1
BAHAN KULIAH BIOKIMIA I
Disusun oleh :
Tjokorda Gede Belawa Yadnya
Ni Made Suci Sukmawati
Anak Agung Putu Putra Wibawa
Putu Ari Astawa
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS UDAYANA
2016
2
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis aturkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa, atas rahnat-Nya
,sehingga bahan ajar yang berjudul “BAHAN KULIAH BIOKIMIA I yang sangat bermanfaat
bagi mahasiswa untuk mempelajari bikimia umum yang mempelajari tentang biokimia
elementer yang terdiri atas karbohidrat, protein, lemak, bioenergitika, koensim dan vitamin,
pencernaan Pemanfaatan ubi jalar ungu (Ipomoea batatas L) untubiokimia elementerk pakan
ternak” dapat tersusun sesuai dengan rencana yang telah direncanakan. Bahan ajar ini
merupakan kumpulan dari hasil penelitian dan hasil seminar yang telah diseminarkan tingkat
nasional dan internasional dan juga ada makalah yang telah dipublis secara Internasioanl
melalui Jurnal Internasioanal. Dalam bahan ajar ini yang menitik beratkan pada pemanfaatan
ubi jalar ungu (Ipomoe batatas L) untuk pakan ternak, baik dari umbi, kulit umbi dan daun
ubi jalar ungu.
Peningkatan produktivitas ternak sangat diperlukan bahan pakan yang berkualitas
serta berkelanjutan. Salah satu upaya untuk memenuhi bahan pakan dengan jumlah yang
selalu tersedia perlu pemanfaatan semua bahan pakan yang bisa diberikan pada ternak dengan
syarat tersedia cukup, bergizi serta tidak beracun, diantaranya dengan memanfaatkan ubi jalar
ungu (Ipomoea batatas L), Keistimewaan daripada ubi jalar ungu adalah adanya zat
antosianin yang terdapat dalam ubi jalar ungu yang mempunyai senyawa yang bersifat
antioksidan. Ubi Jalar ungu dapat dimanfaatakan dari umbi, kulit dan daun ubi jalar ungu.
Bahan ajar ini terdiri atas tiga bagian yang terpenting adalah :
1. Pemanfaatan ubi jalar ungu (Ipomoea batatas L) terfermentasi dalam ransum terhadap
penampilan, karkas, profil lipida, termasuk terhadap asam urat dan gula dalam serum
darah;
2. Pemanfatan daun ubi jalar ungu (Ipomoea batatas L) dalam ransum yang
dikombinasikan dengan daun mengkudu (Mironda citrifolia L) dan daun sirih (Piper
beetle L), yang disuplementasi dengan Starbio dan Pignox (Starpig), atau
dikombinasikan dengan sekam padi terfermentasi dengan Aspergillus niger terhadap
penampilan dan profil kimia darah pada itik bali;
3. Pemanfaatan kulit ubi jalar ungu (Ipomoea batatas L) terfermentasi dalam ransum
terhadap nilai nutrisi ransum, penampilan, kualitas daging, profil antioksidan, dan
profil lipida pada darah serta dalam daging itik bali.
3
Dari tulisan ini diharapkan dapat memberikan inspirasi untuk mengadakan penelitian tidak
hanya pada itik, namun bisa dilakukan pada ternak unggas yang laintermasuk pada ternak non
ruminansia dan ternak ruminansia, disamping bisa dipakai sebagai gambaran pemanfaatan
ubi jalar ungu sebagai sumber antioksidan yang sangat berguna untuk kesetana manusia.
Denpasar, 2 Maret 2016
Penulis,
DAFTAR ISI
COVER................................................................................................................. ............. 1
SAMBUATAN DEKAN FAPET UNUD.........................................................................2
PENGANTAR.................................................................................................................... 4
DAFTAR ISI.......................................................................................................................5
BAGIAN I.
UBI JALAR UNGU (Ipomoea batatas L)
Tjokorda Gede BelawYadnya.............................................................................................. 6
BAGIAN II.
Pemanfaatan umbi jalar ungu (Ipomoea batatas L.) terfermentasi dalam ransum terhadap
penampilan, karkas, profil antioksidan dan profil lipida darah itik bali.
T.G.Belawa Yadnya ...........................................................................................................12
Efforts the meat quality of bali ducks through offering purple sweet potato (Ipomoea batatas
L.) fermented Apergillus niger in diets.
T.G.BelawaYadnya, IB.Sudana, Igede Mahardika and IM.Mastika........................................37
Pengaruh pemberian ransum ubi jalar ungu (Ipomoea batatasL.) terfermentasi dalam ransum
terhadap kecernaan ransum, retensi protein dan pertambahan bobot badan pada itik bali
T.G.BelawaYadnya, I B. G. Partama dan A.A.A.S. Trisnadewi. ............................................51
4
BAGIAN I
UBI JALAR UNGU (Ipomoewa batatas L)
5
UBI JALAR UNGU (Ipomoea batatas L)
Abstrak
Ubi jalar ungu merupakan salah satu bagian daripada ubi jalar yang sudah diusahakan secara
luas di Indonesia, pertumbuhan ubi jalar dapat hidup optimal didukung oleh lingkungan yang
memadai, dengan produksi berkisar 25 – 28 ton.Ha. Varietas ubi jalar yang umum ditanam
petani di Bali, diantaranya varietas injin, malam dan gentong. Varietas injin dikenal sebagai
ubi jalar ungu, varietas malam memiliki warna kuning dan varietas gentong dengan warna
agak merah. Diantara ketiga varietas tersebut memiliki komposisi kimia yang tidak sama
yang akan berpengaruh terhadap sifat fisik dan rasa dari ubi tersebut (Dalam 100 g ubi jalar
ungu mengandung Energi 123 kkal, Protein 1,8 g, Lemak 0,7 g, Karbohidrat 27,9 g, Kalsium
30 mg, Fosfor 49 mg, Besi 0,7 mg, Vitamin A 7.700 SI, Vitamin C 22 mg, dan Vitamin B1
0,09 mg serta mengandung zat antosianin yang bervariasi tergantung pada species dan faktor
lingkungan. Adanya zat antosianin yang bersifat sebagai antioksidan yang mampu untuk
menetralkan radikal bebas serta mampu menjaga ketahanan tubuh
Kata kunci : ubi jalar ungu, variaetas, antosianin, antioksidan, dan ketahan tubuh.
Pendahuluan
Tjokorda Gede Belawa Yadnya
6
Ubi jalar ungu termasuk tanaman ubi jalar dengan sistematika (taksonomi) tumbuhan dapat
diklasifikasikan sebagai berikut (Rukmana,1997)
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophytae
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledonae
Ordo : Convolvulales
Famili : Convovulaceae
Genus : Ipomoea
Spesies : Ipomoea batatas L
Ubi jalar adalah tanaman yang tumbuh baik di daerah beriklim panas dan lembab ,
dengan suhu optimum 270C dan lama penyinaran 11 – 12 jam per hari. Tanaman ini dapat
tumbuh sampai ketinggian 1.000 meter dari permukaan lautdan tidak membutuhkan tanah
subur untuk media tumbuhnya. Beberapa varietas yang diusahakan tersebar secara luas di
Indonesia, diantaranya varietas ibaraki, beniazuma, dan naruto (Jusuf et al., 2008) Lebih
lanjut dilaporkan bahwa agar pertumbuhan ubi jalar menjadi optimal diperlukan curah hujan
dengan syarat hidup ubi jalar antara 750 – 1500 mm/tahun dan pH tanah sekitar 5,5 – 7,5,
dengan produksi 25 – 28 ton/per hetar.Bentuk ubi biasanya bulat sampai lonjong dengan
permukaan rata sampai tidak rata. Kulit ubi berwarna putih, kuning, ungu atau ungu kemerah-
merahan, tergantung varietasnya.
Varietas dan Produktivitas
Varietas ubi jalar yang umum ditanam petani di Bali, diantaranya varietas injin, malam
dan gentong. Varietas injin dikenal sebagai ubi jalar ungu, varietas malam memiliki warna
kuning dan varietas gentong dengan warna agak merah. Diantara ketiga varietas tersebut
memiliki komposisi kimia yang tidak sama yang akan berpengaruh terhadap sifat fisik dan
rasa dari ubi tersebut (Trisnawati et al., 2005). Produktivitas ubi jalar selain ditentukan oleh
faktor lingkungan tumbuh juga dipengaruhi oleh kemampuan adaptasi terhadap lingkungan.
Dua varietas ubi jalar ungu asal Jepang adalah Ayamurasaki dan Yamagawamurasaki telah
diusahakan secara komersial di Jawa Timur dengan potensi hasil 15 – 20 ton/ha. Beberapa
varietas lokal juga memiliki daging umbi berwarna ungu, hanya intensitas keunguannya
masih di bawah kedua varietas introduksi tersebut(Jusuf et al.,2008). Daging ubi berwarna
putih, kuning, atau jingga sedikit ungu (Rukmana, 1997).Umbi ubi jalar ungu sebagai sumber
7
energi mengandung karbohidrat 83,81% (Susilawati dan Medikasari,2008), sebagai sumber
energi dalam pakan.
Kandungan Nutrisi Ubi Jalar
Kandungan nutrisi ubi jalar terdiri atas karbohidrat sebesar 27,g yang dapat
menghasilkan kalori sebesar 123 kalori per 100 gram bahan, sumber serat pangan, vitamin
(Vitamin A, B1, B2, B6, niacin, asam pentatonat, dan vitamin c), mineral (Ca, P, Fe, Na, K,
Zn, dan Cu) dan polifenol (Ishida et al., 2000)
Di Indonesia, 89% produksi ubi jalar digunakan sebagai bahan pangan dengan tingkat
konsumsi 7,8 kg/kapita/tahun, sedangkan sisanya dimanfaatakan untuk bahan baku industri ,
terutama saus, dan pakan ternak(Jusuf et al.,2008) Produltivitas ubi jalar dari tahun 2000
sampai 2009 ada peningkatan dari 94,0 kwintal/ha sampai 107,8 kwintal/ha (Saleh et al
.,2011).
Beberapa varietas lokal sesungguhnya juga ada yang daging umbinya berwarna ungu, hanya
intensitas kadar antosianinnya masih jauh dibanding kedua varietras Ayamurasaki dan
Yamagawa-murasaki yang berasal dari Jepang. Saat ini Balitkabi Malang memiliki tiga klon
harapan yang berpotensi dilepas sebagai varietas ubijalar kaya antosianin, yakni MSU 01022-
12, MSU 03028-10 dan RIS 03063-05 dengan produksi hasil 20 – 25 ton/ha dan kadar bahan
kering tinggi(> 30%). Klon harapan MSU 01022-12 dengan produksinya cukup tinggi ( 25,8
ton/ha), mengandung zat antosianin sedang (33,9 mg/100 g) dan distribusi warna ungunya
sangat menarik, sedangkan klon harapan MSU 03028-10 dan RIS 03063-05 memilki rataan
hasil 27,5 ton/ha, bahan kering umbi 32,50% dengan kandungan antosianin > 500 mg/100g
berat basah (Hasim dan Yusuf, 2008). Suprapta et al. (2003), melaporkan ketela rambat ungu
kulit putih besar di Desa Kayu Amba,Bangli, dengan kandungan zat antosianin 155,62
mg/100g. Ketela rambat ungu kecil kulit putih di Desa Sidan, Gianyar, Ketela ungu kulit
putih di Desa Sidemen, Karangasem dengan kandungan Antosianin adalah 110 mg/100g dan
209,9 mg/100g. Perbedaan kandungan antosianin pada ubijalar ungu sangat dipengaruhi oleh
kesuburan lahan, dan mikroklimat. Damanhuri(2005) melaporkan semakin tinggi tempat dari
permukaan laut , maka tanaman ubi jalar ungu akan stress akibatnya akan terbentuk kadar
antosianinnya relatif lebih tinggi daripada yang ditanam di datraran rendah.
Luas panen ubi jalar di Bali hanya 9.208 ha atau 3,06%dari luas tanaman pangan, dan
hasil varietas lokal yang dibudidayakan petani masih tergolong rendah sekitar 11,2 ton/ha
(Widodo et al., 1993). Trisnawati et al (2005) melaporkan bahwa produksi ubi jalar varietas
Gentong, Malam dan Injin di Dusun Songlanduk, Desa Sulahan, Kecamatan Susut,
Kabupaten Bangli berturut-turut adalah 3,645 ton, 3,408 ton, dan 3,010 ton per ha. Terlihat
8
produksi ubi jalar yang dibudidayakan masih rendah maka perlu dilakukan perbaikan
terutama terhadap pemupukan. Jedeng (2011) melaporkan bahwa dengan pemberian pupuk
organik dengan dosis 15 ton/ha dapat menghasilkan umbi 25,95 ton/Ha dibandingkan pada
ubi jalar ungu yang tanpa dipupuk organik menghasilkan hanya 18,78 ton/Ha.
Dalam 100 g ubi jalar ungu mengandung Energi 123 kkal, Protein 1,8 g, Lemak 0,7 g,
Karbohidrat 27,9 g, Kalsium 30 mg, Fosfor 49 mg, Besi 0,7 mg, Vitamin A 7.700 SI,
Vitamin C 22 mg, dan Vitamin B1 0,09 mg ( Ratih, 2010 ), sedangkan Magnesium 25 mg,
Seng 0,30 mg, Selenium 0,337 mg, disamping itu juga mengandung Vitamin A, E, B-6 dan
Vitamin K.
Wibowo dan Zabri ( 2008 ) melaporkan bahwa selenium yang terdapat pada ubi jalar
ungu bermanfaat sebagai antioksidan, dan dapat dalam bentuk senyawa anorganik atau
organik , berfungsi mencegah stres oksidatif , mendukung fungsi tiroid (yang menghasilkan
hormon tiroksin untuk pertumbuhan dan perkembangan) berperan sebagai
immunocompetence (kekebalan tubuh) , meningkatkan daya tahan tubuh terhadap penyakit
dan dapat meningkatkan pertambahan bobot badan ayam broiler.
Kesimpulan
Ubi jalar ungu (Ipmoea batatas L) mengandung zat nutrisi cukup lengkap dan
mengandung zat antosianin yang bersifat sebagai antioksidan untuk menjaga ketahanan
tubuh.
DAFTAR PUSTAKA
Hasim, A dan Yusuf.2008. Ubi Jalar Kaya Antosianin, Pilihan Pangan Sehat.
Sinar Tani, Edisi 20 – 26 Agustus 2008
Ichida,U., Hiroko Suzunno, Satoshi Innamu, Tadahiro Tadokoro, Akio Maekawa. 2000.
Nutrive Evaluation on Chemical Components of Leaves, Stalks and Stems of sweet
Potatoes (Ipomoea batatas L). J.Food Chemistry, 68 : 359 – 367
Jedeng,IWayan. 2011. Rjana, Universir,Bali. tas Udayana, Denapas dan Dosis Pupuk
Organik terhadap Pertumbuhan dan Hasil Ubi Jalar (Ipomoea batatas L) Lamb)
Varietas Lokal Ungu. Tesis.Magister. PSP: Lahan Kering. Program Pascasarjana,
Universitas Udayana, Bali.
Jusuf,M., St.A. Rahayuningsih dan E.Ginting. 2008. Ubi Jalar Ungu Warta Penelitian dan
Pengembangan Pertanian. Vol.30, No.4 , 2008.
Ratih.2010. Manfaat dibalik Ubi Jalar Ungu. Blog. Konsultasi Gizi. Com/info/manfaat-di-
balik-ubi-jalar-ungu.html.
9
Rukmana,H. 1997. Ubi Budi Daya dan Pascapanen , Penerbit Kanisius
Saleh,M., St.A. Rahayuningsih dan M.M.Adie. 2011. Peningkatan Produksi dan Kualitas
Umbi-umbian . Balikabi. POBOX 66. Malang 650101.
Suprapta, D.N., M.Antara., M.Sudana, AS,Duaji., dan M.Sudarma. 2004. Kajian Aspek
nPembibitan, Budidaya dan Pemanfaat Umbi-umbin sebagai sumber Pangan Alternai
Laporan Hasil Penelitian. Kerjasama BAPEDA Bali Provinsi Bali dengan Fakultas
Pertanian, Universitas Udayana, Bali.
Trisnawati,W., W.R.Yasa, dan M.Adijaya. 2005. Adaptasi dan tiga varietas Ubi Jalar
(Ipomoea batatas L), Krakteristik, Komposisi Kimia, dan Reparasi Panelis, Balai
Pengkajian Teknologi Pertanian, Bali.
Wibowo, C dan Zabri,P.S. 2008. Kekerdilan dan Selenium. Kosultasi. Kesehatan
Kekerdilan-Selenium.hltm.
BAGIAN II
UMBI UBI JALAR UNGU (Ipomoea batatas L) UNTUK
PAKAN TERNAK
10
PEMANFAATAN UMBI UBI JALAR UNGU (Ipomoea batatas L) TERFERMENTASI
DALAM RANSUM TERHADAP PENAMPILAN, KARKAS, PROFIL
ANTIOKSIDAN DAN PROFIL LIPIDA SERUM DARAH ITIK BALI
ABSTRAK
Pemanfaatan umbi ubi jalar ungu (Ipomoea batatas L) terfermentasi dalam ransum
untuk meningkatkan penampilan, kualitas karkas dan memperbaiki kolesterol itik Bali.
Menggunakan rancangan acak lengkap dengan tujuh perlakuan yaitu ransum tanpa ubi jalar
ungu(perlakuan A), ransum mengandung 10%, 20%, dan 30% ubi jalar ungu tanpa fermentasi
(perlakuan B, C, dan D), ransum mengandung 10%, 20% dan 30% ubi jalar ungu
terfermentasi (perlakuan E, F dan G). Variabel yang diamati penampilan, kualitas karkas, dan
frofil lipida darah dan daging serta profil antioksidan (kapasitas antioksidan,
malondialdehida, dan superoksida dismutase). Hasil penelitian menunjukkan pemanfaatan ubi
jalar terfermentasi dalam ransum dapat meningkatkan kecernaan, bobot akhir, pertambahan
bobot badan dan efisiensi pengunaan ransum (P
11
meningkatkan kapasitas antioksidan, SOD dan menurunkan kadar MDA daging (P
12
Penelitian ini menggunakan kandang sistem battery colony berlantai dua sebanyak 28
petak. Setiap petak kandang mempunyai ukuran panjang 70 cm, lebar 70 cm, dan tinggi 70
cm.. Kandang dilengkapi dengan tempat makanan, tempat air minum yang terbuat dari
bambu yang letaknya di sebelah luar, dan juga dilengkapai dengan tempat penampung
kotroran serta penampung sisa makanan, dan juga dilengkapi dengan lampu untuk
penerangan di waktu malam.
Ransum dan air minum
Ransum dalam penelitian ini disusun berdasarkan perhitungan menurut Scott et al.(1982).
Kandungan nutrisi ubi jalar ungu, baik yang terfermentasi atau tidak terfermentasi dikerjakan
di Laboratorium Analitik, Universitas Udayana. Bahan-bahan penyusun ransum terdiri atas
jagung kuning, tepung ikan, bungkil kelapa, dedak padi, kacang kedelai, tepung ubi jalar
ungu yang tanpa difermentasi dan tepung ubi jalar ungu terfermentasi dengan Aspergillus
niger dan mineral B 12.
Di dalam pencampuran ransum disusun sedemikian rupa dari komposisi ransum terbesar
kemudian diikuti dengan jumlah kopomsisi ransum yang lebih rendah dan seterusnya sampai
jumlah bahan ranasum yang terendah, Kemudian bahan ransum dibagi dua , dan masing –
masing bagian dicampur aduk sampai homogen, setelah itu dibagi empat, masing – masing
bagian dicampur berseberangan dan akhirnya tercampur secara sempurna. Masing – masing
perlakuan ditimbang dalam ukuran plastik 0,50 kg , kemudian disimpan dan siap digunakan
diberikan kepada itik. Pemberian ransum dan air minum dengan ad libitum.
Ubi jalar ungu ( Ipomoea batatas L)
Umbi ubi jalar ungu (Ipomoea batatas L) diperoleh di Desa Licin, Kecamatan Licin,
Kabupaten Banyuwagi. Umbi ubi jalar ungu diparut kemudian dikeringkan , setelah kering
selanjutnya ditumbuk dan diayak sehingga menjadi tepung ubi jalar ungu . sebelum
digunakan untuk penelitian terlebih dahulu difermentasi dengan Aspergillus niger.
Ubi jalar ungu dalam bentuk tepung akan difermentasi dengan Aspergillus niger, yang
sebelumnya diadakan perbanyakan Aspergillus niger dengan perhitungan 100 ml Aspergillus
niger dilarut dalam 10 l air yang sebelumnya telah dipanaskan , dan setelah dingin caru
digunakan dalam proses perbanyakkan Aspergillus niger. Bahan yang perlu dilengkapi 100 g
KCl dan 100 g Urea. Setelah ubi jalar dalam bentuk tepung siap dituangkan larutan
Aspergillus niger ditaruh dalam karung goni selama 6 hari (Guntoro, 2008). Ubi jalar ungu
(Ipomoea batatas L) yang telah difermentasi kemudian dikeringkan dan siap untuk digunakan
untuk mencampur ransum.
Tabel 1
13
Komposisi Bahan Penyusun Ransum Itik Bali,umur 16 – 32 minggu
Bahan Ransum
(%)
Perlakuan
A B C D E F G 1)
Jagung kuning 55,36 49,98 42,32 35,5 49,98 42,32 37,20
Kacang kedelai 9,37 12,45 13,88 15,05 12,45 13,88 15,40
Bungkil kelapa 11,31 9,82 7,28 3,06 9,82 8,28 3,06
Tepung ikan 10,13 8,10 10,29 11,14 8,10 8,29 8,14
Dedak padi 12,18 9,00 5,08 3,25 9,00 5,58 4,55
Ubi jalar ungu - 10,00 20,00 30,00 - - -
Ubi jalar ungu
terfermentasi
- - - - 10,00 20,00 30,00
Mineral B12 0,50 0,50 0,50 0,50 0,50 0,50 0,80
Garam dapur 0,15 0,15 0,15 0,50 0,15 0,15 0,15
Minyak kelapa 1,00 - 0,50 1,00 - 1,00 1,00
Total 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00
Tabel 2
Kandungan Nutrisi dalam Ransum itik Bali, Umur 16 – 32 minggu
Nutrien
Perlakuan 1)
______________________________________________________________________________
A B C D E F G
Standar
Scott
et al
(1982)
Energi Metabolisme (Kkal//kg)
2907,07
2878,2
2904,93
2887,28
2886,1
2882,18
2905,2
2800 – 2900
Protein kasar (%) 17,03 16,68 17,18 16,87 16,67 17,01 16,99 15 - 17
Lemak kasar (%) 5,75 5,92 5,61 5,38 5,85 5,84 5,17 4 – 7
Serat kasar (%) 4,56 4,42 4,20 4,00 4,36 4,23 4,0 4 – 7
Kalsium (%) 1,00 0,94 0,97 0,96 0,94 0,92 0,91 0,80
Forfor tersedia (%) 0,60 0,50 0,50 0,50 0,51 0,50 0,50 0,70
Cystin (%) 0,30 030 028 0,29 0,27 028 028 027
Lysin (%) 1,37 1,35 1,41 1,43 1,34 1,28 1,34 0,80
Metionin (%) 0,52 0,56 0,59 0,65 0,57 0,61 0,65 0,51
:
!) A = ransum tanpa mengandung ubi jalar ungu , B = ransum mengandung 10% ubi jalar ungu ,
C = ransum mengandung 20% ubi jalar ungu, D = ransum mengandung 30% ubi jalar ungu, E
14
= Ransum mengandung 10% ubi jalar ungu terfermentasi, F = ransum mengandung 20% ubi
jalar ungu terfermentasi dan
G = ransum mengandung 30% ubi jalar ungu terfermentasi
Aktivasi Aspergillus niger
Aspergillus niger yang digunakan di dalam penelitian ini diperoleh dari Balai Pengkajian
Teknologi Pertanian (BPTP) ,Denpasar . Sebelum Aspergillus niger dimanfaatkan untuk
fermentasi harus diaktifkan dan direproduksi agar volumenya menjadi lebih besar. Dalam
proses reproduksi , untuk satu liter bibit fermentor bisa diproduksi hingga 100-200 liter.
Terlebih dahulu air dipanaskan mencapai suhu 100oC, kemudian didinginkan. Proses aktivasi
diperlukan alat-alat antara lain bak plastik yang bersih, aerator, sedangkan bahan-bahan yang
dipergunakan adalah gula pasir, urea, dan NPK masing –masing 100 gram setiap 10 liter air.
Air yang digunakan air sumur yang tidak mengandung kaporit. Untuk menjaga sterilitasnya
air dimasak terlebih dahulu mencapai suhu 100oC, kemudian didinginkan. terakhir ,
dimasukkan 100 ml Aspergillus niger (Guntoro, 2008).
Fermentasi tepung ubi jalar ungu (Ipomoea batatas L) dengan Aspergillus niger
Ubi jalar ungu yang sudah dalam bentuk tepung ditaruh di atas hamparan karung kampil
yang diletakkan diatas dari bilah-bilah bambu , kemudian disemprot dengan larutan
Aspergillus niger yang telah diaktifkan, sampai larutan airnya 50% ( bila dikepal tidak pecah)
. Selanjutnya ditutup dengan karung kampil dan dibiarkan selama 6 hari. Setelah dilakukan
fermentasi selama enam hari lalu dikeringkan di bawah sinar matahari, sehingga sudah siap
untuk dipergunakan sebagai bahan penyusun ransum.
Prosedur Penelitian
Perendoman itik
Seratus lima puluh ekor itik jantan berumur 16 minggu ditimbang satu-persatu dengan
timbangan dengan merek lion Star 2Kg dengan kepekaan 2 gr. Setelah semua itik ditimbang,
dicari nilai rerata, dan standar deviasi, sehingga diperoleh rentang berat awal (umur 16
minggu) adalah berat berata + SD. Maka diperoleh itik yang dipergunakan untuk penelitian
adalah 7 x 4 x 4 ekor = 112 ekor. perlakuan dan ulangannya.
Rancangan Penelitian
15
Percobaan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang terdiri atas tujuh
perlakuan dan empat ulangan, setiap ulangan menggunakan empat ekor itik jantan dengan
kisaran bobot badan awal 1192,95 + 0,98 g, maka secara keseluruhan digunakan seratus dua
belas ekor itik bali jantan yang telah berumur 16 minggu. Ketujuh perlakuan ransum tersebut
adalah sebagai berikut : yaitu ransum tanpa ubi jalar uvgu (Ipomoea batatas L) (perlakuan
A), ransum mengandung 10% , 20%, dan 30% ubi jalar ungu (Ipomoea batatas L) tanpa
terfermentasi (perlakuan B,C,dan D), ransum mengandung 10%, 20%, 30% ubi jalar ungu
(Ipomoea batatas L) terfermentasi (perlakuan E,F,dan G)
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian lapangan dilaksanakan di kandang milik petani- peternak di desa Guwang,
Kecamatan Sukawati, Kabupaten Gianyar. Sedangkan analisis laboratorium dilaksanakan di
laboratorium Nutrisi Makanan Ternak, Lab. Teknologi Hasil Ternak, Fakultas Peternakan,
Lab. Kimia dan Mikrobiologi, Fakultas Teknologi Pertanian, Lab. Analitik, Universitas
Udayana, Lab. Bina Medika Denpasar. Penelitian berlangsung selama tujuh bulan, yaitu
mulai dari persiapan sampai dengan pengolahan data (April 2012 – Oktober 2012).
Variabel Penelitian
Variabel penelitian yang diamati dalam penelitian ini meliputi : penampilan, karakteristik
karkas, kualitas daging , profil lipida daging, profil lipida darah dan profil antioksidan
daging.
Variabel penampilan
Variabel penampilan terdiri atas konsumsi bahan kering ransum, kapasitas antioksidan, dan
pertambahan bobot badan
Konsumsi bahan kering ransum diperoleh dengan mengurangi bahan kering ransum yang
diberikan dengan bahan kering sisa. Konsumsi antioksidan adalah konsumsi ransum
dikalikan dengan kandungan antioksidan setiap ransum.
Pertambahan bobot badan (Bobot badan akhir dikurangi dengan bobot badan awal)
Variabel Karakteristik Karkas
16
Variabel karakteristik karkas meliputi bobot potong, bobot karkas, persentase karkas, dan
komposisi fisik karkas.
1) Bobot potong adalah hasil penimbangan itik pada akhir penelitian pada saat itik berumur
32 minggu.
2) Bobot karkas : bobot potong dikurangi dengan bobot bukan karkas (bobot darah, kepala,
bulu, kaki, dan organ dalam (USDA, 1977).
3). Persentase karkas adalah bobot karkas dibagi dengan bobot potong dikalikan dengan
100%
4) Komposisi fisik karkas adalah bobot masing – masing karkas ( Daging, tulang, lemak
termasuk kulit) dibagi dengan bobot karkas dikalikan dengan 100%.
Pengambilan sampel untuk penentuan kolesterol serum darah
Pengambilan sampel darah dilaksanakan dua minggu sebelum penelitian berakhir.
Masing – masing perlakuan diambil tiga ekor itik secara acak, setiap ekor diambil 5 ml,
dengan cara memasukkan spait ukuran 3 ml kepembuluh darah pada bagian sayap daripada
itik, setelah pengambilan darah , bagian tubuh bebas suntikan dibersihkan dengan alkohol.
Semua sampel yang diambil langsung ke termos es dibawa ke Laboratorium Nutrisi Makanan
Ternak, Fakultas Peternakan , Universitas Udayana.
Pengambilan sampel daging untuk analisis profil lipida daging
Pengambilan sampel daging untuk analisis profil lipida daging bersamaan dengan
penentuan kualitas karkas daging pada akhir penelitian. Untuk pengambilan sampel untuk
analisis profil lipida daging diambil pada bagian dada (Soeparno, 2005).
Penentuan profil antioksidan
Penentuan profil antioksidan yang terdiri atas kapasitas antioksidan, malondialdehide
(MDA), dan superoksida dismutase (SOD0 (Prangdimurti et al., 2006). Bagian daging dada
yang diambil untuk profil antioksidan, yang masing – masing perlakuan diambil tiga sampel.
Analisis kapasitas antioksidan dilaksanakan di Lab. Kimia dan Mikrobiologi, FTP, Unud,
sedangkan analisis MDA dan SOD dilaksanakan di Lab. Analitik, Universitas Udayana
Penentuan Kolesterol Daging
Analisis profil lipida daging dan darah dilaksanakan di Labotarium Nutrisi Makanan
ternak, Fakultas Peternakan, Universitas Udayana.
17
Penentuan total kolesterol dikerjakan dengan metode Liebermann-Burchard yang telah
dimodifikasi (Saransi et al., 1996).
Cara penentuan total kolesterol daging sebagai berikut.
1) Timbang satu g sampel dan tambahkan 10 ml larutan aseton-etanol 1 : 1, kemudian
didihkan dalam shaking water bath sambil digoyang selama lima menit, lalu dinginan dalam
suhu kamar. Selanjutnya, saring dan tampung filtrat
dalam tabung pemusing dan pusingkan selama lima belas menit pada kecepatan 2500 rpm,
sehinggaq terbentuk supernatan. Supernatan yang terbentuk keringkan dalam shaking water
bath 100 oC, lalu dinginkan. Residu yang tertinggal , larutkan dengan tiga mililiter kloroform
dan sampel siap dianalisis.
2) Penetapan standar dan reagensia
Timbang dan masukkan lima miligram kolesterol dalam labu ukur 50 ml, kemudian
larutkan dengan kloroform sampai batas miniskus, sehingga diperoleh kolesterol 0,1 mg/ml.
Buat standar deret dengan konsentrasi 0,0167, 0,0330, 0,0500, 0,0667, 0,0833 dan
0,1000mg/dl. Lebih lanjut, encerkan larutan FeCL3 10% dengan asam sulfat pada hari yang
sama . Untuk menghindari hal –hal yang tidak diinginkan atau hasil reaksinya bisa berubah.
3) Analisis
Tiga mililiter larutan standar dalam cuvet masing-masingditambahkan asam asetat glasial
(FeCl3 10%) dua mililiter dan FeCl 0,01% tiga mililiter, biarkan dingin dalam ruang gelap
selama 15 menit. Baca pada spectrofotometer dengan
λ = 570 nm, lakukan dengan cara yang sama pada sampel. bila tidak dapat dibaca encerkan
dengan menambahkan dengan asam asetat glasial.
Pengukuran kandungan kolesterol daging dikerjakan sebagai berikut : contoh daging yang
sudah digiling ditimbang sebanyak 0,2 g, dimasukkan ke dalam gelas piala ukuran 50 ml
kemudian ditambahkan alkohol : ether ( 3 : 1 ) sebanyak 12 ml. Larutan tersebut diaduk
sampai hancur selama 15 menit, kemudian dipusingkan selama 10 menit dengan kecepatan
1500 rpm. Hasilnya disaring dengan kertas saring yang ditempatkan dalam corong kecil.
Pembilasan diulang lagi dengan alkohol 1ml alkohol ether.
Filtrat yang diperoleh dari pemusingan ditaruh dalam gelas piala 100 ml kemudian
diuapkan pada penanggas air sampai kering, lalu ditambahkan 1 ml khloroform ke dalam
18
filtrat dan diamkan selama 10 menit. Larutan ini disaring kembali dengan kertas saring dan
corong kecil. Filtranya ditampung dalam tabung skala 10 ml. Penyaringan dilalkukan tiga kali
dengan cara membilas kertas saring dan tabung dengan khloroform sedikit demi sedikit
sampai filtrat yang ditampung mendekati skala 5 ml. Kemudian ditambahkan larutan asetat
anhidrid sebanyak 2 ml asam sulfat pekat sebanyak 0,1 ml. Campuran ini diaduk dengan cara
memindahkan isi tabung yang satu ke tabung yang lain beberapa kali. Larutan ini didiamkan
selama 15 menit agar perubahan warna yang terbentuk menjadi stabil selanjutnya larutan ini
siap dibaca dengan spektrofotometer.
Larutan standar yang digunakan adalah larutan standar kolesterol 0,4 mg/5 ml (40 mg
kolesterol dalam 500 ml khloroform), larutan ini masukkan ke dalam tabung 10 ml sebanyak
5 ml, kemudian ditambah dengan 2 ml asam asetat anhidrid dan 0,1 ml asam sulfat. Tabung
blanko diisi dengan larutan asam asetat anhidrid 2 ml asam sulfat pekat 0,1 ml kemudian
ditambah khloroform 5 ml. Larutan didiamkan selama 15 menit dalam ruangan gelap.
Pembacaan intensitas warna dilakukan dengan spektrofotometer dengan panjang
gelombang 578 nm. Kadar kolesterol dihitung dengan memasukkan angka dalam rumus
sebagai berikut :
Abs p 100
Kolesterol daging (mg/100gr) = ----------- X 0,4 X -----------------------------
Abs s gr bahan (daging)
-Keterangan :
0,4 : konstanta
Abp : nilai absorben dari larutan uji
Abs : nilai absorben dari larutan standar
Penentuan HDL menggunakan metode phosphotungstic acid magnesium chlorid . Prinsip
presipitasi terhadap low density lipoprotein lipoprotein (LDLdan VLDL) dengan polianion
dan magnesium chlorida. setelah pemusingan HDL tetap berada dalam larutan supernatan.
Kadar HDL kolesterol dapat ditentukan dengan reaksi enzimatik menggunakan metode
CHOD PAP.
Reagensia yang digunakan adalah phosphotungstic acid 0,55 mmol/l dan Magnesium
Chloride 25 mmol/l, larutan NaCl 0,95 (154 mml/l), spektrofotometer dengan panjang
gelombang 500 nm, filter fotometer Hg 546 nm, Liht path cuvette 1 cm. Untuk presipitasi
diperlukan plasma 200 µl. Campuran ini dibiarkan selama 10 menit pada temperatur 20 –
25oC, kemudian dipusing selama 10 menit pada kecepatan 4000 rpm. Supernatan diambil
19
kemudian dicampur dengan reagen, untuk blanko 10 µl aquabidest ditambahkan . Kemudian
campuran ini diinkubasikan selama 10 menit pada suhu 25oC, lalu dibaca A (Absorbance) T
(Test) terhadap B (blanko). Jika sampel atau supernatannya berwarna, blanko tes disiapkan
dengan larutan 0,9% NaCl dan absorbance ini kemudian kurangkan dari absorbance samplel
yang berwarna.
Konsentrasi HDL dihitung dengan rumus : HDL = A (T) X faktor
untuk panjang gelombang 500 nm faktor dalam (nmol/l) adalah 5,92, sedangkan dalam
(mg/100 ml) adalah 229.
Pengukuran Trigliserida
Pengukuran trigliserida menggunakan metode test kalorimetri enzimatik (Boehringnger,
1993) dengan glyserol phosphateoxidase dan POD sebagai katalisa indikator reaksi
lipase
Prinsip : Trigliserida =========== Gliserol + asam-asam lemak
GK
Gliserol + ATP ============ Gliserol – 3 – P + ADP
GPO
Gliserol -3- P + O =========== dihidroksiaseton phosphat + H2O
Dengan adanya peroksidase , hidrogen peroksidae akan mengoksidasikan klorofenol dan
aminoantipirin sehingga membentuk warna merah dan derivat kuinonamine . Warna yang
terbentuk sesuai dengan konsentrasi trigliserida.
Reagen yang digunakan tiap satu liter mengandung PIPES buffer pH 7,42 mmol,
adenosin triphosphat (ATP) 1 mmol, 4 – aminoantipirin (PAP 0,5 mmol, Lipoprotein lipase
(LPL) > 50 µkat, gliserol kinase > 13 µkat , gliserol phosphat oksidase (GK) > 25 µkat,
Peroksidase (POD) 5 µkat dan 4 klorofenol 6 mmol.
Sampel sebanyak 10 µl ditambah 1000 µl reagen, kemudian dicampur dan diinkubasikan
selama 20 menit pada suhu 25oC. untuk blanko dikerjakan dengan cara yang sama tanpa
sampel. Kemudian dibaca A(T) terhadap blanko pada panjang gelombang 500 nm (Hg 546
nm)
Kadar trigliserida = A (T) x F
A(T) adalah absorbance sampel yang dites, F adalah faktor yang nilainya 737 untuk satuan
mg/100 ml. 8,4 untuk satuan mmol/l pada panjang gelombang 500 nm.
4.3.4.4 Low density lipoprotein (LDL)
20
Total kolesterol = HDL + LDL + VLDL, sedangkan VLDL = Trigliserida : 5, maka LDL =
Total kolesterol – HDL – Trigliserida/5 LDL dihitung dengan rumus = Kolesterol –
(Trigilserida /5) – HDL
Penentuan profil lipida darah
Pengambilan sampel darah untuk profil lipida darah diambil pada pembuluh darah
arteri pada bagian sayap masing –masing sebanyak 5 ml persampel. Jumlah sampel semua
ada 21 buah sampel , yang setiap perlakuan diambil tiga sampel. karena ada tujuh perlakuan,
maka sampel semuanya = 7 x 3 sampel = 21 buah sampel.
.
Penentuan profil antioksidan daging
Profil antioksidan daging terdiri atas kapasitas antioksidan , malondialdehida (MDA) dan
Superoksida dismutase (SOD). Penentuan kapasitas antioksidan dilaksanakan di
Laboratorium Kimia dan Mikrobologi, Fakultas Teknologi Pertanian, sedangkan kadar
Malondialdehide (MDA) dan Superoksida dismutse (SOD dilaksanakan di Laboratorium
Analitik, Universitas Udayana.
Kapasitas antioksidan
Penentuan kapasitas antioksidan dilakukan dengan metode Spektrofotometer (Okawa et
al., 2001), dengan cara kerjanya sebagai berikut : a) Pembuatan kurva standar asam askorbat
dengan konsentrasi 0, 1,4, 6, 8, 10 ppm atau kurva standar trolox dengan konsentrasi 0, 10,
20, 30, 40, 50, 60, 70, 80, 90, 100 ppm. .
b) Pembuatan preparasi sampel
25 mg sampel kering (bubuk)
Diencerkan 10 ml dengan metanol 100%
Divortex
Sentrifuge 3000 pppm selama 15 menit disaring
Filtrat dipipet 0,5 ml + 3,5 ml DPPH
Divortex
Diamkan 30 menit
Baca absorbansi pada 517 nm
Tahapan yang dilakukan di dalam pembuatan sampel untuk penentuan kapasitas antioksidab
sebagai berikut :
1. Timbang 25 g sampel
21
2. Sampel yang telah ditimbang diencerkan dengan 10 ml Metanol 100%, kemudian
diaduk sampai homogen.
3. Sampel tang telah divortex kemudian dimasukkan kedalam tabung kemudian di
sentripuge selama 15 menit disaring.
4. Filtratnya dipipet sebanyak 0,5 ml dan ditambahkan dengan 3,5 ml DPPH,kemudian
divortex dan didiamkan selama 10 menit.
5. Baca absorbansi pada Spekto dengan panjang gelombang 517 nm.
c) Kapasitas Antioksidan = ppm X x Total volume
Berat sampel (kg ) x FP
Catatan :
1. Kalau standarnya asam askorbat satuannya pmm AAEAC (Ascorbit Acid Equivalent
Antioxidant Capacity)
2. Kalau standarnya Trodox satuannya ppm TEAC (Trolox Equivalent Antioxidant
Capacity)
3. Kalau satuannya % berat sampel dalam (mg) dan dikalikan 100%.
4. Untuk mencari nilai IC (Inhibition Concentration) 50% (% aktivitas antioksidan)
IC = Absorbansi kontrol −absorbansi sampel
Absorbansi kontrol x 100%
IC = Inhibitor Cocentration ( suatu kemapuan antioksidan untuk menghambat aktivitas
radikal bebas )
Kadar malondialdehide (MDA)
Kadar malondialdehide (MDA) di dalam daging untuk mengetahui tingkat kerusakan
oksidatif sel/jaringan tubuh akibat radikal bebas Pemeriksaan kadar MDA daging dilakukan
dengan metode Thiobarbituric acid reactive substances (TBARS) (Wuryastuti, 1996).
Prosedur kerja
Sebanyak 0,75 ml asam fosfat dimasukkan ke dalam tabung polypropylene yang telah
berisi 0,25 ml larutan Thiobarbituric acid (TBA ). Selanjutannya 0,05 ml sampel plasma
darah ditambahkan ke dalam water bath selama 60 menit dengan suhu 100 oC , campuran
selanjutnya didinginkan selama 1-2 jam sehingga suhunya mencapai 30 oC. Kemudian
dimasukkan ke dalam Sep-Park C 18 dan dicuci dengan 5 ml methanol dan air. Ke dalam
22
campuran kemudian ditambahkan 4 ml methanol dan ditampung dalam cuvet. Kepekaan
warna dibaca dengan spektrofotometer dengan panjang gelombang 532 nm.
Superoksida Dismutase (SOD)
Pemeriksaan SOD dilakukan menggunakan methode Oxiselect superoxide dismutase activity
assay Kit (Cell Biolab, 2004). Kecepatan reduksi sitokrom c oleh radikal superoksidase dimonitor
pada 550 nm sesuai sistem xanthine-xanthine oksidase sebagai sumber SOD. SOD menyebabkan
penurunan kecepatan reduksi sitokrom c. Satu unit SOD didefinisikan sebagai jumlah enzim yang
mengakibatkan 50 % inhibisi kecepatan reduksi sitokrom c. Aktivitas SOD dinyatakan dalam satuan
unit per gram hemoglobin (U/g Hb).
Analisis Data
Data yang diperoleh dianalisis dengan sidik ragam, dan apabila diantara perlakuan
terdapat perbedaan yang nyata (P< 0,05), maka dilanjutkan dengan uji Duncan dengan taraf
5%. Hubungan antara tingkat pemberian ubi jalar ungu tanpa atau terfermentasi dalam
ransum dengan kadar kolesterol daging, dan hubungan kapasitas antioksidan,
malondialdehide (MDA), dan Superokdida dismutase (SOD) dengan kadar kolesterol daging
dianalisis dengan persamaan regresi atau eksponen menurut Steel dan Torrie (1986).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Konsumsi Ransum, Kapasitas Antioksidan Ransum dan Bobot Badan
Konsumsi bahan kering ransum, kapasitas antioksidan ransum dan pertambahan bobot
badan ditunjukkan pada Tabel 2.9.6. Konsumsi ransum selama penelitian ( 16 minggu) pada
itik yang mendapatkan ransum A adalah 1,040 kg/ ekor. Pemberian perlakuan B, C, D, E,
F, dan G dapat mengkonsumsi ransum yang lebih rendah dan berbeda secara nyata (P
23
sehingga dapat meningkatkan kecernaan ransum, sehingga zat-zat yang dapat diserap akan
lebih banyak dan kebutuhannya bisa terpenuhi dengan menkonsumsi ransum lebih sedikit.
Konsumsi ransum sangat dipengaruhi oleh kecukupan kebutuhan energinya telah
terkecukupi. Hal ini terbukti bahwa pemberian ransum tanpa ubi jalar ungu atau ubi jalar
ungu terfermentasi menkonsumsi lebih banyak, karena kecernaan ransum , kecernaan energi
dan kecernaan yang lebih rendah, sehingga harus menkonsumsi ransum yang lebih banyak.
Hasil penelitian ini sesuai dengan yang dilakukan oleh Yadnya et al., (2012), yang
melaporkan pemberian ransum ubi jalar ungu terfermentasi menkonsumsi ransum lebih
efisien daripada pemberian ransum tanpa ubi jalar ungu tanpa fermentasi atau tanpa ubi jalar
ungu.
Rataan bobot badan akhir paling tinggi dijumpai pada itik yang mendapatkan ransum
G yaitu 1,575 kg/ekor dan 8,62% lebih tinggi daripada itik yang mendapatkan ransum A.
Karena pada pemberian ransum G memiliki kecernaan energi, kecernaan bahan organik,
kecernaan protein yang lebih tinggi daripada pemberian perlakuan yang lainnya. Kecukupan
energi dan protein akan sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan Kelebihan energi di atas
kebutuhan hidup pokok akan digunakan untuk produksi , dalam hal ini berupa kenaikan bobot
badan. Pemberian ransum yang mengandung ubi jalar ungu mengandung antosianin yang
berkhasiat sebagai antioksidan dan antibakteri (Hasim dan Yusuf , 2008), sehingga bakeri
yang bersifat patogen akan berkurang dan zat nutrisi yang dapat diserap akan lebih banyak
dan akan berpengaruh terhadap produksi atau pertambahan bobot badan.
Kapasitas antioksidan ransum pada itik diberikan ransum A adalah 868,66 mg/kg
GAEAC. Pemberian ransum B, C, D, E, F, dan G dapat meningkatkan kapasitas antioksidan
ransum secara nyata (P
24
A 1192,5 1550,00 d 10348,26a 868,66 d 355,5 d
B 1196,6 1600,00 c 10066,36 b 969,45 c 410,27 c
C 1193,75 1627,50 bc 10061,52 b 1072,98 b 433,75 bc
D 1194,5 1636,25 ab 9937,2 bc 1113,53 a 441,75 abc
E 1192,75 1646,25 ab 9948,37 bc 1116,16 a 453,5 ab
F 1194,25 1653,75 ab 9910,84 c 1117,35 a 459,25 ab
G 1193,00 1668,75 a 9888,68 c 1151,58 a 474,52 a
SEM 10,62 46,84 13,75 10,76
Keterangan : Nilai dengan huruf berbeda pada lajur yang sama , berbeda nyata (P
25
Bobot
karkas(gr/ekor)
955,43 e 991,7c 1043,51c 1073,56 b 1087,07 b 1095,73 b 1142,56a 9,04
Persentase karkas (%) 61,19 d 63,21 c 64,84 bc 65,76b 66,14b 66,26 b 68,46 a 0,54
Komposisi fisik
karkas (gr/100 gr)
Daging 40,84c 43,73b 43,75b 43,81b 44,45b 45,21b 48,24a 0,75
Tulang 28,43bc 28,05c 30,12abc 30,26ab 30,78a 29,71abc 28,63abc 0,66 Lemak termasuk kulit 30,72a 28,21b 26,09c 25,92c 25,38c 25,07c 23,11d 0,47
Keterangan : Superskrip yang berbeda pada baris yang sama adalah berbeda nyata (P
26
merupakan prekusor pembentukan jaringan pada daging (Soeparno, 2005). Semakin tinggi
kecernaan protein akan dapat meningkatkan produksi daging .
Pemberian ubijalar ungu (Ipomoea batatas L) tanpa fermentasi (perlakuan B,C, dan
D) dan ubi jalar ungu (Ipomoea batatas L) terfermentasi (perlakuan E,F, dan G) dapat
menurunkan produksi lemak karkas masing-masing 8,17, 15,07, 15,63, 17,78, 18,39, dan
24,77% (P
27
menghambat kerja enzim 3 Hidroksi, 3 Metil Glutaril-Ko.A reduktase untuk membentuk
HMG-Ko.A yang sangat bermanfaat untuk pembentukan kolesterol (Kohlemeier et al., 1997).
Hal inilah yang menyebabkan total kolesterol darah menurun secara nyata.
Unsur – unsur lemak dalam darah terdiri atas kolesterol, trigliserida, fosfolipid, dan
asam lemak bebas. Tiga unsur lemak yang pertama berikatan dengan protein tertentu
membentuk lipoprotein, sedangkan yang terakhir berikatan dengan albumin. Sebagai
komponen dari lipoprotein, kadar trigliserida dalam darah sangat tergantung pada komponen
yang lain. Ketiga membentuk persekutuan yang memungkinkan unsur-unsur lemak tersebut
larut dalam darah dan diserap dari lumen usus dan dikirim keseluruh jaringan tubuh.
trigliserrida dibentuk di hati dari lipid atau karbohidrat makanan dan disimpan sebagai lemak
dibawah kulit dan organ lainnya.
Kadar trigliserida darah pada itik yang m yang beremperoleh ransum A adalah 182,66
mg pad ml. Pemberian ramsum B, C, D, E, F, dan G ada kecendrungan lebih rendah, namun
secara statistik tidak berbeda nyata (P>0,05) dibandingkan dengan pemberian ransum A.
Penurunan kandungan trigliserida mungkin disebabkan oleh adanya lemak atau kolesterol
yang diikat oleh zat antioksidan yang sangat terkait dengan konsumsi antioksidan ransum,
sehingga trigliserida yang dibentuk di dalam hati menurun.
Tabel.5 Profil Lipida Darah pada itik yang diberikan ransum ubi jalar ungu (Ipomoea
batatas L) terfermentasi
Peubah
Perlakuan
SEM ) A B C D E F G
a. Total Kolesterol
(mg/100ml)
194,0a 1178,67ab 171,3b 169,67b 164,00a 160,33bc 150,33c 40,64
b. HDL
(mg/100ml) ns
75,67
79,00
80,00
81,33
81,67 82,00 85,00 3,10
c. LDL
(mg/100ml)
78,67a 73,67a 72,67a 70,00ab 67,67ab 67,33 ab 42,50b 8,61
d. Trigliserida
(mg/100ml) ns
182,66
141,67 112,67 168,33 117,00 109,00 106,00 27,96
Keterangan : superskrip yang berbeda pada baris yang sama adalah berbeda secara nyata (P
0,05), sedangkan pemberian ransum E, F, dan G dapat menurunkan kadar LDL masing –
28
masing 13,28; 14,41; dan 45,97%(P 0,05).
Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian yang telah dicoba oleh Sumardika
dan Jawi (2011), pemberian ekstrak daun ubi jalar ungu dapat menurunkan kadar kolesterol,
dan LDL darah, serta dapat meningkatkan HDL dan Superoksida Dimustase (SOD) darah
tikus.
29
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pemberian ubi jalar ungu (Ipomoea batatas
L) terfermentasi dapat menurunkan total kolesterol, dan LDL darah, namun tidak
berpengaruh terhadap HDL dan trigliserida darah itik
Profil Antioksidan dan Kolesterol Daging
Profil antioksidan meliputi kapasitas antioksidan, malon dialdehida (MDA),dan
superoksidadismutase (SOD) (Prangdimurti et al., 2006).
Kapasitas oksidan daging pada itik yang mendapatkan ransum A adalah 7807,69 mg/kg
GAEAC (Tabel 6).Pemberian ransum B, C, D, E, F, dan G dapat meningkatkan kapasitas
antioksidan daging secara nyata (P
30
kadar kolesterol, ini berarti tidak terjadinya keseimbangan antara zat antioksidan dengan yang
dibutuhkan dengan ketersediaanya di dalam tubuh, maka perlu ditambahkan zat antioksidan
melalui makanan, seperti ubi jalar ungu yang terfermentasi atau vitamin A, vitamin C,
vitamin E dan mineral Zn atau Se.
Superoksida dismutase (SOD) daging pada itik yang mendapatkan ransum A adalah
0,47 µ/kg daging. Pemberian ransum B, C, D, E, F, dan G dapatkan meningkatakan kadar
SOD daging secara nyata (P
31
Gambar 1
Kurva Persamaan Regresi Linier , keterkaitan SOD dengan Kadar Kolesterol daging pada
pemberian ransum ubi jalar ungu(Ipomoea batatas L) tanpafermentasi
Keterkaiatan antara kadar SOD dengan kadar kolesterol daging pada pemberian ransum ubi
jalar ungu (Ipomoea batatas L) terfermentasi tercermin dalam persamaan regresi linier , Y =
106,3 – 5,7 X, dengan R 2 = 0,6387., yang berarti jika dalam pemberian ubi jalar ungu
(Ipomoea batatas L) terfermentasi yang berarti setiap penambahan sejumlah X%, maka akan
terjadi penurunan kolesterol daging sebanyak 5,7 kali X dari nilai 106,3 mg/100 ml. Melihat
dari nilai R2
ternyata keterkaitan kandungan kolesterol dengan kadar SOD dalam daging
yang mendapatkan ubi jalar ungu (Ipomoea batatas L) terfermentasi lebih kuat, serta
kemampuannya untuk menurunkan kolesterol lebih
besar, hal ini terlihat dari nilai slop pada pemberian ubi jalar ungu terfermentasi lebih besar
daripada pemberian ubi jalar ungu tanpa fermentasi.
Hasil penelitian ini sesuai dengan yang diperoleh oleh Sumardika dan Jawi (2011), yang
mendapatkan bahwa pemberian ekstrak daun ubi jalar ungu (Ipomoea batatas L) pada tikus
dapat menurunkan kolesterol, menurunkan LDL dan meningkatkan kadar SOD
y = -3,137x + 108,5R² = 0,530
0
20
40
60
80
100
120
0 5 10 15
Kad
ar k
ole
ste
rol D
agin
g (m
g/1
00 g
r)
Kadar Superoksida dismutase(SOD) Daging (mg/kg)
SOD
TK
Linear (SOD)
Linear (TK)
Linear (TK)
32
Gambar 2.
Persamaan regresi linier , keterkaiatan antara SOD dengan Total kolesterol daging itik
pada pemberian ransum ubi jalar ungu terfermentasi
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pemberian ransum ubi jalar ungu
(Ipomoea batatas L) terfermentasi Aspergillus niger dapat meningkatkan kapasitas
antioksidan dan superoksida dismutase (SOD) yarg disertai dengan penurunan total
kolesterol daging, dan dapat menurunkan kadar malondialdehida (MDA) daging.
DAFTAR PUSTAKA
Agarwal,S dan Rao,A.V. 2000. Role of Antioxidant Lycopene in Cancer and Heart Disease
J.Coll. Nutr.: 19 (5) : 563 -9.
Alan,C.T., J.Elias., J.J.Kelley.,R.S.C. Lin and I.R.K. Robson. 1976. Influence of certain
dietary fibers on serum and tissue cholesterol levels in rats. 1976.J.Nutr. 106: 118 -
123.
Bidura, I Gst.N.G.2007. Aplikasi produk bioteknologi pakan ternak. Penyunting D.K. Harya
Putra. Penerbit Universitas Udayana. ISBN 079 – 8286 – 30. 8
Cakra, I Gst. L.O., D.P.M. A. Candrawati., dan Ni Luh Pt. Sriyani, 2006. Pengaruh
Pemberian Rumput Laut dalam Ransum Disuplementasi dengan Probiotik terhadap
Efisiensi Penggunaan Ransum dan Kualitas Kaskas pada Itik Petelur. Laporan
Penelitian, Fakultas peternakan, universitas Udayana. .
Clarkson PM,Thomson HS.2000 Antioxidants: What role do they play in physical activity
and health ? , Am. J. Clin.Nutr.729(Suppl): 637 – 346.
y = -5,7x + 106,3R² = 0,638
0
20
40
60
80
100
120
0 5 10 15
Kad
ar k
ole
ste
rol d
agin
g (m
g/1
00gr
)
Kadar Superoksisa dismutase daging (mg/kg)
SOD
TK
Linear (SOD)
Linear (TK)
Linear (TK)
33
Cuchel,M. 1997. Lovastatin Decreases De Novo Cholesterol Synthesis and LDL Apo B-100
Production Rates in Combined-Hyperlipidemic Males. Journal of Arterioslerosis, and
Vascular Biology, American Heart Association. 1910-1917.
.Guntoro,S.2008. Membuat Pakan Ternak dari Limbah Perkebunan. Agromedia ,Jakarta.
Harper H,A. ,V.W.Rodwell, dan P.A. Mayes.1979. Biokimia( Review ofPhysiological
Chemistry) diterjemahkan oleh Martin Muliawan, Deisi 17 , Penerbit Buku
Kedokteran,E,G,C,Jakartap. 360 – 384..
Hasim,A dan M.Yusuf. 2008. Ubi Jalar Kaya Antosianin, Plihan Pangan Sehat. Sinar Tani
Edisi 20 – 26 Agustus 2008.
Jusuf,M.,St.A.Rahayuningsih,dan Erliana Ginting. 2008. Ubi jalar ungu. Warta Penelitian
dan Pengembangan Pertanian Vol.30,No.4 2008.
Jawi I M., D. N Suprapta, dan A.A,Ngh. Subawa. 2008. Ubi jalar ungu menurunkan kadar
MDA dalam darah dan hati mencit setelah aktivitas fisik maksimal. Jurnal Veteriner,
Juni 2008, ISSN:1411-8327,Vol.9 No.2 : 65 – 72.
Kumalaningsih,S. 2008. Antioksidan superoksida dismutase (SOD). Antioxidant.
centre.Com. Http : // antioxidant centre,com (10 januari 2008).
Mazur,A and B.Harrow. 1971. Textbook of Biochemistry. 10th edition. WB Saunders
Company, Philadelphia London,Toronto, Toppan Company.Limited, Tokyo,Japan.p.
335 – 373.
Murray,R.K., D.I. Granner., V.W.Rodwell. 2009 .Biokimia Haper. Cetakan 1, Pnerbit Buku
Kedokteran , EGC, Jakarta. p. 226 – 238. p. 164 – 178.
Okawa,M.,J.Kinjo,T.Nohara,and M.Ono.2001. DPPH(1,1 – Diphenyl-2- Picrylhydrozyl0
Radical Seavensing Activity of Flavonoid Obtained from Some Medicinal Plants,
Biok. Pharm.Bull.24(10): 1202 -1205.
Prangdimurti, Endang., Muchtadi., Deddy., Astawan, Made., Zakarin, Fransiska R. 2006.
Kapasitas Antioksidan dan Hipokolesterolemik Ekstrak Daun Suji
http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/42306.
Purba,M1,E.B.Laconi
2,P.P.Keteren
1,C.H.Wijaya
2danP.S.Hardjosworo
2Balai Penelitian
Ternak,POBox 221, Bogor 16002,2 Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor,
Jl.Rasamale Darmaga Bogor3
Fakultas Teknologi Peternakan, Institut Pertanian
Bogor, Darmaga, Bogor
Qualiyah ,A.2006. Mekanisme Kerja Antioksidan. http ; //astaqauliyah.com/tag/flavonoid/.
Diakses: 17/01/2009, 11: 34. .
Ratih. 2012. Manfaat dibalik ubi Jalar Ungu. Blog. Konsultasi Gizi com/info/manfaat-di-
balik-ubi-jalar-ungu.html.
Rukmana,H. 1997. Ubi Kayu. Budi Daya dan Pascapanen . Penerbit
Kanisius.
Rukmiasih1, P.S. Hardjosworo
1,P.P. Keteren
2 dan P.R. Matitaputty
3. 2011.Penggunaan
beluntas, vitamin C dan E sebagai Antioksidan untuk Menurunkan off-odor Daging
34
Itik Alabio dan Cihateup. 1
Departemen Ilmu dan Teknologi Peternakan Institut
Pertanian Bogor, Bogor. 2 Balai Penelitian Ternak ,POBox,21, Bogor, 16002.
3 Balai
Pengkajian Teknologi Peternakan Maluku, Ambon.
Scott,M.L.,M.C.Neisheim and R.J.Young.1982. Nutrition of The Chicken. 2 nd
Ed.
Publishing by:M.L,Scott and Assoc. Ithaca,New York.
Steel,R.G.D dan J.H.Torrie.1989. Prinsip dan Prosedur Statistika. suatu pendekatan
biometrik. Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Soeparno. Ilmu dan Teknologi Daging. .2005. Cetakan ke-4., Gadjah Mada University Press,
Yogyakarta.
Suprapta,D.Ngh., A.A.Ngh.Subawa dan Jawi,IM..2008. Ubi Jalar ungu Menurunkan Kadar
MDA dalam darah dan hati mencit setelah aktivitas fisik maksimal .Jurnal Veteriner
juni 2008. ISSN : 1411 -8327. Vol.9 No.2 : 65 -72.
Sumardika ,IW. dan I M. Jawi.2010. Pengaruh pemberian ekstrak daun ubi jalar ungu
(Ipomoea batatas L) terhadap profil lipida dan Superoxide dismutasepada (SOD)
serum darah mencit.Laporan Penelitian Laboratorium Parmakology Fakultas
Kedokteran, Universitas Udayana.
Suprapta DN.,M,Antara.,M,Sudana., AS ,Duaji, dan M.Sudarma.2004. Kajian aspek
pembibitan, budidaya dan pemanfaatan umbi-umbian sebagai sumber pangan alternatif
.Laporan Hasil Penelitian. Kerjasama BAPEDA Provinsi Bali dengan Fakultas
Pertanian UNUD.
Suwiti, Ni K. 2008. Identifikasi Daging Sapi Bali dengan Metode Histologis. Laboratorium
Histologi, Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Udayana, Denpasar.
Thannical VJ, BL Fanburg.2000. Reactive oxygen species in cell signaling. Am J.Physiol
Lung Cell Mol Physiol,279: 1005 – 1028.
Tillman,A.D.,H.Hartadi,R, Soedomo,P.Soeharto dan L.Soekanto.1998.Ilmu Makanan Ternak
Dasar. Cetakan ke-6. Gadjah Mada University Press,Yogyakarta.
USDA, 1977. Poultry Grading Mannal. US.Goverment Publising Office, washington,DC.
.
Wainwright.M. 1992. An Introduction to Fungal Biotechnology. Department of Molecular
Biology and Biotechnology University of Sheffield,UK. John Wiley & Sons,
Chichester-New York, Brisbane, Toronto, Singapore..
Wirahadikusumah, M. 1985.Biokimia : Metabolisme Energi, Karbohidrat, dan lipid.Pnerbit
itb bandung.p.119 – 178.
Yadnya,T.G.B. and A.A.A. Sri Trisnadewi. 2011. Improving The Nutrition of Purple Sweet
Potato (Ipomoea batas L) Through Biofermentation of aspergillus niger as Feed
Substance Containing Antioxidants. Proceedings 3rd
International Conference on
Biosciences and Biotechnology , Maintaining World Prosperity Through Biosciences,
Biotechnology and Revegetation. Bali, september 21st – 22
nd,2011.
35
Yadnya,T.G.B., I.B.G. Partama dan A.A.A.S. Trisnadewi, 2012.Pengaruh Pemberian ransum
Ubi Jalar Ungu (Ipomoea batatas L) Terfermentasi aspergillus niger terhadap
Kecernaan Ransum, Retensi Protein dan Pertambahan Bobot Badan pada Itik Bali.
Prosiding seminar FAI 2012 ISBN : 978 – 18810 – 0 – 2, universitas Mercu Buana,
Yogyakarta.
36
Efforts for the Meat Quality of Bali Ducks through offering Purple Sweet Potato
(Ipomoea batatas L) fermented Aspergillus niger in Diets
Tjokorda Gede Belawa Yadnya, Ida Bagus Sudana, I Gede Mahardika and I M. Mastika
Department of Animal Nutrition, Faculty of Animal Science, Udayana University, Denpasar,
Bali
ABSTRACT
An experiment was carried out to determine efforts for improving meat quality of Bali
ducks through offering purple sweet potato (Ipomea batatas L) fermented by Aspergillus niger.
In diets. The experiment was designed using a completely randomized design(CRDD with seven
treatment consisted of: (A) diet without purple sweet potato; (B) diet containing 10% purple
sweet potatoes without fermentation; (C) diet containing 20% purple sweet potatoes without
fermentation; (D) diet containing 30% purple sweet potatoes without fermentation; (E) diet
containing 10% fermented purple sweet potatoes; (F) diet containing 20% fermented purple
sweet potatoes; and (G) diet containing 30% fermented purple sweet potatoes. Each treatment
consists of four ducks with homogenous age and body weight. The variables observed were
physical meat quality (meat colour, water holding capacity, and cooking loss), chemical meat
quality (water concentration, protein, and fat), and meat characteristics (colour, flavor, and
texture). The study showed that diet containing 10% up to 30% with or without fermentation
could increase physical meat quality (P0.05). However, pH meat did not affect
compared to the treatment in A diet. Ducks fed with or without fermented purple sweet potato
diets (Ipomea batatas L) will produce a better texture of meat, characterized by wider
endomisium and perimisium with offered of purple sweet potato (Ipomea batatas L) diets is
better than A diet. It can be concluded that offered of fermented purple sweet potato (Ipomea
batatas L) diets could increase meat quality of Bali ducks..
Keywords: fermented purple sweet potato (Ipomea batatas L), meat quality, chemical meat
quality, organoleptic, and bali ducks
37
INTRODUCTION
Duck is a source of animal protein which support society needs, but putrid smell,
greasy and tough meat will be produced when ducks get older (Setyawardani et al., 2001).
These problems can be revealed with fermented purple sweet potato in diets. Yadnya and
Trisnadewi (2011) conveyed that fermented purple sweet potato (Ipomea batatas L) could
increase nutrients containing 3.97% to 3.97% of protein content, 0.69% to 0.31% of fat,
4.53% to 2.99% crude fiber, especially tannin and cellulose content could significantly
decrease (P
38
carried out i.e. adding antioxidant. Ducks will produce more collagen tissues which could
cause tough meat when they are getting older. Thus, additional of antioxidants in diets is
essential to inhibit biosynthesis of collagen tissue (Boniface et al., 1982). In order to
determine its histology of meat structure related with meat tenderness, so diameter of
collagen fiber tissues, endomisium, perimisium, and meatepimisium are needed to be
examined.
Based on the above descriptions, the research were carried out entitled: “Efforts for
improving the meat quality of Bali ducksthrough offering purple sweet potato (Ipomea
batatas L) fermented by Aspergillus niger in Diets”.
MATERIAL AND METHODS
Place and Period of Experiment
The experiment was conducted for 16 weeks at Guwang village, Gianyar regency,
Bali. While the determination of meat physical and meat organoleptic quality was conducted
in Laboratory of Animal Result Technology , Faculty of Animal Husbandry,Udayana
University. for 4 weeks. Meat chemical quality was conducted for 4 weeks in the Laboratory
of Animal Nutrition Feed, Faculty of Animal Husbandyr, and meat structural with histology
method was conducted for 2 weeks in Laboratory of Histology, Departement of Large Hall
Vetenary, Pegok , Denpasar, Bali.
Materials and Equipment
This research was using 16 weeks of age male Bali ducks owned by I Wayan Pegeg,
at Guwang village in which duck breeders obtained from Bringkit, Badung regency.
Tubers of purple sweet potatoes (Ipomea batatas L) obtained at Banyuwangi, whereas
Aspergillus niger from the Institute of Agriculture Technology (BPTP), Denpasar.
The diets composed were based on nutrient content which recommended in Scott et
al. (1982) using yellow corn, coconut meal, soybean, purple sweet potato, premix, and NaCl.
Meanwhile, analysis of nutrient contents in purple sweet potatoes based on Yadnya and
Trisnadewi (2011). Materials and composition were presented in Table 1 and Table 2. Diets
and water were fed in ad libitum with source of water taken from the local drinking water
firm (PDAM).
This study was using birds and treatments in a completely randomized design. The
treatments were (A) control treatment; (B) diet containing 10% purple sweet potatoes; (C)
diet containing 20% purple sweet potatoes; (D) diet containing 30% purple sweet potatoes
39
without fermentation; (E) diet containing 10% fermented purple sweet potatoes; (F) diet
containing 20% fermented purple sweet potatoes; and (G) diet containing 30% fermented
purple sweet potatoes. Each treatment consists of four replications with four ducks per
replications.
Table 1.
Feed Composition of ducks (16- 32 weeks of age)
Inggredients
(%)
Treatment 1)
A B C D E F G
Yellow corn 55,36 49,98 42,32 35,5 49,98 42,32 37,20
Soybean 9,37 12,45 13,88 15,40 12,45 13.88 15,40
Coconut meal 11,31 9,82 7,28 3,06 9,82 7,28 3,06
Fish meal 10,13 8,10 10,29 11,14 8,10 8,29 8,14
Rice bran 13,26 9,00 5,56 4,25 9,00 7,58 5,25
Coconut oil 1.00 - 0,50 1.00 - 1.00 1.00
Premix 0,50 0,50 0,50 0,50 0,50 0,50 0,50
NaCl 0,15 0,15 0,15 0,50 0,15 0,15 0,15
Table.2
Chemical Composition of Ducks (16 – 32 weeks of age)
Nutrient
Treatment 1)
___________________________________________________________________________________ A B C D E F G
Standard 2)
Metabolic Energy
(Kcal/kg)
2907.07 2878,2 2904.93 2814,0 2886,1 2912.25 2905.2 2800 - 2900
Crude Protein (%) 17.03 16,68 17,18 16,97 16,67 17.01 16.99 15 - 17
Ether Extract (%) 5,75 5,92 5,61 5,38 5,85 5,84 5,17 4 – 7
Crude Fiber (%) 4,56 4,42 4,20 4,00 4,36 4,23 4,0 4 – 7 Calsium (%) 1,00 0,94 0,97 0,96 0,94 0,92 0,91 0,80
Phosphor available
(%)
0,60 0,50 0,50 0,50 0,51 0,50 0,50 0,70
Methionine(%) +
Cystine (%)
0,82 0,86 0,87 0,90 0,80 0,85 0,86 0,55
Lysine (%) 1,37 1,35 1,41 1,43 1,34 1,28 1,34 0,80
Methionine (%) 0,52 0,56 0,59 0,71 0,57 0,61 0,65 0,30
Note:1) A : Control treatment ( without purple sweet potato ), B : diet containing 10,0 % purple sweet potatoes, C: diet containing 20,0 % purple sweet potatoes, D : diet containing 30,0 % purple sweet potatoes,
E: diet containing 10,0 % fermented purple sweet potatoes, F : diet contain 20,0 % fermented purple sweet
potatoes, and G : diet containing 30,0 % fermented purple sweet potatoes 2) Scott et al.(1982)
Variable Measurement
The variables were measured as follows:
1. Observation of physical meat quality was based on USDA (1977); meat cooking loss
measured with heat method (Soeparno, 2005); water holding capacity (WHC) measured
40
with Centripuge Clement 2000 (Soe[parno,2005) and meat texture method measured with
histology method (Luna, 1968).
2. Chemical meat quality was observing water concentration with heat method (AOAC,
1979); acidity (pH) determined with standard of pH-meter method (Apryantono et al.,
1989); protein concentration based on Kjedhal (AOAC, 1979); Ether extract measured
with extraxy soxhlet method (AOAC, 1979).
3. Organoleptic meat quality observation was based on subjective method (Larmond, 1977).
Statistical Analysis Method
Data collected was analyzed statistically using variance analysis. The analysis will be
continued by using Duncan’s multiple range tests to compare two treatment means in case
statistical differences were found (Steel and Torrie, 1989).
RESULT AND DISCUSSION
Characteristic of Physical Meat Quality
The variables of physical meat quality characteristic observed were colour, cooking
loss, and water holding capacity. The observation was conducted at the end of the
experiment. Meat colour was determined by using USDA chard (1977). The study showed
that meat colour in control treatment (A) was 3.33 (see in Table. 3). The score of meat colour
in treatment B, C, D, E, F, and G were significantly increased compared to control treatment
(P
41
Note: 1)
Treatment A : control treatment (without purple sweet potato); diet containing 10%, 20%, and 30% purple sweet potatoes without fermentation (B, C and D treatments); diet containing 10%, 20% dan
30% fermented purple sweet potatoes (E, F, and G treatments). 2).Different superscript on the same row is significant differences (P0.05). However, water holding capacity
(WHC) in treatment C, D, E, F, and G could increase as of: 2.92; 3.96; 5.67; 6.71; and 8.05
compared to treatment A. WHC effected meat containing protein and pH (Soeparno, 2005).
Increase of WHC could apply water to meat which causes an increase of protein, so it could
also improve WHC. Meat has its capability to bring water molecule, depend on the amount of
protein activity (Purnomo and Palaga, 1989). Cooking loss (CL) of duck meat score with
control treatment was 33.84% (see in Table 3.). Those offered with treatment B did not affect
CL of duck meat,
whereas with C, D, E, F, and G treatments could decrease CL of duck meat.
Apparently, this is due to decrease of meat fat content. Cooking loss could be measured when
there was decrease of WHC value. Lawrie (1995) conveyed that high cooking loss could
produce more nutrients leak during the process of boiling.
Connective tissues composed around the muscles that contained perimisium. The
perimisium is located between fasikuli, whereas endomesium surrounding muscle cells or
muscle fibers. Fibers of each tissue, consists of: collagen fibers, very small endomisium
called reticulate.
In figure 1, histology structure of Bali duck meat musculus pectoralis profundus on
longitudinal skeletal fibers microscope observation with 400x magnification. The
endomesium of ducks meat implemented in A diet was 8.77 (see in Table 3). There were no
effect found in the implementation of diets B and C (P>0.05), whereas within diets D, E, F,
and G could significantly increase endomesium meat. The increase of endomesium meat
might be caused by capacity content of antioxidant meat, so connective of meat fibers could
easily loosen (see in attachment 1). Robert et al. (1979) reported that implementation of
bilberry as antisianin source
42
Figure 1.1 Histology A Figure 1.2 Histology B
Figure 1.3 Histology C Figure 1.4 Histology D
Figure 1.5 Histology E Figure 1.6 Histology F
Figure 1.7 Histology G
Figure 1. Meat Texture with Histology Method
(A) Perimesium, (B) Endomesium
A B
B
A
B
B
A B
B
A
B
B
A B
B
A
B A
B
43
could inhibit proteolytic enzymes such as elastase. It has a bound with collagen metabolism,
particularly a cross bound on collagen fibers, and could reduce biosynthesis of collagen
polymer (Boniface et al., 1982).
Perimisium of ducks meat in treatment A was 25.23µm (Table 3). There were no significant
differences found in treatment B (P>0.05), whereas higher perimesium of meat were
significantly (P< 0.05) found in C, D, E, F, and G treatments compared to treatment A.
Easing that occurred on perimisium and endomisium due to the antioxidant capacity of the larger
meat, followed by an increase in superoxide dismutase (SOD) meat . Endomisium magnitude and
perimisium meat is determined by the species is, breed, and sex (Cacaci, 2007). Skeletal muscle fibers
can have a diameter big size or longer because it is determined an increase in the amount of
myofibril - myofibril constituent (Lawrie, 1995).
Organoleptic and Chemical Meat Qualities
The score of meat colour in treatment A was 5.40 (see in table 4). However, score of meat
colour in B, C, D, E, and G treatments were significantly higher as of: 2.20; 4.25; 5.0; 5.37;
5.55; and 8.15% (P
44
determined by its smell, taste, and flavor. Antioxidants in diets fermented sweet purple
potatoes could reduce oxidation by free radicals. In that case, less saturated fatty acids are
oxidized could reduce off-odor intensity.
The score of duck meat texture in treatment A was 5.47 (see in table 4). Mean while,
ducks obtained B, C, and D diets achieved a better score but not significantly different
(P>0.05), whereas diets in treatment E, F, and G could improve the meat texture, i.e. 5.12;
5.26; and 6.03%, respectively (P0.05), whereas diets in treatment E, F, and G could improve the meat texture, i.e. 5.12;
5.26; and 6.03%, respectively (P
45
Table 4.
Bali ducks meat quality implemented with diet containing fermented purple sweet potato
(Ipomoea batatas L)
Variable
Perlakuan
SEM A B C D E F G
1. organoleptic quality
Colour 5,40e 5,52d 5,63 c 5,67 bc 5,69 bc 5,74 b 5,84 a 0,02
Smell 5,40d 5,64c 5,67 bc 5,74abc 5,76abc 5,80ab 5,85a 0,04
Taste 5,02c 5,51b 5,60 ab 5,64ab 5,66ab 5,7ab 5,78 a 0,08
Total Texture 5,47c 5,37f
5,58 bc
5,49 e 5,66 abc
5,55 d 5,72 abc
5,59 cd 5,75ab 5,62 bc
5,77ab 5,67ab
5,86 a
5,69a 0,08 0,02
2.Chemical Meat
Quality
Water (%) 56,26 a 56,31a 56,24a 56,27a 56,36a 56,51a 56,38a 0,09
Protein (%) 29,41d 31,44c 31,71bc 31,73bc 32,41ab 32,56ab 32,73a 0,24
Fat (%) 12,17a 11,11bc 11,02bc 11,46b 10,74c 10,69c 10,62c 0,22
pH 5,52a 5,54a 5,63a 5.65a 5,49a 5,60a 5,60a 0,04
Note:
1) Diet without purple sweet potato (treatment A); diet containing 10% without fermented purple sweet potatoes (treatment B); diet containing 20% without fermented purple sweet potatoes (treatment C);
and diet containing 30% without fermented purple sweet potatoes (treatment D); diet containing 10%
fermented purple sweet potatoes (treatment E); diet containing 20% fermented purple sweet potatoes
(treatment F); and diet containing 30% fermented purple sweet potatoes (treatment G).
2) Different superscript in the same rows indicate significant differences (P0.05).
pH duck meat in diet A was 5.62 (see in table 4), whereas in B, C, D, E, F and G
treatments did not affect on pH duck meat compared to treatment A (P>0.0%). pH meat
alteration is caused by glycogen muscle reserve, it might be similar to ph score. This is due to
water content of meat score nearly similar, so the number of H+ ion of meat is equal because
pH = -Log H+ (Winarno, 1986), so the result of pH is equal. This result of study obtained
pH meat in normal range: pH5.49 – 5.65 as the same condition found by Soeparno (2005).
Protein content of duck meat in treatment A was 29.41% (see in table 4). Meanwhile,
in B, C, D, E, F and G treatments could increase protein content as of: 6.90; 7.82; 7.88;
10.20; 11.05; and 11.08% compared to A treatment (P
46
Fat content of ducks meat in diet A was 12.17% (see in table 4), whereas in B, C, D,
E, F and G treatments significantly produced lower meat fat content compared to treatment
A. The decrease of meat fat content caused by antioxidants contain in purple sweet potatoes
which could inhibit oxidation by free radicals (Ischida et al.2000). Then, fat will be bound by
antioxidants and some of them are excreted in feces, so fat absorbed will decrease and affect
the decrease meat of fat content. Yadnya et al.(2012) reported the implementation of
Syzygium polyanthum walp as antioxidant source could increase meat protein content and
reduce fat. In addition, antioxidant could significantly increase protein digestible in the body
and meat protein content.
CONCLUSION
Based on this study, it can be concluded as follows:
1. Diet containing 30% fermented purple sweet potatoes could improve physical quality
of meat, especially the increase of colour, water holding capacity, endomisium, and
perimisium. However, it could decrease the cooking loss.
2. Diet containing 30% fermented purple sweet potatoes could improve chemical and
organoleptic qualities of Bali duck meat.
ACKNOWLEDGEMENT
The author would like thank to the Directorate General of Higher Education,
National Education Ministry which provided financial support year 2011, so that the
research could be conducted.
REFERENCES
Apriryantono,A; D.Fardiaz; Ni L.Puspitasari; Sedarnawati; dan S.Budiyanto.1989. Petunjuk Laboratorium Analisis Pangan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan ,
Direktorat Pendidikan Tinggi , Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi Institut Pertanian Bogor.
Association Of Official Analytical Chemist A.O.A.C).1980. Official Method of Analysis. 13 th. Ed. Washington.DC.
Boniface,R., Miskulin., Robert L., Robert,M. 1982. Pharmacological properties at Myrtilks Anthocyanosides, Correlation with Results of Trearment of Diabetic, Microangioparthy. m= Faras L. Gabor M, Kallay F, Waguer H, Editors. Flavonoids and Bioflanoids, 1981 Amterdam Elsever, 1982: 293 – 301
47
Ptik Feriana, D. 2006. Sifat Organoleptik Daging dan Sosis dari Itik yang Mendapat Tepung Daun Beluntas (Pluchea indica L) dalam Pakan . Skripsi. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Gray,J.I.,E.A.Gomaa and and D.J. Buckley, 1996. Oxidative quality and shelf life of meats, Meat Sci. 43 : S111 – S123.
Hasim,A dan M.Yusuf. 2008. Ubi Jalar Kaya Antosianin, Plihan Pangan Sehat. Sinar Tani Edisi 20 – 26 Agustus 2008.
Hustany,R. 2001. Identifikasi dan Karakteristik komponen Off-odor pada daging Itik .Skripsi.
Fakultas Pascasarjana, Institut Pertanian bogor, Bogor.
Ishida,H.H.Suzuno., N.Sgiyama., S. Innami., T.Tadokoro., A.Maekawa. 2000. Nutritive Evaluation on Chemical Components of Leaves, Stalks and Stems of Sweet Potatoes (Ipomoea batatas poir. J. Food Chemistry, 68 : 359 – 367.
Jusuf,M.,St.A.Rahayuningsih,dan Erliana Ginting. 2008. Ubi jalar ungu. Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian Vol.30,No.4 2008.
Kumalaningsih,S. 2008. Antioksidan superoksida dismutase (SOD). Antioxidant.
centre.Com. Http : // antioxidant centre,com (10 januari 2008).
Larmond,E.1977. Laboratory Method for Sensory Evaluation of Food, Research Branch Canada , Departement of Agriculture.
Lawrie, R.A. 1995. Meat Science. Pergamon Press, Oxford, London, Edinburgh , New York, Tonroto, Paris, Braunschweig. .
Muchtadi. 1992. enzim dalam Pangan. Depdikbud. Dikti.Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi , IPB, Bogor
Purnomo,H dan M.C. Palaga. 1989. Ilmu Daging. Penerbit Universitas Brawijaya, Malang
Randa,S.Y. 2007. Bau daging dan Performans Itik Akibat Pengaruh Perbedaa galur dan Jenis Lemak serta kombinasi komposisi Antioksidan (Vitamin A, C dan E) dalam Pakan. Disertasi. Fakultas Pascajana, Instutut Pertanian Bogor, Bogor.
Ratih. 2010. Manfaat dibalik ubi Jalar Ungu. Blog. Konsultasi Gizi com/info/manfaat-di-balik-ubi-jalar-ungu.html.
Robert.M., Muskulin,M., Godean,G. Tisier,J.M. 1979. Action of Anthocyanosides on The Permeablity of Blood Brain Barries. Robert,L(Editor) Fronther of Matrix Biology.
Volume 7, Bael-Koger,1979, 336 – 49, thought Chem. Abstr. 1979,91 : 190464d.
Ronald L,Prior and Xianli Wu. 2003. Anthocyanin absorption and metabolism from berries in Humans and animal models. USDA,ARS, Arkansas Children’S, Nutrition Center, Little Rock, AR 72202.
Rukmiasih1, P.S. Hardjosworo1,P.P. Keteren2 dan P.R. Matitaputty3. 2011.Penggunaan beluntas, vitamin C dan E sebagai Antioksidan untuk Menurunkan off-odor Daging Itik Alabio dan Cihateup. 1 Departemen Ilmu dan Teknologi Peternakan Institut Pertanian Bogor, Bogor. 2 Balai Penelitian Ternak ,POBox,21, Bogor, 16002. 3 Balai Pengkajian Teknologi Peternakan Maluku, Ambon.
Setyawardani,T, D. Ningsih., D.Fernando., dan Arcarwah. 2001. Pengaruh pemberian ekstrak buah nanas, dan pepaya tewrhadap kualitas daging itik petelur afkir. Buletin
48
Peternakan, Ditewrbitkan oleh Fakultas Peternakan Univ. Gadjah
Mada,Yogyakarta. ISSN. 0126-4400, Edisi Tambahan, Desember 2001
Scott,M.L.,M.C.Neisheim and R.J.Young.1982. Nutrition of The Chicken. 2 nd Ed. Publishing by:M.L,Scott and Assoc. Ithaca,New York.
Steel,R.G.D dan J.H.Torrie.1989. Prinsip dan Prosedur Statistika. suatu pendekatan biometrik. Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Soeparno. Ilmu dan Teknologi Daging. .2005. Cetakan ke-4., Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Srigandono,B. 1997. Produksi Unggas Air. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
magister ilmu Biomedik, Program Pasca Sarjana, Universitas Diponogoro, Semarang.
Sutji,N,N dan I W. Sulandra. 1`994. Pengaruh Pemberian batang pisang dalam ransum terhadap penampilan ternak babi. Laporan Penelitian, Fakultas Peternakan , universitas Udayana, Denpasar, Bali.
Suwiti, Ni K. 2008. Identifikasi Daging Sapi Bali dengan Metode Histologis. Laboratorium Histologi, Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Udayana, Denpasar.
Tillman,A.D.,H.Hartadi,R, Soedomo,P.Soeharto dan L.Soekanto.1998.Ilmu Makanan Ternak Dasar. Cetakan ke-6. Gadjah Mada University Press,Yogyakarta.
USDA, 1977. Poultry Grading Mannal. US.Goverment Publising Office, washington,DC.
Wainwright.M. 1992. An Introduction to Fungal Biotechnology. Department of Molecular Biology and Biotechnology University of Sheffield,UK. John Wiley & Sons, Chichester-New York, Brisbane, Toronto, Singapore.
Winarno, F.G. 1986. Kimia Pangan dan Gizi. Cetakan kedua, Gramedia, Jakarta.
Witariadi,NiM., Ni Gst, Roni., DPMA.Candrawati, dan A.A.A.Sri Trisnadewi. 2012. Kualitas Karkas Itik Bali, Umur 23 Minggu yang Diberikan Ransum umbi Ubi Jalar Ungu (Ipomoea batatas L) yang Terbiofermentasi. Laporan Penelitian, Fakultas
Peternakan, Universitas Udayana.
Yadnya,T.G.B. 2009. Upaya penurunan kadar kolesterol dalam daging dan darah melalui pemberian daun kapu-kapu (Pistia stratiotes L) dalam ransum ayam buras. Prosiding Seminar Nasional, Keamanan Pangan,Fapet,Univ.Brawijaya,Malang,14 Januari 2009.
Yadnya,T.G.B. and A.A.A. Sri Trisnadewi. 2011. Improving The Nutrition of Purple Sweet Potato (Ipomoea batatas L) through Biofermentation of Aspergillus niger as Feed Substance Containing Antioxidants. Proceedings 3rd International Conference on Biosciences and Biotechnology , Maintaining World Prosperity Through Biosciences, Biotechnology and Revegetation. Bali, september 21st – 22nd,2011.
Yadnya,T.G.B., I.B.G. Partama dan A.A.A.S. Trisnadewi, 2012.Pengaruh Pemberian ransum Ubi Jalar Ungu (Ipomoea batatas L) Terfermentasi aspergillus niger terhadap Kecernaan Ransum, Retensi Protein dan Pertambahan Bobot Badan pada Itik Bali. Prosiding seminar FAI 2012 ISBN : 978 – 18810 – 0 – 2, universitas Mercu Buana, Yogyakarta.
Yadnya, T.G.B., Ni M.Witariadi, Ni Gst.K.Roni., DPMA, Candrawati dan A.A.A. Sri Trisnadewi. 2012. Pengaruh Pemberian Daun Salam , Daun Pepaya, atau daun
49
Katuk dalam Ransum yang disuplementasi Starpig terhadap Kualitas Daging Itik Bali Afkir. Makalah Seminar Nasional, Tanaman Tropika, Fapet,Unud
Yuliana,Neti. 2007. Profil Fermentasi yang dibuat dari Ikan Teri . Fakultas teknologi Hasil Pertanian, Universitas Lampung, Bandar Lampung.
.
50
PENGARUH PEMBERIAN RANSUM UBI JALAR UNGU
(Ipomoea batatas)TERFERMENTASI Aspergillus niger
TERHADAP KECERNAAN RANSUM, RETENSI PROTEIN,
DAN PERTAMBAHAN BOBOT BADAN PADA ITIK BALI
(THE EFFECT OF PURPLE SWEET POTATO (Ipomoea batatas) FERMENTED BY Aspergillus niger TO THE RATION DIGESTIBILITY, PROTEIN RETENTION, AND
WEIGHT GAIN OF BALI DUCK )
Tjokorda Gede Belawa Yadnya, Ida Bagus Gaga Partama, dan
A.A.A. Sri Trisnadewi
Fakultas Peternakan, Universitas Udayana, Denpasar Bali.
ABSTRACT
The experiment was aimed to study the effect of purple sweet potato (Ipomoea
batatas) fermented by Aspergillus niger to the ration digestibility, protein retention, and
weight gain of bali duck. The experiment used a completely randomized design (CRD) with
three treatments, each treatment consist of four replicates and each replication consist of five
bali ducks with same age and weight. The three treatments were ration without purple sweet
potato (treatment A), 10% purple sweet potato without fermentation (treatment B) and 10%
purple sweet potato with fermentation. Variable observed were dry matter, organic matter,
protein, and crude fiber digestibility, protein retention, and weight gain. From the experiment
it can be concluded that ration with 10% purple sweet potato fermentation give the best result
in the ration digestibility, protein retention and weight gain.
Keyword: purple sweet potato (Ipomoea batatas), Aspergillus niger, ration digestibility,
protein retention, weight gain
PENDAHULUAN
Ubi jalar (Ipomoea batatas L)
merupakan salah satu komoditas tanaman
pangan yang dapat tumbuh diseluruh
Indonesia. .Ubi jalar merupakan sumber
karbohidrat non beras tertinggi keempat
setelah beras, jagung, dan ubi kayu, serta
mampu meningkatkan ketersediaan pangan
dan diversifikasi pangan di dalam
masyarakat. Sebagai sumber pangan,
tanaman ini mengandung energi, β-karoten,
vitamin C, niacin, riboflavin, thiamin, dan
mineral. Oleh karena itu, komoditas ini
memiliki peran penting, baik dalam
penyediaan bahan pangan, dan bahan baku
industri maupun pakan ternak(Ambarsari et
al.,2009).
51
Produktivitas ubi jalar selain ditentukan
oleh faktor lingkungan tumbuh juga
dipengaruhi oleh kemampuan adaptasi
varietas terhadap lingkungan(Trisnawati et
al, 2005). Diantara jenis ubi jalar yang ada
putih, kuning dan ungu, umbi jalar ungu
mempunyai kandungan zat kimia yang
paling khas. Menurut Susilawati dan
Medikasari (2008) mendapatkan bahwa
tepung ubi jalar ungu mengandung protein,
serat, dan lemak adalah 2,79%; 4,72%; 0.81
%. sedangkan pada umbi ubi jalar ungu
mengandung komposisi kimia pada kadar
vitamin C adalah 17,13%, ptotein dan serat
kasar adalah 17,13% dan 1,64% dan
8,61%. (Trisnawati et al, 2005).
Untuk meningkatkan kandungan zat
nutrisi ubi jalar ungu dapat dilakukan
dengan kapang dan amoniasi ( Wydianto et
al., 1995)., diataranya dengan Aspergillus
niger dan urea. Aspergillus niger
menghasilkan enzim selulase,glukoamilase.
pektin liase, dan alfa –amilase yang dapat
mendegradasi serat kasar sehingga
mengahasilkan gula sederhana ,dan urea
sebagai sumber gugus amino,dengan
adanya deaminasi dan transaminasi
,sehingga terbentuklah protein., sehingga
dapat meningkatkan kadar protein pada
bahan yang difermentasi dengan
Aspergillus niger.(Muchtadi, 1992).
Adanya enzim-enzim dalam
Aspergillus niger diharapkan dapat
meningkatkan kecernaan protein, sehingga
retensi protein menjadi meningkat yang
disertai dengan peningkatan pada retensi
protein dan bobot badan.
Palinka (2011) melaporkan bahwa
fermentasi lumpur sawit dengan Aspergillus
niger dapat menigkatkan protein kasar dari
penurunan kadar serat kasar dari 16,3%
menjadi 13,8%. Lebih lanjut telah dicoba
pemberian lumpur sawit fermentasi (LSF)
dengan aras 0; 5%; 10%; dan 15%
menunjukkan bahwa terjadi peningkatan
konversi ransum, dan terjadi peningkatan
konsumsi bahan kering secara nyata pada
ayam broiler. Roeswandy (2006)
melaporkan bahwa pemanfaatan lumpur
sait fermentasi Aspergillus niger dalam
52
ransum pada tingkat 0%;10%;20%;30%
,ternyata tidak berpengaruh terhadap bobot
potong, bobot karkas, dan persentase
karkas, sedangkan pada lemak abdominal
terjadi penurunan dengan semakin tinggi
kandungan LSF dalam ransum.
Berdasarkan hal tersebut diatas maka
dicoba penelitian dengan judul : “ Pengaruh
pemberian ransum ubi jalar ungu ungu
(Ipomoea batatas) yang difermentasi
Aspergillus niger terhadap kecernaan
ransum, retensi protein dan pertambahan
bobot badan pada itik Bali.
MATERI DAN METODE
Tempat dan Waktu
Top Related