GAMBARAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN TINDAKAN HIGIENE SANITASI PEDAGANG MAKANAN JAJANAN DI SEKOLAH
DASAR CIPINANG BESAR UTARA KOTAMADYA JAKARTA TIMUR TAHUN 2014
SKRIPSI
DISUSUN OLEH:
ELFIRA AUGUSTIN
1110101000070
PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN (FKIK)
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1436 H / 2015 M
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk
memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber daya yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya
cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Fakultas Kedokteran
dan Ilmu Kesehatan Universita
Jakarta.
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli
saya atau merupakan jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia
menerima sanksi yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
i
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk
memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Semua sumber daya yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya
cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Fakultas Kedokteran
dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah
Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli
saya atau merupakan jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia
menerima sanksi yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu
hatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk
memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Semua sumber daya yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya
cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Fakultas Kedokteran
s Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah
Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli
saya atau merupakan jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia
menerima sanksi yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu
hatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
ii
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT Skripsi, 30 Januari 2015 Elfira Augustin, NIM: 1110101000070 GAMBARAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN TINDAKAN HIGIENE SANITASI PEDAGANG MAKANAN JAJANAN DI SEKOLAH DASAR CIPINANG BESAR UTARA KOTAMADYA JAKARTA TIMUR TAHUN 2014 ( xxii + 111 halaman, 33 tabel, 3gambar, 6 lampiran)
ABSTRAK Makanan adalah kebutuhan dasar yang sangat penting untuk kehidupan
sehari-hari tetapi sangat mungkin terkontaminasi sehingga menimbulkan penyakit bawaan makanan. Seringkali kasus keracunan makanan jajanan yang dijual di sekolah dasar dikarenakan higiene sanitasi makanan yang buruk. Jenis penelitian ini merupakan kuantitatif deskriptif dengan desain penelitian cross sectional yang dilakukan sejak bulan Oktober sampai dengan Nopember tahun 2014 di Sekolah Dasar Cipinang Besar Utara Kotamadya Jakarta Timur. Metode pengambilan sampel yang digunakan adalah total sampling dengan jumlah sampel 35 pedagang makanan dan menggunakan analisis univariat.
Hasil penelitian menunjukkan 60% responden berjenis kelamin laki-laki, 34,4% responden berumur 31-40 tahun, 68,6% respoden menggunakan gerobak, 60% responden berstatus pemilik sarana berdagang, 74,3% responden telah bekerja selama ≤ 10 tahun, serta 40% responden berpendidikan SMA. Pada pengetahuan responden, 60% responden berpengetahuan baik mengenai kebersihan diri, 62,9% berpengetahuan baik mengenai peralatan, 68,6% responden berpengetahuan baik mengenai penyajian dan sebesar 74,3% berpengetahuan baik mengenai sarana. Dalam sikap responden, 80% responden bersikap baik terhadap kebersihan diri, 65,7% responden bersikap baik terhadap peralatan, 80% responden bersikap baik terhadap penyajian dan sebesar 97,1% responden bersikap baik terhadap sarana. Untuk tindakan responden, 77,1% responden bertindak baik terhadap kebersihan diri, 60% responden bertindak baik terhadap peralatan, 60% responden bertindak baik terhadap penyajian tetapi sebesar 54,3% responden masih bertindak buruk terhadap sarana.
Meskipun pengetahuan, sikap dan tindakan higiene sanitasi pedagang makanan secara umum adalah baik, tindakan terhadap sarana masih termasuk buruk. Oleh karena itu pengetahuan dan kesadaran pedagang makanan jajanan perlu ditingkatkan dengan cara memberikan penyuluhan, pelatihan serta pengawasan yang memenuhi persyaratan higiene sanitasi makanan jajanan.
Kata kunci: Higiene sanitasi, pengetahuan, sikap, tindakan, pedagang
makanan. Daftar bacaan: 67 (1956-2014)
iii
SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA ISLAMIC STATE UNIVERSITY
FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCES
DEPARTMENT OF PUBLIC HEALTH
Undergraduate Thesis, 30th January 2015
Elfira Augustin, Reg 1110101000070
HYGIENE KBOWLEDGE, ATTITUDE, AND PRACTICE OF FOOD
SELLERS AT CIPINANG BESAR UTARA ELEMENTARY SCHOOLS,
EAST JAKARTA MUNICIPAL 2014
( xxii + 111 pages, 33 tables, 3 pictures, 6 attachments)
ABSTRACT
Food is an important primary need for daily life. In other hand, it can easily contaminated so that foodbone disease occurs. There are often food intoxication cases because of the food concumption which sold in elementary schools. Food intoxicaton occurs because of terrible food higiene.
This research is a quantitative descriptive study using cross sectional study design, conducted since October to November 2014 at Cipinang Besar Utara elementary schools. The sampling method used was total sampling with a sample of 35 food sellers and using univariate analysis.
Results of research based on the characteristics of the respondent indicates there are 60% of respondents are male, 34,4% of respondents are in 31-40 age range, 68,6% of respondents uses cart, 60% of respondents are owners, 74,3% of respondents have worked ≤ 10 years, and most of respondents (40%) posses an high school. The Study found that respondents’s level of knowledge were mostly good, such as: knowledge of personal hygiene (60%), knowledge about utensils (62,9%), knowledge about food serving (68,6%), and knowledge about facility (74,3%). The level of respondents’s attitude were almost good, such as: attitude of personal hygiene (80%), attitude of utensils (65,7%), attitude of food serving (80%), and attitude of facility (97,1%). This research also shows that the level of practice was mostly good (personal higiene (77,1%), utensils (60%), food serving (60%)), except the facility was poor (54,3%). Although the level of knowledge, level of attitude and level of practice were mostly good, the facility was not yet good enough. That is why knowledge and awareness of food sellers have to be increased with some information about food sanitation and supervision in order to fulfil the food hygiene sanitation requierements. Keywords: Hygiene sanitation, knowledge, attitude, practice, food seller. Refferences: 67 (1956-2014)
iv
v
vi
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Data Pribadi Nama Lengkap : Elfira Augustin Tempat , Tanggal Lahir
: Jakarta, 20 Agustus 1992
Alamat : Jl. Tebet Timur III-G No. 2, Jakarta 12820 Agama : Islam Telp / HP : 08568938935 E-mail : [email protected] Golongan Darah : O Riwayat Pendidikan
1998 – 2004 : SD Negeri Klender 04 Pagi, Jakarta 2004 – 2007 : SMP Negeri 255, Jakarta 2007 – 2010 : SMA Negeri 61, Jakarta
2010 – sekarang : Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Program Studi Kesehatan Masyarakat, Peminatan Kesehatan Lingkungan
Pengalaman Organisasi 2011 - 2013 : Paduan Suara Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
(PASIFIK) UIN Jakarta 2012 - 2013 : Staf Departemen Penelitian, Pengembangan dan
Keilmuan (P2K), Pergerakan Anggota Muda IAKMI (PAMI) Jakarta Raya
2012 - 2013 : Staf Departemen Slavia, Himpunan Pelajar Bahasa Seluruh Indonesia (HIPESASI)
2013 : Ketua Redaksi majalah Jiwa Slavia 2013 - 2014 : Ketua Forum Kajian Edukasi (FoKaSi), Environmental
Health Student Association (ENVIHSA) UIN Jakarta Pengalaman Praktik Kerja
2012 – 2013 : Pengalaman Belajar Lapangan (PBL) Puskemas Kecamatan Pamulang, Tangerang Selatan
2013 : Orientasi Kerja di bagian QHSE PT. Aerofood ACS, Garuda Indonesia Group, Jakarta.
2014 : Kerja Praktik di departemen Supply Chain PT. Tira Austenite, Cileungsi.
vii
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahiim
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang Maha Pengasih
dan Maha Penyayang,, yang telah memberi kekuatan kepada penulis, sehingga
penulis dapat menyelesaikan laporan skripsi yang berjudul “Gambaran
Perilaku Higiene Sanitasi Pedagang Makanan Jajanan di Sekolah Dasar
Cipinang Besar Utara Kotamadya Jakarta Timur Tahun 2014”. Shalawat
dan salam kepada baginda Rasulullah SAW yang membawa Rahmat kepada
semesta alam.
Skripsi ini disusun untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar
Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM) pada Program Studi Kesehatan
Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta. Selama penyusunan skripsi ini, penulis mendapat dukungan dan bantuan
dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ucapkan terima kasih kepada :
1. Orang tua dan keluarga penulis yang telah memberi motivasi serta kasih
sayang sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan ini.
2. Prof. Dr. (hc). dr. M. K. Tadjudin, Sp. And selaku Dekan Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Ibu Fajar Ariyanti, M.Kes, Ph.D selaku Ketua Program Studi Kesehatan
Masyarakat
4. Ibu Dewi Utami Iriani, Ph. D selaku Dosen Pembimbing I, terima kasih
penulis ucapkan atas semua arahan dan masukan dalam bimbingannya
serta keikhlasan waktunya selama penyusunan skripsi.
5. Ibu Yuli Amran SKM, MKM selaku Dosen Pembimbing II, penulis
ucapkan terima kasih semua arahan dan masukan dalam bimbingannya
serta keikhlasan waktunya selama penyusunan skripsi.
6. Bapak Dr. Farid Hamzens, M.Si selaku Dosen Penasehat Akademik dan
Penguji Skripsi yang telah meluangkan waktunya untuk mengarahkan
penulis.
viii
7. Ibu Ratri Ciptaningtyas, MHS dan Bapak Anton Wibawa, M.KM selaku
penguji siding skripsi yang telah mengarahkan penulis pada skripsi ini.
8. Pihak Suku Dinas Kesehatan Kotamadya Jakarta Timur yang telah
mengizinkan, mendukung dan membantu penelitian ini.
9. Bapak Rindit Pambayun dan Ibu Febria Agustina selaku peneliti dari
UNSRI yang telah membantu selama studi pendahuluan.
10. Adik-adik peminatan Kesehatan Lingkungan 2012: Annisa, Isna, Ivan
dan Putri yang sudah membantu selama uji kuesioner.
11. Para Kepala Sekolah Dasar Cipinang Besar Utara yang telah
mengizinkan dan membantu penelitian ini.
12. Seluruh pedagang makanan jajanan di lingkungan sekolah dasar Cipinang
Besar Utara yang sukarela menjadi responden dalam penelitian ini.
13. Sahabat-sahabat karib Endah Purwanti, Maulana Yodha Permana,
Darizky Retno Setyorini dan Muhamad Syarif Hidayat yang telah
mendukung proses pembuatan skripsi ini.
14. Kawan-kawan peminatan Kesehatan Lingkungan 2010: Tri Astuti, Rizka,
Misyka, Fitri, Nida, Annis, Dillah, Alya, Reka, Ifa, Yuni, Ilham, Fuad,
Angger, Febri dan Akbar.
15. Teman-teman program studi Kesehatan Masyarakat 2010.
Semoga berbagai pihak yang telah memberikan bantuan, bimbingan dan
masukan kepada Penulis mendapatkan balasan dari Allah SWT. Akhir kata,
penelitian ini tidak lepas dari berbagai kekurangan, sehingga saran dan kritik dari
pembaca sangat Penulis harapkan agar terdapat perbaikan di masa yang akan
datang.
Jakarta, Februari 2015
Penulis
ix
DAFTAR ISI
LEMBAR PERNYATAAN ................................................................... i
ABSTRAK .............................................................................................. ii
ABSTRACT ............................................................................................ iii
LEMBAR PERSETUJUAN .................................................................. iv
DAFTAR RIWAYAT HIDUP .............................................................. v
KATA PENGANTAR ............................................................................ vi
DAFTAR ISI ........................................................................................... viii
DAFTAR TABEL .................................................................................. xvi
DAFTAR GAMBAR .............................................................................. xx
DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................... xxi
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ............................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ........................................................................ 8
1.3 Pertanyaan Penelitian ................................................................... 9
1.4 Tujuan Penelitian ......................................................................... 9
1.4.1 Tujuan Umum ..................................................................... 9
1.4.2 Tujuan Khusus .................................................................... 10
1.5 Batasan Masalah ........................................................................... 10
1.6 Manfaat Penelitian ....................................................................... 11
1.6.1 Manfaat bagi Sekolah .......................................................... 11
1.6.2 Manfaat bagi Peneliti .......................................................... 11
x
1.6.3 Manfaat bagi Institansi ........................................................ 11
1.7 Ruang Lingkup ............................................................................. 12
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Perilaku ...................................................................... 13
2.1.1 Pengertian Pengetahuan ...................................................... 14
2.1.2 Pengertian Sikap .................................................................. 14
2.1.3 Pengertian Tindakan ............................................................ 15
2.2 Pengertian Higiene Sanitasi ......................................................... 15
2.2.1 Kebersihan Diri ................................................................... 16
2.2.2 Peralatan .............................................................................. 17
2.2.3 Penyajian ............................................................................. 17
2.2.4 Sarana .................................................................................. 18
2.3 Pengertian Pedagang Makanan Jajanan ....................................... 19
2.3.1 Pengertian Pedagang ........................................................... 19
2.3.2 Makanan Jajanan ................................................................. 19
2.4 Kantin Sehat ................................................................................. 20
2.5 Zat yang Mempengaruhi Higiene Sanitasi Pedagang Makanan Jajanan
............................................................................................................. 21
2.5.1 Pewarna, pemanis dan pengawet ........................................ 22
2.5.2 Mikroba ............................................................................... 23
2.5.3 Logam Berat ........................................................................ 24
2.6 Penyakit Bawaan Makanan (foodborne disease) ......................... 25
xi
2.7 Faktor-faktor Lain yang Mempengaruhi Higiene Sanitasi Pedagang
Makanan Jajanan ................................................................................ 26
2.8 Kerangka Teori ............................................................................. 28
BAB III KERANGKA KONSEP
3.1 Kerangka Konsep ......................................................................... 29
3.2 Definisi Operasional ..................................................................... 31
BAB IV METODE PENELITIAN
4.1 Jenis Penelitian ............................................................................. 35
4.2 Populasi dan Sampel Penelitian ................................................... 35
4.3 Tempat dan Waktu ....................................................................... 36
4.4 Pengumpulan Data ....................................................................... 37
4.4.1 Uji Validitas dan Reliabilitas .............................................. 37
4.4.2 Data Primer dan Sekunder .................................................. 38
4.5 Pengolahan dan Analisis Data ...................................................... 39
4.5.1 Pengolahan Data................................................................... 39
4.5.2 Analisis Data ....................................................................... 40
4.6 Aspek Pengukuran ....................................................................... 40
4.6.1 Pengetahuan ........................................................................ 40
4.6.2 Sikap .................................................................................... 41
4.6.3 Tindakan .............................................................................. 41
BAB V HASIL
5.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ............................................ 43
5.1.1 Gambaran Umum Kelurahan Cipinang Besar Utara ........... 43
xii
5.1.2 Gambaran Umum Sekolah Dasar di Kelurahan Cipinang Besar
Utara ............................................................................................. 44
5.2 Gambaran Umum Pedagang Makanan Jajanan di Sekolah Dasar
Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun 2014 ................................... 45
5.2.1 Gambaran Jenis Kelamin Pedagang Makanan Jajanan di Sekolah
Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun 2014 ................... 45
5.2.2 Gambaran Umur Pedagang Makanan Jajanan di Sekolah Dasar
Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun 2014 ............................. 46
5.2.3 Gambaran Jenis Sarana Berdagang yang Digunakan oleh Pedagang
Makanan Jajanan di Sekolah Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara
Tahun 2014 .................................................................................. 46
5.2.4 Gambaran Status Kepemilikan Sarana Berdagang yang Digunakan
Pedagang Makanan Jajanan di Sekolah Dasar Kelurahan Cipinang Besar
Utara Tahun 2014 ......................................................................... 47
5.2.5 Gambaran Lama Bekerja Pedagang Makanan Jajanan di Sekolah
Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun 2014 ................... 48
5.2.6 Gambaran Tingkat Pendidikan Pedagang Makanan Jajanan di
Sekolah Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun 2014 ..... 49
5.3 Aspek Pengetahuan pada Pedagang Makanan Jajanan di Sekolah Dasar
Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun 2014 ................................... 49
5.3.1 Aspek Pengetahuan Mengenai Kebersihan Diri pada Pedagang
Makanan Jajanan di Sekolah Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara
Tahun 2014 .................................................................................. 50
xiii
5.3.2 Aspek Pengetahuan Mengenai Peralatan pada Pedagang Makanan
Jajanan di Sekolah Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun 2014
....................................................................................................... 51
5.3.3 Aspek Pengetahuan Mengenai Penyajian pada Pedagang Makanan
Jajanan di Sekolah Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun 2014
....................................................................................................... 53
5.3.4 Aspek Pengetahuan Mengenai Sarana pada Pedagang Makanan
Jajanan di Sekolah Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun 2014
....................................................................................................... 55
5.4 Aspek Sikap pada Pedagang Makanan Jajanan di Sekolah Dasar
Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun 2014 ................................... 56
5.4.1 Aspek Sikap Terhadap Kebersihan Diri pada Pedagang Makanan
Jajanan di Sekolah Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun 2014
....................................................................................................... 57
5.4.2 Aspek Sikap Terhadap Peralatan pada Pedagang Makanan Jajanan
di Sekolah Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun 2014 . 59
5.4.3 Aspek Sikap Terhadap Penyajian pada Pedagang Makanan Jajanan
di Sekolah Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun 2014 . 60
5.4.4 Aspek Sikap Terhadap Sarana pada Pedagang Makanan Jajanan di
Sekolah Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun 2014 ..... 62
5.5 Aspek Tindakan pada Pedagang Makanan Jajanan di Sekolah Dasar
Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun 2014 ................................... 63
xiv
5.5.1 Aspek Tindakan Kebersihan Diri pada Pedagang Makanan Jajanan
di Sekolah Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun 2014 . 64
5.5.2 Aspek Tindakan Terhadap Peralatan pada Pedagang Makanan
Jajanan di Sekolah Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun 2014
....................................................................................................... 66
5.5.3 Aspek Tindakan Saat Penyajian pada Pedagang Makanan Jajanan di
Sekolah Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun 2014 ..... 67
5.5.4 Aspek Tindakan Terhadap Sarana pada Pedagang Makanan Jajanan
di Sekolah Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun 2014 . 70
BAB VI PEMBAHASAN
6.1 Keterbatasan Penelitian ................................................................ 72
6.2 Karakteristik Pedagang Makanan Jajanan di Sekolah Dasar Kelurahan
Cipinang Besar Utara Tahun 2014 ..................................................... 73
6.2.1 Jenis Kelamin ...................................................................... 73
6.2.2 Umur ................................................................................... 74
6.2.3 Jenis Sarana Berdagang ....................................................... 75
6.2.4 Status Kepemilikan Sarana ................................................. 76
6.2.5 Lama Bekerja ...................................................................... 77
6.2.6 Tingkat Pendidikan ............................................................. 78
6.3 Pengetahuan Higiene Sanitasi Pedagang Makanan Jajanan di Sekolah
Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun 2014 ......................... 80
xv
6.3.1 Pengetahuan Mengenai Kebersihan Diri pada Pedagang Makanan
Jajanan di Sekolah Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun 2014
....................................................................................................... 80
6.3.2 Pengetahuan Mengenai Peralatan pada Pedagang Makanan Jajanan
di Sekolah Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun 2014 . 83
6.3.3 Pengetahuan Mengenai Penyajian pada Pedagang Makanan Jajanan
di Sekolah Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun 2014 . 85
6.3.4 Pengetahuan Mengenai Sarana pada Pedagang Makanan Jajanan di
Sekolah Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun 2014 ..... 87
6.4 Sikap Higiene Sanitasi Pedagang Makanan Jajanan di Sekolah Dasar
Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun 2014 ................................... 89
6.4.1 Sikap Terhadap Kebersihan Diri pada Pedagang Makanan Jajanan
di Sekolah Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun 2014 . 89
6.4.2 Sikap Terhadap Peralatan pada Pedagang Makanan Jajanan di
Sekolah Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun 2014 ..... 91
6.4.3 Sikap Terhadap Penyajian pada Pedagang Makanan Jajanan di
Sekolah Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun 2014 ..... 92
6.4.4 Sikap Terhadap Sarana pada Pedagang Makanan Jajanan di Sekolah
Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun 2014 ................... 94
6.5 Tindakan Higiene Sanitasi Pedagang Makanan Jajanan di Sekolah Dasar
Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun 2014 ................................... 95
6.5.1 Tindakan Kebersihan Diri pada Pedagang Makanan Jajanan di
Sekolah Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun 2014 ..... 95
xvi
6.5.2 Tindakan Terhadap Peralatan pada Pedagang Makanan Jajanan di
Sekolah Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun 2014 ..... 99
6.5.3 Tindakan Saat Penyajian pada Pedagang Makanan Jajanan di
Sekolah Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun 2014 ..... 100
6.5.4 Tindakan Terhadap Sarana pada Pedagang Makanan Jajanan di
Sekolah Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun 2014 ..... 103
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN
7.1 Simpulan ...................................................................................... 108
7.2 Saran ............................................................................................. 109
7.2.1 Saran bagi Sekolah .............................................................. 107
7.2.2 Saran bagi Peneliti Selanjutnya ........................................... 110
7.2.3 Saran bagi Instansi .............................................................. 111
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................. 112
LAMPIRAN ............................................................................................ 118
xvii
DAFTAR TABEL
Tabel 3.2 Definisi Operasional ................................................................ 34
Tabel 4.1 Hasil Uji Reliabilitas ................................................................ 38
Tabel 5.1 Distribusi Sekolah Dasar di Kelurahan Cipinang Besar Utara 44
Tabel 5.2 Distribusi Pedagang Makanan Jajajan di Sekolah Dasar Kelurahan
Cipinang Besar Utara Tahun 2014 berdasarkan Jenis Kelamin ............... 45
Tabel 5.3 Distribusi Pedagang Makanan Jajanan di Sekolah Dasar Kelurahan
Cipinang Besar Utara Tahun 2014 berdasarkan Umur ............................ 46
Tabel 5.4 Distribusi Pedagang Makanan Jajanan di Sekolah Dasar Kelurahan
Cipinang Besar Utara berdasarkan Jenis Sarana Berdagang .................... 47
Tabel 5.5 Distribusi Pedagang Makanan Jajanan di Sekolah Dasar Kelurahan
Cipinang Besar Utara berdasarkan Status Kepemilikan Sarana .............. 47
Tabel 5.6 Distribusi Pedagang Makanan Jajanan di Sekolah Dasar Kelurahan
Cipinang Besar Utara berdasarkan Lama Bekerja ................................... 48
Tabel 5.7 Distribusi Pedagang Makanan Jajanan di Sekolah Dasar Kelurahan
Cipinang Besar Utara berdasarkan Tingkat Pendidikan .......................... 49
Tabel 5.8 Distribusi Frekuensi Jawaban Responden Berdasarkan Tingkat
Pengetahuan Pedagang Makanan Jajanan mengenai Kebersihan Diri di Sekolah
Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun 2014 ............................... 50
Tabel 5.9 Distribusi Pengetahuan mengenai Kebersihan Diri pada Pedagang
Makanan Jajanan di Sekolah Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun 2014
................................................................................................................... 51
xviii
Tabel 5.10 Distribusi Frekuensi Jawaban Responden Berdasarkan Tingkat
Pengetahuan Pedagang Makanan Jajanan mengenai Peralatan di Sekolah Dasar
Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun 2014 ......................................... 52
Tabel 5.11 Distribusi Pengetahuan mengenai Peralatan pada Pedagang Makanan
Jajanan di Sekolah Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun 2014 53
Tabel 5.12 Distribusi Frekuensi Jawaban Responden Berdasarkan Tingkat
Pengetahuan Pedagang Makanan Jajanan mengenai Penyajian di Sekolah Dasar
Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun 2014 ......................................... 53
Tabel 5.13 Distribusi Pengetahuan Mengenai Penyajian pada Pedagang Makanan
Jajanan di Sekolah Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun 2014 55
Tabel 5.14 Distribusi Frekuensi Jawaban Responden Berdasarkan Tingkat
Pengetahuan Pedagang Makanan Jajanan mengenai Sarana di Sekolah Dasar
Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun 2014 ......................................... 55
Tabel 5.15 Distribusi Pengetahuan Mengenai Sarana pada Pedagang Makanan
Jajanan di Sekolah Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun 2014 56
Tabel 5.16 Distribusi Frekuensi Jawaban Responden Berdasarkan Tingkat Sikap
Pedagang Makanan Jajanan mengenai Kebersihan Diri di Sekolah Dasar
Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun 2014 ......................................... 57
Tabel 5.17 Distribusi Sikap Terhadap Kebersihan Diri pada Pedagang Makanan
Jajanan di Sekolah Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun 2014 58
Tabel 5.18 Distribusi Frekuensi Jawaban Responden Berdasarkan Tingkat Sikap
Pedagang Makanan Jajanan mengenai Peralatan di Sekolah Dasar Kelurahan
Cipinang Besar Utara Tahun 2014 ........................................................... 59
xix
Tabel 5.19 Distribusi Sikap Terhadap Peralatan pada Pedagang Makanan Jajanan
di Sekolah Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun 2014 ............. 60
Tabel 5.20 Distribusi Frekuensi Jawaban Responden Berdasarkan Sikap
Pedagang Makanan Jajanan Terhadap Penyajian di Sekolah Dasar Kelurahan
Cipinang Besar Utara Tahun 2014 ........................................................... 61
Tabel 5.21 Distribusi Sikap Terhadap Penyajian pada Pedagang Makanan
Jajanan di Sekolah Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun 2014 62
Tabel 5.22 Distribusi Frekuensi Jawaban Responden Berdasarkan Sikap
Pedagang Makanan Jajanan Terhadap Penyajian di Sekolah Dasar Kelurahan
Cipinang Besar Utara Tahun 2014 ........................................................... 62
Tabel 5.23 Distribusi Sikap Terhadap Sarana pada Pedagang Makanan Jajanan di
Sekolah Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun 2014 ................. 63
Tabel 5.24 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Tindakan Pedagang
Makanan Jajanan Terhadap Kebersihan Diri di Sekolah Dasar Kelurahan
Cipinang Besar Utara Tahun 2014 ........................................................... 64
Tabel 5.25 Distribusi Tindakan Terhadap Kebersihan Diri pada Pedagang
Makanan Jajanan di Sekolah Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun 2014
................................................................................................................... 65
Tabel 5.26 Distribusi Pedagang Makanan Jajanan di Sekolah Dasar Kelurahan
Cipinang Besar Utara Tahun 2014 berdasarkan Tindakan Terhadap Peralatan
................................................................................................................... 66
Tabel 5.27 Distribusi Tindakan Terhadap Peralatan pada Pedagang Makanan
Jajanan di Sekolah Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun 2014 67
xx
Tabel 5.28 Distribusi Pedagang Makanan Jajanan di Sekolah Dasar Kelurahan
Cipinang Besar Utara Tahun 2014 berdasarkan Tindakan Terhadap Penyajian
................................................................................................................... 67
Tabel 5.29 Distribusi Tindakan Saat Penyajian pada Pedagang Makanan Jajanan
di Sekolah Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun 2014 ............. 69
Tabel 5.30 Distribusi Pedagang Makanan Jajanan di Sekolah Dasar Kelurahan
Cipinang Besar Utara Tahun 2014 berdasarkan Tindakan Terhadap Penyajian
................................................................................................................... 70
Tabel 5.31 Distribusi Tindakan Terhadap Sarana pada Pedagang Makanan
Jajanan di Sekolah Dasar Kelurahan Cipinnang Besar Utara Tahun 2014 71
xxi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Klasifikasi Penyebab foodborne disease .............................. 26
Gambar 2.2 Kerangka Teori ..................................................................... 26
Gambar 3.1 Kerangka Konsep ................................................................. 30
xxii
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 Kuesioner Penelitian
Lampiran 2 Output SPSS
Lampiran 3 Perrmohonan Izin Pengambilan Data
Lampiran 4 Balasan Izin Pengambilan Data
Lampiran 5 Permohonan Izin Penelitian di Sekolah Dasar
Lampiran 6 Dokumentasi Penelitian
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Makanan yang sehat dan bergizi serta seimbang adalah yang mengandung
karbohidrat, protein, lemak, vitamin, air, dan mineral dalam jumlah yang
seimbang. Makananan baik kualitas maupun kuantitasnya merupakan kebutuhan
agar kesehatan tetap terjaga (Akase, 2012). Sebagai kebutuhan yang paling
mendasar dalam hidup manusia, makanan sangat mungkin terkontaminasi
sehingga menyebabkan penyakit bawaan makanan (food-borned disease)
(Agustina dkk, 2009). Makanan yang dijajakan di sekolah, terutama sekolah dasar
dan anak sekolah merupakan dua hal yang tidak bisa dipisahkan. Terburu-buru
berangkat ke sekolah, orangtua yang sangat sibuk dan rasa jajanan yang enak
membuat anak sekolah dasar lebih memilih untuk jajan di lingkungan sekolah
(Suci, 2009).
Makanan jajanan sangat rentan terkontaminasi akibat proses penyimpanan
yang salah, pengolahan makanan yang kurang baik serta penyajian yang tidak
higienis (WHO, 2005). Makanan dapat menjadi media perantara bagi suatu
penyakit. Terjadinya penyakit akibat makanan yang terkontaminasi disebut
penyakit bawaan makanan atau food-borne diseases (Susanna dan Hartono, 2003).
Timbulnya gejala diare merupakan salah satu gejala penyakit bawaan
makanan (Arisman, 2009). Secara global, terdapat 1500 juta kejadian penyakit
2
bawaan makanan dengan jumlah penderita meninggal sebanyak 3 juta. Penyakit
bawaan makanan ini banyak menyerang kalangan bayi dan anak-anak. Sedangkan
diare merupakan penyebab nomor satu kematian balita di seluruh dunia (WHO,
2005). Menurut laporan tahunan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM)
tahun 2012, terjadi kejadian luar biasa (KLB) keracunan makanan yang berasal
dari 23 provinsi dengan jumlah orang yang terpapar sebanyak 8.590 orang, 3.235
orang diantaranya sakit dan 19 orang meninggal dunia. Sedangkan menurut Profil
Kesehatan Indonesia tahun 2013, angka kematian (CFR) akibat diare di Indonesia
adalah 1,08%.
Kasus diare di Kecamatan Jatinegara, DKI Jakarta menempati urutan
tertinggi, yaitu 10.643 kasus (Sudinkes Kotamadya Jakarta Timur, 2013). Salah
satu kelurahan di Kecamatan Jatinegara, yaitu Kelurahan Cipinang Besar Utara,
mengalami kenaikan secara terus-menerus sejak tahun 2009 sampai tahun 2012,
yaitu 412 kasus (2009), 569 kasus (2010), 740 kasus (2011) menjadi 861 kasus
(2012), tetapi di tahun 2013 hanya 6 kasus karena data surveilans tidak lengkap,
dibandingkan kelurahan lainnya (Balimester, Kp. Melayu, Cipinang Muara,
Cipinang Besar Selatan, Bidara Cina, Cipinang Cempedak dan Rawa Bunga) yang
tidak mengalami kenaikan selama empat tahun berturut-turut (Surveilans Dinas
Kesehatan DKI Jakarta, 2009-2013).
Jenis makanan penyebab KLB keracunan makanan tahun 2012 yang paling
mendominasi adalah masakan rumah tangga (27,38%) dan makanan jajanan
(27,38%). Sedangkan keracunan makanan berdasarkan tempat/ lokasi kejadian,
sekolah dasar (SD) menempati peringkat kedua terbanyak kejadian KLB
3
keracunan makanan. Pada umumnya KLB keracunan makanan di sekolah dasar
disebabkan kontaminasi bakeri patogen, sehingga pemberdayaan dan pengawasan
mengenai makanan jajanan di sekolah perlu ditingkatkan (BPOM, 2012).
Makanan yang terkontaminasi seringkali dibuat dan dijual oleh penjaja
kaki lima yang memiliki standar higiene yang buruk dan mutu yang rendah
(WHO, 2005). Menurut keputusan Menteri Kesehatan RI nomor
942/MENKES/SK/VII/2003 tentang pedoman persyaratan higiene sanitasi
makanan jajanan, higiene sanitasi adalah upaya untuk mengendalikan faktor
makanan, orang,tempat dan perlengkapannya yang dapat atau mungkin dapat
menimbulkan penyakit atau gangguan kesehatan. Dampak dari perilaku yang
tidak higienis yang meliputi orang yang menangani makanan, tempat berjualan,
peralatan dan proses pengolahan makanan yaitu keracunan makanan (Purawidjaja,
1995 dalam Susanna dan Hartono, 2003).
Pedagang makanan jajanan seringkali memiliki higiene sanitasi yang
rendah. Menurut penelitian Agustina, dkk (2009), terdapat 47,8% responden yang
kebersihan dirinya tidak baik, 65,2% responden memiliki sanitasi yang tidak baik
dari segi peralatannya, 30,4%responden menyajikan makanan jajanan dalam
keadaan sanitasi yang tidak baik, dan 47,8% responden yang memiliki sarana
penjaja yang sanitasinya tidak baik.
Higiene sanitasi yang buruk dapat menimbulkan dampak terhadap
kesehatan. Menurut penelitian Manalu dkk (2012), ada hubungan yang bermakna
antara kepadatan lalat, perilaku ibu mencuci tangan, perilaku ibu menutup
makanan, penggunaan sumber air bersih serta air minum terhadap kejadian diare
4
pada balita. Berdasarkan penelitian Rahayu (2007), proses pengolahan makanan,
pencucian bahan makanan, higiene penjamah dan sanitasi makanan berpengaruh
dengan angka bakteri pada makanan. Makanan juga dapat terkontaminasi melalui
vektor, salah satunya lalat. Lalat mencemari makanan dan minuman oleh bakteri
yang terbawanya setelah hinggap di tempat-tempat yang kotor. Bakteri tersebut
tersebut lalu termakan manusia dan dapat menyebabkan penyakit diare
(Andriani,2007 dalam Manalu dkk, 2012). Hidayanti (2012) menyatakan hal
serupa bahwa perilaku cuci tangan, higiene sanitasi makanan, faktor lingkungan
(jenis lantai, sumber air bersih, penanganan sampah dan pembuangan tinja) serta
bakteriologis air bersih, terdapat hubungan yang bermakna dengan kejadian
penyakit bawaan makanan.
Tindakan higiene sanitasi pada pedagang makanan merupakan hal yang
penting. Penelitian mengenai pengetahuan dan tindakan higiene sanitasi pedagang
makanan jajanan diperkuat oleh penelitian Aminah dan Hidayah (2006). Tingkat
pengetahuan pedagang makanan tentang keamanan makanan yang baik masih
terbilang kurang, hanya sebesar 17,65%. Tingkat pengetahuan mengenai dosis
yang tidak berlebihan dari pewarna makanan sebesar 64,7% sedangkan 52%
pedagang mengetahui bahaya formalin dan boraks. Di sisi lain, praktik higiene
sanitasi pedagang yang masuk kategori baik sebesar 58,82%. Pengetahuan tentang
higiene sanitasi juga tidak selalu sebanding dengan kondisi tempat berjualan yang
memenuhi syarat. Berdasarkan penelitian Pratiwi (2012), pedagang dengan
keadaan lokasi tempat berjualan yang tidak memenuhi syarat sebanyak 100%,
kondisi pedagang sudah memenuhi syarat (67%), cara penyajian yang memenuhi
5
syarat (50%) serta pedagang dengan tingkat pengetahuan tentang higiene sanitasi
yang cukup baik sebanyak 67%.
Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti, dari 13
pedagang makanan jajanan yang terdapat di Kelurahan Cipinang Besar Utara,
beberapa diantaranya menunjukkan perilaku yang tidak higienis dalam
menjajakan makanannya. 100% pedagang tidak mencuci tangan saat sebelum
menjamah makanan, 38% diantaranya menjajakan makanan dalam keadaan
terbuka di pinggir jalan serta menjamah makanan tanpa menggunakan alat,
merokok ketika menyajikan makanan dan berkuku panjang masing-masing
sebesar 8%. Banyak atau sedikitnya pedagang yang berperilaku tidak higienis
dalam kebersihan diri mengindikasikan adanya risiko makanan yang dijajakan
oleh mereka dapat tercemar kuman penyakit yang dapat mengakibatkan penyakit
bawaan makanan (Purnawijayanti, 2002).
Di Jakarta, makanan jajanan banyak dikonsumsi anak-anak dikarenakan
penduduknya identik dengan kesibukan kerja yang padat, memperbesar
kemungkinan para orangtua siswa tidak sempat menyiapkan bekal untuk anaknya,
sehingga lebih memilih memberikan uang jajan agar anaknya bisa membeli
makanan sendiri di sekolah. Hal seperti ini memungkinkan siswa sekolah dasar
rentan terkena penyakit bawaan makanan karena pengetahuan yang terbatas
mengenai jajanan yang sehat serta kurangnya pengawasan orangtua tehadap apa
yang dimakan anaknya (Suci, 2009).
Penyakit bawaan makanan merupakan masalah kesehatan masyarakat yang
utama di banyak negara. Penyakit ini dianggap bukan termasuk penyakit yang
6
serius, sehingga seringkali kurang diperhatikan (Judarwanto, 2012).
Penyakit bawaan makanan seringkali terjadi pada orang-orang yang kekebalan
tubuhnya rentan seperti: bayi, anak-anak, lansia dan mereka mengalami penyakit
gangguan kekebalan tubuh (WHO, 2005). Dari golongan orang-orang yang
kekebalan tubuhnya rentan terhadap penyakit, salah satunya adalah anak-anak.
Seringkali mereka suka jajan di sekolah karena sering terburu-buru ke sekolah,
orang tua yang sibuk dan citarasa jajanan yang lebih enak (Suci, 2009). Sehingga
anak-anak adalah golongan yang sering menjadi korban penyakit akibat makanan
(Agustina, 2009).
Sekolah merupakan salah satu lokasi yang strategis untuk ditempati
pedagang makanan, terutama pedagang kaki lima (Widjajanti, 2009). Banyaknya
pendatang dari luar kota untuk mencari nafkah di Jakarta serta banyaknya jumlah
sekolah dasar, memungkinkan banyaknya pedagang makanan jajanan yang
berjualan di sekitar sekolah dasar. Sebagian besar dari pedagang makanan jajanan
adalah pendatang dari luar Jakarta atau penduduk musiman (Mokoginta, 1999).
Besarnya jumlah penduduk di Jakarta (13.000-15.000 Jiwa/km2 dalam Bank Data
DKI Jakarta (2009) berbanding dengan banyaknya jumlah sekolah dasar dan
jumlah siswanya. Berdasarkan informasi dari Bank Data DKI Jakarta tahun 2010,
jumlah sekolah dasar negeri di Jakarta sebesar 2.225 sekolah. Dengan rincian di
masing-masing Kotamadya yaitu: Jakarta Pusat sebanyak 285 sekolah, Jakarta
Utara sebanyak 269 sekolah, Jakarta Barat sebanyak 456 sekolah, Jakarta Selatan
sebanyak 527 sekolah, Jakarta Timur sebanyak 674 sekolah dan Kepulauan Seribu
sebanyak 14 sekolah. Sedangkan jumlah siswa sekolah dasar negeri di Jakarta
7
sebesar 686.610 siswa, dengan jumlah siswa di masing-masing Kotamadya yaitu:
Jakarta Pusat sebanyak 69.921 siswa, Jakarta Utara sebanyak 93.641 siswa,
Jakarta Barat sebanyak 145.919 siswa, Jakarta Selatan sebanyak 155.314 siswa,
Jakarta Timur sebanyak 219.501 siswa dan Kepulauan Seribu sebanyak 2.314
siswa. Kotamadya Jakarta Timur dipilih karena memiliki jumlah sekolah dan
siswa sekolah dasar negeri terbanyak.
Melihat banyaknya jumlah sekolah dasar dan jumlah siswa yang ada, bisa
dipastikan setiap sekolah ada beberapa pedagang yang berjualan makanan.
Kelurahan Cipinang Besar Utara terdapat 13 sekolah dasar yang sering disinggahi
pedagang makanan jajanan, baik sekolah yang letaknya di pinggir jalan raya
maupun di tengah-tengah permukiman. Banyaknya pedagang makanan yang
berjualan di sekolah dasar dikarenakan beberapa sekolah yang ada dalam satu
gedung dan anak-anak yang bersekolah saat pagi maupun petang.
Higiene sanitasi makanan merupakan salah satu dari ruang lingkup
kesehatan lingkungan. Ruang lingkup kesehatan lingkungan tersebut meliputi:
vektor penyakit, higiene sanitasi makanan, penyediaan air minum, pengolahan air
limbah, pembuangan tinja, pencemaran udara, pengelolaan sampah padat serta
perumahan dan lingkungan permukiman (WHO, 1975). Oleh karena itu, penyakit
bawaan makanan secara khusus merupakan masalah kesehatan lingkungan karena
terdapat makanan atau pangan sebagai media transmisi penyakit (Achmadi ,2012).
Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian mengenai gambaran
pengetahuan, sikap dan tindakan higiene sanitasi dari aspek kebersihan diri,
8
peralatan penyajian dan sarana pada pedagang makanan jajanan di Kelurahan
Cipinang Besar Utara Kotamadya Jakarta Timur.
1.2 Rumusan Masalah
Kasus tertinggi diare ditemukan pada Kecamatan Jatinegara. Salah satu
kelurahannya, yaitu Kelurahan Cipinang Besar Utara, terdapat kasus diare yang
terus meningkat selama tahun 2009 sampai tahun 2012. Banyaknya sekolah dasar
yang terdapat pedagang makanan jajanan serta ditemukannya perilaku pedagang
makanan jajanan yang tidak higienis sangat berisiko mengakibatkan penyakit
bawaan makanan, mengingat sekolah dasar menempati peringkat kedua kejadian
KLB keracunan makanan dan makanan jajanan adalah jenis makanan yang paling
mendominasi penyebab KLB keracunan makanan.
Perilaku pedagang yang tidak higienis seperti: tidak mencuci tangan saat
sebelum menjamah makanan, menjajakan makanan dalam keadaan terbuka di
pinggir jalan, menjamah makanan tanpa menggunakan alat, merokok ketika
menyajikan makanan dan berkuku panjang berisiko menimbulkan penyakit
bawaan makanan pada konsumen, khususnya anak sekolah. Perilaku tersebut tidak
sesuai pedoman Depkes RI tahun 2003 tentang persyaratan higiene sanitasi
makanan jajanan. Hal tersebut merupakan ironi mengingat anak sekolah dasar
sebagai mayoritas konsumen makanan jajanan yang berada dalam usia
pertumbuhan, merupakan investasi bagi orangtua dan negara sehingga
membutuhkan makanan dengan nutrisi yang baik serta terjaga kebersihannya agar
kesehatannya tetap terjaga.
9
Berdasarkan latar belakang di atas, serta belum pernah diadakannya
penelitian ini di wilayah tersebut, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian
tentang perilaku higiene sanitasi pedagang makanan jajanan di lingkungan sekolah
dasar Kecamatan Cipinang Besar Utara.
1.3 Pertanyaan Penelitian
1. Bagaimana gambaran umum pedagang makanan jajanan di sekolah dasar
Kelurahan Cipinang Besar Utara?
2. Bagaimana gambaran pengetahuan mengenai higiene sanitasi(kebersihan
diri, peralatan, penyajian, sarana) pedagang makanan jajanan di sekolah
dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara?
3. Bagaimana gambaran sikap mengenai higiene sanitasi (kebersihan diri,
peralatan, penyajian, sarana) pedagang makanan jajanan di sekolah dasar
kelurahan Cipinang Besar Utara?
4. Bagaimana gambaran tindakan mengenai higiene sanitasi (kebersihan diri,
peralatan, penyajian, sarana) pedagang makanan jajanan di sekolah dasar
Kelurahan Cipinang Besar Utara?
1.4 Tujuan Penelitian
1.4.1 Tujuan Umum
Mengetahui gambaran perilaku higiene sanitasi pedagang makanan
jajanan sekolah dasar di kelurahan Cipinang Besar Utara tahun 2014.
10
1.4.2 Tujuan Khusus
1. Diketahuinya gambaran umum pedagang makanan jajanan di sekolah
dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara.
2. Diketahuinya gambaran pengetahuan (kebersihan diri, peralatan,
penyajian, sarana) pedagang mengenai higiene sanitasi makanan jajanan di
sekolah dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara.
3. Diketahuinya gambaran sikap (kebersihan diri, peralatan, penyajian,
sarana) higiene sanitasi pedagang makanan jajanan di sekolah dasar
Kelurahan Cipinang Besar Utara.
4. Diketahuinya gambaran tindakan (kebersihan diri, peralatan, penyajian,
sarana) higiene sanitasi pedagang makanan jajanan di sekolah dasar
Kelurahan Cipinang Besar Utara.
1.5 Batasan Masalah
Variabel yang diukur dalam penelitian ini yaitu pengetahuan, sikap dan
tindakan higiene sanitasi pada pedagang makanan jajanan, baik di dalam sekolah
(kantin) maupun di luar sekolah yaitu: kebersihan diri pedagang makanan,
kebersihan peralatan, penyajian serta kondisi sarana yang digunakan pedagang
makanan jajanan. Penelitian ini menggunakan analisis univariat sehingga tidak
meneliti hubungan antar variabel.
11
1.6 Manfaat Penelitian
Penelitianini memberikan informasi mengenai gambaran pengetahuan,
sikap dan tindakan higiene sanitasi pada pedagang makanan jajanan.
1.6.1 Manfaat bagi Sekolah
Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan pengetahuan kepada pihak
sekolah agar dapat dilakukan upaya tindakan higiene sanitasi oleh pedagang
makanan di kantin sekolah.
1.6.2 Manfaat bagi Peneliti
a. Melatih pola pikir secara sistematis dalam menghadapi masalah
kesehatan lingkungan.
b. Mengaplikasikan ilmu yang didapat selama perkuliahan.
c. Hasil penelitian dapat digunakan untuk referensi bagi penelitian
selanjutnya.
1.6.3 Manfaat bagi Instansi
Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan acuan bagi instansi
terkait, yaitu Dinas Kesehatan Kotamadya Jakarta Timur untuk memberikan
penyuluhan kepada pedagang makanan jajanan mengenai pentingnya higiene
sanitasi pada pengolahan dan penyajian makanan. Sehingga dapat dilakukan
upaya-upaya tertentu agar berkurangnya risiko penyakit akibat makanan.
12
1.7 Ruang Lingkup
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran perilaku higiene
sanitasi pada pedagang makanan jajanan di Sekolah Dasar Kelurahan Cipinang
Besar Utara tahun 2014. Penelitian ini akan dilaksanakan bulan Oktober 2014.
Sampel dalam penelitian ini yaitu pedagang yang berjualan makanan di
lingkungan sekolah, baik di dalam maupun di sekitar sekolah.
Jenis penelitian ini yaitu kuantitatif deskriptif dengan desain studi kasus.
Dalam pengumpulan data primer mengenai higiene sanitasi pedagang makanan,
peneliti menggunakan observasi dan kuesioner. Data sekunder didapatkan dari
buku, internet serta instansi.
13
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Higiene sanitasi merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam
pencegahan penyakit menular, khususnya penyakit bawaan makanan yang
disebabkan cara penanganan makanan yang salah. Hal ini terkait dengan
pembangunan derajat kesehatan masyarakat Indonesia, khususnya di Jakarta.
Cara pengolahan makanan yang baik agar tidak menimbulkan penyakit
merupakan isu yang penting untuk dibahas. Gejala penyakit bawaan makanan
yang populer di masyarakat adalah diare. Saat ini banyak pedagang makanan yang
cara menjajakan makanannya berisiko menimbulkan penyakit bawaan makanan.
Misalnya makanan dibiarkan terbuka, berjualan di tempat yang kotor, tidak
mencuci tangan, tidak mencuci peralatan makan di air yang mengalir, serta tidak
menjaga kebersihan diri. Semua hal tersebut merupakan faktor penyebab makanan
terkontaminasi dengan patogen, sehingga bukan tidak mungkin diare dapat
menyerang konsumen, khususnya anak sekolah dasar.
2.1 Pengertian Perilaku
Perilaku merupakan semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang
diamati langsung, maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar (Notoatmodjo,
2003). Perilaku yang diamati dapat diukur dengan berbagai skala, salah satunya
adalah skala Guttman. Skala ini memberikan jawaban yang tegas seperti jawaban
14
atas pernyataan / pertanyaan: ya dan tidak, positif dan negatif, setuju-tidak setuju,
serta benar dan salah (Hidayat, 2007). Bloom (1956) dalam Notoatmodjo (2003)
membagi perilaku dalam tiga domain/ kawasan. Pembagian kawasan ini dilakukan
untuk kepentingan tujuan pendidikan. Ketiga komponen tersebut antara lain:
pengetahuan, sikap dan tindakan.
2.1.1 Pengertian Pengetahuan
Pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui. Manusia memiliki rasa
ingin tahu, lalu ia mencari, hasilnya ia tahu sesuatu. Sesuatu itulah dinamakan
pengetahuan. Pengetahuan (knowledge) merupakan hasil dari tahu dan
pengelaman seseorang dalam melakukan penginderaan terhadap suatu
rangsangan tertentu (Notoatmodjo, 2003). Menurut Plato dalam Budiman dan
Riyanto (2013), pengetahuan adalah “kepercayaan sejati” yang dibenarkan
(valid). Hasil Pengukuran tingkat pengetahuan dapat dinyatakan dengan
“baik” atau “ buruk” (Dahlan, 2008).
2.1.2 Pengertian Sikap
Sikap menurut Sarwono (2003) adalah kesiapan atau kesediaan seseorang
untuk bertingkah laku atau merespon sesuatu baik terhadap rangsangan positif
maupun rangsangan negatif dari suatu objek rangsangan. Sikap belum
merupakan suatu tindakan atau aktivitas tetapi merupakan faktor predisposisi
bagi seseorang untuk berperilaku. Menurut Djaali dan Muljono (2007), sikap
dapat dinyatakan dengan benar-salah, setuju-tidak setuju, positif-negatif.
15
Sikap dapat dikatakan sebagai respon evaluatif. Respon evaluatif artinya
adanya reaksi dari individu yang memberi kesimpulan terhadap stimulus juga
berbentuk penilaian baik-buruk, positif-negatif serta menyenangkan-tidak
menyenangkan (Azwar, 2011).
2.1.3 Pengertian Tindakan
Sikap yang diwujudkan menjadi suatu perbuatan nyata oleh suatu individu
disebut tindakan (Budiman dan Riyanto, 2013). Menurut Allport dalam Tim
Pengembang Ilmu Pendidikan FIP UPI (2007), tindakan dalam pilihan
seseorang didasari oleh nilai, sehingga tindakan dan perbuatan dapat berupa
benar-salah, baik-buruk serta indah-tidak indah.
2.2 Pengertian Higiene Sanitasi
Dalam Undang-undang No. 11 Tahun 1962 tentang Higiene Untuk Usaha-
usaha bagi umum disebutkan, higiene adalah segala usaha untuk memelihara dan
mempertinggi derajat kesehatan (Hanafiah, 1999). Dalam pengertian lain, higiene
adalah suatu pengetahuan mengenai kesehatan dan pencegahan suatu penyakit
(Tarwotjo, 1998).
Sanitasi diartikan sebagai usaha pencegahan penyakit dengan cara
mengatur faktor-faktor lingkungan yang berkaitan dengan rantai perpindahan
penyakit. Sedangkan ilmu sanitasi adalah sebuah penerapan prinsip untuk
membantu memperbaiki, mempertahankan atau mengembalikan kondisi kesehatan
yang baik (Jenie, 1996 dalam Purnawijayanti, 2006). Dengan kata lain, sanitasi
16
dapat disebut sebagai penciptaan atau pemeliharaan kondisi yang mampu
mencegah terjadinya kontaminasi terhadap makanan atau terjadinya penyakit yang
disebabkan oleh makanan (Labensky dkk, 1994 dalam Purnawijayanti, 2006).
Menurut keputusan Menteri Kesehatan RI nomor
942/MENKES/SK/VII/2003 tentang pedoman persyaratan higiene sanitasi
makanan jajanan, higiene sanitasi adalah upaya untuk mengendalikan faktor
makanan, orang, tempat dan perlengkapannya yang dapat atau mungkin dapat
menimbulkan penyakit atau gangguan. Dengan demikian, higiene dan sanitasi
adalah pengetahuan mengenai kesehatan dan pencegahan penyakit dengan cara
menerapkan kondisi sehingga terjadinya suatu penyakit dapat dicegah.
2.2.1 Kebersihan Diri
Kebersihan diri (personal hygiene) seseorang dalam menjajakan makanan
adalah syarat yang harus dipenuhi. Menurut Depkes RI (2003), persyaratan
tersebut antara lain:
a. Tidak menderita penyakit mudah menular seperti: batuk, pilek,
influenza, diare, serta penyakit perut lainnya;.
b. Jika terdapat luka atau bisul harus ditutup;
c. Menjaga kebersihan tangan, rambut, kuku dan pakaian;
d. Memakai celemek dan tutup kepala;
e. Mencuci tangan setiap kali menangani makanan;
f. Menjamah makanan dengan alat atau sarung tangan;
g. Tidak sambil merokok dan atau menggaruk anggota tubuh;
17
h. Tidak batuk atau bersin dihadapan makanan yang dijajakan tanpa
menutup mulut atau hidung.
2.2.2 Peralatan
Peralatan masak adalah semua perlengkapan yang diperlukan dalam proses
pengolahan makanan seperti pisau, sendok, kuali dan lain-lain. Sehingga yang
perlu diperhatikan dalam perlengkapan dan peralatan masak untuk menjaga
kebersihannya adalah bentuk peralatan mudah dibersihkan dan tidak boleh
berlekuk, tidak boleh digunakan untuk keperluan lain selain memasak,
mengolah makanan dan penyimpanan makanan (Depkes RI, 1999). Peralatan
yang memenuhi persyaratan higiene sanitasi antara lain:
a. Peralatan dicuci dengan air bersih;
b. Dikeringkan dengan pengering atau lap yang bersih;
c. Disimpan ditempat yang bersih
d. Tidak digunakan lebih dari sekali apabila dirancang hanya untuk
sekali pakai (Depkes RI, 2003).
2.2.3 Penyajian Makanan
Kebersihan ketika penyajian makanan meliputi berbagai hal, seperti: air,
bahan makanan, bahan tambahan serta cara penyajian makanan itu sendiri.
a. Air yang digunakan harus memenuhi standar higiene sanitasi yang
berlaku bagi air bersih atau air minum
18
b. Bahan makanan yang akan diolah harus dalam keadaan baik
mutunya dan terdaftar di Departemen Kesehatan jika bahan
makanan tersebut merupakan bahan olahan dalam kemasan.
c. Bahan makanan, bahan tambahan, bahan penolong serta bahan
makanan yang mudah rusak harus disimpan secara terpisah.
d. Makanan jajanan yang dijajakan harus dalam keadaan tertutup dan
pembungkusnya dalam keadaan bersih serta tidak ditiup.
e. Makanan yang diangkut harus dalam keadaan tertutup dan terpisah
dari bahan mentah (Depkes RI, 2003).
2.2.4 Sarana
Sarana penjaja adalah suatu tempat atau fasilitas yang digunakan untuk
penanganan makanan jajanan, baik menetap maupun berpindah-pindah.
Kebersihan sarana meliputi berbagai hal yang harus dipenuhi, antara lain:
a. Konstruksi sarana dapat melindungi makanan dari pencemaran;
b. Konstruksi sarana penjaja mudah dibersihkan dan tersedia tempat:
air bersih, penyimpanan bahan makanan, penyimpanan makanan
jadi, penyimpanan peralatan, tempat cuci dan tempat sampah
(Depkes RI, 2003).
19
2.3 Pengertian Pedagang Makanan Jajanan
2.3.1 Pengertian Pedagang
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008), pedagang adalah orang
yang mencari nafkah dengan berdagang. Pedagang dapat dikelompokan
menjadi:
a. Pedagang besar: Adalah kegiatan pengumpulan dan penjualan
kembali barang baru atau bekas oleh pedagang dari produsen atau
importir ke pedagang lainnya.
b. Pedagang eceran: Kegiatan pedagang melayani konsumen
perorangan tanpa mengubah sifat barang itu sendiri (Badan Pusat
Statistik, 2012).
2.3.2 Makanan Jajanan
Makanan merupakan kebutuhan dasar yang terkadang merupakan
kesenangan. Disamping itu, makanan dapat meningkatkan kesehatan atau
malah menyebabkan penyakit (Sunardi dan Soetardjo, 2001). Makanan
sambilan dan makanan jajanan adalah sejenis makanan yang keberadaannya
tidak terlalu penting karena makanan tersebut bukan makanan pokok
(Moertjipto, 1993). Makanan jajanan juga merupakan makanan yang siap
makan atau dimasak terlebih dahulu di tempat berjualan (Lindawati dkk,
2006).
Menurut keputusan Menteri Kesehatan RI nomor
942/MENKES/SK/VII/2003 tentang pedoman persyaratan higiene sanitasi
20
makanan jajanan, makanan jajanan adalah makanan yang dijajakan sebagai
makanan siap santap untuk dijual bagi umum selain yang disajikan jasa boga,
rumah makan/restoran, dan hotel.
2.4 Kantin Sehat
Menurut Kemendiknas (2011), kantin atau warung sekolah yang
merupakan salah satu tempat jajan didalam sekolah memiliki peranan yang
penting, yaitu menyediakan makanan sepinggan maupun makanan cemilan dan
minuman yang sehat, aman dan bergizi. Makanan yang disajikan harus terbebas
dari bahaya: mikrobiologis, kimia maupun fisik. Ada lima kunci penyediaan
makanan yang aman, yaitu:
a. Menjaga kebersihan;
b. Memisahkan makanan mentah dari makanan yang matang;
c. Memasak makanan dengan benar;
d. Menyimpan makanan pada suhu yang aman;
e. Menggunakan air dan bahan baku yang aman.
Kantin sekolah terdapat dua jenis, yaitu jenis tertutup maupun terbuka
seperti di koridor atau halaman. Meskipun kantin berada di ruang terbuka, tempat
penyimpanan makanan harus dalam keadaan tertutup. Kantin sekolah dengan
ruangan tertutup maupun terbuka harus memiliki sarana dan prasarana berupa:
sumber air bersih, tempat penyimpanan, tempat pengolahan, tempat penyajian dan
ruang makan, fasilitas sanitasi, perlengkapan kerja serta tempat pembuangan
limbah.
21
Dalam mewujudkan kantin yang sehat di sekolah, terdapat langkah-
langkah yang harus dilakukan oleh pihak sekolah, antara lain:
1. Melakukan koordinasi dengan Dinas Pendidikan dan Dinas Kesehatan
Puskesmas;
2. Melakukan sosialisasi kepada orang tua murid, pengelola kantin atau
penjual makanan di sekolah;
3. Menunjuk pembina dan pengawas kantin sekolah;
4. Mengirimkan pembina dan pengawas kantin sekolah untuk mengikuti
pelatihan kantin sehat yang dilaksanakan oleh instansi terkait;
5. Melakukan pelatihan dan pembinaan terhadap pengelola kantin dan
penjual makanan di sekolah;
6. Melakukan perbaikan dan penyediaan sarana kantin sehat;
7. Melakukan monitoring internal terhadap pelaksanaan kantin sehat di
sekolah.
2.5 Zat yang Mempengaruhi Higiene Sanitasi Makanan Jajanan
Makanan jajanan masih berisiko buruk terhadap kesehatan dikarenakan
penanganannya serikali tidak higienis sehingga memungkinkan terkontaminasi
oleh mikroorganisme berbahaya, bahan tambahan pangan yang tidak diizinkan
dan logam berat (Cahanar dan Suhanda, 2006).
22
2.5.1 Pewarna, pemanis dan pengawet
Pewarna yang umum digunakan dalam makanan jajanan antara lain:
tartrazine, erythrosine, fast green FCF dan sunset yellow. Meskipun pewarna
tersebut diizinkan tetapi pemakaiannya dibatasi. Berikut ini berbagai dampak
buruk konsumsi makanan yang mengandung pewarna sintetis berlebihan:
a. Tartrazine menyebabkan reaksi alergi, asma dan hiperaktif pada anak-
anak.
b. Erithrosine menyebabkan reaksi alergi pada saluran pernafasan, tumor
dan tiroid pada tikus, gangguan pada otak, hiperaktif dan gangguan
perilaku pada anak-anak.
c. Fast green FCF menyebabkan reaksi alergi dan tumor.
d. Sunset yellow menyebabkan radang selaput lendir pada hidung, sakit
pinggang, muntah-muntah serta gangguan pencernaan (Cahanar dan
Suhanda, 2006).
Pemanis yang digunakan dalam sebagian besar makanan jajanan adalah
sakarin, siklamat dan aspartam. Sakarin menyebabkan kanker kandung kemish
dan terputusnya plasenta pada janin. Siklamat hanya boleh dikonsumsi oleh
penderita diabetes karena kandungan kalorinya yang rendah. Namun,
penggunaan siklamat sudah dilarang di Amerika, Inggris dan Kanada pada
tahun 1970-an karena produk degradasinya bersifat karsinogen (Saparinto dan
Hidayati, 2006). Aspartam akan berubah menjadi formaldehida dan
diketopierazin yang bersifat karsinogen ketika berada di dalam tubuh,
sehingga dapat menyebabkan kanker (Lingga, 2012).
23
Boraks dan formalin sering digunakan sebagai pegawet untuk mi, bakso,
saus tomat, ikan segar, ikan asin serta ayam potong. Formalin pada dasarnya
digunakan dalam pembuatan karpet, lem, plywood, tekstil, antiseptik,
desinfektan dan pengawetan mayat. Kadar formalin yang tinggi dalam tubuh
manusia bereaksi dengan hampir semua sel sehingga fungsinya tertekan dan
terjadi kematian sel. Jika formalin masuk lewat mulut dalam dosis berlebih
menyebabkan sakit perut, kolaps, pingsan, mual, muntah dan kematian karena
kegagalan peredaran darah (Saparinto dan Hidayati, 2006).
2.5.2 Mikroba
Mikroorganisme yang mengontaminasi makanan terjadi karena beberapa
sebab, yaitu terbawa dari bahan makanan saat proses produksi atau
pendistribusian produk. Bakteri pencemar makanan antara lain Entamoeba
proteus, Eschericia coli, Pseudomonas dan Salmonella. Mikroorganisme ini
seringkali menyebabkan berbagai penyakit seperti: sesak nafas, mual,
muntah, pusing, diare, disentri, pingsan hingga kematian (Saparinto dan
Hidayati, 2006). Dalam kehidupan sehari-hari, ada tiga jenis bakteri yang
sering muncul, antara lain:
a. Salmonella: seringkali ditemukan pada daging unggas, telur, daging
babi, kambing dan binatang pengerat. Gejala yang ditimbulkan akibat
infeksi Salmonella antara lain sakit kepala, nyeri perut, diare, muntah,
dehidrasi, demam dan hilangnya nafsu makan.
24
b. E. coli: ditemukan pada keju, daging sapi, susu tanpa pasteurisasi, ikan
mentah, serta makanan yang tidak bersih. Gejala yang ditimbulkan saat
infeksi E. coli yaitu sakit perut akut, kram, muntah, demam, diare,
koma, penggumpalan darah pada otak hingga kematian.
c. Listeria: ditemukan pada daging dan susu tanpa pasteurisasi. Gejala
yang timbul karena infeksi Listeria antara lain pusing, sakit kepala,
muntah, pingsan, shock, koma (Susianto. dkk, 2008).
2.5.3 Logam berat
Makanan jajanan dapat tercemar logam berat, seperti Pb dan Hg (merkuri).
Pb yang mencemari makanan dapat berasal dari lapisan keramik, porselen atau
tanah liat yang dapat larut dalam cairan asam serta kertas koran atau kertas
bekas lainnya yang digunakan sebagai bungkus makanan (PERSAGI, 2009).
Pb yang berada dalam makanan juga diduga berasal dari sisa pembakaran
kendaraan bermotor dikarenakan tempat berjualan yang berlokasi di pinggir
jalan serta makanan jajanan yang tidak ditutup. Timbal dapat menyebabkan
keracunan kronis dan akut. Gejala keracunan Pb kronis yaitu: depresi, sakit
kepala, sulit berkonsentrasi, gangguan daya ingat dan insomnia. Sedangkan
gejala keracunan Pb akut antara lain: mual, muntah, sakit perut hebat, kelainan
fungsi otak, anemia berat, kerusakan ginjal hingga kematian dalam jangka
waktu 1-2 hari (Saparinto dan Hidayati, 2006).
Merkuri atau air raksa (Hg) yang mencemari makanan dapat berasal dari
air yang tercemar limbah industri. Penyakit akibat akumulasi Hg yaitu
25
penyakit Minamata. Hg masuk ke dalam tubuh ikan-ikan yang hidup di sekitar
Teluk Minamata sehingga terakumulasi. Ikan tersebut dimakan oleh para
nelayan dan timbul penyakit tersebut dengan gejala seperti: sakit kepala, baal
terutama pada ujung kaki dan kehilangan keseimbangan (Sumardjo, 2006).
2.6 Penyakit Bawaan Makanan (foodborne disease)
Arisman (2009) menyatakan bahwa penyakit bawaan makanan adalah
penyakit yang ditularkan lewat makanan, tanpa mempedulikan apakah
mikroorganisme (bakteri, virus dan parasit) tersebut menghasilkan racun atau
tidak. Dalam praktiknya, foodbone disease dibagi menjadi tiga, antara lain:
a. Foodborne infections: masuknya mikroorganisme patogen kedalam
tubuh dan menetap. Pada umumnya mikroorganisme ini berkembang
biak didalam saluran cerna sambil mengiritasi saluran cerna bahkan
ada yang sampai menginvasi jaringan. Contoh mikroorganisme
patogen itu antara lain Listeria, Salmonella, dan Campylobacter, akan
tetapi tidak semua Salmonella dapat menimbulkan infeksi.
b. Foodborne toxicoinfections: adalah ketika mikroorganisme
menghasilkan racun dan berkembang biak di dalam saluran
pencernaan. Dalam arti, yang berbahaya tidak hanya
mikroorganismenya saja tetapi juga racun yang dihasilkannya.
Contohnya adalah Clostridium perfringens dan E. coli O157:H7.
26
c. Foodborne intoxications: terjadi akibat mengonsumsi makanan yang
mengandung racun. Racun ini dihasilkan saat pertumbuhan bakteri
(enterotoksin).
Gambar 2.1 Klasifikasi penyebab foodborne disease (Arisman, 2009)
2.7 Faktor-faktor Lain yang Mempengaruhi Higiene Sanitasi Pedagang
Makanan Jajanan
Menurut Lawrence Green dalam WHO (2005), ada beberapa faktor yang
dapat mempengaruhi higiene sanitasi pedagang makanan jajanan. Faktor-faktor
tersebut antara lain:
27
a. Faktor predisposisi (predisposing factor) merupakan pemicu atau
alasan terbentuknya perilaku, misalnya: pengetahuan, kepercayaan,
nilai-nilai, keterampilan dan lain-lain).
b. Faktor kemudahan (enabling factor) merupakan suatu kondisi yang
dapat memudahkan terwujudnya suatu tujuan. Faktor kemudahan ini
dapat berupa ketersediaan fasilitas seperti air untuk mencuci dan
tempat untuk berjualan.
c. Faktor penguat (reinforcing factor) merupakan faktor yang muncul
sesudah suatu perilaku. Faktor ini dapat berupa imbalan atau insentif
yang diberikan karena keberlangsungan suatu perilaku, misalnya
pemberian penghargaan kepada penjamah makanan yang lulus
pemeriksaan higiene sanitasi makanan.
Dari faktor predisposisi, upaya higiene sanitasi makanan dipengaruhi
umur, jenis kelamin, lama kerja, tingkat pendidikan dan status kepemilikan.
Sedangkan sarana berjualan dapat dilihat sebagai faktor kemudahan (Budiyono,
2008). Cahyaningsih, dkk (2009) menyatakan bahwa ada hubungan yang sangat
signifikan antara perilaku higiene sanitasi dengan angka kuman.
28
2.8 Kerangka Teori
Sumber: Modifikasi Bloom (1956) dalam Notoatmodjo (2003), Wahyuni (2005),
Cahyaningsih, dkk (2009), Green dalam WHO (2005), Budiyono (2008), Depkes
RI (2003), Arisman (2009)
Gambar 2.2 Kerangka Teori
29
BAB III
KERANGKA KONSEP
3.1 Kerangka Konsep
Kerangka konsep penelitian ini ingin mengetahui gambaran karakteristik
serta pengetahuan, sikap dan tindakan higiene sanitasi pada pedagang makanan
jajanan di sekolah dasar dengan melihat beberapa aspek dari sisi karakteristik,
pengetahuan, sikap maupun tindakan oleh pedagang makanan jajanan yang sesuai
kaidah higiene sanitasi. Anak-anak sekolah dasar merupakan konsumen yang
paling berisiko terkena penyakit bawaan makanan (foodbone disease). Oleh
karena itu, foodborne disease tidak diteliti karena sampel penelitian ini adalah
pedagang makanan jajanan, sedangkan foodborne disease merupakan penyakit
yang melanda konsumen akibat memakan makanan dengan higiene sanitasi yang
buruk.
30
Gambar 3.1 Kerangka Konsep
31
3.2 Definisi Operasional
Karakteristik Pedagang Makanan Jajanan
No. Variabel Definisi Cara Ukur Alat Ukur Skala Ukur
Hasil ukur
1. Jenis kelamin Pembagian responden berdasarkan jenis kelamin laki-laki atau perempuan.
Wawancara Kuesioner Nominal 1. Laki-laki 2. Perempuan
2. Umur Pembagian responden berdasarkan umur
Wawancara Kuesioner Nominal 1. < 20 tahun 2. 21-30 tahun 3. 31-40 tahun 4. 41-50 tahun 5. ≥ 51 tahun
3. Jenis sarana Pembagian responden berdasarkan jenis sarana yang digunakan
Wawancara Kuesioner Nominal 1. Gerobak 2. Kios
4. Status kepemilikan Pembagian responden berdasarkan status kepemilikan sarana
Wawancara Kuesioner Nominal 1. Pemilik 2. Penyewa 3. Peminjam
5. Lama bekerja Pembagian responden berdasarkan lama bekerja sebagai pedagang makanan jajanan
Wawancara Kuesioner Nominal 1. ≤ 10 tahun 2. 11-20 tahun 3. ≥ 21 tahun
6. Tingkat pendidikan Pembagian responden berdasarkan pendidikan terakhir yang pernah ditempuh
Wawancara Kuesioner Nominal 1. Tidak sekolah 2. Tidak lulus SD 3. SD / sederajat 4. SMP / sederajat 5. SMA / sederajat
32
Kuesioner Pengetahuan Pedagang Makanan Jajanan
No. Variabel Definisi Cara Ukur Alat Ukur Skala Ukur Hasil Ukur
1. Pengetahuan mengenai kebersihan diri
Segala sesuatu yang diketahui oleh pedagang makanan jajanan mengenai kebersihan diri (Bloom, 1956).
Wawancara Kuesioner Ordinal 1. Baik 2. Buruk
2. Pengetahuan mengenai peralatan
Segala sesuatu yang diketahui oleh pedagang makanan jajanan mengenai bagaimana cara menjaga kebersihan peralatan (Bloom, 1956).
Wawancara Kuesioner Ordinal 1. Baik 2. Buruk
3. Pengetahuan mengenai penyajian Segala sesuatu yang diketahui oleh pedagang makanan
jajanan mengenai penyajian makanan yang sesuai standar (Bloom, 1956).
Wawancara Kuesioner Ordinal 1. Baik 2. Buruk
4. Pengetahuan mengenai sarana Segala sesuatu yang diketahui oleh pedagang makanan
jajanan mengenai higiene sanitasi pada sarana yang digunakan untuk berjualan seperti gerobak atau kios (Bloom, 1956).
Wawancara Kuesioner Ordinal 1. Baik 2. Buruk
33
Kuesioner Sikap Pedagang Makanan Jajanan
No. Variabel Definisi Cara Ukur Alat Ukur Skala Ukur Hasil Ukur
5. Sikap terhadap kebersihan diri
Pernyataan dari pedagang makanan jajanan mengenai kesediaan untuk mentaati persyaratan tentang kebersihan diri (Sarwono, 2003).
Wawancara Kuesioner Ordinal 1. Baik 2. Buruk
6. Sikap terhadap peralatan
Pernyataan dari pedagang makanan jajanan mengenai kesediaan untuk mentaati persyaratantentang kebersihan peralatan (Sarwono, 2003).
Wawancara Kuesioner Ordinal 1. Baik 2. Buruk
7. Sikap terhadap penyajian
Pernyataan dari pedagang makanan jajanan mengenai kesediaan untuk mentaati persyaratanterhadap persyaratan tentang penyajian yang baik (Sarwono, 2003).
Wawancara Kuesioner Ordinal 1. Baik 2. Buruk
8. Sikap terhadapsarana
Pernyataan dari pedagang makanan jajanan mengenai kesediaan untuk mentaati persyaratanterhadap persyaratan tentang kebersihan sarana. (Sarwono, 2003).
Wawancara Kuesioner Ordinal 1. Baik 2. Buruk
34
Tabel 3.2 Definisi Operasional
Form Observasi Pengamatan Tindakan Pedagang Makanan Jajanan
No. Variabel Definisi Cara Ukur Alat Ukur Skala Ukur Hasil Ukur
9. Tindakan kebersihan diri
Suatu sikap yang diwujudkan oleh pedagang makanan jajanan mengenai kebersihan diri yang sesuai pedoman higiene sanitasi makanan jajanan (Budiman dan Riyanto, 2013).
Observasi dan Wawancara
Form Observasi
Ordinal 1. Baik 2. Buruk
10. Tindakan terhadap peralatan
Suatu sikap yang diwujudkan oleh pedagang makanan jajanan mengenai bagaimana cara menjaga kebersihan peralatan yang sesuai pedoman higiene sanitasi makanan jajanan (Budiman dan Riyanto, 2013).
Observasi dan Wawancara
Form Observasi
Ordinal 1. Baik 2. Buruk
11. Tindakan saat penyajian
Suatu sikap yang diwujudkan oleh pedagang makanan jajanan mengenai penyajian makanan yang sesuai pedoman higiene sanitasi makanan jajanan (Budiman dan Riyanto, 2013).
Observasi dan Wawancara
Form Observasi
Ordinal 1. Baik 2. Buruk
12. Tindakan terhadap sarana
Suatu sikap yang diwujudkan oleh pedagang makanan jajanan mengenai higiene sanitasi pada kondisi sarana yang digunakan untuk berjualan seperti gerobak atau kios sesuai pedoman higiene sanitasi makanan jajanan (Budiman dan Riyanto, 2013).
Observasi dan Wawancara
Form Observasi
Ordinal 1. Baik 2. Buruk
35
BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah kuantitatif deskriptif di mana data
yang besarnya semua variabel digambarkan dalam bentuk numerik. Desain yang
digunakan dalam penelitian ini adalah cross sectional di mana data variabel bebas
dan variabel terikat dibandingkan pada waktu yang sama. Penelitian ini dilakukan
untuk mengetahui gambaran pengetahuan, sikap dan tindakan higiene sanitasi
pedagang makanan jajanan di sekolah dasar Cipinang Besar Utara. Gambaran
tersebut diperoleh dengan menggunakan instrumen kuesioner dan lembar
observasi.
Variabel dalam penelitian ini adalah pengetahuan, sikap dan tindakan
higiene sanitasi pedagang makanan jajanan. variabel higiene sanitasi pedagang
makanan jajanan diukur berdasarkan kemampuannya untuk menjawab
pertanyaan-pertanyaan dengan benar pada kuesioner untuk aspek pengetahuan dan
sikap serta check list untuk tindakan yang terdiri atas: kebersihan diri pedagang,
peralatan yang digunakan, penyajian makanan serta sarana yang digunakan.
4.2 Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pedagang makanan jajanan
yang berjualan di sekitar sekolah dasar Cipinang Besar Utara, baik yang didalam
36
maupun diluar gedung sekolah. Populasi pedagang makanan jajanan di lokasi
penelitian ini terdiri atas dua jenis, yaitu pedagang yang mengolah dan
menjajakan makan serta pedagang yang hanya menjajakan makanan yang sudah
jadi.
Penelitian ini menggunakan teknik Total Population Sampling, dimana
subjek yang akan diteliti merupakan seluruh anggota populasi. Kriteria sampel
yang telah ditetapkan oleh peneliti, yaitu:
a. Pedagang makanan jajanan berjualan di lingkungan sekolah dasar
Kelurahan Cipinang Besar Utara, baik di dalam maupun di luar sekolah;
b. Pedagang melakukan persiapan bahan, mengolah sampai menyajikan
hidangan ke konsumen;
c. Berjualan antara pukul 07.00 – 17.00;
d. Persiapan bahan sampai penyajian dilakukan di sarana berjualan seperti
kios atau gerobak.
Banyaknya pedagang makanan yang berjualan di sekitar sekolah dasar kurang
lebih 50 orang. Jumlah sampel yang memenuhi kriteria kurang lebih 45 orang.
Besar sampel yang bersedia menjadi responden dari kriteria tersebut adalah 35
orang.
4.3 Tempat dan Waktu
Penelitian ini dilakukan di beberapa sekolah dasar yang berada di wilayah
Kecamatan Jatinegara, Kelurahan Cipinang Besar Utara. Penelitian dilakukan
bulan Oktober - November 2014.
37
4.4 Pengumpulan Data
4.4.1 Uji Validitas dan Reliabilitas
Sebelum kuesioner digunakan untuk pengumpulan data, terlebih dahulu
dilakukan uji validitas dan reliabilitas. Validitas adalah suatu ukuran tingkat
kesahihan suatu kuesioner, sedangkan reliabilitas adalah indeks yang
menunjukkan sejauh mana alat ukur dapat dipercaya (Budiman dan Riyanto,
2013).
Kuesioner pengukuran pengetahuan yang digunakan dalam penelitian ini
dibuat oleh Budiman dan Riyanto (2013). Kumpulan kuesioner tersebut sudah
digunakan oleh tiga penelitian lain. Kuesioner ini sudah dilakukan uji validitas
dan reliabilitas di SD Baros Mandiri 6, Kota Cimahi tahun 2011. Jumlah
sampel (n) 20 responden dan nilai alpha 0,05, didapatkan r tabel sebesar
0,468. Jumlah pertanyaan dalam kuesioner sebanyak 17 pertanyaan yang
semuanya valid dan reliabel.
Kuesioner pengukuran sikap yang digunakan dalam penelitian ini berasal
dari penelitian Muthmainnah (2012). Dengan jumlah sampel (n) 14 responden
dan nilai alpha 0,05, didapatkan r tabel sebesar 0,576. Jumlah pertanyaan
dalam kuesioner sebanyak 24 pertanyaan yang semuanya valid dan reliabel.
Checklist penilaian tindakan dibuat berdasarkan Kepmenkes RI nomor
942/MENKES/SK/VII/2003 tentang Pedoman Persyaratan Higiene Sanitasi
Makanan Jajanan. Kuesioner dan cheklist tersebut kemudian diuji kembali
38
untuk mengetahui apakah alat ukur tersebut tepat untuk mengukur variabel
yang akan diukur.
a. Uji Validitas
Jumlah sampel dalam uji ini adalah 20 sampel sehingga didapatkan
nilai R tabel adalah 0,468. Dapat disimpulkan bahwa 66 pertanyaan
yang terdiri atas variabel pengetahuan, sikap dan tindakan mengenai:
kebersihan diri, peralatan, penyajian dan sarana adalah valid, sehingga
dapat dijabarkan sebagai berikut:
1. Variabel pengetahuan, pertanyaan B1-B17 adalah valid.
2. Variabel sikap, pertanyaan C1-C19 adalah valid.
3. Variabel tindakan, pernyataan D1-30 adalah valid.
b. Uji Reliabilitas
Dari hasil uji reliabilitas, didapatkan hasil sebagai berikut:
Tabel 4.1 Hasil Uji Reliabilitas
Variabel Cronbach Alpha
R tabel (n = 20) Reliabilitas
Pengetahuan 0,947 0,468
Reliabel Sikap 0,968 Reliabel Tindakan 0,981 Reliabel
4.4.2 Data Primer dan Sekunder
Data primer diambil dengan cara mendatangi sampel yang memenuhi
kriteria. Selanjutnya dilakukan wawancara dengan menggunakan kuesioner
untuk menilai pengetahuan dan sikap serta check list dan wawancara untuk
menilai tindakan pedagang makanan jajanan tentang higienesanitasi makanan.
39
Data sekunder yang diperoleh antara lain dari instansi terkait dalam penelitian
ini, yaitu Dinas Kesehatan Kotamadya Jakarta Timur serta situs resmi
pemerintah di internet. Selain itu juga dilakukan observasi dan wawancara
dengan lembar observasi berdasarkan Departemen Kesehatan RI (2003) untuk
menilai tindakan higiene dan sanitasi pedagang makanan jajanan di sekolah
dasar Cipinang Besar Utara.
4.5 Pengolahan dan Analisis Data
4.5.1 Pengolahan Data
Setelah jawaban kuesioner dikumpulkan, kemudian peneliti melakukan
pengolahan data melalui berapa tahapan, yaitu:
1. Editing, peneliti melakukan pengecekan isian formulir atau
kuesioner apakah jawaban yang ada di kuesioner sudah lengkap,
jelas, relevan, dan konsisten.
2. Koding, peneliti merubah data yang berbentuk huruf menjadi data
berbentuk angka yang berguna untuk mempermudah analisis data,
mempercepat entry data
3. Entry data, penelitimeng-entry data dari kuesioner dengan program
computer tertentu
4. Cleaning data, peneliti mengecekan kembali data yang sudah
dientry apakah data kesalahan atau tidak.
5. Analisa data, peneliti menganalisa data secara statistik untuk
memudahkan interpretasi dan pengujian hipotesis lebih lanjut
40
4.5.2 Analisis Data
Analisis data yang telah terkumpul dilakukan secara deskriptif baik pada
data univariat maupun data yang telah dikategorikan dalam distribusi
frekuensi. Setelahnya dilakukan skoring, skor hasil wawancara mengenai
pengetahuan, sikap dan tindakan higiene sanitasi makanan.
4.6 Aspek Pengukuran
Pengukuran dilakukan dengan menggunakan kuesioner dan check list.
Skala pengukuran menggunakan skala Guttman, dimana pertanyaan mengani
pengetahuan dan sikap yang dijawab dengan benar atau positif diberikan nilai 1
dan salah atau negatif diberikan nilai 0. Sedangkan observasi tindakan yang
dilakukan diberikan nilai 1 dan tidak dilakukan diberikan nilai 0.
4.6.1 Pengetahuan
Aspek pengetahuan pada responden dibagi menjadi 4 kategori, yaitu:
a. Pengetahuan menngenai kebersihan diri diukur melalui 5
pertanyaan. Skor tertinggi yang dapat dicapai responden adalah 5.
b. Pengetahuan menngenai peralatan diukur melalui 4 pertanyaan.
Skor tertinggi yang dapat dicapai adalah 4.
c. Pengetahuan menngenai penyajian makanan diukur melalui 5
pertanyaan. Skor tertinggi yang dapat dicapai adalah 5.
41
d. Pengetahuan menngenai sarana yang digunakan diukur melalui 3
pertanyaan. Skor tertinggi yang dapat dicapai adalah 3.
4.6.2 Sikap
Aspek sikap pada responden dibagi menjadi 4 kategori, yaitu:
a. Sikap terhadap kebersihan diri diukur melalui 7 pertanyaan. Skor
tertinggi yang dapat dicapai responden adalah 7.
b. Sikap terhadap peralatan diukur melalui 6 pertanyaan. Skor
tertinggi yang dapat dicapai adalah 6.
c. Sikap terhadap penyajian makanan diukur melalui 4 pertanyaan.
Skor tertinggi yang dapat dicapai adalah 4.
d. Sikap terhadap sarana yang digunakan diukur melalui 2
pertanyaan. Skor tertinggi yang dapat dicapai adalah 2.
4.6.3 Tindakan
Tindakan responden yang diukur dibagi menjadi 4 kategori, yaitu:
a. Tindakan kebersihan diri diukur melalui 8 pernyataan. Skor
tertinggi yang dapat dicapai responden adalah 8.
b. Tindakan terhadap peralatan diukur melalui 4 pernyataan. Skor
tertinggi yang dapat dicapai adalah 4.
c. Tindakan saat penyajian makanan diukur melalui 10 pernyataan.
Skor tertinggi yang dapat dicapai adalah 10.
42
d. Tindakan terhadap sarana yang digunakan diukur melalui
8pernyataan. Skor tertinggi yang dapat dicapai adalah 8.
Setelah diperolah data skor pengetahuan, sikap dan psikomotor per
kategori, kemudian data tersebut dianalisis secara deskriptif. Selanjutnya data
diintepretasikan menjadi dua, yaitu baik dan buruk dan digunakan untuk
membandingkan dengan data lain yang relevan.
a. Baik apabila skor jawaban reponden ≥ ( nilai minimum + nilai
maksimum) x 50% dari masing-masing total skor.
b. Buruk apabila skor jawaban responden < ( nilai minimum + nilai
maksimum) x 50% dari masing-masing total skor (Budiyono dkk,
2008).
43
BAB V
HASIL
5.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian
5.1.1 Gambaran Umum Kelurahan Cipinang Besar Utara
Kelurahan Cipinang Besar Utara merupakan salah satu kelurahan yang
berada di Kecamatan Jatinegara, Kotamadya Jakarta Timur dengan luas
wilayah 115,2 hektar. Kelurahan Cipinang Besar Utara berbatasan dengan
daerah-daerah sebagai berikut:
Utara : Rel K.A Kelurahan Pisangan Timur
Timur : Jalan Cipinang Jaya
Selatan : Kelurahan Cipinang Besar Selatan
Barat : Jalan DI. Panjaitan (Keputusan Gubernur Provinsi DKI Jakarta
No. 171, 2007).
Jumlah penduduk di Kelurahan Cipinang Besar Utara sebesar 53.387 jiwa,
dengan rincian 20.660 laki-laki dan 22.727 perempuan serta kepadatan
penduduk per Km2 sebesar 46,342.88. (Badan Pusat Statistik, 2010).
44
5.1.2 Gambaran Umum Sekolah Dasar di Kelurahan Cipinang
Besar Utara
Di Kelurahan Cipinang Besar Utara terdapat sebanyak 11 Sekolah Dasar
Negeri (SDN) dan 3 Sekolah Dasar Swasta (SDS). Sekolah-sekolah tersebut
berada di tujuh lokasi dengan rincian sebagai berikut:
Tabel 5.1. Distribusi Sekolah Dasar di Kelurahan Cipinang Besar
Utara
No. Lokasi Sekolah Dasar
1 Jl. Bekasi Timur IV No. 1 SDN Cipinang Besar Utara 01 Pagi SDN Cipinang Besar Utara 02 Petang SDN Cipinang Besar Utara 03 Pagi SDN Cipinang Besar Utara 04 Petang
2 Jl. Cipinang Latihan Rt. 03/ 10 SDN Cipinang Besar Utara 05 Pagi SDN Cipinang Besar Utara 06 Petang SDN Cipinang Besar Utara 07 Pagi SDN Cipinang Besar Utara 08 Petang
3 Jl. Cipinang Latihan No. 6 SDN Cipinang Besar Utara 09 Pagi
4 Jl. Prumpung Tengah SDN Cipinang Besar Utara 10 Pagi SDN Cipinang Besar Utara 11 Pagi
5 Jl. Bekasi Timur IV No. 15 SDS DCB Palad
6 Jl. Bekasi Timur IV Dalam SDS Nurul Yaqin
7 Jl. Kb. Jeruk Timur Rt. 02/ 02 SDS YPBK
Sumber: Dinas Pendidikan Dasar Provinsi DKI Jakarta, 2008
45
5.2 Gambaran Umum Pedagang Makanan Jajanan di Sekolah Dasar
Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun 2014
Berdasarkan hasil penelitian, didapatkan gambaran umum pedagang
makanan jajanan di Kelurahan Cipinang Besar Utara sebagai berikut:
5.2.1 Gambaran Jenis Kelamin Pedagang Makanan Jajanan di
Sekolah Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun 2014
Distribusi pedagang makanan jajanan berdasarkan jenis kelamin yang
diperoleh dari hasil penelitian dapat dilihat dalam tabel 5.2 sebagai berikut:
Tabel 5.2 Distribusi Pedagang Makanan Jajanan di Sekolah Dasar
Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun 2014 berdasarkan Jenis Kelamin
No. Jenis Kelamin n % 1. Laki-laki 21 60 2. Perempuan 14 40
Total 35 100
Berdasarkan Tabel 5.2, dari 35 pedagang makanan jajanan paling banyak
berjenis kelamin laki-laki sebesar 60%.
46
5.2.2 Gambaran Umur Pedagang Makanan Jajanan di Sekolah
Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun 2014
Karakteristik pedagang makanan jajanan berdasarkan umur dapat dilihat
dalam tabel 5.3 sebagai berikut:
Tabel 5.3 Distribusi Pedagang Makanan Jajanan di Sekolah Dasar
Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun 2014 berdasarkan Umur
No. Umur n % 1. ≤ 20 2 5,7 2. 21 - 30 8 22,9 3. 31 - 40 12 34,3 4. 41 - 50 8 22,9 5. ≥ 51 5 14,3
Total 35 100
Berdasarkan tabel 5.3, dari 35 pedagang makanan jajanan paling banyak
terdapat pada kelompok umur 31 – 40 tahun sebanyak 34,3%, sedangkan paling
sedikit terdapat pada kelompok umur ≤ 20 tahun sebanyak 5,7%
.
5.2.3 Gambaran Jenis Sarana Berdagang yang Digunakan Oleh
Pedagang Makanan Jajanan di Sekolah Dasar Kelurahan Cipinang
Besar Utara Tahun 2014
Berdasalkan hasil penelitian, diketahui pedagang makanan jajanan
berdasarkan jenis sarana berdagang yang digunakan dalam tabel 5.4 sebagai
berikut:
47
Tabel 5.4 Distribusi Pedagang Makanan Jajanan di Sekolah Dasar
Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun 2014 berdasarkan Jenis Sarana
Berdagang
No. Jenis Sarana Berdagang n % 1. Gerobak 24 68,6 2. Kios 11 31,4
Total 35 100
Berdasarkan tabel 5.4, diketahui bahwa sebagian besar pedagang makanan
jajanan menggunakan gerobak (68.6%) dan sisanya menggunakan kios sebagai
sarana berdagang.
5.2.4 Gambaran Status Kepemilikan Sarana yang Digunakan
Pedagang Makanan Jajanan di Sekolah Dasar Kelurahan Cipinang
Besar Utara Tahun 2014
Dari penelitian yang dilakukan, diperoleh informasi pedagang makanan
jajanan berdasarkan status kepemilikan sarana berdagang dalam tabel 5.2.4
sebagai berikut:
Tabel 5.5 Distribusi Pedagang Makanan Jajanan di Sekolah Dasar
Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun 2014 berdasarkan Status
Kepemilikan Sarana
No. Status Kepemilikan Sarana n % 1. Pemilik 21 60 2. Penyewa 7 20 3. Peminjam 7 20
Total 35 100
48
Berdasarkan tabel 5.5, sebanyak 60% pedagang makanan jajanan merupakan
pemilik dari tempat berdagang, sedangkan penyewa dan peminjam tempat
berdagang masing-masing sebanyak 20%. Peminjam merupakan orang yang
diminta untuk berdagang makanan jajanan oleh pihak sekolah atau yayasan untuk
berjualan tanpa dipungut biaya sewa.
5.2.5 Gambaran Lama Bekerja Pedagang Makanan Jajanan di
Sekolah Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun 2014
Distribusi pedagang makanan jajanan dari hasil penelitian berdasarkan
lama bekerja sebagai pedagang makanan jajanan dapat dilihat dalam tabel
5.2.5 sebagai berikut:
Tabel 5.6 Distribusi Pedagang Makanan Jajanan di Sekolah Dasar
Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun 2014 berdasarkan Lama Bekerja
No. Lama Bekerja n % 1. ≤ 10 tahun 26 74,3 2. 11 – 20 tahun 8 22,9 3. ≥ 21 tahun 1 2,9
Total 35 100
Berdasarkan tabel 5.6, sebagian besar pedagang makanan jajanan telah bekerja
selama ≤ 10 tahun (74,3%) dan hanya 2,9% pedagang makanan jajanan yang telah
bekerja lebih dari 20 tahun.
49
5.2.6 Gambaran Tingkat Pendidikan Pedagang Makanan Jajanan di
Sekolah Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun 2014
Hasil penelitian menunjukkan pedagang makanan jajanan berdasarkan
tingkat pendidikan dalam tabel 5.7 sebagai berikut:
Tabel 5.7 Distribusi Pedagang Makanan Jajanan di Sekolah Dasar
Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun 2014 berdasarkan Tingkat
Pendidikan
No. Tingkat Pendidikan n % 1. Tidak Sekolah 1 2,9 2. Tidak Lulus SD 2 5,7 3. SD / Sederajat 7 20 4. SMP / Sederajat 11 31,4 5. SMA / Sederajat 14 40
Total 35 100
Berdasarkan tabel 5.7, tingkat pendidikan tertinggi dan terbanyak yang
ditempuh oleh pedagang makanan jajanan adalah SMA / sederajat sebanyak 14
orang (40%), sedangkan pendidikan terendah adalah tidak sekolah sebanyak 1
orang (2,9%).
5.3 Aspek Pengetahuan pada Pedagang Makanan Jajanan di Sekolah
Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun 2014
Hasil penelitian pada aspek pengetahuan menggambarkan segala sesuatu
yang diketahui oleh pedagang makanan jajanan mengenai higiene sanitasi
makanan jajanan di sekolah dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara tahun 2014.
50
5.3.1 Aspek Pengetahuan Mengenai Kebersihan Diri pada Pedagang
Makanan Jajanan di Sekolah Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara
Tahun 2014
Berdasarkan hasil wawancara, diperoleh distribusi frekuensi jawaban
responden yang dapat dilihat pada tabel 5.8:
Tabel 5.8 Distribusi Frekuensi Jawaban Responden Berdasarkan
Tingkat Pengetahuan Pedagang Makanan Jajanan mengenai
Kebersihan Diri di Sekolah Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara
Tahun 2014
No. Pertanyaan Kebersihan Diri
Benar % Salah %
B1 Pengertian menjaga kebersihan pada saat berdagang
32 91,4 3 8,6
B2 Manfaat menjaga kebersihan diri saat berdagang
32 91,4 3 8,6
B3 Akibat kebersihan makanan yang buruk
29 82,9 6 17,1
B4 Akibat tidak melakukan kebiasaan hidup bersih
19 54,3 16 45,7
B5 Contoh sikap terhadap kebersihan yang buruk
23 65,7 12 34,3
Berdasarkan tabel 5.8 diketahui bahwa pedagang makanan jajanan
memiliki pengetahuan yang baik mengenai manfaat kebiasaan hidup bersih
(54,3%) dan pengetahuan yang baik mengenai sikap yang bukan termasuk
menjaga kebersihan sebesar 65,7%. Hasil skoring pada jawaban yang benar
dari aspek pengetahuan mengenai kebersihan diri pedagang makanan jajanan
di Kelurahan Cipinang Besar Utara tahun 2014, didapatkan skor terendah
51
sebesar 1 dan tertinggi sebesar 5 dengan mean sebesar 3,86. Data yang
diperoleh dikelompokkan menjadi buruk jika skor ≤ 3 dan baik jika skor > 3.
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, presentasi pedagang makanan
jajanan di Sekolah Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun 2014
berdasarkan aspek pengetahuan mengenai kebersihan diri dapat dilihat pada
tabel 5.9 sebagai berikut:
Tabel 5.9 Distribusi Pengetahuan Mengenai Kebersihan Diri pada Pedagang
Makanan Jajanan di Sekolah Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun
2014
No Kategori n % 1. Baik 21 60 2. Buruk 14 40
Total 35 100
Berdasarkan Tabel 5.9 dari 35 pedagang makanan jajanan, sebagian besar
pedagang memiliki tingkat pengetahuan mengenai kebersihan diri yang baik
(60%).
5.3.2 Aspek Pengetahuan Mengenai Peralatan pada Pedagang
Makanan Jajanan di Sekolah Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara
Tahun 2014
Berdasarkan hasil penelitian, diketahui distribusi frekuensi jawaban
responden pada tabel 5.10 berikut ini.
52
Tabel 5.10 Distribusi Frekuensi Jawaban Responden Berdasarkan
Tingkat Pengetahuan Pedagang Makanan Jajanan mengenai
Peralatan di Sekolah Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun
2014
No. Pertanyaan Peralatan
Benar % Salah %
B6 Tahapan mencuci peralatan untuk makanan jajanan yang benar
28 80 7 20
B7 Syarat tempat penyimpanan makanan yang baik
22 62,9 13 37,1
B8 Tindakan yang menyebabkan pencemaran makanan
16
45,7 19 54,3
B9 Kondisi peralatan yang digunakan untuk menyiapkan makanan
31 88,6 4 11,4
Dari tabel 5.10 diketahui bahwa sebesar 62,9% responden memiliki
pengetahuan yang baik mengenai syarat tempat penyimpanan makanan yang
baik. Namun, sebesar 54,3% responden memiliki pengetahuan yang buruk
mengenai tindakan yang menyebabkan pencemaran makanan.
Hasil skoring aspek pengetahuan mengenai peralatan pada pedagang
makanan jajanan diperoleh skor terendah sebesar 1, tertinggi sebesar 4 dan
mean sebesar 2,77 . Kemudian data dikelompokkan menjadi buruk jika skor ≤
2,5 dan baik jika skor > 2,5. Hasil perhitungan pada variabel pengetahuan
mengenai peralatan pada pedagang makanan jajanan disajikan pada tabel 5.11
sebagai berikut:
53
Tabel 5.11 Distribusi Pengetahuan Mengenai Peralatan pada Pedagang
Makanan Jajanan di Sekolah Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun
2014
No Kategori n % 1. Baik 22 62,9 2. Buruk 13 37,1
Total 35 100
Berdasarkan Tabel 5.11 dari 35 pedagang makanan jajanan, sebagian besar
pedagang makanan jajanan yang tingkat pengetahuan mengenai peralatannya baik
adalah sebesar 62,9%.
5.3.3 Aspek Pengetahuan Mengenai Penyajian pada Pedagang
Makanan Jajanan di Sekolah Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara
Tahun 2014
Dari hasil perhitungan statistik, diperoleh frekuensi jawaban responden
berdasarkan tingkat pengetahuan mengenai penyajian pada tabel 5.12.
Tabel 5.12 Distribusi Frekuensi Jawaban Responden Berdasarkan
Tingkat Pengetahuan Pedagang Makanan Jajanan mengenai
Penyajian di Sekolah Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun
2014
No. Pertanyaan Penyajian
Benar % Salah %
B10 Tujuan menjaga kebersihan makanan yang buruk
22 62,9 13 37,1
B11 Akibat mengonsumsi makanan yang mengandung zat kimia berbahaya
33 94,3 2 5,7
B12 Bahan kimia yang boleh terkandung didalam makanan
27 77,1 8 22,9
54
No. Pertanyaan Penyajian
Benar % Salah %
B13 Penyebab menurunnya kualitas makanan
13 37,1 22 62,9
B14 Contoh makanan yang baik untuk kesehatan
16 45,7 19 54,3
Berdasarkan tabel 5.12, diketahui bahwa sebanyak sebesar 62,9%
responden memiliki pengetahuan yang baik mengenai tujuan menjaga
kebersihan makanan yang buruk. Sebesar 77,1% responden juga dapat
menjawab dengan baik mengenai bahan kimia yang boleh terkandung didalam
makanan.
Di sisi lain, pedagang makanan jajanan yang dijadikan responden memiliki
pengetahuan yang buruk mengenai penyebab menurunnya kualitas makanan
(62,9%) serta pengetahuan yang buruk mengenai contoh makanan yang baik
untuk kesehatan (54,3%).
Berdasarkan skoring pada aspek pengetahuan mengenai penyajian pada
pedagang makanan jajanan, diketahui bahwa skor terendah sebesar 0, skor
tertinggi sebesar 5 dengan mean sebesar 3,17. Kemudian data dibagi menjadi
buruk jika skor ≤ 2,5 dan baik jika skor > 2,5. Dari variabel pengetahuan
mengenai penyajian pada pedagang makanan jajanan diperoleh informasi pada
tabel 5.13 berikut:
55
Tabel 5.13 Distribusi Pengetahuan Mengenai Penyajian pada Pedagang
Makanan Jajanan di Sekolah Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun
2014
No Kategori n % 1. Baik 24 68,6 2. Buruk 11 31,4
Total 35 100
Berdasarkan Tabel 5.13 diketahui bahwa mayoritas pedagang memiliki tingkat
pengetahuan mengenai penyajiaannya yang baik (68,6%).
5.3.4 Aspek Pengetahuan Mengenai Sarana pada Pedagang
Makanan Jajanan di Sekolah Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara
Tahun 2014
Dari aspek pengetahuan mengenai sarana diperoleh informasi distribusi
frekuensi jawaban responden berdasarkan tingkat pengetanuan mengenai
sarana pada tabel 5.14 berikut ini.
Tabel 5.14 Distribusi Frekuensi Jawaban Responden Berdasarkan
Tingkat Pengetahuan Pedagang Makanan Jajanan mengenai Sarana
di Sekolah Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun 2014
No. Pertanyaan Sarana Benar % Salah %
B15 Syarat fasilitas sarana pedagang kaki lima yang sudah memenuhi kriteria kesehatan
21 60 14 40
B16 Dampak yang ditimbulkan jika tidak menjaga kebersihan lingkungan
32 91,4 3 8,6
B17 Hal tidak menyebabkan pencemaran makanan ketika dijajakan
23 65,7 12 34,3
56
Dari tabel 5.14 diketahui sebesar 60% responden memiliki pengetahuan
yang baik mengenai persyaratan fasilitas sarana pedagang kaki lima yang
memenuhi kesehatan. Sebesar 65,7% responden memiliki pengetahuan yang
baik mengenai hal-hal yang tidak menyebabkan pencemaran makanan.
Pada aspek pengetahuan mengenai sarana pada pedagang makanan
jajanan, diperoleh mean sebesar 2,17 dengan skor terendah sebesar 0 dan skor
tertinggi sebesar 3. Pengetahuan mengenai sarana dikatakan buruk jika skor ≤
1,5 dan baik jika skor > 1,5. Hasil pengolahan data pengetahuan mengenai
sarana pada pedagang makanan jajanan menunjukan presentasi pada tabel 5.15
sebagai berikut:
Tabel 5.15 Distribusi Pengetahuan Mengenai Sarana pada Pedagang
Makanan Jajanan di Sekolah Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara
Tahun 2014
No Kategori n % 1. Baik 26 74,3 2. Buruk 9 25,7
Total 35 100
Berdasarkan Tabel 5.15 dari 35 pedagang makanan jajanan, sebagian besar
(74,3%) pedagang memiliki tingkat pengetahuan mengenai sarana yang baik.
5.4 Aspek Sikap pada Pedagang Makanan Jajanan di Sekolah Dasar
Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun 2014
Hasil penelitian pada aspek sikap menggambarkan penyataan pedagang
makanan jajanan di sekolah dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara tahun 2014
57
mengenai kesediaan untuk menuruti berbagai persyaratan mengenai higiene
sanitasi makanan jajanan.
5.4.1 Aspek Sikap Terhadap Kebersihan Diri pada Pedagang
Makanan Jajanan di Sekolah Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara
Tahun 2014
Dari hasil penelitian diperoleh distribusi frekuensi jawaban sikap
mengenai kebersihan diri pada tabel 5.16 berikut ini.
Tabel 5.16 Distribusi Frekuensi Jawaban Responden Berdasarkan
Tingkat Sikap Pedagang Makanan Jajanan mengenai Kebersihan
Diri di Sekolah Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun 2014
No. Pernyataan mengenai Kebersihan Diri
Positif % Negatif %
C1 Mencuci tangan menggunakan sabun harus dilakukan oleh pengolah makanan sebelum memasak
33 94,3 2 5,7
C2 Pengolah makanan harus menggunakan pakaian bersih dan menyerap keringat
30 85,7 5 14,3
C3 Pengolah makanan tidak boleh memiliki kuku yang panjang
28 80 7 20
C4 Mengobati dan menutup luka terbuka adalah hal yang penting dilakukan pengolah saat memasak
26 74,3 9 25,7
C5 Pengolah makanan diperkenankan merokok saat memasak
4 11,4 31 88,6
C6 Penjamah makanan boleh bersin atau batuk saat mengolah bahan makanan
17 48,6 18 51,4
C7 Penjamah makanan menggunakan tangan tanpa alat penjepit/sendok/garpu bersih untuk mengambil makanan matang
7 20 28 80
58
Berdasarkan tabel 5.16, diketahui bahwa masih ada sebagian pedagang
makanan jajanan yang sikap yang buruk terhadap tidak bolehnya bersih atau
batuk saat mengolah makanan (51,4%). Hasil penelitian dari aspek sikap
mengenai kebersihan diri pedagang makanan jajanan di Kelurahan Cipinang
Besar Utara tahun 2014, dapat disimpulkan bahwa mean sebesar 5,51 dengan
skor terendah sebesar 1 dan tertinggi sebesar 7. Aspek sikap terhadap
kebersihan diri buruk jika skor ≤ 4 dan baik jika skor lebih dari 4.
Hasil perhitungan statistik menunjukan presentase sikap pedagang
makanan jajanan terhadap kebersihan diri pada tabel 5.17 berikut:
Tabel 5.17 Distribusi Sikap Terhadap Kebersihan Diri pada Pedagang
Makanan Jajanan di Sekolah Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun
2014
No Kategori n % 1. Baik 28 80 2. Buruk 7 20
Total 35 100
Berdasarkan Tabel 5.17 dari 35 pedagang makanan jajanan diketahui
sebagian besar memiliki sikap yang baik terhadap standar kebersihan diri
(80%).
59
5.4.2 Aspek Sikap Terhadap Peralatan pada Pedagang Makanan
Jajanan di Sekolah Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun
2014
Berdasarkan hasil perhitungan statistik, diperoleh sebaran frekuensi
jawaban responden berdasarkan sikap terhadap peralatan pada tabel 5.18.
Tabel 5.18 Distribusi Frekuensi Jawaban Responden Berdasarkan
Tingkat Sikap Pedagang Makanan Jajanan mengenai Peralatan di
Sekolah Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun 2014
No. Pernyataan mengenai Peralatan
Positif % Negatif %
C8 Pengolah harus menggunakan air bersih yang memenuhi syarat air minum untuk memasak
35 100 - -
C9 Penjamah makanan perlu menggunakan peralatan yang bersih saat mengolah makanan
35 100 - -
C10 Sebelum digunakan peralatan harus dibersihkan dahulu oleh pengolah makanan
33 94,3 2 5,7
C11 Penjamah mengelap piring atau gelas dengan lap meja
8 22,9 27 77,1
C12 Penjamah mencuci piring dengan sabun dan air yang mengalir
30 85,7 5 14,3
C13 Penjamah makanan menggunakan kertas bekas untuk alas makanan (seperti gorengan)
2 5,7 33 94,3
60
Berdasarkan tabel 5.18, keseluruhan pertanyaan mengenai sikap mengenai
peralatan dapat dijawab oleh sebagian besar responden. Hal ini terlihat dari
presentase jumlah responden yang menjawab dengan benar di atas 50%.
Penelitian dari aspek sikap mengenai peralatan pada pedagang makanan
jajanan, diketahui skor terendah sebesar 4 dan tertinggi sebesar 6 dengan mean
sebesar 5,51. Aspek sikap terhadap peralatan dikelompokkan menjadi buruk
jika skor ≤ 5 dan baik jika skor > 5. Berdasarkan hasil penelitian yang
dilakukan, berikut ini gambaran sikap terhadap peralatan pada pedagang
makanan jajanan pada tabel 5.19:
Tabel 5.19 Distribusi Sikap Terhadap Peralatan pada Pedagang Makanan
Jajanan di Sekolah Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun 2014
No Kategori n % 1. Baik 23 65,7 2. Buruk 12 34,3
Total 35 100
Berdasarkan Tabel 5.19, terdapat sebesar 65,7% pedagang makanan jajanan yang
memiliki sikap yang baik untuk terhadap standar kebersihan pada peralatan.
5.4.3 Aspek Sikap Terhadap Penyajian pada Pedagang Makanan
Jajanan di Sekolah Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun
2014
Dari hasil wawancara, diperoleh distribusi frekuensi sikap responden
terhadap pernyajian pada tabel 5.20.
61
Tabel 5.20 Distribusi Frekuensi Jawaban Responden Berdasarkan
Sikap Pedagang Makanan Jajanan Terhadap Penyajian di Sekolah
Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun 2014
No. Pernyataan mengenai Penyajian
Positif % Negatif %
C14 Pengolah makanan harus memilih bahan makanan yang baik dan bersih
35 100 - -
C15 Memisahkan bahan makanan mentah dengan makanan matang harus dilakukan pengolah makanan
33 94,3 2 5,7
C16 Penjamah makanan menutup makanan jadi dengan penutup yang bersih dan melindungi (tudung saji/tutup panci dll)
33 94,3 2 5,7
C17 Penjamah memanaskan secara berulang-ulang olahan sayuran hijau (bayam, kangkung dll).
5 14,3 30 85,7
Tabel 5.20 menunjukkan bahwa semua pertanyaan sikap terhadap
penyajian dapat dijawab dengan baik, hal ini dapat dilihat dari jumlah
responden yang hampir 100% dapat menjawab dengan baik.
Berdasarkan skoring pada aspek sikap mengenai penyajian pada pedagang
makanan jajanan, dapat disimpulkan skor terendah sebesar 2, skor tertinggi
sebesar 4 dan mean sebesar 3,74. Data dibagi menjadi buruk jika skor ≤ 3 dan
baik jika skor > 3. Tabel 5.21 berikut ini merupakan hasil penelitian mengenai
sikap terhadap penyajian pada pedagang makanan jajanan:
62
Tabel 5.21 Distribusi Sikap Terhadap Penyajian pada Pedagang Makanan
Jajanan di Sekolah Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun 2014
No Kategori n % 1. Baik 28 80 2. Buruk 7 20
Total 35 100
Berdasarkan Tabel 5.21, dapat diketahui bahwa sebagian besar pedagang
makanan jajanan (80%) memiliki sikap yang baik terhadap persyaratan
penyajian yang baik.
5.4.4 Aspek Sikap Terhadap Sarana pada Pedagang Makanan
Jajanan di Sekolah Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun
2014
Hasil penelitian menunjukkan distribusi frekusensi jawaban sikap
responden terhadap penyajian dalam tabel 5.22 berikut.
Tabel 5.22 Distribusi Frekuensi Jawaban Responden Berdasarkan
Sikap Pedagang Makanan Jajanan Terhadap Penyajian di Sekolah
Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun 2014
No. Pernyataan mengenai Sarana
Positif % Negatif %
C18 Penjamah makanan harus menyediakan tempat pembuangan sampah yang memadai
34 97,1 1 2,9
C19 Kebersihan tempat berjualan harus dijaga oleh penjamah makanan
35 100 - -
63
Dari tabel 5.22 diketahui bahwa kedua pertanyaan sikap terhadap
penyajian dapat dijawab oleh hampir seluruh pedagang makanan jajanan yang
menjadi responden. Aspek sikap mengenai sarana pada pedagang makanan
jajanan, diperoleh mean sebesar 1,97 dengan skor terendah sebesar 1 dan skor
tertinggi sebesar 2. Aspek sikap terhadap sarana dikatakan buruk jika skor ≤
1,5 dan baik jika skor > 1,5.
Dibawah ini pada tabel 5.23 merupakan hasil perhitungan variabel sikap
terhadap sarana pada pedagang makanan jajanan sebagai berikut:
Tabel 5.23 Distribusi Sikap Terhadap Sarana pada Pedagang Makanan
Jajanan di Sekolah Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun 2014
No Kategori n % 1. Baik 34 97,1 2. Buruk 1 2,9
Total 35 100
Berdasarkan Tabel 5.23, diperoleh informasi bahwa hampir seluruh
pedagang makanan jajanan (97,1%) memiliki sikap yang baik terhadap
persyaratan tentang kebersihan sarana, hanya 1 pedagang makanan jajanan
yang sikap terhadap persyaratan kebersihan sarananya buruk.
5.5 Aspek Tindakan pada Pedagang Makanan Jajanan di Sekolah Dasar
Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun 2014
Hasil penelitian pada aspek tindakan menggambarkan segala sesuatu yang
dilakukan pedagang makanan jajanan di sekolah dasar Kelurahan Cipinang
64
Besar Utara tahun 2014 yang sesuai pedoman higiene sanitasi makanan
jajanan.
5.5.1 Aspek Tindakan Kebersihan Diri pada Pedagang Makanan
Jajanan di Sekolah Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun
2014
Hasil perhitungan statistik dari observasi dan wawancara pedagang
makanan jajanan mengeai kebrsihan diri diperoleh hasil pada tabel 5.24
berikut.
Tabel 5.24 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Tindakan
Pedagang Makanan Jajanan Terhadap Kebersihan Diri di Sekolah
Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun 2014
No. Pesyaratan Kebersihan Diri
Memenuhi % Tidak
memenuhi %
D1 Tidak sedang menderita penyakit mudah menular, misal: batuk, pilek, influenza, diare, penyakit perut sejenisnya;
31 88,6 4 11,4
D2 Menutup luka (pada luka terbuka/bisul atau luka lainnya) atau tidak terdapat luka;
34 97,1 1 2,9
D3 Menjaga kebersihan tangan, rambut, kuku dan pakaian;
13 37,1 22 62,9
D4 Memakai celemek dan tutup kepala
1 2,9 34 97,1
D5 Mencuci tangan setiap kali hendak menangani makanan;
1 2,9 34 97,1
D6 Menjamah makaann memakai alat/perlengkapan, atau dengan alas tangan
28 80 7 20
65
No. Pesyaratan Kebersihan Diri
Memenuhi % Tidak
memenuhi %
D7 Tidak sambil merokok, menggaruk anggota badan (telinga, hidung, mulut atau bagian lainnya
32 91,4 3 8,6
D8 Tidak batuk atau bersin di hadapan makanan jajanan yang disajikan dan atau tanpa menutup mulut atau hidung
33 94,3 2 5,7
Dari tabel 5.24, diketahui bahwa sebagian besar pedagang tidak menjaga
kebersihan tangan, rambut kuku dan pakaian (62,9%), tidak memakai celemek
dan tutup kepala (97,1%) serta tidak mencuci tangan setiap kali menangani
makanan (97,1%).
Hasil skoring jawaban yang benar dari aspek tindakan mengenai
kebersihan diri pedagang makanan jajanan di Kelurahan Cipinang Besar Utara
tahun 2014, didapatkan skor terendah sebesar 2 dan tertinggi sebesar 7 dengan
mean sebesar 4,94. Data yang diperoleh dikelompokkan menjadi buruk jika
skor ≤ 4,5 dan baik jika skor lebih dari 4,5. Hasil penelitian pada tindakan
kebersihan diri pada pedagang makanan jajanan dapat dilihat pada tabel 5.25
berikut:
Tabel 5.25 Distribusi Tindakan Terhadap Kebersihan Diri pada Pedagang
Makanan Jajanan di Sekolah Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun
2014
No Kategori n % 1. Baik 27 77,1 2. Buruk 8 22,9
Total 35 100
66
Berdasarkan Tabel 5.27, dapat diketahui bahwa sebagian besar pedagang
makanan jajanan memiliki kebersihan diri yang baik (77,1%).
5.5.2 Aspek Tindakan Terhadap Peralatan pada Pedagang
Makanan Jajanan di Sekolah Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara
Tahun 2014
Dari aspek tindakan terhadap peralatan, diperoleh distribusi frekuensi
frekuensi tindakan terhadap peralatan pada tabel 5.26 berikut ini.
Tabel 5.26 Distribusi Pedagang Makanan Jajanan di Sekolah Dasar
Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun 2014 berdasarkan Tindakan
Terhadap Peralatan
No. Pesyaratan Peralatan
Memenuhi % Tidak
memenuhi %
D9 Peralatan yang sudah dipakai dicuci dengan air bersih dan dengan sabun
30 85,7 5 14,3
D10 Peralatan dikeringkan dengan alat pengering/ lap yang bersih
22 62,9 13 37,1
D11 Peralatan disimpan di tempat yang bebas pencemaran
21 60 14 40
D12 Tidak menggunakan kembali peralatan yang dirancang hanya untuk sekali pakai
33 94,3 2 5,7
Dari tabel 5.26, diketahui bahwa masih ada pedagang makanan jajanan
yang tindakan terhadap peralatannya buruk meskipun hanya sebagian kecil,
yaitu tidak mengeringkan peralatan dengan alat / lap yang bersih (37,1%) dan
tidak menyimpan peralatan di tempat yang bebas pencemaran (40%).
Penelitian aspek tindakan mengenai peralatan pada pedagang makanan
jajanan, disimpulkan bahwa mean sebesar 3,02 dengan skor terendah sebesar 1
67
dan tertinggi sebesar 4. Data dikelompokkan menjadi buruk jika skor ≤ 2,5
dan baik jika skor > 2,5. Hasil uji statistik pada variabel tindakan terhadap
peralatan pada pedagang makanan jajanan ditunjukkan pada tabel 5.27 berikut
ini:
Tabel 5.27 Distribusi Tindakan Terhadap Peralatan pada Pedagang
Makanan Jajanan di Sekolah Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun
2014
No Kategori n % 1. Baik 21 60 2. Buruk 14 40
Total 35 100
Berdasarkan Tabel 5.27 sebanyak 60% pedagang makanan jajanan yang
kebersihan peralatannya baik.
5.5.3 Aspek Tindakan Saat Penyajian pada Pedagang Makanan
Jajanan di Sekolah Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun
2014
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara, diperoleh distribusi frekuensi
tindakan responden saat penyajian pada tabel 5.28 berikut.
Tabel 5.28 Distribusi Pedagang Makanan Jajanan di Sekolah Dasar
Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun 2014 berdasarkan Tindakan
Terhadap Penyajian
No. Pesyaratan Penyajian
Memenuhi % Tidak
memenuhi %
D13 Semua bahan yang diolah harus dalam keadaan baik mutunya, segar dan tidak busuk
35 100 - -
68
No. Pesyaratan Penyajian
Memenuhi % Tidak
memenuhi %
D14 Semua bahan olahan dalam kemasan yang diolah menjadi makanan jajanan harus bahan olahan yang terdaftar di Departemen Kesehatan, tidak kadaluarsa, tidak cacat atau tidak rusak
24 68,6 11 31,4
D15 Bahan makanan serta bahan tambahan makanan dan bahan penolong makanan jajanan siap saji harus disimpan secara terpisah
35 100 - -
D16 Bahan makanan yang cepat rusak atau cepat membusuk harus disimpan dalam wadah terpisah
35 100 - -
D17 Makanan jajanan yang disajikan harus dengan tempat/alat perlengkapan yang bersih, dan aman bagi kesehatan
31 88,6 4 11,4
D18 Makanan jajanan yang disajikan harus dalam keadaan terbungkus atau tertutup
20 57,1 15 42,9
D19 Pembungkus yang digunakan dan atau tutup makanan harus dalam keadaan bersih dan tidak mencemari makanan
28 80 7 20
D20 Pembungkus sebagaimana dimaksud dalam poin sebelumnya tidak ditiup
35 100 - -
D21 Makanan jajanan yang diangkut dalam keadaan tertutup atau terbungkus dalam wadah yang bersih
24 68,6 11 31,4
D22 Makanan jajanan yang diangkut dalam wadah yang terpisah dengan bahan mentah sehingga terlindung dari pencemaran
35 100 - -
69
Pada tabel 5.28 diketahui bahwa meskipun sebagian besar tindakan
terhadap penyajian pada responden baik, sebagian kecil responden masih ada
yang tidak menggunakan bahan yang terdaftar di Departemen Kesehatan
(31,4%), tidak menyajikan makanan dalam keadaan tertutup (42,9%) dan tidak
mengangkut makanan jajanan dalam wadah yang bersih (31,4%).
Hasil penelitian pada aspek tindakan mengenai penyajian pada pedagang
makanan jajanan, diperoleh skor terendah sebesar 6, skor tertinggi sebesar 10
dan mean sebesar 8,57. Kemudian data dibagi menjadi buruk jika skor ≤ 8 dan
baik jika skor > 8. Berdasarkan hasil penelitian pada variabel tindakan saat
penyajian pada pedagang makanan jajanan diketahui presentase pada tabel
5.29 dibawah ini:
Tabel 5.29 Distribusi Tindakan Saat Penyajian pada Pedagang Makanan
Jajanan di Sekolah Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun 2014
No Kategori n % 1. Baik 21 60 2. Buruk 14 40
Total 35 100
Berdasarkan Tabel 5.29 diketahui bahwa sebagian besar terdapat 60%
pedagang makanan jajanan yang cara penyajiannya baik.
70
5.5.4 Aspek Tindakan Terhadap Sarana pada Pedagang Makanan
Jajanan di Sekolah Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun
2014
Dari hasil penelitian, diperoleh informasi berupa distribusi frekuensi
tindakan terhadap sarana pada pedagang makanan jajanan yang dapat dilihat
pada tabel 5.30 berikut ini.
Tabel 5.30 Distribusi Pedagang Makanan Jajanan di Sekolah Dasar
Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun 2014 berdasarkan Tindakan
Terhadap Penyajian
No. Pesyaratan Sarana
Memenuhi % Tidak
Memenuhi %
D23 Konstruksi sarana penjaja untuk makanan jajanan mudah dibersihkan
25 71,4 10 28,6
D24 Tersedia tempat air bersih 13 37,1 22 62,9 D25 Tersedia tempat
penyimpanan bahan makanan
35 100 - -
D26 Tersedia tempat penyimpaan makanan jadi/siap disajikan
32 91,4 3 8,6
D27 Tersedia tempat penyimpanan peralatan
31 88,6 4 11,4
D28 Tersedia tempat cuci (alat, tangan, bahan makanan)
15 42,9 20 57,1
D29 Tersedia tempat sampah 22 62,9 13 37,1 D30 Makanan terlindung dari
pencemaran ketika dijajakan 18 51,4 17 48,6
Berdasarkan tabel 5.30, diketahui bahwa sebagian responden yang kondisi
sarana berjualan yang buruk terlihat dari tidak tersedianya tempat air bersih
(62,9%) dan tidak tersedia tempat cuci (57,1). Di sisi lain, meskipun sebagian
besar persyaratan sarana berjualan sudah dipenuhi dengan baik, masih
71
ditemukan adanya konstruksi sarana yang sulit dibersihkan (28,6%), tidak
tersedia tempat sampah (37,1%) dan tidak makanan yang tidak dapat
terlindungi dari pencemaran ketika dijajakan (48,6%).
Hasil skoring dari aspek tindakan mengenai sarana pada pedagang
makanan jajanan diketahui skor terendah sebesar 3 dan skor tertinggi sebesar 8
dengan mean sebesar 5,45. Tindakan terhadap sarana dikatakan buruk jika
skor ≤ 5,5 dan baik jika skor > 5,5. Dari aspek tindakan terhadap sarana
diperoleh presentase tindakan terhadap sarana pada pedagang makanan
jajanan dalam tabel 5.31 sebagai berikut:
Tabel 5.31 Distribusi Tindakan Terhadap Sarana pada Pedagang Makanan
Jajanan di Sekolah Dasar Kelurahan Cipinnang Besar Utara Tahun 2014
No Kategori n % 1. Baik 16 45,7 2. Buruk 19 54,3
Total 35 100
Berdasarkan Tabel 5.31 berbeda dari hasil penelitian pada variabel-variabel
sebelumnya, sebagian besar pedagang makanan jajanan memiliki kondisi sarana
berjualan yang buruk (54,3%).
72
BAB VI
PEMBAHASAN
6.1 Keterbatasan Penelitian
Didalam penelitian ini terdapat beberapa keterbatasan penelitian, antara
lain:
1. Ketika mengukur pengetahuan, sikap dan tindakan pedagang saat
wawancara dan observasi, air tidak dilihat sebagai persyaratan
higiene dan sanitasi saat penyajian karena tidak semua pedagang
makanan jajanan menggunakan air untuk memasak serta
terbatasnya kemampuan peneliti untuk memeriksa air tersebut
sesuai standar air minum.
2. Observasi pedagang makanan dalam poin menggaruk anggota
badan, batuk atau bersin di hadapan makanan jajanan tidak dapat
dipastikan kebenarannya dikarenakan terdapat kemungkinan
pedagang tersebut tidak menggaruk anggota tubuh serta tidak batuk
atau bersin di hadapan makanan jajanan saat observasi berlangsung
(meskipun observasi diadakan secara diam-diam) tetapi melakukan
hal sebaliknya saat berdagang seperti biasa.
3. Cara pencucian dan penyimpanan peralatan tidak seluruhnya dapat
diketahui dengan cara observasi sehingga peneliti melakukan
wawancara. Jawaban yang diperoleh peneliti dapat terjadi bias
73
informasi karena tidak semua pedagang mencuci peralatan dan
menyimpannya saat observasi berlangsung.
6.2 Karakteristik Pedagang Makanan Jajanan di Sekolah Dasar
Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun 2014
6.2.1 Jenis Kelamin
Berdasarkan hasil penelitian dari 35 pedagang makanan jajanan, pedagang
yang berjenis kelamin laki-laki lebih banyak dibandingkan perempuan (60%).
Hasil penelitian ini serupa dengan hasil penelitian Agustina (2009), dimana
jumlah pedagang makanan jajanan yang berjenis kelamin laki-laki lebih
banyak (52,2%) dibandingkan pedagang makanan jajanan yang berjenis
kelamin perempuan.
Banyaknya responden yang sebagian besar berjenis kelamin laki-laki
sebagai pedagang makanan jajanan dikarenakan daya tahan tubuh yang lebih
kuat untuk berjualan makanan jajanan yang sebagian besar menggunakan
gerobak untuk berkeliling (Zendrato, 2012). Di sisi lain, terdapat
kecenderungan perbedaan perilaku higiene sanitasi pada masing-masing jenis
kelamin. Pada umumnya jenis kelamin perempuan dinilai mempunyai
perhatian lebih terhadap higiene sanitasi daripada laki-laki dikarenakan
perempuan lebih sering berhubungan dengan proses pengolahan makanan
ketika berada di rumah.
Berdasarkan survei oleh Casell di beberapa kota di Amerika Serikat pada
5.953 perempuan dan laki-laki yang diwawancara melalui telepon dan
74
diobservasi secara langsung, pada umumnya perempuan lebih sering mencuci
tangannya (74%), sementara laki-laki hanya 61% (Timmreck, 2005). Dengan
lebih banyaknya laki-laki yang bekerja sebagai pedagang makanan jajanan,
terdapat kemungkinan higiene sanitasi yang lebih rendah pada responden yang
berjenis kelamin laki-laki dibandingkan responden perempuan, sehingga
kesadaran akan pentingnya higiene sanitasi perlu ditingkatkan dengan cara
pelatihan dan penyuluhan, terutama pada responden laki-laki.
6.2.2 Umur
Hasil penelitian menunjukkan responden paling banyak berada pada
kelompok umur 31-40 tahun (34,3%) dan paling sedikit yaitu umur ≤ 20 (18)
tahun (5,7%). Karakteristik umur ini serupa dengan penelitian Budiyono
(2008), dimana umur responden terendah (17 tahun) sebesar 2,8% dengan
rata-rata umur responden kurang dari 41 tahun.
Banyaknya kelompok usia 31-40 tahun yang bekerja sejalan dengan data
dari Portal Data Indonesia (2012), dimana jumlah penduduk yang bekerja
menurut umur yang jumlahnya paling besar adalah kelompok umur 31-40
tahun (1.440.182 jiwa). Kelompok umur 31-40 tahun menempati jumlah
terbesar dikarenakan rentang usia tersebut merupakan puncak usia produktif.
Banyaknya jumlah responden pada usia produktif tergolong sebagai orang
yang dewasa dan dapat mengerti segala sesuatu. Setidaknya dengan keadaan
ini, responden dapat berpikir dan menanggapi secara positif bagaimana cara
menangani makanan yang sesuai dengan persyaratan higiene sanitasi jika
75
sewaktu-waktu diberikan penyuluhan. Hal ini diperkuat oleh penelitian
Marsaulina (2004) bahwa terdapat perbandingan yang nyata pada usia
pedagang makanan jajanan, dimana semakin tua usianya semakin baik tingkat
pengetahuan kebersihan makanannya.
6.2.3 Jenis Sarana Berdagang
Berdasarkan hasil penelitian yang melibatkan 35 responden, gerobak lebih
banyak digunakan untuk berjualan makanan jajanan (68,6%) dibandingkan
kios. Di sisi lain dalam alasan pemilihan jenis sarana berdagang, berdasarkan
penelitian Zendrato (2012), para pedagang makanan lebih memilih
menggunakan gerobak karena sangat praktis dan ekonomis. Gerobak juga
digunakan sebagai strategi berjualan karena dapat menarik konsumen jika
terlihat bersih serta dapat menjadi media promosi dengan menambahkan
warna, tulisan atau gambar.
Penggunaan gerobak yang praktis dibandingkan kios ternyata memiliki sisi
negatif. Seringkali gerobak yang diamati keadaannya lebih kotor dibandingkan
kios. Gerobak memiliki tempat penyimpanan yang lebih kecil dan gelap pada
bagian bawah. Penutup tempat penyimpanan tersebut terdapat di bagian sisi
belakang didekat pendorong yang memiliki bidang yang lebih sempit
dibandingkan sisi kanan dan kirinya. Karena bidang pada sisi tersebut lebih
sempit, cahaya yang masuk lebih sedikit sehingga lebih sulit untuk
dibersihkan. Tempat penyimpanan tersebut seringkali digunakan untuk
menyimpan peralatan makan dan peralatan masak.
76
Peralatan yang disimpan tersebut berisiko terkontaminasi oleh permukaan
tempat penyimpanan. Hal ini diperkuat oleh penelitian Susanna dan Hartono
(2003), ysng mernyatakan gerobak lebih banyak mengandung angka kuman
yang tinggi ( > 100 koloni/mL) di bagian tempat penyimpanan piring
dibandingkan tempat penyimpanan piring pada kios, sehingga kebersihan pada
gerobak dinilai kurang daripada kios. Agar proses pembersihan tempat
penyimpanan dibagian bawah lebih mudah, disarankan agar letak penutup
tempat penyimpanan terletak pada bidang yang lebih besar. Letak penutup
pada bidang yang lebih besar diharapkan terdapat lebih banyak cahaya yang
masuk sehingga mempermudah proses pembersihan
6.2.4 Status Kepemilikan Sarana
Hasil penelitian diperoleh informasi bahwa sebagian besar pedagang
makanan jajanan merupakan pemilik sarana berjualan (60%), baik berupa
gerobak ataupun kios. Sedangkan pedagang makanan jajanan yang menyewa
ataupun meminjam sarana berjualan masing-masing sebesar 20%. Berbeda
dari penelitian lainnya, pada penelitian ini ditemukan status kepemilikan
sarana berupa peminjam, yaitu orang yang diminta untuk berjualan makanan
jajanan oleh pihak sekolah atau yayasan tanpa dipungut biaya sewa. Peminjam
sarana berjualan pada umumnya adalah keluarga atau kerabat dari penjaga
sekolah.
Salah satu responden yang berstatus sebagai penyewa gerobak menyatakan
bahwa membersihkan peralatan dan gerobak yang digunakan cukup di lap dan
77
dibilas dengan air saja. Kalaupun di cuci tidak perlu menggunakan sabun
selama masih terlihat bersih. Hal ini dikarenakan kurangnya rasa memiliki
pada penyewa sehingga mendorongnya untuk bersikap kurang peduli pada
gerobak yang disewanya. Di sisi lain, hal tersebut jarang terlihat pada
responden yang berstatus sebagai pemilik.
Responden dengan status pemilik lebih memiliki kepedulian yang besar
terhadap sarana berjualan yang digunakan seperti mengelap, membersihkan
dengan sabun, dan sebagainya walaupun seringkali sarana tersebut masih
terlihat kotor. Dharma (2013) menyatakan bahwa kurangnya rasa memiliki
(sense of belonging) dan tanggung jawab para penyewa menyebabkan
diabaikannya faktor kebersihan, kesehatan dan ketertiban. Oleh karena itu
lebih diperlukan pengawasan dari pemilik sarana yang disewakan kepada
penyewa.
6.2.5 Lama Bekerja
Berdasarkan wawancara pada 35 responden, diperoleh informasi bahwa
sebagian besar responden bekerja sebagai pedagang makanan jajanan selama
kurang dari 11 tahun (74,3%), sedangkan hanya 2,9% responden yang bekerja
lebih dari 20 tahun. Hasil penelitian ini hampir serupa dengan penelitian
Agustina (2009), dimana pedagang makanan jajanan yang telah berjualan
selama kurang dari 11 tahun menempati presentase terbesar yaitu 47,8% dan
hanya 8,7% responden yang bekerja lebih dari 20 tahun.
78
Responden yang bekerja sebagai pedagang makanan jajanan dikarenakan
baru beberapa tahun beralih pekerjaan menjadi pedagang makanan jajanan.
Pengalaman bekerja selama beberapa tahun diharapkan dapat mempengaruhi
tingkat pengetahuan responden mengenai higiene sanitasi makanan.
Marsaulina (2004) menyatakan bahwa semakin lama pengalaman kerja
sebagai pedagang makanan jajanan setelah mencapai 1 tahun atau lebih maka
semakin tinggi tingkat pengetahuannya.
Pada kelompok responden yang bekerja kurang dari 11 tahun, ada
beberapa pedagang yang baru bekerja selama kurang dari 1 tahun. Mengingat
masih adanya pedagang yang tergolong baru memiliki pengalaman, adanya
pengawasan yang dapat berupa pelatihan dan pendampingan dapat dilakukan.
Pengawasan tersebut dapat dilakukan oleh pihak terkait seperti dinas
kesehatan setempat.
6.2.6 Tingkat Pendidikan
Hasil penelitian diketahui bahwa jenjang pendidikan tertinggi dan
terbanyak yang pernah ditempuh oleh pedagang makanan jajanan adalah SMA
/ sederajat (40%) dari 35 responden dan jenjang pendidikan paling sedikit dan
paling rendah yang pernah ditempuh responden adalah tidak sekolah yaitu
2,9%. Presentase dari penelitian ini hampir serupa dengan penelitian Agustina
(2009) yang sebagian besar respondennya tamat SMA / sederajat (34,8%)
serta ada 1 orang responden yang pernah menempuh jenjang perguruan tinggi
tetapi tidak ada responden yang tidak tamat SD atau tidak sekolah.
79
Responden yang sebagian besar tingkat pendidikannya SMA / sederajat
memilih langsung bekerja selepas SMA / sederajat dikarenakan biaya untuk
melanjutkan pendidikan yang mahal serta harus membantu keluarga. Hal ini
terlihat dari tidak adanya satupun responden yang berasal dari tingkat
pendidikan perguruan tinggi / akademi. Meskipun tidak ada responden yang
pernah menamatkan jenjang perguruan tinggi / akademi, mayoritas responden
dengan tamatan SMA / sederajat dapat dikatakan memiliki tingkat pendidikan
yang cukup tinggi. Hal ini secara tidak langsung dapat mempengaruhi
pengetahuan sehingga diharapkan perilaku higiene sanitasinya dapat lebih
baik lagi.
Sedikit berbeda dengan Marsaulina (2004), yang menyatakan bahwa
tingkat pendidikan tidak selalu diiringi dengan tingkat pengetahuan yang lebih
baik dikarenakan presentase tingkat pengetahuan yang paling baik ada pada
kelompok responden dengan tingkat pendidikan SMP dibandingkan SD atau
SMA. Meskipun tingkat pengetahuan tidak selalu berbanding denngan tingkat
pendidikan, pelatihan dan pendampingan kepada pedagang tetap perlu
dilaksanakan agar dapat tercipta suatu kebiasaan yang positif terhadap higiene
sanitasi makanan.
80
6.3 Pengetahuan Higiene Sanitasi Pedagang Makanan Jajanan di Sekolah
Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun 2014
Pengetahuan mengenai higiene sanitasi makanan jajanan sangat penting
dimiliki pedagang. Pengetahuan (knowledge) merupakan hasil dari tahu dan
pengalaman seseorang dalam melakukan penginderaan terhadap suatu rangsangan
tertentu. Berdasarkan wawancara, diketahui bahwa sebagian besar responden
(68,6%) memiliki tingkat pengetahuan higiene sanitasi yang baik. Berikut ini
analisis mengenai pengetahuan pedagang makanan jajanan berdasarkan empat
aspek higiene sanitasi makanan di sekolah dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara.
6.3.1 Pengetahuan Mengenai Kebersihan Diri pada Pedagang
Makanan Jajanan di Sekolah Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara
Tahun 2014
Hasil penelitian diperoleh bahwa sebagian besar tingkat pengetahuan
pedagang makanan jajanan mengenai kebersihan diri sudah baik (60%). Dari
penelitian tersebut, semua poin mengenai pengetahuan kebersihan diri seperti
manfaat dan pentingnya kebersihan diri, akibat kebersihan makanan yang
buruk terhadap tubuh serta bagaimana cara menjaga kebersihan diri sudah
dikatakan baik.
Meskipun secara umum pengetahuan pedagang makanan jajanan mengenai
kebersihan diri sudah baik, masih ditemukan beberapa pedagang makanan
jajanan pengetahuan yang buruk mengenai akibat kebiasaan hidup yang tidak
81
bersih (45,7%) karena tidak mengetahui bahwa hal tersebut menimbulkan
berbagai penyakit yang dapat meningkatkan angka kesakitan di masyarakat.
Sebagian responden (34,3%) juga tidak mengetahui bagaimana contoh
sikap terhadap kebersihan yang buruk karena mereka tidak mengetahui dengan
pasti bahwa pencemaran makanan dapat terjadi jika langsung memegang
makanan setelah memegang uang. Memegang makanan secara langsung
setelah memegang uang ternyata umum dilakukan oleh responden.
Pengetahuan mengenai kebersihan diri yang secara umum sudah baik
meskipun ada sebagian poin yang termasuk buruk tidak terlepas dari
karakteristik responden. Responden yang sebagian besar menempuh
pendidikan tertinggi SMA / sederajat diperkirakan memiliki pengaruh
terhadap tingkat pengetahuan yang diperoleh. Kurangnya pengetahuan
mengenai akibat kebiasaan hidup tidak bersih serta pencemaran makanan yang
terjadi karena memegang makanan secara langsung setelah memegang uang
dikarenakan kebiasaan sehari-hari dari lingkungannya sehingga dianggap
lumrah.
Sejalan pada penelitian sebelumnya oleh Budiyono dkk (2008),
berdasarkan distribusi frekuensi jawaban responden menunjukkan bahwa
banyaknya pedagang makanan jajanan yang memiliki tingkat pengetahuan
baik di atas 50%, namun tingkat pengetahuan pada poin apakah penyebaran
penyakit melalui makanan dari pedagang yang sakit diare masih rendah
(44,4%). Meskipun berbeda karakteristik responden dari segi tingkat
pendidikan (mayoritas lulusan SMP / sederajat), adanya sebagian kecil
82
responden yang memiliki pengetahuan buruk menunjukkan bahwa tingkat
pendidikan tidak selamanya sebanding dengan pengetahuan.
Marsaulina (2004) menyatakan dalam penelitiannya bahwa kelompok
responden dengan tingkat pengetahuan rendah memiliki tren meningkat jika
tingkat pendidikannya rendah tetapi pada kelompok responden dengan tingkat
pengetahuan baik dan tingkat pengetahuan sedang malah menunjukkan
penurunan jumlah pada tingkat pendidikan SMP ke SMA. Hal ini semakin
memperkuat faktor pendidikan tidak selalu berbanding dengan tingkat
pengetahuan. Hasil tingkat pengetahuan yang berbeda ditunjukan oleh
penelitian Wahyuni (2005). Hasil penelitian dari 43 responden yang sebagian
besar adalah SMA / sederajat (41,86%), menunjukkan sebagian besar
(60,47%) pengetahuan kebersihan diri pada penjajanya kurang (skor <4 dari
10).
Meskipun ada kesamaan dalam tingkat pendidikan responden antara
penelitian Wahyuni (2005) dengan penelitian ini dalam hal tingkat pendidikan
responden, hasil pengukuran tingkat pengetahuan mengenai kebersihan diri
menunjukan hasil yang berbeda. Tingkat pengetahuan kebersihan diri yang
tidak sebanding dengan tingkat pendidikan diduga karena responden tidak
mau tahu tentang bagaimana penjaja makanan yang memenuhi syarat
kesehatan. Persepsi seperti ini muncul juga karena kurangnya sumber
informasi lain seperti penyuluhan atau media masa yang didapat sehingga
menghasilkan pengetahuan yang kurang. Pelatihan dan pendampingan perlu
83
dilakukan agar pengetahuan dan kesadaran mengenai kebersihan diri dapat
ditingkatkan.
6.3.2 Pengetahuan Mengenai Peralatan pada Pedagang Makanan
Jajanan di Sekolah Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun
2014
Berdasarkan hasil wawancara diketahui tingkat pengetahuan mengenai
peralatan pada sebagian besar pedagang makanan jajanan adalah baik (62,9%).
Sebagian besar pertanyaan pengetahuan mengenai peralatan dapat dijawab
dengan baik oleh responden kecuali poin pertanyaan tentang tindakan yang
dapat menyebabkan pencemaran makanan. Poin ini hanya 45,7% responden
yang menjawab dengan benar. Masih banyaknya responden yang tidak
mengetahui cara pencegahan kontaminasi makanan dikarenakan responden
beranggapan bahwa mencampur makanan dengan bahan makanan tambahan
dapat mencemari makanan dan menimbulkan penyakit.
Responden beranggapan bahan tambahan makanan yang dimaksud adalah
seperti pengawet, pewarna, pemanis dan sebagainya dapat mempengaruhi
kesehatan. Responden juga tidak terlalu menyadari bahwa makanan yang
sudah kadaluarsa berdampak lebih buruk jika dicampurkan dengan makanan
matang karena efeknya dapat terjadi beberapa jam setelah makanan tersebut
dikonsumsi.
Di sisi lain, ada beberapa responden (37,1%) yang berpengetahuan buruk
mengenai hal-hal yang harus dihindarkan dari tempat penyimpanan makanan.
84
Sebagian berpendapat bahwa debu, bau tak sedap dan asap tidak harus selalu
dihindarkan dari tempat penyimpanan makanan karena hal seperti itu sangat
lumrah terjadi saat berjualan. Makanan yang tercemar oleh debu dan asap
kendaraan bermotor dapat mengandung logam berat seperti Pb atau timbal
yang dapat membahayakan kesehatan (Persatuan Ahli Gizi Indonesia, 2009).
Serupa dengan penelitian sebelumnya, Budiyono dkk (2008) menyatakan
bahwa semua pertanyaan pengetahuan mengenai peralatan (cara mencuci
peralatan yang baik dan benar serta penyimpanan peralatan) dapat dijawab
dengan baik oleh sebagian besar responden ( > 50%). Adanya kesamaan
dengan penelitian Budiyono dkk (2008) dalam hal tingkat pengetahuan
mengenai peralatan pada responden kemungkinkan karena faktor pendidikan
sebagian besar responden yang pernah memasuki tingkat pendidikan
menengah (SMP / SMA sederajat).
Wahyuni (2005) menyatakan sebaliknya, dalam penelitiannya seluruh
responden (100%) berpengetahuan kurang (skor <1,6 dari 4) pada
pengetahuan mengenai peralatannya. Meskipun sebagian besar respondennya
memiliki tingkat pendidikan SMA / sederajat dan seluruhnya setuju jika
peralatan harus dicuci sebelum digunakan. Responden secara keseluruhan
tidak mengetahui jika peralatan yang digunakan harus dalam keadaan utuh
(tidak patah, gompel dan retak), kedap air dan tidak terdapat ukiran.
Ketidaktahuan responden kemungkinan dikarenakan responden tidak
menyangka jika keadaan bentuk fisik peralatan makan dapat mempengaruhi
kebersihannya. Responden mengira jika peralatan sudah cukup baik jika
85
dibersihkan terlebih dahulu tanpa melihat kualitasnya secara fisik. Oleh karena
itu saat pelatihan dan pendampingan, perlu diinformasikan mengenai jenis-
jenis bahan tambahan makanan yang aman dan aturan penggunaannya serta
pentingnya kualitas peralatan makan dan peralatan masak yang digunakan.
6.3.3 Pengetahuan Mengenai Penyajian pada Pedagang Makanan
Jajanan di Sekolah Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun
2014
Hasil penelitian pengetahuan penyajian pada pedagang makanan jajanan
diperoleh informasi bahwa sebanyak 68% pedagang makanan jajanan sebagai
responden memiliki tingkat pengetahuan mengenai penyajian yang baik. Di
sisi lain, setelah proses wawancara ditemukan sebesar 62,9% responden
memiliki pengetahuan yang buruk mengenai penyebab menurunnya kualitas
makanan. Hal ini dikarenakan secara keseluruhan responden menjajakan jenis
makanan yang langsung habis saat berjualan, sehingga tidak terlalu
berpengalaman memanaskan makanan agar tetap dalam kondisi baik. Di sisi
lain karena makanan yang dijajakan langsung habis terjual, responden tidak
pernah mengalami basinya makanan yang dijajakan meskipun disajikan dalam
keadaan terbuka. Makanan yang tidak dipanaskan menyebabkan
berkembangnya bakteri Clostridium perfringens sehingga timbul penyakit
enteritis (Arisman, 2009).
Sebanyak 54,3% responden juga tidak menngetahui contoh makanan apa
saja yang baik untuk kesehatan karena mereka menganggap makanan yang
86
siap saji seperti makanan kalengan dan mie instan tidak menimbulkan dampak
buruk selama tidak terlalu sering dikonsumsi. kebiasaan memakan makanan
instan dan makanan yang diawetkan berisiko menimbulkan kanker (Utami,
2013).
Beberapa hal terkait pengetahuan mengenai penyajian yang meskipun
presentasenya tidak terlalu besar tetapi patut mendapat perhatian antara lain:
sebesar 37,1% responden memiliki pengetahuan yang buruk mengenai tujuan
menjaga kebersihan makanan serta 22,9% responden masih belum mengetahui
bahan kimia yang boleh terkandung dalam makanan. Hal tersebut dikarenakan
kurangnya informasi yang diperoleh responden mengenai bahan kimia apa
saja yang boleh atau dilarang dipergunakan untuk makanan serta pengakuan
responden yang belum pernah mendapat pelatihan mengenai higiene sanitasi
makanan sehingga perlu diadakan oleh instansi terkait.
Dalam penelitian Budiyono dkk (2008), sebagian besar responden dapat
menjawab dengan baik pertanyaan pada aspek: cara pengolahan, bahan
makanan, penyimpanan dan pemisahan jenis bahan makanan tetapi banyak
responden yang salah saat menjawab bagian pertanyaan: pemisahan bahan
sesuai jenis, penggunaan wadah tertutup, pemisahan bahan mentah dengan
makanan matang. Adanya beberapa bagian pertanyaan yang tidak mampu
dijawab dengan baik dikarenakan reponden sebagian besar (94,4%) belum
pernah memperoleh pelatihan atau penyuluhan mengenai higiene sanitasi
makanan.
87
Berbeda dengan penelitian Wahyuni (2005) yang menyatakan seluruh
responden berpengetahuan sedang mengenai penyajian (skor 1,6-3 dari 4).
Dari 4 pertanyaan yang diberikan, seluruh responden menjawab dengan benar
2 pertanyaan sedangkan sisanya salah. Menggunakan perlengkapan yang
bersih dan pembungkus atau wadah yang bersih dapat dijawab dengan baik
oleh seluruh responden, namun meniup pembungkus makanan dan
memanaskan kembali makanan setelah 6 jam tidak diketahui oleh seluruh
responden. Hal ini dikarenakan ketidaktahuan responden mengenai
pembungkus dapat tercemar jika ditiup serta makanan dijajakan dengan cara
berkeliling didalam gerbong kereta sehingga tidak memungkinkan untuk
memanaskan kembali makanannya.
6.3.4 Pengetahuan Mengenai Sarana pada Pedagang Makanan
Jajanan di Sekolah Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun
2014
Dari aspek pengetahuan sarana pada pedagang makanan jajanan, diketahui
sebagian besar pedagang makanan jajanan (74,3%) memiliki tingkat
pengetahuan yang baik. Meskipun secara umum pengetahuan pedagang
makanan jajanan mengenai sarana untuk berjualan sudah dinilai baik,
ditemukan sebesar 40% responden tidak memahami persyaratan pedagang
makanan jajanan yang memenuhi persyaratan dan 34,3% responden tidak
memahami bahwa makanan yang tidak dibiarkan terbuka tidak akan tercemar.
Hal ini dikarenakan kurangnya informasi yang diperoleh mengenai
88
persyaratan sarana berjualan makanan jajanan yang baik dan persyaratan
tersebut tidak disosialisasikan secara luas oleh instansi terkait seperti dinas
kesehatan setempat.
Diketahui dari pedagang makanan jajanan yang mengatakan bahwa
mereka pernah didatangi petugas kesehatan yang meminta sampel dagangan
mereka tanpa diberi informasi mengenai bagaimana persyaratan higiene
sanitasi yang baik serta belum pernah mendapatkan penyuluhan mengenai
higiene sanitasi makanan jajanan. Oleh karena itu, saat pelatihan dan
pendampingan perlu diberikan materi mengenai cara menjaga higiene sanitasi
sarana serta bagaimana bentuk sarana yang dapat melindungi makanan yang
dijajakan dari pencemaran.
Sejalan dengan penelitian Muthmainnah (2012), semua pedagang makanan
(100%) memiliki pengetahuan yang baik mengenai sarana berjualan
dibandingkan presentase responden sebelum diberikan pelatihan dan
pendampingan, yaitu sebesar 92,9%. Hal ini menunjukkan bahwa proses
pelatihan dan pendampingan mengenai higiene sanitasi dapat meningkatkan
pengetahuan pedagang makanan jajanan.
Tingkat pengetahuan yang baik pada sebagian besar pedagang makanan
jajanan dimungkinkan oleh pendidikan yang telah ditempuh oleh mayoritas
responden (SMA / sederajat) serta informasi yang mungkin tidak dengan sengaja
diketahui oleh responden, seperti dari percakapan harian, pengalaman hidup serta
informasi dari media masa.. Pentingnya pendidikan dan pelatihan higiene sanitasi
89
makanan diungkapkan oleh Mortimore dan Wallace (2001), bahwa kebersihan diri
serta pendidikan dan pelatihan tentang higiene sangat penting karena derajat
kebersihan suatu usaha tergantung pada perilaku higiene yang ditunjukkan oleh
penjamah makanan. Pelatihan mengenai higiene sanitasi makanan dibuktikan oleh
Muthmainnah (2012), dimana terjadi peningkatan pada seluruh aspek pengetahuan
higiene sanitasi makanan dari segi kebersihan diri, peralatan, penyajian dan sarana
pada responden setelah diberi pelatihan dan pendampingan.
6.4 Sikap Higiene Sanitasi Pedagang Makanan Jajanan di Sekolah Dasar
Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun 2014
Sikap adalah kesiapan atau kesediaan seseorang untuk bertingkah laku
atau merespon sesuatu, baik rangsangan positif maupun rangsangan negatif dari
suatu objek. Meskipun sikap belum merupakan wujud tindakan, sikap merupakan
faktor predisposisi seseorang untuk berperilaku (Sarwono, 2003). Secara umum,
sebesar 94,3% responden menanggapi dengan baik pernyataan mengenai higiene
sanitasi makanan. Berikut ini uraian mengenai sikap higiene sanitasi pada
pedagang makanan jajanan.
6.4.1 Sikap Terhadap Kebersihan Diri pada Pedagang Makanan
Jajanan di Sekolah Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun
2014
Hasil penelitian dari aspek sikap mengenai kebersihan diri pedagang
makanan jajanan di Kelurahan Cipinang Besar Utara tahun 2014 diketahui
90
sebagian besar responden (80%) memiliki sikap yang baik terhadap standar
kebersihan diri. Saat proses wawancara mengenai sikap terhadap kebersihan
diri, ada seorang responden yang mengatakan bahwa boleh saja memiliki
kuku yang panjang saat berjualan asalkan kukunya bersih meskipun saat
menjamah makanan tetap menggunakan alat. Responden tersebut terlihat
memiliki kuku yang panjang. Ditemukan juga sebanyak 51,4% dari 35
responden yang bersikap positif terhadap boleh saja bersin atau batuk saat
mengolah bahan makanan karena hal tersebut dianggap tidak dapat mencemari
makanan. Menurut Purnawijayanti (2001), mulut, hidung dan kulit
mengandung banyak kuman yang dapat menimbulkan penyakit.
Dalam penelitian Muthmainnah (2012) pada sebaran responden
berdasarkan sikap terhadap kebersihan diri dilihat dari 11 pertanyaan pada
sebaran berdasarkan daftar pertanyaan, 9 pertanyaan diantaranya mampu
dijawab dengan baik oleh sebagian besar responden. Di sisi lain, terdapat 50%
responden yang menanggapi secara positif terhadap pernyataan mengenai
kepemilikan kuku panjang. Terlihat dari kondisi dimana responden tersebut
memiliki kuku yang panjang sehingga responden menganggap hal itu
diperbolehkan. Penyebaran informasi mengenai pentingnya menjaga
kebersihan diri sangat diperlukan, terutama dalam bentuk penyuluhan secara
lisan atau melalui media.
Hampir serupa dengan penelitian Wahyuni (2005), sebanyak 86,05%
responden penelitian memiliki tingkat sikap terhadap kebersihan diri yang
sedang (skor 4-7,5 dari 10). Dalam hal kebersihan kuku, sebagian besar
91
responden tidak setuju jika memiliki kuku panjang. Mereka menganggap kuku
yang panjang akan menyulitkan pekerjaan. Sedangkan sisanya yang setuju
dengan kebolehan berkuku panjang, menganggap kuku panjang tidak
mencemari makanan selama kebersihannya terjaga.
6.4.2 Sikap Terhadap Peralatan pada Pedagang Makanan Jajanan
di Sekolah Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun 2014
Penelitian dari sikap terhadap peralatan pada pedagang makanan jajanan
diketahui sebesar 65,7% memiliki sikap yang baik terhadap standar kebersihan
peralatan. Pada sebaran pertanyaan mengenai sikap terhadap peralatan, semua
pertanyaan mampu dijawab dengan baik oleh responden. Banyaknya
responden yang menanggapi secara positif seluruh poin kebersihan peralatan
dikarenakan alat masak dan alat makan yang kotor tidak enak dilihat dan tidak
nyaman digunakan. Sedangkan sebesar 5,7% responden menanggapi secara
positif dalam penggunaan kertas bekas untuk alas makanan. Meskipun jumlah
tersebut kecil, penggunaan kertas bekas dianggap diperbolehkan selama kertas
tersebut terlihat bersih dan karena responden tersebut menggunakan kertas
bekas ketika berjualan sehari-hari. Penggunaan kertas bekas dapat mencemari
makanan karena terdapat logam berat berupa timbal (Pb) pada tinta yang
masih melekat pada kertas (Persatuan Ahli Gizi Indonesia, 2009). Timbal
sangat berbahaya jika termakan terutama oleh ibu hamil karena dapat
mengganggu perkembangan dan merusak otak janin (Sinsin, 2008).
92
Sejalan dengan penelitian Muthmainnah (2012) pada sebaran pernyataan
responden mengenai sikap terhadap peralatan. Dari 6 pernyataan mengenai
sikap terhadap peralatan saat sebelum pelatihan dan pendampingan, 5
pernyataan yang berupa menjaga kebersihan peralatan dapat dijawab dengan
baik oleh responden. Pernyataan penggunaan kertas bekas untuk alas makanan
pada awalnya disetujui oleh hampir seluruh responden (92,9%). Setelah
dilakukan pelatihan dan pendampingan, hanya 14% responden yang masih
menyetujui penggunaan kertas bekas. Hal ini dikarenakan pelatihan dan
pendampingan yang dilakukan dapat mempengaruhi sikap responden sehingga
terjadi perubahan sikap.
Hampir serupa dengan pernyataan Wahyuni (2005) dalam penelitiannya
menyatakan sebagian besar respondennya (65,12%) bersikap sedang terhadap
higiene sanitasi peralatan (skor 1,6-3 dari 4). Sikap tersebut terlihat dari
seluruh responden yang menyatakan setuju jika peralatan yang digunakan
harus dicuci terlebih dahulu karena mereka menganggap hal itu penting untuk
menjaga kebersihan makanan.
6.4.3 Sikap Terhadap Penyajian pada Pedagang Makanan Jajanan
di Sekolah Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun 2014
Penelitian pada variabel sikap terhadap penyajian menunjukan banyaknya
responden yang memiliku sikap yang baik terhadap penyajian sebesar 80%.
Hal ini terlihat dari sebaran pernyataan sikap terhadap penyajian sebanyak
empat soal menunjukkan semua soal dapat dijawab dengan baik oleh
93
responden. Semua responden menanggapi secara positif jika pengolah bahan
makanan harus memilih bahan makanan yang baik dan bersih. Makanan yang
baik dan bersih menurut responden diharapkan tidak menyebabkan penyakit
setelah dikonsumsi. Pemisahan bahan makanan mentah dan matang dengan
menutup makanan dengan penutup yang bersih juga ditanggapi secara positif
oleh masing-masing sebesar 94,3% responden. Pemisahan bahan makanan
dilakukan karena mereka anggapan bahwa bahan makanan yang mereka
gunakan juga tidak memungkinkan untuk disimpan dalam satu wadah.
Menutup makanan juga diyakini responden dapat melindungi makanan
dari pencemaran. Sebanyak 85,7% responden juga menanggapi secara negatif
jika sayuran hijau dipanaskan secara berulang-ulang. Meskipun sebagian besar
jenis makanan yang dijajakan langsung habis, responden mengetahui
pemanasan sayuran berulang kali tidak baik, hal ini dimungkinkan responden
mengetahui hal tersebut dari lingkungan keluarganya.
Hampir serupa dengan penelitian Muthmainnah (2012), semua responden
setuju dengan penggunaan bahan makanan yang baik dan bersih, baik sebelum
maupun sesudah pendampingan dan pelatihan. Sebanyak 71,4% responden
setuju dengan pemisahan bahan mentah dan matang, jumlah tersebut
meningkat menjadi 100% setelah pelatihan. Semua responden setuju jika
harus menutup makanan jadi dengan penutup yang bersih, baik sebelum
maupun sesudah pelatihan. Sedangkan terjadi peningkatan dari 92,8% menjadi
100% responden yang setuju pada pemanasan sayuran hijau tidak boleh
dilakukan berulang kali. Pada penelitian tersebut, secara umum sikap
94
responden yang cenderung baik dikarenakan responden adalah kader yang
sering mendapat informasi kesehatan.
6.4.4 Sikap Terhadap Sarana pada Pedagang Makanan Jajanan di
Sekolah Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun 2014
Penelitian pada sikap terhadap sarana pedagang makanan jajanan
menunjukkan hampir semua pedagang makanan jajanan (97,1%) memiliki
sikap yang baik terhadap persyaratan higiene sanitasi sarana berjualan.
Sebanyak 91,1% responden menanggapi secara positif jika mereka harus
menyediakan tempat sampah yang memadai dan semua responden
menunjukkan sikap positif jika kebersihan tempat berjualan harus dijaga. Hal
ini dikarenakan tempat sampah sangat diperlukan untuk membuang sisa dan
bungkus makanan, serta kebersihan tempat berjualan mempengaruhi
kenyamanan dan pengunjung yang datang membeli sehingga responden setuju
saja dengan pernyataan tersebut.
Sejalan dengan penelitian Muthmainnah (2012), semua responden setuju
jika harus menyediakan tempat sampah yang memadai dan menjaga
kebersihan tempat berjualan. Tempat sampah sangat diperlukan untuk
menampung sisa olahan makanan serta berbagai kemasan bekas pakai agar
tidak mengotori lingkungan. Kebersihan tempat berjualan juga diyakini
responden dapat mempengaruhi jumlah pembeli yang datang.
95
Sehubungan mengenai teori tentang sikap yang digunakan, sikap pedagang
makanan jajanan terhadap: kebersihan diri, peralatan, penyajian dan sarana
berjualan yang ada di sekolah dasar Kecamatan Cipinang besar Utara masih
ditemukan hal yang tidak konsisten dalam menyikapi higiene sanitasi makanan.
Ketidakkonsistenan itu terlihat dari banyaknya responden yang berpikir boleh saja
batuk atau bersin dihadapan makanan yang dijajakan (51,4%), sehingga
dibutuhkan serangkaian pelatihan atau pemasangan media penyuluhan agar sikap
higiene sanitasi yang baik dapat dibiasakan (Purnawijayanti, 2001).
6.5 Tindakan Higiene Sanitasi Pedagang Makanan Jajanan di Sekolah
Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun 2014
Sikap yang diwujudkan menjadi suatu perbuatan nyata oleh suatu individu
disebut tindakan (Budiman dan Riyanto, 2013). Berdasarkan observasi, ditemukan
sebanyak 74,3% responden bertindak buruk terhadap higiene sanitasi makanan.
Berikut ini penjabaran analisis hasil penelitian pada aspek tindakan higiene
sanitasi makanan jajanan.
6.5.1 Tindakan Kebersihan Diri pada Pedagang Makanan Jajanan
di Sekolah Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun 2014
Hasil skoring dari tindakan terhadap kebersihan diri pada pedagang
makanan jajanan menunjukkan bahwa sebagian besar pedagang makanan
(77,1%) kebersihan dirinya baik. Di sisi lain, pada distribusi frekuensi
tindakan kebersihan diri pedagang makanan yang diperoleh dari observasi dan
96
wawancara, ditemukan jumlah responden yang sebagian besar tidak
memenuhi aspek tindakan kebersihan diri, seperti: tidak menjaga kebersihan
(tangan, kuku dan rambut) sebanyak 62,9%, tidak memakai celemek dan tutup
kepala (97,1%) serta tidak mencuci tangan setiap kali hendak menangani
makanan (97,1%).
Beberapa responden yang kebersihan tangan, kuku dan rambutnya buruk
memiliki kuku yang panjang dan kehitaman serta mengenakan pakaian yang
terlihat kotor. Kebersihan diri yang buruk tersebut dikarenakan para pedagang
makanan yang terlihat tidak peduli pada kebersihan kuku serta pakaiannya.
Padahal pakaian, tangan dan kuku yang kotor dapat memindahkan agen
penyakit ke makanan (Purnawijayanti, 2001). Pemakaian celemek dan tutup
kepala hanya ditemukan pada satu orang responden, namun pemakaian tutup
kepala berupa kerudung atau topi dilakukan karena alasan kebiasaan, bukan
karena untuk menghindari kontaminasi makanan oleh rambut. Pemakaian
tutup kepala sangat penting untuk mencegah rambut terjatuh dan masuk
kedalam makanan, meskipun berpeluang kecil mengontaminasi makanan
dengan bakeri yang melekat, keberadaan sehelai rambut pada makanan dapat
menurunkan nilai estetis dari makanan itu sendiri (Purnawijayanti, 2001).
Banyaknya responden yang tidak mencuci tangan saat observasi
dikarenakan mereka sudah terbiasa tidak mencuci tangan serta sarana air
bersih yang jarang ditemukan. Di tempat-tempat berjualan yang tersedia
tempat air bersih juga ditemukan pedagang makanan jajanan yang tidak
mencuci tangannya karena merasa malas harus mondar-mandir setiap akan
97
menangani makanan, terlebih saat pembeli yang hampir seluruhnya anak-anak
datang dalam jumlah banyak ketika waktu istirahat dan pulang sekolah. Saat
anak-anak tersebut berebut untuk membeli makanan jajanan dan pedagang
makanan jajanan sibuk melayani, pedagang tersebut tidak mencuci tangannya,
padahal selalu memegang uang setelah selesai menangani makanan lalu
kembali menangani makanan untuk pembeli berikutnya. Kebersihan diri yang
buruk seperti: bersin didekat makanan, meludah, merokok ataupun tidak
mencuci tangan menyebabkan kontaminasi silang terhadap makanan yang
disajikan atau diproses (Mortimore dan Wallace, 2001). Kontaminasi silang
dapat menyebabkan makanan tercemar sehingga kuman penyebab diare masuk
kedalam tubuh dan menginfeksi saluran pencernaan (Arisman, 2009).
Oleh karena itu, bagi pedagang yang menggunakan gerobak hendaknya
menyediakan sabun dan tempat air yang terpisah antara air untuk mencuci
tangan dengan mencuci peralatan serta membiasakan cuci tangan dengan cara
yang benar (tangan tidak dicelupkan langsung ke wadah air) serta
menggunakan penjepit makanan atau sarung tangan plastik, sedangkan
pemilik kios hendaknya menyediakan tempat cuci tangan yang memadai. Jika
pengguna kios adalah penyewa, hal tersebut dapat disiasati dengan
menggunakan wadah air khusus untuk mencuci tangan yang diletakkan tidak
terlalu jauh atau mengusulkan kepada pemilik kios untuk menyediakan tempat
cuci tangan yang memadai.
Hampir serupa dengan penelitian Muthmainnah (2012) menunjukkan
beberapa tindakan kebersihan diri pada pedagang makanan masih
98
menunjukkan presentase yang rendah meskipun sudah diberi pelatihan dan
pendampingan. Tindakan tersebut antara lain: mencuci tangan menggunakan
sabun (28,6%), penggunaan celemek (14,2%), serta tidak menggunakan
perhiasan saat mengolah bahan makanan (35,7%) Jumlah responden yang
rendah ketika mencuci tangan dengan sabun serta penggunaan perhiasan
dikarenakan faktor kebiasaan. Rendahnya penggunaan celemek pada para
responden disebabkan mereka lupa untuk menggunakannya meskipun sudah
difasilitasi saat pelatihan.
Sejalan dengan penelitian Agustina dkk (2009) mengenai Higiene dan
Sanitasi pada Pedagang Makanan Jajanan Tradisional di Lingkungan Sekolah
Dasar di Kelurahan Demang Lebar Daun Palembang, tindakan kebersihan diri
yang baik pada respondennya sebesar 52,2%. Pada penelitian tersebut tidak
ditemukan responden yang menderita penyakit menular dan tidak ada yang
terdapat luka atau bisul. Hal ini dikarenakan sebagian besar responden
(34,8%) tamat SMA / sederajat. Di sisi lain, seluruh responden tidak ada yang
menggunakan celemek dan sebagian besar responden (86,9%) tidak mencuci
tangan saat hendak menjamah makanan. Hal tersebut dikarenakan faktor
kebiasaan tidak mencuci tangan dan pemakaian celemek dianggap
mengganggu kenyamanan.
99
6.5.2 Tindakan Terhadap Peralatan pada Pedagang Makanan
Jajanan di Sekolah Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun
2014
Penelitian pada tindakan terhadap peralatan pada pedagang makanan
jajanan di sekolah dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara menunjukkan bahwa
sebagian besar responden (60%) kebersihan peralatannya baik. Ditribusi
frekuensi tindakan responden berdasarkan observasi terlihat bahwa sebanyak 4
persyaratan mengenai kebersihan peralatan dapat dipenuhi dengan baik.
Meskipun secara umum tindakan terhadap kebersihan peralatan sudah baik,
masih ditemukan adanya pedagang makanan jajanan yang tidak mengeringkan
peralatannya dengan lap yang bersih (37,1%). Hal ini dikarenakan mereka
beranggapan bahwa peralatan yang sudah dicuci cukup ditiriskan saja sampai
kering sehingga tidak perlu dilap kembali. Selain itu, meskipun peralatan yang
dicuci sudah kering, lap yang digunakan untuk mengeringkan peralatan
terlihat sudah lusuh. Penggunaan lap yang sudah kotor untuk mengelap
peralatan dapat mencemari makanan dikarenakan mikroorganisme dapat
berpindah ke peralatan tersebut (Setyorini, 2013).
Pedagang makanan jajanan juga ada yang tidak menyimpan peralatan di
tempat yang bebas pencemaran (40%). Ketika diwawancara dan diobservasi,
responden mengatakan bahwa tempat penyimpanan peralatan yang digunakan
adalah rak piring yang terbuka serta ada yang menggunakan tempat yang
tertutup tetapi permukaannya kotor. Mereka beranggapan bahwa tempat
penyimpanan yang bersih, tertutup serta terlindungi merupaka hal yang tidak
100
terlalu penting selama peralatan yang disimpan masih terlihat bersih secara
kasat mata. Media informasi yang lebih memadai seperti media massa
diharapkan dapat digunakan oleh instansi terkait untuk memberikan informasi
mengenai bagaimana cara menjaga higiene sanitasi peralatan.
Sejalan dengan penelitian Muthmainnah (2012), dimana 6 persyaratan
mengenai higiene sanitasi peralatan terjadi peningkatan setelah dilakukan
pelatihan dan pendampingan. Seluruh responden menggunakan peralatan yang
bersih sebelum dan setelah pelatihan. Pembersihan peralatan yang dilakukan
sebelum digunakan meningkat dari 35,7% menjadi 50%. Penggunaan lap yang
sama untuk tangan dan peralatan berkurang dari 100% menjadi 92,9%.
Pencucian peralatan dengan sabun dan air mengalir meningkat dari 42,9%
menjadi 50% serta penggunaan kertas bekas untuk alas makanan berkurang
dari 92,9% menjadi 57,1%. Hal tersebut dikarenakan materi pelatihan dan
pendampingan dapat dimengerti dan diterapkan dengan baik oleh responden.
Kebersihan peralatan yang dipakai seperti sendok, mangkok, gelas, piring dan
sebagainya sangat menentukan kebersihan makanan (Sunardi, 1996).
6.5.3 Tindakan Saat Penyajian pada Pedagang Makanan Jajanan di
Sekolah Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun 2014
Hasil penelitian pada tindakan saat penyajian berdasarkan hasil observasi
dan wawancara menunjukkan sebagian besar (60%) pedagang makanan
jajanan memiliki cara penyajian yang baik. Pada distribusi frekuensi tindakan
101
terhadap penyajian, semua persyaratan mengenai higiene sanitasi saat
penyajian dapat dipenuhi dengan baik oleh sebagian besar pedagang.
Di sisi lain, masih ditemukan responden yang menggunakan bahan olahan
yang tidak terdaftar di Departemen Kesehatan (31,4%). Pada umumnya bahan
yang tidak terdaftar adalah selai curah dan saos sambal. Selai dan saos sambal
yang ditemukan tersebut berwarna cerah sehingga dicurigai menggunakan
bahan pewarna yang tidak boleh digunakan untuk makanan. Meskipun
ditemukan juga produk saos yang terdaftar di BPOM, produk makanan yang
berwarna cerah karena menggunakan perwarna sintetis umum ditemukan pada
pedagang makanan jajanan berisiko menyebabkan kanker (Nasution, 2014).
Ditemukan juga adanya makanan jajanan yang tidak disajikan dalam
keadaan tebungkus atau tertutup meskipun jumlahnya berbeda tipis (42,9%)
dengan makanan yang dijajakan secara tertutup (57,1%). Selain itu, sebesar
31,4% responden tidak mengangkut makanan jajanan dalam keadaan tertutup
atau terbungkus dalam wadah yang bersih. Pada umumnya hal ini ditemukan
pada makanan jajanan yang digoreng. Setelah bahan mentah digoreng lalu
diletakkan di tempat makanan matang tetapi tidak tertutup, seringkali angin
bertiup dan debu yang beterbangan dapat mengenai makanan karena pedagang
tersebut menjajakan makanannya di pinggir jalan di depan sekolah, walaupun
jalan tersebut merupakan jalan yang sepi dan tidak banyak kendaraan
bermotor yang lewat. Purnawijayanti (2001) menyatakan bahwa pemakaian
penutup makanan yang bersih dapat menghindarkan makanan dari
kontaminasi.
102
Hampir serupa dengan penelitian Muthmainnah (2012), dalam
menyediakan penutup makanan, 50% responden menggunakan penutup
makanan yang bersih dan memadai, namun sisanya hanya menggunakan
penutup berupa kertas atau plastik. Penutup yang berupa plastik atau kertas
tidak memadai karena memiliki struktur yang ringan dan mudah tertiup angin
sehingga makanan berisiko tercemar debu.
Hasil penelitian ini juga serupa dengan penelitian Agustina (2009).
Meskipun secara umum sebagian besar responden (69,6%) memiliki tindakan
terhadap penyajian yang baik, masih ditemukan beberapa penerapan higiene
sanitasi yang buruk dalam penyajian. Higiene sanitasi penyajian yang buruk
seperti tidak menutup dagangannya (56,5%). Walaupun ada yang
menggunakan penutup, hanya digunakan sesekali saat sedang tidak ada
pembeli. Sebagian penutup yang digunakan berupa selembar plastik yang
sudah terlihat kotor.
Ditemukannya beberapa pedagang makanan jajanan yang tidak menutup
makanan ketika disajikan dan diangkut menunjukkan kurangnya kesadaran
mengenai manfaat jika makanan terlindungi dengan cara ditutup. Makanan
yang tertutup dapat terhindar dari berbagai kontaminasi serta vektor seperti
lalat, kecoa dan tikus (Ide, 2007). Oleh karena itu, pelatihan dan
pendampingan yang memadai terkait kondisi saat penyajian makanan serta
pengawasan berupa sampling makanan terhadap bahan berbahaya yang
mungkin digunakan oleh pedagang sangat diperlukan.
103
6.5.4 Tindakan Terhadap Sarana pada Pedagang Makanan Jajanan
di Sekolah Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun 2014
Hasil skoring pada tindakan mengenai sarana pada tindakan terhadap
sarana, diketahui sebagian besar pedagang makanan jajanan memiliki kondisi
sarana berjualan yang buruk (54,3%). Berdasarkan distribusi frekuensi
tindakan higiene sanitasi terhadap sarana berjualan, ditemukan dua syarat
sarana berjualan yang tidak terpenuhi, yaitu tidak adanya tempat air bersih
(62,9%) serta tidak tersedianya tempat cuci (alat, tangan dan bahan makanan)
sebanyak 57,1%.
Tidak tersedianya tempat mencuci menyebabkan sebagian besar pedagang
makanan jajanan tidak mencuci tangan terlebih dahulu sebelum menangani
makanan. Meskipun ada sarana air bersih yang tersedia pada sarana berjualan
seperti kios, letaknya agak berjauhan dengan tempat menyimpan dan
menangani makanan sehingga kemungkinan besar pedagang makanan jajanan
merasa malas untuk mencuci tangannya terlebih dahulu.
Di sisi lain, ditemukan adanya pedagang makanan jajanan yang terdapat
tempat penyimpanan air berupa ember. Air yang dibawa pada mulanya bersih
tetapi lama-kelamaan menjadi keruh dikarenakan cara mencuci tangan yang
salah, yaitu sekedar menceburkan tangan ke wadah air. Kotoran yang melekat
di tangan berpindah kedalam air sehingga berpotensi besar mengontaminasi
peralatan lainnya apabila digunakan untuk mencuci.
Serupa dengan penelitian Wibawa (2006), sebagian besar kantin Sekolah
Dasar di Kabupaten Tangerang tidak memenuhi syarat air bersih (75,5%) dan
104
kuantitasnya belum mencukupi. Kurangnya air bersih secara kuantitas
dikarenakan penyediaan air tidak menggunakan sistem perpipaan akibat tidak
tersedianya sumber air bersih. Air yang terlalu sedikit dan sumber air yang
sulit dijangkau mengakibatkan kebersihan perorangan yang buruk sehingga
berisiko menularkan penyakit infeksi.
Muthmainnah (2012) dalam penelitiannya menyatakan bahwa dari tiga
persyaratan tindakan higiene sanitasi pada peralatan, dua diantaranya seperti
menggunakan air bersih serta menjaga kebersihan ruangan dapat dipenuhi
responden. Sedangkan syarat mengenai penyediaan tempat sampah yang
memadai tidak dapat dipenuhi sebagian besar responden karena faktor
keterbatasan ekonomi.
Air sangat penting dan perlu mendapatkan perhatian khusus dalam
pengolahan makanan. Air sangat berperan dalam setiap proses pengolahan.
Saat tahap persiapan pegolahan makanan, air digunakan untuk merendam dan
mencuci bahan mentah, serta untuk mencuci tangan pengolah makanan. Tahap
selanjutnya air digunakan untuk memasak. Di akhir proses pengolahan
makanan, air berguna untuk membersihkan peralatan, ruangan maupun orang
yang mengolah makanan. Oleh karena itu air yang digunakan harus memenuhi
syarat-syarat tertentu agar layak digunakan (Purnawijayanti, 2001).
Selain itu, sebesar 28,6% memiliki konstuksi sarana penjaja makanan yang
sulit dibersihkan. Pada kios, ada beberapa hal yang menyebabkan kios tersebut
sulit dibersihkan, antara lain: luas kios yang sempit dijejali berbagai macam
makanan ringan yang masih dikemas didalam kardus serta ditumpuk di bawah
105
meja, penggunaan meja kayu yang permukaannya tidak rata serta
ditemukannya barang-barang bekas yang tidak ada hubungannya dengan
penyajian makanan di bawah meja tersebut, seperti tumpukan kayu dan alas
kaki yang berdebu. Kardus berisi makanan ringan yang ditumpuk dibawah
meja sangat menyulitkan seseorang untuk membersihkan area tersebut karena
mempersempit ruang gerak. Meja kayu yang permukaannya tidak rata
membuat proses pembersihan lebih sulit karena kotoran dapat menempel di
sela-sela kayu tersebut. Barang-barang rongsokan berupa tumpukan kayu serta
alas kaki yang berdebu dapat mencemari makanan yang sedang dimasak diatas
meja tersebut.
Pada sarana berjualan berupa gerobak, adanya celah-celah diantara kaca
dan kayu serta permukaan kayu yang terlihat berpori besar menyebabkan
menumpuknya kotoran dan sulit dibersihkan. Bagian tempat penyimpanan
peralatan yang berada di sisi bawah bagian dalam gerobak seringkali menjadi
bagian yang terlupakan untuk dibersihkan karena gelap dan penggunanya
lebih fokus pada pembersihan peralatannya saja. Dari penelitian Susanna dan
Hartono (2003), Kebersihan pada gerobak dinilai kurang daripada kios. Semua
gerobak yang diteliti lebih banyak mengandung angka kuman yang tinggi ( >
100 koloni/mL) di bagian tempat penyimpanan piring dibandingkan tempat
penyimpanan piring pada kios.
Sebagian pedagang makanan jajanan (37,1%) ditemukan tidak tersedia
tempat sampah pada sarana tempat berjualan. Pada umunya pedagang yang
tidak terdapat tempat sampah adalah pedagang yang memiliki bahan-bahan
106
mentah yang siap dimasak tanpa perlu membuka kulit luar atau kemasannya.
Bahan-bahan mentah tersebut ditempatkan di wadah khusus dan baru dibuka
jika isinya akan dimasak. Namun ada juga pedagang makanan jajanan yang
langsung membuang sisa makanan ke saluran air saat mencuci peralatan.
Ketiadaan tempat sampah tersebut diduga karena responden merasa sampah
yang dihasilkan hanya berupa remah-remah sisa proses memasak makanan
yang dapat dibuang begitu saja saat gerobak sedang dilap sehingga tempat
sampah tidak dibutuhkan.
Sebesar 48,6% pedagang makanan jajanan tidak menjajakan makanannya
dalam kedaan terlindung dari pencemaran. Hal ini berkaitan dengan poin
sebelumnya mengenai penyajian yaitu tertutup atau tidaknya pembungkus
yang digunakan serta sarana berjualan yang mampu menutup makanan yang
disajikan.
Meskipun gambaran tindakan pedagang makanan jajanan secara umum
adalah buruk. Tindakan terhadap: kebersihan diri, peralatan dan penyajian masih
bisa dinilai baik, kecuali tindakan terhadap sarana yang digunakan. Hal ini
dimungkinkan karena pengetahuan dan sikap yang secara umum adalah baik. Di
sisi lain, gambaran sikap yang secara umum baik, dan gambaran sikap yang
sangat positif terhadap pernyataan “mencuci tangan menggunakan sabun harus
dilakukan oleh pengolah makanan sebelum memasak” (94,3%) ternyata belum
sepenuhnya diwujudkan, terlihat dari banyaknya pedagang makanan jajanan yang
tidak mencuci tangannya sebelum menangani makanan (97,1%). Dikarenakan
107
adanya pengetahuan yang baik dan sikap positif yang bertentangan dengan
tindakan, perlu diadakan pengawasan secara berkala oleh dinas kesehatan /
instansi setempat.
108
BAB VII
SIMPULAN DAN SARAN
7.1 Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat disimpulkan
sebagai berikut:
1. Gambaran umum pedagang makanan jajanan meliputi:
a. Pedagang makanan jajanan sebagian besar berjenis kelamin laki-
laki (60%) dibandingkan perempuan dari 35 responden.
b. Kelompok umur 31-40 tahun menempati jumlah terbanyak, yaitu
sebesar 34,3%, sedangkan paling sedikit terdapat pada kelompok
umur ≤ 20 tahun sebanyak 5,7%.
c. Jenis sarana berdagang yang banyak digunakan responden adalah
gerobak (68,6%) dibandingkan kios.
d. Sebagian besar pedagang makanan jajanan (60%) merupakan
pemilik sarana berdagang yang digunakan.
e. Sebanyak 74,3% merupakan responden yang telah bekerja sebagai
pedagang makanan jajanan selama ≤ 10 tahun dan sebanyak 2,9%
responden telah bekerja lebih dari 20 tahun.
f. Tingkat pendidikan terbanyak dan tertinggi yang pernah ditempuh
oleh pedagang makanan jajanan adalah SMA / sederajat sebanyak
40%, sedangkan pendidikan terendah adalah tidak sekolah (2,9%).
109
2. Pengetahuan responden sebagian besar sudah baik, yaitu pengetahuan
mengenai kebersihan diri (60%), pengetahuan mengenai peralatan
(62,9%), pengetahuan mengenai penyajian (68,6%) dan pengetahuan
mengenai sarana (74,3%).
3. Gambaran sikap responden adalah baik pada seluruh aspek, antara lain::
sikap terhadap kebersihan diri (80%), sikap terhadap peralatan (65,7%),
sikap terhadap penyajian (80%) dan sikap terhadap sarana (97,1%).
4. Tindakan responden sudah baik pada aspek: tindakan kebersihan diri
(77,1%), tindakan terhadap peralatan (60%) dan tindakan saat penyajian
(60%), namun tindakan terhadap sarana berdagang masih buruk (54,3%).
7.2 Saran
7.2.1 Saran bagi Sekolah
1. Diupayakan menerapkan pentingnya higiene sanitasi makanan
jajanan kepada pedagang makanan jajanan yang berjualan di kantin
sekolah dengan cara: membuat peraturan tata cara penyajian
makanan jajanan yang sesuai pedoman higiene sanitasi.
2. Memperbaiki fasilitas sarana berdagang seperti tempat cuci
peralatan dan tempat cuci tangan di kantin agar memenuhi
persyaratan higiene sanitasi sarana berdagang. Tempat mencuci
tangan untuk pedagang makanan jajanan hendaknya dibuat
berdekatan atau tersedia di setiap kios agar pedagang tidak merasa
malas untuk mencuci tangan setiap akan menangani makanan.
110
3. Melakukan pengawasan dan pembinaan mengenai penerapan
higiene sanitasi makanan jajanan dengan melakukan kerja sama
dengan puskesmas setempat. Hal ini dimaksudkan agar higiene
sanitasi dapat diterapkan secara terus-menerus sehingga
membentuk kebiasaan yang sesuai persyaratan higiene sanitasi
makanan jajanan pada pedagang.
7.2.2 Saran bagi Peneliti Selanjutnya
1. Perlu dilakukan penelitian kualitatif mendalam mengenai analisis
faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan, sikap dan tindakan
dari beberapa aspek higiene sanitasi makanan jajanan secara rinci,
seperti: kebersihan diri, peralatan, penyajian dan sarana yang
digunakan.
2. Dilakukan penelitian mengenai peran dinas kesehatan atau
pemegang kebijakan terkait mengenai pembinaan dan pengawasan
higiene sanitasi pedagang makanan jajanan dikarenakan belum
adanya penelitian yang membahas hal tersebut.
3. Dilakukan penelitian mengenai perbandingan antara higiene
sanitasi pedagang makanan yang berjualan di dalam dengan di luar
sekolah. Serta memperluas ruang lingkup penelitian menjadi
lingkup kecamatan / kota.
111
7.2.3 Saran bagi Instansi
1. Bagi instansi khususnya Suku Dinas Kesehatan Kotamadya Jakarta
Timur perlu meningkatkan pentingnya higiene sanitasi makanan
jajanan dengan cara membentuk suatu peraturan mengenai
perizinan pedagang makanan jajanan. Dengan cara ini, diharapkan
pengawasan pedagang makanan jajanan dapat dengan mudah
dikoordinasikan oleh pemerintah.
2. Memberikan penyuluhan dan pelatihan higiene sanitasi makanan
dan keamanan pangan kepada pedagang makanan jajanan.
3. Pemberian peralatan dan atau alat pelindung diri kepada pedagang
sebagai percontohan.
112
DAFTAR PUSTAKA
Achmadi, Umar Fahmi. 2012. Dasar-dasar Penyakit Berbasis Lingkungan. Jakarta: Rajawali Pers.
Agustina, Febria. dkk. 2009. Hygiene Sanitasi pada Pedagang Makanan Jajanan Tradisional di Lingkungan Sekolah Dasar di Kelurahan Demang Lebar Daun Palembang Tahun 2009. Jurnal Publikasi Ilmiah Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sriwijaya.
Akase, Gesnawati D. 2012. Hygiene Sanitasi pada Pedagang Makanan Jajanan di Lingkungan Sekolah Dasar di Kecamatan Bongomeme Kabupaten Gorontalo Tahun 2012. Jurnal Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan dan Keolahragaan, Vol 1, No 1 (2012). Universitas Negeri Gorontalo. h 2.
Aminah, Siti dan Nur Hidayah. 2006. Pengetahuan Keamanan Pangan Penjual Makanan Jajanan Di Lingkungan Sekolah Kelurahan Wonodri Kecamatan Semarang Selatan Kota Semarang. Jurnal Litbang Universitas Muhammadiyah Semarang, Vol 4, No 3 (2006). h 19-24.
Arisman. 2009. Buku Ajar Ilmu Gizi: Keracunan Makanan. Jakarta: EGC.
Avis, James dkk. 2010. Teaching in Lifelong Learning: A Guide to Theory and Practice. Berkshire: McGraw-Hill.
Azwar, Saifuddin. 2011. Sikap Manusia: Teori dan Pengukurannya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). 2012. Laporan Tahunan Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia.
Badan Pusat Statistik. 2012. Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Dairi Tahun 2007-2011. Dairi: Badan Pusat Statistik Kabupaten Dairi.
Bank Data DKI Jakarta. 2009. Kondisi Demografi. Diakses tanggal 29 Maret 2013 dari (http://www.jakarta.go.id/web/bankdata/download/246/Kondisi%20Demografi.pdf).
_________. 2010. Jumlah Sekolah SD Berdasarkan Status. Diakses tanggal 29 Maret 2013 dari (http://www.jakarta.go.id/web/bankdata/download/1265/5102e470fd055c9310853e365c2e52a9.pdf).
113
_________. 2010. JumlahSiswa Sekolah Dasar (SD) Berdasarkan Status Sekolah. Diakses tanggal 29 Maret 2013 dari (http://www.jakarta.go.id).
Bloom, Benjamin. 1956. Taxonomy of Educational Objectives: Handbook 1, Cognitive Domain. New York: David McKay.
Budiman dan Agus Riyanto. 2013. Kapita selekta Kuesioner Pengetahuan dan Sikap dalam Penelitian Kesehatan. Jakarta: Salemba Medika.
Budiyono dkk. 2008. Tingkat Pengetahuan Dan Praktik Penjamah Makanan Tentang Hygiene Dan Sanitasi Makanan Pada Warung Makan Di Tembalang Kota Semarang Tahun 2008. Jurnal Promosi Kesehatan Indonesia Vol. 4 / No. 1 / Januari 2009. Departemen Kesehatan Lingkungan Fakultas Kesehatan Masyarakat UNDIP, Semarang. h 52.
Cahanar, P dan Iwan Suhanda. 2006. Makan Sehat Hidup Sehat. Jakarta: PT. Kompas Media Nusantara.
Cahyaningsih, dkk. 2009. Hubungan Higiene Sanitasi dan Perilaku Penjamah Makanan Dengan Kualitas Bakteriologis Peralatan Makanan dengan Kualitas Bakteriologis Peralatan Makan di Warung Makan. Jurnal. Berita Kedokteran Masyarakat Vol. 25, No. 4, Desember 2009.
Dahlan, M. Sopiyudin. 2008. Statistik untuk Kedokteran dan Kesehatan: Edisi -3. Jakarta: Salemba Medika.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Ditjen PPM dan PLP Depkes RI. 1999. Tentang Prinsip-Prinsip Hygiene Sanitasi Makanan.
____________. 2003. Keputusan Menteri Kesehatan RI nomor 942/MENKES/SK/VII/2003 tentang Pedoman Persyaratan Hygiene Sanitasi Makanan Jajanan.
____________. 2014. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2013.
Departemen Pendidikan Nasional. 2008. Kamus Bahasa Indonesia. Jakarta: Pusat Bahasa.
Dharma, Agus. 2013. Peremajaan Permukiman Kumuh Di Dki Jakarta. Jurnal. Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Universitas Gunadarma. h 8.
Djaali dan Muljono. 2007. Pengukuran dalam Bidang Pendidikan. Jakarta: Grasindo.
114
Hanafiah, M. Jusuf dan Amri Amir. 1999. Etika Kedokteran dan Hukum Kesehatan. Jakarta: EGC.
Hidayat, Alimul Aziz. 2007. Metode Penelitian Kebidanan Teknik Analisa Data. Jakarta: Salemba Medika.
Ide, Pangkalan. 2007. Menangkal Penyakit di Tempat Kerja dan Mencapai Kedamaian Batin. Jakarta: Elex Media Komputindo.
Judarwanto, Widodo. 2012. Perilaku Makan Anak Sekolah. Diakses pada tanggal 20 Maret 2013 dari (http://gizi.depkes.go.id/makalah/download/perilaku%20makan%20anak%20sekolah.pdf).
Kementerian Pendidikan Nasional, Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar. 2011. Menuju Kantin Sehat di Sekolah.
Lindawati. dkk. 2006. Isolasi dan Analisis Keragaman Genetik Escherichia Coli pada Makanan Jajanan Berdasarkan Sekuen Eric – PCR. Jurnal. Atma nan Jaya: majalah ilmiah Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya, Volume 21, Issue 1 (2006). Jakarta: Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya. h 25.
Lingga, Lanny. 2012. Bebas Diabetes Tipe-2 Tanpa Obat. Jakarta: AgroMedia.
Manalu, Merylanca dkk. 2012. Hubungan Tingkat Kepadatan Lalat ( Musca domestica ) dengan Kejadian Diare pada Anak Balita di Permukiman Sekitar Tempat Pembuangan Akhir Sampah Namo Bintang Kecamatan Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang Tahun 2012. Jurnal. Universitas Sumatera Utara, Vol 2, No 2 (2013). Departemen Kesehatan Lingkungan Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Sumatera Utara.
Marsaulina, Irnawati. 2004. Studi Tentang Pengetahuan Perilaku dan Kebersihan Penjamah Makanan pada Tempat Umum Pariwisata di DKI Jakarta (TMII, TIJA, TMR) Jurnal.Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
Moertjipto. 1993. Makanan: wujud, variasi dan fungsinya serta cara penyajiannya pada orang Jawa Daerah Istimewa Yogyakarta. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Jenderal Kebudayaan, Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional, Proyek Penelitian, Pengkajian dan Pembinaan Nilai-Nilai Budaya.
115
Mokoginta, Lukman. 1999. Jakarta Untuk Rakyat. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.
Mortimore, S dan C. Wallace. 2001. HACCP: Sekilas Pandang. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Muthmainnah. 2012. Analisis Dampak Pelatihan dan Pendampingan Terhadap Pengetahuan, Sikap dan Praktik Higiene Sanitasi Makanan Ibu Warung Anak Sehat (IWAS). Skripsi. Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.
Nasikhin dkk. 2013. Hubungan Tingkat Pendidikan Pedagang dengan Higiene Sanitasi Makanan Jajan Anak Sekolah Dasar di Kabupaten Kulon Progo-DIY. Jurnal. AgriSains Vol. 4 No. 7. Program Studi Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Agroindustri. h 28.
Nasution, Annis Syarifah. 2014. Analisis Kandungan Zat Pewarna Sintetis Karsinogenik pada Makanan dan Minuman Jajanan di SDN Kelurahan Ciputat Kecamatan Ciputat Kota Tangsel Tahun 2014. Skripsi. Program Studi Kesehatan Masyarakat, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Notoadmojo, Soekidjo. 2003. Ilmu Kesehatan Masyarakat Prinsip-Prinsip Dasar. Jakarta: Rineka Cipta
Notoadmojo, Soekidjo. 2008. Pengantar Kesehatan Masyarakat Ilmu dan Seni. Jakarta: Rineka Cipta
Rahayu, Ni Putu Sri. 2007. Hubungan antara Higiene Sanitasi Lingkungan Warung dan Praktek Pengolahan Mie Ayam dengan Angka Kuman. Tesis. Kesehatan Lingkungan, Program Pasca Sarjana Universitas Diponegoro.
Persatuan Ahli Gizi Indonesia (PERSAGI). 2009. Kamus Gizi: Pelengkap Kesehatan Keluarga. Jakarta: Kompas Media Nusantara.
Portal Data Indonesia. 2012. Penduduk yang Bekerja Menurut Umur 2012. Diakses tanggal 14 Desember 2014 pukul 7.22 dari (http://data.id/dataset/penduduk-yang-bekerja-menurut-kelompok-umur-dan-jenis-kelamin-2011/resource/2bf75928-9e0e-4786-8113-6d59ca4f72af).
Pratiwi, Defiyanti. 2012. Hygiene Sanitasi Pedagang Kue Dan Keberadaan Escherichia coli Pada Makanan Jajanan Kue Cucur Di Wilayah Pasar Tradisional Desa Kaliyoso Kecamatan Bongomeme Kabupaten Gorontalo
116
Tahun 2012. Jurnal Kesehatan Masyarakat Vol 1, No 1 (2012). Fakultas Ilmu Kesehatan dan Keolahragaan, Universitas Negeri Gorontalo. h 1.
Purnawijayanti, Hiasinta. A. 2001. Sanitasi, Higiene dan Keselamatan Kerja dalam Pengolahan Makanan. Yogyakarta: Kanisius.
Saparinto, Cahyo dan Diana Hidayati. 2006. Bahan Tambahan Pangan. Yogyakarta: Kanisius.
Sarwono, Solita. 2003. Sosiologi Kesehatan: Beberapa Konsep Beserta Aplikasinya. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Setyorini, Endah. 2013. Hubungan Praktek Higiene Pedagang Dengan Keberadaan Eschericia Coli pada Rujak yang di Jual di Sekitar Kampus Universitas Negeri Semarang. Unnes Journal of Public Health Vol. 2 No. 3 Tahun 2013. Departemen Kesehatan Masyarakat, Fakultas Ilmu Keolahragaan.
Sinsin, Iis. 2008. Seri Kesehatan Ibu dan Anak: Masa Kehamilan dan Persalinan. Jakarta: Elex Media Komputindo.
Suci, Eunike Sri Tyas.2009. Gambaran Perilaku Jajan Murid Sekolah Dasar di Jakarta. Jurnal. Psikobuana tahun 2009, Vol. 1, No. 1. Departemen Psikologi, Universitas Atma Jaya. h 29-38.
Sumardjo, Damin. 2006. Pengantar Kimia: Buku Panduan Kuliah Mahasiswa Kedokteran dan Program Strata I Fakultas Bioeksakta. Jakarta: EGC.
Sunardi, Tuti. 1996. Makanan untuk Tumbuh Kembang Bayi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Sunardi, Tuti dan Susirah Soetardjo. 2001. Hidangan Sehat Untuk Mencegah Kanker. Jakarta: Gramedia.
Surveilans Dinas Kesehatan DKI Jakarta. Data tabular dari STP tahun 2009 – 2012. Diakses tanggal 24 Agustus 2014 pukul 0:00 dari (http://surveilans-dinkesdki.net/tab_stp.php).
Susanna, Dewi dan Budi Hartono. 2003. Pemantauan KualitasMakanan Ketoprak dan Gado-Gado di Lingkungan Kampus UI Depok Melalui Pemeriksaan Bakteriologis. Jurnal MAKARA, Seri Kesehatan, Vol. 7, No. 1, Juni 2003. Departemen Kesehatan Lingkungan, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia. h-22.
Susianto. dkk. 2008. Diet Enak Ala Vegetarian. Jakarta: Penebar Plus.
117
Tarwotjo, C. Soejoeti. 1998. Dasar-Dasar Gizi Kuliner. Jakarta.: Grasindo.
Tim Pengembang Ilmu Pendidikan FIP UPI. 2007. Ilmu dan Aplikasi Pendidikan Bagian III: Pendidikan Disiplin Ilmu. Bandung: PT. Imtima.
Timmreck, Thomas. 2005. Epidemiologi Suatu Pengantar Edisi-2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Utami, Prapti. 2013. Diet Aman dan Sehat Dengan Herbal. Jakarta: FMedia.
Wahyuni, Sri. 2005. Pengetahuan, Sikap Dan Tindakan Penjaja Makanan Tentang Higiene Sanitasi Penjamah, Peralatan, Pengangkutan Dan Penyajian Makanan Jajanan Dalam Kereta Api PT. Kereta Api Indonesia Medan Rute Medan – Kisaran Tahun 2005. Skripsi. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara, Medan.
WHO. 1975. Guide to The Integration of Health Education in Environmental Health Programmes. Geneva: WHO Offset.
WHO. 2005. Penyakit Bawaan Makanan : Fokus Pendidikan Kesehatan. Jakarta: EGC.
Wibawa, Anton. 2006. Faktor Penentu Kontaminasi Bakteriologik pada Makanan Jajanan di Sekolah Dasar di Kabupaten Tangerang. Tesis. Program Pasca Sarjana, Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia.
Widjajanti, Retno. 2009. Karakteristik Aktivitas Pedagang Kaki Lima pada Kawasan Komersial di Pusat Kota. Jurnal Teknik, Vol 30, No 1 (2009). Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro. h 165.
Zendrato, Ruth Nove Cahayani. 2012. Kondisi Sosial Ekonomi Pedagang Kaki Lima yang Beroperasi di Jalan Prof. Dr. M. Yamin. Jurnal Mahasiswa Ilmu Sosiatri, Volume 1 No. 1, Desember 2012. Program Studi Ilmu Sosiatri Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Tanjungpura.
118
Lampiran 1
Formulir Pengetahuan Higiene Sanitasi pada Pedagang Makanan di Sekolah
Dasar
A. Identitas Umum
1. Nomor : 2. Nama : 3. Jenis Kelamin : 4. Umur 5. Jenis tempat berjualan: 6. Statur kepemilikan tempat berjualan (pegawai/ pemilik) : 7. Lama Bekerja : 8. Pendidikan : 9. Makanan yang dijajakan: 10. Tanggal dan waktu pengamatan:
B. Pengetahuan Higiene Sanitasi Pedagang
Kebersihan Diri
B1 1. Menjaga kebersihan pada saat berdagang yaitu: a. Tidak tahu b. Upaya menjaga kebersihan dalam pengolahan makanan c. Upaya menjaga kebersihan bahan makanan dan penyimpanannya d. Upaya menjaga kebersihan tempat kerja, peralatan dan bahan makanan mulai dari diri sendiri, penyiapan, pengolahan, sampai dengan penyimpanannya.
[ ]
B2 2. Apa manfaat menjaga kebersihan diri saat berdagang? a. Tidak mengembangkan kebiasaan pola hidup bersih b. Meningkatkan terjadinya penyebaran penyakit yang menular melalui makanan yang mengandung mikroba/kuman penyebab infeksi c. Meningkatkan kesehatan d. Makanan menjadi terkontaminasi
[ ]
B3 3. Penyakit apa yang diakibatkan kebersihan makanan yang buruk? a. Maag b. Diare c. Pilek d. Batuk
[ ]
119
B4 4. Apa akibat dari kebiasaan hidup yang tidak bersih? a. Mengembangkan kebiasaan pola hidup bersih. b. Mencegah terjadinya penyebaran penyakit yang menular melaluimakanan yang mengandung mikroba atau kuman penyebab infeksi. c. Meningkatkan kesehatan d. Meningkatnya angka kesakitan
[ ]
B5 5. Apa contoh sikap terhadap kebersihan yang buruk? a. Selalu mencuci tangan setiap akan mengangani makanan b. Setelah memegang uang, langsung menjamah makanan c. Mengambil makanan dengan alat bantu d. Menutupi makanan dengan alat penutup makanan
[ ]
Peralatan
B6 6. Di bawah ini , bagaimana tahapan yang benar dalam menjaga peralatan untuk penanganan makanan jajanan?
a. Peralatan yang sudah dipakai dicuci dengan air bersih dan sabun,keringkan, kemudian simpan di tempat yang bersih b. Peralatan yang sudah dipakai, dicuci dengan air yang bersih,keringkan dan simpan di tempat yang bersih. c. Disimpan dan dicuci kembali. d. Cukup dengan dibersihkan
[ ]
B7 7. Bagaimana syarat tempat penyimpanan makanan yang baik? a. Terdapat debu b. Ada bau tak sedapdi sekitarnya c. Ada asap disekitarnya d. Jauh dengan pembuangan sampah.
[ ]
B8 8. Tindakan apa yang menyebabkan makanan tercemar? a. Tidak membiarkan keadaan makanan dalam keadaan terbuka b. Pisau dan talenan yang digunakan untuk memotong daging ayammentah, jangan digunakan untuk memotong daging sapi yang sudah matang tanpa dicuci terlebih dahulu. c. Mencampur makanan matang dengan makanan yang sudah kadaluwarsa. d. Mencampur bahan makanan dengan bahan tambahan makanan.
[ ]
B9 9. Bagaimanan seharusnya kondisi peralatan yang digunakan untuk menyiapkan makanan?
a. Dibiarkan tetap bersih tanpa dilap kembali b. Peralatan yang digunakan dalam pengolahan makanan harus dicucidengan air dan sabun c. Peralatan dibiarkan kotor dan berdebu d. Peralatan dicuci tidak menggunakan sabun
[ ]
120
Penyajian
B10 10. Apa tujuan menjaga kebersihan makanan yang buruk? a. Menjamin keamanan dan kualitas makanan sehingga layakkonsumsi b. Makanan yang dikonsumsi lebih bergizi dan menyehatkan c. Mencegah keracunan dan kerusakan makanan akibat kontaminasimikroba yang beracun d. Menggunakan bahan pengolahan makanan secara berulang
[ ]
B11 11. Apa salah satu dampak mengonsumsi makanan yang mengandung zat kimia yang berbahaya?
a. Dapat menyebabkan kanker b. Dapat menutrisi tubuh c. Dapat menjadi suplemen bagi tubuh kita d. Dapat menjadi asupan gizi yang baik bagi tubuh
[ ]
B12 12. Bahan kimia apa yang boleh terkandung didalam makanan adalah?
a. Bahan pewarna kulit b. Bahan pewarna tekstil c. Bahan pewarna kertas d. Bahan tambahan makanan
[ ]
B13 13. Apa penyebab menurunnya kualitas makanan? a. Panaskan kembali makanan matang. b. Simpan makanan matang dengan hati-hati c. Makanan dibiarkan dalam keadaan terbuka sehingga makanan tercemar d. Hindari kontak antara makanan mentah dengan makanan matang
[ ]
B14 14. Apa contoh makanan yang baik untuk kesehatan? a. Makanan gorengan dengan minyak yang sudah berulang-ulang dipakai b. Makanan kalengan c. Mie instan d. Makanan yang diolah dengan matang
[ ]
Sarana
B15 15. Apa contoh fasilitas sarana pedagang kaki lima yang tidak memenuhi kriteria kesehatan?
a. Tersedia tempat untuk air bersih b. Tersedia tempat untuk penyimpanan bahan makanan c. Tidak adanya tempat sampah d. Tersedia tempat penyimpanan peralatan
[ ]
121
B16 16. Dampak apa yang ditimbulkan jika tidak menjaga kebersihan lingkungan?
a. Penyebaran penyakit cepat menyebar b. Suasana berjualan nyaman dan terkendali c. Pelanggan semakin banyak d. Keuntungan menjadi melimpah
[ ]
B17 17. Apa yang tidak termasuk dalam penyebab kontaminasi makanan ketika dijajakan?
a. Pencemaran mikroba seperti bakteri pada makanan b. Pencemaran fi sik seperti rambut, debu, tanah, dan kotoran lainnya c. Pencemaran kimia seperti pupuk, merkuri, zat pewarna padamakanan d. Makanan tidak dibiarkan terbuka.
[ ]
122
Formulir Sikap Higiene Sanitasi pada Pedagang Makanan di Sekolah Dasar
Kebersihan diri No. Pernyataan Responden Setuju Tidak
Setuju C1 Mencuci tangan menggunakan sabun harus dilakukan
oleh pengolah makanan sebelum memasak
C2 Pengolah makanan harus menggunakan pakaian bersih dan menyerap keringat
C3 Pengolah makanan boleh memiliki kuku yang panjang C4 Mengobati dan menutup luka terbuka adalah hal yang
tidak penting dilakukan pengolah saat memasak
C5 Pengolah makanan diperkenankan merokok saat memasak
C6 Penjamah makanan tidak diperkenankan bersin atau batuk saat mengolah bahan makanan
C7 Penjamah makanan menggunakan tangan tanpa alat penjepit/sendok/garpu bersih untuk mengambil makanan matang
Peralatan No. Pernyataan Responden Setuju Tidak
Setuju C8 Pengolah harus menggunakan air bersih yang
Memenuhi syarat air minum untuk memasak
C9 Penjamah makanan perlu menggunakan peralatan yang bersih saat mengolah makanan
C10 Sebelum digunakan peralatan harus dibersihkan dahulu oleh pengolah makanan
C11 Penjamah mengelap piring atau gelas dengan lap meja C12 Penjamah mencuci piring dengan sabun dan air yang
mengalir
C13 Penjamah makanan menggunakan kertas bekas untuk alas makanan (seperti gorengan)
Penyajian No. Pernyataan Responden Setuju Tidak
Setuju C14 Pengolah makanan harus memilih bahan makanan yang
baik dan bersih
C15 Memisahkan bahan makanan mentah dengan makanan matang harus dilakukan pengolah makanan
C16 Penjamah makanan menutup makanan jadi dengan penutup yang bersih dan melindungi (tudung saji/tutup panci, dll)
123
No. Pernyataan Responden Setuju Tidak Setuju
C17 Penjamah memanaskan secara berulang-ulang olahan sayuran hijau (bayam, kangkungdll).
Sarana No. Pernyataan Responden Setuju Tidak
Setuju C18 Penjamah makanan harus menyediakan tempat
Pembuangan sampah yang memadai
C19 Kebersihan tempat berjualan harus dijaga oleh penjamah makanan
124
Formulir Tindakan Higiene Sanitasi pada Pedagang Makanan di Sekolah
Dasar
D. Tindakan Higiene Sanitasi Pedagang
Kebersihan Diri
D1 1.Tidak sedang menderita penyakit mudah menular, misal: batuk, pilek, influenza, diare, penyakit perut sejenisnya;
1. Ya 2. Tidak
[ ]
D2 2.Menutup luka (pada luka terbuka/bisul atau luka lainnya) atau tidak terdapat luka;
1. Ya 2. Tidak
[ ]
D3 3.Menjaga kebersihan tangan, rambut, kuku dan pakaian; 1. Ya 2. Tidak
[ ]
D4 4.Memakai celemek dan tutup kepala; 1.Ya 2. Tidak
[ ]
D5 5.Mencuci tangan setiap kali hendak menangani makanan; 1.Ya 2. Tidak
[ ]
D6 6.Menjamah makaann memakai alat/perlengkapan, atau dengan alas tangan; 1. Ya 2. Tidak
[ ]
D7 7.Tidak sambil merokok, menggaruk anggota badan (telinga, hidung, mulut atau bagian lainnya);
1. Ya 2. Tidak
[ ]
D8 8.Tidak batuk atau bersin di hadapan makanan jajanan yang disajikan dan atau tanpa menutup mulut atau hidung;
1. Ya 2. Tidak
[ ]
Peralatan
D9 9. Peralatan yang sudah dipakai dicuci dengan air bersih dan dengan sabun; 1. Ya 2. Tidak
[ ]
D10 10. Peralatan dikeringkan dengan alat pengering/ lap yang bersih; 1. Ya 2. Tidak
[ ]
D11 11. Peralatan disimpan di tempat yang bebas pencemaran; [ ]
125
1. Ya 2. Tidak D12 12. Tidak menggunakan kembali peralatan yang dirancang hanya untuk sekali
pakai; 1. Ya 2. Tidak
[ ]
Penyajian
D13 13. Semua bahan yang diolah harus dalam keadaan baik mutunya, segar dan tidak busuk;
1. Ya 2. Tidak
[ ]
D14 14. Semua bahan olahan dalam kemasan yang diolah menjadi makanan jajanan harus bahan olahan yang terdaftar di Departemen Kesehatan, tidak kadaluarsa, tidak cacat atau tidak rusak;
1. Ya 2. Tidak
[ ]
D15 15. Bahan makanan serta bahan tambahan makanan dan bahan penolong makanan jajanan siap saji harus disimpan secara terpisah;
1. Ya 2. Tidak
[ ]
D16 16. Bahan makanan yang cepat rusak atau cepat membusuk harus disimpan dalam wadah terpisah;
1. Ya 2. Tidak
[ ]
D17 17. Makanan jajanan yang disajikan harus dengan tempat/alat perlengkapan yang bersih, dan aman bagi kesehatan.
1. Ya 2. Tidak
[ ]
D18 18. Makanan jajanan yang disajikan harus dalam keadaan terbungkus atau tertutup;
1. Ya 2. Tidak
[ ]
D19 19. Pembungkus yang digunakan dan atau tutup makanan harus dalam keadaan bersih dan tidak mencemari makanan;
1. Ya 2. Tidak
[ ]
D20 20. Pembungkus sebagaimana dimaksud dalam poin sebelumnya tidak ditiup; 1. Ya 2. Tidak
[ ]
D21 21. Makanan jajanan yang diangkut dalam keadaan tertutup atau terbungkus dalam wadah yang bersih;
1. Ya 2. Tidak
[ ]
D22 22. Makanan jajanan yang diangkut dalam wadah yang terpisah dengan bahan mentah sehingga terlindung dari pencemaran;
1. Ya 2. Tidak
[ ]
126
Sarana Pedagang
D23 Konstruksi sarana penjaja untuk makanan jajanan mudah dibersihkan 1. Ya 2. Tidak
[ ]
D24 Tersedia tempat air bersih; 1. Ya 2. Tidak
[ ]
D25 Tersedia tempat penyimpanan bahan makanan; 1. Ya 2. Tidak
[ ]
D26 Tersedia tempat penyimpaan makanan jadi/siap disajikan; 1. Ya 2. Tidak
[ ]
D27 Tersedia tempat penyimpanan peralatan; 1. Ya 2. Tidak
[ ]
D28 Tersedia tempat cuci (alat, tangan, bahan makanan); 1. Ya 2. Tidak
[ ]
D29 Tersedia tempat sampah; 1. Ya 2. Tidak
[ ]
D30 Makanan terlindung dari pencemaran ketika dijajakan 1. Ya 2. Tidak
[ ]
127
OUTPUT SPSS
Uji Validitas dan Reliabilitas
1. Pengetahuan Higiene Sanitasi
Item-Total Statistics
Scale Mean if
Item Deleted
Scale Variance if
Item Deleted
Corrected Item-
Total Correlation
B1 42.2000 104.274 .662
B2 42.3500 103.608 .786
B3 43.2500 109.039 .831
B4 41.3500 104.345 .812
B5 43.0500 107.945 .541
B6 43.1500 106.661 .585
B7 41.4500 101.208 .863
B8 42.4500 103.313 .737
B9 43.1500 110.345 .801
B10 41.3000 104.958 .780
B11 42.4000 103.516 .787
B12 41.1500 110.239 .813
B13 42.5500 101.103 .816
B14 42.1000 95.463 .694
B15 42.2000 104.274 .662
B16 43.0500 107.945 .541
B17 42.0500 95.839 .816
Reliability Statistics
Cronbach's
Alpha
Cronbach's
Alpha Based on
Standardized
Items N of Items
.947 .958 17
128
2. Sikap Higiene Sanitasi
Item-Total Statistics
Scale Mean if
Item Deleted
Scale Variance if
Item Deleted
Corrected Item-
Total Correlation
C1 24.3000 46.537 .654
C2 24.3000 46.537 .654
C3 24.0000 43.789 .930
C4 24.2000 45.642 .709
C5 24.2000 45.642 .709
C6 24.3000 46.537 .654
C7 24.0000 43.789 .930
C8 24.2000 45.642 .709
C9 24.2000 46.063 .640
C10 24.2000 46.063 .640
C11 24.0000 43.789 .930
C12 24.3000 46.537 .654
C13 24.0000 43.789 .930
C14 24.2000 45.642 .709
C15 24.3000 46.537 .654
C16 24.0000 43.789 .930
C17 24.0000 43.789 .930
C18 24.3000 46.537 .654
C19 24.0000 43.789 .930
Reliability Statistics
Cronbach's
Alpha
Cronbach's
Alpha Based on
Standardized
Items N of Items
.968 .967 19
129
Tindakan Higiene Sanitasi
Item-Total Statistics
Scale Mean if Item Deleted
Scale Variance if Item Deleted
Corrected Item-Total Correlation
D1 38.3000 115.168 .628
D2 38.4000 114.568 .796
D3 38.4000 114.568 .796
D4 38.4000 114.568 .796
D5 38.4000 114.568 .796
D6 38.1000 111.884 .883
D7 38.4000 114.568 .796
D8 38.4000 114.568 .796
D9 38.1000 111.884 .883
D10 38.3000 115.168 .628
D11 38.3000 115.168 .628
D12 38.4000 114.568 .796
D13 38.1000 111.884 .883
D14 38.3000 115.168 .628
D15 38.4000 114.568 .796
D16 38.4000 114.568 .796
D17 38.1000 111.884 .883
D18 38.1000 111.884 .883
D19 38.4000 114.568 .796
D20 38.1000 111.884 .883
D21 38.3000 116.011 .543
D22 38.4000 114.568 .796
D23 38.1000 111.884 .883
D24 38.4000 114.568 .796
D25 38.1000 111.884 .883
D26 38.3000 115.168 .628
D27 38.4000 114.568 .796
D28 38.4000 114.568 .796
D29 38.1000 111.884 .883
D30 38.1000 111.884 .883
Reliability Statistics
Cronbach's Alpha
Cronbach's Alpha Based on
Standardized Items N of Items
.981 .981 30
130
Karakteristik Responden
1. Jenis Kelamin
Statistics
Jenis Kelamin
N Valid 35
Missing 0
Mean 1.4000
Median 1.0000
Jenis Kelamin
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid Laki-laki 21 60.0 60.0 60.0
Perempuan 14 40.0 40.0 100.0
Total 35 100.0 100.0
2. Jenis Tempat Berjualan
Statistics
Jenis Tempat Berjualan
N Valid 35
Missing 0
Mean 1.3143
Median 1.0000
Jenis Tempat Berjualan
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid Gerobak 24 68.6 68.6 68.6
Kios 11 31.4 31.4 100.0
Total 35 100.0 100.0
3. Status Kepemilikan Tempat Statistics
Status Kepemilikan Tempat
N Valid 35
Missing 0
Mean 1.6000
Median 1.0000
131
Status Kepemilikan Tempat
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid Pemilik 21 60.0 60.0 60.0
Penyewa 7 20.0 20.0 80.0
Peminjam 7 20.0 20.0 100.0
Total 35 100.0 100.0
4. Pendidikan Terakhir Statistics
Pendidikan Terakhir
N Valid 35
Missing 0
Mean 3.00
Median 3.00
Pendidikan Terakhir
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid Tidak Sekolah 1 2.9 2.9 2.9
Tidak Lulus SD 2 5.7 5.7 8.6
SD / Sederajat 7 20.0 20.0 28.6
SMP / Sederajat 11 31.4 31.4 60.0
SMA / Sederajat 14 40.0 40.0 100.0
Total 35 100.0 100.0
5. Umur
Statistics
Umur1 N Valid 35
Missing 0
Mean 3.1714
Median 3.0000
Umur1
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid 1 2 5.7 5.7 5.7
2 8 22.9 22.9 28.6
3 12 34.3 34.3 62.9
4 8 22.9 22.9 85.7
5 5 14.3 14.3 100.0
Total 35 100.0 100.0
132
6. Lama Kerja
Statistics
LamaKerjaKlp
N Valid 35
Missing 0
Mean 1.2857
Median 1.0000
LamaKerjaKlp
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid 1 26 74.3 74.3 74.3
2 8 22.9 22.9 97.1
3 1 2.9 2.9 100.0
Total 35 100.0 100.0
Pengetahuan Higiene Sanitasi
1. Pengetahuan Mengenai Kebersihan Diri
Descriptives
Statistic Std. Error
Peng_BersihDiri Mean 3.8571 .19291
95% Confidence Interval for Mean
Lower Bound 3.4651 Upper Bound 4.2492
5% Trimmed Mean 3.9286 Median 4.0000 Variance 1.303 Std. Deviation 1.14128 Minimum 1.00 Maximum 5.00 Range 4.00 Interquartile Range 2.00 Skewness -.586 .398
Kurtosis -.562 .778
133
Pengetahuan Kebesihan Diri
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid Buruk 14 40.0 40.0 40.0
Baik 21 60.0 60.0 100.0
Total 35 100.0 100.0
2. Pengetahuan Mengenai Peralatan
Descriptives
Statistic Std. Error
Peng_Alat Mean 2.7714 .15386
95% Confidence Interval for Mean
Lower Bound 2.4587 Upper Bound 3.0841
5% Trimmed Mean 2.8016 Median 3.0000 Variance .829 Std. Deviation .91026 Minimum 1.00 Maximum 4.00 Range 3.00 Interquartile Range 1.00 Skewness -.259 .398
Kurtosis -.659 .778
Pengetahuan Peralatan
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid Buruk 13 37.1 37.1 37.1
Baik 22 62.9 62.9 100.0
Total 35 100.0 100.0
134
3. Pengetahuan Mengenai Penyajian
Descriptives
Statistic Std. Error
Peng_Saji Mean 3.1714 .25100
95% Confidence Interval for Mean
Lower Bound 2.6613 Upper Bound 3.6815
5% Trimmed Mean 3.2222 Median 3.0000 Variance 2.205 Std. Deviation 1.48494 Minimum .00 Maximum 5.00 Range 5.00 Interquartile Range 3.00 Skewness -.312 .398
Kurtosis -.937 .778
Pengetahuan Penyajian
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid Buruk 11 31.4 31.4 31.4
Baik 24 68.6 68.6 100.0
Total 35 100.0 100.0
135
4. Pengetahuan Mengenai Sarana Descriptives
Statistic Std. Error
Peng_Sarana Mean 2.1714 .16133
95% Confidence Interval for Mean
Lower Bound 1.8436 Upper Bound 2.4993
5% Trimmed Mean 2.2460 Median 2.0000 Variance .911 Std. Deviation .95442 Minimum .00 Maximum 3.00 Range 3.00
Statistic Std. Error
Interquartile Range 2.00 Skewness -.793 .398
Kurtosis -.507 .778
Pengetahuan Sarana
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid Buruk 9 25.7 25.7 25.7
Baik 26 74.3 74.3 100.0
Total 35 100.0 100.0
136
Sikap Higiene Sanitasi
1. Sikap Terhadap Kebersihan Diri
Descriptives
Statistic Std. Error
Sikap_BersihDiri Mean 5.5143 .26686
95% Confidence Interval for Mean
Lower Bound 4.9720 Upper Bound 6.0566
5% Trimmed Mean 5.6587 Median 6.0000 Variance 2.492 Std. Deviation 1.57875 Minimum 1.00 Maximum 7.00 Range 6.00 Interquartile Range 2.00 Skewness -1.360 .398
Kurtosis 1.381 .778
Sikap Kebersihan Diri
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid Buruk 7 20.0 20.0 20.0
Baik 28 80.0 80.0 100.0
Total 35 100.0 100.0
137
2. Sikap Terhadap Peralatan
Descriptives
Statistic Std. Error
Sikap_Alat Mean 5.5143 .12550
95% Confidence Interval for Mean
Lower Bound 5.2592 Upper Bound 5.7693
5% Trimmed Mean 5.5714 Median 6.0000 Variance .551 Std. Deviation .74247 Minimum 4.00 Maximum 6.00 Range 2.00 Interquartile Range 1.00 Skewness -1.195 .398
Kurtosis -.044 .778
Sikap Peralatan
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid Buruk 12 34.3 34.3 34.3
Baik 23 65.7 65.7 100.0
Total 35 100.0 100.0
138
3. Sikap Terhadap Penyajian
Descriptives
Statistic Std. Error
Sikap_Saji Mean 3.7429 .09476
95% Confidence Interval for Mean
Lower Bound 3.5503 Upper Bound 3.9354
5% Trimmed Mean 3.8254 Median 4.0000 Variance .314 Std. Deviation .56061 Statistic Std. Error
Minimum 2.00 Maximum 4.00 Range 2.00 Interquartile Range .00 Skewness -2.153 .398
Kurtosis 3.857 .778
Sikap Penyajian
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid Buruk 7 20.0 20.0 20.0
Baik 28 80.0 80.0 100.0
Total 35 100.0 100.0
139
4. Sikap Terhadap Sarana
Descriptives
Statistic Std. Error
Sikap_Sarana Mean 1.9714 .02857
95% Confidence Interval for Mean
Lower Bound 1.9134 Upper Bound 2.0295
5% Trimmed Mean 2.0000 Median 2.0000 Variance .029 Std. Deviation .16903 Minimum 1.00 Maximum 2.00 Range 1.00 Interquartile Range .00 Skewness -5.916 .398
Kurtosis 35.000 .778
Sikap Sarana
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid Buruk 1 2.9 2.9 2.9
Baik 34 97.1 97.1 100.0
Total 35 100.0 100.0
140
Tindakan Higiene Sanitasi
1. Kebersihan Diri
Descriptives
Statistic Std. Error
Tind_BersihDiri Mean 4.9429 .15847
95% Confidence Interval for Mean
Lower Bound 4.6208 Upper Bound 5.2649
5% Trimmed Mean 4.9921 Median 5.0000 Variance .879 Std. Deviation .93755 Minimum 2.00 Maximum 7.00 Range 5.00 Interquartile Range .00 Skewness -.790 .398
Kurtosis 2.196 .778
Kebersihan Diri
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid Buruk 8 22.9 22.9 22.9
Baik 27 77.1 77.1 100.0
Total 35 100.0 100.0
141
2. Peralatan
Descriptives
Statistic Std. Error
Tind_Alat Mean 3.0286 .17626
95% Confidence Interval for Mean
Lower Bound 2.6704 Upper Bound 3.3868
5% Trimmed Mean 3.0873 Median 3.0000 Variance 1.087 Std. Deviation 1.04278 Minimum 1.00 Statistic Std. Error
Maximum 4.00 Range 3.00 Interquartile Range 2.00 Skewness -.390 .398
Kurtosis -1.431 .778
Peralatan
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid Buruk 14 40.0 40.0 40.0
Baik 21 60.0 60.0 100.0
Total 35 100.0 100.0
142
3. Penyajian
Descriptives
Statistic Std. Error
Tind_Saji Mean 8.5714 .21415
95% Confidence Interval for Mean
Lower Bound 8.1362 Upper Bound 9.0066
5% Trimmed Mean 8.6349 Median 9.0000 Variance 1.605 Std. Deviation 1.26690 Minimum 6.00 Maximum 10.00 Range 4.00 Interquartile Range 3.00 Skewness -.492 .398
Kurtosis -.932 .778
Penyajian
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid Buruk 14 40.0 40.0 40.0
Baik 21 60.0 60.0 100.0
Total 35 100.0 100.0
143
4. Sarana
Descriptives
Statistic Std. Error
Tind_Sarana Mean 5.4571 .28208
95% Confidence Interval for Mean
Lower Bound 4.8839 Upper Bound 6.0304
5% Trimmed Mean 5.4524 Median 5.0000 Variance 2.785 Std. Deviation 1.66879 Minimum 3.00 Maximum 8.00 Range 5.00 Interquartile Range 3.00 Skewness .019 .398
Kurtosis -1.326 .778
Sarana
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid Buruk 19 54.3 54.3 54.3
Baik 16 45.7 45.7 100.0
Total 35 100.0 100.0
144
145
146
147
148
149
150
151
152
153
DOKUMENTASI PENELITIAN
Tempat pencucian yang tidak memadai Pencucian peralatan yang tidak memenuhi syarat dan pedagang yang sambil merokok
Sarana berjualan yang tidak terlindung dari pencemaran
Lokasi berjualan di pinggir jalan raya
Peletakan kain lap ditempat yang tidak semestinya
Menyentuh bahan matang dengan tangan
154
Memegang uang saat menangani makanan
Merokok saat berjualan
Penggunaan kertas bekas untuk alas makanan
Bagian bawah tempat berjualan yang kotor
Tumpukan barang penyebab kios sulit untuk dibersihkan
Wadah tempat peralatan yang kotor
155
Sudut dan lantai kios yang kotor
Sampah berserakan dan meja yang sulit dibersihkan
Top Related