BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perilaku adalah merupakan perbuatan/tindakan dan perkataan seseorang yang sifatnya
dapat diamati, digambarkan dan dicatat oleh orang lain ataupun orang yang melakukannya.
Berdasarkan sifatnya perilaku terbagi menjadi dua, yaitu perilaku perilaku baik dan buruk
Tolak ukur perilaku yang baik dan buruk ini pun dinilai dari norma-norma yang berlaku
dimasyarakat. Baik itu norma agama, hukum, kesopanan, kesusialaan, dan norma-norma
lainnya
Terbentuknya perilaku dapat terjadi karena proses kematangan dan dari proses interaksi
dengan lingkungan. Terbentuknya dan perubahan perilaku karena proses interaksi antara
individu dengan lingkungan ini melalui suatu proses yakni proses belajar. Oleh sebab itu,
perubahan perilaku dan proses belajar sangat erat kaitannya. Perubahan perilaku merupakan
hasil dari proses belajar.
Proses pembentukan dan atau perubahan perilaku dipengaruhi oleh beberapa faktor
yang berasal dari dalam diri itu sendiri. Faktor-faktor tersebut antara lain: susunan syaraf
pusat, persepsi, motivasi, emosi, dan belajar. Persepsi adalah pengalaman yang dihasilkan
melalui indera penglihatan, pendengaran, penciuman dan lain sebagainya. Sedangkan
motivasi diartikan sebagai dorongan untuk bertindak untuk mencapai suatu tujuan tertentu.
Hasil dari dorongan dan gerakan inilah yang diwujudkan dalam bentuk perilaku.
Perilaku yang berlaku pada individu atau organisme tidak timbul dengan sendirinya.
Tetapi sebagai akibat dari stimulus yang diterima oleh organisme yang bersangkutan. Baik itu
stimulus eksternal maupun stimulus internal (Walgito, 1991). Perilaku dapat dioservasi, baik
langsung seperti tertawa, minum dan lain sebagainya maupun secara tidak langsung seperti
1
pikiran dan perasaan. Perilaku masyarakat terbentuk dari lingkungan dimana ia hidup.
Perilaku ini berlangsung cukup lama dan mungkin pula hingga saat ini. Bahkan bisa saja
perilaku yang sama turun temurun dari generasi ke generasi di masyarakat. Hal ini bisa
menjadi kebudayaan masyarakat suatu daerah. Dalam makalah ini akan mengeksplorasi
tentang behavioral theories (teori perilaku).
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka perumusan masalah dalam
akalah ini adalah sebagai berikut :
1. Apa yang dimaksud dengan perilaku?
2. Apa saja teori-teori perilaku menurut para ahli?
3. Bagaimana bentuk-bentuk perilaku?
4. Bagaimana proses pembentukan perilaku?
5. Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku?
C. Tujuan Penulisan
Penulisan makalah ini bertujuan untuk menambah wawasan ilmu pengetahuan tentang
teori teori-teori perilaku. Secara rinci, tujuan penulisan makalah ini adalah untuk :
1. Mengetahui konsep perilaku.
2. Mengetahui teori-teori perilaku menurut para ahli.
3. Mengetahui bentuk-bentuk perilaku.
4. Mengetahui proses pembentukan perilaku.
5. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku.
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Konsep dan Definisi Perilaku
Pembahasan mengenai perilaku banyak dipelajari dalam berbagai disiplin ilmu,
karena perilaku merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dari manusia dan kehidupannya.
Perilaku secara umum adalah suatu bentuk atau sikap yang dibuat manusia sendiri terhadap
dirinya yang dapat menimbulkan suatu respon atau objek. Menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia, perilaku adalah tanggapan atau reaksi individu terhadap rangsangan atau
lingkungan. Perilaku adalah suatu kegiatan dan aktifitas organisme yang bersangkutan, baik
aktifitas yang dapat diamati atau yang tidak dapat diamati oleh orang lain. Manusia
berperilaku atau beraktifitas karena adanya kebutuhan untuk mencapai suatu tujuan atau goal.
Dengan adanya kebutuhan akan muncul motivasi atau penggerak. Sehingga individu itu akan
beraktifitas untuk mencapai tujuan & mengalami kepuasan. Pada umumnya, perilaku dapat
ditinjau secara sosial yaitu pengaruh hubungan antara organisasi dengan lingkungannya.
Definisi perilaku juga banyak diungkapkan oleh para ahli. Menurut Soekidjo
Notoatmojo, perilaku adalah reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup terhadap suatu
stimulus atau objek. Perilaku menurut Louis Thurstone, Rensis Likert dan Charles Osgood
adalah suatu bentuk evaluasi atau reaksi perasaan. Berarti sikap seseorang terhadap suatu
objek adalah perasaan mendukung atau memihak (favorable) maupun perasaan tidak
mendukung atau tidak memihak (unfavorable) pada objek tersebut.
Dari sudut biologis, perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme yang
bersangkutan, yang dapat diamati secara langsung maupun tidak langsung. Perilaku adalah
suatu kegiatan atau aktivitas organisme (makhluk hidup) yang bersangkutan. Oleh sebab itu,
dari sudut pandang biologis semua makhluk hidup mulai dari tumbuh – tumbuhan, binatang
3
sampai dengan manusia itu berperilaku, karena mereka mempunyai aktifitas masing –
masing.
Secara operasional bahwa perilaku dapat diartikan sebagai suatu respons organisme
atau seseorang terhadap rangsangan dari luar subjek tersebut (Soekidjo,1993). Sedangkan
Ensiklopedi Amerika, perilaku diartikan sebagai sebagai suatu aksi-reaksi organisme terhadap
lingkungannya. Perilaku baru terjadi apabila ada sesuatu yang diperlukan untuk menimbulkan
reaksi, yakni yang disebut rangsangan. Berarti rangsangan tertentu akan menghasilkan reaksi
atau perilaku tertentu (Notoatmodjo,1997).
Robert Kwick (1974), perilaku adalah tindakan suatu organisme yang dapat diamati
dan bahkan dapat dipelajari. Definisi selanjutnya diungkapkan oleh Drs. Leonard F.
Polhaupessy, Psi. dalam sebuah buku yang berjudul “Perilaku Manusia”, menguraikan
perilaku adalah sebuah gerakan yang dapat diamati dari luar, seperti orang berjalan, naik
sepeda, dan mengendarai motor atau mobil. Untuk aktifitas ini mereka harus berbuat sesuatu,
misalnya kaki yang satu harus diletakkan pada kaki yang lain. Jelas, ini sebuah bentuk
perilaku. Cerita ini dari satu segi. Jika seseorang duduk diam dengan sebuah buku
ditangannya, ia dikatakan sedang berperilaku. Ia sedang membaca. Sekalipun pengamatan
dari luar sangat minimal, sebenarnya perilaku ada dibalik tirai tubuh, di dalam tubuh
manusia.
Seorang psikolog Skinner (1938), merumuskan bahwa perilaku merupakan respon
atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Oleh karena perilaku ini
terjadi melalui proses adanya stimulus terhadap organisme, dan kemudian organisme tersebut
merespon, maka teori Skinner disebut teori “S-O-R”atau Stimulus – Organisme – Respon.
Dari uraian ini dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud perilaku manusia adalah
semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang diamati langsung, maupun yang tidak dapat
diamati oleh pihak luar (Notoatmodjo, 2003).
4
Definisi dan konsep perilaku dari para ahli kemudian juga tidak lepas dengan aliran
psikologi yang menitik beratkan metode observasinya pada perilaku manusia. Terdapat aliran
behavioral dalam ilmu psikologi. Beberapa ciri dari aliran behavioral yaitu mementingkan
faktor lingkungan, bagian-bagian (elemen), mengutamakan mekanisme peranan reaksi,
mekanisme terbentuknya hasil belajar, sebab-sebab di waktu yang lalu, mementingkan
pembentukan kebiasaan, dan dalam memecahkan masalah, ciri khasnya yaitu “insight”.
Aliran Behavioral memiliki beberapa prinsip dasar yaitu objek psikologi adalah
tingkah laku. Mazhab ini memandang objek psikologi bukanlah kesadaran tapi tingkah laku,
sehingga pengalaman-pengalaman psikis tidak di teliti, yang diteliti adalah perubahan-
perubahan gerakan badaniah yang observable. Dalam aliran behavioral, semua bentuk
tingkah laku dikembalikan pada refleks-refleks atau reaksi yang tidak disadari terhadap suatu
rangsangan. Selain itu, prinsip dasar kaum behavioral adalah tidak mengakui adanya potensi
bawaan seperti bakat, sifat umum yang menurun. Sebab pendidikan dan lingkungan
memegang kekuasaan penuh terhadap proses pembentukan perilaku individu.
Penganut aliran behavioral mengungkapkan bahwa perilaku harus dijelaskan oleh
pengalaman-pengalaman yang dapat diamati, tidak dengan proses mental. Menurut Terry,
yang dikutip dalam Santrock, perilaku adalah setiap hal yang dilakukan manusia, yang
diamati secara langsung, sedangkan proses mental menurut definisi para psikolog adalah
pemikiran, perasaan, dan motif yang dialami oleh setiap orang tetapi tidak dapat diamati oleh
orang lain. Menurut aliran psikologi behavioristik, proses mental bukanlah subjek yang
pantas diamati untuk ilmu perilaku, karena tidak dapat diamati secara langsung. Aliran
Behavioral menolak metode introspeksi dari aliran strukturalisme dengan sebuah
keyakinan bahwa menurut para behaviorisme metode introspeksi tidak dapat menghasilkan
data yang objektif, karena kesadaran menurut para behaviorist adalah sesuatu yang
5
dubios, yaitu sesuatu yang tidak dapat diobservasi secara langsung, secara nyata
(Walgito, 2002:53).
John B. Watson yang juga merupakan tokoh aliran behavioral memiliki pendapat
yang berbeda dengan kalangan umum pada masanya. Ia memperkenalkan psikologi yang
tidak menggunakan introspeksi dalam eksperimennya. Menurutnya, proses-proses kesadaran
tidak perlu diselidiki. Proses yang lebih penting untuk diamati menurutnya adalah proses
adaptasi, gerakan otot-otot dan aktivitas kelenjar (Sarlito : 2012). Pengaruh dari faktor-faktor
subjektif seorang yang diperiksa sangatlah besar di dalam metode eksperimen introspeksi.
Oleh sebab itu, aliran psikologi behavioristik lebih cenderung untuk mengamati prilaku.
Emosi yang dihasilkan manusia, seperti emosi gembira atau emosi sedih menurut
aliran psikologi behavioristik merupakan akibat dari adanya tarikan atau ketegangan dari
otot-otot syaraf tertentu. Perilaku manusia dihasilkan dari adanya rangsangan (stimulus) yang
kemudian diikuti oleh suatu reaksi (response) terhadap rangsang tersebut.
B. Teori-Teori Perilaku
Aliran atau pandangan psikologi behavioral kemudian diadopsi dan menurunkan
teori-teori psikologi yang dicetuskan oleh beberapa ahli. Teori Conditioning merupakan
sebuah teori yang diungkapkan oleh beberapa tokoh psikologi yang mengadopsi aliran
psikologi behavioral. Teori conditioning terdiri dari teori classical conditioning yang
diungkapkan oleh Ivan Pavlov dan John B Watson dan teori operant conditioning dari B.F.
Skinner. Teori-teori tersebut mejelaskan mengenai stimulus dan respons terhadap perilaku
manusia. Dalam belajar, pandangan behavioral kemudian melahirkan teori connectionism
oleh thorndike dan teori kognitif sosial yang dicetuskan oleh A Bandura.
6
1. Classical Conditioning
Ivan Pavlov merupakan tokoh penemu teori classical conditioning. Ia adalah seorang
ahli psikologi refleksologi dari rusia. Pada awal 1900-an ia melakukan eksperimen terhadap
anjing untuk mengetahui response dan gerak refleks dari stimulus yang ada atau diberikan.
Hasil eksperimen menunjukan bahwa gerak refleks dapat dipelajari dan dapat berubah karena
mendapat latihan. Teori ini berpendapat bahwa tingkah laku manusia itu dikendalikan oleh
ganjaran (reward) atau penguatan (reinforcement) dari lingkungan. Jadi, tingkah laku belajar
terdapat jalinan yang erat antara reaksi behavioral dengan stimulasinya.
Pavlov mengemukakan beberapa prinsip dalam classical conditioning, yaitu
generalisasi, diskriminasi, dan pelemahan. Generalisasi adalah kecenderungan dari stimulus
baru yang mirip dengan stimulus terkondisi untuk menghasilkan respon yang sama.
Diskriminasi yaitu peresponan terhadap stimulus tertentu tetapi tidak merespon stimulus
lainnya. Sedangkan pelemahan dalam classical condition melibatkan proses melemahnya
stimulus yang terkondisi dengan menghilangkan atau tidak adanya stimulus yang tak
terkondisi.
Tokoh lain yang termasuk dalam pakar classical conditioning adalah John B. Watson.
Ia merupakan tokoh pertama di Amerika Serikat yang mengembangkan metode Ivan Pavlov.
Ia berpendapat bahwa belajar merupakan proses terjadi refleks atau respons bersyarat melalui
stimulus pengganti. Manusia dilahirkan dengan beberapa refleks dan reaksi emosional.
Semua tingkah laku terbentuk oleh hubungan stimulus respons baru melalui conditioning.
Menurut teori conditioning, belajar merupakan suatu proses perubahan yang terjadi karena
adanya syarat-syarat (condition) yang kemudian menimbulkan reaksi. Teori ini mengatakan
bahwa segala tingkah laku manusia juga merupakan hasil conditioning, yaitu hasil latihan
atau kebiasaan bereaksi terhadap syarat atau perangsang tertentu yang dialami dalam
kehidupannya. Watson melakukan eksperimen tentang perasaan takut pada anak dengan
7
menggunakan tikus atau kelinci. Berdasarkan hasil percobaannya, dapat ditarik kesimpulan
bahwa perasaan takut pada anak dapat diubah atau dilatih. (Prof.Dr.H.Djaali : 2007)
2. Operant Conditioning
Operant Conditioning dipopulerkan oleh B.F. Skinner (1904 – 1990). Operant
Conditioning dinamakan juga Instrumental Conditioning. Pemikiran Skinner awalnya
didasarkan dari pandangan E.L Thorndike. Operant conditioning adalah suatu bentuk
pembelajaran di mana konsekuensi-konsekuensi dari perilaku menghasilkan perubahan dalam
berbagai kemungkinan terjadinya perilaku tersebut. Prinsip dasar dari proses belajar yang
dianut oleh Thorndike adalah asosiasi, dengan teori Stimulus-Respon. Dalam teori tersebut
dikatakan bahwa dalam proses belajar, pertama kali organisme belajar dengan cara mencoba-
coba (trial and error). Thorndike juga berpendapat bahwa belajar terjadi secara perlahan,
bukan secara tiba-tiba. Belajar terjadi secara incremental (bertahap), bukan secara insightful
(Hergenhahn & Olson, 1997). Jika organisme berada dalam suatu situasi yang mengandung
masalah, maka organisme itu akan mengeluarkan serangkaian tingkah laku dari kumpulan
tingkah laku yang ada padanya untuk memecahkan masalah itu. Individu mengasosiasikan
suatu masalah tertentu dengan tingkah laku tertentu.
Operant Conditioning juga memiliki beberapa prinsip, yaitu reinforcement dan
punishment. Reinforcement (penguat atau imbalan) adalah konsekuensi yang akan
meningkatkan probabilitas suatu perilaku terjadi lagi (McCown, Drescol, & Roop, 1996).
Terdapat dua bentuk reinforcement yaitu reinforcement positive (reward) dan reinforcement
negative. Reinforcement positive (reward), yaitu stimulus yang akan memperkuat perilaku
dimana frekuensi perilaku akan meningkat karena diikuti dengan stimulus yang
menyenangkan. Reinforcement negative, yaitu stimulus yang akan memperkuat perilaku
dimana frekuensi perilaku akan meningkat karena diikuti dengan penghilangan stimulus yang
8
tidak menyenangkan.
Reinforcement, baik positif maupun negatif, dapat dibedakan menjadi beberapa jenis,
yaitu Primary reinforcement, Secondary reinforcement, dan Pairing. Primary reinforcement
yaitu stimulus yang berupa pemenuhan kebutuhan biologis yang sifatnya tanpa perlu
dipelajari. Secondary reinforcement, yaitu stimulus yang bukan pemenuhan biologis yang
sifatnya harus dipelajari. Pairing, yaitu stimulus yang merupakan gabungan dari primary
reinforcement dan secondary reinforcement. Dengan kata lain, ada dua penghargaan
sekaligus yang diberikan kepada individu.
Prinsip kedua dari operant conditioning adalah punishment. Punishment adalah
stimulus tidak menyenangkan yang akan menurunkan terjadinya perilaku. Beberapa perilaku
memerlukan suatu perubahan yang sifatnya segera. Perubahan ini memerlukan suatu tindakan
yang terkadang membuat individu merasa terancam secara fisik dan psikis. Hukuman adalah
sesuatu yang mempresentasikan suatu stimulus baru, yang bagi individu dianggap sebagai hal
yang tidak menyenangkan atau tidak diinginkan. Hukuman yang diberikan dapat berupa
hukuman fisik dan psikis. Beberapa format hukuman yang efektif dalam mengurangi
perilaku yang bermasalah adalah secara verbal, yang dapat lebih efektif ketika disampaikan
saat itu juga, dekat dengan perilaku yang tidak diinginkan, serta dilakukan tidak secara
emosional dan juga secara non verbal, misalnya kontak mata atau muka merengut.
Dari dua prinsip dasar operant conditioning tersebut, reinforcement dianggap
memiliki pengaruh yang lebih kuat dalam membentuk perilaku yang diinginkan. Namun,
reinforcement sebaiknya diberikan berdasarkan suatu aturan tertentu. Penjadwalan
reinforcement terdiri atas empat cara yang menguraikan kapan dan bagaimana suatu respons
dibuat.
9
1. Fixed ratio schedule: didasarkan pada penyajian bahan pelajaran yang mana
pemberi reinforcement baru memberikan penguatan response setelah terjadi
jumlah tertentu dari respons
2. Variable Ratio Schedule : yang didasarkan atas penyajian bahan pelajaran
dengan penguat setelah sejumlah rata-rata respons
3. Fixed internal schedule : yang didasarkan atas satuan waktu
4. Tetap diantara reinforcement
5. Variable interval schedule : pemberian reinforcement menurut respons yang
pertama setelah terjadi kesalahan respons.
3. Teori Belajar Connectionism
Teori Thorndike di Amerika Serikat terkenal dengan nama teori belajar connectionism
karena belajar merupakan proses pembentukan koneksi antara stimulus dan response (Prof
DR Djaali : 2007). Teori ini disebut trial and error dalam rangka memilih respons yang tepat
bagi stimulus tertentu. Penelitiannya melihat tingkah laku berbagai binatang, tingkah laku
anak-anak, dan orang dewasa. Objek penelitian dihadapkan pada situasi baru yang belum
dikenal dan membiarkan objek melakukan berbagai pola aktivitas untuk merespons situasi
itu. Dalam hal ini objek mencoba berbagai cara reaksi, sehingga menemukan keberhasilan
dalam membuat koneksi suatu reaksi dengan stimulasinya. Ciri-ciri belajar dengan trial and
error adalah ada motif pendorong aktivitas, ada berbagai respons terhadap situasi, ada
eleminasi respons yang gagal atau salah, dan ada kemajuan reaksi mencapai tujuan.
Berdasarkan hasil penelitiannya, Thorndike menemukan hukum-hukum seperti law of
readines, law of exercise, dan law of effect. Law of readines terjadi jika reaksi terhadap
stimulus didukung oleh kesiapan untuk bertindak atau bereaksi, maka reaksi menjadi
memuaskan. Law of exercise, maksudnya adalah semakin banyak dipraktikan atau
10
digunakannya hubungan stimulus-response, makin kuat hubungan itu. Praktik perlu disertai
dengan reward. Sedangkan law of effect adalah apabila terjadi hubungan antara stimulus dan
respons dan diikuti dengan state of affairs yang memuaskan, maka hubungan itu menjadi
lebih kuat. Jika sebaliknya, kekuatan hubungan menjadi berkurang. Menurut hasil penelitian
tersebut, proses belajar melalui proses trial and error dan law of effect merupakan segala
tingkah laku yang berakibatkan suatu keadaan yang memuaskan akan diingat dan dipelajari
sebaik-baiknya.
4. Teori Kognitif Sosial
Teori kognitif sosial dicetuskan oleh Bandura. Menurut Bandura, belajar itu lebih dari
sekedar perubahan perilaku. Belajar adalah pencapaian pengetahuan dan perilaku yang
didasari oleh pengetahuannya tersebut (Prof DR Djaali : 2007). Melalui teori observational
learning, Bandura beranggapan bahwa masalah proses psikologi terlalu dianggap penting,
atau sebaliknya hanya ditelaah sebagian saja. Orang cenderung untuk membimbing dirinya
sendiri dalam belajar, dan lingkungannya dapat dipengaruhi perilaku tiruan. Menurut
Bandura, yang penting ialah kemampuan seseorang untuk mengabstraksikan informasi dari
perilaku orang lain. Pengambilan keputusan dilakukan mengenai perilaku mana yang akan
menjadi alternatif dan kemudian melakukan perilaku yang dipilih. Prinsip belajar menurut
Bandura adalah usaha menjelaskan belajar dalam situasi alami. Hal ini berbeda dengan situasi
di laboratorium atau pada lingkungan sosial yang banyak memerlukan pengamatan tentang
pola perilaku beserta konsekuensinya.
C. Bentuk-Bentuk Perilaku
Dilihat dari bentuk respon terhadap stimulus ini, maka perilaku dapat dibedakan
menjadi dua, yaitu perilaku tertutup dan perilaku terbuka.
11
Perilaku tertutup (convert behavior) adalah respon seseorang terhadap
stimulus dalam bentuk terselubung atau tertutup (convert). Respon atau reaksi
terhadap stimulus ini masih terbatas pada perhatian, persepsi, pengetahuan,
kesadaran, dan sikap yang terjadi pada orang yang menerima stimulus
tersebut, dan belum dapat diamati secara jelas oleh orang lain.
Perilaku terbuka (overt behavior) adalah respon seseorang terhadap stimulus
dalam bentuk tindakan nyata atau terbuka. Respon terhadap stimulus tersebut
sudah jelas dalam bentuk tindakan atau praktek (practice), yang dengan
mudah dapat diamati atau dilihat oleh orang lain. (Notoatmodjo, 2003)
Sedangkan berdasarkan jenisnya, terdapat dua jenis perilaku, yaitu perilaku refleksif dan
perilaku non refleksif.
Perilaku refleksif adalah perilaku yang terjadi atas reaksi secara spontan terhadap
stimulus yang mengenai organisme tersebut. Misalnya kedip mata bila kena sinar,
gerak lutut bila kena sentuhan palu, menarik tangan apabila menyentuh api dan lain
sebagainya. Perilaku refleksif terjadi dengan sendirinya, secara otomatis. Stimulus
yang diterima organisme tidak sampai ke pusat susunan syaraf atau otak sebagai pusat
kesadaran yang mengendalikan perilaku manusia. Dalam perilaku yang refleksif,
respons langsung timbul begitu menerima stimulus. Dengan kata lain, begitu stimulus
diterima oleh reseptor, begitu langsung respons timbul melalui afektor, tanpa melalui
pusat kesadaran atau otak. Perilaku ini pada dasarnya tidak dapat dikendalikan. Hal
ini karena perilaku refleksif merupakan perilaku yang alami, bukan perilaku yang
dibentuk oleh pribadi yang bersangkutan.
Perilaku Non-Refleksif adalah perilaku yang dikendalikan atau diatur oleh pusat
kesadaran/otak. Dalam kaitan ini, stimulus setelah diterima oleh reseptor langsung
diteruskan ke otak sebagai pusat syaraf, pusat kesadaran , dan kemudian terjadi
12
respons melalui afektor. Proses yang terjadi didalam otak atau pusat kesadaran inilah
yang disebut proses psikologis. Perilaku atau aktivitas atas dasar proses psikologis
inilah yang disebut aktivitas psikologis atau perilaku psikologis (Branca, 1964). Pada
perilaku manusia, perilaku psikologis inilah yang dominan, merupakan perilaku yang
dominan dalam pribadi manusia. Perilaku ini dapat dibentuk, dapat dikendalikan.
Karena itu dapat berubah dari waktu ke waktu, sebagai hasil proses belajar.
D. Proses Pembentukan Perilaku
Seperti telah dipaparkan diatas, bahwa sebagian besar perilaku manusia merupakan
perilaku yang dibentuk, perilaku yang dipelajari. Berkaitan dengan hal tersebut, maka salah
satu persoalan ialah bagaimana cara membentuk perilaku sesuai yang diharapkan.
1. Conditioning (kebiasaan)
Dengan cara membiasakan diri untuk berperilaku seperti yang diharapkan,
akhirnya akan terbentuklah perilaku tersebut. Cara ini didasarkan atas teori belajar
kondisioning oleh Pavlov, Thorndike dan Skinner (Hergenhanh, 1976).
Contohnya anak dibiasakan bangun pagi dan gosok gigi. Ini akan menjadi perilakunya
sehari-hari.
2. Insight (pengertian)
Teori ini berdasarkan atas teori belajar kognitif yang dikemukakan oleh Kohler,
yaitu belajar dengan disertai pengertian.
Contohnya bila naik motor harus memakai helm karena helm tersebut untuk keamanan
diri.
3. Model (contoh)
Cara ini didasarkan atas teori belajar sosial (social learning theory) atau
observational learning theory yang dikemukakan oleh Bandura (1977). Contohnya kalau
13
orang berbicara bahwa orang tua adalah panutan bagi anak-anaknya. Hal ini menunjukkan
pembentukan perilaku yang menggunakan model. Penelitian Rogers (1974) mengungkapkan
bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku baru (berperilaku baru), didalam diri orang
tersebut terjadi proses yang berurutan, yakni:
a. Awareness (kesadaran), yakni orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui
setimulus (objek) terlebih dahulu.
b. Interest (ketertarikan), yakni orang mulai tertarik kepada stimulus.
c. Evaluation (evaluasi), menimbang – nimbang baik dan tidaknya stimulus bagi
dirinya. Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi.
d. Trial (mencoba), dimana orang telah mulai mencoba perilaku baru.
e. Adoption (menerima), dimana subjek telah berperilaku baru sesuai dengan
pengetahuan, kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus.
Apabila penerimaan perilaku baru atau adopsi perilaku melalui proses seperti ini
didasari oleh pengetahuan, kesadaran, dan sikap yang positif maka perilaku tersebut akan
menjadi kebiasaan atau bersifat langgeng (long lasting) (Notoatmodjo, 2003)
E. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku
Dalam perubahan perilaku, terdapat beberapa teknik dasar perubahan perilaku, baik
psikologis dan biologis atau berasal dari tubuh manusia. Teknik dasar perubahan perilaku
adalah mental atau psikologis, sel-sel tubuh dan sistem saraf. Biologis adalah proses-proses
dan dinamika saraf faali (neural fisiologis) yang ada dibalik suatu perilaku. Sel-sel tubuh
yaitu tubuh dibekali dengan sel-sel yang berfungsi sebagai penerima rangsang (reseptor),
penerus rangsang (adjustor) dan sel-sel penanggap rangsang (affector). Dengan berfungsinya
ketiga jenis sel-sel tubuh ini, organisasi dapat menerima rangsang (bunyi) dan
menanggapinya secara tepat (berbunyi). Selain sel-sel tubuh, faktor biologis lainnya yang
14
merupakan teknik dasar perubahan perilaku adalah sistem saraf. Sistem saraf terbagi menjadi
dua, yaitu sistem saraf pusat dan sistem saraf tepi (perifer). Sistem saraf pusat terdiri dari sel-
sel saraf otak dan sum-sum tulang belakang. Sistem safat ini berfungsi mengkoordinasi
perilaku-perilaku yang kompleks dikoordinasi oleh otak dan yang sederhana (seperti reflek)
oleh sum-sum tulang belakang. Sedangkan sistem saraf tepi (perifer) terdapat dalam semua
organ lain dalam tubuh manusia. Tugas utamanya adalah menyalurkan rangsangan-
rangsangan yang diterima baik dari dalam maupun dari luar tubuh ke sistem saraf pusat.
Perilaku manusia dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu yang berasal dari faktor
personal, seperti biologis dan sosiopsikologis serta komponen afektif yang terdiri dari
sosiogenesis, sikap dan emosi. Faktor Biologis yaitu adanya perilaku tertentu yang
merupakan bawaan manusia dan bukan pengaruh lingkungan atau sitausi. Misalnya
bercumbu, memberi makan, merawat anak dan perilaku agresif. Selain itu, adanya motif
biologis yang mendorong perilaku manusia juga menjadi faktor biologis yang mempengaruhi
prilaku manusia. Sebagai contoh misalnya kebutuhan akan makan, minum, istirahat, seksual
dan kebutuhan memelihara kelangsungan hidup dengan menghindari sakit dan bahaya.
Sedangkan faktor sosiopsikologis terdiri dari komponen afektif, komponen kognitif dan
komponen konatif.
Komponen afektif yaitu aspek emosional dan komponen kognitif yaitu aspek
intelektual yang berkaitan dengan apa yang diketahui manusia. Komponen konatif yaitu
aspek vilisional yang berhubungan dengan kebiasaan & kemauan bertindak. Komponen
afektif terdiri dari sosiogenis, sikap dan emosi. Menurut David McClelland motif sosiogenis
terdiri dari kebutuhan berprestasi, kebutuhan akan kasih sayang dan kebutuhan berkuasa.
Sedangkan menurut W.I Thomas dan Florian Znanieecki motif sosiogenis terdiri dari
keinginan memperoleh pengalaman baru, keinginan untuk mendapat respon, keinginan akan
pengakuan dan keingnan akan rasa aman. Komponen afektif lain yang mempengaruhi
15
perubahan perilaku adalah sikap. Sikap adalah Kecenderungan bertindak, berpersepsi,
berfikir dan merasa dalam menghadapi ide, objek, situasi atau nilai. Sikap mempunyai daya
pendorong atau motivasi. Sikap mengandung aspek evaluatif dan sikap timbul dari
pengalaman. Selain itu, emosi juga turut serta dalam perubahan perilaku. Emosi
menunjukkan kegoncangan organisme disertai gejala kesadaran,keperilakuan dan proses
fisiologis. Fungsi emosi adalah untuk pembangkit energi, pembawa informasi intrapersonal,
pembawa pesan dalam komunikasi interpersonal dan sumber informasi tentang keberhasilan
kita. Intensitas emosi meliputi emosi ringan dan kuat. Emosi ringan adalah meningkatkan
perhatian pada situasi yang dihadapi dan disertai perasaan sedikit tegang.
Faktor sosiopsikologis yang lain adalah komponen kognitif. Komponen kognitif ini
berhubungan dengan kepercayaan, yaitu keyakinan bahwa sesuatu itu benar atau salah atas
dasar bukti, sugesti otoritas, pengalaman atau intuisi (Hohler,et al,1978:48). Kepercayaan
memberikan perspektif dalam mempersepsikan kenyataan, memberikan dasar bagi
pengambilan keputusan dan menentukan sikap terhadap objek sikap. Selain komponen
kognitif, terdapat juga komponen konasi. Komponen Konasi terdiri dari kemauan dan
kebiasaan. Kemauan berupa dorongan, energi, tindakan yang merupakan usaha seseorang
untuk mencapai tujuan. Kebiasaan adalah aspek perilaku manusia yg menetap, berlangsung
secara otomatis dan tidak direncanakan. Kebiasaan merupakan reaksi khas yg diulangi
seseorang secara berkali-kali.
16
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pendekatan behavioral dalam pembelajaran menekankan pandangan yang menyatakan
bahwa perilaku harus dijelaskan melalui proses yang dapat diamati, bukan dengan proses
mental. Menurut pandangan ini, pemikiran, perasaan, dan motif bukan subyek yang tepat
untuk ilmu perilaku sebab semua itu tidak bisa diobservasi secara langsung. Perilaku manusia
dihasilkan dari adanya rangsangan (stimulus) yang kemudian diikuti oleh suatu reaksi
(response) terhadap rangsang tersebut.
Aliran atau pandangan psikologi behavioral kemudian diadopsi dan menurunkan
teori-teori psikologi yang dicetuskan oleh beberapa ahli yakni Teori Conditioning yang terdiri
dari teori classical conditioning dan teori operant conditioning. Dalam teori classical
conditioning ditunjukan bahwa gerak refleks dapat dipelajari dan dapat berubah karena
mendapat latihan. Teori ini berpendapat bahwa tingkah laku manusia itu dikendalikan oleh
ganjaran (reward) atau penguatan (reinforcement) dari lingkungan. Teori ini mengatakan
bahwa segala tingkah laku manusia juga merupakan hasil conditioning, yaitu hasil latihan
atau kebiasaan bereaksi terhadap syarat atau perangsang tertentu yang dialami dalam
kehidupannya. Sedangkan teori operant conditioning yakni suatu bentuk pembelajaran di
mana konsekuensi-konsekuensi dari perilaku menghasilkan perubahan dalam berbagai
kemungkinan terjadinya perilaku tersebut. Dalam teori tersebut dikatakan bahwa dalam
proses belajar, pertama kali organisme belajar dengan cara mencoba-coba (trial and error).
Teori ini juga berpendapat bahwa belajar terjadi secara perlahan, bukan secara tiba-tiba.
Operant Conditioning juga memiliki beberapa prinsip, yaitu reinforcement dan punishment.
Kedua prinsip ini yang kemudian berpengaruh dalam pembentukan perilaku manusia.
17
Dalam belajar, pandangan behavioral kemudian melahirkan teori connectionism oleh
Thorndike. Thorndike melakukan sebuah penelitian mengenai stimulus dalam manusia.
Penelitiannya melihat tingkah laku berbagai binatang, tingkah laku anak-anak, dan orang
dewasa. Objek penelitian dihadapkan pada situasi baru yang belum dikenal dan membiarkan
objek melakukan berbagai pola aktivitas untuk merespons situasi itu. Dalam hal ini objek
mencoba berbagai cara reaksi, sehingga menemukan keberhasilan dalam membuat koneksi
suatu reaksi dengan stimulasinya. Ciri-ciri belajar dengan trial and error adalah ada motif
pendorong aktivitas, ada berbagai respons terhadap situasi, ada eleminasi respons yang gagal
atau salah, dan ada kemajuan reaksi mencapai tujuan.
Selain Thorn dike, A Bandura juga mencetuskan teori belajar yang menitik beratkan
pada perilaku yaitu teori kognitif sosial. Menurut Bandura, belajar itu lebih dari sekedar
peruabahn perilaku. Belajar adalah pencapaian pengetahuan dan perilaku yang didasari oleh
pengetahuannya tersebut . Melalui teori observational learning, Bandura beranggapan bahwa
orang cenderung untuk membimbing dirinya sendiri dalam belajar, dan lingkungannya dapat
dipengaruhi perilaku tiruan. Menurut Bandura, yang penting ialah kemampuan seseorang
untuk mengabstraksikan informasi dari perilaku orang lain. Pengambilan keputusan
dilakukan mengenai perilaku mana yang akan menjadi alternatif dan kemudian melakukan
perilaku yang dipilih. Prinsip belajar menurut Bandura adalah usaha menjelaskan belajar
dalam situasi alami. Hal ini berbeda dengan situasi di laboratorium atau pada lingkungan
sosial yang banyak memerlukan pengamatan tentang pola perilaku beserta konsekuensinya.
Dalam mempelajari perilaku manusia, terdapat beberapa jenis dan bentuk perilaku.
Dilihat dari bentuk respon terhadap stimulus ini, maka perilaku dapat dibedakan menjadi dua,
yaitu perilaku tertutup dan perilaku terbuka. Perilaku tertutup (convert behavior) adalah
respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk terselubung atau tertutup (convert) yang
tidak dapat diamati oleh orang lain. Perilaku terbuka (overt behavior) adalah respon
18
seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan nyata atau terbuka, yang dengan mudah
dapat diamati atau dilihat oleh orang lain. Berdasarkan jenisnya, terdapat dua jenis perilaku,
yaitu perilaku refleksif dan perilaku non refleksif. Perilaku refleksif adalah perilaku yang
terjadi atas reaksi secara spontan terhadap stimulus yang mengenai organisme tersebut.
Perilaku refleksif terjadi dengan sendirinya, secara otomatis. Perilaku ini pada dasarnya tidak
dapat dikendalikan. Sedangkan, Perilaku Non-Refleksif adalah perilaku yang dikendalikan
atau diatur oleh pusat kesadaran/otak. Pada perilaku manusia, perilaku non-reflektif
merupakan perilaku yang dominan dalam pribadi manusia. Perilaku ini dapat dibentuk, dapat
dikendalikan. Karena itu dapat berubah dari waktu ke waktu, sebagai hasil proses belajar.
Sebagian besar perilaku manusia merupakan perilaku yang dibentuk, perilaku yang
dipelajari. Metode pembentukan perilaku dapat melalui conditioning (kebiasaan), insight
(pengertian) dan model (contoh). Sedangkan proses pembentukan perilaku melalui tahapan
Awareness (kesadaran), Interest (ketertarikan), Evaluation (evaluasi), Trial (mencoba), dan
Adoption (menerima).
Perilaku manusia dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu faktor personal atau biologis
dan sosiopsikologis. Faktor Biologis yaitu adanya perilaku tertentu yang merupakan bawaan
manusia dan bukan pengaruh lingkungan atau situasi. Sedangkan faktor sosiopsikologis
terdiri dari komponen afektif (aspek emosional), komponen kognitif (aspek intelektual), dan
dan komponen konatif (aspek kebiasaan dan kemauan bertindak).
B. Saran
Berdasarkan pembahasan yang telah diuraikan di atas, pendekatan behavioral cukup
efektif dalam proses belajar yang hanya melibatkan proses mental sederhana dan pembiasaan
perilaku yang membutuhkan kontrol eksternal. Akan tetapi jika digunakan seutuhnya dalam
proses pembelajaran secara kesuluruhan, mungkin masih terdapat kekurangan. Ilmu perilaku
19
terapan menempatkan terlalu banyak tekanan pada kendali eksternal atas perilaku siswa.
Strategi atau metode yang lebih baik adalah dengan dengan dengan membantu siswa belajar
mengendalikan perilaku mereka sendiri dan menjadi termotivasi secara internal. Sebagai
saran, untuk pembelajaran yang melibatkan proses mental yang lebih kompleks dapat
digunakan pendekatan yang lain atau kombinasi pendekatan behavioral dengan pendekatan
yang lain.
20
Top Related