Gagal Ginjal Kronik dengan Diabetes
Mellitus dan Hipertensi
Yossie Firmansyah
102010328/ A3
Mahasiswi
Fakultas Kedokteran
Universitas Kristen Krida Wacana
Jalan Arjuna Utara No 6, Jakarta 11510
Pendahuluan
Penyakit ginjal adalah suatu proses patologis dengan etiologi yang beragam,
mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif, dan pada umumnya berakhir dengan
gagal ginjal. Selanjutnya, gagal ginjal adalah suatu keadaan klinis yang ditandai dengan
penurunan fungsi ginjal yang irreversible.1 Karena ginjal memiliki peran vital dalam
mempertahankan homeostatis, gagal ginjal menyebabkan efek sistemik multiple. Semua
upaya untuk mencegah gagal ginjal amat penting.Dengan demikian, gagal ginjal harus diobati
secara agresif (terapi pengganti ginjal yang tetap, berupa dialisis atau transplantasi ginjal). 1, 2
Anamnesis
Dalam penilaian pasien gagal ginjal penting untuk mencoba menetapkan kemungkinan
penyebab, durasi, dan apakah telah terjadi komplikasi yang membahayakan jiwa, seperti
edema paru.
Gagal ginjal ditemukan secara kebetulan bila fungsi ginjal dinilai dengan pengukuran
ureum atau kreatinin, adanya hipertensi, atau gejala gagal ginjal. Manifestasi gagal ginjal
akut yang dramatis bisa timbul sebagai asidosis berat, edema paru, atau ensefalopati.
Apakah pasien mengalami gejala gagal ginjal (misalnya mual, muntah, sesak napas
[akibat asidosis atau edema paru], atau edema perifer? Adakah rasa gatal, cengukan,
neuropati perifer, lelah, malaise, keluaran urin berkurang, poliuria, atau hematuria
nokturia?
Adakah eneuresis di masa kanak-kanak?
Adakah gejala penyerta: hemoptisis, ruam, nyeri punggung, demam, dan penurunan
berat badan akibat neuropati?
Apakah pasien sedang menjalani pengobatan untuk gagal ginjal (misalnya
hemodialisis, dialisis peritoneal, transplantasi ginjal?
Riwayat penyakit dahulu
Apakah pernah didiagnosis penyakit ginjal sebelumnya?
Pernahkah ada hipertensi atau proteinuria?
Adakah komplikasi penyakit ginjal: hipertensi, penyakit tulang ginjal, atau penyakit
jantung?
Adakah prosedur untuk memungkinkan dialisis (misalnya terbentuknya fistel
arteriovena, kateter dialisis peritoneal [Tenckhoff])?
Obat-obatan
Obat apa pun yang bisa menyebabkan gagal ginjal (misalnya OAINS, inhibitor
angiontensin converting enzyme atau antibiotic)?
Setiap terapi tertentu untuk gagal ginjal (misalnya eritopoetin)?
Setiap obat yang bisa terakumulasi dan menyebabkan toksisitas pada gagal ginjal
(misalnya digoksin)?
Riwayat keluarga
Adakah riwayat penyakit ginjal dalam keluarga (misalnya penyakit ginjal polikstik,
nefropati refluks) ?
Riwayat social
Adakah gejala atau terapi seperti dialisis yang mengganggu kehidupan? 3
Riwayat pribadi
Apakah Anda memakai garam atau pengganti garam?
Berapa sering Anda makan daging?
Berapa sering Anda minum susu?
Jenis buah atau sayuran apakah yang biasa Anda makan? 4
Pemeriksaan Fisik dan Penunjang
Apakah pasien tampak sakit? Komplikasi gagal ginjal yang membahayakan jiwa di
antaranya adalah edema paru, asidosis, dan hiperkalemia.
Adakah sesak napas? Adakah pola pernapasan Kussmaul (cepat dan dalam akibat
asidosis)?
Adakah sianosis?
Adakah tanda-tanda kelebihan cairan? Ronkhi pada pari, irama gallop, JVP
meningkat, edema perifer, hipertensi?
Adakah kerkurangan cairan atau syok? Hipotensi, penurunan TD postural, takikardia,
perifer dingin, vasokonstriksi perifer?
Adakah tanda-tanda penyakit tertentu yang menyebabkan gagal ginjal (misalnya
ginjal polikistik, ruam vaskulitik, sepsis, pancreatitis, bruit arteri renalis)?
Adakah tanda-tanda efek disfungsi ginjal (misalnya anemia, flap metabolic, asidosis,
mengantuk, kecenderungan pendarahan)?
Adakah bukti hipertensi berat (misalnya hipertrofi ventrikel kiri, retinopati
hipertensi)?
Periksa dengan teliti setiap tanda-tanda obstruksi. Apakah kandung kemih teraba?
Adakah pembesaran prostat? Adakah massa pelvis?
Periksa urin dengan dipstick untuk mencari darah, protein, glukosa, leukosit, dan
mikroskopi untuk sel dan silinder. 3
Gambaran klinis
Pada gagal ginjal stadium 1, tidak tampak gejala-gejala klinis
Seiring dengan perburukan penyakit, penurunan pembentukan eritopoetin
menyebabkan keletihan kronis dan muncul tanda-tanda awal hipoksia jaringan dan
gangguan kardiovaskular.
Dapat timbul poliuria (peningkatan pengeluaran urin) karena ginjal tidak mampu
memekatkan urine seiring dengan perburukan penyakit.
Pada gagal ginjal stadium akhir, pengeluaran urine turun akibat GFR randah. 2
Skrining untuk penyakit ginjal dan ketersediaan dialysis berarti bahwa manifestasi
klasik uremia kini jarang ditemukan. Gagal ginjal kronis, sesuai definisinya, berkembang
lambat dan biasanya datang dengan letargi, malaise umum, anoreksia, dan mual. Pruritus
menyeluruh sering ditemukan. Impotensi, menstruasi tidak teratur dan hilangnya fertilitas
adalah keluahan yang umum pada pasien dengan usia lebih muda. Pada uremia berat terdapat
bau amis yang khas, cegukan, muntah, pruritus berat disertai ekskoriasi kulit, pigmentasi
kulit, neuropati perifer, dan gangguan sistem saraf pusat yang menyebabkan letargi, stupor,
dan koma disertai kejang. Perikarditis bisa berhubungan dengan efusi dan tamponade. 5
Pemeriksaan penunjang
Darah tepi lengkap, ureum, kreatinin, urine lengkap, Creatinin Cleareance Test (CCT),
elektrolit (NA, K, Cl, Ca, P, Mg), profil lipid, asam urat serum, gula darah, Analis Gas Darah
(AGD), SI, TIBC, feritin serum, hormon PTH, albumin, globulin, USG ginjal, pemeriksaan
imunologi, hemostatis lengkap, foto polos abdomen, renogram, fototoraks, EKG,
ekokardiografi, biopsy ginjal, HbsAg, anti-HCV, anti-HIV. 6
Gambaran laboratoris
Sesuai dengan penyakit yang mendasarinya.
Penurunan fungsi ginjal berupa peningkatan kadar ureum dan kreatinin serum, dan
penurunan LFG yamg dihitung mempergunakan rumus Kockcroft—Gault. Kadar
kreatinin serum saja tidak bisa dipergunakan untuk memperkirakan fungsi ginjal.
Kelainan biokimiawi darah meliputi penurunan kadar hemoglobin dan hematokrit,
pH plasma rendah peningkatan kadar asam urat, hiper atau hipokalemia, hiponatremi,
hiper atau hipokloremia, hiperfosfatemia, hipokalsemia, asidosis metabolic yang
meningkatkan kecepatan pernapasan.
Kelainan urinalisis meliputi proteinurai, hematuri, leukosuria, cast, isostenuria. 1
Kondisi kadar urea yang tinggi disebut uremia. Penyebab tersering adalah gagal ginjal
yang menyebabkan gangguan eksresi. Azotemia mengacu kepada peningkatan semua
senyawa nitrogenosa berberat molekul rendah pada gagal ginjal. Uremia prarenal berarti
peningkatan BUN akibat mekanisme yang bekerja sebelum filtrasi darah oleh glomerulus.
Mekanisme-mekanisme ini mencakup penurunan mencolok aliran darah ke ginjal seperti
pada syok, dehidrasi, atau peningkatan katabolisme protein seperti pendarahan masif ke
dalam saluran cerna disertai pencernaan hemoglobin dan penyerapannya sebagai protein
dalam makanan. Uremia pascarenal terjadi apabila terdapat obstruksi saluran kemih bagian
bawah di ureter, kandung kemih, atau uretra yang mencegah eksresi urine. Urea di dalam
urine yang tertahan dapat berdifusi kembali ke dalam aliran darah. Penyebab uremia di ginjal
mencakup penyakit atau toksisitas yang mempengaruhi glomerulus dan mikrovaskular ginjal
atau tubulus. 7
Tabel 1 Penyebab uremia yang lazim
Prarenal
Penurunan aliran darah ke ginjal: Syok, kehilangan darah, dehidrasi
Peningkatan katabolisme protein: Cedera fisik berat, luka bakar, demam, pendarahan ke
dalam jaringan lunak atau rongga tubuh, hemolisis.
Renal:
Gagal ginjal akut: Glomerulonefritis, hipertensi maligna, obat atau logam nefrotoksik,
nekrosis korteks ginjal
Penyakit ginjal kronis: Glomerulonefritism pielonefritis, diabetes mellitus, arteriosklerosis,
amilodosis, penyakit tubulus ginjal, penyakit kolagen—vaskular.
Pascarenal:
Obstruksi uretra oleh batu, tumor, peradangan, kesalahan pembedahan; obstruksi leher
kandung kemih atau uretra oleh prostat, batu, tumor, peradangan.
Sumber: Sacher RA, McPherson RA. Tinjauan klinis hasil pemeriksaan laboratorium.
Hartanto H, editor. Edisi ke-11. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2004.
Kreatinin
Dalam prosesnya, sejumlah kecil keratin diubah secara irreversible menjadi kreatinin, yang
dikeluarkan dari sirkulasi oleh ginjal. Jumlah kreatinin yang dihasilkan oleh seseorang setara
dengan massa otot rangka yang dimilikinya. Nilai rujukan untuk kreatinin adalah 0,6 sampai
1,3 mg/ dL untuk laki-laki dan 0,5 sampai 1,0 mg/ dL untuk perempuan.
Pembentukan kreatinin harian umumnya tetap, dengan pengecualian pada cedera fisik
berat atau penyakit degenerative yang menyebabkan kerusakan masif pada otot. Ginjal
mengekskresikan kreatinin seccara sangat efisien. Konsentrasi kreatinin darah dan
ekskresinya melalui urine per hari tidak banyak berfluktuasi. Dengan demikian, pengukuran
serial ekskresi kreatinin bermanfaat untuk menentukan apakah specimen urine 24 jam untuk
analisis lain (steroid) telah seluruhnya dikumpulkan dengan akurat.
Kreatinin darah meningkat apabila fungsi ginjal menurun. Apabila penurunan fungsi
ginjal yang berlangsung secara lambat terjadi bersamaan dengan penurunan massa otot,
konsentrasi kreatinin dalam serum mungkin stabil, tetapi angka eksresi (atau bersihan) 24 jam
akan lebih rendah daripada normal. Pola ini dapat terjadi pada pasien yang mengalami
penuaan. Dengan demikian, indeks fungsi ginjal yang lebih baik adalah bersihan kreatinin,
yang memperhitungkan kreatinin serum dan jumlah yang dieksresikan per hari.
Untuk menilai fungsi ginjal, permintaan pemeriksaan BUN dan kreatinin hampir
selalu disatukan (dengan darah yang sama). Rasio BUN (yang dinyatakan sebagai mg
nitrogen urea/ dL) terhadap kreatinin (yang sebagai mg kreatinin/ dL) merupakan suatu
indeks yang baik untuk membedakan antara antara berbagai kemungkinan penyebab uremia.
Rasio BUN/ kreatinin biasanya berada dalam rentang 12 sampai 20. Peningkatan kadar BUN
pasien dengan kreatinin normal mengisyaratkan bahwa penyebab uremia adalah nonrenal
(biasanya prarenal). Nitrogen urea darah meningkat lebih pesat daripada kreatinin pada
penurunan fungsi ginjal. Pada gangguan ginjal jangka panjang yang parah, kadar urea terus
meningkat, sedangkan kadar kreatinin cenderung mendatar, mungkin akibat eksresi melalui
saluran cerna. 7
Tabel 2 Keadaan yang mempengaruhi rasio BUN/ Kreatinin
Rentang Rujukan: 12 sampai 20
Rendah: < 12
Penyakit atau gagal hati
Diet rendah protein atau kelaparan
Nekrosis tubulus akut
Tinggi: > 20
Dengan nilai kreatinin normal
Uremia prarenal
Diet tinggi protein
Pendarahan saluran cerna
Keadaan katabolic
Dengan nilai kreatinin tinggi
Azotemia prarenal dengan penyakit ginjal
Gagal ginjal
Azotemia pascarenal
Sumber: Sacher RA, McPherson RA. Tinjauan klinis hasil pemeriksaan laboratorium.
Hartanto H, editor. Edisi ke-11. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2004.
Gambaran radiologis
Foto polos abdomen, bisa tampak batu radio—opak.
Pielografi intravena jarang dikerjakan, karena kontras sering tidak bisa melewati filter
glomerulus, di samping kekhawatiran terjadinya pengaruh toksisk oleh kontras
terhadap ginjal yang sudah mengalami kerusakan.
Pielografi antegrad atau retrograde dilakukan sesuai dengan indikasi.
Ultrasonografi ginjal bisa memperlihatkan ukuran ginjal yang mengecil, korteks yang
menipis, adanya hidronefrosis atau batu ginjal, kista, massa, kalsifikasi.
Pemeriksaan pemindaian ginjal atau renografi dikerjakan bila ada indikasi.
Biopsi dan Pemeriksaan Histopatologi ginjal
Biopsi dan pemeriksaan histopatologi ginjal dilakukan pada pasien dengan ukuran ginjal
yang masih mendekati normal, dimana diagnosis secara noninvasive tidak bisa ditegakkan.
Pemeriksaan histopatologi ini bertujuan untuk mengetahui etiologi, menetapkan terapi,
prognosis, dan mengevaluasi hasil terapi yang telah diberikan. Biopsy ginjal indikasi—kontra
dilakukan pada keadaaan di mana ukuran ginjal yang sudah mengecil, ginjal polikistik,
hipertensi yang tak terkendali, infeksi perinefrik, gangguan pembekuan darah, gagal napas
dan obesitas. 1
Pemeriksaan penunjang hematologi
Biasanya menunjukkan gambaran anemia normokromik normositik yang merespons terhadap
pemberian eritopoetin parenteral. Kehilangan darah melalui traktus urogenital, defisiensi FE,
vitamin B12, atau folat, penurunan usia eritrosit, hiperparatiroidisme, dan toksisitas
aluminium juga bisa menyebabkan anemia, dan harus dipertimbangkan jika tidak ada respons
terhadap eritopoetin.
Urinalisis
Urinalisis harus dilakukan untuk menyingkirkan infeksi saluran kemih dan mencari keeping
selular yang menunjukkan adanya peradangan aktif pada ginjal.
Ultrasonografi ginjal
menunjukkan obstruksi atau parut ginjal, dan memperlihatkan ukuran ginjal. Rontgen polos
abdomen juga memperlihatkan gambaran garis pinggit ginjal, dan menyingkitkan
kemungkinan kalsifikasi traktus renalis. Jika ukuran ginjal normal, dan sebab penyakit ginjal
tidak diketahui, biopsy ginjal harus dipertimbangkan. 5
Diagnosis Kerja
Penyakit ginjal kronik adalah suatu proses patofisiologis dengan etiologi yang beragam,
mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif, dan pada umumnya berakhir dengan
gagal ginjal. Selanjutnya, gagal ginjal adalah suatu keadaan klinis yang ditandai dengan
penurunan fungsi ginjal yang irreversible, pada suatu derajat uang memerlukan terapi
pengganti ginjal yang tetap, berupa dialisis atau transplantasi ginjal.1
Berdasarkan National Kidney Foundation (NKF) Kidney Disease Outcome Quality Initiative
Guidelines Update tahun 2002, definisi Penyakit Ginjal Kronis (GGK) adalah:
1. Kerusakan ginjal > 3 bulan, berupa kelainan struktur ginjal, dapat atau tanpa disertai
penurunan Laju Filtrasi GLomerulus (LFG) yang ditandai dengan:
Kelainan patologi, dan
Adanya pertanda kerusakan ginjal, dapat berupa kelainan laboratorium darah
atau urine, atau kelainan radiologi.
2. LFG < 60 mL/ menit/ 1, 73 m2 selama > 3 bulan, dapat disertai atau tanpa disertai
kerusakan ginjal..1, 6
Pada keadaan tidak terdapat kerusakan ginjal lebih dari 3 bulan, dan LFG sama atau
lebih dari 60 ml/ menit/ 1, 73 m2, tidak termasuk criteria penyakit ginjal kronik.
Klasifikasi
Klasifikasi penyakit ginjal kronik didasarkan atas dua hal yaitu, atas dasar derajat (stage)
penyakit dan atas dasar diagnosis etiologi.
Klasifikasi atas dasar derajat penyakit, dibuat atas dasar LFG yang dihitung dengan
mempergunakan rumus Kockcroft—Gault sebagai berikut:
LFG (ml/ mnit/ 1, 73 m2) (140-umur) x berat badan *)
72x kreatinin plasma (mg/ dl)
*) pada perempuan dikalikan 0, 85
Klasifikasi tersebut tampak pada tabel 2
Tabel 3 Klasifikasi Penyakit Ginjal Kronik atas Dasar Derajat Penyakit IPD
Derajat Penjelasan LFG (ml/ mt/ 1, 73m2)
1 Kerusakan ginjal dengan
LFG normal atau ↑
>/ = 90
2 Kerusakan ginjal dengan
LFG↓ ringan
60-89
3 Kerusakan ginjal dengan
LFG ↓ sedang
30-59
4 Kerusakan ginjal dengan
LFG ↓ berat
15-29
5 Gagal ginjal < 15 atau dialisis
Sumber: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiadi S. Buku ajar ilmu
penyakit dalam. Jakarta: Departeman Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia, 2006.
Pada awal perjalanannya, keseimbangan cairan, penanganan garam, dan penimbunan
produk sisa masih bervariasi dan bergantung pada bagian ginjal yang sakit. Sampai fungsi
ginjal turun kurang dari 25% normal, manifestasi klinis gagal ginjal kronis mungkin minimal
karena nefron-nefron yang lain yang sehat mengambil alih fungsi nefron yang rusak. Nefron
yang tersisa meningkatkan laju filtrasi, reabsorpsi, dan sekresinya serta mengalami hipertrofi
dan menghasilkan filtrat dalam jumlah banyak. Kompensasi nefron yang masih utuh dapat
membuat ginjal mempertahankan fungsi nya sampai tiga perempat nefron rusak. Solute
dalam cairan menjadi lebih banyak dari yang dapat direabsorpsi dan mengakibatkan diuresis
osmotic daengan poliuria dan haus. Akhirnya nefron yang rusak bertambah dan terjadi
oliguria akibat sisa metabolisme tidak terekskresikan.
Seiring dengan makin banyaknya nefron yang mati, nefron yang tersisa menghadapi
tugas yang semakin berat, sehingga nefron-nefron tersebut ikut rusak dan akhirnya mati.
Sebagian dari siklus kematian ini tampaknya berkaitan dengan tuntunan pada nefron-nefron
yang ada untuk meningkatkan reabsorpsi protein. Seiring dengan penyusutan progresif
nefron, terjadi pembentukan jaringan parut dan penurunan aliran darah ginjal. Pelepasan
renin dapat meningkat, dan bersama dengan kelebihan beban cairan, dapat menyebabkan
hipertensi. Hipertensi mempercepat gagal ginjal, mungkin dengan meningkatkan filtrasi
(karena tuntunan untuk reabsorpsi) protein plasma dan menimbulkan stress oskdatif. 2
Tahap perkembangan gagal ginjal kronik
1. Penurunan cadangan ginjal
Sekitar 40-75% nefron tidak berfungsi
Laju filtrasi glomerulus 40-50%
BUN dan kreatinin serum masi normal
Pasien asimptomatik
2. Gagal ginjal
75-80%
Laju filtrasi glomerulus 20-40% normal
BUN dan kreatinin serum mulai meningkat
Anemia ringan dan azotemia ringan
Nokturia dan poliuria
3. Gagal ginjal
Laju filtrasi glomerulus 10-20% normal
BUN dan kreatinin serum meningkat
Anemia, azotemia, dan asidosis metabolic
Berat jenis urine
Poliuria dan nokturia
Gejala gagal ginjal
4. End-stage renal disease (ESRD)
Lenih dari 85% nefron tidak berfungsi
Laju filtrasi glomerulus kurang dari 10%
BUN dan kreatinin tinggi
Anemia, azotemia, dan asidosis metabolic
Berat jenis urine tetap 1, 010
Oliguria
Gejala gagal ginjal 8
Diagnosis Banding
Gagal ginjal akut
Gagal ginjal akut merupakan suatu sindroma klinis akibat adanya gangguan fungsi ginjal
yang terjadi secara mendadak (dalam beberapa jam sampai beberapa hari) yang menyebabkan
retensi sisa metabolisme nitrogen (urea-kreatinin) dan non-nitrogen, dengan atau tanpa
disertai oliguri. Tergantung dari keparahan dan lamanya gangguan fungsi ginjal, retensi sisa
metabolisme tersebut dapat disertai dengan gangguan metabolic lainnya seperti asidosis dan
hiperkalemia, gangguan keseimbangan cairan serta dampak terhadap berbagai organ tubuh
lainnya. 1
Gagal ginjal akut adalah penurunan fungsi ginjal tiba-tiba yang ditentukan dengan
peningkatan kadar BUN dan kreatinin plasma. Haluaran urine dapat kurang dari 40 ml per
jam (oliguria), tetapi mungkin juga jumlahnya normal atau kadang-kadang dapat meningkat.
ARF dibagi sesuai etiologinya, yaitu prerenal, intrarenal atau intrinsic, dan postrenal.
GGA pre-renal.
Penyebab GGA pre-renal adalah hipoperfusi ginjal. Hipoperfusi dapat disebabkan oleh
hipovolemia atau menurunnya volume sirkulasi efektif (pendarahan, luka bakar, diare berat,
atau muntah). Pada GGA pre-renal integritas jaringan ginjal masih terpelihara sehingga
prognosis dapat lebih baik apabila faktor penyebab dapat dikoreksi. Apabila upaya perbaikan
hipoperfusi ginjal tidak berhasil maka akan timbul GGA renal berupa Nekrosis Tubular Akut)
NTA karena iskemia.IPD
Walaupun aliran darah tinggi (20% curah jantung) ginjal khususnya rentan terhadap
iskemia. Faktor-faktor yang menyebabkan kerusakan sel ginjal iskemik atau akibat toksin
termasuk kekurangan adenosine trifosfat selular (akibat hipoksia dan kerusakan mitokondria),
dan pembentukan radikal bebas.
Perbedaan antara gagal ginjal prerenal (di mana kekuatan konsentrat masih ada) dan
ATN (di mana kekuatan membentuk konsentrat sudah tidak ada) bisa ditunjukkan oleh
urinalisis. Pada gagal ginjal prerenal osmolalitas urin tinggi (> 500 osmmol/ kg), kadar
natrium urin rendah (< 20 mmol? L) dan rasio urin : ureum plasma adalah > 10 : 1. Pada
ATN urin dengan plasma isotonic (< 400 osmmol/ kg), kadar natrium urin > 40 mmol/ L dan
rasio urin : ureum plasma < 10 : 1. 5
GGA dapat dibagi atas empat tahap, yaitu awitan, oliguria, diuretic, dan pemulihan.
Awitan merupakan tahap awal kerusakan nefron. Pencegahan kerusakan ginjal dapat terjadi
pada tahap awitan dengan intervensi yang lebih awal atau lebih cepat. Tahap oliguria
menyusul dalam satu hari. Masalah besar yang terjadi dalam tahap oliguria adalah:
tidak dapat mengekskresikan kelebihan cairan
tidak dapat mengatur elektrolit
tidak dapat mengeluarkan zat sisa tubuh
Karena fungsi ginjal berkurang, ada retensi cairan dalam tubuh yang mengakibatkan
edema dan kelebihan cairan menjadi berat, akan terjadi edema paru dan gagal jantung
kongestif. Hipervolemia akan disertai hipertensi.
Ginjal yang tidak mampu mengeksresikan kelebihan ccaran akan menyebabkan
haluaran urine berkurang. Oliguria atau anuria dapat terjadi. Pasien dengan GGA yang klasik
menunjukkan haluaran urine hanya 50-400 ml per hari dalam 1-2 hari. Berat jenis urine juga
rendah (1,010). Berat jenis urine menjadi tetap pada 1,010 karena tubula menjadi tidak
mamou mengeksresikan natrium dan air. Masalah besar elektrolit adalah hiperkalemia,
hiponatremia, dan asidosis metabolic. 8
GGA Renal
GGA renal disebabkan oleh kelainan vascular seperti vaskulitis, hipertensi maligna,
glomerulus nefritis akut.1
Penyebab renal mencakup kerusakan parenkim ginjal akibat nefrotoksin, penyakit
seperti glomerulonefritis atau hipoksia akibat penurunan perfusi ginjal yang tidak diperbaiki
dan berlangsung lama—nekrosis tubulus akut (NTA) adalah istilah yang sering berkaitan
dengan GGA; 8
Kelainan yang terjadi pada NTA melibatkan komponen vascular dan tubuler, misalnya:
Kelainan vascular. Pada NTA terjadi:
peningkatan Ca2+ sistolik pada arteriol afferent glomerulus yang menyebabkan
peningkatan sensitifitas terhadap substansi-substansi vasokonstriktor dan gangguan
otoregulasi
terjadi peningkatan stress oksidatif yang menyebabkan kerusakan endotel vascular
ginjal, yang mengakibatkan peningkatan A-II dan Et-1 serta penurunan prostaglandin
dan ketersediaan NO yang berasal dari endothelial NO synthase
Peningkatan mediator inflamasi seperti tumor necrosis factor (TNF-) dan interleukin-
18, yang selanjutnya akan meningkatkan ekspresi dari intercellular adhesion
molecule-1 dan P-selection dari sel endotel, sehingga terjadi peningkatan
perlengketan dari sel-sel radang, terutama sel neutrofil. Keadaan ini menyebabkan
peningkatan sel radikal bebas oksigen. Keseluruhan proses-proses tersebut di atas
secara bersama-sama menyebabkan vasokonstriksi intra-renal yang akan
menyebabkan penurunan LFG.
Kelainan tubuler. Pada NTA terjadi:
Peningkatan Ca2+ intrasel, yang menyebabkan peningkatan calpain, cytosolic
phospolipase A2, serta kerusakan actin, yang menyebabkan kerusakan cytoskeleton.
Keadaan ini akan mengakibatkan penurunan basolateral Na+/K+-ATPase yang
selanjutnya menyebabkan penurunan reabsorbsi Na+ di tubulus proksimalis, sehingga
terjadi peningkatan pelepasan NaCl ke macula densa. Hal tersebut mengakibatkan
peningkatan umpan balik tubuloglomeruler;
Peningkatan NO yang berasal dari inducible No, caspases dan metalloproteinase, serta
defisiensi heal shock protein, akan menyebabkan nekrosis dan apoptosis sel;
Obstruksi tubulus. Mikrovili tubulus proksimalis yang terlepas bersama debris seluler
akan membentuk substrat yang akan menyumbat Tamn-Horsfall Protein (THP) yang
disekresikan ke dalam tubulus dalam bentuk monomer yang kemudian berubah
menjadi bentuk polimer yang akan memberntuk materi berupa gel dengan adanya
Na+ yang konsentrasinya meningkat pada tubulus distalis. Gel polimetrik THP
bersama sel epithel tubuli yang terlepas, baik sel yang sehat, nekrotik maupun yang
apoptotic, mikrovili dan matriks ekstraseluler seperti fibronektin akan membentuk
silinder-silinedr (cast) yang menyebabkan obstruksi tubulus ginjal.
Kerusakan sel tubulus menyebabkan kebocoran kembali dari cairan intratubuler
masuk ke dalam sirkulasi peritubuler
Keseluruhan proses-proses tersebut di atas secara bersama-sama akan menyebabkan
penurunan LFG. Diduga juga proses iskemia dan paparan bahan/ obat nefrotoksok dapat
merusak glomerulus secara langsung. Pada NTA terdapat kerusakan glomerulus dan juga
tubulus.
GGA post-renal
GGA post-renal merupakan 10% dari keseluruhan GGA. GGA post-renal disebabkan oleh
obstruksi intra-renal dan ekstra-renal. Obstruksi intra-renal terjadi karena deposisi Kristal
(urat, oxalate, sulfonamide) dan protein (mioglobin, hemoglobin). Obstruksi ekstra-renal
dapat terjadi pada pelvis-ureter oleh obstruksi intrinsic (tumor, batu, nekrosis papilla) dan
ekstrinsik (keganasan pada pelvis dan retroperitoneal, fibrosis) serta pada kandung kemih
(batu, tumor, hipertrofi/ keganasan prostat) dan urethra, buli-buli dan ureter bilateral, atau
obstruksi pada ureter unilateral dimana ginjal satunya tidak berfungsi. Pada fase awal dari
obstruksi total ureter yang akut, terjadi peningkatan aliran darah ginjal dan peningkatan
tekanan pelvis ginjal, di mana hal ini disebabkan oleh prostaglandin-E2. Pada fase kedua,
setelah 1,5-2 jam, terjadi penurunan aliran darah ginjal di bawah normal, akibat pengaruh
thrombocane-A2 dan A-II. Tekanan pelvis ginjal tetap meningkat, tetapi setelah 5 jam mulai
menetap. Fase ketiga atau fase kronik, ditandai aliran darah ginjal yang makin menurun dan
penurunan tekanan pelvis ginjal ke normal dalam beberapa minggu. Aliran darah ginjal
setelah 24 jam adalah 50% dari normal dan setelah 2 minggu tinggal 20% dari normal. Pada
fase ini mulai terjadi pengeluaran mediator inflamasi dan faktor-faktor pertumbuhan yang
akan menyebabkan fibrosis interstisiel ginjal.1
Diabetes Mellitus
Terdapat banyak komplikasi jangka panjang pada diabetes mellitus. Sebagian besar
tampaknya disebabkan langsung oleh tingginya konsentrasi glukosa darah. Semuanya
berperan menyebabkan morbiditas dan mortalitas penyakit. Komplikasi diabetes tersebut
mengenai hampir semua organ tubuh.
Diabetes mempengaruhi pembuluh darah kecil ginjal akibatnya efisiensi ginjal untuk
menyaring darah terganggu.9 Penebalan mikrovaskular menyebabkan iskemia dan penurunan
penyaluran oksigen dan zat gizi ke jaringan. Selain itu, hemoglobin terglikosilasi memiliki
afinitas terhadap oksigen yang lebih tinggi sehingga oksigen terikat lebih erat ke molekul
hemoglobin. Hal ini menyebabkan ketersediaan oksigen untuk jaringan berkurang. Asidosis
menyebabkan penurunan 2,3 difosfogliserat sel darah merah, yang juga menyebabkan
peningkatan afinitas hemoglobin terhadap oksigen sehingga semakin kecil kemungkinan
jaringan teroksigenasi secara adekuat.
Hipoksia kronis yang terjadi dapat secara langsung merusak atau menghancurkan sel.
Hipoksia kronis juga dapat menyebablan terjadinya hipertensi karena jantung dipaksa
meningkatkan curah jantung sebagai usaha untuk menyalurkan lebih banyak oksigen ke
jaringan yang iskemik. Ginjal, retina, dan sistem saraf perifer, termasuk neuron sensorik dan
motorik somatic, sangat dipengaruhi oleh gangguan mikrovaskular diabetes. Sirkulasi
mikrovaskular yang buruk akan menganggu reaksi imun dan inflamasi karena kedua hal ini
bergantung pada perfusi jaringan yang baik untuk menyalurkan sel-sel imun dan mediator
inflamasi.
Pada diabetes, terjadi kerusakan pada lapisan endotel arteri dan dapat disebabkan
secara langsung oleh tingginya kadar glukosa dalam darah, metabolit glukosa, atau tingginya
kadar asam lemak dalam darah yang sering dijumpai pada pasien diabetes. Akibat kerusakan
tersebut, permeabilitas sel endotel meningkat sehingga molekul yang mengandung lemak
masuk ke arteri. Kerusakan sel-sel endotel akan mencetuskan reaksi imun dan inflamasi
sehingga mencetuskan reaksi imun dan inflamasi sehingga akhirnya terjadi pengendapan
trombosit, makrofag, dan jaringan fibrosis. Sel-sel otot berproliferasi. Penebalan dinding
arteri menyebabkan hipertensi, yang semakin merusak lapisan endotel arteri.
Diabetes menyebabkan pelebaran dan pembentukan nodul Kimmelstiel-Wilson yang
semakin menghambat aliran darah dan akibatnya merusak nefron. Dengan melebarnya
glomeulus, pasien pengidap diabetes terutama tipe 1, mulai mengalami kebocoran protein ke
urine. Meskipun jumlah protein yang hilang bersama urine dalam jumlah sedikit, kerusakan
terus berlanjut, dan siklus umpan balik positif terus terjadi: kebocoran protein menembus
glomerulus selanjutnya akan merusak nefron, akibatnya lebih banyak protein yang keluar
bersama urine. Pada akhirnya, proteinuria yang bermakna terjadi. Proteinuria dikaitkan
dengan dugaan penurunan fungsi ginjal dan angka harapan hidup.2
Pasien dengan nefropati menunjukkan gambaran gagal ginjal menahun seperti lemas,
mual, pucat, sampai keluhan sesak napas akibat penimbunan cairan. Adanya gagal ginjal
dibuktikan dengan kenaikan kadar kreatinin atau ureum serum yang berkisar 2.7,1% pasien
DM. 9
Hipertensi
Gagal ginjal merupakan peristiwa di mana ginjal tidak dapat berfungsi sebagaimana
mestinya. Ada dua jenis kelainan akibat hipertensi yaitu nefrosklerosis benigna dan
nefrosklerosis maligna. Nefrosklerosis benigna terjadi pada hipertensi yang berlangsung lama
sehingga terjadi pengendapan fraksi-fraksi plasma pada pembuluh darah akibat proses
menua. Hal itu akan menyebabkan daya permeabilitas dinding pembuluh darah berkurang.
Adapun nefrosklerosis maligna merupakan kelainan ginjal yang ditandai dengan naiknya
tekanan diastole di atas 130 mmHg yang disebabkan terganggunya fungsi ginjal.
Hipertensi merupakan salah satu jenis penyakit kronis yang juga sering diikuti
penyakit lain yang menyertai dan memperburuk kondisi organ penderita. Penyakit yang
seringkali menjadi penyerta dari penyakit hipertensi misalnya diabetes mellitus. Penyakit ini
perlu segera ditangani sehingga kadar gula darah penderita terkontrol. Hal itu dapat
menjauhkan penderita dari komplikasi sehingga tidak memperberat kerusakan organ yang
ditimbulkan hipertensi selain kerusakan akibat diabetes itu sendiri. 10
Dari seluruh kasus hipertensi hanya 5-10% saja yang diketahui penyebabnya
sedangkan sisanya 90-95% tidak diketahui penyebabnya. Kita baru bisa mengetahui
penyebabnya apabila kita tahu dimana mekanisme fungsi pengendalian tekanan darah.
Kita ambil contoh peran ginjal di dalam mekanisme pengendalian tekanan darah,
apabila tekanan darh turun makan ginjal akan mengeluarkan zat yang menaikkan tekanan
darh. Hipertensi erat hubungannya dengan fungsi ginjal. Kelainan fungsi ginjal dapat
menimbulkan hipertensi, tetapi sebaliknya hipertensi dapat memperberat fungsi ginjal yag
mengakibatkan gagal ginjal. 2-5% kasus hipertensi disebabkan oleh kelainan ginjal. 11
Stenosis arteri ginjal adalah suatu kondisi yang harus mendapat perhatian khusus.
Penyempitan arteri yang memamsok darah ke ginjal menyebabkan tekanan darah menjadi
tinggi. Keadaan ini dapat diperbaiki dengan pembedahan atau dilatasi arteri.
Penderita gagal ginjal biasanya membutuhkan perawatan tekanan darah tinggi.
Tekanan darah tinggi pada penderita ini terutama disebabkan oleh kegagalan ginjal dalam
mengatur jumlah garam dan air dalam tubuh. 10
Etiologi
Gagal ginjal kronis (GGK) adalah kemunduran fungsi ginjal irreversible yang terjadi
beberapa bulan atau tahun. Penyakit ginjal terminal (ESRD) merupakan kelanjutan dari GGK
yang mengakibatkan ketidakmampuan untuk mempertahankan keseimbangan substansi
tubuh. Penyebab GGK meliputi berbagai faktor yang congenital dan didapat, termasuk (1)
penyakit glomerular (pielonefritis, glomerulonefrits, glomerulopati, (2) uropati obstruktif
(refluks vesikouretral), (3) hipoplasia atau dysplasia ginjal, (4) gangguan ginjal yang
diturunkan (penyakit ginjal polikistik, sindrom nefrotik congenital, sindrom Alport), (5)
neuropati vascular, dan (6) kerusakan atau kehilangan ginjal (trauma berat, tumor Wilms). 12
Etiologi penyakit ginjal kronik sangat bervariasi antara satu negara dengan negara
lain. Tabel 4 menunjukkan penyebab utama dan insiden penyakit ginjal kronik di Amerika
Serikat.
Sedangkan Perhimpunan Nefrologi Indonesia (Pernefri) tahun 2000 mencatat penyebab
gagal ginjal yang menjalani hemodialisis di Indonesia, seperti pada tabel 3.1
Tabel 4 Penyebab Gagal Ginjal yang Menjalani Hemodialisis di Indonesia Th. 2000
Penyebab Insiden
Glomerulonefritis 46, 39%
Diabetes Melitus 18, 65%
Obstruksi dan infeksi 12, 85%
Hipertensi 8, 46%
Sebab lain 13, 65%
Sumber: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiadi S. Buku ajar ilmu
penyakit dalam. Jakarta: Departeman Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia, 2006.
Epidemiologi
Di Amerika Serikat, data tahun 1995-1999 menyatakan insidens penyakit ginjal kronik
diperkirakan 100 kasus perjuta penduduk pertahun, dan angka ini akan meningkat sekitar 8%
setiap tahunnya. Di Malaysia, dengan populasi 18 juta, diperkirakan terdapat 1800 kasus baru
ginjal pertahunnya. Di negara-negara berkembang lainnya, insiden ini diperkirakan sekitar
40-60 kasus perjuta penduduk per tahun.1
Faktor risiko berkembangnya penyakit ginjal adalah:
Aktivitas penyakit dasar yang persisten
Hipertensi tidak terkontrol
Infeksi; dan
Nefrotoksin (obat-obatan).
Tabel 6 Klasifikasi Penyakit Ginjal Kronik Atas Dasar Diagnosis Etiologi
Penyakit Tipe mayor (contoh)
Penyakit ginjal diabetes Diabetes tipe 1 dan 2
Tabel 5 Penyebab Utama Penyakit Ginjal Kronik di Amerika Serikat
Penyebab Insiden
Diabetes mellitus
- Tipe 1 (7%)
- Tipe 2 (37%)
44%
Hipertensi dan penyakit pembuluh darah
besar
27%
Glomerulonefritis 10%
Nefritis interstitialis 4%
Kista dan penyakit bawaan lain 3%
Penyakit sistemik ( lupus dan vaskulitis) 2%
Neoplasma 2%
Tidak diketahui 4%
Penyakit lain 4%
Penyakit ginjal non diabetes Penyakit glomerular (penyakit otoimun,
infeksi sistemik, obat, neoplasia)
Penyakit vascular (penyakit pembuluh darah
besar, hipertensi, mikroangiopati)
Penyakit tubulointerstitial (pielonefritis
kronik, batu, obsruksi, keracunan ibat)
Penyakit kistik (ginjal polikistik)
Penyakit pada transplantasi Rejeksi kronik
Keracunan obat (siklosporin/ takrolimus)
Penyakit recurrent (glomerular)
Transplant glomerulopathy
Perkiraan prevalensi gagal ginjal akibat hipertensi promer sangat beragam mulai dari
0, 002 sampai 20% dari semua kasus gagal ginjal, mencerminkan fakta bahwa diagnosis
penyakit gagal ginjal akibat hipertensi tergantung pada penyingkiran sebab lain. Banyak
kasus mungkin memiliki penyakit ginjal yang tidak terdiagnosis. Gagal ginjal akibat
hipertensi jauh lebih sering pada orang kulit hitam daripada orang kulit putih, dan pada
populasi kulit hitam terdapat kelompokan familial penyakit ginjal akibat hipertensi
menunjukkan adanya kerentanan genetic terhadap kerusakan ginjal hipertrofi. 5
Sumber: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiadi S. Buku ajar ilmu
penyakit dalam. Jakarta: Departeman Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia, 2006.
Patofisiologi
Pada awal perjalanannya, keseimbangan cairan, penanganan garam, dan penimbunan produk
sisa masih bervariasi dan bergantung pada bagian ginjal yang sakit. Sampai fungsi ginjal
turun kurang dari 25% normal, manifestasi klinis gagal ginjal kronis mungkin minimal
karena nefron-nefron yang lain yang sehat mengambil alih fungsi nefron yang rusak. Nefron
yang tersisa meningkatkan laju filtrasi, reabsorpsi, dan sekresinya serta mengalami hipertrofi
dan menghasilkan filtrat dalam jumlah banyak. Kompensasi nefron yang masih utuh dapat
membuat ginjal mempertahankan fungsi nya sampai tiga perempat nefron rusak. Solute
dalam cairan menjadi lebih banyak dari yang dapat direabsorpsi dan mengakibatkan diuresis
osmotic daengan poliuria dan haus. Akhirnya nefron yang rusak bertambah dan terjadi
oliguria akibat sisa metabolisme tidak terekskresikan.
Seiring dengan makin banyaknya nefron yang mati, nefron yang tersisa menghadapi
tugas yang semakin berat, sehingga nefron-nefron tersebut ikut rusak dan akhirnya mati.
Sebagian dari siklus kematian ini tampaknya berkaitan dengan tuntunan pada nefron-nefron
yang ada untuk meningkatkan reabsorpsi protein. Seiring dengan penyusutan progresif
nefron, terjadi pembentukan jaringan parut dan penurunan aliran darah ginjal. Pelepasan
renin dapat meningkat, dan bersama dengan kelebihan beban cairan, dapat menyebabkan
hipertensi. Hipertensi mempercepat gagal ginjal, mungkin dengan meningkatkan filtrasi
(karena tuntunan untuk reabsorpsi) protein plasma dan menimbulkan stress oskdatif. 2
Manifestasi Klinis
Pasien akan menunjukkan beberapa tanda dan gejala; keparahan kondisi bergantung pada
tingkat kerusakan ginjal, kondisi lain yang mendasari, dan usia pasien.
Anamnesis: sering berkemih pada malam hari, pergelangan kaki bengkak, lesu, mual,
muntah, nafsu makan menurun, kram otot terutama malam hari, sulit tidur, bengkak di sekitar
mata terutama pada bangun tidur, dan mata merah serta berair ( uremic red eye).
Pemeriksaan fisik: anemis, kulit gatal dan kering, edema tungkai atau palpebra, tanda
bendungan paru, mata merah dan berair.
Laboratorium: gangguan fungsi ginjal 6
1. Manifestasi kardiovaskular : hipertensi, gagal ginjal kongestif, edema pulmonal,
perikarditis.
2. Gejala-gejala dermatologis : gatal-gatal hebat (pruritus); serangan uremik tidak
umum karena pengobatan dini dan agresif.
3. Gejala-gejala GIT : anoreksia, mual, muntah dan cegukan, penurunan
aliran saliva, haus, rasa kecap logam dalam mulut, kehilangan kemampuan penghidu
dan pengecap, dan parotitis atau stomatitis.
4. Perubahan neuromuscular : perubahan tingkat kesadaran, kacau mental,
ketidakmampuan berkonsentrasi, kedutan otot dan kejang.
5. Perubahan hematologis : kecenderungan pendarahan.
6. Keletihan dan letargik : sakit kepala, kelemahan umum.
7. Pasien secara bertahap akan lebih mengantuk; karakter pernapasan menjadi
Kussmaul; dan terjadi koma dalam, sering dengan konvulsi (kedutan mioklonik) atau
kedutan otot.
Penatalaksanaan
Ada dua tujuan utama:
1. Memperlambat penurunan fungsi ginjal; dan
2. Mencegah atau mengobati komplikasi (penyakit tulang, penyakit kardiovaskular, efek
endokrin, anemia, sosioekonomi).
Apapun penyebab penyakit ginjal, begitu fungsi ginjal menurun, biasanya tampak
penurunan GFR yang progesif dan tetap. 5
Penatalaksanaan penyakit ginjal kronik meliputi:
Terapi spesifik terhadap penyakit dasarnya.
Pencegahan dan terapi terhadap kondisi komorbid (comorbid condition).
Memperlambat perburukan (progession) fungsi ginjal.
Pencegahan dan terapi terhadap penyakit kardiovaskular.
Pencegahan dan terapi terhadap komplikasi.
Terapi pengganti ginjal berupa dialysis atau transplantasi ginjal.
Terapi nonfamakologis
Terapi spesifik terhadap penyakit dasarnya
Waktu terapi yang paling terpat untuk terapi penyakit dasarnya adalah sebelum terjadinya
penurunan LFG sehingga pemburukan fungsi ginjal tidak terjadi. Pada ukuran ginjal yang
masih normal secara ultrasonografi, iopsy dan pemeriksaan histopatologi ginjal dapat
menentukan indikasi yang tepat terhadap terapi spesifik. Sebaliknya, bila LFG sudah
menurun sampai 20-30% dari normal, terapi terhadap penyakit dasar sudah tidak banyak
bermanfaat.
Pencegahan dan terapi terhadap kondisi komorbid
Penting sekali untuk mengikuti dan mencatat ketepatan penurunan LFG pada pasien Penyakit
Ginjal Kronik. Hal ini untuk mengetahui kondisi komorbid (superimposed factors) yang
dapat memperburuk keadaan pasien. Faktor-faktor komorbid ini antara lain, gangguan
keseimbangan cairan, hipertensi yang tidak terkontrol, infeksi traktus urinarius, obstruksi
traktus urinarius, obat-obat nefrotoksik, bahan radiokontras, atau peningkatan aktivitas
penyakit dasarnya.
Menghambat perburukan fungsi ginjal
Faktor utama penyebab perburukan fungsi ginjal adalah terjadinya hiperfiltrasi glomerulus.
Cara penting untuk mengurangi hiperfiltrasi glomerulus ini adalah:
Pembatasan asupan protein. Pembatasan asupan protein mulai dilakukan pada LFG </
= 60 ml/ mnt, sedangkan di atas nilai tersebut, pembatasan asupan protein tidak selalu
dianjurkan. Protein diberikan 0,6 – 0,8/ kg bb/ hari, yang 0,35 – 0,50 gr di antaranya
merupakan protein nilai biologi tinggi. Jumlah kalori yang diberikan sebesar 30 – 35 kkal/
kgBB/ hari. Dibutuhkan pemantauan yang teratur terhadap status nutrisi pasien. Bila terjadi
malnutrisi, jumlah asupan kalori dan protein dapat ditingkatkan.
Pengaturan asupan protein: Berbeda dengan lemak dan karbohidrat, kelebihan protein
tidak disimpan dalam tubuh tapi dipecah menjadi urea dan substansi nitrogen lain,
yang terutama diekskresikan melalui ginjal. Selain itu, makanan tinggi protein
mengandung ion hydrogen, fosfat, sulfat dan ion unorganik lain juga dieksresikan
melalui ginjal. Oleh karena itu, pemberian diet tinggi protein pada pasien Penyakit
Ginjal Kronik akan mengakibatkan penimbunan substansi nitrogen dan ion anorganik
lain, dan mengakibatkan gangguan klinis dan metabolic yang disebut uremia. Dengan
demikian, pembatasan asupan protein akan mengakibatkan berkurangnya sindrom
uremik. Pembatasan asupan protein juga berkaitan dengan pembatasan asupan fosfat,
karena protein dan fosfat selalu berasal dari sumber yang sama. Pembatasan fosfat
perlu untuk mencegah terjadinya hiperfosfatemia.1
Pengaturan asupan kalori : 35 Kal/ kgBB/ hari.
Pengaturan asupan lemak : 30-40% dari kalori total dan mengandung jumlah yang
sama antara asam lemak bebas jenuh dan tidak jenuh.
Pengaturan asupan karbohidrat : 50-60% dari kalori total.
Pengaturan asupan garam dan minerl
Garam : 2-3 g/ hari
Kalium : 40-70 mEq/ kgBB/ hari
Fosfor : 5-10 mg/ kgBB/ hari
Kalsium : 1400-1600 mg/ hari
Besi : 10-18 mg/ hari
Magnesium ; 200-300 mg/ hari
Terapi Farmakologis
Kontrol takanan darah
ACE-inhibitor atau ARB evaluasi kreatinin dan kalium serum. Bila kreatinin >
35% atau timbul hiperkalemi, hentikan terapi ini:
Penghambat kalsium;
Diuretik.
Pada pasien DM, gula darah dikontrol. Hindari memakai metforminin dan obat-obatan
sulfonamide dengan masa kerja panjang.
Koreksi anemia dengan target Hb 10-12 g/ dl
Kontrol hiperfosfatemi: kalsium karbonat atau kalsium asetat.
Kontrol osteodistrol renal: kalsitriol
Koreksi asidosis metabolic dengan target HCO3- 20-22 mEq/ l.
Koreksi hiperkalemia
Kontrol dislipidemia dengan target LDL < 100 mg/ dl, dianjurkan golongan statin
Terapi ginjal pengganti 6
Komplikasi
Penyakit tulang
Hipokalsemia akibat penurunan sintesis 1,25-(OH)2D3, hiperfosfastemia, dan resistensi
terhadap kerja PTH di perifer, semuanya turut menyebabkan penyakit tulang renal. Terapinya
dengan pembatasan fosfat makanan dengan atau tanpa pengikat fosfat (kalsium karnbonat
bila kalsium belum meningkat akibat hiperparatiroidisme tersier) dan penggunaaan derivate
1α-hidroksilasi citamin D dosis rendah sedini mungkin.
Penyakit kardiovaskular
Penyakit kardiovaskular adalah penyebab mortalitas tertinggi pada pasien gagal ginjal kronis.
Kejadiannya mungkin mencerminkan peningkatan insidensi hipertensi, kelainan lipid,
intoleransi glukosa, dan kelainan hemodinamik, termasuk hipertrofi ventrikel kiri. Di antara
semua itu, hipertensi mungkin merupakan penyakit yang paling dapat diterapi.
Anemia
Anemia terjadi pada 80-90% pasien penyakit ginjal kronik. Anemia pada penyakit ginjal
kronik terutama disebabkan oleh defisiensi eritopoetin. Hal-hal lain yang ikut berperan dalam
terjadinya anemia adalah, defiseinsi besi, kehilangan darah (misalnya pendarahan saluran
cerna, hematuria), masa hidup eritrosit yang pendek akibat terjadinya hemolisis, defisiensi
asam folat, penekanan sumsum tulang oleh substansi uremik, proses inflamasi akut maupun
kronik. Evaluasi terhadap anemia dimulai saat kadar hemoglobin </ = 10 g% atau hematokrit
</ = 30%, meliputi evaluasi terhadap status besi (kadar besi serum, kapasitas besi total/ Total
Iron Binding Capacity, feritin serum), mencari sumber pendarahan, morfologi eritrosit,
kemungkinan adanya hemolisis dan lain sebagainya.
Pemberian eritopoetin merupakan hal yang dianjurkan. Dalam pemberian EPO ini, status besi
harus selalu mendapat perhatian karena EPO memerlukan besi dalam mekanisme kerjanya.
Eritropoetin rekombinan parenteral meningkatkan kadar hemoglobin, memperbaiki toleransi
terhadap aktivitas fisik, dan mengurangi kebutuhan transfusi darah.
Pemberian transfusi pada penyakit ginjal kronik harus dilakukan secara hati-hati, berdasarkan
indikasi yang tepat dan pemantauan yang cermat. 1, 5
Disfungsi seksual
Menurunnya libido dan impotensi sering terjadi. Hioperprolaktinemia ditemukan pada
setidaknya sepertiga jumlah pasien, menyebabkan efek inhibisi sekresi gonadotropin. Kadar
prolaktin bisa diturunkan dengan pemberian bromokriptin, walaupun sering timbul efek
samping (mual, muntah, mengantuk, hipotensi postural). 5
Prognosis
Kerusakan ginjal berlangsung progesif. Perjalanan menuju uremia berlangsung berangsur,
untuk waktu yang cukup lama. Bila ginjal tak dapat lagi mempertahankan keseimbagan
cairan dan elektrolit, maka diperlukan dialisis. 13
Pencegahan
Prinsip-prinsip pencegahan penyakit ginjal adalah sebagai berikut:
1. Pada orang dengan ginjal normal: a) Pada individu berisiko: yaitu ada keluarga yang
berpenyakit ginjal turunan seperti batu ginjal, ginjal polikistik, atau berpenyakit
umum seperti diabetes mellitus, hipertensi, dislipidemia (kolesterol tinggi), obesitas,
gout. Pada kelompok ini diikuti pedoman yang khusus untuk menghindari penyakit
tersebut di atas, sekali-sekali kontrol/ periksa ke dokter/ laboratorium. b) individu
yang tanpa risiko: hidup sehat, pahami tanda-tanda sakit ginjal: BAK terganggu/ tidak
normal, nyeri pinggang, bengkak mata/ kaki, infeksi di luar ginjal: leher/ tenggorokan,
berobat/ kontrol untuk menghindari fase kronik.
2. Pada orang dengan ginjal terganggu ringan/ sedang: hati-hati dengan obat rematik,
antibiotika tertentu, dan jika terjadi infeksi maka obati segera, hindari kekurangan
cairan dan lakukan kontrol secara periodic.
3. Ginjal terganggu berat/ terminal: terapi pengganti ginjal.14
Kesimpulan
Gagal ginjal kronis adalah destruksi struktur ginjal yang progresif dan terus menerus. Gagal
ginjal kronis dapat timbul dari hampir semua penyakit. Selain itu pada individu yang rentan,
nefropati diaberik, destruksi papilla ginjal yang terkait dengan pemakaian harian obat-obat
analgesic selama bertahun-tahun dapat menyebabkan gagal ginjal kronis. Apapun sebabnya,
terjadi perburukan fungsi ginjal secara progresif yang ditandai dengan penurunan GFR yang
progresif. Jika terjdai gagal ginjal kronik maka seiring dengan waktu akan terjadi sekuela lain
akibat gangguan fungsional ginjal. Gejala yang timbul karena berkurangnya fungsi ginjal
secara kolektif disebut sindrom uremik.
Daftar pustaka
1. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiadi S. Buku ajar ilmu penyakit
dalam. Jakarta: Departeman Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia, 2006. h. 570-6.
2. Corwin EJ. Buku saku patofisologi. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGc, 2009 .h.
630-30.
3. Gleade J. At a glance medicine anamnesis dan pemeriksaan fisik. Safitri A, editor.
Jakarta: Penerbit Erlangga, 2007. h. 147.
4. Hartono A. Terapi gizi dan diet rumah sakit. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC,
2004. h. 89.
5. Rubenstein D, Wayne D, Bradley D. Lecture notes: kedokteran klinis. Edisi ke-6.
Jakarta: Penrebit Erlangga, 2007.h. 288-32.
6. Aziz MF, Witjaksono J, Rasjidi HI. Panduan pelayanan medic; model interdisplin
penatalaksanaan kanker serviks dengan gangguan ginjal. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC, 2008. h. 38-43.
7. Sacher RA, McPherson RA. Tinjauan klinis hasil pemeriksaan laboratorium. Hartanto
H, editor. Edisi ke-11. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2004. h. 291-3.
8. Baradero M, Dayrit MW, Siswadi Y. Klien gangguan ginjal: seri asuhan keperawatan.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2009. h. 124-36.
9. Misniadiarly. Diabetes mellitus: gangrene, ulcer, infeksi. Mengenal gejala,
menanggulangi, dan mecegah komplikasi. Jakarta: Pustaka Populer Obor, 2006. h. 65.
10. Dalmartha S, Purnama BT, Sutarina N, Mahendra, Dermawan R. Care your self,
hipertensi. Jakarta: Penerba Plus, 2008. h. 14.
11. Iskandar M. Health triad (body, mind, and system). Jakarta: PT Elex Media
Komputindo, 2010. h. 66-7.
12. Betz CL, Sowden LA. Buku saku keperawatan pediatri. Yudha EK, editor. Edisi ke-5.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2009. h. 531.
13. Tambayong J. Patofisilogi untuk keperawatan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC,
2000. h. 121.
14. Lumenta NA. Kenali jenis penyakti dan cara penyembuhannya: manajemen hidup sehat.
Jakarta: PT Elex Media Komputindo, 2006. h. 46-7.