BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Tumor ganas laring bukanlah hal yang jarang ditemukan di bidang THT. Sebagai
gambaran, diluar negeri tumor ganas laring menempati urutan pertama dalam urutan
keganasan di bidang THT, sedangkan di RSCM menempati urutan ketiga setelah karsinoma
nasofaring, tumor ganas hidung dan sinus paranasal.1,8 Tumor Ganas laring lebih sering
mengenai laki-laki dibanding perempuan, dengan perbandingan 5 : 1. Terbanyak pada usia
56-69 tahun.1,8
Penyebab karsinoma laring belum diketahui dengan pasti. Meningkatnya insiden
karsinoma laring sangat berkaitan dengan merokok dimana seorang perokok memiliki risiko
6 kali lipat untuk menderita tumor kepala dan leher dibandingkan dengan bukan perokok dan
lebih banyak terjadi pada laki-laki. Namun, akhir-akhir ini jumlah penderita perempuan
semakin meningkat karena adanya kecenderungan makin banyaknya wanita yang merokok.
Mortalitas penderita karsinoma laring lebih banyak terjadi pada perokok berat dibandingkan
dengan bukan perokok yaitu sekitar 20 kali lipat.
Pasien karsinoma laring biasanya datang dalam stadium lanjut sehingga hasil pengobatan
yang diberikan kurang memuaskan, oleh karena itu perlu diagnosis dini untuk
penanggulangannya.
Etiologi pasti sampai saat ini belum diketahui, namun didapatkan beberapa hal yang
berhubungan erat dengan terjadinya keganasan laring yaitu : rokok, alkohol, sinar radioaktif,
polusi udara radiasi leher dan asbestosis. 1,8 Untuk menegakkan diagnosa tumor ganas laring
masih belum memuaskan, hal ini disebabkan antara lain karena letaknya dan sulit untuk
dicapai sehingga dijumpai bukan pada stadium awal lagi. Biasanya pasien datang dalam
keadaan yang sudah berat sehingga hasil pengobatan yang diberikan kurang memuaskan.
Yang terpenting pada penanggulangan tumor ganas laring ialah diagnosa dini. Secara umum
1
penatalaksanaan tumor ganas laring adalah dengan pembedahan, radiasi, sitostatika ataupun
kombinasi daripadanya, tergantung stadium penyakit dan keadaan umum penderita. 1,8
I.2 Tujuan Masalah
Tujuan penulisan referat ini yaitu untuk menambah wawasan pengetahuan penulis dan
pembaca tentang karsinoma laring agar bermanfaat dalam menegakkan diagnosis lebih dini,
sehingga dapat ditangani lebih awal dan memberi harapan hidup penderita lebih lama.
BAB II
2
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 ANATOMI LARING
Faring, laring, trakea dan paru merupakan derivat foregut embrional yang terbentuk
sekitar 18 hari setelah terjadi konsepsi. Sesudahnya terbentuk alur faring median yang berisi
petunjuk-petunjuk pertama sistem pernafasan dan benih laring. Sulkus atau alur laringotrakeal
mulai nyata sekitar hari ke 21 kehidupan embrio. Perluasan alur ke kaudal merupakan
primaordial paru. Alur menjadi lebih dalam dan berbentuk kantung dan kemudian menjadi dua
lobus pada hari ke 27 atau 28. Bagian yang paling proksimal dari tuba akan menjadi laring.
Pembesaran aritenoid dan lamina epitelial dapat dikenali pada hari ke 33. Sedangkan kartilago,
otot, dan sebagian besar pita suara terbentuk dalam 3-4 minggu berikutnya. Hanya kartilago
epiglotis yang tidak terbentuk hingga masa midfetal. Banyak struktur merupakan derivat apartus
brankialis.7,9
Laring merupakan bagian yang terbawah dari saluran napas bagian atas bentuknya
menyerupai limas segitiga terpancung, dengan bagian atas lebih besar daripada bagian bawah.
Laring terletak setinggi vertebra servicalis IV – VI, dimana pada anak-anak dan wanita letaknya
relatif lebih tinggi. 7,9
Batas-batas laring yaitu sebelah kranial terdapat aditus laringeus yang berhubungan
dengan hipofaring, di sebelah kaudal dibentuk oleh sisi inferior kartilago krikoid dan
berhubungan dengan trakea, di sebelah lateral ditutupi oleh otot-otot sternokleidomastoideus,
infrahyoid dan lobus kelenjar tiroid. Sedangkan di sebelah posterior dipisahkan dari vertebra
servikalis oleh otot-otot prevertebral, dinding dan cavum laringofaring serta disebelah anterior
ditutupi oleh fascia, jaringan lemak, dan kulit. Secara keseluruhan laring dibentuk oleh sejumlah
kartilago, ligamentum dan otot-otot. 7,9
3
II.2 Fisiologi Laring
Laring mempunyai 3 (tiga) fungsi dasar dan beberapa fungsi lainnya :
1. Fonasi
Pembentukan suara merupakan fungsi laring yang paling kompleks. Suara dibentuk
karena adanya aliran udara respirasi yang konstan dan adanya interaksi antara udara dan pita
4
Gambar 2 . Struktur laring 7,9
Gambar 1: Struktur laring 7,9
suara. Nada suara dari laring diperkuat oleh adanya tekanan udara pernafasan subglotik dan
vibrasi laring serta adanya ruangan resonansi seperti rongga mulut, udara dalam paru-paru,
trakea, faring, dan hidung. Nada dasar yang dihasilkan dapat dimodifikasi dengan berbagai cara.
Otot intrinsik laring berperan penting dalam penyesuaian tinggi nada dengan mengubah bentuk
dan massa ujung-ujung bebas dan tegangan pita suara sejati. 7,9
2. Proteksi
Benda asing tidak dapat masuk ke dalam laring dengan adanya reflek otot-otot yang
bersifat aduksi, sehingga rima glotis tertutup. Pada waktu menelan, pernafasan berhenti sejenak
akibat adanya rangsangan terhadap reseptor yang ada pada epiglotis, plika ariepiglotika, plika
ventrikularis dan daerah interaritenoid melalui serabut aferen n. laringeus superior sehingga
sfingter dan epiglotis menutup. Gerakan laring ke atas dan ke depan menyebabkan celah
proksimal laring tertutup oleh dasar lidah. Struktur ini mengalihkan makanan ke lateral menjauhi
aditus dan masuk ke sinus piriformis lalu ke introitus esofagus. 7,9
3. Respirasi
Pada waktu inspirasi diafragma bergerak ke bawah untuk memperbesar rongga dada dan
m. krikoaritenoideus posterior terangsang sehingga kontraksinya menyebabkan rima glotis
terbuka. Proses ini dipengaruhi oleh tekanan parsial CO2 dan O2 arteri serta pH darah. Bila pO2
tinggi akan menghambat pembukaan rima glotis, sedangkan bila pCO2 tinggi akan merangsang
pembukaan rima glotis. Hiperkapnia dan obstruksi laring mengakibatkan pembukaan laring
secara reflektoris, sedangkan peningkatan pO2 arterial dan hiperventilasi akan menghambat
pembukaan laring. Tekanan parsial CO2 darah dan pH darah berperan dalam mengontrol posisi
pita suara. 7,9
4. Sirkulasi
Pembukaan dan penutupan laring menyebabkan penurunan dan peninggian tekanan
intratorakal yang berpengaruh pada venous return. Perangsangan dinding laring terutama pada
bayi dapat menyebabkan bradikardi, kadang-kadang henti jantung. Hal ini dapat karena adanya
reflek kardiovaskuler dari laring. Reseptor dari reflek ini adalah baroreseptor yang terdapat di
aorta. Impuls dikirim melalui n. laringeus rekurens dan ramus komunikans n. laringeus superior. 5
Bila serabut ini terangsang terutama bila laring dilatasi, maka terjadi penurunan denyut jantung. 7,9
5. Fiksasi
Berhubungan dengan mempertahankan tekanan intratorakal agar tetap tinggi, misalnya
batuk, bersin dan mengedan. 7,9
6. Menelan
Terdapat 3 (tiga) kejadian yang berhubungan dengan laring pada saat berlangsungnya
proses menelan, yaitu :
- Pada waktu menelan faring bagian bawah (m. konstriktor faringeus superior, m.
palatofaringeus dan m. stilofaringeus) mengalami kontraksi sepanjang kartilago krikoidea
dan kartilago tiroidea, serta menarik laring ke atas menuju basis lidah, kemudian
makanan terdorong ke bawah dan terjadi pembukaan faringoesofageal.
- Laring menutup untuk mencegah makanan atau minuman masuk ke saluran pernafasan
dengan jalan menkontraksikan orifisium dan penutupan laring oleh epiglotis.
- Epiglotis menjadi lebih datar membentuk semacam papan penutup aditus laringeus,
sehingga makanan atau minuman terdorong ke lateral menjauhi aditus laring dan maduk
ke sinus piriformis lalu ke hiatus esofagus. 7,9
7. Batuk
Bentuk plika vokalis palsu memungkinkan laring berfungsi sebagai katup, sehingga
tekanan intratorakal meningkat. Pelepasan tekanan secara mendadak menimbulkan batuk yang
berguna untuk mempertahankan laring dari ekspansi benda asing atau membersihkan sekret yang
merangsang reseptor atau iritasi pada mukosa laring. 7,9
8. Ekspektorasi
6
Dengan adanya benda asing pada laring, maka sekresi kelenjar berusaha mengeluarkan
benda asing tersebut. 7,9
9. Emosi
Perubahan emosi dapat menyebabkan perubahan fungsi laring, misalnya pada waktu
menangis, kesakitan, menggigit dan ketakutan. 7,9
II.3 Definisi Karsinoma Laring
Carsinoma laring adalah pertumbuhan dan pembelahan sel khususnya sel skuamosa
laring yang tidak normal/abnormal yang terbatas pada pita suara yang bertumbuh perlahan
karena suplai limpatik yang jarang ketempat sekitar jaringan seperti epiglotis, pita suara palsu
dan sinus-sinus piriformis yang banyak mengandung banyak pembuluh limfe dan meluas dengan
cepat dan segera bermetastase kekelenjar limfe leher bagian dalam. Secara anatomi kanker laring
dibagi atas tiga bagian yaitu supra glotik : kanker pada plika ventrikularis, aritenoid, epiglotis
dan sinus piriformis ; Glotis : tumor pada korda vokalis ; Subglotis : tumor dibawah korda
vokalis.1,4,8
7
Gambar 3 : Carsinoma Laring 1,4,8
II.4 Etiologi
Penyebab pasti sampai saat ini belum diketahui. Dikatakan oleh para ahli bahwa perokok
dan peminum alkohol merupakan kelompok orang-orang dengan resiko tinggi terhadap
karsinoma laring. Merokok merupakan faktor risiko utama pada karsinoma laring dimana pada
rokok terdapat 43 bahan karsinogen antara lain polisiklik hirokarbon, nitrosamin, radioaktif
polonium-210. 1,4,8
Alkohol (etanol) jika dikombinasi dengan penggunaan rokok maka akan berpotensi untuk
memberikan efek karsinogenik yang akan memudahkan penetrasi zat karsinogenik dalam
jaringan tubuh. Etanol juga mengganggu sintesis retinoid, derivat vitamin A yang mana zat ini
memberikan efek protektif dari perkembangan sel kanker.
Virus yang juga dikaitkan dengan kejadian karsinoma laring yaitu HPV (Human
Papilloma Virus) dan Eibstein Barr Virus. HPV dikatagorikan menjadi risiko tinggi (tipe 16,18),
medium (tipe 31,33), risiko rendah (tipe 6,11).
Faktor risiko lainnya adalah paparan debu kayu, sinar radio aktif, polusi udara, radiasi
leher dan asbestosis. 1,4,8
II.5 Patofisiologi
Paparan karsinogenik berulang-ulang akan menyebabkan struktur DNA sel normal akan
terganggu sehingga terjadi diferensiasi dan proliferasi abnormal. Adanya mutasi serta perubahan
pada fungsi dan karakteristik sel berakibat pada buruknya sistem perbaikan sel dan terjadilah
apoptosis serta kematian sel. Pro-onkogen akan terus meningkat sementara tumor supressor gene
menurun, keadaan ini mengakibatkan proliferasi terus-menerus dari sel anaplastik yang akan
mengambil suply oksigen, darah dan nutrien dari sel normal sehingga penderita akan mengalami
penurunan berat badan. Sealin itu akan terjadi penurunan serta serta destruksi komponen darah,
penurunan trombosit menyebabkan gangguan perdarahan, penurunan jumlah eritrosit
menyebabkan anemia dan penurunan leukosit menyebabkan gangguan status imunologi pasien.
Proliferasi sel kanker yang terus berlanjut hingga membentuk suatu masa mengakibatkan
8
kompresi pada pembuluh darah sekitar dan saraf sehingga terjadilah odinofagi, disfagi, dan nyeri
pada kartilago tiroid. Massa tersebut juga mengakibatkan hambatan pada jalan nafas. Iritasi pada
nervus laringeus menyebabkan suara menjadi serak. Jika mutasi yang terjadi sangat progresif,
kanker dapat bermetastasis ke jaringan sekitar dan kelenjar getah bening. 1,4,8
Faktor predisposisi
(alkohol, rokok, radiasi)
↓
proliferasi sel laring
↓
Diferensiasi buruk sel laring
↓
Ca. Laring
Metastase supraglotik
↓
Obstruksi lumen
oesophagus
↓
Disfagia progresif
↓
Intake <
↓
BB menurun
↓
Gangg. Pemenuhan
nutrisi
Plica vocalis
↓
Suara parau
↓
Afonia
↓
Gangg. Komunikasi
verbal
Menekan/ mengiritasi
serabut syaraf
↓
Nyeri dipersepsikan
↓
Gangg. Rasa
nyaman : nyeri
Obstruksi jalan napas
↓
Mengiritasi sel laring
↓
Infeksi
↓
Akumulasi sekret
↓
Bersihan jalan napas
tak efektif, stridor
II.6 Histopatologi
Karsinoma sel skuamosa meliputi 95 – 98% dari semua tumor ganas laring, dengan
derajat differensiasi yang berbeda-beda. Karsinoma sel skuamosa dibagi 3 tingkat diferensiasi,
yaitu: 10
a. Berdiferensiasi baik (Grade I)
b. Berdiferensiasi sedang (Grade II)9
c. Berdiferensiasi buruk (Grade III)
Kebanyakan tumor ganas pita suara berdiferensiasi dengan baik. lesi yang mengenai
hipofaring,sinus piriformis dan plika ariepiglotika kurang berdiferensiasi baik. Jenis lain yang
jarang kita jumpai adalah karsinoma anaplastik, pseudosarkoma, adenokarsinoma dan sarkoma.10
II.7 Klasifikasi
Berdasarkan Union International Centre le Cancer (UICC) 1982, klasifikasi dan stadium
tumor ganas laring terbagi atas : 10
1. Supraglotis (30-35%)
2. Glotis (60-65%)
3. Subglotis (1%)
Yang termasuk supraglotis adalah : permukaan posterior epiglotis yang terletak di sekitar
os hioid, lipatan ariepiglotik, aritenoid, epiglotis yang terletak di bawah os hioid, pita suara
palsu, ventrikel.Yang termasuk glottis adalah : pita suara asli, komisura anterior dan komisura
posterior. Yang termasuk subglotis adalah : dinding subglotis. 1,10
Klasifikasi dan stadium tumor berdasarkan UICC 1,10:
1. Tumor Primer (T)
Supraglotis
Tis Karsinoma insitu
T0 tidak jelas adanya tumor primer l
T1 Tumor terdapat pada satu sisi suara/pita suara palsu (gerakan masih baik).
T1a: tumor terbatas pada permukaan laring epiglotis, plika ariepiglotika, ventrikel
atau pita suara palsu satu sisi.
T1b: tumor telah mengenai epiglotis dan meluas ke rongga ventrikel atau pita
suara palsu
10
T2 Tumor sudah menjalar ke 1 dan 2 sisi daaerah supra glotis dan glotis masih bisa
bergerak (tidak terfiksir).
T3 Tumor terbatas pada laring dan sudah terfiksir atau meluas ke daerah krikoid
bagian belakang, dinding medial daari sinus piriformis, dan arah ke rongga pre
epiglotis.
T4 Tumor sudah meluas ke luar laring, menginfiltrasi orofaring jaringan lunak pada
leher atau sudah merusak tulang rawan tiroid.
Glotis
Tis Karsinoma insitu.
T0 Tak jelas adanya tumor primer
T1 Tumor mengenai satu atau dua sisi pita suara, tetapi gerakan pita suara masih
baik, atau tumor sudah terdapat pada komisura anterior atau posterior.
T1a : tumor terbatas pada satu pita suara asli
T1b : tumor mengenai kedua pita suara
T2 Tumor meluas ke daerah supraglotis atau subglotis, pita suara masih dapat
bergerak atau sudah terfiksir (impaired mobility).
T3 Tumor meliputi laring dan pita suara sudah terfiksir.
T4 Tumor sangat luas dengan kerusakan tulang rawan tiroid atau sudah keluar dari
laring.
Subglotis
Tis Karsinoma insitu
T0 Tak jelas adanya tumor primer
T1 Tumor terbatas pada daerah subglotis.
T1a : tumor terbatas pada satu sisi
11
T1b : tumor telah mengenai kedua sisi
T2 Tumor sudah meluas ke pita, pita suara masih dapat bergerak atau sudah terfiksir.
T3 Tumor sudah mengenai laring dan pita suara sudah terfiksir.
T4 Tumor yang luas dengan destruksi tulang rawan atau perluasan keluar laring atau
kedua-duanya.
2. Penjalaran ke Kelenjar Limfa (N)
Nx Kelenjar limfa tidak teraba
N0 Secara klinis kelenjar tidak teraba
N1 Secara klinis teraba satu kelenjar limfa dengan ukuran diameter 3 cm homolateral.
N2 Teraba kelenjar limfa tunggal, ipsilateral, ukuran diameter 3-6 cm.
N2a : satu kelenjar limfa ipsilateral, diameter lebih dari 3cm tapi tidak lebih dari
6cm
N2b : multipel kelenjar limfa ipsilateral, diameter tidak lebih dari 6cm
N2c : metastasisbilateral atau kontralateral, diameter tidak lebih dari 6cm
N3 Metastasis kelenjar limfa lebih dari 6 cm.
3. Metastasis Jauh (M)
Mx Tidak terdapat/terdeteksi.
M0 Tidak ada metastasis jauh.
M1 Terdapat metastasis jauh.
12
4. Stadium
II.8 Gejala dan Tanda
Gejala dan tanda yang sering dijumpai adalah : 3
1. Suara serak
Gejala utama karsinoma laring. Merupakan gejala paling dini tumor pita suara. Hal ini
disebabkan karena ganguan fungsi fonasi laring. Kualitas nada sangat dipengaruhi oleh besar
kecilnya celah glotik, besar pita suara, ketajaman tepi pita suara, kecepatan getaran, dan
ketegangan pita suara. Pada tumor ganas laring, pita suaragagal berfungsi secara baik
disebabkan ketidakteraturan pita suara, oklusi atau penyempitan celah glotik, terserangnya
otot-otot vokalis, sendi dan ligamen krikoaritenoid, dan kadang-kadang menyerang saraf.
Serak menyebabkan kualitas suara menjadi kasar, menganggu, sumbang, dan nadanya lebih
rendah dari biasanya. Kadang bisa afoni karena nyeri, sumbatan jalan nafas, atau paralisis
komplit. 3
13
STADIUM TUMOR PRIMER KEL.LIMFA METASTASIS
Stadium 1 T1 N0 N0
Stadium 2 T2 N0 N0
Stadium 3 T3 N0 M0
T1/T2/T3 N1 M0
Stadium 4 T4 N0/N1 M0
T1/T2/T3/T4 N2/N3
T1/T2//T3/T4 N1/N2/N3 M1
Hubungan antara suara serak dengan tumor laring tergantung dari letak tumornya.
Apabila tumbuh di pita suara asli, maka serak merupakan gejala dini dan menetap. Pada
tumor subglotik dan supraglotik, serak dapat merupakan gejala akhir atau tidak muncul sama
sekali.3
2. Sesak nafas dan stridor
Terjadi karena adanya sumbatan jalan nafas oleh massa tumor, penumpukan kotoran atau
sekret, maupun fiksasi pita suara. Adanya stridor dan dispnea adalah tanda prognosis kurang
baik. 3
3. Rasa nyeri di tenggorok
Keluhan bervariasi dari rasa goresan sampai rasa nyeri yang tajam. 3
4. Disfagia dan odinofagia
Merupakan ciri khas tumor pangkal lidah, supraglotik, hipofaring, hipofaring, dan sinus
piriformis. Keluhan ini merupakan keluhan yang paling sering pada tumor ganas
postkrikoid. Adanya odinofagi menandakan adanya tumor ganas lanjut yang mengenai
struktur ekstra laring. 3
5. Batuk dan hemoptisis
Batuk jarang pada tumor ganas glotik, biasanya timbul dengan tertekannya hipofaring
disertai sekret yang mengalir ke dalam laring. Sedangkan haemoptisis sering pada tumor
ganas glotik dan supraglotik. 3
6. Nyeri alih telinga ipsilateral, halitosis, penurunan berat badan serta pembesaran kelenjar
getah bening dipertimbangkan sebagai perluasan tumor ke luar laring atau metastasis jauh. 3
7. Nyeri tekan daerah laring
Gejala lanjut yang disebabkan oleh komplikasi supurasi tumor yang menyerang kartilago
tiroid dan perikondrium. 3
II.9 Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan klinis.
A. Anamnesis
14
Pada anamnesis biasanya didapatkan keluhan suara parau yang diderita sudah cukup
lama, tidak bersifat hilang-timbul meskipun sudah diobati dan bertendens makin lama
menjadi berat. Penderita kebanyakan adalah seorang perokok berat, peminum alkohol
atau seorang yang sering atau pernah terpapar sinar radioaktif, misalnya pernah diradiasi
didaerah lain. Pada anamnesis kadang–kadang didapatkan hemoptisis, yang bisa tersamar
bersamaan dengan adanya TBC paru, sebab banyak penderita menjelang tua dan dari
sosial-ekonomi yang lemah. 5
B. Pemeriksaan fisik
Untuk melihat ke dalam laring dapat dilakukan dengan cara tak langsung maupun
langsung dengan menggunakan laringoskop untuk menilai lokasi tumor, penyebaran
tumor yang terlihat (field of cancerisation). Selain itu dapat juga menggunakan fiber-
optic laryngoscope dan flexible endoscope. 5
1) Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang yang diperlukan
selain pemeriksaan laboratorium darah, juga
pemeriksaan radiologik.
- Foto torak diperlukan untuk menilai keadaan paru, ada tidaknya proses spesifik
dan metastasis di paru.
15
Gambar 4. Karsinoma laring 5
- Pemeriksaan CT
Scan laring dapat
memperlihatkan
keadaan tumor
pada tulang rawan
tiroid adan daerah
pre-epiglotis serta
metastasis kelenjar getah bening leher. 5
Diagnosis pasti ditegakkan dengan pemeriksaan patologik anatomik dari bahan
biopsi laring, dan biopsi jarum halus pada pembesaran kelenjar getah bening di leher.
Hasil patologi anatomik yang terbanyak adalah karsinoma sel skuamosa. 5
Beberapa jenis tumor ganas laring berdasarkan histopatologi antara lain:
a) Karsinoma sel skuamosa
Meliputi 95-98% dari semua tumor ganas laring, dengan derajat difrensiasi yang
berbeda-beda. Jenis lain yang jarang kita jumpai adalah karsinoma anaplastik,
pseudosarkoma, adenokarsinoma dan sarkoma. 5
16
Gambar 5. Hipertrofi dari plika vokalis 5
b) Karsinoma verukosa
Merupakan satu tumor yang secara histologis kelihatannya jinak, akan tetapi
klinis ganas. Insidennya 1-2% dari seluruh tumor ganas laring, lebih banyak mengenai
pria dari wanita dengan perbandingan 3:1. Tumor tumbuh lambat tetapi dapat
membesar sehingga dapat menimbulkan kerusakan lokal yang luas. Tidak terjadi
metastase regional atau jauh. Pengobatannya dengan operasi, radioterapi tidak efektif
dan merupakan kontraindikasi. Prognosanya sangat baik. 5
c) Adenokarsinoma
Angka insidennya 1% dari seluruh tumor ganas laring. Sering dari kelenjar mukus
supraglotis dan subglotis dan tidak pernah dari glottis. Sering bermetastase ke paru-
paru dan hepar. Two years survival rate-nya sangat rendah. Terapi yang dianjurkan
adalah reseksi radikal dengan diseksi kelenjar limfe regional dan radiasi pasca
operasi.5
d) Kondrosarkoma
Tumor ganas yang berasal dari tulang rawan krikoid 70%, tiroid 20% dan
aritenoid 10%. Sering pada laki-laki 40 – 60 tahun. Terapi yang dianjurkan adalah
laringektomi total. 5
II.10 Diagnosis Banding
1. Laringitis tuberkulosa
Gejala pada laringitis tuberkulosa yaitu batuk, disfonia, odinofagi, dispneu dan
odinofonia. Obstruksi jalan napas muncul pada stadium lanjut. Didapkan juga gejala sistemik
seperti demam, keringat malam dan penurunan berat badan. Pada pemeriksaan laring
didapatkan gambaran edema yang difus dan mukosa yang hiperemis pada laring atau lesi
eksofitik granular yang mengarah pada keganasan. Diagnosis biasanya ditegakkan dengan
ditemukannya organisma Mycobacterium tuberculosa pada apusan dan kultur. 5
2. Sifilis laring
17
Gambaran yang bisa
didapatkan pada stadium dua
adalah papul eritem yang
difus, edema, ulkus, dan
limfadenopati servikal
sedangkan pada stadium tiga
didaptakan gambaran gumma, fibrosis, kondritis dan stenosis. Diagnosis ditegakkan dari tes
serologis. 5
3. Tumor jinak laring
Tumor jinak laring dapat berupa papiloma laring, kista dan polip. Gejala papiloma laring
yang utama adalah suara serak, dapat pula disertai batuk dan apabila papiloma telah menutup
rima glotis maka timbul sesak napas dan stridor inspirasi. 5
4. Laringitis kronik
Pada laringitis kronis terdapat perubahan pada selaput lendir, terutama selaput lendir pita
suara. Pada mikrolaringoskopi tampak bermacam-macam bentuk, tetapi umunya yang terlihat
adalah edema, serta hipertrofi selaput lendir pita suara atau sekitarnya. Terdapat pula
kelainan vaskular yaitu dilatasi dan proliferasi sehingga tampak hiperemis. Pada keadaan
kronis terbentuk jaringan fibrotik yang disebut dengan laringitis kronik hiperplastik. 5
18
Gambar 6. Laringitis kronis 5
5. Nodul vokal
Nodul ini biasanya ditemukan bilateral pada kedua pita suara, letaknya simetris,
diperbatasan anatara segitiga anterior dan sepertiga tengah pita suara. Pada
mikrolaringoskopi akan tampak penebalan selaput lendir pita suara yang berbentuk fusiform,
berwarna keputihan. Pada pertumbuhan selanjutnya, lesi ini makin menebal, lunak dan
permukaannya sudah rusak. Tidak terdapat perubahan vaskuler di tempat itu. Nodul yang
kecil dapat hilang dengan sendirinya bila dilakukan terapi latihan bersuara (voice therapy).5
II.11 Pengobatan
Secara umum ada 3 jenis penanggulangan karsinoma laring yaitu pembedahan, radiasi
dan sitostatika, ataupun kombinasi. 5
I. Radioterapi
Radioterapi merupakan modalitas untuk mengobati tumor glotis dan supraglotis T1 dan
T2 dengan hasil yang baik (angka kesembuhannya 90%). Keuntungan dengan cara ini adalah
laring tidak cedera sehingga suara masih dapat dipertahankan. Dosis yang dianjurkan adalah 200
rad perhari sampai dosis total 6000 – 7000 rad. 5
19
Gambar 7. Nodul vokal 5
Radioterapi dengan dosis menengah telah pula dilakukan oleh Ogura, Som, Wang, dkk,
untuk tumor-tumor tertentu. Konsepnya adalah untuk memperoleh kerusakan maksimal dari
tumor tanpa kerusakan yang tidak dapat disembuhkan pada jaringan yang melapisinya.8,9
Komplikasi dari radiasi antara lain deskuamasi kulit, ulkus mukosa, suara parau, striktur
esofagus. 10
II. Pembedahan
Tindakan operasi untuk keganasan laring terdiri dari : 2,5
A. Laringektomi
1. Laringektomi parsial
Laringektomi parsial diindikasikan untuk karsinoma laring stadium I yang
tidak memungkinkan dilakukan radiasi, dan tumor stadium II. 2,5
2. Laringektomi total
Adalah tindakan pengangkatan seluruh struktur laring mulai dari batas atas
(epiglotis dan os hioid) sampai batas bawah cincin trakea. 2,5
B. Diseksi Leher Radikal
Tidak dilakukan pada tumor glotis stadium dini (T1 – T2) karena kemungkinan
metastase ke kelenjar limfe leher sangat rendah. Sedangkan tumor supraglotis,
subglotis dan tumor glotis stadium lanjut sering kali mengadakan metastase ke
kelenjar limfe leher sehingga perlu dilakukan tindakan diseksi leher. Pembedahan ini
tidak disarankan bila telah terdapat metastase jauh. 2,5
Komplikasi dari pembedahan antara lain infeksi, perdarahan, fistel faring kutaneus,
pneumonia aspirasi, stenosis stoma, faring dan esofagus serta dapat juga terjadi stenosis glotis
dan supraglotis. 2,5
20
III. Kemoterapi
Diberikan pada tumor stadium lanjut, sebagai terapi adjuvant ataupun paliatif. Obat yang
diberikan adalah cisplatinum 80–120 mg/m2 dan 5 FU 800–1000 mg/m2. 2,5
IV. Rehabilitasi
Rehabilitasi setelah operasi sangat penting karena telah diketahui bahwa tumor ganas
laring yang diterapi dengan seksama memiliki prognosis yang baik. rehabilitasi mencakup“Vocal
Rehabilitation, Vocational Rehabilitation dan Social Rehabilitation”. 2,5
Laringektomi yang dikerjakan untuk mengobati karsinoma laring menyebabkan cacat
pada pasien. Dengan dilakukannya pengangkatan laring beserta pita suara yang berada di
dalamnya, maka pasien menjadi afonia dan bernafas melalui stoma permanen di leher. 2,5
Rehabilitasi suara dapat dilakukan dengan pertolongan alat bantu suara, yakni semacam
vibrator yang ditempelkan di daerah submandibula, ataupun dengan suara yang dihasilkan dari
esofagus melalui proses belajar. 2,5
Banyak faktor yang mempengaruhi suksesnya proses rehabilitasi suara ini. Tetapi faktor
fisik dan psiko-sosial merupakan 2 faktor utama. Mungkin dengan adanya wadah perkumpulan
guna menghimpun pasien-pasien tuna laring guna menyokokng aspek psikis dalam lingkup yang
luas dari pasien, baik sebelum maupun sesudah operasi. 2,
II.12 Prognosis
Tergantung dari stadium tumor, pilihan pengobatan, lokasi tumor dan kecakapan tenaga
ahli. Secara umum dikatakan five years survival rate pada karsinoma laring stadium I 90 – 98%
21
Gambar 8. Total laringektomi dengan diseksi radikal leher kiri 2,5
stadium II 75 – 85%, stadium III 60 – 70% dan stadium IV 40 – 50%. Adanya metastase ke
kelenjar limfe regional akan menurunkan five years survival rate sebesar 50%.5
BAB III
KESIMPULAN
Karsinoma laring merupakan keganasan saluran pernapasan atas yang sering terjadi.
Gejala awal karsinoma laring adalah suara serak yang hilang timbul dan berjalan progresif dan
akhirnya menetap. Diagnosis dapat ditegakkan dengan anamnesis, pemeriksaan laring secara
langsung maupun tidak langsung, pemeriksaan laboratorium, dan biopsi pada lesi yang dicurigai.
Pengobatan karsinoma laring meliputi operasi, radioterapi, kemoterapi maupun
rehabilitasi. Prognosis tergantung dari stadium tumor, pilihan pengobatan, lokasi tumor dan
keahlian dari operator. Secara umum dikatakan five years survival pada karsinoma laring
stadium I 90 – 98% stadium II 75 – 85%, stadium III 60 – 70% dan stadium IV 40 – 50%.
22
Adanya metastase ke kelenjar limfe regional akan menurunkan five years survival rate sebesar
50%.
DAFTAR PUSTAKA
1. Hermani B. Abdurrahman H. Tumor laring. Dalam Soepardi EA, Iskandar N Ed. Buku Ajar Ilmu
Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala Leher. Edisi ke-5. Jakarta. Balai Penerbit
FKUI. 2001. h. 156-62.
2. Sjamsuhidayat R, de Jong W., Editor. Buku ajar ilmu bedah. Edisi 2. Jakarta: EGC, 2005.
3. Bickley Lynn. Buku ajar pemeriksaan fisik dan riwayat kesehatan. Edisi 8. Jakarta: EGC,
2009.
4. Boies Lawrence, Adams George, Higler Peter. Buku ajar penyakit THT. Edisi 6. Jakarta:
EGC, 2005.
5. Boeis Lawrence, Pedoman Diagnosis dan terapi SMF Ilmu Penyakit Telinga, Hidung,
dan Tenggorok. Edisi III. Surabaya: RSUD Dr. Soetomo Surabaya, 2005
23
6. Rukmini Sri, Herawati Sri., Editor. Teknik Pemeriksaan Telinga, Hidung dan Tenggorok.
Jakarta: EGC, 2000.
7. Snell Richard. Anatomi klinik untuk mahasiswa kedokteran. Edisi 6. Jakarta: EGC, 2006.
8. Hermani B, Abdurrachman H. Tumor Laring. Dalam: Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J,
Restuti RD editors. Buku ajar ilmu kesehatan telinga hidung tenggorok kepala & leher.Edisi 6.
Balai Penerbit FKUI Jakarta 2008: h. 194-98.
9. Cohen JI. Anatomi dan Fisiologi Laring. Dalam: Adam GL, Boies LR Jr, Higler PA
editors. Boies Buku ajar penyakit THT. Edisi Bahasa Indonesia, Alih bahasa Wijaya C.
Jakarta EGC.1997: 369-77.
10. Haryuna Sh, Tumor Ganas Laring. Bagian Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara. Diunduh dari www . repository.usu.ac.id
24