LAPORAN PENUGASAN
SURVEILANS EPIDEMIOLOGI
DISUSUN SEBAGAI PERSYARATAN TUGAS KEPANITERAAN KLINIK ILMU
KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS
DIPONEGORO SEMARANG
Disusun Oleh :
Debby Adelayde ( 030.09.058 )
KEPANITERAAN KLINIK
ILMU KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS DIPONEGORO
PERIODE 29 JUNI – 12 SEPTEMBER 2015
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
JAKARTA
i
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN PENUGASAN
SURVEILANS EPIDEMIOLOGI
DISUSUN SEBAGAI PERSYARATAN TUGAS KEPANITERAAN KLINIK ILMU
KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS
DIPONEGORO SEMARANG
PERIODE 29 JUNI – 12 SEPTEMBER 2015
Disusun Oleh :
Debby Adelayde ( 030.09.058 )
Semarang, Agustus 2015
Telah disetujui dan disahkan oleh :
Pembimbing
dr. Hari Peni Julianti, M.Kes, Sp.KFR
ii
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas
rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan penyusunan laporan penugasan yang berjudul “
Surveilans Epidemiologi”
Laporan ini dibuat untuk memenuhi salah satu syarat tugas kepaniteraan klinik di bagian
Ilmu Kesehatan Masyarakat di Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro (Puskesmas
Salaman I, Magelang). Tentunya Penulis berharap pembuatan laporan ini tidak hanya
berfungsi sebagai apa yang telah disebutkan diatas. Namun, besar harapan penulis agar
laporan ini juga dapat dimanfaatkan oleh semua pihak yang berhubungan dengan masalah ini.
Dalam usaha penyelesaian tugas laporan ini, penulis banyak memperoleh bimbingan dan
dorongan dari berbagai pihak, baik secara langsung maupun tidak langsung. Untuk itu, dalam
kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. dr. Dodik Pramono,MSI-Med selaku koordinator Kepaniteraan Klinik Ilmu
Kesehatan Masyarakat Universitas Diponegoro
2. dr. Hari Peni Julianti, M.Kes, selaku koordinator dan pembimbing
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Diponegoro.
3. Seluruh teman- teman Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Masyarakat,
semoga kita mendapatkan hasil yang maksimal, dan ilmu yang diperoleh dapat
bermanfaat untuk menjalankan tugas sebagai dokter di lingkungan
masyarakat.
Penulis menyadari bahwa dalam laporan ini masih banyak kekurangan. Oleh karena
itu, dengan segala kerendahan hati penulis menerima semua saran dan kritik membangun
guna penyempurnaan laporan ini.
Semarang, Agustus 2015
Penulis
iii
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN............................................................................................ ii
KATA PENGANTAR.................................................................................................... iii
DAFTAR ISI................................................................................................................... iv
BAB I PENDAHULUAN............................................................................................... 5
1. Latar Belakang.................................................................................................... 5
2. Tujuan................................................................................................................. 6
3. Rumusan Masalah............................................................................................... 6
BAB II ISI....................................................................................................................... 7
1. Sejarah surveilans epidemiologi......................................................................... 7
2. Pengertian........................................................................................................... 7
3. Tujuan................................................................................................................. 8
4. Prinsip................................................................................................................. 9
5. Fungsi.................................................................................................................. 11
6. Jenis-jenis............................................................................................................ 12
7. Hambatan............................................................................................................ 15
8. Ruang Lingkup.................................................................................................... 16
9. Bagian-bagian..................................................................................................... 18
BAB III PENUTUP........................................................................................................ 24
1. Kesimpulan......................................................................................................... 24
2. Saran................................................................................................................... 24
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................... 25
iv
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Epidemiologi secara umum adalah ilmu yang mempelajari tentang frekuensi dan
penyebaran masalah kesehatan pada sekelompok manusia serta factor yang
mempengaruhinya. Dalam epidemiolgi mempelajari mengenai surveilans epidemiologi.
Surveilans kesehatan masyarakat adalah pengumpulan, analisis, dan analisi data
secara terus menerus dan sistemis yang kemudian disebarluaskan kepada pihak-pihak yang
bertanggung jawab dalam pencegahan penyakit dan masalah kesehatan lainnya. (DCP2,
2008)
Maka dari itu pentinglah diadakannya surveilans epidemiologi agar dapat terus
memantau mengenai masalah-masalah kesehatan dimasyarakat yaitu faktor-faktor yang
mempengaruhi kejadian penyakit,seperti perubahan biologis pada agen vektor, dan reservoir.
Untuk selanjutnya surveilans menghubungi informasi tersebut kepada pembuat keputusan
agar dapat dilakukan langkah-langkah pencegahan dan pengendalian penyakit.
Hal lain yang mendasari perlunya pemahaman mengenai surveilans epidemiologi
adalah penyelenggaraan Surveilans Epidemiologi Kesehatan wajib dilakukan oleh setiap
instansi kesehatan Pemerintah, instansi Kesehatan Propinsi, instansi kesehatan
kabupaten/kota dan lembaga masyarakat dan swasta baik secara fungsional atau struktural.
Mekanisme kegiatan Surveilans epidemiologi Kesehatan merupakan kegiatan yang
dilaksanakan secara sistematis dan terus menerus. Surveilans beralasan untuk dilakukan jika
dilatari oleh kondisi – kondisi berikut ( WHO, 2002 ) :
1. Beban Penyakit ( Burden of Disease ) tinggi, sehingga merupakan masalah penting
kesehatan masyarakat.
2. Terdapat tindakan masyarakat yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah
tersebut.
3. Data yang relevan mudah diperoleh.
4. Hasil yang diperoleh sepadan dengan upaya yang dilakukan (pertimbangan efisiensi ).
5
Dengan system surveilans yang peka terhadap perubahan-perubahan pola penayakit di
suatu daerah tertentu dapat mengantisipasi kecenderungan penyakit di suatu daerah.
1.2 Tujuan
a. Untuk mengetahui sejarah surveilans epidemiologi
b. Untuk mengetahui pengertian surveilans epidemiologi.
c. Untuk mengetahui tujuan surveilans epidemiologi.
d. Untuk mengetahui prinsip surveilans epidemiologi.
e. Untuk mengetahui fungsi surveilans epidemiologi.
f. Untuk mengetahui jenis surveilans epidemiologi.
g. Untuk mengetahui hambatan surveilans epidemiologi.
h. Untuk mengetahui ruang lingkup surveilans epidemiologi.
i. Untuk mengetahui bagian-bagian dari surveilans epidemiologi.
1.3 Rumusan Masalah
a. Bagaimanakah sejarah perkembangan surveilans epidemiologi?
b. Apakah pengertian dari surveilans epidemiologi?
c. Apakah tujuan surveilans epidemiologi?
d. Apakah prinsip surveilans epidemiologi?
e. Apakah fungsi surveilans epidemiologi?
f. Apakah jenis-jenis surveilans epidemiologi?
g. Apa saja hambatan dalam surveilans epidemiologi?
h. Apa saja ruang lingkup dari surveilans epidemiologi?
i. Apakah bagian-bagian dari surveilans epidemiologi?
6
BAB II
ISI
2.1 Sejarah Surveilans
Sejarah perkembangan surveilans epidemiologi adalah dimulai sejak abad XIV dan
XV Tahun 1348an di Eropa terjadi Epidemi Pneumonia karena pes yang dikenal dengan
“Black Death” karena itu dilakukan deteksi penyakit. Dianggap sebagai kegiatan surveilans
secara primitif yang dilakukan untuk pertama kalinya. Pada abad XVI dilakukan pencatatan
kematian di kota-kota besar Eropa. Tetapi manfaat pencatatan secara ilmiah, tampak
beberapa abad kemudian, diperkenalkan oleh Jhon Graunt. Kemudian abad XVII pencatatan
kematian yang biasanya secara sporadis dan hanya bila ada wabah pes, ditertibkan. Laporan
mingguan secara ilmiah disusun oleh John Graunt (1662), memuat informasi tentang jumlah
penduduk London yang meninggal karena sebab tertentu. John Graunt adalah orang yang
pertama kali mempelajari konsep jumlah dan pola penyakit secara epidemiologi. Hingga abad
XX mulai dikenal pemakaian konsep surveilans untuk pendeteksian epidemi dan pencegahan
penyakit infeksi. Jenis-jenis penyakit yang harus dilaporkan juga bertambah banyak termasuk
HIV/AIDS. Tahun 1965 didirikan unit survailan epidemiologi pada divisi penyakit menular
di WHO, Geneva.
2.2 Pengertian Surveilans
Surveilans adalah upaya/ sistem/ mekanisme yang dilakukan secara terus menerus
dari suatu kegiatan pengumpulan, analisi, interpretasi,dari suatu data spesifik yang digunakan
untuk perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi program ( Manajemen program kesehatan).
Istilah surveilans digunakan untuk dua hal yang berbeda.
1. Pertama yaitu surveilans dapat diartikan sebagai pengawasan secara terus-menerus
terhadap faktor penyebab kejadian dan sebaran penyakit, dan yang berkaitan dengan
keadaan sehat atau sakit. Surveilans ini meliputi pengumpulan, analisis, penafsiran,
dan penyebaran data yang terkait, dan dianggap sangat berguna untuk
penanggulangan dan pencegahan secara efektif. Definisi yang demikian luas itu mirip
dengan surveilans pada sistem informasi kesehatan rutin, dan karena itu keduanya
dapat dianggap berperan bersama-sama.
7
2. Kedua yaitu menyangkut sistem pelaporan khusus yang diadakan untuk
menanggulangi masalah kesehatan utama atau penyakit, misalnya penyebaran
penyakit menahun suatu bencana alam. Sistem surveilans ini sering dikelola dalam
jangka waktu yang terbatas dan terintegrasi secara erat dengan pengelolaan program
intervensi kesehatan. Bila informasi tentang insidens sangat dibutuhkan dengan
segera, sedangkan sistem informasi rutin tidak dapat diandalkan maka sistem ini dapat
digunakan. (Vaughan, 1993).
Ada beberapa pendapat mengenai pengertian surveilans dalam epidemiologi, yaitu:
a. Menurut WHO
Surveilans adalah : Pengumpulan, pengolahan, analisis data kesehatan secara
sistematis dan terus menerus, serta desiminasi informasi tepat waktu kepada pihak –
pihak yang perlu mengetahui sehingga dapat diambil tindakan yang tepat.(Last, 2001
dalam Bhisma Murti, 2003 )
b. Menurut Centers for Disease Control ( CDC ), 1996.
Surveilans adalah : Pengumpulan, analisis dan interpretasi data kesehatan secara
sistematis dan terus menerus, yang diperlukan untuk perencanaan, implementasi dan
evaluasi upaya kesehatan masyarakat, dipadukan dengan desiminasi data secara tepat
waktu kepada pihak – pihak yang perlu mengetahuinya.
c. Menurut Nur Nasry Noor (1997), surveilans epidemiologi adalah :
Pengamatan secara teratur dan terus menerus terhadap semua aspek penyakit tertentu,
baik keadaan maupun penyabarannya dalam suatu masyarakat tertentu untuk kepentin
gan pencegahan dan penanggulangannya.
Secara umum surveilans epidemiologi adalah upaya rutin dalam pengumpulan,
pengolahan, analisis dan diseminasi data yang relevan yang diperlukan untuk mengatasi
masalah-masalah kesehatan masyarakat dengan pengumpulan, pengolahan, dan analisis data
kesehatan secara sistematis dan terus menerus, serta diseminasi informasi tepat waktu kepada
pihak-pihak yang perlu mengetahui sehingga dapat diambil tindakan yang tepat.
2.3 Tujuan Surveilans Epidemiologi
Surveilans bertujuan memberikan informasi tepat waktu tentang masalah kesehatan
populasi, sehingga penyakit dan factor risiko dapat dideteksi dini dan dapat dilakukan
respons pelayanan kesehatan dengan lebih efektif.
8
Tujuan khusus surveilans:
a. Memonitor kecenderungan (trends) penyakit;
b. Mendeteksi perubahan mendadak insidensi penyakit, untuk mendeteksi dini outbreak;
c. Memantau kesehatan populasi, menaksir besarnya beban penyakit (disease burden)
pada populasi;
d. Menentukan kebutuhan kesehatan prioritas, membantu perencanaan, implementasi,
monitoring, dan evaluasi program kesehatan;
e. Mengevaluasi cakupan dan efektivitas program kesehatan;
f. Mengidentifikasi kebutuhan riset.
g. Untuk memantau efektivitas program kesehatan (Last, 2001; Giesecke, 2002; JHU,
2002)
2.4 Prinsip Surveilans Epidemiologi
Prinsip Surveilans Epidemiologi
a. Pengumpulan data Pencatatan insidensi terhadap population at risk.
Pencatatan insidensi berdasarkan laporan rumah sakit, puskesmas, dan sarana
pelayanan kesehatan lain, laporan petugas surveilans di lapangan, laporan masyarakat,
dan petugas kesehatan lain; Survei khusus; dan pencatatan jumlah populasi berisiko
terhadap penyakit yang sedang diamati. Tehnik pengumpulan data dapat dilakukan
dengan wawancara dan pemeriksaan. Tujuan pengumpulan data adalah menentukan
kelompok high risk; Menentukan jenis dan karakteristik (penyebabnya); Menentukan
reservoir; Transmisi; Pencatatan kejadian penyakit; dan KLB.
b. Pengelolaan data
Data yang diperoleh biasanya masih dalam bentuk data mentah (row data) yang
masih perlu disusun sedemikian rupa sehingga mudah dianalisis. Data yang terkumpul
dapat diolah dalam bentuk tabel, bentuk grafik maupun bentuk peta atau bentuk lainnya.
Kompilasi data tersebut harus dapat memberikan keterangan yang berarti.
9
c. Analisis dan interpretasi data untuk keperluan kegiatan
Data yang telah disusun dan dikompilasi, selanjutnya dianalisis dan dilakukan
interpretasi untuk memberikan arti dan memberikan kejelasan tentang situasi yang ada
dalam masyarakat.
d. Penyebarluasan data dan keterangan termasuk umpan balik
Setelah analisis dan interpretasi data serta telah memiliki keterangan yang cukup
jelas dan sudah disimpulkan dalam suatu kesimpulan, selanjutnya dapat disebarluaskan
kepada semua pihak yang berkepentingan, agar informasi ini dapat dimanfaatkan sebagai
mana mestinya.
e. Evaluasi
Hasil evaluasi terhadap data sistem surveilans selanjutnya dapat digunakan untuk
perencanaan, penanggulangan khusus serta program pelaksanaannya, untuk kegiatan
tindak lanjut (follow up), untuk melakukan koreksi dan perbaikan-perbaikan program dan
pelaksanaan program, serta untuk kepentingan evaluasi maupun penilaian hasil kegiatan.
Lalu, program tersebut akan di aplikasikan dalam bentuk suatu tindakan. Dalam hal
ini akan adanya proses feedback (umpan balik). Setelah itu, tindakan yang telah dilakukan
akan di evaluasi. Apakah program telah berhasil atau tidak sampai pencapaian tujuan
sehingga didapatkan kembali data baru untuk penelitian selanjutnya. Alur atau proses dari
awal hingga akhir tersebut berjalan secara terus-menerus tanpa memutuskan bagian yang ada
didalamnya, seperti :
a) Data
Dalam surveilans epidemiologi, data yang di dapat biasanya berupa masalah
kesehatan seperti kesakitan, sindrom, gangguan lingkungan sekitar atau masalah
kesehatan lainnya. Setelah itu data dapat dikumpulkan dengan dukungan berbagai
sumber seperti laporan puskesmas, laporan rumah sakit, survey, laporan laboratorium.
Pengumpulan data ini harus memperhatikan beberapa indicator, diantaranya jumlah
atau rate, angka kesakitan & angka kematian, variabel yang diperlukan dan numerator
serta denumerator yang dipakai. Setelah dikumpulkan, data akan dilaporkan ke
pemerintah bidang kesehatan masyarakat. Pelaporan data bisa dalam bentuk laporan
harian, mingguan dan bulanan.
10
b) Informasi
Setelah data diperoleh dan telah diolah akan menghasilkan sebuah informasi.
Lalu, akan dilanjutkan dalam proses analisa dan interpretasi. Proses ini harus
memperhatikan karakteristik data (sumber data, kualitas, pembaharuan data apakah
data berubah atau tidak), validasi data (apakah ada nilai yang kurang atau data tidak
lengkap, kebenaran data, duplikasi atau ada kesamaan), analisis deskriptif (analisis
berdasarkan orang, tempat, dan waktu), dan hipotesis mengambil keputusan yang
biasanya berupa program intervensi dalam upaya penyelesaian masalah kesehatan.
c) Aksi atau tindakan
Keputusan yang telah diambil diharapkan dapat diaplikasikan dalam bentuk
tindakan. Tindakan bisa dilakukan dengan pengendalian (rapid response,
case management, pencegahan), umpan balik (bulletin epidemiologi, laporan,
website), kebijakan.
2.5 Fungsi Surveilans Epidemiologi
Kegunaan surveilans epidemiologi
1. Mendeteksi perubahan masalah kesehatan sedini mungkin sehingga dapat dilakukan
tindakan kontrol atau preventif terhadap perubahan tersebut.
2. Deteksi perubahan lingkungan/vector yang dianggap dapat menimbulkan penyakit
pada populasi.
3. Mutlak digunakan pada program-program pemberantasan penyakit menular sebagai
dasar perencanaan, monitoring dan evaluasi program.
4. Menilai kejadian penyakit pada populasi seperti insidensi atau prevalensi.
5. Data surveilans dapat digunakan untuk perencanaa dan pelaksanaan program
kesehatan.
Manfaat surveilans epidemiologi
Pada awalnya surveilans epidemiologi banyak dimanfaatkan pada upaya
pemberantasan penyakit menular, tetapi pada saat ini surveilans mutlak diperlukan
pada setiap upaya kesehatan masyarakat baik upaya pencegahan maupun pemberantasan
penyakit menular. Secara garis besar, tujuan surveilans epidemiologi yaitu:
1. Mengetahui distribusi geografis penyakit endemis dan penyakit yang dapat
menimbulkan epidemic.
11
2. Mengetahui perioditas suatu penyakit.
3. Menentukan apakah terjadi peningkatan insidensi yang disebabkan oleh kejadian
luar biasa atau karena perioditas penyakit.
4. Mengetahui situasi suatu penyakit tertentu.
5. Memperoleh gambaran epidemiologi tentang penyakit tertentu.
6. Melakukan pengendalian penyakit.
7. Mengetahui adanya pengulangan outbreak yang pernah menimbulkan endemic.
8. Pengamatan epidemiologi terhadap influenza untuk mengetahui adanya tipe baru
dari virus influenza.
2.6 Jenis Surveilans
Surveilans terdiri dari dua jenis, yaitu :
a. Surveylen pasif
Pengumpulan data yang diperoleh dari laporan bulanan sarana pelayanan di daerah.
b. Surveylen aktif
Pengumpulan data yang dilakukan secara langsung untuk mempelajari penyakit tertentu
dalam waktu yang relative singkat.
Namun Dikenal juga beberapa jenis surveilans:
1. Surveilans Individu
Surveilans individu (individual surveillance) mendeteksi dan memonitor individu
yang mengalami kontak dengan penyakit serius, misalnya pes, cacar, tuberkulosis, tifus,
demam kuning, sifilis. Surveilans individu memungkinkan dilakukannya isolasi institusional
segera terhadap kontak, sehingga penyakit yang dicurigai dapat dikendalikan. Sebagai
contoh, karantina merupakan isolasi institusional yang membatasi gerak dan aktivitas orang –
orang atau binatang yang sehat tetapi telah terpapar oleh suatu kasus penyakit menular
selama periode menular. Tujuan karantina adalah mencegah transmisi penyakit selama masa
inkubasi seandainya terjadi infeksi (Last, 2001).
Isolasi institusional pernah digunakan kembali ketika timbul AIDS 1980an dan
SARS. Dikenal dua jenis karantina: (1) Karantina total; (2) Karantina parsial. Karantina total
membatasi kebebasan gerak semua orang yang terpapar penyakit menular selama masa
inkubasi, untuk mencegah kontak dengan orang yang tak terpapar. Karantina parsial
12
membatasi kebebasan gerak kontak secara selektif, berdasarkan perbedaan tingkat kerawanan
dan tingkat bahaya transmis penyakit. Contoh, anak sekolah diliburkan untuk mencegah
penularan penyakit campak, sedang orang dewasa diperkenankan terus bekerja. Satuan
tentara yang ditugaskan pada pos tertentu dicutikan, sedang di pospos lainnya tetap bekerja.
Dewasa ini karantina diterapkan secara terbatas, sehubungan dengan masalah legal,
politis, etika, moral, dan filosofi tentang legitimasi, akseptabilitas, dan efektivitas langkah-
langkah pembatasan tersebut untuk mencapai tujuan kesehatan masyarakat (Bensimon dan
Upshur, 2007).
2. Surveilans Penyakit
Surveilans penyakit (disease surveillance) melakukan pengawasan terus-menerus
terhadap distribusi dan kecenderungan insidensi penyakit, melalui pengumpulan sistematis,
konsolidasi, evaluasi terhadap laporan-laporan penyakit dan kematian, serta data relevan
lainnya. Jadi focus perhatian surveilans penyakit adalah penyakit, bukan individu. Di banyak
negara, pendekatan surveilans penyakit biasanya didukung melalui program vertical (pusat-
daerah). Contoh, program surveilans tuberkulosis, program surveilans malaria. Beberapa dari
sistem surveilans vertikal dapat berfungsi efektif, tetapi tidak sedikit yang tidak terpelihara
dengan baik dan akhirnya kolaps, karena pemerintah kekurangan biaya. Banyak program
surveilans penyakit vertical yang berlangsung parallel antara satu penyakit dengan penyakit
lainnya, menggunakan fungsi penunjang masing-masing, mengeluarkan biaya untuk
sumberdaya masing-masing, dan memberikan informasi duplikatif, sehingga mengakibatkan
inefisiensi.
3. Surveilans Sindromik
Syndromic surveillance (multiple disease surveillance) melakukan pengawasan terus-
menerus terhadap sindroma (kumpulan gejala) penyakit, bukan masing-masing penyakit.
Surveilans sindromik mengandalkan deteksi indikator-indikator kesehatan individual maupun
populasi yang bias diamati sebelum konfirmasi diagnosis. Surveilans sindromik
mengamati indikator-indikator individu sakit, seperti pola perilaku, gejala-gejala, tanda, atau
temuan laboratorium, yang dapat ditelusuri dari aneka sumber, sebelum diperoleh konfirmasi
laboratorium tentang suatu penyakit.
Surveilans sindromik dapat dikembangkan pada level lokal, regional, maupun
nasional. Sebagai contoh, Centers for Disease Control and Prevention (CDC) menerapkan
kegiatan surveilans sindromik berskala nasional terhadap penyakit-penyakit yang mirip
13
influenza (flu-like illnesses) berdasarkan laporan berkala praktik dokter di AS. Dalam
surveilans tersebut, para dokter yang berpartisipasi melakukan skrining pasien berdasarkan
definisi kasus sederhana (demam dan batuk atau sakit tenggorok) dan membuat laporan
mingguan tentang jumlah kasus, jumlah kunjungan menurut kelompok umur dan jenis
kelamin, dan jumlah total kasus yang teramati. Surveilans tersebut berguna untuk memonitor
aneka penyakit yang menyerupai influenza, termasuk flu burung, dan antraks, sehingga dapat
memberikan peringatan dini dan dapat digunakan sebagai instrument untuk memonitor krisis
yang tengah berlangsung. (Mandl et al., 2004; Sloan et al., 2006)
Suatu system yang mengandalkan laporan semua kasus penyakit tertentu dari fasilitas
kesehatan, laboratorium, atau anggota komunitas, pada lokasi tertentu, disebut surveilans
sentinel. Pelaporan sampel melalui system surveilans sentinel merupakan cara yang baik
untuk memonitor masalah kesehatan dengan menggunakan sumber daya yang terbatas.
(DCP2, 2008; Erme dan Quade, 2010)
4. Surveilans Berbasis Laboratorium
Surveilans berbasis laboartorium digunakan untuk mendeteksi dan menonitor
penyakit infeksi. Sebagai contoh, pada penyakit yang ditularkan melalui makanan seperti
salmonellosis, penggunaan sebuah laboratorium sentral untuk mendeteksi strain bakteri
tertentu memungkinkan deteksi outbreak penyakit dengan lebih segera dan lengkap daripada
system yang mengandalkan pelaporan sindroma dari klinik-klinik. (DCP2, 2008)
5. Surveilans Terpadu
Surveilans terpadu (integrated surveillance) menata dan memadukan semua kegiatan
surveilans di suatu wilayah yurisdiksi (negara/ provinsi/ kabupaten/ kota) sebagai sebuah
pelayanan public bersama. Surveilans terpadu menggunakan struktur, proses, dan personalia
yang sama, melakukan fungsi mengumpulkan informasi yang diperlukan untuk tujuan
pengendalian penyakit. Kendatipun pendekatan surveilans terpadu tetap memperhatikan
perbedaan kebutuhan data khusus penyakit-penyakit tertentu. (WHO, 2001, 2002; Sloan et
al., 2006).
Karakteristik pendekatan surveilans terpadu:
a. Memandang surveilans sebagai pelayanan bersama (common services);
b. Menggunakan pendekatan solusi majemuk;
c. Menggunakan pendekatan fungsional, bukan struktural;
14
d. Melakukan sinergi antara fungsi inti surveilans (yakni, pengumpulan,
pelaporan, analisis data, tanggapan) dan fungsi pendukung surveilans (yakni, pelatihan
dan supervisi, penguatan laboratorium, komunikasi, manajemen sumber daya);
e. Mendekatkan fungsi surveilans dengan pengendalian penyakit. Meskipun
menggunakan pendekatan terpadu, surveilans terpadu tetap memandang penyakit yang
berbeda memiliki kebutuhan surveilans yang berbeda. (WHO, 2002)
6. Surveilans Kesehatan Masyarakat Global
Perdagangan dan perjalanan internasional di abad modern, migrasi manusia dan
binatang serta organisme, memudahkan transmisi penyakit infeksi lintas negara.
Konsekunsinya, masalah-masalah yang dihadapi negara-negara berkembang dan Negara
maju di dunia makin serupa dan bergayut. Timbulnya epidemic global (pandemi) khususnya
menuntut dikembangkannya jejaring yang terpadu di seluruh dunia, yang manyatukan para
praktisi kesehatan, peneliti, pemerintah, dan organisasi internasional untuk memperhatikan
kebutuhan-kebutuhan surveilans yang melintasi batas-batas negara. Ancaman aneka penyakit
menular merebak pada skala global, baik penyakit-penyakit lama yang muncul kembali (re-
emerging diseases), maupun penyakit-penyakit yang baru muncul (newemerging diseases),
seperti HIV/AIDS, flu burung, dan SARS. Agenda surveilans global yang komprehensif
melibatkan aktor-aktor baru, termasuk pemangku kepentingan pertahanan keamanan dan
ekonomi (Calain, 2006; DCP2, 2008)
2.7 Hambatan yang terjadi dalam surveilans epidemiologi
Ada beberapa hambatan surveilans epidemiologi, dintaranya:
1) Kerjasama lintas sektoral
Surveilans epidemiologi harus bekerjasama dengan berbagai sektor yang berkaitan
dengan kesehatan, kerjasama tersebut membutuhkan partisipasi yang penuh untuk tecapainya
pemecahan masalah kesehatan, kadang kala sektor yang lain mempunyai pertisipasi yang
rendah dalam kerjasama lintas sektoral tersebut.
2) Partisipasi masyarkat rendah
Surveilans epidemiologi yang memang menangani masalah kesehatan masyrakat
seharusnya benar-benar menggali informasi dari masyarakat dan penanganannyapun harus
15
dengan masyarakat, sering dijumpai partsipasi masyarakat dalam pengambilan informasi dari
petugas kesehatan berbelitbelit dan cenderung enutup-nutupi.
3) Sumber daya
Hambatan yang paling menonjol dari hasil penelitian ini adalah sumber daya manusia.
Hambatan yang berhasil di identifikasi berdasarkan persepsi renponden adlah sebagai berikut;
- Jumlah tenaga yang kurang untuk mengcover kegiatan PE
- Banyaknya tugas rangkap.
- Sarana Komputer, biasanya komputer bergantian untuk menyelesaikan tugas lain.
4) Ilmu pengetahuan dan teknologi
Surveillans epidemiologi membutuhkan teknologi teknologi untuk mempercepat
deteksi din, analisis penanggulangan dan penanggulangan masalah kesehaatan, kondisi di
lapangan seringkali tenologi di laboratorium sering lambat sehingga mengganggu tahap
deteksi dini dan penanganan kasus akan terlambat.
5) Kebijakan
Seringkali kebijakan dari pemerintah dirasa masih menghambat dalam pelaksanaan
surveilans. Contohnya saja baru ditangani apabila memang sudah menjadi KLB. Birokrasi
pemerintahan yang rumit sering menjadi kendala dalam melakukan surveilans. Kebijakan
yang belum dipahami petugas juga menjadi kendala dalam pelaksanaan surveilans.
6) Dana
Kegiatan surveilans ini tidak membutuhkan dana yang sedikit juga. Sering kali
permasalahan dana menjadi penghambat dalam melakukan surveilans.
7) Jarak dan Transportasi
Lokasi yang jauh dari perkotaan dan minimnya transportasi membuat kegiatan
surveilans terhambat. Sering kali jarak membuat kegiatan surveilans berlangsung berhari-hari
karena transportasi yang minim dan jarak yang jauh. Kondisi jalan juga mempengaruhi.
2.8 Ruang Lingkup Surveilans Epidemiologi
1. Surveilans Epidemiologi Penyakit Menular
Merupakan analisis terus menerus dan sistematis terhadap penyakit menular dan
factor risiko untuk mendukung upaya pemberantasan penyakit menular.
16
Ruang lingkupnya antara lain :
- Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I)
- AFP
- Penyakit potensial wabah atau klb penyakit menular dan keracunan
- Penyakit DBD/DSS
- Malaria
- Penyakit zoonosis, antraks, rabies, leptospirosis, dsb.
- Penyakit filariasis
- Penyakit tuberkulosis
- Penyakit diare, tifus perut, kecacingan, dan penyakit perut lainnya
- Penyakit kusta
- Penyakit HIV/AIDS
- Penyakit Menular Seksual
- Penyakit pneumonia, termasuk penyakit pneumonia akut berat (termasuk SARS)
2. Surveilans Epidemiologi Penyakit Tidak Menular
Merupakan analisis terus menerus dan sistematis terhadap penyakit tidak menular dan
factor risiko untuk mendukung upaya pemberantasan penyakit tidak menular.
Ruang lingkupnya antara lain :
- Hipertensi, Stroke dan Penyakit Jantung Koroner (PJK)
- Diabetes Mellitus
- Neoplasma
- Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK)
- Gangguan mental
- Masalah kesehatan akibat kecelakaan
3. Surveilans Epidemiologi Kesehatan Lingkungan dan Perilaku
Merupakan analisis terus menerus dan sistematis terhadap penyakit dan factor risiko
untuk mendukung program penyehatan lingkungan.
Ruang lingkupnya antara lain :
- Sarana Air Bersih
- Tempat-tempat umum
- Pemukiman dan Lingkungan Perumahan
17
- Limbah industri, RS dan kegiatan lainnya
- Vektor penyakit
- Kesehatan dan Keselamatan Kerja
- RS dan sarana yankes lain, termasuk Infeksi Nosokomial (INOS)
4. Surveilans Epidemiologi Masalah Kesehatan
Merupakan analisis terus-menerus dan sistematis terhadap masalah kesehatan dan factor
risiko untuk mendukung program-program kesehatan tertentu.
Ruang lingkupnya antara lain:
- Surveilans gizi dan sistem kewaspadaan pangan dan gizi (SKPG)
- Gizi mikro (Kekurangan yodium, anemia zat Besi KVA)
- Gizi lebih
- Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) termasuk kesehatan reproduksi (Kespro)
- Penyalahgunaan napza
- Penggunaan sediaan farmasi, obat, obat tradisional, bahan kosmetika serta peralatan
- Kualitas makanan dan bahan tambahan makanan
5. Surveilans Epidemiologi Kesehatan Matra
Merupakan analisis terus-menerus dan sistematis terhadap masalah kesehatan dan factor
risiko untuk upaya mendukung program kesehatan matra.
Ruang lingkunya antara lain:
- Kesehatan Haji
- Kesehatan Pelabuhan dan Lintas Batas Perbatasan
- Bencana dan masalah sosial
- Kesehatan matra laut dan udara
- KLB Penyakit dan Keracunan
2.9 Bagian-bagian Surveilans Epidemiologi
2.9.1 Screening
Screening atau penyaringan kasus adalah cara untuk mengidentifikasi penyakit yang
belum tampak melalui suatu tes atau pemeriksaan atau prosedur lain yang dapat dengan cepat
18
memisahkan antara orang yang mungkin menderita penyakit dengan orang yang mungkin
tidak menderita.
Latar belakang sehingga screening ini dilakukan yaitu karena hal berikut ini:
1. Banyaknya kejadain penomena gunung es (Ice Berg Phenomen)
2. Sebagai langkah pencegahan khususnya Early diagnosis dan prompt treatment
3. Banyaknya penyakit yang tanpa gejala klinis
4. Penderita mencari pengobatan setelah studi lanjut
5. Penderita tanpa gjl mempunyai potensi untuk menularkan penyakit.
Tujuan dilakukannya screening adalah :
1. Deteksi dini penyakit tanpa gejala atau dengan gejala tidak khas terhadap orang- orang
yang tampak sehat, tetapi mungkin menderita penyakit, yaitu orang yang mempunyai
resiko tinggi terkena penyakit (Population at risk).
2. Dengan ditemukan penderita tanpa gejala dapat dilakukan pengobatan secara tuntas
sehingga tidak membahayakan dirinya atau lingkungan dan tidak menjadi sumber
penularan penyakit.
3. Mempertahankan dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat
Sasaran penyaringan adalah penyakit kronis seperti :
• Penyakit kronis
• Keadaan yg potensial/high risk
• Penyaringan yg dpt dilakukan scr:
• Infeksi Bakteri (Lepra, TBC dll.)
• Infeksi Virus (Hepatitis)
• Penyakit Non-Infeksi : (Hipertensi, Diabetes mellitus, Jantung Koroner, Ca Serviks, Ca
Prostat, Glaukoma)
• HIV-AIDS
Tempat pelaksanaan
1. Lapangan
2. RSU
3. RS khusus
4. Pusat pelayanan khusus
19
Beberapa pertimbangan dalam screening
1. Biaya
2. Alat yang digunakan
3. Tes yang digunakan harus cepat
4. Tes yang digunakan sesuai selera masyarakat
5. Orang-orang yangg terdiagnosa sebagai penderita harus mendapatkan pengobatan
6. Harusan terdapat tes yg spesifik
7. Kelompok penduduk yang discreening diberi penjelasan
2.9.2 Pencatatan dan Pelaporan
Kegiatan perekaman, pengumpulan, pengolahan dan pelaporan data menjadi bagian
penting dari upaya memperoleh data yang dihimpun dari berbagai sumber data surveilans.
Misalnya surveilans campak, maka tugas besar surveilans adalah merekam semua kasus
campak yang ada di Puskesmas, Rumah Sakit dan sumber data lainnya, kemudian
menghimpun dan mengolahnya menjadi kelompok-kelompok data yang merupakan distribusi
kasus-kasus campak sesuai karakteristik epidemiologi yang diperlukan.
Sebelum menemukan dan mengimpun kasus-kasus dalam rangkaian kegiatan
surveilans, perlu jelas :
1. Apakah problem kesehatan yang mendorong perlunya surveilans suatu
2. penyakit ?
3. Apakah tujuan surveilans telah jelas menjawab kebutuhan informasi untuk
4. manajemen program ?
5. Apakah kasus-kasus yang dimaksud sesuai dengan upaya memenuhi
6. informasi untuk manajemen program ? atau SKD_-KLB ?
7. Apakah kasus-kasus yang dimaksud terdapat pada suatu sumber data
8. tertentu ? Siapa dan bagaimana menemukan kasus-kasus tersebut ?
9. Apakah kasus-kasus yang dihimpun akan memperoleh data jumlah absolut,
10. rate secara total atau menurut karekateristik tertentu ?
Kasus campak, dan juga kasus-kasus yang lain, adalah seseorang atau suatu obyek
tertentu, yang menunjukkan ciri-ciri tertentu, berada pada tempat tertentu dan pada waktu
tertentu, sehingga ia dinyatakan oleh seseorang yang mengumpulkan data surveilans sebagai
kasus campak atau kasus-kasus lainnya. Kasus satu dengan kasus lain perlu ditetapkan ciri-
20
ciri tertentu yang spesifik, sehingga dapat dipilah berbagai jenis kasus yang ada di unit
sumber data. Rumusan ciri kasus tersebut disebut sebagai definisi operasional kasus.
Definsi operasional kasus adalah alat pemilah antara kasus dan bukan kasus. Ketidak
tepatan “definisi operasional kasus A”, misalnya, dapat berakibat suatu obyek dinyatakan
sebagai kasus A, padahal sebenarnya bukan, sebaliknya, suatu obyek dinyatakan sebagai
bukan kasus A, padahal sebenarnya adalah kasus A. Apabila terdapat 1000 obyek dinyatakan
sebagai kasus A, maka bisa terdapat 900 obyek benar sebagai kasus A, tetapi terdapat 100
obyek yang sebenarnya bukan kasus A, sehingga pengukuran besarnya angka kesakitan
menjadi tidak tepat (validitas).
2.9.3 Validitas dan Releabilitas
Validitas (sensitivitas, spesifisitas)
Validitas adalah menyatakan seberapa yakin (sahih) kasus dan bukan kasus yang
ditetapkan berdasarkan definisi operasional kasus tersebut benar sebagai kasus atau bukan
kasus. Validitas terdiri dari 2 jenis, sensitivitas dan spesifisitas.
1. Sensitivitas pada suatu definisi operasional kasus adalah menunjukkan kepekaan
seberapa besar sejumlah kasus yang diperiksa dinyatakan sebagai kasus berdasarkan
definisi operasional kasus.
2. Spesifisitas pada suatu definisi operasional kasus adalah menunjukkan kepekaan
seberapa besar sejumlah bukan kasus yang diperiksa dinyatakan sebagai bukan kasus
berdasarkan definisi operasional kasus. Secara teknis, “kasus yang diperiksa” atau
“kejadian yang diperiksa ternyata bukan kasus” itu adalah kejadian-kejadian yang
ditetapkan sebagai kasus dan bukan kasus dengan alat yang lebih canggih atau disebut
“gold standard”
Validitas merupakan karakter definisi operasional kasus yang sangat penting.
Pembahasan lebih luas pada bahasan atribut surveilans Berdasarkan pembahasan tersebut
diatas, maka suatu definisi operasional kasus mengandung penjelasan mengenai kejadian apa,
kapan dan dimana kejadian tersebut, dan disusun sedemikian rupa sehingga sesuai dengan
tujuan surveilans, dan terjawabnya pertanyaan-pertanyaan tersebut diatas. Definisi
operasional kasus disusun sedemikan rupa sesuai dengan cara menemukan obyek kasus, cara
merekamnya, cara pengolahan data, pelaporan dan desain analisis yang akan dilakukan.
21
Rumusan definisi operasional kasus juga perlu memperhatikan reliabilitas dan validitas serta
atribut surveilans lainnya serta kemampuan untuk memperoleh datanya.
Contoh :
Siatuasi kasus Campak
1. Seseorang yang menderita campak, maka kemungkinan berobat, sebagian tidak
berobat. Sebagian besar berobat ke Puskesmas dan sebagian yang lain ke Rumah Sakit.
2. Pencarian pengobatan terkendala jarak, dimana kasus-kasus dekat Puskesmas/Rumah
Sakit akan punya peluang berobat lebih besar dibanding kasus-kasus campak yang jauh
dari Puskesams/Rumah Sakit.
3. Program pengendalian campak dengan melaksanakan imunisasi pada anak usia 9- 11
bulan. Imunisasi juga dilakukan pada anak Sekolah Dasar kelas 1 (booster). Imunisasi
khusus juga dilaksanakan pada anak 1-4 tahun yang dilaksanakan secara massal.
4. Program memerlukan informasi, daerah manakah yang banyak kasus campak ? pada
usia berapakah paling sering terjadi kasus campak ? Apakah program imunisasi berhasil
menurunkan angka kesakitan campak ?
Berdasarkan kebutuhan program dan cara-cara penderita mencari pengobatan, maka
dirumuskan definisi operasional kasus campak Definisi operasional kasus campak adalah
seseorang yang berobat ke Puskesmas/Rumah Sakit dengan gejala demam, bercak merah
disertai dengan salah satu gejala diare, mata merah conjunctivitis atau batuk. Pada kasus juga
direkam variabel yang diperlukan : nama tempat tinggal (kelurahan/desa), tanggal berobat,
umur, dan status imunisasi campak. Pada definisi operasional kasus tersebut tidak
memasukkan batasan waktu dan lokasi, tetapi untuk surveilans pada KLB, perlu menetapkan
batasan waktu dan lokasi.
Data yang diperoleh akan dianalisis dan diinformasikan pada pengelola program :
1. Distribusi kasus menurut Puskesmas pertahun dengan populasi berisiko penduduk
diperoleh dari BPS setempat
2. Perkembangan kasus menurut umur, sehingga dapat diketahui pola kurva bulanan
kejadian campak di daerah tersebut
3. Perkembangan kasus menurut umur, sehingga dapat diketahui pola kurva tahunan
kejadian campak dan hubungannya dengan cakupan imunisasi campak
22
Releabilitas
Definisi operasional kasus adalah alat untuk menentukan suatu diagnosis, baik
berdasarkan gambaran klinis, dan atau dukungan pemeriksaan lainnya. Releabilitas adalah
konsistensi suatu definisi operasional kasus ketika digunakan untuk menetapkan kasus atau
bukan kasus, baik oleh petugas yang sama pada waktu berbeda (konsistensi intra petugas),
atau antara satu petugas dengan petugas lain (konsistensi antar petugas). Untuk menjaga
reliabilitas, maka perlu ada pedoman, prosedur operasional standar, pelatihan, dan
monitoring-evaluasi penerapan definisi operasional kasus. Atau Reliabilitas adalah
pemeriksaan yg dilakukan berulang-ulang akan menghasilkan sesuatu yg konsisten.
Faktor yg mempengaruhi:
1. Variabilitas alat
2. Variasi subyek
3. Variasi pemeriksa
Cara mengurangi variasi:
1. Standarisasi alat
2. Latihan intensif para pemeriksa
3. Penerangan yang jelas kepada orang yang akan diperiksa
Contoh
Definisi operasional (DO) kasus campak adalah demam, bercak merah disertai dengan
salah satu gejala diare, mata merah conjunctivitis atau batuk Pada DO kasus campak tersebut,
pengertian demam bisa berbeda satu petugas dengan petugas lain. Pada saat ditemukan kasus
oleh petugas A di Puskesmas, dengan hasil perabaan dahi menunjukkan demam, ditemukan
bercak kemerahan dan batuk, maka sesuai dengan DO kasus campak tersebut dimasukkan
sebagai kasus campak. Tetapi pada saat kasus yang sama tersebut datang ke petugas B, ia
menyebut bukan kasus campak, karena pada perabaan dahi dinyatakan suhu normal, atau
tidak demam. Pengukuran suhu oleh satu petugas bisa berbeda-beda metodenya, misalnya
satu saat petugas mengukur suhu badan pada ketiak, saat lain mengukur suhu badan pada
mulut, tetapi pengukuran dengan alat yang sama bisa dihasilkan simpulan yang berbeda, baik
karena cara menggunakan alat, maupun interpretasinya.
23
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Surveilans epidemiologi adalah upaya rutin dalam pengumpulan, pengolahan, analisis
dan diseminasi data yang relevan yang diperlukan untuk mengatasi masalah-masalah
kesehatan masyarakat dengan pengumpulan, pengolahan, dan analisis data kesehatan secara
sistematis dan terus menerus, serta diseminasi informasi tepat waktu kepada pihak-pihak
yang perlu mengetahui sehingga dapat diambil tindakan yang tepat.
Surveilans bertujuan memberikan informasi tepat waktu tentang masalah kesehatan
populasi, sehingga penyakit dan factor risiko dapat dideteksi dini dan dapat dilakukan
respons pelayanan kesehatan dengan lebih efektif.
Bagian-bagian dari surveilans epidemiologi meliputi screening, mapping, pencatatan
dan pelaporan, serta validitas dan releabilitas.
3.2 Saran
Dalam memanajemen laboratorium harus dikelola dengan pengadministrasian
laboratorium yang tepat dan sesuai dengan tata cara yang ada agar tercipta kondisi yang
kondusif mengingat pentingnya manfaat administrasi dalam suatu kegiatan atau organisasi.
24
DAFTAR PUSTAKA
WHO. (2004) WHO comprehensive assessment of the National Disease surveilans in
Indonesia. Washington DC
Departemen Kesehatan R.I., 1997 “Pedekatan Epidemiologi dan Dasar-dasar
Surveilans”, Pusdiklat : Jakarta.
Hadisaputro, Soeharyo. 2013.” Epidemiologi Manajerial Teori dan Aplikasi”.
Semarang: Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro, Hal 171-184
Kumalasari, Tri Novia. 2013. Modul Mata Kuliah Surveilans Epidemiologi “Konsep
Surveilans Epidemiologi”. Indralaya: Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas
Sriwijaya.
Budiarto, Eko & Dewi Anggraeni. 2012. "Pengamatan Epidemiologis (Surveilans)", Pengantar
Epidemiologi, Edisi 2.Jakarta: EGC, hal 100-106.
Noor, Nur Nasry. 2013. "Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit Menular", Pengantar
Epidemiologi Penyakit Menular. Jakarta: PT. Rineka Cipta, hal 82-95
25
Top Related