BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. HASIL PENELITIAN
1. Produk Pembiayaan Bank Syariah Mandiri Purwokerto
1.1. Produk-produk Pembiayaan Bank Syariah Mandiri Purwokerto
Selain melayani penyimpanan dana, Bank Syariah Mandiri Purwokerto juga
menyalurkan dana kepada masyarakat melalui pembiayaan. Pembiayaan di
Bank Syariah Mandiri Purwokerto terdiri dari beberapa macam produk
pembiayaan, yaitu:
1. Pembiayaan Murabahah, merupakan pembiayaan yang paling banyak
diajukan oleh nasabah di BSM Purwokerto, BSM Purwokerto melayani
pembiayaan murabahah sebagian besar bertujuan untuk pembelian
kendaraan bermotor, rumah, dan untuk renovasi rumah. Nasabah yang
mengajukan permohonan pembiayaan murabahah yaitu perorangan dan
badan usaha.
2. Pembiayaan mudharabah, di BSM Purwokerto diperuntukkan bagi
investasi pada industri kecil dan koperasi. Pembiayaan ini diberikan
kepada usaha yang telah berjalan minimal 2 tahun, untuk menghindari
adanya spekulasi karena belum ada kepastian akan prospek usaha di
masa yang akan datang. Pembiayaan ini diberikan kepada perorangan
atau kelompok.
84
3. Pembiayaan musyarakah, pembiayaan musyarakah di BSM Purwokerto
terdiri dari Pembiayaan Dana Berputar, BSM Customer Network
Financing, dan Pembiayaan modal kerja dan investasi. Pembiayaan ini
diberikan kepada perorangan atau badan usaha.
4. Pembiayaan Ijarah, pembiayaan dengan akad ijarah pada BSM
Purwokerto bertujuan untuk biaya pendidikan, haji, dan umrah.
Pembiayaan ini diberikan kepada perorangan.
1.2. Pembiayaan Musyarakah di Bank Syariah Mandiri Purwokerto
Pembiayaan musyarakah yang ada di BSM Purwokerto saat ini dapat
dilihat pada tabel di bawah ini:
Jumlah
TransaksiTotal Transaksi Pembiayaan Peruntukkan
50 nasabah Rp.18.398.413.458,47
perdagangan, kontraktor,
hasil-hasil pertanian dan
peternakan, investasi, dan
lain sebagainya.
1.2.1.Pengertian Pembiayaan Musyarakah
Pembiayaan musyarakah adalah Akad kerjasama usaha patungan antara dua
pihak atau lebih pemilik modal (syarik/shahibul maal) untuk membiayai
suatu jenis usaha (masyru) yang halal dan produktif.
85
Bentuk pembiayaan musyarakah di BSM Purwokerto antara lain:
Pembiayaan modal kerja
a. Pembiayaan modal kerja dan investasi
adalah fasilitas pembiayaan modal kerja dengan prinsip musyarakah atau
murabahah yang digunakan untuk keperluan modal kerja atau investasi
nasabah. Akad pmbiayaan yang digunakan yaitu akad musyarakah dan
akad Murabahah.
Manfaat dari pembiayaan ini adalah untuk membantu pemenuhan modal
kerja dan investasi. Nasabah dapat memanfaatkan pembiayaan bank
secara optimal sesuai dengan kebutuhan riil dengan cara melakukan
penarikan sesuai kebutuhan.
Fitur dari pembiayaan ini yaitu merupakan jenis pembiayaan modal
kerja dan investasi, diperuntukkan bagi perorangan dan perusahaan,
jangka waktu lebih dari satu tahun.
Persyaratannya merupakan nasabah komersial kecil, menengah, besar,
dan korporasi.
b. BSM Customer Network Financing (BSM-CNF)
Adalah fasilitas pembiayaan modal kerja yang diberikan kepada nasabah
(agen, dealer, dsb) untuk pembelian persediaan atau inventory barang
dari rekanan (ATPM, produsen atau distributor, dsb) yang menjalin
kerjasama dengan bank.
86
Kriteria:
1. Pemberian fasilitas BSM-CNF hanya akan diberikan kepada nasabah
yang telah direkomendasikan secara tertulis oleh rekanan untuk
pembelian persediaan dari rekanan dan nasabah tersebut menurut
penilaian bank layak untuk memperoleh fasilitas pembiayaan, melalui
perjanjian kerjasama tiga pihak sebagaimana terlampir.
2. Kriteria minimum nasabah yang dapat dibiayai ditentukan oleh bank
berdasarkan standar ukuran risiko yang telah di tetapkan bank dan
konsultasi dengan rekanan.
3. Setiap rencana perubahan status nasabah oleh rekanan, dalam bentuk
pencabutan rekomendasi atau hubungan usaha dengan rekanan, harus
dibritahukan kepada bank.
4. Nasabah harus membeli persediaan dari rekanan melalui BSM-CNF.
5. Persediaan yang dibiayai bersifat marketable, memiliki daya tahan dan
dapat diyakini ketersediaannya.
6. Bank dan rekanan berjanji bekerjasama untuk memastikan kelancaran
pembayaran nasabah.
7. Secara berkala bank bersama rekanan melakukan evaluasi fasilitas
BSM-CNF kepada nasabah.
87
Kriteria rekanan:
1. Badan usaha yang telah berbadan hukum.
2. Diprioritaskan rekanan yang ditunjuk memiliki kriteria BUMN atau
BUMD, perusahaan multinasional atau perusahaan besar yang telah
masuk bursa atau go public.
3. Rekanan diluar butir 2, dengan tetap diyakini kontinuitas, bonafiditas
dan kredibilitas usahanya dan menurut penilaian layak untuk menjadi
rekanan bank.
4. Memiliki visi yang kuat untuk mengembangkan semua customernya
dengan memberikan dukungan penuh termasuk mengusahakan
bantuan keuangan.
5. Bersedia menandatangani perjanjian kerjasama BSM-CNF dengan
bank.
6. Hubungan bisnis dengan bank dinilai baik atau tidak memiliki
masalah.
Kriteria nasabah:
1. Memperoleh rekomendasi tertulis dari rekanan yang berisi antara lain
tentang evaluasi penjualan dan pembayaran, rencana penjualan
nasabah, fasilitas fisik usaha nasabah dan performance nasabah
selama berhubungan dengan rekanan.
2. Berpengalaman lebih dari 2 tahun dalam berhubungan usaha dengan
rekanan dan selama masa hubungan usaha tersebut nasabah tidak
pernah bermasalah.
88
3. Jika nasabah sudah mempunyai fasilitas pembiayaan, maka fasilitas
tersebut harus dalam kolektibilitas lancar.
Fitur dan syarat BSM-CNF yaitu diperuntukkan bagi perorangan dan
badan usaha, tujuan untuk pembiayaan produktif (modal kerja), untuk
pembelian persediaan dari rekanan dan bersifat revolving activity, akad
pembiayaan disesuaikan dengan skema usaha nasabah bisa berupa
murabahah, mudharabah dan musyarakah. Sebelum dilakukan akad
didahului adanya perjanjian kerjasama tiga pihak antara bank, rekanan
dan nasabah. line facility antara bank dan nasabah
Pembiayaan Dana Berputar
Adalah fasilitas pembiayaan modal kerja dengan prinsip musyarakah
yang penarikan dananya dapat dilakukan sewaktu-waktu berdasarkan
kebutuhan riil nasabah. Akad pembiayaan yang digunakan yaitu
musyarakah.
Manfaat dari pembiayaan dana berputar yaitu membantu menanggulangi
kesulitan likuiditas nasabah terutama kebutuhan dana jangka pendek.
Nasabah dapat memanfaatkan pembiayaan bank secara optimal sesuai
dengan kebutuhan riil dengan cara melakukan penarikan sesuai
kebutuhan.
Fiturnya merupakan jenis pembiayaan modal kerja, diperuntukkan bagi
perorangan dan perusahaan, jangka waktu 1 tahun dan dapat
diperpanjang, menggunakan dua rekening, rekening giro dan
pembiayaan, penarikan dapat dilakukan sewaktu-waktu dengan
89
menggunakan cek atau Bilyet Giro, transfer dengan menyertakan cek
ataui Bilyet Giro.
Persyaratan:
1. Merupakan nasabah komersial kecil, menengah, besar, dan korporasi.
2. Nasabah harus membuat laporan penggunaan dana selama 1 bulan.
3. Fasilitas dibrikan untuk memenuhi kebutuhan modal kerja sementara
bukan untuk Modal Kerja Permanen yaitu sebagai likuidasi diri
seiring dengan menurunnya aktifitas bisnis.
4. Setiap periode penggunaan fasilitas pembiayaan dana berputar harus
digunakan untuk pencapaian realisasi sales untuk tujuan bagi hasil.
5. Memiliki aktifitas rekening koran yang aktif berkaitan dengan
kegiatan bisnisnya.
Pembiayaan Musyarakah ( waad / by project )
Waad, yaitu bank memberikan plafond pembiayaan tetapi dapat dicairkan
apabila ada aktivitas usaha. Misalnya untuk membeli barang.
By project, yaitu bank memberikan plafond pembiayaan dapat dicairkan
berdasarkan project yang sedang dijalankan nasabah. Misalnya
kontraktor harus ada Surat Perintah Kerja.
1.2.2.Jenis – jenis Musyarakah
Secara garis besar musyarakah dapat dibagi kepada syirkah amlak dan
syirkah uqud. Syirkah amlak berarti eksistensi suatu perkongsian tidak perlu
ada suatu kontrak yang membentuknya tetapi terjadi dengan sendirinya.
90
Sedangkan syirkah uqud berarti perkongsian yang terbentuk karena suatu
kontrak (Muhammad, 2000:11).
Bentuk syirkah amlak terbagi atas:
a. Amlak Jabar, yang terjadinya secara otomatis dan paksa. Otomatis berarti
tidak memerlukan kontrak untuk membentuknya. Paksa berarti tidak ada
alternatif untuk menolaknya. Hal ini terjadi dalam proses waris-mewaris,
manakala dua saudara atau lebih menerima warisan dari kedua orangtua
mereka.
b. Amlak Ikhtiar, yang terjadinya secara otomatis, tetapi bebas. Otomatis
berarti tidak memerlukan kontrak untuk membentuknya. Bebas berarti
ada pilihan untuk menolak (Muhammad, 2000: 11).
Pada umumnya fiqih membagi syirkah uqud menjadi 5 (lima) jenis, yaitu:
a. Syirkah Al ‘Inan, penggabungan harta atau modal dua orang atau lebih
yang tidak harus sama jumlahnya dan keuntungannya dibagi secara
proporsional dengan jumlah modal masing-masing atau sesuai dengan
kesepakatan.
b. Syirkah Al Mufawadhah, perserikatan yang modal semua pihak dan
bentuk kerjasama dilakukan baik kualitas dan kuantitasnya harus sama
dan keuntungan dibagi rata.
c. Syirkah Abdan atau Al Amal, perserikatan dalam bentuk kerja yang
hasilnya dibagi bersama.
d. Syirkah Al Wujuh, perserikatan tanpa modal.
91
e. Syirkah Al Mudharabah, bentuk kerjasama antara pemilik modal dan
seseorang yang punya keahlian dagang dan keuntungan dari perdagangan
dari modal itu dibagi sesuai dengan kesepakatan bersama.61
Jenis musyarakah yang digunakan di BSM Purwokerto yaitu jenis
syirkah Al ‘Inan. Dimana pihak bank menyediakan modal maksimal 70%
dan Nasabah memberikan modal minimal 30% untuk suatu proyek atau
usaha dan keuntungan dibagi secara proporsional dengan jumlah modal
masing-masing atau sesuai dengan kesepakatan. Syarat syirkah Al ‘Inan
modal yang diserahkan berupa uang tunai, bukan barang.
1.2.3. Rukun Pembiayaan Musyarakah
a. Pemilik modal (shahibul maal)
b. Modal (maal)
c. Proyek atau usaha
d. Pelaksana proyek (musyarik)
e. Ijab Qobul
1.2.4.Syarat-syarat Pembiayaan Musyarakah
a. Orang yang terkait dalam akad adalah cakap bertindak
b. Modal
1. Modal harus diketahui jumlah dan jenis.
2. Modal yang disetor bisa berupa uang, barang perdagangan (trading
asset), property, equipment, atau intangible asset (seperti hak paten
dan goodwill), dan barang-barang lainnya yang dapat dinilai dengan
uang.61 Muhammad, Op. Cit., hal. 114-115.
92
3. Semua modal dicampur untuk dijadikan modal proyek musyarakah
dan dikelola bersama-sama.
c. Pekerjaan dan biaya
1. Pengurus proyek boleh berasal dari pemilik modal sendiri atau
beberapa orang di luar mereka (bukan pemilik modal) asalkan para
pengurus tersebut mendapat ijin resmi dari seluruh pemilik modal.
2. Biaya aktual dari usaha atau proyek yang akan dilakukan dan lama
proyek tersebut harus diketahui bersama.
3. Bank berhak melakukan pengawasan terhadap pekerjaan namun tidak
berhak mencampuri urusan pekerjaan atau usaha musyarik kecuali di
dalam akad disepakati bahwa bank memiliki hak turut serta berperan
dalam menentukan kebijakan usaha nasabah. Penyedia dana (bank)
tidak boleh membatasi usaha atau tindakan musyarik dalam
memperoleh keuntungan, kecuali diluar perjanjian (usaha yang telah
disepakati) atau yang menyimpang dari aturan syariah.
4. Para pengurus proyek harus melaporkan perkembangan usahanya
kepada pemilik modal (sampai sejauh mana prosentase progress
proyek tersebut dilaksanakan).
5. Adanya penunjukkan pihak ketiga didasarkan dalil naqli, Surat Al
Kahfi ayat 19: “ maka suruhlah seorang diantara kamu pergi ke kota
dengan membawa uang perakmu ini.”
6. Jangka waktu pengerjaan proyek sesuai dengan kesepakatan.
93
d. Keuntungan musyarakah adalah jumlah yang didapat sebagai kelebihan
dari modal. Syarat keuntungan berikut ini harus dipenuhi:
1. Harus diperuntukkan bagi kedua pihak dan tidak boleh disyaratkan
hanya untuk satu pihak.
2. Bagian keuntungan proporsional bagi setiap pihak harus diketahui dan
dinyatakan pada waktu kontrak disepakati dan harus dalam bentuk
prosentase (nisbah) dari keuntungan sesuai kesepakatan. Perubahan
nisbah harus sesuai kesepakatan.
3. Kerugian ditanggung bersama oleh para pemilik modal menurut porsi
modal masing-masing.
e. Pernyataan ijab dan qabul harus dinyatakan oleh para pihak untuk
menunjukkan kehendak mereka dalam mengadakan kontrak (akad),
dengan memperhatikan hal-hal berikut:
1. Penawaran dan penerimaan harus secara eksplisit menunjukkan tujuan
kontrak (akad).
2. Penerimaan dan penawaran dilakukan pada saat kontrak.
3. Akad dituangkan secara tertulis, melalui korespondensi, atau dengan
menggunakan cara-cara komunikasi modern.
1.2.5.Pihak yang berakad
Bank sebagai shahibul maal (pemilik dana) membiayai maksimal 70%
kebutuhan suatu proyek atau usaha sedangkan pengusaha atau nasabah
sebagai musyarik atau pelaksana proyek membiayai minimal 30%
kebutuhan suatu proyek atau usaha.
94
1.2.6.Modal
a. Hanya diberikan untuk tujuan usaha yang sudah jelas, halal, dan
disepakati bersama.
b. Modal yang diberikan berupa uang atau harta benda lain yang bisa dinilai
dengan uang dan bisa berupa barang perdagangan yang jumlahnya
maksimal 70% dari bank dan minimal 30% dari musyarik.
c. Jumlah dana pembiayaan harus dinyatakan dengan jelas dalam bentuk
tunai dan bukan piutang.
d. Biaya-biaya yang dikeluarkan untuk studi kelayakan atau sejenisnya
tidak termasuk dalam bagian dari modal. Pembayaran biaya-biaya
tersebut ditetapkan berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak.
e. Biaya operasional dibebankan pada modal bersama.
1.2.7.Akad Perjanjian
Akad perjanjian harus disebutkan dengan jelas, baik secara tersirat maupun
tersurat mengenai jumlah modal atau dana atau harta yang diperlukan dan
sharing masing-masing pihak, tujuan penggunaan modal, posisi bagi hasil
atau nisbah, jangka waktu pemakaian modal, dan jaminan yang diserahkan.
1.2.8.Jaminan
Jaminan diperlukan untuk menghindari adanya risiko-risiko yang merugikan
bank serta juga untuk melihat kemampuan nasabah dalam memenuhi
kewajibannya kembali atas kepercayaan yang diberikan bank.
“ Jika kamu dalam perjalanan (dan bermuamalah tidak secara tunai),
sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, maka hendaknya ada
95
barang tanggungan yang dipegang oleh pihak yang berpiutang. Akan tetapi
jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, maka hendaklah yang
dipercayai itu menunaikan amanahnya (hutangnya), dan hendaklah dia
bertaqwa kepada Allah, Tuhannya.......”. (QS. Al Baqarah: 283)
1.2.9.Bagi Hasil
a. Pembagian hasil dilaksanakan sesuai nisbah yang telah disepakati.
b. Bank tidak diperkenankan mengubah atau mengurangi nisbah bagi hasil
tanpa adanya kesepakatan dari para pihak yang terlibat dalam kerjasama
perkongsian dana tersebut termasuk apabila terjadi perubahan komposisi
modal, tidak secara otomatis akan menambah porsi nisbah.
c. Pembagian hasil harus diberikan kepada bank dan musyarik, selain dari
itu tidak berhak menerimanya.
d. Jangka waktu usaha, tata cara pengembalian dana, dan pembagian
keuntungan ditentukan berdasarkan kedua belah pihak.
e. Hasil usaha yang diperoleh merupakan pendapatan yang diperoleh dari
harta perserikatan, bukan harta lain.
f. Pembagian hasil proyek didasarkan pada revenue atau profit sharing.
g. Pembagian bagi hasil dilakukan secara periodik yang disepakati.
1.2.10. Dokumentasi
a. Surat Persetujuan Prinsip (Offering letter)
b. Akad Pembiayaan
c. Bukti pemilikan dan pengikatan jaminan
d. Surat Permohonan Realisasi Pembiayaan
96
e. Tanda Terima Uang oleh Nasabah
2. Aplikasi Pembiayaan
2.1. Pedoman Pembiayaan
Pedoman mengenai pembiayaan pada BSM terdapat dalam Surat Edaran
BSM. Pembuatan Surat Edaran BSM berdasarkan Surat Keputusan Direksi
Bank Indonesia Nomor 27/162/Kep/Dir dan Surat Edaran Bank Indonesia
Nomor 27/7/UUPB pada tanggal 31 Maret 1995 yang berisi mewajibkan
semua bank umum untuk memiliki kebijakan umum pembiayaan bank
secara tertulis.
2.2. Pengertian Pembiayaan
Pembiayaan adalah penyediaan dana atau tagihan yang dipersamakan
dengan itu berupa:
a. transaksi bagi hasil dalam bentuk mudharabah dan musyarakah;
b. transaksi sewa-menyewa dalam bentuk ijarah atau sewa beli dalam
bentuk ijarah muntahiya bittamlik;
c. transaksi jual beli dalam bentuk piutang murabahah, salam, dan
istishna’;
d. transaksi pinjam meminjam dalam bentuk piutang qardh; dan
e. transaksi sewa-menyewa jasa dalam bentuk ijarah untuk transaksi
multijasa berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara Bank Syariah
dan atau UUS dan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai dan
atau diberi fasilitas dana untuk mengembalikan dana tersebut setelah
97
jangka waktu tertentu dengan imbalan ujrah, tanpa imbalan, atau bagi
hasil.
2.3. Organisasi Bidang Pembiayaan
Organisasi bidang pembiayaan yang terdapat di BSM yaitu:
a. Pengusul
Pengusul adalah pegawai bank yang menerima surat permohonan
pengajuan pembiayaan nasabah, data yang diperlukan dan mengecek
kebenaran informasi yang disampaikan nasabah serta membuat nota
analisa pembiayaan mengenai hal-hal yang terkait dengan usaha atau
proyek yang akan dibiayai.
Pengusul terdiri dari marketing, Gadai, dan Mikro. Pengusul mempunyai
tugas memberikan usulan pembiayaan kepada komite pembiayaan.
b. Komite pembiayaan
Komite pembiayaan adalah pegawai bank yang mempunyai kewenangan
untuk memutuskan apakah pengajuan pembiayaan nasabah diterima atau
ditolak setelah pengusul menganalisa permohonan tersebut.
Komite terdiri dari 1 Account Officer, 1 Manajemen Marketing, dan 1
Kepala Cabang. Komite Pembiayaan mempunyai tugas memutus
kebijakan pembiayaan apakah akan diterima atau ditolak.
c. Admin
98
Admin adalah pegawai bank yang mempunyai kewenangan untuk
mencairkan pembiayaan nasabah apabila sudah disetujui oleh komite
pembiayaan.
Admin terdiri dari Manajemen Operasional dan Admin Pembiayaan.
Admin mempunyai tugas pencairan pembiayaan. Apabila pembiayaan
dengan limit dibawah 500 juta rupiah dapat langsung dicairkan, tetapi
apabila pembiayaan diatas 500 juta rupiah harus di review oleh Pengawas
Kepatuhan (PKP).
2.4. Standar Umum Pembiayaan
2.4.1.Standar Nasabah
Standar nasabah merupakan hal-hal yang terkait dengan character, capital,
capacity, collateral, dan condition of economy dari nasabah yang
mengajukan pembiayaan. Character, nasabah sebisa mungkin memiliki sifat
jujur, dapat dipercaya, transparan atau mampu menyampaikan informasi
secara benar dan lengkap, mempunyai kemampuan, serta menjalankan
sesuai kaidah usaha dan kesepakatan yang dibuat. Capital, modal tersebut
bukan diperoleh dari hal-hal yang melanggar syariah. Capacity, nasabah
harus mempunyai kemampuan dalam menjalankan usahanya. Hal ini dapat
dilihat minimal dua tahun setelah nasabah menjalankan usahanya.
Collateral, barang yang dijaminkan harus jelas asal usulnya serta
mencukupi jumlah pembiayaan yang diajukan nasabah. Condition of
economy, penilaian terhadap pemasaran usaha nasabah dapat dinilai dari
99
relasi kerjanya supplier dan buyer. Kelima hal tersebut haruslah baik agar
permohonan pembiayaan dapat diterima.
2.4.2.Standar Dokumentasi
Standar dokumentasi merupakan hal-hal yang terkait dengan data atau
bukti-bukti dan ketentuan-ketentuan lainnya yang dapat memberikan nilai
hukum.
2.4.3.Standar Jaminan
Yang menjadi landasan dari pengadaan jaminan adalah Al-Quran Surat
Luqman ayat 34 yang artinya “.... dan tiada seorang pun yang dapat
mengetahui dengan pasti apa yang akan diusahakannya besok....” manusia
tidak akan pernah tau apa yang akan terjadi di kemudian hari, untuk
menghindari hal-hal yang tidak diinginkan maka dalam pembiayaan
diperlukan adanya jaminan.
Prinsip 5C salah satunya mencantumkan mengenai collateral atau jaminan.
Barang jaminan harus milik nasabah sendiri atau boleh milik keluarga
dengan persetujuan anggota keluarga lainnya. Jumlah pembiayaan tidak
boleh melebihi nilai jaminan yang dijaminkan oleh nasabah.
Pasal 23 Undang-undang Perbankan syariah mengenai kelayakan
penyaluran dana, inti pengaturannya yaitu bahwa Bank Syariah dan atau
Unit Usaha Syariah harus mempunyai keyakinan atas kemauan dan
kemampuan calon nasabah penerima fasilitas untuk melunasi seluruh
kewajiban pada waktunya, sebelum Bank Syariah dan atau Unit Usaha
Syariah menyalurkan dana kepada nasabah penerima fasilitas.
100
2.4.4.Standar Legalitas
Standar legalitas merupakan hal-hal yang terkait dengan persyaratan yang
harus dipenuhi dalam mengajukan pembiayaan baik perorangan maupun
badan hukum.
2.4.4.1. Perorangan
Syarat-syarat yang harus dipenuhi:
a) Surat Izin Usaha Penerbitan.
b) Tanda Daftar Perusahaan.
c) Ijin gangguan atau HO.
d) KTP suami atau istri.
e) Akte nikah dan Kartu Keluarga.
f) Nomor Pokok Wajib Pajak.
g) Laporan keuangan 2 tahun terakhir.
2.4.4.2. Badan Usaha
Badan usaha terdiri dari badan usaha yang berbentuk badan hukum yang
terdiri dari Perseroan Terbatas (PT) dan koperasi, serta yang badan usaha
yang berbentuk non badan hukum yang terdiri dari Firma, CV, dan
Yayasan.
a. Berbentuk Badan Hukum
Badan usaha yang berbentuk badan hukum terdiri dari Perseroan
Terbatas (PT) dan koperasi.
101
1) Perseroan Terbatas (PT)
Syarat-syarat yang harus dipenuhi yaitu:
a) Akta Pendirian dan Perubahan.
b) Akta Pendaftaran dari Kementerian Hukum dan Hak Azasi
Manusia.
c) Surat Izin Usaha Penerbitan.
d) Tanda Daftar Perusahaan.
e) Ijin gangguan atau HO.
f) Surat ijin lain yang berhubungan dengan kegiatan usaha yang
akan dibiayai.
g) SK AMDAL untuk perusahaan yang dapat menimbulkan
dampak negatif bagi lingkungan.
h) KTP pengurus.
i) Nomor Pokok Wajib Pajak.
j) Laporan keuangan 2 tahun terakhir.
2) Koperasi
Syarat-syarat yang harus dipenuhi yaitu:
a) Akta Pendirian dan Perubahan.
b) Akta Pendaftaran dari Kementerian Koperasi.
c) Surat Izin Usaha Penerbitan.
d) Tanda Daftar Perusahaan.
e) Ijin gangguan atau HO.
f) KTP pengurus.
102
g) Nomor Pokok Wajib Pajak.
h) Laporan keuangan 2 tahun terakhir.
i) Rapat Anggota Tahunan 2 tahun terakhir.
b. Berbentuk Non Badan Hukum
Badan usaha yang berbentuk non badan hukum yang terdiri dari
Firma, CV, dan Yayasan.
1) Firma
Syarat-syarat yang harus dipenuhi yaitu:
a) Surat Izin Usaha Penerbitan.
b) Tanda Daftar Perusahaan.
c) Ijin gangguan atau HO.
d) KTP pengurus (sekutu aktif dan pasif).
e) Nomor Pokok Wajib Pajak.
f) Laporan keuangan 2 tahun terakhir.
2) CV
Syarat-syarat yang harus dipenuhi yaitu:
a) Akta Pendirian dan Perubahan.
b) Surat Izin Usaha Penerbitan.
c) Tanda Daftar Perusahaan.
d) Ijin gangguan atau HO.
e) KTP pengurus.
f) Nomor Pokok Wajib Pajak.
g) Laporan keuangan 2 tahun terakhir.
103
3) Yayasan
Untuk saat ini BSM Purwokerto tidak melayani Pembiayaan untuk
yayasan.
2.4.5. Standar Risiko
Penerapan standar risiko mengacu pada Peraturan Bank Indonesia Nomor
13/13/PBI/2011 tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bagi Bank Umum
Syariah dan Unit Usaha Syariah.
3. Pembiayaan Pada Bank Syariah
3.1. Jenis Pembiayaan
Prinsip pembiayaan yang ada pada BSM purwokerto terdiri dari:
1. Buyu’ (Jual Beli), dimana BSM Purwokerto bertindak sebagai penjual
dan nasabah sebagai pembeli.
2. Sewa menyewa, pembiayaan yang berdasarkan akad sewa menyewa
disebut juga ijarah. Ijarah adalah transaksi sewa menyewa atas suatu
barang dan atau upah mengupah atas suatu jasa dalam waktu tertentu
melalui pembayaran sewa atau imbalan jasa.
3. Syirkah (Bagi Hasil), yaitu bentuk penyaluran dana yang ditujukan untuk
kepentingan investasi dalam perbankan Islam dapat dilakukan
berdasarkan akad bagi hasil yang terdiri dari mudharabah dan
musyarakah.
4. Pemberian Jasa, yaitu bentuk kerjasama antara bank dengan nasabah atau
pihak lain. Dalam kerjasama tersebut, bank menerima imbalan jasa atau
tenaga untuk mengerjakan sesuatu.
104
3.2. Prosedur Pengajuan Permohonan Pembiayaan
Dalam proses permohonan untuk memperoleh pembiayaan harus memenuhi
persyaratan sebagai berikut:
1. Permohonan pembiayaan diajukan secara tertulis atau minimal sesuai
formulir yang disediakan oleh bank.
2. Bank tidak akan melayani permohonan pembiayaan apabila tidak
diajukan secara tertulis oleh pemohon. Hal ini berlaku untuk pembiayaan
baru, perpanjangan, tambahan pembiayaan, maupun permohonan
perubahan persyaratan pembiayaan.
3. Permohonan pembiayaan harus memuat informasi yang lengkap dan
memenuhi persyaratan sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh
bank termasuk riwayat pembiayaan pada bank lain.
Atas permohonan tertulis yang diterima, Bank melakukan kunjungan kepada
nasabah atau calon nasabah untuk memastikan kondisi usaha nasabah yang
dituangkan dalam laporan kunjungan atau call report. Permohonan tertulis
dan laporan kunjungan digunakan sebagai salah satu bahan untuk
melakukan analisa terhadap permohonan.
3.3. Syarat-Syarat dalam Pengajuan Permohonan Pembiayaan
Syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk mengajukan permohonan
pembiayaan adalah sebagai berikut:
1. Mengajukan surat permohonan pembiayaan secara tertulis yang
dilengkapi dengan proposal.
105
2. Kelengkapan data legalitas bagi perorangan atau badan usaha
sebagaimana ditentukan dalam Surat Edaran Bank Syariah Mandiri (SE
BSM).
3. Data keuangan, misalnya laporan keuangan perusahaan minimal untuk
jangka waktu dua tahun terakhir.
3.4. Solisitasi
3.4.1.Ta’aruf dan Wawancara
Ta’aruf adalah proses perkenalan antara Account Officer (AO) dengan
nasabah melalui proses wawancara. AO akan memperoleh data sementara
tentang kondisi nasabah pemohon pembiayaan dan AO akan memeriksa
ulang kembali kelengkapan dan kebenaran data tadi. Dalam proses
wawancara tersebut akan terlihat juga sikap atau komitmen serta konsistensi
keabsahan data yang disampaikan secara tertulis oleh nasabah. Data tertulis
tersebut sebagai acuan bagi AO, sebab banyak terjadi perbedaan akurasi
data atau pemalsuan antara data tertulis dengan data hasil wawancara.
Selanjutnya masih dalam proses ta’aruf, diperlukan adanya data standar
nasabah bagi setiap AO yang ingin melakukan wawancara. Dari data standar
itu pula para AO bisa mengambil kesimpulan secara tepat apakah
permohonan pembiayaan dapat dilanjutkan atau ditolak.
Secara garis besar, dalam wawancara tersebut harus mencakup hal-hal
antara lain:
a. Kelengkapan data pemohon.
b. Penjelasan data pendukung.
106
c. Pemeriksaan kembali kebenaran dan konsistensi data pemohon.
3.4.2.Solisitasi atau Walk in Client
Solisitasi adalah upaya-upaya pembinaan nasabah melalui proses analisa,
evaluasi, komunikasi, dan interaksi secara langsung maupun tidak langsung
guna meningkatkan customer base dan ukhuwah Islamiyah dengan nasabah,
meningkatkan pendapatan bank, serta menjaga dan memelihara kualitas
portofolio pembiayaan bank. Hasil solisitasi disajikan dalam bentuk laporan
kunjungan atau call report.
Dalam menjalankan solisitasi, Account Officer (AO) harus mempunyai nilai
standar tentang informasi yang akan diperoleh sehingga diperoleh data yang
objektif, tidak bersifat relatif, dan tidak spekulatif.
Standar informasi dalam solisitasi
1. Informasi secara umum
a. Informasi yang diperoleh biasanya mengenai eksistensi perusahaan itu
sendiri, tujuannya untuk mendapatkan gambaran tentang operasi
bisnis secara keseluruhan termasuk filosofi bisnis perusahaan, sasaran
yang ingin dicapai, rencana kerja jangka menengah, sejarah
perusahaan, para pendiri dan pemegang saham serta prospek masa
depan perusahaan.
b. Jumlah staf atau karyawan, tingkat pendidikan rata-rata, sistem
penggajian dan jaminan sosial lainnya.
107
2. Informasi mengenai kebutuhan Customer
Bidang usaha yang dijalankan, rekan bisnis perusahaan, teknologi yang
digunakan, Franchising management assistance (waralaba) atau
perjanjian bisnis dengan pihak ketiga yang lain (bila ada), prospek masa
depan bidang usaha.
3. Informasi mengenai kemampuan membayar kembali
a. Informasi mengenai kemampuan membayar kewajiban (repayment).
Umumnya tergantung dari kondisi dan hasil produksi itu sendiri,
seperti cara pemasaran, perusahaan pesaing, kekuatan dan kelemahan
perusahaan calon nasabah dibandungkan dengan perusahaan pesaing,
distribusi produk, strategi penjualan yang ditetapkan, hasil penjualan
tertinggi yang pernah dicapai, piutang dagang.
b. Sumber pengadaan bahan baku atau bahan dagangan, cara pengadaan
bahan baku, ciri khusus bahan baku.
c. Sistem pelaporan kegiatan usaha dan keuangan yang telah diaudit oleh
kantor akuntan.
d. Adanya sumber pengembalian yang lain.
4. Informasi mengenai jaminan
a. Apa yang akan dijadikan sebagai jaminan? Bagaimana nilai pasar
(market value) jaminan tersebut dimasa mendatang? Siapakah
pemiliknya dan apakah mudah dicairkan (eksekusi)?
b. Kemudahan memonitor jaminan, termasuk lokasi jaminan itu berada
serta jenis dan sifat fisika kimianya.
108
c. Bagaimanakah status hukum jaminan tersebut termasuk asuransi.
5. Informasi mengenai hubungan perbankan dan lembaga keuangan lainnya
a. Bagaimana hubungan dengan bank lain yang pernah memberikan
pembiayaan (kredit) sebelumnya dan untuk apa pembiayaan tersebut
digunakan? Bagaimana term dan kondisi fasilitas tersebut?
b. Dari informasi tersebut diatas akan terlihat struktur pendanaan operasi
perusahaan, bila nasabah telah berhubungan dengan lembaga
keuangan perbankan maka dilengkapi dengan persyaratan kredit,
jangka waktu kredit, agunan kredit, dan kondisi calon nasabah pada
lembaga keuangan perbankan yang lain.
c. Hasil informasi dibandingkan dengan posisi neraca dan laba rugi serta
agar diketahui mengapa nasabah ingin berhubungan dengan Bank
Syariah Mandiri.
3.4.3.Laporan Kunjungan
Setelah melakukan wawancara dan solisitasi, maka AO membuat laporan
kunjungan atau call report yang berisi antara lain tujuan kunjungan, hasil
kunjungan, dan rencana tindak lanjut. Dalam laporan kunjungan dapat juga
diinformasikan data mengenai calon nasabah secara garis besar seperti data
keuangan, data produksi, dan pemasarannya.
Dari hasil laporan kunjungan yang disampaikan oleh AO tersebut, maka
dapat diputuskan apakah pengajuan nasabah tersebut dapat dilanjutkan atau
tidak (ditolak).
109
3.5. Prosedur analisa
3.5.1.Evaluasi
Evaluasi adalah proses penilaian terhadap kelayakan usaha yang akan
menerima pembiayaan berdasarkan data yang diperoleh dari solisitasi,
termasuk risiko-risiko yang mungkinakan timbul dan upaya untuk
mengantisipasinya. Data yang diperlukan dalam evaluasi adalah sebagai
berikut:
1. Surat permohonan Nasabah
Surat permohonan nasabah digunakan sebagai alat bukti apabila nasabah
wanprestasi.
2. Data legalitas
Meliputi data yang berkaitan dengan pendirian dan beroperasinya usaha
nasabah, yaitu Anggaran Dasar, Surat Ijin Usaha Penerbitan, Tanda
Daftar Perusahaan, Nomor Pokok Wajib Pajak, dan surat ijin lainnya
yang diperlukan.
3. Data keuangan
Meliputi data yang terkait dengan kondisi keuangan nasabah baik secara
historis maupun proyeksi. Data dimaksud adalah laporan keuangan
(neraca dan laba rugi minimal 2 tahun terakhir), proyeksi cash flow,
rekening giro atau tabungan 6 bulan terakhir dan lain-lain.
4. Data jaminan
Meliputi dokumen-dokumen aset yang diserahkan ke bank sebagai
jaminan.
110
5. Proposal proyek atau usaha yang dibiayai
Nasabah menyerahkan proposal proyek atau usaha yang dibiayai dengan
dokumen-dokumen pendukung yang melandasi proyek atau usaha
tersebut. Seperti kontrak dan Surat Perintah Kerja, rencana anggaran
biaya. Proposal harus dibuat oleh konsultan, jika menurut kategori bank
jumlah pengajuan termasuk besar.
6. Proyeksi cash flow proyek
Nasabah menyerahkan proyeksi cash flow atas proyek atau usaha yang
diajukan sebagai dasar bank untuk menentukan besarnya plafond dan
jangka waktu pembiayaan.
3.5.2.Prinsip-prinsip analisa
Analisa terhadap permohonan pembiayaan dilakukan dengan mendasarkan
kepada prinsip-prinsip sebagai berikut:
1. Untuk melakukan analisa secara lebih efektif dan efisien Bank
menyediakan formulir dengan format yang telah disesuaikan dengan
kebutuhan serta kedalaman analisa yang diperlukan.
2. Analisa harus dibuat secara lengkap, akurat dan objektif, sekurang-
kurangnya harus meliputi hal-hal sebagai berikut:
a. Analisa menggambarkan semua informasi yang berkaitan dengan
usaha dan data pemohon, termasuk hasil penelitian pada daftar
pembiayaan macet dan bank checking.
b. Untuk menghindari kemungkinan praktek mark-up yang dapat
merugikan bank, maka harus dilakukan penilaian atas kelayakan atas
111
jumlah permohonan pembiayaan dengan proyek atau kegiatan usaha
yang akan dibiayai termasuk nilai jaminan.
c. Analisa menyajikan nilai yang objektif dan tidak dipengaruhi oleh
pihak-pihak yang berkepentingan dengan pemohon pembiayaan.
d. Analisa pembiayaan tidak boleh bersifat sekedar sebagai suatu
formalitas yang dilakukan semata-mata untuk memenuhi prosedur
pembiayaan.
3. Analisa pembiayaan harus mencakup penelitian atas karakter,
permodalan, kemampuan, jaminan, prospek usaha, pemenuhan aspek
syariah dan penilaian terhadap sumber pelunasan pembiayaan yang
dititikberatkan pada hasil usaha yang dilakukan pemohon serta
menyajikan evaluasi aspek yuridis pembiayaan dengan tujuan untuk
melindungi bank atas risiko yang mungkin timbul.
4. Dalam pemberian pembiayaan sindikasi, analisa pembiayaan bagi Bank
yang merupakan anggota sindikasi harus meliputi pula penilaian terhadap
Bank yang bertindak sebagai Bank induk (Lead Bank).
3.5.3.Jenis Analisa
Berdasarkan jenis data yang diperoleh, analisa digolongkan dalam 2 jenis,
yaitu:
1. Analisa yuridis
Meliputi evaluasi dokumentasi yang terkait dengan aspek legalitas, aspek
jaminan termasuk penyidikan (BI checking, bank checking, trade
112
checking, dan personal checking) yang dilakukan oleh support atas
permintaan Account Manager.
2. Analisa pembiayaan
Analisa pembiayaan meliputi evaluasi kelayakan usaha yang akan
dibiayai.
Evaluasi kelayakan usaha dilakukan dengan menggunakan 2 cara yaitu:
a. Analisa kuantitatif
Analisa kuantitatif merupakan pengukuran kinerja perusahaan atas
dasar data keuangan yang tercermin dalam 4 hal yaitu:
1) Profitability (kemampuan menghasilkan laba)
2) Liquidity (kemampuan memenuhi kewajiban jangka pendek)
3) Leverage (kemampuan memenuhi kewajiban jangka panjang)
4) Activity ratio (efisiensi pengelolaan usaha)
b. Analisa kualitatif
Analisa kualitatif merupakan analisa yang dilihat dari aspek syariah,
maka analisa yang harus dilakukan adalah terhadap nasabah dan
proyek atau usaha yang akan dibiayai.
Analisa ini umumnya berhubungan dengan etika, disamping aspek-
aspek lain.
1. Nasabah
Karakter atau watak nasabah sedapat mungkin meempunyai sifat
sidiq, tabligh, amanah, dan fathonah (STAF).
Sidiq berarti jujur dan dapat dipercaya
113
Tabligh berarti transparan atau mampu menyampaikan informasi
yang diperlukan secara lengkap dan benar
Amanah berarti menjalankan sesuai dengan kaidah-kaidah usaha
dan kesepakatan yang dibuat
Fathonah berarti mempunyai kemampuan
Untuk mengetahui bahwa nasabah mempunyai sifat STAF dapat
dilakukan dengan cara antara lain referensi, hasil penyidikan,
wawancara langsung.
2. Usaha
Dalam menganalisa pemberian pembiayaan yang Islami tidak
hanya memperhatikan karakter nasabah, tetapi juga aspek
produksinya dan usaha-usaha yang terhindar dari unsur MAGHRIB
(Maisir, gharar, riba, dan bathil)
maisir yaitu segala usaha yang mengakibatkan perpindahan harta
dari satu pihak kepada pihak lain tanpa adanya akad tetapi melalui
permainan misalnya perjudian;
gharar yaitu segala usaha yang mengandung unsur ketidakjelasan
misal jual beli ijon;
riba yaitu segala usaha meminjamkan uang (pokok) dengan
permintaan tambahan yang dipersyaratkan atas pokok yang
dipinjamkan tersebut, misalnya bunga kredit dan simpanan;
bathil yaitu segala jenis usaha atau proyek yang bertentangan
dengan prinsip-prinsip syariah misalnya pabrik minuman keras.
114
3.6. Rekomendasi
Rekomendasi pemberian pembiayaan harus disusun secara tertulis
berdasarkan analisa pembiayaan yang telah dilakukan. Rekomendasi
persetujuan pembiayaan harus didasarkan atas kesimpulan analisa
pembiayaan yang dapat dipertanggungjawabkan (prinsip dual control).
3.7. Pemberian pembiayaan
Setiap keputusan persetujuan pembiayaan harus memperhatikan analisa dan
rekomendasi persetujuan pembiayaan. Apabila keputusan persetujuan
pembiayaan berbeda dengan isi rekomendasi harus dijelaskan alasan atau
dasar pertimbangannya secara tertulis oleh pejabat pemutus pembiayaan.
Namun demikian keputusan tetap merupakan kewenangan Komite
Pembiayaan.
3.8. Akad pembiayaan
Setiap pembiayaan yang telah disetujui, harus dituangkan dalam akad
pembiayaan secara tertulis dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
1. Akad pembiayaan harus memenuhi keabsahan dan persyaratan hukum
yang dapat melindungi kepentingan hukum maupun bisnis bank.
2. Akad pembiayaan harus memuat limit pembiayaan, jangka waktu, nisbah
bagi hasil atau margin, agunan, asuransi agunan, tata cara pembayaran
kembali pembiayaan serta persyaratan-persyaratan pembiayaan lainnya
sebagaimana ditetapkan dalam keputusan persetujuan pembiayaan.
115
3. Akad pembiayaan dibuat secara notariil, namun dengan pertimbangan
besar kecilnya limit, tingkat risiko, jenis pembiayaan atau hal lainnya,
akad pembiayaan dapat dibuat secara bawah tangan.
4. Akad pembiayaan harus ditandantangani oleh pihak yang berwewenang
mewakili bank maupun nasabah.
5. Kepada calon atau nasabah harus dijelaskan mengenai isi atau materi
pokok dari akad pembiayaan untuk menghindari kemungkinan terjadi
salah tafsir atas isi atau materi yang diperjanjikan dalam akad tersebut.
6. Syarat-syarat umum pemberian pembiayaan bank merupakan bagian
yang tidak terpisahkan dari akad pembiayaan.
3.9. Pengawasan pembiayaan
3.9.1.Prinsip pengawasan pembiayaan
1) Pencegahan dini terhadap kerugian pembiayaan dengan menciptakan
Struktur Pengendalian Intern (SPIN) yang handal dimaksudkan
disamping untuk menghilangkan atau meminimalkan peluang-peluang
penyimpangan atau sebagai alat pencegahan juga sebagai alat untuk
mendeteksi penyimpangan yang telah terjadi. Apabila pejabat atau
personil terkait telah dapat mendeteksi, maka penyimpangan tersebut
wajib ditindaklanjuti.
2) Disamping telah menciptakan SPIN yang handal, setiap pejabat terkait
wajib melakukan pengawasan secara terus menerus terhadap pelaksanaan
pembiayaan atau yang lazim dikenal dengan istilah pengawasan melekat.
116
3) Pengawasan pembiayaan juga harus dilengkapi dengan Audit Intern
terhadap semua aspek pembiayaan yang dilakukan oleh Satuan Kerja
Audit Intern (SKAI). Disamping itu bank wajib mengupayakan memiliki
personal yang kompeten, jujur, dan bertanggung jawab (fathonah,
amanah, sidiq, tabligh).
3.9.2.Objek pengawasan pembiayaan
Pengawasan dana harus meliputi semua aspek pembiayaan serta semua
objek pengawasan tanpa pengecualian, yaitu:
1) Pejabat Bank yang terkait dengan pembiayaan
Pengawasan dilakukan terhadap semua pejabat bank yang terkait dengan
pembiayaan.
2) Jenis pembiayaan
Objek pengawasan yang dilakukan harus meliputi semua jenis
pembiayaan dan termasuk pembiayaan kepada pihak-pihak yang terkait
dengan bank serta nasabah-nasabah pembiayaan besar tertentu. Khusus
terhadap pihak-pihak terkait dengan bank dan nasabah pembiayaan besar
tertentu pengawasannya harus dilaksanakan secara intensif.
4. Pembiayaan yang bermasalah
Pembiayaan yang bermasalah adalah suatu kondisi pembiayaan dimana ada
suatu penyimpangan utama dalam pembayaran kembali pembiayaan yang
menyebabkan kelambatan dalam pengembalian atau diperlukan tindakan
yuridis dalam pengembalian atau kemungkinan potential loss.
117
Atau dengan kata lain pembiayaan yang kemudian bermasalah adalah
pembiayaan yang berada pada collectibility dalam perhatian khusus, kurang
lancer, diragukan, dan macet.
4.1. Faktor penyebab pembiayaan yang bermasalah
Faktor penyebab pembiayaan yang bermasalah yang terjadi pada Bank
Syariah Mandiri Purwokerto adalah sebagai berikut:
4.1.1. Faktor Intern (Bank)
1) Aspek analisa pembiayaan
a. Kurang baiknya pemahaman atas business nasabah (nature of
business).
b. Kurang dilaksanakannya evaluasi laporan keuangan.
2) Aspek perhitungan modal kerja
Perhitungan modal kerja tidak didasarkan pada business atau usaha
nasabah.
3) Aspek sumber pengembalian
a. Proyek penjualan terlalu optimis.
b. Proyeksi penjualan tidak memperhitungkan kebiasaan business dan
kurang memperhitungkan aspek kompetitor.
4) Aspek jaminan
Tidak memperhitungkan aspek marketable dan dianggap sebagai
pelengkap tanpa memperhitungkan risiko, seandainya pembiayaan
bermasalah.
118
5) Lemahnya aspek supervisi dan monitoring
a. On desk monitoring
(1)Kurangnya dilakukan evaluasi terhadap rekening koran.
(2)Kurang perhatian atas keterlambatan pembayaran kewajiban
nasabah.
(3)Belum diterapkannya managing collectibility tentang how to
manage your account hubungannya dengan tingkat kesehatan
pembiayaan.
b. On side monitoring
Jarang berkunjung ke lokasi usaha nasabah sehingga side streaming
dan permasalahan nasabah tidak dapat di deteksi sejak awal.
4.1.2. Faktor Ekstern (Nasabah)
1) Kalah dalam persaingan usaha
2) Side streaming
3) Meninggalnya key person
4) Perceraian key person
5) Karakter tidak bagus
6) Perebutan kekuasaan
7) Peralihan jabatan
8) Miss management
4.2. Dampak pembiayaan yang bermasalah
1) Non Performing Financing (NPF) naik
2) Kualitas Aktiva Produktif naik
119
3) Modal semakin menurun
4) Kerugian semakin besar atau laba menurun
5) PPAP semakin meningkat
6) CAR dan tingkat kesehatan pembiayaan semakin menurun dan
memburuk
7) Bank dapat dilikuidasi atau TAKE OVER.
4.3. Penyelesaian Pembiayaan yang Bermasalah
4.3.1.Revitalisasi proses
Revitalisasi proses dilakukan apabila berdasarkan evaluasi ulang
pembiayaan yang dilakukan terhadap indikasi bahwa usaha nasabah masih
berjalan dan hasil usaha nasabah diyakini masih mampu memenuhi
kewajiban angsuran kepada bank
Revitalisasi proses dilakukan melalui:
1) Reschedulling, yaitu perubahan ketentuan yang hanya menyangkut
jadwal pembayaran dan atau jangka waktunya.
2) Restrukturing, yaitu perubahan sebagian atau seluruh ketentuan-
ketentuan pembiayaan termasuk perubahan maksimum saldo
pembayaran.
3) Recondition of economying, yaitu perubahan sebagian atau seluruh
ketentuan pembiayaan. Termasuk perubahan jangka waktu dan
persyaratan lainnya sepanjang tidak menyangkut perubahan maksimum
saldo pembayaran.
120
4) Bantuan managemen penyehatan pembiayaan melalui penempatan
sumber daya insani pada posisi managemen oleh bank. Hal ini dilakukan
apabila permasalahan terjadi karena kesalahan managemen, sedangkan
sumber pengembalian masih potensial.
4.3.2.Penyelesaian melalui jaminan
Penyelesaian pembiayaan bermasalah melalui jaminan secara nonlitigasi
dilakukan dengan cara off set, yaitu penyelesaian pembiayaan melalui
penyerahan jaminan secara sukarela oleh nasabah kepada bank sebagai
upaya penyelesaian pembiayaan. Langkah-langkah yang dilakukan dalam
penyelesaian pembiayaan bermasalah melalui jaminan secara nonlitigasi
adalah sebagai berikut:
a. Melakukan analisa kecukupan nilai jaminan untuk menutup seluruh
kewajiban biaya-biaya untuk proses off set (nilai beli bank).
b. Melakukan negosiasi dengan nasabah untuk pengembalian jaminan.
c. Bila nasabah ingin membeli kembali jaminan yang akan dibeli oleh bank,
maka diberikan hak opsi dengan jangka waktu berdasarkan persetujuan
kedua belah pihak.
d. Setelah mendapat persetujuan komite penyelesaian pembiayaan
dilakukan perikatan jual beli.
e. Melakukan pelunasan pembiayaan dan proses administrasi lainnya.
121
4.3.3.Penyelesaian dengan cara litigasi
Penyelesaian dengan cara litigasi adalah penyelesaian pembiayaan melalui
jalur hukum yang dilakukan melalui pengadilan. Proses litigasi pengadilan
terdiri dari:
a. Gugatan perdata
b. Gugatan pidana
c. Riil eksekusi jaminan
d. Permohonan kepailitan
5. Prinsip kehati-hatian dalam pembiayaan
5.1. Prinsip Dasar pembiayaan yang sehat
Prinsip dasar pembiayaan yang sehat dan sesuai syariah adalah mengerti,
memahami, dan menguasai prinsip-prinsip 5C’s (Character, Capital,
Capacity, Collateral, Condition of economy) dan hal-hal lain yang berkaitan
dengan:
a. Prinsip syariah terhadap usaha yang akan didanai
b. Pemahaman dan kekuasaan terhadap usaha yang didanai
c. Risiko-risiko yang akan timbul
d. Akhlaq dan moral nasabah
Prinsip-prinsip 5C tersebut yaitu:
Character
Penilaian watak calon nasabah terutama didasarkan pada hubungan yang
telah terjalin antara bank syariah dan atau UUS dengan nasabah atau calon
nasabah yang bersangkutan atau informasi yang diperoleh dari pihak lain
122
yang dapat dipercaya sehingga bank syariah dan atau UUS dapat
menyimpulkan bahwa nasabah yang bersangkutan jujur, beritikad baik, dan
tidak menyulitkan bank syariah dan atau UUS di kemudian hari.
Analisis mengenai character dalam pembiayaan musyarakah di BSM
yaitu dengan melakukan BI checking dan Bank checking untuk mengetahui
apakah nasabah mempunyai fasilitas pembiayaan di Bank lain dan apakah
pembiayaan tersebut dalam kolektibilitas lancar atau tidak. Juga melakukan
wawancara terhadap nasabah yang mengajukan pembiayaan musyarakah
serta melakukan Trade checking apabila usaha nasabah di bidang
perdagangan dapat di kroscek pada supplier dan buyer, dari hasil
pengecekan kepada pihak supplier dan buyer dapat diketahui apakah
informasi yang disampaikan nasabah itu sesuai atau tidak dengan keadaan
yang sebenarnya. Sehingga BSM Purwokerto dapat menyimpulkan bahwa
nasabah yang bersangkutan jujur, beritikad baik, dan tidak menyulitkan
BSM Purwokerto di kemudian hari.
Capital
Penilaian terhadap modal yang dimiliki calon nasabah, terutama bank
syariah dan atau UUS harus melakukan analisis terhadap posisi keuangan
secara keseluruhan, baik untuk masa yang telah lalu maupun perkiraan
untuk masa yang akan datang sehingga dapat diketahui kemampuan
permodalan calon nasabah dalam menunjang pembiayaan proyek atau usaha
calon nasabah yang bersangkutan.
123
Analisis mengenai capital dalam pengajuan pembiayaan musyarakah di
BSM Purwokerto yaitu dengan menganalisis posisi keuangan di masa lalu
dan perkiraan di waktu yang akan datang, darimana modal itu berasal.
Apabila modal diperoleh dari usaha yang bertentangan dengan syariah,
maka BSM Purwokerto tidak dapat menerima permohonan pembiayaan
musyarakah tersebut. Sehingga dapat diketahui kemampuan permodalan
calon nasabah dalam menunjang pembiayaan proyek atau usaha calon
nasabah yang bersangkutan.
Capacity
Penilaian kemampuan calon nasabah terutama bank harus meneliti
tentang keahlian nasabah dalam bidang usahanya dan atau kemampuan
manajemen calon nasabah sehingga bank syariah dan atau UUS merasa
yakin bahwa usaha yang akan dibiayai dikelola oleh orang yang tepat.
Analisis mengenai capacity dalam pengajuan pembiayaan musyarakah di
BSM Purwokerto yaitu dengan melihat keahlian nasabah dalam bidang
usahanya yaitu dengan mensyaratkan nasabah yang akan mengajukan
pembiayaan musyarakah minimal telah menjalankan usahanya selama dua
tahun. Sehingga dapat terlihat keahlian dan kemampuan nasabah dalam
menjalankan usahanya.
Collateral
Penilaian terhadap agunan, bank syariah dan atau UUS harus menilai
barang, proyek, atau hak tagih yang dibiayai dengan fasilitas pembiayaan
yang bersangkutan dan barang lain, surat berharga atau garansi risiko yang
124
ditambahkan sebagai agunan tambahan, apakah sudah cukup memadai
sehingga apabila nasabah kelak tidak dapat memenuhi kewajibannya,
agunan tersebut dapat digunakan untuk menanggung pembayaran kembali
pembiayaan dari bank syariah dan atau UUS yang bersangkutan.
Analisis mengenai collateral dalam pengajuan pembiayaan musyarakah
di BSM Purwokerto yaitu dengan menilai usaha atau proyek yang dibiayai
dengan fasilitas pembiayaan musyarakah dan barang lain, surat berharga
atau garansi risiko yang ditambahkan sebagai agunan tambahan, apakah
sudah cukup memadai sehingga apabila nasabah kelak tidak dapat
memenuhi kewajibannya, agunan tersebut dapat digunakan untuk
menanggung pembayaran kembali pembiayaan musyarakah dari BSM
Purwokerto. Plafond pembiayaan yang diberikan tidak boleh melebihi nilai
agunan. Agunan tersebut harus mudah dicairkan, tidak dalam sengketa, dan
mudah dipindahtangankan.
Condition of economy
Penilaian terhadap prospek usaha calon nasabah, bank syariah dan atau
UUS terutama harus melakukan analisis mengenai keadaan pasar, baik di
dalam maupun di luar negeri, baik untuk masa yang telah lalu maupun yang
akan datang sehingga dapat diketahui prospek pemasaran dari hasil proyek
atau usaha calon nasabah yang akan dibiayai dengan fasilitas pembiayaan.
Analisis mengenai condition of economy dalam pengajuan pembiayaan
musyarakah di BSM Purwokerto dengan melakukan analisis mengenai
keadaan pasar, baik di dalam maupun di luar negeri, baik untuk masa yang
125
telah lalu maupun yang akan datang sehingga dapat diketahui prospek
pemasaran dari hasil proyek atau usaha calon nasabah yang akan dibiayai
dengan fasilitas pembiayaan musyarakah. Menolak pengajuan pembiayaan
musyarakah untuk usaha yang bersifat sementara seperti usaha tanaman hias
dan emas batangan yang bersifat sementara, usaha yang bertentangan
dengan syariah seperti hotel (yang menyediakan tempat hiburan malam dan
minuman beralkohol), usaha yang melanggar kesusilaan, dll.
5.2. Pembiayaan yang mendapat perhatian khusus
Yang dimaksud dengan pembiayaan yang mendapat perhatian khusus
adalah pembiayaan kepada pihak-pihak terkait yang termasuk dalam
ketentuan Bank Indonesia dan nasabah besar.
Sedangkan nasabah besar adalah 25 nasabah yang menerima jumlah terbesar
dari bank diluar pihak terkait dengan bank dan kepada anak-anak
perusahaan bank.
Kebijakan pokok pembiayaan kepada pihak-pihak terkait dengan bank dan
nasabah-nasabah besar ditetapkan sebagai berikut:
1) Dalam rangka pengamanan usaha bank dan persebaran risiko, maka bank
wajib menetapkan prosentase maksimum persediaan keseluruhan
fasilitas pembiayaan yang diberikan oleh bank kepada pihak tersebut
diatas terhadap jumlah keseluruhan pembiayaan dan jumlah modal bank
berdasarkan perhitungan kewajiban penyediaan modal minimum
(KPMM) bank. Besarnya ditentukan dalam angka perbandingan yang
126
sehat sesuai dengan kondisi bank yang ditetapkan dengan Surat
Keputusan Direksi dan disetujui oleh Dewan Komisaris.
2) Dalam hal penyediaan dana melebihi jumlah prosentase sebagaimana
dimaksud pada batas 1) diatas, maka dilakukan dengan sindikasi.
3) Bank tidak menganut perbedaan kebijakan penetapan persyaratan
pembiayaan kepada pihak-pihak tersebut diatas dengan persyaratan
pembiayaan kepada nasabah-nasabah lainnya.
4) Kebijakan pembiayaan kepada pihak-pihak tersebut diatas harus
mematuhi ketentuan pembiayaan termasuk didalamnya Batas Maksimum
Pemberian Kredit (BMPK).
5.3. Batas Maksimum Pemberian Kredit (BMPK)
BMPK diatur dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/13/PBI/2006
tentang Perubahan Atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/3/PBI/2005
tentang Batas Maksimum Pemberian Kredit Bank Umum.
Adapun Batas Maksimum Pemberian Kredit dapat dirinci sebagai berikut:
1) Batas Maksimum Pemberian Kredit bagi seorang peminjam yang bukan
merupakan pihak yang terkait dengan bank ditetapkan setinggi-tingginya
20% (dua puluh persen) dari modal bank.
2) Batas Maksimum Pemberian Kredit bagi satu kelompok peminjam yang
bukan merupakan pihak yang terkait dengan bank ditetapkan setinggi-
tingginya 20% (dua puluh persen) dari modal bank.
3) Batas Maksimum Pemberian Kredit bagi pihak yang terkait dengan bank
ditetapkan setinggi-tingginya 10% (sepuluh persen) dari modal bank.
127
5.4. Pembiayaan yang harus dihindari
Pembiayaan yang harus dihindari di BSM Purwokerto adalah sebagai
berikut:
1) Pengembang Guna Pengadaan atau Pengelolaan Tanah berdasarkan SE
BI No.30/2/UK tanggal 7 Juli 1997.
2) Pembelian Saham atau Modal Kerja Kegiatan Jual Beli Saham
berdasarkan SE BI No. 23/3/UKU tanggal 28 Februari 1991.
3) Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia – PJTKI berdasarkan SE BI
No.3/03/PEM tanggal 22 Maret 2001.
4) Pengadaan Taksi atau Angkutan Bis atau Angkutan Kota atau Kios Pasar
berdasarkan SE BSM No.6/017/PEM tanggal 2 Agustus 2004.
5) Sektor Kehutanan atau Industri Kayu atau Hasil Kayu atau
Perdagangannya berdasarkan SE BSM No.7/009/PEM tanggal 4 Juli
2005.
6) Pembiayaan untuk usaha yang bersifat spekulasi (maisir) seperti
perjudian, gambling.
7) Pembiayaan yang tidak didukung informasi keuangan atau data yang
memadai.
8) Pembiayaan untuk usaha yang bersifat mudharat atau tidak sesuai syariah
Islam, seperti minuman keras, melanggar kesusilaan.
9) Pembiayaan yang memerlukan keahlian khusus yang tidak dimiliki bank.
10) Pembiayaan kepada debitur bermasalah atau macet pada bank atau
kreditur lain.
128
11) Usaha-usaha yang bersifat subhat, seperti restauran, salon, hotel, dan
pabrik rokok.
5.5. Tata Cara Penilaian Kualitas Aktiva Pembiayaan
Penilaian kualitas pembiayaan sesuai dengan penilaian kolektibilitas yang
ditetapkan oleh Bank Indonesia dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor
13/13/PBI/2011 tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bagi Bank Umum
Syariah dan Unit Usaha Syariah.
5.5.1.Pengertian
Menurut Pasal 1 angka 3 Peraturan Bank Indonesia Nomor 13/13/PBI/2011
tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bagi Bank Umum Syariah dan Unit
Usaha Syariah, yang dimaksud dengan Aktiva Produktif adalah penanaman
dana Bank baik dalam rupiah maupun valuta asing untuk memperoleh
penghasilan, dalam bentuk Pembiayaan, Surat Berharga Syariah, Sertifikat
Bank Indonesia Syariah, Penyertaan Modal, Penyertaan Modal Sementara,
Penempatan Pada Bank Lain, komitmen dan kontinjensi pada Transaksi
Rekening Administratif, dan bentuk penyediaan dana lainnya yang dapat
dipersamakan dengan itu. Sedangkan menurut Pasal 1 angka 22 Aktiva Non
Produktif adalah aset Bank selain Aktiva Produktif yang memiliki potensi
kerugian, antara lain dalam bentuk Agunan Yang Diambil Alih, properti
terbengkalai, serta Rekening Antar Kantor dan Suspense Account.
129
5.5.2.Penilaian Kualitas Aktiva Pembiayaan
Dalam Pasal 3 Peraturan Bank Indonesia Nomor 13/13/PBI/2011 tentang
Penilaian Kualitas Aktiva Bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha
Syariah menyatakan penilaian kualitas aktiva dilakukan terhadap Aktiva
Produktif dan Aktiva Non Produktif.
Dalam Pasal 8 Peraturan Bank Indonesia Nomor 13/13/PBI/2011 tentang
Penilaian Kualitas Aktiva Bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha
Syariah menyebutkan:
(1)Kualitas Aktiva Produktif dalam bentuk Pembiayaan dinilai berdasarkan:a. prospek usaha;b. kinerja (performance) nasabah; danc. kemampuan membayar.
(2)Kualitas Aktiva Produktif dalam bentuk Pembiayaan digolongkan menjadi Lancar, Dalam Perhatian Khusus, Kurang Lancar, Diragukan dan Macet.
Penilaian kualitas pembiayaan pada BSM Purwokerto sesuai dengan
penilaian kolektibilitas yang ditetapkan dalam Peraturan Bank Indonesia
yakni ditetapkan menjadi 5 (lima) golongan yaitu lancar, dalam perhatian
khusus, kurang lancar, diragukan dan macet. Selain berdasarkan Peraturan
Bank Indonesia, dasar-dasar yang digunakan dalam menentukan
penggolongan pembiayaan bermasalah disesuaikan dengan kaidah syariah
seperti yang disebutkan dalam hadist di bawah ini:
- “Al Muslimuuna ‘Ala Syurutihim”
(Kaum Muslimin itu mengikuti peraturan atau persyaratan yang
ditetapkan dengan kesepakatan bersama dan disetujui asalkan tidak
melanggar kaidah syariah).
130
- Diriwayatkan dari Aisyah r.a. Rasulullah SAW bersabda:
“Tenanglah wahai Aisyah! Allah menyukai hal itu. Bersikaplah ramah
dan sabarlah dalam setiap persoalan” (H.R. Bukhari).
5.5.3.Pelanggaran terhadap Ketentuan tentang Kualitas Aktiva
Bank dinyatakan melakukan pelanggaran terhadap ketentuan dalam
penilaian kualitas aktiva produktif apabila:
1. Penanaman dan atau penyediaan dana Bank Syariah tidak dilaksanakan
berdasarkan prinsip kehati-hatian dan memenuhi prinsip syariah.
2. Pengurus Bank Syariah tidak menilai, memantau dan mengambil
langkah-langkah antisipasi agar kualitas Aktiva senantiasa dalam
keadaan Lancar.
3. Bank Syariah tidak melakukan penilaian dan penetapan kualitas Aktiva
sesuai dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 13/13/PBI/2011 tentang
Penilaian Kualitas Aktiva Bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha
Syariah.
4. Bank Syariah tidak menyesuaikan kualitas Aktiva sesuai dengan
penilaian kualitas yang ditetapkan oleh Bank Indonesia dalam laporan-
laporan yang disampaikan kepada Bank Indonesia dan atau laporan
publikasi sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia yang
berlaku, paling lambat pada periode laporan berikutnya setelah
pemberitahuan dari Bank Indonesia.
131
5. Bank Syariah tidak menetapkan kualitas yang sama terhadap beberapa
rekening Aktiva Produktif yang digunakan untuk membiayai 1 (satu)
nasabah, dalam 1(satu) bank yang sama.
6. Tidak melakukan penilaian terhadap Kualitas Aktiva Produktif dan
Kualitas Aktiva Non Produktif secara bulanan.
7. Penanaman dana Bank Syariah dalam bentuk Aktiva Produktif tidak
didukung dengan dokumen yang lengkap.
8. Bank Syariah tidak memiliki ketentuan intern yang mengatur kriteria dan
persyaratan nasabah Pembiayaan yang wajib menyampaikan laporan
keuangan yang telah diaudit akuntan publik, termasuk aturan mengenai
batas waktu penyampaian laporan tersebut.
9. Bank syariah tidak mencantumkan Proyeksi Bagi Hasil (PBH) dan
Perubahan Proyeksi Bagi Hasil (PPBH) dalam perjanjian Pembiayaan
Mudharabah dan Musyarakah antara Bank Syariah dengan nasabah dan
tidak mendokumentasikannya secara lengkap.
10. Bank Syariah tidak melakukan langkah-langkah untuk mengurangi risiko
tidak terbayarnya pokok Pembiayaan pada saat jatuh tempo apabila
dalam pembiayaan Mudharabah disepakati tidak ada pembayaran
angsuran pokok secara berkala. Untuk Pembiayaan Musyarakah dengan
jangka waktu lebih dari 1 (satu) tahun, Bank Syariah tidak menetapkan
pembayaran angsuran pokok secara berkala sesuai dengan proyeksi arus
kas masuk (cash inflow) usaha nasabah. Bank Syariah tidak
mencantumkan pembayaran angsuran atau pelunasan pokok pembiayaan
132
Mudharabah dan pembiayaan Musyarakah dalam perjanjian pembiayaan
antara bank dengan nasabah.
11. Bank Syariah memiliki Aktiva Produktif dalam bentuk saham dan atau
Surat Berharga Syariah yang dihubungkan atau dijamin dengan aset
tertentu yang mendasari (underlying reference asset) yang berbentuk
saham.
12. Bank Syariah tidak memiliki kebijakan dan prosedur tertulis mengenai
Aktiva Non Produktif dalam bentuk AYDA, hapus buku dan hapus
tagih Pembiayaan.
13. Bank Syariah tidak melakukan upaya penyelesaian terhadap AYDA,
Properti Terbengkalai, Rekening Antar Kantor dan Suspense Account
yang dimiliki dan tidak mendokumentasikannya
14. Bank syariah tidak melakukan penilaian kembali terhadap AYDA untuk
menetapkan net realizable value dari AYDA, yang dilakukan saat
pengambilalihan agunan.
15. Bank syariah tidak melakukan identifikasi dan penetapan terhadap
Properti Terbengkalai yang dimiliki serta tidak mendokumentasikannya.
16. Bank syariah tidak membentuk PPA terhadap Aktiva Produktif berupa
Cadangan umum dan cadangan khusus dan Aktiva Non Produktif berupa
Cadangan khusus.
17. Bank syariah tidak membentuk penyusutan/amortisasi Aktiva Produktif
untuk Ijarah atau Ijarah Muntahiyah bit Tamlik sesuai dengan ketentuan
dalam PBI ini.
133
5.5.4.Sanksi
Sanksi yang dapat dijatuhkan apabila bank syariah tidak melaksanakan
ketentuan diatas adalah sanksi administratif berupa:
1. Teguran tertulis;
2. Penurunan tingkat kesehatan; dan atau
3. Penggantian pengurus
4. Membentuk PPA sebesar 100% (seratus persen) terhadap aktiva
dimaksud.
B. PEMBAHASAN
Penerapan Prinsip Kehati-hatian sebagai Implementasi Pasal 23 Undang-
undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah dalam Pemberian
Pembiayaan Musyarakah pada Bank Syariah Mandiri (BSM) Purwokerto
Dari hasil penelitian diatas, dapat dianalisa hal-hal sebagai berikut:
Menurut prinsip dalam menjalankan usahanya, bank umum dibedakan
menjadi dua, yaitu:
1. Bank Umum Konvensional
2. Bank Umum Syariah
Menurut Pasal 1 angka 3 Undang-undang Perbankan, yaitu:
Bank Umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara
konvensional dan atau berdasarkan Prinsip Syariah yang dalam kegiatannya
memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.
134
Pengertian bank syariah Pasal 1 angka 7 Undang-undang Perbankan Syariah
adalah sebagai berikut:
Bank syariah adalah bank yang menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan
prinsip syariah dan menurut jenisnya terdiri atas Bank Umum Syariah dan
Bank Perkreditan Rakyat Syariah.
Menurut Pasal 1 angka 12 Undang-undang Perbankan Syariah Prinsip
Syariah adalah:
Prinsip hukum Islam dalam kegiatan perbankan berdasarkan fatwa yang
dikeluarkan oleh lembaga yang memiliki kewenangan dalam penetapan fatwa
di bidang syariah.
Menurut Malayu S.P. Hasibuan, Bank adalah lembaga keuangan berarti bank adalah badan usaha yang kekayaannya terutama dalam bentuk aset keuangan (financial assets) serta bermotifkan profit dan juga sosial, jadi bukan hanya mencari keuntungan saja.62
Karnaen Perwataatmaja dan Muhammad Syafi’i Antonio mengatakan yang dimaksud dengan bank Islam adalah bank yang beroperasi sesuai dengan prinsip-prinsip ajaran Islam, yakni bank yang dalam beroperasinya mengikuti ketentuan-ketentuan syariah Islam khususnya yang mengatur tata cara bermuamalat secara Islam dalam tata cara bermuamalat itu dijauhi praktek-praktek yang dikhawatirkan mengandung unsur-unsur riba untuk diisi dengan kegiatan-kegiatan investasi atas dasar bagi hasil dan pembiayaan perdagangan.63
Pembiayaan musyarakah adalah salah satu bentuk pembiayaan dalam
perbankan syariah, dimana dua pihak atau lebih pemilik modal yang disebut
syarik atau shahibul maal untuk membiayai suatu jenis usaha atau masyru yang
halal dan produktif.
Menurut Menurut M. Syafi’i Antonio, pengertian pembiayaan musyarakah
adalah sebagai berikut:62 Malayu S.P. Hasibuan, Op. Cit., hal. 2.63 Rachmadi Usman, Op. Cit., hal. 10.
135
Musyarakah adalah akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu dimana masing – masing pihak memberikan kontribusi dana (atau amal/expertise) dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan risiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan.64
Pengertian musyarakah dalam penjelasan Pasal 3 Peraturan Bank Indonesia
Nomor 9/19/PBI/2007 tentang Pelaksanaan Prinsip Syariah Dalam Kegiatan
Penghimpunan Dana Dan Penyaluran Dana Serta Pelayanan Jasa Bank Syariah
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor
10/16/PBI/2008, adalah sebagai berikut:
Musyarakah adalah transaksi penanaman dana dari dua atau lebih pemilik dana dan/atau barang untuk menjalankan usaha tertentu sesuai syariah dengan pembagian hasil usaha antara kedua belah pihak berdasarkan nisbah yang disepakati, sedangkan pembagian kerugian berdasarkan proporsi modal masing-masing.
Sependapat dengan rukun dan syarat dalam pembiayaan musyarakah bahwa
pihak yang terkait haruslah cakap menurut hukum. Sutan Remy Sjahdeini
berpendapat:
Yang terkait dengan orang yang melakukan transaksi haruslah orang yang
cakap bertindak hukum.65
Terjadinya pembiayaan atau kredit harus diperjanjikan terlebih dahulu
sehingga persetujuan pemberian pembiayaan tersebut harus memenuhi syarat
sahnya perjanjian. Mengenai syarat sahnya perjanjian terdapat dalam Pasal 1320
Kitab Undang-undang Hukum Perdata, yang menyebutkan bahwa:
Untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan empat syarat, yaitu:1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya;2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan;3. Suatu hal tertentu;
64 Muhammad Syafi’i Antonio, Op. Cit., hal. 90.65 Sutan Remy Sjahdeini, Op. Cit., hal. 30.
136
4. Suatu sebab halal.
Selanjutnya dalam ketentuan kedua dalam Fatwa Dewan Syariah Nasional
Nomor 08/DSN-MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan Musyarakah menyebutkan
bahwa:
Pihak-pihak yang berkontrak harus cakap hukum.
Berdasarkan Data Nomor 1.2.3.a tentang syarat pembiayaan musyarakah
apabila dikaitkan dengan Pasal 1320 Kitab Undang-undang Hukum Perdata
tentang syarat sahnya perjanjian dan kertentuan kedua dalam Fatwa Dewan
Syariah Nasional Nomor 08/DSN-MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan Musyarakah
serta pendapat Sutan Remy Sjahdeini, maka dapat dideskripsikan bahwa para
pihak dalam perjanjian pembiayaan musyarakah di BSM Purwokerto haruslah
cakap bertindak atau cakap menurut hukum.
Dalam hal terjadi pembiayaan yang bermasalah, selain menganalisis
penyebab permasalahannya Bank Syariah wajib memberikan penilaian tentang
kualitas aktiva produktif, sesuai dengan kriterianya dan dinilai secara bulanan.
Dalam Pasal 8 Peraturan Bank Indonesia Nomor 13/13/PBI/2011 tentang
Penilaian Kualitas Aktiva Bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah
menyebutkan:
(1)Kualitas Aktiva Produktif dalam bentuk Pembiayaan dinilai berdasarkan:a. prospek usaha;b. kinerja (performance) nasabah; danc. kemampuan membayar.
(2)Kualitas Aktiva Produktif dalam bentuk Pembiayaan digolongkan menjadi Lancar, Dalam Perhatian Khusus, Kurang Lancar, Diragukan dan Macet.
Berdasarkan data nomor 5.5.2. mengenai penilaian kualitas aktiva
pembiayaan, apabila dikaitkan dengan Pasal 8 Peraturan Bank Indonesia Nomor
137
13/13/PBI/2011 tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bagi Bank Umum Syariah dan
Unit Usaha Syariah, maka dapat dideskripsikan bahwa penentuan penggolongan
aktiva produktif di BSM Purwokerto dibagi menjadi lima golongan yaitu lancar,
dalam perhatian khusus, kurang lancar, diragukan dan macet sesuai dengan
ketentuan Peraturan Bank Indonesia dan ketentuan syariah.
Dalam menjalankan usahanya, perbankan syariah diwajibkan untuk
menerapkan prinsip syariah sebagaimana ditentukan dalam Pasal 2 Undang-
undang Perbankan Syariah yaitu:
Perbankan Syariah dalam melakukan kegiatan usahanya berasaskan Prinsip
Syariah, demokrasi ekonomi, dan prinsip kehati-hatian.
Zainul Arifin menyatakan bahwa:
Bank wajib melakukan analisa dan penilaian yang terus menerus mengenai sektor ekonomi, segmen pasar, kegiatan usaha dan nasabah yang berisiko tinggi. Paling tidak bank harus menghindari melakukan kegiatan pembiayaan dan investasi pada:
- Usaha yang tidak sesuai dengan prinsip syariah;- Usaha yang bersifat spekulatif (maisir) dan mengandung ketidakpastian
yang tinggi (gharar);- Usaha yang tidak mempunyai informasi keuangan yang memadai;- Bidang usaha yang memerlukan keahlian khusus, sedang aparat bank
tidak memiliki keahlian atau menguasai bidang usaha tersebut;- Pengusaha yang bermasalah.66
Berdasarkan data nomor 3.5.3. angka 2 huruf b mengenai analisa kualitatif,
data nomor 5.4. mengenai pembiayaan yang harus dihindari, apabila dikaitkan
dengan Pasal 2 Undang-undang Perbankan Syariah dan pendapat Zainul Arifin,
dapat dideskripsikan bahwa BSM Purwokerto menerapkan prinsip syariah dalam
menjalankan usahanya.
66 Zainul Arifin, Op. Cit., hal. 48.
138
Dalam menjalankan usahanya, perbankan syariah diwajibkan untuk
menerapkan prinsip kehati-hatian sebagaimana ditentukan dalam Pasal 2 Undang-
undang Perbankan Syariah yaitu:
Perbankan Syariah dalam melakukan kegiatan usahanya berasaskan Prinsip
Syariah, demokrasi ekonomi, dan prinsip kehati-hatian.
Dalam menjalankan usahanya bank diwajibkan untuk dapat mengelola uang
yang dipercayakan oleh masyarakat yang menyimpan dananya agar memperoleh
keuntungan.
Edy Wibowo dan Untung Hendy Widodo menyatakan bahwa:
Bank wajib untuk tidak merugikan kepentingan nasabah yang mempercayakan dananya kepada bank. Dana yang tersimpan dalam bank tidak bebas begitu saja dipergunakan oleh bank, melainkan harus dipergunakan sedemikian rupa sehingga mendatangkan keuntungan dan aman bagi bank dan nasabah.67
Pasal 23 ayat (1) dan (2) Undang-undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang
Perbankan Syariah, menyebutkan:
(1) Bank Syariah dan atau UUS harus mempunyai keyakinan atas kemauan dan kemampuan calon Nasabah Penerima Fasilitas untuk melunasi seluruh kewajiban pada waktunya, sebelum bank syariah dan atau UUS menyalurkan dana kepada Nasabah Penerima Fasilitas.
(2) Untuk memperoleh keyakinan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Bank Syariah dan atau UUS wajib melakukan penilaian yang saksama terhadap watak, kemampuan, modal, agunan, dan prospek usaha dari calon Nasabah Penerima Fasilitas.
Bank syariah harus lebih berhati-hati dalam memberikan pembiayaan. Hal ini
dikarenakan produk dari bank syariah yang mempunyai kekhasan dibandingkan
dengan bank konvensional. Kekhasannya dapat menyebabkan adanya
67 Edy Wibowo dan Untung Hendy Widodo, Mengapa Memilih Bank Syariah?, Ghalia Indonesia, bogor, 2005, hal. 72.
139
penyelewengan-penyelewengan yang dilakukan oleh nasabah penerima
pembiayaan.
Menurut Muhammad Syafi’i Antonio,
Pelaksanaan prinsip kehati-hatian bank atau prudential banking regulation masih tetap merupakan landasan penting dalam operasional bank. Prinsip kehati-hatian dalam bank syariah meliputi ketentuan tentang Kualitas Aktiva Produktif (KAP), Batas Maksimum Pemberian Kredit (BMPK), tingkat kesehatan, pedoman pembiayaan, serta aspek operasional lainnya yang disusun secara bertahap menurut skala prioritas.68
Pembiayaan yang dilakukan oleh bank syariah adalah salah satu usaha
perbankan yang berisiko tinggi. Dengan demikian bank harus bersikap hati-hati
dalam memberikan pembiayaan.
Sebelum menyetujui permohonan pembiayaan yang diajukan oleh calon
nasabah, bank diwajibkan untuk melakukan analisa terhadap itikad, kemauan dan
kemampuan nasabah untuk memenuhi kewajiban yang berhubungan dengan
pembiayaan yang akan diberikan kepadanya.
Aspek yang dapat digunakan untuk melakukan penilaian pemberian
pembiayaan terhadap nasabah dapat diterapkan prinsip 5C atau the five C for
credit analysis. Pada dasarnya prinsip 5C ini dapat memberikan informasi
mengenai itikad, kemauan, dan kemampuan nasabah untuk mengembalikan
pembiayaan sesuai dengan yang sudah diperjanjikan.
Muchdarsyah Sinungan mengatakan bahwa:
Prinsip kehati-hatian bank dapat dilihat dari dua segi, yaitu segi bank sebagai badan usaha dan dari segi nasabahnya. Prinsip kehati-hatian mencakup beberapa aspek yaitu Capital, Adequancy, Assetquality, Management on risk, Earning ability, dan Liquidity sufficiency. Sedangkan prinsip kehati-hatian
68 Muhammad Syafi’i Antonio, Op. Cit., hal. 252.
140
dilihat dari segi nasabah mencakup beberapa aspek diantaranya character, capital, capacity, collateral, dan condition of economy.69
Menurut Muhammad dalam bukunya Manajemen Bank Syari’ah menyatakan
bahwa:
Prinsip analisis pembiayaan didasarkan pada rumus 5C, yaitu:1. Character artinya sifat atau karakter nasabah pengambil pinjaman2. Capacity artinya kemampuan nasabah untuk menjalankan usaha dan
mengembalikan pinjaman yang diambil.3. Capital artinya besarnya modal yang diperlukan peminjam4. Collateral artinya jaminan yang telah dimiliki yang diberikan peminjam
kepada bank5. Condition of economy artinya keadaan usaha nasabah prospek atau tidak
Prinsip 5C tersebut kadang ditambahkan 1C, yaitu Constraint artinya hambatan-hambatan yang mungkin mengganggu proses usaha.70
Selain itu Muhammad juga mengemukakan beberapa pendekatan yang
mungkin dilakukan oleh para pengelola bank syariah dalam kaitannya dengan
pembiayaan yang akan dilakukan, yaitu:
1. Pendekatan jaminan, artinya bank dalam memberikan pembiayaan selalu memperhatikan jaminan yang dimiliki oleh peminjam
2. Pendekatan karakter, artinya bank mencermati secara sungguh-sungguh terkait dengan karakter nasabah.
3. Pendekatan kemampuan pelunasan, artinya bank menganalisis kemampuan nasabah untuk melunasi jumlah pembiayaan yang telah diambil.
4. Pendekatan dengan studi kelayakan, artinya bank memperhatikan kelayakan usaha yang dijalankan oleh nasabah peminjam.
5. Pendekatan fungsi-fungsi bank, artinya bank memperhatikan fungsinya sebagai intermediery keuangan, yaitu mengatur mekanisme dana yang dikumpulkan dengan dana yang disalurkan.71
Kewajiban untuk melakukan analisa sebelum memberikan pembiayaan secara
tegas diatur dalam Pasal 8 ayat 1 Undang-undang Perbankan dan Pasal 23 ayat (1)
dan (2) Undang-undang Perbankan Syariah.
Pasal 8 ayat (1) Undang-undang Perbankan menyebutkan:69 Muchdarsyah Sinungan, Op. Cit., hal. 241.70 Muhammad, Manajemen Bank Syariah, UPP AMP YKPN, Yogyakarta, 2002, hal. 261. 71 Ibid.
141
Dalam memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah, Bank Umum wajib mempunyai keyakinan berdasarkan analisis yang mendalam atas iktikad dan kemampuan serta kesanggupan nasabah debitur untuk melunasi utangnya atau mengembalikan pembiayaan dimaksud sesuai dengan yang diperjanjikan.
Pasal 23
(3) Bank Syariah dan atau UUS harus mempunyai keyakinan atas kemauan dan kemampuan calon Nasabah Penerima Fasilitas untuk melunasi seluruh kewajiban pada waktunya, sebelum bank syariah dan atau UUS menyalurkan dana kepada Nasabah Penerima Fasilitas.
(4) Untuk memperoleh keyakinan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Bank Syariah dan atau UUS wajib melakukan penilaian yang saksama terhadap watak, kemampuan, modal, agunan, dan prospek usaha dari calon Nasabah Penerima Fasilitas.
Mengenai syarat kelayakan nasabah, Muhammad menjelaskan bahwa:
Nasabah harus memiliki status kelayakan hukum untuk melakukan kontrak:a. Berumur 21 tahun dan maksimum 55 tahunb. Berakal sehatc. Tidak dalam keadaan bangkrutd. Dalam hal nasabah sebuah PT atau badan usaha maka badan usaha
tersebut haruslah sesuai dengan syariah baik secara status organisasi maupun segenap aktivitasnya.72
Berdasarkan data nomor 3.4.1. mengenai ta’aruf dan wawancara, data nomor
3.4.2. mengenai solisitasi, data nomor 3.5.3 angka 1 mengenai analisa yuridis,
data nomor 3.5.3. angka 2 huruf b mengenai analisa kualitatif, dan data nomor
2.4.1. mengenai standar nasabah. Apabila dihubungkan dengan Pasal 8 ayat (1)
Undang-undang Perbankan, Pasal 23 Undang-undang Perbankan Syariah, serta
dihubungkan pula dengan pendapat Muhammad Syafi’i Antonio dan
Muchdarsyah Sinungan, dapat dideskripsikan bahwa BSM Purwokerto melakukan
analisa terlebih dahulu terhadap kelayakan nasabah calon debitur yang
72 Muhammad, Sistem dan Prosedur Operasional Bank Syariah, UII Press, Yogyakarta, 2001, hal. 19.
142
mengajukan permohonan pembiayaan musyarakah. Dengan demikian maka BSM
Purwokerto telah melaksanakan prinsip 5C’s tentang Character (watak) dalam
pemberian pembiayaan musyarakah.
Kemampuan nasabah untuk mengembalikan pembiayaan yang diterimanya
merupakan faktor penting dalam keberhasilan pembiayaan. Untuk menilai
kemampuan nasabah dalam memenuhi kewajiban-kewajibannya yang berkaitan
dengan pembiayaan, perlu dianalisa mengenai kelayakan usaha nasabah.
Untuk menilai layak atau tidaknya suatu usaha memperoleh pembiayaan,
dapat dilakukan melalui penilaian terhadap beberapa aspek. Aspek-aspek tersebut
diantaranya aspek umum dan manajemen, aspek teknis, aspek ekonomis dan
komersial serta aspek finansial dari nasabah.
Menurut Muchdarsyah Sinungan, aspek-aspek yang dijadikan pertimbangan
dalam pemberian kredit atau pembiayaan adalah sebagai berikut:
A. Aspek umum dan manajemen1. Bentuk, nama, dan alamat perusahaan (diteliti juga mengenai akta
pendirian dan perubahan)2. Susunan lengkap perusahaan (dilengkapi daftar riwayat hidup masing-
masing)3. Line of business (bidang usaha nasabah)1. Hubungan rekening (minimal 3 atau 6 bulan terakhir)2. Social standing para pengurus3. Jumlah pegawai (skilled and unskilled)4. Struktur organisasi
B. Aspek teknis1. Keterangan tentang peralatan produksi (termasuk kapasitas riil dengan
design capacity)2. Perkembangan usaha (produksi, penjualan, dan stok) 6 bulan terakhir3. Lokasi dan site perusahaan4. Supply bahan baku dan kontinuitas persediaan5. Rencana usaha (kapasitas yang direncanakan)
C. Aspek ekonomis dan komersial
143
1. Kondisi pemasaran dan posisi harga penjualan2. Keadaan persaingan dari perusahaan sejenis dan posisi nasabah dalam
persaingan3. Prospek pemasaran dimasa mendatang
D. Aspek finansial1. Analisis neraca dan laba rugi perusahaan2. Analisis biaya dan pendapatan73
Selain itu, Muchdarsyah Sinungan menyatakan bahwa dalam hal capacity
diteliti tentang:
1. Pengalaman dalam bisnis yang dikaitkan dengan pendidikan (umum atau kejuruan)
2. Pengalaman-pengalaman bisnisnya dalam menyesuaikan diri dengan kondisi perekonomian atau ketentuan-ketentuan pemerintah serta mengikuti kemajuan teknologi dan sistem sistem perusahaan modern
3. Bagaimana kekuatan perusahaan sekarang dalam sektor yang dijalankannya.74
Dalam bank syariah, bisnis dan usaha yang dilaksanakan tidak terlepas dari
saringan syariah. Karena itu bank syariah tidak akan mungkin membiayai usaha
yang terkandung didalamnya hal-hal yang haram.
Menurut muhammad Syafi’i Antonio, ada beberapa hal pokok yang harus
dipastikan sebelum bank syariah menyetujui pembiayaan yang diajukan oleh
nasabah debiturnya. Hal pokok tersebut diantaranya:
1. Apakah objek pembiayaan itu halal atau haram?2. Apakah proyek menimbulkan kemudharatan untuk masyarakat?3. Apakah proyek berkaitan dengan perbuatan mesum atau asusila?4. Apakah proyek berkaitan dengan perjudian?5. Apakah usaha itu berkaitan dengan industri senjata yang ilegal atau
berorientasi pada pengembangan senjata pembunuh masal?6. Apakah proyek dapat merugikan syiar Islam, baik secara langsung atau
tidak langsung?75
73 Muchdarsyah Sinungan, Op. Cit., hal. 254-255.74 Ibid., hal. 243.75 Muhammad Syafi’i Antonio, Op. Cit., hal. 198
144
Berdasarkan data nomor 3.2. mengenai prosedur pengajuan permohonan
pembiayaan, data nomor 3.3. mengenai syarat-syarat dalam pengajuan
permohonan pembiayaan, data nomor 3.5.1. mengenai evaluasi, dan data nomor
2.4.4. mengenai standar legalitas, apabila dihubungkan dengan pendapat
Muchdarsyah Sinungan dan Muhammad Syafi’i Antonio dapat dideskripsikan
bahwa BSM Purwokerto melakukan analisa terlebih dahulu terhadap kelayakan
usaha nasabah yang mengajukan permohonan pembiayaan musyarakah yang
dilakukan melalui proses wawancara dan solisitasi. Selain itu diterapkan pula
kriteria-kriteria tertentu bagi usaha nasabah yang layak menerima pembiayaan
baik dari aspek syariah maupun kondisi dan legalitas usaha. Dengan demikian
maka BSM Purwokerto telah melaksanakan prinsip 5C’s mengenai Capacity
(kemampuan) dalam pemberian pembiayaan musyarakah.
Mengenai permodalan, Malayu S.P. Hasibuan menyatakan:
Capital (modal) calon debitur perlu dianalisis mengenai besar dan struktur modalnya yang terlihat dari neraca lajur perusahaan calon debitur. Hasil analisis neraca lajur akan memberikan gambaran dan petunjuk sehat atau tidak sehatnya perusahaan. Demikian juga mengenai tingkat likuiditas, rentabilitas, solvabilitas dan struktur modal perusahaan.76
Menurut Muchdarsyah Sinungan
Penyelidikan terhadap capital atau permodalan, tidak hanya dilihat dari besar atau kecilnya modal tersebut, tetapi bagaimana distribusi modal itu ditempatkan oleh pengusaha. Cukupkah modal yang tersedia sehingga segala sumber-sumber bergerak secara efektif. Baikkah pengaturan modal itu sehingga perusahaan berjalan lancar dan maju? Berapa besar modal kerjanya? Kesemuanya ini dapat terlihat dari posisi Balance Sheet (neraca perusahaan).77
Berdasarkan data nomor 3.2. mengenai prosedur pengajuan permohonan
pembiayaan, data nomor 3.3. mengenai syarat-syarat dalam pengajuan 76 Malayu S.P.Hasibuan, Op. Cit., hal. 10777 Muchdarsyah Sinungan, Loc. Cit.
145
permohonan pembiayaan, dan data nomor 3.5.1. mengenai evaluasi, apabila
dihubungkan denga pendapat Malayu S.P. Hasibuan dan Muchdarsyah Sinungan
maka dapat dideskripsikan BSM Purwokerto melakukan analisa terhadap
permodalan dari setiap nasabah yang mengajukan permohonan pembiayaan
musyarakah dengan cara melakukan analisa terhadap dokumen keuangan nasabah
yang mengajukan pembiayaan musyarakah. Dengan demikian maka BSM
Purwokerto telah melaksanakan prinsip 5C’s mengenai Capital (modal) dalam
pemberian pembiayaan musyarakah.
Pasal 1131 Kitab Undang-undang Hukum Perdata mengatur mengenai
jaminan yang bersifat umum, yaitu segala harta atau hak kebendaan si berhutang,
baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak, baik yang sudah ada maupun
yang baru akan ada di kemudian hari, menjadi tanggungan untuk segala perikatan
perseorangan.
Dalam penjelasan Pasal 8 Undang-undang Perbankan, terdapat dua jenis
agunan, yaitu agunan pokok dan agunan tambahan. Agunan pokok adalah barang,
surat berharga atau garansi yang berkaitan langsung dengan objek yang dibiayai
dengan kredit yang bersangkutan, seperti barang-barang atau proyek- proyek yang
dibeli dengan kredit yang dijaminkan. Sedangkan agunan tambahan adalah
barang, surat berharga atau garansi yang tidak berkaitan langsung dengan objek
yang dibiayai bdengan kredit yang bersangkutan, yang ditambah dengan agunan.
PasalAgunan menurut Pasal 1 angka 23 Undang-undang Perbankan adalah
sebagai berikut:
146
Agunan adalah jaminan tambahan yang diserahkan nasabah debitur kepada
bank dalam rangka pemberian fasilitas kredit atau pembiayaan berdasarkan
Prinsip Syariah.
Agunan menurut Pasal 1 angka 26 Undang-undang Perbankan Syariah
adalah:
Agunan adalah jaminan tambahan, baik berupa benda bergerak maupun
benda tidak bergerak yang diserahkan oleh pemilik Agunan kepada Bank
Syariah dan atau UUS, guna menjamin pelunasan kewajiban Nasabah
Penerima Fasilitas.
Menurut pendapat Malayu S.P. Hasibuan agunan harus memenuhi
persyaratan, baik persyaratan hukum maupun persyaratan ekonomis. Persyaratan
yang dipenuhi adalah sebagai berikut:
1. Syarat-syarat hukum (yuridis) agunan1) Agunan harus mempunyai wujud nyata (tangiable)2) Agunan harus merupakan milik debitur dengan bukti surat-surat
autentiknya3) Jika agunan merupakan barang yang dikuasakan, pemiliknya harus
ikut menandatangani akad kredit4) Agunan sedang tidak dalam proses pengadilan5) Agunan bukan sedang dalam keadaan sengketa6) Agunan bukan yang terkena proyek pemerintah
2. Syarat-syarat ekonomis agunan1) Agunan harus mempunyai nilai ekonomis pasar2) Nilai agunan harus kebih besar daripada plafond kreditnya3) Marketability. Yaitu nilai agunan harus mempunyai pasaran yang
cukup luas atau mudah dijual4) Ascertainability of value, yaitu agunan yang diajukan debitur harus
mempunyai standar harga tertentu (harga pasar)5) Transferable, yaitu agunan yang diajukan debitur harus mudah
dipindahtangankan baik secara fisik maupun secara hukum.78
78 Malayu S.P.Hasibuan, Op. Cit., hal. 110-111.
147
Selain itu Malayu S.P. Hasibuan juga menyatakan perlu dilakukan penilaian
terhadap beberapa aspek dari barang-barang agunan, aspek tersebut adalah:
1. Aspek nilai pasar dari barang-barang agunan2. Aspek kesempurnaan agunan (kelengkapan dokumen dan integritas
agunan)3. Aspek hukum dari agunan4. Aspek teknis dan fisik dari agunan tersebut.79
Berdasarkan data nomor 3.4.1. mengenai ta’aruf dan wawancara, data nomor
3.4.2. mengenai solisitasi, data nomor 3.5.1. mengenai evaluasi, dan data nomor
4.3.2. mengenai penyelesaian pembiayaan yang bermasalah melalui jaminan,
apabila dihubungkan dengan Pasal 1131 KUHPerdata. Penjelasan Pasal 8
Undang-undang Perbankan, Pasal 1 angka 23 Undang-undang Perbankan, Pasal 1
angka 26 Undang-undang Perbankan Syariah dan pendapat Malayu S.P. Hasibuan
dapat dideskripsikan bahwa BSM Purwokerto dalam memberikan pembiayaan
musyarakah disertai pula dengan akad pemberian agunan yang bertujuan sebagai
jaminan terhadap pelunasan pembiayaan yang diterima oleh nasabah. Dengan
demikian maka BSM Purwokerto telah melaksanakan prinsip 5C’s mengenai
Collateral (jaminan) dalam pemberian pembiayaan musyarakah.
Pelunasan pembiayaan oleh nasabah penerima pembiayaan akan bergantung
pada kelangsungan usaha yang dibiayainya. Oleh sebab itu, analisa terhadap
prospek usaha dari nasabah yang mengajukan permohonan pembiayaan
merupakan faktor yang tidak boleh dilupakan oleh bank.
Menurut Muchdarsyah Sinungan,
Yang dimaksud dengan prospect adalah harapan masa depan dari bidang usaha atau kegiatan usaha si peminjam. Ini dapat diketahui dari perkembangan usaha si peminjam selama beberapa bulan/tahun, perkembangan keadaan ekonomi 79 Ibid., hal. 111.
148
perdagangan, keadaan ekonomi/perdagangan sektor usaha si peminjam, kekuatan keuangan perusahaan yang dibuat dari earning power (kekuatan pendapatan/keuntungan) masa lalu dan perkiraan masa mendatang.80
Penilaian terhadap kondisi ekonomi secara umum dimaksudkan agar bank
dapat memperkecil risiko yang mungkin timbul oleh kondisi ekonomi. Keadaan
perdagangan serta persaingan di lingkungan sektor usaha si peminjam perlu
diketahui sehingga bantuan yang diberikan akan benar-benar bermanfaat bagi
perkembangan usahanya.
Menurut Edy Wibowo dan Untung hendy Widodo,
Condition meliputi kondisi dunia usaha, prospek ekonomi, dan kepastian
hukum.81
Berdasarkan data nomor 3.3. mengenai syarat-syarat dalam pengajuan
permohonan pembiayaan, data nomor 3.4.2. mengenai solisitasi, data nomor 3.4.3.
mengenai laporan kunjungan, data nomor 3.5.3 angka 1 mengenai analisa yuridis,
data nomor 3.5.3. angka 2 huruf a mengenai analisa kuantitatif, data nomor 2.4.4.
mengenai standar legalitas, apabila dihubungkan dengan Pasal 1 angka 26
Undang-undang Perbankan Syariah dan pendapat Muchdarsyah Sinungan serta
Edy Wibowo dan Untung Hendy Widodo dapat dideskripsikan bahwa BSM
Purwokerto terlebih dahulu melakukan analisa terhadap kondisi atau prospek
usaha nasabah yang mengajukan permohonan pembiayaan musyarakah, yang
dilakukan melalui proses wawancara, solisitasi dan kunjungan langsung. Selain
itu pula melakukan analisa terhadap kondisi keuangan nasabah dan faktor-faktor
lain yang mendukung prospek usaha nasabah. Dengan demikian maka BSM
80 Muchdarsyah Sinungan, Op. Cit., hal. 242.81 Edy Wibowo dan Untung Hendy Widodo, Op. Cit., hal. 79.
149
Purwokerto telah melaksanakan prinsip 5C’s mengenai Condition of economy
(kondisi ekonomi) dalam pemberian pembiayaan musyarakah. s
Top Related