EXTRA ORDINARY CRIME TINDAK PIDANA TERORISME
PERSPEKTIF HUKUM PIDANA ISLAM DAN HUKUM POSITIF
SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H)
Oleh :
FIKRI NURHADI
NIM : 1113043000058
KONSENTRASI PERBANDINGAN HUKUM
PEROGRAM STUDI PERBANDINGAN MADZHAB DAN HUKUM
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1439 H / 2017 M
EXTRA ORDINARY CRIME TINDAK PIDA}{A TERORISME
PERSPEKTIF IIUKUM PIDANA ISLAM DA}[ IIUKUM POSITIF
SKzuPSIDiajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum
Untuk Memenuhi Persyaratan MemperolehGelar Sarfana Hukum (S.fD
Oleh:
FIKRI NURHADINIM: 1113043000058
Di bawah bimbingan
Pembimbing I
Dr. SyahrulAdam. M. Ag.
NIP. 1 9730504200003 1002
KONSENTRASI PERBANDINGAN }IUKUM
PEROGRAM STUDI PERBAI{DINGAN MADZHAB DAN }dUKUM
FAKULTAS SYARIAII DAN HUKUM
T]NIVERSITAS ISLAM ITE GERI
SYAR.IF' I{IDAYAT{JI, LAI{ JAKARTA
imbing II
t439Xr /2fi77 d
PENGESAHAN PANITIA UJIAN
Skripsi yang berjudul EXTRA ORDINARY CRIME TINDAK PIDANA
TERORISME PERSPEKTIF HUKUM PIDAIIA ISLAM DAN HI'KUMPOSITIX'telah diujikan dalam Sidang lvlunaqasyah Fakultas Syariah dan Hukum
Program Studi Perbandingan Madzhab dan Hukum Universitas Islam Negri run{)Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 20 Desember 2017. Skripsi ini telah
diterirna sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum (SH)
pada program studi perbandingan madzhab dan hukum, Konsentrasi Perbandingan
Hukum.
Jakarta, 27 Desember 2017
Mengesahkan,
Dekan Fakultas Syariah dan Hukum
PANITIA UJIAN MLiNAQAS YAH :
Pembimbing I
Fahmi Muhammad Ahmadi. M.Si.NIP. 19741213 2003121 002
Hj. Siti Hanna. S.Ag. LC. MA.NrP. 19740216200801 2 013
Dr. Syahrul Adam. M. Ag.NIP. 19730504200003 1 002
Ketua
Sekretaris
Pembimbing II :
Penguji I
lndra Rahmatullah, SHI., MH,
Dr. H. M. Nurul Irfan. M.Ag.NIP. 19730802200312 1 001
Mara Sutan Rambe, S.HI., M.H.
199603 1001
)
Penguji II
iv
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa :
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi
salah satu persyaratan memperoleh gelar strata satu (S1) di Universitas
Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya
cantumkan sesuai dengan kebutuhan yang berlaku di Universitas Islam
Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukanlah hasil karya asli saya
atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia
menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 05 Desember 2017
Fikri Nurhadi
NIM: 1113043000058
v
ABSTRAK
Fikri Nurhadi. NIM 1113043000058. EXTRA ORDINARY CRIME TINDAK
PIDANA TERORISME PERSFEKTIF HUKUM PIDANA ISLAM DAN HUKUM
POSITIF. Program Studi Perbandingan Madzhab, Konsentrasi Perbandingan
Hukum, Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta, 1439 H/2017 M.
Skripsi ini bertujuan untuk menjelaskan tentang Extra Ordinary Crime yang
terdapat di dalam tindak pidana terorisme, dinilai dalam hukum Islam dan hukum
positif (Undang-Undang Nomer 15 tahun 2003) tindak pidana terorisme itu seperti
apa dan bagimana bentuk sanksi, pembuktian di dalam proses pengadilan dan
perbandingan di dalam kedua kejahatan luar biasa ini, dipandang dari hukum Islam
dan Positif di Indonesia.
Penelitian ini merupakan penggabungan dari penelitian normatif. Penelitian
normatif dilakukan dengan cara mempelajari data sekunder berupa buku-buku dan
perundang-undangan yang terkait dengan masalah yang dibahas. Metode
pengumpulan data yang digunakan yaitu studi pustaka (library research). Studi
pustaka dalam penelitian ini dilakukan guna mengeksplorasi teori-teori tentang
konsep dan pemahaman yang terkait dengan tema penelitian yaitu Extra Ordinary
Crime Persfektif Hukum Pidana Islam dan Hukum Positif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa di dalam hukum Islam sudah
memberikan sanksi yang berat bagi pelaku tindak pidana terorisme karena sudah
masuk kedalam hukum Hudud yang di mana sudah ditentukaan dan ditetapkan di
dalam Al-Qur’an, dengan hukuman mati sebagai hukuman terberat dan juga dalam
hukum positif memberikan sanksi yang sama di dalam Undang-undang nomer 15
tahun 2003 pada Bab III pasal 6 telah dijelasksn bahwa pelaku terorisme ini bisa
dipidana mati dan penjara seumur hidup.
Kata kunci : Extra Ordinary Crime, Terorisme, Hudud
Pembimbing : 1. Dr. Syahrul Adam, M.Ag
2. Indra Rahmatullah, SHI, MH.
Daftar Pustaka : 1943 s.d. 2017
vi
KATA PENGANTAR
Puji dan rasa syukur yang mendalam penulis panjatkan kehadirat
Allah SWT. karena berkat limpahan rahmat, hidayah dan inayah-Nya maka
skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik. Salam dan shalawat semoga
selalu tercurahkan pada Baginda Rasulullah Muhammad SAW.
Selanjutnya penulis ingin sampaikan rasa terima kasih yang tak
terhingga kepada semua pihak yang membantu kelancaran penulisan skripsi
ini, baik berupa dorongan moril maupun materiil. Penulis yakin jika tanpa
bantuan dan dukungan tersebut, sulit rasanya bagi penulis untuk
menyelesaikan penulisan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis secara khusus
ingin menyampaikan terima kasih kepada:
1. Bapak Dr. Phil. Asep Saepudin Jahar, M.A., selaku Dekan Fakultas
Syariah dan Hukum serta para Pembantu Dekan Fakultas Syariah dan
Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta;
2. Bapak Fahmi Muhammad Ahmadi, M.Si., selaku Ketua Program Studi
Perbandingan Madzhab dan Ibu Hj. Siti Hanna, S. Ag., Lc., MA., selaku
Sekretaris Program Studi Perbandingan Madzhab;
3. Ibu Dewi Sukarti, MA., selaku Dosen Penasehat Akademik Penulis yang
selalu dengan sabar membantu selama kurang lebih 4 tahun dalam
membimbing agar menjadi yang lebih baik;
4. Bapak Dr. Syahrul Adam, M.Ag. dan Bapak Indra Rahmatullah, selaku
Dosen Pembimbing Skripsi yang telah memberikan arahan, saran dan
ilmunya hingga penulisan skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik;
vii
5. Bapak Dr. H.M. Nurul Irfan, M.Ag. dan Bpak Mara Sutan Rambe,
S.HI., MH. Selaku penguji ujian skripsi ini, sehingga menjadi lebih baik
dan sempurna dalam penulisan skripsi ini.
6. Seluruh Dosen Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri
(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah mendidik dan
mengajarkan ‘Ilmu dan Akhlaq yang tidak ternilai harganya, sehingga
penulis dapat menyelesaikan studi di Fakultas Syariah dan Hukum
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta;
7. Pimpinan dan seluruh karyawan perpustakaan Universitas Islam Negeri
(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta yang memberikan pelayang sangat
baik dan profesional;
8. Kedua orang tua tercinta Ayahanda dan Ibunda serta kakak-kakak, yang
telah mencintai penulis dengan segenap jiwa dan raga, baik doa maupun
dukungan sehingga dengan ridha mereka penulis mampu berada pada
titik seperti saat ini;
9. Team ngopi seminggu sekali Indra Pramudi S.E dan Husein Noval
alamrie S.Pd yang telah memberikan banyak masukan-masukan yang
baik san membuat semangat dalam meyelesaikan skripsi ini.
10. Kepada rekan-rekan Bunga Pala Adventure, khususnya untuk bang
Bulox dan bang Etho yang sangat membantu dalam memotivasi agar
terus berjuang dan selalu sabar dalam menyelesikan skripsi ini.
11. Keluarga Besar PMH angkatan 2013 yang telah menemani serta
memberi dukungan, sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi ini
dengan baik.
viii
Sebagai akhir kata semoga Allah Subhanahu Wata’ala memberikan
balasan yang berlimpah atas bantuan yang telah diberikan kepada penulis
sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini dan juga semoga apa yang telah
kalian berikan menjadi berkah dan amal kebajikan serta bermanfaat bagi
kita semua. Amin.
Jakarta, 22 November 2017
Penulis
ix
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING............................................................ ii
PENGESAHAN PANITIA UJIAN................................................................................ iii
LEMBAR PERNYATAAN............................................................................................. iv
ABSTRAK......................................................................................................................... v
KATA PENGANTAR...................................................................................................... vi
DAFTAR ISI..................................................................................................................... ix
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah .............................................................................. 1
B. Identifikasi Masalah .................................................................................... 9
C. Pembatasan dan Perumusan Masalah .......................................................... 9
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian ................................................................... 10
E. Tinjauan Pustaka ......................................................................................... 10
F. Signifikansi Penelitian ................................................................................. 11
G. Metode Penelitian ........................................................................................ 12
H. Sistematika Penulisan .................................................................................. 14
BAB II KAJIAN TEORI TENTANG EXTRA ORDINARY CRIME ..................... 16
A. Pengertian Extra Ordinary Crime ............................................................... 16
B. Jenis-jenis Extra Ordinary Crime ............................................................... 18
C. Kriteria Extra Ordinary Crime .................................................................... 29
D. Hukuman Bagi Pelaku Extra Ordinary Crime ............................................ 31
BAB III TINDAK PIDANA TERORISME (EXTRA ORDINARY CRIME)
PERSFEKTIF HUKUM PIDANA ISLAM DAN HUKUM
POSITIF .......................................................................................................... 36
A. Tindak Pidana Terorisme Menurut Hukum Pidana Islam ........................... 36
B. Extra Ordinary Crime dalam Hukum Pidana Islam .................................... 45
C. Tindak Pidana Terorisme sebagai Extra Ordinary Crime
dalam Hukum Pidana Islam......................................................................... 48
D. Tindak Pidana Terorisme sebagai Extra Ordinary Crime dalam
Hukum Positif ............................................................................................. 49
x
BAB IV ANALISIS PERBANDINGAN EXTRA ORDINARY CRIME
TINDAK PIDANA TERORISME ANTARA HUKUM PIDANA
ISLAM DAN HUKUM POSITIF ................................................................. 58
A. Perbandingan terhadap sanksi Extra Ordinary Crime
Tindak Pidana Terorisme ............................................................................ 58
B. Perbandingan Sistem Pembuktian dalam Proses di Pengadilan .................. 59
C. Perbandingan Tindak Pidana Terorisme sebagai Extra Ordinary
Crime ........................................................................................................... 62
BAB V PENUTUP ....................................................................................................... 67
A. KESIMPULAN ........................................................................................... 67
B. SARAN ....................................................................................................... 68
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................ 69
LAMPIRAN
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Sejak reformasi 1998 lalu, bangsa Indonesia mengalami banyak peristiwa, baik
peristiwa politik, sosial, maupun ekonomi yang memicu kekerasan. Krisis ekonomi
dan politik yang berkepanjangan membuat situasi negara rawan terhadap usaha-usaha
yang bertujuan mengganggu masyarakat seperti Extra Ordinary Crime.1
Terorisme salah satu kejahatan kemanusiaan yang tergolong kedalam Extra
Ordinary Crime (Kejahatan luar biasa), semua orang sepakat bahwa aksi terorisme
yang mengorbankan bahkan membunuh warga sipil tak berdosa tidak bisa di
benarkan. Sehingga apa yang dikatakan oleh Muladi bahwa terorisme adalah
kejahatan yang berlebel Extra Ordinary Crime dan harus ditangani dengan Extra
Ordinary Measure (penangana/tindakan luar biasa).2
Extra Ordinary Crime dalam bahasa Indonesia diartikan sebagai kejahatan luar
biasa, kejahatan luar biasa adalah termasuk kedalam pelanggaran Hak Asasi Manusia
berat dalam hal ini kasus terorisme. Extra Ordinary Crime adalah suatu perbuatan
yang dilakukan dengan maksud menghilangkan hak asasi umat manusia lain dan telah
disepakati secara internasional sebagai pelanggaran HAM berat.
Dalam yurisdiksi International Criminal Court dan Statuta Roma, Extra
Ordinary Crimes layak untuk mendapatkan hukuman seberat-beratnya termasuk
hukuman mati bagi para pelakunya, di antaranya adalah kejahatan genosida,
kejahatan terhadap kemanusiaan, kejahatan perang dan kejahatan agresi, hal tersebut
juga senada dengan hukum di Indonesia yang diatur dalam Undang-undang Nomor
26 tahun 2000 dalam Pasal 7 dijelaskan bahwa pelanggaran hak asasi manusia yang
berat meliputi kejahatan genosida dan kejahatan kemanusiaan3.
1 https://www.academia.edu/5484392/PEMBAHASAN_EXTRAORDINARY_CRIMES 2Muhammad Ikhlas Thamri, Densus 88 Undercover. (Solo,Quo Vadis, 2007), h.74. 3Undang-undang Nomer 26 tahun 2000 tentang pengadilan hak asasi manusia
2
Tindak Pidana terorisme hingga saat ini termasuk kedalam Extra Ordinary
Crime (kejahatan luar biasa), definisi terorisme masih menjadi perdebatan meskipun
sudah ada ahli yang merumuskan definisinya, Amerika Serikat sendiri yang pertama
kali mendeklarasikan ``perang melawan teroris`` belum memberikan definisi yang
gamblang dan jelas sehingga semua orang bisa memahami makna sesungguhnya
tanpa dilanda keraguan dan serta dimarjinalkan. Kejelasan definisi ini diperlukan agar
tidak terjadi salah tangkap dan berakibat merugikan kepentingan banyak pihak, di
samping demi kepentingan atau target merespon Hak Asasi Manusia (HAM) yang
seharusnya wajib dihormati oleh semua orang beradab.
Memang tidak bisa disalahkan jika kata terorisme dikaitkan dengan persoalan
pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM), karena dari akibat terorisme banyak
kepentingan umat manusia yang dikorbankan, rakyat yang bersalah dijadikan ongkos
kebiadaban dan kedamaian hidup antar umat manusia jelas-jelas dipertaruhkan.
Namun demikian, ada komunitas sosial keagamaan yang mengenalkan bentuk
implementasi keagamaan sebagai bagian dari strategi perjuangan.4 Pasca tragedi
World Trade Center (WTC) 11 sepetember 2001 salah satu isu yang paling banyak
mendapat sorotan secara internasional dan paling krusial adalah terorisme.
Pasca terjadinya penyerangan di gedung WTC tersebut Amerika Serikat (AS)
kini negara yang paling depan membuat kebijakan dan paling kencang
mengkampanyekan perang melawan terorisme, kebijakan itu juga menjadi salah satu
kebijakan luar negri AS yang kontroversial5.
Akhirnya, untuk memburu teroris dunia, seluruh perangkat pertahanan AS di
kerahkan untuk menghancurkan jaringan teroris dunia, termasuk pula dengan
menjalin hubungan kerja sama bilateral dengan banyak negara untuk bersama-sama
4 Abdul Wahid,Sunardi dan Muhammad Imam Sidik,KejahatanTterorisme Perspektif
Agama,Ham dan Hukum,(Bandung :PT Refika Aditama,2004), h. 21. 5 Wawan Purwanto,Terorisme Undercover memberantas Terorisme hingga ke akar-akarnya,
munkinkah ?.(Jakarta : Cipta Mandiri Bangsa Press, 2002), h. 9.
3
memerangi teroris. Hal ini yang mendorong Amerika Serikat mendeklarasikan
Gerakan Koalisi Dunia.6
Terorisme adalah paham yang berpendapat bahwa penggunaan cara-cara
kekerasan dan menimbulkan ketakutan adalah cara yang sah untuk mencapai tujuan7.
Menurut Nasir Abas, terorisme merupakan reaksi jahat seseorang yang dipandang
“lebih jahat” oleh pengikutnya (pelaku teror), sehingga bukan merupakan kejahatan
yang berdiri sendiri (interactionism) dan dapat dikelompokkan kedalam kejahatan
balas dendam (hate crimes).8
Sebagai Negara yang mayoritas berpenduduk muslim, sangat wajar jika Asia
tenggara menjadi salah satu konsentrasi gerakan terorisme Internasional. Jaringan
Internasional yang dinisbatkan kepada al-Qaeda yang pada saat itu dipimpin oleh
Osamabin Laden, kini telah menyebar di berbagai negara Asia Tenggara seperti
Malaysia, Filipina dan Indonesia.
Tiga bulan pasca tragedi WTC, majalah newsweek edisi 5 November 2001
melaporkan bahwa kelompok Osama bin Laden mampu membuat kekacauan di
Filipina. Menurut catatan itu, pada bulan maret 1997, Osama mengirim dua anak
buahnya untuk melatih dan memberi inspirasi bagi tentara MILF yang sedang
menurun semangatnya akibat digempur terus menerus oleh tentara Filipina yang pada
saat itu baru saja memukul mundur dan menduduki camp terbesar kedua MILF.
Agak berbeda dengan Filipina, di mana jaringan terorisme bergabung dengan
kelompok pro-merdeka, MILF di Mindano, Filipina Selatan, para pelaku teror di
Indonesia tidak ada yang secara khusus bergabung dengan Gerakan Aceh Merdeka
(GAM) atau Organisasi Papua Merdeka (OPM). Gerakan teror di Indonesia
6Muhammad Ikhlas Thamri, Densus 88 Undercover, (Solo: Quo Vadis, 2007 ), h.28. 7Muchamad Ali Syafa’at, Tindak Pidana Teror Belenggu Baru bagi Kebebasan dalam
“Terorism, definisi, aksi dan regulasi”, ( Jakarta : Imparsial, 2003), h. 59. 8Nasir Abas, Kajian tentang Terorisme, Makalah disampaikan pada Diskusi Kajian tantang
Terorisme di kementrian pertahanan tanggal 16 Januari 2012, h. 1.
4
cenderung menyebar di berbagai wilayah, dengan serangan teror ditujukan kedaerah-
daerah yang berbasis wisatawan asing, khususnya AS dan Australia.9
Pada tanggal 12 Oktober 2002 terjadi sebuah teragedi berdarah di Bali
menewaskan ratusan nyawa yang sebagian besar adalah para wisatawan asing. Bom
Bali merupakan bom terdahsyat setelah tragedi kelabu menara kembar WTC, 11
September 2001. Tragedi berdarah ini akhirnya mendapat banyak sorotan dari dunia
internasional sehingga memaksa PBB mengeluarkan resolusi 1438 DK PBB, Pada
Oktober 2002, yang menyatakan bahwa serangan di Bali sebagai sebuah ancaman
bagi keamanan dan perdamaian Internasional.10
Seakan-akan tidak ada habisnya Indonesia selalu mendapat aksi teror bahkan
bisa dikatakan hampir setiap tahun setelah terjadinya Bom Bali Oktober 2002 silam
selalu ada aksi teror, pada tanggal 14 Januari 2016 adalah termasuk serangan yang
secara terbuka yang dilakukan para pelaku teror serangan yang dilakukan di Plaza
Sarinah, MH Thamrin, Jakarta, setidaknya menewaskan 8 korban yang di antaranya 4
warga sipil dan 4 pelaku teror dan menyebabkan 24 orang luka-luka.11
Yang paling terbaru pada tanggal 24 Mei 2017 terjadi aksi teror di terminal bus
Kampung Melayu, Jakarta Timur. Tidak tangung-tanggung teror bom ini mengincar
para aparat kepolisian yang sedang berjaga setidaknya 5 korban yang meninggal di
antarannya ada 3 korban dari kepolisian dan 2 pelaku yang tewas akibat ledakan
tersebut dan menyebabkan 10 korban luka-luka di alami oleh warga sipil dan anggota
kepolisian.
Penempatan terorisme sebagai Extra Ordinary Crime sangatlah logis,
mengingat terorisme dilakukan oleh penjahat yang tergolong professional,
pembuktian kemampuan intelektual, terorganisir, dan didukung dana yang tidak
9 Wawan Purwanto,Terorisme Undercover memberantas Terorisme hingga ke akar-akarnya,
munkinkah ?.(Jakarta : Cipta Mandiri Bangsa Press, 2002), h. 12. 10Muhammad Ikhlas Thamri, Densus 88 Undercover. (Solo,Quo Vadis, 2007), h. 50. 11https://id.m.wikipedia.org/wiki/serangan_Jakarta_2016.
5
sedikit. Selain itu, kejahatan ini bukan hanya menjatuhkan kewibawaan negara dan
bangsa, tetapi juga mengakibatkan banyak korban dari rakyat yang tidak berdosa .12
Siapapun di jagat raya ini sepakat bahwa terorisme adalah kejahatan yang
sangat serius (Extra Ordinary Crime) dan untuk tingkatan tertentu adalah
pelanggaran HAM yang amat berat. Disebut tingkatan tertentu karena Statuta Roma
tahun 1998 tentang International Criminal Court (ICC) tidak mencantumkan
terorisme sebagai salah satu kejahatan HAM berat sama halnya dengan UU RI No. 26
tahun 2000 tentang Pengadilan HAM yang hanya mencantumkan ‘genocide’ dan
kejahatan terhadap kemanusiaan sebagai kejahatan HAM berat.13
Sebagai contoh ISIS (Islamic State of Iraq and Syria) yang kini semakin
berbahaya dengan menyebarkan Ideologinya yang sangat menyimpang untuk
memuluskan ambisinya untuk membangun negara Islam denagn cara-cara yang
dipandang keji mereka tak segan menculik orang-orang potensial, bahkan menculik
anak-anak untuk menjadi kadernya. Gerakan ISIS ini juga sudah masuk wilayah
Malang Raya. Baru baru ini ada 4 warga malang yang diciduk densus 88. Bahkan
menurut informasi ada sekitar 18 warga Malang yang sudah berada di Suriah,
menjadi relawan ISIS.
Ideologi serta organisasi ISIS telah menodai ajaran Islam. Juru bicara Badan
Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Irfan Idris mengatakan, orang-orang
yang bergabung dalam ISIS adalah orang-orang yang mempunyai semangat
tinggi,namun sayangnya pemahaman agamanya belum sempurna, mereka tidak bisa
membedakan ISIS dengan Islam. Padahal ISIS itu kelompok teroris, sedangkan Islam
adalah agama yang damai.
Sekte ekstrem dalam sejarah Islam telah ada sejak masa Nabi Muhamad SAW
hidup. Ketika Rasulullah SAW memenangkan perang Thaif dan Hunain dan
memperoleh ghanimah, Rasulullah SAW membagi-bagikan ghanimah di Ja`ranah.
12 Abdul Wahid ,Sunardi, dan Muhammad Imam Sidik,Kejahatan Terorisme Perspektif
agama,ham dan hukum. ,(Bandung :PT Refika Aditama,2004), h. 59. 13Muhammad Ikhlas Thamri, Densus 88 Undercover.( Solo: Quo Vadis, 2007), h. 149.
6
Pembagiannya tidak seperti biasa. Para sahabat Rasulullah SAW yang masuk Islam
sudah lama seperti Abu Bakar Sidiq, Umar Bin Khatab dan yang lainya tidak
mendapat bagian. Namun sahabat yang baru masuk Islam mendapatkanya walaupun
kaya seperti Abu Sufyan Al-Bahktiri.
Saat pembagian masih berlangsung ada seseorang yang bernama Dzul
Khuawaisirah dari keturunan bani Tamim menghampiri Rasulullah SAW dan
memprotes beliau dan berkata kasar`` berlaku adilah, hai Rasulullah !`` Rasulullah
SAW terkejut, dan berkata; ``celakalah kamu ! siapa yang akan berbuat adil jika aku
saja tidak berbuat adil ?`` Umar Bin Khattab berkata ``wahai rasulullah biar
kupenggal lehernya. ``Rasulullah SAW menjawab. ``biarkan saja!``
Dzul khuwaisirah meninggalkan Rasulullah SAW, dan Rasulullah SAW bersabda,
``akan lahir dari keturunan orang ini kaum yang membaca Al-Quran, tetapi tidak
melewati batas tenggorokanya (tidak memahami substansi misi-misi Al-Quran dan
hanya hafal di bibir saja). Mereka keluar dari agama Islam seperti anak panah tembus
keluar dari badan binatang buruanya. Mereka memerangi orang Islam dan
membiarkan para penyembah berhala. Kalau aku menemui mereka, niscaya akan
kupenggal seperti kaum `Ad``14.
Sungguh ironis negeri ini jika mendapati seseorang yang pemikiranya seperti
yang dikatakan oleh Rasulullah SAW,belum memahami isi dari kandungan dan
mempelajari makna dari Al-Quran dan Hadistnya dengan baik tetapi dengan mudah
menerima Ideologi-Ideologi yang justru keluar dan tidak sesuai dengan tuntunan
Agama kita sendiri .
Negara nondemokrasi juga disinyalir sebagai tempat tumbuh suburnya
terorisme. Di negara demokratis, semua warga negara memiliki kesempatan untuk
menyalurkan semua pandangan politiknya. Iklim demokratis menjadikan rakyat
sebagai representasi kekuasaan tertinggi dalam pengaturan negara. Artinya, rakyat
merasa dilibatkan dalam pengelolaan negara. Hal serupa tentu tidak terjadi di negara
14http://mediaummat.co.id/bibit-isis-sejak-masa-nabi/ oleh KH. Said Aqil Siradj, April 7,2015
7
non demokratis. Selain tidak memberikan kesempatan partisipasi masyarakat,
penguasa non demokratis sangat mungkin juga melakukan tindakan represif terhadap
rakyatnya. Keterkungkungan ini menjadi kultur subur bagi tumbuhnya benih-benih
terorisme.
Melihat kompleksitas permasalahan tersebut tampaknya terorisme bukan
semata-mata masalah agama, melainkan masalah seluruh umat manusia dalam
berbagai aspek. Multifaktorial tersebut juga akhirnya yang akan mengakibatkan
berbagai pihak akan melakukan aksi saling tuding sebagai biang penyebabnya.
Peristiwa teror yang terjadi di Indonesia banyak terhubung dengan isu
radikalisme agama, radikalisme agama menjadi penyebab unik karena motif yang
mendasari kadang bersifat tidak nyata. Beda dengan kemiskinan atau perlakuan
diskriminatif yang mudah diamati, radikalisme agama sebagian ditumbuhkan oleh
cara pandang dunia para penganutnya dan sebagai utusan Tuhan mereka merasa
terpanggil untuk membebaskan dunia dari cengkeraman tangan-tangan jahat15.
Istilah Terorisme sendiri dalam konteks hukum Islam, tidak disebutkan secara
langsung dalam Al-Quran maupun dalam hadis, sedangkan Majlis Ulama Indonesia
melalui ketetapan Nomer 3 Tahun 2004 Fatwa tentang Terorisme menganggap
bahwa tindakan terorisme baik fisik maupun pisikis merupakan tindak pidana hirabah
karena para teroris telah mengangkat senjata melawan orang banyak (yang tidak
jelas) dan menimbulkan rasa takut di kalangan masyarakat, tetapi karena dalam teori
ilmu ushul fiqh, bila suatu hukum belum ditentukan status hukumnya, maka bisa di
selesaikan dengan metode qias (analogi hukum).
Secara terminologi hirabah adalah tindak kejahatan yang dilakukan secara
terang-terangan dan disertai dengan kekerasan.16Suatu kejahatan ataupun
pengrusakan dengan menggunakan senjata atau alat yang dilakukan oleh manusia
secara terang-terangan dimana saja baik dilakukan satu orang ataupun berkelompok
tanpa memikirkan siapa korbannya disertai dengan tindak kekerasan.
15http://innahasetyowati.blogspot.co.id/2012/01/makalah-terorisme.html/ 16H.A.DJazuli, Fiqih Jinayah, (Jakarta:Raja Grafindo Persada, 2000), h. 87.
8
Dalam kamus Besar Bahasa Indonesia terorisme adalah penggunaan kekerasan
untuk menimbulkan ketakutan dalam usaha mencapai tujuan (terutama tujuan
politik), kata teroris dan terorisme berasal dari bahasa latin “terrere” yang kurang
lebih berarti membuat gemetar atau menggetarkan. Pada dasarnya istilah terorisme
merupakan sebuah konsep yang memiliki konotasi yang sensitif karena terorisme
mengakibatkan warga sipil yang tidak berdosa menjadi korban.17
Bentuk-bentuk aksi terosisme yang lazim adalah aksi pemboman, pembunuhan,
penyandraan, pembajakan, serangan bersenjata dan pembakaran, di negara kita
sendiri aksi terorisme ini begitu sering terjadi walaupun tidak berskala besar seperti
Bom Bali yang memakan begitu banyak korban, seperti yang baru ini terjadi
pemboman di terminal Bus Kampung Melayu, Jakarta Timur, Rabu (24/5/2017)
malam walaupun tidak memakan begitu banyak korban akan tetapi cukup membuat
masyarakat takut dan lebih waspada jika berada di tempat umum.
Kejahatan luar biasa (Extra Ordinary Crime) yang terkait dengan terorisme
sudah sangat membahayakan banyak kerugian yang ditimbulkan seperti adanya
keresahan di masyarakat terhadap keamanan di sekitar dan juga Ideologi-ideologi
yang menyimpang dari ajaran agama dalam hal ini agama Islam, dengan berdasarkan
permasalahan dan gejala fenomena yang ada di atas penulis tertarik untuk melakukan
penelitian skripsi yang berjudul :
“EXTRA ORDINARY CRIME TINDAK PIDANA TERORISME PERSPEKTIF
HUKUM PIDANA ISLAM DAN HUKUM POSITIF”
17Indrianto Seno Adji, Terorisme dan HAM dalam Terorisme: Tragedi Umat Manusia (Jakarta: O.C. Kaligis & Associates.2001). h18-19.
9
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas maka identifikasi
masalahnya sebagai berikut :
1. Bahwa Extra Ordinary Crime termasuk ke dalam kejahatan HAM berat seperti
kejahatan genosida, kejahatan kemanusiaan dan kejahatan perang.
2. Bahwa kejahatan yang tergolong luar biasa (ExtraOrdinary Crime) harus
ditangani dengan penanganan yang serius ( Extra Ordinary Measure).
3. Adanya pandangan terorisme lahir karena ideologi yang menyimpang dari ajaran
agama di masyarakat.
C. Pembatasan dan Perumusan Masalah
1. Pembatasan Masalah
Agar dalam pembahasan penelitian ini terarah dan tersusun secara sistematis pada
tema bahasan yang menjadi tema titik sentral, maka perlu penulis uraikan masalah,
untuk mendapatkan pembahasan yang objektif, maka dalam skripsi ini penulis
membatasinya dengan pembahasan mengenai kualifikasi Extra Ordinary Crime
tindak pidana teroris perspektif hukum pidana Islam dan hukum Positif.
2. Perumusan masalah
Dari pembatasan masalah di atas dapat diuraikan beberapa masalah yang
dirumuskan dengan pertanyaan penelitian (research question),yaitu:
a. Mengapa Terorisme masuk dalam kategori Extra Ordinary Crime?
b. Bagaimana Perspektif hukum pidana Islam terkait kejahatan terorisme sebagai
Extra Ordinary Crime?
c. Bagaimana Perspektif hukum positif terkait kejahatan terorisme sebagai Extra
Ordinary Crime.
10
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan penelitian :
Adapun hasil yang hendak dicapai adalah terjawabnya semua permasalahan yang
dirumuskan yaitu :
a. Untuk mengetahui apakah terorisme termasuk kedalam kategori Extra Ordinary
Crime.
b. Untuk mengetahui Perspektif hukum Islam tentang Extra Ordinary Crime terkait
kejahatan terorisme.
c. Untuk mengetahui Perspektif hukum positif tentang Extra Ordinary Crime tindak
kejahatan terorisme.
2. Manfaat penelitian
a. Memberikan pengetahuan mengenai tindak pidana terorisme merupakan kejahatan
Extra Ordinary Crime baik dari hukum pidana Islam dan hukum positif.
b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam pengetahuan
pembelajaran bahwa di dalam hukum Islam yang terkait dengan Extra Ordinary
Crime tentang tindak pidana terorisme sudah ada baik dari sanksi maupun
jenisnya.
E. Tinjauan pustaka
Untuk mengetahui kajian terdahulu yang telah ditulis oleh yang lain, maka penulis
me-review beberapa tulisan terdahulu yang pembahasannya ada kaitan dengan
pembahasan yang penulis angkat. Dalam hal ini penulis menemukan beberapa skripsi,
yaitu:
1. Skripsi yang berjudul: Penanganan terorisme di Indonesia ditinjau dari Fiqih
Siyasah dan Hak Asasi Manusia yang ditulis oleh Muhammad Arifin Saleh
menjelaskan tentang gambaran penanganan terorisme di Indonesi yang dilakukan
11
oleh Densus 88 ditinjau dalam Fiqih Siyasah dan Hak Asasi Manusia.18 Di dalam
penulisan tidak dijelaskan bahwa kejahatan terorisme apakah masuk kedalam
Extra Ordinary Crime (kejahatan luar biasa).
2. Skripsi yang berjudul: Penanganan Terorisme oleh Densus 88 Perspektif Hukum
pidana Islam dan HAM yang ditulis oleh Basri Mustofa menjelaskan tentang
bagaimana penaganan tindak terorisme yang dilakukan oleh Densus 88 perspektif
Hukum Pidana Islam dan HAM 19, skripsi ini belum menjelaskan lebih spesifik
kenapa Terorisme masuk kedalam Extra Ordinary Crime.
Maka dari itu penulis memfokuskan penelitian skripsi mengenai kualifikasi Extra
Ordinary Crime dalam tindak pidana terorisme Perspektif hukum Islam dan hukum
Positif.
F. Signifikansi Penelitian
Ada beberapa hal yang mendasari penulis untuk melakukan penelitian ini adalah
kita semua setuju bahwa terorisme tidak dapat disejajarkan dengan kejahatan biasa
(Ordinary Crime) karena perbuatan yang dilakukan tidak saja melibatkan seseorang
untuk memperoleh keuntungan tertentu melainkan dilakukan secra terencana,
sistematis dan tidak perduli terhadap korban yang akan ditimbulkan.
Teroris juga tidak dapat diidentikkan kepada suatu agama atau Ideologi
keagamaan tertentu, melainkan lebih ditentukan oleh orientasi Ideologi Politik yang
ada di berbagai sekte atau agama manapun, dalam hal ini Agama Islam selalu
diidentikkan dengan agama teroris akan tetapi Islam juga telah memiliki pandangan
tersendiri tentang terorisme ini.
18Muhammad Arifin Saleh,” gambaran penanganan terorisme di indonesi yang di lakukan oleh
Densus 88 di tinjau dalam Fiqih Siyasah dan Hak Asasi Manusia”, skripsi UIN Syarif Hidayatullah,(Jakarta,2015).
19Basri Mustofa,” Penanganan Terorisme oleh Densus 88 Perspektif Hukum pidana Islam dan HAM ”, UIN Sunan Kalijaga, (Yogyakarta, 2013).
12
Untuk menemukan sutu kesimpulan dari kejahatan luar biasa (Extra Ordinary
Crime) tindak pidana terorisme yang seakan-akan tidak ada hentinya dan selalu di
Identikan dengan agama Islam, sehingga perlu melakukan penelitian ini agar
mendapatkan gambaran jelas tentang terorisme yang dapat digolongkan sebagai
kejahatan luar biasa baik menurut Undang-Undang maupun pandangan agama Islam
agar mendpatkan inti dari penelitian, penulis akan melakukan analisis bagaimana
pandanagan tentang Extra Ordinary Crime tindak pidana terorisme baik itu dari
Undang-Undang, dalil-dalil, maupun dalam buku yang berkaitan dengan Extra
Ordinary Crime tindak pidana terorisme.
G. Metode penelitian.
1. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan riset pustaka pendekatan dalam penelitian ini adalah
pendekatan normatif. Penelitian hukum normatif disebut juga penelitian hukum
doktrinal. Pada penelitian hukum jenis ini, acap kali hukum dikonsepkan sebagai apa
yang tertulis dalam peraturan hukum dikonsepkan sebagai kaidah atau norma yang
merupakan patokan berperilaku manusia yang di anggap pantas.20 Kaitannya dengan
penelitian ini yang dimaksud dengan hukum yaitu hukum Islam yang bersumber dari
Al-Quran dan Al-Hadits dan hukum positif yang bersumber dari Undang-undang.
2. Metode Pengumpulan Data
Penelitian ini menggunakan studi pustaka yang objek utamanya berupa buku-buku,
praturan Perundang-undangan, norma-norma yang hidup dan berkembang di
masyarakat, majalah, surat kabar, hasil seminar, artikel dan jurnal yang berkaitan
secara langsung dengan objek yang diteliti.
20Amirudin dan H. Zaenal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, (Cet.1;Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2004), h. 118.
13
a. Sumber Data Primer
Sumber data primer merupakan data-data yang diperoleh dari sumber aslinya,
yaitu semua dokumen peraturan yang mengikat dan ditetapkan oleh pihak-pihak
yang berwenang, yankni berupa Undang-undang Nomor 5 Tahun 2003, Undang-
Undang Nomor 26 Tahun 2000 dan Peraturan Perundang-undangan yang berkaitan
dengan permasalahan ini.
b. Sumber Data Skunder
Sumber data skunder merupakan data-data yang memberikan penjelasan
mengenai bahan-bahan primer yang diambil dari sumber-sumber tambahan yang
memuat segala keterangan-keterangan yang berkaitan dengan penelitian ini, antara
lain buku-buku, artikel, buletin atau jurnal.
c. Metode Analisis Data
Dalam penelitian ini metode analisa data yang penulis gunakan metode analisis
deskriptif, yaitu suatu teknik analisis data di mana penulis menjabarkan data-data
yang diperoleh dari hasil studi pustaka.
d. Teknik Penulisan
Dalam hal teknis penulisan, penulis mengacu pada buku pedoman penulisan
skripsi Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta Tahun 2017.
14
H. Sistematika Penulisan
Agar penulisan ini lebih sistematik dan lebih terarah. Maka penulis akan
menjelaskan penulisan dalam skripsi ini. Pada dasarnya skripsi ini terdiri dari lima
bab yang saling berkaitan, yaitu :
BAB I: PENDAHULUAN
Pada pembahasan skripsi ini terdapat latar belakang masalah, identifikasi
masalah pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat
penelitian, tinjauan pustaka, signifikansi penelitian, metode penelitian,
serta sistematika penulisan.
BAB II: KAJIAN TEORI TENTANG EXTRA ORDINARY CRIME
Pada Bab ini meliputi Pengertian Extra Ordinary Crime, jenis-jenis Extra
Ordinary Crime, kriteria Extra Ordinary Crime dan Hukuman Bagi
Pelaku Extra Ordinary Crime
BABIII: TINDAK PIDANA TERORISME (EXTRA ORDINARY CRIME)
PERSPEKTIF HUKUM PIDANA ISLAM DAN HUKUM POSITIF
Penulis akan membahas tentang tindak pidana terorisme termasuk
kedalam Extra Ordinary Crime persfektif hukum Islam dan hukum positif
meliputi Tindak Pidana Terorisme menurut Hukum Pidana Islam, Extra
Ordinary Crime dalam hukum Pidana Islam, dan Tindak pidana
Terorisme sebagai Extra Ordinary Crimedalamhukumpositif
BAB IV: ANALISIS PERBANDINAGN EXTRA ORDINARY CRIME TINDAK
PIDANA TERORISME ANTARA HUKUM PIDANA ISLAM DAN
HUKUM POSITIF.
Dalam bab ini penulis akan menganalisis perbandingan Extra Ordinary
Crime Tindak Pidana Terorisme Perspektif Hukum Pidana Islam dan
Hukum Positif yang dimana di dalamnya membahas tentang: Analisis
Perbandingan Konsep Menurut Hukum Pidana Islam dan Positif, dilihat
dari Perbandingan Sanksi Extra Ordinary Crime dalam Tindak Pidana
15
Terorisme, Pembuktian dalam proses di pengadilan dan perbandingan
alasan tindak pidana terorisme dalam Extra Ordinary Crime.
BAB V: Merupakan penutupan meliputi kesimpulan dan saran dari penulis.
16
BAB II
KAJIAN TEORI TENTANG EXTRA ORDINARY CRIME
A. Pengertian Extra Ordinary Crime
Hukum pidana internasional menggunakan istilah the most serious crimes
concern to international community sebagai istilah yang serupa dengan kejahatan luar
biasa. Sejak dibentuknya Rome Statute of International Criminal Court pada tahun
1998, diperkenalkan istilah the most serious crimes concern to international
community yang merupakan kejahatan yang masuk dalam jurisdiksi International
Criminal Court.
Mahkamah Peradilan Internasional atau International Criminal Court yaitu
mekanisme baru yang dirancang melalui perjanjian internasional yang dibentuk di
Roma dan disebut Statuta Roma 1998, keberadaan International Criminal Court di
maksudkan untuk mencegah terulangnya kembali peradilan yang bersifat Victoris
Justice, Selective Justice dan Impunity (yang hanya berdasarkan negara yang menang
perang). Dengan tujuan apabila negara sudah tidak mau dan tidak mampu mengadili
pelaku kejahatan perang maka akan diadili di mahkamah ini tanpa diskriminasi baik
itu negara besar maupun kecil.21
Statuta Roma mendefinisikan kejahatan ini sebagai kejahatan mematikan yang
mengancam perdamaian, keamanan dan kesejahteraan dunia dan merupakan menjadi
perhatian komunitas dunia. Kejahatan ini meliputi kejahatan inti genosida, kejahatan
perang, kejahatan terhadap kemanusiaan dan kejahatan agresi. Pada paragraf ke-6
pembukaan Ststuta Roma menyatakan bahwa “adalah menjadi tugas setiap negara
untuk menegakan yurisdiksi kriminalnya (Statuta Roma) kepada orang-orang yang
dianggap bertanggung jawab terhadap kejahatan internasional.22
21Isplancius Ismail,”Mekanisme Penegakan Hukum Humaniter”, Jurnal Dinamika Hukum Vol. 14
No.2 (Mei, 2014), h. 295. 22Mangai Natarajan,”Kejahatan dan Pengadilan Internasional,(Cet:1: Nusa Media,20015), h. xiv.
17
Extra Ordinary Crime dalam bahasa Indonesia bisa diartikan sebagai kejahatan
luar biasa, kejahatan luar biasa adalah suatu perbuatan yang dilakukan dengan
maksud untuk menghilangkan hak asasi umat manusia lain dan bisa disebut juga
sebagai pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) berat. Senada dengan Statuta Roma
negara kita di dalam Undang-Undang Nomor 26 tahun 2000 dalam Pasal 7
menyatakan bahwa pelanggaran Hak Asasi Manusia yang berat meliputi kejahatan
genosida dan kejahatan kemanusiaan.23
Extra Ordinary Crime bisa diartikan sebagai suatu kejahatan yang berdampak
besar dan multidimensional terhadap sosial, budaya, ekonomi dan politik serta begitu
dahsyatnya dampak negatif yang ditimbulkan oleh kejahatan ini.24Extra Ordinary
Crime adalah wujud dari sebuah kondisi yang memerlukan tindakan sesegera
mungkin agar tidak menimbulkan hal yang lebih besar di kemudian harinya dan
dalam kondisi layak untuk menetapkan kondisi darurat hukum yang sudah dianggap
sangat serius dan jika dibiarkan akan membuat kerugian bagi negara maupun
masyarakat.
Jadi bisa dikatakan bahwa kejahatan luar bisa adalah suatu kondisi darurat
hukum yang di mana memerlukan tindakan yang sesegera mungkin agar tidak meluas
dampak yang ditimbulkan, kejahatan yang sangat membahayakan dengan tujuan
untuk menghilangkan Hak Asasi Manusia dan dapat berdampak terhadap sosial,
budaya dan politik sehingga penanganannya membutuhkan tindakan yang serius dan
kejahatan ini juga dipandang sudah sangat mengkhawatirkan karena dapat merugikan
orang banyak dan menyerang secara meluas, kejahatan luar biasa termasuk kedalam
kejahatan yang mematikan dan dapat juga menggangu kestabilan dunia maupun suatu
negara sehingga harus diterapkannya atau diberikannya hukuman yang sangat serius
bahkan hukuman mati bagi pelakunya.
23Undang-undang Nomer 26 tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia 24http://daerah.sindonews.com/read/2012/10/04/13/677058/batalkan-hukuman-hengky-
pertimbangan-ma-kropos diakses pada 10 juli 2017.
18
B. Jenis- Jenis Extra Ordinary Crime
Mengenai kewenangan mahkamah internasional terdapat dalam Pasal 5 ayat (1)
Statuta Roma yang berisi ketentuan bahwa, yurisdiksi mahkamah terbatas pada
kejahatan yang paling serius yang menyangkut masyarakat internasional secara
keseluruhan mahkamah memiliki yurisdiksi sesuai dengan Statuta berkenaan dengan
kejahtan-kejahatan berikut:25
a. Kejahatan Genosida
b. Kejahatan Terhadap Kemanusiaan
c. Kejahatan Perang
d. kejahatan Agresi
Jika kita mengacu kepada Statuta Roma yang menjadi jenis-jenis Extra Ordinary
Crime ini adalah meliputi kejahatan inti seperti:
1. Genosida
Akibat logis dari kekerasan negara adalah terjadinya pembunuhan rakyat sipil,
baik disengaja maupun tidak, hal ini terjadi karena pembantaian rakyat, seperti
terkena peluru nyasar, salah sasaran, bom yang tidak akurat dan menginjak ranjau,
merupakan kejahatn puncak yang dilakukan oleh negara.26
Genosida adalah kejahatan terhadap kemanusiaan yang sangat mengerikan,
berdasarkan konvensi 1948 mengenai pencegahan dan penghukuman terhadap
kejahatan genosida, genosida berarti segala bentuk tindakan berikut ini dalam tujuan
untuk merusak, baik secara keseluruhan maupun sebagian, kelompok nasional, etnis,
ras atau agama seperti:27
a) Pembunuhan terhadap anggota kelompok-kelompok tersebut
Melukai baik mental maupun fisik, para anggota tersebut dengan serius
25Krisdiana Katiandagho,”Kewenangan Mahkamah Pidana Internasional untuk Mengadili
Pelaku Kejahatan Pelanggaran HAM Berat dalam Suatu Negara Tanpa Adanya Permintaan Dari Negara Tuan Rumah”.(Juni 2016), h.2.
26Isplancius Ismail,”Mekanisme Penegakan Hukum Humaniter”, Jurnal Dinamika Hukum Vol. 14 No.2 (Mei, 2014), h. 297.
27Mangai Natarajan,”Kejahatan dan Pengadilan Internasional,(cet:1: Nusa Media,20015), h.306
19
b) Mempersulit kondisi kehidupan kelompok-kelompok tersebut yang bisa
mengakibatkan kehancuran fisik, baik secara seluruh maupun sebagian.
c) Melakukan sesuatu yang dengan bertujuan mencegah kelahiran dalam
kelompok tersebut
Hal yang merupakan perbedaan utama genosida adalah tujuan
mengindikasikan, selain maksud kriminal yang melatari serangan (seperti
pembunuhan), kebenaran tujuan yang buruk untuk melakukan serangan tersebut guna
menghancurkan kelompok sasaran.
2. Kejahatan perang
Kejahatan perang berarti pelanggaran serius terhadap perjanjian dan
kesepakatan mengenai situasi konflik bersenjata internasional dan non-internasional.
Aturan dan kesepakatan yang mengangkat persoalan-persoalan yang berhubungan
dengan situasi konflik.28Menurut Pasal 7 ICC kejahatan terhadap kemanusiaan adalah
salah satu atau lebih dari beberapa perbuatan yang dilakukan dengan sengaja sebagai
bagian dari serangan yang sistematis dan meluas yang langsung ditujukan terhadap
penduduk sipil seperti:29
a) Pembunuhan
b) Pemusnahan
c) Perbudakan
d) Deportasi atau pemindahan penduduk secara paksa
e) Pengurungan atau pencabutan kemerdekaan fisik secara sewenang-wenang dan
melanggar aturan-aturan dasar hukum internasional
f) Penyiksaan
g) Pemerkosaan, perbudakan seksual, pelacuran secara paksa, kehamilan secara
paksa, sterilisasi secara paksa, atau berbagai bentuk kekerasan seksual lainnya
28Mangai Natarajan,”Kejahatan dan Pengadilan internasional,(cet:1: Nusa Media, 20015).h, 304.
20
h) Penindasan terhadap suatu kelompok yang dikenal atau terhadap suatu
kelompok politik, ras, bangsa,etnis, kebudayaan, agama, jenis kelamin,
sebagaimana dijelaskan dalam ayat 3 atau kelompok-kelompok lainnya, yang
secara universal tidak diperbolehkan dalam hukum internasional sehubungan
dengan perbuatan yang diatur dalam ayat ini atau kejahatan dalam yurisdiksi
mahkamah
i) Penghilangan orang secara paksa
j) Kejahatan rasial
k) Perbuatan tidak manusiawi lainnya yang serupa, yang dengan sedengaja
mengakibatkan penderitaan yang berat, luka serius terhadap tubuh, mental atau
kesehatan fisik sesorang.
3. Kejahatan terhadap kemanusiaan
Kejahatan terhadap kemanusiaan berarti kejahatan yang melanggar prinsip-
prinsip fundamental martabat manusia (misal pembunuhan, pembantaian,
perbudakan, deportasi) yang dilakukan sebagai serangan sistematis atau menyeluruh
terhadap populasi sipil yang dihasut oleh otoritas negara atau non negara.30
4. Kejahatan agresi
Agresi adalah segala bentuk perilaku yang disengaja terhadap makhluk lain
dengan tujuan untuk melukainya dan pihak yang dilukai tersebut berusaha untuk
menghindarinya. Dari definisi tersebut terdapat empat masalah penting dalam
agresi, agresi merupakan sebuah perilaku, adanya unsur kesengajaan, sasarannya
adalah makhluk hidupterutama manusia, ada usaha menghindar pada diri korban.31
Seiring berjalannya waktu kejahatan yang selalu bergerak dinamis di setiap
masanya, kejahtan yang termasuk kedalam Extra Ordinary Crime menjadi masalah
tersendiri yang dialami setiap negara, khususnya di Indonesia kejahatan-kejahatan
atau tindak Pidana seperti korupsi, narkotika dan terorisme bisa dikatakan sebagai
30Ibid., h. 305. 31http://denyhendrawansaputra.blogspot.co.id/2014/08/pengertian-dan-contoh-kejahatan-
agresi.html diakses pada 10 Juli 2017.
21
kejahatan luar biasa namun dalam tingkatan yang berbeda, disebut sebagai tingkatan
berbeda karena Statuta Roma tahun 1998 tentang Intrnational Criminal Court (ICC)
tidak mencantumkannya sebagai kejahatan HAM berat (kejahatan genosida,
kejahatan perang, kejahatan kemanusiaan dan kejahatan agresi).
Sama halnya dengan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 26 tahun 2000
tentang pengadilan HAM berat yang hanya mencantumkan genosida dan kejahatan
terhadap kemanusiaan sebagai kejahatan HAM berat.32 Namun kejahatan seperti
korupsi, narkotika dan terorisme masuk ke dalam tindak pidana khusus yang dimana
itu menandakan bahwa Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tidak
memadai atau dirasa belum cukup kuat untuk memberantas tindak pidana tersebut, ini
menandakan bahwa tidak pidana tersebut sangat berbahaya dan perlunya perlakuan
khusus dalam memberantasnya.
1. Korupsi
Korupsi (bahasa Latin: corruptio dari kata kerja corrumpere yang bermakna
busuk, rusak, menggoyahkan, memutarbalik, menyogok) adalah tindakan pejabat
publik, baik politisi maupunpegawai negeri, serta pihak lain yang terlibatdalam
tindakan itu yang secara tidak wajar dan tidaklegal menyalahgunakan kepercayaan
publik yang dikuasakan kepada mereka untuk mendapatkan keuntungan sepihak.
Pengertian korupsi menurut Sudarto, bahwa di samping dipakai untuk
menunjukan atau keadaan atau perbuatan yang busuk, juga disangkut pautkan kepada
ketidak jujuran seseorang dalam bidang keuangan.33Korupsi tidak selalu bersifat
kriminal, seperti prilaku kriminal lainnya, korupsi melukai orang lain dan
menyebabkan kemarahan pada para korban dan orang-orang yang menjunjung nilai-
nilai masyarakat sipil. Seperti kriminal lainnya, korupsi tidak memilliki etika, korupsi
tidak diungkapkan secara mencolok dalam literatur pengadilan kriminal dan untuk
mempelajarinya orang-orang yang berminat pada masalah ini harus membuka buku-
buku mengenai perkembangan ekonomi, administrasi publik, hukum, ilmu politik,
32Muhammad Ikhlas Thamri, Densus 88 Undercover.( Solo: Quo Vadis, 2007), h. 149. 33Sudarto, Hukum dan Hukum Pidana, (Bandung: Alumni, 1996), h.115
22
dan studi bisnis. Karakter korupsi harus dipelajari sehingga pelaku, peluang dan
target korupsi bisa dipahami dan dapat dikontrol.34
Korupsi yang dimaksud adalah meliputi perbuatan-perbuatan memperkaya diri
sendiri atau orang lain atau suatu korporasi secara melawan hukum dalam pengertian
formil maupun materiil. Tindak pidana korupsi mencangkup perbuatan-perbuatan
tercela yang menurut perasaan keaadilan masyarakat harus dituntut dan
dipidana.35salah satu ciri kejahatan kerah putih adalah kejhatan yang dilakukan oleh
orang-ornag berdasi pada istilah para pejabat. Dalam kekuasaan dalam menjalani
jabatan itu terdapat sudut yang menggoda yakni kekuasan dikresi, yaitu suatu jenis
sustu kekusaan untuk menjalankan kewenangan berdasarkan kereatifitas pejabat itu.
Kekuasaan itu diberikan oleh undang-undang dengan maksud agar jabatan yang
disandang bisa dijalankan dengan sebagaimana mestinya, dalam kondisi itulah
jabatan rawan untuk diselewengkan, karena bersamaan dengan menjalankan
kebijakan untuk publik dan dengan mudah untuk diselipkan niat untuk menarik
keuntungan pribadi atau kelompok.36
Korupsi dikategorikan sebagai kejahatan luar biasa (Extra Ordinary Crime),
karena dapat mempengaruhi citra negara, skaligus mengguncang kesetabilan sosial,
politik sebuah pemerintahan, kendati tuntutan pemberantasan korupsi di dalam negri
sangat tinggi, kenyataannya, para penegak hukum di Indonesia belum mampu
menghapuskan korupsi. Motif perilaku korupnya bersumber pada wewenang yang
dimiliki.37
34Mangai Natarajan,”Kejahatan dan Pengadilan Internasional,(Cet:1: Nusa Media,2015), h.216. 35Diah Gusti Maulani,”Perspektif Pembinaan Narapidana Tindak Pidana Korupsi di
Indonesia”,http://jurnal.fh.unila.ac.id/index.php/prosiding/article/viewFile/104/104 diakses 27 oktober 2017, h.65.
36Benny Irawan,”Diskresi sebagai Tindak Pidana Korupsi: Kajian Kriminologi dan Hukum Terhadap fenomena pejabat otoritas”,Mimbar, XXVII, Vol.2, h.143.
37Ibidh., h.143.
23
Dari sudut pandang hukum, tindak pidana korupsi secara garis besar memenuhi
unsur-unsur sebagai berikut :
1. Perbuatan melawan hukum,
2. Penyalahgunaan kewenangan, kesempatan, atau sarana
3. Memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi,
4. Merugikan keuangan negara atau perekonomian Negara
Jenis tindak pidana korupsi di antaranya, adalah:
1. Memberi atau menerima hadiah atau janji (penyuapan),
2. Penggelapan dalam jabatan,
3. Pemerasan dalam jabatan,
4. Ikut serta dalam pengadaan (bagi pegawai negeri/penyelenggara negara), dan
5. Menerima gratifikasi (bagi pegawai negeri/penyelenggara negara).
Dalam arti yang luas, korupsi atau korupsi politis adalah penyalahgunaan jabatan
resmi untuk keuntungan pribadi. Semua bentuk pemerintah atau pemerintahan rentan
korupsi dalam praktiknya. Beratnya korupsi berbeda-beda, dari yang paling ringan
dalam bentuk penggunaan pengaruh dan dukungan untuk memberi dan menerima
pertolongan.
Korupsi merupakan salah satu dari sekian istilah yang kini telah akrab di telinga
masyarakat Indonesia, hampir setiap hari media massa memberitakan berbagai kasus
korupsi yang dilakukan oleh aparatur negara baik pegawai negeri ataupun pejabat
negara. Dalam kepustakaan kriminologi, korupsi merupakan salah satu kejahatan
jenis white collar crime atau kejahatan kerah putih.
Akrabnya istilah korupsi di kalangan masyarakat telah menunjukkan tumbuh
suburnya perhatian masyarakat terhadap korupsi, kejahatan kerah putih mampu
menarik perhatian masyarakat karena para pelakunya adalah orang-orang yang
dipersepsikan oleh masyarakat sebagai orang-orang terkenal atau cukup terpandang
24
namun merekalah yang membuat kemiskinan di dalam masyarakat.38Timbulnya
kejahatan sejenis seperti ini menunjukkan bahwa sudah tidak hanya kemiskinan saja
yang menjadi penyebab timbulnya kejahatan, melainkan faktor kemakmuran dan
kemewahan merupakan faktor pendorong orang-orang melakukan kejahatan.39
Korupsi bukan lagi sebuah kejahatan yang biasa, karena dalam perkembangannya
korupsi telah terjadi secara sistematis dan meluas. Menimbulkan efek kerugian negara
dan dapat menyengsarakan rakyat, karena itulah korupsi kini dianggap sebagai
kejahatan luar biasa (Extra Ordinary Crime)40.
Korupsi digolongkan sebagai kejahatan luar biasa (Extra Ordinary Crime),
karena modus dan teknik yang sistematis, akibat yang ditimbulkan kejahatan korupsi
bersifat pararel dan merusak seluruh sistem kehidupan, baik dalam ekonomi, politik,
sosial-budaya dan bahkan sampai pada kerusakan moral serta mental
masyarakat.41Rusaknya sistem kehidupan ekonomi sehingga merugikan negara, yang
dapat mengganggu perekonomian negara, definisi negara di sini tidak hanya
menyangkut negara dalam lingkup pemerintah pusat, tetapi juga menyangkut
pemerintah daerah, hal ini terjadi karena memang tidak dapat dipungkiri, bahwa
kekuasaan baik di pusat maupun di daerah memang cendrung lebih mudah untuk
korup (Power tends to Corup).42
Tindak pidana korupsi ini akan menyebabkan dampak buruk yang meluas,
selain merugikan keuangan dan pelanggaran terhadap hak-hak sosial serta ekonomi
masyarakat juga mempengaruhi akibat buruk lainnya, antara lain:43
38 Teguh Sulista dan Aria Zurnetti, Hukum Pidana: Horizon Baru Pasca Reformasi,(Jakarta: PT.
Raja Grafindo Persada,2011), h.63. 39 J.E. Sahetapy, Kapita Selekta Kriminologi, (Bandung: Alumni, 1979), h.68-69. 40https://chandraproject.wordpress.com/2012/10/12/mengapa-korupsi-dianggap-sebagai-
kejahatan-yang-luar-biasa/ diakses pada 13 Juli 2017. 41Evi Hartati, Tindak Pidana Korupsi Edisi Kedua,(Jakarta: Sinar Grafika, 2007), h.9. 42 Romli Atmasasmita, Sekitar Masalah Korupsi, Aspek Nasional dan Aspek Internasional,
(Bandung: Mandar Maju, 2004), h.75. 43Evi Hartati, Tindak Pidana Korupsi Edisi Kedua,(Jakarta: Sinar Grafika, 2007), h.19.
25
1. Berkurangnya kepercayaan terhadap pemerintah sehingga mengakibatkan
pembangunan di segala bidang akan terhambat khususnya pembangunan ekonomi
serta menggangu stabilitas perekonomian negara dan stabilitas politik.
2. Berkurangnya kewibawaan pemerintah dalam masyarakat diakibatkan adanya
pejabat pemerintah yang melakukan penyelewengan keuangan negara, masyarakat
akan bersikap apatis terhadap segala anjuran dan tindakanpemerintah sehingga
mengakibatkan ketahanan nasional akan rapuh dan terganggunya stabilitas
keamanan negara.
3. Menyusutnya pendapatan negara diakibatkan adanya penyelundupan dan
penyelewengan oleh oknum pejabat pemerintah sehingga menyebabkan stabilitas
perekonomian terganggu.
4. Perusakan mental pribadi diakibatkan terlalu sering melakukan penyelewengan
dan penyalahgunaan wewenang menyebabkan segala sesuatu dihitung dengan
materi dan akan melupakan segala tugasnya serta hanya melakukan tindakan yang
bertujuan untuk menguntungkan dirinya atau orang lain.
5. Hukum tidak lagi dihormati diakibatkan karena bobroknya para penegak hukum
yang melakukan korupsi sehingga hukum tidak dapat ditegakkan, ditaati, serta
tidak di indahkan oleh masyarakat.
Kondisi demikian mengakibatkan tindak pidana korupsi semakin tidak
terkendaliuntuk itu Andi Hamzah berpendapat bahwa pemberantasan korupsi tidak
hanya bertumpu pada pembaharuan undang-undang.44Tindak pidana korupsi di
Indonesia sudah bisa disejajarkan dengan kejahatan luar biasa karena jika kita melihat
dari kasus-kasus yang berkembang seakan-akan korupsi di negri ini sudah menjadi
sebuah penyakit yang sangat kronis susah untuk di sembuhkan.
Sedangkan menurut hukum pidana Islam ada sembilan macam jarimah yang
mirip dengan korupsi, al-ghulul (penggelapan), al-risywah (penyuapan), al-ghasb
(mengambil paksa harta orang lain), khiyanah al-maksu (pungutan liar), al-ikhtilash
44Andi Hamzah, Tindak Pidana Korupsi, (Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada, 2005), h.10
26
(pencopetan), al-intihab (perampasan), al-sariqah (pencurian) dan al- hirabah
(perampokan).45
2. Narkoba
Narkoba adalah singkatan dari narkotika dan obat atau bahan berbahaya, selain
narkoba istilah lain yang diperkenalkan khususnya oleh Kementrian Kesehatan
Republik Indonesia adalah Napza yang merupakan singkatan dari narkotika,
pisikotropika dan zat adiktif, menurut Undang-undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang
Narkotika menjelaskan bahwa narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari
tanaman atau bukan tanaman baik sintesis maupun semi sintesis yang dapat
menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi
sampai menghilangkan rasa nyeri dan dapat menimbulkan ketergantungan.
Sebenarnya narkoba itu adalah obat legal yang digunakan dalam dunia
kedokteran namun dewasa ini narkoba banyak disalahgunakan, narkotika merupakan
obat atau zat yang sangat bermanfaat di bidang pelayanan kesehatan, pengembangan
ilmu pengetahuan dan pengobatan penyakit tertentu, narkotika di sisi lain juga dapat
menimbulkan ketergantungan yang sangat merugikan perseorangan atau masyarakat
khususnya generasi muda apabila dipergunakan tanpa adanya pengendalian,
pengawasan yang ketat dan seksama.46
Dalam pasal 6 ayat (1) Undang-undang No.35 Tahun 2009, Narkotika di
golongkan menjadi 3 (tiga) golongan, antara lain adalah sebagai berikut:47
• Narkotika Golongan I adalah narkotika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan
pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta
mempunyai potensi sangat tinggi mengakibatkan ketergantungan.
• Narkotika Golongan II adalah narkotika berkhasiat pengobatan digunakan sebagai
pilihan terakhir dalam pengobatan dan dapat digunakan dalam terapi atau
45M. Nurul Irfan, Korupsi dalam Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Amzah, 2012), h. 78. 46 Paragraf Pertama Penjelasan Umum UU No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. 47Undang-undang NO.35 tahun 2009 tentang Narkotika.
27
untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi tinggi
mengakibatkan ketergantungan.
• Narkotika Golongan III adalah narkotika berkhasiat pengobatan dan banyak
digunakan dalam terapi atau untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta
mempunyai potensi ringan mengakibatkan ketergantungan.
Masalah penyalahgunaan narkotika telah menjadi masalah nasional maupun
internasional yang tidak pernah henti-hentinya dibicarakan, permasalahan
penyalahgunaan narkotika telah menghiasi pemberitaan hampir setiap harinya.
Penyalahgunaan narkotika dapat menimbulkan kerusakan fisik, mental, emosi dan
sikap dalam masyarakat, masalah penyalahgunaan narkotika telah mengancam bangsa
dan masyarakat tertentu sehingga menjadi suatu kejahatan teorganisasi nasional
ataupun transnasional.
Menurut Hadiman, bahwa penyalahgunaan narkotika dewasa ini telah mencapai
situasi yang mengkhawatirkan sehingga menjadi persoalan negara. Hal ini sangat
memperihatinkan karena korban penyalahgunaan narkotika di Indonesia akhir-akhir
ini cendrung semakin meningkat dan mencangkup tidak hanya terbatas pada
kelompok masyarakat yang mampu tetapi juga merambah kepada kalangan
masyarakat yang kurang mampu dan melibatkan anak-anak atau remaja muda usia,
suatu hal yang agak merisaukan mengingat mereka sebenarnya adalah generasi yang
menjadi harapan kita untuk meneruskan kelangsungan hidup bangsa secara
terhormat.48
Kejahatan terorganisasi transnasional merupakan ancaman terhadap negara dan
masyarakat yang dapat mengikis human security dan kewajiban dasar negara untuk
menjaga keamanan dan ketertiban salah satu bentuk permasalahan kejahatan
terorganisasi adalah perdagangan gelap narkotika (delict drug trafficking), Kejahatan
narkotika pada dasarnya termasuk kejahatan terhadap pembangunan dan
kesejahteraan sosial yang menjadi pusat perhatian dan keprihatinan nasional dan
48Jeanne Mandagi, Masalah Narkotika dan Penaggulangannya, (Jakarta: Pramuka Saka Bhayangkara, 1995), h.11.
28
internasional, ruang lingkup dan dimensi kejahatan narkotika sangat luas sehingga
kegiatan dan aktivitasnya mengandung ciri sebagai organized crime, white
collarcrime, corporate crime, dan transnational crime.
Hukum Islam mengumpamakan narkoba ini seperti khamar yang mana menurut
para fuqaha memberi pengertian khamar, yaitu cairan yang memabukkan, yang
terbuat dari buah-buahan seperti anggur, kurma yang berasal dari biji-bijian seperti
gandum dan yang berasal dari manisan seperti madu, atau hasil atas sesuatu yang
mentah, baik diberi nama klasik atau nama modern yang beredar di dalam
masyarakat.49
Zat yang digolongkan sejenis minuman memabukkan adalah narkoba, zat ini
digolongkan sejenis minuman khamar, termasuk juga zat yang memabukkan dan
haram status hukumnya dikonsumsi oleh manusia. Hal ini dikemukakan oleh Al-
Ahmady Abu An-Nuur. Selain itu, ia juga mengungkapkan bahwa narkoba atau
narkotika melemahkan, membiusdan merusak akal serta anggota tubuh manusia
lainnya50
Dalam surat al-Baqarah ayat 219 menjelaskan bahwa dosa meminum-minuman
khamar lebih besar dosanya dari pada manfaatnya :
اس ٱلمي�� و ٱ�مر لونك عن ۞�� لل ف و ما ه و�� ما ع ن
ما م � قون اذا ي و لونك ٱلع �فلك يب� ٱ ٱ��فت ل� �ت رون لعل� ٢
Artinya : mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah: "Pada keduanya terdapat dosa yang besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya". dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah: " yang lebih dari keperluan." Demikianlah
49H. Zainuddin Ali, Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Sinar Grafika, 2009), h. 78-79. 50Ibid., h. 79.
29
Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu supaya kamu berfikir (Q.S Al-Baqarah:219)
Dan di dalam surat Al-Maidah ayat 90 Allah SWT melarang kita untuk mendekati atau meminum khamar karena termasuk kedalam perbuatan syaitan :
ا � ين ما ٱ و ا ا نصاب و ٱلمي� و ٱ�مر
و ٱ� ز�ف
رجس ٱ�
ن �م ه�فن ف ٱل لحون وه ٱجتن � ٩لعل�Artinya: Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah Termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan (Q.S Al- Maidah:90).
Bahkan Rasullullah melarang keras tidak hanya kepada para peminumnya,
sebagaimana Nabi Muhammad SAW bersabda yang artinya :
“Allah melaknat (mengutuk), khamar, peminumnya, penyajinya, pedagangnya, pembelinya, pemeras bahannya, pemakan atau penyimpannya, pembawa dan penerimanya.”(H.R. Abu Daud, Ibnu Majah dan Ibnu Umar).
Ini menandakan bahwa meminum-minuman yang memabukan termasuk perbuatan
yang sangat tidak baik dan tercela bahkan tidak hanya bagi peminumnya saja semua
yang terlibat langsung dilaknat oleh Allah SWT.
C. Kriteria Extra Ordinary Crime
Jika kita melihat dari jenis-jenis Extra Ordinary Crime tersebut bahwa yang
menjadi dasar kenapa suatu kejahatan bisa dikatakan luar biasa adalah adanya kondisi
yang perlu dilakukan penanganan sesegera mungkin dan sudah dianggap darurat di
negara tersebut, kejahatan yang tergolong sebagai Extra Ordinary Crime di Indonesia
(korupsi, narkoba, terorisme) memang perlu adanya penanganan yang sangat serius
dan khusus dari kejahatan-kejahatan biasa lainnya, agar bisa meminimalisir dari
dampak yang begitu besar yang ditimbulkan, jika kita cermati lebih dalam ada
30
beberapa hal yang menjadi kriteria-kriteria suatu kejahatan bisa dikatakan sebagai
kejahatan luar biasa adalah sebagai berikut:
1. Adanya darurat hukum yang harus dilakukan sesegera mungkin untuk ditetapkan
hukuman yang sangat serius karena menyangkut kestabilan negara dan
masyarakat, jika tidak ditangani dengan segera bisa mengakibatkan dampak yang
buruk dan menjadi hal yang sangat merugikan secara meluas seperti kasus korupsi,
kasus korupsi ini hampir setiap hari media massa memberitakan berbagai kasus
korupsi yang dilakukan oleh apartur negara baik pegawai negri ataupun pejabat
negara, kejahatan ini mampu menarik perhatian masyarakat karena para pelakunya
adalah orang-orang yang dipersepsikan oleh masyarakat sebagai orang yang
terkenal atau cukup terpandang namun merekalah yang membuat kemiskinan di
masyarakat.51dari dampak yang ditimbulkan bisa mengganggu dan rusaknya
sistem kehidupan ekonomi sehingga merugikan negara, yang dapat menggangu
perekonomian negara.
2. Kejahatan terorganisasi yang dilakukan secara sistematis yang terjadi dalam skala
yang besar, seperti korupsi yang modus dan tekniknya yang sistematis akibat yang
ditimbulkan bersifat pararel dan merusak seluruh sistem kehidupan baik dalam
ekonomi, politik, sosial budaya dan bahkan pada sampai kerusakan moral serta
mental masyarakat contohnya kasus korupsi yang banyak melibatkan anggota
dewan seperti kasus e-Ktp, KPK baru mengumumkan total kerugian negara dalam
kasus ini pada 2016, yakni sebesar Rp 2,3 triliun.52Bahkan nama ketua DPR saat
ini pun turut terlibat dalam kasus e-ktp dan menurut hasil survei Saiful Mujani
Research dan Consulting (SMRC) menyatakan bahwa mayoritas rakyat Indonesia
lebih percaya institusi dan kewenangan kinerja Komisi Pemberantasan Korupsi
51Teguh Sulista dan Aria Zurnetti, Hukum Pidana: Horizon Baru Pasca Reformasi,(Jakarta: PT.
Raja Grafindo Persada,2011), h.63. 52https://news.detik.com/berita/d-3442042/kasus-e-ktp-rp-23-t-kerugian-negara-2-tersangka-dan-
280-saksi diakses pada 17 juli 2017.
31
(KPK) dibanding DPR. Selain itu, terkait kasus korupsi e-KTP, masyarakat pun
yakin banyak anggota DPR terlibat didalamnya53.
3. Dampak yang ditimbulkan memberikan kerugian yang begitu besar bagi setiap
elemen baik dari masyarakat maupun negara dan di pandang sebagai hal yang
membahayakan jika tidak diperlakukan hukum yang serius seperti kasus penyalah
gunaan narkotika, hal ini sangat memperihatinkan karena korban penyalahgunaan
narkotika di Indonesia akhir-akhir ini cendrung semakin meningkat dan
mencangkup tidak hanya terbatas pada kelompok masyarakat yang mampu tetapi
juga merambah kepada kalangan masyarakat yang kurang mampu dan melibatkan
anak-anak atau remaja muda usia, suatu hal yang agak merisaukan mengingat
mereka sebenarnya adalah generasi yang menjadi harapan kita untuk meneruskan
kelangsungan hidup bangsa secara terhormat.54.
4. Biasanya dilakukan dengan modus operandi yang sulit sehingga tidak mudah
untuk membuktikannya seperti kasus E-Ktp yang sudah berjalan hampir 6 tahun
dan sekarang baru mulai di sidangkan dan kasus keterlibatan oknum sipir yang
terlibat kasus pengedaran narkoba di lapas yang dimana membantu
menyelundupkan sabu kedalam lapas atas perintah bandarnya.
D. Hukuman Bagi Pelaku Extra Ordinary Crime
Hukum adalah peraturan yang berupa norma dan sanksi yang dibuat dengan
tujuan untuk mengatur tingkah laku manusia, menjaga ketertiban, keadilan, mencegah
terjadinyakekacauan, hukum memiliki tugas untuk menjamin bahwa adanya kepastian
hukum dalam masyarakat, oleh sebab itu setiap masyarat berhak untuk memperoleh
pembelaan didepan hukum.
Hukum dapat diartikan sebagai sebuah peraturan, ketetapan atau ketentuan yang
tertulis ataupun yang tidak tertulis untuk mengatur kehidupan masyarakat dan
53http://news.liputan6.com/read/2992517/survei-smrc-rakyat-yakin-anggota-dpr-terlibat-korupsi-e-ktp diakses pada 17 juli 2017.
54Jeanne Mandagi, Masalah Narkotika dan Penaggulangannya, (Jakarta: Pramuka Saka Bhayangkara, 1995), h.11.
32
menyediakan sangsi untuk orang yang melanggar hukum, Sedangkan hukum menurut
istilah para ahli ilmu ushul fiqh ialah: Khithab Syari’ yang bersangkutan dengan
perbuatan orang–orang mukallaf, baik dalam bentuk tuntutan, pilihan, atau
ketetapan.55
Hukum menurut bahasa, artinya : Menetapkan sesuatu atas sesuatu, sedangkan
menurut istilah, ialah: Khithab (titah) Allah, atau sabda Nabi Muhammad yang
berhubungan dengan segala amal perbuatan mukallaf, baik titah itu mengandung
tuntutan suruhan, larangan atau membolehkan sesuatu atau menjadikan sesuatu sebab,
syarat atau memperbolehkan sesuatu, atau menjadikan sesuatu sebab, syarat atau
penghalang (mâni’) bagi sesuatu hukum.56
Menurut Muladi selaku Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhanas)
mengatakan bahwa kejahatan yang berlebel Extra Ordinary Crime (kejahatan Luar
biasa) harus ditangani dengan Extra Ordinary Measure (penaganan/tindakan yang
luar biasa).57karena jika tidak ditangani dengan serius akan mengakibatkan dampak
yang sangat buruk.
Indonesia adalah negara hukum, begitu yang terdapat di dalam Pasal 1 ayat (3)
Undang-Undang Dasar 1945. Sangat tepat sekali jika di negara kita memiliki
lembaga-lembaga yang khusus menangani kasus-kasus seperti Korupsi, Narkoba dan
Terorisme yang di pandang sebagai kejahatan luar biasa:
1. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)
Komisi Pemberantasan Korupsi atau biasa disingkat KPK adalah lembaga
negara yang khusus menangani pemberantasan korupsi. KPK lahir berdasarkan
Undang-Undang Nomor 30 tahun 2002 tentang Tindak Pidana Korupsi.
Sebagaimana yang tertuang dalam Bab II Pasal 6 Komisi Pemberantasan Korupsi
mempunyai tugas sebagai berikut:58
55Abdul Wahhab Khallaf, Ilmu Ushul Fiqih, (Semarang:Dina Utama, 1994), h.142. 56Moh Rivai, Ushul Fiqih, (Bandung : PT. Al-Ma’arif, 1993), h.12. 57Muhammad Ikhlas Thamri, Densus 88 Undercover.( Solo: Quo Vadis, 2007), h. 59. 58Undang-undanag Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi.
33
a) Kordinasi dengan instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak
Pidana Korupsi.
b) Supervisi terhadap Instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak
Pidana Korupsi.
c) Melakukan Penyelidikan, Penyidikan dan Penuntutan terhadap Tindak Pidana
Korupsi.
d) Melakukan Tindakan-tindakan Pencegahan Tindak Pidana Korupsi.
e) Melakukan monitor terhadap penyelenggaran Pemerintahan Negara.
Dalam melaksanakan tugas penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan, Komisi
Pemberantasan Korupsi berwenang :
a) Melakukan penyadapan dan merekam pembicaraan.
b) Memerintahkan kepada instansi yang terkait untuk melarang seseorang bepergian
ke luar negeri.
c) Meminta keterangan kepada bank atau lembaga keuangan lainnya tentang keadaan
keuangan tersangka atau terdakwa yang sedang diperiksa;
d) Memerintahkan kepada bank atau lembaga keuangan lainnya untuk memblokir
rekening yang diduga hasil dari korupsi milik tersangka, terdakwa, atau pihak lain
yang terkait.
e) Memerintahkan kepada pimpinan atau atasan tersangka untuk memberhentikan
sementara tersangka dari jabatannya;
f) Meminta data kekayaan dan data perpajakan tersangka atau terdakwa kepada
instansi yang terkait.
2. Badan Narkotika Nasional (BNN)
Badan Narkotika Nasional (BNN) adalah sebuah Lembaga Pemerintah
NonKementerian (LPNK) Indonesia yang mempunyai tugas melaksanakan tugas
pemerintahan di bidang pencegahan, pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran
34
gelap psikotropika, prekursor dan bahan adiktif lainnya kecuali bahan adiktif
untuk tembakau dan alkohol.59
Badan Narkotika Nasional dipimpin oleh seorang kepala yang bertanggung
jawab langsung kepada presiden melalui kordinasi kepala kepolisian negara republik
Indonesia, dasar hukum BNN adalah Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009 tentang
Narkotika. Sebelumnya, Badan Narkotika Nasional (BNN) merupakan lembaga
nonstruktural yang dibentuk berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 17 Tahun 2002,
yang kemudian diganti dengan Peraturan Presiden Nomor 83 Tahun 2007.
Dalam BabI Pasal 2 Badan Narkotika Nasional memiliki tugas membantu Presiden
dalam :
a) Mengordinasikan instansi pemerintah terkait dalam penyusunan kebijakan dan
pelaksanaan kebijakan oprasional di bidang ketersediaan dan pencegahan,
pemberantasan, penyalahgunaan dan pengedaran gelap narkotika, pisikotropika,
prekursordan bahan adiktif lainnya atau dapat disingkat dengan P4GN dan
b) Melaksanakan P4GN dengan membentuk satuan tugas yang terdiri atas unsur
instansi pemerintah terkait sesuai dengan tugas, fungsi dan kewenangan masing-
masing.
3. Badan Nasional Penaggulangan Terorisme (BNPT)
Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) adalah sebuah Iembaga
Pemerintah Nonkementerian (LPNK) yang melaksanakan tugas pemerintahan di
bidang penanggulangan terorisme. Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, BNPT
dikordinasikan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan.
BNPT dipimpin oleh seorang kepala yang berada di bawah dan bertanggung
jawab kepada presiden. Pada awalnya jabatan kepala BNPT setingkat eselon I.a.
namun sejak diterbitkannya Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2012 tentang
Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 46 Tahun 2010 Tentang Badan
59Praturan Presiden Republik Indonesia Nomer 23 tahun 2010 Tentang Badan Narkotika Nasional
35
Penanggulangan Terorisme, jabatan Kepala BNPT naik menjadi setingkat menteri.60
BNPT mempunyai tugas:
a) Menyusun kebijakan, strategi dan program nasional di bidang penanggulanagn
terorisme.
b) Mengkordinasikan instansi pemerintah terkait dalam pelaksanaan dan
melaksanakan kebijakan di bidang penanggulanganterorisme;
c) Melaksanakan kebijakan di bidang penanggulangan terorisme dengan membentuk
satuan-satuan tugas yang terdiri dari unsur-unsur instansi pemerintah terkait sesuai
dengan tugas, fungsi, dan kewenangan masing-masing.
d) Bidang penanggulangan terorisme meliputi pencegahan, perlindungan,
deradikalisasi, pendidikan dan penyiapan kesiap siagaan nasional.
Sangat tepat sekali jika korupsi, narkotika dan terorisme dikatakan sebagai
kejahatan luar biasa di negeri ini dengan dibentuknya badan-badan atau instansi yang
secara khusus menagani tindak pidana tersebut berarti adanya keseriusan pemerintah
untuk memberantas kejahatan-kejahatan yang dianggap banyak merugikan dan sudah
sangat mengkhawtirkan tersebut (korupsi, narkotika dan terorisme).
Jika dilihat kembali dari jenis-jenis dan kriteria yang termasuk ke dalam Extra
Ordinary Crime sangat tepat jika pelaku tindakan pidana yang termasuk kepada
kejahatan luar biasa dijatuhi hukuman seberat-beratnya bahkan hukuman mati
sekalipun, karena dari dampak dan apa yang ditimbulkan sangat luas cakupannya
tidak hanya merugikan masyarakat akan tetapi menjadi ancaman yang serius bagi
negeri ini juga.
60 Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2012 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 46 Tahun 2010 Tentang Badan Penanggulangan Terorisme.
36
BAB III
TINDAK PIDANA TERORISME (EXTRA ORDINARY CRIME) PERSPEKTIF
HUKUM PIDANA ISLAM DAN HUKUM POSITIF
A. Tindak Pidana Terorisme Menurut Hukum Pidana Islam
Tidaklah ditemukan definisi tentang terorisme dari kalangan ulama terdahulu,
karena hal tersebut disebabkan oleh awal penggunaan kata terorisme dengan
pengertian sekarang ini yang bermula dari ideologi Eropa pada masa revolusi
Perancis tahun 1789 sampai 1794 Masehi.
Seperti yang telah dikatakan bahwa dalam Islam kata terorisme tidak dibahas
secara khusus sebagai “terorisme”, akan tetapi ia mengukuti bab jinâyah, karena
melihat bentuk kejahatan terorisme itu banyak (seperti pembajakan, penculikan,
pengeboman, dan lain-lain) maka perlulah dibahas dari beberapa sisi agar bisa
melihat tindakan atau hukuman yang pantas dijatuhkan terhadap kejahtan tindak
pidana terorisme ini.
Menurut syekh Yusuf Al-Qardhawi, kejahatan terorisme yang terjadi di kota
Bali, yang di mana menewaskan ratusan nyawa wisatawan yang berkunjung, aksi
tersebut menyebabkan kehancuran di atas muka bumi dan bisa dikatakan bahwa
istilah terorisme ini dalam Islam bisa disebut sebagai hirabah.61Di sini syekh Yusuf
Al-Qardhawi menganalogikan Terorisme sebagai hirabah dalam hukum pidana
Islam.
Pendapat Syekh Yusuf Al-Qardawi senada dengan Fatwa Majlis Ulama
Indonesia Nomor 3 Tahun 2004 Tentang Terorisme, yang menjelaskan bahwa
terorisme telah memenuhi unsur tindak pidana hirabah dalam khazanah fiqih Islam.
Para fuqaha mendefinisikan al-muharib (Pelaku hirabah), yaitu: Orang yang
61Ari Wibowo, Hukum Pidana Terorisme., (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2012)., h. 238
37
mengangkat senjata melawan orang banyak dan menakut-nakuti mereka
(menimbulkan rasa takut di kalangan masyrakat).62
Di dalam Fatwa Majlis Ulama Indonesia dalam pertimbangannya, bahwa
tindakan terorisme dengan berbagai bentuknya yang terjadi akhir-akhir ini di
beberapa negara, termasuk Indonesia, telah menimbulkan kerugian harta dan jiwa
serta rasa tidak aman di kalangan masyarakat, terorisme adalah tindakan kejahatan
terhadap kemanusiaan dan peradaban yang menimbulkan ancaman yang serius
terhadap kedaulatan negara, bahaya terhadap keamanan, perdamaian,dunia serta
merugikan kesejahteraan masyarakat.
Terorisme adalah adalah salah satu kejahatan yang diorganisasi dengan baik,
bersifat trans-nasional dan digolongkan sebagai kejahatan luar biasa (Extra Ordinary
Crime) yang tidak membeda-bedakan sasaran.63 Tindakan terorisme jika dilihat dari
sifatnya memiliki tujuan yang tidak baik tujuannya dari terorisme pada dasarnya
adalah untuk menciptakan rasa takut dan menghancurkan pihak lain, memiliki sifat
yang merusak dan anarkis serta dilakukan tanpa aturan dan sasaran yang tidak
terbatas, untuk itulah MUI kenapa menyebut terorisme sebagai salah satu tindakan
yang sudah masuk kedalam unsur hirabah.
Hirabah adalah tindak kejahatan yang dilakukan secara terang-terangan
ataupun secara diam-diam, dimana tindakan tersebut dapat dilakukan seorang diri
maupun secara berkelompok.64Hirabah disebut juga dengan perampokan atau dapat
juga disebut dengan Qatha’ut Thariq, perampokan adalah kejahatan merampas harta
di jalan umum dengan ancaman kekerasan.65Perampokan dapat juga diartikan sebagai
tindakan pengambilan secara terang-terangan dengan kekerasanatau bisa saja dalam
perampokan juga terdapat unsur diam-diam atau sembunyi-sembunyi jika
dinisbahkan kepada penguasa atau petugas keamanan, biasanya jarimah hirabah
62Fatwa Majlis Ulama Indonesia Nomer 3 Tahun 2004 tentang terorisme 63 Fatwa Majlis Ulama Indonesia Nomer 3 Tahun 2004 tentang terorisme 64H.A.DJazuli , Fiqih Jinayah (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2000)., h. 87. 65KH Ahmad Azhar Basyir, Ikhtisar Fiqih Jinayat (Hukum Pidana Islam), (Yogyakarta: UN
Press).,h.39.
38
dilakukan oleh sekelompok orang yang bersenjata tajam atau bersenjata api, yang
melakukan pencegatan lalu lintas baik pada siang ataupun malam hari, yang
terkadang hanya merampas harta benda, kadang pula diikuti dengan pembunuhan
terhadap pemiliknya atau mungkin hanya bersifat menakut-nakuti lalu lintas saja.
Ada beberapa definisi yang dikemukakan oleh para ulama mengenai hirabah
yaitu:66
Menurut Hanafiyah, hirabah adalah tindakan keluar jalan untuk mengambil
harta dengan cara kekerasan yang tujuannya menakut-nakuti orang yang lewat dijalan
agar dapat mengambil harta orang tersebut, bahkan bisa terjadi tindakan pembunuhan
terhadap korban tersebut.
Sedangkan menurut Syafi’iyah hirabah adalah tindakan keluar untuk
mengambil harta dengan cara membunuhatau menakut-nakuti dengan cara kekerasan
yang dimiliki diri sendiri, serta tidak mengharapkan pertolongan (bantuan), untuk
mengambil harta korban dengan cara menipu (taktik), baik menggunakan kekuatan
atau tidak.
Menurut golongan Zhahiriyah, hirabah adalah orang yang melakukan tindak
kekerasan dan mengintimidasi orang yang lewat, serta melakukan kerusakan di muka
bumi.
Mengenai hukuman yang dijatuhkan atas orang yang melakukan hirabah
(muharib), fuqaha sepakat bahwa hukuman tersebut berkaitan dengan hak Allah dan
hak manusia, disepakati pula bahwa hak Allah tersebut adalah hukuman mati,
hukuman salib, dipotong tangan dan kakinya secara bersilang dan hukuman
pengasingan seperti telah ditegaskan oleh Allah dalam ayat berkenaan dengan
hirabah,67dalam firman Allahsurat Al-Maidah ayat 33 sebagai berikut:
66 Makhrus Munajat, Hukum Pidana Islam di Indonesia, (Yogyakarta: TERAS).,h 94. 67Al-Faqih Abul Wahid Muhammad bin Achmad bin Muhammad ibnu Rusyd penerjemah, Imam
Gazali Said &Achmad Zaidun., Bidayatul Mujtahid (Analisa Fiqih Para Mujtahid).,(Jakarta: Pustaka Amani, 2007). h.665.
39
ما ؤا � ج �ار�ون ين ٱ �ض و�سعون � ۥورسو� ٱن ٱ�
فسادا
ن وا و ين خ�فف رجل
و يدي
� و �ق
و ا و يصل
قتلو ا �ض� خزي � ٱ� فلك ل � � ٱ رة ٱ�خ ها ول ٣عذاب عظه
Artinya: Sesungguhnya pembalasan terhadap orang-orang yang memerangi Allah dan Rasul-Nya dan membuat kerusakan di muka bumi, hanyalah mereka dibunuh atau disalib, atau dipotong tangan dan kaki mereka dengan bertimbal balik atau dibuang dari negeri (tempat kediamannya) yang demikian itu (sebagai) suatu penghinaan untuk mereka di dunia, dan di akhirat mereka beroleh siksaan yang besar (Q.S Al-Maidah:33).
Bisa disimpulkan jika dilihat dari surat Al-Maidah ayat 33 hukum Islam telah
memberikan peringatan keras terhadap pengganggu keamanan dan telah menetapkan
emapat hukuman bagi pelaku hirabah :
1. Hukuman mati biasa.
2. Hukuman mati disalib.
3. Potong tangan dan kaki.
4. Pengasingan.
1. Hukuman Mati
Hukuman ini wajib dijatuhkan kepada pengganggu keamanan yang melakukan
pembunuhan, hukuman ini adalah hukuman hudud, bukan qishas sehingga tidak bisa
dimaafkan oleh wali korban, hukuman ini didasarkan atas ilmu pengetahuan dan
karakter manusia. P67F
68PKetika melakukan pembunuhan, pelaku hirabah didorong oleh
motivasi atau naluri untuk hidup, bila ia menyadari bahwa ketika membunuh orang
lain itu sebenarnya ia membunuh dirinya sendiri, biasanya ia tidak akan meneruskan
perbuatannya. Jadi, hukuman mati yang telah ditetapkan oleh hukum Islam akan
menolak faktor-faktor psikologis yang mendorong dilakukannya pembunuhan dengan
68At-Tasyri’ al-jina’i al-Islamiy Muqaranan Bil Qonunil Wad’iy Abdul Qodir Audah.,Ensiklopedi
Hukum Pidana Islam III., (Bogor: PT. Kharisma Ilmu., 2008),. H., 60.
40
satu-satunya faktor psikologis yang dapat mencegah dilakukannya tindak pidana
tersebut.69
Firman Allah SWT Q.S. Al-Qasahs Ayat 77 :
فك وٱ�تغ اتٮ هما ار ٱ ٱ ن ٱ�خرة ك و� تنس نصه ها حسن ٱو
حسن ما غ ٱ ساد �ك و� � �ض� � ٱل
ن ٱ� ٱ � �
سدين ٧ ٱلمArtinya: dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan (Q.S. Al-Qasahs:77).
2. Hukuman Mati Disalib
Hukum ini wajib dijatuhkan terhadap pengganggu keamanan yang melakukan
pembunuhan dan perampasan harta, jadi hukuman ini dijatuhkan atas pembunuhan
dan pencurian harta sekaligus. Artinya hukuman ini adalah hukuman atas dua
tindakan pidana, baik kedua tindakan pidana tersebut saling berhubungan maupun
pembunuhan yang dilakukan bertujuan untuk mempermudah melakukan perampasan
harta.P69F
70
Menurut beberapa fuqaha, maksudnya disalib sampai mati karena kelaparan,
sedangkan menurut fuqaha lain maksud penyaliban adalah hukuman mati dan
penyaliban secra bersamaan (sekaligus).sebagian mereka berpendapat dihukum mati
dulu baru kemudian disalib ini adalah pendapat asyhab, sebagian yang lain
70At- Tasyri’ al-jina’i al-Islamiy Muqaranan Bil Qonunil Wad’iy Abdul Qodir Audah.,Ensiklopedi Hukum Pidana Islam III., (Bogor:PT. Kharisma Ilmu., 2008),. h. 61.
41
berpendapat,disalib hidup-hidup baru kemudian dihukum mati di papan kayu, ini
adalah pendapat Ibnu Qasim dan Ibnul Majisyun.71
Dasar penjatuhan hukum salib tidak berbeda dengan dasar penjatuhan hukuman
mati, akan tetapi, keinginan mendapatkan harta menjadi dorongan untuk melakukan
tindak pidana ini. Karenaya hukumannya harus di beratkan sehingga apabila ia
berpikir dan berniat untuk melakukan tindak pidana ini, seketika ia akan teringat akan
hukuman berat yang akan didapatkannya, ia akan segera mengurungkan niat
melakukan tindak pidana tersebut.72
Menurut Imam Syafi’i dan Imam Ahmad bin Hanbal, hukuman mati lebih
didahulukan dari penyaliban, alasan mereka, karena nash Al-Qur’an mendahulukan
penyebutan hukuman mati daripada hukuman salib sehingga pelaksanaan
hukumannya harus didahulukan dari penyaliban, selain itu melakukan penyaliban
sebelum hukuman mati adalah penyiksaan terhadap orang yang dikenakan hukuman
tersebut, sedangkan hukum Islam melarang adanya hukuman penyiksaan.73
Pada masa sekarang hukuman mati dengan disalib sama dengan hukuman mati
dengan ditembak, di mana terhukum diikat pada kayu berbentuk salib kemudian
ditembak, hukum Islam telah membedakan antara hukuman pembunuhan saja dan
hukuman membunuh disertai dengan perampasan harta, karena di antara dua tindak
pidana ini berbeda dan mempunyai hukuman yang berbeda pula.
Pada dasarnya hukuman penyaliban tidak mempunyai pengaruh apapun kepada
pelaku setelah ia mati tetapi pengaruhnya terhadap masyarakat sangat besar, bahkan
terkadang dapat menjadi satu-satunya faktor yang menunjukan nilai hukuman mati
bagi orang banyak, khususnya bagi para pengganggu keamanan yang lain.74
3. Pemotongan Anggota Badan (Al-Qot’u)
71Al-Faqih Abul Wahid Muhammad bin Achmad bin Muhammad Ibnu Rusyd penerjemah, Imam
Gazali Said, MA. & Achmad Zaidun., Bidayatul Mujtahid (Analisa Fiqih Para Mujtahid).,(Jakarta: Pustaka Amani, 2007)., h.666.
72At-Tasyri’ al-jina’i al-Islamiy Muqaranan Bil Qonunil Wad’iy Abdul Qodir Audah.,Ensiklopedi Hukum Pidana Islam III., (Bogor:PT. Kharisma Ilmu., 2008)., h. 61.
73Ibid., h 62. 74Ibid.,h. 62.
42
Hukuman ini harus dijatuhkan kepada pelaku hirabah (gangguan keamanan)
jika ia mengambil harta, tetapi tidak melakukan pembunuhan terhadap korbannya.
Hukuman bagi pelaku hirabah jenis ini tidak diragukan lagi adalah hukuman yang
adil kareana pelaku hanya mengambil harta si korban.
Mengenai firman Allah,”...atau dipotong tangan dan kaki mereka secara
silang,’’ pengertiannya: tangan kanan dan kaki kirinya dipotong lalu kemudian jika ia
melakukan hirabah lagi, maka tangan kiri dan kaki kananya dipotong, sedangkan
menurut asyhab, bahwa tangan kiri dan kaki kirinya dipotong.75
4. Hukuman Pengasingan (Pembuangan)
Menurut suatu pendapat maksud dibuang (diasingkan) adalah dipenjarakan,
pendapat lain mengatakan bahwa pembuangan itu adalah dibuang dari satu negri
kenegri lain kemudian dipenjarakan di negri tersebut hingga ada indikasi ia telah
bertobat ini pendapat Ibnul Qasim dari Malik, sedangkan jarak antara kedua negri
tersebut adalah jarak minimal untuk meng qasar shalat.76
Hukuman ini ditetapkan bagi pelaku hirabah apabila ia hanya menakut-nakuti
orang, tetapi tidak mengambil harta dan tidak pula membunuh.77Alasannya karena
seseorang yang melakukan gangguan keamanan dalam bentuk ini bermaksud untuk
mencari popularitas. Karena itu, ia harus diasingkan sehingga menjadikannya tidak
dikenal. Bisa jadi, alasan pelaku menakut-nakuti orang lain adalah untuk
melenyapkan keamanan dijalan-jalan umum yang termasuk bagian kedamaian dari
suatu negeri. Alasan manapun yang benar yang pasti dalam hal ini, faktor psikologis
yang mendorong dilakukannya tindak pidana ini dilawan dengan faktor psikologis
yang dapat menghindarkannya dari tindak pidana tersebut.
Menurut pendapat yang kuat pengasingan dilakukan dari satu negeri kenegeri
lain yang masuk dalam batas wilayah darul Islam, dengan syarat jarak antara kedua
75Al-Faqih Abul Wahid Muhammad bin Achmad bin Muhammad ibnu Rusyd penerjemah, Imam Gazali Said & Achmad Zinudin., Bidayatul Mujtahid (Analisa Fiqih Para Mujtahid).,(Jakarta: Pustaka Amani, 2007). h.667
76Ibidh., h.667 77At-Tasyri’ al-jina’i al-Islamiy Muqaranan Bil Qonunil Wad’iy Abdul Qodir Audah.,Ensiklopedi
Hukum Pidana Islam III., (Bogor:PT. Kharisma Ilmu., 2008) ,. h., 63.
43
negara tersebut tidak kurang dari jarak qasar, yaitu satu hari perjalanan sedang (tidak
cepat tidak lambat). Ini menurut Imam Malik,Syafi’i dan Ahmad bin Hambal.
Adapun menurut Abu Hanifah, dengan jarak waktu tiga hari perjalanan sedang dan
menurut sebagian fuqaha yang lain sejarak sepuluh mil (1 mil=1.609 meter).78
Tidak ada batasan lamanya hukuman pengasingan tersebut, tetapi tergantung
pada perubahan pelaku yang kemudian tanda-tanda kebaikan pada diri pelaku
tampak, sehingga pelaku tersebut dimaafkan dan dapat kembali ke negeri asalnya.
Dalam mengadili korban di dalam hukum Islam ada beberapa hal yang harus
diperhatikan, karena suatu pengadilan itu bisa dilaksanakan berdasarkan 4 (empat) hal
yaitu79 :
a) Keterangan saksi
Dalam memberikan kesaksian pada tindakan hirabah, Islam mensyaratkan
untuk mendatangkan 2 orang saksi saja sudah cukup dalam memberikan kesaksian
karena para fuqaha sepakat bahwa semua hak selain zina dapat ditetapkan dengan dua
orang saksi laki - laki yang adil, kecuali al-Hasan al-Basri yang berpendapat bahwa
hak-hak tersebut tidak dapat diterima dengan saksi yang kurang dari empat orang.80
b) Sumpah
Sumpah adalah pernyataan yang diucapkan secara resmi dengan bersaksi
kepadabAllah SWT untuk menguatkan kebenaran dan kesungguhan, pernyataan yang
disertai tekad dan berani menerima sesuatu bila yang dinyatakan tidak benar serta
janji atau ikrar untuk memperkuat perkataannya.
Sumpah dapat menggugurkan gugatan terhadap pihak tergugat apabila
penggugat tidak memiliki saksi. Menurut Imam Malik, dengan sumpah hak
penggugat dapat ditetapkan, yang diikuti dengan penetapan hal-hal yang diingkari
78Ibid., h. 63. 79Al-Faqih Abul wahid Muhammad bin Achmad bin Muhammad ibnu Rusyd penerjemah, Imam
Gazali Said & Achmad Zaidun., Bidayatul Mujtahid (Analisa Fiqih Para Mujtahid).,(Jakarta: Pustaka Amani, 2007). h.684
80Ibid., h.691
44
atau dibantah oleh tergugat, jika ia mengakui maka gugurlah hak-hak tersebut, dalam
artian posisi penggugat lebih kuat sebab dan alasannya dibanding posisi tergugat.81
c) Penolakan Sumpah
Fuqaha berselisih pendapat tentang tetapnya hak bagi pihak tergugat
berdasarkan penolakan untuk bersumpah atau bersaksi. Menurut Imam Malik, Syafi’i
dan beberapa fuqaha Hijaz, serta segolongan fuqaha Irak, apabila pihak tergugat
menolak sumpah, maka penggugat tidak ada keharusan untuk menolak sumpah juga,
untuk mendapatkan haknya itu ia (penggugat) hanya dituntut untuk bersumpah atau
mendatangkan satu orang saksi.
d) Pengakuan
Jika pengakuan itu memang jelas, maka tidak ada perselisihan untuk
pertimbangan pengakuan dalam peradilan. Yang dipersoalkan disini adalah siapa
yang pengakuannya dapat diterima dan siapa yang tidak, jika pengakuan tersebut
mengandung banyak kemungkinan maka terjadi perselisihan.
Tentang bagaimana seorang hakim mengadili, para fuqaha sepakat bahwa ia
harus memberikan perlakuan yang sama terhadap kedua belah pihak dalam sidang. Ia
tidak boleh hanya mendengarkan kata-kata hanya dari salah satu pihak tanpa
mendengarkan dari pihak lain. Terlebih dahulu ia harus memulai dari penggugat,
kemudian menanyakan tentang bukti-bukti apabila tergugat mengingkari gugatan.
Apabila penggugat tidak memiliki bukti dan perkaranya berkenaan dengan
urusan harta, maka berdasarkan kesepakatan fuqaha, pihak tergugat harus bersumpah.
Apabila perkaranya berkenaan dengan nikah, talak, atau pembunuhan, maka menurut
Imam Syafi’i, yang wajib bersumpah hanya untuk gugatan itu saja, sedangkan
menurut Imam Malik sumpah itu tidak wajib keculai bersama seorang saksi.82
Jadi di dalam Islam pengadilan itu dilaksanakan berdarkan 4 hal yaitu
keterangan saksi, sumpah, penolakan sumpah dan pengakuan atau gabungan dari
81Al-Faqih Abul wahid Muhammad bin Achmad bin Muhammad ibnu Rusyd penerjemah, Imam Gazali Said & Achmad Zaidun., Bidayatul Mujtahid (Analisa Fiqih Para Mujtahid).,(Jakarta: Pustaka Amani, 2007). , h.693
82Ibid., h.712.
45
keempatnyadan apabila penggugat tidak menghadirkan saksi sesuai dengan
ketentuan, maka sumpah tersebut bisa menggugurkan hukuman bagi pihak tergugat
karena kurangnya bukti yang menguatkan.
B. Extra Ordiary Crime dalam Hukum Pidana Islam
Di dalam hukum pidana Islam tidak dikenal istilah Extra Ordinary Crime
(kejahatan luar biasa). Tetapi karena teori ushul fiqh, bila suatu hukum belum di
tentukan suatu hukumnya, maka bisa ditentukan dengan metode qiyas (analogi
hukum) jika sudah ditemukan perbuatannya seperti apa jika dipandang dalam hukum
Isalm dan baru bisa ditetapkan termasuk kedalam perbuatan jarimah yang ditinjau
dari segi hukumannya, jarimah ditinjau dari segi hukumannya terbagi kepada tiga
bagian yaitu jarimah hudud, jarimah qishash dan jarimah tazir.83
Jarimah hudud adalah jarimah yang diancam dengan hukuman had, had adalah
hukuman yang telah ditetapkan oleh syara dan merupakan hak Allah, ciri khas
jarimah hudud adalah sebagai berikut:84
a. Hukumannya tertentu dan terbatas, dalam arti hukuman tersebut telah
ditentukan oleh syara’ dan tidak ada batasan minimal dan maksimal.
b. Hukman tersebut merupakan hak Allah semata-mata, atau kalau ada hak
manusia di samping hak Allah yang lebih dominan.
Oleh karena itu hukuman had ini merupakan hak Allah maka hukuman tersebut tidak
bisa digugurkan oleh perseorangan atau orang yang diwakili oleh negara.
Jika ditinjau dari segi materi jarimah, hudud terbagi menjadi tujuh, yaitu
jarimah zina, jarimah qazab, jarimah syurb al-khamar, jarimah pencurian, jarimah
hirabah, murtad dan jarimah pemberontakan.
Jarimah qishash dan diat adalah hukuman yang sudah ditentukan oleh syara’,
perbedaannya dengan hukuman had adalah bahwa hukuman had adalah hak Allah
(hak masyarakat), sedangkan qishash dan diat adalah hak manusia (hak individu). Di
83 Ahmad Wardi Muslich.,Hukum Pidana Islam.,(Jakarta: Sinar Grafika, 2005). h. x 84 Ibidh.,h. x
46
samping itu perbedaan yang lain adalah karena hukuman qishash dan diat adalah hak
manusia maka hukuman tersebut bisa dimaafkan atau digugurkan oleh korban atau
keluarganya, sedangkan hukuman had tidak bisa digagalkan atau digugurkan.85
Dalam fiqih jinayah, sanksi qishash ada dua macam perbuatan yang bisa
dijatuhi hukuman ini, yaitu qishash karena melakukan jarimah pembunuhan dan
qishas karena melakukan jarimah penganiayaan,86namun apabila diperluas jumlahnya
ada lima macam, yaitu pembunuhan sengaja, pembunuhan menyerupai sengaja,
pembunuhan karena kesalahan, penganiayaan sengaja, penganiayaan tidak sengaja.
Jarimah takzir adalah jarimah yang diancam dengan hukuman takzir, pengertian
takzir menurut bahasa adalah ta’dib, artinya memberi pelajaran, sedangkan
pengertian takzir menurut istilah adalah hukuman pendidikan atas dosa yang belum
ditentukan hukumannya oleh syara’, dari definisi tersebut, dapat diketahui bahwa
hukuman takzir adalah hukuman yang belum ditetapkan oleh syara’, dan wewenang
ketetapan diserahkan kepada ulil amri.87
Imam Muhammad Abu Zahra membagi hukum takzir menjadi dua, yaitu sanksi
yang berkaitan dengan hak Allah dan sanksi takzir yang berkaitan dengan
pelanggaran hak manusia, ia pun berpendapat: sanksi-sanksi takzir sama dengan
sanksi-sanksi yang telah ditentukaan (qisash dan hudud). Sebagian ada yang
merupakan hak Allah dan sebagian merupakan hak Manusia. Inilah pembagian secara
umum.88 Kemudian Abu Zahrah memberikan contoh beberapa pelanggaran yang
berkaitan dengan hak Allah yang pelakunya harus dihukum takzir di antaranya
perbuatan bid’ah, pelecehan terhadap nabi Muhammad, perdagangan manusia, bisnis
narkoba, manipulasi, riba, korupsi dan kesaksian palsu.89
Ada beberapa contoh pelanggaran yang berkaitan dengan hak manusia, Abu
Zahrah mengemukakan seperti dalam kasus pembunuhan semi sengaja. Di samping
85 Ahmad Wardi Muslich.,Hukum Pidana Islam.,(Jakarta: Sinar Grafika, 2005). h. xi 86 M.Nurul Irfan dan Masyrofah., Fiqih Jinayah.,( Jakarta:Amzan. 2013). h. 5 87 Ahmad Wardi Muslich.,Hukum Pidana Islam.,(Jakarta: Sinar Grafika, 2005). h. xii 88M.Nurul Irfan dan Masyrofah., Fiqih Jinayah.,( Jakarta:Amzan. 2013). h. 198 89Ibid., h. 199
47
adanya pemberian diyat oleh pelaku kepada keluarga korban, masih terdapat satu
sanksi lagi berupa takzir, untuk memelihara hak manusia, demikian juga
pemberlakuan hukum takzir dalam masalah penganiyayaan yang tidak mungkin
dilakukan hukuman qisash, contoh lainya juga bisa berupa percobaan pembunuhan
atau kasus penyekapan.
Senada dengan apa yang dikemukakan Abu Zahrah, Wahbah al-Zuhaili juga
mengemukakan bahwa: takzir bisa terjadi terhadap setiap jarimah yang tidak masuk
dalam cakupan had dan kafarah, baik menyangkut pelanggaran terhadaphak Allah
seperti makan pada siang hari di bulan Ramadah tanpa uzur, meninggalkan shalat,
menjalankan praktik riba, melemparkan barang najis atau berbahaya lain kejalan-
jalan umum. Takzir juga dapat berlaku pada pelanggaran terhadap hak manusia,
seperti mencium atau melakukan perbuatan yang tidak senonoh, mencuri tetapi tidak
mencapai nisab syar’i, mencuri bukan dari tempat penyimpanan, berkhianat dengan
amanah, suap, qadzab dan mencaci atau menyakiti bukan dengan lafal qadzaf.90
Kemudian berkaitan dengan macam-macam takzir, tidak ada kesepakatan
karena takzir bersifat relatif, temporal, dan kondisional, mengenai hal ini, Abdul
Muhsin Al-Thariqi berkata:
Fuqaha berpendapat bahwa terdapatbermacam-macam takzir, sehingga tidak
terbatas berapa banyak takzir yang ada, apa yang mereka kemukakan itu hanyalah
sebagian, bukan keseluruhan oleh karena itu, masalah ini dikembalikan kepada ijtihad
seseorang penguasa sesuai dengan kemaslahatan untuk mencegah manusia
melakukan kejahatan.91
Jika dilihat dari keriteria-keriteria Extra Ordinary Crime, kejahatan ini secara
garis besar dijatuhi hukuman hudud karena dari dampak yang di timbulkan semua
mengarah kepada tindakan-tindakan yang sudah ada dan ditentukan kedalam hukum
yang sudah ada dan ditetapkan di dalam syara’ tinggal melihaat dari perbuatan
tersebut masuk kedalam jarimah hudud atau jarimah qishash.
90Ibid., h. 200 91M.Nurul Irfan dan Masyrofah., Fiqih Jinayah.,( Jakarta:Amzan. 2013)., h. 200.
48
C. Tindak Pidana Terorisme sebagai Extra Ordinary Crime dalam Hukum Pidana Islam
Jika kita cermati lebih dalam antara terorisme dan kejahatan luar biasa (Extra
Ordinary Crime) sama-sama tidak dibahas secara langsung dan ditetapkan
hukumnya, namun jika dilihat dari sifat dan ciri-ciri kejahatan tindak pidana
terorisme, bisa di kategorikan sebagai hirabah yang di mana tindakan mengangkat
senjata melawan orang banyak dan menakut-nakuti mereka.
Sebagai mana sudah dijelaskan pada pembahasan sebelumnya, bahwa
hukuman bagi pelaku hirabah dikenakan hukum hudud, hudud adalah hukuman yang
telah ditentukan dan ditetapkan Allah didalam al-Quran dan hadis. hukum hudud
adalah hak Allah, yang tidak boleh ditukar atau diganti hukumannya dan tidak boleh
diubah atau dipindah, hukuman hudud tidak boleh dimaafkan oleh siapapun.
Tindakan jarimah yang dapat dijatuhi Hukuman hududada 7 (tujuh), yaitu :
1. Berzina
2. Menuduh orang berzinah (qazaf)
3. Meminum-minuman keras (khamar)
4. Mencuri
5. Murtad
6. Hirabah
7. kudeta (bughat)
Akan tetapi jika seorang pelaku yang melakuakaan kejahatan atau jarimah
hirabah bertaubat dan tidak akan melakukan tindakan tersebut lagi. Maka mereka
terlepas dari hukuman hudud, mereka hanya harus menunaikan hak-hak orang yang
mereka sakiti, sebagaimana dijelaskan dalam surat Al-Maidah ayat 34:
49
ين � ف ٱ علهن �قدروا
ن �
ن ٱعلمو ا تابوا ور ٱ �
٣رحهArtinya: kecuali orang-orang yang taubat (di antara mereka) sebelum kamu dapat menguasai (menangkap) mereka; Maka ketahuilah bahwasanya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang (Q.S. Al-
Maidah:34).
Extra Ordinary Crime jika dilihat dari dampak yang ditimbulkan memang
sangat besar dan memberikan kerugian atau kerusakan yang menjalar kesetiap sisi-
sisi kehidupan baik itu kepada masyarakat maupun terhadap negara, Extra Ordinary
Crime tidak memiliki definisi khusus karena hanya dilihat dari dampak-dampak yang
ditimbulkan dari perbuatan tindak pidana tersebut.
Kejahatan tindak pidana terorisme yang terkait dengan Extra Ordinary Crime
di dalam hukum Islam memang tidak memiliki definisi yang pasti, namun dari uraian
di atas bisa disimpulkan bahwa tindak pidana terorisme yang termasuk kedalam Extra
ordinary crime dalam perspektif hukum Islam dikenakan hukum hudud. Karena jika
kita lihat kembali secara keseluruhan dari kejahatan terorisme yang dijatuhi hukum
hudud ,yang di mana kejahatan terorisme dianalogikan sebagai jarimah hirabah.
Jadi Extra Ordinary Crime yang berkaitan dengan tindak pidana terorisme
dianalogikan sebagai hirabah yang di mana tindakan ini dalam hukum Islam dijatuhi
hukuman hudud, sebagaimana jarimah yang dilakukan oleh para pelakunya, karena
setiap perbuatan atau tindakan jarimah dapat dijatuhi hukuman berdasarkan dari
tindakan yang dilakukannya.
D. Tindak Pidana Terorisme sebagai Extra Ordinary Crime dalam Hukum Positif
Bicara sejarah terorisme tidak terlepas dari pristiwa pengeboman gedung
kembar World Trade Center (WTC) dan pentagon di New York Amerika Serikat
(AS) pada 11 September 2001. Pristiwa tersebut merupakan pukulan telak terhadap
supremasi AS sebagai negara adidaya dan AS meresponya dengan selogan “war
50
against terrorisme”. Peristiwa WTC dan Pentagon merespon AS untuk menjadi titik
awal politik dunia yang menjadikan terorisme sebagai ancaman keamanan yang
sangat serius, sekaligus mengukuhkan hegemoni AS sebagai satu-satunya negara
adidaya (the only superpower). Hegemoni AS nampak pada respon AS terhadap
terorisme secara umum dan khususnya pada invansi ke Afganistan dan Irak, AS
cenderung bertindak represif terhadap segala tindakan yang dianggap mengancam
keamana negara, bahkan cenderung mengabaikan Hak Asasai Manusia (HAM) yang
menjadi agenda politik dunia sebelumnya.92
Sebenernya terorisme telah lama ada dan bahayanya telah disadari oleh negara-
negara di dunia jauh sebelum pristiwa pengeboman WTC dan Pentagon. Namun pada
saat itu, terorisme masih terbatas dalam sekat negara dan regional, belum
menggelobal sebagaimana yang terjadi setelahnya.Indonesia telah menyadari akan
bahaya terorisme, maka pemerintah berupaya membuat Undang-Undang (UU)
Khusus yang mengatur terorisme. Pentingnya UU khusus yang mengatur terorisme
semakin dioptimalkan pemerintah setelah terjadi kasus terorisme di Bali Tanggal 12
Oktober 2002 (BOM Bali 1). Peristiwa Bom Bali 1 memberikan akibat yang luar
biasa terhadap Indonesia, bukan hanya dampak traumatis, namun juga merapuhnya
bangunan sosial-ekonomi dalam sekala mikro maupun makro. Indonesia dianggap
sebagai negara yang rawan terhadap teror.93
Ada banyak tindakan-tindakan teroris yang sangat merugikan masyarakat dan
bahkan merugikan suatu negara misalnya serangan teroris pada tanggal 11 September
2001, dengan cara menabrakkan pesawat sipil terhadap dua sasaran gedung utama,
WTC dan pentagon di AS menjadi tragedi kemanusiaan terbesar abad ini. Meski
sudah lama berlalu, tetapi peristiwa tersebut akan tetap terus dicatat dan diingat oleh
sejarah, sebagai bagaian dari kejahatan di tingkat dunia (global crime) atas
kelangsungan kehidupan kemanusiaan modern. Manusia modern yang sering
92Ari Wibowo, Hukum Pidana Terorisme., (Yogyakarta: Graha Ilmu 2012)., h. 1 93 Ibid., h.1
51
memposisikan dirinya sebagai manusia terpelajar, ternyata harus menerima kenyataan
yang tragis akibat perilaku terorisme.94
Sebagai negara yang mayoritas penduduknya muslim, Indonesia banyak
merasakan hal yang menyebabkan munculnya terorisme dan itu sangat dekat dengan
kehidupan sehari-hari masyarakat, kejahatan terorisme tidak selalu muncul atas dasar
agama, bisa juga muncul akan dasar kebencian antar individu.
Fundamentalisme atau liberalisme tidak dapat berjalan secara efektif untuk
menghilangkan radikalisme. Terorisme bukanlah bagian dari agama Islam dan agama
Islam sangat bertentangan dengan terorisme. Timbulnya terorisme di lingkungan
kaum Muslimin di karenakan adanya kesalahpahaman terhadap hakekat dari ajaran
agama itu sendiri. Jadi tidak melihat keutuhan Islam secara komprehensif, akan tetapi
hanya memahami agama Islam tidak secara keseluruhan. Sehingga dengan mudah
menerima ajaran agama yang sebenernya dilarang, kesalahpahaman ini kemudian
berkembang menjadi penyalahgunaan agama.
Indonesia pun baru memiliki Undang-undang khusus yang mengatur terorisme
pada tahun 2002, yaitu melalui peraturan pemerintah pengganti Undang-Undang
Nomor 1 tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak PidanaTerorisme. Peraturan
perundang - undangan ini kemudian di setujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)
dan di tetapkan dengan Undang-undang Nomor 15 tahun 2003 tentang penetapan
peraturan pemerintah pengganti Undang-Undang Nomor 1 tahun 2002 tentang
pemberantasan Tindak Pidana Terorisme Menjadi Undang-Undang.95
Menurut Undang-Undang Tindak Pidana terorisme Nomor 15 tahun 2003 yang
tertuang pada Bab III Pasal 6 tertulis sebagai berikut :
“Setiap orang yang dengan sengaja menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan menimbulkan suasana teror atau rasa takut terhadap orang secara meluas atau menimbulkan korban yang bersifat massal, dengan cara merampas kemerdekaan atau hilangnya nyawa dan harta benda orang lain, atau mengakibatkan kerusakan atau kehancuran terhadap objek-objek vital
94 Hasyim Muzadi, “Kejahatan Terorisme”, (Refika Aditama, bandung :2004)., h. 5. 95Ari Wibowo., Hukum Pidana Terorisme.,( Yogyakarta: Graha Ilmu 2012)., h. 2.
52
yang strategis atau lingkungan hidup atau fasilitas publik atau fasilitas internasional, dipidana dengan pidana mati atau penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun”.96
Dari penjelasan tentang terorisme tersebut, penulis berpendapat bahwa segala
sesuatu yang membuat keresahan dengan sengaja di dalam kelangsungan hidup
manusia dengan cara-cara yang menimbulkan kegaduhan yang mempengaruhi
kelangsungan hidup dan kesejahteraan manusia serta mahluk hidup lainnya, termasuk
merusak atau menghancurkan, serta dengan sengaja melepaskan atau membuang zat,
energi, atau komponen lain yang berbahaya atau beracun ke dalam tanah, udara
maupun air, permukaan yang membahayakan terhadap mahluk hidup atau barang
sekalipun.
Pasal ini termasuk dalam delik materil yaitu yang ditekankan pada akibat yang
dilarang dengan hilangnya nyawa dan mempengaruhi secara langsung maupun tidak
langsung kesejahteraan manusia serta mahluk lainnya.
Pasal 6 Undang-undang Nomor 15 Tahun 2003, tentang pemberantasan tindak
pidana terorisme sangat multi tafsir dan tidak jelas batasan-batasannya, sebab
sebelum melakukan tindak pidana terorisme sudah mendapatkan ancaman hukuman
yang berat, berdasarkan pasal 6 Undang-Undang Nomor 15 tahun 2003 yang di mana
dapat diterapkan dengan memilih kasus-kasus tertentu.
Pasal 7 Undang-Undang No. 15 Tahun 2003 mengatur tentang tindak pidana
terorisme sebagai delik formil, pasal 7 menyatakan :
“Setiap orang yang dengan sengaja menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan, bermaksud untuk menimbulkan teror atau rasa takut terhadap orang secara meluas atau menimbulkan korban contohnya dengan cara merampas kemerdekaan atau hilangnya nyawa atau harta benda orang lain atau untuk menimbulkan kerusakan atau kehancuran terhadap objek-objek vital yang strategis, atau lingkungan hidup, atau fasilitas public, fasilitas
96Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2003 Tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Terorisme.
53
internasional,dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama seumur hidup”.
Maksud dari kalimat di atas adalah “untuk menimbulkan terror” merupakan
kalimat yang menandakan bahwa tindakan terorisme merupakan delik formil yaitu,
suatu tindak pidana yang perumusannya di titik beratkan kepada perbuatan korban
yang dilarang, jadi tindak pidana tersebut telah dianggap selesai dengan dipenuhinya
unsur-unsur dari tindak pidana yang dilarang, tanpa perlu membuktikan akibat
perbuatannya.
Pada pasal 13 yang mengatur tentang hukuman bagi orang yang memberikan
bantuan kepada pelaku teror:
“Setiap orang yang dengan sengaja memberikan bantuan atau kemudahan terhadap pelaku tindak pidana terorisme, dengan:
a. Memberikan atau meminjamkan uang atau barang atau harta kekayaan lainnya kepada pelaku tindak pidana terorisme;
b. Menyembunyikan pelaku tindak pidana Terorisme atau c. Menyembunyikan informasi tentang tindak pidana terorisme;
Pada Pasal ini siapa saja yang berusaha meminjamkan harta kekayaan dan
menyembunyikan pelaku atau Informasi yang berkaitan tentang terorisme padahal ia
mengetahuinya mendapatkan ancaman penjara paling lama 15 tahun.
Kemudian pada Pasal 14 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003, yang
berkaitan dengan tindak pidana terorisme menjelaskan tentang hukuman bagi siapa
saja yang terlibat atau merencanakan pada aksi teror ini :
“Setiap orang yang merencanakan atau menggerakkan orang lain untuk melakukan tindak pidana terorisme sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, Pasal 7, Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 11, dan Pasal 12 dipidana dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup”.
Pada pasal ini sudah jelas bahwa siapa saja yang merencankan tindakan
terorisme maka akan mendapatkan hukuman yang sangat berat yaitu hukuman
penjara seumur hidup dan pidana hukuman mati.
54
Subjek hukum yang dapat digolongkan menjadi pelaku tindak pidana terorisme
menurut Pasal 1 butir 2 dan Pasal 3 Undang-Undang pemberantasan terorisme yaitu:
Setiap orang adalah perseorangan, kelompok orang baik sipil, militer, maupun polisi yang bertanggung jawab secara individual atau korporasi.
Pasal 3 : Peraturan pemerintah pengganti undang-undang ini berlaku terhadap setiap orang yang melakukan atau bermaksud melakukan tindak pidana terorisme di wilayah negara Republik Indonesia dan/atau negara lain juga memiliki yang yurisdiksi dan menyatakan maksudnya untuk melakukan penuntutan terhadapa pelaku tersebut.
Dalam rumusan pasal tersebut menyatakan bahwa subjek pelaku dalam tindak
pidana terorisme merupakan setiap orang yang didefinisikan sebagai seseorang,
beberapa orang atau korporasi, yang termasuk ke dalam kelompok tersebut dan terdiri
dari masyarakat sipil, militer, polisi, perseroan, yayasan, dan organisasi lainnya dan
ruang lingkup Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme ini di dalam
pasal 3 dijelaskan bahwa Undang-Undang ini berlaku untuk setiap orang yang
bermaksud untuk melakukan teror di wilayah Negara Republik Indonesia.
Dalam pembuktian kasus tindak pidana terorisme ini dilakukan sesuai dengan
hukum acara yang berlaku sebagai mana mestinya, akan tetapi ada beberapa
ketentuan yang berbeda sesuai dengan apa yang tertuang dalam Undang-Undang ini,
hal tersebut tertuang dalam Bab V Pasal 25 butir 1:
Penyidikan, Penuntutan, dan Pemeriksaan disidang pengadilan dalam perkara tindak pidana terorisme, dilakukan berdasarkan hukum yang berlaku, kecuali ditentukan lain dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang ini.
Ini menandakan adanya keseriusan dalam pembuktian dan ketentuan-ketuntuan
persidangan dikasus tindak pidana terorisme ini.
Dalam sidang perkara tindak pidana terorisme ada beberapa ketentuan di dalam
persidangan pengadilan tentang penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan pada pasal
25 poin 2 untuk kepentingan penyidikan dan penuntutan,
55
penyidik diberi wewenang untuk melakukan penahanan terhadap tersangka paling lama 6(enam) bulan, dan pasal 26 poin 2 dan 3 jika penyidik sudah memperoleh bukti permulaan yang dirasa cukup maka harus dilakukan pemeriksaan oleh ketua atau wakil ketua pengadilan negeri dalm waktu paling lama 3 hari.
Jadi di sini penyidik diberikan wewenang untuk melakukan penahanan sebelum
disidangkannya, dengan waktu paling lama 6 bulan dan jika dirasa sudah cukup bukti,
maka permulaan Ketua atau Wakil Ketua pengadilan berhak memeriksa paling lama 3
hari.
Kemudian pada pasal 27 di sini menjelaskan bahwa ada beberapa alat bukti
untuk memperkuat hasil penyidikan:
Alat bukti pemeriksaan tindak pidana terorisme meliputi : a) Alat bukti sebagaimana dimaksud dalam hukum acara pidana. b) Alat bukti lain berupa informasi ynag diucapkan, dikirimkan, diterima
atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau yang serupa dengan itu.
c) Data, rekaman, atau informasi yang dapat dilihat, dibaca dan didengar, yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan atau sarana baik yang tertuang diatas kertas, benda fisik apapun selain kertas, atau yang terekam secara elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada :
1) Tulisan, suara, atau gambar. 2) Peta, rancangan, foto atau sejenisnya 3) Huruf, tanda, angka, simbol atau profesi yang memiliki
makna atau dapat dipahami oleh orang yang mampu membaca atau memahaminya.
Alat bukti dalam pemeriksaan dalam tindak pidana terorisme ini ada beberapa
kelebihan tidak hanya yang tertuang pada pasal 184 KUHP yaitu keteranagan saksi,
keterangan ahli, surat, petunjuk, keterangan terdakwa akantetapi juga berupa bentuk
fisik yang menguatkan.
Pasal 32 poin 2 menerangkan tentang harus adanya jaminan keamanan kepada
pelapor dengan tidak menyebutkan nama, alamat atau hal-hal lain yang memberikan
kemungkinan dapat diketahui identitas pelapor.
56
Dan di Pasal berikutnyayaitu Pasal 33 menerangkan
Jaminan keamananbagi parasaksi, penyidik, penuntut umum dan hakim yang memeriksa beserta keluarganya dalam perkara tindak pidana terorisme wajib diberi perlindungan oleh negara dari kemungkinan ancaman yang membahayakan diri, jiwa, dan hartanya, baik sebelum, selama, maupun sesudah peroses pemeriksaan perkara.
Pasal 34 pada poin 1
Perlindungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 oleh aparat penegak hukum dan aparat keamanan berupa : a) Perlindunagan atas keamanan pribadi dari ancaman fisik dan mental b) Kerahasiaan identitas saksi c) Pemberian keterangan pada saat pemeriksaan di sidang pengadilan
tanpa bertatap muka dengan tersangka.
Sebagaimana telah dijelaskan dari pasal-pasal di atas bahwa dalam penyidikan,
penuntutan dan pemeriksaan di dalam persidangan tindak pidana terorisme tidak
hanya bagi saksi akan tetapi penyidik, penuntut umum dan hakim beserta keluarganya
harus mendapat perlindungan. Ini menandakan adanya kehati-hatian dalam mengadili
tersangka tindak pidana terorisme, agar tidak dapat gangguan dari luar persidangan.
Dengan melihat penjelasan di atas tidak dapat dipungkiri bahwa Undang-
Undang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme merupakan Undang-Undang yang
di keluarkan dalam keadaan darurat sebagai reaksi terhadap peristiwa BOM Bali
1.97Terorisme yang bersifat internasional merupakan kejahatan yang terorganisasi,
sehingga pemerintah Indonesia meningkatkan kewaspadaan dalam memelihara
keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.98Dari penjelasan di atas tidak dapat
dipungkiri bahwa tindak Pidana Terorisme yang terjadi di Indonesia sudah masuk
kedalam ranah kejahatan luar biasa (Extra Ordinary Crime). Dilihat dari ciri-ciri
kejahatan tindak pidana terorisme yang terjadi di Indonesia yang mengeluarkan Perpu
yang kemudian disahkan menjadi Undng-Undang dan hukuman yang tergolong
sangat berat serta menyeluruh bagi siapa saja yang terlibat dalam aksi tindakan
terorisme ini.
97Ari Wibowo., Hukum Pidana Terorisme., (Yogyakarta: Graha Ilmu 2012)., h. 3. 98Undang-undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme .
57
Jika dilihat dan dicermati dari penjelasan-penjelasan diatas sangat tepat sekali
jika Extra Ordinary Crime disematkan kedalam tindak pidana terorisme di Indonesia,
karena sangat sesuai dengan kriteria-kriteria suatu kejahatan yang dikategorikan
sebagai kejahatan luar biasa, karena kejahatan luar biasa bisa dikatakan kejahatan
yang memiliki dampak yang besar bagi negara maupun masyrakat, di karenakan
tindak kejahatan tersebut memiliki sistem yang sangat terorganisasi dengan baik,
semua ada dalam tindak pidana terorisme di Indonesia.
58
BAB IV
ANALISIS PERBANDINGAN EXTRA ORDINARY CRIME TINDAK PIDANA
TERORISME ANTARA HUKUM PIDANA ISLAM DAN HUKUM POSITIF
A. Perbandingan terhadap Sanksi Extra Ordinary Crime Tindak Pidana Terorisme
Hukuman bagi sesorang yang melakukan kejahatan Extra Ordinary Crime
tindak pidana terorisme dalam hukum Islam tergolong sangat berat karena hukuman
bagi para pelaku tindakan ini dijatuhi hukuman hudud, yang di mana hukuman ini
sudah ada dan dijelaskan di dalam Al-Quran, penjatuhan hukuman ini yang bertujuan
untuk mencegah terjerumusnya seseorang kepada kejahatan yang sama dan
menghapus dosa bagi para pelakunya.
Hukum Islam menjatuhi pelaku Extra Ordinary Crime tindak pidana terorisme
berdasarkan Ayat Al-Quran suarat Al-Maidah ayat 33 yang di mana pelaku kejahatan
tersebut mendapatkan 4 hukuman sesuai dengan perbuatan yang dilakukan :
1. Hukum mati biasa.
2. Hukum mati disalib.
3. Hukum potong tangan dan kaki.
4. Hukuman diasingkan.
Al-Maidah Ayat 33
ما ؤا � ين ج �ار�ون ٱ �ض و�سعون � ۥورسو� ٱن ٱ�
فسادا
ن وا و ين خ�فف رجل
و يدي
� و �ق
و ا و يصل
قتلو ا �ض� خزي � ٱ� فلك ل � � ٱ ٱ�خرة ها ول ٣عذاب عظه
Artnya: Sesungguhnya pembalasan terhadap orang-orang yang memerangi Allah dan Rasul-Nya dan membuat kerusakan di muka bumi, hanyalah mereka dibunuh atau disalib, atau dipotong tangan dan kaki mereka dengan bertimbal balik atau dibuang dari negeri (tempat kediamannya). yang demikian itu (sebagai) suatu penghinaan untuk mereka didunia, dan di akhirat mereka beroleh siksaan yang besar (Q.S Al-maidah: 33).
59
Sedangkan hukum positif yang terkait dengan Extra Ordinari Crime tindak
pidana terorisme yang tertuang pada Undang-Undang Nomer 15 Tahun 2003 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.
Pada Bab III Pasal 6 menerangkan bahwa:
setiap orang yang dengan sengaja menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan menimbulkan suasana teror atau rasa takut terhadap orang secra meluas atau menimbulkan korban yang bersifat masal, dengan cara merampas kemerdekaan atau hilangnya nyawa dan harta benda orang lain, atau mengakibatkan kerusakan atau kehancuran pada objek-objek vital yang strategis atau lingkungan hidup atau fasilitas publik atau fasilitas internasional, dipidan dengan pidana mati atau penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat tahun) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun.
Dalam pasal tersebut menandakan bahwa tindak pidana terorisme sangat
dianggap serius dengan menerapkan hukuman maksimal bagi para pelakunya, bahwa
setiap orang yang dengan sengaja melakukan tindakan terorisme bisa dijatuhi
hukuman mati sebagai hukuman terberat dan penjara paling lama 20 (dua puluh)
tahun.
Dari sini penulis menyimpulkan bahwa dari sanksi atau hukuman bagi
kejahatan Extra Ordinary Crime tindak pidana terorisme menurut hukum Islam dan
positif memiliki persamaan yang jelas, di mana hukum Islam yang terdapat di dalam
surat al-Maidah ayat 33 dan hukum positif yang di dalam Undang-Undang Nomor 15
tahun 2003 sama-sama memberikan sanksi yang berat yaitu hukuman terberatnya
adalah hukuman mati bagi para pelaku tindak pidana tersebut.
B. Perbandingan Sistem Pembuktian dalam Proses di Pengadilan
Pengadilan adalah badan atau instansi resmi yang melaksanakan sistem
peradilan berupa memeriksa, mengadili dan memutus perkara sedangkan peradilan
adalah sebuah proses dalam rangka menegakan hukum dan keadilan atau suatu proses
mencari keadilan itu sendiri.
60
Pengadilan di dalam Islam itu dilaksanakan berdasarkan 4 (empat) hal yaitu
keterangan saksi, sumpah, penolakan sumpah dan pengakuan atau gabungan dari
empat perkara ini.99Namun jika dirasa hanya menggunakan saksi saja sudah dapat
diterima dan semua itu dirasa sudah cukup kuat untuk membuktikan kejahatan yang
dilakukan maka pengadilan bisa dianggap selesai, dengan saksi-saksi yang dapat
diterima kesaksiannya harus memiliki lima keriteria yaitu adil, dewasa, Islam,
merdeka dan tidak diragukan niat baiknya agar dapat meyakinkan hakim dalam
kesaksiannya.
Para fuqaha berpendapat bahwa semua hak selain zina dapat ditetapkan dengan
dua orang saksi maka dari itu suatu keputusan dapat ditetapkan berdasarkan
keterangan dua orang saksi saja tanpa dibarengi dengan sumpah dari pihak
penggugat.100 Ketentuan dua orang saksi di sini adalah saksi laki-laki dan jika tidak
ada atau kurang dari dua saksi laki-laki maka boleh dengan dua saksi perempuan dan
satu saksi laki-laki karena menurut Imam Malik dua saksi perempuan sama dengan
satu saksi laki-laki.101
Sedangkan menurut hukum positif bukti-bukti dalam peradilan, tertuang pada
Pasal 184 KUHAP bahwa ada 5 alat bukti dalam persidangan102 :
1. Keterangan Saksi
Adalah salah satu alat bukti dalam perkara pidana yang berupa keterangan dari
saksi mengenai suatu peristiwa pidana yang ia dengar, lihat dan ia alami sendiri
dengan menyebut alasan dari pengetahunnnya itu.
99Al-Faqih Abul Wahid Muhammad bin Achmad bin Muhammad ibnu Rusyd penerjemah, Imam
Gazali Said & Achmad Zaidun., Bidayatul Mujtahid (Analisa Fiqih Para Mujtahid).,(Jakarta: Pustaka Amani, 2007). h.684
100Ibid., h. 691. 101Ibid., h. 700. 102Syafrudin Makmur, SH., MH.,Hukum Acara Pidana.,(Tangerang: UIN FSH Press, 2005).,
h.130.
61
2. Keterangan ahli
Yaitu keterangan yang diberikan oleh seseorang yang memiliki keahlian khusus
tentang hal yang diperlukan untuk membuat terang dan jelas suatu perkara pidana
guna kepentingan pemeriksaan.
3. Surat
Pasal 184 ayat 1 huruf c, dibuat atas sumpah jabatan adalah:
a. Berita acara
b. Surat yang dibuat menurut ketentuan peraturan perundang-undangan.
c. Surat keterangan dari seorang ahli yang memuat pendapat berdasarkan
keahliannya.
d. Surat lain yang hanya dapat berlaku jika ada hubungannya dengan isi dari
alat pembuktian yang lain.
4. Petunjuk
Pada Pasal 188 ayat 1 KUHAP petunjuk adalah perbuatan, kejadian atau keadaan
karena persesuaiannya, baik antara yang satu dengan yang lain, maupun dengan
tindak pidana itu sendiri, menandakan bahwa telah terjadi suatu tindak pidana dan
siapa pelakunya.
5. Keterangan Terdakwa
Keterangan terdakwa adalah apa yang terdakwa nyatakan disidang tentang
perbuatan yang ia lakukan atau yang ia alami sendiri atau ketahui sendiri.
Dalam tindak pidana terorisme ada alat bukti tambahan yang harus ada yaitu
berupa informasi yang diucapkan, dikirimkan, diterima, atau disimpan secara
elektronik, data, rekaman, atau informasi yang dapat dilihat berupa tulisan, suara atau
gambar.
Ada beberapa kelebihan dalam tindak pidana terorisme ini di mana dalam Pasal
33 Undang-undang Nomor 15 tahun 2003 menjelaskan tentang keamanan bagi saksi,
penyidik, penuntut umum dan hakim, di dalam pasal ini tertulis bahwa saksi,
penyidik, penuntut umum dan hakim yang memeriksa beserta keluarganya dalam
tindak pidana terorisme wajib diberikan perlindungan oleh negara dari kemungkinan
62
ancaman yang membahayakan diri, jiwa, dan hartanya, baik sebelum, selama,
maupun sesudah peroses pemeriksaan perkara.
Di sini menunjukan bahwa pembuktian dalam peradilan hukum pidana Islam
dan hukum Positif memiliki beberapa perbedaan , yang di mana jika dalam hukum
pidana Islam dalam peradilan memerlukan saksi saja namun jika belum merasa cukup
kuat untuk ditetapkan bersalah atau tidaknya seseorang, maka bisa dilakukan dengan
sumpah, penolakan sumpah dan juga pengakuan dari pelaku sebagi pembuktiannya
sebelum diputuskan hukuman dan sanksi yang diterima oleh terdakwa, dengan
kriteria saksi dua orang laki-laki atau dua orang perempuan dan satu orang laki-laki,
sedangkan jika di dalam hukum acara Pidana di Indonesia ada lima langkah menurut
KUHAP dan beberapa alat bukti tambahan dalam Undang-undang terorisme dalam
pembuktianny yaitu keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk dan keterangan
terdakwa sebagaimana yang tertuang didalam KUHAP dan data tambahan seperti
surat elektronik, peta dan rekaman data informasi dalam tindak pidana terorisme.
C. Perbandingan Tindak Pidana Terorisme sebagai Extra Ordinary Crime
Dalam hukum pidana Islam memang tidak ditemukan definisi yang pasti
tentang Extra Ordinary Crime karena ini masih dipandang secara umum tidak
terfokus kepada satu perbuatan yang dilakukan, sedangkan untuk kejahatan tindak
pidana terorisme sudah ada kajian sebelumnya yang di mana kejahatan terorisme di
sini dianalogikan sebagai tindakan hirabah.
Hirabah adalah tindakan kejahatan yang dilakukan secara terang-terangan dan
disertai dengan kekerasan, biasanya tindakan hirabah ini dilakukan oleh sekelompok
orang yang bersenjata tajam, orang yang melakukan tindak kejahatan ini adalah setiap
orang yang darahnya terpelihara sebelum melakukan hirabah yaitu orang muslim dan
kafir dzimmi.
Dalam hal ini, Syafi’i mensyaratkan adanya kekuatan meski ia tidak
mensyaratkan jumlah dan besarnya kekuatan itu, kekuatan yang dimaksud adalah
kekuatan yang dapat mengalahkan. Maka dari itu ia tidak mensyaratkan bahwa
63
hirabah itu dilakukan di tempat yang jauh dari keramaian karena mengalahkan itu
hanya mungkin terjadi ditempat yang jauh dari keramaian, apabila keamanan suatu
pemerintahan lemah dan terdapat faktor untuk dapat mengalahkan pemerintahan di
dalam kota maka kondisi tersebut sudah bisa dikatakan sebagai hirabah.103
Dalam segi hukumnya, berdasarkan surat Al-Maidah ayat 33 pelaku hirabah ini
dijatuhi 4 hukuman yaitu hukum mati biasa, hukum mati salib, potong tangan dan
kaki dan diasingkan.
Dalam sejarahnya tindak pidana terorisme telah lama ada namun pada saat itu
terorisme masih terbatas dalam sekat negara dan regional belum menggelobal
sebagaimana yang terjadi, setelah terjadinya pengeboman gedung WTC dan
Pentagon. Indonesia sendiri telah menyadari akan bahaya terorisme, maka pemerintah
berupaya membuat Undang-undang khusus yang mengatur terorisme agar bisa secara
maksimal dalam menangani kejahtan tersebut.
Menurut hukum positif alasan kenapa terorisme masuk ke dalam Extra
Ordinari Crime dilihat dari kriteria-kriteria sebagai berikut:
1. Adanya darurat hukum
Suatu kejahatan bisa dikatakan sebagai kejahatan luar biasa apabila adanya
darurat hukum yang harus dilakukan sesegera mungkin penanganannya dan
dipandang sangat membahayakan jika dibiarkan terlalu lama, Indonesia sendiri baru
memiliki Undang-Undang khusus yang mengatur terorisme pada tahun 2002 yaitu
melalui peraturan pemerintah pengganti Undang-undang Nomor 1 tahun 2002 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, perpu ini kemudian disetujui oleh Dewan
Perwakilan Rakyat dan ditetapkan dengan Undang-undang Nomor 15 tahun 2003
tentang penetapan peraturan pemerintah pengganti Undang-Undang Nomor 1 tahun
2002 tentang pemberantasan Tindak Pidana Terorisme menjadi Undang-undang.104
103Al-Faqih Abul Wahid Muhammad bin Achmad bin Muhammad ibnu Rusyd penerjemah, Imam
Gazali Said & Achmad Zaidun., Bidayatul Mujtahid (Analisa Fiqih Para Mujtahid).,(Jakarta: Pustaka Amani, 2007). h.663.
104Ibid., h, 2.
64
Pentingnya undang-undang khusus yang mengatur terorisme semakin dirasakan
pemerintah setelah terjadi aksi bom bunuh diri di Bali pada tanggal 12 Oktober 2002
(BOM Bali I). Peristiwa Bom Bali I ini memberikan akibat yang luar biasa bagi
Indonesia, bukan hanya dampak traumatis, namun juga merapuhnya bagunan
ekonomi secara mikro maupun makro, Indonesia dianggap rawan sebagai negara
terhadap teror dan pada gilirannya terkesan menakutkan.105
Dengan ini sudah sangat jelas bahwa pembuatan Undang-Undang Nomor 15
tahun 2003 tentang penerapan pengganti undang-undang Nomor 1 tahun 2002 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme ini berawal dari perpu Nomor 1 tahun 2002
yang di mana merespon tindakan dari Bom Bali I, ini menandakan terbentuknya
Undang-undang tindak pidana terorisme karena adanya darurat hukum yang harus
ditetapkan sesegera mungkin hukumnya.
2. kejahatan yang terorganisasi dengan baik
Kejahatan yang terorganisasi dengan baik dalam skala yang besar dan juga
memiliki kerugian yang luar biasa jika dibiarkan begitu saja tanpa adanya tindakan
khusus yang dilakukan, sebagai negara mayoritas muslim Indonesia, banyak hal yang
menyebabkan munculnya terorisme dan itu sangat dekat dengan kehidupan sehari-
hari banyak orang yang mengira bahwa terorisme muncul atas dasar agama walaupun
tidak semua aksi teror ini berdasarkan agama bahkan semua agama di Indonesia
sangat menolak tindakan terorisme.
Akan tetapi tidak dapat dipungkiri timbulnya terorisme di kalangan umat Islam
karena adanya kesalahpahaman terhadap hakekat dari ajaran agama itu sendiri, salah
satu organisasi terorisme terbesar saat ini adalah ISIS organisasi ini merambah
keberbagai negara di Asia bahkan sudah menjadi momok yang menakutkan bagi
dunia dan menjadi paham yang radikal yang sangt merugikan agama Islam,
kurangnnya pemahaman tentang ajaran Islam sehingga mudah untuk disusupi dengan
105Ari Wibowo., Hukum Pidana Terorisme., (Yogyakarta: Graha Ilmu 2012)., h. 1
65
paham-paham yanng radikal dan denagn mudahnya menyatakan bahwa aksi terorisme
ini adalah sebagian dari jihad.
Sedangkan di dalam Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme
yang termasuk ke dalam subjek hukum dapat digolongkan menjadi pelaku tindak
pidana terorisme menurut Pasal 1 butir 2 Undang-Undang pemberantasan terorisme
adalah :
setiap orang adalah perseorangan, kelompok orang baik sipil, militer, maupun
polisi yang bertanggung jawab secra individual atau korporasi.
Ini menandakan bahwa kejahatan terorisme bukan hanya dilakuan oleh
perseorangan akan tetapi korporasi juga bisa dikatakn sebagai terorisme apabila telah
melakukan aksi teror dan telah memenuhu unsur-unsur yang dinyatakan sebagi
terorisme.
3. Dampak yang ditimbulkan memberikan kerugian yang begitu besar
Karena dipandang sangat berbahaya maka Extra Ordinary Crime bisa dijatuhi
dan mendapatkan hukuman mati sebagai hukuman terberatnya, karena di sini dilihat
dari dampak yang ditimbulkan begitu besar bukan hanya bagi negara tapi juga bagi
masyarakat, dengan ancaman hukuman mati ini bertujuan agar dapat memberikan
rasa aman kepada masyarakat dan memberikan rasa takut kepada orang yang akan
melakukanya, hukuman mati ini tertuang dalam Undang-undang Nomor 15 tahun
2003 pada Bab III yang memuat tentang hukuman bagi pelaku terorisme di
Indonesia.
Pasal 6 Setiap orang yang dengan sengaja menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan menimbulkan suasana teror atau rasa takut terhadap orang secara meluas atau menimbulkan korban yang bersifat massal, dengan cara merampas kemerdekaan atau hilangnya nyawa dan harta benda orang lain, atau mengakibatkan kerusakan atau kehancuran terhadap objek-objek vital yang strategis atau lingkungan hidup atau fasilitas public atau fasilitas internasional, dipidana dengan pidana mati
66
atau penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun”.106 Dari pasal tersebut menandakan bahwa kejahatan terorisme memberikan
dampak yang besar seperti menimbulkan suasana teror atau rasa takut terhadap orang
secara meluas dan dalam pasal ini juga Negara Kesatuan Republik Indonesia
menandakan sangat serius dalam pemberantasan tindakan terorisme ini dengan
menerapkan hukuman seberat-beratnya bagi siapa saja yang melakukan aksi tindakan
terorisme ini dengan ancaman hukuman mati dan penjara seumur hidup.
Walaupun dalam hukum Islam tidak memiliki definisi yang pasti tentang Extra
Ordinary Crime namun dari alasan kenapa terorisme masuk kedalam kejahatan Extra
Ordinary Crime tersebut dapat disimpulkan bahwa ada beberapa kesamaan yaitu dari
sanksi hukum yang diberikan sama-sama memberikan sanksi yang tegas terhadap
pelakunya dan juga kejahatan terorisme yang dianalogikan sebagai hirabah dalam
hukum Islam bisa dikatakan sebagai sekelompok orang yang memiliki kekuatan
untuk mengacau sama halnya sebagaimana yang terdapat dalam kriteria-kriteria
kejahatan luar biasa yang mana adanya suatu organisasi yang memiliki sistem dan
terstruktur dengan baik.
106Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2003 Tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Terorisme.
67
BABV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Hasil dari penelitian ini bisa ditarik kesimpulan bahwa Extra Ordinary Crime
Tindak Pidana Terorisme sebagai berikut:
1. Extra Ordinary Crime adalah kejahatan luar biasa jika diartikan ke dalam
bahasa Indonesia, kejahatan yang memiliki dampak yang sangat besar dan
memberikan pengaruh buruk terhadap sendi-sendi kehidupan di suatu negeri,
jika mengacu kepada yurisdiksi Internasional dan Statuta Roma yang
termasuk kedalam Extra Ordinary Crime ini adalah kejahatan mematikan
yang mengancam perdamaian, keamanan dan kesejahteraan dunia, kejahatan
ini adalah suatu perbuatan yang bermaksud untuk menghilangkan hak asasi
umat manusia lainnya dan termasuk kedalam pelanggaran Hak Asasi Manusia
yang berat.Terorisme yang bersifat Internasional merupakan kejahatan yang
terorganisasi, sehingga pemerintah Indonesia meningkatkan kewaspadaan
dalam menjaga keamanan Negara Kesatuan Republik Indonesia agar
terciptanya rasa aman di dalam masyarakat, seringnya kejahatan terorisme di
Indonesia ini menandakan bahwa kejahatan ini memiliki sistem organisasi
yang sangat baik sehingga susah untuk ditebak dari mana akar sumber
kejahtan ini terjadi.
2. Walaupun tidak memiliki definisi yang pasti dalam hukum Islam, namun
tindak pidana terorisme jika kita mengacu kepada Fatwa Majlis Ulama
Indonesia bahwa tindakan ini biasa dianalogikan sebagai hirabah yang di
mana hirabah ini melakukan gangguan keamanan denagan cara mengangkat
senjata dengan bertujuan untuk menakut-nakuti. Dalam hukum Islam Extra
Ordinary Crime yang terkait dengan tindak pidana terorisme (hirabah)
mendapatkan hukuman yang sangat berat karena jika mengacu kepada
tindakannya, terorisme yang dianalogikan sebagai hirabah yang di mana
68
sesuai dengan surat Al-Maidah Ayat 33 ada emapat hukuman yang diberikan
sesuai dengan perbuatannya yaitu hukum mati, hukum mati disalib, potong
tangan dan kaki dan juga diasigkaan.
3. sadangkan menurut hukum positif dalam Unadang-Undang Nomor 15 tahun
2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme memberikan hukuman
penjara seumur hidup dan hukuman mati sebagai hukuman terberatnya.
Dari uraian di atas ini menandakan dalam hukum Isalm dan hukum positif
sama-sama memberikan peringatan keras dan ancaman yang cukup berat
terhadap tindak pidana terorisme yang termasuk kedalam Extra Ordinary
Crime.
B. SARAN
Tindak pidana terorisme memang tidak dikatakan secara langsung sebagai
kejahatan luar biasa namun jika dilihat dari keriteria-kriteria yang terdapat dalam
tindak pidana terorisme tidak bisa disalahkan juga jika dikategorikan sebagai salah
satu tindakan Extra Ordinary Crime.
Dengan penyematan kata Extra Ordinary Crime dalam tindak pidana terorisme ini
diharapkan bisa meredam dan meminimalisir kejadian atau aksi terorisme yang sering
terjadi dan mampu memberikan dampak pisikologis terhadap siapa saja yang ingin
menggangu kedaulatan NKRI sehingga dapat memberikan dampak secara langsung
terhadap kesejahteraan negara dan masyarakat Indonesia.
69
DAFTAR PUSTAKA
Buku: Thamrin, Muhammad Ikhlas, Densus 88 Undercover. Solo,Quo Vadis, 2007. Abdul Wahid, Sunardi dan Muhammad Imam Sidik, KejahatanTterorisme Perspektif
Agama,Ham dan Hukum,Bandung :PT Refika Aditama,2004. Purwanto, Wawan, Terorisme Undercover memberantas Terorisme hingga ke akar-
akarnya, munkinkah ?, Jakarta : Cipta Mandiri Bangsa Press, 2002. Syafa’at, Muchamad Ali, Tindak Pidana Teror Belenggu Baru bagi Kebebasan
dalam “Terorism, definisi, aksi dan regulasi”, Jakarta : Imparsial, 2003. H.A.DJazuli, Fiqih Jinayah, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2000. Adji, Indrianto Seno, Terorisme dan HAM dalam Terorisme: Tragedi Umat Manusia
Jakarta: O.C. Kaligis & Associates.2001. Saleh, Muhammad Arifin,” gambaran penanganan terorisme di indonesi yang di
lakukan oleh Densus 88 di tinjau dalam Fiqih Siyasah dan Hak Asasi Manusia”, skripsi UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta, 2015.
Mustofa, Basri ,” Penanganan Terorisme oleh Densus 88 Perspektif Hukum pidana
Islam dan HAM ”, UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta, 2013. Amirudin dan H. Zaenal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Cet.1;Jakarta:
PT Raja Grafindo Persada, 2004. Natarajan Mangai,”Kejahatan dan Pengadilan Internasional, Cet:1: Nusa Media,
2015. Sudarto, Hukum dan Hukum Pidana, Bandung: Alumni, 1996. Sulista Teguh dan Aria Zurnetti, Hukum Pidana: Horizon Baru Pasca Reformasi,
Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2011.
70
J.E. Sahetapy, Kapita Selekta Kriminologi, Bandung: Alumni, 1979. Hartati, Evi, Tindak Pidana Korupsi Edisi Kedua, Jakarta: Sinar Grafika, 2007. Atmasasmita, Romli, Sekitar Masalah Korupsi, Aspek Nasional dan Aspek
Internasional, Bandung: Mandar Maju, 2004. Hamzah, Andi, Tindak Pidana Korupsi, Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada, 2005. M. Nurul Irfan, Korupsi dalam Hukum Pidana Islam, Jakarta: Amzah, 2012. Mandagi, Jeanne, Masalah Narkotika dan Penaggulangannya, Jakarta: Pramuka Saka
Bhayangkara, 1995. Ali, H. Zainuddin, Hukum Pidana Islam, Jakarta: Sinar Grafika, 2009. Sulista, Teguh dan Aria Zurnetti, Hukum Pidana: Horizon Baru Pasca Reformasi,
Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,2011. Khallaf, Abdul Wahhab, Ilmu Ushul Fiqih, Semarang: Dina Utama, 1994. Rivai, Moh, Ushul Fiqih, Bandung : PT. Al-Ma’arif, 1993. Wibowo, Ari, Hukum Pidana Terorisme., Yogyakarta: Graha Ilmu, 2012. H.A.DJazuli , Fiqih Jinayah, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2000. Al-Faqih Abul Wahid Muhammad bin Achmad bin Muhammad ibnu Rusyd
penerjemah, Imam Gazali Said &Achmad Zaidun., Bidayatul Mujtahid (Analisa Fiqih Para Mujtahid), Jakarta: Pustaka Amani, 2007.
At- Tasyri’ al-jina’i al-Islamiy Muqaranan Bil Qonunil Wad’iy Abdul Qodir
Audah.,Ensiklopedi Hukum Pidana Islam III, Bogor: PT. Kharisma Ilmu., 2008.
Makmur, Syafrudin, Hukum Acara Pidana, Tangerang: UIN FSH Press, 2005.
71
Muzadi, Hasyim, “Kejahatan Terorisme”, Refika Aditama, bandung :2004. Undang-Undang Undang-undang Nomer 26 tahun 2000 tentang pengadilan hak asasi manusia. Undang-undang Nomer 35 tahun 2009 tentang Narkotika. Undang-undanag Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi. Praturan Presiden Republik Indonesia Nomer 23 tahun 2010 Tentang Badan
Narkotika Nasional. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2003 Tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Terorisme. Fatwa Majlis Ulama Indonesia Nomer 3 Tahun 2004 tentang terorisme.
Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2012 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 46 Tahun 2010 Tentang Badan Penanggulangan Terorisme.
Jurnal dan Makalah: Nasir Abas, Kajian tentang Terorisme, Makalah disampaikan pada Diskusi Kajian
tantang Terorisme di kementrian pertahanan tanggal 16 Januari 2012. Isplancius Ismail,”Mekanisme Penegakan Hukum Humaniter”, Jurnal Dinamika
Hukum Vol. 14 No.2 (Mei, 2014). Krisdiana Katiandagho,”Kewenangan Mahkamah Pidana Internasional untuk
Mengadili Pelaku Kejahatan Pelanggaran HAM Berat dalam Suatu Negara Tanpa Adanya Permintaan Dari Negara Tuan Rumah” Juni 2016.
Diah Gusti Maulani,”Perspektif Pembinaan Narapidana Tindak Pidana Korupsi di
Indonesia”,http://jurnal.fh.unila.ac.id/index.php/prosiding/article/viewFile/104/104 diakses 27 oktober 2017
72
Benny Irawan,”Diskresi sebagai Tindak Pidana Korupsi: Kajian Kriminologi dan Hukum Terhadap fenomena pejabat otoritas”,Mimbar, XXVII, Vol.2.
Website: https://id.m.wikipedia.org/wiki/serangan_Jakarta_2016. http://mediaummat.co.id/bibit-isis-sejak-masa-nabi/ oleh KH. Said Aqil Siradj. http://innahasetyowati.blogspot.co.id/2012/01/makalah-terorisme.html/. http://daerah.sindonews.com/read/2012/10/04/13/677058/batalkan-hukuman-hengky-pertimbangan-ma-kropos. https://news.detik.com/berita/d-3442042/kasus-e-ktp-rp-23-t-kerugian-negara-2-tersangka-dan-280-saksi. http://news.liputan6.com/read/2992517/survei-smrc-rakyat-yakin-anggota-dpr-terlibat-korupsi-e-ktp. https://www.academia.edu/5484392/PEMBAHASAN_EXTRAORDINARY_CRIMES.
Top Related