal salat telah hampir dimulai sedang keduanya tidak mempunyai air. Lalu mereka tayamum dengan debu yang suci lagi bersih dan salatlah mereka.”
Hâl pada kalimat di atas ialah عي داص , sighatnya sifat musyabahah bi
ism al-fa'il. Penerjemah menerjemahkan kata عي داص 'dengan debu'.
Terjemahan ini sudah menggunakan padanan hâl yang tepat dalam bahasa
Indonesia, karena salah satu padanan hâl dalam bahasa Indonesia ialah
berpadanan dengan keterangan cara. Keterangan cara sendiri bisa
menggunakan prefosisi ‘dengan’, ‘secara’, dan ‘tanpa’.58
ت مع النبي ص قال آن ه عنبة رضي اهللا شعنلمغيرة ب اعن
تهما خلهمافاني أده فقال دعزع خفيألن تويفأه م فتوضأ
59همان فمسح عليطاهرتي
Dari Mughirah putra Syu’bah, ra. Ia berkata, "Aku bersama Rasulullah Saw. (dalam suatu perjalanan), lalu Beliau (bermaksud) wudhu, maka akupun (berjongkok) memajukan tanganku untuk mencopot kedua sepatu beliau, lalu beliau bersabda, "Biarkanlah karena aku telah
57 Ibnu Hajar al-Asqalani, Bulûgh al-Marâm. Penerjemah Drs. Mohamad Machfuddin Aladip, h. 61 58 Hasan Alwi, dkk., Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia, h. 370 59 Ibnu Hajar al-Asqalani, Bulûgh al-Marâm. Penerjemah Drs. Mohamad Machfuddin Aladp, h. 28
memasukan kedua sepatu itu dalam keadaan suci, lalu beliau membasuh dua sepatunya itu.”
Hâl pada kalimat di atas ialah اهرتي نط . Hâl di sini berfungsi untuk
menjelaskan keadaaan dari maf'ulbihnya, yakni damĭr ا yang kembalinya هم
kepada هخفي . Kata اهرتي نط sighatnya ialah isim fa'il dan bentuknya ialah
tasniyah dengan ciri nasabnya menggunakan ي dan ن. Penerjemah
menerjemahkan kata اهرتي نط 'dalam keadaan suci'. Terjemahan ini sudah
menggunakan padanan hâl yang tepat dalam bahasa Indonesia, karena salah
satu padanan hâl dalam bahasa Indonesia ialah berpadanan prefosis
‘dengan’.60
2. Hâl Jumlah Ismiyah (Klausa Nominal)
60 Abdullah Abbas Nadwi, Belajar Mudah Bahasa Al-Qur’an, h. 310
Hâl pada jumlah ismiyah maupun jumlah fi’liyah diharuskan menggunakan
rabit, baik itu rabitnya dengan huruf wawu hâliyah, damîr, ataupun
menggunakan kedua-duanya. Penulis menemukan hâl jumlah ismiyah
(klausa nominal) dalam buku Bulûgh al-Marâm pada bab Tahârah sebanyak
9 buah.
ى وهو على راحلته ولعابهانل اهللا ص م بمخطبنا رسو
61فىل على آتيسي
“Rasulullah Saw. khutbah di depan kami sewaktu di Mina, sedang Beliau (tetap) berada dalam tunggangannya. Dan air liur tunggangannya itu meleleh mengaliri pundakku.”
Yang kedudukannya menjadi hâl dalam kalimat di atas ialah وهو على
ه dan (هو ) Hâl ini ialah hâl jumlah ismiyah, yakni terdiri dari mubtada .راحلت
khabar ( ى ه عل راحلت ). Hâl ini memiliki dua rabit, yakni huruf ة dan واو الحالي
damîr و ه . Damîr tersebut kembalinya kepada و ل اهللارس . Penerjemah
menerjemahkan kata ى و عل هوه راحلت ‘sedang beliau berada dalam
tunggangannya’. Terjemahan ini sudah menggunakan padanan hâl yang
tepat dalam bahasa Indonesia, karena prefosisi ‘sedang’ merupakan salah
satu padanan hâl yang tepat dalam bahasa Indonesia.62
61 Ibnu Hajar al-Asqalani, Bulûgh al-Marâm. Penerjemah Drs. Mohamad Machfuddin Aladip, h. 13 62 Abdullah Abbas Nadwi, Belajar Mudah Bahasa Al-Qur’an, h. 310
ل يسي نى وهو على راحلته ولعابهال اهللا ص م بمخطبنا رسو
63فىعلى آت
“Rasulullah Saw. khutbah di depan kami sewaktu di Mina, sedang Beliau (tetap) berada dalam tunggangannya. Dan air liur tunggangannya itu meleleh mengaliri pundakku.”
Yang kedudukannya menjadi hâl dalam kalimat di atas ialah ا ولعابه
ليسي . Hâl ini ialah hâl jumlah ismiyah, yakni terdiri dari mubtada ( ا dan (لعابه
khabar ( سي لي ). Hâl ini memiliki dua rabit, yakni huruf ة dan isim واو الحالي
damîr. Penerjemah menerjemahkan kata سي ا ي لولعابه 'dan air liur
tunggangannya itu meleleh mengaliri pundakku’. Terjemahan ini kurang
tepat, karena tidak menggunakan padanan hâl yang tepat dalam bahasa
Indonesia. Alangkah baiknya jka diterjemahkan ‘sedang air liur
tunggangannya meleleh mengaliri pundakku’. Prefosisi ’sedang’ merupakan
salah satu padanan hâl yang tepat dalam bahasa indonesia.64
65لنه وهو يبو ذآره بيمياليمسن أحدآم
“Jangan hendaknya seseorang di antara kamu memegangi kemaluannya dengan tangan kanan, sedangkan ia dalam keadaan buang air besar.”
63 Ibnu Hajar al-Asqalani, Bulûgh al-Marâm. Penerjemah Drs. Mohamad Machfuddin Aladip, h. 13 64 Abdullah Abbas Nadwi, Belajar Mudah Bahasa Al-Qur’an, h. 310 65 Ibnu Hajar al-Asqalani, Bulûgh al-Marâm. Penerjemah Drs. Mohamad Machfuddin Aladip, h. 45
Hâl pada kalimat di atas ialah و و يب لوه . Hâl ini ialah hâl jumlah
ismiyah, yakni terdiri dari mubtada ( هو) dan khabar ( و ليب ). Hâl ini memiliki
dua rabit, yakni huruf ة واو الحالي dan damĭr هو . Damĭr tersebut kembalinya
kepada و ل اهللارس . Penerjemah menerjemahkan kata و و يب لوه 'sedangkan ia
dalam keadaan buang air besar'. Terjemahan ini sudah menggunakan
padanan hâl yang tepat dalam bahasa Indonesia, karena prefosisi ‘sedang’
merupakan salah satu padanan hâl yang tepat dalam bahasa Indonesia.66
Terjemahan ini kurang efektif karena menggunakan kata yang sebenarnya
tidak perlu, seperti hendaknya dan sedangkan. Penulis memiliki alternatif
terjemahan lain 'janganlah seseorang di antara kamu memegangi
kemaluannya dengan tangan kanan ketika sedang buang air besar'. Sehingga
tidak terjadi pemborosan kata.
و ان رس ن آ ب م و جن ام وه ر أنل اهللا ص م ين سي غي يم
67ماء
“Rasulullah Saw. biasa tidur dalam keadaan junub tanpa menyentuh air lagi.”
Hâl pada kalimat di atas ialah ب و جن Hâl ini ialah hâl jumlah .وه
ismiyah, yakni terdiri dari mubtada (هو) dan khabar ( ب Hâl ini memiliki .(جن
dua rabit, yakni huruf ة dan damĭr واو الحالي هو . Damĭr tersebut kembalinya
kepada و ل اهللارس . Penerjemah menerjemahkan kata ب و جن dalam keadaan' وه
66 Abdullah Abbas Nadwi, Belajar Mudah Bahasa Al-Qur’an, h. 310 67 Ibnu Hajar al-Asqalani, Bulûgh al-Marâm. Penerjemah Drs. Mohamad Machfuddin Aladip, h. 54
junub'. Terjemahan ini sudah menggunakan padanan hâl yang tepat dalam
bahasa Indonesia, karena salah satu padanan hâl yang tepat dalam bahasa
Indonesia ialah ‘dalam keadaan’.68
ي صالة ول ضرت ال فر فح اء س معهم خرج رجال ن فى س ا م
69طيبا فصليا فتيمما صعيدا
“Telah keluar dua orang laki-laki dari perjalanan jauh, padahal salat telah hampir dimulai sedang keduanya tidak mempunyai air. Lalu mereka tayamum dengan debu yang suci lagi bersih dan salatlah mereka.”
Hâl pada kalimat di atas ialah س معهما ماءولي . Hâl ini ialah hâl jumlah
ismiyah, yakni terdiri dari mubtada ( اء ا ) dan khabar (م يس Sedangkan .(معهم ل
merupakan isim yang beramal seperti amal ان yakni merafa'kan isim dan ,آ
menasabkan khabar. Lafaz ا berkedudukan sebagai khabar laisa معهم
mukadam dan lafaz اء م ialah isim laisa mu'akhar. Hâl ini mempunyai dua
rabit, yakni huruf ة dan damîr واو الحالي ا Penerjemah menerjemahkan هم
kalimat اء ولي س معهما م 'sedang keduanya tidak memiliki air'. Terjemahan ini
sudah menggunakan padanan hâl yang tepat dalam bahasa Indonesia,
karena prfosisi ‘sedang’ merupakan salah satu padanan hâl yang tepat dalam
bahasa Indonesia.70
68Abdullah Abbas Nadwi, Belajar Mudah Bahasa Al-Qur’an, h. 310 69 Ibnu Hajar al-Asqalani, Bulûgh al-Marâm. Penerjemah Drs. Mohamad Machfuddin Aladip, h. 61 70Abdullah Abbas Nadwi, Belajar Mudah Bahasa Al-Qur’an, h. 310
ن شة وع ي اهللا عن عائ ت رض ا قال ان ه و آ ل اهللا ص م رس
71حائضفيباشرني وأنا مرني فأتزريأ
Dari Aisya ra. Ia berkata, "Rasulullah Saw. pernah menyuruhku memakai sarung saja, lalu beliau menempelkan badannya ke badanku, padahal aku sedang haid.”
Hâl pada kalimat di atas ialah ا ائض وأن Hâl ini ialah hâl jumlah .ح
ismiyah, yakni terdiri dari mubtada (ا ائض) dan khabar (أن Hâl ini .(ح
mempunyai dua rabit, yakni huruf ة ا dan damîr واو الحالي Penerjemah . أن
menerjemahkan kalimat ا ائضح وأن 'padahal aku sedang haid'. Terjemahan
ini sudah menggunakan padanan hâl yang tepat dalam bahasa Indonesia,
karena prefosisi ‘padahal’ merupakan salah satu padanan hâl yang tepat
dalam bahasa Indonesia, sebagaimana yang ada di dalam Al-qur’an surat al-
Maidah [5]: 84.72
ن اب ي اهللا عنان عبوع نس رض وه ع ى رس ل اهللا ص م ف
73وهي حائض رأتهمإالذي يأتي
“Dari Ibnu Abbas ra. dari Rasulullah Saw. mengenai orang yang menyetubui isterinya yang sedang haid.”
Hâl pada kalimat di atas ialah ائض ي ح Hâl ini ialah hâl jumlah .وه
ismiyah, yakni terdiri dari mubtada (damîr هي ) dan khabar ( ائض Hâl ini .(ح
71 Ibnu Hajar al-Asqalani, Bulûgh al-Marâm. Penerjemah Drs. Mohamad Machfuddin Aladip, h. 68 72 Departemen Agama, Terjemah Alquran (Jakarta: Depag, tth), h. 73 Ibnu Hajar al-Asqalani, Bulûgh al-Marâm. Penerjemah Drs. Mohamad Machfuddin Aladip, h. 68
memiliki dua rabit, yakni huruf ة dan damĭr واو الحالي هي . Terjemahan ini
sudah menggunakan padanan hâl yang tepat dalam bahasa Indonesia,
karena prefosisi ‘sedang’ merupakan salah satu padanan hâl yang tepat
dalam bahasa Indonesia.74
ي ص ا جبال عب معاذ بن وعن س رضي اهللا عنه أنه سأل النب
75ه وهي حائضرأتمإ للرجل من يحل م ما
Dari Mu'adz putera Jabal ra., "Bahwasanya ia pernah bertanya kepada Rasulullah saw. Tentang apa saja yang di perbolehkan bagi suami terhadap isteri yang sedang dalam haid?"
Hâl pada kalimat di atas ialah ائض ي ح Hâl ini ialah hâl jumlah .وه
ismiyah, yakni terdiri dari mubtada (damĭr هي ) dan khabar ( ائض Hâl ini .(ح
memiliki dua rabit, yakni huruf ة dan damĭr واو الحالي هي . Terjemahan ini
sudah menggunakan padanan hâl yang tepat dalam bahasa Indonesia,
karena prefosisi ‘sedang’ merupakan salah satu padanan hâl yang tepat
dalam bahasa Indonesia. Pada terjemahan tersebut, ada satu kata yang
membuat hasil terjemahan menjadi tidak nyaman dibaca, yakni kata
‘dalam’. Hasil terjemahan lebih nyaman dibaca jika kata itu dihilangkan,
menjadi 'sedang haid'. Sehingga terjemahannya menjadi “bahwasanya ia
pernah bertanya kepada Rasulullah saw. tentang apa saja yang di
perbolehkan bagi suami terhadap isteri yang sedang haid?”
74 Abdullah Abbas Nadwi, Belajar Mudah Bahasa Al-Qur’an, h. 310 75 Ibnu Hajar al-Asqalani, Bulûgh al-Marâm. Penerjemah Drs. Mohamad Machfuddin Aladip, h. 69
قال النبى ص م ما قطع من البهيمة وهي حية فهو
76ميت
Bersabda Rasulullah Saw., "Sepotong barang yang di putus dari binatang, sedang binatang itu dalam keadaan hidup maka hukumnya bangkai."
Hâl pada kalimat di atas ialah ة ي حي وه . Hâl ini ialah hâl jumlah
ismiyah, yakni terdiri dari mubtada (damĭr هي ) dan khabar ( ة Hâl ini .(حي
memiliki dua rabit, yakni huruf ة dan damĭr واو الحالي هي . Terjemahan ini
sudah menggunakan padanan hâl yang tepat dalam bahasa Indonesia,
karena prefosisi ‘sedang’ merupakan salah satu padanan hâl yang tepat
dalam bahasa Indonesia.77 Tetapi alangkah baiknya jika diterjemahkan,
Rasulullah Saw. bersabda, "Satu anggota tubuh yang di putus dari binatang,
sedang binatang itu masih hidup maka hukumnya bangkai."
3. Hâl Jumlah Fi’liyah (Klausa Verbal)
Penulis menemukan hâl jumlah ismiyah (klausa nominal) dalam buku
Bulûgh al-Marâm pada bab Tahârah sebanyak 9 buah. 76 Ibnu Hajar al-Asqalani, Bulûgh al-Marâm. Penerjemah Drs. Mohamad Machfuddin Aladip, h. 7 77 Abdullah Abbas Nadwi, Belajar Mudah Bahasa Al-Qur’an, h. 310
رج م خ سائه ث ض ن ل بع ي ص م قب ملإأن النب صالة ول ى ال
78يتوضأ
“Rasulullah Saw. pernah mencium salah seorang isterinya, lalu beliau pergi untuk salat dan wudhu lagi.”
Hâl pada kalimat di atas ialah أ م يتوض Hâl ini ialah hâl jumlah .ول
fi'liyah, yakni terdiri dari fi'il mudari’ ( أ هو dan fa'il (damĭr ( يتوض ). Hâl ini
memiliki satu rabit, yakni ة Dalam menerjemahan hâl pada kalimat . واو الحالي
di atas, penerjemah kurang tepat, yakni penerjemah menerjemahkannya 'dan
wudhu lagi' seharusnya 'tanpa wudhu lagi', karena pada kalimat fi'il tersebut
terdapat huruf لم. Sehingga terjemahannya menjadi “Rasulullah Saw. pernah
mencium salah seorang isterinya, lalu beliau pergi untuk salat tanpa wudhu
lagi.” Prefosisi ‘tanpa’ merupakan salah satu padanan hâl dalam bahasa
Indonesia, karena prefosisi ‘tanpa’ salah satu kata yang termasuk ke dalam
keterangan cara.79
78 Ibnu Hajar al-Asqalani, Bulûgh al-Marâm. Penerjemah Drs. Mohamad Machfuddin Aladip, h. 79 Hasan Alwi, dkk., Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia, h. 370
ى ال وف ي ص م رج هرأى النب مل الظفمث قدم صبر ل ه ي
80لماءا
“Nabi Saw. melihat seorang laki-laki dan pada kakinya ada semacam kuku yang tidak terkena air (ketika wudhu).”
Hâl pada kalimat di atas ialah jumlah اء صبه الم م ي ل . Hâl ini ialah
hâl jumlah fi'liyah, yakni terdiri dari fi'il mudari’ ( صب ه ي ) dan fa'il (damĭr
رالظف damĭr tersebut kembalinya kepada lafaz ,(هو . Hâl ini memiliki satu
rabit, yakni damĭr و ,Dalam menerjemahan hâl pada kalimat di atas . ه
penerjemah kurang tepat, yakni penerjemah menerjemahkannya ‘tidak
terkena air' seharusnya 'tanpa terkena air’, karena kalimat tersebut
kedudukannya menjadi hâl maka harus menggunakan padanan yang tepat
dalam bahasa Indonesia dan kata ‘tanpa’ merupakan salah satu padanan hâl
dalam bahasa Indonesia.81 Walaupun hasil terjemahan itu dapat dipahami,
tetapi Penulis memiliki alternatif lain, yakni “Nabi Saw. melihat seorang
laki-laki ketika wudhu, pada kakinya ada semacam kuku tanpa terkena air.”
80 Ibnu Hajar al-Asqalani, Bulûgh al-Marâm. Penerjemah Drs. Mohamad Machfuddin Aladip, h. 68 81 Hasan Alwi, dkk., Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia, h. 370
لعشاءتظر اده ينعه علىل هللا ص محا ب رسوآان أص
82نن وال يتوضؤوو ثم يصلسهمفق رؤوتخ حتى
“Biasa para sahabat Rasulullah Saw. menunggu sampai dikerjakannya salat Isya pada masa Rasulullah Saw. Hingga terkulai kepala mereka, kemudian mereka salat (bersama Nabi) dan mereka tidak wudhu lagi.”
Hâl pada kalimat di atas ialah jumlah نوال يتوضؤو . Hâl ini ialah hâl
jumlah fi'liyah, yakni terdiri dari fi'il mudari’ ( ؤو نيتوض ) dan fa'il (damĭr
م حا بأص damĭr tersebut kembalinya kepada lafaz ,(ه . Hâl ini memiliki satu
rabit, yakni ة واو الحالي ؤو . نيتوض bentuknya ialah jama’ mudzakar al-salim
dengan ciri rafa’ menggunakan wawu dan nun. Dalam menerjemahan hâl
pada kalimat di atas, terdapat kekurangatepatan, yakni penerjemah
menerjemahkannya ‘dan mereka tidak wudhu lagi' seharusnya ' tanpa
wudhu lagi’ karena kalimat tersebut kedudukannya menjadi hâl maka harus
menggunakan padanan yang tepat dalam bahasa Indoneisa dan ‘tanpa’
merupakan salah satu padanan hâl dalam bahasa Indonesia.83 Walaupun
hasil terjemahan itu dapat dipahami, tetapi kurang efektif. Yang membuat
hasil terjemahan tersebut kurang eketif karena kata ‘mereka’ digunakan
berulang kali. Menurut Penulis alangkah baiknya bila diterjemahkan “di
zaman Rasulullah Saw. biasa para sahabat menunggu sampai dikerjakannya
salat Isya. Hingga terkulai kepala mereka, kemudian mereka salat (bersama
Nabi Saw.) tanpa wudhu lagi.”
82 Ibnu Hajar al-Asqalani, Bulûgh al-Marâm. Penerjemah Drs. Mohamad Machfuddin Aladip, h. 33 83 Hasan Alwi, dkk., Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia, h. 370
84 جنبا يكناءن ما لمرئنا القرل اهللا ص م يقآان رسو
“Rasulullah Saw. membacakan (ayat-ayat) Al-Qur'an di muka kami, selagi Beliau tidak dalam keadaan junub.”
Hâl pada kalimat di atas ialah jumlah ا ن جنب ‘يك م ا ل Hâl ini ialah . م
hâl jumlah fi'liyah, yakni terdiri dari fi'il mudari’ ( ن يك ) dan fa'il (damĭr
و اهللا damĭr tersebut kembalinya kepada lafaz ,(هو لرس . Hâl ini memiliki satu
rabit, yakni damir هو . Terjemahan ini sudah menggunakan padanan hâl
yang tepat dalam bahasa Indonesia, karena ‘dalam keadaan’ merupakan
salah satu padanan hâl yang tepat dalam bahasa Indonesia.85 Dalam
terjemahan ini terdapat kekurangtepatan dalam menggunakan diksi yakni
kata ‘muka’ harusnya menggunakan kata ‘hadapan’ sehinggga
diterjemahkan “Rasulullah Saw. membacakan (ayat-ayat) Al-Qur'an di
hadapan kami, sedang Beliau tidak dalam keadaan junub.”
86 يتوضأتجم وصلى ولمأن النبى ص م أح
“Sesungguhnya Rasulullah Saw. telah diambil darahnya, lalu Beliau salat dan Beliau pun tidak wudhu lagi.”
Hâl pada kalimat di atas ialah jumlah أ م يتوض Hâl ini ialah hâl .ول
jumlah fi'liyah, yakni terdiri dari fi'il mudari’ ( أ هو dan fa'il (damĭr (يتوض ),
84 Ibnu Hajar al-Asqalani, Bulûgh al-Marâm. Penerjemah Drs. Mohamad Machfuddin Aladip, h. 53 85 Abdullah Abbas Nadwi, Belajar Mudah Bahasa Al-Qur’an, h. 310 86 Ibnu Hajar al-Asqalani, Bulûgh al-Marâm. Penerjemah Drs. Mohamad Machfuddin Aladip, h. 39
damĭr tersebut kembalinya kepada lafaz ى ا لنب . Hâl ini memiliki satu rabit,
ة Terdapat kekurangtepatan dalam menerjemahkan hâl, karena .واو الحالي
penerjemah tidak menggunakan padanannya yang tepat dalam bahasa
Indonesia dan kurang efektif karena mengulang kata ‘beliau’. Alangkah
baiknya jika diterjemahkan “sesungguhnya Rasulullah Saw. telah diambil
darahnya, lalu Beliau pun salat tanpa wudhu lagi.” Prefosisi ‘tanpa’
merupakan salah satu padanan hâl yang tepat dalam bahasa Indonesia.87
من حلى بالمسفل الخف أوي لكان أسن بالرأ آان الديلو
88رسول اهللا ص م يمسح على ظاهر خفيهت رأي اله وقدأع
“Seandainya agama Islam itu boleh dirasiokan, maka tentu yang sebelah bawahlah dari sepatu itu yang harus dibasuh dari pada yang sebelah atas, (tetapi) aku melihat Rasulullah Saw. membasuh kedua sepatu Beliau sebelah luarnya (atas luar).”
Hâl pada kalimat di atas ialah jumlah ل اهللا ص مت رسورأي دقو . Hâl ini
ialah hâl jumlah fi'liyah, yakni terdiri dari fi'il madi ( ىرأ ) dan fa'il (damĭr
ا ة Hâl ini memiliki satu rabit, yakni .(أن karena fi’il madi tersebut , واو الحالي
didahului oleh prefosisi د Penerjemah menerjemahkannya ‘(tetapi) aku .ق
melihat Rasulullah Saw. membasuh kedua sepatu Beliau sebelah luarnya
(atas luar)’ Seharusnya ‘sedang aku melihat Rasulullah Saw. membasuh
kedua sepatu Beliau sebelah luarnya (atas luar).’
87 Hasan Alwi, dkk., Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia, h. 370 88 Ibnu Hajar al-Asqalani, Bulûgh al-Marâm. Penerjemah Drs. Mohamad Machfuddin Aladip, h. 29
س من كمل اهللا ص م مامن قال رسو أ في ء لوضو بغ ا أحد يتوض
ه إ الهد أنل أش ثم يقو ري ال اهللا وح إل ه ده ال ش أن هدأش و ك ل
د اب ال و له أب له إال فتحت محمدا عبده ورسو ة ي ة الثمني خل جن
89 أيها شاءمن
Bersabda Rasulullah Saw., "Tidak seorangpun di antara kamu yang berwudhu dan menyempurnakan (dengan baik) wudhunya, kemudian ia
membaca ورسوله أن محمدا عبده الشريك له و أشهد وحده ال اهللاإ أن الأله أشهد
, maka tidak ada balasan bagi orang itu, kecuali dibukakan untuknya pintu-pintu surga yang delapan, terserah kepada ia dari arah mana ia akan
masuk.”
Hâl pada kalimat di atas ialah jumlah د خلي . Hâl ini ialah hâl jumlah
fi'liyah, yakni terdiri dari fi'il mudari’ ( د خلي ) dan fa'il (damĭr هو ). Hâl ini
memiliki satu rabit, yakni damĭr و Pada terjemahan ini terdapat . ه
kekurangtepatan dalam menerjemahkan hâl, karena penerjemah tidak
menggunakan padanan yang tepat dalam bahasa Indonesia, yakni
menerjemahkan hâl tersebut dengan ‘terserah kepada ia dari arah mana ia
akan masuk’. Meski begitu, terjemahan ini sudah baik di terjemahkan
seperti ini. Penulis memiliki alternatif lain, yakni ‘sedang ia masuk dari arah
mana saja yang ia kehendaki’, karena prefosisi ’sedang’ merupakan padanan
hâl yang tepat dalam bahasa Indonesia.90
89 Ibnu Hajar al-Asqalani, Bulûgh al-Marâm. Penerjemah Drs. Mohamad Machfuddin Aladip, h. 26 90 Hasan Alwi, dkk., Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia, h. 370
91بب الثوض يصيأن النبى ص م قال فى دم الحي
“Sesungguhnya Rasulullah Saw. bersabda tentang darah haid (orang yang datang bulan) yang melekat pada kain, (yaitu) hendaknya (wanita) itu mengeriknya, lalu menggosoknya dengan air, kemudian menyiramnya (mencucinya) baru salatlah ia dengan kain itu.”
Hâl pada kalimat di atas ialah jumlah وب صيب الث Hâl ini ialah hâl . ي
jumlah fi'liyah, yakni terdiri dari fi'il mudari’ ( صيب هو dan fa'il (damĭr (ي ).
Hâl ini memiliki satu rabit, yakni damĭr و ه . Penerjemah
menerjemahkannya ‘yang melekat pada kain’ seharusnya ‘sedang darah
haid itu melekat pada kain’.
د آتيه بثالثة أحأتى النبى ص م الغائظ فأمرني أن ت جار فوج
92 ثالثا أجدن ولمحجري
“Rasulullah Saw. bermaksud buang air besar, lalu Beliau menyuruhku mendatangkan tiga buah batu, tetapi aku hanya mendapatkan dua buah batu, dan tidak tiga.”
Hâl pada kalimat di atas ialah jumlah ا م أجد ثالث Hâl ini ialah hâl .ول
jumlah fi'liyah, yakni terdiri dari fi'il madi ( د ا dan fa'il (damĭr ( أج Hâl .( أن
ini memiliki satu rabit, yakni ة Terjemahan ini kurang tepat, karena . واو الحالي
tidak menggunakan padanan yang tepat dalam bahasa Indonesia. Alangkah
baiknya jika diterjemahkan “Rasulullah Saw. bermaksud buang air besar,
91 Ibnu Hajar al-Asqalani, Bulûgh al-Marâm. Penerjemah Drs. Mohamad Machfuddin Aladip, h. 8 92 Ibnu Hajar al-Asqalani, Bulûgh al-Marâm. Penerjemah Drs. Mohamad Machfuddin Aladip, h. 47
lalu Beliau menyuruhku mendatangkan tiga buah batu, sedang aku tidak
menemukan tiga buah batu, melainkan hanya dua buah batu,” karena
prefosisi ’sedang’ merupakan padanan hâl yang tepat dalam bahasa
Indonesia.93
93 Abdullah Abbas Nadwi, Belajar Mudah Bahasa Al-Qur’an, h. 310
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Setelah Penulis menelaah dan meneliti padanan makana hâl dalam bahasa
Indonesia pada Bulûgh al-Marâm, hanya terdapat sedikit kekeliruan yang
dilakukan penerjemah dalam menerjemahkan kalimat hâl. Kekeliruan ini,
menurut Penulis bukan dikarenakan ketidaktahuan si Penerjemah, tetapi
lebih dikarenakan ketidaktelitian si Penerjemah atau kekeliruan itu bisa saja
terjadi ketika proses cetak atau ketika proses editing. Ini dapat dilihat dari
kesalahan yang relatif sedikit jika dibandingkan dengan yang benar.
Dari 23 jumlah hâl secara keseluruhan yang ada dalam buku Bulûgh
al-Marâm pada Bab Tahârah, terdapat enam kasus hâl yang Penerjemah
kurang tepat dalam menerjemahkannya. Selebihnya sudah benar; tetapi ada
juga kekurangtepatan dalam menggunakan diksi yang menjadikan hasil
terjemahan kurang enak dibaca.
B. Saran
Para editor dan penerbit, hendaknya lebih teliti terhadap buku atau
karya terjemahan yang akan diterbitkan. Karena penulis melihat, pada
kasusu ini, terdapat kesalahan yang tidak perlu, seperti ان النبي ص م قبل بعض
hal. 16 [Bulûgh al-Marâm yang) نسائه ثم خرج الي الصالة ولم يتوضاء
diterjemahkan oleh Drs. Mohamad Machfuddin Aladip] ). kalimat يتوضأولم
di sini di terjemahkan oleh Penerjemah ‘dan Nabi wudhu lagi’, padahal arti
sebenarnya adalah ‘tanpa wudhu lagi’; di dalam kalimat tersebut terdapat
huruf lâm yang bermakna ’tidak’, dan itupun ditemukan di dalam teks asli
buku Bulûgh al-Marâm. Penulis rasa, kecil kemungkinan seorang
penerjemah seperti Drs. Mohamad Machfuddin Aladip menerjemahkanya
‘dan Nabi wudhu lagi’. Ada kemungkinan, kekurangtepatan tersebut terjadi
ketika proses editing atau pracetak.
DAFTAR PUSTAKA
Burdah, Ibnu. Menjadi Penerjemah. Yoyakarta: Tiara Wacana, 2004
Departemen Pendidikan Nasional. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta:
Balai Pustaka, edisi ke-3, 2007
Hernowo. Mengikat Makna: Kiat-Kiat Ampuh Melejitkan Kemauan Plus
Kemampuan Membaca dan Menulis Buku. Bandung: Kaifa, 2001
Maurist, Simatupang. Enam Makalah Tentang Terjemah. Jakarta: UKI
Press, 1993
Aladip, Muhamad Machfuddin, Drs. Terjemah Bulugh Al-Maram.
Semarang: Karya Toha Putra, tth
Hidayatullah, Muhamad Syarif. Diktat Teori dan Permasalahan
Penerjemahan. Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah Fakultas Adab dan
Humaniora Jurusan Tarjamah, 2007
Hamasah, Abdullatief, dkk. Belajar Mudah Bahasa Alquran (diterjemahkan
dari bahasa Inggris oleh tim redaksi penerbit Mizan). Bandung: Mizan, 2001
Hakim, Taufik, H. Program Pemula Membaca Kitab Kuning: Amtsilati.
Jepara: al-Falah Offset, 2003
Muhamad bin Abdullah, Jamaluddin. Alfiyah ibnu Malik
Asrori, Imam. Sintaksis Bahasa Arab: Frasa—Klausa—Kalimat. Malang:
Misykat, 2004
Ali, Atabik dan Zuhdi Muhdlor, Ahmad. Kamus Kontemporer Arab-
Indonesia. Yogyakarta: Multi Karya Grafika Ponpes Kerapyak, 1998
Khalil, al-Khattan, Manar. Studi Ilmu-lmu Alquran (diterjemahkan dari
bahasa Arab oleh Drs. Mudzakir, AS). Jakarta: Lintera Antar Nusa, 1996
Chaer, Abdul, Drs. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta, 2003, cet. Ke-2
Alwi, Hasan, dkk. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai
Pustaka, 2003
Amin, Mustofa. Nahwu al-Wâdih: Fî Qawâ'id al-Lughah al-'Arabiyah.
Libanon: Dar al-Ma'arif, juz 3, tth
Al-intinakiy, Muhamad. Minhâj Fî al-Qawâ'id wa al-I'rab. Beirut: Dar al-
Syurk, tth
Ali, sayid, Amin, Dr. Fî al-'Ilmi al-Nahwu. Kairo: Dar al-Ma'arif, cet. Ke-4,
1997
Ni'mah, Fuad. Mulakhas: Qawâ'idu al-Lughah al-'Arabiyah. Damaskus:
Dar al-Hikmah, cet. Ke-9, tth
Dahdah, Antoine. Mu'jam Qawâ'idu al-Lughah al-'Arabiyah: Fii Jadâwal
wa Lauhât. Beirut: Maktabah Libanon, 1981
Widyamartaya, A. Seni Menerjemahkan. Yogyakarta: Kanisius, 1989
Machali, Rochayah. Pedoman Bagi Penerjemah. Jakarta: Grasindo, 2000
Hoedoro Hoed, Beny. Penerjemahan dan Kebudayaan. Jakarta: Dunia
Pustaka Jaya, 2006
Suryaminata, Zuchridin dan Heriyanto, Sugeng. Translation: Bahasan Teori
dan Penuntun Praktis Menerjemahkan. Yogyakarta: Kanisius, 2003
Moentaha, Salihen, MA, Ph. D. Bahasa dan Terjemahan. Jakarta: Kesaint
Blanc, 2006
Chaer, Abdul. Tata Bahasa Praktis Bahasa Indonesia. Jakarta: Rineka
Cipta, 2000
Bagus Putrayasa, Ida, Prof. Dr. M. Pd. Tata Kalimat Bahasa Indonesia.
Bandung: Radika Aditama, 2006
Guntur, Tarigan, Henny, Prof. Dr. Pengajaran Morfologi. Bandung:
Angkasa, 1988
Top Related