1
GURU PROFESIONAL DALAM PENGEMBANGAN KURIKULUM DAN
SISTEM PENILAIAN PENDIDIKAN DASAR
Oleh
Novan Ardy Wiyani
Moh. Shofi Mubarok
Muhamad Yusuf1
Abstrak
Tulisan ini mengkaji tentang kegiatan manajerial guru profesional dalam
pengembangan kurikulum dan sistem penilaian pendidikan dasar. Berdasarkan
hasil pembahasan dapat diketahui bahwa ada lima kegiatan manajerial yang
dilakukan oleh guru profesional dalam pengembangan kurikukum. Pertama, guru
merancang pembelajaran yang efektif dan bermakna. Kedua, guru
mengorganisasikan pembelajaran. Ketiga, guru memilih dan menentukan
pendekatan pembelajaran yang berpusat pada peserta didik. Keempat, guru
melaksanakan pembelajaran sebagai upaya pembentukan kompetensi dan karakter
peserta didik yang telah direncanakan. Kelima, guru menetapkan kriteria
keberhasilan. Sementara itu ada tiga kegiatan manajerial yang dilakukan oleh guru
pada sistem penilaian pendidikan dasar. Pertama, merancang penilaian hasil
belajar peserta didik. Kedua, melaksanakan penilaian hasil belajar. Ketiga,
memanfaatkan hasil penilaian belajar peserta didik.
Kata kunci : guru, profesional, kurikulum, penilaian.
Pendahuluan
Indonesia merupakan sebuah negara yang kaya raya akan sumber daya alam
(SDA). Indonesia menjadi negara penghasil SDA dunia yang memiliki 325-350
jenis flora dan faona. Sementara itu dalam hal sumber daya manusia (SDM),
penduduk Indonesia sudah mencapai 220 juta jiwa. Namun siapa sangka pada
tahun 2007 Indonesia berada pada peringkat SDM ke 112 dari 127 negara.2
Jauh sebelumnya, Indonesia pada tahun 1996 berada pada peringkat 102
dari 174 negara di dunia. Ternyata belum ada peningkatan kualitas SDM
Indonesia yang signifikan sejak tahun 1996 hingga 2007. Bahkan pada tahun 2007
1 Penulis adalah mahasiswa S3 pada Program Studi Ilmu Pendidikan, Konsentrasi
Manajemen Pendidikan, Universitas Islam Nusantara (UNINUS) Bandung. 2 E. Mulyasa, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan : Suatu Panduan Praktis, (Bandung :
Rosda, 2009), hlm. 3.
2
tersebut posisi Indonesia berada di bawah Malaysia (peringkat 61), Thailand
(peringkat 73), Filiphina (peringkat 84), dan Vietnam (peringkat 108).3
Hal di atas sungguh ironis, mengingat pada tahun-tahun tersebut telah
berjalan program wajib belajar pendidikan dasar sembilan tahun yang
dicanangkan oleh pemerintah RI sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas
SDM Indonesia sejak tahun 1994. Program tersebut merupakan kelanjutan dari
program wajib belajar pendidikan dasar enam tahun yang dicanangkan oleh
pemerintah sejak tahun 1984.4
Bahkan lebih ironis lagi karena berarti hingga kini program sertifikasi guru
yang berlangsung sejak tahun 2005 setelah diterbitkannya Undang-Undang RI
Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen belum berimbas pada
peningkatan kualitas SDM Indonesia, tetapi hanya berimbas pada peningkatan
kesejahteraan guru saja. Padahal asumsinya, jika kesejahteraan guru meningkat
maka kualitas pendidikan juga akan meningkat, dan meningkat pulalah kualitas
SDM Indonesia.
Sebenarnya ekspetasi dari implementasi Undang-Undang RI Nomor 14
Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen serta berbagai peraturan pemerintah maupun
peraturan menteri yang menjadi konsideran dari Undang-undang tersebut adalah
agar guru akan semakin profesional dan sejahtera sehingga memiliki kualitas yang
lebih baik dalam mendidik dan mengajar peserta didiknya, khususnya di jenjang
pendidikan dasar sehingga akan melahirkan tunas-tunas bangsa yang berkualitas.
Harus diakui oleh berbagai pihak, bahwa guru yang profesional akan
memiliki pengaruh yang sangat besar dalam meningkatkan kualitas SDM suatu
bangsa.5 Meskipun berbagai ilmu pengetahuan kini dapat diakses dengan mudah
di internet, tetap saja peserta didik kita membutuhkan sosok guru sebagai
pendidik, pengajar, pembimbing, pengarah, pelatih, dan penilai mereka.
3 Alamsyah, Manajemen Mutu Perguruan Tinggi Agama Islam Swasta, Jurnal Media
Pendidikan, UIN Sunan Gunung Djati Bandung, Vol. XXVIII, No. 2, 2013, hlm. 205. 4 Mohammad Ali, Pendidikan untuk Pembangunan Nasional : Menuju Bangsa Indonesia
yang Mandiri dan Berdaya Saing Tinggi, (Bandung : Imtiha, 2009), hlm. 118. 5 Ibid., hlm. 119.
3
Keberadaan guru sampai saat ini belum tergantikan oleh kecanggihan Teknologi
Informasi dan Komunikasi (TIK).
Keberhasilan dalam implementasi suatu kurikulum pun akan sangat
dipengaruhi oleh profesionalisme guru karena guru memiliki peran sebagai
pengembang kurikulum. Kemudian, keberhasilan dalam kegiatan pembelajaran
yang dilaksanakan sesuai dengan kurikulum yang berlaku juga sangat dipengaruhi
oleh kemampuan guru dalam melakukan penilaian yang sesuai dengan sistem
penilaian yang sedang berlaku pula.
Pada tulisan ini akan dikaji mengenai kegiatan manajerial guru profesional
dalam pengembangan kurikulum dan sistem penilaian pendidikan dasar.
Tujuannya adalah agar diketahui bagaimana kegiatan manajerial guru profesional
dalam pengembangan kurikulum dan sistem penilaian pendidikan dasar.
Sedangkan manfaat yang dapat diambil dari tulisan ini antara lain : (1) secara
teoritis akan memberikan pengetahuan mengenai konsep guru profesional,
pengembangan kurikulum, dan sistem penilaian pendidikan dasar; (2) secara
praktis akan menjadi semacam guideline bagi para guru di jenjang pendidikan
dasar dalam memposisikan dirinya dan berperan sebagai guru profesional yang
mampu mengembangkan kurikulum dan melaksanakan penilaian sesuai dengan
sistem penilaian pendidikan dasar yang berlaku saat ini.
Guru Profesional Jenjang Pendidikan Dasar
Di Indonesia, sebagai negara ketimuran yang menjunjung tinggi nilai-nilai
agama dan adat, keinginan seseorang untuk menjadi seorang guru ikut
dipengaruhi oleh faktor agama. Pada agama Islam misalnya, menjadi guru
merupakan tugas keagamaan di samping juga tugas kemanusiaan. Hal itu
ditegaskan dalam QS. At-Taubah : 122 berikut :6
6 Novan Ardy Wiyani dan Barnawi, Ilmu Pendidikan Islam : Rancang Bangun Konsep
Pendidikan Monokhotomik-Holistik, (Yogyakarta : Ar-Ruzz Media, 2012), hlm. 101.
4
Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa
tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk
memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan
kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu
dapat menjaga dirinya. (QS. At-Taubah : 122).
QS. At-Taubah : 122 di atas memberikan informasi kepada kita bahwa
Allah SWT menginginkan agar sebagian umatNya menjadi guru dengan cara
belajar untuk mendapatkan pengetahuan. Pengetahuan tersebutlah kemudian yang
akan diajarkan kepada saudara-saudaranya agar bisa menjaga diri. Berdasarkan
ayat tersebut dapatlah dikatakan bahwa dalam sudut pandang Islam, untuk
menjadi seorang guru, seseorang harus memiliki berbagai pengetahuan yang
hendak diajarkan dan berbagai keterampilan yang mendukungnya dalam
mengajar.
Didasari hal di atas, maka sebenarnya konsep guru profesional yang mulai
digagas pada tahun 2005 sejak diberlakukannya UU RI Nomor 14 Tahun 2005
tentang Guru dan Dosen bukanlah konsep yang baru tetapi merupakan konsep
yang lama yang juga telah lama digagas oleh Islam.
Pada Pasal 1 Ayat 1 UU tersebut dijelaskan bahwa guru adalah pendidik
profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan,
melatih, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur
pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Kemudian pada
Pasal 1 Ayat 4 diungkapkan bahwa profesional adalah pekerjaan atau kegiatan
yang dilakukan oleh seseorang dan menjadi sumber penghasilan kehidupan yang
memerlukan keahlian, kemahiran, atau kecakapan yang memenuhi standar mutu
atau norma tertentu serta memerlukan pendidikan profesi.7
Sedangkan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional pada Pasal 17 Ayat 1 disebutkan bahwa pendidikan dasar
7 Undang-Undang RI Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen.
5
adalah jenjang pendidikan yang melandasi jenjang pendidikan menengah. Pada
Pasal 17 Ayat 2 dijelaskan pula bahwa pendidikan dasar berbentuk Sekolah Dasar
(SD) atau Madrasah Ibtidaiyah (MI) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP) atau
Madrasah Tsanawiyah (MTs), atau bentuk lain yang sederajat.8
Jadi dapat disimpulkan bahwa guru profesional jenjang pendidikan dasar
adalah seseorang yang mendapatkan penghasilan dari tugasnya sebagai pendidik,
pengajar, pembimbing, penasehat, pelatih, dan penilai peserta didik yang
dilakukan olehnya dengan bekal keahlian, kemahiran, atau kecakapannya yang
memenuhi standar guru pada SD/MI dan SMP/MTs.
E. Mulyasa mengungkapkan bahwa sebagai seorang yang bertugas menjadi
pendidik, guru menjadi tokoh, panutan, dan identifikasi bagi peserta didik dan
lingkungannya. Itulah sebabnya guru harus memiliki standar kualitas pribadi
tertentu yang mencangkup tanggung jawab, wibawa, mandiri, dan disiplin. Terkait
dengan tanggung jawabnya sebagai seorang pendidik, guru harus mengetahui
serta memahami nilai, norma moral, dan sosial serta berusaha berperilaku dan
berbuat sesuai dengan nilai dan norma tersebut. guru juga harus bertanggung
jawab terhadap segala tindakannya dalam pembelajaran di sekolah, dan dalam
kehidupan bermasyarakat.
Terkait dengan wibawanya, guru sebagai pendidik harus memiliki kelebihan
dalam merealisasikan nilai spiritual, emosional, moral, sosial, dan intelektual
dalam pribadinya serta memiliki kelebihan dalam memahami perkembangan
IPTEKS sesuai dengan bidang yang digelutinya. Sedangkan disiplin dimaksudkan
bahwa guru sebagai pendidik harus mematuhi berbagai peraturan dan tata tertib
secara konsisten atas kesadaran profesional karena guru bertugas untuk
mendisplinkan para peserta didik di sekolah, terutama dalam pembelajaran.
Dalam menanamkan disiplin, guru harus memulai dari disiplin dirinya sendiri
dalam berbagai tindakan dan perilakunya.9
Sebagai seorang pengajar, guru memfasilitasi terselenggaranya kegiatan
pembelajaran dengan melakukan upaya berikut :
8 Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. 9 E. Mulyasa, Menjadi Guru Profesional : Menciptakan Pembelajaran Kreatif dan
Menyenangkan, (Bandung : Rosda, 2011), hlm. 37-38.
6
1. Membuat ilustrasi, yaitu menghubungkan sesuatu yang sedang dipelajari
peserta didik dengan sesuatu yang telah diketahuinya dan pada waktu yang
sama memberikan tambahan pengalaman kepada mereka.
2. Mendefinisikan, yaitu meletakkan sesuatu yang dipelajari secara jelas dan
sederhana dengan menggunakan latihan dan pengalaman serta pengertian
yang dimiliki oleh peserta didik.
3. Menganalisis, yaitu membahas masalah yang telah dipelajari bagian demi
bagian sebagaimana orang mengatakan “cuts the learning into chewable
bites”.
4. Mensintesis, yaitu mengembalikan bagian-bagian yang telah dibahas ke
dalam suatu konsep yang utuh sehingga memiliki arti, hubungan antara
bagian yang satu dengan yang lain nampak jelas, dan setiap masalah itu tetap
berhubungan dengan keseluruhan yang lebih besar.
5. Bertanya, yaitu mengajukan berbagai pertanyaan yang berarti dan tajam agar
apa yang dipelajari menjadi lebih jelas, seperti yang dilakukan Socrates.
6. Merespon, yaitu mereaksi atau menanggapi pertanyaan peserta didik.
Pembelajaran akan lebih efektif jika guru dapat merespon setiap pertanyaan
peserta didik.
7. Mendengarkan, yaitu memahami peserta didik dan berusaha
menyederhanakan setiap masalah serta membuat kesulitan nampak jelas baik
bagi guru maupun bagi peserta didik.
8. Menciptakan kepercayaan, yaitu berpikiran positif bahwa peserta didik dapat
berhasil dalam mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan.
9. Memberikan pandangan yang bervariasi, yaitu melihat bahan yang dipelajari
dari berbagai sudut pandang dan melihat masalah dalam kombinasi yang
bervariasi.
10. Menyediakan media untuk mengkaji materi standar, yaitu memberikan
pengalaman yang bervariasi melalui media pembelajaran dan sumber belajar
yang berhubungan dengan materi standar.
7
11. Menyesuaikan metode pembelajaran, yaitu menyesuaikan metode
pembelajaran dengan kemampuan dan tingkat perkembangan peserta didik
serta menghubungkan materi baru dengan sesuatu yang telah dipelajari.
12. Memberikan nada perasaan, yaitu membuat pembelajaran menjadi lebih
bermakna dan hidup melalui antusias dan semangat.10
Kemudian sebagai seorang pembimbing, guru profesional diibaratkan
seperti pemandu perjalanan (journey) peserta didik yang berdasarkan pengetahuan
dan pengalamannya bertanggung jawab atas kelancaran perjalanan itu. Sebagai
pembimbing perjalanan, guru profesional harus dapat melakukan empat hal.
Pertama, guru harus merencanakan tujuan dan mengidentifikasi kompetensi yang
hendak dicapai. Kedua, guru harus melihat keterlibatan peserta didik dalam
pembelajaran dan yang paling penting bahwa peserta didik melaksanakan kegiatan
belajar tidak hanya secara jasmaniah, tetapi juga harus terlibat secara psikologis.
Ketiga, guru harus memaknai kegiatan belajar peserta didik. Keempat, guru harus
melaksanakan penilaian.
Kemudian meskipun tidak memiliki latihan khusus untuk menjadi penasehat
dan dalam beberapa hal tidak dapat berharap untuk menasehati orang tetapi
seorang guru profesional adalah penasehat bagi peserta didik bahkan bagi orang
tua dan masyarakatnya.11 Sedangkan sebagai seorang pelatih, guru profesional
bertugas melatih peserta didik dalam pembentukan kompetensi dasar sesuai
dengan potensinya masing-masing berdasarkan perbedaan individual peserta didik
dan lingkungannya.12 Sementara itu sebagai seorang penilai, guru profesional
memiliki tugas menilai hasil belajar peserta didik dan juga harus menilai dirinya
sendiri baik sebagai perencana, pelaksana, maupun penilai program
pembelajaran.13
Guru profesional dapat melaksanakan tugasnya sebagai pendidik, pengajar,
pembimbing, pelatih, dan penilai manakala memiliki empat kompetensi guru
sebagai mana yang terdapat dalam UU Guru dan Dosen, yaitu kompetensi
10 Ibid., hlm. 39-40. 11 Ibid., hlm. 43. 12 Ibid., hlm. 42. 13 Ibid., hlm. 62.
8
pedagogie, kompetensi profesional, kompetensi sosial, dan kompetensi
kepribadian. Kompetensi pedagogie berhubungan dengan penguasaan guru dalam
metodologi pembelajaran. Kompetensi profesional berhubungan dengan
kemampuan guru dalam penguasaan materi pelajaran yang diampunya.
Kompetensi sosial berhubungan dengan kemampuan guru dalam berhubungan
dengan dirinya sendiri, peserta didik, wali peserta didik, rekan sejawat, dan
masyarakat. Sedangkan kompetensi kepribadian berhubungan dengan kemampuan
guru dalam bersikap sesuai dengan kode etik guru dan norma-norma yang berlaku
secara konsisten.
Keempat kompetensi guru tersebut dapat pula direduksi ke dalam tiga
kompetensi guru. Pertama, technical skill yang meliputi kemampuan dalam
penguasaan pendekatan, metode, dan strategi pembelajaran; kemampuan dalam
mendayagunakan media pembelajaran; dan kemampuan mengelola waktu
pembelajaran. Kedua, conceptual skill yang meliputi kemampuan berpikir kreatif,
kemampuan menyelesaikan masalah; dan kemampuan membuat karya ilmiah.
Ketiga, human skill yang meliputi kemampuan untuk berkomunikasi secara
efektif; kemampuan untuk memahami perbedaan individu peserta didik;
kemampuan memotivasi peserta didik; dan kemampuan bekerja sama.14
Pengembangan Kurikulum
Kurikulum merupakan padan kata dari kata manhaj yang berarti jalan terang
yang dilalui oleh manusia pada berbagai bidang kehidupan. Sedangkan dalam
konteks pendidikan Islam, kurikulum atau manhaj diartikan sebagai seperangkat
perencanaan dan media yang dijadikan sebagai acuan oleh lembaga pendidikan
dalam mewujudkan tujuan-tujuan pendidikan.15
Sudah barang tentu kurikulum muncul tidak dengan sendirinya. Kurikulum
dibuat oleh para pakar yang ahli dibidangnya untuk kemudian diimplementasikan
oleh guru. Ini berarti ada proses pengembangan dalam kurikulum, hal itu sering
14 Novan Ardy Wiyani, Teacherpreneurship : Gagasan dan Upaya Menumbuh-
kembangkan Jiwa Kewirausahaan Guru, (Yogyakarta : Ar-Ruzz Media, 2012), hlm. 8. 15 Ramayulis dan Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam : Telaah Sistem Pendidikan dan
Pemikiran para Tokohnya, (Jakarta : Kalam Mulia, 2009), hlm. 192.
9
diistilahkan dengan pengembangan kurikulum. Sholeh Hidayat mengartikan
pengembangan kurikulum sebagai upaya merencanakan, merancang, menyusun,
mengimplementasikan dan menilai kurikulum. Ada tiga landasan dalam
pengembangan kurikulum 2013.
Pertama, landasan filosofis. Landasan filosofis didasarkan atas landasan
filosofis pendidikan yang berbasis pada nilai-nilai luhur, nilai akademik,
kebutuhan peserta didik dan masyarakat, serta kurikulum 2013 dikembangkan
berorientasi pada pengembangan kompetensi.
Kedua, landasan yuridis. Pengembangan kurikulum 2013 mengacu pada
RPJMN 2014 sektor pendidikan yang memuat tentang perubahan metodologi
pembelajaran dan penataan kurikulum dan Instruksi Presiden nomor 11 tahun
2010 tentang Percepatan Pelaksanaan Prioritas Pembangunan Nasional yang
menegaskan bahwa penyempurnaan kurikulum dan metode pembelajaran aktif
berdasarkan nilai-nilai budaya bangsa untuk membentuk daya saing karakter
bangsa.
Ketiga, landasan konseptual. Secara konseptual, kurikulum 2013
dikembangkan dengan memperhatikan prinsip relevansi. Prinsip ini merupakan
prinsip dasar yang paling mendasar dalam suatu kurikulum. Prinsip ini juga dapat
dikatakan sebagai rohnya suatu kurikulum. Artinya, jika prinsip ini tidak
terpenuhi dalam suatu kurikulum, maka kurikulum tersebut tidak ada lagi artinya
dan kurikulum menjadi tidak bermakna. Prinsip relevansi mengandung arti bahwa
suatu kurikulum harus relevan dengan perkembangan IPTEKS sehingga para
peserta didik mempelajari IPTEKS yang benar-benar terbaru sehingga
memungkinkan mereka memiliki wawasan dan pemikiran yang sejalan dengan
perkembangan zaman. Selain itu suatu kurikulum juga harus relevan dengan
kebutuhan dan karakteristik peserta didik dan masyarakat. Tujuannya adalah agar
kurikulum dapat membekali peserta didik dengan sejumlah keterampilan
pengetahuan dan sikap yang sesuai dengan kondisi masyarakatnya. Jika tidak
10
terlaksana, maka peserta didik tidak dapat beradaptasi dan berpartisipasi dalam
kehidupan masyarakat.16
E. Mulyasa menambahkan konsep kurikulum berbasis kompetensi dan
karakter; konsep pembelajaran kontekstual; konsep pembelajaran aktif; dan
konsep penilaian yang valid, utuh serta menyeluruh sebagai konsep yang harus
dijadikan sebagai landasan dalam pengembangan kurikulum 2013 selain konsep
relevansi seperti yang telah dikemukakan oleh Sholeh Hidayat.
Lebih lanjut, E. Mulyasa mengungkapkan bahwa melalui pengembangan
kurikulum 2013 akan dihasilkan insan Indonesia yang produktif, kreatif, inovatif,
dan afektif melalui penguatan sikap, keterampilan dan pengetahuan yang
terintegrasi. Itulah sebabnya pengembangan kurikulum 2013 difokuskan pada
pembentukan kompetensi dan karakter peserta didik berupa panduan pengetahuan,
keterampilan, dan sikap yang dapat didemonstrasikan peserta didik sebagai wujud
penghargaan terhadap konsep yang dipelajarinya secara kontekstual. Kurikulum
2013 memungkinkan para guru menilai hasil belajar peserta didik dalam proses
pencapaian sasaran belajar yang mencerminkan penguasaan dan pemahaman
terhadap apa yang dipelajari. Itulah sebabnya peserta didik perlu mengetahui
kriteria penguasaan kompetensi dan karakter yang akan dijadikan sebagai standar
penilaian hasil belajar sehingga peserta didik dapat mempersiapkan dirinya
melalui penguasaan terhadap sejumlah kompetensi dan karakter tertentu sebagai
prasyarat untuk melanjutkan ke tingkat penguasaan kompetensi dan karakter
berikutnya.17
Sistem Penilaian Pendidikan Dasar
Kegiatan yang dilakukan oleh guru profesional ketika maupun sesudah
memfasilitasi berlangsungnya kegiatan pembelajaran bagi peserta didik adalah
melakukan kegiatan penilaian. Penilaian yang dilakukan oleh guru pada saat
kegiatan pembelajaran berlangsung sering diistilahkan dengan penilaian proses
16 Sholeh Hidayat, Pengembangan Kurikulum Baru, (Bandung : Rosda, 2013), hlm. 114-
115. 17 E. Mulyasa, Pengembangan dan Implementasi Kurikulum 2013, (Bandung : Rosda,
2014), hlm. 65.
11
belajar, sedangkan penilaian yang dilakukan setelah kegiatan pembelajaran
dilakukan sering diistilahkan dengan penilaian hasil belajar. Baik penilaian proses
belajar maupun penilaian hasil belajar tidak dapat dipisahkan, keduanya sama-
sama menghasilkan data yang berguna bagi guru untuk memutuskan apakah hasil
belajar peserta didiknya sudah sesuai dengan harapan atau belum. Namun diakui
ataupun tidak, banyak guru yang cenderung hanya melakukan penilaian hasil
belajar.
Berbagai contoh bentuk penilaian hasil belajar seperti penilaian formatif dan
penilaian sumatif. Penilaian formatif merupakan penilaian yang dilaksanakan di
setiap peserta didik selesai mempelajari beberapa Kompetensi Dasar (KD) yang
harus dicapai di mata pelajaran tertentu di satu pokok bahasan mata pelajaran
tersebut. Tujuannya adalah untuk menilai tingkat ketercapaian suatu KD.
Sedangkan penilaian sumatif merupakan penilaian yang dilaksanakan setiap
peserta didik setelah selesai mempelajari beberapa KD yang harus dicapai pada
mata pelajaran tertentu pada beberapa pokok bahasan mata pelajaran tersebut.
Biasanya penilaian sumatif ini dilaksanakan setiap pertengahan semester dan
akhir semester. Tujuan dari dilakukannya penilaian sumatif adalah untuk menilai
hasil pencapaian belajar peserta didik yang harus dikuasai dalam suatu periode.18
Penilaian hasil belajar secara esensial bertujuan untuk mengukur
keberhasilan pembelajaran yang dilakukan oleh guru dan sekaligus mengukur
keberhasilan peserta didik dalam penguasaan kompetensi serta karakter yang telah
ditentukan. Itulah sebabnya penilaian hasil belajar dianggap sebagai sesuatu yang
sangat penting. Dengan melakukan penilaian hasil belajar, guru dapat melakukan
refleksi dan evaluasi terhadap kualitas pembelajaran yang telah
diselenggarakannya. Apakah metode, strategi, media, model pembelajaran dan hal
lain yang dilakukan dalam proses pembelajaran itu tepat dan efektif atau
sebaliknya dapat dilihat dari hasil belajar peserta didiknya. Jika hasil belajar
peserta didik dalam ulangan harian atau formatif masih di bawah Kriteria
Ketuntasan Minimal (KKM), maka dapat dikatakan kegiatan pembelajaran yang
18 Novan Ardy Wiyani, Desain Pembelajaran Pendidikan : Tata Rancang Pembelajaran
Menuju Pencapaian Kompetensi, (Yogyakarta : Ar-Ruzz Media, 2013), hlm. 182.
12
dilakukan guru gagal. Sebaliknya, jika hasil belajar peserta didik di atas KKM,
maka dapat dikatakan kegiatan pembelajaran yang difasilitasi oleh guru berhasil.19
Penilaian hasil belajar di SD/MI dilakukan untuk menilai tingkat
ketercapaian suatu KD dalam tema tertentu serta untuk menilai tingkat
ketercapaian seluruh KD dari tema-tema yang telah ditentukan pada setiap
pertengahan semester dan akhir semester.
Sedangkan penilaian hasil belajar di SMP/MTs dilakukan untuk menilai
tingkat ketercapaian suatu KD dalam pokok bahasan pada mata pelajaran tertentu
serta untuk menilai tingkat ketercapaian seluruh KD dari beberapa pokok bahasan
pada mata pelajaran tertentu di pertengahan semester dan di akhir semester.
Baik penilaian pada setiap tema maupun pokok bahasan pada mata pelajaran
tertentu mencangkup penilaian untuk mengetahui kompetensi pengetahuan,
kompetensi keterampilan, dan kompetensi sikap. Kemudian penilaian sebagai
suatu sistem terdiri dari dua komponen. Pertama, komponen prinsip dan
pendekatan penilaian. Kedua, komponen karakteristik penilaian.
Penilaian hasil belajar peserta didik pada jenjang pendidikan dasar
didasarkan pada prinsip-prinsip sebagai berikut :
1. Sahih, yaitu penilaian didasarkan pada data yang mencerminkan kemampuan
yang diukur.
2. Objektif, yaitu penilaian didasarkan pada prosedur dan kriteria yang jelas dan
tidak dipengaruhi subjektivitas penilai.
3. Adil, yaitu penilaian tidak menguntungkan atau merugikan peserta didik baik
karena berkebutuhan khusus serta perbedaan latar belakang agama, suku,
budaya, adat istiadat, status sosial ekonomi, dan gender.
4. Terpadu, yaitu penilaian oleh pendidik merupakan salah satu komponen yang
tak terpisahkan dari kegiatan pembelajaran.
5. Terbuka, yaitu prosedur penilaian, kriteria penilaian, dan dasar pengambilan
keputusan dapat diketahui oleh berbagai pihak yang memiliki kepentingan.
19 Kunandar, Penilaian Autentik : Penilaian Hasil Belajar Peserta Didik Berdasarkan
Kurikulum 2013, (Jakarta : Rajawali Press, 2013), hlm. 11.
13
6. Menyeluruh dan berkesinambungan, yaitu penilaian oleh pendidik mencakup
semua aspek kompetensi dengan menggunakan berbagai teknik penilaian
yang sesuai serta untuk memantau perkembangan kemampuan peserta didik.
7. Sistematis, yaitu penilaian dilakukan secara terencana dan bertahap dengan
mengikuti langkah-langkah yang baku.
8. Beracuan kriteria, yaitu penilaian didasarkan pada ukuran pencapaian
kompetensi yang telah ditetapkan.
9. Akuntabel, yaitu penilaian dapat dipertanggungjawabkan, baik dari segi
teknik, prosedur, maupun hasilnya.
10. Edukatif, yaitu penilaian dilakukan untuk kepentingan dan kemajuan
pendidikan peserta didik.
Sementara itu, pendekatan yang digunakan dalam melakukan penilaian di
jenjang pendidikan dasar antara lain :
1. Acuan patokan, di mana semua kompetensi perlu dinilai dengan
menggunakan acuan patokan berdasarkan pada indikator hasil belajar.
Sekolah menetapkan acuan patokan sesuai dengan kondisi dan kebutuhannya.
2. Ketuntasan belajar, yang ditentukan sebagai berikut :
Predikat Nilai Kompetensi
Sikap Pengetahuan Keterampilan
A 4 4 SB
A- 3,66 3,66
B+ 3,33 3,33
B B 3 3
B- 2,66 2,66
C+ 2,33 2,33
C C 2 2
C- 1,66 1,66
D+ 1,33 1,33 K
D 1 1
Untuk KD pada KI-3 dan KI-4, seorang peserta didik dinyatakan belum
tuntas belajar untuk menguasai KD yang dipelajarinya jika menunjukkan
indikator nilai < 2.66 dari hasil tes formatif. Untuk KD pada KI-3 dan KI-4,
seorang peserta didik dinyatakan sudah tuntas belajar untuk menguasai KD yang
dipelajarinya jika menunjukkan indikator nilai ≥ 2.66 dari hasil tes formatif.
14
Kemudian untuk KD pada KI-1 dan KI-2, ketuntasan seorang peserta didik
dilakukan dengan memperhatikan aspek sikap pada KI-1 dan KI-2 untuk seluruh
mata pelajaran, yakni jika profil sikap peserta didik secara umum berada pada
kategori baik (B) menurut standar yang ditetapkan satuan pendidikan yang
bersangkutan.20
Sementara itu ada lima sub-komponen dari komponen karakteristik
penilaian. Pertama, belajar tuntas. Untuk kompetensi pada kategori pengetahuan
dan keterampilan (KI-3 dan KI-4), peserta didik tidak diperkenankan mengerjakan
pekerjaan berikutnya, sebelum mampu menyelesaikan pekerjaan dengan prosedur
yang benar dan hasil yang baik.Asumsi yang digunakan dalam belajar tuntas
adalah peserta didik dapat belajar apapun, hanya waktu yang dibutuhkan yang
berbeda. Peserta didik yang belajar lambat perlu waktu lebih lama untuk materi
yang sama, dibandingkan peserta didik pada umumnya.
Kedua, otentik, yaitu memandang penilaian dan pembelajaran secara
terpadu. Penilaian otentik harus mencerminkan masalah dunia nyata, bukan dunia
sekolah. Menggunakan berbagai cara dan kriteria holistik (kompetensi utuh
merefleksikan pengetahuan, keterampilan, dan sikap). Penilaian otentik tidak
hanya mengukur apa yang diketahui oleh peserta didik, tetapi lebih menekankan
mengukur apa yang dapat dilakukan oleh peserta didik. Ketiga,
berkesinambungan. Tujuannya adalah untuk mendapatkan gambaran yang utuh
mengenai perkembangan hasil belajar peserta didik, memantau proses, kemajuan,
dan perbaikan hasil terus menerus dalam bentuk penilaian proses, dan berbagai
jenis ulangan secara berkelanjutan (ulangan harian, ulangan tengah semester,
ulangan akhir semester, atau ulangan kenaikan kelas).
Keempat, berdasarkan acuan kriteria, yaitu Kemampuan peserta didik tidak
dibandingkan terhadap kelompoknya, tetapi dibandingkan terhadap kriteria yang
ditetapkan, misalnya ketuntasan minimal, yang ditetapkan oleh satuan pendidikan
masing-masing. Kelima, menggunakan teknik penilaian yang bervariasi. Teknik
20 KI-1 adalah kompetensi agama, KI-2 adalah kompetensi sosial, KI-3 adalah kompetensi
pengetahuan, dan KI-4 adalah kompetensi keterampilan.
15
penilaian yang dipilih dapat berupa tertulis, lisan, produk, portofolio, unjuk kerja,
projek, pengamatan, dan penilaian diri.21
Kegiatan Manajerial Guru Profesional dalam Pengembangan Kurikulum
dan Sistem Penilaian Pendidikan Dasar
Tema besar dalam kurikulum 2013 adalah menghasilkan insan Indonesia
yang produktif, kreatif, inovatif, dan afektif melalui penguatan sikap,
keterampilan, dan pengetahuan yang terintegrasi. Tema besar tersebut dapat
terwujud manakala guru profesional dapat melaksanakan kegiatan manajerial
dalam pengembangan kurikulum 2013 dan sistem penilaian pendidikan dasar.
Setidaknya ada lima kegiatan manajerial yang dilakukan oleh guru
profesional dalam pengembangan kurikulum 2013. Pertama, guru merancang
pembelajaran yang efektif dan bermakna. Pembelajaran yang efektif dan
bermakna dapat dirancang oleh setiap guru dengan prosedur sebagai berikut :
1. Melakukan kegiatan pemanasan dan apersepsi untuk menjajaki pengetahuan
peserta didik, memotivasi peserta didik dengan menyajikan materi yang
menarik, dan memotivasi peserta didik untuk mengetahui berbagai hal baru.
2. Melakukan eksplorasi, yaitu dengan mengenalkan bahan pelajaran dan
mengaitkannya dengan pengetahuan yang telah dimiliki oleh peserta didik.
3. Melakukan kegiatan konsolidasi pembelajaran, yaitu melaksanakan kegiatan
untuk mengaktifkan peserta didik dalam pembentukan kompetensi dan
karakter, serta menghubungkannya dengan kehidupan peserta didik.
4. Melakukan pembentukan sikap, kompetensi, dan karakter.
5. Melakukan penilaian formatif sebagai upaya perbaikan.22
Kedua, guru mengorganisasikan pembelajaran. Setidaknya ada empat hal
yang perlu diperhatikan terkait dengan pengorganisasian pembelajaran dalam
kurikulum 2013, yaitu :
21 Lihat Lampiran IV Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia
Nomor 81A Tahun 2013 tentang Implementasi Kurikulum Pedoman Umum Pembelajaran, hlm.
54-56. 22 E. Mulyasa, Pengembangan..., hlm. 99.
16
1. Perlu dilaksanakan kegiatan pembelajaran dalam implementasi kurikulum 2013
yang berbasis karakter dan kompetensi berdasarkan kebutuhan dan
karakteristik peserta didik, serta kompetensi dasar yang hendak dicapai. Itulah
sebabnya, prinsip-prinsip dan prosedur pembelajaran berbasis karakter dan
kompetensi sudah seharusnya dijadikan sebagai salah satu acuan dan dipahami
oleh para guru, fasilitator, kepala sekolah, pengawas sekolah, dan tenaga
kependidikan lain di sekolah.
2. Perlu pengadaan dan pembinaan tenaga ahli yang memiliki sikap, pribadi,
kompetensi, dan keterampilan yang berkaitan dengan pembelajaran berbasis
karakter dan kompetensi dalam implementasi kurikulum 2013. Hal tersebut
sangat penting dilaksanakan karena berkaitan dengan deskripsi kerja yang
hendak dilakukan oleh masing-masing tenaga kependidikan.
3. Perlu mendayagunakan lingkungan sebagai sumber belajar dalam rangka
menyukseskan implementasi kurikulum 2013. Untuk kepentingan tersebut,
para guru dituntut untuk mendayagunakan lingkungan, baik lingkungan fisik
maupun lingkungan sosial, serta menjalin kerjasama dengan unsur-unsur
terkait yang dipandang dapat menunjang upaya pengembangan mutu dan
kualitas pembelajaran.
4. Perlu ada dukungan berupa berbagai kebijakan kepala sekolah untuk
menyukseskan kurikulum 2013. Kebijakan yang jelas dan baik akan dapat
memberikan kelancaran dan kemudahan dalam implementasi pembelajaran
berbasis karakter dan kompetensi.23
Ketiga, guru memilih dan menentukan pendekatan pembelajaran yang
berpusat pada peserta didik. Penggunan pendekatan andragogi dapat digunakan
dalam hal tersebut. Meskipun andragogi merupakan ilmu yang ditujukan pada
pembelajaran orang dewasa, namun dalam praktiknya tidak semata-mata
diperuntukkan bagi kegiatan pendidikan yang melibatkan orang dewasa
melainkan dalam kegiatan pendidikan anak-anak pun sangat relevan untuk
dikaitkan karena banyak prinsip andragogi yang layak diadaptasi dalam praktik
pedagogi di jenjang pendidikan dasar. Selain itu, dalam implementasi kurikulum
23 Ibid., hlm. 104.
17
2013, guru juga dapat menggunakan pendekatan pembelajaran kontekstual
(contextual teaching), bermain peran (role play), belajar tuntas (mastery
learning), dan pembelajaran partisipatif.24
Keempat, guru melaksanakan pembelajaran sebagai upaya pembentukan
kompetensi dan karakter peserta didik yang telah direncanakan. Untuk
kepentingan tersebut, kompetensi inti, kompetensi dasar, materi standar, indikator
hasil belajar, dan waktu yang diperllukan harus ditetapkan sesuai dengan
kepentingan pembelajaran sehingga peserta didik diharapkan memperoleh
kesempatan dan pengalaman belajar yang optimal. Pada umumnya, pelaksanaan
kegiatan pembelajaran mencangkup kegiatan awal atau pembukaan, kegiatan inti
atau pembentukan kompetensi dan karakter, serta kegiatan akhir atau penutup.
Kegiatan awal atau pembukaan dalam kurikulum 2013 mencakup
pembinaan keakraban dan pre-test. Pembinaan keakraban perlu dilakukan untuk
menciptakan iklim pembelajaran yang kondusif bagi pembentukan kompetensi
peserta didik sehingga tercipta hubungan yang harmonis antara guru dan peserta
didik serta antar-peserta didik. Peserta didik perlu diperlakukan sebagai individu
yang memiliki persamaan dan perbedaan individual. Tujuan dilaksanakannya
pembinaan keakraban adalah untuk mengkondisikan para peserta didik agar
mereka siap melakukan kegiatan belajar.Para peserta didik dan guru perlu saling
mengenal terlebih dahulu antara yang satu dengan yang lain agar tumbuh
keakraban. Terbinanya suasana yang akrab amat penting untuk mengembangkan
sikap terbuka dalam kegiatan belajar dan pembentukan kompetensi peserta didik.
Sementara itu, pre-test dilakukan setelah pembinaan keakraban. Pada dasarnya
fungsi pre-test adalah untuk menyiapkan peserta didik dalam mengikuti kegiatan
pembelajaran.
Kemudian dalam kegiatan inti untuk membentuk kompetensi dan karakter
peserta didiknya guru melakukan prosedur berikut :
1. Guru menjelaskan kompetensi minimal yang harus dicapai oleh peserta didik
sesuai dengan RPP yang telah disusunnya.
24 Ibid., hlm. 107.
18
2. Guru menjelaskan materi standar secara logis dan sistematis serta memberikan
kesempatan kepada peserta didik untuk bertanya terkait dengan materi standar
tersebut.
3. Guru membagikan materi standar atau sumber belajar berupa hand-out dan
fotokopi beberapa bahan yang akan dipelajari oleh peserta didik.
4. Guru membagikan lembaran kegiatan untuk setiap peserta didik yang berisi
tugas mengenai materi standar yang telah dijelaskan oleh guru dan dipelajari
oleh peserta didik.
5. Guru memantau dan memeriksa kegiatan peserta didik dalam mengerjakan
lembaran kegiatan sekaligus memberikan bantuan dan arahan bagi peserta
didik yang memerlukan.
6. Guru melakukan klarifikasi terhadap jawaban dari peserta didik setelah
lembaran kegiatan diperiksa bersama-sama oleh peserta didik.
7. Guru memberikan kesempatan bertanya dan memotivasi peserta didik untuk
memperbaiki kesalahan atau kekeliruan pada jawabannya.
Kemudian pada kegiatan akhir atau penutup guru dapat memberikan tugas
atau post-test. Tugas yang diberikan merupakan follow-up dari pembelajaran inti
atau pembentukan kompetensi yang berkenaan dengan materi standar yang telah
dipelajari maupun materi yang akan dipelajari berikutnya. Tugas ini bisa
merupakan pengayaan dan remidial terhadap kegiatan inti pembelajaran atau
pembentukan kompetensi.25
Kelima, guru menetapkan kriteria keberhasilan. Keberhasilan implementasi
kurikulum 2013 dalam pembentukan kompetensi dan karakter peserta didik dapat
dilihat dari segi proses dan segi hasil. Dari segi proses, pembentukan kompetensi
dan karakter dinyatakan berhasil dan berkualitas jika seluruhnya atau setidak-
tidaknya sebagian besar peserta didik (75%) terlibat secara aktif baik fisik, mental,
maupun sosial dalam proses pembelajaran, di samping menunjukkan kegairahan
yang tinggi, semangat belajar yang besar, serta rasa percaya pada diri sendiri.
Kemudian dari segi hasil, proses pembentukan kompetensi dan karakter dikatakan
25 Ibid., hlm. 125.
19
berhasil dan bermutu jika terjadi perubahan perilaku yang positif pada diri peserta
didik seluruhnya atau setidak-tidaknya sebagian besar (75%).
Keberhasilan implementasi kurikulum 2013 berbasis kompetensi dan
karakter dapat dilihat dalam kriteria dan jangka berikut ini :
1. Kriteria jangka pendek, yaitu :
a. Sekurang-kurangnya 75% isi dan prinsip-prinsip pembelajaran dapat
dipahami, diterima, dan diterapkan oleh para peserta didik dan guru di kelas.
b. Sekurang-kurangnya 75% peserta didik merasa mendapat kemudahan,
senang dan memiliki kemauan belajar yang tinggi.
c. Para peserta didik berpartisipasi secara aktif dalam proses pembelajaran.
d. Materi yang dikomunikasikan sesuai dengan kebutuhan peserta didik dan
mereka memandang bahwa hal tersebut sangat berguna bagi kehidupannya.
e. Pembelajaran yang dikembangkan dapat menumbuhkan minat belajar
peserta didik untuk belajar lebih lanjut (continuing).
2. Kriteria jangka menengah, yaitu :
a. Adanya umpan balik terhadap para guru mengenai pembelajaran yang
dilakukannya bersama peserta didik.
b. Para peserta didik menjadi insan yang kreatif dan mampu menghadapi
berbagai permasalahan yang dihadapinya.
c. Para peserta didik tidak memberikan pengaruh negatif terhadap masyarakat
lingkungannya dengan cara apapun.
3. Kriteria jangka panjang, yaitu :
a. Adanya peningkatan mutu pendidikan yang dapat dicapai oleh sekolah
melalui kemandirian dan inisiatif kepala sekolah dan guru dalam mengelola
dan mendayagunakan berbagai sumber yang tersedia.
b. Adanya peningkatan efisiensi dan efektivitas pengelolaan dan penggunaan
berbagai sumber pendidikan melalui pembagian tanggung jawab yang jelas,
transparan, dan demokratis.
c. Adanya peningkatan perhatian serta partisipasi warga dan masyarakat
sekitar sekolah dalam penyelenggaraan pendidikan dan pembelajaran yang
dicapai melalui pengambilan keputusan bersama.
20
d. Adanya peningkatan tanggung jawab sekolah kepada pemerintah, orang tua
peserta didik, dan masyarakat pada umumnya terkait dengan mutu sekolah,
baik dalam intra maupun ekstrakurikuler.
e. Adanya kompetisi yang sehat antar-sekolah dalam peningkatan mutu
pendidikan melalui berbagai upaya inovatif dengan dukungan orang tua
peserta didik, masyarakat, dan pemerintah daerah setempat.
f. Tumbuhnya kemandirian dan berkurangnya ketergantungan di kalangan
warga sekolah, bersifat adaptif dan proaktif serta memiliki jiwa
kewirausahaan tinggi (ulet, inovatif, dan berani mengambil resiko).
g. Terwujudnya proses pembelajaran yang efektif, yang lebih menekankan
pada belajar mengetahui (learning to know), belajar berkarya (learning to
do), belajar menjadi diri sendiri (learning to be), dan belajar hidup bersama
secara harmonis (learning to live togehter).
h. Terciptanya iklim sekolah yang aman, nyaman, dan tertib sehingga proses
pembelajaran dapat berlangsung dengan tenang dan menyenangkan
(enjoyable learning).
i. Adanya proses evaluasi dan perbaikan secara berkelanjutan.26
Sementara itu ada tiga kegiatan manajerial yang dilakukan oleh guru
profesional pada sistem penilaian pendidikan dasar. Pertama, merancang
penilaian hasil belajar peserta didik. Pada kegiatan tersebut guru menetapkan
indikator pencapaian hasil belajar terlebih dahulu. Setiap kompetensi dasar dapat
dikembangkan menjadi dua atau lebih indikator pencapaian hasil belajar, hal ini
sesuai dengan keluasan dan kedalaman kompetensi dasar tersebut. Indikator yang
telah ditetapkan kemudian dijadikan sebagai acuan untuk melakukan penilaian.
Berikut contoh format penetapan indikator mata pelajaran :
No. Kompetensi Inti Kompetensi Dasar Indikator
1
2
3
Dst
26 Ibid., hlm. 131.
21
Selanjutnya guru memetakan kompetensi inti, kompetensi dasar, dan
indikator untuk memudahkan guru dalam menentukan teknik penilaian yang
digunakannya untuk mengukur hasil belajar peserta didik. Pada saat memilih
teknik penilaian, guru hendaknya mempertimbangkan karakteristik materi (ciri
indikator). Misalnya jika tuntutan indikator melakukan sesuatu maka teknik
penilaiannya adalah unjuk kerja (performance) dan jika tuntutan indikatornya
berkaitan dengan pemahaman konsep maka teknik penilaian adalah tertulis.
Sedangkan jika tuntutan indikator adalah hasil, maka teknik penilaiannya adalah
produk atau hasil. Berikut contoh format pemetaan kompetensi inti, kompetensi
dasar, indikator, dan teknik penilaian :
KI KD Indikator
Teknik Penilaian
Tertulis Unjuk
Kerja Produk Proyek Sikap Portofolio Diri
Setelah itu barulah guru menyusun instrumen penilaian dari teknik penilaian
yang telah ia tetapkan melalui pemetaan KI, KD, dan indikator. Hal-hal yang
harus diperhatikan dalam menyusun instrumen penilaian antara lain :
1. Instrumen penilaian harus memenuhi persyaratan substansi, konstruksi, dan
bahasa.
2. Persyaratan substansi merepresentasikan kompetensi yang dinilai.
3. Persyaratan kontruksi adalah persyaratan teknis sesuai dengan bentuk
instrumen yang digunakan.
4. Persyaratan bahasa berhubungan dengan penggunaan bahasa yang baik dan
benar serta komunikatif sesuai denga taraf perkembangan peserta didik.
5. Instrumen penilaian dilengkapi dengan pedoman penskoran.27
Kedua, melaksanakan penilaian hasil belajar. Penilaian hasil belajar
dilaksanakan sesuai dengan maksud dan tujuan pembelajaran yang telah
ditetapkan. Evaluasi formatif dapat dilaksanakan setiap kali selesai dilakukan
27 Kunandar, Penilaian..., hlm. 92-95.
22
proses pembelajaran terhadap satu pokok bahasan tertentu. Sedangkan evaluasi
sumatif dapat dilakukan di tengah semester atau di akhir semester.
Pasca penilaian hasil belajar dilaksanakan, guru harus segera melakukan
koreksi terhadap hasil belajar peserta didik berdasarkan pedoman penskoran yang
telah ditentukan pada instrumen penilaian yang telah ditentukannya tersebut.
Pembuatan pedoman penskoran di samping untuk mempermudah pemeriksaan
juga untuk menghindari unsur subjektif dalam memberi angka dan menilai hasil
belajar peserta didik.28
Ketiga, memanfaatkan hasil penilaian belajar peserta didik. Penilaian hasil
belajar menghasilkan informasi mengenai pencapaian kompetensi dan karakter
peserta didik yang dapat dimanfaatkan untuk lima hal, yaitu :
1. Perbaikan (remidial) bagi indikator yang belum mencapai kriteria ketuntasan.
2. Pengayaan bagi peserta didik yang mencapai kriteria ketuntasan lebih cepat
dari waktu yang telah disediakan.
3. Perbaikan program dan proses pembelajaran yang diselenggarakan oleh guru.
4. Pelaporan hasil belajar peserta didik yang akan disampaikan oleh guru kepada
kepala sekolah dan wali peserta didik.
5. Penentuan kenaikan kelas masing-masing peserta didik.29
Simpulan
Keberhasilan dalam implementasi suatu kurikulum sangat dipengaruhi oleh
profesionalisme guru karena guru memiliki peran sebagai pengembang
kurikulum. Kemudian, keberhasilan dalam kegiatan pembelajaran yang
dilaksanakan sesuai dengan kurikulum yang berlaku juga sangat dipengaruhi oleh
kemampuan guru dalam melakukan penilaian yang sesuai dengan sistem penilaian
yang sedang berlaku pula. Hal tersebut dapat terjadi manakala guru profesional
dapat melaksanakan berbagai kegiatan manajerial dalam pengembangan
kurikulum dan sistem penilaian pendidikan dasar.
28 Novan Ardy Wiyani, Desain..., hlm. 200. 29 Abdul Majid, Pembelajaran Tematik Terpadu, (Bandung : Rosda, 2014), hlm. 285.
23
Ada lima kegiatan manajerial yang dilakukan oleh guru profesional dalam
pengembangan kurikukum. Pertama, guru merancang pembelajaran yang efektif
dan bermakna. Kedua, guru mengorganisasikan pembelajaran. Ketiga, guru
memilih dan menentukan pendekatan pembelajaran yang berpusat pada peserta
didik. Keempat, guru melaksanakan pembelajaran sebagai upaya pembentukan
kompetensi dan karakter peserta didik yang telah direncanakan. Kelima, guru
menetapkan kriteria keberhasilan. Sementara itu ada tiga kegiatan manajerial yang
dilakukan oleh guru pada sistem penilaian pendidikan dasar. Pertama, merancang
penilaian hasil belajar peserta didik. Kedua, melaksanakan penilaian hasil belajar.
Ketiga, memanfaatkan hasil penilaian belajar peserta didik.
Rujukan
Alamsyah, Manajemen Mutu Perguruan Tinggi Agama Islam Swasta, Jurnal
Media Pendidikan, UIN Sunan Gunung Djati Bandung, Vol. XXVIII, No. 2,
2013.
Ali, Mohammad. 2009. Pendidikan untuk Pembangunan Nasional : Menuju
Bangsa Indonesia yang Mandiri dan Berdaya Saing Tinggi. Bandung :
Imtiha.
Hidayat, Sholeh. 2013. Pengembangan Kurikulum Baru. Bandung : Rosda.
Kunandar. 2013. Penilaian Autentik : Penilaian Hasil Belajar Peserta Didik
Berdasarkan Kurikulum 2013. Jakarta : Rajawali Press.
Lampiran IV Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia
Nomor 81A Tahun 2013 tentang Implementasi Kurikulum Pedoman Umum
Pembelajaran, hlm. 54-56. Majid, Abdul. 2014. Pembelajaran Tematik Terpadu. Bandung : Rosda. Mulyasa, E. 2009. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan : Suatu Panduan
Praktis. Bandung : Rosda.
Mulyasa, E. 2011. Menjadi Guru Profesional : Menciptakan Pembelajaran
Kreatif dan Menyenangkan. Bandung : Rosda.
Mulyasa, E. 2014. Pengembangan dan Implementasi Kurikulum 2013. Bandung :
Rosda. Ramayulis dan Samsul Nizar. 2009. Filsafat Pendidikan Islam : Telaah Sistem
Pendidikan dan Pemikiran para Tokohnya. Jakarta : Kalam Mulia.
Undang-Undang RI Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen.
Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Wiyani, Novan Ardy dan Barnawi. 2012. Ilmu Pendidikan Islam : Rancang
Bangun Konsep Pendidikan Monokhotomik-Holistik. Yogyakarta : Ar-Ruzz
Media.
24
Wiyani, Novan Ardy. 2012. Teacherpreneurship : Gagasan dan Upaya
Menumbuh-kembangkan Jiwa Kewirausahaan Guru. Yogyakarta : Ar-Ruzz
Media.
Wiyani, Novan Ardy. 2013. Desain Pembelajaran Pendidikan : Tata Rancang
Pembelajaran Menuju Pencapaian Kompetensi. Yogyakarta : Ar-Ruzz
Media.
Top Related