BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Penyakit demam berdarah dengue merupakan penyakit yang masih menjadi salah satu
masalah kesehatan masyarakat Indonesia yang jumlah penderitanya cenderung tinggi dan
penyebarannya semakin luas. Penyakit DBD merupakan penyakit menular yang terutama
menyerang anak.
Penyakit DBD disebabkan oleh virus dengue dari kelompok Arbovirus B, yaitu
arthropod-borne virus atau virus yang disebarkan lewat artropoda. Virus ini masuk ke dalam
genus Flavivirus dari famili Flaviviridae (Suhendro, et al 2006).
Di negara tropis, virus dengue sangat endemik. Di Asia, penyakit telah menyerang
terutama di Cina Selatan, Pakistan, India, dan semua negara Asia Tenggara. Di Indonesia kasus
DBD pertama kali terjadi di Surabaya pada tahun 1968. Kemudian menyebar ke seluruh
nusantara. Penyakit DBD ditemukan di 200 kota di 27 provinsi. Profil kesehatan di Jawa
Tengah tahun 1999 melaporkan bahwa kelompok tertinggi adalah usia 5-14 tahun yang
terserang sebanyak 42 % dan kelompok usia 15-44 tahun yang terserang sebanyak 37%. Data
tersebut didapat dari data rawat inap rumah sakit. Data dari Depkes RI melaporkan bahwa pada
tahun 2004 selama bulan Januari dan Februari, pada 25 provinsi tercatat 17.707 orang terserang
DBD dengan kematian 322 penderita. Daerah yang perlu diwaspadai adalah DKI Jakarta, Bali,
dan NTB (Widoyono 2008).
Ada 4 serotipe virus dengue, yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4. Serotipe DEN-3
merupakan jenis yang sering dihubungkan dengan kasus-kasus parah juga sebagai kasus
terbanyak yang ditemukan di Indonesia (Suhendro, et al 2006). Untuk pertama kalinya pada
bulan Maret 2002, Michael Rossman dan Richard Kuhn dari Purdue University, Amerika
Serikat melaporkan bahwa struktur dengue yang berbeda denga struktur virus lainnya yang
telah ditemukan. Infeksi oleh salah satu serotipe akan menimbulkan kekebalan terhadap
serotipe yang bersangkutan, tetapi tidak untuk serotipe lain. Keempat jenis virus tersebut
semuanya terdapat di Indonesia. Di daerah endemik, seseorang bisa terkena infeksi semua
serotipe virus pada waktu yang bersamaan (Widoyono 2008).
Oleh karena itu sudah seharusnya semua tenaga medis yang bekerja di Indonesia untuk
mampu mengenali dan mendiagnosisnya, kemudian dapat melakukan penatalaksanaan,
sehingga angka kematian akibat Demam Berdarah Dengue dapat ditekan.
1
Skenario
Seorang mahasiswa laki-laki umur 21 tahun mendadak demam tinggi selama 3 hari,
disertai dengan nyeri kepala, mual, mialgia, nafsu makan menurun dan badan terasa
lemas. Pada hari keempat saat bangun tidur pada lengannya terlihat bintik kemerahan.
Pasien tidak batuk-pilek. Sudah minum obat parasetamol, tetapi demam tetap tinggi, sehingga
ia memeriksakan diri ke dokter.
Dokter kemudian melakukan pemeriksaan tanda vital: T 110/90 mmHg; N 120x/menit;
suhu 39,5o C; RR 30x/menit; test pembendungan (RL) hasilnya positif. Pafa pemeriksaan
laboratorium didapatkan jumlah leukosit 3.500/mm3, hematokrit 42% serta jumlah trombosit
50.000/mm3. Pemeriksaan serologi IgG dan IgM anti-dengue positif.
Seminggu lalu tetangga penderita umur 3 tahun ada yang meninggal karena penyakit
Demam Berdarah Dengue.
Rumusan masalah
1. Bagaimana mekanisme terjadinya gejala?
2. Apa diferensiasi diagnosis penyakit di atas?
3. Bagaiamana mendiagnosis penyakit di atas?
4. Bagaimana penatalaksanaan yang tepat?
Tujuan Penulisan
1. Menjelaskan penyakit yang behubungan dengan daerah tertentu (endemis).
2. Menjelaskan patofisiologis dan patogenesis terjadinya penyakit.
3. Menjelaskan cara-cara penegakkan diagnosis penyakit DBD melauli gejala klinik,
pemeriksaan penunjag (laboratoris klinis, mikrobiologis, dll).
4. Menjelaskan penatalaksaan penyakit infeksi.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Penampilan Klinis Infeksi Virus Dengue
Penampilan klinis Infeksi virus dengue dapat sebagai asimtomatik, Undifferentiated
Fever, Dengue Fever atau Dengue Hemorrhagic Fever yang disertai dengan plasma leakage
( kebocoran plasma ) dengan akibat dapat timbul syok (Dengue Shock Syndrome).
Atau dapat dibuat sebagai berikut :
Asimtomatik
Simtomatik
Undifferentiated Fever
Dengue Fever/Demam Dengue
Tanpa perdarahan
Dengan perdarahan
Dengue Hemorrhagic Fever/Demam Berdarah Dengue
Tanpa syok
Dengan syok: Dengue Shock Syndrome (DSS)
Bagaimana Mengenali Dengue Fever / Dengue Hemorrhagic Fever
Dengue Fever (WHO 1999)
Adalah penyakit akut yang ditandai oleh panas 2 – 7 hari, disertai 2 atau lebih gejala
klinik dibawah. Gejala yang dimaksud adalah :
Sakit kepala
Nyeri retro orbital
Mialgia / Artralgia
Ruam
Manifestasi perdarahan, tourniquet test dan petechiae
Leukopenia
Pada anak, Dengue Fever biasanya tampil klinis ringan, sedang pada orang dewasa
dapat disertai nyeri tulang dan pada saat confalescence melalui periode prolong fatique, bahkan
kadang disertai depresi.
3
Dengue Hemorrhagic Fever (WHO 1999)
Adalah Infeksi Virus Dengue, dengan gejala seperti Dengue Fever yang disertai :
Manifestasi perdarahan yang lebih prominen :
Test Tourniquet positif.
Petechiae, echimosis atau purpura.
Perdarahan mukosa, epistaksis atau gum bleeding.
Trombositopenia ( 100.000 / mm3 ).
Plasma leakage / kebocoran plasma yang disebabkan oleh meningkatnya
permeabilitas kapiler, dengan ditandai oleh :
Meningkatnya Hct 20 %.
Gangguan sirkulasi
Effusi pleura, ascites.
Dengue Shock Syndrome ( DSS ) (WHO 1999)
Adalah penampilan klinis Dengue Hemorrhagic Fever yang disertai tanda-tanda kegagalan
sirkulasi berupa :
Penyempitan pulse pressure ( 20 mm Hg ).
Nadi cepat dan kecil.
Hipotensi.
Akral dingin.
Tabel berikut berisi tanda, gejala klinis dan laboratorium untuk membuat diagnosis
Undifferentiated Fever / Dengue Fever / Dengue Hemorrhagic Fever (WHO system for
classifying dengue syndromes).
Syndrome Clinical Hemorrhage **Laboratory
*
Undifferentiated Fever
Fever, mild respiratory or GI symptoms
T.T. + or -; bleeding signs + or -
plt NLhct NL
Dengue Fever Fever, headache, myalgia, leukopenia, usually rash.
T.T. + or -; bleeding signs + or -
plt or NLhct NL
Dengue Hemorrhagic Fever
Grade I Fever, mild respiratory or GI symptoms T.T. +; bleeding signs -
plt hct
Grade II Fever, mild respiratory or GI symptoms
T.T. +; bleeding signs + plt
4
hct
Dengue Shock Syndrome
Grade III As in grade I or II. Cool, clammy skin, enlarged liver, hypotension or narrow pulse pressure ***
T.T. + or -; bleeding signs + or -
plt hct
Grade IV As in grade III. Blood pressure unobtainable.
T.T. usually -; bleeding signs + or -
plt hct
* plt = platelet count. Abnormal value = 100.000 platelets per cubic milimeter.Hct = hematocrit. Abnormal value = 20 percen higher than recovery value.
** T.T. = tourniquet test, performed using blood pressure cuff inflated midway between systolic and diastolic for 5 min.
***
Narrow pulse pressure = systolic – diastolic 20 mm Hg.
Pemeriksaan Serologi
Pemeriksaan serologi adalah salah satu alat untuk membantu membuat konfirmasi
diagnosis infeksi virus dengue. Yang dibahas kali ini hanya 2 macam pemeriksaan serologi
yang banyak dipakai dalam praktek sehari-hari yaitu Hemaglutinasi Inhibisi dan Eliza. Sayang
pada era krisis moneter ini pemeriksaan serologi jenis ini masih sangat mahal.
Hemaglutinasi Inhibisi
Sampai sekarang ini uji H.I. masih menjadi patokan baku WHO untuk konfirmasi dan
klasifikasi infeksi virus Dengue. Dilakukan berdasarkan metode Clark & Cassal , yang
memerlukan serum sepasang, yang serumnya diambil saat akut, yaitu pada waktu penderita
datang dan saat konfalesence, yaitu 2 sampai 3 minggu dari saat sakit, dengan interval minimal
1 minggu dari pengambilan serum yang pertama. Karena harus melakukan pemeriksaan serum
sepasang ini, maka dalam praktek sering kali menimbulkan kesulitan
Prinsip metode ini adalah mengukur kadar IgM dan IgG melalui kemampuan antibodi
antidengue yang dapat menghambat reaksi hemaglutinasi darah angsa oleh virus Dengue.
Dalam menafsirkan hasil pemeriksaan uji Hemaglutinasi Inhibisi, WHO ( 1986 )
memberikan pedoman sbb :
RESPONSEANTIBODI
INTERVAL*S1 dan S2
TITERKONVALESEN
INTERPRETASI
Kenaikan 4 xKenaikan 4 xKenaikan 4 xKenaikan -Kenaikan -
7 hari Berapa saja 7 hari Berapa saja
1 / 1280 1 / 2560 1 / 1280 1 / 2560 1 / 1280
Infeksi primerInfeksi sekunderInfeksi primer / sekunderDiduga infeksi sekunderBukan infeksi dengue
5
Kenaikan - -
7 hari 7 hariHanya 1 serum
1 / 1280 1 / 1280
Tidak dapat dinilaiTidak dapat dinilai
Keterangan *: S1 dan S2 adalah Serum pengambilan pertama dan pengambilan kedua
Uji Elisa anti dengue
Dikatakan bahwa uji Elisa anti dengue ini mempunyai sensitivitas yang sama dengan uji
HI, bahkan ada yang mengatakan bahwa uji Elisa lebih sensitif dari pada uji HI. Prinsip dari
metode ini adalah mendeteksi adanya antibodi IgM dan IgG dalam serum penderita dengan cara
menangkap antibodi yang beredar dalam darah penderita.
Uji Elisa ini tidak mengadakan reaksi silang dengan golongan flavi virus yang lain,
sehingga metode ini lebih spesifik dibandingkan dengan metode HI.
Berikut adalah salah satu pemeriksaan Eliza Dengue ” Panbio ”
TITER M A K N A INTERPRETASI
IgM < 0.9 NEGATIF TIDAK ADA INFEKSI VIRUS DENGUE
IgM 0.9 – 1.1 EQUIVOKAL PERLU TES ULANG
IgM > 1.1 POSITIF DUGAAN INFEKSI VIRUS DENGUE BARU
IgG < 1.8 NEGATIF TIDAK ADA INFEKSI VIRUS DENGUE
IgG 1.8 – 2.2 EQUIVOKAL PERLU TES ULANG
IgG > 2.2 POSITIF DUGAAN INFEKSI VIRUS DENGUE BARU
Pemeriksaan IgM dan IgG dapat untuk menentukan jenis infeksi virus dengue apakah
primer atau sekunder. Pada anak diatas 1 tahun infeksi primer biasanya terkait dengan
penampilan klinis ringan, sedang infeksi sekunder dapat tampil klinis berat.
Penatalaksanaan Infeksi Virus Dengue
Periode febris (WHO 1999)
Apabila penderita infeksi Virus Dengue datang pada periode ini, dimana belum / tidak
dapat dibedakan apakah Dengue Fever / Dengue Hemorrhagic Fever, maka pengobatan yang
dapat diberikan adalah sebagai berikut :
Antipiretik
Parasetamol sebagai pilihan, dengan dosis 10 mg / BB / kali tidak lebih dari 4 kali
sehari. Jangan memberikan aspirin dan brufen / ibuprofen, dapat menimbulkan
gastritis dan atau perdarahan.
Antibiotika tidak diperlukan
6
Makan disesuaikan dengan kondisi napsu makannya.
Apabila penderita ditetapkan rawat jalan, maka kalau dalam perjalanan didapat
keluhan dan tanda klinis seperti dibawah ini dianjurkan untuk segera datang ke
rumah sakit untuk pengobatan selanjutnya.
Gejala dan tanda yang dimaksud adalah :
▲ Nyeri abdomen
▲ Tanda perdarahan dikulit, petekiae dan ekimosis
▲ Perdarahan lain seperti epistaksis dan perdarahan gusi
▲ Penderita tampak loyo dan pada perabaan terasa dingin
Pemberian cairan dapat diberikan per oral, akan tetapi apabila penderita tidak mau
minum muntah terus, atau panas yang terlalu tinggi maka pemberian cairan
intravena menjadi pilihannya.
Apabila cairan intravena dijadikan pilihan terapi, maka dikenal formula untuk
memenuhi cairan rumatan yaitu formula Halliday Segar .
Berat Badan ( Kg ) Cairan Rumatan ( Volume )/ 24 jam
10 100 CC / Kg BB
10 – 20 1000 CC + 50 CC / Kg BB diatas 10 Kg
> 20 1500 CC + 20 CC / Kg BB diatas 20 Kg
* Setiap derajat C kenaikan temperatur, cairan dinaikkan 12 % dari kebutuhan
rumatan .
Untuk cairan rumatan ini dapat dipakai solutio D5 ½ Saline atau D5 ¼ Saline
tergantung umur penderita .
Periode afebris (WHO 1999)
1. Dengue Fever
Kebanyakkan penderita Dengue Fever, setelah panas turun, penderita merasa / tampak
lebih segar, timbul nafsu makan dan akan segera sembuh tanpa disertai komplikasi, sehingga
tidak ada pengobatan khusus . Kadang timbul gejala klinis “ confalescence petechial rash “
pada tangan atau kaki dengan memberi kesan seperti sarung tangan atau kaus kaki. Dalam
prosentase yang kecil periode konfalesence ini membutuhkan waktu agak panjang.
2. Dengue Hemorrhagic Fever
Pada saat temperatur turun, pada penderita Dengue Hemorrhagic Fever terjadi 2
phenomena yang dapat membawa penderita pada keadaan kritis bahkan dapat berakhir dengan
kematian apabila tidak tertangani secara benar, yaitu adanya gangguan hemostatik berupa
7
penurunan jumlah dan kwalitas trombosit , gangguan faktor beku darah, bahkan dapat timbul
”diseminated intravascular coagulation” dan adanya kebocoran plasma sebagai akibat
peningkatan permeabilitas pembuluh darah.
Proses kebocoran plasma dari pembuluh darah ini akan menimbulkan defisit plasma didalam
pembuluh darah.
Apabila diurut tahapan klinis defisit plasma dalam pembuluh darah akan didapat urutan sbb
1. Peningkatan hematokrit 20 %, tanpa disertai gejala gangguan sirkulasi
2. Peningkatan hematokrit 20 %, disertai munculnya gejala penyempitan tekanan
nadi
3. Peningkatan hematokrit 20 %, disertai dengan timbulnya gejala shock, yang
ditandai dengan tekanan darah sistole dan diastole menurun, nadi kecil dan cepat
serta pada perabaan akral dingin.
4. Peningkatan hematokrit 20 %, disertai gejala nadi tak teraba dan tekanan darah
tak terukur.( “ profound shock “ ) .
Kalau dihadapkan pada penderita Dengue Hemorrhagic Fever yang termasuk kelompok
3 dan 4, akan dengan mudah mengenalinya, sehingga segera dapat diberikan
penatalaksanaannya. Akan tetapi, untuk kasus jenis kelompok 2, untuk mendeteksi
penyempitan tekanan nadi memerlukan ketelitian dari dokter yang memeriksanya. Apabila
menemukan kasus dari kelompok 1 agak sukar untuk menetapkan penderita tersebut tanpa /
disertai kebocoran plasma, sebab hematokrit penderita saat sehat tidak diketahui.
Setelah diagnosis Dengue Hemorrhagic Fever dibuat oleh seorang dokter, maka
tetapkan terlebih dahulu derajatnya, apakah grade I / II yang tidak disertai gangguan sirkulasi,
ataukah grade III / IV yang sudah disertai shock.
Perlu ditegaskan bahwa untuk penatalaksanaan penderita Dengue Hemorrhagic Fever
yang harus dikuasai oleh seorang dokter adalah pemberian cairan intravena,sebatas cukup
untuk mempertahankan sirkulasi yang efektif selama periode plasma leakage, disertai
pengamatan yang teliti dan cermat secara periodik seperti terpampang dalam diagram dibawah
ini.
Cairan yang dipakai dapat berupa kristaloid seperti D5 Normal Saline, Ringer Laktat ,
D5 Ringer Laktat, D5 Ringer Asetat dan koloid yang mempunyai berat molekul yang tinggi
seperti Plasma, Plasma pengganti ( Dextran, Haess dll ).
8
(Dikutip dari WHO 1997)
9
DEMAM BERDARAH DENGUE DERAJAT III
(Dikutip dari WHO 1997)
10
(Dikutip dari WHO 1997)
11
BAB III
PEMBAHASAN
Mekanisme Gejala
Walaupun dengue fever (DF) / demam dengue (DD) dan dengue hemorraghic fever
(DHF) / demam berdarah dengue (DBD) disebabkan oleh virus yang sama, tapi mekanisme
patofisiologisnya yang berbeda yang menyebabkan perbedaan klinis. Perbedaan yang utama
adalah pada peristiwa renjatan yang khas pada DBD. Renjatan itu disebabkan karena kebocoran
plasma yang diduga karena proses imunologi. Pada demam dengue hal ini tidak terjadi.
Manifestasi klinis demam dengue timbul akibat reaksi tubuh terhadap masuknya virus.
Virus akan berkembang di dalam peredaran darah dan akan ditangkap oleh makrofag. Segera
terjadi viremia selama 2 hari sebelum timbul gejala dan berakhir setelah lima hari gejala panas
mulai. Makrofag akan segera bereaksi dengan menangkap virus dan memprosesnya sehingga
makrofag menjadi APC (Antigen Presenting Cell). Antigen yang menempel di makrofag ini
akan mengaktifasi sel T-Helper dan menarik makrofag lain untuk memfagosit lebih banyak
virus. T-helper akan mengaktifasi sel T-sitotoksik yang akan melisis makrofag yang sudah
memfagosit virus. Juga mengaktifkan sel B yang akan melepas antibodi. Ada 3 jenis antibodi
yang telah dikenali yaitu antibodi netralisasi, antibodi hemagglutinasi, antibodi fiksasi
komplemen.
Proses diatas menyebabkan terlepasnya mediator-mediator yang merangsang terjadinya
gejala sistemik seperti demam, nyeri sendi, otot, malaise dan gejala lainnya. Dapat terjadi
manifetasi perdarahan karena terjadi aggregasi trombosit yang menyebabkan trombositopenia,
tetapi trombositopenia ini bersifat ringan.
Patofisiologi primer DBD dan DSS adalah peningkatan akut permeabilitas vaskuler
yang mengarah ke kebocoran plasma ke dalam ruang ekstravaskuler, sehingga menimbulkan
hemokonsentrasi dan penurunan tekanan darah. Volume plasma menurun lebih dari 20% pada
kasus-kasus berat, hal ini didukung penemuan post mortem meliputi efusi pleura,
hemokonsentrasi dan hipoproteinemia.
Diagnosis
Semua rincian tanda / gejala klinis dan laboratorium di atas sangat membantu para
dokter untuk membuat diagnosis secara klinik, kemudian melakukan terapi cairan, yang
notabene harus segera diberikan.
12
Sedangkan untuk kepentingan pelaporan di lapangan, tanda / gejala klinik dan
laboratorium diatas hanya dapat membuat diagnosis sebatas suspek Undifferentiated Fever /
Dengue Fever / Dengue Hemorrhagic Fever / Dengue Shock Syndrome, masih diperlukan
pemeriksaan serologi / virologi, yang akhirnya keluar diagnosis “Probable“ dan “Confirmed”.
Dalam praktek di klinik, dapat saja pada awalnya penderita Infeksi Virus Dengue
didiagnosis sebagai demam dengue, kemudian dalam perjalanan berubah menjadi DBD, sebab
baru terbukti ada kebocoran plasma pada saat dalam perjalanan sakitnya. Begitu juga dapat
terjadi penderita didiagnosis awalnya sebagai DBD, dalam perjalanan berubah menjadi Dengue
Shock Syndrome sebab kegagalan sirkulasi baru terjadi kemudian. Akan tetapi, kalau
penanganan penderita dilakukan secara sistematis dan benar maka hal-hal diatas akan dapat
diatasi di rumah sakit.
Sebelum kita menetapkan terapi pada penderita infeksi virus dengue, maka kita harus
menetapkan apa diagnosisnya, DD / DBD atau DSS, baru setelah itu kita berikan terapi
(terutama terapi cairan) sesuai dengan diagnosis yang kita buat.
Pada kasus kali ini hari keempat tidak terjadi kenaikan hematokrit, yang biasanya pada
hari keempat hematokrit sudah mulai naik. Atau mungkin karena respon yang berbeda pada
setiap individu. Apabila penderita infeksi Virus Dengue datang pada periode ini, dimana
belum / tidak dapat dibedakan apakah demam dengue / demam berdarah dengue, maka
pengobatan yang dapat diberikan seperti yang telah dijelaskan di atas hingga diagnosisnya
jelas.
13
BAB IV
PENUTUP
Simpulan
1. Demam berdarah merupakan penyakit yang masih menjadi salah satu masalah
kesehatan masyarakat Indonesia.
2. Untuk diagnosis DD/DBD diperlukan ketelitian dengan lihat tanda / gejala klinis
dan hasil pemeriksaan fisik dan laboratorium.
3. Perbedaan antara DD dan DBD adalah pada DBD terjadi kebocoran plasma,
sedangkan pada DD tidak terjadi.
4. Terapi cairan pada infeksi virus dengue sangat penting, sebagai rehidrasi karena
banyak hilangnya cairan tubuh.
Saran
1. Untuk penatalaksanaan penderita Dengue Hemorrhagic Fever yang harus
dikuasai oleh seorang dokter adalah pemberian cairan intravena,sebatas cukup
untuk mempertahankan sirkulasi yang efektif selama periode plasma leakage,
disertai pengamatan yang teliti dan cermat secara periodik.
14
DAFTAR PUSTAKA
Faizi M. 1998, Validitas rasio IgM / IgG sebagai pembeda infeksi primer dan sekunder pada
penderita demam berdarah dengue. Karya akhir program pendidikan dokter spesialis I,
Lab / SMF Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Unair / RSUD Dr.Soetomo
Surabaya.
Suhendro, Leonard N., Chen, K., Herdiman T.P. 2006, Demam Tifoid, dalam Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam, Edisi 4, Jilid III, Penerbit IPD FK UI, Jakarta, pp: 1709-13.
WHO. Dengue Haemorrhagic fever: diagnosis, treatment and control. Geneva, 1986.
WHO 1997, Dengue Hemorrhagic Fever: diagnosis, treatment, prevention and control,
Geneva.
WHO 1999, Guidelines for treatment of dengue fever / dengue hemorrhagic fever in small
hospitals, New Delhi, pp:1-28.
Widoyono 2008, Penyakit Tropis: epidemiologi, penularan, pencegahan, dan
pemberantasannya, editor: Amalia S, Rina A, Penerbit Erlangga, Jakarta, pp: 59-67.
15