STATUS ILMU PENYAKIT DALAM
SMF PENYAKIT DALAM
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BUDHI ASIH
CASE
Nama Mahasiswa : Muhamad Rosaldy Dosen Pembimbing : NIM : 030.09.158
IDENTITAS PASIEN
Nama Lengkap Tn. A Jenis Kelamin Laki-lakiUmur 52 thn Suku Bangsa SundaStatus Perkawinan Menikah Agama IslamPekerjaan Wiraswasta Pendidikan SMAAlamat Jl. Mampang Prapatan
XV RT 03/04Tanggal Masuk RS 15 November 2013No. RM 904376
ANAMNESIS
Diambil secara autoanamnesis, tanggal 16 November 2013, pukul 13.00 WIB
Keluhan Utama
Pingsan 1 jam SMRS
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien dibawa oleh keluarga ke IGD RSUD BA dalam keadaan pingsan yang dialaminya sejak 1
jam yang lalu. Sebelum pingsan, pasien muntah sebanyak satu kali berisi makanan. Saat itu,
pasien sudah mengeluhkan nyeri perut yang dirasakan makin bertambah berat.
Sebelumnya, pada hari yang sama, pasien sempat BAB, frekuensi satu kali, dengan konsistensi
lunak kental, berwarna hitam pekat dan berbau busuk, serta tidak disertai darah berwarna merah
segar. Pasien kemudian dibawa ke Puskesmas terdekat, datang ditemani keluarganya. Pasien
diberikan rujukan untuk ditangani di RSUD BA sebelum akhirnya kejadian muntah dan jatuh
pingsan tersebut terjadi.
Pasien merasakan nyeri perut sejak 2 minggu SMRS. Pasien mengutarakan, nyeri perut yang
dirasakan ‘melilit’ ini muncul terus menerus sepanjang hari, namun sekitar empat hari terakhir
ini, kualitas nyeri makin bertambah berat. Nyeri dirasakan di sekitar ulu hati dan makin
bertambah nyeri jika ditekan, terutama di daerah kiri atas perut dan ulu hati. Menurut pasien,
nyeri tidak pernah menjalar ke bagian lain dan tidak dipengaruhi oleh aktivitas, makan atau
minum. Pasien merasakan ulu hatinya keras pada perabaan.
Tanggal 12 November, pasien muntah berwarna hitam dengan konsistensi kental, sebanyak kira-
kira dua setengah gelas belimbing, dengan frekuensi satu kali. Muntah berwarna hitam terjadi
sesaat setelah pasien minum segelas jamu tradisional. Setelah muntah, pasien langsung merasa
lemas, pusing, dan pandangan berkunang-kunang. Saat itu, nyeri perut yang dirasakan makin
terasa melilit di daerah ulu hati.
Beberapa saat kemudian, pasien merasakan ingin buang air besar. Pasien buang air besar
berwarna hitam menyembur dan berbau busuk. Konsistensi lebih makin lunak dan kental.
Setelah selesai BAB, pasien jatuh pingsan untuk pertama kalinya. Setelah kira-kira 10 menit,
pasien tersadar dan diberi minum segelas air teh manis, namun rasa lemas dan nyeri perut makin
dirasakan hebat. Bersama keluarga, pasien dibawa ke klinik 24 jam dengan keluhan BAB
berwarna hitam. Pasien diberikan obat untuk menghentikan perdarahan (pasien lupa nama obat),
setelah itu keluhan BAB berwarna hitam tidak dialaminya. Nyeri perut masih ada dan tidak
berkurang kualitas nyerinya, namun rasa lemas sudah mulai berkurang.
Pasien juga mengaku memiliki wasir yang dirasakan sebagai suatu benjolan padat di dalam
dubur yang pertama kali dirasakan pada tahun 1982. Sekitar sepuluh tahun pertama wasir dapat
keluar masuk sendiri, namun, tetap dirasakan mengganjal pada saat BAB. Nyeri pada benjolan
disangkal. Pada tahun 2004 pasien mengaku BAB dengan darah merah segar menetes, sebanyak
satu kali. Pasien mengaku darah yang keluar bersama tinja tak terlalu banyak, kira-kira
seperempat gelas aqua. Saat BAB berdarah, pasien juga tidak merasakan nyeri. Pasien tidak
pernah memberikan pengobatan atau pergi ke dokter sekalipun BAB berdarah tersebut
dialaminya. Dalam sepuluh tahun terakhir ini, benjolan dirasakan makin membesar dan cukup
mengganggu BAB, terutama BAB dengan konsistensi tinja keras. Tidak ada BAB berdarah
merah segar lagi sejak tahun 2004 tersebut, namun setiap setelah BAB, benjolan sulit masuk
sendiri sehingga harus dimasukkan dengan jari. Rasa gatal pada wasir atau sekitar dubur
disangkal.
Riwayat sesak napas disangkal, perut membuncit disangkal, riwayat batuk-batuk lama disangkal,
riwayat BAK sering, penurunan berat badan berarti yang tidak dapat dijelaskan sebabnya
disangkal, namun sejak nyeri perut makin berat dirasakan (4 hari SMRS), pasien mengalami
penurunan nafsu makan, yaitu makan hanya satu porsi, sehari sekali. Peenggunaan obat
antiinflamasi non-steroid (AINS) jangka panjang juga disangkal.
Riwayat Penyakit Dahulu
Keluhan nyeri perut, BAB dan muntah warna hitam, serta badan lemas baru pertama kali
dialami. Riwayat nyeri ulu hati/sakit maag disangkal, riwayat sakit kuning disakngkal, riwayat
sakit liver disangkal, riwayat hipertensi disangkal, riwayat asma, alergi, sakit jantung atau paru,
serta riwayat operasi juga disangkal.
Riwayat Penyakit keluarga
Tidak ada anggota keluarga yang sedang atau pernah memiliki keluhan serupa seperti yang
dialami pasien sekarang. Riwayat hipertensi, diabetes mellitus, alergi, penyakit jantung atau paru
di dalam keluarga disangkal
Riwayat Sosial dan Kebiasaan
Sejak 2 tahun terakhir, pasien memiliki kebiasaan minum jamu tradisional Putri Sakti untuk
menambah nafsu makan. Pasien minum jamu tersebut 1-2 gelas per hari, tiap harinya. Dalam
sebulan, pasien mengkonsumsi 4-5 botol jamu. Menurut pasien, setelah minum jamu, selain
menambah nafsu makan, pasien menuturkan rasa badan lebih enak. Pasien mulai berhenti minum
jamu sejak keluhan nyeri perut dirasakan memberat, yaitu empat hari SMRS, dan sejak saat
itulah diikuti penurunan nafsu makan. Pasien juga memiliki kebiasaan merokok sebanyak 1-2
batang per hari sejak 21 tahun yang lalu. Riwayat penggunaan narkotika dan meminum minuman
beralkohol disangkal. Riwayat pemakaian obat-obatan tertentu dalam jangka waktu lama
disangkal. Pembiayaan selama di RSUD BA menggunakan Kartu Jakarta Sehat.
PEMERIKSAAN FISIK
1. Pemeriksaan Umum
- Keadaan umum : Tampak sakit sedang
- Kesadaran : Compos mentis
- Tekanan darah : 110/60 mmHg
- Frekuensi nadi : 80/menit
- Frekuensi napas : 20/menit
- Suhu : 37,1oC
- Kesan status gizi : Cukup
- Tinggi badan : 170 cm
- Berat Badan : 65 kg
- IMT : 22,5 kg/m2 (BB normal)
- Sianosis : tidak ada
- Edema umum : tidak ada
- Ikterus : tidak ada
- Habitus : atletikus
- Mobilitas : aktif
- Taksiran usia : sesuai
2. Aspek Kejiwaan
- Tingkah laku wajar
- Alam perasaan biasa
- Proses pikir wajar
3. Kulit
Warna sawo matang, tidak terdapat kesan efloresensi abnormal, pertumbuhan rambut
merata, keringat umum, pigmentasi merata, lembap, turgor baik, varises tidak ada,
jaringan parut tidak ada, oedem tidak ada, ikterus tidak ada.
4. Kepala
Normocephali, simetris, distribusi rambut merata, lurus, berwarna hitam.
5. Mata
Eksoftalmus : tidak ada Enoftalmus : tidak ada
Kelopak : tidak oedem Lensa : jernih
Konjungtiva : anemis Visus : baik
Gerakan mata : tidak ada hambatan Sklera : tidak ikterik
Lapang pengluhatan : normal Tekanan bola mata : tidak meningkat
6. Telinga
Tuli : tidak ada Membran timpani : intak
Liang : lapang Penyumbatan : tidak ada
Serumen : tidak ada Pendarahan : tidak ada
Cairan : tidak ada
7. Hidung
Napas cuping hidung : tidak ada Septum deviasi : tidak ada
Deformitas : tidak ada
Mukosa dan concha : tidak ada oedem/livid/hiperemis/pucat
Sekret dan darah : tidak ada
8. Mulut
Bibir : bentuk normsal, tidak ada kelainan, warna bibir merah
Lidah : normoglosia, hiperemis tidak ada, ulkus tidak ada, sianosis tidak ada
Bukal : tidak ada hiperemis, tidak ada sianosis
Uvula : tampak di linea mediana, tidak hiperemis, livid, maupun sianosis
Faring : arkus faring simetris, tidak hiperemis, tidak ada PND, maupun pseudomembran
Tonsil : ukruan T1-T1, tenang, tidak ada kelainan seperti kripta dan detritus
Gigi : tidak ada caries dentis
Trismus : tidak ada
9. Leher
Bentuk leher normal, tampak lurus ditengah, JVP 5-2 cmH2O, kelenjar tiroid tidak teraba
membesar, kelenjar getah bening leher tidak tampak membesar.
10. Dada
Bentuk : datar, tidak cekung
Pembuluh darah : tidak melebar
Buah dada : simetris, tidak ada retraksi putting susu
11. Paru-paru
Pemeriksaan Depan Belakang
Inspeksi Kiri Simetris saat statis dan dinamis Simetrissaat statis dan
dinamis
Kanan Simetris saat statis dan dinamis Simetris saat statis dan
dinamis
Palpasi Kiri Tidak ada benjolan Tidak ada benjolan
Kanan Fremitus taktil simetris Fremitus taktil simetris
Perkusi Kiri Sonor di seluruh lapang paru Sonor di seluruh lapang
paru
Kanan Sonor di seluruh lapang paru Sonor di seluruh lapang
paru
Auskultasi Kiri Suara napas vesikuler
Wheezing (-), ronki (-)
Suara napas vesikuler
Wheezing (-), ronki (-)
Kanan Suara napas vesikuler
Wheezing (-), ronki (-)
Suara napas vesikuler
Wheezing (-), ronki (-)
12. Jantung
Inspeksi : Pulsasi iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : Teraba pulsasi iktus kordis 1 cm medial linea midklavikularis kiri
Perkusi :
o Batas kanan : sela iga V, linea sternalis kanan dengan suara redup
o Batas kiri : sela iga V, kurang lebih 1 cm medial linea midklavikularis kiri
dengan suara redup
o Batas atas : sela iga III, linea parasternalis kiri dengan suara redup
Auskultasi : Bunyi jantung I-II murni regular, suara gallop maupun murmur tidak ada
13. Pembuluh Darah
Arteri temporalis : teraba pulsasi Arteri femoralis : teraba pulsasi
Arteri karotis : teraba pulsasi Arteri poplitea : teraba pulsasi
Arteri brakialis : teraba pulsasi Arteri Tibialis Posterior: teraba pulsasi
Arteri radialis : teraba pulsasi Arteri Dorsalis Pedis : teraba pulsasi
14. Perut
Inspeksi Datar, tidak terdapat shagging of the flanks, warna kulit tidak ikterik, tidak
ada spider navy, tidak tampak efloresensi bermakna, tidak tampak dilatasi
vena, tidak tampak smiling umbilicus.
Auskultasi Bising usus 11x/menit
Palpasi Dinding perut supel, tidak ada defans muscular, nyeri tekan di regio
epigastrium, , hepar tidak teraba, Murphy’s sign negatif, lien tidak teraba,
ballottement negatif, undulasi negative
Perkusi Timpani, batas bawah hepar setinggi sela iga VII linea midklavikularis
kanan dengan suara pekak, batas atas hepar setinggi sela iga V linea
midklavikularis kanan dengan suara redup, shifting dullness negative
15. Anggota Gerak
Lengan Kanan Kiri
Otot Tonus Normotonus Normotonus
Massa Normal Normal
Sendi Normal Normal
Gerakan Aktif Aktif
Kekuatan +5 +5
Oedem Tidak ada Tidak ada
Petekie/purpura Tidak ada Tidak ada
Hematom Tidak ada Tidak ada
16. Tungkai dan Kaki
Tungkai dan kaki Kanan Kiri
Luka Tidak ada Tidak ada
Varises Tidak ada Tidak ada
Otot Tonus Normotonus Normotonus
Massa Normal Normal
Sendi Normal Normal
Gerakan Aktif Aktif
Kekuatan +5 +5
Oedem Tidak ada Tidak ada
Petekie/purpura Tidak ada Tidak ada
Sikatriks Tidak ada Tidak ada
Hematom Tidak ada Tidak ada
17. Refleks
Tipe Kanan Kiri
Refleks tendon Positif Positif
Bisep Positif Positif
Trisep Positif Positif
Patela Positif Positif
Achilles Positif Positif
Refleks patologis Negatif Negatif
18. Pemeriksaan Khusus Regio Analis
Inspeksi : luka di sekitar anus (-), perdarahan (-), hiperemis (-), pus (-)
Palpasi : nyeri tekan (-)
Rectal Touche (RT) : tonus sfingter ani baik, mukosa licin, ampula rekti tidak kolaps,
teraba massa pada arah jam 7, nyeri tekan (-). ST : feses hitam lunak lengket, lendir (-),
darah (-), bau busuk (+)
LABORATORIUM RUTIN
Hasil laboratorium, 15 November 2013, IGD RSUD BA
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan
Hematologi
Leukosit
Hemoglobin
Hematokrit
12,8
6,3
18
ribu/uL
g/dL
%
3,8 – 10,6
13,2 – 17,3
40 – 52
Trombosit 254 ribu/uL 150 - 440
Kimia Klinik
Glukosa Darah Sewaktu 131 mg/dL <110
Elektrolit Serum
Natrium (Na)
Kalium (K)
Klorida (Cl)
144
3,8
110
mmol/L
mmol/L
mmol/L
135 – 155
3,6 – 5,5
98 - 109
RINGKASAN
Pasien pria, berusia 52 tahun datang diantar oleh keluarganya ke IGD RSUD BA dalam keadaan
pingsan sejak 1 jam SMRS. Pasien juga mengeluhkan nyeri perut yang makin memberat di
bagian ulu hati sejak 2 minggu SMRS. Sebelum pingsan, pasien sempat muntah satu kali berisi
makanan dan BAB berwarna hitam, konsistensi tinja lunak kental, sebanyak satu kali. Tiga hari
SMRS, segera setelah pasien mengkonsumsi segelas jamu tradisional, pasien merasa nyeri perut
melilit di ulu hati disertai muntah warna hitam sebanyak satu kali, pasien langsung lemas, pusing
dan pandangan berkunang-kunang. Beberapa saat kemudian, BAB hitam menyembur sebanyak
satu kali. Setelah itu, pasien pingsan dan dibawa ke klinik 24 jam. Pasien lalu diberi obat
penghenti perdarahan namun nyeri perut tidak kunjung hilang. Pasien mengalami penurunan
nafsu makan sejak keluhan nyeri perut makin bertambah hebat, termasuk berhenti meminum
jamu. Biasanya, pasien minum jamu hampir tiap hari sejak 2 tahun terakhir, untuk memulihkan
kesegaran pada badan dan menambah nafsu makan. Pasien juga seorang perokok sejak 21 tahun
yang lalu, dan menyangkal menggunakan obat-obatan tertentu dalam jangka waktu lama,
termasuk obat penghilang rasa nyeri seperti AINS. Pasien mengaku memiliki wasir yang
mengganjal sejak tahun 1984. Wasir awalnya dapat keluar masuk sendiri, namun akhir-akhir ini
harus dimasukkan dengan jari setelah BAB. Nyeri wasir disangkal, namun terasa makin
membesar 10 tahun terakhir. Pada tahun 2004, BAB dengan darah merah segar sebanyak satu
kali tapi tidak dilakukan pengobatan. Pada pemeriksaan fisik, setelah pasien sadar, tampak sakit
sedang dengan tekanan darah 110/60 mmHg, konjungtiva anemis, nyeri tekan di regio
epigastrium, serta bising usus 11x/menit. Pada pemeriksaan laboratorium, terdapat kadar
hemoglobin selalu dibawah normal sejak MRS dengan nilai terrendah pada hari ke-2 perawatan,
yaitu 6,4 g/dL. Selain itu terdapat penurunan hematokrit sampai 18%. Kadar besi plasma dan
TIBC juga menurun.
DAFTAR MASALAH
1. Hematemesis – melena et causa suspek gastritis erosif
2. Anemia et causa perdarahan saluran cerna
3. Hemoroid interna grade III
DIAGNOSIS DAN DASAR DIAGNOSIS
1. Hematemesis – melena et causa suspek gastritis erosif dd/ ruptur varises esofagus
Dipikirkan atas dasar pada anamnesis didapatkan keluhan BAB dan muntah berwarna
hitam pekat. BAB hitam memiliki konsistensi lunak kental. Terdapat juga riwayat nyeri
ulu hati 1 minggu SMRS yang makin memberat pada empat hari terakhir. Terdapat
keluhan mual dan muntah berisi makanan sebanyak satu kali beberapa saat sebelum
pingsan. Nyeri perut tidak dipengaruhi makan atau minum. Temuan-temuan klinis
tersebut mengarahkan pada dugaan terjadinya perdarahan pada saluran cerna yang
dimuntahkan keluar (hematemesis) atau ikut keluar lewat usus (melena).
Pasien juga memiliki riwayat minum jamu tradisional setiap hari selama 2 tahun terakhir,
walaupun penggunaan obat-obatan tertentu, seperti AINS dalam jangka waktu lama
disangkal. Pada pemeriksaan fisik didapatkan konjungtiva anemis dan nyeri epigastrium
pada palpasi perut. Tidak didapatkan kulit maupun sklera ikterik, palmar eritema, spider
navy, maupun splenomegali. Bagaimanapun, pemeriksaan penunjang tetap dilakukan
untuk menguatkan dugaan penyebab terjadinya gejala-gejala perdarahan; non-varises,
seperti non-varises maupun varises esophagus karena sirosis hepatis.
2. Anemia et causa perdarahan saluran cerna
Dipikirkan atas dasar anamnesis, pasien datang dalam keadaan pingsan 1 jam SMRS
setelah sebelumnya muntah berisi makanan dan BAB hitam sebanyak satu kali dengan
konsistensi lunak kental. Pasien juga merasa lemas setelah muntah dan sesaat sebelum
BAB hitam pada saat yang sama. Rasa lemas juga diikuti pusing dan penglihatan
berkunang-kunang. Pada pemeriksaan fisik didapatkan konjungtiva anemis. Menurut
kriteria WHO, anemia didefinisikan sebagai konsentrasi hemoglobin (Hb) dibawah 13
g/dL atau hematokrit (Ht) <37% pada pria dewasa. Anemia akut biasanya terjadi karena
kehilangan darah atau terjadi hemolisis. Gejala akan kehilangan darah tergantung jumlah
darah, namun biasanya kehilangan darah >20% volume tubuh biasanya memberikan
gejala berupa sinkop (pingsan), pusing, mual, berkeringat, dan kehausan. Kejadian akut
dan keparahan dari suatu anemia menentukan apakah terapi dengan PRC (Packed Red
blood Cells) diindikasikan. Kejadian yang cepat dari anemia berat (misalnya setelah
perdarahan saluran cerna akut yang menyebabkan penurunan hematokrit <25%)
merupakan salah satu indikasi transfusi. Pada pasien ini dasar kejadian anemia yang
berlangsung cepat didasarkan bahwa pasien memiliki riwayat BAB hitam kental yang
diduga berasal dari perdarahan saluran cerna bagian atas sebelum akhirnya pingsan dan
dibawa ke rumah sakit. Selain itu pasien juga memiliki riwayat muntah hitam beberapa
hari sebelumnya. Hasil pemeriksaan laboratorium pertama kali menunjukkan adanya
penurunan konsentrasi hemoglobin(<13 g/dL) dan juga hematokrit (<37%) yakni
berturut-turut 6,3 g/dL dan 18%.
3. Hemoroid interna grade III
Dasar dugaan hemoroid interna didasarkan atas pemikiran bahwa, pada anamnesis, pasien
mengaku memiliki wasir yang sudah dirasakannya pada tahun 1982. Wasir terasa
mengganjal, namun tidak nyeri hingga sekarang. Pada tahun 2004, pasien pernah BAB
dengan darah merah segar yang menetes, sebanyak 1 kali/hari. Sejak itu, pasien tidak
pernah lagi mengalami BAB berdarah merah segar dan tidak pernah dilakukan
pengobatan. Hemoroid
Pemeriksaan yang dianjurkan :
- Pemeriksaan darah perifer lengkap per hari
- Pemeriksaan fungsi hepar, seperti SGOT dan SGPT
- Pemeriksaan albumin serum dan globulin
- Pemeriksaan kadar bilirubin direk, indirek, total
- Pemeriksaan HbSAg
- Pemeriksaan gambaran darah tepi
- Pemeriksaan kadar besi (Fe) serum
RENCANA PENGELOLAAN
Non Medikamentosa
- Tirah baring total (rawat inap)
- Konsultasi gizi
Medikamentosa
- IVFD Asering 500 mL/6 jam
- Transfusi PRC (Packed Red Blood Cells) dengan target Hb 10 g/dL
- Omeprazole 1 x 40 mg, IV
- Kalnex 3 x 50 mg, IV
- Rantin 2 x 50 mg, IV
- Ondancentron 2 x 2 mg, IV
PROGNOSIS
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad functionam : dubia ad bonam
Ad sannationam : dubia ad bonam
FOLLOW UP (SOAP)
Tanggal 16 November 2013, 06.08 WIB
Subjective Lemas, kepala sedikit pusing, nyeri ulu hati
Objective Compos mentis, tampak sakit sedang. BP : 110/60 mmHg, HR: 80x/mnt, t :
36,7oC, RR 20x/mnt
Mata : konjungtiva anemis, sklera tidak ikterik
Hidung : napas cuping hidung tidak ada, perdarahan tidak ada
Mulut : bibir tidak kering, tidak pucat
Paru : suara nafas vesikuler, ronki tidak ada, wheezing tidak ada
Abdomen : datar, soepel, BU 12x/mnt, nyeri tekan epigastrium, hepar dan lien
tidak teraba membesar
Ekstrimitas : akral hangat, sianosis perifer tidak tampak, CRT <2 detik
Assessment Hematemesis-melena ec susp gastritis erosive
Hemoroid interna grade III
Planning Diet tinggi serat
IVFD Asering 100 mL/6 jam
Transfusi PRC sampai target Hb 10 g/dL
Omeprazole 1 x 40 mg, IV
Kalnex 3 x 50 mg, IV
Rantin 2 x 50 mg, IV
Ondancentron 2 x 2 mg, IV
R/ DPL per hari
Hasil Laboratorium, tanggal 16 November 2013, ruang rawat inap lantai 7 Barat
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan
Hematologi
Besi (Iron)
TIBC (Daya ikat total)
19
231
ug/dL
ug/dL
65 – 175
240 - 400
Kimia Klinik
SGOT (AST)
SGPT (ALT)
16
17
mU/dl
mU/dl
<33
<50
Ginjal
Ureum
Kreatinin
35
0,68
mg/dL
mg/dL
13 – 43
<1,2
Tanggal 17 November 2013 , 11.44 WIB
Subjective Lemas berkurang
Objective Compos mentis, tampak sakit sedang. BP : 110/75 mmHg, HR: 84x/mnt, t :
36,2oC, RR 24x/mnt
Mata : konjungtiva anemis, sklera tidak ikterik
Hidung : napas cuping hidung tidak ada, perdarahan tidak ada
Mulut : bibir tidak kering, tidak pucat
Paru : suara nafas vesikuler, ronki tidak ada, wheezing tidak ada
Abdomen : datar, soepel, BU 10x/mnt, nyeri tekan tidak ada, hepar dan lien tidak
teraba membesar
Ekstrimitas : akral hangat, sianosis perifer tidak tampak, CRT <2 detik
Assessment Hematemesis-melena ec susp gastritis erosive
Hemoroid interna grade III
Planning Diet tinggi serat
IVFD Asering 100 mL/6 jam
Transfusi PRC sampai target Hb 10 g/dL
Omeprazole 1 x 40 mg, IV
Kalnex 3 x 50 mg, IV
Rantin 2 x 50 mg, IV
Ondancentron 2 x 2 mg, IV
R/ DPL per hari
Hasil Laboratorium, tanggal 17 November, ruang rawat inap lantai 7 Barat
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan
Hematologi
Leukosit
Hemoglobin
Hematokrit
Trombosit
5,3
6,4
21
243
ribu/uL
g/dL
%
ribu/uL
3,8 – 10,6
13,2 – 17,3
40 – 52
150 – 440
Tanggal 18 November 2013, pkl 08.00
Subjective Lemas masih ada, nyeri ulu hati berkurang, BAB masih warna hitam, lunak
kental sebanyak satu kali.
Objective Compos mentis, tampak sakit sedang. BP : 110/75 mmHg, HR: 84x/mnt, t :
36,2oC, RR 24x/mnt
Mata : konjungtiva anemis, sklera tidak ikterik
Hidung : napas cuping hidung tidak ada, perdarahan tidak ada
Mulut : bibir tidak kering, tidak pucat
Paru : suara nafas vesikuler, ronki tidak ada, wheezing tidak ada
Abdomen : datar, soepel, BU 10x/mnt, nyeri tekan tidak ada, hepar dan lien tidak
teraba membesar
Ekstrimitas : akral hangat, sianosis perifer tidak tampak, CRT <2 detik
Assessment Hematemesis-melena ec susp gastritis erosive
Planning Konsul bedah
Diet tinggi serat
IVFD Asering 100 mL/8 jam
Transfusi PRC sampai target Hb 10 g/dL
Omeprazole 1 x 40 mg, IV
Kalnex 3 x 50 mg, IV
Rantin 2 x 50 mg, IV
Ondancentron 2 x 2 mg, IV
Ardium 3x1 tab
Ultraproct supp 1x1
R/ DPL per hari
Tanggal 19 November 2013, 13.00 WIB
Subjective Pingsan sekali setelah BAB. BAB hitam ada, konsistensi kental lunak, BAB
menyembur. Muntah hitam tidak ada. Nyeri ulu hati ada. Mual ada.
Objective Jumlah BAB hitam kurang lebih 500cc
Compos mentis, tampak sakit sedang. BP : 110/70 mmHg, HR: 80x/mnt, t :
36,2oC, RR 24x/mnt
Mata : konjungtiva anemis, sklera tidak ikterik
Hidung : napas cuping hidung tidak ada, perdarahan tidak ada
Mulut : bibir tidak kering, tidak pucat
Paru : suara nafas vesikuler, ronki tidak ada, wheezing tidak ada
Abdomen : datar, soepel, BU 11x/mnt, nyeri tekan tidak ada, hepar dan lien tidak
teraba membesar
Ekstrimitas : akral hangat, sianosis perifer tidak tampak, CRT <2 detik
Assessment Hematemesis-melena ec susp gastritis erosive
Planning O2 2 liter/mnt
Diet tinggi serat
IVFD Asering 100 mL/8 jam
Transfusi PRC sampai target Hb 10 g/dL
Omeprazole 1 x 40 mg, IV
Kalnex 3 x 50 mg, IV
Rantin 2 x 50 mg, IV
Ondancentron 2 x 2 mg, IV
Ardium 3x2 tab
Ultraproct supp 2x1
R/ DPL per hari
Hasil Laboratorium, tanggal 19 November, ruang rawat inap lantai 7 barat
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan
Hematologi
Leukosit
Hemoglobin
Hematokrit
Trombosit
4,1
7,5
24
232
ribu/uL
g/dL
%
ribu/uL
3,8 – 10,6
13,2 – 17,3
40 – 52
150 – 440
Tanggal 21 November 2013, 15.00, lantai 7 Barat
Subjective Nyeri ulu hati berkurang, lemas masih ada, sulit tidur
Objective Compos mentis, tampak sakit sedang. BP : 100/60 mmHg, HR: 80x/mnt, t :
36,7oC, RR 20x/mnt
Mata : konjungtiva anemis, sklera tidak ikterik
Hidung : napas cuping hidung tidak ada, perdarahan tidak ada
Mulut : bibir tidak kering, tidak pucat
Paru : suara nafas vesikuler, ronki tidak ada, wheezing tidak ada
Abdomen : datar, soepel, BU 11x/mnt, nyeri tekan tidak ada, hepar dan lien tidak
teraba membesar
Ekstrimitas : akral hangat, sianosis perifer tidak tampak, CRT <2 detik
Assessment Hematemesis-melena ec susp gastritis erosive
Planning O2 2 liter/mnt
Diet tinggi serat
IVFD Asering 100 mL/8 jam
Transfusi PRC sampai target Hb 10 g/dL
Omeprazole 1 x 40 mg, IV
Vit. K 3 x 10 mg, IV
Kalnex 3x50 mg, IV – stop
Rantin 2 x 50 mg, IV – stop
Ondancentron 2 x 2 mg, IV
Adona 3x1 drip
Lactulac syr, 3 x cth I
Ardium 3x2 tab
Ultraproct supp 2x1
R/ DPL per hari
Hasil Laboratorium, tanggal 21 November, ruang rawat inap lantai 7 barat
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan
Hematologi
Leukosit
Hemoglobin
Hematokrit
Trombosit
6,1
7,8
25
220
ribu/uL
g/dL
%
ribu/uL
3,8 – 10,8
13,2 – 17,3
40 – 52
150 – 440
Tanggal 22 November 2013, 13.00 WIB
Subjective Lemas masih ada. Muntah dan BAB hitam tidak ada. Nyeri ulu hati berkurang.
Merasa demam namun tidak terlalu tinggi (pada perabaan tangan) 2 jam yang
lalu setelah dilakukan pemasangan infuse transfusi.
Objective Jumlah BAB hitam kurang lebih 500cc
Compos mentis, tampak sakit sedang. BP : 120/70 mmHg, HR: 80x/mnt, t :
38oC, RR 24x/mnt
Mata : konjungtiva anemis, sklera tidak ikterik
Hidung : napas cuping hidung tidak ada, perdarahan tidak ada
Mulut : bibir tidak kering, tidak pucat
Paru : suara nafas vesikuler, ronki tidak ada, wheezing tidak ada
Abdomen : datar, soepel, BU 4x/mnt, nyeri tekan tidak ada, hepar dan lien tidak
teraba membesar
Ekstrimitas : akral hangat, sianosis perifer tidak tampak, CRT <2 detik
Assessment Hematemesis-melena ec susp gastritis erosive
Hemoroid interna grade III
Planning O2 2 liter/mnt
Diet tinggi serat
IVFD Asering 100 mL/8 jam
Transfusi PRC sampai target Hb 10 g/dL (pre transfusi baru Ca glukonas 10%
1 x 10ml)
Omeprazole 1 x 40 mg, IV
Vit. K 3 x 10 mg, IV
Kalnex 3 x 50 mg, IV
Ondancentron 2 x 2 mg, IV
Lactulac syr, 3 x cth I
Adona 3x1, drip
Paracetamol 3x 500 mg tab, PO
Ultraproct supp, 2x1
R/ DPL per hari
Hasil Laboratorium, tanggal 22 November 2013, lantai 7 Barat
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan
Hematologi
Leukosit
Hemoglobin
Hematokrit
Trombosit
8,1
9,5
30
256
ribu/uL
g/dL
%
ribu/uL
3,8 – 10,8
13,2 – 17,3
40 – 52
150 – 440
Tanggal 23 November 2013, 13.00 WIB
Subjective Masih meriang, belum BAB 3 hari, nyeri perut (-)
Objective Compos mentis, tampak sakit sedang. BP : 120/70 mmHg, HR: 88x/mnt, t :
37,6oC, RR 20x/mnt
Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik
Hidung : napas cuping hidung tidak ada, perdarahan tidak ada
Mulut : bibir tidak kering, tidak pucat
Paru : suara nafas vesikuler, ronki tidak ada, wheezing tidak ada
Abdomen : datar, soepel, BU 3x/mnt, nyeri tekan tidak ada, hepar dan lien tidak
teraba membesar
Ekstrimitas : akral hangat, sianosis perifer tidak tampak, CRT <2 detik
Assessment Hematemesis-melena ec susp gastritis erosive
Hemoroid interna grade III
Planning O2 2 liter/mnt
Diet tinggi serat
IVFD Asering 100 mL/8 jam
Transfusi PRC sampai target Hb 10 g/dL (pre transfusi baru Ca glukonas 10%
1 x 10ml)
Omeprazole 1 x 40 mg, IV
Cefobactam 2 x 1 gr, IV
Vit. K 3 x 10 mg, IV – stop
Kalnex 3 x 50 mg, IV – stop
Ondancentron 2 x 2 mg, IV – stop
Lactulac syr, 3 x cth I
Paracetamol 3x 500 mg tab, PO
Emibion 2 x 1 caps
Adona 3x1, drip -- stop
Ultraproct supp, 2x1
Tanggal 25 November 2013, 14.18 WIB
Subjective Pada saat BAB, wasir keluar dan semakin sulit dimasukkan, BAB ada tetesan
darah merah segar. BAB kedua wasir keluar lagi dan sulit dimasukkan, BAB
bersama darah merah segar menetes. Selama BAB pertama ada nyeri karena
konsistensi tinja keras. BAB hitam (-), Nyeri perut (-), mual (-), muntah hitam
(-), lemas (-)
Objective Compos mentis, tampak sakit sedang. BP : 120/80 mmHg, HR: 92x/mnt, t :
36,6oC, RR 18x/mnt
Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik
Hidung : napas cuping hidung tidak ada, perdarahan tidak ada
Mulut : bibir tidak kering, tidak pucat
Paru : suara nafas vesikuler, ronki tidak ada, wheezing tidak ada
Abdomen : datar, soepel, BU 3x/mnt, nyeri tekan tidak ada, hepar dan lien tidak
teraba membesar
Ekstrimitas : akral hangat, sianosis perifer tidak tampak, CRT <2 detik
Assessment Hematemesis-melena ec susp gastritis erosive
Hemoroid interna grade III
Planning Diet tinggi serat
Cek GDS, darah samar, DPL
IVFD Asering 100 mL/8 jam
Transfusi PRC sampai target Hb 10 g/dL (pre transfusi baru Ca glukonas 10%
1 x 10ml)
Omeprazole 1 x 40 mg, IV
Cefobactam 2 x 1 gr, IV
Lactulac syr, 3 x cth I
Paracetamol 3x 500 mg tab, PO
Emibion 2 x 1 caps
Ultraproct supp, 2x1
BAB
TINJAUAN PUSTAKA
ANATOMI SALURAN CERNA
Visera abdomen utama ialah esophagus, gaster (ventrikulus), intestinum tenue, dan intestinum
crassum, lien, pancreas, hepar, saluran empedu, dan vesika fellea, vena porta hepatis, fasia
renalis serta lemaknya, kedua ren, kedua ureter, dan kedua glandula suprarenalis. 1
Lambung (gaster, ventrikulus) terletak oblik dari kiri ke kanan menyilang di abdomen atas tepat
di bawah diafragma. Dalam keadaan kosong, lambung menyerupai tabung berbentuk J, dan bila
penuh seperti buah pir raksasa. Kapasitas normal lambung adalah 1 sampai 2L. 1 Secara
anatomis, lambung terbagi atas; 1). Kurvatura gastrika minor sebagai tepi gaster yang cekung, 2)
Kurvatura gastrika mayor sebagai tepi gaster yang cembung dan lebih panjang, 3) Insisura
angularis merupakan suatu takik tajam kira-kira dua pertiga distal kurvatura gastrika minor, yang
merupakan batas antara corpus dan pylorus, 4). Kardia, yaitu daerah sekitar muara esophagus, 5)
Fundus yakni bagian cranial gaster yang melebar dan berbatas pada kubah diafragma kiri, 6)
Korpus, yaitu suatu daerah antara fundus dan antrum pilorikum 7) Pars pilorika,bagian gaster
yang menyerupai corong; bagian yang lebar, yakni antrum pilorikum beralih ke bagian yang
sempit, yakni kanalis pilorikus. 8) Pilorikus, daerah sfingter yang menebal di sebelah distal untuk
membentuk muskulus sfingter pilori guna mengatur pengosongan lambung melalui ostium
pilorikum ke dalam duodenum. 2
Gaster tertutup oleh peritoneum. Kedua lembar omentum minor meluas mengelilingi gaster dan
melepaskan diri pada kurvatura mayor sebagai omentum mayor. Permukaan ventral gaster
bersinggungan dengan; 1) diafragma, 2) lobus hepatis sinistra, 3) dinding abdomen ventral.
Arteri-arteri gaster berasal dari trunkus coeliacus dan cabangnya:
a. Arteri gastrika sinistra berasal dari trunkus coeliacus dan melintas dalam omentum minor
ke kardia, lalu membelok secara tajam untuk mengikuti kurvatura minor dan
beranostomosis dengan Arteri gastrika dekstra
b. Arteri gastrika dekstra dilepaskan dari arteri hepatica dan melintas ke kiri, mengikuti
kurvatura mayor untuk mengadakan anastomosis dengan arteri gastrika sinistra.
c. Arteri gastroepiploika dekstra merupakan cabang arteri gastroduodenalis dan melintas ke
kiri di sepanjang kurvatura mayor, lalu mengadakan anostomosis dengan arteri
gastroepiploika sinistra.
d. Arteri gastroepiploika sinistra berasal dari arteri lienalis dan beranostomosis dengan arteri
gastroepiploika dekstra.
e. Arteri gastrika brevis berasal dari ujung distal arteri lienalis dan menuju lurus ke fundus
gaster.
Vena-vena di gaster mengikuti arteri-arteri yang sesuai dalam hal letak dan lintasan. Vena
gastrika dekstra dan vena gastrika sinistra mencurahkan isinya ke dalam vena porta hepatis,
sementara vena gastrika brevis dan vena gastroepiploika membawa isinya ke dalam vena
lienalis yang bersatu dengan vena mesenterika superior untuk membentuk vena porta hepatis.
Vena gastroepiploka dekstra langsung bermuara pada vena mesenterika superior.
Persarafan gaster parasimpatis berasal dari trunkus vagalis anterior dan trunkus vagalis
posterior dan cabangnya. Persarafan simpatis berasal dari segmen medulla spinalis torakalis 6
(T6) sampai T9 melalui pleksus coeliacus dan disebarkan melalui pleksus sekeliling arteri
gasrika dan arteri gastroepiploika.
Intestinum tenue (usus halus) terbentang dari pylorus sampai ke ileosekal (ileocaecal
junction), tempat ileum bersatu dengan intestinum crassum. Pilorus membawa isi gaster ke
dalam duodenum, bagian pertama intestinum tenue, dan dua bagian lainnya ialah jejunum
dan ileum.
Duodenum adalah bagian intestinum tenue terpendek, terlebar dan paling stabil
kedudukannya. Lintasannya merupakan huruf C yang melingkar kaput pancreas. Duodenum
berawal pada pylorus di sebelah kanan dan berakhir pada peralihan duodenojejunal di
sebelah kiri. Untuk tujuan deskriptif, duodenum dibedakan menjadi empat bagian:
- Bagian proksimal (pertama), yang pendek (5 cm), terletak ventrolateral dari corpus
vertebrae lumbal pertama (L1), yakni pars superior.
- Pars desendens (kedua), yang lebih panjang (7 – 10 cm), melintas ke kaudal sejajar
dengan sisi kanan vertebrae L1 – L3.
- Pars horizontalis (ketiga) yang panjangnya 6 – 8 cm dan melintas ventral terhadap
vertebrae L3
- Pars asendens (keempat) yang pendek (5 cm) dan berawal di sebelah kiri vertebrae
L3, lalu melintas ke cranial sampai setinggi tepi cranial vertebrae L2.
Dua sentimeter pertama duodenum memiliki mesenterium dan dapat bergeser-geser. Sisa
bagian pertama, 3 cm serta ketiga bagian yang lain tidak memiliki mesenterium dan
terletak retroperitoneal. Pars horizontalis duodenum disilang oleh pembuluh mesenterika
superior. Bagian duodenum yang naik ke cranial, melintasi sampai sisi kanan aorta untuk
mencapai kaudal dari pancreas. Disini, bagian tersebut melengkung kearah ventral untuk
bersatu dengan jejunum pada fleksura duodenojejunalis. Bagian yang melengkung ini
diperkuat oleh sebuah pita fibromuskular yang dikenal sebagai musculus suspensorius
duodeni (ligamentum Treitz). Kontraksi otot ini akan melebarkan sudut fleksura dan
memudahkan jalannya isi duodenum.
Arteri-arteri duodenum berasal dari trunkus coeliacus dan arteri mesenterika superior.
Trunkus coeliacus memberikan cabangnya, yakni arteri gastroduodenalis superior dan
dan arteria pankreatikoduodenalis memasok darah pada bagian duodenum yang letaknya
proksimal dari muara duktus koledokus. Arteria mesenterika superior, melalui
cabangnya, yakni arteri pankreatikoduodenalis inferior memasok darah pada duodenum
yang letaknya distal terhadap muara duktus koledokus. Vena-vena duodenum mengikuti
arteri-arteri dan bermuara dalam vena porta hepatis. Persarafan duodenum berasal dari
nervus vagus dan saraf simpatis melalui pleksus sekitar arteri pankreatikoduodenalis. 2
Tabel berikut ini menyajikan perbedaan secara anatomis antara jejunum dan ileum:
Sifat Jejunum Ileum
Warna Merah tua Merah muda
Diameter 2-4 cm 2-3 cm
Dinding Tebal dan berat Tipis dan ringan
Jumlah pembuluh darah Lebih banyak Lebih sedikit
Vasa rekta Panjang Pendek
Lengkung-lengkung arteri Hanya beberapa Banyak lengkung pendek
Lemak dalam mesenterium Kurang Lebih banyak
Plika sirkulares Besar, tinggi, dan rapat Rendah dan jarang, tidak
ada di bagian distal.
Plak-plak limfoid (Peyer’s
patch)
sedikit banyak
HISTOLOGI LAMBUNG
Secara histologis, lambung tersusun atas empat lapisan, Tunika serosa atau lapisan luar
merupakan bagian dari peritoneum viseralis. Peritoneum viseralis menyatu pada kurvatura minor
dan memanjang membentuk omentum minum, sedangkan pada kurvatura mayor, omentum terus
kebawah membentuk omentum mayor.
Tunika muskularis memiliki tiga lapis otot polos; lapisan longitudinal di bagian luar, sirkular di
tengah, dan lapisan oblik di bagian dalam. Susunan serabut otot seperti ini memungkinkan
berbagai macam kombinasi kontraksi untuk memecah makanan, mengaduk, dan mencampur
dengan cairan lambung, serta mendorong kearah duodenum.
Subumukosa tersusun atas jaringan longgar yang menghubungkan lapisan mukosa dan
muskularis sehingga memungkinkan mukosa bergerak secaraperistaltik. Lapisan ini juga
mengandung pleksus saraf, pembuluh darah, dan saluran limfe. 2
Mukosa lambung terdiri atas epitel permukaan yang berlekuk ke dalam lamina propria dengan
lekukan yang bervariasi. Lamina propria lambung terdiri atas jaringan ikat longgar yang disusupi
sel otot polos dan sel limfoid. Yang memisahkan mukosa dari submukosa dibawahnya adalah
selapis otot polos, yaitu muskularis mukosa. Epitel yang menutupi permukaan gaster yang
berlekuk-lekuk ini ialah epitel selapis silindris dan mensekresi mucus alkalis. Bila mucus
dilepaskan dari sel-sel ini maka mucus akan membentuk selapis gel tebal yang melindungi sel-
sel tersebut dari pengaruh asam yang diproduksi lambung. Asam klorida (HCl), pepsin, lipase,
dan asam empedu juga dipandang sebagai zat iritatif endogen terhadap epitel. Kardia gaster
secara histologis merupakan suatu pita melingkar yang sempit dengan lebar 1,5 – 3 cm, pada
batas antara esophagus dan lambung. Kebanyakan sel sekresinya mucus dan lisozim (suatu
enzim yang menyerang dinding bakteri). Lamina propria dari fundus dan korpus dipenuhi
kelenjar gaster tubular bercabang. Bagian leher kelenjar mengandung sel induk, sel mucus leher,
dan sel parietal (oksintik). Dasar kelenjar gaster mengandung sel parietal, sel zimogen (chief
cell), dan sel enteroendokrin.
Sel induk (stem cell) berbentuk silindris rendah dengan inti lonjong. Sel-sel ini memperlihatkan
banyak gambaran mitosis dan bergerak keatas menggantikan sel epitel permukaan. Sel mukosa
leher terdapat berkelompok atau sendiri-sendiri di antara sel-sel parietal. Sekresi mukusnya agak
berbeda dengan yang diproduksi sel epitel permukaan. Sel parietal (oksintik) banyak dijumpai di
separuh atas kelenjar gaster, bentuknya bulat atau berbentuk pyramid, dengan satu inti bulat di
tengah. Sel parietal mensekresi HCl, KCl, sedikit elektrolit dan faktor ekstrinsik gaster. Salah
satu mekanisme sekresi sel parietal adalah melalui ujung saraf kolinergik, yang kemudian
menstimulasi produksi gastrin dan histamine. Sel zimogen (chief cell) memiliki granul di dalam
sitoplasmanya yang mengandung pepsinogen yang tidak aktif. Di dalam fundus gaster, sel
enteroendokrin mensekresi 5-hidroksitriptamin (serotonin).
Pilorus lambung memiliki kelenjar pilorus tubular bercabang dengan foveola yang lebih dalam.
Kelenjar ini mensekresi mucus dan cukup banyak enzim lisozim. Sel gastrin (G) – yang
melepaskan gastrin – tersebar di antara sel-sel mukosa kelenjar pylorus. Sel enteroendokrin (sel
D) mensekresi somastotatin, yang menghambat pembebasan hormon-hormon lain, termasuk
gastrin. 3
PERDARAHAN SALURAN CERNA BAGIAN ATAS (SCBA)
Definisi
Perdarahan SCBA adalah perdarahan yang terjadi saluran makanan proksimal dari ligamentum
Treitz, yakni ligamentum yang menggantungkan pars tertium (bagian ketiga) duodenum ke
diafragma dekat dengan fleksura lienalis kolon. Untuk keperluan klinik, dibedakan perdarahan
varises esophagus dan non-varises, karena keduanya terdapat perbedaan dalam pengelolaan dan
prognosis. Manifestasi klinik perdarahan SCBA dapat beragam tergantung lama, kecepatan,
banyak sedikitnya darah yang hilang, dan apakah perdarahan berlangsung terus menerus atau
tidak. 4
Etiologi
Hematemesis yang profus merupakan kegawatan di rumah sakit yang paling lazim terjadi yang
dapat menyebabkan 8 – 14% mortalitas di RS. Angka mortalitas ini tidak pernah berubah sejak
tahun 1954, walaupun telah tejadi perkembangan akan pengobatan medis, endoskopik, intensive
care units, dan manajemen pembedahan mutakhir. Tabel berikut ini menyajikan prevalensi dan
sumber paling sering terjadinya perdarahan SCBA di Amerika Serikat.
Sumber Perdarahan Prevalensi (%)
Tukak duodenum 24,3%
Erosi gaster 23,4%
Ulkus gaster 21,3%
Varises gastroesofageal 10,3%
Mallory-Weiss tears 7,2%
Esofagitis 6,3%
Duodenitis erosive 5,8%
Pada perdarahan SCBA karena varises, patofisiologi yang mendasari adalah meningkatnya
tekanan vena porta yang menyebabkan vena-vena esophagus dan lambung melebar dan juga
menyebabkan gastropati. Sedangkan non-varises, melibatkan perdarahan arterial seperti ulkus
dan ruptur mukosa yang dalam, atau perdarahan vena tekanan rendah seperti telengiektasi dan
angioektasis.
Dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang seksama dapat menentukan kira-kira lokasi
perdarahan SCBA. Riwayat penyakit hati kronis/alcohol bisa memperkirakan perdarahan berasal
dari gastropati, hipertensi portal, atau pecahnya varises esophagus. Riwayat konsumsi obat
antiinflamasi non-steroid/obat-obat anti rematik/penghilang nyeri yang berkaitan dengan
siklooksigenase-1 (COX-1) yang menyebabkan penurunan ketahanan mukosa terhadap asam
lambung, yang dapat menuntun kita kea rah ulkus lambung.
Manifestasi Klinis
Kemungkinan pada perdarahan SCBA, pasien akan datang dengan: 1) anemia defisiensi besi
akibat perdarahan tersembunyi yang berlangsung lama, 2) hematemesis dan atau melena disertai
atau tanpa disertai anemia, dengan atau tanpa gangguan hemodinamik karena derajat hipovolemi
menentukan tingkat kegawatan pasien. Hematemesis adalah muntah darah segar (merah segar)
atau hematin (hitam seperti kopi) yang merupakan indikasi adanya perdarahan SCBA atau
proksimal dari ligamentum Treitz. Melena diartikan sebagai tinja yang berwarna hitam dengan
bau yang khas yang timbul bilamana hemoglobin dikonversi menjadi hematin oleh bakteri
setelah 14 jam. Maka, melena merupakan salah satu tanda perdarahan SCBA yang tidak
dimuntahkan, namun demikian, melena dapat juga berasal dari perdarahan kolon sebelah kanan
dengan perlambatan mobilitas. Tidak semua kotoran hitam merupakan melena, sebab ingesti
bismuth, sarkol, Lycorice, obat-obat yang mengandung besi (obat penambah darah) dapat
menyebabkan feses menjadi hitam. Hematokezia diartikan sebagai darah segar yang keluar
melalui anus dan merupakan manifestasi tersering dari perdarahan saluran cerna baguan bawah.
Hematokezia lazimnya menunujukkan perdarahan kolon sebelah kiri, namun demikian
perdarahan seperti ini juga dapat berasal dari saluran cerna bagian atas, usus halus, transit darah
yang cepat. Istilah darah samar (occult bleeding) diartikan bilamana ada perdarahan ringan dan
tidak sampai mengubah warna feses sehingga tidak terlihat adanya perdarahan secara kasat mata.
Perdarahan jenis ini diketahui dengan tes guaiac.
Penampilan klinis lainnya yang dapat terjadi adalah sinkop, instabilitas hemodinamik karena
hipovolemik, dan gambaran klinis komorbid seperti penyakit hati kronis, penyakit paru, penyakit
ginjal, dsb. Tabel berikut menyajikan pervalensi terbesar manifestasi klinis pasien yang datang
dengan perdarahan SCBA.
Hematemesis, termasuk ‘coffee ground emesis’ 40 – 50%
Melena 70 – 80%
Hematokezia 15 – 20%
Sinkop 14%
Dispepsia 18%
Nyeri epigastrium 41%
Nyeri abdomen difus 10%
Berat badan menurun 12%
Ikterus 5%
Pengelolaan Perdarahan SCBA
Pengelolaan dasar pasien dengan perdarahan SCBA sama seperti perdarahan pada umumnya,
yakni meliputi pemeriksaan awal, resusitasi, diagnosis dan terapi. Tujuan pokoknya adalah
mempertahankan stabilitas hemodinamik, menghentikan perdarahan, dan mencegah perdarahan
berulang. Konsensus Nasional PGI-PEGI-PPHI menetapkan bahwa pemeriksaan awal dan
resusitasi adalah wajib dan harus dapat dikerjakan di semua lini pelayanan kesehatan
masyarakat. Langkah-langkah praktis pengelolaan perdarahan SCBA adalah sebagai berikut:
1. Pemeriksaan inisial yang difokuskan pada evaluasi status hemodinamik pasien
2. Resusitasi dalam rangka stabilisasi hemodinamik
3. Melanjutkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan lain yang dianjurkan dan
memastikan perdarahan SCBA atau saluran cerna bagian bawah
4. Menegakkan diagnosis penyebab perdarahan
5. Terapi untuk menghentikan perdarahan, penyembuhan penyebab, dan mencegah
perdarahan berulang.
Pemeriksaan Awal
Langkah awal pada semua kasus perdarahan adalah menentukan beratnya perdarahan dengan
memfokuskan pada status hemodinamik penderita. Pemeriksaannya meliputi 1). Tekanan darah
dan nadi posisi baring, 2). Perubahan ortostatik tekanan darah dan frekuensi nadi, 3). Ada
tidaknya vasokontriksi perifer (akral dingin), 4). Pernapasan, 5). Tingkat kesadaran, 6). Produksi
urin. Tanda-tanda hemodinamik tak stabil muncul bila perdarahan >20% volume intravaskuler:
- Hipotensi (<90/60 mmHg atau MAP <70 mmHg) dengan frekuensi nadi >100x/menit
- Tekanan sistolik ortostatik turun >20 mmHg dan diastolic ortostatik >10 mmHg
- Frekuensi nadi ortostatik meningkat >15/menit
- Akral dingin
- Kesadaran menurun
- Anuria atau oliguria (produksi urin <30cc/jam)
Kecurigaan perdarahan akut dalam jumlah besar selain ditandai kondisi hemodinamik tidak
stabil ialah bila ditemukan hematemesis, hematokezia, darah segar pada aspirasi pipa nasogastrik
(NGT), hipotensi persisten, dan menghabiskan transfusi darah >800-1000 mL.
Pemasangan pipa nasogastrik (NGT/nasogastric tube) sebaiknya dilakukan untuk setiap
perdarahan saluran cerna walupun hal ini masih controversial karena sebanyak 16% pasien
dijumpai negatif palsu. Pemasangan NGT bertujuan diagnostik, yaitu mencari sumber
perdarahan (dari saluran cerna bagian atas versus bawah), serta pemantauan perdarahan dan
mengurangi kemungkinan aspirasi. Kecuali pada perdarahan kronik dengan hemodinamik stabil,
serta sudah jelas adanya perdarahan saluran cerna bagian bawah, pemasangan NGT tidak perlu
dilakukan. Bila cairan yang keluar dari NGT berwarna hitam seperti ampas kopi atau berwarna
merah segar, maka artinya perdarahan aktif masih berlangsung.
Pada pasien dengan dengan perdarahan SCBA, beberapa faktor prognostik dapat menjadi
petunjuk adanya dugaan prognosis yang buruk. Pasien yang menjalani perdarahan SCBA sebagai
pasien rawat jalan memiliki angka mortalitas 7,1%, dibandingkan dengan pasien-pasien yang
dirawat inap, yaitu sebesar 32,7%. Pada pasien yang berusia lebih muda dari 60 tahun, angka
mortalitasnya 8,7%; pada pasien yang berusia lebih dari itu, memiliki angka mortalitas 13,4%.
Angka mortalitas meningkat seiring dengan jumlah penyakit penyerta (komorbiditas) yang
diderita individu; pasien yang memiliki dua penyakit penyerta memiliki angka mortalitas 2,6%,
empat penyakit penyerta 2,6%, empat penyakit penyerta 9,9%, dan delapan penyakit penyerta
66,7%. Tabel berikut menyajikan faktor resiko dari prognostik yang buruk pasien dengan
perdarahan SCBA. 5
Usia > 60 tahun
Keadaan syok
Terdapat keganasan atau varises sebagai sumber perdarahan
Pasien yang dirawat inap
Memiliki penyakit penyerta, seperti keganasan, COPD (Chronic Obstructibe Pulmonary
Disease), CAD (Coronary Arterial Disease), dan lain-lain.
Keadaan perdarahan yang masih aktif (hematemesis, aspirasi NGT terdapat darah, atau
hematokezia)
Terjadi perdarahan berulang
Penyakit koagulosi parah/berat, konsumsi obat-obatan antikoagulan (heparin, warfarin),
antiplatelet (klopidrogel), NSAID (Non-steroid Antiinflammation Drugs)
Skor Rockall merupakan sistem penilaian yang dipakai untuk menduga adanya perdarahan
berulang dan mortalitas pada pasien yang mengalami perdarahan SCBA non-varises. Scoring
Rockal ini berkisar antara nol sampai tiga yang menilai faktor-faktor seperti usia, adanya syok,
penyakit penyerta, diagnosis, dan tanda yang terlihat pada endoskopi emergensi.
Tabel Penilaian (Scoring) Rockall
Skor 0 1 2 3
Usia (tahun) < 60 70-79 >/= 80 -
Syok - Takikardia
(>100/mnt), SBP
>100 mmHg
Hipotensi -
Komorbiditas Tidak ada - CHF, CAD, dan
lain-lain
Gagal hepar atau
ginjal, kanker
dengan anak
sebar
Diagnosis Mallory-Weiss
Tears, tidak ada
tanda-tanda
perdarahan
sekarang
Lainnya Kanker pada
traktus
gastrointestinal
atas
-
Tanda mayor
akan perdarahan
sekarang
Tidak ada, atau
hanya berupa
bintik-bintik
perdarahan
- Bekuan darah,
terlihat
pembuluh darah,
atau darah
menyembur
-
Skor ≤ 2 menunjukkan ‘low risk’, 4,3% kemungkinan terjadi perdarahan berulang dan angka
mortalitas 0,1% | Skor 3 – 5 merupakan ‘intermediate-risk’ (perdarahan berulang dan angka
mortalitas 2 – 7,9%) | Skor ≥ 6 merupakan ‘high-risk’ (perdarahan berulang dan mortalitas
sebesar 15,1 – 39,1%).
Kelemahan dari tata penilaian prognostik menurut Rockall adalah ketersediaannya endoskopi
yang nyatanya hanya dimiliki oleh RS dengan fasilitas yang lengkap, tidak akan berlaku untuk
RS yang tidak memiliki endoskopi emergensi. 5
Resusitasi untuk Stabilisasi Hemodinamik
Pada kondisi hemodinamik tidak stabil, berikan infuse cairan kristaloid (misalnya cairan garam
fisiologis dengan tetesan cepat menggunakan jarum berdiameter besar (minimal 16 gauge) ,
tujuannya memulihkan tanda-tanda vital dan mempertahankan tetap stabil. Biasanya tidak
sampai memerlukan cairan koloid (misalnya Dekstran) kecuali pada kondisi hipoalbuminemia
berat. Secepatnya kirim pemeriksaan darah untuk menentukan golongan darah, kadar
hemoglobin, hematokrit, trombosit, dan leukosit. Adanya kecurigaan diathesis hemoragik perlu
ditindaklanjuti dengan melakukan tes Rumpel-Leede, pemeriksaan waktu perdarahan, waktu
pembekuan, PTT, aPTT.
Pemberian transfusi darah pada perdarahan saluran cerna dipertimbangkan pada keadaan berikut
ini: 1). Perdarahan dalam kondisi hemodinamik tidak stabil, 2). Perdarahan baru atau masih
berlangsung dan diperkirakan jumlahnya 1 liter atau lebih (≥1000 cc), 3). Perdarahan baru atau
masih berlangsung (ongoing bleeding) dengan hemoglobin <10g% atau hematokrit <30%, 4).
Terdapat tanda-tanda oksigenasi jaringan yang menrun. Nilai hematokrit dalam rangka
memperkirakan jumlah perdarahan sebenarnya kurang akurat apabila perdarahan sedang atau
baru berlangsung karena proses hemodilusi dari cairan ekstravaskuler selesai 24 – 72 jam setelah
onset perdarahan. 4 Pada orang muda atau dengan kondisi badan yang sehat, transfusi dilakukan
untuk mempertahankan kadar hematokrit >20%. Pasien-pasien dengan koagulopati sebaiknya
dikoreksi jika mungkin, dengan pemberian transfusi FFP (fresh frozen plasma) atau pemberian
vitamin K. Pasien-pasien dengan kadar trombosit rendah (<50.000/uL), transfusi platelet
sebaiknya diberikan. 5
Pemeriksaan Lanjutan
Sambil melakukan upaya mempertahankan stabilitas hemodinamik, lengkapi anamnesis,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan-pemeriksaan lain yang diperlukan. Dalam anamnesis perlu
ditekankan mengenai sejak kapan terjadinya perdarahan dan berapa perkiraan darah yang keluar,
adakah riwayat perdarahan sebelumnya atau tidak, riwayat perdarahan dalam keluarga, ada
tidaknya perdarahan pada bagian tubuh lain, penggunaan obat-obatan terutama anti-inflamasi
non-steroid dan anti-koagulan, kebiasaan minum alcohol, dan mencari kemungkinan adanya
penyakit hati kronik, demam berdarah, demam tifoid, gagal ginjal kronik, diabetes mellitus,
hipertensi, dan lain-lainnya.
Pemeriksaan fisik yang perlu diperhatikan adalah adanya tanda-tanda penyakit hati kronik, suhu
badan dan perdarahan di tempat lain, tanda-tanda kulit dan mukosa penyakit sistemik yang dapat
disertai perdarahan saluran makanan, misalnya pigmentasi mukokutaneus pada sindroma Peutz-
Jegher. Kelengkapan pemeriksaan yang perlu diperhatikan adalah: 1). Elektrokardiogram;
terutama pada pasien yang berusia >40 tahun, 2). BUN, kreatinin serum (pada perdarahan SCBA
pemecahan darah oleh kuman di usus akan meningkatkan kenaikan BUN, sedangkan kreatinin
serum akan tetap atau sedikit meningkat, 3). Elektrolit (sodium, potassium, dan klorida), karena
perubahan elektrolit bisa terjadi karena perdarahan, transfusi, atau setelah lavase lambung. 4).
Pemeriksaan lainnya tergantung macam kasus yang dihadapi.
Membedakan Perdarahan SCBA atau Bawah
Tabel berikut ini menyajika pembedaan perdarahan SCBA dan saluran cerna bagian bawah:
Perdarahan SCBA Perdarahan Saluran Cerna
Bagian Bawah
Manifestasi klinik klasik Hematemesis dan atau melena Hematokezia
Aspirasi NGT berdarah Jernih
Rasio (BUN/Kreatinin) Meningkat > 35 < 35
Auskultasi abdomen hiperaktif Bising usus positif normal
Timbul melena, BAB hitam lengket dengan bau busuk, bila perdarahannya berlangsung sejumlah
50 – 100 ml atau lebih. Kita perlu memastikan keterangan melena yang diperoleh dari anamnesis
dengan cara melakukan pemeriksaan colok dubur (digital rectal). Pada semua kasus perdarahan
saluran makanan disarankan untuk pemasangan pipa nasogastrik (NGT), kecuali pada
perdarahan kronik dengan hemodinamik stabil atau yang sudah jelas perdarahan saluran cerna
bagian bawah.
Perbandingan BUN dan kreatinin serum juga dapat dipakai untuk memperkirakan asal
perdarahan, nilai puncak biasanya dicapai dalam 24 – 48 jam sejak terjadinya perdarahan.
Normalnya, perbandingannya 20, diatas 35 memungkinkan perdarahan berasal dari SCBA, dan
dibawah 35 kemungkinan perdarahan dari saluran cerna bagian bawah. Pada kasus yang masih
sulit untuk menentukan asal perdarahannya, langkah pemeriksaannya ialah endoskopi SCBA.
Diagnosis Penyebab
Sarana diagnostic yang biasa digunakan pada kasus perdarahan saluran makanan adalah
endoskopi gastrointestinal, radiografi dengan barium, radionuklid, dan angiografi. Pada semua
pasien dengan tanda-tanda perdarahan SCBA atau yang asal perdarahannya masih meragukan,
pemeriksaan endoskopi SCBA merupakan prosedur pilihan, karena sebagian besar kasus
diagnosis penyebab perdarahan dapat ditegakkan, selain itu juga dapat dilakukan upaya
terapeutik. Bila perdarahan masih tetap berlanjut dan asal perdarahan sulit diidentifikasi,
pemeriksaan dengan radionuklid atau angiografi perlu dipertimbangkan sekaligus dapat
digunakan untuk menghentikan perdarahan. Adapun hasil tindakan endoskopi atau angiografi
sangat bergantung pada keahlian, keterampilan, dan pengalaman pelaksana.
Terapi Perdarahan
Untuk PSCA non varices obat-obat yang biasa digunakan adalah sebagai berikut:
Pemberian Vasopresin (Pitresin) : Dilakukan bila dengan bilas lambung atau skleroterapi tidak
menolong, maka diberikan vasopresin (Pitresin) intravena. Obat ini menurunkan tekanan vena
porta dan oleh karenanya menurunkan aliran darah pada tempat perdarahan. Pemberian
vasopresin dilakukan dengan mengencerkan sediaan vasopresin 50 unit dalam 100 ml Dextrose
5%, diberikan 0,5-1 mg/menit/iv selama 20-60 menit, dapat diulang tiap 3-6 jam. Mempengaruhi
output urine karena sifat antidiuretiknya.
PPI (Proton Pump Inhibitor). Obat-obat golongan ini lebih efektif dalam menghentikan
perdarahan tukak peptik dibanding dengan anti sekresi asam lain (H2 receptor-blocker).
Diberikan dalam dosis tinggi. Tujuannya adalah untuk menjaga pH lambung > 6, untuk
menjamin terjadinya agregasi trombosit, pembekuan darah, stabilisasi trombus yang terbentuk,
dan pepsin menjadi tidak aktif. Preparatnya bisa pantoprazole/esomeprazole 80 mg i.v.bolus,
dilanjutkan 8mg/jam selama 72 jam. Efek samping PPI : sakit kepala, alergi, diare, mual,
konstipasi, sekit perut, kembung, polipfundus, hiponatremi.
Antasida, sukralfat, mukoprotektor. Antasida diberikan untuk menetralisir asam yang sudah
disekresi. Sedangkan sukralfat sebagai mukoprotektor yang akan melapisi lesi-lesi agar cepat
sembuh. Begitu juga mukopromoter lain seperti rebamipide dan tripenon dikatakan untuk lebih
memacu pulihnya mukosa yang cedera.
Somatostatin dan analognya ( octriotide). Obat ini dimaksudkan untuk menurunkan aliran darah
splanknik terutama berguna untuk menghentikan PSCA akut karena varices dengan keberhasilan
sekitar 70-80%. Obat ini dapat juga untuk perdarahan non varices, karena menekan sekresi asam
lambung. Dosis somatostatin 250 mcg bolus, dilanjutkan 250 mcg/jam selama 12-24 jam atau
sampai perdarahan berhenti. Octreotide 100 mcg i.v.dilanjutkan dengan 25 mcg/jam selama 8-24
jam / sampai perdarahan berhenti. Selain itu semua obat yang bisa menimbulkan luka lambung
seperti OAINS, glukokortikoid, dan aspirin dihentikan. Bila terjadi infeksi H. Pylori obati
sesuai dengan protokol.
S-B tube ( Sengstaken-Blakemore). Ada 2 jenis tube untuk hal ini : Sengetaken-Blakemore dan
Minnesota tube. Balon yang tamponade pada tube dikembangkan untuk menghentikan
perdarahan varices esofagus. Di Indonesia pada umumnya S-B tube yang biasa dipakai. Saat ini
sudah jarang di pasaran. Pemasangan dilakukan oleh tenaga medik terlatih. Komplikasi yang
fatal aspirasi dan perforasi esofagus. Pengembangan balon seyogyanya tidak melebihi 24 jam
agar esofagus tidak nekrosis esofagus.
Endoskopi. Endoskopi dilakukan untuk mendeteksi penyebab perdarahan, memperkirakan
prognosis, terapi hemostasis, penyuntikan obat (adrenalin, histoacryl, polidokanol ),
mechanicalhaemostasis (endoloops /clip, staple, suture), thermal (contact dan non contact),
penyuntikan adrenalin 1: 1000 pada tukak peptik sub mukosa di sekitar sumber perdarahan
dengan dosis 0.5 cc setiap suntikan sampai maksimal 10 cc, dapat menghentikan perdarahan
95% dengan kemungkinan perdarahan ulang 15-20%.
Untuk tukak peptik dengan pembuluh darah yang tampak (visible vessel) pemakaian klip dapat
menghentikan perdarahan sampai 100%. Dengan laju perdarahan ulang lebih rendah daripada
adrenalin. Thermal hemostasis terdiri contact (bipolar electrocoagulation; heater probe
thermocoagulation) dan non contact (Argon Plasma Coagulation dan laser Nd YAG). Panas
yangditimbulkan menyebabkan edema, protein jaringan menggumpal mengakibatkan konstraksi
dinding pembuluh darah sehingga perdarahan berhenti.Terapi hemostasis dengan endoskopi
dikatakan dapat mengurangi perdarahan ulang, menurunkan tindakan pembedahan, mengurangi
mortalitas.
Untuk PSCA karena varises, Hemostasis endoskopik varises esofagus yang berdarah, sebagai
pilihan utama adalah ligasi varises. Ligasi ini lebih sedikit efek sampingnya (perdarahan, ulkus
esofagus, striktur) dibandingkan dengan suntikan sclerosan (ethoxysclerol).Bila perdarahan
masif, sehingga ligasi sukar dilakukan atau secara tehnis sulit, skleroterapi merupakan pilihan
alternatif. Untuk varices di gaster disuntik dengan histoacryl sebagai pilihan terapi untuk
menghentikan perdarahan yang terjadi.
Radiologi intervensi. Dilakukan terutama untuk pasien dengan kondisi kritis dimana
pembedahan merupakan kontraindikasi/berisiko tinggi. Dengan menggunakan gel foam, tissue
adhesive dan coilmetal menggunakan keteter yang sangat super selective dipandu dengan
flouroskopi untuk menyumbat pembuluh darah yang bocor. Komplikasi yang bisa timbul bisa
dari ileus sampai nekrosis saluran cerna.
Pembedahan. Dalam penanganan perdarahan, sebaiknya ahli bedah sudah dilibatkan sejak awal
dalam tim penanggulangan PSCA. Hal ini agar bisa menentukan waktu yang tepat untuk
bertindak. Tindakan bedah dilakukan pada dasarnya bila segala upaya terapi medik, endoskopik
dan radiologi gagal.
Indikasi intervensi bedah pada tukak peptik :
Perdarahan hebat yang tidak bisa diatasi dengan resusitasi.
Pengobatan medikamentosa, endoskopi hemostasis maupun radiologi intervensi gagal
menghentikan perdarahan/perdarahan berulang.
Perforasi, obstruksi, atau keganasan.
Perdarahan yang berkepanjangan (prolong bleeding) dengan kehilangan darah 50%
volume darah. Darurat I-II, dimana kebutuhan transfusi 2000 cc darah dalam 8-24 jam
atau 6 kantong dalam 24 jam.
Perdarahan berulang kali tukak peptik
Terapi diet. Pada prinsipnya makanan tidak diberikan selama hemodinamik tidak stabil dan
perdarahan aktif masih berlangsung. Namun puasa yang berkepanjangan tidak baik untuk
keutuhan mukosa dan vili saluran cerna disamping memudahkan translokasi bakteri yang akan
menimbulkan infeksi. Pemberian makanan dimulai dengan makanan cair yang bertahap
ditingkatkan sesuai dengan kondisi pasien (start low, go slow).
Prognosis
Dalam penatalaksanaan perdarahan PSCA banyak faktor yang berperan terhadap hasil
pengobatan. Ada beberapa prediktor buruk dari perdarahan PSCA antara lain. umur diatas 60
tahun, adanya penyakit komorbid lain yang bersamaan, adanya hipotensi atau syok, adanya
koagulopati, onset perdarahan di rumah sakit yang cepat, kebutuhan transfusi lebih dari 6 unit,
tetap berlangsungnya perdarahan segar di lambung, perdarahan rekurens dari lesi yang sama.
Setelah diobati dan berhenti, perdarahan PSCA dapat berulang lagi atau rekurens. Secara
endoskopik ada beberapa gambaran endoskopik yang dapat memprediksi akan terjadinya
perdarahan ulang antara lain tukak peptik dengan bekuan darah yang menutupi lesi, adanya
visible vessel tak berdarah, perdarahan segar yang masih berlangsung.
GASTRITIS
Definisi
Gastritis adalah suatu kondisi dimana terjadi inflamasi pada mukosa lambung. Gastritis
mengindikasikan adanya inflamasi yang berkaitan dengan kerusakan pada mukosa lambung.
Gatritis dapat bersifat akut, kronik, dan difus, atau lokal. Pada beberapa literature menyebutkan
gastritis melibatkan inflamasi sampai submukosa lambung. Spektrum gastritis terlalu luas
terutama dalam hal patologik, etiologik, dan distribusi anatominya. Proses inflamasi yang terjadi
pada gastritis seringkali merupakan akibat dari infeksi bakteri yang sama yang menyebabkan
ulkus lambung. Bagaimanapun, faktor-faktor lain, seperti trauma, penggunaan obat-obatan
pereda nyeri atau konsumsi alcohol juga dapat berkontribusi menyebabkan gastritis.
Klasifikasi
Terdapat berbagai macam anutan tentang klasifikasi Gastritis, namun secara umum, gastritis
dibagi menjadi akut dan kronis. Gastritis akut merupakan kelainan klinis akut yang jelas
penyebabnya dengan tanda dan gejala yang jelas. Biasanya ditemukan sel inflamasi akut dan
neutrofil. Sedangkan gastritis kronis, penyebabnya tidak jelas, sering bersifat multifactor dengan
perjalanan klinis yang bervariasi. Kelainan ini berkaitan dengan infeksi Helycobacter pylori.
Dari dua jenis gastritis ini yang paling sering terjadi yaitu gastritis akut erosif dan gastritis atrofik
kronis.
Gastritis akut erosif adalah suatu peradangan mukosa lambung yang akut dengan kerusakan
erosif. Disebut erosif apabila kerusakan yang terjadi tidak lebih dalam daripada mukosa
muskularis.
Gastritis atrofi kronis ditandai oleh atrofi progresif epitel kelenjar disertai kehilangan sel parietal
dan chief cell. Selanjutnya, gastritis kronis dibagi menjadi dua kategori, yaitu gastritis tipe A
(atrofik atau fundal), dan tipe B (antral).
Gastritis kronis tipe A juga disebut sebagai gastritis atrofik atau fundal (karena mengenai fundus
lambung). Gastritis kronis tipe A merupakan suatu penyakit autoimun yang disebabkan oleh
adanya auotantibodi terhadap sel parietal kelenjar lambung dan faktor intrinsik, dan berkaitan
dengan tidak adanya sel parietal dan chief cells, yang menurunkan sekresi asam dan
menyebabkan tingginya kadar gastrin. Dalam keadaan yang cukup berat tidak terjadi
pembentukan faktor intrinsic sehingga menyebabkan terjadinya anemia pernisiosa, dimana faktor
intrinsik ini justru memegang peranan dalam fasilitas absorpsi vitamin B12 ke dalam ileum.
Gastritis kronis tipe-B disebut juga gastritis antral karena lesinya terdapat di antrum lambung dan
terjadi lebih sering daripada gastritis kronis tipe A. Gastritis kronis lebih sering terjadi pada
pasien yang berusia lebih tua. Penyebab utamanya adalah infeksi kronis oleh kuman H. pylori,
dan tidak ada hubungannya dengan anemia pernisiosa.
Kerja Lambung Fisiologis
Lambung adalah ruang berbentuk huruf J yang terletak antara esophagus dan usus halus.
Lambung memiliki beberapa fungsi, fungsi terpenting adalah menyimpan makanan yang masuk
sampai disalurkan ke usus halus dengan kecepatan yang sesuai untuk pencernaan yang optimal.
Karena usus halus adalah tempat utama pencernaan dan penyerapan makanan, lambung perlu
menyimpan makanan dan menyalurkannya sedikit demi sedikit ke duodenum pada kecepatan
yang tidak melebihi kapasitas usus. Fungsi kedua lambung ialah mensekresikan asam klorida
(HCl) dan enzim-enzim yang memulai pencernaan protein.
Setiap hari lambung mengeluarkan sekitar 2 liter getah lambung. Sel-sel yang bertanggung jawab
untuk sekresi terletak di lapisan lambung, mukosa lambung, yang dibagi menjadi dua bagian
terpisah:
1. Mukosa oksintik, yang melapisi fundus dan korpus lambung
2. PGA (pyloric gland area), yang melapisi antrum
Di dinding mukosa oksintik terdapat tiga jenis sel sekretorik; daerah yang terdapat di leher
kantung lambung dilapisi oleh sel leher mukosa yang mensekresikan mucus encer. Sel-sel leher
ini cepat membelah dan berfungsi juga sebagai induk bagi semua sel baru di mukosa lambung.
Sel-sel anak yang dihasilkan dari pembelahansel akan bermigrasi ke luar kantung untuk menjadi
sel epitel permukaan, atau ke bagian dalam menjadi sel parietal atau sel utama. Melalui aktivitas
ini, seluruh mukosa lambung diganti tiap tiga hari. Bagian yang lebih dalam dilapisi oleh sel-sel
utama (chief cell) yang mengeluarkan enzim prekusor pepsinogen, dan sel parietal (oksintik)
yang mengeluarkan HCl dan faktor intrinsic. Sel parietal tidak berkontak dengan lumen lambung
akan tetapi tetap menyalurkan sekresi HCl ke lumen lambung melalui saluran-saluran halus, atau
kanalikulus, yang berjalan di antara sel-sel utama. Sementara sel-sel endokrin pada PGA
mengeluarkan hormone gastrin ke dalam darah.
Diantara kantung-kantung lambung, terdapat sel epitel permukaan yang mengeluarkan mucus
kental alkalis dan membentuk lapisan setebal beberapa millimeter untuk menutupi permukaan
mukosa.
Ketika HCl disekresikan oleh sel-sel parietal ke dalam lumen lambung, pH isi lumen turun
sampai serendah 2. Sel-sel parietal memiliki banyak mitokondria untuk menghasilkan energi.
Energi ini diperlukan untuk transportasi ion H+ melawan gradient konsentrasi yang sangat besar,
mengingat konsentrasi ion H+ di dalam lumen usus adalah 3 – 4 juta kali lebih besar daripada
konsentrasinya di darah. Hal yang sama juga terjadi pada ion klorida (Cl-), namun dengan
konsentrasi yang lebih kecil. HCl yang disekresikan berfungsi untuk; 1). Mengaktifkan prekusor
enzim pepsinogen menjadi enzim aktif pepsin, dan membentuk lingkungan asam yang optimal
untuk aktivitas pepsin, 2). Bersama lisozim air liur mematikan sebagian besar mikroorganisme
yang masuk bersama makanan, walaupun sebagian dapat lolos ke usus besar. Pepsinogen
merupakan enzim inaktif yang disekresi oleh sel utama jika ada stimulasi yang sesuai. Saat
disekresikan, pepsinogen akan bereaksi oleh HCl pepsin, suatu enzim yang sudah aktif. Pepsin
yang baru terbentuk akan menguraikan pepsinogen yang lain untuk menghasilkan pepsinogen
lain, suatu mekanisme yang disebut otokatalitik. Pepsin kemudian memecah ikatan asam amino
tertentu pada protein menjadi fragmen-fragmen peptida. Proses pencernaan ini paling efektif
pada suasana lingkungan yang asam. Mukus yang disekresikan oleh sel epitel permukaan dan sel
leher mukosa menjaga beberapa bentuk cidera pada mukosa lambung karena sifat lubrikatifnya.
Selain itu mucus membantu terjadinya pencernaan diri oleh pepsin, dan menetralisasi keasaman
dalam rangka menurunkan kejadian cidera mukosa oleh karena asam.
Faktor intrinsic yang disekresi oleh sel parietal membantu penyerapan vitamin B12 dari diet
makanan. Vitamin B12 ini bertanggungjawab dalam produksi eritrosit. Kadang-kadang mukosa
oksintik mengalami atrofi atau degenerasi yang menyebabkan sel-sel parietal dan sel-sel utama
lenyap. Hilangnya faktor intrinsic menyebabkan anemia pernisiosa. Sekresi gastrin menyebabkan
terangsangnya sel utama dan parietal sehingga terjadi sekresi getah lambung yang sangat asam.
Sifat mukosa lambung yang memungkinkan lambung menyimpan asam tanpa ia sendiri
mengalami kerusakan disebabkan adanya sawar mukosa lambung (gastric mucosal barrier).
Mukosa lambung dipertahankan lewat 3 lapisan sawar; preepitelial, epithelial, dan subepithelial.
Lapisan pertama (preepitelial) merupakan mucus bikarbonat yang dapat menjadi sawar bagi
cidera fisik atau molekul-molekul tertentu, seperti ion H+. Lapisan pertahanan ini disekresikan
oleh sel epitel permukaan. Mukus akan menghambat difusi dari pepsin. Sifat alkalis dari mucus
juga membentuk gradien pH mulai dari 1 – 2 hingga 6 – 7 ketika mendekat di lumen lambung.
Jika pertahanan lini depan ini tidak adekuat dan menyebabkan sel epitel rusak, maka akan
digantikan oleh sel-sel epitel baru lewat mekanisme migrasi sel (restitusi) tergantung kecepatan
pembelahan sel di area kerusakan. Efektif atau tidaknya kecepatan pembelahan ditentukan oleh
adekuatnya aliran darah dan suasana alkali. Jika area kerusakan terlalu luas, maka akan
digantikan oleh mekanisme proliferasi sel, yang diatur oleh prostaglandin dan growth factors
seperti EGF (epidermal growth factor) dan TGF-a (transforming growth factor-a). Regenerasi
sel-sel baru membutuhkan vaskularisasi baru (neovaskularisasi) atau angiogenesis pada daerah
kerusakan.
Pada tingkat epithelial, prostaglandin banyak memegang peranan penting; 1). Mengatur
pelepasan bikarbonat dari mukosa, 2). Menghambat sekresi dari sel parietal, 3).
Mempertahankan aliran darah mukosa dan restitusi sel. Prostaglandin merupakan turunan dari
asam arakidonat, yang dibentuk dari fosfolipid (komponen membrane sel) oleh kerja dari enzim
fosfolipase A. Suatu enzim penting yang mengontrol laju produksi dari prostaglandin disebut
COX (siklooksigenase) yang memiliki 2 isoform, yaitu COX-1 dan 2 (dibedakan dari struktur
kimia, distribusi ke jaringan, dan ekspresi). COX-1 didapatkan di usus, ginjal, platelet, dan sel
endotel, sehingga fungsinya untuk mempertahankan integritas mukosa gastrointestinal, agregasi
platelet, dan fungsi ginjal. COX-2 lebih banyak terdapat di makrofag, leukosit, fibroblast, dan
sel-sel synovial, sehingga lebih terstimulasi pada keadaan inflamasi. Keuntungan obat NSAID
pada inflamasi jaringan disebabkan adanya inhibisi terhadap COX-2. Toksisitas NSAID muncul
oleh karena inhibisi juga terjadi pada COX-1 yang menyebabkan hambatan produksi dari
prostaglandin. Hal ini berakibat pada penurunan integritas mukosa gastrointestinal, seperti
ulserasi, dan juga gangguan fungsi ginjal.
Peranan subepitel, seperti sirkulasi darah yang memungkinkan pasokan bikarbonat (HCO3-) dari
plasma. Bikarbonat akan menetralisasi asam yang dihasilkan sel parietal. Selain itu sirkulasi
darah juga penting dalam menyediakan kebutuhan nutrisi untuk kelangsungan hidup sel dan
menyediakan oksigen untuk detoksikasi.
Etiopatogenesis
Infeksi Helicobacter pylori berhubungan dengan gastritis kronik, namun hanya 10 – 15%
individu yang terinfeksi menderita ulserasi yang nyata. Prinsipnya, akibat dari infeksi H. pylori
ini (pada gastritis, penyakit ulkus peptic, limfoma MALT gaster, dan karsinoma lambung)
ditentukan oleh interaksi antara faktor inang dan bakteri.