BAB I
PENDAHULUAN
1.1 IDENTIFIKASI
Nama : Tn. H. Sarbini
Umur : 67 tahun
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Status : Menikah
Pekerjaan : Swasta
Suku : Palembang
Agama : Islam
Bangsa : Indonesia
Alamat : Kertapati
1.2 ANAMNESIS
(Autoanamnesis dan Alloanamnesis Ayah Pasien tanggal 24 April 2013)
Keluhan Utama: sesak nafas sejak 1 minggu yang lalu.
Riwayat Perjalanan Penyakit:
± Sejak sekitar 1 minggu SMRS, penderita mengeluh sesak nafas. Sesak
nafas terjadi hilang timbul dan tidak dipengaruhi aktifitas. Sesak nafas juga
disertai nyeri pada dada kiri. Demam (+), batuk (+), Riwayat merokok (+),
Riwayat trauma (-), Riwayat penyakit Jantung (-). Pasien kemudian berobat
ke klinik dokter dan didiagnosis suspek bronkitis. Lalu pasien disarankan ke
RSMH Palembang untuk CT-Scan Thorax.
Riwayat Penyakit Dahulu:
– Riwayat Hipertensi (-)
– Riwayat DM (+)
– Riwayat Asma (-)
1
2
Riwayat Penyakit Keluarga:
– Riwayat Hipertensi (+)
– Riwayat DM (+)
– Riwayat Asma (-)
1.3 PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis
Kesadaran : Compos Mentis
Tekanan Darah : 120/80 mmHg
RR : 22 x/ menit
HR : 86 x/menit
Suhu : 36,70C
BB : 68 kg
TB : 170 cm
Status Lokalis
Kepala
Mata : Konjungtiva pucat (-/-), sclera ikterik (-/-)
Pupil : Isokor, Reflek Cahaya +/+
Leher : JVP (5+0) H2O ; Terdapat pembesaran KGB colli
dextra
Thorax : Simetris
Paru-Paru : Vesikuler (+) normal , ronkhi (-), wheezing (-)
Jantung : HR 103 x/menit, murmur (-), gallop (-)
Abdomen : Cembung, keras, hepar dan lien tidak teraba,
BU(+)N
Ekstremitas
Ekstremitas Inferior : Deformitas (-/-) ; CRT < 3’
Ekstremitas Superior : Deformitas (-/-) ; Edema dorsum pedis (+/+) ;
CRT < 3’
3
1.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Laboratorium (22 April 2013)
• BSS : 220 mg/dL
Rontgen Thorax
Foto tanggal 19 April 2013
Ct-scan tanggal 24 April 2013
4
CT Scan Thorak didapatkan :
Pulmo : Tampak infiltrate pada apex paru kanan, tampak cavitas dan tak tampak
kalsifikasi. Tak tampak massa multinoduler pada Hillus dan
paramediastinal kanan dan kiri paru. Bronkus dan vascular baik.
Mediastinum : Tak tampak massa, tak tampak pembesaran kelenjar getah bening
Cor dan Pembuluh darah besar normal
Pleura kanan kiri normal
Tulang-tulang baik
Soft tissue baik
Kesan : Susp. TB Paru dextra
1.5 DIAGNOSIS BANDING
TB paru dextra
Tumor Paru dextra
5
1.6 DIAGNOSIS KERJA
TB Paru dextra
1.7 PENATALAKSANAAN
– Non Medikamentosa
– Medikamentosa
1.8 PROGNOSIS
Quo ad vitam : Dubia ad bonam
Quo ad functionam : Dubia ad bonam
6
2.2 Tumor Paru
Tumor jinak paru jarang dijumpai, hanya ditemukan 2 % dari seluruh tumor
paru. Tumor jinak paru yang sering dijumpai adalah hamartoma. Hamartoma
merupakan tumor jinak yang pertambahan besarnya berlangsung sangat lambat. Bentuk
tumor bulat atau bergelombang (globulated) dengan batas yang tegas. Biasanya ukuran
< 4 cm dan sering mengandung kalsifikasi berbentuk bercak-bercak garis atau gambaran
pop corn, kalsifikasi ini akan bertambah dengan bertambah besarnya tumor.
Pembentukan kavitas tidak pernah terjadi.
Sebagian besar (45-60 %) tumor ganas paru termasuk karsinoma bronkogen
adalah jenis epidermoid. Kalsifikasi tumor ganas paru :
1. Tumor ganas epithelial
2. Sarcoma
3. Carcinosarcoma
4. Neoplasma
5. Metastasis pada paru
Pemeriksaan radiologic untuk mencari tumor ganas bermacam-macam antara lain
bronkografi invasive, CT-Scan dengan pesawat yang canggih, tetapi pemeriksaan
radiologi konvensional (toraks PA, lateral, fluoroskopi) masih tetap emmunyai nilai
diagnostic yang tinggi, meskipun kadang-kadang tumor itu sendiri tidak terlihat tetapi
kelainan sebagai akibat adanya tumor akan sangat dicurigai kea rah keganasan,
misalnya kelainan emfisema setempat, ateletaksis, peradangan sebagai komplikasi
tumor atau akibat bronkus terjepit.
Gambaran radiologik pada tumor paru dapat berupa gambaran :
Ateletaksis (gambaran perselubungan padat akibat hilangnya aerasi yang
disebabkan tersumbatnya bronkus oleh tumor, dapat terjadi segmental,
lobaris, atau seluruh hemitoraks).
Pembesaran hilus unilateral
7
Emfisema lokal (penyumbatan bronkus oleh tumor akan menghambat
pengelaran udara sewaktu ekspirasi sehingga terjadi densitas yang rendah
atau emfisema setempat dibandingkan daerah lain.
Kavitas atau abses yang soliter (biasanya dinding kavitas tebal dan irregular)
Pneumonitis yang sukar sembuh (sering disebabkan aerasi tidak sempurna
akibat sumbatan sebagian bronkus dan pengobatan dengan antibiotic tidak
memberikan hasil yang sempurna atau berulang kembali peradangannya).
Massa di paru (karsinoma di paru dimulai sebagai bayangan noduler kecil di
perifer paru dan akan berkembang menjadi suatu massa sebelum terjadi
keluhan. Biasanya massa di paru sebesar 4-12 cm berbentuk bulat atau oval
berbenjol (globulated) dan kadang-kadang pada pemeriksaan tomografi
terlihat gambaran yang radiolusen yang menunjukkan adanya nekrosis di
dalam tumor).
Tumor paru (pemeriksaan CT-Scan memberikan informasi lebih banyak.
Penilaian berupa massa primer paru berupa besarnya densitas massa yang
dapat memberikan gambaran yang inhomogen pada massa sifat ganas atau
homogeny pada massa jinak, pinggir massa dapat diperhatikan lebih jelas,
tidak teratur atau spikula / pseudopodi pada massa ganas, batas rata pada
jinak).
Pemberian bahan kontras intravena dapat menentukan sifat massa yang
menyangat pada massa ganas umumnya dan tidak menyangat pada massa
jinak. Keterlibatan organ sekitarnya atau mediastinum lebih mudah
terdeteksi, sebagai keterlibatan tulang sekitarnya, pembesaran kelenjar getah
bening hilus, bifurkasio, paratrakea, dan massa bersinggungan dengan
dinding pembuluh darah besar toraks yang merupakan non operable).
Nodul soliter pada paru
Efusi pleura
Elevasi diafragma
Metastasis paru (hematogen atau limfogen)
8
Alur Penegakan Diagnosisi Ca Paru
9
BAB III
ANALISIS KASUS
Pada anmnesis didapatkan seorang laki-laki usia 18 tahun mengeluh sesak
napas ± 2 minggu SMRS. Sesak nafas terjadi terus menerus terutama saat
berbaring. Pasien sulit tidur dengan berbaring. Pernafasan lebih baik saat duduk
dan berdiri dibandingkan saat berbaring atau tidur. Kemudian penderita datang ke
IRD RSMH Palembang. Penderita pernah mengalami hal serupa ± 1 tahun yang
lalu, berobat di RSMH lalu mendapat terapi.
Pada pemeriksaan fisik, pada status generalis didapatkan tekanan darah
130/90 mmHg, frekuensi pernapasan 32 x/m, frekuensi nadi 103 x/m, dan suhu
normal. Status lokalis pada kepala, leher, dan abdomen tidak ada kelainan. Pada
thorax, didapatkan vesikuler paru menurun, ronkhi dan wheezing tidak ada,
frekuensi denyut jantung 103 x/m.
Dari pemeriksaan darah rutin didapatkan Hb↓, nematokrit ↑, leukosit ↑,
Led ↑, dan diff.count bergeser ke kanan yang berarti terjadi suatu proses kronik.
Pada pemeriksaan foto polos thorax PA didapatkan tampak perselubungan pada
hemitoraks kanan dan sebagian pada hemitoraks kiri. Cor tidak dapat dinilai.
Gambaran perselubungan pada hemitoraks seperti gambaran kurva yang
merupakan tanda terjadinya efusi pleura. Kesan maasive efusi pleura.
Dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan darah rutin dan foto
thorak dapat disimpulkan bahwa penderita mengalami efusi pleura yaitu keadaan
tertimbunnya cairan di rongga pleura yang menyebabkan sesak napas. Diagnosis
banding keadaan ini yaitu suatu keganasan di toraks, yaitu curiga massa di paru
dan massa di mediastinum. Untuk diagnosis kerja dibutuhkan pemeriksaan
lainnya berupa CT Scan, pemeriksaan sputum, analisis cairan pleura dan FNAB.
Untuk menguatkan diagnosis perlu dilakukan pemeriksaan histopatologi yang
sediaan diambil dari biopsi.
Dari hasil CT scan toraks didapatkan kesan suspek lymphoma yang
ditandai dengan tampak massa pada hilus dan para mediastinal kanan dan kiri.
Dari CT Scan masih bisa keganasan yang terjadi juga berasal dari paru, untuk itu
10
disingkirkan diagnosis banding ca paru dengan pemeriksaan analisis cairan pleura,
untuk memastikan apakah ada sel ganas pada sputum. Dari hasil sputum tidak
dijumpai sel ganas. Pada pemeriksaan analisis cairan pleura didapatkan eksudat >
transudat dengan makroskopis tampak keruh, mendukung terjadinya suatu proses
keganasan. Dari FNAB region coli dextra dan sinistra didapatkan kesan malignant
tumor dengan different diagnosis limfoma maligna yang merupakan keganasan
mediastinum dan pleomorfik sarcoma yang merupakan keganansan paru.
Dari hasil pemeriksaan yang telah dilakukan dan dari analisis hasil
pemeriksaan penunjang dapat ditegakkan diagnosis tumor mediastinum dengan
adanya gambaran radiologi efusi pleura e.c. Ca Mediastinum. Pada pemeriksaan
patologi anatomi didapatkan diagnosis suatu Non Hodgkin Lymphoma yang
menguatkan diagnosis kerja yaitu Ca Mediastinum tipe Non Hodgkin Lymphoma
Top Related