STATUS PASIEN
SMF PENYAKIT DALAM
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH dr. Hj. BOB BAZAR, SKM KALIANDA
PRESENTASI KASUS
Nama Mahasiswa : Adrian Ridski Harsono TandaTangan:
I. IDENTITAS PASIEN
Nama lengkap : Ny. Sri Enah Jenis kelamin : Perempuan
Umur : 54 tahun Suku bangsa : Jawa
Status perkawinan : Menikah Agama : Islam
Pekerjaan : IRT Pendidikan : SD
Alamat : Suka Baru Tanggal masuk RS : 01-12-2014
II. ANAMNESIS
Diambil dari autoanamnesis, tanggal 2 Desember 2014, Jam 12.00WIB di Bangsal Penyakit
Dalam, RSUD Kalianda.
Keluhan Utama: Lemas sejak 3 hari SMRS
Keluhan Tambahan : Kesemutan pada kedua kaki, nyeri pada pinggang dan lutut, nyeri
kepala.
Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien datang ke Poliklinik Penyakit dalam RSUD Kalianda dengan keluhan badan
terasa lemas sejak 3 hari SMRS. Lemas dirasa semakin lama semakin berat, sehingga pasien
agak kesulitan melakukan kegiatan sehari-harinya. Pasien juga mengeluhkan adanya rasa
kesemutan pada kedua kaki, terutama pada daerah telapak kaki. Kesemutan menjalar hingga
daerah betis, tetapi masih sedikit terasa bila disentuh atau dipegang. Selain itu juga dirasakan
adanya rasa nyeri pada pinggang yang menjalar hingga ke kedua lutut. Nyeri terus menerus
dipengaruhi dengan perubahan posisi. Nyeri dirasa semakin hebat setelah pasien berjalan jauh
atau lama, dan membaik saat beristirahat. Dipagi hari juga dirasakan rasa kaku pada kedua
lutut sehingga pasien sulit untuk menggerakan kakinya. Pasien juga mengeluhkan adanya
nyerki kepala yang sering hilang timbul. Nyeri terutama pada bagian depan kepala dan leher
1
bagian belakang dan terasa seperti diikat atau berat terutama pada bagian belakang leher.
Tidak ada hal yang memperingan atau memperberat nyeri kepala tersebut.
Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien memiliki riwayat kencing manis dan darah tinggi sejak 3 tahun SMRS dan
rutin memeriksakan dirinya ke RSUD Kalianda. Pasien biasa mengkonsumsi glibenclamide
1-1-0, Captopril 2 x 25 mg, dan amlodipin 1x10 mg, Akan tetapi 2 hari terakhir pasien tidak
mengkonsumsi obatnya karena kehabisan dan belum sempat untuk memeriksakan dirinya ke
Rumah Sakit.
Pasien pernah mengalami hal seperti ini sebelumnya, ± 1 bulan SMRS saat itu pasien
juga lupa meminum obatnya selama 3 hari. Riwayat penyakit jantung, asma, dan maag
disangkal. Tidak pernah pergi ke luar kota dalam waktu dekat sebelumnya, riwayat meminum
jamu-jamuan disangkal pasien.
Riwayat Penyakit Keluarga
Ayah Pasien memiliki riwayat darah tinggi yang tidak terkontrol. Riwayat darah
tinggi, kencing manis, penyakit jantung dan asma disangkal.
Riwayat Pengobatan
Pasien biasa mengkonsumsi glibenclamide 1-1-0, Captopril 2 x 25 mg, dan amlodipin
1x10 mg yang didapat saat kontrol rutin ke RSUD Kalianda.
Riwayat Kebiasaan
Pasien tidak merokok, tidak pernah memakai obat-obatan terlarang,
pernah mengkonsumsi minuman beralkohol, dan jarang berolahraga,
pasien berolahraga apabila ada kegiatan senam saat posyandu.
III. PEMERIKSAAN FISIK
Dilakukan pada tanggal 02/12/2014 pada pukul 12.30 WIB di Bangsal Penyakit Dalam
RSUD Kalianda
STATUS GENERALIS
Keadaan Umum
Kesan Sakit : Tampak sakit ringan
Kesadaran : Compos mentis (GCS = 15)
2
TB/BB : 153 cm / 64 kg
BMI : BB/(TB)2 = 27,33 kg/m2
Status Gizi : Obesitas
Cara Berbaring : normal
Mobilitas : Aktif
Sikap Pasien : Kooperatif
Cara Berbicara : Wajar, tidak disartria, tidak disfasia
Taksiran umur : Dewasa tua
Sikap : Kooperatif
Penampilan : Baik
Tanda Vital
Tekanan Darah : 210/110 mmHg
Suhu : 36,4 oC
Nadi : 78x/menit, regular, cukup, equal
Pernapasan : 18x/menit, abdominothorakal
Kulit
Suhu raba : Hangat
Kelembaban : Cukup
Turgor : Baik
Pucat : Tidak ada
Ikterik : Tidak ada
Sianosis : Tidak ada
STATUS LOKALIS
Kepala
Bentuk : Normocephali, deformitas tidak ada.
Rambut : Hitam, distribusi merata, tidak mudah dicabut
Wajah : Oedem (-), ikterik (-), sianosis (-), pucat (-), nyeri tekan sinus
paranasalis (-), bercak hiperpigmentasi (-), paralisis (-)
Mata
Alis : warna hitam, distribusi merata, simetris
3
Palpebra : tidak oedem, tidak cekung, atau tidak tampak tanda dehidrasi,
eksoftalmus (-/-), enoftalmus (-/-), ektropion (-/-), entropion (-/-),
hordeolum (-/-), kalazion (-/-), ptosis (-/-).
Bulu mata : trikiasis (-/-), distrikiasis (-/-)
Tekanan bola mata : normal
Konjungtiva : anemis (+/+), pterigium (-/-), tidak ada bercak bitot (-/-), injeksi
konjungtiva (-/-)
Sclera : ikterik (-/-), pinguekula (-/-), pterigium (-/-), bercak bitot (-/-)
Lensa : tidak keruh
Pupil : bulat, tepi rata, isokor
Refleks cahaya : langsung (+/+), tidak langsung (+/+)
Hidung
Inspeksi : Bentuk normal, tidak ada deformitas, tidak ada septum deviasi, lubang
hidung simetris, Mukosa tidak hidung hiperemis, concha tidak
hiperemi, oedem (-/-), hipertrofi (-/-), darah (-/-), sekret (-/-), bekuan
darah (-/-), massa (-/-), benda asing (-/-)
Palpasi : nyeri tekan (-), benjolan (-), krepitasi (-).
Sinus Paranasal : Tidak ada nyeri tekan pada sinus frontalis, sinus ethmoidalis, sinus
maksilaris dan sinus sfenoidalis.
Mulut
Bibir : tidak ada deformitas, warna tidak pucat dan tidak sianosis, tidak
tampak kering, tidak pecah-pecah, tidak sariawan
Gigi : lengkap, tersusun rapi, Kalkulus (-), caries dentis (-)
Gusi : warna merah muda, tidak hiperemis
Lidah : bentuk normal, tidak ada deformitas, tidak ada deviasi, simetris,
Tremor (-), tidak kotor, pinggir lidah tidak hiperemis, papil atropi (-)
Palatum : cleft (-), benjolan (-).
Uvula : letak di tengah, tidak hiperemi, tidak membesar
Tonsil : T1/T1 tenang, tidak hiperemi, tidak membesar
Faring : tidak hiperemi
Produksi saliva : cukup
4
Telinga
Inspeksi : normotia, tidak ada deformitas, simetris, tidak ada benjolan atau atropi
atau oedem, serumen (-/-), sekret (-/-), darah (-/-), membrana timpani
intak (+/+), berwarna putih seperti mutiara.
Palpasi : Nyeri tekan tragus (-/-), nyeri tarik aurikuler (-/-), tidak teraba benjolan.
Perkusi : Nyeri ketuk mastoid (-/-)
Leher
Inspeksi : Bentuk normal, tidak ada deformitas, tidak ada deviasi, Benjolan (-),
efluoresensi bermakna (-), trakea lurus ditengah, kelenjar tiroid tidak
membesar
Palpasi : KGB tidak teraba membesar dan tidak ada nyeri tekan, tidak teraba
benjolan, kaku kuduk (-), JVP 5 – 3 mmHg.
Dada
Inspeksi : Bentuk dada simetris saat statis dan dinamis, warna kulit ikterik,
eflouresensi bermakna (-), benjolan(-), spider nevi (-), pelebaran atau
penonjolan vena kulit (-), pulsasi abnormal (-), gerak pernafasan
simetris kanan dan kiri, tidak ada retraksi sela iga; tampak iktus kordis
pada ICS V, 1 cm medial linea midclavicula kiri, Sekret dari papilla
mammae (-), retraksi papilla mammae (-).
Palpasi : Suhu hangat, kelembaban cukup, nyeri tekan (-), Benjolan (-), Gerak
nafas simetris, vocal fremitus simetris; teraba ictus cordis pada ICS V,
1 cm medial linea midclavicula kiri, thrill (-); sudut angulus costae <
90o.
Perkusi
o Sonor pada seluruh lapang paru
o Hemitoraks kanan : batas paru-hepar pada ICS V midclavicula kanan, dengan
peranjakan hepar sebanyak 1 jari
o Batas kanan jantung : ICS III, garis sternalis kanan
o Hemitoraks kiri : Batas paru lambung pada ICS VI axillaris anterior kiri
5
o Batas kiri jantung : ICS V, 1 cm medial midclavicularis kiri
o Batas atas jantung : ICS III, garis parasternalis kiri
Auskultasi
o Paru : Suara nafas vesikuler, ronki (-/-), wheezing (-/-)
o Jantung : BJ I-II regular, murmur (-), tidak ada gallop (-)
Abdomen
Inspeksi : Bentuk abdomen datar, datar saat statis dan dinamis; gerak nafas
simetris tidak ada bagian yang tertinggal dan tipe pernafasaran
Abdominotorakal; warna kulit ikterik, eflouresensi bermakna (-),
benjolan (-), gerakan peristaltik (-), pelebaran vena (-), roseola spot (-),
caput medusa (-), Smiling umbilicus (-)
Palpasi : Teraba supel, benjolan (-), defence muscular (-), nyeri tekan (+), nyeri
lepas (-), undulasi (-), hepar tidak teraba, murphy sign (-), lien ttidak
teraba, ballotement (-).
Perkusi : Timpani di seluruh lapang abdomen, nyeri ketuk (-), shifting dullness (-
).
Auskultasi : Bising usus meningkat, > 6 kali per menit.
Punggung
Inspeksi : Bentuk thoraks simetris, efloresensi kulit (-), benjolan (-). Vertebra
lurus ditengah, lordosis (-), kifosis(-), skoliosis(-), gibbus (-), gerak
nafas simetris, tidak ada bagian yang tertiggal.
Palpasi : Gerak nafas simetris, vocal fremitus simetris, nyeri tekan (-), benjolan
(-), krepitasi (-)
Perkusi : Sonor di seluruh lapang paru, Nyeri ketuk (-), batas bawah paru kanan
setinggi vertebrae thorakal 9, batas bawah paru kiri setinggi vertebrae
6
thorakal 10
Auskultasi : Suara nafas vesikuler di kedua lapang para. Rhonki (-/-), wheezing (-/-)
Ekstremitas
Atas
o Inspeksi : simetris kanan dan kiri, proporsional dengan tubuh, eritema (-
/-),efloresensi bermakna (-/-), bulu rambut tipis merata, tremor
(-/-), tidak ada deformitas, tidak ada pembengkakan sendi,
ujung kuku tidak sianosis
o Palpasi : oedem (-/-), refleks fisiologis (+/+)
Bawah
o Inspeksi : simetris kanan dan kiri, proporsional dengan tubuh, eritema (-
/-),efloresensi bermakna (-/-), bulu rambut tipis merata, tremor
(-/-), tidak ada deformitas, tidak ada pembengkakan sendi,
ujung kuku tidak sianosis
o Palpasi : oedem (-/-), refleks fisiologis (+/+), reflex patologis (-/-)
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Laboratorium
Darah 01/12/2014 02/12/2014 02/12/2014
Hemoglobin (Hb) 8,6 g/dL Tidak diperiksa Tidak diperiksa
Ureum 17 Tidak diperiksa Tidak diperiksa
Creatinin 0,9 Tidak diperiksa Tidak diperiksa
GDS 521 481 328
V. RINGKASAN
Tn. Herwanuddin, laki-laki usia 28 tahun datang dengan keluhan demam sejak 4 hari
SMRS, Demam dirasakan naik turun, naik saat siang dan malam hari, pada perabaan teraba
7
panas disertai dengan menggigil dan merasa lemas hingga tidak dapat melakukan aktifitas
seperti biasanya. Selain itu Pasien juga mengeluhkan adanya nyeri pada daerah ulu hati,
hilang timbul, seperti ditusuk-tusuk,dan tidak menjalar. Pasien juga mengeluhkan adanya
mual dan muntah. Muntah sebanyak 2-3 kali, ± ½ gelas aqua, terutama setelah makan,
berwaran kuning dan berisi makanan, tidak ada darah. Pasien juga mengeluhkan pegal-pegal
yang berpindah pindah. Pegal-pegal dirasakan pada kedua bahu dan kaki. Pasien juga
mengelukan sulit BAB. BAB keras dan berwarna hitam. BAK lancar, 3-5 kali per hari, ± 1
gelas aqua, berwarna kuning gelap seperti teh, keruh.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan warna kulit ikterik, sklera ikterik, nyeri tekan pada
epigastrium. Pada pemeriksaan penunjang didapatkan adanya penurunan leukosit : 4900/uL,
peningkatan kadar SGOT : 2375 u/L dan SGPT : 2515 u/L, anti HAV : positif, peningkatan
bilirubin total : 11.51 mg/dL, bilirubin direct : 7.69 mg/dL, dan bilirubin indirect 3.62 mg/dL.
VII. PENGKAJIAN / ASSESMENT
VIII. FOLLOW UP
Tanggal Subjektif Objektif Assesment Rencana
09/02/2012 Demam (-)
Mual (-)
Muntah (-)
Nyeri ulu hati (+)
BAB (+), tidak
keras
Urine berwarna
seperti teh (-)
KU/Kes:TSR/CM
TD : 110/80
N : 84x/menit
R : 18x/menit
S : 36,2oC
Kepala normocephali
Mata :Ca -/- Si +/+
Leher:kgb.tiroid dbn
Th: C: BJ I-II reg, M
-/-,G-/-
P : Sn ves,rh -/- wh -/-
Abd :supel, NT (+)
epigastrium
Ext : akral
hangat,oedem (-)
Lab :
Bil.total 6,36 mg/dl
Bil direct 3,4 mg/dl
Nyeri ulu hati (+)
Kulit dan sklera
berwarna kuning
(+)
Hiperbilirubinemia
SGOT dan SGPT
meningkat
Bedrest
Inj. Ranitidine
3x 1 amp (IV)
Infus RL 20
tpm
Curcuma 1x1
Microlax stop
Paracetamol
500mg kalau
perlu
8
Bil indirect 2,96 mg/dl
SGOT 153 u/l
SGPT 213 u/l
Tanggal Subjektif Objektif Assesment Rencana
10/02/2012 Demam (-)
Mual (-)
Muntah (-)
Nyeri ulu hati (+),
berkurang
BAB (+), tidak
keras
Urine berwarna
seperti teh (-)
KU/Kes:TSR/CM
TD : 110/70
N : 72x/menit
R : 16x/menit
S : 36,5oC
Kepala normocephali
Mata :Ca -/- Si +/+
Leher:kgb.tiroid dbn
Th: C: BJ I-II reg, M
-/-,G-/-
P : Sn ves,rh -/- wh -/-
Abd :supel, NT (+)
epigastrium
Ext : akral
hangat,oedem (-)
Nyeri ulu hati (+)
Kulit dan sklera
berwarna kuning
(+)
Hiperbilirubinemia
SGOT dan SGPT
meningkat
Bedrest
Inj. Ranitidine
3x 1 amp (IV)
Infus RL 20
tpm
Curcuma 1x1
IX. PROGNOSIS
Ad vitam : bonam
Ad functionam : bonam
Ad sanationam : bonam
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
HEPATITIS VIRUS AKUT
II. 1 Definisi
Hepatitis virus akut adalah infeksi sistemik yang secara dominan menyerang hepar.
Hamper semua kasus hepatitis akut disebabkan oleh salah satu dari lima agen virus yaitu
virus hepatitis A (HAV), virus hepatitis B (HBV), hepatitis C virus (HCV), virus Hepatitis D
(HDV), dan virus hepatitis E (HEV). Semua virus hepatitis ini adalah virus RNA, kecuali
untuk hepatitis B, DNA virus. Walaupun agen-agen ini dapat dibedakan secara molecular dan
antigennya, semua tipe dari virus hepatitis ini menimbulkan gejala yang mirip. Semua fase,
dari asimptomatik hingga indeksi fulminant dapat ditemukan pada semua tipe agen, akan
tetapi dari fase subklinis presisten yang berprogresif hingga menjadi penyakit hati kronis
dengan sirosis dan bahkan hepatoma, sering disebabkan oleh HBV, HCV dan HDV
II. 2 Epidemiologi
Hepatitis virus akut merupakan urutan pertama dari berbagai penyakit hati di
seluruh dunia. Di Indonesia berdasarkan data yang berasal dari rumah sakit, hepatitis A masih
merupakan bagian terbesar dari kasus-kasus hepatitis akut yang dirawat yaitu berkisar dari
39,8-68,3%. Tingkat prevalensi hepatitis B di Indonesia sangat bervariasi berkisar dari 2,5%
di Banjarmasin sampai 25,61% di Kupang, hingga termasuk dalam kelompok Negara dengan
endemisitas sedang sampai tinggi.
Prevalensi anti-HVC pada donor darah di beberapa tempat di Indonesia
menunjukan angka diantara 0,5-3,37%. Sedangkan prevalensi anti HCV pada hepatitis virus
akut menunjukan bahwa hepatitis C (15,5-46-4%) menempati urutan kedua setelah hepatitis
A akut, sedangkan urutan ketiga ditempati oleh hepatitis B (6,4%-25,9%).
II. 3 Etiologi
II. 3. 1 Hepatitis A
Hepatitis A merupakan virus RNA dari jenis hepatovirus dari picornavirus familiy.
Masa inkubasi berkisar 4 minggu, perkembangannya terbatas pada hepar saja, tetapi
virus dapat ditemukan di hepar, cairan empedu, feses dan darah pada masa inkubasi
10
lanjut dan masa sebelum badan menjadi kuning dan menimbulkan gejala (preikterik).
Tetapi pada saat keluhan timbul, virus akan berkurang secara bertahap di darah dan
feses. Pemeriksaan antibodi hepatitis A (anti-HAV) dapat dilakukan pada masa akut
(dimana terjadi peningkatan enzim hati dan virus masih ditemukan dalam feses).
Antibodi yang pertama kali muncul adalah IgM dan bertahan selama 6 – 12 bulan. Pada
saat infeksi sudah mulai mereda, IgG menjadi lebih dominan. Sehingga penegakkan
diagnosa hepatitis A dilakukan dengan pemeriksaan IgM pada masa akut. Hepatitis A
ditransmisikan melalui rute fekal-oral, penyebaran orang perorang, sangat berhubungan
dengan kebersihan lingkungan dan kepadatan penduduk. Penyebaran yang hebat terjadi
akibat kontaminasi pada air minum, makanan, susu dan buah-buahan. Penyebaran dapat
terjadi pula dalam keluarga atau institusi. Angka kejadian hepatitis ini cukup tinggi di
negara berkembang tetapi berkurang sejalan dengan kemajuan suatu negara,
kemungkinan akibat meningkatknya kesadaran masyarakat untuk hidup bersih dan sehat.
Angka kejadian lebih sering pada masa anak-anak, tetapi berdasarkan penelitian lain
keluhan yang diakibatkan oleh infeksi virus ini lebih sering terjadi pada masa remaja.
Tempat-tempat yang biasa tinggi angka hepatitis A yaitu tempat penitipan anak,
perawatan intensive neonatus, homoseksual dan pengguna obat-obat terlarang. Walaupun
jarang tetapi penyebaran hepatitis A dapat melalui tranfusi darah dan komponen darah.
II. 3. 2 Hepatitis B
Hepatitis B merupakan virus DNA, memiliki famili yang hampir sama pada virus
binatang yaitu hepadnavirus. Virus hepatitis ini memiliki protein permukaan yang
dikenal sebagai hepatitis B surface antigen (HbsAg). Konsentrasi HbsAg ini dapat
mencapai 500µg/mL darah 109 partikel per milimeter persegi. Dari HbsAg ini dapat
dibedakan menjadi beberapa jenis bergantung kepada jenis gen didalamnya, dan di setiap
geografis memiliki dominasi gen yang berbeda-beda. Asia di dominasi oleh genotip B
dan C. Kemampuan infeksi, produksi, perusakan hati bergantung pada jenis genotip ini.
Genotip B berhubungan dengan progresifitas yang hebat dari kerusakan hati, dengan
gejala yang timbul sering terlambat, dan berhubungan dengan timbulnya kanker hati.
Dari pemeriksaan lain ditemukan bahwa hepatitis B memiliki antibodi HbeAg di dalam
inti selnya, sehigga apabila pasien dengan HbsAg positif disertai dengan HbeAg positif
memiliki kemampuan infeksi dan menularkan melalui darah (tranfusi darah , ibu-bayi
11
yang dikandung) lebih dari 90%. Dalam perjalanan penyakit hepatitis B HbeAg akan
menurun sejalan dengan perbaikan dari penyakit tersebut, tetapi apabila dalam 3 bulan
tetap positif berarti terjadi suatu infeksi kronis yang dapat menuju ke arah keganasan.
Penderita dengan HBV akan memiliki kadar HbsAg dalam serum yang meningkat
sejalan dengan perjalanan penyakit, dan akan menurun setelah 1 – 2 bulan dari akhir
gejala, dan hilang dalam 6 bulan. Setelah HbsAg menghilang akan timbul antibodinya
(anti-HBs) yang akan bertahan dalam tubuh selamanya yang berfungsi untuk mencegah
infeksi hepatitis B kembali. Antibodi lain yang dihasilkan tubuh akibat infeksi hepatitis
B adalah anti-HBc, memiliki fungsi yang sama dengan antibodi hepatitis lainnya tetapi
apabila ditemukan dalam pemeriksaan tidak memberikan makna yang cukup kuat adanya
infeksi virus hepatitis. Pada proses infeksi akut hepatitis B akan timbul juga
immunoglobulin yaitu IgM anti-HBc dalam serum, dan apabila terjadi infeksi kronis
akan timbul IgG anti-HBc. Pada penderita hepatitis B, 1 – 5% memiliki angka HbsAg
yang rendah untuk dapat terukur, sehingga pemeriksaan IgM anti-HBc dapat digunakan.
Pemeriksaan serum HbeAg dapat memperkirakan tingkat replikasi dan virulensi virus
hepatitis B. Infeksi hepatitis B dapat terjadi di luar hati yaitu pada kelenjar getah bening,
sumsum tulang, sel-sel limfosit, limpa dan pankreas. Kepentingan kondisi ini adalah
bahwa tubuh memiliki ”cadangan” hepatitis B walaupun penderita sudah dilakukan
transplantasi jantung. Pada awalnya Hepatitis B diperkirakan penyebaran melalui produk
darah, tetapi setelah dilakukan berbagai penelitian, penyebaran darah tidak terlalu efektif,
penyebaran yang paling efektif hepatitis B adalah melalui hubungan seksual dan ibu-
bayi yang dikandungnya. Kondisi ini yang menyebabkan tingginya angka hepatitis B di
sub-Sahara Afrika. Resiko tinggi menderita infeksi ini adalah petugas kesehatan,
penderita yang membutuhkan tranfusi berulang (hemofilia), napi, dan keluarga dari
penderita hepatitis ini.
II. 3. 3 Hepatitis D
Virus hepatitis delta atau HDV, merupakan virus RNA yang memiliki sifat infeksi
tambahan dan membutuhkan bantuan dari virus hepatitis B (HBV) untuk melakukan
replikasi dan ekspresi. Hepatitis D dapat terinfeksi bersamaan dengan hepatitis B atau
pada pasien yang sebelumnya sudah terinfeksi hepatitis B. Pada infeksi akut, akan
terdapat peningkatan IgM anti-HDV dan akan hilang dalam 30 – 40 hari. Pada penderita
dengan infeksi kronis HDV, akan terdapat peningkatan titer dari IgM dan IgG anti-HDV.
12
Penyebaran infeksi hepatitis D sudah mendunia, dan memiliki dua jenis bentukan
epidemologi. Di daerah mediteranian (Afrika, Eropa selatan, Timur), HDV endemik pada
penderita hepatitis B, penyebarannya terutama akibat kontak erat antar orang. Di daerah
yang tidak endemik hepatitis B penyebaran hepatitis D melalui tranfusi darah dan
produknya, terutama penderita hemofilia dan para pengguna obat-obatan terlarang.
II. 3. 4 Hepatitis C
Hepatitis C virus merupakan RNA virus yang merupakan genus Hepacivirius dari
famili Flaviridae. Pada saat terjadi infeksi, paling mudah diketahui dengan pemeriksaan
secara genetik melihat adanya HCV RNA. HCV RNA dapat diketahui beberapa hari
setelah terjadi infeksi sebelum timbul anti-HCV dan berlangsung selama infeksi masih
terjadi.
Penyebaran hepatitis C yang utama adalah darah. Penggunaan skreening hepatits B
pada donor darah mengurangi penyebaran hepatitis ini dibandingkan tahun 1980-an,
tetapi dengan ditemukannya pemeriksaan HCV RNA semakin menurunkan angka
penyebarannya. Jalan lain yang memungkinkan adalah melalui jarum suntik diantara
pengguna obat-obatan, hubungan seksual, ibu-bayi yang dikandung. Penelitian lain
menyebutkan bahwa penyebaran terjadi pada pelaku seksual yang berganti-ganti
pasangan, tetapi tidak dengan pasangan tetap. Infeksi ini tidak menyebar melalui susu
ibu. Diantara populasi umum, petugas kesehatan memiliki angka insidensi yang tinggi,
kemungkinan disebabkan kecelakaan kerja. Kelompok lain yang memiliki insidensi
tinggi adalah penderita dengan hemodialisis teratur, transplantasi organ, dan yang
membutuhkan tranfusi dalam terapi kemoterapi untuk kanker.
II. 3. 5 Hepatitis E
Merupakan hepatitis yang di transmisikan dan terjadi terutama di India, Asia,
Afrika dan pertengahan Amerika. Virus ini dapat ditemukan di kotoran, cairan
empedu dan hati, dieksreksikan melalui kotoran manusia pada masa inkubasi. Respon
imun baik IgM anti-HEV dan IgG anti-HEV dapat di ketahui segera setelah terjadi
infeksi, dan akan mengalami penurunan dalam 9 – 12 bulan. Hepatitis ini menyebar di
India, Asia, Afrika dan Amerika tengah. Memiliki penyebaran yang sama dengan
13
hepatitis A yaitu melalui oral-fekal. Kasus yang paling sering terjadi apabila sudah
didapatkan kontaminasi pada persediaan air minum setelah terjadi banjir. Angka
kejadian tinggi pada muda dewasa, dan mereka yang memiliki gangguan kekebalan
tubuh.
HAV HBV HCV HDV HEV
Masa Inkubasi 15-45 hari 30-180 hari 15-160 hari 30-180 hari 14-60 hari
Onset Akut Insidius atau Akut Insidius Insidius atau
Akut
Akut
Umur Anak dan
dewasa muda
Dewasa muda,
balita,neonatus
Dewasa Seperti HBV Dewasa muda
Transmisi
• Fecal-
Oral
• Percutane
ous
• Perinatal
• Sexual
+++
Jarang
-
±
-
+++
+++
++
-
+++
±
±
-
+++
+
++
+++
-
-
-
Severity Mild Occasionaly
Severe
Moderate Severe Occasionaly
Severe
Mild
Fulminant 0.1% 0.1-1% 0.1% 5-20% 1-2%
Kronis - 1-10% 85% 1-10% -
Carier - 0.1-30% 1.5-3.2% Variable -
II. 4 Patofisiologi
Kemajuan di bidang biologi molekuler telah membantu pengenalan dan pengertian
patogenesa dari tujuh virus penyebab hepatitis sebagai manifestasi penyakit utama. Virus
14
hepatitis yang menyerang hati menyebabkan peradangan dan infiltrate pada hepatocyte oleh
sel mononucleus. Proses ini menyebabkan degenerasi dan nekrosis sel parenkim hati.
Respon peradangan menyebabkan pembengkakan dan memblokir sistem drainase
hati, sehingga terjadi obstruksi pada sel hati. Keadaan ini menjadi statis empedu (biliary) dan
empedu tidak dapat diekskresikan ke dalam kantong empedu bahkan ke dalam usus, sehingga
meningkat dalam darah sebagai hiperbilirubinemia, dalam urine sebagai urobilinogen dan
kulit sebagai hepatoseluler jaundice.
Hepatitis terjadi dari yang asimptomatik sampai dengan timbulnya sakit dengan
gejala ringan. Sel hati mengalami regenerasi secara komplit dalam 2-3 bulan lebih gawat bila
dengan nekrosis hati dan bahkan kematian. Hepatitis dengan sub akut dan kronik dapat
permanen dan terjadinya gangguan pada fungsi hati. Individu yang dengan kronik akan
sebagai karier penyakit dan resiko bekembang biak menjadi penyakit kronik hati dan kanker
hati.
15
II. 5 Gejala Klinis
Masa inkubasi masing-masing hepatitis berbeda. Secara umum hepatitis A
memiliki masa inkubasi 15 – 45 hari (± 4 minggu), hepatitis B dan D masa inkubasi 30 – 180
hari (± 4 – 12 minggu), hepatitis C masa inkubasi 15 – 160 hari (± 7 minggu) dan hepatitis E
masa inkubasi 14 – 60 hari (± 5 – 6 minggu). Hepatitis dibagi menjadi 4 fase yaitu :
a. Masa Inkubasi
Masa inkubasi yang merupakan waktu antara saat penularan infeksi dan saat timbulnya
gejala/ikterus, berkisar antara 1-6 bulan, biasanya 60-75 hari. Panjangnya masa
inkubasi tergantung dari dosis inokulum yang ditularkan dan jalur penularan, makin
besar dosis virus yang ditularkan, makin pendek masa inkubasi.
b. Fase Prodromal
Fase ini adalah waktu antara timbulnya keluhan-keluhan pertama dan timbulnya gejala
dan ikterus. Keluhan yang sering terjadi seperti : malaise, rasa lemas, lelah, anoreksia,
mual, muntah, terjadi perubahan pada indera perasa dan penciuman, panas yang tidak
tinggi, nyeri kepala, nyeri otot-otot, rasa tidak enak/nyeri di abdomen, dan perubahan
warna urine menjadi cokelat, dapat dilihat antara 1-5 hari sebelum timbul ikterus, fase
prodromal ini berlangsung antara 3-14 hari.
c. Fase Ikterus
Dengan timbulnya ikterus, keluhan-keluhan prodromal secara berangsur akan
berkurang, kadang rasa malaise, anoreksia masih terus berlangsung, dan nyeri abdomen
kanan atas bertambah. Untuk deteksi ikterus, sebaliknya dilihat pada sklera mata. Lama
berlangsungnya ikterus dapat berkisar antara 1-6 minggu.
d. Fase Penyembuhan
Fase penyembuhan diawali dengan menghilangnya ikterus dan keluhan-keluhan,
walaupun rasa malaise dan cepat lelah kadang masih terus dirasakan, hepatomegali dan
rasa nyerinya juga berkurang. Fase penyembuhan lamanya berkisar antara 2-21
minggu.
16
II. 6 Diagnosis
a. Anamnesis
Gejala non spesifik (prodromal) yaitu anoreksia, mual, muntah dan demam. Dalam
beberapa hari-minggu timbul ikterus, tinja pucat dan urin yang berwarna gelap. Saat ini,
gejala prodromal berkurang. Perlu ditanyakan riwayat kontak dengan penderita hepatitis
sebelumnya dan riwayat pemakaian obat-obat hepatotoksik.
b. Pemeriksaan fisis
Keadaan umum: sebagian besar sakit ringan.
Kulit dan sklera ikterik, nyeri tekan di daerah kuadran kanan atas dan epigastrium,
hepatomegali; perhatikan tepi, permukaan, dan konsistensinya
II. 7 Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium
SGOT/SGPT
Awalnya meningkat. Dapat meningkat 1-2 minggu sebelum ikterik kemudian
tampak menurun. SGOT/SGPT merupakan enzim-enzim intraseluler yang terutama
berada di jantung, hati dan jaringan skelet, terlepas dari jaringan yang rusak,
meningkat pada kerusakan hati.
Darah lengkap
SDM menurun sehubungan dengan penurunan hidup SDM (gangguan enzim hati)
Leukopenia
Trombositopenia mungkin ada (splenomegali)
Differensia Darah Lengkap
Leukositosis, monosiosis, limfosit, atipikal dan sel plasma.
Alkali phosphatase
Agaknya meningkat (kecuali ada kolestasi berat)
Feses
Warna tanah liat, steatorea (penurunan fungsi hati)
Albumin serum
17
Menurun karena sebagian protein serum di sintesis oleh hati dank arena itu
kadarnya menurun pada gangguan hati.
Masa Protrombin
Mungkin memanjang (disfungsi hati) akibat kerusakan sel hati atau berkurang.
Meningkat absorbs vitamin K yang penting untuk sintesis protrombin.
Bilirubin serum
Diatas 2,5 mg/100ml (bila diatas 200 mg/ml, prognosis buruk, mungkin
berhubungan dengan peningkatan nekrosis seluler)
Urinalisa
Peningkatan kadar bilirubin
Gangguan ekskresi bilirubin mengakibatkan hiperbilirubinemia terkonjugasi.
Karena bilirubin terkonjugasi larut dalam air, disekresi dalam urin menimbulkan
bilirubinuria.
2. Tes serologi
Hepatitis A
IgM anti HAV IgG anti HAV Status Hepatitis A
- - Tidak pernah terinfeksi (pertimbangkan
vaksinasi)
+ - Infeksi akut
- + Pernah terinfeksi HAV pada waktu yang lalu
atau sudah divaksinasi
Sehingga marker serologi yang dianjurkan adalah pemeriksaan IgM anti HAV sebagai
penanda infeksi akut. Dijumpai setelah 4 minggu timbul gejala hingga 12 minggu.
Hepatitis B
HBsAg dan anti-HBs
Diagnosis infeksi hepatitis B dibuat terutama dengan mendeteksi hepatitis B
surface antigen (HBsAg) dalam darah. Kehadiran HBsAg berarti bahwa ada infeksi
virus hepatitis B aktif dan ketidakhadiran HBsAg berarti tidak ada infekis virus
hepatitis B aktif. Menyusul suatu paparan pada virus hepatitis B, HBsAg menjadi
18
terdeteksi dalam darah dalam waktu empat minggu. Pada inidividu-individu yang
sembuh dari infeksi virus hepatitis B akut, eliminasi atau pembersihan dari HBsAg
terjadi dalam waktu empat bulan setelah timbulnya gejala-gejala. Infeksi virus
hepatitis B kronis didefinisikan sebagai HBsAg yang menetap lebih dari enam
bulan.
Setelah HBsAg dieliminasi dari tubuh, antibodi-antibodi terhadap HBsAg (anti-
HBs) biasanya timbul. Anti-HBs ini menyediakan kekebalan pada infeksi virus
hepatitis B yang berikutnya. Sama juga, individu-individu yang telah berhasil
divaksinasi terhadap virus hepatitis B mempunyai anti-HBs yang dapat diukur
dalam darah.
Anti-HBc
Hepatitis B core antigen hanya dapat ditemukan dalam hati dan tidak dapat
terdeteksi dalam darah. Kehadiran dari jumlah-jumlah yang besar dari hepatitis B
core antigen dalam hati mengindikasikan suatu reproduksi virus yang sedang
berlangsung. Ini berarti bahwa virusnya aktif. Antibodi terhadap hepatitis B core
antigen, dikenal sebagai antibodi hepatitis B core (anti-HBc), bagaimanapun,
terdeteksi dalam darah. Sebagai suatu kenyataan, dua tipe dari antibodi-antibodi
anti-HBc (IgM dan IgG) dihasilkan.
IgM anti-HBc adalah suatu penanda/indikator (marker/indicator) untuk infeksi
hepatitis B akut. IgM anti-HBc ditemukan dalam darah selama infeksi akut dan
berlangsung sampai enam bulan setelah timbulanya gejala-gejala. IgG anti-HBc
berkembang selama perjalanan infeksi virus hepatitis B akut dan menetap seumur
hidup, tidak perduli apakah individunya sembuh atau mengembangkan infeksi
kronis. Sesuai dengan itu, hanya tipe IgM dari anti-HBc dapat digunakan secara
spesifik untuk mendiagnosis suatu infeksi virus hepatitis B akut. Selain itu,
menentukan hanya total anti-HBc (tanpa memisahkan kedua komponennya) adalah
sangat tidak bermanfaat.
19
HBeAg, anti-HBe, dan mutasi-mutasi pre-core
Hepatitis B e antigen (HBeAg) dan antibodi-antibodinya, anti-HBe, adalah
penanda-penanda (markers) yang bermanfaat untuk menentukan kemungkinan
penularan virus oleh seseorang yang menderita infeksi virus hepatitis B kronis.
Mendeteksi keduanya HBeAg dan anti-HBe dalam darah biasanya adalah eksklusif
satu sama lain. Sesuai dengan itu, kehadiran HBeAg berarti aktivitas virus yang
sedang berlangsung dan kemampuan menularkan pada yang lainnya, sedangkan
kehadiran anti-HBe menandakan suatu keadaan yang lebih tidak aktif dari virus
dan risiko penularan yang lebih kecil.
Pada beberapa individu-individu yang terinfeksi dengan virus hepatitis B, material
genetik untuk virus telah menjalankan suatu perubahan struktur yang tertentu,
disebut suatu mutasi pre-core. Mutasi ini berakibat pada suatu ketidakmampuan
virus hepatitis B untuk menghasilkan HBeAg, meskipun virusnya
reproduksi/replikasi secara aktif. Ini berarti bahwa meskipun tidak ada HBeAg
yang terdeteksi dalam darah dari orang-orang dengan mutasi, virus hepatitis B
masih tetap aktif pada orang-orang ini dan mereka dapat menularkan pada yang
lain-lainnya.
Hepatitis B virus DNA
Penanda yang paling spesifik dari reproduksi/replikasi virus hepatitis B adalah
pengukuran dari hepatitis B virus DNA dalam darah. Anda ingat bahwa DNA
adalah material genetik dari virus hepatitis B. Tingkat-tingkat yang tinggi dari
hepatitis B virus DNA mengindikasikan suatu reproduksi/replikasi virus dan
aktivitas virus yang sedang berlangsung. Tingkat-tingkat hepatitis B virus DNA
yang rendah atau tidak terdeteksi dikaitkan dengan fase/tahap infeksi virus
hepatitis B yang tidak aktif. Beberapa tes-tes laboratorium yang berbeda (assays)
tersedia untuk mengukur hepatitis B virus DNA.
PCR (polymerase chain reaction) adalah metode (assay) yang paling sensitif untuk
menentukan tingkat hepatitis B virus DNA. Ini berarti bahwa PCR adalah metode
yang terbaik untuk mendeteksi jumlah-jumlah yang sangat kecil dari penanda virus
hepatitis B. Metode ini bekerja dengan memperbesar material yang sedang diukur
20
sampai semilyar kali untuk mendeteksinya. Metode PCR, oleh karenanya, dapat
mengukur sekecil 50 sampai 100 kopi (partikel-partikel) dari virus hepatitis B per
mililiter darah. Tes ini, bagaimanapun, sebenarnya terlalu sensitif untuk
penggunaan diagnosis yang praktis.
Tujuan mengukur hepatitis B virus DNA biasanya adalah untuk menentukan
apakah infeksi virus hepatitis B aktif atau tidak aktif (diam). Perbedaan ini dapat
dibuat berdasarkan jumlah hepatitis B virus DNA dalam darah. Tingkat-tngkat
yang tinggi dari DNA mengindikasikan suatu infeksi yang aktif, dimana tingkat-
tingkat yang rendah mengindikasikan suatu infeksi yang tidak aktif (tidur). Jadi,
pasien-pasien denga penyakit yang tidur (tidak aktif) mempunyai kira-kira satu juta
partikel-partikel virus per mililiter darah, sedangkan pasien-pasien dengan penyakit
yang aktif mempunyai beberapa milyar partikel-partikel per mililiter. Oleh
karenanya, siapa saja yang HBsAg positif, bahkan jika infeksi virus hepatitis B
tidak aktif, akan mempunyai tingkat-tingkat hepatitis B virus DNA yang dapat
terdeteksi dengan metode PCR karena ia begitu sensitif.
Untuk tujuan-tujuan praktis, hepatitis B virus DNA dapat diukur menggunakan
suatu metode yang disebut metode hybridization, yang adalah suatu tes yang lebih
kuang sensitif daripada PCR. Tidak seperti metode PCR, metode hybridization
mengukur material virus tanpa pembesaran. Sesuai dengan itu, tes ini dapat
mendeteksi hepatitis B virus DNA hany ketika banyak partikel-partikel virus hadir
dalam darah, berarti bahwa infeksinya aktif. Dengan kata lain, dari sudut pandang
yang praktis, jika hepatitis B virus DNA terdeteksi dengan suatu metode
hybridization, ini berarti bahwa infeksi virus hepatitis B adalah aktif.
Menginterpretasikan Tes-Tes Darah Virus Hepatitis B
Tabel 1 memberikan interpretasi-interpretasi diagnostik untuk beragam kumpulan-
kumpulan (sets) dari hasil yang didapatkan dengan suatu deretan tes-tes darah virus
(serologi) hepatitis B. Ingat, bagaimanapun, bahwa interpretasi dari tes-tes darah
virus hepatitis B harus selalu dibuat dengan pengetahuan dari sejarah medis pasien,
pemeriksaan fisik, dan hasil-hasil dari tes-tes darah hati standar yang dapat
mengindikasikan kerusakan pada hati.
21
Tabel 1: Interpretasi tes-tes (+ = positif dan - = negatif) darah (serologi) virus
hepatitis B
HBsAg Anti-
HBs
Anti-
Hbc
(total)
Anti-
HBc
IgM
HBeAg Anti-
HBe
HBV
DNA Interpretasi
+ - + + + + + Tahap awal infeksi
akut
+ - + + - + - Tahap Kemudian
infeksi akut
- - + + - + - Tahap kemudian
infeksi akut
- + + - - - - Kesembuhan dengan
kekebalan
- + - - - - - Vaksinasi yang sukses
+ - + - + - + Infeksi kronis dengan
reproduksi aktif
+ - + - - + - Infeksi kronis dalam
tahap tidak aktif
+ - + - - + + Infeksi kronis dengan
reproduksi aktif
- - + - - + atau
- -
Kesembuhan, Hasil
positif palsu, atau
infeksi kronis
Hepatitis C
Pemeriksaan serologi yang dilakukan adalah dengan penentuan anti-HCV,
namun positif palsu tinggi. Jika positif perlu konfirmasi ke laboratoriun yang
mempunyai fasilitas RIAdan PCR far HCV. Ditemukan genom yang berbeda untuk
tiap daerah, HCV 1 dan HCV 2. Anti HCV positif hingga 70% pada saat gejala
22
muncul, 90 % setelah 3 bulan dan tetap muncul pada kebanyakan kasus setelah 6
bulan.
II. 8 Diagnosis Banding
Jaundice fisiologis, penyakit hemolitik, sepsis
Carotenemi
Hemolytic-uremic syndrome
Reye syndrome
Malaria, leptospira, brucellosis, infeksi berat
Batu empedu
Wilson’s disease, Cystic fibrosis, Systemic Lupus Erythremotasus (SLE). Keracunan
obat seperti acetaminofean, asam valproat, kombinasi obat anti tuberkulosa.
II. 9 Komplikasi
Sedikit pasien dengan hepatitis A memiliki kemungkinan untuk relaps dalam
beberapa bulan ataupun tahun setelah sembuh dari Hepatitis A. hal ini ditandai dengan
berulangnya gejala, SGOT dan SGPT yang meningkat, terkadang disertai ikterus dan
ditemukannya HAV pada feses. Untuk Hepatitis B dan C sebagian besar akan brlanjut
menjadi hepatitis kronis yang dapat disertai dengan sirosi ataupun hepatoma.
Komplikasi yang paling ditakuti adalah hepatitis fulminant. Pasien dengan hepatitis
B memiliki kemungkinan >50% untuk mengalami hepatitis fulminant dan akan meningkat
apabila bersamaan dengan hepatitis D. pasien biasanya menunjukan gejala ensefalopati yang
mungkin menyebabkan pasien koma.ukuran hepar biasanya akan mengecil disertai dengan
peningkatan bilirubin yang cepat. Disertai juga dengan gejala seperti disorientasi, somnolen,
ascites dan edema, yang dimana menandakan sudah terjadinya kegagalan hati dengan
ensefalopati. Edema serebral sering ditemukan, perdarahan gastrointestinal, sepsis, gagal
nafas, kegagalan sistem cardiovaskuler dan ginjal adalah tanda akhir. Angka kematian akibat
hepatitis fulminant sangatlah tinggi, yaitu > 80%. Akan tetapi pasien yang selamat dapat
sembuh total dan kembali sehat.
II. 10 Penatalaksanaan
23
Infeksi virus hepatitis A akan mengalami penyembuhan sendiri apabila tubuh
cukup kuat. Sehingga pengobatan hanya untuk mengurangi keluhan yang ada, disertai
pemberian vitamin dan istirahat yang cukup. Infeksi virus hepatitis B pada dewasa sehat 99%
akan mengalami perbaikan. Tetapi apabila infeksi berlanjut dan menjadi kronis pemberian
analog nukleosida (lamivudin) dapat memberikan hasil yang baik. Infeksi virus hepatitis C
jarang mengalami penyembuhan spontan, sehingga diperlukan pemberian antivirus dengan -
interferon monoterapi memberikan hasil yang baik hingga 70%. Perawatan di rumah sakit
atau dengan isolasi diperlukan apabila penderita mengalami komplikasi dari hepatitis ini.
Pada hepatitis fulminant, tujuan terapi adalah untuk mensupport pasien dengan cara
pengawasan balans cairan, mengawasi sirkulasi dan respirasi, mengontrol perdarahan, koreksi
hipoglikemiam dan menangani komplikasi lainnya. Intake protein harus dibatasi, dan
laktulosa oral ataupun neomycin diberikan.
II. 11 Profilaksis
Hepatitis A
Pemberian immunoglobulin atau virus yang dilemahkan dapat mencegah terjadinya
infeksi ini. Pemberian dapat diberikan efektif dari sejak pasien terpapar virus sampai 2
minggu setelahnya. Pemberian vaksin ini dianjurkan pada anak dengan resiko tinggi.
Profilaksis ini tidak diperlukan pada penderita dewasa yang sering kontak (kantor, pabrik,
sekolah dan rumah sakit) yang biasanya sudah memiliki imunitas. Pemberian ini dapat
diberikan pula pada tentara, petugas kesehatan, pemelihara primata, pekerja laboratorium,
dan mereka yang akan berpergian ke daerah yang sedang mengalami endemi hepatitis ini.
Hepatitis B
Pemberian dapat berupa immunoglobulin atau komponen virus. Profilaktik untuk
preexposure hepatitis B diberikan pada tenaga kesehatan, pasien hemodialisis, petugas
pengembangan orang-orang cacat, pengguna obat-obatan terlarang, pelaku seks bebas,
penderita yang membutuhkan tranfusi berulang, ibu yang hamil. Pemberian vaksin dapat
diberikan juga setelah terpapar dari hepatitis B tetapi pemberian berupa rekombinasi vaksin.
Pemberian vaksin hepatitis B dapat mencegah infeksi hepatitis D, selain itu tidak ada
sediaan vaksin untuk hepatitis D.
24
Hepatitis C
Tidak ada vaksin yang efektif untuk mencegah terjadinya infeksi hepatitis C,
sehingga pencegahannya adalah dengan menjaga keamanan darah pada proses donor dan
tranfusi darah, dan perubahan pola gaya hidup.
25
DAFTAR PUSTAKA
1. A.Sanityoso. Hepatitis Virus Akut. Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I. Edisi Keempat. Balai
Penerbit FKUI, Jakarta, 2007. 427-442.
2. Longo DL, Fauci AS, Kasper DL. Acute Viral Hepatitis. Harrison Principle of Internal
Medicine. 18th edition. London: McGraw-Hill, 2011.
26