BUKU PANDUAN BAGI PETUGAS DAN RELAWAN KESEHATAN
MENTAL
Akibat Bencana Alam di Aceh dan Sumatera Utara
Edisi Januari 2005
PDSKJI IRJI
BUKU INI DISUSUN OLEH : • DEPARTEMEN KESEHATAN REPUBLIK
INDONESIA • HIMPUNAN PSIKOLOGI INDONESIA
(Himpsi) • IKATAN RUMAH SAKIT JIWA INDONESIA
(IRJI) • PERHIMPUNAN DOKTER SPESIALIS
KEDOKTERAN JIWA INDONESIA (PDSKJI) • PERSATUAN PERAWAT NASIONAL
INDONESIA (PPNI)
Team Penanggulangan Masalah Kesehatan Jiwa Akibat Bencana di Aceh dan Sumatera Utara Edisi 26 Januari 2005
2
SAMBUTAN DIREKTUR KESEHATAN JIWA MASYARAKAT
DIREKTORAT JENDERAL BINA KESEHATAN MASYARAKAT DEPARTEMEN KESEHATAN RI
Assalamualaikum Wr.Wb
Puji Syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa yang telah membimbing kita
hingga terbitlah Buku Panduan Bagi Petugas dan Relawan Kesehatan Mental Akibat
Bencana di Aceh dan Sumatera Utara.
Secara geografis dan demografis Indonesia rawan bencana, baik bencana
alam (natural disaster) maupun bencana karena ulah manusia (man-made disaster).
Bencana alam yang terjadi antara lain gempa bumi (karena Indonesia dilewati
lempeng kerak Hindia Australia, Pasifik dan Eurasia), badai tsunami yang biasanya
menyertai suatu gempa. Terakhir ini adalah bencana gempa yang disusul dengan
gelombang tsunami yang luar biasa yang terjadi di Aceh dan Sumatera Utara.
Bencana-bencana ini menimbulkan pula gelombang pengungsian besar-besaran.
Saat ini jumlah pengungsi di Provinsi NAD dan Sumatera Utara (data 13
Januari, 2005) berjumlah 694.760 jiwa yang tersebar di 200 titik pengungsi di
berbagai Kabupaten. Dari hasil assessment yang dilakukan oleh Tim Departemen
Kesehatan pada tanggal 4-9 Januari 2005 dengan menggunakan instrument Rapid
Assessment of Mental Health Needs didapatkan hasil:
1. Perilaku Agresif
a. Dalam rumah tangga, suami lebih sering memukuli istri
b. Interpersonal sering terjadi pertengkaran antar pengungsi
2. Depresi
a. Kesedihan yang mendalam dan berkepanjangan
b. Putus asa
c. Menyalahkan diri sendiri
d. Ingin mati
e. Self injured behaviour
f. Menyesali tindakan pada waktu terjadi bencana
Team Penanggulangan Masalah Kesehatan Jiwa Akibat Bencana di Aceh dan Sumatera Utara Edisi 26 Januari 2005
3
3. Kambuhnya skizofrenia
4. Psikosis akut
5. Beberapa nelayan yang ditemui menyatakan tidak mau lagi bekerja sebagai
nelayan, walaupun sebetulnya mereka dapat dialihkan menjadi petani tapi
mereka mengatakan tidak mempunyai keterampilan itu
6. Pada anak-anak:
a. Sebagian anak menunjukkan gejala reaksi pasca trauma yang nyata
b. Aktivitas belajar belum dapat berjalan dengan baik
c. Tempat dan aktivitas bermain di tempat pengungsian tidak ada
7. Tentara
a. Mengalami tekanan mental, namun mereka tetap ditugaskan secara
penuh dengan membawa senjata. Misalnya ada tentara yang melepaskan
tembakan ke atas, tanpa alasan yang jelas.
8. Usia Lanjut
a. Sebagian usia lanjut yang selamat tinggal sebatang kara. Sebagian lagi
malah harus menanggung anak dan cucu masih kecil
Dengan melihat betapa besarnya kebutuhan untuk mengatasi masalah
kesehatan mental di Aceh dan Sumatera Utara pasca bencana ini dan
penanggulangan pada masyarakat yang mengalami bencana ini tidak bisa ditunda-
tunda lagi. Jika tidak ditangani dengan baik, dapat mengakibatkan gangguan stres
pasca trauma, gangguan jiwa atau masalah psikososial lainnya yang akhirnya akan
menurunkan produktivitas, kualitas hidup, menjadi beban bagi keluarga dan
masyarakat serta menimbulkan perilaku agresif/kekerasan dikemudian hari.
Rehabilitasi psikososial yang berbasis masyarakat dan terintegrasi dengan
pelayanan kesehatan dasar (Puskesmas) perlu diprioritaskan agar tercapai
kesinambungan dari pelayanan. Masyarakat yang mengalami gangguan jiwa kronik
dan trauma berat perlu dideteksi dan ditangani sejak dini. Dukungan yang memadai
yang diberikan oleh petugas pelayanan kesehatan jiwa bersama-sama dengan
petugas non kesehatan jiwa seperti relawan nampaknya cukup berhasil dalam
menangani masalah psikososial pada pengungsi. Penanganan kesehatan jiwa
Team Penanggulangan Masalah Kesehatan Jiwa Akibat Bencana di Aceh dan Sumatera Utara Edisi 26 Januari 2005
4
jangka panjang terhadap krisis ditujukan pada penataan kembali pelayanan
kesehatan jiwa yang sesuai dengan kebutuhan, efektif dan berkesinambungan.
Sejak terjadinya konflik dan kerusuhan di Indonesia, apalagi dengan
terjadinya bencana gempa dan tsunami di Aceh, pihak pemerintah dan banyak
organisasi bantuan kemanusiaan baik dari dalam maupun luar negeri telah berusaha
memberikan bantuan. Namun bantuan yang diberikan masih dititikberatkan pada
masalah kebutuhan fisik dan hanya sedikit yang memberikan perhatian pada aspek
kesehatan mental dan psikososial. Bantuan di bidang kesehatan mental terkesan
berjalan sendiri-sendiri sehingga sukar untuk dievaluasi secara nasional.
Saya menyambut dengan baik terbitnya Buku Panduan Bagi Petugas dan
Relawan Kesehatan Mental Akibat Bencana di Aceh dan Sumatera Utara yang
disusun oleh profesionalis/praktisi di bidang kesehatan jiwa serta dibantu oleh WHO
ini. Semoga buku panduan ini bermanfaat bagi tenaga kesehatan dan relawan
kesehatan mental sebagai garda terdepan dalam pelayanan di daerah bencana,
sekaligus sebagai media penyamaan persepsi dan tindakan di bidang pelayanan
kesehatan jiwa khususnya di daerah bencana.
Wassalamualaikum Wr.Wb
Jakarta, Januari 2005
Direktur Kesehatan Jiwa Masyarakat Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat Departemen Kesehatan RI
Dr. Yulizar Darwis,Sp.KJ,MM
NIP 140 086 608
Team Penanggulangan Masalah Kesehatan Jiwa Akibat Bencana di Aceh dan Sumatera Utara Edisi 26 Januari 2005
5
SAMBUTAN KETUA TIM PENANGGULANGAN KESEHATAN MENTAL AKIBAT BENCANA DI ACEH DAN SUMATERA UTARA
Assalamualaikum Wr. Wb.
Alhamdulillah, alhamdulillahilladzi laa yadhurru ma’asmihi syai-un fil ardhi
walaa fissamaa-i wahuwassamii’ul aliim. Hanya atas ijin Allah semata, akhirnya
Buku Panduan Bagi Petugas dan Relawan Kesehatan Mental Akibat Bencana di
Aceh dan Sumatera Utara ini selesai tersusun.
Dimulai sejak tanggal 29 Desember 2004, segera setelah dibentuknya Tim
Penanggulangan Kesehatan Jiwa Akibat Bencana di Aceh dan Sumatera Utara yang
diprakarsai oleh Departemen Kesehatan, para professional di bidang psikiatri,
psikologi, keperawatan jiwa dan rumah sakit jiwa sepakat untuk menyusun konsep
penanggulangan yang terpadu dalam bidang kesehatan jiwa. Mengingat akibat
bencana gempa bumi dan tsunami yang begitu dahsyat dan terbatasnya jumlah
professional di bidang psikiatri, psikologi dan keperawatan jiwa di Indonesia, maka
muncullah ide untuk membuat buku panduan yang dapat dijadikan pegangan bagi
semua relawan yang ikut membantu di NAD dan Sumatera Utara.
Himpunan Psikologi Indonesia (Himpsi) sebagai wadah professional di bidang
psikologi, Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia (PDSKJI)
sebagai wadah profesional di bidang psikiatri, Persatuan Perawat Nasional
Indonesia (PPNI) sebagai wadah profesional di bidang keperawatan dan Ikatan
Rumah Sakit Jiwa Indonesia (IRJI) sebagai organisasi berhimpunnya profesional
rumah sakit jiwa, bekerjasama dengan Departemen Kesehatan Republik Indonesia
dan didukung oleh World Health Organization (WHO) secara terpisah-pisah mulai
menyusun konsep buku panduan. Dilanjutkan dengan pembahasan secara
bersama-sama mulai tanggal 1 hingga 3 Januari 2005 di Hotel Sahid Jaya, Jakarta,
yang kemudian dapat menghasilkan draft awal buku panduan ini.
Team Penanggulangan Masalah Kesehatan Jiwa Akibat Bencana di Aceh dan Sumatera Utara Edisi 26 Januari 2005
6
Untuk dapat melengkapi dengan data dan kondisi sebenarnya di Nanggroe Aceh
Darussalam, Tim mengirim 15 orang ahli yang terdiri dari Psikolog, Psikiater dan
Perawat Ahli Jiwa untuk melakukan mapping yang sekaligus juga mulai menangani
permasalah kesehatan jiwa di lapangan. Tim ini berada di Banda Aceh sejak tanggal
5 hingga 11 Januari 2005.
Berdasarkan hasil mapping tersebut, draft awal buku panduan yang telah selesai
tersebut kami kaji ulang kembali. Sekelumit sejarah Aceh, macam-macam relawan
dan kondisi masyarakat yang kami temui di NAD semakin melengkapi buku panduan
ini.
Kami ingin mengucapkan terimakasih setulus-tulusnya kepada semua pihak yang
secara spontan dan bersungguh-sungguh telah banyak membantu memberikan
masukan kepada kami dalam menyusun buku panduan ini, khususnya kepada
Organisasi Profesi PDSKJI, Himpsi, PPNI, IRJI dan jajaran Departemen Kesehatan
RI serta World Health Organization di Indonesia maupun dari Jenewa. Juga kepada
Departemen Pendidikan, Kementerian Pemberdayaan Perempuan, BKKBN, dan 22
organisasi LSM baik dari dalam negeri maupun internasional yang telah bersedia
memberikan saran-sarannya sehingga lebih melengkapi lagi isi buku panduan ini,
kami haturkan terimakasih
Mudah-mudahan buku yang tentunya masih jauh dari sempurna ini dapat
bermanfaat bagi kita semua.
Wassalamualaikum Wr. Wb.
Jakarta, Januari 2005
Tim Penanggulangan Kesehatan Mental
Akibat Bencana di Aceh dan Sumatera Utara
DR. Rahmat Ismail, Drs., psikolog.
Team Penanggulangan Masalah Kesehatan Jiwa Akibat Bencana di Aceh dan Sumatera Utara Edisi 26 Januari 2005
7
Daftar Isi
Kata Sambutan Dirkeswas
Kata Sambutan Tim
Daftar Isi
Bab 1. Pendahuluan
A. Latar Belakang............................................................................................1
B. Tujuan..........................................................................................................2
C. Sekilas Tentang Aceh..................................................................................3
Bab 2. Bencana, Fase dan Dampak yang Ditimbulkannya
A. Pengertian Bencana...................................................................................11
B. Fase-fase Reaksi Terhadap Stres yang Traumatis terhadap
Bencana.....................................................................................................11
C. Dampak yang Ditimbulkan Bencana..........................................................15
Bab 3. Relawan
A. Definisi Relawan........................................................................................20
B. Jenis-jenis Relawan...................................................................................20
C. Hal-Hal Umum yang Harus Diperhatikan dalam Berinteraksi dengan
Survivor.....................................................................................................26
D. Syarat-Syarat Umum untuk Menjadi Relawan..........................................27
E. Persiapan yang Sebaiknya Dilakukan Relawan & Hal-hal yang
Sebaiknya Dilakukan di Lokasi.................................................................27
F. Vicarious Trauma pada Relawan...............................................................29
Bab 4. Panduan Bagi Relawan Untuk Pemulihan Kondisi Mental Survivor dan
Gangguan-gangguan Mental Pasca Bencana
A. Hal-hal yang Disarankan dan Tidak Disarankan dalam Berinteraksi dengan
Survivor.....................................................................................................34
B. Panduan Bagi Relawan Untuk Berinteraksi Dengan Korban/Survivor......36
C. Masalah Kesehatan Mental yang Sering Ditemui pada Korban Bencana dan
Penatalaksanaannya.................................................................................53
Team Penanggulangan Masalah Kesehatan Jiwa Akibat Bencana di Aceh dan Sumatera Utara Edisi 26 Januari 2005
8
C.1. Depresi (Sedih yang Mendalam).......................................................54
C.2. Agresif (Perilaku Marah)....................................................................56
C.3. Perilaku Panik ...................................................................................58
C.4. Stres Paska Trauma..........................................................................61
C.5. Perilaku Kacau (Psikotik)...................................................................63
Bab 5. Panduan Untuk Melakukan Penyuluhan, Bimbingan Kelompok, dan
Konseling
A. Pedoman Untuk Melakukan Penyuluhan..................................................70
B. Pedoman Untuk Melakukan Bimbingan Kelompok...................................71
C. Pedoman Untuk Melakukan Konseling.....................................................74
D. Isi Percakapan Dalam Memberikan Penyuluhan, Bimbingan Kelompok, dan
Konseling..................................................................................................78
Daftar Pustaka.....................................................................................................81
Team Penanggulangan Masalah Kesehatan Jiwa Akibat Bencana di Aceh dan Sumatera Utara Edisi 26 Januari 2005
9
BAB 1. PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Pada tanggal 26 Desember 2004 jam 07:58 WIBB (00:58 GMT) terjadi gempa
bumi tektonik yang berkekuatan 6,8 Skala Richter (laporan BMG/Badan Meteorologi
dan Geofisika) atau 8,9 Skala Richter (laporan USGS/United States Geological
Survey), dengan pusat gempa di Lautan Hindia, 150 km sebelah selatan Meulaboh,
Pantai Barat Aceh. Pada koordinat 2.9 LU - 95.6 BT di kedalaman 20 KM. Gempa
bumi tektonik menghantam sebagian besar Provinsi Nangroe Aceh Darussalam
(NAD) dan Sumatera Utara. Beberapa negara tetanggapun juga terkena bencana
ini, seperti Malaysia, Thailand, India, Srilangka, Maladive hingga ke Afrika.
Rangkaian gempa tektonik ini 28 menit kemudian disusul dengan hempasan
tsunami yang meluluhlantakkan daratan tempat tinggal manusia dan telah
menimbulkan duka yang sangat dalam, tidak hanya bagi masyarakat yang tertimpa
bencana, tetapi juga bagi begitu banyak orang yang menyaksikan beritanya di
media-media setiap hari. Ratusan ribu orang meninggal dan lebih banyak lagi yang
kehilangan harta benda dan sanak saudara. Bantuan dari berbagai pihak dan
lapisan masyarakat berdatangan. Tidak sedikit pula yang telah pergi ke NAD dan
menyumbangkan tenaga, waktu, serta pikiran untuk ikut memulihkan kondisi di sana.
Secara kasat mata banyak sekali perbaikan fisik yang harus dilakukan.
Sampai dengan hari ke-20, masih banyak mayat yang bergelimpangan di jalan-jalan
dan diperkirakan masih banyak lagi yang masih tersebar di antara puing-puing atau
sampah yang bertumpukan dan harus segera dibersihkan. Bantuan bahan pangan,
sandang, dan papan juga masih dibutuhkan oleh para korban selamat di NAD.
Perbaikan infrastruktur, pemulihan kondisi perekonomian, dan perbaikan berbagai
sektor kehidupan juga masih menjadi pekerjaan rumah yang masih jauh dari selesai.
Namun perbaikan-perbaikan tersebut belum akan menyelesaikan masalah
yang ada, karena masyarakat NAD juga membutuhkan bantuan untuk memulihkan
kondisi kesehatan mental mereka. Bencana yang telah terjadi adalah peristiwa yang
sangat traumatis, yang menimbulkan masalah mental yang dalam dan
berkepanjangan jika tidak ditangani dengan baik dan segera.
Team Penanggulangan Masalah Kesehatan Jiwa Akibat Bencana di Aceh dan Sumatera Utara Edisi 26 Januari 2005
10
Buku ini disusun untuk menjadi panduan bagi para relawan untuk dapat ikut
serta membantu memulihkan kondisi korban selamat. Relawan, dengan latar
belakang ilmu kesehatan mental ataupun tidak, adalah garda depan yang
berinteraksi secara langsung dengan korban selamat. Dalam buku ini dijelaskan
beberapa aspek yang sebaiknya dilakukan relawan untuk ikut serta memulihkan
kondisi mental korban selamat serta pengetahuan mengenai beberapa gangguan-
gangguan mental yang mungkin dialami oleh korban selamat. Dengan demikian
diharapkan relawan dapat secara mandiri ikut melakukan sesuatu dan melaporkan
kepada ahli kesehatan mental jika ada korban selamat yang tampak mengalami
gangguan yang serius. Tidak ketinggalan dalam buku ini juga dijelaskan mengenai
Vicarious Trauma/Secondary Stress, yaitu trauma yang bisa dialami oleh relawan
secara mental karena berinteraksi dengan kondisi bencana dan korban selamat.
Dengan pengetahuan ini, diharapkan relawan dapat mempersiapkan mental mereka
dengan lebih baik sebelum pergi ke NAD serta mengetahui apa saja yang bisa
dilakukan untuk mencegah terjadinya trauma ini.
Buku Panduan ini disusun bersama oleh :
- Direktorat Kesehatan Jiwa Masyarakat, Departemen Kesehatan RI
- Himpunan Psikologi Indonesia (Himpsi)
- Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia (PDSKJI)
- Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI), dan
- Ikatan Rumah Sakit Jiwa Indonesia (IRJI)
dan dihadiri oleh staff dari World Health Organization (WHO)
B. TUJUAN
1. Memberikan panduan kepada petugas dalam menjalankan proses bantuan
kesehatan mental kepada masyarakat korban bencana supaya lebih cepat
dapat menjalankan kehidupannya kembali.
2. Menyederhanakan proses bantuan supaya masyarakat dapat menggunakannya
untuk mendampingi anggotanya sendiri kembali ke kehidupan semula.
Team Penanggulangan Masalah Kesehatan Jiwa Akibat Bencana di Aceh dan Sumatera Utara Edisi 26 Januari 2005
11
3. Memberikan ketrampilan masyarakat untuk melakukan rujukan kepada
profesional kesehatan mental bila menemukan anggotanya yang mengalami
gangguan mental pasca bencana.
C. SEKILAS TENTANG ACEH
... Acehmu, Aceh kita semua Ada kalanya kita terdiam
Di dalam diam kita bertanya Di dalam diam merangkai makna
(Putu Oka Sukanta, 1999)
TRAUMA DI ACEH Nanggroe Aceh Darussalam, yang artinya Negeri Aceh Rumah nan Damai,
adalah nama baru yang diberikan kepada propinsi yang dulu disebut Daerah
Istimewa Aceh, setelah otonomi daerah tahun 2001. Bukan suatu kebetulan bahwa
nama itu dipilih, karena nama itu diambil dari kejayaan masa lampau: Kesultanan
Aceh Darussalam.
Dalam pembahasan soal trauma kejiwaan akibat bencana gempa dan
tsunami di Aceh, yang sering terlewatkan dalam pembahasan adalah fakta bahwa
masyarakat Aceh sudah mengalami banyak trauma jauh sebelum tsunami. Kasus-
kasus traumatik di Aceh yang belum lagi ditangani oleh psikolog atau psikiater, kini
menjadi luka yang semakin mendalam. Bencana tsunami seakan terasa sebagai
puncak segala trauma psikologis.
“Dulu DOM1, lalu GAM, lalu Darurat Militer, lalu Darurat Sipil, dan sekarang tsunami. Itulah nasib kami, orang Aceh”, kata salah seorang pengungsi dari Aceh di Jakarta.
1 DOM = Daerah Operasi Militer yang diterapkan Orde Baru selama 10 tahun lebih di Daerah Istimewa Aceh untuk menumpas Gerakan Pengacau Keamanan (GPK), sebutan Orde Baru untuk Gerakan Aceh Merdeka.
Team Penanggulangan Masalah Kesehatan Jiwa Akibat Bencana di Aceh dan Sumatera Utara Edisi 26 Januari 2005
12
Masyarakat Aceh, seperti juga masyarakat mana pun, mempunyai
kebanggaan akan masa lalu dan sejarah tradisi mereka. Kebanggaan kolektif inilah
yang secara psikologis menjadi perekat sebuah masyarakat. Namun sebaliknya,
kebanggaan kolektif ini pula yang berulang-kali dikoyak-koyak oleh pihak luar, dan
semakin terasa pada tahun-tahun terakhir ini.
Penderitaan dan tekanan yang diterima warga Aceh sejak masa Orde Baru
hingga kini, telah menimbulkan trauma kolektif yang sulit disembuhkan. Tanpa
disadari masyarakat Aceh yang penuh kebanggaan diri menjadi masyarakat yang
rendah internal locus of controlnya2. Internal locus of control merupakan keadaan di
mana sesorang meyakini bahwa segala keputusan dan keadaan yang dialami
adalah karena dirinya; sedangkan kalau seseorang meyakini bahwa keadaan yang
dialami adalah karena orang lain atau faktor di luar dirinya maka disebut external
locus of control. Jadi pada masyarakat Aceh, dirasakan bahwa semua kejadian
adalah disebabkan faktor-faktor di luar kendalinya.
Hanya sedikit lembaga yang pernah membuat program bantuan psikologis
kepada masyarakat Aceh untuk mengatasi trauma ini, seperti misalnya Yayasan
Pulih dan beberapa lembaga internasional (ICMC, UNICEF, MSF). Kini setelah
tragedi tsunami, muncul kebutuhan yang lebih mendesak --dengan skala yang amat
besar-- untuk penyembuhan psikologis di sana.
SUKU BANGSA DAN BAHASA
Kelompok etnis/sukubangsa terbesar di Nanggroe Aceh Darussalam adalah
sukubangsa Aceh dan Gayo-Alas. Suku Gayo-Alas (30%) umumnya berdiam di
wilayah pegunungan di Aceh Tengah dan Aceh Tenggara, sementara yang
terbanyak terkena bencana tsunami adalah sukubangsa Aceh yang mendiami
hampir seluruh provinsi NAD, terutama di daerah pesisir. Tentu saja di kota besar
seperti Banda Aceh, masyarakatnya lebih multikultural, termasuk etnis-etnis lain dari
seluruh Nusantara.
2 Trauma kolektif ini dituturkan sekelompok ibu dari Aceh yang berjumpa dengan saya di Jakarta tahun 1999. Masalah internal locus of control yang rendah hanyalah sebuah asumsi dan sama sekali tidak berdasarkan sebuah assessment ilmiah. Asumsi ini diambil karena selama beberapa tahun ini segala hal-ihwal bagi masyarakat Aceh hampir selalu diputuskan oleh orang luar.
Team Penanggulangan Masalah Kesehatan Jiwa Akibat Bencana di Aceh dan Sumatera Utara Edisi 26 Januari 2005
13
Ada banyak teori dan folklore tentang asal usul sukubangsa Aceh dan selama
ini etnis Aceh dipercayai adalah campuran berbagai bangsa, sehingga ada anekdot
yang mengatakan Aceh adalah akronim dari Arab Cina Eropa Hindia. Campur-
aduknya asal usul ini juga membuat wajah orang Aceh sangat bervariasi baik warna
kulitnya, bentuk hidungnya, bentuk matanya, bahkan juga warna matanya.
Meskipun bahasa Aceh termasuk rumpun bahasa Melayu, namun banyak
kemiripan dengan bahasa Champa di daerah Kamboja, sehingga bahasa ini agak
sulit dipahami oleh sukubangsa lain di Indonesia. Ada begitu banyaknya variasi
pengucapan vokal yang khas (a, à, ä, e, è, é, ee, eu, i, í, ie, o, ö, oe, ó, u, ue, ú) dan
banyak kata yang bersuku-kata tunggal (misalnya: ie artinya air dan u artinya
kelapa)
Dengan perkembangan zaman dan pendidikan nasional, maka bahasa
Indonesia sudah menjadi bahasa pergaulan di kota-kota seperti juga di seluruh
wilayah Indonesia lainnya. Juga karena pengaruh media televisi, maka cara
berbahasa kaum muda, khususnya di Banda Aceh, hampir serupa dengan bahasa
anak Jakarta, sekalipun masih terdengar logat khas Aceh.
KEJAYAAN MASA LAMPAU ACEH Untuk memahami masyarakat Aceh, kita perlu menengok sejenak kepada
sejarah yang selalu dibanggakan masyarakatnya. Oleh karena posisi geografis
yang amat strategis untuk perdagangan, Aceh pada zaman dahulu merupakan
negeri yang kosmopolitan, sehingga mereka banyak bersentuhan – dan juga bertikai
– dengan berbagai bangsa di dunia.
Kesultanan Aceh Darussalam mengalami masa keemasan pada
pemerintahan Sultan Iskandar Muda di abad ke-17. Aceh saat itu tidak hanya
dikenal di bumi Nusantara tetapi juga di kawasan Eropa dan Timur Tengah.
Mungkin hanya Aceh satu-satunya kerajaan di bumi Nusantara yang pada tahun
1600an sudah menjalin hubungan diplomatik dan perdagangan dengan Kerajaan
Turki, Kerajaan Belanda dan Kerajaan Inggris serta merupakan salah satu dari lima
kerajaan Islam terbesar di dunia, bersama dengan Kerajaan Isfahan (Iran),
Kerajaan Maroko, Kerajaan Agra (India), dan Kerajaan Turki. Pada tahun 1800an
Team Penanggulangan Masalah Kesehatan Jiwa Akibat Bencana di Aceh dan Sumatera Utara Edisi 26 Januari 2005
14
Aceh sudah mempunyai perwakilan diplomatik (duta besar) di Turki, Penang dan
Singapura.
Masyarakat Aceh juga bangga dengan kenyataan bahwa kedudukan
perempuan jauh lebih tinggi dibandingkan saudara-saudaranya yang lain di bumi
Nusantara. Dalam pelajaran sejarah di SD/SMP dulu kita sudah sering mendengar
nama Cut Nyak Dien dan Cut Meutia, dua srikandi Aceh yang berjuang melawan
Belanda. Akan tetapi berapa di antara kita yang kenal nama Malahayati, Meurah
Ganti, atau Cut Meurah Inseuen yang hidup dua abad sebelum Cut Nyak Dien?
Malahayati adalah laksamana perempuan pada abad ke-17 yang memimpin armada
perempuan Inong Bale 3, sedangkan Laksamana Meurah Ganti dan Laksamana
Muda Cut Meurah Inseuen adalah dua perempuan yang memimpin pasukan
pengawal istana Sultan. Kesultanan Aceh adalah satu-satunya kerajaan Islam di
dunia yang pernah diperintah oleh lima orang Sultanah (Ratu)4. Aceh juga pernah
mempunyai beberapa uleebalang (semacam bupati) perempuan, pasukan pengawal
istana yang perempuan, dan majelis mahkamah rakyat (semacam parlemen) yang
25% anggotanya adalah perempuan
Tradisi juga menentukan bahwa orangtua berkewajiban membangun rumah
bagi anak perempuan, dan suamilah yang nantinya akan pindah ke rumah isteri.
Perempuan adalah pemilik rumah, dan bila terjadi perceraian, maka perempuan
tetap menjadi tiang rumah tangga dan kepala keluarga. Tentu dengan
perkembangan zaman, sudah terjadi sedikit perubahan, apalagi kini banyak suami-
isteri yang pergi merantau bersama-sama. Namun secara garis besar dapat
dikatakan bahwa oleh karena kedudukan sosial-politik yang cukup tinggi, maka
perempuan Aceh dikenal tegar dalam menghadapi situasi seburuk apapun.
3 Nama Inong Bale kini dipakai kembali oleh GAM dan sering disalah-artikan media massa sebagai pasukan janda GAM. Padahal nama itu punya nilai historis tertentu bagi perempuan Aceh, terlepas dari apakah dia pro atau kontra GAM. 4 Nihrasiyah Rawa Khadiyu (1410-1440), Tajul Alam Safiatuddin (1641-1675), Nurul Aam Naqiatuddin (1675-1678), Zakiatuddin Inayat Syah (1678-1688), dan Kamalat Syah (1688-1699)
Team Penanggulangan Masalah Kesehatan Jiwa Akibat Bencana di Aceh dan Sumatera Utara Edisi 26 Januari 2005
15
PERUBAHAN SOSIAL DAN PENGHANCURAN PERADABAN
Masyarakat Aceh mempunyai harga diri yang cukup tinggi, dan bagi orang
luar, terkadang diartikan sebagai keangkuhan atau kesombongan5. Belum pernah
ada analisis psikologis mengenai kerpribadian manusia Aceh, namun sejarah
menunjukkan betapa besarnya harga diri masyarakat Aceh dalam mempertahankan
wilayah dan budayanya.
Seperti yang sudah dikatakan di atas, Aceh sudah sejak dahulu bersentuhan
dengan bangsa-bangsa lain, dan dalam persentuhan itu hampir selalu terjadi usaha
penghancuran budaya yang dikategorikan Rani Usman (2003) menjadi beberapa
babak.
Penghancuran babak pertama adalah ketika Portugis berusaha menaklukkan
bangsa Aceh melalui perang bertahun-tahun di abad ke-17. Perang diakhiri dengan
kemenangan di pihak Aceh, namun Aceh porak poranda. Penghancuran babak
kedua adalah ketika Belanda mengumumkan perang tahun 1873, dan ini merupakan
perang terlama dan yang paling merugikan bagi pemerintah Hindia-Belanda, namun
juga membuat masyarakat Aceh kehilangan puluhan ribu jiwa. Di wilayah Aceh
Besar, tiga perempat penduduknya gugur. Tahun 1904 Belanda berhasil menangkap
Sultan, dan de facto menguasai kota Banda Aceh, namun rakyat Aceh tetap percaya
bahwa wilayah lain di Nanggroe Aceh Darussalam tidak pernah terjajah oleh
Belanda.
Usaha penghancuran peradaban yang berikutnya adalah ketika Jepang
masuk dan memaksa orang Aceh melakukan hal yang bukan adatnya, seperti
menyembah matahari (penghancuran babak ketiga) dan pada waktu revolusi
melawan Belanda (penghancuran babak keempat). Berkaitan dengan revolusi, hal
yang selalu dibanggakan masyarakat Aceh adalah bahwa mereka memilih untuk
bergabung dengan Republik Indonesia. Masyarakat Aceh dengan sukarela
mengumpulkan dana sebanyak-banyaknya untuk membiayai perjuangan revolusi RI,
5 Sudah ada laporan anekdotal bahwa ada korban selamat tsunami yang menolak menerima sumbangan pakaian bekas, karena gengsi. Atau mereka menolak sumbangan makan roti kering, walaupun kelaparan, karena menurut mereka orang Aceh hanya mau makan nasi.
Team Penanggulangan Masalah Kesehatan Jiwa Akibat Bencana di Aceh dan Sumatera Utara Edisi 26 Januari 2005
16
termasuk membeli pesawat dengan nama Seulawah6 yang menjadi cikal-bakal
Garuda Indonesia.
Di zaman Republik Indonesia pun masih banyak peristiwa yang dianggap
melemahkan dan sekaligus menguatkan masyarakat Aceh, yaitu; peristiwa Cumbok
di tahun 1946, ketika terjadi perang saudara antara kaum bangsawan dan kaum
ulama (penghancuran kelima); dan peristiwa Darul Islam yang merupakan konflik
antara pemerintah pusat dan daerah tahun 1950an (penghancuran keenam). Pada
semua peristiwa penghancuran tadi, ribuan masyarakat Aceh terbunuh.
Kisah-kisah seperti inilah yang senantiasa bertengger dalam kesadaran
kolektif masyarakat Aceh sebagai kepahitan yang takkan pernah hilang. Sastra Aceh
hampir selalu menceritakan peperangan dengan upaya mempertahankan bangsa
atau masyarakat yang bermartabat. Nyanyian ibu Aceh kepada anaknya Do Do Da
Idi7) pun bertutur tentang peperangan, dan harapan bila sang anak besar nanti, dia
akan menjadi pejuang bagi nanggroe.
KETAKUTAN KOLEKTIF Berhenti sampai di situkah sejarah penderitaan masyarakat Aceh? Ternyata
penghancuran babak-babak berikutnya masih terus berlangsung. Pada masa orde
baru 1970an, sumberdaya alam Aceh mulai dimanfaatkan sebagai devisa Republik
Indonesia, dengan pembangunan industri gas dan minyak di Lhokseumawe.
Namun meskipun pembangunan berjalan pesat, hanya 1% hasilnya itu
diperuntukkan bagi Aceh. Di sekitar kawasan industri yang gemerlapan, terdapat
pemukiman kumuh, jalan tak beraspal, serta tidak ada sekolah dan rumah sakit yang
memadai bagi masyarakat. Akibat ketidakadilan, ketidakmerataan dan
kecemburuan sosial, muncullah gejolak Aceh Merdeka di tahun 1976. Semakin
kuatlah stereotip bahwa orang Aceh itu keras, tidak bersahabat, garang, bodoh, dan
penuh tipu muslihat.
6 Pada masa Presiden Megawati, nama Seulawah dibangkitkan kembali. Pemerintah daerah NAD memiliki maskapai penerbangan dengan nama Seulawah NAD Air; namun maskapai itu bangkrut dengan cepat karena manajemen yang buruk. 7 Ini adalah sebuah dendang nina-bobok dalam bahasa Aceh, yang sering diperdengarkan sebagai musik latarbelakang dalam acara Indonesia Menangis di Metro TV pada hari-hari pertama setelah bencana tsunami.
Team Penanggulangan Masalah Kesehatan Jiwa Akibat Bencana di Aceh dan Sumatera Utara Edisi 26 Januari 2005
17
Gejolak yang merupakan konflik antara masyarakat Aceh dan pemerintah
pusat – dan terkadang pula antar masyarakat Aceh sendiri – berlangsung terus di
masa Orde Baru. Oleh karena media massa saat itu tersensor dengan ketat,
masyarakat di luar Aceh sering tidak tahu apa yang terjadi di sana.
Ketidak-tenteraman hidup masyarakat Aceh semakin menjadi ketika
pemerintah RI memberlakukan Aceh sebagai daerah operasi militer (DOM) di tahun
1989 untuk menumpas Gerakan Pengacau Keamanan – GPK (sebutan orde baru
untuk GAM). Inilah penderitaan yang tidak akan pernah terlupakan oleh masyarakat
Aceh: pengolok-olokan, kekerasan, kebrutalan, penyiksaan, penganiayaan,
pemerkosaan, pembunuhan, penculikan dan pembantaian terjadi di mana-mana di
Aceh. Warga Aceh dibuat tidak berkutik. Berbagai pelanggaran HAM terjadi,
terutama di daerah Aceh Timur, Utara dan Pidie, namun jarang diberitakan.
Masyarakat tidak leluasa pergi ke laut, sawah atau ladang. Ekonomi,
pendidikan, kegiatan sosial menjadi macet. Mereka takut berhadapan dengan ABRI
(sebutan untuk TNI saat itu). Orang satu takut berbicara kepada orang lain, karena
tidak jelas siapa yang GPK dan siapa yang bukan. Bila kita mengadakan kontak
dengan orang yang dituduh GPK, maka dia pun akan dituduh sebagai sekutu. Suami
kehilangan isteri, isteri kehilangan suami. Anak kehilangan orangtua, orangtua
kehilangan anak. Banyak anak kecil menyaksikan sendiri ayahnya dianiaya dan
ditembak, atau ibunya diperkosa dan dibunuh, atau abang dan kakaknya disiksa dan
ditangkap. Banyak perempuan hamil yang keguguran karena goncang jiwanya dan
konon angka penyakit jiwa tertinggi di Indonesia adalah di Aceh.
Akibat DOM masyarakat Aceh mengalami trauma berkepanjangan, karena
ribuan anggota masyarakat mati tanpa pengadilan, tanpa kejelasan. Ketakutan yang
mereka miliki adalah bahwa ‘bangsa Aceh akan dihabiskan’ (genocide). Kecemasan
dan ketakutan yang sangat membekas membawa luka yang sangat mendalam,
karena banyak korban tokoh masyarakat, ulama, cendikiawan, mahasiswa dan
perempuan.
Dengan tumbangnya Orde Baru pada 1998, DOM dicabut. Pelanggaran HAM
mulai lebih terbuka dibicarakan. Masyarakat Aceh mengharapkan perhatian bangsa.
Namun kekerasan dan pembunuhan tidak hilang, bahkan semakin merajalela.
Akibatnya simpati pada Gerakan Aceh Merdeka yang tadinya hanya di wilayah-
Team Penanggulangan Masalah Kesehatan Jiwa Akibat Bencana di Aceh dan Sumatera Utara Edisi 26 Januari 2005
18
wilayah tertentu kini menyebar ke hampir seluruh provinsi. Sebagian masyarakat
menuntut adanya referendum seperti di Timor Timur, atau dipercepatnya otonomi
daerah atau pembentukan negara federal.
Namun perjuangan GAM yang dulu adalah menuntut keadilan bagi Aceh,
semakin lama berubah menjadi hantu bagi masyarakat Aceh itu sendiri, oleh karena
ulah GAM yang meneror rakyat. Rakyat semakin takut akan dua pihak yang bertikai
ini, seperti kata pepatah, gajah lawan gajah, pelanduk mati di tengah-tengah.
Ketakutan demi ketakutan yang terus-menerus dialami masyarakat Aceh ini sudah
terbentuk menjadi trauma kolektif yang sulit dihapuskan.
Seperti kita semua ketahui, pada 26 Desember 2004 hampir seluruh
Nanggroe Aceh Darussalam, negeri yang didambakan sebagai rumah damai, telah
porak-poranda oleh tsunami. Bencana yang seakan menjadi puncak segala derita
menimbulkan ketakutan kolektif yang jauh lebih mendalam : akan punahkah bangsa
Aceh?. Ini juga yang sebenarnya mendasari ketakutan masyarakat dengan adopsi
bayi. Sekalipun debat yang muncul di media adalah isu anak akan diadopsi oleh
keluarga berbeda iman, namun ketakutan yang lebih mendalam adalah tercabutnya
si anak dari akar budaya Aceh. Bila satu generasi anak Aceh diangkat keluarga
berbeda budaya (sekalipun seagama), berarti punah sudah negeri dan peradaban
Aceh.
Team Penanggulangan Masalah Kesehatan Jiwa Akibat Bencana di Aceh dan Sumatera Utara Edisi 26 Januari 2005
19
BAB 2. BENCANA, FASE DAN DAMPAK YANG DITIMBULKANNYA
A. PENGERTIAN BENCANA
Menurut WHO, bencana adalah:
“Peristiwa/kejadian pada suatu daerah yang mengakibatkan kerusakan
ekologi, kerugian pada kehidupan manusia, serta memburuknya kesehatan
dan pelayanan kesehatan yang bermakna, sehingga memerlukan bantuan
luar biasa dari pihak lain”.
Sedangkan UNHCR mendefinisikan bencana sebagai:
“Peristiwa/kejadian berbahaya pada suatu daerah yang mengakibatkan
kerugian dan penderitaan manusia serta kerugian material yang hebat”.
Pengertian lain mengenai bencana dikemukakan oleh Bakornas-PBB, yaitu:
“Suatu kejadian yang terjadi secara alami ataupun yang disebabkan oleh ulah
manusia, yang terjadi secara mendadak maupun berangsur-angsur, dan
menimbulkan akibat yang merugikan sehingga masyarakat dipaksa untuk
melakukan tindakan penanggulangan”.
B. FASE-FASE REAKSI TERHADAP STRES YANG TRAUMATIS TERHADAP BENCANA
Masyarakat yang menjadi korban dari suatu bencana cenderung memiliki
masalah penyesuaian perilaku dan emosional. Beban sangat berat yang dihadapi
oleh korban dapat mengubah pandangan mereka tentang kehidupan dan
menyebabkan tekanan pada jiwa mereka. Intensitas dari tekanan ini akan berkurang
sejalan dengan berlalunya waktu. Namun seberapa cepat kondisi mental korban
akan membaik, sangat dipengaruhi oleh apa yang terjadi pada mereka dan
bagaimana pemahaman mereka mengenai kejadian tersebut.
Team Penanggulangan Masalah Kesehatan Jiwa Akibat Bencana di Aceh dan Sumatera Utara Edisi 26 Januari 2005
20
Beberapa riset yang dilakukan sehubungan dengan bencana menunjukkan
bahwa reaksi terhadap kejadian tersebut dapat dikelompokkan ke dalam beberapa
fase.
1. FASE YANG SANGAT BERPENGARUH (IMPACT PHASE)
Periode ini biasanya muncul pada saat terjadinya bencana dan
beberapa waktu setelahnya. Beberapa pihak menyebut fase ini sebagai
Heroic Phase, di mana orang-orang tergerak untuk melakukan tindakan untuk
menyelamatkan diri, orang lain, dan harta benda yang dimiliki. Energi yang
sangat besar dicurahkan untuk menolong orang lain. Ini adalah reaksi yang
sangat alami dan mendasar. Berbagai bentuk perilaku sehubungan dengan
hal ini mungkin terjadi. Reaksi ini harus dipahami dengan baik pada periode
setelah terjadinya bencana (post-disaster period), karena pada periode ini
orang biasanya mulai mengevaluasi apa yang mereka lakukan pada saat
terjadinya bencana dan menilai bahwa tindakan mereka pada saat itu tidak
sesuai dengan harapan diri sendiri dan orang lain tentang apa yang
seharusnya dilakukan.
Pada fase ini, biasanya korban selamat menunjukkan perilaku
tertegun, bengong, tampak tidak acuh, lesu, bingung, tidak terarah
(disorganized), dan mungkin tidak mampu untuk melindungi diri sendiri.
Perilaku yang tidak terarah dan apatis tersebut dapat bersifat sementara
waktu saja, namun bisa berlanjut hingga ke periode setelah bencana (post-
disaster period) yang menunjukkan terjadinya distorsi kognitif pada korban
selamat. Distorsi ini dapat dipicu oleh sumber-sumber stres yang
mempengaruhi:
• Keselamatan jiwa dan persinggungan dengan kematian
• Perasaan tidak tertolong dan tidak berdaya
• Kehilangan (orang yang dicintai, rumah, harta benda)
• Terpisah dari asal/dislocation (terpisah dari orang-orang yang dicintai,
rumah, keluarga, tempat-tempat yang familiar, komunitas, tetangga)
Team Penanggulangan Masalah Kesehatan Jiwa Akibat Bencana di Aceh dan Sumatera Utara Edisi 26 Januari 2005
21
• Perasaan bertanggung jawab (perasaan bahwa seharusnya bisa
melakukan lebih)
• Rasa takut yang amat sangat (disebabkan karena terjebak, disiksa)
• Rasa benci kepada manusia (sangat sulit untuk menghadapi suatu
bencana jika hal itu dipandang sebagai hasil dari perilaku manusia)
2. FASE PASCA BENCANA (IMMEDIATE POSTDISASTER PHASE)
Fase ini biasanya dimulai satu minggu setelah terjadinya bencana dan
bisa berlangsung hingga 6 bulan. Mereka yang selamat memiliki perasaan
senasib dengan korban selamat lainnya setelah mengalami kejadian yang
sangat menakutkan. Mereka juga merasakan dukungan dan bantuan dari
berbagai pihak yang menjanjikan bantuan. Proses pembersihan lokasi
bencana dan penyelamatan, disertai dengan harapan bahwa bantuan yang
lebih banyak akan segera diberikan.
Tahap awal masalah kesehatan mental mulai muncul pada fase ini, di
mana korban selamat menunjukkan kebingungan, tegang, tertegun, atau
sangat gelisah. Reaksi emosional sangat bervariasi dan dipengaruhi oleh
persepsi individu dan pengalaman mereka terhadap hal-hal yang sudah
disebutkan sebelumnya (stressor). Aktivitas penyelamatan yang terjadi pada
fase ini mungkin menunda munculnya reaksi-reaksi emosional, dan bisa saja
baru muncul ketika tahap pemulihan (recovery phase) berjalan. Reaksi-reaksi
tersebut adalah:
• Mati rasa (Numbness)
• Penyangkalan, terkejut, terguncang (Denial or shock)
• Kilas balik dan mimpi buruk (Flashbacks and nightmares)
• Reaksi duka akibat rasa kehilangan
• Marah
• Putus asa, kehilangan harapan (Despair)
• Sedih
• Tidak berdaya, tidak tertolong (Hopelessness)
Team Penanggulangan Masalah Kesehatan Jiwa Akibat Bencana di Aceh dan Sumatera Utara Edisi 26 Januari 2005
22
Sebaliknya, rasa lega dan rasa terselamatkan dapat mengarah pada
perasaan gembira, yang sulit untuk diterima saat dihadapkan pada kerusakan
yang telah ditimbulkan oleh bencana.
3. FASE KEKECEWAAN DAN PEMULIHAN (DISSILLUSIONMENT & RECOVERY)
Fase ini adalah periode panjang penyesuaikan diri dan kembali ke
keseimbangan yang harus dihadapi masyarakat dan individu. Hal ini
disebabkan karena tahap penyelamatan sudah selesai dan masyarakat serta
individu menghadapi tugas untuk memperbaiki kehidupan dan aktivitasnya
sehingga kembali berjalan normal.
Periode ini sangat berhubungan dengan fase sebelumnya di mana ada
banyaknya perhatian dan bantuan yang tercurah kepada masyarakat korban
bencana. Namun, hal ini bisa disusul dengan fase kekecewaan ketika
bencana tersebut tidak lagi menjadi berita di halaman depan surat kabar, jika
janji-janji akan adanya bantuan tidak sesuai dengan harapan dan kenyataan,
bantuan-bantuan mulai berkurang, dan kenyataan akan adanya kehilangan,
batasan-batasan, dan perubahan akibat bencana harus dihadapi dan
dipecahkan.
Periode yang bisa berlangsung hingga dua tahun setelah kejadian ini,
ditandai dengan timbulnya rasa marah, benci, dan kecewa yang sangat
mendalam. Pihak-pihak luar (outside agencies) mungkin harus segera pergi
dan kelompok-kelompok lokal bisa melemah. Ada kemungkinan
berkurangnya komunitas bersama karena para korban berkonsentrasi untuk
memperbaiki kehidupannya sendiri. Masyarakat yang tertimpa bencana
mungkin akan merasa terisolasi dan timbul keributan serta perpecahan.
Pada tahap bahaya akut (acute danger), prioritas semua orang adalah
untuk keselamatan dan bertahan hidup. Ketika kebutuhan ini telah terpenuhi,
kebutuhan lain yang bersifat eksistensial dan psikologis muncul. Biasanya
kebutuhan tersebut dibiarkan menjadi berlarut-larut dan tidak terpenuhi dalam
jangka waktu yang lama. Tidak jarang, melalui media, program retribusi, atau
Team Penanggulangan Masalah Kesehatan Jiwa Akibat Bencana di Aceh dan Sumatera Utara Edisi 26 Januari 2005
23
kekerasan yang berkelanjutan, masyarakat yang menjadi korban kembali
dihadapkan pada kejadian-kejadian traumatis berikutnya.
Hal yang sangat penting untuk diingat adalah bahwa kebutuhan
emosional adalah sangat signifikan, khususnya bagi mereka yang sudah
sangat dipengaruhi oleh kejadian bencana. Kebutuhan-kebutuhan tersebut
mungkin baru muncul pada fase ini. Korban selamat mungkin saja enggan
untuk menunjukkan rasa tertekan, peduli, atau tidak puas, karena mereka
merasa bahwa seharusnya mereka bersyukur atas bantuan yang telah
diberikan atau merasa harus bersyukur karena mereka tidak lebih menderita
dibandingkan yang lain.
Harus dicatat bahwa kadang reaksi emosional dapat muncul dalam
bentuk gejala-gejala fisik, seperti gangguan tidur, masalah pada pencernaan,
dan rasa lelah yang berkepanjangan. Reaksi emosional juga dapat muncul
sebagai efek sosial seperti kesulitan-kesulitan dan hubungan dan pekerjaan.
C. DAMPAK YANG DITIMBULKAN BENCANA
Bencana yang terjadi pada suatu wilayah dapat berpengaruh terhadap
berbagai aspek kehidupan. Kerusakan dan kekacauan yang ditimbulkan oleh
bencana alam dapat menggetarkan nyali siapapun. Kerugian tidak saja berupa
kerugian materi tetapi juga berdampak pada kehidupan sosial dan psikologis warga
yang tertimpa bencana. Rasa tertekan, takut, dan duka yang dialami oleh
masyarakat yang mengalami bencana tentu sangat berpengaruh terhadap
kehidupan mereka selanjutnya.
Secara sosial, dampak terjadi biasanya berhubungan dengan pola hubungan
yang berubah karena kematian, perpisahan, pengisoliran, dan kehilangan lainnya.
Hancurnya keluarga dan komunitas, kerusakan pada nilai-nilai sosial, dan hancurnya
fasilitas dan layanan sosial merupakan beberapa contoh dampak bencana kepada
masyarakat yang mengalaminya.
Team Penanggulangan Masalah Kesehatan Jiwa Akibat Bencana di Aceh dan Sumatera Utara Edisi 26 Januari 2005
24
Dampak sosial tersebut juga berhubungan erat dengan dampak ekonomi
karena banyak individu dan keluarga yang kehilangan materi dan kemampuan untuk
mencari nafkah dan kehilangan status sosial, posisi, dan peran dalam masyarakat.
Aspek lain yang sangat terpengaruh oleh adanya bencana adalah kondisi
psikologis masyarakat, yang berhubungan dengan kondisi emosi, tingkah laku, cara
berpikir, kemampuan mengingat, kemampuan belajar, persepsi, dan pemahaman
seseorang. Dampak psikologis dari suatu bencana dapat terbagi menjadi dua yaitu
dampak jangka pendek (gejala muncul pada periode 1 bulan setelah bencana), yaitu
Acute Stress Disorder (ASD) dan dampak jangka panjang (gejala muncul setelah 3
bulan hingga 1 tahun setelah bencana) yang biasa disebut Post Traumatic Stress
Disorder (PTSD).
Bencana gempa bumi dan tsunami yang melanda Nanggroe Aceh
Darussalam dan Sumatera Utara telah mengakibatkan lebih dari 100.000 orang
kehilangan nyawa, ratusan lainnya masih dinyatakan hilang, kehilangan rumah,
pekerjaan, dan harta benda yang telah dikumpulkan selama bertahun-tahun. Ribuan
orang terpisah dari keluarga dan sanak saudara yang dicintai. Kejadian ini telah
menimbulkan masalah kesehatan mental yang cukup serius pada para korban yang
selamat. Salah satu contoh betapa bencana telah sangat berpengaruh terhadap
korban adalah kisah yang menimpa seorang wartawan Serambi Mekkah, Bedu Saini
(38 tahun). Ayah dari 3 orang anak, 2 anak perempuan usia 6 dan 4 tahun dan 1
bayi usia 4 bulan. Di pagi itu sesaat setelah gempa, ia langsung mengarahkan
motornya ke pusat kota Banda Aceh walaupun sang istri memintanya untuk tetap
tinggal di rumah. Sesampainya di kawasan Simpang Lima, air sudah memenuhi
kawasan tersebut dan kepanikan sudah melanda kawasan pusat kota Banda Aceh
tersebut. Sesaat setelah mengabadikan suasana kalut, naluri sebagai seorang ayah
mendorongnya kembali ke rumah. Betapa hancur perasaannya ketika rumah yang
hanya dalam hitungan menit ditinggalkan sudah tidak lagi berbentuk bangunan. Ia
berlari ke sana kemari seperti orang kesetanan mencari keluarganya. Arus yang
mulai deras membuatnya semakin sulit bergerak dan dalam keputusasaan ia melihat
dua anak dan istrinya berpegangan di sebuah pagar rumah, si bayi sudah tidak lagi
terlihat. Dalam upayanya mendekati keluarganya sebuah air deras mengguyurnya
dan di depan matanya ia melihat anaknya yang tertua bergerak menjauh bersama
Team Penanggulangan Masalah Kesehatan Jiwa Akibat Bencana di Aceh dan Sumatera Utara Edisi 26 Januari 2005
25
derasnya air. Terngiang dalam ingatannya jeritan anaknya yang berusia 4 tahun,
memintanya untuk menyelamatkan kakaknya. Sebagai seorang ayah ia merasa
gagal untuk menyelamatkan keluarganya ketika masih ada kesempatan, panggilan
tugas mengakibatkan hilangnya nyawa dua orang yang paling disayanginya. Hingga
saat ini ia masih mengalami rasa bersalah yang sangat besar dan ia tidak mampu
apabila harus mengambil gambar anak-anak yang mengingatkannya akan kedua
anaknya yang hingga saat ini jasadnya belum ditemukan.
Dampak Jangka Panjang dari Suatu Kejadian Traumatis Dampak dari suatu bencana atau kejadian yang traumatis berlangsung jauh
melebihi kehancuran yang ditimbulkan oleh kerusakan awal. Sama halnya dengan
banyaknya waktu yang dibutuhkan untuk membangun lagi bangunan-bangunan dan
infrastruktur, juga dibutuhkan waktu untuk berduka dan membangun kembali
kehidupan kita. Hidup mungkin tidak akan kembali normal dalam beberapa bulan,
bahkan tahun.
Bencana atau kejadian traumatis dapat berakibat sangat panjang dan
menyentuh begitu banyak aspek dalam kehidupan, membuat usaha untuk
membangun kembali kehidupan emosional korban selamat menjadi sangat sulit.
Namun demikian, terkadang hanya dengan mengetahui apa yang akan dihadapi,
apa yang dapat diharapkan, bisa membantu menghadapi perubahan dan kembali ke
kehidupan normal.
Team Penanggulangan Masalah Kesehatan Jiwa Akibat Bencana di Aceh dan Sumatera Utara Edisi 26 Januari 2005
26
Beberapa situasi yang mungkin dihadapi oleh korban selamat dan
keluarganya adalah sebagai berikut:
1. Ketidakpastian dalam Kehidupan Pribadi
• Merasa ‘terkuras’ secara emosional dan kelelahan secara fisik adalah suatu
hal yang normal dan wajar.
• Kehilangan tempat tinggal, pekerjaan, usaha, atau penghasilan bisa berakibat
pada hilangnya rasa percaya diri.
• Masalah emosional yang belum terpecahkan dan sudah ada sebelum
terjadinya bencana dapat muncul kembali ke permukaan.
• Hari peringatan dari bencana atau kejadian traumatis bisa mengingatkan
akan kehilangan-kehilangan yang telah terjadi. Reaksi ini bisa dipicu oleh
tanggal terjadinya bencana dan mungkin akan sangat kuat pada peringatan 1
tahun terjadinya bencana.
2. Perubahan pada Hubungan dalam Keluarga
• Hubungan dengan anggota keluarga bisa menjadi tegang ketika emosi semua
orang meningkat, dan konflik dengan pasangan dan anggota keluarga yang
lain dapat meningkat.
• Ketika rumah hancur atau rusak, keluarga mungkin harus tinggal di tempat
penampungan sementara atau tinggal dengan keluarga atau teman. Hal ini
bisa mengarah pada kondisi yang sangat sesak (overcrowded) dan
meningkatkan ketegangan (tension).
• Anggota keluarga atau teman mungkin terpaksa harus pindah, dan hal ini
mengganggu hubungan dan sistem dukungan (support system) yang
biasanya ada.
• Orangtua secara fisik atau emosional mungkin tidak bisa hadir untuk anak-
anak mereka akibat bencana yang terjadi, karena mereka sibuk
membersihkan, atau disibukkan dan ditekan oleh kesulitan-kesulitan yang
timbul sehubungan dengan bencana yang terjadi.
• Orangtua menjadi terlalu melindungi (overprotective) kepada anak-anaknya
dan keamanan mereka.
Team Penanggulangan Masalah Kesehatan Jiwa Akibat Bencana di Aceh dan Sumatera Utara Edisi 26 Januari 2005
27
• Anak-anak mungkin diharapkan untuk mengambil alih banyak tugas-tugas
orang dewasa, seperti mengawasi adik-adiknya, membantu dalam kegiatan
membersihkan lingkungan, mengurangi waktu bersama teman atau waktu
untuk ikut serta dalam aktivitas rutin.
3. Masalah dalam Pekerjaan
• Rasa lelah dan meningkatnya ketegangan yang diakibatkan oleh masalah
pribadi dapat mengarah pada kinerja yang buruk.
• Konflik dengan teman kerja bisa meningkat, sehubungan dengan
meningkatnya tekanan.
• Perusahaan atau tempat kerja mungkin terpaksa mengurangi karyawan, atau
jam kerja dan gaji mungkin harus dipotong/dikurangi.
• Perjalanan sehari-hari atau cara-cara bepergian mungkin berubah
sehubungan dengan hilangnya kendaraan atau pembangunan jalan.
4. Keresahan secara Finansial
• Mereka yang mengalami masalah dalam pekerjaannya mungkin tidak mampu
untuk kembali ke standar kehidupan mereka sebelumnya, dan hal ini bisa
mengarah pada permasalahan keuangan dan tidak terbayarnya biaya-biaya.
Team Penanggulangan Masalah Kesehatan Jiwa Akibat Bencana di Aceh dan Sumatera Utara Edisi 26 Januari 2005
28
BAB 3. RELAWAN
Pada bagian ini akan dijelaskan tentang definisi relawan, jenis-jenisnya, hal-
hal umum yang harus diperhatikan dalam berinteraksi dengan korban selamat,
syarat-syarat umum untuk menjadi relawan, persiapan yang harus dilakukan oleh
relawan, dan masalah-masalah kesehatan mental yang mungkin dihadapi oleh
relawan (vicarious trauma).
A. DEFINISI RELAWAN
Seorang relawan adalah seseorang yang berniat untuk membantu orang-
orang dan komunitas yang membutuhkan bantuan, termotivasi oleh kehendak
bebasnya sendiri, bukan atas keinginan untuk mendapatkan keuntungan berupa
harta atau benda maupun tekanan eksternal politis, ekonomi atau sosial
(International Forum of Red Cross and Red Crescent Societies Volunteering Policy).
B. JENIS-JENIS RELAWAN (Menurut American Red Cross)
1. PELAYANAN LANGSUNG (DIRECT SERVICE)
1. Pelayanan Kesehatan Akibat Bencana (Disaster Health Services)
• Memberikan pelayanan kesehatan darurat dan pencegahan kepada
orang-orang yang terkena bencana dan kepada petugas yang
memberikan bantuan saat bencana.
• Memberikan pelayanan dan bantuan kesehatan untuk mengurangi
penyakit, cedera dan kematian yang diakibatkan oleh bencana.
• Memberikan bantuan untuk orang-orang yang mempunyai kebutuhan
pelayanan kesehatan yang berkaitan dengan bencana.
• Memberikan bantuan kepada korban selamat untuk mencari sumber daya
untuk memenuhi kebutuhan finansial yang berkaitan dengan kesehatan.
Team Penanggulangan Masalah Kesehatan Jiwa Akibat Bencana di Aceh dan Sumatera Utara Edisi 26 Januari 2005
29
• Bila diperlukan, memberikan bantuan keuangan kepada yang
membutuhkan pelayanan medis.
2. Pelayanan Kesehatan Mental Terkait dengan Bencana (Disaster Mental Health
Services)
• Memberikan pelayanan kesehatan mental darurat dan pencegahan
kepada orang-orang yang terkena bencana dan petugas yang bertugas
dalam operasi pemulihan setelah bencana serta keluarga mereka;
pelayanan meliputi pengetahuan mengenai hal-hal yang menyebabkan
stres dan akibatnya, metode-metode untuk coping (bertahan) dan
pemberian saran, intervensi krisis, dan pelayanan referal (perujukan)
kepada pihak-pihak yang berkompeten untuk memberikan pelayanan
kesehatan mental.
3. Pengumpulan Data mengenai Bantuan yang Terkait dengan Bencana (Disaster
Welfare Inquiry)
• Memberikan respon terhadap pertanyaan mengenai kesehatan dan
keadaan individu serta keluarganya yang berada di daerah bencana.
• Mengumpulkan informasi mengenai orang-orang tersebut.
• Menyediakan pelayanan yang membuka jalan untuk mempertemukan
kembali anggota keluarga korban bencana
• Mengumpulkan dan menyusun informasi mengenai bantuan-bantuan
yang dibutuhkan.
4. Pelayanan Keluarga (Family Services)
• Bantuan Darurat menyediakan bantuan perorangan pada tempat-tempat
pemberian bantuan dan lewat outreach, dengan merujuk kepada
pemerintah dan/atau agen-agen yang bersedia lewat distribusi atau
bantuan financial.
• Bantuan Tambahan membantu klien merencanakan pemulihan mereka
dengan menggunakan sumber daya pribadi, komunitas dan pemerintah
Team Penanggulangan Masalah Kesehatan Jiwa Akibat Bencana di Aceh dan Sumatera Utara Edisi 26 Januari 2005
30
yang sesuai. Pembangunan dan Perbaikan menyediakan bimbingan
teknis tentang perbaikan atau rekonstruksi bangunan dan menjaga
hubungan dengan kontraktor-kontraktor yang menyediakan pelayanan ini
kepada operasi pemulihan.
5. Pelayanan Masal (Mass Care)
• Menyediakan fasilitas berupa tempat pengungsian, pemberian pangan
kepada korban selamat dan petugas darurat di daerah bencana, dan
distribusi suplai dan komoditas untuk orang-orang yang terkena bencana.
1. Akuntansi
• Menangani aspek finansial dari kegiatan pemulihan.
• Menerima dan menyiapkan dana untuk memenuhi kebutuhan pembiayaan
yang menyangkut kegiatan pemulihan.
2. Komunikasi
• Membangun dan memelihara sistem komunikasi untuk kegiatan
pemulihan, termasuk telepon, sambungan nirkabel (radio), radio dua arah,
satelit dan sistem-sistem lain, dan bertugas sebagai penghubung dengan
agen-agen atau organisasi yang menyediakan pelayanan semacamnya.
3. Pengukuran Kerusakan (Damage Assessment)
• Menetapkan besarnya cakupan dan tingkat kerusakan di wilayah yang
terkena bencana.
• Membuat dan mendistribusikan peta-peta serta data statistik yang
berkaitan dengan kondisi demografi populasi pasca bencana dan
kerusakan yang terjadi.
(INTERNAL SUPPORT SERVICE) 2. PELAYANAN PENYANGGA INTERNAL
Team Penanggulangan Masalah Kesehatan Jiwa Akibat Bencana di Aceh dan Sumatera Utara Edisi 26 Januari 2005
31
4. Komputerisasi (Disaster Computer Operations)
• Membangun sistem peralatan otomatis untuk kegiatan pemulihan,
menyediakan perangkat keras (hardware), perangkat lunak (software) dan
bantuan teknis untuk staf yang menggunakan sistem tersebut.
5. Relawan Lokal
• Merekrut, menempatkan, memelihara, mengatur, memberi dukungan dan
mengenali semua relawan yang berhubungan dengan unit-unit terkait dan
membantu kegiatan pemulihan.
6. Logistik
• Mendapatkan materi dan pelayanan lewat pengadaan atau sumbangan.
• Menyimpan dan membagikan bantuan dan peralatan yang akan digunakan
dalam kegiatan pemulihan.
• Menyediakan transportasi yang dibutuhkan.
• Mendapatkan dan memelihara materi dan peralatan.
7. Pencatatan & Pelaporan
• Mengontrol dan memproses Disbursing Orders.
• Menyimpan arsip-arsip yang berhubungan dengan Registrasi Bencana dan
Catatan Kasus.
• Membuat kompilasi data statistik berkaitan dengan kegiatan pemulihan.
8. Staffing
• Merekrut, menetapkan, mengadministrasikan, mendukung dan mengenali
staf yang digaji dan relawan (tidak digaji) --yang berasal dari luar daerah
bencana-- yang ditugaskan untuk melaksanakan kegiatan pemulihan.
Team Penanggulangan Masalah Kesehatan Jiwa Akibat Bencana di Aceh dan Sumatera Utara Edisi 26 Januari 2005
32
9. Pelatihan
• Memberikan orientasi kepada semua staf yang ditugaskan untuk kegiatan
pemulihan dan menyediakan pelatihan operasional, pelatihan mobilisasi,
kursus pelayanan bencana, dan/atau pelatihan pembangunan fasilitas
yang dibutuhkan untuk membantu kegiatan pemulihan.
. 1. Penggalangan Dana
• Membantu dan/atau mengkoordinasi strategi penggalangan dana secara
lokal dan/atau nasional untuk menambah pembiayaan kegiatan pemulihan.
2. Chapter Liasion
• Membina dan menjaga hubungan kerja yang efektif dengan unit-unit dalam
daerah bencana.
3. Penghubung Pemerintah
• Membina dan menjaga hubungan dengan unit-unit pemerintahan setempat
dan pemerintahan pusat.
4. Human Relations Liaison
• Membina dan menjaga hubungan antar segmen komunitas yang ada di
masyarakat korban bencana, misalnya kelompok ras/etnis, orang-orang
penyandang cacat, warga senior, dan tingkat sosial-ekonomi yang
berbeda, untuk memperbaiki pelayanan terhadap setiap segmen tersebut.
(EXTERNAL SUPPORT SERVICE) 3. PELAYANAN PENYANGGA EKSTERNAL
Team Penanggulangan Masalah Kesehatan Jiwa Akibat Bencana di Aceh dan Sumatera Utara Edisi 26 Januari 2005
33
5. Labor Liaison
• Membina dan memelihara hubungan dengan para pekerja yang terkena
bencana; mengadakan kontak dengan organisasi atau perusahaan yang
mempekerjakan mereka untuk mendata pekerjanya yang terkena bencana.
• Mengenali potensi dari para pekerja yang selamat dan perusahaan-
perusahaan yang mempekerjakan mereka sehubungan dengan kegiatan
pemulihan.
6. Penghubung Agen-agen Relawan
• Membina dan menjaga hubungan dengan organisasi-organisasi lain termasuk
organisasi-organisasi nasional, komponen-komponen lokal dari organisasi-
organisasi nasional, organisasi-organisasi komunitas, dan kelompok-kelompok
ad hoc yang terlibat dalam respon bencana. Hal ini ditujukan untuk
membangun kerjasama dan mengkoordinasikan rekrutmen sumber
daya/relawan serta kegiatan pemulihan yang dilakukan oleh setiap organisasi
yang terlibat.
7. Public Affairs
• Memberikan informasi mengenai pelayanan yang tersedia untuk korban
selamat, memberikan informasi kepada masyarakat luas tentang pemulihan
dari bencana, menjalankan tugas sebagai penghubung dengan semua media,
dan menyediakan bantuan berkaitan dengan urusan publik (general public
affairs) sehubungan dengan kegiatan pemulihan.
Team Penanggulangan Masalah Kesehatan Jiwa Akibat Bencana di Aceh dan Sumatera Utara Edisi 26 Januari 2005
34
C. HAL-HAL UMUM YANG HARUS DIPERHATIKAN DALAM BERINTERAKSI DENGAN SURVIVOR
Sikap dasar yang harus dimiliki oleh relawan, khususnya dalam berinteraksi
dengan korban selamat:
1. Ucapkan assalamu‘alaikum ketika mendatangi komunitas masyarakat Aceh.
2. Hormati para korban selamat dan bina hubungan yang baik dengan mereka.
3. Tunjukkan empati terhadap para korban selamat.
4. Bersikaplah senyaman mungkin di hadapan mereka dan jaga situasi yang
nyaman ketika berinteraksi dengan korban selamat.
5. Siap menjadi pendengar yang baik dan aktif.
6. Gunakan humor pada tempatnya, jangan berlebihan.
7. Percaya diri.
8. Kreatif.
9. Tempatkan diri sesuai dengan posisi, yaitu sebagai petugas yang membantu
orang lain dalam mengatasi masalah sesuai dengan kondisi dan situasi
orang yang dibantu.
10. Berpandangan luas, memahami berbagai pandangan yang mungkin saja
berbeda dengan pendapatnya sendiri, tidak terpusat pada dirinya sendiri
dalam berinteraksi dengan orang yang dibantu.
11. Mempunyai pengetahuan yang cukup tentang hal yang dibicarakan.
12. Bersikap luwes, tidak kaku.
13. Peduli dan berminat membantu orang lain.
14. Bersikap apa adanya dan jujur.
15. Sabar, tenang, dan mampu menghadapi berbagai reaksi korban selamat
yang masih anak-anak, seperti reaksi marah, sedih, cemas, menunjukkan
sikap bermusuhan, agresif, tidak mau mengikuti aturan, mengasihani diri
sendiri, dan lain sebagainya.
16. Menumbuhkan semangat dan meyakinkan orang yang dibantu bahwa dia
masih punya harapan, apapun kesulitan yang dihadapinya.
Team Penanggulangan Masalah Kesehatan Jiwa Akibat Bencana di Aceh dan Sumatera Utara Edisi 26 Januari 2005
35
D. SYARAT-SYARAT UMUM UNTUK MENJADI RELAWAN
1. Sehat lahir dan batin, tidak memiliki masalah kesehatan, baik fisik maupun
mental.
2. Mempunyai bekal pengetahuan yang cukup tentang bekerja di lapangan.
3. Menunjukkan komitmen pada tugasnya.
4. Dapat bekerja sama dalam tim.
5. Dapat berkomunikasi dengan baik.
6. Dapat bekerja di bawah tekanan.
7. Dapat mengambil inisiatif.
8. Nyaman berada di antara orang-orang yang berbeda dengan dirinya.
9. Dapat bersikap netral, memisahkan kepercayaan pribadi, agama dan politik
dari peran sebagai relawan.
10. Fleksibel.
E. PERSIAPAN YANG SEBAIKNYA DILAKUKAN RELAWAN & HAL-HAL YANG SEBAIKNYA DILAKUKAN DI LOKASI
Persiapan yang sebaiknya dilakukan relawan:
• Carilah informasi sebanyak-banyaknya mengenai kebudayaan dan kebiasaan
setempat.
• Persiapkan mental untuk menghadapi keadaan yang paling buruk.
• Persiapkan segala keperluan pribadi seefisien mungkin.
• Persiapkan obat-obatan pribadi.
Hal-hal yang sebaiknya dilakukan relawan di lokasi untuk menjaga kondisi:
• Makan teratur.
• Usahakan makan makanan yang bergizi.
• Makan vitamin dan suplemen lainnya jika dibutuhkan.
• Olahraga ringan setiap pagi.
Team Penanggulangan Masalah Kesehatan Jiwa Akibat Bencana di Aceh dan Sumatera Utara Edisi 26 Januari 2005
36
• Segera pergi ke tenaga medis atau minum obat begitu ada tanda-tanda sakit.
• Istirahat yang cukup.
• Tulis jurnal/buku harian.
• Sempatkan membaca bacaan ringan (bawalah beberapa buku ringan
kesukaan anda).
• Habiskan waktu luang dengan teman-teman sesama relawan untuk
mengobrol atau sharing.
• Sesekali tolak tanggung jawab ekstra di luar pekerjaan dan kemampuan
anda.
• Hubungi keluarga atau teman dekat secara rutin.
• Sediakan waktu untuk refleksi diri, merenung, menangislah bila perlu.
• Sediakan waktu untuk melakukan kegiatan-kegiatan yang menyenangkan,
misalnya bermain dengan anak-anak, bernyanyi, mendengarkan musik.
• Jagalah optimisme dan harapan.
• Beribadah (bagi relawan non-muslim sebaiknya tidak menunjukkan atribut-
atribut keagamaan).
F. VICARIOUS TRAUMA PADA RELAWAN
Saakvitne dan Pearlman (1996), Pearlman dan Maclan (1995), dan McCan
dan Pearlman (1990), dan Traumatic Stress Institute/Center for Adult and
Adolescent Psychotherapy mendefinisikan vicarious traumatization/secondary
traumatic stress sebagai:
“Merujuk pada efek transformatif kumulatif pada orang-orang yang membantu
dan bekerja dengan korban yang selamat dari kejadian-kejadian traumatis
dalam kehidupan” .
Vicarious trauma adalah pengalaman menjadi saksi atau bagian dari suatu
kejadian yang mengerikan pada manusia, yang dipengaruhi oleh pandangan,
Team Penanggulangan Masalah Kesehatan Jiwa Akibat Bencana di Aceh dan Sumatera Utara Edisi 26 Januari 2005
37
aroma, suara, sentuhan dan cerita-cerita yang diungkapkan oleh para korban
selamat untuk melepaskan rasa sakit mereka sendiri. Trauma ini adalah reaksi
spontan fisik ketika sebuah cerita yang mengerikan dikisahkan atau sebuah
kejadian terungkap.
Vicarious trauma adalah energi yang datang saat berhadapan dengan
trauma, dan bagaimana tubuh dan jiwa kita bereaksi terhadap kesedihan,
amarah dan rasa sakit yang sangat. Kebingungan, rasa apatis, keinginan
menyendiri, kecemasan, kesedihan dan rasa sakit biasanya merupakan tanda-
tanda adanya vicarious trauma.
Team Penanggulangan Masalah Kesehatan Jiwa Akibat Bencana di Aceh dan Sumatera Utara Edisi 26 Januari 2005
38
Menurut Yansen (1995), pengaruh secondary trauma stress terhadap individu adalah:
Kognitif Emosional Perilaku Spiritual Interpersonal Fisik
- sukar berkonsentrasi
- kebingungan
- sering melamun
- kehilangan makna
- berkurangnya
kepercayaan diri
- preokupasi terhadap
trauma
- terbayang-bayang
keadaan trauma
- apatis
- kaku
- disorientasi
- pemikiran yang
berputar-putar
- pemikiran untuk
menyakiti diri sendiri
atau orang lain
- meragukan diri sendiri
- perfeksionisme
- minimasisasi
- merasa tidak
mempunyai kekuatan
- kecemasan
- rasa bersalah pada
korban selamat
- menutup diri
- merasa hampa, tidak
merasa apa-apa
- ketakutan
- merasa tidak berdaya,
tidak bisa apa-apa
- kesedihan
- depresi
- hipersensitifitas
- emosi naik-turun
- overwhelmed atau
merasa kecil dan diliputi
sesuatu yang besar
- perasaan letih yang luar
biasa
- tergantung
- tidak sabaran
- mudah jengkel
- menarik diri
- perasaan hati tidak
menentu
- regresi
- gangguan tidur
- perubahan pada selera
makan
- mimpi buruk
- hypervigilance
- reaksi kaget yang lebih dari
biasanya
- penggunaan coping
dengan cara yang negatif
(merokok, alkohol atau
penyalahgunaan zat lain)
- gampang terkena
kecelakaan (accident
prone)
- sering kehilangan benda
- perilaku menyakiti diri
sendiri
- mempertanyakan makna
hidup
- kehilangan tujuan
- berkurangnya rasa puas
atas diri sendiri
- rasa tidak berdaya yang
meningkat
- perasaan bosan yang tidak
menentu (ennui)
- amarah kepada Tuhan
- mempertanyakan agama
yang dianut
- menarik diri
- kurangnya minat terhadap
kedekatan (intimacy) atau
hubungan seksual
- perasaan tidak percaya
yang tidak pada
tempatnya
- mengasingkan diri dari
kawan-kawan
- berakibat pada
pengasuhan anak (cara
melindungi, khawatir
terhadap agresi)
- proyeksi kemarahan atau
penyalahan
- tidak dapat bertoleransi
- kesepian
- shock
- berkeringat
- detak jantung cepat
- kesulitan bernafas
- reaksi-reaksi somatis
- rasa sakit, pegal-pegal
- pusing
- imunitas tubuh
terganggu
Team Penanggulangan Masalah Kesehatan Jiwa Akibat Bencana di Aceh dan Sumatera Utara Edisi 26 Januari 2005
39
Akibat dari secondary traumatic stress pada Fungsi Profesional
Kinerja Morale Interpersonal Perilaku
- penurunan
kualitas
- penurunan
kuantitas
- motivasi rendah
- menghindar dari
tugas
- bertambahnya
kesalahan
- menargetkan
standard
perfeksionis
(terlalu
sempurna)
- terobsesi
terhadap detil
- penurunan rasa
keyakinan
terhadap diri
sendiri
- berkurangnya
minat
- selalu merasa
tidak puas
- sikap negatif
- apatisme
- demoralisasi
- kurangnya rasa
menghargai
- detachment
- perasaan
seperti ada yang
kurang
- menarik diri dari
kolega
- tidak sabaran
- kualitas dalam
hubungan
berkurang
- komunikasi
tidak bagus
- kepentingan
pribadi menjadi
prioritas utama
- konflik dengan
staf
- sering tidak
hadir/mangkir
kerja
- kelelahan
- pertimbangan
sering salah
- mudah jengkel
- sering terlambat
- tidak
bertanggung
jawab
- bekerja
berlebihan
- berganti-ganti
pekerjaan
Jika anda, sebagai relawan, kembali dari tempat tugas anda dan mengalami tanda-tanda seperti yang disebutkan di atas, segera pergi ke ahli kesehatan mental untuk memperoleh pemeriksaan dan penanganan yang sesuai.
40Team Penanggulangan Masalah Kesehatan Jiwa Akibat Bencana di Aceh dan Sumatera Utara Edisi 26 Januari 2005
BAB 4. PANDUAN BAGI RELAWAN UNTUK PEMULIHAN KONDISI MENTAL KORBAN SELAMAT DAN MASALAH KESEHATAN MENTAL YANG BIASA MUNCUL PASCA
BENCANA Bencana yang terjadi pada manusia pasti akan mengetuk hati manusia
lain untuk membantu. Ratusan relawan berdatangan ke daerah bencana
untuk memberikan bantuan sesuai dengan keahlian masing-masing. Selain
membantu perbaikan kondisi-kondisi fisik di daerah yang rusak, berbagai
pertolongan juga dibutuhkan oleh para korban selamat untuk memulihkan
kondisi mental mereka.
Berbagai cara yang sederhana bisa dilakukan oleh relawan ketika
berinteraksi dengan korban selamat. Dalam bab ini akan dijelaskan :
o Hal-hal apa yang sebaiknya dilakukan atau tidak dilakukan oleh
relawan ketika berinteraksi dengan korban selamat
o Berbagai hal yang bisa dilakukan oleh relawan ketika berhadapan
dengan korban selamat untuk membantu memperbaiki kondisi
kesehatan mental mereka.
o Hal yang perlu diperhatikan adalah perbedaan kebutuhan antara
anak-anak, remaja, orang dewasa, dan usia lanjut. Oleh karena
itu, panduan dalam buku ini disesuaikan untuk kelompok-
kelompok tersebut.
o Masalah kesehatan mental yang biasa dialami oleh korban selamat.
o Pada bagian akhir bab ini dijelaskan beberapa gangguan mental
yang mungkin dialami oleh korban selamat. Gangguan-
gangguan ini merupakan gangguan yang biasanya dialami oleh
korban yang mengalami kejadian traumatis. Relawan
diharapkan mengetahui gejala-gejala dari gangguan mental
tersebut sehingga dapat bersikap sebagaimana seharusnya.
41Team Penanggulangan Masalah Kesehatan Jiwa Akibat Bencana di Aceh dan Sumatera Utara
Edisi 26 Januari 2005
A. HAL-HAL YANG DISARANKAN DAN TIDAK DISARANKAN
DALAM BERINTERAKSI DENGAN KORBAN SELAMAT
DISARANKAN UNTUK: 1. Memposisikan diri sejajar dengan korban selamat. Misalnya: Duduk
bersama dengan anak-anak dalam tingkatan yang sama, sama-sama
duduk di lantai.
2. Sediakan diri untuk menjadi pendengar yang baik, tetapi jangan paksa
korban selamat untuk membicarakan perasaan dan emosi yang
sedang mereka hadapi. Biarkan pembicaraan berlangsung dengan
alami.
3. Tunjukkan bahwa kita bisa ikut merasakan apa yang mereka rasakan
(tunjukkan empati)
4. Gunakan bahasa yang sederhana
5. Rangsang pembicaraan dengan menggunakan kalimat seperti :
“Kemudian apa yang terjadi?”; “Apa yang Bapak/Ibu rasakan?”
6. Tawarkan bantuan, misalnya: “Bapak/Ibu/kamu boleh datang kepada
saya bila sedang merasa takut atau sedih atau marah.”
7. Tanyakan pada mereka: “menurut bapak/ibu, dalam kondisi seperti ini
apa yang seharusnya kita perbuat agar keadaan lebih baik?”
8. Pastikan bahwa mereka merasa aman (di rumah, sekolah, dll)
9. Dukung dan beri semangat
10. Terimalah mereka apa adanya dan cobalah untuk memahami emosi
mereka
11. Luangkan waktu (bila memungkinkan) untuk membicarakan hal-hal
yang mereka sukai, misalnya: kepada anak-anak, bicarakan
mengenai sekolah dan teman baru
12. Usahakan untuk meminimalkan pemisahan dari pengasuh atau
orangtua mereka
13. Katakan kepada mereka bahwa apa yang mereka rasakan adalah
wajar dan membutuhkan waktu untuk dapat merasa nyaman,
terutama setelah mengalami perubahan
14. Jangan terburu-buru, tunjukkan kesabaran dalam menghadapi
42Team Penanggulangan Masalah Kesehatan Jiwa Akibat Bencana di Aceh dan Sumatera Utara Edisi 26 Januari 2005
mereka
15. Cobalah untuk mendengarkan dan mempercayai apa yang mereka
katakan walaupun kedengarannya bodoh
16. Ajak mereka diskusi untuk mencari jalan keluar secara bersama-
sama.
17. Fahami reaksi–reaksi yang muncul dari korban selamat sebagai
sesuatu yang normal terjadi (agar tidak panik dan langsung mencap
korban mengalami gangguan psikologis).
18. Dorong korban selamat untuk beraktivitas, seperti olahraga atau
terlibat dalam usaha-usaha pemulihan dan perbaikan yang dilakukan
masyarakat.
21. Memberikan pendampingan, bukan sebagai tempat bergantung,
karena apapun yang terjadi korban harus mampu kembali berfungsi
sebagaimana sebelum terjadi bencana.
22. Peka terhadap apa pun yang terjadi pada korban sebagai sarana
deteksi dini jika reaksi korban sudah mengarah pada adanya
gangguan kesehatan mental.
RELAWAN TIDAK DISARANKAN UNTUK: 1. Memaksa korban selamat untuk menjawab, padahal mereka tidak
ingin membicarakannya
2. Berbicara terlalu banyak
3. Mentertawakan atau mempermalukan mereka
4. Menginterupsi ketika mereka sedang bicara. Jangan katakan apapun
yang tidak benar, mempertentangkan atau pun berargumen. Beri
kesempatan korban selamat untuk mengungkapkan perasaannya.
5. Menghancurkan perasaan korban selamat dengan mengatakan:
“Harusnya bapak/ibu/kamu tidak boleh sedih sekarang sebab telah
berada disini,” “Lupakanlah semuanya telah berakhir.” Lebih baik
katakan: “Saya mengerti bapak/ibu/kamu sedang sedih, tapi kami
akan berusaha untuk membantu.”
6. Menjanjikan sesuatu yang tidak dapat dipenuhi (misalnya menjanjikan
untuk mengembalikan orangtua mereka)
43Team Penanggulangan Masalah Kesehatan Jiwa Akibat Bencana di Aceh dan Sumatera Utara Edisi 26 Januari 2005
7. Mengkritik atau menghakimi
8. Melakukan konsultasi satu sesi
9. Sengaja mengorek informasi terlalu dini (pada fase awal) yang dapat
mengingatkan korban pada situasi trauma kejadian
10. Berusaha menggali ingatan korban mengenai peristiwa bencana yang
secara tidak langsung merupakan trauma baginya (misalnya
perasaan saat ini, detil kejadian, dsb).
11. Ketika membuat catatan tentang kondisi mental korban selamat,
jangan memberikan ”label diagnostic” kepada mereka. Cukup
jelaskan perilaku dan seberapa sering hal itu terjadi. Misalnya bila kita
menganggap seseorang sangat depresi, cukup berikan deskripsi dari
perilakunya.
Misalnya “Anak A sering tampak menangis, tidak menunjukkan
minat jika diminta melakukan kegiatan bersama dengan anak
lainnya dan susah tidur pada malam hari. Hal ini sudah
berlangsung selama dua minggu.”
B. PANDUAN BAGI RELAWAN DALAM BERINTERAKSI DENGAN KORBAN/SURVIVOR
Ketika kita berhadapan dengan anak-anak dan remaja, ingatlah bahwa
kita tidak harus “memperbaiki” perasaan anak dalam waktu singkat.
Beberapa masalah mental dan emosional yang biasa ditemui pada anak-
anak dan remaja yang menjadi korban bencana adalah sebagai berikut :
1. Sering memikirkan peristiwa traumatis, khususnya peristiwa
traumatis yang pernah disaksikan atau dialaminya
2. Menjadi sangat pasif atau tak peduli
1. BAGAIMANA BERINTERAKSI DENGAN ANAK-ANAK DAN REMAJA?
3. Merasa takut dan ingin selalu dekat dengan orang dewasa. Merasa
takut terhadap hal-hal yang dapat mengingatkannya kembali akan
kejadian yang tidak menyenangkan, misalnya gempa, suara keras
atau air.
44Team Penanggulangan Masalah Kesehatan Jiwa Akibat Bencana di Aceh dan Sumatera Utara Edisi 26 Januari 2005
4. Merasa sedih dan kehilangan. Khawatir akan terjadi kehilangan lagi
5. Merasa ditinggalkan dan kehilangan percaya diri
6. Merasa lemas, kurang bersemangat, kurang nafsu makan, sakit
kepala, sakit di seluruh tubuh dan detak jantung menjadi cepat saat
ketakutan
7. Masalah tidur seperti sering mimpi buruk, mudah terbangun oleh
suara yang pelan sekalipun, sulit tidur.
8. Gelisah, tidak dapat duduk tenang
9. Takut pada situasi tertentu yang sebelumnya tidak ditakuti,
misalnya takut melihat pantai, takut melihat pohon bergoyang, dll.
10. Mengompol (kembali mengompol atau terus menerus mengompol)
11. Perubahan pada kegiatan belajar, karena sulit berkonsentrasi.
Contoh: Menolak kembali ke sekolah.
12. Kehilangan minat terhadap permainan atau kegiatan yang biasa
dilakukan.
13. Anak merasa cemas dan sedih dan tidak membicarakan perasaan
tersebut
14. Ada anak-anak menjadi nakal, memberontak, hiperaktif dan sulit
diatur dimana sebelumnya mereka tidak seperti itu
15. Sebagian anak tidak mempercayai orang lain lagi karena merasa
orangtua atau orang dewasa lainnya gagal melindungi mereka
16. Memiliki keraguan terhadap masa depan
Jika masalah kesehatan mental pada anal dan remaja yang kita temui
tidak berkurang setelah beberapa minggu, atau jika gejala-gejalanya
semakin memburuk, segera rujukkan anak tersebut kepada ahli kesehatan
mental (psikolog atau psikiater) yang memiliki keahlian khusus untuk
menangani masalah anak dan remaja.
Berbagai alternatif kegiatan yang bisa dilakukan relawan dengan ANAK-ANAK korban selamat adalah:
45
1. Olahraga: Kegiatan olahraga dapat memancing minat anak terhadap
hal yang berada di sekitarnya. Olahraga juga membantu menyalurkan Team Penanggulangan Masalah Kesehatan Jiwa Akibat Bencana di Aceh dan Sumatera Utara
Edisi 26 Januari 2005
agresifitas ke dalam bentuk yang lebih sehat. Selain itu, kegiatan ini
bisa mengalihkan pikiran mereka dari hal-hal yang membuat mereka
sedih. Pilihan olahraga yang biasa dilakukan: sepakbola, basket, bulu
tangkis, dan lain sebagainya
2. Bermain.
• Bermain adalah cara yang menyenangkan untuk relaksasi atau
berinteraksi dengan anak lain. Hal ini hanya membutuhkan
sangat sedikit bantuan dari orang dewasa. Juga merupakan
cara untuk mengembangkan keterampilan fisik, mental,
emosional dan sosial.
• Bermain secara berkelompok juga sangat membantu. Kelompok
merupakan bagian penting dari anak usia sekolah. Dengan
bermain berkelompok anak belajar untuk berteman, merasa
aman, berperilaku fleksibel, faham aturan main, berbagi dan
sebagainya. Hal ini nampaknya sederhana, namun sangat
penting artinya untuk menimbulkan rasa aman pada anak.
Bermain dalam kelompok juga dapat memberi kesempatan pada
anak untuk bertemu orang yang mempunyai perasaan dan
masalah yang sama.
• Dibawah ini adalah contoh-contoh permainan yang bisa
dilakukan :
o Tema: Mainan Kesayangan
Tujuan : Mengembangkan Imajinasi
Berceritalah tentang mainan kesayangan anak-anak
Mintalah mereka menyebutkan permainan/mainan
kesayangannya masing-masing
Setelah mereka menyebutkan beberapa nama
mainan, mintalah mereka untuk berpura-pura menjadi
mainan tersebut.
Cobalah dengan mainan yang sederhana (seperti
robot-robotan, masak-masakan, dll)
46Team Penanggulangan Masalah Kesehatan Jiwa Akibat Bencana di Aceh dan Sumatera Utara Edisi 26 Januari 2005
Lalu, ajaklah salah satu anak untuk memerankan
suatu mainan di depan teman-temannya.
Pastikan bahwa setiap anak akan mendapatkan
gilirannya.
Setelah mereka memerankan nama mainan tersebut,
mintalah mereka menjelaskan mengapa ia menyukai
mainan/permainan itu. Siapa yang membelikannya,
dimana membelinya, dsb.
o Tema: Kalau Saya Jadi ........., Saya Akan........? Ajak anak-anak untuk bicara tentang berbagai macam
pekerjaan. Sebagai awal yang baik, ceritakan tentang
pekerjaan yang berhubungan dengan pelayanan
masyarakat (misal: apa yang kamu ingin lakukan jika
kamu jadi dokter?)
Pilih salah seorang anak untuk menjawab
Setelah anak tersebut selesai menjawab, tanyakan
kepada yang lainnya apalagi yang dapat mereka
lakukan bila mereka adalah polisi.
o Tema: Aku Ingin...... Ajak anak-anak tentang apa yang menjadi keinginan
mereka saat ini.
Pilihlan salah seorang anak untuk berperan sebagai
peri
Berikan kepadanya sebuah tongkat sihir
Anak tersebut lalu menyentuhkan tongkatnya ke
kepala temannya dan minta dia untuk mengucapkan
keinginannya
Lantunkan: Katakan keinginanmu
• Katakan keinginanmu
• Sekaranglah waktunya kau mengatakan
keinginanmu
47Team Penanggulangan Masalah Kesehatan Jiwa Akibat Bencana di Aceh dan Sumatera Utara Edisi 26 Januari 2005
Sang peri lalu menyentuhkan tongkat sihirnya dengan
lembut ke kepala, anak tersebut mengatakan apa
yang paling ia inginkan
Lakukan bergantian.
o Tema: Ayo bergerak dan tersenyum! Permainan transisi ini menggabungkan gerak dan
perasaan
Pikirkanlah berbagai gerakan yang dapat dilakukan
anak-anak
Mintalah mereka memperagakannya dengan
melibatkan emosi tertentu, misalnya:
• Berlari sambil tersenyum
• Merangkak sambil bersenandung
• Meloncat sambil bersin
• Berjingkat sambil batuk
• Berbaris sambil tertawa
3. Musik dan Tari: Musik dan Tari merupakan cara yang ampuh untuk
mengajak anak gembira. Apalagi jika mereka diminta menyanyikan
lagu -lagu yang telah mereka kenal dan mengingatkan mereka akan
kenangan yang indah. Kegiatan ini juga dapat dikombinasikan dengan
menggambar.
4. Menggambar: Mintalah anak untuk menggambar sesuatu mengenai
perasaan mereka. Hal ini selain menghibur juga bisa menjadi sarana
anak dalam menyalurakan perasaan dan apa yang ia pikirkan.
Beberapa ide tentang apa yang bisa digambar oleh anak adalah:
• menggambar tempat yang aman
Instruksi:
• Gambarlah tempat yang kamu rasa sangat aman.
• Di bagian lain kertas, gambarlah sesuatu mengenai
“perasaan kamu yang tidak aman.”
48Team Penanggulangan Masalah Kesehatan Jiwa Akibat Bencana di Aceh dan Sumatera Utara Edisi 26 Januari 2005
• Minta anak untuk memperlihatkan dan menceritakan
gambarnya.
5. Tarian yang bersifat spontan: Bergerak sesuka mereka seiring
dengan irama musik. Kegiatan ini dapat membuat tubuh menjadi rileks
dan menyenangkan. Selain itu juga dapat menciptakan interaksi sosial
dan sebagai sarana untuk mengungkapkan perasaan
6. Menonton film: Film yang dipilihkan dapat berupa film kartun atau film-
film anak yang dapat membikin anak merasa rileks dan memberikan
insight bagi anak
7. Relaksasi: Kegiatan ini amat membantu anak untuk rileks dan santai.
Beberapa contoh kegiatan relaksasi yang bisa dilakukan adalah
sebagai berikut:
• Bunga Mawar (Roberto Assagioli)
Instruksi (kalimat-kalimat instruksi boleh diubah sesuai dengan usia
peserta yang akan mengikuti relaksasi):
o Tenangkan pikiranmu
o Lemaskan bahu, leher, kepala, tenggorokan, mata serta
lidahmu
o Lemaskan tangan dan lenganmu. Bersiaplah untuk saat-saat
menenangkan berikut ini
o Bila kamu merasa siap, bayangkan semak-semak bunga
mawar
o Bayangkan akar, cabang, serta daunnya
o Di bagian atas terdapat kuncup bungan mawar. Kuncup
bunga mawar tersebut diselimuti oleh kelopak daun yang
berwarna hijau
o Sekarang bayangkan kelopak daun mulai terbuka
o Perlahan-lahan kelopak tersebut tergulung, sementara itu,
daun bunga di dalamnya mulai terlihat.
o Daun bunga ini lembut, rapuh dan masih tertutup
49Team Penanggulangan Masalah Kesehatan Jiwa Akibat Bencana di Aceh dan Sumatera Utara Edisi 26 Januari 2005
o Sekarang daun bunga mulai terbuka
o Sementara mereka terbuka, ada sesuatu di dalam dirimu
juga ikut mekar
o Sesuatu di dalam dirimu terbuka dan menuju ke arah cahaya
terang
o Terus saksikan selagi bunga mawar tersebut terbuka ke arah
cahaya dan udara, sekaligus mulai memperlihatkan seluruh
keindahannya
o Kamu mencium harumnya bunga mawar tersebut
o Baui bunga mawar dengan perasaan senang
o Sekarang, tataplah ke tengah bunga mawar tadi, dimana
kehidupannya berpusat di sana
o Bayangkan sesuatu muncul dari sana
o Gambaran ini melambangkan sesuatu yang paling indah,
paling bermakna, yang akan datang dan menerangi
kehidupanmu sekarang ini
o Tetaplah bersama gambaran ini untuk beberapa waktu
o Ketika kamu siap melakukannya, bukalah matamu dan
gunakan waktu untuk membawa dirimu kembali ke suasana
sekeliling yang tidak asing bagi kamu
• Rumah Ibadah Yang Hening (untuk di Aceh, rumah ibadah bisa diganti dengan meunasah atau masjid) Instruksi (kalimat-kalimat instruksi boleh diubah sesuai dengan usia
korban selamat yang akan mengikuti relaksasi):
o Bayangkan sebuah bukit yang kehijauan. Terdapat jalan
setapak yang mengarah ke bukit tersebut dimana kamu
dapat melihat rumah ibadah yang hening
50Team Penanggulangan Masalah Kesehatan Jiwa Akibat Bencana di Aceh dan Sumatera Utara Edisi 26 Januari 2005
o Di suatu pagi yang cerah dan menyenangkan. Perhatikan
bagaimana caramu berpakaian. Sadari bagaimana tubuhmu
mendaki jalan setapak itu dan rasakan kakimu menyentuh
tanah. Rasakanlah angin sepoi-sepoi yang menyentuh
pipimu. Carilah dirimu di pohon, semak-semak, rumput dan
bunga liar selagi kamu mendaki
o Saat ini kamu tengah mendekati puncak bukit. Ketenangan
memenuhi suasana di rumah ibadah yang hening. Sepatah
kata pun tidak terucap di sini. Kamu berada di dekat gerbang
kayu yang besas, letakkan tanan kamu di sana dan rasakan
permukaan kayunya. Sebelum membuka pintu, sadarilah
ketika kamu melakukannya, kamu akan diliputi keheningan
o Kamu memasuki rumah ibadah tersebut. Kamu merasakan
suasana yang henig dan damai di sekitarmu. Sekarang kamu
bergerak maju menuju keheningan itu. Kamu melihat kubah
yang besar dan terang. Cahaya terang bukan hanya berasal
dari cahaya matahari, tetapi juga memancar dari dalam dan
berpusat di suatu area kilauan cahaya di hadapanmu
o Kamu memasuki keheningan yang bercahaya tersebut dan
merasa terserap olehnya. Cahaya kebaikan, kehangatan,
serta berkekuatan besar melingkupimu. Biarkan keheningan
cahaya ini memenuhi dan menyebar di dalam dirimu.
Rasakan ini mengalir melalui pembuluh darahmu menembus
setiap sel dalam tubuhmu
o Tetaplah berada dalam keheningan cahaya ini selama 2-3
menit, ingat dan tetap siaga. Selama waktu itu, dengarlah
hanya pada keheningan.Keheningan adalah kualitas hidup,
bukan semata-mata tidak adanya suara.
o Perlahan-lahan tinggalkan daerah kilauan cahaya;
berjalanlah keluar dari rumah ibadah dan gerbang. Di luar,
rasakanlah sekali lagi lembutnya angin menerpa wajahmu
dan dengarkanlah nyanyian burung.
Aktivitas-aktivitas yang dapat dilakukan dengan REMAJA: 1. Aktivitas Sosial: Dorong mereka untuk ikut serta dalam kegiatan-
kegiatan pemulihan atau pembersihan lingkungan. Misalnya
membersihkan lokasi di sekitar rumah atau penampungan, memasak,
dll
51
2. Olahraga: Kegiatan olahraga dapat memancing minat anak terhadap
hal yang berada di sekitarnya. Olahraga juga membantu menyalurkan Team Penanggulangan Masalah Kesehatan Jiwa Akibat Bencana di Aceh dan Sumatera Utara
Edisi 26 Januari 2005
agresifitas ke dalam bentuk yang lebih sehat. Misalnya dengan
bermain sepakbola, basket, bulu tangkis, dan lain sebagainya
3. Musik dan Tari: Merupakan cara yang ampuh, khususnya lagu-lagu
yang telah mereka kenal dan mengingatkan mereka akan kenangan
yang indah. Kegiatan ini juga dapat dikombinasikan dengan
menggambar.
4. Menulis: Puisi dan cerita mengenai kerusuhan maupun kejadian
lainnya. Anak dapat mengekspresikan diri dan berkomunikasi melalui
cara ini (misalnya seorang anak yang sangat sedih kehilangan teman
yang sangat disayanginya, namun tidak pernah mengungkapkan
perasaannya. Sebaliknya ia menulis puisi mengenai temannya yang
telah tiada tersebut dan ia merasa lega setelah melakukannya. Dengan
cara ini perasaan sedih karena kehilangan teman dapat
diekspresikannya)
5. Menonton film: Film yang dipilihkan dapat berupa film kartun atau film-
film anak yang dapat membikin anak merasa rileks dan memberikan
insight bagi anak
6. Relaksasi: Beberapa contoh latihannya adalah sebagai berikut:
• Latihan “merasakan kekuatanku” Latihan ini biasanya digunakan untuk remaja usia (10-14
tahun) yang merasa terbebani atau rentan terhadap
kekuatan dari luar dirinya. Latihan ini memungkinkan anak
berhubungan dengan kekuatan yang berasal dari dalam diri
Instruksi:
1. Berdiri dengan mata tertutup
2. Rasakan telapak kaki menyentuh lantai dengan lembut.
Tetap tutup matamu bila kau merasa nyaman
melakukannya. Ambil nafas beberapa kali dan secara
rileks keluarkan udara dari dalam tubuhmu
3. Bayangkan ini. Energimu keluar melewati lantai ke bawah
bumi. Bayangkan kamu sedang menginjak tanah....benar-
benar sedang menginjak tanah.......rasakan sentuhan
52Team Penanggulangan Masalah Kesehatan Jiwa Akibat Bencana di Aceh dan Sumatera Utara Edisi 26 Januari 2005
tanah tersebut.....dingin dan coklatnya warna tanah
bersentuhan dengan kakimu.
4. Sekarang bayangkan ada akar kecil tumbuh di bawah
kakimu berusaha masuk ke dalam bumi.......semakin
dalam ke bumi. Menebal...Semakin tebal.....akar yang
besar......akar-akar yang sangat kuat dan dalam...akar-
akar yang besar, tebal dan kuat..semakin berusaha
masuk ke dalam bumi
5. Akar-akar ini adalah akar-akarmu yang keluar dari dalam
tubuhmu..begitu kuat dan dalam..tumbuh semakin dalam
ke dalam bumi...menahan engkau berpijak di bumi
6. Angin kuat mulai bertiup. Rasakan geraknya lewat dahan-
dahanmu, menggoyangkan kakimu, membuat engkau
sedikit terayun kesana dan kemari. Rasakan bagaimana
akar yang kuat menahanmu walaupun angin berusaha
meniupmu.
7. Engkau adalah pohon di lembah. Sekarang banjir datang
menghampiri lembah. Rasakan arus air yang deras
menghantam batangmu, berusaha mencabutmu dari
akarmu. Rasakan bagaimana kuatnya akar-akar
menahanmu untuk tetap berada di bumi.
8. Sekarang terjadi kebakaran hutan, membakar ranting-
rantingmu yang rendah, membakar dan menghangusi
kulit kayumu. Sepertinya akan membakarmu hingga ke
atas, namun ternyata tidak. Hujan turun dan mematikan
apidan engkau masih tetap berada di tempatmu,
tertanam di akarmu.
9. Engkau tetap berada di tempatmu. Bernafas dengan
kekuatan itu, keteguhanmu, dan hubunganmu dengan
bumi.
10. Bukalah matamu dan gambarkan dirimu sebagai pohon
yang kokoh. Misalnya gambarkan dirimu dengan akar-
akar yang kuat melewati kakimu.
53Team Penanggulangan Masalah Kesehatan Jiwa Akibat Bencana di Aceh dan Sumatera Utara Edisi 26 Januari 2005
11. Diskusikan. Bicarakan mengenai perasaan kamu
bersama dengan 4 peserta lainnya. Perhatikan gambar
kamu. Ceritakan sedikit entang apa yang terjadi dalam
hidup kamu yang membuat kamu membutuhkan akar
yang kuat.
12. Ketika kamu pulang ke rumah, apa yang dapat kamu
lakukan saat kamu merasa tidak memiliki akar yang kuat.
13. Dalam kelompok besar diskusikan bagaimana rasanya.
Apakah ini merupakan perasaan yang tidak asing?
Apakah mereka menyukaiku? Dapatkah mereka
membayangkan menggunakannya? Bersama siapa?
• Latihan visualisasi untuk harga diri Latihan ini ditujukan untuk memberikan keyakinan dan
kepercayaan diri. Dapat digunakan untuk usia antara 10 thn
sampai dewasa.
Instruksi:
- ambilah posisi yang nyaman yang memungkinkan kamu
bertahan untuk beberapa saat.
- Rileks dan biarkan tempat duduk yang menahan beban
tubuh kamu.
- Tari nafas dalam-dalam.
- Buanglah nafas secara perlahan-perlahan dan secara
perlahan ucapkan “rileks”. Biarkan ketegangan pergi seiring
dengan nafas yang kamu keluarkan.
- Bayangkan diri kamu sedang berada di tempat yang aman /
biarkan imajinasi itu datang kepada kamu.
- Apakah kamu sedang berada dalam udara terbuka? Di
dalam ruangan? Bayangkan setiap detil yang ada.
- Kamu merasa aman, nyaman, hangat dan rileks di tempat
ini.
54Team Penanggulangan Masalah Kesehatan Jiwa Akibat Bencana di Aceh dan Sumatera Utara Edisi 26 Januari 2005
- Sekarang kamu melihat orang paling bijaksana di muka bumi
/ dia datang ke tempat aman ini bersama kamu.
- Perhatikan apakah orang ini pria atau wanita.
- Apakah orang ini muda atau tua.
- Detil-detil khusus lainnya menegnai orang tersebut
- Pakaian yang dikenakannya
- Kamu menyadari sekali akan kehadiran orang tersebut. Apa
yang dapat kamu ceritakan mengenai orang tersebut?
- Sekarang orang ini menawarkan menjadi pemandu, guru,
dan pendukung kamu. Kira-kira pertanyaan penting apa yang
akan kamu ajukan?
- Sekarang coba bayangkan anada berdua. Apakah kamu
berdiri/duduk? Dekat? Berjauhan?
- Bagaimana anada berdua berkomunikasi? Saling berbicara?
Membaca pikiran saja?
- Bagaimana respon orang tersebut?
- Pikirkan lagi mengenai pertanyaan yang hendak kamu
ajukan padanya.
- Dengarkan jawaban dari pertanyaan penting kamu (jeda)....
- Tiba waktunya bagi orang tersebut untuk pergi. Apa kata-
kata/nasihat terakhirnya sebelum pergi
- Saksikan bagaimana ia pergi. Awasi dan tunggu
- Sekarang hiruplah tempat yang aman ke dalam diri kamu. Di
bagian tubuh mana kamu ingin meletakkan tempat yang
aman tersebut?
- Luangkan waktu dalam keheningan sejenak....
- Ketika kamu merasa siap, kembalilah ke ruangan ini.
Bukalah mata kamu dan dapatkan rasa nyaman.
- Mintalah peserta untuk menuliskan pertanyaan dan jawaban
di sehelai kertas yang akan mereka simpan secara pribadi.
- Minta mereka untuk mengambarkan sesuatu yang
mengingatkan mereka akan tempat yang aman dan orang
yang bijak.
55Team Penanggulangan Masalah Kesehatan Jiwa Akibat Bencana di Aceh dan Sumatera Utara Edisi 26 Januari 2005
- Dalam diskusi tekankan bahwa orang bijak tersebut adalah
bagian dari diri mereka.
- Bentuklah kelompok yang terdiri dari 4 orang. Persilahkan
anggota kelompok yang ingin menceritakan tentang
gambarnya. Hargai privasi tiap orang.
- Kamu dapat meminta anggota kelompok yang ingin
gambarnya dibahas secara pribadi untuk dapat menceritakan
bagaimana pengaruh gambar tersebut terhadap
perasaannya. Bantu mereka untuk bercerita melalui
pertanyaan-pertanyaan terbuka. Contoh: ceritakan pada
saya mengenai bagian gambar ini
Bencana, berapapun besarnya akan menyebabkan tekanan pada
orang-orang yang secara langsung mengalaminya. Respon emosional
terhadap kejadian traumatis yang dialami dapat muncul segera atau beberapa
bulan setelah peristiwa. Beberapa respons yang biasa muncul adalah:
1. Rasa tidak percaya dan syok
2. Ketakutan dan keresahan sehubungan dengan masa depan
3. Bingung, apatis, merasa hampa
2. BAGAIMANA BERINTERAKSI DENGAN ORANG DEWASA?
4. Mudah kesal dan marah
5. Sedih dan depresi
6. Merasa lemah, tidak berdaya
7. Merasa sangat lapar atau sama sekali tidak berselera
8. Kesulitan dalam membuat keputusan
9. Menangis tanpa sebab yang jelas
10. Sakit kepala, pusing, dan mengalami masalah pencernaan
11. Mengalami kesulitan untuk tidur 56Team Penanggulangan Masalah Kesehatan Jiwa Akibat Bencana di Aceh dan Sumatera Utara
Edisi 26 Januari 2005
Hal-hal yang bisa dilakukan relawan terhadap korban selamat adalah:
1. Temani mereka. Kadang kita tidak perlu berbicara banyak, kehadiran
kita sudah cukup berarti bagi mereka.
2. Ajak bicara soal apa saja agar korban selamat merasa tidak sendiri
3. Menjadi pendengar yang baik terutama jika korban selamat
membicarakan perasaan mereka tentang kejadian bencana yang
mereka alami.
4. Dorong korban selamat untuk beristirahat dan makan secukupnya
5. Dorong korban selamat untuk melakukan aktivitas yang positif, seperti
ikut dalam kegiatan pemulihan kondisi sekitar, berolahraga,
membersihkan lingkungan sekitar, membacakan buku untuk anak,
dsb
6. Dorong korban selamat untuk melakukan kegiatan rutin sehari-hari
7. Ajak korban selamat untuk ikut serta dalam permainan yang
menyenangkan seperti main kartu, catur, atau sekedar obrolan ringan,
dsb.
8. Ajak bercanda, gunakan humor yang tepat dan secukupnya
9. Ajak berbincang-bincang ringan tentang kondisi saat ini
10. Membantu menemukan sanak saudara yang masih terpisah
11. Memberi informasi yang dibutuhkan tentang tempat-tempat yang
menyediakan kebutuhan korban selamat, seperti posko, pelayanan
kesehatan, dll
Lansia (orang lanjut usia) diklasifikasikan ke dalam populasi spesial
atau kelompok rentan (kelompok yang beresiko tinggi terhadap masalah
kesehatan jiwa). Beberapa hal yang perlu diperhatikan yang berkaitan dengan
lansia adalah sebagai berikut :
1. Menurunnya fungsi alat indera
57Team Penanggulangan Masalah Kesehatan Jiwa Akibat Bencana di Aceh dan Sumatera Utara Edisi 26 Januari 2005
3. BAGAIMANA BERINTERAKSI DENGAN LANSIA?
2. Kemampuan penciuman, sentuhan, penglihatan dan pendengaran
yang mulai berkurang dibandingkan populasi umum lainnya, dapat
menyebabkan timbulnya kesulitan dalam menghadapi situasi yang
gawat (bencana).
3. Lambatnya respon
4. Lansia kemungkinan akan lebih lambat dalam mencari pertolongan
karena berkurangnya aktivitas kognitif dan motorik yang mulai
menurun karena proses penuaan.
5. Kondisi Kesehatan
a. Lansia pada umumnya memiliki kesehatan yang sudah
menurun sehingga tekanan yang ditimbulkan akibat bencana
dapat menambah buruk kondisi kesehatan.
b. Gangguan ingatan juga dapat mempengaruhi lansia dalam
mengingat dan memproses informasi (terganggunya proses
komunikasi).
c. Pengobatan juga dapat menimbulkan masalah yang
berkaitan dengan ingatan atau kebingungan.
d. Dehidrasi, hipo/hipertermia (suhu tubuh yang sangat
rendah/suhu tubuh yang sangat tinggi) juga merupakan
ganguan kesehatan yang dapat timbul pada lansia ketika
mengalami bencana.
e. Lansia biasanya malu/takut karena mengalami masalah
kesehatan mental dan tidak memahami konseling sebagai
bentuk dukungan. Pelayanan kesehatan mental harus
menekankan pada “pendampingan” dan “dialog/ngobrol”.
6. Pengaruh kehilangan yang berlipat ganda.
a. Lansia pada umumnya telah mengalami kehilangan semasa
hidupnya seperti berkurangnya kemampuan fisik,
pendapatan yang berkurang (pensiun, kehilangan
pekerjaan), bahkan ditinggal pasangannya. Dengan adanya
bencana tentunya akan menambah tekanan yang telah
dirasakan sebelumnya sehingga dapat menghambat proses
penyembuhan.
58Team Penanggulangan Masalah Kesehatan Jiwa Akibat Bencana di Aceh dan Sumatera Utara Edisi 26 Januari 2005
7. Trauma ketika dikirim ke lokasi. Lingkungan yang tidak dikenal dan
kehilangan lingkungan tempat ia tinggal sebelum bencana dapat
menyebabkan depresi dan disorientasi.
Beberapa masalah kesehatan mental yang umumnya dialami lansia
akibat bencana adalah :
a. Masalah Perilaku
• Menarik diri dan memisahkan diri dari lingkungan social.
• Keterbatasan mobilitas
• Masalah-masalah penyesuaian diri pada tempat baru
• Menghindari aktivitas atau tempat yang dapat memicu
ingatan terhadap bencana
• Ketidakmampuan untuk merelakan/menerima apa yang telah
terjadi
b. Masalah Fisik
• Bertambah parahnya penyakit-penyakit kronis
• Gangguan tidur
• Gangguan-gangguan ingatan
• Simptom-simptom somatis
• Lebih sensitif terhadap hypo dan hyperthermia (suhu badan
yang abnormal)
• Keterbatasan sensoris dan fisik (penglihatan, pendengaran)
dapat mengganggu proses penyembuhan
• Kelelahan
• Meningkatnya tekanan darah dan jantung berdebar
c. Masalah Emosional dan Psikologis
• Khawatir akan keselamatan
• Kekecewaan/kesedihan yang mendalam akibat kehilangan
59Team Penanggulangan Masalah Kesehatan Jiwa Akibat Bencana di Aceh dan Sumatera Utara Edisi 26 Januari 2005
• Hilang semangat dan simpati
• Bingung, disorientasi
• Rasa curiga
• Mudah tersinggung, marah
• Kecemasan pada lingkungan yang tidak dikenal ( lingkungan
baru )
• Mimpi buruk
• Rasa percaya diri yang rendah
• Depresi
Secara umum dalam menangani lansia, professional maupun relawan
harus memahami prinsip-prinsip berikut :
• Berikan keyakinan yang positif secara verbal dan berulang-ulang
• Dampingi dalam pemulihan fisik, buat kunjungan-kunjungan secara
berkala, atur untuk pertemuan-pertemuan.
• Berikan perhatian yang khusus untuk mendapatkan kenyamanan pada
lokasi penampungan, idealnya tempatkan pada lingkungan yang ia
kenali (misalnya tetangga atau keluarga yang selamat)
• Bantu untuk membangun kembali kontak dengan keluarga maupun
lingkungan sosial lainnya
• Dampingi untuk mendapatkan pengobatan dan bantuan keuangan
Nasihat-nasihat yang dapat membantu lansia memulihkan diri akibat bencana
:
• Reaksi-reaksi fisik yang timbul akibat suatu bencana adalah hal yang
wajar.
• Memahami perasaan diri sendiri dapat membantu proses pemulihan
diri.
• Meminta bantuan terhadap apa yang diri kita butuhkan dapat
membantu menyembuhkan diri.
• Memfokuskan pada kekuatan dan kemampuan yang kita miliki
sekarang.
60Team Penanggulangan Masalah Kesehatan Jiwa Akibat Bencana di Aceh dan Sumatera Utara Edisi 26 Januari 2005
• Menerima pertolongan dari program-program yang diberikan
masyarakat/pemerintah merupakan hal yang tepat dan sehat.
• Setiap orang memiliki kebutuhan yang berbeda dan cara yang
berbeda dalam menghadapi dampak dari bencana tersebut.
Mengajak lansia bicara tentang perasaan-perasaan mereka amat
penting dalam tahap pemulihan. Berbagi pengalaman dengan para korban
bencana dapat membantu memahami bahwa mereka tidak sendiri. Tentunya
dengan keterlibatan terhadap proses pemulihan dan membantu orang lain
tersebut maka dengan sendirinya juga membantu pemulihan diri sendiri.
Lansia harus diberi dukungan untuk meminta segala bentuk bantuan
yang dibutuhkan, seperti kebutuhan keuangan, emosional, pengobatan dan
sebagainya. Meminta bantuan pendamping adalah suatu langkah dari
kemajuan dan kemandirian. Lansia adalah generasi yang bertahan dan
apabila didukung dengan baik maka mereka akan semakin kuat dan lebih
mampu dalam menghadapi tantangan di masa yang akan datang.
C. MASALAH KESEHATAN MENTAL YANG SERING DITEMUI PADA KORBAN BENCANA DAN PENATALAKSANAANNYA
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, kejadian traumatis yang
dialami oleh korban selamat bisa meninggalkan masalah-masalah yang
mempengaruhi tidak saja kehidupan dirinya tetapi juga kehidupan
keluarganya. Bencana atau kejadian traumatis dapat berakibat sangat
panjang dan menyentuh begitu banyak aspek dalam kehidupan, tidak
terkecuali kesehatan mental pada korban selamat. Kejadian traumatis
seperti perang, bencana alam, kecelakaan hebat, dll, bisa menyebabkan
gangguan stres pasca trauma (Post Traumatic Stress Disorder). Gejala ini
bisa menjadi sangat parah dan sangat lama sehingga secara signifikan
mengganggu kehidupan sehari-hari penderitanya.
Gangguan ini bisa membuat orang teringat pada kejadian yang dialaminya melalui mimpi buruk, kilas balik (seolah-olah sedang mengalami kembali kejadian
61Team Penanggulangan Masalah Kesehatan Jiwa Akibat Bencana di Aceh dan Sumatera Utara Edisi 26 Januari 2005
traumatis tersebut), kesulitan untuk tidur, perasaan terasing, dsb. Kondisi ini juga diperburuk oleh fakta bahwa gangguan ini biasanya disertai oleh gangguan-gangguan lain. Gangguan tersebut antara lain: depresi, masalah pada memori dan kognisi, penyalahgunaan obat-obatan/zat dan berbagai masalah kesehatan fisik yang dilatarbelakangi oleh faktor mental emosional (psikosomatik).
Berikut ini beberapa gangguan mental yang umumnya dialami oleh
korban selamat bencana, beserta penatalaksanannya yang bisa dijadikan
pegangan relawan ketika menghadapi korban selamat.
1. DEPRESI ( SEDIH YANG MENDALAM )
FISIK
1. sakit kepala
2. nyeri punggung
3. gangguan tidur ( sulit atau terlalu banyak tidur)
4. sering terbangun dini hari
5. gangguan makan (kurang atau terlalu banyak makan)
6. letih yang berlebihan
7. gairah seksual yang menurun
PERILAKU
1. menghindari pergaulan dengan orang lain
2. tidak mau bicara
3. sering lupa
GEJALA
62Team Penanggulangan Masalah Kesehatan Jiwa Akibat Bencana di Aceh dan Sumatera Utara Edisi 26 Januari 2005
4. putus asa
5. bosan
6. merasa tidak berharga
7. merasa gagal menyelamatkan diri sendiri dan keluarga
8. tidak mempedulikan lingkungan sekitar
9. ada pikiran atau usaha untuk bunuh diri.
Terhadap Korban selamat
1. Sehubungan interaksi dengan korban selamat
• Membantu dalam melakukan kegiatan sehari-hari seperti
makan, tidur, menjaga kebersihan diri, berdoa dan
beribadah sesuai dengan agama & kepercayaan.
• Memberikan dukungan emosional (emotional support),
i. Temani dan ajak mengobrol
ii. Dengarkan keluhannya
iii. Ucapkan kalimat-kalimat yang membangkitkan
semangat
iv. Tunjukkan bahwa kita memahami perasaannya
• Mendorong untuk mulai beraktivitas,
i. Ajak untuk melakukan kegiatan secara mandiri,
seperti mandi sendiri, makan sendiri, dst
ii. Ajak untuk berinteraksi dengan keluarga atau
orang-orang disekitarnya
iii. Ajak untuk melakukan aktivitas ringan seperti
membaca, bermain, olahraga dsb
PENATALAKSANAAN
63Team Penanggulangan Masalah Kesehatan Jiwa Akibat Bencana di Aceh dan Sumatera Utara Edisi 26 Januari 2005
2. RUJUK kepada AHLI KESEHATAN MENTAL
(Dokter/Psikiater atau Psikolog), JIKA menunjukan gejala:
• Pikiran atau usaha untuk bunuh diri
• Sulit sekali atau sama sekali tidak mau bicara dengan
orang lain
• Menangis terus menerus
• Terlihat sedih berkepanjangan
Terhadap Keluarga atau Kelompok
Mengajak keluarga agar :
1. Memahami kondisi yang dihadapi oleh korban selamat
2. Menemani dan mengajak berbicara
3. Memfasilitasi kebutuhan-kebutuhan dasar seperti makan,
minum, kebersihan
4. Mengajak untuk melakukan kegiatan yang biasa dan bisa
dilakukan sehari-hari
5. Memfasilitasi untuk berbagi rasa terhadap perubahan yang
terjadi setelah bencana
6. Membantu membuat prioritas penyelesaian masalah yang
ada di keluarga
7. Saling memberikan dukungan dan semangat
8. Saling memberikan dukungan secara non verbal seperti
memeluk, memuji, mengelus, dll.
2. AGRESIF (PERILAKU MARAH)
GEJALA
64Team Penanggulangan Masalah Kesehatan Jiwa Akibat Bencana di Aceh dan Sumatera Utara Edisi 26 Januari 2005
Fisik
• Ekspresi wajah marah
• Tangan mengepal
• Rahang terkatup
Perilaku
• menolak berhubungan dengan orang lain
• menyalahkan orang lain atau Tuhan
• kasar dan tidak tenang
• mengancam
• menyerang atau merusak lingkungan
Terhadap Korban selamat
1. Membina hubungan agar saling percaya dengan cara:
a. Berbicara dengan ramah dan sabar
b. Memberi kesempatan untuk menyampaikan
keluhannya
c. Menggali informasi dan menjelaskan situasi
d. Membantu merumuskan pemecahan masalah yang
dihadapinya
e. Mendukung pilihan pemecahan masalah yang positif
f. Mengajak latihan relaksasi
2. RUJUK kepada dokter/ psikiater/psikolog, JIKA:
• Gejala yang ditunjukkan sudah tidak bisa lagi ditangani
• Kemarahan bersifat massal maka koordinasikan dengan
pihak keamanan
PENATA LAKSANAAN
65Team Penanggulangan Masalah Kesehatan Jiwa Akibat Bencana di Aceh dan Sumatera Utara Edisi 26 Januari 2005
CATATAN: Apabila korban selamat dalam keadaan sangat marah
maka relawan hendaknya:
- tidak membelakangi korban selamat
- menjaga jarak
- tetap ada kontak mata tanpa sikap menantang
- sebaiknya tidak menghadapinya seorang diri
Terhadap Keluarga atau Kelompok
1. Memahami kondisi yang dihadapi oleh korban selamat
2. Menemani dan mengajak berbicara
3. Memfasilitasi kebutuhan-kebutuhan dasar seperti makan,
minum, kebersihan
4. Melibatkan kelompok/keluarga dalam penanganan marah
5. Mengajak latihan relaksasi
6. Penyaluran enersi melalui kegiatan bersama (olahraga,
mendengarkan musik, menari, berzikir,dll)
7. membuat perencanaan kegiatan harian
Terhadap Masyarakat Setempat & Lingkungan Sekitar
1. Memfasilitasi terbentuknya kelompok saling bantu (self
help group) untuk membicarakan dan memecahkan
masalah korban selamat dalam kelompok.
2. Menciptakan lingkungan yang aman baik untuk
lingkungan mau pun untuk korban selamat
3. PERILAKU PANIK
FISIK
GEJALA
66Team Penanggulangan Masalah Kesehatan Jiwa Akibat Bencana di Aceh dan Sumatera Utara Edisi 26 Januari 2005
1. jantung berdebar –debar
2. sesak napas/ nafas pendek/ nafas berat
3. keringat dingin
4. gemetar dan menggigil (bukan karena panas)
5. sakit kepala
6. rasa berat di dada
7. mual
8. muka pucat
9. merasa tidak ada daya seperti dirinya lemah hingga lumpuh,
seolah-olah akan mati.
PERILAKU
Korban selamat bertingkah laku tidak sewajarnya, misal:
1. perilaku yang tidak terkontrol, misal berlari-lari tanpa tujuan,
bingung karena tidak tahu harus berbuat apa, mondar-
mandir, merasa takut (takut mati, kehilangan, gila dan takut
terjadi bencana lagi)
2. berbicara dengan nada yang tinggi
3. menangis meraung – raung
4. mudah tersinggung dan peka terhadap berita yang
mengingatkan tentang trauma.
5. Korban selamat mengemukakan pikiran-pikiran yang tidak
wajar, misal:
- merasa kejadian akan terjadi kembali
- tidak dapat menerima kenyataan (menuntut keluarga
yang hilang akan kembali)
- sulit berkonsentrasi
- merasa kecewa dan frustrasi
- merasa sebagian tubuhnya tidak berfungsi seperti buta,
tuli dan lumpuh
67Team Penanggulangan Masalah Kesehatan Jiwa Akibat Bencana di Aceh dan Sumatera Utara Edisi 26 Januari 2005
PENATALAKSANAAN
Terhadap Korban selamat
• Tetap bersikap tenang, tidak terpancing kepanikan yang
sedang dialami korban selamat
• Memberi kesempatan untuk mengungkapkan perasaannya
• Mendengarkan dengan penuh perhatian dan pengertian
• Memberi dukungan moral ketika korban selamat tercekam
emosi, misal: berikan sentuhan kasih sayang, beri dekapan
jika memungkinkan
• Lakukan upaya relaksasi dengan cara:
o Melonggarkan pakaian yang ketat
o Mengajak mengatur nafas dan rileks
o Memberi minum
o Memberikan kata-kata yang menenangkan
o mengajak berdoa
• Menjawab pertanyaan korban selamat dengan penuh
keyakinan, realistis, sederhana, jelas, dan singkat
• Jangan berbohong dan memberi harapan terlalu berlebihan,
jangan menyalahkan, jangan memberi pernyataan yang
membuat korban selamat semakin merasa bersalah
• RUJUK kepada dokter/ psikiater/psikolog, JIKA:
• Upaya perorangan tidak berhasil dan cenderung
membahayakan diri dan orang lain
• Korban selamat mengalami kesulitan tidur, gangguan
mimpi buruk, menderita rasa nyeri yang tak tertahankan,
menarik diri dari lingkungan, atau muncul gagasan/ide
bunuh diri
Terhadap Keluarga atau Kelompok
• Beri kesempatan setiap anggota keluarga/kelompok untuk
saling mengenal dan mendengarkan ungkapan perasaan
• Saling memperkuat dan memberi dukungan dari sesama
68Team Penanggulangan Masalah Kesehatan Jiwa Akibat Bencana di Aceh dan Sumatera Utara Edisi 26 Januari 2005
anggota keluarga/kelompok
• Lakukan tindakan relaksasi sebagaimana di atas secara
bersama-sama
• Tenangkan dan bawa korban selamat ke lokasi yang aman
(posko)
4. STRESS PASCA TRAUMA
Fisik
• MIMPI BURUK : mimpi yang menakutkan tentang kejadian
trauma.
• GANGGUAN TIDUR : karena mimpi buruk, sering terbangun
dan sulit untuk tidur kembali. Tidur tidak lelap, mudah
terbangun. Sehingga penderita menjadi lelah secara fisik,
karena kilasan dan mimpi buruk yang sering terjadi serta tidur
yang kurang.
• Gelisah, muka pucat, berdebar-debar apabila dihadapkan pada
situasi yang mengingatkan kembali kejadian yang traumatik
tersebut.
Perilaku
• KILAS BALIK : Keadaan ini dialami secara terus menerus atau
sewaktu – waktu dan terjadi pada waktu terjaga.
• MUDAH TERKEJUT : Individu mudah kaget terhadap suara
yang keras, sesuatu yang tiba – tiba, selalu waspada dan sulit
konsentrasi.
• MERASA SEDIH DAN PUTUS ASA : Sedih karena kehilangan
keluarga, harta benda, barang dan lingkungan sosial.
• KETAKUTAN : Takut sesuatu akan terjadi kembali dan
GEJALA
69Team Penanggulangan Masalah Kesehatan Jiwa Akibat Bencana di Aceh dan Sumatera Utara Edisi 26 Januari 2005
menyakitkan dirinya atau keluarganya. Takut pada hal – hal
yang mengingatkan pada peristiwa trauma, takut ditinggal
sendiri.
Terhadap Korban selamat
• Membina hubungan rasa saling percaya
• Membantu mengekspresikan perasaan
• Menelusuri seberapa sering gejala muncul dan seberapa
jauh gejala tersebut mengganggu kegiatan sehari-hari
• Membantu memahami kejadian yang dialaminya
• Mengajarkan teknik relaksasi
• Mengenali dan memberi tahu potensi yang masih dimilikinya
• RUJUK kepada dokter/ Psikiater atau Psikolog, JIKA:
• Kondisi korban selamat sudah membahayakan dirinya
atau lingkungan
• Membutuhkan pengobatan/ perawatan
Terhadap Lingkungan Sekitar
• Menciptakan lingkungan yang nyaman dan aman
• Mengurangi rangsangan dari lingkungan (stressor) yang
dapat memicu reaksi emosi terhadap bencana
• Memfasilitasi terbentuknya kelompok saling bantu (self help
group) untuk membicarakan dan memecahkan masalah
korban selamat dalam kelompok.
PENATALAKSANAAN
70Team Penanggulangan Masalah Kesehatan Jiwa Akibat Bencana di Aceh dan Sumatera Utara Edisi 26 Januari 2005
5. PERILAKU KACAU (PSIKOTIK)
GEJALA
Fisik
- Penampilan tidak terawat, dan tidak sesuai dengan
situasi
- Badan bau dan kotor
Perilaku
• Tingkah laku kacau atau aneh
• Bicara kacau dan tidak dapat dimengerti
• Bicara atau tertawa sendiri
• Mondar – mandir tanpa tujuan
• Mengulang perbuatan tertentu tanpa tujuan yang jelas
• Keyakinan yang tidak sesuai dengan kenyataan dan budaya
(misalnya menganggap dirinya utusan Tuhan, yakin ada
orang lain yang akan mencelakakan dirinya, dll)
• Mendengar suara atau melihat sesuatu tanpa ada
sumbernya (halusinasi)
• Gelisah dan tidak tidur berhari – hari
• Mengurung diri atau mengganggu lingkungan
71Team Penanggulangan Masalah Kesehatan Jiwa Akibat Bencana di Aceh dan Sumatera Utara Edisi 26 Januari 2005
Terhadap Korban selamat
• Membina hubungan yang baik, sapa dengan memanggil
namanya
• Memberikan senyum yang ramah
• Menerima dan memahami orang tersebut secara apa
adanya
• Mendengarkan keluhan dengan baik, jangan menyalahkan
atau secara berlebihan mengoreksi perilakunya yang kacau
• Mencoba menenangkan. Gunakan kata-kata yang lembut,
ajak untuk bersikap tenang dan relaks
• Memberi kesempatan untuk mencurahkan perasaan dan
pikirannya.
• Apabila orang tersebut mengalami HALUSINASI:
o Jangan mendukung, tetapi juga jangan membantah
hal tersebut
o Katakan misalnya “Saya percaya Kamu mendengar
suara tersebut, tapi saya tidak dapat mendengarnya”.
o Sarankan cara-cara untuk mengatasi halusinasi,
misalnya: tidak mempedulikan, mengalihkan
perhatian dengan mengajak orang lain bicara, ajak
melakukan kegiatan.
• RUJUK kepada dokter/ psikiater/psikolog, JIKA:
• Langkah-langkah di atas tidak dapat mengatasi
kekacauan perilaku orang tersebut
• Perilakunya membahayakan diri dan orang lain
Terhadap Keluarga atau Kelompok
• Melibatkan keluarga dalam merawat orang tersebut dengan
memberikan informasi dan cara-cara mengatasi keadaan
• Mengawasi agar obat benar-benar diminum sesuai aturan
dari dokter, jika orang tersebut mendapat obat
PENATALAKSANAAN
72Team Penanggulangan Masalah Kesehatan Jiwa Akibat Bencana di Aceh dan Sumatera Utara Edisi 26 Januari 2005
• Menjauhkan benda-benda berbahaya yang ada di sekitar
orang tersebut (misalnya, pisau, gunting, parang dsb)
• Melakukan aktivitas kelompok, jika bisa, dalam bentuk
berbagi rasa, olah raga, permainan, musik, dll
Terhadap Masyarakat Setempat
• Memberikan informasi bahwa perilaku kacau tersebut
tidaklah disengaja, namun disebabkan karena kondisi
jiwanya
• Mendorong masyarakat agar tidak mengucilkan, mengolok-
olok, membedakan, atau memasung orang tersebut
73Team Penanggulangan Masalah Kesehatan Jiwa Akibat Bencana di Aceh dan Sumatera Utara Edisi 26 Januari 2005
BAB 5. PANDUAN UNTUK MELAKUKAN PENYULUHAN, BIMBINGAN KELOMPOK, DAN KONSELING
Semua petugas dan relawan kesehatan mental yang membantu korban
selamat yang mengalami gangguan stres pasca trauma diharapkan bisa
melakukan penyuluhan dan bimbingan kelompok sebagai bagian dari usaha
memulihkan kondisi mental korban selamat. Selain itu, dengan pengetahuan
mengenai gangguan-gangguan mental pada korban selamat yang telah
dijelaskan pada bab sebelumnya, petugas dan relawan kesehatan mental
dapat mengenali korban selamat yang perlu dirujukkan kepada psikolog,
psikiater, dan perawat jiwa yang berwenang dalam memberikan konseling di
daerah bencana.
Hal yang perlu diketahui oleh petugas dan relawan kesehatan mental
adalah DILARANG untuk melakukan DEBRIEFING. Arti yang populer tentang
debriefing adalah “membicarakan tentang apa yang telah terjadi”. Sedangkan
definisi debriefing secara psikologis adalah metode terstruktur yang pada
dasarnya digunakan untuk melepaskan ketegangan melalui “berbicara”.
Teknik debriefing sebaiknya tidak digunakan pada orang-orang yang
mengalami trauma yang sangat hebat (extreme trauma). Debriefing pada
orang-orang ini tidak disarankan karena dapat mengganggu keefektifan tindak
lanjut jangka panjang oleh para profesional. Ilmuwan-ilmuwan secara umum
sepakat bahwa penggunaan debrifing perlu diteliti lebih lanjut. Secara ilmiah,
keefektifan debriefing belum terbukti untuk menangani masalah klinis. Selain
itu, teknik ini bisa memberikan hasil yang baik pada masyarakat negara maju
di mana sistem kesehatan mental dan sistem-sistem lain yang terkait
memang sudah tersedia. Tabel 5.1. menjelaskan mengenai penggunaan
debriefing.
74Team Penanggulangan Masalah Kesehatan Jiwa Akibat Bencana di Aceh dan Sumatera Utara Edisi 26 Januari 2005
Tabel 5.1. Penggunaan Debriefing
Sumber/Penyebab Stres Disarankan Tidak Disarankan
Kehilangan dan Ancaman Terhadap Keselamatan Jiwa
Karena dapat mengganggu fase penolakan (denial) dan fase “mati rasa” (numbing) yang perlu dilalui untuk menangani stres
Perpisahan dan Perpindahan tempat
Teknik ini tidak bisa mengenali konteks dari trauma atau interaksi dari kejadian-kejadian yang genting/akut.
Penyebab Kronis dan Traumatis
Teknik ini tidak bisa mengenali secara spesifik, trauma yang terjadi antar-generasi dan yang tidak dapat dihadapi dengan cepat
Bencana
Disarankan hanya pada pekerja darurat/relawan yang sebelumnya sudah memperoleh penjelasan/briefing untuk menangani bencana
Tidak disarankan untuk populasi masyarakat yang terkena bencana
Konflik, Kekerasan, & Trauma Massal
Tidak disarankan jika melibatkan banyak stresor (pelanggaran hak asasi, trauma massal, penyiksaan, adanya tawanan)
75Team Penanggulangan Masalah Kesehatan Jiwa Akibat Bencana di Aceh dan Sumatera Utara Edisi 26 Januari 2005
Catatan bagi para ahli yang mempertimbangkan untuk menggunakan teknik
debriefing:
• Debriefing bisa meningkatkan efek negatif pada orang-orang yang
depresi. Mereka cenderung akan menilai debriefing secara negatif.
• Ritual budaya setempat bisa menggantikan debriefing karena
masyarakat terbiasa dengan nilai-nilai budaya yang secara spesifik
lebih bisa menjelaskan hal-hal yang bisa dilakukan.
• Tidak ada bukti bahwa teknik ini bisa mencegah terjadinya gangguan
yang lebih parah.
• Tidak tepat untuk membuat orang semakin berduka karena
penempatan waktu yang tidak tepat. Proses kognitif yang tidak tepat
juga bisa menyebabkan kebingungan. Orang-orang yang mengalami
trauma yang besar, ketika dihadapkan pada debriefing, dapat
menimbulkan traumatisasi yang jauh lebih besar pada orang lain yang
terlibat pada proses debriefing yang sama.
Bantuan untuk korban selamat dilakukan dalam tiga bentuk pilihan kegiatan,
yakni:
• Penyuluhan o Penyuluhan adalah bimbingan yang bersifat langsung dalam
bentuk nasehat atau pengarahan kepada para korban
selamat.
• Bimbingan o Bimbingan adalah bantuan yang diberikan oleh seseorang
kepada orang lain dalam membuat keputusan yang
bijaksana, dalam penyesuaian diri, dan dalam memecahkan
masalah kehidupan mereka.
• Konseling o Konseling merupakan suatu proses dimana seseorang
membantu orang lain secara pribadi, dalam menyelesaikan
permasalahan atau membuat keputusan dengan memahami
fakta-fakta dan emosi yang terlihat
76Team Penanggulangan Masalah Kesehatan Jiwa Akibat Bencana di Aceh dan Sumatera Utara Edisi 26 Januari 2005
Petugas dan relawan yang dapat memberikan penyuluhan adalah, antara lain (dengan syarat sudah menjalani pelatihan khusus sebelumnya):
• guru
• kader
• pramuka
• palang merah atau bulan sabit merah
• tokoh agama
• tokoh masyarakat
• mahasiswa
• karang taruna
• perawat
• bidan
Petugas yang dapat memberikan bimbingan adalah:
• dokter umum
• psikolog/sarjana psikologi
• psikiater
• perawat
• petugas paramedis di puskesmas
yang sudah dilatih
• relawan yang terlatih untuk
memberikan bimbingan
Petugas yang dapat memberikan konseling adalah:
• psikolog
• psikiater
• perawat jiwa
Kriteria Penyuluh/ Pembimbing/ Konselor adalah:
• Mempunyai keinginan & motivasi
untuk menolong
• Mampu menjadi pendengar yang baik
77Team Penanggulangan Masalah Kesehatan Jiwa Akibat Bencana di Aceh dan Sumatera Utara Edisi 26 Januari 2005
• Mampu berkomunikasi dengan baik
• Dapat berempati
• Mampu membina hubungan yang
saling mempercayai
• Peka menilai situasi dan kebutuhan
peserta
• Mampu menarik perhatian massa
Sasaran Penyuluhan/ Bimbingan/ Konseling adalah:
• Masyarakat yang terkena bencana
• Masyarakat yang kehilangan anggota
keluarga
• Petugas yang memberikan
pertolongan langsung (penduduk
setempat, relawan, TNI/POLRI dll)
• Masyarakat penerima pengungsi
A. PEDOMAN UNTUK MELAKUKAN PENYULUHAN
Tujuan:
Memberikan informasi kepada peserta agar:
1. Peserta memahami dampak bencana terhadap dirinya (fisik, mental dan
sosial).
2. Peserta memahami upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasinya.
Penyuluhan diberikan kepada kelompok besar, yaitu dari 20-40 orang.
Cara melakukan
penyuluhan:
- Dialog interaktif
78Team Penanggulangan Masalah Kesehatan Jiwa Akibat Bencana di Aceh dan Sumatera Utara Edisi 26 Januari 2005
- Diskusi kasus
- Simulasi (Bermain-peran, permainan dll)
Proses:
- Penyuluh bertatap muka dengan semua peserta
(duduk melingkar atau membentuk huruf U)
- Menciptakan suasana yang tenang dan nyaman
sehingga peserta tidak bosan
- Bicara dengan bahasa yang sederhana dan mudah
dimengerti
- Hindari kata-kata yang dapat menyinggung perasaan
- Penyuluh harus optimis dan dapat memberi
semangat kepada peserta
- Apabila peserta ramai berbicara atau terlihat bosan,
libatkan mereka dalam penyuluhan atau ubah
metodenya
- Penyuluhan diawali dengan mengucapkan salam
pembukaan.
- Memanjatkan doa
- Memperkenalkan diri (nama, tugas ) dan
menyampaikan maksud & tujuan
- Apabila ada pertanyaan yang tidak bisa dijawab,
terus terang saja. Jangan memaksa diri untuk
menjawabnya.
- Ucapkan terima kasih atas perhatian peserta selama
kegiatan.
- Akhiri dengan salam dan doa penutup.
Perlengkapan:
- Poster/selebaran
- Alat peraga
- Alat bantu lainnya
- Pengeras suara ( jika dibutuhkan )
- Alat perekam
79Team Penanggulangan Masalah Kesehatan Jiwa Akibat Bencana di Aceh dan Sumatera Utara Edisi 26 Januari 2005
B. PEDOMAN UNTUK MELAKUKAN BIMBINGAN KELOMPOK
Bantuan untuk korban selamat yang mengalami reaksi psikologis akibat
gempa dan tsunami di Aceh dan Sumatera Utara dapat diberikan melalui bimbingan
kelompok. Berikut adalah uraian mengenai bimbingan kelompok.
Bimbingan kelompok:
- Diberikan kepada kelompok kecil, yaitu 5 – 6 orang untuk tiap
kelompok.
- Percakapan dipandu oleh petugas.
- Peserta berasal dari kelompok usia yang sama, dengan keadaan atau
status kesehatan mental yang sama.
Tujuan:
1. Memberikan tempat untuk berbagi beban psikologis yang berat antar
anggota masyarakat yang membutuhkan perhatian khusus.
2. Memberikan suasana kebersamaan di antara anggota kelompok supaya
merasa tidak sendiri dalam mengalami penderitaan.
3. Menyediakan dukungan psikososial di antara anggota masyarakat yang
menjadi peserta bimbingan kelompok.
4. Menyediakan sarana untuk mengungkapkan reaksi psikologis pasca
bencana.
Cara melakukan
bimbingan kelompok:
- Peserta dan pemandu duduk membentuk
80Team Penanggulangan Masalah Kesehatan Jiwa Akibat Bencana di Aceh dan Sumatera Utara Edisi 26 Januari 2005
lingkaran supaya semua peserta merasa sama,
pemandu juga sama dengan mereka, tidak ada
yang lebih tinggi atau lebih rendah.
- Suasana ini akan membantu peserta merasa
nyaman.
- Atur peserta supaya duduk nyaman dan dapat
mengikuti pembicaraan dengan baik.
- Buka pertemuan dengan mengucapkan salam.
- Perkenalkan diri: nama, tugas.
- Minta peserta saling memperkenalkan diri.
- Beritahukan hal yang akan dibicarakan dalam
kelompok.
- Pandu pembicaraan agar semua peserta
mendapat kesempatan berbicara, berpendapat,
bertanya, mengemukakan perasaannya.
- Perhatikan sikap peserta, apakah ia senang
mengikuti pembicaraan dalam kelompok,
merasa jenuh, bosan, malas, merasa terpaksa.
Kalau senang, tidak ada masalah dan
pembicaraan dapat diteruskan. Kalau peserta
merasa tidak senang, usahakan menyesuaikan
isi percakapan agar semua peserta tetap
berminat mengikuti pembicaraan kelompok.
- Jaga jangan sampai ada peserta yang merasa
dicemooh, ditertawakan, dipojokkan sehingga
dia merasa tersinggung, kesal, marah.
- Kalau ada peserta yang mengemukakan pikiran
dan perasaannya usahakan supaya pikiran atau
perasaan itu juga ditanggapi oleh peserta
lainnya.
- Jawab pertanyaan peserta agar peserta
mendapatkan pengertian yang benar tentang
hal yang dibicarakan. Mungkin juga perlu
81Team Penanggulangan Masalah Kesehatan Jiwa Akibat Bencana di Aceh dan Sumatera Utara Edisi 26 Januari 2005
diberikan penjelasan untuk pengertian yang
keliru. Ingat, jawaban untuk seorang peserta
juga bermanfaat untuk peserta lainnya dan
orang-orang lain yang ditemui peserta.
Perlengkapan:
- panduan pembicaraan dalam bimbingan
kelompok
- media komunikasi
82Team Penanggulangan Masalah Kesehatan Jiwa Akibat Bencana di Aceh dan Sumatera Utara Edisi 26 Januari 2005
C. PEDOMAN UNTUK MELAKUKAN KONSELING
Konseling dilakukan untuk menangani kasus-kasus yang memerlukan bantuan
secara perorangan. Untuk konseling terhadap korban selamat bencana di Aceh, hanya
boleh dilakukan oleh Psikolog/Psikiater/Perawat jiwa yang UNTUK JANGKA
WAKTU YANG CUKUP BERDOMISILI DI TEMPAT BENCANA.
• JANGAN LAKUKAN BIMBINGAN ATAUPUN KONSELING SATU
SESI (SINGLE SESSION COUNSELLING). UPAYA KONSELING TERHADAP KORBAN SELAMAT MEMBUTUHKAN BEBERAPA
KALI PERTEMUAN. PADA KONDISI PASCA BENCANA SEPERTI DI ACEH INI, DISARANKAN UNTUK MELAKUKAN BEBERAPA KALI KONSELING/BIMBINGAN KELOMPOK TERHADAP SATU
KELOMPOK KORBAN SELAMAT.
• RELAWAN TIDAK DISARANKAN UNTUK MELAKUKAN
KONSELING PERORANGAN. KONSELING PERORANGAN MEMBUTUHKAN BEBERAPA KALI PERTEMUAN (TERGANTUNG DARI TINGKAT MASALAH YANG DIALAMI KORBAN SELAMAT).
JIKA SEORANG KORBAN SELAMAT TELAH MENUNJUKKAN PERILAKU-PERILAKU YANG TIDAK DAPAT DITANGANI
RELAWAN, MAKA RELAWAN HARUS MERUJUKNYA KE TENAGA PROFESIONAL (PSIKOLOG ATAU PSIKIATER) YANG
BERDOMISILI DI TEMPAT BENCANA UNTUK JANGKA WAKTU YANG CUKUP ATAU MERUJUKNYA KE RUMAH SAKIT JIWA
SETEMPAT SESEGERA MUNGKIN.
83Team Penanggulangan Masalah Kesehatan Jiwa Akibat Bencana di Aceh dan Sumatera Utara Edisi 26 Januari 2005
Konseling :
- Diberikan secara perorangan.
- Diselenggarakan secara sengaja, artinya punya waktu untuk
melakukan konseling.
- Tatap muka sehingga dapat melihat ekspresi orang yang dibantu dan
karenanya dapat memahaminya secara lengkap. Perlu diingat bahwa
komunikasi yang berlangsung tidak hanya secara lisan namun juga
melalui gerak tubuh, isyarat, mimik muka/ekspresi wajah, dan
sebagainya.
- Tujuan: membantu orang yang diberi konseling untuk dapat melihat
dirinya, memahami kondisi dan situasinya, melihat pilihan yang bisa
dipertimbangkannya, dan memutuskan untuk melakukan sesuai
pilihannya dengan pemahaman bahwa selalu ada pilihan lain untuk
mengatasinya. Dengan demikian dia tidak menjadi putus asa dan
mudah menyerah namun tetap mempunyai harapan.
Kemampuan yang harus dimiliki petugas yang memberikan konseling:
- Mendengar aktif adalah kemampuan yang sangat perlu dimiliki oleh
petugas konseling. Di dalam mendengar aktif petugas memberi
keleluasaan kepada orang yang dibantu untuk mengungkapkan
perasaannya, pikirannya, dan bertanya.
- Menggali informasi merupakan bagian penting dalam konseling agar
petugas tidak terjebak oleh pikiran atau pengertiannya sendiri tentang
hal yang dibicarakan. Menggali informasi ditentukan oleh kemampuan
bertanya, cara mengajukan pertanyaan dan isi pertanyaan sangat
menentukan macam jawaban yang diperoleh dari orang yang dibantu.
- Menjelaskan adalah kemampuan yang perlu dimiliki petugas
konseling. Penjelasan harus diberikan dalam cara yang mudah
dipahami oleh orang yang dibantu. Penjelasan yang diberikan
merupakan cara meluaskan pandangan orang yang dibantu sehingga
ia dapat berpikir dan merasa sesuai dengan kenyataan yang ada.
84Team Penanggulangan Masalah Kesehatan Jiwa Akibat Bencana di Aceh dan Sumatera Utara Edisi 26 Januari 2005
- Memecahkan atau mengatasi masalah berdasarkan kondisi dan
situasi orang yang dibantu, yang berarti sangat memperhatikan
kemampuan, peluang dan kendala yang ada padanya. Pembicaraan
dalam upaya mengatasi masalah ini harus sesuai dengan kenyataan.
Jadi, sebaiknya benar-benar terpusat pada keadaan orang yang
dibantu. - Membantu dan Mendukung agar orang yang dibantu merasa bahwa
dia diperhatikan, dimengerti, didukung, dan dibantu mengatasi
keadaannya. Kemampuan mengarahkan percakapan, memberikan
saran atau anjuran perlu dimiliki petugas. Tidak menggurui, menilai,
mencemooh, mentertawakan, memojokkan adalah sikap yang sangat
diharapkan dari petugas yang melakukan konseling. Tujuan konseling baru dapat tercapai kalau petugas memiliki sikap sebagai
berikut:
- Percaya diri.
- Tahu posisinya, yaitu sebagai petugas yang membantu orang lain dalam
mengatasi masalahnya sesuai dengan kondisi dan situasi orang yang dibantu.
- Berpandangan luas, memahami berbagai pandangan dan mungkin saja berbeda
dengan pendapatnya sendiri, tidak terpusat pada dirinya sendiri dalam
membahas dengan orang yang dibantu.
- Mempunyai pengetahuan yang cukup tentang hal yang dibicarakan.
- Bersikap luwes, tidak kaku pada pendapat yang diyakininya sebagai
kebenaran.
- Berminat membantu orang lain.
- Sabar, tenang dan mampu menghadapi berbagai reaksi emosional seperti
marah, sedih, cemas, menunjukkan sikap bermusuhan, agresif, tidak mau
mengikuti aturan, mengasihani diri sendiri.
- Menjaga kepercayaan orang yang dibantu.
- Mampu menumbuhkan semangat dan meyakinkan orang yang dibantu bahwa
dia masih punya harapan, apapun kesulitan yang dihadapinya.
85Team Penanggulangan Masalah Kesehatan Jiwa Akibat Bencana di Aceh dan Sumatera Utara Edisi 26 Januari 2005
Untuk dapat melakukan konseling, petugas perlu memiliki keterampilan
berkomunikasi, yaitu:
- sikap tubuh: relaks, posisi tubuh menghadap ke orang yang dibantu, ada
kontak mata sehingga dapat mengamati keseluruhan tampilan orang yang
dibantu
- gaya bicara: nada bicara, memilih kata, menyusun kalimat
- mengarahkan
- membimbing
- mengajak
- merumuskan
- menyimpulkan
- mengingatkan
Proses Konseling:
- Mengenal orang yang dibantu.
- Membantu merumuskan kondisi permasalahan orang yang dibantu.
- Membantu memikirkan kemungkinan mengatasinya.
- Membantu dalam pengambilan keputusan.
- Menguatkan keyakinan pada pilihan yang diputuskan agar terdorong
untuk mencoba.
Di dalam proses ini ada empat tahapan yang perlu diperhatikan: - Biarkan dia meluapkan emosinya untuk melepaskan beban mentalnya.
Tunjukkan sikap bahwa dia dimengerti dan layak berekspresi seperti
itu. Kalau perlu, ajak dia melakukan relaksasi atau latihan pernafasan
untuk melepaskan ketegangan perasaan yang dialaminya.
- Ajak dia membicarakan keadaannya.
- Arahkan pemikirannya ke depan.
- Tunjukkan peluang yang masih ada dan dapat dimanfaatkannya. Untuk
ini petugas harus tahu data mengenai berbagai peluang yang bisa
dipilih agar betul-betul merupakan pilihan yang nyata.
Perlengkapan: - media komunikasi
86Team Penanggulangan Masalah Kesehatan Jiwa Akibat Bencana di Aceh dan Sumatera Utara Edisi 26 Januari 2005
D. ISI PERCAKAPAN DALAM MEMBERIKAN PENYULUHAN,
BIMBINGAN KELOMPOK, DAN KONSELING
Contoh pernyataan atau pertanyaan di bawah ini dapat digunakan
sebagai bahan pembicaraan dengan berbagai kelompok dan kondisi
masyarakat, yaitu:
- yang tidak mempunyai keluhan gangguan kesehatan mental
- yang mengalami gangguan kesehatan mental
ISI PERCAKAPAN
• Allah masih memberi kesempatan kepada kita untuk melanjutkan
kehidupan. Mari kita lihat, apa yang dapat kita lakukan. Tugas manusia
adalah ikhtiar atau usaha dan berdoa. Selanjutnya kita berserah diri
kepada Allah. Semoga Tuhan memberikan jalan bagi kita untuk
menemukan kembali kehidupan kita, melihat ke depan, mencari
peluang agar dapat bertahan.
• Kejadian ini memang membuat kita sedih. Tidak apa-apa menangis.
Ya, menangislah. Lepaskan semua supaya merasa lega.
• Kalau saya adalah Anda, saya pun akan merasakan hal yang sama.
Saya dapat membayangkan, betapa perasaan Anda. Saya ingin sekali
membantu meringankan.
• Mari kita berdoa bersama, untuk yang sudah pergi meninggalkan kita,
yang sebagai syahid dan syahidah berada di tempat yang layak di sisi
Allah SWT, juga untuk kita yang masih diberi kesempatan untuk
melanjutkan kehidupan.
87Team Penanggulangan Masalah Kesehatan Jiwa Akibat Bencana di Aceh dan Sumatera Utara Edisi 26 Januari 2005
• Bencana bisa terjadi di mana-mana. Kita tidak pernah mengharapkan
namun kalau Tuhan menghendaki terjadi, apalah yang dapat kita
lakukan untuk mencegahnya? Marilah kita berdoa, semoga Allah
melindungi kita.
• Dalam keadaan seperti ini biasanya kita berpikir, “Kalau saja .... (saya
tidak pergi); kalau saja ....... (saya ajak dia); kalau saja ..... Mari kita
berserah diri kepada Allah SWT karena DIA yang mengatur segalanya.
Ikhlas kita menerima kehendak-NYA karena tiada daya kita menahan
kehendak-NYA. Mudah-mudahan Allah memberikan kita kekuatan.
Kemarin sudah berlalu, tidak ada yang dapat diperbaiki, jadikan
sebagai pengalaman. Hari ini adalah kenyataan dan esok adalah
harapan. Mari kita lanjutkan kehidupan dan kita siapkan diri ke depan,
apapun yang diberikan Allah kepada kita. Allah tidak akan memberikan
beban di luar batas kemampuan kita menanggungnya. Semoga Allah
memberi kekuatan kepada kita dan membukakan jalan bagi kita untuk
tetap dapat melanjutkan kehidupan di jalan yang diridhoi-NYA. Amin.
• Kejadian kemarin sangat mengerikan. Wajar kalau kita merasa cemas
dan takut kalau peristiwa itu berulang. Ketakutan itu beralasan, bisa
dimengerti tapi tidak untuk dicemaskan terus menerus. Hujan, angin,
air pasang dan surut, kilat, petir akan selalu terjadi dalam kehidupan.
Apa yang harus kita perhatikan untuk menjaga diri, kalau-kalau
bencana itu kembali datang.
• Kalau terjadi gempa, lakukan ini:
o keluar dari bangunan ke tempat terbuka
o berlindung di bawah meja
• Kalau air laut pasang, lakukan ini:
o Segera tinggalkan tempat, jangan pikir panjang lagi
o Lari ke tempat yang tinggi, bukit, gunung
o Selamatkan diri sendiri sedapat mungkin.
88Team Penanggulangan Masalah Kesehatan Jiwa Akibat Bencana di Aceh dan Sumatera Utara Edisi 26 Januari 2005
• Perhatikan perubahan alam: apa yang dilakukan burung-burung, apa
yang dilakukan hewan ternak, apa yang dilakukan binatang laut, apa
yang dilakukan hewan di alam bebas yang tidak dipelihara, perubahan
cuaca.
• Doa yang dapat dibaca bersama dengan anak-anak
89Team Penanggulangan Masalah Kesehatan Jiwa Akibat Bencana di Aceh dan Sumatera Utara Edisi 26 Januari 2005
DAFTAR PUSTAKA
Center for Mental Health Services. Emergency Mental Health and Traumatic
Stress. www.mentalheath.samhsa.gov
Center for Mental Health Services. Anniversary Reaction to a Traumatic
Event: The Recovery Process Continues. www.mentalheath.samhsa.gov
Center for Mental Health Services. Age-specific Intervention at Home for
Children in Trauma: From Preschool to Adolescence.
www.mentalheath.samhsa.gov
Cook-Fralick, Wendi M. Examining Mental Health : Lessons Learned from
Pilot Disaster Response Trainings. www.nmha.org
Courtois, Christine A., (2000). Vicarious Traumatization of the Therapist.
www.ncptsd.org
Department of Mental Health and Substance Dependence. (2003). Mental
Health in Emergencies. WHO : Geneva
www.who.int
Direktorat Kesehatan Jiwa Masyarakat Ditjen Bina Kesehatan Masyarakat
Departemen Kesehatan RI. (2005). Kebijakan Penanggulangan Masalah
Kesehatan Jiwa dan Psikososial pada Masyarakat yang Terkena Bencana
dan Konflik.
Ellis, Susan J. (1992). Preparing for the Volunteer’s First Day.
www.energizeinc.com
Guy, James D., Dr. (2004). Humanitarian Aid and Disaster Relief. CA:
Headington Institute. www.headington-institute.org
90Team Penanggulangan Masalah Kesehatan Jiwa Akibat Bencana di Aceh dan Sumatera Utara Edisi 26 Januari 2005
International Federation of Red Cross and Red Crescent Sociaties.
Volunteering.
Jan I., Richardson. (2001). Guidebook on Vicarious Trauma : Recommended
Solutions for Anti-Violence Workers, Health Canada.
Mental Health Tips for Disaster Related Anxiety. www.redcross.org
National Center for PTSD. (2003). Phases of Traumatic Stress Reaction in
Disaster. www.ncptsd.org
National Center for PTSD. (2003). What is Posttraumatic Stress Disorder?.
www.ncptsd.org
National Center for PTSD. (2003). Helping Survivors in the Wake of Disaster.
www.ncptsd.org
National Center for PTSD. (2003). Mental-Health Intervention for Disaster.
www.ncptsd.org
National Mental Health Information Center. A Guide for Older Adults.
www.mentalhealth.samhsa.gov
National Center for PTSD. (2003). Survivors of Human-Caused and Natural
Disasters. www.ncptsd.org
National Center for PTSD. (2003). Working with Trauma Survivors.
www.ncptsd.org
National Mental Health Information Center, (2003). Self-care Tips for
Emergency and Disaster Response Workers. www.mentalhealth.samhsa.gov
91
Nelson, Terri Spahn, MSSW, LISW. Vicarious Trauma: Bearing Witness to
another’s Trauma. Oxford, Ohio. Team Penanggulangan Masalah Kesehatan Jiwa Akibat Bencana di Aceh dan Sumatera Utara
Edisi 26 Januari 2005
Oriol, William (2002). Psychosocial Issues for Older Adults in Disaster.
www.mentalhealth.org
Post-Traumatic Stress Disorder. www.nmha.org
Solichin, Jusni Ichsan Dr SpKJ. (2005). Stress Pasca Trauma Pada Anak dan
Penanganannya.
Solichin, Jusni Ichsan Dr SpKJ. Keterampilan Konseling.
Tim Penanggulangan Masalah Kesehatan Mental Akibat Bencana Tsunami di
Aceh dan Sumatera Utara, (2005). Draft 1 Buku Panduan Bagi Petugas dan
relawan Kesehatan Mental Akibat Bencana Alam di Aceh dan Sumatera
Utara.
WHO. (2004). Psychosocial Support To The Community : Acute Relief
Phase. WHO: South-East Asia
www.whosea.org
Yatim, Dani I, Sekelumit Tentang Aceh, artikel pribadi, 2005 (keseluruhan
artikel dikutip di bab 1)
92Team Penanggulangan Masalah Kesehatan Jiwa Akibat Bencana di Aceh dan Sumatera Utara Edisi 26 Januari 2005
Top Related