ABSTRAK
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI LUAS PENGUNGKAPAN CORPORATE GOVERNANCE DALAM LAPORAN TAHUNAN
PERUSAHAAN PERBANKAN YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA
Oleh
Nama: Andi SusetiantoNPM: 0811031020
Telephone: 085368657837E-mail: [email protected]
Pembimbing 1: Yuliansyah, S.E., M.S.A., Ph.D., Akt.Pembimbing 2: Basuki Wibowo, S.E., Akt.
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana tingkat pengungkapan corporate governance laporan tahunan perusahaan perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode tahun 2009-2011. Faktor-faktor yang diuji dalam penelitian ini adalah ukuran perusahaan, ukuran dewan komisaris, umur listing perusahaan, profitabilitas dan likuiditas.
Pengumpulan data menggunakan metode purposive sampling pada perusahaan perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode tahun 2009-2011. Sampel dalam penelitian ini sebanyak 81 perusahaan. Pendeteksi luas pengungkapan corporate governance yaitu 103 item pengungkapan.
Penelitian ini dalam menguji faktor-faktor yang berpengaruh terhadap luas pengungkapan corporate governance menggunakan regresi berganda. Dari hasil penelitian ukuran perusahaan dan ukuran dewan komisaris berpengaruh secara signifikan terhadap luas pengungkapan. Sedangkan variabel lainnya seperti umur listing perusahaan, profitabilitas dan likuiditas tidak menunjukkan pengaruh terhadap luas pengungkapan corporate governance.
Kata kunci: Corporate Governance, Pengungkapan Corporate Governance, Laporan Tahunan
ABSTRACT
FACTORS THAT INFLUENCE THE LEVEL OF CORPORATE GOVERNANCE DISCLOSURE IN ANNUAL REPORT
OF BANKING LISTED IN INDONESIA STOCK EXCHANGE
By
ANDI SUSETIANTO
This study is done to know on the level of corporate governance disclosure in annual report of banking listed in Indonesia Stock Exchange 2009-2011 periods. Factors tested in this study are company size, the size of the board of commissioners, firm age listing, profitability and liquidity. . Collecting data used a purposive sampling method in companies listed in Indonesia Stock Exchange (IDX) during the years 2009 until 2011. A total of 81 firms are used as samples in this study. There are 103 items disclosure to detect the level of corporate governance disclosure.
This study used multiple regression is used to examine the factors that influence the level of corporate governance disclosures. The result showed that the independent variables that significantly affect to corporate governance disclosure are the size of company and the size of the board of commissioners. However, firm age listing, profitability and liquidity did not show significant influence to corporate governance disclosure.
Keywords: Corporate Governance, Corporate Governance Disclosure, Annual Reports
1. PENDAHULUAN
Peran manajemen diharapkan dapat bekerja memenuhi permintaan
prinsipal. Namun, ditemui ada konflik kepentingan antara agen dan prinsipal
(Wolfhensohn, 1999). Salah satu cara untuk mengurangi konflik antara agen dan
prinsipal ini adalah dengan pengungkapan informasi oleh manajemen (agen),
dimana sejalan dengan berkembangnya isu mengenai corporate governance yang
di dalamnya terdapat prinsip transparansi dan akuntabilitas, akan meningkatkan
perhatian terhadap masalah pengungkapan pada aspek corporate governance
suatu perusahaan. Di Indonesia isu mengenai corporate governance muncul
setelah terjadinya krisis multidimensi pada pertengahan tahun 1997. Krisis ini
dimulai dengan merosotnya nilai rupiah terhadap dollar Amerika yang kemudian
menghancurkan sendi-sendi perekonomian, salah satunya pada sektor perbankan.
Menurut hasil penelitian dan laporan dari Asia Development Bank, krisis yang
terjadi di Indonesia dan runtuhnya perusahaan-perusahaan besar di dunia adalah
disebabkan oleh lemahnya pelaksanaan Good Corporate governance. Hasil
penelitian Political and Economic Risk (PERC) tahun 1999 menyatakan indeks
transparansi bisnis menunjukkan bahwa lingkungan bisnis di Indonesia relatif
tidak transparan.
Salah kelola bank yang berdampak pada terpuruknya perekonomian
nasional tersebut memberikan suatu kesadaran akan pentingnya tata kelola
perusahaan yang baik (good corporate governance). Belum diterapkannya good
corporate governance disinyalir menjadi faktor utama berkepanjangannya krisis
yang terjadi di Indonesia (Tangkilisan, 2003).
Raffles menyatakan prinsip-prinsip Good Corporate Governance mulai
menjadi perdebatan dan perbincangan hangat sejak terjadi kasus jatuhnya
perusahaan besar dunia, seperti Enron dan WorldCom di Amerika Serikat, HIH
Insurance dan One-tel di Australia pada permulaan abad ke-21, serta Parmalat di
Italia pada awal dekade 2000-an. Sejak kejadian yang sangat fantastis dalam dunia
bisnis ini membuka mata semua kalangan pebisnis dan pemerintahan betapa
pentingnya penerapan prinsip Good Corporate Governance dalam kegiatan bisnis.
Lebih lanjut, dikemukakan bahwa berdasarkan hasil penyelidikan para regulator
pemerintah dan analisis para pakar manajemen dapat disimpulkan penyebab
utama jatuhnya perusahaan-perusahaan besar itu adalah karena lemahnya
penerapan prinsip-prinsip Good Corporate Governance, di samping itu makin
terpisahnya hubungan pemegang saham dengan manajemen perusahaan.
Pengungkapan corporate governance yang ada di dalam laporan tahunan
perusahaan dibutuhkan oleh pihak-pihak di luar perusahaan yang memiliki
kepentingan di perusahaan tersebut. Penelitian Cadburry dalam Bhuiyan dan
Biswas (2007) menyatakan bahwa pengungkapan corporate governance penting
untuk dilakukan. Dengan adanya pengungkapan corporate governance yang
akurat, tepat waktu, dan terbuka, maka akan menambah nilai bagi stakeholder.
Sebaliknya, tanpa adanya pengungkapan corporate governance yang akurat, tepat
waktu, dan terbuka, para stakeholder tidak dapat mengetahui bahwa kegiatan
pengelolaan perusahaan yang dilakukan oleh manajemen benar-benar untuk
kepentingan mereka.
Perusahaan yang melakukan pengungkapan lebih luas akan dapat
menurunkan ketidaksimetrisan informasi pasar, meningkatkan akurasi ekspetasi
pasar dan dapat menarik perhatian penganalisis (Lang and Lundolm dalam Ainun
Na’im dan Fu’ad Rakhman, 2000). Sebaliknya, kebijakan pengungkapan dengan
kualitas informasi yang lebih rendah akan mengakibatkan perilaku yang oportunis
dalam pasar modal (Forker dalam Ainun Na’im dan Fu’ad Rakhman, 2000).
Luas pengungkapan pelaksanaan corporate governance dipengaruhi oleh
beberapa faktor. Penelitian Labelle dalam Kusumawati (2007) menunjukkan
bahwa terdapat dua faktor yang mempengaruhi tingkat pengungkapan corporate
governance yaitu faktor karakteristik spesifik perusahaan dan faktor corporate
governance itu sendiri. Karakteristik perusahaan di antaranya meliputi ukuran
kemampuan perusahaan memenuhi kewajiban, jumlah aset perusahaan, tingkat
likuiditas perusahaan, tipe industri, status perusahaan, dan lain sebagainya.
Karakteristik spesifik perusahaan dapat digunakan sebagai informasi oleh
investor untuk menilai tata kelola sebuah perusahaan. Sehingga karakteristik
spesifik perusahaan merupakan salah satu faktor penting bagi manajemen untuk
menciptakan tata kelola perusahaan yang baik. Untuk menentukan luas
pengungkapan corporate governance diperlukan analisis karakteristik spesifik
perusahaan untuk dapat mengetahui lebih besar biaya atau manfaat yang diperoleh
dari pengungkapan tersebut (Suripto, 1999). Dalam penelitian ini, karakteristik
spesifik perusahaan akan diperoleh dari laporan tahunan yang diterbitkan setiap
perusahaan.
Dari penelitian sebelumnya telah diperoleh hasil yang beragam mengenai
faktor-faktor yang mempengaruhi luas pengungkapan corporate governance.
Sebagai contoh, penelitian Noor Hikmah dan kawan-kawan (2011) yang meneliti
faktor-faktor yang mempengaruhi luas pengungkapan corporate governance pada
perusahaan perbankan yang listing di Bursa Efek Indonesia. Variabel independen
yang digunakan ukuran perusahaan, umur listing perusahaan, kepemilikan
dispersi, profitabilitas, dan ukuran dewan komisaris. Hasil dari penelitiannya yaitu
ukuran perusahaan, umur listing perusahaan dan ukuran dewan komisaris
berpengaruh signifikan terhadap luas pengungkapan corporate governance.
Sedangkan kepemilikan dispersi dan profitabilitas tidak berpengaruh signifikan
terhadap luas pengungkapan corporate governance. Penelitian Amilia Kartika
Rini (2010) dengan judul penelitian analisis luas pengungkapan corporate
governance dalam laporan tahunan perusahaan publik di Indonesia. Variabel
independen yang digunakan besaran perusahaan, umur listing perusahaan,
kepemilikan dispersi, perusahaan multinasional, dan ukuran dewan komisaris.
Hasil dari penelitiannya hanya besaran perusahaan yang berpengaruh signifikan
terhadap luas pengungkapan corporate governance. Penelitan Almilia dan
Retrinasari (2007) menggunakan variabel independen rasio likuiditas, rasio
leverage, rasio net profit margin, besar perusahaan, dan status perusahaan. Hasil
dari penelitiannya adalah rasio likuiditas, rasio leverage, besar perusahaan, dan
status perusahaan berpengaruh terhadap luas pengungkapan wajib. Tidak ada
variabel yang berpengaruh terhadap luas pengungkapan sukarela. Rasio likuiditas,
besar perusahaan, dan status perusahaan berpengaruh terhadap luas kelengkapan
pengungkapan wajib dan sukarela.
Penelitian ini merupakan pengembangan dari penelitian sebelumnya.
Penulis sebelumnya telah menggunakan beberapa variable faktor luas
pengungkapan corporate governance. Akan tetapi, mereka tidak
mengelompokkan variabel tersebut ke dalam karakteristik spesifik perusahaan.
Dalam analisis penulis, secara garis besar faktor-faktor luas pengungkapan
corporate governance dalam penelitian sebelumnya dikelompokkan menjadi dua
yaitu berdasarkan karakteristik perusahaan dan berdasarkan kinerja perusahaan.
Oleh karena itu, penulis ingin menguji bagaimana pengaruh faktor-faktor luas
pengungkapan corporate governance berdasarkan kelompoknya masing-masing.
Menurut Wallace et al. (1994),” ... Karakteristik berkaitan dengan kinerja
(performance) meliputi likuiditas perusahaan dan laba (profit)....” Karakteristik
yang tidak berkaitan dengan kinerja diantaranya: ukuran perusahaan, ukuran
dewan komisaris, tingkat leverage, umur listing perusahaan, proporsi pemegang
saham, status perusahaan, dan karakteristik perusahaan lainnya. Penulis juga
menambahkan faktor luas pengungkapan corporate governance lain yang juga
mempengaruhi luas pengungkapan dalam penelitian ini. Berdasarkan latar
belakang yang diuraikan di atas, tujuan dalam penelitian ini adalah: 1. untuk
menguji apakah terdapat pengaruh signifikan karakteristik spesifik perusahaan
terhadap luas pengungkapan corporate governance perusahaan, serta 2. menguji
pengaruh signifikan karakteristik perusahaan berkaitan dengan kinerja perusahaan
terhadap luas pengungkapan corporate governance perusahaan
2. LANDASAN TEORI
2.1. Luas Pengungkapan dalam Laporan Tahunan
Informasi yang diungkap di dalam laporan tahunan berisi pengungkapan
informasi keuangan dan bukan keuangan yang membantu stakeholders dalam
pengambilan keputusan. Selain digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan,
pengungkapan dalam laporan tahunan juga digunakan sebagai bentuk
akuntabilitas manajemen atas kinerjanya sebagai pengelola perusahaan kepada
investor sebagai pemilik saham perusahaan. Kusumawati (2007) menyatakan
bahwa dalam studi-studi yang telah dilakukan selama ini, pengungkapan laporan
tahunan dikelompokkan menjadi dua jenis, yaitu jenis pengungkapan umum dan
pengungkapan tertentu. Pengungkapan umum berupa pengungkapan wajib dan
pengungkapan sukarela. Pengungkapan wajib merupakan pengungkapan yang
diharuskan oleh peraturan yang berlaku dalam hal ini adalah peraturan yang
ditetapkan oleh lembaga yang berwenang, sedangkan pengungkapan sukarela
adalah pengungkapan yang melebihi dari yang diwajibkan.
Di Indonesia, Badan Pengawas Pasar Modal telah mengatur bentuk dan isi
laporan tahunan yang wajib diungkapkan melalui Keputusan Ketua Badan
Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan peraturan X.K.6 No.
KEP-134/BL/2006 tentang kewajiban penyampaian laporan tahunan bagi emiten
atau perusahaan publik. Kebijakan baru ini berlaku untuk penyusunan laporan
tahunan untuk tahun buku yang berakhir pada atau setelah 31 Desember 2006.
Dalam ketentuan umum bentuk dan isi laporan tahunan disebutkan bahwa:
“Laporan tahunan wajib memuat ikhtisar data keuangan penting, laporan dewan
komisaris, laporan direksi, profil perusahaan, analisis dan pembahasan
manajemen, tata kelola perusahaan, tanggung jawab direksi atas laporan
keuangan, dan laporan keuangan yang telah diaudit.”
2.2. Luas Pengungkapan Corporate Governance dalam Laporan Tahunan
Karim et al. dalam Bhuiyan dan Biswas (2007) berpendapat bahwa
laporan tahunan harus dipertimbangkan sebagai sumber informasi paling penting
mengenai perusahaan. Laporan tahunan berisi tentang berbagai macam informasi
mengenai perusahaan termasuk praktik good corporate governance . Dalam
Pedoman Umum Good Corporate governance Indonesia bab VII mengenai
pernyataan tentang penerapan pedoman good corporate governance dalam
prinsip dasarnya dinyatakan bahwa: “Setiap perusahaan harus membuat
pernyataan tentang kesesuaian penerapan good corporate governance dengan
Pedoman Good Corporate governance ini dalam laporan tahunannya.”
Corporate governance merupakan suatu konsep tata kelola perusahaan
untuk meningkatkan kinerja perusahaan melalui pengawasan atau pemantauan
kinerja manajemen dan menjamin pertanggungjawaban manajemen kepada pihak-
pihak yang berkepentingan (Rini, 2010). Komite Nasional Kebijakan Governance
dalam pedoman umum Good Corporate Governance Indonesia tahun 2006
mengidentifikasikan asas-asas yang menjadi penerapan corporate governance
yaitu transparansi, akuntabilitas, tanggung jawab, independensi, serta kewajaran
dan kesetaraan. Terdapat tiga dokumen yang dimiliki industri perbankan yang
dapat dijadikan acuan dalam penerapan GCG (Good Corporate Governance) bagi
bank umum di industri perbankan Indonesia, yaitu Enhancing Corporate
Governance for Banking Organization (yang diterbitkan Basel Committee tahun
2006) yang bersifat imperatif (memaksa) secara moral karena Bank Indonesia
adalah salah satu bank sentral yang tergabung di dalamnya, Pedoman Good
Corporate Governance Perbankan Indonesia yang diterbitkan KNKCG (Komite
Nasional Kebijakan Corporate Governance) pada tahun 2004 bersifat tidak
mengikat dan tidak imperatif namun bermanfaat untuk dijadikan acuan sukarela
karena sifatnya yang lebih komprehensif, dan Peraturan Bank Indonesia tentang
Pelaksanaan Good Corporate Governance pada Bank Umum (Peraturan Bank
Indonesia Nomor 8/4/PBI/2006) yang bersifat mengikat secara hukum (Abdullah,
2010).
Item-item pengungkapan yang digunakan dalam penelitian ini berupa item
yang diwajibkan dalam Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan
Lembaga Keuangan Nomor KEP/134/BL/2006 Peraturan X.K.6. Selain item yang
diwajibkan oleh BAPEPAM, penelitian ini juga menggunakan item-item yang
diperoleh dari Pedoman Umum Good Corporate Governance Indonesia yang
dikeluarkan oleh Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG), seperti pada
penelitian Rini (2010). Peneliti juga menambahkan rincian pengungkapan dari
Peraturan Bank Indonesia 2006 dan pedoman tata kelola perusahaan perbankan
Indonesia dari Komite Nasional Kebijakan Corporate Governance tahun 2004.
Berdasarkan peraturan dan pedoman tersebut, diperoleh sebanyak enam belas
point item pengungkapan yang terdiri dari pemegang saham; dewan komisaris;
dewan direksi; komite audit; komite nominasi dan remunerasi; komite manajemen
risiko; komite-komite lain yang dimiliki perusahaan; sekretaris perusahaan;
pelaksanaan pengawasan dan pengendalian internal; manajemen risiko
perusahaan; perkara penting yang dihadapi oleh perusahaan; anggota dewan
direksi dan anggota dewan komisaris; akses informasi dan data perusahaan; etika
perusahaan; tanggung jawab sosial; pernyataan penerapan good corporate
governance; dan informasi penting lainnya yang berkaitan dengan penerapan
good corporate governance. Enam belas point item ini yang akan digunakan
untuk melihat sejauh mana perusahaan telah mengungkapkan informasi mengenai
corporate governance.
2.3. Karakteristik Spesifik Perusahaan
Karakteristik spesifik perusahaan merupakan faktor yang mempengaruhi luas
pengungkapan corporate governance. Karakteristik spesifik perusahaan dapat
dikelompokkan berdasar karakteristik perusahaan dan berdasar kinerja.
Karakteristik perusahaan merupakan unsur-unsur yang dapat digunakan untuk
menilai perusahaan. Karakteristik perusahaan akan menentukan sejauh mana
pengungkapan dilakukan. Sehingga dapat diketahui lebih besar biaya atau manfaat
dari pengungkapan tersebut. Menurut Suripto (1999), karakteristik perusahaan
bertitik tolak dari pemikiran sejauh mana luas pengungkapan tergantung pada
perbandingan antara biaya dan manfaat pengungkapan tersebut dan perbandingan
biaya dan manfaat tersebut akan sangat ditentukan oleh karakteristik-karakteristik
tertentu dari perusahaan yang bersangkutan. Kinerja merupakan kemampuan
untuk mencapai hasil tertentu dengan metode tertentu dengan hasil pencapaian
yang berbeda dari waktu ke waktu. Kinerja perusahaan diartikan kemampuan
perusahaan untuk mendapatkan tujuan perusahaan yaitu laba melalui cara dan
strategi perusahaan. Kinerja perusahaan erat kaitannnya dengan kondisi keuangan
perusahaan. Kondisi keuangan perusahaan dapat diukur dengan rasio keuangan.
2.4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Luas Pengungkapan Corporate Governance
2.4.1. Ukuran Perusahaan
Ukuran perusahaan menunjukkan besar kecilnya suatu perusahaan dengan
struktur kepemilikannya. Secara umum, perusahaan besar akan mengungkapkan
informasi secara sukarela lebih banyak dibandingkan perusahaan kecil. Terdapat
beberapa argumen yang dapat menjelaskan mengapa ukuran perusahaan
berpengaruh terhadap pengungkapan informasi sukarela dalam laporan tahunan.
Perusahaan besar memiliki sumber daya yang besar. Dengan sumber daya yang
besar tersebut, perusahaan perlu dan mampu membiayai penyediaan informasi
untuk keperluan internal. Perusahaan besar berkemungkinan memperoleh
keuntungan-keuntungan dengan mengungkapkan informasi tambahan secara
sukarela yang memadai dalam laporan tahunannya, misalnya kemudahan untuk
memasarkan saham dan kemudahan memperoleh dana dari pasar modal.
Sedangkan perusahaan kecil umumnya sulit untuk mendapatkan dana dari pasar
modal, mengingat pembatasan ukuran aset bila terjun ke bursa, sehingga
perusahaan kecil tidak dapat menikmati keuntungan dari pengungkapan informasi
yang memadai. Perusahaan besar mungkin juga lebih kompleks dan mempunyai
dasar pemilikan yang lebih luas dibanding perusahaan kecil (Tristanti, 2012).
2.4.2. Ukuran Dewan Komisaris
Ukuran dewan komisaris merupakan jumlah anggota dewan komisaris
yang dimiliki oleh perusahaan, terdiri dari komisaris utama, komisaris
independen, dan komisaris. Kedudukan masing-masing anggota dewan komisaris,
termasuk komisaris utama adalah setara. Pada teori agensi, dewan komisaris
dibutuhkan untuk memonitor dan mengendalikan tindakan manajer karena
perilaku oportunisnya (Jensen dan Mecking, 1976). Dewan komisaris sebagai
organ perusahaan bertugas dan bertanggung jawab untuk melakukan pengawasan
dan memberi nasihat kepada dewan direksi serta memastikan bahwa perusahaan
melaksanakan good corporate governance (KNKG, 2006). Akan tetapi, dewan
komisaris tidak diperbolehkan untuk ikut serta dalam mengambil keputusan
operasional.
2.4.3. Umur Listing Perusahaan
Umur listing perusahaan merupakan lamanya perusahaan beroperasi
menjadi perusahaan publik (Bhuiyan dan Biswas, 2007). Perusahaan dengan umur
yang lebih lama akan memiliki pengalaman yang lebih banyak dalam
mempublikasikan laporan tahunan. Hal ini dikarenakan perusahaan tersebut lebih
mengetahui kebutuhan penggunanya dan informasi yang lebih detail mengenai
perusahaan yang harus dibuka kepada pihak-pihak di luar manajemen yang
berkepentingan terhadap perusahaan.
2.4.4. Profitabilitas
Profitabilitas menggambarkan kinerja perusahaan atau kemampuan
perusahaan dalam menghasilkan keuntungan. Muhamad et al. (2009) dalam
Pramono (2011) menyatakan bahwa perusahaan dengan profitabilitas yang tinggi
lebih cenderung mengungkap lebih banyak informasi. Informasi ini berguna bagi
posisi perusahaan. Meningkatnya profitabilitas disebabkan oleh meningkatnya
sumber pendanaan dan kapasitas perusahaan. Meningkatnya sumber pendanaan
dikarenakan meningkatnya jumlah pemangku kepentingan seperti investor, yang
percaya pada manajemen perusahaan sebagai pihak yang mengungkap informasi
perusahaan khususnya mengenai corporate governance sebagai rasa tanggung
jawab atas penggunaan dana pemangku kepentingan oleh perusahaan. Menurut
Aljifri dan Hussainey (2007) profitabilitas memiliki pengaruh yang signifikan
terhadap praktik pengungkapan dalam laporan tahunan.
2.4.5. Likuiditas
Likuiditas merupakan rasio yang mengukur kemampuan bank dalam
memenuhi kewajiban jangka pendeknya. Bank dikatakan likuid jika mampu
memenuhi kewajiban keuangan tepat pada waktunya dan mempunyai alat
pembayaran ataupun aktiva lancar yang lebih besar daripada hutang jangka
pendek. Kreditur jangka pendek lebih memperhatikan prospek perusahaan dalam
membayar kewajiban jangka pendek. Kreditur ini lebih tertarik pada aliran kas
dan manajemen modal kerja dibandingkan dengan besar laba akuntansi yang
dilaporkan perusahaan (Tristanti, 2012). Tingkat likuiditas yang tinggi akan
menunjukkan kuatnya kondisi keuangan perusahaan.
2.5. Pengembangan Hipotesis
Dalam teori keagenan, dijelaskan bahwa perusahaan besar merupakan
entitas yang banyak diperhatikan oleh pasar maupun publik secara umum
(Marwata, 2001). Sebagai wujud akuntabilitas manajemen kepada publik, maka
perusahaan besar akan mengungkapkan informasi yang lebih banyak
dibandingkan dengan perusahaan kecil. Ini sejalan dengan pendapat Jensen dan
Meckling (1976) yang menyatakan bahwa perusahaan besar akan mengungkapkan
informasi yang lebih banyak dalam rangka mengurangi biaya keagenan. Dalam
penelitian ini, ukuran perusahaan diukur dengan asset perusahaan. Berdasarkan
uraian di atas, maka dapat dirumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut:
H1: Ukuran perusahaan berpengaruh positif terhadap luas pengungkapan
corporate governance .
Jensen dan Meckling (1976) menyatakan bahwa dewan komisaris
dibutuhkan untuk memonitor dan mengendalikan tindakan manajemen karena
perilaku oportunitisnya. Coller dan Gregory (dalam Sembiring, 2005) menyatakan
bahwa semakin besar jumlah anggota dewan komisaris, maka akan semakin
mudah untuk mengendalikan dan mengawasi kinerja manajer secara efektif. Oleh
karena itu, pengungkapan yang dilakukan oleh manajemen juga akan semakin
besar. Penelitian serupa juga dilakukan oleh Arifin (dalam Sembiring, 2005) yang
menunjukkan bahwa dewan komisaris berpengaruh positif terhadap luas
pengungkapan. Hasil penelitian Hikmah dkk. (2011) pun juga menunjukkan
bahwa ukuran dewan komisaris berpengaruh positif terhadap luas pengungkapan
corporate governance dalam laporan tahunan pada perusahaan perbankan.
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dirumuskan hipotesis penelitian sebagai
berikut:
H2: Ukuran dewan komisaris berpengaruh positif terhadap luas pengungkapan
corporate governance .
Yularto dan Chariri (2003) berpendapat bahwa umur perusahaan
berpengaruh positif terhadap luas pengungkapan. Perusahaan yang sudah berdiri
lebih lama diasumsikan telah memiliki banyak stakeholders. Hal ini menyebabkan
perusahaan mengungkapkan informasi seluas-luasnya sebagai wujud dari
tanggung jawab perusahaan kepada stakeholders. Di sisi lain, stakeholders juga
menuntut perusahaan untuk mengungkapkan informasi secara detail agar dapat
digunakan untuk mengetahui kondisi perusahaan sebenarnya. Berdasarkan uraian
di atas, dapat dirumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut:
H3: Umur listing perusahaan berpengaruh positif terhadap luas pengungkapan
corporate governance .
Profitabilitas menggambarkan kinerja perusahaan dalam menghasilkan
keuntungan. Muhamad et al. (2009) dalam Pramono (2011) menyatakan bahwa
perusahaan dengan profitabilitas yang tinggi lebih cenderung mengungkap lebih
banyak informasi. Informasi ini berguna bagi posisi perusahaan. Meningkatnya
profitabilitas disebabkan oleh meningkatnya sumber pendanaan dan kapasitas
perusahaan. Meningkatnya sumber pendanaan dikarenakan meningkatnya jumlah
pemangku kepentingan seperti investor, yang percaya pada manajemen
perusahaan sebagai pihak yang mengungkap informasi perusahaan khususnya
mengenai corporate governance sebagai rasa tanggung jawab manajemen atas
penggunaan dana pemangku kepentingan oleh perusahaan. Menurut Aljifri dan
Hussainey (2007) profitabilitas memiliki pengaruh yang signifikan terhadap
praktik pengungkapan dalam laporan tahunan. Berdasarkan analisis dan temuan di
atas, maka hipotesis penelitian dapat dirumuskan sebagai berikut:
H4: Profitabilitas berpengaruh positif terhadap luas pengungkapan corporate
governance .
Likuiditas merupakan rasio yang mengukur kemampuan perusahaan dalam
memenuhi kewajiban jangka pendeknya kepada kreditur jangka pendek (Prastowo
dan Juliati, 2002). Tingkat likuiditas yang tinggi akan menunjukkan kuatnya
kondisi keuangan perusahaan. Perusahaan semacam ini cenderung melakukan
pengungkapan informasi secara sukarela yang lebih luas kepada pihak luar karena
ingin menunjukkan bahwa perusahaan itu kredibel (Cooke, 1989) dalam (Fitriani,
2001). Perusahaan yang likuiditasnya baik cenderung lebih siap mengungkapkan
informasi lebih banyak. Hal itu berdasarkan pada perusahaan yang likuiditasnya
tinggi berarti kondisi keuangannya juga baik, sehingga jika informasi itu diketahui
oleh publik maka akan menunjukkan kinerja perusahaan yang juga baik.
Berdasarkan analisis dan temuan di atas, maka hipotesis penelitian dapat
dirumuskan sebagai berikut:
H5: Likuiditas berpengaruh positif terhadap luas pengungkapan corporate
governance .
3. METODE PENELITIAN
3.1. Populasi dan Sampel
Populasi penelitian adalah keseluruhan dari obyek penelitian yang akan
diteliti. Dalam penelitian ini yang menjadi populasi adalah perusahaan perbankan
yang sahamnya terdaftar di BEI (Bursa Efek Indonesia) tahun 2009 - 2011.
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder, yaitu
berupa laporan tahunan perusahaan publik tahun 2009 - 2011. Sumber data yang
digunakan merupakan publikasi laporan tahunan dan laporan keuangan masing-
masing perusahaan yang terdaftar dalam Bursa Efek Indonesia yang diperoleh di
alamat situs www.idx.co.id, Indonesian Capital Market Directory (ICMD) dan
alamat website masing-masing perusahaan perbankan.
Penelitian ini menggunakan metode content analysis untuk menentukan
jumlah pengungkapan corporate governance pada perusahaan yang diteliti.
Content analysis dilakukan dengan membaca laporan tahunan setiap perusahaan
sampel dengan memberi kode informasi yang terkandung di dalamnya. Teknik
pemilihan sampel yang digunakan adalah purposive sampling, dengan kriteria
sebagai berikut:1. Perusahaan yang listing di Bursa Efek Indonesia selama periode
tahun 2009 - 2011, 2. Perusahaan yang secara berturut-turut menyediakan laporan
tahunan dan laporan keuangan tahunan di Bursa Efek Indonesia per 31 Desember
periode tahun 2009 – 2011, serta 3. data yang tersedia adalah lengkap, yaitu data
yang diperlukan untuk mendeteksi pengungkapan corporate governance.
Selama periode tahun 2009 - 2011 terdapat 31 perusahaan yang terdaftar
sebagai emiten di BEI, namun selama periode tahun tersebut terdapat empat
perusahaan yang tidak menyertakan laporan tahunannya secara lengkap yaitu
BSIM (Bank Sinarmas Tbk.), BNLI (Bank Permata Tbk.), BJBR (Bank
Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten Tbk.), dan BJTM (Bank
Pembangunan Daerah Jawa Timur Tbk.). Maka, sampel dalam penelitian ini
diperoleh 27 perusahaan.
3.2. Operasional Variabel Penelitian
3.2.1. Variabel Independen
Faktor-faktor luas pengungkapan yang berkaitan dengan karakteristik perusahaan
yaitu
a) Ukuran Perusahaan
Ukuran perusahaan menunjukkan besar kecilnya suatu perusahaan.
Dalam penelitian ini, ukuran perusahaan yang diproksikan dengan total
asset perusahaan menggambarkan kekayaan perusahaan. Total aset
perusahaan kemudian diubah dalam bentuk natural log agar data yang
didapat tidak terlalu besar.
Ukuran perusahaan = Ln total asset
b) Ukuran Dewan Komisaris
Pengukuran dewan komisaris dalam penelitian ini yaitu jumlah
anggota dewan komisaris dalam perusahaan, yang terdiri dari komisaris
utama, komisaris independen, dan komisaris.
c) Umur Listing Perusahaan
Umur listing menggambarkan lamanya perusahaan berdiri dalam
menjalankan operasinya. Variabel ini diukur menggunakan umur
perusahaan yang merupakan selisih tahun sampel (tahun pada laporan
tahunan perusahaan) dengan tahun first issue (tahun perusahaan terdaftar
di Bursa Efek Indonesia). (Bhuiyan dan Biswas, 2007).
Umur listing = jumlah tahun sejak perusahaan didirikan
Faktor-faktor luas pengungkapan yang berkaitan dengan kinerja
perusahaan yaitu
d) Profitabilitas
Dalam penelitian ini profitabilitas diukur dengan mengguanakan
net interest margin (NIM). Rasio ini menggambarkan tingkat jumlah
pendapatan bunga bersih yang diperoleh dengan aktiva produktif yang
dimiliki bank. Dari besarnya rasio ini dapat dilihat bagaimana kemampuan
bank dalam memaksimalkan pengelolaan terhadap aktiva yang bersifat
produktif untuk melihat seberapa besar perolehan pendapatan bunga bersih
yang diperoleh. Semakin tinggi rasio semakin meningkat pendapatan
bunga atas aktiva produktif yang dikelola oleh bank sehingga manajemen
bank telah dianggap bekerja dengan baik yang mengindikasikan
kemungkinan suatu bank berada dalam kondisi bermasalah semakin kecil.
Perhitungan profitabilitas dalam penelitian ini adalah dengan
menggunakan net interest margin (NIM) yaitu dengan membagi
pendapatan bersih dengan total asset.
NIM = pendapatan bunga-biaya bunga
total asset
e) Likuiditas
Perhitungan likuiditas yang akan dilakukan dalam penelitian ini
adalah dengan menggunakan loan to deposit ratio (LDR). LDR
merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan bank
dalam membayar kembali penarikan dana yang dilakukan deposan dengan
mengandalkan kredit yang diberikan sebagai sumber likuiditasnya. Dalam
pelaporan tahunan bank, alat ukur likuiditas yang dipakai adalah loan to
deposit ratio. LDR membandingkan seberapa besar bank menyalurkan
dana yang didapat dari pihak ketiga untuk operasional jangka panjangnya.
Semakin tinggi LDR menunjukkan semakin buruk kondisi likuiditas bank,
karena penempatan kredit juga dibiayai dari dana pihak ketiga yang
sewaktu-waktu dapat ditarik. LDR yang besarnya lebih dari 115 % akan
membahayakan kondisi likuiditas bank.
Perhitungan likuiditas yang akan dilakukan dalam penelitian ini adalah
dengan menggunakan loan to deposit ratio (LDR) yaitu dengan membagi
kompisisi jumlah kredit yang diberikan dengan jumlah dana masyarakat
dan modal sendiri yang digunakan (Kasmir, 2008).
LDR = total kredit x 100%
total deposit + modal
3.2.2 Variabel Dependen
Variabel dependen dalam penelitian ini adalah pengungkapan corporate
governance pada laporan tahunan perusahaan. Sebuah indeks pengungkapan
dibentuk sebagai standar untuk mengukur tingkat pengungkapan corporate
governance pada perusahaan publik yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.
Penentuan indeks pengungkapan ini berdasarkan pada informasi yang
diungkapkan oleh perusahaan dalam laporan tahunan perusahaan mereka untuk
stakeholders. Variabel dependen diwakili dengan tingkat pengungkapan dalam
laporan tahunan pada perusahaan. Tingkat pengungkapan menunjukkan seberapa
banyak item pengungkapan yang diungkap perusahaan.
Metode yang digunakan untuk membuat indeks pengungkapan corporate
governance adalah mengaplikasikan indeks tidak tertimbang dengan
menggunakan nilai dikotomis, yaitu nilai 1 untuk item yang diungkapkan dan nilai
0 untuk item yang tidak diungkapkan. Item-item pengungkapan yang digunakan
dalam penelitian ini diperoleh dari lampiran Keputusan Ketua Badan Pengawas
Pasar Modal dan Lembaga Keuangan dalam peraturan X.K.6. Nomor:
KEP/134/BL/2006 dan Pedoman Umum Good Corporate governance Indonesia
yang dikeluarkan oleh Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG), seperti
pada penelitian Rini (2010) serta Peraturan Bank Indonesia 2006 dan Pedoman
Tata Kelola Perusahaan Perbankan Indonesia dari Komite Nasional Kebijakan
Corporate governance tahun 2004. Berdasarkan peraturan dan pedoman tersebut,
diperoleh sebanyak enam belas point item pengungkapan yang terdiri dari
pemegang saham; dewan komisaris; dewan direksi; komite audit; komite
nominasi dan remunerasi; komite manajemen risiko; komite-komite lain yang
dimiliki perusahaan; sekretaris perusahaan; pelaksanaan pengawasan dan
pengendalian internal; manajemen risiko perusahaan; perkara penting yang
dihadapi oleh perusahaan; anggota dewan direksi dan anggota dewan komisaris;
akses informasi dan data perusahaan; etika perusahaan; tanggung jawab sosial;
pernyataan penerapan good corporate governance; dan informasi penting lainnya
yang berkaitan dengan penerapan good corporate governance .
Berdasarkan penelitian Bhuiyan dan Biswas (2007), indeks pengungkapan
corporate governance pada laporan tahunan perusahaan dapat dihitung
manggunakan rumus sebagai berikut:
IPCG = Total skor item yang diungkapkan perusahaan
Skor maksimum yang seharusnya diungkap perusahaan
3.3. Teknik Analisis Data
3.3.1. Uji Regresi
Alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis regresi
linear berganda. Analisis ini merupakan analisis yang digunakan untuk mencari
adanya hubungan antara dua variabel independen atau lebih terhadap satu variabel
dependen. Pengujian ini untuk mengetahui arah dan intensitas pengaruh antara
variabel independen dengan variabel dependen. Arah yang ditunjukan oleh tanda
positif atau negatif pada koefisien regresi, sedangkan intensitasnya ditunjukan
oleh besarnya koefisien regresi. Secara matematis model persamaan regresi
dirumuskan sebagai berikut:
IPCG = a + b1aset + b2kom + b3umur + b4profit + b5liquid + e
IPCG = indeks pengungkapan corporate governance
Aset = ukuran perusahaan
Kom = ukuran dewan komisaris
Umur = umur listing perusahaan
Profit = profitabilitas
Liquid = likuiditas
a = konstanta
e = standar error
3.3.2. Uji Asumsi Klasik
Sebelum suatu model regresi linier digunakan, pengujian asumsi klasik
perlu dilakukan supaya terpenuhinya asumsi-asumsi yang mendasari model
regresi linear sehingga tidak terjadi kebiasan pada hasil pendugaan. Model regresi
juga dilakukan uji BLUE (Best Linear Unbiased Estimator) untuk memastikan
tidak terdapat heteroskedastistas, tidak terdapat multikolinearitas, dan tidak
terdapat autokorelasi (Ghazali, 2007). Sehingga, model regresinya akan dapat
dijadikan alat estimasi yang tidak bias karena telah memenuhi persyaratan
unbiased linear estimator dan memiliki varian minimum. Oleh karena itu uji
asumsi klasik perlu dilakukan. Pengujian-pengujian yang dilakukan adalah
sebagai berikut: 1.uji normalitas data dilakukan untuk mengetahui apakah data
berdistribusi normal atau tidak. Normalitas data diuji dengan menggunakan
kolmogorov-smirnov dengan level of significant 5%. Jika nilai p-value lebih besar
dari 5% maka Ho diterima karena data berdistribusi normal, begitu juga
sebaliknya apabila nilai Asymp. Sig. (2-tailed) atau p-value kurang dari 0,05,
maka Ho ditolak. Hal ini berarti data residual terdistribusi tidak normal, 2. uji
multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi ditemukan adanya
korelasi antar variabel bebas. Untuk melihat apakah ada kolinearitas dalam penelitian ini,
maka akan dilihat dari variance inflation factor multikolinearitas (VIF). Nilai VIF yang
diperkenankan adalah 10, jika nilai VIF lebih dari 10 maka dapat dikatakan terjadi
multikolinearitas, yaitu terjadi hubungan yang cukup besar antara variabel-variabel bebas,
3. uji heteroskedastisitas bertujuan menguji apakah dalam model regresi terjadi
ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain.
Jika variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain tetap, maka
disebut homoskedastisitas dan jika berbeda disebut heteroskedastisitas.
Heteroskedastisitas terjadi karena perubahan situasi yang tidak tergambarkan
dalam spesifikasi model regresi. Cara memprediksi ada tidaknya
heteroskedastisitas dapat dilihat dari pola gambar scatterplot model. Menurut
Ghazali (2006) dasar analisis heteroskedastisitas: a. jika ada pola tertentu, seperti
titik-tititk yang ada membentuk pola tertentu yang teratur (bergelombang, melebar
kemudian menyempit), maka mengindikasikan telah terjadi heteroskedastisitas, b.
jika tidak ada pola yang jelas, serta titik-titik menyebar di atas dan dibawah angka
0 pada sumbu Y, maka tidak terjadi heteroskedastisitas. Model regresi yang baik
adalah yang homoskedastisitas atau tidak terjadi heteroskedastisitas, serta 4. uji
autokolerasi bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi linear ada
korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan
pengganggu pada periode t-1 (sebelumnya). Jika terjadi korelasi, maka dikatakan
ada problem autokorelasi. Autokorelasi muncul karena observasi yang berurutan
sepanjang waktu berkaitan satu sama lainnya.
3.3.3. Uji Hipotesis
Secara statistik, ketepatan fungsi regresi sampel dalam menaksir nilai aktual
dapat diukur dari nilai koefisien determinasi, nilai statistik F, dan nilai statistik t.
Perhitungan statistik disebut signifikan secara statistik apabila nilai uji statistiknya
berada dalam daerah kritis (daerah dimana Ho ditolak). Sebaliknya disebut tidak
signifikan jika nilai uji statistiknya berada dalam daerah dimana Ho diterima.
1. Uji Koefisien determinasi (R2) pada intinya mengukur seberapa jauh
kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel dependen. Nilai koefisien
determinasi adalah antara nol dan satu. Nilai R2 yang kecil berarti kemampuan
variabel-variabel independen dalam menjelaskan variasi variabel dependen amat
terbatas. Nilai yang mendekati satu berarti variabel-variabel independen
memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variasi
variabel dependen. Kelemahan mendasar penggunaan koefisien determinasi
adalah bias terhadap jumlah variabel independen yang dimasukkan kedalam
model. Sehingga banyak peneliti yang menganjurkan untuk menggunakan nilai
adjusted R2 pada saat mengevaluasi mana model regresi terbaik. Dalam kenyataan
nilai adjusted R2 dapat bernilai negatif, namun menurut Gujarati (2003) jika dalam
uji empiris didapat nilai adjusted R2 negatif maka nilai adjusted R2 dianggap
bernilai nol. Sehingga jika nilai adjusted R2 yang kecil berarti kemampuan
variabel-variabel independen dalam menjelaskan variasi variabel dependen amat
terbatas. Nilai yang mendekati satu berarti variabel-variabel independen
memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variasi
variabel dependen.
2. Uji kofisien regresi untuk mengetahui pengaruh dari signifikasi dari masing-
masing variabel independen terhadap variabel dependen perlu dilakukan uji
parsial. Pengujian hipotesis terhadap koefisien regresi dilakukan dengan
menggunakan uji-t pada tingkat keyakinan 95% dengan tingkat kesalahan analisis
(α) 5%. Apabila sig > 0,05, maka Ha/hipotesis ditolak, dan sebaliknya jika sig <
0,05, maka Ha diterima.
3. Uji Statistik F-Pengujian ini dilakukan untuk menguji kelayakan model regresi
yang digunakan, sehingga nilai koefisien regresi secara bersama-sama dapat
diketahui. Tujuan uji F adalah untuk mengetahui pengaruh bersama-sama variabel
independen terhadap variabel dependen. Jika signifikansi > 0,05 maka hipotesis
ditolak (koefisien regresi tidak signifikan). Ini berarti bahwa secara bersama-sama
variabel independen tidak mempunyai pengaruh signifikan terhadap variabel
dependen. Jika signifikansi < 0,05 maka hipotesis tidak dapat ditolak (koefisien
regresi signifikan). Ini berarti bahwa secara bersama-sama variable independen
mempunyai pengaruh signifikan terhadap variabel dependen.
4. ANALISIS DAN PEMBAHASAN
4.1. Uji Asumsi Klasik
Grafik histogram membentuk lonceng atau pola distribusi normal dan pada
uji normal probabiliti plot penyebaran titik-titik berada di sekitar garis diagonal
dan searah garis diagonal. Uji Kolmogorov Smirnouv terhadap data residual
menunjukkan bahwa besarnya Asymp. Sig (2-tailed) sebesar 0,488 diatas tingkat
signifikansi 0,05. Berdasarkan analisis grafik dan statistik di atas dapat diketahui
bahwa model regresi telah memenuhi asumsi normalitas. Hasil pengujian
tolerance menunjukkan bahwa tidak ada variabel independen yang memiliki nilai
tolerance kurang dari 0,10 (10%). Hasil perhitungan VIF juga menunjukkan
bahwa tidak ada variabel independen yang memiliki nilai VIF lebih dari 10. Oleh
karena itu, dapat disimpulkan bahwa tidak ada multikolinearitas antara variabel
independen dalam model regresi. Pada uji heteroskedastisitas ditunjukkan dengan
menggunakan grafik Scatter Plot antara variabel dependen (SRESID) dan variabel
residualnya (ZPRED). Pada grafik Scatter Plot terlihat titik-titik yang tersebar
secara acak, tidak membentuk suatu pola tertentu yang jelas, serta tersebar baik di
atas maupun di bawah angka 0 (nol) pada sumbu Y. Hal ini berarti tidak terjadi
heteroskedastisitas pada model regresi, sehingga model regresi layak dipakai
untuk memprediksi pengungkapan corporate governance perusahaan. Untuk
mengetahui adanya autokorelasi dalam suatu model regresi dilakukan melalui
pengujian terhadap nilai uji Durbin Watson (Uji DW). Diketahui D-W sebesar
1,585 dari jumlah sampel 81 dengan variabel berjumlah 5 (n = 81, k = 5) dan
tingkat signifikansi 0,05. Dengan data tersebut maka batas dL = 1,5109 dan dU =
1,7720.
4.2. Pengujian Model Regresi dan Koefisien Determinasi
Dari hasil pengujian ANOVA atas uji F, terlihat bahwa nilai F = 13,860
dengan probabilitas signifikansi sebesar 0,000. Karena probabilitas signifikansi
lebih kecil dari 0,05, maka dapat disimpulkan bahwa secara simultan atau
bersama-sama pengungkapan corporate governance dapat dijelaskan oleh variabel
ukuran perusahaan (lnaset), ukuran dewan komisaris (kom), umur listing
perusahaan (umur), profitabilitas (profit), dan likuiditas (liquid).
Diketahui bahwa koefisien determinasi yang ditunjukkan dengan nilai
adjusted R Square sebesar 0,446. Hal ini berarti bahwa 44,6% variasi indeks
pengungkapan corporate governance dapat dijelaskan secara signifikan oleh
ukuran perusahaan (lnaset), ukuran dewan komisaris (kom), umur listing
perusahaan (umur), profitabilitas (profit), dan likuiditas (liquid). Sedangkan
55,4% indeks pengungkapan corporate governance dapat dijelaskan oleh variabel
lain.
4.3. Pengujian Hipotesis
Tabel 1Hasil Uji-t Statistik
Model
Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients
T Sig.B Std. Error Beta
1 (Constant) -.792 .316 -2.504 .014
Lnaset .037 .011 .464 3.489 .001
Kom .023 .011 .274 2.062 .043
Umur -.002 .002 -.105 -.988 .327
Profit -.002 .006 -.028 -.271 .787
Liquid .002 .001 .194 1.667 .100
Berdasarkan hasil output SPSS, diperoleh persamaan fungsi regresi linear
berganda sebagai berikut:
IPCG = -0,792 + 0,037lnaset + 0,023kom - 0,002umur - 0,002profit + 0,002liquid
+ e
Pada tabel 1 nilai konstanta sebesar -0,792 menunjukkan jika variabel
independen dianggap konstan, maka indeks pengungkapan sebesar -0,792.
Hipotesis pertama
Hasil pengujian untuk variabel ukuran perusahaan menunjukkan bahwa
ukuran perusahaan (lnaset) probabilitas signifikansinya sebesar 0,001. Dengan
nilai signifikansi lebih kecil dari 0,05, maka dapat disimpulkan bahwa H1
diterima sehingga ukuran perusahaan berpengaruh positif secara signifikan
terhadap luas pengungkapan corporate governance. Hasil ini konsisten dengan
penelitian Kusumawati (2007) yang menunjukkan bahwa ukuran perusahaan
berpengaruh positif secara signifikan terhadap pengungkapan corporate
governance. Akan tetapi, hasil tersebut tidak konsisten dengan penelitian
Murtanto dan Elvina (2005), yaitu bahwa variabel ukuran perusahaan tidak
berpengaruh terhadap pengungkapan. Perusahaan besar merupakan entitas yang
banyak disorot oleh pasar maupun publik secara umum sehingga mengungkapkan
lebih banyak informasi merupakan bagian dari upaya perusahaan untuk
mewujudkan akuntabilitas publik. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa
semakin besar perusahaan akan mendorong peningkatan luas pengungkapan
corporate governance. Sebaliknya, semakin kecil perusahaan, maka terjadi pula
penurunan pada luas pengungkapan corporate governance. Koefisien ukuran
perusahaan sebesar 0,037 artinya jika ukuran perusahaan mengalami kenaikan
sebesar 1% sedangkan variabel independen lain dianggap konstan, maka luas
pengungkapan akan meningkat sebesar 0,037%.
Hipotesis kedua
Variabel ukuran dewan komisaris (kom) probabilitas signifikansinya
sebesar 0,043. Dengan nilai signifikansi lebih kecil dari 0,05, maka dapat
disimpulkan bahwa H2 diterima sehingga ukuran dewan komisaris berpengaruh
positif secara signifikan terhadap luas pengungkapan corporate governance. Hasil
ini konsisten dengan penelitian Sembiring (2005) yang menemukan bahwa ukuran
dewan komisaris berpengaruh positif secara signifikan terhadap pengungkapan.
Akan tetapi hasil ini tidak konsisten dengan penelitian Bhuiyan dan Biswas
(2007) yaitu bahwa ukuran dewan komisaris tidak berpengaruh terhadap
pengungkapan corporate governance. Di dalam perusahaan, dewan komisaris
bertugas dan bertanggungjawab untuk melakukan pengawasan dan memberikan
nasihat serta saran kepada manajemen mengenai pilihan strategis bagi manajemen
dalam pengambilan keputusan. Semakin besar ukuran dewan komisaris akan lebih
mempermudah pengawasan. Tekanan terhadap manajemen semakin besar untuk
melakukan pengungkapan mengenai tata kelola perusahaan. Koefisien ukuran
dewan komisaris sebesar 0,023 artinya setiap penambahan 1 satuan nilai ukuran
dewan komisaris dan tidak ada penambahan nilai variabel independen yang lain,
akan meningkatkan indeks pengungkapan sebesar 0,023.
Hipotesis ketiga
Pada variabel umur listing perusahaan (umur) probabilitas signifikansi
sebesar 0,327. Hal ini menunjukkan bahwa probabilitas signifikansi lebih besar
dari 0,05 sehingga H3 ditolak. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa umur
listing perusahaan tidak berpengaruh signifikan terhadap luas pengungkapan
corporate governance dalam laporan tahunan perbankan publik di Indonesia.
Hasil ini konsisten dengan penelitian Bhuiyan dan Biswas (2007) bahwa umur
listing perusahaan tidak berpengaruh terhadap luas pengungkapan corporate
governance. Sebaliknya, hasil penelitian ini tidak konsisten dengan penelitian
Yularto dan Chariri (2002) yang menunjukkan bahwa umur listing perusahaan
berpengaruh positif secara signifikan terhadap pengungkapan. Penelitian
Cadburry dalam Bhuiyan dan Biswas (2007) menyatakan bahwa pengungkapan
corporate governance penting untuk dilakukan.
Hipotesis keempat
Probabilitas signifikansi pada variabel profitabilitas (profit) sebesar 0,787.
Dengan nilai signifikansi lebih besar dari 0,05, dapat disimpulkan bahwa H4
ditolak. Hal ini menunjukkan bahwa profitabilitas tidak berpengaruh signifikan
terhadap luas pengungkapan corporate governance dalam laporan tahunan
perbankan publik di Indonesia. Hasil ini tidak mendukung hipotesis penelitian
keempat yang menyatakan bahwa profitabilitas berpengaruh terhadap luas
pengungkapan. Hasil penelitian ini konsisten dengan hasil penelitian Almilia
(2008) dan Hikmah dkk. (2011) bahwa profitabilitas tidak berpengaruh terhadap
luas pengungkapan. Menurut Kusumawati (2007) pengungkapan informasi diduga
dapat mengurangi cost of capital melalui pengurangan biaya pengumpulan
informasi oleh investor. Sehingga berinvestasi di perusahaan membuat investor
tertarik dengan biaya pengungkapan yang murah. Koefisien profitabilitas sebesar -
0,002 artinya jika profitabilitas mengalami kenaikan sebesar 1% sedangkan
variabel independen lain dianggap konstan, maka luas pengungkapan akan
menurun sebesar 0,002%.
Hipotesis kelima
Pada variabel likuiditas (liquid) diperoleh probabilitas signifikansi sebesar
0,1. Dengan nilai signifikansi lebih besar dari 0,05, maka dapat diambil
kesimpulan bahwa H5 ditolak. Artinya adalah likuiditas tidak berpengaruh
signifikan terhadap luas pengungkapan corporate governance. Hasil penelitian ini
konsisten dengan hasil penelitian Sembiring (2003) dan Subiyantoro (2006) yang
menemukan likuiditas perusahaan tidak berpengaruh terhadap variasi luas
pengungkapan yang dilakukan oleh perusahaan. Temuan ini tidak mendukung
hasil penelitian Wallace et al. (1994). Tinggi rendahnya rasio likuiditas
perusahaan tidak mempengaruhi manajemen dalam mengungkapkan informasi.
Kemampuan perusahaan dalam mengelola asset harus diungkapkan kepada publik
secara penuh, baik perusahaan memiliki tingkat likuiditas yang rendah ataupun
tinggi.
5. KESIMPULAN DAN SARAN
Dari hasil analisis data, pengujian hipotesis, dan pembahasan, maka dapat
ditarik kesimpulan dari penelitian ini sebagai berikut: 1. Variabel ukuran
perusahaan mempengaruhi luas pengungkapan corporate governance secara signifikan.
Semakin besar total aset, maka semakin luas pengungkapan corporate governance, 2.
variabel ukuran dewan komisaris mempengaruhi luas pengungkapan corporate
governance secara signifikan. Perusahaan dengan jumlah anggota dewan komisaris yang
besar mengungkapkan pengungkapan corporate governance dengan lebih luas, 3. umur
listing perusahaan tidak berpengaruh secara signifikan terhadap luas pengungkapan
corporate governance. Perusahaan yang berdiri lebih lama tidak melakukan
pengungkapan corporate governance dengan lebih luas dibandingkan dengan
perusahaan yang umurnya lebih muda, serta 4. karakteristik perusahaan yang dikaitkan
dengan kinerja perusahaan yaitu profitabilitas dan likuiditas tidak berpengaruh secara
signifikan terhadap luas pengungkapan corporate governance. Tingginya profitabilitas
tidak mempengaruhi bertambah luasnya pengungkapan informasi tata kelola
perusahaan. Tingginya likuiditas tidak mempengaruhi manajemen dalam
mengungkapkan informasi. Hal ini dikarenakan tingginya kinerja keuangan merupakan
suatu keharusan, karena kondisi keuangan perusahaan yang likuid dan memiliki
profitabilitas yang tinggi akan memudahkan perusahaan menjalankan operasionalnya
sehari-hari.
Dalam penelitian ini, indeks pengungkapan corporate governance laporan tahunan
perusahaan ditentukan atas dasar interpretasi peneliti setelah membaca isi laporan
tahunan perusahaan yang diteliti. Hal ini memungkinkan terjadinya perbedaan penilaian
antar perusahaan karena kondisi subyektifitas peneliti. Maka Penilaian indeks
pengungkapan corporate governance dapat dilakukan dengan melibatkan beberapa
peneliti sehingga dapat memperkecil tingkat subyektifitas penilaian indeks pengungkapan
corporate governance. Dilihat dari nilai adjusted R Square sebesar 0,446 berarti nilai
sisanya sebesar 0,554 dapat diteliti lebih lanjut yaitu variabel-variabel lain yang diduga
berpengaruh terhadap luas pengungkapan corporate governance. Jadi disarankan
menambahkan beberapa variabel lainnya yang berpotensi signifikan
mempengaruhi luas pengungkapan corporate governance. Beberapa karakteristik
perusahaan yang terkait dengan kinerja keuangan memiliki nilai koefisien yang rendah
yaitu untuk profitabilitas sebesar -0,002 dan untuk likuiditas sebesar 0,002. Ini
memungkinkan untuk menambah variabel dependen lain yang berkaitan dengan
karakteristik spesifik kinerja perusahaan yaitu pengungkapan keuangan. Mengujikan
beberapa karakteristik perusahaan terhadap jenis pengungkapan yang lainnya
seperti pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan dan pengungkapan
keuangan agar sebaiknya dilakukan.
DAFTAR PUSTAKA
Ainun Na’im dan Fu’ad Rakhman. 2000. Analisis Hubungan antara Kelengkapan Pengungkapan Laporan Keuangan dengan Struktur Modal dan Tipe Kepemilikan Perusahaan, Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia.
Aljifri, Khaled and Khaled Hussainy. 2007. The Determinant of Forward –Looking Information in Annual Report of UAE Companies, Working Paper. United Arab Emirates.
Almilia, L. Spica dan Retrinasari Ika. 2007. Analisis Pengaruh Karakteristik Perusahaan terhadap Kelengkapan Pengungkapan dalam Laporan Tahunan Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di BEI, Procedings Seminar Nasional. FE Universitas Trisakti.
Bhuiyan, Md Hamid Ullah and P.K. Biswas. 2007. Corporae Governance and Reporting: An Empirical Study of The Listed Companies in Bangladesh, Journal of Business Studies.
Fitriani. 2001. Signifikansi Perbedaan Tingkat Kelengkapan Pengungkapan Wajib dan Sukarela pada Laporan Keuangan Perusahaan Publik yang Terdaftar di Bursa Efek Jakarta, Simposium Nasional Akuntansi.
Ghazali, Imam. 2006. Aplikasi Analisis Multivariat dengan Program SPSS. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.
Hikmah, Noor, Chairina Desilarina dan Rahmayanti. 2011. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Luas Pengungkapan Corporate Governance dalam Laporan Tahunan Perusahaan Perbankan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia, Simposium Nasional Akuntansi XIV.
Jensen, Michael C. dan William Mecking. 1976. Theory of The Firm, Managerial Behavior, Agency and Ownership Structure, Journal of Financial Economics.
Komite Nasional Kebijakan Governance. 2006. Pedoman Umum Good Corporate Governane Indonesia. Jakarta.
Kusumawati, Dwi Novi. 2007. Profitability and Corporate Governance Disclosure: An Ndonesian Study , Simposium Nasional Akuntansi IX.
Marwata. 2001. Hubungan Antara Karakteristik Perusahaan dan Kualitas Ungkapan Sukarela dalam Laporan Tahunan Perusahaan Publik di Indonesia, Simposium Nasional Akuntansi IV.
Pramono, Ferry Andriawan. 2011. Analisis Pengaruh Karakteristik Perusahaan terhadap Kualitas Pengungkapan Corporate Governance pada Laporan Tahunan (Studi Empiris pada Perusahaan yang Terdaftar dalam LQ-45), Skripsi Fakultas Ekonomi . Semarang: Universitas Diponegoro.
Prastowo, Dwi dan Rifka Julianti. 2002. Analisis Laporan Keuangan (Konsep dan Aplikasi), Edisi Revisi. Yogyakarta: YKPN.
Raffles. 2011. Penerapan Good Corporate Governace dalam Kaitannya dengan Tata Kelola dan Pengembangan Kelembagaan Perbankan, Jurnal Ilmu Hukum.
Rini, Amilia Kartika. 2010. Analisis Luas Pengungkapan Corporate Governance dalam Laporan Tahunan Perusahaan Publik di Indonesia, Skripsi Fakultas Ekonomi. Semarang: Universitas Diponegoro.
Sembiring, Eddy Rismanda. 2005. Karakteristik Perusahaan dan Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial: Studi Empiris pada Perusahaan yang Tercatat di Brsa Efek Jakarta, Simposium Nasional Akuntansi VIII.
Subiyantoro, Edy. 1997. Hubungan antara Kelengkapan Pengungkapan Laporan Keuangan dengan Karakteristik Perusahaan Publik di Indonesia, Simposium Nasional Akuntansi I, Yogyakarta.
Suripto, Bambang. 1999. Pengaruh Karakteristik Perusahaan terhadap Luas Pengungkapan Sukarela dalam Laporan Tahunan, Simposium Nasional Akuntansi II.
Tangkilisan, Hessel Nogi S., 2003. Mengelola Kredit Berbasis Good Corporate Governance. Yogyakarta: Balaiurang & Co.
Tristanti, Leony Leovancy. 2012. Analisis Pengaruh Karakteristik Perusahaan terhadap Kelengkapan Pengungkapan Sukarela, Skripsi Fakultas Ekonomika dan Bisnis. Semarang: Universitas Diponegoro.
Wallace, R.S. Olusegun, Kamal Naser and Aracelu Mora. 1994. The Relation Between The Comprehensives of Corporate Annual Report and Firm Characteristich in Spain, Accounting and Business Research.
Wolfhensohn, James D. 1999. The Proper Governance of Companies Will Become as Crucial The World Economies as The Proper Governing of Countries, World Bank.
Yularto. P.A., dan A. Chariri. 2003. Analisis Perbandingan Luas Pengungkapan Sukarela dalam Laporan Tahunan Perusahaan yang Terdaftar di BEJ Sebelum Krisis dan pada Periode Krisis.
---------.2006. Format Penulisan Karya Ilmiah Universitas Lampung. Bandarlampung. 60 hlm.
---------.Situs http://www.idx.or.id.
Top Related