Perpustakaan Nasional: Katalog dalam terbitan (KDT)
Muhammad Djafar Saidi
Pembaruan hukum pajaklMuhammad Djafar Saidi-Ed. I-I.-Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2007.
xii, 326 hIm., 21 cmBibliografi: hIm. 321ISBN 978-979-769-142-4
I. Pajak dan perpajakan-Aspek hukum
Hak cipta 2007, pada Penulis
1. Judul343.04
07-1-9
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh isi buku ini dengan cara apa pun,termasuk dengan cara penggunaan mesin fotokopi, tanpa izin sah dari penerbit
2007.0950 RAJDr. Muhammad Djafar Saidi, S.H., M.H.PEMBARUAN HUKUM PAJAK
Hak penerbitan pada PT RajaGrafindo Persada,Jakarta
Desain cover oleh Stephen Rinaldy
Dicetak di Kharisma Putra Utama Offset
PT RAJAGRAFINDO PERSADA
Kantor Pusat:JI. Pelepah Hijau IVTN.I. No. 14-15, Kelapa Gading Permai, Jakarta 14240Tel/Fax : (021) 4520951 - 4529409E-mail: [email protected] Http : / / www.rajagrafindopersada.com
Perwakilan: .
Bandun g-40243 JI.H. Kurdi Timur No. 8 Komplek Kurdi Telp. (022) 5206202.Yogyakarta-Pondok Soragan Indah Blok A-I, JI. Soragan, Ngestiharjo, Kasihan Bantul,Telp. (0274) 625093. Surabaya-6011 8. JI. Manyar j aya Blok. B229 A. Komp. WahanaWisma Permai, Telp. (031) 5949365. Palembang-30137, JI. Kumbang IIINo. 4459 Rt.78, Kel. Demang Lebar Daun Telp. (0711) 445062. Padang-25156, Perum. Palm GriyaIndah11 No.A. 9, KorongGadangTaruko,Telp. (0751)498443.Medan-2021 5,JI.AmaliunNo. 34/68, Telp. (061) 7323082. Makasar-9022I, JI. ST. Alauddin Blok A 9/3, Komp.Perum Bumi Permata Hijau, Telp. (041I) 861618. Banjarmasin-70114,JI. Bali No. 33Rt. 9, Telp. (0511) 52060. Bali, JI. Trengguli No. 80 Penatih, Denpasar Telp. (0361 )8607995
Kupersembahkan buku ini kepada Istri yang tercintaHj. Rohana Huseng, SoHo, MoHo,
dan Putri-putraku tersayangEka Merdekawati, S.H., 50S, Arief Kumiawan, SoH. ,
dan Sri Sukmawati.
vii
_ Kata Pengantar
A tas rakhmat Allah yang Ar-Rahman dan Ar-Rahim, buku inidapat diselesaikan dalam jangka waktu yang cukup lama,
tersusun secara sederhana dengan kalimat yang bersahaja.Tujuannya adalah agar mudah dibaca, dipahami, dan dipraktikkanoleh pejabat pajak dan pejabat yang ditunjuk untuk melaksanakanperaturan perundang-undangan perpajakan, khususnya di kalanganmahasiswa, baik di tingkat strata satu , strata dua , dan strata tiga.
Kiranya buku ini dapat mengantar kepada pembaca dan setiaporang yang memerlukannya, dengan penuh harapan semoga dapatmemperoleh tempat dalam hati pembacanya. Selain itu, diharapkanpula sebagai sumbangsih bagi perkembangan hukum pajak yangakhir-akhir ini mengalami pembaruan yang sangat mendasar.Pembaruan tersebut bermula pada tahun 1983 dalam rangkamenata kembali substansi "Hukum Pajak" yang berada dalam
berbagai Undang-undang Pajak dengan meninggalkan warisanPemerintah Hindia Belanda.
Disadari bahwa buku ini tidak menampung secara keseluruhansubstansi hukum pajak sehingga akan menyusul buku kedua yangberjudul Perlindungan Hukum Wajib Pajak dalam Penyelesaian SengketaPajak. Di samping itu, segala kritikan dan saran dalam rangka
viii Pembaruan Hukum Pajak ix
penyempurnaan buku ini diterima dengan ucapan terima kasih.Semoga Allah Swt. membalasnya dengan penuh berkah-Nya.
Akhirnya, diucapkan terima kasih kepada Penerbit PTRajaGrafindo Persada Iakarta yang bersedia menerbitkan buku ini.
Makassar, 05 Februari 2007
PenuIis,
Kata Pengantar
Daftar Isi
vii
Bab 1. PENDAHULUANA. PengertianB. Sumber Hukum PajakC. Kedudukan Hukum PajakD. Tujuan Hukum PajakE. Ruang Lingkup Hukum Pajak
BAB 2. PAJAK DAN RETRIBUSIA. PengertianB. Penggolongan Pajak dan RetribusiC. Fungsi Pajak dan Retribusi
BAB 3. OBJEK PAJAKA. PengertianB. Objek Pajak PenghasilanC. .Objek Pajak Pertambahan NilaiD. Objek Pajak Penjualan atas Barang MewahE. Objek Pajak Bumi dan BangunanF. Objek Bea Perolehan Hak atas Tanah dan
BangunanG. Objek Bea MeteraiH. Objek Pajak Daerah
114
121719
23232733
353536425154
576064
x Pembaruan Hukurn Pajak Daftar Isi xiBAB 4. WAJIB PAJAK 67 BAB 8. UTANG PAJAK 153
A. Pengertian 67 A. Pendahuluan 153B; Wajib Pajak Penghasilan 69 B. Timbulnya Utang Pajak 155C. Wajib Pajak Pertambahan Nilai 71 C. Berakhirnya Utang Pajak 163D. Wajib Pajak Penjualan atas Barang Mewah 74E. Wajib Pajak Bumi dan Bangunan 75 BAB 9. PENGEMBALIAN KELEBIHANF. Wajib Bea Perolehan Hak atas Tanah dan PEMBAYARAN PAJAK 179
Bangunan 77 A. Pendahuluan 179
G. Wajib Bea Meterai 79 B. Surat Ketet apan Pajak Nihil 180H. Wajib Pajak Daerah 80 C. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar 1811. Kewajiban Wajib Pajak 81 D. Pengembalian Pendahuluan Kelebihan
J. Hak Wajib Pajak 85 Pembayaran Pajak 184
K. Penanggung Pajak 88 BAB 10. PENAGIHAN PAJAK 187BABS. PEJABAT PAJAK 91 A. Hak Mendahulu 187
A. Pendahuluan 91 B. Dasar Penagihan Pajak 192
B. Wewenang Pejabat Pajak 94 C. Penagihan secara Biasa 198
C. Kewajiban Pejabat Pajak 110 D. Penagihan Seketika dan Sekaligus 224
D. Larangan Pejabat Pajak 116 E. Penagihan secara Paksa 226
BAB6.F. Perlawanan terhadap Surat Paksa 239
SURAT PEMBERITAHUAN 121A. Pendahuluan 121 BAB 11. PEMBUKUAN 247
B. Fungsi Surat Pemberitahuan 127 A. Kewajiban Menyelenggarakan Pembukuan 247
C. Surat Pemberitahuan Masa 129 B. Syarat-syarat Penyelenggaraan Pembukuan 248
D. Surat Pemberitahuan Tahunan 131 C. Prinsip Pembukuan 250
E. Surat Pemberitahuan Objek Pajak 134 D. Penyimpanan Dokumen 253
F. Surat Pemberitahuan Pajak Daerah . 135 BAB 12. PEMERIKSAAN 255
BAB 7. PEMUNGUTAN PAJAK 137 A. Pengertian 255
A. Dasar Hukurn 137 B. Tujuan Pemeriksaan 256
B. .. Yurisdiksi Pemungutan Pajak 140 C. Ruang Lingkup Pemeriksaan 258
C. Sistern Pemungutan Pajak 143· D. Kewajiban yang Diperiksa 259
D. Pelirnpahan Wewenang Pemungutan Pajak 148 E. Penyegelan 261
E. Pembagian Hasil Pajak 149
xii Pembaruan Hukum Pajak
BAB 13. SANKSI ADMINISTRASIA. Pengertian
B. Sanksi Administrasi Berupa BungaC. Sanksi Administrasi Berupa DendaD. Sanksi Administrsai Berupa Kenaikan
BAB 14. PAJAK GANDAA. PengertianB. Pajak Ganda NasionalC. Pencegahan Pajak Ganda NasionalD. Pajak Ganda InternasionalE. Pengenaan Pajak Ganda InternasionalF. Pencegahan Pajak Ganda Internasional
BAB 15. PENGAMPUNAN PAJAKA. PendahuluanB. Syarat-syarat Pengampunan PajakC. Tujuan Pengampunan Pajak
BAB 16. LEMBAGA KEBERATANA. Pendahuluan
B. Kedudukan Lembaga KeberatanC. Kompetensi Lembaga KeberatanD. Pemasukan Surat KeberatanE. Pihak-pihak yang BersengketaF. Surat Keputusan Keberatan
DAFTAR PUSTAKA
BIODATA PENULIS
265265266273277
281281282283284285288
291291293295
299299300303308311316
321
325
D'" Pendahuluan
I,"
A. Pengertian
Hukum pajak sebagai bagian ilmu hukum memiliki istilah yangberbeda-beda karena penggunaan bahasa yang menyebabkannya,Dalam literatur berbahasa Inggris, hukum pajak disebut tax law.Kemudian, dalam bahasa Belanda disebut belasting reeht. Sementaraitu, dalam literatur berbahasa Indonesia digunakan istilah selainhukum pajak juga hukum fiskal. Sebenarnya hukum pajak denganhukum fiskal memiliki substansi yang berbeda. Hukum pajak hanyasekadar membicarakan tentang pajak sebagai objek kajiannya,sedangkan hukum fiskal meliputi pajak dan sebagian keuangannegara sebagai objek kajiannya.
Pengertian hukum pajak pada garis besarnya dapat dibagidalam arti luas dan dalam arti sempit. Hukum pajak dalam artiluas adalah hukum yang berkaitan dengan pajak . Hukum pajakdalam arti sempit adalah seperangkat kaidah hukum tertulis yangmengatur hubungan antara pejabat pajak dengan wajib pajak yangmemuat sanksi hukum. Mengingat, bahwa hukum pajak sebagaibagian ilmu hukum tidak melepaskan sanksi hukum di dalamnyaagar pejabat pajak maupun wajib pajak menaati kaidah hukumsebagai sub~tansinya. Dalam arti, terhadap pejabat pajak maupun
2 Pembaruan Hukum Pajak BAB 1: Pendahuluan 3
wajib pajak yang tidak menaati hukum pajak, negara dapat
menerapkan sanksi hukum yang terdapat di dalamya. Sanksi hukum
yang dapat diterapkan berupa sanksi administrasi dan sanksi
pidana.
Di samping pengertian hukum pajak tersebut di atas, Rochmat
Soemitro (1979;24-25) mengemukakan bahwa hukum pajak ialah
suatu kumpulan peraturan yang mengatur hubungan antara
pemerintah sebagai pemungut pajak dan rakyat sebagai pembayar
pajak. Dengan lain perkataan, hukum pajak menerangkan siapa
siapa wajib pajak (subjek pajak) dan kewajiban-kewajiban mereka
terhadap pemerintah, hak-hak pernerintah, objek-objek apa yang
dikenakan pajak, cara penagihan, cara pengajuan keberatan, dan
sebagainya. Berbeda halnya dengan yang dikemukakan oleh Santoso
Brotodihardjo (1995; 1) bahwa hukum pajak yang juga disebut
hukum fiskal adalah keseluruhan peraturan yang meliputi
wewenang pemerintah untuk mengambil kekayaan seseorang dan
menyerahkannya kembali kepada masyarakat melalui kas negara
sehingga ia merupakan bagian dari hukum publik, yang mengatur
hubungan-hubungan hukum antara negara dan orang-orang atau
badan-badan (hukum) yang berkewajiban membayar pajak
(selanjutnya sering disebut wajib pajak).
Di samping itu, Bohari (2004;29) berpendapat bahwa hukum
pajak adalah suatu kumpulan peraturan yang mengatur hubungan
antara pemerintah sebagai pemungut pajak dan rakyat sebagai
pembayar pajak. Dengan lain perkataan, hukum pajak menerang
kan: 1) siapa-siapa wajib pajak (subjek pajak) : 2) objek-objek apa
yang dikenakan pajak (objek pajak); 3) kewajiban wajib pajak
terhadap pemerintah; 4) timbulnya dan hapusnya utang pajak;
5) cara penagihan pajak; dan 6) cara mengajukan keberatan dan
banding pada peradilan pajak. Selain itu juga, Erly Suandy (2000 ;13)
mengatakan bahwa hukum pajak merupakan bagian dari hukum
publik, yang mengatur hubungan antara penguasa sebagai
pemungut pajak dengan rakyat sebagai pembayar pajak (wajib
pajak).
Pada Undang-Undang Nornorf Tahun 1983 tentang Ketentuan
Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah ketiga
kalinya, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007
(UU KUP), tidak ditemukan adanya pengertian hukum pajak,
melainkan hanya kedudukannya sebagai "ketentuan umum" bagi
peraturan perundang-undangan perpajakan yang lain. UU KUP
merupakan "kaderwet" yang berfungsi sebagai payung terhadap
undang-undang pajak yang sifatnya sektoral, Dalam arti bahwa UU
KUP tidak memuat pengertian hukum pajak yang dapat merangkum
peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan dalam suatu
sistem hukum pajak Indonesia.
Keberadaan pengertian hukum pajak sangat memegang
fungsi bagi mereka yang terkait dengan penegakan hukum pajak,
baik terhadap penegakan di luar maupun di dalam lembaga
peradilan pajak. Dalam arti bahwa pengertian hukum pajak
dapat memberi petunjuk bagi penegak hukum pajak dalam meng
gunakan wewenang dan kewajibannya untuk menegakkan hukum
pajak. Sebaliknya, dapat dijadikan pedoman bagi wajib pajak
dalam melaksanakan kewajiban dan menggunakan hak dalam
rangka memperoleh perlindungan hukum sebagai konsekuensi
dari penegakan hukum pajak.
Penegakan hukum pajak di luar lembaga peradilan pajak hanya
dilakukan oleh pejabat pajak dengan menggunakan wewenang dan
melaksanakan kewajiban berupa menerbitkan surat ketetapan pajak
dan surat keputusan yang terkait dengan penagihan pajak.
Kernudian, penegakan hukum pajak di dalam lembaga peradilan
dilakukan melalui lembaga peradilan pajak maupun lembaga yang
ada dalam lingkungan peradilan umum. Penegakan hukum pajak
4 Pembaruan Hukum Pajak BAB 1:Pendahuluan 5
melalui lembaga peradilan pajak tertuju pada penyelesaian sengket apajak dan dilakukan dalam Lembaga Keberat an, Pengadilan Pajak,
dan Mahkamah Agung atau hanya Pengadilan Pajak dan MahkamahAgung. Sementara itu, penegakan hukum pajak melalu i lembaga
yang ada dalam lingkungan peradilan umum tertuju padapenyelesaian tindak pidana pajak dan dilakukan oleh Pengadilan
Negeri , Pengadilan Tinggi, dan Mahkamah Agun g.
B. Sumber Hukum Pajak
Dalam ilmu hukum telah dikenal sumber hukum dalam bentuk
tertulis dan tidak tertulis yang meliputi: 1) peraturan perundangundangan; 2) kebiasaan; 3) traktat; 4) yurisprudensi; dan 5) doktrin.Walaupun hukum pajak merupakan bagian ilmu hukum, hukum
pajak tidak mengenal sumber hukum yang tidak tertulis karenaberdasarkan pengertian hukum pajak, kaidah hukum pajak hanyalahir karena tertulis dan tidak dilakukan secara kebiasaan. Dengan
demikian, kebiasaan sebagai sumber hukum pad a umumnya tidakdikenal dalam hukum pajak.
IHukum pajak sebagai hukum positifmerupakan bagian hukum
nasional yan g berlaku dengan memiliki sumber hukum. Akan
tetapi, sumber hukum yang dimiliki oleh hukum pajak hanya
bersumber pada sumber hukum tertulis yang berkaitan di bidang
perpajakan karen a keberadaan hukum pajak hanya didukung oleh
peraturan perundang-undangan perpajakan sebagai produklegislatif dan ditindaklanjuti oleh pihak eksekutif dan yudikatif
dalam rangka penegakannya. Hukum pajak tidak memiliki sumberhukum yang tidak tertulis karena kebiasaan tidak dikenal dalam
perpajakan. Di samping itu, Pancasila merupakan sumber hukumdasar nasional yang menjiwai peraturan perundang-undangan di
bidang pe rpaj akan sehingga memegang peranan penting dalampengembangan sumber hukum tertulis. Pancas ila memiliki
kedudukan sebagai alat penguji terhadap sumber hukum tertulis,
apakah terjadi pertentangan atau persesuaian dengan Pancasilatermaksud. Dengan demikian, Pancasila merupakan tolok ukuruntuk menentukan kebe naran substansi hukum yang terkandung
dalam setiap Undang-undang Pajak yang hendak dibe rlakukan.
Sumber hukum pajak yang sifatnya tertulis terdiri dari: 1) UUD
1945; 2) perjanji nan perpajakan; 3) yurisprundensi perpajakan; dan4) doktrin perpajakan. Untuk lebih jelasnya mengenai sum ber
hukum pajak yang sifatnya ter tulis tersebut, dapat diu raikan sat uper satu sebagaimana berikut di bawah ini .
1. Undang-Undang Dasar 1945
Sebelum amandemen UUD 1945, ketentuan mengenai pajak
diatur pada Pasal 23 ayat (2) UUD 1945 yang ber bunyi "segalapajak untuk keperluan negara harus berdasarkan undang-undang."Ketentuan ini mengandu ng asas legalitas yang mel etakkan
kewenangan pada negara untuk memungut pajak kalau negaramembutuhkannya, tetapi dengan syarat harus berdasarkan undang
undang. Sebena rnya tidak ada pajak tanpa persetujuan antara rakyatme lalui wakilnya di dalam Dewan Perwakilan Rakyat dengan
Presiden yang diatur dengan undang-undang. Demikian pula dalam
pidato William Piu dan Karl of Chathan di lnggris yang menga takan"No taxa tion without representation" (t idak ada paj ak tanpa
persetujuan parlemen) .
Pelaksanaan Pasal 23 ayat (2) UUD 1945 telah dit etapkan
dalam berbagai Undang-undang Pajak, baik yang hanya sekadarmemuat ketentuan form al, ketentuan materil, maupun gabungan
antara ketentuan formal dan ketentuan materi!. Adapu n Undangundang Pajak yang dim aksud di antaranya:
a. Und ang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 ten tang Ketentuan
6
j. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan
Pajak dengan Surat Paksa sebagaimana telah diubah dengan
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 (UU PPDSP) ;
Setelah UUD 1945 diamandemen, ternyata ketentuan
mengenai pajak mengalami perubahan yang sangat prinsipil. Hal
ini dapat dilihat pada Pasal 23A UUD 1945 yang berbunyi "pajakdan pungutan yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur de~gan
undang-undang." Pasal 23A UUD 1945 tetap melanjutkan asas
legalitas yang awalnya dari Pasal 23 ayat (2) UUD 1945 . Sekalipun
demikian, terdapat perubahan yang prinsipil karena bukan hanya
pajak melainkan pungutan yang bersifat memaksa harus pula diatur
dengan undang-undang. Hal irii merupakan suatu perkembangan
positif agar tidak sewenang-wenang membebankan pungutan yang
bersifat rnemaksa kepada warga negara tanpa diatur dengan
undang-undang sebagai perwujudan dari negara hukum.
Semua Undang-undang Pajak tersebut tetap diberlakukan
walaupun ketentuaninduknya telah mengalami pergantian dari
Pasal23 ayat (2) UUD 1945 menjadi Pasal23A UUD 1945 . Dasar
hukum keberlakuannya adalah Pasal I Aturan Peralihan UUD 1945
hasil amandemenyangmenyatakanbahwa se gala peraturan
perundang-undangan yang adamasih tetap berlaku selama belum
diadakan yang baru menurutUndang-Undang Dasar ini . Hal ini
bertujuan untuk menjaga kekosongan atau kevakuman hukum di
bidang perpajakan sebagai konsekuensi dariamandemen UUD
1945. Sebenarnya Undang-undang Pajak sebagai sumber hukum
pajak tetap diakui eksistensinya walaupun telah berubah ketentuan
induknya (Pasal 23 ayat (2) UUD 1945). Di. samping itu, telah
pula ditetapkan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang
Pengadilan Pajak (UU PENJAK) sebagai penjabaran Pasal23A UUD
1945 yang mencabut Undang-undang Nomor 17 Tahun 1997
tentang Badan Penyelesaian Sengketa Pajak .
Pembaruan Hukum Pajak
Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah
ketiga kalinya, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 28
Tahun 2007 (UU KUP);
b. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak
Penghasilan sebagaimana telah diubah ketiga kalinya, terakhir
dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 (UU PPh) ;
c. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak
Pertambahan Nilai Barang dan jasa dan Pajak Penjualan Atas
Barang Mewah sebagaimana telah diubah kedua kalinya,
terakhir dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000 (UU
PPN);
d. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi
dan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor
12 Tahun 1995 (UU PBB);
e. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1985 tentang Bea Meterai
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 13
Tahun 1994 (UU BM);
f. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1997 tentang Bea Perolehan
Hak Atas Tanah dan Bangunan sebagaimana telah diubah
dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2000 (UU BPHTB);
g. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan
sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 17
Tahun 2006 (UU KPB);
h. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai (UU
CK) .
i. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Dae rah
dan Retribusi Daerah sebagaimana telah diubah dengan
Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 (UU PDRD);
BAB 1: Pendahuluan 7
8 Pembaruan Hukum Pajak SAS 1: Pendahuluan 9
Walaupun Undang-undang Pajak masih diberlakukan, tidak
tertutup kemungkinan akan ditinjau kembali untuk disesuaikandengan substansi yang terkandung dalam Pasal 23A UUD 1945 .Peninj auan kemb ali Undang-undang Pajak searah dengan tujuan
reformasi agar hukum tidak hanya memihak kepada pejabat pajak,
tetapi juga terhadap wajib pajak selaku pembayar pajak . Dalamarti bahwa Und ang-undan g Pajak harus menempatkan pejabat
pajak, den gan wajib pajak pada posisi yang sama dalam pemenuhankewenangan atau kewajiban dan hak masing-masing.
2. Perjanjian Perpajakan
Perjanjian dapat pula disebut sebagai traktat yang diadakanoleh dua pihak atau lebih, maupun antara dua negara atau lebih,yakni sebagai sumber hukum pada umumnya. Khususnya dalamhukum pajak, perjanjian perpajakan merupakan sumber hukumpajak yang tertul is sebagai hasil perjanjian dua negara atau lebih.
. Perjanjian perpajakan bertujuan untuk mencegah terjadinya pajak
ganda internasional (international double taxation) yang menimbulkanbeban tinggi terhadap wajib pajak.
Sekalipun perjanjian perpajakan merupakan sumber hukum
pajak yan g si fatnya tertulis untuk mencegah terjadinya pajak
ganda internasional, kadangkala pajak ganda internasional tidakdapat terhindarkan dalam penegakan hukum pajak. Mengingat,
bahwa tiap negara memiliki peraturan pajak yang berbeda dengan
negara lain yang menyebabkan mudah terjadi pengenaan pajakganda internasional. Untuk mengatasi hal tersebut, negara-negara
yang berkepentingan mengadakan perjanjian penghindaran pajak
internasional agar wajib pajak dari tiap negara yang bersangkutan tidak dikenakan pajak ganda.
Pada hakikatnya, perjanjian perpajakan merupakan perjanjiandua negara atau lebih yang bertujuan untuk mencegah pengenaan
pajak ganda internasional. Dalam arti bahwa pengenaan pajak ganda
dapat dihindari dengan men ggun akan upaya hukum berupaperjanjian perpajakan yang dilakukan oleh dua negara atau lebih .Di samping itu, untuk mencegah terjadinya penghindaran pajak
dan penyelundupan pajak internasional (international tax avoidanceand tax evasion). Terkait dengan perjanjian perpajakan, menurut laja
Zakaria (2005;25), dilihat dari sudut kepentingan negara majumaupun kepentingan negara yang sedan g berkemb ang, dapat ditarik
kesimpulan bahwa fungsi perjanjian perpajakan adalah:
a. untuk penghindaran pajak ganda (avoidance of double taxation)dan pencegahan penyelundupan pajak (preventifoffiscal evasion);
b. khusus dilihat dari sudut kepentingan negara yang sedangberkembang, untuk mendorong arus penanaman modal,teknologi, keahlian, dan perdagangan ke negaranya;
c. khusus dilihat dari kepentingan wajib pajak, adanya suatukepastian (certainty) untuk beberapa hal penting;
d. dapat mempermudah dan memperlancar transaksi ekonomi
an tarn egara sehingga diharapkan dapat memajukan per
dagangan internasional;
l ' , adanya pemecahan mengenai alokasi pen ghasilan dengan
memberikan suatu metode pemajakan yang disederhanakan;
I. adanya pembagian penerimaan negara di antara negara-negarayang paling berkaitan dalam pemajakan suatu penghasilan
(sharing of taxation) ;
g. adanya pencapaian suatu tingkat pem ajakan yang pantas:
i1 . mcmpertinggi kerja sama antarnegara di bidang teknik,
ckonomi. dan kultural;
mcnambah pengalaman teknis dan memperluas pengetahuan,khususnya dalam hukum pajak internasional bagi pejabat-
10
4. Doktrin Perpajakan
Doktrin atau pendapat ahli hukum merupakan pula sumberhukum pada umumnya. Agar doktrin ini dapat menjadi sumberhukum pajak, substansinya harus berada dalam konteks dibidang perpajakan yang dikemukakan ahli hukum pajak. Tidaksemua ahli hukum merupakan ahli hukum di bidang perpajakan.Mengingat substansi hukum yang terkandung dalam hukum
mengenai perkara pajak yang meliputi sengketa pajak dan tindakpidana pajak yang telah memiliki kekuatan hukum yang tetap .Putusan pengadilan yang terkait dengan sengketa pajak adalahPutusan Pengadilan Pajak maupun Mahkamah Agung yang telahmempunyai kekuatan hukum mengikat para pihak yang bersengketa, sedangkan putusan pengadilan yang terkait dengan tindakpidana pajak adalah Putusan Pengadilan dalam lingkungan Peradilan Umum maupun Mahkamah Agung yang telah mempunyaikekuatan hukum mengikat. Dengan demikian, yurisprudensiperpajakan kedua jenis pengadilan boleh diharapkan menunjang
perkembangan hukum pajak di masa me~datang.
Sumber hukum pajak dalam konteks yurisprudensi perpajakandapat dilihat pada Putusan Mahkamah Agung Republik IndonesiaNomor 208.K/TUN/1998, tanggal 22 November 1998 . Kaidahhukum dalam putusan tersebut adalah "Gugatan atau bantahanwajib pajak terhadap pelaksanaan surat paksa yang diterbitkan olehKepala Kantor Pelayanan Pajak Penanaman Modal Asing harusdiajukan kepada Badan Peradilan Pajak." Dan selama "Badan" inimasih belum terbentuk, gugatan/bantahan tersebut diajukan kePengadilan Negeri dan bukan kepada Pengadilan Tata Usaha Negaraex Pasal23 ayat (2) dan Penjelasan Undang-Undang Nomor 9 Tahun1994 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.
Pembaruan Hukum Pajak
pejabat yang berwenang dari kedua negara yang bersangkutan(pengembangan sumber daya manusia).
Dalam praktik selama ini Indonesia telah melakukan perjanjianperpajakan dengan negara lain untuk memberikan perlindunganhukum kepada wajib pajak yang berada di negara luar Indonesia.Wujud perjanjian perpajakan yang dilakukan Indonesia adalahdalam bentuk "Perjanjian Pencegahan Pajak Berganda (P3B)", baikperjanjian itu bersifat bilateral maupun bersifat multilateral.Perjanjian perpajakan yang dilakukan oleh Indonesia dengan negaralain adalah mengenai tarif atas bunga, dividen, dan royalti yangdibayarkan kepada wajib pajak yang terlibat dalam perjanjiantermaksud. Negara yang terlibat dalam perjanjian pencegahanpajakberganda dengan Indonesia, antara lain Polandia, Belgia, Belanda,Inggris, jerman, Kanada, Filipina, Thailand, dan ]epang.
Contoh kasus yang dikemukakan oleh]aja Zakaria (2005;53)berdasarkan ketentuan Pasal 26 UU PPh, tarif pemotongan pajakpenghasilan atas bunga yang dibayarkan kepada subjek pajak luarnegeri adalah sebesar 20% dari bunga bruto. Sementara itu,berdasarkan ketentuan Pasal 11 ayat (2) Perjanjian PenghindaranPajak Ganda antara Indonesia dengan Polandia, besarnya tarifpemotongan adalah 10% dari jumlah kotor bunga. Berdasarkanasas hukum lex specialis derogate legi generalis, yang diberlakukanadalah tarif bunga yang tercantum dalam ketentuan Pasal 11 ayat(2) Perjanjian Penghindaran Pajak Ganda tersebut.
3. Yurisprudensi Perpajakan
Tak dapat disangkali bahwa yurisprudensi merupakan salahsatu sumber hukum pada umumnya dan juga dikenal dalam hukumpajak dengan sebutan yurisprudensi perpajakan. Dalam arti,yurisprudensi perpajakan merupakan sumber hukum pajak yangtertulis. Yurisprudensi perpajakan adalah putusan pengadilan
SAS 1: Pendahuluan 11
12 Pembaruan Hukum Pajak SAS 1: Pendahuluan 13
pajak sangat memiliki perbedaan yang prinsipil dengan hukum
lainnya karena hukum pajak memiliki ciri khas yang tersendiri .Doktrin perpajakan hanya dapat lahir kar ena pendapat ahlihukum pajak dan bukan ahli hukum pada umumnya.
Meskipun pendapat ahli hukum pajak merupakan sumber
hukum pajak, hal ini untuk masa kini belum dapat diharapkanuntuk menunjang pengembangan hukum pajak. Kelangkaan ahli
hukum pajak merupakan salah satu faktor penghambatperkembangan hukum pajak. Sekalipun terdapat kelangkaan ahli
hukum pajak yang dapat memberi corak tersendiri dalamperkembangan hukum pajak, tidak berarti hukum pajak mengalamikesulitan dalam perkembangannya karena doktrin perpajakan hanya
merupakan salah satu sumber hukum pajak dan masih ada sumberhukum pajak lainnya, seperti Undang-undang Pajak, traktatperpajakan, dan yurisrudensi perpajakan.
C. Kedudukan Hukum Pajak
Sebagaimana dikatakan oleh Sri Pudyatmoko (2002;35) bahwasistem hukum yang berkembang di Indonesia merupakan sistem
hukum yang berasal dari sistem hukum Romawi, di masaeksistensinya pada warisan yang ditinggalkan oleh Pemerintah
Belanda. Sistem hukum Romawi menarik garis pemisahan yang
tegas antara hukum privat dengan hukum publik. Sistem ini seringdisebut sebagai civil law system atau sistem Eropa Kontinental.
Hukum privat mengatur sekalian perkara yang berisi hubungan
antara sesama warga negara dalam kedudukan yang sederajat,seperti masalah perkawinan, kewarisan, keluarga, dan perjanjian.Sementara itu, hukum publik mengatur kepentingan umum, seperti
hubungan antara warga negara dengan negara. la berurusan denganhal-hal yang berhubungan dengan masalah kenegaraan sertabagaimana negara itu melaksanakan tugasnya. Di luar sistem ini,
misalnya di Inggris, tradisi tersebut tidak diikuti tetapi yan g
digunakan adalah the common law. Dengan adanya sist em yan g
berlaku di Inggris ini , baik perorangan maupun badan negaralpemerintah tunduk pada satu macam sistem hukum saja. Olehkarena itu, di Inggris tidak ada pengadilan yang secara khusus
berwenang mengadili perkara yang berhubungan dengan negara.
Demikian pula perjanjian yang dibuat antara warga negara dengannegara tunduk pada hukum yang sama yang mengatur perjanjian
antara sesama warga negara.
Pembagian hukum sesuai civil law system ke dalam hukum privat
dan hukum publik memberikan pemahaman mengenai pemisahanyang tegas hukum yang masuk ke dalam bagian hukum privat danke dalam hukum publik. Hukum yang masuk ke dalam bagian
hukum privat, misalnya hukum perdata, hukum dagang, hukumperkawinan, dan sebagainya. Kemudian, hukum yang masuk kedalam hukum publik, misalnya hukum rata ne gara, hukum
administrasi (hukum rata usaha negara), hukum pidana, dan hukuminternasional. Berdasarkan pembagian hukum tersebut, ternyata
hukum pajak tidak menampakkan diri sebagai hukum yang berdirisendiri karena berada dalam kandungan hukum administrasi.
Sekalipun hukum pajak tidak menampakkan diri sebagai
hukum yang berdiri sendiri, tetap merupakan bagian tak terpisah
kan dari hukum administrasi dalam konteks hukum publik. Sebagaimana dikatakan oleh Munawir (1985; 12) bahwa dilihat dari
lingkungannya, hukum pajak merupakan sebagian dari hukum
publik, tegasnya anak bagian dari hukum tata usaha negara. Halyang sama dikemukakan pula oleh Bohari (2004;29), yaitu bahwahukum pajak merupakan salah satu bagian dari hukum administrasi
(hukum tata usaha negara). Demikian pula pendapat Wirawan B,Ilyas (2001;9) yang menyatakan bahwa dalam literatur ternyatahukum pajak merupakan bagian dari hukum administrasi, yang
14 Pembaruan Hukum Pajak BAB 1: Pendahuluan 15
merupakan segenap peraturan hukum yang mengatur segala carakerja dan pelaksanaan serta wewenang dari lembaga-lembaganegara serta aparaturnya dalam melaksanakan tu gas administrasi .
Lain halnya Chidir Ali (1993;28) yang mengatakan sebaliknya"hukum pajak" merupakan lapangan hukum yang masih sangat
impopuler, namun hukum pajak yang belum lama oleh beberapasarjana, antara lain Prof.Adriani menganggap menj adi suatu cabangilmu pengetahuan berdiri sendiri , akhir-akhir ini maju pesat,
sebagai objek studi ilmu hukum, dengan nama hukum pajak. Halini dipertegas oleh Bohari (2004;29) yang mengatakan bahwa ada
aliran yang menghendaki supaya hukum pajak menjadi ilmupengetahuan yang berdiri sendiri terlepas dari hukum administrasidengan alasan-alasan bahwa hukum pajak: 1) mempunyai tugasyang bersifat lain daripada pajak dapat dipergunakan sebagai alatuntuk menentukan politik perekonomian; dan 2) mempunyai
istilah-istilah tersendiri untuk lapangan tersendiri.
Berbeda halnya pendapat Santoso Brotodihardjo (1995; 1) yang
menyatakan bahwa hukum pajak memuat unsur-unsur hukum tatanegara dan hukum pidana dengan acara pidananya. Dalam lapanganlain dari hukum administrasi negara, unsur-unsur tadi tidak begitu
tampak seperti dalam hukum pajak ini, juga peradilan administrasi
nya diatur dengan sangat rapinya. Iustru inilah, ditambah dengan
luas lapangannya karena erat hubungannya dengan kehidupanekonomi, dalam abad ini banyak sarjana hukum, sarjana ekonomi,
dan para cerdik pandai lainnya yang mencurahkan perhatiannya
yang cukup terhadap hukum pajak ini, yang kini dalam beberapa
negara telah menjadi ilmu yang berdiri sendiri. Juga RochmatSoemitro (dalam Munawir, 1985;13) mengatakan bahwa dari skema
tersebut jelas bahwa hukum pajak merupakan salah satu bagian
dari hukum publik. Jika hukum publik itu mengatur hubunganantara pemerintah (selaku penguasa) dengan rakyatnya, hukum
pajak mengatur hubungan antara pemerintah selaku pemungutpajak dengan rakyatnya sebagai wajib pajak.
Ternyata pendapat Rochmat Soemitro ter sebut di atas terlebihdahulu didukung oleh skema mengenai pembagian hukum ke dalamhukum publik dan hukum privat. Di dalam pemb agian hukum itu
tampak bahwa hukum pajak berdampingan dengan hukum tatanegara, hukum administrasi, hukum pidana, dan hukum internasional ke dalam hukum publik. Dalam arti bahwa dalam
pembagian hukum ke dalam hukum publik, ternyata hukum pajakbukan merupakan bagian hukum administrasi, melainkan berdiri
sendiri bersama dengan hukum administrasi. Demikian pulapendapat Erly Suandy (2000; 12-13) yang menyatakan bahwaternyata dari skema yang dibuatnya menempatkan hukum pajakmerupakan bagian dari hukum publik bersama-sama denganhukum tat a negara, hukum administrasi, hukum internasional, dan
hukum pidana.
Walaupun ternyata hukum pajak berdiri sendiri berdampingan dengan hukum adrninistrasi, tidak ada alasan-alasan yang
mendukungnya. Seyogianya, pemisahan tersebut harus didukungoleh alasan-alasan secara keilmuan mengapa hukum pajak
ditempatkan pada kedudukan yang sama dengan hukum administrasi mengingat alasan-alasan sangat diperlukan dan merupakan
renungan bagi pihak-pihak yang tidak setuju kedudukan hukum
pajak sama dengan hukum administrasi.
Secara kenyataan dan tak dapat dipungkiri bahwa berdasarkan
perkembangan dan kebutuhan negara akan pajak, Undang-undangPajak mengalami perubahan (tax reform). Sebagai konsekuensi
pembaruan Undang-undang Pajak ternyata tidak disadari bahwa
hukum pajak telah memisahkan diri dari hukum administrasi.Secara tegas dikatakan bahwa hukum pajak bukan lagi bagianhukum adrninistrasi, melainkan kedudukannya sama dalam kajian
16 Pembaruan Hukum Pajak BAB 1: Pendahuluan 17
ilmu hukum. Dasar pemisahan hukum pajak dari hukum adrninis
trasi dapat ditinjau dari lima faktor berikut.
1. Sumber hukum pajak berbeda dengan sumber hukum
administrasi.
2. Objek kajian hukum pajak adalah pajak, sedangkan objek kajian
hukum administrasi adalah ketetapan yang bersegi satu yang
ditetapkan oleh pejabat rata usaha negara (administrasi
negara) .
3. Subjek hukum pajak adalah wajib pajak, sedangkan subjek
hukum administrasi adalah pejabat tata usaha negara yang
menerbitkan ketetapan yang menimbulkan sengketa.
4. Penyelesaian sengketa pajak merupakan kompetensi absolut
Pengadilan Pajak, sedangkan penyelesaian sengketa adrninis
trasi merupakan kompetensi absolut Pengadilan Tata Usaha
Negara.
5. Hukum acara yang digunakan untuk menyelesaikan sengketa
pajak adalah hukum acara peradilan pajak, sedangkan hukum
acara yang digunakan untuk menyelesaikan sengketa tata usaha
adalah hukum acara peradilan tata usaha negara.
Sebagai disiplin ilmu hukum yang telah memisahkan diri
dengan hukum administrasi, ternyata hukum pajak mengandung
aspek hukum tata negara, hukum administrasi, hukum pidana, dan
hukum internasional sehingga tidak dapat digolongkan ke dalam
pembidangan hukum klasik. Dalam arti, substansi hukum pajak
menimbulkan pembidangan dalam hukum pajak ketatanegaraan,
hukum pajak administrasi, hukum pajak kepidanaan (tindak pidana
pajak), hukum pajak formal (hukum penyelesaian sengketa pajak),
dan hukum pajak internasional. Hukum pajak kepidanaan, hukum
pajak formal, dan hukum pajak internasional yang sudah ber
kembang menjadi suatu disiplin ilmu hukum tersendiri yang telah ·
diajarkan pada Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin.
Substansi yang terkandung dalam hukum pajak menampakkan
atau memperlihatkan ciri khas sebagai bagian ilmu hukum yang
meru pakan hukum fungs ional lfunctionale rechtsvakken) dengan
fungsi mengatur pendapatan dan perekonomian negara/daerah .
Un tuk mencapai fungsi tersebut, hukum paj ak mempunyai
ins tru men berupa sanksi administrasi dan sanksi kepidanaan ya~g
dapat diterapkan dalam penegakannya. Instrumen tersebut dapat
digunakan secara selektifdan kalau perlu, secara simultan terhadap
wajib pajak dan pejabat pajak yang tidak menaatinya.
D. Tujuan Hukum PajakSebagaimana diketahui bahwa hukum be rtujuan untuk
mewujudkan keadilan, kemanfaatan, atau kepastian hukum, bukan
hanya dalam bentuk kaidah yang tertulis, tetapi harus tercermin
dalam pelaksanaannya. Demikian pula halnya terhadap hukum
pajak yang diadakan oleh negara sebagai hukum positif yang
mengandung pula tujuan berupa keadilan, kemanfaatan, atau
kepastian hukum. Ketiga tujuan hukum pajak tidak hanya sekadar
tert ulis atau sebagai kaidah hukum tertulis dalam Undang-undang
Pajak, tetapi harus kelihatan dalam penerapannya sehingga hukum
pajak betul-betul merupakan hukum fungsional yang mengabdi
kepada negara sebagai negara hukum dengan penampakan tujuan
keadilan, kemanfaatan, atau kepastian hukum bagi wajib pajak.
Hukum pajak tidak selalu dapat mewujudkan tujuannya berupa
keadilan, kemanfaatan, dan kepastian hukum secara sekaligus dalam
suatu penyelesaian sengketa pajak. Kenyataannya bahwa keadilan
dengan kemanfaatan, keadilan dengan kepastian hukum, kernan
faatan dengan kepastian hukum kadangkala terjadi pertentangan
sehingga tidak mencerminkan keadilan, kemanfaatan, ataukepastian hukum dalam keputusan penyelesaian sengketa pajak.
18 Pembaruan HukumPajakSAS 1:Pendahuluan 19
Pihak-pihak yang merasa dirugikan akan menggunakan upaya
hukum untuk melawan keputusan tersebut agar keinginannya dapat
dikabulkan. Sekalipun tujuan hukum pajak tidak dapat terlaksana
secara keseluruhan, diupayakan agar keadilan dan kernanfaatan,
keadilan dan kepastian hukum, atau kemanfaatan dan kepastian
hukum tercermin dalam keputusan termaksud.
Tujuan hukum pajak berupa keadilan dapat tercermin dalam
pengenaan pajak atau tidak kepada wajib pajak, karena dianggap
memiliki objek pajak, tetapi tidak tergolong sebagai objek kena
pajak, berarti wajib pajak yang bersangkutan tidak kena pajak.
Apalagi kalau wajib pajak sama sekaIi tidak memiIiki objek pajak
karena secara hukum dinyatakan paiIit. Maka tidak adil kalau wajib
pajak tersebut dikenakan pajak. Bagi kemanfaatan sebagai tujuan
hukum pajak tercermin dari penggunaan pajak untuk mernbiayai
pemerintahan dan pembangunan dalam upaya rnengurangi batas
pemisah antara orang kaya dengan orang miskin . Pajak yang
dipungut dari wajib pajak tentunya dikembaIikan ke dalam
masyarakat agar dapat dinikmati oleh wajib pajak maupun yang
bukan wajib pajak.
Kepastian hukum sebagai tujuan hukum pajak dapat diterap
kan dalam hal penagihan pajak maupun dalam penyelesaian
sengketa pajak. Berhubungan karena penagihan pajak tidak boleh
dilakukan oleh siapa pun kecuaIi yang te lah ditentukan, termasuk
pu la bentuk dan jangka waktu yang harus dipenuhi agar tergolong
sebagai penagihan pajak yang sah. Demikian pula dalam
penyelesaian sengketa pajak terdapat lembaga peradilan pajak
yang .berwenang memeriksa dan memutus sengketa pajak. Di
samping itu, terdapat persyaratan yang haru s dipenuhi wajib pajak
untuk mengajukan keberatan, banding, dan gugatan. SebaIiknya,
pihak yang menyelesaikan sengketa pajak harus pula menaati
persyaratan penyelesaian sengketa pajak yang telah ditentukan agarputusannya boleh diterima oleh pihak-pihak yang bersengketa. .
E. Ruang Lingkup Hukum Pajak
Hukum pajak sebagai bagian dari ilmu hukum memiliki ruang
lingkup berlakunya maupun materi yang dikandungnya. Ditinjau
dari berlakunya, hukum pajak dibedakan atas hukum pajak nasional
dan hukum pajak internasional. Ditinjau dari rnaterinya, hukum
pajak dibedakan atas hukum pajak materil dan hukum pajak formal.
Hukum pajak nasional adalah hukum pajak yang ditetapkan
ole h suatu negara dan berIaku dalam wilayah negara yang
menetapkannya. Dalam hukum pajak nasional terdapat hukum
pajak daerah yang ditetapkan oleh suatu daerah tertentu dalarn
wilayah negara dan berlaku hanya pada daerah yang bersangkutan.
Sementara itu, hukum pajak internasional adalah hukum pajak yang
ditetapkanoleh dua negara atau lebih dan berIaku pada wilayah
yang terikat dari perjanjian yang diadakan untuk itu. Hukum pajak
internasional dapat dibedakan atas hukum pajak internasional
dalam ani sempit dan hukum pajak internasional dalam ani luas.
Dalam kaitan ini, menurut Erly Suandy (2000;151-152),
hukum pajak internasional dalam ani sempit merupakan keseluru
han kaidah pajak yang berdasarkan hukum antarnegara seperti
traktat-traktat, konvensi-konvensi, dan lain sebagainya, dan
berdasarkan prinsip-prinsip hukum pajak yang telah lazim diterima
baik oleh negara-negara, mempunyai tujuan mengatur soal
perpajakan antara negara-negara yang saIing mempunyai
kepentingan. Hukum pajak internasional dalam ani sempit ini
semata-rnata berdasarkan sumber-sumber asing. Hukum pajak
internasional dalam ani luas ialah keseluruhan kaidah, baik yang
berdasarkan traktat-traktat, konvensi-konvensi, dan prinsip hukum
pajak yang diterirna, baik oleh negara-negara maupun kaidah-kaidah
nasional yang mempunyai sebagai objeknya pengenaan pajak dalam
mana dapat ditunjukkan adanya unsur-unsur asing, yang mungkin
dapat menimbulkan bentrokan hukum antar dua negara atau lebih.
20 Pembaruan Hukum Pajak BAB 1:Pendahuluan 21
Mengenai ruang lingkup hukum pajak yang meliputi hukum
pajak materil dan hukum pajak formal dapat dikaji berdasarkan
Undang-undang Pajak sebagai bagian dari hukum positif. Hukum
pajak materil adalah kumpulan kaidah hukum yang merigaturten tang keadaan-keadaan, perbuatan-perbuatan, dan peristiwa
peristiwa hukum yang terkait dengan objek pajak, subjek pajak,
wajib pajak, dasar pengenaan pajak, tarif pajak, masa pajak, dan
tahun pajak. Hukum pajak materil tidak dapat berdiri sendiri lepas
dari hukum pajak forma!. Hukum pajak materil tidak memiliki
kepastian hukum tatkala tidak dapat dilaksanakan dan untuk
melaksanakannya diperlukan keberadaan hukum pajak forma!.
Kaidah hukum pajak materil dapat ditemukan atau dijumpai dalam
berbagai Undang-undang Pajak, rnisalnya, secara keseluruhan
kaidah hukum materil terdapat dalam UU PPh, dan UU PPN serta
sebagian hanya dalam UU PBB, UU BPHTB, UU KPB, UU CK, UU
BM, dan UU PDRD karena juga berisikan kaidah hukum forma!.
Dalam arti, ada percampuran antara kaidah hukum materil dengan
kaidah hukum formal dalam Undang-undang Pajak tersebut.
Hukum pajak formal adalah kumpulan kaidah hukum yang
mengatur ten tang bagaimana cara melaksanakan dan memper
tahankan hukum pajak materi!. Sebenarnya hukum pajak formal
berupaya untuk menjamin agar kaidah hukum pajak materil
ditegakkan. Hukum pajak formal pada hakikatnya bersifat mengabdi
pada hukum pajak rnateril, artinya keberadaan hukum pajak formal
menyesuaikan dengan kebutuhan yang dikehendaki untuk
berlakunya hukum pajak materil secara efektif. Maka keberadaan
hukum pajak formal memegang peranan penting. Hukum pajak
formal dan hukum pajak materil memiliki keterkaitan yang tidak
dapat dipisahkan dalam kerangka penegakan hukum pajak.
Sekalipun memiliki keterkaitan dalam penegakan hukum pajak,
keduanya tetap harus dibedakan karena kaidah hukum yangdikandungnya berbeda pula.
Kaidah hukum pajak formal dapat d iternukan secara
keseluruhan dalam UU KUP dan sebagian hanya terdapat dalam
UU PBB, UU BPHTB, UU KPB, UU CK. UU BM, serta UJ PDRD.
Hal ini disebabkan karena Undang-undang Pajak tersebut berisikan
pula ketentuan hukum pajak materi!. Seyogianya kaidah hukum
pajak formal hanya diatur dalam satu undang-undang yang berisi
kan tentang pendaftaran, surat pemberitahuan, tata cara dan ternpat
pembayaran pajak, penagihan pajak secara biasa, penagihan secara
seketika dan sekaligus, penagihan secara paksa, kuasa hukurn,pengajuan keberatan dan penyelesaiannya, pengajuan banding dan
I
penyelesaiannya, pengajuan gugatan dan penyelesaiannya, serta
pengajuan peninjauan kembali dan penyelesaiannya. Begitu pula
halnya terhadap kaidah hukum pajak materil dapat dituangkan
dalam satu undang-undang yang berisikan tentang objek pajak,
subjek pajak, wajib pajak, masa pajak, tarif pajak, cara menghitung
pajak. Tujuannya adalah untuk memudahkan penerapannya bagi
wajib pajak, advokat, pengacara, pejabat pajak, kepolisian,
kejaksaan, dan hakim, baik hakim pengadilan pajak maupun hakim
dalam lingkungan peradilan umum.
Pemisahan secara tegas hukum pajak materil dengan hukum
pajak formal ke dalam masing-rnasing Undang-undang Pajak sangat
diperlukan saat kini mengingat bahwa pemisahan tersebut sebagai
konsekuensi untuk menghindari perubahan-perubahan terhadap
setiap Undang-undang Pajak yang hanya berlaku dalam jangka
waktu tidak terlalu lama. Sebenarnya pemisahan itu untuk memberi
penegasan bahwa hukum pajak materil perlu dibuat atau disusun
secara khusus dalam satu Undang-undang Pajak, begitu pula halnya
terhadap hukum pajak forma!.
23
Pajak dan Retribusi
A. Pengertian
Kalau menelusuri literatur yang berkenaan dengan hukumpajak, dapat dijumpai atau ditemukan berbagai definisi tentangpajak. Pengertian pajak lebih banyak menitikberatkan pada aspekekonomis daripada aspek hukumnya, walaupun yang merumuskanadalah berpendidikan ilmu hukum, terlebih lagi kalau yangbersangkutan tidak berpendidikan ilmu hukum. Dengan demikian,pengertian pajak beraneka ragam tergantung dari sudut kajian bagimereka yang merumuskannya.
Berkaitan dengan definisi pajak, Feldmann (1945;52) mengatakan bahwa belasting zijn aan de overhead, volgens algemene door haarvastgestelde normen, verschuldigde afdwingbare praestaties waar geen tegenprestatie tegenstaat, en ultsluitend dienende totdekking van publiekeultgaven (pajak adalah prestasi yang terutang pada penguasa dandipaksakan secara sepihak menurut norma-norma yang ditetapkanoleh penguasa itu sendiri, tanpa ada jasa balik dan semata-mataguna menutup pengeluaran-pengeluaran umum) . Kemudianmenurut Adriani (1948;22) belasting, de beffing, wear door de overheldzich door middle van juridische dwangmiddelen verchaft, om de publiekebutgaven te bestriden, zulkezonder enige prestatie daartegenovertestellen
24 Pembaruan Hukum Pajak SAS 2: Pajak dan Retribusi 25
(pajak ialah pungutan 01eh pemerintah dengan paksaan yuridis,
untuk mendapatkan alat-alat penutup bagi pengeluaranpengeluaran umum (anggaran belanja) tanpa adanya jasa timbal .khusus terhadapnya) . Juga Anderson (1951 ;21) mengemukakan
bahwa Tax isa compulsory contribution, levied by the state (in the broadsense) upon person's property income and privilegesfor purposes ofdefrayingthe expences of goverment (pajak adalah pembayaran yang bersifatmemaksa kepada negara yang dibebankan pada pendapatan
kekayaan seseorang yang diutamakan untuk membiayai pengeluaran pemerintah).
~ Selain itu, Soeparman Soemahamidjaja (1964 ;3) mengemukakan bahwa pajak adalah iuran wajib, berupa uang atau barang,yang dipungut oleh penguasa berdasarkan norma-norma hukum,
guna menutup biaya produksi barang-barang dan jasa-jasakolektif dalam mencapai kesejahteraan umum. Demikian pulahalnya oleh Rochmat Soemitro (1977;22) yang mengatakan
bahwa pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkanundang-undang (dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa
timbal (kontra prestasi), yang langsung dapat ditunjukkan danyang digunakan untuk membiayai penggunaan umum.
Bohari (2004; 25-26) mengatakan bahwa melihat definisi yang
dikemukakan oleh para sarjana tersebut, maka "unsur-unsur" yang
terdapat dalam definisi tersebut adalah sebagai berikut.
1. Pajak adalah suatu iuran atau kewajiban menyerahkan sebagian
kekayaan (pendapatan) kepada negara. Dapat dikatakan bahwa
pemerintah menarik sebagian daya beli rakyat untuk negara.
2. Perpindahan atau penyerahan iuran itu bersifat wajib, dalamani bahwa bila kewajiban itu tidak dilaksanakan, dengan
sendirinya dapat dipaksakan. Artinya, utang itu dapat ditagihdengan menggunakan kekerasan seperti surat paksa dan sita.
3. Perpindahan itu berdasarkan undang-undang atau peraturanyang dibuat oleh pemerintah yang berlaku umum. Sekiranya
pemungutan pajak tidak didasarkan pada undang-undang atauperaturan, ini tidak sah dan dianggap sebagai perampasan hak.
4. Tidak ada jasa timbal (tegen prestasi) yang dapat ditunjuk.
Artinya bahwa antara pembayaran pajak dengan prestasi darinegara tidak ada hubungan langsung. Prestasi dari negara,seperti hak untuk mendapatkan perlindungan dari alat-alat
negara, hak penggunaan jalan umum, hak untuk mendapatkan
pengajaran dan sebagainya tidak ditunjuk secara langsungkepada individu pembayar pajak, tetapi ditunjukkan secarakolektif atau kepada anggota masyarakat secara keseluruhan.Buktinya orang miskin yang tidak membayar pajak pun dapatmenikmati prestasi dari negara. Bahkan orang miskin mungkin
lebih banyak menggunakan prestasi dari negara dibandingkandengan orang kaya seperti dalam hal penggunaan sarana
kesehatan.
5. Uang yang dikumpulkan tadi oleh negara digunakan untuk
membiayai pengeluaran umum yang berguna untuk rakyat,seperti pembuatan jalan, jembatan, gedung, gaji untuk pegawai
negeri termasuk ABRI, dan seterusnya.
Kernudian, lima belas tahun setelah itu, Rochmat Soemitro
(1992;12-13) memandang bahwa pajak dapat ditinjau dari aspekekonomis dan aspek hukum. Adapun pengertian pajak dari aspek
ekonomis adalah peralihan kekayaan dari sektor swasta ke sektor
publik berdasarkan undang-undang yang dapat dipaksakan dengantidak mendapat imbalan (tegenprestatie) yang secara langsung dapat
ditunjukkan, yang digunakan untuk membiayai pengeluaran umumdan yang digunakan sebagai alat pendorong, penghambat ataupencegah untuk mencapai tujuan yang ada di luar bidang keuangannegara. Sementara itu , pengertian pajak dari aspek hukum adalah
26 Pembaruan Hukum Pajak SAS 2: Pajak dan Retribusi 27
perikatan yang timbul karena undang-undang yang mewajibkan
sesearang yang memenuhi syarat-syarat yang ditentukan aleh
undang-undang (tatsbentand) untuk membayar sejumlah uang
kepada (kas) negara yang dapat dipaksakan, tanpa mendapatkan
suatu imbalan yang secara langsung dapat ditunjuk, yang digunakan
untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran negara (rutin dan
pembangunan) dan yang digunakan sebagai alat (pendarong atau
penghambat) untuk mencapai tujuan di luar bidang keuangan
negara.
Pajak adalah pungutan aleh pejabat pajak kepada wajib pajak
tanpa tegenprestasi secara langsung dan bersifat memaksa sehingga
penagihannya dapat dipaksakan. Sebenarnya pajak merupakan
pungutan yang bersifat memaksa sebagaimana tersirat dalam Pasal
23A UUD 1945 . Pajak dipungut aleh pajak pejabat sebagai pih ak
yang mewakili negara tanpa tegenprestasi secara langsung kepada
wajib pajak. Sifat yang dimiliki aleh pajak adalah memaksa yang
terjelma dari aspek penagihannya dengan ancaman hukuman
berupa sanksi administrasi maupun sanksi kepidanaan.
Selain pajak dikenal pula retribusi yang merupakan saudara
kembar dari pajak yang tidak memberikan tegenprestasi secara
langsung kepada wajib retribusi. Di dalam Pasal 23A UUD 1945
secara tegas diatur mengenai pajak, tetapi berbeda dengan retribusi
yang tidak diatur secara tegas. Sekalipun demikian, retribusi sangat
dibutuhkan aleh negara dalam kerangka memberikan pelayanan
secara langsung kepada masyarakat. Retribusi dalam Pasal 23A
UUD 1945 merupakan bagian dari "pungutan yang bersifat
mernaksa" yang dibutuhkan aleh negara karena itu diatur dengan
undang-undang.
Pengertian retribusi dalam literatur sangat kurang, bahkan
baleh dikatakan tidak ada literatur secara khusus yang membahasnya . Retribusi menurut Munawir (1985;3) ialah iuran kepada
pernerintah yang dapat dipaksakan dan dapat jasa balik secara
langsung dapat ditunjuk. Paksaan di sini bersifat ekanamis karena
siapa saja yang tidak merasakan jasa balik dari pemerintah, tidak
dikenakan iuran, misalnya retribusi pasar dan retribusi air minum.
Pendapat Munawir tersebut di atas perlu dilakukan perbaikan, yaitu
bahwa paksaan dalam retribusi tidak hanya bersifat ekanamis,
melainkan memuat pula paksaan secara yuridis berupa sanksi
administrasi maupun sanksi kepidanaan. .'
Pengertian retribusi tersebut di atas ternyata ditinjau dari aspek
eka namis bukan dari aspek hukum, padahal yang dibutuhkan
ada lah pengertian retribusi yang ditinjau dari aspek hukum.
Sebenarn ya harus ada perbedaan mencalak yang dapat membeda
kan pengertian retribusi dari aspek ekanamis dengan aspek hukum
sehingga kelihatan perbedaannya secara prinsipil. Retribusi adalah
pungutan aleh Pejabat Retribusi kepada Wajib Retribusi yang
bersifat memaksa dengan tegenprestasi secara lan gsung dan dapat
dipaksakan penagihannya. Sarana hukum yang digunakan untuk
memaksakan penagihan retribusi tidak berbeda dengan pajak,
berupa sanksi administrasi maupun sanksi kepidanaan.
B. Penggolongan Pajak clan RetribusiSecara hukum, pajak dan retribusi dapat dilakukan peng
galangan berdasarkan kebutuhan negara dalam membiayai
pemerintahan dan pembangunan di masa kini dan mendatang.
Mengingat pajak dan retribusi merupakan sumber pendapatan
negara maupun daerah, penggalangannya perlu dilakukan
berdasarkan sifat-sifat maupun ciri-ciri yang dimilikinya. Seba
gaimana dikatakan aleh Munawir (1985;16), cara penggalangan
dapat didasarkan atas sifat-sifat maupun ciri-ciri tertentu yang
terdapat dalam masing-masing pajak dan retribusi.
Apabila kriteria-kriteria tersebut di atas dijadikan patokanuntuk mengetahui penggolongan pajak, berdasarkan penggolongannya ternyata pajak terdiri dari:
1. pajak dalam arti luas dan pajak dalam arti sempit;
2. pajak negara dan pajak daerah;
3. pajak objektif dan pajak subjektif; dan
4. pajak langsung dan pajak tidak langsung.
Penggolongan pajak tersebut tidak mutlak sifatnya karena
boleh saja mengalami perubahan tergantung pada kriteria-kriteriayang digunakan. Perubahan itu boleh berkurang atau boleh pulabertambah sesuai kondisi dan kebutuhan di masa mendatang.
Pajak dalam arti luas adalah semua jenis pajak yang dipungutoleh pernerintah pusat, terrnasuk bea materai, bea dan cukai, dan
pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah, berdasarkanperaturan perundang-undangan perpajakan. Sernentara itu, pajakdalarn arti sernpit adalah pajak yang dipungut oleh pernerintahpusat (tanpa bea rnaterai, bea rnasuk dan cukai) dan pajak yangdipungut oleh pernerintah daerah berdasarkan peraturan per
undang-undangan perpajakan di bidang pajak daerah.
Pajak negara adalah pajak yang diadakan oleh negara sertapenagihannya dilakukan oleh pejabat pajak yang ditugasi rnengelola
pajak-pajak negara. Yang rnenjadi ukuran pernbedaan antara pajak
negara dengan pajak daerah adalah dari aspek penagihannya bukanpada aspek pernungutannya karena ada pajak negara, tetapi
pernungutannya diIakukan oleh aparat kelurahan atau desa,misalnya pajak bumi dan bangunan. ]urnlah objek pajak negararelatif tidak terbatas, tetapi negara harus teliti dalarn rnenentukan
objek pajak yang dapat dikenakan pajak. Pajak yang tergolongsebagai pajak negara adalah:
2928 Pembaruan Hukum Pajak BAB 2: Pajak dan Retribusi
I. pajak penghasilan;
pajak pertambahan nilai barang dan jasa;
3. pajak penjualan atas barang rnewah;
4. pajak bumi dan bangunan;
5. bea rnaterai;
6. bea perolehan hak atas tanah dan bangunan;
7. bea masuk; dan
8. cukai;
Pajak daerah adalah pajak yang diadakan oleh daerah serta
penagihannya dilakukan oleh pejabat pajak yang ditugasi rnengelolapajak-pajak daerah. Objek pajak daerah terbatas jurnlahnya karenaobjek yang telah rnenjadi objek pajak negara tidak boleh digunakan
oleh daerah. Lapangan pajak daerah adalah lapangan pajak yangbel urn digunakan oleh negara, agar tidak terjadi pajak ganda
nasional yang dapat mernberatkan wajib pajak. Dengan dernikian,penentuan objek pajak daerah harus diperhatikan terlebih dahulu
objek pajak negara.
Kemudian, pajak daerah sebagaimana dirnaksud dalarn Pasal2 ayat (1) dan ayat (2) UU PDRD rneliputi pajak daerah provinsi
dan pajak daerah kabupaten/kota. Pajak daerah provinsi sebagaikewenangan daerah provinsi untuk ditetapkan dalarn bentuk
peraturan daerah terdiri dari:
1. pajak kendaraan bermotor dan kendaraan di atas air;
2. bea baIik nama kendaraan berrnotor dan kendaraan di atas
air;
3. pajak bahan bakar kendaraan bermotor; dan
4. pajak pengambilan dan pernanfaatan air bawah tanah dan air
permukaan.
Semen tara i t u, pajak daerah kabu pa ten /kota seb agaikewenangan kabupateri/kota untuk ditetapkan dal am bentuk
peraturan daerah terdiri dari:
1. pajak ho tel;
2. pajak restoran;
3. pajak hiburan;
4. pajak reklame;
5. pajak penerangan jalan;
6. pajak pengambilan bahan galian golongan C; dan
7. pajak parkir.
Pajak langsung adalah pajak yang penagihannya dilakukansecara berkala (periodik) berdasarkan perbuatan hukum yang
dilakukan oleh pejabat pajak menerbitkan surat tagihan pajak, suratketetapan pajak kurang bayar, dan surat ketetapan pajak kurangbayar tambahan. Pengenaan pajak langsung terkait dengan adanya
tatbestand oleh wajib pajak dalam jangka waktu tertentu (satu tahuntakwim) , sepe rti Pajak Penghasilan, Pajak Bumi dan Bangunan, sertaBea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.
Pajak t idak langsung adalah pajak yang penagih annya
dilakukan secara tidak berkala (insidentil) dan pada umumnya tidak
berdasarkan surat tagihan pajak, surat ketetapan pajak kurang bayar,dan surat ketetapan pajak kurang bayar tambahan. Dikatakan
demikian karena ada pula pajak tidak langs ung yang ditagih dengan
menggunakan surat tagihan pajak, surat ketetapan pajak kurang
bayar, dan surat ketetapan pajak kurang bayar tambahan. Sebagaicontoh, Pajak Pertambahan Nilai Barang dan [ asa dan PajakPenjualan atas Barang Mewah.
Penggolongan ret ribusi berbeda dengan penggolongan pajakkarena pada re tribusi terdapat imb alan langsung kepada pih ak-
pihak yang menggunakan objek ret ribusi yang telah ditentukan .
Objek retribusi sebagaimana dimaksud dala m Pasal 18 ayat (1)
UU PORD terdiri dari :
d. jasa tersebut layak un tuk dikenakan retribusi.
e. Retribusi tidak bertentangan dengan kebijakan nasional
mengenai penyelenggaraannya.
f. Retribusi dapat dipu ngut secara selektif dan efisien, serta
meru pakan salah sa tu su mber pendapatan daerah yang
potensial.
31BAB2:Pajak danRetribusi
I. jasa umum;
jasa usaha; dan
3. peri zinan tertentu.
Berdasarkan objek retribusi tersebut, retribusi dibagi atas tiga
golongan, sebagai berikut.
I. Retribusi jasa umum, dengan kriteria sebagai berikut.
a. Retribusi jasa umum bersifat bukan pajak dan bersifatbukan retribusi jasa usaha atau retribusi perizinan tertentu.
Misalnya, pelayanan kes ehatan dan pel ayanan per
sampahan.
b. j asa yang bersangkutan merupakan kewenangan daerahdalam rangka pelaksanaan desentralisasi . Misalnya,penyewaan aset yang dimiliki atau dikuasai oleh pemerintah
daerah, penyediaan tempat penginapan, usaha bengkelkendaraan, tempat pencucian mobil, dan penjualan bibit.
c. [asa tersebut memberi manfaat khusus bagi orang pribadi
atau badan yang diharuskan membayar retribusi, di
samping untuk melayani kepentingan dan kemanfaatan
umum.
Pembaruan Hukum Pajak30
2. Retribusi jasa usaha, dengan kriteria sebagai berikut.
a. Retribusi jasa usaha bersifat bukan pajak dan bersifat bukan
jasa atau perizinan tertentu.
b. jasa yang bersangkutan adalah jasa yang bersifat komersial
yang seyogianya disediakan oleh sektor swasta, tetapi
belum memadai atau terdapatnya harta yang dirniliki/
dikuasai daerah yang belum dimanfaatkan seeara penuh
oleh pemerintah daerah.
3. Retribusi perizinan tertentu, dengan kriteria sebagai berikut.
a. Perizinan tersebut termasuk kewenangan pemerintahan
yang diserahkan kepada daerah dalam rangka as as
desentralisasi.
b. Perizinan tersebut benar-benar diperlukan guna melindungi
kepentingan umum.
c. Biaya yang menjadi beban daerah dalam penyelenggaraan
izin tersebut dan biaya untuk menanggulangi dampak
negatif dari pemberian izin tersebut telah ditetapkan.
Penggolongan retribusi tersebut di atas tidak bersifat final
karena daerah masih diberikan wewenang untuk menentukan
retribusi, sepanjang diatur dalam peraturan daerah. Kewenangan
daerah untuk menambah retribusi dilakukan dengan kewenangan
otonominya dan memenuhi kriteria yang telah ditentukan .
Sekalipun masih berwenang memungut retribusi, daerah tidak
boleh melanggar kriteria yang telah ditentukan. Pelanggaran kriteria
yang telah ditentukan mengakibatkan peraturan daerah yang
mengatur retribusi batal demi hukum atau setidak-tidaknya dapat
dibatalkan.
Sebagaimana dimaklumi bahwa dalam kajian hukum pajak
u-rnyata pajak memiliki fungsi yang berbeda dengan retribusi.
Fungsi pajak dapat berupa fungsi anggaran (fungsi budgeter) dan
fungs i mengatur (fungsi regulerend) , sedangkan fungsi retribusi
hanya memiliki fungsi anggaran (fungsi budgeter). Dalam arti,
rct ribusi tidak memiliki fungsi mengatur (fungsi regulerend)scbagaim ana yang terdapat pada pajak. Hal ini berarti bah~arctr ibusi tidak dapat digunakan untuk mengendalikan kehidupan
masyarakat sebagaimana yang dikehendaki oleh pemerintah (baik
pcmerintah pusat maupun pemerintah daerah) . Retribusi hanya
scmata-rnata untuk mengisi kas negara maupun daerah sebagai
pcnggantian yang telah dikeluarkan dalam upaya penyediaan sarana
pelayanan kepada masyarakat. Dengan dernikian, pemerintah
dilarang memungut retribusi kepada masyarakat tatkala tidak
mernanfaatkan sarana pelayanan yang telah disediakan. Misalnya,
tcrhadap masyarakat yang tidak menggunakan pasar sebagai tempat
me lakukan kegiatan ekonomi, pemerintah dilarang memungut
ret ribusi pasar.
Kedua fungsi pajak tidak mutlak harus beriringan dalam
pelaksanaan nya, bergantung pada kemauan politik pemerintah pada
saat itu. Dalam arti bahwa kehendak politik pernerintah untuk
menekan tidak terjadi kejahatan dalam masyarakat. Maka, fungsi
yang digunakan adalah fungsi mengatur dengan eara meningkatkan
tarif pajak sehingga masyarakat tidak dapat membelinya. [ika
penghasilan negara maupun daerah hendak ditingkatkan, fungsi
anggaran yang diterapkan dengan eara menjaring sebanyak
banyaknya wajib pajak. Dalam praktik bernegara, ternyata kedua
fungsi pajak tersebut diterapkan seeara bersamaan untuk rnewujud
kan masyarakat yang adil dan makmur sebagaimana diamanatkan
dalam alinea keempat Pembukaan UUD 1945.
32 Pembaruan Hukum Pajak
g. pemungutan retribusi memungkinkan penyediaan jasa
tersebut dengan tingkat dan/atau kualitas pelayanan yang
baik.
BAB 2: Pajak dan Retribusi
C. Fungsi Pajak clan Retribusi
33
34 Pembaruan Hukum Pajak 35
Berbeda dengan fungsi retribus i yang pada dasarnya tidakmemiliki fungsi mengatur, kecuali hanya memiliki fungsi untukmengisi kas negara atau daerah karena retribusi hanya sebagaipenggantian atas jasa yang dised iakan oleh negara atau daerah.Hal ini yang membedakan antara pajak dengan retribusi dari aspekhukum yang dalam pelaksanaannya kadangkala tidak tampak secarajelas sehingga penagihannya disamakan dengan pajak.
Objek Pajak
A. Pengertian
Objek pajak merupakan bagian terpenting yang dibicarakanatau dipersoalkan dalam hukum pajak materil. Objek pajakdika takan sebagai bagian terpenting karena wajib pajak tidakdikenakan pajak kalau tidak memiliki, menguasai, atau menikmatiobjek pajak yang tergolong sebagai objek kena pajak sebagai syaratsyarat objektifdalam pengenaan pajak. Objek yang dapat dikenakanpajak dalam masyarakat sangat beraneka ragam bergantung padakebijakan pembuat undang-undang untuk menjaringnya sebagaiobjek pajak.
Objek pajak adalah segala sesuatu yang karena undangundang dapat dikenakan pajak. Kata "dapat" dikenakan pajakmengandung makna bahwa objek pajak boleh atau tidak boleh kenapajak. Pengenaan pajak terhadap suatu objek harus dipertimbangkan secara maksimal agar tidak menimbulkan permasalahan dalammasyarakat. Oleh karena itu , penentuan suatu objek untuk dikenakan pajak lebih dahulu dilakukan penelitian sehingga dapatmenciptakan kemanfaatan bagi negara maupun daerah selaku pihakyang membutuhkan pajak . Hal ini dipertegas Rochmat Soemitro(1986;99) yang menyatakan bahwa yang dapat dijadikan objek pajak
36 Pembaruan Hukum Pajak SAS 3: Objek Pajak 37
banyak sekali macamnya. Segala sesuatu yang ada dalam masyarakatdapat dijadikan sasaran atau objek pajak, baik keadaan, perbuatan,
maupun peristiwa. Dalam bahasa Jerman disebut sebagai"tatbestand", misalnya sebagai berikut.
1. Keadaan, misalnya kekayaan seseorang pada suatu saattertentu, memiliki kendaraan bermotor, radio, televisi,
memiliki tanah atau barang tak bergerak lainnya, men empatirumah tertentu (kebanyakan secara statis/tetap).
2. Perbuatan , misalnya melakukan penyerahan barang karena
perjanjian, mendirikan rumah atau gedung, mengadakanpertunjukan atau keramaian, memperoleh penghasilan,bepergian ke luar negeri.
3. Peristiwa, misalnya kematian, keuntungan yang diperoleh
secara mendadak, anugerah yang diperoleh karena secara takterduga, pokoknya segala sesuatu yang terjadi di luar kehendakmanusia.
Ternyata objek yang dapat dikenakan pajak terlalu banyak,
tergantung dari pembuat undang-undang untuk menjaringnya,sepanjang objek itu tid ak melanggar kesusilaan dan kesopanan
dalam masyarakat. Dalam arti, masih terdapat pembatasan yang
harus ditaati oleh pembuat undang-undang untuk menentukansuatu objek sebagai objek pajak. Sekalipun ada pernbatasan, berarti
pembuat undang-undang tetap dibolehkan untuk menentukan
objek yang dapat dikenakan pajak dan objek tidak dikenakan pajak.
Hal semacam ini yang tergambar dalam tiap-tiap Undang-undangPajak yang ditetapkan oleh pembuat undang-undang.
B. Objek Pajak Penghasilan
Pajak Penghasilan sebagai salah satu pajak negara memilikiobjek yang dapat dikenakan pajak, yakni "penghasilan". Pengertian
pcnghasilan menurut Pasal 4 ayat (1) UU PPh adalah se tiapi.unbahan kemampuan ekonomis yang dit erima atau diperoleh
wajib pajak, baik yang berasal da ri Indonesia maupun di luarIndones ia, yang dapat dipakai untuk kon sumsi at au untuk
mcnambah kekayaan wajib pajak yang bersan gkut an, deng an nama.lan dalam bentuk apa pun, termasuk:
I. penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan ataujasa yang diterima atau dip erol eh termasuk gaji, upah, tun
jangan, honorarium, komi si, bonus, gratifikasi, uang pensiun,
atau imbalan dalam bentuk lainn ya, kecuali dit entukan laindalam undang-undang ini;
hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan penghargaan;
3. laba usaha;
l. keunt ungan karena penjualan atau karena pen galihan hartatermasuk:
a. keuntungan-keuntungan karena pengalihan harta kepada
perseroan dan badan lainnya sebagai pengganti saham ataupenyertaan modal;
b. keuntungan karena dip erol eh pers eroan, persekutuan, dan
badan lainnya karena pengalihan hart a kepada pemegangsaham, sekutu, atau anggota;
c. keuntungan karena likuidasi , penggabungan, peleburan,
pernekaran, pemecahan, atau pengambilalihan usaha ;
d. keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah ,
bantuan, sumbangan kecu ali yan g diberikan kepa dakeluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat,
dan badan keagamaan atau badan pendidikan atau badansosial atau pengusaha kecil termasuk kop erasi yangditetapkan oleh Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada
38 Pembaruan Hukum Pajak BAB 3: Objek Pajak 39
hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau
penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan;
5. penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan
sebagai biaya;
6. bunga termasuk premiun, diskonto, dan imbalan karena
jaminan pengembalian utang:
7. dividen, dengan nama dan dalam bentuk apa pun, termasuk
dividen dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan
pembagian sisa hasil usaha koperasi;
8. royalti;
9. sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan
harta;
10. penerimaan atau perolehan pembayaran berkala;
11. keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai denganjumlah tertentu yang ditetapkan dengan peraturan pemerintah;
12. keuntungan karena selisih kurs mata uang asing;
13. selisih lebih karena penilaian kembali aktiva;
14. premi asuransi;
15. iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri dari wajib pajak yang menjalankan usaha atau
pekerjaan bebas;
16. tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang
belum dikenakan pajak.
Pengertian penghasilan tersebut di atas tidak memerhatikan
adanya penghasilan dari sumber tertentu, tetapi pada adanyatambahan kemampuan ekonomis. Dalam hubungan ini menurutRochmat Soemitro (1985;63), segala sesuatu yang diterima ataudiperoleh wajib pajak baik berupa uang, barang, atau nikmat pada
prinsipnya merupakan penghasilan yang kena pajak .
Pengertian penghasilan sebagaimana dimaksud pada Pasal 4ayat (1) UU PPh hanya berpatokan pada penambahan kemampuan
.konomis bukan pada sumber penghasilan itu sepdiri. Dilihat dari
mengalirnya tambahan kemampuan ekonomis kepada wajib pajak,penghasilan dapat dikelompokkan ke dalam empat kelompok, yaitu:
I. penghasilan dari pekerjaan dalam hubungan kerja dan
pekerjaan bebas seperti, gaji, honorarium, penghasilan daripraktik dokter, notaris, aktuaris, akuntan, pengacara, dan
sebagainya;
2. penghasilan dari usaha dan kegiatan:
3. penghasilan dari modal, yang berupa harta gerak atau hartatak gerak, seperti bunga, dividen, royalti, sewa , keuntungan,
penjualan harta, atau hak yang tidak digunakan untuk usaha,dan lain sebagainya;
4. penghasilan lain-lain, seperti pembebasan utang, hadiah, danlain sebagainya.
Terhadap penghasilan berupa deposito dan tabungan-tabunganlainnya, penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya di
bursa efek, penghasilan dari pengalihan harta berupa tanah dan
atau tabungan serta penghasilan tertentu lainnya, pengenaan
pajaknya diatur dengan peraturan pemerintah. Sebenarnya bungadeposito dan tabungan-tabungan lainnya serta penghasilan lainnya
yang diperoleh wajib pajak yang bertujuan untuk menambah
kekayaan wajib pajak adalah objek pajak penghasilan. Akan tetapi,pelaksanaan pengenaan pajaknya akan diatur oleh pemerintah
dalam bentuk peraturan pemerintah. Semua jenis penghasilan yangterdapat pada Pasal 4 ayat (1) UU PPh adalah objek pajak, tetapipengenaan pajak ada yang secara langsung dan ada pul a harusbergan tung pada peraturan pemerintah.
Walaupun penghasilan merupakan objek pajak, tidak semua
penghasilan dikenakan pajak penghasilan karena dalam Pasal 4 ayat(3) UU PPh telah ditentukan secara limitatif mengenai penghasilan
tidak termasuk objek pajak penghasilan. Adapun objek pajak yang
tidak dikenakan pajak penghasilan adalah:
1. bantuan sumbangan, termasuk zakat yang diterima oleh badanami! zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau
disahkan oleh pemerintah dan para penerima zakat yang
berhak;
2. harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garisketurunan lurus satu derajat, dan oleh badan keagamaan atau
badan pendidikan atau badan sosial atau pengusaha keciltermasuk koperasi yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan,
sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan,kepemilikan, atau penguasaan antara pihak-pihak yang
bersangkutan:
3. warisan;
4. harta termasuk setoran tunai yang dterima oleh badansebagaimana dimaksud dalam Pasal2 ayat (1) hurufb sebagai
pengganti saham atau sebagai pengganti penyertaan modal;
5. penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan ataujasa yang diterima atau diperoleh dalam bentuk natura atau
kenikmatan dari wajib pajak atau pernerintah:
6. pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadisehubungan dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan,
asuransi jiwa , asuransi dwiguna, dan asuransi bea siswa;
7. dividen atau bagian laba yang diterima atau diperolehperseroan terbatas sebagai wajib pajak dalam negeri, koperasi,badan usaha milik negara, atau badan usaha milik daerah, dari
penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan danbertempat kedudukan di Indonesia dengan syarat:
a. dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan: dan
b. bagi perseroan terbatas, bad an usaha milik negara dan
badan usaha milik daerah yang menerima dividen,
kepemilikan saham pada badan yang memperoleh dividen
paling rendah 25% dari jumlah modal yang disetor danharus mempunyai usaha aktif di luar kepemilikan sahan
tersebut.
8. iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun yangpendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan, baik yangdibayar oleh pemberi kerja maupun pegawai;
9. penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh dana pensiun
sebagaimana dimaksud pada angka 7, dalam bidang-bidangtertentu yang ditetapkan dengan keputusan Menteri Keuangan;
10. bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dariperseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham
saham, persekutuan, perkumpulan, firrna, dan kongsi;
11. bunga obligasi yang diterima atau diperoleh perusahaanreksadana selama lima tahun pertama sejak pendirian
perusahaan atau memberikan izin usaha;
12. penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan modal
ventura berupa bagian laba dari badan pasangan usaha yangdidirikan dan menjalankan usaha atau kegiatan di Indonesia,
dengan syarat badan pasangan usaha tersebut;
a. merupakan perusahaan kecil, menengah, atau yangmenjalankan kegiatan dalam sektor-sektor usaha yang
ditetapkan dengan keputusan Menteri Keuangan, atau
b. sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek di Indonesia.
40 Pembaruan Hukum PajakSAS 3: Objek Pajak 41
C. Objek Pajak Pertambahan Nilai
Penghasilan sebagaimana tersebu t merupakan objek pajak,tetapi tidak dikenakan pajak penghasilan mengingat penentuan
suatu objek pajak masuk ke da lam kategori kena pajak atau tidakkena pajak harus berdasarkan dengan undang-undang, kecualiada pendelegasian undang-undang kepada peraturan yang lebih
rendah . Dengan demikian , tid ak tertu tup kemungkinan dapat
bertambah atau berkurang obje k pajak penghasilan yang tidakdiken akan Pajak Penghasilan.
Pajak Pertambahan Nilai merupakan satu di antara dua jenispajak yang diatur dalam UU PPN . Selain Pajak Pertambahan Nilaiterdapat pul a Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang merupakan
satu kesatuan sebagai pajak ata s konsumsi di dalam negeri.Sekalipun sebagai satu kes atuan, terdapat perbedaan secaraprinsipil, khususnya di bidan g objek yang dapat dikenakan pajak.
Objek Pajak Pertamb ahan Nilai secara tegas diatur dalam Pasal4 ayat (1) UU PPN, yang menyatakan bahwa Pajak PertambahanNilai dikenakan atas:
1. penyerahan barang kena pajak di dalam daerah pabean yang
dilakukan oleh pengusaha;
2. impor barang kena pajak;
3. penyerahan jas a kena pajak di dalam daerah pabean yangdilakukan oleh pen gus aha;
4. pem anfaatan barang kena pajak tidak berwujud dari luar daerahpabean di dalam daerah pabean;
5. pemanfaatan jasa kena pajak dari luar daerah pabean di dalam
daerah pabean;
6. ekspor barang kena pajak oleh pengusaha kena pajak.
43BAB 3: ObjekPajak
Untuk lebih jelas mengenai substans i bagi pengenaan Pajak
Pcrtambahan Nilai, satu per satu dikaji secara mendalam denganbcrpatokan pada UU PPN. Hal ini bertujuan unt uk lebih memberipcma haman mengenai pengenaan Pajak Pertambahan Nilai atas
kcgiatan yang terkait dengan Barang Kena Pajak dan ]asa Kena Pajak.
Dengan demikian, diharapkan tidak mengalami kesulitan dalammem pelajari dan melaksanakan UU PPN.
1. Penyerahan Barang Kena Pajak
Untuk lebih memahami pengertian barang kena pajak, terlebih
dahulu diutarakan tentang barang kena pajak yang meliputi barangber wujud dan barang tidak berwujud. Barang berwujud yangmenuru t sifa t atau hukumnya dapat berupa barang bergerak danbarang tidak bergerak, sedangkan barang tidak berwujud adalahbarang yang tidak kelihatan dan tidak dapat dipegang, misalnyahak merek, hakpaten, dan hakcipta. Barang kena pajak tidak mutlak
haru s kena Pajak Pertambahan Nilai karena UU PPN memberipengecualian untuk itu. ]enis barang kena pajak yang tidak dikena
kan Pajak Pertambahan Nilai, walaupun dilakukan penyerahan didaerah pabean oleh pengusaha, adalah:
a. barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang diambillangsung dari sumbernya;
b. barang-barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan olehrakyat ban yak;
c. makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran,
rumah makan, warung, dan sejenisnya;
d. uang, emas batangan, dan surat-sura t berharga.
Hal yar:g termasuk dalam pengertian Penyerahan Barang KenaPajak berdasarkan UU PPN, me liputi:
a. penyerahan hak atas barang kena pajak karena suatu perjanjian;
Pembaruan Hukum Pajak42
44 Pembaruan HukumPajak BAB 3: Objek Pajak 45
b. pengalihan barang kena pajak karena suatu perjanjia n sewa
beli dan perjanjian leasing;
c. penyerahan barang kena pajak kepada pedagang perantara atau
melalui juru lelang;
d. pemakaian sendiri atau pemberian cuma-cuma atas barang
kena pajak;
e. persediaan barang kena pajak dan aktiva menurut tujuan
semula tidak untuk diperjualbe likan , yang masih tersisa pada
saat pembubaran perusahaan, sepanjang pajak pertambahan
nilai atas perolehan aktiva tersebut menurut ketentuan dapat
dikreditkan;
f. penyerahan barang kena pajak da ri pusat ke cabang atau
sebaliknya dan penyerahan barang kena pajak antarcabang;
g. penyerahan barang kena pajak secara konsinyasi.
Selain yang tertera di atas, masih ada penyerahan barang kena
pajak, tetapi tidak termasuk dalam pengertian penyerahan barang
kena pajak karena tidak semua barang kena pajak yang diserahkan
oleh pengus aha di dalam daerah pabean merupakan objek kena
pajak pe rtambahan nilai. Adapun penyerahan barang kena pajak,
tetapi tidak termasuk dalam pengertian penyerahan barang kena
pajak adalah:
a. penyerahan barang kena pajak kepada makelar sebagaimana
dimaksud dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata;
b. penyerahan barang kena pajak untuk jaminanutang piutang;
c. penyerahan barang kena pajak dari pusat ke cabang atau
sebaliknya dan penyerahan barang kena pajak antarcabang
dalam hal pengusaha kena pajak memperoleh izin pemusatan
te mp at pajak terutang.
Ketiga jeni s penyerahan barang kena pajak yang tidak termasuk
.la larn pengertian penyerahan barang kenapajakbukan objek k~na
Il:ljak Pert am bahan Nila i. Siapa pun yang rr:elaku!<qll penyerahan
harang kena pajak baik dari luar da erah pabeanmaupun didalarri.
.laerah pabean tidak kena Pajak Pertarnbahaf Nilai . Hal ini
.limaksudkan untuk memberi kepastian hukumterhadap penyera
han barang kena pajak sebagairiiana dimaksud.dalam PasallA UU
PPN.
2. Impor Barang Kena Pajak
UU PPN tidak hanya mengenakan Pajak Pert ambahan Nilai
rcrhadap penyerahan barang ken a pajak di dalam daerah pabean
yang dilakukan oleh pengusaha, tetapi termasuk pula impor barang
kcna pajak. Lain perkataan bahwa impor ba rang kena pajak
meru pakan objek kena Pajak Pertambahan Nilai. Pasal 1 angka 9
VU PPN menegaskan bah wa impor barang kena pajak adalah setiap
kegiatan memasukkan barang dari luar daerah pabean ke dalam
daerah pabean. Pengusaha yang melakukan kegi atan di bidang
impor barang kena pajak dinamakan "impor tir" . Rochmat Soemitro
(1987;32) mengatakan bahwa importir adalah pengusaha (orang
atau badan) yang mempunyai pekerjaan memasukkan barang, baik
barang konsumsi, barang modal atau bahan ke wilayah Republik
Indonesia, da lam lingkungan usaha atau pekerjaannya. Kegiatan
memasukkan barang disebut impor, sedangkan "indentor" adalah
orang atau badan yang bertempat tinggal atau berkedudukan di
In don esia, yang dalam lingkungan usaha atau pekerjaannya
menyur uh importir un tuk mengimpor barang untuk dan atas nama
kepentingannya.
Impor barang kena pajak berbeda dengan penyerahan barang
kena pajak karena tidak ada impor barang kena pajak yang tidak
termasuk dalam pengertian kena Pajak Pertambahan Nilai , seperti
halnya penyerahan barang kena pajak dan penyerahan jasa kena
pajak. Dalam arti, tidak boleh ada penafsiran lain mengenai impor
barang kena pajak, selain yang terdapat dalam UU PPN. Penafsiranyang terdapat dalam UU PPN merupakan penafsiran autentik yangtid ak boleh diragukan kebenarannya.
3. Penyerahan jasa Kena Pajak
Pengusaha yang melakukan penyerahan jasa kena pajak didalam daerah pabean dikenakan Pajak Pertambahan Nilai .]asa kenapajak adalah setiap kegiatan pelayanan berdasarkan suatu perikatan
atau perbuatan hukum yang menyebabkan suatu barang, fasilitas,kernudahan, atau hak tersedia untuk dipakai termasuk konstruksiyang dilakukan untuk menghasilkan barang kena pajak karenapesanan atau permintaan dengan bahan dan atas petunjuk dari
pemesan yang dikenakan Pajak Pertambahan Nilai.
Penyerahan jasa kena pajak adalah setiap kegiatan pemberianjasa kena Pajak Pertambahan Nilai . Kegiatan pemberian jasa kenapajak dilakukan oleh pengusaha, walaupun bukan merupakan
pengusaha kena pajak. Siapa pun yang melakukan penyerahan jasakena pajak di dalam daerah pabean, termasuk pengusaha kena pajakdikenakan Pajak Pertambahan Nilai. Pengusaha kena pajak
mengandung arti yang luas dibandingkan dengan pengusaha karena
pengusaha hanya bagian dari pengusaha kena pajak. Hal yangtermasuk dalam pengertian penyerahan jasa kena pajak adalah jasa
kena pajak yang dimanfaatkan untuk kepentingan sendiri dan/atau
jasa kena pajak yang diberikan secara cuma-cuma.
Tidak semua penyerahan jasa kena pajak yang dilakukan olehpengusaha di dalam daerah pabean dikenakan Pajak Pertambahan
Nilai karena UU PPN memberikan pengecualian untuk tidakdikenakan Pajak Pertambahan Nilai .]asa yang tidak dikenakan Pajak
Pertambahan Nilai, walaupun penyerahannya di dalam daerahpabean yang dilakukan oleh pengusaha adalah:
4. Pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud
Hak merek, hak paten, dan hak cipta merupakan barang kenapajak yang tidak berwujud tatkala dimanfaatkan dari luar daerah
47BAB 3: Objek Pajak
jasa di bidang pelayanan kesehatan medik;
jasa di bidang pelayanan sosial;
jasa di bidang pengiriman surat dengan perangko;
jasa di bidang perbankan, asuransi, dan sewa guna usaha
dengan hak opsi;
jasa di bidang keagamaan;
jasa di bidang pendidikan;
jasa di bidang kesenian dan hiburan yang telah dikenakan pajak
tontonan:
h. jasa di bidang penyiaran yang bukan bersifat iklan;
i. jasa di bidang angkutan umum di darat dan di air;
j. jasa di bidang tenaga kerja;
k. jasa di bidang perhotelan;
l. jasa yang disediakan oleh pemerintah dalam rangka menjalan
kan pemerintahan secara umum.
Pengecualian pada jasa kena pajak sebagaimana tersebut di
atas bertujuan untuk memberi kepastian hukum dalam pengenaanPajak Pertambahan Nilai terhadap pengusaha kena pajak. Sebalik
nya, pengusaha kena pajak dapat memanfaatkan fasilitas yang telah
disediakan oleh UU PPN agar dalam melakukan usaha ataupekerjaannya tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai. Pengecuali
an ini mencerminkan keadilan bagi pengusaha kena pajak untuk
melakukan usaha atau pekerjaannya semaksimal mungkin tanpa
menghindari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai .
I.
I' ,
d.
!!.
I ,
,I ,
11,
Pembaruan Hukum Pajak46
5. Pemanfaatan jasa Kena Pajak
Selain pemanfaatan barang kena pajak tidak berwujud dikenal
pula pemanfaatan jasa kena pajak dari luar daerah pabean di dalam
daerah pabean dalam UU PPN. Pemanfaatan jasa kena pajak dari
luar daerah pabean di dalam daerah pabean dikenakan Pajak
Pertambahan Nilai tanpa melihat siapa yang memanfaatkannya
karena setiap kegiatan yang memanfaatkan jasa kena pajak dari
luar daerah pabean di dalam daerah pabean dikenakan Pajak
Pertambahan Nilai.
pabean di dalam daerah pabean dikenakan Pajak Pertambahan Nilai.
Siapa pun yang memanfaatkan barang kena pajak tidak berwujud
dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean wajib membayar
Pajak Pertambahan Nilai. Pernanfaatan barang kena pajak tidak
berwujud didasarkan atas suatu perbuatan hukum berupa perjanjian
yang dilakukan di daerah pabean antara pemilik barang kena pajak
tidak berwujud dengan pengguna barang kena pajak tidak
berwujud. Pengguna sebagai pihak yang memanfaatkan barang kena
pajak tidak berwujud adalah selaku pihak yang dikenakan Pajak
Pertambahan Nilai bukan pemiliknya.
Berbeda halnya kalau barang kena pajak tidak berwujud berasal
dari dalam daerah pabean dan dimanfaatkan di dalam daerah pabean
pula, baik pihak pemilik maupun pihak yang memanfaatkan,
dikenakan Pajak Pertambahan Nilai karena pihak pemilik barang
kena pajak tidak berwujud pada awalnya telah dikenakan Pajak
Pertambahan Nilai, kemudian disusul dengan pihak yang rnernan
faatkan barang kena pajak tidak berwujud berdasarkan suatu
perjanjian. Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai terhadap kedua
belah pihak bukan merupakan pengenaan pajak ganda nasi anal
karena wajib pajak yang berbeda satu dengan lainnya.
Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai terhadap pihak-pihak yang
mcrnanfaatkan jasa kena pajak dari luar daerah pabean di dalam
.lacrah pabean tidak dapat terhindarkan karena secara hukummerupakan wajib pajak. Misalnya, Saudara Labaco, tenaga pengajar
Pakultas Hukum Universitas Hasanuddin di Makassar, memanfaat
kan jasa kena pajak dari pen gusaha Ali Baba yang berkedudukan di
Singapura. Atas pemanfaatan jasa kena pajak tersebut, terutang
11ajak Pertambahan Nilai . Pihak yang wajib membayar Pajak
Pertambahan Nilai adalah saudara Labaco di Makassar sebagai pihak
yang memanfaatkan jasa kena pajak dari luar daerah pabean di
dalam daerah pabean bukan pengusaha Ali Baba yang berkedudukan
di Singapura.
49BAB 3: Objek Pajak
6. Ekspor Barang Kena Pajak
Ekspor barang kena pajak juga merupakan objek kena Pajak
Pertambahan Nilai tatkala dilakukan 01eh pengusaha kena pajak.
Ketika ekspor barang kena pajak hanya dilakukan 01eh pengusaha
yang bukan pengusaha kena pajak, ekspor barang kena pajak
tersebut tidak kena Pajak Pertambahan Nilai. Ekspor adalah setiap
kegiatan mengeluarkan barang dari dalam daerah pabean ke luar
daerah pabean. Pengusaha kena pajak yang melakukan ekspor
barang kena pajak disebut "eksportir".
Pengusaha kena pajak yang melakukan kegiatan ekspor barang
kena pajak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai dengan tarif 0%
(nol persen). Pengenaan pajak dengan tarif 0% (nol persen)
terhadap pengusaha kena pajak sebagai pelaksanaan tujuan hukum
pajak berupa "kernanfaatan". Tujuannya agar pengusaha kena pajak
dapat melakukan persaingan sehat secara hukum dengan pengusaha
asing untuk memasarkan barang kena pajak yang diekspor. Sekali
pun demikian, pengusaha kena pajak tersebut tetap mencantumkannya dalam surat pemberitahuan yang akan disampaikan pad a
Pembaruan Hukum Pajak48
50 Pembaruan Hukum Pajak SAS 3:Objek Pajak 51
kantor Direktorat Jenderal Pajak tempat dikukuhkan sebagaipengusaha kena pajak.
Tatkala dikaji secara hukum mengenai substansi yang ter
kandung dalam PasaI 4 ayat (1) UU PPN, ternyata terdapat syarat
syarat penyerahan barang kena pajak dan penyerahan jasa kena
pajak agar dikenakan Pajak Pertambahan Nilai. Syarat-syarat
penyerahan barang kena pajak sebagai berikut.
a. Barang bewujud yang diserahkan merupakan barang kenapajak.
b. Barang tidak berwujud yang diserahkan merupakan pulabarang kena pajak.
c. Penyerahan barang kena pajak dilakukan di dalam daerahpabean.
d. Penyerahan barang kena pajak dilakukan dalam rangka kegiatanusaha atau pekerjaannya.
Sementara itu, syarat-syarat penyerahan jasa kena pajak untuk
dapat dikenakan Pajak Pertambahan Nilai sebagai berikut.
a. ]asa yang diserahkan merupakan jasa kena pajak.
b. Penyerahan jasa kena pajak dilakukan di dalam daerah pabean.
c. Penyerahan jasa kena pajak dilakukan dalam rangka kegiatanusaha atau pekerjaannya.
Berdasarkan syarat-syarat penyerahan barang kena pajak dan
syarat-syarat penyerahan jasa kena pajak, dapat diketahui per
samaan dan perbedaannya. Bahkan kedua syarat tersebut dapat
mengalami perkembangan berdasarkan pesatnya perkembangan
hukum pajak yang mengatur di bidang ekonomi dan perdagangandi masa kini dan mendatang.
I) . Objek Pajak Penjualan atas Barang Mewah
Pajak Penjualan at as Barang Mewah merupakan pula satu di
.uuara dua jenis pajak yang diaturdalam UU PPN. Dalam arti bahwa
I JU PPN selain Pajak Pertambahan Nilai juga diatur pula Pajak
I'('njualan atas Barang Mewah. Sekalipun dernikian, pengenaan
I'ajak Penjualan atas Barang Mewah tidak dapat diterapkan sebelum
I'njak Pertambahan Nilai dikenakan kepada pihak yang ber-
angkutan karena barang mewah hanya melekat pada barang kena
pajak, tidak berdiri sendiri sebagai objek yang dapat dikenakan Pajak
Pcnjualan atas Barang Mewah.
Kriteria yang digunakan untuk menentukan bahwa barang kena
pajak tergolong barang mewah atau tidak tergolong barang mewah
diatur pada penjelasan Pasal 5 ayat (1) UU PPN. Adapun kriteria
barang kena pajak tergolong barang mewah adalah sebagai berikut.
I. Barang kena pajak bukan merupakan barang kebutuhan pokok.
Barang kena pajak tersebut dikonsumsi oleh masyarakat
tertentu.
3. Pada umumnya barang kena pajak tersebut dikonsumsi oleh
masyarakat yang berpenghasilan tinggi; atau
4. Barang kena pajak tersebut dikonsumsi untuk menunjukkan
status, atau
5. Apabila dikonsumsi dapat merusak kesehatan dan moral
masyarakat serta mengganggu ketertiban masyarakat, seperti
minuman alkohol.
Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagai salah satu jenis
pajak yang diatur dalam UU PPN memiliki objek yang dapat
dikenakan pajak. Objek Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang
dapat dikenakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah hanya melekat
pada barang kena pajak yang tergolong mewah. Tidak semua barang
52 Pembaruan Hukum Pajak SAS 3: Objek Pajak 53
kena pajak dapat dikenakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah,kecuali yang tergolong mewah dan penyerahan dilakukan olehpengusaha yang menghasilkan barang kena pajak tersebut di dalamdaerah pabean dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya. PengenaanPajak Penjualan atas Barang Mewah hanya satu kali, yaitu padawaktu penyerahan barang kena pajak yang tergolong mewah. Lainperkataan bahwa objek Pajak Penjualan atas Barang Mewah adalahpenyerahan yang dilakukan oleh pengusaha yang menghasilkanbarang kena pajak yang tergolong mewah di dalam daerah pabeandalam kegiatan usaha atau pekerjaannya. Terdapat kriteria pembatasan bagi yang dapat dikenakan Pajak Penjualan atas BarangMewah hanya pada pengusaha yang menghasilkan barang kenapajak yang tergolong rnewah, tidak termasuk pengusaha yang tidakmenghasilkan barang kena pajak yang tergolong mewah, walaupunmelakukan penyerahan barang kena pajak yang tergolong mewahdi dalam daerah pabean dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya.
Tolok ukur pengenaan Pajak Penjualan atas Barang Mewahterhadap penyerahan barang kena pajak yang tergolong mewah yangdilakukan oleh pengusaha yang menghasilkan barang kena pajakyang tergolong mewah di dalam daerah pabean dalam kegiatanusaha atau pekerjaannya terletak pada "rnenghasilkan". Termasukdalam pengertian menghasilkan barang kena pajak yang tergolongmewah sebagaimana dimaksud penjelasan Pasal5 ayat (1) UU PPNadalah kegiatan berikut.
1. Merakit, yakni menggabungkan bagian-bagian lepas dari suatubarang menjadi barang setengah jadi, seperti merakit rnobil,barang elektronik, perabot rumah tangga, dan sebagainya.
2. Memasak, yakni mengolah barang dengan cara memanaskanbaik dicampur bahan lain atau tidak.
3. Mencampur, yakni mempersatukan dua atau lebih unsur (zat)untuk menghasilkan satu atau lebih barang lain .
I . Mengemas, yakni menempatkan satu barang ke dalam suatubenda yang melindunginya dari kerusakan dan atau untukmeningkatkan pemasarannya.
r, • Membotolkan, yakni memasukkan minuman atau benda cairke dalam botol yang ditutup menurut cara tertentu.
Tolok ukur ini tidak bersifat statis, melainkan bersifat dinamisbcrdasarkan perkembangan di masa kini dan mendatang dalamrangka menjaring sebanyak-banyaknya wajib pajak. Akan tetapi,pcrkembangan itu tidak boleh melanggar tujuan hukum pajak,scperti keadilan, kemanfaatan, atau kepastian hukum karena pajakberdasarkan Pasal 23A UUD 1945 harus diatur dengan undangundang, berarti harus ada persetujuan DPR sebagai wakil wajibpajak di Dewan Perwakilan Rakyat.
Impor barang kena pajak yang tergolong mewah dikenakanpula Pajak Penjualan atas Barang Mewah selain Pajak PertambahanNilai. Berarti impor barang kena pajak yang tergolong barangmewah merupakan pula objek Pajak Penjualan atas Barang Mewah.Objek Pajak Penjualan atas Barang Mewah meliputi penyerahanbarang kena pajak yang tergolong barang mewah dan impor barangkena pajak yang tergolong barang mewah pula.
Pengenaan Pajak Penjualan atas Barang Mewah atas imporbarang kena pajak yang tergolong barang mewah tidak memerhatikan siapa yang mengimpor barang kena pajak tersebut dan tidakmemerhatikan apakah impor tersebut dilakukan secara terusmenerus atau hanya sekali saja. Boleh dikenakan Pajak Penjualanatas Barang Mewah bergantung pada yang melakukan impor barangkena pajak yang tergolong barang mewah. Bahkan kalau pengusahakecil yang tidak dikukuhkan menjadi pengusaha kena pajak yangmelakukan impor barang kena pajak yang tergolong barang mewahdikenakan pula Pajak Penjualan atas Barang Mewah, padahal dalamUU PPN diterangkan bahwa pengusaha kecil yang tidak dikukuhkan
54 Pembaruan Hukum Pajak BAB 3: Objek Pajak 55
sebagai pengusaha kena pajak tidak boleh dikenakan pajak, baikPajak Pertambahan Nila i maupun Pajak Penjualan atas BarangMewah . Pajak Penjualan atas Barang Mewah hanya dikenakan satukali, yaitu pada waktu penyerahan barang kena pajak yang tergolongbarang mewah di dalam daerah pabean dalam kegiatan usaha ataupekerjaan pengusaha yang bersangkutan atau impor barang kenapajak yang tergolong barang mewah yang diIakukan oleh siapa saja.Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagai pajak konsumsi dalammasyarakat bertujuan untuk menekan konsumen aga r tidakmempertontonkan kekayaannya secara berIebihan.
E. Objek Pajak Bumi dan Bangunan
Yang menjadi objek Pajak Bumi dan Bangunan adalah "bumidan atau bangunan". Keduanya dapat berdiri sendiri maupun secarabersama-sama sebagai objek yang dapat dikenakan Pajak Bumi danBangunan. Bumi sebagai objek pajak adalah permukaan bumi dantubuh bumi yang ada di bawahnya. Pengertian permukaan bumimeIiputi tanah dan perairan pedalaman serta laut wiIayahIndonesia. Sebagai objek Pajak Bumi dan Bangunan, bumi terikatpada klasifikasi yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan. Akantetapi , klasifikasi tersebut dapat berubah berdasarkan perkembangan di masa mendatang.
Klasifikasi bumi adalah pengelompokan bumi menurut nilaijualnya dan digunakan sebagai pedoman dan untuk memudahkanpenghitungan Pajak Bumi dan Bangunan yang terutang. Dalammenentukan klasifikasi bumi perIu diperhatikan faktor-faktor antaralain :
1. letak;
2. peruntukan;
3. pemanfaatan;
4. kondisi Iingkungan, dan lain-lain.
Kemudian, bangunan sebagai objek Pajak Bumi dan Bangunan1\ lnlah konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetapp.ula tanah dan atau perairan yang diperuntukkan sebagai ternpatunggal dan atau tempat usaha. Rochmat Soemitro (1987;9) ber
""Ildapat bahwa adakalanya orang atau badan memiliki rumah yang.ula di atas tanah orang lain seh ingga pemilik rumah terpisah dariIxmilik tanah. UU PBB memungkinkan orang yang memiliki rumaht1 j atas tanah orang lain dikenakan pajak tersendiri terIepas daripajak yang dikenakan pada pemiIik tanah. Dalam keadaan demikian,scbenarnya dianut asas pemisahan horizontal (horizontal schriding).intara pemiIik tanah dan pemiIik rumah yang ada di atas tanahynng bersangkutan.
Bangunan sebagai objek Pajak Bumi dan Bangunan dalampcngertian yang seluas-luasnya meIiputi:
I . jalan lingkungan yang terIetak dalam suatu kompleksbangunan seperti hotel, pabrik, emplasemennya, dan lain-lainyang merupakan satu kesatuan dengan kompleks bangunantersebut;
2. jalan tol ;
3. kolam renang;
4. pagar mewah;
5. tempat olahraga;
6. galangan kapal, dan dermaga;
7. taman mewah;
8. tempat penampungan/kilang minyak, air, gas, dan pipaminyak;
9. fasiIitas lain yang memberikan manfaat.
Kemud ian, kriteria untuk menentukan pengenaan Pajak Bumidan Bangunan terhadap bangunan bergantung pada klasifikasinya.
Klasifikasi bangunan adalah pengelompokan bangunan rnenurutnilai jualnya dan digunakan sebagai pedoman untuk memudahkan
penghitungan pajak yang terutang. Dalam menentukan klasifikasi
bangunan harus diperhatikan faktor-faktor antara lain:
1. bahan yang digunakan;
2. rekayasa;
3. letak;
4. kondisi lingkungan dan lain-lain.
Sehubungan dengan faktor-faktor klasifikasi bangunan di atas,
bangunan sebagai objek Pajak Bumi dan Bangunan dapat dikategorikan ke dalam bentuk:
1. bangunan tidak bertingkat (susun) yang terbuat dari betondan batu:
2. bangunan bertingkat (bersusun) yang terbuat dari beton danbatu:
3. bangunan semi permanen;
4. bangunan terbuat dari kayu dan bambu.
Tidak semua bumi dan atau bangunan merupakan objek pajak
yang boleh dikenakan Pajak Bumi dan Bangunan karena ada
pengecualian terhadap bumi dan atau bangunan tidak dikenakan
Pajak Bumi dan Bangunan. Ketentuan itu terdapat pada Pasal 3
ayat (1) UU PBB yang menegaskan bahwa objek tidak kena PajakBumi dan Bangunan:
1. digunakan sernata-mata untuk melayani kepentingan umum
di bidang ibadah, sosial, kesehatan, pendidikan, dan kebudaya
an nasional yang tidak dimaksudkan untuk memperolehkeuntungan;
2. digunakan untuk kuburan, peninggalan purbakala, atau yangsejenis dengan itu;
F. Objek Bea Perolehan Hak atas Tanah danBangunanBea Perolehan Hak atas Tanah dan Ban gunan dapat pula
disebut sebagai Pajak Perolehan Hak atas Tanah dan Ban gunan
karena UU BPHTB yan g m en gaturnya membuka peluang untuk
57BAB 3: Objek Pajak
~ . merupakan hutan lindung, hutan sua ka alam, hutan wisat a,
tama n nasional, tanah penggembalaan yan g dikuasai oleh desa,
da ri tanah negara yang belum dibebani su atu hak;
4. diguna kan oleh perwakil an diplomatik, kon sulat berdasarkan
asas perlakuan timbal balik;
5. digunakan oleh bad an atau perwakilan organisasi internasional
yang ditentukan oleh Menteri Keuan gan.
Sem entara itu , terhadap bumi dan atau ban gunan yang diguna
kan oleh negara untuk menyelenggarakan pemerintahan, penentuan
pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan diatur lebih lanjut dengan
peraturan pemerintah. Sekalipun pemerintah berwenang untuk
mene n tukan pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan terhadap objek
yang digunakan untuk menyelenggarakan pemerintahan, tetap
teri kat pada asas kelayakan dan kepatuhan menurut hukum. Dalam
arti bahwa pemerintah harus memerhatikan klasifikasi bumi dan
bangunan dalam menetapkan pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan
te rhadap objek yang digunakannya mengingat tidak ada ketentuan
yang memberi pengecualian agar bumi dan atau bangunan yang
dig unakan tidak dikenakan Pajak Bumi dan Bangunan. Dengan
dem ikian, pemerintah tetap dikenakan Pajak Bumi dan Bangunan
terhada p bumi dan atau bangunan yang digunakan untuk menye
lenggarakan pemerintahan karena pemerintah merupakan pula
badan hukum publik yang boleh dikenakan pajak sehingga terjarin g
sebagai wajib pajak yang wajib menaati UU PBB.
Pembaruan Hukum Pajak56
58 Pembaruan Hukum Pajak BAB 3: Objek Pajak 59
menggunakan salah satu dari keduanya. Bea Perolehan Hak atas
Tanah dan Bangunan adalah pajak yang dikenakan atas Perolehan
Hak atas Tanah dan Bangunan. Lain perkataan bahwa Bea Perolehan
Hak atas Tanah dan Bangunan merupakan pajak yang dikenakan
terhadap perbuatan atau peristiwa hukum yang mengakibatkan
diperolehnya hak atas tanah dan bangunan. Bea Perolehan Hak
atas Tanah dan Bangunan berbeda dengan Pajak Bumi dan
Bangunan, walaupun keduanya menggunakan istilah tanah (bumi)
dan bangunan sebagai objek yang boleh dikenakan pajak.
Objek Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan adalah
perolehan hak yang melekat pada tanah dan bangunan, sedangkan
objek Pajak Bumi dan Bangunan adalah fisik tanah dan bangunan
itu sendiri. Pasal 2 ayat (2) UU BPHTB, menetapkan bahwa
perolehan hak atas tanah dan bangunan sebagai objek pajak
meliputi:
1. Pemindahan hak karena:
a. jual beli;
b. tukar-rnenukar:
c. hibah;
d. hibah wasiat;
e. waris;
f. pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainnya;
g. pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan;
h. penunjukan pembeli dalam lelang;
i. pelaksanaan putusan hakim yang mempunyai kekuatan
hukum tetap;
J. penggabungan;
k. peleburan usaha;
1. pemekaran usaha;
m. hadiah.
2. Pemberian hak baru karena:
a. kelanjutan pelepasan hak;/
b. di luar pelepasan hak.
Hak atas tanah dan bangunan adalah hak atas tanah termasuk
hak pengelolaan beserta bangunan di atasnya, sebagaimana diai:ur
dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan
Dasar Pokok-Pokok Agraria dan Undang-Undang Nomor 16 Tahun
1985 tentang Rumah Susun. Hak atas tanah dan bangunan
berdasarkan kedua undang-undang tersebut di atas adalah:
1. hak milik;
2. hak guna usaha;
3. hak guna bangunan;
4. hak pakai;
5. hak milik atas satuan rumah susun;
6. hak pengelolaan.
Perolehan hak atas tanah dan bangunan tidak selalu merupakan
objek yang dapat dikenakan pajak karena ada ketentuan yang
menentukan bahwa objek itu bukan merupakan objek kena Bea
Pero lehan Hak atas Tanah dan Bangunan. Pasal 3 ayat (1) UU
BPHTB yang menegaskan bahwa objek pajak yang tidak dikenakan
Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan adalah objek pajak
yang diperoleh:
1. perwakilan diplornatik, konsulat berdasarkan asas perlakuan
timbal balik;
2. negara untuk menyelenggarakan pemerintahan dan atau untuk
pelaksanaan pembangunan guna kepentingan umum;
G. Objek Bea Meterai
Bea Meterai merupakan pula jenis dari pajak yang merupakanpajak langsung yang dibebankan kepada yang menggunakandokumen dalam melakukan perbuatan hukum. Bea Meterai adalahpajak yang dikenakan atas dokumen yang digunakan oleh orangpribadi atau badan dalam lalu lintas hukum. Oleh karena itu, objekBea Meterai adalah dokumen yang digunakan untuk melakukanperbuatan hukum, baik di dalam maupun di luar peradilan .D.okumen menurut Pasal 1 ayat (2) huruf a UU BM, adalah kertas
3. badan atau perwakilan organisasi internasional yang ditetapkan dengan keputusan Menteri Keuangan dengan syarat tidakmenjalankan usaha atau melakukan kegiatan lain di luar fungsidan tugas badan usaha atau perwakilan organisasi tersebut;
4. orang pribadi atau badan karena konversi hak atau karenaperbuatan hukum lain dengan tidak adanya perubahan nama;
5. orang pribadi atau badan karena wakaf;
6. orang pribadi atau badan yang digunakan untuk kepentinganibadah.
Selain itu, pengenaan pajak objek Bea Perolehan Hak atasTanah dan Bangunan yang diperoleh karena waris, hibah wasiat,dan pemberian hak pengelolaan berdasarkan Pasal 3 ayat (2) UU .BPHTB,diatur dengan peraturan pemerintah. Hal ini berarti bahwapemerintah berwenang untuk mengatur prosedur atau tata carapengenaan pajak terhadap waris, hibah wasiat, dan hak pengelolaandalam bentuk peraturan pemerintah. Substansi yang termuat dalamperaturan pemerintah tersebut antara lain berisi tentang tata caramenghitung besarnya Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunanatas objek pajak yang diperolehnya karena waris , hibah wasiat, danpemberian hak pengelolaan.
61BAB 3: Objek Pajak
yang berisikan tulisan yang mengandung arti dan maksud ten tangpcrbuatan, keadaan, atau kenyataan bagi seseorang dan/atau pihakpihak yang berkepentingan.
Ketentuan pada Pasal 1 ayat (2) huruf a UU BM, memberikanbatasan mengenai dokumen yang dapat menjadi objek BeaMeterai.Sebenarn ya segala sesuatu yang tidak berisikan tulisan, atauberisikan tulisan, tetapi tidak mengandung arti dan maksud tentangperbuatan, keadaan, atau kenyataan bagi orang pribadi seseorangatau badan yang berkepentingan tidak termasuk dalam pengertiandokumen. Sebagai contoh, potret, walaupun mengandung arti danmaksud tentang perbuatan, keadaan, atau kenyataan bagi orangpribadi atau badan dalam potret tersebut, tidak berisikan tulisansehingga tidak termasuk dalam pengertian dokumen.
Dikenakan Bea Meterai at as dokumen yang berbentuksebagaimana dimaksud dalam Pasa12 ayat (1) UU BM adalah :
1. surat perjanjian dan surat-surat lainnya yang dibuat dengantujuan untuk digunakan sebagai alat pembuktian mengenaiperbuatan, kenyataan, atau keadaan yang bersifat perdata.Pihak-pihak yang memegang surat perjanjian atau surat-suratlainnya tersebut (antara lain surat kuasa, surat hibah, suratpernyataan), mempunyai kewajiban untuk membayar BeaMeterai terhadap surat tersebut;
2. akta-akta notaris termasuk salinannya;
3. akta-akta yang dibuat oleh Pejabar Pembuat Akta Tanahtermasuk rangkapnya;
4. surat yang memuat jumlah uang yang:
a. menyebutkan penerimaan uang;
b. menyatakan pembukuan uang atau penyimpanan uangdalam rekening di bank;
Pembaruan Hukum Pajak60
62
a. surat penyimpanan uang;
b. konosemen;
c. surat angkutan penumpang dan barang;
d. keterangan pemindahan yang dituliskan di atas dokumen
sebagaimana dimaksud dalam huruf a, hurufb, dan huruf
c,
e. bukti untuk pengiriman dan penerimaan barang;
f. surat pengiriman barang untuk dijual atas tanggungan
pengirim;
g. surat-surat lainnya yang dapat disamakan dengan surat
surat sebagaimana dimaksud dalam huruf a sampai
huruf f.
2. segala bentuk ijazah; termasuk dalam pengertian segala bentuk
ijazah ini ialah surat tanda tamat belajar, tanda lulus, surat
keterangan telah mengikuti sesuatu pendidikan, latihan,
kursus, dan penataran;
3. tanda terima gaji, uang tunggu, pensiun, uang tunjangan, dan
pembayaran lainnya yang ada kaitannya dengan hubungan
kerja serta surat-surat yang diserahkan untuk mendapatkan
pembayaran itu;
4. tanda bukti penerimaan uang negara dari kas negara, kas
pemerintah daerah, dan bank;
5. kuitansi untuk semua jenis pajak dan untuk penerimaan
lainnya yang dapat disamakan dengan itu dari kas negara, kas
pemerintah daerah, dan bank. Bank yang dimaksud dalam
angka 5 ini adalah bank yang ditunjuk oleh pemerintah untuk
menerima setoran pajak, bea dan cukai;
6. tanda penerima uang yang dibuat untuk keperluan intern
organisasi;
Pembaruan Hukum Pajak
c. berisi pemberitahuan saldo rekening di bank;
d. berisi pengakuan bahwa utang uang seluruhnya atau
sebagiannya telah dilunasi atau diperhitungkan;
5. surat berharga seperti wesel, promes, aksep, dan cek ;
6. efek dengan nama dan dalam bentuk apa pun.
Juga dikenakan Bea Meterai at as dokumen yang digunakan
sebagai alat pembuktian di muka pengadilan sebagaimana
dimaksud dalam Pasa12 ayat (3) UU BM, yaitu:
1. surat-surat biasa dan surat-surat kerumahtanggaan;
2. surat-surat yang semula tidak dikenakan Bea Meterai berdasar
kan tujuannya jika digunakan untuk tujuan lain atau digunakan
oleh orang lain dari maksud semula.
Dalam kaitan pengenaan Bea Meterai terhadap dokumen
tersebut di atas, menurut Marihot P. Siahaan (2004;69) bahwa
besarnya Bea Meterai yang terutang terkait dengan dokumen yang
digunakan sebagai alat pembuktian di muka pengadilan adalah
sebesar Rp6.000,00, sementara apabila dokumen yang dimaksud
berkaitan dengan penyerahan uang, besarnya Bea Meterai yang
terutang didasarkan pada besarnya nominal penyerahan uang
dimaksud . Apabila nominal penyerahan uang kurang dari
Rp250.000,00, tidak terutang Bea Meterai . Sementara itu, apabila
nominal penyerahan uang sama dengan atau lebih dari
Rp250.000,00, besarnya Bea Meterai terutang adalah Rp3.000,00
dan apabila nominal penyerahan uang sama dengan atau lebih dari
Rp1.000.000,00, besarnya Bea Meterai terutang adalah Rp6 .000 ,00.
Walaupun dokumen merupakan objek Bea Meterai, berdasar
kan Pasal 4 UU BM ternyata ada dokumen yang tidak dikenakan
Bea Meterai atas:
1. dokumen yang berupa:
BAB 3: Objek Pajak 63
H. Objek Pajak Daerah
Pajak daerah yang meliputi pajak daerah provinsi dan pajak
daerah kabupaten/kota merupakan kajian hukum pajak. Pajak
Daerah memiliki objek yang dapat dikenakan pajak dan tidak
dikenakan pajak, bergantung pada pengaturan dalam peraturandaerah yang bersangkutan. Karena UU PDRD secara tegas tidak
mengatur mengenai objek pajak daerah, tidak berarti bahwa pajak
daerah tidak memiliki objek pajak mengingat objek pajak daerahmerupakan salah satu substansi dalam hukum pajak materil yangdiberlakukan di daerah.
Penentuan objek pajak daerah merupakan kewenangan daerahuntuk menetapkannya dan merupakan bagian terpenting dalamperaturan daerah yang mengatur ten tang pajak daerah. Kewenangan
7. dokumen yang menyebutkan tabungan, pembayaran uangtabungan kepada penabung oleh bank, koperasi, dan badanbadan lainnya yang bergerak di bidang tersebut;
8. surat gadai yang diberikan oleh perusahaan jawatan pegadaian;
9. tanda pembagian keuntungan atau bunga dari efek, dengannama dan dalam bentuk apa pun.
Walaupun dokumen tersebut di atas telah ditetapkan tidak
dikenakan Bea Meterai, dalam praktik, kalau dokumen itu
digunakan dalam suatu sengketa atau perkara di muka pengadilanyang terkait dengan dokumen itu, dikenakan Bea Meterai dengancara pemeterain kemudian. Pemeteraian kemudian dilakukanterhadap foto kopi atas dokumen yang digunakan dalam sengketa
atau berperkara di muka pengadilan. Dengan demikian, pengenaanBea Meterai terhadap suatu dokumen dapat dilakukan dengan caramenggunakan benda meterai berupa kertas meterai danpemeteraian kembali.
65BAB 3: Objek Pajak
c1 aerah menetapkan objek pajak daerah merupakan suatu bentukdelegasi kewenangan dari UU PDRD kepada pembuat peraturan
daerah. Sekalipun merupakan delegasi kewenangan, peraturandaerah yang mernuat tentang objek pajak tidak boleh mengambil
alih objek pajak negara agar tidak terjadi pajak ganda nasional.
Objek pajak daerah pada dasarnya meliputi objek kena pajak
dan objek tidak kena pajak. Pengaturan semacam ini bertujuanuntuk memberi keadilan, kemanfaatan, atau kepastian hukumterhadap suatu objek yang dikelompokkan ke dalam objek kena
pajak atau dikelompokkan ke dalam objek tidak kena pajak. Dengandemikian, terdapat suatu perlindungan hukum terhadap objek kena
pajak maupun objek tidak kena pajak.
Pembaruan Hukum Pajak64
67
.. Wajib Pajak
A. Pengertian
Hukum pajak tidak berbeda dengan hukum lainnya yangrnerniliki subjek hukum selaku pendukung kewajiban dan hak .Dalam hukum pajak, bukan subjek pajak sebagai pendukungkewajiban dan hak melainkan adalah wajib pajak. Secara hukum,subjek pajak dengan wajib pajak memiliki perbedaan karena subjekpajak bukan subjek hukum, melainkan hanya wajib pajak sebagaisubjek hukum mengingat subjek pajak tidak memenuhi syaratsyarat, baik syarat subjektif atau syarat objektif untuk dikenakanpajak sehingga bukan subjek hukum. Sebaliknya, wajib pajak padaawalnya berasal dari subjek pajak yang dikenakan pajak karename men uh i syarat-syarat subjektif dan objektif yang telahditent ukan. Dengan demikian, ada keterkaitan antara subjek pajakdengan wajib pajak, walaupun keduanya dapat dibedakan secarahukum karena keberadaan wajib pajak bermula dari subjek pajak.
Menurut ketentuan Pasall angka 1 UU KUp, wajib pajak adalahorang pribadi atau badan yang menurut ketentuan peraturanperundang-undangan perpajakan ditentukan untuk melakukankewajiban perpajakan, termasuk pemungutan atau pemotonganpajak tertentu. Kemudian, pengertian badan adalah sekumpulan
orang dan atau modal yang merupakan kesatuan, baik yangmelakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yangmeliputi perseroan lainnya, badan usaha milik negara atau daerahdengan nama dan dalam bentuk apa pun , firma, kongsi, koperasi,dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasimassa, organisasi politik, atau organisasi yang sejenis, lembaga,bentuk usaha tetap dan bentuk badan lainnya (Pasall angka 2 UUKUP). Sementara itu, pada Pasal 1 ayat (1) UU PPh, bahwa yangmenjadi subjek pajak untuk Pajak Penghasilan adalah:
1. a. orang pribadi ;
b. warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuanmenggantikan yang Berhak;
2. badan;
3. bentuk usaha tetap.
Kalau pengertian wajib pajak dikaji secara mendalamsebagaimana yang tercantum dalam Pasal 1 angka 1 UU KUp,ternyata wajib pajak hanya untuk melaksanakan kewajibanperpajakan dengan tidak memiliki hak perpajakan. Wajib pajaksebagai subjek hukum tidak hanya untuk memiliki kewajibanperpajakan, tetapi memiliki pula hak di bidang perpajakan,digunakan atau tidak hak tersebut bergantung pada wajib pajakyang bersangkutan. Selain itu, pemotong atau pemungut pajaktermasuk pula dalam pengertian wajib pajak. Pada hakikatnya,pemotong atau pemungut pajak yang berada pada orang pribadiatau badan yang melakukan pemotongan atau pemungutan pajakdari wajib pajak bukan dalam kategori sebagai wajib pajak. Orangpribadi atau badan tersebut tidak memenuhi syarat-syarat objektifkarena pajak yang dipotong atau dipungut tidak boleh dikategorikansebagai objek pajak, melainkan adalah pajak dari wajib pajak yangdikenakan pemotongan atau pemungutan pajak. Pemotong atau
B. Wajib Pajak Penghasilan
pcrnungut pajak adalah tepat kalau dimasukkan dalam kategoriscbagai petugas pajak bukan merupakan wajib pajak.
Pengertian wajib pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1angka 1 UU KUP harus diubah dengan menampakkan pencerminanscbagai pendukung kewajiban dan hak di bidang perpajakan karenatelah memenuhi syarat-syarat objektif dan subjektif sebagaimanadikenal dalam hukum pajak. Wajib pajak tidak boleh diabaikan ataud ikesam p in gkan haknya sebagai salah satu unsur untukmemperoleh perlindungan hukum. Hak yang dimiliki oleh wajibpajak merupakan sarana hukum untuk mendapatkan perlindunganhukum dari kesewenang-wenangan pejabat pajak dalam upayaunt uk menegakkan hukum pajak .
69BAB 4: Wajib Pajak
Wajib pajak dalam UU PPh terdiri dari wajib pajak dalam negeridan wajib pajak luar negeri. Dikatakan oleh Rochmat Soemitro(1986;92) bahwa wajib pajak dalam negeri adalah subjek pajakdalam negeri yang memenuhi syarat-syarat objektif, artinyamemenuhi syarat-syarat seperti yang ditentukan dalam UU PPh.Wajib pajak dalam negeri adalah subjek pajak yang bertempattinggal atau menetap di Indonesia. Wajib pajak dalam negeridikenakan pajak di tempat ia bertempat tinggal atau berkedudukan(jika mengenai badan) . Kemudian, wajib pajak dalam negeridikenakan pajak atas semua penghasilan yang diterima ataudiperolehnya, baik yang diterima di dalam negeri maupun yangdite rima di luar negeri. jadi dikenakan atas apa yang disebut worldwide income. Orang asing yang berada di Indonesia untuk jangkawaktu secara berturut-turut yang lebih dari 183 hari dianggapsebagai wajib pajak dalam negeri dan wajib memenuhi kewajibandan haknya selaku wajib pajak dalam negeri .
Pembaruan Hukum Pajak68
Lebih lanjut, dikatakan oleh Rochmat Soemitro (1986;92-93)
bahwa wajib pajak yang meninggalkan Indonesia untuk jangkawaktu yang tidak lebih dari satu tahun masih merupakan wajibpajak dalam negeri dan masih dikenakan pajak di Indonesia. Pejabat
diplomatik dan pegawai kedutaan Republik Indonesia, yang karena
jabatannya berada di luar Indonesia (asal bukan staflokal), masihmerupakan wajib pajak dalam negeri sebab berdasarkan "asas
eksteri toriali tas", mereka dianggap bertempat tinggal di wilayah
Republik Indonesia dan wajib puIa membayar pajak penghasilanapabila penghasilannya melebihi penghasilan tidak kena pajak.Sebaliknya, wakil-wakil diplomatik atau konsuler asing yang
bertempat tinggal di Indonesia, bukan merupakan wajib pajakdalam negeri, berdasarkan "asas eksteritorialitas" tersebut. ]ikaorang luar negeri melakukan usaha sendiri di Indonesia melalui
wakilnya, seperti seorang akuntan yang mempunyai kantor akuntandi Indonesia (milik pribadi, profesi), ia akan dikenakan pajak
sebagai wajib pajak dalam negeri, atau setidak-tidaknya badan usaha
itu dikenakan pajak sebagai "bentuk usaha tetap" yang jugamerupakan wajib pajak dalam negeri.
Wajib pajak luar negeri menurut Rochmat Soemitro (1986 :93-
94) adalah subjek pajak luar negeri yang memperoleh atau
menerima penghasilan yang berasal dari wilayah RepublikIndonesia atau yang mempunyai kekayaan yang terletak di wilayah
Republik Indonesia. Wajib pajak luar negeri hanya dikenakan pajak
dari penghasilan yang diterima atau diperoleh atau berasal dari(surnber-sumber yang ada di) wilayah Republik Indonesia. Wajib
pajak luar negeri tidak wajib memasukkan surat pemberitahuandan baginya tidak berlaku penghasilan tidak kena pajak, dan pula
baginya susunan dan besarnya keluarga tidak mempunyai pengaruhatas besarnya jumlah pajak. Pembayaran-pembayaran berupa bunga,dividen, royalti, sewa-sewa, dan sebagainya yang dibayarkan olehbadan yang berkedudukan di Indonesia, langsung dipotong Pajak
c. Wajib Pajak Pertambahan NilaiWajib pajak yang terkait dengan pelaksanaan Pajak
Pertambahan Nilai Barang dan]asa disebut "pengusaha kena pajak",Pengusaha kena pajak adalah pengusaha sebagaimana dimaksudpada angka 3 yang melakukan penyerahan barang kena pajak dan
atau penyerahan jasa kena pajak yang dikenakan pajak berdasarkan
UU PPN dan perubahannya, tidak termasuk pengusaha kecil yang
batasannya ditetapkan dengan keputusan Menteri Keuangan,kecuali pengusaha kecil yang memilih untuk dikukuhkan menjadipengusaha kena pajak (Pasal 1 angka 4 UU KUP). Selanjutnya,
Pasal 1 angka 3 UU KUP menegaskan pengusaha adalah pengusahaberupa orang pribadi atau badan dalam bentuk apa pun yang dalamke gia t an usaha atau pekerjaannya menghas ilkan bar an g,
71BAB 4: Wajib Pajak
Penghasilan berdasarkan Pasal 26 PPh ada sumbernya oleh badanyang membayar jumlah tersebut. Dan pemotongan PajakPenghasilan sebesar 20% ini merupakan pungutan final yang tidak
dapat dikreditkan.
Wajib pajak, baik dalam negeri maupun luar negeri tidak
memiliki kedudukan hukum yang sama dalam UU PPh. Wajib pajakdalam negeri dikenakan Pajak Penghasilan terhadap seluruh
penghasilan yang diterima atau diperoleh, baik di Indonesiamaupun di luar Indonesia dan kepadanya diwajibkan mengisi dan
menyampaikan surat pemberitahuan. Sementara itu, wajib pajakluar negeri dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final hanyaterhadap penghasilan yang diterima atau diperoleh di Indonesia
ser ta tidak diwajibkan mengisi dan menyampaikan suratpemberitahuan. Sekalipun tidak dalam kedudukan hukum yangsama, antara wajib pajak dalam negeri dengan wajib pajak luarnegeri tetap berkewajiban mematuhi ketentuan dalam UU PPh,
khususnya mengenai pelunasan pajak.
Pembaruan Hukum Pajak70
mengimpo r barang, mengekspor barang, melakukan usahaperdagangan, memanfaatkan barang tidak berwujud dari luardaerah pabean, me lakukan usaha jasa, atau mem anfaatkan jasa
dari luar daerah pabean.
Kernudian, pengusaha kena pajak menurut Pasal 1 angka 15
UU PPN, adaIah pen gusaha sebagaimana dimaksud daIam angka
14 yang meIakukan penyerahan barang kena pajak da n ataupenyerahan jasa kena pajak yang dikenakan pajak berdasarkan
undang-undang ini, tidak termasuk pengusaha keci I yangbatasannya ditetapkan dengan keputusan Menteri Keuangan,
kecuaIi pengusaha keciI yang memiIih untuk dikukuhkan sebagaipengusaha keciI. Selanjutnya, PasaI 1 angka 14 UU PPN rnenegaskan pengusaha adaIah orang pribadi atau badan sebagaimana
dimaksud daIam an gka 13 yang daIam kegiatan usaha ataupekerj aannya menghasiIkan barang, mengimpor barang,mengekspor barang, meIakukan usaha perdagangan, memanfaatkan barang tidak berwujud dari Iuar daerah pab ean, meIakukan
usaha jasa, atau memanfaatkan jasa dari Iuar daerah pabean.
Secar a hukum, terdapat sinkronisasi pengert ian antarapengusaha kena pajak yang terdapat dalam UU KUP dengan UU
PPN. Sebenarnya tidak ada pertentangan antara UU KUP deng an
UU PPN tentang peng ertian pengusaha kena pajak. Maka, wajibpajak yang terikat pada Pajak Pertambahan NiIai adaIah Pengusaha
Kena Pajak yang meIakukan:
1. penyerahan barang kena pajak di daIam daerah pabean;
2. impor barang kena pajak;
3. penyerahan jasa kena pajak di daIam daerah pabean;
4. pemanfaatan barang kena pajak tidak berwujud dari luar daerahpabean di dalam daerah pabean;
5. pernanfaatan jasa kena pajak tidak berwujud dari luar daerah
pab ean di dalam daerah pabean: atau
6. ekspor barang kena pajak.
Dalam kaitan pen gu saha kena pajak, Untung Sukardji
(2002;123) mengatakan bahwa pengertian pengusaha kena pajak
ini ternyata kemudian diperluas dalam Pasal 2 ayat (1) PeraturanPemerintah Nomor 143 Tahun 2000 yang menetapkan bahwa
termasuk dalam pengertian pengusaha yang melakukan penyerahanbarang kena pajak dan/atau jasa kena pajak adalah pen gusaha yang
sejak semula bermaksud melakukan penyerahan barang kena pajakdan/ atau penyerahan jasa kena pajak. Ketentuan ini mengisyaratkanbahwa pengusaha yang belum memulai kegiatan penyerahan, tetapi
dari kegiatan persiapan seperti pembeIi an barang mod al, pembelianbahan baku , dan lain-lainnya sudah dapa t diketahui bahwapengusaha ini berniat akan melakukan kegiatan penyerahan barang
kena pajak atau penyerahan jasa kena pajak. Oleh karena itu,ter hadap mereka dimungkinkan untuk melaksanakan kewajibandi bidang Pajak Pertambahan Nil ai antara la in kewajiban
melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai pengusaha kena
pajak.
Pada hakikatnya bahwa Pasal2 ayat (1) Peraturan Pemerintah
Nomor 143 Tahun 2000 tidak memperluas pengertian pengusaha
kena pajak, ba hkan tidak memiliki kekuatan hukum untuk
diberlakukan kepada pengusaha kena pajak karena PeraturanPemerintah Nomor 143 Tahun 2000 adalah peraturan pelaksanaan
yang tidak boleh menyimpang dari substansi hukum dalam UUPPN. Kalau terjadi perluasan pengertian pengusaha kena pajak ,
pera turan tersebut tidak boleh diberlakukan karena melanggar asashukum "lex superior derogat legi inferiori". Dengan de mikian,
pengertian pengusaha kena pajak yang terdapat pad a Pasall angka
72 PembaruanHukum Pajak BAB 4: Wajib Pajak 73
D. Wajib Pajak Penjualan atas Barang MewahWajib Pajak Penjualan atas Barang Mewah adalah orang atau
badan yang biasanya disebut sebagai pengusaha. Pengusaha ini
memiliki ciri khas karena melakukan penyerahan barang kena pajak
yang tergolong barang mewah. Scbagaimana yang diatur pada Pasal5 ayat (1) UU PPN bahwa di samping pengenaan pajak sebagaimanadimaksud dalam Pasal4, dikenakan juga pajak penjualan atas barang
I', UU PPN tetap diberlakukan dan bukan yang terdapat pada Pasalnyat (1) Peraturan Perner intah Nomor 143 Tahu n 2000.
Pengusaha kecil adalah pengusaha tidak kena pajak sepanjang
memenuhi batasan yang telah ditetapkan oleh Menteri Keuangan,keeuali bila dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak. Pengusaha
kecil menurut Keputusan Menteri Keuangan Nomor 552/KMK.04/
2000 adalah pengusaha yang dalam satu tahun buku melakukanpenyerahan:
1. barang kena pajak dengan jumlah peredaran bru to tidak lebih
dari Rp360.000 .000,OO; atau
2. jasa kena pajak dengan jumlah peredaran bru to tidak lebihdari Rp180.000.000,OO.
Pengusaha keeil yang tidak dikukuhkan sebagai pengusaha
kena pajak bukan wajib Pajak Pertambahan Nilai sehingga tidakmerniliki kewajiban dan hak dalam pelaksanaan UU PPN. Bahkan
seba liknya, pengusaha keeil tersebut dilarang untuk me lakukanperbuatan hukum di bidang Pajak Pertambahan Nilai, misalnya
memungut pajak dan atau membuat faktur pajak. Tatkala larangantersebut dilanggar, pengusaha keeil tersebut wajib dikenakan sanksiadministrasi sebagaimana ditentukan da lam UU PPN. Hal ini
dimaksudkan agar pengusaha keeil tidak melakukan perbuatan
hukum selama belum dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak.
mewah terhadap : a) penye raha n barang kena pajak yang tergolongmewah yang dilakukan oleh pengusaha yang menghasilkan barang
kena pajak yang tergolong mewah tersebut di da lam daerah pabeandalam kegiatan usaha atau peke rjaannya; dan b) impor barang kena
pajak yang tergo long mewah .
Seeara hukum, dikatakan bahwa wajib Pajak Penjualan atas
Barang Mewah adalah pengusaha yang mclaku kan penyerahanbarang kena pajak yang tergolong barang mewah dan /atau impor
barang kena pajak yang tergolong barang mewah. Dalam arti bahwabarang kena pajak yang diserahkan dan/ atau yang diimpor tergolongbarang mewah mengingat kemewahan yang me lekat pada barangkena pajak termaksud yang menjadi kri teri a untuk dikenakan Pajak
Penjualan atas Barang Mewah.
75SAS 4: Wajib Pajak
E. Wajib Pajak Bumi clan BangunanUntuk memahami siapa yang merupakan wajib Pajak Bumi
dan Bangunan, maka terlebih dahulu harus dikaji seeara hukum
mengenai ketentuan Pasal 4 ayat (1) dan ayat (2) UU PBB.Ketentuan Pasal 4 ayat (1) UU PBB menegaskan bahwa yangmenjadi subjek pajak adalah orang atau badan yang seeara nyata
mempunyai suatu hak atas bumi, dan/atau memperoleh manfaat
atas bumi, dan/atau merniliki, menguasai, dan/atau memperolehmanfaat bangunan. Kemudian, ketentuan Pasal4 ayat (2) UU PBB
mengatur bahwa subjek pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (l)yang dikenakan kewajiban membayar pajak menjadi wajib pajak.
Wajib Pajak Bumi dan Bangunan berdasarkan Pasal4 ayat (1)
dan ayat (2) UU PBB adalah orang atau badan yang dikenakan
Pajak Bumi dan Bangunan karena seeara nyata:
1. mempunyai hak atas bumi (tanah): dan /atau
2. memperoleh manfaat atas bumi (tanah): dan/atau
Pembaruan Hukum Pajak"1
3. memiliki bangunan; dan/atau
4. menguasai bangunan; dan/atau
5. memperoleh manfaat bangunan.
Apabila adaobjek pajak yang belum diketahui siapa subjekpajak atas objek pajak tersebut, pejabat pajak berwenangmenetapkan subjek pajak sebagai wajib pajak. Kewenangan pejabatpajak untuk menetapkan subjek pajak sebagai wajib pajak benujuanagar objek pajak itu dikenakan Pajak Bumi dan Bangunan. Akantetapi, subjek pajak tersebut dapat memberikan keterangan kepadapejabat pajak bahwa ia bukan wajib pajak terhadap objek pajakdimaksud, sebagai contoh adalah:
1. Subjek pajak bernama Ali Baba yang memperoleh manfaat ataumenggunakan bumi dan/atau bangunan milik Rudy, bukankarena sesuatu hak berdasarkan undang-undang atau bukankarena perjanjian. Maka Ali Baba dapat ditetapkan sebagaiwajib pajak berdasarkan alasan bahwa Ali Baba memperolehmanfaat atau menggunakan bumi/bangunan milik Rudy.
2. Terhadap suatu objek pajak yang masih dalam sengketa dipengadilan tentang siapa pemiliknya, orang atau badan yangmemanfaatkan atau menggunakan objek te rsebut dapatditetapkan sebagai wajib pajak .
3. Subjek pajak yang dalam jangka waktu lama berada di luarwilayah letak objek pajak, sedangkan pengurusan objek pajakitu dikuasakan secara sah kepada orang atau badan, orang atau
badan yang diberi kuasa dapat ditetapkan sebagai wajib pajak.
Tatkala keterangan yang diajukan oleh wajib pajak memperolehpersetujuan, pejabat pajak berkewajiban membatalkan penetapansebagai wajib pajak dalam jangka waktu satu bulan sejak diterimasurat keterangan termaksud. Apabila setelah jangka waktu satubulan sejak tanggal diterima keterangan dari wajib pajak, pejabat
pajak tidak memberikan keputusan, keterangan yang diajukan itudianggap disetujui . Sebaliknya, bila keterangan yang diajukan olehwajib pajak tidak memperoleh persetujuan , pejabat pajakmene rbitkan keputus an penolakan dengan disertai alasan
alasannya.
F. Wajib Bea Perolehan Hak atas Tanah danBangunanBea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan dapat pul a
disebut dengan Pajak Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.Sea Perolehan Hak atas Tanah dan Sangunan tidak berbeda denganpajak lainnya karena memiliki pula wajib pajak sebagaimana yangtelah ditentukan dalam Pasal 4 ayat (2) UU SPHTS, yaitu wajibSea Perolehan Hak atas Tanah dan Sangunan adalah subjek pajaksebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang dikenakan kewajiban membayarbeaperolehan hak atas tanah dan bangunan menurut undang-undang ini.Pengen ian subjek Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Sangunanmenurut Pasal4 ayat (1) UU SPHTS adalah orangpribadi atau badanyang memperoleh hak atas tanah dan bangunan. Perolehan hak atastanah dan bangunan dikenakan Bea Perolehan Hak atas Tanah danSangunan sebanyak lima belas jenis berdasarkan UU SPHTS.Dalam ani, terdapat lima belas kriteria sehingga wajib Sea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan dikategorikan selaku wajibpajak. Dengan demikian, berkewajiban membayar Sea PerolehanHak atas Tanah dan Bangunan yang terutang karena:
1. perolehan hak atas tanah dan bangunan yang disebabkan jualbeli dalam status selaku pembeli;
2. perolehan hak atas tanah dan bangunan yang disebabkan tukarmenukar;
3. perolehan hak atas tanah dan bangunan karena hibah;
77BAB 4: Wajib PajakPembaruan Hukum Pajak76
14. perolehan hak atas tanah dan bangunan disebabkan hadiah;
15. perolehan hak atas tanah dan bangunan karena penunjukanpembeli dalam lelang.
Kewajiban wajib pajak pada saat perolehan hak atas tanah danbangunan adalah melakukan pelunasan Bea Perolehan Hak atasTanah dan Bangunan karena telah terutang Bea Perolehan Hak atasTanah dan Bangunan. Saat Bea Perolehan Hak atas Tanah danBangunan yang terutang belum terbayar lunas, perolehan hak atastanah dan bangunan dapat tertunda karena pejabat yang berwenang
4. pero lehan hak atas tanah dan bangunan karena hibah wasia t;
5. perolehan hak atas tanah dan bangunan karena waris;
6. perolehan hak atas tanah dan bangunan karena pemasukandalam perseroan atau badan hukum lainnya;
7. perolehan hak atas tanah dan bangunan karena pemisahanhak yang mengakibatkan peralihan;
8. perolehan hak atas tanah dan bangunan disebabkan peralihanhak karena pelaksanaan putusan hakim yang mempunyaikekuatan hukum tetap;
9. perolehan hak atas tanah dan bangunan karena pemberian hakbaru atas tanah sebagai kelanjutan dari pelepasan hak;
10. perolehan hak atas tanah dan bangunan karena pemberian hakbaru atas tanah di luar pelepasan hak;
11. perolehan hak atas tanah dan bangunan disebabkanpenggabungan usaha;
12. perolehan hak atas tanah dan bangunan karena peleburanusaha;
13. perolehan hak atas tanah dan bangunan karena pemekaranusaha;
G. Wajib Bea Materai
79BAB 4: Wajib Pajak
tidak memberi pengesahan perolehan hak tersebut. Sebenarnyapelunasan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangu nan yangterutang menentukan proses perolehan hak atas tanah danbangunan bagi wajib pajak yang memperoleh hak atas tanah danbangunan. Setelah terjadi pelunasaan Bea Perolehan Hak atas Tanahdan Bangunan, berarti tidak ada hambatan atau kendala hukumyang memengaruhi proses peralihan hak.
Dalam UU BMtidak secara tegas ditentukan bahwa siapa yangmerupakan wajib pajak untuk Bea Meterai yang berkewajibanmembayar lunas Bea Meterai yang terutang. Wajib Bea Meteraihanya tersirat dalam Pasal2 UU BM,yang menyatakan bahwa orangpribadi atau badan yang memanfaatkan dokumen yang terutangBea Meterai adalah wajib pajak yang berkewajiban membayar BeaMeterai yang terutang. Wajib Bea Meterai adalah subjek pajak yangmemanfaatkan dokumen yang terutang Bea Meterai. Wajib BeaMeterai boleh terjadi karena hanya satu pihak atau lebih dari satupihak, bergantung pada keadaan pada saat dokumen yang terutangBea Meterai dimanfaatkan yang bersangkutan.
Terkait dengan wajib Bea Meterai boleh ditetapkan perumpamaan sebagai berikut.
1. Bila dokumen dibuat oleh satu pihak, misalnya kuitansi, BeaMeterai terutang oleh penerima kuitansi.
2. Kalau dokumen dibuat oleh dua pihak atau lebih, misalnyasurat perjanjian di bawah tangan, masing-masing pihakterutang Bea Meterai atas dokumen yang diterimanya.
3. Jika pihak atau pihak-pihak yang bersangkutan menentukanlain, Bea Meterai terutang oleh pihak atau pihak-pihak yangditentukan oleh mereka.
Pembaruan Hukum Pajak78
80 Pembaruan Hukum Pajak BAB 4: Wajib Pajak 81
H. Wajib Pajak DaerahDalam UU PDRD tidak secara tegas diatur mengenai siapa
yang termasuk subjek pajak sehingga tidak diketahui secara pastiyang menjadi wajib pajak daerah . Pajak daerah meliputi pajakdaerah provinsi dan pajak daerah kabupaten/kota. Maka, wajibpajak dari tiap pajak daerah juga berbeda pula, bergantung padaobjek yang dikenakan pajak daerah. Wajib pajak daerah provinsiadalah subjek pajak yang menggunakan objek pajak daerah provinsiyang dikenakan pajak . Akan tetap i, tidak selalu subjek pajak daerahprovinsi merupakan wajib pajak, hanya yang diwajibkan membayarpajak karena telah memenuhi syarat-syarat subjektif dan syaratsyarat objektif karena wajib pajak daerah provinsi memiliki ,menguasai, atau memanfaatkan objek yang dikenakan pajak.
Demikian pula halnya, terhadap pajak daerah kabupaten/kotayang tidak jelas mengenai siapa yang menjadi subjek pajak,khususnya siapa yang menjadi wajib pajak yang berkewajibanmembayar pajak daerah yang terutang. Wajib Pajak DaerahKabupaten/Kota adalah subjek pajak yang dibebankan kewajibanuntuk membayar pajak karena memiliki, menguasai, atau meman
faatkan objek yang dikenakan pajak .
Penentuan wajib pajak daerah, baik di tingkat provinsi maupundi tingkat kabupaten/kota merupakan kewenangan daerah untukmenetapkan dan merupakan bagian terpenting dalam peraturandaerah yang mengatur tentang pajak daerah. Kewenangan daerahmenetapkan wajib pajak merupakan suatu bentuk delegasikewenangan dari UU PDRD kepadapernbuat peraturan daerah(Dewan Perwakilan Rakyat Daerah bersama dengan kepala daerah).Sekalipun merupakan delegasi kewenangan, tetapi peraturan daerahtentang pajak daerah tidak boleh menyimpang dari UU PDRDdalam menentukan subjek pajak yang pada akhirnya sebagai wajib
pajak.
I. Kewajiban Wajib PajakTelah ditegaskan bahwa wajib pajak merupakan subjek hukum
dalam konteks hukum pajak karena telah memenuhi syarat-syaratsubjektif dan syarat -syarat objektifuntuk dikenakan pajak. Sebagaisubjek hukum, wajib pajak diwajibkan untuk memenuhi kewajibanyan g tersebar dalam Undang-undang Pajak yang memuatketentuan-ketentuan yang bersifat formal. Apabila kewajiban yangdibebankan kepada wajib pajak tidak dilaksanakan, dapat dikenakansanksi hukum, yang meliputi sanksi administrasi berupa bunga,denda, atau kenaikan serta sanksi pidana yang terdapat dalamUndang-undang Pajak.
Kewajiban wajib pajak yang harus dilaksanakan sebagaimanayang ditentukan, antara lain sebagai berikut.
1. Wajib pajak wajib mendaftarkan diri pada Kantor DirektoratJenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggalatau tempat kedudukan wajib pajak dan kepadanya diberikannomor pokok wajib pajak . Fungsi nomor pokok wajib pajakmerupakan suatu sarana dalam administrasi perpajakan yangdipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas wajibpajak. Oleh karena itu, kepada setiap wajib pajak hanyadiberikan satu nomor pokok wajib pajak. Selain itu, nomorpokok wajib pajak juga dipergunakan untuk menjaga ketertibandalam pembayaran pajak dan dalam pengawasan administrasiperpajakan. Dalam hal berhubungan dengan dokumenperpajakan, wajib pajak diwajibkan mencantumkan nomorpokok wajib pajak yang dimilikinya. Terhadap wajib pajak yangtidak mendaftarkan diri untuk mendapatkan nom or pokokwajib pajak dikenakan sanksi sesuai peraturan perundangundangan perpajakan.
2. Wajib pajak wajib melaporkan usahanya pada KantorDirektorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi
tcrn pat tinggal atau ternpat kedudukan pengusaha, dankegiatan usaha dilakukan untuk dikukuhkan sebagaipengusaha kena pajak, dan kepadanya diberikan keputusanpengukuhan pengusaha kena pajak. Fungsi pengukuhanpengusaha kena pajak, selain digunakan untuk identitaspengusaha kena pajak yang sebenarnya, juga berguna untukmelaksanakan kewajiban dan hak di bidang Pajak PertambahanNilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah serta untukpengawasan administrasi perpajakan. Terhadap pengusahayang telah memenuhi syarat sebagai pengusaha kena pajak,tetapi tidak melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagaipengusaha kena pajak dikenakan sanksi sesuai peraturanperundang-undangan perpajakan.
3. Wajib pajak wajib mengambil sendiri surat pemberitahuan ditempat-ternpat yang ditetapkan oleh pejabat pajak yang mudahdijangkau oleh wajib pajak. Hal ini dimaksudkan agar wajibpajak tidak memperoleh kesulitan untuk mendapatkan suratpemberitahuan dalam menunaikan kewajibannya.
4. Wajib pajak wajib mengisi dengan jelas, benar, dan lengkapserta ditandatangani sendiri surat pemberitahuan, kemudianmengembalikan ke Kantor Direktorat Jenderal Pajak,dilengkapi dengan lampiran-lampiran. Misalnya, laporankeuangan berupa neraca dan laporan laba rugi serta keteranganketerangan lain yang diperlukan untuk menghitung besarnyapenghasilan kena pajak . Pada prinsipnya, setiap wajib pajakuntuk Pajak Penghasilan diwajibkan menyampaikan suratpemberitahuan . Dengan pertimbangan efisiensi ataupertimbangan lainnya, Menteri Keuangan dapat menetapkanwajib pajak untuk Pajak Penghasilan yang dikecualikan darikewajiban menyampaikan surat pernberitahuan, misalnyawajib pajak orang pribadi yang menerima atau memperoleh
penghasilan di bawah penghasilan tidak kena pajak karenakepentingan tertentu diwajibkan memiliki nomor pokok wajibpajak.
5. Membuat faktur pajak merupakan kewajiban pengusaha kenapajak. Faktur pajak merupakan bukti pungutan pajak yangdibuat oleh pengusaha kena pajak yang melakukan penyerahanbarang kena pajak atau penyerahan jasa kena pajak, atau buktipungutan pajak karena impor barang kena pajakyangdigunakan oleh Direktorat jenderal Bea dan Cukai. Laranganmembuat faktur pajak oleh bukan pengusaha kena pajakdimaksudkan untuk melindungi pembeli dari pemungutanpajak yang tidak semestinya. Oleh karena itu, terhadapnyadikenakan sanksi berupa denda administrasi. Demikian pulaterhadap pengusaha kena pajak yang wajib membuat fakturpajak, tetapi tidak dilaksanakan, tidak selengkapnya mengisifaktur pajak, atau membuat faktur pajak, tetapi tidak tepatwaktunya, dikenakan pula sanksi berupa denda administrasi.
6. Wajib pajak diwajibkan untuk membayar atau menyetor pajakdi tempat yang telah ditentukan oleh undang-undang. Utangpajak mutlak harus dibayar atau disetor pada kas negaramelalui kantor pos dan atau bank badan usaha milik negaradan atau bank badan usaha milik daerah atau tempatpembayaran lain yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan.
7. Pajak yang terutang wajib dibayar lunas oleh wajib pajakdengan tidak menggantungkan pada adanya surat ketetapanpajak. Hal ini dimaksudkan agar wajib pajak menghitung danmenetapkan sendiri pajak yang terutang tanpa diterbitkan suratketetapan pajak sebagai perwujudan selfassessment sistem yangdianut dalam Undang-undang Pajak (UU PPh, UU PPN, danUU BPHTB).
H' Pembaruan Hukum Pajak BAB 4: Wajib Pajak 83
8. Wajib pajak berkewajiban untuk menyelenggarakan dan/atau
memperlihatkan pembukuan atau pencatatan-pencatatan
maupun data yang diperlukan oleh pemeriksa pajak.
Pembukuan merupakan suatu proses pencatatan yang
dilakukan secara teratur untuk mengumpulkan data dan
informasi keuangan yang meliputi harta, kewajiban, modal,
penghasilan dan biaya, serta jumlah harga perolehan dan
penyerahan barang atau jasa yang ditutup dengan menyusun
laporan keuangan berupa neraca dan laporan laba rugi pada
setiap tahun pajak berakhir.
9. Wajib pajak wajib memberi kesempatan kepada pemeriksa
pajak untuk melakukan pemeriksaan untuk memasuki tempat
atau ruangan yang dianggap perlu.
10. Wajib paj ak berkewajiban untuk menunjuk wakil bagi wajib
pajak badan yang bertanggung jawab tentang pelaksanaan
kewajiban perpajakan. Penunjukan ini tidak memerlukan surat
kuasa khusus karena secara tegas telah ditentukan dalam UU
KUP.
11. Wajib pajak wajib menunjuk kuasa hukum untuk mewakili
wajib pajak di luar maupun di dalam lembaga peradilan pajak,
baik lembaga keb eratan, pengadilan pajak, dan Mahkamah
Agung. Penunjukan kuasa hukum wajib dilengkapi dengan
surat kuasa khusus karena tanpa surat kuasa khusus tersebut,
dianggap tidak sah secara hukum.
Kewajiban wajib pajak sebagaimana dimaksud di atas tidak
bersifat final yang berarti setiap saat dan waktu dapat berubah.
Hal ini dimaksudkan agar kewajiban wajib pajak dapat mengalami
perubahan yang signifikan dalam upaya penegakan hukum pajak.
J. Hak Wajib PajakRochmat Soemitro (1986;91) merigatakan bahwa ber
dampingan dengan kewajiban adalah hak. Wajib pajak mempunyai
hak yang wajib diindahkan oleh pihak administrasi pajak. Hak
hak wajib pajak dapat digunakan atau dimanfaatkan pada saat-saatterten tu . Jika hak-haknya dilanggar oleh pihak administrasi pajak,
wajib pajak dapat mengajukan masalah ini ke hadapan pejabat
at asan orang yang melanggar haknya, atau bila perlu, mengajukan
nya ke hadapan peradilan administrasi (sekarang lembaga peradilan
pajak) .
Hak wajib pajak tidak berbeda dengan kewajibannya karena
hak wajib pajak diatur bukan hanya dalam satu Undang-undang
Pajak, melainkan tersebar dalam berbagai Undang-undang Pajak.
Undang-undang Pajak yang mengatur tentang hak wajib pajak
merupakan Undang-undang Pajak dalam kategori sebagai bagian
dari hukum pajak formal. Adapun hak wajib pajak sebagaimana
yang tersebar dalam Undang-undang Pajak, antara lain sebagai
berikut.
1. Memperoleh nomor pokok wajib pajak atau keputusan
pengukuhan pengusaha kena pajak pada saat setelah rnelapor
kan diri ke kantor Direktorat Jenderal Pajak.
2. Mengajukan permohonan penundaan penyampaian surat
pemberitahuan kepada pejabat pajak.
Jika permohonan itu dikabulkan, wajib pajak diberi kesempatan
untuk memperpanjang jangka waktu penyampaian surat
pemberitahuan.
3. Menerima tanda bukti pemasukan surat pemberitahuan.
Surat pemberitahuan yang dimasukkan oleh wajib pajak dan
dianggap telah lengkap, wajib pajak diberi tanda bukti
penerimaan dari pejabat yang ditunjuk.
84 Pembaruan Hukum Pajak BAB 4: Wajib Pajak 85
86 Pembaruan Hukum Pajak SAS 4: Wajib Pajak 87
4. Melakukan pernbetulan sendiri surat pemberitahuan yang telahdimasukkan.
[angka waktu untuk melakukan pembetulan surat pemberitahuan adalah dua tahun sesudah berakhirnya masa pajak,
bagian tahun pajak atau tahun pajak, dengan syarat bahwapejabat pajak belum melakukan tindakan pemeriksaan.
5. Mengajukan permohonan angsuran atau penundaan pembayaran pajak sesuai dengan kemampuannya.
Iika permohonan itu dikabulkan, wajib pajak diberi kesempatanuntuk mengangsur atau menunda pembayaran pajak termasukkekurangan pembayaran, paling lama dua belas bulan yangpelaksanaannya ditetapkan dengan keputusan pejabat pajak.
6. Menerima tanda bukti setoran pajak sebagai bukti bahwa wajibpajak telah mernbayar lunas pajak yang terutang.
7. Mengajukan permohonan perhitungan atau pengembaliankelebihan pembayaran pajak serta memperoleh kepastian
ditetapkannya surat keputusan pengembalian kelebihan pajak.
8. Mengajukan permohonan pembetulan salah tulis atau salah
hitung yang terdapat dalam surat ketetapan pajak dalam
penerapan peraturan perundang-undangan perpajakan.
Atas permohonan tersebut, pejabat pajak dalam jangka waktu
dua belas bulan sejak tanggal permohonan diterima harus
memberi keputusan atas permohonan pembetulan. Jika bataswaktu tersebut terlampaui, pejabat pajak tidak menerbitkan
suatu keputusan, permohonan pembetulan yang diajukandianggap diterima;
9. Mengajukan permohonan pengurangan atau penghapusansanksi administrasi berupa bunga, denda, atau kenaikan.
10. Menunjuk seorang kuasa dengan surat kuasa khusus untukmemenuhi kewajiban dan menjalankan haknya menurut
ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
11. Mengajukan surat keberatan dan mohon kepastian terbitnya
surat keputusan atas surat keberatannya.
Keberatan wajib pajak mutlak ada surat keputusan keberatan
yang diterbitkan oleh pejabat pajak untuk memberi kepastianhukum berupa diterima atau ditolak keberatan tersebut.
12. Mengajukan permohonan banding atas surat keputusankeberatan pada Pengadilan Pajak.
Jika surat keputusan keberatan itu memuat materi yangmerugikan wajib pajak, surat keputusan keberatan itu dapatdiajukan banding pada Pengadilan Pajak untuk memohon
keadilan mengenai sengketanya.
13. Mengajukan gugatan terhadap tindakan pejabat pajak sepertimenerbitkan surat tagihan pajak, dan lain-lain pada PengadilanPajak untuk memohon keadilan atas kesewenang-wenangan
dalam menjalankan peraturan perundang-undangan
perpajakan.
14. Menunjuk kuasa hukum untuk mewakili dalam persidangan,
baik di Lembaga Keberatan, Pengadilan Pajak, maupun
Mahkamah Agung.
Hak-hak wajib pajak sebagaimana tersebut di atas tidak secara
limitatif diatur dalam satu ketentuan tertentu, melainkan tersebar
dalam Undang-undang Pajak yang memuat ketentuan yang bersifatform al. Hak-hak wajib pajak tidak boleh diabaikan atau
dikesampingkan untuk tidak dikabulkan pejabat pajak yang telahmelakukan perbuatan melanggar hukum atas tidak dipenuhinyahak-hak wajib pajak, boleh dipersoalkan di hadapan hukum.
K. Penanggung Pajak
Dalam hukum pajak dikenal istilah penanggung pajak, selainwajib pajak maupun pemotong atau pemungut pajak. Penanggungpajak adalah orang pribadi atau badan yang bertanggung jawab ataspembayaran pajak, termasuk wakil yang menjalankan hakdan memenuhikewajiban wajib pajak menurut ketentuan peraturan perundang-undanganperpajakan. Sebenarnya penanggung pajak bukan merupakan wajibpajak, melainkan hanya menggantikan kedudukan wajib pajakuntuk membayar lunas pajak yang terutang dari wajib pajak.Sekalipun terjadi pergantian kedudukan dar i wajibpajak kepadapenanggung pajak, secara materiil tanggung jawab pe1unasanjum1ah pajak yang terutang tetap berada da1am tanggung jawabwajib pajak yang bersangkutan.
Wajib pajak sebagai subjek hukum memiliki kewajiban danhak untuk melaksanakan ketentuan-ketentuan da1amhukum pajak.Kadangka1awajibpajak tidak mampu me1aksanakan kewajiban danhaknya sehingga dapat diwakilkan kepada pihak lain sebagaipenanggung pajak tanpa memerlukan surat kuasa khusus untukme1akukan perbuatan hukum. Wajib pajak yang boleh diwakili olehpenanggung pajak ada1ah wajib pajak berada da1am kedudukansebagai :
1. anak yang be1um dewasa dan be1um nikah diwaki1i 01ehwa1inya;
2. orang tidak sehat (gila atau pemabuk) berada da1ampengampuan diwaki1i 01eh pengampunya;
3. orang berada da1am kurate1e diwakili 01eh kuratornya;
4. badan diwakili oleh direksi atau pengurusnya, termasuk da1ampengertian pengurus ada1ah orang yang secara nyata memilikiwewenang ikut menentukan kebijaksanaan dan atau mengambil keputusan da1am menjalankan perusahaan.
5. badan yang dinyatakan pailit, badan dalam pembubaran ataulikuidasi, 01eh kurator atau likuidator, atau orang atau badanyang dibebani untuk melakukan pemberesan;
6. suatu warisan yang belum terbagi oleh sa1ah seo rang ahliwarisnya, pe1aksa na wasiatnya atau yang mengurus harta
peningga1annya.
Pada hakikatnya, penanggung pajak bukan merupakan wajibpajak, berarti yang memiliki utang pajak ada1ah wajib pajak bukanpenanggung pajak. Keterlibatan penanggung pajak untuk membayarlunas utang pajak yang dimiliki oleh wajib pajak hanya sekadartanggung jawab. Akan tetapi, ketentuan-ketentuan dalam UUPPDSP yang menjadi sasaran penagihan secara paksa hanyapenanggung pajak, sedangkan wajib pajak terlepas dari jangkaunhukum. Seyogianya ketentuan-ketentuan da1am UU PPDSP agarmencantumkan kata "wajib pajak atau penanggung pajak" da1amtiap ketentuannya. Bagaimana ha1nya ka1au wajib pajak tidakmemiliki penanggung pajak, sedangkan ketentuan da1am UUPPDSP hanya menggunakan kata "penanggung pajak" . Berartiketentuan tersebut merupakan ketentuan yang hanya di atas kertasdan tidak dapat diterapkan.
89BAB 4: Wajib PajakPembaruan Hukum Pajak88
91
Pejabat Pajak
A. Pendahuluan
Sebelum dilakukan pembaruan pajak tax reform pada tahun1983, selalu terdengar ucapan atau sebutan tentang fiskus (fiscus)dalam hubungan dengan perpajakan. Setelah dilakukan pembaruanpajak, sebutan fiskus masih perlu dipertahankan atau dilakukanpula pergantian yang tepat penggunaannya. Istilah fiskus menurutChidir Ali (1993;3 I) berasal dari bahasa latin, yang berarti keranjangyang berisi uang atau kantong uang. Dengan kata lain, fiskus adalahsuatu keranjang uang, yang bertalian dengan perbendaharaan ataupendapatan. Oleh karena itu, jika diteruskan ialah yang berhubungan dengan uang atau urusan-urusan keuangan pada
umumnya.
Selanjutnya, dikatakan oleh Chidir Ali (1993;31-32) bahwadahulu kala, pada zaman raja-raja Romawi berkuasa, kata fiskustersebut dimaksudkan dengan kantong raja, kemudian kata fiskusini diartikan dan diidentifikasi dengan kas negara sebab pada abadabad pertengahan tidak ada perbedaan pengertian antara kas rajadengan kas negara sehingga mempuyai arti keranjang uang negara,bukan dalam arti pengertian negara tingkat sekarang ini, melainkandalam pengertian negara masih bertipe monarkhi di mana persoalan
92 93Pembaruan Hukum Pajak
keuangan sepenuhnya ada di tangan raja . Raja ini memiliki suatutempat atau wadah, yaitu keranjang untuk uang . Di samping itu,
raja juga memungut pajak in natura yang berupa hasil-hasil bumi.Iadi, persoalan pemasukan dan pengeluaran uang untuk perbelanjaan negara itu menjadi persoalan raja sendiri.
Lebih lanjut, Chidir Ali (199 3;32) mengatakan bahwa dengantimbulnya kebiasaan, maka fiskus diidentikkan dengan kas negara,yang bahkan akhir-akhir ini kare na kas negara hanya dapat diisi
dengan uang rakyat, fiskus itu pun diidentikkan dalam pengertianalat-alat negara yang diberi tugas memasukkan uang rakyat itu. Iadi,
pengertian tentang fiskus ini telah dipribadikan,serta dianggap sebagaipendukung kewajiban dan hak. Anggapan yang seperti ini lain tidakmerupakan anggapan teori organ seperti yang dikemukakan oleh
Cicero, yang menyatakan negara dengan individu dan menganggapnegara sebagai semangat yang menjiwai tubuh manusia. Pendeknyapada pengertian dew asa ini, seluruh aparaturperpajakan sebagai wakilnegara yang disebut fiskus.
Jelaslah bahwa penggunaan kata fiskus tertuju pada pejabatpajak yang memiliki wewenang, kewajiban, dan larangan dalamrangka pelaksanaan peraturan perundang-undangan perpajakan.Akan tetapi, Undang-undang Pajak yang memuat ketentuan formal,
baik UU KUp, UU PBB, UU BPHTB, UU PDRD, UU PPDSp, dan
UU PENJAK tidak mengatur secara tegas siapa sebenarnya yangdimaksud dengan pejabat pajak. Sekalipun pejabat pajak tidak diatur
secara tegas Und ang-undang Pajak, dalam UU PENJAK ditemukan
suatu ketentuan yang mengatur tentang "pejabat yang berwenang".Ketentuan itu terdapat pada Pasal 1 an gka 1 UU PENJAK, bahwapejabat yang berwenang adalah DirekturJenderal Pajak, DirekturJenderalBea dan Cukai, gubernur, bupati/walikota, atau pejabat yang ditunjukuntuk melaksanakan peraturan perundang-undangan perpajakan.Berdasarkan ketentuan ini, pejabat yang berwenang adalah:
BAB 5: Pejabat Pajak
1. Direktur Jenderal Pajak;
2. Direktur Ienderal Bea dan Cukai ;
3. gubernur dan bupati/walikota; atau
4. pejabat yang ditunjuk untuk melaksanakan peraturan
perundang-undangan perpajakan.
DirekturJenderal Pajak sebagai pejabat yang berwenang karena
ditugasi mengelola pajak negara sehingga memiliki wewenang,kewajiban, dan larangan dalam melakukan pengelolaan pajaknegara. Terhadap Direktur jenderal Bea dan Cukai sebagai pejabat
yang berwenang karena ditugasi mengelola Bea dan Cukai, memilikiwewenang, kewajiban, dan larangan dalam melakukan pengelolaanBea dan Cukai. Gubernur dan bupati/walikota sebagai pejabat yangberwenang karena ditugasi mengelola pajak daerah provinsi dan
bupati/walikota karena ditugasi mengelola pajak daerah kabupaten/kota yang memiliki wewenang, kewajiban, dan larangan dalammelakukan pengelolaan pajak daerah tersebut. Kernudian, pejabatyang ditunjuk untuk melaksanakan peraturan perundang-undangan
perpajakan sebagai pejabat yang berwenang hanya sekadar untukmemban tu pelaksanaan tugas yang dibebankan oleh Direktur[e nderal Pajak, Direktur Bea dan Cukai , serta gubemur dan bupati/
walikota, baik dalam bentuk delegasi maupun mandat.
Penyebutan sebaga i pejabat yang berwenang terhadap DirekturJenderal Pajak, Direktur jenderal Bea dan Cukai , gubernur, dan
bupati/walikota, atau pejabat yang ditunjuk untuk melaksanakan
peraturan perundang-undangan perpajakan tidak tepat karena yangdikelola adalah pajak negara dan pajak daerah. Kalau demikianhalnya, sebutan yang tepat digunakan adalah "pejabat pajak" yangmemiliki wewenang, kewajiban, dan larangan yang bersumber dari
hukum pajak. Selain itu, pejabat pajak digunakan untuk mernbedakan dengan pejabat tata usaha negara sebagai pihak yang memilikiwewenang, kewajiban, dan larangan yang terkait dengan ketetapan
B. Wewenang Pejabat PajakSebagaimana telah dikemukakan bahwa Direktur Ienderal
Pajak sebagai pejabat pajak yang berwenang mengelola pajak negara
memiliki wewenang, kewajiban, dan larangan yang berbeda denganpejabat pajak yang mengelola pajak daerah. Hal ini disebabkan
karena wewen ang, kewajiban , dan larangan pejabat pajak yangmengelola pajak negara banyak tersebar dalam Undang-undangPajak, sepe rti UU KUp, UU PBB, dan UU BPHTB. Sementara itu,
wewenang, kewajiban, dan larangan pejabat pajak yang mengelolapajak daerah , baik pajak daerah provinsi maupun pajak daerahkabupaten/kota hanya terdapat dalam UU PDRD.
pajak sebagaimana yang digunakan dalam hukum administrasi.
Walaupun keduanya sebagai administrasi negara, pejabat pajakdengan pejabat rata usaha negara memiliki perbedaan mengenaiwewenang, kewajiban, dan larangan. Perbedaan itu disebabkan
karena peraturan perundang-undangan yang dilaksanakan berbedapula .
Pejabat yang ditunjuk oleh pejabat pajak untuk melaksanakanperaturan perundang-undangan perpajakan adalah Kepala Kantor
Pelayanan Pajak (meliputi Pajak Penghasilan. Pajak PertambahanNilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah), Kepala Kantor
Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan (terrnasuk Bea Perolehan Hakatas Tanah dan Bangunan), Kepala Kantor Bea dan Cukai, serta
Kepala Dinas Pendapatan Daerah yang meliputi provinsi dan
kabupaten/kota. Pejabat yang ditunjuk oleh pejabat pajak hanyaberwenang, berkewajiban, dan menaati larangan dalam melaksanakan peraturan perundang-undangan perpajakan berdasarkanpelimpahan wewenang, baik bersifat delegasi maupun mandat.Dengan demikian , penunjukan pejabat untuk melaksanakan
peraturan perundang-undangan perpajakan merupakan perpanjangan tangan dari pejabat pajak agar sasaran dapat tercapai.
95SAS 5: Pejabat Pajak
1. Menerbitkan Surat Ketetapan Pajak
Pejabat pajak berwenan g menerbitkan surat ketetapan pajakdalam kait annya den gan penyetoran dan penagihan pajak, baik
pajak negara (kecuali Bea Meterai, Bea Masuk dan Cukai) maupunpajak daerah . Surat ketetapan pajak adalah surat ketetapan yang
meliputi surat ketetapan pajak kurang bayar, surat ketetapan pajakkurang bayar tarnbahan, surat ketetapan pajak lebih bayar, atausurat ketetapan pajak nihi l. Surat ketetapan pajak yang dit erbitkan
oleh pejabat pajak karena kewenangannya sebagai pen gelola pajak
negara tersebut terdiri dari :
a. surat ketetapan pajak kurang bayar;
b. surat ketetapan pajak kurang bayar tambahan;
c. surat ketetapan pajak lebih bayar;
d. surat ketetapan pajak nihil.
Keempat jenis surat ketetapan pajak tersebut di ata s, diper
untukkan untuk pemungutan dan penagihan pajak yang terkaitdengan Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nila i dan PajakPenjualan atas Barang Mewah, sebagaimana diatur dalam UUKUP. Khusus terhadap pemungutan dan penagihan Pajak Bumi .
dan Bangunan, pejabat pajak yang ditugasi mengelola pajak
negara tersebut, berwenang menerbitkan:
a. surat pemberitahuan pajak terutang;
b. surat ketetapan pajak.
Pemungutan dan penagihan Pajak Bumi dan Bangunan tidak
men genal adanya surat ketetap an pajak kuran g bayar, sur atketetapan pajak kurang bayar tambahan, surat ketetapan pajak lebihbayar, dan surat ketetapan pajak nihil. Dalam arti bahwa pejabat
pajak yang ditugasi mengelola Pajak Bumi dan Bangunan tidakmenerbitkan jenis-jenis surat ketet apan pajak ters ebut di atas .
Pembaruan Hukum Pajak94
Karena UU PBB tidak memperinci ten tang surat ketetapan pajaksebagaimana yang terdapat dalam UU KUP dan UU BPHTB. Padahakikatnya Pajak Bumi dan Bangunan tidak berbeda dengan PajakPenghasilan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas
Barang Mewah, serta Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan
sebagai pajak negara. Perbedaannya hanya terletak pada sistemyang dianut seperti halnya Pajak Penghasilan, Pajak PertambahanNilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, serta Bea Perolehan
Hak atas Tanah dan Bangunan yang menganut sistem selfassessment,sedangkan Pajak Bumi dan Bangunan hanya menganut sistemofficial assessment.
Terhadap pemungutan dan penagihan Bea Perolehan Hak atasTanah dan Bangunan, pejabat pajak yang ditugasi mengelola pajaknegara tersebut berwenang menerbitkan surat ketetapan pajak yangterkait dengan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan samadengan yang diberlakukan pada Pajak Penghasilan, PajakPertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah. Suratketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan yang
diterbitkan oleh pejabat pajak dalam kaitan dengan pemungutandan penagihan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan adalah:
a. surat ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan BangunanKurang Bayar;
b. surat ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan BangunanKurang Bayar Tambahan;
c. surat ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan BangunanLebih Bayar;
d. surat ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan BangunanNihil.
Sementara itu, pejabat pajak yang ditugasi mengelola pajakdaerah berwenang menerbitkan surat ketetapan pajak yang terkait
2. Menerbitkan Surat Tagihan Pajak
Surat tagihan pajak yang diterbitkan oleh pejabat pajak, baik
yang berwenang mengelola pajak negara maupun pajak daerahbukan merupakan bagian dari surat ketetapan pajak. Surat tagihan
pajak adalah surat untuk melakukan tagihan pajak dan atau sanksiadministrasi berupa bunga dan atau denda. Surat tagihan pajakdengan surat ketetapan pajak memiliki persamaan dan perbedaandalam penerapannya. Persamaannya adalah surat tagihan pajak
dengan pemungutan dan penagihan pajak daerah, baik pajak daerahprovinsi maupun pajak daerah kabupaten/kota sebagaimana yang
diatur dalam UU PDRD. Adapun jenis surat ketetapan pajak yangterkait dengan pemungutan dan penagihan pajak daerah tersebutadalah;
a. surat ketetapan pajak daerah;
b. surat ketetapan pajak daerah kurang bayar;
c. surat ketetapan pajak daerah kurang bayar tambahan;
d. surat ketetapan pajak daerah lebih bayar;
e. surat ketetapan pajak daerah nihil.
Berdasarkan surat ketetapan pajak tersebut di atas, ternyata
pajak daerah memiliki ciri khas tersendiri dibandingkan dengan
Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualanatas Barang Mewah, Pajak Bumi dan Bangunan, serta Bea Perolehan
Hak atas Tanah dan Bangunan. Ciri khas tersebut berupa adanya
surat ketetapan pajak daerah sehingga jumlah jenis surat ketetapanpajak yang dapat diterbitkan oleh pejabat pajak yang ditugasimengelola pajak daerah sebanyak lima. Sekaliptrn terdapat per
bedaan yang mencolok mengenai jenis surat ketetapan pajak yang
digunakan untuk melakukan pemungutan dan penagihan pajak,tidak berarti pajak daerah tidak menganut sistem selfassessment.
97BAB 5: Pejabat PajakPembaruan Hukum Pajak96
3. Menerbitkan Keputusan
Pejabat pajak tidak hanya berwenang menerbitkan surat
ketetapan pajak dan surat tagihan pajak, tetapi berwenang pula
menerbitkan keputusan dalam rangka pelaksanaan Undang-undang
Pajak. Keputusan dapat diterbitkan karena atas permohonan wajib
pajak maupun secara jabatan karena perintah Undang-undang
Pajak. Hal ini berlaku bagi pejabat pajak yang berwenang mengelola
pajak negara dan pajak daerah. Adapun keputusan yang dapat
diterbitkan oIeh pejabat pajak yang berwenang mengelola pajak
negara, khususnya pada Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan
Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah adalah:
a. keputusan pengukuhan pengusaha kena pajak;
b. keputusan pengurangan ketetapan pajak;
mcrniliki kedudukan yang sama dengan surat ketetapan pajak,
bcrarti utang pajak yang tercantum dalam surat tagihan pajak
maupun dalam surat ketetapan pajak boleh ditagih dengan surat
paksa. Perbedaannya adalah surat tagihan pajak tidak boleh diajukan
keberatan, sedangkan surat ketetapan pajak dapat diajukan
keberatan.
Kewenangan pejabat pajak menerbitkan surat tagihan pajak
berlaku untuk semua jenis pajak, baik pajak negara (kecuali Bea
Meterai, Bea Masuk dan Cukai) maupun pajak daerah. Dalam arti,
surat tagihan pajak merupakan dasar penagihan Pajak Penghasilan,
Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah,
Pajak Bumi dan Bangunan, Bea Perolehan Hak at as Tanah dan
Bangunan, serta pajak daerah. Akan tetapi, dalam UU BPHTB
digunakan istilah Surat Tagihan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan
Bangunan, sedangkan untuk UU PDRD digunakan istiIah Surat
Tagihan Pajak Daerah. Walaupun terdapat perbedaan dari aspek
penamaan, fungsi yang dimiliki tidak berbeda secara hukum.
99
a. keputusan penyitaan;
b. keputusan lelang;
BAB 5: Pejabat Pajak
c. keputusan pernbatalan ketetapan pajak;
d. keputusan angsuran pembayaran pajak;
e. keputusan penundaan pembayaran pajak;
f. keputusan pengurangan sanksi administrasi:
g. keputusan penghapusan sanksi administrasi;
h. keputusan pengembalian pendahuluan keIebihan pajak;
i. keputusan pemberian imbaIan bunga; atau
j. keputusan penagihan seketika dan sekaligus.
Sementara itu, untuk Pajak Bumi dan Bangunan hanya dikenaI
keputusan penunjukan subjek pajak sebagai wajib pajak terhadap
objek pajak yang tidak jeIas siapa pemiliknya. Wewenang untuk
menerbitkan keputusan itu, dalam keterkaitan pengenaan Pajak
Bumi dan Bangunan atas objek pajak yang bersangkutan, sedangkan
keputusan yang diterbitkan dalam melaksanakan UU BPHTB adalah
"Keputusan Pengembalian KeIebihan Pembayaran Bea Perolehan
Hak atas Tanah dan Bangunan." Hal yang sama terdapat puIa daIam
UU PDRD. Dengan demikian, UU PBB dan UU BPHTB, dan UU
PDRD sama sekali tidak mengenal keputusan sebagaimana yang
terdapat daIam UU KUP.
Selain Keputusan tersebut di atas, pejabat pajak masih ber
wenang menerbitkan keputusan daIam kaitan penagihan pajak
dengan surat paksa. Kewenangan itu tidak termasuk daIam ruang
lingkup UU KUP, UU PBB, UU BPHTB, dan UU PDRD, meIainkan
berada dalam ruang lingkup pelaksanaan UU PPDSP. Pejabat pajak
dalam melakukan penagihan pajak dengan menggunakan surat
paksa terhadap wajib pajak atau penanggung pajak berwenang
menerbitkan berupa:
Pembaruan Hukum Pajak8
100 Pembaruan Hukum Pajak BAB 5: Pejabat Pajak 101
c. keputusan pencegahan;
d. keputusan penyanderaan.
Keputusan pejabat pajak mengenai penagihan pajak dengan
menggunakan surat paksa diberlakukan untuk semua jenis pajak,
baik pajak negara (kecuali Bea Meterai) maupun pajak daerah.
Bila wajib pajak atau penanggung pajak membayar lunas jumlah
pajak yang terutang, termasuk sanksi administrasi dan ditambah
biaya penagihan pajak sebelum diterbitkan keputusan lelang.
Sebenarnya keputusan yang terdapat dalam UU PPDSP tidak
mutlak diterbitkan oleh pejabat pajak karena saat wajib pajak atau
penanggung pajak telah menyelesaikan kewajibannya berupa
membayar lunas jumlah pajak yang terutang termasuk sanksi
administrasi dan ditambah biaya penagihan pajak.
4. Melakukan Pemeriksaan
Pemeriksaan menurut Pasal 1 angka 24 UU KUP adalah
serangkaian kegiatan untuk mencari, mengumpulkan, mengolah
data dan atau keterangan lainnya untuk menguji kepatuhan
pemenuhan kewajiban perpajakan dan untuk tujuan lain dalam
rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan. Pemeriksaan sebagai wewenang pejabat pajak untuk
memeriksa dalam rangka mengawasi pemenuhan kewajiban,perpajakan yang dilaksanakan oleh wajib pajak, untuk:
a. menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan wajib
pajak;
b. tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan;
Pemeriksaan dapat dilakukan di kantor (pemeriksaan kantor)
atau di tempat wajib pajak (pemeriksaan lapangan) yang ruang
lingkup pemeriksaannya dapat meliputi tahun-tahun yang lalu
maupun tahun berjalan. Pemeriksaan dapat dilakukan terhadap
wajib pajak, termasuk terhadap instansi pemerintah dan badan lain
sebagai pemungut pajak atau pemotong pajak. Pelaksanaan
pemeriksaan dalam rangka menguji pemenuhan kewajiban
perpajakan wajib pajak dilakukan dengan menelusuri kebenaran
surat pemberitahuan, pembukuan atau pencatatan, dan pemenuhan
kewajihan perpajakan lainnya, dibandingkan dengan keadaan atau
kegiatan usaha sebenarnya dari wajib pajak.
Pejabat pajak melakukan pemeriksaan hanya tertuju pada wajib
pajak yang terikat pada Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai
dan Pajak Penjualan at as Barang Mewah serta pajak daerah.
Sebenarnya pemeriksaan pajak yang terkait dengan pembukuan
atau pencatatan tidak berlaku bagi wajib pajak yang terikat pada
Pajak Bumi dan Bangunan, serta Bea Perolehan Hak atas Tanah
dan Bangunan. Hal disebabkan karena wajib pajak yang terikat pada
Pajak Bumi dan Bangunan serta Bea Perolehan Hak at as Tanah dan
Bangunan tidak diwajibkan membuat atau melakukan pembukuan
atau pencatatan
Tata cara pemeriksaan diatur dengan arau berdasarkan
Peraturan Menteri Keuangan. Salah satu bagian dari tata cara
pemeriksaan adalah mengatur tentang kewajiban menyampaikan
surat pemberitahuan hasil pemeriksaan kepada wajib pajak. Di
samping itu, memberikan kesempatan kepada wajib pajak untuk
hadir dalam pembahasan akhir temuan hasil pemeriksaan dalam
batas waktu yang ditentukan. Apabila dalam pemeriksaan ternyata
wajib pajak tidak memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud
dalam Pasal29 ayat (3) UU KUp, penghitungan pajak penghasilan
kena pajak dilakukan secara jabatan. Dalam hal ini, pejabat pajak
tidak wajib menyampaikan surat pemberitahuan hasil pemeriksaan
kepada wajib pajak dan pemberian kesempatan kepada wajib pajak
untuk hadir dalam pembahasan akhir temuan hasil pemeriksaan
dalam batas waktu yang ditentukan.
5. Melakukan Penyegelan
Wajib pajak yang diperiksa oleh petugas pajak wajib memberi
kan kesempatan untuk memasuki ternpat atau ruang yang
dipandang perlu dan memberi bantuan gun a kelancaran pemeriksa
an.Iika petugas pajak beranggapan bahwa wajib pajak menghalang
halangi kelancaran pemeriksaan, pejabat pajak berwenang
melakukan penyegelan. Penyegelan ditujukan pada ternpat atau
ruangan tertentu, barang bergerak atau barang tidak bergerak yang
digunakan atau patut diduga digunakan sebagai tempat atau alat
untuk menyimpan buku-buku, catatan-catatan, atau dokumen
dokumen, termasuk hasil pengolahan data dari pembukuan yang
dikelola secara elektronik atau secara program aplikasi on-line.
Penyegelan dilakukan oleh petugas pajak untuk mengamankan
atau mencegah hilangnya buku-buku, catatan-catatan, dandokumen-dokumen tersebut. Oleh karena itu, wajib pajak dilarang
melakukan pengrusakan penyegelan yang telah dilakukan oleh
pemeriksa pajak, termasuk memindahtangankan barang-barang
yang telah disegel. Terkecuali pada saat itu terjadi keadaan yang
sifatnya memaksa (force majeur) sehingga memerlukan ternpat yang
dipandang am an dari gangguan, misalnya terjadi kebakaran atau
terjadi banjir yang dapat merusak barang-barang yang telah disegel.
Wewenang untuk melakukan penyegelan hanya ditujukan
kepada wajib pajak yang terikat pada Pajak Penghasilan, Pajak
Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
Sebenarnya penyegelan yang dilakukan oleh pejabat pajak karena
wajib pajak tersebut tidak mematuhi ketentuan yang berlaku.
Sementara itu, terhadap wajib pajak yang terikat pada Pajak Bumi
dan Bangunan serta Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan
tidak dilakukan penyegelan karena tidak diatur dalam UU PBBdan
UU BPHTB. Demikian pula halnya dalam UU PDRD yang tidak
mengatur tentang penyegelan sehingga wajib pajak yang terikat
103102 Pembaruan Hukum Pajak BAB 5: Pejabat Pajak
pada pajak daerah tidak akan dilakukan penyegelan oleh pejabat
pajak. I
6. Mengangkat Pejabat untuk MelaksanakanPeraturan Perundang-undangan Perpajakan
Pejabat pajak tidak hanya berwenang menerbitkan surat
ketetapan pajak, surat tagihan pajak, keputusan, dan termasuk
pembetulannya, tetapi berwenang pula mengangkat pejabat untuk
melaksanakan peraturan perundang-undangan perpajakan .
Pengangkatan pejabat dimaksudkan agar terdapat efisiensi kerja
untuk lebih memantapkan pelaksanaan peraturan perundang
undangan perpajakan sebagai tanggung jawabnya. Pejabat yang
diangkat untuk melaksanakan peraturan perundang-undangan
perpajakan merupakan pembantu bagi pejabat pajak yang meng
angkatnya.
DirekturJenderal Pajak, sebagai pejabat pajak yang mengelola
pajak negara, berwenang mengangkat pejabat untuk melaksanakan
peraturan perundang-undangan perpajakan di bidang pajak negara.
Sebagai contoh, peraturan perundang-undangan di bidang Pajak
Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas
Barang Mewah, Pajak Bumi dan Bangunan, serta Bea Perolehan
Hak atas Tanah dan Bangunan yang memberi peluang bagi pejabat
pajak untuk mengangkat pejabat yang dimaksud. Pejabat yang boleh
diangkat adalah mereka yang berstatus pegawai negeri sipil dalam
lingkungan Direktorat [enderal Pajak, seperti Kepala Kantor
Pelayanan Pajak yang meliputi Pajak Penghasilan, Pajak Per
tambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, serta
Kepala Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan termasuk Bea
Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan. Kernudian, Direktur
Jenderal Bea dan Cukai sebagai Pejabat Pajak yang mengelola BeaMasuk dan Cukai, berwenang pula mengangkat pejabat untuk
melaksanakan peraturan perundang-undangan di bidang pabeandan cukai . Pejabat yang diangkat adalah mereka yang berstatus
sebagai pegawai negeri sipil dalam lingkungan Direktorat Bea danCukai, seperti Kepala Kantor Bea dan Cukai , dan lain-lain. Begitu
pula, gubernur, bupati/walikota sebagai pejabat pajak yangmengelola pajak daerah, berwenang pula mengangkat pejabat
untuk melaksanakan peraturan perundang-undangan di bidangpajak daerah. Pejabat yang diangkat adalah mereka yang berstatuspegawai negeri sipil dalam lingkungan Departemen Dalam Negeri,
seperti Kepala Dinas Pendapatan Daerah, dan lain-lain.
Pejabat yang diangkat untuk melaksanakan peraturan perundang-undangan perpajakan berwenang melaksanakan tugassebagaimana yang ditugaskan dalam surat pengangkatannya.
Pejabat yang diangkat harus bertanggung jawab kepada pejabatpajak yang mengangkatnya karena kewenangan yang dimiliki hanyaberdasarkari mandatyang setiap saat wajib dipertanggungjawabkankepada si pemberi mandat. Wewenang yang harus dilaksanakan
adalah wewenang yang dimandatkan dalam surat pengangkatannyasebagai pejabat yang melaksanakan peraturan perundang-undanganperpajakan. Sekalipun wajib bertanggung jawab kepada si pemberi
mandat, pejabat yang diangkat tidak boleh tidak wajib rnelaksana
kan wewenang yang dipercayakan kepadanya untuk melaksanakanperaturan perundang-undangan perpajakan.
Wewenang pejabat pajak mengangkat pejabat untuk melaksanakan peraturan perundang-undangan perpajakan tidak hanya
dikenal dalam UU KUp, melainkan terdapat dalam UU PBB, UU
BPHTB, UU PDRD, dan UU PPDSP. Pejabat pajak yang mengelolaPajak Daerah berwenang mengangkat pejabat yang ada di daerah,
seperti Kepala Dinas Pendapatan Daerah sebagai pejabat untukmelaksanakan peraturan perundang-undangan perpajakan di bidangpajak daerah.
105104 Pembaruan Hukum Pajak BAB 5: Pejabat Pajak
7. Mengangkat Petugas Pajak
Selain pejabat yang diangkat untuk melaksanakan peraturanperundang-undangan perpajakan, pejabat pajak (Direktur Jenderal
Pajak) berwenang pula mengangkat petugas pajak . Petugas pajaktidak selalu harus dari lingkungan Direktorat Jenderal Pajak,
melainkan diperbolehkan berasal dari luar lingkungan Direktorat
jenderal Pajak. Oleh karena itu, petugas pajak boleh berstatussebagai pegawai negeri sipil dalam lingkungan DeparternenKeuangan atau Departemen Dalam Negeri . Selain itu , boleh pula
tidak berstatus sebagai pegawai negeri sipil, misalnya konsultanpajak, akuntan publik, dan sebagainya. Pengangkatan petugas pajakdilakukan oleh pejabat pajak untuk memperlancar pelaksanaan
peraturan perundang-undangan perpajakan.
Petugas pajak yang berasal dari Direktorat Jenderal Pajakmelaksanakan tugas tertentu untuk memberi pelayanan secara
maksimal kepada wajib pajak agar tidak mengalami kesulitan atauhambatan untuk melaksanakan hak dan memenuhi kewajibannya.
Dalam pelaksanaan tugasnya, petugas pajak tidakboleh melanggarhak-hak wajib pajak . Adapun tugas yang wajib dilaksanakan oleh
petugas pajak yang berasal dari lingkup Direktorat jenderal Pajak
adalah:
a. menghitung dan menetapkan pajak yang terutang;
b. memberi surat setoran pajak;
c. melakukan pemeriksaan.
Sebagai contoh, pelaksanaan tugas oleh petugas pajak yangberasal dari lingkungan Direktorat Jenderal Pajak adalah sebagai
berikut.
a. Apabila petugas pajak dalam menghitung atau menetapkanpajak tidak sesuai dengan Undang-undang Pajak yang berlakusehingga merugikan negara, petugas pajak yang bersangkutan
8. Mengangkat Juru Sita Pajak
Bukan hanya petugas pajak yang boleh diangkat oleh pejabat
pajak, tetapi te rmasuk pula juru sita pajak untuk melaksan akanperaturan perundang-undangan perpajakan, khu susnya peraturanperundang-undangan di bidang penagihan pajak dengan sur at
paksa. juru sita pajak men uru t Pasal 1 angka 6 UU PPDSP adalahpelaksana tind akan penagiha n pajak yang meIiputi penagihanseketika dan sekaligus, pemberi tahuan su rat paksa, penyitaan, danpenyand eraan . Dengan dernikian, tugas yang melekat pada juru
dapat dikenakan sanksi ses uai dengan ketentuan peraturanperu ndang-undangan yang berlaku.
b. Petu gas pajak ya ng den gan sengaja menyalahgunakan
wewenang dan atau melanggar hak-hak wajib pajak yang diaturdalam peraturan perundang-undangan perpajakan, dapat
diadu kan ke unit Internal Depart emen Keuangan.
Berdasarkan contoh ters ebu t di at as, petugas pajak perlumeningkatkan diri dalam rangka membe rikan pelayanan kepada
wajib paj ak, khususnya mengenai cara menghitung dan atau
menetapkan jumlah pajak yang harus dibayar oleh wajib pajak. Jikadalam pelaksanaan tugas, terdapat kerugia n pada keuangan negara,petugas pajak dapat dikenakan sank si hukum sesuai undangundang yang berlaku. Misalnya, mengganti kerugian yang dialamioleh negara dan/atau sanksi yang berhubungan dengan tindakpidana korupsi ,
Petugas pajak yang tidak berstatus pegawai negeri sipil berarti
bukan berasal dari Iingkungan Direktorat [enderal Pajak hanyadiangkat oleh peja bat pajak (Direktur [enderal Pajak) untukmembantu pelaks anaan perat uran perundang-undangan perpaja
kan. Mereka yang diangkat sebagai petugas pajak adaIah ahIi bahasa,akuntan, konsu ltan pajak, pengacara, dan lain-lain.
106 Pembaruan Hukum Pajak BAB 5: Pejabat Pajak 107
sita pajak bersumber dar i UU PPDSP untuk melakukan penagihan
seke tika dan sekaligus, menyamp aikan sura t paksa, penyitaan, dan
penyanderaan.
Dalam hukum pajak, juru sita pajak meliputi juru sita pajak
bagi pajak negara dan jur u sita pajak bagi pajak daerah . juru sitapajak bagi pajak negara diangkat dan diberhentikan oleh pejabat
pajak yang ditugasi mengelal a pajak negara dan juru sita pajakbagi pajak daerah diangkat dan diberhentikan oleh pejabat pajak
yang ditugasi mengelola pajak dae rah . Keberadaannya merupakankon sekuensi dari pembagian paj ak berdasarkan kewenangan
penagihannya yang meIiputi pajak negara dan pajak daerah.Pelaksanaan tugas juru sita pajak bagi pajak negara dan juru sitapajak bagi pajak daerah tidak terjadi tumpah tindih karena jenispajak yang ditagih dengan surat paksa berbeda sama sekali sehingga
boleh berbarengan melakukan penagihan pajak secara paksa kepadawajib pajak atau penanggung pajak agar memenuhi kewajibannyasebagaimana yang telah dit entukan.
Sebelum juru sita pajak memangku jabatannya, terlebih dahulu
mengucapkan sumpah atau janji menurut agama atau kepercayaandi hadapan pejabat pajak yang mengangkatnya. Pengucapan sumpahatau janji yang didasarkan atas agama atau kepercayaan juru sita
pajak tid ak hanya sekadar diucapkan melainkan mengikat secara
hukum dalam pelaksanaan tugas. Melanggar sumpah atau janjiberarti melakukan suatu pelanggaran hukum yang berakhir pada
pengenaan hukuman, baik hukuman disipIin maupun hukuman
badan.
Sumpah at au janji yang diucapkan oleh juru sita pajakmerupakan suatu manifestasi kerja untuk melakukan perbuatan
hukum deng an tidak melanggar hukum. Sumpah atau janji jurusita pajak sebagaimana diatur pada Pasal 4 UU PPDSP adalah
sebagai berikut:
juru sita pajak melaksanakan tugas di wilayah kerja pejabatpajak yang mengangkatnya, kecuali ditetapkan lain oleh MenteriKeuangan. Hal ini berarti bahwa pelaksanaan tugas juru sita pajak
tidak selalu berdasarkan wilayah kerja pejabat pajak yang mengangkatnya karena boleh saja di wilayah kerja lain yang ditentukanoleh Menteri Keuangan. Dengan demikian, penempatan juru sita
pajak merupakan wewenang Menteri Keuangan, sedangkanpenempatan juru sita pajak bagi pajak daerah dilakukan olehgubernur atau bupati/walikota.
Setelah juru sita pajak diambil sumpah atau janji oleh pejabatpajak yang mengangkatnya, juru sita pajak harus melaksanakantugas, antara lain:
a. melaksanakan surat perintah penagihan seketika dan sekaligus;
b. menyampaikan dan memberitahukan surat paksa;
c. melaksanakan penyitaan atas barang-barang wajib pajakmaupun penanggung pajak berdasarkan surat perintahpenyitaan;
d. melakukan penyanderaan atas diri wajib pajak atau penang
gung pajak berdasarkan surat perintah penyanderaan.
Untuk memperlancar pelaksanaan tugas juru sita pajak,
te rleb ih dahulu harus dilengkapi dengan kartu tanda pengenal
sebagai juru sita pajak dan harus diperlihatkan kepada wajib pajakmaupun penanggung pajak. Fungsi kartu tanda pengenal juru sita
pajak sebagai kartu identitas untuk memudahkan pelaksanaan tugasyang diembannya, agar wajib pajak maupun penanggung pajak tidak
ragu-ragu terhadap juru sita pajak yang bersangkutan. Sebaliknya,
kartu tanda pengenal tersebut sebagai upaya untuk mencegah agarjuru sita pajak tidak melakukan perbuatan melanggar hukumterhadap wajib pajak maupun penanggung pajak. Misalnya,melakukan kompromi pajak dan bahkan melakukan tindak pidana
korupsi di bidang perpajakan karena menyalahgunakan jabatannya
sebagai juru sita pajak.
Dalam melaksanakan tugasnya, juru sita pajak berwenangmemasuki dan memeriksa semua ruangan termasuk membukalemari, laci, dan tempat lain untuk menemukan objek sita di tempat
usaha dan melakukan penyitaan di tempat kedudukan, atau ditempat tinggal wajib pajak maupun penanggung pajak, atau di
tempat lain yang dapat diduga sebagai tempat penyimpanan objek
sita. Selain itu, dalam pelaksanaan tugasnya, juru sita pajak dapatmeminta bantuan kepada kepolisian, kejaksaan, Departemen
Hukum dan Hak Asasi Manusia, pemerintah daerah seternpat,Badan Pertanahan Nasional, Direktorat Ienderal Perhubungan Laut,
Pengadilan Negeri, bank atau pihak lain . Tujuannya adalah untuk
mendapatkan kemudahan dalam melaksanakan tugas dalam upayamenegakkan hukum pajak bagi wajib pajak maupun penanggung
pajak yang tidak menaati ketentuan pelaksanaan surat paksa.
108 Pembaruan Hukum Pajak
"Saya bersumpah/berjanji dengan sungguh-sungguh bahwa saya, untukmemangku jabatan saya ini, langsung atau tidak langsung, denganmenggunakan nama atau cara apa pun juga, tidak memberikan ataumenjanjikan barang sesuatu kepada siapa pun juga. Saya bersumpah/berjanji bahwa saya, untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatudalam jabatan saya ini, tidak sekali-kali akan menerima langsung atautidak langsung dari siapa pun juga sesuatu janji atau pemberian. Sayabersumpah/berjanji bahwa saya akan setia kepada dan akan mempertahankan serta mengamalkan Pancasila sebagai Dasar Negara, UndangUndang Dasar 1945, dan segala undang-undang dan serta yang berlakubagi negara Republik Indonesia. Saya bersumpah/berjanji bahwa sayasenantiasa akan menjalankan jabatan saya ini dengan jujur, saksamadan dengan tidak membeda-bedakan orang dalam melaksanakankewajiban saya dan akan berlaku sebaik-baiknya dan seadil-adilnyaseperti layaknya bagi seorang juru sita pajak yang berbudi baik danjujur, menegakkan hukum dan keadilan".
BAB 5: Pejabat Pajak 109
c. Kewajiban Pejabat PajakPejabat pajak tidak hanya memiliki wewenang, tetapi juga
memiliki kewajiban dalam rangka pelaksanaan peraturan perundang-undangan perpajakan. Kewajiban pejabat pajak merupakanbagian dari penegakan hukum pajak dan tersirat di dalamnya berupaperlindungan hukum wajib pajak. Jika kewajiban tersebut tidakdilaksanakan tepat pada waktu yang ditentukan, diberikan imbalanbunga sebagai kompensasi kerugian yang dialami oleh wajib pajak.Kewajiban yang harus dilaksanakan oleh pejabat pajak adalahmenerbitkan surat keputusan, baik karena jabatan maupun karenapermohonan wajib pajak, seperti berikut ini.
1. Memberi Keterangan Tertulis
Wajib pajak kadangkala mengalami kesulitan untuk mengajukan keberatan karena tidak didukung oleh keterangan yang bolehmembenarkan mengenai keberatannya. Apabila, timbul keraguanketidaksempurnaan surat keberatannya, wajib pajak berhakmengajukan permohonan kepada pejabat pajak untuk memintaketerangan tertulis hal-hal yang menjadi dasar pengenaan pajak,penghitungan rugi, pemotongan atau pemungutan pajak. Hal inididasarkan pada Pasa125 ayat (6) UU KUPyang menegaskan apabiladiminta oleh wajib pajak untuk keperluan pengajuan keberatan,Direktur jenderal Pajak wajib memberikan keterangan secaratertulis hal-hal yang menjadi dasar pengenaan pajak, penghitunganrugi, pemotongan, atau pemungutan pajak.
Ketentuan sebagaimana dimaksud pada Pasa125 ayat (6) UUKUP terdapat pula pada Pasal 15 ayat (5) UU PBB dan Pasal 16ayat (6) UU BPHTB. Hal ini berarti bahwa hukum pajak tetapmenjamin perlindungan hukum wajib pajak. jiwa wajib pajakmerasa kekurangan keterangan, wajib pajak berhak mengajukanpermohonan untuk meminta keterangan-keterangan yang dianggap
111BAB 5: Pejabat Pajak
perlu untuk melengkapi surat keberatannya. Pejabat pajak yangmengelola pajak negara berkewajiban memberi keteranganketerangan yang diperlukan. Lain halnya bagi pejabat pajak yangmengelola pajak daerah tidak berkewajiban memberi keteranganketerangan yang terkait pengajuan keberatan yang dilakukan oleh
wajib pajak karena tidak diatur dalam UU PDRD.
Demikian pula halnya terhadap kesulitan yang dialami wajibpajak untuk mengajukan permohonan banding, wajib pajak berhakmengajukan permohonan tertulis untuk meminta keterangantertulis hal-hal yang menjadi dasar terbitnya keputusan keberatan.Hal ini didasarkan bahwa apabila diminta oleh wajib pajak untukkeperluan pengajuan permohonan banding, Direktur jenderal Pajakwajib memberikan keterangan secara tertulis hal-hal yang menjadidasar diterbitkannya keputusan keberatan.
Bila wajib pajak merasa tidak puas atas keputusan pembetulanyang diterbitkan oleh pejabat pajak wajib pajak berhak mengajukanpermohonan untuk meminta hal-hal yang menjadi dasar menolakatau menerima sebagian permohonan wajib pajak. Hal ini didasarkan bahwa apabila diminta oleh wajib pajak, pejabat pajak wajibmemberikan secara tertulis hal-hal yang menjadi dasar menolakatau menerima sebagian permohonan wajib pajak. Keputusanpembetulan yang diterbitkan oleh pejabat pajak yang ditugasimengelola pajak negara hanya mengenai:
a. mengurangkan atau menghapuskan sanksi administrasi berupabunga, denda, dan kenaikan yang terutang menurut ketentuanperaturan perundang-undangan perpajakan dalam hal sanksitersebut dikenakan karena kekhilafan wajib pajak atau bukan
karena kesalahannya;
b. mengurangkan atau membatalkan surat ketetapan pajak yangtidak benar;
Pembaruan HukumPajak110
c. mengurangkan atau mernbatakan surat tagihan pajak yangtidak benar;
d. membatalkan hasil pemeriksaan pajak atau surat ketetapan. pajak dari hasil pemeriksaan yang dilaksanakan tanpa:
1) penyampaian surat pemberitahuan hasil pemeriksaan;
2) pembahasan akhir dengan wajib pajak.
Hakikat yang terkandung di dalamnya bertujuan agar wajibpajak dapat mengetahui unsur keadilan keputusan pembetulan yangditerbitkan oleh pejabat pajak yang didasarkan atas permohonanwajib pajak. Di samping itu, terdapat pula suatu bentuk perlindungan hukum wajib pajak kalau terdapat kesewenangwenangan yang dilakukan oleh pejabat pajak yang mengelola pajaknegara dalam melakukan pembetulan, baik karena berdasarkanjabatannya maupun karena atas permohonan wajib pajak.
2. Menerbitkan Keputusan Pembetulan
Dalam praktik, kadangkala pejabat pajak menerbitkan suratketetapan pajak , surat tagihan pajak, atau keputusan yang tidakbenar karena ketidaktelitian sehingga membebani kewajiban bagiwajib pajak yang tidak bersalah. Atau, wajib pajak sendiri melakukan kesalahan dalam pemenuhan kewajiban berupa memasukkansurat pemberitahuan kepada pejabat pajak. Oleh karena itu, hukumpajak menyediakan sarana hukum bagi pejabat pajak untukmembetulkan surat ketetapan pajak, surat tagihan pajak, ataukeputusan yang telah diterbitkan, baik karena secara jabatannyamaupun karena permohonan wajib pajak. Kalau pejabat pajakmembetulkan surat ketetapan pajak, surat tagihan pajak, ataukeputusan berdasarkan jabatannya, keputusannya tidak terikat padajangka waktu kapan hendak ditetapkannya. Berbeda halnya kalaudengan permohonan wajib pajak, pejabat pajak terikat pada jangka
waktu yang ditentukan untuk membetulkan surat ketetapan pajak,surat tagihan pajak, atau keputusan yang telah diterbitkan.
Pejabat pajak yang ditugasi mengelola pajak negara, khususnyaPajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualanatas Barang Mewah berwenang melakukan pembetulan ataspermohonan wajib pajak tatkala dalam penerbitannya terdapatkesalahan tulis dan atau kesalahan hitung. Yang boleh dibetulkankarena kesalahan atau kekeliruan, adalah:
a. surat ketetapan pajak yang meliputi surat ketetapan pajakkurang bayar, surat ketetapan pajak kurang bayar tambahan,surat ketetapan pajak lebih bayar, dan surat ketetapan pajaknihil;
b. surat tagihan pajak;
c. keputusan pengurangan ketetapan pajak;
d. keputusan pembatalan ketetapan pajak;
e. keputusan pengurangan sanksi administrasi; _
f. keputusan penghapusan sanksi administrasi;
g. keputusan keberatan;
h. keputusan pemberian imbalan bunga; atau
i. keputusan pengembalian pendahuluan kelebihan pajak.
Ruang lingkup pembetulan yang dilakukan oleh pejabat pajakhanya terbatas pad a kesalahan atau kekeliruan sebagai akibat dari :
a. kesalahan tulis, yaitu antara lain kesalahan yang dapat berupanama, alamat, nomor pokok wajib pajak, nomor suratketetapan pajak, jenis pajak, masa pajak atau tahun pajak, dantanggal jatuh tempo; atau
b. kesalahan hitung, yaitu kesalahan yang berasal dari penjumlahan dan atau pengurangan dan atau perkalian dan ataupembagian suatu bilangan.
113BAB 5: Pejabat PajakPembaruan Hukum Pajak112
Pengertian membetu lkan dapat berarti menambah, mengu rangkan, atau menghapuskan, tergantung pada sifat kesalahan ataukekeliruannya. Apabila masih terdapat kesalahan tulis, kesalahanhitung, wajib pajak boleh mengajukan lagi permohonan pembetulankepada pejabat pajak atau dapat melakukan sendiri pembetulanitu karena jabatannya.]angka waktu pembetulan hanya enam bulansejak tanggal permohonan wajib pajak diterima oleh pejabat pajakharus menerbitkan keputusan pembetulan termak sud. Hal inidimaksudkan untuk memberikan kepastian hukum kepada wajibpajak yang mengajukan permohonan perribetulan tersebut.
Pembetulan keputusan juga dikenal dalam UU PDRD, yangdilakukan oleh pejabat pajak yang mengelola pajak daerah, baikatas permohonan wajib pajak maupun karena jabatannya. Yangdapat dibetulkan oleh pejabat pajak yang mengelola pajak daerah
adalah:
a. surat ketetapan pajak daerah;
b. surat ketetapan pajak daerah kurang bayar;
c. surat ketetapan pajak daerah kurang bayar tambahan; atau
d. surat tagihan pajak daerah.
Di samping itu, pejabat pajak tersebut berwenang pula melaku
kan tindakan hukum berupa:
a. mengurangkan atau menghapuskan sanksi administrasi berupabunga, denda, dan kenaikan pajak yang terutang menu rutperaturan perundang-undangan perpajakan daerah, dalam halsanksi tersebut dikenakan karena kekhilafan wajib pajak ataubukan karena kesalahannya; atau
b. mengurangkan atau membatalkan ketetapan pajak yang tidak
benar.
Tindakan hukum· yang dilakukan oleh pejabat pajak yangmen gelol a pajak daerah bertujuan untuk memberikan pe r-
lindungan hukum kepada wajib pajak sebelum terjadi sengketapajak. Sebenarnya tindakan hukum yang dilakukan oleh pejabatpajak yang mengelola pajak daerah harus didasarkan atas permohonan wajib pajak yang mengalami kerugian dalam pemenuhanhak dan kewajibannya.
3. Menerbitkan Keputusan Keberatan
Tatkala terjadi sengketa pajak di tingkat lembaga keberatan,pejabat pajak berwenang memeriksa dan rnernutus, jika suratkeberatan telah memenuhi syarat-syarat yang ditentukan. Dalamarti, kewajiban bagi pejabat pajak untuk menerbitkan suratkeputusan keberatan atas keberatan wajib pajak maupun pemotongatau pemungut pajak terhadap suatu surat ketetapan pajak yangditerbitkan oleh pejabat pajak. Kewajibanuntuk menerbitkan suratkeputusan keberatan diatur pada Pasal 26 ayat (1) UU KUP yangmenyatakan bahwa Direktur ]enderal Pajak dalam jangka waktupaling lama dua belas bulan sejak tanggal surat keberatan diterima,harus memberi keputusan atas keberatan yang diajukan. Ketentuanyang sama ditemukan pula pada Pasal 16 ayat (1) UU PBB, Pasal17 ayat (1) UU BPHTB, dan Pasal 14 ayat (1) UU PDRD. Hal inimenunjukkan bahwa ada sinkronisasi antara UU KUPdengan UUPBB, UU BPHTB, dan UU PDRD mengenai jangka waktupemberian sura t keputusan kebera tan terhadap surat keberatanyang diajukan oleh wajib pajak maupun pemotong atau pemungutpajak.
Kewajiban menerbitkan surat keputusan keberatan merupakantanggung jawab pejabat pajak yang berwenang memeriksa danmemutus surat keberatan dari wajib pajak maupun dari pemotongatau pemungut pajak . Surat kepu tus an keberatan tidak bolehmelampaui jangka waktu yang telah dite nt ukan karena dapatberakibat bila jangka waktu yang ditentukan telah kedaluwarsa,
115BAB 5: Pejabat PajakPembaruan Hukum Pajak114
keberatan wajib pajak maupun pemotong atau pemungut pajak
sebagaimana yang tercantum dalam surat keberatan dianggapditerima secara hukum. Surat keputusan keberatan merupakansurat keputusan atas keberatan terhadap surat ketetapan pajak atau
terhadap pemotongan atau pemungutan oleh pemotong atau
pemungut pajak yang diajukan oleh wajib pajak.
Menerbitkan surat keputusan keberatan tidak hanya merupa
kan kewajiban pejabat pajak yang ditugasi mengelola pajak negara,tetapi merupakan pula kewajiban pejabat pajak yang ditugasi
mengelola pajak daerah. Sebenarnya surat keputusan keberatan
merupakan jawaban terhadap keberatan yang dituangkan dalamsurat keberatan. Surat keputusan keberatan tidak mutlak harusditerima dan bahkan boleh ditolak karena tidak memenuhi syarat
syarat yang ditentukan untuk pengajuan suatu surat keberatan.
D. Larangan Pejabat PajakPejabat pajak, termasuk yang diangkat untuk melaksanakan
peraturan perundang-undangan perpajakan, memegang perananpenting dalam rangka penegakan hukum pajak. Dalam pelaksanaan
wewenangnya, pejabat pajak telah banyak mengetahui rahasia
perpajakan wajib pajak, baik karena wajib pajak memberitahukanatau melaporkan melalui surat pemberitahuan. Bahkan karena
petugas pajak melaksanakan tugas pemeriksaan di tempat tinggal
atau di tempat kedudukan wajib pajak. Ataukah juru sita pajak
melaksanakan tugas menyampaikan surat paksa maupun tindakan
pelaksanaan surat paksa kepada wajib pajak maupun penanggung
pajak.
Kerahasiaan wajib pajak maupun penanggung pajak tetap
terjamin untuk tidak dibocorkan atau tidak diketahui oleh pihakketiga. Oleh karena itu, hukum pajak berkewajiban memberi
perlindungan dengan menyiapkan perangkat hukum untuk itu .
Perangkat hukum yang dimaksudkan telah ditentukan sebagaiberikut.
1. Setiap pejabat dilarang memberitahukan kepada pihak lain
segala sesuatu yang diketahui atau diberitahukan kepadanya
oleh wajib pajak dalam rangka jabatan atau pekerjaannya untukmenjalankan ketentuan peraturan perundang-undanganperpajakan.
2. Larangan tersebut di atas berlaku pula terhadap tenaga ahli
yang ditunjuk oleh pejabat pajak untuk membantu dalampelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undanganperpajakan.
3. Dikecualikan dari larangan tersebut di atas adalah: a) pejabatdan tenaga ahli yang bertindak sebagai saksi atau saksi ahlidalam sidang pengadilan; dan b) pejabat dan tenaga ahli yangmemberikan keterangan kepada pihak lain yang ditetapkanoleh Menteri Keuangan.
4. Untuk kepentingan negara, Menteri Keuangan berwenangmemberi izin tertulis kepada pejabat dan tenaga-tenaga ahli
yang bersangkutan agar memberikan keterangan, memper
lihatkan bukti tertulis dari atau tentang wajib pajak kepadapihak yang ditunjuknya.
5. Untuk kepentingan pemeriksaan di pengadilan dalam perkara
pidana atau perkara perdata atas permintaan hakim sesuaidengan hukum acara pidana dan hukum acara perdata, Menteri
Keuangan dapat memberi izin tertulis untuk meminta kepadapejabat dan tenaga ahli yang bersangkutan, bukti tertulis danketerangan wajib pajak yang ada padanya.
6. Permintaan hakim tersebut di atas, wajib menyebut namatersangka atau nama tergugat, keterangan-keterangan yang
117SAS 5: Pejabat PajakPembaruan Hukum Pajak116
118
diperlihatka n kepada pihak ter tentu yang ditunj uk oleh MenteriKeilangan. Dalam surat izin yang diterbitkan oleh MenteriKeuangan harus dicantumkan nama wajib pajak, nama pihak yangditunjuk dan nama pejabat pajak, pejabat yang diangkat, ataupetugas pajak yang diizinkan untuk memberikan keterangan ataumemperlihatkan bukti tertulis dari atau tentang wajib pajak.Pemberian izin tersebut dilakukan secara terbatas dalam hal-halyang dipandang perlu oleh Menteri Keuangan. Berarti untuk kepentingan negara, Menteri Keuangan harus berinisiatif menerbitkanizin.
]ika terjadi pemeriksaan di pengadilan, baik dalarn perkarapidana maupun perkara perdata yang berkaitan dengan perpajakan,Menteri Keuangan menerbitkan izin pembebasan atau kewajibankerahasiaan kepada pejabat pajak, pejabat yang diangkat, ataupetugas pajak maupun juru sita pajak atas berdasarkan permintaanhakim ketua sidang . Izin tersebut bertujuan untuk membantumengungkapkan perkara pidana atau perkara perdata yang memilikiketerkaitan dengan perpajakan yang sementara dalam prosesperadilan. Sebenarnya hakim ketua sidang wajib berinisiatifmeminta izin dari Menteri Keuangan agar dibolehkan mengungkapkan kerahasiaan perpajakan yang diketahui oleh pejabat pajak,pejabat yang diangkat , atau petugas pajak maupun juru sita pajaktermaksud. Permintaan hakim ketua sidang kepada MenteriKeuangan harus secara tegas menyebut nama tersangka atau namatergugat, termasuk keterangan-keterangan yang dirninta terkaitdengan perbuatan hukum yang menyangkut bidang perpajakan.
11 9BAB 5: Pejabat PajakPembaruanHukum Pajak
diminta serta kaitan perkara pidana atau perkara perdata yangbersangkutan dengan keterangan yang diminta tersebut.
Pejabat pajak, termasuk petugas pajak dan juru sita pajak yangdiangkat dilarang mengungkapkan kerahasiaan perpajakan wajibpajak termasuk pula pemotong atau pemungut pajak. Kerahasiaanperpajakan yang dilarang untuk diungkapkan atau diberitahukankepada pihak lain, antara lain:
1. surat pernberitahuan, laporan keuangan, dan lain-lain yangdilaporkan oleh wajib pajak;
2. data yang diperoleh dalam rangka pelaksanaan pemeriksaan;
3. dokumen dan atau data yang dipero leh dari pihak ketiga yangbersifat rahasia; dan
4. dokumen dan atau rahasia wajib pajak sesuai dengan ketentuanperaturan perundang-undangan yang berlaku.
Larangan untuk tidak mengungkapkan kerahasiaan wajib pajakuntuk pihak lain dikecualikan tatkala pejabat pajak, pejabat yangdiangkat, dan petugas pajak bertindak sebagai saksi atau saksi ahlidalam pengadilan. Larangan ini hanya bersifat sernentara, yaknipada saat persidangan pengadilan dan tidak termasuk di luarpersidangan pengadilan. Demikian pula halnya terhadap keteranganyang diberitahukan kepada pihak lain yang ditetapkan oleh MenteriKeuangan hanya tertuju pada identitas wajib pajak dan informasiyang bersifat umum tentang perpajakan kepada antara lain lembaganegara atau Instansi Pemerintah yang berwenang melakukanpemeriksaan di bidang keuangan negara . PengecuaIian larangantersebut tidak memerlukan izin dari Menteri Keuangan .
Lain halnya kalau untuk kepentingan negara, misalnya daIamrangka penyidikan, penuntutan atau dalam rangka mengadakankerja sama dengan instansi pemerintah lainnya, keterangan ataubukti tertulis dari atau tentang wajib pajak dapat diberikan atau
121
.. Surat Pemberitahuan
A. Pendahuluan
Dalam hukum pajak terdapat suatu sarana hukum yang meng
hubungkan antara wajib pajak dengan pejabat pajak dalam rangkapenegakan hukum pajak. Sarana hukum tersebut adalah suratpemberitahuan yang disediakan oleh pejabat pajak untuk digunakanbagi wajib pajak melaporkan jumlah pajak yang terutang. Sebagaimana dikatakan oleh Rochmat Soemitro (1986;66) bahwa surat
p.emberitahuan merupakan bentuk kerja sama antara wajib pajakdengan Direktorat]enderal Pajak untuk menentukan besarnya pajak
yang terutang.
Surat pemberitahuan adalah surat yang oleh wajib pajak
digunakan untuk melaporkan penghitungan dan atau pemba
yaran pajak, objek pajak, dan atau bukan objek pajak, dan atauharta dan kewajiban menurut ketentuan peraturan perundang
undangan perpajakan. Tidak semua jenis pajak yang berlakuboleh menggunakan surat pemberitahuan. Hal ini tergantungdari jenis pajak itu sendiri. Surat pemberitahuan laz imnya
diguna~an hanya pajak langsung seperti Pajak Penghasilan danPajak Bumi dan Bangunan, sedangkan pada pajak tidak langsung pada umumnya tidak menggunakan surat pemberitahuan.
122 Pembaruan Hukum Pajak BAB 6: Sural Pemberilahuan 123
Dikatakan "pada umumnya" karena ada pula pajak tidak langsungyang menggunakan surat pemberitahuan, seperti Pajak Per
tambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah . Pajak tidaklangsung yang tidak menggunakan surat pemberitahuan adalah BeaPerolehan Hak atas Tanah dan Bangunan serta Bea Meterai.
Penggunaan surat pemberitahuan merupakan bagian dari selfassessment system yang memberikan kepercayaan kepada wajib pajakuntuk menghitung dan melaporkan jumlah pajak yang terutangkepada pejabat pajak yang menerbitkan surat pemberitahuan itu.
Selfassessment system merupakan pengganti official assessment systemsebagaimana yang diterapkan terhadap pajak langsung pada masasebelum terjadi perubahan Undang-undang Pajak pada tahun 1983.
Sekalipun terjadi perubahan official assessment system menjadi selfassessment system, jika kesadaran hukum wajib pajak maupun pejabatpajak tidak mengalami perubahan ke arah positif, perubahan itu
tidak memiliki makna yang signifikan terhadap penegakan hukumpajak, baik pada masa kini maupun ke depan.
Setiap wajib pajak harus mengambil sendiri surat pernberi
tahuan di tempat yang telah ditentukan oleh pejabat pajak ataumengambil dengan cara lain, misalnya dengan mengakses situs
Direktorat Jenderal Pajak untuk memperoleh formulir suratpemberitahuan. Namun, untuk memberikan pelayanan yang lebih
baik, pejabat pajak boleh mengirimkan surat pemberitahuan kepada
wajib pajak. Wajib pajak yang telah menerima surat pemberitahuan
wajib mengisi dengan benar, lengkap, dan jelas dalam bahasa
Indonesia dengan menggunakan huruf Latin, angka Arab, satuanmata uang rupiah, dan menandatangani serta menyampaikannya
ke Direktorat Jenderal Pajak tempat wajib pajak terdaftar ataudikukuhkan atau tempat lain yang ditetapkan oleh pejabat pajak .
Wajib pajak yang telah mendapat izin Menteri Keuangan untukmenyelenggarakan pembukuan dengan menggunakan bahasa asingdan rnata uang selain rupiah, wajib menyampaikan surat pem-
beritahuan dalam bahasa Indonesia dan mata uang selain rupiah
yang diizinkan, dan pelaksanaannya diatur dengan atau berdasarkanperaturan Menteri Keuangan. Dikecualikan dari kewajiban
menyampaikan surat pemberitahuan kepada pejabat pajak adalah
wajib Pajak Penghasilan tertentu, yakni:
1. wajib pajak orang pribadi yang menerima atau memperoleh
penghasilan di bawah penghasilan tidak kena pajak;
2. wajib pajak luar negeri yang menerima atau memperolehpenghasilan di Indonesia dikenakan Pajak Penghasilan secara
final.
Akan tetapi, karena kepentingan tertentu, wajib Pajak Peng
hasilan tersebut di atas, diwajibkan memiliki nomor pokok wajibpajak. Sebenarnya nomor pokok wajib pajak merupakan identitas
wajib pajak yang setiap saat dapat digunakan untuk kepentinganpengurusan surat-surat yang terkait dengan kegiatannya, baik yang
berkaitan maupun yang tidak terkait dengan perpajakan.
Hal yang dimaksud dengan mengisi surat pemberitahuan
adalah mengisi formulir surat pemberitahuan, dalam bentuk kertasdan atau dalam bentuk elektronik, dengan benar, lengkap, dan jelassesuai dengan petunjuk pengisian yang diberikan berdasarkan
ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Sementara
itu, yang dimaksud dengan benar, lengkap dan jelas dalam mengisi
surat pemberitahuan adalah sebagai berikut.
1. Benar adalah benar dalam perhitungannya, termasuk benar
dalam penerapan peraturan perundang-undangan perpajakan,dalam penulisannya, dan sesuai dengan keadaan yang
sebenarnya.
2. Lengkap adalah memuat semua unsur yang berkaitan denganobjek pajak dan unsur-unsur lain yang harus dilaporkan dalam
surat pemberitahuan.
3.
124
Penyampaian surat pemberitahuan merupakan perbuatan
hukum yang dilakukan oleh wajib pajak sehingga persyaratan yangtelah ditentukan wajib dilaksanakan sebagaimana mestinya. ]ikasurat pemberitahuan tidak disampaikan berdasarkan jangka waktu
yang ditentukan atau jangka waktu perpanjangan penyampaiansurat pemberitahuan, wajib pajak tersebut diberikan surat teguran.
Wajib pajak yang tidak menyampaikan surat pemberitahuan ataumenyampaikan surat pemberitahuan, tetapi tidak benar, terhadapwajib pajak tersebut dikenakan sanksi administrasi berupa denda.
Bahkan selain sanksi administrasi berupa denda dapat pula dikenakan sanksi pidana karena menimbulkan kerugian pada pendapatannegara.
Bentuk dan isi suatu surat pemberitahuan serta keterangandan atau dokumen yang wajib dilampirkan, dan cara yang digunakanuntuk menyampaikan surat pemberitahuan diatur dengan atauberdasarkan Peraturan Menteri Keuangan. Hal ini dimaksudkan
agar terdapat keseragaman dan mempermudah pengisian sertapengadministrasiannya, bentuk dan isi suatu surat pemberitahuan,keterangan, dokurnen yang harus dilampirkan dan cara yangdigunakan untuk menyampaikan surat pemberitahuan. Bagi wajib
pajak yang wajib menyelenggarakan pembukuan, wajib dilengkapidengan laporan keuangan berupa neraca dan laporan laba rugi serta
keterangan-keterangan lain yang diperlukan untuk menghitungbesarnya penghasilan kena pajak.
Wajib pajak wajib menaati ketentuan-ketentuan mengenai
tata cara pengisian maupun jangka waktu penyampaian surat
pemberitahuan. Sebenarnya surat pemberitahuan dianggap tidakdisampaikan oleh wajib pajak apabila:
1. tidak ditandatangani oleh wajib pajak atau kuasa hukumnya;
2. tidak sepenuhnya dilampiri keterangan dan atau dakumen;
125BAB 6: Sural PemberilahuanPembaruan Hukum Pajak
]elas adalah melaporkan asal-usul ata u sumber objek pajakdan unsurt-unsur lain yang harus dilaporkan dalam suratpemberitahuan.
Surat pemberitahuan yang telah diisi dengan benar, lengkap,dan jelas tersebut wajib disampaikan kepada pejabat pajak tempatwajib pajak terdaftar atau dikukuhkan atau tempat lain yang
ditetapkan oleh pejabat pajak. Oleh karena itu, pejabat pajak dapatmenetapkan tempat pendaftaran dan atau ternpat pelaporan usaha
selain tempat tinggal atau tempat kedudukan wajib pajak atau
temp at pendaftaran pada kantor pejabat pajak yang wilayah kerjanyameliputi tempat tinggal dan kantor pejabat pajak yang wilayahkerjanya meliputi tempat kegiatan usaha dilakukan, bagi wajib pajakarang pribadi atau pengusaha tertentu.
Penandatanganan surat pemberitahuan boleh dilakukan secarabiasa atau dengan tanda tangan stempel atau tanda tanganelektronik atau digital, yang semuanya mempunyai kekuatan
hukum yang sama, yang tata cara pelaksanaannya diatur denganPeraturan Direktur ]enderal Pajak. Dalam hal wajib pajak merupakan badan maka surat pemberitahuan ditandatangani oleh pengurusatau direksi.]ika surat pemberitahuan diisi dan ditandatangani oleh
arang lain bukan wajib pajak, wajib dilampirkan surat kuasa khusus.
Surat pemberitahuan yang disampaikan secara langsung oleh wajibpajak kepada pejabat pajak wajib diberi tanggal dan bukti
penerimaan oleh pejabat yang ditunjuk untuk itu. Lain halnya kalau
surat pemberitahuan dikirim melalui kantor pas secara tercatatatau dengan cara lain akan diatur dengan Keputusan Direktur]enderal Pajak . Tanda bukti dan tanggal penerimaan untuk
penyampaian surat pemberitahuan sepanjang surat pemberitahuantersebut lengkap dianggap sebagai tanda bukti dan tanggalpenerimaan.
126 Pembaruan Hukum Pajak BAB 6: Sural Pemberitahuan 127
3. menyatakan lebih bayar disampaikan setelah dua tahunsesudah berakhirnya masa pajak, bagian tahun pajak atautahun pajak, dan wajib pajak telah ditegur secara tertulis; atau
4. disampaikan setelah pejabat pajak menerbitkan surat ketetapanpajak.
Surat pemberitahuan yang disampaikan langsung oleh wajibpajak kepada pejabat pajak harus diberi tanggal penerimaan olehpejabat yang ditunjuk dan kepada wajib pajak diberikan buktipenerimaan. Sebenarnya pemberian tanggal penerimaan suratpemberitahuan bertujuan untuk memberikan kepastian hukumbahwa surat pemberitahuan yang disampaikan sebelum atausesudah jangka waktu yang ditentukan . Penyampaian suratpemberitahuan tidak hanya boleh dilakukan secara langsung, tetapiboleh pula dikirim melaluikantor pos dengan tanda bukti pengiriman surat atau dengan cara lain sepanjang tidak bertentanganperaturan Direktur Jenderal Pajak. Tanda bukti dan tanggalpengiriman surat untuk penyampaian surat pemberitahuandianggap sebagai tanda bukti dan tanggal penerimaan sepanjangtelah lengkap surat pemberitahuan tersebut
Kadangkala surat pemberitahuan yang telah disampaikanternyata mengandung ketidakbenaran, misalnya terdapat kesalahanhitung atau kesalahan tulis. Maka, dengan kemauan sendiri wajibpajak berhak membetulkan surat pemberitahuan tersebut denganmenyampaikan pernyataan tertulis, dengan persyaratan bahwapejabat pajak belum melakukan tindakan pemeriksaan. Dalam halpembetulan surat pemberitahuan menyatakan rugi atau lebih bayar,pembetulan surat pemberitahuan harus disampaikan paling lamadua tahun sebelum kadaluarsa penetapan. Oleh karena itu, wajibpajak dengan kesadaran sendiri dapat mengungkapkan dalamlaporan tersendiri tentang ketidakbenaran pengisian surat pemberitahuan yang telah disampaikan, yang mengakibatkan:
1. pajak-pajak yang masih harus dibayar menjadi lebih besar:
2. rugi berdasarkan ketentuan perpajakan menjadi lebih kecil;atau
3. jumlah harta menjadi lebih besar, tetapi jurnlah rugi berdasarkan ketentuan perpajakan tidak menjadi lebih besar.
Kejujuran wajib pajak sangat menentukan dalam pengisiansurat pemberitahuan karena surat pemberitahuan yang telahdisampaikan kepada pejabat pajak merupakan tanggungjawab wajibpajak . Akibat hukum yang timbul dari surat pemberitahuan yangtelah disampaikan itu adalah perbuatan hukum yang menimbulkansanksi hukum kalau di dalamnya terjadi kesalahan. Misalnya, suratpemberitahuan yang telah disampaikan itu batalnya demi hukumatau dapat dibatalkannya, bergantung pada substansi hukum pajakyang terlanggar.
B. Fungsi Surat Pemberitahuan
Surat pemberitahuan merupakan sarana hukum dalam hukumpajak yang digunakan oleh wajib pajak untuk menghitung danmelaporkan pajak yang terutang, baik mengenai Pajak Penghasilan,Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.Oleh karena itu, surat pemberitahuan memiliki fungsi yangberbeda-beda, tergantung dar i jenis pajak yang dilaporkannya olehwajib pajak. Lain perkataan bahwa fungsi surat pemberitahuanhanya bergantung pada jenis pajak yang terlapor dalam suratpemberitahuan itu sendiri.
Fungsi surat pemberitahuan bagi wajib Pajak Penghasilanadalah sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan penghitungan jumlah pajak yang sebenarnya terutangdan untuk melaporkan tentang:
1. pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan
sendiri dan atau melalui pemotongan atau pemungutan pihaklain dalam satu tahun pajak atau bagian tahun pajak;
2. penghasilan yang merupakan objek pajak dan atau bukan objekpajak;
3. biaya hidup untuk wajib pajak orang pribadi;
4. harta dan kewajiban;
5. pembayaran dari pemotong atau pemungut tentang pemotongan atau pemungutan pajak orang pribadi atau badan lain dalamsatu masa pajak, yang ditentukan peraturan perundangundangan perpajakan yang berlaku.
Fungsi surat pemberitahuan bagi pemotong atau pemungutpajak adalah sebagai sarana melaporkan dan mempertanggungjawabkan pajak yang dipotong atau dipungut dan disetorkannya.Kernudian, fungsi surat pemberitahuan terhadap pengusaha kenapajak adalah sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan penghitungan jumlah Pajak Pertambahan Nilaidan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang sebenarnya terutangdan untuk melaporkan tentang:
1. pengkreditan pajak masukan terhadap pajak keluaran;
2. pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakansendiri oleh pengusaha kena pajak dan atau melalui pihak laindalam satu masa pajak, yang ditentukan oleh ketentuanperaturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.
Karena surat pemberitahuan memiliki fungsi sebagai saranauntuk melaporkan jumlah pajak yang terutang, surat pemberitahuan boleh dijadikan sebagai alat bukti surat kalau terjadisengketa pajak antara wajib pajak dengan pejabat pajak dalambentuk sengketa pajak. Penggunaan surat pemberitahuan sebagaialat bukti surat boleh pada tingkat keberatan, banding, atau gugatan
c. Surat Pemberitahuan Masa
melalui lembaga keberatan dan Pengadilan Pajak yang berwenangmemeriksa dan mernutus sengketa pajak.
129BAB 6: SuralPemberilahuan
Pada hakikatnya surat pemberitahuan masa merupakan bagiandari surat pemberitahuan. Surat pemberitahuan masa adalah suratpem beritahuan suatu masa pajak . Kernudian, yang dimaksuddengan masa pajak adalah jangka waktu yang lamanya sama dengansatu bulan takwin atau jangka waktu lain yang ditetapkan dengankeputusan Menteri Keuangan paling lama tiga bulan takwim. Suratpemberitahuan masa digunakan oleh wajib pajak untu k melaporkanjumlah pajak yang terutang kepada pejabat pajak mengenai PajakPenghasilan, Pajak Pertamb ahan Nilai dan Pajak Penjualan atasBarang Mewah untuk satu masa pajak. Sebenarnya sura t pemberitahuan masa merupakan sarana hukum bagi wajib pajak untukmelaporkan pajak yang terutang untuk suatu masa pajak, baikmengenai Pajak Penghasilan maupun Pajak Pertambahan Nilai danPajak Penjualan atas Barang Mewah.
Rochmat Soemitro (1986;68) mengatakan bahwa kalau wajibpajak tidak satu tahun menjadi wajib pajak karena baru datang diIndonesia setelah tahun pajak mulai, atau meninggalkan Indonesiaatau meningal dunia, pajaknya dihitung dari masa pajak yang kurangdari satu tahun. Untuk itu, wajib pajak wajib memasukkan suratpemberitahuan masa. Penghasilan yang diterima atau diperolehdalam masa pajak itu harus diberit ahu kan dalam sura t pemberitahuan rnasa, dan selanjutnya dihitung penghasilan setah undengan mengalihkan penghasilan dalam masa pajak itu dengansuatu pecahan yang pembilangnya dua belas dan penyebutnya samadengan jumlah bulan dari masa pajak itu.
Surat pemberitahuan masa Pajak Pertambahan Nilai sekurangkurangnya memuat jumlah dasar pengenaan pajak, jumlah pajak
Pembaruan Hukum Pajak128
keluaran, jumlah pajak masukan yang dapat dikred itkan, dan jumlah
kekurangan atau kelebihan pajak. Apabi la surat pemberitahuan
masa Pajak Pertambahan Nilai tidak atau kurang memuat syarat
syarat yang ditentukan, berarti surat pemberitahuan masa Pajak
Pertambahan Nilai tidak dapat dikategorikan secara lengkap.
Dengan demikian, surat pemberitahuan masa Pajak Pertambahan
Nilai tidak sah menurut hukum pajak dengan konsekuensi peng
usaha kena pajak berkewajiban menyampaikan kembali surat
pemberitahuan masa Pajak Pertambahan Nilai kepada pejabat pajak
di tempat tinggal atau tempat kedudukannya.
]angka waktu penyampaian surat pemberitahuan masa, baik
surat pemberitahuan masa Pajak Penghasilan maupun surat
pemberitahuan Pajak Pertambahan Nilai adalah paling lama dua
puluh hari seteIah akhir masa pajak. Apabila surat pemberitahuan
masa tersebut tidak disampaikan sesuai jangka waktu yang
ditentukan, wajib pajak dikenakan sanksi administrasi. Terhadap
surat pemberitahuan masa Pajak Pertambahan Nilai dikenakan
sanksi administrasi berupa denda sebesar RpSOO.OOO,OO. Untuk
surat pemberitahuan masa lainnya (terrnasuk surat pemberitahuan
masa Pajak Penghasilan) dikenakan sanksi administrasi berupa
denda sebesar RpIOO .OOO,OO. Pengenaan sanksi administrasi
berupa denda tidak dilakukan terhadap wajib pajak dengan kriteria
tertentu, misalnya:
1. wajib pajak usaha kecil;
2. wajib pajak orang pribadi yang memiIiki penghasilan neto
kurang dari penghasilan tidak kena pajak;
3. wajib pajak luar negeri yang memperoleh penghasilan di
Indonesia telah dikenakan pajak yang bersifat fina l.
Kadangkala pada surat pemberitahuan masa yang telah
disampaikan ternyata terdapat kesalahan tulis atau kesalahan
hitung. Maka, dengan kemauan sendiri , wajib pajak berhak rnern-
D. Surat Pemberitahuan Tahunan
betulkan surat pemberitahuan yang telah disam paikan dengan
me nyampaika n pernyataan tertulis, dengan per syaratan bahwa
pejabat pajak belum melakukan tindakan pemeriksaan. Akan tetapi,
bila pembetulan surat pemberitahuan masa menyatakan rugi atau
lebih bayar. Pembetu lan surat pemberitahuan masa harus disampai
kan paling lama dua tahun sebelum kadaluarsa penetapan.
131BAB 6: Sural Pemberilahuan
Selain surat pemberitahuan masa dikenal pula surat pemberi
tahuan tahunan sebagaimana yang diatur dalam VU KUP. Surat
pemberitahuan tahunan adalah surat pemberitahuan untuk suatu
tahun pajak atau bagian tahun pajak. Kemudian, pengertian tahun
pajak adalah jangka waktu satu tahun kalender, kecuali bila wajib
pajak menggunakan tahun buku yang tidak sama dengan tahun
takwim. Sementara itu, pengertian bagian tahun pajak merupakan
bagian dari jangka waktu satu tahun pajak.
Surat pemberitahuan tahunan hanya dikenal dalam Pajak
Penghasilan, yang terdiri dari surat pemberitahuan tahunan wajib
pajak orang pribadi dan surat pemberitahuan tahunan wajib pajak
badan. ]angka waktu penyampaian surat pemberitahuan tahunan
Pajak Penghasilan wajib pajak orang pribadi adalah paling lama
tiga bulan setelah berakhir tahun pajak. Kemudian, jangka waktu
penyampaian surat pemberitahuan tahunan Pajak PenghasiIan wajib
pajak bad an adalah paling lama ernpat bulan seteIah berakhir tahun
pajak.]ika selama jangka waktu itu wajib pajak penghasiIan tersebut
tidak memenuhinya karena berada dalam keadaan memaksa (forcemajeur), maka wajib pajak berhak memohon perpanjangan jangka
waktu penyampaian surat pemberitahuan tahunan Pajak
Penghasilan untuk paling lama dua bulan dengan cara tertulis atau
dengan cara lain (elektronik) . Penyampaian pemberitahuan itu
harus di tujukan kepada pejabat pajak dengan tetap berdasarkan
Pembaruan Hukum Pajak130
pada ketentuan dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak. Apabila..wajib pajak tidak memenuhi jangka waktu penyampaian surat
pemberitahuan tahunan Pajak Penghasilan, walaupun telahdilakukan perpanjangan jangka waktu masih tetap tidak dapat
dipenuhi, wajib pajak yang bersangkutan diberikan surat teguran.
Surat pemberitahuan tahunan Pajak Penghasilan sekurang
kurangnya memuat jumlah peredaran, jumlah penghasilan, jumlah
penghasilan kena pajak, jumlah pajak yang terutang, jumlah kreditpajak, jumlah kekurangan atau kelebihan pajak, serta hak dan
kewajiban di luar kegiatan usaha atau pekerjaan bebas bagi wajib
pajak orang pribadi. Untuk wajib pajak yang wajib menyelenggarakan pembukuan wajib melengkapi laporan keuangan berupa neracadan laporan laba rugi serta keterangan-keterangan lain yangdiperlukan untuk menghitung besarnya penghasilan kena pajak.
Wajib pajak yang tidak menyampaikan surat pemberitahuantahunan Pajak Penghasilan dalam jangka waktu yang ditentukan,
atau jangka waktu perpanjangan telah berakhir tidak pulamenyampaikan surat pemberitahuan tersebut dikenakan sanksi
administrasi. Pengenaan sanksi administrasi berupa denda sebesarRp1.000.000,OO untuk surat pemberitahuan tahunan Pajak Peng
hasilan badan. Kemudian, sebesar Rp250.000,OO untuk suratpemberitahuan tahunan Pajak Penghasilan orang pribadi.
Jika wajib pajak membetulkan sendiri surat pemberitahuan
tahunan yang mengakibatkan utang pajak menjadi lebih besar,
dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% sebulan
atas jumlah pajak yang kurang dibayar, dihitung sejak saat penyampaian surat pemberitahuan berakhir sampai dengan tanggalpernbayaran, dan bagian dari bulan dihitung penuh satu bulan.
Yang dimaksud dengan sebulan adalah jumlah hari dalam bulantakwim yang bersangkutan, misalnya mulai dari tanggal 22 junisampai dengan 21 juli pada tahun yang sarna, sedangkan yang
dimaksud bagian dari bulan misalnya 22 [uni sampai 5 juli pada
tahun yang sama.
Wajib pajak boleh membetulkan surat pemberitahuan tahunan
yang telah disampaikan, dalam hal wajib pajak menerima surat
ketetapan pajak, surat keputusan keberatan, surat keputusan
pembetulan, atau putusan banding tahun pajak sebelumnya atau
beberapa tahun pajak sebelumnya. Pembetulan itu menyatakan rugifiskal berbeda dengan rugi fiskal yang telah dikompensasikan dalam
surat pemberitahuan tahunan yang akan dibetulkan terse but, dalam
jangka waktu tiga bulan setelah menerima surat-surat tersebut diatas, dengan syarat bahwa pejabat pajak belum melakukan tindakan
pemeriksaan.
Dalam kaitan Pajak Penghasilan, yang diwajibkan menyampai
kan surat pemberitahuan tahunan hanya wajib pajak dalam negeri,
baik wajib pajak orang pribadi maupun wajib pajak badan karenasemua penghasilan yang diterima merupakan objek Pajak Penghasilan. ·Oleh karena itu, wajib pajak luar negeri tidak wajib
menyampaikan surat pemberitahuan tahunan karena penghasilan
yang diterima atau diperoleh di Indonesia telah dikenakan PajakPenghasilan secara final. Sekalipun tidak diwajibkan menyampaikan
surat pemberitahuan tahunan, wajib pajak tersebut tetap harus
menaati ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
Juga terhadap wajib pajak dalam negeri yang menerima ataumemperoleh penghasilan selama satu tahun pajak tidak melebihi
batas penghasilan tidak kena pajak, wajib pajak yang bersangkutan
tidak diwajibkan memasukkan surat pemberitahuan tahunan.
Demikian pula wajib pajak dalam negeri yang tidak menerima ataumemperoleh penghasilan lain di luar penghasilan sehubungan
dengan pekerjaan dari satu majikan.
132 Pembaruan Hukum Pajak BAB 6: Sural Pemberilahuan 133
134 Pembaruan Hukum Pajak SAS 6:Sural Pemberilahuan 135
E. Surat Pemberitahuan Objek Pajak
Terjadinya hubungan hukum antara wajib Pajak Bumi dan
Bangunan dengan pejabat pajak yang mengelola pajak negaradisebabkan karena surat pemberitahuan objek pajak. Surat
pemberitahuan objek pajak adalah surat yang digunakan olehwajib pajak untuk melaporkan data objek pajak menurut ketentuan
UU PBB. Surat pemberitahuan objek pajak harus diisi secara
lengkap, jelas, dan benar serta ditandatangani oleh wajib pajakdan disampaikan kepada pejabat pajak yang mengelola Pajak
Bumi dan Bangunan di tempat tinggal atau tempat kedudukannya.
Penyampaian surat pemberitahuan objek pajak adalah selambatlambatnya tiga puluh hari setelah tanggal diterima surat pemberitahuan objek pajak oleh wajib pajak.
Wajib pajak yang pernah dikenakan Ipeda tidak wajib mendaftarkan objek pajaknya, kecuali bila memperoleh surat pemberitahuan objek pajak, wajib diisi dengan jelas, benar, dan lengkap
serta ditandatangani dan disampaikan kepada pejabat pajak yang
menerbitkannya. Surat pemberitahuan objek pajak berbeda dengansurat pemberitahuan masa maupun surat pemberitahuan tahunan
karena surat pemberitahuan objek pajak tidak memuat jumlah pajak
yang terutang yang wajib dibayar lunas dalam jangka waktu yang
ditentukan. Itulah sebabnya Rochmat Soemitro (1986;32) mengata
kan bahwa memasukkan surat pemberitahuan objek pajak bukan
merupakan perbuatan hukum karena dengan dimasukkan surat
pemberitahuan objek pajak itu tidak dengan sendirinya menimbul
kan utang pajak, seperti dalam Pajak Penghasilan dengan sistemselfassessment.
UU PBBtidak menganut sistem selfassessment, melainkan hanya
menganut sistem official assessment. Kelihatannya sistem officialassessment sangat tepat terhadap objek Pajak Bumi dan Bangunanyang tidak diketahui siapa wajib pajaknya sehingga pejabat pajak
dapat rnenetapkan subjek pajak tersebut sebagai wajib pajak. Wajibpajak yang telah ditetapkan berkewajiban membayar lunas atas
Pajak Bumi dan Bangunan yang terutang pejabat pajak masihterlibat dalam penentuan jumlah Pajak Bumi dan Bangunan yang
harus dibayar oleh wajib pajak.
Jika surat pemberitahuan objek pajak yang disampaikan olehwajib pajak telah kadaluarsa atau setelah ditegur tidak dikernbalikan
dalam jangka waktu yang ditentukan dalam surat teguran, pejabatpajak berwenang menerbitkan surat ketetapan pajak secara jabatan.
Dalam surat ketetapan pajak tersebut memuat sanksi administrasi
berupa denda sebesar 25% dihitung dari pokok pajak. Wajib pajakyang tidak mengembalikan surat pemberitahuan objek pajakternyata menimbulkan kerugian kepada negara dipidana dengan
pidana penjara paling lama dua tahun atau ditambah denda palingtinggi lima kali pajak yang terutang.
F. Surat Pemberitahuan Pajak Daerah
Pajak daerah mengenal pula surat pemberitahuan, tetapiberbeda dengan surat pemberitahuan objek pajak yang dikenal pada
Pajak Bumi dan Bangunan. Surat pemberitahuan pajak daerah
memiliki persamaan dengan surat pemberitahuan masa maupunsurat pemberitahuan tahunan. Hal ini diketahui dari pengertian
surat pemberitahuan Pajak Daerah, yaitu surat yang oleh wajib
pajak digunakan untuk melaporkan penghitungan dan/atau
pembayaran pajak, objek pajak, dan/atau bukan objek pajak,
dan/atau harta dan kewajiban menurut ketentuan peraturanperundang-undangan perpajakan daerah. Surat pemberitahuan
pajak daerah pada hakikatnya adalah sarana hukum yang digunakan oleh wajib pajak untuk menjalin hubungan hukum dengan
pejabat pajak yang mengelola pajak daerah.
Wajib pajak memenuhi kewajiban berupa membayar lunaspajak daerah yang terutang dengan menggunakan surat pem beritahuan pajak daerah. Akan tetapi, pelunasan pajak daerah yangterutang tidak selalu ditempuh hanya menggunakan surat pemberitahuan pajak daerah. Kadangkala pajak daerah yang terutangdapat ditagih dengan menggunakan surat ketetapan pajak daerahkurang bayar, dan atau surat ketetapan pajak daerah kurang bayartambahan. Dengan demikian, penerapan surat pemberitahuan pajakdaerah pada hakikatnya bahwa pajak daerah menganut pula sistemselfassessment. Hal ini dimaksudkan agar tidak melibatkan pejabatpajak yang mengelola pajak daerah dalam penentuan jumlah pajakdaerah yang terutang sehingga wajib pajak melakukan perhitungandan pelaporannya tepat sasaran.
Pengisian dan penyampaian surat pemberitahuan objek pajakwajib berpedoman pada tata cara pengisian dan pelaporan yangditetapkan oleh pejabat pajak yang mengelola pajak daerah. ]ikaterjadi penyimpangan pengisian maupun pelaporan surat pemberitahuan objek pajak, surat pemberitahuan objek pajak dikategorikan sebagai batal demi hukum atau dapat dibatalkan. Hal ini sebagaikonsekuensi terhadap surat pemberitahuan objek pajak sebagaisarana hukum yang digunakan oleh wajib pajak untuk menyampaikan dan melaporkan jumlah pajak daerah yang terutang kepadapejabat pajak yang mengelola pajak daerah.
137
A. Dasar Hukum
Pemungutan Pajak
Pemungutan pajak yang hendak dilakukan agar tidakmenimbulkan polemik hukum di kalangan wajib pajak denganpejabat pajak, terlebih dahulu diketahui dan dipahami mengenaidasar hukum mengapa negara berkehendak memungut pajakkepada warganya. Pemungutan pajak oleh negara tanpa memilikidasar hukum yang sah, berarti negara melalui pejabat pajakmelakukan perampasan dan bahkan merupakan perampokan bagikekayaan warganya sebagai wajib pajak. Sebenarnya pemungutanpajak tidak boleh dilakukan oleh negara sebelum ada hukum yangmengaturnya karena negara Indonesia adalah negara hukum.
Awalnya, pengaturan pajak diatur dalam Pasal23 ayat (2) UUD1945 yang menyatakan bahwa segala pajak untuk keperluan negarahams berdasarkan undang-undang. Ketentuan ini mengandungkonsekuensi secara mendalam terhadap negara tatkala memerlukanpajak untuk membiayai tujuannya sebagaimana tercantum dalamalinea keempat Pembukaan UUD 1945. Pajak yang diperlukan ituharus berdasarkan undang-undang, berarti pemungutan pajak yangtidak didasarkan pada undang-undang tidak boleh dilakukan.Sebenarnya Pasal23 ayat (2) UUD 1945 tersirat asas legalitas yang
Pembaruan Hukum Pajak136
tidak membenarkan pemungutan pajak kalau belum ada undangundang yang mengaturnya.
Setelah UUD 1945 diamendemen, Pasal23 ayat (2) UUD 1945
diganti dengan Pasal23A UUD 1945 yang menegaskan bahwa pajakdan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara
diatur dengan undang-undang. Ketentuan ini secara tegas
memisahkan antara pajak dengan pungutan lain yang bersifatmemaksa. Termasuk dalam pengertian pungutan lain yang bersifat
memaksa adalah retribusi, iuran, dan lain sebagainya. Di sampingitu, asas legalitas tetap ada bahkan dipertegas keberadaannya
sehingga negara dalam melakukan pemungutan pajak tidakbertentangan dengan dasar hukum yang menjiwainya.
Pada hakikatnya Pasal 23A UUD 1945 merupakan dasarkonstitusional bagi negara untuk memungut pajak dan pungutan
lain yang bersifat memaksa kepada warganya termasuk warganegara asing yang bertempat tinggal atau berkedudukan di
Indonesia yang menerima atau memperoleh penghasilan ataumemiliki hak atas bumi dan atau memperoleh manfaat atas bumi,serta memiliki, menguasai, dan atau memperoleh manfaat terhadap
bangunan, serta memperoleh peralihan hak atas tanah danbangunan. Ketentuan ini mengandung alasan pembenaran
pemungutan pajak oleh negara sehingga tidak dianggap melakukanperampasan atau perampokan kekayaan wajib pajak.
Undang-undang Pajak sebagai penjabaran ketentuan Pasal23ayat (2) UUD 1945 yang telah diubah dan diganti oleh Pasal23A
UUD 1945 merupakan dasar hukum yang bersifat operasionalpemungutan pajak, kecuali Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002
ten tang Pengadilan Pajak. Pengadilan Pajak tidak terkait dengan
pemungutan pajak, melainkan pengadilan pajak merupakan suatuLembaga Peradilan Pajak yang menyelesaikan sengketa pajak antarawajib pajak dengan pejabat pajak atau antara sesama wajib pajak.
Pemungutan pajak dilakukan oleh petugas pajak dalamIingkungan Direktorat Jenderal Pajak, kecuali bila ditentukan laindalam Undang-undang Pajak . Hal ini bukan merupakan suatu
penyimpangan, melainkan suatu pembenaran yang dapat diper
tanggungjawabkan secara hukum karena pemungutan pajak tidakselalu dilakukan oleh petugas pajak, sepanjang Undang-undang
Pajak memberikan kekhususan kepada orang pribadi atau badan
untuk memungut pajak seperti halnya yang terjadi pada pernungut
an Pajak Bumi dan Bangunan serta Bea Perolehan Hak atas Tanahdan Bangunan yang dilakukan oleh aparat pemerintah daerah di
Iingkungan Departemen Dalam Negeri. Demikian pula pada PajakPenghasilan, Pajak Pertambahan Nilai, dan Pajak Penjualan atas
Barang Mewah yang dilakukan oleh pemotong atau pemungut pajakkarena UU KUP memberikan legitimasi untuk melakukanpemotongan atau pemungutan pajak. Sebenarnya yang paling
Dengan dernikian, tidak semua Undang-undang Pajak yang berlaku
merupakan dasar hukum yang bersifat operasional pemungutanpajak, tergantung dari substansi hukum yang dikandungnya.
Dalam pemungutan pajak terdapat asas bahwa yang berwenang
melakukan pemungutan pajak adalah negara yang tidak bolehdilimpahkan kepada pihak swasta. Hanya pemerintah termasuk
aparatnya selaku wakil negara yang berwenang melakukanpemungutan pajak, sedangkan pihak swasta tidak diperkenankan
atau dilarang melakukan pemungutan pajak karena masalah pajak
melibatkan rakyat sebagai wajib pajak pada umumnya untukmenyerahkan sebagian kekayaannya kepada negara sehingga tidakada ketentuan hukum yang berlaku, yang membolehkan pihak
swasta melakukan pemungutan pajak. Kecuali bila di masa mendatang terdapat pemikiran untuk melibatkan pihak swasta sebagaipemungut pajak. Maka, hal itu wajib ditetapkan terlebih dahuludalam Undang-undang Pajak dengan berbagai persyaratan untukitu ,
139BAB 7: Pemungutan PajakPembaruan Hukum Pajak138
1. Berdasarkan Asas Sumber
B. Yurisdiksi Pemungutan Pajak
mendasar adalah dasar hukum yang memberi wewenang untukmelakukan pemungutan pajak sehingga bukan merupakan pelang
garan hukum bagi yang melakukan pemotongan atau pemungut an
pajak.
141SAS 7: Pemungutan Pajak
Bangunan terjadi di Indonesia sehingga Indonesia berhak
memungut Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan. jenis pajakini bertujuan untuk mengatur perolehan hak atas tanah dan
bangunan yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan , baik
sebagai warga negara Indonesia maupun warga negara asing yang
bertempat tinggal atau berkedudukan di Indonesia. Dengan
demikian, penerapan asas sumber dalam pemungutan pajak sangatmemegang peranan penting dalam pengembangan hukum pajak
di masa mendatang.
2. Berdasarkan Asas Kewarganegaraan
Literatur yang berkaitan dengan hukum pajak menggunakan
istilah yang berbeda-beda, tergantung dari konteks yang lebih baik
dalam penggunaannya. Yurisdiksi pemungutan pajak berdasarkanasas kewarganegaraan dapat pula menggunakan istilah yurisdiksipemungutan pajak berdasarkan asas kebangsaan. Akan tetapi,
dalam pembahasan ini digunakan istilah asas kewarganegaraanuntuk menunjukkan betapa pentingnya asas kewarganegaraandaripada asas kebangsaan dalam pemungutan pajak.
Berdasarkan asas kewarganegaraan, yurisdiksi pemungutan
pajak dikenakan pajak bukan objek pajak, melainkan status ataukedudukan warga negara dari setiap orang pribadi yang berasal
dari negara yang mengenakan pajak. Walaupun orang pribadi yang
bersangkutan tidak bertempat tinggal atau berkedudukan pada
negara yang hendak melakukan pemungutan pajak, terhadap orang
pribadi itu yang merupakan warga negaranya, dilakukan pemungutan pajak terhadap yang bersangkutan. Misalnya, untuk Indonesia
yang menganut asas kewarganegaraan, pemungutan pajak yangdilakukan bukan hanya warga negara yang bertempat tinggal atau
berkedudukan di Indonesia, tetapi termasuk pula yang bertempattinggal atau berkedudukan di luar Indonesia.
Pembaruan Hukum Pajak
r
Menurut yurisdiksi pemungutan pajak berdasarkan asas
sumber bahwa pemungutan pajak tidak dapat dilepaskan dengan
sumber ata u tempat objek pajak itu berada. ]ika objek pajak ituberada di negara Indonesis, negara Indonesia berwenang memungut
pajak kepada orang pribadi atau badan yang memiliki objek pajak
termaksud. Misalnya, terhadap objek Pajak Bumi dan Bangunan
yang berada di Indonesia, negara Indonesia memiliki kewenanganuntuk mengenakan dan memungut Pajak Bumi dan Bangunan bagi
wajib pajak yang memiliki, menguasai, atau memperoleh manfaat
atas objek pajak yang dikenakan Pajak Bumi dan Bangunan.
Hal yang sama dapat pu la terjadi pada Bea Perolehan Hak atasTanah dan Bang unan karena Perolehan Hak atas Tanah dan
Negara dalam melakukan pemungutan pajak terikat pada
yurisdiksi dari negara yang bersangkutan. Yurisdiksi adalah ruang
lingkup penggunaan wewenang untuk memungut pajak padawarganya maupun warga negara asing yang bertempat tingal atau
berkedudukan di negara tersebut sehingga tidak menimbulkanpembebanan berat bagi yang kena pajak. Secara tegas maupun
secara tersirat dalam hukum pajak diatur mengenai pengelompokanyurisdiksi pemungutan pajak. Pengelompokan yurisdiksi pemungu
tan pajak tersebut bertujuan untuk menghindari pengenaan pajakyang bersifat ganda, baik nasional maupun internasional.
140
3. Berdasarkan Asas Tempat Tinggal
Kebalikan dari yurisdiksi pemungutan pajak berdasarkan asaskewarganegaraan adalah yurisdiksi pemungutan pajak berdasarkan
asas tempat tinggal. Menurut yurisdiksi ini, pemungutan pajakdilakukan oleh negara berdasarkan tempat tinggal atau kedudukan
wajib pajak. Kewenangan negara memungut pajak pada wajib pajak
yang bertempat tinggal atau berkedudukan pada negara yang
bersangkutan. Konsekuensinya adalah segala objek pajak yangdimiliki, dikuasai, atau dimanfaatkan oleh wajib pajak yang ber
tempat tinggal atau berkedudukan pada negara yang bersangkutan
dikenakan pajak.
Sebagai contoh, warga negara Malaysia yang bertempat tinggalatau berkedudukan di Indonesia dengan memiliki, menguasai, atau
Asas kewarganegaraan ini diterapkan dalam UU PPh, yaitu
pemungutan Pajak Penghasilan dilakukan kepada warga negaraIndonesia, baik yang bertempat tinggal atau berkedudukan di
Indonesia maupun yang berternpat tinggal atau berkedudukan diluar Indonesia. Ini berarti, hukum pajak mengikuti warga negaranya
di mana pun berada untuk dapat dikenakan Pajak Penghasilan.Sebagai bukti dalam UU PPh, bahwa wajib pajak orang pribadi
yang bertempat tinggal atau berkedudukan pada Kantor KedutaanIndonesia di Malaysia dikenakan Pajak Penghasilan karena Kantor
Kedutaan Indonesia di Malaysia merupakan wilayah teritorialIndonesia sebagai tempat atau kedudukan wajib pajak orang pribadi
menerima atau memperoleh penghasilan yang dapat dikenakanPajak Penghasilan. Terhadap wajib pajak orang pribadi tersebutberkewajiban mengisi secara benar, jelas, lengkap, dan ditanda
tangani serta menyampaikan surat pemberitahuan, baik suratpemberitahuan masa maupun surat pemberitahuan tahunan kepadapejabat pajak yang telah ditentukan.
c. Sistem Pemungutan PajakBukan hanya yurisdiksi pemungutan pajak, tetapi Juga
mengenai sistem pemungutan pajak diatur dalam hukum pajak.Sistem pemungutan pajak tidak mengikat negara untuk diterapkan,
melainkan negara yang menentukan sistem pemungutan pajak yangdigunakan atau diterapkan dalam melakukan pemungutan pajak.Hal ini disesuaikan dengan situasi dan kondisi negara dengan tidak
mengabaikan kewajiban dan hak wajib pajak dalam berperan sertadi bidang pembiayaan negara dalam melakukan tugas yangdiembannya.
143BAB 7: Pemungutan Pajak
memanfaatkan objek Pajak Bumi dan Bangunan, dikenakan PajakBumi dan Bangunan. Demikian pula halnya terhadap warga negara
Singapura yang bertempat tinggal atau berkedudukan di Indonesiayang memperoleh atau mendapat penghasilan di Indonesia. Maka,
atas penghasilan tersebut dikenakan Pajak Penghasilan. Atau warga
negara Ameriksa Serikat yang bertempat tinggal atau berkedudukandi Indonesia yang memiliki, menguasai, atau memanfaatkan hoteldi Indonesia. Maka, warga negara Amerika Serikat tersebut
dikenakan Pajak Bumi dan Bangunan. Pengenaan Pajak Bumi dan
Bangunan karena hotel maupun tanah tempat berdirinya hoteltersebut merupakan objek Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana
dimaksud dalam UU PBB.
Ketiga jenis asas pemungutan pajak tersebut di atas ternyatadiadopsi dalam rangka pemungutan pajak selama ini, baik terhadappajak langsung maupun pajak tidak langsung. Sebenarnya
pemungutan pajak terhadap pajak langsung maupun pajak tidaklangsung menggunakan kombinasi dari ketiga asas pemungutanpajak tersebut di atas, walaupun tidak secara tegas dinyatakandalam Undang-undang Pajak yang bersangkutan. Sebagai contoh,
pada UU PPh yang melakukan pemungutan pajak denganmenggunakan asas sumber dengan asas kewarganegaraan.
Pembaruan Hukum Pajak142
1. Sistem Self Assessment
Sebenarnya sistern pemungutan pajak merupakan bagian darirata cara pemungutan pajak yang selama ini diatur dalam tiap-tiapUndang-undang Pajak. Walaupun banyak jenis pajak yang dipungutoleh negara, yang menentukan adalah tata cara bagaimana yangdigunakan oleh negara untuk melakukan pemungutan pajak . Tatacara pemungutan pajak dapat beraneka ragam, tergantung darisistem pemungutan pajak yang digunakan. Sebenarnya, sistempemungutan pajak hanya bergantung pada kehendak negara untukmenerapkannya dalam tiap-tiap Undang-undang Pajak, sepanjanghal itu masih dimungkinkan berdasarkan substansi hukum yangbersifat responsif.
Sistem pemungutan pajak yang selama ini dikenal dan diterapkan dalam pemungutan pajak sebagaimana tercermin dalamUndang-undang Pajak, sebagai berikut.
Dalam sistem self assessment, wajib pajak memiliki hak yangtidak boleh diintervensi oleh pejabat pajak, kecuali hanya memberikan pelayanan dengan cara bagaimana wajib pajak menggunakanhak tersebut. Sistem self assessment mengandung konsekuensiterhadap pejabat pajak dan wajib pajak dalam kaitan penerapannya.Pejabat pajak hanya bersifat pasif dan wajib pajak bersifat aktif.Keaktifan wajib pajak adalah untuk menghitung, memperhitungkan, melaporkan, dan menyetor jumlah pajak yang terutang.Keaktifan wajib pajak sangat dibutuhkan untuk memenuhikewajiban berupa mengisi secara benar, jelas, lengkap, danmenandatangani surat pemberitahuan, baik surat pemberitahuanmasa maupun surat pemberitahuan tahunan sebagai sarana hukumuntuk menghitung, memperhitungkan, melaporkan, dan menyetorpajak yang terutang. Sebaliknya, pejabat pajak hanya sekadarmemberikan bimbingan agar wajib pajak memenuhi kewajiban dan
145SAS 7: Pemungutan Pajak
2. Sistem Official Assessment
Menurut sistem official assessment, pejabat pajak memilikiwewenang dalam menentukan jumlah pajak yang wajib dibayarlunas oleh wajib pajak. Campur tangan pejabat pajak dalampenentuan pajak yang terutang bagi wajib pajak tidak dapatterhindarkan karena sistem ini menitikberatkan pada keterlibatanpejabat pajak dalam upaya menerbitkan ketetapan pajak yangberisikan utang pajak dan bahkan kalau perlu memuat sanksihukum. Pajak yang terutang dalam ketetapan pajak merupakaninisiatif dari pejabat pajak berdasarkan objek pajak yang diterima,dimiliki, dikuasai, atau dimanfaatkan oleh wajib pajak.
Penerapan sistem official assessment dalam Undang-undangPajak dapat dilihat pada UU PBByang memberi kepercayaan kepadapejabat pajak untuk menentukan pajak yang wajib dibayar lunasoleh wajib pajak terhadap objek pajak yang dimiliki, dikuasai, atau
menjalankan hak berdasarkan peraturan perundang-undangan
perpajakan.
Sekalipun pejabat pajak hanya memberi bimbingan kepadawajib pajak untuk memenuhi kewajiban dan menjalankan haknya,kalau terjadi pelanggaran dalam pemenuhan kewajiban danmenjalankan hak, pejabat pajak berwenang mengenakan sanksihukum berdasarkan tingkat pelanggaran hukum yang dilakukanoleh wajib pajak. Pejabat pajak tidak terlibat dalam penentuanjumlah pajak yang terutang sebagai beban yang dipikul oleh wajibpajak, melainkan hanya mengarahkan cara bagaimana wajib pajakmemenuhi kewajiban dan menjalankan hak agar tidak terjadipelanggaran hukum. Penerapan sistem selfassessment dapat diternukan dalam Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai, PajakPenjualan at as Barang Mewah, Bea Perolehan Hak atas Tanah dan
Bangunan, dan pajak daerah.
Pembaruan Hukum Pajak144
3. Sistem Semi Self Assessment
dimanfaatkannya. Dalam kaitan ini, Rochmat Soemitro (1986;5)mengatakan bahwa pemerintah berpendapat, untuk sementara
waktu sistem self assessment belum dapat diterapkan secara penuh,mengingat tingkat pendidikan sebagian besar rakyat belum dapat
menerimanya. Akan tetapi, oleh DPR diusulkan supaya lambat laun
sistem ini diterapkan juga pada Pajak Bumi dan Bangunan.
Berdasarkan sistern semi selfassessment, ada kerja sama antara
wajib pajak dengan pejabat pajak untuk menentukan jumlah pajak
yang wajib dibayar lunas 01eh wajib pajak kepada negara. Wajibpajak pada awal tahun pajak menentukan sendiri jumlah pajak yangterutang untuk tahun berjalan sebagai angsuran yang disetor
sendiri. Pada akhir tahun pajak ditentukan kembali 01eh pejabatpajak yang sebenarnya berdasarkan data yang disampaikan olehwajib pajak. Pejabat pajak dalam hal ini, bertindak sebagai pengawas
terhadap wajib pajak untuk menilai sejauhmana kejujuran wajib
pajak untuk melaporkan jumlah pajak yang terutang.
Sistem semiselfassessment sebagai salah satu sistem pemungu
tan pajak yang dikenal dalam hukum pajak, tetapi kenyataannya
tidak diterapkan dalam Und ang-undang Pajak. Sistem semi selfassessment memiliki tingkat kesulitan yang tinggi dan bahkan dapatmenimbulkan kompromi pajak antara wajib pajak dengan pejabat
pajak pada akhir tahun pajak . Kalau terjadi kompromi pajak, fungsi
pajak untuk mengisi kas negara mengalami hambatan atau kendala
sehingga hambatan perlu ditiadakan. Kegagalan fungsi pajak untukmengisi kas negara berarti kegagalan untuk membiayai pelaksanaan
tugas negara untuk mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur
serta makmur dalam. keadilan .
147BAB 7: Pemungutan Pajak
4. Sistem With Holding
Selain sistern selfassessment, sistem official assessment, dan sistem
semiselfassessment di kenal pula sistem withholding dalam pemungutan pajak . Sistem with holding memberi kepercayaan kepada pihak
ketiga untuk melakukan pemungutan pajak atas objek pajak yang
diterima atau diperoleh wajib pajak dalam kegiatan usaha atau
pekerjaannya. Dengan kata lain, pihak ketiga ditempatkan sebagaipihak yang berwenang untuk memotong atau memungut pajak
tertentu dan menyetor serta melaporkan kepada pejabat pajak.
Sebenarnya wajib pajak dan pejabat pajak tidak boleh melakukanintervensi mengenai jumlah pajak yang dipotong atau dipungutoleh pihak ketiga karena Undang-undang Pajak memberikan
kepercayaan untuk melakukan pemotongan atau pemungutanpajak. Pejabat pajak hanya berwenang melakukan kontrol atau
pengawasan terhadap pelaksanaan pemotongan atau pemungutanpajak sampai kepada pelaporan pajak yang telah ditentukan.
Penerapan sistem with holding dalam Undang-undang Pajak
dapat dilihat pada Pajak Penghasilan Pasal 21. Juga dalam PajakPertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas barang mewah dan
Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangun an, Bea Meterai, serta
Bea Masuk dan Cukai . Pemotongan atau pemungutan pajak yang
dilakukan oleh pihak ketiga pada Pajak Penghasilan Pasal21, Pajak
Pertambahan Nilai, Pajak Penjualan atas Barang Mewah, dan BeaPerolehan Hak atas Tanah dan Bangunan, Bea Meterai, serta Bea
Masuk dan Cukai tidak melibatkan pejabat pajak, melainkan atas
inisiatif pemotong atau pemungut pajak berdasarkan ketentuan
yang diatur dalam Undang-undang Pajak. Pemotong atau pemungutPajak tidak boleh melakukan pelanggaran hukum dalam melakukan
pemotongan atau pemungutan pajak, termasuk dalam melakukan
pelaporan pajak yang dipotong atau dipungut kepada pejabat pajak.
Pembaruan Hukum Pajak146
D. Pelimpahan Wewenang Pemungutan Pajak
Pemungutan pajak negara tidak selalu dilakukan oleh petugas
pajak yang diangkat oleh pejabat pajak dalam lingkungan DitektoratIenderal Pajak, tetapi kadangkala dilakukan oleh pihak-pihak yang
khusus diangkat berdasarkan ketentuan hukum pajak yang ber
laku. Pajak Bumi dan Bangunan sebagai pajak negara, yang
pemungutannya seyogianya dilakukan oleh petugas pajak dalam
lingkungan DirektoratJenderal Pajak, dilimpahkan kepada gubernur
kepala daerah dan/atau bupati/walikota. Pelimpahan wewenang
untuk memungut Pajak Bumi dan Bangunan didasarkan pada Pasal14 UU PBB yang menyatakan bahwa "Menteri Keuangan dapat
melimpahkan kewenangan penagihan pajak kepada gubernur kepala
daerah tingkat I dan/atau bupatilwalikotamadya kepala daerahtingkat Il." Kernudian, dalam penjelasannya dikatakan bahwa
"pelimpahan wewenang penagihan pajak kepada gubernur kepala
daerah tingkat I dan/atau bupati/walikotamadya kepala daerahtingkat II, bukan penagihan, tetapi hanya sebagai pemungut pajak,
sedangkan pendataan objek pajak dan penetapan pajak yang
terutang tetap menjadi kewenangan Menteri Keuangan. Dalam haljumlah pajak yang terutang sebagaimana yang tercantum dalam
surat pemberitahuan pajak terutang tidak sesuai dengan objek pajak
di lapangan, pemungut pajak tidak dibenarkan mengubah jumlah
pajak yang terutang, tetapi harus melaporkan hal tersebut kepada
Menteri Keuangan, yang dalam hal ini Direktur Jenderal Pajak."
Berdasarkan ketentuan Pasal 14 UU PBB dan Penjelasannya,
ternyata wewenang untuk memungut Pajak Bumi dan Bangunantelah dilimpahkan kepada gubernur kepala daerah dan/atau bupati/
walikota. Pelimpahan wewenang itu tidak mencakup penagihan
Pajak Bumi dan Bangunan karena penagihan dengan pemungutanpajak memiliki substansi hukum yang berbeda. Penagihan pajaktertuju pada wewenang untuk menerbitkan surat pemberitahuan
E. Pembagian Hasil Pajak
149BAB 7: Pemungutan Pajak
Hasil pajak negara yang telah dipungut maupun ditagih dibagi
antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah mengingatobjek pajak dan wajib pajak selaku pihak yang membayar pajakbertempat tinggal atau berkedudukan di daerah. Pembagian hasil
pajak terutang, surat ketetapan pajak, dan surat tagihan pajakterhadap Pajak Bumi dan Bangunan yang terutang dan wewenang
ini berada pada pejabat pajak. Kernudian, pemungutan Pajak Bumidan Bangunan hanya tertuju pada kegiatan memungut pajak yang
dilakukan oleh petugas pajak. Dengan kata lain, tidak ada
pemungutan pajak tanpa didasarkan pada penagihan pajak daripejabat pajak karena pejabat pajak yang menerbitkan dasarpenagihan pajak, seperti surat pemberitahuan pajak terutang, surat
ketetapan pajak, atau surat tagihan pajak.
Pertimbangan dilimpahkannya wewenang pemungutan Pajak
Bumi dan Bangunan kepada gubernur kepala daerah atau bupati/walikota kepala daerah adalah karena memiliki aparat atau petugas
di tingkat kelurahan maupun desa. Aparat atau petugas tersebutmemiliki data yang lengkap ten tang objek Pajak Bumi dan Bangunanserta wajib Pajak Bumi dan Bangunan yang bertempat tinggal di
kelurahan atau desa tersebut.
Secara hukum, istilah "daerah tingkat I" dan "daerah tingkat
II" tidak ada lagi berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun2004 ten tang Pemerintahan Daerah. Pasal 14 UU PBB beserta
Penjelasannya harus ditinjau kembali untuk disesuaikan berdasarkan perkembangan hukum yang berlaku. Begitu pula istilah
walikotamadya telah diganti dengan istilah walikota sebagai simbol
kepala pemerintahan wilayah administrati£ Hal ini dimaksudkan
agar UU PBB tetap dapat menyesuaikan perkembangannya dalam
menunjang pembangunan di daerah.
Pembaruan Hukum Pajak148
pajak negara telah memperoleh persetujuan dari Dewan Perwakilan
Rakyat dengan Presiden yang ditetapkan dalam berbagai Undangundang Pajak. Hal ini berarti hasil dari Pajak Negara telah dinikmatioleh rakyat di daerah dalam bentuk pembiayaan pemerintahan dan
pembangunan di daerahnya masing-masing. Hasil pajak negara
yang diserahkan kepada daerah melalui Dana Alokasi Umum(DAU) wajib dicantumkan dalam Anggaran Pendapatan dan BelanjaDaerah. Sebenarnya pencantuman tersebut bertujtian agar rakyat,
baik selaku wajib pajak maupun bukan wajib pajak dapat menge
tahui adanya penyerahan hasil pajak negara kepada daerahnya.
Hasil pajak negara yang dapat dibagi adalah hasil dari Pajak
Penghasilan, Pajak Bumi dan Bangunan, serta Bea Perolehan Hakatas Tanah dan Bangunan. Sementara itu, yang belum dapat dibagiadalah hasil Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas
Barang Mewah, tanpa pertimbangan yang jelas berdasarkan hukum.Seyogianya, hasil dari Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualanatas Barang Mewah dapat pula dibagi karena objek pajak yang bolehdikenakan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang
Mewah terdapat pula di daerah. Sebagai contoh, pengusaha kenapajak yan g bertempat ti nggal atau bertempat kedudukan diMakassar melakukan penyerahan barang kena pajak yang tergolong
barang mewah di Makassar sebagai daerah pabean. Maka, peng
usah a kena pajak tersebut dikenakan pajak, baik Pajak PertambahanNilai maupun Pajak Penju alan atas Barang Mewah di Makassar.
Atau seseorang di Makassar melakukan impor barang kena pajak
yang terg olong barang mewah dari Amerika Serikat. Maka, yang
bersangkutan sel ain dikenakan Pajak Pertambahan Nilai , jugadiken akan Pajak Penjualan atas Barang Mewah di Makassar.
Pembagian hasil Pajak Penghasilan antara pemerintah pusatdengan pemerintah daerah hanya yang terkait dengan Pajak
Penghasilan Pasal 21 yang dipotong atau dipungut oleh pemberi
kerja. Tata cara pembagian ada lah 80% unt uk pemerintah pusatdan 20% untuk pemerintah daerah. Kemudian pembagian antara
pemerintah daerah provinsi dengan pemerintah daerah kabupaten/kota masih memerlukan pengaturan lebih lanjut dalam bentukperaturan pemerintah. Dalam hal ini masih terdapat campur tangan
pemerintah pusat untuk mengatur pembagian hasil dari Pajak
Penghasilan Pasal 21 yang diperoleh pemerintah daerah, baikpemerintah daerah provinsi maupun pemerintah daerah kabupaten/kota.
Sementara itu, pembagian hasil Pajak Bumi dan Bangunanantara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah, didasarkanatas perimbangan sebesar 10% untuk pemerintah pusat dan sebesar
90% untuk pemerintah daerah setelah dikurangi sebesar 10%sebagai biaya pemungutan. Selanjutnya, dilakukan lagi pembagiansebesar 20% untuk pemerintah daerah provinsi dan 80% untuk
pemerintah daerah kabupaten/kota. Hasil pembagian itu sebagaipendapatan daerah yang setiap tahunnya ditetapkan dalamanggaran pendapatan dan belanja daer ah yang bersangkutan.
Kemudian, pembagian hasil Bea Perolehan Hak atas Tanah danBangunan antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah
dengan perimbangan sebesar 20% untuk pemerintah pusat dansebesar 80% untuk pemerintah daerah. latah sebesar 80% untuk
pemerintah daerah dibagi antara pemerintah daerah provinsi
dengan pemerintah daerah kabupaten/kota. pemerintah daerah
provinsi memperoleh bagian sebesar 16% dari 80%, untuk
pemerintah daerah kabupaten/kota memperoleh bagian sebesar64% dari 80%.
Pembagian hasil pajak negara merupakan komitmen pemerin
tah pusat untuk mendukung pelaksanaan otonomi daerah. Apalagidengan otonomi daerah sebagai kehendak rakyat yang wajibdiupayakan agar terlaksana sebagaimana mestinya men gingat kalau
150 Pembaruan Hukum Pajak BAB 7: Pemungutan Pajak 151
152 Pembaruan Hukum Pajak 153
dari hasil pajak daerah yang diharapkan, pernerintah daerah tidakrnarnpu rnelaksanakan otonorni daerah, kecuali daerah tertentusaja yang rnerniliki surnber daya rnanusia dan surnber daya alarnyang sangat potensial dapat diolah secara rnaksirnal untukrnenutupi kekurangan pernbiayaan yang dihadapi oleh daerah yangbersangkutan.
Utang Pajak
A. Pendahuluan
Pada hakikatnya, istilah utang pajak tidak berbeda dengan pajakyang terutang sebagai suatu kewajiban yang wajib dibayar lunasoleh wajib pajak dalarn jangka waktu yang ditentukan. Kedua istilahtersebut dapat dilihat dalarn berbagai literatur yang terkait denganhukum pajak. Di samping itu, ditemukan pula pada penggunaannyayang berbeda dalam Undang-undang Pajak, khususnya pada UUKUP dan UU PPDSP.
Istilah utang pajak digunakan dalam UU PPDSP denganpen gerti an bahwa utang pajak adalah pajak yang masih harusdibayar termasuk sanksi administrasi berupa bunga, denda, ataukenaikan yang tercantum dalam surat ketetapan pajak atau suratsejenisnya berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan .Sementara itu, istilah pajak yang terutang digunakan dalam UUKUP dengan pengertian bahwa pajak yang terutang adalah pajakyang harus dibayar pad a suatu saat, dalam masa pajak, dalamtahun pajak atau dalam bagian tahun pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
Kedua pengertian mengenai utang pajak tersebut memiliki
perbedaan secara prinsipil. Akan tetapi, perbedaannya tidak
merupakan suatu perluasan pengertian utang pajak, melainkanhanya ketidaksesuaian antara UU KUP dengan UU PPDSP. Kalau
terjadi semacam ini, dalam penerapannya digunakan asas hukum
yang mengatakan bahwa aturan khusus mengesampingkan aturanyang umum (lex specialis derogat legi generali) .
Penggunaan asas hukum tersebut wajib dimaklumi bahwa UU
KUP merupakan suatu "ketentuan-ketentuan umum" yang menjadi
dasar bagi Undang-undang Pajak lainnya, termasuk UU PPDSP
sebagai "ketentuan-ketentuan khusus" mengenai penagihan pajak
dengan menggunakan surat paksa. Asas hukum ini perlu dikem
bangkan untuk memberi pemahaman bagi wajib pajak maupun
pejabat pajak melaksanakan ketentuan-ketentuan yang terkait
dengan penagihan pajak sebagai bagian dari penegakan hukum
pajak. Hakikat yang terkandung dalam UU KUP memuat ketentuan
ketentuan yang bersifat umum tentang penagihan pajak, sedangkan
UU PPDSP memuat ketentuan-ketentuan khusus tentang penagihan pajak yang terkait dengan surat paksa.
Untuk menghindari kesalahpahaman mengenai pengertian
utang pajak dengan pajak yang terutang, disarankan yang paling
tepat digunakan adalah pengertian utang pajak yang terdapat pada
Pasal 1 angka 8 UU PPDSP. Pertimbangannya adalah lebih luas
cakupannya dibandingkan dengan pengertian utang pajak sebagai
mana dimaksud dalam UU KUP karena memasukkan sanksi
.administrasi berupa bunga, denda, atau kenaikan sebagai bagian
dari utang pajak, berarti tidak hanya pajak yang kurang terbayar
melainkan termasuk pula sanksi administrasi itu sendiri. Utang
pajak dengan pajak yang terutang dapat disinkronisasikan men
jadi satu kesatuan dalam suatu pengertian yang mengandung
substansi hukum yang sangat luas jangkauannya agar tidakmembingungkan wajib pajak dalam pelaksanaannya.
Dalam keterkaitan ini, menurut R. Santoso Brotodihardjo
(1995; 109), sifat utang pajak pelunasannya dapat dipaksakan secara
langsung dengan cara-cara yang dilindungi oleh hukum pajak.
Misalnya, penyitaan yang disusul dengan penjualan barang-barang
itu di muka urnum, bahkan paksaan badan yang dinamakan
penyanderaan (gijzeling) memang sangat diperlukan, yaitu merata
kan beban sehingga dapat dirasakan keadilannya oleh masyarakat.
]adi, dengan cara memaksa negara memikulkan kewajiban kepada
wajib pajak untuk menyerahkan sebagian kekayaannya. Dengan
demikian, timbullah suatu kewajiban yang konkret untuk melaku
kan suatu prestasi kepada negara. Lain perkataan, kini timbullah
suatu perikatan yang berdasarkan undang-undang.
B. Timbulnya Utang Pajak
Mengenai timbulnya utang pajak terdapat perbedaan pendapatatau persepsi di kalangan ahli hukum pajak karena sudut pandang
yang dijadikan sebagai pokok bahasan yang berbeda pula. Perbedaan
itu sebagai wacana terbaik dalam perkembangan hukum pajak di
masa kini maupun di masa mendatang. Perbedaan pendapat atau
persepsi mengenai timbulnya utang pajak dikategorikan sebagai
salah satu sumber hukum pajak yang berada pada tataran doktrin
di kalangan ahli hukum pajak sepanjang pendapat tersebut diterima
sebagai suatu perkembangan positif di bidang perpajakan.
Lebih lanjut, dikatakan oleh R. Santoso Brotodihardjo
(1995; 113) bahwa timbulnya utang pajak tidaklah selalu dinyatakan
dengan jelas di dalam undang-undangnya, pada saat manakah
terjadi suatu utang pajak, melainkan dicurahkannyalah semua
perhatian kepada timbulnya keharusan untuk membayarnya.
Demikian itu adalah karena dalam praktik sehari-hari, saat yang
disebut ini jauh lebih penting. Begitu pula yang dikatakan oleh
RochmatSoemitro (1988;1-2) bahwa utangpajakadalah utangyang
155BAB 8: Utang PajakPembaruan Hukum Pajak1')·\
156 Pembaruan Hukum Pajak BAB 8: Utang Pajak 157
timbulnya secara khusus, karena negara (kreditor) terikat dan tidakdapat memilih secara bebas, siapa yang akan dijadikan debiturnya.Hal ini terjadi karena utang pajak timbul karena undang-undang.
Kapan timbulnya utang pajak merupakan kajian dari hukumpajak untuk menentukannya, tetapi dalam hal ini terdapat dua teoriyang membicarakannya, yakni teori materil dan teori formi!. Keduateori ini sangat memperoleh perhatian di kalangan ahli hukum pajakuntuk dikaji berdasarkan hukum pajak sehingga boleh menunjangpengembangan hukum pajak di masa kini dan mendatang. Teorimateril dan teori formil mempersoalkan bagaimana cara timbulnyautang pajak, apakah karena bunyi Undang-undang Pajakatau karenatindakan pejabat pajak.
1. Teori Materil
Prof. P.]. Adriani (dalam R. Santoso Brotodihardjo, 1995;114)sebagai pelopor dari teori materil mengatakan bahwa utang pajaktimbul karena telah memenuhi syarat tatbestand yang terdiri darikeadaan-keadaan, peristiwa-peristiwa, atau perbuatan-perbuatan tertentusehingga tidak memerlukan campur tangan pejabat pajak untukmenerbitkan surat ketetapan pajak. Keberadaan surat ketetapanpajak hanya sekadar untuk melakukan penagihan pajak dan tidakmenimbulkan utan g pajak .
Surat ketetapan pajak yang diterbitkan oleh pejabat pajakbukan yang menimbulkan utang pajak, melainkan hanya karenamemenuhi syarat tatbestand yang terdapat dalam Undang-undangPajak. Sekalipun utang pajak timbul bukan karena surat ketetapanpajak, surat kete tapan pajak tetap memiliki fungsi menurut teoriini. Berdas arkan teori ma teril, surat ketetapan pajak memilikifungsi, yaitu:
a. dasar penagihan pajak; dan
b. rnenentukan jumlah utang pajak.
Dalam kaitan ini, Rochmat Soemitro (1988;3) mengemukakanbahwa kalau kita menganalisis lebih lanjut, teori materil itumengelompokkan bahwa utang pajak timbul karena Undangundang Pajak sendiri. Utang pajak menurut dasar itu timbul dengansendirinya karena pada saat yang ditentukan oleh Undang-undangPajak (Pajak Penghasilan pada akhir tahun), sekalipun dipenuhisyarat-syarat subjektif dan syarat-syarat objektif. Arti "dengansendirinya" yaitu untuk timbulnya utang pajak itu tidak diperlukancampur tangan atau perbuatan hukum dari pejabat pajak, asalsyarat-syarat yang telah ditentukan oleh Undang-undang Pajaktelahterpenuhi. Utang pajak terhadap pajak langsung lazimnya timbulsecara periodik pada saat yang berlainan. Kelemahan teori materilini adalah pada saat utang pajak itu timbul, tidak diketahui denganpasti, atau belum diketahui dengan pasti berapa besarnya utangpajak karena kebanyakan wajib pajak tidak memahami danmenguasai ketentuan Undang-undang Pajak sehingga kurangmampu menerapkannya.
Kalau dikaji teori materil secara mendalam pendapat ke dalamUndang-undang Pajak, terkait dengan Pasal 12 ayat (1) UU KUP.Menurut ketentuan ini, setiap wajib pajak wajib membayar pajakyang terutang sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan perpajakan dengan tidak menggantungkan pada adanyasurat ketetapan pajak. Kernudian, dalam penjelasannya dikatakanbahwa pada prinsipnya pajak yang terutang pada saat timbulnyaobjek pajak yang dapat dikenakan pajak, namun untuk kepentinganadministrasi perpajakan saat terutangnya pajak tersebut adalah:
a. pada suatu saat, untuk Pajak Penghasilan yang dipotong olehpihak ketiga;
b. pada akhir masa, untuk Pajak Penghasilan karyawan yangdipotong oleh pemberi kerja atau yang dipungut oleh pihaklain atau kegiatan usaha, atau oleh pengusaha kena pajak atau
pemungutan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atasBarang Mewah;
c. pada akhir tahun pajak, untuk Pajak Penghasilan.
[umlah pajak terutang yang telah dipotong, ataupun yang harusdibayar sendiri oleh wajib pajak setelah tiba saat atau masapelunasan pernbayaran, oleh wajib pajak wajib disetor ke kas negaramelalui kantor pos dan atau Bank Badan Usaha Milik Negara atauBank Badan Usaha Milik Daerah atau tempat pembayaran lain yangditetapkan oleh Menteri Keuangan. Sebenarnya pejabat pajak tidakberkewajiban menerbitkan surat ketetapan pajak atau semua suratpemberitahuan yang disampaikan oleh wajib pajak. Terbitnya suatusurat ketetapan pajak hanya terbatas pada wajib pajak tertentu yangdisebabkan oleh ketidakberesan dalam pengisian surat pernberitahuan atau karena ditemukannya data fiskal yang tidak dilaporkanoleh wajib pajak.
Saat timbulnya utang Pajak Penghasilan, yakni pada saatpenghasilan yang diterima atau diperoleh wajib pajak dikenakanpajak. Untuk kepentingan administrasi perpajakan, saat terutangnya pajak penghasilan adalah: 1) pada suatu saat; 2) pada akhirmasa; dan 3) pada akhir tahun. Wajib pajak yang bersangkutanwajib membayar lunas utang pajaknya sebelum pejabat pajakmelakukan penagihan pajak. Kernudian, saat timbulnya utang PajakPertambahan Nilai, yakni pada saat pengusaha kena pajakmelakukan kegiatan usaha atau pekerjaan yang dapat dikenakan
pajak, seperti:
a. penyerahan barang kena pajak di dalam daerah pabean;
b. impor barang kena pajak;
c. penyerahan jasa kena pajak di dalam daerah pabean;
d. pemanfaatan barang kena pajak tidak berwujud dari luar daerahpabean di dalam daerah pabean;
e. pemanfaatan jasa kena pajak dari luar daerah pabean di dalam
daerah pabean;
f. ekspor barang kena pajak.
Mengenai saat timbulnya utang Pajak Penjualan atas BarangMewah, yakni pada saat penyerahan barang kena pajak yangtergolong barang mewah yang dilakukan oleh pengusaha kena pajakyang menghasilkan barang kena pajak yang tergolong barang mewahdi dalam daerah pabean dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya.Atau siapa pun yang melakukan impor barang kena pajak yangtergolong barang mewah, baik dilakukan secara terus-menerus
maupun hanya sekali saja.
Juga teori materil dianut pula pada Bea Perolehan Hak atasTanah dan Bangunan sebagaimana diatur pada Pasal 10 ayat (1)
UU BPHTB bahwa "wajib pajak wajib membayar pajak yangterutang dengan tidak mendasarkan pada adanya surat ketetapanpajak." Oleh karena itu, saat timbulnya utang Bea Perolehan Hak
atas Tanah dan Bangunan untuk:
a. jual beli adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatangani akta;
b. tukar-menukar adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatangani
nya akta:
c. hibah adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta;
d. waris adalah sejak tanggal yang bersangkutan mendaftarkan
peralihan haknya ke kantor pertanahan;
e. pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainnya adalah
sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta;
f. pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan adalah sejak
tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta:
g. lelang adalah sejak tanggal penunjukan lelang;
h. putusan hakim adalah sejak tanggal putusan pengadilan yangmempunyai kekuatan hukum yang tetap;
158 Pembaruan Hukum Pajak BAB 8: Utang Pajak 159
1. hibah wasiat adalah sejak tanggal yang bersangkutan mendaftarkan peralihan haknya ke kantor pertanahan;
j. pemberian hak baru atas tanah sebagai kelanjutan dari
pelepasan hak adalah sejak tanggal ditandatanganinya danditerbitkannya surat keputusan pemberian hak;
k. pemberian hak baru di luar pelepasan hak adalah tanggal
ditandatanganinya dan diterbitkannya surat keputusanpemberian hak;
1. penggabungan usaha adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta:
m. peleburan usaha adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta:
n. pemekaran usaha adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta:
o. hadiah adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta.
Demikian pula halnya terhadap pajak daerah yang menganutteori materil sebagaimana yang tersirat dalam ketentuan Pasal 7
ayat (1) UU PDRD bahwa pajak dibayarsendiri oleh wajib pajak. Ketentuan pada Pasal 7 ayat (1) UU PDRD
menunjukkan bahwa pajak yang terutang tidak melibatkan pejabatpajak untuk menentukannya. Sebenarnya timbulnya utang pajak
daer ah karena UU PDRD yang menentukannya, bukan perbuatanhukum dari pejabat pajak.
Secara tegas dika ta kan bahwa Pajak Pen ghasilan, PajakPertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, BeaPerolehan Hak atas Tanah dan Bangunan, serta pajak da erah
menganut teori materil tentang timbulnya utang pajak. Berartidalam hukum pajak, telah dikurangi keterlibatan pejabat pajakuntuk menentukan utang pajak, baik Pajak Penghasilan, PajakPertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, Pajak
2. Teori Formil
Teori formil tentang timbulnya utang pajak merupakan kebalikan dari teori materil. Teori formil dipelopori oleh Mr. Steinmetz
(dalam R. Santoso Brotodirdjo, 1995; 114) yang mengatakan bahwatimbulnya utang pajak bukan karena Undang-undang Pajak.Walaupun telah dipenuhi tatbestand, karena pejabat pajak belum
161BAB 8: Utang Pajak
Bumi dan Bangunan, Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan,serta pajak daerah. Sekalipun telah berkurang keterlibatannya, tidak
berarti bahwa pejabat pajak tidak berperan dalam penegakan hukum
pajak dan memberiperlindungan hukum kepada wajib pajak.
Bagaimana halnya terhadap Undang-undang Pajak yang tidak
secara tegas mengatur ketentuan yang sama halnya dengan
ketentuan yang terdapat dalam Pasal12 ayat (1) UU KUp, Pasa110ayat (1) UU BPHTB, dan Pasa17 ayat (1) UU PDRD dapat dikelom
pokkan sebagai yang menganut teori materil, misalnya UU BM,
UU KPB, dan UU CK. Berdasarkan kajian hukum pajak, UU BM.UU KPB, dan UU CK menganut pula teori materil ten tang
timbulnya utang pajak. Artinya, teori materil tentang timbulnyautang pajak dianut pula oleh Bea Materai, Bea Masuk, dan Cukai.
Sebenarnya teori materil tentang timbulnya utang pajakmemberi keringanan tugas pejabat pajak dalam melakukanpengawasan terhadap wajib pajak untuk memenuhi kewajiban dan
menjalankan hak-haknya sebagaimana yang ditentukan dalam
peraturan perundang-undangan perpajakan. Pejabat pajak,berdasarkan teori materil tentang timbulnya utang pajak, hanya
bertugas melakukan pemeriksaan untuk menguji kepatuhan wajibpajak. Tatkala dalam melakukan pemeriksaan ternyata ditemukan
ketidakpatuhan wajib pajak, pejabat pajak berwenang menjatuhkansanksi administrasi berupa bunga, denda, atau kenaikan atas jumlah
pajak yang terutang.
Pembaruan Hukum Pajak160
menerbitkan surat ketetapan pajak, belum timbul utang pajak.
Sebenarnya menurut teori formil, utang pajak timbul karena
perbuatan hukum dari pejabat pajak yang menerbitkan surat
ketetapan pajak terhadap wajib pajak. Berdasarkan teori formil
tentang timbulnya utang pajak, surat ketetapan pajak memiliki
fungsi yang di antaranya:
a. menimbulkan utang pajak;
b. dasar penagihan pajak ;
c. menentukan jumlah pajak yang terutang.
Terkait dengan teori formil, menurut Rochmat Soemitro
(1988;3) , utang pajak timbul karena Undang-undang Pajak pada
saat pejabat pajak menerbitkan surat ketetapan pajak. ]adi, selama
belum ada surat ketetapan pajak, belum ada utang pajak, walaupun
syarat-syarat subjektif dan syarat-syarat objektif serta waktu telah
terpenuhi . Keuntungan teori formil adalah pada saat utang pajak
timbul karena yang menentukan besarnya pajak itu adalah pejabat
pajak yang menguasai ketentuan-ketentuan Undang-undang Pajak.
Kelemahan teori formil ini ialah bahwa besar sekali kemungkinan
nya utang pajak ditetapkan tidak sesuai dengan keadaan yang
sebenarnya dan bahwa teori formil ini tidak dapat diterapkan
terhadap pajak tidak langsung karena pajak tidak langsung tidak
menggunakan surat ketetapan pajak.
Teori formil ten tang timbulnya utang pajak hanya diterapkan
dalam Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 8 ayat (1) dan ayat (2) UU PBB, bahwa "tahun pajak yang
digunakan adalah jangka waktu satu tahun takwim", sedangkan
"saat yang menentukan utang pajak adalah menurut keadaan objek
pajak pada tanggal 1 ]anuari" . Kemudian, dalam penjelasan
ketentuan Pasal8 ayat (1) dan ayat (2) UU PBB, ditentukan bahwa
"jangka waktu 1 (satu) tahun takwim adalah dari 1]anuari sampai
dengan 31 Desernber" dan "karena tahun pajak dimulai pada
C. Berakhirnya Utang PajakSebagaimana telah dikemukakan bahwa timbulnya utang pajak
bukan hanya telah dipenuhinya tatbestand, tetapi juga karena
perbuatan hukum pejabat pajak. Perbu atan hukum yang dilakukan
163BAB 8: Utang Pajak
tanggal 1 ]anuari, keadaan objek pajak pad a tanggal tersebut
merupakan yang menentukan pajak yang terutang" . Sebagai contoh,
adalah:
a. objek pajak pada tanggal 1 ]anuari 2005 berupa tanah dan
bangunan, pada tanggall 0 ]anuari 2005 bangunannya terbakar
maka pajak yang terutang tetap berdasarkan keadaan objek
pajak pada tanggal 1 ]anuari 2005, yaitu keadaan sebelum
bangunan tersebut terbakar;
b. objek pajak pada tanggall ]anuari 2005 berupa sebidang tanah
tanpa bangunan di atasnya. Pada tanggal 10 ]anuari 2005
dilakukan pendataan, ternyata di atas tanah tersebut telah
berdiri suatu bangunan, pajak yang terutang untuk tahun 2005
tetap dikenakan pajak berdasarkam keadaan pada tanggal 1
]anuari 2005. Sementara itu, bangunannya baru dikenakan
pajak pada tahun 2006.
Kemudian, pada ketentuan Pasalll ayat (1) UU PBBditegas
kan "pajak yang terutang berdasarkan surat pemberitahuan pajak
terutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) wajib
dibayar lunas selambat-lambatnya enam bulan sejak tanggal
diterimanya surat pemberitahuan pajak terutang oleh wajib pajak. "
Keterlibatan pejabat pajak dalam menentukan utang Pajak Bumi
dan Bangunan, menunjukkan suatu kepastian hukum bahwa Pajak
Bumi dan Bangunan menganut teori formil. Sementara itu,
substansi hukum yang terkandung dalam Pasal8 ayat (1) dan ayat
(2) UU PBB hanya sekadar untuk menentukan tahun pajak dan
saat timbulnya utang Pajak Bumi dan Bangunan.
Pembaruan Hukum Pajak162
164 Pembaruan Hukum Pajak BAB 8: Utang Pajak 165
oleh pejabat pajak ters ebut adalah menerbitkan surat ketetapanpajak atau surat tagihan pajak sebagaimana ditentukan dalamUndang-undang Pajak. Demikian pula halnya bagi berakhirnyautang pajak karena berbagai sarana hukum yang tersedia dalamUndang-undang Pajak. UU KUP maupun Undang-undang Pajaklainnya menetapkan berbagai cara yang dilakukan untuk mengakhiriutang pajak, misalnya pembayaran , pembayaran dengan cara lain,kompensasi, peniadaan, pembebasan, dan kedaluwarsa.
1. Pembayaran
Pembayaran secara lunas dalam bentuk sejumlah uang yangdilakukan oleh wajib pajak, penanggung pajak, atau kuasahukumnya merupakan faktor yang menyebabkan berakhirnya utangpajak. Sebagaimana ditegaskan oleh Rochmat Soemitro (1988;45),yang diwajibkan membayar utang pajak adalah wajib pajak, yaknisubjek pajak yang memiliki kewajiban untuk membayar pajak. Akantetapi, pembayaran pajak dapat pula dilakukan oleh pihak ketigayang tidak berkepentingan dengan ketentuan bahwa pihak ketigatersebut bertindak atas nama wajib pajak (bahkan tidak perlu adapersetujuan atau surat kuasa khusus dari wajib pajak, karenamenguntungkan wajib pajak/tidak merugikan wajib pajak) denganmaksud untuk membebaskan wajib pajak dari perikatan pajak.
Pembayaran adalah perbuatan hukum yang dilakukan olehwajib pajak, penanggung pajak, atau kuasa hukumnya untukmengakhiri utang pajaknya dengan cara membayar dalam bentuksejumlah uang ke kas negara. Dalam hubungan ini SantosoBrotodihardjo (1995;125) mengemukakan bahwa dalam hubungandengan hukum pajak yang dimaksud ialah pembayaran dengan matauang, bahkan lebih tegas lagi, dengan mata uang dari negara yangmemungut pajak ini, jadi untuk negara kita dengan rupiah karenajumlah uang pajak ditentukan dalam mata uang rupiah pula. ]adi,
jika ada utang pajak dibayar dengan uang asing (seperti halnya diNederland dibayar kepada pejabat pajak Indonesia dengan uanggulden), ini harus ditafsirkan bahwa pejabat pajak telah berkenanmengizinkan demikian. Perlu ditekankan bahwa pembayaran untukmelunasi utang pajak ini harus dilakukan di kas negara dan tidak
boleh pada pejabat pajak, termasuk petugas pajak lainnya.
UU KUP secara tegas mengatur bahwa pajak dapat dibayarlunas melalui pos wesel dan jika hal ini dilakukan, menurutRochmat Soemitro (1988;44-45), wajib diperhatikan hal-hal sebagaiberikut. Pos wesel wajib dialamatkan kepada Kepala Kantor KasNegara, dan dalam pos wesel wajib dengan jelas disebut nama,alamat, dan nomor pokok wajib pajak, jenis dan tahun pajak,besarnya pembayaran pajak. Pembayaran pajak melalui pos weselyang dialamatkan kepada pejabat pajak adalah tidak benar karenapejabat pajak dilarang dan tidak berhak menerima pembayaranpajak dalam bentuk apa pun. Lebih lanjut dikatakan oleh RochmatSoemitro (1988;45-46) bahwa pembayaran lazimnya dilakukan olehdebitur (wajib pajak yang bersangkutan) . Dalam pajak langsung,dilakukan oleh wajib pajak yang namanya tercantum pada suratketetapan pajak. Utang pajak tidak langsung, seperti PajakPertambahan Nilai, Pajak Penjualan atas Barang Mewah, BeaMeterai, Bea Masuk dan Cukai pembayarannya wajib dilakukanoleh wajib pajak yang ditentukan oleh Undang-undang Pajak (tanpadiketah ui siapa namanya) seperti pengguna dokumen danpengusaha kena pajak yang melakukan penyerahan barang kenapajak atau pemberi jasa kena pajak, yang selanjutnya diberi hakoleh Undang-undang Pajak untuk melimpahkan pajak (yang telahdibayar itu) kepada pihak ketiga (pembeli atau konsumen) . ]adi,dalam pajak tidak langsung, pembayaran pajak harus diartikan lebihlanjut, yaitu siapa yang bertanggung jawab atas pembayarannya(arti nya dikenakan denda apabila pajak tidak dibayar) dan siapayang akhirnya harus memikul beban pajak. ]adi, dalam pajak tidak
langsung, orang yang membayar pajak/yang menanggung pembayarannya, dan orang yang memikul pajaknya, terdapat pada duaorang yang berlainan. Sementara itu, dalam pajak langsung, baikyang membayar/menanggung pajak dan orang yang memikulbeban, ada pada satu orang yang sama.
2. Pembayaran dengan Cara Lain
Pelunasan pajak tidak selalu dilakukan dengan cara membayardalam bentuk uang, tetapi Undang-undang Pajakmemperkenankanpembayaran dengan cara lain. Dalam ani, pembayaran yangdigunakan oleh wajib pajak bukan dalam bentuk uang melainkandengan cara suatu perbuatan hukum yang diperkenankan dalamhukum pajak . Dengan demikian, pembayaran dengan cara lain(tidak menggunakan uang sebagai alat bayar) tidak merupakansuatu pelanggaran hukum karena diperkenankan oleh Undangundang Pajak.
Sebagaimana dikatakan oleh Rochmat Soemitro (1988;58),pembayaran pajak dalam bentuknatura pada masa kini tidak lazimlagi. Pembayaran pajak tidak selalu dilakukan dengan membayarsejumlah uang ke kas negara. Ada cara pembayaran lain, sepertiterdapat pada UU BM. Dalam UU BM, pajak tidak dibayar dengansejumlah uang, melainkan dengan menggunakan kertas meteraiatau meterai tempel sesuai dengan ketentuan yang diatur dalamUU BM.Ketentuan dalam UU BMmen entukan bagaimana caranyamenggunakan kertas meterai atau meterai tempel itu sehinggakertas meterai atau meterai tempel itu setelah dipakai tidak lagidapat dipakai untuk kedua kalinya.
Kemudian, dikatakan lagi oleh Rochmat Soemitro (1988;59)bahwa cara lain lagi ialah "nazegeling" atau "perneteraian kembali",untuk dokumen/tanda yang ternyata besarnya tidak atau kurangdibayar dengan menunjukkan dokumen itu kepada pegawai kantor
pos untuk dibubuhi meterai, yang kemudian dicap dengan stempelkantor pas . Pada pemeteraian kembali itu , denda yang terutanguntuk pelanggaran itu harus sekalian dibayar, kalau tidak pegawaikantor pos tidak akan melakukan "nazegeling" tersebut.
167SAS 8: Utang Pajak
3. Kompensasi
Hukum pajak mengenal pula cara lain untuk berakhirnya utangpajak dalam bentuk kompensasi, yang dilakukan oleh wajib pajakdengan pejabat pajak selaku penagih pajak . Kelebihan pembayaranpajak dapat terjadi karena berbagai hal, seperti perubahan Undangundang Pajak, kekeliruan pembayaran, adanya pemberianpengurangan, dan sebagainya. Oleh karena itu, kelebihan pembayaran pajak merupakan hak wajib pajak dan dapat dikreditkan.Setelah wajib pajak memperhitungkan kredit pajak dengan utangpajak yang timbul, ternyata terdapat kelebihan pembayaran pajakyang dapat dikompensasi dengan utang pajak yang timbul di masamendatang.
Kredit pajak dalam UU PPh terjadi karena kelebihan pembayaran Pajak Penghasilan yang dilakukan oleh wajib pajak. KreditPajak Penghasilan adalah pajak yang dibayar sendiri oleh wajib pajakditambah dengan pokok pajak yang terutang dalam surat tagihanpajak karena Pajak Penghasilan dalam tahun berjalan tidak ataukurang dibayar ditambah dengan pajak yang dipotong ataudipungut, ditambah dengan pajak atas penghasilan yang dibayaratau terutang di luar negeri, dikurangi dengan pengembalianpendahuluan kelebihan pajak, dikurangkan dari pajak yang terutang.Kredit pajak yang terjadi pada Pajak Penghasilan yang dapatdikompensasi dengan utang pajak yang timbul dari Pajak Penghasilan adalah:
a. pemotongan pajak atas penghasilan dari pekerjaan;
b. pemungutan pajak atas penghasilan dari usaha;
Pembaruan Hukum Pajak166
168 Pembaruan Hukum Pajak BAB 8: Utang Pajak 169
c. pemotongan pajak atas penghasilan berupa bunga, dividen,royalti, sewa, dan imbalan lainnya;
d. pajak yang dibayar atau terutang di luar negeri;
e. pemotongan pajak atas penghasilan yang bersumber diIndonesia yang diterima atau diperoleh wajib pajak Iuar negeriselain bentuk usaha tetap.
Kemudian, kredit pajak yang terkait dengan Pajak PertambahanNilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah adalah pajak masukanyang dapat dikreditkan setelah dikurangi dengan pengembalianpendahuluan kelebihan pajak atau setelah dikurangi dengan pajakyang telah dikompensasikan, yang dikurangkan dari pajak yangterutang. Kredit pajak yang terjadi pada Pajak Pertambahan Nilaidan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang dapat dikompensasidengan utang pajak, apabila pajak masukan Iebih besar daripadapajak keluaran dalam suatu masa. Pajak masukan adalah PajakPertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yangsudah dibayar oIeh pengusaha kena pajak karena perolehan barangkena pajak dan atau penerima jasa kena pajak dan atau pemanfaatanbarang kena pajak tidak bewujud dari Iuar daerah pabean dan ataupemanfaatan jasa kena pajak dari Iuar daerah pabean dan atau imporbarang kena pajak.
Kompensasi sebagai upaya untuk mengakhiri utang pajak wajibdiajukan oIeh wajib pajak kepada pejabat pajak mengingatkompensasi hanya dapat dilakukan kalau terdapat kelebihanpembayaran pajak dengan utang pajak yang timbul pada tahun pajakyang berjalan atau pada tahun pajak di masa depan. Utang pajaktidak boleh dikompensasikan dengan utang biasa karena utangpajak berada dalam konteks hukum publik, sedangkan utang biasaberada dalam konteks hukum privat. Sebagai contoh, wajib pajak"Ali Baba" memiliki utang Pajak Penghasilan pada tahun 2005sebanyak Rp750.000.000,00, tetapi sebaliknya memiliki tagihan
kepada negara sebanyak Rp750 .000.000,00 karena telah menyerahkan barang-barang kepada negara. Dalam haI ini kompensasi tidakdilarang karena negara berutang dalam kapasitasnya tunduk padahukum privat, sedangkan wajib pajak berutang pada negara tundukpada hukum pajak sebagai bagian hukum publik.
4. Peniadaan
Peniadaan juga merupakan cara untuk mengakhiri utang pajak,sebagaimana dikatakan oIeh Rochmat Soemitro (1988;49-50)bahwa peniadaan sebagai upaya untuk mengakhiri utang pajakdikenaI dalam hukum pajak. Pajak yang terutang hanya dapatditiadakan karena alasan tertentu, umpamanya karena sawah kenamusibah bencana alam (banjir, serangan hama, dan sebagainya)atau karena dasar penetapannya tidak benar. Dengan peniadaanutang ini, perikatan pajak menjadi berakhir sehingga wajib pajaktidak Iagi mempunyai kewajiban membayar pajak yang terutang.
Dalam konteks ini, wajib pajak sangat diharapkan berperanserta untuk memohon kepada pejabat pajak agar utang pajak yangdimiliki boleh ditiadakan dengan pertimbangan-pertimbangan yangdapat diterima oIeh pejabat pajak. Tatkala permohonan dikabulkan,wajib pajak tidak Iagi memiliki utang pajak atau hanya sebagianyang harus dibayar karena pengurangan tidak secara keseluruhan.Peniadaan utang pajak hanya dapat terjadi karena berdasarkanpermohonan wajib pajak yang dikabulkan oIeh pejabat pajak dapat
berupa sebagai berikut.
a. Peniadaan sebagian utang pajak adalah perbuatan hukum oIehpejabat pajak untuk melakukan pengurangan atas sejumlah
utang pajak yang seyogianya dibayar.
b. Peniadaan secara keseluruhan utang pajak adalah perbuatanhukum oIeh pejabat pajak untuk meniadakan seluruh utangpajak yang seharusnya dibayar.
Tata cara peniadaan utang dan penetapan besarnya peniadaanutang pajak akan diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan .Walaupun pejabat pajak berwenang meniadakan utang pajak, tetapberpedoman pada tata cara yang ditentukan oleh Menteri Keuangan.Hal ini berarti bahwa pejabat pajak tidak boleh melakukan ataumengambil kebijakan lain, selain yang telah ditentukan oleh MenteriKeuangan. Peniadaan utang pajak yang dilakukan oleh pejabat pajak,seyogianya berdasarkan pada pertimbangan-pertimbangan yangtelah ditentukan dalam Undang-undang Pajak.
Pertimbangan-pertirnbangan yang digunakan oleh pejabatpajak untuk meniadakan utang Pajak Penghasilan sebagaimanaditentukan dalam UU PPh adalah sebagai berikut.
a. Wajib pajak meninggal dunia dengan tidak meninggalkan hartawarisan dan tidak mempunyai ahli waris.
b. Wajib pajak menghilang sehingga tidak dapat ditemukan.
c. Wajib pajak tidak memiliki harta kekayaan lagi (pailit) .
Kemudian, pertimbangan-pertirnbangan yang digunakan olehpejabat pajak untuk meniadakan utang Pajak Bumi dan Bangunansebagaimana ditentukan dalam UU PBB adalah:
a. karena kondisi tertentu objek pajak yang ada hubungannyadengan wajib pajak dan/atau karena sebab-sebab tertentulainnya. Kondisi tertentu objek pajak yang ada hubungannyadengan wajib pajak, yang dapat berupa;
1) lahan pertanian yang sangat terbatas;
2) lahan yang nilai jualnya meningkat sebagai konsekuensiperubahan lingkungan dan dampak positif pembangunanserta yang pemanfaatannya belum sesuai dengan peruntukkannya, dan;
3) bangunan yang ditempati sendiri yang dikuasai ataudimiliki oleh wajib pajak;
b. dalam hal objek pajak terkena bencana alam atau sebab lain
yang luar biasa, seperti;
1) gempa bumi, banjir, tanah longsor, atau:
2) sebab lain yang luar biasa, misalnya kebakaran, kekeringan,wabah penyakit tanaman, dan hama tanaman lainnya.
Demikian pula mengenai pertimbangan-pertimbangan yang
digunakan oleh pejabat pajak untuk meniadakan utang BeaPerolehan Hak atas Tanah dan Bangunan berdasarkan Pasal20 ayat(1) UU BPHTB dan Penjelasannya, adalah sebagai berikut.
a. Kondisi tertentu wajib pajak yang ada hubungannya dengan
objek pajak
Contoh:
1) wajib pajak tidak mampu secara ekonomis memperolehhak baru melalui program pemerintah di bidang perta
nahan;
2) wajib pajak orang pribadi menerima hibah dari orangpribadi yang mempunyai hubungan keluarga sedarah dalamgaris keturunan lurus satu derajat ke atas atau satu derajat
ke bawah.
b. Kondisi wajib pajak yang ada hubungannya dengan sebab
sebab tertentu
Contoh:
1) Wajib pajak yang memperoleh hak atas tanah melaluipembelian dari hasil ganti rugi pemerintah yang nilai ganti
ruginya di bawah nilai jual objek pajak;
2) Wajib pajak yang memperoleh hak atas tanah sebagaipenggantian atas tanah yang dibebaskan oleh pemerintahuntuk kepentingan umum yang memerlukan persyaratan
khusus;
170 Pembaruan Hukum Pajak BAB 8: Utang Pajak 171
172
Ketentuan yang mengatur ten tang pembebasan yang terkait
dengan utang pajak terdapat dalam ketentuan UU PPN . Ketentuan
pada Pasal 8 ayat (2) UU PPN menegaskan "atas ekspor barangkena pajak yang tergolong barang mewah dikenakan pajak dengan
tarif 0% (nol persen)." Sebenarnya berdasarkan ketentuan tersebut
di atas, berarti pengusaha kena pajak yang melakukan ekspor barang
kena pajak yang tergolong barang mewah diberikan pembebasandari pengenaan Pajak Penjualan at as Barang Mewah. Tujuan
pembebasan dimaksud agar pengusaha kena pajak dapatmeningkatkan kegiatan ekspornya ke negara lain sehingga hanya
dikenakan pajak dengan tarif 0% (nol persen).
Pembebasan utang pajak yang terkait dengan Pajak Pertamba
han Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah tidak melibatkancampur tangan pejabat pajak. Hal ini disebabkan karena UU PPNsecara tegas mencantumkan dalam ketentuannya mengenai
pembebasan dengan menggunakan istilah pengenaan tarif 0% (nolpersen). Berdasarkan tarif Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak
Penjualan atas Barang Mewah tersebut, berarti barang kena pajakyang diekspor dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilaidan PajakPenjualan atas Barang Mewah.
Pembaruan Hukum Pajak
3) Wajib pajak yang terkena dampak kritis ekonomi dan
moneter yang berdampak luas pada kehidupan perekonomian nasional sehingga wajib pajak harus melakukanrestrukturisasi usaha dan atau utang usaha sesuai dengankebijaksanaan pemerintah.
c. Tanah dan atau bangunan digunakan untuk kepentingan
sosial atau pendidikan yang semata-rnara tidak untuk mencarikeuntungan. Sebagai contoh, tanah dan atau bangunan yang
digunakan antara lain, untuk panti asuhan, panti jompo, rumah
yatim piatu, pesantren, sekolah yang tidak ditujukan mencari
keuntungan, rumah sakit swasta, dan institusi pelayanan sosialmasyarakat;
Dalam hubungan ini, Rochmat Soemitro (1988;50) mengemukakan bahwa peniadaan utang pajak tidak berlaku dengansendirinya atau dianggap berlaku dengan sendirinya, melainkan
harus ada perbuatan hukum dari pihak negara (pejabat pajak) dan
ini pun sering harus didasarkan pada permintaan yang didasarkanpada permohonan wajib pajak.
5. Pembebasan
BAB 8: Utang Pajak 173
Utang pajak dapat pula berakhir karena pembebasan sebabpembebasan merupakan sarana hukum pajak untuk melepaskan
tanggung jawab wajib pajak berupa membayar pajak. Pembebasan
hanya diperuntukkan terhadap wajib pajak yang secara nyatadikenakan pajak, tetapi tidak memenuhi syarat-syarat yang
ditentukan dalam Undang undang Pajak untuk diberikan pembebasan. Sekalipun dernikian, wajib pajak tetap wajib menaati Undang
undang Pajak yang memberikan pembebasan sehingga tidak terjadipelanggaran hukum yang berakibat dapat dikenakan sanksi hukumpajak.
6. Kedaluwarsa
, "Wewenang u~1tuk melakukan penagihan pajak berada padanegara yang diwakili oleh pejabat pajak yang mengelola pajak
negara maupun yang mengelola pajak daerah. Wewenang untuk
menagih pajak mempunyai jangka waktu tertentu sebagai bentukkepastian hukum yang tidak boleh diabaikan atau dikesampingkan.
Apabila wewenang penagihan pajak telah terlampaui jangka waktuyang ditentukan, pejabat pajak tersebut tidak lagi berwenangmelakukan penagihan pajak karena telah kedaluwarsa. RochmatSoemitro (1988;53) mengatakan kedaluwarsa adalah berakhirnya
174 Pembaruan Hukum Pajak BAB 8: Utang Pajak 175
perikatan, baik untuk menagih utang, atau kewajiban untuk mernbayar utang karena lampaunya jangka waktu tertentu, sesuai denganapa yang ditetapkan dan cara-cara yang ditentukan dalam Undang
undang Pajak.
Oleh karena itu, kedaluwarsa juga merupakan salah satu carauntuk berakhirnya utang pajak yang dimiliki oleh wajib pajak. Utangpajak dikategorikan sebagai kedaluwarsa jika telah lewat jangkawaktu penagihannya sebagaimana yang ditentukan dalam Undangundang Pajak yang bersangkutan, baik dalam UU KUp, UU PBB,UU BPHTB, dan UU PDRD. Dalam arti, kedaluwarsa suatu utangpajak boleh berbeda-beda dan boleh pula sama waktunya, tergantung dari undang-undang pajaknya. Kalau terdapat perbedaanjangka waktu kedaluwarsa suatu penagihan pajak, tidak berartisebagai suatu penyimpangan, melainkan hanya sebagai ketentuan
khusus terhadap ketentuan umum yang berlaku.
Kedaluwarsaan penagihan Pajak Penghasilan, Pajak Pertarnba
han Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah terikat padajangka waktu yang ditentukan dalam UU KUP. Kedaluwarsaanpenagihan Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai dan PajakPenjualan atas Barang Mewah adalah sepuluh tahun. Akan tetapi,berdasarkan kepentingan negara, jangka waktu tersebut di atasboleh berubah menjadi lima tahun. Perubahan jangka waktu darisepuluh tahun kepada lima tahun, wajib ditetapkan dalam UU KUP.Hal ini dimaksudkan agar terjadi sinkronisasi antara jangka waktukedaluwarsa Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai danPajak Penjualan atas Barang Mewah dengan Pajak Bumi danBangunan, BeaPerolehan Hak atas Tanah dan Bangunan, serta PajakDaerah. Namun, dengan perkembangan yang ada, kedaluwarsaannya adalah lima tahun. Dasar pertimbangan perubahan kedaluwar
saan jangka waktu tersebut adalah sebagai berikut.
"Hak untuk melakukan penagihan pajak, termasuk bunga,denda, kenaikan, dan biaya penagihan pajak, kedaluwarsasetelah lampau waktu lima tahun terhitung sejak penerbitansurat tagihan pajak, surat ketetapan pajak kurang bayar, suratketetapan pajak kurang bayar tambahan, dan surat keputusanpembetulan, surat keputusan keberatan, dan putusanbanding."
Ketentuan ini mencerminkan kepastian hukum bahwa jangkawaktu kedaluwarsaan utang pajak setelah lampau waktu lima tahun.Akan tetapi, terbuka kemungkinan kedaluwarsa penagihan pajakdapat melampaui lima tahun, apabila;
a. Wajib pajak atau penanggung pajak diterbitkan dan diberitahukan surat paksa karena tidak melakukan pembayaran utangpajak sampai dengan tanggal jatuh tempo pembayaran.Kedaluwarsa penagihan pajak tersebut dihitung sejak tanggaldiberitahukan surat paksa tersebut.
b. Wajib pajak menyatakan pengakuan utang pajak dengan caraberikut.
1) Mengajukan permohonan angsuran atau penundaan pembayaran utang pajak sebelum tanggal jatuh tempo pembayaran. Dalam hal seperti itu kedaluwarsa penagihandihitung sejak tanggal surat permohonan angsuran ataupenundaan pembayaran utang pajak diterima oleh pejabatpajak yang ditugasi mengelola Pajak Penghasilan, PajakPertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
2) Mengajukan permohonan pengajuan keberatan. Kedaluwarsa penagihan pajak dihitung sejak tanggal surat permohonan wajib pajak diterima oleh pejabat pajak yang ditugasimengelola Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai danPajak Penjualan atas Barang Mewah .
176
adalah setelah melampaui jangka waktu lima tahun terhitung sejaksaat terutangnya pajak, kecuali apabila wajib pajak melakukan
tindak pidana di bidang perpajakan daerah. Kedaluwarsaanpenagihan pajak tersebut tertangguh menurut Pasal 31 ayat (2)UU PDRD apabila:
a. diterbitkan surat teguran dan surat paksa; atau
b. ada pengakuan utang pajak dari wajib pajak baik langsungmaupun tidak langsung.
Secara tegas dikatakan bahwa kedaluwarsaan penagihan pajak,baik pajak negara maupun pajak daerah adalah lima tahun, kecuali
bila ada perbuatan hukum yang dilakukan aleh wajib pajak maupunpejabat pajak sehingga baleh melampaui lima tahun. Hal ini, berartibahwa kepastian hukum mengenai kedaluwarsaan penagihan pajak
adalah kepastian hukum yang bersifat semu. Dalam arti, bahwajangka waktu lima tahun tersebut baleh dipermainkan aleh pejabatpajak sehingga pajak yang terutang baleh melampaui jangka waktulima tahun.
Pembaruan Hukum Pajak
3) Melaksanakan pembayaran sebagian utang pajaknya. Dalam
hal seperti itu kedaluwarsa penagihan dihitung sejaktanggal pembayaran sebagian utang pajak tersebut.
c. Diterbitkan surat ketetapan pajak kurang bayar atau surat
ketetapan pajak kurang bayar tambahan terhadap wajib pajakkarena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan dan
tindak pidana lain yang dapat merugikan pendapatan negaraberdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai
kekuatan hukum tetap. Dalam hal seperti itu kedaluwarsa
penagihan dihitung sejak tanggal penerbitan surat ketetapan
pajak tersebut.
d. Dalam hal wajib pajak dilakukan penyidikan tindak pidana di
bidang perpajakan, kedaluwarsa penagihan dihitung sejak
tanggal penerbitan surat perintah penyidikan tindak pidanadi bidang perpajakan.
Kedaluwarsaan penagihan Pajak Bumi dan Bangunan serta BeaPerolehan Hak atas Tanah dan Bangunan yang terutang tidak secara
tegas ditentukan dalam UU PBB maupun UU BPHTB. Hal ini berartiutang pajak yang terkait dengan Pajak Bumi dan Bangunan sertaBea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan dikategarikan sebagai
kedaluwarsa adalah lima tahun. Penentuan jangka waktu kedalu
wars a tersebut berpatokan pada UU KUP yang mernuat ketentuan
ketentuan umum perpajakan yang wajib diikuti aleh undang
undang pajak lainnya. Sebenarnya UU KUP sebagai Kaderwet wajibditerapkan dalam UU PBB dan UU BPHTB tatkala ketentuan itu
tidak diatur dalam UU PBB dan UU BPHTB. Dengan dernikian,kedaluwarsaan penagihan Pajak Bumi dan Bangunan serta Bea
Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan yang terutang adalah lima
tahun dan bahkan baleh melampaui lima tahun.
Berbeda halnya dengan kedaluwarsaan pajak daerah yangterutang secara tegas ditentukan dalam Pasal31 ayat (1) UU PDRD
BAB 8: Utang Pajak 177
179
.. Pengembalian KelebihanPembayaran Pajak
A. Pendahuluan
Tidak selamanya kelebihan pembayaran pajak dapatdikompensasikan dengan pajak yang terutang pada tahun pajakyang bersangkutan. Kadangkala kelebihan pembayaran pajakdimohon pengembaliannya karena wajib pajak tidak memiliki utangpajak. Pengembalian kelebihan pembayaran pajak atau restitusimerupakan sarana hukum yang dapat digunakan oleh wajib pajakuntuk memohon pengembalian kelebihan pembayaran pajak.
Agar pengembalian kelebihan pembayaran pajak tidak bertentangan dengan ketentuan dalam peraturan perundang-undanganperpajakan, wajib pajak wajib mengikuti tata cara pengajuanpermohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak. Permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak wajib dibuatdalam bentuk tertulis dan diajukan kepada pejabat pajak di tempattinggal atau tempat kedudukan wajib pajak. Permohonan tersebutwajib memuat alasan-alasan yang benar dengan melampirkan suratpemberitahuan atau surat setoran pajak yang membuktikan adanyakelebihan pembayaran pajak .]ika tata cara pengajuan permohonanpengembalian kelebihan pembayaran pajak tidak dilanggar olehwajib pajak, pejabat pajak berkewajiban menerbitkan SuratKeputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan PembayaranPajak.
B. Surat Ketetapan Pajak Nihil
Sebaliknya, wajib pajak yang tidak memiliki pajak yangterutang maupun kelebihan pembayaran pajak, pejabat pajak
berwenang menerbitkan surat keretapan pajak nihil. Suratkeputusan kelebihan pembayaran pajak tidak boleh diberikan
kepada wajib pajak yang tidak memiliki kelebihan pembayaran
pajak, agar tidak terjadi pelanggaran hukum yang dapat menimbulkan kerugian pendapatan negara.
Walaupun telah diajukan permohonan pengembalian kelebihan
pembayaran pajak kepada pejabat pajak di tempat tinggal atautempat kedudukan wajib pajak, pejabat pajak tidak secara langsungmengabulkan permohonan tersebut. Perbuatan hukum yang
dilakukan oleh pejabat pajak adalah melakukan pemeriksaan untukmembuktikan adanya kelebihan pembayaran pajak sebagaimana
yang dimohonkan. Pemeriksaan itu meliputi penghitungan jumlah
pajak yang sebenarnya terutang dengan pembayaran pajak yangtelah dilakukan oleh wajib pajak. Jika dari hasil pemeriksaanditemukan bahwa jumlah pajak yang terutang sama dengan jumlah
pajak yang dibayar, berarti tidak ada kelebihan pembayaran pajak.
Dalam hal ini, pejabat pajak menerbitkan surat ketetapan pajaknihil sebagai tanggapan atas permohonan pengembalian kelebihanpembayaran pajak dari wajib pajak.
Surat ketetapan pajak nihil adalah surat ketetapan pajak yang
menentukan jumlah pokok pajak sama besarnya dengan jumlah
kredit pajak atau pajak yang tidak terutang dan tidak ada kreditpajak . Surat keretapan pajak nihil bukan merupakan dasar
penagihan pajak, melainkan hanya menunjukkan bahwa wajib pajaktidak memiliki utang pajak maupun kredit pajak. Surat ketetapanpajak nihil tidak boleh memuat hal-hal yang merugikan wajib pajakkarena dapat diajukan keberatan pad a lembaga keberatan.
181BAB 9: Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak
Pada hakikatnya, surat ketetapan pajak nihi l tidak mengubah
keadaan yang telah ada sebelumnya mengingat keadaan yang telahada hanya dipertegas kembali melalui surat ketetapan pajak nihil.Dalam arti, surat ketetapan pajak nihil tidak memuat mengenai
utang pajak yang wajib dibayar lunas maupun sanksi administrasi
berupa bunga, denda, atau kenaikan. Itulah sebabnya tidak dikategorikan sebagai dasar penagihan pajak, baik Pajak Penghasilan,Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah,
Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan, serta pajak daerah.
Selain surat ketetapan pajak nihil dikenal pula surat ketetapanpajak lebih bayar dalam perhubungan hukum antara wajib pajak
dengan pejabat pajak. Surat ketetapan pajak lebih bayar adalah suratketetapan pajak yang menentukan jumlah kelebihan pembayaranpajak karena jumlah kredit pajak lebih besar daripada pajak yangterutang atau seharusnya tidak terutang. Perhubungan hukum itu
timbul karena adanya permohonan tertulis dari wajib pajak yang
ditujukan kepada pejabat pajak di tempat tinggal atau tempatkedudukan wajib pajak tersebut. Permohonan itu bertujuan agarkelebihan pembayaran pajak dapat dikembalikan berdasarkan
peraturan perundang-undangan perpajakan.
Setelah permohonan pengembalian kelebihan pembayaran
pajak diterima oleh pejabat pajak, dilakukan pemeriksaan dan
bahkan melakukan penelitian kebenaran pembayaran pajak yangdilakukan oleh wajib pajak. Sasaran pemeriksaan maupun penelitian
tertuju pada surat pemberitahuan yang menyatakan lebih bayaryang tidak disertai dengan permohonan pengembalian kelebihan
pembayaran pajak. Jika terdapat kebenaran yan g seb en arnyabe rdasarkan hasil pemeriksaan maupun pen elitian atas suratpemberitahuan tersebut, pejabat pajak menerbitkan sura t ketetapanpajak lebih bayar, apabila untuk:
C. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar
Pembaruan Hukum Pajak180
1. Pajak Penghasilan, jumlah kredit pajak lebih besar dari jumlah
pajak yang terutang;
2. Pajak Pertambahan Nilai, jumlah kredit pajak lebih besar darijumlah pajak yang terutang. Apabila terdapat pajak yang
dipungut oleh Pemungut Pajak Pertambahan Nilai, yang
dimaksud dengan jumlah pajak yang terutang adalah jumlahpajak keluaran setelah dikurangi pajak yang dipungut oleh
Pemungut Pajak Pertambahan Nilai tersebut;
3. Pajak Penjualan atas Barang Mewah, jumlah pajak yang dibayar
lebih besar dari jumlah pajak yang terutang.
Jika wajib pajak setelah menerima surat ketetapan pajak lebihbayar dan menghendaki pengembalian kelebihan pembayaran pajak,wajib mengajukan permohonan tertulis secara benar, jelas, dan
lengkap sehingga tidak mengalami hambatan atau kendala. Suratketetapan pajak lebih bayar masih dapat diterbitkan lagi jikaberdasarkan hasil pemeriksaan ternyata pajak yang lebih dibayarjumlahnya lebih besar dari kelebihan pembayaran pajak yang telah
ditetapkan.
Surat ketetapan pajak lebih bayar bukan merupakan dasar
penagihan pajak, melainkan hanya menunjukkan bahwa wajib pajakmemiliki kelebihan pembayaran pajak, baik Pajak Penghasilan, Pajak
Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, Bea
Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan, serta pajak daerah. Suratketetapan pajak lebih bayar tidak boleh memuat hal-hal yang dapat
merugikan wajib pajak karena dapat diajukan keberatan pada
Lembaga Keberatan. Hal-hal yang dapat merugikan wajib pajakadalah tidak diperkenankannya kelebihan pembayaran pajak untukdiminta kembali atau dilarang dikompensasi dengan pajak terutang
untuk tahun pajak di masa mendatang.
Setelah dilakukan pemeriksaan atas permohonan pengembalian kelebihan pembayaran dari wajib pajak, pejabat pajak wajib
menerbitkan surat ketetapan pajak paling lambat dua belas bulan
sejak surat permohonan diterima secara lengkap. Maksud suratpermohonan telah diterima secara lengkap adalah dalam arti bahwasurat pemberitahuan telah diisi secara benar dan jelas, dalam bahasa
Indonesia dengan menggunakan huruf latin, angka Arab, satuan
mata uang rupiah dan ditandatangani oleh wajib pajak atau kuasahukumnya. Kemudian, surat ketetapan pajak yang diterbitkanberdasarkan hasil pemeriksaan atas pengembalian kelebihan
pembayaran pajak dapat berupa;
1. surat ketetapan pajak kurang bayar; atau
2. surat ketetapan pajak lebih bayar; atau
3. surat ketetapan pajak nihil.
[angka waktu paling lambat dua belas bulan tersebut dimaksudkan untuk memberikan kepastian hukum terhadap permohonanwajib pajak atau pengusaha kena pajak tersebut. Jika batas waktu
terlampaui dan pejabat pajak tidak memberikan suatu keputusan,permohonan itu dianggap dikabulkan dan surat ketetapan pajak
lebih bayar wajib diterbitkan dalam waktu paling lama satu bulansetelah jangka waktu tersebut berakhir. Apabila surat ketetapanpajak lebih bayar terlambat diterbitkan dalam jangka waktu satu
bulan, wajib pajak diberikan imbalan bunga sebesar dua persen
sebelum dihitung sejak berakhirnya jangka waktu tersebut sampaisaat diterbitkan surat ketetapan pajak lebih bayar.
Terhadap wajib pajak yang sementara dalam proses penyi
dikan karena terdapat dugaan melakukan tindak pidana di bidangperpajakan, permohonan pengembalian kelebihan pembayaran
pajak tidak dilakukan pemeriksaan. Permohonan yang tidakdiperiksa berarti berakibat tidak diterbitkan surat ketetapan pajakyang dapat berupa surat ketetapan pajak kurang bayar, surat
ketetapan pajak lebih bayar, atau surat ketetapan pajak nihil. Halini dimaksudkan untuk menjaga kemungkinan bahwa wajib pajak
182 Pembaruan Hukum Pajak BAB 9: Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak 183
D. Pengembalian Pendahuluan KelebihanPembayaran Pajak
Berdasarkan hasil pemeriksaan pejabat pajak terhadap suratpermohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak dari wajib
pajak yang memenuhi persyaratan yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan, dapat diterbitkan suratkeputusan pengembalian pendahuluan kelebihan pajak. Suratkeputusan pengembalian pendahuluan kelebihan pajak adalah surat
tersebut terbukti melakukan tindak pidana di bidang perpajakanberdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan
hukum te tap . Berdasarkan putusan pengadilan tersebut dapatterungkap bahwa wajib pajak memiliki jumlah pajak yang terutangyang melebihi dari jumlah pajak yang telah dibayar (tidak ada
kelebihan pembayaran pajak) .
Berbeda halnya bila pemeriksaan bukti permulaan tindakpidana perpajakan tidak dilanjutkan ke tahap penyidikan, atau
dilanjutkan dengan penyidikan, tetapi tidak diteruskan ke tahap
penuntutan. Ataukah dilanjutkan dengan penyidikan dan penuntutan, tetapi diputus bebas atau lepas dari segala tuntutan hukumberdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatanhukum tetap, wajib pajak tersebut diterbitkan surat ketetapan pajak
lebih bayar. Di samping itu, wajib pajak diberikan imbalan bungasebesar dua persen sebulan untuk paling lama dua puluh empatbulan, dihitung sejak berakhirnya jangka waktu 24 sampaidengan saat diterbitkan surat ketetapan pajak lebih bayar, dan
bagian dari bulan dihitung penuh satu bulan. Pemberian imbalanbunga sebesar dua persen sebulan kepada wajib pajak merupakan
kompensasi atas kerugian yang dialami oleh wajib pajak selamadalam proses penyidikan sampai pada tahap pu tusan pengadilantersebut.
184 Pembaruan HukumPajakSAS 9: Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak 185
keputusan yang menentukan jumlah pengembalian pen dah uluan
kelebihan pajak untuk wajib pajak tertentu. Wajib pajak yang dapatdiberikan pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak
ada lah:
1. wajib pajak orang pribadi yang tidak menjalankan usaha atau
pekerjaan bebas;
2. wajib pajak orang pribadi yang menjalankan usaha ataupekerjaan bebas dengan peredaran usaha dan jumlah lebih
bayar sampai dengan jumlah tertentu;
3. wajib pajak bad an dengan peredaran usaha atau jumlah lebih
bayar sampai dengan jumlah tertentu; atau
4. pengusaha kena pajak yang menyampaikan surat pemberitahuan yang berisikan lebih bayar Pajak Pertambahan Nilai
dengan jumlah penyerahan dan jumlah lebih bayar sampaidengan jumlah tertentu.
Untuk mengurangi penyalahgunaan pemberian fasilitas per
cepatan pengembalian kelebihan pembayaran pajak, pejabat pajak
dapat melakukan pemeriksaan terhadap permohonan wajib pajakdan menerbitkan surat ketetapan pajak setelah melakukan pengem
balian pendahuluan kelebihan pajak. Surat ketetapan pajak yang
dapat diterbitkan adalah surat kete tapan pajak kurang bayar, surat
ketetapan pajak lebih bayar, atau surat ketetapan pajak nihil.
187
A. Hak Mendahulu
Dalam hukum pajak terdapat ketentuan yang menempatkan
negara dalam kecludukan istimewa yang terkait dengan penagihanpajak. Kedudukan istimewa yang dimiliki oleh negara adalah hakmendahulu (prejerensi) terhadap penagihan utang pajak dibandingkan dengan utang biasa (utang perdata) karena proses timbulnya
utang pajak berbeda dengan utang biasa. Utang pajak timbul karenaproses yang terkait dengan hukum publik, sebaliknya utang biasa
timbul karena berada dalam proses hukum privat. RochmatSoemitro (1988 ;95) mengatakan hak mendahulu itu timbul karena
bersamaan adanya tagihan antara utang pajak dengan utang biasa
dan debitur tidak cukup atau tidak mampu membayar utangutangnya. Kalau terjadi demikian, utang pajak diberi kedudukan
yang lebih utama daripada utang biasa selain utang pajak mengingat
pajak-pajak hasilnya digunakan untuk kepentingan umum, untukmelangsungkan kehidupan negara dan bangsa Indonesia clan
seterusnya untuk mencapai masyarakat yang sejahtera adil clanmakmur bagi seluruh rakyat Indonesia. Berdasarkan pemikiran ini
sudah jelas bahwa kepentingan umum harus dimenangkan daripadakepentingan pribadi/individu masing-masing.
Penagihan Pajak
Ruang lingkup hak mendahulu meliputi pokok pajak, sanksiadministrasi berupa bunga, denda, atau kenaikan serta biaya
penagihan pajak. Hak mendahulu yang dimiliki oleh negaraditujukan hanya terhadap tagihan pajak atas barang-barang, baikbarang-barang bergerak maupun barang-barang tidak bergerak
milik wajib pajak atau penanggung pajak. Pelunasan utang pajak
harus diawali dari barang-barang milik wajib pajak kemudianberpindah kepada barang-barang milik penanggung pajak kalau
wajib pajak didampingi oleh penanggung pajak. Berbeda halnyabila wajib pajak telah dinyatakan pailit, barang-barang milik
penanggung pajak yang menjadi sasaran penagihan pajak sebagaijaminan pelunasan ut ang pajak. Hak mendahulu tidak boleh
dikesampingkan hanya karena untuk memberikan prioritaspenyelesaian utang biasa yang tidak termasuk sebagai utang pajak.
Dalam kaitan ini, Rochmat Soemitro (1988;96) mengemukakan bahwa badan-badan diwakili oleh para pengurusnya dan badanyang sedang dalam proses pembubaran diwakili oleh orang ataubadan yang dibebani dengan pemberesan likuidasi. Warisan yang
belum terbagi diwakili oleh salah seorang ahli warisnya atau olehpelaksana surat wasiatnya atau oleh orang yang mengurus hartapeninggalannya. Anak yang masih belum dewasa atau orang-orang
yang berada di bawah pengampuan diwakili oleh walinya. Sudah
barang tentu, harta wajib pajak atau badan itu yang dijadikantanggungan pembayaran pajak. Akan tetapi, kalau barang-barang
wajib pajak atau badan yang menjadi wajib pajak, tidak mencukupi
untuk membayar pajak-pajaknya, sejauhmana harta kekayaan
orang-orang yang menjadi wakil (penanggung pajak) wajib pajakdapat ikut disita untuk memenuhi utang pajak wajib pajak yangkurang dibayar. penanggung pajak sebagai wakil wajib pajak bertanggung jawab secara pribadi dan/atau secara renteng (hoofdeijikaansprakelji) at as pembayaran pajak wajib pajak yang terutang,kecuali apabila dapat membuktikan dan meyakinkan pejabat pajak
Dalam hal wajib pajak dinyatakan pailit, bubar atau likuidasi,kurator, likuidator, atau orang atau badan yang dibebani untuk
melakukan pemberesan dilarang membagikan harta perusahaandalam pailit, pembubaran atau likuidasi kepada pemegang sahamatau kreditor lainnya sebelum menggunakan harta tersebut untukmembayar utang pajak perusahaan itu.
bahwa mereka dalam kedudukannya yang benar-benar tidak
mungkin untuk dibebani tanggung jawab atas pajak yang terutangtersebut. Hal ini harus mendapatkan perhatian yang khusus danpejabat pajak dalam hal ini harus berhati-hati, dalam melaksanakan
hak mendahulu terhadap barang-barang milik wakil (penanggung
pajak) wajib pajak, supaya kesulitan menegakkan hukum pajakdapat dihindarkan.
Sebenarnya pendapat tersebut di atas bertujuan agar pejabatpajak dalam menggunakan hak mendahulu terhadap barang-barang
milik wajib pajak atau penanggung pajak tidak mengalami kesulitandalam pelaksanaannya. Sebelum hak mendahulu dilaksanakan,pejabat pajak berkewajiban mengetahui secara pasti bagaimanakedudukan barang-barang milik wajib pajak atau penanggung pajak
dalam kaitannya selaku wakil wajib pajak, apakah termasuk sebagaibarang-barang tanggungan atau bukan termasuk barang-barangtanggungan terhadap utang pajak wajib pajak yang bersangkutan.Hak mendahulu negara untuk tagihan pajak melebihi segala hakmendahulu lainnya, kecuali terhadap tagihan-tagihan, berupa:
1. biaya perkara yang hanya disebabkan suatu penghukumanuntuk melelang suatu barang bergerak dan atau barang tidakbergerak;
2. biaya yang telah dikeluarkan untuk menyelamatkan barangbarang dan/atau;
3. biaya perkara yang hanya disebabkan pelelangan dan penyesuaian suatu warisan.
189BAB 10: Penagihan PajakPembaruan Hukum Pajak188
190 Pembaruan Hukum Pajak SAS 10: Penagihan Pajak 191
Sebelumnya, hak untuk menagih pajak, te rmasuk bunga,denda, kenaikan dan biaya penagihan pajak, kedaluwarsa setelahsepuluh tahun terhitung sejak dite rbitkan surat tagihan pajak, suratketetapan pajak kurang bayar, surat ketetapan pajak kurang bayartambahan, dan surat keputusan pembetulan, surat keputusankeberatan, dan putusan banding yang memuat penambahan jumlahutang pajak yang harus dibayar. Seyogianya , jangka waktu kedaluwarsaan tersebut di atas, dapat dipersingkat hanya setelah limatahun terhitung sejak diterbitkan surat tagihan pajak atau suratketetapan pajak. Perubahan jangka waktu dari sepuluh tahun kepadalima tahun, wajib ditetapkan dalam UU KUP. Hal ini dimaksudkanagar terjadi sinkronisasi antara jangka waktu kedaluwarsaan hakmendahulu negara terhadap utang pajak, baik terhadap PajakPenghasilan, Pajak Peretambahan Nilai dan Pajak Penjualan atasBarang Mewah, Pajak Bumi dan Bangunan, Bea Perolehan Hak atas
Tanah dan Bangunan, serta Pajak Daerah.
Selain itu, perlu diperhatikan bahwa Pengadilan Pajak tidakhanya menerbitkan putusan banding, tetapi menerbitkan pulaputusan gugatan sebagai jawaban atas gugatan yang diajukan olehwajib pajak. Kadangkala suatu putusan gugatan menambah jumlahpajak yang seharusnya dibayar oleh wajib pajak karena yang digugatadalah jumlah pajak yang tercantum dalam surat paksa tersebut.Dengan demikian, perlu pula dicantumkan putusan gugatan yangmenyebabkan menambah jumlah pajak yang terutang merupakandasar penagihan pajak. Termasuk pula putusan peninjauan kembaliyang menyebabkan penambahan jumlah pajak yang harus dibayardari Mahkamah Agung sebagai jawaban atas peninjauan kembali
yang dilakukan oleh pihak-pihak yang bersengketa.
Kedaluwarsa penagihan pajak, termasuk bunga, denda,
kenaikan, dan biaya penagihan pajak tertangguh, apabila:
1. diterbitkan surat paksa ; pejabat pajak menerbitkan surat paksa
dan memberitahukan surat paksa kepada wajib pajak ataupenanggung pajak yang tidak melakukan pembayaran utangpajak sampai dengan tanggal jatuh tempo pembayaran.Kedaluwarsa penagihan pajak dihitung sejak tanggaldiberitahukan surat paksa tersebut;
2. ada pengakuan utang pajak dari wajib pajak baik langsungmaupun tidak langsung; kedaluwarsa penagihan pajak bolehmelampaui lima tahun, apabila:
a) mengajukan permohonan angsuran atau penundaan pembayaran utang pajak sebelum tanggal jatuh tempo pembayaran . Dalam hal seperti itu kedaluwarsa penagihan dihitungsejak tanggal surat permohonan angsuran atau penundaanpembayaran utang pajak diterima oleh pejabat pajak;
b) mengajukan permohonan pengajukan keberatan. Dalam halseperti itu kedaluwarsa penagihan dihitung sejak tanggalsurat permohonan wajib pajak diterima oleh pejabat pajak;
c) melaksanakan pembayaran sebagian utang pajaknya. Dalamhal seperti itu kedaluwarsa penagihan dihitung sejaktanggal pembayaran sebagian utang pajak tersebut.
3. diterbitkan surat ketetapan pajak kurang bayar atau suratketetapan pajak kurang bayar tambahan; terdapat suratketetapan pajak kurang bayar atau surat ketetapan pajak kurangbayar tambahan yang diterbitkan terhadap wajib pajak karenamelakukan tindak pidana di bidang perpajakan dan tindakpidana lain yang dapat merugikan pendapatan negara berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatanhukum tetap. Dalam hal seperti itu kedaluwarsa penagihandihitung sejak tanggal penerbitan ketetapan pajak tersebut;
4. dilakukan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan;dalam hal wajib pajak dilakukan penyidikan tindak pidana di
192
UU PPh dan UU PPN tidak mengatur mengenai dasar penagihan Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan
atas Barang Mewah karena kedua tersebut hanya memuat ketentuanmateril dan tidak me ngatur ketentuan formal tentang penagihan
pajak . Adapun mengenai das ar penagihan Pajak Penghasilan, Pajak
Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah terdapatdalam UU KUP terdiri dari:
1. surat tagihan pajak;
2. surat ketetapan pajak kuran g bayar;
3. surat ketetapan pajak kurang bayar tambahan;
4. surat keputusan pembetulan , surat keputusan keberatan, danputusan banding serta putusan peninjauan kembali yang
menyebabkan bertambahnya jumlah pajak yang harus dibayar.
Dasar penagihan pajak yang terdapat dalam UU KUp, seyogia-nya mengalami penambahan berdasarkan pembaruan hukum pajak.
Penambahan das ar penagihan pajak meliputi putusan gugatan danputusan peninjauan kembali yan g menyebabkan bertambahnya
jumlah pajak yang masih harus dibayar. Hal ini berlaku bukan hanyauntuk Pajak Peng hasilan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak
Penjualan atas Barang Mewah, tetapi termasuk pula Pajak Bumi
dan Bangunan, Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan, BeaMasuk, Cukai, dan pajak daerah. Dengan demikian, dasar penagihan pajak yang terdapat dalam UU KUP adalah:
1. surat tagihan pajak;
2. surat ketetapan pajak kur ang bayar;
3. surat kete tapan pajak kurang bayar tambahan; dan
4. surat kep utusan pernbetulan, surat keputusan keberatan,
putusan banding, pu tu san gugatan dan putusan peninjauankem bali yang menyebabkan bertambahnya jum lah pajak yangmasih harus dibayar.
Pembaruan Hukum Pajak
bidang perpajakan, keda luwarsa penagihan dihitung sejak
tan ggal penerbi tan surat perintah penyidikan tindak pidanadi bidang perpajakan .
Ketentuan mengenai kedaluwarsaan hak negara untuk rnelaku
kan penagihan pajak, bunga, denda, kenaikan, dan biaya penagihanpajak bersifat final. Dalam arti, penagihan pajak yang dilakukan
oleh pejabat pajak tidak boleh dikompromikan dengan cara lainkepada wajib pajak atau penanggung pajak, kecuali ada ketentuanyang membenarkan sebagaimana yang terdapat dalam peraturan
perundang-undangan perpajakan. Sekalipun ada pengecualiandalam rangka penagihan pajak, bukan merupakan kompromi pajakyang dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara.
Kompromi pajak merupakan bagian dari penghindaran pajak yangbertentangan dengan hukum pajak sehingga yang melakukan dapatdikenakan sanksi hukum yang terdapat dalam peraturan perundangan-undangan yang berlaku.
B. Dasar Penagihan Pajak
Penagihan pajak yang dilakukan oleh pejab at pajak wajibdidasarkan pada suatu ketentuan pembenaran bahwa penagihan
pajak merupakan perbuatan hukum yang tidak bertentangan denganhukum pajak .]ika perbuatan hukum yang dilakukan tidak memiliki
dasar yang sah, berarti telah terjadi perbuatan yang bertentangandengan hukum pajak. Oleh karena itu, Undang-undang Pajak
senantiasa memuat ketentuan yang memberikan pembenaran
perbuatan hukum yang dilakukan oleh pejabat pajak kepada wajibpajak . Pembenaran terhadap perbuatan hukum yang dilakukan olehpejab at pajak dalam rangka melakukan penagihan pajak tidak boleh .
meny impang atau bertentangan dari ketentuan ten tang "dasarpenagihan pajak. "
BAB 10: Penagihan Pajak 193
Dasar penagihan Pajak Bumi dan Bangunan berbeda den gandasar pen agihan Pajak Penghasi lan, Pajak Pertambahan Nilai dan
Pajak Penju alan atas Barang Mewah. Dasar penagihan Pajak Bumidan Bangunan diatur pada Pasal 12 UU PBB bahwa surat pernberitahuan pajak terutang, surat ketetapan pajak, dan surat tagihan
pajak merupakan dasar penagihan pajak. Berdasarkan ketentuantersebut, dasar penagihan Pajak Bumi dan Bangunan, meliputi:
1. surat pemberitahuan pajak terutang;
2. surat ketetapan pajak;
3. surat tagihan pajak.
Surat keputusan pembetulan, surat keputusan keberatan, dan
putusan banding, yang menyebabkan bertambahnya jumlah pajakyang harus dibayar tid ak termasuk das ar penagihan Pajak Bumi
dan Bangunan. Dasar penagihan Pajak Bumi dan Bangunan tersebutperlu ditinjau kembali dan m emasukkan surat keputusan
pembetulan, surat keputusan keberatan, putusan banding, putusangugatan, dan putusan peninjauan kembali yang menyebabkan
bertambahnya jumlah Pajak Bumi dan Bangunan yang harus dibayardijadikan pula dasar penagihan Pajak Bumi dan Bangunan karenaketi ga dasar penagihan Pajak Bumi dan Bangunan tidak dapat
mengikuti perkemban gan dan kemajuan wajib Pajak Bumi dan
Bangunan dan bahkan tidak menjangkau masalah hukum yangterkait den gan penagihan Pajak Bumi dan Bangunan. Misalnya,
wajib Pajak Bumi dan Bangunan menerima surat keputusan
keberatan yang menyebabkan bertambahnya jumlah Pajak Bumidan Bangunan yang harus dibayar, tetapi karena hal ini tidak
termasuk sebag ai dasar penagihan Pajak Bumi dan Bangunan. WajibPajak Bumi dan Bangunan tidak memil iki kewajiban untukmembayar tambahan Pajak Bumi dan Bangu nan yang terutang
berdasarkan surat keputusan keberatan termaksud.
Tidak dimasukkannya surat kepu tusan pembetulan, suratkepu tusan keberatan, putusan ban ding, putusan gugatan, danputusan peninja uan kembali yang menyebabkan bertambahnya
jumlah Pajak Bumi dan Bangunan yan g harus dibayar, berartipejabat pajak membatasai diri untuk melakukan penagihan Pajak
Bumi dan Bangunan yang terutang. Dalam arti, UU PBBrnernerlukan perubahan sangat mendasar untuk mengikuti perkembangandan mengantipasi ke depan masalah Pajak Bumi dan Bangunan
yang setiap saat boleh saja muncul ke permukaan karena terdapatindikasi bahwa Wajib Pajak Bumi dan Bangunan lebih rnenginginkan pelunasan Pajak Bumi dan Bangunan yang terutang setelah
melalui Lembaga Peradilan Pajak.
Dasar penagihan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunansebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) UU BPHTBadalah
surat ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan BangunanKurang Bayar, surat ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah danBangunan Kurang Bayar Tambahan, surat tagih an Bea PerolehanHak atas Tanah dan Bangunan, dan surat keputusan pembetulan,
surat keputusan keberatan, putusan banding yang menyebabkanbertambahnya jumlah pajak yang harus dibayar. Berdasarkanketentuan tersebut, dasar penagihan Bea Perolehan Hak atas Tanah
dan Bangunan meliputi:
1. surat ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan
kurang bayar;
2. surat ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan
kurang bayar tambahan;
3. surat tagihan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan;
atau
4. surat keputusan pembetulan, surat keputusan keberatan,putusan banding yang menyebabkan bertambahnya jumlah BeaPerolehan Hak atas Tanah dan Bangun an .
194 Pembaruan Hukum Pajak BAB 10: Penagihan Pajak 195
Putusan PengadiIan Pajak yang terkait dengan penyelesaiansengketa pajak dalam bentuk "gugatan" yang menambah jumlahpajak yang terutang bukan merupakan dasar penagihan BeaPerolehan Hak atas Tanah dan Bangunan . Begitu pula putusanpeninjauan kembali yang menyebabkan bertambahnya jumlah BeaPerolehan Hak atas Tanah dan Bangunan bukan pula merupakandasar penagihan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan. Halini perlu dimasukkan sebagai dasar penagihan Bea Perolehan Hakatas Tanah dan Bangunan karena terbuka peluang bagi Wajib BeaPerolehan Hak atas Tanah dan Bangunan untuk mengajukanpeninjauan kembali terhadap Putusan PengadiIan Pajak padaMahkamah Agung, apakah itu putusan banding atau putusanterhadap suatu gugatan yang menambah jurnlah pajak yang
terutang.
Lain halnya terhadap UU PDRD karena tidak ada satuketentuan yang mengatur secara tegas mengenai dasar penagihanpajak daerah. Akan tetapi, bila berpatokan pada Pasal 11 ayat (2)UU PDRD bahwa surat ketetapan pajak daerah , surat ketetapanpajak daerah kurang bayar, surat ketetapan pajak daerah kurangbayar tambahan, surat tagihan pajak daerah , dan surat keputusanpernbetulan, surat keputusan keberatan, putusan banding yangmenyebabkan bertambahnya jumIah pajakyang harus dibayar, wajibdibayar lunas dalarn jangka waktu satu bulan sejak tanggalditerbitkannya. Berdasarkan ketentuan tersebut, dasar penagihan
pajak daerah meliputi:
1. surat ketetapan pajak daerah;
2. surat ketetapan pajak daerah kurang bayar;
3. surat ketetapan pajak daerah kurang bayar tambah an;
4. surat tagihan pajak daerah; dan
5. Surat keputusan pernbetulan, surat keputusan keberatan,
putusan banding yang menyebabkan bertambahnya jumlahpajak daerah yang harus dibayar.
]ika mencermati dasar penagihan pajak daerah tersebut di atas,ternyata putusan Pengadilan Pajak yang terkait dengan gugatandan putusan peninjauan kembali yang menyebabkan bertambahnyajumIah pajak daerah yang harus dibayar bukan merupakan dasarpenagihan pajak daerah. Agar terdapat keseragaman sebagai satukesatuan yang tak terpisahkan, perlu dilakukanperubahan terhadapdasar penagihan pajak daerah yang terdapat pada Pasal11 ayat (2)UU PDRD. Perubahan tersebut memasukkan putusan gugatan danputusan peninjauan kembali yang menyebabkan bertambahnyajurnlah pajak yang harus dibayar adalah dasar penagihan pajakdaerah ke depan .
Penagihan pajak dengan menentukan jangka waktu satu bulansejak tanggal diterbitkan yang diberlakukan pada PajakPenghasilan,Pajak Perta!!1bahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah,dan pajak daerah, tidak mencerminkan perlindungan hukumkepada wajib pajak . Pelunasan bagi Pajak Penghasilan, PajakPertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, danpajak daerah yang terutang terhitung pada saat diterbitkan bukanpada saat sejak diterima dasar penagihan pajak oleh wajib pajakkarena boleh saja terjadi dasar penagihan Pajak Penghasilan, PajakPertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, danpajak daerah diterbitkan pada tanggal 01 Maret 2006, tetapi petugaspajak menyampaikan kepada wajib pajak pada tanggal 30 Maret2006. Hal ini menunjukkan bahwa ada kelalaian atau kesengajaandari petugas pajak agar wajib pajak tidak melunasi utang pajaknyadalam jangka waktu yang ditentukan berdasarkan dasar penagihanpajak tersebut sebab jangkawaktu yang telah ditentukan telah habisatau setidak-tidaknya sisa satu hari lagi sehingga tidak adapersiapan bagi wajib pajak membayar lunas jumlah pajak yangterutang tersebut.
196 Pembaruan Hukum PajakBAB 10: Penagihan Pajak 197
1. Surat Pemberitahuan Pajak Terutang
Tidak semua jenis pajak boleh ditagih dengan menggunakan
surat pemberitahuan pajak terutang. Surat pemberitahuan menurutPasal 1 angka 5 UU PBB adalah surat yang digunakan oleh
Direktorat [enderal,Pajak untuk memberitahukan besarnya pajak
terutang kepada wajib pajak. ]enis pajak yang ditagih denganmenggunakan surat pemberitahuan pajak terutang adalah PajakBumi dan Bangunan. Lain perkataan bahwa Pajak Penghasilan, PajakPertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, Bea
bentuk pengawasan terhadap pejabat pajak dalam rangka pelaksana
an penagihan pajak.
Tata cara penagihan secara biasa kepada wajib pajak oleh
pejabat pajak wajib berpedoman pada ketentuan yang tersedia
dalam hukum pajak. Dalam arti, hukum pajak telah menentukan
cara bagaimana pejabat pajak untuk bertindak agar wajib pajakmembayar lunas utang pajaknya tanpa ada un sur paksaan atau
tekanan yang dialami oleh wajib pajak mengingat penagihan secarabiasa bertujuan agar w~jib pajak memiliki kehendak atau kemauan
untuk membayar lunas pajaknya yang terutang sebelum dilakukanpenagihan dengan surat paksa.
Penagihan secara biasa dilakukan oleh pejabat pajak dengan
menggunakan instrumen hukum pajak sebagaimana yang terdapatdalam Undang-undang Pajak. Sarana hukum pajak yang terkaitdengan penagihan pajak secara biasa dapat berupa surat pemberitahuan pajak terutang, surat tagihan pajak, surat ketetapan pajak,
surat ketetapan pajak kurang bayar, surat ketetapan pajak kurangbayar tambahan. Dan surat keputusan pembetulan, surat keputusan
keberatan, putusan banding, putusan gugatan, atau putusanpeninjauan kembali yang menambah jumlah pajak terutang yang
harus dibayar.
198 Pembaruan Hukum Pajak
Sebaliknya, penagihan pajak dengan menentukan jangka waktusatu bulan sejak diterima oleh wajib pajak sangat memerhatikanperlindungan hukum kepada wajib pajak karena yang diperhitung
kan adalah pada saat wajib pajak menerima dasar penagihan pajakbukan pada saat atau tanggal diterbitkannya. Misalnya, surat
tagihan Pajak Bumi dan Bangunan diterbitkan oleh pejabat pajak
pada tanggal 01 Maret 2006, tetapi petugas pajak menyampaikankepada wajib pajak pada tanggal30 Maret 2006, maka yang menjadi
dasar perhitungan ada lah pada tanggal 30 Maret 2006, kemudian
diperhitungkan dengan jangka waktu satu bulan termaksud .Perlindungan hukum kepada wajib pajak yang terkait dengan dasar
penagihan pajak adalah dasar penagihan Pajak Bumi dan Bangunan
serta Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.
c. Penagihan secara BiasaPenagihan secara biasa adalah tindakan pejabat pajak kepada
wajib pajak karena tidak membayar lunas pajaknya yang terutang
tanpa paksaan secara nyata. Dalam arti pejabat pajak melakukanpenagihan secara biasa kepada wajib pajak saat telah memilikijumlah pajak yang terutang dan tidak terbayar lunas. Pelaksanaan
penagihan tersebut wajib berpedoman pada ketentuan yang menjadi
dasar penagihan pajak sebagaimana ditentukan dalam Undangundang Pajak. ]ika dalam pelaksanaannya terdapat pelanggaran
hukum pajak yang dilakukan oleh pejabat pajak karena kekeliruan
atau kesengajaan yang terdapat dalam surat ketetapan pajak kurang
bayar atau surat tagihan pajak boleh dipersengketakan melaluiLembaga Peradilan Pajak. Surat ketetapan pajak kurang bayar boleh
dipersengketakan keabsahannya pada Lembaga Keberatan dalambentuk keberatan, sedangkan surat tagihan pajak dapat diper
sengketakan keabsahannya pada Pengadilan Pajak dalam bentukgugatan . Pengajuan keberatan atau gugatan merupakan suatu
BAB 10: Penagihan Pajak 199
200 Pembaruan Hukum Pajak SAS 10: Penagihan Pajak 201
Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan, serta pajak daerah tidakrnengenal surat pernberitahuan pajak terutang sebagai dasarpenagihannya. Pajak Burni dan Bangunan yang terutang sebagairnana yang tercanturn dalam surat pernberitahuan pajak terutangdar i pejabat pajak yang berdasarkan data yang diperoleh dari suratpernberitahuan objek pajak yang dirnasukkan oleh wajib pajaksehubungan rnas ih ada carnpur tangan pejabat pajak dalampenentuan jurnlah Pajak Burni dan Bangunan yang terutang danwajib dibayar lu na s da lam jangka waktu enarn bulan sejakditerirnanya sura t pernberitahuan pajak terutang oleh wajib pajak.Carnpur tangan pejabat pajak untuk rnenentukan Pajak Burni danBangunan yang terutang karena UU PBB belurn rnenerapkan sistem
selfassessment.
Jika wajib pajak telah rnenerirna surat pernberitahuan pajakterutang dari petugas pajak, kewajibannya adalah rnernbayar lunasPajak Burni dan Bangunan yang terutang, baik secara rnenyicilrnaupun secara sekaligus sepanjang masih dalarn jangka waktu yangditentukan. Akan tetapi, bila jangka waktu telah terlarnpaui danwajib pajak belum pula rnernbayar lunas Pajak Burni dan Bangunanyang terutang, dikenakan sanksi adrninistrasi. Sebaliknya, wajibpajak yang beranggapan bahwa jurnlah Pajak Burni dan Bangunanyang terutang atau sanksi adrninistrasi tidak benar, wajib pajakberhak rnengaju kan keberatan terhadap surat pernberitahuan pajakterutang. Keberatan dari wajib pajak wajib diajukan kepada pejabatpajak dengan harus rnernerhatikan dan rnenaati syarat-syarat
pengajuan keberatan tersebut.
2. Surat Tagihan Pajak
Pejabat pajak berwenang rnenerbitkan surat tagihan pajakdalarn rangka penagihan pajak. Surat tagihan pajak adalah suratuntuk rnelakukan tagihan pajak dan atau sanksi adrninistrasi berupa
bunga dan atau denda. Surat tagihan pajak diterbitkan untukrnenagih pajak yang terutang dalarn kaitannya dengan PajakPenghasilan, Pajak Pertarnbahan Nilai dan Pajak Penjualan atasBarang Mewah, dan Pajak Bumi dan Bangunan yang terutang.Dernikian pula terhadap Bea Perolehan Hak atas Tanah danBangunan yang terutang ditagih dengan rnenggunakan SuratTagihan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan. Kernudian,terhadap pajak daerah, baik pajak daerah provinsi rnaupun pajakdaerah kabupaten/kota yang terutang ditagih dengan rnenggunakan surat tagihan pajak daerah.
Mengenai kapan saatnya pejabat pajak rnenerbitkan surattagihan pajak yang terkait dengan Pajak Penghasilan, PajakPertarnbahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah , SuratTagihan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan, atau surattagihan pajak daerah, tergantung dari Undang-undang Pajak yangbersangkutan karena tiap Undang-undang Pajak secara tegasmengatur tentang kapan saat diterbitkannya sehingga diketahuidan dipahami kalau ada perbedaan yang ditirnbulkannya. Hal iniperlu dikaji rnelalui hukurn pajak, agar perbedaan yang ditirnbulkandapat ditiadakan sehingga pada akhirnya rnerupakan satu kesatuanyang rnenciptakan keadilan bagi wajib pajak atau penanggung pajak.
Surat tagihan pajak diterbitkan oleh pejabat pajak untukrnenagih Pajak Penghasilan, Pajak Pertarnbahan Nilai dan PajakPenjualan atas Barang Mewah yang terutang apabila:
a. Pajak Penghasilan dalarn tahun berjalan tidak atau kurangdibayar;
b. dari hasil penelitian terdapat kekurangan pernbayaran pajaksebagai akibat salah tulis dan atau salah hitung;
c. wajib pajak dikenakan sanksi adrninistrsai berupa bunga danatau denda;
202 Pembaruan Hukum Pajak
d. pengusaha yang tidak dikukuhkan sebagai pengusaha kena
pajak, tetapi membuat faktur pajak;
e. pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai pengusaha kena
pajak, tetapi tidak membuat faktur pajak atau membuat faktur
pajak tetapi tidak tepat waktu;
f. pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai pengusaha kena
pajak yang tidak membuat faktur pajak secara lengkap
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) UU PPN,
selain;
1) identitas pembeli sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13
ayat (5) huruf b UU PPN; atau
2) identitas pembeli serta nama dan tanda tangan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal13 ayat (5) hurufb dan huruf g UU
PPN, dalam hal penyerahan dilakukan oleh pengusaha kena
pajak eceran;
g. Pengusaha kena pajak melaporkan faktur pajak tidak sesuai
dengan masa penerbitan faktur pajak;
h. Pengusaha kena pajak yang gagal berproduksi dan telah diberi
kan pengembalian pajak masukan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 9 ayat (6a) UU PPN.
Surat tagihan pajak yang telah diterima oleh wajib pajak terkait
dengan Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak
Penjualan atas Barang Mewah wajib dibayar lunas dalam jangka
waktu satu bulan sejak tanggal diterbitkan oleh pejabat pajak yang
bersangkutan. Bila jangka waktu itu telah terlampaui tetapi belum
juga dibayar lunas, Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai, '
dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang terutang ditambah
sanksi administrasi tersebut dapat ditagih dengan surat paksa.
Pajak Bumi dan Bangunan yang terutang ditambah dengan
sanksi administrasi berupa denda ditagih dengan menggunakan
BAB 10: Penagihan Pajak 203
surat tagihan pajak oleh pejabat pajak yang wajib dibayar lunas
selarnbat-lambatnya satu bulan sejak tanggal diterimanya surat
tagihan pajak oleh wajib Pajak Bumi dan Bangunan. Lain perkataan
bahwa surat tagihan pajak yang ada dalam UU PBB diterbitkan
oleh pejabat pajak apabila:
1. Pajak Bumi dan Bangunan tidak atau kurang dibayar; dan,2. Wajib Pajak Bumi dan Bangunan dikenakan sanksi adrninistrasi
berupa denda.
jumlah Pajak Bumi dan Bangunan yang terutang dalam surat
tagihan pajak wajib dibayar lunas selambat-lambatnya satu bulan
sejak tanggal diterimanya surat tagihan pajak oleh Wajib Pajak Bumi
dan Bangunan. Apabila jangka waktu tersebut telah terlampaui
tetapi belum juga terlunasi , Pajak Bumi dan Bangunan yang\
terutang dapat ditagih dengan surat paksa.
UU BPHTB tidak menggunakan istilah surat tagihan pajak
melainkan yang digunakan adalah surat tagihan Bea Perolehan Hak
at as Tanah dan Bangunan. Pasal 1 angka 4 UU BPHTB menegaskan
bahwa surat tagihan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan
adalah surat untuk melakukan tagihan pajak dan atau sariksi
administrasi berupa bunga dan atau denda. Surat tagihan Bea
Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan yang diterbitkan oleh
pejabat pajak tersebut sebagaimana dimaksud dalam Pasal13 ayat
(1) UU BPHTB apabila:
a. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan yang terutang
tidak atau kurang dibayar;
b. Darihasil pemeriksaan surat setoran Bea Perolehan Hak at as
Tanah dan Bangunan terdapat kekurangan pembayaran pajak
sebagai akibat salah tulis dan atau salah hitung;
c. Wajib Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan dikenakan
sanksi administrasi berupa bunga dan atau denda.
204 Pembaruan Hukum Pajak BAB 10: Penagihan Pajak 205
Surat tagihan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan
yang diterbitkan oleh pejabat pajak untuk menagih Bea Perolehan
Hak atas Tanah dan Bangunan yang terutang wajib dibayar lunas
dalam jangka waktu paling lama satu bulan sejak diterima oleh
wajib Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan. ]ika jangka
waktu tersebut terlampaui ternyata belum juga terbayar lunas, Bea
Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan yang terutang dapat
ditagih dengan surat paksa.
Dalam UU PDRD digunakan istilah surat tagihan pajak daerah
bukan surat tagihan pajak atau surat tagihan Bea Perolehan Hak
atas Tanah dan Bangunan sebagaimana lazimnya yang digunakan
untuk Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak
Penjualan atas Barang Mewah, Pajak Bumi dan Bangunan, serta
Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan. Akan tetapi, bila
dikaji melalui hukum pajak maka pada hakikatnya memiliki tujuan
yang sarna, yakni untuk menagih pajak dan atau sanksi administrasi
berupa bunga dan atau denda sebagaimana yang diatur dalam Pasal
1 angka 21 UU PDRD.
Pejabat pajak menerbitkan surat tagihan pajak daerah sebagai
mana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) UU PDRD, apabila:
a. pajak daerah dalam tahun berjalan tidak atau kurang dibayar;
b. dari hasil penelitian surat pemberitahuan pajak daerah ter
dapat kekurangan pembayaran pajak sebagai akibat salah tulis
dan atau salah hitung;
c. wajib pajak daerah dikenakan sanksi administrasi berupa
bunga dan atau denda.
]umlah pajak daerah yang terutang sebagaimana tercantum
dalam surat tagihan pajak daerah harus dilunasi daIam jangka waktu
paling lama satu bulan sejak tanggal diterbitkannya. ]ika jangka
waktu tersebut terlampaui, tetapi jumlah utang pajak daerah belum
juga terbayar lunas, dapat ditagih dengan surat paksa. Surat tagihan
pajak, surat tagihan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan,
dan surat tagihan pajak daerah, jika dikaji melalui hukum pajak,
ternyata memiliki fungsi yang sama sebagai dasar penagihan pajak.
Adapun fungsinya adalah untuk menagih jumlah pajak yang ter
utang dengan tambahan sanksi administrasi berupa bunga dan atau
denda.
3. Surat Ketetapan Pajak
Penagihan pajak yang terutang dengan menggunakan surat
ketetapan pajak hanya diperuntukkan bagi Pajak Bumi dan
Bangunan maupun pajak daerah. Surat ketetapan pajak ditujukan
pada Pajak Bumi dan Bangunan yang terutang diterbitkan oleh
pejabat pajak, sedangkan untuk pajak daerah yang terutang diguna
kan surat ketetapan pajak daerah yang diterbitkan oleh pejabat pajak
sebagai salah satu dasar penagihannya. Sementara itu, terhadap
Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan
atas Barang Mewah, serta Bea Perolehan Hak atas Tanah dan
Bangunan tidak mengenal surat ketetapan pajak sebagai dasar
penagihannya.
Pejabat pajak menerbitkan surat ketetapan pajak yang terkait
dengan Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 10 ayat (2) UU PBB, dalam hal-hal sebagai berikut.
a. Apabila surat pemberitahuan objek pajak tidak disampaikan
selambat-lambatnya tiga puluh hari setelah tanggal diterima
nya surat pemberitahuan objek pajak oleh subjek pajak dan
setelah ditegur secara tertulis tidak disampaikan sebagaimana
ditentukan dalam surat teguran.
b. Apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain
ternyata jumlah pajak yang terutang lebih besar dari jumlah
pajak yang dihitung berdasarkan surat pemberitahunan objek
pajak yang disampaikan oleh wajib pajak.
206 Pembaruan Hukum Pajak SAS 10: Penagihan Pajak 207
Pajak yang terutang dalam surat ketetapan pajak wajib dibayar
lunas selambat-larnbatnya satu bulan sejak tanggal diterimanya
surat ketetapan pajak oleh wajib pajak dan tidak dapat ditagih
dengan surat paksa karena menurut Pasal13 UU PBBhanya jumlah
pajak yang terutang dalam surat tagihan pajak yang tidak dibayar
pada waktunya dapat ditagih dengan surat paksa. Seyogianya jumlah
Pajak Bumi dan Bangunan yang terutang dalam surat ketetapan
pajak boleh ditagih dengan surat paksa untuk mencegah agar wajib
Pajak Bumi dan Bangunan tidak melakukan penghindaran pajak,
baik untuk sementara waktu maupun untuk jangka waktu yang
lama.
Terhadap pajak daerah terdapat ketentuan bahwa pajak daerah
dipungut berdasarkan penetapan pejabat pajak atau dibayar sendiri
oleh wajib pajak. Kemudian, wajib pajak memenuhi kewajiban pajak
yang dipungut dengan menggunakan surat ketetapan pajak daerah
atau dokumen lainnya yang dipersamakan. Tata cara penerbitan
surat ketetapan pajak daerah diatur dengan keputusan Kepala ,
Daerah selaku pejabat pajak. Surat ketetapan pajak Daerah yang
menyebabkan jumlah Pajak Daerah yang harus dibayar bertambah
wajib dibayar lunas dalam jangka waktu paling lama satu bulan
sejak tanggal diterbitkannya. Pajak daerah yang terutang dan
tercantum dalam surat ketetapan pajak daerah yang tidak dibayar
lunas dalam jangka waktu yang ditentukan, dapat ditagih dengan
surat paksa.
Surat ketetapan pajak sebagai salah satu dasar penagihan pajak,
baik dalam Pajak Bumi dan Bangunan maupun pajak daerah
memiliki perbedaan secara prinsipil. Perbedaannya adalah surat
ketetapan pajak untuk Pajak Bumi dan Bangunan tidak dapat ditagih
dengan surat paksa, sedangkan surat ketetapan pajak daerah boleh
ditagih dengan surat paksa. Dengan demikian, tidak selamanya
surat ketetapan pajak sebagai dasar penagihan pajak dapat ditagih
dengan surat paksa karena Pajak Bumi dan Bangunan yang terutang
dan tercantum dalam surat ketetapan pajak tidak ditagih dengansurat paksa.
4. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar
Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Pen
jualan atas Barang Mewah, Bea Perolehan Hak at as Tanah dan
Bangunan, serta pajak daerah yang terutang ditagih dengan
menggunakan surat ketetapan pajak kurang bayar, kecuali terhadap
Pajak Bumi dan Bangunan yang terutang. Surat ketetapan pajak
kurang bayar adalah surat ketetapan pajak yang menentukan
besarnya jumlah pokok pajak, jumlah kredit pajak, jumlah
kekurangan pembayaran pokok pajak, besarnya sanksi administrasi,
dan jumlah yang masih harus dibayar. Pejabat pajak berwenang
menerbitkan surat ketetapan pajak kurang bayar dalam jangkawaktu lima tahun sesudah saat terutangnya pajak, atau berakhirnya
masa pajak, bagian tahun pajak atau tahun pajak, dalam hal-halapabila:
a. berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain pajak yangterutang tidak atau kurang dibayar:
b. surat pemberitahuan tidak disampaikan dalam jangka waktu
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) dan setelah
ditegur secara tertulis tidak disampaikan pada waktunya
sebagaimana ditentukan dalam surat teguran;
c. berdasarkan hasil pemeriksaan mengenai Pajak Pertambahan
Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah ternyata tidak
seharusnya dikompesasikan selisih lebih pajak atau tidakseharusnya dikenakan tarif nol persen;
d. kewajiban untuk mengadakan pembukuan atau pencatatan
tidak dipenuhi sehingga tidak dapat diketahui besarnya pajakyang terutang;
208 Pembaruan Hukum PajakBAB 10: Penagihan Pajak 209
e. kepada wajib pajak diterbitkan nomor pokok wajib pajak dan
atau dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak secara jabatan.
]ika jangka waktu lima tahun telah lewat tidak berarti bahwa
pejabat pajak tidak berwenang lagi menerbitkan surat ketetapan
pajak kurang bayar. Kewenangan menerbitkan surat ketetapan pajakkurang bayar masih dibolehkan dalam hal wajib pajak seteIah jangka
waktu tersebut dipidana karena melakukan tindak pidana di bidang
perpajakan atau tindak pidana lainnya. Tindak pidana yang dilakukan oleh wajib pajak tersebut menimbulkan kerugian pada pen
dapatan negara berdasarkan putusan pengadiIan yang telahmempunyai kekuatan hukum tetap. Tata cara penerbitan surat
ketetapan pajak kurang bayar menurut Pasal 13 ayat (6) UU KUPdiatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan. Hal
ini berarti bahwa Menteri Keuangan memperoleh wewenangberdasarkan pendelegasian dari UU KUP untuk mengatur tata cara
penerbitan surat ketetapan pajak kurang bayar. Oleh karena itu,pejabat pajak tidak boleh melanggar atau menyimpang dari tatacara penerbitan surat ketetapan pajak kurang bayar tersebut.
Pajak Pengh asiIan, Pajak Pertambahan Nilai, dan Pajak Pen
jualan atas Barang Mewah yang terutang sebagaimana tercantum
dalam surat ketetapan pajak kurang bayar wajib dibayar lunas dalamjangka waktu satu bulan sejak tanggal diterbitkannya. ApabiIa
jangka waktu tersebut telah terIampaui ternyata Pajak PenghasiIan,
Pajak Pertambahan NiIai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah
yang terutang, tetapi ternyata belum terbayar lunas maka penagi
hannya dilakukan dengan surat paksa.
UU BPHTB menggunakan surat ketetapan Bea Perolehan Hak '
atas Tanah dan Bangunan kurang bayar, bukan suratketetapan pajak
kurang bayar. Pada hakikatnya, surat ketetapan Bea Perolehan Hakatas Tanah dan Bangunan kurang bayar dengan surat ketetapanpajak kurang bayar adalah sama dari aspek hukum pajak. Pengertian
surat ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan kurang
bayar menurut Pasal1 angka 5 UU BPHTB,adalah surat keputusan
yang menentukan besarnya jumlah pajak yang terutang, jumlahkekurangan pembayaran pokok pajak, besarnya sanksi administrasi,
dan jumlah yang masih harus dibayar. Kalau dikaji melalui hukum
pajak, ternyata bahwa surat ketetapan pajak kurang bayar dengansurat ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan kurang
bayar memiIiki fungsi yang sama, yakni untuk menagih utang pajak
yang tidak atau kurang dibayar oleh wajib pajak.
Kapan suatu surat ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanahdan Bangunan kurang bayar dite rbitkan oleh pejabat pajak. Menurut
ketentuan pada Pasal 11 ayat (1) UU BPHTB, dalam jangka waktulima tahun sesudah saat terutangnya pajak, Direktur]enderal Pajak
dapat menerbitkan surat ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah
dan Bangunan kurang bayar apabila berdasarkan hasiI pemeriksaanatau keterangan lain ternyata jumlah pajak yang terutang kurang
dibayar. Berdasarkan Pasal 11 ayat (1) UU BPHTB, pejabat pajakmenerbitkan surat ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan
Bangunan kurang bayar dalam jangka waktu lima tahun sesudahsaat terutangnya Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan,
apabiIa berdasarkan:
a. hasiI pemeriksaan ternyata jumlah Bea Perolehan Hak atas
Tanah dan Bangunan yang terutang kurang dibayar; atau
b. keterangan lain ternyata jumlah Bea Perolehan Hak atas Tanah
dan Bangunan yang terutang kurang dibayar.
Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan yang terutang
sebagaimana yang tercantum dalam surat ketetapan Bea PerolehanHak atas Tanah dan Bangunan wajib dibayar lunas dalam jangka
waktu paling lama satu bulan sejak diterima oleh Wajib Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.]ika jangka waktu tersebut telahterIampaui, tetapi ternyata belum terbayar lunas, Bea Perolehan
Hak atas Tanah dan Bangunan yang terutang dapat ditagih dengansurat paksa.
Pejabat pajak berwenang menerbitkan surat ketetapan pajak
daerah kurang bayar untuk menagih pajak daerah yang terutang.Surat ketetapan pajak daerah kurang bayar menurut Pasal 1 angka
17 UU PDRD adalah surat ketetapan pajak yang menentukan besar
nya jumlah pokok pajak, jumlah kredit pajak, jumlah kekuranganpembayaran pokok pajak, besarnya sanksi administrasi, dan jumlah
yang masih harus dibayar. Kapan surat ketetapan pajak daerah
kurang bayar diterbitkan oleh pejabat pajak menurut Pasal 9 ayat(1) huruf a UU PDRD, dalam jangka waktu lima tahun sesudahsaat terutangnya pajak, kepala daerah dapat menerbitkan surat
ketetapan pajak daerah kurang bayar apabila:
a. berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain, pajak yangterutang tidak atau kurang dibayar;
b. surat pemberitahuan pajak daerah telah disampaikan kepada
kepala daerah dalam jangka waktu tertentu dan setelah ditegursecara tertulis;
c. kewajiban mengisi surat pemberitahuan pajak daerah tidak
dipenuhi, pajak yang terutang dihitung secara jabatan.
Pajak daerah yang terutang sebagaimana tercantum dalam
surat ketetapan pajak daerah kurang bayar, wajib dibayar lunasdalam jangka waktu paling lama satu bulan sejak tanggal diterbit
kannya. Apabila jangka waktu tersebut telah terlampaui, tetapi
ternyata belum terbayar lunas, pajak daerah yang terutang dapat
ditagih dengan surat paksa.
Pajak Bumi dan Bangunan tidak menggunakan surat ketetapan
pajak kurang bayar sebagai dasar penagihannya. Agar tidak terjadikekosongan hukum atau kevakuman hukum terhadap penagihanPajak Bumi dan Bangunan, seyogianya Pajak Bumi dan Bangunan
211210 Pembaruan Hukum Pajak BAB 10: Penagihan Pajak
menggunakan surat ketetapan pajak kurang bayar sebagai dasarpenagihan Pajak Bumi dan Bangunan. Hal ini, bertujuan untuk
menselaraskan Pajak Bumi dan Bangunan dengan Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang
Mewah, Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan, serta pajak
daerah.
5. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan
Pejabat pajak berwenang menerbitkan surat ketetapan pajak
kurang bayar tambahan jika telah dilakukan penagihan pajak
berdasarkan surat ketetapan pajak kurang bayar. Sebenarnya tidakada penagihan pajak melalui surat ketetapan pajak kurang bayar
tambahan tanpa didahului penagihan pajak dengan surat ketetapan
pajak kurang bayar. Surat ketetapan pajak kurang bayar tambahanadalah surat ketetapan pajak yang menentukan tambahan atas
jumlah pajak yang telah ditetapkan. Surat ketetapan pajak kurangbayar tambahan diterbitkan tatkala terdapat tambahan PajakPenghasilan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atasBarang Mewah yang terutang, sebelumnya tidak tercantum dalam
surat ketetapan pajak kurang bayar.
Surat ketetapan pajak kurang bayar tambahan diterbitkan oleh
pejabat pajak dalam jangka waktu lima tahun sesudah saat pajak
terutang, berakhirnya masa pajak, bagian tahun pajak atau tahun
pajak, bila ditemukan data baru dan atau data yang semula belumterungkap yang mengakibatkan penambahan jumlah pajak yang
terutang. Lain perkataan bahwa walaupun ditemukan data barudan atau data yang semula belum terungkap dalam pemeriksaan,
tetapi data tersebut tidak mengakibatkan penambahan jumlah pajakyang terutang, berarti pejabat pajak yang tidak berwenang menerbitkan surat ketetapan pajak kurang bayar tambahan sebab yangmenjadi persyaratan untuk diterbitkan surat ketetapan pajak kurang
bayar tambahan adalah bukan hanya ditemukan data baru dan atau
data yang belum terungkap, tetapi terjadi pula penambahan utang
pajak. Berarti harus ada hubungan kausal antara sebab dan akibatdari data baru yang ditemukan dan atau data yang belum terungkap
dengan penambahan jumlah pajak yang terutang.
Apabila jangka waktu lima tahun sesudah saat pajak terutang,
berakhirnya masa pajak, bagian tahun pajak atau tahun pajak, biladitemukan data baru dan atau data yang semula belum terungkap
yang mengakibatkan penambahan jumlah pajak yang terutang telah
lewat, pejabat pajak masih berwenang menerbitkan surat ketetapanpajak kurang bayar tambahan bila memenuhi persyaratan yang
ditentukan. Adapun persyaratan yang dimaksud adalah dalam hal
wajib pajak setelah jangka waktu lima tahun tersebut dipidana
karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan atau tindakpidana lainnya. Tindak pidana yang dilakukan oleh wajib pajak
menimbulkan kerugian pada pendapatan negara berdasarkan
putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.
Tata cara penerbitan surat ketetapan pajak kurang bayar tarnbahan diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
Hal ini berarti bahwa Menteri Keuangan memperoleh wewenangberdasarkan pendelegasian dari UU KUP untuk mengatur rata cara
penerbitan surat ketetapan pajak kurang bayar tambahan. Olehkarena itu, pejabat pajak tidak boleh melanggar atau menyimpang
dari tata cara penerbitan surat ketetapan pajak kurang bayartambahan tersebut.
Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang terutang sebagaimana yang ,
tercantum dalam surat ketetapan pajak kurang bayar tambahan
wajib dibayar lunas dalam jangka waktu satu bulan sejak tanggalditerbitkan. Apabila jangka waktu tersebut telah terlampaui, tetapiternyata Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak
Penjualan atas Barang Mewah yang terutang tidak terlunasi maka
penagihannya dapat dilakukan dengan surat paksa.
UU BPHTB tidak menggunakan surat ketetapan pajak kurangbayar tambahan, melainkan yang digunakan adalah surat ketetapan
Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan kurang bayartambahan. Menurut ketentuan Pasal 1 angka 6 UU BPHTB, surat
ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan kurangbayar tambahan adalah surat keputusan yang menentukan
tambahan atas jumlah pajak telah ditetapkan. Kalau dikaji
berdasarkan hukum pajak, ternyata antara surat ketetapan pajakkurang bayar tambahan dengan surat ketetapan Bea Perolehan Hakatas Tanah dan Bangunan kurang bayar tambahan mempunyai
fungsi yang sarna, yakni sebagai dasar untuk menagih tambahan
pajak yang terutang.
Kapan saatnya surat ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah
dan Bangunan kurang bayar tambahan diterbitkan oleh pejabat
pajak. Menurut ketentuan pada Pasal12 ayat (1) UU BPHTB, dalamjangka waktu lima tahun sesudah saat terutangnya pajak Direktur[enderal Pajak dapat menerbitkan surat ketetapan Bea Perolehan
Hak atas Tanah dan Bangunan kurang bayar tambahan apabila
ditemukan data baru dan atau data yang semula belurn terungkap
yang menyebabkan penambahan jumlah pajak yang terutang setelahditerbitkan surat ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan
Bangunan kurang bayar. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan
Bangunan yang terutang sebagaimana tercantum dalam surat
ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan kurangbayar tambahan wajib dibayar lunas dalam jangka waktu paling
lama satu bulan sejak diterima oleh Wajib Bea Perolehan Hak atasTanah dan Bangunan. Apabila jangka waktu tersebut telah
terlampaui, tetapi ternyata Bea Perolehan Hak at as Tanah danBangunan yang terutang tidak terlunasi, penagihannya dapatdilakukan dengan surat paksa.
212 Pembaruan Hukum Pajak SAS 10: Penagihan Pajak 213
214 Pembaruan Hukum Pajak SAS 10: Penagihan Pajak 215
Dalam UU PDRD digunakan isti lah yang hampir sama dengan
istilah yang digunakan dalam UU KUp,yakni surat ketetapan pajakdaerah kurang bayar tambahan. Surat ketetapan pajak daerah
kurang bayar tambahan menurut Pasal 1 angka 18 UU PDRD adalahsurat ketetapan pajak yang menentukan tambahan atas jumlah pajak
yang telah ditetapkan. Surat kete tapan pajak daerah kurang bayartambahan diterbitkan oleh pejabat pajak un tuk menagih pajakdaerah yang terutang, baik pajak daerah provinsi maupun pajak
daerah kabupaten/kota.
Kapan saatnya pejabat pajak menerbitkan sura t ketetapan pajakdaerah kurang bayar tambahan? Menurut ketentuan pada Pasal 9ayat (1) hurufb UU PDRD, dalam jangka waktu lima tahun sesudah
saat terutangnya pajak, kepala daerah dapat menerbitkan suratketetapan pajak daerah kurang bayar tambahan apabila ditemukandata baru dan atau data yang belum terungkap yang menyebabkan
penambahan jumlah pajak yang terutang. Pajak daerah yangterutang sebagaimana yang tercantum dalam surat ketetapan pajak J
daerah kurang bayar tambahan wajib dibayar lunas dalam jangkawaktu paling lama satu bulan sejak tanggal diterbitkannya. Apabila
jangka waktu tersebut telah terlampaui, tetapi ternyata pajakdaerah yang terutang tidak terlunasi, penagihannya dapat dilaku
kan dengan surat paksa.
Pajak Bumi dan Bangunan tidak menggunakan surat ketetapan
pajak kurang bayar tambahan sebagai dasar penagihannya. Agar
tidak terjadi kekosongan hukum atau kevakuman hukum terhadap
penagihan Pajak Bumi dan Bangunan, seyogianya Pajak Bumi danBangunan menggunakan surat ketetapan pajak kurang bayartambahan sebagai dasar penagihan Pajak Bumi dan Bangunan. Hal
ini bertujuan untuk menyelaraskan Pajak Bumi dan Bangunandengan Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai dan PajakPenjualan atas Barang Mewah, Bea Perolehan Hak atas Tanah dan
Bangunan, serta pajak daerah.
6. Surat Keputusan Pembetulan
Dalam hukum pajak, surat keputusan pembetulan terdiri atassurat keputusan pembetul an yang tidak menyebabkan bertambah
nya jumlah pajak yang wajib dibayar dan surat keputusan pem
betulan yang menyebabkan bertambahnya jumlah pajak yang wajibdibayar. Surat keputusan pembetulan yang tidak menyebabkan
bertambahnya jumlah pajak yang wajib dibayar bukan merupakandasar penagihan pajak . Surat keputusan pembetulan yang menye
babkan bertamba hnya jumlah pajak yang wajib dibayar merupakandasar penagihan pajak. Termasuk dalam hal ini, adalah PajakPenghasilan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atasBarang Mewah, Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan, serta
pajak daerah. Khusus bagi Pajak Bumi dan Bangunan tidakmengenal surat keputusan pembetulan yang menyebabkan bertambahnya jumlah pajak yang wajib dibayar sebagai dasarpenagihannya.
Surat keputusan pembetulan adalah surat yang membetulkankesalahan tulis dan atau kesalahan hitung, yang terdapat dalamsurat ketetapan pajak, surat tagihan pajak, surat keputusan kebera
tan, Surat Keputusan Pengurangan Sanksi Administrasi, SuratKeputusan Penghapusan Sanksi Administrasi, Surat Keputusan
Pengurangan ketetapan pajak, Surat Keputusan Pembatalan
ketetapan pajak, Surat Keputusan Pengembalian PendahuluanKelebihan Pajak, atau Surat Keputusan Pemberian Imbalan Bunga.
Sementara itu, pengertian surat keputusan pembetulan menurut
Pasal 1 angka 10 UU BPHTB, adalah surat keputusan untukmembetulkan kesalahan tulis, kesalahan hitung dan atau kekeliruan
dalam penerapan peraturan perundang-undangan perpajakan yangterdapat dalam surat ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah danBangunan kurang bayar, surat ketetapan Bea Perolehan Hak atasTanah dan Bangunan kurang bayar tambahan, surat ketetapan Bea
BAB 10: Penagihan Pajak 217
Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan lebih bayar, atau suratketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan nihil yangdiajukan oleh wajib pajak. Kemudian, terhadap surat keputusanpembetulan, menurut Pasal 1 angka 22 UU PDRD, adalah suratkeputusan yang membetulkan kesalahan tulis, kesalahan hitungdan atau kekeliruan dalam penerapan ketentuan tertentu dalamperaturan perundang-undangan perpajakan daerah yang terdapatdalam surat ketetapan pajak daerah, surat ketetapan pajak daerahkurang bayar, surat ketetapan pajak daerah kurang bayar tambahan,surat ketetapan pajak daerah lebih bayar, surat ketetapan pajakdaerah nihil, atau surat tagihan pajak daerah.
Ketentuan tersebut di atas memiliki perbedaan secara prinsipilmengenai pengertian surat keputusan pembetulan. Sekalipunterdapat perbedaan secara prinsipil, tetap merupakan dasarpenagihan pajak, baik Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilaidan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, Bea Perolehan Hak atasTanah dan Bangunan, serta Pajak Daerah. Surat keputusan pembetulan yang menyebabkan bertambahnya jumlah Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas BarangMewah yang wajib dibayar lunas dalam jangka waktu satu bulansejak tanggal diterbitkan. Apabila jangka waktu tersebut telahterlampaui, tetapi ternyata tidak terbayar lunas, penagihannya dapatdilakukan dengan surat paksa. Sementara itu, bagi surat keputusanpembetulan yang menyebabkan bertambahnya jumlah BeaPerolehan Hak atas Tanah dan Bangunan yang wajib dibayar lunasdalam jangka waktu paling lama satu bulan sejak diterima olehWajib Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan. ]ika jangkawaktu itu telah terlampaui, tetapi ternyata tidak terbayar lunas,dapat ditagih dengan surat paksa. Surat keputusan pembetulanyang menyebabkan bertambahnya jumlah pajak daerah yang wajibdibayar maka pelunasannya dalam jangka waktu paling lama satubulan sejak tanggal diterbitkannya. Apabila jangka waktu tersebut
216 Pembaruan Hukum Pajak telah terlampaui, tet api ternyata tidak terbayar lunas, penagih annya
dapat dilakukan dengan surat paksa.
Pajak Bumi dan Bangunan tidak mengenal surat keputusanpembetulan yang menyebabkan bertambahnya jumlah pajak yangharus dibayar, sebagai dasar penagihannya. Agar tidak terjadikekosongan hukum atau kevakuman hukum terhadap penagihanPajak Bumi dan Bangunan, seyogianya Pajak Bumi dan Bangunanmengenal surat keputusan pembetulan yang menyebabk.anbertambahnya jumlah pajak yang harus dibayar sebagai dasarPenagihan Pajak Bumi dan Bangunan. Hal ini, bertujuan untukmenyelaraskan Pajak Bumi dan Bangunan dengan Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas BarangMewah, Bea Perolehan Hak ata s Tanah dan Bangunan, serta pajak
daerah.
7. Surat Keputusan Keberatan
Lembaga Keberatan yang menyelesaikan sengketa pajakberwenang menerbitkan surat kepu tusan keberatan. Surat keputusan keberatan adalah surat keputusan atas keberatan terhadap suratketetapan pajak atau terhadap pemotongan atau pemungutan pajakoleh pihak ketiga yang diajukan oleh wajib pajak . Pengertian suratketetapan pajak tersebut di atas meliputi surat ketetapan pajakkurang bayar, surat ketetapan pajak kurang bayar tambahan, suratketetapan pajak lebih bayar, dan surat ketetapan pajak nihil. Suratketetapan pajak tersebut diperuntukkan bagi Pajak Penghasilan,Pajak Pertambahan Nilai , dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
Sementara itu, surat keputusan keberatan menurut Pasal 1angka 11 UU BPHTB adalah surat keputusan atas keberatan terhadap surat ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunankurang bayar, surat ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah danBangunan kurang bayar tambahan, surat ketetapan Bea Perolehan
218 Pembaruan Hukum Pajak BAB 10: Penagihan Pajak 219
Hak atas Tanah dan Bangunan lebih bayar, atau surat ketetapan
Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan nihil yang diajukanoleh wajib pajak . Kemudian surat keputusan keberatan menurut
Pasal 1 angka 23 UU PDRD adalah surat keputusan atas keberatanterhadap surat ketetapan pajak daerah, surat ketetapan pajak daerahkurang bayar, surat ketetapan pajak daerah kurang bayar tambahan,
surat ketetapan pajak daerah lebih bayar, surat ketetapan pajakdaerah nihil, atau terhadap pemotongan atau pemungutan olehpihak ketiga yang diajukan oleh wajib pajak.
Ketentuan tersebut di atas memiIiki persamaan substansimengenai surat keputusan keberatan, kecuaIi pemotongan ataupemungutan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan oleh
pihak ketiga tidak terdapat dalam pengertian surat keputusankeberatan berdasarkan Pasal 1 angka 11 UU BPHTB. Walaupun
demikian, substansi pengertian surat keputusan keberatan tidak
menyimpang dari hakikat suatu keputusan Lembaga PeradilanPajak, khususnya Lembaga Keberatan yang memeriksa danmemutus sengketa pajak tersebut.
[enis surat keputusan keberatan yang diterbitkan oleh Lembaga
Keberatan sebagai konsekuensi memeriksa dan memutus sengketapajak, dapat berupa:
a. menerima sebagian atau seluruhnya;
b. menolak; atau
c. menambah jumlah pajak yang terutang.
Dari ketiga jenis keputusan Lembaga Keberatan tersebut diatas, sebagai dasar penagihan pajak adalah surat keputusankeberatan yang memiIiki diktum berupa menambah jumlah pajak
yang terutang. Sebaliknya, terhadap surat keputusan keberatan yangmemiIiki diktum berupa menerima sebagian atau seluruhnya, ataumenolak keberatan bukan merupakan dasar penagihan pajak. Dari
ketiga jenis surat keputusan keberatan yang boleh diterbitkan oleh
Lembaga Keberatan, ternyata bahwa surat keputusan keberatanyang menambah jumlah utang pajak memiliki kekhususan
tersendiri karena adanya penambahan jumlah pajak yang tercantumdalam surat keputusan keberatan yang wajib dibayar lunas.
Penambahan jumlah utang pajak wajib dibayar luhas dalam jangkawaktu paling lama satu bulan sejak tanggal diterbitkan atau diterima
oleh wajib pajak. Apabila jangka waktu tersebut telah terlampaui,tetapi ternyata tidak terbayar lunas, penagihannya dapat dilakukan
dengan surat paksa.
Pajak Bumi dan Bangunan tidak mengenal surat keputusankeberatan yang menyebabkan penambahan jumlah pajak yang wajibdibayar, sebagai dasar penagihannya. Agar tidak terjadi kekosonganhukum atau kevakuman hukum terhadap penagihan Pajak Bumidan Bangunan, seyogianya Pajak Bumi dan Bangunan mengenal
surat keputusan keberatan yang menyebabkan penambahan jumlahpajak yang wajib dibayar, sebagai dasar penagihan Pajak Bumi danBangunan. Hal ini bertujuan untuk menyelaraskan Pajak Bumi dan
Bangunan dengan Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai danPajak Penjualan atas Barang Mewah, Bea Perolehan Hak atas Tanahdan Bangunan, serta pajak daerah.
8. Putusan Banding
Bukan hanya surat keputusan keberatan yang menyebabkan
bertambahnya jumlah pajak yang wajib dibayar sebagai dasarpenagihan pajak, tetapi putusan banding merupakan pula dasar
penagihan pajak saat putusan itu memuat penambahan jumlahpajak yang wajib dibayar oleh wajib pajak. Maksud putusan bandingadalah putusan Lembaga Peradilan Pajak atas banding terhadap
surat keputusan keberatan yang diajukan oleh wajib pajak.Sementara itu, menurut Pasal 1 angka 12 UU BPHTB, putusan
banding adalah putusan Badan Penyelesaian Sengketa Pajak atas
banding terhadap surat keputusan keberatan yang diajukan olehwajib pajak. Kemudian, Pasal1 angka 24 UU PDRD adalah putusan
badan peradilan pajak atas banding terhadap surat keputusankeberatan yang diajukan oleh wajib pajak.
Ketentuan tersebut di atas memiliki substansi hukum yang
sama tentang pengertian putusan banding yang ditetapkan oleh
lembaga peradilan pajak, kecuali UU BPHTB masih menggunakanBadan Penyelesaian Sengketa Pajak sebagai Badan Peradilan Pajak.
Badan Penyelesaian Sengketa Pajak yang ditetapkan denganUndang-Undang Nomor 17 Tahun 1997 telah dicabut dan digantikan dengan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang
Pengadilan Pajak (UU PENJAK). Dengan demikian, BadanPenyelesaian Sengketa Pajak yang tercakup dalam pengertian
putusan banding sebagaimana dimaksud pada Pasal 1 angka 12UU BPHTB seyogianya diganti dengan Badan Peradilan Pajak ataulebih terfokus lagi digunakan Pengadilan Pajak.
Putusan banding sebagai salah satu putusan Pengadilan Pajak
merupakan jawaban atas surat keberatan yang diajukan oleh wajib
pajak kepada Pengadilan Pajak. Dikatakan demikian karena masihada putusan Pengadilan Pajak berupa putusan gugatan terhadap
surat gugatan yang diajukan oleh wajib pajak. Dengan demikian,
Putusan Pengadilan Pajak sebagai Lembaga Peradilan Pajak terdiri
atas putusan banding sebagai jawaban surat keberatan dan putusangugatan sebagai jawaban surat gugatan yang diajukan oleh wajib
pajak.
Jenis putusan Pengadilan Pajak sebagai Lembaga PeradilanPajak menurut Pasal 80 ayat (1) UU PENJAK, dapat berupa:
a. menolak;
b. mengabulkan sebagian atau seluruhnya;
c. menambah pajak yang harus dibayar;
d. tidak dapat diterima;
e. membetulkan kesalahan tulis dan atau kesalahan hitung; danatau
f. membatalkan.
Dari keenam jenis putusan Pengadilan Pajak tersebut di atas,terkait dengan putusan banding, putusan banding yang menambahpajak yang wajib dibayar adalah dasar penagihan pajak. Pajak yangdimaksud adalah Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai dan
Pajak Penjualan atas Barang Mewah, Bea Perolehan Hak atas Tanah
dan Bangunan, pajak daerah, serta bea masuk dan cukai . Hal iniperlu dicermati bahwa putusan banding maupun putusan gugatan,kedua-duanya merupakan putusan yang diterbitkan oleh Pengadilan .Pajak untuk menyelesaikan sengketa pajak sekalipun harus dilaku
kan perubahan secara mendasar terhadap dasar penagihan pajakyang diberlakukan pada masa mendatang.
Pajak Bumi dan Bangunan tidak mengenal putusan bandingyang menambah jumlah pajak yang harus dibayar sebagai dasarpenagihannya. Agar tidak terjadi kekosongan hukum atau kevaku
man hukum terhadap penagihan Pajak Bumi dan Bangunan,
seyogianya Pajak Bumi dan Bangunan mengenal pula putusan
banding yang menambah jumlah pajak yang wajib dibayar sebagai
dasar penagihan Pajak Bumi dan Bangunan. Hal ini bertujuan untuk
menyelaraskan Pajak Bumi dan Bangunan dengan Pajak Peng
hasilan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang
Mewah, Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan, pajak daerah,serta bea masuk dan cukai.
Penambahan utang pajak bagi Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana tercantum dalam putusan banding wajib dibayar lunas dalam
221BAB 10: Penagihan PajakPembaruan Hukum Pajak220
222 Pembaruan Hukum Pajak BAB 10: Penagihan Pajak 223
jangka waktu satu bulan sejak tanggal diterbitkan. Terhadappenambahan utang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunansebagaimana tercantum dalarn putusan banding wajib dibayar lunasdalam jangka waktu paling lama satu bulan sejak diterima olehwajib pajak. Apabila jangka waktu tersebut telah terlampaui, tetapibelurn terbayar lunas, penagihannya dapat dilakukan dengan surat
paksa.
9. Putusan Gugatan
Pengadilan Pajak tidak hanya menerbitkan putusan banding,tetapi menerbitkan pula putusan gugatan sebagai jawaban atas suratgugatan yang diajukan oleh wajib pajak atas gugatan terhadap surattagihan pajak atau surat paksa dan tindakan pelaksanaan surat paksaitu sendiri. Putusan gugatan terdiri dari putusan yang menyebabkanbertarnbahnya jurnlah pajak yang harus dibayar dan merupakandasar penagihan pajak . Sementara itu , terhadap putusan gugatanyang tidak rnenyebabkan bertambahnya jumlah pajak yang harusdibayar bukan rnerupakan dasar penagihan pajak. Pajak yang )dimaksud adalah Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai danPajak Penjualan atas Barang Mewah , Pajak Burni dan Bangunan,Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan, bea masuk dan cukai,
serta pajak daerah.
Putusan gugatan yang menyebabkan bertambahnya jumlah
pajak yang harus dibayar seyogianya dicantumkan dalarn UU KUPsehingga dapat mernayungi jenis pajak yang berlaku. Sebenarnyaputusan gugatan yang rnenyebabkan bertarnbahnya jumlah pajakyang harus dibayar rnerupakan koreksi terhadap jurnlah pajak yangtercantum dalarn surat tagihan pajak rnaupun dalam surat paksa. ,Penarnbahan jurnlah pajak yang harus dibayar bukan ditetapkan .oleh pejabat pajak, melainkan ditetapkan oleh Hakim Pengadilan
Pajak.
Putusan gugatan yang menyebabkan bertambahnya jumlahpajak yang harus dibayar, wajib dibayar lunas dalam jangka waktusatu bulan sejak diterima oleh yang dibebani kewajiban untuk itu .Hal ini bertujuan, di sarnping untuk memberikan kepastian hukumbahwa kapan kedaluwarsa pelunasannya, juga untuk mernberikankesempatan kepada yang dibebani kewajiban agar dapat membayarsecara menyicil dalarn jangka waktu tersebut. Sekalipun demikian,pihak yang dibebani kewajiban untuk membayar lunas jurnlah pajakyang terutang wajib mernatuhi jangka waktu yang telah ditentukan.
10. Putusan Peninjauan Kembali
Mahkamah Agung sebagai Lernbaga Peradilan yang melakukanpengawasan terhadap Pengadilan Pajak, berwenang memeriksa danrnernutus sengketa pajak yang diajukan peninjauan kembali olehpihak-pihak yang tidak puas atas Putusan Pengadilan Pajak, baikputusan banding rnaupun putusan gugatan. Putusan MahkamahAgung atas peninjauan kembali menurut Pasa174 Undang-UndangNomo r 5 Tahun 2004 tentang Mahkamah Agung (UU MA) terhadapputusan Pengadilan Pajak dapat berupa menolak atau mengabulkanpermohonan peninjauan kernbali. Dalam hal ini, Mahkamah Agungmenerbitkan putusan peninjauan kembali sebagai jawaban ataspermohonan peninjauan kembali terrnaksud.
Putusan peninjauan kernbali adalah putusan Mahkarnah Agungatas perrnohonan peninjauan kernbali yang diajukan oleh wajibpajak atau oleh pejabat pajak terhadap putusan banding atauputusan gugatan dari Pengadilan Pajak. Putusan peninjauan kernbaliyang rnenarnbah jurnlah pajak yang terutang rnerupakan dasarpenagihan pajak . Pajak yang dirnaksud adalah Pajak Penghasilan,Pajak Pertarnbahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah,Pajak Burni dan Bangunan, Bea Perolehan Hak atas Tanah danBangunan, bea rnasuk dan cukai , serta pajak daerah. Putusan
224 Pembaruan Hukum Pajak
keadaan yang "rnendesak" dan untuk menjaga kemungkinan terjadinya sesuatu yang akan mengakibat pajak yang terutang tidak dapatditagih, pejabat pajak diberi wewenang untuk menerbitkan suratperintah penagihan seketika dan sekaligus. Sebagaimana di
maklumi, bahwa salah satu tugas juru sita pajak adalah melaksanakan penagihan seketika dan sekaligus sampai tuntas.
Penagihan pajak yang dilakukan dengan cara penagihan
seketika dan sekaligus merupakan tindakan penagihan pajak yang
dilakukan oleh juru sita pajak kepada wajib pajak atau penanggungpajak tanpa menunggu jatuh tempo pembayaran yang meliputiseluruh utang pajak dari semua jenis pajak, masa pajak, atau tahunpajak. Sebelum dilakukan penagihan seketika dan sekaligus, terlebihdahulu juru sita pajak wajib dilengkapi surat perintah penagihan
seketika dan sekaligus dan diperlihatkan kepada wajib pajak ataupenanggung pajak yang dikenakan penagihan seketika dan sekaligustersebut. Tujuannya adalah agar penagihan seketika dan sekaligustidak diragukan keabsahannya dari aspek penerapan hukum pajak
karena setiap saat penagihan seketika dan sekaligus dapat dinyatakan batal demi hukum atau dapat dibatalkan karena tidak sesuai
ketentuan hukum pajak.
Pada hakikatnya, penagihan seketika dan sekaligus merupakan
pengecualian dari penagihan pajak secara biasa. Penagihan seketika
dan sekaligus boleh terjadi tanpa ada sarana hukum berupa penagihan pajak secara biasa. Atau sementara pejabat pajak menggunakan
sarana hukum berupa penagihan pajak secara biasa, kemudian
secara mendesak wajib pajak atau penanggung pajak dikenakanpenagihan seketika dan sekaligus sehingga tidak lagi menunggu
jatuh tempo pembayaran pajak. Hal ini tidak bertentangan ataumenyimpang dari ketentuan hukum pajak yang memberikan
peluang bagi pejabat pajak untuk rnelakukannya.
Dasar pertimbangan sehingga dilakukan penagihan seketikadan sekaligus tanpa menunggu tanggal jatuh tempo pembayaran
peninjauan kembali yang menyebabkan bertanbahnya jumlah pajakyang harus dibayar, wajib dibayar lunas dalam jangka waktu satu
bulan sejak tanggal diterima oleh yang dibebani kewajiban untukitu. ]angka waktu tersebut kiranya dapat digunakan untuk rnernbayar secara menyicil jumlah pajak yang terutang, tatkala tidak
mampu membayar lunas.
Untuk Pajak Bumi dan Bangunan, Bea Perolehan Hak atas
Tanah dan Bangunan, serta pajak daerah tidak termasuk sebagai
dasar penagihannya. Agar tidak terjadi kekosongan hukum ataukevakuman hukum terhadap penagihan Pajak Bumi dan Bangunan,Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan, serta pajak daerah,
maka seyogianya Pajak Bumi dan Bangunan, Bea Perolehan Hakatas Tanah dan Bangunan, serta pajak daerah mengenal putusan
peninjauan kembali yang menambah jumlah pajak yang harusdibayar sebagai dasar penagihannya. Hal ini, bertujuan untuk
menselaraskan Pajak Bumi dan Bangunan, Bea Perolehan Hak atasTanah dan Bangunan, serta pajak daerah dengan Pajak Penghasilan,Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
D. Penagihan Seketika clan Sekaligus
Pajak yang terutang, selain ditagih secara bias a, dapat pula
ditagih dengan cara penagihan seketika dan sekaligus sebagai sarana
hukum pajak yang boleh digunakan untuk melakukan penagihan
pajak dalam rangka pengamanan keuangan negara dari sektor pajakyang dilakukan oleh pejabat pajak dan dilaksanakan oleh juru sita
pajak. Penagihan pajak secara seketika dan sekaligus merupakan
tindakan penagihan pajak yang dilaksanakan oleh juru sita pajakkepada wajib pajak atau penanggung pajak tanpa menunggu tanggaljatuh tempo pembayaran yang meliputi seluruh utang pajak dan
semua jenis pajak, masa pajak, dan tahun pajak. Moeljo Hadi(2001 ;4) mengatakan bahwa jika terjadi suatu peristiwa atau
SAS 10: Penagihan Pajak 225
226 Pembaruan HukumPajak BAB 10: Penagihan Pajak 227
pajak yang dilakukan oleh pejabat pajak terhadap wajib pajak atau
penanggung pajak karena:
a. wajib pajak atau penanggung pajak akan meninggalkan
Indonesia untuk selama-lamanya atau berniat untuk itu;
b. wajib pajak atau penanggung pajak memindahtangankan
barang yang dimiliki atau yang dikuasai dalam rangka
menghentikan atau mengecilkan kegiatan perusahaan, atau
pekerjaan yang dilakukannya di Indonesia;
c. terdapat tanda-tanda bahwa wajib pajak atau penanggung pajak
akan membubarkan badan usahanya, atau menggabungkan
usahanya, atau memekarkan usahanya, atau memindah
tangankan perusahaan yang dimiliki atau yang dikuasainya,
atau melakukan perubahan bentuk lainnya;
d. badan usaha akan dibubarkan oleh negara; atau
e. terjadi penyitaan atas barang wajib pajak atau penanggung J
pajak oleh pihak ketiga atau terdapat tanda-tanda kepailitan.
Dalam kaitan ini, Moeljo Hadi (2001;42) mengemukakan
bahwa surat perintah dari penagihan seketika dan sekaligus diterbit-
kan sebelum penerbitan surat paksa. Logika hukum penagihan
seketika dan sekaligus tanpa menunggu tanggal jatuh tempo
pembayaran dimaksudkan ialah dalam rangka pengamanan
penerimaan negara di sektor pajak.
E. Penagihan secara Paksa
Wajib pajak atau penanggung pajak yang tidak membayar lunas
utang pajaknya (utang pajak meliputi pula sanksi administrasi
berupa bunga, denda, atau kenaikan dan ditambah biaya penagihan
pajak) walaupun telah diberikan surat teguran dan bahkan telah
dilakukan penagihan seketika dan sekaligus dapat dilakukan
penagihan secara paksa. Lain perkataan bahwa penagihan secara
paksa tidak dapat dilakukan terhadap wajib pajak atau penanggung
pajak kalau belum diberikan surat teguran atau dilaku kan penagihan
seketika dan sekaligus. Salah satu dari kedua hal tersebut merupa
kan syarat yang harus diperhatikan dan ditaati oleh pejabat pajak
dalam upaya melakukan penagihan secara paksa kepada wajib pajak
atau penanggung pajak. Dengan demikian, sahnya penagihan secara
paksa wajib didahului dengan surat teguran atau telah dilakukan
penagihan seketika dan sekaligus terh adap wajib pajak atau
penanggung pajak.
Penagihan secara paksa terdapat unsur yang bersifat memaksa
bagi wajib pajak atau penanggung pajak untuk membayar lunas
utang pajaknya. Un sur paksaan itu dimiliki oleh pejabat pajak dan
digunakan untuk memaksa wajib pajak atau penanggung pajak.
Un sur paksaan yang digunakan oleh pejabat pajak bukan rnerupa
kan suatu pelanggaran hukum, melainkan dibenarkan oleh hukum
pajak karena didasarkan atas perintah Undang-undang Pajak, yakni
UU PPDSP. Unsur paksaan yang dimaksud adalah paksaan yang
tercantum dalam surat paksa maupun paksaan pada saat pelaksana
an tindakan yang terkait dengan surat paksa dan dilaksanakan oleh
juru sita pajak dengan berpatokan pada UU PPDSP.
1. Surat Paksa
Pejabat pajak dapat memaksakan kehendaknya tanpa menyim
pang atau melanggar dari ketentuan-ketentuan penagihan pajak
dengan surat paksa agar wajibpajak atau penanggung pajak
membayar lunas utang pajaknya. Unsur paksaan yang dapat
digunakan oleh pejabat pajak adalah menerbitkan surat paksa
terhadap wajib pajak atau penanggung pajak yang tidak menaati
ketentuan-ketentuan dalam UU PPDSP. Surat paksa adalah surat
perintah membayar utang pajak dan biaya penagihan pajak.
Pengertian surat paksa tersebut tidak berbeda dengan pengertiansurat paksa sebagaimana yang diatur dalam Pasal 1 angka 12 UUPPDSP bahwa surat paksa adalah ketetapan pajak yang ditetapkanoleh pejabat pajak yang berisikan perintah kepada wajib pajakatau penanggung pajak untuk membayar lunas utang pajaknyadan biaya penagihan pajak dalam jangka waktu tertentu.
Terkait dengan ini, Rochmat Soemitro (1988;80-81) mengatakan bahwa surat paksa dalam hukum pajak adalah suatu ketetapanpajak tertulis dari pejabat pajak yang mempunyai titel executorial(art inya berkepala "Derni keadilan berdasarkan Ketuhanan YangMaha Esa") sehingga mempunyai kekua tan hukum yang samaseperti putusan hakim yang memiliki kekuatan hukum yang pasti(Bahasa Belanda = inkract van gewijsde, artinya tidak dapat ditentangatau dilawan lagi dengan cara hukum apa pun, tidak dapat diajukanbanding atau kasasih), yang mengandung perintah kepada wajibpajak atau penanggung pajak yang namanya tertulis dalam suratpaksa itu untuk membayar lunas pajak-pajak yang disebut dalamsurat paksa itu dalam jangka waktu yang ditentukan dalam suratpaksa itu, dengan ancaman sita apabila pembayaran ini tidakdilakukan. Dalam kaitan ini, Bohari (1995 ;92) mengemukakanbahwa surat paksa adalah surat perintah (ketetapan) yang dikeluarkan oleh instansi yang berwenang "atas nama keadilan" untukmembayar suatu jumlah pajak yang disebutkan dalam surat paksaitu dalam jangka waktu tertentu.
Sahnya secara hukum suatu surat paksa tatkala yang menerbitkan adalah pejabat pajak dengan berisikan hal-hal di antaranya:
a. nam a wajib pajak atau penanggung pajak;
b. nomor pokok wajib pajak atau penanggung pajak;
c. alamat wajib pajak atau penanggung pajak;
d. jenis pajak yang terutang;
e. tahun pajak;
f. jumlah pajak yang terutang ditambah dengan biaya penagihanpajak;
g. keterangan yang menjadi dasar penagihan pajak dan perintahmembayar; dan
h. ditandatangani dan diterbitkan oleh pejabat pajak.
Surat paksa diberitahukan oleh juru sita pajak dengan pernyata-,an dan penyerahan salinan surat paksa kepada wajib pajak atau'penanggung pajak . Pemberitahuan surat paksa dituangkan dalamberita acara yang sekurang-kurangnya memuat hari dan tanggalpemberitahuan surat paksa, nama juru sita pajak, nama yangmenerima, dan ternpat pemberitahuan surat paksa . Pemberitahuansurat paks a kepad a orang pribadi oleh juru sita pajak kepada:
a. wajib pajak atau penanggung pajak di tempat tinggal, tempatusaha, atau di tempat lain yang memungkinkan ;
b. orang dewasa yang bertempat tinggal bersama ataupun yangbekerja di tempat usaha wajib pajak atau penanggung pajakapabila wajib pajak atau penanggung pajak yang bersangkutantidak dapat dijumpai;
c. salah seorang ahli waris atau pelaksana wasiat atau yang mengurus harta peninggalannya apabila wajib pajak telah meninggaldunia dan harta warisan belum dibagi; atau
d. para ahli waris, apabila wajib pajak meninggal dunia dan hartawarisan telah terbagi.
]ika wajib pajak berstatus sebagai badan, surat paksa diberi tahukan oleh juru sita pajak kepada:
a. pengurus, kepala perwakilan, kepala cabang, penanggungjawab, pemilik modal, baik di tempat kedudukan badan yangbersangkutan, di tempat tinggal mereka maupun di tempatlain yang bersangkutan; atau
229BAB 10: Penagihan PajakPembaruan Hukum Pajak228
230 Pembaruan Hukum Pajak BAB 10: Penagihan Pajak 231
b. pegawai tetap di tempat kedudukan atau tempat usaha badanyang bersangkutan apabila juru sita pajak tidak dap at
menjumpai salah seorang sebagaimana dimaksud dalam angka
1 di atas .
Wajib pajak atau penanggung pajak yang telah diberikan surat
paksa secara sah menurut hukum pajak wajib membayar lunas
utang pajaknya sebagaimana yang tercantum dalam surat paksaitu. Pelunasan utang pajak tersebut ditambah dengan biaya
penagihan pajak wajib dibayar lunas dalam jangka waktu dua kali
dua puluh empat jam. Terhadap wajib pajak atau penanggung pajak
yang tidak ada kehendak untuk membayar lunas utang pajaknyadalam jangka waktu tersebut, pejabat pajak berwenang menerbitkan
surat perintah penyitaan atas barang-barang milik wajib pajak atau
penanggung pajak.
2. Penyitaan
Upaya yang bersifat memaksa dalam tindakan pelaksanaan
'surat paksa menurut hukum pajak adalah penyitaan. Penyitaanmenurut Pasal 1 angka 14 UU PPDSP adalah tindakan juru sita
pajak untuk menguasai barang penanggung pajak, guna dijad ikan
jaminan untuk melunasi utang pajak menurut peraturan perun
dang-undangan. Seyogianya pengertian penyitaan tidak hanya
mencantumkan penanggung pajak, tetapi juga wajib pajak sebagai
satu kesatuan yang bertanggung jawab atas pelunasan pajak yang
terutang. Penyitaan adalah tindakan juru sita pajak berdasarkan
tugas dari pejabat pajak untuk menguasai barang-barang milik wajibpajak atau penanggung pajak, guna dijadikan jaminan terhadap
utang pajak yang belum terbayar.
Penyitaan yang dilakukan oleh juru sita pajak wajib didasarkan
atas surat keputusan penyitaan yang diterbitkan oleh pejabat pajakyang berwenang untuk itu karena tanpa surat keputusan penyitaan
, berarti penyitaan yang dilakukan oleh juru sita pajak merupakan
suatu pelanggaran hukum pajak . Konsekuensinya bahwa penyitaan
yang dilakukan oleh juru sita pajak beradadalam konteks bataldemi hukurn, berarti dari semula. perbuatan itu dianggap tidak
pernah ada secara hukum. Akhirnya, pejabat pajak maupun juru
sita pajak wajib mempertanggungjawabkan, baik kepada atasanyang lebih tinggi dan bahkan di hadapan lembaga peradilan yangberwenang menyelesaikannya tatkala wajib pajak atau penanggung
pajak mengajukan masalahnya kepada lembaga peradilan tersebut.
Penyitaan dilaksanakan oleh juru sita pajak dengan disaksikanoleh sekurang-kurangnya dua orang yang telah dewasa, pendudukIndonesia, dikenal oleh juru sita pajak dan dapat dipercaya. Setiappenyitaan, juru sita pajak wajib membuat berita acara pelaksanaan
sita yang ditandatangani oleh juru sita pajak yang bersangkutan,wajib pajak atau penanggung pajak, dan saksi-saksi . Dalam hal wajibpajak atau penanggung pajak merupakan badan, berita acarapelaksanaan sita ditandatangani oleh pengurus, kepala perwakilan,
kepala cabang, penanggung jawab, pemilik modal atau pegawaitetap perusahaan tersebut.
Walaupun dalam penyitaan ternyata wajib pajak atau penanggung pajak tidak hadir, penyitaan tetap dapat dilaksanakan dengan
syarat bahwa seorang saksi berasal dari pem erintah daerah setern
pat. Dalam hal penyitaan dilaksanakan tidak dihadiri oleh wajibpajak atau penanggung pajak, berita acara pelaksanaan sita ditanda
tangani oleh juru sita pajak dan saksi-saksi. Berit a acara pelaksanaan
sita tetap mempunyai kekuatan hukum rnengikat, walaupun tidak
ditandatangani berita acara pelaksanaan sita oleh wajib pajak ataupenanggung pajak yang mengalami penyitaan. Salinan berita acarapelaksanaan sita dapat ditempelkan pada barang-barang bergerak
atau barang-barang tidak bergerak yang disita, atau di tempatbarang-barang bergerak maupun barang-barang tidak bergerak yangdisita dan atau di ternpat-tempat umum. Atas barang-barang yang
232 Pembaruan Hukum PajakBAB 10: Penagihan Pajak 233
dis ita boleh pula ditempel ata u diberi sege l sita oleh juru sita pajak
yang melaksanakan penyitaan.
Penyitaan dapat dilaksanakan terhadap milik wajib pajak atau
penanggung pajak yang berada di tempat tinggal, tempat usaha,
tempat kedudukan, atau di tempat lain, termasuk yang penguasaan
nya berada di tangan pihak lain atau yang dibebani dengan hak
tanggungan sebagai jaminan pelunasan utang tertentu berupa:
a. barang bergerak termasuk mobil, perhiasaan, uang tunai, dan
deposito berjangka, tabungan, saldo rekening koran, giro, atau
bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu, obligasi, saham,
atau surat berharga lainnya, dan piutang, penyertaan modal
pada perusahaan lain dan atau:
b. barang tidak bergerak termasuk tanah, bangunan, dan kapal
dengan isi kotor tertentu.
Penyitaan dilaksanakan sampai dengan nilai barang-barang
yang disita diperkirakan cukup untuk membayar lunas utang pajak J
yang mengalami tunggakan sehingga tidak terbayar lunas. Dalam
hal ini, juru sita pajak sangat berperan untuk menafsirkan nilai
harga dari barang-barang milik wajib pajak atau penanggung pajak
yang telah disita. Tatkala hasil penyitaan tidak cukup untuk mem
bayar lunas jumlah pajak yang terutang, tetap diperbolehkan untuk
melakukan penyitaan tambahan tanpa surat perintah penyitaan dari
pejabat pajak yang bersangkutan . Sekalipun juru sita pajak
diperbolehkan melakukan penyitaan tambahan, tetapi tidak boleh
melakukan pelanggaran hukum dalam melaksanakan penyitaan
tambahan tersebut. Penyitaan tambahan dapat dilaksanakan oleh
juru sita pajak, apabila:
a. nilai barang yang disita tidak cukup untuk melunasi utang
pajak dan biaya penagihah pajak; atau
b. hasillelang barang-barang yang telah disita tidak cukup untuk
melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak.
Barang-barang yang telah disi ta dapat dititipkan kepada wajib
pajak atau penanggung pajak, kecuali kalau juru sita pajak ber
pendapat lain bahwa barang-barang yang disi ta perlu disimpan di
kantor pejabat pajak, atau di tempat lain . jika barang-barang yang
disita dititipkan kepada wajib pajak atau penanggung pajak, wajib
pajak atau penanggung pajak tersebut dilarang:
a. memindahkan hak, memindahtangankan, rnenyewakan,
meminjamkan, atau merusak barang-barang yang telah disita;
b. membebani barang-barang yang telah disita dengan hak
jaminan untuk pelunasan utang tertentu:
c. membebani barang-barang bergerak yang telah disita dengan
fidusia atau diagunkan untuk pelunasan utang tertentu; danatau
d. merusak, mencabut, atau menghilangkan salinan berita acara
pelaksanaan sita atau segel sita yang telah ditempel padabarang-barang sitaan.
Sebaliknya, ada pula barang-barang bergerak milik wajib pajak
atau penanggung pajak yang tidak boleh disita karena dikecualikan
oleh UU PPDSP.Jika dilakukan penyitaan, maka penyitaan tersebut
dapat dibatalkan karena telah melanggar ketentuan-ketentuan yang
mengecualikan itu. Barang-barang bergerak milik wajib pajak atau
penanggung pajak yang dikecualikan dari penyitaan adalah:
1. pakaian dan tempat tidur beserta perlengkapannya yang
digunakan oleh wajib pajak, penanggung pajak, dan keluarga
yang menjadi tanggungan;
2. persediaan makanan dan minuman untuk keperluan satu bulan
beserta peralatan memasak yang berada di rumah;
3. perlengkapan wajib pajak atau penanggung pajak yang bersifat
dinas yang diperoleh dari negara;
3. Pencegahan
Pencegahan merupakan pula upaya paksa dalam tindakan
pelaksanaan surat paksa. Pence gahan me nur ut Pasal 1 angka 17UU PPDSP ada lah larangan yang bersi fat sementara terhadap
penanggung pajak tertentu untuk keluar dari wilayah negaraRepublik Indonesia berdasarkan alasan tertentu sesuai denganperaturan perundang-undangan yan g berIaku. Ketentuan inimengandung kekurangan karena tidak mencantumkan wajib pajaksebagai salah satu yang dapat dicegah untuk tidak keluar wilayah
4. buku-buku yang bertalian dengan jabatan atau pekerjaan wajib
pajak atau penanggung pajak dan alar-alar yang digunakanuntu k pendidikan, kebudayaan, dan keilmuan;
5. peralatan dalam keadaan jalan yang masih digunakan untukmelaksanakan pekerjaan dan usaha-usaha sehari-hari dengan
jumlah seluruhnya tidak lebih dari Rp20 .000 .000,00; atau
6. peralatan penyandang cacat yang digunakan oleh wajib pajakatau penanggung pajak dan keluarga yang menjadi tanggungannya.
Di samping barang-barang bergerak milik wajib pajak ataupenanggung pajak dikecualikan dari penyitaan, ada pula barang
barang yang tidak boleh disita karena telah disita oleh PengadilanNegeri atau instansi lain yang berwenang. Tindakan juru sita pajak
terhadap barang-barang yang telah disita tersebut adalah menyampaikan surat paksa kepad a Pengadilan Negeri atau instansi lain
yang berwenang tersebut. Pengadilan Negeri atau instansi lain yang
berwenang dapat menyatakan bahwa barang-barang yang telahdisita adalah sebagai jaminan pelunasan utang pajak dan biayapenagihan pajak sehingga pada akhirnya, ditentukan pembagian
hasil penj ualan barang-baran g yan g dimaksud berdasarkan
ketentuan hak mendahulu negara untuk tagihan pajak.
negara Repu blik Indonesia. Secara hu kum, wajib pajak ada lahpenanggung pajak, tetapi pe nanggung pajak bukan mer upakan
wajib pajak. Oleh karena it u, pengertian pencegahan adalahlarangan yang bersifat sementara terhadap wajib pajak atau penang gung pajak untuk keluar dari wilayah negara Republik Indonesia
berdasarkan alasan tertentu sesuai dengan peraturan perundang
undangan yang berlaku.
Pencegahan hanya boleh dilakukan terhadap wajib pajak atau
penanggung pajak yang memiliki jumlah utang pajak sekurang
kurangnya Rp100.000 .000 ,00 dan diragukan iktikad baiknya dalammembayar lunas utang pajak sebagaimana diatur dalam Pasal 29UU PPDSP. Kalau dikaji secara hukum, ternyata ada dua persyaratanyang harus dipenuhi agar pencegahan dapat dilakukan. Apabilahanya salah satu syarat yang terpenuhi, berarti pencegahan tidak
dapat dilakukan karena termasuk dalam pengertian perbuatanmelanggar hukum. Adapun kedua persyaratan untuk sahnya
pencegahan adalah:
a. memiliki jumlah utang pajak sekurang-kurangnya
Rp100 .000.000,00; dan
b. diragukan iktikad baiknya da lam membayar lunas utang
pajaknya.
[ika hanya salah satu unsur terpenuhi, pencegahan tidak boleh
dilakukan terhadap wajib pajak atau penanggung pajak karena Pasal29 UU PPDSP mensyaratkan bahwa kedua persyaratan tersebut
wajib terpenuhi kemudian dapat dilakukan pencegahan terhadap
wajib pajak atau penanggung pajak yang bersangkutan.
Di samping itu, pencegahan boleh dilakukan bila telah ada
keputusan pencegahan yang diterbitkan oleh Menteri at asperrriintaan pejabat pajak atau atasan pejabat pajak tersebut.Menteri yang dimaksud dalam hal ini adalah Menteri Keuanganyang berwenang menerbitkan keputusan pencegahan atas wajib
234 Pembaruan HukumPajakSAS 10: Penagihan Pajak 235
236 Pembaruan Hukum Pajak SAS 10: Penagihan Pajak 237
pajak atau penanggung pajak. Untuk sahnya keputusan pencegahanterhadap wajib pajak atau penanggung pajak, keputusan yang
diterbitkan oleh Menteri Keuangan memuat sekurang-kurangnya:
a. identitas wajib pajak atau penanggung pajak yang dikenakan
pencegahan;
b. alasan untuk melakukan pencegahan; dan
c. jangka waktu pencegahan.
]angka waktu pencegahan adalah paling lama enam bulan dan
dapat diperpanjang untuk selama-lamanya enam bulan. Per
panjangan jangka waktu tersebut bertujuan agar wajib pajak ataupenanggungpajak, secepatnya melunasi utang pajaknya agar
pencegahan yang sementara dijalani tidak diperpanjang lagi .Keputusan pencegahan disampaikan kepada wajib pajak atau
penanggung pajak yang dikenakan pencegahan, MenteriKehakiman, pejabat yang memohon pencegahan, atasan pejabat
yang bersangkutan, dan kepala daerah setempat. Ketentuan ini tidaksesuai dengan perkembangan yang ada karena Menteri Kehakiman
telah berubah menjadi Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia.Di samping itu, bukan hanya penanggung pajak, tetapi wajib pajak
harus pula dicantumkan dalam ketentuan tersebut.
Pencegahan terhadap wajib pajak atau penanggung pajak tidak
mengakibatkan hapusnya utang pajak dan terhentinya pelaksanaan
penagihan pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasa131 UU PPDSP.
Ketentuan ini sangat tepat keberadaannya pada masa kini dan
mendatang karena bertujuan agar wajib pajak atau penanggungpajak tidak beranggapan kalau telah dilakukan pencegahan berarti
utang pajak tidak ada lagi. Lain perkataan bahwa pencegahan tidakmenghapus utang pajak, melainkan sebagai paksaan agar wajib
pajak atau penanggung pajak membayar lunas utang pajaknyasebelum dilakukan penyanderaan atau sementara menjalanipencegahan.
4. Penyanderaan
Hukum pajak tidak hanya mengenal adanya hukuman badankarena terbukti melakukan tindak pidana pajak, tetapi mengenal
pula penahanan atas diri wajib pajak atau penanggung pajak sebagai
konsekuensi dari tindakan pelaksanaan surat paksa. Penahanan atas
diri wajib pajak atau penanggung pajak disebut sebagai "penyande
raan". Penyanderaan menurut Pasal1 angka 21 UU PPDSP adalahpengekangan sementara waktu kebebasan penanggung pajak
dengan menempatkannya di tempat tertentu. Ketentuan ini
seharusnya mencantumkan wajib pajak dan tidak hanya penang
gung pajak agar tidak terjadi ketimpangan dalam pelaksanaan di
masa kini dan mendatang."
Tujuan penyanderaan adalah agar wajib pajak atau penanggungpajak atau keluarganya membayar lunas utang pajak yang selamaini terutang. Penyanderaan mengandung konsekuensi tidak
bebasnya wajib pajak atau penanggung pajak untuk berhubungan
dengan keluarganya. Penyanderaan sebagai upaya paksa dalamhukum pajak tidak termasuk dalam kategori pelanggaran hak asasi
wajib pajak atau penanggung pajak, karena penyanderaan dilakukan
atas ketidakpatuhan wajib pajak atau penanggung pajak untuk
melunasi utang pajaknya.
Penyanderaan hanya dapat dilakukan terhadap wajib pajak atau
penanggung pajak yang memiliki utang pajak sekurang-kurangnyaRp100.000.000,00 dan diragukan iktikad baiknya dalam membayar
lunas utang pajak. Sahnya penyanderaan menurut hukum jika
kedua persyaratan untuk melaksanakan penyanderaan telah
terpenuhi berdasarkan UU PPDSP. Dalam arti, bila hanya satupersyaratan yang terpenuhi berarti penyanderaan tidak sah sehingga
perbuatan berupa penyanderaan yang dilakukan oleh juru sita pajakbatal demi hukum atau dapat dibatalkan. Oleh karena itu, perbuatanberupa melaksanakan penyanderaan atas diri wajib pajak atau
penanggung pajak merupakan perbuatan melanggar hu kum.Penyanderaan wajib berdasarkan surat perintah penyanderaan yangditerbitkan oleh pejabat pajak setelah mendapat izin tertulis dariMenteri atau jika memuat sekurang-kurangnya:
a. identitas wajib pajak atau penanggung pajak yang disandera;
b. alasan-alasan penyanderaan;
c. izin penyanderaan;
d. lamanya penyanderaan; dan
e. tempat penyanderaan.
Meskipun juru sita pajak sebagai pelaksana surat perintahpenyanderaan yang diterbitkan oleh pejabat pajak, dalam melaksanakan penyanderaan harus menaati keterituan-ketentuan yangterkait dengan penyanderaan. Hal ini dimaksudkan agar penyanderaan yang dilakukan tidak melanggar hukum sebagaimana yangditentukan dalam hukum pajak sehingga tidak ada sanggahan daripihak yang merasakan dirugikan, seperti wajib pajak, penanggungpajak, atau pihak ketigakarena penyanderaan tidak boleh dilaksanakan dalam hal wajib pajak atau penanggung pajak sernentaraberibadah, sementara mengikuti sidang resmi, atau sedang mengikuti pemilihan umum.
Jangka waktu penyanderaan paling lama enam bulan dan dapatdiperpanjang untuk selama-lamanya enam bulan. Perpanjanganjangka waktu tersebut tidak selalu dilaksanakan kalau wajib pajakatau penanggung pajak pada saat disandera dapat melunasi utangpajak dan biaya penagihan pajak. Kecuali pada penyanderaan tahappertama belum melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak,perpanjangan penyanderaan untuk jangka waktu enam bulankemudian dilakukan oleh pejabat pajak berdasarkan suratkeputusan perpanjangan penyanderaan. Dalam hal ini, wajib pajakatau penanggung pajak wajib tetap berada dalam tempatpenyanderaan semula.
F. Perlawanan terhadap Surat Paksa
Surat paksa yang telah diterbi tkan oleh pejabat pajak dandilaksanakan oleh juru sita pajak boleh dilakukan perlawanan oleh
239BAB 10: Penagihan Pajak
Kadangkala penyanderaan terhadap wajib pajak atau penanggung pajak tidak menghabiskan jangka waktu enam bulan atautidak diperpanjang untu k kedua kalinya karena ada faktor-faktoryang menyebab kan berakhirnya penyanderaan tersebut. Faktorfaktor yang menyebabkan wajib pajak atau penanggung pajak yangdisandera dapat dilepaskan adalah:
a. apabila utang pajak dan biaya penagihan pajak telah dibayarlunas;
b. apabila jangka waktu yang ditetapkan dalam surat perintahpenyanderaan telah berakhir;
c. berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyaikekuatan hukum tetap; dan
d. berdasarkan pertimbangan tertentu dari Menteri Keuanganatau gubernur kepala daerah .
Penyanderaan terhadap wajib pajak atau penanggung pajaktidak mengakibatkan hapusnya utang pajak dan terhentinyapelaksanaan penagihan pajak. Hal ini didasarkan atas anggapanbahwa pajak yang terutang hanya pada negara bukan pada orangperorangan sebagai utang biasa (utang perdata) . Demikian pulamengenai penagihan pajak tidak boleh dihentikan karena rnerupakan wewenang pejabat pajak yang bersumber dari UU PPDSPsebagaimana telah disepakati oleh rakyat melalui wakilnya diDewan Perwakilan Rakyat dengan Presiden. Kesepakatan tersebutmenciptakan suatu kaidah hukum yang wajib untuk ditaati dalampelaksanaannya, baik terhadap wajib pajak atau penanggung pajakdi pihak lain, dan di lain pihak pejabat pajak dengan juru sita pajak.
Pembaruan Hukum Pajak238
pihak-pihak yang beranggapan dirugikan karena tidak sesuai denganketentuan-ketentuan hukum yang berlaku. Perlawanan itu ber
tujuan untuk memulihkan keadaan yang sebenarnya dikategorikantelah menimbulkan kerugian karena adanya pelanggaran hukum
yang dilakukan, baik oleh pejabat pajak atau juru sita pajak.
Perlawanan itu dapat berupa: a) perlawanan secara material; dan
b) perlawanan secara formal.
Moeljo Hadi (2001;34) mengatakan bahwa pada prinsipnya
surat paksa yang diberitahukan secara resmi pada wajib pajak atau
penanggung pajak tidak dapat ditentang (dilawan), dilihat dari segimaterialnya, baik dengan cara atau sarana hukum apa pun.Demikian pula Rochmat Soemitro (1986;76) mengatakan bahwa
surat paksa itu sama dengan keputusan hakim dan mempunyaikekuatan hukum yang tetap, dan segera dapat dilaksanakan (inkracht van gewijsde gegane vonnis). Artinya, tidak ada upaya hukum
lainnya yang dapat digunakan untuk melawan surat paksa itu.Iadi,surat paksa secara material tidak dapat ditentang, tetapi jika
terdapat kekurangan-kekurangan formal, surat paksa masih dapat
ditentang.
Surat paksa tidak dapat dilawan oleh wajib pajak atau
penanggung pajak dari segi materialnya karena dipandang sebagai
suatu keputusan hakim yang memiliki kekuatan hukum yang tetap.Hal ini didasarkan karena surat paksa itu berkepala "Demi KeadilanBerdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa" dengan fungsi eksekutorial
yang dimilikinya.
juru sita pajak sebagai pelaksana surat paksa yang diikutidengan tindakan pelaksanaan surat paksa berupa penyitaan, lelang,
pencegahan, dan penyanderaan dapat dilakukan perlawanan secara
hukum, berarti tidak boleh dilawan dengan cara kekerasan denganmenggunakan kekuatan fisik karena tindakan-tindakan yangdilakukan oleh juru sita pajak dalam kaitan surat paksa dan tindakan
241240 Pembaruan Hukum Pajak
BAB 10: Penagihan Pajak
pelaksanaannya juga berpatokan pada hukum pajak, hukum pajak
yang merupakan barometer untuk menentukan apakah tindakantindakan tersebut tetap berada da lam koridor hukum atau tidak.
Hukum pajak sangat berperan dalam menentukan keabsahan
tindakan yang dilaksanakan oleh juru sita pajak maupun perlawanan
terhadap tindakan tersebut.
Perlawanan terhadap tindakan-tindakan juru sita pajak yangterkait dengan surat paksa dapat dilakukan oleh wajib pajak,
penanggung pajak, atau pihak ketiga mengingat perlawanan
tersebut merupakan suatu hak yang terdapat dalam UU PPDSp,bukan hanya sekadar retorika belaka untuk memberikan pembenaran yang dilakukan oleh wajib pajak, penanggung pajak, atau
pihak ketiga. Sekalipun wajib pajak, penanggung pajak, atau pihakketiga melakukan perlawanan terhadap surat paksa dan tindakanpelaksanaan surat paksa tersebut, tetap wajib pajak atau penang
gung pajak berkewajiban membayar lunas utang pajak dan biayapenagihan pajak, berarti kewajiban itu tetap melekat dan tidak
hapus karena akibat dari perlawanan.
1. Perlawanan Wajib Pajak atau Penanggung Pajak
Telah dikemukakan bahwa perlawanan yang dilakukan oleh
wajib pajak atau penanggung pajak terhadap surat paksa dantindakan pelaksanaan surat paksa merupakan suatu hak, bukan
kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (1) UU
PPDSP dan Pasal 40 ayat (1) UU PENJAK. Perlawanan itu harus
ditujukan kepada Pengadilan Pajak, bukan pada Pengadilan TataUsaha Negara, atau Pengadilan Negeri . Muatan perlawanan adalahpenyampaian surat paksa atau tindakan pelaksanaan surat paksa
seperti rata cara penyampaian surat paksa, jumlah utang pajak yangtercantum dalam surat paksa, surat keputusan perintah penyitaan,dan surat keputusan pengumuman lelang ketika:
242 Pembaruan Hukum Pajak BAB 10: Penagihan Pajak 243
a. surat paksa tidak disampaikan kepada wajib pajak ataupenanggung pajak, atau pihak-pihak yang diperkenankanmenerima surat paksa tersebut;
b. surat paksa memuat jumlah utang pajak dan biaya penagihanpajak tidak sebagaimana mestinya;
c. surat paksa dikirim melalui pos wesel, walaupun tercatat:
d. surat paksa tidak ditandatangani oleh pejabat pajak yangmenerbitkan;
e. penyitaan dilakukan terhadap barang-barang yang dikecualikandari penyitaan;
f. penyitaan dilakukan terhadap barang-barang yang dilarangdisita;
g. pengumuman lelang dan pelaksanaannya tidak sesuai yangditentukan.
Bentuk perlawanan yang boleh dilakukan oleh wajib pajak atau \penanggung pajak adalah mengajukan "gugatan" pada PengadilanPajak. Gugatan merupakan salah saru upaya hukum yang bersifatbiasa untuk digunakan oleh wajib pajak atau penanggung pajakdalam rangka melawan surat paksa dan tindakan pelaksanaan suratpaksa (tidak termasuk mengenai penyanderaan) . Sekalipun telahtersedia upaya hukum biasa (gugatan), wajib pajak ataupenanggung pajak yang menggunakan haknya wajib memenuhisyarat-syarat sahnya suatu gugatan sebagaimana yang telahditentukan. ]ika salah satu syarat -syarat sahnya suatu gugatan tidak
terpenuhi, berarti gugatan wajib pajak atau penanggung pajakditolak oleh hakim yang berwenang mengadilinya.
Selain perlawanan terhadap tata cara penyampaian suratpaksa dan muatan yang tercantum di dalarnnya, wajib pajak ataupenanggung pajak berhak pula mengadakan perlawanan mengenaisurat keputusan perintah penyitaan. ]ika juru sita pajak melaku-
kan pelanggaran hukum karenamenyita barang-barang wajib pajakatau penanggung pajak yang dikecualikan atau dilarang untuk disita.Sementara itu, perlawanan ditujukan kepada surat keputusanpengumuman lelang, jika pengumuman lelang tersebut tidak sesuai
dengan rata cara mengumumkan lelang .
Perlawanan wajib pajak atau penanggungpajak terhadap surat
keputusan perintah penyanderaan berbeda dengan perlawananterhadap surat keputusan penyitaan dan surat keputusan pengurriuman lelang. Perlawanan terhadap surat keputusan penyanderaanditujukan pada Pengadilan Negeri dan bukan pada Pengadilan Pajak,walaupun pada awalnya adalah sengketa pajak mengenai utangpajak dan biaya penagihan pajak. Kernudian, perlawanan bolehdilakukan pada saat wajib pajak atau penanggung pajak beradadalam kedudukan sebagai sandera. Bentuk perlawanan adalahmengajukan pula "gugatan" pada Pengadilan Negeri dalam wilayahhukum di mana penyanderaan itu dilaksanakan. Lain perkataanbahwa pengajuan gugatan terhadap pelaksanaan penyanderaan,yakni pada saat wajib pajak atau penanggung pajak disanderasampai berakhir penyanderaan sebab , wajib pajak atau penanggungpajak tidak berhak lagi mengajukan gugatan terhadap pelaksanaanpenyanderaan setelah berakhir masa penyanderaan.
]ika perlawanan terhadap pelaksanaan penyanderaan diajukanberdasarkan syarat-syarat yang telah ditentukan dan dapat dibuktikan dalam persidangan pengadilan sehingga dikabulkan dan telahmemiliki kekuatan hukum tetap, wajib pajak atau penanggung pajakberhak memohon pemulihan nama baik dan bahkan berhakmenuntut ganti kerugian atas tindakan yang dilakukan oleh pejabatpajak beserta juru sita pajak yang besangkutan. Akan tetapi, bilagugatan tidak memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan,misalnya gugatan diajukan setelah berakhir masa penyanderaan,perlawanan wajib pajak atau penanggung pajak dinyatakan ditolak
karena jangka waktu pengajuan gugatan mengenai pelaksanaan
penyanderaan telah keda luwarsa menurut hukum.
2. Perlawanan Pihak Ketiga
Pihak ketiga dalam hal ini adalah bukan wajib pajak ataupenanggung pajak termasuk ahli warisnya. Begitu pula bukan pihak
ketiga sebagai pemotong atau pemungut pajak menurut peraturan
perundang-undangan perpajakan, melainkan pihak ketiga yangdirugikan atas peIaksanaan penyitaan yang dilakukan oIeh juru sita
pajak. Sebagai contoh, juru sita pajak meIakukan penyitaan terhadap
barang-barang miIik pihak ketiga karena barang-barang itudititipkan pada wajib pajak atau penanggung pajak sebeIumpenyitaan dilaksanakan. Berarti ada kesalahan objek penyitaan yang
seharusnya tidak boIeh disita karena bukan milik wajib pajak atau
penanggung pajak.
PerIawanan pihak ketiga diIakukan daIam bentuk "gugatan"pula yang disampaikan kepada Pengadilan Negeri daIam wilayah
hukum di mana barang-barang tersebut disita. Gugatan itu harusberintikan mengenai "kepernilikan barang-barang yang disita"
sebagai bukan milik wajib pajak atau penanggung pajak. PengadiIanNegeri yang menerima gugatan pihak ketiga wajib memberitahukan
secara tertulis kepada pejabat pajak atau juru sita pajak tentanggugatan itu. ]ika gugatan telah diterirna, pejabat pajak wajib
menangguhkan peIaksanaan sita hanya terhadap barang-barang
yang digugat kepemiIikannya. Pengajuan gugatan kepemilikan
barang-barang yang disita dilakukan sebeIum peIaksanaan leIang.Ketika Petugas LeIang teIah menunjuk seorang pembeIi sebagai
pemenang leIang daIam proses IeIang yang sementara berlangsung,gugatan tidak boIeh diajukan Iagi terhadap kepemiIikan barang
barang yang teIah dijuaI. HaI ini dimaksudkan untuk memberikepastian hukum dan meIindungi kepentingan pembeIi IeIang
karena pihak ketiga tidak menggunakan haknya untuk mengajukangugatan pada PengadiIan Negeri tersebut sebelum IeIang dilaksanakan.
245SAS 10: Penagihan Pajak
Untuk mencegah kesaIahan penyitaan barang-barang yangdisita, wajib bagi juru sita pajak mempertanyakan kepemilikanbarang-barang yang akan disita agar tidak terjadi perbuatan
meIanggar hukum yang berakhir pada gugatan pihak ketiga sebagaipemiIik barang-barang yang disita. DaIam arti, penyitaan yang
dilaksanakan oIeh juru sita pajak terdapat kesaIahan objek penyitaan
karena yang disita bukan milik wajib pajak atau penanggung pajak,meIainkan milik pihak ketiga yang tidak terIibat atau tersangkutmengenai penagihan pajak. OIeh karena itu, pihak ketiga wajib
memperoIeh perIindungan hukum at as perbuatan meIanggarhukum yang dilakukan oIeh pejabat pajak atau juru sita pajak daIammelaksanakan penyitaan. Dengan demikian, penyitaan terhadapbarang-barang yang diIakukan oIeh juru sita pajak harus dicermatisecara saksama sehingga tidak terjadi kesaIahan daIam meIakukanpenyitaan.
Pernbaruan Hukum Pajak244
247
I[JCIpP Pembukuan
A. Kewajiban Menyelenggarakan Pembukuan
Ketentuan dalam Pasal 28 ayat (1) UU KUP mewajibkankepada wajib pajak untuk menyelenggarakan pembukuan. Pernbukuan adalah suatu proses pencatatan yang dilakukan secarateratur untuk mengumpulkan data dan informasi keuangan yangmeliputi harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, sertajumlah harga perolehan dan penyerahan barang atau jasa, yangditutup dengan menyusun laporan keuangan berupa neraca danlaporan laba rugi pada setiap tahun pajak berakhir. Kewajibanmenyelenggarakan pembukuan hanya ditujukan kepada wajib pajakyang terkait dengan UU PPh dan UU PPN. Sebaliknya, wajib pajakyang terkait dengan UU PBB dan UU BPHTB tidak diwajibkanmenyelenggarakan pembukuan karena kedua Undang-undang Pajaktersebut tidak mewajibkannya.
Terkait dengan Pasal 28 ayat (1) UU KUp, wajib pajak yangdiwajibkan menyelenggarakan pembukuan adalah wajib pajak orangpribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas danwajib pajak badan di Indonesia. Kewajiban menyelenggarakanpembukuan tidak berlaku mutlak bagi wajib pajak karena berdasarkan Pasal 28 ayat (2) UU KUP terdapat dua golongan wajib pajak
B. Syarat-syarat Penyelenggaraan PembukuanWajib pajak yang diwajibkan menyelenggarakan pembukuan
atau melakukan pencatatan, terlebih dahulu harus menaati syaratsyarat yang ditentukan. Hal ini dimaksudkan agar pembukuan ataupencatatan yang dibuatnya tidak bertentangan dengan syarat -syarattersebut. Adapun syarat-syarat penyelenggaraan pembukuan ataupencatatan adalah:
yang diperkenankan melakukan pen catatan (bukan pembukuan)seluruh kegiatannya. Adapun kedua golongan wajib pajak adalah:
1. wajib pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha ataupekerjaan bebas yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan diperbolehkan menghitungpenghasilan neto dengan menggunakan norma penghitunganpenghasilan neto;
2. wajib pajak orang pribadi yang tidak melakukan kegiatan usahaatau pekerjaan bebas.
Kemudian, wajib pajak yang tidak diwajibkan menyelenggarakan pembukuan maupun melakukan pencatatan adalah:
1. wajib pajak orang pribadi yang tidak wajib menyampaikanSurat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan;
2. wajib pajak untuk Pajak Bumi dan Bangunan; dan
3. wajib pajak untuk Bea Perolehan Hak atas Tanah danBangunan.
Sebenarnya pembukuan maupun pencatatan merupakanpetunjuk bagi wajib pajak untuk menentukan jumlah pajak yangterutang atau dijadikan dasar pengenaan pajak yang terutang.Kemudian dapat pula dijadikan sebagai alat bukti surat jika terjadisengketa pajak, baik di luar maupun di dalam Lembaga PeradilanPajak. Misalnya, pada Lembaga Keberatan atau Pengadilan Pajak.
1. dise lenggarakan dengan memerhatikan iktikad baik danmencerminkan keadaan atau kegiatan usaha yang sebenarnya;
2. diselenggarakan di Indonesia;
3. menggunakan huruf latin, angka arab, dan satuan mata uangrupiah; dan •
4. disusun dalam bahasa Indonesia atau dalam bahasa asing yangdiizinkan oleh Menteri Keuangan.
Terhadap bahasa asing yang diizinkan oleh Menteri Keuanganhanya tertuju pada bahasa Inggris. Dalam arti, bahwa bahasa asingselain bahasa Inggris dilarang digunakan dalam penyelenggaraanpembukuan atau pencatatan. Wajib pajak yang menggunakanbahasa Inggris dalam pembukuan atau pencatatannya wajibmenyampaikan pemberitahuan secara tertulis ke Kantor PelayananPajak tempat wajib pajak terdaftar, paling lama tiga bulan setelahdimulainya tahun buku yang diselenggarakan dalam bahasa Inggristersebut. ]ika suatu pembukuan atau pencatatan menggunakanbahasa asing, selain bahasa Inggris berarti pembukuan ataupencatatan tersebut batal demi hukum atau setidak-tidaknya dapatdibatalkan karena melanggar syarat-syarat yang telah ditentukan.
Pembukuan sekurang-kurangnya terdiri dari catatan mengenaiharta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta penjualandan pembelian sehingga dapat dihitung besarnya pajak yangterutang. Berdasarkan pembukuan yang diselenggarakan makadapat dihitung besarnya Pajak Penghasilan serta Pajak PertambahanNilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah . Agar Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dapatdihitung dengan benar, pembukuan harus mencatat mengenai:
1. jumlah harga perolehan atau nilai impor;
2. jumlah harga jual atau nilai ekspor;
3. jumlah harga jual dan barang yang dikenakan Pajak Penjualanatas Barang Mewah;
249BAB 11: PembukuanPembaruan Hukum Pajak248
250 Pembaruan Hukum Pajak BAB 11 : Pembukuan 251
4. jumlah pembayaran atas pernanfaatan barang kena pajak tidak
berwujud dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean dan
atau pemanfaatan jasa kena pajak dari luar daerah pabean di
dalam daerah pabean; dan
5. jumlah pajak masukan yang dapat dikreditkan dan yang tidak
dapat dikreditkan.
Pembukuan wajib diselenggarakan dengan cara atau sistem
yang lazim digunakan di Indonesia, misalnya berdasarkan Standar
Akuntansi Keuangan, kecuali ditentukan lain oleh peraturan per
undang-undangan perpajakan. Berbeda haInya dengan pencatatan
yang tidak terikat pada Standar Akuntansi Keuangan karena hanya
memuat data yang dikumpulkan secara teratur tentang peredaran
atau penerimaan bruto dan atau penghasilan bruto sebagai dasar
untuk menghitung jumlah pajak yang terutang, termasuk peng
hasilan yang bukan objek pajak dan atau yang dikenakan pajak yang
bersifat final. Pencatatan oIeh wajib pajak orang pribadi yang
melakukan kegiatan usaha dan pekerjaan bebas meliputi peredaran
atau penerimaan bruto dan penerimaan penghasilan lainnya.
Sementara itu, bagi wajib pajak orang pribadi yang hanya menerima
penghasilan dari luar usaha dan pekerjaan bebas, pencatatannya
hanya mengenai penghasilan bruto, pengurangan, dan penghasilan
neto yang merupakan objek Pajak Penghasilan. Dengan demikian,
pencatatan meliputi puIa penghasilan yang bukan objek pajak dan
atau yang dikenakan pajak yang bersifat final.
.C. Prinsip Pembukuan
Pembukuan diseIenggarakan dengan prinsip taat asas (konsis
ten) dan dengan stelsel akrual atau stelsel kas. Dalam arti, prinsip
taat asas dan dengan stelsel akrual atau stelsel kas tidak berlaku
bagi pencatatan yang dilakukan oleh wajib pajak sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 28 ayat (2) UU KUP. Prinsip taat asas
merupakan prinsip yang sama digunakan dalam metode pem
bukuan dengan tahun-tahun sebelumnya, untuk mencegah laba
atau rugi. Prinsip taat asas dalam metode pembukuan misalnya
dalam penerapan:
1. stelsel pengakuan penghasilan;
2. tahun buku;
3. metode penilaian persedian; dan
4. metode penyusutan dan amortisasi.
Stelsel akrual adalah suatu rnetode penghitungan penghasilan
dan biaya dalam arti penghasilan diakui pada waktu diperoleh dan
biaya diakui pada waktu terutang. ]adi tidak tergantung kapan
penghasilan itu diterima dan kapan biaya itu dibayar tunai.
Termasuk dalam pengertian stelsel akrual adalah pengakuan
penghasilan berdasarkan metode persentase tingkat penyelesaian
pekerjaan yang umumnya digunakan di bidang konstruksi dan
metode lainnya yang digunakan di bidang usaha tertentu, seperti
Build Operate andTransfer (BOT), Real Estate, dan lain-lain.
Stelsel kas (stelsel campuran) adalah suatu metode yang peng
hitungannya didasarkan atas penghasilan yang diterima dan biaya
yang dibayar secara tunai, Menurut stelsel ini, penghasilan dapat
dianggap sebagai penghasilan, tatkala benar-benar telah diterima
secara tunai daIam suatu periode tertentu, serta biaya dapat
dianggap sebagai biaya, bila benar-benar telah dibayar secara tunai
.dalam suatu periode tertentu. Stelsel kas biasanya digunakan oleh
perusahaan kecil orang pribadi atau perusahaan jasa, misalnya
transportasi, hiburan, restoran yang tenggang waktu antara
penyerahan jasa dan penerimaan pembayarannya tidak berlangsung
lama. Dalam stelsel kas murni, penghasilan dari penyerahan barang
atau jasa ditetapkan pada saat diterimanya pembayaran dari
langganan, dan biaya-biaya ditetapkan pada saat dibayarnya barang,
jasa, dan biaya kegiatan lainnya.
Berdasarkan cara ini, penggunaan stelsel kas dapat mengakibatkan penghi tungan yang mengaburkan terhadap penghasilan, yaitubesarnya penghasilan dari tahun ke tahun dapat disesuaikan denganmengatur penerimaan kas dan pengeluaran kas. Oleh karena itu,untuk penghitungan Pajak Penghasilan dalam penggunaan stelselkas harus memerhatikan hal-hal antara lain:
1. penghitungan jumlah penjualan dalam suatu periode harusmeliputi seluruh penjualan, baik yang tunai maupun yangbukan tunai. Dalam menghitung harga pokok penjualan harusdiperhitungkan seluruh pembelian dan persediaan;
2. dalam memperoleh data yang dapat disusutkan dan hak-hakyang dapat diamortisasi, biaya-biaya yang dikurangkan daripenghasilan hanya dapat dilakukan melalui penyusutan danamortisasi;
3. penggunaan stelsel kas harus dilakukan secara taat asas .
Pada dasarnya metode-metode pembukuan yang dianut harustaat asas, yaitu harus sama dengan tahun-tahun sebelumnya,misalnya dalam hal penggunaan metode pengakuan penghasilandan biaya (metode kas atau akrual) , metode penyusunan aktivatetap, metode penilaian persediaan, dan sebagainya. Namundemikian, perubahan metode pembukuan masih dimungkinkandengan persyaratan telah mendapat persetujuan dari pejabat pajak.Perubahan metode pembukuan harus diajukan kepada pejabat pajaksebelum dimulainya tahun buku yang bersangkutan denganmenyampaikan alasan-alasan yang logis dan dapat diterima sertaakibat-akibat yang mungkin timbul dari perubahan tersebut.
Perubahan metode pembukuan mengakibatkan perubahandalam prinsip taat asas yang dapat meliputi perubahan metodedari kas kepada akrual atau sebaliknya atau perubahan penggunaanmetode pengakuan penghasilan atau peng akuan biaya itu sendiri.Misalnya, dalam metode pengakuan biaya yang berkenaan dengan
D. Penyimpanan Dokumen
253BAB 11 : Pembukuan
penyusutan aktiva tetap dengan menggunakan metode penyusutantertentu. Contoh, wajib pajak dalam tahun 2005 menggunakanmetode penyusutan garis lurus (straight line method). Kemudian,pada tahun 2006, wajib pajak bermaksud mengubah metodepenyusutan aktiva dengan menggunakan metode penyusutan saldomenurut (declining balance method) . Untuk keperluan tersebut, wajibpajak wajib meminta persetujuan terlebih dahulu kepada pejabatpajak yang diajukan sebelum dimulainya tahun buku 2006 denganmenyebutkan alasan-alasan dilakukannya perubahan metodepenyusutan dan akibat dari perubahan tersebut. Perubahan periodetahun buku juga berakibat berubahnya jumlah penghasilan ataukerugian wajib pajak. Oleh karena itu, perubahan wajib pulamemperoleh persetujuan dari pejabat pajak.
Tahun pajak sama dengan tahun takwim (tahun kalender) ,kecuali wajib pajak menggunakan tahun buku yang tidak samadengan tahun takwim. Tatkala wajib pajak menggunakan tahunbuku yang berbeda dengan tahun takwim, maka penyebutan tahunpajak yang bersangkutan menggunakan tahun yang di dalamnyatermasuk enam bulan pertama atau lebih . Contoh, a) pembukuandiselenggarakan pada tanggal 1 ]uli 2005 sampai dengan tanggal30 ]uni 2006, tahun pajaknya adalah tahun 2005, atau b)pembukuan diselenggarakan pada tanggal 1 Oktober 2005 sampaidengan tanggal 30 September 2006,tahun pajaknya adalah tahun
2006 .
Pembukuan atau pencatatan yang bersumber dari data yangterdapat pada buku -buku, catatan-catatan, dan dokumen-dokumenyang menjadi dasarnya serta dokumen lainnya termasuk hasilpengolahan data dari pembukuan yang dikelola secara elektronikatau secara program aplikasi on-line, wajib disimpan selama sepuluh
Pembaruan Hukum Pajak252
254 Pembaruan Hukum Pajak 255
tahun di Indonesia. Penyimpanannya di ternpar kegiatan atauternpar tinggal wajib pajak orang pribadi, atau di temp at kedudukan
wajib pajak badan. Hal ini dimaksudkan, tatkala pejabat pajak akanmenerbitkan surat ketetapan pajak, bahan pembukuan ataupencatatan yang diperlukan masih tetap ada dan dapat segeradisediakan.
Kurun waktu sepuluh tahun penyimpanan buku-buku, catatancatatan, dan dokumen-dokumen yang menjadi dasar pembukuanatau pencatatan sesuai dengan ketentuan yang mengatur mengenai
batas kedaluwarsa penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan.Penyimpanan buku-buku; catat an-catatan, dan dokumen-dokumen
yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan dan dokumen laintermasuk yang diselenggarakan secara program aplikasi on-linewajib
dilakukan dengan memerhatikan faktor keamanan, kelayakan, dankewajaran penyimpanannya.
m" Pemeriksaan
A. Pengertian
Jika ada dugaan bahwa wajib pajak berupaya untuk melakukan
penghindaran pajak secara illegal, pejabat pajak wajib melakukantindakan hukum yang dibenarkan oleh hukum pajak. Salah satubentuk tindakan hukum yang dibenarkan adalah pemeriksaan.Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan untuk mencari, men gum
pulkan, mengolah data dan atau keterangan lainnya. Pemeriksaantidak boleh menyimpang dari ketentuan yang menjadi dasarnya,
agar tidak menimbulkan kerugian bagi wajib pajak yang diperiksa.Sebaliknya, wajib pajak berkewajiban memberi keterangan Iisan
maupun ket erangan tertuIis yang terkait dengan kewajiban yang
telah ditentukan, misalnya memperIihatkan pembukuan ataupencatatan yang diselenggarakan selama ini.
Pelaksanaan pem eriksaan diupayakan agar pejabat pajak yang
melakukan pemeriksaan maupun wajib pajak yang diperiksa te tapberpegang pada keterbukaan dan kejujuran. Hal ini dimaksudkanagar terhindar dari kompromi pajak yang dapat menimbulkan
kerugian bagi negara. Dengan demikian, terIaksan anya pemeriksaansecara benar berarti terjalin kerja sama yang baik untuk mene gakkanhukum pajak tanpa melalui proses peradilan.
B. Tujuan Pemeriksaan
1. menerapkan teknik-teknik pem eriksaan yang lazim digunakan
dalam pemeriksaan pada umumnya, yang dinamakan pemerik
saan lengkap;
2. menerapkan teknik-teknik pemeriksaan dengan bobot dan
Pemeriksaan yang dilakukan oleh pejabat pajak terhadap wajib
pajak yang diperiksa pada hakikatnya memiliki tujuan yang hendak
dicapai . Pejabat pajak dalam ran gka pengawasan kepatuhan
pemenuhan kewajiban perpajakan, berwenang melakukan pemerik
saan untuk:
1. menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban wajib pajak;
2. tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan.
Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban
wajib pajak dapat dilakukan dalam hal:
1. surat pemberitahuan menunjukkan kelebihan pembayaran
pajak dan atau rugi;
2. surat pemberitahuan tidak disampaikan atau disampaikan
tidak pada waktu yang telah ditetapkan;
3. data dan atau keterangan dalam surat pemberitahuan menyim
pang dari kewajaran dan kelaziman;
4. ada indikasi kewajiban perpajakan selain kewajiban tersebut
huruf b tidak dipenuhi.
Pelaksanaan pemeriksaan dalam rangka menguji pemenuhan
kewajiban perpajakan wajib pajak dilakukan dengan menelusuri
kebenaran surat pernberitahuan, pembukuan atau pencatatan, dan
pemenuhan kewajiban perpajakan lainnya, yang dilakukan dengan
cara:
257BAB 12: Pemeriksaan
kedalaman yang sederhana sesuai dengan ruang lingkup
pemeriksaan baik dilakukan di kantor maupun di lapangan,
yang dinamakan pemeriksaan sederhana.
Sementara itu, tujuan lain pemeriksaan yang dilakukan oleh
pejabat pajak dapat berupa, antara lain:
1. pemberian nomor pokok wajib pajak secara jabatan:
2. penghapusan nomor pokok wajib pajak;
3. pengukuhan atau pencabutan pengukuhan pengusaha kena
pajak;
4. wajib pajak mengajukan keberatan;
5. pengumpulan bahan guna penyusunan norma penghitungan
penghasilan ne to;
6. pencocokan data dan atau alat keterangan;
7. penentuan wajib pajak berlokasi di daerah terpencil;
8. penentuan satu atau lebih tempat terutang Pajak Pertambahan
Nilai;
9. pemeriksaan dalam rangka penagihan pajak;
10. pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan per
pajakan untuk tujuan lain selain tersebut di atas .
Tujuan lain pemeriksaan tersebut di atas, hanya sekadar untuk
memberikan pelayanan yang terbaik kepada wajib pajak. Sementara
itu, yang mewujudkan pelayanan yang terbaik adalah kewajiban
pejabat pajak sebagaimana yang ditentukan dalam peraturan
perundang-undangan perpajakan. Sekalipun pelayanan yang terbaik
diperuntukkan kepada wajib pajak, tidak berarti bahwa kehendak
atau kemauan wajib pajak wajib dilaksanakan oleh pejabat pajak
karena kadangkala wajib pajak hanya untuk mempersulit atau
menghambat pelayanan yang diberikan oleh pejabat pajak tersebut.
Pembaruan Hukum Pajak256
258 Pembaruan Hukum Pajak SAS 12: Pemeriksaan 259
C. Ruang Lingkup Pemeriksaan
, Pemeriksaan yang dilakukan oleh pejabat pajak dapat dilakukandi kantor (pemeriksaan kantor) atau di tempat wajib pajak
(pemeriksaan lapangan) yang ruang Iingkup pemeriksaannya dapatmeIiputi tahun-tahun yang lalu maupun tahun berjalan. Pernerik
saan dilakukan terhadap wajib pajak , termasuk terhadap instansipemerintah dan badan lain sebagai pemotong atau pemungut pajak.
Sebenarnya pemeriksaan yang dilakukan oleh pejabat pajakterhadap wajib pajak, baik pemeriksaan kantor maupun perneriksa
an lapangan pada hakikatnya dikehendaki agar ketaatan wajib pajaktidak mengalami kemunduran dalam memenuhi kewajibannya.Dengan demikian, wajib pajak yang diperiksa tidak perlu berangga
pan bahwa pemeriksaan tersebut adalah untuk mengungkapkanketidakbenaran yang pada dasarnya tidak demikian halnya.
Ruang Iingkup pemeriksaan yang dilakukan oleh pejabat pajakterhadap wajib pajak, terdiri dari sebagai berikut.
1. Pemeriksaan kantor yang meliputi suatu jenis pajak tertentu,
baik tahun berjalan dan tahun-tahun sebelumnya yangdilakukan di Kantor Direktorat Ienderal Pajak. Pemeriksaankantor hanya dapat dilaksanakan dengan pemeriksaan
sederhana. Pemeriksaan ini dilaksanakan dalam jangka waktu
ernpat minggu dan dapat diperpanjang menjadi paling lama
enam minggu.
2. Pemeriksaan lapangan yang meliputi suatu jenis pajak tertentu
atau seluruh jenis pajak dan atau tujuan lain baik tahunberjalan dan atau tahun-tahun sebelumnya yang dilakukan di
ternpat wajib pajak . Pemeriksaan lapangan dapat dilaksanakandengan pemeriksaan lengkap (pemeriksaan lapangan lengkap)atau pemeriksaan sederhana (pemeriksaan lapangan seder
hana). Pemeriksaan lapangan lengkap dilaksanakan dalamjangka waktu dua bulan dan dapat diperpanjang menjadi paling
lama delapan bulan sedangkan pemeriksaan lapangan seder
hana dilaksanakan dalam jangka waktu satu bulan dan dapatdiperpanjang menjadi dua bulan.
Ruang lingkup pemeriksaan tidak hanya sekadar pembatasan
dalam melaksanakan perneriksaan, tetapi pembatasan tersebuttidak boleh dilanggar oleh pemeriksa. Hal ini untuk menghindari
agar tidak ada pengaduan maupun gugatan dari wajib pajak yangterlanggar haknya dalam pemeriksaan tersebut. Pengaduan maupun
gugatan merupakan salah satu bentuk ketidakpuasan wajib pajakterhadap pejabat pajak yang melakukan pemeriksaan.
Pejabat pajak dapat menunjuk seseorang atau lebih sebagaipetugas pajak sebagai pemeriksa (pemeriksa pajak) yang melakukan
pemeriksaan. Pemeriksa pajak yang ditunjuk oleh pejabat pajakharus berasal dari pegawai negeri sipil di lingkungan Direktoratjenderal Pajak atau tenaga ahli yang ditunjuk oleh pejabat pajak
yang diberi tugas, wewenang dan tanggungjawab untuk rnelaksanakan pemeriksaan pajak . Selain itu, pemeriksa pajak untuk melakukan perneriksaan, berkewajiban memiliki pendidikan teknis yangcukup dan keterampilan sebagai pemeriksa pajak. Pemeriksa pajak
yang ditunjuk oleh pejabat pajak untuk melakukan pemeriksaanterhadap wajib pajak, sebelum melakukan pemeriksaan terlebih
dahulu wajib memiliki tanda pengenal pemeriksa dan dilengkapidengan surat perintah pemeriksaan. Hal ini dimaksudkan agar wajib
pajak yang diperiksa tidak memiliki keraguan akan tujuan dari
pemeriksaan tersebut. Oleh karena itu, pemeriksa pajak berkewaji
ban menjelaskan tujuan dilakukannya pemeriksaan kepada wajibpajak.
D. Kewajiban yang Diperiksa
Setelah pemeriksa pajak sebagai pemeriksa memenuhikewajibannya, wajib pajak yang diperiksa, wajib pula memenuhi
260 Pembaruan Hukum PajakBAB 12: Pemeriksaan 261
kewajiban hukumnya. Adapun kewajiban wajib pajak yang diperiksaadalah:
1. memperlihatkan dan atau meminj amkan buku atau catatan,
dokumen yan g menjadi dasarnya dan dokumen lain yang
berhubungan dengan penghas ilan yang diperoleh, kegiatanusaha, pekerjaan bebas wajib pajak, atau objek yang terutang
pajak;
2. memberikan kes empatan untuk memasuki tempat atau
ruangan yang diduga merupakan tempat menyimpan bukubuku, catatan-cat atan, dokumen-dokumen, barang bergerak
dan baran g tid ak bergerak yan g dap at memberi petunjuktentang keadaan usaha wajib pajak dan atau tempat-ternpat
lain yang dianggap penting serta melakukan pemeriksaan diternpat-ternpat tersebut;
3. menyerahkan sekurang-kurangnya data yang berkaitan denganperedaran usaha , aliran uang, aliran barang, laporan bulananrekening koran bank , saham dan harta yang dimiliki baik di
dalam negeri maupun di luar negeri;
4. memberikan keterangan lain yang dipe rlukan, mis alnya data
pihak keti ga yang mempunyai hubungan dengan wajib pajak
yang diperiksa.
)ika pemeriksa pajak telah mel akukan pemeriksaan terhadapwajib pajak yang diperiksa, diwajibkan membuat laporan pemerik
saan. Laporan pemeriksaan yang dibuat, wajib berpedoman padapedoman laporan pem eriksaan pajak yang telah dit etapkan olehMenteri Keuangan. Adapun pedoman laporan pem eriks aan pajak
sebagai berikut.
1. Laporan pemeriksaan pajak disus un secara ringkas dan jelas ,
memuat ruang lingkup sesuai dengan tujuan perneriksaan,mernuat kesimpulan pem erik sa pajak yang didukung temuan
yang kua t ten tang ada atau ti dak adanya penyimpangan
terhadap peraturan perundang-undangan perpajakan, dan
memuat pula pen gungkapan informasi lain yang terkait.
2. Laporan pemeriksaan pajak yang berkaitan dengan pengungka
pan penyimpangan surat pemberitahuan harus memerhatikankertas kerja perneriksaan, antara lain mengenai.
a. berbagai faktor perbandingan; .
b. nilai absolut dari penyimpangan;
c. sifat penyimpangan;
d. petunjuk atau temuan adanya penyimpangan;
e. pengaruh penyimpangan; dan
f. hubungan dengan permasalahan lainnya.
3. Laporan pemeriksaan pajak harus didukung oleh daftar yanglengkap dan rinei sesuai dengan tuju an pemeriksaan.
Sebenarnya kewajiban yang dipe riksa dan pemeriksa tersebut
merupakan bagian dari sistem selfassessment yang selama ini dianutoleh UU KUP karena sistem self assessment hanya memberi
kepercayaan kepada wajib pajak untuk menghitung dan melaporkan
jumlah pajak yang terutang kepada Direktorat )enderal Pajak.
Sekalipun demikian, pemeriksa pajak yang melakukan pemeriksaanberkewajiban bekerja secara jujur, bert anggung jawab, dan tidak
melakukan perbuatan yang tercela dalam menegakkan sistem selfassessment tersebut.
E. Penyegelan
Sebagaimana diketahui bahwa wajib pajak yang diperiksaberkewaj iban memberi kemudahan bagi pemeriksa untuk rnelakukan pemeriksaan ter hadap wajib pajak atau kuasanya yang padasaat dilakukan pemeriksaan tidak bersedia memberi kesempa tan
262 Pembaruan Hukum Pajak SAS 12: Pemeriksaan 263
kepada pemeriksa pajak untuk memasuki tempat-ternpat atauruangan-ruangan tertentu atau terhadap barang bergerak atau tidakbergerak, yang diduga disimpan di dalamnya buku-buku, catatancatatan, maupun dokumen-dokumen. Termasuk yang diselenggarakan secara program on-line, sehingga buku-buku, catatan-catatandokurnen-dokumen yang diperlukan tidak dapat diperoleh, wajibpajak atau kuasanya itu dianggap menghalang-halangi pelaksanaanpemeriksaan.
]ika terjadi keadaan demikian itu, pejabat pajak dapat melakukan penyegelan karena hal-hal berikut.
1. Wajib pajak atau kuasanya tidak memberi kesempatan kepadapemeriksa pajak untuk membuka atau memasuki tempat atauruangan yang diduga digunakan untuk menyimpan buku-buku,catatan-catatan, dokumen-dokurnen, barang bergerak danbarang tidak bergerak yang dapat memberi petunjuk tentangkegiatan usaha atau pekerjaan bebas wajib pajak.
2. Wajib pajak atau kuasanya menolak memberi bantuan gunakelancaran pemeriksaan.
3. Wajib pajak atau kuasanya tidak berada di tempat pada saatdilakukan pemeriksaan.
4. Pegawai wajib pajak menolak memberi bantuan guna kelancaran pemeriksaan.
5. Petugas pajak sebagai pemeriksa memerlukan upaya pengamanan sebelum pemeriksaan selesai.
Penyegelan adalah tindakan menempelkan kertas segel padaternpat atau ruangan yang diduga digunakan untuk menyimpan .buku-buku, catatan-catatan, dokumen-dokumen, barang bergerakdan barang tidak bergerak yang dapat memberi petunjuk tentangkegiatan usaha atau pekerjaan bebas wajib pajak yang diperiksa.Tujuan penyegelan agar tempat atau ruangan tersebut tidak berubah
sehingga buku-buku, catatan-catatan, dokumen-dokumen, barangbergerak dan barang tidak bergerak tidak dipindahtangankan,dihilangkan, dimusnahkan, diubah, dirusak, ditukar, atau dipalsukan. Penyegelan.dilakukan dengan cara menempelkan kertas segeldengan berbagai cara, sehingga buku-buku, ' catatan-catatan,dokurnen-dokumen, barang bergerak dan barang tidak bergerakyang dapat memberi petunjuk tentang kegiatan usaha ataupekerjaan wajib pajak yang diperkirakan berada di t~mpat atauruangan yang disegel tidak dapat dipindahkan, dilepas, dimasuki,atau dibuka tanpa merusak kertas segel. Kertas segel yang ditempel,wajib dibubuhi tanda tangan dari pemeriksa pajak dan diberistempel instansi yang melakukan penyegelan. Selain itu, penyegelanyang dilakukan, wajib disaksikan oleh dua orang saksi, salah satudi antara saksi tersebut adalah wajib pajak yang diperiksa ataukuasanya, atau pegawainya tatkala wajib pajak yang diperiksa ataukuasanya tidak berada di ternpat.
Pelaksanaan penyegelan yang dilakukan oleh pemeriksa pajak,wajib dibuatkan berita acara penyegelan. Berita acara penyegelandibuat dan ditandatangani oleh pemeriksa pajak dan dua orangsaksi. Ketika ada saksi menolak menandatangani berita acarapenyegelan, pemeriksa pajak berkewajiban mencatat penolakantersebut dalam berita acara penyegelan dengan menyebutkanalasannya. Berita acara penyegelan dibuat paling sedikit dua rangkapdan lembar kedua diserahkan kepada wajib pajak atau kuasanyaatau pegawai wajib pajak yang diperiksa. Penyegelan tempat atauruangan dapat dibuka oleh pemeriksa dalam bentuk:
1. setelah ada izin dari wajib pajak atau kuasanya atau pegawaiwajib pajak yang diperiksa;
2. dilakukan dengan secara paksa.
Penyegelan dibuka dengan cara membuka kertas segel dandilakukan secepatnya pada jam kerja, tatkala wajib pajak atau
264 Pembaruan Hukum Pajak 265
kuasanya atau pegawai wajib pajak yang diperiksa telah memberiizin kepada pemeriksa pajak untuk membuka atau memasukitempat atau ruangan yang disegel. Setelah penyegelan dibuka,pemeriksa pajak berkewajiban membuat berita acara pembukaankertas segel. Berita acara tersebut dibuat dan ditandatangani olehpemeriksa pajak dan dua orang saksi. Apabila ada saksi yangmenolak untuk menandatangani berita acara pembukaan kertassegel, pemeriksa pajak mencatat penolakan tersebut dalam beritaacara pembukaan kertas segel dengan menyebutkan alasannya.Berita acara pembukaan kertas segel dibuat paling sedikit duarangkap dan lembar kedua diserahklan kepada wajib pajak yangdiperiksa atau kuasanya atau pegawai wajib pajak.
Tenggang waktu penyegelan adalah enam hari terhitung padahari penempelan kertas segel tersebut. Setelah tenggang waktuenam hari, ternyata wajib pajak atau kuasanya atau pegawai wajibpajak yang diperiksa tetap tidak memberi izin kepada pemeriksapajak untuk membuka atau memasuki ruangan yang disegel gunamelakukan pemeriksaan pajak, perneriksa pajak berwenangmembuka secara paksa dan memasuki tempat atau ruangan yangdisegel serta melakukan pemeriksaan.
Bila kertas segel yang ditempelkan di tempat atau ruanganyang disegel tersebut rusak, pemeriksa pajak berkewajibanmembuat berita acara kerusakan tersebut dan melaporkan kepadaKepolisian Negara dan atau pemerintah daerah setempat. Sebenarnya pemeriksa pajak dalam menjalankan tugasnya berwenangmeminta bantuan dari Kepolisian Negara dan atau pemerintahdaerah setempat. Hal ini dimaksudkan agar tugas yang dibebankanuntuk memeriksa wajib pajak tidak mengalami rintangan ataukendala yang dikehendaki oleh wajib pajak yang bersangkutan.
Sanksi Administrasi
A. PengertianHukum pajak memuat instrumen hukum berupa sanksi
administrasi yang dapat digunakan oleh pejabat pajak terhadapwajib pajak yang tidak memenuhi kewajiban sebagaimana yangditentukan dalam Undang-undang Pajak . Sanksi administrasisebagai upaya untuk memaksa wajib pajak agar menaati ketentuanketentuan yang terkait dengan pelaksanaan kewajiban di bidangperpajakan. Sekalipun sanksi administrasi sebagai upaya untukmemaksa wajib pajak, pejabat pajak tidak boleh sewenang-wenangmenerapkannya agar tidak terjadi perbuatan melanggar hukum
pajak yang dilakukan oleh pejabat pajak tersebut.
Sanksi administrasi diperuntukkan bagi wajib pajak yangmelakukan pelanggaran hukum pajak yang bersifat administratif.Sanksi administrasi tidak tertuju kepada fisik wajib pajak, melainkan hanya berupa penambahan jumlah pajak yang terutang karenaada sanksi administrasi yang harus dibayar oleh wajib pajak. Sanksiadministrasi terhitung pada saat dikenakan kepada wajib pajakdengan jangka waktu tertentu sebagaimana yang ditentukan dalamUndang-undang Pajak. ]angka waktu yang ditentukan itu sebagaisuatu kepastian hukum yang tidak boleh dilanggar, baik oleh pejabatpajak maupun wajib pajak yang terkena sanksi administrasi.
B. Sanksi Administrasi Berupa Bunga
Sanksiadministrasi berupa bunga merupakan salah satu jenissanksi administrasi yang dapat dikenakan kepada wajib pajak saatmelakukan pe langgaran hukum pajak yang terkait dengan
Tidak semua Undang-undang Pajak yang mem uat ketentuanformal, mengatur tentang sanksi administrasi. Sanksi administrasi
hanya dapat temukan dalam UU KUp, UU PBB, UU BPHTB, dan
UU PDRD. Sebaliknya Undang-undang Pajak yang memuatketentuan formal, tetapi tidak mengatur mengenai sanksi adrninistrasi adalah UU PPDSP.
Sanksi administrasi bukan merupakan bagian dari utang pajaksebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 10 UU KUP bahwa
pajak yang teru tang adalah pajak yang harus dibaya r pada sua tusaat, dalam masa pajak, dalam tahun pajak atau dalam bagian tahun
pajak menurut kete ntuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Akan tetapi, menurut Pasal 1 angka 8 UU PPDSP bahwa utang
pajak adalah pajak yang masi h harus dibayar term asuk sanksiadministrasi berupa bunga, denda, atau kenaikan yang tercantum
dalam surat ketetapan pajak atau surat sejenis nya berdasarkanketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
Berdasarkan ketentuan pad a Pasal 1 angka 8 UU PPDSP ternyata sanksi administrasi merupakan bagian tak terpisahkan denganutang pajak. Pada hakikatnya, Pasal 1 angka 8 UU PPDSP merupa
kan ketentuan khusus terhadap ketentuan umum yang terdapatdalam ketentuan UU KUP. Dengan demikian, utang pajak tidakhanya jumlah pajak yang tidak dibayar ata u kurang dibayartermasuk pula sanks i administrasi. Hal ini dimaksudkan agar
wajib pajak dalam memenuhi kewajibannya tidak melampauijangka waktu yang ditentukan sehingga terhindar dari pengenaan sanksi administrasi.
267BAB 13: Sanksi Administrasi
pelaksanaan kewajiban. Kewajiban wajib pajak yang terkait dengansanksi administrasi berupa bunga adalah pem bayaran secara lun aspajak dalam jangka waktu yang ditentukan sebagaimana yangtercantum dalam dasar penagihan pajak. Lain perkataan ketika pajak
yang tidak atau kurang dibayar setelah jatuh tempo pembayaran,
pada saat it u pejabat pajak berwenang melakukan penagihan pajakdisertai pengenaan sanksi administrasi beru pa bu nga.
Sanksi administrasi berupa bunga sebag aimana diatur dalamPasal 13 ayat (2) UU KUP dikenakan terhadap jumlah kekurangan
Pajak PenghasiIan, Pajak Pertambahan NiIai dan Pajak Penjualannatas Barang Mewah yang terutang dalam surat ketetapan pajakkurang bayar, karena berdasarkan hasiI pemeriksaan atau kete
rangan lain pajak yang terutang kurang dibayar. Sanksi administrasiberupa bunga sebesar dua persen sebulan, untuk selama-Iamanya24 bulan, dihitung sejak saat terutangnya pajak atau berakhirnyamasa pajak, bagian tahun pajak, atau tah un pajak sampai dengan
diterbitkannya surat ketetapan pajak kurang bayar. Ketentuan yangsama terdapat pula pada Pasal 11 ayat (2) UU BPHTB, tetapi hanyadiberIakukan untuk jumlah kekurangan Bea Perolehan Hak atas
Tanah dan Banguan yang terutang dalam surat ketetapan BeaPerolehan Hak atas Tanah dan Bangunan. Apabila berdasarkan hasil
pemeriksaan atau keterangan lain ternyata jumlah Bea Perolehan
Hak atas Tanah dan Bangunan yang terutang kurang dibayar,dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar dua persen
sebulan. Sanksi administrasi berupa bunga tersebut untuk jangka
waktu paling lama 24 bulan, dihitung mu lai saat terutangnya BeaPerolehan Hak atas Tanah dan Bangunan sampai dengan diterbitkan
surat ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.
Hal y.ang sama tersebut di atas, terdapat dalam Pasal 9 ayat(2) UU PDRD yang berarti pengenaan sanksi administrasi berupabunga sebesar dua persen sebulan dihitung dari pajak daerah yangkurang atau terIambat dibayar untuk jangka waktu paling lama 24
Pembaruan Hukum Pajak266
268 Pembaruan Hukum Pajak BAB 13: Sanksi Administrasi 269
bulan dihitung sejak saat terutangnya pajak daerah. Pengenaansanksi administrasi berupa bunga sebesar dua persen sebulan
tercantum dalam surat ketetapan pajak daerah kurang bayar yangditerbitkan oleh pejabat pajak. Sanksi administrasi berupa bunga
tersebut bersama dengan jumlah kekurangan pajak daerah yang
terutang harus dibayar lunas dalam jangka waktu yang ditentukan.
Kemudian, ketentuan pada Pasal13 ayat (5) UU KUPberisikan
pengenaan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 48% darijumlah Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak
Penjualan atas Barang Mewah yang tidak atau kurang dibayar. Saatwajib pajak setelah jangka waktu lima tahun tersebut dipidana
karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan atau tindakpidana lainnya yang dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan
negara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperolehkekuatan hukum tetap. Sanksi administrasi berupa bunga sebesar
48% sebulan tercantum dalam surat ketetapan pajak kurang bayarbersama dengan jumlah Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai
dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang tidak atau kurang
dibayar.
Sanksi administrasi berupa bunga sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 14 ayat (3) UU KUP diperuntukkan bagi jumlah
kekurangan pajak yang terutang dikenakan sanksi administrasi
berupa bunga sebesar dua persen sebulan. Sanksi administrasi
berupa bunga tersebut untuk jangka waktu paling lama 24 bulan,
terhitung sejak saat terutang pajak atau bagian tahun pajak atau
tahun pajak sampai dengan diterbitkan surat tagihan pajak. Surat
tagihan pajak yang diterbitkan, memuat jumlah kekurangan pajakyang terutang ditambah dengan sanksi administrasi berupa bunga
sebesar dua persen sebulan dan wajib dibayar lunas dalam jangka
waktu yang ditentukan.
Substansi hukum mengenai pengenaan sanksi administrasi
berupa bunga yang terdapat pada Pasal 14 ayat (3) UU KUP jugaditemukan pada Pasal 13 ayat (2) UU BPHTB, bahwa jumlah BeaPerolehan Hak atas Tanah dan Bangunan yang terutang tidak atau
kurang dibayar dalam surat tagihan Bea Perolehan Hak atas Tanah
dan Bangunan dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar
dua persen sebulan. Sanksi administrasi berupa bunga tersebutuntuk jarigka waktu paling lama 24 bulan sejak saat terutangnya
Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan. Pengenaan sanksi
administrasi berupa bunga sebesar dua persen sebulan, merupakanpenambahan jumlah utang Bea Pero lehan Hak atas Tanah dan
Bangunan yang wajib dibayar lunas dalam jangka waktu yangditentukan dalam surat tagihan Bea Perolehan Hak atas Tanah danBangunan.
Demikian pula halnya dalam Pasal 10 ayat (2) UU PDRD
bahwa jumlah kekurangan pajak daerah yang terutang dalam surattagihan pajak daerah dikenakan sanksi administrasi berupa bungasebesar dua persen setiap bulan untuk paling lama lima belas bulan
sejak saat terutangnya pajak daerah. ]umlah kekurangan pajakdaerah yang terutang dalam surat tagihan pajak daerah apabila
pajak daerah dalam tahun berjalan tidak atau kurang dibayar, atau
dari hasil penelitian surat pemberitahuan pajak daerah terdapat
kekurangan pembayaran sebagai akibat salah tulis dan atau salahhitung. Sanksi administrasi berupa bunga sebesar dua persen
tersebut, wajib dibayar lunas bersama dengan jumlah kekurangan
pajak daerah yang terutang dalam jangka waktu yang ditentukandalam surat tagihan pajak daerah termaksud.
Pajak daerah yang tercantum dalam surat ketetapan pajak
daerah yang tidak atau kurang dibayar setelah jatuh tempopembayaran dikenakan sanksi administrasi berupa sebesar duapersen sebulan, dan penagihan melalui surat tagihan pajak daerah
270 Pembaruan HukumPajak BAB 13: SanksiAdministrasi 271
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 aya t (3) UU PDRD.Sekalipun dalam surat ketetapan pajak daerah memuat pajak
daerah yang wajib dibayar, tetapi sampai pada saat jatuh tempopembayaran ternyata wajib pajak tidak membayar lunas, akibat darikesengajaan ata u kelalaiannya sehingga dikenakan sanksi
administrasi berupa bunga sebesar dua persen sebulan. Pajakdaerah yang tidak atau kurang dibayar bersama dengan sanksiadministrasi berupa bunga sebesar dua persen sebulan wajib
dibayar lunas dalam jangka waktu yang ditentukan dan pe nagihannya berdasarkan surat tagihan pajak daerah.
Terhadap pengusaha kena pajak yang gagal berproduksi dantelah diberikan pengembalian pajak masukan dikenakan sanksi
administrasi berupa bunga sebesar dua persen per bulan dari jumlahPajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.Sanksi administrasi berupa bunga sebesar dua persen per bulan,dihitung dari tanggal penerbitan Surat Keputusan Pengembalian
Kelebihan pembayaran Pajak Pertambahan Nilai dan PajakPenjualan atas Barang Mewah sampai dengan terbitnya surat
tagihan pajak, dan bagian dari bulan dihitung penuh satu bulan.
Pengenaan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 48% darijumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar berdasarkan PasallS
ayat (4) UU KUp, dikenakan kepada wajib pajak setelah jangka
waktu lima tahun telah lewat. Dalam hal, wajib pajak setelah jangkawaktu lima tahun tersebut dipidana, karena melakukan tindak
pidana di bidang perpajakan atau tindak pidana lainnya yang dapat
menimbulkan kerugian pada pendapatan negara berdasarkanputusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.Sanksi administrasi berupa bunga sebesar 48% tercantum dalam
surat ketetapan pajak kurang bayar tambahan yang peruntukan
kepada wajib pajak penghasilan atau pengusaha kena pajak sebagaiwajib Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas BarangMewah.
Diken akan sanksi adminis trasi beru pa bunga sebesar dua
persen sebulan untuk seluru h masa, yang dihitung dari tanggalja tuh te mpo sampai dengan tanggal pembayaran atau tanggalditerbitkannya surat tagihan pajak, dan bagian dari bu lan dihitung
penuh satu bulan berdasarkan Pasal19 ayat (1) UU KUP. Pengenaansanksi administrasi beru pa bunga dua persen ini, apabila Pajak
Penghasilan dan atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualanatas Barang Mewah yang masih harus dibayar menurut surat keteta
pan pajak kurang bayar, surat ketetapan pajak kurang bayartambahan pada saat jatuh tempo pembayaran tidak atau kurangdibayar. Begitu pula tambahan jumlah Pajak Penghasilan atau PajakPertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yangmasih harus dibayar berdasarkan surat keputusan pembetulan,
surat keputusan keberatan, putusan banding atau putusanpeninjauan kembali pada saat jatuh tempo pembayaran tidak atau
kurang dibayar.
Kemampuan wajib Pajak Penghasilan atau pengusaha kenapajak kadangkala terbatas untuk melunasi jumlah pajak yang
terutang pada waktu yang telah ditentukan, apalagi kalau wajibPajak Penghasilan atau pengusaha kena pajak berada dalam keadaanyang memaksa (overmacht) sehingga kewajiban itu tidak dapat
dipenuhinya. Oleh karena itu, Undang-undang Pajak memberikan
pengecualian berupa diperbolehkan mengangsur atau menundapembayaran Pajak Penghasilan atau Pajak Pertambahan Nilai dan
Pajak Penjualan atas Barang Mewah dalam jangka waktu yang
disepakati antara wajib pajak dengan pejabat pajak. Terkait denganitu , menurut Pasal 19 ayat (2) UU KUp, wajib Pajak Penghasilan
atau pengusaha kena pajak yang diperbolehkan mengangsur ataupenunda pembayaran Pajak Penghasilan atau Pajak PertambahanNilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, dikenakan sanksi
administrasi berupa bunga dua persen sebulan, dan bagian daribu lan dihitung penuh satu bulan.
Ketentuan yang sama dengan di atas terdapat pula dalam UU
PDRD, yang berarti diperuntukkan untuk pajak daerah. Pasal 11ayat (3) UU PDRD menegaskan, kepala daerah atas permo honan
wajib pajak setelah memenuhi persyaratan yang ditentukan dapatmemberikan persetujuan kepada wajib pajak untuk mengangsur
atau menunda pembayaran pajak, dengan dikenakan bunga sebesardua persen sebulan. Ketentuan ini tidak mengatur mengenai kapan
berakhir jangka waktu pengenaan bunga sebesar dua persen sebulanterhadap wajib pajak daerah yang diperbolehkan mengangsur atau
menunda pembayaran pajak daerah yang terutang karena tidakada batasan jangka waktu pengenaan bunga tersebut, berart iberakhirnya pengenaan bunga sebesar dua persen sebulan pada
saat tidak lagi mengangsur atau menunda pembayaran pajak daerahyang terutang. Selain itu, persyaratan yang harus dipenuhi wajibpajak agar boleh mengangsur atau menunda pembayaran pajakdaerah harus berdasarkan keputusan kepala daerah.
Bukan hanya pelunasan pajak yang terutang boleh dilakukanpenundaan, tetapi termasuk kewajiban wajib pajak untuk menyam
paikan surat pemberitahuan kepada Direktorat ]enderal Pajak ditempat tinggal atau tempat kedudukannya. Dalam hal ini, wajibpajak tersebut wajib mengaj ukan permohonan tertulis un tu k
menunda penyampaian surat pemberitahuan. Permohona n itu
harus dilengkapi dengan pernyataan mengenai penghitungan
sementara pajak yang teru tang dalam jangka waktu satu tahun pajak
dan bukti pelunasan kekurangan pembayaran Pajak Penghasilanatau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang
Mewah yang terutang.
]ika permohonan dikabu lkan berarti wajib Pajak Penghas ilan
ata u pengusaha kena pajak diperbolehkan men unda penyampaiansurat pemberitahuan dan penghitungan sementara Pajak Penghasilan atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas
c. Sanksi Administrasi Berupa Denda
Selain sanksi administrasi berupa bunga, dikenal pula sanksiadministrasi berupa denda yang dapat dikenakan kepada wajib pajak
yang tidak menaati ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan. Pengenaan sanksi ini dilakukan oleh pejabat pajakdalam rangka menegakkan hukum pajak. Sanksi administrasi
berupa denda tidak diterapkan untuk semua jenis pajak, hanya PajakPenghasilan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas
Barang Mewah, serta Pajak Bumi dan Bangunan. Sementara itu,pajak yang tidak mengenal sanksi administrasi berupa denda adalah
273BAB 13: Sanksi Administrasi
Barang Mewah yang terutang kurang dari jumlah Pajak Penghasilan
atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas BarangMewah yang sebenarnya terutang. Dalam hal ini, berdasarkan Pasal
19 ayat (3) UU KUPatas kekurangan pembayaran Pajak Penghasilanatau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang
Mewah yang terutang dikenakan sanksi administrasi. Sanksiadministrasi yang dimaksud adalah berupa bunga sebesar dua
persen sebulan yang dihitung dari saat berakhirnya kewajiban
menyampaikan surat pemberitahuan sampai dengan tanggal
dibayarnya kekurangan tersebut, dan bagian dari bulan dihitungpenuh satu bulan. Saat berakhirnya penyampaian surat pem
beritahuan adalah tergantung dari kebijakan pejabat pajakdengan tidak bertentangan hukum pajak.
UU PBBtidak mengatur mengenai sanksi administrasi berupabunga yang boleh dikenakan kepada wajib Pajak Bumi danBangunan. Dalam arti, sanksi administrasi berupa bunga tidakdikenal dalam pelaksanaan Pajak Bumi dan Bangunan. Dengan
dernikian, wajib Pajak Bumi dan Bangunan tidak akan dikenakan
sanksi administrasi berupa bunga, sebagaimana halnya denganwajib pajak yang tunduk pada UU KUp, UU BPHTB,dan UU PDRD.
Pembaruan Hukum Pajak272
274 Pembaruan HukumPajak BAB 13: Sanksi Administrasi 275
Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan serta pajak daerah.
Lain perkataan bahwa UU BPHTB dan UU PDRD tidak mengatursanksi administrasi berupa denda dan karena itu wajib pajak yangmelakukan pelanggaran hukum terhadap pelaksanaan Bea
Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan serta pajak daerah tidak
dikenakan sanksi administrasi berupa denda, melainkan sanksiadministrasi berupa bunga atau kenaikan.
Pengenaan sanksi administrasi berupa denda terhadap wajibpajak atau pengusaha kena pajak yang terikat pada Pajak
Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atasBarang Mewah diatur dalam Pasal 7 ayat (1) UU KUP. Sanksiadministrasi berupa denda dikenakan karena tidak menyampaikan
surat pemberitahuan dalam jangka waktu yang ditentukan,termasuk jangka waktu perpanjangan penyampaian surat pemberitahuan, untuk:
1. surat pemberitahuan masa Pajak Pertambahan Nilai sebesarRp500.000,OO;
2. surat pemberitahuan masa lainnya sebesar RplOO.OOO,OO;
3. surat pemberitahuan tahunan Pajak Penghasilan wajib pajakbad an, sebesar RplOOO.OOO,OO;
4. surat pemberitahuan tahunan Pajak Penghasilan wajib pajakorang pribadi, sebesar RplOO.OOO,OO.
Sanksi administrasi berupa denda karena tidak menyampaikansurat pemberitahuan dalam jangka waktu yang ditentukan, tidak
selalu harus dikenakan kepada wajib pajak, baik wajib pajak dariPajak Penghasilan, Pajak Pert am bah an Nilai Barang dan ]asa,serta Pajak Penjualan atas Barang Mewah. Hal ini merupakan
pengecualian dari ~uatu keadaa n yang tidak dapat dihindarkandan hukum pajak harus mengantisipasi keadaan tersebut. Adapunkeadaan yang harus diantisipasi adalah sebagai berikut.
1. Wajib pajak orang pribadi telah meninggal dunia.
2. Wajib pajak orang pribadi sudah tidak melakukan kegiatan
usaha atau pekerjaan bebas.
3. Wajib pajak orang pribadi bukan warga negar§. Indonesia yangtidak tinggal lagi di Indonesia.
4. Bentuk usaha tetap tidak melakukan kegiatan lagi di Indonesiakarena pailit atau telah dibubarkan.
5. Wajib pajak tidak melakukan kegiatan usaha lagi, walaupun
belum dinyatakan bubar sesuai dengan ketentuan yang ber
laku.
6. Bendahara tidak melakukan pembayaran lagi karena telah
diberhentikan dari jabatan itu.
7. Wajib pajak terkena bencana, yang pengaturannya merupa
kan kewenangan Menteri Keuangan.
8. Wajib pajak lain yang menurut Menteri Keuangan akan diatur
dengan atau berdasarkan peraturannya.
Pengecualian untuk tidak dikenakan sanksi administrasi
berupa denda tersebut di atas, pada hakikatnya merupakanperwujudan dari "keadilan" sebagai salah satu fungsi hukum pajak.
Pencerminan keadilan dalam hukum pajak menunjukkan responsif
terhadap perkembangan di masa kini dan mendatang. Dengan
dernikian, keberadaan pengecualian tersebut membuktikanbahwa hukum pajak mengalami pembaruan untuk mengantisipasi
perkembangan ke depan agar tetap fleksibel sifatnya.
Kemudian sanksi administrasi berupa denda yang terdapatdalam PasallO ayat (3) dan ayat (4) UU PBBhanya dperuntukkan
bagi wajib pajak yang terikat pada Pajak Bumi dan Bangunan. Sanksiadministrasi berupa denda tercantum dalam surat ketet apan pajakyang diterbit kan oleh pejabat pajak. Adapun sanksi administrasi
berupa denda sebagaimana dimaksud pada Pasal 10 ayat (3) UU
PBB, sebesar 25% dihitung dari pokok pajak (jumlah Pajak Bumi
dan Bangunan yang terutang dalam surat ketetapan pajak) bila suratpemberitahuan objek pajak tidak disampaikan dan setelah ditegur
secara tertulis tidak disampaikan sebagaimana ditentukan dalam
surat teguran tersebut. Kernudian sanksi administrasi berupa dendasebagaimana dimaksud pada Pasal 10 ayat (4) UU PBB, sebesar
25% dari selisih Pajak Bumi dan Bangunan yang terutang berdasar
kan hasil pemeriksaan atau keterangan lain ternyata jumlah Pajak
Bumi dan Bangunan yang terutang lebih besar dari jumlah PajakBumi dan Bangunan yang dihitung berdasarkan surat pern
beritahuan objek pajak yang disampaikan oleh wajib pajak.
Pajak Bumi dan Bangunan yang terutang berdasarkan surat
pemberitahuan pajak terutang harus dilunasi selambat-lambatnya
enam bulan sejak tanggal diterima surat pemberitahuan pajakterutang oleh wajib pajak, sedangkan Pajak Bumi dan Bangunan
yang terutang berdasarkan surat ketetapan pajak harus dibayarlunas selambat-lambatnya satu bulan sejak tanggal diterima surat
ketetapan pajak oleh wajib pajak. Ketika jangka waktu tersebuttidak dipenuhi oleh wajib pajak, berdasarkan Pasalll ayat (3) UU
PBB dikenakan sanksi administrasi berupa denda sebesar dua
persen sebulan, dihitung dari saat jatuh tempa sampai dengan hari
pembayaran untuk jangka waktu paling lama 24 bulan. Sanksi
administrasi ini dicantumkan dalam surat tag ihan pajak yang
diterbitkan oleh pejabat pajak.
Sanksi administrasi berupa denda tidak dikenal dalam UUBPHTB, berarti bahwa Wajib Bea Perolehan Hak atas Tanah dan
Bangunan tidak akan dikenakan sanksi admi nist rasi berupa denda
oleh pejabat pajak. Demikian pula halnya terh adap wajib pajakdaerah karena UU PDRD tidak mengatur m engenai sa nksiadministrasi berupa denda. Berbeda halnya terhadap wajib Pajak
D. Sanksi Administrasi Berupa Kenaikan
Penghasi lan dan pengusaha kena pajak dapat dikeriakan sanksi
administrasi berupa denda.
277SAS 13: Sanksi Administrasi
Selain sanksi administras i beru pa bu nga dan de nda, juga
dikenalsanksi administrasi berupa kenaikan yang dapat dikenakan
kepada wajib pajak oleh pejabat pajak dalam rangka menegakkanhukum pajak. Pengenaan sanksi administ rasi berupa kenaikan
hanya tertuju kepada wajib pajak yang tidak mem bayar lunas jumlahpajak yang terutang. Pada hakikatnya, sanksi adm inistrasi berupa
kenaikan bertujuan agar wajib pajak t idak beru paya untukmelakukan penghindaran pembayaran pajak karen a dapat
menimbulkan kerugian pada pendapatan negara.
Pasal 13 ayat 3 UU KUP memuat san ksi administrasi berupa
kenaikan yang dikenakan kepada wajib pajak yang tidak membayarlun as jumlah Pajak Penghasilan atau Pajak Pertambahan Nilai dan
Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang terutang dalam surat
ketetapan pajak kurang bayar, sebesar:
a. lima puluh persen dari pajak pen ghasil an yang tidak atau
kurang dibayar dalam satu tahun pajak;
b. seratus persen dari pajak penghasilan yang tidak ata u kurangdipotong, tidak atau kurang dipungut, tidak atau kurang
disetor, dan dipotong atau dipungut , tetapi tidak atau kurang
disetorkan:
c. se ratus persen dari Pajak Pertambahan Nilai da n PajakPenjual an atas Barang Mewah yang tidak ata u kurang dibayar..Bes arnya sanksi administrasi berupa kenaikan men uru t
Penjelasan ketentuan Pasa l 13 ayat (3) UU KUp, berbeda-beda 'menurut jen is pajaknya. Untuk jenis Pajak Penghasilan yang dibayarsendiri wajib pajak, sanksi kenaikan sebesar lima puluh per sen,
PembaruanHukum Pajak276
278 Pembaruan Hukum Pajak SAS 13: Sanksi Administrasi 279
untuk jenis Pajak Penghasi lan yang dipotong oleh orang ataubadan lain sanksi kenaikan sebesar seratus persen. Sementara itu,
untuk jenis Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atasBarang Mewah sanksi kenaikan sebesar seratus persen. Ketentuanini memberikan klasifikasi terhadap jenis pajak yang dikenakan
sanksi administrasi berupa kenaikan. Hal ini dimaksudkan agar
ada kepastian hukurn, baik terhadap wajib pajak maupun pejabatpajak yang menjatuhkan sanksi tersebut.
Sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar seratus persen
dikenakan terhadap jumlah pajak yang terutang, baik PajakPenghasilan maupun Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualanat as Barang Mewah dalam surat ketetapan pajak kurang bayartambahan berdasarkan Pasal 15 ayat (2) UU KUP. Apabiladitemukan data baru dan atau data yang semula belum terungkap
yang mengakibatkan penambahan utang pajak yang terutang.Ketentuan yang sama terdapat pula dalam Pasal 12 ayat (2) UUBPHTB. Sanksi administrasi berupa kenaikan dicantumkan dalamsurat ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunankurang bayar tambahan karena ditemukan data baru dan atau data
yang semula belum terungkap yang menyebabkan penambahanjumlah Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan setelah
diterbitkan surat ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah danBangunan. Kenaikan sebagai sanksi administrasi sebesar seratus
persen dari jumlah kekurangan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan
Bangunan yang terutang dikenakan kepada wajib Bea Perolehan
Hak atas Tanah dan Bangunan. Akan tetapi, bila wajib Bea PerolehanHak at as Tanah dan Bangunan melaporkan sendiri mengenai
data baru dan atau data yang semula belum terungkap yangmenyebabkan penambahan jumlah Bea Perolehan Hak atas Tanahdan Bangunan yang terutang, sebelum dilakukan tindakan
perneriksaan, tidak dikenakan sanksi administrasi berupa kenai kan.
Sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar seratus persen
dari jumlah kekurangan pajak daerah sebagaimana dimaksud dalamPasal 9 ayat (3) UU PDRD, tatkala jumlah kekurangan pajak daerahyang terutang dalam surat ketetapan pajak daerah kurang bayar
tarnbahan. Pelunasan kekurangan pajak daerah yang terutangbersama dengan sanksi administrasi sebesar seratus persen harus
dalam jangka waktu yang ditentukan.
Selain itu, pengenaan secara bersama sanksi administrasi
berupa kenaikan dengan sanksi administrasi berupa bunga terdapat
dalam Pasal9 ayat (5) UU PDRD.Jumlah kekurangan pajakdaerahyang terutang dalam surat ketetapan pajak daerah kurang bayarsebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a angka 3, dikenakansanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 25% dari pokok pajak
daerah ditambah sanksi administrasi berupa bunga sebesar duapersen sebulan. Pengenaan kedua sanksi administrasi tersebut
dihitung dari pajak daerah yang kurang atau terlambat dibayaruntuk jangka waktu paling lama 24 bulan dihitung sejak saat
terutangnya pajak daerah.
Sanksi administrasi berupa kenaikan tidak dikenal dalam UU
PBB, berarti wajib Pajak Bumi dan Bangunan tidak dikenakan sanksiadministrasi berupa kenaikan. Oleh karena itu, pejabat pajak tidak
berwenang mengenakan sanksi administrasi berupa kenaikan
kepada wajib Pajak Bumi dan Bangunan. Dengan dernikian, wajibPajak Bumi dan Bangunan terhindar dari pengenaan sanksi
administrasi berupa kenaikan.
281
Pajak Ganda
A. Pengertian
Pajak ganda merupakan puIa objek kajian yang tidak berbedadengan objek kajian Iainnya daIam hukum pajak. Pajak ganda seIaIudipersoaIkan bagi negara-negara yang Iebih mengutamakan fungsipemungutan pajaknya bersifat budgetair karena hanya semata-rnata
untuk mengisi kas negara. Anggapan yang mengutamakan fungsibudegtair tidak salah, meIainkan perIu dipertimbangkan bahwafungsi mengatur (regulerent) yang boIeh didahuIukan agar kesejah
teraan dapat terwujud daripada memiskinkan rakyat. Bila haI inidilakukan oleh tiap negara, kemungkinannya tidak ada pajak ganda.
Pajak ganda adalah pajak yang dipungut Iebih dari satu kaIi
atas objek pajak yang sama dengan wajib pajak yang sama pula.Rochmat Soemitro (1988;74) mengemukakan sering terjadi bahwa
untuk objek yang sama terjadi pungutan ganda, artinya untuk satuobjek pajak yang sama dikenakan pajak yang sama atau yang
jenisnya sama dua kaIi atau Iebih pada wajib pajak yang sama.
Pemungutan pajak boIeh diIakukan oleh dua daerah atau lebihdalam suatu negara, begitu puIa pajak yang dipungut oIeh satu
negara atau lebih dari satu negara berdasarkan pengaturan negarayang bersangkutan. Pajak ganda pada prinsipnya boleh terjadidalam bentuk Pajak Ganda Nasional dan Pajak Ganda InternasionaI.
282 Pembaruan Hukum Pajak SAS 14: Pajak Ganda 283
B. Pajak Ganda Nasional
Kedaulatan yang ada pada negara dapat diwujudkan dalam
suatu bentuk yang mengikat pada rakyat maupun penduduk dalam
negara yang bersangkutan. Sebagai contoh, Indonesia adalah negara
yang berdaulat berdasarkan UUD 1945, berarti kedaulatan yang
dimiliki Indonesia harus berdasarkan UUD 1945 karena kalau tidak
demikian, berarti suatu penyimpangan terhadap pelaksanaan
kedaulatan itu sendiri. Pasal 23A UUD 1945 menegaskan bahwa
pajak dan pungutan yang bersifat memaksa untuk keperluan negara
diatur dengan undang-undang. Dalam arti, Indonesia memiliki
kedaulatan untuk mengatur pajak dan pungutan yang bersifat
memaksa dalam bentuk undang-undang. Pembentukan undang
undang sebagaimana dimaksud pada Pasal23A UUD 1945 diharap
kan pengenaan pajak yang bersifat ganda dapat dihindari, karena
secara tegas melanggar hak asasi wajib pajak dalam berperanserta
membiayai pelaksanaan pemerintahan negara.
Pajak Ganda Nasional terjadi karena tidak ada ketidaktelitian
bagi pembuat undang-undang, pada saat pembahasan terhadap
rancangan undang-undang di bidang perpajakan sehingga
menjadi undang-undang yang mengikat wajib pajak maupun pejabat
pajak. Pajak Ganda Nasional adalah pajak yang dikenakan oleh
negara atas objek pajak yang sama dengan wajib pajak yang sama
pula. Pemungutan pajak yang dilakukan negara (pajak negara)
dengan daerah dalam negara (pajak daerah) atas objek pajak yang
sama dengan wajib pajak yang sama merupakan pula Pajak Ganda
Nasional. Pengenaan Pajak Ganda Nasional sangat memberatkan
wajib pajak, sekalipun telah ditegaskan bahwa wajib pajak memiliki
kewajiban kenegaraan dan peran sertanya da lam membiayai
pelaksanaan pemerintahan negara. Hal ini perlu dipertimbangkan
untuk mencegah agar tidak ada pengenaan Pajak Ganda Nasional
ketika negara hanya menggantungkan surnber pembiayaannyaberasal dari sektor perpajakan.
Bagi negara yang mengenakan pajak kepada warganya maupun
penduduk dalam negara dengan pajak negara, berkewajiban
meniadakan pengenaan pajak daerah yang objek pajak sama dengan
wajib pajak yang sama pula. Itulah sebabnya dalam hukum pajak
diatur mengenai lapangan pajak negara dengan lapangan pajak
daerah, baik pajak daerah provinsi maupun pajak daerah
kabupaten/kota. Hakikatnya adalah agar Pajak Ganda Nasional
tidak terjadi dalam pengaturan dan pengenaannya dalam undang
undang, berarti kalau ada Pajak Ganda Nasional, penyebabnya
adalah pengaturan dan pengenaannya yang ditetapkan dengan
undang-undang.
c. Pencegahan Pajak Ganda Nasional
Pajak Ganda Nasional sangat memengaruhi wajib pajak untuk
tidak taat karena dibebani kewajiban yang bersifat ganda pula, hal
ini wajib dicegah sebelum memperoleh prates atau sanggahan dari
wajib pajak yang dirugikan. Pencegahan Pajak Ganda Nasional,
tergantung dari kemauan politik pembuat undang-undang untuk
melakukan perubahan dan bahkan kalau perlu mengganti Undang
undang Pajak yang melahirkan Pajak Ganda Nasional. Misalnya,
pengenaan pajak terhadap objek pajak dan wajib pajak harus
ditetapkan secara tegas dan jelas sehingga tidak ada penafsiran lain
yang boleh digunakan selain penafsiran autentik.
Hakikat yang terkandung pada pencegahan Pajak Ganda
Nasional adalah untuk memberikan keadilan, kemanfaatan, dan
kepastian hukum bagi pihak-pihak yang terkait dalam upaya untuk
menghindari Pajak Ganda Nasional. Sebenarnya Pajak Ganda
Nasional dapat dicegah kalau ada pemahaman mengenai kewajiban,
hak, dan wewenang di pihak lain, serta di lain pihak keadilan,
kemanfaatan, dan kepastian hukum bukan hanya "kalirnat yang
dapat dibaca" tetapi harus diterapkan dalam pemungutan pajak.
284 Pembaruan Hukum Pajak BAB 14: Pajak Ganda 285
Dengan demikian, Pajak Ganda Nasional tidak akan ada selama
Undang-undang Pajak yang dibuat berdasarkan kemauan politik
pembuat undang-undang untuk mensejahterakan rakyat padaumurnnya, dan khususnya terhadap wajib pajak .
D. Pajak Ganda Internasional
Pajak Ganda 1nternasional merupakan bagian tak terpisahkandengan Pajak Ganda Nasional karena kedua-duanya sebagai satukesatuan tak terpisahkan dalam kajian hukum pajak. Pajak GandaInternasional menurut Rochmat Soemitro (1988;75) terjadi kalau
dua negara, masing-masing mengenakan pajak yang sama, atauyang sejenisnya sarna, pada saat yang sama atas objek yang samapada wajib pajak yang sama, atau yang dipikul oleh wajib pajakyang sama. Begitu pula halnya pendapat Wirawan B.Ilyas (2001;85)
bahwa Pajak Ganda Internasional umumnya terjadi karena pad a. dasarnya tidak ada Hukum 1nternasional yang mengatur hal
tersebut sehingga terjadi bentrokan hukum antar dua negara ataulebih. Oleh karena itu, Erly Suandy (2000; 153) mengatakan Pajak
Ganda Internasional adalah pajak yang dikenakan lebih dari satukali terhadap objek yang sama oleh lebih dari satu negara, dengankata lain Pajak Ganda Internasional timbul karena; a) ada lebih
dari satu negara yang memungut pajak, dan b) dikenakan terhadapobjek pajak yang sama.
Berdasarkan pengertian Pajak Ganda Internasional, ]aja Zakaria(2005;8) mengatakan dari urai an-uraian di atas, dapat ditarik
kesimpulan bahwa dalam pengertian Pajak Ganda Internasionalterdapat unsur-unsur, di antaranya;
1. terdapat dua negara (atau lebih) yang mengenakan pajak;
2. pajak tersebut dikenakan terhadap subjek pajak yang sama;
3. objek pajak yang dikenakan adalah sama;
4. adanya kesamaan mengenai jenis pajak yang dikenakan;
5. pajak tersebut dikenakan dalam periode (masa) yang identik.
Sementara itu , Rochmat Soemitro (1988;76) mengatakan PajakGanda Int ern asional merupakan masalah yang menjad i perhatian
banyak negara di dunia karen a perd agan gan internasional danperalihan teknologi makin maju sehingga wajib pajak di satu negara
memperoleh juga penghasilan di negara lain. Bila terj adi PajakGanda, maka pada lazimnya negara tempat sumber pen ghasilanmempunyai hak utama untuk mengenakan hasil yang keluar dari
sumber negaranya (source principle). Maka, negara tempat tin ggalharus memberi prioritas kepada negara sumber dan pajak di tempattinggalnya pada waktu penetapan, harus dikurangi dengan kreditdari pajak yang dikenakan di negara domisili harus menjadiperhatian dari bagian penagihan dan harus diminta tanda-tanda
pembayaran pajak di negara sumber tersebut.
Terjadinya Pajak Ganda Internasional karena tidak ada suatu
hukum yang berlaku secara umum bagi negara untuk digunakansebagai dasar pemungutan pajak. Hal ini disebabkan bahwa tiapnegara memiliki kedaulatan tersendiri untuk mengatur danmemungut pajak kepada wajib pajak, walaupun berada di luar
negaranya. Agar tidak terjadi Pajak Ganda Internasional merupakankewajiban hukum bagi negara-negara untuk melakukan upaya
pencegahan Pajak Ganda Internasional. Oleh karena itu, kewajibannegara-n egara untuk meniadakan Pajak Ganda Internasional dengan
menggunakan saluran hukum yang tersedia.
E. Pengenaan Pajak Ganda Internasional
Rachmanto Surahmat (2000;21) mengatakan pengenaan Pajak
Ganda secara Internasional pada dasarnya merupakan akibat dariperbedaan prinsip-prinsip perpajakan Internasional yang dianutoleh setiap negara. Perbedaan prinsip tersebut mengakibatkan
2. Konflik karena Perbedaan Definisi Penduduk
1. Konflik antar Asas Domisili dengan AsasSumber
Penyebab terjadinya pengenaan pajak berganda biasanya ber
temunya asas domisili dengan asas sumber. Negara domisili mengenakan pajak atas seluruh penghasilan yang diperoleh penduduknya,sedangkan negara sumber mengenakan pajak atas penghasilan yang
berasal dari negara tersebut. Dalam hal ini terjadi konflik antara
world-wide income principle dan konsep kewenangan atas wilayah.
287SAS 14: Pajak Ganda
Sebagai contoh, seorang warga negara Amerika Serikat bekerja diperusahaan minyak yang melakukan kegiatan eksplorasi diIndonesia, Untuk itu harus tinggal di Indonesia. Berdasarkan
definisi "subjek pajak dalam negeri" orang Amerika Serikatterisebut dianggap sebagai "penduduk" Indonesia, Oleh karena
itu, ia dikenakan pajak atas seluruh penghasilannya dari Indonesiamaupun dari luar negeri.
Dari sudut pandang Undang-undang Pajak di Amerika Serikat,
orang tersebut tetap dianggap sebagai penduduk Amerika Serikat,walaupun tidak tinggal di Amerika Serikat. Amerika Serikat
mengenakan pajak atas seluruh penghasilannya. ]adi, jelas bahwatelah terjadi pengenaan pajak berganda karena orang yang samadianggap sebagai penduduk di dua negara. Konflik mengenaipenduduk ganda ini (dual residence) biasanya terjadi atas orangpribadi. Tidak demikian halnya dengan bad an hukum, karenabiasanya pengurus suatu badan (hukum) berada di negara di mana
badan tersebut didirikan.
3. Perbedaan Definisi tentang Sumber Penghasilan
Sebab ketiga yang dapat menyebabkan pengenaan pajak
berganda adalah bila dua negara atau lebih memberlakukan suatu
jenis penghasilan sebagai penghasilan yang bersumber dariwilayahnya. Hal ini berakibat penghasilan yang sama dikenakan
pajak di dua negara. Misalnya, suatu badan yang merupakan"penduduk" negara A, mempunyai badan usaha tetap (BUT) di
negara B, dan mengembangkan suatu teknologi yang kemudian
diberikan kepada BUT lainnya yang berada di negara C. Negara Cmenganggap bahwa ia berhak mengenakan pajak at as imbalanuntuk teknologi tersebut sebab sumbernya adalah di mana
teknologi tersebut dimanfaatkan. Sebaliknya, negara B akanmengenakan imbalan tersebut sebagai laba usaha.
Pembaruan Hukum Pajak
Seseorang pribadi atau badan pada saat yang bersamaan dapat
dianggap sebagai penduduk dari dua negara. Hal ini boleh terjadi
karena definisi "penduduk" kedua negara tersebut berbeda.
Keadaan ini memperburuk pengenaan Pajak Berganda sebab pajak
"penduduk" tersebut ditetapkan dua kali.
Konflik ini tampak lebih nyata bila salah satu negara menganut
asas kewarganegaraan sebagai kriteria kedua dalam menentukanapakah seseorang merupakan penduduk negara tersebut. Kebanya
kan negara, kecuali Amerika Serikat, tidak menganut asas kewarganegaraan karena hal itu menimbulkan pengenaan pajak berganda.
konflik yurisdiksi an tara satu negara dan negara lainnya. Walaupun
setiap negara mempunyai metode pencegahan pajak ganda secaraunilateral, hal ini tidak sepenuhnya menjamin tidak terjadinya
pengcnaan Pajak Berganda.
Konflikyurisdiksi ini menurut Rachmanto Surahmat (2000;23)
berasal dari kenyataan bahwa setiap negara bebas menentukan
sendiri yurisdiksi pajaknya di luar wilayahnya. Biasanya pengenaanpajak berganda disebabkan oleh tiga jenis konflik yurisdiksi, yaitu
sebagai berikut.
286
288 Pembaruan HukumPajak SAS 14: Pajak Ganda 289
Contoh lainnya, pada Pasal 26 ayat (1) UU PPh yang mengaturbahwa apabila wajib pajak dalam negeri membayar imbalan kepada"pe nduduk luar negeri" seh ubungan dengan jasa yang dilakukan
nya, imbalan tersebut harus dipotong PPh sebesar dua puluhpersen. Cakupan ketentuan tersebut sangat luas karena walaupun
dil aku kan di luar negeri, jasa tersebut tetap dia nggap se bagaipenghasilan yang sumbernya ada di Indonesia berdasarkan UU PPh.
Sebaliknya, menuru t negara di mana "penduduk luar nege ri" yangmemberikan jasa tersebut berada, sum ber penghas ilan itu beradadi negaranya. Dalam hal ini, imb alan atas jasa tersebut diken akanpajak di dua negara.
F. Pencegahan Pajak Ganda InternasionalTelah dikemukakan bahwa Pajak Ganda Internasional dapat
dicegah dengan menggunakan saluran hukum yang telah ditentukan . Pencegahan Pajak Ganda Internasional tidak boleh men ge
sampingkan asas -asas hukum pengenaan pajak, karena mengandung prinsip yang sangat mendalam dalam pengenaan pajak yangdilakukan tiap negara.
Pencegahan Pajak Ganda Internasional menurut Rochm at
Soemitro (1988; 75-7 6) dapat dilaku kan dengan menggunakan duacara, yakni "unilateral" dan "bilateral". Cara unilateral ialah cara
yang dil akukan sendiri oleh negara yang bersangku tan dengan
memasukkan cara pencegahan pajak gan da itu dalam Undan g
un dang Pajak nasionalnya sendiri , berdasarkan prinsip-prinsippencegah an Pajak Ganda Internasional , tanp a bantuan negara lain
yang bersangkutan. Cara bilateral ialah mencegah Pajak GandaInternasional dengan mengadakan "Tax treaty for the avoidance ofdouble taxation". Untuk keperluan ini dua nega ra yang berkepen
tingan merencanakan draft pencegahan pajak ganda, yang jikadisetujui oleh kedua belah pihak di paraf draftnya oleh ketua
delegasi, yang kemudian olch masing-masing delegasi dikirim kenegaranya unt uk diratifikasi dan dipertukarkan dcngan negara pihak
lain sehingga perjanjian itu me ngika t seluruh rakyat negara itu .Jika antara dua negara sudah ada perjanjian internasional tcntang
pencegahan pajak ganda, maka peraturan yang telah disetujui oleh
kedua negara yang bers angkut an, dit erapkan (bilateral) , sedangkanketentuan unilateral yang terd apat dalan Und ang-undang Pajak
masing-masing (bila ada) tid ak diterapkan.
Pencegahan Pajak Ganda Internasional boleh diupayakan secara
sepihak boleh pula diupayakan dengan dua pihak atau lebih. Upayasecara sepihak tidak melibatkan pihak lain dilakukan oleh negarayang bersangkutan dengan memuat ketentuan-ketentuan yang
mencegah pajak ganda tersebut. Karena hal ini merupakan perwujudan kedaulatan negara terhadap ketentuan-ketentuan hukum
yang diberlakukan terhadap wajib pajak dalam negaranya sendiri.Upaya dengan dua pihak atau lebih ditetapkan dalam suatu bentukperjanjian yang diadakan untuk mencegah pengenaan Pajak Ganda
Internasional. Perjanjian itu dapat bersifat bilateral maupun bersifatmultilateral, tergantung kepentingan negara-negara yang menghendaki pencegahan pengenaan Pajak Ganda Internasional itu.
Perjanjinan yang bersifat bilateral adalah perjanjian yang diadakan
hanya dua negara yang membicarakan upaya-upaya pencegahan
Pajak Ganda Internasional yang melibatkan warganya rnasing
masing. Perjanjian yang bersifat multilateral adalah perjanjian yang
diadakan lebih dari dua negara yang membicarakan upaya-upayapencegahan Pajak Ganda Internasional yang melibatkan kepen
tingan warganya terhadap negara lain sebagai peserta perjanjian
termaksud.
Upaya-upaya pencegahan pengenaan Pajak Ganda Internasional secara unilateral dalam Undang-undang Pajak Nasional,tidak hanya ada dalam ketentuan UU PPh, tetapi juga terdapatda lam ketentuan UU PPN . Ketentuan UU PPh yang memuat
290 Pembaruan Hukum Pajak 291
keterituan pencegahan Pajak Ganda Imernasional terdapat padaPasal24 UU PPh . Sementara itu, ketentuan UU PPN yang memuat
ket~ntuan pencegahan Pajak Ganda Internasional terdapat padaPasal9 UU PPN. Kedua ketentuan tersebut sangat terkait dengankredit pajak yang boleh dikompensasikan dengan utang pajak yang
dimiliki oleh wajib pajak sebagai akibat dari penghasilan yangditerima atau melakukan kegiatan berupa Penyerahan Barang KenaPajak atau Penyerahan ]asa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean
dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya.
Meskipun dernikian, cara unilateral masih memiliki kebaikanyang ban yak dibandingkan kelemahan yang dikandungnya. Hal iniditegaskan oleh ]aja Zakaria (2005;10) bahwa kebaikan
(keuntungan) dari cara penghindaran pajak ganda secara unilateraladalah pembuatan ketentuannya yang relatif lebih mudah karenatidak perlu melibatkan atau tergantung kepada negara lain. Disamping itu, penerapannya pun mudah karena sepenuhnya berdasarkan ketentuan-ketentuan Undang-undang Nasional. Kerugian
nya adalah terdapat aspek-aspek Pajak Ganda Internasional yangtidak dapat dipecahkan secara sepihak (unilateral). Misalnya, pajakganda yang timbul sebagai akibat adanya kependudukan yang
rangkap (dual residence) tidak dapat dipecahkan secara unilateral
karena menyangkut kepentingan dan sistem serta hukum pajaknegara lain. Di samping itu, ketentuan penghindaran pajak ganda
unilateral umnumnya hanya mengatur penghindaran pajak untuk
wajib pajak dalam negeri (resident taxpayer) tidak mengaturpenghindaran pajak untuk wajib pajak luar negeri (non-residenttaxpayer).
Pengampunan Pajak
A. Pendahuluan
Dalam negara Indonesia yang berdasarkan UUD 1945,Presiden merupakan satu-satunya yang berwenang memberikanpengampunan atas hukuman yang dikenakan atau dijatuhkan olehbadan peradilan kepada seseorang atau lebih karena melakukanperbuatan melanggar hukum. Pemberian pengampunan olehPresiden disebut "grasi" sebagaimana diatur dalam Pasal 14 ayat(1) UUD 1945 yang melibatkan Mahkamah Agung.
Hal yang sama juga djumpai dalam hukum pajak, adanyapengampunan pajak yang boleh dil aku kan sepanjang tidakbertentangan dengan hakikat yang dikandung Pasal23A UUD 1945.
Pengampunan pajak boleh saja dilakukan, tetapi dengan syarat
syarat bahwa harus diatur dengan undang-undang, yang berartimelibatkan dua pihak antara rakyat yang diwakili Dewan Perwakilan
Rakyat dengan Presiden. Sebaliknya, yang selama ini pernah terjadiadalah hanya dilakukan oleh satu pihak, yakni Presiden tanpamelibatkan Dewan Perwakilan Rakyat sebagai wakil rakyat,sehingga tidak ditetapkan dalam bentuk undang-undang.
Pada tahun 1984 Presiden memberi pengampunan pajakterhadap wajib pajak yang memiliki utang pajak. Pengampunan
292 Pembaruan Hukum PajakBAB 15: Pengampunan Pajak 293
pajak tersebut ditetapkan dalam bentuk "Keputusan PresidenNomor 26 Tahun 1984 tentang Pengampunan Pajak". Akan tetapi,tidak lama kemudian dilakukan perubahan terhadap KeputusanPresiden tersebut berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 72Tahun 1984 ten tang Perubahan Keputusan Presiden Nomor 26Tahun 1984 tentang Pengampunan Pajak (KEPRES). Perubahanditujukan pada jangka waktu pengampunan pajak dari selambatlambatnya 31 Desember 1984 menjadi selambat-lambatnya 30 ]uni1985.
Setiap orang pribadi atau badan dengan nama dan dalambentuk apa pun, baik yang telah menjadi wajib pajak maupun belumterdaftar menjadi wajib pajak boleh memperoleh pengampunanpajak. Pengampunan pajak ditujukan terhadap pajak yang belumpernah atau belum sepenuhnya dikenakan atau dipungutberdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan.]enis pajakyang memperoleh pengampunan pajak sebagaimana ditetapkansecara limitatif dalam Pasal 1 ayat (2) Kepres tersebut, yaitu:
1. pajak pendapatan atas pendapatan yang diperoleh dalam tahunpajak 1983 dan sebelumnya;
2. pajak kekayaan atas kekayaan yang dimiliki pada tanggal 1]anuari 1984 dan sebelumnya;
3. pajak perseroan atas laba yang diperoleh dalam tahun pajak1983 dan sebelumnya;
4. pajak atas bunga, dividen dan royalti yang terutang atas bunga,dividen dan royalty yang dibayarkan atau disediakan untukdibayarkan sampai dengan tanggal 31 Desember 1983;
5. MPO wapu yang terutang dalamn tahun 1983 dan sebelumnya;
6. pajak pendapatan buruh (PPd, 17 a) yang terutang dalamtahun pajak 1983 dan sebelumnya;
7. pajak penjualan yang terutang dalam tahun 1983 dan sebelumnya.
Pengampunan pajak yang diadakan pada tahun 1984 agar wajibpajak dengan mudah untuk melaporkan diri pada pejabat pajakuntuk didata ulang dalam rangka memberlakukan Undang-undangPajak yang baru pada saat itu. Termasuk dalam arti Undang-undangPajak yang baru adalah Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, UndangUndang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan, danUndang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak PertambahanNilai Barang dan ]asa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.Ketiga Undang-undang Pajak ini diberlakukan pad a tanggal 1]anuari 1984.
B. Syarat-syarat Pengampunan PajakUntuk memperoleh pengampunan pajak, setiap wajib pajak
harus memenuhi syarat-syarat yang telah ditetapkan. ]ika syaratsyarat tidak terpenuhi, pengampunan pajak dengan sendirinyagugur. Mengenai syarat-syarat pengampunan pajak sebagaimanadiatur dalam Pasa12 ayat 0) Kepres, adalah :
1. mendaftarkan diri pada Kantor Inspeksi Pajak dalam wilayah
wajib pajak bertempat tinggal atau berkedudukan, bagi yangbelum mempunyai nomor pokok wajib pajak;
2. menyampaikan pernyataan tertulis mengenai jenis pajak clantahun pajak yang dimintakan pengampunan;
3. menyampaikan daftar kekayaan per I ]anuari 1984 yang bagiwajib pajak orang pribadi yag tidak menyelenggarakanpembukuan;
4. menyampaikan neraca per I ]anuari 1984 yang benar bagi wajibpajak orang pribadi yang menyelenggarakan pembukuan danwajib pajak badan;
294 Pembaruan Hukum PajakBAB 15: Pengampunan Pajak 295
5. mengisi surat pemberitahuan dengan sebenarnya mengenaipenghasilan tahun 1984 bagi wajib pajak Pajak Penghasi lan,
kekayaan per 1]anuari 1984 dan pemungutan pajak penjualanserta Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas BarangMewah yang terutang dalam tahun 1984;
6. mengisi dengan benar surat pemberitahuan mengenai segalajenis pajak untuk dan pada tahun-tahun 1985, 1986, dan tahun1987.
Pernyataan dalam rangka pengampunan pajak tersebut harus
disampaikan ke Kantor Inspeksi Pajak dalam wilayah wajib pajakbertempat tinggal atau berkedudukan.]angka waktu penyampaiannya selambat-Iarnbatnya pada tanggal 30 ]uni 1985. Apabilapernyataan itu disampaikan langsung oleh wajib pajak ke Kantor
Inspeksi Pajak harus diberi tanda bukti penerimaan. Bagi wajibpajak yang mengirim pernyataannya dengan pos tercatat, resipengiriman pernyataan tersebut dianggap sebagai tanda buktipenerimaan. Penyampaian daftar kekayaan harus disertai tanda
bukti setoran uang tembusan. ]angka waktu penyampaiannya keKantor Inspeksi Pajak dalam wilayah wajib pajak bertempat tinggal
atau berkedudukan, juga selambat-Iambatnya pada tanggal30 ]uni1985.
Mengenai tanda bukti uang setoran sebagai suatu kewajiban
bagi wajib pajak, adalah sebagai berikut.
1. Wajib pajak yang pada tanggal ditetapkannya keputusan ini
telah menyampaikan surat pemberitahuan pajak pendapatan/
pajak perseroan tahun 1983 dan pajak kekayaan tahun 1984,dikenakan uang tembusan dengan tarif satu persen dari jumlahkekayaannya yang dijadikan dasar untuk menghitung jumlah
pajak yang dimohonkan pengampunan.
2. Wajib pajak yang pada tanggal ditetapkannya keputusan inibelum menyampaikan surat pemberitahuan pajak pendapatanl
I
pajak perseroan tahun 1983 dan pajak kekayaan tahun 1984,dikenakan uang tembusan dengan tarif sepuluh persen dari
jumlah kekayaan yang dijadikan dasar untuk menghitungjumlah pajak yang dimohonkan pengampunan.
]umlah kekayaan yang dijadikan dasar untuk menghitung
jumlah pajak yang dimohonkan pengampunan adalah kekayaanbersih yang tercantum dalam daftar kekayaan/neraca per 1]anuari1984 yang benar, dengan jumlah kekayaan bersih yang terdapat
dalam surat pemberitahuan pajak pendapatan/pajak perseroan
tahun 1983 dan pajak kekayaan 1984. Terhadap jumlah kekayaantersebut dimasukkan dalam modal perusahaan. Peningkatan modalsaham sebagai akibat pertambahan modal perusahaan dibebaskandari Bea Meterai modal. Penambahan nilai saham dan/atau
pemberian saham baru kepada pemegang saham sebagai akibatpertambahan modal perusahaan dibebaskan dari pengenaan PajakPenghasilan.
c. Tujuan Pengampunan Pajak
Tiap peraturan perundang-undangan yang ditetapkan olehpihak yang berwenang, pada dasarnya memiliki tujuan tertentu
yang hendak dicapai. Demikian pula halnya mengenai pengampunan pajak yang ditetapkan dalam bentuk Kepres Nomor 26 Tahun
1984 sebagaimana telah diubah dengan Kepres Nomor 72 Tahun
1984. Kepres ini ditindaklanjuti oleh Menteri Keuangan dengan
menerbitkan suatu Keputusan Menteri Keuangan Nomor 3451KMK.04/1984 tanggal 27 bulan April tahun 1984 yang memuattata cara untuk mengajukan pengampunan pajak .
Terkait dengan pengampunan pajak maka Rochmat Soemitro(1988;90) mengatakan dalam rangka untuk melaksanakan suatusistem perpajakan baru yang lebih mantap yang berlandaskandukungan sepenuhnya dari masyarakat, dipandang perlu untuk
296 Pembaruan Hukum Pajak BAB 15: Pengampunan Pajak 297
memberikan kesempatan kepada seluruh anggota masyarakat, baik
yang telah terdaftar maupun yang selama ini belum memunculkan
diri sebagai wajib pajak. Untuk mendapatkan pengampunan ataspajak-pajak yang belum pernah atau belum sepenuhnya dikenakanatau dipungut dalam tahun pajak 1983 dan tahun-tahun sebelum
nya.
Wajib pajak yang menyampaikan pernyataan ke KantorInspeksi Pajak dalam wilayah wajib pajak bertempat tinggal atau
berkedudukan untuk memperoleh pengampunan pajak terhadappajaknya, dibebaskan dari pengusutan fiska!. Hakikatnya adalah
memberi perlindungan hukum atau jaminan hukum kepada wajibpajak untuk tidak dilakukan pengusutan fiskal terhadap hartakekayaannya, bila menyampaikan pernyataan pengampunan pajakatas pajaknya untuk tahun 1983 dan tahun-tahun sebelumnya,
dengan cara mengisi surat pemberitahuan untuk segala jenis pajakyang dimohonkan pengampunan.
Wajib pajak yang menyampaikan pernyataan ke KantorInspeksi Pajak dalam wilayah wajib pajak bertempat tinggal atau
berkedudukan, mengenai kekayaannya dalam rangka pengampunanpajak tidak dijadikan dasar penyidikan dan penuntutan pidana
dalam bentuk apa pun terhadap wajib pajak . Hakikatnya adalahmemberi perlindungan hukum atau jaminan hukum bahwa
kekayaan wajib pajak tidak dilakukan penyidikan dan bahkan
penuntutan pidana dalam bentuk apa pun sepanjang wajib pajakmelaporkan ke Kantor Inspeksi Pajak dalam wilayah bertempat
tinggal atau berkedudukan untuk dimohonkan pengampunan pajak.
Wajib pajak yang sedang atau sementara dalam prosespemeriksaan untuk keperluan perpajakan, atau wajib pajak yangdalam proses penyidikan telah diketahui jumlah utang pajak yangsebenarnya, terhadap jumlah utang pajak yang telah diketahui itutidak dapat diberikan pengampunan. Hal ini bertujuan untuk
mcngetahui tingkat kejujuran sebagai bagian dari kesadaran hukumwajib pajak yang memohon pengampunan pajak. Hakikat peng
ampunan pajak adalah untuk menjaring sebanyak-banyaknya wajibpajak sebagai faktor penunjang pelaksanaan Undang-undang Pajakyang baru pada saat itu. ~
299
D" Lembaga Keberatan
A. Pendahuluan
Pejabat pajak dalam melaksanakan wewenangnya berupamenerbitkan surat ketetapan pajak dalam kaitan penagihan pajaksecara biasa, kadangkala menimbulkan kerugian bagi wajib pajak.Begitu pula halnya, terhadap pemotongan atau pemungutanpajak yang dilakukan oleh pemotong atau pemungut pajak yangbertentangan dengan ketentuan yang berlaku. Pemungut pajaktertentu tidak memberi bukti pemotongan atau pemungutanpajak kepada wajib pajak.
Keberatan merupakan upaya hukum biasa dalam hukum pajakyang dapat digunakan oleh wajib pajak untuk memohon keadilanatas kerugian, baik yang dilakukan oleh pejabat pajak maupun olehpemotong atau pemungut pajak yang melakukan pemotongan ataupemungutan pajak. Demikian pula, pemotong atau pemungut pajaktertentu berhak mengajukan keberatan tatkala mengalami kerugianatas tindakan hukum yang dilakukan oleh pejabat pajak dalambentuk keberatan. Keberatan bukan merupakan kewajibanmelainkan hak yang diberikan oleh hukum pajak kepada wajib pajak,termasuk pemotong atau pemungut pajak sebagai upaya untukmendapatkan atau memperoleh perlindungan hukum melalui
300 Pembaruan Hukum Pajak BAB 16: Lembaga Keberatan 301
Lembaga Keberatan . Sebagai suatu hak, maka penggunaankeberatan bergantung pada kehendak atau kemauan wajib pajak
untuk menggunakan atau tidak karena tidak ada sanksi hukumyang boleh dikenakan bila keberatan itu tidak digunakan.
Sebenarnya keberatan tidak dapat digunakan oleh wajib pajak
(terrnasuk pemotong atau pemungut pajak tertentu) untukmemperoleh perlindungan hukum di luar Lembaga Keberatan
mengingat Lembaga Keberatan merupakan bagian dari LembagaPeradilan Pajak yang berwenang memeriksa dan memutus sengketa
pajak yang diajukan dengan tata cara keberatan. Keberatan tidakboleh disalahgunakan oleh wajib pajak dalam kaitannya untukmemperoleh perlindungan hukum melalui Lembaga Keberatan.
Dalam arti, wajib pajak harus menaati syarat-syarat pengajuankeberatan sebagaimana yang telah ditentukan. Hal ini dimaksudkan
agar penggunaan keberatan oleh wajib pajak tepat pada sasaranberupa memperoleh perlindungan hukum dalam penyelesaiansengketa pajak terhadap perlakuan pejabat pajak maupun pemotong
atau pemungut pajak.
B. Kedudukan Lembaga Keberatan
Hukum pajak tidak hanya sekadar menyediakan sarana hukum
yang digunakan oleh pejabat pajak untuk menegakan hukum pajakdi luar Lembaga Peradilan Pajak, tetapi tersedia pula melalui
Lembaga Peradilan Pajak yang berwenang memeriksa dan memutus
sengketa pajak. Lembaga Peradilan Pajak terdiri dari Lembaga
Keberatan dan Pengadilan Pajak yang berpuncak kepada MahkamahAgung sebagai Lembaga Peradilan yang melakukan pengawasan
terhadap lembaga-lembaga peradilan bawahan. Lembaga Keberatandan Pengadilan Pajak tidak berada dalam satu kesatuan secara utuhdalam satu Undang-undang Pajak, melainkan diatur secaratersendiri pada Undang-undang Pajak yang berbeda. Pengaturan
Lembaga Keberatan terdapat dalam ketentuan UU KUp, UUPBB, UU BPHTB, UU PORO, UU KPB, dan UU CK sedangkan
Pengadilan Pajak diatur dalam UU PENJAK.
Lembaga Keberatan sebagai bagian dari lembaga peradilan
pajak diatur secara tersirat dalam ketentuan Pasal 25 ayat (1) UUKUp, Pasal 15 ayat (1) UU PBB, Pasal 16 ayat (1) UU BPHTB,
Pasal 13 ayat (1) UU PORO, Pasal 93 ayat (1) UU KPB, dan Pasal41 ayat (1) UU CK. Mengingat, bahwa Lembaga Keberatan tidak
dapat dipisahkan dengan Pengadilan Pajak sebagai pilar untuk
menyelesaikan sengketa pajak yang berawal dari penagihan pajak
secara biasa sebagai bagian dari penegakan hukum pajak. LembagaKeberatan yang terdapat dalam hukum pajak sebagai sarana hukum
pajak, pada mulanya hanya terdiri dari:
1. Lembaga Keberatan yang merneriksa dan memutus sengketapajak negara, yang meliputi sengketa Pajak Penghasilan,sengketa Pajak Pertarnbahan Nilai dan Pajak Penjualan atas
Barang Mewah, sengketa Pajak Bumi dan Bangunan, sengketaBea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan, sengketa Bea
Masuk, dan sengketa Cukai;
2. Lembaga Keberatan yang memeriksa dan memutus sengketa
pajak daerah provinsi; dan
3. Lembaga Keberatan yang memeriksa dan memutus sengketa
pajak daerah kabupaten/kota.
Lembaga Keberatan berada pada pejabat pajak yang telah
dilimpahkan kepada pejabat yang ditunjuk untuk melaksanakanperaturan perundang-undangan perpajakan, Misalnya KepalaKantor Wilayah maupun Kepala Kantor Pelayanan Pajak dan
Kepala Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan. KepalaKantor Pelayanan Pajak berwenang mengelola Pajak Penghasilan,Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
302 Pembaruan Hukum Pajak BAB 16: Lembaga Keberatan 303
Kepala Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan berwenangmengelola Pajak Bumi dan Bangunan serta Bea Perolehan Hak atasTanah dan Bangunan.
Berdasarkan pelimpahan wewenang tersebut maka KepalaKantor Wilayah, Kepala Kantor Pelayanan Pajak dan Kepala KantorPelayanan Pajak Bumi dan Bangunan, berwenang memeriksa dan
memutus sengketa pajak negara, sedangkan sengketa pajak daerahtetap berada pada kewenangan kepala daerah. Dengan demikian,
Lembaga Keberatan yang menyelesaikan sengketa pajak, terdiri dari;
1. Lembaga Keberatan yang memeriksa dan memutus sengketaPajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai dan PajakPenjualan atas Barang Mewah;
2. Lembaga Keberatan yang memeriksa dan memutus sengketa
Pajak Bumi dan Bangunan, serta Bea Perolehan Hak atas Tanahdan Bangunan;
3. Lembaga Keberatan yang memeriksa dan memutus sengketapajak daerah provinsi; dan
4. Lembaga Keberatan yang memeriksa dan memutus sengketapajak daerah kabupaten/kota.
Di samping itu, dikenal pula Lembaga Keberatan yang ber
wenang memeriksa dan memutus sengketa yang berhubungandengan Bea Masuk dan Cukai. Adapun Lembaga Keberatan yangdimaksud adalah:
1. Lembaga Keberatan yang memeriksa dan memutus sengketaBea Masuk;
2. Lembaga Keberatan yang memeriksa dan memutus sengketaCukai.
Lembaga Keberatan tersebut di atas berada dalam strukturpemerintahan negara di bidang eksekutif dan bukan berada di
bidang yudikatif. Lembaga Keberatan yang berwenang memeriksa
dan memutus sengketa pajak yang berkaitan dengan pajak negaraberada dalam lingkungan Direktorat [enderal Pajak DepartemenKeuangan . Kemudian, Lembaga Keberatan yang berwenang
memeriksa dan memutus sengketa pajak yang berkaitan denganpajak daerah berada dalam lingkungan Departemen Dalam Negeri.
Walaupun kedua Lembaga Keberatan berada dalam kekuasaaneksekutif, tetapi sangat penting kedudukannya dalam penegakanhukum pajak. Lembaga Keberatan merupakan filter untuk
menjaring sejauhmana kebenaran tindakan pejabat pajak maupunpemotong atau pemungut pajak dalam menegakkan hukum pajakdi luar Lembaga Peradilan Pajak.
C. Kompetensi Lembaga Keberatan
Sebagaimana dimaklumi bahwa Undang-undang Pajak (UUKUp, UU PBB, UU BPHTB, UU PDRD, UU KPB, dan UU CK)
tidak mengatur secara tegas mengenai kedudukan LembagaKeberatan, tak terkecuali mengenai kompetensinya. LembagaKeberatan sebagai bagian tak terpisahkan dengan LembagaPeradilan Pajak berkewajiban untuk penegakan hukum pajak dan
memberi perlindungan hukum kepada wajib pajak. Untuk menegakkan hukum pajak dan memberi perlindungan hukum kepada wajib
pajak, Lembaga Keberatan harus memiliki kompetensi, sebagailandasan untuk melaksanakan wewenang yang ditentukan dalam
Undang-undang Pajak tersebut.
Pada hakikatnya, kompetensi Lembaga Peradilan Pajak terdiri
atas kompetensi relatif dan kompetensi absolut. Kompetensi relatifberhubungan dengan kewenangan untuk mengadili suatu sengketa
pajak sesuai dengan wilayah hukumnya. Kemudian kompetensiabsolut adalah kewenangan mengadili suatu sengketa pajakmenurut objek atau materi sengketa pajak termaksud Lembaga
Keberatan merupakan bagian dari Lembaga Peradi lan Pajak,
Lembaga Keberatan me mi liki pula kompetensi relatif dan
kompetensi absolut.
1. Kompetensi Relatif Lembaga Keberatan
Kompetensi relatifLembaga Keberatan ditentukan oleh batas
wilayah hukum berlakunya pajak yang menjadi kewenangannya.
Lembaga Keberatan dinyatakan berwenang untuk memeriksa dan
memutus sengketa pajak tatkala pajak yang disengketakan berlaku
dalam wilayah hukumnya. Dengan demikian, kompetensi relatif
Lembaga Keberatan tidak selalu sama tergantung dari wilayah
hukum berlakunya pajak yang menjadi objek persengketaan oleh
para pihak yang bersengketa.
Kompetensi relatif Lembaga Keberatan sebagaimana tersirat
da lam Pasa125 ayat (1) UU KUp, Pasa115 ayat (1) UU PBB, Pasal
16 ayat (1) UU BPHTB, Pasal 93 ayat (1) UU KPB, dan Pasal 41
ayat (1) UU CK meliputi seluruh wilayah hukum Indonesia. Oleh
karena, pajak yang disengketakan adalah pajak negara yang berlaku
untuk seluruh wilayah hukum Indonesia, seperti Pajak Penghasilan,
Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah,
Pajak Bumi dan Bangunan, Bea Perolehan Hak atas Tanah dan
Bangunan, Bea Masuk, dan Cukai. Akan tetapi, kompetensi relatif
Lembaga Keberatan di ata s mengalami perubahan sebagai akibat
adanya pelimpahan wewenang kepada Kepala Kantor Wilayah,
Kepala Kantor Pelayanan Pajak dan Kepala Kantor Pelayanan Pajak
Bumi dan Bangunan. Konsekuensinya adalah kompetensi relatif
Lembaga Keberatan hanya terbatas pada wilayah -hukum Kantor
Wilayah, Kantor Pelayanan Pajak dan Kantor Pelayanan Pajak Bumidan Bangunan.
Kompetensi relatif Lembaga Keberatan sebagaimana tersirat
dalam Pasal13 ayat (1) UU PDRD tidak meliputi seluruh wilayah
305304 Pembaruan Hukum Pajak BAB 16: Lembaga Keberatan
hukum Indonesia, karena pajak daerah hanya berlaku untuk daerah
provinsi atau daerah kabupaten/kota berdasarkan peraturan daerah
yang bersangkutan. Kompetensi relatif Lembaga Keberatan untuk
pajak daerah provinsi hanya meliputi wilayah hukum berlakunya
pajak daerah provinsi, misalnya pajak daerah provinsi Sulawesi
Selatan, kompetensi relatif Lembaga Keberatan hanya dalam
wilayah hukum Sulawesi Selatan. Sedang kompetensi relatif
Lembaga Keberatan untuk pajak daerah kabupaten/kota, wilayah
hukumnya lebih sempit daripada wilayah hukum Lembaga
Keberatan untuk pajak daerah provinsi, misalnya pajak daerah
Kota Makassar, wilayah hukumnya hanya wilayah hukum Kota
Makassar sebagai bagian wilayah hukum Sulawesi Selatan.
2. Kompetensi Absolut Lembaga Keberatan
Kompetensi absolut Lembaga Keberatan berkaitan dengan
kewenangan untuk memeriksa dan memutus sengketa pajak
menurut objek atau materi sengketa pajak yang diajukan kepadanya.
Adapun objek atau materi sengketa pajak yang diajukan adalah
perbuatan hukum pejabat pajak maupun pemotong atau pemungut
pajak. Kompetensi absolut Lembaga Keberatan adalah keberatan
yang timbul dalam bidang perpajakan antara pejabat pajak dengan
wajib pajak termasuk pemotong atau pemungut pajak, atau sesama
wajib pajak (wajib pajak dengan pemotong atau pemungut pajak,
baik di bidang pajak negara maupun di bidang pajak daerah.
Timbulnya sengketa pajak dalam bentuk keberatan adalah sebagai
akibat diterbitkannya surat pemberitahuan pajak te rutang, surat
ketetapan pajak, surat ketetapan pajak kurang bayar, surat ketetapan
pajak kurang bayar tambahan, surat ketetapan pajak lebih bayar,
atau surat ketetapan nihil oleh pejabat pajak atau akibat pemotong
an atau pemungutan pajak yang dilakukan oleh pemotong atau
pemungut pajak.
306 Pembaruan Hukum Pajak BAB 16: Lembaga Keberatan 307
Kompetensi absolut lembaga keberatan yang berka itan dengansengketa Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak
Penjualan atas Barang Mewah yang dapat diajukan keberatan adalahatas suatu:
a. surat ketetapan pajak kurang bayar;
b. surat ketetapan pajak kurang bayar tambahan;
c. surat ketetapan pajak lebih bayar;
d. surat ketetapan pajak nihil; atau
e. pemotongan atau pemungutan oleh pihak ketiga berdasarkanketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
Perkataan "suatu" tersebut di atas dimaksudkan bahwa satukeberatan harus diajukan terhadap satu jenis pajak dan satu tahun
pajak. Misalnya Pajak Penghasilan tahun pajak 2004 dan tahun pajak2005 keberatannya harus diajukan masing-masing dalam satu suratkeberatan tersendiri. Untuk dua tahun pajak tersebut harus diajukan dua buah surat keberatan. Hal ini, bertujuan untuk rnernudah
kan bagi wajib pajak dalam menyusun secara benar dan jelas suratkeberatan yang akan diajukannya. Demikian pula halnya, di per
sidangan memudahkan bagi pejabat pajak untuk memeriksa danmemutuskan sengketa pajak secara berkeadilan, berrnanfaat, dan
mewujudkan kepastian hukum terhadap yang dipersengketakan.
Kompetensi absolut Lembaga Keberatan yang berkaitandengan sengketa Pajak Bumi dan Bangunan, serta Bea Perolehan
Hak atas Tanah dan Bangunan yang dapat diajukan keberatan adalah
tidak sama. Dalam arti, bahwa objek atau materi sengketa PajakBumi dan Bangunan berbeda dengan sengketa Bea Perolehan Hak
atas Tanah da~ Bangunan. Objek atau materi sengketa Pajak Bumidan Bangunan yang dapat diajukan keberatan, atas:
a. surat pemberitahuan pajak terutang;
b. surat ketetapan pajak.
Sementara itu, sengketa Bea Perolehan Hak atas Tanah danBangunan yang dapat diajukan keberatan adalah atas suatu:
a. surat ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunankurang bayar;
b. surat ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunankurang bayar tambahan;
c. surat ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunanlebih bayar;
d. surat ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah Bangunan nihil.
Kernudian, kompetensi absolut Lembaga Keberatan yangberkaitan dengan pajak daerah, baik pajak daerah provinsi maupunpajak daerah kabupaten/kota yang dapat diajukan keberatan adalahatas suatu:
a. surat ketetapan pajak daerah;
b. surat ketetapan pajak daerah kurang bayar;
c. surat ketetapan pajak daerah kurang bayar tambahan;
d. surat ketetapan pajak daerah lebih bayar;
e. surat ketetapan pajak daerah nihil;
f. pemotongan atau pemungutan oleh pihak ketiga berdasarkan
peraturan perundang-undangan perpajakan daerah yangberlaku.
Kompetensi absolut Lembaga Keberatan yang berwenang
memeriksa dan memutus sengketa pajak daerah provinsi berada
pada gubernur kepala daerah, sedangkan yang berwenangmemeriksa dan memutus sengketa pajak daerah kabupaten/kotaberada pada kepala daerah. Akan tetapi, wewenang tersebut dapat
dilimpahkan kepada Kepala Dinas Pendapatan Daerah berdasarkan
pelimpahan wewenang secara mandat. Dalam arti, Kepala DinasPendapatan Daerah memperoleh wewenang dan wajib dipertanggungjawabkan kepada kepala daerah yang bersangkutan.
308 Pembaruan Hukum Pajak BAB 16: Lembaga Keberatan 309
D. Pemasukan Surat Keberatan
Sehubungan adanya pelimpahan wewenang dari pejabat pajak. kepada pejabat yang ditunjuk untuk melaksanakan peraturanperundang-undangan perpajakan (Kepala Kantor Wilayah, KepalaKantor Pelayanan Pajak dan Kepala Kantor Pelayanan Pajak Bumidan Bangunan), pemasukan surat keberatan harus berpatokan padajenis pajak yang dipersengketakan. Kalau jenis pajak yang disengketakan adalah Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai danPajak Penjualan atas Barang Mewah maka surat keberatan harusditujukan kepada Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KantorPelayanan Pajak. Tatkala jenis pajak yang disengketakan adalah PajakBumi dan Bangunan serta Bea Perolehan Hak atas Tanah danBangunan maka surat keberatan harus ditujukan kepada KepalaKantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan.
Keberatan wajib pajak harus diajukan secara tertulis dalambahasa Indonesia dan bukan bahasa Inggris, jerman, Belanda, danlain-lain. Dalam surat keberatan dikemukakan mengenai jumlahpajak yang terutang, atau jumlah pajak yang dipotong ataudipungut, atau jumlah rugi menurut penghitungan wajib pajakdengan disertai alasan-alasan yang menjadi dasar penghitungandimaksud. Batas waktu pemasukan surat keberatan ditentukandalam jangka waktu tiga bulan sejak tanggal surat ketetapan pajak(surat ketetapan pajak kurang bayar, surat ketetapan pajak kurangbayar tambahan, surat ketetapan pajak lebih bayar, atau suratketetapan pajak nihil), pemotongan atau pemungutan pajak olehpihak ketiga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1) UUKUp, dengan maksud agar wajib pajak memiliki waktu yang cukupmemadai untuk mempersiapkan surat keberatan beserta alasannya.Apabila ternyata jangka waktu tiga bulan tersebut tidak dapatdipenuhi oleh wajib pajak karena keadaan di luar kekuasaan wajibpajak (force majeur), tenggang jangka waktu selama tiga bulan
tersebut masih dapat dipertimbangkan untuk diperpanjang.Keberatan yang tidak memenuhi syarat-syarat di atas, bukanmerupakan surat keberatan sehingga tidak dipertimbangkan dantidak diterbitkan surat keputusan keberatan.
Penyusunan surat keberatan memerlukan bukti-bukti konkretagar dapat diterima secara keseluruhan keberatan wajib pajak. Olehkarena itu, Pasal 25 ayat (6) UU KUP meletakkan hak bagi wajibpajak untukmerninta dasar pengenaan pajak, penghitungan rugi,atau pemotongan atau pemungutan pajak yang telah ditetapkandan sebaliknya meletakkan kewajiban kepada pejabat pajak untukmemenuhi permintaan wajib pajak. Bilamana hak wajib pajaktersebut tidak dikabulkan oleh pejabat pajak, ternyata Undangundang Pajak tidak memberi penjelasan lebih lanjut, apakah dapatatau tidak dipersengketakan pada Lembaga Keberatan atau diPengadilan Pajak karena merupakan kewajiban bagi pejabat pajakuntuk memberikan atau memenuhi permohonan wajib pajak, untuksementara waktu dapat digugat melalui peradilan tata usaha negara,bahkan dapat diajukan sebagai tersangka dalam peradilan umum.
Tanda penerimaan surat keberatan yang diberikan oleh pegawaiDirektorat Ienderal Pajak yang ditunjuk untuk itu, atau tandapengiriman surat keberatan melalui pos dengan bukti pengirimansurat atau melalui cara lain yang telah ditentukan, adalah sebagaibukti surat tentang penerimaan surat keberatan. Jangka waktupenyelesaian keberatan dihitung sejak tanggal penerimaan suratdimaksud. Jika surat keberatan dari wajib pajak tidak memenuhisyarat-syarat yang telah ditentukan, sebelum berakhir batas waktupemasukan surat keberatan, wajib pajak masih berhak memperbaikisurat keberatannya.Iangka waktu penyelesaian keberatan dihitungsejak tanggal diterimanya surat keberatan yang telah diperbaikidan memenuhi syarat-syarat sebagai surat keberatan.
Bukti surat penerimaan surat keberatan dapat digunakan oleh
III III
310 Pembaruan Hukum Pajak SAS 16: Lembaga Keberatan 311
wajib pajak sebagai bentuk pengawasan untuk mengetahui kapanberakhir jangka waktu dua belas bulan. Berhubung karena, dalam
jangka waktu dua belas bulan sejak tanggal surat keberatanditerirna, Lembaga Keberatan wajib menerbitkan Surat KeputusanKeberatan. Hal ini merupakan salah satu bentuk peran serta wajib
pajak dalam melakukan pengawasan terhadap penegakan hukum
pajak.
Terhadap wajib pajak yang mengajukan surat keberatankepada Lembaga keberatan dalam jangka waktu pelunasan pajak
yang terutang, atas jumlah pajak yang belum terbayar tersebut,tertangguh sampai dengan satu bulan sejak tanggal penerbitansurat keputusan keberatan. Hal ini menunjukkan "kernanfaatan"
fungsi hukum pajak yang tidak berpatokan pada saat keputusankeberatan dibacakan oleh pejabat pajak yang memutus danmemeriksa sengketa pajak itu. Dalam arti, pelunasan pajak yangterutang terhitung pada saat tanggal penerbitan surat keputusankeberatan. Kemudian, jumlah pajak yang belum dibayar padasaat pengajuan surat keberatan tersebut tidak boleh digolongkan
sebagai utang pajak.
Akan tetapi, bila surat keberatan wajib pajak ditolak atauhanya dikabulkan sebagian (bukan seluruhnya) , berarti wajib
pajak dikenakan sanksi administrasi berupa denda sebesar 50%.
Sanksi administrasi berupa denda tersebut dihitung dari jumlahpajak berdasarkan keputusan keberatan yang dikurangi dengan
pajak yang telah dibayar sebelum mengajukan keberatan. Walau
pun dernikian, bila wajib pajak mengajukan surat banding kepadaPengadilan Pajak, sanksi administrasi tersebut tidak dikenakan.Sebenarnya pengenaan sanksi atau tidak dikenakan sanksi kepada
wajib pajak merupakan pencerminan fungsi hukum pajak berupa
"kepastian hukurn" bagi wajib pajak maupun pejabat pajak sebagaipihak yang terkait dalam penegakan hukum pajak.
Pengajuan surat keberatan di atas berlaku untuk semua jenispajak, yang meliputi Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilaidan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, Pajak Bumi dan Bangunan,Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan, Bea Masuk, Cukai,
pajak daerah provinsi dan pajak daerah kabupaten/kota. Walau
pun UU PBB, UU BPHTB, dan UU PDRD mengatur mengenai hal
yang sama dengan UU KUP berdasarkan asas hukum (lex superiorderogate legi inferiori) aturan yang lebih tinggi mengesampingkanaturan yang lebih rendah.
E. Pihak-pihak yang Bersengketa
Berhubung karena Lembaga Keberatan merupakan bagian dariLembaga Peradilan Pajak, perlu diketahui bahwa Lembaga
Keberatan menyelenggarakan peradilan pajak secara murni atautidak. Dalam hal ini, harus ditetapkan tolok ukur untuk menentu
kan Lembaga Keberatan sebagai penyelenggara peradilan pajaksecara murni atau tidak. Tolok ukur yang digunakan adalah unsurunsur peradilan pajak secara murni, terdiri dari:
1. pajak sebagai suatu perselisihan hukum yang konkret;
2. perselisihan hukum yang konkret itu diterapkan hukum pajakyang bersifat abstrak dan mengikat secara umum;
3. sekurang-kurang dua pihak yang bersengketa atau berperkara;
4. adanya pihak yang berwenang memeriksa dan memutus dan
tidak terlibat sebagai pihak yang bersengketa (berperkara) yangberasal dari aparatur peradilan pajak.
Apabila ada unsur-unsur peradilan pajak tersebut di atasyang tidak sesuai yang diterapkan dalam Lembaga Keberatan,
peradilan pajak yang diselenggarakan oleh Lembaga Keberatanadalah menyelenggarakan peradilan pajak tidak murni. Sebaliknya,jika Lembaga Keberatan menyelesaikan sengketa pajak dengan
312 Pembaruan Hukum Pajak BAB 16: Lembaga Keberatan 313
memenuhi tolok ukur tersebut di atas, Lembaga Keberatan menye
lenggarakan peradilan pajak secara murni. Dalam kaitan ini,
Rochmat Soemitro (1976;56) menggunakan istilah sebagai
peradilan doleansi yang menyelesaikan sengketa pajak oleh hakim
doleansi pada Kantor Inspeksi Pajak, yang memutuskan surat
keberatan.
Setelah diketahui unsur-unsur peradilan pajak secara murni
maka pihak-pihak yang bersengketa pada Lembaga Keberatan dapat
pula ditentukan berdasarkan objek atau materi yang
dipersengketakan berdasarkan Pasal25 ayat (1) UU KUp, Pasal15
ayat (1) UU PBB, Pasal 16 ayat (1) UU BPHTB, Pasal 13 ayat (1)
UU PDRD, Pasal 93 ayat (1) UU KPB, dan Pasal41 ayat (1) UU
CK, yakni;
1. Pejabat Pajak dengan Wajib Pajak
Perselisihan antara pejabat pajak dengan wajib pajak dalam
Lembaga Keberatan adalah sesuatu yang tidak dapat dipungkiri
karena wajib pajak menerima surat ketetapan pajak (misalnya surat
ketetapan pajak kurang bayar) yang diterbitkan oleh pejabat pajak.
Surat ketetapan pajak kurang bayar yang diterima oleh wajib pajak
menimbulkan kerugian karena tidak sesuai dengan jumlah pajak
yang kurang dibayar. Atas kerugian tersebut wajib pajak mengajukan
surat keberatan terhadap surat ketetapan pajak kurang bayar yang
telah diterbitkan oleh pejabat pajak termaksud. Dalam hal ini,
pejabat pajak merupakan salah satu pihak yang bersengketa ber
lawanan dengan wajib pajak. Selain itu, pejabat pajak tersebut
merupakan pula pemutus terhadap penyelesaian keberatan yang
diajukan oleh wajib pajak. Penyelesaian dengan cara ini terkait
dengan Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak
Penjualan atas Barang Mewah, Pajak Bumi dan Bangunan, Bea
Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan, serta pajak daerah.
jika dicermati penyelesaian keberatan tersebut di atas, maka
pejabat pajak memiliki dua kapasitas, baik sebagai salah satu pihak
yang terlibat dalam sengketa maupun sebagai pihak yang ber
wenang memeriksa dan memutus sengketa pajak tersebut. Bahkan
karena kapasitasnya sebagai pihak yang memeriksa dan memutus
sengketa pajak itu maka berwenang pula menerbitkan surat
keputusan keberatan. Keterlibatan pejabat pajak sebagai salah satu
pihak yang bcrsengketa maupun sebagai pihak yang berwenang
memeriksa dan memutus sengketa tersebut adalah perwujudan
dari peradilan pajak tidak murni. Hal ini, disebabkan karena tidak
terpenuhi unsur keempat dari peradilan pajak secara murni, yakni
pihak pemutus merupakan pula pihak yang bersengketa.
2. Pejabat Pajak dengan Pemotong atau PemungutPajak
Pada hakikatnya, pemotong atau pemungut pajak merupakan
pula wajib pajak, retapi kapasitasnya bukan merupakan pembayar
pajak yang memiliki objek pajak yang dikenakan pajak, melainkan
sebagai penyetor pajak yang telah dipotong atau dipungut dari wajib
pajak tersebut. Pemotongan atau pemungutan pajak yang telah
dilakukan wajib disetor ke kas negara atau kas daerah. Sebenarnya,
pemotong atau pemungut pajak tidak dapat dikategorikan sebagai
wajib pajak karena tidak memenuhi persyaratan untuk dikenakan
pajak. Pemotong atau pemungut pajak sebagai wajib pajak hanya
dikenal dalam Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai dan
Pajak Penjualan atas Barang Mewah, serta pajak daerah, baik pajak
daerah provinsi maupun pajak daerah kabupaten/kota. Dengan
demikian, Pajak .Bum i dan Bangunan, serta Bea Perolehan Hak atas
Tanah dan Bangunan tidak dikenal perselisihan antara pejabat pajak
dengan pemotong atau pemungut pajak karena tidak diatur dalam
UU PBB dan UU BPHTB.
314 Pembaruan Hukum Pajak BAB 16: Lembaga Keberatan 315
Perselisihan antara pejabat pajak pemotong atau pemungutpajak karena tindakan pejabat pajak menerbitkan surat ketetapanpajak (misalnya surat ketetapan pajak nihil). Di dalam suratketetapan pajak nihil ditegaskan bahwa pemotong atau pemungutpajak telah menyetor pajak berdasarkan jumlah pajak yang dipotongatau dipungut sehingga tidak ada pajak yang terutang maupunkelebihan pembayaran pajak. Kenyataannya, bahwa pemotong ataupemungut pajak telah menyetor pajak yang melebihi dari jumlahpajak yang dipotong atau dipungut ke kas negara atau kas daerah.
Sebenarnya yang harus diterbitkan oleh pejabat pajak adalahsurat ketetapan pajak lebih bayar yang menunjukkan bahwa adakelebihan setoran pajak yang dilakukan oleh pemotong ataupemungut pajak. Karena kesalahan menerbitkan surat ketetapanpajak, pemotong atau pemungut pajak mengajukan keberatankepada Lembaga Keberatan agar memperoleh keadilan atas tindakanyang dilakukan oleh pejabat pajak. Kesalahan yang dilakukan olehpejabat pajak menimbulkan kerugian pada pemotong ataupemungut pajak yang seyogianya kelebihan penyetoran pajakboleh diminta kembali. Ataukah dikompensasikan dengan pajakyang terutang pada tahun pajak di masa mendatang.
Dalam kaitan ini pejabat pajak memiliki pula dua kapasitasyang berbeda satu dengan lainnya. Kapasitas pertama, pejabat pajaksebagai salah satu pihak yang bersengketa berhadapan denganpemotong atau pemungut pajak . Kapasitas kedua, pejabat pajaksebagai pihak yang berwenang menyelesaikan keberatan denganmenerbitkan surat keputusan keberatan terhadap surat keberatanyang diajukan oleh pemotong atau pemungut pajak yang bersangkutan . Kalau demikian halnya, penyelesaian keberatan yangdilakukan pada Lembaga Keberatan merupakan pula peradilan pajaktidak murni. Dikatakan sebagai peradilan pajak tidak murni, karenapejabat pajak selain sebagai salah satu pihak yang bersengketa juga
sebagai pemutus terhadap surat keberatan yang diajukan kepadanya. Hal ini, disebabkan karena tidak terpenuhi unsur keempatperadi lan pajak secara murni, yakni pihak pemutus merupakan pula
pihak yang bersengketa.
3. Wajib Pajak dengan Pemotong atau PemungutPajak
Surat keberatan yang diajukan oleh wajib pajak terhadappemotong atau pemungut pajak karena pemotong atau pemungutpajak dalam melaksanakan kewajibannya melanggar ketentuandalam peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.Sebagai contoh, pemotong atau pemungut pajak melakukanpemotongan atau pemungutan pajak kepada wajib pajak melebihiyang seharusnya dipotong atau dipungut. Atau pemotong ataupemungut pajak melakukan pemotongan atau pemungutan pajakdengan tidak memberikan bukti pemotongan atau pemungutanpajak kepada wajib pajak yang dipotong atau dipungut pajaknya.
Kalau terjadi demikian, maka wajib pajak yang telah dikenakanpemotongan atau pemungutan pajak berhak mengajukan suratkeberatan terhadap perbuatan hukum yang dilakukan olehpernotong atau pemungut pajak kepada Lembaga Keberatanpejabat. Pihak-pihak yang bersengketa dalam hal ini adalah wajibpajak yang dikenakan pemotongan atau pemungutan pajak denganpemotong atau pemungut pajak. Sementara itu, pejabat pajak
berada dalam kapasitas sebagai pihak pemutus yang berwenangmenerbitkan surat keputusan keberatan. Sebenarnya pejabat pajakbukan merupakan salah satu pihak yang bersengketa melainkansebagai pihak yang memeriksa dan memutus surat keberatan yangdiajukan oleh wajib pajak. Tatkala dicermati penyelesaian keberatanantara wajib pajak dengan pemotong atau pemungut pajak, ternyatabahwa Lembaga Keberatan menyelenggarakan peradilan pajak
316 Pembaruan Hukum Pajak BAB 16: Lembaga Keberatan 317
secara murni karena terdapat pemisahan secara tegas antara pihakpihak yang bersengketa dengan pihak pemutus yang berwenangmemeriksa dan memutus sampai pada menerbitkan surat keputusan keberatan sehingga tidak benar kalau dikatakan bahwa LembagaKeberatan sebagai salah satu Lembaga Peradilan Pajak hanyasekadar melaksanakan peradilan pajak tidak murni.
Lembaga Keberatan sebagai penyelenggara peradilan pajaksecara murni hanya terhadap keberatan yang terkait dengan PajakPenghasilan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atasBarang Mewah, serta pajak daerah, baik pajak daerah provinsimaupun pajak daerah kabupaten/kota. Terhadap Pajak Bumi danBangunan serta Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan tidakakan terjadi karena tidak dikenal adanya pemotong atau pemungutpajak dalam UU PBB, UU BPHTB, UU KPB, dan UU CK.
F. Surat Keputusan Keberatan
Bila surat keberatan telah memenuhi syarat-syarat yangditentukan, pejabat pajak melakukan pemeriksaan dan memutusnyadengan berpatokan pada hukum pajak. Dalam perneriksaan, wajibpajak diperbolehkan menyampaikan alasan tambahan ataupenjelasan tertulis tatkala beranggapan bahwa surat keberatan yangdiajukan itu , masih memiliki kekurangan atau tidak sempurna.Bahkan dapat menghadiri persidangan untuk memberikan keterangan atau penjelasan mengenai keberatan yang dimohonkannya.Hal ini, dimaksudkan untuk memudahkan bagi pejabat pajak dalammenentukan keputusan terhadap keberatan yang diajukan olehwajib pajak maupun pemotong atau pemungut pajak .
Selain itu, wajib pajak harus pula membuktikan ketidakbenaran surat ketetapan pajak (misalnya surat ketetapan pajakkurang bayar atau surat ketetapan pajak nihil) yang dijadikan dasar
keberatannya. Surat ketetapan pajak kurang bayar ters ebut terkait
dengan kewajiban wajib pajak mengenai hal-hal:
1. surat pemberitahuan tidak disampaikan dalam jangka waktuyang ditentukan dan setelah ditegur secara tertulis tidakdisampaikan pada waktunya sebagaimana ditentukan dalam
surat teguran;
2. tid ak men yelenggarakan pembukuan atau pencatatan: atau
3. menghalangi pemeriksaan yang dilakukan oleh petugas
pemeriksa.
Set elah pemeriksaan dilakukan, pejabat pajak berwenangmenerbitkan surat keputusan keberatan sebagai jawaban akhir darisengketa paj ak di tingkat Lembaga Keberatan. Pejabat pajakmenerbitkan surat keputusan keberatan dengan tetap berdasarkanpada surat keberatan, fakta-fakta hukurn, dan alat bukti yangterungkap dalam persidangan agar surat keputusannya rnencerminkan keadilan, kernanfaatan, dan kepastian hukum yang didambahkan oleh pihak-pihak yang bersengketa. Hal ini dimaksudkan agarpihak-pihak yang bersengketa dapat berkesimpulan bahwa LembagaKeberatan sebagai bagian dari Lembaga Peradilan Pajak dap at
memberikan perlindungan hukum.
]angka waktubagi pejabat pajak menerbitkan surat keputusankeberatan adalah dua belas bulan sejak tanggal diterimanya suratkeberatan tersebut. Dalam arti , surat keputusan keberatan harusditerbitkan sebelum berakhir jangka waktu dua belas bulan. Apabilatelah lewat jangka waktu dua belas bulan sejak tanggal diterimanyasurat keberatan, tetapi pejabat pajak tidak menerbitkan suratkeputusan keberatan, surat keberatan yang diajukan oleh wajibpajak, baik kepada pejabat pajak yang menerbitkan surat ketetapanpajak maupun pemotong atau pemungut pajak tersebut dit erimademi hukum. Berarti , pejabat pajak tidak boleh lagi melakukan
318 Pembaruan Hukum Pajak BAB 16: Lembaga Keberatan 319
pemeriksaan mengenai keabsahan materi atau objek yang
dipersengketakan sebagaimana yang tercantum dalam surat
keberatan dimaksud.
Kalau pemeriksaan surat keberatan telah selesai, berarti pejabat
pajak wajib menerbitkan surat keputusan keberatan terhadap wajib
pajak yang mengajukan keberatan. Surat keputusan keberatan yang
diterbitkan oleh pejabat pajak dapat berisikan diktum, yaitu:
1. menerima seluruhnya, dalam hal ini wajib pajak telah menge
mukakan alasan-alasan yang didukung dengan bukti-bukti
yang meyakinkan secara keseluruhan yang dipersengketakan
dalam surat keberatannya sehingga pejabat pajak menerima
keseluruhan tuntutan wajib pajak yang tercantum dalam surat
keberatannya;
2. menerima sebagian, apabila dari keseluruhan alasan-alasan
yang dikemukakan oleh wajib pajak dalam surat keberatannya,
ternyata hanya sebagian dari alasan-alasan tersebut diterima
dan sebagian pula ditolak oleh pejabat pajak;
3. tidak dapat diterima, jika alasan yang dikemukakan dalam
persidangan tidak diterima oleh pejabat pajak selaku pernutus:
4. menolak keberatan, jika surat keberatan tersebut diajukan
bukan kepada pejabat pajak yang menerbitkan surat ketetapan
pajak tersebut (kompetensi absolut):
5. menambah besarnya jumlah pajak yang terutang. Hal ini dapat
terjadi karena alasan-alasan yang dikemukakan oleh wajib pajak
maupun alat bukti, menimbulkan keyakinan bagi pejabat pajak
bahwa utang pajak yang dipersengketakan lebih besar daripada
yang tercantum dalam surat keberatan.
Dari kelima jenis surat keputusan keberatan tersebut di atas,
surat keputusan keberatan yang memiliki diktum berupa menambah besarnya jumlah utang pajak merupakan dasar penagihan
pajak. Wajib pajak yang tidak menerima surat keputusan keberatan
karena pertimbangan tidak mencerminkan keadilan, kemanfaatan,
atau kepast ian hukum, ber hak m engaju ka n bandi ng pada
Pengadilan Pajak yang berkedudukan di Ibukota Negara Indonesia(Iakarta). .
321
Daftar Pustaka
Ali, Chidir. 1993. Hukum Pajak Elementer. Bandung: PT Eresco .
Bohari. 2004. Pengantar Hukum Pajak. Jakarta: PT RajaGrafindo
Persada.
Brotodihardjo, Santoso, 1995. Pengantar Ilmu Hukum Pajak. Bandung:PT Eresco. .
Hadi, Moeljo. 2001 . Dasar-dasar Penagihan Pajak dengan Surat PaksaOleh [urusita Pajak Pusat dan Daerah. Jakarta: PT RajaGrafindo
Persada.
Harahap, Abdul Asri. 2004. Paradigma Baru Perpajakan IndonesiaPerspektif Ekonomi-Politik. Jakarta: Integritas Dinamika Press.
Hutagaol, John. 2000. Pemahaman Praktis Perjanjian PenghindaranPajak Berganda Indonesia Dengan Negara-Negara diKawasan Eropa.Jakarta.
Ilyas, Wirawan B. 2001. Hukum Pajak. Jakarta: Salemba Empat.
Inayah, Gazi. 2003 . Teori Komprehensif Tentang Zakat dan Pajak .Yogyakarta: PT Tiara Wacana Yogya.
Munawir. 1985. Pokok-pokok Perpajakan. Yogyakarta: Liberty.
Pudyatmoko, Y.Sri. 2002. Pengantar Hukum Pajak. Yogyakarta: Andi.
Rusjdi, Muhammad. 2003 . KUP Ketentuan Umum dan TatacaraPerpajakan. Jakarta: PT lndeks .
Saidi , Muhammad Djafar. 1987. Pengantar Hukum Pajak Indonesia.Ujung Pandang: Lembag a Penerbitan Universitas Hasanuddin.
--. 2006. Perlindungan Hukum Wajib Pajak dalam Penyelesaiansengketa Pajak. Makassar: Disertasi, Pascasarjana Universitas
Hasanuddin.
Siahaan, Marihot P. 2004. Utang Pajak, Pemenuhan Kewajiban DanPenagihan Pajak Dengan Surat Paksa . Jakarta: PT RajaGrafindo
Persada.
-----. 2005. Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan BangunanTeori dan Praktik. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
----.2006. Bea Meterai di Indonesia. Jakarta: PT RajaGrafindo
Persada.
Soemitro, Rochmat. 1976. Peradilan Administrasi dalam Hukum Pajakdi Indonesia. Bandung: PT Eresco.
----. 1979. Dasar-dasar Hukum dan Pajak Pendapatan 1944.Bandung: PT Eresco.
----- 1986. Asas dan Dasar Perpajakan I. Bandung: PT
Eresco.
Suherman, Ade Maman . 2004. Pengantar Perbandingan SistemHukum, Civil Law, Common Law, Hukum Islam. Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada.
Surahmat, Rachmanto. 2000. Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda Sebuah Pengantar. Jakart a: PT RajaGrafindo Persada.
Zak aria, jaja. 2005. Perjanjian Penghindaran Pc~jak Berganda SertaPenerapannya di Indonesia. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
----.2005. Perlakuan Perpajakan Terhadap Bentuk Usaha Tetap
(BUT). Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
322 Pembaruan Hukum PajakDaftar Pustaka 323
----- 1987. Pajak Pertambahan Nilai 1984. Bandung: PT
Eresco.
--- -.1988. Asasdan Dasar Perpajakan 2. Bandung: PT Eresco.
----- 1991 . Pajak Ditinjau dari Segi Hukum. Bandung: PT
Eresco.
1992. Pengantar Singkat Hukum Pajak. Bandung: PT
Eresco.
Suandy, Erly. 2000. Hukum Pajak. Jakarta: Salemba Empat.
325
Biodata Penulis
--r-
t~.L~ ~!. Buku ini ditulis oleh Muhamrnad Djafar Saidi,
lahir di Pare-pare, tanggal 11 November 1952.Pendidikan mulai dari Sekolah Dasar, Sekol ahMenengah Pertama, dan Sekolah Menengah Atasditempuh di tempat kelahiran. Hijrah ke Makassar
pada tahun 1973 untuk melanjutkan pendidikan pada FakultasHukum Universitas Hasanuddin dan selesai tahun 1980. Kemu dian
pendidikan Magister di bidang Ilmu Hukum Pajak pada PascasarjanaUniversitas Hasanuddin pada tahun 1997 dan selesai tahun 2000 ,
dan di tingkat Doktoral dalam bidang Ilmu Hukum Pajak padatahun 2000 dan selesai tahun 2006. Selama ini mengabdi pada
Almamater dari tahun 1980 sampai kini dan Program Pascasarjana Universitas Hasanuddin pada tahun 2000 sampai sekarang.
Pembaruan Hukum Pajak merupakan salah satu karya ilmiahyang dihasilkan, karena sebelumnya telah dihasilkan karyaberupa: 1) Pengantar Hukum Pajak Indonesia, pada tahun 1987; dan
2) Hukum Lingkungan, pada tahun 1989 . Keduanya diterbitkanoleh lembaga penerbitan (Lephas) Univer sitas Ha sanuddin.
326 Pembaruan Hukum Pajak
Substansi yang termuat dalam Pembaruan Hukum Pajak adalahhukum pajak materiel yang mengalami pembaruan berdasarkan
perkembangan Undang-undang Pajak, kecuali mengenai Lernbaga Keberatan. Dengan demikian, untuk memahami mengenai
hukum pajak materiel maka Pejabat Pajak, Wajib Pajak, dan Mahasiswa perlu mencermati buku ini.
/
(
Top Related