HAK ANAK DISABILITAS DI INDONESIA
(Analisis terhadap UU NO 8 Tahun 2016 tentang Disabilitas dan Hukum Islam)
Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Hukum (SH)
Oleh:
HUSNIL KHULUQI
1113044000002
PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1438 H/2017 M
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi
salah satu persyaratan memperoleh gelar Sarjana Hukum (SH) di Universitas
Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Sumber-sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negerin (UIN)
Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan karya asli saya atau
merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima
saksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 5 Juni 2017
Husnil Khuluqi
iii
ABSTRAK
HUSNIL KHULUQI (NIM 1113044000002), “HAK ANAK DISABILITAS
DI INDONESIA (Analisis UU NO 8 Tahun 2016 dan Hukum Islam), Program Studi
Hukum Keluarga Islam, Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta.
UU NO 8 Tahun 2016 tentang disabilitas adalah UU yang sangat berguna bagi
kaum disabilitas, terutama bagi anak-anak yang sangat membutuhkan. Akan tetapi,
hal ini menjadi suatu yang sangat baru di Indonesia. Minimnya kajian tentang
disabilitas di dalam Hukum Indonesia dan Hukum Islam membuat saya sebagai
penulis skripsi mengangkat tema hak anak disabilitas di Indonesia dengan
pembahasan yaitu membahas UU yang belum lama ini dikeluarkan yaitu UU NO 8
Tahun 2016.
Metode yang digunakan penulis adalah metode normatif karena metode ini
sangat berkaitan dengan UU seperti pembahasan yang penulis bahas dan
penggunakan teknik pengumpulan data library research yaitu teknik pengumpulan
data yang sumber utamanya adalah sumber pustaka seperti buku.
Kesimpulan dari skripsi ini adalah UU tersebut masih banyak kekurangannya
dan harus lebih banyak melakukan kajian-kajian tentang disabilitas yang menurut
penulis masih sangat kurang pembahasannya di Indonesia ini.
Pembimbing: Hj. Rosdiana. M.A
Kata kunci: Anak dan disabilitas
Buku terbitan: 2002-2015
iv
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim
Segala puji bagi Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang yang
telah melimpahkan rahmat, taufik, dan hidayah-Nya serta cinta-Nya sehingga
membuat hati dan semangat penulis untuk menyelesaikan skripsi ini dengan sebaik-
baiknya sebagai syarat akhir dalam menyelesaikan sarjana program strata satu (S1)
pada jurusan Hukum Keluarga.
Selawat serta salam semoga tetap tercurah kepada Nabi Muhammad SAW,
yang telah memberikan cahaya untuk menerangi jalan kehidupan seluruh umat.
Dalam penulisan skripsi ini tentu masih banyak kekurangan dan jauh dari kata
sempurna. Semua ini tidak terlepas dari dukungan, bimbingan, serta bantuan dari
berbagai pihak. Untuk itu, penulis haturkan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada:
1. Dekan Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
2. Dr. H. Abdul Halim, M.Ag. selaku Ketua Program Studi Hukum Keluarga,
Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta.
3. Rosdiana, M.A. selaku dosen pembimbing yang telah banyak membantu dan
meluangkan waktunya dalam penyelesaian skripsi ini.
v
4. Drs. Basiq Djalil, S.H., M.A. selaku dosen penasihat akademik yang telah
memberikan bimbingan yang sangat baik.
5. Seluruh dosen Fakultas Syariah dan Hukum khususnya dosen-dosen Hukum
Keluarga yang telah memberikan ilmu kepada penulis selama masa
perkuliahan.
6. Pimpinan dan Staf Perpustakaan Utama, Perpustakaan Fakultas Syariah dan
Hukum yang telah menyediakan fasilitas untuk menyediakan studi
kepustakaan.
7. Ayah dan Ibu yang telah memberikan motivasi terhadap penulis agar penulis
bisa mengejar cita-cita dan harapan penulis.
8. Siti Annisa Fujiani sebagai orang yang telah memberikan semangat terhadap
penulis dan yang sering memberikan masukan terhadap skripsi penulis.
Kepada semua pihak yang tidak penulis sebutkan satu persatu apapun
bentuknya baik berupa tenaga, waktu, dan doa penulis haturkan terima kasih.
Mudah-mudahan amal dan jasa mereka yang telah membantu penulis dalam
penyusunan skripsi ini diterima oleh Allah SWT dan dibalasnya dengan pahala yang
berlipat ganda. Penulis mengakui bahwa skripsi ini masih jauh dari kata sempurna
maka penulis membuka untuk kritik dan saran.
vi
Akhir kata penulis mempersembahkan skripsi ini dengan kelebihan dan
kekurangannya. Semoga dapat bermanfaat bagi kita semua, Aamiin.
Jakarta, 19 Mei 2017
Penulis
vii
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN
LEMBAR PERNYATAAN
ABSTRAKSI ...................................................................... ........................................... iii
KATA PENGANTAR ......................................................... ........................................... iv
DAFTAR ISI ....................................................................... .......................................... vii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ...................................................................... 1
B. Identifikasi Masalah ............................................................................ 6
C. Batasan Masalah.................................................................................. 7
D. Rumusan Masalah ............................................................................... 8
E. Tujuan dan Manfaat Penulisan Skripsi ............................................... 8
F. Review Study Terdahulu ..................................................................... 9
G. Kerangka Teori.................................................................................. 11
H. Metode Penelitian.............................................................................. 12
I. Sistematika Penulisan ....................................................................... 13
BAB II TINJAUAN UMUM HAK ANAK DISABILITAS MENURUT
HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF
A. Pengertian Anak Menurut Hukum Islam .......................................... 16
B. Hak Anak Menurut Hukum Islam ..................................................... 17
viii
C. Pengertian Anak Menurut Hukum Positif ......................................... 20
D. Hak Anak Menurut Hukum Positif ................................................... 23
E. Pengertian Disabilitas dan Ruang Lingkupnya ................................. 29
F. Hak anak Penyandang Disabilitas ..................................................... 40
BAB III LATARBELAKANG PEMBENTUKAN UNDANG-UNDANG NO 8
TAHUN 2016
A. Sejarah Lahirnya Undang-Undang No 8 Tahun 2016....................... 44
B. Sistematika Penulisan Undang-Undang No 8 Tahun 2016 ............... 55
C. Sarana dan Prasaranan penyandang Disabilitas ................................ 57
BAB IV ANALISIS UNDANG-UNDANG NO 8 TAHUN 2016 DAN
HUKUM ISLAM
A. Hak Anak Disabilitas Menurut UU No 8 Tahun 2016 ...................... 62
B. Hak Anak Disabilitas Dalam Persfektif Hukum Islam ..................... 70
C. Teknologi Modern Bagi Penyandang Disabilitas dalam UU NO 8
Tahun 2016 ....................................................................................... 74
D. Analisis Penulis ................................................................................. 77
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ....................................................................................... 79
B. Saran .................................................................................................. 80
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................... 82
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Bagi bangsa Indonesia, masyarakat, keluarga miskin, dan terlebih lagi
anak-anak, situasi krisis ekonomi menjadi awal mula dari timbulnya berbagai
masalah yang sepertinya semangkin mustahil untuk di pecahkan dalam waktu
singkat, kehidupan anak-anak menjadi semangkin marjinal, khususnya bagi
anak-anak yang sejak awal tergolong anak-anak rawan, anak rawan adalah
anak-anak yang karena situasi kondisi, dan tekanan-tekanan kultur maupun
struktur menyebabkan mereka belum atau tidak terpenuhi hak-haknya dan
acap kali pula dilanggar hak-haknya.1
Yang dimaksud dengan anak adalah seorang yang lahir dari hubungan
suami istri. Sedangkan yang dimaksud anak atau juvanel, adalah seorang yang
masih dibawah usia tertentu yang belum dewasa atau belum kawin. 2
Berdasarkan kamus besar bahasa Indonesia (KBBI), anak adalah
keturunan kedua. Dalam konsideran UU No. 23 Tahun 2002 tentang
perlindungan anak, dikatakan bahwa anak adalah amanah dan karunia Tuhan
yang maha Esa, dalam dirinya terdapat harkat dan martabat sebagai manusia
1 Bagong suyanto, Masalah Sosial Anak, (Jakarta: Kencana, 2013) , hal. 4.
2 Nandang Sambas, Peradilan Pidana Anak diIndonesia dan Instrumen Internasional, (
Yogyakarta: Graha Ilmu, 2013), h. 1.
2
seutuhnya. lebih lanjut dikatakan bahwa anak adalah tunas, potensi dan
generasi muda penerus cita-cita bangsa.3
Dalam UU No 4 tahun 1979 tentang kesejahteraan anak, merumuskan
sebagai berikut: anak adalah seorang yang belum mencapai usia 21 tahun.
dalam konvensi hak-hak anak juga dijelaskan bahwa anak adalah setiap orang
yang berusia dibawah 18 tahun.4
Dalam undang-undang pemilihan umum yang dikatakan anak belum
mencapai usia 17 tahun. Dan dalam konvensi PBB tentang hak-hak anak yang
ditanda tangani pemerintah RI pada tanggal 26 januari 1990 batasan umur
anak adalah 18 tahun.5
Tetapi dalam UU No 35 Tahun 2014 tentang kesejahteraan anak, anak
adalah setiap orang yang belum mencapai umur 18 tahun, undang-undang ini
adalah undang-undang yang paling baru di Indonesia.
Dalam upaya-upaya perlindungan anak harus telah dimulai sedini
mungkin, agar kelak dapat berpartisipasi secara optimal bagi pembangunan
bangsa dan negara. Dalam undang-undang Republik Indonesia Nomor 4 tahun
1979 kesejahteraan anak, ditentukan bahwa: anak berhak atas pemeliharaan
dan perlindungan baik semasa kandungan maupun sesudah dilahirkan. Anak
berhak atas perlindungan-perlindungan lingkungan hidup yang dapat
3Nasir Djamil, Anak Bukan Untuk di Hukum, (Jakarta: Sinar Grafika, 2013) ctk ke 2, hal 8.
4 Nandang Sambas, Peradilan Pidana Anak di Indonesia dan Instrumen Internasional, (
Yogyakarta: Graha Ilmu, 2013), h. 5. 5 Gatot Supramono, Hukum Acara Pidana, ( Jakarta: Djambatan, 2007), h. 5.
3
membahayakan atau menghambat pertumbuhan dan perkembangan dengan
wajar. 6
Menurut hukum Islam anak merupakan amanah sekaligus karunia
Allah SWT. Bahkan anak dianggap sebagai harta kekayaan yang paling
berharga di bandingkan kekayaan harta benda lainnya. Anak sebagai amanah
allah harus senantiasa dijaga dan dilindungi karena dalam diri anak terdapat
harkat, martabat dan hak-hak sebagai manusia yang harus dijunjung tinggi.
Dalam undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang hak asasi manusia telah
mencantumkan tentang hak-hak anak, pelaksanaan kewajiban dan tanggung
jawab orang tua, keluarga, masyarakat, pemerintah, dan negara untuk
memberikan perlindungan terhadap anak.7
Masalah yang dihadapi Indonesia pada saat ini adalah masalah-
masalah tentang anak yang cukup serius, data total jumlah anak di Indonesia
menyebutkan ada sekitar 34, 165, 213 juta anak laki-laki dari umur 0-14 tahun
dan ada 32, 978, 841 anak perempuan dari umur 0-14 tahun banyaknya total
jumlah anak ini menyebabkan banyak masalah,8 yang saya bahas terutama
masalah hak anak disabilitas yang datanya saja masih kurang jelas dan hanya
simpang siur. Menurut data pusdatin dan kementrian sosial pada 2010, jumlah
penyandang disabilitas di Indonesia adalah 11,580,117 dari semua umur
6 Nashriana, Perlindungan Hukum Pidana Bagi anak di Indonesia, ( Jakarta: Raja Grafindo
Persada,2012), h. 2. 7 Andi Syamsu Alam dan M. Fauzan, Hukum Pengangkatan Anak Presfektif Islam, (Jakarta:
Kencana, 2008), h.2. 8Penduduk Indonesia http://www.indonesia-investments.com/id/budaya/penduduk/item67?
(artikel di akses pada: 30 Januari 2016).
4
sementara menurut data kementrian tenaga kerja dan transmigrasi, pada 2010
jumlah penyandang disabilitas adalah 7,126,409. 9
Sementara itu data dari Pusdatim Kemensos RI menyebutkan jumlah
anak disabilitas dikalangan orang miskin, data ini diperoleh dari tahun 2002-
2006. 2002 ada sekitar 367 520 jiwa, kemudian tahun 2004 ada 365 868 jiwa
dan tahun 2006 ada 295 763 jiwa. Data ini baru sampai tahun 2006 karena
pusdatim kemensos RI baru menerbitkan data sampai 2006.10
ini sangat
mengenaskan karena sumber datanya saja masih belum update untuk anak
disabilitas pada masa sekarang ini.
Dilihat dari data diatas yang berbeda dan itu juga dikelompokan
menjadi semua umur menjadi suatu masalah yang cukup besar di Indonesia
bagaimana mau menangani tetapi datanya saja belum jelas, sementara untuk
data anak-anak disabilitas di Indonesia belum jelas berapa jumlahnya.
Islam sendiri memberikan hukum yang jelas dan tidak ada toleransi bagi
setiap orang yang menghina kaum disabilitas ini seperti dijelaskan pada QS.
Al-Hujjurat ayat 11 yang artinya.
ب أي أى ٱلذيي ي ي سبء ػس ل سبء ه ن أى ينا خيزا ه م ػس ي ق م ه ءاها ل يسخز قل تببزا ب ا أفسنن ل تلوز
ي ب يني خيزا ه ي بؼد ٱلفسق ن ٱلس بئس ٱللق يو ٱلئل ن
ل هي لن يتب فأ لوى ١١ ٱلظ
9“Inklusi penyandang Disabilitas di Indonesia” http://www.ilo.org/wcmsp5/groups/public/---
asia/---ro-bangkok/---ilo-jakarta/documen (Artikel diakses pada 31 januari 2017). 10
Naskah Akademik UU NO 8 Tahun 2016
5
Artinya:”Wahai orang-orang beriman janganlah suatu kaum mengolok-olok
kaum yang lain, (karena) boleh jadi mereka yang diolok-olokkan lebih dari
mereka yang mengolok-olok”
Disini dijelaskan mengolok-olok itu atau menghina tidak boleh
dilakukan dalam islam. kemudian dalam surat lain dijelaskan lebih jelas yaitu
pada surat abasa ayat 1-12 surat ini menjelaskan ketika nabi Muhammad SAW
bermuka masam dan berpaling ketika seorang buta telah datang kepadanya.
Turunnya ayat ini menjadi sebuah teguran dari allah kepada nabi
Muhammad.
Dapat disimpulkan bahwa Islam sangat melarang keras seorang
menghina orang yang memiliki kemampuan fisik kurang, karena dimata allah
SWT semua manusia itu sama dihadapannya. Menghinanya saja islam sudah
melarang keras apalagi menelantarkannya, tetapi di Indonesia banyak anak
disabilitas yang terlantar haknya ini menyebabkan suatu masalah yang
menjadi pembahasan yang cukup menarik untuk dibahas.
Dalam undang-undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang perlindungan
anak pasal 70 perlindungan khusus bagi anak disabilitas sebagaimana
dimaksud dimaksud dengan pasal 29 huruf I dilakukan melalui upaya
1. Perlakuan anak secara manusiawi sesuai dengan martabat dan hak
anak.
2. Pemenuhan kebutuhan khusus.
6
3. Perlakuan yang sama dengan anak lainnya untuk mencapai integritas
sosial sepenuh mungkin.
4. Pendampingan sosial.
Dalam masalah perlindungan anak ini sudah menjadi masalah yang
cukup besar di Indonesia terutama kasus anak disabilitas yang masih sangat
tidak menentu arah badan hukum yang berlakunya. Dalam Undang-Undang
No 35 Tahun 2014 tentang perlindungan anak dan Undang-Undang No 8
Tahun 2016 tentang disabilitas terjadi perbedaan antara hak anak disabilitas
tersebut. maka dari itu ini akan menjadi pembahasan yang cukup menarik
untuk dibahas, terlebih undang-undang no 8 tahun 2016 tentang disabilitas
adalah undang-undang yang baru diresmikan, ini akan menjadi bahan yang
sangat menarik untuk diteliti dan dibahas. Dari situ saya mencoba
mengangkat judul yaitu Hak Anak Disabilitas di Indonesia (Analisis: UU
No 8 Tahun 2016 tentang Disabilitas, dan Hukum Islam).
B. Identifikasi masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang sudah saya buat diatas, saya
dapat mengidentifikasi pembahasan tema skripsi saya ini kedalam beberapa
pertanyaan guna mengidentifikasi permasalahan yang akan saya bahas:
1. Apa yang menyebabkan anak disabilitas bisa terlantar, padahal ada
Undang-Undang yang sudah mengaturnya?
2. Mengapa kasus anak disabilitas di Indonesia masih cukup tinggi?
7
3. Bagaimana pemerintah menanggapi tentang fenomena disabilitas?
4. Apakah penerapan dilapangan sudah sesuai dengan Undang-Undang
yang berlaku di Indonesia tentang disabilitas?
5. Mengapa data anak disabilitas masih simpang siur di Indonesia pada
saat ini?
C. Batasan masalah
Agar dalam pembahasan penelitian ini terarah dan tersusun secara
sistematis pada tema bahasan yang menjadi titik sentral. Maka perlu penulis
uraikan tentang pokok-pokok bahasan dengan memberikan perumusan dan
pembatasan masalah.
Untuk mendapat pembahasan yang obejektif, maka dalam skripsi ini
penulis membatasinya dengan pembahasan berkisar hanya di HAK ANAK
DISABILITAS di INDONESIA (Analisis UU No 8 Tahun 2016 dan Hukum
Islam)
D. Rumusan masalah
Untuk memperjelas masalah yang akan saya bahas ini saya mencoba
merumuskan masalah agar pembahasan skripsi ini lebih terarah dan jelas
pembahasannya, rumusannya sebagai berikut:
1. Bagaimana pembentukan Undang-Undang No 8 tahun 2016 dan
relevansinya dengan hukum Islam?
2. Bagaimana pandangan hukum Islam terhadap hak anak disabilitas di
Indonesia?
8
3. Bagaimana relevansi pengaturan hak-hak anak disabilitas dalam
Undang-Undang No 8 tahun 2016 dengan penerapan teknologi modern
saat ini?
E. Tujuan dan manfaat penulisan skripsi
Tujuan penelitian
1. Mencari tahu apakah Undang-Undang No 8 tahun 2016 sudah sesuai
perumusannya dan relevansinya dengan hukum Islam.
2. Mencari tahu bagaimana pandangan hukum islam terhadap hak
seorang anak penyandang disabilitas.
3. Untuk mengetahui apakah undang-undang no 8 tahun 2016 sudah
relevan dengan teknologi modern saat ini.
Manfaat penelitian
1. Dapat memberikan sumber reverensi pembelajaran bagi mahasiswa
FSH pada umumnya dan bagi mahasiswa bagian hukum keluarga
islam pada khususnya
2. Memberikan informasi dalam perkembangan ilmu hukum pada
umumnya dan hukum keluarga pada khususnya yang berkaitan dengan
masalah yang dibahas oleh peneliti
3. Secara ilmiah penelitian ini diharapkan mampu menmbah
pengembangan pemikiran hukum islam dan hukum positif bagi setiap
9
pribadi muslim dan masyarakat secara luas terkait HAK ANAK
DISABILITAS di INDONESIA.
F. Review studi terdahulu
Untuk menghindari plagiat atau kesamaan dalam pembahasan judul
skripsi ini saya melakukan studi review untuk mengetahui bahwa judul yang
saya buat belum ada yang membahas dan tidak diebut plagiat. Studi review
saya sebagai berikut:
Andi sulastri (NIM:
B11109008
TINJAUAN HUKUM
TERHADAP PENYEDIAAN
AKSESTABILITAS BAGI
PENYANDANG
DISABILITAS DIKOTAS
MAKASAR
Skripsi ini hanya
menjelaskan
tentang
aksestabilitasnya
saja. Bukan
membahas yang
berada didalam
peraturan undang-
undang yang akan
saya bahas dalam
judul saya
Artiker dari saudara
(Udio basuki)
Perlindungan HAM dalam
hukum di Indonesia studi
ratifikasi konvensi hak-hak
disabilitas
Pembahasan ini
menjelaskan
tentang
bagaimana hak-
hak disabilitas di
dalam ham
setelah konvensi
hak disabilitas
international. Dan
penerapan di
Indonesia.
International labor
organization
Penelitian tentang inklusi
penyandang disabilitas di
Indonesia
Ini adalah
penelitian yang
bertujuan untuk
meliat
perkembangan
kaum disabilitas
10
di Indonesia,
penelitian ini
bertujuan
bagaimana hak
disabilitas di
Indonesia sudah
terpenuhi atau
belum dan data
lengkap jumlah
disabilitas di
Indonesia
G. Kerangka teori
Untuk memperjelas dalam pembahasan skripsi ini saya menggunakan
teori kepastian hukum, teori kepastian hukum sendiri merupakan
perlindungan yustiabel terhadap tindakan sewenang-wenang, yang berati
bahwa semua orang akan dapat memperoleh sesuatu yang diharapkan dalam
keadaan tertentu. Hukum bertugas menciptakan kepastian hukum karena
bertujuan pada ketertiban masyarakat. Asas kepastian hukum dalam negara
hukum yang mengutamakan landasan peraturan perundang-undangan,
kepatuhan, dan keadilan dalam setiap kebijakan penyelenggaraan negara.
Asas kepastian hukum dalam negara hukum, sangat perlu dijaga demi
tercapainya keteraturan yang tertib. 11
Dalam penjelasan diatas sangat jelas bahwa hukum itu harus pasti
tidak berat kebawah atau keatas, hukum itu harus adil. Dalam skripsi ini saya
11
Tjia Siauw Jan, pengadilan pajak: upaya kepastian hukum dan keadilan bagi wajib pajak,
(Bandung: P.T. Alumni, 2013), h.63.
11
menggunakan teori ini karena sangat cocok untuk pembahasan skripsi saya
yang membahas tentang undang-undang, teori ini akan membuktikan bahwa
undang-undang yang saya bahas sudah sesuai atau belum dengan keadilan dan
sesuai untuk melindungi masyarakat bawah maupun atas. Dan melihat apakan
aspek-aspek dalam penyusunan dan pembuatan undang-undang ini sudah
sesuai prosedur atau belum.
H. Metode Penelitian
Untuk mendukung penelitian dan pembahasan skripsi ini agar
diperoleh hasil yang koperhensif dan dapat dipertanggung jawabkan secara
akademis, maka diperlukan metodologi pembahasan yang diharapkan mampu
menjadi sarana eksplorasi yang diperlukan dalam penulisan. Adapun metode
yang digunakan adalah sebagai berikut.
1. Pendekatan penelitian
Dalam pendekatan penelitian ini saya menggunakan pendekatan
penelitian normatif. Pendekatan penelitian normatif adalah pendekatan
hukum yang lebih melihat hukum sebagai bangunan norma yang harus
dipahami dengan menganalisis teks atau undang-undang atau
peraturan tertulis. Dalam rangka mempelajari teks-teks normatif
tersebut maka yang menjadi sangat penting untuk menggunakan logika
hukum (legal reasoning) yang dibangun atas dasar asas-asas, dogma-
12
dogma, doktrin-doktrin, dan prinsip-prinsip hukum terutama yang
berlaku secara universal dalam hukum (modern).12
Saya menggunakan pendekatan penelitian ini karena sangat
cocok dengan apa yang menjadi pembahasan saya tentang pembahasan
undang-undang, dan menganalisisnya dengan hukum yang sudah
universal dalam hukum modern.
2. Teknik pengumpulan data
penelitian ini menggunakan teknik studi pustaka (Library
Research). Yaitu suatu penelitian yang menjadikan bahan pustaka
sebagai sumber data utama yang dimaksudkan untuk menggali teori-
teori dan konsep-konsep yang telah ditentukan oleh para ahli terdahulu
dengan mengikuti perkembagan penelitian dibidang yang akan diteliti.
Memperoleh orientasi yang luas mengenai topik yang dipilih
memanfaatkan data skunder serta menghindari duplikasi penelitian.
a. Sumber data primer
Merupakan sumber data yang diperoleh dari sumber
aslinya, memuat segala keterangan-keterangan yang berkaitan
dengan penelitian ini. Sumber-sumber data tersebut berupa
perundang-undangan mengenai hak anak disabilitas, jurnal dan
juga buku-buku yang membahas tentang hak anak disabilitas.
12
Yesmil Anwar & Adang, Sosiologi untuk Universitas, (Bandung: Refika Aditama, 2013), h.
326.
13
b. Sumber data skunder
Merupakan data yang memberikan penjelasan
mengenai bahan-bahan primer yang diambil dari sumber-
sumber tambahan yang memuat segala keterangan-keterangan
yang berkaitan dengan penelitian ini, antara lain informasi
yang relefan, artikel, bulletin, atau karya ilmiah.
3. Metode analisis data
Untuk memperoleh data-data yang dibutuhkan penulis
menggunakan metode deskriptif kualitatif. Data kualitatif ini didapat
dengan melihat undang-undang yang ada dan peraturan yang berlaku
di Indonesia serta buku-buku yang membahas tentang pembahasan
penulis, desain penulisan ini adalah deskriftif analisis yaitu sebuah
studi untuk menemukan fakta dan interpretasi yang tepat dan
menganalisis lebih dalam tentang hubungannya, sehingga dapat
memberikan gambaran dan penjelasan khususnya mengenai
perlindungan anak disabilitas.
I. Sistematika penulisan
Skripsi ini disusun berdasarkan buku “Pedoman Penulisan Skripsi
Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta” dengan
sistematika yang terbagi dalam lima bab. Masing-masing bab terdiri atas
beberapa sub bab sesuai pembahasan dan materi yang diteliti. Adapun
perinciannya adalah sebagai berikut:
14
Bab satu berisikan tentang latarbelakang masalah, identifikasi
masalah, batasan masalah, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penulisan
skripsi, review studi terdahulu, metodepenelitian, sistemmatika penulisan
skripsi, daftar pustaka sementara.
Bab dua berisikan menguraikan tujuan umum mengenai pengertian-
pengertian anak dan haknya menurut hukum positif dan hukum islam serta
pembahasan umum tentang disabilitas.
Bab tiga menerangkan tentang sejarah lahirnya UU No 8 tahun 20016,
latarbelakang lahirnya UU No 8 tahun 2016 tentang disabilitas, sistematika
penulisan naskah akademik UU No 8 tahun 2016, korelasinya dalam hukum
islam dan sarana dan prasarana bagi penyandang disabilitas.
Bab empat menganalisis hukum Islam dan UU No 8 tahun 2016
tentang disabilitas mengenai ketentuan hak-hak anak disabilitas di Indonesia
dan penerapannya dalam konteks moderenisasi pada masa sekarang ini
Bab lima kesimpulan dan saran dalam penyusunan sekripsi ini.
15
BAB II
TINJAUAN UMUM HAK ANAK DISABILITAS MENURUT HUKUM
ISLAM DAN HUKUM POSITIF
A. Pengertian Anak Menurut Hukum Islam
Pengertian anak memiliki aspek yang sangat luas, dalam hukum Islam
Pengertian anak diartikan sebagai makhluk ciptaan Allah SWT yang dhaif dan
mempunyai kedudukan yang mulia.13
Anak merupakan amanah sekaligus karunia Allah SWT, bahkan anak
dianggap sebagai harta kekayaan yang paling berharga dibandingkan harta
kekayaan lainnya didunia. Anak sebagai karunia Allah harus senantiasa
dilindungi dan dijaga karena di dalam diri seorang anak terdapat harkat
martabat dan hak haknya sebagai manusia yang sama yang diciptakan oleh
Allah SWT.
Menurut Kompilasi Hukum Islam pasal 98 dijelaskan:
1. Batas usia anak yang mampu berdiri sendiri atau dewasa adalah 21
tahun, sepanjang anak tersebut tidak bercacat fisik maupun mental
atau belum pernah melangsungkan pernikahan.
2. Orang tua mewakili anak tersebut mengenai segala perbuatan hukum
di dalam dan di luar pengadilan.
13
Maulana Hassan Wadong, Advokasi dan hukum perlindungan anak, (Jakarta:
Grasindo,2000), h.6
16
3. Pengadilan agama dapat menunjuk salah seorang kerabat terdekat
yang mampu menunaikan kewajiban tersebut apabila kedua orang
tuanya meninggal.
B. Hak Anak Menurut Hukum Islam
Pemenuhan hak dasar anak merupakan bagian integral dari
implementasi pemenuhan hak asasi manusia. Dalam presfektif hukum Islam
hak asasi anak merupakan pemberian Allah yang harus dijamin, dilindungi,
dan dipenuhi oleh orang tua, keluarga, masyarakat, pemerintah dan negara.
Hal ini berati bahwa hak anak yang seharusnya dapat terpenuhi dengan baik
bukan hanya merupakan tanggung jawab kedua orang tua tetapi juga
merupakan tanggung jawab seluruh aspek masyarakat di sekitar lingkungan
anak.
Di dalam Islam dikenal lima macam hak asasi yang dikenal dengan
sebutan maqasid al-shari’ah. Macam-macam hak asasi manusia yaitu
pemeliharaan atas hak beragama hifz al-din, pemeliharaan atas keseatan hifz
al-nafs, pemeliharaan atas nasab dan keturunan hifz al-nasl, pemeliharaan atas
akal hifz al-aql, dan pemeliharaan atas harta hifz al-mal.
1. Hifz al nafs (pemeliharaan atas kesehatan) pemeliharaan atas kesehatan
bagi anak itu adalah salah satu kewajiban bagi orang tuanya, baik
kesehatan fisik maupun mental. Agar anak bisa tumbuh secara normal dan
tidak mendapat penyakit fisik maupun mental. Pemeliharaan anak itu
harus dilakukan sejak pertama kali yaitu di dalam kandungan.
17
2. Hifz Al-din adalah pemeliharan agama dalam Islam. Pemilihan agama
anak yang baru lahir pasti mengikuti agama kedua orang tuanya tetapi
anak juga berhak menentukan agama yang terbaik baginya, terlebih ketika
orang tua anak itu adalah non muslim. Maka anak itu berhak untuk
memilih agama yang terbaik yaitu Islam.
3. Hifz al-nasl adalah pemeliharan atas nasab anak dalam Islam dapat dilihat
dari pemeliharaan atas kehormatan si anak. Penghormatan atas anak dapat
dilakukan yaitu dengan pengakuan atas jati dirinya sebagai anak dari
orang tua kandungnya. Maka dari itu dalam pengangkatan seorang anak
Islam melarang untuk menghapuskan asal-usul si anak tersebut.
4. Hifz al-aql pemeliharaan atas aql pemeliharaan atas pendidikan anak
merupakan pilar penting bagi upaya peningkatan derajat kemanusiaan dan
kemajuan peradaban manusia yang didalam Islam dikenal dengan (hifz al-
aql).14
Di dalam kompilasi hukum Islam pasal 98 ayat 1 dijelaskan bahwa
anak yang masih cacat masih tetap menjadi tanggung jawab orang tua biarpun
dia sudah dewasa karena dia belum bisa berdiri sendiri dan masih harus ada di
dalam pengawasan. Tetapi yang berbeda justru di dalam Undang-Undang No.
14
V Rizkia, “Perlindungan Dan Hak-Hak Anak Menurut Hukum Islam dan Undang-Undang
Perlindungan Anak”, artikel diakses pada tanggal 31 januari 2017 dari http://digilib.uinsby.ac.id/12470/5/Bab%202.pdf.
18
1 Tahun 1974 yang tidak menjelaskan tentang adanya anak cacat di dalam hak
anak yang tertera di dalam pasal 45-47.
Dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang hak-hak anak dan
kedudukan anak dijelaskan, bahwa hak orang tua terhadap anak itu sampai si
anak menikah atau sudah lebih dari 18 tahun. Akan tetapi bagaimana untuk
yang anak disabilitas apakah tetap seperti itu karena di kompilasi hukum
Islam sendiri sudah dijelaskan dalam pasal 98 ayat 1 tentang hak seorang anak
disabilitas. Di sini barulah bisa dilihat titik ketidak jelasan dan titik
diskriminasi terhadap anak disabilitas karena tidak ada penjelasan khusus
tentang ini di dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 1974. Padahal undang-
undang ini adalah undang-undang tentang perkawinan yang di dalamnya
terdapat juga hak-hak seorang anak. Seharusnya penjelasan tentang anak
disabilitas harus dijelaskan juga, kitab suci umat Islam yaitu Al-Quran sudah
menjelaskan bagaimana harus menjaga dan menghormati kaum disabilitas
didalam Surat Abasa ayat 1-10 dijelaskan:
بس ع ل ت أى جبء . . ٱلػو هب يدريل لؼل ۥ م .يز يذمز فتفؼ أ مز ب هي . ٱلذ أه ۥل فأت . ٱستغ .تصد م هب ػليل أل يز . ب هي جبءك يسؼ أه . يخش .
فأت تل .ػ
Artinya:”(Dia Muhammad)berwajah masam dan berpaling, karena seorang
buta telah datang kepadanya (Abdullah bin ummi maktum, dan taukah engkau
(Muhammad) barang kali dia mau mensucikan dirinya dari dosa, atau dia
(ingin) mendapat pengajaran yang memberi manfaat kepadanya, adapun
orang-orang yang merasa dirinya serba cukup(pembesar-pembesar Quraisy,
maka engkau Muhhammad memberikan perhatian kepadanya,padahal tidal
ada celah atasmu kalau dia tidak mensucikan diri (beriman), dan adapun
dengan orang yang datang kepadamu dengan bersegera (untuk mendapat
19
pengajaran), sedang dia takut kepada (Allah), engkau(Muhammad malah
mengabaikannya).
Dalam ayat diatas dijelaskan bahwa Allah SWT memberikan
penghormatan yang cukup tinggi pada para penyandang disabilitas, ayat
tersebut menjadi teguran bagi nabi Muhammad SAW karena dia bermuka
masam di depan seorang buta yaitu Abdullah bin Ummi Maktum yang ingin
belajar agama Islam terhadapnya.
Ini berati menjelaskan bahwa seorang disabilitas mempunyai derajat
yang sama di mata Allah SWT dan tidak dibeda-bedakan dengan orang
normal, tetapi yang jadi pembeda adalah KHI dan UU No. 1 Tahun 1974 yang
isinya berbeda antara hak seorang anak disabilitas, di KHI pasal 98 ayat 1
sudah dijelaskan tentang hak seorang anak disabilitas tetapi di UU No. 1
Tahun 1974 tidak dijelaskan padahal UU No. 1 Tahun 1974 adalah produk
buatan umat Islam.
C. Pengertian Anak Menurut Hukum Positif
Dalam kamus umum bahasa Indonesia dikemukakan bahwa anak
adalah keturunan kedua sebagai hasil dari hubungan antara pria dan wanita.
Dari segi lain kata “anak” dipakai secara umum baik untuk manusia maupun
untuk binatang bahkan juga untuk tumbuh-tumbuhan.
Dalam perkembangan lebih lanjut kata “anak” bukan hanya dipakai
untuk menunjukan keturunan dari pasangan manusia, tetapi juga dipakai
20
untuk menunjukan asal tempat anak itu lahir, seperti anak Aceh atau anak
Jawa, berati anak tersebut lahir dan berasal dari Aceh atau Jawa.15
Pengertian anak di mata hukum positif dapat dikaji kedalam 3 bagian
yaitu perspektif sosiologis, psikologis, yuridis. Aspek sosiologis dapat
diartikan sebagai anak yang bukan dilihat dari umurnya tetapi dilihat dari
seberapa pantasnya dia bisa hidup mandiri di dalam masyarakat tanpa adanya
bantuan dari orang tua, aspek psikologis adalah perkembangan yang dicirikan
dari perbedaan fisik tertentu dari masa anak hingga tumbuh dewasa, dengan
perbedaan fisik yang sangat terlihat jelas, aspek ketiga yuridis adalah
kedudukan seorang anak menyangkut kepada persoalan hak dan kewajiban
seperti masalah kekuasaan orang tua dan hak sahnya anak, perwalian dan lain-
lain.16
Konvensi Hak Anak (KHA) mendefinisikan anak secara umum yang
umurnya belum mencapai 18 tahun, namun diberikan juga pengakuan
terhadap batasan umur yang berbeda yang mungkin diterapkan dalam
perundangan nasional. Sementara itu bayi yang berada di dalam kandungan
ada dua pendapat yang menjelaskan pertama menyatakan bahwa bayi yang
berada di dalam kandungan termasuk kedalam kategori anak seperti yang
15
Abdul Manan, Masalah Hukum Perdata Islam DI Indonesia, (Jakarta: kencana, 2008), cet
ke2, h.78. 16
Lilik Mulyadi, Wajah Sistem Peradilan Anak Indonesia,(Bandung: P.T. Alumni, 2014) ,
h.1.
21
dimaksud oleh KHA, pendapat kedua menyatakan bahwa anak terhitung sejak
lahir hingga belum berumur 18 tahun.17
Konvensi hak anak adalah salah satu instrumen international di bidang
hak asasi manusia yang secara khusus mengatur segala sesuatu tentang hak
anak. Konvensi ini diadopsi (disetujui) oleh majelis umum perserikatan
bangsa-bangsa (PBB) lewat Resolusi 44/25 tertanggal 29 November 1989 dan
sesuai ketentuan pasal 49 ayat (1), mulai berlaku pada 2 September 1990.
Dalam kurun waktu kurang dari satu tahun, pada September 1990 telah ada 20
negara yang secara sah telah menandatangani dan memberlakukan konvensi
ini, setidaknya hingga Desember 1996, tercatat 187 negara telah meratifikasi.
Konvensi hak anak merupakan hasil kompromi dari berbagai sistem
hukum dan falsafah berbagai negara. Kompromi dilakukan karena tiap negara
memiliki tradisi dan kebudayaan yang berbeda mengenai anak. Meski
demikian, konvensi tetap berpegang teguh pada standard dan prinsip-prinsip
dasar hak asasi manusia. Anak dalam konvensi ini adalah pemegang hak-hak
dasar dan kebebasan sekaligus sebagai pihak yang menerima perlindungan
khusus. Selain itu ini pertama kali dalam sejarah PBB, konvensi yang
mencakup sekaligus mengacu pada kovenan international tentang hak-hak
sipil dan politik 1996, terutama pasal 23, 24, dan kovenan international
tentang hak-hak ekonomi, sosial budaya, terutama pasal 10. Karena itulah
17
Unicef, Pengertian Konvensi Hak Anak, (Jakarta: 2003)
22
konvensi ini paling komprehensif dibandingkan dengan konvensi-konvensi
lainnya.18
Didalam UU No 35 Tahun 2014 tentang perlindungan anak dalam
pasal 1 ayat 1 dijelaskan bahwa anak adalah seseorang yang belum berusia 18
tahun, termasuk anak yang masih ada didalam kandungan, kemudian dipasal 1
ayat 2 dijelaskan kembali bahwa perlindungan anak adalah sebagai kegiatan
untukmenjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup,
tumbuh, berkembang dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat
dan martabat kemanusiaa, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan
diskriminasi.
D. Hak Anak Menurut Hukum Positif
Di dalam deklarasi perserikatan bangsa-bangsa (PBB) tersebut
terdapat 10 asas tentang hak anak ada 10 hak anak yang harus terpenuhi tanpa
terkecuali sebagai berikut.
1. Asas pertama anak-anak berhak menikmati seluruh hak di dalam
Deklarasi ini semua anak tanpa pengecualian yang bagaimanapun
berhak atas hak-hak ini, tanpa membedakan suku bangsa, warna kulit,
jenis kelamin, bahasa, agama, pendapat di bidang politik atau di
bidang lainnya, kaya atau miskin, keturunan atau status, baik dilihat
dari segi dirinya maupun segi keluarganya.
18
Suryo Sakti Hadiwijoyo, Pengarusutamaan Hak Anak Dalam Anggaran Publik,
(Yogyakarta: Graha Ilmu, 2015), h.16.
23
2. Asas kedua mempunyai hak untuk perlindungan khusus harus
memperoleh kesempatan dan fasilitas yang dijamin oleh hukum dan
sarana lain.
3. Asas ketiga sejak dilahirkan anak harus memiliki nama dan
kebangsaan.
4. Asas keempat anak harus memiliki jaminan mereka harus tumbuh dan
berkembang secara sehat. Untuk maksud ini, baik sebelum dilahirkan
maupun sesudah dilahirkan.
5. Asas kelima anak-anak yang cacat tumbuh dan mental atau yang
mempunyai kondisi sosial lemah akibat suatu keadaan tertentu harus
memperoleh pendidikan, perawatan dan perlakuan khusus.
6. Asas keenam agar supaya kepribadiannya tumbuh dengan maksimal
dan harmonis, anak-anak memerlukan kasih sayang dan pengertian.
Sedapat mungkin mereka harus dibesarkan di bawah pengasuhan dan
tanggung jawab orang tuanya langsung.
7. Asas ketujuh anak-anak berhak mendapatkan pendidikan, wajib secara
cuma-cuma sekurang-kurangnya di tingkat sekolah dasar.
8. Asas kedelapan dalam keadaan apapun anak harus didahulukan dalam
menerima perlindungan dan pertolongan.
9. Asas kesembilan anak-anak harus dilindungi dari segala bentuk
penyianyiaan kekejaman dan penindasan. Dalam bentuk apapun,
mereka tidak boleh menjadi “bahan perdagangan”. Tidak dibenarkan
24
mempekerjakan anak-anak di bawah umur. Dengan alasan apapun
mereka tidak boleh dipekerjakan.
10. Asas kesepuluh anak-anak harus dilindungi dari perbuatan yang
mengarah kebentuk diskriminasi rasial, agama, maupun diskriminasi
lainnya.
Hasil deklarasi ini lah yang menjadi acuan negara kita dibentuknya undang-
undang perlindungan anak terbaru deklarasi ini menyatakan anak harus
dilindungi. Yang kita lihat dari asas pertama anak tanpa terkecuali harus
mendapat perlindungan khusus.19
Karena hak anak merupakan bagian dari HAM maka prinsip-prinsip
HAM berlaku pula sebagai prinsip bagi anak-anak. Prinsip-prinsip HAM yang
utama meluput:
1. Prinsip inalineabilitas (tak terenggutkan). Prinsip ini menyatakan
bahwa hak asasi melekat dalam diri manusia semata-mata karena
keberadaanya sebagai manusia. Hak asasi manusia menyatu dalam
harkat martabat manusia. HAM bukanlah pemberian dan karenanya
tidak bisa dicabut bahkan oleh pemerintah sekalipun.
2. Prinsip universalitas (atau disebut juga prinsip non diskriminasi).
Prinsip ini menyatakan bahwa semua manusia terlepas dari ras, warna
kulit, jenis kelamin, agama, kebangsaan, keyakinan, politik, status
19
Mohammad Taufik Makaro, Weny Bukamo, Syaiful Azri, Hukum Perlindungan Anak dan
Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, (Jakarta: Rineka Cipta, 2013), h.22.
25
kekayaan atau status lainnya, memiliki hak-hak yang sama. Dalam
konteks hak anak ini berati bahwa semua norma hak anak harus
berlaku sama untuk semua anak.
3. Prinsip indivisibilitas (kesatuan hak asasi) dan inter-dependensi (saling
bergantung). Prinsip ini menyatakan bahwa semua HAM merupakan
suatu kesatuan yang tidak boleh dipilah-pilahkan. Semua hak asasi
saling berkait satu dengan yang lainnya. Oleh karenanya semua hak
asasi memiliki nilai yang sama dan semuanya sama pentingnya. Tidak
boleh ada anggapan bahwa hak tertentu lebih tinggi dari pada hak
lainnya.
sebagai tambahan prinsip-prinsip di atas, dalam konteks hak anak
terdapat dua prinsip tambahan yakni, prinsip pertama “berpegang kepada
kepentingan terbaik anak” dan prinsip kedua “menghargai pendapat anak
dengan mempertimbangkan usia dan tingkat kematangannya”.20
Sistem perlindungan anak nasional yang efektif harus mampu
mengidentifikasi peran utama negara dan kewajiban negara dalam
perlindungan hak anak, yang meliput
1. Hukum dan kebijakan yang melindungi anak dari penyalahgunaan,
penelantaran, eksploitas, dan kekerasan serta respon demi kepentingan
terbaik bagi anak ketika kekerasan terjadi;
20
Mohammad Farid, Pengaduan Penggunaan Instrumen Pemantauan atas lima isu dalam
hak anak, (Yogyakarta: Yayasan Sekertariat Anak Merdeka Indonesia, 2010), h. 8.
26
2. Mekanisme koordinasi perlindungan anak oleh pemerintah pusat, yang
di dalamnya turut serta departemen-departemen terkait, pemerintah
provinsi, pemerintah kabupaten atau kota, serta kelompok masyarakat
sipil;
3. Peraturan perundang-undangan dan pengawasan yang efektif pada
semua tingkatan standar perlindungan anak; misalnya pada institusi-
institusi pengasuhan anak dan di sekolah-sekolah;
4. Sebuah gugus tugas yang mempunyai kompetensi dan mandate yang
jelas;
Kesemua aspek tersebut akan berjalan dengan baik apabila ditunjang
oleh komponen sistem yang meliput norma, struktur, dan pelayanan, serta
proses yang merupakan bagian dari komponen-komponen sistem yang
dibentuk sebagai sebuah rangkaian dengan tujuan perlindungan anak.21
Namun dalam kenyataannya, kondisi anak di Indonesia masih
memprihatinkan dan menjadi korban dari berbagai bentuk tindakan kekerasan,
eksploitas, diskriminasi, bahkan tindakan-tindakan yang tidak manusiawi
terhadap anak, tanpa ia dapat melindungi dirinya, dan tanpa perlindungan
yang memadai dari keluarga, masyarakat dan pemerintah. Oleh karena itu,
pemajuan dan perlindungan yang berpihak pada anak dan memegang tegak
prinsip non diskriminatif, kepentingan yang terbagi bagi anakserta partisipasi
21
Alumni International Fellowships Program, Menuju Indonesia Berkeadilan, ( Jakarta:
Indonesia social justice network, 2013 ), h.267.
27
anak dalam setiap hal yang menyangkut dirinya merupakan prasyarat yang
mutlak dalam upaya perlindungan anak yang efektif.22
Dari segi perundang-undangan dan kebijakan, ditemukan bahwa
Indonesia telah mengembangkan kerangka kerja yang progresif terkait hak
anak, tetapi tidak untuk perlindungan anak. Selain itu ditemukan pula
beberapa peraturan perundang-undangan yang saling bertentangan dan tidak
sesuai dengan standar International. Temuan lainnya adalah, peraturan
perundang-undangan serta rencana aksi nasional (RAN) ternyata tidak selalu
dilaksanakan dan tidak disosialisasikan; kemampuan legal drafting yang
masih lemah, dan peraturan yang dibuat masih bersifat issue based sesuai
kewenangan lembaga atau instansi yang terkait masalah anak. 23
Di Indonesia ini juga harus ada pengembangan tentang anak
berkebutuhan khusus (special needs) termasuk anak yang mengalami
hambatan dalam setiap prilakunya. Prilaku anak ini, yang antara lain terdiri
dari wicara dan okupasi, tidak berkembang seperti pada anak yang normal.
Padahal kedua jenis prilaku ini penting untuk komunikasi dan sosialisasi.
Sehingga apabila hambatan ini tidak diatasi dengan tepat, maka proses belajar
anak-anak tersebut juga akan tehambat. Intelegensi dan prilaku anak sosialnya
22
Suryo Sakti Hadiwijoyo, Pengarusutamaan Hak Anak Dalam Anggaran Publik,
(Yogyakarta: Graha Ilmu, 2015), h.15 23
Alumni International Fellowships Program, Menuju Indonesia Berkeadilan, ( Jakarta:
Indonesia social justice network, 2013 ), h.269.
28
tidak dapat berkembang dengan baik, oleh karena itu perlu dilakukan diteksi
sedini mungkin.24
Hasil ini menggambarkan bahwa anak cacat atau yang berkebutuhan
khusus ini masih bisa untuk diobati tetapi hanya yang berkebutuhan khusus
seperti autis, tetapi sayangnya di Indonesia ini masih sangat sedikit institusi-
institusi yang mengurusi tentang anak berkebutuhan khusus ini, padahal diluar
negri sana, penyakit seperti ini masih bisa diatasi dengan metode yang tepat
dan penanganan segera mungkin. Penerapan pasal undang-undang
perlindungan anak tentang anak berkebutuhan khusus / anak disabilitas harus
segera diterapkan pasalnya, bukan hanya sekedar undang-undang yang dibuat,
Dan juga undang – undang No 8 tahun 2016 harus segera disosialiasikan dan
juga diterapkan agar cepat ditangani dan bisa dideteksi sedini mungkin.
E. Gambaran umum penyandang Disabilitas
Pertama dimulai dari pengertian hak itu sendiri, hak adalah suatu yang
dimiliki oleh semua orang yang harus ditegakan dan memiliki kekuasaan
hukum sendiri, hak sendiri mempunyai sifat control atas diri seseorang dalam
menjalani kehidupannya didunia. Hak seseorang ditanggung dan dilindungi
oleh pemerintah karena hak seseorang juga termasuk didalam hak asasi
manusia25
24
Y. Handojo, Autisma, ( Jakarta: Bhuana Ilmu Populer, 2003 ), h.6. 25
James S. Coleman, Dasar-dasar teori sosial, (Bandung: Nusa media, 2011), h.66.
29
Anak disabilitas merupakan istilah lain untuk menggantikan kata
“Anak luar biasa” yang menandakan adanya kelainan khusus. Anak
berkebutuhan khusus mempunyai karakteristik yang berbeda antara satu dan
lainnya. Di Indonesia anak berkebutuhan khusus yang mempunyai gangguan
perkembangan sudah memdapatkan pelayanan tetapi hanya beberapa kasus
belum menyeluruh seperti tunanetra, tunawicara, tunagrahita, tunadaksa, autis,
dan kelainan perkembangan ganda.26
Disabilitas adalah keterbatasan fungsi yang membatasi kemampuan
sesorang. Handicap adalah kondisi yang dinisbahkan pada sesorang yang
menderita ketidakmampuan. Kondisi ini boleh jadi disebabkan oleh
masyarakat, fisik, lingkungan atau sikap orang itu sendiri. Didalam dunia
pendidikan, para pendidik sering menggunakan istilah “children with
disabilities” (anak yang menderita gangguan/ketidak mampuan. Tujuannya
adalah memberi penekanan pada anaknya, bukan pada cacat atau ketidak
mampuannya. Anak-anak yang menderita ketidak mampuan juga tidak lagi
disebut sebagai “handicapped” (penyandang cacat), walaupun istilah
handicapping condition masih digunakan untuk mendeskripsikan hambatan
belajar dan hambatan fungsi dari seseorang yang mengalami ketidak
mampuan.27
26
Bandi Delphie, Perkebangan Anak tunagrahita, ( Bandung: Refika Aditama, 2006), h.1. 27
John W. Santrock, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Kencana, 2007), h.220.
30
Menurut Pasal 1 undang-undang No 19 tahun 2011 tentang
pengesahan konvensi mengenai hak-hak penyandang Disabilitas, Penyandang
Disabilitas adalah mereka yang memiliki keterbatasan fisik, mental,
intelektual atau sensorik dalam jangka waktu lama atau bawaan dari lahir dan
mempunyai beberapa hambatan dalam melakukan kegiatan sehari-hari, hal ini
dapat menghalangi partisipasi penuh dan efektif mereka dalam masyarkat
berdasarkan kesetaraan dengan yang lainnya.
Kecatatan/Disabilitas adalah kondisi fisik maupun mental yang
membatasi aktivitas atau fungsi seseorang, kecacatan mencangkup mereka
yang memiliki manifestasi fisik, emosional, mental, dan prilaku, termasuk
jumlah diagnosis seperti alkoholisme, arthritis, buta, penyakit kardiovaskular,
tuli, palsi serebral, epilepsi, keterbelakangan mental, penyalahgunaan obat,
kelainan neurologi, cacat ortopedi, cacat psikiatri, gagal ginjal, gangguan
bicara dan kondisi tulang belakang.28
Individu yang memiliki keterbelakangan mental mempunyai
kebutuhan yang berbeda dengan orang normal. Walaupun demikian, hak-hak
mereka tetaplah sama seperti manusia lainnya. Oleh karena itu kebutuhan dan
kondisi mereka perlu mendapatkan perhatian. Kelompok individu dengan
cacat fisik sering juga disebut sebagai tuna daksa. Secara umum cacat fisik
atau cacat tubuh merupakan ketidak mampuan tubuh secara fisik untuk
28
Samuel T. Gladding, Konseling profesi yang menyeluruh,(Jakarta: indeks, 2012), h.543.
31
menjalankan fungsi tubuh secara normal, kelompok individu dengan
keterbelakngan mental sering juga disebut sebagai tuna grahita.29
Autis atau yang disebut sebagai tunalaras adalah bagian dari
disabilitas juga, pengertian autis itu sendiri adalah suatu gejala psikologis
pada yang unik dan menonjol, yakni mengacuhkan suara, penglihatan atau
kejadian-kejadian yang melibatkan dirinya. Reaksi perilaku mereka tidak
sesuai dengan situasi, bahkan terkadang sama sekali tidak ada reaksi.
Pada dasarnya, autis bukan merupakan penyakit, tetapi merupakan
sindrom (kumpulan gejala) yang ditandai dengan penyimpangan
perkembangan sosial, kemampuan berbahasa dan rendahnya kepedulian pada
lingkungan sekitarnya sehingga anak autistik hidup dalam dunianya sendiri.
Jadi autis adalah gangguan masa kanak-kanak yang ditandai adanya hendaya
(ketidak mampuan) yang signifikan pada interaksi sosial, bahasa, wicara serta
perilaku repititif, stereotipikal, dan obsesif.30
Dalam pengertian lain autisme didefinisikan sebagai ketidak mampuan
perkembangan yang sangat memengaruhi interaksi sosial dan komunikasi
verbal dan non verbal. Autisme biasanya terlihat jelas sebelum usia 3 tahun
dan mempunyai pengaruh yang merugikan terhadap kinerja pendidikan. Anak
yang menyandang Autisme biasanya sangat menarik diri dan mengalami
29
Nani Nurrahman, Pemulihan Trauma: Panduan praktis pemulihan trauma bencana alam
(Jakarta: LPSP3 Fakultas Psikologi Universitas Indonbesia, 2007), h.125. 30
Herri Zan Pieter, Bethsaida janiwarti, Ns. Marti Saragih, Pengantar Psikologi Untuk
keperawatan, (Jakarta: Kencana, 2011), h.116.
32
kesulitan yang begitu parah dengan bahasa sehingga mereka mungkin saja
sama sekali bisu. Mereka sering terlibat kedalam kegiatan yang merangsang
diri sendiri seperti berayun, memutar benda, atau mengepakkan tangan.
Namun mereka mungkin saja mempunyai kemampuan normal atau bahkan
luar biasa dalam bidang tertentu. Istilah’spektrum Autisme kini digunakan
untuk menjelaskan rentan tingkat keparahan yang luas, termasuk bentuk
autisme ringan yang disebut syndrome asperger. Karena alasan yang tidak
diketahui, autisme tampak jauh lebih marak di kalangan anak laki-laki dari
pada kalangan anak perempuan. Hal ini diduga sebagai akibat dari kerusakan
otak atau disfungsi otak lain.31
Anak idiot adalah anak yang memiliki IQ kurang dari 25, oleh karena
cacad-cacad jasmani dan rokhaninya begitu berat, pada umumnya mereka
tidak mampu menjaga diri sendiri terhadap bahaya yang datangnya dari luar.
Intelegensinya tidak bisa berkembang; tidak bisa mengerti, dan tidak bisa
diajari apa-apa. Mereka tidak memiliki instink-instink (naluri) yang
fundamental, dan tidak mempunyai kemampuan untuk mempertahankan diri
dan melindungi diri. Idiot ini terbagi atas dua macam:
1. Idiot partial. Idiot ini tidak masuk kriteria idiot seluruh jiwa raga,
karena dalam diri seorang yang mengalami idiot partial mereka masih
bisa merasakan lapar dan dahaga. Tetapi beberapa dari mereka
bentuknya sangat luar biasa: aneh seperti monster, fantastis, kerdil dan
31
Robert E. Slavin, Psikologi Pendidikan Teori dan praktik, (Jakarta: Indeks, 2011) , h.211.
33
sangat buruk, tidak berbentuk wajar, menakutkan; kadang rupanya
menyerupai binatang dan sering sakit-sakitan. Ada kalanya dibarengi
dengan paralysa atau kelumpuhan total. Kejadian tersebut biasanya
disebabkan oleh penyakit seperti epilepsy, tremor, dan athetosis.
Diantara mereka ada yang rakus sekali dan tidak bisa membedakan
apa-apa. Bahkan mereka harus diperlakukan seperti bayi karena
kelakuan mereka yang tidak bisa mengurus dirinya sendiri.
2. Idiot komplit (mutlak), adalah mereka yang tidak mempunyai
kemampuan jiwa, dan mengalami degenerasi total. Umur
intelegensinya seperti anak umur 2,5 tahun. Hidunya seperti kehidupan
vegetativ, semacam tanaman. Tidak bisa bicara dan tidak bisa
membedakan instinknya. Ada gerakan-gerakan muskuler atau otot,
akan tetapi tanpa kordinasi. Mereka mempunyai mata, tetapi tidak bisa
melihat; mempunyai kuping namun tidak bisa mendengar. Tanpa
kesadaran, tanpa intelek, dan tidak ada perasaan suka atau duka. Sama
sekali tidak mempunyai interesse terhadap lingkungan. Mereka tidak
bisa dilatih apapun. Kebanyakan dari mereka sehari-hari hanya
terlentang diatas kasur.32
Selanjutnya adalah Tunaganda atau disebut sebagai orang yang
berkebutuhan khusus ganda/keluarbiasaan ganda, didefiisikan sebagai anak
32
Kartini Kartono, Psikologi Abnormal dan Abnormal Seksual, (Bandung: Mandar Maju,
2009), h.44.
34
yang memiliki kebutuhan khusus seperti buta / tuli tetapi dia memiliki
kekampuan otak yang sangat hebat, pintar dan berbakat. Tetapi mereka masih
memiliki kekurangan yaitu dengan keterbetasan yang berada pada dirinya
kekurangan inilah yang disebut dengan( dual exceptionality). Anak- anak
seperti ini mereka sangat berbakat tetapi memiliki keterbatasan yang harus
dibantu, biasanya keberbakatan mereka sulit dideteksi karena keterbatasan
fisik mereka.33
Tunanetra adalah ganguan penglihatan, penyandang tunanetra adalah
mereka yang semua memiliki gangguan penglihatan, yaitu mempunyai sistem
penglihatan yang kurang dari pada fungsional penuh, yang dapat menggangu
kemajuan yang diharapkan dalam program pendidikan umum kecuali mereka
menerima istruksi khusus. Namun bahkan didalam karakteristik yang sama
tersebut, tetap ada perbedaan-perbedaan. Setiap orang berbeda dalam sifat
hambatan penglihatannya, taraf kecakapan penglihatannya, dan kemampuan
untuk menggunakan penglihatan apapun yang mereka miliki.34
Ganguan fisik anak antara lain adalah gangguan ortopedik, seperti
gangguan karena cedera di otak, dan gangguan kejang-kejang. Banyak anak-
anak yang mengalami gangguan fisik ini membutuhkan pendidikan khusus
33
Conny R. Semiawan & Frieda Mangunsong, keluarbiasaan ganda, mengeksplorasi,
mengenal, mengidentifikasi, dan menanganinya, (Jakarta: Kencana, 2010), h.18. 34
M. Cay Holbrook & Alan J. Konieg, Dasar-Dasar Pendidikan: sejarah dan teori
pengajaran anak-anak dan remaja penyandang hambatan penglihatan, ( Amerika serikat: hellen keller
Internationnal Indonesia dan didukung oleh USAID Indonesia, 2007), h. 67.
35
dan pelayanan khusus, seperti transportasi, terapi fisik, pelayanan kesehatan,
sekolah, dan pelayanan psikologi khusus.
Ganguan ortopedik. Gangguan ortopedik biasanya berupa keterbatasan
gerak atau kurang mampu mengontrol gerak karena ada masalah di otot,
tulang, atau sendi. tingkat keparahan gangguan ini bervariasi. Gangguan
ortopedik biasa disebabkan oleh problem prenatal (dalam kandungan) atau
perinatal ( menjelang atau sesudah kelahiran), atau karena sakit atau karena
kecelakaan pada masa anak-anak. Dengan bantuan alat adaptif dan teknologi
pengobatan, banyak anak yang menderita ganguan ortopedik bisa berfungsi
dengan normal.
Cerebral palsy adalah gangguan yang berupa lemahnya kordinasi otot,
tubuh sangat lemah dan goyah, atau bicaranya tidak jelas. Penyebab umum
dari celebral palsy adalah kekurangan oksigen saat kelahiran. Dan gangguan
paling umum dalam celebral palys, yaitu disebut spatic, otot anak menjadi
kaku dan sulit digerakan.
Gangguan kejang-kejang. Jenis yang paling kerap dijumpai adalah
epilepsy, gangguan saraf yang biasanya ditandai dengan serangan terhadap
sensosimotor atau kejang-kejang. Epilepsy muncul dalam beberapa bentuk
berbeda. Dalam bentuk paling umum, yang dinamakan absent seizures, anak
mengalami kejang-kejang dalam durasi singkat (kurang dari 30 detik), tetapi
bisa terjadi beberapa kali sampai seratus kali dalam sehari. Sering kali
kemunculannya sangat singkat, atau kadang-kadang ditandai dengan gerakan
36
tertentu seperti mengangkat alis mata. Anak akan kehilangan kesadarannya
dan menjadi kaku, gemetar, dan bertingkah aneh..
Reterdasi mental adalah lemahnya fungsi intelektual. Berdasarkan
definisinya secara jelas reterdasi mental adalah kondisi sebelum usia 18 tahun
yang ditandai dengan rendahnya kecerdasan (biasanya nilai IQ-nya dibawah
70) dan sulit beradaptasi dengan kehidupan sehari-hari.
Raterdasi mental digolongkan menjadi raterdasi ringan, moderat,
berat, dan parah. Anak dengan raterdasi mental berat kemungkinan besar juga
menunjukan tanda-tanda komplikasi neurologis, seperti celebral palsy,
epilepsy, gangguan pendengaran, gangguan penglihatan, atau cacat bawaan
metabolis lainnya yang memengaruhi sistem syarah pusat. Penyebab retardasi
mental disebabkan oleh faktor genetik dan kerusakan otak.
bentuk paling umum dari raterdasi mental adalah (Down syndrome),
down syndrome adalah bentuk retardasi mental yang ditransmisikan secara
genetic sebagai akibat adanya kromoson extra. Anak dengan down syndrome
memiliki cirri-ciri yaitu wajahnya bulat, tengkorak yang mendatar, ada
kelebihan lipatan kulit di atas alis, lidah panjang, kaki pendek, reterdasi
kemampuan motor dan mental. Faktor utama anak down syndrome adalah
faktor dimana wanita yang melahirkan anakn dibawah usia 18 tahun,
sedangkan 18-38 tahun kemungkinan kecil anak mengalami down syndrome.
Kerusakan otak kerusakan otak dapat diakibatkan oleh bermacam-
macam infeksi atau faktor lingkungan luas. Infeksi pada ibu hamil, seperti
37
rubella, sipilis, herpes, dan aids, dapat menyebabkan reterdasi pada diri anak.
Meningitis dan ecepalithis adalah infeksi yang bisa muncul pada masa kanak-
kanak. Infeksi ini bisa menyebabkan pembengkakan otak dan menyebabkan
reterdasi mental. 35
Bisu atau bisa disebut juga sebagai Tunawicara dan gangguan
berbicara. Adalah gangguan ketidak mampuan seseorang untuk berbicara.
Bisu disebabkan oleh gangguan pada organ-organ seperti tenggorokan, pita
suara, paru-paru, mulut, lidah, dan sebagainya. Bisu umumnya dikaitkan
dengan tuli bayi terlahir tuli dan bisu biasanya dilahirkan karena beberapa
faktor. Pertama adalah faktor genetik, kurang atau tidak berfungsinya organ
pendengaran, keterlambatan perkembangan bahasa, kerusakan pada sistem
saraf dan struktur otot, serta ketidak mampuan dalam control gerak juga dapat
mengakibatkan keterbatasan dalam berbicara. Penyebab lainnya adalah cacat
intelektual dan autisme. 36
Ada beberapa jenis gangguan bisu atau gangguan berbicara
diantaranya:
1. Gangguan bicara dan bahasa antara lain masalah dalam berbicara
(seperti gangguan artikulasi, gangguan suara, dan gangguan kefasihan
berbicara), dan problem bahasa.
35
John W. Santrock, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Kencana, 2007), h.223-226. 36
https://id.wikipedia.org/wiki/Bisu (diakses pada: 30 januari 2017).
38
2. Gangguan artikulasi. Gangguan artikulasi adalah problem dalam
pengucapan suara secara benar. Artikulasi anak pada usia enam tahun
tidak selalu bebas, tetapi pada usia delapan tahun seharusnya artikulasi
mereka sudah tidak salah lag.. anak problem artikulasi mengalami sulit
berkomunikasi dengan teman dan mereka merasa malu. Problem
artikulasi umumnya bisa diperbaiki dengan terapi berbicara, meskipun
dibutuhkan waktu berbulan-bulan atau bertahun-tahun.
3. Gangguan suara, gangguan suara tampak dalam ucapan yang tidak
jelas, keras, terlalu kencang, terlalu tinggi, atau terlalu rendah. Suara
anak-anak yang berbibir sumbing biasanya sulit dimengerti. Jika
seorang berbicara dengan cara yang sulit dipahami, maka mintalah
agar anak itu dibawa kespesialis terapi berbicara.
4. Gangguan kefasihan, gangguan kefasihan atau kelancaran berbicara
biasanya dinamakan “gagap”. Kondisi ini terjadi ketika ucapan anak
terbata-bata, jeda panjang, atau berulang-ulang. Kecemasan yang
dirasakan anak karena gagap biasanya membuat kondisi mereka
tambah parah. Dianjurkan dibawa keahli terapi berbicara.
5. Gangguan bahasa adalah kerusakan signifikan dalam bahasa reseftif
atau bahasa ekspresif anak. Gangguan bahasa dapat menyebabkan
problem belajar serius. Terapi adalah cara pengobatannya, etapi
gangguan ini biasanya tidak bisa hilang sama sekali.
39
6. Dyslexia adalah kerusakan parah dalam kemampuan membaca dan
mengeja. Anak yang menderita dyslexia sering sekali kesulitan
menulis dengan tangan, mengeja atau menyusun kalimat. Mereka
kadang menulis dengan sangat lambat. Tulisan mereka jelek sekali dan
tidak bisa menulis ejaan dengan benar karena kesulitan mendengan
dan melihat huruf.37
F. Hak anak penyandang disabilitas
Dalam Pancasila yaitu sila kelima yang berbunyi keadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia, yang kalau diartikan secara luas berati saling
menghormati hak-hak seseorang, menjaga keseimbangan antara hak dan
kewajiban, serta menghormati hak-hak orang lain. Dengan kata lain sila ini
menerangkan bagaimaa setiap warga Indonesia mempunyai hak yang sama
dan tidak dibedakan satu sama lainnya.38
UUD RI 1945 pasca amandemen mencantumkan Bab XA yang
membahas prihal Hak asasi manusia. Ketentuan dari bab tersebut menjadi
bentuk dari perlindungan hak konstitusional warga negara secara umum,
termasuk warga negara penyandang disabilitas. dalam Bab XA UUD 1945
terdapat 10 pasal yaitu pasal 28A sampai pasal 28J yang menyangkut 26
ketentuan yang tersebar dalam ayat-ayat dalam pasal-pasal yang ada.
37
John W. Santrock, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Kencana, 2007), h.228. 38
C.S.T. Kansil & Christine S.T. Kansil, Modul Pancasila dan Kewarganegaraan, (Jakarta:
PT. Pradnya Paramita, 2006), h.26.
40
Ketentuan itu dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu perlindungan HAM
khusus bagi warga negara dan perlindungan HAM bagi setiap orang, yang
berarti bukan hanya warga negara Iindonesia saja. Dalam dua jenis kelompok
itu tidak ada klasifikasi lain, yang berarti, baik perlindungan terhadap warga
negara atau terhadap setiap orang, kelompok disabilitas masuk kedalam
keduanya.
Dari 26 ketentuanyang berada dalam Bab XA, terdapat satu pasal yang
mengatur tentang prihal perlindungan khusus bagi penyandang disabilitas.
yaitu pasal 28A ayat 2 yang mengatakan bahwa, “setiap orang berhak
mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan
dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan”. Ketentuan
pasal tersebut memang sangat umum karena menggunakan terminologi
“setiap orang”. Atau dengan kata lain berati tidak ada batasan siapa saja yang
masuk dalam kelompok yang dituju oleh pasal tersebut. namun begitu
Mahkamah Konstitusi sudah pernah memberikan tafsir tersebut,ada tiga
putusan, yaitu putusan MK Nomor 10-17-23/PUU-VII/2009; Putusan MK
Nomor 143/PUU-VII/2009; dan Putusan MK Nomor 16/PUU-VIII/2010.
Dalam putusan ini MK menyatakan bahwa:
“Hak konstitusi dalam pasal 28H ayat (2) UUD 1945 adalah jaminan
konstitusional terhadap mereka yang mengalami peminggiran,
ketertinggalan, pengucilan, pembatasan, pembedaan, kesenjangan partisiasi,
dalam politik dan kehidupan public yang bersumber dari ketimpangan
structural dan sosail-kultural masyarakat secara terus menerus
(diskriminasi), baik faormal maupun informaldalam lingkup public maupun
privat atau yang dikenal sebagai affirmative action.”
41
Pemaknaan ini menegaskan bahwa kelompok penyandang disabilitas
termasuk dalam terminology “setiap orang” dalam ketentuan pasal 28H UUD
1945.39
Didalam CRPD (convention on the right of personwith disabilities)
konvensi tentang hak-hak penyandang disabilitas, yang telah diratifikasi
dalam UU No 19 Tahun 2011 tentang pengesahan CRPD. CRPD merupakan
instrument HAM international dan nasional dalam upaya penghormatan,
pemenuhan, dan perlindungan hak disabilitas di Indonesia. Tujuan konvensi
ini adalah untuk memajukan, melindungi, dan menjamin kesamaan hak dan
kebebasan yang mendasar bagi semua penyandang disabilitas, serta
penghormatan terhadap martabat penyandang disabilitas.
Salah satu pembeda CRPD dengan konvensi international yang terkait
dengan perlindungan hak asasi manusia lainnya adalah luasnya tujuannya,
makna dan ruang lingkup perlindungan bagi disabilitas. dilihat dari tujuannya,
konvensi ini tidak hanya untuk memajukan, melindungi dan menjamin
penyandang disabilitas untuk menikmati hak-hak asasi manusia dan
kebebasan fundamental yang juga dapat dinikmati orang yang bukan disabel,
tetapi lebih jauh dari itu mereka harus dapat menikmatinya secara penuh dan
tanpa diskriminasi yang didasarkan disabilitas. selain itu konvensi ini juga
bertujuan untuk meningkatkan penghormatan terhadap harkat dan martabat
39
Fajri Nursamsi & Estu Dyah Arifianti, Kerangka Hukum Disabilitas di Indonesia: Menuju
Indonesia Ramah Disabilitas, (Jakarta: Pusat Studi Hukum dan Kebijakan di Indonesia, 2015), h.23.
42
insani yang melekat pada setiap diri manusia tanpa pandang bulu. Dari dua
tujuan tersebut terlihat bahwa konvensi ini ingin menegaskan kembali bahwa
penyandang disabilitas mempunyai hak-hak asasi dan martabat yang harus
dapat dinikmatinya secara penuh dan tanpa diskriminasi yang didasarkan pada
disabilitas.40
40
online-journal.unja.ac.id/index.php/jimih/article/download/2191/1530 (diakses pada 31
januari 2017)
43
Bab III
LATARBELAKANG LAHIRNYA UNDANG-UNDANG NO 8 TAHUN 2016
TENTANG DISABILITAS
A. Sejarah lahirnya undang-undang No 8 tahun 2016
Undang – undang pertama yaitu undang-undang No 4 Tahun 1997
tentang penyandang cacat adalah undang-undang yang dibuat di Indonesia
untuk memenuhi hak seorang disabilitas, dalam undang-undang ini belum
diisi dengan hak seorang disabilitas, kata- kata dalam judul undang-undang ini
juga masih sangat kasar dalam udang-undang tentang hak penyandang
disabilitas.
Dengan konvensi hak penyandang disabilitas, diharapkan negara
mampu mengutamakan pemenuhan perlindungan HAM bagi penyandang
disabilitas. sangat dibutuhkan dukungan yang kuat dalam perlindungan, dan
pemenuhan hak-hak penyandang disabilitas. tentu saja perlindungan dan
pemenuhan HAM bagi para penyandang disabilitas bukan hanya tugas dan
kewajiban pemerintah melainkan kewajiban semua elemen masyarakat di
Indonesia. Perlindungan HAM bagi penyandang disabilitas (penyandang
cacat) masih menjadi persoalan dinegeri ini. Kurangnya peehaman masyarakat
umum mengenai disabilitas seperti menggolongkan penyandang disabilitas
sebagai orang yang lemah, terbelakang, dan tidak bisa mandiri mengakibatkan
banyak bentuk diskriminasi yang dialami oleh penyandang disabilitas.tidak
44
dapat dipungkiri bahwa penyandang disabilitas belum mendapatkan
perlindungan Hak Asasi Manusia.
Beberapa bentuk diskriminasi yang dialami penyandang disabilias
dapat dilihat dari kurangnya pemenuhan fasilitas dan akses-akses pendukung
penyandang disabilitas ditempat umum, penolakan secara halus maupun keras
pada saat melamar pekerjaan, penolakan di bidang pendidikan seperti masih
banyak sekolah dan perguruan tinggi yang menolak calon murid dan
mahasiswa penyandang disabilitas karena dirasa tidak mampu untuk
menerima pelajaran yang diberikan. Padahal dalam Undang-Undang No 4
tahun 1997 terdapat poin mengenai aksestabilitas yaitu kemudahan yang
disediakan bagi penyandang disabilitas guna mewujudkan kesamaan
kesempatan dalam segala aspek kehidupan dan penghidupan.41
Berdasarkan ketentuan dalam artikel 1 CRPD, dirumuskan secara
gamblang bahwa penyandang disabilitas adalah mereka yang memiliki
kelainan fisik, mental, intelektual, atau sensorik secara permanen yang dalam
interaksinya dengan berbagai hambatan dapat merintangi partisipasi mereka
dalam masyarakat secara penuh dan pemilihan istilah penyandang disabilitas,
sungguh telah mempresentasikan kebutuhan minimal terminoligi pengganti
sejarah istilah penyandang cacat.
Menurut informasi dari pusat bahasa bahwa istilah disabilitas,
sebenarnya telah dibakukan dalam glosarium pusat bahasa dan dalam waktu
41
Naskah Akademik Republik Indonesia tentang Disabilitas, 2015, h.31.
45
dekat akan masuk dalam thesaurus dan kamus beasar bahasa Indonesia.
Dalam presfektif international, istilah penyandang disabilitas sesuai betul
dengan judul CRPD, sehingga penerjemah naskah CRPD kedalam bahasa
Indonesia, sangat fleksibel dan jauh dari kerancuan bahasa. Dengan
pelembagaan istilah penyandang disabilitas sebagai pengganti penyandang
cacat, dapat menjadi modal dasar dalam mempermudah penyusunan naskah
akademik daraf RUU tentang disabilitas.
Perubahan konsep dari charity-based ke Human rights-based.
Undang –undang no 4 tahun 1997 tentang penyandang cacat memuat
peraturan yang didasarkan pada konsep charity atau perlakukan atas dasar
belas kasihan, tidak sebagai upaya melindungi hak asasi manusia dan
meningkatkan pengembangan diri penyandang disabilitas. Undang-Undang
No 4 tahun 1997 memposisikan penyandang disabilitas sebagai objek, bukan
subjek, yang sebenarnya memiliki kreativitas dalam pengembangan karakter.
Penyempurnaan yang harus dilakukan adalah merubah konsep bahwa
penyandang disabilitas hanya membutuhkan bantuan saja, tetapi lebih dari itu
bahwa penyandang disabilitas juga memiliki hak-haknya sebagai seorang
manusia. Upaya untuk memprioritaskan penyandang disabilitas dalam
pemberdayaan baik di bidang pendidikan maupun pekerjaan serta aspek
kehidupan lainnya harus lebih ditingkatkan
Persepsi keliru masyarakat tentang penyandang disabilitas yang antara
lain disebabkan dan dibentuk oleh budaya serta mitos-mitos, hingga kini juga
46
masih sangat dirahasiakan. Banyak keluarga yang malu memiliki anak dengan
disabilitas, akibatnya mereka disembunyikan saja di rumah. Sudah dapat
dibayangkan, penyandang disabilitas yang tumbuh di lingkungan semacam ini
akan menjadi beban keluarga karena mereka tidak berpendidikan, tidak
mandiri, dan tidak tentu produktif. Namun demikian, jika pemerintah dan
masyarakat melakukan insvestasi yang cukup melalui alokasi dana untuk
pemberdayaan, maka penyandang disabilitas akan menjadi manusia yang
lebih cerdas, mandiri, dapat berfungsi di masyarakat dengan bekerja,
produktif dan menjadi pembayar pajak ini merupakan langkah awal dan
pemenuhan hak-hak penyandang disabilitas yaitu dipandang sebagai manusia
dan diberikan kesempatan yang sama dengan yang tidak mengaami
disabilitas.42
Meskipun UUD 1945 memuat pernyataan yang jelas yang mendorong
non-diskriminasi, kesamaan di hadapan hukum, dan hak untuk memperoleh
perlakuan yang sama di hadapan hukum, peraturan perundang-undangan
terkait penyandang disabilitas belum mewujudkan perlindungan-perlindungan
tersebut. ada juga aturan KUHP dan KUHAP yang mendang penyandang
disabilitas sebagai orang-orang yang tak cakap hukum. Belum lagi bangunan-
bangunan yang tidak aksestabilitas bagi penyandang disabilitas saat
42
Naskah Akademik Republik Indonesia tentang Disabilitas, 2015, h.36.
47
berhadapaan dengan hukum, misal kantor kepolisian dan pengadilan yang
tidak ramah atas kebutuhan mereka.
Apabila regulasi saja sudah diskriminatif, lalu bagaimana praktiknya?
Padahal aturan-aturan tersebut merupakan harapan munculnya keadilan di
tengah-tengan masyarakat. Persoalan semakin rumit lagi apabila dibenturkan
dengan pendekatan formalistic dalam penafsirannya. Penyandang disabilitas
dianggap sebagai kelompok rentan lebih karena posisinya yang direntankan
oleh teks dan sistem serta aparatur negara. Penyandang disabilitas sering
mengalami pengorbanan ganda (doble victimization), di satu sisi telah
menjadi korban kejahatan dan disis lain menjadi korban atas stigma serta
negatif serta keterpurukan akses keadilan akibat pemaknaan dan penafsiran
sempit tersebut. salah satu contoh dalam praktik penegakan hukum, terdapat
dua kontrovesi penting yang harus diselesaikan. Pertama, kontrovesi tersebut
berkaitan dengan kasus dimana penyandang disabilitas sebagai korban
perbuatan pidana dan penyandang disabilitas sebagai pelaku perbuatan pidana
dan penyandang disabilitas sebagai pelaku perbuatan pidana. Beberapa kasus
mengafirmasi bahwa ketika penyandang disabilitas menjadi korban
pembuatan pidana, maka aparat penegak hukum terkesan malas dan kesulitan
untuk merekonstruksi untuk mengadili hak atas perlindungan dari ancaman
dan praktik perbuatan pidana yang dilakukan oleh orang lain. Disinilah letak
48
kewajiban negara untuk melindungi hak asasi manusia warga negaranya,
siapapun dia. 43
UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia menegaskan
sekurang-kurangnya 3 kewajiban negara terhadap hak asasi manusia yaitu
menghormati, melindungi, dan memenuhi. Kewajiban untuk menghromati
adalah kewajiban negara untuk menahan diri untuk tidak melakukan
diskriminasi dan marginalisasi. Dari dalam bentuk sikap maupun tindakan
kepada penyandang disabilitas, privasi maupun hak untuk bekerja, hak atas
pangan, kesehatan pendidikan maupun hak untuk bekerja, hak atas pangan,
kesehatan, pendidikan maupun kesejahteraan termasuk didalamnya hak untuk
memperoleh bantuan sosial dan pemeliharaan taraf kesejahteraan sosial
Kewajiban negara untuk melindungi adalah kewajiban untuk tidak
hanya terfokus pada upaya perlindungan dari pelanggaran yang dilakukan
negara, namun juga terhadap pelanggaran atau tindakan yang dilakukan oleh
entitas atau pihak lain (non-negara) yang akan menggangu perlindungan hak
penyandang disabilitas. termasuk dalam hal ini adalah perlindungan yang
dilakukan oleh negara untuk menghindarkan penyandang diasbilitas dari
ancaman kesia-sian, pelantaran eksploitas dan lain-lain. Sedangkan kewajiban
untuk memenuhi adalah kewajiban negara untuk mengambil langkah-langkah
legislatif, administratif, yudisial dan praktis, yang perlu dilakukan untuk
43
Naskah Akademik Republik Indonesia tentang Disabilitas, 2015, h.38.
49
memenuhi hak penyandang disabilitas yang dijamin oleh konstitusi maupun
peraturan perundang-undangan, dalam hal ini negara wajib menyediakan
berbagai fasilitas fisik maupun non fisik khususnya jaminan pemeliharaan dan
kesejahteraan secara permanen kepada penyandang disabilitas dari kalangan
katergori berat.44
Didalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2015 tentang pengesahan
International Covenant on Economic, Sosial and Cultural Right (Kovenan
International tentang Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya yang termuat
dalam lembaran negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 118,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4557, dan Undang-
undang Nomor 2012 tahun 2005 tentang pengesahan International Covenant
on Civil and Political Rights (kovenan international tentang hak-hak sipil dan
politik) yang termuat dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2005 Nomor 119, memberikan harapan adanya keadilan dan kepastian hukum
bagi masyarakat khususnya penyandang disabilitas yang mendambakan
penegakan hak-hak asasinya. Hak-hak asasi ini bukanlah pemberian Negara
apalagi Pemerintah. Dia tidak lahir dari pengaturan hukum karena HAM
adalah hak kodrati dari sang pencipta kepada semua makhluk di muka bumu.
Dengan adanya kedua undang-undang tersebut di atas, maka Indonesia
telah melengkapi penerimaan atas Undang-undang Internasional Hak asasi
manusia termasuk penyandang disabilitas, yang telah dilakukan sebelumnya.
44
Naskah Akademik Republik Indonesia tentang Disabilitas, 2015, h.40.
50
Penerimaan Indonesia atas Undang-undang Internasional Hak Asasi Manusia
atau dalam dunia internasional dikenal dengan nama International Bills of
Human Right, dilakukan terhadap Universal Declaration of Human Right
(Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia). Meskipun instrument tersebut
merupakan instrument non yuridis, namun semua anggota Perserikatan
Bangsa-Bangsa (PBB), ttermasuk Indonesia, wajib mengakui dan menerima
pokok-pokok pikiran yang terkandung dalam deklarasi tersebut.dalam konteks
Indonesia, deklarasi Universal Hak Asasi Manusia menjadi pertimbangan
dalam hal reformasi hukum tentang penyandang disabilitas di Indonesia.
Mengingat Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1997 tentang
Penyandang cacat tidak memuat pengaturan yang seharusnya berpresfektif
HAM, undangundang yang baru diharapkan dapat berpresfektif HAM,
undang-undang yang baru diharapkan dapat memuat ketentuan-ketentuan
yang menganut prinsip sebagai berikut:
1. Penghormatan terhadap penyandang disabilitas yang bersifat melekat
Yang dimaksud dengan penghormatan pada martabat dan nilai yang
melekat, otonomi individu; termasuk kebebasan untuk menentukan
pilihan, dan kemerdekaan perseorangan adalah sikap dan perilaku setiap
orang, baik individu maupun kelompok terutama penyelenggara negara,
wajib menghormati dan menjunjung tinggi penyandang disabilitas dan
menerima keberadannya secara penuh tanpa diskriminasi, hal mana
merupakan kewajiban yang bersifat melekat karena kedisabilitasan
51
45merupakan anugrah tuhan yang maha kuasa, sehingga kewajiban
tersebut tidak dapat dikurangi, dibatasi, dihambat, dicabut atau
dihalangkan.
2. Hak otonomi
Yang dimasksud dengan “asas hak otonomi” adalah hak yang melekat
pada setiap penyandang disabilitas berupa kewenangan secara pribadi
untuk memutuskan dan atau menentukan secara bebas segala apa yang
dianggap baik dan atau benar berdasarkan pikiran dan hati nuraninya
tanpa intervensi dalam bentuk apapun dan dari siapapun.
3. Kemandirian
yang dimaksud “asas kemandirian” adalah kemampuan penyandang
disabilitas untuk melangsungkan hidup tanpa belas kasihan orang lain.
4. Keadilan
Yang dimaksud “asas keadilan” adalah nilai kebaikan yang harus terwujud
dalam kehidupan penyandang disabilitas berupa pendistribusian
kesejahteraan dam kemakmuran secara merata, wajar dan proporsional
kepada penyandang disabilitas.
5. Inklusif
Yang dimaksud dengan “asas inklusif” adalah kondisi yang
menghilangkan segala bentuk diskriminasi kepada penyandang disabilitas
45
Naskah Akademik Republik Indonesia tentang Disabilitas, 2015, h.42.
52
sehingga segala sesuatu yang menjadi sistem peradaban modern
senantiasa terkoneksi secara penuh dan konstruktif dengan keberadaan
penyandang disabilitas sesuai dengan jenis dan derajat kedisabilitasan
masing-masing.
6. Non diskriminasi yang dimaksud dengan prinsip non diskriminasi adalah
tekad bangsa Indonesia untuk menghapus segala bentuk perlakuan tidak
adil dengan membeda-bedakan warga masyarakat atas daasar
kedisabilitasan. Dalam hal ini penyandang disabilitas mempunyai
kedudukan yang setara dengan warga negara pada umumnya di hadapan
hukum dan berhak untuk mendapatkan perlindungan hukum yang setara,
pemerintah harus menjamin pemenuhan hak bagi penyandang disabilitas.
7. Partisipasi
Yang dimaksud dengan prinsip partisipasi penuh dan efektif dan
keikutsertaan dalam masyarakat adalah keikutsertaan penyandang
disabilitas untuk berperan dan berkontribusi secara optimal, wajar dan
bermartabat tanpa diskriminasi, karena itu perlu diupayakan secara
optimal penglibatan penyandang disabilitas dalam berbagai aspek
kehidupan berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat.
8. Disabiliatas sebagai dari keragaman manusia
Yang dimaksud “asas disabilitas sebagai bagian keragaman manusia”
adalah manusia diciptakan dalam keadaan berbeda satu sama lain, dimana
53
segala yang melekat pada eksistensi penyandang disabilitas merupakan.46
bagian keragaman manusia yang tidak boleh digunakan sebagai alasan
untuk mendeskriminasi siapa pun atas dasar kedisabilitasan.
9. Kesamaan hak dan kesempatan
Yang dimaksud dengan “asas kesamaan hak dan kesempatan” adalah
keadaan yang mendudukan penyandang disabilitas sebagai subjek hukum
yang bersifat penuh dan utuh disertai penciptan iklim yang kondusif
berupa peluang yang seluas-luasnya untuk menikmati, berperan dan
berkontribusi dalam segala aspek kehidupan dan penghidupan
sebagaimana warga negara aslinya.
10. Perlakuan khusus dan perlindungan lebih
Yang dimaksud asas perlakuan khusus dan perlindungan lebih” adalah
bentuk keberpihakan kepada penyandang disabilitas berupa perlakuan
khusus dan atau perlindungan lebih sebagai kompensasi atas disabilitas
yang disadangnya demi memperkecil atau menghilangkan dampak
kedisabilitasan sehingga memungkinkan untuk menikmati, berperan dan
berkontribusi secara optimal, wajar dan bermartabat dalam segala aspek
kehidupan berbangsa, bernegara dan bermasyarakat.
11. Aksestabilitas
46
Naskah Akademik Republik Indonesia tentang Disabilitas, 2015, h.43.
54
Yang dimaksud dengan aksestabilitas adalah kemudahan yang disediakan
bagi penyandang disabilitas guna mewujudkan kesamaan kesempataan
dalam segala aspek penyelenggaraan negara dan masyarakat.
12. Kesetaraan gender
Yang dimaksud dengan kesetaraan gender adalah kesamaan kondisi dan
posisi bagi perempuan dan laki-laki untuk mendapatkan kesempatan
mengakses, berpartisipasi, mengontrol, dan memperoleh manfaat
pembangunan disemua bidang kehidupan.
Merujuk pada fenomena stagnasi perwujudan hak penyandang
disabilitas dalam presfektif hak asasi manusia akibat tidak terakomodasinya
secara sempurna uu no 4 tahun 1997 maupun peraturan perundangan lainnya,
maka sudah saatnya negara Republik Indonesia berinisiatif menyusun
peraturan perundang-undangan yang tepat sasaran.47
B. Sistemmatika penulisan
Lampiran 1 Undang-Undang No 11 Tahun 2012 mengatur mengenai
teknik penyusunan naskah akademik rancangan Undang-undang, Rancangan
Peraturan Daerah Provinsi, dan Rancangan Kabupaten/kota. Dalam lampiran
tersebut. sistemmatika naskah akademik meliput:
1. Judul
47
Naskah Akademik Republik Indonesia tentang Disabilitas, 2015, h.45.
55
2. Kata pengantar
3. Daftar isi
4. Bab I: kajian teoritis, dan praktek empiris;
5. Bab II: Evaluasi dan analisa peraturan perundang-undangan terkait;
6. Bab III: Evaluasi dan analisis peraturan perundang-undangan;
7. Bab IV: Landasan filosofi, sosiologis, empiris;
8. Bab V: Jangkauan arah pengaturan dan ruang lingkup materi muatan
undang-undang atau peraturan daerah;
9. Bab VI: Penutup;
10. Daftar pustaka;dll.
Dalam naskah RUU tentang disabilitas yang saya bahas ini untuk
sistemmatika penusisan sudah sangat sesuai dengan yang tertera dalam
peraturan perundang-undangan yang diantaranya sebagai berikut;
1. Bab I berisi; latarbelakang masalah, rumusan masalah, tujuan, metodologi
penelitian,
2. Bab II berisi; kajian teoritis dan praktik empiris
3. Bab III berisi; evaluasi dan analisis peraturan perundang-undangan terkait
penyandang cacat.
4. Bab IV berisi; landasan filosofi, landasan sosiologis, dan landasan yuridis
5. Bab V berisi; jangkauan, arah pengaturan dan ruang lingkup peraturan
undang-undang
6. Bab VI berisi; penutup
56
C. Sarana dan prasarana untuk penyandang disabilitas di Indonesia
Pada dasarnya setiap manusia membutuhkan pelayanan, bahkan secara
ekstrem dapat dikatakan bahwa pelayanan tidak dapat dipisahkan dengan
kehidupan manusia. Masyarakat setiap waktu akan selalu menuntut pelayanan
publik yang berkualitas dari birokrat, meskipun tuntutan itu sering kali tidak
sesuai dengan apa yang diharapkan, karena secara empiris pelayanan public
yang terjadi selama ini masih menampilkan cirri-ciri yakni berbelit, lambat,
mahal dan melelahkan.48
Menurut ketetapan mentri perdayagunaan aparatur negara
No.63/KEP/M.PAN/7/2003, pelayanan publik adalah segala kegiatan
pelayanan yang dilaksanankan oleh penyelenggara pelayanan publik sebagai
upaya pemenuhan kebutuhsn penerima pelayanan maupun pelaksanaan
ketentuan peraturan perundang-undangan. Pelayanan publik ini dibagi
menjadi beberapa kelompok-kelompok;
1. Kelompok pelayanan administratif, yaitu pelayanan yang menghasilkan
berbegai bentuk dokumen resmi yang dibutuhkan oleh publik, misalnya
status kewarganegaraan, sertifikat kompetensi, kepemilikan terhadap suatu
barang dan sebagainya. Akte pernikahan, akte kelahiran,akte kematian,
BPKB, SIM, STNK, dan sebagainya.
48
Junarso Ridwan & Achmad Sodik Sudrajad, Hukum Administrasi Negara Dan Kebijakan
Pelayanan Publik, Cet III, (Bandung: Nuansa, 2009). h. 17.
57
2. Kelompok pelayanan barang, yaitu pelayanan yang menghasikan berbagai
bentuk/jenis barang yang digunakan oleh public, misalnya jaringan telpon,
penyediaan tenaga listrik, air bersih, dan sebagainya.
3. Kelompok pelayanan jasa,yaitu pelayanan yang menghasilkan berbagai
bentuk jasa yang dibutuhkan oleh publik, misalnya pendidikan,
pemeliharaan kesehatan, penyelenggaraan trasportasi, pos, dan
sebagainya.49
Melihat dari pengertian pelayanan publik diatas bahwa setiap orang
berhak mendapatkan pelayana publik yang baik dan tidak ada diskriminasi
untuk membeda-bedakan siapa dia untuk seorang anak penyandang disabilitas
harusnya mendapatkan pelayanan publik yang sesuai untuk dia bisa
berkembang jauh dan terus berkembang biarpun memiliki keterbatasan
didalam dirinya.
Saranan dan prasaranan bagi kaum penyandang disabilitas pada ruang
publik dibeberapa daerah masih sangat minim. Begitu pula dengan tidak
diterapkannya atau tidak adanya atau tidak adanya sanksi tegas bagi yang
tidak memenuhi kewajiban tersebut. hal tersebut yang membuat penyandang
disabilitas masih sering menerima diskriminasi di fasilitas umum dan
pelayanan umum meskipun dalam pasal 6 undang-undang Nomor 4 tahun
1997 telah menyatakan hak memperoleh aksestabilitas dalam rangka
49
Junarso Ridwan & Achmad Sodik Sudrajad, Hukum Administrasi Negara Dan Kebijakan
Pelayanan Publik, Cet III, (Bandung: Nuansa, 2009). h. 20.
58
kemandiriannya. Oleh karena itu, dalam rancangan undang-undang (RUU) ini
pengaturan mengenai aksestabilitas diatur dalam BAB tersendiri.50
Dalam undang-undang ini, penyediaan aksestabilitas ditujukan untuk
menghilangkan segala bentuk kendala atau halangan, agar mempermudah
penyandang disabilitas melakukan aktifitas secara optimal sehingga dapat
hidup mandiri dalam bermasyarkat. Berdasarkan hal tersebut, pengertian atau
batasan definisi “aksestabilitas” dalam RUU ini adalah kemudahan bagi
penyandang disabilitas untuk mewujudkan kesamaan kesempatan dalam
segala aspek kehidupan.
Didalam naskah akademik ruu tentang disabilitas ini, mengatur agar
setiap penyelenggara fasilitas umum dan layanan umum wajib menyediakan
aksestabilitas bagi penyandang disabilitas yang mencangkup fasilitas ke, dari,
dan di dalam bangunan. Penyediaan aksestabilitas pada fasilitas umum dan
layanan umum seperti penyediaan loket khusus, ramp, tangga, tempat parkir,
marka jalan, dan trotoar yang dapat dilalui atau diperuntukan untuk
penyandang disabilitas, serta tempat duduk khusus, toilet khusus, dan sarana
pendukung lainnya. Disetiap fasilitas umum ini juga harus disediakan layana
informasi agar penyandang disabilitas dapat memahami informasi yang ada.
Yang dimaksud layanan informasi dalam RUU ini adalah bantuan berupa
penjelasan melalui media yang sesuai dengan kondisi dan kebutuhan
penyandang disabilitas dalam hal menggunakan fasilitas yang ada, antara lain
50
Naskah Akademik Republik Indonesia tentang Disabilitas, 2015, h.173.
59
menggunakan suara, bunyi, atau lisan yang diperuntukan untuk penyandang
disabilitas. adapun fasilitas umum dan layanan umum yang harus disediakan
aksestabilitas meliput:
1. Bangunan gedung umum, misalnya bangunan sekolah, fasilitas pelayanan
kesehatan, gedung perkantoran atau tempat kerja, perumahan, rumah
ibdah, pusat pembelajaran pelabuhan, bandara udara, hotel dan stasiun.
2. Jalan umum, misalnya jalur penyebrangan, trotoar, dan tempat
pemberhentian kendaraan umum;
3. Angkutan umum, misalnya bis kota, taksi, dan kendaraan umum lainnya
termasuk ramp, tempat parkir, tempat duduk, dan tanda khusus;
4. Pertamanan dan pemakaman umum;dan
5. Tempat pariwisata, yang ditunjukan agar penyandang disabilitas
menikmati benda kebudayaan yang mudah diakses sehingga penyandang
disabilitas dapat dengan mudah ke tempat pertunjukan atau pelayanan
budaya seperti teater, museum, bioskop, perpustakaan, jasa pariwisata, dan
monument serta tempat lain yang memiliki nilai budaya penting. Tempat
pariwisata ini diharapkan juga dapat dinikmati oleh penyandang
disabilitas melalui program-program televisi, film, teater, dan kegiatan
kebudayaan lain dalam bentuk yang mudah diakses.
6. Sarana rehabilitas, fokus upaya rehabilitas adalah individu secara holistic
dalam konteks ekologinya, bukan hanya pada keterbatasan-keterbatasan
fungsional akibat kedisabilitasannya. Presfektif holistic dan ekologis
60
mencakup aspek-aspek fisik, mental, dan spiritual individu yang
bersangkutan maupun hubungannya dengan keluarganya, pekerjaanya dan
keseluruhan lingkungannya. Manusia tidak dipandang sebagai sekedar
komponen-komponen yang terpisah seerti komponen fisik, mental,
psikologi, budaya dan ekonomi, melainkan satu kesatuan yang utuh yang
mencakup semua komponen tersebut.
Dalam RUU ini juga mengatur pemberian sanksi adimistratif bagi
setiap penyelenggara fasilitas umum dan layanan umum yang tidak
menyediakan aksestabilitas bagi penyandang disabilitas. sanksi administratif
tersebut berupa terguran, peringatan tertulis, penghentian tertulis, penghentian
sementara kegiatan usaha, dan pencabutan izin. Pelaksanaan pemberian sanksi
administratif tersebut akan dilakukan secara berjenjang dan akan diatur
dengan atau berdasarkan peraturan pemerintah. Pemberian sanksi
administratif ini dimaksudkan agar setiap penyelenggara fasilitas umum dan
layanan umum termotivasi untuk menyediakan aksestabilitas bagi penyendang
disabilitas sehingga penyendang disabilitas mendapat kemudahan untuk
mendapatkan hak-haknya.51
51
Naskah Akademik Republik Indonesia tentang Disabilitas, 2015, h.174-175.
61
BAB IV
ANALISIS UNDANG-UNDANG NO 8 TAHUN 2016 DAN HUKUM ISLAM
A. Hak anak disabilitas menurut Undang-Undang No 8 Tahun 2016
Di dalam Convention On The Rights Of Person With Disabilities (UN CRPD)
medefinisikan Persons with disabilities sebagai mereka yang memiliki
kerusakan fisik, mental, intelektual, atau sensorik jangka panjang yang dalam
interaksinya dengan berbagai hambatan dapat merintangi partisipasi mereka
dalam masyarakat secara penuh dan efektif berdasarkan pada asas kesetaraan.
Dalam (UN CPRD) pasal 7 dijelaskan bahwa anak-anak dengan
disabilitas merupakan kelompok yang paling rentan dalam kelompok
disabilitas, dan negara pihak wajib melaksanakan langkah-langkah yang
diperlukan dalam rangka menjamin dan memajukan pemenuhan serta
perlindungan hak asasi anak-anak dengan disabilitas atas dasar kesetaraan
dengan anak-anak lainnya dalam bentuk.
1. Mengedepankan kepentingan anak dengan disabilitas dalam
menentukan berbagai hal
2. Menjamin kebebasan anak dengan disabilitas dalam mengemukakan
pendapat mengenai hal yang mempengaruhi kehidupan mereka,
menjadikan sebagai dasar pertimbangan sesuia dengan tingkat
62
kematangan dan kedewasaan meraka, serta menjamin ketersediaan
bantuan sesuai dengan tingkat usia dan disabilitas mereka.52
Dalam pasal 1 Undang-Undang No 8 Tahun 2016 tentang disabilitas. yang
dimaskud dengan penyandang disabilitas adalah setiap orang yang
mengalami keterbelakangan fisik, intelektual, mental, dan/atau sensorik dalam
jangka waktu lama yang dalam berinteraksi dengan lingkungan dapat
mengalami hambatan atau kesullitan untuk berpartisipasi secara penuh dan
efektif dengan warga negara lainnya berdasarkan kesamaan hak.
Dalam pasal satu Undang-Undang No 8 tahun 2016 tentang disabilitas
dijelaskan bahwa.
1. Penyandang disabilitas adalah, setiap orang yang memiliki
keterbatasan fisik, intelektual, mental, dan/sensorik dalam jangka
waktu lama yang dalam berinteraksi dengan lingkungan dapat
mengalami hambatan dan kesulitan untuk berpartisipasi secara penuh
dan efektif dengan warga negara lainnya berdasarkan kesamaan hak.
2. Kesamaan, kesempatan adalah keadaan yang memberikan peluang
dan/atau menyediakan akses kepada penyandang disabilitas untuk
menyalurkan potensi dalam segala aspek penyelenggaraan negara dan
masyarakat.
52
Yayaysan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia dan AusID, Panduan Bantuan Hukum Di
Indonesia,(Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2014), h.258.
63
3. Diskriminasi adalah setiap pembedaan, pengecualian, pembatasan,
pelecehan, atau pengucilan atas dasar disabilitas yang bermaksud atau
berdampak pada pembatasan atau peniadaan pengakuan, penikmatan,
atau pelaksaan hak penyandang disabilitas.
Materi utama dalam pebuatan Undang-Undang no 8 tahun 2016 adalah
pemenuhan hak-hak penyandang disabilitas dan beberapa akses untuk para
penyandang disabilitas. dalam naskah akademik Undang-Undang No 8 tahun
2016 dijelaskan materi pembahasan tetang perancangan materi undang-
undang yaitu sebagai berikut.
1. Hak dan kewajiban
Konvensi mengenai hak-hak penyandang disabilitas memuat
hak-hak sosial, ekonomi budaya, politik, dan sipil secara
komprehensif. Konvensi hak-hak penyandang disabilitas menandai
adanya perubahan besar dalam melihat permasalahan kelompok
masyarakat yang mengalami kerusakan atau gangguan fungsional dari
fisik, mental atau intelektual termasuk juga mereka yang mengalami
gangguan sensorik dalam kehidupan sehari-hari.
Dengan diratifikasinya konvensi mengenai hak-hak
penyandang disabilitas, pemerintah Indonesia harus berupaya
memajukan, melindungi dan menjamin penikmatan semua hak asasi
manusia dan kebebasan mendasar secara penuh dan setara oleh semua
orang penyandang disabilitas dan untuk memajukan penghormatan
64
atas martabat yang melekat pada penyandang disabilitas, selain itu
pemerintah juga harus menjamin hak-hak penyandang disabilitas.
2. Tanggung jawab dan wewenang
Dalam naskah akademik ini dijelaskan bahwa tanggung jawab dan
wewenang milik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Namun
hal ini juga tidak berati pihak lain tidak boleh membantu, pihak lain
juga sangat dibutuhkan bantuannya agar undang-undang dan
pemenuhan hak untuk anak disabilitas ini bisa tercapai pada
semestinya. Sebagai penanggung jawab utama pemerintah wajib
memberikan fasilitas dan aksestabilitas.
3. Wewenang
Wewenang merupakan wujud pelaksanaan dari pemerintah daerah dan
pemerintah pusat dalam melindungi dan memenuhi hak penyandang
disabilitas53
Kemudian penulis jelaskan tentang pasal hak anak disabilitas. dalam
pasal 5 ayat 3 dijelaskan tentang hak anak disabilitas di Indonesia, yaitu
sebagai berikut:
1. Mendapatkan perlindungan khusus dari diskriminasi, penelantaran,
pelecehan, eksploitas, serta kejahatan dan kekerasan seksual.
53
Naskah Akademik Republik Indonesia tentang Disabilitas, 2015, h.150.
65
2. Mendapatkan perawatan dan pengasuhan keluarga atau keluarga
pengganti untuk tumbuh kembang secara optimal.
3. Dilindungi kepentingannya dalam mengambil keputusan.
4. Perlakuan secara manusiawi sesuai dengan martabat dan hak anak.
5. Pemenuhan kebutuhan khusus.
6. Perlakuan yang sama dengan anak lain untuk mencapai integritas
sosial dan pengembangan individu; dan
7. Mendapatkan pendampingan sosial.
Dapat disimpulkan sedikit dari penjelasan diatas dalam pemenuhan
hak anak disabilitas di Indonesia sesuai dengan yang ada dalam (UN CPRD),
bahwa Undang-undang No 8 Tahun 2016 ini sudah sangat sesuai dengan apa
yang dicita-citakan dikonvensi hak anak disabilitas international, pemenuhan
kebutuhan khusus dan hak seorang anak sudah sangat baik dalam hal menuju
kesetaraan terhadap hak anak normal yang lainnya. Dapat disimpulkan juga
bahwa di Indonesia adalah negara yang taat akan hukum yang sudah
dirumuskan didalam konvensi international, dan Indonesia sebagai salah satu
yang menjunjung tinggi kaum disabilitas dengan undang-undang no 8 tahun
2016 yang Indonesia miliki sekarang.
Dari penjelasaan singkat materi pembuatan Undang-Undang No 8
Tahun 2016 tentang disabilitas, penulis menganalisis bahwa muatan dalam
pembuatan undang-undang ini dan penjelasannya tentang pemenuhan hak
anak penyandang disabilitas masih tergolong cukup standar dari apa yang
66
sudah penulis jelaskan dan penulis membagi analisis ini menjadi kedalam tiga
bagian yaitu, dibagian dibidang hukum, pendidikan dan kesehatan.
Dalam bidang hukum sendiri penerapannya masih sangat sulit,
Undang-undang ini sudah hampir satu tahun keluar tetapi kenyataanya
instalasi pemerintah masih sangat kurang dalam penerapannya, seharusnya
instalasi pemerintah seperti pengadilan lebih dahulu menerapkan hal-hal
seperti peraturan baru dalam perundang-undangan, terlebih undang-undang ini
dibuat dengan cukup bagus untuk pemenuhan fasilitas untuk anak disabilitas
tetapi lengkapnya fasilitas ini mungkin bisa menjadi masalah dibelakangnya
karena untuk memenuhi semua fasilitas yang sudah digambarkan ini
kemungkinan akan menjadi sangat sulit didalam pengadilan atau instalasi
pemerintah yang lainnya, karena dengan adanya undang-undang ini berati
harus membuat sistem baru yang lebih layak untuk kaum disabilitas. ini yang
akan menjadi tantangan negara Indonesia di bagian hukum untuk merubah
sistem yang ada dengan sistem yang baru yang sudah ada.
Dalam pembahsan berikutnya yaitu dibidang pendidikan muatan
dalam naskah akademik uu no 8 tahun 2016 menjelaskan dua tipe pendidikan
untuk anak penyandang disabilitas antara lain:
1. Pendidikan khusus merupakan pendidikan yang diberikan kepada
kepada peserta didik disabilitas yang memiliki tingkat kesulitan dalam
mengikuti proses pembelajaran. Sekolah yang menyediakan
pendidikan khusus diantaranya adalah sekolah luar biasa (SLB).
67
2. Pendidikan inklusif merupakan pendidikan yang diberikan kepada
peserta didik disabilitas untuk mengikuti pendidikan atau
pembelajaran dalam satu lingkungan pendidikan secara bersama-sama
dengan peserta didik yang lainnya.
Dalam hal pendidikan inklusif pemerintah kabupaten/kota menunjuk
satuan pendidikan di setiap kecamatan paling sedikit 1(satu) sekolah
pendidikan dasar, dan satu sekolah pendidikan menengah. Selain itu
pemerintah kabupaten/kota juga wajib menyediakan 1 (satu) orang guru
pembimbing khusus pada satuan pendidikan inklusif yang ditunjuk untuk
menyelenggarakan pendidikan inklusif. Selain satuan pendidikan yang
ditunjuk pemerintah, satuan pendidik yang tidak ditunjuk juga boleh
menerima peserta didik disabilitas. dan satuan yang tidak ditunjuk itupun
harus mengikuti regulasi yang sudah ditetapkan oleh pemerintah. Selain
pendidikan dasar, menengah dan kejuruan. Perguruan tinggipun wajib
menyediakan akses bagi mahasiswa disabilitas. pemerintah kabupaten/kota
wajib menyelenggarakan pendidikan khusus di setiap kecamatan.54
Dari muatan materin undang-undang diatas penulis sedikit
menganalisis yaitu pada tahap pembedaan antara pendidikan khusus dan
inklusif, disini pemerintah tidak ada penjelasan kriteria bagaimana kriteria
seorang anak disabilitas yang berhak sekolah di SLB atau sekolah inklusif.
54
Naskah Akademik Republik Indonesia tentang Disabilitas, 2015, h.170.
68
Sebab yang sudah penulis jelaskan diatas banyak sekali tipe-tipe penyandang
disabilitas. ini yang akan menjadi pekerjaan rumah untuk pemerintah dalam
hal membedakan akses untuk anak-anak disabilitas. muatan undang-undang
yang sudah bagus tetapi ada kejanggalan yaitu kriteria untuk pendidikan
khusus atau inklusif.
Kemudian ada disektor kesehatan, setiap penyandang disabilitas
mempunyai kesamaan kesempatan memperoleh pelayanan kesehatan yang
meliput ketersediaan sumber daya di bidang kesehatan seperti tenaga
kesehatan, fasilitas pelayanan kesehatan, obat esensial dan alat kesehatan,
memperoleh pelayanan kesehatan yang aman bermutu, dan terjangkau,
mendapatkan informasi dan edukasi untuk memelihara dan meningkatkan
derajat kesehatan, memperoleh asuransi kesehatan dan yang penting
memperoleh perlindungan kesehatan kerja yang dimaksudkan agar tenaga
kerja penyandang disabilitas dapat hidup sehat dan tebebas dari gangguan
kesehatan serta pengaruh buruk yang diakibatkan oleh pekerjanya.
Untuk melaksanakan pelayanan kesehatan penyandang disabilitas,
pemerintah membagun pelayanan kesehatan bagi penyandang disabilitas
secara berjenjang dan komprehensif yang terdiri dari pelayanan kesehatan
umum di Puskesmas dan jejaring (fasilitas pelayanan kesehatan yang
digunakan untuk menunjang penyelenggaraan pelayanan kesehatan bagi
penyandang disabilitas difasilitas pelayanan kesehatan primer) dan pelayanan
69
kesehatan rujukan yang terintegrasi dalam pelayanan kesehatan umum di
rumsh sakit.55
Mungkin dari segi kesehatan memang sudah sangat memadai
fasilitasnya apalagi rumah sakit sebagai tempat untuk mengobati, tetapi
masalahnya adalah apakah hal ini bisa diimplementasikan dengan baik, sedikit
yang penulis ketahui bahwa peraturan dirumah sakit itu maksimal perawata
berobat/ dirawat itu hanya 5 hari sembuh atau tidak sembuh pasien harus
pulang, kalau ini terjadi dengan anak yang mengalami disabilitas seperti autis
yang harus melakukan pengobatan berhari-hari. Karena autis adalah tipe
penyakit yang penyembuhannya harus berhari-hari dan melakukan terati
khusus dengan biaya yang tidak dikit tentunya. Ini juga akan menjai pekerjaan
rumah yang sangat berat untuk pemerintah nantinya.
B. Hak anak disabillitas dalam persfektif hukum Islam
Dalam analisis penulis diatas tentang UU No 8 tahun 2016 sudah
dijelaskan beberapa hak dan kelemahan undang-undang tersebut, selanjutnya
penulis mencoba menjelaskan tentang bagaimana hak anak disabilitas
menurut hukum islam. Dalam surat Abassa ayat 1-10 yang berbunyi
ػبس ل ت أى جبء . . ٱلػو هب يدريل لؼل ۥ م .يز يذمز فتفؼ أ مز . ٱلذ
55
Naskah Akademik Republik Indonesia tentang Disabilitas, 2015, h.190.
70
ب هي أه ۥل فأت . ٱستغ .تصد م هب ػليل أل يز . ب هي جبءك يسؼ أه .
يخش فأت . تل .ػArtinya:”(Dia Muhammad)berwajah masam dan berpaling, karena seorang
buta telah datang kepadanya (Abdullah bin ummi maktum, dan taukah engkau
(Muhammad) barang kali dia mau mensucikan dirinya dari dosa, atau dia
(ingin) mendapat pengajaran yang memberi manfaat kepadanya, adapun
orang-orang yang merasa dirinya serba cukup(pembesar-pembesar Quraisy,
maka engkau Muhhammad memberikan perhatian kepadanya,padahal tidal
ada celah atasmu kalau dia tidak mensucikan diri (beriman), dan adapun
degan orang yang datang kepadamu dengan bersegera (untuk mendapat
pengajaran), sedang dia takut kepada (Allah), engkau(Muhammad malah
mengabaikannya).(QS. Abassa ayat 1-10).
Dalam tafsir surat abassa diatas para ulama kami berkata “apa yang
dilakukan oleh Ibnu Ummi Maktum termasuk perbuatan tidak sopan
seandainya dia mengetahui bahwa Nabi SAW sedang sibuk dengan orang lain
dan beliau mengharapkan ke Islamannya. Akan tetapi Allah SWT tetap
mencela Rasulullah SAW hingga mengecewakan ahli shuffa (kaum muslim
yang tidak mampu dan agar semua orang tau bahwa mukmin yang kafir lebih
baik dari pada orang kafir yang kaya dan memandang atau memperhatikan
kepada orang yang beriman itu lebih utama dan baik sekalipun ia seorang
fakir, dari pada memandang atau memperhatikan kepada perkara lain, yaitu
memperhatikan orang-orang kayak arena menginginkan keimanan mereka,
sekalipun ini termasuk salah satu kemaslahatan.
Ats- Tsauri berkata,” setelah kejadian itu, apabila melihat Ibnu Ummi
Maktum, Rasullulah SAW langsung menghamparkan selendang beliau dan
berkata, “Selamat datang orang yang karenanya Tuhanku mencelaku”. Lalu
beliau bersabda,”Ada yang bisa aku bantu?”. Rasulullah SAW juga sempat
71
dua kali menugaskannya untuk memimpin madinah sementara beliau pergi
melakukan peperangan.”Anas RA berkata,”Pada peristiwa Qadisiyah, aku
melihat Ibnu Ummi Maktum memakai baju besi dan ditangannya bendera
hitam.”56
Disini dapat disimpulkan bahwa Islam sangat menghormati kaum yang
memiliki kekurangan fisik, bahkan Rasulullah SWA sendiripun pernah dicela
oleh Allah SWT karena memalingkan wajahnya terhadap seorang yang buta
yang ini belajar tentang Islam. bahkan Allah SWT lebih memuliakan orang
yang fakir tetapi ingi belajar agama Islam disbanding para pemuka kaum
Quraisy yang kaya raya yang masih kafir. Dalam ayat ini berati Islam sangat
memuliakan orang yang memiliki kekurangan.
Kemudian dalam Firman Allah yang lain yang berbunyi:
ػل ليس ل ػل ٱلػو ل ػل ٱلػزج حزج هي يطغ ٱلوزيض حزج حزج
رسل ٱلل ت تجزيوي تحتب ۥ ز يدخل ج ب ػذابب أليوب ٱل ه يؼذ هي يت ١ Artinya: Tiada dosa atas orang-orang yang buta dan atas orang yang
pincang dan atas orang dan atas orang yang sakit (apabila tidak ikut
berperang) dan barang siapa taat kepada Allah dan Rasul-nya; Niscaya Allah
akan memasukannya ke dalam surge yang mengalir di bawahnya sungai-
sungai dan barang siapa yang berpaling niscaya akan diazabnya dengan
azab yang perdih.(QS Al- Fath:17)
Dalam tafsir Al-Qurthubi dijelaskan bahwa tafsiran ayat ini adalah
tiada dosa atas orang-orang buta dan orang-orang yang pincang dan atas
orang yang sakit apabila tidak ikut berperang, yakni tidak ada dosa atas
56
Tafsir Al-qurtubi Juz ‘Amma (Jakarta: Pustaka Azzam, 2009),h.88.
72
mereka jika tidak ikut berjihad karena buta, penyakit menahun, atau
lemah.pembahasan mengenai hal ini telah dikemukakan dengan jelas pada
surah at-taubah dan yang lainnya.
Al arj adalah cacat yang mendera sebelah kaki. Apabila hal itu dapat
menimbulkan pengaruh (sehingga dapat mengugurkan kewajiban jihad), maka
apalagi dengan cacat kedua kaki. Tentunya cacat kedua kaki ini lebih dapat
mengugurkan keajiban jihad.57
Dalam tafsir lain dijelaskan dalam ayat ini Allah SWT menerangkan
alasan-alasan dibolehkan bagi seorang tidak ikut berperang yaitu:
1. Karena buta
2. Karena pincang atau cacat jasmani
3. Karena sakit
Diriwayatkan bahwa waktu turun ayat 16 surat ini yang mengancam
orang-orang yang tidak mau berjihad bersama Rasulullah, maka orang-orang
yang lumpuh berkata, “Bagaimana dengan kami ya Rasulullah?” sebagai
jawaban turunlah ayat ini
Berkata Muqatil: “Nabi SAW membenarkan alasan orang-orang yang
sakit untuk tidak ikut bersama Rasulullah ke Hudaibiyyah dengan alasan ayat
ini”.
57
Muhammad Ibrahim Al-Hifnawi, Tafsir Al-qurtubi Vol 20 (Jakarta: Pustaka Azzam,
2009),h.708-709.
73
Kemudian Alla SWT memberikan dorongan dan semangat kepada
orang-orang beriman;” Barang siapa yang mentaati Allah SWT dan Rasul-
nya, memenuhi panggilan jihad di jalan-nya akan diberi balasan berupa surge
yang penuh kenikmatan. Sebaliknya orang-orang yang mengingkari Allah dan
Rasul-nya, tidak mau ikut berjihad bersama kaum muslimin yang lain, Allah
akan mengazabnya dengan azab yang pedih.58
Dari penjelasan diatas penulis dapat menyimpulkan bahwa hak
seorang penyandang disabilitas juga memiliki hak untuk tidak ikut berperang
karena keterbatasannya mereka dan Allah SWT menjadikan ini sebagai salah
satu alasan seseorang untuk tidak ikut dalam berjihad. Kajian jelas tentang
disabilitas didalam Alquran maupun hadist memang sangat jarang pasalnya
Islam memandang semua manusia itu sama tidak ada yang berbeda di mata
Allah. Kesimpulan penulis adalah bahwa hukum Islam tetap menyamakan hak
seorang disabilitas dengan hak orang yang sama, terlebih Islam lebih
menghormati orang-orang disabilitas seperti yang sudah penulis jelaskan
dalam ayat-ayat diatas.
C. Teknologi Modern Bagi Penyandang Disabilitas dalam UU NO 8 Tahun
2016
Masyarakat dengan teknologi tinggi yang mengutamakan pendidikan
dan kemampuan intelektual, tidak begitu toleran terhadap penderita reterdasi
58
M.Quraisy Shihab Tafsir Al-Misbah:Pesan dan kesan keserasian Al-quran ,(Jakarta:
Lentera Hati,2002).h.396.
74
mental dibandingkan dengan masyarakat dengan teknologi yang lebih rendah.
Bila anak dengan reterdasi mental menjadi lebih besar, maka diterimanya dia
oleh anak-anak yang lain dipengaruhi oleh sikap, toleransi dan emosi pribadi
orang tua anak-anak itu terhadap dengan reterdasi mental.59
Individual with disabilities education act (IDEA), termasuk
amandemnya pada 1997, menyatakan bahwa perangkat teknologi bisa
disediakan untuk murid penderita ketidak mampuan demi memastikan
pendidikan yang gratis dan tepat. Dua tipe teknologi yang dapat digunakan
untuk meningkatkan pendidikan anak penderita ketidak mempuan adalah
teknologi pengajaran (intruksional) dan teknologi asistensi (bantuan).
Teknologi intruksional berupa berbagai tipe hardware dan software,
dikombinasikan dengan metode pengajaran yang inovati, untuk
mengakomodasi kebutuhan belajar seorang anak. Teknologi ini bisa berupa
video, intruksi dengan bantuan komputer, atau program hypermedia yang
kompleks dimana komputer digunakan untuk mengontrol display dari gambar
dan suara yang disimpan di videodisc. Penggunaan sistem telekomunikasi,
terutama internet dan word wide web, sangat menjanjikan bagi peningkatan
pendidikan murid baik yang menderita kemampuan maupun yang tidak.
Teknologi bantuan lain, banyak anak dengan ketidak mempuan fisik
(seperti kelupuhan) tidak bisa menggunakan perangkat yang biasa seperti
59
Willy F.Maramis &Albert A. Maramis, Cacatan Ilmu Kedokteran Jiwa,Cet ke II( Surabaya: Penerbitas dan percetakan (AUP), 2009), h.393.
75
keyboard dan mose. Touch screen, touch tablet, pointer optic, dan perangkat
yang dikendalikan suara adalah alat alternatif yang bisa membuat mereka
menggunakan komputer.
Software atau hardware khusus seperti closed-circuit television bisa
memperbesar gambar bagi anak yang mengalami gangguan penglihatan.
Printer dapat mencetak huruf Braille besar-besar. Teknologi komunikasi
untuk anak tuli bisa membuat anak yang mengalami gangguan pendengaran
berkomunikasi dengan orang lain melalui telepon. Internet membuat anak
penderita ketidak mempuan bisa mengakses kesempatan pendidikan di
rumah.60
Dalam penjelasan diatas dijelaskan bahwa teknologi untuk para anak
yang menderita disabilitas sudah diterpkan dinegara maju seperti amerika,
fasilitas yang memadai dan mendukung para kaum disabilitas membuat
mereka mendapatkan haknya yang setara dengan hak orang normal. Tetapi
yang terjadi adalah didalam undang-undang no 8 tahun 2016 ini tidak ada
penjelasan tentang sarana dan prasaran yang modern seperti yang sudah
dijelaskan dalam penjelasan diatas dalam pembentukan undang-undang ini
penulis juga tidak menemukan penjelasan sarana seperti yang sudah
diterapkan diamerika sana. Penjelsan pasal demi pasal hanya menjelaskan
sarana umumnya saja tidak ada penerapan sarana dalam konteks modern
60
John W. Santrock, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Kencana, 2007), h.250.
76
seperti saat ini, undang-undang ini belum relevan terhadap apa yang harusnya
ada bagi penyandang disabilitas pada saat modern seperti saat ini.
D. Analisis penulis
Dari penjelasan diatas tentang hak anak disabilitas dilihat dari segi UU
NO 8 tahun 2016 dan Hukum Islam, penulis mencoba menganalisis bahwa
sesugguhnya secara peraturan yang tertulis didalam Undang-Undang No 8
tahun 2016 sudah sangat baik dalam merumuskan dan menetapkan peraturan
tentang hak-hak anak penyandang disabilitas, dari 3 pembahasan materi yang
penulis bahasa yaitu disektor pendidikan, hukum dan kesehatan penulis
berpendapat bahwa peraturannya memang sudah sanagat baik dan sangat
menuntut tentang hak-hak anak penyandang disabilitas.
Akan tetapi dari sektor aksestabilitas penulis sedikit mengkritik bahwa
akses dan sarana sangat kurang memadai kalau dilihat dari Undang-
undangnya memang sudah sangat pas tetapi dilihat dari implementasinya
masih sangat jauh dari apa yang sudah diharapkan. Dikampus penulis sendiri
yaitu di UIN jakarta fasilitas untuk kaum disabilitas masih sangat langka
mungkin nyaris tidak ada sama sekali. Permasalahn utama dalam Undang-
undang ini adalah bagian dari implementasinya nanti, kesamaan hak yang
dibuat oleh pemerintah akan membuat banyak perubahan baru dinegri ini
terutama disektor pendidikan dan aksestabilitas.
Diamerika sana sudah sangat menjunjung tinggi hak-hak seorang
disabilitas dan akses dan fasilitas yang sudah sangat memadai, di Indonesia
77
yang terjadi baru diperbaharui Undang-undangnya saja. Tetapi secara
menyeluruh untuk pembuatan undang-undang ini sudah cukup memadai
tinggal menunggu implementasinya saja yang menurut penulis masih akan
sangat sulit dilakukan dinegara Indonesia Ini
Dari segi hukum Islam hak disabilitas memang sangat jarang sekali
dijelaskan didalam Al-quran maupun hadist dan kajian-kajian dalam Islam,
pasalnya didalam Islam Allah SWT memandang semua manusia itu sama
dimata Allah dan tidak ada bedanya, tetapi dalam sedikit pembahasan yang
penulis mencoba menganalisis yaitu dari surat abasa dan surat Al-fath dua
surat ini membuktikan bahwa Allah SWT juga sangat menjunjung tinggi hak
seorang disabilitas dan bahkan menegur Rasul-nya karena bermuka tidak enak
didepan orang buta yang ingin belajar Islam.
Dapat disimpulkan bahwa Islam tidak diam saja soal disabilitas Islam
juga memuliakan orang-orang disabilitas apa lagi orang-orang tersebut mau
belajar ajaran agama Islam, bahkan orang cacat adalah salah satu alasan untuk
tidak ikut berperang, ini juga membuktikan bahwa Islam juga peduli dengan
keadaan fisik seseorang yang tidak baik/ bisa disebut memiliki kekurangan.
78
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari hasil penelitian dan studi pustaka yang telah penulis lakukan di
atas, maka dapat disimpulkan sebagai berikut
1. Didalam relevansinya dengan Hukum Islam UU ini terlihat cukup
memandang hak anak disabilitas seperti yang sudah dijelaskan dalam
Hukum Islam, pemenuhan hak seorang anak disabilitas yang di junjung
tinggi oleh agama ternyata sudah diterapkan juga didalam UU NO 8
Tahun 2016, ini membuktikan bahwa Indonesia mempunyai itikat baik
untuk memenuhi hak-hak penyandang disabilitas .
2. Didalam hukum Islam sendiri sudah dijelaskan bahwa kita sesama
manusia itu sama dimata Allah SWT, maka dari itu kita sebaiknya sesama
umat muslim dan umat-umat lainnya tidak menjelean orang-orang yang
memiliki kemampuan yang kurang atau kemampuan yang tidak sempurna
dengan manusia lainnya, tetapi kita harus menghormati dan menhargai
para kaum disabilitas, terutama kaum anak-anak yang gampang sekali
terkena dampak negatif akibat dari ketidak sempurnan fisiknya. Disiniliah
hukum islam berperan yang mana sudah dijelaskan bahwa semua manusia
itu sama dan tidak ada bedanya di mata Allah SWT. Berati kita sesama
manusia juga harus menunjung tinggi tentang bagaimana memandang
79
semua orang itu sama tanpa adanya perbedaan bentuk dan fisik, karena
semua itu sama dimata Allah SWT.
3. Menurut Undang-Undang No 8 Tahun 2016 Hak anak disabilitas di
Indonesia sudah terjamin sepenuhnya, tetapi yang terjadi adalah masih
banyak anak disabilitas di Indonesia yang terlantar dan banyak anak
disabilitas di Indonesia yang belum terpenuhi seluruh kebutuhannya,
mungkin karena Undang-Undang No 8 Tahun 2016 tentang disabilitas ini
masih cenderung baru dan belum terimplementasi dengan baik. Akan
tetapi seharusnya undang-undang ini sudah di sosialisasikan secepat
mungkin agar para anak disabilitas bisa mendapatkan haknya, hak yang
sama dengan anak anak lainnya
Dalam penyusunan undang-undang ini juga masih banyak
kekeliruan data, contoh adalah data survey yang hanya memilih beberapa
daerah saja ini juga masih menjadi kejanggalan, penulis menyimpulkan
bahwa kota-kota yang menjadi bahan penelitian adalah kota-kota yang
sudah memiliki peraturan daerah tersendiri, tetapi masih tetap belum bisa
menerapkannya dikalangan masyarakat luas. Karena sudah adanya CRPD
internasional pemerintah Indonesia seharusnya lebih giat untuk
mensosialisasikan tentang Undang-Undang ini, pemerintah yang harus
bergerak, dan masyarakat membantu pemerintah agar kaum disabilitas
tidak disingkirkan dan terpinggirkan
80
B. Saran
Penulis memberikan saran agar setiap pembuatan UU seharusnya
dilihat dulu bagaimana keadaan dan kondisi masyarakat sekitar, dikarenakan
didalam setiap UU yang dibuat menyangkut hak-hak bagi masyarakat yang
bersangkutan, seperti didalam UU NO 8 TAHUN 2016 yang sudah penulis
analisis ini masih banyak kekurangan dan banyak kemungkinan yang pastinya
akan sulit untuk terpenuhi hak-haknya. Isi UU yang sangat bagus dan
memihak terhadap kaum disabilitas memang sangat hebat, tetapi akhirnya
kembali pada tahap implementasinya kan menjadi sebuah kesulitan dan
pekerjaan baru bagi pemerintah pusat dan daerah karena harus memperbaharui
sebuah sistem yang ada, seharusnya pemerintah memperbaharui beberapa
fasilitas seperti jalan buat kaum disabilitas, angkutan umum dan lain
sebagainya yang kecil-kecil terlebih dahulu agar maksimal dalam penerapan
UU tersebut.
Penulis memberikan solusi agar masyarakat dan pemerintah harus
saling bekerja sama untuk mencapai tujuan mewujudkan negara yang ramah
dengan disabilitas, agar mereka yang memiliki kekurangan yaitu kaum
disabilitas harus terpenuhi kebutuhannya. Saran ini ditunjukan dan
dididedikasikan untuk para kaum disabilitas di Indonesia untuk menegekakan
keadilan secara utuh untuk orang-orang yang memiliki keterbatasan fisik.
81
DAFTAR PUSTAKA
Al-Hifnawi, Muhammad Ibrahim. Tasir Al-Qurtubi Vol 20. Jakarta: Pustaka Azzam,
2009.
Anwar, Yesmil & Adang. Sosiologi Untuk Universitas. Bandung: Refika Aditama,
2013.
AusID, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia dan. Panduan Bantuan Hukum
di Indonesai. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2014.
Coleman, James S. Dasar-dasar Teori Sosial. Bandung: Nusa Media, 2011.
Delphie, Bandi. Perkembangan Anak Tuna grahita. Bandung: Refika Aditama, 2006.
Djamil, Nasir. Anak Bukan Untuk di Hukum. Jakarta: Sinar Grafika, 2013.
Farid, Mohammad. Pengaduan Instrumen Pemantauan atas Lima Isu dalam Hak
Anak. Yogyakarta: Yayasan Sekertariat Anak Merdeka Indonesia, 2010.
Glanding, Samuel T. Konseling Profesi Yang Menyeluruh. Jakarta: Indeks, 2012.
Hadiwijoyo, Suryo Sakti. Pengarusutamaan Hak Anak Dalam Anggaran Publik.
Yogyakarta: Graha Ilmu, 2015.
Handojo, Y. Autisma. Jakarta: Bhuana Ilmu Populer, 2003.
Holbrook, M. Cay, and Alan J. Konieg. Dasar-dasar Pendidikan: Sejarah dan Teori
Pengajaran Anak-anak dan Remaja Penyandang Hambatan Penglihatan.
Amerika Serikat: Hellan Keller International Indonesia dan di Dukung oleh
USAID Indonesia, 2007.
Kansil, C.S.T. Modul Pancasila dan Kewarganegaraan. Jakarta: P.T. Pradnya
Paramita, 2006.
Kartono, Kartini. Psikologi Abnormal dan Psikologi Seksualitas. Bandung: Mandar
Maju, 2009.
Makaro, Mohammad Taufik, and weny Bukamo&Syaiful Azri. Hukum Perlindungan
Anak dan Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Jakarta: Rineka
Cipta, 2013.
Manan, Abdul. Masalah Hukum Perdata Islam di Indonesia. Jakarta: Kencana, 2008.
82
Maramis, Willy F, and Albert A. Maramis. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. 2009:
Penerbitas dan Percetakan (AUP), Surabaya.
Mulyadi, Lilik. Wajah SIstem Peradilan Anak di Indonesia. Bandung: P.T. Alumni,
2014.
Nashriana. Perlindungan Hukum Pidana Bagi Anak di Indonesia. Jakarta: Raja
Grasindo, 2012.
Nurrahman, Nani. Pemulihan Trauma: Panduan Praktis Trauma Bencana Alam.
Jakarta: LPSP3 Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2007.
Nursamsi, Fajri, and Estu Dyah Arifitianti. Kerangka Hukum Disabilitas di
Indonesia: Menuju Indonesia Ramah Disabilitas. 2015: Pusat Studi Hukum
dan Kebijakan di Indonesia, Jakarta.
Pieter, Herri Zan, and Bethsaida & Ns.Marti Saragih. Pengantar Psikologi dalam
Keperawatan. Jakarta: Kencana, 2011.
Program, Alumni International Fellowships. Menuju Indonesia Berkeadilan. Jakarta:
Indonesia Social Justice Network, 2013.
Ridwan, Junarso, and Achmad Sodik Sudrajad. Hukum Administrasi Negara dan
Kebijakan Pelayanan Publik. Bandung : Nuansa, 2009.
Sambas, Nandang. Peradilan Pidana Anak di Indonesia dan Instrumen Internasional.
Yogyakarta: Graha Ilmu, 2013.
Santrock, John W. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Kencana, 2007.
Semiawan, Conny R, and Frieda Mangunson. Keluarbiasaan Ganda,
Mengeksplorasi, Mengenal, Mengidentifikasi, dan Menanganinya. Jakarta:
Kencana, 2010.
Shihab, M. Quraisy. Tafsir Al-Misbah: Pesan dan Kesan Keserasian Al-Quran.
Jakarta: Lentera Hati, 2002.
Siauw Jan, Tjia. Pengadilan Pajak: Upaya Kepastian Hukum dan Keadilan Bagi
Wajib Pajak. Bandung: P.T. Alumni, 2013.
Slavin, Robert E. Psikologi Pendidikan Teori Praktis. Jakarta: Indeks, 2011.
Suparmono, Gatot. Hukum Acara Pidana. Jakarta: Djambatan, 2007.
83
Suyanto, Bagong. Masalah Sosial Anak. Jakarta: Kencana, 2013.
Syamsu Alam, Andi & M. Fauzan. Hukum Pengangkatan Aank Presfektif Islam.
Jakarta: Kencana, 2008.
Unicef. Pengertian Konvensi Hak Anak. Jakarta, 2003.
Wadong, Maulana Hassan. Advokasi dan Perlindungan Hukum Anak. Jakarta:
Grasindo, 2000.
Top Related