ARTIKEL
EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN USAHA AGRIBISNIS
PERDESAAN (PUAP) DI KABUPATEN SOLOK
oleh
PASTALIZA FATMA
BP. 1021206033
Pembimbing :
1. HERRI
2. MELINDA NOER
PROGRAM STUDI MAGISTER PERENCANAAN PEMBANGUNAN
PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS ANDALAS
2012
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kemiskinan di perdesaan merupakan masalah pokok nasional yang
penanggulangannya tidak dapat ditunda dan harus menjadi prioritas utama dalam
pelaksanaan pembangunan kesejahteraan masyarakat. Berdasarkan data Badan Pusat
Statistik (BPS) pada tahun 2009 jumlah penduduk miskin tercatat 32.53 juta jiwa . Sekitar
63.4 % persen dari jumlah tersebut berada di perdesaan dengan mata pencaharian utama
di sektor pertanian dan 80 % berada pada skala usaha mikro yang memiliki luas lahan lebih
kecil dari 0.3 hektar. Oleh karena itu pembangunan ekonomi nasional berbasis pertanian
dan perdesaan secara langsung maupun tidak langsung akan berdampak pada pengurangan
penduduk miskin.
Permasalahan mendasar yang dihadapi petani adalah kurangnya akses kepada
sumber permodalan, pasar dan teknologi, serta organisasi tani yang masih lemah. Untuk
mengatasi dan menyelesaikan permasalahan tersebut pemerintah menetapkan program
jangka menengah (2005-2009) yang fokus pada pembangunan pertanian perdesaan. Salah
satunya ditempuh melalui pendekatan mengembangkan usaha agrbisnis dan memperkuat
kelembagaan pertanian di perdesaan.
Dalam rangka penanggulangan kemiskinan dan penciptaan lapangan kerja di
perdesaan Bapak Presiden RI pada tanggal 30 April 2007 di Palu, Sulawesi Tengah telah
mencanangkan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri (PNPM-M).
Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) yang dilaksanakan oleh Departemen
Pertanian pada tahun 2008 dilakukan secara terintegrasi dengan program PNPM-M. Melalui
PNPM Mandiri dirumuskan kembali mekanisme upaya penanggulangan kemiskinan yang
melibatkan unsur masyarakat, mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan hingga
pemantauan dan evaluasi.
Gabungan Kelompok Tani (GAPOKTAN) merupakan kelembagaan tani pelaksana
PUAP untuk penyaluran bantuan modal usaha bagi anggota. Untuk mencapai hasil yang
maksimal dalam pelaksanaan PUAP, GAPOKTAN didampingi oleh tenaga Penyuluh
Pendamping dan Penyelia Mitra Tani. GAPOKTAN PUAP diharapkan dapat menjadi
kelembagaan ekonomi yang dimiliki dan dikelola petani. Untuk mencapai tujuan PUAP,
yaitu mengurangi tingkat kemiskinan dan menciptakan lapangan kerja diperdesaan, PUAP
dilaksanakan secara terintegrasi dengan kegiatan Departemen Pertanian maupun
Kementerian/ Lembaga lain dibawah payung program PNPM Mandiri.
Program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) yang telah berjalan
dari tahun 2008 perlu di monitoring dan evaluasi untuk penyempurnaan pelaksanaan di
tahun berikutnya. Kegiatan monitoring dan evaluasi merupakan bagian dari proses
pembangunan. Monitoring dan evaluasi kegiatan PUAP sendiri sebenarnya telah melekat
dengan manajemen pelaksanaan kegiatan PUAP namun hanya terbatas pada masalah
administratif pelaksanaan kegiatan, tidak kepada monitoring dan evaluasi yang berkaitan
dengan substansi pembangunan. Untuk itu diperlukan evaluasi yang berhubungan dengan
masukan (input), proses (process), keluaran (output), hasil (outcome), manfaat (benefit) dan
dampak (impact) dari pelaksanaan PUAP terhadap petani.
Selanjutnya setelah dilakukannya evaluasi maka akan bisa diketahui kelemahan
dalam pelaksanaan selama ini sehingga akan bisa direncanakan kebijakan yang tepat untuk
pelaksanaan ditahun berikutnya. Bertitik tolak dari paparan diatas maka dilakukanlah
penelitian dengan judul “EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN USAHA AGRIBISNIS
PERDESAAN (PUAP) DI KABUPATEN SOLOK”.
1.2 Perumusan Masalah
Dengan adanya uraian di atas maka dapat dirumuskan permasalahan yang akan
diteliti dalam pelaksanaan Program PUAP di Kabupaten Solok sebagai berikut:
1) Bagaimanakah pelaksanaan PUAP di Kabupaten Solok tahun 2008 sehubungan
dengan masukan (input), proses (process), keluaran (output), hasil (outcome),
manfaat (benefit) dan dampak (impact) terhadap petani ?
2) Bagaimana peran program PUAP dalam memberdayakan petani di Kabupaten
Solok ?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan diatas, penelitian ini bertujuan untuk :
1) Mengetahui pelaksanaan Program PUAP di Kabupaten Solok tahun 2008
menyangkut masukan (input), proses (process), keluaran (output), hasil
(outcome), manfaat (benefit) dan dampak (impact) bagi petani.
2) Mengetahui peran program PUAP dalam memberdayakan petani di Kabupaten
Solok.
II. TINJAUAN LITERATUR
2.1. Kemiskinan
Kabinet Indonesia bersatu telah menetapkan program pembangunannya dengan
menggunakan strategi tiga jalur (triple track strategy) yang berazaz pro-growth, pro-
employment dan pro-poor. Operasionalisasi konsep strategi tiga jalur tersebut dirancang
melalui : (1) Peningkatan pertumbuhan ekonomi diatas 6.5 persen per tahun melalui
percepatan investasi dan ekspor, (2) Pembenahan sektor riil untuk mampu menyerap
tambahan angkatan kerja dan menciptakan lapangan kerja baru, dan (3) Revitalisasi sektor
pertanian dan perdesaan untuk berkontribusi pada pengentasan kemiskinan.
Kemiskinan merupakan cerminan entitas sosial dan ekonomi mayoritas penduduk
di perdesaan yang terkait erat dengan ketimpangan yang sebagian besar terjadi akibat
bekerjanya sistem kapitalisme yang mengkooptasi perdesaan Indonesia sejak masa
kolonialisme (Elizabeth, 2007). Penyebab kemiskinan dapat dikelompokkan dalam 4 bagian
yaitu : (1) Sarana dan Prasarana, (2) SDA dan Teknologi, (3) SDM, serta (4) Kelembagaan dan
organisasi. Kemiskinan dapat dikategorikan menjadi kemiskinan absolut, relatif, rawan
kemiskinan ataupun yang dikarenakan geografi (kemiskinan di perkotaan dan di
perdesaan).
2.2. Pemberdayaan Masyarakat
Pemberdayaan masyarakat sebagai sebuah strategi, sekarang telah banyak
diterima, bahkan telah berkembang dalam berbagai literatur di dunia barat. Konferensi
Tingkat Tinggi (KTT) Pembangunan Sosial di Kopenhagen Tahun 1992 juga telah memuatnya
dalam berbagai kesepakatannya. Namun, upaya mewujudkannya dalam praktik
pembangunan tidak selalu berjalan mulus. Banyak pemikir dan praktisi yang belum
memahami dan mungkin tidak meyakini bahwa konsep pemberdayaan merupakan
alternatif pemecahan terhadap dilema-dilema pembangunan yang dihadapi. Mereka yang
berpegang pada teori-teori pembangunan model lama juga tidak mudah untuk
menyesuaikan diri dengan pandangan-pandangan dan tuntutan-tuntutan keadilan. Mereka
yang tidak nyaman terhadap konsep partisipasi dan demokrasi dalam pembangunan tidak
akan merasa tentram dengan konsep pemberdayaan ini. Lebih lanjut, disadari pula adanya
berbagai bisa terhadap pemberdayaan masyarakat sebagai suatu paradigma baru
pembangunan.
Pemberdayaan masyarakat adalah sebuah konsep pembangunan ekonomi yang
merangkum nilai-nilai sosial. Konsep ini mencerminkan paradigma baru pembangunan,
yakni yang bersifat “people-centered, participatory, empowering, and sustainable”
(Chambers, 1995 dalam Kartasasmita, 1996).
2.3. Konsep Partisipasi Masyarakat
Partisipasi merupakan suatu bagian paling penting dalam proses pemberdayaan
masyarakat. Partisipasi adalah sebuah konsep sentral, dan prinsip dasar dari
pengembangan masyarakat karena diantara banyak hal, partisipasi terkait erat dengan
gagasan HAM (Ife dan Tesoriero. 2008:295). Dalam hal ini dengan mendorong partisipasi
dapat diartikan juga dengan mewujudkan hak azasi manusia. Moeljarto (1987),
mengartikan partisipasi sebagai pernyataan mental secara emosional seseorang dalam
suatu situasi kelompok yang mendorong mereka menyumbangkan daya pikir dan perasaan
mereka bagi terciptanya tujuan organisasi dan bersama-sama bertanggung jawab terhadap
organisasi sosial tersebut. Masyarakat memberikan perhatian seutuhnya memikirkan apa
yang terbaik bagi peningkatan kesejahteraan hidup mereka. Ketika mereka yang
menentukan apa yang hendak mereka usahakan dan perbuat bagi pembangunan, maka
secara otomatis tanggung jawab akan tumbuh di dalam diri masyarakat tersebut.
Partisipasi berarti keikutsertaan seseorang ataupun sekelompok masyarakat dalam
suatu kegiatan secara sadar. Jnabrabota Bhattacharyya (Ndraha, 1990) mengartikan
partisipasi sebagai pengambilan bagian dalam kegiatan bersama. Partisipasi masyarakat
yang idealnya terjadi apabila masyarakat memang mau secara sukarela mendukung
kegiatan tersebut. Kegiatan mendukung suatu kegiatan memang berkembang dari
masyarakat di tingkat bawah sampai pada proses pengambilan keputusan.
2.4. Intervensi Pemberdayaan Masyarakat
Intervensi dalam bentuk pendampingan masyarakat sangat penting bagi upaya
memandirikan masyarakat,utamanya di awal proses pemberdayaan, karena sering dijumpai
masyarakat yang memiliki pengetahuan terbatas seperti dalam bidang manajemen,
pemasaran, teknologi dan sebagainya. Pendamping dalam program PUAP disebut Penyelia
Mitra Tani (PMT) yang merupakan salah satu komponen pendukung pelaksanaan program
Pengembagan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) yang bertugas untuk membangun
kapasitas Gapoktan sebagai kelembagaan tani. Sesuai dengan struktur dasar PUAP, PMT
diharapkan dapat : a) Membantu merumuskan kebijakan teknis pengembangan PUAP di
Kabupaten/Kota sebagai jabaran kebijakan Pusat/Propinsi ; b) Bersama dengan Tim Teknis
Kabupaten/Kota melaksanakan verifikasi awal Rencana Usaha Bersama (RUB) Gapoktan ;
dan c) Melaporkan perkembangan PUAP secara periodik kepada Kementrian Pertanian.
Penyelia Mitra Tani (PMT) diharapkan mampu berperan sebagai fasilitator untuk
mengembangkan usaha agribisnis yang dilakukan oleh petani, buruh tani dan rumah tangga
tani di perdesaan sekaligus untuk memfasilitasi penumbuhan Lembaga Keuangan Mikro
Agribisnis (LKM-A). Selain itu pendampingan juga dilakukan oleh Dinas Pertanian melalui
penyuluh pertanian di Nagari penerima PUAP. Penyuluh Pendamping mempunyai tugas
sebagai berikut : a) . Melakukan identifikasi potensi desa/kelurahan; b). Mendampingi dan
memfasilitasi Gapoktan dalam menyusun Rencana Usaha Bersama (RUB), Rencana Usaha
Kelompok (RUK) dan Rencana Usaha Anggota (RUA) sesuai dengan usaha unggulan desa; c).
Memfasilitasi Gapoktan dalam mengakses teknologi, informasi pasar, peluang usaha,
permodalan dan sarana produksi; d). Membimbing pelaksanaan kegiatan pengembangan
usaha agribisnis Gapoktan; e). Memotivasi anggota Gapoktan dalam pengembangan
kegiatan usaha agribisnisnya; f). Mendampingi dan memfasilitasi Gapoktan dalam
membangun kemitraan dengan pelaku usaha agribisnis; g). Membantu memecahkan
permasalahan Gapoktan dalam mengembangkan usaha agribisnis; h). Memfasilitasi
pengembangan fungsi kelembagaan Gapoktan; i). Memfasilitasi Gapoktan dalam
penyusunan laporan.
Pendampingan yang kurang tepat juga dapat mengakibatkan hal yang sebaliknya
yaitu ketidakmandirian bahkan ketergantungan. Oleh karena itu menurut Ismawan (2000),
bentuk pendampingan yang dapat memandirikan masyarakat adalah dengan memiliki
kriteria sebagai berikut:
a. Wawasan yang luas; bahwa lembaga pendampingan memperlakukan masyarakat
bukan sebagai proyek atau milik pribadi, melainkan sebagai entitas yang memiliki
tujuan dan agenda sendiri. Wawasan yang luas juga berarti pendamping harus peka
terhadap kebutuhan masyarakat.
b. Organisasi yang sesuai; artinya organisasi pendampingan semestinya didesain
sesederhana mungkin dan berorientasi pada praksis, berjalan mengikuti
perkembangan kelompok.
c. Tenaga pendamping yang tepat; memiliki kapasitas dan kapabilitas yang memadai
agar mampu mengemban tugas sebagai agen pemberdayaan masyarakat. Kriteria
dasar yang harus dimiliki oleh pendamping ada tiga yaitu: memiliki wawasan yang
tepat tentang kegiatan yang dijalankan, memiliki kemampuan berkomunikasi sesuai
“bahasa” kelompok masyarakat yang didampingi, serta memiliki kemampuan
berperilaku sesuai dengan nilai, norma dan tradisi masyarakat setempat.
Sesuai dengan prinsip dari pengembangan masyarakat (community development),
intervensi yang diberikan seharusnya diusahakan untuk tidak sampai menimbulkan
ketergantungan masyarakat tetapi sebaliknya, masyarakat menjadi dapat bergerak, mandiri
dan mendorong kesinambungan. Intervensi yang mampu mendorong kesinambungan
adalah ketika masyarakat yang tadinya statis menjadi tergerak untuk melakukan perubahan
dan pembaharuan dimana aktivitas perubahan dan pembaharuan tersebut tetap
berlangsung walaupun intervensi telah dilakukan (Soetomo, 2008). Sehingga intervensi ini
sebenarnya bersifat stimulan untuk mendorong timbulnya prakarsadan
teraktualisasikannya potensi dari dalam masyarakat. Di dalam proses pemberdayaan
masyarakat, bentuk intervensi dilakukan melalui peningkatan kapasitas masyarakat
sehingga mampu mendefenisikan serta memenuhi kebutuhannya. Intervensi dalam
penelitian ini diarahkan kepada bentuk peranan dari fasilitator, pemerintah daerah dan
kader pemberdayaan masyarakat yang harus mampu sebagai agent of change yang mampu
membawa nuansa perubahan ke arah yang lebih baik demi kesejahteraan masyarakat
dengan niat sebagai pekerja sosial yang baik.
2.5 Evaluasi Program
2.5.1. Definisi Evaluasi Program
Banyak sekali definisi mengenai evaluasi program. Tetapi dalam penelitian ini
mengacu kepada General Accounting Office, yang melakukan evaluasi komprehensif yang
salah satu yang terbaik di dunia terhadap berbagai program pada pemerintah federal di
negara Amerika Serikat, yang mendefinisikan evaluasi program sebagai berikut: “A
systematic study conducted to assess how well a program is working...typically focused on
achievement of program objectives.”
Kemudian Office of Management and Budget (Nuryana, 2009) mendefinisikan
evaluasi program sebagai: “An assessment, through objective measurement and
systematic analysis, of the manner and extent to which Federal programs achieve intended
objectives.” Dengan kata lain evaluasi program itu adalah sebuah studi sistematik untuk
menguji bagaimana sebuah program bekerja dengan baik yang secara tipikal fokus pada
pencapaian tujuan program. Bisa juga dikatakan bahwa evaluasi program itu adalah sebuah
pengujian melalui pengukuran objektif dan analisis sistematik, terhadap cara-cara dan
sejauhmana program itu mencapai tujuan yang direncanakan.
Evaluasi program dapat membantu menjelaskan “Why” hasil tersebut dapat
muncul. Mengetahui “Why” adalah kunci untuk menjamin keberlanjutan “good
performance” atau memperbaiki “poor performance”.
Dalam McNamara (1997-2010) bahwa dalam merancang program evaluasi ada
beberapa hal yang harus dipertimbangkan : a) Untuk apa dilakukan evaluasi; b) Siapa
respondennya; c) Jenis informasi apa yang diperlukan; d) Dari siapa saja informasi
diperoleh; e) Metode apa yang digunakan untuk mengumpulkan informasi misalnya,
kuesioner, wawancara, memeriksa dokumentasi, mengamati kelompok penerima bantuan,
melakukan kelompok fokus di antara kelompok penerima bantuan atau instansi pemberi
bantuan, dll; f) Kapan informasi yang dibutuhkan harus dikumpulkan?; g) Apa saja sumber
daya yang tersedia untuk mengumpulkan informasi?
2.5.2. Beberapa Jenis Program Evaluasi
Dalam melaksanakan evaluasi program terdapat beberapa pendekatan yang umum
digunakan yakni diantaranya (McNamara, 1997-2010) :
a) Evaluasi Berdasarkan Tujuan (Goals-Based Evaluation)
Program sering dibuat untuk memenuhi satu atau lebih tujuan spesifik. Tujuan ini
sering dijelaskan dalam rencana program. Evaluasi berdasarkan tujuan adalah menilai
sejauh mana program tersebut memenuhi tujuan dan keobjektifitasan yang telah
ditetapkan sebelumnya.
b) Evaluasi Berdasarkan Proses (Process-Based Evaluations)
Evaluasi berdasarkan proses dirancang untuk sepenuhnya memahami bagaimana
sebuah program bekerja, bagaimana cara menghasilkan hasil. Evaluasi ini berguna jika
program yang lama berdiri dan telah berubah selama bertahun-tahun, karyawan atau
pelanggan melaporkan sejumlah besar keluhan tentang program, tampaknya ada inefisiensi
besar dalam memberikan layanan program dan mereka juga berguna untuk
menggambarkan secara akurat ke luar pihak bagaimana sebuah program benar-benar
beroperasi (misalnya, untuk replikasi di tempat lain).
c) Evaluasi Berdasarkan hasil (Outcomes-Based Evaluation)
Evaluasi program dengan fokus hasil yang semakin penting bagi organisasi nirlaba.
Evaluasi berdasarkan hasil memudahkan kita menanyakan apakah organisasi benar-benar
melakukan kegiatan program yang tepat untuk membawa hasil yang tepat.
2.5.3. Evaluasi Program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP)
Evaluasi PUAP yang akan dilakukan adalah untuk mengetahui sejauh mana tujuan
PUAP tercapai berdasarkan indikator yang telah ditetapkan dalam Pedoman Umum PUAP
seperti berikut :
1. Indikator Input
Masukan (Input) yaitu berbagai jenis sumberdaya (faktor produksi) yang diperlukan
dalam melaksanakan program dan kegiatan seperti dana, tenaga, peralatan, bahan-
bahan yang digunakan dan masukan lainnya. Input dalam penelitian ini adalah :
a. Dana BLM PUAP
b. Sosialisasi PUAP
c. Kelengkapan organisasi seperti buku rapat, buku tamu, AD/ART, Badan Hukum
dll
d. Sumber Daya Manusia Pengelola Gapoktan
e. Sumber Daya Manusia Penyelia Mitra Tani
f. Sumber Daya Manusia Penyuluh Pendamping
g. Sumber Daya Manusia Dinas Pertanian
h. Pelatihan bagi Pengelola Gapoktan, PMT dan Penyuluh Pendamping.
i. Kesesuaian RUA (Rencana Usaha Anggota) dengan usaha yang dilaksanakan
2. Indikator Proses
Proses (Process) yaitu kegiatan yang dilakukan supaya input dapat menghasilkan
output sesuai dengan yang diharapkan, meliputi :
a. Penilaian kemampuan pengelola UKMA (manager dan pembuku) dalam
mengelola dana PUAP dan membukukan ke buku besar.
b. Cara penyaluran dana PUAP ke petani / prosedur penyaluran dana PUAP.
3. Indikator Output
Keluaran (output) yaitu bentuk produk yang dihasilkan secara langsung baik
bersifat fisik maupun non fisik yang dapat dihasilkan dari pelaksanaan program dan
kegiatan yang direncanakan, output meliputi :
a. Tersalurkannya BLM (Bantuan Langsung Masyarakat) kepada petani, buruh
tani dan rumah tangga tani dalam melakukan usaha produktif pertanian.
b. Terlaksananya fasilitasi penguatan kapasitas dan kemampuan sumber daya
manusia pengelola Gapoktan, Penyuluh Pendamping dan Penyelia Mitra Tani.
4. Indikator Keberhasilan (outcome) PUAP
Hasil (outcome) yaitu segala sesuatu yang dapat menyebabkan berfungsinya
keluaran tersebut secara baik sehingga memberikan sumbangan terhadap proses
pembangunan pada bidang terkait. Antara lain :
a. Meningkatnya kemampuan Gapoktan dalam memfasilitasi dan mengelola
bantuan modal usaha ntuk petani anggota baik pemilik, petani penggarap,
buruh tani maupun rumah tangga tani.
b. Meningkatnya jumlah petani, buruh tani dan rumah tangga tani yang
mendapatkan bantuan modal usaha.
c. Meningkatnya pendapatan petani (pemilik dan atau penggarap), buruh tani
dan rumah tangga tani dalam berusaha tani sesuai dengan potensi daerah.
5. Indikator Benefit dari Program PUAP
Manfaat (benefit) yaitu keuntungan serta aspek positif lainnya yang dapat
dihasilkan oleh program dan kegiatan bersangkutan bagi masyarakat dengan
berfungsinya keluaran secara optimal..Antara lain :
a. Berkembangnya usaha agribisnis dan usaha ekonomi rumah tangga tani di lokasi
PUAP.
b. Berfungsinya Gapoktan sebagai lembaga ekonomi yang dimiliki dan dikelola oleh
petani di Nagari/Kelurahan.
6. Impact dari Program PUAP
Dampak (impact) yaitu pengaruh positif maupun negatif yang muncul bagi
pembangunan dan masyarakat secara keseluruhan baik dalam bentuk peningkatan
pertumbuhan ekonomi, penurunan jumlah penduduk miskin, dll, yaitu :
a. Berkurangnya jumlah petani miskin dan pengangguran di Nagari/Kelurahan..
III. METODE PENELITIAN
3.1. Daerah Penelitian
Untuk mencapai tujuan evaluasi kinerja PUAP, penelitian dilakukan pada Gapoktan
Penerima PUAP tahun 2008 di Kabupaten Solok, lokasi akan dibagi menjadi empat wilayah
yang didasarkan pada letak/posisi wilayah dalam Kabupaten Solok yaitu : (1) Wilayah I
(Kecamatan X Koto Singkarak, Kecamatan X Koto Diatas dan Kecamatan Junjung Sirih), (2)
Wilayah II (Kecamatan Gunung Talang, Kecamatan Kubung, Kecamatan IX Koto Sungai Lasi
dan Kecamatan Bukit Sundi), (3) Wilayah III (Kecamatan Payung Sekaki, Kecamatan Tigo
Lurah, Kecamatan Lembang Jaya) dan Wilayah IV (Kecamatan Danau Kembar, Kecamatan
Lembah Gumanti, Kecamatan Hiliran Gumanti dan Kecamatan Pantai Cermin) Pembagian
wilayah penelitian berdasarkan letak wilayah dalam Kabupaten Solok untuk kemudahan
dalam pembinaan Gapoktan penerima PUAP dan wilayah tersebut dianggap homogen.
3.2. Data dan Sumber Data
Jenis data yang dikumpulkan adalah :
3.2.1. Data primer
Data primer adalah data yang dikumpulkan yang memerlukan pengkajian khusus,
seperti pengumpulan, pencatatan. Data primer dikumpulkan melalui wawancara kelompok
dengan pengurus dan anggota Gapoktan, Penyuluh Pertanian/Penyuluh Pendamping,
Penyelia Mitra Tani, Dinas terkait dan Aparat Pemerintah Daerah. Wawancara individu
rumah tangga dilakukan secara acak mencakup 10 rumah tangga petani dalam setiap
Gapoktan/UKMA yang diwawancarai. Periode data yang dikumpulkan sebelum menerima
dana PUAP (tahun 2007) dan setelah menerima dana PUAP (tahun 2008-2011).
3.2.2. Data sekunder
Data sekunder yang secara umum mendeskripsikan daerah penelitian berupa
keadaan geografis, demografi, pemerintahan, sarana dan prasarana, sosial budaya dan
kondisi perekonomian diperoleh dari Instansi pemerintah yang ada di tingkat Kabupaten
Solok seperti Badan Pusat Statistik, Bappeda, Dinas Pertanian, Kantor Camat dan Kantor
Wali Nagari baik melalui wawancara langsung maupun laporan-laporan atau publikasi dari
instansi tersebut.
3.3. Populasi dan Sampel
Penelitian ini menggunakan metode penelitian survey, yaitu penelitian yang
mengambil sampel dari suatu populasi dan menggunakan kuisioner sebagai alat
penggumpul data yang utama. Populasi merupakan keseluruhan objek penelitian sebagai
sumber data yang memiliki karakteristik tertentu didalam suatu penelitian, dan sampel
merupakan himpunan bagian dari populasi yang menjadi objek sesungguhnya.
Populasi dalam penelitian ini adalah Gapoktan yang memperoleh dana PUAP tahun
2008 sebanyak 17 Gapoktan sedangkan teknik pengambilan sampel penelitian ini adalah
dengan Purposive Sampling yaitu pengambilan sampel dengan tujuan atau pertimbangan-
pertimbangan tertentu yang dapat membantu peneliti mencapai tujuan penelitian.
Pertimbangan dalam pengambilan sampel adalah Gapoktan/ LKMA yang perkembangan
dananya paling bagus dibandingkan Gapoktan/LKMA dalam wilayah penelitian tersebut.
Untuk wilayah I diambil sampel Gapoktan Labuah Panjang Saiyo yang terletak di
Nagari Labuah Panjang Kec. X Koto Diatas, untuk Kec. X Koto Singkarak dan Kec. Junjung
Sirih belum menerima dana PUAP pada tahun 2008 sehingga tidak termasuk populasi
penelitian. Alasan pengambilan Gapoktan Labuah Panjang Saiyo adalah karena
perkembangan dananya lebih bagus dibandingkan dengan Gapoktan Batang Katialo. Untuk
wilayah II Gapoktan yang diambil yaitu Mutiara Sukarami yang terletak di Nagari Koto Gaek
Guguk Kec. Gunung Talang, alasan pengambilan yaitu Gapoktan Mutiara Sukarami
merupakan Gapoktan/LKMA terbaik se-Kabupaten Solok. Pada wilayah III yang dijadikan
sebagai sampel yaitu Gapoktan Telaga zam-zam yang terletak di Nagari Salayo Tanang Bukik
Sileh Kec. Lembang Jaya. Untuk tahun 2008 hanya 2 Gapoktan yang menerima dana PUAP
di Wilayah III yaitu Balai Sepakat Nagari Koto Laweh dan Gapoktan Telaga Zam-zam Nagari
Salayo Tanang Bukik Sileh, keduanya terletak di Kec. Lembang Jaya dan dari 2 Gapoktan
tersebut yang perkembangannya bagus yaitu Telaga Zam-zam. Sedangkan untuk wilayah IV
yang dijadikan sampel penelitian yaitu Gapoktan Talang Sarumpun Nagari Talang Babungo
Kec. Hiliran Gumanti. Alasan pemilihannya adalah bahwa dari 4 Gapoktan penerima PUAP
tahun 2008 di wilayah IV yang perkembangannya paling bagus adalah Gapoktan Talang
Sarumpun. Dari masing-masing Gapoktan yang dijadikan sampel akan dipilih 10 rumah
tangga petani yang akan diwawancarai guna mendapatkan data yang diperlukan untuk
tercapainya tujuan penelitian. Alasan pemilihan rumah tangga petani adalah rumah tangga
petani yang pengembalian pinjamannya paling lancar.
3.4. Teknik Pengumpulan Data
Data dalam penelitian ini berupa data primer dan data sekunder, data tersebut
diperoleh melalui:
a. Wawancara Terstruktur, dilakukan terhadap survei rumah tangga dengan menggunakan
kuisioner. Dalam penelitian ini mengunakan format kuesioner ganda:
1. Pertanyaan–pertanyaan tertutup, yakni kemungkinan jawabannya sudah
ditentukan terlebih dahulu dan responden tidak diberi kesempatan memberikan
jawaban yang lain.
2. Pertanyaan-pertanyaan semi tertutup yakni kemungkinan jawabannya sudah
ditentukan terlebih dahulu namun responden tetap diberi kesempatan
memberikan jawaban yang lain
Secara teknis pertanyaan yang diajukan peneliti kepada informan berdasarkan panduan
wawancara atau butir pertanyaan yang sudah disiapkan, dalam kuisioner untuk
menggali informasi yang terkait dengan permasalahan penelitian. Selama wawancara,
peneliti mendengarkan secara teliti dan mencatat apa yang dikemukakan oleh informan
terkait sesuai pedoman wawancara.
b. Observasi lapangan, yaitu dilakukan dengan mengamati fenomena-fenomena di
lapangan terhadap objek penelitian untuk melakukan cross check terhadap jawaban
informan. Kegiatan observasi lapangan berupa survey langsung terhadap kondisi
Gapoktan/LKMA yang dijadikan sampel, serta untuk melihat secara langsung kegiatan-
kegiatan dalam proses penyaluran dana ke petani. Selain itu dilakukan survey terhadap
rumah tangga petani penerima manfaat PUAP untuk menggali informasi mengenai
manfaat dana bagi petani.
c. Studi kepustakaan dan dokumentasi, yaitu dengan mempelajari berbagai bahan bacaan,
seperti bahan teoritik, makalah ilmiah, jurnal, dokumen dan laporan, termasuk berbagai
peraturan dan kebijakan yang berkaitan dengan masalah penelitian dari beberapa
sumber resmi seperti Dinas Pertanian, BPS dll.
3.5 Analisis Data
Untuk mencapai tujuan penelitian digunakan Analisis Deskriptif Kualitatif. Analisis
data dalam penelitian ini dilakukan pada saat pengumpulan data berlangsung, dan setelah
selesai pengumpulan pengumpulan data dalam periode tertentu. Pada saat wawancara,
peneliti sudah melakukan analisis terhadap jawaban yang diwawancarai. Bila jawaban yang
diwawancarai setelah dianalisis belum memuaskan, maka peneliti akan melanjutkan
pertanyaan lagi, sampai tahap tertentu, diperoleh data yang dianggap kredibel (Miles &
Huberman, 1984 dalam Sugiyono, 2008).
Untuk bisa menjawab permasalahan dalam penelitian ini diperlukan pengumpulan
data dan analisis yang saling terkait terus menerus. Setiap tahap penggalian data/informasi
selesai dilanjutkan dengan reduksi data, yaitu memilih hal-hal yang pokok,
menyederhanakan, mengelompokkan, dan mengorganisir data yang didapatkan di lapangan
dalam bentuk narasi, tabel, gambar sehingga diperoleh kesimpulan sementara. Dari proses
tersebut diketahui informasi yang belum tergali, perlu diverifikasi, dipertajam/digali lebih
mendalam pada penggalian informasi pada tahap berikutnya. Setelah itu data yang
diperoleh diinterpretasikan dalam bentuk narasi untuk mengetahui bagaimana evaluasi
pelaksanaan program PUAP dilihat dari input (masukan), process (proses), output
(keluaran), outcome (hasil), benefit (manfaat) dan impact (dampak) terhadap petani di
Kabupaten Solok. Dari evaluasi yang dilakukan dapat digambarkan bagaimana peran
program PUAP sebagai salah satu program pemberdayaan masyarakat dalam
memberdayakan petani di Kabupaten Solok dan selama penelitian berlangsung juga dicatat
permasalahan apa saja yang ditemui oleh pengurus LKMA maupun petani dan Dinas
Pertanian Kabupaten Solok selama berjalannya program PUAP sehingga hasil penelitian ini
dapat memberikan rekomendasi kebijakan untuk perbaikan pelaksanaan program PUAP
selanjutnya.
IV. HASIL
4.1 GAMBARAN UMUM KABUPATEN SOLOK
Pemekaran wilayah Kabupaten Solok pada akhir tahun 2003 telah melahirkan satu
kabupaten baru yaitu Kabupaten Solok Selatan. Dengan tejadinya pemekaran ini luas
wilayah Kabupaten Solok mengalami pengurangan secara signifikan dari semula 708.402 Ha
menjadi 373.800 Ha. Secara geografis letak Kabupaten Solok berada antara 010 20’ 27’’ dan
010 2’39” Lintang Selatan dan 100
0 25’ 00” dan 100
0 33’ 43” Bujur Timur. Topografi wilayah
sangat bervariasi antara dataran, lembah dan berbukit-bukit dengan ketinggian antara 329
meter – 1 458 meter di atas permukaan laut.
Letak Kabupeten Solok sangat stategis karena dilewati jalur Jalan Lintas Sumatera
dan berbatasan langsung dengan Kota Padang ibukota Propinsi Sumatera Barat. Adapun
batas-batas wilayah Kabupaten Solok sebagai berikut :
- Sebelah Barat : Kota Padang dan Kab. Pesisir Selatan
- Sebelah Utara : Kabupaten Tanah Datar
- Sebelah Timur : Kabupaten Sawahlunto / Sijunjung
- Sebelah Selatan : Kabupaten Solok Selatan
Program PUAP merupakan salah satu program pengentasan kemiskinan yang
diarahkan untuk mengatasi kesulitan petani akses terhadap sumber permodalan.
Kabupaten Solok telah menerima Dana PUAP sejak tahun 2008. Total dana yang telah
diterima oleh Gapoktan di Kabupaten Solok sampai tahun 2011 sebanyak Rp
6.900.000.000,- (Enam milyar Sembilan ratus juta rupiah), dengan rincian sebagai berikut :
Tabel 1. Jumlah Dana PUAP di Kabupaten Solok sejak tahun 2008-2011
No. Tahun Jumlah Gapoktan Penerima
Dana PUAP Jumlah Dana PUAP
1. 2008 17 Rp 1.700.000.000,-
2. 2009 28 Rp 2.800.000.000,-
3. 2010 16 Rp 1.600.000.000,-
4. 2011 8 Rp 800.000.000,-
Jumlah 69 Rp 6.900.000.000,-
Sumber : Dinas Pertanian Kabupaten Solok, 2011
4.2 PELAKSANAAN PUAP DI KABUPATEN SOLOK
Pelaksanaan program PUAP ditinjau dari 6 indikator yaitu input (masukan), process
(proses), output (keluaran), outcome (hasil), benefit (manfaat) dan Impact (dampak).
Selanjutnya dilakukan evaluasi terhadap indikator tersebut. Dari penelitian yang telah
dilakukan dengan melakukan wawancara dengan petani dan pengurus UKMA (Unit
Keuangan Mikro Agribisnis), indepth interview dengan Dinas Pertanian Kabupaten Solok
dan studi kepustakaan terhadap dokumen-dokumen terkait program PUAP.
Hasil penelitian memperlihatkan pelaksanaan program PUAP di Kabupaten Solok (1).
Input : a) Dana PUAP telah masuk ke rekening Gapoktan pada bulan Desember tahun 2008,
b) Sosialisasi dan peninjauan lokasi telah dilakukan namun hanya diikuti oleh pengurus
Gapoktan saja, c) Administrasi Gapoktan ada yang tidak lengkap, hanya 1 Gapoktan dari 4
sampel yang lengkap administrasinya sedangkan 3 Gapoktan adminstrasinya kurang
lengkap, d) SDM Pengelola Gapoktan/UKMA menunjukkan hasil 2 Gapoktan memenuhi
syarat seperti yang ditetapkan Departemen Pertanian yaitu minimal DIII dan 2 Gapoktan
lagi hanya tamat SMA, e) SDM Penyuluh Pendamping sesuai dengan yang disyaratkan yaitu
minimal SPMA dan telah mengikuti pelatihan pendampingan PUAP, f) SDM PMT sesuai
dengan yang disyaratkan yaitu minimal DIII, memiliki kemampuan keuangan mikro, bisa
computer dan telah mengikuti pelatihan pendampingan PUAP, g) SDM Dinas Pertanian
(Kasi) tidak sesuai dengan yang disyaratkan yaitu Minimal DIII dan mempunyai kemampuan
penyuluhan, h) Pelatihan bagi pengelola UKMA, PP dan PMT telah dilaksanakan namun
hanya berjalan 1 kali sebelum dana PUAP digulirkan ke petani dan, i) Kesesuaian jenis usaha
dengan RUA sesuai dengan usulan yang telah dibuat. (2) Proses : a) Penilaian kemampuan
Pengelola UKMA untuk mengelola dan menyalurkan dana PUAP sejak dana masuk ke
rekening Gapoktan berbeda untuk tiap Gapoktan, 2 Gapoktan mampu menggulirkan dana
ke petani pada bulan Februari 2009, 1 Gapoktan pada bulan Maret 2009 dan 1 lagi pada
bulan April 2009, b) Cara penyaluran pinjaman ke petani sesuai dengan ketentuan dan
sama untuk ke 4 Gapoktan sampel yaitu calon peminjam mengajukan RUA (Rencana Usaha
Anggota), meminta formulir Surat Pengakuan Hutang ke manager UKMA, meminta
persetujuan Ketua Kelompok Tani, Ketua Gapoktan dan Bendahara Gapoktan setelah itu
mengembalikan ke manager dan pembuku akan segera mencairkan pinjamannya. (3)
Output : a) Penyaluran dana PUAP ke petani, ke 4 Gapoktan telah menyalurkan dana PUAP
ke anggotanya lebih dari 80%, b) Fasilitasi Penguatan Kapasitas dan Kemampuan Pengelola
UKMA, PP dan PMT berupa pendampingan dan pelatihan berjenjang dilengkapi dengan
modul-modul aplikatif tidak ada dilaksanakan. (4) Outcome : a) Peningkatan Kemampuan
Gapoktan dalam memfasilitasi dan mengelola bantuan modal usaha, setelah ada program
PUAP Gapoktan telah berfungsi sebagai penyedia modal, sarana produksi pertanian dan
wadah untuk usaha bersama bagi anggotanya, b) Peningkatan jumlah petani dan buruh tani
yang mendapatkan bantuan modal usaha, jika dibandingkan dengan pada tahap awal
pelaksanaan PUAP jumlah petani yang memanfaatkan dana PUAP untuk 4 Gapoktan sampel
menunjukkan peningkatan, untuk tahap awal hanya bisa melayani 397 petani dan sekarang
sudah bisa melayani 726 petani, c) Peningkatan pendapatan petani menunjukkan hasil
sebelum program PUAP dari 40 sampel 29 masih dikategorikan miskin dan setelah program
PUAP dari 29 yang dikategorikan miskin menjadi 10. (5) Manfaat : a) Pengembangan usaha
agribisnis dan usaha ekonomi RT menunjukkan adanya peningkatan baik dalam skala usaha
maupun hasil, b) Berfungsinya Gapoktan sebagai lembaga ekonomi yang dimiliki dan
dikelola oleh petani menunjukkan bahwa setelah adanya program PUAP Gapoktan telah
menjadi lembaga keuangan yang siap memberikan modal untuk usaha anggotanya. (6)
Dampak : berkurangnya jumlah petani miskin dan pencipataan lapangan kerja di nagari
menunjukkan hasil bahwa adanya program PUAP telah mampu mengurangi jumlah petani
miskin di nagari yaitu dari 40 sampel 29 masih dikategorikan miskin dan setelah program
PUAP dari 29 yang dikategorikan miskin menjadi 10, sedangkan penciptaan lapangan kerja
untuk 4 Gapoktan sampel ditemukan ada 5 orang yang mempunyai pekerjaan tetap setelah
menerima dana PUAP.
Program PUAP telah berperan dalam memberdayakan petani di Kabupaten Solok
yang ditandai dengan a) meningkatnya pendapatan penerima manfaat menunjukkan hasil
sebelum program PUAP dari 40 sampel 29 masih dikategorikan miskin dan setelah program
PUAP dari 29 yang dikategorikan miskin menjadi 10, sedangkan untuk penciptaan lapangan
kerja di nagari, untuk 4 gapoktan sampel ditemukan ada 5 orang yang mempunyai
pekerjaan tetap setelah menerima dana PUAP. b) adanya penambahan jumlah penerima
manfaat jika dibandingkan dengan pada tahap awal pelaksanaan PUAP jumlah petani yang
memanfaatkan dana PUAP untuk 4 gapoktan sampel menunjukkan peningkatan, untuk
tahap awal hanya bisa melayani 397 petani dan sekarang sudah bisa melayani 726 petani
serta adanya penguatan kelembagaan petani yaitu Gapoktan/UKMA yaitu setelah ada
program PUAP gapoktan telah berfungsi sebagai penyedia modal, sarana produksi
pertanian dan wadah untuk usaha bersama bagi anggotanya
Pelaksanaan program PUAP di Kabupaten Solok ada yang dilaksanakan sesuai
indikator dan ada yang tidak, untuk itu perlu perbaikan berdasarkan masalah yang ditemui.
Masalah dalam pelaksanaan PUAP antara lain masih rendahnya SDM Pengelola UKMA, SDM
Dinas Pertanian yang kurang cocok , tidak tersedianya dana pendukung dan tidak adanya
penerapan sanksi pada beberapa UKMA sehingga pinjaman mengalami kemacetan.
Rekomendasi kebijakan yang diusulkan untuk perbaikan pelaksanaan PUAP di
Kabupaten Solok a) mengadakan pelatihan bagi pengelola UKMA, PP dan PMT serta
meletakkan personil yang tepat untuk mengisi jabatan, b) penyediaan dana pendukung dari
APBD oleh pemerintah daerah untuk pembinaan Gapoktan penerima PUAP dan c) perlu
penerapan sanksi bagi peminjam yang tidak membayar angsuran tepat waktu.
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Dari pembahasan yang telah dilakukan dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Program PUAP di Kabupaten Solok telah mampu mengatasi kesulitan petani akses
terhadap sumber permodalan namun masih banyak kekurangan dalam pelaksanaan
di lapangan seperti a) tidak siapnya Gapoktan untuk menggulirkan dana PUAP
sehingga setelah dana masuk rekening dibutuhkan waktu lama untuk bias
menggulirkan kepada petani, b) kurangnya pembinaan dari Penyuluh Pendamping
dan Dinas Pertanian, c) kurangnya pelatihan yang diberikan kepada pengelola
UKMA sehingga pengelolaa UKMA kurang bagus terbukti dengan tidak lengkapnya
administrasi dan masih kurangnya inovasi-inovasi yang dilakukan oleh UKMA untuk
menambah modal dan d) masih tingginya tingkat kemacetan yang berpengaruh
kepada belum tergulirkannya dana PUAP ke anggota karena masih berupa piutang
pada anggota yang belum membayar angsuran pinjamannya.
2. Program PUAP telah berperan dalam pemberdayaan petani di Kabupaten Solok
yang ditandai dengan adanya peningkatan pendapatan petani penerima manfaat,
peningkatan jumlah petani penerima manfaat dan peningkatan fungsi Gapoktan
sebagai wadah pemecahan masalah kesulitan modal petani. Gapoktan telah
menjadi lembaga keuangan yang dimiliki dan dikelola petani sehingga petani tidak
perlu susah untuk mencari modal untuk usahanya dengan syarat yang mudah dan
tidak diperlukan jaminan.
3. Faktor-faktor yang menghambat keberhasilan program PUAP yaitu rendahnya SDM
Pengelola Gapoktan, SDM personil Dinas Pertanian yang tidak cocok, kurangnya
perhatian dari pemerintah daerah berupa tidak tersedianya dana pendukung serta
tidak adanya penerapan sanksi bagi peminjam yang terlambat membayar angsuran.
5.2 SARAN
Berdasarkan hasil temuan yang diperoleh dari penelitian ini dapat disarankan
sebagai berikut :
1. Untuk menyusun program permberdayaan khususnya untuk mengurangi
kemiskinan diperlukan keterpaduan dalam pembinaan kelompok, peningkatan
keterampilan pengurus dan anggota kelompok sehingga bantuan yang diterima
mancapai sasaran.
2. Perlu adanya keterpaduan dari unit kerja terkait dalam pembinaan program seperti
adanya dukungan dana pendampingan ataupun sinergi dengan program-program
lain untuk menindaklanjuti bantuan modal usaha yang telah diberikan.
3. Perlu adanya peningkatan kegiatan monitoring dan evaluasi terhadap UKMA yang
kurang berhasil dalam mengembangkan dana PUAP.
REFERENSI
Chambers, R. 2009. Going to Scale with Community-Led Total Sanitation: Reflections on
Experience,Issues and Ways Forward Institute of Development Studies.
Departemen Pertanian, 2009. Pedoman Umum Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan
(PUAP). Jakarta. Deptan Press
Elizabeth, R. 2007. Fenomena Sosiologis Metamorphosis Petani Kearah Keberpihakan Pada
Masayarakat Petani Perdesaan Yang Terpinggirkan Terkait Konsep Ekonomi
Kerakyatan. Forum Agro Ekonomi (FAE) Vol. 25 Juli 2007. PSE-KP. Bogor
Ife, Jim dan Tesoriero, Frank. 2008. Community Development, Alternatif Pengembangan
Masyarakat di Era Globalisasi. Pustaka Pelajar. Yogyakarta.
Ismawan, Bambang. 2000. Pemberdayaan Orang Miskin. Puspaswara.
Kartasasmita, Ginandjar. 1996. Pembangunan Untuk Rakyat : Memadukan Pertumbuhan
dan Pemerataan. Jakarta : Pustaka CIDESINDO.
McNamara, Carter. 1997-2010. A Basic Guide to Program Evaluation. Authenticity
Consulting, LLC
Moeljarto. 1987. Politik Pembangunan : sebuah Analisis, Konsep, arah dan strategi.
Yogyakarta : PT. Tiara Wacana.
Ndraha, Taqliziduhu. 1990. Pembangunan Masyarakat. Rineka Cipta. Jakarta.
Nuryana, Mu’man. 2009. Program Evaluation. Departemen Sosial RI. Pusdatin Kesos
Kementrian Sosial.
Soetomo. 2008. Masalah Sosial dan Upaya Pemecahannya. Pustaka Pelajar. Yogyakarta.
Top Related