BIOAKTIVITAS MINYAK ATSIRI SEREH Cymbopogon citratus DC.
TERHADAP PERTUMBUHAN BAKTERI Escherichia coli DAN
Staphylococcus aureus
OLEH:
HASRIANI RAHMAN
H411 09 253
JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2013
i
BIOAKTIFITAS MINYAK ATSIRI SEREH Cymbopogon citratus DC.
TERHADAP PERTUMBUHAN BAKTERI Escherichia coli DAN
Staphylococcus aureus
Skripsi Ini Dibuat Untuk Melengkapi Tugas Akhir Dan Memenuhi Syarat
Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Biologi
HASRIANI RAHMAN
H 411 09 253
JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2013
ii
LEMBAR PENGESAHAN
BIOAKTIFITAS MINYAK ATSIRI SEREH DAPUR Cymbopogon citratus
DC. TERHADAP PERTUMBUHAN BAKTERI Escherichia coli dan
Staphylococcus aureus
Disetujui Oleh :
Pembimbing Utama Pembimbing Pertama
Prof. Dr. Hj. Dirayah R. Husain, DEA Drs. Asadi Abdullah, M.Si
NIP. 19600525 198601 2 001 NIP. 19620303 198903 1 007
iii
PRAKATA
Segala puji bagi Allah Subhanahu wa Ta’ala, atas segala karunia dan
segala hidayah-Nya yang dianugerahkan kepada Penulis sehingga penulisan
skripsi ini dapat Penulis selesaikan tepat pada waktunya. Tak lupa pula shalawat
dan salam atas junjungan Baginda Rasulullah Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa
Sallam, para Sahabat dan Keluarga Beliau yang Insya Allah diridhai oleh Allah
Subhanahu wa Ta’ala.
Penulisan skripsi yang berjudul Bioaktivitas Minyak Atsiri Sereh
Cymbopogon citratus DC. terhadap Pertumbuhan bakteri Escherichia coli
dan Staphylococcus aureus ini merupakan salah satu prasyarat yang harus
dipenuhi dalam penyelesaian jenjang pendidikan Strata 1 (S1) sebelum
memperoleh gelar sarjana. Diperlukan waktu sekitar 6 bulan dalam proses
penelitian dan penyusunannya. Isi dari skripsi ini merupakan ilmu Biologi dan
berkonsentrasi pada bidang Mikrobiologi.
Penyelesaian skripsi ini tidak lepas dari dukungan, bimbingan dan
motivasi dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis menyampaikan terima kasih
dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada Ibu Prof. Dr. Hj. Dirayah R.
Husain, DEA selaku pembimbing utama, dan Bapak Drs. Asadi Abdullah, M.Si
selaku pembimbing pertama yang telah memberikan bimbingan, arahan dan
dorongan motivasi baik itu berupa ilmu pengetahuan maupun pelajaran kehidupan
yang Insya Allah berharga bagi kehidupan Penulis kelak (semoga Allah
iv
Subhanahu wa Ta’ala membalas segala kebaikan Ibu dan Bapak dengan kebaikan
yang lebih baik dan bernilai Ibadah).
Penulis juga mengkhaturkan beribu terima kasih yang tak tak terhingga
atas kasih sayang dan pengorbanan yang telah diberikan. Kepada Ayahanda
tercinta Abdurrahman, S.Sos dan Ibunda tersayang Naisyah yang selalu jadi
kekuatan dan motivator terbesar bagi Penulis, memberikan doa, kasih sayang dan
semangat yang tak putus-putus sepanjang kehidupan Penulis. Kepada adik-adikku
yang terkasih Hasriadi, Muh. Hardiansyah, Muh. Fatur Rahman, Muh. Fajri
Rahman, terima kasih atas segala keceriaan yang membuat hari-hariku lebih indah
dan penuh warna. Tak lupa pula rasa terima kasih kepada keluarga besarku yang
tak bisa kusebutkan satu persatu, walau demikian kalian adalah salah satu
penyemangat dan penghibur yang baik dikala suka dan duka selama proses
penyelesaian studi. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada :
1. Bapak Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas
Hasanuddin beserta para staf.
2. Ketua Jurusan Biologi beserta staf dosen dan pegawai jurusan Biologi
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Hasanuddin.
3. Tim Penguji skripsi yang telah meberikan kritik dan saran dalam penulisan
skripsi, yaitu : Dr. Magdalena Litaay, M.Sc., Dr. Elis Tambaru, M.Si,. Drs.
Munif Said Hassan, M.S., dan Dr. Rosana Agus, M.Si.
4. Penasehat Akademik Ibu Dra. Markarma, M.Si yang telah memberikan
dorongan, dukungan dan motivasi selama penyelesaian studi.
v
5. Sahabat-sahabatku tercinta A. Ika Muthia Idris, Indrayani, Nurefiana, Muh.
Rizal, Agung Nuradham, Lisa Rezky Ramadhani, Tenri Sa’na Wahid,
Irmayanti dan Rispa Yeusy Anjeliza. Terima kasih atas segala tawa yang
kalian berikan serta kesabaran kalian dalam menghadapi saya selama ini.
Semoga kita akan terus bersahabat sampai kapanpun.
6. Partner penelitianku Yusdar M., Yulinar, Siti Rahbiah Akram, Siti Hatijah dan
Miladiarsih Musra, terima kasih banyak atas segala bantuan tenaga dan waktu
khususnya untuk beberapa bulan ini.
7. Saudara-saudaraku seperjuangan tercinta Biologi 2009 (BI09ENESIS) terima
kasih atas ikatan persaudaraan yang telah kita bina selama 4 tahun ini, semoga
semua yang kita lewati bersama tidak akan terlupakan hingga akhir hayat,
kalian akan tetap menjadi salah satu bagian terpenting dalam hidupku.
8. Saudara-saudara MIPA 2009, teman-teman pengurus BEM periode 2012/2013
yang melengkapi warna dalam hidupku selama di kampus. Terkhusus kepada
Muh. Maknun, Ikbal, Fahrul Bakri, Fachrun Arifianto, Ayu Andriana Lestari,
Ayusti Dirga, Rosmelinda, Rizky Febriana dan lain-lain yang tak bisa
kusebutkan satu persatu, terima kasih atas berbagai cerita dan pengalaman
baru.
9. Keluarga Mahasiswa FMIPA UNHAS, yang memberikan berjuta pengalaman
dan kisah kasih selama menimba ilmu di kampus merah ini, terima kasih
banyak.
10. Semua pihak yang tidak sempat disebutkan satu persatu
vi
Penulis menyadari penulisan skripsi ini masih memiliki banyak
kekurangan dalam penyusunannya, oleh karena itu saran dan kritik yang
membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan skripsi. Semoga skripsi
ini, dapat menjadi salah satu sumber ilmu pengetahuan yang bermanfaat
dikemudian hari.
Demikianlah skrpsi ini dibuat untuk menambah pengetahuan khususnya di
bidang ilmu Biologi. Semoga skripsi ini merupakan salah satu aktifitas yang
bernilai ibadah bagi Allah SWT.
Makassar, Mei 2013
Penulis,-
vii
ABSTRAK
Penelitian ini mengenai bioaktifitas minyak atsiri sereh Cymbopogon
citratus DC. terhadap pertumbuhan bakteri Escherichia coli dan Staphylococcus
aureus. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bioaktifitas dan sifat
antibakteri minyak atsiri sereh Cymbopogon citratus DC. terhadap pertumbuhan
bakteri Escherichia coli dan Staphylococcus aureus. Pengujian daya hambat
dilakukan dengan metode difusi agar menggunakan 5 variasi konsentrasi 100%,
50%, 25%, 12,5% dan 6,25% b/v pada media MHA (Muller Hinton Agar) yang
diinkubasi selama 2x24 jam. Digunakan pula antibiotik berupa Chiprofloxacin 5μ
dan DMSO (Dimetil Sulfoksida). Sereh Cymbopogon citratus DC. mengandung
minyak atsiri yang tersusun dari beberapa senyawa utama, yaitu citral, sitronelol
dan geraniol, bersifat antibakteri dan memiliki kemampuan mematikan bakteri uji,
dengan efektifitas diameter hambatan Escherichia coli 18,5-18,1 mm, sedangkan
bakteri Staphylococcus aureus 19,3-18,6 mm pada konsentrasi 50% b/v.
Kata Kunci : Bioaktifitas, Sereh Cymbopogon citratus DC., Minyak atsiri,
Bakteriosida, Escherichia coli, Staphylococcus aureus.
viii
ABSTRACT
The research on the bioactivity essential of lemongrass oil Cymbopogon
citrates DC. the growth of bacteria Escherichia coli and Staphylococcus aureus.
This study aimed to determine the bioactivity and antibacterial properties of
essentialoils of lemon grass Cymbopogon citratus DC. on the growth of
Escherichia coli and Staphylococcus aureus. Tests conducted by the inhibition of
agar diffusion method using 5 various concentration 100%, 50%, 25%, 12.5% and
6.25% w/v on MHA media (Muller Hinton Agar) were incubated for 2x24.
Antibiotics are also used in the form of Chiprofloxacin 5μ and DMSO (Dimethyl
Sulfoxide). Lemongrass Cymbopogon citratus DC. contains a volatile oil that was
composed of some of the main compounds, is citral, citronellol and geraniol, was
antibacterial and has the ability to kill bacteria test, the effectiveness of the
barriers Escherichia coli diameter 18,5 to 18,1 mm, while the bacterium
Staphylococcus aureus 19,3 to 18,6 mm at a concentration of 50% w/v.
Keywords : Bioactivity, Lemongrass Cymbopogon citratus DC., Essential oils,
Bakteriosida, Escherichia coli, Staphylococcus aureus.
ix
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i
HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................ ii
PRAKATA ...................................................................................................... iii
ABSTRAK ...................................................................................................... vii
ABSTRACT .................................................................................................... viii
DAFTAR ISI ................................................................................................... ix
DAFTAR TABEL .......................................................................................... xii
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xiii
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xvi
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ........................................................................................... 1
1.2 Tujuan Penelitian ....................................................................................... 3
1.3 Manfaat Penelitian ..................................................................................... 3
1.4 Waktu dan Tempat Penelitian .................................................................... 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................... 4
II.1 Tinjauan Umum Bakteri Escherichia coli dan Staphylococcus
aureus .............................................................................................. 4
II.1.1 Bakteri Escherichia coli ............................................................ 4
II.1.1.1 Klasifikasi Bakteri Escherichia coli ................................ 4
II.1.1.2 Sifat dan Morfologi Bakteri Escherichia coli .................. 4
II.1.2 Bakteri Staphylococcus aureus ................................................. 7
II.1.2.1 Klasifikasi Bakteri Staphylococcus aureus ...................... 7
II.1.2.2 Sifat dan Morfologi Bakteri Staphylococcus aureus ....... 8
x
II.2 Gambaran Umum Sereh Cymbopogon citratus DC ......................... 10
II.2.1 Klasifikasi Tanaman ............................................................ 10
II.2.2 Nama Daerah ....................................................................... 11
II.2.3 Deskripsi Tanaman .............................................................. 11
II.2.4 Ekologi dan Persebarannya ................................................. 12
II.2.5 Kandungan Senyawa Biokimia serta Efek Farmakologi Sereh
Cymbopogon citratus DC. ........................................................ 13
II.2.6 Khasiat Tanaman Sereh Cymbopogon citratus DC. ............ 15
II.3 Antimikroba ..................................................................................... 15
II.3.1 Antimikroba dan Antibiotik................................................. 15
II.3.2 Mekanisme Kerja Antimikroba ........................................... 16
II.3.3 Metode Uji Antibakteri ...................................................... . 18
II.4 Ekstraksi ........................................................................................... 21
II.4.1 Pengertian Ekstraksi ............................................................ 21
II.4.2 Jenis-jenis Ekstraksi ............................................................ 22
BAB III METODOLOGI PENELITIAN .................................................... 27
III.1 Alat ................................................................................................. 27
III.2 Bahan .............................................................................................. 27
III.3 Metode Kerja .................................................................................. 28
III.3.1 Sterilisasi Alat .................................................................... 28
III.3.2 Pengambilan Sampel .......................................................... 28
III.3.3 Destilasi Sampel ................................................................. 28
III.3.4 Konsentrasi Minyak Atsiri ................................................. 29
III.4 Pembuatan Medium Pertumbuhan Bakteri Uji ............................... 29
III.4.1 Pembuatan Medium Nutrient Agar (NA) ........................... 29
xi
III.4.2 Pembuatan Medium Muller Hinton Agar (MHA).............. 30
III.5 Penyiapan Bakteri Uji ..................................................................... 30
III.5.1 Peremajaan Bakteri Uji ...................................................... 30
III.5.2 Pembuatan Suspensi Bakteri Uji ........................................ 31
III.6 Penyiapan Larutan Pembanding ..................................................... 31
III.7 Uji Antibakteri ................................................................................ 31
III.7.1 Penyiapan Media Pertumbuhan .......................................... 31
III.7.2 Uji Daya Hambat Ekstrak terhadap Isolat Bakteri ............. 32
III.8 Pengukuran Diameter Zona Hambat .............................................. 32
III.9 Analisis Data ................................................................................... 33
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ....................................................... 34
IV.1 Hasil Pengukuran Diameter Hambatan .......................................... 35
IV.1.1 Hasil Pengukuran Diameter Hambatan Bakteri Escherichia
coli .......................................................................................... 36
IV.1.2 Hasil Pengukuran Diameter Hambatan Bakteri
Staphylococcus aureus ........................................................... 40
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ......................................................... 48
V.1 Kesimpulan ...................................................................................... 48
V.2 Saran ................................................................................................ 48
DAFTAR PUSTAKA
xii
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Hasil pengukuran diameter zona hambat pada bakteri Escherichia coli dengan
masa inkubasi 24 jam dan 48 jam .............................................................. 37
2. Hasil pengukuran diameter zona hambat pada bakteri Staphylococcus aureus
dengan masa inkubasi 24 jam dan 48 jam .................................................. 40
xiii
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Morfologi Escherichia coli ........................................................................ 5
2. Morfologi Staphylococcus aureus.............................................................. 8
3. Morfologi Tanaman Sereh Cymbopogon citratus DC. .............................. 12
4. Mekanisme Kerja Antimikroba Menghambat Fungsi Membran Sel ......... 17
5. Uji Antibakteri Cara Kirby Bauer .............................................................. 19
6. Uji Antibakteri Cara Sumuran ................................................................... 20
7. Teknik Perkolasi......................................................................................... 23
8. Alat Destilasi Uap ...................................................................................... 25
9. Pengukuran Zona Hambat .......................................................................... 33
10. Variasi konsentrasi minyak atsiri sereh Cymbopogon citratus DC. .......... 35
11. Hasil uji daya hambat minyak atsiri sereh Cymbopogon citratus DC. terhadap
pertumbuhan bakteri Escherichia coli setelah masa inkubasi dengan 2 kali
ulangan ....................................................................................................... 36
12. Histogram zona hambatan minyak atsiri sereh Cymbopogon citratus DC.
terhadap pertumbuhan bakteri Escherichia coli pada masa inkubasi 24 jam
dan 48 jam. ................................................................................................. 38
13. Hasil uji daya hambat minyak atsiri sereh Cymbopogon citratus DC. terhadap
pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus setelah masa inkubasi dengan 2
kali ulangan ................................................................................................ 39
14. Histogram zona hambatan minyak atsiri sereh Cymbopogon citratus DC.
terhadap pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus pada masa inkubasi 24
jam dan 48 jam ........................................................................................... 43
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1. Bagan Penelitian......................................................................................... 53
2. Bagan Hasil Destilasi Uap Minyak Atsiri Sereh Cymbopogon citratus DC. 54
3. Gambar Proses Pengolahan Minyak Atsiri Sereh Cymbopogon citratus DC. 55
4. Bagan Pembuatan Variasi Konsentrasi Minyak Atsiri Sereh Cymbopogon
citratus DC. ................................................................................................ 56
1
BAB I
PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang
Bakteri merupakan organisme Prokariot hidup terdapat hampir di seluruh
ekosistem dengan berbagai bentuk kehidupan, yaitu : bebas, parasit dan patogen.
Sifat patogen tersebut menimbulkan kerugian, sebab bakteri dapat menyebabkan
infeksi dan akhirnya dapat menimbulkan penyakit pada organisme lain baik
tanaman, hewan ataupun manusia. Contoh bakteri yang yang dapat menyebabkan
infeksi pada manusia adalah Staphylococcus aureus dan Escherichia coli.
Bakteri S. aureus dan E. coli merupakan flora normal pada tubuh manusia.
S. aureus berada pada kulit, saluran pernapasan dan saluran pencernaan,
sedangkan E. coli terdapat pada usus. Kedua bakteri tersebut merupakan bakteri
patogen pada manusia jika jumlahnya meningkat di dalam tubuh, E. coli
meyebabkan diare dan infeksi saluran kemih, sedangkan S. aureus menyebabkan
infeksi kulit bernanah (Warsa, 1994 ; Ganiswarna, 1995).
Evolusi strain bakteri yang berperan sebagai agen penyebar penyakit dan
resistensi antibiotik, menjadi perhatian besar bagi kesehatan masyarakat secara
global (Frey dan Meyers, 2010). Resistensi terhadap antibiotik mempengaruhi
aktivitas dan perkembangan bakteri, sehingga jumlahnya dapat meningkat pada
tubuh manusia. Hal tersebut memberi gagasan untuk memanfaatkan tanaman
tradisional dalam penyediaan senyawa antibakteri, terutama untuk pengobatan
penyakit menular yang disebabkan infeksi bakteri (Jafari et al. 2012). Penggunaan
2
senyawa bioaktif yang diperoleh dari tanaman tidak menimbulkan pencemaran
lingkungan, baik tanah, air dan udara, tidak meninggalkan residu di alam serta
biaya operasionalnya relatif murah (Ray, 2001). Olehnya, Indonesia yang
memiliki keanekaragaman tanaman tradisional yang cukup melimpah dapat
menjadi sumber senyawa tersebut. Salah satu contoh tanaman tradisional yang
diindikasikan memiliki sifat antibakteri yaitu sereh Cymbopogon citratus DC.
Tanaman sereh Cymbopogon citratus DC. merupakan tanaman herba
anual, berasal dari Suku Poaceae yang digunakan sebagai pembangkit cita rasa
pada makanan dan dipercaya pula dapat dimanfaatkan dalam pengobatan
tradisional. Penyelidikan fitokimia mengungkapkan bahwa ekstrak sereh berisi
beberapa nabati konstituen, yaitu : minyak atsiri (Leung dan Foster, 1996),
saponin, tanin, alkaloid dan flavonoid (Hamza et al. 2009). Berbagai kandungan
senyawa aktif tersebut, mengindikasikan sereh memiliki aktivitas antibakteri yang
cukup besar (Jafari et al. 2012), khususnya kandungan minyak atsiri.
Hasil penelitian sebelumnya memperlihatkan bahwa sereh memiliki
aktivitas antibakteri yang ditunjukkan oleh adanya zona hambat sebesar 8 mm
terhadap pertumbuhan E. coli dan 13 mm terhadap pertumbuhan Staphylococcus
aureus pada konsentrasi 25% b/v (berat/volume) (Poelongan, 2009). Atas dasar
tersebut, maka perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui potensi minyak atsiri
dari tanaman sereh Cymbopogon citratus DC. sebagai antibakteri terhadap E. coli
dan S. aureus.
3
I.2 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk :
1. Mengetahui bioaktivitas minyak atsiri Sereh Cymbopogon citratus DC. dalam
menghambat pertumbuhan bakteri Escherichia coli dan Staphylococcus
aureus yang ditunjukkan oleh pembentukan zona hambat atau zona bening
pada media pertumbuhan bakteri uji yang digunakan.
2. Mengetahui efektifitas antibakteri dari minyak atsiri Sereh Cymbopogon
citratus DC. dalam menghambat pertumbuhan bakteri Escherichia coli dan
Staphylococcus aureus.
I.3 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada
masyarakat mengenai potensi senyawa biokimia dari Sereh Cymbopogon citratus
DC. dalam mengatasi penyakit yang disebabkan oleh bakteri Escherichia coli dan
Staphylococcus aureus.
I.4 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari sampai dengan bulan April
2013, bertempat di Laboratorium Mikrobiologi, Fakultas Kedokteran, Universitas
Hasanuddin dan Laboratorium Kimia Organik Laboratorium Kesehatan Dinas
Kesehatan Kota Makassar, dan lokasi pengambilan sampel bertempat di Desa
Seppong, Kecamatan Belopa Utara, Kabupaten Luwu, Propinsi Sulawesi Selatan.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Tinjauan Umum Bakteri Escherichia coli dan Staphylococcus aureus
II.1.1 Bakteri Escherichia coli
II.1.1.1 Klasifikasi Bakteri Escerichia coli
Klasifikasi Escherichia coli menurut Garrity (2004) adalah :
Kingdom : Procaryotae
Phylum : Protobacteria
Classis : Protophyta
Ordo : Eubacteriales
Familia : Enterobacteriaceae
Genus : Escherichia
Species : Escherichia coli
II.1.1.2 Sifat dan Morfologi Bakteri Escherichia coli
Escherichia coli merupakan salah satu anggota famili Enterobacteriaceae
yang sering menimbulkan infeksi penyakit diare. Bakteri ini ditemukan oleh
Theodor Escherich pada tahun 1885. Morfologi Escherichia coli yaitu berbentuk
batang pendek, berukuran 2,4 μ x 0,4 sampai 0,7 μ, bersifat gram-negatif, motil
dengan flagella peritrikus dan tidak berspora, bersifat anaerob fakultatif dan
membentuk koloni yang bulat, cembung, serta halus dengan tepi yang nyata
(Jawetz et al. 1995), dapat melakukan fermentasi laktosa dan fermentasi glukosa
serta menghasilkan gas (Entjang, 2003).
5
Gambar 1. Morfologi Escherichia coli (Anonim, 2012)
Escerichia coli berperan penting dalam sintesis vitamin K, konversi
pigmen-pigmen empedu, asam-asam empedu dan penyerapan zat-zat makanan. E.
coli termasuk ke dalam bakteri heterotrof yang memperoleh makanan berupa zat
organik dari lingkungannya karena tidak dapat menyusun sendiri zat organik yang
dibutuhkannya. Zat organik diperoleh dari sisa organisme lain. Bakteri ini
menguraikan zat organik dalam makanan menjadi zat anorganik, yaitu CO2, H2O,
energi, dan mineral. Di dalam lingkungan, bakteri pembusuk ini berfungsi sebagai
pengurai dan penyedia nutrisi bagi tumbuhan (Ganiswarna, 1995).
Sebagian besar Escherichia coli merupakan flora normal usus kecil dan
usus besar yang umumnya tidak menyebabkan penyakit (non-patogenik). E. coli
menjadi patogen jika jumlah bakteri ini dalam saluran pencernaan meningkat atau
berada di luar usus. E. coli menghasilkan enterotoksin yang menyebabkan
beberapa kasus diare. E. coli berasosiasi dengan enteropatogenik menghasilkan
enterotoksin pada sel epitel (Jawetz et al. 1995). Strain Escherichia coli yang lain
(enterovirulent Escherichia coli strain atau EEC termasuk EPEC) menyebabkan
6
keracunan atau diare meskipun berada di dalam usus dengan memproduksi racun
mengakibatkan peradangan pada usus (Davis, 2009).
Penyakit yang disebabkan oleh E. coli yaitu (Jawetz et al. 1995) :
1. Infeksi saluran kemih, E. coli merupakan penyebab infeksi saluran kemih
pada kira-kira 90 % wanita muda. Gejala dan tanda-tandanya antara lain
sering kencing, disuria, hematuria, dan piuria, nyeri pinggang berhubungan
dengan infeksi saluran kemih bagian atas.
2. Diare, E. coli yang menyebabkan diare banyak ditemukan di seluruh dunia.
E. coli diklasifikasikan oleh ciri khas sifat-sifat virulensinya, dan setiap
kelompok menimbulkan penyakit melalui mekanisme yang berbeda. Ada
lima kelompok galur E. coli yang patogen, yaitu :
a. E. coli Enteropatogenik (EPEC), EPEC penyebab penting diare pada bayi,
khususnya di negara berkembang. EPEC sebelumnya dikaitkan dengan
wabah diare pada anak-anak di negara maju. EPEC melekat pada sel
mukosa usus kecil.
b. E. coli Enterotoksigenik (ETEC), ETEC penyebab yang sering dari “diare
wisatawan” dan penyebab diare pada bayi di negara berkembang. Faktor
kolonisasi ETEC yang spesifik untuk manusia menimbulkan pelekatan
ETEC pada sel epitel usus kecil.
c. E. coli Enteroinvasif (EIEC), EIEC menimbulkan penyakit yang sangat
mirip dengan shigelosis. Penyakit yang paling sering pada anak-anak di
negara berkembang dan para wisatawan yang menuju negara tersebut.
Galur EIEC bersifat non-laktosa atau melakukan fermentasi laktosa
7
dengan lambat serta bersifat tidak dapat bergerak. EIEC menimbulkan
penyakit melalui invasinya ke sel epitel mukosa usus.
d. E. coli Enterohemoragik (EHEK), EHEK menghasilkan verotoksin,
dinamai sesuai efek sitotoksisnya pada sel Vero, suatu ginjal dari monyet
hijau Afrika.
e. E. coli Enteroagregatif (EAEC), EAEC menyebabkan diare akut dan
kronik pada masyarakat di negara berkembang.
3. Sepsis, Bila pertahanan inang normal tidak mencukupi, E. coli dapat
memasuki aliran darah dan menyebabkan sepsis.
4. Meningitis, E. coli dan Streptococcus adalah penyebab utama meningitis pada
bayi. E. coli merupakan penyebab pada sekitar 40% kasus meningitis
neonatal.
II.1.2 Bakteri Staphylococcus aureus
II.1.2.1 Klasifikasi Bakteri Staphylococcus aureus
Klasifikasi Staphylococcus aureus menurut Garrity (2004) adalah :
Kingdom : Procaryotae
Phylum : Protobacteria
Classis : Protophyta
Ordo : Eubacteriales
Familia : Micrococcaceae
Genus : Staphylococcus
Species : Staphylococcus aureus
8
II.1.2.2 Sifat dan Morfologi Bakteri Staphylococcus aureus
Staphylococcus aureus adalah bakteri gram positif, tidak bergerak
ditemukan satu-satu, berpasangan, berantai pendek atau bergerombol, tidak
membentuk spora, tidak berkapsul, dan dinding selnya mengandung dua
komponen utama yaitu peptidoglikan dan asam teikoat (Jawetz et al. 1996).
Asam teikoat adalah beberapa kelompok antigen dari Staphylococcus aureus.
Asam teikoat mengandung aglutinogen dan N-asetilglukosamin. Apabila
ditumbuhkan pada media agar, Staphylococcus memiliki diameter 0,5-1,0 mm
dengan koloni berwarna kuning. Selnya berbentuk bola dengan garis tengah
sekitar 1μm dan tersusun dalam kelompok tak beraturan. Metabolisme dapat
dilakukan secara aerob dan anaerob (Jawetz et al. 1996).
Gambar 2. Morfologi Staphylococcus aureus (Anonim, 2012)
9
Suhu optimum untuk pertumbuhan Staphylococcus aureus adalah 35o –
37o C dengan suhu minimum 6,7
o C dan suhu maksimum 45,4
o C. Bakteri ini
dapat tumbuh pada pH 4,0 – 9,8 dengan pH optimum 7,0 – 7,5. Pertumbuhan pada
pH mendekati 9,8 hanya mungkin bila substratnya mempunyai komposisi yang
baik untuk pertumbuhannya. Bakteri ini membutuhkan asam nikotinat untuk
tumbuh dan akan distimulir pertumbuhannya dengan adanya thiamin. Pada
keadaan anaerobik, bakteri ini juga membutuhkan urasil. Untuk pertumbuhan
optimum diperlukan sebelas asam amino, yaitu valin, leusin, threonin,
phenilalanin, tirosin, sistein, metionin, lisin, prolin, histidin dan arginin. Bakteri
ini tidak dapat tumbuh pada media sintetik yang tidak mengandung asam amino
atau protein (Supardi dan Sukamto, 1999).
Staphylococcus aureus menghasilkan koagulase, suatu protein mirip enzim
yang dapat menggumpalkan plasma yang telah diberi oksalat atau sitrat dengan
bantuan suatu faktor yang terdapat dalam banyak serum. Bakteri yang membentuk
koagulase dianggap mempunyai potensi menjadi patogen invasif (Jawetz et al.
1996). Selain menghasilkn koagulase Staphylococcus aureus aureus juga dapat
memproduksi berbagai toksin, diantaranya (Supardi dan Sukamto, 1999) :
a. Eksotoksin-a yang sangat beracun
b. Eksotoksin-b yang terdiri dari hemosilin, yaitu suatu komponen yang dapat
menyebabkan lisis pada sel darah merah.
c. Toksin F dan S, yang merupakan protein eksoseluler dan bersifat leukistik.
d. Hialuronidase, yaitu suatu enzim yang dapat memecah asam hyaluronat di
dalam tenunan sehingga mempermudah penyebaran bakteri ke seluruh tubuh.
10
e. Grup enterotoksin yang terdiri dari protein sederhana.
Staphylococcus aureus hidup sebagai saprofit di dalam saluran-saluran
pengeluaran lendir dari tubuh manusia dan hewan-hewan seperti hidung, mulut
dan tenggorokan dan dapat dikeluarkan pada waktu batuk atau bersin. Bakteri ini
juga sering terdapat pada pori-pori dan permukaan kulit, kelenjar keringat dan
saluran usus. Selain dapat menyebabkan intoksikasi, Staphylococcus aureus juga
dapat menyebabkan bermacam-macam infeksi seperti jerawat, bisul, meningitis,
osteomielitis, pneumonia dan mastitis pada manusia dan hewan (Supardi dan
Sukamto, 1999), dan ada kalanya dapat menyebabkan infeksi dan sakit parah.
Infeksi yang disebabkan digolongkan sebagai penyakit menular/lokal (biasanya)
atau menyebar (jarang) (Jawetz et al. 1995).
II.2 Gambaran Umum Sereh Cymbopogon citratus DC.
II.2.1 Klasifikasi Tanaman
Klasifikasi ilmiah dari tanaman sereh Cymbopogon citratus DC.
(Tjitrosoepomo, 2010) :
Regnum : Plantae
Divisio : Spermatophyta
Subdivisio : Angiospermae
Classis : Monocotyledoneae
Ordo : Poales
Familia : Poaceae
Genus : Cymbopogon
Species : Cymbopogon citratus DC.
11
II.2.2 Nama Daerah
Menurut Ketaren (1985), di Indonesia ada beberapa sebutan untuk
tanaman ini, yaitu :
Jawa : Sereh (Sunda), Sere (Jawa Tengah, Madura, Gayo dan Melayu),
sereh (Betawi).
Sumatera : sere mongthi (Aceh), sangge-sangge (Batak), sereh
(Minangkabau), sarae (Lampung).
Bali : See
Sulawesi : Sare (Makassar, Bugis), timbuala (Gorontalo).
Indonesia Timur : Serai (Ambon), Lauwariso (Seram), hewuwu (Halmahera).
Nama asing : Citronella grass
II.2.3 Deskripsi Tanaman
Sereh dengan nama latin Cymbopogon citratus DC., Tanaman ini
termasuk golongan rumput-rumputan, tanaman sereh tidak banyak memerlukan
banyak persyaratan dan dapat ditanam pada tanah yang kurang subur. Tanaman
ini memiliki akar serabut yang banyak, sehingga selain dapat diambil minyaknya
tanaman ini juga berpotensial untuk mencegah erosi tanah dan merehabilitasi
lahan kritis (Wahyuni et al. 2003).
Sereh merupakan tanaman tahunan yang membentuk rumpun tebal dengan
batang kaku, keluar dari akar tunggal yang berimpang pendek. Daun tunggal,
lanset, berpelepah berwarna hijau kebiru-biruan dan pinggirnya kasar. Tanaman
ini jarang berbunga. Perbungaannya berupa tandan yang sangat pendek yaitu
kurang dari 2 cm. Pemanfaatan tanaman sereh yang telah umum diketahui antara
12
lain sebagai rempah-rempah pada masakan. Selain sebagai rempah, sereh telah
pula dimanfaatkan sebagai bahan-bahan obat untuk melancarkan kencing dan
haid, obat kumur untuk sakit gigi dan gusi bengkak, penggunaan tanaman sereh
sebagai obat kemungkinan berkaitan dengan kandungan senyawa yang ada pada
sereh. Minyak sereh bersifat sebagai anti jamur dan anti bakteri (Leung, 1980 ;
Heyne, 1987). Pemanfaatannya sebagai obat pada umumnya dalam bentuk minyak
atsiri. Rendaman minyak atsiri sereh berkisar antara 0,2 -0,4% berat segar. Bagian
tanaman yang mengandung lebih banyak minyak atsiri adalah bagian batang
(Rishaferi dan Ma'mun, 1995).
Gambar 3. Morfologi Tanaman Sereh Cymbopogon citarus DC.
II.2.4 Ekologi dan Persebarannya
Sereh diduga berasal dari Srilanka. Nama latinnya adalah Cymbopogon
citratus DC., termasuk dalam suku Poaceae (rumput-rumputan). Tanaman sereh
dapat hidup sampai 6 tahun. Biasanya tumbuh liar atau dengan sengaja
13
dibudidayakan untuk rempah-rempah penambah cita rasa masakan ataupun
sebagai penghasil minyak atsiri. Umumnya akan tumbuh di daerah dengan
ketinggian rendah sampai dengan 4.000 m dpl. Namun pertumbuhan akan optimal
pada areal dengan jenis tanah alluvial yang subur pada ketinggian sampai 2.500 m
dpl, beriklim lembap dengan curah hujan merata sepanjang tahun (Ketaren, 1985).
Daerah penanaman dan produksi minyak sereh di Indonesia dengan luas
areal pada tahun 2007 sebesar 19.592,25 ha, terbesar di daerah Jawa, khususnya
Jabar dan Jateng dengan pangsa pasar dan produksi mencapai 95% dari total
produksi Indonesia. Area lainya adalah NAD dan Sumatera Barat. Daerah sentra
produksi di Jawa Barat adalah: Purwakarta, Subang, Pandeglang, Bandung,
Ciamis, Kuningan, Garut, dan Tasikmalaya. Sedangkan di Jateng adalah Cilacap,
Purbalingga dan Pemalang (Data Subdit Tanaman Atsiri, Dittansim, 2008 dalam
Dewan Atsiri dan PB, 2009)
II.2.5 Kandungan Senyawa Biokimia serta Efek Farmakologi Sereh
Cymbopogon citratus DC.
Sereh mengandung saponin, flavonoid, polifenol, (Syamsulhidayat dan
Hutapea, 1991), alkaloid dan minyak atsiri (Leung dan Foster, 1996). Saponin
merupakan kelompok glikosida yang tersusun oleh aglikon bukan gula. Sifat
antimikroba dari senyawa saponin disebabkan oleh kemampuan senyawa tersebut
berinteraksi dengan sterol pada membran sehingga menyebabkan kebocoran
protein dan enzim-enzim tertentu (Oleszek, 2000).
Menurut Wijesekara (1973), minyak sereh merupakan minyak atsiri yang
diperoleh dengan cara destilasi uap daun tanaman sereh. Minyak daun sereh
dalam kehidupan sehari-hari dapat digunakan untuk menolak serangga, seperti
14
nyamuk dan semut. Senyawa utama penyusun minyak sereh adalah sitronelal,
sitronelol, dan geraniol. Gabungan ketiga komponen utama minyak sereh dikenal
sebagai total senyawa yang dapat diasetilasi. Ketiga komponen ini menentukan
intensitas bau harum, nilai dan harga minyak sereh. Menurut standar pasar
internasional, kandungan sitronelal dan jumlah total alkohol masing-masing harus
lebih tinggi dari 35%.
Sitronelol dan geraniol (biasa disebut rodinol), serta ester geraniol dan
ester sitronelol banyak digunakan sebagai bahan pengharum ruangan, tisu, sabun,
dan kosmetik. Usaha yang dapat dilakukan untuk meningkatkan nilai ekonomis
minyak sereh yaitu dengan meningkatkan kadar rodinol yang terkandung dalam
minyak sereh yang selanjutnya diubah menjadi senyawa ester dengan berbagai
asam karboksilat. Siddique et al. (1975) mengemukakan minyak sereh tipe Jawa
mengandung rodinol antara 25-30%, sedangkan menurut Hieronymus (1991),
kandungannya dapat mencapai 45%. Devakumar et al. (1977) mengemukakan
kegunaan berbagai ester sitronelol dan geraniol turunan dari minyak daun sereh.
Minyak atsiri umumnya berwujud cair, diperoleh dari bagian tanaman
akar, kulit batang, daun, buah, biji atau bunga dengan cara destilasi uap, ekstaksi
atau dipres (ditekan). Minyak atsiri akan mengabsorpsi oksigen dari udara
sehingga akan berubah warna, aroma, dan kekentalan sehingga sifat kimia minyak
atsiri tersebut akan berubah (Ketaren, 1985). Minyak atsiri tidak larut dalam air,
larut dalam pelarut organik, dan berbau harum sesuai dengan tanaman
penghasilnya.
15
II.2.6 Khasiat Tanaman Sereh Cymbopogon citratus DC.
Sereh banyak digunakan sebagai bahan rempah-rempah pada masakan,
juga sebagai penghasil minyak atsiri. Senyawa yang dihasilkan adalah sitral yang
digunakan sebagai komposisi bahan pada industri kosmetik seperti parfum atau
shampoo, sabun mandi dan detergen. Tanaman ini juga baik untuk konservasi
tanah yaitu sebagai penutup tanah atau mulsa. Selain itu, minyak sereh yang
dihasilkan dapat digunakan untuk pijat relaksasi dan rematik. Dunia perdagangan
minyak atsiri, minyak sereh dikenal dengan istilah West Indian lemongrass oil
(minyak sereh dapur India Barat) atau minyak sereh sitratus. Minyak ini
mengandung antibakteri dan anti jamur, sehingga digunakan untuk membuat obat-
obatan. Minyak atsiri digunakan untuk pengobatan penyakit-penyakit ringan,
seperti sakit kepala, perut, influenza, rematik, dan keram perut. Minyak sereh
berwarna kuning, dengan kekentalan yang pekat, berbau segar, seperti lemon, dan
memiliki kemiripan wangi dengan minyak sereh wangi (Sofiah, 2012).
II.3 Antimikroba
II.3.1 Antimikroba dan Antibiotik
Antimikroba adalah senyawa yang dapat menghambat atau membunuh
mikroorganisme hidup. Bakteriostatik merupakan sifat menghambat multiplikasi,
akan tetapi bila zat penghambat itu telah dihilangkan, maka multiplikasi
dilanjutkan kembali. Bakteriosida merupakan agen yang dapat membunuh atau
memusnahkan bakteri. Agen antimikroba yang berguna untuk mengobati infeksi
akibat mikroba (bakteri, fungi, algae dan virus) disebut antibiotika. Istilah
antibiotik untuk pertama kali digunakan oleh Waksman (1945) sebagai nama dari
16
suatu golongan substansi yang berasal dari bahan biologis yang kerjanya
antagonistik terhadap mikroorganisme. Istilah itu berarti melawan hidup. Dengan
kata lain maksud dari antibiotik adalah zat yang dihasilkan oleh organisme
(mikroorganisme) hidup, yang dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme
lain, bahkan dapat memusnahkannya (Irianto, 2006).
Antibiotika yang ideal sebagai obat harus memenuhi syarat-syarat berikut
(Entjang 2003) :
a. Mempunyai kemampuan untuk mematikan atau menghambat pertumbuhan
mikroorganisme yang luas.
b. Tidak menimbulkan terjadinya resistensi dari mikroorganisme patogen.
c. Tidak menimbulkan pengaruh samping (side effect) yang buruk pada host,
seperti reaksi alergi, kerusakan syaraf, iritasi lambung dan sebagainya.
d. Tidak mengganggu keseimbangan flora yang normal dari host seperti flora
usus atau flora kulit.
II.3.2 Mekanisme Kerja Antimikroba
Mekanisme penghambatan mikroorganisme oleh senyawa antimikroba
dapat disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain (Corner, 1995) :
a. Gangguan pada senyawa penyusun dinding sel, mekanisme ini disebabkan
karena adanya akumulasi komponen lipofilat yang terdapat pada dinding atau
membran sel sehingga menyebabkan perubahan komposisi penyusun dinding
sel. Pada konsentrasi rendah molekul-molekul fenol kebanyakan berbentuk tak
terdisosiasi, lebih hidrofobik, dapat mengikat daerah hidrofobik membran
protein, dan dapat melarut baik pada fase lipid dari membran bakteri.
17
b. Peningkatan permeabilitas membran sel yang dapat menyebabkan kehilangan
komponen penyusun sel, komponen bioaktif dapat mengganggu dan
mempengaruhi integritas membran sitoplasma, yang dapat mengakibatkan
kebocoran materi intraseluler, seperti senyawa fenol dapat mengakibatkan lisis
sel dan meyebabkan denaturasi protein, menghambat pembentukan protein
sitoplasma dan asam nukleat, dan menghambat ikatan ATP-ase pada membran
sel.
Gambar 4. Mekanisme Kerja Antimikroba Menghambat Fungsi Membran Sel
(Anonim, 2012).
c. Menginaktivasi enzim, mekanisme yang terjadi menunjukkanbahwa kerja
enzim akan terganggu dalam mempertahankan kelangsungan aktivitas
mikroba, sehingga mengakibatkan enzim akan memerlukan energi dalam
jumlah besar untuk mempertahankan kelangsungan aktivitasnya.
d. Destruksi atau kerusakan fungsi material genetik, akibat energi yang
dibutuhkan untuk pertumbuhan menjadi berkurang sehingga aktivitas
mikrobamenjadi terhambat atau jika kondisi ini berlangsung lama akan
mengakibatkan pertumbuhan mikroba terhenti (inaktif).
18
II.3.3 Metode Uji Antibakteri
Metode uji antimikrobial yang sering digunakan adalah metode Difusi
Lempeng Agar. Uji ini dilakukan pada permukaan medium padat. Mikroba
ditumbuhkan pada permukaan medium dan kertas saring yang berbentuk cakram
yang telah mengandung mikroba. Setelah inkubasi diameter zona penghambatan
diukur. Diameter zona pengambatan merupakan pengukuran MIC secara tidak
langsung dari antibiotika terhadap mikroba (Greenwood, 1995). Ada beberapa
cara difusi lempeng agar, yaitu (Abadi, 2010):
a. Cara Kirby Bauer, beberapa koloni kuman dari pertumbuhan 24 jam
diambil, disuspensikan ke dalam 0,5 ml BHI cair, diinkubasikan 5-8 jam pada
37°C. Suspensi ditambah akuades steril hingga kekeruhan tertentu sesuai
dengan standar konsentrasi bakteri 108 CFU per ml. Kapas lidi steril
dicelupkan ke dalam suspensi bakteri lalu ditekan-tekan pada dinding tabung
hingga kapasnya tidak terlalu basah, kemudian dioleskan pada permukaan
media agar hingga rata. Kemudian kertas samir (disk) yang mengandung
antibakteri diletakkan di atasnya, diinkubasi pada 37° selama 18-24 jam.
Hasilnya dibaca : a) Zona radikal yaitu suatu daerah di sekitar disk dimana
sama sekali tidak ditemukan adanya pertumbuhan bakteri. Potensi antibakteri
diukur dengan mengukur diameter dari zona radikal. b) Zona irradikal yaitu
suatu daerah di sekitar disk dimana pertumbuhan bakteri dihambat oleh
antibakteri tetapi tidak dimatikan.
19
Gambar 5. Uji Antibakteri Cara Kirby Bauer (Abadi, 2010)
b. Cara sumuran, beberapa koloni kuman dari pertumbuhan 24 jam diambil,
disuspensikan ke dalam 0,5 ml BHI cair, diinkubasikan 5-8 jam pada suhu
37°C. Suspensi ditambah akuades steril hingga kekeruhan tertentu sesuai
dengan standar konsentrasi bakteri 108 CFU per ml. Kapas lidi steril
dicelupkan ke dalam suspensi bakteri lalu ditekan-tekan pada dinding tabung
hingga kapasnya tidak terlalu basah, kemudian dioleskan pada permukaan
media agar hingga rata. Media agar dibuat sumuran dengan garis tengah
tertentu, ke dalam sumuran diteteskan larutan antibakteri kemudian
diinkubasi pada 37°C selama 18-24 jam. Hasilnya dibaca seperti pada cara
Kirby Bauer.
20
Gambar 6. Uji Antibakteri Cara Sumuran
c. Cara Pour Plate, beberapa koloni kuman dari pertumbuhan 24 jam diambil,
disuspensikan ke dalam 0,5 ml BHI cair, diinkubasi 5-8 jam pada suhu 37°C.
Suspensi ditambah akuades steril hingga kekeruhan tertentu sesuai dengan
standar konsentrasi bakteri 108 CFU per ml. Suspensi bakteri diambil satu
mata ose dan dimasukkan ke dalam 4 ml agar base 1,5 % yang mempunyai
temperatur 50°C. Setelah suspensi kuman tersebut homogen dituang ke dalam
media agar Mueller Hinton, ditunggu sebentar sampai agar tersebut
membeku, disk diletakkan di atas media kemudian diinkubasi 15-20 jam
dengan temperatur 37°C. Hasil dibaca sesuai dengan standar masing-masing
bakteri.
Metode uji antibakterial dan antimikrobial yang lain adalah dengan teknik
Tube Dillution Test, yaitu dilusi cair atau dilusi padat. Fungsinya untuk
mengetahui hasil MIC secara langsung (Greenwood, 1995). Pada prinsipnya
antibakteri diencerkan sampai diperoleh beberapa konsentrasi. Pada dilusi cair,
masing-masing konsentrasi obat ditambah suspensi kuman dalam media.
21
Sedangkan pada dilusi padat tiap konsentrasi obat dicampur dengan media agar
lalu ditanami bakteri. Metode dilusi cair adalah metode untuk menentukan
konsentrasi minimal dari suatu antibakteri yang dapat menghambat atau
membunuh mikroorgansime. Konsentrasi terendah yang dapat menghambat
pertumbuhan bakteri ditunjukkan dengan tidak adanya kekeruhan disebut
Konsentrasi Hambat Minimal (KHM) atau Minimal Inhibitory Concentration
(MIC) (Abadi, 2010).
Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi ukuran zona penghambatan
dan harus dikontrol adalah (Greenwood, 1995) :
a. Konsentrasi mikroba pada permukaan medium, semakin tinggi konsentrasi
mikroba maka zona penghambatan akan semakin kecil.
b. Kedalaman medium pada cawan petri, semakin tebal medium pada cawan
petri maka zona penghambatan akan semakin kecil.
c. Nilai pH dari medium, beberapa antibiotika bekerja dengan baik pada kondisi
asam dan beberapa basa kondisi alkali/basa.
d. Kondisi aerob/anaerob, beberapa antibakterial kerja terbaiknya pada kondisi
aerob dan yang lainnya pada kondisi aerob.
II.4 Ekstraksi
II.4.1 Pengertian Ekstraksi
Ekstraksi adalah penyarian zat-zat berkhasiat atau zat-zat aktif dari bagian
tanaman obat, hewan dan beberapa jenis ikan termasuk biota laut. Zat-zat aktif
terdapat di dalam sel, namun sel tanaman dan hewan berbeda demikian pula
ketebalannya, sehingga diperlukan metode ekstraksi dengan pelarut tertentu dalam
22
mengekstraksinya (Harbone, 1987). Tujuan ekstraksi bahan alam adalah untuk
menarik komponen kimia yang terdapat pada bahan alam. Ekstraksi ini didasarkan
pada prinsip perpindahan massa komponen zat ke dalam pelarut, dimana
perpindahan mulai terjadi pada lapisan antar muka kemudian berdifusi masuk ke
dalam pelarut (Dirjen POM, 1986).
II.4.2 Jenis-jenis Ekstraksi
Jenis ekstraksi bahan alam yang sering dilakukan adalah ekstraksi secara
panas dengan cara refluks, destilasi dan penyulingan uap air dan ekstraksi secara
dingin dengan cara maserasi, perkolasi dan alat soxhlet (Harbone, 1987 ; Anonim,
2012).
Menurut Dirjen POM (1986) dan Anonim (1987) cara ekstraksi, yaitu :
a. Ekstraksi secara Soxhletasi
Ekstraksi dengan cara ini pada dasarnya ekstraksi secara
berkesinambungan. Cairan penyari dipanaskan sampai mendidih. Uap penyari
akan naik melalui pipa samping, kemudian diembunkan lagi oleh pendingin tegak.
Cairan penyari turun untuk menyari zat aktif dalam simplisia. Selanjutnya bila
cairan penyari mencapai sifon, maka seluruh cairan akan turun ke labu alas bulat
dan terjadi proses sirkulasi. Demikian seterusnya sampai zat aktif yang terdapat
dalam simplisia tersari seluruhnya yang ditandai jernihnya cairan yang lewat pada
tabung sifon. sampai zat aktif yang terdapat dalam simplisia tersari seluruhnya
yang ditandai jernihnya cairan yang lewat pada tabung sifon.
23
b. Ekstraksi secara Perkolasi
Perkolasi dilakukan dengan cara dibasahkan 10 bagian simplisia dengan
derajat halus yang cocok, menggunakan 2,5 bagian sampai 5 bagian cairan
penyari dimasukkan dalam bejana tertutup sekurang-kurangnya 3 jam. Massa
dipindahkan sedikit demi sedikit ke dalam perkolator, ditambahkan cairan
penyari. Perkolator ditutup dibiarkan selama 24 jam, kemudian kran dibuka
dengan kecepatan 1 ml permenit, sehingga simplisia tetap terendam. Filtrat
dipindahkan ke dalam bejana, ditutup dan dibiarkan selama 2 hari pada tempat
terlindung dari cahaya.
Gambar 7. Teknik Perkolasi (Ferry, 2009)
Maserasi dilakukan dengan cara memasukkan 10 bagian simplisia dengan
derajat yang cocok ke dalam bejana, kemudian dituangi dengan penyari 75 bagian,
ditutup dan dibiarkan selama 5 hari, terlindung dari cahaya sambil diaduk sekali-
kali setiap hari lalu diperas dan ampasnya dimaserasi kembali dengan cairan
penyari. Penyarian diakhiri setelah pelarut tidak berwarna lagi, lalu dipindahkan
24
ke dalam bejana tertutup, dibiarkan pada tempat yang tidak bercahaya, setelah dua
hari lalu endapan dipisahkan.
d. Ekstraksi secara refluks
Ekstraksi dengan cara ini pada dasarnya adalah ekstraksi
berkesinambungan. Bahan yang akan diekstraksi direndam dengan cairan penyari
dalam labu alas bulat yang dilengkapi dengan alat pendingin tegak, lalu
dipanaskan sampai mendidih. Cairan penyari akan menguap, uap tersebut akan
diembunkan dengan pendingin tegak dan akan kembali.
e. Destilasi
Destilasi adalah suatu proses pemisahan yang sangat penting dalam
berbagai industri kimia. Operasi ini bekerja untuk memisahkan suatu campuran
menjadi komponen-komponennya berdasarkan perbedaan titik didih. Destilasi ini
selalu digunakan untuk memisahkan minyak bumi menjadi fraksi-fraksinya,
memisahkan suatu produk kimia dari pengotornya, dan sangat diperlukan dalam
industri obat-obatan.
Destilasi merupakan suatu perubahan cairan menjadi uap dan uap tersebut
didinginkan kembali menjadi cairan. Unit operasi destilasi merupakan metode
yang digunakan untuk memisahkan komponen-komponennya yang terdapat dalam
salah satu larutan atau campuran dan bergantung pada distribusi komponen-
komponen tersebu antara fasa uap dan fasa air. Syarat utama dalam operasi
pemisahan komponen-komponen dengan cara destilasi adalai komposisi uap harus
berbeda dengan komposisi cairan dengan terjadi keseimbangan larutan-larutan,
dengan komponen-komponennya cukup dapat menguap.
25
Beberapa tahap destilasi, yaitu : evaporasi (memindahkan pelarut sebagai
uap dari cairan), pemisahan uap-cairan didalam kolom dan untuk memisahkan
komponen dengan titik didih lebih rendah yang lebih mudah menguap komponen
lain yang kurang volatil, kondensasi dari uap untuk mendapatkan fraksi pelarut
yang lebih volatil.
Gambar 8. Alat Destilasi Uap
Ada beberapa macam destilasi yang digunakan, yaitu :
a. Destilasi sederhana, teknik pemisahan kimia untuk memisahkan dua atau
lebih komponen yang memiliki perbedaan titik didih yang jauh.
b. Destilasi bertingkat, untuk memisahkan dua atau lebih komponen yang
memiliki perbedaan titik didih yang dekat.
c. Destilasi azeotrop, memisahkan campuran azeotrop (campuran dua atau lebih
komponen yang sulit dipisahkan) biasanya dalam prosesnya digunakan
26
senyawa lain yang dapat memecah ikatan azeotrop tersebut, atau dengan
menggunakan tekanan tinggi.
d. Destilasi uap, memisahkan zat senyawa cair yang tidak larut dalam air dan
titik didihnya cukup tinggi sedangkan zat cair tersebut mencapai titik
didihnya, zat cair sudah terurai, teroksidasi atau mengalami reaksi pengubahan
(rearrangement). Destilasi uap adalah istilah umum untuk destilasi campuran
air dengan senyawa yang tidak larut dalam air.
e. Destilasi vakum, memisahkan dua komponen yang titik didihnya sangat
tinggi, metode yang digunakan adalah dengan menurunkan tekanan
permukaan lebih rendah dari 1atm sehingga titik didihnya juga menjadi
rendah, dalam prosesnya suhu yang digunakan untuk mendestilasinya tidak
terlalu tinggi.
27
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
III.1 Alat
Alat yang digunakan adalah otoklaf (Jeada), oven (Heraeus), gelas ukur
(Pyrex) 50 ml, cawan petri (Pyrex), Erlenmeyer (Pyrex) 250 ml dan 1000 ml,
jarum ose, inkubator (Heraeus), pinset, botol pengencer, pipet mikro, jangka
sorong, pisau, batang pengaduk, sendok tanduk, pencadang, pembakar bunsen,
neraca analitik (Sartorius), neraca ohaus, corong buchner, labu ukur, tabung
reaksi, spoit, pipet tetes, rak tabung, Laminary Air Flow, lemari pendingin, corong
pisah, alat destilasi uap, evaporator, lampu ultraviolet (UV), inkubator, blender
dan kamera.
III.2 Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah minyak atsiri
Sereh Cymbopogon citratus DC., biakan murni bakteri Escherichia coli dan
Staphylococcus aureus yang diperoleh dari Laboratorium Mikrobiologi Fakultas
Kedokteran UNHAS, DMSO (Dimetil sulfoksida), Na CMC 0,5%, NaCl
fisiologis 0,9%, chiprofloxacin, NA (Nutrien Agar) sintetik, MHA (Muller Hinton
Agar) sintetik, Chloroform, aquades steril, aluminium foil, cling wrap, kertas
saring, kapas, kertas label, dan tissue.
28
III.3 Metode Kerja
III.3.1 Sterilisasi Alat
Alat-alat gelas yang tahan pada pemanasan tinggi disterilkan dengan oven
pada suhu 180°C selama ± 2 jam. Medium, aquades, dan alat-alat yang tidak tahan
dengan pemanasan tinggi disterilkan dengan menggunakan otoklaf pada suhu
121°C selama ± 15 menit pada tekanan 2 atm. Sedangkan alat yang terbuat dari
logam, seperti ose dan pinset disterilkan dengan pencucian dengan alkohol dan
dilidahapikan langsung di atas api bunsen hingga merah membara.
III.3.2 Pengambilan Sampel
Sampel yang digunakan adalah tumbuhan sereh Cymbopogon citratus DC.
yang masih segar dan diperoleh di Desa Seppong, Kecamatan Belopa Utara,
Kabupaten Luwu. Bagian tanaman yang diambil adalah bagian batang semunya,
mulai dari bagian 15 cm di atas pangkalnya. Sampel yang telah dibersihkan dari
bagian daunnya dan dicuci hingga bersih kemudian dipotong-potong kecil lalu
diblender hingga halus dan selanjutnya dimasukkan ke dalam botol destilasi.
III.3.3 Destilasi Sampel
Sampel batang semu sereh yang telah ditimbang sebanyak 800 gram
kemudian diblender dan dimasukkan ke dalam labu destilasi uap ditambahkan
aquadest lalu dipanaskan dengan suhu 100oC dan akan memulai proses destilasi.
Hasil dari destilasi uap merupakan campuran minyak atsiri dan air. Minyak yang
diperoleh dari hasil destilasi dipisahkan dengan campuran airnya menggunakan
corong pisah yang sebelumnya telah ditambahkan dengan chloroform.
Selanjutnya, campuran minyak atsiri dan chloroform dipisahkan dengan melewati
29
proses evaporasi pada suhu 40oC, sehingga diperoleh minyak atsiri murni dari
sereh dapur.
III.3.4 Konsentrasi Minyak Atsiri
Minyak atsiri sereh Cymbopogon citratus DC. yang diperoleh sebanyak
7,6 ml ditambahkan Na-CMC 0,5% (Natrium Carboxyl Metil Celulosa) sebanyak
0,038 gr agar minyak atsiri dapat teremulsi dengan DMSO. Kemudian dibuat 5
variasi konsentrasi yaitu 100%, 50%, 25%, 12,5% dan 6,25% dengan stock 3
ml. Konsentrasi 50% b/v diperoleh dengan memasukkan 1,5 ml minyak atsiri
dalam tabung reaksi kemudian disuspensikan dalam 1,5 ml DMSO. Selanjutnya
konsentrasi 25% b/v dengan 0,75 ml minyak atsiri disuspensikan dalam 2,25
DMSO, konsentrasi 12,5% b/v dengan 0,375 ml minyak atsiri disuspensikan
dalam 2,625 ml DMSO, dan 6,25% b/v dengan 0,1875 ml minyak atsiri
disuspensikan dalam 2,8125 ml DMSO kemudian dihomogenkan.
III.4 Pembuatan Medium Pertumbuhan Bakteri Uji
III.4.1 Pembuatan Medium NA (Nutrient Agar)
Medium yang digunakan adalah NA (Nutrien Agar) sintetik yang
dilarutkan dalam 100 ml aquades.
Cara membuatnya :
Bahan ditimbang sebanyak 2,3 gram, kemudian dimasukkan ke dalam
erlenmeyer dan dilarutkan dengan aquades, kemudian dipanaskan sambil diaduk
hingga semua bahan larut. Setelah larut, medium tersebut diukur pH-nya hingga 7
lalu ditutup dengan kapas dan dilapisi aluminium foil, kemudian disterilisasi di
dalam autoklaf pada suhu 121oC dengan tekanan 2 atm selama ± 15 menit.
30
III.4.2 Pembuatan Medium Mueller Hinton Agar (MHA)
Medium yang digunakan adalah MHA (Muller Hinton Agar) sintetik yang
dilarutkan dalam 1000 ml aquades.
Cara membuatnya:
Bahan ditimbang sebanyak 38 gram, kemudian dimasukkan ke dalam
erlenmeyer dan dilarutkan dengan aquades, kemudian dipanaskan sambil diaduk
hingga semua bahan larut. Setelah larut, medium diukur pH-nya hingga 7 lalu
ditutup dengan kapas dan dilapisi aluminium foil, kemudian disterilisasi di dalam
autoklaf pada suhu 121oC, dengan tekanan 2 atm selama ± 15 menit.
III.5 Penyiapan Bakteri Uji
III.5.1 Peremajaan Bakteri Uji
Bakteri Escherichia coli dan Staphylococcus aureus yang berasal dari
biakan murni yang diperoleh dari Laboratorium Mikrobiologi Fakultas
Kedokteran UNHAS, masing-masing diambil sebanyak satu ose lalu
diinokulasikan dengan cara digores pada medium NA (Nutrien Agar) miring.
Kultur bakteri dari masing-masing agar miring diinkubasi pada suhu 37oC selama
24 jam. Setelah diinkubasi, kemudian diambil masing-masing 1 ose bakteri E.
Coli dan S. aureus dan digoreskan pada media cawan petri yang berisi Natrium
Agar, lalu diinkubasi ke dalam inkubator selama 24 jam pada suhu 37oC. Setelah
diinkubasi, kemudian diambil masing-masing 1 koloni bakteri menggunakan ose
pada media Nutrien Agar di cawan petri, koloni bakteri tersebut diinokulasi
dengan cara digores pada medium Nutrien Agar miring dan diinkubasi ke dalam
inkubator selama 24 jam pada suhu 37oC.
31
III.5.2 Pembuatan Suspensi Bakteri Uji
Bakteri Staphylococcus aureus dan Escherichia coli yang merupakan hasil
peremajaan dari media NA (Nutrien Agar) miring diencerkan dengan
menggunakan NaCl fisiologis 0,9%, kemudian diukur serapan suspensi biakan
dengan Mc. Farland 0,5 yang setara dengan 1,5 x 108 CFU/ml. Tujuannya untuk
mengurangi kepadatan mikroba yang akan diujikan.
III.6 Penyiapan Larutan Pembanding
Pembuatan Larutan Kontrol Positif menggunakan chiprofloxacin sebanyak
0,0005 gram yang disuspensikan ke dalam 200 ml aquadest sehingga diperoleh
konsentrasi 5 μ. Sedangkan, Larutan kontrol negatif dengan menggunakan DMSO
(Dimetil sulfoksida).
III.7 Uji Antibakteri
III.7.1 Penyiapan Media Pertumbuhan
Pengujian daya hambat minyak atsiri sereh Cymbopogon citratus DC.
terhadap pertumbuhan bakteri Escherichia coli dan Staphylococcus aureus
dilakukan dengan metode difusi agar yang menggunakan Cup-plate technique,
dimana dibuat sumur pada media agar yang telah diinokulasikan dengan
mikroorganisme dan pada sumur tersebut diberi agen antimikroba yang akan diuji.
Medium MHA (Muller Hinton Agar) steril dipanaskan pada suhu 40oC – 45
oC.
Kemudian dituang secara aseptis ke dalam cawan petri sebanyak 25 ml dan
dibiarkan memadat pada suhu 370C.
32
III.7.2 Uji Daya Hambat Ekstrak terhadap Isolat Bakteri
Setelah lapisan “based layer” memadat, diletakkan 7 buah pencadang di
atas permukaan medium kemudian dituangkan 20 ml medium MHA (Muller
Hinton Agar) yang telah dimasukkan suspensi bakteri uji. Setelah itu pencadang
dilepas hingga membentuk sumur. Selanjutnya dimasukkan minyak atsiri
konsentrasi 6,25%, 12,5%, 25%, 20%, dan 100% b/v, beserta kontrol positif
chiprofloxacin dan kontrol negatif yaitu DMSO (Dimetil sulfoksida) ke dalam
lubang sumur masing-masing sebanyak 0,25 ml. Cawan petri diberi label untuk
membedakan sampel yang diuji. Selanjutnya diinkubasi selama 24 - 48 jam pada
suhu 37oC.
III.8 Pengukuran Diameter Zona Hambat
Pengukuran zona hambatan dilakukan dengan memperhatikan daerah
bening di sekitar pencadang. Zona hambatan tersebut kemudian diukur dengan
menggunakan jangka sorong atau penggaris (millimeter) untuk mengetahui
diameter zona bening atau zona hambat antibakteri pada saat inkubasi 24 jam dan
48 jam. Hal ini bertujuan untuk melihat kemampuan senyawa minyak atsiri sereh
Cymbopogon citratus DC. dalam menghambat pertumbuhan bakteri Escherichia
coli dan Staphylococcus aureus.
33
Gambar 9. Pengukuran Zona Hambat (Ekmon, 2008)
III.9 Analisis Data
Efektivitas minyak atsiri sereh Cymbopogon citratus DC. diketahui
dengan cara mengukur diameter zona bening yang terbentuk disekeliling
pencadang. Zona hambatan tersebut diukur untuk masing-masing konsentrasi
minyak atsiri sereh Cymbopogon citratus DC. pada konsentrasi: 6,25%, 12,5%,
25%, 50%, dan 100% b/v, serta kontrol positif dan negatif. Data yang diperoleh
dari hasil pengukuran ditabulasi dan dianalisis dengan cara membandingkan
diameter zona hambatan untuk semua konsentrasi. Selanjutnya dilakukan
penambahan waktu inkubasi 1 x 24 jam untuk mengetahui sifat antibakteri dari
minyak atsiri sereh Cymbopogon citratus DC. terhadap Escherichia coli dan
Staphylococcus aureus.
34
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada penelitian ini, dilakukan uji bioaktivitas minyak atsiri sereh
Cymbopogon citratus DC. yang diujikan sebagai antibakteri terhadap Escherichia
coli dan Staphylococcus aureus. Minyak atsiri yang diperoleh merupakan hasil
destilasi uap (Ulfa et al., 2013), dari sereh Cymbopogon citratus DC. Setelah
diperoleh hasil destilasi (destilat) yang berupa campuran minyak dan air,
ditambahkan pelarut kloroform. Kloroform berfungsi dalam mengikat minyak
atsiri, dan memiliki titik didih yang rendah. Sehingga saat dilakukan evaporasi,
kloroform dapat dengan mudah dipisahkan dari minyak atsiri sereh. Pengujian
sifat antibakteri minyak atsiri sereh Cymbopogon citratus DC. dilakukan dengan
pengukuran zona bening dengan metode difusi agar.
Gambar 10. Konsentrasi minyak atsiri sereh Cymbopogon citratus DC. yang digunakan
35
Minyak atsiri sereh Cymbopogon citratus DC. murni hasil dari destilasi
uap, kemudian divariasikan ke dalam 5 konsentrasi yaitu 100%, 50%, 25%, 12,5%
dan 6,25% b/v seperti terlihat pada gambar 10, setelah sebelumnya ditambahkan
dengan pengemulsi Na-CMC (Carboxyl Methyl Cellulose) 0,5%. Sebagai pelarut
dalam pembuatan variasi konsentrasi digunakan Dimetil Sulfoksida (DMSO).
Kelima variasi konsentrasi tersebut dibuat dalam persediaan 3 ml.
IV.1 Hasil Pengukuran Diameter Hambatan
Aktivitas senyawa bioaktif dari minyak atsiri sereh Cymbopogon citratus
DC. dalam menghambat pertumbuhan bakteri Escherichia coli dan
Staphylococcus aureus, dapat dilihat dari terbentuknya diameter zona bening di
sekitar daerah sumuran di atas media Muller Hinton Agar (MHA) yang masing-
masing lubang telah diisi dengan minyak atsiri sereh Cymbopogon citratus DC.
dengan variasi konsentrasi 6,25%, 12,5, 25%, 50% dan 100% b/v, setelah inkubasi
selama 24 jam hingga 48 jam pada suhu 37oC. Selanjutnya dilakukan pengukuran
diameter zona hambat pada kedua bakteri uji, baik secara kuantitatif maupun
kualitatif. Zona bening yang terbentuk pada masing-masing sumuran dapat
menunjukkan bioaktivitas dan efektifitas yang terkandung dalam minyak atsiri
sereh Cymbopogon citratus DC terhadap pertumbuhan bakteri uji, yaitu
Escherichia coli dan Staphylococcus aureus.
36
IV.1.1 Hasil Pengukuran Diameter Hambatan Bakteri Escherichia coli
Aktifitas hambatan senyawa bioaktif minyak atsiri sereh Cymbopogon
citratus DC. terhadap pertumbuhan bakteri Escherichia coli setelah diinkubasi
selama 24 jam hingga 48 jam pada suhu 37oC, dengan 2 ulangan dapat dilihat
pada Gambar 11 berikut :
Gambar 11. Hasil uji daya hambat minyak atsiri sereh Cymbopogon citratus DC.
terhadap pertumbuhan bakteri Escherichia coli setelah masa inkubasi
dengan 2 kali ulangan : (A1, A2) 24 jam dan (B1, B2) 48 jam, dengan
konsentrasi A (6,25%); B (12,5%); C (25%); D (50%); E (100%); F
(Chiprofloxacin 5%); G (DMSO)
A1 A2
B1 B2
A
B C
D
E F
G G
G
A
B
C D
G
E
G
F
G
A B
C
D
A E
F
G
A B
C
E
F
G
D
A
37
Pada Gambar 11 hasil uji daya hambat minyak atsiri terhadap
pertumbuhan bakteri E. coli menunjukkan bahwa minyak atsiri sereh
Cymbopogon citratus DC. dapat menghambat pertumbuhan bakteri Escherichia
coli pada beberapa konsentrasi minyak atsiri, yaitu 100%, 50%, 25%, 12,5% dan
6,25% b/v. Hasil uji daya hambat kelima konsentrasi minyak atsiri sereh,
memperlihatkan bahwa semakin tinggi konsentrasi minyak atsiri maka semakin
besar pula zona bening yang terbentuk disekitar sumuran.
Selain itu, untuk membandingkan daya hambat kelima konsentrasi minyak
atsiri sereh Cymbopogon citratus DC. digunakan pula chiprofloxacin sebagai
kontrol positif dan Dimetil Sulfoksida (DMSO) sebagai kontrol negatif. Hasil
daya hambat chiprofloxacin menunjukkan terbentuknya diameter zona hambat
yang lebih besar dibandingkan dengan diameter zona hambat kelima konsentrasi
minyak atsiri sereh (100%, 50%, 25%, 12,5% dan 6,25% b/v) terhadap
pertumbuhan bakteri Escherichia coli, sedangkan pada Dimetil Sulfoksida
(DMSO) tidak menghambat pertumbuhan bakteri. Besarnya daya hambat pada 5
konsentrasi minyak atsiri sereh, chiprofloxacin (kontrol positif) dan DMSO
(kontrol negatif), dapat dilihat dari terbentuknya zona bening setelah diinkubasi
selama 24 jam hingga 48 jam, lalu ditabulasi seperti yang tercantum pada Tabel 1
hasil pengukuran diameter zona hambat pada bakteri Escherichia coli.
38
Tabel 1. Hasil pengukuran diameter zona hambat terhadap bakteri Escherichia coli
dengan masa inkubasi 24 jam dan 48 jam
Waktu
Inkubasi
Diameter Zona Hambatan (mm)
6,25% 12,5% 25% 50% 100% K (+) K (-)
24 jam 16,9
14,4
17,9
16,3
18,6
16,9
18,5
18,1
19,9
16,8
30,3
31,9
0
0
Rata-rata 15,65 17,1 17,75 18,3 18,35 31,1 0
48 jam 16,3
16,2
16,6
17,7
18,2
16,7
19,3
18,6
20,7
18,3
29,5
31,7
0
0
Rata-rata 16,25 17,15 17,45 18,95 19,5 30,6 0
Keterangan :
Kontrol (+) : Chiprofloxacin (0,5 µg/disk)
Kontrol (-) : DMSO (Dimetil Sulfoksida)
Diameter Pencadang : 8 mm
Tabel 1 hasil pengukuran diameter zona hambat terhadap bakteri
Escherichia coli menunjukkan bahwa zona hambat tertinggi dari minyak atsiri
sereh Cymbopogon citratus DC. dengan masa inkubasi 24 jam diperlihatkan oleh
konsentrasi 100% yaitu 19,9 – 16,8 mm dan paling mendekati dengan diameter
zona hambat kontrol positif chiprofloxacin yaitu 30 – 31,9 mm, sedangkan hasil
pengukuran diameter hambatan pada masing-masing konsentrasi 50% berkisar
18,5 – 18,1 mm, konsentrasi 25% berkisar 18,6 – 16,9 mm, konsentrasi 12,5%
berkisar 17,9 – 16,3 mm sedangkan konsentrasi 6,25% berkisar 16,9 – 14,4 mm
terhadap bakteri Escherichia coli.
Pengamatan kemudian dilanjutkan pada waktu inkubasi 48 jam dan
diperoleh diameter zona hambatan yang paling tinggi pada konsentrasi 100%
dengan diameter hambatan 20,7 – 18,3 mm. Selanjutnya, diameter daya hambat
masing-masing konsentrasi 50% berkisar 19,3 – 18,6 mm, konsentrasi 25%
berkisar 18,2 – 16,6 mm, konsentrasi 12,5 berkisar 16,6 – 17,7 mm sedangkan
39
pada konsentrasi 6,25% berkisar 16,3 – 16,2 mm. Kisaran nilai rata-rata berbagai
konsentrasi pada masa inkubasi 48 jam dan 24 jam memiliki perbandingan hasil
pengukuran yang tidak terlalu jauh berbeda, cenderung mengalami peningkatan
diameter zona hambat pada beberapa konsentrasi minyak atsiri sereh.
Konsentrasi yang paling efektif adalah 50%, sebab peningkatan zona
hambatan yang diperlihatkan cukup signifikan dan diameter hambatannyap cukup
stabil apabila dibandingkan dengan konsentrasi yang lainnya. Perbandingan
diameter zona hambat minyak atsiri sereh Cymbopogon citratus DC. terhadap
pertumbuhan Escherichia coli pada berbagai konsentrasi (100%, 50%, 25%,
12,5% dan 6,25% b/v), kontrol positif (chiprofloxacin) dan kontrol negative
(DMSO) pada masa inkubasi 24 jam dan 48 jam dapat dilihat pada histogram
perbandingan berikut.
Gambar 12. Histogram zona hambatan minyak atsiri sereh Cymbopogon citratus DC.
terhadap pertumbuhan bakteri Escherichia coli pada masa inkubasi 24 jam
dan 48 jam
0
5
10
15
20
25
30
35
6,25% 13% 25% 50% 100% Kontrol +
Kontrol -
Dia
me
ter
Zo
na
Ham
bat
an
Konsentrasi Minyak Atsiri
24 jam
48 jam
40
IV.1.2 Hasil Pengukuran Diameter Hambatan Bakteri Staphylococcus aureus
Hasil uji daya hambat terhadap pertumbuhan bakteri Staphylococcus
aureus dari minyak atsiri sereh Cymbopogon citratus DC. setelah diinkubasi pada
suhu 37oC 24 jam hingga 48 jam dengan 2 ulangan dapat dilihat pada Gambar 13
berikut :
Gambar 13 Hasil uji daya hambat minyak atsiri sereh Cymbopogon citratus DC. terhadap
pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus setelah masa inkubasi dengan 2
kali ulangan : (A1, B1) 24 jam dan (A2, B2) 48 jam, dengan konsentrasi A
(100%); B (50%); C (25%); D (12,5%); E (6,25%); F (Chiprofloxacin 5%); G
(DMSO).
A1 A2
B1 B2
B1
G
A
B
C
D
E
F
G
A
B
C
D
E
F
G
C B
A D
E F
G
G
A B
C
D E
F
41
Pada Gambar 13 hasil uji daya hambat minyak atsiri sereh Cymbopogon
citratus DC. menunjukkan bahwa minyak atsiri sereh dapat menghambat
pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus pada berbagai konsentrasi, yaitu
100%, 50%, 25%, 12,5% dan 6,25% b/v. Hasil uji daya hambat kelima
konsentrasi minyak atsiri sereh, memperlihatkan bahwa semakin tinggi
konsentrasi minyak atsiri maka semakin besar pula zona bening yang terbentuk
disekitar sumuran. Hal tersebut diakibatkan karena perbedaan volume minyak
atsiri sereh yang dimiliki oleh masing-masing konsentrasi.
Selain itu, untuk membandingkan daya hambat kelima konsentrasi minyak
atsiri sereh Cymbopogon citratus DC. digunakan pula chiprofloxacin sebagai
kontrol positif dan Dimetil Sulfoksida (DMSO) sebagai kontrol negatif. Hasil
daya hambat chiprofloxacin menunjukkan terbentuknya diameter zona hambat
yang lebih besar dibandingkan dengan diameter zona hambat konsentrasi 12,5%
dan 6,25% b/v, dan lebih kecil dibandingkan dengan konsentrasi 100%, 50%, 25%
b/v terhadap pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus. Sedangkan Dimetil
Sulfoksida (DMSO) tidak menghambat pertumbuhan bakteri uji. Besarnya daya
hambat pada 5 konsentrasi minyak atsiri sereh, chiprofloxacin (kontrol positif)
dan DMSO (kontrol negatif), dapat dilihat dari terbentuknya zona bening setelah
diinkubasi selama 24 jam hingga 48 jam, lalu ditabulasi seperti yang tercantum
pada Tabel 2 hasil pengukuran diameter zona hambat pada bakteri Staphylococcus
aureus.
42
Tabel 2. Hasil pengukuran diameter zona hambat terhadap bakteri Staphylococcus
aureus dengan masa inkubasi 24 jam dan 48 jam.
Waktu Inkubasi Diameter Zona Hambatan (mm)
6,25% 12,5 % 25% 50% 100% K (+) K(-)
24 jam 16,2
19,7
18,4
19,7
21,3
24,3
23
22,7
26,8
26,2
20
22,3
0
0
Rata-rata 17,95 19,05 22,8 22,85 26,5 21,15 0
48 jam 16,1
19
23
22,2
21,8
23,6
22,7
23,8
26,3
26,5
20,2
22,5
0
0
Rata-rata 17,55 22,6 22,7 23,25 26,4 21,35 0
Keterangan :
Kontrol (+) : Chiprofloxacin (5 mg/ml)
Kontrol (-) : DMSO (Dimetil Sulfoksida)
Diameter Pencadang : 8 mm
Tabel 2 menunjukkan bahwa zona hambat sereh Cymbopogon citratus DC.
terhadap pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus tertinggi dengan masa
inkubasi 24 jam diperlihatkan oleh konsentrasi 100% yaitu 26,8 – 26,2 mm dan
lebih besar dibandingkan dengan diameter zona hambat kontrol positif
chiprofloxacin yaitu 20 – 22,3 mm, sedangkan hasil pengukuran diameter
hambatan pada masing-masing konsentrasi 50% berkisar 23 – 22,7 mm,
konsentrasi 25% berkisar 21,3 – 24,3 mm, konsentrasi 12,5% berkisar 18,4 – 19,7
mm sedangkan konsentrasi 6,25% berkisar 16,2 – 19,7 mm.
Pengamatan dilanjutkan hingga 48 jam dan diperoleh diameter zona
hambatan yang paling tinggi pada konsentrasi 100% dengan diameter hambatan
26,3 – 26,5 mm, hasil pengukuran ini melampaui diameter dari kontrol positif
(chiprofloxacin) yang berada pada kisaran 20,2 – 22,5 mm. Selanjutnya, diameter
daya hambat masing-masing konsentrasi 50% berkisar 22,7 – 23,8 mm,
konsentrasi 25% berkisar 21,8 – 23,6 mm, konsentrasi 12,5 b/v berkisar 23 – 22,2
43
mm sedangkan pada konsentrasi 6,25% b/v berkisar 16,1 – 19 mm. Kisaran nilai
rata-rata berbagai konsentrasi pada masa inkubasi 48 jam dan 24 jam memiliki
perbandingan hasil pengukuran yang tidak jauh berbeda.
Efektivitas konsentrasi diperlihatkan pada konsentrasi 50%, sebab
diameter hambatannya paling stabil dan peningkatan zona hambatannya cukup
signifikan. Perbandingan diameter zona hambat minyak atsiri sereh Cymbopogon
citratus DC. terhadap pertumbuhan Staphylococcus aureus pada berbagai
konsentrasi (100%, 50%, 25%, 12,5% dan 6,25% b/v), kontrol positif
(chiprofloxacin) dan kontrol negatif (DMSO) pada masa inkubasi 24 jam hingga
48 jam dapat dilihat pada histogram di bawah ini.
Gambar 14. Histogram zona hambatan minyak atsiri sereh Cymbopogon citratus DC.
terhadap pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus pada masa inkubasi
24 jam dan 48 jam.
0
5
10
15
20
25
30
6,25% 12,50% 25% 50% 100% Kontrol +
Kontrol -
Dia
me
ter
Zon
a H
amb
atan
Konsentrasi Minyak Atsiri
24 jam
48 jam
44
Penelitian ini menggunakan 2 bakteri uji berbeda, yaitu bakteri
Escherichia coli dan Staphylococcus aureus yang merupakan bakteri flora normal
pada tubuh manusia. Kedua bakteri ini merupakan bakteri patogen pada manusia
jika jumlahnya meningkat di dalam tubuh manusia, E. coli meyebabkan diare dan
infeksi saluran kemih, sedangkan S. aureus menyebabkan infeksi kulit bernanah
(Warsa, 1994 ; Ganiswarna, 1995).
Isolat murni bakteri E. coli dan S. aureus diperoleh dari Laboratorium
Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin, ditumbuhkan pada
media Muller Hinton Agar (MHA) dengan metode lubang sumuran dan
menggunakan zat bioaktif minyak atsiri sereh Cymbopogon citratus DC. yang
diperoleh dari proses destilasi uap. Selain itu, digunakan pula pensuspensi Na-
CMC 0,5% (Carboxyl Methyl Cellulose) yang dilarutkan langsung pada minyak
atsiri sereh dapur hasil destilasi uap. Na-CMC 0,5% berfungsi untuk
mensuspensikan minyak atsiri dengan cara menurunkan tegangan permukaan
sehingga minyak atsiri dapat tersuspensi merata (Rahman, 2011). Minyak atsiri
tersebut divariasikan pada 5 konsentrasi berbeda (100%, 50%, 25%, 12,5% dan
6,25% b/v) kemudian diinkubasi dengan waktu inkubasi 24 jam hingga 48 jam.
Setelah diinkubasi diperoleh diameter zona bening disekitar daerah sumuran dan
menunjukkan peningkatan zona bening seiring dengan kenaikan konsentrasi
minyak atsiri sereh Cymbopogon citratus DC. Berdasarkan hasil yang diperoleh
terlihat bahwa terjadi peningkatan zona hambat terhadap kedua bakteri uji yang
diikuti dengan peningkatan konsentrasi. Menurut Pelczar dan Chan (1986),
45
menyatakan bahwa makin tinggi konsentrasi suatu zat antimikroba akan semakin
cepat sel mikroorganisme terbunuh atau terhambat pertumbuhannya.
Minyak sereh memiliki aroma khas lemon, karena aroma tersebut adalah
sebuah senyawa bergugus fungsi aldehid, yakni sitral (Irham, 2011). Geraniol dan
sitral merupakan komponen terbesar pada minyak atsiri, dan sekaligus merupakan
antibakteri pada minyak atsiri sereh Cymbopogon citratus DC. (Agusta, 2000).
Sifat antibakteri adalah senyawa yang dapat mengganggu pertumbuhan
dan metabolisme bakteri. Berdasarkan aktivitasnya zat antibakteri dibedakan
menjadi 2 jenis, yaitu bakteriostatik (menghambat bakteri) dan bakteriosidal
(membunuh bakteri) (Irianto, 2006). Berdasarkan aktifitas antibakteri yang
ditunjukkan dari hasil pengukuran diameter daya hambat terhadap kedua bakteri
uji, maka diperoleh sifat antibakteri minyak atsiri sereh Cymbopogon citratus DC.
adalah bakteriosidal (membunuh bakteri). Hal ini ditunjukkan dengan peningkatan
zona bening di sekitar sumuran setelah inkubasi selama 24 jam hingga 48 jam
terhadap bakteri Escherichia coli dan Staphylococcus aueus, diperlihatkan pada
Tabel 1 (hasil pengukuran diameter zona hambat bakteri E. coli) dan Tabel 2
(hasil pengukuran diameter zona hambat bakteri S. aureus).
Menurut Corner (1995), mekanisme penghambatan bakteri oleh senyawa
antibakteri, yaitu : gangguan pada senyawa penyusun dinding sel, peningkatan
permeabilitas membran sel yang dapat menyebabkan kehilangan komponen
penyusun sel, menginaktivasi enzim, destruksi atau kerusakan fungsi material
genetik.
46
Penelitian ini menggunakan kontrol positif untuk membuktikan respon
kematian dari bakteri uji terhadap bahan kimia yang bersifat antibakteri
(Wattimena, 1991), berupa chiprofloxacin dengan konsentrasi 5 μg/disk yang
berdasarkan spektrum aksinya merupakan antibiotik spektrum luas karena dapat
membunuh bakteri gram positif dan gram negatif (Todar, 1977). Berdasarkan
Tabel 1 (hasil pengukuran diameter zona hambat bakteri E. coli) dan Tabel 2
(hasil pengukuran diameter zona hambat bakteri S. aureus), chiprofloxacin
merupakan bakteriosidal (membunuh bakteri) karena terjadi peningkatan zona
bening setelah inkubasi selama 2x24 jam di sekitar daerah sumuran terhadap
bakteri S. aureus dan bakteri E. coli, walaupun pada konsentrasi tertentu terjadi
penurunan diameter zona hambat setelah diinkubasi selama 2x24 jam, tetapi tidak
terjadi penurunan yang sangat signifikan terhadap kedua bakteri uji tersebut.
Setelah dilakukan penelitian mengenai zona hambat dari minyak atsiri
sereh Cymbopogon citratus DC., diperoleh bahwa minyak atsiri tersebut lebih
efektif dalam menghambat pertumbuhan bakteri gram positif Staphylococcus
aureus bila dibandingkan dengan bakteri gram negatif Escherichia coli. Hal ini
disebabkan kemampuan biologis yang dimiliki oleh kedua bakteri sangat berbeda.
Bakteri gram positif cenderung lebih sensitif terhadap komponen antibakteri, hal
ini disebabkan oleh struktur dinding sel bakteri gram positif yang relatif lebih
sederhana sehingga memudahkan senyawa antibakteri untuk masuk ke dalam sel
dan menemukan sasaran untuk bekerja. Sedangkan struktur dinding sel bakteri
gram negatif relatif lebih kompleks dan berlapis tiga, yaitu lapisan luar yang
47
berupa lipoprotein lapisan tengah yang berupa lipopolisakarida dan lapisan dalam
peptidoglikan (Pelczar dan Chan, 1986).
48
BAB V
PENUTUP
V.1 Kesimpulan
Setelah dilakukan penelitian maka diperoleh beberapa kesimpulan, yaitu :
1. Bioaktifitas minyak atsiri sereh Cymbopogon citratus DC. bersifat
bakteriosida, yang ditunjukkan oleh peningkatan zona bening diameter zona
bening setelah 48 jam inkubasi.
2. Efektifitas minyak atsiri diperoleh pada konsentrasi 50% terhadap bakteri
Escherichia coli dan Staphylococcus aureus.
V.2 Saran
Perlu dilakukan penelitian lanjutan mengenai senyawa bioaktif yang lebih
spesifik pada minyak atsiri sereh Cymbopogon citratus DC. sehingga masing-
masing kandungan senyawa bioaktif dalam sereh dapur dapat diketahui
manfaatnya.
49
DAFTAR PUSTAKA
Abadi, Fairuz. 2010. Uji Aktivitas Antibakteri.
http://fairuzzabadi57.blogspot.com/2010/03/uji-aktivitas-antibakteri.html.
Diakses pada tanggal 29 September 2012, pukul 21.00 WITA.
Agusta, A. 2001. Aromaterapi. Penerbit Swadaya. Jakarta.
Anonim. 2012. Defenisi Destilasi.
http://destilasi17.wordpress.com/category/definisi-destilasi. Diakses pada
tanggal 23 April 2013, pukul 00.25 WITA.
Balittro. 2010. Penggunaan Minyak Sereh Wangi sebagai Bahan Bio-Aditif
Bahan Bakar Minyak. http://pustaka.litbang.deptan.go.id/inovasi/kl10114pdf. Diakses pada
tanggal 6 Oktober 2012, pukul 22.25 WITA.
Corner, DE. 1995. Naturally Occuring Compounds in Antimicrobial in Food
Eds., by Davidson PM and Branen AL. Eds. Marcel Dekker. New York.
Davies, Tony. 1998. Mengatasi Masalah Kulit. Yayasan Spritia. Jakarta.
Devakumar, C., Narayan, M. R. and Khan, M. N. A. 1977. Synthetic Product
from Oil of Citronella. Indian Perfumer. XXI, 3.
Dirjen POM. 1986. Metode Eksraksi.
http://www.fitokimiaumi.wordpress.com/2010/03/uji-aktivitas-
antibakteri.html. Diakses pada tanggal 6 Oktober 2012, pukul 22.00
WITA.
Doyle, M. P. and Mungall, W. S. 1980. Experimental Organic Chemistry. John
Wiley and Sons. New York.
Dewan Atsiri dan IPB. 2010. Minyak Atsiri Indonesia Tanaman-Tanaman
Penghasil Minyak Atsiri di Indonesia. http://budidayabenihtanaman.blogspot.com/2010/08/sumber-dewan-atsiri-
Indonesia-dan-ipb.html. Diakses pada tanggal 6 Oktober 2012, pukul
22.15 WITA.
Dwidjoseputro, D. 1998. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Djambatan. Jakarta.
Entjang, Indan. 2003. Mikrobiologi dan Parasitologi. Citra Aditya Bakti.
Bandung.
50
Ferry. 2009. Ekstraksi Pelarut untuk Minyak Atsiri. http://ferry-
atsiri.blogspot.com/2009/04/ekstraksi-pelarut-untukminyak-atsiri.html.
Diakses pada tanggal 29 September 2012, pukul 21.15 WITA.
Frey, F. M. and Ryan Meyers. 2010. Antibacterial Activity of Traditional
Medicinal Plants used by Haudenosaunee Peoples of New York State.
10 : 64
Ganiswarna, S. G. 1995. Farmakologi dan Terapi ed. 4. Universitas Indonesia
Fakultas Kedokteran. Jakarta.
Garrity, G. M., bell J. A. and Lilbum, T. G. 2004. Taxonomic Outline of the
Prokaryotes Bergey's Manual of Sistematic Bacteriology 2nd
Edition.
Berlin Veidelberg. United State of Amerika).
Greenwood. 1995. Antibiotics Susceptibility (Sensitivity) Test, Antimicrobial
and Chemotherapy.
Guenther, E, 1987. Minyak Atsiri. Diterjemahkan oleh R.S. Ketaren dan R.
Mulyono. UI Press, Jakarta.
Hall III C. A., Cuppet S. L. 1997. Structure-activities of Natural Antioxidants.
Di dalam : Aruoma OI, Cuppet SL. Editor. Antioxidant Metodology :
in vivo and in vitro Concepts. Champaigh Illinois : AOCS press.
Hamza, I. S., Sundus H. A., Hussaine A. 2009. Study the Antimocrobial
Activity of Lemon Grass Leaf Extracts. 2 : 1
Harbone. 1987. Metode Fitokimia. ITB. Bandung.
Heyne, K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia. Badan Litbang Kehutanan.
Jakarta.
Hyeronymus. 1991. Sereh Wangi Bertanam dan Penyulingan. Kanisius.
Yogyakarta.
Ikan, R. 1991. Natural Products : A Laboratory Giude. Academic Press.
California.
Irham HR. 2011. Cymbopogon citratus.
http://tumbuhanektum.blogspot.com/2011/12/cymbopogon-citratus.html.
Diakses pada tanggal 19 April 2013. Makassar.
Irianto, Koes. 2006. Menguak Dunia Mikroorganisme. YRAMA Widya.
Bandung.
51
Jafari, B., Amirreza E., Babak M. A. and Zarifeh H. 2012. Antibacteria
Activities of Lemon Grass Methanol Extract and Essence and
Pathogenic Bacteria. American-Eurasian J. Agric and Environ. sci., 12
(8) : 1042 - 1046
Jawetz, E., J. S. Melnick, E. A. Adelberg, G. F. Brooks, J. S. Butel dan L. N.
Ornston. 1995. Mikrobiologi Kedokteran, Edisi ke-20 (Alih Bahasa :
Nugroho dan R. F. Maulany). Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Kadarohman, Asep. 2009. Minyak Atsiri sebagai Teaching Material dalam
Proses Pembelajaran Kimia.
http://asepkadarohman.wordpress.com/minyak-atsiri. Diakses pada tanggal
6 Oktober 2012, pukul 22.00 WITA.
Ketaren, S. 1985. Pengantar Teknologi Minyak Asiri. PN Balai Pustaka.
Jakarta.
Leung, A. Y. 1980. Encyclopedia of Common Natural Ingredients. John Wiley
dan Sons. New York.
Moat, A. G. dan Foster, J.W. 1979. Microbial Physiologi. John Wiley dan Sons.
New York.
Naidu, A. S., Bidlack, W. R., Crecelius, A. T. 2000. Flavonoids. Di dalam :
Naidu AS. Editor. Natural Food Antimicrobial System. CRC Press. New
York.
Oleszek, W. A. 2000. Saponins. Di dalam : Naidu AS. Editor. Natural Food
Antimicrobial System. CRC Press. New York.
Pelczar MJ Jr, Chan ECS. 1986. Dasar-dasar Mikrobiologi. Volume ke-1, 2.
Hadioetomo RS, Imas T, Tjitrosomo SS, Angka SL, penerjemah; Jakarta :
UI Press. Terjemahan dari : Element of Microbiology.
Poelongan, Masniari. 2009. The Effects of Lemon Grass (Andropogon citratus
DC.) Extract to the Growth of bacteria Isolated from Subclinical
Mastitis Ridden Cows. Universitas Kristen Martadinata. Bogor.
Rahman, Arif J. 2011. Uji Zona Hambat Minyak Atsiri Daun Sereh Sayur
Cymbopogon citratus (DC) terhadap Staphylococcus aureus penyebab
Infeksi pada Kulit (Skripsi). Jurusan Biologi. FMIPA. Universitas
Tadulako.
Ray, B. 2001. Fundamental Food Microbiology. 2nd
ed. CRC Press. New York.
52
Rishaferi and Ma'mun. 1995. Characteristics of Lemon Grass and Citronella
Oils from Leaves and Stalks. Spice and Medical Corps 3(2), 24-30.
Siddiqui, M. S., Sen, T., Migan, M. C. and Datta, C. 1975. Isolation of Alcoholic
Constituens of the Oil of Citronella (Java) by Sodium Complex
Method, Parfumeric and Cosmetic. 56.
Sofiah, S. 2010. Sereh (Sereh) Dapur Penghasil Minyak Atsiri. UPT Balai
Konservasi Tumbuhan Raya Purwodadi. Pasuruan.
Supardi, I. dan Sukamto. 1999. Mikrobiologi dalam Pengolahan dan
Keamanan Pangan. Alumni. Bandung.
Suprianto. 2008. Potensi Ekstrak Sereh Wangi (Cymbopogon nardus L.)
Sebagai Anti Streptococcus mutans (Skripsi). Program Studi Biokimia
FMIPA Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Syamsuhidayat, S. S., Hutapea, J. R. 1991. Inventaris Tanaman Obat
Indonesia. Depkes RI Badan penelitian dan pengembangan Kesehatan
Jakarta. Jakarta.
Tjitrosoepmo, G. 1996. Taksonomi Tumbuhan Spermatophyta. Gadjah Mada
University Press. Yogyakarta.
Ulfa, M. E., Ketut S., Ni Wayan S., I Putu S., Nyoman S. A. 2013. Uji Efektivitas
Konsentrasi Minyak Atsiri Sereh Dapur (Cymbopogon Citratus (DC.)
Stapf) terhadap Pertumbuhan Jamur Aspergillus sp. secara In Vitro.
Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Udayana. Vol. 2 (1).
Wahyuni, Sri, dkk. 2003. Status Pemuliaan Tanaman Sereh Wangi
(Andropogon nardus L.). Perkembangan Teknologi TRO Vol. XV, No. 2,
2003. http://minyakatsiriindonesia.wordpress.com/budidaya-sereh-
wangi/sri-wahyuni-dkk. Diakses pada tanggal 29 September 21.30 WITA.
Warsa, U. C. 1994. Staphylococcus dalam Buku Ajar Mikrobiologi
Kedokteran. Edisi Revisi. Penerbit Binarupa Aksara. Jakarta.
Wijesekara, R. O. B. 1973. The Chemical Composition and Analisys of
Citronella Oil, Journal of The Nation Science Council. Srilanka.
53
LAMPIRAN
Lampiran 1. Bagan Penelitian
Lapisan dasar (based
layer) + pembuatan sumur
(Pencadang)
Sereh Cymbopogon citratus DC.
Dimetil Sulfoksida
(DMSO)
Kontrol Negatif
Minyak atsiri
Chiprofloxacin 5 μ
Kontrol Positif
Konsentrasi
6,25%
Konsentrasi
12,5%
Konsentrasi
25%
Konsentrasi
50%
Konsentrasi
100%
Medium MHA + metode
Cup-plate Technique
Lapisan pembenihan
(based layer) + E. coli
dan S. aureus
Inkubasi 24 jam hingga 48
jam, suhu 37oC
Pengamatan dan Pengukuran Diameter Zona Hambat
Analisis Data
54
Lampiran 2. Bagan Hasil Destilasi Uap Minyak Atsiri Sereh Cymbopogon
citratus DC.
+
Sereh Cymbopogon citratus DC.
Diblender
Ditimbang
Dipotong-potong
Dibersihkan
Destilasi uap air
Ampas
Destilat Kloroform
Dipisahkan (corong Buchner)
Evaporasi
Minyak
Atsiri
55
Lampiran 3. Gambar Proses Pengolahan Minyak Atsiri Sereh Cymbopogon
citratus DC.
Sereh Cymbopogon citratus DC. Dibersihkan dan dicuci
Dipotong-potong Diblender
Dimasukkan ke dalam labu
destilasi dan didestilasi
Destilat berupa air, minyak
atsiri + kloroform
56
Minyak atsiri+kloroform
dipisahkan dari air dengan corong
buchner
Dievaporasi dengan Rotary
Evaporator
Minyak atsiri murni +
Na-CMC 0,5%
57
Lampiran 4. Bagan Pembuatan Variasi Konsentrasi Minyak Atsiri Sereh
Cymbopogon citratus DC.
+
+ + + +
6 ml minyak atsiri
100% 0,038 gr Na-CMC 0,5%
Konsentrasi
50%
Konsentrasi
25%
Konsentrasi
12,5%
Konsentrasi
6,25%
1,5 ml minyak
atsiri sereh
0,75 ml minyak
atsiri sereh
0,375 ml minyak
atsiri sereh
0,1875 ml
minyak atsiri
sereh
1,5 ml DMSO 2,25 ml DMSO 2.625 ml DMSO 2,8125 ml DMSO
Top Related