Case Diabetes Mellitus

39
STATUS PASIEN SMF PENYAKIT DALAM RUMAH SAKIT UMUM DAERAH dr. Hj. BOB BAZAR, SKM KALIANDA PRESENTASI KASUS Nama Mahasiswa : Adrian Ridski Harsono TandaTangan: I. IDENTITAS PASIEN Nama lengkap : Ny. Sri Enah Jenis kelamin : Perempuan Umur : 54 tahun Suku bangsa : Jawa Status perkawinan : Menikah Agama : Islam Pekerjaan : IRT Pendidikan : SD Alamat : Suka Baru Tanggal masuk RS : 01-12-2014 II. ANAMNESIS Diambil dari autoanamnesis, tanggal 2 Desember 2014, Jam 12.00WIB di Bangsal Penyakit Dalam, RSUD Kalianda. Keluhan Utama: Lemas sejak 3 hari SMRS Keluhan Tambahan : Kesemutan pada kedua kaki, nyeri pada pinggang dan lutut, nyeri kepala. 1

description

Case Report of Diabetes

Transcript of Case Diabetes Mellitus

Page 1: Case Diabetes Mellitus

STATUS PASIEN

SMF PENYAKIT DALAM

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH dr. Hj. BOB BAZAR, SKM KALIANDA

PRESENTASI KASUS

Nama Mahasiswa : Adrian Ridski Harsono TandaTangan:

I. IDENTITAS PASIEN

Nama lengkap : Ny. Sri Enah Jenis kelamin : Perempuan

Umur : 54 tahun Suku bangsa : Jawa

Status perkawinan : Menikah Agama : Islam

Pekerjaan : IRT Pendidikan : SD

Alamat : Suka Baru Tanggal masuk RS : 01-12-2014

II. ANAMNESIS

Diambil dari autoanamnesis, tanggal 2 Desember 2014, Jam 12.00WIB di Bangsal Penyakit

Dalam, RSUD Kalianda.

Keluhan Utama: Lemas sejak 3 hari SMRS

Keluhan Tambahan : Kesemutan pada kedua kaki, nyeri pada pinggang dan lutut, nyeri

kepala.

Riwayat Penyakit Sekarang:

Pasien datang ke Poliklinik Penyakit dalam RSUD Kalianda dengan keluhan badan

terasa lemas sejak 3 hari SMRS. Lemas dirasa semakin lama semakin berat, sehingga pasien

agak kesulitan melakukan kegiatan sehari-harinya. Pasien juga mengeluhkan adanya rasa

kesemutan pada kedua kaki, terutama pada daerah telapak kaki. Kesemutan menjalar hingga

daerah betis, tetapi masih sedikit terasa bila disentuh atau dipegang. Selain itu juga dirasakan

adanya rasa nyeri pada pinggang yang menjalar hingga ke kedua lutut. Nyeri terus menerus

dipengaruhi dengan perubahan posisi. Nyeri dirasa semakin hebat setelah pasien berjalan jauh

atau lama, dan membaik saat beristirahat. Dipagi hari juga dirasakan rasa kaku pada kedua

lutut sehingga pasien sulit untuk menggerakan kakinya. Pasien juga mengeluhkan adanya

nyerki kepala yang sering hilang timbul. Nyeri terutama pada bagian depan kepala dan leher

1

Page 2: Case Diabetes Mellitus

bagian belakang dan terasa seperti diikat atau berat terutama pada bagian belakang leher.

Tidak ada hal yang memperingan atau memperberat nyeri kepala tersebut.

Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien memiliki riwayat kencing manis dan darah tinggi sejak 3 tahun SMRS dan

rutin memeriksakan dirinya ke RSUD Kalianda. Pasien biasa mengkonsumsi glibenclamide

1-1-0, Captopril 2 x 25 mg, dan amlodipin 1x10 mg, Akan tetapi 2 hari terakhir pasien tidak

mengkonsumsi obatnya karena kehabisan dan belum sempat untuk memeriksakan dirinya ke

Rumah Sakit.

Pasien pernah mengalami hal seperti ini sebelumnya, ± 1 bulan SMRS saat itu pasien

juga lupa meminum obatnya selama 3 hari. Riwayat penyakit jantung, asma, dan maag

disangkal. Tidak pernah pergi ke luar kota dalam waktu dekat sebelumnya, riwayat meminum

jamu-jamuan disangkal pasien.

Riwayat Penyakit Keluarga

Ayah Pasien memiliki riwayat darah tinggi yang tidak terkontrol. Riwayat darah

tinggi, kencing manis, penyakit jantung dan asma disangkal.

Riwayat Pengobatan

Pasien biasa mengkonsumsi glibenclamide 1-1-0, Captopril 2 x 25 mg, dan amlodipin

1x10 mg yang didapat saat kontrol rutin ke RSUD Kalianda.

Riwayat Kebiasaan

Pasien tidak merokok, tidak pernah memakai obat-obatan terlarang,

pernah mengkonsumsi minuman beralkohol, dan jarang berolahraga,

pasien berolahraga apabila ada kegiatan senam saat posyandu.

III. PEMERIKSAAN FISIK

Dilakukan pada tanggal 02/12/2014 pada pukul 12.30 WIB di Bangsal Penyakit Dalam

RSUD Kalianda

STATUS GENERALIS

Keadaan Umum

Kesan Sakit : Tampak sakit ringan

Kesadaran : Compos mentis (GCS = 15)

2

Page 3: Case Diabetes Mellitus

TB/BB : 153 cm / 64 kg

BMI : BB/(TB)2 = 27,33 kg/m2

Status Gizi : Obesitas

Cara Berbaring : normal

Mobilitas : Aktif

Sikap Pasien : Kooperatif

Cara Berbicara : Wajar, tidak disartria, tidak disfasia

Taksiran umur : Dewasa tua

Sikap : Kooperatif

Penampilan : Baik

Tanda Vital

Tekanan Darah : 210/110 mmHg

Suhu : 36,4 oC

Nadi : 78x/menit, regular, cukup, equal

Pernapasan : 18x/menit, abdominothorakal

Kulit

Suhu raba : Hangat

Kelembaban : Cukup

Turgor : Baik

Pucat : Tidak ada

Ikterik : Tidak ada

Sianosis : Tidak ada

STATUS LOKALIS

Kepala

Bentuk : Normocephali, deformitas tidak ada.

Rambut : Hitam, distribusi merata, tidak mudah dicabut

Wajah : Oedem (-), ikterik (-), sianosis (-), pucat (-), nyeri tekan sinus

paranasalis (-), bercak hiperpigmentasi (-), paralisis (-)

Mata

Alis : warna hitam, distribusi merata, simetris

3

Page 4: Case Diabetes Mellitus

Palpebra : tidak oedem, tidak cekung, atau tidak tampak tanda dehidrasi,

eksoftalmus (-/-), enoftalmus (-/-), ektropion (-/-), entropion (-/-),

hordeolum (-/-), kalazion (-/-), ptosis (-/-).

Bulu mata : trikiasis (-/-), distrikiasis (-/-)

Tekanan bola mata : normal

Konjungtiva : anemis (+/+), pterigium (-/-), tidak ada bercak bitot (-/-), injeksi

konjungtiva (-/-)

Sclera : ikterik (-/-), pinguekula (-/-), pterigium (-/-), bercak bitot (-/-)

Lensa : tidak keruh

Pupil : bulat, tepi rata, isokor

Refleks cahaya : langsung (+/+), tidak langsung (+/+)

Hidung

Inspeksi : Bentuk normal, tidak ada deformitas, tidak ada septum deviasi, lubang

hidung simetris, Mukosa tidak hidung hiperemis, concha tidak

hiperemi, oedem (-/-), hipertrofi (-/-), darah (-/-), sekret (-/-), bekuan

darah (-/-), massa (-/-), benda asing (-/-)

Palpasi : nyeri tekan (-), benjolan (-), krepitasi (-).

Sinus Paranasal : Tidak ada nyeri tekan pada sinus frontalis, sinus ethmoidalis, sinus

maksilaris dan sinus sfenoidalis.

Mulut

Bibir : tidak ada deformitas, warna tidak pucat dan tidak sianosis, tidak

tampak kering, tidak pecah-pecah, tidak sariawan

Gigi : lengkap, tersusun rapi, Kalkulus (-), caries dentis (-)

Gusi : warna merah muda, tidak hiperemis

Lidah : bentuk normal, tidak ada deformitas, tidak ada deviasi, simetris,

Tremor (-), tidak kotor, pinggir lidah tidak hiperemis, papil atropi (-)

Palatum : cleft (-), benjolan (-).

Uvula : letak di tengah, tidak hiperemi, tidak membesar

Tonsil : T1/T1 tenang, tidak hiperemi, tidak membesar

Faring : tidak hiperemi

Produksi saliva : cukup

4

Page 5: Case Diabetes Mellitus

Telinga

Inspeksi : normotia, tidak ada deformitas, simetris, tidak ada benjolan atau atropi

atau oedem, serumen (-/-), sekret (-/-), darah (-/-), membrana timpani

intak (+/+), berwarna putih seperti mutiara.

Palpasi : Nyeri tekan tragus (-/-), nyeri tarik aurikuler (-/-), tidak teraba benjolan.

Perkusi : Nyeri ketuk mastoid (-/-)

Leher

Inspeksi : Bentuk normal, tidak ada deformitas, tidak ada deviasi, Benjolan (-),

efluoresensi bermakna (-), trakea lurus ditengah, kelenjar tiroid tidak

membesar

Palpasi : KGB tidak teraba membesar dan tidak ada nyeri tekan, tidak teraba

benjolan, kaku kuduk (-), JVP 5 – 3 mmHg.

Dada

Inspeksi : Bentuk dada simetris saat statis dan dinamis, warna kulit ikterik,

eflouresensi bermakna (-), benjolan(-), spider nevi (-), pelebaran atau

penonjolan vena kulit (-), pulsasi abnormal (-), gerak pernafasan

simetris kanan dan kiri, tidak ada retraksi sela iga; tampak iktus kordis

pada ICS V, 1 cm medial linea midclavicula kiri, Sekret dari papilla

mammae (-), retraksi papilla mammae (-).

Palpasi : Suhu hangat, kelembaban cukup, nyeri tekan (-), Benjolan (-), Gerak

nafas simetris, vocal fremitus simetris; teraba ictus cordis pada ICS V,

1 cm medial linea midclavicula kiri, thrill (-); sudut angulus costae <

90o.

Perkusi

o Sonor pada seluruh lapang paru

o Hemitoraks kanan : batas paru-hepar pada ICS V midclavicula kanan, dengan

peranjakan hepar sebanyak 1 jari

o Batas kanan jantung : ICS III, garis sternalis kanan

o Hemitoraks kiri : Batas paru lambung pada ICS VI axillaris anterior kiri

5

Page 6: Case Diabetes Mellitus

o Batas kiri jantung : ICS V, 1 cm medial midclavicularis kiri

o Batas atas jantung : ICS III, garis parasternalis kiri

Auskultasi

o Paru : Suara nafas vesikuler, ronki (-/-), wheezing (-/-)

o Jantung : BJ I-II regular, murmur (-), tidak ada gallop (-)

Abdomen

Inspeksi : Bentuk abdomen datar, datar saat statis dan dinamis; gerak nafas

simetris tidak ada bagian yang tertinggal dan tipe pernafasaran

Abdominotorakal; warna kulit ikterik, eflouresensi bermakna (-),

benjolan (-), gerakan peristaltik (-), pelebaran vena (-), roseola spot (-),

caput medusa (-), Smiling umbilicus (-)

Palpasi : Teraba supel, benjolan (-), defence muscular (-), nyeri tekan (+), nyeri

lepas (-), undulasi (-), hepar tidak teraba, murphy sign (-), lien ttidak

teraba, ballotement (-).

Perkusi : Timpani di seluruh lapang abdomen, nyeri ketuk (-), shifting dullness (-

).

Auskultasi : Bising usus meningkat, > 6 kali per menit.

Punggung

Inspeksi : Bentuk thoraks simetris, efloresensi kulit (-), benjolan (-). Vertebra

lurus ditengah, lordosis (-), kifosis(-), skoliosis(-), gibbus (-), gerak

nafas simetris, tidak ada bagian yang tertiggal.

Palpasi : Gerak nafas simetris, vocal fremitus simetris, nyeri tekan (-), benjolan

(-), krepitasi (-)

Perkusi : Sonor di seluruh lapang paru, Nyeri ketuk (-), batas bawah paru kanan

setinggi vertebrae thorakal 9, batas bawah paru kiri setinggi vertebrae

6

Page 7: Case Diabetes Mellitus

thorakal 10

Auskultasi : Suara nafas vesikuler di kedua lapang para. Rhonki (-/-), wheezing (-/-)

Ekstremitas

Atas

o Inspeksi : simetris kanan dan kiri, proporsional dengan tubuh, eritema (-

/-),efloresensi bermakna (-/-), bulu rambut tipis merata, tremor

(-/-), tidak ada deformitas, tidak ada pembengkakan sendi,

ujung kuku tidak sianosis

o Palpasi : oedem (-/-), refleks fisiologis (+/+)

Bawah

o Inspeksi : simetris kanan dan kiri, proporsional dengan tubuh, eritema (-

/-),efloresensi bermakna (-/-), bulu rambut tipis merata, tremor

(-/-), tidak ada deformitas, tidak ada pembengkakan sendi,

ujung kuku tidak sianosis

o Palpasi : oedem (-/-), refleks fisiologis (+/+), reflex patologis (-/-)

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Laboratorium

Darah 01/12/2014 02/12/2014 02/12/2014

Hemoglobin (Hb) 8,6 g/dL Tidak diperiksa Tidak diperiksa

Ureum 17 Tidak diperiksa Tidak diperiksa

Creatinin 0,9 Tidak diperiksa Tidak diperiksa

GDS 521 481 328

V. RINGKASAN

Tn. Herwanuddin, laki-laki usia 28 tahun datang dengan keluhan demam sejak 4 hari

SMRS, Demam dirasakan naik turun, naik saat siang dan malam hari, pada perabaan teraba

7

Page 8: Case Diabetes Mellitus

panas disertai dengan menggigil dan merasa lemas hingga tidak dapat melakukan aktifitas

seperti biasanya. Selain itu Pasien juga mengeluhkan adanya nyeri pada daerah ulu hati,

hilang timbul, seperti ditusuk-tusuk,dan tidak menjalar. Pasien juga mengeluhkan adanya

mual dan muntah. Muntah sebanyak 2-3 kali, ± ½ gelas aqua, terutama setelah makan,

berwaran kuning dan berisi makanan, tidak ada darah. Pasien juga mengeluhkan pegal-pegal

yang berpindah pindah. Pegal-pegal dirasakan pada kedua bahu dan kaki. Pasien juga

mengelukan sulit BAB. BAB keras dan berwarna hitam. BAK lancar, 3-5 kali per hari, ± 1

gelas aqua, berwarna kuning gelap seperti teh, keruh.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan warna kulit ikterik, sklera ikterik, nyeri tekan pada

epigastrium. Pada pemeriksaan penunjang didapatkan adanya penurunan leukosit : 4900/uL,

peningkatan kadar SGOT : 2375 u/L dan SGPT : 2515 u/L, anti HAV : positif, peningkatan

bilirubin total : 11.51 mg/dL, bilirubin direct : 7.69 mg/dL, dan bilirubin indirect 3.62 mg/dL.

VII. PENGKAJIAN / ASSESMENT

VIII. FOLLOW UP

Tanggal Subjektif Objektif Assesment Rencana

09/02/2012 Demam (-)

Mual (-)

Muntah (-)

Nyeri ulu hati (+)

BAB (+), tidak

keras

Urine berwarna

seperti teh (-)

KU/Kes:TSR/CM

TD : 110/80

N : 84x/menit

R : 18x/menit

S : 36,2oC

Kepala normocephali

Mata :Ca -/- Si +/+

Leher:kgb.tiroid dbn

Th: C: BJ I-II reg, M

-/-,G-/-

P : Sn ves,rh -/- wh -/-

Abd :supel, NT (+)

epigastrium

Ext : akral

hangat,oedem (-)

Lab :

Bil.total 6,36 mg/dl

Bil direct 3,4 mg/dl

Nyeri ulu hati (+)

Kulit dan sklera

berwarna kuning

(+)

Hiperbilirubinemia

SGOT dan SGPT

meningkat

Bedrest

Inj. Ranitidine

3x 1 amp (IV)

Infus RL 20

tpm

Curcuma 1x1

Microlax stop

Paracetamol

500mg kalau

perlu

8

Page 9: Case Diabetes Mellitus

Bil indirect 2,96 mg/dl

SGOT 153 u/l

SGPT 213 u/l

Tanggal Subjektif Objektif Assesment Rencana

10/02/2012 Demam (-)

Mual (-)

Muntah (-)

Nyeri ulu hati (+),

berkurang

BAB (+), tidak

keras

Urine berwarna

seperti teh (-)

KU/Kes:TSR/CM

TD : 110/70

N : 72x/menit

R : 16x/menit

S : 36,5oC

Kepala normocephali

Mata :Ca -/- Si +/+

Leher:kgb.tiroid dbn

Th: C: BJ I-II reg, M

-/-,G-/-

P : Sn ves,rh -/- wh -/-

Abd :supel, NT (+)

epigastrium

Ext : akral

hangat,oedem (-)

Nyeri ulu hati (+)

Kulit dan sklera

berwarna kuning

(+)

Hiperbilirubinemia

SGOT dan SGPT

meningkat

Bedrest

Inj. Ranitidine

3x 1 amp (IV)

Infus RL 20

tpm

Curcuma 1x1

IX. PROGNOSIS

Ad vitam : bonam

Ad functionam : bonam

Ad sanationam : bonam

9

Page 10: Case Diabetes Mellitus

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

HEPATITIS VIRUS AKUT

II. 1 Definisi

Hepatitis virus akut adalah infeksi sistemik yang secara dominan menyerang hepar.

Hamper semua kasus hepatitis akut disebabkan oleh salah satu dari lima agen virus yaitu

virus hepatitis A (HAV), virus hepatitis B (HBV), hepatitis C virus (HCV), virus Hepatitis D

(HDV), dan virus hepatitis E (HEV). Semua virus hepatitis ini adalah virus RNA, kecuali

untuk hepatitis B, DNA virus. Walaupun agen-agen ini dapat dibedakan secara molecular dan

antigennya, semua tipe dari virus hepatitis ini menimbulkan gejala yang mirip. Semua fase,

dari asimptomatik hingga indeksi fulminant dapat ditemukan pada semua tipe agen, akan

tetapi dari fase subklinis presisten yang berprogresif hingga menjadi penyakit hati kronis

dengan sirosis dan bahkan hepatoma, sering disebabkan oleh HBV, HCV dan HDV

II. 2 Epidemiologi

Hepatitis virus akut merupakan urutan pertama dari berbagai penyakit hati di

seluruh dunia. Di Indonesia berdasarkan data yang berasal dari rumah sakit, hepatitis A masih

merupakan bagian terbesar dari kasus-kasus hepatitis akut yang dirawat yaitu berkisar dari

39,8-68,3%. Tingkat prevalensi hepatitis B di Indonesia sangat bervariasi berkisar dari 2,5%

di Banjarmasin sampai 25,61% di Kupang, hingga termasuk dalam kelompok Negara dengan

endemisitas sedang sampai tinggi.

Prevalensi anti-HVC pada donor darah di beberapa tempat di Indonesia

menunjukan angka diantara 0,5-3,37%. Sedangkan prevalensi anti HCV pada hepatitis virus

akut menunjukan bahwa hepatitis C (15,5-46-4%) menempati urutan kedua setelah hepatitis

A akut, sedangkan urutan ketiga ditempati oleh hepatitis B (6,4%-25,9%).

II. 3 Etiologi

II. 3. 1 Hepatitis A

Hepatitis A merupakan virus RNA dari jenis hepatovirus dari picornavirus familiy.

Masa inkubasi berkisar 4 minggu, perkembangannya terbatas pada hepar saja, tetapi

virus dapat ditemukan di hepar, cairan empedu, feses dan darah pada masa inkubasi

10

Page 11: Case Diabetes Mellitus

lanjut dan masa sebelum badan menjadi kuning  dan menimbulkan gejala (preikterik).

Tetapi pada saat keluhan timbul, virus akan berkurang secara bertahap di darah dan

feses. Pemeriksaan antibodi hepatitis A (anti-HAV) dapat dilakukan pada masa akut

(dimana terjadi peningkatan enzim hati dan virus masih ditemukan dalam feses).

Antibodi yang pertama kali muncul adalah IgM dan bertahan selama 6 – 12 bulan. Pada

saat infeksi sudah mulai mereda, IgG menjadi lebih dominan. Sehingga penegakkan

diagnosa hepatitis A dilakukan dengan pemeriksaan IgM pada masa akut. Hepatitis A

ditransmisikan melalui rute fekal-oral, penyebaran orang perorang, sangat berhubungan

dengan kebersihan lingkungan dan kepadatan penduduk. Penyebaran yang hebat terjadi

akibat kontaminasi pada air minum, makanan, susu dan buah-buahan. Penyebaran dapat

terjadi pula dalam keluarga atau institusi. Angka kejadian hepatitis ini cukup tinggi di

negara berkembang tetapi berkurang sejalan dengan kemajuan suatu negara,

kemungkinan akibat meningkatknya kesadaran masyarakat untuk hidup bersih dan sehat.

Angka kejadian lebih sering pada masa anak-anak, tetapi berdasarkan penelitian lain

keluhan yang diakibatkan oleh infeksi virus ini lebih sering terjadi pada masa remaja.

Tempat-tempat yang biasa tinggi angka hepatitis A yaitu tempat penitipan anak,

perawatan intensive neonatus, homoseksual dan pengguna obat-obat terlarang. Walaupun

jarang tetapi penyebaran hepatitis A dapat melalui tranfusi darah dan komponen darah.

II. 3. 2 Hepatitis B

Hepatitis B merupakan virus DNA, memiliki famili yang hampir sama pada virus

binatang yaitu hepadnavirus. Virus hepatitis ini memiliki protein permukaan yang

dikenal sebagai hepatitis B surface antigen  (HbsAg). Konsentrasi HbsAg ini dapat

mencapai 500µg/mL darah 109 partikel per milimeter persegi. Dari HbsAg ini dapat

dibedakan menjadi beberapa jenis bergantung kepada jenis gen didalamnya, dan di setiap

geografis memiliki dominasi gen yang berbeda-beda. Asia di dominasi oleh genotip B

dan C. Kemampuan infeksi, produksi, perusakan hati bergantung pada jenis genotip ini.

Genotip B berhubungan dengan progresifitas yang hebat dari kerusakan hati, dengan

gejala yang timbul sering terlambat, dan berhubungan dengan timbulnya kanker hati.

Dari pemeriksaan lain ditemukan bahwa hepatitis B memiliki antibodi HbeAg di dalam

inti selnya, sehigga apabila pasien dengan HbsAg positif disertai dengan HbeAg positif

memiliki kemampuan infeksi dan menularkan melalui darah (tranfusi darah , ibu-bayi

11

Page 12: Case Diabetes Mellitus

yang dikandung) lebih dari 90%. Dalam perjalanan penyakit hepatitis B HbeAg akan

menurun sejalan dengan perbaikan dari penyakit tersebut, tetapi apabila dalam 3 bulan

tetap positif berarti terjadi suatu infeksi kronis yang dapat menuju ke arah keganasan.

Penderita dengan HBV akan memiliki kadar HbsAg dalam serum yang meningkat

sejalan dengan perjalanan penyakit, dan akan menurun setelah 1 – 2 bulan dari akhir

gejala, dan hilang dalam 6 bulan. Setelah HbsAg menghilang akan timbul antibodinya

(anti-HBs) yang akan bertahan dalam tubuh selamanya yang berfungsi untuk mencegah

infeksi hepatitis B kembali. Antibodi lain yang dihasilkan tubuh akibat infeksi hepatitis

B adalah anti-HBc, memiliki fungsi yang sama dengan antibodi hepatitis lainnya tetapi

apabila ditemukan dalam pemeriksaan tidak memberikan makna yang cukup kuat adanya

infeksi virus hepatitis. Pada proses infeksi akut hepatitis B akan timbul juga

immunoglobulin yaitu IgM anti-HBc dalam serum, dan apabila terjadi infeksi kronis

akan timbul IgG anti-HBc. Pada penderita hepatitis B, 1 – 5% memiliki angka HbsAg

yang rendah untuk dapat terukur, sehingga pemeriksaan IgM anti-HBc dapat digunakan.

Pemeriksaan serum HbeAg dapat memperkirakan tingkat replikasi dan virulensi virus

hepatitis B. Infeksi hepatitis B dapat terjadi di luar hati yaitu pada kelenjar getah bening,

sumsum tulang, sel-sel limfosit, limpa dan pankreas. Kepentingan kondisi ini adalah

bahwa tubuh memiliki ”cadangan” hepatitis B walaupun penderita sudah dilakukan

transplantasi jantung. Pada awalnya Hepatitis B diperkirakan penyebaran melalui produk

darah, tetapi setelah dilakukan berbagai penelitian, penyebaran darah tidak terlalu efektif,

penyebaran yang paling efektif hepatitis B adalah melalui hubungan seksual dan ibu-

bayi yang dikandungnya. Kondisi ini yang menyebabkan tingginya angka hepatitis B di

sub-Sahara Afrika. Resiko tinggi menderita infeksi ini adalah petugas kesehatan,

penderita yang membutuhkan tranfusi berulang (hemofilia), napi, dan keluarga dari

penderita hepatitis ini.  

II. 3. 3 Hepatitis D

Virus hepatitis delta atau HDV, merupakan virus RNA yang memiliki sifat infeksi

tambahan dan membutuhkan bantuan dari virus hepatitis B (HBV) untuk melakukan

replikasi dan ekspresi. Hepatitis D dapat terinfeksi bersamaan dengan hepatitis B atau

pada pasien yang sebelumnya sudah terinfeksi hepatitis B. Pada infeksi akut, akan

terdapat peningkatan IgM anti-HDV dan akan hilang dalam 30 – 40 hari. Pada penderita

dengan infeksi kronis HDV, akan terdapat peningkatan titer dari IgM dan IgG anti-HDV.

12

Page 13: Case Diabetes Mellitus

Penyebaran infeksi hepatitis D sudah mendunia, dan memiliki dua jenis bentukan

epidemologi. Di daerah mediteranian (Afrika, Eropa selatan, Timur), HDV endemik pada

penderita hepatitis B, penyebarannya terutama akibat kontak erat antar orang. Di daerah

yang tidak endemik hepatitis B penyebaran hepatitis D melalui tranfusi darah dan

produknya, terutama penderita hemofilia dan para pengguna obat-obatan terlarang.

II. 3. 4 Hepatitis C

Hepatitis C virus merupakan RNA virus yang merupakan genus Hepacivirius dari

famili Flaviridae. Pada saat terjadi infeksi, paling mudah diketahui dengan pemeriksaan

secara genetik melihat adanya HCV RNA. HCV RNA dapat diketahui beberapa hari

setelah terjadi infeksi sebelum timbul anti-HCV dan berlangsung selama infeksi masih

terjadi.

Penyebaran hepatitis C yang utama adalah darah. Penggunaan skreening hepatits B

pada donor darah mengurangi penyebaran hepatitis ini dibandingkan tahun 1980-an,

tetapi dengan ditemukannya pemeriksaan HCV RNA semakin menurunkan angka

penyebarannya. Jalan lain yang memungkinkan adalah melalui jarum suntik diantara

pengguna obat-obatan, hubungan seksual, ibu-bayi yang dikandung. Penelitian lain

menyebutkan bahwa penyebaran terjadi pada pelaku seksual yang berganti-ganti

pasangan, tetapi tidak dengan pasangan tetap. Infeksi ini tidak menyebar melalui susu

ibu. Diantara populasi umum, petugas kesehatan memiliki angka insidensi yang tinggi,

kemungkinan disebabkan kecelakaan kerja. Kelompok lain yang memiliki insidensi

tinggi adalah penderita dengan hemodialisis teratur, transplantasi organ, dan yang

membutuhkan tranfusi dalam terapi kemoterapi untuk kanker.

II. 3. 5 Hepatitis E

Merupakan hepatitis yang di transmisikan dan terjadi terutama di India, Asia,

Afrika dan pertengahan Amerika. Virus ini dapat ditemukan di kotoran, cairan

empedu dan hati, dieksreksikan melalui kotoran manusia  pada masa inkubasi. Respon

imun baik IgM anti-HEV dan IgG anti-HEV dapat di ketahui segera setelah terjadi

infeksi, dan akan mengalami penurunan dalam 9 – 12 bulan. Hepatitis ini menyebar di

India, Asia, Afrika dan Amerika tengah. Memiliki penyebaran yang sama dengan

13

Page 14: Case Diabetes Mellitus

hepatitis A yaitu melalui oral-fekal. Kasus yang paling sering terjadi apabila sudah

didapatkan kontaminasi pada persediaan air minum setelah terjadi banjir. Angka

kejadian tinggi pada muda dewasa, dan mereka yang memiliki gangguan kekebalan

tubuh.

HAV HBV HCV HDV HEV

Masa Inkubasi 15-45 hari 30-180 hari 15-160 hari 30-180 hari 14-60 hari

Onset Akut Insidius atau Akut Insidius Insidius atau

Akut

Akut

Umur Anak dan

dewasa muda

Dewasa muda,

balita,neonatus

Dewasa Seperti HBV Dewasa muda

Transmisi

• Fecal-

Oral

• Percutane

ous

• Perinatal

• Sexual

+++

Jarang

-

±

-

+++

+++

++

-

+++

±

±

-

+++

+

++

+++

-

-

-

Severity Mild Occasionaly

Severe

Moderate Severe Occasionaly

Severe

Mild

Fulminant 0.1% 0.1-1% 0.1% 5-20% 1-2%

Kronis - 1-10% 85% 1-10% -

Carier - 0.1-30% 1.5-3.2% Variable -

II. 4 Patofisiologi

Kemajuan di bidang biologi molekuler telah membantu pengenalan dan pengertian

patogenesa dari tujuh virus penyebab hepatitis sebagai manifestasi penyakit utama. Virus

14

Page 15: Case Diabetes Mellitus

hepatitis yang menyerang hati menyebabkan peradangan dan infiltrate pada hepatocyte oleh

sel mononucleus. Proses ini menyebabkan degenerasi dan nekrosis sel parenkim hati.

Respon peradangan menyebabkan pembengkakan dan memblokir sistem drainase

hati, sehingga terjadi obstruksi pada sel hati. Keadaan ini menjadi statis empedu (biliary) dan

empedu tidak dapat diekskresikan ke dalam kantong empedu bahkan ke dalam usus, sehingga

meningkat dalam darah sebagai hiperbilirubinemia, dalam urine sebagai urobilinogen dan

kulit sebagai hepatoseluler jaundice.

Hepatitis terjadi dari yang asimptomatik sampai dengan timbulnya sakit dengan

gejala ringan. Sel hati mengalami regenerasi secara komplit dalam 2-3 bulan lebih gawat bila

dengan nekrosis hati dan bahkan kematian. Hepatitis dengan sub akut dan kronik dapat

permanen dan terjadinya gangguan pada fungsi hati. Individu yang dengan kronik akan

sebagai karier penyakit dan resiko bekembang biak menjadi penyakit kronik hati dan kanker

hati.

15

Page 16: Case Diabetes Mellitus

II. 5 Gejala Klinis

Masa inkubasi masing-masing hepatitis berbeda. Secara umum hepatitis A

memiliki masa inkubasi 15 – 45 hari (± 4 minggu), hepatitis B dan D masa inkubasi 30 – 180

hari (± 4 – 12 minggu), hepatitis C masa inkubasi 15 – 160 hari (± 7 minggu) dan hepatitis E

masa inkubasi 14 – 60 hari (± 5 – 6 minggu). Hepatitis dibagi menjadi 4 fase yaitu :

a. Masa Inkubasi

Masa inkubasi yang merupakan waktu antara saat penularan infeksi dan saat timbulnya

gejala/ikterus, berkisar antara 1-6 bulan, biasanya 60-75 hari. Panjangnya masa

inkubasi tergantung dari dosis inokulum yang ditularkan dan jalur penularan, makin

besar dosis virus yang ditularkan, makin pendek masa inkubasi.

b. Fase Prodromal

Fase ini adalah waktu antara timbulnya keluhan-keluhan pertama dan timbulnya gejala

dan ikterus. Keluhan yang sering terjadi seperti : malaise, rasa lemas, lelah, anoreksia,

mual, muntah, terjadi perubahan pada indera perasa dan penciuman, panas yang tidak

tinggi, nyeri kepala, nyeri otot-otot, rasa tidak enak/nyeri di abdomen, dan perubahan

warna urine menjadi cokelat, dapat dilihat antara 1-5 hari sebelum timbul ikterus, fase

prodromal ini berlangsung antara 3-14 hari.

c. Fase Ikterus

Dengan timbulnya ikterus, keluhan-keluhan prodromal secara berangsur akan

berkurang, kadang rasa malaise, anoreksia masih terus berlangsung, dan nyeri abdomen

kanan atas bertambah. Untuk deteksi ikterus, sebaliknya dilihat pada sklera mata. Lama

berlangsungnya ikterus dapat berkisar antara 1-6 minggu.

d. Fase Penyembuhan

Fase penyembuhan diawali dengan menghilangnya ikterus dan keluhan-keluhan,

walaupun rasa malaise dan cepat lelah kadang masih terus dirasakan, hepatomegali dan

rasa nyerinya juga berkurang. Fase penyembuhan lamanya berkisar antara 2-21

minggu.

16

Page 17: Case Diabetes Mellitus

II. 6 Diagnosis

  a. Anamnesis

Gejala non spesifik (prodromal) yaitu anoreksia, mual, muntah dan demam. Dalam

beberapa hari-minggu timbul ikterus, tinja pucat dan urin yang berwarna gelap.  Saat ini,

gejala prodromal berkurang.  Perlu ditanyakan riwayat kontak dengan penderita hepatitis

sebelumnya dan riwayat pemakaian obat-obat hepatotoksik.

b.   Pemeriksaan fisis

Keadaan umum: sebagian besar sakit ringan.

Kulit dan sklera ikterik, nyeri tekan di daerah kuadran kanan atas dan epigastrium,

hepatomegali; perhatikan tepi, permukaan, dan konsistensinya

II. 7 Pemeriksaan Penunjang

1. Laboratorium

SGOT/SGPT

Awalnya meningkat. Dapat meningkat 1-2 minggu sebelum ikterik kemudian

tampak menurun. SGOT/SGPT merupakan enzim-enzim intraseluler yang terutama

berada di jantung, hati dan jaringan skelet, terlepas dari jaringan yang rusak,

meningkat pada kerusakan hati.

Darah lengkap

SDM menurun sehubungan dengan penurunan hidup SDM (gangguan enzim hati)

Leukopenia

Trombositopenia mungkin ada (splenomegali)

Differensia Darah Lengkap

Leukositosis, monosiosis, limfosit, atipikal dan sel plasma.

Alkali phosphatase

Agaknya meningkat (kecuali ada kolestasi berat)

Feses

Warna tanah liat, steatorea (penurunan fungsi hati)

Albumin serum

17

Page 18: Case Diabetes Mellitus

Menurun karena sebagian protein serum di sintesis oleh hati dank arena itu

kadarnya menurun pada gangguan hati.

Masa Protrombin

Mungkin memanjang (disfungsi hati) akibat kerusakan sel hati atau berkurang.

Meningkat absorbs vitamin K yang penting untuk sintesis protrombin.

Bilirubin serum

Diatas 2,5 mg/100ml (bila diatas 200 mg/ml, prognosis buruk, mungkin

berhubungan dengan peningkatan nekrosis seluler)

Urinalisa

Peningkatan kadar bilirubin

Gangguan ekskresi bilirubin mengakibatkan hiperbilirubinemia terkonjugasi.

Karena bilirubin terkonjugasi larut dalam air, disekresi dalam urin menimbulkan

bilirubinuria.

2. Tes serologi

Hepatitis A

IgM anti HAV IgG anti HAV Status Hepatitis A

- - Tidak pernah terinfeksi (pertimbangkan

vaksinasi)

+ - Infeksi akut

- + Pernah terinfeksi HAV pada waktu yang lalu

atau sudah divaksinasi

Sehingga marker serologi yang dianjurkan adalah pemeriksaan IgM anti HAV sebagai

penanda infeksi akut. Dijumpai setelah 4 minggu timbul gejala hingga 12 minggu.

Hepatitis B

HBsAg dan anti-HBs

Diagnosis infeksi hepatitis B dibuat terutama dengan mendeteksi hepatitis B

surface antigen (HBsAg) dalam darah. Kehadiran HBsAg berarti bahwa ada infeksi

virus hepatitis B aktif dan ketidakhadiran HBsAg berarti tidak ada infekis virus

hepatitis B aktif. Menyusul suatu paparan pada virus hepatitis B, HBsAg menjadi

18

Page 19: Case Diabetes Mellitus

terdeteksi dalam darah dalam waktu empat minggu. Pada inidividu-individu yang

sembuh dari infeksi virus hepatitis B akut, eliminasi atau pembersihan dari HBsAg

terjadi dalam waktu empat bulan setelah timbulnya gejala-gejala. Infeksi virus

hepatitis B kronis didefinisikan sebagai HBsAg yang menetap lebih dari enam

bulan.

Setelah HBsAg dieliminasi dari tubuh, antibodi-antibodi terhadap HBsAg (anti-

HBs) biasanya timbul. Anti-HBs ini menyediakan kekebalan pada infeksi virus

hepatitis B yang berikutnya. Sama juga, individu-individu yang telah berhasil

divaksinasi terhadap virus hepatitis B mempunyai anti-HBs yang dapat diukur

dalam darah.

Anti-HBc

Hepatitis B core antigen hanya dapat ditemukan dalam hati dan tidak dapat

terdeteksi dalam darah. Kehadiran dari jumlah-jumlah yang besar dari hepatitis B

core antigen dalam hati mengindikasikan suatu reproduksi virus yang sedang

berlangsung. Ini berarti bahwa virusnya aktif. Antibodi terhadap hepatitis B core

antigen, dikenal sebagai antibodi hepatitis B core (anti-HBc), bagaimanapun,

terdeteksi dalam darah. Sebagai suatu kenyataan, dua tipe dari antibodi-antibodi

anti-HBc (IgM dan IgG) dihasilkan.

IgM anti-HBc adalah suatu penanda/indikator (marker/indicator) untuk infeksi

hepatitis B akut. IgM anti-HBc ditemukan dalam darah selama infeksi akut dan

berlangsung sampai enam bulan setelah timbulanya gejala-gejala. IgG anti-HBc

berkembang selama perjalanan infeksi virus hepatitis B akut dan menetap seumur

hidup, tidak perduli apakah individunya sembuh atau mengembangkan infeksi

kronis. Sesuai dengan itu, hanya tipe IgM dari anti-HBc dapat digunakan secara

spesifik untuk mendiagnosis suatu infeksi virus hepatitis B akut. Selain itu,

menentukan hanya total anti-HBc (tanpa memisahkan kedua komponennya) adalah

sangat tidak bermanfaat.

19

Page 20: Case Diabetes Mellitus

HBeAg, anti-HBe, dan mutasi-mutasi pre-core

Hepatitis B e antigen (HBeAg) dan antibodi-antibodinya, anti-HBe, adalah

penanda-penanda (markers) yang bermanfaat untuk menentukan kemungkinan

penularan virus oleh seseorang yang menderita infeksi virus hepatitis B kronis.

Mendeteksi keduanya HBeAg dan anti-HBe dalam darah biasanya adalah eksklusif

satu sama lain. Sesuai dengan itu, kehadiran HBeAg berarti aktivitas virus yang

sedang berlangsung dan kemampuan menularkan pada yang lainnya, sedangkan

kehadiran anti-HBe menandakan suatu keadaan yang lebih tidak aktif dari virus

dan risiko penularan yang lebih kecil.

Pada beberapa individu-individu yang terinfeksi dengan virus hepatitis B, material

genetik untuk virus telah menjalankan suatu perubahan struktur yang tertentu,

disebut suatu mutasi pre-core. Mutasi ini berakibat pada suatu ketidakmampuan

virus hepatitis B untuk menghasilkan HBeAg, meskipun virusnya

reproduksi/replikasi secara aktif. Ini berarti bahwa meskipun tidak ada HBeAg

yang terdeteksi dalam darah dari orang-orang dengan mutasi, virus hepatitis B

masih tetap aktif pada orang-orang ini dan mereka dapat menularkan pada yang

lain-lainnya.

Hepatitis B virus DNA

Penanda yang paling spesifik dari reproduksi/replikasi virus hepatitis B adalah

pengukuran dari hepatitis B virus DNA dalam darah. Anda ingat bahwa DNA

adalah material genetik dari virus hepatitis B. Tingkat-tingkat yang tinggi dari

hepatitis B virus DNA mengindikasikan suatu reproduksi/replikasi virus dan

aktivitas virus yang sedang berlangsung. Tingkat-tingkat hepatitis B virus DNA

yang rendah atau tidak terdeteksi dikaitkan dengan fase/tahap infeksi virus

hepatitis B yang tidak aktif. Beberapa tes-tes laboratorium yang berbeda (assays)

tersedia untuk mengukur hepatitis B virus DNA.

PCR (polymerase chain reaction) adalah metode (assay) yang paling sensitif untuk

menentukan tingkat hepatitis B virus DNA. Ini berarti bahwa PCR adalah metode

yang terbaik untuk mendeteksi jumlah-jumlah yang sangat kecil dari penanda virus

hepatitis B. Metode ini bekerja dengan memperbesar material yang sedang diukur

20

Page 21: Case Diabetes Mellitus

sampai semilyar kali untuk mendeteksinya. Metode PCR, oleh karenanya, dapat

mengukur sekecil 50 sampai 100 kopi (partikel-partikel) dari virus hepatitis B per

mililiter darah. Tes ini, bagaimanapun, sebenarnya terlalu sensitif untuk

penggunaan diagnosis yang praktis.

Tujuan mengukur hepatitis B virus DNA biasanya adalah untuk menentukan

apakah infeksi virus hepatitis B aktif atau tidak aktif (diam). Perbedaan ini dapat

dibuat berdasarkan jumlah hepatitis B virus DNA dalam darah. Tingkat-tngkat

yang tinggi dari DNA mengindikasikan suatu infeksi yang aktif, dimana tingkat-

tingkat yang rendah mengindikasikan suatu infeksi yang tidak aktif (tidur). Jadi,

pasien-pasien denga penyakit yang tidur (tidak aktif) mempunyai kira-kira satu juta

partikel-partikel virus per mililiter darah, sedangkan pasien-pasien dengan penyakit

yang aktif mempunyai beberapa milyar partikel-partikel per mililiter. Oleh

karenanya, siapa saja yang HBsAg positif, bahkan jika infeksi virus hepatitis B

tidak aktif, akan mempunyai tingkat-tingkat hepatitis B virus DNA yang dapat

terdeteksi dengan metode PCR karena ia begitu sensitif.

Untuk tujuan-tujuan praktis, hepatitis B virus DNA dapat diukur menggunakan

suatu metode yang disebut metode hybridization, yang adalah suatu tes yang lebih

kuang sensitif daripada PCR. Tidak seperti metode PCR, metode hybridization

mengukur material virus tanpa pembesaran. Sesuai dengan itu, tes ini dapat

mendeteksi hepatitis B virus DNA hany ketika banyak partikel-partikel virus hadir

dalam darah, berarti bahwa infeksinya aktif. Dengan kata lain, dari sudut pandang

yang praktis, jika hepatitis B virus DNA terdeteksi dengan suatu metode

hybridization, ini berarti bahwa infeksi virus hepatitis B adalah aktif.

Menginterpretasikan Tes-Tes Darah Virus Hepatitis B

Tabel 1 memberikan interpretasi-interpretasi diagnostik untuk beragam kumpulan-

kumpulan (sets) dari hasil yang didapatkan dengan suatu deretan tes-tes darah virus

(serologi) hepatitis B. Ingat, bagaimanapun, bahwa interpretasi dari tes-tes darah

virus hepatitis B harus selalu dibuat dengan pengetahuan dari sejarah medis pasien,

pemeriksaan fisik, dan hasil-hasil dari tes-tes darah hati standar yang dapat

mengindikasikan kerusakan pada hati.

21

Page 22: Case Diabetes Mellitus

Tabel 1: Interpretasi tes-tes (+ = positif dan - = negatif) darah (serologi) virus

hepatitis B

HBsAg Anti-

HBs

Anti-

Hbc

(total)

Anti-

HBc

IgM

HBeAg Anti-

HBe

HBV

DNA Interpretasi

+ - + + + + + Tahap awal infeksi

akut

+ - + + - + - Tahap Kemudian

infeksi akut

- - + + - + - Tahap kemudian

infeksi akut

- + + - - - - Kesembuhan dengan

kekebalan

- + - - - - - Vaksinasi yang sukses

+ - + - + - + Infeksi kronis dengan

reproduksi aktif

+ - + - - + - Infeksi kronis dalam

tahap tidak aktif

+ - + - - + + Infeksi kronis dengan

reproduksi aktif

- - + - - + atau

- -

Kesembuhan, Hasil

positif palsu, atau

infeksi kronis

Hepatitis C

Pemeriksaan serologi yang dilakukan adalah dengan penentuan anti-HCV,

namun positif palsu tinggi. Jika positif perlu konfirmasi ke laboratoriun yang

mempunyai fasilitas RIAdan PCR far HCV. Ditemukan genom yang berbeda untuk

tiap daerah, HCV 1 dan HCV 2. Anti HCV positif hingga 70% pada saat gejala

22

Page 23: Case Diabetes Mellitus

muncul, 90 % setelah 3 bulan dan tetap muncul pada kebanyakan kasus setelah 6

bulan.

II. 8 Diagnosis Banding

Jaundice fisiologis, penyakit hemolitik, sepsis

Carotenemi

Hemolytic-uremic syndrome

Reye syndrome

Malaria, leptospira, brucellosis, infeksi berat

Batu empedu

Wilson’s disease, Cystic fibrosis, Systemic Lupus Erythremotasus  (SLE). Keracunan

obat seperti acetaminofean, asam valproat, kombinasi obat anti tuberkulosa.

II. 9 Komplikasi

Sedikit pasien dengan hepatitis A memiliki kemungkinan untuk relaps dalam

beberapa bulan ataupun tahun setelah sembuh dari Hepatitis A. hal ini ditandai dengan

berulangnya gejala, SGOT dan SGPT yang meningkat, terkadang disertai ikterus dan

ditemukannya HAV pada feses. Untuk Hepatitis B dan C sebagian besar akan brlanjut

menjadi hepatitis kronis yang dapat disertai dengan sirosi ataupun hepatoma.

Komplikasi yang paling ditakuti adalah hepatitis fulminant. Pasien dengan hepatitis

B memiliki kemungkinan >50% untuk mengalami hepatitis fulminant dan akan meningkat

apabila bersamaan dengan hepatitis D. pasien biasanya menunjukan gejala ensefalopati yang

mungkin menyebabkan pasien koma.ukuran hepar biasanya akan mengecil disertai dengan

peningkatan bilirubin yang cepat. Disertai juga dengan gejala seperti disorientasi, somnolen,

ascites dan edema, yang dimana menandakan sudah terjadinya kegagalan hati dengan

ensefalopati. Edema serebral sering ditemukan, perdarahan gastrointestinal, sepsis, gagal

nafas, kegagalan sistem cardiovaskuler dan ginjal adalah tanda akhir. Angka kematian akibat

hepatitis fulminant sangatlah tinggi, yaitu > 80%. Akan tetapi pasien yang selamat dapat

sembuh total dan kembali sehat.

II. 10 Penatalaksanaan

23

Page 24: Case Diabetes Mellitus

Infeksi virus hepatitis A akan mengalami penyembuhan sendiri apabila tubuh

cukup kuat. Sehingga pengobatan hanya untuk mengurangi keluhan yang ada, disertai

pemberian vitamin dan istirahat yang cukup. Infeksi virus hepatitis B pada dewasa sehat 99%

akan mengalami perbaikan. Tetapi apabila infeksi berlanjut dan menjadi kronis pemberian

analog nukleosida (lamivudin) dapat memberikan hasil yang baik. Infeksi virus hepatitis C

jarang mengalami penyembuhan spontan, sehingga diperlukan pemberian antivirus dengan -

interferon monoterapi memberikan hasil yang baik hingga 70%. Perawatan di rumah sakit

atau dengan isolasi diperlukan apabila penderita mengalami komplikasi dari hepatitis ini.

Pada hepatitis fulminant, tujuan terapi adalah untuk mensupport pasien dengan cara

pengawasan balans cairan, mengawasi sirkulasi dan respirasi, mengontrol perdarahan, koreksi

hipoglikemiam dan menangani komplikasi lainnya. Intake protein harus dibatasi, dan

laktulosa oral ataupun neomycin diberikan.

II. 11 Profilaksis

Hepatitis A

Pemberian immunoglobulin atau virus yang dilemahkan dapat mencegah terjadinya

infeksi ini. Pemberian dapat diberikan efektif dari sejak pasien terpapar virus sampai 2

minggu setelahnya. Pemberian vaksin ini dianjurkan pada anak dengan resiko tinggi.

Profilaksis ini tidak diperlukan pada penderita dewasa yang sering kontak (kantor, pabrik,

sekolah dan rumah sakit) yang biasanya sudah memiliki imunitas. Pemberian ini dapat

diberikan pula pada tentara, petugas kesehatan, pemelihara primata, pekerja laboratorium,

dan mereka yang akan berpergian ke daerah yang sedang mengalami endemi hepatitis ini.

Hepatitis B

Pemberian dapat berupa immunoglobulin atau komponen virus. Profilaktik untuk

preexposure hepatitis B diberikan pada tenaga kesehatan, pasien hemodialisis, petugas

pengembangan orang-orang cacat, pengguna obat-obatan terlarang, pelaku seks bebas,

penderita yang membutuhkan tranfusi berulang, ibu yang hamil. Pemberian vaksin dapat

diberikan juga setelah terpapar dari hepatitis B tetapi pemberian berupa rekombinasi vaksin.

Pemberian vaksin hepatitis B dapat mencegah infeksi hepatitis D, selain itu tidak ada

sediaan vaksin untuk hepatitis D.

24

Page 25: Case Diabetes Mellitus

Hepatitis C

Tidak ada vaksin yang efektif untuk mencegah terjadinya infeksi hepatitis C,

sehingga pencegahannya adalah dengan menjaga keamanan darah pada proses donor dan

tranfusi darah, dan perubahan pola gaya hidup.

25

Page 26: Case Diabetes Mellitus

DAFTAR PUSTAKA

1. A.Sanityoso. Hepatitis Virus Akut. Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I. Edisi Keempat. Balai

Penerbit FKUI, Jakarta, 2007. 427-442.

2. Longo DL, Fauci AS, Kasper DL. Acute Viral Hepatitis. Harrison Principle of Internal

Medicine. 18th edition. London: McGraw-Hill, 2011.

26