perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
FOTO JURNALISTIK LETUSAN GUNUNG MERAPI 2010
(Studi Semiotik Makna dan Pesan Fotojurnalistik Letusan Gunung Merapi
2010 Dalam Buku ”Kilas Balik 2009-2010” Karya Pewarta Foto Antara)
SKRIPSI
Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi
Syarat-syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Komunikasi
pada Program Studi Ilmu Komunikasi
Oleh :
Genadi Adha
D0207118
PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2012
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
FOTO JURNALISTIK LETUSAN GUNUNG MERAPI 2010(Studi Semiotik Makna dan Pesan Fotojurnalistik Letusan Gunung Merapi
2010 Dalam Buku ”Kilas Balik 2009-2010” Karya Pewarta Foto Antara)
Oleh :
Genadi Adha
D0207118
SKRIPSI
Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi
Syarat-syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Komunikasi
pada Program Studi Ilmu Komunikasi
PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2012
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iv
MOTTO
(QS. al-Fatihah : ayat 1)
”Lakukan semua dengan kesungguhan sertakeyakinan dan serahkanlah semua hasilnya kepada
Allah SWT”
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
v
PERSEMBAHAN :
- Bapak dan Ibu tercinta, doamu dan kasihmu
selalu menyertaiku,
- Adik-adikku tercinta,
- Para sahabat dan teman-teman yang selalu
memberi dukungan, motivasi, hiburan,
berkarya dalam hangat kekeluargaan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vi
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat dan inayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi berjudul “FOTO JURNALISTIK LETUSAN GUNUNG MERAPI 2010
(Studi Semiotik Makna dan Pesan Fotojurnalistik Letusan Gunung Merapi 2010
Dalam Buku ”Kilas Balik 2009-2010” Karya Pewarta Foto Antara) yang disusun
dan diajukan sebagai salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana dan
kelulusan dari Program S-1 Jurusan Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik, Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Fotografi adalah suatu yang dianggap amat menarik sekaligus sulit. Kalau
melihat foto yang sangat bagus, kita sering bertanya-tanya, bagaimana cara
membuat foto yang bagus? Apakah harus menggunakan kamera yang canggih dan
mahal? Atau, bisakah kamera kompak (pocket) menghasilkan foto yang menarik?
Fotografi memang gampang-gampang susah. Bidang ini memang
membutuhkan ketekunan, tetapi yang paling penting adalah pengetahuan tentang
kamera itu sendiri dan dasar-dasar teknik memotret.
Dengan menggunakan metode semiotik, penulis ingin mengungkap secara
semiotik tentang pesan dan makna dalam ”Foto Jurnalistik Letusan Gunung
Merapi 2010 Dalam Buku Kilas Balik 2009-2010”.
Penulis yakin tanpa bantuan dari semua pihak penulis tidak dapat
menyelesaikan penulisan ini. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada yang terhormat :
1. Maha Besar Allah SWT dan Al-Qur’an ( penjawab semua keraguan dan
misteri ) beserta Nabi Muhammad SAW pembawa cahaya terang.
2. Universitas Sebelas Maret Surakarta, khususnya Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik;
3. Prof. Drs. Pawito Ph.D selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik Universitas Sebelas Maret.;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vii
4. Dra Prahastiwi Utari, Ph D selaku Ketua Program Studi Ilmu Komunikasi
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret;
5. Dra. Sri Urip Haryati M.Si, selaku pembimbing akademik, yang telah
berkenan memberikan izin kepada penulis untuk menyusun skripsi ini.
6. Drs. Haryanto, M.Lib selaku dosen pembimbing yang telah merelakan
waktu untuk membimbing penulis dalam menyusun skripsi ini;
7. Segenap dosen pengajar yang telah memberikan bekal pengetahuan,
ketrampilan dan bimbingan selama menempuh pendidikan di FISIP
Universitas Sebelas Maret;
8. Bapak dan Ibu tercinta, yang telah membesarkan dan memberikan
kebebasan kepada saya untuk mencari dan membentuk jalan hidup saya
sendiri serta memberikan bantuan dan motivasi baik materiil maupun
spiritual;
9. Adik-adikku tercinta, Muhammad Agung Afrizal dan Muhammad Rizky
Afrillah, atas semangat, keceriaan, dan motivasi yang selalu diberikan.
10. Raina Sari Wulan yang telah memberikan sejuta warna dalam penulis;
11. Keluarga besar LKBN Antara Foto dan semua pewarta fotonya untuk
semua pelajaran fotojurnalistik.;
12. FFC-UNS beserta seluruh rakyatnya yang telah memberikan tambahan
ilmu dan share tentang fotografi, serta menjadikan fotografi sebagai bagian
dari hidup saya;
13. Keluarga besar kost ”Technopark” (Hafidz Novalsyah, Taufan Yusuf
Nogroho, Muhammad Azis, Faka Yudhistira, Herka Yanis P, Yestha F.
Pahlevi, dan Bernard) yang menjadikan hari-hari indah penuh tawa, ceria,
dan rangkaian cerita;
14. Keluarga besar Summer Production, (Amin Maulin Nastria, Dyah
Puspitasari, Kenyo Ratih, Robitoh Na’im, Brigitta Keshia, Ema Yuliani,
Okki Mahdi Yasser, Tomi Hernawan, Yurista Nindya, Ajeng Dian
Kartikasari, Selly Putri, Wynna Widianita) senang bisa belajar, bekerja
dan bermain bersama kalian;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
viii
15. Maulana Surya, Pusa Kurniawan, Ahmad, Sigit Rilo, Dwi Aji, Nanda
Bagus, Marwan Jembar, Lukman Hakim dan Aprilia Budi terima kasih
untuk diskusinya bersama penulis;
16. Teman-teman S1 Ilmu Komunikasi angkatan 2007, kalian adalah saudara
sebangku perkuliahan dimana kita di tempa untuk mampu menjadi diri
yang hebat dalam menghadapi tantangan di masa depan;
17. Semua pihak yang telah membantu yang tidak dapat penulis sebutkan satu
persatu yang tetap terukir dalam setiap kata dari karya ini.
Semoga mereka mendapatkan pahala dan imbalan dari Allah SWT.
Penulis yakin bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh
karena itu, penulis menerima saran dan kritik yang membangun dari anda.
Semoga skripsi ini bermanfaat bagi perkembangan pengajaran khususnya dan
dunia pendidikan pada umumnya.
Surakarta, Juni 2012
Penulis
Genadi Adha
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ix
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ..................................................................................... i
HALAMAN PERSETUJUAN ...................................................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN........................................................................ iii
HALAMAN MOTTO .................................................................................... iv
HALAMAN PERSEMBAHAN ................................................................... v
KATA PENGANTAR .................................................................................. vi
DAFTAR ISI ................................................................................................. ix
DAFTAR BAGAN ....................................................................................... xi
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... xii
ABSTRAK ..................................................................................................... xiii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah................................................................. 1
B. Rumusan Masalah .......................................................................... 12
C. Tujuan Penelitian ........................................................................... 13
D. Manfaat Penelitian ......................................................................... 13
E. Telaah Pustaka
1. Komunikasi.................................................................. ............ 14
2. Foto Jurnalistik......................................................................... 19
3. Objek dan Peristiwa Foto Jurnalistik ....................................... 26
4. Tempat atau Kejadian .............................................................. 27
5. Analisis Semiotika ................................................................... 27
F. Kerangka Pemikiran....................................................................... 38
G. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian......................................................................... 40
2. Metode Penelitian..................................................................... 41
3. Sumber Data............................................................................. 42
4. Validitas Data........................................................................... 43
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
x
5. Unit Analisis........................................................................ .... 44
H. Analisis Data............................................................................ ..... 48
BAB II DESKRIPSI UMUM BIRO FOTO LKBN ANTARAA. Sejarah
1. Kantor Berita Nasional ANTARA........................................... 51
2. ANTARA Foto......................................................................... 55
B. Visi dan Misi
1. Visi ........................................................................................... 58
2. Misi.................................................................................. ........ 58
C. Bentuk-Bentuk Layanan LKBN ANTARA ................................... 59
D. Struktur Redaksi Foto .................................................................... 62
E. Kilas Balik 2009-2010 ................................................................... 64
BAB III PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA
A. Analisis Data .................................................................................. 69
B. Hubungan Makna Antar Korpus .................................................... 119
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan .................................................................................... 121
B. Saran............................................................................................... 123
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 125
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xi
DAFTAR BAGAN
Bagan 1.1 Peta Tanda Barthes ................................................................ 35
Bagan 1.2 Kerangka Pemikiran................................................................ 40
Bagan 1.3 Triangulasi Teori..................................................................... 44
Bagan 1.4 Struktur Biro Foto LKBN ANTARA ..................................... 62
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xii
DAFTAR GAMBAR KORPUS
Gambar Korpus 1 ........................................................................................... 71
Gambar Korpus 2 ........................................................................................... 77
Gambar Korpus 3 ........................................................................................... 85
Gambar Korpus 4 ........................................................................................... 92
Gambar Korpus 5 ........................................................................................... 99
Gambar Korpus 6 ........................................................................................ . 105
Gambar Korpus 7 ........................................................................................ . 112
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiii
ABSTRAK
Genadi Adha, D0207118, “FOTO JURNALISTIK LETUSAN GUNUNGMERAPI 2010” (Studi Semiotik Makna dan Pesan Fotojurnalistik LetusanGunung Merapi 2010 Dalam Buku ”Kilas Balik 2009-2010” Karya PewartaFoto Antara), Skripsi, Program S-1 Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial danIlmu Politik, Universitas Sebelas Maret Surakarta, 2012.
Perkembangan media massa yang telah pesat, terutama foto jurnalistikyang mempunyai peran sebagai pelengkap visualilasi peristiwa dalam surat kabarkini telah menjadi dimensi yang lain dalam bentuk multimedia karena tuntutanzaman. Foto jurnalistik selain sebagai pelengkap bagi surat kabar, foto jurnalistikmampu berdiri sendiri sebagai foto dengan peran dan ciri khasnya.
Buku yang bertajuk Kilas Balik 2009-2010 adalah buku fotojurnalistikdimana isinya adalah kumpulan foto-foto terbaik karya pewarta foto LembagaKantor Berita Nasional (LKBN) Antara Foto dalam kurun waktu 2009-2010.Setiap lembar halaman dalam buku Kilas Balik berisi foto-foto jurnalistik yangmengisahkan perjalanan bangsa ini dalam kurun waktu satu tahun. Merupakangagasan positif untuk memperkaya khasanah dokumentasi peristiwa yangmencatat berbagai macam peristiwa penting yang pernah terjadi di tanah air.
Penelitian ini bertujuan untuk mengungkap makna-makna visual dalamfoto-foto letusan Gunung Merapi 2010 yang ditampilkan dalam Buku yangbertajuk Kilas Balik 2009-2010. Peneliti tentu ingin mengetahui apa maknasebenarnya yang terkandung pada isi foto tersebut. Metodologi yang digunakandalam penelitian ini adalah analisis semiotik Roland Barthes, yang berguna untukmenganalisis makna dalam foto jurnalistik di media, dalam hal ini adalah kantorberita nasional. Analisis dilakukan secara kualitatif dengan unit analisis denotasidan konotasi yang terdapat dalam objek penelitian yang berupa foto dan captiondari fotojurnalistik letusan Gunung Merapi 2010 yang berjumlah tujuh foto.
Akhirnya temuan dari studi ini tidak lain adalah jawaban dari rumusanmasalah sebelumnya, pembentukan makna yang secara keseluruhan diperolehsetelah melewati tahapan analisis, disertai dengan tahapan identifikasi hubunganpertandaan dengan metode semiotik Roland Barthez.
Selanjutnya karya ilmiah ini diharapkan dapat berguna bagi penelitianlanjutan dengan menggunakan metode yang berbeda, sehingga dapat lebihdikembangkan lagi dari berbagai segi, baik dalam hal analisis, hingga isi darikarya ilmiah yang akan ditulis oleh peneliti-peneliti selanjutnya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiv
ABSTRACT
Genadi Adha, D0207118, “MERAPI MOUNTAIN ERRUPTION 2010PHOTOJOURNALISM” (Semiotic Study about Message and Meaning ofMerapi Mountain Erruption 2010’s Photo-journalism in “Kilas Balik 2009-2010 Book” by Antara Fotojournalists”, Thesis, Major in CommunicationScience. Faculty of Social Science and Political Science, Sebelas MaretUniversity of Surakarta, 2012)
The development of mass media goes rapidly, especially photojournalismwhich have a role as complementary visualization of events in newspaper.Nowadays, it becomes another dimension in multimedia form because of thedemands of the times. Besides its function as a complement of newspaper,photojournalism are able to stand as a photo with the role and trademark itself.
This book called Kilas Balik 2009-2010 is a fotojournalism book. Thisbook consists of best photographs from LKBN Antara’s photo-journalist since2009 until 2010. The situation of Indonesia in a year fills every pages of thisbook. It’s a positive idea to enrich the whealthy of event documentation whichnoted lots of events happened in this country.
This study aims to uncover the meanings of visual images of MountMerapi eruption in 2010 which featured in the book entitled Kilas Balik 2009-2010. Writer definitely want to know what is the true meaning contained in thecontent of the photos. Method used in this research is semiotic analysis develovedby Roland Barthes for analyzing the meaning in photojournalism in media, in thiscase, news agency. Analysis was done as a qualitative reseach with denotation andconnotation as the analyzing unit. These analyzing unit were found in researchobject, the photos and the caption about Merapi Mountain erruption in 2010.There are 7 photos used in this research.
Finally, the conclusion taken about this study is the answer from previousproblem. Meaning was formed totally after the analysis step following by theidentification meaning relations done with semiotic analysis develoved model byRoland Barthez.
Furthermore, this thesis can be used for the future research with a differentmethod, so that it can be developed from other sides, such as the analysis sideuntil content the thesis which would be found by the other researcher.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH
Foto jurnalistik menghentikan waktu dan memberikan gambaran nyata
bagaimana waktu membentuk sejarah. Dimana foto jurnalistik menghubungkan
manusia di seluruh dunia dengan bahasa gambar. Karena sifat dasarnya yang
dokumentatif maka foto jurnalistik mampu membuat masyarakat melihat kembali
rekaman imaji atas apa yang telah dilakukan di masa lalu dan juga membuat
pertanyaan tentang apa yang akan terjadi di masa yang akan datang.
Foto jurnalistik adalah media komunikasi yang menggabungkan elemen
verbal dan visual. Elemen verbal yang berupa kata-kata itu disebut caption yang
melengkapi informasi sebuah gambar, karena sebuah foto tanpa keterangan dapat
kehilangan makna.
Dalam berita, terdapat karakteristik intrinsik yang disebut sebagai nilai
berita (news value) yang menjadi ukurn yang diterapkan untuk menentukan
kelayakan suatu berita dalam media massa. (Ishwara, 2007: 53-58) Peristiwa yang
memiliki nilai berita ini misalnya mengandung beberapa unsur sebagai berikut:
a. Konflik
Konflik fisik atau non fisik seperti perdebatan umumnya menaikkan
kelayakan suatu berita karena adanya kerugian maupun korban atau isu
yang menyangkut kualitas dari kehidupan masyarakat. Kekerasan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
semacam tersebut membangkitkan emosi pembaca yang menyaksikan
atau bersangkutan secara langsung.
b. Kemajuan dan Bencana
Keberhasilan seperti penemuan dari riset dan uji coba yang
menguntungkan publik maupun sebaliknya bencana alam maupun
bencana lainnya yang berkaitan dengan masyarakat menjadi salah satu
kelayakan berita.
c. Konsekuensi
Konsekuensi berarti adanya sebab akibat timbulnya peristiwa lainnya
yang memengaruhi banyak orang dari satu peristiwa. Seluruh berita
yang layak berita memiliki konsekuensi. Contohnya, pertandingan
sepak bola konsekuensinya tidak sebesar kampanye politik nasional,
namun peristiwa perang memiliki konsekuensi yang paling besar
diantara semuanya.
d. Kemahsyuran dan Terkemuka
Pada prinsip ini, nama membuat berita dan nama besar membuat berita
lebih besar. Ada aura berita di sekitar orang terkenal. Hal tersebut
menjadi salah satu layak berita karena ada konsekuensi dari nama
besar tersebut.
e. Saat yang Tepat (Timeliness) dan Kedekatan (Proximity)
Dua prinsip ini lebih mengarah pada perbedaan ukuran suatu berita
dari informasi bukan-berita. Timeliness mengarah pada kesegaran
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3
suatu peristiwa yang diberitakan, sementara proximity mengarah pada
kedekatan pembaca dengan lokasi peristiwa yang diberitakan.
f. Keganjilan
Keganjilan mengarah pada peristiwa luar biasa atau tidak umum,
bersifat kebetulan, kejadian yang kontras, maupun ketahyulan tertentu.
g. Human Interest
Selain mengumpulkan fakta kejadian, wartawan mengarah pada
prinsip human interest dengan menjelajahi lebih dalam tentang unsur-
unsur kemanusiaan seperti menyangkut emosi, fakta biografis,
kejadian dramatis, deskripsi, motivasi, ambisi, kerinduan, kesukaan,
dan ketidaksukaan umum dari masyarakat. Prinsip ini mengarah pada
nilai cerita (story value).
h. Seks
Pertimbangan editor mengangkat berita juga berkenaan dengan seks.
Terlebih jika dikaitkan dengan ketenaran atau nama besar, seperti
contohnya pemberitaan kawin-cerai artis di media massa.
i. Aneka nilai
Cerita tentang binatang juga menarik karena banyak diantaranya
mengandung unsur keganjilan.
Jurnalis foto senior Kompas Eddy Hasby, menjabarkan berita dalam foto
jurnalistik memuat isu yang bertingkat dari nilai beritanya, diantaranya:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4
a. Lokal
Isu lokal biasa digarap oleh media cetak daerah. Kapasitas pemberitaan
bersifat lingkungan yang sempit dan memiliki hubungan emosional
yang sempit, sebatas antar kampung, desa dan sekitarnya.
b. Regional
Berita dengan isu regional dikonsumsi seytingkat lebih tinggi dari
lokal. Meskipun masih jadi menu utama di media daerah, namun berita
tentang bupati bisa berkembang ke tingkat provinsi dan meningkat
menjadi isu nasional bila memiliki relasi dengan pusat.
c. Nasional
Pada tingkat nasional pemberitaan banyak disajikan oleh media
nasional yang dikonsumsi pembaca seluruh Indonesia. Isu yang
beredar memengaruhi dan dapat mengubah masyarakat dalam tatanan
nasional. Berita tingkat nasional dapat mencuat ke level internasional,
seperti bencana alam yang memengaruhi kawasan asia dan menyita
perhatian penduduk dunia.
d. Internasional
Isu internasional adalah apa yang dianggap penting bagi pembaca di
seluruh dunia dan berpengaruh secara jamak. (Wijaya, 2011:13)
Letusan Gunung Merapi 2010 menjadi sorotan banyak media massa dalam
negeri maupun asing karena Gunung Merapi merupakan salah satu gunung berapi
teraktif di dunia. Sesuai tugasnya, media massa sebagai sarana atau media
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5
komunikasi bagi masyarakat luas memberitakan peristiwa atau agenda tahunan
tersebut, sehingga masyarakat mendapatkan haknya, yaitu menerima informasi
layak dan memadai.
Berbagai berita terkait letusan Gunung Merapi 2010 disampaikan surat
kabar dengan beragam bentuk. Mulai dari berita yang bersifat langsung (straight
news), berita kisah (feature), analisa pakar, serta rubrik-rubrik khusus mengenai
bencana alam tersebut. Kehadiran berbagai berita tersebut menjadi semakin
lengkap dan menarik dengan adanya gambar, foto, grafik, dan bentuk visual
lainnya yang menjadi unsur pelengkap berita.
Salah satu bagian dari pemberitaan bencana alam Merapi dalam surat
kabar yang menarik perhatian pembaca adalah tampilan foto tentang peristiwa
tersebut. Dengan foto, pembaca bisa melihat gambaran langsung (berupa visual)
tentang letusan Gunung Merapi 2010 yang diabadikan oleh pewarta foto secara
langsung. Karena seni dokumentasi terutama dalam bentuk foto maupun yang
berbasis fotografi semakin terasa sangat penting.
Tahun demi tahun fotografi semakin berkembang, bahkan era sekarang ini
di zaman digitalisasi, fotografi menjadi semakin canggih dan semakin mudah
dirasa. Perkembangan dunia fotografi yang juga diiringi perkembangan teknologi
yang lainnya akan juga menentukan perkembangan media massa dalam aspek
fotografi. Semakin canggihnya teknologi termasuk komputerisasi tentunya akan
memudahkan para pewarta foto dalam mengirimkan hasil karyanya menuju kantor
pusat guna mempercepat proses cetak. Demikian halnya dengan peliputan letusan
Gunung Merapi 2010. Dari beraneka ragam bahasa yang digunakan sebagai
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
sarana komunikasi, salah satunya adalah Fotografi. Fotografi adalah bahasa
gambar, yang merupakan hasil akhir dari bentuk komunikasi percetakan maupun
komunikasi visualisasi. (Andreas Freininger, 1985)
Sebagai salah satu media untuk berkomunikasi, fotografi menyampaikan
makna-makna dan pesan yang terekam dan dikemas sedemikian rupa. Lahirnya
fotografi dicanangkan pada tahun 1839 di negara Perancis. Pada tahun tersebut, di
negara Perancis disahkan pernyataan bahwa fotografi merupakan sebuah
terobosan teknologi. (Arbain Rambey, 2003)
Tujuan utama dalam fotografi adalah komunikasi. Sebagian besar orang
memotret karena ingin fotonya dilihat oleh orang lain dengan menyampaikan
pesan dan kesan kepada orang lain maupun khalayak luas melalui perwujudan
gambar atau visual, dimana kata-kata atau tulisan tidak dapat menjadi media
untuk menyampaikannya. Kemampuan fotografi untuk mendokumentasikan
segenap aspek maupun peristiwa dan tahapan dalam kehidupan manusia terus
berkembang dengan pesat, yang tidak hanya menjadikannya sebatas sebagai
media dokumentasi semata.
Andreas Freininger (1985), menyebutkan sejumlah fungsi fotografi
berdasarkan tujuannya: Pertama, Fotografi dapat berfungsi sebagai penerangan
ketika ini digunakan untuk pemotretean dan dokumen yang bertujuan untuk
mendidik atau memungkinkan untuk mengambil keputusan yang benar. Kedua,
Fotografi digunakan sebagai media informasi yang digunakan untuk
menyampaikan informasi tertentu, ketika ini digunakan untuk jual beli atau media
iklan serta propaganda politik. Ini bertujuan untuk memasarkan barang, jasa
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7
maupun gagasan. Ketiga, Fotografi sebagai media penemuan, karena kamera
memiliki keunggulan daripada mata, maka ia digunakan untuk penemuan dalam
lapangan penglihatan. Ini terjadi dibidang riset dan pemotretan ilmu pengetahuan.
Tujuan gambar semacam ini ialah untuk membuka lapangan baru bagi
penyelidikan, untuk memperluas pandangan dan cakrawala intelek serta
memperkaya taraf hidup. Keempat, Fotografi digunakan sebagai media
pencatatan. Pemotretan memungkinkan adanya alat yang paling sederhana dan
murah untuk mereproduksi karya seni, mikrofilm dan dokumen. Kelima, Fotografi
digunakan sebagai media hiburan. Ini digunakan sebagai sarana hiburan yang
tidak terbatas yang bertujuan sebagai pemuas kebutuhan rohani manusia. Keenam,
Fotografi digunakan sebagai media pengungkapan diri. Dengan gambar-gambar
tersebut manusia mengutarakan pendapatnya mengenai jagad, perasaan, gagasan
dan pemikiran mereka.
Oscar Matuloh, pewarta foto senior Galeri Foto jurnalistik Antara (GFJA)
membagi fotografi menjadi beberapa sub disiplin, diantaranya, fotografi seni,
fotografi komersil dan fotografi dokumentasi. Menurutnya, foto dokumentasi
merupakan induk dari foto jurnalistik. Ini dipahami ketika foto dokumentasi
dipublikasikan dalam media massa (Fotomedia, 2001).
R. Amien Nugroho (2005), mendefinisikan foto jurnalistik (foto pers)
dapat disebut juga press photo atau foto berita: foto jurnalistik yaitu foto yang
lazim digunakan di kalangan pers. Foto seperti ini biasanya memberitakan suatu
peristiwa yang sedang terjadi di masyarakat. Misalnya, foto, bencana alam,
kecelakaan, olah raga, termasuk banyak hal yang menyangkut pembangunan seni
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
budaya, teknologi dan sebagainya. Foto jurnalistik juga dibuat dalam keadaan
yang sebenarnya, bukan manipulasi.
Dokumentasi sejarah umat manusia, tidak akan lengkap tanpa adanya foto
jurnalistik. Selain hal tersebut, foto jurnalistik juga mampu membentuk sebuah
opini masyarakat. Bahkan juga mempengaruhi kebijakan para pengambil
keputusan di sejumlah negara yang mana dapat menentukan nasib ribuan
rakyatnya (Fotomedia, 1994). Foto jurnalistik dalam tatanan ilmu fotografi
diantara bidang fotografi yang lain adalah ilmu foto yang tidak memperbolehkan
terjadinya manipulasi dalam proses penciptaannya. Setiap kejadian dibuat dan
ditampilkan jujur adanya tanpa penambahan atau pengurangan yang menyangkut
elemen foto sehingga dapat mengubah nilai berita. Dalam kejadian tertentu,
kualitas foto terkadang menjadi tersingkir jika dibandingkan dengan nilai
aktualitas berita dari kejadian tersebut.
Tujuan foto jurnalistik adalah untuk mengkomunikasikan pesan secara
jelas sehingga para pembaca dapat memahami situasi atau kejadian secara cepat.
Kekuatan sebuah foto jurnalistik yang bagus adalah kekuatan dari pesan yang
dapat dipahami dengan sekilas (Frank Hoy, 1986).
Dalam sekejap, otoritas seorang jurnalis foto dimanfaatkan untuk
mengabadikan suatu berita dengan menekan tombol pelepas rana kemeranya
(shutter), dapat merangkum berjuta kalimat yang mampu memvisualisasikan
suatu peristiwa. Pada hakikatnya foto mempunyai kelebihan jika dibandingkan
dengan media oral. Selain mudah untuk proses pengingatannya, foto juga
mempunyai efek lain yang timbul jika kita melihatnya. Foto bisa menimbulkan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
“efek bayangan” yang lain, tergantung dari siapa, sudut pandang apa, pekerjaan,
pendidikan, pengalaman dan pengetahuan orang yang melihatnya (Fotomedia,
2003).
Oleh karena itu, sebuah foto yang tidak menarik bagi penikmatnya,
mungkin justru sangat menarik bagi penikmat foto yang lainnya. Adanya foto
jurnalistik dalam sebuah surat kabar tidak lepas dari kebijakan lembaga media
surat kabar tersebut dalam pemberitaan secara menyeluruh. Dalam hal ini,
kebijakan redaksional sebuah surat kabar dalam menampilkan sebuah berita,
khususnya foto jurnalistik. Hal itu, tentu saja, memiliki maksud dan tujuan
tertentu, di mana masing-masing media memiliki perbedaan yang sifatnya
mendasar seperti visi dan misi media, pengemasan pesan visual bahkan sampai
pada ideologi yang dianut media tersebut.
Berbagai surat kabar, melalui foto jurnalistik, menampilkan beragam hal
mengenai letusan Gunung Merapi tahun 2010, seperti proses pengeavakuasian
warga sekitar lereng gunung Merapi, proses erupsi Merapi, hingga keadaan warga
yang mengungsi akibat erupsi Merapi tersebut. Disinilah foto jurnalistik ikut
berperan dalam upaya menyajikan bentuk visualisasi letusan Gunung Merapi
melalui bidikan lensa para fotografer.
Momen as it happens yang berhasil ditampilkan seorang fotografer
tentunya patut dihargai sebab disini menentukan kesiapan dan kesigapan
fotografer dalam bertindak, tepatnya saat melihat sesuatu yang dianggap menarik.
Sekali lagi meskipun karya sebuah gambar atau kadang kala tidak mempunyai
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
nilai artistik dan keindahan, tetapi kesigapan fotografer sering kali mendapat
penghargaan yang tinggi. (Atok Sugiarto, 2004)
Lembaga Kantor Berita Nasional (LKBN) Antara Foto sebagai lembaga
yang menyediakan berita dan foto untuk digunakan oleh media massa cetak
maupun online di seluruh Indonesia. Dalam Penelitian ini, LKBN Antara Foto
penulis pilih karena merupakan kantor berita yang dimiliki oleh Indonesia dan
kredibilitasnya yang sudah tidak diragukan lagi. Di samping itu, foto-foto
jurnalistik yang dimuat mempunyai kualitas yang bagus, baik dilihat dari segi
teknis fotografi maupun sebagai karya jurnalistik. Hal tersebut dikarenakan
LKBN Antara Foto merupakan bagian tersendiri yang khusus menangani bidang
fotografi, serta perkembangan dan pengembangannya.
Buku yang bertajuk Kilas Balik 2009-2010 adalah buku foto jurnalistik
dimana isinya adalah kumpulan foto-foto terbaik karya pewarta foto Lembaga
Kantor Berita Nasional (LKBN) Antara Foto dalam kurun waktu 2009-2010.
Setiap lembar halaman dalam buku Kilas Balik berisi foto-foto jurnalistik yang
mengisahkan perjalanan bangsa ini dalam kurun waktu satu tahun. Foto-foto yang
masuk dalam buku ini berasal dari hasil liputan fotografer LKBN Antara Foto,
yang disiarkan secara online melalui www.antarafoto.com yang diseleksi oleh
Oscar Motuloh, salah satu fotografer senior LKBN Antara Foto. Kilas Balik 2009-
2010, merupakan gagasan positif untuk memperkaya khasanah dokumentasi
peristiwa yang mencatat berbagai macam peristiwa penting yang pernah terjadi di
tanah air. Dari kejadian yang kontroversial sampai banjir dan kemacetan Jakarta
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
yang telah dianggap sebagai keseharian oleh penyelenggara kota metropolitan
ibukota Republik Indonesia. (Oscar Motuloh, 2010)
Komposisi dalam buku Kilas Balik tidak tersaji secara kronologis, yang
mana lebih mengutamakan keberadaan nilai berita, dimana waktu terbungkus
secara otomatis didalamnya. Dengan pengkategorian seperti ini, pencampuran
antara foto-foto penuh warna dengan foto hitam putih menjadi dimungkinkan,
sehingga emosi pembaca bisa menikmati alur buku ini.
Hal-hal yang ditekankan pada penelitian ini adalah tentang makna dan isi
pesan foto yang berkaitan dengan tanda (peristiwa atau objek secara menyeluruh)
yang terdapat pada buku foto jurnalistik Kilas Balik 2009-2010 yang berisi foto-
foto pilihan LKBN Antara Foto. Dengan begitu, diharapkan analisis dengan
menggunakan teori semiotika dapat mengungkapkan beberapa tanda, objek dan
makna serta penilaian dengan objek pembahasan dan bahan analisis adalah hasil
dari foto-foto yang terdapat dalam buku foto jurnalistik tersebut. Selain itu
analisis ini juga untuk mengetahui apakah pesan yang ingin disampaikan
fotografer melalui foto jurnalistiknya sampai pada masyarakat atau konsumen
media massa yang tidak seluruhnya memahami fotografi.
Latar belakang pemilihan buku foto jurnalistik Kilas Balik 2009-2010
sebagai objek penelitian karena buku foto tersebut merupakan salah satu dari buku
foto yang dikeluarkan oleh LKBN Antara Foto yang bekerjasama dengan Galeri
Foto jurnalistik Antara (GFJA). Melalui buku semacam ini, dapat dipahami lebih
jernih tentang apa yang disebut sebagai foto jurnalistik dan bukan sebuah buku
kumpulan foto biasa yang hanya menyajikan keindahan gambar.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
Faktor utama kajian dalam penelitian ini adalah bagaimana suatu pesan
dapat diketahui pemaknaannya. Artinya bahwa makna yang terkandung dalam
foto-foto jurnalistik dalam buku foto Kilas Balik 2009-2010 dapat diketahui
pemaknaannya secara tersirat. Pemaknaan dilakukan dari tanda-tanda fotografi
yang muncul dari foto tersebut untuk merepresentasikan pemaknaan yang sedang
diteliti dalam foto tersebut.
Berangkat dari berbagai uraian tersebut dan dengan asumsi bahwa tidak
semua pesan dalam foto dapat dengan mudah dipahami oleh khalayak awam,
peneliti berniat melakukan penelitian tentang letusan Gunung Merapi buku foto
jurnalistik Kilas Balik 2009-2010 yang berisi foto-foto pilihan LKBN Antara
Foto. Di sini, peneliti akan mencoba meneliti sekaligus mengintepretasikan isi
pesan dalam buku foto jurnalistik tersebut agar dapat membuka wacana kita
tentang apresiasi fotografi, khususnya foto jurnalistik tentang letusan gunung
Merapi 2010.
B. Rumusan Masalah
Foto-foto letusan Gunung Merapi 2010 yang terdapat pada buku foto
jurnalistik “Kilas Balik 2009-2010” dipilih berdasarkan objek dan peristiwanya,
selain itu juga judul foto, komposisi objek, komposisi frame, pengambilan sudut
gambar (angle) dan yang tidak ketinggalan adalah caption foto yang terdapat
dalam indexs buku foto jurnalistik Kilas Balik 2009-2010 untuk mengetahui detail
objek dan peristiwanya yang menjadi landasan teori dan bagian pembahasan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
Penulis menganalisis isi foto dengan menggunakan teori semiotika karena
menyangkut dengan pemaknaan obyeknya.
Berdasarkan penjelasan di atas, maka peneliti merumuskan masalah
sebagai berikut:
Pesan apa yang disampaikan para fotografer LKBN Antara Foto atas foto-
foto Letusan Gunung Merapi 2010 yang terdapat dalam buku foto jurnalistik
“Kilas Balik 2009-2010” dan makna yang terkandung dilamnya?
Selain itu juga permasalahan lain yang muncul apakah pesan yang ingin
disampaikan oleh fotografer sampai pada penikmat foto, karena tidak semua
penikmat foto memahami tentang foto jurnalistik.
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian yang penulis maksudkan adalah:
Mengetahui makna dan pesan apa yang terdapat dalam lambang-
lambang visual yang terkandung dalam foto jurnalistik peliputan
letusan gunung Merapi 2010 oleh pewarta foto LKBN Antara Foto.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat teoritis
Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan
teoritis berupa penambahan kajian semiotika menggunakan kode-kode
fotografi untuk membedah makna pada foto jurnalistik.
2. Manfaat praktis
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi para
praktisi media, pakar semiotika, pemerhati komunikasi, dengan
memberikan pengetahuan secara lebih mendalam tentang makna dalam
foto letusan Merapi agar dapat lebih memahami dengan berbagai
latarbelakang. Selain itu, penelitian ini diharapkan dapat digunakan
sebagai titik balik untuk melaksanakan penelitian serupa secara lebih
mendalam.
E. Telaah Pustaka
1. Komunikasi
Komunikasi adalah sebuah proses penyampaian pesan, yang di
dalamnya terlibat berbagai elemen-elemen komunikasi yakni sumber
(source), media (channel), penerima (receiver), dan respon (feedback).
Agar sebuah proses komunikasi lebih efektif, maka gagasan, ide, dan opini
akan di-encode atau diterjemahkan menjadi pesan yang mudah diterima
(decode) oleh penerima. Dalam sebuah proses komunikasi, pesan adalah
hal yang utama. (Effendy, 1995:13)
Pertalian jalinan sosial dan pikiran yang diberikan pada simbol-
simbol komunikasi akan mempermudah dan menguatkan elemen-elemen
komunikasi meng-encode dan men-decode simbol menjadi pengertian
bermakna. Secara utuh ini merupakan konteks tak terpisahkan antara
maksud komunikator dan interpretasi komunikan dalam kegiatan
pengoperan lambang yang mengandung arti atau makna tersebut. Dr. Phil.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15
Astrid S. Susanto menyatakan, pesan hendaknya bisa dihayati oleh
komunikan, sehingga menjadi milik komunikator dan
komunikan.(Susanto, 1995:9)
Komunikasi massa merupakan salah satu bidang dari sekian
banyak bidang yang dipelajari dan diteliti oleh ilmu komunikasi.
Komunikasi tentu punya tujuan, menurut R. Wayne Pace, Brent D.
Peterson dan M. Dallas Burnett dalam bukunya Techniques for Effective
Communication, menyatakan bahwa tujuan sentral dari komunikasi terdiri
atas:
a. Untuk memperkokoh pengertian
b. Untuk memunculkan suatu penerimaan
c. Untuk memotivasi tingkah laku
Orang melakukan komunikasi karena mempunyai tujuan seperti di
atas. Akan tetapi seseorang dapat mengubah sikap, pendapat atau perilaku
orang lain apabila komunkasinya itu memang komunikatif.
Menurut Harold Laswell, komunikasi juga digunakan karena
mempunyai fungsi sebgai berikut:
a. Pengamatan terhadap lingkungan, penyingkapan ancaman dan
kesempatan yang mempengaruhi nilai-nilai masyarakat dan
bagian-bagian dalamnya
b. Korelasi unsur-unsur masyarakat ketika menanggapi
lingkungan.
c. penyebaran warisan sosial.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
16
Fungsi-fungsi tersebut melekat erat dalam proses komunikasi. Jika
proses komunikasi sudah kita ketahui maka kita akan lebih
mempelajarinya secara mendalam mengenai komponen-komponen yang
ada di dalamnya. Hal itu penting karena komponen-komponen tersebut
sangat berpengaruh terhadap berlangsungnya proses komunikasi itu
sendiri. Dalam proses komunikasi kita akan menemukan beberapa
komponen yang berkaitan satu sama lain. Masing-masing mempunyai
peran yang sama pentingnya. Komponen tersebut akan membentuk suatu
proses yaitu proses komunikasi. Komponen komunikasi menurut Harold
Laswell meliputi:
a. Komunikator
b. Pesan
c. Media
d. Komunikan
e. Efek
Berdasar paradigma Laswell tersebut, kita dapat melihat bahwa
komunikasi adalah proses penyampaian pesan oleh komunikator kepada
komunikan melalui media yang menimbulkan efek tertentu.
Komunikasi adalah proses penyampaian pikiran seseorang kepada
orang lain dengan menggunakan tanda-tanda/lambang sebagai medianya.
Namun komunikasi tidak sekedar dilihat dari pengiriman pesan semata.
Lebih dari itu, menurut Fiske, Komunikasi dadalah proses generation of
meaning atau proses pembangkitan makna. Menurut konsep ini , pesan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17
adalah susunan tanda-tanda dengan melalui penerima (receiver) akan
menghasilkan makna, oleh karena itu bagian yang paling penting adalah
"teks" dan "bagaimana membacanya". Membaca adalah proses
menemukan makna-makna yang terpikirkan ketika pembaca berhadapan
teks dengan membawa serta aspek pengalaman sosial dan budaya dalam
memahami tanda, lamabang dan kode yang membentuk teks. Oleh sebab
itu pemaknaan pesan bisa menjadi berbeda antara pembaca dan pembuat
karena adanya perbedaan aspek pengalaman sosial dan budaya. (Effendi,
2000:32)
Secara sederhana komunikasi merupakan pengiriman dan
penerimaan pesan atau berita antara dua orang atau lebih sehingga pesan
yg dimaksud dapat dipahami. Harold Laswell menjelaskan bahwa dalam
komunikasi terdapat setidaknya terdapat lima aspek penting yang terjadi.
Aspek tersebut dilontarkan dalam urutan pertanyaan, who says what in
which channel to whom with what effect? (siapa mengatakan apa dengan
saluran apa kepada siapa dengan pengaruh bagaimana?). Dalam konsep
yang Lasswell tersebut, dalam sebuah komunikasi setidaknya terdapat
beberapa komponen utama. Who merujuk pada pelaku komunikasi atau
komunikator, What berarti apa atau isi-isi, pesan-pesan yang dikirim oleh
komunikator. Kemudian terdapat Which channel atau saluran yang
digunakan, berarti medium komunikasi yang digunakan. To whom
mengacu pada sasaran yang dituju komunikator atau biasa disebut
khalayak atau komunikan. Sedangkan what effect mengacu pada dampak
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18
yang akan diterima dan dirasakan khalayak, terkait dengan pesan yang
telah dikirim oleh komunikator.
Pada umumnya bentuk komunikasi dapat dibagi menjadi lima
bagian, komunikasi intrapersonal, komunikasi interpersonal, komunikasi
kelompok, komunikasi organisasi dan komunikasi massa. Dari kelima
bentuk di atas, komunikasi massa menjadi bentuk komunikasi yang
penting, karena hubungannya dengan khalayak yang banyak (mass).
Komunikasi Massa adalah pesan yang dikomunikasikan melalui
media massa pada sejumlah besar orang. Dari definisi tersebut dapat
diketahui bahwa komunikasi massa itu harus menggunakan media massa.
Deddy Mulyana mengatakan, komunikasi massa adalah komunikasi yang
menggunakan media massa, baik cetak (surat kabar, majalah) atau
elektronik (radio, televisi), yang dikelola oleh suatu lembaga atau orang
yang dilembagakan, yang ditujukan kepada sejumlah besar orang yang
tersebar di banyak tempat, anonim dan heterogen. (Deddy Mulyana, 2005)
Pesan atau Isi dari komunikasi massa menjadi satu pokok dari komponen-
komponen komunikasi yang diutarakan Lasswell. pesan dalam komunikasi
massa bersifat umum, maka dari itu pesan harus diketahui oleh semua
orang. pesan atau isi merupakan hal penting untuk dibahas. Menjadi
penting karena teidak mungkin media surat kabar, majalah, (cetak,
internet) dapat memikat perhatian khalayak jika pesan yang disampaikan
tidak memberikan efek bagi khalayaknya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
Dalam proses komunikasi, para ahli membagi cara berkomunikasi
membagi dua macam, yaitu komunikasi verbal dan non verbal.
Komunikasi verbal adalah bahasa yang kita gunakan setiap hari.
Sedangkan komunikasi non verbal adalah komunikasi dalam bentuk tanda-
tanda yang memerlukan pemakanaan khusus untuk mengartikannnya.
Salah satu bentuk komunikasi non verbal adalah gesture atau bahasa tubuh
yang terdiri darei ekspresi dan tinmgkah laku. Bahasa tubuh atau gesture
merupakan salah satu bentuk dari bahasa non verbal dan dalam pengartian
tidak bisa diartikan secara universal. Hal ini terpengaruh oleh masyarakat
pengguna bahasa tersebut dalam mengarikan suatu bahasa non verbal. Arti
dari tiap bahasa tubuh ini dipengaruhi oleh budaya yang berkembang
dalam masyarakat tesebut. Tetapi sebagian besar bahasa isyarat yang
digunakan untuk berkomuniksai di dunia ini maknannya relatif sama.
Misalnya saat orang merasa bahagia, maka ia akan tersenyum. Saat
seseorang merasa sedih atau marah, maka ia akan mengerutkan dahi atau
melotot. (Riana, 2009:7).
2. Foto Jurnalistik
Dalam berkomunikasi bahasa merupakan sesuatu yang sangat
penting, karena melalui bahasa kita bisa memberikan simbol-simbol yang
kemudian bisa dimengerti oleh penerima pesan. Demikian pula dengan
sebuah foto memiliki posisi yang sama dengan bahasa. Seorang penulis
merangkai kata-kata agar bisa dinikmati dan diterima oleh orang lain,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
demikian pula dengan foto. Seorang fotografer mempergunakan foto
sebagai bahasa untuk disampaikan kepada orang lain. Menurut Guru Besar
Universitas Missouri, Cliff Edom, foto jurnalistik adalah “paduan kata dan
gambar”(Mirza, 2004:4). Wilson Hick redaktur senior majalah ‘Life’
(1937-1950) dalam buku World and Pictures, foto jurnalistik adalah media
komunikasi verbal dan visual yang hadir bersamaan.( Hick dalam Hasby,
2007).
Menurut Hermanus Prihatna, foto berita atau foto jurnalistik adalah
sebuah berita visual yang disampaikan pada masyarakat luas dan tentunya
mempunyai nilai berita tinggi bahkan sampai kejadian secepat mungkin.
Syarat utama yang paling mendasar dari sebuah berita haruslah ingin
diketahui orang banyak dan dari sudut pandang itulah kita bisa menilai
kekuatan foto yang dapat disebut sebagai foto berita.( Hermanus Prihatna,
2003).
Foto yang mengandung aksi, emosi, komposisi, fokus perhatian,
dan menceritakan sebuah cerita lebih baik daripada yang mungkin
dilakukan oleh kata-kata, menurut Dian P. Saraswati, merupakan foto
jurnalistik yang memiliki kualitas yang baik. Disamping itu, kriteria
penting lainnya adalah foto jurnalitik harus memuat nilai-nilai jurnalistik
yang menunjukkan realitas objektif yang mengandung pesan dan
signifikansi bagi kebutuhan informasi audiens.(Tim Peneliti Dewan Pers,
dkk., 2006:204)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
21
Wilson Hick redaktur senior majalah ‘Life’ (1937-1950) dalam
buku World and Pictures mengungkapkan ada delapan karakteristik khas
dalam ranting ilmu komunikasi tersebut:
1. Dasar foto jurnalistik adalah gabungan antara gambar dan kata.
Keseimbangan data terulis pada tesk gambar adalah mutlak.
Captiaon foto atau keterangan gambar sangat membantu suatu
gambar untuk memberikan informasi secara lengkap kepada
masyarakat atau pembaca. Menurut Hick caption foto adalah , “unit
atau bagiandasar dari foto jurnalisatik”. Pada bagian tersebut dapat
dibentuk pendekatan-pendekatan foto jurnalistik.
2. Medium foto jurnalistik biasanya tercetak, bisa media cetak, kantor
berita, koran atau majalah, tanpa memperhatikan tirasnya. Berbeda
sekali dengan keberadaan foto penerangan yang muatannya adalah
kisah sukses dan positif, maka informasi yang disebarkan dari foto
jurnalistik adalah sebagaimana adanya, disajikan dengan sejujur-
jujurnya.
3. Lingkup foto jurnalistik adalah manusia. Itu sebabnya seorang foto
jurnalistik harus punya kepentingan mutlak pada manusia. Posisinya
berada pada puncak piramida sejian dan pesan visual. Ginny
Southworth menyimpulkan , “ merangkul manusia adalah
pendekatan prioritas bagi jurnalis, karena kerja dengan subyek yang
bernama manusia adalah segala-galanya dalam profesi tersebut”.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
22
4. Bentuk liputan foto jurnalistik adalah suatu upaya yang muncul dari
bakat-bakat dan kemampuan dar seorang jurnalis yang bertujuan
melaporkan beberapa aspek dari berita sendiri. Menurut Chick
Harrity yang cukup lama bergabung dengan Associated Press (AP) –
kantor berita Amerika Serikat – dan “US News & World Report”,
tugas seorang foto jurnalis adalah melaporkan berita sehingga bisa
memberikan kesan pada pembaca seolah-olah mereka hadir dalam
peristiwa tersebut.
5. Foto jurnalistik adalah fotografi komunikasi, dimana komunikasi
bisa diekspresikan seorang foto jurnalis terhadap subyeknya. Obyek
pemotretan hendaknya mampu dibuat berperan aktif dalam gambar
yang dihasilkan sehingga lebih pantas menjadi subyek aktif.
6. Pesan yang disampaikan dari suatu hasil visual foto jurnalistik harus
jelas dan segera bisa dipahami seluruh lapisan masyarakat. Pendapat
pribadi atau pengertian sendiri tidak dianjurkan dalam foto
jurnalistik. Gaya pemotretan yang khas, bahkan dengan polesan seni
tidak menjadi batasan dalam berkarya, yang penting pesan harus
tetap komunikatif bagi lapisan masyarakat luas.
7. Foto jurnalistik membutuhkan tenaga penyunting yang handal,
berwawasan visual luas, populis, arif dan jeli dalam menilai karya-
karya yang di hasilkan, serta mampu membina dan membantu
mematangkan ide dan konsep sebelum memberikan penugasan.
Penyuntingan meliputi pemilihan gambar, saran-saran hingga
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23
meminta dilakukan suatu pengambilan gambar ulang (untuk liputan
timeless -- tak terkait dengan waktu ) jika kurang layak siar.
8. Kepercayaan yang paling mendasar bagi foto jurnalistik adalah
menginformasikan sesuatu yang mutlak dibutuhkan dalam dunia
yang semakin kompleks ini. (Hick dalam Hasby, 2007).
Foto jurnalistik yang baik tidak hanya sekedar fokus secara teknis,
namun juga fokus secara cerita. Fokus dengan teknis adalah gambar
mengandung tajam dan kekaburan yang beralasan. Ini dalam artian
memenuhi syarat secara teknis fotografi. Fokus secara cerita, kesan, pesan
dan misi yang akan disampaikan kepada pembaca mudah dimengerti dan
dipahami.
Foto jurnalistik sendiri dapat dibagi lagi kedalam sembilan kategori
foto jurnalistik, yaitu:
Spot news / Hard News (Berita Hangat)
Foto beragam peristiwa yang langka dan dapat mengubah sejarah
dunia sehingga harus segera disiarkan, seperti peristiwa bencana
alam, kecelakaan yang merenggut ratusan jiwa, kebakaran, hingga
aksi terorisme atau bom bunuh diri.
General news (Berita Umum)
Foto rekaman peristiwa yang terjadwal, rutin atau bersifat seremoni
yang dapat mencakup bermacam-macam tema, seperti kunjungan
presiden, peresmian sebuah gedung, dan HUT suatu negara.
People in the News (Potret dalam segala kondisi)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
24
Foto yang menyajikan karakteristik sesuai dengan hati sang subyek,
apakah dalam kondisi yang gembira atau sedih, seperti orang yang
menangis karena kehilangan saudara saat perang atau orang yang
gembira setelah memenangkan sebuah perlombaan.
Sports (Olahraga)
Foto event olahraga seperti turnamen sepakbola Piala Eropa, tenis,
balap sepeda atau jenis olahraga lainnya.
Culture and the Art
Foto kegiatan kebudayaan dan kesenian, seperti acara Grebeg
Sekaten, pementasan tarian tradisional kebanggaan para raja,
pementasan teater, konser music legendaries ataupun sejenisnya.
Portrait
Foto wajah close up atau profil seseorang karena orang tersebut
memiliki kekhasan dalam wajahnya maupun kekhasan serta daya
tarik sebuah keunikan dari orang tersebut.
Science and Technology
Foto peristiwa dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seperti
penerbangan pesawat ulang aling, penemuan-penemuan ilmiah baru,
perkembangan teknologi komunikasi digital atau operasi kembar
siam.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
25
Nature and Environment (Alam dan Lingkungan)
Foto peristiwa yang berhubungan dengan alam dan lingkungan,
seperti gunung meletus, konservasi alam, pelepasan orang utan ke
habitat aslinya, banjir atau kebakaran hutan.
Daily Life (Celah Kehidupan / Keseharian)
Foto kegiatan manusia sehari-hari. Kategori ini tidak terikat dengan
unsur kehangatan berita. Hal yang diutamakan dalam kategori foto
ini adalah segi keunikan, humor, maupun perjuangan seseorang
dalam menjalani kehidupan sehari-hari, seperti aktivitas pedagang
asongan, pekerja bangunan atau nelayan.
Feature
Foto feature bukan sekedar snapshot, tapi adalah bentuk usaha
wartawan untuk memilih sudut pandang yang khas dan bukan
sekedar didikte oleh peristiwa itu sendiri, sehingga memberikan
makna lebih dalam terhadap sebuah peristiwa. Sebagai contoh, saat
terjadi kebakaran, wartawan tidak hanya memotret api yang menyala
dan petugas pemadam kebakaran yang berusaha menjinakkan api,
tapi juga memotret ekspresi pemilik rumah yang sedih kehilangan
tempat tinggal maupun penggambaran kehisterisan seseorang karena
mengetahui sanak keluarganya menjadi korban dalam peristiwa
tersebut. (Agung, 2004)
Pesan komunikasi terdiri dari dua aspek. Pertama, isi pesan
(content of message), yang kedua adalah lambang (symbol). Kongkritnya,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
26
isi pesan itu adalah isi foto dan caption. Isi pesan yang bersifat latent,
yakni pesan yang melatarbelakangi sebuah pesan, dan pesan yang bersifat
manifest, yaitu pesan yang tampak tersurat.( Effendy, 1993: hal 38)
Dalam hal ini, isi pesan yang dimaksud adalah isi (content) dari
foto jurnalistik yang berupa lambang-lambang berbentuk foto begitu juga
konteks yang menyertainya.
Karena elemen utamanya adalah foto, maka konsekuensinya foto
harus mampu dalam menggantikan kata-kata. Sementara hal-hal yang
tidak bisa tergambarkan oleh foto, terungkap sebagai naskah atau caption.
3. Objek dan Peristiwa Foto Jurnalistik
Objek dan peristiwa merupakan hal yang sangat penting untuk
diabadikan oleh seorang fotografer. Hal ini bersifat natural mengingat
insting dari seorang fotografer yang sangat tinggi untuk selalu
mengabadikan momen atau peristiwa yang langka. Banyak hal yang dapat
diperoleh dari suatu peristiwa atau objek foto, karena biasanya
menyangkut pokok pikiran dari sebuah artikel yang akan di muat dalam
media cetak.
Selain itu objek dan peristiwa yang akan diabadikan bersifat
universal. Foto jurnalistik yang diabadikan berdasarkan objek dan
peristiwa harus memiliki isi berita karena ukurannya, bukan seberapa jauh
berita itu menjangkau tetapi bagaimana foto itu dapat menyentuh emosi
dan perasaan pembaca. Gambar-gambar yang diambil oleh seorang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
27
fotografer juga harus bisa mewakili dari keadaan yang terjadi sebenarnya.
Hal ini harus dilakukan agar bisa dinikmati oleh pembaca dan juga untuk
menggugah emosi dan melibatkan perasaan pembaca melalui media cetak.
4. Tempat dan Kejadian
Tempat atau kejadian merupakan hal yang terpenting karena
menyangkut keberadaan objek dan terjadinya sebuah peristiwa, sehingga
pembaca mengetahui kapan dan dimana peristiwa itu terjadi. Selain itu
kondisi sosiokultural masyarakat dapat dikaitkan sebagai tempat atau
kejadian yaitu sebagai pengukur sejauh mana kejadian yang berlangsung
dapat mempengaruhi pola pikir dan sejauh mana kondisi tersebut
berpengaruh dalam kehidupan sehari-hari masyarakat.
5. Analisis Semiotika
Kata semi dalam semiologi berasal dari istilah latin semeion yang
artinya tanda. Semiologi dikembangkan untuk menganalisis tanda-tanda.
Studi sistematis suatu tanda-tanda dikenal sebagai semiologi, yang artinya
secara harafiah adalah kata-kata mengenai tanda-tanda (Berger, 2005:3).
Semiotika adalah suatu ilmu atau metode analisis untuk mengkaji
tanda. Tanda-tanda adalah perangkat yang kita pakai dalam upaya
berusaha mencari jalan di dunia ini, di tengah-tengah manusia dan
bersama-sama manusia. Semiotika atau dalam istilah Barthes, semiologi,
pada dasarnya hendak mempelajari bagaimana kemanusiaan (humanity)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
28
memaknai hal-hal (things). Memaknai (to signify) dalam hal ini tidak
dapat dicampuradukkan dengan mengkomunikasikan (to communicate).
Memaknai berarti bahwa objek-objek tidak hanya membawa informasi,
dalam hal mana objek-objek itu hendak berkomunikasi, tetapi juga
mengkonstitusi sistem terstruktur dari tanda (Sobur, 2004:15).
Semiotik sebagaimana dijelaskan oleh Ferdinand de Saussure
dalam Course in General Linguistics, adalah “ilmu yang mempelajari
peran tanda (sign) sebagai bagian dari kehidupan sosial”. Semiotika adalah
ilmu yang mempelajari struktur, jenis, tipologi, serta relasi-relasi tanda
dalam penggunaannya di dalam masyarakat. Oleh sebab itu, semiotika
mempelajari relasi di antara komponen-komponen tanda, serta relasi antara
komponen-komponen tersebut dengan masyarakat penggunanya. Saussure
memandang relasi tanda sebagai relasi struktural, yang didalamnya tanda
dapat dilihat sebagai sebuah kesatuan antara sesuatu yang bersifat
material, oleh Roland Barthes – sebagai penerus Saussure – disebut
penanda (signifier) dan sesuatu yang bersifat konseptual, yang disebut
petanda (signified) (Piliang, 2003:47).
Semiotika berprinsip dan menyandarkan diri pada aturan dan kode
sosial yang berlaku di masyarakat, sehingga tanda dapat dipahami
maknanya secara kolektif. Aksis sintagmatik yaitu, cara pemilihan dan
pengkombinasian tanda-tanda, berdasarkan aturan (rule) atau kode
tertentu, sehingga dapat menghasilkan sebuah ekspresi bermakna. Tanda-
tanda dikombinasikan dilandasi oleh aturan (kode) tertentu di masyarakat.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
29
Kode adalah seperangkat aturan atau konvensi bersama yang di dalamnya
terdapat tanda-tanda yang .dapat dikombinasikan, sehingga
memungkinkan pesan dikomunikasikan dari seseorang kepada orang lain.
Metode semiotika memfokuskan pada tanda dan teks sebagai objek
kajiannya, serta bagaimana peneliti menafsirkan dan memahami kode di
balik tanda dan teks tersebut.
Istilah semiotika dan semiologi atau dalam istilah lain semasiologi,
semenik, dan semik merujuk pada bidang studi yang mempelajari makna
atau arti dari suatu tanda atau lambang.
Menurut John Fiske (1990), semiotika atau semiologi adalah studi tentang
tanda dan bagaimana tanda-tanda itu bekerja. Semiotika memiliki tiga
bidang studi utama:
1. Tanda, studi tentang berbagai tanda yang berbeda, cara tanda-
tanda yang berbeda dalam menyampaikan makna, dan cara
tanda-tanda terkait dengan itu terkait dengan manusia yang
menggunakannya. Tanda merupakan konstruksi manusia dan
hanya bias dipahami dalam artian manusia yang
menggunakannya.
2. Kode atau sistem yang mengorganisasikan tanda. Yang mana
mencakup cara berbagai kode dikembangkan guna memenuhi
kebutuhan suatu masyarakat atau budaya untuk mengeksploitasi
saluran komunikasi dan mentransmisikannya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
30
3. Kebudayaan tempat kode dan tanda bekerja. Dimana bergantung
pada penggunaan kode-kode atau tanda-tanda itu untuk
keberadaan dan bentuknya. (Fiske, 1990:60).
Tanda itu sendiri berarti suatu hal atau keadaan yang menerangkan
objek kepada subjek. Tanda selalu menunjuk pada hal yang riil (benda),
kejadian, atau tindakan. Tanda dapat berupa benda-benda seperti tugu-tugu
jalan, tanda-tanda lalu lintas, tanda pangkat dan jabatan, tanda-tanda baca
dan tanda tangan. Tanda adalah arti statis, lugas, umum dan obyektif.
Simbol atau lambang ialah suatu hal atau keadaan yang memimpin
pemahaman subjek kepada objek. Simbol dapat berupa lambang partai,
palang merah, salib, bulan bintang, simbol matematika dan logika,
departemen, sekolah, universitas, dan lain-lain. Isyarat ialah suatu hal atau
keadaan yang diberitahukan oleh subjek kepada objek. Artinya, subjek
selalu berbuat sesuatu untuk memberitahu kepada objek yang diberi
isyarat agar objek mengetahuinya pada saat itu juga. Isyarat tidak dapat
ditangguhkan pemakaiannya. Ia hanya berlaku pada saat dikeluarkan oleh
subjek. Isyarat dapat berupa gerak tubuh atau anggota badan. (Fiske,
1990:61).
Roland Barthes mengembangkan dua sistem pertandaan bertingkat
berdasarkan semiotika struktural yang dikembangkan Saussure yaitu
disebutnya sebagai sistem denotasi dan konotasi, Sistem denotasi terdiri
dari rantai penanda dan petanda, yakni hubungan materealitas penanda dan
konsep abstrak yang ada dibaliknya. Sistem denotasi merupakan sistem
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
31
pertandaan tingkat pertama. Pada tingkat denotasi, bahasa menghadirkan
konvensi atau kode-kode yang bersifat eksplisit, yakni kode-kode yang
makna tandanya segera tampak ke pemukaan berdasarkan relasi penanda
dan petandanya. Pada sistem konotasi rantai penanda/petanda pada sistem
denotasi menjadi penanda, dan seterusnya berkaitan dengan petanda yang
lain pada rantai pertandaan yang lebih tinggi. Sistem konotasi merupakan
sistem pertandaan tingkat kedua. Menurut Barthes, pada tingkat konotasi,
sistem kode tandanya bermuatan makna-makna tersembunyi atau dengan
kata lain bahasa menghadirkan kode-kode yang makna tandanya bersifat
implisit (Piliang, 2003:155).
Roland Barthes menciptakan dua tingkatan pertandaan (staggered
systems) yang juga memungkinkan untuk menghasilkan makna yang
bertingkat pula. Tingkatan pertandaan tersebut adalah denotasi
(denotation) dan konotasi (connotation). Pada tingkat denotasi, perandaan
menjelaskan hubungan antara penanda dan petanda, atau antara tanda dan
rujukannya pada realitas. Pada tingkat denotasi makna yang dihasilkan
bersifat eksplisit, langsung, dan pasti. Makna denotasi (denotative
meaning), dalam hal ini adalah makna pada apa yang tampak. Denotasi
adalah tanda yang penandanya mempunyai konvensi atau kesepakatan
tingkat tinggi. Sedangkan pada tingkat konotasi makna yang dihasilkan
dari hubungan antara penanda dan petanda bersifat eksplisit, tidak
langsung dan tidak pasti yang memungkinkan terhadap berbagai
kemungkinan. Pada tingkat konotasi, aspek psikologis seperti perasaan,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
32
emosi, atau keyakinan dikaitkan dengan penanda yang menghasilkan
makna-makna lapis kedua. Makna lapis kedua tersebut bersifat implisit,
tersembunyi, yang disebut makna konotatif (connotative meaning). Mitos,
dalam pemahaman semiotika Barthes, adalah pengkodean makna dan
nilai-nilai sosial (yang sebetulnya arbiter atau konotatif) sebagai sesuatu
yang dianggap alamiah. Roland Barthes melihat mitos sebagai tahap
pemaknaan yang lebih dalam tingkatannya, akan tetapi bersifat
konvensional (Piliang, 2003:261).
Faktor penting dalam konotasi adalah penanda dalam tatanan
pertama. Penanda tatanan pertama merupakan tanda konotasi. Barthes
(1977) menegaskan bahwa setidaknya pada foto, perbedaan konotasi dan
denotasi menjadi jelas. Denotasi merupakan reproduksi mekanis di atas
film tentang objek yang ditangkap kamera. Konotasi merupakan bagian
manusiawi dari proses tersebut. Hal tersebut mencakup seleksi atas apa
yang masuk dalam frame, fokus, rana sudut pandang kamera, kualitas dari
film yang digunakan. Denotasi adalah apa yang difoto, sedangkan
konotasi adalah bagaimana memfotonya. (Fiske, 1990:119).
Mitos adalah cara penandaan (signification), sebuah bentuk.
Pertama-tama kita harus mendeskripsikannya sebagai sebuah bentuk.
Sebab mitos adalah tipe wicara, segala sesuatu bisa dijadikan mitos
asalkan disajikan oleh sebuah wacana. Mitos tidak ditentukan oleh objek
pesannya, namun oleh cara dia mengutarakan pesan itu sendiri (Barthes,
2009:152).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
33
Dalam sistem semiologi kita berhadapan dengan tiga istilah, yaitu
penanda, petanda, dan tanda. Tanda adalah kesatuan asosiatif penanda dan
petanda. Di antara penanda, petanda, dan tanda terdapat implikasi
fungsional yang amat erat, yang memiliki peranan penting untuk mengkaji
mitos dalam skema semiologis apabila kita melihat perbedaan di antara
ketiganya (Barthes, 2009:158-159).
Mitos adalah sistem khusus yang terbentuk dari serangkaian rantai
semiologis yang telah ada sebelumnya: mitos adalah sistem semiologis
tingkat kedua. Mitos melihat materi-materi seperti bahasa, fotografi,
lukisan, poster, ritual, objek-objek, dan lain-lainnya hanya sebagai bahan
mentah, sehingga kesatuannya adalah bahwa mereka berubah status hanya
menjadi bahasa. Mitos hanya ingin melihat sekumpulan tanda didalamnya,
sebuah tanda global yang merupakan istilah terakhir (ketiga) dari
rangkaian semiologis tingkat pertama (Barthes, 2009:161).
Interpretations of myths require an understanding of the culturefrom which the sign is taken (Rose, 2001). The myth is what iscreated by the image, regardless of the truth of that meaning(Barthes, 1972; Rose, 2001). The ideologies of any culture areconsidered myths (Chandler, 2004). In this sense, the word ‘myth’is referring to a possible fictitious or unproven story or outcome(McNeill, 1999). As Barthes (1972) states (p.112), “This is the casewith mythology: it is a part both of semiology inasmuch as it is aformal science, and of ideology inasmuch as it is an historicalscience: it studies ideas-in-form.” The mythical concept canoriginate from one signifier or a mass of signifiers but leads tosome form of signification (Barthes, 1972).According to Barthes (1972), the form and the concept creatingmyth are easily understood by the viewer and lead to signification.The basic idea of the myth is to hide no
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
34
meaning from the viewer. Form can be created by one or acollection of signifiers in the first order system, based on theirrelationship to each other. Out of form(s) come the conceptsleading to “signification,” the final message of the sign. Since thebasic idea of myth is to display meaning, mythological conceptsare typically universally understood by the reader.(Interpretasi tentang mitos memerlukan budaya pemahaman darimana tanda itu diambil (Rose, 2001). Mitos adalah apa yangdiciptakan oleh gambar, terlepas dari kebenaran makna teresebut(Barthes, 1972; Rose, 2001). Setiap ideologi budaya dianggapsebagai mitos (Chandler, 2004). Dalam pengertian ini, kata"mitos" mengacu pada kemungkinan fiktif atau cerita yang belumterbukti (McNeill, 1999). Menurut Barthes (1972) (p.112), "iniadalah kasus dengan mitos: ini merupakan bagian kedua darisemiologi karena itu adalah ilmu formal dan ideologi karena ituadalah ilmu sejarah: ia mempelajari ide-dalam-bentuk". Konsepmitos bisa berasal dari satu penanda atau massa penanda tetapimenyebabkan beberapa bentuk signifikasi (Barthes, 1972).Menurut Barthes (1972), bentuk dan konsep mitos menciptakanmudah dipahami oleh pembaca dan menyebabkan signifikasi. Idedasar dari mitos adalah untuk tidak menyembunyikan makna daripembaca. Formula dapat dibuat dengan satu atau kumpulanpenanda dalam pertama Untuk sistem, berdasarkan hubunganmereka satu sama lain. Dari bentuk-bentuk datang konsepterkemuka untuk "makna" pesan terakhir dari tanda. Karena idedasar dari mitos adalah untuk menampilkan arti, konsep mitologisbiasanya universal dipahami oleh pembaca.). (Steve Marshall andJennifer Lemanski, 2010:8-9).
Barthes secara panjang lebar mengulas apa yang sering disebut
sebagai sistem pemaknaan tataran kedua, yang dibangun atas sistem lain
yang telah ada sebelumnya. Sistem kedua ini oleh Barthes disebut dengan
konotatif, yang berbeda dengan denotatif atau pemaknaan tataran pertama.
Tanda denotatif terdiri atas penanda dan petanda. Pada saat bersamaan,
tanda denotatif adalah juga penanda konotatif. Jadi, tanda konotatif tidak
sekedar memiliki makna tambahan namun juga mengandung kedua bagian
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
35
tanda denotatif yang melandasi keberadaannya. Hal ini dijelaskan dalam
peta bagaimana tanda bekerja oleh Barthes.
Bagan 1.1
Peta Tanda Barthes
1. signifier
(penanda)
2. signified
(Petanda)
3. denotatif sign (tanda denotatif)
4. CONNOTATIVE SIGNIFIER
(PENANDA KONOTATIF)
5. CONNOTATIVE SIGNIFIED
(PETANDA KONOTATIF)
6. CONNOTATIVE SIGN (TANDA KONOTATIF)
Sumber : Cobley & Jansz. (1999) dalam Sobur (2004:69).
Dari peta Barthes di atas terlihat bahwa tanda denotatif (3) terdiri
atas penanda (1) dan petanda (2). Akan tetapi, pada saat bersamaan, tanda
denotatif adalah juga penanda konotatif (4). Jadi, dalam konsep Barthes,
tanda konotatif tidak sekadar memiliki makna tambahan namun juga
mengandung kedua bagian tanda denotatif yang melandasi keberadaannya.
Pada dasarnya, ada perbedaan antara denotasi dan konotasi dalam
pengertian secara umum serta denotasi dan konotasi yang dipahami oleh
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
36
Barthes. Di dalam semiologi Barthes dan para pengikutnya, denotasi
merupakan sistem signifikasi tingkat pertama, sementara konotasi
merupakan tingkat kedua. Dalam hal ini denotasi justru lebih diasosiasikan
dengan ketertutupan makna. Sebagai reaksi untuk melawan keharfiahan
denotasi yang bersifat opresif ini, Barthes mencoba menyingkirkan dan
menolaknya. Baginya yang ada hanyalah konotasi. Ia lebih lanjut
mengatakan bahwa makna “harfiah” merupakan sesuatu yang bersifat
alamiah (Budiman, 1999:22). Dalam kerangka Barthes, konotasi identik
dengan operasi ideologi, yang disebutnya sebagai ‘mitos’ dan berfungsi
untuk mengungkapkan dan memberikan pembenaran bagi nilai-nilai
dominan yang berlaku dalam suatu periode tertentu. Di dalam mitos juga
terdapat pola tiga dimensi penanda, petanda, dan tanda. Namun sebagai
suatu sistem yang unik, mitos dibangun oleh suatu rantai pemaknaan yang
telah ada sebelumnya atau dengan kata lain, mitos adalah juga suatu sistem
pemaknaan tataran kedua.
Dalam kerangka Barthes, konotasi identik dengan operasi ideologi,
yang disebutnya sebagai “mitos”, dan berfungsi untuk mengungkapkan
dan memberikan pembenaran bagi nilai-nilai dominan yang berlaku dalam
suatu periode tertentu. Di dalam mitos juga terdapat pola tiga dimensi
penanda, petanda, dan tanda, namun sebagai suatu sistem yang unik, mitos
dibangun oleh suatu rantai pemaknaan yang telah ada sebelumnya atau,
dengan kata lain, mitos adalah juga suatu sistem pemaknaan tataran ke-
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
37
dua. Di dalam mitos pula sebuah petanda dapat memiliki beberapa
penanda (Sobur, 2004:71).
Gambar-gambar bisa menjadi tulisan sejauh mereka bermakna.
Oleh sebab itu kita akan mempergunakan bahasa, wacana, tuturan, dan
lain-lain, untuk menunjuk segala unit atau sintesis yang mengandung
makna, baik berbentuk verbal atau visual: fotografi akan menjadi jenis
wicara bagi kita sebagaimana artikel surat kabar, bahkan objek-objek lain
pun akan menjadi wicara, jika dia memaksudkan suatu makna (Barthes,
2009:154).
The resistance of the image to interpretation in the hermeneuticsof visual rhetoric has made it impossible to create stronggeneralizations about the persuasive possibilities of the image inour increasingly visual culture. The problem of idiosyncraticinterpretation threads throughout the work of the first semioticanalysis of the visual message, Roland Barthes. In his earlier workon “the press photo,” Roland Barthes approaches the photographas a message characterized by emission, transmission, andreception. At the source of the message’s emission, Barthes locatesa number of provisional agents: photographers, literally inscribingthe image; writers, adding interpretive captions; and editors,selecting which photographs to display in the first place and howto link them to stories. At the level of transmission, Barthes asksthat we attend to the material emplacement and intertextuallinkages between the photograph and its caption, the news story,and with the broader newspaper or newsmagazine in which it isprinted.At the level of reception, Barthes briefly mentions thepublic addressed by the photograph, although he offers nocommentary as to how the semiotic analyst would explainreception.Understanding these three levels at work in thephotographic message, for Barthes, allows the analyst to identifythe semiotic construction of a connoted message.This relativelysimple model for unpacking connotation, and, correspondingly, theideological fixation of semantic content, in the photographicmessage is complicated in Barthes’s text by a certain paradox,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
38
namely, that the connoted message is laminated onto a “purelydenotative” message that always exceeds the symbolic system ofconnotation.(Kekuatan gambar untuk menginterpretasi retorika visualmenjadikan itu hal yang tidak mungkin untuk dijadikangeneralisasi yang kuat mengenai kemungkinan foto persuasifdalam budaya visual kita yang terus meningkat. Permasalahanrangkaian interpretasi menjadi pekerjaan pertama dalammenganalisis semiotik pesan gambar, Roland Barthes. Dalamkarya sebelumnya tentang "foto pers", dalam pendekatannyaRoland Barthes, foto sebagai pesan yang ditandai dengan emisi,transmisi penerimaan dan sumber emisi pesan. Barthesmenempatkan sejumlah agen sementara: fotografer secara harfiahmenghasilkan foto, penulis menambahkan keterangan interpretif,dan editor yang memilih untuk menampilkan foto-foto di temapatpertama dan bagaimana menghubungkannya dengan ceita. Padatingkat transmisi, Barthes meminta kami menghadiri keemplasemen material dan hubungan intertekstual antara foto danketerangannya, kisah berita, dan dengan surat kabar atau majalahberita yang di cetak secara luas. Pada tingkat penerimaan Barthessecara singkat menyebutkan foto tersebut diterima oleh publik,meskipun ia menawarkan komentar tentang bagaimana analisissemiotik akan menjelaskan penerimaan tersebut. memahami tigacara penerimaan pesan fotografi, bagi barthes, memungkinkananalis untuk mengidentifikasi konstruksi semiotik pesandikonotasikan. Model ini relatif sederhana untuk membongkarkonotasi, dan, dengan demikian, fiksasi ideologis isi semantik,dalam pesan fotografi adalah rumit dalam teks Barthes olehparadoks tertentu, yaitu bahwa pesan dikonotasikan adalahdilaminasi ke pesan "murni denotatif" yang selalu melebihi sistemsimbolis konotasi). (Walter Wade, 2010:2-3).
F. Kerangka Pemikiran
Fotografi dengan sifat-sifatnya mampu merekam sesuatu secara obyektif,
membuatnya sangat cocok untuk menyajikan peristiwa yang mengandung unsur
berita. Fotografi mampu mewakili ribuan kata, melintasi batasan-batasan bahasa
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
39
dan langsung dapat dimengerti oleh manusia diseluruh dunia tanpa harus
diterjemahkan terlebih dahulu. Dalam sebuah foto terdapat rangkaian tanda dan
simbol yang membentuk makna. Makna dari sebuah foto adalah pesan yang
hendak disampaikan fotografer kepada khalayak. Rangkaian makna tersebut
berupa tanda-tanda yang membentuk denotatif atau makna yang bersifat eksplisit
dan tanda-tanda yang membentuk makna konotatif atau makna yang bersifat
implisit yang membutuhkan interpretasi yang lebih mendalam.
Penulis memilih metode semiotika Roland Barthes sebagai pedoman
analisis yang paling tepat. Berbagai visualisasi pemaknaan “Foto jurnalistik
Letusan Gunung Merapi 2010” baik dari yang tampak kasat mata maupun yang
tersembunyi secara implisit akan dianalisis berdasarkan tahapan pemaknaan yang
telah ditentukan. Tahap pertama adalah tahap denotasi yaitu, tingkat pertandaan
yang menjelaskan hubungan antara penanda dan petanda, atau antara tanda dan
rujukannya pada realitas, yang menghasilkan makna yang eksplisit, langsung, dan
pasti. Makna denotasi (denotative meaning), dalam hal ini adalah makna pada apa
yang tampak. Tahap kedua adalah tahap konotasi yaitu, tingkat penandaan yang
menjelaskan hubungan antara penanda dan petanda, yang didalamnya beroperasi
makna yang tidak eksplisit, tidak langsung, dan tidak pasti (artinya terbuka
terhadap berbagai kemungkinan).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
40
Bagan 1.2
Kerangka Pemikiran
G. Metodologi Penelitian
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian bersifat deskriptif kualitatif, yaitu menggambarkan
obyek penelitian secara detail berupa kecenderungan penggunaan bahasa
teks dan bahasa visual dalam foto jurnalistik dengan pendekatan Semiotika
Komunikasi. Melihat bentuk-bentuk komunikasi yang diperlukan sebagai
sistem tanda. Jenis penelitian ini lebih bersifat interpretatif kualitatif
menggunakan analisis semiotika terhadap data kualitatif, data yang kurang
Foto-foto “Foto jurnalistik Letusan GunungMerapi 2010 dalam buku foto jurnalistik
“Kilas Balik 2009-2010”
Elemen Visual FotoLetusan Merapi:
Teknis1. Pencahayaan2. Jarak3. Angle4. Setting5. Komposisi
Analisis SemiotikRoland Barthes
KesimpulanMakna yang terdapat dalam lambang-lambang visual “Fotojurnalistik Letusan Gunung Merapi 2010 dalam buku fotojurnalistik “Kilas Balik 2009-2010”
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
41
bersifat bilangan atau angka-angka namun bersifat kategori substansif
yang kemudian diinterpretasikan dengan rujukan, acuan, atau referensi
secara ilmiah (scientific).
2. Metode Penelitian
Metode yang digunakan untuk mencermati foto jurnalistik
peliputan Letusan Merapi 2010 dalam buku foto jurnalistik “Kilas Balik
2009-2010” adalah kualitatif. Yakni prosedur penelitian yang
menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis maupun simbolis
dari foto-foto yang diamati.
Beberapa hal yang berkaitan dengan konsep dasar penelitian
kualitatif adalah sebagai berikut :
Teori yang digunakan tidak dapat ditentukan sebelumnya.
Penelitian ini tidak bertujuan menguji teori atau membuktikan
kebenaran suatu teori. Teori ini dikembangkan berdasarkan data
yang dikumpulkan.
Tidak ada pengertian populasi dalam penelitian ini. Sampling
adalah pikiran peneliti aspek apa, dari peristiwa apa, dan siapa
yang dijadikan fokus pada saat dan situasi tertentu dan karena itu
terus dilakukan sepanjang penelitian. Sampling bersifat purposif,
yakni tergantung pada tujuan fokus suatu saat.
Instrumen penelitian tidak bersifat eksternal, tapi bersifat internal,
yakni penelitian itu sendiri tanpa menggunakan teks, eksperimen,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
42
atau angket. Instrumen dengan sendirinya tidak berdasarkan
definisi-definisi operasional. Yang dilakukan hanyalah menyeleksi
aspek-aspek yang khas yang berulangkali terjadi, yang berupa pola
atau tema dan tema itu senantiasa diselidiki lebih lanjut dan lebih
dalam. Dalam kualitatif, peneliti juga berperan sebagai instrumen
Analisa data bersifat terbuka, open ended, induktif. Dikatakan
terbuka karena untuk perubahan, perbaikan, dan penyempurnaan
berdasarkan data baru yang masuk.
Hasil penelitian tidak dapat diramalkan atau dipastikan sebelumnya
sebab akan banyak hal yang tidak terduga sebelumnya sebagai hal-
hal yang baru. Oleh sebab itu, dalam penelitian selalu terbuka
kemungkinan discovery atau penemuan.
3. Sumber Data
Dalam penelitian ini, penulis akan menggunakan dua jenis sumber
data, yaitu sumber data primer dan sumber data sekunder:
a. Sumber data primer
Sumber data primer adalah buku foto jurnalistik “Kilas Balik
2009-2010” peliputan foto jurnalistik letusan gunung Merapi 2010.
Dengan jumlah 7 buah foto untuk diteliti.
b. Sumber data sekunder
Sumber data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini
diambil dari buku-buku, artikel, jurnal, majalah, surat kabar, situs
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
43
internet, serta wawancara dengan pihak yang berkompeten dengan
obyek penelitian.
4. Validitas Data
Triangulasi merupakan persoalan penting dalam pengumpulan data
dalam konteks penelitian komunikasi kualitatif agar data yang berhasil
dikumpulkan bersifat valid dan reliable. Validitas data dalam penelitian
komunikasi kualitatif lebih menunjuk pada tingkat sejauh mana daya yang
diperoleh telah secara akurat mewakili realitas atau gejala yang diteliti.
Reliabilitas berkaitan dengan tingkat konsistensi hasil dari penggunaan
cata pengumpulan data. (Pawito, 2007: 82) Pengembangan validitas data
dilakukan karena data yang telah berhasil digali di lapangan studi,
dikumpulkan dan kemudian dicatat dalam kegiatan penelitian, selain harus
diupayakan kedalaman dan kemantapannya, juga harus diupayakan
kebenarannya. (Sutopo, 2006: 91).
Ada beberapa jenis teknik triangulasi, yaitu triangulasi data
(sumber), triangulasi metode, triangulasi teori, triangulasi peneliti. Peneliti
akan menggunakan teknik triangulasi teori karena peneliti bisa
menggunakan satu teori lebih mendalam daripada teori yang lain sebagai
fokus utama dari kajiannya. (Sutopo, 2002:83).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
44
Bagan 1.3
Triangulasi Teori
5. Unit Analisis
Sebuah karya foto jurnalistik yang akan diambil tidak hanya
berdasarkan objek dan peristiwa saja tetapi juga berhubungan dengan :
a) Judul Foto
Judul Foto adalah isi foto. Pemberian judul pada foto sebagai
pendukung caption. Foto yang memiliki judul memudahkan pembaca
segera memaknai isi foto atau cerita yang ingin disampaikan
fotografer. Selain itu judul foto biasanya singkat dan padat, sehingga
dapat merangsang pembaca untuk berfikir dan melihat makna foto
lebih cepat daripada membaca isi foto.
b) Isi foto
Isi foto adalah cerita tersirat yang menjadi jawaban dari
pertanyaan mengapa.
c) Komposisi foto
Komposisi dalam fotografi pada dasarnya adalah penyusunan
elemen yang ada disekitar obyek foto, elemen-elemen ini mencakup
teori 1
Makna teori 2 suatu peristiwa
(konteks)
teori 3
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
45
garis, shape, form, warna, terang dan gelap, yang kemudian
dirangkai ke dalam sebuah bingkai (frame). Menurut John
Szarkwoski dari Museum of Modern Art, New York,
mendeskripsikan komposisi adalah sebagai tugas fotografer untuk
pemenuhan tugas dan penyerdehanaan tentang suatu aspek
kehidupan lebih bermakna. Empat karakter dari komposisi yang baik
adalah :
1. Desain yang sederhana
2. Penekanan atau penonjolan pusat perhatian
3. Penggunaan kamera yang tepat untuk membangun hubungan
antara elemen-elemen pada bingkai
4. Penggunaan latar depan dan latar belakang sebagai ruang
lingkup desain elemen-elemen dengan selektif fokus atau
selektif detail. (Frank P. Hoy, 1986:163)
d) Angle atau sudut pengambilan gambar
Merupakan dari sisi mana objek dan peristiwa diabadikan.
Pengambilan sudut gambar pada frame kamera merupakan kontrol
bidikan mata agar bisa mendapatkan gambar dari bagian kiri atau
kanan, atas atau bawah. Tehnik framing memberikan suatu
pengertian untuk mengontrol sudut pandang dan isi. Selain itu
kreatifitas fotografer dalam menentukan sudut pandang sangat
berpengaruh pada hasil.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
46
e) Warna
Warna adalah kesan yang ditangkap oleh mata kita karena
adanya refleksi dari obyek yang kita lihat. Warna telah diyakini
memiliki representasi yang berbeda-beda terhadap kesan seseorang
dalam mempersepsinya. Dengan kata lain kehadiran simbolis dari
suatu warna diartikan berbeda, pada saat-saat tertentu dari warna
yang lain. Setiap warna memiliki makna, antara lain:
Warna Merah menampilkan kesan energi, kekuatan, hasrat,
erotisme, keberanian, simbol dari api, pencapaian tujuan,
darah, resiko, ketenaran, cinta, perjuangan, perang, bahaya,
kecepatan, panas, perhatian, kekerasan.
Warna Biru merujuk pada kesan seperti berikut ini;
komunikasi, peruntungan yang baik, kebijakan, perlindungan,
inspirasi spiritual, tenang, kelembutan, dinamis, air, laut,
kreatifitas, cinta, kedamaian, kepercayaan, loyalitas,
kepandaian, panutan, kekuatan dari dalam, kesedihan,
kestabilan, kepercayaan diri, kesadaran, pesan, ide, berbagi,
idealisme, empati, dingin, konservatisme, persahabatan dan
harmoni, serta kasih sayang.
Warna Hijau menunjukkan; warna bumi, penyembuhan fisik,
kesuksesan materi, kelimpahan, kesuburan, keajaiban
tanaman dan pohon, pertumbuhan, pencapaian personal,
kebangkitan, pembaharuan, muda, stabilias, daya tahan,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
47
kesegaran, alami, lingkungan, kesehatan, keamanan, rujukan,
cinta, keseimbangan, ketenangan, harapan, ketergantungan,
persahabatan.
Warna Hitam melambangkan sengsara, berkabung, bencana,
muram, kegelapan, kebodohan, misteri, ketiadaan,
keputusasaan, kematian, ilmu sihir, kejahatan, dan teror.
Warna Ungu merujuk pada; pengaruh, pandangan ketiga,
kekuatan spiritual, pengetahuan yang tersembunyi, aspirasi
yang tinggi, kebangsawanan, upacara, misteri, transoformasi,
kebijakan, pencerahan, arogan, intuisi, mimpi,
ketidaksadaran, telepati, empati, imajinasi, hubungan
spiritual, kepercayaan yang dalam, harga diri, independensi,
magic atau keajaiban, kontemplasi dan meditasi, ambisi.
Warna Oranye menunjukkan: kehangatan, energi,
keseimbangan, entusiasme, perluasan, pencapaian bisnis,
kariir, kesuksesan, keadilan, penjualan, persahbatan,
kesehatan pikiran dan pengetahuan, daya tahan, kegembiraan,
gerak cepat, sesuatu yang tumbuh, tekanan sosial, modal
kecil, murah, ketertarikan, independent.
Warna Putih melambangkan kesucian, ketentraman,
kebenaran, simbol kehalusan, kelembutan, dan kewanitaan.
(Djohar, 2008)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
48
H. Analisis Data
Pertama-tama data dipilih dan dikumpulkan berdasarkan foto-foto
peliputan letusan gunung Merapi 2010 dalam buku foto jurnalistik “Kilas Balik
2009-2010. Dari data tersebut dianalisis satu-persatu makna konotatif dan
denotatif berdasarkan model Semiotika Roland Barthes. Dimana Semiotika
Roland Barthes merupakan penyempurnaan dari semiologi Saussure dan tanda
mewakili konsep, ide, dan perasaan dalam cara tertentu sehingga memungkinkan
orang untuk membaca, menyandi balik, atau menafsirkan makna yang terdapat
didalamnya. Penganalisisisan dilakukan dengan terlebih dahulu menafsirkan
tanda-tanda yang muncul tersebut secara semiotik dan selanjutnya dilakukan
pembahasan secara mendalam.
a. Menentukan foto
Tahap pertama yang dilakukan peneliti adalah menentukan foto “Foto
jurnalistik Letusan Gunung Merapi 2010” beserta teks foto (caption) dalam
buku foto jurnalistik “Kilas Balik 2009-2010, kemudian diambil menjadi data
penelitian. Data penelitian tersebut berisi Pemaknaan mengenai foto-foto
tersebut.
b. Teknis foto
Kemudian tahap selanjutnya, data yang masih berupa foto tersebut
diuraikan menjadi teks tertulis yang dianalisis berdasarkan komposisi yang
meliputi unsur-unsur pencahayaan, jarak, angle, dan setting. Komposisi
dilakukan berdasarkan point of interest dalam sebuah frame yang didukung
oleh unsur –unsur materi di sekitarnya sehingga keseimbangan di antara
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
49
unsur-unsur tersebut tetap terjaga. Pencahayaan meliputi bentuk (shape),
kontras (contrast), warna (colour), dan tekstur. Jarak dan angle meliputi long
shot, medium shot, close up, high angle, low angle, foreground, background,
horizontal, dan vertical. Setting dapat digunakan sebagai penunjuk ruang atau
wilayah maupun sebagai penunjuk waktu.
c. Menarik makna denotatif
Dalam konsep Barthes, tahap denotatif mencakup semua tanda verbal
maupun nonverbal. Pada tingkat denotatif peneliti menguraikan tanda-tanda
dalam foto yang bersifat eksplisit, langsung, dan pasti, dalam hal ini adalah
tanda pada apa yang tampak dalam foto. Pengungkapan makna secara
langsung dan kasat mata tersebut akan dihasilkan makna yang bersifat
sebenarnya sesuai dengan apa yang terdapat dalam foto.
d. Menarik makna konotatif
Dalam konsep Barthes, tanda denotatif terdiri atas penanda denotatif
dan petanda denotatif. Akan tetapi pada saat bersamaan, tanda denotatif adalah
juga penanda konotatif. Jadi, tanda konotatif tidak sekadar memiliki makna
tambahan namun juga mengandung kedua bagian tanda denotatif yang
melandasi keberadaannya.
Tahap kedua, yaitu tahap konotatif membutuhkan proses interpretatif
yang lebih dalam dan dimaknai dengan cakupan yang lebih luas. Setelah itu
kemudian diperoleh petanda baru yang terkait dalam konteks sosial, budaya,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
50
dan sistem nilai yang ada. Pada tahap konotasi ini makna yang tersembunyi
digali dan dimaknai. Pada tingkat konotasi makna yang dihasilkan bersifat
eksplisit, tidak langsung dan tidak pasti yang memungkinkan terhadap
berbagai kemungkinan. Pada tingkat konotasi, aspek psikologis seperti
perasaan, emosi, atau keyakinan dikaitkan dengan penanda yang
menghasilkan makna-makna konotatif.
Dari kedua tahap pemaknaan tersebut maka akan diperoleh hasil
analisis dari foto jurnalistik Letusan Gunung Merapi 2010 yang
mengungkapkan rumusan masalah dan tujuan dari penelitian ini akan tercapai.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
51
BAB II
DESKRIPSI UMUM BIRO FOTO LKBN ANTARA
A. SEJARAH
1. Kantor Berita Nasional ANTARA
Kantor berita ANTARA yang berdiri pada tanggal 13 Desember
1937, didirikan oleh tokoh-tokoh pers pada saat itu yaitu A.M.
Sipahoetar; R.M. Soemanang; Adam Malik dan Pandoe Kartawigoena.
Berdirinya ANTARA bersamaan dengan diterbitkannya buletin
ANTARA yang pertama kali.
Pada masa pendudukan Jepang, ANTARA merupakan bagian dari
kantor berita Jepang yaitu Kantor Berita Domei. Melalui kantor berita
tersebut berita proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia 17 Agustus
1945 disebarluaskan ke seluruh dunia oleh para pejuang yang bekerja di
Domei. Pada waktu Ibukota RI pindah dari Jakarta ke Yogyakarta,
ANTARA turut pindah ke Yogyakarta dan setelah pengakuan kedaulatan
Republik Indonesia pada tahun 1949, ANTARA pindah ke Jakarta lagi.
Pada mulanya ANTARA dikelola oleh sebuah yayasan, tetapi
pada tahun 1962 statusnya diubah menjadi lembaga melalui Keputusan
Presiden Republik Indonesia No. 307, setelah menyatukan berbagai
kantor berita yang ada, yaitu yayasan Kantor Berita ANTARA, PIA
(Press Indonesian’s Agency), INPS (Indonesian National Press Service)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
52
dan APB (Asian Press Bureau), menjadi satu lembaga kantor berita
dengan nama Lembaga Kantor Berita Nasional (LKBN) ANTARA.
Kantor berita ANTARA pada mulanya dipimpin oleh Soemanang
sebagai Pemimpin Redaksi dan A.M Sipahoetar sebagai Redaktur I.
Beberapa waktu kemudian Adam Malik mengajak sahabatnya, Pandoe
Kartawigoena untuk mengelola kantor berita tersebut.
Selama tahun pertama, berita dan ulasan yang dimuat dalam
buletin ANTARA tidak saja berasal dari para pembantu di berbagai kota
di Hindia Belanda, tetapi juga para mahasiswa yang sedang belajar di luar
negeri seperti Belanda, Amerika, Jepang, Irak, Filipina dan Mesir.
Mereka menyumbangkan tulisan secara sukarela tanpa memperoleh
imbalan honorarium. Penyebaran buletin terutama di luar pulau Jawa,
masih lamban karena harus menggunakan jasa pos laut. Pengiriman berita
melalui telegram sangat mahal, sedangkan menggunakan pos udara belum
lazim pada saat itu. Di Medan misalnya, buletin ANTARA baru sampai
kira-kira seminggu setelah terbit. Pada saat itu para pelanggan bukan
hanya surat kabar yang dikelola oleh kalangan pribumi, akan tetapi
berbagai surat kabar yang dikelola oleh nonpribumi yang diANTARAnya
adalah harian Keng Po di Jakarta yang dipimpin oleh Injo Beng Goat, dan
surat kabar Sin Tit Po di Surabaya yang dipimpin oleh Tjoa Sik Ien.
Pada awal sistem penyaluran berita di ANTARA adalah melalui
sistem morse, radio dan penerbitan berita. Kemudian sejalan dengan
perkembangan IPTEK sejak 1 Juli 1986, ANTARA melakukan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
53
komputerisasi baik dalam pengumpulan, penyuntingan dan
pendistribusian berita. ANTARA menyebarkan berita ke berbagai media
dan para pelanggannya melalui jaringan VSAT (satelit), elektronik mail
dan sarana lainnya.
Berdirinya kantor berita ANTARA memberikan peran yang cukup
besar pada masa lalu, diantaranya dapat mengabadikan perjuangan bangsa
Indonesia yang pada saat itu melawan kolonialisme Belanda. Contohnya,
dapat merekam melalui foto pada saat peristiwa penurunan bendera
Belanda di Hotel Yamato yang kemudian sangat berarti bagi sejarah
bangsa Indonesia. Selain itu, kantor berita ANTARA dapat menyiarkan
peristiwa yang sangat penting bagi bangsa Indonesia yaitu peristiwa
Proklamasi Kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945.
Seiring dengan perkembangannya, LKBN ANTARA mengalami
hambatan atau masalah yang berasal dari dalam yang terdapat pada
lembaga tersebut. Pada tahun 1967 terdapat pengurus yang terlibat
dengan adanya gerakan Partai Komunis Indonesia (PKI). Pemerintah
melakukan upaya pembersihan pada lembaga tersebut, yang juga
berpengaruh pada Biro Foto ANTARA. Upaya pembersihan pemerintah
pada saat itu melakukan pembakaran foto-foto dokumentasi perjuangan
bangsa Indonesia yang dibakar oleh salah satu oknum militer,
mengakibatkan bukti-bukti perjuangan yang akan menjadi sejarah
musnah tanpa satupun yang tersisa.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
54
Selama lebih dari setengah abad, ANTARA sebagai salah satu
kantor berita di dunia bertekad untuk selalu menghadirkan berita dan foto
mengenai peristiwa-peristiwa penting dan mutakhir secara cepat dan
lengkap ke seluruh dunia.
Kantor pusat LKBN ANTARA di Pasar Baru yang merupakan
bangunan bersejarah karena pernah menyebarluaskan Proklamasi
kemerdekaan RI pada tahun 1945. Layaknya museum, gedung ini
menyimpan dan memamerkan berbagai peninggalan wartawan sejak
tahun 1945-1950 yang dapat dikunjungi oleh siapa pun yang berminat.
Tak kurang dari 3000 berita luar negeri yang berasal dari para
mitra kerjanya dan 250 berita hasil liputan wartawannya sendiri
disebarluaskan setiap hari melalui teknologi komunikasi terkini, seperti
VSAT dan DVB, serta berbagai teknologi berbasis internet, seperti situs
web, e-mail dan fft (file transfer protocol).
ANTARA juga bekerjasama dengan mitra-mitra asing seperti
Reuters, Bloomberg dan Bridge-Telerate dalam menjual layanan data
informasi pasar global. Dengan kantor-kantor berita asing di Asia Pasifik,
ANTARA membentuk konsorsium Asia Pulse dalam memberikan
layanan informasi bisnis Asia dan membentuk konsorsium Asia Net
dalam menyebarluaskan rilis media secara global.
2. ANTARA Foto
ANTARA Foto adalah bagian dari Lembaga Kantor Berita
Nasional (LKBN) ANTARA yang berdiri sejak tahun 1937 dan khusus
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
55
menyediakan pelayanan distribusi foto berita. Salah seorang pewarta foto
terkemuka pada masa itu bernama Abdul Wahab, yang sempat
mengabadikan peristiwa perobekan bendera Belanda di menara Hotel
Oranye pada peristiwa 10 Nopember 1945 di Surabaya. Peristiwa
bersejarah tersebut dibadikan dari lantai dua Kantor Berita ANTARA
kebetulan posisinya bersebelahan jalan dengan Hotel Oranye. ANTARA
Foto merupakan ujung tombak foto jurnalistik modern sejak masa
perjuangan kemerdekaan RI.
Bersama dengan pemerintahan RI, ANTARA Foto pun sempat
pindah ke Yogyakarta pada tahun 1949 dan ditutup pada tahun 1958
dengan alasan merugi. Pada tahun 1965, seluruh arsip koleksi foto
ANTARA di musnahkan oleh tim militer RI pasca G30S PKI. Di bawah
komando seorang prajurit angkatan Darat seluruh koleksi arsip milik biro
foto dibakar di depan gedung ANTARA di jalan ANTARA, Pasar Baru,
Jakarta Pusat. Baru kemudian di tahun 1972 ANTARA Foto beroperasi
kembali di bawah Direktorat Logistik. Melayani foto-foto khusus luar
negeri bekerjasama dengan UPI. Hampir semua koran nasional termasuk
TVRI berlangganan ANTARA Foto.
Setelah kembali melayani paket pemberitaan foto dalam negeri
dengan mengambil momentum diadakannya KTT ASEAN pertama di
Bali yang berlangsung pada tahun 1976, ANTARA Foto kembali masuk
jajaran Direktorat Redaksi pada tahun 1978, hal ini ditandai dengan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
56
pemuatan foto hasil liputan Peringatan Sumpah Pemuda 28 Oktober di
Senayan.
Sebagai bagian utuh dari fungsi pemberitaan visual Kantor Berita
ANTARA. ANTARA Foto adalah ujung tombak foto jurnalistik modern
sejak masa perjuangan kemerdekaan RI. ANTARA Foto memiliki
kontributor foto jurnalistik di seluruh Indonesia dan dalam segala
keterbatasannya melayani penerbitan pers nasional dan internasional,
termasuk mengelola koleksi foto bersejarah IPPHOS yang mengalami
kebangkrutan di millennium kedua ini.
Kepala ANTARA Foto, Oscar Motuloh, menjelaskan “ANTARA
Foto adalah bagian dari divisi pemberitaan Kantor Berita ANTARA.
Secara keseluruhan ada dua, teks dan foto, nah fotonya itu dikendalikan
disini. Jadi dia berfungsi sebagai kantor berita foto. Foto-foto itu adalah
hasil dari polling atau semacam foto-foto yang dihimpun dari kontributor-
kontributor foto baik yang terdaftar sebagai wartawan foto tetap dari
ANTARA Foto ataupun kontributor- kontributor atau stringer- stringer
foto di seluruh daerah di Indonesia. Tujuannya adalah untuk menampung
semuanya agar bisa segera digunakan oleh pelanggan-pelanggan
ANTARA khususnya di bidang pers, seperti koran-koran, majalah-
majalah, yang bisa mengakses langsung dari foto yang tadi dikumpulkan
menjadi satu itu. Jadi produk dari ANTARA Foto itu tidak langsung ke
masyarakat tapi melalui pelanggan-pelanggannya, jadi karena dilanggani
koran dan lain-lain
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
57
Berdasarkan penjelasan diatas, penulis memahami bahwa
ANTARA Foto adalah kantor berita yang merupakan bagian dari divisi
pemberitaan Lembaga Kantor Berita Nasional (LKBN) ANTARA yang
menangani dan mengendalikan berita dalam bentuk foto atau foto
jurnalistik.
ANTARA Foto, yang didukung oleh 14 pewarta foto yang berada
di ANTARA Foto Jakarta serta jaringan kantor Biro ANTARA di 33
propinsi, memberikan pelayanan terutama dalam pengadaan serta
kecepatan penyampaian berbagai foto berita hingga ke tangan konsumen
baik media cetak maupun perorangan. Kurang lebih 60 foto disiarkan
ANTARA setiap harinya dan foto-foto tersebut merupakan hasil seleksi
dari 100 lebih foto yang diterima ANTARA.
Spesialisasi dari Biro Foto ANTARA adalah menghadirkan
sebuah berita secara visual. Ragam foto ANTARA adalah kenegaraan:
Presiden/Wapres atau Ibu Presiden/Wapres, kegiatan Departemen atau
seorang Menteri Departemen, MPR/DPR, keamanan dan militer,
olahraga, seni dan budaya, human interest (Feature), dan foto daerah
(hasil liputan kontributor foto daerah).
ANTARA Foto dipimpin oleh seorang kepala setingkat
Wapempelred/Wadir. Dalam struktur yang berlaku membawahi dua
kepala bagian (Kared Foto dan Supervisor Quality Foto) serta lima
Kepala Seksi (Kasie Administarsi dan Keuangan, Kasie Liputan Foto,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
58
Kasie Penyuntingan Foto, Kasie Teknik Foto, dan Kasie Pemasaran dan
Dokumentasi Foto). Secara keseluruhan personalnya berjumlah 29 orang.
B. VISI DAN MISI LKBN ANTARA
1. Visi Lembaga Kantor Berita Nasional (LKBN) ANTARA:
Menjadi kantor berita berkelas dunia, melalui penyediaan jasa
berbagai produk berbasis informasi untuk mewujudkan masyarakat
berbasisi pengetahuan, yang didukung oleh tata kelola perusahaan yang
baikbdan berstandar internasional.
2. Misi Lembaga Kantor Berita Nasional (LKBN) ANTARA yaitu,
Menghasilkan berita dan berbagai produk berbasis informasi lainnya
secara cepat, akurat dan sesuai dengan kebutuhan pelanggan serta
pemangku kepentingan (stakeholder) lainnya.
Menjalankan peran media sebagai jembatan ANTARA Negara dan
masyarakatnya dan berperan sebagai duta informasi bangsa
Memberikan layanan terintegrasi komunikasi pemasaran bbagi
stakeholders
Memberikan layanan pendidikan jurnalistik multimedia
Berperan aktif dalam membangun masyarakat baru yang berbasis
pengetahuan
Adapun yang menjadi moto dari pemberitaan ANTARA adalah:
“Cepat, tepat (akurat) dan lengkap”.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
59
C. BENTUK-BENTUK LAYANAN LKBN ANTARA
Layanan berita ANTARA tersaji dalam bentuk :
1) General News
Berbagai berita aktual dan lengkap, dari dalam dan luar negeri baik
dalam bahasa Indonesia maupun bahasa Inggris, dihadirkan ke monitor
pelanggan dengan cepat melalui satelit VSAT. Melalui fasilitas ini,
pelanggan dapat menerima berita tersebut secara 24 jam terus menerus.
2) Layanan foto
Sistem komputer foto ANTARA memberikan layanan foto dalam
bentuk paket atau satuan melalui internet, dial-up atau melalui sistem
parabola. Kerjasama ANTARA dengan kantor internasional juga
diwujudkan dalam penerimaan foto jurnalistik. Foto Jurnalistik tersebut
meliputi peristiwa politik, ekonomi, sosial, budaya, olahraga dan
hiburan.
3) Data seketika
Merupakan layanan data dan informasi dari pusat-pusat pasar
internasional bekerjasama dengan Reuters, Dow Jones, Bridge-Telerate
dan Bloomberg yang menyediakan data ekonomi, keuangan, komoditi,
bursa efek di dunia. Disajikan berupa data, grafik, berita dan analisa para
pakar dari seluruh dunia.
4) International Market Quote (IMQ)
Merupakan layanan data seketika dalam negeri yang terjadi di
lantai Bursa Efek Jakarta. IMQ tidak hanya menyajikan data tetapi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
60
termasuk grafik dan informasi mengenai ekonomi dan keuangan. IMQ
adalah hasil kerjasama ANTARA dengan kantor berita Australia (AAP).
5) ANTARA Finantial, Economic and Comodity Research (AFECR)
Merupakan layanan berita yang disajikan seketika khusus untuk
mendukung IMQ. Layanan ini memuat informasi yang berkaitan dengan
kegiatan bursa dalam dan luar negeri, perusahaan go-public, valuta
asing, berita ekonomi, keuangan dan politik yang mempengaruhi
kegiatan di Bursa Efek Jakarta.
6) Asia Pulse
Merupakan suatu konsorsium dengan pendiri ANTARA,
AAP/Australia, Press Trust of India/India, Yonhap/Korea Selatan,
Nikkei/Jepang, dan Oman News Agency/Oman. Sebagai kontributor
adalah Malaysia, Filipina, RRC, Pakistan, dan Bangladesh. Asia Pulse
menyediakan pelayanan dalam bentuk informasi tentang peluang bisnis
di negara pendiri dan kontributor, ANTARA lain berisi bahan-bahan dari
blue book, tender internasional dan peraturan-peraturan yang berkaitan
dengan penanaman modal, ekonomi dan keuangan.
7) AFX Asia
Menyediakan berita-berita ekonomi dan keuangan di seputar Asia
dan Pasifik dengan Bank Data di Hongkong secara akurat dan dalam
waktu yang cepat.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
61
8) PR Wire (Jaringan Kehumasan)
Selain layanan berita, ANTARA juga memiliki layanan yang dapat
mempublikasikan kegiatan atau program di suatu perusahaan melalui
jaringan kehumasan atau public relation yang dimiliki ANTARA yaitu
PR Wire.
Layanan PR Wire terdiri dari :
1. Press Release
ANTARA menyediakan layanan pembuatan press release siap
siar dalam bahasa Indonesia dan Inggris, dan kemudian akan dimuat
di suratkabar atau stasiun televisi.
2. Layanan International Asia Net
Melalui mitra kerja di luar negeri yaitu Asia Net, bahan-bahan
press release suatu acara dapat disebarluaskan ke media di seluruh
dunia. ANTARA memiliki kerjasama dengan perusahaan public
relation di Amerika, Eropa, Asia dan Australia dengan jaringan
komunikasi handal. Asia Net adalah sebuah konsorsium dengan para
pendiri ANTARA, AAP/Australia, Bernama/Malaysia,
Yonhap/Korea Selatan dan Kyodo/Jepang.
3. Layanan PR Wire lainnya yaitu :
Penyelenggaraan konferensi pers, penulisan feature,
pengiriman foto, pengumuman, undangan, ralat dan lain-lain.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
62
D. STRUKTUR REDAKSI FOTO
ANTARA Foto dipimpin oleh seorang kepala setingkat
Wapempelred/Wadir. Dalam struktur yang berlaku membawahi dua kepala
bagian (Kared Foto dan Supervisor Quality Foto) serta lima Kepala Seksi
(Kasie Administarsi dan Keuangan, Kasie Liputan Foto, Kasie Penyuntingan
Foto, Kasie Teknik Foto, dan Kasie Pemasaran dan Dokumentasi Foto).
Secara keseluruhan personalnya berjumlah 29 orang
Bagan 1.4
Struktur Organisasi Biro Foto ANTARA
Bagan atau struktur diatas merupakan struktur organisasi
ANTARA Foto secara umum atau keseluruhan. Sedangkan untuk
redaksional, yang terkait langsung dengan proses seleksi foto, ANTARA
Foto, hanya meliputi Kepala ANTARA Foto yang membawahi Supervisor
dan Kepala Redaksi Foto, yang juga membawahi Kepala Seksi Liputan dan
Kepala Seksi Penyuntingan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
63
Dalam proses seleksi foto, sebagai pemegang wewenang tertinggi
pada ANTARA Foto. Kepala ANTARA Foto, yang berperan dalam hal
kebijakan lembaga, kode etik, dan norma-norma, memberikan kepercayaan
secara penuh kepada Kepala Redaksi Foto untuk memimpin proses seleksi
foto. Kepala Redaksi adalah orang yang mengendalikan secara keseluruhan
proses seleksi foto dan bertanggungjawab langsung kepada Kepala Biro.
Kepala Redaksi membawahi lima Kepala Seksi, dua diantaranya adalah
Kepala Seksi Liputan dan Kepala Seksi Penyuntingan. Kepala Seksi Liputan
membawahi semua pewarta foto tetap, kontributor, dan stringer baik di pusat
maupun di daerah sekaligus bertanggungjawab atas pembagian tugas
peliputan. Kepala Seksi Penyuntingan, yang juga editor foto, bertanggung
jawab memilih dan mengedit foto dan teks foto yang akan disiarkan, dan
menyiarkan foto-foto yang dianggap layak siar.
Selain itu, ada pula Supervisor yang turut terlibat dalam proses
seleksi foto. Supervisor adalag orang yang berada di bawah Kepala Biro
yang bertugas mengontrol proses seleksi foto. Supervisor berkoordinasi
dengan Kepala Redaksi dan bertanggungjawab kepada Kepala Biro. Karena
jumlah editor foto yang tidak terlalu banyak, maka Supervisor pun
merangkap menjadi editor, begitu pula dengan Kepala Redaksi Foto.
E. Kilas Balik 2009-2010
Kehadiran foto dalam media massa baik cetak maupun online
memiliki 'suara' tersendiri dalam mengkonstruksikan sebuah peristiwa.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
64
Bahasa foto merupakan bahasa visual yang lebih mudah dipahami oleh
semua orang yang bisa melihat dibandingkan dengan bahasa verbal. Media
massa di Indonesia yang dulunya sarat dengan tulisan kini berubah menjadi
dominasi gambar (foto).
Kilas Balik 2009-2010 menyajikan arsip visual beragam peristiwa
Tanah Air yang terekam di ujung lensa pewarta foto Kantor Berita
ANTARA dalam kurun waktu 2009-2010. Semua hasil karya yang telah
disiarkan baik di website ANTARAfoto.com maupun di media yang menjadi
pelanggan ANTARA dirangkum dalam sajian yang diharapkan menjadi
dokumen saksi sejarah bangsa ini. Foto-foto tersebut selanjutnya diseleksi
oleh kurator Oscar Motuloh yang dibantu oleh tim diANTARAnya Prihatna
yang juga menjabat sebagai Kepala Biro Foto ANTARA, Zarqoni Maksum,
Maha Eka Swasta dan Prasetyo Utomo.
Buku KILAS BALIK 2009–2010 karya pewarta foto ANTARA
merupakan kumpulan foto terpilih hasil bidikan para pewarta foto Lembaga
Kantor Berita Nasional ANTARA yang tersebar keseluruh pelosok negri ini
selama dua tahun. KILAS BALIK 2009 -2010 merupakan sebuah bingkai
untuk kembali membuka catatan-catatan peristiwa penting yang terjadi di
Indonesia.
Pada awalnya KILAS BALIK merupakan sebuah tradisi pencatatan
foto jurnalistik yang digelar di ruang pamer utama galeri foto jurnalistik
ANTARA. Tujuan pameran ini adalah sebuah wujud apresiasi kepada karya
para pewarta foto ANTARA pada setiap HUT ANTARA yang bertepatan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
65
pada tanggal 13 Desember. Selajan dengan beputarnya waktu di penghujung
akhir tahun 2010, untuk kali pertamanya ANTARA menerbitkan kumpulan
karya-karya foto jurnalistik terpilih dari berbagai medan peristiwa dengan
tajuk KILAS BALIK 2009-2010.
Buku setebal 204 halaman dan menampilkan 220 karya foto
jurnalistik dari 55 pewarta foto yang dikuratori oleh Oscar Motuloh ini
seolah menjadi angin segar bagi insan fotografi dalam kelangkaan pustaka
dalam ranah fotografi jurnalistik di Indonesia. Buku ini juga seolah menyapa
dan menampakan perwujudan pengabdian para pewartafoto sebagai saksi
sejarah terhadap segala peradaban bangsa Indonesia.
Semua permasalahan itu barangkali bisa ditemukan definisi
visualnya ketika menelaah lembar demi lembar buku "Kilas Balik 2009-
2010". Terekam dengan jelas bagaimana seorang pewarta foto harus berada
di garis depan dalam merekam peristiwa yang terjadi. Merekalah orang-
orang pertama yang mengabarkan, bahkan dalam situasi yang mungkin bisa
membahayakan jiwanya.
Di sisi lain, buku ini juga menjadi catatan sejarah. Di setiap
penggalan sejarah selalu ada pembelajaran. "Kilas Balik 2009-2010"
mencoba membuka kembali lembar-lembar sejarah yang tersimpan dan
terkunci di masa lalu, mencoba merangkai dalam bingkai kekinian sehingga
tersingkap makna-makna yang tersirat di balik sebuah peristiwa. Segala
peristiwa yang terjadi sepanjang tahun 2009-2010 dielaborasi, dimaknai
kembali dan dipaparkan dalam sebuah sajian visual.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
66
Buku ini juga dapat dianggap sebagai sebuah pertanggungjawaban
atas kesaksian para pewarta foto ANTARA yang selalu menjunjung tinggi
nilai-nilai kebenaran universal yang diwujudkan dalam imaji digitalnya.
Profil buku KILAS BALIK 2009 – 2010
Penerbit : Galeri Foto Jurnalistik ANTARA
Kurator : Oscar Motuloh
Penanggung Jawab : Hermanus Prihatna
Materi Foto : Maha Eka Swasta
Penyelaras naskah : Zarqoni maksum, Prasetyo Utomo
Alih Media : Koswara, Himawan Paramayuda, Rahmad
Gunawan, Gunawan Widjaja
Desain Grafis : Andri Ari Setiadi
Bendahara : Rita Budiyanti
Kemitraan dan Humas : Diah KW, Lavanda Wirianata, Iin Syamsudin
Dana : Audi Mirza Alwi
Program Acara : Saptono, Andika Wahyu, Puspa Perwitasari, Rosa
Pangabean
Umum : Daryanto Wibomo, Izmar Patrizki, Yudhi
Mahatma, Eni Sulistyo rini, Sulis, Edi Suhaedi,
Anita, Joanita, Doddy M Gurning, Budhi candra,
Ricky Adrian, Dany Wijaya, Panji Wijaya, Reno
Esnir
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
67
Promosi : Anton Santoso, Dasril Murtiyoso
Dokumentasi : Mahatma Putra, Zalna manase Mesah
Kontributor Foto : Adjat, Agus Bebeng, Akbar Nugroho Gumay,
Akhmad Nazzarudin, Andika Betha, Andika
Wahyu, Ari Bowo Sucipto, Arief priyono, Arief
Pribadi, Basri Marzuki, Basrul Haq, Eric Ireng,
Fahrul Jayadiputra, Fanny Octavianus, FB
Anggoro, Fikri Ali, Hari Atmoko, Hasan Sakri
Ghozali, Herka Yanis Pangaribowo, Hermanus
Prihatna, Himawan Paramayuda, Idhad Zakaria,
Irsan Mulyadi, Irwansyah Putra, Ismar patrizki,
Jafkhairi, M Risyal Hidayat, M Yamin Geli, Maha
Eka Swasta, Maulana Surya Tri Utama,
Muhammad Deffa, Musyawir, Noveradika,
Nyoman Budhiana, Oka Barta, Prasetyo Utomo,
Puspa Perwitasari, R. Rekotomo, Rahmad, Regina
Safri, Reno Esnir, Rezza Estily, Rosa Pangabean,
Sahrul Manda Tikupadang, Saiful Bahri, Saptono,
Syaiful Arif, Ujang Zaelani, Vega, Wahtu Putro
A, Widodo S. Jusuf, Widhan Hidayad, Yudhi
Mahatma, Yusran Ucang, Zarqoni Maksum.
Kertas : Garda Pat 13 Kiara 135 gsm
Alergo Nerro 200 gsm
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
68
Multi Art Glossy 170 gr by Papernia Dwijaya
Percetakan : Pt. Harapan Prima printing
Percetakan materi : Globe Digital Imaging
Pameran Foto
ISBN : 978-979-160077-7-3
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
69
BAB III
PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA
A. Analisis Data
Dalam menganalisis foto-foto pada “Foto jurnalistik Letusan Gunung
Merapi 2010” dalam buku foto jurnalistik Kilas Balik 2009-2010 menggunakan
metode Roland Barthes, pada bab ini penulis membahas tujuh korpus, masing-
masing korpus yang dibahas akan meliputi makna denotatif dan konotatif tentang
tanda. Dalam konsep Barthes, tahap denotatif mencakup semua tanda verbal
maupun nonverbal. Pada tingkat denotatif peneliti menguraikan tanda-tanda
dalam foto yang bersifat eksplisit, langsung, dan pasti, dalam hal ini adalah tanda
pada apa yang tampak dalam foto. Pengungkapan makna secara langsung dan
kasat mata tersebut akan dihasilkan makna yang bersifat sebenarnya sesuai
dengan apa yang terdapat dalam foto.
Dalam konsep Barthes pula pada saat yang bersamaan, tanda denotatif
adalah juga penanda konotatif. Jadi, tanda konotatif tidak sekadar memiliki makna
tambahan namun juga mengandung kedua bagian tanda denotatif yang melandasi
keberadaannya. Dan tahap konotatif membutuhkan proses interpretatif yang lebih
dalam dan dimaknai dengan cakupan yang lebih luas. Setelah itu kemudian
diperoleh petanda baru yang terkait dalam konteks sosial, budaya, dan sistem nilai
yang ada. Pada tahap konotasi ini makna yang tersembunyi digali dan dimaknai.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
70
Pada tingkat konotasi makna yang dihasilkan bersifat implisit, tidak langsung dan
tidak pasti yang memungkinkan terhadap berbagai kemungkinan.
Di bawah ini adalah analisis makna dan tanda dengan menggunakan
metode semotika pada ke tujuh korpus yang berada dalam rangkaian foto tersebut
dan sudah dipilih oleh penulis, yaitu foto “semburan awan panas merapi yang
diambil dari kejauhan di Magelang, Jawa Tengah” fotografer Anis Efizudin,
“seorang warga memasuki rumah yang terkena terjangan abu vulkanik di
Cangkringan, Yogyakarta” fotografer Wahyu Putro, “dua tangan kanan peziarah
memegang nisan Mbah Marijan di Cangkringan, Yogyakarta” fotografer M.
Risyal Hidayat, “Pengungsi berpindah menggunakan kendaraan truk di ruas jalan
Muntilan-Magelang, Jawa Tengah” fotografer Wihdan Hidayat, “seorang bocah
bermain di tumpukan pakaian bekas di Posko Pengungsian Stadion Maguwoharjo,
Sleman, Yogyakarta” fotografer Ismar Patrizki, “satu kendaraan Haglun milik
PMI menyusuri tepian kali Gendol saat evakuasi lanjutan di Desa Ngancar,
Cangkringan, Sleman, Yogyakarta” fotografer Wihdan Hidayat, dan “Presiden
Susilo Bambang Yudhoyono mengusap wajah seusai berdoa bersama bagi para
korban letusan Gunung Merapi di kantor Kepresidenan, Jakarta” fotografer
Widodo S. Jusuf.
Ketujuh foto tersebut penulis anggap paling dapat menggambarkan
suasana letusan Gunung Merapi dalam sudut pandang fotografi. Dengan
kemampuan bahasa gambar dan dengan dibantu caption, foto jurnalistik dalam
rangkaian foto peliputan letusan Gunung Merapi 2010 dalam buku foto jurnalistik
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
71
Kilas Balik 2009-2010 mampu memperhalus pesan-pesan kritisnya tanpa
mengurangi ketajaman makna serta maksud yang terkandung di dalamnya.
Korpus 1
Caption:Gunung Merapi mengeluarkan awan panas diabadikan dari persawahan yangberjarak 15 kilometer dari puncak Gunung Merapi di Desa Sawangan, Magelang,Jawa Tengah, Sabtu (6/11/2010). Gunung Merapi terus-menerus keluarmengeluarkan awan panas hingga ketinggian 8 kilometer disertai suara gemuruhyang terdengar hingga radius 20 kilometer.Anis Efizudin /Antara
Makna Denotasi
Foto tersebut menggambarkan suasana Gunung Merapi yang
mengeluarkan awan panas terus menerus hingga mencapai ketinggian delapan
kilometer pada tanggal 6 November 2010 silam. Pada keterangan foto juga
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
72
ditambahkan bahwa letusan tersebut diserati suara gemuruh yang terdengar
hingga radius 20 kilometer.
Gunung Merapi yang mengeluarkan awan panas dalam foto tersebut
digambarkan dengan suasana awan gelap yang menyelimuti sekitarnya, dimana
rumah-rumah, lahan pertanian warga yang dekat dengan wilayah Gunung Merapi
terlihat lebih gelap karena tertutup oleh abu vulkanik akibat letusan tersebut.
Dahsyatnya letusan tersebut digambarkan dengan warna kelabu yang menyelimuti
sektar Gunung Merapi lebih dari sepertiga bagian dalam foto tersebut.
Dalam foto tersebut juga terdapat pancaran cahaya sinar yang lebih terang
berada pada sisi kanan foto. Cahaya tersebut menggambarkan bahwa letusan
tersebut terjadi pada waktu siang hari yang menjadi penggambaran bahwa, letusan
dahsayat tersebut dapat menyebabkan suasana pada siang hari tersebut menjadi
suram dan mencekam.
Komposisi atau suasana dalam foto tersebut menggambarkan suasana
suram dan kelabu pada saat letusan Gunung Merapi yang diabadikan dari
persawahan berjarak 15 kilometer dari puncak Gunung Merapi di Desa Sawangan,
Magelang, Jawa Tengah, pada 6 November 2010, dimana pada foreground
menampilkan pemukiman dan lahan pertanian warga. Fokus pada foto tersebut
adalah Gunung Merapi itu sendiri yang mengeluarkan awan panas yang
mendominan pada foto tersebut. Background dalam foto tersebut adalah awan
kelabu yang lebih dominan dan sedikit awan terang pada lebih dari sepertiga
bagian. Teknik pemotretan ini menggunakan variasi pengambilan gambar yang
diambil secara vertical, dengan menggunakan lensa wide, dengan sudut pandang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
73
yang sangat luas atau biasa juga disebut long shot sehingga gambar tekesan luas
dan mampu menyuguhkan pesan bahwa dahsyatnya letusan Gunung Merapi
tersebut. Pengukuran cahaya pada foto tersebut menggabungkan antara ukuran
diagfragma dan speed yang dikomposisikan sedemikian rupa untuk membuat
cahaya yang seimbang dalam foto tersebut agar tidak terkesan over exposure atau
under exposure. Namun dalam dalam frame gambar diatas, pencahayaan dalam
lightmeter diukur pada luncuran awan panas yang keluar dari Gunung Merapi
yang menjadi point of interest dalam foto tersebut, sehingga menimbulkan efek
selektif dalam pencahayaan, dimana benda atau objek yang terkena cahaya
Nampak jelas dalam gambar, sedangkan benda yang tidak terkena cahaya kuat
akan terseleksi menjadi bidang berwana hitam atau bisa dikatakan dengan
mengukur cahaya pada benda yang memiliki kekuatan cahaya tertinggi maka,
benda yang memiliki cahaya yang rendah akan terseleksi pencahayaannya. Dalam
farme ini teknik pencahayaan tetap menggunakan cahaya alami dari cahaya
matahari sebagai pencahayaan yang paling utama, tanpa menggunakan alat bantu
penghasil cahaya atau yang biasa disebut flash atau blitz sehingga menyajikan
kekuatan alami cahaya yang menjadikan lebih dari sepertiga bagian menjadi lebih
berwarna kelabu atau gelap. (Alwi, 2004:45).
Keseimbangan dalam frame tersebut menjadi sangat terasa karena
menggunakan metode pembagian sepertiga dalam pemotretan. Hal tersebut
terlihat dalam penempatan Gunung Merapi di sepertiga tengah pada frame
tersebut. Penempatan Gunung Merapi tersebut cukup mampu menyita perhatian
pandangan penikmat foto yang melihat foto tersebut, karena dapat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
74
menggambarkan letusan yang terjadi serta menjadi point of interest sehingga
setiap mata yang melihat langsung tertuju pada Gunung Merapi yang
meluncurkan awan panas tersebut. Komposisi tersebut menjadi dinamis dengan
penempatan gunung merapi dan awan kelabu yang diakibatkan dari letusan
tersebut serta rumah-rumah pemukiman dan lahan pertanian warga yang terlihat
lebih gelap pada sepertiga bawah bagian foto. (Alwi, 2004:45).
Makna Konotasi
Dalam foto tersebut dapat dilihat Gunung Merapi yang sedang
mengeluarkan awan panasnya yang diabadikan dari persawahan yang berjarak 15
kilometer dari puncak merapi. Terlihat pada foto suasana yang mencekam karena
peristiwa alam yang sangat dahsyat yang dapat menghancurkan segala yang ada
disekitarnya.
Dalam mitologi Jawa, Gunung Merapi dipandang sebagai bukan gunung
biasa. Gunung itu dianggap sebagai salah satu segitiga pusat bumi yang sederajat
dengan Keraton Yogyakarta dan Solo, serta Laut Selatan. Bagi masyarakat Jawa
khususnya yang menetap disekitar lereng Gunung Merapi beranggapan letusan
Gunung Merapi tidak pernah dianggap sebagai sebuah bencana. Peningkatan
aktivitas Gunung Merapi selalu dimaknai bahwa sang Penguasa Merapi sedang
punya hajat. (Purwandi, 2007:88).
Mitos kebudayaan Jawa meyakini bahwa letusan Gunung Merapi berasal
dari dua sumber kekuatan manusia yaitu Nyai Roro Kidul (sebagai wanita)
penguasa dan penjaga Laut Selatan dan Kyai Sapu Jagad (sebagai laki-laki)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
75
penguasa Gunung Merapi. peristiwa letusan ditandai dengan keluarnya lava yang
diasosiasikan sebagai keluarnya benih laki-laki dan perempuan. Mitos ini benar
karna keberadaan alam semesta membuktikan keberadaannya. Mitos tentang
dewa-dewa dan makhluk- makhluk Ilahi itu benar, karena kepercayaan kepada
hal-hal itu membuktikan kebenaran dan keberadaannya. Mitos tentang dunia ini
benar, karena moralitas di alam membuktikannya. (Purwandi, 2007:90).
Bagi masyarakat Jawa, Gunung Merapi bukanlah sosok yang menakutkan.
Letusan Gunung Merapi dianggap menjadi berkah dari pada sebagai musibah,
karena material vulkanik yang dihasilkan dari luncuran awan panas. akibat letusan
tersebut jutaan meter kubik material pasir dan batu tersedia, lahan-lahan pertanian
menjadi subur untuk ditanami dan menjadi penghasilan bagi masyarakat sekitar
lereng Gunung Merapi.
Warna kelabu seperti yang dituliskan di Kompas.com, memiliki arti:
kesedihan, keadaan yang suram, penderitaan, muram. warna kelabu juga
melambangkan duka dan murung. Bagi seseorang warna kelabu digunakan
sebagai ungkapan perasaan hati sedih dan depresi. Seperti dalam foto ini warna
kelabu menggambarkan suasana sekitar Gunung Merapi yang mencekam
diakibatkan oleh letusan tersebut. (Anna, Kompas.com, 9 Oktober 2008).
Sejak jaman dahulu gunung api telah menarik perhatian nenek moyang
kita, menjadi istimewa karena berkaitan erat dengan kepercayaan mereka sehari-
hari. pada jaman prasejarah mereka mempunyai kepercayaan bahwa roh orang
mati dianggap masih tinggal di sekeliling mereka di pohon, di batu, di sungai, di
laut, di gunung dan dianggap sebagai pelindung kuat yang dapat dimintai
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
76
pertolongan. Pertunjukan wayang kulit digunakan sebagai media untuk
berkomunikasi dengan nenek moyang yang ada sejak jaman Neolithicum atau
kurang lebih 1500 SM, replika gunung, yaitu gunungan, dipergunakan sebagai
simbol kehidupan. Sebelum pertunjukan wayang kulit dimulai, gunungan
ditancapkan di tengah-tengah kelir, untuk melambangkan awal mula dunia
sebelum ada manusia kecuali tumbuhan dan binatang seperti tergambar pada
gunungan. Gunungan beserta isinya merupakan lukisan kehidupan duniawi dan
batiniah di mana Tuhan Yang Maha Esa menentukan segala kegiatan di alam
semesta. Di dalam gunungan terdapat lukisan raksasa menjulurkan lidahnya yang
merah panjang, kera memanjat pohon bertarung dengan hewan lainnya, burung-
burung berterbagan dan segala jenis hewan lainnya, pohon-pohon dan bunga-
bungaan. lukisan itu semua melambangkan pohon kehidupan duniawi yang
diciptakan Tuhan. terdapat pula ditengah-tengah gunungan, lukisan sebuah rumah
Jawa dengan dua pintunya terkunci rapat dan masing-masing sisinya dijaga oleh
seorang raksasa bersenjata gada. Ini melambangkan hukuman bagi orang yang
buat jahat. Dua pintu yang terkunci rapat dala lukisan itu melambangkan
kedamaian batin yang tersembunyi di belakan kedua pintu itu. (Purwandi,
2007:80).
Foto tersebut diambil dengan metode ”long shot” dengan komposisi yang
dihasilkan berupa objek (point of interest) dengan perwujudan gambar dalam
frame yang nampak luas. Hal ini dikarenakan kamera berada pada jarak jauh
dengan objek foto. Metode ini digunakan oleh fotografer dimana dia akan
menampilkan suasana bahwa lokasi tersebut terlihat luas dan semua element yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
77
ada terekam dalam frame. (Alwi, 2004:45). Pengambilan foto ini yang
menggunakan metode atau teknik long shot diharapkan mampu menggambarkan
tingginya luncuran abu vulkanik yang diluncurkan akibat letusan Gunung Merapi
dengan menampilkan sudut pengambilan gambar dari jauh.
Pencahayaan yang tidak merata dengan penampilan gelap terang pada foto
tersebut juga diartkan sebagai bentuk penggambaran kehidupan manusia dimana
dalam siklus kehidupannya manusia ada sisi waktu gelap dan sebaliknya. Dimana
dengan sisi terang manusia kecerahan atau kenikmatan dan ujian dari Tuhan Yang
Maha Esa, sedangkan penggambaran sisi gelap yaitu manusia berada dalam gelap
atau kelamnya kehidupan, dimana dalam siklus manusia mengalami keterpurukan
atau cobaan dalam hidupnya. Maka dari itu, manusia sebagai makhluk ciptaan
tuhan harus bisa menjalani tantangan dan cobaan yang diberikan, apakah ketika
manusia mendapatkan kesenangan atau keterpurukan yang sedang menimpanya.
(Purwandi, 2007:210).
Korpus 2
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
78
Caption:Seorang warga memasuki rumah yang terkena terjangan abu vulkanik sebelumterjadinya erupsi merapi, di Kawasan Rawan Bencana dusun Jambu, Kepuharjo,Cangkringan, Yogyakarta, Senin (1/11/2010).Wahyu Putro/Antara
Makna Denotasi
Foto tersebut di atas menggambarkan keadaan rumah yang berada di
Kawasan Rawan Bencana dusun Jambu, Kepuharjo, Cangkringan, Yohyakarta
yang terkena terjangan abu vulkanik sebelum terjadinya erupsi Merapi.
Dalam foto digambarkan adanya perabotan rumah tangga yang terdiri dari
enam kursi, dua meja, dua speaker active, satu rak televisi yang menggambarkan
berada dalam ruangan yang merupakan ruang tamu serta, satu orang warga yang
memasuki rumah tersebut. Namun seperti terlihat pada gambar kondisi rumah
yang lebih tepatnya berada pada sebuah ruang tamu dipenuhi oleh abu vulkanik
yang menerjang rumah tersebut. Banyaknya abu yang terlihat pada gambar
sehingga terlihat bahwa rumah tersebut terkesan kotor atau kusam serta abu-abu
yang menjadi warna dominan dalam foto tersebut.
Digambarkan dalam foto terdapat kursi sebagai salah satu perabot yang
ada dalam rumah. Kursi merupakan sebuah tempat duduk yang biasanya bisa
terbuat dari kayu, plastik, besi, dan sebagainya. Kursi dapat dipindahkan,
memiliki empat buah kaki dengan sandaran punggung, dan ada pula yang
menggunakan sandaran lengan serta biasanya digunakan untuk satu orang duduk
bahkan lebih.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
79
Meja adalah perkakas (perabot) rumah yg mempunyai bidang datar
sebagai daun mejanya dan berkaki sebagai penyangganya, pada umumnya
memiliki empat buah kaki dan terletak di depan kursi. Meja bisa terbuat dari
beberapa macam bahan seperti kayu, plastik, besi, dan sebagainya. Meja biasa
diletakan bersamaan dengan kursi dengan bermacam-macam bentuk dan
kegunaan.
Speaker active merupakan seperangkat alat yang biasa digunakan untuk
pengeras suara, menggunkan listrik sebagai daya utama. Berbagai macam bentuk
speaker active, namun pada umumnya berdimensi kubus.
Rak televisi merupakan perkakas (perabot) rumah tangga yang bersusun,
mempunyai bidang datar pada setiap susunnya, biasa digunakan untuk meletakan
televisi pada susunan paling atas. Berbagai macam bentuk dari rak televisi serta
pada umumnya terbuat dari kayu.
Abu vulkanik adalah sisa yang tertinggal hasil dari benda yang terbakar
dari gunung berapi. Abu vulkanik merupakan serpihan-srpihan kecil yang
berwarna abu-abu kehitaman.
Dalam foto tersebut juga terdapat pancaran cahaya yang kuat dari cahaya
matahari yang menerobos atap rumah tersebut. Cahaya matahari menjadi cahaya
yang dominan pada foto tersebut yang mana mampu menggambarkan bahwa
betapa terporak poranda rumah yang terkena dahsyatnya terjangan abu vulkanik.
Komposisi atau susunan dalam foto yang menggambarkan suasana
ruangan dalam suatu rumah yang terkena terjangan abu vulanik pada November
2010 sebelum terjadinya erupsi Gunung Merapi di Kawasan Rawan Bencana
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
80
dusun Jambu, Kepuharjo, Cangkringan, Yogyakarta. Secara gambar focus foto
tersebut adalah pada kursi dalam ruangan yang terdapat pada rumah tersebut dan
diperjelas oleh sorotan cahaya matahari yang menerobos masuk melalui atap
rumah tersebut. Teknik pemotretan gambar ini menggunakan variasi pengambilan
gambar yang diambil secara horizontal, menggunakan lensa wide, dengan sudut
pandang yang sangat luas atau yang juga biasa disebut long shot sehingga gambar
terkesan luas dan mampu menyuguhkan pesan dari suasana ruangan dalam rumah
yang terkena terjangan abu vulkanik. (Alwi, 2004:45).
Pengukuran dari cahaya dalam foto tersebut menggabungkan antara
ukuran diafragma dan speed yang dikomposisikan sedemikian rupa untuk
membuat cahaya yang seimbang dalam foto yang tidak terkesan over exposure
atau under exposure. Namun dalam frame di atas, pencahayaan dalam lightmeter
diukur pada kursi yang berada pada posisi sepertiga kiri bawah yang merupakan
point of interest foto, yang mana menimbulkan efek selektif dalam pencahayaan,
dimana benda atau objek yang terkena cahaya nampak jelas, sedangkan benda
yang tidak terkena cahaya kuat akan terseleksi menjadi bidang berwana hitam atau
bias. Dilakukan dengan cara mengukur cahaya pada benda yang memiliki cahaya
tertinggi maka, benda yang memiliki kekuatan cahaya rendah akan terseleksi
pencahayaannya. Dalam frame ini teknik pencahayaan tetap menggunakan
pencahayaan alami yang berasal dari matahari yang menerobos masuk melalui
atap rumah tersebut, tanpa menggunakan alat penghasil cahaya atau yang biasa
disebut flash atau blitz sehingga menjadikan lebih dari sepertiga bagian pada
gambar lebih gelap dari pada point of interest. (Alwi, 2004:45).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
81
Keseimbangan dalam frame tersebut terasa sekali penggunaan metode
pembagian sepertiga dalam pemotretan. Hal tersebut terlihat dengan
ditempatkannya kursi pada bagian sepertiga kiri bawah yang terkena cahaya kuat
matahari yang menerobos masuk melalui atap rumah. Komposisi tersebut terkesan
dinamis dengan ditempatkannya kursi pada bagian sepertiga kiri bawah sebagai
point of interest, yang mana langsung menggiring mata penikmat foto untuk
memahami suasana yang tergambarkan pada frame tersebut.
Makna Konotasi
Dalam foto tersebut digambarkan ruang tamu dalam sebuah rumah
lengkap dengan perabotnya yang terkena serangan abu vulkanik dan ada seorang
warga yang memasuki rumah tersebut. Tampak pada gambar seorang warga
memasuki rumah tersebut dan melihat ke arah perabot rumah, dimana
mengesankan kerusakan yang diakibatkan oleh bencana letusan Gunung Merapi.
Tampak pada foto, seorang warga memasuki rumah yang terkena
terjangan abu vulkanik akibat letusan Gunung Merapi. Masyarakat Jawa
mengenal adanya prinsip kerukunan, yang mana prinsip itu sendiri bertujuan
untuk mempertahankan masyarakat dalam keadaan harmonis. Berkaitan dengan
peristiwa letusan Gunung Merapi, kata rukun itu sendiri memiliki arti bersatu
untuk saling membantu. Dengan adanya prinsip rukun pada masyarakat Jawa
berusaha untuk saling bahu-membahu bekerjasama untuk membantu tetangga
yang kesulitan. Warga yang selamat berusaha membantu warga lain yang terkena
dampak letusan merapi yang lebih parah. Membantu mengevakuasi warga selamat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
82
yang menjadi korban terjangan abu vulkanik, menyelamatkan harta benda warga
yang masih bisa digunakan, dan memindahkan hewan ternak milik warga yang
selamat. Menomorduakan kepentingan pribadi demi kepentingan bersama
merupakan ciri dari masyarakat Jawa. (Magnis-Suseno, 1991:39).
Dalam perspektif masyarakat Jawa, rumah memiliki makna yang lebih dari
sekedar tempat bernaung dan berkumpulnya keluarga. Dalam bahasa Jawa rumah
disebut dengan wisma, yang merupakan simbol harkat, martabat, dan lambang
kesempurnaan sebagai manusia, khususnya bagi kaum adam atau laki-laki.
Karena menurut orang Jawa, wong urip iku mung mampir ngombe (hidup manusia
itu cuma mampir minum) yang mana minum untuk menghilangkan rasa haus,
dalam artian manusia hidup hanya sementara di dunia ini. Rumah sebagai tempat
yang cukup untuk berlindung dari panas dan hujan. Masyarakat Jawa tradisional
memiliki kepercayaan yang berkaitan dengan universal antara peristiwa-peristiwa
di dunia dan kekuasaan-kekuasaan alam supranatural. Dimana dalam pandangan
Jawa, rumah yang menjadi tempat tinggal manusia harus menempati tempat yang
tepat, pencapaian tempat bergantung dari keberhasilan usaha-usaha, pemenuhan
keinginan-keinginan, pemuasan kepentingan-kepentingan manusia itu sendiri.
Menempati tempat yang salah akan mengganggu keselarasan dunia supranatural
yang seperti dipercayai masyarakat Jawa yang mana akan mengganggu kekuatan-
kekuatan angker yang dapat membahayakan dan mengganggu ketentraman. Maka
dari itu, manusia berkepentingan untuk menempati tempatnya yang tepat, karena
keselamatannya tergantung dari apakah manusia itu menemukan tempatnya dan
tetap tinggal pada tempat tersebut. (Magnis-Suseno, 1991:93).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
83
Bagi penduduk desa di lereng Gunung Merapi, tanah tempat tinggal
mempunyai hubungan erat dengan pemiliknya beserta keluarganya. tanah yang
jelek dan angker mempengaruhi keadaan kesehatan, ekonomi, hubungan sosial
orang yang menempatinya. biasanya hai itu ditandai dengan kondisi penghuni
tempat tinggal yang sering sakit-sakitan, suka bertengkar dengan sesama anggota
keluarga atau masyarakat sekitar, kesulitan dalam mencari jodoh, dan bagi yang
memiliki ladang pertanian akan mengalami gagal panen. Sebaliknya jika warga
menempati tanah yang baik tentunya akan berdampak baik bagi yang menempati
tanah tersebut seperti selalu mendapatkan keberuntungan, kesejahteraan, dan
keselamatan hidup. Penduduk desa di lereng Gunung Merapi mempunyai
kepercayaan bahwa menentukan arah hadap suatu bangunan tempat tinggal
membawa pengaruh terhadap keselamatan dan kesejahteraan pemiliknya dan
keluarganya. Penghindaran arah bangunan agar tidak menghadap Gunung Merapi
dimaksudkan untuk mendapatkan keselamatan dan kesejahteraan bagi pemilik
bangunan. Misalnya, bagi warga yang tinggal di lereng selatan Gunung Merapi,
warga kebanyakan mendirikan rumah menghadap ke arah selatan atau menghadap
ke arah jalan desa, agar supaya arah bangunan tidak menghadap Gunung Merapi.
Rumah tempat tinggal yang menghadap ke arah Gunung Merapi bagi warga
sekitar dianggap sebagai rumah yang angker, karena pemiliknya dianggap tidak
menghormati, menantang, dan menyediakan rumahnya sebagai tempat tinggal
makhluk halus yang menghuni Gunung Merapi. (Triyoga, 2010:98).
Foto tersebut diambil dengan metode ”long shot” dengan komposisi yang
dihasilkan berupa objek (point of interest) dengan perwujudan gambar dalam
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
84
frame yang nampak luas. Hal ini dikarenakan kamera berada pada jarak jauh
dengan objek foto. Metode ini digunakan oleh fotografer dimana dia akan
menampilkan suasana bahwa lokasi tersebut terlihat luas dan semua element yang
ada terekam dalam frame. (Alwi, 2004:45). Bisa dikatakan juga teknik bidikan
kamera dari jarak tertentu yang mampu memperlihatkan suatu objek secara
menyeluruh. (Nugroho, 2006:204). Dengan sudut pandang gambar yang luas serta
terlihat kedalaman ruang mampu menampilkan suasana keadaan rumah yang
terkena terjangan abu vulkanik dari letusan Gunung Merapi.
Pencahayaan alami yang berasal dari cahaya matahari yang masuk
menerobos bagian atap rumah yang rusak karena terjangan abu vulkanik dari
letusan Gunung Merapi sehingga adanya cahaya yang tidak merata yang
mengakibatkan adanya bayangan gelap berwana hitam pada sisi yang tidak
terkena cahaya matahari tersebut. Hal tersebut sama halnya dengan kehidupan
manusia yang memiliki dus sisi, yaitu sisi terang dan sisi gelap. Sisi terang adalah
pengaruh sisi baik dari pencarian akan nilai-nilai luhur spirituil dalam kehidupan
manusia, sedangkan sisi gelap adalah sesuatu kenyataan adanya pengaruh nafsu-
nafsu dalam diri manusia yang tidak bisa dikendalikan. Nafsu-nafsu dianggap
sebagai perasaan kasar dan tidak baik. Jaka manusia dikuasai oleh nafsu berarti
dia membiarkan dirinya dikuasai dari luar kesadarannya, memboroskan kekuatan
batinnya, dan menimbulkan kesan yang kurang baik bagi yang melihatnya.
Manusia yang dikendalikan oleh nafsunya tidak dapat menyesuaikan diri dengan
tata-aturan yang ada dalam norma-norma kehidupan. Manusia hendaknya
berusaha untuk menumpulkan dorongan-dorongan hati dan kecondongan-
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
85
kecondongan naluriah agar tidak dikuasai oleh nafsunya. Selalu berusaha untuk
mempertahankan keseimbangan batin dan menunjukan diri untuk selalu tenang,
halus, terkontrol, rasional dan berkepala dingin. (Magnis-Suseno, 1991:123).
Korpus 3
Caption:Satu kendaraan Heglun (amfibi) milik PMI menyusuri tepian Kali Gendol saatevakuasi lanjutan di Desa Ngancar, Cangkringan, Sleman, Yogyakarta, Kamis(11/11). Sebagai salah satu kendaraan segala medan Heglun sangan berguna untukmembantu tim SAR dalam operasi evakuasi korban erupsi Merapi.Wihdan Hidayat/Antara
Maksa Denotasi
Foto tersebut menggambarkan suasana evakuasi lanjutan dengan
menggunakan satu kendaraan Heglun (amfibi) milik PMI di tepian Kali Gendol
yang mana menggambarkan betapa hancur leburnya tanaman-tanaman yang
berada di tepian Kali Gendol tersebut, sehingga tidak memungkinkan kendaraan
biasa untuk melintasi wilayah tersebut, seperti yang dijelaskan pada caption foto
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
86
yaitu “Sebagai salah satu kendaraan segala medan Heglun sangan berguna untuk
membantu tim SAR dalam operasi evakuasi korban erupsi Merapi” di Desa
Ngancar, Cangkringan, Sleman, Yogyakarta, pada Kamis (11/11).
Evakuasi lanjutan yang melibatkan kendaraan segala medan tersebut yang
mana bertujuan untuk mencari korban-korban yang masih tertinggal atau
tertimbun oleh tumpukan tanah atau bangunan pasca erupsi Merapi. Karena
dahsyatnya letusan yang dihasilkan sehingga menghancurkan segala macam
benda akibat terjangan abu vulkanik, Digambarkan dalam foto tersebut, satu
kendaraan Heglun milik PMI dengan tujuh orang sukarelawan yang melintasi
hamparan padang pasir yang merupakan tepian Kali Gendol, banyaknya batang
pohon yang hancur akibat terjangan abu vulaknik, dan satu pohon yang masih
berdiri dengan kokoh.
Hagglen ialah kendaraan dengan dua bagian terpisah, beroda rantai yang
mampu membawa hingga 17 orang untuk digunakan di segala medan. Nama
sebenarnya dari kendaraan tersebut adalah Hägglunds yang diambil dari nama
perusahaan pembuat kendaraan tersebut, atau nama lainnya adalah Bandvagn 206
yang disingkat menjadi BV 206. Awalnya kendaraan tersebut dibuat untuk
transportasi pasukan militer dan logistik di Swedia Utara yang merupakan daerah
bersalju. Kemudian saat ini kendaraan tersebut dikembangkan dan diproduksi
massal untuk keperluan swasta dengan berbagai macam varian yang pada
umumnya untuk kendaraan pemadam kebakaran, pengawas hutan, serta kendaraan
di daerah bersalju dan di rawa-rawa.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
87
Secara foto jurnalistik, foto tersebut di nilai kurang memenuhi standart
karena kurang adanya kesamaan antara yang terekam dalam gambar dengan
caption foto yang menyertainya. Pada kalimat pertama caption foto menyebutkan
"Satu kendaraan Heglun (amfibi) milik PMI menyusuri tepian Kali Gendol saat
evakuasi lanjutan di Desa Ngancar, Cangkringan, Sleman, Yogyakarta, Kamis
(11/11)", namun dalam foto tersebut warna langit yang mendominasi lebih
menarik pembaca karena dengan warna birunya yang cerah. Maka yang terjadi
ketika pembaca melihat foto tersebut kesan yang di dapat pertama kalinya adalah
langit biru yang cerah bukan kendaraan yang seadang menyusuri tepian Kali
Gendol saat evakuasi. Caption foto diharapkan mampu menggiring mata untuk
kembali melihat foto, dimana caption yang menghembuskan nafas untuk
menghidupkan foto dengan memberikan pendalaman akan sebuah peristiwa. Ia
mempertemukan foto dengan konteksnya dan membantu pembaca memahami
cerita yang ada di balik foto. (Wijaya, 2011:42)
Komposisi foto atau susunan foto secara teknik menggambarkan situasi
evakuasi lanjutan di tepian Kali Gendol, di Desa Ngancar, Cangkringan, Sleman,
Yogyakarta, dimana satu kendaraan Heglun (amfibi) milik PMI berada pada titik
sepertiga teknik pengambilan gambar dalam fotografi. Secara gambar fokus foto
tersebut satu kendaraan Heglun yang menjadi inti dari cerita dalam foto tersebut
mengenai evakuasi lanjutan pasca letusan Gunung Merapi. Teknik pemotretan
tersebut menggunakan variasi pengambilan gambar yang diambil secara
horizontal, menggunakan lensa wide, dengan sudut pandang yang sangat luas atau
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
88
bisa juga disebut dengan long shot, sehingga gambar terkesan luas dan mampu
menyuguhkan suasana panorama dari lokasi evakuasi tersebut. (Alwi, 2004:45).
Pengukuran cahaya dalam foto tersebut menggabungkan antara ukuran
diafragma dan speed yang dikomposisikan sedemikian rupa untuk membuat
cahaya yang seimbang dalam foto agar tidak terkesan over exposure atau under
exposure, sehingga warna langit yang biru dapat terekam pada frame tersebut.
Dalam frame ini pencahayaan menggunakan pencahyaan alami yang berasal dari
cahaya matahari, tanpa menggunakan alat bantu penghasil cahaya yang biasa
disebut flash atau blitz sehingga dapat menyajikan kekuatan cahaya alami yang
indah dalam fotografi. Dalam frame tersebut digambarkan suatu kekontrasan atas
peristiwa alam, dibalik birunya langit yang cerah dan hangat berlawanan dengan
keadaan yang ada dipermukaan, dimana debu dan pasir mendominasi, dengan kata
lain alam bisa menjadi tempat yang mengerikan jika suatu bencana terjadi. (Alwi,
2004:45).
Makna Konotasi
Dalam foto menggambarkan kegiatan evakuasi yang dilakukan oleh
Palang Merah Indonesia (PMI) menggunakan kendaraan segala medan, Heglun
(amfibi) di tepian Kali Gendol, di Desa Ngancar, Cangkringan, Sleman,
Yogyakarta.
Gambar diatas diambil menggunakan metode ”long shot” dengan
komposisi sepertiga dalam pemotretan yang dihasilkan berupa perwujudan kecil
namun terlihat dengan mata gambaran suasana yang luas. Hal ini dikarenakan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
89
kamera berada pada jarak jauh dengan objek foto. Metode tersebut digunakan oleh
fotografer untuk menggambarkan luasnya pemandangan yang sebenarnya dan
ingin menghasilkan frame dengan sudut pandang yang luas juga. (Alwi, 2004:45).
Seperti halnya yang dituliskan di Kompas.com, warna biru memiliki arti:
kesetiaan, ketenangan, sensitif dan bisa diandalkan. Biru memiliki arti stabil
karena merupakan warna langit. Meski langit kelabu dan akan hujan, tetapi di atas
awan-awan itu warna langit tetaplah biru. (Anna, Kompas.com, 9 Oktober 2008).
Warna biru yang terlihat dominan pada gambar tersebut memiliki makna
yang mempertegas bahwa keadaan sudah aman kembali seperti sedia kala. warna
biru yang mana dapat menimbulkan perasaan tenang dan dingin, melahirkan
perasaan sejuk, tentram, hening dan damai, memberi kenyamanan dan
perlindungan. Warna biru yang kuat bisa merangsang kemampuan intuitif dan
memudahkan dalam meditasi. Masyarakat Jawa selalu berusaha menjaga
ketentraman, ketenangan, kesejahteraan dan keseimbangan dunia yang mana
merupakan sifat pribadi Jawa yang baik. (Endraswara, 2003:39)
Alam bagi masyarakat Jawa merupakan tempat yang angker, mengerikan
dan menakutkan, tempat kebuasan, kekacauan yang penuh bahaya, penuh dengan
roh-roh yang tidak dikenal. Alam dijadikan tempat bagi orang yang bertapa, untuk
mencari kesaktian sehingga bahaya-bahaya yang diakibatkan oleh alam tidak
dapat mengancamnya, maka dari itu alam merupakan tempat tinggal sementara
dan tempat untuk membuktikan diri. Hutan bagi masyarakat Jawa adalah wilayah
yang dibabad untuk memperoleh tanah yang memberi berkat bagi umat manusia.
Hutan yang pada dasarnya adalah tempat bagi roh-roh dan binatang-binatang buas
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
90
yang bukan merupakan tempat bagi manusia. Sehingga manusia membudidayakan
alam untuk menjadi tempat yang layak untuk dihuni.(Magnis, 1991:131).
Bencana letusan Gunung Merapi bagi masyarakat Jawa kental dikaitkan
dengan apa yang terjadi pada alam supranatural. Masyarakat, alam, dan alam
supranatural bagi masyarakat Jawa adalah sebagai satu kesatuan, yang dipercayai
bahwa semua peristiwa alam empiris berkaitan dengan peristiwa-peristiwa yang
terjadi di alam metempiris (gaib). Masyarakat adan alam berada dalam satu sisi
yang sama dan berkaitan dengan alam supranatural, seperti sisi sebelah luar dan
sisi sebelah dalam. apa yang terjadi pada sisi realitas yang lain memiliki
kecocokan yang sama pada sisi satunya. Oleh karena itu, manusia tidak boleh
bertindak gegabah seolah-olah permasalahan pada manusia hanya terbatas pada
dimensi sosial dan alamiah, namun masih ada dimensi non-alamiah (gaib),
sehingga tidak terjadi benturan-benturan dengan kekuatan supranatural yang
merupakan kekuatan alam murni. Satu-satunya cara untuk menghindari benturan
tersebut adalah belajar dari pengalaman. Orang-orang Jawa tradisional belajar
melalui pengalaman yang berkaitan dengan sikap-sikap apa yang membawa
celaka dan sikap yang membawa slamet. (Magnis-Suseno, 1991:90)
Masyarakat Jawa percaya bahwa Gunung Merapi merupakan keraton
makhluk halus yang mempunyai tata cara atau sopan santun yang harus ditaati
oleh setiap penduduk yang tinggal disekitar lereng gunung tersebut. Pelanggaran
terhadap tata cara atau kesopanan tersebut akan menimbulkan malapetaka yang
tidak hanya oleh pelanggarnya saja, tetapi juga berdampak bagi seluruh warga
desa yang berada di sekitar lereng gunung teraktif di Pulau Jawa tersebut. Ada
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
91
pantangan-pantangan yang harus dihindari masyarakat jika ingin mendapatkan
kesejahteraan dan keselamatan yaitu, pantangan merumput, menebang pohon dan
memindahkan benda-benda yang ada di tempat-tempat angker, bercocok tanam
dan mendirikan bangunan di atas pasir dan batuan vulkanik yang merupakan
tempat kesenangan bagi makhluk halus penghuni Gunung Merapi, mendirikan
rumah tempat tinggal ke arah gunung yang dianggap menantang penguasa
penghuni Gunung Merapi dan masih banyak pantangan-pantangan lainnya yang
harus ditaati penduduk setempat. Jika Gunung Merapi meletus, mengeluarkan
lahar besar, hujan abu, hujan es, hujan air, dan material lainnya, penduduk
setempat pantang mengatakan sesuatu yang berhubungan dengan keadaan Merapi
saat itu karena tidak diperkenankan oleh penguasa Merapi. Pantangan biasanya
disampaikan kepada penduduk oleh leluhur yang telah meninggal dunia atau
makhluk utusan penguasa Merapi melalui mimpi. (Triyoga, 2010:101).
Foto tersebut adalah keseluruhan gambar yang menceritakan suasana
evakuasi lanjutan untuk menemukan korban dari bencana alam letusan Gunung
Merapi yang dilambangkan dengan perwujudan kecil sebuah kendaraan segala
medan Huggle (amfibi) dengan beberapa orang relawan yang berada diatasnya
yang tersusun dengan rapi dan harmonis dalam frame tersebut. Manusia
merupakan bentuk kekuatan kecil yang tiada bandingannya dengan alam, alam
bisa menjadi sangat ganas apabila manusia tidak menjaganya, maka dari itu
manusia harusnya bisa menjaga alam dengan baik sehingga terjadi hubungan yang
saling menguntungkan antara manusia dengan alam.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
92
Korpus 4
Caption:Beberapa pengungsi kembali berpindah menuju tempat lebih aman menggunakankendaraan truk saat melintas di ruas jalan Muntilan-Magelang, Jawa Tengah,Jumat (5/11/2010).Wihdan Hidayat/Antara
Makna Denotasi
Foto tersebut menggambarkan suasana pengungsi yang kembali berpindah
menuju tempat lebih aman. Hal tersebut seperti tertuliskan dalam caption foto
yaitu “Beberapa pengungsi kembali berpindah menuju tempat lebih aman
menggunakan kendaraan truk saat melintas di ruas jalan Muntilan-Magelang,
Jawa Tengah, Jumat (5/11).
Dalam pada foto tersebut digambarkan satu truk pengangkut muatan
dengan bak penuh dengan pengungsi yang akan berpindah menuju ke tempat yang
lebih aman dalam kondisi hujan. Perpindahan tersebut disebabkan karena daerah
rawan bencana yang diperluas kembali karena stastus aktifitas dari Gunung
Merapi yang terus meningkat. Hal ini dilakukan demi keselamatan penduduk
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
93
sekitar lereng Gunung Merapi yang berada di pos pengungsian yang sebelumnya
dengan jarak terdekat dari wilayah letusan Gunung Merapi agar tidak
bertambahnya korban dari bencana alam tersebut.
Pada foto tersebut diperlihatkan pengungsi yang menggunakan masker
(penutup wajah) dan payung yang mana bertujuan agar tidak terkena hujan dan
debu abu vulkanik yang berasal dari letusan Merapi, seperti yang terlihat pada
deretan rumah yang menjadi background tampak berwarnaa abu-abu karena
tertutup abu vulkanik..
Payung merupakan alat pelindung badan agar tidak terkena panas sinar
matahari atau hujan, biasanya payung terbuat dari kain atau kertas yang diberi
tangkai dan dapat dilipat-lipat. Fungsi payung selain sebagai alat pelindung juga
sebagai tanda kebesaran/derajat seseorang.
Truk merupakan kendaraan besar dengan bak terbuka atau pun dengan bak
tertutup (boks), yang biasa digunakan untuk mengangkut muatan barang. Pada
umumnya bagian bak dari truk bisa menampung segala jenis barang dengan
kapasitas yang besar.
Komposisi foto atau susunan dalam foto ini menggambarkan suasana
pengungsi yang kembali berpidah menuju tempat lebih aman dengan
menggunakan truk di ruas jalan Muntilan-Magelang, Jawa Tengah. Dimana secara
gambar, fokus dari foto tersebut adalah truk pengangkut muatan yang penuh
dengan pengungsi di bagian tengah pada foto. Sebagai latar pada frame tersebut
adalah deretan rumah-rumah warga yang dilalui oleh truk pengangkut muatan
pengungsi tampak kabur atau out of focus. Teknik pemotretan pada foto ini
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
94
menggunakan variasi pengambilan gambar yang diambil secara horisontal,
menggunakan lensa tele, dengan sudut pandang yang diperbesar karena jauhnya
objek dari si fotografer biasa disebut long shot. Sesuai dengan prinsip dari lensa
tele itu sendiri, mendekatkan yang jauh, sehingga mampu menyuguhkan gambar
dengan lebih dekat dan terseleksi secara focus serta mata dari penikmat foto dapat
langsung tertuju pada point of interest pada frame tersebut. Pada foto tersebut juga
menggunakan metode panning, dimana fotografer mengambil gambar dari objek
yang bergerak dengan mengikuti arah gerakan dari objek tersebut, sehingga
menampilkan efek kabur pada latar belakang dari gambar tersebut. (Sugiarto,
2006:162)
Pengukuran dari cahaya dalam foto tersebut menggabungkan antara
ukuran diafrgama dan speed yang dikomposisikan sedemikian rupa untuk
membuat cahaya yang seimbang yang tida terkesan over exposure atau under
exposure. Dalam frame ini teknik pencahayaan tetap menggunakan pencahayaan
alami dari sumber cahaya matahari, tanpa menggunakan alat bantu penghasil
cahaya atau biasa disebut flash atau blitz, sehingga gambar yang disajikan
terkesan natural dan apa adanya, pengambilan gambar tersebut dilakukan siang
hari. (Alwi, 2004:45).
Keseimbangan dalam frame tersebut terasa sekali penggunaan metode sepertiga
dalam pemotretan. Hal tersebut terlihat dengan ditempatkannya truk pengangkut
muatan yang berisi pengungsi dengan pada bagian sepertiga tengah, penempatan
tersebut cukup mampu menyita pandangan penikmat foto yang melihat foto ini,
meskipun dalam teknik pengambilan foto menggunakan teknik panning dalam
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
95
fotografi, sehingga komposisi tersebut terkesan sangat dinamis dengan adanya
efek kabur atau out of focus pada background dalam gambar tersebut. (Sugiarto,
2006:162)
Makna Konotasi
Foto tersebut menggambarkan truk muatan yang mengangkut para
pengungsi yang berpindah mencari tempat yang lebih aman saat melintas di ruas
jalan Muntilan-Magelang, Jawa Tengah. Pada umumnya truk digunakan untuk
mengangkut barang, dalam kondisi darurat seperti evakuasi pengungsi truk
digunakan untuk mengangkut manusia.
Pada foto diperliahatkan pengungsi yang menaiki truk menggunakan
payung sebagai pelindung agar tidak terkena hujan dan abu vulkanik yang berasal
dari letusan Gunung Merapi. Payung dengan fungsi utama adalah sebagai alat
pelindung dari sinar matahari yang terik dan air hujan agar tidak mengenai tubuh.
Namun di beberapa daerah di Indonesia, payung juga punya arti sebagai tanda
pangkat jabatan atau simbol derajat seseorang di masyarakat. Seorang raja jika
sedang bepergian atau keluar dari istana juga selalu menggunakan payung. adapun
tujuannya adalah selain untuk melindungi agar tidak terkena sinar matahari juga
agar bayangan tubuh sang raja tidak muncul dan terlihat serta terinjak oleh
pengiringnya, terutama pada bagian kepala. Karena raja adalah orang yang
mendapat kehormatan paling tinggi. Pada jaman dulu payung juga digunakan
untuk melakukan berbagai macam ritual dan upacara tradisional. Bahkan hingga
saat ini di Bali payung masih digunakan untuk menjalankan ibadah dan upacara
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
96
adat yang dilakukan secara bersama-sama di pura atau tempat suci. Sementara
untuk daerah Jawa, ketika ada orang meninggal dan mau dimakamkan juga
menyertakan payung dengan tujuan agar orang yang meninggal tersebut bisa
mendapat keteduhan ketika harus menjalani kehidupan di alam yang lain.
(http://www.imagebali.net)
Bagi penduduk sekitar lereng Gunung Merapi baru akan mengungsi ketika
mendengar suara yang yang dihasilkan oleh bunyi kentongan bambu yang ada di
setiap desa di sekitar lereng Gunung Merapi. Mereka mencari tempat
perlindungan ke desa-desa yang berada di bawah kaki Gunung Merapi atau
menuju jalan raya untuk mencari kendaraan yang akan mengangkut mereka
menuju tempat aman. Biasanya pemerintah setempat menyediakan tempat untuk
menampung para pengungsi. Mereka ditampung di barak-barak pengungsian
bencana alam, sekolah-sekolah, kantor-kantor pemerintah, dan tempat-tempat
aman yang dapat digunakan untuk menampung para pengungsi.
Penduduk di sekitar lereng Gunung Merapi mempunyai kepercayaan kuat
desa mereka selalu akan terbebas dari amukan Gunung Merapi. Mereka merasa
lebih aman dan tentram tinggal di desa daripada tinggal di kota. Kehidupan di
kota, menurut mereka jauh lebih berbahaya dan mengandung resiko terancam jiwa
karena kejahatan, kecelakaan lalu lintas, tekanan batin, dan petaka lainyang
cenderung banyak terjadi dengan intensitas yang tinggi. Sebaliknya, hidup di
lereng Merapi dianggap beresiko kecil dan menguntungkan. Letusan Merapi
meskipun dianggap berbahaya tetapi hanya terjadi secara periodik dalam jangka
waktu yang relatif cukup lama dan dapat diramalkan secara relatif pasti.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
97
Masyarakat lereng Gunung Merapi percaya bahwa, para roh leluhur yang
bersemayam di Gunung Merapi dianggap selalu menolak amukan Merapi
terhadap desa mereka. Bahkan mereka berkeyakinan, para roh leluhur itu dapat
dimintai bantuannya jika mereka dilanda kesulitan. Masyarakat sekitar lereng
Gunung Merapi baru akan mengungsi jika letusan Merapi telah mencapi desa dan
dianggap dapat membahayakan jiwa. Menurut kepercayaan mereka biasanya baru
akan melakukan pengungsian jika sudah mendapat perintah dari roh para leluhur
sebelum Gunung Merapi meletus. perintah yang diberikan oleh roh para leluhur
biasanya disertai cara-cara untuk menyelamatkan diri selama pengungsian
berlangsung. Perintah tersebut diberikan melalui juru kunci Gunung Merapi atau
warga pada masing-masing desa yang memiliki kemampuan untuk berkomunikasi
dengan roh para leluhur. (Triyoga, 2010:124).
Ciri khas dalam pandangan dunia Jawa ialah bahwa manusia tidak
dibenarkan mau meninggalkan dunia. Dengan kata lain, manusia tidak boleh
mengikat diri dengan dunia, tetapi jangan pula menarik diri dari dunia. Harusnya
manusia bisa menerima apa yang terdapat di dunia, tidak hanya lingkungan dalam
jangka yang sempit, tetapi dalam jangka yang luas. Apa yang terjadi di dunia ini
bukan untuk dihindari tetapi di terima dengan berbagai macam kondisi dan solusi.
(Magnis-Suseno, 1991:145).
Masyarakat yang hidup di lereng Gunung Merapi menganggap desa
mereka sebagai tanah pusaka, warisan leluhur yang harusnya di jaga selama-
lamanya. Masyarakat Jawa memegang falsafah hidup mengenai tanah desa, yaitu
sadumuk bathuk sanyari bumi dak bela pati yang berarti, setiap jengkal tanah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
98
akan dipertahankan sampai mati. Dan ada pula alasan lain yang dipakai untuk
tidak meninggalkan desa, wong nguyuh ora bakal nguyuhi awake dhewe yang
artinya, jika merapi meletus, niscaya letusannya tidak mengenai tubuh merapi atau
desa-desa yang berada di lereng lerengnya. Maka dari itu masyarakat di sekitar
lereng Gunung Merapi tidak pernah menanggapi ajakan pemerintah untuk
melakukan transmigrasi atau pun bedhol desa. (Triyoga, 2010:125).
Pada foto tersebut diperlihatkan latarbelakang dari truk pengangkut
tersebut berupa deretan rumah penduduk berwarna keabu-abuan yang disebabkan
oleh guyuran hujan yang bercampur dengan abu vulkanik letusan Gunung Merapi.
warna abu-abu memiliki arti kuno, kotor, lemah, kehabisan energi dan lamban.
Namun warna abu-abu merupakan termasuk golongan warna netral atau seimbang
yang mana merupakan warna alam. warna ini banyak digunakan pada alat-alat
elektronik, kendaraan dan perangkat dapur. (Dean Martin Saerang,
http://www.ideaonline.co.id, 28 Agustus 2009)
Foto tersebut diambil dengan metode ”long shot” dengan komposisi yang
dihasilkan berupa objek (point of interest) dengan perwujudan gambar dalam
frame yang nampak luas. Hal ini dikarenakan kamera berada pada jarak jauh
dengan objek foto. Metode ini digunakan oleh fotografer dimana dia akan
menampilkan suasana bahwa lokasi tersebut terlihat luas dan semua element yang
ada terekam dalam frame. (Alwi, 2004:45). Bisa dikatakan juga teknik bidikan
kamera dari jarak tertentu yang mampu memperlihatkan suatu objek secara
menyeluruh. (Nugroho, 2006:204). Dalam frame tersebut juga dikombinasikan
dengan teknik panning, yang mana dengan menggunakan teknik tersebut bias
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
99
menghasilkan gambar dengan efek gerak. Teknik tersebut merupakan salah satu
cara kreatif untuk menghasilkan gambar dengan efek gerak. Fotografer bermaksud
menggambarkan suasana jalannya perpindahan pengungsi yang menggunakan
truk pengangkut yang berjalan dengan cepat agar supaya sampai pada lokasi
pengungsian yang lebih aman dalam keadaan yang genting pada saat bencana
letusan Gunung Merapi tersebut. (Sugiarto, 2006:162).
Foto tersebut menceritakan bagaimana suasana evakuasi pengungsi yang
harus berpindah-pindah mencari lokasi yang aman bagi keselamatan jiwanya.
Dalam pandangan masyarakat Jawa, manusia harusnya mencari tempat yang tepat
demi keselamatan dirinya. Jika salah dalam menempati suatu tempat maka
keselamatan yang menjadi taruhannya. Dalam foto tersebut digambarkan
pengungsi rela berdesak-desakan di atas truk pengangkut demi mencapai tempat
yang aman bagi keselamatan jiwa mereka. (Magnis-Suseno, 1991:93).
Korpus 5
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
100
Caption:Seorang bocah bermain di tumpukan pakaian bekas di Posko Pengungsian StadionMaguwoharjo, Sleman, Yogyakarta, Selasa (9/11). Hingga Selasa (9/11/2010)jumlah pengungsi Gunung Merapi di Jawa Tengah dan Yogyakarta telahmencapai lebih dari 320.000 jiwa.Ismar Patrizki/Antara
Makna Denotasi
Foto tersebut menggambarkan banyaknya jumlah pengungsi yang berada
di posko pengungsian dan seorang bocah (anak) yang bermain di tumpukan
pakaian dengan gembiranya seperti yang tertulis dalam caption dari foto tersebut
yaitu “Seorang bocah bermain di tumpukan pakaian bekas di Posko Pengungsian
Stadion Maguwoharjo, Sleman, Yogyakarta, Selasa (9/11). Hingga Selasa
(9/11/2010) jumlah pengungsi Gunung Merapi di Jawa Tengah dan Yogyakarta
telah mencapai lebih dari 320.000 jiwa.”, dimana dalam foto tersebut
digambarkan banyaknya jumlah pengungsi dengan tumpukan baju yang menjadi
tempat untuk bermain anak tersebut. Hal tersebut seperti apa yang disampaikan
dalam keterangan foto tersebut pada kalimat kedua bahwa jumlah pengungsi yang
mencapai lebih dari 320.000 jiwa.
Komposisi foto atau susunan foto dengan sebagian besar adalah
penggambaran dimana seorang anak yang bermain di tumpukan pakaian bekas di
posko pengungsian, dengan lebih dari sepertiga bagian dari foto tersebut adalah
latarbelakang. Secara gambar fokus dari frame tersebut berada pada anak yang
bermain di tumpukan pakaian bekas yang berada hampir di sepertiga bagian frame
foto tersebut. Sebagai latar dari frame tersebut adalah tumpukan pakaian bekas
yang memenuhi hampir 2/3 bagian pada foto.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
101
Teknik pemotretan gambar ini menggunakan variasi pengambilan gambar
yang diambil secara horizontal, menggunakan lensa wide dengan sudut pandang
yang sangat luas atau juga biasa disebut long shot sehingga gambar terkesan luas
dan mampu menyuguhkan suasana tempat bermain anak di posko pengungsian
tersebut. (Sugiarto, 2006:15)
Dalam pengukuran kecepatan atau speed dari gambar tesebut tidak begitu
kental mempengaruhi gambar, dalam menentukan cahaya dalam frame ini. Speed
dipadukan dengan bukaan diafragma yang mana menghasilkan cahaya yang pas
dan seimbang, sehingga foto tidak over exposure atau under exposure. Kontras
arah cahaya yang diterapkan dalam gambar tersebut menggunakan main light
cahaya alami yang berasal dari cahaya matahari dan pengambilan gambar
dilakukan pada siang hari.
Keseimbangan dalam frame tersebut terasa sekali penggunaan metode
pembagian sepertiga dalam dalam pemotretan. Hal tersebut terlihat dengan
ditempatkannya anak yang bermain di tumpukan pakaian bekas pada hampir
serpertiga kiri bagian bawah pada foto tersebut. Penempatan anak tersebut cukup
mampu menyita pandangan penikmat foto yang melihat foto ini, karena anak
tersebut menjadi satu-satunya point of interest dalam foto tersebut sehingga
menjadikan komposisi dalam frame tersebut terkesan dinamis.
Makna Konotasi
Dalam foto tersebut terlihat kegiatan seorang anak yang bermain di
tumpukan pakaian bekas di Posko Pengungsian Stadion Maguwoharjo, Sleman,
Yogyakarta. Tampak pada gambar ekspresi ceria dari pengungsi anak yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
102
bermain ditumpukan pakaian bekas tersebut. Masyarakat sekitar lereng Gunung
Merapi mengungsi pada saat yang sangat dekat dengan letusan Gunung Merapi
sehingga pada saat para pengungsi menuju posko-posko yang telah disediakan
sebagai tempat yang digunakan untuk penampungan para korban bencana alam
tersebut hanya membawa keluarganya dan sedikit dari harta benda mereka. Oleh
karena itu tumpukan pakaian adalah merupakan hasil sumbangan yang
dikumpulkan dari para dermawan yang membantu korban bencana alam letusan
Gunung Merapi tersebut.
Sebagai homo ludens manusia gemar bermain atau bercengkerama. Bagi
orang dewasa bermain adalah rekreasi, tetapi bagi anak-anak adalah sebagian dari
proses belajar ( Wijaya dalam Sobur, 1996:106). Meskipun menurut pandangan
orang dewasa permainan yang dimainkan oleh anak-anak sangat berbahaya tetapi
bagi anak hal ini merupakan sesuatu yang menarik.
Bagi masyarakat sekitar lereng Gunung Merapi mengungsi untuk
menghindari bahaya letusan Gunung Merapi bukan menjadi hal yang baru, karena
letusan gunung api teraktif di Indonesia tersebut sudah menjadi peristiwa periodic
yang dapat ditentukan dalam jangka waktu. Bagi mereka letusan Gunung Merapi
bukan sebagai ancaman yang menakutkan, bagi mereka merupakan suatu berkah
yang diberiakan oleh roh-roh penguasa gunung tersebut, kerena setelah setelah itu
kehidupan akan menjadi lebih tenang dan baik. Maka dari itu mereka harus bisa
merelakan atas apa yang terjadi pada desa, tempat tingga, dan harta benda mereka
serta menyembunyikan segala duka. Masyarakat Jawa mempunyai suatu
keutamaan yang sangat dihargai yaitu mampu untuk memperkatakan hal-hal yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
103
yang tidak baik secara tidak langsung, berita yang tidak enak, hal-hal yang tidak
disenangi, keadaan duka untuk tidak langsung diekspresikan agar tidak membawa
situasi yang buruk bagi individu-individu yang lain. Walaupun seseorang diliputi
kesedihan yang mendalam dan apabila mendapat kunjungan dari orang yang
dibenci, ia diharapkan tersenyum dan bergembira. Pada umumnya orang Jawa
yang sopan adalah menghindari keterusterangan yang serampangan. (Magnis-
Suseno, 1991:43).
Nasib anak-anak dalam keluarga selama mereka belum mendapat
penghasilan sendiri masih menjadi tanggung jawab orang tuanya. Bahkan
walaupun anak sudah berkeluarga sendiri, jika mendapat kesulitan, orang tua
selalu siap membantu. Keluarga Jawa sebagai suatu sistem, mempunyai hubungan
baik material maupun spiritual. Dalam hal ini dikatakan bahwa pendidikan dalam
keluarga tidak bermaksud untuk menghasilkan orang yang dapat berdiri sendiri
melainkan menekankan orang yang sosial, sedangkan individualitas personal
seseorang akan mewujudkan suatu dasar moril yang kuat. Orang memerlukan
bimbingan dalam segala bidang. Bagi orang Jawa, keluarganya, orang tuannya,
anak-anaknya, merupakan rakyat yang paling penting di dunia. Oleh karena itu
mereka selalu mendapat bimbingan serta petunjuk mengenai nilai kebudayaan
Jawa yang berguna bagi sosialitas mereka agar tidak menyimpang dari norma-
norma kebudayaan mereka. Persatuan dan kesatuan dalam keluarga merupakan
sesuatu yang penting bagi keluarga Jawa. Keluarga merupakan suatu unit
kesatuan yang mempunyai ciri-cirinya sendiri. Oleh karena itu di dalam keluarga
Jawa masing-masing anggotanya harus mampu bersosialitas dengan anggotanya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
104
yang lain, di samping harus mampu mengembangkan dirinya. Ada pepatah Jawa
yaitu anak molah bapa kepradhah artinya jika anak berbuat sesuatu yang kurang
baik yang terkena akibatnya tidak hanya dia sendiri, tetapi juga orang tuanya.
Tega larane ora tega patine, pepatah ini menunjukkan bahwa betapapun bencinya
orang tua kepada anaknya namun toh masih dalam batas-batas tertentu. Jiniwit
katut artinya kalau orang dicubit kulitnya, dagingnya juga turut kena. Ini berarti
bahwa jika salah satu anggota keluarga menderita berarti juga penderitaan bagi
anggota lainnya. (Purwandi, 2007:187).
Foto tersebut diambil dengan metode ”long shot” dengan komposisi yang
dihasilkan berupa objek (point of interest) dengan perwujudan gambar dalam
frame yang nampak luas. Hal ini dikarenakan kamera berada pada jarak jauh
dengan objek foto. Metode ini digunakan oleh fotografer dimana dia akan
menampilkan suasana bahwa lokasi tersebut terlihat luas dan semua element yang
ada terekam dalam frame. (Alwi, 2004:45). Bisa dikatakan juga teknik bidikan
kamera dari jarak tertentu yang mampu memperlihatkan suatu objek secara
menyeluruh. (Nugroho, 2006:204). Dengan sudut pandang gambar yang luas serta
terlihat kedalam ruang mampu menampilkan suasana dari tempat bermain anak di
posko pengungsian yang terwakili secara jelas dengan tumpukan pakaian bekas
yang menggunung.
Foto tersebut adalah keseluruhan gambar yang menceritakan keadaan di
posko pengungsian Gunung Merapi, dimana perasaan duka, sedih, gundah-gulana
yang bagi masyarakat Jawa harus disembunyikan agar tidak membawa pengaruh
buruk bagi individu-individu lainnya. Hal tersebut dilambangkan dengan seorang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
105
anak bermain di tumpukan pakaian bekas yang dengan ekspresi gembiranya. Bagi
para orang tua yang anaknya ikut serta menjadi pengungsi dari bencana alam
letusan Gunung Merapi haruslah menjaga rasa keceriaan dari anak tersebut.
Karena anak-anak masih dalam masa perkembangan secara fisik dan yang paling
utama adalah secara mental, harusnya dijaga ketenangan jiwanya untuk
menghilangkan stress dan trauma dari letusan Gunung Merapi agar tidak
membawa pengaruh buruk bagi masa depan anak-anak tersebut.
Korpus 6
Caption:Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengusap wajahnya seusai berdoa bersamabagi para korban letusan Gunung Merapi saat memberikan keterangan pers dikantor Kepresidenan, Jakarta, Jumat (5/11).Widodo S. Jusuf/Antara
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
106
Makna Denotasi
Foto tersebut memperlihatkan kegiatan Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono mengusap wajahnya seusai berdoa, hal tersebut didukung dari
visualisai gambar serta adanya caption foto yang menyebutkan “Presiden Susilo
Bambang Yudhoyono mengusap wajahnya seusai berdoa bersama bagi para
korban letusan Gunung Merapi saat memberikan keterangan pers di kantor
Kepresidenan, Jakarta, Jumat (5/11)”. Dari penggambaran dalam foto, Presiden
Susilo Bambang Yudhoyono mengusap wajahnya seusai berdoa berharap
mendapatkan pengabulan dari Tuhan Yang Maha Esa atas doa yang dipanjatkan.
Komposisi atau susunan foto dengan sebagian besar penggambaran
suasana seusai berdoa yang dilakukan oleh Presiden Republik Indonesia Susilo
Bambang Yudhoyono saat memberikan keterangan pers, dimana lebih dari
sepertiga bagian frame menggambarkan kegiatan Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono dan empat buah microphone dari empat stasiun televisi. Dan
selebihnya diisi dengan latarbelakang yang merupakan kantor Kepresidenan
Republik Indonesia. Fokus foto terletak di area objek tersebut dengan dukungan
teknik pemotretan menggunakan bukaan diafrgma kecil yang mana menimbulkan
efek ruang tajam sempit. Dimana memisahkan objek atau point of interest sebagai
elemen yang fokus dan background sebagai elemen yang nampak kabur atau blur
(out of focus) dalam foto. Objek atau point of interest yang ditampilkan oleh
fotografer dari foto tersebut adalah kegiatan Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono mengusap wajahnya seusai berdoa bersama bagi para korban letusan
Gunung Merapi, sehingga memiliki sudut pandang mata yang lebih padat, namun
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
107
menciptakan frame foto yang memiliki keseimbangan (balancing) diantara objek-
objeknya. (Alwi, 2004:45).
Dalam pengukuran kecepatan atau speed dari gambar tersebut tidak begitu
berpengaruh pada gambar. Dalam menentukan cahaya dalam frame tersebut,
speed depadukan dengan bukaan diafragma yang mana menghasilkan cahaya yang
pas dan seimbang, sehingga cahaya yang masuk kedalam frame atau cahaya yang
tertangkap kamera terasa pas dan tidak terkesan over exposure maupun under
exposure. Kontras arah cahaya yang diterapkan dalam gambar tersebut
menggunakan main light cahaya alami yang ditimbulkan dari nyala lampu dan
pengambilan gambar dilakukan did ala ruangan. (Alwi, 2004:45).
Keseimbangan dalam frame tersebut sangat terlihat dan terasa, dimana
pembagian ruang dengan teknik sepertiga terlihat jelas disini dan membentuk foto
yang bagus. Serta pengambilan gambar dilakukan dengan metode “medium close
up” dengan frame horisontal dengan lensa tele, yang membelah frame menjadi
dua bagian, atas dan bawah, yang menyerupai aliran garis yang membujur dari
sudut kanan atas foto menuju sudut kiri bawah foto, dengan menggunakan objek
utama yang sangat kental terlihat menciptakan foto yang indah dengan komposisi
yang rapi dan tertata serta mampu menyajikan gambar yang lebih padat dan detail
fokus pada point of interest. (Alwi, 2004:46).
Makna Konotasi
Dalam foto tersebut menggambarkan kegiatan Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono mengusap wajahnya seusai berdoa bersama bagi para korban letusan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
108
Gunung Merapi saat memberikan keterangan pers di kantor Kepresidenan,
Jakarta.
Gambar diatas diambil menggunakan metode “medium close up” dalam
pemotretan, dimana memperlihatkan tubuh manusia dari dada ke atas. Objek yang
merupakan sosok tubuh manusia mendominasi dalam frame dan background
menjadi tidak dominan. (Pratista, 2008:105). Gambar tersebut diharapkan mampu
menyampaikan pesan dari gerakan yang terjadi pada bagian dada ke atas dari
tubuh manusia yang menjadi point of interest pada frame tersebut sehingga dapat
menyampaikan pesan kepada penikmat foto. Ungkapan rasa simpati dari Presiden
Susilo Bambang Yudhoyono kepada para korban letusan Gunung Merapi yang
dalam gambar terekam dengan mengusap wajahnya seusai berdoa bersama.
Presiden adalah orang yang paling berkuasa dalam suatu negara. Dalam
pandangan orang Jawa, kekuasaan menurut hakikatnya bersifat homogen, bersifat
satu dan sama saja dimana pun ia menampakkan diri. Kekuasaan dalam budaya
Jawa disimbolkan dengan seorang raja. Raja adalah seorang figur yang dapat
memusatkan suatu takaran kekuatan kosmis (gaib) yang besar, dan merupakan
seseorang yang sakti. Raja merupakan wakil atau penjelmaan Tuhan. Kekuatan
kosmis seorang raja sering digambarkan sebagai sebuah lensa yang dapat
memusatkan cahaya matahari ke bumi. Sakti dan tidak saktinya seorang raja juga
dapat dilihat dan diukur pada besar kecilnya monopoli kekuasaan yang
dipegangnya. Jadi, semakin luas wilayahnya semakin besar pula kekuatan dalam
kerajaannya yang berasal dari kekuatan kosmis. Dari seorang raja yang berkuasa
mengalirlah ketenangan dan kesejahteraan di daerah sekelilingnya yang terbukti
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
109
dalam kesuburan tanah dari wilayah kekuasaannnya dan apabila tidak terjadi
bencana-bencana alam seperti banjir, letusan gunung berapi dan gempa bumi. Jika
kekuasaan seorang raja bener-benar menyeluruh maka tidak mungkin ada
kekuatan-kekuatan alam yang masih bisa bergerak. Oleh karena itu kekuasaan
seorang raja terlihat dalam keteraturan serta kesuburan masyarakat dan alam, jadi
apabila semuanya tentram, bila tanah memberikan panen yang berlimpah-limpah,
bila setiap penduduk dapat makan dan berpakaian secukupnya, dan semua orang
merasa puas, itu merupakan suatu keadaan yang oleh orang jawa disebut sebagai
adil makmur. Keadaan yang oleh masyarakat Jawa sangat dicita-citakan yaitu tata
tentrem karta raharja. (Magnis-Suseno, 1991:100).
Meletakan tangan pada muka seperti mengusap muka pada bagi umat
Muslim merupakan rangkaian kegiatan yang dilakukan ketika selesai berdoa, yang
mana dengan gerakan tersebut mengharapkan pengabulan dari segala doa yang
dipanjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Tangan merupakan bagian tubuh
manusia yang terdiri dari dua buah dan berada di sisi kanan dan kiri tubuh
manusia. Tangan tersusun atas berbagai ruas dengan sejumlah persendian dan
umumnya memiliki sepuluh jari, yaitu lima jari di tangan kanan dan lima jari di
tangan sisi kiri. Jari-jari tangan tersusun atas ibu jari, telunjuk, jari tengah, jari
manis, dan kelingking dimana besar dan ukurannya berbeda-beda. Jari-jari tangan
juga sebagai media untuk mencengkram, mengambil, memegang, hingga fungsi
yang tak terhilangkan, sebagai indera peraba. Bahkan sebagian besar kegiatan
sehari-hari seseorang tak luput dari peranan tangan. (Bertens, 1999:9)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
110
Setiap kebudayaan pasti memiliki aspek fundamental yakni aspek
kepercayaan atau keyakinan, terutama kepercayaan terhadap sesuatu yang sakral,
yang suci, atau yang gaib. Bagi masyarakat Jawa, hidup ini penuh dengan
upacara, baik upacara-upacara yang berkaitan dengan lingkaran hidup manusia
sejak dari keberadaannya dalam perut ibu, lahir, kanak-kanak, remaja, dewasa,
sampai dengan saat kematiannya; atau juga upacara-upacara yang berkaitan
dengan aktivitas kehidupan sehari-hari dalam mencari nafkah, khususnya bagi
para petani, pedagang, nelayan; dan upacara-upacara yang berhubungan dengan
tempat tinggal, seperti membangun gedung untuk berbagai keperluan,
membangun dan meresmikan rumah tinggal, pindah rumah dan lain sebagainya.
Upacara-upacara itu semua dilakukan untuk menangkal pengaruh buruk dari daya
kekuatan gaib yang tidak dikehendaki yang akan membahayakan bagi
kelangsungan kehidupan manusia. Dalam kepercayaan lama, upacara dilakuakan
dengan mengadakan sesaji atau semacam korban yang disajikan kepada daya-daya
kekuatan gaib tertentu. Tentu dengan upacara ini harapan pelaku upacara adalah
agar hidup senantiasa dalam keadaan selamat. (Triyoga, 2010:108).
Agama yang masuk ke Indonesia khususnya yang di pulau Jawa di bawa
melalui pengaruh animisme dan dinamisme. Berkaitan dengan sisa-sisa
kepercayaan animisme dan dinamisme, kepercayaan mengesakan Tuhan itu sering
menjadi tidak murni oleh kerena tercampur dengan penuhanan terhadap benda-
benda yang dianggap keramat, baik benda mati maupun benda hidup. Begitu juga
kuburan-kuburan ataupun petilasan-petilasan, hari-hari tertentu, dipandang
memiliki berkah atau juga bisa membawa kesialan. Barang-barang, benda-benda
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
111
ataupun orang-orang keramat itu dipandang sebagi penghubung dengan Tuhan.
Kaitannya dengan takdir (ketentuan baik atau buruk dari Tuhan), dalam budaya
Jawa tampak telah terpengaruh oleh teologi Jabariyah sehingga terdapat
kecenderungan orang lebih bersikap pasrah, sumarah, dan narimo ing pandum
terhadap ketentuan-ketentuan yang digariskan oleh Tuhan. Namun demikian
manusia juga mempunyai peluang untuk berikhtiar sesuai kemampuan yang
dimiliki, dengan berdoa dan memohon pertolongan kepada Tuhan. (Triyoga,
2010:106).
Foto tersebut menyiratkan suasana duka yang sedang dilanda oleh bangsa
Indonesia yang mana pada frame tersebut Presiden Susilo Bambang Yudhoyono
mengusap wajahnya seusai berdoa bersama bagi para korban letusan Gunung
Merapi. Dalam frame tersebut juga digambarkan bahwa Bangsa Indonesia
memohon pertolangan dan ampunan dari Tuhan Yang Maha Esa atas bencana
yang menimpa negeri ini.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
112
Korpus 7
Caption:Peziarah memegang nisan makam Mbah Marijan saat pemakaman di Jalan SrunenGlagaharjo, Cangkringan, Sleman, Yogyakarta, Kamis (28/10/2010). MbahMarijan merupakan salah satu korban erupsi Gunung Merapi.M. Risyal Hidayat/Antara
Makna Denotasi
Foto di atas menggambarkan suasana pemakaman Mbah Marijan yang
merupakan salah satu korban erupsi Gunung Merapi yang tervisualisasikan pada
foto serta caption foto yang menyebutkan “Peziarah memegang nisan makam
Mbah Marijan saat pemakaman di Jalan Srunen Glagaharjo, Cangkringan,
Sleman, Yogyakarta, Kamis (28/10/2010). Mbah Marijan merupakan salah satu
korban erupsi Gunung Merapi”. Dalam caption tersebut tersuratkan peziarah
memegang nisan makam Mbah Marijan pada saat pemakaman yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
113
menggambarkan peziarah kehilangan sosok Mbah Marijan serta diperkuat pada
caption kedua yang menyuratkan Mbah Marijan merupakan salah satu korban
erupsi Gunung Merapi.
Mbah Marijan atau Mas Penewu Suraksohargo adalah seorang juru kunci
Gunung Merapi, lahir di Dukuh Kinahrejo, Desa Umbulharjo, Cangkringan,
Sleman, 5 Februari 1927 lalu. Mbah Marijan mendapat amanah Sri Sultan
Hamengkubuwono IX sebagai juru kunci Gunung Merapi sejak tahun 1982. Pada
saat letusan Gunung Merapi tahun 2006, Mbah Marijan menjadi di kenal oleh
masyarakat Indonesia, karena keberaniannnya untuk tidak mengungsi dari
Gunung Merapi, warga setempat selalu menunggu komando dari beliau untuk
mengungsi ketika Gunung Merapi akan meletus. Pada 26 Oktober 2010, Mbah
Marijan ditemukan menjadi salah satu korban letusan Gunung Merapi oleh tim
SAR (Search and Rescue).
Nisan adalah benda kubur yang diletakkan di bagian atas makam sebagai
tanda. Bentuknya bermacam-macam sesuai dengan agama dan kepercayaan, jenis
kelamin, kedudukan atau sistem klasifikasi sosial yang berlaku dalam kelompok
budaya masyarakat pembuatnya. Pada nisan sering dicantumkan jati diri orang
yang dimakamkan, seperti nama, tanggal lahir, dan tanggal kematian. Nisan dapat
ditancapkan dalam posisi tegak atau diletakkan membujur di atas makam.
(Marzuki, 2009).
Taburan bunga merupakan bunga tujuh rupa yang bertujuan untuk
mengharumkan makam atau digunakan untuk acara adat maupun keagamaan yang
terdiri dari mawar merah, mawar putih, cempaka, kantil, kenanga, melati, dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
114
melati gambir. Taburan bunga biasanya digunakan sebagai elemen pelengkap
pada setiap tradisi keagamaan di Indonesia.
Komposisi tersebut menampilkan perpaduan antara papan nisan makam
dan dua tangan kanan dari dua orang peziarah. Dimana sang fotografer
menyampaikan ide dari komposisi foto ini dengan menempatkan nama Marijan
pada nisan sebagai unsur yang paling dominan, dua tangan kanan pada kanan atas
dan kiri atas serta kembang bunga yang ditabur pada bagian bawah foto. Fokus
foto terletak pada nama yang tertera pada nisan makam, menggunakan bukaan
diagfragma lebar yang mana menimbulkan efek ruang tajam sempit, sehingga
nyata terlihat memisahkan foreground dan background akibat terseleksi oleh
diafragma yang menimbulkan efek blur pada benda yang tidak berada di area titik
fokus, sehingga seolah-olah objek utama terkesan dikelilingi oleh elemen
pendukung yaitu tangan dan taburan bunga dimana akan menggiring pandangan
mata khalayak atau point of interest menuju langsung kepada objek utama
gambar. (Alwi, 2004:49).
Dalam pengukuran speed atau kecepatan dari gambar tersebut tidak kental
mempengaruhi gambar, dalam menentukan cahaya dalam frame ini, speed
dipadukan dengan bukaan diafragma yang mana menghasilkan cahaya yang pas
dan seimbang, sehingga foto tidak over dan tidak under. Teknik pencahayaan
yang digunakan memanfaatkan cahaya alami yang dihasilkan oleh matahari
sebagai sumber utama cahaya dan pengambilan gambar dilakukan pada siang hari
di luar ruangan. (Alwi, 2004:45).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
115
Keseimbangan dalam frame tersebut terasa sekali penggunaan metode
pembagian sepertiga dalam pemotretan. Hal tersebut terlihat dengan
ditempatkannya nama Marijan sebagai fokus utama yang berada di sepertiga
bagian bawah dari foto. Penempatan nama Marijan cukup menyita pandangan
penikmat foto yang melihat foto ini. Karena nama Marijan ditulis dengan
menggunakan cat pewarna putih pada foto hitam putih menjadi sesuatu yang lebih
dinamis untuk komposisi tersebut. (Sugiarto, 2006:57).
Foreground dari foto ini adalah nama Marijan yang tertera pada nisan
makam, foreground terlihat kuat karena papan nisan makam yang dominan
berwarna hitam dan ditambah dengan seleksi fokus yang dihasilkan oleh
diagfragma bukaan besar pada kamera. (Sugiarto, 2006:175).
Pemotretan dilakukan dengan posisi vertical dan close up yang mana
mampu menyajikan gambar yang lebih padat dan lebih detail pada fokus point of
interest. Dengan menggunakan teknik foto hitam putih dimana foto yang
dihasilkan untuk menambah kesan dramatis sehingga dapat menggambarkan
suasana haru yang terdapat dalam foto tersebut. (Feininger, 1959:95)
Makna Konotasi
Dalam foto tersebut terdapat sebuah nisan makam, dua tangan kanan dari
dua orang serta taburan bunga tujuh rupa pada makam. Nisan adalah benda kubur
yang diletakkan di bagian atas makam sebagai tanda, bisa bermacam-macam
bentuknya dan menggunakan bahan yang bermacam-macam pula. Nisan telah ada
sejak puluhan ribu tahun yang lalu, orang-orang primitif menggunakan sepotong
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
116
batu untuk menandai makam orang mati. menjadi kebiasaan bagi orang-orang
primitif untuk memberikan tanda pada makam dimana bertujuan untuk menjaga
agar roh jahat yang dianggap hidup dekat orang mati tidak bangun serta cara
untuk memperingatkan agar orang tidak mendekati tempat dimana roh jahat
tinggal. setelah berabad-abad lamanya, tujuan penggunaan nisan pada makam
berubah. pada saat ini penggunaan nisan lebih kepada bertujuan untuk
mengingatkan siapa yang terbaring didalam makam. Dengan bermacam bentuk
nisan, saat ini orang menjadi tidak takut untuk mengunjungi makam, karena pada
awalnya makam merupakan suatu tempat yang terkesan angker, yang penuh akan
hal-hal gaib. Sekarang diseluruh wilayah nusantara dapat ditemukan makam
dengan menggunakan nisan. (Marzuki, 2009).
Tangan merupakan bagian tubuh manusia yang terdiri dari dua buah dan
berada di sisi kanan dan kiri tubuh manusia. Tangan tersusun atas berbagai ruas
dengan sejumlah persendian dan umumnya memiliki sepuluh jari, yaitu lima jari
di tangan kanan dan lima jari di tangan sisi kiri. Jari-jari tangan tersusun atas ibu
jari, telunjuk, jari tengah, jari manis, dan kelingking dimana besar dan ukurannya
berbeda-beda. Jari-jari tangan juga sebagai media untuk mencengkram,
mengambil, memegang, hingga fungsi yang tak terhilangkan, sebagai indera
peraba. Bahkan sebagian besar kegiatan sehari-hari seseorang tak luput dari
peranan tangan. Pada umumnya dalam budaya Indonesia, tangan kanan dan kiri
memiliki peranan dan pemilahan tugas masing-nasing. Peranan tangan kanan
digambarkan sebagai organ penggerak kegiatan manusia yang memiliki sifat baik
seperti, makan minum, jabat tangan, mengacungkan tangan, dan sebagainya atau
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
117
difungsikan sebagai organ yang memikul berbagai kegiatan yang memiliki tatanan
kesopanan, etis dan etika baik. Sedangkan peranan tangan kiri pada umumnya
diartikan untuk kegiatan yang konon sedikit dalam hal yang tidak baik atau etis.
Tangan dengan posisi organ sebelah kiri cenderung tidak etis atau tidak patut
dipergunakan untuk makan minum, berjabat tangan, maupun hal sejenisnya yang
umum dilakukan oleh peranan tangan kanan. Seperti contoh, saat kita memberikan
sesuatu kepada orang dengan posisi maupun usia yang lebih tinggi daripada kita,
sesuai dengan etika kita menyerahkan dengan menggunakan tangan kanan, jika
dilakukan dengan menggunakan tangan kiri maka seseorang akan dikatakan
melanggar etika. Oleh sebab itu lebih baik kita melakukan hal-hal yang baik
dengan menggunakan tangan kanan, karena lebih menunjukan kesopanan, etis,
dan etika baik. Seperti yang terlihat pada gambar dua tangan dari dua manusia
memegang nisan makam, menunujukkan bahwa hal yang baik ingin disampaikan
kepada seseorang meskipun orang tersebut sudah meninggal. (Bertens, 1999:9)
Meskipun dengan teknik fotografi hitam putih atau black and white, pada
foto tersebut warna hitam (gelap) yang lebih dominan. Dimana warna hitam
secara kental memaknai suasana berkabung yang amat dalam atas meninggalnya
Marijan yang menjadi korban dari letusan Gunung Merapi pada saat pemakaman.
Dalam kehidupan sehari-hari, hitam juga difungsikan untuk menyimbolkan
kesedihan akan kematian, namun tak luput juga untuk dilambangkan sebagai hal
kejahatan, teror, maupun keburukan.
Taburan bunga yang biasanya terdapat pada makam atau pun ada pada
acara-acara ritual adat maupun keagamaan. Kembang tujuh rupa adalah kembang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
118
setaman ditambah bunga-bungaan lainnya yang berjumlah tujuh jenis. Kembang
tujuh rupa yang biasa dikenal oleh masyarakat terdiri dari, mawar merah, mawar
putih, cempaka, kantil, kenanga, melati, dan melati gambir. Menurut kalangan
tokoh spiritual bahwa, masyarakat Jawa biasanya mensakralkan bunga atau
kembang tujuh rupa digunakan sebagai sarana untuk melakukan sebuah acara
ritual adat maupun keagamaan dan pelengkap dalam sesajen. Kembang tujuh
rupa, dimaksudkan agar apa yang menjadi tujuan hidup manusia dapat terkabul
dan terlaksana. (Pambagyo, 2010)
Gambar ini diambil dengan menggunakan teknik pengambilan gambar
secara “close up”, metode tersebut menyajikan komposisi yang terlihat atau
nampak hanyalah objek yang difoto saja atau objek yang menjadi point of interst,
pada seluruh permukaan foto atau jendela bidik. Teknik ini sangat berpengaruh
besar dalam memperlihatkan ekspresi atau detail dari suatu benda. Dalam frame
ini terlihat nyata metode “close up” menyampaikan makna dari foto yang mana
peziarah merasakan kehilangan yang amat sangat atas meninggalnya Marijan,
melalui tangan yang memegang nisan makam Marijan. Diharapkan pengambilan
gambar dengan metode tersebut dapat menyimbolkan peziarah yang kehilangan
anggota keluarganya yang menjadi korban dari letusan Gunung Merapi.
Dalam frame tersebut digambarkan dua tangan kanan yang memegang
nisan dari Marijan, yang tak lain Marijan adalah seorang pemangku adat atau juru
kunci dari gunung merapi yang bagi warga sekitar Marijan dihormati karena
dedikasi yang diberikannya untuk setia menjaga gunung Merapi. Dalam tradisi
Jawa, berdasarkan penggambaran dari frame tersebut secara keseluruhan adalah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
119
sebuah harapan untuk mendapatkan pitulungan atau pertolongan dari Tuhan Yang
Maha Esa. Pertolongan dari Tuhan Yang Maha Esa agar tujuan hidup manusia
dapat terkabul, serta agar orang yang sudah meninggal diberikan keselamatan
akherat dan dilapangkan dalam kuburnya. (Pambagyo, 2010).
B. Hubungan Makna Antar Korpus
Dari analisis sejumlah korpus di atas, maka dapat ditarik hubungan antar
korpus satu dengan yang lainnya pada “Foto jurnalistik Letusan Gunung Merapi
2010” dalam buku foto jurnalistik Kilas Balik 2009-2010 sebagai berikut:
Seperti pada korpus 1, korpus 2 dan korpus 3, dimana ketiga korpus
tersebut menyajikan penggambaran dari aspek letusan dan kerusakan pada foto
jurnalistik letusan Gunung Merapi 2010, yang dilambangkan dengan
penggambaran Gunung Merapi ketika mengeluarkan awan panas. Yang mana
awan panas tersebut menghasilkan kerusakan atas desa-desa, lahan pertanian,
rumah-rumah warga dan hutan yang berada di sekitar lereng Gunung Merapi.
Bencana alam letusan Gunung Merapi menjadi kerusakan yang sangat parah
terhadap lingkungan sekitar lereng gunung tersebut.
Selanjutnya dalam korpus 4 dan korpus 5, menggambarkan aspek evakuasi
dari bencana alam letusan Gunung Merapi 2010. Penggambaran aspek tersebut
digambarkan melalui korpus 4, dimana terlihat truk pengangkut muatan penuh
dengan pengungsi yang berpindah menuju tempat pengungsian yang lebih aman
yang diakibatkan bertambah luasnya daerah rawan bencan alam tersebut. Maka
dari itu demi keselamatan jiwa para pengungsi mereka berbondong-bondong
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
120
berpindah ketempat yang lebih aman. Pada korpus 5, disajikan suasana pengungsi
melalui penggambaran seorang anak yang bermain dengan gembira ditumpukan
pakaian bekas. Dari penggambaran latarbelakang dalam frame tersebut tampak
tumpukan pakaian bekas yang menggunung seolah menyiratkan banyaknya
jumlah pengungsi dari bencana alam letusan Gunung Merapi.
Sedangkan pada korpus 6 dan korpus 7, yang mana penggambaran dari
aspek penokohan. Pada korpus 6, digambarkan Presiden Susilo Bambang
Yodhoyono menyatakan simpatinya dengan penggambaran kegiatan usai
mengusap muka seusai berdoa bagi korban letusan Gunung Merapi. Kemudian
pada korpus 7, yang mana digambarkan nisan dari juru kunci Merapi Mbah
Maridjan, menyiratkan pemanjatan doa yang dilakukan oleh peziarah makan
dengan memegang nisan, serta rasa kehilangan yang teramat sangat karena
kehilangan anggota keluarga yang menjadi korban dari letusan Gunung Merapi.
Serangkaian analisis korpus diatas memaknai foto jurnalistik letusan
Gunung Merapi 2010 dengan kebudayaan dan kepercayaan Jawa. Yang mana bagi
masyarakat sekitar lereng Gunung Merapi menganggap bahwa letusan tersebut
bukan sebagai ancaman atau pun becana, mereka memaknainya sebagai berkah
yang diberikan dari penguasa Merapi. Meskipun mereka juga bersedih dan
berduka atas kehilangan harta benda mereka atas letusan tersebut, namun mereka
harus tabah dan jangan sampai mengekspresikan kesedihan mereka itu, karena
setelah bencana tersebut usai lahan-lahan pertanian menjadi subur sebagai ganti
yang diberikan oleh penguasa Merapi. Serta tokoh yang berduka dan tokoh yang
menjadi korban dari letusan Gunung Merapi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
121
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pemilihan dan penampilan tentang makna visual, pada dasarnya foto
jurnalistik “Letusan Gunung Merapi 2010” dalam buku foto jurnalistik Kilas Balik
2009-2010 adalah cerita dari gabungan antara karya seni dan karya jurnalistik
yang diangkat melalui kepekaannya sebagai seorang pewarta foto dalam melihat
dan memvisualisasikan letusan Gunung Merapi 2010.
Dari rangkaian foto dan caption, foto jurnalistik dalam buku tersebut yang
kemudian dilakukan analisis dalam setiap aspek dari foto-foto tersebut mengenai
visualisasi makna, dan pada akhirnya dapat disimpulkan mengenai makna yang
terkandung dalam foto “Letusan Gunung Merapi” dalam buku foto jurnalistik
Kilas Balik 2009-2010, sebagai berikut :
1. Pada korpus satu, fotografer menggambarkan suasana dari letusan
Gunung Merapi dimana dengan menggunakan teknik pengambilan
gambar yang bervariasi sehingga menimbulkan seleksi dalam
pencahayaan sehingga warna hitam mendominasi frame tersebut.
Warna hitam yang ditimbulkan menggambarkan suasana kesuraman
dari letusan Gunung Merapi.
2. Pada korpus dua, dimana fotografer menggambarkan suasana sebuah
ruangan dalam rumah yang terkena terjangan abu vulkanik yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
122
diakibatkan oleh letusan Gunung Merapi. Secara teknik pengambilan
gambar dimana pemotretan menggunakan lensa wide (lebar) sehingga
terasa cocok untuk menggambarkan suasana terporakporanda ruangan
tersebut.
3. Pada Korpus tiga, fotografer ingin menggambarkan suasana evakuasi,
tetapi penulis menilai kurang tepat karena tidak adanya
kesinambungan antara point interest dalam foto dengan caption yang
menjelaskan foto tersebut. Dalam foto digambarkan wana langit biru
yang menjadi daya tarik mata untuk melihat, dimana warna biru
menyimbolkan bahwa Merapi sudah aman dari bencana, maka dari itu
dilakukan evakuasi pencarian korban.
4. Pada korpus empat, foto tersebut menggambarkan suasana pengungsi
yang berpindah menggunakan truk pengangkut menuju tempat yang
lebih aman. Foto tersebut menerapkan teknik pengambilan gambar
panning. Dengan menggunakan teknik tersebut penulis menilai
fotografer berhasil menggambarkan suasana panik yang terjadi pada
saat itu, diperlihatkan dengan truk yang bergerak dengan cepat dan
efek garis pada latarbelakang truk yang ditimbulkan dari penggunaan
teknik panning.
5. Pada korpus lima, dimana fotografer menggambarkan ekspresi seorang
bocah yang sedang bermain di atas tumpukan pakaian di posko
pengungsian. Foto tersebut menjadi menarik karena bocah yang
menjadi point of interest pada foto tersebut terlihat jelas, sehingga
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
123
dapat langsung mangarahkan mata yang melihat foto tersebut menuju
point of interest.
6. Pada korpus enam, digambarkan kegiatan Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono ketika usai berdoa bersama untuk para korban letusan
Gunung Merapi. Foto tersebut memiliki nilai berita yang tinggi karena
tokoh yang ada pada frame tersebut merupakan orang paling penting di
Indonesia.
7. Pada korpus tujuh, foto tersebut menggambarkan suasana peziarah
yang merasa kehilangan atas tewasnya juru kunci Merapi Mbah
Marijan yang menjadi salah satu korban dari letusan Gunung Merapi.
Foto detail dua tangan kanan peziarah yang memegang nisan tersebut
di tambah menggunakan teknik hitam putih agar menimbulkan kesan
dramatis bagi yang melihat foto tersebut.
B. Saran
1. Karya foto merupakan sebuah karya yang nilai karyanya subyektif, jadi
dalam penelitian semiotika untuk membedah makna sebuah foto
memerlukan banyak acuan serta peneliti harus rajin untuk mengumpulkan
berbagai referensi yang terkait dengan bahan dan objek yang akan diteliti
untuk mendapatkan kesamaan makna dan arti dengan dasar yang dapat
dipercaya validitasnya.
2. Tidak cukup dengan menggunakan sebuah teori untuk memaknai arti dari
sebuah foto, maka dari itu perlu digunakan banyak teori yang dipakai oleh
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
124
peneliti selanjutnya agar mampu mengungkap makna dalam foto-foto
tersebut secara lebih mendalam dan tidak menutup kemungkinan bagi
peneliti untuk mengetahui lebih lanjut tentang hal yang melatarbelakangi
Biro Foto LKBN Antara dalam pemuatan foto-foto jurnalistiknya.
3. Perlunya mematangkan konsep dan pemikiran sebelum memutuskan
mengambil tema yang tepat sebagai bahan penelitian, supaya dalam proses
pengerjaan nantinya tidak mendapatkan hambatan yang berarti.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
125
DAFTAR PUSTAKA
Alwi, Audy Mirza. 2004. Foto jurnalistik Metode Memotret dan MengirimFoto ke Media Massa. Jakarta: PT Bumi Aksara.
Agung, Yuniadhi. 2006. Pengantar Fotografi Jurnalistik. Dalam diskusi “KetikaFoto Bercerita” di Balai Soedjatmoko, Solo 7 Oktober 2006.
Arifin, H. Anwar. 1998. Ilmu Komunikasi : Sebuah Pengantar Ringkas. Jakarta :PT. RajaGrafindo Persada.
Barthes, Roland. 2007. Membedah Mitos-mitos Budaya Massa: Semiotika atauSosiologi Tanda, Simbol, dan Representasi. Yogyakarta & Bandung:Jalasutra.
Budiman, Kris. 1999. Semiotika. Yogyakarta: LKIS.
D. Lawrence & Schramm. Wilbur, Azas-azas Komunkasi Antar Manusia, LP3ES,Jakarta, 1987.
Danesi, Marcel. 2010. Pengantar Memahami Semiotika Media. Yogyakarta :Jalasutra.
Drajat, Ray Bachtiar. 2008. Chip Foto Video Digital Spesial, “Ritual Fotografi.Jakarta : Elex Media Komputindo.
Effendy, Onong Uchjana. 2004. Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek. Bandung:PT Remaja Rosdakarya Offset.
Endraswara, Suwardi. 2003. Falsafah Hidup Jawa, Menggali Mutiara kebijakandari Intisari Filsafat Kejawen. Yogyakarta: Cakrawala
Fotomedia. 2001. Fokus : Foto jurnalistik (Dalam Skripsi Wawan H Prabowo).Jakarta.
Fotomedia. 1994. Aretikel : Potret dan Dedikasi dan Pengorbanan Demi SebuahPerjuangan (Dalam Skripsi Wawan H Prabowo). Jakarta.
Fotomedia. 2003. Foto jurnalistik, Gabungan Gambar dan Kata. Jakarta.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
126
Freininger, Andreas. 1985. The Complete Photographer (Dalam skripsi Wawan HPrabowo). Jakarta : Dahara Prize.
Freininger, Andreas. 1959. The Creative Photographer. New Jersey: PrenticeHall.
Hasby, Eddy. 2008. Foto jurnalistik. Dalam diskusi “Klinik Foto jurnalistikKompas” di JEC Yogyakarta 31 Mei 2008.
Hoy, Frank P. 1986. Photojournalism The Visual Approach. New Jersey: PrenticeHall.
Ishwara, Luwi. 2007. Catatan-catatan Jurnalisme Dasar. Jakarta: Penerbit BukuKompas.
Motuloh, Oscar I. 2003. Foto jurnalistik Suatu Pendekatan Dengan Suara Hati.Jakarta: Lembaga Pendidikan Jurnalistik ANTARA.
Mulyana, Deddy. 2005. lImu Komunikasi Suatu Pengantar.Bandung: PT RemajaRosdakarya.
Nugroho, R. Amien. 2005. Kamus Fotografi. Yogyakarta: CV. Andi Offset.
Pawito. 2008. Penelitian Komunikasi Kualitatif. Yogyakarta: LKiS.
Pratista, Himawan. 2008. Memahami Film. Yogyakarta: Homerian Pustaka.
Prihatna, Hermanus. 2003. Foto Berita Hukum dan Etika Penyiaran. Jakarta:Lembaga Pendidikan Jurnalistik ANTARA.
Rambey, Arbain. 2003. Sejarah Fotografi dan Sejarah Teknologi. Jakarta :Kompas.
Riana, Septine. 2009. Bahasa Tubuh, Memahami Emosi dan Pikiran Orang.Yogyakarta : Rumah Pengetahuan.
Sindhunata. 2006. Mata Hati. Jakarta : Kompas Gramedia.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
127
St. Sularto (ed.), 2001. Humanisme dan Kebebasan Pers: Menyambut 70 TahunJakob Oetama. Jakarta: Penerbit Buku Kompas.
Sobur, Alex. 2004. Semiotika Komunikasi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Sugiarto, Atok. 2005. “PAPARAZZI” Memahami Fotografi Kewartawanan.Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.
Sugiarto, Atok. 2006. Indah Itu Mudah, Buku Panduan Fotografi. Jakarta : PT.Gramedia Pustaka Utama.
Suprapto, Tommy. 2005. Pengantar Ilmu Komunikasi, Dan Peran ManajemenDalam Komunikasi. Yogyakarta: CAPS (Center for Academic PublishingService).
Susanto. Astrid S. 1995. Filsafat Komunikasi. Bandung : Binacipta.
Sutopo, H.B. 2006. Metodologi Penelitian Kualitatif: Dasar Teori danTerapannya Dalam Penelitian. Surakarta: UNS Press.
Tim Peneliti Dewan Pers, dkk. 2006. Menyingkap Profesionalisme Kinerja SuratKabar di Indonesi. Jakarta : Pusat Kajian Media dan Budaya Populer,Dewan Pers, dan Departemen Komunikasi dan Informasi.
Triyoga, Lucas Sasongko. Merapi Dan Orang Jawa, Persepsi danKepercayaannya. Jakarta : Grasindo
Tinarbuko, Sumbo. 2008. Semiotika Komunikasi Visual. Yogyakarta: Jalasutra.
Wijaya, Taufan. 2011. Foto jurnalistik, Dalam Dimensi Utuh. Klaten: CV.Sahabat
Jurnal
Marshall, Steve. and Lemanski, Jennifer. 2010. "A Semiological Analysis ofTsunami Images in Internet Fundraising Appeals by Fortune 500Companies". All Academic Incorporated.http://citation.allacademic.com/meta/p_mla_apa_research_citation/0/9/1/8/4/pages91841/p91841-1.php . Halaman 8-9. Diakses pada 24 Maret 2012,Pukul 01.35 WIB.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
128
Wade, Walter. 2010. "What’s The Big Picture? Idiosyncratic and IdeologicalViewing Practices and the Hermeneutics of Visual Rhetoric". AllAcademic Incorporated.http://www.allacademic.com/meta/p403158_index.html. Halaman 2-3.Diakses pada 24 Mei 2012, pada pukul 22.30 WIB.
Internet
http://djohar1962.blogspot.com/2008/08/arti-warna.html
Ed Zoelverdi, Letihnya Sang Mata Hati, 2008(http://edzoelverdi.com/2008/05/30/letihnya-sang-mata-hati/)
http://dwiyono17.wordpress.com/tag/filosofi-budaya-jawa/
http://www.ideaonline.co.id/iDEA/Tips/Dekorasi-ruang/Mengenal-Efek-Psikologi-Warna, diakses pada 1 Juni 2012, pada pukul 22.48 WIB.
http://www.imagebali.net/detail-artikel/336-penggunaan-payung-untuk-hiasan-interior-dan-makna-filsafatnya.php, diakses pada 25 Mei 2012, pada pukul 20.43WIB.
http://kesehatan.kompas.com/read/2010/02/11/15371612/Warna.Kelabu.Pilihannya.Orang.Stres, diakses pada 15 Februari 2012, pada pukul 18.54 WIB.
http://www.purbakala.net/open/nisan.tua.kompleks.pekuburan.islam.tuminting.manado, diakses pada 10 Februari 2012, pukul 02.47 WIB.
http://riofernando.wordpress.com
http://sabdalangit.wordpress.com, pada 3 Februari 2012, pukul 23.18 WIB
Top Related