Buku Panduan Bagi Petugas KEsehatan MEntal

92
BUKU PANDUAN BAGI PETUGAS DAN RELAWAN KESEHATAN MENTAL Akibat Bencana Alam di Aceh dan Sumatera Utara Edisi Januari 2005 PDSKJI IRJI

description

Kesehatan

Transcript of Buku Panduan Bagi Petugas KEsehatan MEntal

Page 1: Buku Panduan Bagi Petugas KEsehatan MEntal

BUKU PANDUAN BAGI PETUGAS DAN RELAWAN KESEHATAN

MENTAL

Akibat Bencana Alam di Aceh dan Sumatera Utara

Edisi Januari 2005

PDSKJI IRJI

Page 2: Buku Panduan Bagi Petugas KEsehatan MEntal

BUKU INI DISUSUN OLEH : • DEPARTEMEN KESEHATAN REPUBLIK

INDONESIA • HIMPUNAN PSIKOLOGI INDONESIA

(Himpsi) • IKATAN RUMAH SAKIT JIWA INDONESIA

(IRJI) • PERHIMPUNAN DOKTER SPESIALIS

KEDOKTERAN JIWA INDONESIA (PDSKJI) • PERSATUAN PERAWAT NASIONAL

INDONESIA (PPNI)

Team Penanggulangan Masalah Kesehatan Jiwa Akibat Bencana di Aceh dan Sumatera Utara Edisi 26 Januari 2005

2

Page 3: Buku Panduan Bagi Petugas KEsehatan MEntal

SAMBUTAN DIREKTUR KESEHATAN JIWA MASYARAKAT

DIREKTORAT JENDERAL BINA KESEHATAN MASYARAKAT DEPARTEMEN KESEHATAN RI

Assalamualaikum Wr.Wb

Puji Syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa yang telah membimbing kita

hingga terbitlah Buku Panduan Bagi Petugas dan Relawan Kesehatan Mental Akibat

Bencana di Aceh dan Sumatera Utara.

Secara geografis dan demografis Indonesia rawan bencana, baik bencana

alam (natural disaster) maupun bencana karena ulah manusia (man-made disaster).

Bencana alam yang terjadi antara lain gempa bumi (karena Indonesia dilewati

lempeng kerak Hindia Australia, Pasifik dan Eurasia), badai tsunami yang biasanya

menyertai suatu gempa. Terakhir ini adalah bencana gempa yang disusul dengan

gelombang tsunami yang luar biasa yang terjadi di Aceh dan Sumatera Utara.

Bencana-bencana ini menimbulkan pula gelombang pengungsian besar-besaran.

Saat ini jumlah pengungsi di Provinsi NAD dan Sumatera Utara (data 13

Januari, 2005) berjumlah 694.760 jiwa yang tersebar di 200 titik pengungsi di

berbagai Kabupaten. Dari hasil assessment yang dilakukan oleh Tim Departemen

Kesehatan pada tanggal 4-9 Januari 2005 dengan menggunakan instrument Rapid

Assessment of Mental Health Needs didapatkan hasil:

1. Perilaku Agresif

a. Dalam rumah tangga, suami lebih sering memukuli istri

b. Interpersonal sering terjadi pertengkaran antar pengungsi

2. Depresi

a. Kesedihan yang mendalam dan berkepanjangan

b. Putus asa

c. Menyalahkan diri sendiri

d. Ingin mati

e. Self injured behaviour

f. Menyesali tindakan pada waktu terjadi bencana

Team Penanggulangan Masalah Kesehatan Jiwa Akibat Bencana di Aceh dan Sumatera Utara Edisi 26 Januari 2005

3

Page 4: Buku Panduan Bagi Petugas KEsehatan MEntal

3. Kambuhnya skizofrenia

4. Psikosis akut

5. Beberapa nelayan yang ditemui menyatakan tidak mau lagi bekerja sebagai

nelayan, walaupun sebetulnya mereka dapat dialihkan menjadi petani tapi

mereka mengatakan tidak mempunyai keterampilan itu

6. Pada anak-anak:

a. Sebagian anak menunjukkan gejala reaksi pasca trauma yang nyata

b. Aktivitas belajar belum dapat berjalan dengan baik

c. Tempat dan aktivitas bermain di tempat pengungsian tidak ada

7. Tentara

a. Mengalami tekanan mental, namun mereka tetap ditugaskan secara

penuh dengan membawa senjata. Misalnya ada tentara yang melepaskan

tembakan ke atas, tanpa alasan yang jelas.

8. Usia Lanjut

a. Sebagian usia lanjut yang selamat tinggal sebatang kara. Sebagian lagi

malah harus menanggung anak dan cucu masih kecil

Dengan melihat betapa besarnya kebutuhan untuk mengatasi masalah

kesehatan mental di Aceh dan Sumatera Utara pasca bencana ini dan

penanggulangan pada masyarakat yang mengalami bencana ini tidak bisa ditunda-

tunda lagi. Jika tidak ditangani dengan baik, dapat mengakibatkan gangguan stres

pasca trauma, gangguan jiwa atau masalah psikososial lainnya yang akhirnya akan

menurunkan produktivitas, kualitas hidup, menjadi beban bagi keluarga dan

masyarakat serta menimbulkan perilaku agresif/kekerasan dikemudian hari.

Rehabilitasi psikososial yang berbasis masyarakat dan terintegrasi dengan

pelayanan kesehatan dasar (Puskesmas) perlu diprioritaskan agar tercapai

kesinambungan dari pelayanan. Masyarakat yang mengalami gangguan jiwa kronik

dan trauma berat perlu dideteksi dan ditangani sejak dini. Dukungan yang memadai

yang diberikan oleh petugas pelayanan kesehatan jiwa bersama-sama dengan

petugas non kesehatan jiwa seperti relawan nampaknya cukup berhasil dalam

menangani masalah psikososial pada pengungsi. Penanganan kesehatan jiwa

Team Penanggulangan Masalah Kesehatan Jiwa Akibat Bencana di Aceh dan Sumatera Utara Edisi 26 Januari 2005

4

Page 5: Buku Panduan Bagi Petugas KEsehatan MEntal

jangka panjang terhadap krisis ditujukan pada penataan kembali pelayanan

kesehatan jiwa yang sesuai dengan kebutuhan, efektif dan berkesinambungan.

Sejak terjadinya konflik dan kerusuhan di Indonesia, apalagi dengan

terjadinya bencana gempa dan tsunami di Aceh, pihak pemerintah dan banyak

organisasi bantuan kemanusiaan baik dari dalam maupun luar negeri telah berusaha

memberikan bantuan. Namun bantuan yang diberikan masih dititikberatkan pada

masalah kebutuhan fisik dan hanya sedikit yang memberikan perhatian pada aspek

kesehatan mental dan psikososial. Bantuan di bidang kesehatan mental terkesan

berjalan sendiri-sendiri sehingga sukar untuk dievaluasi secara nasional.

Saya menyambut dengan baik terbitnya Buku Panduan Bagi Petugas dan

Relawan Kesehatan Mental Akibat Bencana di Aceh dan Sumatera Utara yang

disusun oleh profesionalis/praktisi di bidang kesehatan jiwa serta dibantu oleh WHO

ini. Semoga buku panduan ini bermanfaat bagi tenaga kesehatan dan relawan

kesehatan mental sebagai garda terdepan dalam pelayanan di daerah bencana,

sekaligus sebagai media penyamaan persepsi dan tindakan di bidang pelayanan

kesehatan jiwa khususnya di daerah bencana.

Wassalamualaikum Wr.Wb

Jakarta, Januari 2005

Direktur Kesehatan Jiwa Masyarakat Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat Departemen Kesehatan RI

Dr. Yulizar Darwis,Sp.KJ,MM

NIP 140 086 608

Team Penanggulangan Masalah Kesehatan Jiwa Akibat Bencana di Aceh dan Sumatera Utara Edisi 26 Januari 2005

5

Page 6: Buku Panduan Bagi Petugas KEsehatan MEntal

SAMBUTAN KETUA TIM PENANGGULANGAN KESEHATAN MENTAL AKIBAT BENCANA DI ACEH DAN SUMATERA UTARA

Assalamualaikum Wr. Wb.

Alhamdulillah, alhamdulillahilladzi laa yadhurru ma’asmihi syai-un fil ardhi

walaa fissamaa-i wahuwassamii’ul aliim. Hanya atas ijin Allah semata, akhirnya

Buku Panduan Bagi Petugas dan Relawan Kesehatan Mental Akibat Bencana di

Aceh dan Sumatera Utara ini selesai tersusun.

Dimulai sejak tanggal 29 Desember 2004, segera setelah dibentuknya Tim

Penanggulangan Kesehatan Jiwa Akibat Bencana di Aceh dan Sumatera Utara yang

diprakarsai oleh Departemen Kesehatan, para professional di bidang psikiatri,

psikologi, keperawatan jiwa dan rumah sakit jiwa sepakat untuk menyusun konsep

penanggulangan yang terpadu dalam bidang kesehatan jiwa. Mengingat akibat

bencana gempa bumi dan tsunami yang begitu dahsyat dan terbatasnya jumlah

professional di bidang psikiatri, psikologi dan keperawatan jiwa di Indonesia, maka

muncullah ide untuk membuat buku panduan yang dapat dijadikan pegangan bagi

semua relawan yang ikut membantu di NAD dan Sumatera Utara.

Himpunan Psikologi Indonesia (Himpsi) sebagai wadah professional di bidang

psikologi, Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia (PDSKJI)

sebagai wadah profesional di bidang psikiatri, Persatuan Perawat Nasional

Indonesia (PPNI) sebagai wadah profesional di bidang keperawatan dan Ikatan

Rumah Sakit Jiwa Indonesia (IRJI) sebagai organisasi berhimpunnya profesional

rumah sakit jiwa, bekerjasama dengan Departemen Kesehatan Republik Indonesia

dan didukung oleh World Health Organization (WHO) secara terpisah-pisah mulai

menyusun konsep buku panduan. Dilanjutkan dengan pembahasan secara

bersama-sama mulai tanggal 1 hingga 3 Januari 2005 di Hotel Sahid Jaya, Jakarta,

yang kemudian dapat menghasilkan draft awal buku panduan ini.

Team Penanggulangan Masalah Kesehatan Jiwa Akibat Bencana di Aceh dan Sumatera Utara Edisi 26 Januari 2005

6

Page 7: Buku Panduan Bagi Petugas KEsehatan MEntal

Untuk dapat melengkapi dengan data dan kondisi sebenarnya di Nanggroe Aceh

Darussalam, Tim mengirim 15 orang ahli yang terdiri dari Psikolog, Psikiater dan

Perawat Ahli Jiwa untuk melakukan mapping yang sekaligus juga mulai menangani

permasalah kesehatan jiwa di lapangan. Tim ini berada di Banda Aceh sejak tanggal

5 hingga 11 Januari 2005.

Berdasarkan hasil mapping tersebut, draft awal buku panduan yang telah selesai

tersebut kami kaji ulang kembali. Sekelumit sejarah Aceh, macam-macam relawan

dan kondisi masyarakat yang kami temui di NAD semakin melengkapi buku panduan

ini.

Kami ingin mengucapkan terimakasih setulus-tulusnya kepada semua pihak yang

secara spontan dan bersungguh-sungguh telah banyak membantu memberikan

masukan kepada kami dalam menyusun buku panduan ini, khususnya kepada

Organisasi Profesi PDSKJI, Himpsi, PPNI, IRJI dan jajaran Departemen Kesehatan

RI serta World Health Organization di Indonesia maupun dari Jenewa. Juga kepada

Departemen Pendidikan, Kementerian Pemberdayaan Perempuan, BKKBN, dan 22

organisasi LSM baik dari dalam negeri maupun internasional yang telah bersedia

memberikan saran-sarannya sehingga lebih melengkapi lagi isi buku panduan ini,

kami haturkan terimakasih

Mudah-mudahan buku yang tentunya masih jauh dari sempurna ini dapat

bermanfaat bagi kita semua.

Wassalamualaikum Wr. Wb.

Jakarta, Januari 2005

Tim Penanggulangan Kesehatan Mental

Akibat Bencana di Aceh dan Sumatera Utara

DR. Rahmat Ismail, Drs., psikolog.

Team Penanggulangan Masalah Kesehatan Jiwa Akibat Bencana di Aceh dan Sumatera Utara Edisi 26 Januari 2005

7

Page 8: Buku Panduan Bagi Petugas KEsehatan MEntal

Daftar Isi

Kata Sambutan Dirkeswas

Kata Sambutan Tim

Daftar Isi

Bab 1. Pendahuluan

A. Latar Belakang............................................................................................1

B. Tujuan..........................................................................................................2

C. Sekilas Tentang Aceh..................................................................................3

Bab 2. Bencana, Fase dan Dampak yang Ditimbulkannya

A. Pengertian Bencana...................................................................................11

B. Fase-fase Reaksi Terhadap Stres yang Traumatis terhadap

Bencana.....................................................................................................11

C. Dampak yang Ditimbulkan Bencana..........................................................15

Bab 3. Relawan

A. Definisi Relawan........................................................................................20

B. Jenis-jenis Relawan...................................................................................20

C. Hal-Hal Umum yang Harus Diperhatikan dalam Berinteraksi dengan

Survivor.....................................................................................................26

D. Syarat-Syarat Umum untuk Menjadi Relawan..........................................27

E. Persiapan yang Sebaiknya Dilakukan Relawan & Hal-hal yang

Sebaiknya Dilakukan di Lokasi.................................................................27

F. Vicarious Trauma pada Relawan...............................................................29

Bab 4. Panduan Bagi Relawan Untuk Pemulihan Kondisi Mental Survivor dan

Gangguan-gangguan Mental Pasca Bencana

A. Hal-hal yang Disarankan dan Tidak Disarankan dalam Berinteraksi dengan

Survivor.....................................................................................................34

B. Panduan Bagi Relawan Untuk Berinteraksi Dengan Korban/Survivor......36

C. Masalah Kesehatan Mental yang Sering Ditemui pada Korban Bencana dan

Penatalaksanaannya.................................................................................53

Team Penanggulangan Masalah Kesehatan Jiwa Akibat Bencana di Aceh dan Sumatera Utara Edisi 26 Januari 2005

8

Page 9: Buku Panduan Bagi Petugas KEsehatan MEntal

C.1. Depresi (Sedih yang Mendalam).......................................................54

C.2. Agresif (Perilaku Marah)....................................................................56

C.3. Perilaku Panik ...................................................................................58

C.4. Stres Paska Trauma..........................................................................61

C.5. Perilaku Kacau (Psikotik)...................................................................63

Bab 5. Panduan Untuk Melakukan Penyuluhan, Bimbingan Kelompok, dan

Konseling

A. Pedoman Untuk Melakukan Penyuluhan..................................................70

B. Pedoman Untuk Melakukan Bimbingan Kelompok...................................71

C. Pedoman Untuk Melakukan Konseling.....................................................74

D. Isi Percakapan Dalam Memberikan Penyuluhan, Bimbingan Kelompok, dan

Konseling..................................................................................................78

Daftar Pustaka.....................................................................................................81

Team Penanggulangan Masalah Kesehatan Jiwa Akibat Bencana di Aceh dan Sumatera Utara Edisi 26 Januari 2005

9

Page 10: Buku Panduan Bagi Petugas KEsehatan MEntal

BAB 1. PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Pada tanggal 26 Desember 2004 jam 07:58 WIBB (00:58 GMT) terjadi gempa

bumi tektonik yang berkekuatan 6,8 Skala Richter (laporan BMG/Badan Meteorologi

dan Geofisika) atau 8,9 Skala Richter (laporan USGS/United States Geological

Survey), dengan pusat gempa di Lautan Hindia, 150 km sebelah selatan Meulaboh,

Pantai Barat Aceh. Pada koordinat 2.9 LU - 95.6 BT di kedalaman 20 KM. Gempa

bumi tektonik menghantam sebagian besar Provinsi Nangroe Aceh Darussalam

(NAD) dan Sumatera Utara. Beberapa negara tetanggapun juga terkena bencana

ini, seperti Malaysia, Thailand, India, Srilangka, Maladive hingga ke Afrika.

Rangkaian gempa tektonik ini 28 menit kemudian disusul dengan hempasan

tsunami yang meluluhlantakkan daratan tempat tinggal manusia dan telah

menimbulkan duka yang sangat dalam, tidak hanya bagi masyarakat yang tertimpa

bencana, tetapi juga bagi begitu banyak orang yang menyaksikan beritanya di

media-media setiap hari. Ratusan ribu orang meninggal dan lebih banyak lagi yang

kehilangan harta benda dan sanak saudara. Bantuan dari berbagai pihak dan

lapisan masyarakat berdatangan. Tidak sedikit pula yang telah pergi ke NAD dan

menyumbangkan tenaga, waktu, serta pikiran untuk ikut memulihkan kondisi di sana.

Secara kasat mata banyak sekali perbaikan fisik yang harus dilakukan.

Sampai dengan hari ke-20, masih banyak mayat yang bergelimpangan di jalan-jalan

dan diperkirakan masih banyak lagi yang masih tersebar di antara puing-puing atau

sampah yang bertumpukan dan harus segera dibersihkan. Bantuan bahan pangan,

sandang, dan papan juga masih dibutuhkan oleh para korban selamat di NAD.

Perbaikan infrastruktur, pemulihan kondisi perekonomian, dan perbaikan berbagai

sektor kehidupan juga masih menjadi pekerjaan rumah yang masih jauh dari selesai.

Namun perbaikan-perbaikan tersebut belum akan menyelesaikan masalah

yang ada, karena masyarakat NAD juga membutuhkan bantuan untuk memulihkan

kondisi kesehatan mental mereka. Bencana yang telah terjadi adalah peristiwa yang

sangat traumatis, yang menimbulkan masalah mental yang dalam dan

berkepanjangan jika tidak ditangani dengan baik dan segera.

Team Penanggulangan Masalah Kesehatan Jiwa Akibat Bencana di Aceh dan Sumatera Utara Edisi 26 Januari 2005

10

Page 11: Buku Panduan Bagi Petugas KEsehatan MEntal

Buku ini disusun untuk menjadi panduan bagi para relawan untuk dapat ikut

serta membantu memulihkan kondisi korban selamat. Relawan, dengan latar

belakang ilmu kesehatan mental ataupun tidak, adalah garda depan yang

berinteraksi secara langsung dengan korban selamat. Dalam buku ini dijelaskan

beberapa aspek yang sebaiknya dilakukan relawan untuk ikut serta memulihkan

kondisi mental korban selamat serta pengetahuan mengenai beberapa gangguan-

gangguan mental yang mungkin dialami oleh korban selamat. Dengan demikian

diharapkan relawan dapat secara mandiri ikut melakukan sesuatu dan melaporkan

kepada ahli kesehatan mental jika ada korban selamat yang tampak mengalami

gangguan yang serius. Tidak ketinggalan dalam buku ini juga dijelaskan mengenai

Vicarious Trauma/Secondary Stress, yaitu trauma yang bisa dialami oleh relawan

secara mental karena berinteraksi dengan kondisi bencana dan korban selamat.

Dengan pengetahuan ini, diharapkan relawan dapat mempersiapkan mental mereka

dengan lebih baik sebelum pergi ke NAD serta mengetahui apa saja yang bisa

dilakukan untuk mencegah terjadinya trauma ini.

Buku Panduan ini disusun bersama oleh :

- Direktorat Kesehatan Jiwa Masyarakat, Departemen Kesehatan RI

- Himpunan Psikologi Indonesia (Himpsi)

- Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia (PDSKJI)

- Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI), dan

- Ikatan Rumah Sakit Jiwa Indonesia (IRJI)

dan dihadiri oleh staff dari World Health Organization (WHO)

B. TUJUAN

1. Memberikan panduan kepada petugas dalam menjalankan proses bantuan

kesehatan mental kepada masyarakat korban bencana supaya lebih cepat

dapat menjalankan kehidupannya kembali.

2. Menyederhanakan proses bantuan supaya masyarakat dapat menggunakannya

untuk mendampingi anggotanya sendiri kembali ke kehidupan semula.

Team Penanggulangan Masalah Kesehatan Jiwa Akibat Bencana di Aceh dan Sumatera Utara Edisi 26 Januari 2005

11

Page 12: Buku Panduan Bagi Petugas KEsehatan MEntal

3. Memberikan ketrampilan masyarakat untuk melakukan rujukan kepada

profesional kesehatan mental bila menemukan anggotanya yang mengalami

gangguan mental pasca bencana.

C. SEKILAS TENTANG ACEH

... Acehmu, Aceh kita semua Ada kalanya kita terdiam

Di dalam diam kita bertanya Di dalam diam merangkai makna

(Putu Oka Sukanta, 1999)

TRAUMA DI ACEH Nanggroe Aceh Darussalam, yang artinya Negeri Aceh Rumah nan Damai,

adalah nama baru yang diberikan kepada propinsi yang dulu disebut Daerah

Istimewa Aceh, setelah otonomi daerah tahun 2001. Bukan suatu kebetulan bahwa

nama itu dipilih, karena nama itu diambil dari kejayaan masa lampau: Kesultanan

Aceh Darussalam.

Dalam pembahasan soal trauma kejiwaan akibat bencana gempa dan

tsunami di Aceh, yang sering terlewatkan dalam pembahasan adalah fakta bahwa

masyarakat Aceh sudah mengalami banyak trauma jauh sebelum tsunami. Kasus-

kasus traumatik di Aceh yang belum lagi ditangani oleh psikolog atau psikiater, kini

menjadi luka yang semakin mendalam. Bencana tsunami seakan terasa sebagai

puncak segala trauma psikologis.

“Dulu DOM1, lalu GAM, lalu Darurat Militer, lalu Darurat Sipil, dan sekarang tsunami. Itulah nasib kami, orang Aceh”, kata salah seorang pengungsi dari Aceh di Jakarta.

1 DOM = Daerah Operasi Militer yang diterapkan Orde Baru selama 10 tahun lebih di Daerah Istimewa Aceh untuk menumpas Gerakan Pengacau Keamanan (GPK), sebutan Orde Baru untuk Gerakan Aceh Merdeka.

Team Penanggulangan Masalah Kesehatan Jiwa Akibat Bencana di Aceh dan Sumatera Utara Edisi 26 Januari 2005

12

Page 13: Buku Panduan Bagi Petugas KEsehatan MEntal

Masyarakat Aceh, seperti juga masyarakat mana pun, mempunyai

kebanggaan akan masa lalu dan sejarah tradisi mereka. Kebanggaan kolektif inilah

yang secara psikologis menjadi perekat sebuah masyarakat. Namun sebaliknya,

kebanggaan kolektif ini pula yang berulang-kali dikoyak-koyak oleh pihak luar, dan

semakin terasa pada tahun-tahun terakhir ini.

Penderitaan dan tekanan yang diterima warga Aceh sejak masa Orde Baru

hingga kini, telah menimbulkan trauma kolektif yang sulit disembuhkan. Tanpa

disadari masyarakat Aceh yang penuh kebanggaan diri menjadi masyarakat yang

rendah internal locus of controlnya2. Internal locus of control merupakan keadaan di

mana sesorang meyakini bahwa segala keputusan dan keadaan yang dialami

adalah karena dirinya; sedangkan kalau seseorang meyakini bahwa keadaan yang

dialami adalah karena orang lain atau faktor di luar dirinya maka disebut external

locus of control. Jadi pada masyarakat Aceh, dirasakan bahwa semua kejadian

adalah disebabkan faktor-faktor di luar kendalinya.

Hanya sedikit lembaga yang pernah membuat program bantuan psikologis

kepada masyarakat Aceh untuk mengatasi trauma ini, seperti misalnya Yayasan

Pulih dan beberapa lembaga internasional (ICMC, UNICEF, MSF). Kini setelah

tragedi tsunami, muncul kebutuhan yang lebih mendesak --dengan skala yang amat

besar-- untuk penyembuhan psikologis di sana.

SUKU BANGSA DAN BAHASA

Kelompok etnis/sukubangsa terbesar di Nanggroe Aceh Darussalam adalah

sukubangsa Aceh dan Gayo-Alas. Suku Gayo-Alas (30%) umumnya berdiam di

wilayah pegunungan di Aceh Tengah dan Aceh Tenggara, sementara yang

terbanyak terkena bencana tsunami adalah sukubangsa Aceh yang mendiami

hampir seluruh provinsi NAD, terutama di daerah pesisir. Tentu saja di kota besar

seperti Banda Aceh, masyarakatnya lebih multikultural, termasuk etnis-etnis lain dari

seluruh Nusantara.

2 Trauma kolektif ini dituturkan sekelompok ibu dari Aceh yang berjumpa dengan saya di Jakarta tahun 1999. Masalah internal locus of control yang rendah hanyalah sebuah asumsi dan sama sekali tidak berdasarkan sebuah assessment ilmiah. Asumsi ini diambil karena selama beberapa tahun ini segala hal-ihwal bagi masyarakat Aceh hampir selalu diputuskan oleh orang luar.

Team Penanggulangan Masalah Kesehatan Jiwa Akibat Bencana di Aceh dan Sumatera Utara Edisi 26 Januari 2005

13

Page 14: Buku Panduan Bagi Petugas KEsehatan MEntal

Ada banyak teori dan folklore tentang asal usul sukubangsa Aceh dan selama

ini etnis Aceh dipercayai adalah campuran berbagai bangsa, sehingga ada anekdot

yang mengatakan Aceh adalah akronim dari Arab Cina Eropa Hindia. Campur-

aduknya asal usul ini juga membuat wajah orang Aceh sangat bervariasi baik warna

kulitnya, bentuk hidungnya, bentuk matanya, bahkan juga warna matanya.

Meskipun bahasa Aceh termasuk rumpun bahasa Melayu, namun banyak

kemiripan dengan bahasa Champa di daerah Kamboja, sehingga bahasa ini agak

sulit dipahami oleh sukubangsa lain di Indonesia. Ada begitu banyaknya variasi

pengucapan vokal yang khas (a, à, ä, e, è, é, ee, eu, i, í, ie, o, ö, oe, ó, u, ue, ú) dan

banyak kata yang bersuku-kata tunggal (misalnya: ie artinya air dan u artinya

kelapa)

Dengan perkembangan zaman dan pendidikan nasional, maka bahasa

Indonesia sudah menjadi bahasa pergaulan di kota-kota seperti juga di seluruh

wilayah Indonesia lainnya. Juga karena pengaruh media televisi, maka cara

berbahasa kaum muda, khususnya di Banda Aceh, hampir serupa dengan bahasa

anak Jakarta, sekalipun masih terdengar logat khas Aceh.

KEJAYAAN MASA LAMPAU ACEH Untuk memahami masyarakat Aceh, kita perlu menengok sejenak kepada

sejarah yang selalu dibanggakan masyarakatnya. Oleh karena posisi geografis

yang amat strategis untuk perdagangan, Aceh pada zaman dahulu merupakan

negeri yang kosmopolitan, sehingga mereka banyak bersentuhan – dan juga bertikai

– dengan berbagai bangsa di dunia.

Kesultanan Aceh Darussalam mengalami masa keemasan pada

pemerintahan Sultan Iskandar Muda di abad ke-17. Aceh saat itu tidak hanya

dikenal di bumi Nusantara tetapi juga di kawasan Eropa dan Timur Tengah.

Mungkin hanya Aceh satu-satunya kerajaan di bumi Nusantara yang pada tahun

1600an sudah menjalin hubungan diplomatik dan perdagangan dengan Kerajaan

Turki, Kerajaan Belanda dan Kerajaan Inggris serta merupakan salah satu dari lima

kerajaan Islam terbesar di dunia, bersama dengan Kerajaan Isfahan (Iran),

Kerajaan Maroko, Kerajaan Agra (India), dan Kerajaan Turki. Pada tahun 1800an

Team Penanggulangan Masalah Kesehatan Jiwa Akibat Bencana di Aceh dan Sumatera Utara Edisi 26 Januari 2005

14

Page 15: Buku Panduan Bagi Petugas KEsehatan MEntal

Aceh sudah mempunyai perwakilan diplomatik (duta besar) di Turki, Penang dan

Singapura.

Masyarakat Aceh juga bangga dengan kenyataan bahwa kedudukan

perempuan jauh lebih tinggi dibandingkan saudara-saudaranya yang lain di bumi

Nusantara. Dalam pelajaran sejarah di SD/SMP dulu kita sudah sering mendengar

nama Cut Nyak Dien dan Cut Meutia, dua srikandi Aceh yang berjuang melawan

Belanda. Akan tetapi berapa di antara kita yang kenal nama Malahayati, Meurah

Ganti, atau Cut Meurah Inseuen yang hidup dua abad sebelum Cut Nyak Dien?

Malahayati adalah laksamana perempuan pada abad ke-17 yang memimpin armada

perempuan Inong Bale 3, sedangkan Laksamana Meurah Ganti dan Laksamana

Muda Cut Meurah Inseuen adalah dua perempuan yang memimpin pasukan

pengawal istana Sultan. Kesultanan Aceh adalah satu-satunya kerajaan Islam di

dunia yang pernah diperintah oleh lima orang Sultanah (Ratu)4. Aceh juga pernah

mempunyai beberapa uleebalang (semacam bupati) perempuan, pasukan pengawal

istana yang perempuan, dan majelis mahkamah rakyat (semacam parlemen) yang

25% anggotanya adalah perempuan

Tradisi juga menentukan bahwa orangtua berkewajiban membangun rumah

bagi anak perempuan, dan suamilah yang nantinya akan pindah ke rumah isteri.

Perempuan adalah pemilik rumah, dan bila terjadi perceraian, maka perempuan

tetap menjadi tiang rumah tangga dan kepala keluarga. Tentu dengan

perkembangan zaman, sudah terjadi sedikit perubahan, apalagi kini banyak suami-

isteri yang pergi merantau bersama-sama. Namun secara garis besar dapat

dikatakan bahwa oleh karena kedudukan sosial-politik yang cukup tinggi, maka

perempuan Aceh dikenal tegar dalam menghadapi situasi seburuk apapun.

3 Nama Inong Bale kini dipakai kembali oleh GAM dan sering disalah-artikan media massa sebagai pasukan janda GAM. Padahal nama itu punya nilai historis tertentu bagi perempuan Aceh, terlepas dari apakah dia pro atau kontra GAM. 4 Nihrasiyah Rawa Khadiyu (1410-1440), Tajul Alam Safiatuddin (1641-1675), Nurul Aam Naqiatuddin (1675-1678), Zakiatuddin Inayat Syah (1678-1688), dan Kamalat Syah (1688-1699)

Team Penanggulangan Masalah Kesehatan Jiwa Akibat Bencana di Aceh dan Sumatera Utara Edisi 26 Januari 2005

15

Page 16: Buku Panduan Bagi Petugas KEsehatan MEntal

PERUBAHAN SOSIAL DAN PENGHANCURAN PERADABAN

Masyarakat Aceh mempunyai harga diri yang cukup tinggi, dan bagi orang

luar, terkadang diartikan sebagai keangkuhan atau kesombongan5. Belum pernah

ada analisis psikologis mengenai kerpribadian manusia Aceh, namun sejarah

menunjukkan betapa besarnya harga diri masyarakat Aceh dalam mempertahankan

wilayah dan budayanya.

Seperti yang sudah dikatakan di atas, Aceh sudah sejak dahulu bersentuhan

dengan bangsa-bangsa lain, dan dalam persentuhan itu hampir selalu terjadi usaha

penghancuran budaya yang dikategorikan Rani Usman (2003) menjadi beberapa

babak.

Penghancuran babak pertama adalah ketika Portugis berusaha menaklukkan

bangsa Aceh melalui perang bertahun-tahun di abad ke-17. Perang diakhiri dengan

kemenangan di pihak Aceh, namun Aceh porak poranda. Penghancuran babak

kedua adalah ketika Belanda mengumumkan perang tahun 1873, dan ini merupakan

perang terlama dan yang paling merugikan bagi pemerintah Hindia-Belanda, namun

juga membuat masyarakat Aceh kehilangan puluhan ribu jiwa. Di wilayah Aceh

Besar, tiga perempat penduduknya gugur. Tahun 1904 Belanda berhasil menangkap

Sultan, dan de facto menguasai kota Banda Aceh, namun rakyat Aceh tetap percaya

bahwa wilayah lain di Nanggroe Aceh Darussalam tidak pernah terjajah oleh

Belanda.

Usaha penghancuran peradaban yang berikutnya adalah ketika Jepang

masuk dan memaksa orang Aceh melakukan hal yang bukan adatnya, seperti

menyembah matahari (penghancuran babak ketiga) dan pada waktu revolusi

melawan Belanda (penghancuran babak keempat). Berkaitan dengan revolusi, hal

yang selalu dibanggakan masyarakat Aceh adalah bahwa mereka memilih untuk

bergabung dengan Republik Indonesia. Masyarakat Aceh dengan sukarela

mengumpulkan dana sebanyak-banyaknya untuk membiayai perjuangan revolusi RI,

5 Sudah ada laporan anekdotal bahwa ada korban selamat tsunami yang menolak menerima sumbangan pakaian bekas, karena gengsi. Atau mereka menolak sumbangan makan roti kering, walaupun kelaparan, karena menurut mereka orang Aceh hanya mau makan nasi.

Team Penanggulangan Masalah Kesehatan Jiwa Akibat Bencana di Aceh dan Sumatera Utara Edisi 26 Januari 2005

16

Page 17: Buku Panduan Bagi Petugas KEsehatan MEntal

termasuk membeli pesawat dengan nama Seulawah6 yang menjadi cikal-bakal

Garuda Indonesia.

Di zaman Republik Indonesia pun masih banyak peristiwa yang dianggap

melemahkan dan sekaligus menguatkan masyarakat Aceh, yaitu; peristiwa Cumbok

di tahun 1946, ketika terjadi perang saudara antara kaum bangsawan dan kaum

ulama (penghancuran kelima); dan peristiwa Darul Islam yang merupakan konflik

antara pemerintah pusat dan daerah tahun 1950an (penghancuran keenam). Pada

semua peristiwa penghancuran tadi, ribuan masyarakat Aceh terbunuh.

Kisah-kisah seperti inilah yang senantiasa bertengger dalam kesadaran

kolektif masyarakat Aceh sebagai kepahitan yang takkan pernah hilang. Sastra Aceh

hampir selalu menceritakan peperangan dengan upaya mempertahankan bangsa

atau masyarakat yang bermartabat. Nyanyian ibu Aceh kepada anaknya Do Do Da

Idi7) pun bertutur tentang peperangan, dan harapan bila sang anak besar nanti, dia

akan menjadi pejuang bagi nanggroe.

KETAKUTAN KOLEKTIF Berhenti sampai di situkah sejarah penderitaan masyarakat Aceh? Ternyata

penghancuran babak-babak berikutnya masih terus berlangsung. Pada masa orde

baru 1970an, sumberdaya alam Aceh mulai dimanfaatkan sebagai devisa Republik

Indonesia, dengan pembangunan industri gas dan minyak di Lhokseumawe.

Namun meskipun pembangunan berjalan pesat, hanya 1% hasilnya itu

diperuntukkan bagi Aceh. Di sekitar kawasan industri yang gemerlapan, terdapat

pemukiman kumuh, jalan tak beraspal, serta tidak ada sekolah dan rumah sakit yang

memadai bagi masyarakat. Akibat ketidakadilan, ketidakmerataan dan

kecemburuan sosial, muncullah gejolak Aceh Merdeka di tahun 1976. Semakin

kuatlah stereotip bahwa orang Aceh itu keras, tidak bersahabat, garang, bodoh, dan

penuh tipu muslihat.

6 Pada masa Presiden Megawati, nama Seulawah dibangkitkan kembali. Pemerintah daerah NAD memiliki maskapai penerbangan dengan nama Seulawah NAD Air; namun maskapai itu bangkrut dengan cepat karena manajemen yang buruk. 7 Ini adalah sebuah dendang nina-bobok dalam bahasa Aceh, yang sering diperdengarkan sebagai musik latarbelakang dalam acara Indonesia Menangis di Metro TV pada hari-hari pertama setelah bencana tsunami.

Team Penanggulangan Masalah Kesehatan Jiwa Akibat Bencana di Aceh dan Sumatera Utara Edisi 26 Januari 2005

17

Page 18: Buku Panduan Bagi Petugas KEsehatan MEntal

Gejolak yang merupakan konflik antara masyarakat Aceh dan pemerintah

pusat – dan terkadang pula antar masyarakat Aceh sendiri – berlangsung terus di

masa Orde Baru. Oleh karena media massa saat itu tersensor dengan ketat,

masyarakat di luar Aceh sering tidak tahu apa yang terjadi di sana.

Ketidak-tenteraman hidup masyarakat Aceh semakin menjadi ketika

pemerintah RI memberlakukan Aceh sebagai daerah operasi militer (DOM) di tahun

1989 untuk menumpas Gerakan Pengacau Keamanan – GPK (sebutan orde baru

untuk GAM). Inilah penderitaan yang tidak akan pernah terlupakan oleh masyarakat

Aceh: pengolok-olokan, kekerasan, kebrutalan, penyiksaan, penganiayaan,

pemerkosaan, pembunuhan, penculikan dan pembantaian terjadi di mana-mana di

Aceh. Warga Aceh dibuat tidak berkutik. Berbagai pelanggaran HAM terjadi,

terutama di daerah Aceh Timur, Utara dan Pidie, namun jarang diberitakan.

Masyarakat tidak leluasa pergi ke laut, sawah atau ladang. Ekonomi,

pendidikan, kegiatan sosial menjadi macet. Mereka takut berhadapan dengan ABRI

(sebutan untuk TNI saat itu). Orang satu takut berbicara kepada orang lain, karena

tidak jelas siapa yang GPK dan siapa yang bukan. Bila kita mengadakan kontak

dengan orang yang dituduh GPK, maka dia pun akan dituduh sebagai sekutu. Suami

kehilangan isteri, isteri kehilangan suami. Anak kehilangan orangtua, orangtua

kehilangan anak. Banyak anak kecil menyaksikan sendiri ayahnya dianiaya dan

ditembak, atau ibunya diperkosa dan dibunuh, atau abang dan kakaknya disiksa dan

ditangkap. Banyak perempuan hamil yang keguguran karena goncang jiwanya dan

konon angka penyakit jiwa tertinggi di Indonesia adalah di Aceh.

Akibat DOM masyarakat Aceh mengalami trauma berkepanjangan, karena

ribuan anggota masyarakat mati tanpa pengadilan, tanpa kejelasan. Ketakutan yang

mereka miliki adalah bahwa ‘bangsa Aceh akan dihabiskan’ (genocide). Kecemasan

dan ketakutan yang sangat membekas membawa luka yang sangat mendalam,

karena banyak korban tokoh masyarakat, ulama, cendikiawan, mahasiswa dan

perempuan.

Dengan tumbangnya Orde Baru pada 1998, DOM dicabut. Pelanggaran HAM

mulai lebih terbuka dibicarakan. Masyarakat Aceh mengharapkan perhatian bangsa.

Namun kekerasan dan pembunuhan tidak hilang, bahkan semakin merajalela.

Akibatnya simpati pada Gerakan Aceh Merdeka yang tadinya hanya di wilayah-

Team Penanggulangan Masalah Kesehatan Jiwa Akibat Bencana di Aceh dan Sumatera Utara Edisi 26 Januari 2005

18

Page 19: Buku Panduan Bagi Petugas KEsehatan MEntal

wilayah tertentu kini menyebar ke hampir seluruh provinsi. Sebagian masyarakat

menuntut adanya referendum seperti di Timor Timur, atau dipercepatnya otonomi

daerah atau pembentukan negara federal.

Namun perjuangan GAM yang dulu adalah menuntut keadilan bagi Aceh,

semakin lama berubah menjadi hantu bagi masyarakat Aceh itu sendiri, oleh karena

ulah GAM yang meneror rakyat. Rakyat semakin takut akan dua pihak yang bertikai

ini, seperti kata pepatah, gajah lawan gajah, pelanduk mati di tengah-tengah.

Ketakutan demi ketakutan yang terus-menerus dialami masyarakat Aceh ini sudah

terbentuk menjadi trauma kolektif yang sulit dihapuskan.

Seperti kita semua ketahui, pada 26 Desember 2004 hampir seluruh

Nanggroe Aceh Darussalam, negeri yang didambakan sebagai rumah damai, telah

porak-poranda oleh tsunami. Bencana yang seakan menjadi puncak segala derita

menimbulkan ketakutan kolektif yang jauh lebih mendalam : akan punahkah bangsa

Aceh?. Ini juga yang sebenarnya mendasari ketakutan masyarakat dengan adopsi

bayi. Sekalipun debat yang muncul di media adalah isu anak akan diadopsi oleh

keluarga berbeda iman, namun ketakutan yang lebih mendalam adalah tercabutnya

si anak dari akar budaya Aceh. Bila satu generasi anak Aceh diangkat keluarga

berbeda budaya (sekalipun seagama), berarti punah sudah negeri dan peradaban

Aceh.

Team Penanggulangan Masalah Kesehatan Jiwa Akibat Bencana di Aceh dan Sumatera Utara Edisi 26 Januari 2005

19

Page 20: Buku Panduan Bagi Petugas KEsehatan MEntal

BAB 2. BENCANA, FASE DAN DAMPAK YANG DITIMBULKANNYA

A. PENGERTIAN BENCANA

Menurut WHO, bencana adalah:

“Peristiwa/kejadian pada suatu daerah yang mengakibatkan kerusakan

ekologi, kerugian pada kehidupan manusia, serta memburuknya kesehatan

dan pelayanan kesehatan yang bermakna, sehingga memerlukan bantuan

luar biasa dari pihak lain”.

Sedangkan UNHCR mendefinisikan bencana sebagai:

“Peristiwa/kejadian berbahaya pada suatu daerah yang mengakibatkan

kerugian dan penderitaan manusia serta kerugian material yang hebat”.

Pengertian lain mengenai bencana dikemukakan oleh Bakornas-PBB, yaitu:

“Suatu kejadian yang terjadi secara alami ataupun yang disebabkan oleh ulah

manusia, yang terjadi secara mendadak maupun berangsur-angsur, dan

menimbulkan akibat yang merugikan sehingga masyarakat dipaksa untuk

melakukan tindakan penanggulangan”.

B. FASE-FASE REAKSI TERHADAP STRES YANG TRAUMATIS TERHADAP BENCANA

Masyarakat yang menjadi korban dari suatu bencana cenderung memiliki

masalah penyesuaian perilaku dan emosional. Beban sangat berat yang dihadapi

oleh korban dapat mengubah pandangan mereka tentang kehidupan dan

menyebabkan tekanan pada jiwa mereka. Intensitas dari tekanan ini akan berkurang

sejalan dengan berlalunya waktu. Namun seberapa cepat kondisi mental korban

akan membaik, sangat dipengaruhi oleh apa yang terjadi pada mereka dan

bagaimana pemahaman mereka mengenai kejadian tersebut.

Team Penanggulangan Masalah Kesehatan Jiwa Akibat Bencana di Aceh dan Sumatera Utara Edisi 26 Januari 2005

20

Page 21: Buku Panduan Bagi Petugas KEsehatan MEntal

Beberapa riset yang dilakukan sehubungan dengan bencana menunjukkan

bahwa reaksi terhadap kejadian tersebut dapat dikelompokkan ke dalam beberapa

fase.

1. FASE YANG SANGAT BERPENGARUH (IMPACT PHASE)

Periode ini biasanya muncul pada saat terjadinya bencana dan

beberapa waktu setelahnya. Beberapa pihak menyebut fase ini sebagai

Heroic Phase, di mana orang-orang tergerak untuk melakukan tindakan untuk

menyelamatkan diri, orang lain, dan harta benda yang dimiliki. Energi yang

sangat besar dicurahkan untuk menolong orang lain. Ini adalah reaksi yang

sangat alami dan mendasar. Berbagai bentuk perilaku sehubungan dengan

hal ini mungkin terjadi. Reaksi ini harus dipahami dengan baik pada periode

setelah terjadinya bencana (post-disaster period), karena pada periode ini

orang biasanya mulai mengevaluasi apa yang mereka lakukan pada saat

terjadinya bencana dan menilai bahwa tindakan mereka pada saat itu tidak

sesuai dengan harapan diri sendiri dan orang lain tentang apa yang

seharusnya dilakukan.

Pada fase ini, biasanya korban selamat menunjukkan perilaku

tertegun, bengong, tampak tidak acuh, lesu, bingung, tidak terarah

(disorganized), dan mungkin tidak mampu untuk melindungi diri sendiri.

Perilaku yang tidak terarah dan apatis tersebut dapat bersifat sementara

waktu saja, namun bisa berlanjut hingga ke periode setelah bencana (post-

disaster period) yang menunjukkan terjadinya distorsi kognitif pada korban

selamat. Distorsi ini dapat dipicu oleh sumber-sumber stres yang

mempengaruhi:

• Keselamatan jiwa dan persinggungan dengan kematian

• Perasaan tidak tertolong dan tidak berdaya

• Kehilangan (orang yang dicintai, rumah, harta benda)

• Terpisah dari asal/dislocation (terpisah dari orang-orang yang dicintai,

rumah, keluarga, tempat-tempat yang familiar, komunitas, tetangga)

Team Penanggulangan Masalah Kesehatan Jiwa Akibat Bencana di Aceh dan Sumatera Utara Edisi 26 Januari 2005

21

Page 22: Buku Panduan Bagi Petugas KEsehatan MEntal

• Perasaan bertanggung jawab (perasaan bahwa seharusnya bisa

melakukan lebih)

• Rasa takut yang amat sangat (disebabkan karena terjebak, disiksa)

• Rasa benci kepada manusia (sangat sulit untuk menghadapi suatu

bencana jika hal itu dipandang sebagai hasil dari perilaku manusia)

2. FASE PASCA BENCANA (IMMEDIATE POSTDISASTER PHASE)

Fase ini biasanya dimulai satu minggu setelah terjadinya bencana dan

bisa berlangsung hingga 6 bulan. Mereka yang selamat memiliki perasaan

senasib dengan korban selamat lainnya setelah mengalami kejadian yang

sangat menakutkan. Mereka juga merasakan dukungan dan bantuan dari

berbagai pihak yang menjanjikan bantuan. Proses pembersihan lokasi

bencana dan penyelamatan, disertai dengan harapan bahwa bantuan yang

lebih banyak akan segera diberikan.

Tahap awal masalah kesehatan mental mulai muncul pada fase ini, di

mana korban selamat menunjukkan kebingungan, tegang, tertegun, atau

sangat gelisah. Reaksi emosional sangat bervariasi dan dipengaruhi oleh

persepsi individu dan pengalaman mereka terhadap hal-hal yang sudah

disebutkan sebelumnya (stressor). Aktivitas penyelamatan yang terjadi pada

fase ini mungkin menunda munculnya reaksi-reaksi emosional, dan bisa saja

baru muncul ketika tahap pemulihan (recovery phase) berjalan. Reaksi-reaksi

tersebut adalah:

• Mati rasa (Numbness)

• Penyangkalan, terkejut, terguncang (Denial or shock)

• Kilas balik dan mimpi buruk (Flashbacks and nightmares)

• Reaksi duka akibat rasa kehilangan

• Marah

• Putus asa, kehilangan harapan (Despair)

• Sedih

• Tidak berdaya, tidak tertolong (Hopelessness)

Team Penanggulangan Masalah Kesehatan Jiwa Akibat Bencana di Aceh dan Sumatera Utara Edisi 26 Januari 2005

22

Page 23: Buku Panduan Bagi Petugas KEsehatan MEntal

Sebaliknya, rasa lega dan rasa terselamatkan dapat mengarah pada

perasaan gembira, yang sulit untuk diterima saat dihadapkan pada kerusakan

yang telah ditimbulkan oleh bencana.

3. FASE KEKECEWAAN DAN PEMULIHAN (DISSILLUSIONMENT & RECOVERY)

Fase ini adalah periode panjang penyesuaikan diri dan kembali ke

keseimbangan yang harus dihadapi masyarakat dan individu. Hal ini

disebabkan karena tahap penyelamatan sudah selesai dan masyarakat serta

individu menghadapi tugas untuk memperbaiki kehidupan dan aktivitasnya

sehingga kembali berjalan normal.

Periode ini sangat berhubungan dengan fase sebelumnya di mana ada

banyaknya perhatian dan bantuan yang tercurah kepada masyarakat korban

bencana. Namun, hal ini bisa disusul dengan fase kekecewaan ketika

bencana tersebut tidak lagi menjadi berita di halaman depan surat kabar, jika

janji-janji akan adanya bantuan tidak sesuai dengan harapan dan kenyataan,

bantuan-bantuan mulai berkurang, dan kenyataan akan adanya kehilangan,

batasan-batasan, dan perubahan akibat bencana harus dihadapi dan

dipecahkan.

Periode yang bisa berlangsung hingga dua tahun setelah kejadian ini,

ditandai dengan timbulnya rasa marah, benci, dan kecewa yang sangat

mendalam. Pihak-pihak luar (outside agencies) mungkin harus segera pergi

dan kelompok-kelompok lokal bisa melemah. Ada kemungkinan

berkurangnya komunitas bersama karena para korban berkonsentrasi untuk

memperbaiki kehidupannya sendiri. Masyarakat yang tertimpa bencana

mungkin akan merasa terisolasi dan timbul keributan serta perpecahan.

Pada tahap bahaya akut (acute danger), prioritas semua orang adalah

untuk keselamatan dan bertahan hidup. Ketika kebutuhan ini telah terpenuhi,

kebutuhan lain yang bersifat eksistensial dan psikologis muncul. Biasanya

kebutuhan tersebut dibiarkan menjadi berlarut-larut dan tidak terpenuhi dalam

jangka waktu yang lama. Tidak jarang, melalui media, program retribusi, atau

Team Penanggulangan Masalah Kesehatan Jiwa Akibat Bencana di Aceh dan Sumatera Utara Edisi 26 Januari 2005

23

Page 24: Buku Panduan Bagi Petugas KEsehatan MEntal

kekerasan yang berkelanjutan, masyarakat yang menjadi korban kembali

dihadapkan pada kejadian-kejadian traumatis berikutnya.

Hal yang sangat penting untuk diingat adalah bahwa kebutuhan

emosional adalah sangat signifikan, khususnya bagi mereka yang sudah

sangat dipengaruhi oleh kejadian bencana. Kebutuhan-kebutuhan tersebut

mungkin baru muncul pada fase ini. Korban selamat mungkin saja enggan

untuk menunjukkan rasa tertekan, peduli, atau tidak puas, karena mereka

merasa bahwa seharusnya mereka bersyukur atas bantuan yang telah

diberikan atau merasa harus bersyukur karena mereka tidak lebih menderita

dibandingkan yang lain.

Harus dicatat bahwa kadang reaksi emosional dapat muncul dalam

bentuk gejala-gejala fisik, seperti gangguan tidur, masalah pada pencernaan,

dan rasa lelah yang berkepanjangan. Reaksi emosional juga dapat muncul

sebagai efek sosial seperti kesulitan-kesulitan dan hubungan dan pekerjaan.

C. DAMPAK YANG DITIMBULKAN BENCANA

Bencana yang terjadi pada suatu wilayah dapat berpengaruh terhadap

berbagai aspek kehidupan. Kerusakan dan kekacauan yang ditimbulkan oleh

bencana alam dapat menggetarkan nyali siapapun. Kerugian tidak saja berupa

kerugian materi tetapi juga berdampak pada kehidupan sosial dan psikologis warga

yang tertimpa bencana. Rasa tertekan, takut, dan duka yang dialami oleh

masyarakat yang mengalami bencana tentu sangat berpengaruh terhadap

kehidupan mereka selanjutnya.

Secara sosial, dampak terjadi biasanya berhubungan dengan pola hubungan

yang berubah karena kematian, perpisahan, pengisoliran, dan kehilangan lainnya.

Hancurnya keluarga dan komunitas, kerusakan pada nilai-nilai sosial, dan hancurnya

fasilitas dan layanan sosial merupakan beberapa contoh dampak bencana kepada

masyarakat yang mengalaminya.

Team Penanggulangan Masalah Kesehatan Jiwa Akibat Bencana di Aceh dan Sumatera Utara Edisi 26 Januari 2005

24

Page 25: Buku Panduan Bagi Petugas KEsehatan MEntal

Dampak sosial tersebut juga berhubungan erat dengan dampak ekonomi

karena banyak individu dan keluarga yang kehilangan materi dan kemampuan untuk

mencari nafkah dan kehilangan status sosial, posisi, dan peran dalam masyarakat.

Aspek lain yang sangat terpengaruh oleh adanya bencana adalah kondisi

psikologis masyarakat, yang berhubungan dengan kondisi emosi, tingkah laku, cara

berpikir, kemampuan mengingat, kemampuan belajar, persepsi, dan pemahaman

seseorang. Dampak psikologis dari suatu bencana dapat terbagi menjadi dua yaitu

dampak jangka pendek (gejala muncul pada periode 1 bulan setelah bencana), yaitu

Acute Stress Disorder (ASD) dan dampak jangka panjang (gejala muncul setelah 3

bulan hingga 1 tahun setelah bencana) yang biasa disebut Post Traumatic Stress

Disorder (PTSD).

Bencana gempa bumi dan tsunami yang melanda Nanggroe Aceh

Darussalam dan Sumatera Utara telah mengakibatkan lebih dari 100.000 orang

kehilangan nyawa, ratusan lainnya masih dinyatakan hilang, kehilangan rumah,

pekerjaan, dan harta benda yang telah dikumpulkan selama bertahun-tahun. Ribuan

orang terpisah dari keluarga dan sanak saudara yang dicintai. Kejadian ini telah

menimbulkan masalah kesehatan mental yang cukup serius pada para korban yang

selamat. Salah satu contoh betapa bencana telah sangat berpengaruh terhadap

korban adalah kisah yang menimpa seorang wartawan Serambi Mekkah, Bedu Saini

(38 tahun). Ayah dari 3 orang anak, 2 anak perempuan usia 6 dan 4 tahun dan 1

bayi usia 4 bulan. Di pagi itu sesaat setelah gempa, ia langsung mengarahkan

motornya ke pusat kota Banda Aceh walaupun sang istri memintanya untuk tetap

tinggal di rumah. Sesampainya di kawasan Simpang Lima, air sudah memenuhi

kawasan tersebut dan kepanikan sudah melanda kawasan pusat kota Banda Aceh

tersebut. Sesaat setelah mengabadikan suasana kalut, naluri sebagai seorang ayah

mendorongnya kembali ke rumah. Betapa hancur perasaannya ketika rumah yang

hanya dalam hitungan menit ditinggalkan sudah tidak lagi berbentuk bangunan. Ia

berlari ke sana kemari seperti orang kesetanan mencari keluarganya. Arus yang

mulai deras membuatnya semakin sulit bergerak dan dalam keputusasaan ia melihat

dua anak dan istrinya berpegangan di sebuah pagar rumah, si bayi sudah tidak lagi

terlihat. Dalam upayanya mendekati keluarganya sebuah air deras mengguyurnya

dan di depan matanya ia melihat anaknya yang tertua bergerak menjauh bersama

Team Penanggulangan Masalah Kesehatan Jiwa Akibat Bencana di Aceh dan Sumatera Utara Edisi 26 Januari 2005

25

Page 26: Buku Panduan Bagi Petugas KEsehatan MEntal

derasnya air. Terngiang dalam ingatannya jeritan anaknya yang berusia 4 tahun,

memintanya untuk menyelamatkan kakaknya. Sebagai seorang ayah ia merasa

gagal untuk menyelamatkan keluarganya ketika masih ada kesempatan, panggilan

tugas mengakibatkan hilangnya nyawa dua orang yang paling disayanginya. Hingga

saat ini ia masih mengalami rasa bersalah yang sangat besar dan ia tidak mampu

apabila harus mengambil gambar anak-anak yang mengingatkannya akan kedua

anaknya yang hingga saat ini jasadnya belum ditemukan.

Dampak Jangka Panjang dari Suatu Kejadian Traumatis Dampak dari suatu bencana atau kejadian yang traumatis berlangsung jauh

melebihi kehancuran yang ditimbulkan oleh kerusakan awal. Sama halnya dengan

banyaknya waktu yang dibutuhkan untuk membangun lagi bangunan-bangunan dan

infrastruktur, juga dibutuhkan waktu untuk berduka dan membangun kembali

kehidupan kita. Hidup mungkin tidak akan kembali normal dalam beberapa bulan,

bahkan tahun.

Bencana atau kejadian traumatis dapat berakibat sangat panjang dan

menyentuh begitu banyak aspek dalam kehidupan, membuat usaha untuk

membangun kembali kehidupan emosional korban selamat menjadi sangat sulit.

Namun demikian, terkadang hanya dengan mengetahui apa yang akan dihadapi,

apa yang dapat diharapkan, bisa membantu menghadapi perubahan dan kembali ke

kehidupan normal.

Team Penanggulangan Masalah Kesehatan Jiwa Akibat Bencana di Aceh dan Sumatera Utara Edisi 26 Januari 2005

26

Page 27: Buku Panduan Bagi Petugas KEsehatan MEntal

Beberapa situasi yang mungkin dihadapi oleh korban selamat dan

keluarganya adalah sebagai berikut:

1. Ketidakpastian dalam Kehidupan Pribadi

• Merasa ‘terkuras’ secara emosional dan kelelahan secara fisik adalah suatu

hal yang normal dan wajar.

• Kehilangan tempat tinggal, pekerjaan, usaha, atau penghasilan bisa berakibat

pada hilangnya rasa percaya diri.

• Masalah emosional yang belum terpecahkan dan sudah ada sebelum

terjadinya bencana dapat muncul kembali ke permukaan.

• Hari peringatan dari bencana atau kejadian traumatis bisa mengingatkan

akan kehilangan-kehilangan yang telah terjadi. Reaksi ini bisa dipicu oleh

tanggal terjadinya bencana dan mungkin akan sangat kuat pada peringatan 1

tahun terjadinya bencana.

2. Perubahan pada Hubungan dalam Keluarga

• Hubungan dengan anggota keluarga bisa menjadi tegang ketika emosi semua

orang meningkat, dan konflik dengan pasangan dan anggota keluarga yang

lain dapat meningkat.

• Ketika rumah hancur atau rusak, keluarga mungkin harus tinggal di tempat

penampungan sementara atau tinggal dengan keluarga atau teman. Hal ini

bisa mengarah pada kondisi yang sangat sesak (overcrowded) dan

meningkatkan ketegangan (tension).

• Anggota keluarga atau teman mungkin terpaksa harus pindah, dan hal ini

mengganggu hubungan dan sistem dukungan (support system) yang

biasanya ada.

• Orangtua secara fisik atau emosional mungkin tidak bisa hadir untuk anak-

anak mereka akibat bencana yang terjadi, karena mereka sibuk

membersihkan, atau disibukkan dan ditekan oleh kesulitan-kesulitan yang

timbul sehubungan dengan bencana yang terjadi.

• Orangtua menjadi terlalu melindungi (overprotective) kepada anak-anaknya

dan keamanan mereka.

Team Penanggulangan Masalah Kesehatan Jiwa Akibat Bencana di Aceh dan Sumatera Utara Edisi 26 Januari 2005

27

Page 28: Buku Panduan Bagi Petugas KEsehatan MEntal

• Anak-anak mungkin diharapkan untuk mengambil alih banyak tugas-tugas

orang dewasa, seperti mengawasi adik-adiknya, membantu dalam kegiatan

membersihkan lingkungan, mengurangi waktu bersama teman atau waktu

untuk ikut serta dalam aktivitas rutin.

3. Masalah dalam Pekerjaan

• Rasa lelah dan meningkatnya ketegangan yang diakibatkan oleh masalah

pribadi dapat mengarah pada kinerja yang buruk.

• Konflik dengan teman kerja bisa meningkat, sehubungan dengan

meningkatnya tekanan.

• Perusahaan atau tempat kerja mungkin terpaksa mengurangi karyawan, atau

jam kerja dan gaji mungkin harus dipotong/dikurangi.

• Perjalanan sehari-hari atau cara-cara bepergian mungkin berubah

sehubungan dengan hilangnya kendaraan atau pembangunan jalan.

4. Keresahan secara Finansial

• Mereka yang mengalami masalah dalam pekerjaannya mungkin tidak mampu

untuk kembali ke standar kehidupan mereka sebelumnya, dan hal ini bisa

mengarah pada permasalahan keuangan dan tidak terbayarnya biaya-biaya.

Team Penanggulangan Masalah Kesehatan Jiwa Akibat Bencana di Aceh dan Sumatera Utara Edisi 26 Januari 2005

28

Page 29: Buku Panduan Bagi Petugas KEsehatan MEntal

BAB 3. RELAWAN

Pada bagian ini akan dijelaskan tentang definisi relawan, jenis-jenisnya, hal-

hal umum yang harus diperhatikan dalam berinteraksi dengan korban selamat,

syarat-syarat umum untuk menjadi relawan, persiapan yang harus dilakukan oleh

relawan, dan masalah-masalah kesehatan mental yang mungkin dihadapi oleh

relawan (vicarious trauma).

A. DEFINISI RELAWAN

Seorang relawan adalah seseorang yang berniat untuk membantu orang-

orang dan komunitas yang membutuhkan bantuan, termotivasi oleh kehendak

bebasnya sendiri, bukan atas keinginan untuk mendapatkan keuntungan berupa

harta atau benda maupun tekanan eksternal politis, ekonomi atau sosial

(International Forum of Red Cross and Red Crescent Societies Volunteering Policy).

B. JENIS-JENIS RELAWAN (Menurut American Red Cross)

1. PELAYANAN LANGSUNG (DIRECT SERVICE)

1. Pelayanan Kesehatan Akibat Bencana (Disaster Health Services)

• Memberikan pelayanan kesehatan darurat dan pencegahan kepada

orang-orang yang terkena bencana dan kepada petugas yang

memberikan bantuan saat bencana.

• Memberikan pelayanan dan bantuan kesehatan untuk mengurangi

penyakit, cedera dan kematian yang diakibatkan oleh bencana.

• Memberikan bantuan untuk orang-orang yang mempunyai kebutuhan

pelayanan kesehatan yang berkaitan dengan bencana.

• Memberikan bantuan kepada korban selamat untuk mencari sumber daya

untuk memenuhi kebutuhan finansial yang berkaitan dengan kesehatan.

Team Penanggulangan Masalah Kesehatan Jiwa Akibat Bencana di Aceh dan Sumatera Utara Edisi 26 Januari 2005

29

Page 30: Buku Panduan Bagi Petugas KEsehatan MEntal

• Bila diperlukan, memberikan bantuan keuangan kepada yang

membutuhkan pelayanan medis.

2. Pelayanan Kesehatan Mental Terkait dengan Bencana (Disaster Mental Health

Services)

• Memberikan pelayanan kesehatan mental darurat dan pencegahan

kepada orang-orang yang terkena bencana dan petugas yang bertugas

dalam operasi pemulihan setelah bencana serta keluarga mereka;

pelayanan meliputi pengetahuan mengenai hal-hal yang menyebabkan

stres dan akibatnya, metode-metode untuk coping (bertahan) dan

pemberian saran, intervensi krisis, dan pelayanan referal (perujukan)

kepada pihak-pihak yang berkompeten untuk memberikan pelayanan

kesehatan mental.

3. Pengumpulan Data mengenai Bantuan yang Terkait dengan Bencana (Disaster

Welfare Inquiry)

• Memberikan respon terhadap pertanyaan mengenai kesehatan dan

keadaan individu serta keluarganya yang berada di daerah bencana.

• Mengumpulkan informasi mengenai orang-orang tersebut.

• Menyediakan pelayanan yang membuka jalan untuk mempertemukan

kembali anggota keluarga korban bencana

• Mengumpulkan dan menyusun informasi mengenai bantuan-bantuan

yang dibutuhkan.

4. Pelayanan Keluarga (Family Services)

• Bantuan Darurat menyediakan bantuan perorangan pada tempat-tempat

pemberian bantuan dan lewat outreach, dengan merujuk kepada

pemerintah dan/atau agen-agen yang bersedia lewat distribusi atau

bantuan financial.

• Bantuan Tambahan membantu klien merencanakan pemulihan mereka

dengan menggunakan sumber daya pribadi, komunitas dan pemerintah

Team Penanggulangan Masalah Kesehatan Jiwa Akibat Bencana di Aceh dan Sumatera Utara Edisi 26 Januari 2005

30

Page 31: Buku Panduan Bagi Petugas KEsehatan MEntal

yang sesuai. Pembangunan dan Perbaikan menyediakan bimbingan

teknis tentang perbaikan atau rekonstruksi bangunan dan menjaga

hubungan dengan kontraktor-kontraktor yang menyediakan pelayanan ini

kepada operasi pemulihan.

5. Pelayanan Masal (Mass Care)

• Menyediakan fasilitas berupa tempat pengungsian, pemberian pangan

kepada korban selamat dan petugas darurat di daerah bencana, dan

distribusi suplai dan komoditas untuk orang-orang yang terkena bencana.

1. Akuntansi

• Menangani aspek finansial dari kegiatan pemulihan.

• Menerima dan menyiapkan dana untuk memenuhi kebutuhan pembiayaan

yang menyangkut kegiatan pemulihan.

2. Komunikasi

• Membangun dan memelihara sistem komunikasi untuk kegiatan

pemulihan, termasuk telepon, sambungan nirkabel (radio), radio dua arah,

satelit dan sistem-sistem lain, dan bertugas sebagai penghubung dengan

agen-agen atau organisasi yang menyediakan pelayanan semacamnya.

3. Pengukuran Kerusakan (Damage Assessment)

• Menetapkan besarnya cakupan dan tingkat kerusakan di wilayah yang

terkena bencana.

• Membuat dan mendistribusikan peta-peta serta data statistik yang

berkaitan dengan kondisi demografi populasi pasca bencana dan

kerusakan yang terjadi.

(INTERNAL SUPPORT SERVICE) 2. PELAYANAN PENYANGGA INTERNAL

Team Penanggulangan Masalah Kesehatan Jiwa Akibat Bencana di Aceh dan Sumatera Utara Edisi 26 Januari 2005

31

Page 32: Buku Panduan Bagi Petugas KEsehatan MEntal

4. Komputerisasi (Disaster Computer Operations)

• Membangun sistem peralatan otomatis untuk kegiatan pemulihan,

menyediakan perangkat keras (hardware), perangkat lunak (software) dan

bantuan teknis untuk staf yang menggunakan sistem tersebut.

5. Relawan Lokal

• Merekrut, menempatkan, memelihara, mengatur, memberi dukungan dan

mengenali semua relawan yang berhubungan dengan unit-unit terkait dan

membantu kegiatan pemulihan.

6. Logistik

• Mendapatkan materi dan pelayanan lewat pengadaan atau sumbangan.

• Menyimpan dan membagikan bantuan dan peralatan yang akan digunakan

dalam kegiatan pemulihan.

• Menyediakan transportasi yang dibutuhkan.

• Mendapatkan dan memelihara materi dan peralatan.

7. Pencatatan & Pelaporan

• Mengontrol dan memproses Disbursing Orders.

• Menyimpan arsip-arsip yang berhubungan dengan Registrasi Bencana dan

Catatan Kasus.

• Membuat kompilasi data statistik berkaitan dengan kegiatan pemulihan.

8. Staffing

• Merekrut, menetapkan, mengadministrasikan, mendukung dan mengenali

staf yang digaji dan relawan (tidak digaji) --yang berasal dari luar daerah

bencana-- yang ditugaskan untuk melaksanakan kegiatan pemulihan.

Team Penanggulangan Masalah Kesehatan Jiwa Akibat Bencana di Aceh dan Sumatera Utara Edisi 26 Januari 2005

32

Page 33: Buku Panduan Bagi Petugas KEsehatan MEntal

9. Pelatihan

• Memberikan orientasi kepada semua staf yang ditugaskan untuk kegiatan

pemulihan dan menyediakan pelatihan operasional, pelatihan mobilisasi,

kursus pelayanan bencana, dan/atau pelatihan pembangunan fasilitas

yang dibutuhkan untuk membantu kegiatan pemulihan.

. 1. Penggalangan Dana

• Membantu dan/atau mengkoordinasi strategi penggalangan dana secara

lokal dan/atau nasional untuk menambah pembiayaan kegiatan pemulihan.

2. Chapter Liasion

• Membina dan menjaga hubungan kerja yang efektif dengan unit-unit dalam

daerah bencana.

3. Penghubung Pemerintah

• Membina dan menjaga hubungan dengan unit-unit pemerintahan setempat

dan pemerintahan pusat.

4. Human Relations Liaison

• Membina dan menjaga hubungan antar segmen komunitas yang ada di

masyarakat korban bencana, misalnya kelompok ras/etnis, orang-orang

penyandang cacat, warga senior, dan tingkat sosial-ekonomi yang

berbeda, untuk memperbaiki pelayanan terhadap setiap segmen tersebut.

(EXTERNAL SUPPORT SERVICE) 3. PELAYANAN PENYANGGA EKSTERNAL

Team Penanggulangan Masalah Kesehatan Jiwa Akibat Bencana di Aceh dan Sumatera Utara Edisi 26 Januari 2005

33

Page 34: Buku Panduan Bagi Petugas KEsehatan MEntal

5. Labor Liaison

• Membina dan memelihara hubungan dengan para pekerja yang terkena

bencana; mengadakan kontak dengan organisasi atau perusahaan yang

mempekerjakan mereka untuk mendata pekerjanya yang terkena bencana.

• Mengenali potensi dari para pekerja yang selamat dan perusahaan-

perusahaan yang mempekerjakan mereka sehubungan dengan kegiatan

pemulihan.

6. Penghubung Agen-agen Relawan

• Membina dan menjaga hubungan dengan organisasi-organisasi lain termasuk

organisasi-organisasi nasional, komponen-komponen lokal dari organisasi-

organisasi nasional, organisasi-organisasi komunitas, dan kelompok-kelompok

ad hoc yang terlibat dalam respon bencana. Hal ini ditujukan untuk

membangun kerjasama dan mengkoordinasikan rekrutmen sumber

daya/relawan serta kegiatan pemulihan yang dilakukan oleh setiap organisasi

yang terlibat.

7. Public Affairs

• Memberikan informasi mengenai pelayanan yang tersedia untuk korban

selamat, memberikan informasi kepada masyarakat luas tentang pemulihan

dari bencana, menjalankan tugas sebagai penghubung dengan semua media,

dan menyediakan bantuan berkaitan dengan urusan publik (general public

affairs) sehubungan dengan kegiatan pemulihan.

Team Penanggulangan Masalah Kesehatan Jiwa Akibat Bencana di Aceh dan Sumatera Utara Edisi 26 Januari 2005

34

Page 35: Buku Panduan Bagi Petugas KEsehatan MEntal

C. HAL-HAL UMUM YANG HARUS DIPERHATIKAN DALAM BERINTERAKSI DENGAN SURVIVOR

Sikap dasar yang harus dimiliki oleh relawan, khususnya dalam berinteraksi

dengan korban selamat:

1. Ucapkan assalamu‘alaikum ketika mendatangi komunitas masyarakat Aceh.

2. Hormati para korban selamat dan bina hubungan yang baik dengan mereka.

3. Tunjukkan empati terhadap para korban selamat.

4. Bersikaplah senyaman mungkin di hadapan mereka dan jaga situasi yang

nyaman ketika berinteraksi dengan korban selamat.

5. Siap menjadi pendengar yang baik dan aktif.

6. Gunakan humor pada tempatnya, jangan berlebihan.

7. Percaya diri.

8. Kreatif.

9. Tempatkan diri sesuai dengan posisi, yaitu sebagai petugas yang membantu

orang lain dalam mengatasi masalah sesuai dengan kondisi dan situasi

orang yang dibantu.

10. Berpandangan luas, memahami berbagai pandangan yang mungkin saja

berbeda dengan pendapatnya sendiri, tidak terpusat pada dirinya sendiri

dalam berinteraksi dengan orang yang dibantu.

11. Mempunyai pengetahuan yang cukup tentang hal yang dibicarakan.

12. Bersikap luwes, tidak kaku.

13. Peduli dan berminat membantu orang lain.

14. Bersikap apa adanya dan jujur.

15. Sabar, tenang, dan mampu menghadapi berbagai reaksi korban selamat

yang masih anak-anak, seperti reaksi marah, sedih, cemas, menunjukkan

sikap bermusuhan, agresif, tidak mau mengikuti aturan, mengasihani diri

sendiri, dan lain sebagainya.

16. Menumbuhkan semangat dan meyakinkan orang yang dibantu bahwa dia

masih punya harapan, apapun kesulitan yang dihadapinya.

Team Penanggulangan Masalah Kesehatan Jiwa Akibat Bencana di Aceh dan Sumatera Utara Edisi 26 Januari 2005

35

Page 36: Buku Panduan Bagi Petugas KEsehatan MEntal

D. SYARAT-SYARAT UMUM UNTUK MENJADI RELAWAN

1. Sehat lahir dan batin, tidak memiliki masalah kesehatan, baik fisik maupun

mental.

2. Mempunyai bekal pengetahuan yang cukup tentang bekerja di lapangan.

3. Menunjukkan komitmen pada tugasnya.

4. Dapat bekerja sama dalam tim.

5. Dapat berkomunikasi dengan baik.

6. Dapat bekerja di bawah tekanan.

7. Dapat mengambil inisiatif.

8. Nyaman berada di antara orang-orang yang berbeda dengan dirinya.

9. Dapat bersikap netral, memisahkan kepercayaan pribadi, agama dan politik

dari peran sebagai relawan.

10. Fleksibel.

E. PERSIAPAN YANG SEBAIKNYA DILAKUKAN RELAWAN & HAL-HAL YANG SEBAIKNYA DILAKUKAN DI LOKASI

Persiapan yang sebaiknya dilakukan relawan:

• Carilah informasi sebanyak-banyaknya mengenai kebudayaan dan kebiasaan

setempat.

• Persiapkan mental untuk menghadapi keadaan yang paling buruk.

• Persiapkan segala keperluan pribadi seefisien mungkin.

• Persiapkan obat-obatan pribadi.

Hal-hal yang sebaiknya dilakukan relawan di lokasi untuk menjaga kondisi:

• Makan teratur.

• Usahakan makan makanan yang bergizi.

• Makan vitamin dan suplemen lainnya jika dibutuhkan.

• Olahraga ringan setiap pagi.

Team Penanggulangan Masalah Kesehatan Jiwa Akibat Bencana di Aceh dan Sumatera Utara Edisi 26 Januari 2005

36

Page 37: Buku Panduan Bagi Petugas KEsehatan MEntal

• Segera pergi ke tenaga medis atau minum obat begitu ada tanda-tanda sakit.

• Istirahat yang cukup.

• Tulis jurnal/buku harian.

• Sempatkan membaca bacaan ringan (bawalah beberapa buku ringan

kesukaan anda).

• Habiskan waktu luang dengan teman-teman sesama relawan untuk

mengobrol atau sharing.

• Sesekali tolak tanggung jawab ekstra di luar pekerjaan dan kemampuan

anda.

• Hubungi keluarga atau teman dekat secara rutin.

• Sediakan waktu untuk refleksi diri, merenung, menangislah bila perlu.

• Sediakan waktu untuk melakukan kegiatan-kegiatan yang menyenangkan,

misalnya bermain dengan anak-anak, bernyanyi, mendengarkan musik.

• Jagalah optimisme dan harapan.

• Beribadah (bagi relawan non-muslim sebaiknya tidak menunjukkan atribut-

atribut keagamaan).

F. VICARIOUS TRAUMA PADA RELAWAN

Saakvitne dan Pearlman (1996), Pearlman dan Maclan (1995), dan McCan

dan Pearlman (1990), dan Traumatic Stress Institute/Center for Adult and

Adolescent Psychotherapy mendefinisikan vicarious traumatization/secondary

traumatic stress sebagai:

“Merujuk pada efek transformatif kumulatif pada orang-orang yang membantu

dan bekerja dengan korban yang selamat dari kejadian-kejadian traumatis

dalam kehidupan” .

Vicarious trauma adalah pengalaman menjadi saksi atau bagian dari suatu

kejadian yang mengerikan pada manusia, yang dipengaruhi oleh pandangan,

Team Penanggulangan Masalah Kesehatan Jiwa Akibat Bencana di Aceh dan Sumatera Utara Edisi 26 Januari 2005

37

Page 38: Buku Panduan Bagi Petugas KEsehatan MEntal

aroma, suara, sentuhan dan cerita-cerita yang diungkapkan oleh para korban

selamat untuk melepaskan rasa sakit mereka sendiri. Trauma ini adalah reaksi

spontan fisik ketika sebuah cerita yang mengerikan dikisahkan atau sebuah

kejadian terungkap.

Vicarious trauma adalah energi yang datang saat berhadapan dengan

trauma, dan bagaimana tubuh dan jiwa kita bereaksi terhadap kesedihan,

amarah dan rasa sakit yang sangat. Kebingungan, rasa apatis, keinginan

menyendiri, kecemasan, kesedihan dan rasa sakit biasanya merupakan tanda-

tanda adanya vicarious trauma.

Team Penanggulangan Masalah Kesehatan Jiwa Akibat Bencana di Aceh dan Sumatera Utara Edisi 26 Januari 2005

38

Page 39: Buku Panduan Bagi Petugas KEsehatan MEntal

Menurut Yansen (1995), pengaruh secondary trauma stress terhadap individu adalah:

Kognitif Emosional Perilaku Spiritual Interpersonal Fisik

- sukar berkonsentrasi

- kebingungan

- sering melamun

- kehilangan makna

- berkurangnya

kepercayaan diri

- preokupasi terhadap

trauma

- terbayang-bayang

keadaan trauma

- apatis

- kaku

- disorientasi

- pemikiran yang

berputar-putar

- pemikiran untuk

menyakiti diri sendiri

atau orang lain

- meragukan diri sendiri

- perfeksionisme

- minimasisasi

- merasa tidak

mempunyai kekuatan

- kecemasan

- rasa bersalah pada

korban selamat

- menutup diri

- merasa hampa, tidak

merasa apa-apa

- ketakutan

- merasa tidak berdaya,

tidak bisa apa-apa

- kesedihan

- depresi

- hipersensitifitas

- emosi naik-turun

- overwhelmed atau

merasa kecil dan diliputi

sesuatu yang besar

- perasaan letih yang luar

biasa

- tergantung

- tidak sabaran

- mudah jengkel

- menarik diri

- perasaan hati tidak

menentu

- regresi

- gangguan tidur

- perubahan pada selera

makan

- mimpi buruk

- hypervigilance

- reaksi kaget yang lebih dari

biasanya

- penggunaan coping

dengan cara yang negatif

(merokok, alkohol atau

penyalahgunaan zat lain)

- gampang terkena

kecelakaan (accident

prone)

- sering kehilangan benda

- perilaku menyakiti diri

sendiri

- mempertanyakan makna

hidup

- kehilangan tujuan

- berkurangnya rasa puas

atas diri sendiri

- rasa tidak berdaya yang

meningkat

- perasaan bosan yang tidak

menentu (ennui)

- amarah kepada Tuhan

- mempertanyakan agama

yang dianut

- menarik diri

- kurangnya minat terhadap

kedekatan (intimacy) atau

hubungan seksual

- perasaan tidak percaya

yang tidak pada

tempatnya

- mengasingkan diri dari

kawan-kawan

- berakibat pada

pengasuhan anak (cara

melindungi, khawatir

terhadap agresi)

- proyeksi kemarahan atau

penyalahan

- tidak dapat bertoleransi

- kesepian

- shock

- berkeringat

- detak jantung cepat

- kesulitan bernafas

- reaksi-reaksi somatis

- rasa sakit, pegal-pegal

- pusing

- imunitas tubuh

terganggu

Team Penanggulangan Masalah Kesehatan Jiwa Akibat Bencana di Aceh dan Sumatera Utara Edisi 26 Januari 2005

39

Page 40: Buku Panduan Bagi Petugas KEsehatan MEntal

Akibat dari secondary traumatic stress pada Fungsi Profesional

Kinerja Morale Interpersonal Perilaku

- penurunan

kualitas

- penurunan

kuantitas

- motivasi rendah

- menghindar dari

tugas

- bertambahnya

kesalahan

- menargetkan

standard

perfeksionis

(terlalu

sempurna)

- terobsesi

terhadap detil

- penurunan rasa

keyakinan

terhadap diri

sendiri

- berkurangnya

minat

- selalu merasa

tidak puas

- sikap negatif

- apatisme

- demoralisasi

- kurangnya rasa

menghargai

- detachment

- perasaan

seperti ada yang

kurang

- menarik diri dari

kolega

- tidak sabaran

- kualitas dalam

hubungan

berkurang

- komunikasi

tidak bagus

- kepentingan

pribadi menjadi

prioritas utama

- konflik dengan

staf

- sering tidak

hadir/mangkir

kerja

- kelelahan

- pertimbangan

sering salah

- mudah jengkel

- sering terlambat

- tidak

bertanggung

jawab

- bekerja

berlebihan

- berganti-ganti

pekerjaan

Jika anda, sebagai relawan, kembali dari tempat tugas anda dan mengalami tanda-tanda seperti yang disebutkan di atas, segera pergi ke ahli kesehatan mental untuk memperoleh pemeriksaan dan penanganan yang sesuai.

40Team Penanggulangan Masalah Kesehatan Jiwa Akibat Bencana di Aceh dan Sumatera Utara Edisi 26 Januari 2005

Page 41: Buku Panduan Bagi Petugas KEsehatan MEntal

BAB 4. PANDUAN BAGI RELAWAN UNTUK PEMULIHAN KONDISI MENTAL KORBAN SELAMAT DAN MASALAH KESEHATAN MENTAL YANG BIASA MUNCUL PASCA

BENCANA Bencana yang terjadi pada manusia pasti akan mengetuk hati manusia

lain untuk membantu. Ratusan relawan berdatangan ke daerah bencana

untuk memberikan bantuan sesuai dengan keahlian masing-masing. Selain

membantu perbaikan kondisi-kondisi fisik di daerah yang rusak, berbagai

pertolongan juga dibutuhkan oleh para korban selamat untuk memulihkan

kondisi mental mereka.

Berbagai cara yang sederhana bisa dilakukan oleh relawan ketika

berinteraksi dengan korban selamat. Dalam bab ini akan dijelaskan :

o Hal-hal apa yang sebaiknya dilakukan atau tidak dilakukan oleh

relawan ketika berinteraksi dengan korban selamat

o Berbagai hal yang bisa dilakukan oleh relawan ketika berhadapan

dengan korban selamat untuk membantu memperbaiki kondisi

kesehatan mental mereka.

o Hal yang perlu diperhatikan adalah perbedaan kebutuhan antara

anak-anak, remaja, orang dewasa, dan usia lanjut. Oleh karena

itu, panduan dalam buku ini disesuaikan untuk kelompok-

kelompok tersebut.

o Masalah kesehatan mental yang biasa dialami oleh korban selamat.

o Pada bagian akhir bab ini dijelaskan beberapa gangguan mental

yang mungkin dialami oleh korban selamat. Gangguan-

gangguan ini merupakan gangguan yang biasanya dialami oleh

korban yang mengalami kejadian traumatis. Relawan

diharapkan mengetahui gejala-gejala dari gangguan mental

tersebut sehingga dapat bersikap sebagaimana seharusnya.

41Team Penanggulangan Masalah Kesehatan Jiwa Akibat Bencana di Aceh dan Sumatera Utara

Edisi 26 Januari 2005

Page 42: Buku Panduan Bagi Petugas KEsehatan MEntal

A. HAL-HAL YANG DISARANKAN DAN TIDAK DISARANKAN

DALAM BERINTERAKSI DENGAN KORBAN SELAMAT

DISARANKAN UNTUK: 1. Memposisikan diri sejajar dengan korban selamat. Misalnya: Duduk

bersama dengan anak-anak dalam tingkatan yang sama, sama-sama

duduk di lantai.

2. Sediakan diri untuk menjadi pendengar yang baik, tetapi jangan paksa

korban selamat untuk membicarakan perasaan dan emosi yang

sedang mereka hadapi. Biarkan pembicaraan berlangsung dengan

alami.

3. Tunjukkan bahwa kita bisa ikut merasakan apa yang mereka rasakan

(tunjukkan empati)

4. Gunakan bahasa yang sederhana

5. Rangsang pembicaraan dengan menggunakan kalimat seperti :

“Kemudian apa yang terjadi?”; “Apa yang Bapak/Ibu rasakan?”

6. Tawarkan bantuan, misalnya: “Bapak/Ibu/kamu boleh datang kepada

saya bila sedang merasa takut atau sedih atau marah.”

7. Tanyakan pada mereka: “menurut bapak/ibu, dalam kondisi seperti ini

apa yang seharusnya kita perbuat agar keadaan lebih baik?”

8. Pastikan bahwa mereka merasa aman (di rumah, sekolah, dll)

9. Dukung dan beri semangat

10. Terimalah mereka apa adanya dan cobalah untuk memahami emosi

mereka

11. Luangkan waktu (bila memungkinkan) untuk membicarakan hal-hal

yang mereka sukai, misalnya: kepada anak-anak, bicarakan

mengenai sekolah dan teman baru

12. Usahakan untuk meminimalkan pemisahan dari pengasuh atau

orangtua mereka

13. Katakan kepada mereka bahwa apa yang mereka rasakan adalah

wajar dan membutuhkan waktu untuk dapat merasa nyaman,

terutama setelah mengalami perubahan

14. Jangan terburu-buru, tunjukkan kesabaran dalam menghadapi

42Team Penanggulangan Masalah Kesehatan Jiwa Akibat Bencana di Aceh dan Sumatera Utara Edisi 26 Januari 2005

Page 43: Buku Panduan Bagi Petugas KEsehatan MEntal

mereka

15. Cobalah untuk mendengarkan dan mempercayai apa yang mereka

katakan walaupun kedengarannya bodoh

16. Ajak mereka diskusi untuk mencari jalan keluar secara bersama-

sama.

17. Fahami reaksi–reaksi yang muncul dari korban selamat sebagai

sesuatu yang normal terjadi (agar tidak panik dan langsung mencap

korban mengalami gangguan psikologis).

18. Dorong korban selamat untuk beraktivitas, seperti olahraga atau

terlibat dalam usaha-usaha pemulihan dan perbaikan yang dilakukan

masyarakat.

21. Memberikan pendampingan, bukan sebagai tempat bergantung,

karena apapun yang terjadi korban harus mampu kembali berfungsi

sebagaimana sebelum terjadi bencana.

22. Peka terhadap apa pun yang terjadi pada korban sebagai sarana

deteksi dini jika reaksi korban sudah mengarah pada adanya

gangguan kesehatan mental.

RELAWAN TIDAK DISARANKAN UNTUK: 1. Memaksa korban selamat untuk menjawab, padahal mereka tidak

ingin membicarakannya

2. Berbicara terlalu banyak

3. Mentertawakan atau mempermalukan mereka

4. Menginterupsi ketika mereka sedang bicara. Jangan katakan apapun

yang tidak benar, mempertentangkan atau pun berargumen. Beri

kesempatan korban selamat untuk mengungkapkan perasaannya.

5. Menghancurkan perasaan korban selamat dengan mengatakan:

“Harusnya bapak/ibu/kamu tidak boleh sedih sekarang sebab telah

berada disini,” “Lupakanlah semuanya telah berakhir.” Lebih baik

katakan: “Saya mengerti bapak/ibu/kamu sedang sedih, tapi kami

akan berusaha untuk membantu.”

6. Menjanjikan sesuatu yang tidak dapat dipenuhi (misalnya menjanjikan

untuk mengembalikan orangtua mereka)

43Team Penanggulangan Masalah Kesehatan Jiwa Akibat Bencana di Aceh dan Sumatera Utara Edisi 26 Januari 2005

Page 44: Buku Panduan Bagi Petugas KEsehatan MEntal

7. Mengkritik atau menghakimi

8. Melakukan konsultasi satu sesi

9. Sengaja mengorek informasi terlalu dini (pada fase awal) yang dapat

mengingatkan korban pada situasi trauma kejadian

10. Berusaha menggali ingatan korban mengenai peristiwa bencana yang

secara tidak langsung merupakan trauma baginya (misalnya

perasaan saat ini, detil kejadian, dsb).

11. Ketika membuat catatan tentang kondisi mental korban selamat,

jangan memberikan ”label diagnostic” kepada mereka. Cukup

jelaskan perilaku dan seberapa sering hal itu terjadi. Misalnya bila kita

menganggap seseorang sangat depresi, cukup berikan deskripsi dari

perilakunya.

Misalnya “Anak A sering tampak menangis, tidak menunjukkan

minat jika diminta melakukan kegiatan bersama dengan anak

lainnya dan susah tidur pada malam hari. Hal ini sudah

berlangsung selama dua minggu.”

B. PANDUAN BAGI RELAWAN DALAM BERINTERAKSI DENGAN KORBAN/SURVIVOR

Ketika kita berhadapan dengan anak-anak dan remaja, ingatlah bahwa

kita tidak harus “memperbaiki” perasaan anak dalam waktu singkat.

Beberapa masalah mental dan emosional yang biasa ditemui pada anak-

anak dan remaja yang menjadi korban bencana adalah sebagai berikut :

1. Sering memikirkan peristiwa traumatis, khususnya peristiwa

traumatis yang pernah disaksikan atau dialaminya

2. Menjadi sangat pasif atau tak peduli

1. BAGAIMANA BERINTERAKSI DENGAN ANAK-ANAK DAN REMAJA?

3. Merasa takut dan ingin selalu dekat dengan orang dewasa. Merasa

takut terhadap hal-hal yang dapat mengingatkannya kembali akan

kejadian yang tidak menyenangkan, misalnya gempa, suara keras

atau air.

44Team Penanggulangan Masalah Kesehatan Jiwa Akibat Bencana di Aceh dan Sumatera Utara Edisi 26 Januari 2005

Page 45: Buku Panduan Bagi Petugas KEsehatan MEntal

4. Merasa sedih dan kehilangan. Khawatir akan terjadi kehilangan lagi

5. Merasa ditinggalkan dan kehilangan percaya diri

6. Merasa lemas, kurang bersemangat, kurang nafsu makan, sakit

kepala, sakit di seluruh tubuh dan detak jantung menjadi cepat saat

ketakutan

7. Masalah tidur seperti sering mimpi buruk, mudah terbangun oleh

suara yang pelan sekalipun, sulit tidur.

8. Gelisah, tidak dapat duduk tenang

9. Takut pada situasi tertentu yang sebelumnya tidak ditakuti,

misalnya takut melihat pantai, takut melihat pohon bergoyang, dll.

10. Mengompol (kembali mengompol atau terus menerus mengompol)

11. Perubahan pada kegiatan belajar, karena sulit berkonsentrasi.

Contoh: Menolak kembali ke sekolah.

12. Kehilangan minat terhadap permainan atau kegiatan yang biasa

dilakukan.

13. Anak merasa cemas dan sedih dan tidak membicarakan perasaan

tersebut

14. Ada anak-anak menjadi nakal, memberontak, hiperaktif dan sulit

diatur dimana sebelumnya mereka tidak seperti itu

15. Sebagian anak tidak mempercayai orang lain lagi karena merasa

orangtua atau orang dewasa lainnya gagal melindungi mereka

16. Memiliki keraguan terhadap masa depan

Jika masalah kesehatan mental pada anal dan remaja yang kita temui

tidak berkurang setelah beberapa minggu, atau jika gejala-gejalanya

semakin memburuk, segera rujukkan anak tersebut kepada ahli kesehatan

mental (psikolog atau psikiater) yang memiliki keahlian khusus untuk

menangani masalah anak dan remaja.

Berbagai alternatif kegiatan yang bisa dilakukan relawan dengan ANAK-ANAK korban selamat adalah:

45

1. Olahraga: Kegiatan olahraga dapat memancing minat anak terhadap

hal yang berada di sekitarnya. Olahraga juga membantu menyalurkan Team Penanggulangan Masalah Kesehatan Jiwa Akibat Bencana di Aceh dan Sumatera Utara

Edisi 26 Januari 2005

Page 46: Buku Panduan Bagi Petugas KEsehatan MEntal

agresifitas ke dalam bentuk yang lebih sehat. Selain itu, kegiatan ini

bisa mengalihkan pikiran mereka dari hal-hal yang membuat mereka

sedih. Pilihan olahraga yang biasa dilakukan: sepakbola, basket, bulu

tangkis, dan lain sebagainya

2. Bermain.

• Bermain adalah cara yang menyenangkan untuk relaksasi atau

berinteraksi dengan anak lain. Hal ini hanya membutuhkan

sangat sedikit bantuan dari orang dewasa. Juga merupakan

cara untuk mengembangkan keterampilan fisik, mental,

emosional dan sosial.

• Bermain secara berkelompok juga sangat membantu. Kelompok

merupakan bagian penting dari anak usia sekolah. Dengan

bermain berkelompok anak belajar untuk berteman, merasa

aman, berperilaku fleksibel, faham aturan main, berbagi dan

sebagainya. Hal ini nampaknya sederhana, namun sangat

penting artinya untuk menimbulkan rasa aman pada anak.

Bermain dalam kelompok juga dapat memberi kesempatan pada

anak untuk bertemu orang yang mempunyai perasaan dan

masalah yang sama.

• Dibawah ini adalah contoh-contoh permainan yang bisa

dilakukan :

o Tema: Mainan Kesayangan

Tujuan : Mengembangkan Imajinasi

Berceritalah tentang mainan kesayangan anak-anak

Mintalah mereka menyebutkan permainan/mainan

kesayangannya masing-masing

Setelah mereka menyebutkan beberapa nama

mainan, mintalah mereka untuk berpura-pura menjadi

mainan tersebut.

Cobalah dengan mainan yang sederhana (seperti

robot-robotan, masak-masakan, dll)

46Team Penanggulangan Masalah Kesehatan Jiwa Akibat Bencana di Aceh dan Sumatera Utara Edisi 26 Januari 2005

Page 47: Buku Panduan Bagi Petugas KEsehatan MEntal

Lalu, ajaklah salah satu anak untuk memerankan

suatu mainan di depan teman-temannya.

Pastikan bahwa setiap anak akan mendapatkan

gilirannya.

Setelah mereka memerankan nama mainan tersebut,

mintalah mereka menjelaskan mengapa ia menyukai

mainan/permainan itu. Siapa yang membelikannya,

dimana membelinya, dsb.

o Tema: Kalau Saya Jadi ........., Saya Akan........? Ajak anak-anak untuk bicara tentang berbagai macam

pekerjaan. Sebagai awal yang baik, ceritakan tentang

pekerjaan yang berhubungan dengan pelayanan

masyarakat (misal: apa yang kamu ingin lakukan jika

kamu jadi dokter?)

Pilih salah seorang anak untuk menjawab

Setelah anak tersebut selesai menjawab, tanyakan

kepada yang lainnya apalagi yang dapat mereka

lakukan bila mereka adalah polisi.

o Tema: Aku Ingin...... Ajak anak-anak tentang apa yang menjadi keinginan

mereka saat ini.

Pilihlan salah seorang anak untuk berperan sebagai

peri

Berikan kepadanya sebuah tongkat sihir

Anak tersebut lalu menyentuhkan tongkatnya ke

kepala temannya dan minta dia untuk mengucapkan

keinginannya

Lantunkan: Katakan keinginanmu

• Katakan keinginanmu

• Sekaranglah waktunya kau mengatakan

keinginanmu

47Team Penanggulangan Masalah Kesehatan Jiwa Akibat Bencana di Aceh dan Sumatera Utara Edisi 26 Januari 2005

Page 48: Buku Panduan Bagi Petugas KEsehatan MEntal

Sang peri lalu menyentuhkan tongkat sihirnya dengan

lembut ke kepala, anak tersebut mengatakan apa

yang paling ia inginkan

Lakukan bergantian.

o Tema: Ayo bergerak dan tersenyum! Permainan transisi ini menggabungkan gerak dan

perasaan

Pikirkanlah berbagai gerakan yang dapat dilakukan

anak-anak

Mintalah mereka memperagakannya dengan

melibatkan emosi tertentu, misalnya:

• Berlari sambil tersenyum

• Merangkak sambil bersenandung

• Meloncat sambil bersin

• Berjingkat sambil batuk

• Berbaris sambil tertawa

3. Musik dan Tari: Musik dan Tari merupakan cara yang ampuh untuk

mengajak anak gembira. Apalagi jika mereka diminta menyanyikan

lagu -lagu yang telah mereka kenal dan mengingatkan mereka akan

kenangan yang indah. Kegiatan ini juga dapat dikombinasikan dengan

menggambar.

4. Menggambar: Mintalah anak untuk menggambar sesuatu mengenai

perasaan mereka. Hal ini selain menghibur juga bisa menjadi sarana

anak dalam menyalurakan perasaan dan apa yang ia pikirkan.

Beberapa ide tentang apa yang bisa digambar oleh anak adalah:

• menggambar tempat yang aman

Instruksi:

• Gambarlah tempat yang kamu rasa sangat aman.

• Di bagian lain kertas, gambarlah sesuatu mengenai

“perasaan kamu yang tidak aman.”

48Team Penanggulangan Masalah Kesehatan Jiwa Akibat Bencana di Aceh dan Sumatera Utara Edisi 26 Januari 2005

Page 49: Buku Panduan Bagi Petugas KEsehatan MEntal

• Minta anak untuk memperlihatkan dan menceritakan

gambarnya.

5. Tarian yang bersifat spontan: Bergerak sesuka mereka seiring

dengan irama musik. Kegiatan ini dapat membuat tubuh menjadi rileks

dan menyenangkan. Selain itu juga dapat menciptakan interaksi sosial

dan sebagai sarana untuk mengungkapkan perasaan

6. Menonton film: Film yang dipilihkan dapat berupa film kartun atau film-

film anak yang dapat membikin anak merasa rileks dan memberikan

insight bagi anak

7. Relaksasi: Kegiatan ini amat membantu anak untuk rileks dan santai.

Beberapa contoh kegiatan relaksasi yang bisa dilakukan adalah

sebagai berikut:

• Bunga Mawar (Roberto Assagioli)

Instruksi (kalimat-kalimat instruksi boleh diubah sesuai dengan usia

peserta yang akan mengikuti relaksasi):

o Tenangkan pikiranmu

o Lemaskan bahu, leher, kepala, tenggorokan, mata serta

lidahmu

o Lemaskan tangan dan lenganmu. Bersiaplah untuk saat-saat

menenangkan berikut ini

o Bila kamu merasa siap, bayangkan semak-semak bunga

mawar

o Bayangkan akar, cabang, serta daunnya

o Di bagian atas terdapat kuncup bungan mawar. Kuncup

bunga mawar tersebut diselimuti oleh kelopak daun yang

berwarna hijau

o Sekarang bayangkan kelopak daun mulai terbuka

o Perlahan-lahan kelopak tersebut tergulung, sementara itu,

daun bunga di dalamnya mulai terlihat.

o Daun bunga ini lembut, rapuh dan masih tertutup

49Team Penanggulangan Masalah Kesehatan Jiwa Akibat Bencana di Aceh dan Sumatera Utara Edisi 26 Januari 2005

Page 50: Buku Panduan Bagi Petugas KEsehatan MEntal

o Sekarang daun bunga mulai terbuka

o Sementara mereka terbuka, ada sesuatu di dalam dirimu

juga ikut mekar

o Sesuatu di dalam dirimu terbuka dan menuju ke arah cahaya

terang

o Terus saksikan selagi bunga mawar tersebut terbuka ke arah

cahaya dan udara, sekaligus mulai memperlihatkan seluruh

keindahannya

o Kamu mencium harumnya bunga mawar tersebut

o Baui bunga mawar dengan perasaan senang

o Sekarang, tataplah ke tengah bunga mawar tadi, dimana

kehidupannya berpusat di sana

o Bayangkan sesuatu muncul dari sana

o Gambaran ini melambangkan sesuatu yang paling indah,

paling bermakna, yang akan datang dan menerangi

kehidupanmu sekarang ini

o Tetaplah bersama gambaran ini untuk beberapa waktu

o Ketika kamu siap melakukannya, bukalah matamu dan

gunakan waktu untuk membawa dirimu kembali ke suasana

sekeliling yang tidak asing bagi kamu

• Rumah Ibadah Yang Hening (untuk di Aceh, rumah ibadah bisa diganti dengan meunasah atau masjid) Instruksi (kalimat-kalimat instruksi boleh diubah sesuai dengan usia

korban selamat yang akan mengikuti relaksasi):

o Bayangkan sebuah bukit yang kehijauan. Terdapat jalan

setapak yang mengarah ke bukit tersebut dimana kamu

dapat melihat rumah ibadah yang hening

50Team Penanggulangan Masalah Kesehatan Jiwa Akibat Bencana di Aceh dan Sumatera Utara Edisi 26 Januari 2005

o Di suatu pagi yang cerah dan menyenangkan. Perhatikan

bagaimana caramu berpakaian. Sadari bagaimana tubuhmu

mendaki jalan setapak itu dan rasakan kakimu menyentuh

tanah. Rasakanlah angin sepoi-sepoi yang menyentuh

pipimu. Carilah dirimu di pohon, semak-semak, rumput dan

bunga liar selagi kamu mendaki

Page 51: Buku Panduan Bagi Petugas KEsehatan MEntal

o Saat ini kamu tengah mendekati puncak bukit. Ketenangan

memenuhi suasana di rumah ibadah yang hening. Sepatah

kata pun tidak terucap di sini. Kamu berada di dekat gerbang

kayu yang besas, letakkan tanan kamu di sana dan rasakan

permukaan kayunya. Sebelum membuka pintu, sadarilah

ketika kamu melakukannya, kamu akan diliputi keheningan

o Kamu memasuki rumah ibadah tersebut. Kamu merasakan

suasana yang henig dan damai di sekitarmu. Sekarang kamu

bergerak maju menuju keheningan itu. Kamu melihat kubah

yang besar dan terang. Cahaya terang bukan hanya berasal

dari cahaya matahari, tetapi juga memancar dari dalam dan

berpusat di suatu area kilauan cahaya di hadapanmu

o Kamu memasuki keheningan yang bercahaya tersebut dan

merasa terserap olehnya. Cahaya kebaikan, kehangatan,

serta berkekuatan besar melingkupimu. Biarkan keheningan

cahaya ini memenuhi dan menyebar di dalam dirimu.

Rasakan ini mengalir melalui pembuluh darahmu menembus

setiap sel dalam tubuhmu

o Tetaplah berada dalam keheningan cahaya ini selama 2-3

menit, ingat dan tetap siaga. Selama waktu itu, dengarlah

hanya pada keheningan.Keheningan adalah kualitas hidup,

bukan semata-mata tidak adanya suara.

o Perlahan-lahan tinggalkan daerah kilauan cahaya;

berjalanlah keluar dari rumah ibadah dan gerbang. Di luar,

rasakanlah sekali lagi lembutnya angin menerpa wajahmu

dan dengarkanlah nyanyian burung.

Aktivitas-aktivitas yang dapat dilakukan dengan REMAJA: 1. Aktivitas Sosial: Dorong mereka untuk ikut serta dalam kegiatan-

kegiatan pemulihan atau pembersihan lingkungan. Misalnya

membersihkan lokasi di sekitar rumah atau penampungan, memasak,

dll

51

2. Olahraga: Kegiatan olahraga dapat memancing minat anak terhadap

hal yang berada di sekitarnya. Olahraga juga membantu menyalurkan Team Penanggulangan Masalah Kesehatan Jiwa Akibat Bencana di Aceh dan Sumatera Utara

Edisi 26 Januari 2005

Page 52: Buku Panduan Bagi Petugas KEsehatan MEntal

agresifitas ke dalam bentuk yang lebih sehat. Misalnya dengan

bermain sepakbola, basket, bulu tangkis, dan lain sebagainya

3. Musik dan Tari: Merupakan cara yang ampuh, khususnya lagu-lagu

yang telah mereka kenal dan mengingatkan mereka akan kenangan

yang indah. Kegiatan ini juga dapat dikombinasikan dengan

menggambar.

4. Menulis: Puisi dan cerita mengenai kerusuhan maupun kejadian

lainnya. Anak dapat mengekspresikan diri dan berkomunikasi melalui

cara ini (misalnya seorang anak yang sangat sedih kehilangan teman

yang sangat disayanginya, namun tidak pernah mengungkapkan

perasaannya. Sebaliknya ia menulis puisi mengenai temannya yang

telah tiada tersebut dan ia merasa lega setelah melakukannya. Dengan

cara ini perasaan sedih karena kehilangan teman dapat

diekspresikannya)

5. Menonton film: Film yang dipilihkan dapat berupa film kartun atau film-

film anak yang dapat membikin anak merasa rileks dan memberikan

insight bagi anak

6. Relaksasi: Beberapa contoh latihannya adalah sebagai berikut:

• Latihan “merasakan kekuatanku” Latihan ini biasanya digunakan untuk remaja usia (10-14

tahun) yang merasa terbebani atau rentan terhadap

kekuatan dari luar dirinya. Latihan ini memungkinkan anak

berhubungan dengan kekuatan yang berasal dari dalam diri

Instruksi:

1. Berdiri dengan mata tertutup

2. Rasakan telapak kaki menyentuh lantai dengan lembut.

Tetap tutup matamu bila kau merasa nyaman

melakukannya. Ambil nafas beberapa kali dan secara

rileks keluarkan udara dari dalam tubuhmu

3. Bayangkan ini. Energimu keluar melewati lantai ke bawah

bumi. Bayangkan kamu sedang menginjak tanah....benar-

benar sedang menginjak tanah.......rasakan sentuhan

52Team Penanggulangan Masalah Kesehatan Jiwa Akibat Bencana di Aceh dan Sumatera Utara Edisi 26 Januari 2005

Page 53: Buku Panduan Bagi Petugas KEsehatan MEntal

tanah tersebut.....dingin dan coklatnya warna tanah

bersentuhan dengan kakimu.

4. Sekarang bayangkan ada akar kecil tumbuh di bawah

kakimu berusaha masuk ke dalam bumi.......semakin

dalam ke bumi. Menebal...Semakin tebal.....akar yang

besar......akar-akar yang sangat kuat dan dalam...akar-

akar yang besar, tebal dan kuat..semakin berusaha

masuk ke dalam bumi

5. Akar-akar ini adalah akar-akarmu yang keluar dari dalam

tubuhmu..begitu kuat dan dalam..tumbuh semakin dalam

ke dalam bumi...menahan engkau berpijak di bumi

6. Angin kuat mulai bertiup. Rasakan geraknya lewat dahan-

dahanmu, menggoyangkan kakimu, membuat engkau

sedikit terayun kesana dan kemari. Rasakan bagaimana

akar yang kuat menahanmu walaupun angin berusaha

meniupmu.

7. Engkau adalah pohon di lembah. Sekarang banjir datang

menghampiri lembah. Rasakan arus air yang deras

menghantam batangmu, berusaha mencabutmu dari

akarmu. Rasakan bagaimana kuatnya akar-akar

menahanmu untuk tetap berada di bumi.

8. Sekarang terjadi kebakaran hutan, membakar ranting-

rantingmu yang rendah, membakar dan menghangusi

kulit kayumu. Sepertinya akan membakarmu hingga ke

atas, namun ternyata tidak. Hujan turun dan mematikan

apidan engkau masih tetap berada di tempatmu,

tertanam di akarmu.

9. Engkau tetap berada di tempatmu. Bernafas dengan

kekuatan itu, keteguhanmu, dan hubunganmu dengan

bumi.

10. Bukalah matamu dan gambarkan dirimu sebagai pohon

yang kokoh. Misalnya gambarkan dirimu dengan akar-

akar yang kuat melewati kakimu.

53Team Penanggulangan Masalah Kesehatan Jiwa Akibat Bencana di Aceh dan Sumatera Utara Edisi 26 Januari 2005

Page 54: Buku Panduan Bagi Petugas KEsehatan MEntal

11. Diskusikan. Bicarakan mengenai perasaan kamu

bersama dengan 4 peserta lainnya. Perhatikan gambar

kamu. Ceritakan sedikit entang apa yang terjadi dalam

hidup kamu yang membuat kamu membutuhkan akar

yang kuat.

12. Ketika kamu pulang ke rumah, apa yang dapat kamu

lakukan saat kamu merasa tidak memiliki akar yang kuat.

13. Dalam kelompok besar diskusikan bagaimana rasanya.

Apakah ini merupakan perasaan yang tidak asing?

Apakah mereka menyukaiku? Dapatkah mereka

membayangkan menggunakannya? Bersama siapa?

• Latihan visualisasi untuk harga diri Latihan ini ditujukan untuk memberikan keyakinan dan

kepercayaan diri. Dapat digunakan untuk usia antara 10 thn

sampai dewasa.

Instruksi:

- ambilah posisi yang nyaman yang memungkinkan kamu

bertahan untuk beberapa saat.

- Rileks dan biarkan tempat duduk yang menahan beban

tubuh kamu.

- Tari nafas dalam-dalam.

- Buanglah nafas secara perlahan-perlahan dan secara

perlahan ucapkan “rileks”. Biarkan ketegangan pergi seiring

dengan nafas yang kamu keluarkan.

- Bayangkan diri kamu sedang berada di tempat yang aman /

biarkan imajinasi itu datang kepada kamu.

- Apakah kamu sedang berada dalam udara terbuka? Di

dalam ruangan? Bayangkan setiap detil yang ada.

- Kamu merasa aman, nyaman, hangat dan rileks di tempat

ini.

54Team Penanggulangan Masalah Kesehatan Jiwa Akibat Bencana di Aceh dan Sumatera Utara Edisi 26 Januari 2005

Page 55: Buku Panduan Bagi Petugas KEsehatan MEntal

- Sekarang kamu melihat orang paling bijaksana di muka bumi

/ dia datang ke tempat aman ini bersama kamu.

- Perhatikan apakah orang ini pria atau wanita.

- Apakah orang ini muda atau tua.

- Detil-detil khusus lainnya menegnai orang tersebut

- Pakaian yang dikenakannya

- Kamu menyadari sekali akan kehadiran orang tersebut. Apa

yang dapat kamu ceritakan mengenai orang tersebut?

- Sekarang orang ini menawarkan menjadi pemandu, guru,

dan pendukung kamu. Kira-kira pertanyaan penting apa yang

akan kamu ajukan?

- Sekarang coba bayangkan anada berdua. Apakah kamu

berdiri/duduk? Dekat? Berjauhan?

- Bagaimana anada berdua berkomunikasi? Saling berbicara?

Membaca pikiran saja?

- Bagaimana respon orang tersebut?

- Pikirkan lagi mengenai pertanyaan yang hendak kamu

ajukan padanya.

- Dengarkan jawaban dari pertanyaan penting kamu (jeda)....

- Tiba waktunya bagi orang tersebut untuk pergi. Apa kata-

kata/nasihat terakhirnya sebelum pergi

- Saksikan bagaimana ia pergi. Awasi dan tunggu

- Sekarang hiruplah tempat yang aman ke dalam diri kamu. Di

bagian tubuh mana kamu ingin meletakkan tempat yang

aman tersebut?

- Luangkan waktu dalam keheningan sejenak....

- Ketika kamu merasa siap, kembalilah ke ruangan ini.

Bukalah mata kamu dan dapatkan rasa nyaman.

- Mintalah peserta untuk menuliskan pertanyaan dan jawaban

di sehelai kertas yang akan mereka simpan secara pribadi.

- Minta mereka untuk mengambarkan sesuatu yang

mengingatkan mereka akan tempat yang aman dan orang

yang bijak.

55Team Penanggulangan Masalah Kesehatan Jiwa Akibat Bencana di Aceh dan Sumatera Utara Edisi 26 Januari 2005

Page 56: Buku Panduan Bagi Petugas KEsehatan MEntal

- Dalam diskusi tekankan bahwa orang bijak tersebut adalah

bagian dari diri mereka.

- Bentuklah kelompok yang terdiri dari 4 orang. Persilahkan

anggota kelompok yang ingin menceritakan tentang

gambarnya. Hargai privasi tiap orang.

- Kamu dapat meminta anggota kelompok yang ingin

gambarnya dibahas secara pribadi untuk dapat menceritakan

bagaimana pengaruh gambar tersebut terhadap

perasaannya. Bantu mereka untuk bercerita melalui

pertanyaan-pertanyaan terbuka. Contoh: ceritakan pada

saya mengenai bagian gambar ini

Bencana, berapapun besarnya akan menyebabkan tekanan pada

orang-orang yang secara langsung mengalaminya. Respon emosional

terhadap kejadian traumatis yang dialami dapat muncul segera atau beberapa

bulan setelah peristiwa. Beberapa respons yang biasa muncul adalah:

1. Rasa tidak percaya dan syok

2. Ketakutan dan keresahan sehubungan dengan masa depan

3. Bingung, apatis, merasa hampa

2. BAGAIMANA BERINTERAKSI DENGAN ORANG DEWASA?

4. Mudah kesal dan marah

5. Sedih dan depresi

6. Merasa lemah, tidak berdaya

7. Merasa sangat lapar atau sama sekali tidak berselera

8. Kesulitan dalam membuat keputusan

9. Menangis tanpa sebab yang jelas

10. Sakit kepala, pusing, dan mengalami masalah pencernaan

11. Mengalami kesulitan untuk tidur 56Team Penanggulangan Masalah Kesehatan Jiwa Akibat Bencana di Aceh dan Sumatera Utara

Edisi 26 Januari 2005

Page 57: Buku Panduan Bagi Petugas KEsehatan MEntal

Hal-hal yang bisa dilakukan relawan terhadap korban selamat adalah:

1. Temani mereka. Kadang kita tidak perlu berbicara banyak, kehadiran

kita sudah cukup berarti bagi mereka.

2. Ajak bicara soal apa saja agar korban selamat merasa tidak sendiri

3. Menjadi pendengar yang baik terutama jika korban selamat

membicarakan perasaan mereka tentang kejadian bencana yang

mereka alami.

4. Dorong korban selamat untuk beristirahat dan makan secukupnya

5. Dorong korban selamat untuk melakukan aktivitas yang positif, seperti

ikut dalam kegiatan pemulihan kondisi sekitar, berolahraga,

membersihkan lingkungan sekitar, membacakan buku untuk anak,

dsb

6. Dorong korban selamat untuk melakukan kegiatan rutin sehari-hari

7. Ajak korban selamat untuk ikut serta dalam permainan yang

menyenangkan seperti main kartu, catur, atau sekedar obrolan ringan,

dsb.

8. Ajak bercanda, gunakan humor yang tepat dan secukupnya

9. Ajak berbincang-bincang ringan tentang kondisi saat ini

10. Membantu menemukan sanak saudara yang masih terpisah

11. Memberi informasi yang dibutuhkan tentang tempat-tempat yang

menyediakan kebutuhan korban selamat, seperti posko, pelayanan

kesehatan, dll

Lansia (orang lanjut usia) diklasifikasikan ke dalam populasi spesial

atau kelompok rentan (kelompok yang beresiko tinggi terhadap masalah

kesehatan jiwa). Beberapa hal yang perlu diperhatikan yang berkaitan dengan

lansia adalah sebagai berikut :

1. Menurunnya fungsi alat indera

57Team Penanggulangan Masalah Kesehatan Jiwa Akibat Bencana di Aceh dan Sumatera Utara Edisi 26 Januari 2005

3. BAGAIMANA BERINTERAKSI DENGAN LANSIA?

Page 58: Buku Panduan Bagi Petugas KEsehatan MEntal

2. Kemampuan penciuman, sentuhan, penglihatan dan pendengaran

yang mulai berkurang dibandingkan populasi umum lainnya, dapat

menyebabkan timbulnya kesulitan dalam menghadapi situasi yang

gawat (bencana).

3. Lambatnya respon

4. Lansia kemungkinan akan lebih lambat dalam mencari pertolongan

karena berkurangnya aktivitas kognitif dan motorik yang mulai

menurun karena proses penuaan.

5. Kondisi Kesehatan

a. Lansia pada umumnya memiliki kesehatan yang sudah

menurun sehingga tekanan yang ditimbulkan akibat bencana

dapat menambah buruk kondisi kesehatan.

b. Gangguan ingatan juga dapat mempengaruhi lansia dalam

mengingat dan memproses informasi (terganggunya proses

komunikasi).

c. Pengobatan juga dapat menimbulkan masalah yang

berkaitan dengan ingatan atau kebingungan.

d. Dehidrasi, hipo/hipertermia (suhu tubuh yang sangat

rendah/suhu tubuh yang sangat tinggi) juga merupakan

ganguan kesehatan yang dapat timbul pada lansia ketika

mengalami bencana.

e. Lansia biasanya malu/takut karena mengalami masalah

kesehatan mental dan tidak memahami konseling sebagai

bentuk dukungan. Pelayanan kesehatan mental harus

menekankan pada “pendampingan” dan “dialog/ngobrol”.

6. Pengaruh kehilangan yang berlipat ganda.

a. Lansia pada umumnya telah mengalami kehilangan semasa

hidupnya seperti berkurangnya kemampuan fisik,

pendapatan yang berkurang (pensiun, kehilangan

pekerjaan), bahkan ditinggal pasangannya. Dengan adanya

bencana tentunya akan menambah tekanan yang telah

dirasakan sebelumnya sehingga dapat menghambat proses

penyembuhan.

58Team Penanggulangan Masalah Kesehatan Jiwa Akibat Bencana di Aceh dan Sumatera Utara Edisi 26 Januari 2005

Page 59: Buku Panduan Bagi Petugas KEsehatan MEntal

7. Trauma ketika dikirim ke lokasi. Lingkungan yang tidak dikenal dan

kehilangan lingkungan tempat ia tinggal sebelum bencana dapat

menyebabkan depresi dan disorientasi.

Beberapa masalah kesehatan mental yang umumnya dialami lansia

akibat bencana adalah :

a. Masalah Perilaku

• Menarik diri dan memisahkan diri dari lingkungan social.

• Keterbatasan mobilitas

• Masalah-masalah penyesuaian diri pada tempat baru

• Menghindari aktivitas atau tempat yang dapat memicu

ingatan terhadap bencana

• Ketidakmampuan untuk merelakan/menerima apa yang telah

terjadi

b. Masalah Fisik

• Bertambah parahnya penyakit-penyakit kronis

• Gangguan tidur

• Gangguan-gangguan ingatan

• Simptom-simptom somatis

• Lebih sensitif terhadap hypo dan hyperthermia (suhu badan

yang abnormal)

• Keterbatasan sensoris dan fisik (penglihatan, pendengaran)

dapat mengganggu proses penyembuhan

• Kelelahan

• Meningkatnya tekanan darah dan jantung berdebar

c. Masalah Emosional dan Psikologis

• Khawatir akan keselamatan

• Kekecewaan/kesedihan yang mendalam akibat kehilangan

59Team Penanggulangan Masalah Kesehatan Jiwa Akibat Bencana di Aceh dan Sumatera Utara Edisi 26 Januari 2005

Page 60: Buku Panduan Bagi Petugas KEsehatan MEntal

• Hilang semangat dan simpati

• Bingung, disorientasi

• Rasa curiga

• Mudah tersinggung, marah

• Kecemasan pada lingkungan yang tidak dikenal ( lingkungan

baru )

• Mimpi buruk

• Rasa percaya diri yang rendah

• Depresi

Secara umum dalam menangani lansia, professional maupun relawan

harus memahami prinsip-prinsip berikut :

• Berikan keyakinan yang positif secara verbal dan berulang-ulang

• Dampingi dalam pemulihan fisik, buat kunjungan-kunjungan secara

berkala, atur untuk pertemuan-pertemuan.

• Berikan perhatian yang khusus untuk mendapatkan kenyamanan pada

lokasi penampungan, idealnya tempatkan pada lingkungan yang ia

kenali (misalnya tetangga atau keluarga yang selamat)

• Bantu untuk membangun kembali kontak dengan keluarga maupun

lingkungan sosial lainnya

• Dampingi untuk mendapatkan pengobatan dan bantuan keuangan

Nasihat-nasihat yang dapat membantu lansia memulihkan diri akibat bencana

:

• Reaksi-reaksi fisik yang timbul akibat suatu bencana adalah hal yang

wajar.

• Memahami perasaan diri sendiri dapat membantu proses pemulihan

diri.

• Meminta bantuan terhadap apa yang diri kita butuhkan dapat

membantu menyembuhkan diri.

• Memfokuskan pada kekuatan dan kemampuan yang kita miliki

sekarang.

60Team Penanggulangan Masalah Kesehatan Jiwa Akibat Bencana di Aceh dan Sumatera Utara Edisi 26 Januari 2005

Page 61: Buku Panduan Bagi Petugas KEsehatan MEntal

• Menerima pertolongan dari program-program yang diberikan

masyarakat/pemerintah merupakan hal yang tepat dan sehat.

• Setiap orang memiliki kebutuhan yang berbeda dan cara yang

berbeda dalam menghadapi dampak dari bencana tersebut.

Mengajak lansia bicara tentang perasaan-perasaan mereka amat

penting dalam tahap pemulihan. Berbagi pengalaman dengan para korban

bencana dapat membantu memahami bahwa mereka tidak sendiri. Tentunya

dengan keterlibatan terhadap proses pemulihan dan membantu orang lain

tersebut maka dengan sendirinya juga membantu pemulihan diri sendiri.

Lansia harus diberi dukungan untuk meminta segala bentuk bantuan

yang dibutuhkan, seperti kebutuhan keuangan, emosional, pengobatan dan

sebagainya. Meminta bantuan pendamping adalah suatu langkah dari

kemajuan dan kemandirian. Lansia adalah generasi yang bertahan dan

apabila didukung dengan baik maka mereka akan semakin kuat dan lebih

mampu dalam menghadapi tantangan di masa yang akan datang.

C. MASALAH KESEHATAN MENTAL YANG SERING DITEMUI PADA KORBAN BENCANA DAN PENATALAKSANAANNYA

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, kejadian traumatis yang

dialami oleh korban selamat bisa meninggalkan masalah-masalah yang

mempengaruhi tidak saja kehidupan dirinya tetapi juga kehidupan

keluarganya. Bencana atau kejadian traumatis dapat berakibat sangat

panjang dan menyentuh begitu banyak aspek dalam kehidupan, tidak

terkecuali kesehatan mental pada korban selamat. Kejadian traumatis

seperti perang, bencana alam, kecelakaan hebat, dll, bisa menyebabkan

gangguan stres pasca trauma (Post Traumatic Stress Disorder). Gejala ini

bisa menjadi sangat parah dan sangat lama sehingga secara signifikan

mengganggu kehidupan sehari-hari penderitanya.

Gangguan ini bisa membuat orang teringat pada kejadian yang dialaminya melalui mimpi buruk, kilas balik (seolah-olah sedang mengalami kembali kejadian

61Team Penanggulangan Masalah Kesehatan Jiwa Akibat Bencana di Aceh dan Sumatera Utara Edisi 26 Januari 2005

Page 62: Buku Panduan Bagi Petugas KEsehatan MEntal

traumatis tersebut), kesulitan untuk tidur, perasaan terasing, dsb. Kondisi ini juga diperburuk oleh fakta bahwa gangguan ini biasanya disertai oleh gangguan-gangguan lain. Gangguan tersebut antara lain: depresi, masalah pada memori dan kognisi, penyalahgunaan obat-obatan/zat dan berbagai masalah kesehatan fisik yang dilatarbelakangi oleh faktor mental emosional (psikosomatik).

Berikut ini beberapa gangguan mental yang umumnya dialami oleh

korban selamat bencana, beserta penatalaksanannya yang bisa dijadikan

pegangan relawan ketika menghadapi korban selamat.

1. DEPRESI ( SEDIH YANG MENDALAM )

FISIK

1. sakit kepala

2. nyeri punggung

3. gangguan tidur ( sulit atau terlalu banyak tidur)

4. sering terbangun dini hari

5. gangguan makan (kurang atau terlalu banyak makan)

6. letih yang berlebihan

7. gairah seksual yang menurun

PERILAKU

1. menghindari pergaulan dengan orang lain

2. tidak mau bicara

3. sering lupa

GEJALA

62Team Penanggulangan Masalah Kesehatan Jiwa Akibat Bencana di Aceh dan Sumatera Utara Edisi 26 Januari 2005

Page 63: Buku Panduan Bagi Petugas KEsehatan MEntal

4. putus asa

5. bosan

6. merasa tidak berharga

7. merasa gagal menyelamatkan diri sendiri dan keluarga

8. tidak mempedulikan lingkungan sekitar

9. ada pikiran atau usaha untuk bunuh diri.

Terhadap Korban selamat

1. Sehubungan interaksi dengan korban selamat

• Membantu dalam melakukan kegiatan sehari-hari seperti

makan, tidur, menjaga kebersihan diri, berdoa dan

beribadah sesuai dengan agama & kepercayaan.

• Memberikan dukungan emosional (emotional support),

i. Temani dan ajak mengobrol

ii. Dengarkan keluhannya

iii. Ucapkan kalimat-kalimat yang membangkitkan

semangat

iv. Tunjukkan bahwa kita memahami perasaannya

• Mendorong untuk mulai beraktivitas,

i. Ajak untuk melakukan kegiatan secara mandiri,

seperti mandi sendiri, makan sendiri, dst

ii. Ajak untuk berinteraksi dengan keluarga atau

orang-orang disekitarnya

iii. Ajak untuk melakukan aktivitas ringan seperti

membaca, bermain, olahraga dsb

PENATALAKSANAAN

63Team Penanggulangan Masalah Kesehatan Jiwa Akibat Bencana di Aceh dan Sumatera Utara Edisi 26 Januari 2005

Page 64: Buku Panduan Bagi Petugas KEsehatan MEntal

2. RUJUK kepada AHLI KESEHATAN MENTAL

(Dokter/Psikiater atau Psikolog), JIKA menunjukan gejala:

• Pikiran atau usaha untuk bunuh diri

• Sulit sekali atau sama sekali tidak mau bicara dengan

orang lain

• Menangis terus menerus

• Terlihat sedih berkepanjangan

Terhadap Keluarga atau Kelompok

Mengajak keluarga agar :

1. Memahami kondisi yang dihadapi oleh korban selamat

2. Menemani dan mengajak berbicara

3. Memfasilitasi kebutuhan-kebutuhan dasar seperti makan,

minum, kebersihan

4. Mengajak untuk melakukan kegiatan yang biasa dan bisa

dilakukan sehari-hari

5. Memfasilitasi untuk berbagi rasa terhadap perubahan yang

terjadi setelah bencana

6. Membantu membuat prioritas penyelesaian masalah yang

ada di keluarga

7. Saling memberikan dukungan dan semangat

8. Saling memberikan dukungan secara non verbal seperti

memeluk, memuji, mengelus, dll.

2. AGRESIF (PERILAKU MARAH)

GEJALA

64Team Penanggulangan Masalah Kesehatan Jiwa Akibat Bencana di Aceh dan Sumatera Utara Edisi 26 Januari 2005

Page 65: Buku Panduan Bagi Petugas KEsehatan MEntal

Fisik

• Ekspresi wajah marah

• Tangan mengepal

• Rahang terkatup

Perilaku

• menolak berhubungan dengan orang lain

• menyalahkan orang lain atau Tuhan

• kasar dan tidak tenang

• mengancam

• menyerang atau merusak lingkungan

Terhadap Korban selamat

1. Membina hubungan agar saling percaya dengan cara:

a. Berbicara dengan ramah dan sabar

b. Memberi kesempatan untuk menyampaikan

keluhannya

c. Menggali informasi dan menjelaskan situasi

d. Membantu merumuskan pemecahan masalah yang

dihadapinya

e. Mendukung pilihan pemecahan masalah yang positif

f. Mengajak latihan relaksasi

2. RUJUK kepada dokter/ psikiater/psikolog, JIKA:

• Gejala yang ditunjukkan sudah tidak bisa lagi ditangani

• Kemarahan bersifat massal maka koordinasikan dengan

pihak keamanan

PENATA LAKSANAAN

65Team Penanggulangan Masalah Kesehatan Jiwa Akibat Bencana di Aceh dan Sumatera Utara Edisi 26 Januari 2005

Page 66: Buku Panduan Bagi Petugas KEsehatan MEntal

CATATAN: Apabila korban selamat dalam keadaan sangat marah

maka relawan hendaknya:

- tidak membelakangi korban selamat

- menjaga jarak

- tetap ada kontak mata tanpa sikap menantang

- sebaiknya tidak menghadapinya seorang diri

Terhadap Keluarga atau Kelompok

1. Memahami kondisi yang dihadapi oleh korban selamat

2. Menemani dan mengajak berbicara

3. Memfasilitasi kebutuhan-kebutuhan dasar seperti makan,

minum, kebersihan

4. Melibatkan kelompok/keluarga dalam penanganan marah

5. Mengajak latihan relaksasi

6. Penyaluran enersi melalui kegiatan bersama (olahraga,

mendengarkan musik, menari, berzikir,dll)

7. membuat perencanaan kegiatan harian

Terhadap Masyarakat Setempat & Lingkungan Sekitar

1. Memfasilitasi terbentuknya kelompok saling bantu (self

help group) untuk membicarakan dan memecahkan

masalah korban selamat dalam kelompok.

2. Menciptakan lingkungan yang aman baik untuk

lingkungan mau pun untuk korban selamat

3. PERILAKU PANIK

FISIK

GEJALA

66Team Penanggulangan Masalah Kesehatan Jiwa Akibat Bencana di Aceh dan Sumatera Utara Edisi 26 Januari 2005

Page 67: Buku Panduan Bagi Petugas KEsehatan MEntal

1. jantung berdebar –debar

2. sesak napas/ nafas pendek/ nafas berat

3. keringat dingin

4. gemetar dan menggigil (bukan karena panas)

5. sakit kepala

6. rasa berat di dada

7. mual

8. muka pucat

9. merasa tidak ada daya seperti dirinya lemah hingga lumpuh,

seolah-olah akan mati.

PERILAKU

Korban selamat bertingkah laku tidak sewajarnya, misal:

1. perilaku yang tidak terkontrol, misal berlari-lari tanpa tujuan,

bingung karena tidak tahu harus berbuat apa, mondar-

mandir, merasa takut (takut mati, kehilangan, gila dan takut

terjadi bencana lagi)

2. berbicara dengan nada yang tinggi

3. menangis meraung – raung

4. mudah tersinggung dan peka terhadap berita yang

mengingatkan tentang trauma.

5. Korban selamat mengemukakan pikiran-pikiran yang tidak

wajar, misal:

- merasa kejadian akan terjadi kembali

- tidak dapat menerima kenyataan (menuntut keluarga

yang hilang akan kembali)

- sulit berkonsentrasi

- merasa kecewa dan frustrasi

- merasa sebagian tubuhnya tidak berfungsi seperti buta,

tuli dan lumpuh

67Team Penanggulangan Masalah Kesehatan Jiwa Akibat Bencana di Aceh dan Sumatera Utara Edisi 26 Januari 2005

PENATALAKSANAAN

Page 68: Buku Panduan Bagi Petugas KEsehatan MEntal

Terhadap Korban selamat

• Tetap bersikap tenang, tidak terpancing kepanikan yang

sedang dialami korban selamat

• Memberi kesempatan untuk mengungkapkan perasaannya

• Mendengarkan dengan penuh perhatian dan pengertian

• Memberi dukungan moral ketika korban selamat tercekam

emosi, misal: berikan sentuhan kasih sayang, beri dekapan

jika memungkinkan

• Lakukan upaya relaksasi dengan cara:

o Melonggarkan pakaian yang ketat

o Mengajak mengatur nafas dan rileks

o Memberi minum

o Memberikan kata-kata yang menenangkan

o mengajak berdoa

• Menjawab pertanyaan korban selamat dengan penuh

keyakinan, realistis, sederhana, jelas, dan singkat

• Jangan berbohong dan memberi harapan terlalu berlebihan,

jangan menyalahkan, jangan memberi pernyataan yang

membuat korban selamat semakin merasa bersalah

• RUJUK kepada dokter/ psikiater/psikolog, JIKA:

• Upaya perorangan tidak berhasil dan cenderung

membahayakan diri dan orang lain

• Korban selamat mengalami kesulitan tidur, gangguan

mimpi buruk, menderita rasa nyeri yang tak tertahankan,

menarik diri dari lingkungan, atau muncul gagasan/ide

bunuh diri

Terhadap Keluarga atau Kelompok

• Beri kesempatan setiap anggota keluarga/kelompok untuk

saling mengenal dan mendengarkan ungkapan perasaan

• Saling memperkuat dan memberi dukungan dari sesama

68Team Penanggulangan Masalah Kesehatan Jiwa Akibat Bencana di Aceh dan Sumatera Utara Edisi 26 Januari 2005

Page 69: Buku Panduan Bagi Petugas KEsehatan MEntal

anggota keluarga/kelompok

• Lakukan tindakan relaksasi sebagaimana di atas secara

bersama-sama

• Tenangkan dan bawa korban selamat ke lokasi yang aman

(posko)

4. STRESS PASCA TRAUMA

Fisik

• MIMPI BURUK : mimpi yang menakutkan tentang kejadian

trauma.

• GANGGUAN TIDUR : karena mimpi buruk, sering terbangun

dan sulit untuk tidur kembali. Tidur tidak lelap, mudah

terbangun. Sehingga penderita menjadi lelah secara fisik,

karena kilasan dan mimpi buruk yang sering terjadi serta tidur

yang kurang.

• Gelisah, muka pucat, berdebar-debar apabila dihadapkan pada

situasi yang mengingatkan kembali kejadian yang traumatik

tersebut.

Perilaku

• KILAS BALIK : Keadaan ini dialami secara terus menerus atau

sewaktu – waktu dan terjadi pada waktu terjaga.

• MUDAH TERKEJUT : Individu mudah kaget terhadap suara

yang keras, sesuatu yang tiba – tiba, selalu waspada dan sulit

konsentrasi.

• MERASA SEDIH DAN PUTUS ASA : Sedih karena kehilangan

keluarga, harta benda, barang dan lingkungan sosial.

• KETAKUTAN : Takut sesuatu akan terjadi kembali dan

GEJALA

69Team Penanggulangan Masalah Kesehatan Jiwa Akibat Bencana di Aceh dan Sumatera Utara Edisi 26 Januari 2005

Page 70: Buku Panduan Bagi Petugas KEsehatan MEntal

menyakitkan dirinya atau keluarganya. Takut pada hal – hal

yang mengingatkan pada peristiwa trauma, takut ditinggal

sendiri.

Terhadap Korban selamat

• Membina hubungan rasa saling percaya

• Membantu mengekspresikan perasaan

• Menelusuri seberapa sering gejala muncul dan seberapa

jauh gejala tersebut mengganggu kegiatan sehari-hari

• Membantu memahami kejadian yang dialaminya

• Mengajarkan teknik relaksasi

• Mengenali dan memberi tahu potensi yang masih dimilikinya

• RUJUK kepada dokter/ Psikiater atau Psikolog, JIKA:

• Kondisi korban selamat sudah membahayakan dirinya

atau lingkungan

• Membutuhkan pengobatan/ perawatan

Terhadap Lingkungan Sekitar

• Menciptakan lingkungan yang nyaman dan aman

• Mengurangi rangsangan dari lingkungan (stressor) yang

dapat memicu reaksi emosi terhadap bencana

• Memfasilitasi terbentuknya kelompok saling bantu (self help

group) untuk membicarakan dan memecahkan masalah

korban selamat dalam kelompok.

PENATALAKSANAAN

70Team Penanggulangan Masalah Kesehatan Jiwa Akibat Bencana di Aceh dan Sumatera Utara Edisi 26 Januari 2005

Page 71: Buku Panduan Bagi Petugas KEsehatan MEntal

5. PERILAKU KACAU (PSIKOTIK)

GEJALA

Fisik

- Penampilan tidak terawat, dan tidak sesuai dengan

situasi

- Badan bau dan kotor

Perilaku

• Tingkah laku kacau atau aneh

• Bicara kacau dan tidak dapat dimengerti

• Bicara atau tertawa sendiri

• Mondar – mandir tanpa tujuan

• Mengulang perbuatan tertentu tanpa tujuan yang jelas

• Keyakinan yang tidak sesuai dengan kenyataan dan budaya

(misalnya menganggap dirinya utusan Tuhan, yakin ada

orang lain yang akan mencelakakan dirinya, dll)

• Mendengar suara atau melihat sesuatu tanpa ada

sumbernya (halusinasi)

• Gelisah dan tidak tidur berhari – hari

• Mengurung diri atau mengganggu lingkungan

71Team Penanggulangan Masalah Kesehatan Jiwa Akibat Bencana di Aceh dan Sumatera Utara Edisi 26 Januari 2005

Page 72: Buku Panduan Bagi Petugas KEsehatan MEntal

Terhadap Korban selamat

• Membina hubungan yang baik, sapa dengan memanggil

namanya

• Memberikan senyum yang ramah

• Menerima dan memahami orang tersebut secara apa

adanya

• Mendengarkan keluhan dengan baik, jangan menyalahkan

atau secara berlebihan mengoreksi perilakunya yang kacau

• Mencoba menenangkan. Gunakan kata-kata yang lembut,

ajak untuk bersikap tenang dan relaks

• Memberi kesempatan untuk mencurahkan perasaan dan

pikirannya.

• Apabila orang tersebut mengalami HALUSINASI:

o Jangan mendukung, tetapi juga jangan membantah

hal tersebut

o Katakan misalnya “Saya percaya Kamu mendengar

suara tersebut, tapi saya tidak dapat mendengarnya”.

o Sarankan cara-cara untuk mengatasi halusinasi,

misalnya: tidak mempedulikan, mengalihkan

perhatian dengan mengajak orang lain bicara, ajak

melakukan kegiatan.

• RUJUK kepada dokter/ psikiater/psikolog, JIKA:

• Langkah-langkah di atas tidak dapat mengatasi

kekacauan perilaku orang tersebut

• Perilakunya membahayakan diri dan orang lain

Terhadap Keluarga atau Kelompok

• Melibatkan keluarga dalam merawat orang tersebut dengan

memberikan informasi dan cara-cara mengatasi keadaan

• Mengawasi agar obat benar-benar diminum sesuai aturan

dari dokter, jika orang tersebut mendapat obat

PENATALAKSANAAN

72Team Penanggulangan Masalah Kesehatan Jiwa Akibat Bencana di Aceh dan Sumatera Utara Edisi 26 Januari 2005

Page 73: Buku Panduan Bagi Petugas KEsehatan MEntal

• Menjauhkan benda-benda berbahaya yang ada di sekitar

orang tersebut (misalnya, pisau, gunting, parang dsb)

• Melakukan aktivitas kelompok, jika bisa, dalam bentuk

berbagi rasa, olah raga, permainan, musik, dll

Terhadap Masyarakat Setempat

• Memberikan informasi bahwa perilaku kacau tersebut

tidaklah disengaja, namun disebabkan karena kondisi

jiwanya

• Mendorong masyarakat agar tidak mengucilkan, mengolok-

olok, membedakan, atau memasung orang tersebut

73Team Penanggulangan Masalah Kesehatan Jiwa Akibat Bencana di Aceh dan Sumatera Utara Edisi 26 Januari 2005

Page 74: Buku Panduan Bagi Petugas KEsehatan MEntal

BAB 5. PANDUAN UNTUK MELAKUKAN PENYULUHAN, BIMBINGAN KELOMPOK, DAN KONSELING

Semua petugas dan relawan kesehatan mental yang membantu korban

selamat yang mengalami gangguan stres pasca trauma diharapkan bisa

melakukan penyuluhan dan bimbingan kelompok sebagai bagian dari usaha

memulihkan kondisi mental korban selamat. Selain itu, dengan pengetahuan

mengenai gangguan-gangguan mental pada korban selamat yang telah

dijelaskan pada bab sebelumnya, petugas dan relawan kesehatan mental

dapat mengenali korban selamat yang perlu dirujukkan kepada psikolog,

psikiater, dan perawat jiwa yang berwenang dalam memberikan konseling di

daerah bencana.

Hal yang perlu diketahui oleh petugas dan relawan kesehatan mental

adalah DILARANG untuk melakukan DEBRIEFING. Arti yang populer tentang

debriefing adalah “membicarakan tentang apa yang telah terjadi”. Sedangkan

definisi debriefing secara psikologis adalah metode terstruktur yang pada

dasarnya digunakan untuk melepaskan ketegangan melalui “berbicara”.

Teknik debriefing sebaiknya tidak digunakan pada orang-orang yang

mengalami trauma yang sangat hebat (extreme trauma). Debriefing pada

orang-orang ini tidak disarankan karena dapat mengganggu keefektifan tindak

lanjut jangka panjang oleh para profesional. Ilmuwan-ilmuwan secara umum

sepakat bahwa penggunaan debrifing perlu diteliti lebih lanjut. Secara ilmiah,

keefektifan debriefing belum terbukti untuk menangani masalah klinis. Selain

itu, teknik ini bisa memberikan hasil yang baik pada masyarakat negara maju

di mana sistem kesehatan mental dan sistem-sistem lain yang terkait

memang sudah tersedia. Tabel 5.1. menjelaskan mengenai penggunaan

debriefing.

74Team Penanggulangan Masalah Kesehatan Jiwa Akibat Bencana di Aceh dan Sumatera Utara Edisi 26 Januari 2005

Page 75: Buku Panduan Bagi Petugas KEsehatan MEntal

Tabel 5.1. Penggunaan Debriefing

Sumber/Penyebab Stres Disarankan Tidak Disarankan

Kehilangan dan Ancaman Terhadap Keselamatan Jiwa

Karena dapat mengganggu fase penolakan (denial) dan fase “mati rasa” (numbing) yang perlu dilalui untuk menangani stres

Perpisahan dan Perpindahan tempat

Teknik ini tidak bisa mengenali konteks dari trauma atau interaksi dari kejadian-kejadian yang genting/akut.

Penyebab Kronis dan Traumatis

Teknik ini tidak bisa mengenali secara spesifik, trauma yang terjadi antar-generasi dan yang tidak dapat dihadapi dengan cepat

Bencana

Disarankan hanya pada pekerja darurat/relawan yang sebelumnya sudah memperoleh penjelasan/briefing untuk menangani bencana

Tidak disarankan untuk populasi masyarakat yang terkena bencana

Konflik, Kekerasan, & Trauma Massal

Tidak disarankan jika melibatkan banyak stresor (pelanggaran hak asasi, trauma massal, penyiksaan, adanya tawanan)

75Team Penanggulangan Masalah Kesehatan Jiwa Akibat Bencana di Aceh dan Sumatera Utara Edisi 26 Januari 2005

Page 76: Buku Panduan Bagi Petugas KEsehatan MEntal

Catatan bagi para ahli yang mempertimbangkan untuk menggunakan teknik

debriefing:

• Debriefing bisa meningkatkan efek negatif pada orang-orang yang

depresi. Mereka cenderung akan menilai debriefing secara negatif.

• Ritual budaya setempat bisa menggantikan debriefing karena

masyarakat terbiasa dengan nilai-nilai budaya yang secara spesifik

lebih bisa menjelaskan hal-hal yang bisa dilakukan.

• Tidak ada bukti bahwa teknik ini bisa mencegah terjadinya gangguan

yang lebih parah.

• Tidak tepat untuk membuat orang semakin berduka karena

penempatan waktu yang tidak tepat. Proses kognitif yang tidak tepat

juga bisa menyebabkan kebingungan. Orang-orang yang mengalami

trauma yang besar, ketika dihadapkan pada debriefing, dapat

menimbulkan traumatisasi yang jauh lebih besar pada orang lain yang

terlibat pada proses debriefing yang sama.

Bantuan untuk korban selamat dilakukan dalam tiga bentuk pilihan kegiatan,

yakni:

• Penyuluhan o Penyuluhan adalah bimbingan yang bersifat langsung dalam

bentuk nasehat atau pengarahan kepada para korban

selamat.

• Bimbingan o Bimbingan adalah bantuan yang diberikan oleh seseorang

kepada orang lain dalam membuat keputusan yang

bijaksana, dalam penyesuaian diri, dan dalam memecahkan

masalah kehidupan mereka.

• Konseling o Konseling merupakan suatu proses dimana seseorang

membantu orang lain secara pribadi, dalam menyelesaikan

permasalahan atau membuat keputusan dengan memahami

fakta-fakta dan emosi yang terlihat

76Team Penanggulangan Masalah Kesehatan Jiwa Akibat Bencana di Aceh dan Sumatera Utara Edisi 26 Januari 2005

Page 77: Buku Panduan Bagi Petugas KEsehatan MEntal

Petugas dan relawan yang dapat memberikan penyuluhan adalah, antara lain (dengan syarat sudah menjalani pelatihan khusus sebelumnya):

• guru

• kader

• pramuka

• palang merah atau bulan sabit merah

• tokoh agama

• tokoh masyarakat

• mahasiswa

• karang taruna

• perawat

• bidan

Petugas yang dapat memberikan bimbingan adalah:

• dokter umum

• psikolog/sarjana psikologi

• psikiater

• perawat

• petugas paramedis di puskesmas

yang sudah dilatih

• relawan yang terlatih untuk

memberikan bimbingan

Petugas yang dapat memberikan konseling adalah:

• psikolog

• psikiater

• perawat jiwa

Kriteria Penyuluh/ Pembimbing/ Konselor adalah:

• Mempunyai keinginan & motivasi

untuk menolong

• Mampu menjadi pendengar yang baik

77Team Penanggulangan Masalah Kesehatan Jiwa Akibat Bencana di Aceh dan Sumatera Utara Edisi 26 Januari 2005

Page 78: Buku Panduan Bagi Petugas KEsehatan MEntal

• Mampu berkomunikasi dengan baik

• Dapat berempati

• Mampu membina hubungan yang

saling mempercayai

• Peka menilai situasi dan kebutuhan

peserta

• Mampu menarik perhatian massa

Sasaran Penyuluhan/ Bimbingan/ Konseling adalah:

• Masyarakat yang terkena bencana

• Masyarakat yang kehilangan anggota

keluarga

• Petugas yang memberikan

pertolongan langsung (penduduk

setempat, relawan, TNI/POLRI dll)

• Masyarakat penerima pengungsi

A. PEDOMAN UNTUK MELAKUKAN PENYULUHAN

Tujuan:

Memberikan informasi kepada peserta agar:

1. Peserta memahami dampak bencana terhadap dirinya (fisik, mental dan

sosial).

2. Peserta memahami upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasinya.

Penyuluhan diberikan kepada kelompok besar, yaitu dari 20-40 orang.

Cara melakukan

penyuluhan:

- Dialog interaktif

78Team Penanggulangan Masalah Kesehatan Jiwa Akibat Bencana di Aceh dan Sumatera Utara Edisi 26 Januari 2005

Page 79: Buku Panduan Bagi Petugas KEsehatan MEntal

- Diskusi kasus

- Simulasi (Bermain-peran, permainan dll)

Proses:

- Penyuluh bertatap muka dengan semua peserta

(duduk melingkar atau membentuk huruf U)

- Menciptakan suasana yang tenang dan nyaman

sehingga peserta tidak bosan

- Bicara dengan bahasa yang sederhana dan mudah

dimengerti

- Hindari kata-kata yang dapat menyinggung perasaan

- Penyuluh harus optimis dan dapat memberi

semangat kepada peserta

- Apabila peserta ramai berbicara atau terlihat bosan,

libatkan mereka dalam penyuluhan atau ubah

metodenya

- Penyuluhan diawali dengan mengucapkan salam

pembukaan.

- Memanjatkan doa

- Memperkenalkan diri (nama, tugas ) dan

menyampaikan maksud & tujuan

- Apabila ada pertanyaan yang tidak bisa dijawab,

terus terang saja. Jangan memaksa diri untuk

menjawabnya.

- Ucapkan terima kasih atas perhatian peserta selama

kegiatan.

- Akhiri dengan salam dan doa penutup.

Perlengkapan:

- Poster/selebaran

- Alat peraga

- Alat bantu lainnya

- Pengeras suara ( jika dibutuhkan )

- Alat perekam

79Team Penanggulangan Masalah Kesehatan Jiwa Akibat Bencana di Aceh dan Sumatera Utara Edisi 26 Januari 2005

Page 80: Buku Panduan Bagi Petugas KEsehatan MEntal

B. PEDOMAN UNTUK MELAKUKAN BIMBINGAN KELOMPOK

Bantuan untuk korban selamat yang mengalami reaksi psikologis akibat

gempa dan tsunami di Aceh dan Sumatera Utara dapat diberikan melalui bimbingan

kelompok. Berikut adalah uraian mengenai bimbingan kelompok.

Bimbingan kelompok:

- Diberikan kepada kelompok kecil, yaitu 5 – 6 orang untuk tiap

kelompok.

- Percakapan dipandu oleh petugas.

- Peserta berasal dari kelompok usia yang sama, dengan keadaan atau

status kesehatan mental yang sama.

Tujuan:

1. Memberikan tempat untuk berbagi beban psikologis yang berat antar

anggota masyarakat yang membutuhkan perhatian khusus.

2. Memberikan suasana kebersamaan di antara anggota kelompok supaya

merasa tidak sendiri dalam mengalami penderitaan.

3. Menyediakan dukungan psikososial di antara anggota masyarakat yang

menjadi peserta bimbingan kelompok.

4. Menyediakan sarana untuk mengungkapkan reaksi psikologis pasca

bencana.

Cara melakukan

bimbingan kelompok:

- Peserta dan pemandu duduk membentuk

80Team Penanggulangan Masalah Kesehatan Jiwa Akibat Bencana di Aceh dan Sumatera Utara Edisi 26 Januari 2005

Page 81: Buku Panduan Bagi Petugas KEsehatan MEntal

lingkaran supaya semua peserta merasa sama,

pemandu juga sama dengan mereka, tidak ada

yang lebih tinggi atau lebih rendah.

- Suasana ini akan membantu peserta merasa

nyaman.

- Atur peserta supaya duduk nyaman dan dapat

mengikuti pembicaraan dengan baik.

- Buka pertemuan dengan mengucapkan salam.

- Perkenalkan diri: nama, tugas.

- Minta peserta saling memperkenalkan diri.

- Beritahukan hal yang akan dibicarakan dalam

kelompok.

- Pandu pembicaraan agar semua peserta

mendapat kesempatan berbicara, berpendapat,

bertanya, mengemukakan perasaannya.

- Perhatikan sikap peserta, apakah ia senang

mengikuti pembicaraan dalam kelompok,

merasa jenuh, bosan, malas, merasa terpaksa.

Kalau senang, tidak ada masalah dan

pembicaraan dapat diteruskan. Kalau peserta

merasa tidak senang, usahakan menyesuaikan

isi percakapan agar semua peserta tetap

berminat mengikuti pembicaraan kelompok.

- Jaga jangan sampai ada peserta yang merasa

dicemooh, ditertawakan, dipojokkan sehingga

dia merasa tersinggung, kesal, marah.

- Kalau ada peserta yang mengemukakan pikiran

dan perasaannya usahakan supaya pikiran atau

perasaan itu juga ditanggapi oleh peserta

lainnya.

- Jawab pertanyaan peserta agar peserta

mendapatkan pengertian yang benar tentang

hal yang dibicarakan. Mungkin juga perlu

81Team Penanggulangan Masalah Kesehatan Jiwa Akibat Bencana di Aceh dan Sumatera Utara Edisi 26 Januari 2005

Page 82: Buku Panduan Bagi Petugas KEsehatan MEntal

diberikan penjelasan untuk pengertian yang

keliru. Ingat, jawaban untuk seorang peserta

juga bermanfaat untuk peserta lainnya dan

orang-orang lain yang ditemui peserta.

Perlengkapan:

- panduan pembicaraan dalam bimbingan

kelompok

- media komunikasi

82Team Penanggulangan Masalah Kesehatan Jiwa Akibat Bencana di Aceh dan Sumatera Utara Edisi 26 Januari 2005

Page 83: Buku Panduan Bagi Petugas KEsehatan MEntal

C. PEDOMAN UNTUK MELAKUKAN KONSELING

Konseling dilakukan untuk menangani kasus-kasus yang memerlukan bantuan

secara perorangan. Untuk konseling terhadap korban selamat bencana di Aceh, hanya

boleh dilakukan oleh Psikolog/Psikiater/Perawat jiwa yang UNTUK JANGKA

WAKTU YANG CUKUP BERDOMISILI DI TEMPAT BENCANA.

• JANGAN LAKUKAN BIMBINGAN ATAUPUN KONSELING SATU

SESI (SINGLE SESSION COUNSELLING). UPAYA KONSELING TERHADAP KORBAN SELAMAT MEMBUTUHKAN BEBERAPA

KALI PERTEMUAN. PADA KONDISI PASCA BENCANA SEPERTI DI ACEH INI, DISARANKAN UNTUK MELAKUKAN BEBERAPA KALI KONSELING/BIMBINGAN KELOMPOK TERHADAP SATU

KELOMPOK KORBAN SELAMAT.

• RELAWAN TIDAK DISARANKAN UNTUK MELAKUKAN

KONSELING PERORANGAN. KONSELING PERORANGAN MEMBUTUHKAN BEBERAPA KALI PERTEMUAN (TERGANTUNG DARI TINGKAT MASALAH YANG DIALAMI KORBAN SELAMAT).

JIKA SEORANG KORBAN SELAMAT TELAH MENUNJUKKAN PERILAKU-PERILAKU YANG TIDAK DAPAT DITANGANI

RELAWAN, MAKA RELAWAN HARUS MERUJUKNYA KE TENAGA PROFESIONAL (PSIKOLOG ATAU PSIKIATER) YANG

BERDOMISILI DI TEMPAT BENCANA UNTUK JANGKA WAKTU YANG CUKUP ATAU MERUJUKNYA KE RUMAH SAKIT JIWA

SETEMPAT SESEGERA MUNGKIN.

83Team Penanggulangan Masalah Kesehatan Jiwa Akibat Bencana di Aceh dan Sumatera Utara Edisi 26 Januari 2005

Page 84: Buku Panduan Bagi Petugas KEsehatan MEntal

Konseling :

- Diberikan secara perorangan.

- Diselenggarakan secara sengaja, artinya punya waktu untuk

melakukan konseling.

- Tatap muka sehingga dapat melihat ekspresi orang yang dibantu dan

karenanya dapat memahaminya secara lengkap. Perlu diingat bahwa

komunikasi yang berlangsung tidak hanya secara lisan namun juga

melalui gerak tubuh, isyarat, mimik muka/ekspresi wajah, dan

sebagainya.

- Tujuan: membantu orang yang diberi konseling untuk dapat melihat

dirinya, memahami kondisi dan situasinya, melihat pilihan yang bisa

dipertimbangkannya, dan memutuskan untuk melakukan sesuai

pilihannya dengan pemahaman bahwa selalu ada pilihan lain untuk

mengatasinya. Dengan demikian dia tidak menjadi putus asa dan

mudah menyerah namun tetap mempunyai harapan.

Kemampuan yang harus dimiliki petugas yang memberikan konseling:

- Mendengar aktif adalah kemampuan yang sangat perlu dimiliki oleh

petugas konseling. Di dalam mendengar aktif petugas memberi

keleluasaan kepada orang yang dibantu untuk mengungkapkan

perasaannya, pikirannya, dan bertanya.

- Menggali informasi merupakan bagian penting dalam konseling agar

petugas tidak terjebak oleh pikiran atau pengertiannya sendiri tentang

hal yang dibicarakan. Menggali informasi ditentukan oleh kemampuan

bertanya, cara mengajukan pertanyaan dan isi pertanyaan sangat

menentukan macam jawaban yang diperoleh dari orang yang dibantu.

- Menjelaskan adalah kemampuan yang perlu dimiliki petugas

konseling. Penjelasan harus diberikan dalam cara yang mudah

dipahami oleh orang yang dibantu. Penjelasan yang diberikan

merupakan cara meluaskan pandangan orang yang dibantu sehingga

ia dapat berpikir dan merasa sesuai dengan kenyataan yang ada.

84Team Penanggulangan Masalah Kesehatan Jiwa Akibat Bencana di Aceh dan Sumatera Utara Edisi 26 Januari 2005

Page 85: Buku Panduan Bagi Petugas KEsehatan MEntal

- Memecahkan atau mengatasi masalah berdasarkan kondisi dan

situasi orang yang dibantu, yang berarti sangat memperhatikan

kemampuan, peluang dan kendala yang ada padanya. Pembicaraan

dalam upaya mengatasi masalah ini harus sesuai dengan kenyataan.

Jadi, sebaiknya benar-benar terpusat pada keadaan orang yang

dibantu. - Membantu dan Mendukung agar orang yang dibantu merasa bahwa

dia diperhatikan, dimengerti, didukung, dan dibantu mengatasi

keadaannya. Kemampuan mengarahkan percakapan, memberikan

saran atau anjuran perlu dimiliki petugas. Tidak menggurui, menilai,

mencemooh, mentertawakan, memojokkan adalah sikap yang sangat

diharapkan dari petugas yang melakukan konseling. Tujuan konseling baru dapat tercapai kalau petugas memiliki sikap sebagai

berikut:

- Percaya diri.

- Tahu posisinya, yaitu sebagai petugas yang membantu orang lain dalam

mengatasi masalahnya sesuai dengan kondisi dan situasi orang yang dibantu.

- Berpandangan luas, memahami berbagai pandangan dan mungkin saja berbeda

dengan pendapatnya sendiri, tidak terpusat pada dirinya sendiri dalam

membahas dengan orang yang dibantu.

- Mempunyai pengetahuan yang cukup tentang hal yang dibicarakan.

- Bersikap luwes, tidak kaku pada pendapat yang diyakininya sebagai

kebenaran.

- Berminat membantu orang lain.

- Sabar, tenang dan mampu menghadapi berbagai reaksi emosional seperti

marah, sedih, cemas, menunjukkan sikap bermusuhan, agresif, tidak mau

mengikuti aturan, mengasihani diri sendiri.

- Menjaga kepercayaan orang yang dibantu.

- Mampu menumbuhkan semangat dan meyakinkan orang yang dibantu bahwa

dia masih punya harapan, apapun kesulitan yang dihadapinya.

85Team Penanggulangan Masalah Kesehatan Jiwa Akibat Bencana di Aceh dan Sumatera Utara Edisi 26 Januari 2005

Page 86: Buku Panduan Bagi Petugas KEsehatan MEntal

Untuk dapat melakukan konseling, petugas perlu memiliki keterampilan

berkomunikasi, yaitu:

- sikap tubuh: relaks, posisi tubuh menghadap ke orang yang dibantu, ada

kontak mata sehingga dapat mengamati keseluruhan tampilan orang yang

dibantu

- gaya bicara: nada bicara, memilih kata, menyusun kalimat

- mengarahkan

- membimbing

- mengajak

- merumuskan

- menyimpulkan

- mengingatkan

Proses Konseling:

- Mengenal orang yang dibantu.

- Membantu merumuskan kondisi permasalahan orang yang dibantu.

- Membantu memikirkan kemungkinan mengatasinya.

- Membantu dalam pengambilan keputusan.

- Menguatkan keyakinan pada pilihan yang diputuskan agar terdorong

untuk mencoba.

Di dalam proses ini ada empat tahapan yang perlu diperhatikan: - Biarkan dia meluapkan emosinya untuk melepaskan beban mentalnya.

Tunjukkan sikap bahwa dia dimengerti dan layak berekspresi seperti

itu. Kalau perlu, ajak dia melakukan relaksasi atau latihan pernafasan

untuk melepaskan ketegangan perasaan yang dialaminya.

- Ajak dia membicarakan keadaannya.

- Arahkan pemikirannya ke depan.

- Tunjukkan peluang yang masih ada dan dapat dimanfaatkannya. Untuk

ini petugas harus tahu data mengenai berbagai peluang yang bisa

dipilih agar betul-betul merupakan pilihan yang nyata.

Perlengkapan: - media komunikasi

86Team Penanggulangan Masalah Kesehatan Jiwa Akibat Bencana di Aceh dan Sumatera Utara Edisi 26 Januari 2005

Page 87: Buku Panduan Bagi Petugas KEsehatan MEntal

D. ISI PERCAKAPAN DALAM MEMBERIKAN PENYULUHAN,

BIMBINGAN KELOMPOK, DAN KONSELING

Contoh pernyataan atau pertanyaan di bawah ini dapat digunakan

sebagai bahan pembicaraan dengan berbagai kelompok dan kondisi

masyarakat, yaitu:

- yang tidak mempunyai keluhan gangguan kesehatan mental

- yang mengalami gangguan kesehatan mental

ISI PERCAKAPAN

• Allah masih memberi kesempatan kepada kita untuk melanjutkan

kehidupan. Mari kita lihat, apa yang dapat kita lakukan. Tugas manusia

adalah ikhtiar atau usaha dan berdoa. Selanjutnya kita berserah diri

kepada Allah. Semoga Tuhan memberikan jalan bagi kita untuk

menemukan kembali kehidupan kita, melihat ke depan, mencari

peluang agar dapat bertahan.

• Kejadian ini memang membuat kita sedih. Tidak apa-apa menangis.

Ya, menangislah. Lepaskan semua supaya merasa lega.

• Kalau saya adalah Anda, saya pun akan merasakan hal yang sama.

Saya dapat membayangkan, betapa perasaan Anda. Saya ingin sekali

membantu meringankan.

• Mari kita berdoa bersama, untuk yang sudah pergi meninggalkan kita,

yang sebagai syahid dan syahidah berada di tempat yang layak di sisi

Allah SWT, juga untuk kita yang masih diberi kesempatan untuk

melanjutkan kehidupan.

87Team Penanggulangan Masalah Kesehatan Jiwa Akibat Bencana di Aceh dan Sumatera Utara Edisi 26 Januari 2005

Page 88: Buku Panduan Bagi Petugas KEsehatan MEntal

• Bencana bisa terjadi di mana-mana. Kita tidak pernah mengharapkan

namun kalau Tuhan menghendaki terjadi, apalah yang dapat kita

lakukan untuk mencegahnya? Marilah kita berdoa, semoga Allah

melindungi kita.

• Dalam keadaan seperti ini biasanya kita berpikir, “Kalau saja .... (saya

tidak pergi); kalau saja ....... (saya ajak dia); kalau saja ..... Mari kita

berserah diri kepada Allah SWT karena DIA yang mengatur segalanya.

Ikhlas kita menerima kehendak-NYA karena tiada daya kita menahan

kehendak-NYA. Mudah-mudahan Allah memberikan kita kekuatan.

Kemarin sudah berlalu, tidak ada yang dapat diperbaiki, jadikan

sebagai pengalaman. Hari ini adalah kenyataan dan esok adalah

harapan. Mari kita lanjutkan kehidupan dan kita siapkan diri ke depan,

apapun yang diberikan Allah kepada kita. Allah tidak akan memberikan

beban di luar batas kemampuan kita menanggungnya. Semoga Allah

memberi kekuatan kepada kita dan membukakan jalan bagi kita untuk

tetap dapat melanjutkan kehidupan di jalan yang diridhoi-NYA. Amin.

• Kejadian kemarin sangat mengerikan. Wajar kalau kita merasa cemas

dan takut kalau peristiwa itu berulang. Ketakutan itu beralasan, bisa

dimengerti tapi tidak untuk dicemaskan terus menerus. Hujan, angin,

air pasang dan surut, kilat, petir akan selalu terjadi dalam kehidupan.

Apa yang harus kita perhatikan untuk menjaga diri, kalau-kalau

bencana itu kembali datang.

• Kalau terjadi gempa, lakukan ini:

o keluar dari bangunan ke tempat terbuka

o berlindung di bawah meja

• Kalau air laut pasang, lakukan ini:

o Segera tinggalkan tempat, jangan pikir panjang lagi

o Lari ke tempat yang tinggi, bukit, gunung

o Selamatkan diri sendiri sedapat mungkin.

88Team Penanggulangan Masalah Kesehatan Jiwa Akibat Bencana di Aceh dan Sumatera Utara Edisi 26 Januari 2005

Page 89: Buku Panduan Bagi Petugas KEsehatan MEntal

• Perhatikan perubahan alam: apa yang dilakukan burung-burung, apa

yang dilakukan hewan ternak, apa yang dilakukan binatang laut, apa

yang dilakukan hewan di alam bebas yang tidak dipelihara, perubahan

cuaca.

• Doa yang dapat dibaca bersama dengan anak-anak

89Team Penanggulangan Masalah Kesehatan Jiwa Akibat Bencana di Aceh dan Sumatera Utara Edisi 26 Januari 2005

Page 90: Buku Panduan Bagi Petugas KEsehatan MEntal

DAFTAR PUSTAKA

Center for Mental Health Services. Emergency Mental Health and Traumatic

Stress. www.mentalheath.samhsa.gov

Center for Mental Health Services. Anniversary Reaction to a Traumatic

Event: The Recovery Process Continues. www.mentalheath.samhsa.gov

Center for Mental Health Services. Age-specific Intervention at Home for

Children in Trauma: From Preschool to Adolescence.

www.mentalheath.samhsa.gov

Cook-Fralick, Wendi M. Examining Mental Health : Lessons Learned from

Pilot Disaster Response Trainings. www.nmha.org

Courtois, Christine A., (2000). Vicarious Traumatization of the Therapist.

www.ncptsd.org

Department of Mental Health and Substance Dependence. (2003). Mental

Health in Emergencies. WHO : Geneva

www.who.int

Direktorat Kesehatan Jiwa Masyarakat Ditjen Bina Kesehatan Masyarakat

Departemen Kesehatan RI. (2005). Kebijakan Penanggulangan Masalah

Kesehatan Jiwa dan Psikososial pada Masyarakat yang Terkena Bencana

dan Konflik.

Ellis, Susan J. (1992). Preparing for the Volunteer’s First Day.

www.energizeinc.com

Guy, James D., Dr. (2004). Humanitarian Aid and Disaster Relief. CA:

Headington Institute. www.headington-institute.org

90Team Penanggulangan Masalah Kesehatan Jiwa Akibat Bencana di Aceh dan Sumatera Utara Edisi 26 Januari 2005

Page 91: Buku Panduan Bagi Petugas KEsehatan MEntal

International Federation of Red Cross and Red Crescent Sociaties.

Volunteering.

Jan I., Richardson. (2001). Guidebook on Vicarious Trauma : Recommended

Solutions for Anti-Violence Workers, Health Canada.

Mental Health Tips for Disaster Related Anxiety. www.redcross.org

National Center for PTSD. (2003). Phases of Traumatic Stress Reaction in

Disaster. www.ncptsd.org

National Center for PTSD. (2003). What is Posttraumatic Stress Disorder?.

www.ncptsd.org

National Center for PTSD. (2003). Helping Survivors in the Wake of Disaster.

www.ncptsd.org

National Center for PTSD. (2003). Mental-Health Intervention for Disaster.

www.ncptsd.org

National Mental Health Information Center. A Guide for Older Adults.

www.mentalhealth.samhsa.gov

National Center for PTSD. (2003). Survivors of Human-Caused and Natural

Disasters. www.ncptsd.org

National Center for PTSD. (2003). Working with Trauma Survivors.

www.ncptsd.org

National Mental Health Information Center, (2003). Self-care Tips for

Emergency and Disaster Response Workers. www.mentalhealth.samhsa.gov

91

Nelson, Terri Spahn, MSSW, LISW. Vicarious Trauma: Bearing Witness to

another’s Trauma. Oxford, Ohio. Team Penanggulangan Masalah Kesehatan Jiwa Akibat Bencana di Aceh dan Sumatera Utara

Edisi 26 Januari 2005

Page 92: Buku Panduan Bagi Petugas KEsehatan MEntal

Oriol, William (2002). Psychosocial Issues for Older Adults in Disaster.

www.mentalhealth.org

Post-Traumatic Stress Disorder. www.nmha.org

Solichin, Jusni Ichsan Dr SpKJ. (2005). Stress Pasca Trauma Pada Anak dan

Penanganannya.

Solichin, Jusni Ichsan Dr SpKJ. Keterampilan Konseling.

Tim Penanggulangan Masalah Kesehatan Mental Akibat Bencana Tsunami di

Aceh dan Sumatera Utara, (2005). Draft 1 Buku Panduan Bagi Petugas dan

relawan Kesehatan Mental Akibat Bencana Alam di Aceh dan Sumatera

Utara.

WHO. (2004). Psychosocial Support To The Community : Acute Relief

Phase. WHO: South-East Asia

www.whosea.org

Yatim, Dani I, Sekelumit Tentang Aceh, artikel pribadi, 2005 (keseluruhan

artikel dikutip di bab 1)

92Team Penanggulangan Masalah Kesehatan Jiwa Akibat Bencana di Aceh dan Sumatera Utara Edisi 26 Januari 2005