A. EUTHANASIAMembunuh bisa dilakukan secara legal. Itulah euthanasia, pembuhuhan legal
yang sampai kini masih jadi kontroversi. Pembunuhan legal ini pun ada
beragam jenisnya.
Secara umum, kematian adalah suatu topik yang sangat ditakuti oleh publik.
Hal demikian tidak terjadi di dalam dunia kedokteran atau kesehatan. Dalam
konteks kesehatan modern, kematian tidaklah selalu menjadi sesuatu yang
datang secara tiba-tiba. Kematian dapat dilegalisir menjadi sesuatu yang
definit dan dapat dipastikan tanggal kejadiannya. Euthanasia memungkinkan
hal tersebut terjadi.
Euthanasia adalah tindakan mengakhiri hidup seorang individu secara tidak
menyakitkan, ketika tindakan tersebut dapat dikatakan sebagai bantuan
untuk meringankan penderitaan dari individu yang akan mengakhiri
hidupnya.
Ada empat metode euthanasia:
Euthanasia sukarela: ini dilakukan oleh individu yang secara sadar
menginginkan kematian.
Euthanasia non sukarela: ini terjadi ketika individu tidak mampu untuk
menyetujui karena faktor umur, ketidak mampuan fisik dan mental.
Sebagai contoh dari kasus ini adalah menghentikan bantuan makanan
dan minuman untuk pasien yang berada di dalam keadaan vegetatif
(koma).
Euthanasia tidak sukarela: ini terjadi ketika pasien yang sedang
sekarat dapat ditanyakan persetujuan, namun hal ini tidak dilakukan.
Kasus serupa dapat terjadi ketika permintaan untuk melanjutkan
perawatan ditolak.
Bantuan bunuh diri: ini sering diklasifikasikan sebagai salah satu
bentuk euthanasia. Hal ini terjadi ketika seorang individu diberikan
informasi dan wacana untuk membunuh dirinya sendiri. Pihak ketiga
dapat dilibatkan, namun tidak harus hadir dalam aksi bunuh diri
tersebut. Jika dokter terlibat dalam euthanasia tipe ini, biasanya
disebut sebagai ‘bunuh diri atas pertolongan dokter’. Di Amerika
Serikat, kasus ini pernah dilakukan oleh dr. Jack Kevorkian.
Euthanasia dapat menjadi aktif atau pasif:
Euthanasia aktif menjabarkan kasus ketika suatu tindakan dilakukan
dengan tujuan untuk menimbulkan kematian. Contoh dari kasus ini
adalah memberikan suntik mati. Hal ini ilegal di Britania Raya dan
Indonesia.
Euthanasia pasif menjabarkan kasus ketika kematian diakibatkan oleh
penghentian tindakan medis. Contoh dari kasus ini adalah penghentian
pemberian nutrisi, air, dan ventilator.
Argumen Pro Euthanasia
Kelompok pro euthanasia, yang termasuk juga beberapa orang cacad,
berkonsentrasi untuk mempopulerkan euthanasia dan bantuan bunuh diri.
Mereka menekankan bahwa pengambilan keputusan untuk euthanasia
adalah otonomi individu. Jika seseorang memiliki penyakit yang tidak dapat
disembuhkan atau berada dalam kesakitan yang tak tertahankan, mereka
harus diberikan kehormatan untuk memilih cara dan waktu kematian mereka
dengan bantuan yang diperlukan. Mereka mengklaim bahwa perbaikan
teknologi kedokteran merupakan cara untuk meningkatkan jumlah pasien
yang sekarat tetap hidup. Dalam beberapa kasus, perpanjangan umur ini
melawan kehendak mereka.
Mereka yang mengadvokasikan euthanasia non sukarela, seperti Peter
Singer, berargumentasi bahwa peradaban manusia berada dalam periode
ketika ide tradisional seperti kesucian hidup telah dijungkir balikkan oleh
praktek kedokteran baru yang dapat menjaga pasien tetap hidup dengan
bantuan instrumen. Dia berargumen bahwa dalam kasus kerusakan otak
permanen, ada kehilangan sifat kemanusian pada pasien tersebut, seperti
kesadaran, komunikasi, menikmati hidup, dan seterusnya. Mempertahankan
hidup pasien dianggap tidak berguna, karena kehidupan seperti ini adalah
kehidupan tanpa kualitas atau status moral.
Falsafah Utilitarian Singer menekankan bahwa tidak ada perbedaan moral
antara membunuh dan mengizinkan kematian terjadi. Jika konsekuensinya
adalah kematian, maka tidak menjadi masalah jika itu dibantu dokter,
bahkan lebih disukai jika kematian terjadi dengan cepat dan bebas rasa
sakit.
Oposisi terhadap Euthanasia
Banyak argumen anti euthanasia bermula dari proposisi, baik secara religius
atau sekuler, bahwa setiap kehidupan manusia memiliki nilai intrinsik dan
mengambil hidup seseorang dalam kondisi normal adalah suatu kesalahan.
Advokator hak-hak orang cacad menekankan bahwa jika euthanasia
dilegalisasi, maka hal ini akan memaksa beberapa orang cacad untuk
menggunakannya karena ketiadaan dukungan sosial, kemiskinan, kurangnya
perawatan kesehatan, diskriminasi sosial, dan depresi. Orang cacad sering
lebih mudah dihasut dengan provokasi euthanasia, dan informed consent
akan menjadi formalitas belaka dalam kasus ini. Beberapa orang akan
merasa bahwa mereka adalah beban yang harus dihadapi dengan solusi
yang jelas. Secara umum, argumen anti euthanasia adalah kita harus
mendukung orang untuk hidup, bukan menciptakan struktur yang
mengizinkan mereka untuk mati.
Eutanasia menurut hukum dibeberapa negara
Sejauh ini eutanasia diperkenankan yaitu dinegara Belanda, Belgia serta
ditoleransi di negara bagian Oregon di Amerika, Kolombia dan Swiss dan
dibeberapa negara dinyatakan sebagai kejahatan seperti di Spanyol, Jerman
dan Denmark
- Amerika
Eutanasia agresif dinyatakan ilegal dibanyak negara bagian di Amerika. Saat
ini satu-satunya negara bagian di Amerika yang hukumnya secara eksplisit
mengizinkan pasien terminal ( pasien yang tidak mungkin lagi disembuhkan)
mengakhiri hidupnya adalah negara bagian Oregon, yang pada tahun
1997 melegalisasikan kemungkinan dilakukannya eutanasia dengan
memberlakukan UU tentang kematian yang pantas (Oregon Death with
Dignity Act). Tetapi undang-undang ini hanya menyangkut bunuh diri
berbantuan, bukan euthanasia. Syarat-syarat yang diwajibkan cukup ketat,
dimana pasien terminal berusia 18 tahun ke atas boleh minta bantuan untuk
bunuh diri, jika mereka diperkirakan akan meninggal dalam enam bulan dan
keinginan ini harus diajukan sampai tiga kali pasien, dimana dua kali secara
lisan (dengan tenggang waktu 15 hari di antaranya) dan sekali secara
tertulis (dihadiri dua saksi dimana salah satu saksi tidak boleh memiliki
hubungan keluarga dengan pasien). Dokter kedua harus mengkonfirmasikan
diagnosis penyakit dan prognosis serta memastikan bahwa pasien dalam
mengambil keputusan itu tidak berada dalam keadaan gangguan mental.
Hukum juga mengatur secara tegas bahwa keputusan pasien untuk
mengakhiri hidupnya tersebut tidak boleh berpengaruh terhadap asuransi
yang dimilikinya baik asuransi kesehatan, jiwa maupun kecelakaan ataupun
juga simpanan hari tuanya.
Belum jelas apakah undang-undang Oregon ini bisa dipertahankan di masa
depan, sebab dalam Senat AS pun ada usaha untuk meniadakan UU negara
bagian ini. Mungkin saja nanti nasibnya sama dengan UU Northern Territory
di Australia. Bulan Februari lalu sebuah studi terbit tentang pelaksanaan UU
Oregon selama tahun 1999.
Sebuah lembaga jajak pendapat terkenal yaitu polling (Gallup Poll)
menunjukkan bahwa 60% orang Amerika mendukung dilakukannya
eutanasia.
- Indonesia
Berdasarkan hukum di Indonesia maka eutanasia adalah sesuatu perbuatan
yang melawan hukum, hal ini dapat dilihat pada peraturan perundang-
undangan yang ada yaitu pada Pasal 344 Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana yang menyatakan bahwa "Barang siapa menghilangkan nyawa orang
lain atas permintaan orang itu sendiri, yang disebutkannya dengan nyata
dan sungguh-sungguh, dihukum penjara selama-lamanya 12 tahun". Juga
demikian halnya nampak pada pengaturan pasal-pasal 338, 340, 345, dan
359 KUHP yang juga dapat dikatakan memenuhi unsur-unsur delik dalam
perbuatan eutanasia. Dengan demikian, secara formal hukum yang berlaku
di negara kita memang tidak mengizinkan tindakan eutanasia oleh siapa
pun.
Ketua umum pengurus besar Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Farid Anfasal
Moeloek dalam suatu pernyataannya yang dimuat oleh majalah Tempo
Selasa 5 Oktober 2004 menyatakan bahwa : Eutanasia atau "pembunuhan
tanpa penderitaan" hingga saat ini belum dapat diterima dalam nilai dan
norma yang berkembang dalam masyarakat Indonesia. "Euthanasia hingga
saat ini tidak sesuai dengan etika yang dianut oleh bangsa dan melanggar
hukum positif yang masih berlaku yakni KUHP.
Eutanasia menurut ajaran agama islam
Seperti dalam agama-agama Ibrahin lainnya (Yahudi dan Kristen), Islam
mengakui hak seseorang untuk hidup dan mati, namun hak tersebut
merupakan anugerah Allah kepada manusia. Hanya Allah yang dapat
menentukan kapan seseorang lahir dan kapan ia mati (QS 22: 66; 2: 243).
Oleh karena itu, bunuh diri diharamkan dalam hukum islam meskipun tidak
ada teks dalam Al-Quran maupun Hadist yang secara eksplisit melarang
bunuh diri. Kendati demikian, ada sebuah ayat yang menyiratkan hal
tersebut, "Dan belanjakanlah (hartamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu
menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah,
karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik." (QS
2: 195), dan dalam ayat lain disebutkan, "Janganlah engkau membunuh
dirimu sendiri," (QS 4: 29), yang makna langsungnya adalah "Janganlah
kamu saling berbunuhan." Dengan demikian, seorang Muslim (Dokter) yang
membunuh seorang Muslim lainnya (pasien) disetarakan dengan membunuh
dirinya sendiri.
Eutanasia dalam ajaran Islam disebut qatl ar-rahmah atau taisir al-maut
(eutanasia), yaitu suatu tindakan memudahkan kematian seseorang dengan
sengaja tanpa merasakan sakit, karena kasih sayang, dengan tujuan
meringankan penderitaan si sakit, baik dengan cara positif maupun negatif.
Pada konferensi pertama tentang kedokteran Islam di Kuwait tahun 1981,
dinyatakan bahwa tidak ada suatu alasan yang membenarkan dilakukannya
eutanasia ataupun pembunuhan berdasarkan belas kasihan (mercy killing)
dalam alasan apapun juga .
- Eutanasia positif
Yang dimaksud taisir al-maut al-fa'al (eutanasia positif) ialah tindakan
memudahkan kematian si sakit --karena kasih sayang-- yang dilakukan
oleh dokter dengan mempergunakan instrumen (alat).
Memudahkan proses kematian secara aktif (eutanasia positif)adalah tidak
diperkenankan oleh syara'. Sebab dalam tindakan ini seorang dokter
melakukan suatu tindakan aktif dengan tujuan membunuh si sakit dan
mempercepat kematiannya melalui pemberian obat secara overdosis dan
ini termasuk pembunuhan yang haram hukumnya, bahkan termasuk
dosa besar yang membinasakan.
Perbuatan demikian itu adalah termasuk dalam kategori pembunuhan
meskipun yang mendorongnya itu rasa kasihan kepada si sakit dan untuk
meringankan penderitaannya. Karena bagaimanapun si dokter tidaklah
lebih pengasih dan penyayang daripada Yang Menciptakannya. Karena itu
serahkanlah urusan tersebut kepada Allah Ta'ala, karena Dia-lah yang
memberi kehidupan kepada manusia dan yang mencabutnya apabila
telah tiba ajal yang telah ditetapkan-Nya.
- Eutanasia negatif
Eutanasia negatif disebut dengan taisir al-maut al-munfa'il. Pada
eutanasia negatif tidak dipergunakan alat-alat atau langkah-langkah
aktif untuk mengakhiri kehidupan si sakit, tetapi ia hanya dibiarkan
tanpa diberi pengobatan untuk memperpanjang hayatnya. Hal ini
didasarkan pada keyakinan dokter bahwa pengobatan yang dilakukan
itu tidak ada gunanya dan tidak memberikan harapan kepada si sakit,
sesuai dengan Sunnatullah (hukum Allah terhadap alam semesta) dan
hukum sebab-akibat.
Diantara masalah yang sudah terkenal di kalangan ulama syara' ialah bahwa
mengobati atau berobat dari penyakit tidak wajib hukumnya menurut Jumhur
Fuqaha dan imam-imam mahzab. Bahkan menurut mereka, mengobati atau
berobat ini hanya berkisar pada hukum mubah. Dalam hal ini hanya
segolongan kecil yang mewajibkannya seperti yang dikatakan oleh sahabat-
sahabat Imam Syafi'i dan Imam Ahmad sebagaimana dikemukakan oleh
Syekhul Islam Ibnu Taimiyah,, dan sebagian ulama lagi menganggapnya
mustahab (sunnah).
Beberapa kasus menarik
1. Kasus Hasan Kusuma – Indonesia
Sebuah permohonan untuk melakukan eutanasia pada tanggal 22 oktober
2004 telah diajukan oleh seorang suami bernama Hassan Kusuma karena
tidak tega menyaksikan istrinya yang bernama Agian Isna Nauli, 33 tahun,
tergolek koma selama 2 bulan dan disamping itu ketidakmampuan untuk
menanggung beban biaya perawatan merupakan suatu alasan pula.
Permohonan untuk melakukan eutanasia ini diajukan ke Pengadilan Negeri
Jakarta Pusat. Kasus ini merupakan salah satu contoh bentuk eutanasia yang
diluar keinginan pasien. Permohonan ini akhirnya ditolak oleh Pengadilan
Negeri Jakarta Pusat, dan setelah menjalani perawatan intensif maka kondisi
terakhir pasien (7 Januari 2005) telah mengalami kemajuan dalam
pemulihan kesehatannya.
2. Kasus seorang wanita New Jersey - Amerika Serikat
Seorang perempuan berusia 21 tahun dari New Jersey, Amerika Serikat, pada
tanggal 21 April 1975 dirawat di rumah sakit dengan menggunakan alat
bantu pernapasan karena kehilangan kesadaran akibat pemakaian alkohol
dan zat psikotropika secara berlebihan.Oleh karena tidak tega melihat
penderitaan sang anak, maka orangtuanya meminta agar dokter
menghentikan pemakaian alat bantu pernapasan tersebut. Kasus
permohonan ini kemudian dibawa ke pengadilan, dan pada pengadilan
tingkat pertama permohonan orangtua pasien ditolak, namun pada
pengadilan banding permohonan dikabulkan sehingga alat bantu pun
dilepaskan pada tanggal 31 Maret 1976. Pasca penghentian penggunaan alat
bantu tersebut, pasien dapat bernapas spontan walaupun masih dalam
keadaan koma. Dan baru sembilan tahun kemudian, tepatnya tanggal 12
Juni 1985, pasien tersebut meninggal akibat infeksi paru-paru (pneumonia).
B. ABORSI
- Aborsi berasal dari bahasa latin abortus yaitu berhentinya kehamilan
sebelum usia kehamilan 20 minggu yang mengakibatkan kematian janin.
- Aborsi yaitu tindakan pemusnahan yang melanggar hukum , menyebabkan
lahir prematur fetus manusia sebelum masa lahir secara alami.
- Aborsi telah dilakukan oleh manusia selama berabad-abad, tetapi selama
itu belum ada undang-undang yang mengatur mengenai tindakan aborsi.
Peraturan mengenai hal ini pertama kali dikeluarkan pada tahun 4 M di mana
telah ada larangan untuk melakukan aborsi. Sejak itu maka undang-undang
mengenai aborsi terus mengalami perbaikan, apalagi dalam tahun-tahun
terakhir ini di mana mulai timbul suatu revolusi dalam sikap masyarakat dan
pemerintah di berbagai negara di dunia terhadap tindakan aborsi. Hukum
abortus di berbagai negara dapat digolongkan dalam beberapa kategori
sebagai berikut:
a. Hukum yang tanpa pengecualian melarang aborsi, seperti
di Belanda.
b. Hukum yang memperbolehkan aborsi demi keselamatan
kehidupan penderita (ibu), seperti di Perancis dan Pakistan.
c. Hukum yang memperbolehkan aborsi atas indikasi medik,
seperti di Kanada, Muangthai dan Swiss.
d. Hukum yang memperbolehkan aborsi atas indikasi sosio-
medik, seperti di Eslandia, Swedia, Inggris, Scandinavia, dan
India.
e. Hukum yang memperbolehkan aborsi atas indikasi sosial,
seperti di Jepang, Polandia, dan Yugoslavia.
f. Hukum yang memperbolehkan aborsi atas permintaan
tanpa memperhatikan indikasi-indikasi lainnya (Abortion on
requst atau Abortion on demand), seperti di Bulgaris,
Hongaria, USSR, Singapura.
g. Hukum yang memperbolehkan abortus atas indikasi
eugenistis (aborsi boleh dilakukan bila fetus yang akan lahir
menderita cacat yang serius) misalnya di India
h. Hukum yang memperbolehkan aborsi atas indikasi
humanitarian (misalnya bila hamil akibat perkosaan) seperti di
Jepang
i. Negara-negara yang mengadakan perubahan dalam hukum
abortus pada umumnya mengemukakan salah satu
alasan/tujuan seperti yang tersebut di bawah ini:
· Untuk memberikan perlindungan hukum pada para
medisi yang melakukan abortus atas indikasi medik.
· Untuk mencegah atau mengurangi terjadinya abortus
provocatus criminalis.
· Untuk mengendalikan laju pertambahan penduduk.
· Untuk melindungi hal wanita dalam menentukan sendiri
nasib kandungannnya.
· Untuk memenuhi desakan masyarakat.
Statistik baru-baru ini diterbitkan oleh Departemen Kesehatan (DH)
mengungkapkan bahwa pada tahun 2008, untuk wanita penduduk di Inggris
dan Wales, jumlah dari aborsi adalah 195.296 (DH, 2009). Media pelaporan
sekitar statistik terfokus pada 'kejam' naik dari laju mengulangi aborsi (Daily
Mail, 2009), dan masyarakat umum dengan cepat mengomentari seperti
artikel, sehingga menimbulkan putaran lagi perdebatan tentang hak-hak dan
kesalahan aborsi. Perdebatan aborsi bukanlah hal baru.
Meskipun ini adalah sebuah negara di mana hampir 200.000 kehamilan yang
berakhir melalui aborsi setiap tahun, dan di mana aborsi telah hukum selama
lebih dari 40 tahun, prosedur ini masih dikelilingi oleh kontroversi dan
membagi masyarakat umum, kesehatan profesional dan politisi. Akibatnya,
aborsi tidak berbicara tentang dalam percakapan sehari-hari, dan sedikit
wanita mengakui telah punya satu - itu hanya terlalu pribadi, terlalu tabu
(Hadley, 2006). Alasan mengapa perempuan mungkin memilih melakukan
aborsi sangat kompleks dan bervariasi, namun masalah tetap diperdebatkan,
dan masih ada besar keengganan untuk terlibat dalam pemeriksaan terbuka
dan jujur tentang praktek aborsi dan tempatnya dalam masyarakat kita
Sebagai perawat di Marie penasihat Stopes International, salah satu dari
penyedia terkemuka Inggris seksual dan reproduksi jasa-jasa perawatan
kesehatan, saya sehari-hari berurusan dengan klien yang telah aborsi dipilih
untuk berbagai macam alasan, tapi yang merasa terisolasi dan setan untuk
melakukannya. Memutuskan untuk mengakhiri kehamilan dapat menjadi
salah satu yang paling sulit keputusan seorang wanita untuk membuat, dan
ketika membuat ini keputusan saya percaya bahwa perempuan harus
memiliki akses ke dukungan dan nasihat untuk memungkinkan mereka
untuk membuat suatu pilihan. Aku merasa sangat yakin bahwa kita perlu
membasmi rasa malu yang berhubungan dengan aborsi sehingga
perempuan dapat memilih prosedur tanpa menjadi lebih pengalaman
menyedihkan daripada perlu.
Di negara-negara di mana aborsi ilegal atau sangat terbatas, aborsi yang
tidak aman tetap menjadi penyebab utama kematian, dan menyebabkan
sampai 67.000 kematian setiap tahunnya. Aborsi disahkan di Inggris dan
Wales pada tahun 1967, dan hukum jika dua dokter setuju bahwa alasan
wanita untuk mencari
aborsi memenuhi persyaratan UU Aborsi. Hukum persyaratan dari Undang-
undang tidak mengizinkan perawat untuk mengotorisasi aborsi, tapi Royal
College of Nursing (RCN) mengakui bahwa pembangunan inovatif menyusui
berarti bahwa peran perawat sekarang merencanakan, memimpin dan
mengelola proporsi yang signifikan perawatan untuk wanita mencari dan /
atau mengalami aborsi (RCN, 2008). Sebagai hasil dari perubahan dalam
praktik dan maju peran perawat dalam menyediakan pelayanan aborsi,
perawat berada dalam posisi yang ideal untuk membentuk cara aborsi
layanan yang disediakan di masa depan (RCN, 2008), dan memastikan
bahwa wanita merasa didukung daripada dipermalukan ketika menghadapi
kehamilan yang tidak diinginkan. Contoh peran yang perawat bisa
memainkan meliputi: Penilaian pra-aborsi. Menghadapi kehamilan yang tidak
diinginkan cenderung menjadi sangat menegangkan waktu bagi seorang
wanita. Karena dari sifat sensitif konsultasi awal, itu adalah ide yang bagus
untuk melihat wanita sendiri, sehingga ia dapat memberikan jawaban yang
akurat dan mengungkapkan perasaan-perasaannya tanpa merasa dihambat
oleh pasangan atau orangtua Pra-dan pasca-aborsi konseling. Sangat
penting untuk memberi wanita kesempatan untuk mempertimbangkan
pilihan dalam sebuah rahasia dan tidak menghakimi lingkungan. Sistem
seharusnya berada di tempat untuk merujuk perempuan untuk kehamilan
spesialis konseling, ketika ini diperlukan. Tetapi kita juga harus mengenali
perempuan hak otonomi dalam pengambilan keputusan mereka.
C. CONFIDENTIALITYYang dimaksud confidentiality adalah menjaga privasi atau rahasia klien, segala sesuatu mengenai klien boleh diketahui jika digunakan untuk pengobatan klien atau mendapat izin dari klien. Sebagai perawat kita hendaknya menjaga rahasia pasien itu tanpa memberitahukanya kepada orang lain maupun perawat lain.
Perawat memiliki komitmen menyeluruh tentang perlunya mempertahankan privasi dan kerahasiaan pasien sesuai kode etik keperawatan. Beberapa hal terkait isu ini yang secara fundamental mesti dilakuakan dalam merawat pasien adalah:
a. Jaminan kerahasiaan dan jaminan pelayanan dari informasi kesehatan yang diberikan harus tetap terjaga
b. Individu yang menyalahgunakan kerahsiaan, keamanan, peraturan dan informasi dapat dikenakan hukuman/ legal aspek
D. INFORMED CONSENTTujuan dari informed consent adalah agar pasien mendapat informasi yang cukup untuk dapat mengambil keputusan atas terapi yang akan dilaksanakan. Informed consent juga berarti mengambil keputusan bersama. Hak pasien untuk menentukan nasibnya dapat terpenuhi dengan sempurna apabila pasien telah menerima semua informasi yang ia perlukan sehingga ia dapat mengambil keputusan yang tepat. Kekecualian dapat dibuat apabila informasi yang diberikan dapat menyebabkan guncangan psikis pada pasien.
Dokter harus menyadari bahwa informed consent memiliki dasar moral dan etik yang kuat. Menurut American College of Physicians’ Ethics Manual, pasien harus mendapat informasi dan mengerti tentang kondisinya sebelum mengambil keputusan. Berbeda dengan teori terdahulu yang memandang tidak adanya informed consent menurut hukum penganiayaan, kini hal ini dianggap sebagai kelalaian. Informasi yang diberikan harus lengkap, tidak hanya berupa jawaban atas pertanyaan pasien.
Saat untuk memberi informasi
Setelah hubungan dokter pasien terbentuk, dokter memiliki kewajiban untuk memberitahukan pasien mengenai kondisinya; diagnosis, diagnosis banding, pemeriksaan penunjang, terapi, risiko, alternatif, prognosis dan harapan. Dokter seharusnya tidak mengurangi materi informasi atau memaksa pasien untuk segera memberi keputusan. Informasi yang diberikan disesuaikan dengan kebutuhan pasien.Add content to your paragraph here.Elemen-elemen Informed consent
Suatu informed consent harus meliputi :
Dokter harus menjelaskan pada pasien mengenai tindakan, terapi dan penyakitnya
Pasien harus diberitahu tentang hasil terapi yang diharapkan dan seberapa besar kemungkinan keberhasilannyaPasien harus diberitahu mengenai beberapa alternatif yang ada dan akibat apabila penyakit tidak diobatiPasien harus diberitahu mengenai risiko apabila menerima atau menolak terapi
Risiko yang harus disampaikan meliputi efek samping yang mungkin terjadi dalam penggunaan obat atau tindakan pemeriksaan dan operasi yang dilakukan.
Ruang Lingkup Pemberian Informasi
Ruang lingkup dan materi informasi yang diberikan tergantung pada pengetahuan medis pasien saat itu. Jika memungkinkan, pasien juga diberitahu mengenai tanggung jawab orang lain yang berperan serta dalam pengobatan pasien.
Di Florida dinyatakan bahwa setiap orang dewasa yang kompeten memiliki hak dasar menentukan tindakan medis atas dirinya termasuk pelaksanaan dan penghentian pengobatan yang bersifat memperpanjang nyawa. Beberapa pengadilan membolehkan dokter untuk tidak memberitahukan diagnosis pada beberapa keadaan. Dalam mempertimbangkan perlu tidaknya mengungkapkan diagnosis penyakit yang berat, faktor emosional pasien harus dipertimbangkan terutama kemungkinan bahwa pengungkapan tersebut dapat mengancam kemungkinan pulihnya pasien.Pasien memiliki hak atas informasi tentang kecurigaan dokter akan adanya penyakit tertentu walaupun hasil pemeriksaan yang telah dilakukan inkonklusif.
Hal-Hal Yang Diinformasikan
- Hasil PemeriksaanPasien memiliki hak untuk mengetahui hasil pemeriksaan yang telah dilakukan. Misalnya perubahan keganasan pada hasil Pap smear. Apabila infomasi sudah diberikan, maka keputusan selanjutnya berada di tangan pasien.
- Risiko Risiko yang mungkin terjadi dalam terapi harus diungkapkan disertai upaya antisipasi yang dilakukan dokter untuk terjadinya hal tersebut. Reaksi alergi idiosinkratik dan kematian yang tak terduga akibat pengobatan selama ini jarang diungkapkan dokter. Sebagian kalangan berpendapat bahwa kemungkinan tersebut juga harus diberitahu pada pasien. Jika seorang dokter mengetahui bahwa tindakan pengobatannya berisiko dan terdapat alternatif pengobatan lain yang lebih aman, ia harus memberitahukannya
pada pasien. Jika seorang dokter tidak yakin pada kemampuannya untuk melakukan suatu prosedur terapi dan terdapat dokter lain yang dapat melakukannya, ia wajib memberitahukan pada pasien.
- AlternatifDokter harus mengungkapkan beberapa alternatif dalam proses diagnosis dan terapi. Ia harus dapat menjelaskan prosedur, manfaat, kerugian dan bahaya yang ditimbulkan dari beberapa pilihan tersebut. Sebagai contoh adalah terapi hipertiroidisme. Terdapat tiga pilihan terapi yaitu obat, iodium radioaktif, dan subtotal tiroidektomi. Dokter harus menjelaskan prosedur, keberhasilan dan kerugian serta komplikasi yang mungkin timbul.
- Rujukan/ konsultasiDokter berkewajiban melakukan rujukan apabila ia menyadari bahwa kemampuan dan pengetahuan yang ia miliki kurang untuk melaksanakan terapi pada pasien-pasien tertentu. Pengadilan menyatakan bahwa dokter harus merujuk saat ia merasa tidak mampu melaksanakan terapi karena keterbatasan kemampuannya dan ia mengetahui adanya dokter lain yang dapat menangani pasien tersebut lebih baik darinya.
- PrognosisPasien berhak mengetahui semua prognosis, komplikasi, sekuele, ketidaknyamanan, biaya, kesulitan dan risiko dari setiap pilihan termasuk tidak mendapat pengobatan atau tidak mendapat tindakan apapun. Pasien juga berhak mengetahui apa yang diharapkan dari dan apa yang terjadi dengan mereka. Semua ini berdasarkan atas kejadian-kejadian beralasan yang dapat diduga oleh dokter. Kejadian yang jarang atau tidak biasa bukan merupakan bagian dari informed consent.
Siapa yang mengungkapkan ?
Siapa yang bertanggungjawab untuk mendapatkan informed consent pasien - pengadilan umumnya telah menempatkan tugas ini pada dokter yang didatangi pasien pada waktu ada pertanyaan. Pengadilan umumnya mengenali bahwa dokter, bukan perawat atau paramedis lainnya, berkemampuan untuk mendiskusikan tatalaksana dan penanganannya. Perawat atau paramedis lainnya mungkin hanya penambah atau pelengkap informasi spesifik dari dokter dengan informasi umum tergantung situasi pasien. Dokter, selain dari dokter pertama pasien, memiliki kewajiban yang independen untuk memberi informasi mengenai risiko, keuntungan, dan alternatif pilihan yang ditujukan padanya.
Pengadilan sangat jelas dalam opini tertulisnya bahwa tanggung jawab untuk memperoleh informed consent dari pasien tetap dengan dokter dan tidak dapat didelegasikan. Dokter dapat mendelegasikan otoritasnya (wewenangnya) untuk memperoleh informed consent kepada dokter lain
namun tidak dapat mendelegasikan tanggung-jawabnya untuk mendapatkan informed consent yang tepat. contoh informed consent:
sumber:- http://id.wikipedia.org/wiki/Euthanasia- searching by ebscohost- searching by google
Top Related