TUGAS HACCPAnalisis HACCP Industri Sosis
Kelompok 5
Anggota:
Desrizal A 240210120---Aisyah Widiawardani 240210120127
UNIVERSITAS PADJADJARANFAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIANDEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PANGAN
JATINANGOR2015
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Keamanan pangan adalah kondisi dan upaya yang diperlukan untuk
mencegah pangan dari kemungkinan cemaran. Permasalahan penyakit yang
disebabkan karena pangan yang terkontaminasi merupakan salah satu
permasalahan besar di dunia dan merupakan penyebab penting bagi penurunan
produktivitas ekonomi. Perencanaan tahapan sanitasi yang baik dalam suatu
industri pangan dari industri skala kecil hingga skala besar dibutuhkan untuk
dapat menanggulangi permasalahan tersebut sehingga dapat menjamin keamanan
dari produknya.
Dalam industri pangan, sanitasi meliputi kegiatan-kegiatan secara aseptik
dalam persiapan, pengolahan dan pengemasan produk makanan; pembersihan dan
sanitasi pabrik serta ingkungan pabrik dan kesehatan pekerja. Kegiatan yang
berhubungan dengan produk makanan meliputi pengawasan mutu bahan mentah,
penyimpanan bahan mentah, perlengkapan suplai air yang baik, pencegahan
kontaminasi makanan pada semua tahap-tahap selama pengolahan dari peralatan
personalia, dan terhadap hama, serta pengemasan dan penggudangan produk
akhir. Di industri pangan tindakan sanitasi tidak dapat dilakukan secara sebagian-
sebagian melainkan harus di semua jalur dan mata rantai operasi industri dari
sejak pengadaan bahan mentah sampai produk akhir dipasarkan. Oleh karena itu
tahapan sanitasi yang baik pada semua bagian dalam satu siklus produksi pangan
harus diperhatikan.
Program sanitasi dijalankan sama sekali bukan untuk mengatasi masalah
kotornya lingkungan atau kotornya pemrosesan bahan, tetapi untuk
menghilangkan kontaminan dari makanan dan mesin pengolahan makanan serta
mencegah terjadinya kontaminasi kembali.
Kontaminasi yang mungkin timbul berasal dari pestisida, bahan kimia,
insekta, tikus dan partikel-partikel benda asing seperti kayu, metal, pecahan gelas
dll, tetapi yang terpenting dari semuanya adalah kontaminasi mikroba. Kunci
untuk mengontrol pertumbuhan mikroba pada produk makanan dan di pabrik
pengolahan makanan adalah program higiene dan sanitasi yang efektif.
1.2 Tujuan
1. Mengetahui tahapan sanitasi yang baik sesuai dengan standar mutu
2. Mengidentifikasi tahapan sanitasi industri sosis
3. Membuat perencanaan tahapan sanitasi yang baik untuk industri sosis
II. TINJAUAN INDUSTRI
Pola hidup masyarakat yang ingin serba cepat karena kesibukannya
menyebabkan banyaknya makanan olahan santap saji seperti sosis, naget, karage
dan lain yang dijual di pasaran. Usaha menyiapkan makanan olahan tersebut tidak
terlepas dari mutu bahan baku dan sanitasi perusahaan pengelola, mulai dari dapur
hingga ke tempat penjualan. Meningkatnya keberadaan pasar swalayan akhir-
akhir ini yang juga menyediakan makanan siap saji maupun makanan olahan perlu
juga mendapat perhatian. Sanitasi ini perlu diperhatikan termasuk mutu dan
penyimpanan bahan baku agar tidak terjadi kasus keracunan makanan (Harsojo
dkk., 2000).
Salah satu penyebab keracunan makanan yang pernah terjadi di Indonesia
adalah akibat adanya pencemaran bakteri patogen pada makanan yang dikonsumsi
masyarakat. Kekhawatiran yang dihadapi ialah kemungkinan adanya bakteri
patogen seperti Salmonella, Staphylococcus, Listeria clan lain sebagainya yang
mencemari makanan olahan maupun makanan santap saji yang dijual di pasar
swalayan atau pasar tradisional. Keberadaan bakteri patogen tersebut dapat terjadi
dengan adanya kontaminasi silang sanitasi dari penjual yang kurang baik clan
proses pengolahan yang kurang tepat.
2.1 Deskripsi Produk
Sosis adalah produk makanan yang diperoleh dari campuran daging halus
bisa dari ayam, sapi, udang dan sebagainya (tidak kurang dari 75%) dengan
tepung atau pati dengan penambahan bumbu-bumbu dan bahan tambahan
makanan lain yang diizinkan dan dimasukan ke dalam selongsong sosis. Bahan
baku yang digunakan untuk membuat sosis terdiri dari bahan utama dan bahan
tambahan. Sosis didefinisikan sebagai makanan yang dibuat dari daging yang
dicacah serta dibungkus dalam casing menjadi bentuk silinder (Kramlich, 1973).
Klasifikasi sosis dapat dilakukan berdasrkan bayak hal salah satunya
berdasarkan tipe giling (kasar) dan sistem emulsi. Pada tipe giling masih ada
partikelnya sementara pada tipe emulsi sosis terlihat homogen dan halus pada
irisan melintang. Pada pembuatan kedua tipe sosis itu bahan dan peralatan yang
digunakan sama hanya beda pada jenis perlakuan dan processing (Soetaryo dan
Mulyani, 2000).
Sosis merupakan salah satu jenis emulsi, namun emulsi sosis bukanlah
emulsi sesungguhnya seperti mayonnaise atau emulsi minyak dalam air lainnya.
Emulsi sosis yang dimaksud oleh industri sosis adalah campuran daging yang
digiling halus, lemak, dan bumbu-bumbu. Lemak pada sosis dibungkus oleh
protein daging lean dengan struktur serupa dengan emulsi walaupun bukan emulsi
minyak dalam air yang sesungguhnya. Sosis merupakan produk emulsi yang
membutuhkan pH tinggi, yang berperan untuk meningkatkan daya ikat air.
Masalah yang sering dihadapi dalam pembuatan sosis adalah pecahnya emulsi,
yang antara lain disebabkan penggilingan yang berlebihan, temperature
penggilingan dan pemasakan yang terlalu tinggi (Soeparno, 1998).
2.2. Bahan Baku Sosis
Penggunaan bahan baku untuk pembuatan sosis baik bahan utama dan
bahan tambahan harus memenuhi standar mutu yang telah ditentukan. Pemenuhan
mutu ini penting untuk memperhatikan kualitas akhir produk dan mencegah
foodborne illness akibat adanya kontaminan baik berupa kontaminan fisik, kimia
dan biologis.
Bahan pembuatan sosis dibagi menjadi beberapa kelompok yaitu bahan
baku, minyak/lemak, bahan pengikat, bahan lain penambah rasa dan BTM. Bahan
baku merupakan bahan utama yaitu daging, tergantung dari jenis sosis seperti
daging sapi cincang untung sosis sapi. Bahan lain penambah rasa diantaranya
garam, bawang putih, merica dan penyedap rasa. BTM yang biasa digunakan
adalah pewarna dan pengawet.
Bahan pengikat adalah material bukan daging yang dapat meningkatkan
daya ikat air daging dan mengemulsikan lemak. Bahan pengikat mengandung
protein. Maksud penambahan bahan pengikat adalah untuk meningkatkan daya
ikat air produk daging, mengurangi pengerutan selama pemasakan, meningkatkan
stabilitas emulsi, meningkatkan flavour, meningkatkan karakteristik irisan produk.
Pengisi juga berfungsi untuk menarik air, memberikan warna dan membentuk
tekstur yang padat. Bahan pengikat yang biasa digunakan adalah tepung kedelai,
tepung jagung, tepung terigu, tepung beras, kasein, albumin dan susu skim.
Bahan-bahan yang digunakan untuk pembuatan sosis adalah:
1. Daging Sapi/Ayam
2. Garam
Garam dapur adalah sejenis mineral yang lazim dimakan manusia.
Bentuknya kristal putih, seringkali dihasilkan dari air laut. Biasanya garam dapur
yang tersedia secara umum adalah natrium klorida (NaCl). Natrium klorida
adalah komponen bahan pangan yang tak dapat diabaikan. Pada konsentrasi
yang rendah, zat ini memberikan sumbangan besar pada cita rasa. Pada
konsentrasi yang lebih tinggi, garam menunjukkan kerja bakteriostatik yang
penting sehingga bisa dijadikan sebagai bahan pengawet (Harris dan Karmas,
1989 dalam Soraya, 2011).
3. Air
Air digunakan untuk mendinginkan sosis panas yang baru saja dimasak.
Tujuan pendinginan ini agar suhu dapat diturunkan, selain itu tujuan utamanya
adalah untuk mengikat dan tetap mempertahankan aroma asap agar tidak menguap
seluruhnya.
4. Es batu
Es batu digunakan dalam proses pembuatan sosis udang selain untuk
melarutkan bahan bahan tambahan yang lain juga untuk menjaga agar suhu
adonan tetap rendah selama penggilingan sehingga kestabilan emulsi dapat
terjaga (Soraya, 2011). Penambahan es biasanya sebanyak 20-30%.
5. Gula pasir
Gula pasir digunakan dalam proses pembuatan sosis sebagai
penambah rasa manis pada adonan dan untuk menambah nilai gizi pada sosis.
Gula sebagai sukrosa diperoleh dari nira tebu, bit gula, atau aren. Proses
untuk menghasilkan gula mencakup tahap ekstrasi (pemerasan) diikuti
dengan pemurnian melalui distilasi (penyulingan) (Soraya, 2011).
6. Minyak
Penambahan lemak atau minyak dalam pembuatan sosis bertujuan
untuk membentuk sosis dengan konsistensi kompak dan empuk, selain itu juga
untuk memperbaiki rasa dan aroma sosis. Minyak goreng memang menjadi
ciri khas dalam resep kue, karena minyak goreng dan air tidak menyatu di dalam
adonan, maka akan menghasilkan sifat adonan yang berat. Karakteristik inilah
yang lalu menghasilkan tekstur yang padat (Soraya, 2011).
7. Lada
Dari tanaman pala yang diambil adalah buahnya kemudian dikeringkan
dan digunakan sebagai perlngkapan bumbu. Biji merica, dan merica bubuk
berasal dari penggilingan buah lada kering. Lada adalah salah satu bumbu dapur,
yang biasanya ditambahkan pada masakan, memberikan rasa pedas dan aroma
yang khas (Soraya, 2011).
8. MSG
Monosodium glutamat atau mononatrium glutamat adalah garam natrium
dari asam glutamat dan merupakan senyawa cita rasa. Monosodium glutamat
meningkatkan cita rasa yang diinginkan sambil mengurangi rasa yang tidak
diinginkan, seperti rasa bawang yang tajam. Pendapat lain menyatakan bahwa
monosodium glutamat meningkatkan rasa asin atau memperbaiki keseimbangan
cita rasa makanan olahan (Winarno, 1992).
9. Asap cair
Asap cair digunakan dalam proses pembuatan sosis sebagai bahan
pengawet alami dan sebagai bahan untuk menghilangkan bau amis pada sosis.
Asap cair merupakan bahan kimia hasil destilasi asap dari pembakaran
biomassa dan juga bersifat sebagai desinfektan. Senyawa fenol, karbonil dan
asam-asam organik yang terdapat dalam asap cair berperan penting dalam
pengawetan daging .
Smoke liquid atau liquid smoke atau lebih dikenal sebagai asap cair
merupakan suatu hasil destilasi atau pengembunan dari uap hasil pembakaran
tidak langsung maupun langsung dari bahan bahan yang banyak mengandung
karbon serta senyawa-senyawa lain. Bahan baku yang banyak digunakan
sekarang ini adalah kayu, bongkol kelapa sawit, ampas hasil penggergajian
kayu, dl.
10. Tepung Tapioka, maizena dan tepung terigu
Menurut Suprapti (2008), tepung tapioka dan tepung terigu dalam
pengolahan pangan berfungsi sebagai bahan perekat dan bahan pengisi adonan
sehingga jumlah produk yang dihasilkan lebih banyak. Selain sebagai perekat
tepung terigu juga memiliki kandungan gizi yaitu protein, lemak, dan karbohidrat.
11. Bawang merah, bawang putih dan bawang bombay
Bawang merah dalam proses pembuatan sosis berfungsi sebagai
bumbu dan penambah aroma sedap pada sosis. Bawang putih dalam proses
pembuatan sosis berfungsi sebagai bumbu dan penambah aroma sedap pada
sosis. Sebelum dipakai sebagai bumbu, bawang putih dihancurkan dengan
ditekan dengan sisi pisau (dikeprek) sebelum dirajang halus dicampurkan dalam
masakan.
12. Pewarna
Pewarna alami diperoleh dari tanaman ataupun hewan yang berupa
pigmen. Beberapa pigmen alami yang banyak terdapat disekitar kita. Umumnya
pigmen-pigmen ini tidak cukup stabil terhadap panas, cahaya dan pH tertentu.
Walupun begitu pewarna alami umumnya aman dan tidak menimbulkan efek
samping bagi tubuh. Pewarna buatan untuk makanan diperoleh melalui proses
sintesis kimia buatan yang mengandalkan bahan-bahan kimia, atau dari bahan
yang mengandung pewarna alami melalui ekstraksi secara kimiawi.
13. Posfat
Tujuan utama penambahan fosfat yaitu untuk mengurangi kehilangan
lemak dan air selama pemasakan, pengalengan, atau penggorengan. Fungsi
fosfat adalah untuk meningkatkan daya mengikat air oleh protein daging,
mereduksi pengerutan daging dan menghambat ketengikan. Jumlah
penambahan fosfat dalam adonan tidak boleh lebih dari 5% dan produk
akhir harus mengandung fosfat kurang dari 0.5 % (Soraya, 2011).
14. Pengawet
Pada pembuatan sosis, bahan pengawet yang sering digunakan adalah
nitrit. Aktivitas antibakteri nitrit telah diuju dan ternyata efektif untuk mencegah
pertumbuhan bakteri clostridium botulinum yang merupakan bakteri patogen
penyebab keracunan makanan. Selain sebagai pengawet fungsi penambahan nitrit
pada proses curing daging adalah untuk memperoleh warna merah yang stabil.
Nitrit akan terurai menjadi nitrit oksida, yang selanjutnya bakal bereaksi dengan
mioglobin membentuk nitrosomioglobin (Soraya, 2011).
15. Selongsong sosis
Selongsong digunakan dalam pembuatan sosis udang yaitu sebagai
bahan untuk mencetak dan membungkus sosis. Selongsong sosis dipakai untuk
menentukan bentuk dan ukuran sosis. Selongsong sosis dapat berfungsi sebagai
cetakan selama pengolahan, pembungkus selama penanganan dan
pengangkutan, serta sebagai media display selama diperdagangkan. Selongsong
sosis harus memiliki sifat kuat dan elastic (Soraya, 2011).
2.3 Mesin dan Peralatan dalam Pembuatasn Sosis Skala Industri
Untuk membuat sosis dalam skala industri diperlukan peralatan dan mesin
untuk memperlancar dan mempermudah proses pembuatannya. Mesin-mesin dan
peralatan yang dibutuhkan diantaranya:
1. Mesin pemotong daging beku (Frozen meat cutter)
Mesin ini berfungsi untuk memotong daging beku menjadi potongan-
potongan daging yang mempunyai ukuran lebih kecil. Tujuan proses ini adalah
untuk mempermudah proses selanjutnya yaitu proses penggilingan.
Gambar 1. Mesin Pemotong Daging Beku Otomatis(sumber: www.food-processing-machinery.com)
2. Mesin penggiling (Grinder)
Mesin ini mempunyai fungsi untuk mengubah ukuran daging menjadi
lebih kecil dan seragam. Besar kecilnya ukuran daging yang dihasilkan apat
disesuaikan dengan mengatur dan mengubah plat pisau yang memiliki diameter
yang berbeda.
Gambar 2. Mesin Penggiling Daging Beku(sumber: www.pleasanthillgrain.com)
3. Mesin pencampur (Mixer)
Mesin ini digunakan untuk mencampur garam curing dan daging yang
telah digiling untuk menghasilkan daging pickle. Mesin pencampur ini dilengkapi
dengan bejana yang berbentuk setengah silinder dan pengaduk.Sedangkan tahapan
yang terakhir adalah tahapan pemasakan.
Gambar 3. Mixer Daging Skala Industri(sumber: www.alibaba.com)
Gambar 4.Bagian Dalam Mixer Daging Skala Industri(sumber: www.alibaba.com)
4. Mixing Cutter
Mesin ini mempunyai fungsi utama yaitu sebagai pencampur, pemotong
dan penghancur atau penghalus bahan. Terbuat dari baja berkecepatan tinggi yang
tahan terhadap kondisi panas dan dingin, sering juga digunakan untuk membuat
emulsi sosis dan pencampuran pasta sosis.
Gambar 5.Mixing Cutter(sumber: www.cato.es)
5. Mesin Vacumm
Mesin ini berfungsi untuk menghilangkan gelembung udara yang ada pada
pasta sosis, sehingga dapat diperoleh tekstur sosis yang padat dan kompak.
Gambar 6. Vacuum Machine and Sausage Stuffer(sumber: www. ycfoodmachine .com)
6. Mesin stuffer
Mesin ini berfungsi untuk membentuk sosis dengan memasukkan pasta
sosis ke dalam selongsong buatan (selulosa) secara otomatis sesuai dengan ukuran
yang diinginkan. Kecepatan mesin berkisar 0-10 feeder dan tekanan vacuum
berada pada 90 mmHg.
7. Ring-ring Besi
Stik digunakan untuk menggantung sosis yang seterusnya digantung pada
reng untuk mempermudah proses pengeringan, pengasapan san pemasakan. Setiap
reng diisi 30 stik sosis.
Gambar 7. Penggantungan Sosis pada Ring Besi(sumber: www. kfk.kompas.com)
8. Smoke house
Merupakan suatu ruangan yang digunakan untuk proses pengeringan,
pengasapan dan pemasakan sosis. Pada smoke house ini terdapat kran uap di
bagian bawahnya dan dilengkapi dengan kipas sirkulasi dan kipas exhaust.
Gambar 8. Smoke House(sumber: www.vortronsmokehouses.com )
9. Vaccum Packing Machine
Alat ini merupakan alat untuk mengemas sosis yang sudah jadi kedalam
kemasan. Sosis dikemas menggunkan pengemas plastik dan dikemas secara
vakum sehingga diperlukan alat untuk menghilangkan udara yang ada di kemasan.
Gambar 9. Vaccum Packaging Machine(sumber: www.akaiai.com)
2.4 Proses Pembuatan Sosis
Proses pembuatan sosis terdiri dari beberapa tahap diantaranya:
1. Persiapan
Pada tahap ini ada peluang untuk melakukan kreasi dan bahan yang
digunakan untuk pembuatan sosis sapi disiapkan sesuai dengan kebutuhan untuk
formula resepnya yaitu dengan proses penimbangan masing-masing bahan.
Proporsi masing-masing bahan tersebut akan menghasilkan sifat reologis yang
berbeda-beda inovasi resep.
2. Freezing
Freezing merupakan suatu pembekuan yang paling mudah, membutuhkan
waktu yang sedikit dan mampu menjaga daya tahan bahan maupun produk
pengolahan lebih lama. Freezing tidak dapat mensterilkan makanan atau
membunuh mikroorganisme pembusuk yang menyebabkan bahan atau produk
rusak, melainkan hanya mampu menginaktifkan kerja dari enzim bakteri
pembusuk, sehingga dapat memperlambat kerja dari mikroba pembusuk tersebut
(Jeremiah, 1996).
3. Thawing
Thawing merupakan proses kelanjutan dari proses freezing. Thawing akan
mengembalikan bahan baku ataupun produk dari yang semula berbentuk fase
padat menjadi fase cair. Dalam daging beku akan mengembalikan keempukan dari
daging. Suhu thawing berkisar antara 10oC sampai -15oC (Jeremiah, 1996).
Ada 2 macam thawing yaitu slowly thawing dan rapid thawing. Slowly
thawing menggunakan aliran udara hangat yang akan menyebabkan suhu bahan
baku dan produk menjadi meningkat. Sedangkan cara lambat adalah dengan
membungkus bahan baku dengan plstik kemudian dialiri oleh air.
4. Penggilingan
Daging dicincang sampai halus sambil ditambahkan es batu. Tujuan dari
pencincangan ini adalah pengecilan ukuran daging ayam hingga mencapai ukuran
seragam guna pembentukan emulsi pada produk sosis. Kemudian daging yang
telah digiling, ditimbang beratnya untuk memudahkan pemberian bumbu-bumbu.
Es balok ke mesin mixing cutter untuk mendinginkan mesin dan juga
untuk mempertahankan suhu pencampuran sehingga tidak lebih dari 60oC untuk
mencegah terdenaturasinya protein sebagai emulsifier utama disamping air
sebagai komponen dari sosis. Kemudian emulsi dimasukkan hingga berbentuk
gel, barulah daging pickle dimasukkan dan ditambahkan bumbu
5. Pemberian bumbu dan Pencampuran
Bumbu-bumbu yang digunakan dalam pembuatan adalah lada, bawang
merah, bawang bombay, bawang putih, gula dan garam. Jumlah dan variasi
bumbu yang digunakan tergantung selera, daerah dan aroma yang dikehendaki.
Setelah daging dicincang halus, bumbu-bumbu ditambahkan pada adonan daging
cincang kemudian dicampur hingga merata. Adonan kemudian ditambahkan dua
gelas air lalu dicampur merata. Penambahan air bertujuan untuk memecah curing
ingredients, memfasilitasi proses pencampuran dan memberikan karakteristik
tekstur dan rasa pada produk sosis.
6. Emulsifikasi
Emulsifikasi adalah suatu system yang tidak stabil secara termodinamik
yang mengandung paling sedikit dua fase cair yang tidak bercampur, satu
diantaranya didispersikan sebagai globula-globula dalam fase cair lain. Fase yang
didispersikan disebut sebagai fase terdispersi dan fase yang mendispersikan
disebut sebagai fase kontinu.
Struktur produk daging misalnya sosis hati, frankfurter dan bologna adalah
contoh emulsi lemak dalam air. Lemak membentuk fase disperse dari emulsi
sedangkan air yang mengandung protein dan garam terlarut membentuk fase
kontinu. Protein-protein daging yang terlarut bertindak sebagai pengemulsi
mempunyai afinitas,baik terhadap air yaitu porsi molekul hidrofilik, maupun
terhadap lemak yaitu molekul hidrofobik. Kapasitas protein dan air mengikat
globula tau partikel-partikel lemak di dalam suatu emulsi disebut kapasitas
emulsi. Protein daging yang larut dalam air, terutama adalah protein
sarkosplasmik.
Tahapan-tahapan yang digunakan dalam pembuatan emulsi yang
digunakan dalam proses mixing cutter antara lainlemak sapi direbus kemudian
dicampur dengan air panas, emulsifier dan garam, kemudian dilakukan
pendinginan hingga menjadi emulsi lemak. Pasta yang telah tercampur merata
dipindahkan ke dalam panci vemag dan kemudian ditimbang dan di cek suhunya
siap dimasukkan ke dalam mesin vacuum.
7. Vacumming
Vacuuming adalah suatu proses penghampaan udara pada pasta sosis.
Tujuan dari proses ini adalah agar sosis yang dihasilkan mempunyai struktur yang
padat dan tidak berongga. Proses vacuum ini dilakukan dalam mesin vacuum yang
operasinya dimulai pada saat tekanan yang tertera pada mesin mencapai 40
mmHg, dimana waktu vacuum dapat mulai dihitung dan lama proses ini adalah 15
menit. Setelah proses ini selesai pasta sosis langsung dibawa ke mesin stuffing
untuk kemudian dilanjutkan pada proses stuffing.
8. Stuffing
Stuffing merupakan tahap pengisian adonan sosis ke dalam selongsong.
Pengisisan adonan sosis ke dalam selongsong tergantung tipe sosis, ukuran
kemudahan proses, penyimpanan serta permintaan konsumen. Pada proses
stuffing, pasta sosis dimasukkan ke mesin stuffing kemudian tombol otomatis
screw diaktifkan. Hal ini bertujuan untuk mendorong pasta sosis ke dalam filler.
Kecepatan mesin diatur 0-10 dan tekanan vacuum 90 mmHg, kemudian diatur
pula ukuran panjang sosis.
9. Pengeringan
Sosis yang telah dibentuk dan dimasukkan dalam selongsong kemudian
digantung pada reng-reng besi dimana sosis diikat berbentuk segitiga untuk
mempermudah proses penggantungan (racking) pada stik besi, kemudian reng
besi dapat menampung 30 stik sosis. Setelah penggantungan selesai dilakukan
penyiraman dengan air semprotan, hal tersebut bertujuan untuk membersihkan
sisi-sisi pasta yang masih melekat pada selongsong sosis.
Pengeringan merupakan suatu metode untuk mengurangi / mengeluarkan
sebagian air dari suatu bahan dengan cara menguapkan air tersebut dengan
menggunakan energy panas. Biasanya kandungan air bahan dikurangi sampai
batas agar mikroba tidak dapat tumbuh didalamnya. Kadar air berpengaruh
terhadap tekstur. Pengeringan bahan pangan dengan sinar matahari dapat
menurunkan kandungan air dan menyebabkan pemekatan dari bahan-bahan yang
ditinggal seperti karbohidrat, lemak , protein sehingga bahan pangan memiliki
kualitas simpan yang lebih baik. Setelah itu reng-reng besi tersebut dimasukkan
ke dalam smoke house.
10. Pemasakan, Pengeringan dan Pengasapan
Pemasakan (cooking), pengeringan (drying), dan pengasapan (smoking)
merupakan proses yang terjadi pada smoke house. Tujuan dari proses-proses ini
adalah untuk meningkatkan flavour dan penampakan produk yang menarik.
Proses-proses ini dilakukan secara bertahap, namun sebelum proses-proses
tersebut berlangsung, smoke house yang akan digunakan dipersiapkan terlebih
dahulu dengan membakar serutan kayu kering dan smoke house dipanaskan
selama 15 menit.
Kayu kering dipilih sebagai media asap karena memiliki tingkat
kekeringan kayu yang baik, kadar airnya rendah, intensitas asap bagus dan
memiliki aroma tersendiri. Tujuan proses pemasakan ini adalah untuk
mengkompakkan sosis karena koagulasi protein dan dehidrasi sebagian,
memantapkan warna sosis dan mempasteurisasi sosis sehingga memperpanjang
masa simpan. SelamPea proses pemasakan, sosis akan mengalami kehilangan
berat kurang lebih 5-10%.
Proses pengeringan (drying) bertujuan untuk menguapkan air yang
terdapat pada sosis, tetapi pada proses ini tidak semua air diuapkan karena dapat
menyebabkan sosis menjadi kering. Tahap terakhir adalah pengasapan (smoking).
Tujuan pengasapan adalah untuk meningkatkan flavour dan penampakan
permukaan produk yang menarik.
11. Cooling
Pada proses pendinginan (cooling), sosis yang telah matang dikeluarkan
dari smoke house kemudian didinginkan dengan air. Tujuan pendinginan ini agar
suhu dapat diturunkan, selain itu tujuan utamanya adalah untuk mengikat dan
tetap mempertahankan aroma asap agar tidak menguap seluruhnya.
Selain itu proses ini bertujuan untuk menjaga agar produk makanan tetap
awet dan mikroba pembusuk yang tidak mati ataupun sel vegetatifnya menjadi
tidak aktif. Suhu chilling biasanya berkisar antara 0-5oC bila terlalu lebih dari 0oC
dikuatirkan bakteri tetap bekerja dan bila kerja enzim dari mikrobia pathogen
maupun pembusuk tetap aktif, maka akan menyebabkan bahan pangan tersebut
akan lebih cepat rusak, serta toksik bahkan akan juga menyebabkan keracunan
terhadap makanan tersebut.
12. Pengemasan
Beberapa syarat syarat bahan pengemas untuk bahan yang dibekukan
adalah sebagai berikut
a. Harus mampu memberikan proteksi terhadap kemungkinan adanya
dehidrasi. Dalam keadaan udara kering (suhu dingin) bahan pangan
cenderung akan kehilangan air.
b. Adanya oksigen bagi produk beku akan mempercepat terjadinya rancidity
terutama bahan yang mengandung lemak sehingga bahan pengemas
mampu menghalang masuknya oksigen.
c. Bila terjadi dehidrasi dan oksidasi dalam bahan pangan yang dikemas
menyebabkan terjadinya freezeburn, permukaan bahan pangan akan
mengalami pemucatan warna dan kemunduran tekstur(bahan pengemas
mampu menghalangai penguapan bahan organic sehingga aroma dan
flavor bahan dapat dipertahankan
d. Bagian dari wadah terluar dapat digunakan agar embun udara atmosfer
tidak meresap dalam wadah, bila terjadi peresapan uap air kedalam bahan
yang dikemas mengakibatkan pembekuan yang berlebihan
13. Pengemasan Karton Box
Memasukkan finished good kedalam karton, pada tahap ini beberapa
kemasan sekunder dijadikan satu di dalam kemasan tersier yang terbuat dari
karton box dengan kekuatan tertentu. Karton box diperiksa terlebih dahulu
kesesuaiannya dengan spesifikasi produk, pemberian stempel dan label oleh QC.
Produk yang sudah dipak tidak boleh dibiarkan lebih dari 1 jam di ruang
pengemasan dan harus ditransfer kecold storage dan dijaga kebersihannya.
14. Penyimpanan Beku
Finished good yang telah dipackdalam karton box dengan segera langsung
disimpan didalam cold storagedengan suhu ±(-20oC) untuk menjaga suhu pusat
produk tetap -18oC guna meminimalkan reaksi kerusakan pada produk.
Faktor yang mempengaruhi stabilitas penyimpanan dalam pangan meliputi
yaitu :
a. jenis dan bahan baku yang digunakan,
b. metode dan keefektifan pengolahan
c. jenis dan keadaan kemasan
d. perlakuan mekanis yang cukup berat dalam produk yang dikemas dala
penyimpanan, dan distribusi dan juga pengaruh yang ditimbulkan oleh
suhu dan kelembaban penyimpanan.
Setiap system atau jenis bahan pangan dalam suatu kondisi naik mempunyai daya
simpan yang potensial, potensi ini dapat hilang dengan cepat oleh perlakuan
mekanis yang cukup berat. Pengemasan yang tidak memadai dan kondisi
penyimpanan yang jelek (Desrosier,1988).
15. Pre Loading dan Loading
Jika dilakukan loading, produk akan dikeluarkan dari cold stroge
kemudiandilakukan proses pendistribusian (loading) finished good untuk segera
dikirim kepada konsumen / distributor. Suhu antar room dari cold storage
dipertahankan pada maximum 50oC. Pendistribusian finished good dengan
menggunakan mobil pengangkut berbentuk mobil container dengan suhu
mobilcontainer±(-100C) untuk menjaga suhu produk tetap rendah. Sebelum
dilakukan pemuatan, QC harus memeriksa kondisi produk, pengemasan, suhu,
kebersihan container, juga operasi pemuatan secara keseluruhan Untuk
menghindari kondensasi/ pengembunan pada kemasan, produk harus dimuat
dalam container paling lama 1 jam setelah dikeluarkan dari cold storage.
III. PERENCANAAN SANITASI
3.1 Kontaminasi yang Harus Diwaspadai
3.1.1 Bahan Baku
Produk hewani yang merupakan sumber kontaminasi penting dalam
menimbulkan penyakit adalah daging dan produk unggas. Mikroba yang
mengkontaminasi adalah Salmonella, Clostridium perfrigens, streptokoki fekal,
dan Staphylococcus aureus.
Penanganan daging mentah seperti pemotongan, pencincangan, pengirisan,
dan pengilingan dapat mengkontaminasi tangan pekerja, pakaian, permukaan-
permukaan dan peralatan yang digunakan dengan flora daging. Kontaminan pada
alat pemotong terdapat bakteri Salmonella, enterokoki, dan Clostridium
perfrigens. Demikian pula kontaminan terdapat pada alat penggiling, alat
pemotong dan alat-alat serupa, yang kemudian akan dapat menularkan
kontaminan pada bahan lain yang menggunakan peralatan yang sama. Bahan
pangan nabati walaupun dicuci dahulu sebelum disimpan, cenderung
terkontaminasi oleh patogen yang mampu menyebabkan penyakit.
Kontaminasi yang dapat terjadi pada bahan baku pembuatan sosis
diantaranya:
1. Daging Sapi/Ayam
Mikroorganisme yang terdapat dalam daging sapi/ayam mentah atau
belum diolah adalah mikroba patogen seperti Salmonella, S. aureus, Clostridium
perferingens, Listeria monocytogenes, dan E.coli. Pada daging sapi/ayam/udang
yang dicuring mikroorganisme yang dominan adalah bakteri asam laktat,
Micrococcus, Enterococcus, Bacillus, dan khamir (Sukarminah, 2013).
Mikroorganisme merupakan bahaya yang bersifat biologi. Selain bahaya yang
disebabkan oleh mikroba (biologi), bahaya pada daging sapi/ayam ini juga dapat
disebabkan oleh bahaya fisik seperti adanya benda asing (tulang,plastik, kerikil,
logam) pada permukaan daging sapi/ayam tersebut.
2. Garam
Mikroorganisme yang kemungkinan terdapat pada garam adalah bakteri
yang mampu hidup pada keadaan kadar garam yang tinggi. Bakteri yang seperti
ini disebut bakteri halofilik. Contoh bakteri halofilik adalah Halobacterium
salinarum dan Halococcus sp. Bahaya fisik pada garam dapat disebabkan oleh
adanya benda asing (tulang, plastik, kerikil, benang, rambut, logam) pada
permukaan garam tersebut.
3. Air
Mikroorganisme yang kemungkinan terdapat dalam air adalah kelompok
bakteri koliform yang merupakan golongan mikroorganisme yang lazim
digunakan sebagai indikator, di mana bakteri ini dapat menjadi sinyal untuk
menentukan suatu sumber air telah terkontaminasi oleh patogen atau tidak.
Contoh bakteri koliform antara lain Escherichia coli, Salmonella sp., Citrobacter,
Enterobacter, dan Klebsiella. Selain itu ada mikroorganisme lain yang mungkin
terdapat di dalam air yang digunakan untuk pengolahan yaitu Cryptosporidium
yang merupakan genus protozoa penyebab penyakit pencernaan seperti diare pada
manusia, lalu ada Anabaena yang merupakan cyanobacteria, selanjutnya ada
Rotifera, dan yang terakhir ada Copepoda yang merupakan kelompok crustacea
kecil yang ditemukan di laut dan hampir di setiap habitat air tawar. Selain bahaya
oleh mikroorganisme air juga bisa dikontaminasi oleh berbagai benda asing (pasir,
logam, sampah, kerikil) dan juga bisa tercemar oleh cemaran logam atau residu
pestisida.
4. Es
Mikroorganisme yang terdapat di dalam es yang tentunya terbuat dari air,
adalah bakteri jenis koliform namun karena es memiliki suhu yang lebih rendah
daripada air maka dari itu terdapat pula mikroorganisme yang mampu bertahan
pada suhu rendah seperti itu. Jenis mikroorganisme tersebut disebut bakteri
psikrofilik yang mempunyai kemampuan untuk tumbuh pada suhu 0-5 ̊C. Bakteri
yang termasuk dalam kelompok psikrofilik ini, antara lain Pseudomonas,
Flavobacterium, dan Alcaligenes. Selain bahaya oleh mikroorganisme air juga
bisa dikontaminasi oleh berbagai benda asing (pasir, logam, sampah, kerikil) dan
juga bisa tercemar oleh cemaran logam atau residu pestisida.
5. Gula
Mikroorganisme yang terdapat di pada gula adalah jenis bakteri yang
mampu tumbuh pada medium dengan konsentrasi gula tinggi, tetapi kebanyakan
bakteri yang bersifat osmofilik hanya bersifat homotoleran yaitu tumbuh atau
tanpa konsentrasi gula tinggi, misalnya beberapa spesies dari Leuconostoc
(Fardiaz, 1992). Beberapa kapang juga mampu tumbuh pada lingkungan dengan
tekanan osmotik lebih tinggi dari selnya. Diantaranya adalah jenis Aspergillus
(Fardiaz, 1992). Sedangkan pada khamir tumbuh paling baik pada kondisi dengan
persediaan air cukup. Kelompok khamir osmofilik antara lain Saccharomyces
rouxii dan Saccharomyces mellis, jenis yang dapat menghidrolisis laktosa yaitu
Saccharomyces fragilis dan yang sering menyebabkan kerusakan pada madu,
sirup dan molase yaitu jenis Zygosaccharomyces nussbaumeri. (Fardiaz, 1992).
Bahaya fisik pada gula dapat disebabkan oleh adanya benda asing (tulang, plastik,
kerikil, benang, rambut, logam) pada permukaan gula tersebut.
6. Minyak Goreng
Mikroorganisme yang terdapat dalam minyak goreng adalah jenis
mikroorganisme yang mampu menghidrolisis lemak menjadi menjadi asam-asam
lemak dan gliserol (Poedjiadi, 1994). Mikroorganisme yang memiliki kemampuan
seperti itu disebut bakteri lipolitik. Bakteri yang memiliki sifat lipolitik
diantaranya adalah Pseudomonas, Bacillus, Staphylococcus aureus, Micrococcus,
dan Achromobacter. Selain bakteri yang bersifat lipolitik, terdapat juga bakteri
yang mampu hidup pada kondisi suhu yang tinggi yaitu antara 45°C hingga 80°C.
Bakteri yang memiliki kemampuan seperti itu disebut bakteri termofilik. Bakteri
yang termasuk ke dalam kelompok termofilik ini adalah Bacillus
stearothermophilus, Thermus aquaticus dan Thermococcus litoralis. Bahaya fisik
pada minyak dapat disebabkan oleh adanya benda asing (tulang, plastik, kerikil,
benang, rambut, logam) di dalam minyak tersebut.
7. Tepung Tapioka, Maizena, Tepung Protein Kedelai dan Terigu
Mikroorganisme yang terdapat di dalam tepung yang pada umumnya
mengandung pati (amilum). Mikroorganisme yang bersifat amilolitik dapat
memecah pati (amilum) yang terdapat dalam makanan menjadi senyawa yang
lebih sederhana, terutama dalam bentuk glukosa. Reaksi hidrolisis pati
menyebabkan pencairan pati sehingga menyebabkan perubahan pada cita rasa
makanan. Bakteri yang termasuk ke dalam kelompok bakteri amilolitik adalah
Bacillus macerans, Bacillus polimexa, dan Bacillus subtilis (Sukarminah, 2013).
Menurut Fardiaz, 1992, Bakteri amilolitik yang biasa tumbuh pada tepung terigu
adalah Bacillus subtilis dan Clostridium butyricum. Selain bakteri terdapat jenis
mikroorganisme lain yang terdapat pada tepung yaitu kapang. Kapang yang
terdapat pada tepung diantaranya adalah Penicillium funiculosum, Aspergillus
flavus, Penicillium paraherquei, Eupenicillium hirayamae, Paecilomyces fulva,
Aspergillus oryzae, Penicillium rugulosum, Aspergillus niger, Stachybotrys
chartarum, Paecilomyces variotii, Cladosporium sphaerospermum, Aspergillus
fumigatus, Aspergillus penicilloides, dan Penicillium corylophilum. Bahaya fisik
pada tepung-tepungan dapat disebabkan oleh adanya benda asing (tulang, plastik,
kerikil, benang, rambut, logam) di dalam tepung tersebut.
8. Bawang Merah, Bawang Putih, dan Bawang Bombay
Mikroorganisme yang terdapat pada bawang merah dan bawang putih
biasanya berasal dari jenis kapang. Mikroorganisme seperti bakteri biasanya tidak
terdapat pada bawang-bawangan karena bawang memiliki sifat antimikroba.
Jenis-jenis kapang yang biasa terdapat pada bawang adalah Aspergillus niger,
Aspergillus flavus, Aspergillus ochraceus, Aspergillus candidus, Aspergillus
versicolor, Rhizopus oryzae, Rhizopus stolonifer, Mucor plumbeus, Mucor
hiemalis, Monilia sp, dan Botrytis sp. Bahaya fisik pada bawang dapat disebabkan
oleh adanya benda asing (tulang, plastik, kerikil, logam) pada permukaan bawang
tersebut.
9. Selongsong Sosis
Terdapat tiga jenis casing yang sering digunakan dalam pembuatan sosis,
yaitu alami, kolagen, serta selulosa. Casing alami biasanya terbuat dari usus alami
hewan. Casing kolagen biasanya berbahan baku dari kulit hewan besar. Casing
selulosa biasanya berbahan baku pulp. Mikroorganisme yang biasa terdapat pada
casing alami adalah jenis mikroba patogen seperti Salmonella, S. aureus,
Clostridium perferingens, Listeria monocytogenes, dan E.coli. Bahaya fisik pada
selongsong sosis dapat disebabkan oleh adanya benda asing (tulang, plastik,
kerikil, logam) pada permukaan selongsong sosis tersebut.
3.1.2 Proses Pengolahan
Selain pada bahan baku pembuatan sosis, mikroorganisme juga mungkin
terdapat pada alat yang digunakan untuk pengolahan dan pada saat proses
pengolahan terjadi. Mikroorganisme yang ditemukan pada saat proses
pengolahan diantaranya:
1. Pediococcus cerevisiae dan Lactobacillus plantarum sebagai bakteri homo
fermentatif sehingga tidak membentuk gas di dalam sosis dan di jumpai
lebih banyak pada permulaan fermentasi karena suhu yang agak panas di
dalam sosis.
2. Leuconostoc mesenteroides dan Lactobacillus brevis bersifat
heterofermentatif, menghasilkan gas CO2 sehingga pertumbuhannya perlu
dihambat. Kalau tidak, maka gas yang dihasilkannya dapat menyebabkan
sosis mengembung dan pecah.
3. Micrococcus sp, yang diduga mengurangi kadar nitrit dan nitrat yang
ditambahkan.
4. Pseudomonas, Flavobacterium, dan Alcaligenes merupakan bakteri yang
bersifat psikrofilik sehingga memungkinkan untuk bakteri-bakteri ini
bertahan hidup pada daging sapi/ayam yang beku dan setelah mengalami
proses thawing bakteri-bakteri ini segera aktif kembali. Bakteri ini juga
dapat mengkontaminasi ketika dilakukan proses pendinginan sosis
sebelum dikemas.
5. Micrococcus, Enterococcus, Bacillus, dan khamir terdapat pada proses
curing atau terdapat pada daging yang sudah dicuring.
6. Micrococcus, Microbacterium, Enterococcus, Pediococcus, Streptococcus,
Lactobacillus, Bacillus, dan Clostridium merupakan mikroorganisme yang
masih dapat bertahan hidup pada produk pangan yang telah mengalami
proses pemanasan. Proses pemanasan pada proses pengolahan sosis
diantaranya adalah pengeringan, pengasapan, dan pematangan.
7. Salmonella, S. aureus, Clostridium perferingens, Listeria monocytogenes,
dan E.coli adalah bakteri yang terdapat pada selongsong sosis dan dapat
mengkontaminasi sosis ketika proses pengisian bahan campuran sosis ke
dalam selongsong sosis.
8. Escherichia coli, Salmonella sp., Citrobacter, Enterobacter, dan
Klebsiella merupakan mikroba yang terdapat pada air. Bakteri-bakteri ini
dapat mengkontaminasi pada saat proses pencampuran bahan baku dengan
menggunakan air. Kontaminasi juga dapat saja terjadi ketika alat yang
digunakan dicuci dengan menggunakan air yang bisa saja mengandung
bakteri koliform ini.
9. Staphylococcus aureus, Salmonella, Clostridium perfringens, dan
Lactobacillus merupakan bakteri-bakteri yang dapat tumbuh pada saat
proses pengemasan, penyimpanan, dan pendistribusian.
Selain kontaminasi melalui mikroorganisme (biologi). Kontaminasi juga
dapat terjadi secara fisik dan kimia. Kontaminasi secara fisik biasanya terjadi
ketika adanya benda asing seperti batu, pasir, kerikil, logam, benang, rambut dan
plastik. Benda-benda yang dapat terlihat oleh mata seperti itu juga tidak luput dari
perhatian sebagai sebuah kontaminan. Bahaya secara fisik tersebut juga harus
sangat diperhatikan karena dapat terjadi pada berbagai proses pengolahan mulai
dari thawing hingga pendistribusian. Bahaya secara kimia dapat terjadi ketika
bahan baku bereaksi dengan alat yang digunakan pada proses pengolahan
3.1.3 Mesin dan Peralatan Pengolahan
Sanitasi peralatan pengolahan dimaksudkan untuk membunuh sel mikroba
vegetatif yang tertinggal pada permukaan alat. Agar proses sanitasi efisien maka
permukaan yang akan disanitasi sebaiknya dibersihkan dulu dengan sebaik-
baiknya Pencucian dan tindakan pembersihan pada peralatan makan sangat
penting dalam rangkaian pengolahan makanan. Menjaga kebersihan peralatan
makan telah membantu mencegah terjadinya pencemaran atau kontaminasi
terhadap peralatan dilakukan dengan pembersihan peralatan yang benar.
Biasanya alat-alat pengolahan ini telah dilapisi oleh stainless steel
sehingga tidak dapat bereaksi dengan bahan yang akan diolah dengan
menggunakan alat tersebut. Selain karena kontak dengan alat-alat proses
pengolahan kontaminasi secara kimia juga dapat disebabkan oleh toksin yang
dihasilkan oleh mikroorganisme penghasil toksin.
Kontaminasi dari peralatan pengolahan biasanya tersiri dari beberapa
sumber. Bahan baku, ruangan, pekerja dan lingkungan sangat berpengaruh
terhadap peralatan pengolahan. Maka peralatan pengolahan perlu mendapat
perhatian yang sangat besar dalam proses sanitasi karena berpengaruh besar dan
kontak dengan makanan.
3.1.4 Ruangan
Kontaminasi pada produk bisa berasal dari ruangan tempat penyimpanan
dan pengolahan produk. Kontaminasi dapat masuk akibat konstruksi bangunan
yang tidak bagus, lokasi pabrik yang dekat dengan sumber kontaminan, kerusakan
pada bagian-bagian panrik, kesalahan konstruksi dan penempatan mesin-mesin
pengolah.
Kebutuhan untuk membersihkan atap sangat ditekankan pada pabrik
pengolahan makanan. Asap buangan hasil dari mesin dapat menumpuk di atap.
Debu yang bersifat higroskopis dapat terkumpul di atap, terutama jika atapnya
datar. Ketika ditinggalkan, daerah ini dapat menarik burung, tikus, atau serangga,
yang dikenal pembawa organisme Salmonella dan L. monocytogenes. Pools air
akan mendorong hama ini. Sebuah kemiringan minimum 1% dianjurkan untuk
menjamin drainase.
L. monocytogenesis sering ditemukan di sekitar daerah yang basah seperti
lantai, saluran air, daerah pencucian, langit-langit kondensat, kain pel dan spons,
pendingin air garam, dan di stasiun pengupas. Pembentukan biofilm diperburuk
dengan peralatan yang sudah tua dan terkena peralatan yang kotor dengan terkena
baut dan benang, dan paku keling membukanya.
Lantai yang licin dan dikontruksi dengan tepat, mudah dibersihkan,
sedangkan lantai yang kasar dan dapat menyerap air dan sulit dibersihkan. Lantai
yang terkena limbah cairan dari ketel pemasak dan tidak ditiriskan dengan baik,
dapat merupakan tempat penyediaan makanan bagi bakteri dan serangga. Dinding
dan langit-langit yang kasar dapat membawa bakteri seperti Staphylococcus
aureus. Jika antai, dinding dan langit-langit yang kontruksinya buruk, maka usaha
sanitasi yang dilakukan akan sangat sulit. Akan tetapi struktur yang licin pun
merupakan sumber kontaminan yang tidak diinginkan jika tidak dibersihkan dan
dipelihara secara teratur dan efektif.
3.1.4 Pekerja
Pekerja yang menangani pangan dalam suatu industri pangan merupakan
sumber kontaminasi yang penting, karena kandungan mikroba patogen pada
manusia dapat menimbulkan penyakit yang ditularkan melalui makanan.
Manusia yang sehat merupakan sumber potensial mikroba-mikroba seperti
Staphylococcus aureus, baik koagulase positif maupun koagulase negatif;
Salmonella, Clostridium perfringens dan streptokoki (enterokoki) dari kotoran
(tinja). Stafilokoki umum terdapat dalam kulit, hidung, mulut dan tenggorokan,
serta dapat dengan mudah dipindahkan ke dalam makanan.
Sumber kontaminasi potensial ini terdapat selama jam kerja dari para
pekerja yang menangani makanan. Setiap kali tangan pekerja mengadakan kontak
dengan bagian-bagian tubuh yang mengandung stafilokoki, maka tangan tersebut
akan terkontaminasi, dan segera akan mengkontaminasi makanan yang tersentuh.
Perpindahan langsung mikroba koki ini dari alat pernafasan ke makanan, terjadi
ketika pekerja batuk dan berbangkis tanpa menutupi hidung dan mulutnya.
Tangan dengan luka atau memar yang terinfeksi merupakan sumber stafilokoki
virulen, demikian pula luka yang terinfeksi pada bagian tubuh lain, karena
mungkin pekerja tersebut menggaruk atau menyentuh luka tersebut.
Organisme yang berasal dari alat pencernaan dapat melekat pada tangan
pekerja yang mengunjungi kamar kecil dan tidak mencuci tangannya dengan baik
sebelum kembali bekerja. Mikroba patogen yang berasal dari alat pencernaan
yang mampu menimbulkan penyakit melalui makanan adalah : Salmonella,
Streptokoki fekal, Clostridium perfringens, EEC (Enteropathogenic Escherichia
coli) dan Shigella.
Kebiasaan tangan (hand habits) dari pekerja pengelola pangan mempunyai
andil yang besar dalam peluang melakukan perpindahan kontaminan dari manusia
ke makanan. Kebiasaan tangan ini dikaitkan dengan pergerakan-pergerakan
tangan yang tidak disadari seperti menggaruk kulit, menggosok hidung,
merapikan rambut, menyentuh atau meraba pakaian dan hal-hal lain yang serupa.
1. Kulit
Kulit manusia tidak pernah bebas dari bakteri; bahkan kulit yang bersih
pun masih membawa bakteri. Akan tetapi, bila kulit tidak bersih, maka jumlah
dan macam mikroorganisme yang terdapat lebih nyata lagi, termasuk bakteri,
kapang, kamir, dan protozoa. Oleh karena orang menggunakan tangan dengan
tujuan yang berbeda-beda, maka mereka menyentuh banyak sekali benda-benda
dan memperoleh populasi mikroba dari hampir semua benda yang disentuhnya.
Dalam populasi mikroba ini terdapat pula mikroba patogen yang mampu
menimbulkan berbagai penyakit perut (gastroenteritis) melalui makanan.
Bakteri yang menempel pada kulit dapat berkembang biak, terutama
didekat kelenjar lemak. Walaupun pencucian akan menghilangkan banyak bakteri
dari kulit, tetapi beberapa mikroba masih tetap tertinggal.
Flora bakteri yang umum terdapat pada kulit manusia adalah : Staphylococcus
epidermidis (non patogenik) dan S.aureus. Bakteri yang terakhir ini dapat
berkembang biak dalam makanan dan membentuk toksin yang dapat
menimbulkan keracunan makanan (intoksikasi). Disamping kedua bakteri di atas
terdapat pula mikrokoki dan bakteri anaerobik.
2. Mulut, Hidung, Tenggorokan, Mata, dan Telinga
Daerah-daerah mulut, hidung dan tenggorokan dari manusia normal penuh
dengan mikroba dari berbagai jenis. Lingkungannya basah dan hangat dan zat-zat
nutrien tersedia dalam bentuk sisa-sisa makanan yang dikonsumsi oleh manusia.
Dari beberapa mikroba yang ada, salah satunya adalah Staphylococcus aureus
yang berada dalam saluran pernafasan dari manusia sehat. Galur organisme yang
virulen terdapat pada penyakit seperti radang hidung dan influenza. Orang yang
baru sembuh dari penyakit ini dapat menjadi “carrier” untuk waktu yang lama. S.
aureus juga sering dihubungkan dengan infeksi mata dan telinga.
Infeksi bakteri pada mulut dan tenggorokan lain yang penting adalah
usobacterium fusiforme, spirochetes yang dapat dipindahkan lewat makanan.
Corynebacterium diphteriae adalah patogen yang menyebabkan difteri dan dapat
ditularkan melalui makanan. Difteri dahulu pernah merupakan penyakit
komunikasi yang paling ditakuti. Bakteri ini menyebabkan radang berat pada
tenggorokan dan bagian lain dari alat pernafasan bagian atas. Organ vital lain
terutama jantung dan ginjal, diracuni oleh suatu toksin yang sangat kuat yang
disekresikan oleh sel-sel bakteri. Bakteri patogen yang dihubungkan dengan
penyakit tenggorokan dan paru-paru juga dapat dipindahkan melalui makanan.
Penyakit-penyakit spesifik pada paru-paru terutama adalah TBC, dan pneumonia
(Diplococcus pneumoniae). Organisme lain yang terlibat dalam pneumonia adalah
Staphylococcus aureus, Klebsiella pneumoniae, Streptococcus pyogenes, dan
virus.
Orang yang menderita infeksi pernafasan, mata dan telinga, atau carrier
yang sedang atau setelah sembuh dari penyakit-penyakit ini, harus dicurigai
merupakan sumber yang kaya akan stafilokoki virulen dan harus dicegah
menangani makanan. Orang yang menderita atau baru sembuh dari penyakit-
penyakit yang serius seperti TBC, demam skarlet, radang tenggorokan, dan difteri,
dapat mengkontaminasi makanan bila mungkin.
3. Alat Pencernaan
Komposisi flora pencernaan dari tubuh manusia sehat dapat bervariasi
dengan faktor eksternal tertentu. Bagian pertama dari usus kecil, seperti perut,
tidak mempunyai flora mikroba alamiah. Dalam jejunum dan ileum, mikroba baru
terdapat. Pada bagian ujung bawah dari usus kecil diketemukan bermacam-macam
bakteri dalam jumlah banyak. Mikroba utama yang terdapat adalah koliform,
Eschericia coli dan Aerobacter aerogenes. Bakteri penting yang berkaitan dengan
penyakit yang ditularkan lewat makanan adalah Clostridium perfringens,
streptokoki fekal, Salmonella, dan kadang-kadang stafilokoki. Salmonella
terutama sangat banyak terdapat dalam alat pencernaan orang yang baru sembuh
dari salmonelosis.
Bakteri patogen yang berasal dari pencernaan mempunyai kesempatan
yang baik untuk mengkontaminasi makanan bila terkena tangan yang
terkontaminasi. Pekerja yang menangani pangan dapat memindahkan bakteri
patogen ke bumbu-bumbu dan bahan pangan bila mereka tidak mencuci
tangannya setelah mengunjungi kamar kecil. Bakteri patogen penting dari alat
pencernaan dapat menyebabkan kolera, disentri basiler, demam tifus, dan
hepatitis.
Perpindahan biasanya melalui makanan dan air yang telah terkontaminasi
dengan kotoran, dan pekerja berperanan penting dalam pemindahannya. Setiap
benda yang terkontaminasi oleh pekerja ini, selanjutnya akan memindahkan
patogen bila terkena kontak dengan makanan.
3.1.5 Air Buangan
Komposisi air buangan terdiri dari kotoran manusia, buangan air cucian,
air mandi dan residu yang berasal dari sampah, kebanyakan benda-benda yang
berasal dari sayuran dan limbah-limbah sejenis. Flora air terdiri dari bakteri aerob,
anaerob dan fakultatif anaerob. Bakteri terdiri dari bakteri tanah dan alat
pencernaan manusia. Contohnya streptokoki fekal, Clostridium perfringens,
Salmonella, Shigella, mikrokoki, Pseudomonadaceae, dan Lactobacillaceae.
Disamping itu terdapat juga virus, kamir, kapang, organisme yang menyerupai
ganggang, dan pembentuk lendir. Organisme ini juga membantu pemecahan
benda-benda organik dalam air buangan. Dengan demikian air buangan
merupakan sumber patogen manusia yang potensial terutama yang berasal dari
pencernaan (usus). Air buangan memegang peranan yang paling penting dalam
mengkontaminasi air dan makanan.
Bila air buangan digunakan untuk menyuburkan tanaman, maka tanaman
akan terkontaminasi. Demikian pula bila air buangan ini dialirkan ke sungai,
danau atau laut, akan mengkontaminasi flora mikroba termasuk patogen pada
ikan, kerang, dan hasil laut lain. Apabila air buangan tidak diberi perlakuan
terlebih dahulu, maka mikroorganisme akan segera memecah oksigen air dan
aseptor hidrogen lain, sehingga proses anaerobik menghasilkan bau busuk dan
membuat kondisi untuk kehidupan biologis alamiah dari air menjadi terganggu
serta mencemari lingkungan dengan bau yang tidak enak.
3.1.6 Tanah
Tanah mengandung mikroba yang sangat besar baik jumlah maupun
jenisnya. Mikroba dari tanah mempengaruhi flora mikroba dari udara, air,
tanaman dan hewan. Sebaliknya, tanah dapat terkontaminasi oleh air buangan.
Semua mikroorganisme penting yang berhubungan dengan penyakit-penyakit
yang ditularkan lewat makanan dapat berasal dari tanah. Bakteri penyebab
penyakit melalui makanan yang terdapat dalam tanah secara alamiah adalah
Clostridium botulinum dan C.perfringens. Tanah dapat masuk ke daerah
persiapan/pengolahan makanan dan penyimpanan makanan dengan berbagai cara:
melalui bahan makanan, pembungkusnya, pakaian dan sepatu pekerja, dan udara
(debu).
3.1.7 Kontaminan Lain
Kontaminan nonmikroba adalah yang berasal dari buangan rumah tangga
seperti deterjen, berbagai jenis buangan industri dan produk-produk yang
digunakan dalam pertanian seperti pestisida dan pupuk mineral. Sebagian dari
kontaminan berbahaya, sehingga perlu diberi perlakuan, kalau tidak akan
mengkontaminasi air minum.
Pestisida dapat sampai ke dalam sumur, pancuran, dan danau melalui
aliran air, atau melalui perkolasi tanah secara sedikit demi sedikit. Beberapa dari
senyawa-senyawa ini sangat stabil dan tidak terpecah atau hilang. Dan mungkin
tidak terpisahkan secara sempurna dari air, pada waktu pemurniannya untuk air
minum. Adanya pestisida dalam air mengakibatkan beberapa jenis ikan mati. Pada
manusia, pengaruh pestisida diduga memberikan efek peracun jangka panjang.
Penggunaan pupuk N pada tanaman akan menyebabkan tingginya
kandungan nitrat dalam air. Bahaya konsentrasi nitrat yang tinggi dalam air
minum adalah konversi nitrat menjadi nitrit dalam alat pencernaan oleh bakteri
usus tertentu. Nitrit ini terutama dapat menyebabkan keracunan nitrit pada bayi
yang mengakibatkan terjadinya methemoglobinemia.
3.1.8 Udara
Udara tidak mempunyai flora mikroba alamiah, tetapi partikel-partikel
debu atau tetesan air yang terdapat dalam udara dapat membawa mikroba. Udara
dapat bertindak sebagai tempat persediaan kontaminan. Jenis dan jumlah mikroba
yang ada dalam udara sangat bervariasi tergantung lokasi dan musim. Hujan dan
salju dapat menghilangkan organisme dalam udara. Pada puncak-puncak gunung,
kandungan mikroba dalam udara umumnya rendah.
Kondisi udara di daerah persiapan pangan tergantung banyak faktor :
adanya debu, tetesan air, dan pergerakkan udara yang terbawa oleh gerakan angin
dari ventilasi atau manusia yang bergerak. Tetesan air dari orang yang berbicara,
batuk, dan bersin dapat memberi mikroba dalam udara. Tanah pada sepatu dan
pakaian, dan dari benda-benda yang diangkut ke dalam ruangan merupakan
sumber mikroba yang dapat dipindahkan ke dalam udara. Penyakit-penyakit yang
khas yang dipindahkan melalui udara adalah influenza, dan penyakit-penyakit
pernafasan lain yang disebarkan melalui percikan-percikan yang dikeluarkan oleh
orang yang terkena penyakit tersebut. Telah diketahui bahwa bakteri dapat
disebarkan melalui batuk dan bersin dalam jarak yang cukup jauh, hingga 4.5 m.
3.2 Identifikasi Bahaya Bahan Baku dan Tahap Proses serta Penanganannya
Mengidentifikasi bahaya dalam bahan baku, ingridient dan tahap proses.
Tabel 1. Jenis-Jenis BahayaJenis Bahaya Contoh
Biologi Sel vegetatif : Salmonella sp, Escherichia coliKapang : Aspergillus, Penicillium, FusariumVirus : Hepatitis AParasit : Cryptosporodium spSpora bakteri : Clostridium botulinum, Bacillus cereus
Kimia Toksin mikroba, bahan tambahan yang tidak diizinkan, residu pestisida, logam berat, bahan allergen
Fisik Pecahan kaca, potongan kaleng, ranting kayu, batu atau kerikil, rambut, kuku, perhiasan
Sumber : eBookPangan. 2006
Tabel 2. Karakteristik BahayaKelompok Bahaya Karakteristik Bahaya
Bahaya A Produk-produk pangan yang tidak steril dan dibuat untuk konsumsi kelompok
tertentu beresiko (bayi, lansia, immunacompromised)
Bahaya B Produk mengandung ingridient yang sensitive
Bahaya CProses tidak memiliki tahap pengolahan yang terkendali yang secara efektif membunuh mikroba berbahaya
Bahaya DProduk mungkin mengalami rekontaminasi setelah pengolahan sebelum pengemasan
Bahaya E
Ada potensi terjadinya kesalahan penanganan selama distribusi atau oleh konsumen yang menyebabkan produk berbahaya
Bahaya F
Tidak ada tahap pemanasan akhir setelah pengemasan atau di tangan konsumen atau tidak ada tahap pemanasan akhir atau tahap pemusnahan mikroba setelah pengemasan (untuk bahan baku) sebelum memasuki pabrik pengolahan pangan
Sumber : eBookPangan. 2006
Tabel 3. Penetapan Kategori ResikoKarakteristik Bahaya Katagori Resiko Jenis Bahaya
0 0 Tidak mengandung bahaya A sampai F
+ I Mengandung satu bahaya bahaya B sampai F
++ II Mengandung dua bahaya B sampai F
+++ III Mengandung tiga bahaya B sampai F
++++ IV Mengandung empat bahaya B sampai F
+++++ V Mengandung lima bahaya B sampai F
A+ (katagori khusus) dengan atau tanpa bahaya B-F
VI Katagori resiko paling tinggi (semua produk yang mempunyai bahaya A)
Sumber : eBookPangan. 2006
Bahaya pada produk menggunakan tingkatan seperti :L : LowM : MediumH : High
Tabel 4. Resiko Bahaya Mikrobiologi Bahan Baku/Produk SosisKarakteristik Bahaya Mikroba Katagori
ResikoA B C D FProduk Sosis - - - + - IIIBahan BakuDaging Sapi - + + + + IVEs - + + + + VAir - + + + + VFosfat - + + + + VSodium Erythorbat
- + + + + V
Tepung Protein Kedelai
- - + + + IV
Tepung Tapioka
- - + + + IV
Pewarna - + + + + VBumbu - - - - - OSumber : eBookPangan. 2006
Tabel 5. Identifikasi Bahaya Untuk Bahan Mentah SosisBahan Mentah
Bahaya B/K/F
Jenis Bahaya Peluang Terjadinya
Tingkat Keparahan
Cara Pencegahan
Daging sapi/ ayam
B
F
Mikroba Patogen(Salmonella, S. aureus,Listeria monocytogenes, E.coli)
Benda asing (tulang,plastic, kerikil, logam)
M M - Penetapan standar danspesifikasi bahandengan supplier
-Pemeriksaan bahan baku yang datang
Es F Benda asing (plastic,kerikil, logam, rantingkayu)
L L Penetapan standardengan supplierPenghancuran esdengan mesin cubber
Air B
F
K
Berbagai bakteri pathogen,cacing dan lumutBanda asing (pasir, logam)
L L -Filtrasi-Water treatment(pengujian mutu air dengan mikrobiologi
Cemaran logam (residupestisida)
Fosfat - - - - -Sodium Erythorbate
- - - - -
Tepung Tapioka, Maizena, dan Terigu
B
F
Kapang dan seranggaBenda asing (plastic,logam, benang, krikil)
L L Penetapan standar dan spesifikasi bahan dengan supplier
Garam F Benda asing (plastic,logam, benang, kerikil
L L Pengamatan secara visual
Pewarna - - - - -Gula F Kapang dan
seranggaBenda asing (plastic,logam, krikil)
- - -
MSG - - - - -Bumbu-Bumbu
B
F
Kapang dan seranggaBenda asing (plastic,logam, krikil)
Memar/busuk (bawangBombay)
L L - Penetapan standar dan spesifikasi bahandengan supplier
-Sortasi bagian yangBusuk
Nitrit K Kanker M H Kalibrasi alat timbangan
Sumber : eBookPangan. 2006
Tabel 5. Identifikasi Bahaya Proses Pengolahan SosisProses Jenis Bahaya Penyebab
BahayaPeluang Terjadinya
Tingkat Keparahan
Cara Pencegahan
Penerimaan bahan baku daging
Mikroba pathogen (Salmonella,S. aureus, Listeriamonocytogenes, E. coli)
Kontaminasi bahan baku
M
L
M
H
Penetapan standar dan spesifikasi bahan baku dengan supplier
Pemeriksaan
Benda asing (tulang, plastic,kerikil, logam)
bahanbaku oleh QC
Thawing Mikroba
Benda asing (plastic, krikil)
Kondisi ruangan/kontaminasi udaraHygiene pekerja
M
L
H
M
Pengaturan kondisiruang thawing 60oCKemasan daging tidak dibukaSanitasi ruangan
Penggilingan Benda asing (plastic, tulang)
Kontaminasi bahan bakuHygiene pekerjaKebersihan alat
L L Penetapan standar dan spesifikasi bahan baku dengan supplierPenetapan hygienepekerjaPembersihan alatdengan bersih danmenggunakandesifektan
Curing Benda asing
(plastic, tulang)Kanker
Hygiene pekerjaKebersihan alatPenambahan nitrit yangberlebih
L
M
L
H
Penerapan hygienepekerjaPenambahan nitritdisesuaikan denganstandar yaitu 200 ppm
Pelembutan Benda asing (pasir, plastic)
Kontaminasi bahan bakudan bahan tambahanHygiene pekerjaKebersihan alat
L L Penyimpanan bahanbaku sesuai denganstandarPenerapan hygienePekerja
Pencampuran Benda asing (pasir, plastic)
Kontaminasi bahan bakudan bahan tambahanHygiene pekerjaKebersihan alat
L L Penyimpanan bahanbaku sesuai denganstandarPenerapan hygienePekerja
Pengisian Benda asing Hygiene L L Penyimpanan
(pasir, plastic) pekerjaKebersihan alat
bahanbaku sesuai denganstandarPenerapan hygienePekerja
Penyiraman Benda asing (pasir, plastic)
Pembersihan Alat
L L Pembersihan alatdengan bersih dantidak meninggalkanresidu desinfektanPenyiraman selama 3-5 menit
Pengeringan Pertumbuhan Mikroba
Proses pengeringan tidakberrlangsung sempurna
M H Pengeringandilakukan selama 30menit pada suhu 90oC
Pengasapan Pertumbuhan mikroba
Proses pengeringan dan pengasapan tidak sesuaistandar proses
M H Pemeriksaan terhadapproduk pada prosespengeringan, apakahtelah kering atau tidakProses pengasapandilakukan pada suhu90oC selama 30-45Menit
Pematangan Pertumbuhan mikroba
Proses pengeringan,pengasapan danpematangan yang tidakmemenuhi standar proses
M H Pemantauan terhadapsuhu dan waktu prosespengeringan,pengasapan danpematanganProses pematangandilakukan selama 30menit pada suhu 90oC
Penyiraman II
Mikroba Suhu pendinginan yangkurang
L M Control terhadap suhuair dan lamapenyimpanan
Pendinginan Mikroba Suhu yang kurang
H L Control suhu dankalibrasi thermometer
Pengemasan Mikroba (S. aureus,Salmonella, Cl. Perfringens)Pertumbuhan Lactobacillus
Hygiene pekerjaSuhu pengepakanProses vakum
L H Penerapan hygienePekerja Proses vakum dilakukan dengan benar Dilakukan perbaikan pada alat vakum
Penyimpannan
Pertumbuhan mikrobaStaphylococcus aureus,Clostridium perfringens
Suhu yang kurang
L L Pengaturan suhu gudang berdasarkan masa kadaluarsa produk
Pendistribusian
Pertumbuhan mikrobaStaphylococcus aureus,Clostridium perfringens
Suhu yang kurang padabox pendingin
L L Suhu thermoking diatur sebelum produk dimasukkan ke dalam mobil pendingin
Sumber : eBookPangan. 2006
3.2 Kegiatan Sanitasi
Untuk menghasilkan produk yang berkualitas tinggi diperlukan proses
produksi yang menerapkan sistem sanitasi dan hygiene yang baik. Makanan yang
sehat harus dijaga agar tetap sehat dengan cara penyimpanan yang benar,
penyajian yang tepat dan pengemasan yang sesuai dengan sifat-sifat dari makanan
dan memperhatikan kebersihannya. Makanan yang rusak apabila dikonsumsi oleh
manusia akan menyebabkan gangguan pada tubuh. Hal ini disebabkan oleh zat-zat
kimia, biologis yang tidak bekerja secara wajar, pertumbuhan jasad renik yang
dapat menimbulkan penyakit, serangga dan pencemaran oleh cacing.
Penerapan prinsip-prinsip sanitasi dan hygiene akan berpengaruh langsung
terhadap kesehatan konsumen, meningkatkan mutu dan harga daging sehingga
dapat memperbaiki pendapatan peternak dan pengolah daging.
3.3.1 Sanitasi Bahan Baku
Pertumbuhan mikroorganisme di dalam atau pada makanan dapat
mengakibatkan berbagai perubahan fisik maupun kimiawi yang tidak diinginkan,
sehingga bahan tersebut tidak layak untuk dikonsumsi lagi. Bahan pangan dapat
bertindak sebagai perantara atau substrat untuk tumbuhnya mikroorganisme yang
bersifat patogenik terhadap manusia. Apabila ini terjadi, produk pangan tersebut
dinyatakan sebagai bahan pangan yang busuk dan ini menggambarkan suatu
penyia-nyiaan sumber gizi yang berharga (Buckle, 1987).
Bahan baku merupakan faktor penting dalam proses pengolahan, karena
kualitas bahan baku juga mempengaruhi kualitas hasil akhir. Oleh karena itu,
untuk mendapatkan bahan baku yang baik maka perlu dijaga agar bahan baku
tersebut tidak mengalami kerusakan dan pencemaran dengan cara melakukan
pengendalian bahan tersebut baik di lapangan, pengangkutan, penyimpanan
maupun dalam proses pengolahan.
Bahan baku dalam pembuatan sosis adalah daging sapi/ayam yang
biasanya diperoleh langsung dari peternakan yang dimiliki sendiri oleh
perusahaan besar atau berasal dari pasar tradisional jika industri dimiliki oleh
usaha industri kecil. Bahan baku pembuatan sosis harus dalam keadaan sangat
segar. Hal ini dimungkinkan karena biasanya lokasi peternakan berada dekat
dengan tempat pengolahan atau pabrik pengolahan, sehingga bahan baku yang
didapatkan dalam kondisi yang baik. Daging sapi/ayam dipotong dengan
menggunakan alat yang harus dalam keadaan hygiene pula agar tidak terjadi
kontaminasi dari alat menuju bahan baku. Semua bahan baku yang memerlukan
pencucian dicuci terlebih dahulu. Proses pencucian bertujuan untuk
menghilangkan kotoran yang menempel pada bahan baku, bekas darah maupun
lendir. Pencucian dengan air bersih dapat mengurangi jumlah bakteri yang ada
(Hadiwiyoto, 1993). Jenie (1988), menambahkan pencucian bertujuan untuk
menghilangkan kotoran dan segala sesuatu yang tidak diperlukan dalam makanan.
Pencucian dapat dilakukan dengan menggunakan air dingin atau air hangat.
Air dalam pengolahan makanan perlu mendapatkan perhatian khusus
karena berperan besar dalam tahapan proses. Syarat air yang digunakan yaitu
bebas dari bakteri yang berbahaya, bersih dan jernih, tidak berwarna dan berbau,
tidak mengandung bahan tersuspensi (penyebab keruh) (Purnawijayanti 2001).
Pencucian menggunakan air merupakan salah satu proses membersihkan bahan
baku yang paling sering digunakan. Menurut Brennan (2006) pencucian bahan
pangan dapat dilakukan dengan menggunakan bahan kimia sanitaser seperti
chlorine, citric acid dan ozone. Ditambahkan oleh Long (2006), di dalam proses
pencucian khususnya sayuran dapat ditambahkan garam yang dapat
menghilangkan hama dan mencegah pewarnaan coklat pada sayuran berwarna
hijau dan asam (cuka dan jeruk) untuk membunuh mikroorganisme dan
mempertambah kecerahan pada sayuran.
3.3.2 Sanitasi dan Hygiene Mesin dan Peralatan
Dalam suatu industri, untuk mendapatkan produk yang baik dalam jumlah
banyak dan biaya produksi yang relatif murah maka peralatan yang digunakan
selain dapat digunakan dengan baik dan ekonomis juga memenuhi persyaratan
sanitasi. Peralatan dalam industri pangan merupakan alat yang bersentuhan
langsung dengan bahan, untuk menghindari terjadinya kontaminasi maka
peralatan yang digunakan untuk mengolah dan menyajikan makanan harus sesuai
dengan peruntukannya dan memenuhi persyaratan hygiene sanitasi.
Menurut Jenie (1987), peralatan merupakan sumber kontaminasi
mikroorganisme yang potensial terhadap produk pangan. Sanitasi peralatan ini
bertujuan untuk membersihkan segala macam kotoran baik berupa minyak, kerak
yang menempel pada alat maupun mikroorganisme yang dimungkinkan
menempel pada peralatan.
Peralatan harus segera dibersihkan dan disanitasi/didesifeksi untuk
mencegah kontaminasi silang pada makanan, baik pada tahap persiapan,
pengolahan, penyimpanan sementara. Peralatan pengolahan seperti alat pemotong,
papan pemotong (talenan), bak-bak pencucian/penampungan, alat pengaduk, alat
penyaring, alat memasak merupakan sumber kontaminan potensial bagi pangan.
Peralatan yang digunakan dalam proses pembuatan sosis udang sudah
sepenuhnya memenuhi persyaratan sanitasi dan hygiene. Semua alat mulai dari
alat-alat dapur yang plastik sampai yang logam sebelum dan setelah digunakan
dicuci bersih dan disimpan ditempat yang bersih. Mesin-mesin yang besar dan
berat sebaiknya setelah digunakan segera dibersihkan karena jika tidak langsung
dibersihkan akan menyebabkan penumpukan kotoran pada alat-alat tersebut yang
menyebabkan alat tersebut sulit untuk dibersihkan. segera setelah digunakan alat-
alat diletakkan dan disimpan kembali pada tempatnya dan jika alatnya tidak dapat
dipindahkan selalu dijaga kerapihan kabel-kabel dan bagian-bagiannya.
Tabel 1. Pembersihan Peralatan Usaha PengolahanPeralatan yang
dibersihkanProsedur
pembersihanPeralatan
pembersihan yang digunakan
Tipe deterjen
Ketel, troli daging, alat/mesin-mesin
cetakan
Perendaman: pertama alkali
berikutnya asam
Tangki perendaman
Pekat, deterjen ALKALI
terkhlorinasi, dan dilanjutkan
dengan pembersih ASAM untuk pencerah dan
penetralPeralatan tertutup
seperti pasteurisasi, silo,
rumah asap, evaporasi
Sirkulasi: pertama alkali berikutnya
asam
Pompa penyemprot tipe kipas angin atau
tipe bolaff
Busa rendah, pekat, ALKALI
terkhlorinasi, dan dilanjutkan
dengan pembersih ASAM untuk pencerah dan
penetralKebanyakan
peralatan pengolahan/proses,
conveyor botol, lantai, dinding
Penyemprotan Tinggi tekanan-rendah volume, tinggi tekanan-tinggi volume,
rendah tekanan-rendah volume. Tinggi volume
digunakan untuk membilas.
Penyemprotnya antara lain:
hydraulic putar
Semua tipe/jenis pekat, alkali kadar
rendah sampai sedang, khlorinasi
atau tidak, ada tambahan pembersih
ASAM. Semua jenis; boleh busa tinggi ataupun rendah. Untuk
pelumasan
(rotary), fixed fan or ball. Dan ganda
di dalam satu sistem sentral
conveyor boleh busa rendah
sampai sedang
Kebanyakan peralatan
pengolahan/proses, lantai, dinding
Pembusaan Pistol pembusaan (foam guns) di
mana udara dihembuskan ke
dalam larutan deterjen
menggunakan pusat tangki
Praktis; semua tipe/jenis deterjen
dengan busa alamiahnya
Frekuensi pencucian dari alat tersebut tergantung pada jenis alat yang
digunakan. Peralatan harus dicuci, dibilas, dan disanitasi segera setelah
digunakan. Permukaan peralatan yang secara langsung kontak dengan makanan,
seperti mesin pengolahan dibersihkan paling sedikit satu kali sehari. Peralatan
bantu yang tidak secara langsung bersentuhan dengan makanan harus dibersihkan
sesuai kebutuhan untuk mencegah terjadinya akumulasi debu, serpihan bahan atau
produk makanan, serta kotoran lain.
Kadang-kadang untuk membantu proses pembersihan peralatan diperlukan
bantuan kain lap/serbet. Serbet dan kain yang digunakan harus bersih, kering, dan
tidak digunakan untuk keperluan lain. Serbet atau spon yang digunakan untuk
melap peralatan yang secara langsung bersentuhan dengan pangan, harus bersih
dan sering dicuci serta disanitasi dengan bahan sanitaiser yang sesuai. Serbet atau
spon tersebut tidak boleh digunakan untuk keperluan lainnya.
Kain basah atau spon yang digunakan untuk membersihkan permukaan benda-
benda yang tidak kontak langsung dengan makanan, seperti meja kerja, meja saji,
rak-rak penyimpan, harus selalu bersih dan segera dibilas setelah digunakan. Kain
basah atau spon tersebut harus diletakkan/direndam dalam larutan bahan sanitaiser
apabila tidak sedang digunakan.
Pencucian dan sanitasi peralatan dapat dilakukan secara manual maupun
secara mekanis dengan menggunakan mesin. Pencucian manual diperlukan pada
peralatan besar seperti mesin pemotong daging, mixer cutter dll. Pencucian
manual juga diterapkan pada panci, pan, baskom adonan, serta pisau.
Prosedur pembersihannya adalah sebagai berikut :
1. Pre Rinse/ tahap awal: Tujuan : menghilangkan tanah & sisa makanan dengan
cara dibilas atau disemprot dengan air mengalir.
2. Pencucian Pencucian dilakukan dalam bak pertama yang berisi larutan
deterjen hangat. Suhu yang digunakan berkisar anatar 43 – 49oC. Pada tahap
ini diperlukan alat bantu sikat atau spon untuk membersihkan semua kotoran
sisa makanan atau lemak. Hal yang penting untuk diperhatikan pada tahap ini
adalah dosis penggunaan deterjen, untuk mencegah pemborosan dan
terdapatnya residu deterjen pada peralatan akibat penggunaan deterjen yang
berlebihan.
3. Pembilasan: Tujuan menghilangkan sisa kotoran setelah proses pembersihan.
Pembilasan dilakukan dalam bak kedua dengan menggunakan air hangat.
Pembilasan dimaksudkan untuk menghilangkan sisa detejen dan kotoran. Air
bilasan harus sering diganti. Akan lebih baik jika digunakan air mengalir.
4. Sanitasi atau Desinfeksi: Tujuan untuk menghlangkan bakteri sanitasi atau
desinteksi peralatan setelah pembilasan dapat dilakukan dengan beberapa
metode. Metode pertama adalah meletakkan alat pada suatu keranjang,
kemudian merendamnya dalam bak ketiga yang berisi air panas bersuhu
77oC, selama paling sedikit 30 detik. Cara lainnya adalah dengan
menggunakan bahan sanitaiser seperti klorin dengan dosis 50 ppm dalam air
bersuhu kamar (24oC) selama paling sedikit 1 menit. Bahan sanitaiser lain
yang dapat digunakan adalah larutan iodin dengan konsentrasi 12,5 ppm
dalam air bersuhu 24oC, selama 1 menit atau lebih. Disarankan untuki sering
mengganti air atau cairan pada ketiga bak yang digunakan. Disamping itu
suhu air juga harus dicek dengan thermometer yang akurat untuk menjamin
efektivitas proses pencuciannya.
5. Drying/Penirisan dan Pengeringan: Tujuan supaya tidak ada genangan air yg
menjadi tempat pertumbuhan mikroorganisme. Pengeringan bisa dilakukan
evaporator/menggunakan lap bersih. Peralatan yang sudah disanitasi juga
tidak boleh dipegang sebelum siap digunakan. Apabila cemaran yang terdapat
pada peralatan terlalu berat, misalnya kerak gosong pada ketel, wajan, atau
pan, atau jenis cemaran dari lemak atau gemuk, maka diperlukan tahap lain,
yaitu perendaman. Tahap ini mendahului tahap-tahap lainnya, dengan tujuan
melunkkan cemaran, sehingga mudah dilepaskan dari pelaratan.
Beberapa sanitizer yang dapat digunakan antara lain :
1. Sanitizer panas : menggunakan panas kering, uap panas, air panas
2. Sinar Ultra Violet : utk ruangan
3. Bahan Kimia / desinfektan: utk sanitasi pekerja & peralatan
Pemakaian sanitizer akan efektif tergantung pada :
1. Jenis & konsentrasi
2. Lama kontak
3. Suhu
4. pH
3.3.3 Sanitasi dan Hygiene Air
Air merupakan suatu kebutuhan yang tidak dapat ditinggalkan untuk
kehidupan manusia, karena air untuk bermacam-macam kegiatan seperti minum,
pertanian, industri, peternakan dan perikanan. Dalam industri pengolahan pangan
air merupakan bahan yang penting karena air digunakan dalam berbagai kegiatan
baik untuk sanitasi, medium penghantar panas maupun proses pengolahan. Air
yang berhubungan dengan hasil industri pengolahan pangan harus memenuhi
setidak-tidaknya standar mutu yang diperlukan untuk minum atau air minum
(Buckle, 1987).
Air yang digunakan pada unit produksi ini berasal dari Perusahaan Daerah
Air Minum (PDAM). Keadaan air bersih jernih dan tidak berbau. Pada pembuatan
sosis, air yang digunakan pada waktu pencucian bahan baku dan pencampuran
bahan diperoleh dari sumber air yang dialirkan menggunakan selang-selang yang
panjang. Keadaan air yang digunakan sudah memenuhi standar kualitas air
minum. Air sisa pencucian alat dan perendaman langsung dibuang ke sebuah
tempat penampungan yang telah disediakan oleh pabrik. Kondisi sanitasi tempat
pembuangan air ini sebaiknya dijaga agar tidak menyebabkan kontaminasi ke
lingkungan sekitar, dengan cara langsung mengolah limbah hasil buangan tersebut
agar tidak dibiarkan menimbun terlebih dahulu.
3.3.4 Sanitasi dan Hygiene Pekerja
Karyawan atau personel yang langsung menangani pengolahan pangan
dapat mencemari bahan pangan atau pangan tersebut, baik berupa cemaran fisik,
kimia maupun biologis. Oleh karena itu, kebersihan karyawan dan higiene
karyawan merupakan salah satu hal yang penting yang harus diperhatikan oleh
industri pangan agar produk panganya bermutu dan aman untuk dikonsumsi.
Upaya yang dapat dilakukan adalah memupuk kebiasaan karyawan yang baik dan
melatih karyawan untuk meninggalkan kebiasaan karyawan yang buruk.
Menurut Buckle (1987), kebiasaan pribadi para pekerja dalam mengelola
bahan pangan dapat merupakan sumber yang penting dari pencemaran. Untuk
pencegahannya apabila memungkinkan, pengelola bahan pangan harus memakai
sarung tangan plastik yang telah steril. Luka-luka atau iritasi lainnya pada kulit
merupakan tempat yang baik bagi kontaminasi, oleh karena itu harus ditutup.
Batuk atau bersin di sekitar bahan pangan sebaiknya dihindari.
Para pekerja pada pembuatan sosis ini harus memiliki pemahaman yang
cukup tentang sanitasi terhadap bahan pangan, dengan cara saat proses pembuatan
sosis berlangsung para pekerja menggunakan pakaian yang hygiene dan celemek
untuk menghindari kontaminasi pada pakaian yang mereka kenakan. Para pekerja
juga harus menggunakan sarung tangan, masker, dan penutup rambut saat proses
produksi agar dapat mengurangi bahaya kontaminasi fisik yang dapat berasal dari
kuku dan rambur para pekerja. Pada saat akan melakukan pengolahan ataupun
menginjak ke tahapan pengolahan selanjutnya pekerja sebaiknya mencuci
tangannya terlebih dahulu agar proses pemindahan bakteri patogen yang mungkin
terdapat pada tubuh ke dalam makanan melalui perantara tangan dapat dihindari.
Cara yang baik untuk mencegah pencemaran dari karyawan:
1. Rawatlah rambut, kumis dan jenggot agar tetap pendek dan bersih
2. Rawatlah kuku jari tangan agar selalu pendek dan bersih
3. Lepas semua perhiasan dan jam tangan dari tubuh sebelum mulai bekerja
4. Cucilah tangan sebersih-bersihnya dengan air dan sabun: a. Sebelum mulai
bekerja b. Sesudah memegang benda-benda yang kotor, dan/atau c.
Sesudah kembali dari toilet atau WC
5. Pakailah baju kerja dan penutup kepala yang bersih
6. Gunakan sarung tangan atau cukup kantong plastik yang bersih saat
memegang pangan, terutama pangan yang sudah diolah
7. Jangan bekerja menangani pangan jika sedang sakit atau baru sembuh dari
suatu Penyakit
8. Bekerjalah serius, tidak berbicara, tidak mengunyah pangan dan tidak
merokok pada saat sedang bekerja
9. Jauhi pangan jika mau bersin atau batuk
10. Produk erat sekali hubungannya dengan para pekerja, baik burk suatu
tergantung dari para pekerja itu sendiri. Untuk itu perlu adanya sanitasi
pekerja agar produk yang sudah maupun yang belum jadi tidak mudah
terkontaminasi. Adapun tindakan-tindakan yang diambil perusahaan dalam
mencegah kontaminasi itu sendiri diantaranya adalah :
11. Pekerja yang bekerja dibagian pembongkaran bahan baku harus memakai
sepatu tahan air.
12. Pekerja yang bekerja dibagian pengeringan diharuskan memakai masker
atau penutup hidung, penutup kepala, kaos tangan dan sepatu plastik anti
air.
13. Sanitasi karyawan meliputi kebersihan tubuh sebelum dan sesudah
bekerja. Pabrik telah membuat peraturan untuk keperluan sanitasi terhadap
karyawan, peraturan tersebut adalah sebagai berikut :
14. Harus membersihkan tubuh sebelum dan sesudah bekerja minimal
mencuci tangan dan kaki.
15. Menggunakan sepatu boot.
16. Menggunakan penutup hidung dan mulut/masker untuk karyawan bagian
pengeringan.
17. Karyawan ikut bertanggungjawab terhadap kelancaran proses produksi
dengan bekerja sesuai bidang pekerjaannya.
18. Ikut menjaga kebersihan tempat dan lingkungan pabrik.
19. Menggunakan peralatan sesuai fungsinya.
3.3.5 Sanitasi dan Hygiene Lingkungan
Sanitasi lingkungan meliputi sanitasi di dalam rumah dan di luar rumah.
Ruangan harus cukup luas untuk orang-orang yang terlibat dan untuk kegiatan-
kegiatan yang diperlukan serta dilengkapi air yang cukup, saluran pembuangan
yang baik untuk menunjang sanitasi. Prinsip-prinsip dasar sanitasi dalam rumah
yaitu menghilangkan kotoran dalam setiap bentuk yang terdapat dalam
lingkungan dan mencegah kontaknya dengan manusia. Oleh karena itu kebersihan
personalia dari setiap individu harus diutamakan (Jenie, 1988).
Tempat pengolahan sebaiknya selalu dalam keadaan bersih dan rapi. Alat-
alat yang akan digunakan berada pada tempat yang sesuai agar memudahkan para
pekerja dalam melakukan proses pengolahan dari satu tahap ke tahap selanjutnya.
Lantai pada tempat pengolahan harus selalu dibersihkan segera setelah proses
pengolahan atau pembersihan berkala ketika proses pengolahan berlangsung. Hal
ini diperlukan agar kotoran yang ada di lantai dan sekitar ruangan tempat
pengolahan tidak mengkontaminasi bahan pada proses pengolahan. Keseluruhan
ruangan harus dibersihkan secara berkala segera setelah proses produksi selesai
pada hari itu agar keesokan harinya ruangan dapat langsung digunakan kembali
untuk proses produksi selanjutnya.
Alat-alat yang besar dan tidak dapat dipindahkan sebaiknya berada pada
sudut-sudut ruangan agar menghemat ruangan yang akan digunakan untuk proses
pengolahan. Alat-alat yang besar seperti itu bagian-bagian yang sulit untuk
dibersihkannya sebaiknya diatur sedemikian rupa sehingga dapat dengan mudah
dijangkau untuk dibersihkan walaupum alat berada pada sudut ruangan.
Ruang Produksi/ruang pengolahan makanan/dapur juga berperan penting
dalam menentukan berhasil tidaknya upaya sanitasi makanan secara keseluruhan.
Dapur yang bersih dan dipelihara dengan baik akan merupakan tempat yang
higienis sekaligus menyenangkan sebagai tempat kerja. Dapur seperti itu juga
dapat menimbulkan citra (image) yang baik bagi institusi yang bersangkutan. Dua
hal yang menentukan dalam menciptakan dapur yang saniter adalah konstruksi
dapur dan tata letak (layout).
Dalam ruang pengolahan makanan harus ada pemisahan fisik antara ruang
bersih dan ruangan kotor, lokasi tidak dekat dengan pemukiman padat, tidak di
tengah sawah, tidak di daerah banjir/tergenang. Hal utama yang perlu diperhatikan
dalam merencanakan dapur yang baik, adalah konstruksi bangunan yang anti tikus
(rodentproof). Tikus merupakan pembawa (carrier) mikrobia patogen, serta
merusak bahan makanan selama penyimpanan. Lubang-lubang yang ada di dalam
dapur yang dapat menjadi pintu keluar masuk tikus harus ditutup dengan kawat
kasa.
1. Konstruksi Ruang Produksi
Kontruksi bangunan ruang produksi/dapur meliputi dinding, lantai, langit-
langit, ventilasi, dan pencahayaan.
a. Dinding: Letak-Min. 20 cm diatas dan dibawah permukaan lantai, tahan
lama, kedap air, bagian dalam halus, rata, tidak berlubang, berwarna
terang, tidak mudah terkelupas, mudah dibersihkan Apabila digunakan
pelapis dinding, bahannya harus tidak beracun (non tonic).
b. Lantai: Dari bahan yang kedap air, keras dan padat, tahan air, garam,
asam dan basa serta bahan kimia lainnya. Sedangkan kondisi permukaan
lantai rata dan mudah mengalirkan air pencucian atau pembuangan, lantai
juga dapat dibuat miring kearah area pembuangan air, untuk mencegah
adanya genangan air dalam dapur halus, tidak licin dan mudah
dibersihkan, pertemuaan lantai dan dinding tidak boleh bersudut mati
(harus lengkung), kedap air. Pemakaian karpet sebagai penutup lantai
harus dari bahan yang mudah dibersihkan. Karpet tidak boleh digunakan
pada area preparasi makanan, ruang penyimpanan, dan area pencucian
peralatan karena akan terekspos air atau minyak.
c. Langit-Langit: a. bahan - Tahan lama dan mudah dibersihkan. b. letak -
Min. 2,5 m diatas lantai dan disesuaikan dengan peralatan, c. kondisi -
Langit-langit tidak bebas dari kemungkinan catnya rontok /jatuh atau
dalam keadaan kotor dan tidak terawat, tidak rata, retak atau berlubang.
d. Ventilasi: a. kondisi - Sirkulasi udara di ruang proses produksi baik (tidak
pengap), lubang-lubang harus mencegah masuknya serangga, hama, dan
mencegah menumpuknya debu atau kotoran, mudah dibersihkan. b. bahan-
Dapat menghilangkan kondesat uap asap, bau, debu dan panas, mudah
dibersihkan dengan demikian, dapur memerlukan alat penghisap (exhaust
fan), atau paling tidak dilengkapi dengan cerobong dengan sungkup asap.
e. Pencahayaan
Pencahayaan yang memadai sangat penting untuk menjamin bahwa semua
peralatan yang digunakan di dapur dan ruang penyajian dalam keadaan
bersih. Selain itu pencahayaan yang memadai juga sangat penting untuk
menjamin keberhasilan pekerjaan preparasi, pengolahan, penyajian, dan
penyimpanan makanan. a. letak - Lampu yang dipasang di atas area
prosesing tidak boleh merubah warna. b. kondisi - Cukup mendapat
cahaya, terang sesuai dengan keperluan dan persyaratan kesehatan. Lampu
dilengkapi dengan screen sehingga aman bila jatuh dan bebas serangga.
2. Tata Letak Dapur
Tata letak peralatan dapur yang baik pada dasarnya harus memenuhi 2
tuntutan yaitu :
memungkinkan dilakukannya pekerjaan pengolahan makanan secara
runtut dan efisien;
terhindarnya kontaminasi silang produk makanan dari bahan mentah,
peralatan kotor, dan limbah pengolahan.
Penataan alat pengolah dan fasilitas penunjang mengikuti urutan pekerjaan
yang harus dilalui, dari bahan mentah sampai makanan siap disajikan, yaitu mulai
preparasi, pengolahan atau pemasakan, dan penyajian. Kontaminasi silang produk
makanan dari bahan mentah dapat dihindari apabila jalur yang ditempuh produk
makan terpisah dari jalur bahan mentah. Penanganan peralatan kotor harus
menggunakan fasilitas penampungan air yang berbeda dengan yang akan
digunakan untuk pengolahan. Fasilitas penyimpanan utnuk makanan masak
dipisahkan dari makanan mentah. Letak kontainer limbah atau sampah dijauhkan
dari produk makanan, dan dalam keadaan tertutup rapat.
3.3.6 Sanitasi dan Hygiene Produk Akhir
Sanitasi dan hygiene produk akhir merupakan hal yang sangat penting
mengingat produk ini adalah untuk konsumsi manusia. Pengawasan terhadap
kebersihan produk dan lingkungan sekitar hendaknya perlu ditingkatkan untuk
mencegah masuknya kontaminan yang dapat menurunkan kualitas produk.
Organisme penyebab penyakit dapat ditularkan ke dalam bahan pangan melalui
lingkungan yang tercemar. Pencemaran dari keadaan demikian yang
memungkinkan organisme-organisme ini masuk dan tumbuh dalam bahan pangan
yang akan menjadi sangat berbahaya bagi kesehatan manusia.
Bahan makanan dianggap rusak apabila menunjukkan penyimpangan yang
melewati batas yang dapat diterima oleh indera manusia. Dengan demikian,
kerusakan dapat ditandai oleh adanya perubahan dalam kenampakan. Misalnya
bentuk atau warna, bau, rasa, tekstur, atau tanda-tanda lainnya (Purnawijayanti,
2001).
Produk akhir dari sosis ini sebaiknya segera disimpan pada suhu rendah
untuk mencegah terjadinya kontaminasi oleh mikroba patogen. Sosis dikemas
dengan layak menggunakan kemasan yang tidak mudah rusak seperti kemasan
yang terbuat dari plastik jenis PP yang memiliki permeabilitas yang cukup baik
terhadap gas dan air.
IV. KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
Harsojo dkk.2000.Sanitasi Makanan Olahan di Jakarta dan Tangerang.Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Isotop dan Radiasi:Batan. (Jurnal Penelitian)
Kramlich, W.E. 1973. Sausage Product. 2nd. Edition. W.H. Freeman and. Company:San Fransisco.
Soeparno, 1998. Ilmu dan Teknologi Daging. Gadjah Mada University Press:Yogyakarta
Sutaryo dan Mulyani S.2004.Pengetahuan Bahan Olahan Hasil Ternak dan Standar Nasional Indonesia (SNI).Balai Pengembangan Sumber Daya Masyarakat Peternakan:Ungaran. (Makalah Pelatihan)
Soraya, Y.2011.Studi Proses Pembuatan Udang Vannamei di UD Mina Lestari Food Kelurahan Pegirian Kecamatan Semampir Kota Surabaya Propinsi Jawa Timur. Universitas Brawijaya:Malang. (Laporan Praktik Kerja Lapangan)
Winarno, F.G.1992.Kimia Pangan dan Gizi.PT Gramedia Pustaka Utama:Jakarta.
Jeremiah, L.E. 1996. Freezing Effects on Food Quality. Marcel Dekker, Inc: New York.
Desrosier, 1988. Teknologi Pengawetan Pangan. Penerjemah M. Muljohardjo. UI-Press. Jakarta.
Brennan. J.A. 2006. Food Processing Handbook. Wiley-Vch, Germany.Buckle, K.A, Edward R.A, Fleet G.H, Wotoon M. 1987. Ilmu Pangan.
Penerjemah : Purnomo dan Adiono. Jakarta : UI-Press
Fardiaz, S. 1992. Mikrobiologi Pangan I. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama
Hadiwiyoto, S. 1993. Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan Jilid 1. Liberty Yogyakarta. Yogyakarta.
Long. N. 2006. Panduan Makanan Sehat. Prestasi Pustaka Publisher. Jakarta
Jenie, B. S. L. 1988. Sanitasi dalam Industri Pangan. Pusat Antar Universitas. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Poedjiadi, Anna. 1994. Dasar-Dasar Biokimia. Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press), Jakarta
Purnawijayanti, H. 2001. Sanitasi Higiene dan Keselamatan Kerja Dalam Pengolahan Makanan. Kanisius. Yogyakarta.
Sukarminah, Een, Debby M. Sumanti, dan In-In Hanidah. 2013. Mikrobiologi Pangan. Jurusan Teknologi Industri Pangan Fakultas Teknologi Industri Pertanian Universitas Padjadjaran
Top Related