Bulimia
Bulimia merupakan bahasa latin dari sebuah kata Yunani boulimia, yang artinya
“extreme hunger” alias lapar yang amat sangat. Ini sesuai dengan gambaran para bulimics -orang
yang bulimia-, mereka cenderung makan dalam jumlah banyak dalam waktu yang singkat,
seperti orang yang kelaparan. Dan selanjutnya sebagai “kompensasi” dari pola makannya
tersebut, mereka akan melakukan berbagai cara yang intinya supaya berat badan mereka tidak
bertambah meski mereka sudah makan banyak. Bulimia nervosa merupakan gangguan psikologis
yang menyebabkan terjadinya gangguan pola makan ditandai dengan makan terlalu banyak dan
diikuti dengan muntah yang dirangsang sendiri .
Bulimia nervosa selama ini belum banyak dikenal masyarakat. Karena kasusnya jarang, orang
sering mengabaikan penyakit ini. Padahal, kalau tidak segera di atasi, bulimia bisa mengganggu
jiwa dan raga penderitanya. Bulimia Nervosa adalah penyakit gangguan pencernaan yang lebih
sering menimpa wanita remaja dan pertengahan usia (sering diidap oleh wanita pada usia SLTA
atau saat mahasiswa) namun mempunyai rentang umur yang lebar yaitu antara 13-58 tahun.
Penolakan makan ini juga terjadi pada lebih dari 20% anak prasekolah. Sekitar 90-95%. Bulimia
Nervosa mengenai kelompok masyarakat dengan status sosial ekonomi tinggi, namun
belakangan dilaporkan dapat mengenai semua kelompok masyarakat.
Bulimia Nervosa meningkat pada 2 dekade terakhir. Wanita lebih sering mengalami gangguan
makan, dengan perbandingan wanita dengan laki-laki 10 : 1. Awalnya gangguan makan tersebut
hanya dilaporkan pada golongan sosial ekonomi menengah dan atas, tetapi pada saat ini
dilaporkan juga pada golongan sosial ekonomi rendah. Kelainan ini juga ditemukan pada
berbagai kelompok etnik dan ras. Dilaporkan 19 % dari pelajar wanita usia remaja lanjut di
Belanda menunjukkan gejala bulimia. Prevalensi bulimia 1500 kasus dari 100.000 wanita muda.
rata-rata bulimia pada umur 18 – 19 tahun, kelainan tersebut relatif lebih jarang pada masa
remaja awal .
Bulimia nervosa merupakan penyakit gangguan pada kebiasaan atau pola makan. Eating
disorders (gangguan makan) adalah suatu sindrom psikiatrik yang ditandai oleh pola makan yang
menyimpang terkait dengan karakteristik psikologik yang berhubungan dengan makan, bentuk
tubuh, dan berat badan. Gangguan pola makan terjadi akibat beberapa sebab dalam perilaku
makan, seperti konsumsi makanan yang kurang sehat atau makan yang terlalu banyak. Pola ini
bisa disebabkan perasaan distress atau berkenaan dengan bentuk badan serta beratnya kemudian
mereka membahayakan komposisi bentuk dan fungsi badan normal. Gangguan pola makan
secara bertahap muncul pada masa dewasa atau dewasa awal. Kebanyakan orang dewasa bisa
menyembunyikan perilaku ini dari keluarga mereka selama beberapa bulan bahkan tahun.
Gangguan pola makan bukan merupakan kegagalan akan sesuatu ataupun perilaku, akan tetapi
nyata, penyakit medis yang muncul dari beberapa pola makan yang menyimpang dalam hidup
seseorang. Salah satu tipe gangguan pola makan adalah bulimia nervosa. Bulimia nervosa adalah
pesta makanan yang diikuti dengan mencuci perut atau sampai muntah. Rata-rata 1.1 sampai 4.2
% dari wanita pernah mengalami bulimia nervosa semasa hidupnya. Penyakit ini baru diteliti dan
belum diterima dalam kamus diagnosis psikiater.
Gangguan pola makan biasanya muncul bersamaan dengan penyakit lain seperti depresi, menjadi
bagian dari sebuah kekerasan, dan gangguan kecemasan. Dalam hal ini, orang yang menderita
gangguan pola makan bisa mengalami komplikasi kesehatan fisik yang lebih jauh lagi, termasuk
masalah kondisi kerja hati dan gagal ginjal, yang mana dapat menyebabkan kematian. Mengenali
kembali gangguan pola makan sebagai gejala yang serius dan mengancam, sangatlah penting.
Wanita sangat berpotensi mengembangkan gangguan pola makan. Rata-rata bulimia diperkirakan
35 % diantaranya dengan gangguan makan banyak diderita oleh laki-laki. Penderita bulimia
nervosa makan dalam jumlah sangat berlebihan (menurut riset, rata-rata penderita bulimia
nervosa mengonsumsi 3.400 kalori setiap satu seperempat jam, padahal kebutuhan normal hanya
2.000-3000 kalori per hari). Biasanya penderita tidak langsung ketahuan oleh orang lain bahwa
ia menderita penyakit ini, karena berat badannya normal dan tidak terlalu kurus. Karena tidak
ketahuan sehingga tidak ditangani dokter, penyakit yang sering berawal ketika seseorang masih
berusia remaja ini dapat berlangsung terus sampai ia berusia empat puluhan sebelum ia mencari
bantuan. Banyak penderita bulimia memiliki berat badan yang normal dan kelihatannya tidak ada
masalah yang berarti dalam hidupnya. Biasa mereka orang-orang yang kelihatan sehat, sukses di
bidangnya, dan cenderung ferfeksionis. Namun, di balik itu, mereka memiliki rasa percaya diri
yang rendah dan sering mengalami depresi. Mereka juga menunjukkan tingkah laku yang
kompulsif, misalnya, mengutil di pasar swalayan, atau mengalami ketergantungan pada alkohol
atau lainnya. Masalah kesehatan yang paling sering muncul adalah gigi busuk dan
ketidakseimbangan elektrolit dalam tubuh akibat muntah dan obat pencahar. Selain itu, juga
dapat terjadi kerusakan usus dan dehidrasi yang bisa berakibat fatal. Penderita bulimia
menyadari dirinya memiliki perilaku makan yang tidak normal, namun mereka merasa tidak
mampu untuk mengubahnya.
Terdapat 2 tipe bulimia :
a. BulimiaNervosa-Purging Type
Tipe yang memuntahkan kembali makanan setelah sangat kenyang (menggunakan
purging medications). Dilakukan dengan menusukkan jari ke tenggorokan, atau dengan
menggunakan obat-obatan laksatif, obat pencahar, maupun obat-obatan lain. Tujuannya
agar makanan tidak sempat dicerna oleh tubuh sehingga tidak menambah berat badan.
b. Bulimia Nervosa-Non Purging Type
Penderita berolahraga berlebihan setelah makan atau berpuasa untuk mengontrol berat
badan, namun tidak muncul purging behaviors. Tujuannya agar energi yang dihasilkan
dari makanan dapat langsung dibakar danhabis.
Berbagai teori mencoba menjelaskan penyebab dari bulimia, ada yang menyebutkan
kalau penyebabnya adalah multifaktor. Genetik, beberapa penelitian menyebutkan ada
komponen genetik yang diturunkan pada gangguan perilaku makan ini. Neurotransmitter
tertentu, suatu senyawa kimia yang menghantarkan impuls syaraf, pada orang yang
bulimia kadarnya tidak normal sehingga para peneliti ini beranggapan ada kelainan pada
sistem syaraf pusat yang dapat dipengaruhi oleh faktor genetik. Neurotransmitter yang
abnormal tersebut adalah serotonin, yang juga dipercaya sebagai neurotransmitter yang
berhubungan dengan gangguan mood. Kondisi keluarga berupa pelecehan seksual
terhadap anak atau orang tua yang mengikutsertakan anaknya dalam kegiatan yang
mengharuskan pengontrolan berat badan yang ketat seperti balet, senam, modeling dapat
sebagai faktor risiko timbulnya bulimia nervosa. Pada anak yang mengalami pelecehan
seksual ditemukan kadar serotonin yang abnormal. Faktor sosiokultural merupakan salah
satu faktor yang cukup besar pengaruhnya terhadap timbulnya kelainan ini. Kita tahu
bahwa makanan yang banyak beredar serta disukai oleh banyak orang pada masa ini
adalah makanan seperti roti-roti, fast food, es krim, pizza yang merupakan karbohidrat
olahan. Setelah diteliti, mereka yang mengkonsumsi makanan ini, kadar serotonin dalam
darah mereka meningkat sementara hingga 450 %. Coba lihat juga makanan yang
ditawarkan oleh berbagai gerai makanan yang ada di pusat perbelanjaan, sebagian besar
merupakan makanan karbohidrat olahan. Itulah salah satu alasan kenapa di negara-negara
maju angka kejadian bulimia pada gadis remaja atau wanita muda nya cukup tinggi.
Berbeda dengan mereka yang tinggal di negara berkembang, yang pola konsumerisme
berbeda, pola makan juga berbeda. Di negara berkembang, orang lebih banyak
mengkonsumsi makanan berkarbohidrat bukan olahan -nasi, sayur, buah- yang efeknya
jauh lebih rendah dalam meningkatkan serotonin dalam darah. Tapi kalau di negara
berkembang yang mall-mall nya juga berkembang pesat, berarti perlu diteliti lebih lanjut
tentang kejadian bulimia nervosanya. Tidak mengherankan data epidemiologi
mengatakan bahwa wanita mengalami gangguan ini 20 kali lebih banyak dari pada pria.
Selain itu kebanyakan awal gangguan ini adalah pada saat usia remaja yaitu antara
rentang umur 14 sampai 18 tahun (Sidenfeld, 2001).
B. INSIDEN BULIMIA
1. Dalam populasi 100.000 orang, 14 orang diantaranya menderita Bulimia Nervosa.
2. Umumnya diderita oleh wanita dewasa muda dan gadis remaja (1-4% berusia 18-30
tahun).
3. Laki-laki jarang ditemukan menderita penyakit ini, diantara 10 orang penderita hanya
terdapat 1 orang laki-laki.
4. Diantara pasien Bulimia Nervosa, sepertiga diantaranya memiliki riwayat Anorexia
Nervosa.
5. Sepertiga diantara pasien memiliki riwayat obesitas.
Bulimia nervosa lebih sering ditemukan pada wanita dibandingkan pada laki-laki, tetapi
onsetnya lebih sering pada masa remaja dibandingkan pada masa dewasa awal.
Diperkirakan bulimia nervosa terentang dari 1-3 persen wanita muda. Banyak penderita
bulimia nervosa memiliki berat badan yang normal dan kelihatannya tidak ada masalah
yang berarti dalam hidupnya. Biasanya mereka orang-orang yang kelihatannya sehat,
sukses di bidangnya dan cenderung perfeksionis. Namun, dibalik itu, mereka memiliki
rasa percaya diri yang rendah dan sering mengalami depresi. Mereka juga menunjukkan
tingkah laku kompulsif, misalnya, mengutil di pasar swalayan, atau mengalami
ketergantungan pada alkohol atau lainnya. Bulimia nervosa sering terjadi pada orang
dengan angka gangguan mood dan gangguan pengendalian impuls yang tinggi. Juga telah
dilaporkan terjadi pada orang yang memiliki resiko gangguan berhubungan dengan zat
dan gangguan kepribadian, memiliki angka gangguan kecemasan dan gangguan
dissosiatif yang meningkat dan riwayat penyiksaan seksual. Insidens bulimia nervosa
(BN) meningkat pada 2 dekade terakhir. Empat wanita lebih sering mengalami gangguan
dengan perbandingan wanita dengan laki-laki 10 : 1. Awalnya gangguan makan tersebut
hanya dilaporkan pada golongan sosial ekonomi menengah dan atas, tetapi pada saat ini
dilaporkan juga pada golongan sosial ekonomi rendah. Kelainan ini juga ditemukan pada
berbagai kelompok etnik dan ras. BN lebih sering dijumpai. Dilaporkan 19 % dari pelajar
wanita usia remaja lanjut di Belanda menunjukkan gejala bulimia. Prevalensi BN 1500
kasus dari 100.000 wanita muda. Onset rata-rata kejadian BN pada umur 18 – 19 tahun,
kelainan tersebut relatif lebih jarang pada masa remaja awal. Dari suatu penelitian jangka
panjang didapatkan bahwa 71 % dari pasien-pasien BN yang mendapatkan terapi intensif
dapat mempertahankan hasil terapi lebih dari 6 tahun (Sakura, 2009).
C. ETIOLOGI
Penyebab Bulimia nevosa dapat dijelaskan dengan pendekatan beberapa jenis model
yaitu
1. Model adikasi
Bulimia Nervosa diyakini sebagai adiksi terhadap makanan dan tingkah laku. Hal ini
berhubungan dengan pengobatan Bulimia Nervosa yang menekan kan pada penghentian,
dukungan sosial dan mencegah kekambuhan, dimana metode ini mirip dengan
pengobatan adiksi terhadap alcohol maupun obat-obatan.
2. Model keluarga
Gangguan makan pada remaja berhubungan dengan system interaksi antara keluarga.
Oleh karena itu fokus pengobatan penderita bulimia nervosa adalah disfungsi interaksi
dalam keluarga. Penderita bulimia nervosa pada umumnya memiliki riwayat kekerasan
fisik maupun seksual semasa kanak-kanak.
3. Model sosial budaya
Publikasi media tentang hubungan antara tubuh yang langsing dengan karier yang sukses
telah merangsang para remaja untuk melakukan diet supaya tubuhnya menjadi langsing.
Banyak remaja yang gagal mencapai keaadaan ini dan akhirnya menjadi penderita
bulimia nervosa.
4. Model kognitif dan tingkah laku
Bulimia nervosa merupakan implementasi tingkah laku yang irasional tentang bentuk
tubuh, berat badan, diet dan kepercayaan diri. Fokus pengobatan adalah mengidentifikasi
disfungsi ini dan membantu menumbuhkan keyakinan yang rasional. Penderita diberikan
jadwal makan yang jelas dan teratur.
5. Model psikodinamik
Bulimia nervosa merupakan usaha untuk mengendalikan atau menghindari dampak
perasaan yang tertekan, implusif dan kecemasan. Pengobatan psikodinamik adalah
mencari proses yang mendasari penderita bulimia nervosa terutama gambaran
psikososialnya (Angelia, 2009).
Penyebab pastinya tidak diketahui, tetapi faktor-faktor yang diduga berperan dalam
terjadinya bulimia nervosa adalah :
· Faktor psikososial
Berupa perkembangan individu, dinamika keluarga, tekanan sosial untuk berpenampilan
kurus serta perjuangan untuk mendapatkan identitas diri.
· Faktor genetik
Adanya bukti bahwa bulimia banyak didapat pada penderita dengan riwayat keluarga
gangguan depresi dan kecemasan, serta lebih banyak pada kembar monozigot
dibandingkan dizigot.
· Faktor biologik
Penurunan sintesis, uptake dan turnover serotonin serta penurunan sensitivitas reseptor
serotonin post sinaptik. Berdasarkan studi ditemukan fakta bahwa genetik, hormon dan
bahan kimia yang terdapat di otak berpengaruh terhadap efek perkembangan dan
pemulihan bulimia.
· Faktor budaya
Kebanyakan orang menilai bahwa cantik identik dengan kurus dan terkadang kondisi
tersebut menjadi suatu tuntutan kerja. Anggapan ini pun menjadi budaya yang
berkembang di masyarakat.
· Perasaan pribadi
Penderita bulimia senantiasa berputus asa terhadap dirinya sendiri, tidak percaya diri
sehingga mereka diet dengan cara menggunakan pil diet bahkan memuntahkan makanan.
Penilaian orang terhadapa dirinya menyebabkan kecemasan dan tekanan yang dapat
menyebabkan stress sehingga untuk mengatasinya mereka cenderung ke arah bulimia
(http://www.emedicine.com).
Faktor lain yang mendorong timbulnya bulimia nervosa adalah masalah keluarga,
pubertas, gangguan adaptasi, lingkungan dan penerimaan teman sebaya, media dan
masyarakat serta krisis identitas. Bulimia juga sering dihubungkan dengan depresi.
Kebanyakan, penderita bulimia berasal dari keluarga yang tidak bahagia, umumnya
mereka memiliki orang tua yang gemuk, atau mereka sendiri kegemukan pada masa
kanak-kanak. Namun hingga kini masih belum jelas apakah gangguan emosional ini
sebagai sebab atau akibat dari bulimia (Tyas rara, 2008).
D. PATOFISIOLOGI
Ketika memasuki masa remaja, khususnya masa pubertas, remaja menjadi sangat concern
atas pertambahan berat badan mereka. Terjadi perubahan fisiologis tubuh yang
kadangkala mengganggu. Biasanya, hal ini lebih sering dialami oleh remaja putri
daripada remaja pria. Bagi remaja putri, mereka mengalami pertambahan jumlah jaringan
lemak sehingga mereka akan mudah untuk gemuk apabila mengkonsumsi makanan yang
berkalori tinggi. Kalau dulu makan apapun tidak berefek bagi berat badan, tapi setelah
masa pubertas (biasanya ditandai dengan menstruasi), baru makan coklat dua potong, kok
beratnya sudah tambah 1 kg. Pada kenyataannya kebanyakan wanita ingin terlihat
langsing dan kurus karena mereka beranggapan bahwa menjadi kurus akan membuat
mereka bahagia, sukses dan populer. Apalagi kalau melihat ‘body’ para selebritis yang
langsing (sebenarnya lebih tepat dikatakan kurus-ceking- tiada berisi) sehingga kalau
pakai baju model apapun terlihat pas dan pantas dipakai. Sementara kalau tubuh kita
gendut, pakai baju apapun rasanya seperti sedang memakai karung terigu. Akhirnya,
lingkungan sekitar juga ikut mempengaruhi. Semakin sering diledek ‘gendut’ maka
dietnya semakin gencar. Maka tidak mengherankan bila ketidakpuasan seseorang dengan
tubuhnya akan mengembangkan masalah pada gangguan makan. Remaja dengan
gangguan makan seperti di atas memiliki masalah dengan body imagenya. Artinya,
mereka sudah memiliki suatu mind set (pemikiran yang sudah terpatri di otak) bahwa
tubuh mereka tidak ideal. Mereka mempersepsikan tubuhnya gemuk, banyak lemak di
sana sini, tidak seksi dan lain-lain yang intinya tidak sedap untuk dipandang dan tidak
semenarik tubuh orang lain. Akibat pemikiran yang sudah terpatri ini, seorang remaja
akan selalu melihat tubuh mereka terkesan gemuk padahal kenyataannya justru berat
badan mereka semakin turun hingga akhirnya mereka menjadi sangat kurus. Mereka akan
dihantui perasaan bersalah manakala mereka makan banyak karena hal itu akan
menyebabkan berat badannya naik. Masalah “body” ini akhirnya menyebabkan remaja
menjadi tidak percaya diri dan sulit untuk menerima kondisi dirinya. Mereka
beranggapan bahwa kepercayaan diri akan tumbuh kalau mereka juga memiliki tubuh
yang sempurna (sempurna disini adalah ; kurus) (WangMuba, 2009).
E. GEJALA DAN TANDA-TANDA BULIMIA
1. Gejala-gejala bulimia nervosa adalah :
a. Rasa lelah dan lemah
b. Pembengkakan pada tangan dan kaki
c. Sakit kepala
d. Perut teras penuh
e. Mual-mual
f. Haid tidak teratur
g. Kram otot
h. Nyeri dada dan ras terbakar
i. Rambut rontok
j. Mudah mengalami perdarahan (karena hipokalemia atau disfungsi platelet)
k. Diare berdarah (pada penyalahgunaan laksan)
Bulimia nervosa disebabkan oleh beberapa faktor antara lain akibat adanya obsesi
seseorang untuk memiliki tubuh yang langsing, atau karena pengaruh stress emosional
terhadap masalah yang dialami, atau karena faktor keturunan. Penyakit ini menyebabkan
kondisi patologis pada organ tubuh seperti sistem gastrointestinal dan juga rongga mulut.
Bila hal ini dibiarkan maka potensi terjadinya perubahan lebih lanjut akan bersifat
permanen. Ada tiga macam tindakan yang dilakukan oleh penderita untuk mengeluarkan
zat makanan dalam tubuhnya yaitu muntah yang dirangsang oleh dirinya sendiri,
mengkonsumsi obat pencahar dan diuretik (obat yang dapat merangksang sekresi urine).
Umumnya pasien bulimia nervosa dapat muntah tanpa adanya stimulasi mekanik, tetapi
semakin banyak frekuensi muntah, risiko terjadinya gangguan kesehatan rongga mulut
akan semakin berat (Putra, 2008).
Gejala umum bulimia yaitu depresi, kepercayaan diri yang rendah, penampilan yang
tidak proporsional, hubungan keluarga yang terganggu, nafsu makan berkurang, sulit
mengontrol emosi, mudah terjangkit penyakit, berat badan ringan dan kekurangan nutrisi.
Secara umum gejala fisik yang akan dialami penderita bulimia yaitu : Abnormalitas
fungsi usus, kerusakan gigi dan gusi akibat sifat asam muntah, pembengkakan kelenjar
saliva di dagu akibat tekanan pada perangsangan muntah, luka di tenggorokan dan mulut,
pembengkakan, dehidrasi, sering diare tanpa sebab, kelelahan, kulit kering, detak jantung
tidak teratur akibat ketidakseimbangan kimiawi (defisiensi potasium), luka atau bekas
luka di buku jari/tangan akibat menusukkan jari ke tenggorokan, menstruasi tidak teratur
atau bahkan tidak mengalami menstruasi (amenorrhea). Seringkali tampak sehat dan
sukses bahkan cenderung perfeksionis, namun penderita bulimia merasa rendah diri,
tertekan, dan kadang berperilaku kompulsif. Seorang dokter di Amerika Serikat
menyebutkan sepertiga pasiennya sering mengutil dan seperempatnya pernah terlibat
penyalahgunaan alkohol. Gejala lain yang berkaitan dengan masalah emosi yaitu : Terus
menerus melakukan pengaturan makan, merasa tidak dapat mengontrol kebiasaan makan,
akan hingga merasa sakit atau tidak nyaman, memakan dalam porsi yang jauh lebih
banyak dibanding yang lain, berolahraga berlebihan, menggunakan laksative, diuretik
atau pencahar, terus menerus mempermasalahkan berat dan bentuk tubuh, body image
negatif, pergi ke kamar mandi selama atau setelah makan, menimbun makanan, depresi,
dan sering terlihat gelisah (Tyas rara, 2008).
Penderita bulimia nervosa makan dalam jumlah sangat berlebihan (menurut riset, rata-
rata penderita bulimia nervosa mengonksumsi 3.400 kalori setiap satu seperempat jam,
padahal kebutuhan normal hanya 2.000-3000 kalori per hari).
Kemudian berusaha keras mengeluarkan kembali apa yang telah dimakannya, dengan
cara memuntahkannya kembali atau dengan menggunakan obat pencahar. Di antara
kegiatan makan yang berlebihan itu biasanya mereka berolahraga secara berlebihan
(Sidenfeld 2001).
2. Tanda-tanda Bulimia Nervosa adalah :
· Makan Banyak berkelanjutan
· Menguruskan badan dengan diet berlebihan, puasa, latihan berlebihan atau
memuntahkan kembali
· Memaksakan diri secara berlebihan untuk kurus
· Secara berkelanjutan masuk ke kamar mandi setelah makan
· Jari-jari memerah
· Pipi lembam
· Selalu mengukur diri dengan bentuk badan dan berat badan
· Depresi atau emosi tidak stabil
· Periode menstruasi yang tidak umum
· Gigi bermasalah, seperti gigi bolong
· Mulas-mulas.
Tanda-tanda lain dari bulimia nervosa adalah :
a. Perubahan kulit : terutama bagian dorsum jari berhubungan dengan penggunaan jari
untuk membuat muntah meliputi hiperpigmentasi, kalus atau luka parut.
b. Pembesaran kelenjar ludah, terutama kelenjar parotis bilateral tanpa nyeri.
c. Erosi email gigi (perimolisis), biasanya pada permukaan gigi bagian lingual, palatal
dan posterior.
d. Berulang-ulang makan dalam jumlah sangat banyak (rata-rata dua kali dalam seminggu
selama sedikitnya tiga bulan).
e. Merasa tidak dapat mengontrol dirinya ketika sedang makan.
f. Secara teratur menggunakan obat-obatan untuk mencegah berat badannya naik, seperti
obat perangsang muntah, obat pencahar, berpuasa atau berdiet ketat, atau berolahraga
secara berlebihan.
g. Sangat mencemaskan bentuk dan berat badannya (http://www.emedicine.com).
Di samping semua ini, orang-orang dengan bulimia mungkin mengeluh kelemahan
umum, nyeri perut dan hilangnya siklus menstruasi. Kadang-kadang, mereka mungkin
juga mengeluhkan muntah atau diare tanpa memberitahu bahwa itu adalah disebabkan
diri. Pada saat makanan yang dimakan dikeluarkan, zodium dan potasium juga ikut
keluar. "Kalau hal itu sampai terjadi, penderita akan menjadi lemas dan jantung berdebar-
debar”. Selain itu, penderita juga dapat terkena osteoporosis jika kalsiumnya ikut keluar.
Muntah secara berulang dapat merusak lambung dan saluran esofagus, saluran antara
kerongkongan dan lambung, karena memaksa lambung untuk melakukan kontraksi secara
tidak wajar. Asam lambung yang keluar bersama muntah, akan membuat gusi menyusut
dan email gigi mengikis. "Jika kita salah mencolok di dalam tenggorokan itu akan
mengakibatkan stroke ringan”.Sekali lagi, bulimia nervosa dipengaruhi oleh faktor
psikologis. Jika faktor ini tak segera ditangani, si penderita bulimia akan merasa takut
melihat makanan. "Dengan makan satu suap saja, dia akan merasa berat badannya
bertambah”. Penyakit ini bisa membaik atau pun memburuk. Bisa semakin lama semakin
buruk tanpa ada tanda-tanda perbaikan sama sekali. Tubuh penderita bereaksi terhadap
kondisi ini dengan cara menghentikan beberapa proses, seperti tekanan darah menurun,
napas melemah, menstruasi terhenti, dan keluar kelenjar teroid yang mengatur
pertumbuhan menghilang. Kulit menjadi kering dan rambut dan kuku rapuh. Jika
gangguan ini tak segera ditangani, penderita bisa meninggal dunia (Elhy, 2008).
F. CIRI-CIRI BULIMIA
Dalam kehidupan sehari-hari, seseorang yang menderita Bulimia Nervosa dapat diketahui
dengan cara melihat beberapa perubahan perilaku, antara lain :
1. Rata-rata menyikat gigi lebih dari dua kali sehari, bahkan mereka dapat saja menyikat
gigi sehabis muntah yaitu lebih dari 7-8 kali sehari.
2. Mengunyah permen karet 7-8 bungkus / hari, dilanjutkan dengan pemakaian
mouthwash, juga mengkonsumsi minuman diet soda 10-12 kaleng/ hari, mengunyah es
dan mengigit kuku.
3. Mengeluh sering pusing, haus dan pingsan bahkan disertai dengan dehindrasi yang
hebat.
4. Mengeluh rasa kram pada otot dan kelelahan.
5. Jantung terasa berdebar-debar dan sakit perut.
6. Rasa sakit pada tenggorokan dan gigi lebih sensitif (iy@anz, 2009).
Selain perubahan perilaku tersebut diatas, ciri-ciri pasien bulimia nervosa juga dapat
dilihat pada kondisi tubuhnya yaitu :
1. Berat badan berkurang 5-20 pon (1/2-10 kg) perminggu.
2. Bibir dan kulit didaerah sekitar mulut tampak kering.
3. Pembengkakan limfonodus dan glandula parotis.
4. Pembuluh darah pecah disekitar mata akibat tarikan dan tegangan otot karena muntah
yang berulang kali.
5. Kulit kering pada daerah jari yang digunakan untuk merangsang muntah (Himawari,
2009).
G. DAMPAK DARI BULIMIA
Dampak fisik yang umumnya terjadi pada mereka :
1.Kehilangan selera makan, hingga tidak mau mengkonsumsi makanan apapun.
2.Luka pada tenggorokan dan infeksi saluran pencernaan akibat terlalu sering
memuntahkan makanan.
3.Lemah, tidak bertenaga.
4.Sulit berkonsentrasi.
5.Gangguan menstruasi.
6.Kematian.
7.Erosi dan lubang pada gigi serta penyakit gusi.
8.Dehidrasi.
9.Iritasi dan pembengkakan tenggorokan.
10. Pembengkakan pada pipi.
11. Rambut rontok dan kulit kering.
12. Masalah pencernaan.
Dampak fisik secara tidak langsung juga akan mempengaruhi kondisi psikis seseorang,
sehingga masalah psikologis yang muncul pada mereka adalah :
1. Perasaan tidak berharga
2. Sensitif, mudah tersinggung, mudah marah
3. Mudah merasa bersalah
4. Kehilangan minat untuk berinteraksi dengan orang lain
5. Tidak percaya diri, canggung berhadapan dengan orang banyak
6. Cenderung berbohong untuk menutupi perilaku makannya
7. Minta perhatian orang lain
8. Depresi (sedih terus menerus)
Dampak fisik maupun psikis yang dialami oleh penderita gangguan makan tersebut tentu
saja tidak dapat diabaikan begitu saja. Mereka memerlukan pertolongan segera dari
psikolog, dokter, ahli gizi, dan tentu saja orangtua untuk memulihkan masalahnya agar
tidak membawa dampak yang lebih serius lagi, yaitu kematian. Dampak jangka panjang
dari bulimia yaitu tubuh kehilangan kalsium sehingga tulang menjadi keropos, rapuh dan
mudah patah. Penurunan massa tulang dapat terjadi setidaknya memerlukan waktu 6
bulan, sedangkan efek lain yaitu penurunan tekanan darah, kulit kekuningan dan
penyusutan volume otak. Denyut jantung penderita biasanya tidak teratur, sehingga dapat
memicu ke gagal jantung bahkan kematian. Komplikasi jangka panjang lainnya meliputi
kerusakan pada tenggorokan dan esophafus (saluran dari mulut ke perut) berupa luka dan
perdarahan, berkurangnya kadar tulang dan jaringan otot, gejala kurang gizi dan
kelaparan, kerusakan ginjal akibat penyalahgunaan diuretika, dan gangguan pencernaan
akibat obat pencahar (WangMuba, 2009).
Beberapa penelitian menjelaskan bahwa pada penderita bulimia yang parah, kadar
neurotransmiternya (pengantar kimia pada otak), terutama serotonin yang berhubungan
dengan depresi dan gangguan obsesif-kompulsif cenderung lebih rendah. Bahan kimia
tersebut mengontrol tubuh dalam pembuatan hormon. Penderita bulimia memiliki kadar
neurotransmitter serotonin dan norepinephrine yang sangat rendah. Keduanya berperan
penting dalam mendorong kelenjar pituitari untuk membuat dan melepaskan hormon
yang mengontrol sistem neuroendokrin yang mengatur emosi, perkembangan fisik,
ingatan dan detak jantung. Ketika hormon tidak terbentuk, kerja beberapa fungsi tubuh
tersebut menjadi terganggu. Penelitian lain menemukan rendahnya kadar asam amino
triptofan dalam darah. Asam amino triptofan merupakan sejenis zat dalam makanan yang
penting untuk produksi serotonin, yang bisa menyebabkan depresi dan mendorong
terjadinya bulimia (Elhy, 2008).
Meski bulimia umumnya tidak disebabkan oleh adanya gangguan fisik, perilakunya bisa
dihubungkan dengan gangguan neurologis, endokrin, dan hipotalamus. Namun masih
perlu penelitian lebih lanjut sampai ditemukan bukti pasti hubungan antara sistem
fisiologis tubuh dan gangguan makan. Ada kemungkinan siklus bulimia berhubungan
dengan faktor biologis. Para ahli yakin, metabolisme tubuh beradaptasi terhadap siklus
bulimia dengan memperlambat metabolisme, sehingga mempertinggi risiko kenaikan
berat tubuh meski asupan kalori normal. Proses muntah dan penggunaan pencahar dapat
merangsang pembentukan opioid alami, narkotika di dalam otak yang menyebabkan
ketergantungan pada siklus. Pada umumnya para peneliti percaya bahwa faktor hereditas
berpengaruh terhadap gangguan pola makan. Penelitian terhadap kembar identik dan
kembar fraternal membuktikan bahwa prilaku gangguan pola makan pada kembar identik
lebih besar kemungkinan terjadinya dibandingkan kembar fraternal. Hal itu disebabkan
susunan genetik kembar identik sama dibandingkan kembar fraternal.
Selain itu, gangguan pola makan juga dipengaruhi oleh komponen gentika lainnya yakni
neurochemistry. Para peneliti telah menemukan bahwa neurotransmitter serotonin dan
norepinefrin secara signifikan menurun pada pasien yang menderita Anorexia dan
Bulimia Nervosa akut. Neurotransmitter ini akan berfungsi secara abnormal pada
penderita depresi. Hal ini membuktikan bahwa ada hubungan antara dua gangguan
tersebut. Disamping menciptakan rasa kepuasan fisik dan emosi, neurotransmitter
serotonin juga menghasilkan efek kurang nafsu makan. Bahan kimia otak juga telah
diteliti pengaruhnya terhadap gangguan pola makan. Ditandai dengan meningkatnya
kadar hormon vasopressin dan kortisol. Kedua hormone ini secara normal di keluarkan
sebagai respon terhadap stress yang dialami oleh penderita tersebut. Pada penelitian lain
ditemukan bahwa tingginya level neuropeptida dan peptide juga berpengaruh terhadap
penderita Bulimia. Kedua hormon tersebut menyebabkan rangsangan untuk makan pada
uji coba binatang. Kadar hormone (http://health.yahoo.com).
Jika kita berbicara tentang efek bulimia maka kita dapat melihat bahwa berulang
hilangnya cairan dan gizi yang disebabkan oleh bulimia dapat membuat tubuh tidak
berguna. Penderita mungkin juga merasa kelelahan dan apatis. Bahkan mungkin
mengakibatkan korban, jika penyakit ini tidak diurus. Kekuatan fungsi organ internal bisa
sangat terganggu oleh bulimia dan lebih mungkin suatu organ mungkin gagal bekerja
(http://www.eaRticlesOnline.com).
H. TERAPI
Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya kelainan dalam pola makan seperti kelainan
genetik, tekanan sosial untuk menjadi langsing, tekanan dari teman sebaya, dan lain-lain.
Penerimaan dari lingkungan merupakan langkah awal penyembuhan kelainan bulimia.
Kebanyakan penderita tetap tinggal dalam penyangkalan dan menolak untuk ditolong.
Langkah penyembuhan lain adalah dengan melakukan psikoterapi pada penderita,
keluarga maupun lingkungan tempat penderita berasal. Pemberian obat, termasuk
antidepresan, kadang-kadang dibutuhkan dalam situasi tertentu. Terapi gizi juga penting
sebagai asupan vitamin dan mineral bagi penderita. Namun jika langkah-langkah tersebut
tidak membawa hasil, satu-satunya cara yaitu dengan membawa penderita ke rumah sakit
untuk diopname, terutama bagi penderita anoreksia. Itu dilakukan jika berat badan
penderita menurun hingga 25% dari berat normal atau jika organ-organ vital dalam tubuh
mengalami cedera. Ingatlah bahwa pola makan sehat adalah cara hidup yang terbaik.
Jangan biarkan diri kita di bawah tekanan sosial atau teman sebaya. Satu lagi yang
terpenting, tetaplah percaya diri sebab nilai personaliti kita tidak ditentukan oleh seberapa
kurus atau gemuknya tubuh kita.
Terapi bulimia nervosa terdiri dari berbagai intervensi, termasuk Psikotherapi individual
dengan pandekatan kognitif perilaku, therapi kelompok, therapi keluarga dan
farmakotherapi.
1. Psikotherapi
Umumnya dokter melakukan terapi kognitif, yang bertujuan merubah persepsi dan cara
berpikir pasien mengenai tubuhnya. Dokter mendorong pasien untuk berpikir secara
benar terhadap dirinya sehingga menjadi lebih obyektif melihat suatu masalah, dan
menghilangkan sikap serta reaksi yang salah terhadap makanan (Purwanti, 2008).
1). Memberi kepercayaan kepada pasien sehingga pasien mau bekerjasama dalam
pengobatan.
Pasien bulimia nervosa biasanya terlihat begitu antusias untuk menjalankan pengobatan.
Namun kenyataannya dia cenderung menggunakan caranya sendiri dan tetap berusaha
memoertahankan kebiasaannya. Jadi sebelum pengobatan sang dokter harus memberikan
kepercayaan dan meyakinkan pasien tentang pengobatan yang akan dijalaninya.
2). Menghentikan kebiasaan makan yang salah dan episode muntah serta diare.
Hal ini dapat dilakukan dengan membatasi jumlah dan jenis makanan pasien bulimia
nervosa. Namun sedikit sulit bila pasien tinggal dirumah tanpa pengawasan.
3). Usaha-usaha yang dapat dilakukan untuk mempertahankan keadaan yang sudah
membaik :
a) Setelah pengobatan biasanya pasien akan mengulangi kebiasaannya untuk makan lagi,
maka kita jangan menentangnya, tapi kita anggap bahwa hal itu merupakan respon yang
fisiologis.
b) Agar pasien mau makan, maka kita katakankepadanya bahwa rasa lapar yang timbul
itu, karena tubuhnya memerlukan nutrisi.
c) Kalau pengobatan berhasil, maka pasien akan mengurangi ketergantungan terhadap
kebiasaan jeleknya dan gejala depresinya akan teratasi, ini dapat berlangsung untuk
beberapa bulan. Oleh karena kebiasaan makan yang jelek pada bulimua nervosa ini
mudah berulang kembali, maka pengobatan yang paling efektif adalah dengan
memberikan rasa paercaya diri kepada pasien terhadap penampilan dan berat badannya.
2. Farmakotherapi.
Untuk penderita bulimia umumnya diberikan obat-obatan jenis antidepresan bersama
dengan pengobatan psikoterapi. Obat yang diberikan umumnya dari jenis trisiklik seperti
imipramine (dengan merek dagang Tofranil) dan desipramine hydrochloride
(Norpramin); atau jenis selective serotonin reuptake inhibitors (SSRIs) seperti fluoxetine
(Antiprestin, Courage, Kalxetin, Nopres, dan Prozac), sertraline (Zoloft), dan paroxetine
(Seroxat).
Semua obat itu digunakan sebagai bagian dari suatu program therapi yan g menyeluruh
dengan psikotherapi. Khusus bagi pasien dengan cemas dan agitasi dapat diberikan
lorazepam (Ativan) 1-2 mg per oral atau IM.diet chitosin lemak kolesterol sehat bulimia
pola makan gangguan lebah madu Berat badan kerap menjadi masalah bagi kebanyakan
orang dan ini memicu kemunculan berbagai cara untuk mengurangi atau
mempertahankan berat badan. Tetapi, karena ingin mengharapkan hasil instan,
kebanyakan orang pun kemudian memilih cara singkat : memuntahkan makanan yang
baru saja dikonsumsi. Ini adalah salah satu tindakan yang mengindikasikan kalau orang
tersebut bulimia nervosa yaitu dilakukan untuk menghindari penambahan berat badan.
"Pencegahan" itu bisa dilakukan dengan memuntahkan makanan, mengonsumsi obat
pencahar, berpuasa, atau berolahraga berlebihan segera setelah makan kenyang. Bulimia
sangat buruk bagi kesehatan. Ini ditunjukkan dengan gejala-gejala yang dialami
penderitanya setelah melakukan "pencegahan-pencegahan" tersebut secara terus-menerus,
seperti :
· Perut berfungsi tidak seperti biasanya (abnormal).
· Gigi dan gusi rusak.
· Wajah menjadi tirus.
· Gangguan di tenggorokan dan mulut.
· Perut kembung.
· Dehidrasi.
· Rasa lelah.
· Kulit kering.
· Detak jantung tidak teratur.
· Rasa sakit di buku jari.
· Menstruasi tidak teratur atau tidak menstruasi sama sekali.
Selain gejala fisik, penderita bulimia juga akan memperlihatkan gejala-gejala psikis dan
emosional, di antaranya :
· Diet yang dilakukan secara konstan.
· Penderita merasa tidak dapat mengendalikan pola makannya.
· Terus makan hingga merasa sakit atau tidak nyaman.
· Makan lebih banyak pada saat pesta.
· Berolahraga selama berjam-jam setelah makan banyak.
· Menggunakan pencahar dengan tidak semestinya.
· Rendah diri karena berat dan ukuran badan.
· Memiliki pencitraan diri yang negatif.
· Selalu ke toilet/kamar mandi setiap selesai makan.
· Menimbun makanan.
· Mengalami depresi.
· Merasa cemas (http://www.eaRticlesOnline.com).
3. Terapi psikis
Terapi bulimia biasanya meliputi konseling dan terapi tingkah laku. Sebagian besar
gangguan makan permasalahannya bukanlah pada makanan itu sendiri, tetapi pada
kepercayaan diri dan persepsi diri. Terapi akan efektif jika ditujukan pada penyebabnya,
bukan pada gangguan makannya. Terapi individu, dikombinasikan dengan terapi
kelompok dan terapi keluarga seringkali sangat membantu. Terapi kelompok adalah
terapi dimana penderita penyakit yang sama saling membagi pengalaman mereka. Terapi
konseling seringkali harus dikombinasikan dengan obat antidepresan. Terapi ini untuk
membantu pasien yang depresi, terganggu secara emosional, atau adanya faktor sosial
sehingga mendorong terjadinya gangguan makan. Terapi dilaksanakan agar pasien
mampu mengeluarkan perasaan dan permasalahannya sehingga terapis dapat membantu
penderita menghadapi perubahan hidup dan memperkuat rasa percaya diri.
4. Terapi oral yang dapat dilakukan penderita bulimia nervosa :
· Untuk mencegah erosi dan karies pada gigi, pasien dianjurkan tidak menyikat gigi lagi
setelah muntah, namun berkumur dengan sodium fluorida 0,05%, alkaline mineral water,
sodium bikarbonat, atau magnesium hidroksida untuk menetralkan asam pada rongga
mulut.
· Mengurangi konsumsi makanan yang mengandung gula atau karbohidrat, sebab
meningkatkan terjadinya risiko karies.
· Mengunyah permen karet rendah gula untuk meningkatkan produksi saliva atau
menggunakan saliva sintetik seperti glosodane.
· Gunakan pasta gigi, obat kumur, atau gel yang mengandung fluorida untuk mengurangi
rasa sensitif pada gigi dan sebagai pertahanan terhadap karies.
· Menyikat gigi tiga kali sehari dan melakukan flossing untuk mengurangi plak pada gigi.
5. Terapi nutrisi
Ahli gizi dapat mengatur jadwal makan, memberikan penjelasan mengenai tujuan terapi
nutrisi, pentingnya diet sehat dan akibat buruk dari pola makan yang salah terhadap
kesehatan. Pengaturan diet untuk penderita bulimia nervosa dilakukan secara bertahap
tergantung tingkat keparahan serta ada tidaknya komplikasi dengan penyakit penyerta.
Kebutuhan energi disesuaikan dengan umur dan jenis kelamin, dihitung berdasarkan
berat badan ideal, bukan berat badan yang sebenarnya. Selain dengan pengaturan makan
yang sehat dan berimbang diperlukan juga olahraga secara tepat dan teratur. Olahraga
yang teratur dapat menormalkan kembali kerja kelenjar yang abnormal sehingga akan
diperoleh kadar serotonin yang sesuai dengan kebutuhan penderita (Angelia, 2009).
I. PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN
Tindakan pencegahan yang dapat dilakukan yaitu dengan mengamati ada-tidaknya gejala
pada keluarga maupun orang-orang terdekat. Ketika beberapa gejala ditemui dapat
dilakukan pendekatan secara interpersonal, berempati dan mendorong untuk makan dan
berolahraga secara normal, serta memberitahukan dampak negatif bulimia. penderita
bulimia tidak dapat sembuh dengan sendirinya oleh karena itu tindakan pertolongan yang
harus segera diberikan yaitu disarankan untuk berkonsultasi langsung ke para ahli
kesehatan. Secara umum penderita penyakit ini jarang hingga perlu dirawat di rumah
sakit, kecuali keadaannya sudah terjadi komplikasi yang parah. Pengobatan pun akan
berbeda antar orang. Kesesuaian dengan seseorang belum tentu akan sesuai pula dengan
orang lain. Selama pengobatannya diperlukan kelompok terapis dari berbagai keahlian,
yang dapat membantu pasien dalam menghadapi masalah medis, psikologis, dan gizi.
Pencegahan terjadinya bulimia nervosa terdiri atas dua bagian :
1. Program pencegahan primer
Pencegahan ini langsung ditujukan pada populasi berisiko tinggi seperti murid wanita
SMP untuk mencegah timbulnya gangguan makan pada mereka yang asimtomatik.
Pencegahan yang dilakukan dapat berupa program pendidikan mengenai sikap dan
prilaku terhadap remaja.
2. Program pencegahan sekunder
Pencegahan ini bertujuan untuk deteksi dan intervensi dini, dengan memberikan
pendidikan pada petugas kesehatan di pusat pelayanan kesehatan primer.
Selain diatas untuk mencegah terjadinya gangguan makan berupa bulimia nervosa dapat
juga dilakukan dengan beberapa cara, diantaranya:
1. Rajin berkonsultasi dengan dokter
2. Tingkatkan rasa percaya diri
3. Tingkatkan dinamika lingkungan. Usahakan agar tercipta suasana yang nyaman dan
kondusif di lingkungan keluarga atau pekerjaan
4. Bersikap realistis. Jangan mudah percaya pada apa yang digambarkan oleh media
tentang berat dan bentuk badan ideal
Prinsip penatalaksanaan Bulimia nervosa adalah :
1. Fokus utama pengobatan adalah menurunkan pola makan ala bulimik
2. Hindari makanan yang merangsang pola makan binge seperti es krim
3. Obati depresi yang niasanya menyertai bulimia
4. Libatkan para remaja dalam psikoterapi individu dengan atau tanpa melibatkan
keluarga
5. Latihan olahraga yang ringan samapi sedang diberikan obat antidepresan
6. Terapi kelompok sangat membantu penyembuhan
7. Bila penderita menggunakan diuretik, berikan diet rendah garam karena terjadi retensi
cairan bila diuretik dihentikan
8. Konsultasi ke dokter gigi untuk menangani kerusakan pada gigi (Angelia, 2009).
J. KESIMPULAN
ž Penyebab bulimia belum diketahui secara pasti hanya saja secara umum dapat terjadi
karena peran berbagai faktor (psikologis, lingkungan, genetik).
ž Sehingga penatalaksanaannya dilakukan dengan menerapkan berbagai terapi antara lain
: terapi nutrisi, konseling, dan psikoterapi.
K. SARAN
Bagi remaja yang mengalami bulimia nervosa hendaklah makan secara normal, diet
seimbang dan bila menginginkan penurunan berat badan, mulailah dengan bimbingan
ahli gizi. Yang paling penting bagi remaja adalah harus percaya diri dengan apa yang
terdapat pada dirinya.
L. DAFTAR PUSTAKA
1. Angelia, Silvia. 2009. Bulimia nervosa. http://www.pojokgizi.com. Diunduh pada hari
Kamis, 16 Juli 2009. 02:31 AM.
2. Elhy. 2008. Bulimia Nervosa. http://www. bulimia-nervosa.com. Diunduh pada hari
Jum’at, 21 maret 2008. 02:17 AM.
3. FKM-UI, 2007. Gizi dan Kesehatan Masyarakat. Jakarta : PT. RajaGrafindo Persada.
6. Gowers SG. 2004. Eating disorders in childhood and adolescence. J Pediatr Obstetr
Gynaecol.
7. Himawari, Nissa Nihaya. 2009. Anoreksia nervosa vs. Bulimia nervosa.
http://www.Anoreksia_Nervosa_vs._Bulimia_Nervosa.com. Diunduh pada tanggal 21
Maret 2009. 12:28 AM.
8. Iy@anz. 2009. Apakah anoreksia dan Bulimia itu.
http://www.info-sehat.com/content.php?s_sid=787 . Diunduh pada hari Rabu, 02
Desember 2009. 12:01:12 AM.
9. Paisal. 2008. Bulimia. http://www.wartamedika.com. Diunduh pada tanggal 14
pebruari 2008.
10. Purwanti. 2008. Terapi Untuk Bulimia Nervosa.
http://[email protected]. Diunduh pada hari Rabu, 23 Juli 2008. 18:00
WIB.
11. Putra, dr. Deddy Satriya. 2008. Muntah Pada Anak. http://www.dr-rocky.com.
Diunduh pada hari Rabu, 02 Juli 2008. 07:00 AM.
12. Sakura. 2009. Bulimia Nervosa. http://www.bulimia-nervosa.com. Diunduh pada hari
Sabtu, 25 Juli 2009.
13. Sidenfeld, M.K. and Ricket. 2001. Impact of Anorexia, bulimia and obesity on the
gynecologic of adolescent. Mount sinai adolescent health. New York.
14. Tyas rara. 2008. Bulimia Nervosa. http://www.bulimia_nervosa.com. Diunduh pada
tanggal 17 Desember 2008. 5:09 AM.
15. WangMuba. 2009. Anaroxia Nervosa, bulimia, dan Tubuh yang Ideal.
http://www.Anorexia Nervosa, Bulimia, dan Tubuh yang Ideal _ wangmuba.com.
Diunduh pada tanggal 14 April 2009.
16. Yudhi. 2008. Anoreksia versus Bulimia. http://www.Yudhi’m.com. Diunduh pada
tanggal 29 Januari 2008.
17. http://www.eaRticlesOnline.com.
18. http://www.emedicine.com.
19. http://www.health.yahoo.com.
20. http://www.medicastore.com.
Top Related