1. DEFINISI EMULSI
Emulsi merupakan jenis koloid dengan fase terdispersinnya berupa fase cair dengan
medium pendispersinya bisa berupa zat padat, cair, ataupun gas. Emulsi merupakan sediaan
yang mengandung dua zat yang tidak dapat bercampur, biasanya terdiri dari minyak dan air,
dimana cairan yang satu terdispersi menjadi butir-butir kecil dalam cairan yang lain. Dispersi
ini tidak stabil, butir – butir ini bergabung ( koalesen ) dan membentuk dua lapisan yaitu air
dan minyak yang terpisah yang dibantu oleh zat pengemulsi ( emulgator ) yang merupakan
komponen yang paling penting untuk memperoleh emulsi yang stabil. Zat pengemulsi
(emulgator) merupakan komponen yang paling penting agar memperoleh emulsi yang stabil.
Zat pengemulsi adalah PGA, tragakan, gelatin, sapo dan lain-lain. Emulsi dapat dibedakan
menjadi dua macam yaitu emulsi vera (emulsi alam) dan emulsi spuria (emulsi buatan).
Emulsi vera dibuat dari biji atau buah, dimana terdapat disamping minyak lemak juga
emulgator yang biasanya merupakan zat seperti putih telur (Anief, 2000).
Konsistensi emulsi sangat beragam, mulai dari cairan yang mudah dituang hingga
krim setengah padat. Umumnya krim minyak dalam air dibuat pada suhu tinggi, berbentuk
cair pada suhu ini, kemudian didinginkan pada suhu kamar, dan menjadi padat akibat
terjadinya solidifikasi fase internal. Dalam hal ini, tidak diperlukan perbandingan volume
fase internal terhadap volume fase eksternal yang tinggi untuk menghasilkan sifat setengah
padat, misalnya krim stearat atau krim pembersih adalah setengah padat dengan fase internal
hanya hanya 15%. Sifat setengah padat emulsi air dalam minyak, biasanya diakibatkan oleh
fase eksternal setengah padat (Anonim, 1995).
Polimer hidrofilik alam, semisintetik dan sintetik dapat dugunakan bersama surfakatan
pada emulsi minyak dalam air karena akan terakumulasi pada antar permukaan dan juga
meningkatkan kekentalan fase air, sehingga mengurangi kecepatan pembenrukan agregat
tetesan. Agregasi biasanya diikuti dengan pemisahan emulsi yang relatif cepat menjadi fase
yang kaya akan butiran dan yang miskin akan tetesan. Secara normal kerapatan minyak lebih
rendah daripada kerapatan air, sehingga jika tetesan minyak dan agregat tetesan meningkat,
terbentuk krim. Makin besar agregasi, makin besar ukuran tetesan dan makin besar pula
kecepatan pembentukan krim (Anonim, 1995).
Semua emulsi memerlukan bahan anti mikroba karena fase air mempermudah
pertumbuhan mikroorganisme. Adanya pengawetan sangat penting untuk emulsi minyak
dalam air karena kontaminasi fase eksternal mudah terjadi. Karena jamur dan ragi lebih
sering ditemukan daripada bakteri, lebih diperlukan yang bersifat fungistatik atau
bakteriostatik. Bakteri ternyata dapat menguraikan bahan pengemulsi ionik dan nonionik,
gliserin dan sejumlah bahan pengemulsi alam seperti tragakan dan gom (Anonim, 1995).
Masing – masing emulsi dengan medium pendipersi yang berbeda juga mempunyai
nama yang berbeda, yaitu sebagai berikut:
a) Emulsi gas (aerosol cair )
Emulsi gas merupakan emulsi dengan fase terdispersinnya berupa fase cair dan
medium pendispersinnya berupa gas.Salah satu contohnya hairspray, dimana dapat
membentuk emulsi gas yang diingikan karena adannya bantuan bahan pendorong
atau propelan aerosol
b) Emulsi cair
Emulsi cair merupakan emulsi dengan fase terdispersinya maupun pendispersinnya
berupa fase cairan yang tidak saling melarutkan karena kedua fase bersifat polar dan
non polar. Emulsi ini dapat digolongkan menjadi 2 jenis yaitu emulsi minyak
didalam air contoh susu terdiri dari lemak sebagai fase terdispersi dalam air jadi
butiran minyak didalam air atau emulsi air dalam minyak contoh margarine
terdispersi dalam minyak jadi butiran air dalam minyak.
c) Emulsi padat
Emulsi padat merupakan emulsi dengan fase terdispersinnya cair dengan fase
pendispersinnya berupa fase padat.Contoh : Gel yang dibedakan menjadi gel elastic
dan gel non elastic dimana gel elastic ikatan partikelnya tidak kuat sedangkan non
elastic ikatan antar partikelnya membentuk ikatan kovalen yang kuat.Gel elastic
dapat dibuat dengan mendinginkan sol iofil yang pekat contoh gel ini adalah gelatin
dan sabun.Sedangkan gel non-elastis dapat dibuat secara kimia sebagai contoh gel
silica yang terbentuk karena penambahan HCl pekat dalam larutan natrium silikat
sehingga molekul – molekul asam silikat yang terbentuk akan terpolimerisasi dan
membentuk gel.
Tabel 1. Sistem koloid dapat dikelompokkan, seperti tabel berikut :
No Fase Terdispersi Medium Pendispersi Nama Koloid Contoh
1 Gas Cair Busa/Buih Buih sabun, krim kocok
2 Gas Padat Busa padat Batu apaung, karet busa
3 Cair Gas Aerosol Awan, kabut
4 Cair Cair Emulsi Susu, santan
5 Cair Padat Emulsi padat Keju, mentega, mutiara
6 Padat Gas Aerosol padat Asap, debu
7 Padat Cair Sol Cat, kanji, tinta
8 Padat Padat Sol padat Kaca berwarna, paduan logam
Terdapat 2 tipe emulsi yaitu sebagai berikut :
1) Emulsi A/M yaitu butiran – butiran air terdispersi dalam minyak
Pada emulsi ini butiran – butiran air yang hidrofilik stabil dalam minyak yang
hidrofobik.
2) Emulsi M/A yaitu butiran – butiran minyak terdispersi dalam air. Minyak yang
hidrofobik stabil dalam air yang hidrofilik
Emulsi merupakan suatu sistem yang tidak stabil, sehingga dibutuhkan zat
pengemulsi atau emulgator untuk menstabilkan. Tujuan dari penstabilan adalah untuk
mencegah pecahnya atau terpisahnya antara fase terdispersi dengan pendispersinnya.
Dengan penambahan emulgator berarti telah menurunkan tegangan permukaan secara
bertahap sehingga akan menurunkan energi bebas pembentukan emulsi, artinya dengan
semakin rendah energi bebas pembentukan emulsi akan semakin mudah.
Namun kesetabilan emulsi juga dipengaruhi beberapa faktor lain yaitu,
ditentukan gaya – gaya:
Gaya tarik – menarik yang dikenal gaya Van der walss. Gaya ini menyebabkan
partikel – partikel koloid membentuk gumpalan lalu mengendap
Gaya tolak – menolak yang terjadi karena adanya lapisan ganda elektrik yang
muatannya sama saling bertumpukan.
Emulsi tersusun atas tiga komponen utama, yaitu:
Fase terdispersi (zat cair yang terbagi-bagi menjadi butiran kecil kedalam zat cair
lain (fase internal).
Fase pendispersi (zat cair yang berfungsi sebagai bahan dasar (pendukung) dari
emulsi tersebut (fase eksternal).
Emulgator(zat yang digunakan dalam kestabilan emulsi).
Sedangkan bentuk – bentuk ketidak stabilan dari emulsi sendiri ada beberapa macam
yaitu sebagai berikut :
Flokulasi, karena kurangnya zat pengemulsi sehingga kedua fase tidak tertutupi
oleh lapisan pelindung sehingga terbentuklah flok –flok atau sebuah agregat.
Koalescens, yang disebabkan hilangnya lapisan film dan globul sehingga terjadi
pencampuran
Kriming, adanya pengaruh gravitasi membuat emulsi memekat pada daerah
permukaan dan dasar
Inversi massa (pembalikan massa ) yang terjadi karena adannya perubahan
viskositas
Breaking/demulsifikasi, lapisan film mengalami pemecahan sehingga hilang
karena pengaruh suhu. (Ladytulipe, 2009)
Emulsi dapat mengalami kestabilan namun juga dapat mengalami kerusakan
(Demulsifikasi) dimana rusaknya emulsi ini disebabkan faktor suhu, rusaknya
emulgator sendiri, penambahan elektrolit sehingga semua ini akan dapat
menyebabkan timbulnya endapan atau terjadi sedimentasi atau membentuk
krim.Contoh penggunaan proses demulsifikasi dengan menambahkan elektrolit guna
pemisahan karet dalam lateks yaitu menambahkan asam format asam asetat.
(Nuranimahabah,2009)
MEKANISME SECARA KIMIA DAN FISIKA
a) Mekanisme secara kimia
Mekanisme secara kimia dapat kita jelaskan pada emulsi air dan minyak. Air
dan minyak dapat bercampur membentuk emulsi cair apabila suatu pengemulsi
ditambahkan, karena kebanyakan emulsi adalah disperse air dalam minyak dan
dispersi minyak dalam air, sehingga emulgator yang digunakan harus dapat larut
dalam air maupun minyak. Contoh pengemulsi tersebut adalah senyawa organik yang
mempunyai gugus hidrofilik dan hidrofobik, bagian hidrofobik akan berinteraksi
dengan minyak sedangkan yang hidrofilik dengan air sehingga terbentuklah emulsi
yang stabil.
b) Mekanisme secara fisika
Secara fisika emulsi dapat terbentuk karena adanya pemasukan tenaga
misalnya dengan cara pengadukan. Dengan adanya pengadukan maka fase
terdispersinya akan tersebar merata ke dalam medium pendispersinya. (Ian, 2009)
PENENTUAN TIPE EMULSI
1. Drop Dillution test
Prinsipnya emulsi terlarut pada fase eksternalnya.
Tes ini dilakukan dengan cara menjatuhkan sejumlah kecil emulsi ke atas
permukaan airà tetesan tersebut bercampur dan menyebar ke dalam air àfase
air merupakan fase eksternal dari emulsi tersebut atau tipe emulsi tersebut
o/w.
2. Dye Solubility Test
Prinsipnya bahan terdispersi yang dicelupkan akan terdispersi ke dalam emulsi
jika bahan ini terlarut dalam fase eksternal.
Tes dilakukan pada serbuk larut dalam air yang dimasukkan ke dalam emulsià
bahan tersebut terlarut dalam emulsi àfase eksternal dari emulsi tersebut
adalah air.
3. Electrical Conductivity Test
Prinsipnya adalah air lebih baik dalam menghantarkan listrik dibandingkan
dengan minyak.
Sehingga dapat disimpulkan emulsi tipe o/w lebih baik menghantarkan listrik
dibandingkan tipe w/o.
4. Filter Paper Test
Test ini dilakukan dengan cara menjatuhkan setetes emulsi ke atas kertas
saring bersihàtetesan itu menyebar dengan cepat di dalam kertas saring berarti
tipe emulsi sedíaan tersebut adalah o/w karena air cenderung menyebar lebih
cepat dibandingkan dengan minyak.
Sedang parameter penentuan kontrol kualitas pada pemeriksaan produk akhir meliputi :
Berat produk akhir Penampakan secara visual
Warna
Bau
Viskositas
pH
Homogenitas fase
Distribusi ukuran partikel
Tekstur
TEORI DAN PERSAMAAN
Satu variable penting dalam uraian emulsi - emulsi adalah fraksi volum ǿ ,
dalam dan luar fase.Untuk tetesan bentuk bola radius α, fraksi volume diberikan
sejumlah densitas n, waktu untuk volum bentuk bola ǿ = 4πα3 n/3 .Banyak sifat – sifat
emulsi ditandai ole jumla volumnya.
Tetesan emulsi karena lemah atau tidak stabil nilai fraksi volume ǿ bisa
diantara 3- 6 untuk kebanyakan sistem emulsi.
Konduktivitas dari emulsi sendiri dapat ditentukan dengan teori klasik (Maxwell)
Dimana K, Km dan Kd adalah konduktivitas spesifik dari emulsi,medium
pendispersi dan fase terdispersi.
Dalam sistem koloi akan terjadi peningkatan dielektrika, salah satu model
untuk menentukan konstanta dieletrika tipe emulsi adalah:
Tipe M/A
Tipe A/M
Dimana €∞ dan €s adalah permitivitas dengan frekuensi tinggi dan
statis.T waktu tenggang dan α luas pendistribusian, serta ώ adalah komponen
polarisasi.
Cara Pembuatan Zat Pengemulsi (Emulgator) Emulsi :
a) Metode gom basah (Anief, 2000)
Cara ini dilakukan bila zat pengemulsi yang akan dipakai berupa cairan atau
harus dilarutkan terlebih dahulu dalam air seperti kuning telur dan metilselulosa.
Metode ini dibuat dengan terlebih dahulu dibuat mucilago yang kental dengan sedikit
air lalu ditambah minyak sedikit demi sedikit dengan pengadukan yang kuat, kemudian
ditambahkan sisa air dan minyak secara bergantian sambil diaduk sampai volume yang
diinginkan.
b) Metode gom kering
Teknik ini merupakan suatu metode kontinental pada pemakaian zat pengemulsi
berupa gom kering. Cara ini diawali dengan membuat korpus emulsi dengan
mencampur 4 bagian minyak, 2 bagian air dan 1 bagian gom, lalu digerus sampai
terbentuk suatu korpus emulsi, kemudian ditambahkan sisa bahan yang lain sedikit
demi sedikit sambil diaduk sampai terbentuknya suatu emulsi yang baik.
c) Metode HLB (Hidrofilik Lipofilik Balance)
Cara ini dilakukan apabila emulsi yang dibuat menggunakan suatu surfaktan
yang memiliki nilai HLB. Sebelum dilakukan pencampuran terlebih dahulu dilakukan
perhitungan harga HLB dari fase internal kemudian dilakukan pemilihan emulgator
yang memiliki nilai HLB yang sesuai dengan HLB fase internal. Setelah diperoleh
suatu emulgator yang cocok, maka selanjutnya dilakukan pencampuran untuk
memperoleh suatu emulsi yang diharapkan.
Umumnya emulsi akan berbantuk tipe M/A bila nilai HLB emulgator diantara 9 – 12
dan emulsi tipe A/M bila nilai HLB emulgator diantara 3 – 6. Hidrophilic – Lipophilic
Balance yang disingkat dengan HLB menggambarkan rasio berat gugus hidrofilik dan
lipofililik didalam molekul emulsifier. Niai HLB suatu emulsifier dapat ditentukan
dengan salah satu metode titrasi, membandingkan struktur kimia molekul, mencari
korelasi dengan nilai tegangan permukaan struktur kimia molekul, mencari korelasi
dengan nilai tegangan permukaan dan tegangan interfasial, koefisien pengolesan, daya
larut zat warna, konstanta dielektrika dan dengan teknik kromatografi gas – cairan.
Tabel 2. dispersibilitas emulsifier didalam air pada berbagai nilai HLB.
Dispersibilitas Kisaran Nilai HLB
· Tidak terdispersi
· Sedikit terdispersi
· Terdispersi seperti susu dengan pengadukan
· Terdispersi sperti susu dengan kondisi yang stabil
· Terdispersi menjadi larutan yang tembus cahaya hingga jernih
· Terdispersi menjadi larutan jernih
1 – 4
3 – 6
6 – 8
8 – 10
10 – 13
13 +
Tabel 3. Contoh beberapa jenis emulsifier
Nama
Umum
Nama Kimia HLB IF
GMS Glycerol monostearater 3.8 5.52
BGMO Glycerolmonooleat 2.8 5.09
Span 60 Sorbitan monostearate 4.7 5.64
Span 80 Sorbitan monooleat 4.3 5.02
Tween 60 Polyoxyethylene monostresrate 14.9 5.42
Tween 80 Polyoxyethylene monooleleate 15 2.24
Nilai HLB Tipe system
3 – 6 A/M emulgator
7 – 9 Zat pembasah (wetting agent)
8 – 18 M/A emulgator
13 – 15 Zat pembersih (detergent)
15 – 18 Zat penambah pelarutan (solubilizer)
KESTABILAN EMULSI
Bila dua larutan murni yang tidak saling campur/ larut seperti minyak dan air,
dicampurkan, lalu dikocok kuat-kuat, maka keduanya akan membentuk sistem
dispersi yang disebut emulsi. Secara fisik terlihat seolah-olah salah satu fasa berada di
sebelah dalam fasa yang lainnya. Bila proses pengocokkan dihentikan, maka dengan
sangat cepat akan terjadi pemisahan kembali, sehingga kondisi emulsi yang
sesungguhnya muncul dan teramati pada sistem dispersi terjadi dalam waktu yang
sangat singkat
Kestabilan emulsi ditentukan oleh dua gaya, yaitu:
1. Gaya tarik-menarik yang dikenal dengan gaya London-Van Der Waals. Gaya ini
menyebabkan partikel-partikel koloid berkumpul membentuk agregat dan
mengendap.
2. Gaya tolak-menolak yang disebabkan oleh pertumpang-tindihan lapisan ganda
elektrik yang bermuatan sama. Gaya ini akan menstabilkan dispersi koloid.
1. ADA BEBERAPA CARA PEMBUATAN EMULSI
a. Dengan Mortir dan Stampel
Sering digunakan untuk membuat minyak lemak dalam ukuran kecil
b. Botol
Minyak dengan viskositas rendah dapat dibuat dengan cara dikocok dalam botol
pengocokan dilakukan terputus – putus untuk memberi kesempatan emulgator
bekerja.
c. Mixer
Partikel fase dispersi dihaluskan dengan memasukkan kedalam ruangan yang
didalamnya terdapat pisau berputar denagn kecepatan tinggi.
d. Homogenizer
Dengan melewatkan partikel fase dispersi melewati celah sempit, sehingga
partikel mempunyai ukuran yang sama.
e. Ultrasonik
Hasil pengembangan terakhir dibidang peralatan emulsi adalah peralatan
ultrasonic. Peralatan ini cocok untuk membuat emulsi yang mempunyai
viskositas rendah,tetapi alat ini dapat juga digunakan untuk membuat emulsi
yang mempunyai viskositas tinggi sampai yng berbentuk pasta. Gelombang
ultrasonic dapat dihasilkan dengan tiga macam system,yaitu system
mekanis,system yang menggunakan “magnetostrictive oscillator” dan system
yang menggunakan “perzoelectrical oscillator” .dua system yang terakhir tidak
umum digunakan untuk keperluan emulsifikasi, kecuali didalam proses
pencucian dimana emulsifikasi ikut mengambil bagian, generator mekanis lebih
banyak digunakan didalam industri pangan untuk keperluan emulsifikasi.Bentuk
generator mekanis yang digunakan untuk menghasilkan gelombang ultrasonic
bagi keperluan emulsifikasi bahan pangan adalah “weige resonator”
2. CARA PEMURNIAN KOLOID
Seringkali terdapat zat-zat terlarut yang tidak diinginkan dalam suatu
pembuatan suatu sistem koloid. Partikel-partikel tersebut haruslah dihilangkan atau
dimurnikan guna menjaga kestabilan koloid. Ada beberapa metode pemurnian yang
dapat digunakan, yaitu :
1. DIALISIS
Dialisis adalah proses pemurnian partikel koloid dari muatan-muatan yang
menempel pada permukaannya. Pada proses dialisis ini digunakan selaput
semipermeabel. Pergerakan ion-ion dan molekul – molekul kecil melalui selaput
semipermiabel disebut dialysis. Suatu koloid biasanya bercampur dengan ion-ion
pengganggu, karena pertikel koloid memiliki sifat mengadsorbsi. Pemisahan ion
penggangu dapat dilakukan dengan memasukkan koloid ke dalam kertas/membran
semipermiabel (selofan), baru kemudian akan dialiri air yang mengalir. Karena
diameter ion pengganggu jauh lebih kecil daripada kolid, ion pengganggu akan
merembes melewati pori-pori kertas selofan, sedangkan partikel kolid akan tertinggal.
Proses dialisis untuk pemisahan partikel-partikel koloid dan zat terlarut
dijadikan dasar bagi pengembangan dialisator. Salah satu aplikasi dialisator adalah
sebagai mesin pencuci darah untuk penderita gagal ginjal. Jaringan ginjal bersifat
semipermiabel, selaput ginjal hanya dapat dilewati oleh air dan molekul sederhana
seperti urea, tetapi menahan partikel-partikel kolid seperti sel-sel darah merah.
2. ELEKTODIALISIS
Pada dasarnya proses ini adalah proses dialysis di bawah pengaruh medan
listrik. Cara kerjanya; listrik tegangan tinggi dialirkan melalui dua layer logam yang
menyokong selaput semipermiabel. Sehingga pertikel-partikel zat terlarut dalam
sistem koloid berupa ion-ion akan bergerak menuju elektrode dengan muatan
berlawanan. Adanya pengaruh medan listrik akanmempercepat proses pemurnian
sistem koloid. Elektrodialisis hanya dapat digunakan untuk memisahkan partikel-
partikel zat terlarut elektrolit karena elektrodialisis melibatkan arus listrik.
3. PENYARING ULTRA
Partikel-partikel kolid tidak dapat disaring biasa seperti kertas saring, karena
pori-pori kertas saring terlalu besar dibandingkan ukuran partikel-partikel tersebut.
Tetapi, bila kertas saring tersebut diresapi dengan selulosa seperti selofan, maka
ukuran pori-pori kertas akan sering berkurang. Kertas saring yang dimodifikasi
tersebut disebut penyaring ultra.
Proses pemurnian dengan menggunakan penyaring ultra ini termasuklambat,
jadi tekanan harus dinaikkan untuk mempercepat proses ini. Terakhir, partikel-pertikel
koloid akan teringgal di kertas saring. Partikel-partikel kolid akan dapat dipisahkan
berdasarkan ukurannya, dengan menggunakan penyaring ultra bertahap.
4. PENERAPAN DALAM PERISTIWA SEHARI DAN INDUSTRI
a. Penerapan dalam kehidupan sehari-hari
Salah satu contoh penerapan emulsi dalam kehidupan sehari-hari adalah
penggunaan detergen untuk mencuci pakaian, dimana detergen merupakan suatu
emulgator yang akan menstabilkan emulsi minyak (pada kotoran) dan air.
Detergen terdiri dari bagian hidrofobik dan hidrofilik, minyak akan terikat pada
bagian hidrofobik dari detergen sehingga bagian luar dari minyak akan menjadi
hidrofilik secara keseluruhan, sehingga terbentuk emulsi minyak dan air, dimana
kotoran akan terbawa lebih mudah oleh air.
b. Penerapan dalam bidang industri
Dalam bidang industri salah satu sistem emulsi yang digunakan adalah industri
saus salad yang terbuat dari larutan asam cuka dan minyak. Dimana asam cuka
bersifat hidrofilik dan minyak yang bersifat hidrofobik, dengan mengocok minyak
dan cuka. Pada awalnya akan mengandung butiran minyak yang terdispersi dalam
larutan asam cuka setelah pengocokan dihentikan, maka butiran-butiran akan
bergabung kembali membentuk partikel yang lebih besar sehingga asam cuka dan
minyak akan terpisah lagi. Agar saus salad ini kembali stabil maka dapat
ditambahkan emulagator misalnya kuning telur yang mengandung lesitin. Sistem
koloid ini dikenal sebagai mayonnaise.
Gambar 1. Cara kerja emulsifier
A. Proses sebelum emulsi.
B. Fase II dalam proses emulsi.
C. Emulsi tak stabil.
D. Emulsi yang stabil
Contoh-Contoh Produk pangan dari emulsi
- Mayonaise - Margarin - Butter
- Mentega - Coklat - Sauce
- Es krim - Selai Kacang
Contoh produk lainnya :
- Cat - Sabun padat
- Lotion - Lipstik
- Semir
Faktor yang memecah emulsi:
a. Pemecahan emulsi secara kimia, dengan penambahan zat yang mengambil air, seperti
CaCl2 eksikatus dan CaO.
b. Pemecahan emulsi secara fisika:
o Kenaikan suhu menyebabkan perubahan viskositas, mengubah sifat emulgator dan
menaikkan benturan butir-butir tetesan.
o Pendinginan menyebabkan terpisahnya air dari sistem emulsi.
o Penambahan granul kasar
o Pengenceran emulsi yang berlebihan
o Penyaringan
o Pemutaran dengan alat sentrifugal
c. Efek elektrolit terhadap stabilitas emulsi
Faktor- faktor yang mempengaruhi stabilnya emulsi adalah:
a. Ukuran partikel
b. Viskositas
c. Rasio fase volume
d. Muatan listrik pada lapisan ganda listrik
Pembuatan emulsi:
a. Metode gom basah (metode Inggris)
Dibuat mucilago yang kental dengan sedikit air lalu ditambahkan minyak sedikit demi
sedikit dengan diaduk cepat.
b. Metode gom kering
Korpus emulsi dibuat dengan 4 bagian minyak, 2 bagian air dan 1 bagian gom, sselanjutnya
sisa air dan bahan lain ditambahkan. Metode ini juga disebut metode 4:2:1.
c. Metode HLB
Untuk memperoleh efisiensi emulgator perlu diperhatikan sifat-sifat dari emulgator untuk
tipe sistem yang dipilih (Anief, 2007).
Emulsi adalah sediaan yang mengandung bahan obat cair atau larutan obat, terdispersi
dalam cairan pembawa, distabilkan dengan zat pengemulsi atau surfaktan yang cocok
(DepKes RI, 1979).
Sebelum adanya sistem pendingin yang modern, es krim adalah makanan yang mewah dan
hanya dihidangkan pada acara-acara yang spesial. Dahulu, membuat es krim adalah hal
yang sangat merepotkan. Untuk membuat es krim, Es didapatkan dari danau atau kolam
yang membeku saat musim dingin, kemudian dipotong dan disimpan dalam tumpukan
jerami, lubang di dalam tanah, atau tempat penyimpanan es yang terbuat dari kayu dan
diberi jerami. Es disimpan untuk kemudian dipakai saat musim panas.
Saat musim panas. es krim kemudian dibuat secara tradisional dengan mengolah
adonan didalam mangkuk besar yang ditaruh dalam sebuah tube yang diisi dengan
campuran es yang telah dihancurkan dan garam, yang membuat adonan es krim itu
membeku.
Manfaat Es krim
Kebanyakan orang di dunia ini menyukai es krim, tetapi banyak pula yang menyalah
artikan es krim sebagai makanan yang berbahaya yang menyebabkan batuk dan flu. Hal
tersebut sama sekali tidak benar karena ketika masuk ke mulut, es krim dengan segera akan
mencair. Mencairnya es krim dengan cepat dipacu oleh suhu tubuh individu yang
mengonsumsinya. Dengan demikian, saat es krim masuk ke kerongkongan, suhunya sudah
tidak sedingin air es. Meskipun demikian, es krim sebaiknya dihindari oleh penderita radang
tenggorokan, amandel, atau asma. Ketiga penyakit tersebut dapat kambuh apabila terinduksi
suhu dingin.
Es krim bukan hanya sekedar jajanan yang enak, tetapi dapat memberikan manfaat
bagi tubuh kita (jika dimakan berdasarkan porsi yang sesuai). Utami (2008) mengemukakan
manfaat es krim sebagai berikut:
a. Menjaga kesehatan jantung.
Mengkonsumsi makanan yang kaya akan flavonoid berhubungan erat dengan rendahnya
angka kematian yang disebabkan oleh penyakit jantung koroner. Diduga, kandungan
flavonoid pada cokelat justru menjaga kesehatan jantung karena menghambat oksidasi LDL.
Flavonoid pada cokelat juga berperan sebagai antioksidan yang dapat mencegah penuaan
dini
b. Merangsang sistem kekebalan tubuh.
Dengan memproduksi lebih banyak sitokin (protein yang diproduksi sebagai bagian dari
sistem imun tubuh), maka cokelat bermanfaat dalam merangsang sistem kekebalan tubuh.
c. Menurunkan risiko terkena kanker payudara.
Berdasarkan penelitian Institute of Community Medicine, Universitas Tromso, Norwegia,
dalam International Journal of Cancer, mengonsumsi 3 gelas atau lebih susu setiap hari
dapat menurunkan risiko terkena kanker payudara pada wanita pramenopause.
d. Es krim bergizi tinggi
Es krim termasuk kelompok hidangan beku yang memiliki tekstur semipadat dan memiliki
nilai gizi tinggi. Bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan es krim, antara lain lemak
susu, padatan susu tanpa lemak (skim), krim, gula pasir, bahan penstabil, pengemulsi, dan
pencita rasa. Sedikitnya 100 gram es krim yang berbahan susu memiliki 110-130 kalori
dengan kandungan protein 2,5-3 gram.
Es krim adalah buih setengah beku yang mengandung lemak teremulsi dan udara. Sel-
sel udara yang ada berperanan untuk memberikan texture lembut pada es krim tersebut.
Tanpa adanya udara, emulsi beku tersebut akan menjadi terlalu dingin dan terlalu berlemak.
Bahan utama dari es krim adalah lemak (susu), gula, padatan non-lemak dari susu
(termasuk laktosa) dan air. Sebagai tambahan, pada produk komersil diberi emulsifier,
stabiliser, pewarna, dan perasa. Sebagai emulsifier biasanya digunakan lesitin, gliserol
monostearat atau yang lainnya. Emulsifier ini berguna untuk membangun distribusi struktur
lemak dan udara yang menentukan dalam membentuk sifat rasa/tekstur halus dan pelelehan
yang baik. Untuk stabilisernya bisa digunakan polisakarida dan ini berfungsi sebagai
penambah viskositas. Sedangkan pewarna dan perasa bisanya bervariasi tergantung pada
selera pasar. Jika ingin diberi rasa strawberry tentunya diberi perasa strawberry dan pewarna
merah. Ingat, pewarna yang diberikan tentunya harus pewarna makanan bukan pewarna
tekstil.
Bahan-bahan tersebut dicampur, dipasteurisasikan, dihomogenasikan, dan didinginkan
dengan cepat. Setelah emulsi minyak dalam air tersebut dibiarkan dalam waktu yang lama,
kemudian dilewatkan dalam kamar yang suhunya cukup rendah untuk membekukan
sebagian campuran. Pada saat yang sama udara dimasukkan dengan cara dikocok. Tujuan
dari pembekuan dan aerasi ini adalah pembentukan buih yang stabil melalui destabilisasi
parsial dari emulsi. Pengocokan tanpa pendinginan tidak akan memberikan buih yang stabil.
Jika buih terlalu sedikit produknya akan tampak basah, keras dan sangat dingin. Sedang jika
buihnya terlalu banyak maka produknya akan tampak kering. Sel-sel udara pada es krim
harus berukuran sekitar 100 mikron. Jika sel udaranya terlalu besar, es krimnya akan
meleleh dengan cepat. Sedang jika sel udaranya terlalu kecil maka buihnya akan terlalu
stabil dan akan meninggalkan suatu ‘head’ ketika meleleh.
Es krim mempunyai struktur koloid yang kompleks karena merupakan buih dan juga
emulsi. Buih padat terjadi karena adanya lemak teremulsi dan juga karena adanya kerangka
dari kristal-kristal es yang kecil dan terdispersi didalam larutan makromolekular berair yang
telah diberi gula. Peranan emulsifier (misalnya: gliserol monostearat komersial) adalah
untuk membantu stabilisasi terkontrol dari emulsi didalam freezer. Perubahan-perubahan
polimorfis lemak pada es krim selama penyimpanan menyebabkan perubahan bentuk pada
globula awalnya, yang berkombinasi dengan film protein yang agak lepas, menyebabkan
terjadinya penggumpalan di dalam freezer. Stabilisasi gelembung-gelembung udara pada es
krim juga terjadi karena adanya kristal-kristal es dan fasa cair yang sangat kental. Stabiliser
polisakarida (misalnya: carrageenan) menaikkan kekentalan fasa cair, seperti juga gula pada
padatan non-lemak dari susu. Stabiliser-stabiliser ini juga dikatakan dapat memperlambatan
pertumbuhan kristal-kristal es selama penyimpanan. Hal ini karena jika kristal-kristal esnya
terlalu besar maka akan terasa keras di mulut.
Proses Pembuatan Es Krim
Es krim sebenarnya tak lain adalah busa, atau gas yang terdispersi dalam cairan. Es
krim terlihat padat namun jika diamati di bawah mikroskop, es krim tampak terbentuk
dari empat komponen, yaitu padatan globula lemak susu, udara (ukurannya tidak lebih
dari 0,1 mm), kristal-kristal es, dan air yang melarutkan gula, garam, dan protein susu.
Secara sederhana, es krim dibuat dengan cara mencampurkan bahan-bahan dan
mendinginkannya. Garam digunakan untuk membuat es tetap beku. Kemudian, adonan
tersebut harus diguncang-guncang, dikocok atau diaduk. Pengadukan ini berpengaruh
dalam pembuatan es krim agar teksturnya baik. Pengadukan tersebut akan membuat
krim naik ke permukaan. Untuk mencegahnya, ditambahkan emulsifier. Salah satu
contoh emulsifier sederhana adalah kuning telur. Karena itulah kuning telur sering
menjadi bahan dalam membuat es krim.
Ada sebuah peristiwa unik berkaitan dengan proses pembuatan es krim secara
sederhana ini. Pada saat Perang Dunia II, pilot angkatan udara mengamati bahwa wadah
meriam memiliki suhu dan tingkat getaran yang cocok untuk menghasilkan es krim.
Para penerbang yang berbasis di Inggris itu lalu menempatkan adonan es krim dalam
kaleng besar, dan menyimpannya in the tail gunner’s cockpit of B-29s. Dinginnya udara
karena terbang tinggi dan getaran pesawat menciptakan es krim ‘matang’ begitu
pesawat mendarat. Kisah ini dimuat dalam New York Times tahun 1943.
Menurut Arbuckle (1986). Proses pembuatan es krim terdiri dari:
1. pencampuran,
2. pasteurisasi,
3. homogenisasi,
4. pendinginan,
5. aging atau penuaan,
6. freezing atau pembekuan,
7. hardening atau pengerasan, dan
8. penyimpanan
Pencampuran dilakukan dengan memanaskan terlebih dahulu bahan cair dalam bejana
pencampur sampai kira-kira 40-50°C, kemudian bahan-bahan kering seperti gula, bahan
pengemulsi dan bahan penstabil ditambahkan dan dicampur supaya larut dengan baik.
Pasteurisasi dilakukan dengan tujuan untuk membebaskan adonan dari bakteri patogen,
membantu melarutkan bahan, memperbaiki flavour dan mutu simpan. Pasteurisasi adonan
dilakukan pada suhu 68,3°C selama 30 menit atau pada suhu 71°C selama 30 detik. Proses
homogenisasi biasanya dilakukan pada suhu 62,8-76,7°C. Proses ini bertujuan untuk
mencegah globula lemak bersatu, untuk mengurangi waktu yang diperlukan bagi proses
aging campuran itu dan untuk mempengaruhi kekentalan sehingga tekstur dan body es krim
menjadi lebih baik. Setelah proses homogenisasi, adonan harus cepat didinginkan sampai 0-
4°C agar tekstur es krim menjadi halus, kekentalan berkurang dan pertumbuhan mikroba
menjadi lambat. Proses aging diperlukan untuk memberi kesempatan bahan penstabil
bekerja. Selama proses ini berlangsung, terjadi perubahan-perubahan antara lain
penggabungan bahan penstabil dengan air, pengerasan lemak dan peningkatan viskositas.
Setelah itu proses pembekuan harus dilakukan dengan cepat untuk mencegah pembentukan
kristal es yang kasar. Pengerasan es krim umumnya dilakukan dalam suhu -45°C sampai -
23°C selama 24 jam (Arbuckle dan Marshall, 1996).
Setelah proses pembuatannya selesai, es krim dikemas dalam berbagai bentuk, antara lain
cone, cup, dan stik. Dahulu, es krim selalu disajikan dalam mangkuk atau gelas minuman.
Kini, setelah ditemukannya cone, cup, dan stik, es krim bisa leluasa dijual bebas di jalan-
jalan.
Menurut Reinders dalam Surya (2006), berdasarkan bentuk kemasannya, es krim dapat
dibedakan menjadi tiga bentuk utama, yaitu:
1. Cone. Cone terbuat dari adonan biskuit yang berbentuk kerucut. Es krim semula hanya
dapat dijual di toko kue atau restoran karena ditempatkan di mangkuk atau dijadikan
minuman. Semenjak cone ditemukan, es krim dapat dijual lebih luas di jalan-jalan.
2. Cup. Kemasan bentuk cup berawal dari gelas karton untuk minuman yang dikembangkan
menjadi wadah untuk es krim. Es krim didalamnya dimakan dengan menggunakan sendok
kayu.
3. Stik. Es krim dikemas dengan menempel pada tungkai kayu yang panjang didalamnya.
Ujung kayu yang lain dapat dipegang oleh konsumen sehingga mempermudah
pengkonsumsian tanpa mengotori tangan.
Es krim merupakan makanan yang sangat digemari di seluruh dunia, biasanya es krim
terbuat dari susu sapi, tetapi bisa juga dapat dibuat dari santan atau margarin. Menurut
Standar Nasional Indonesia, es krim adalah sejenis makanan semi padat yang dibuat dengan
cara pembekuan tepung es krim atau campuran susu, lemak hewani maupun nabati, gula,
dan dengan atau tanpa bahan makanan lain yang diizinkan. Bahan-bahan yang digunakan
dalam pembuatan es krim adalah lemak susu, padatan susu tanpa lemak, gula pasir, bahan
penstabil, pengemulsi, dan pencipta rasa. Es krim marupakan makanan yang bergizi tinggi.
Selain air dan lemak, molekul-molekul yang mencakup protein, karbohidrat, mineral,
enzim-enzim, gas, serta vitamin A. C dan D juga terkandug di dalamnya.
a. Gula pasir
Gula adalah pemanis makanan yang disukai banyak orang. Biasanya gula ditambahkan
dalam makanan dan minuman. Meski sama-sama manis, ternyata gula pasir, gula batu, dan
gula merah mempunyai dampak yang berbeda bagi tubuh, khususnya pankreas. Untuk lebih
jelasnya, mari kita bahas satu per satu.Gula pasir adalah jenis gula yang berbentuk butiran
kecil seperti pasir. Warnanya putih kecoklatan. Gula jenis ini paling banyak digunakan
untuk konsumsi sehari-hari. Karena bentuknya yang berupa butiran kecil, gula pasir mudah
larut dalam makanan dan minuman sehingga mudah digunakan. Gula juga memiliki arti
adalah suatu karbohidrat sederhana yang menjadi sumber energi dan komoditi perdagangan
utama. Gula paling banyak diperdagangkan dalam bentuk kristal sukrosa padat. Gula
digunakan untuk mengubah rasa menjadi manis dan keadaan makanan atau minuman. Gula
sederhana, seperti glukosa (yang diproduksi dari sukrosa dengan enzim atau hidrolisis
asam), menyimpan energi yang akan digunakan oleh sel. (Wikipedia )
b. Santan
Santan atau santen adalah cairan putih kental yang dihasilkan dari kelapa yang diparut dan
kemudian diperas bersama air. Santan mempunyai rasa lemak dan digunakan sebagai perasa
yang menyedapkan masakan menjadi gurih. Pada masa dahulu, santan akan diperas dari
kelapa yang diparut dan dicampur dengan air panas sebelum diperas. Pada masa kini,
terdapat mesin pemeras santan bagi. Untuk penggunaan mesin, kelapa yang diparut tidak
perlu dicampurkan dengan air, dan pati santan yang terhasil adalah 100% tulen. Terdapat
juga santan instan atau siap saji dalam paket yang cuma perlu ditambah air panas sebelum
digunakan. (Wikipedia)
c. Tepung Maizena atau Cornflour/Cornstarc
Tepung berwarna putih yang terbuat dari sari pati bijijagung. Biasanya digunakan untuk
mengentalkan sup ataumembuat cookies atau makanan lain menjadi lebih lembut.
d. Air
Air merupakan komponen terbesar dalam campuran es krim, berfungsi sebagai pelarut
bahan-bahan lain dalam campuran. Komposisi air dalam campuran bahan es krim umumnya
berkisar 55-64%. (Person, 1980)
e. Emulsifier
Molekul emulsifier akan menggantikan membran protein, satu ujung molekulnya akan
melarut di air, sedangkan ujung satunya akan melarut di lemak. Lecitin, molekul yang
terdapat dalam kuning telur, adalah contoh emulsifier sederhana. Oleh karena itu, salah satu
bahan pembuat es krim adalah kuning telur. Selain itu, dapat digunakan mono- atau di-
gliserida atau polisorbat yang dapat mendispersikan globula lemak dengan lebih efektif.
Bahan pengemulsi yang digunakan dalam pembuatan es krim dapat meningkatkan
pengembangan adonan, memberikan penampakan yang lebih kering tetapi dengan tekstur
yang lebih lembut dan pelelehan es krim yang lama. Hal ini disebabkan pengemulsi
memiliki gugus hidrofilik dan hidrofobik yang dapat menurunkan tegangan permukaan dan
menstabilkan emulsi. Susu sapi secara alami telah mengandung bahan pengemulsi, yaitu
lesitin, protein, fosfat, dan nitrat (Person, 1980).
Pengemulsi lain yang dapat digunakan adalah pengembang kue (ovalet). Jumlah penstabil
dan pengemulsi kurang dari 1,5%-berat campuran es krim. Keduanya harus telah diteliti
secara mendalam dan mendapat keterangan Generally Recognized as Safe (GRAS) sebelum
digunakan sebagai bahan campuran es krim.
f. Pewarna
Merupakan senyawa yang ditambahkan pada campuran es krim untuk memberikan warna
tertentu dan membuat penampilan lebih menarik.
g. Pemberi Rasa (Flavor)
Pemberi rasa ditambahkan pada campuran es krim untuk memberikan rasa tertentu. Bahan
pemberi rasa yang banyak digunakan adalah vanilla, coklat, perasa buatan, sari buah.
h. Pembekuan (freezing)
Pada pembekuan, air dalam campuran dibekukan menjadi Kristal-kristal es untuk
menghasilkan tekstur yang agak keras. Proses penambahan udara ke dalam campuran
dilakukan pada tahap pendinginan ini. Jumlah udara yang ditambahkan menentukan tekstur
es krim yang dihasilkan. Pebekuan dapat dilakukan secara partaian maupun kontinu.
(Marshall, 2003)
Pembekuan secara partaian meliputi memasukan campuran es krim ke dalam sebuah
silinder yang memiliki sebuah dasher dengan mata pisau pengikir. Dasher berputar-putar di
dalam silinder sehingga udara dapat tergabung ke dalam campuran, gumpalan lemak
menjadi teraduk, dan kristal-kristal es yang terbentuk pada dinding dalam silinder terkikis
oleh mata pisau pada dasher. Viskositas campuran es krim meningkat karena air membeku
membentuk padatan es. Gelembung udara terperangkap pada campuran yang viskos tersebut
sehingga meningkatkan volum dan membentuk overrun. Overrun adalah persentase
pertambahan volume es krim yang dihasilkan dibandingkan dengan volume campuran yang
digunakan untuk memproduksi es krim tersebut. Maksimum overrun yang diperbolehkan
sebesar 100%, namun overrun sebesar itu sulit dicapai oleh pembekuan secara partaian.
Kapasitas yang dapat dicapai dengan menggunakan proses parataian ini adalah antara 1 L
hingga 40 L. (Marshall, 2003)Hampir seluruh proses pembekuan es krim pada industri
dilakukan secara kontinu. Kapasitasnya berkisar antara 100 hingga 3000 L per jam per
freezer. Freezer yang digunakan biasanya didinginkan dengan refrigerant amoniak. Pada
pembekuan kontinu ini, es krim dibekukan hingga temperatur -5oC s.d. -7oC (Marshall,
2003). Beberapa kelebihan pembekuan secara kontinu dbandingkan dengan parataian adalah
volume pendinginan per pendingin lebih besar, tekstur produk akhir yang dihasilkan
biasanya lebih lembut, penambahan udara ke dalam campuran dapat diatur sehingga
overrun dapat diatur sehingga dapat mencapai overrun yang diinginkan, peralatan lain untuk
proses dapat diletakkan setelah keluaran dari freezer, dan es krim dapat lebih mudah
dibentuk.