BAHAN KULIAH BIOKIMIA I...profil lipida pada darah serta dalam daging itik bali. 3 Dari tulisan ini...

58
1 BAHAN KULIAH BIOKIMIA I Disusun oleh : Tjokorda Gede Belawa Yadnya Ni Made Suci Sukmawati Anak Agung Putu Putra Wibawa Putu Ari Astawa FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS UDAYANA 2016

Transcript of BAHAN KULIAH BIOKIMIA I...profil lipida pada darah serta dalam daging itik bali. 3 Dari tulisan ini...

  • 1

    BAHAN KULIAH BIOKIMIA I

    Disusun oleh :

    Tjokorda Gede Belawa Yadnya

    Ni Made Suci Sukmawati

    Anak Agung Putu Putra Wibawa

    Putu Ari Astawa

    FAKULTAS PETERNAKAN

    UNIVERSITAS UDAYANA

    2016

  • 2

    KATA PENGANTAR

    Puji dan syukur penulis aturkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa, atas rahnat-Nya

    ,sehingga bahan ajar yang berjudul “BAHAN KULIAH BIOKIMIA I yang sangat bermanfaat

    bagi mahasiswa untuk mempelajari bikimia umum yang mempelajari tentang biokimia

    elementer yang terdiri atas karbohidrat, protein, lemak, bioenergitika, koensim dan vitamin,

    pencernaan Pemanfaatan ubi jalar ungu (Ipomoea batatas L) untubiokimia elementerk pakan

    ternak” dapat tersusun sesuai dengan rencana yang telah direncanakan. Bahan ajar ini

    merupakan kumpulan dari hasil penelitian dan hasil seminar yang telah diseminarkan tingkat

    nasional dan internasional dan juga ada makalah yang telah dipublis secara Internasioanl

    melalui Jurnal Internasioanal. Dalam bahan ajar ini yang menitik beratkan pada pemanfaatan

    ubi jalar ungu (Ipomoe batatas L) untuk pakan ternak, baik dari umbi, kulit umbi dan daun

    ubi jalar ungu.

    Peningkatan produktivitas ternak sangat diperlukan bahan pakan yang berkualitas

    serta berkelanjutan. Salah satu upaya untuk memenuhi bahan pakan dengan jumlah yang

    selalu tersedia perlu pemanfaatan semua bahan pakan yang bisa diberikan pada ternak dengan

    syarat tersedia cukup, bergizi serta tidak beracun, diantaranya dengan memanfaatkan ubi jalar

    ungu (Ipomoea batatas L), Keistimewaan daripada ubi jalar ungu adalah adanya zat

    antosianin yang terdapat dalam ubi jalar ungu yang mempunyai senyawa yang bersifat

    antioksidan. Ubi Jalar ungu dapat dimanfaatakan dari umbi, kulit dan daun ubi jalar ungu.

    Bahan ajar ini terdiri atas tiga bagian yang terpenting adalah :

    1. Pemanfaatan ubi jalar ungu (Ipomoea batatas L) terfermentasi dalam ransum terhadap

    penampilan, karkas, profil lipida, termasuk terhadap asam urat dan gula dalam serum

    darah;

    2. Pemanfatan daun ubi jalar ungu (Ipomoea batatas L) dalam ransum yang

    dikombinasikan dengan daun mengkudu (Mironda citrifolia L) dan daun sirih (Piper

    beetle L), yang disuplementasi dengan Starbio dan Pignox (Starpig), atau

    dikombinasikan dengan sekam padi terfermentasi dengan Aspergillus niger terhadap

    penampilan dan profil kimia darah pada itik bali;

    3. Pemanfaatan kulit ubi jalar ungu (Ipomoea batatas L) terfermentasi dalam ransum

    terhadap nilai nutrisi ransum, penampilan, kualitas daging, profil antioksidan, dan

    profil lipida pada darah serta dalam daging itik bali.

  • 3

    Dari tulisan ini diharapkan dapat memberikan inspirasi untuk mengadakan penelitian tidak

    hanya pada itik, namun bisa dilakukan pada ternak unggas yang laintermasuk pada ternak non

    ruminansia dan ternak ruminansia, disamping bisa dipakai sebagai gambaran pemanfaatan

    ubi jalar ungu sebagai sumber antioksidan yang sangat berguna untuk kesetana manusia.

    Denpasar, 2 Maret 2016

    Penulis,

    DAFTAR ISI

    COVER................................................................................................................. ............. 1

    SAMBUATAN DEKAN FAPET UNUD.........................................................................2

    PENGANTAR.................................................................................................................... 4

    DAFTAR ISI.......................................................................................................................5

    BAGIAN I.

    UBI JALAR UNGU (Ipomoea batatas L)

    Tjokorda Gede BelawYadnya.............................................................................................. 6

    BAGIAN II.

    Pemanfaatan umbi jalar ungu (Ipomoea batatas L.) terfermentasi dalam ransum terhadap

    penampilan, karkas, profil antioksidan dan profil lipida darah itik bali.

    T.G.Belawa Yadnya ...........................................................................................................12

    Efforts the meat quality of bali ducks through offering purple sweet potato (Ipomoea batatas

    L.) fermented Apergillus niger in diets.

    T.G.BelawaYadnya, IB.Sudana, Igede Mahardika and IM.Mastika........................................37

    Pengaruh pemberian ransum ubi jalar ungu (Ipomoea batatasL.) terfermentasi dalam ransum

    terhadap kecernaan ransum, retensi protein dan pertambahan bobot badan pada itik bali

    T.G.BelawaYadnya, I B. G. Partama dan A.A.A.S. Trisnadewi. ............................................51

  • 4

    BAGIAN I

    UBI JALAR UNGU (Ipomoewa batatas L)

  • 5

    UBI JALAR UNGU (Ipomoea batatas L)

    Abstrak

    Ubi jalar ungu merupakan salah satu bagian daripada ubi jalar yang sudah diusahakan secara

    luas di Indonesia, pertumbuhan ubi jalar dapat hidup optimal didukung oleh lingkungan yang

    memadai, dengan produksi berkisar 25 – 28 ton.Ha. Varietas ubi jalar yang umum ditanam

    petani di Bali, diantaranya varietas injin, malam dan gentong. Varietas injin dikenal sebagai

    ubi jalar ungu, varietas malam memiliki warna kuning dan varietas gentong dengan warna

    agak merah. Diantara ketiga varietas tersebut memiliki komposisi kimia yang tidak sama

    yang akan berpengaruh terhadap sifat fisik dan rasa dari ubi tersebut (Dalam 100 g ubi jalar

    ungu mengandung Energi 123 kkal, Protein 1,8 g, Lemak 0,7 g, Karbohidrat 27,9 g, Kalsium

    30 mg, Fosfor 49 mg, Besi 0,7 mg, Vitamin A 7.700 SI, Vitamin C 22 mg, dan Vitamin B1

    0,09 mg serta mengandung zat antosianin yang bervariasi tergantung pada species dan faktor

    lingkungan. Adanya zat antosianin yang bersifat sebagai antioksidan yang mampu untuk

    menetralkan radikal bebas serta mampu menjaga ketahanan tubuh

    Kata kunci : ubi jalar ungu, variaetas, antosianin, antioksidan, dan ketahan tubuh.

    Pendahuluan

    Tjokorda Gede Belawa Yadnya

  • 6

    Ubi jalar ungu termasuk tanaman ubi jalar dengan sistematika (taksonomi) tumbuhan dapat

    diklasifikasikan sebagai berikut (Rukmana,1997)

    Kingdom : Plantae

    Divisi : Spermatophytae

    Subdivisi : Angiospermae

    Kelas : Dicotyledonae

    Ordo : Convolvulales

    Famili : Convovulaceae

    Genus : Ipomoea

    Spesies : Ipomoea batatas L

    Ubi jalar adalah tanaman yang tumbuh baik di daerah beriklim panas dan lembab ,

    dengan suhu optimum 270C dan lama penyinaran 11 – 12 jam per hari. Tanaman ini dapat

    tumbuh sampai ketinggian 1.000 meter dari permukaan lautdan tidak membutuhkan tanah

    subur untuk media tumbuhnya. Beberapa varietas yang diusahakan tersebar secara luas di

    Indonesia, diantaranya varietas ibaraki, beniazuma, dan naruto (Jusuf et al., 2008) Lebih

    lanjut dilaporkan bahwa agar pertumbuhan ubi jalar menjadi optimal diperlukan curah hujan

    dengan syarat hidup ubi jalar antara 750 – 1500 mm/tahun dan pH tanah sekitar 5,5 – 7,5,

    dengan produksi 25 – 28 ton/per hetar.Bentuk ubi biasanya bulat sampai lonjong dengan

    permukaan rata sampai tidak rata. Kulit ubi berwarna putih, kuning, ungu atau ungu kemerah-

    merahan, tergantung varietasnya.

    Varietas dan Produktivitas

    Varietas ubi jalar yang umum ditanam petani di Bali, diantaranya varietas injin, malam

    dan gentong. Varietas injin dikenal sebagai ubi jalar ungu, varietas malam memiliki warna

    kuning dan varietas gentong dengan warna agak merah. Diantara ketiga varietas tersebut

    memiliki komposisi kimia yang tidak sama yang akan berpengaruh terhadap sifat fisik dan

    rasa dari ubi tersebut (Trisnawati et al., 2005). Produktivitas ubi jalar selain ditentukan oleh

    faktor lingkungan tumbuh juga dipengaruhi oleh kemampuan adaptasi terhadap lingkungan.

    Dua varietas ubi jalar ungu asal Jepang adalah Ayamurasaki dan Yamagawamurasaki telah

    diusahakan secara komersial di Jawa Timur dengan potensi hasil 15 – 20 ton/ha. Beberapa

    varietas lokal juga memiliki daging umbi berwarna ungu, hanya intensitas keunguannya

    masih di bawah kedua varietas introduksi tersebut(Jusuf et al.,2008). Daging ubi berwarna

    putih, kuning, atau jingga sedikit ungu (Rukmana, 1997).Umbi ubi jalar ungu sebagai sumber

  • 7

    energi mengandung karbohidrat 83,81% (Susilawati dan Medikasari,2008), sebagai sumber

    energi dalam pakan.

    Kandungan Nutrisi Ubi Jalar

    Kandungan nutrisi ubi jalar terdiri atas karbohidrat sebesar 27,g yang dapat

    menghasilkan kalori sebesar 123 kalori per 100 gram bahan, sumber serat pangan, vitamin

    (Vitamin A, B1, B2, B6, niacin, asam pentatonat, dan vitamin c), mineral (Ca, P, Fe, Na, K,

    Zn, dan Cu) dan polifenol (Ishida et al., 2000)

    Di Indonesia, 89% produksi ubi jalar digunakan sebagai bahan pangan dengan tingkat

    konsumsi 7,8 kg/kapita/tahun, sedangkan sisanya dimanfaatakan untuk bahan baku industri ,

    terutama saus, dan pakan ternak(Jusuf et al.,2008) Produltivitas ubi jalar dari tahun 2000

    sampai 2009 ada peningkatan dari 94,0 kwintal/ha sampai 107,8 kwintal/ha (Saleh et al

    .,2011).

    Beberapa varietas lokal sesungguhnya juga ada yang daging umbinya berwarna ungu, hanya

    intensitas kadar antosianinnya masih jauh dibanding kedua varietras Ayamurasaki dan

    Yamagawa-murasaki yang berasal dari Jepang. Saat ini Balitkabi Malang memiliki tiga klon

    harapan yang berpotensi dilepas sebagai varietas ubijalar kaya antosianin, yakni MSU 01022-

    12, MSU 03028-10 dan RIS 03063-05 dengan produksi hasil 20 – 25 ton/ha dan kadar bahan

    kering tinggi(> 30%). Klon harapan MSU 01022-12 dengan produksinya cukup tinggi ( 25,8

    ton/ha), mengandung zat antosianin sedang (33,9 mg/100 g) dan distribusi warna ungunya

    sangat menarik, sedangkan klon harapan MSU 03028-10 dan RIS 03063-05 memilki rataan

    hasil 27,5 ton/ha, bahan kering umbi 32,50% dengan kandungan antosianin > 500 mg/100g

    berat basah (Hasim dan Yusuf, 2008). Suprapta et al. (2003), melaporkan ketela rambat ungu

    kulit putih besar di Desa Kayu Amba,Bangli, dengan kandungan zat antosianin 155,62

    mg/100g. Ketela rambat ungu kecil kulit putih di Desa Sidan, Gianyar, Ketela ungu kulit

    putih di Desa Sidemen, Karangasem dengan kandungan Antosianin adalah 110 mg/100g dan

    209,9 mg/100g. Perbedaan kandungan antosianin pada ubijalar ungu sangat dipengaruhi oleh

    kesuburan lahan, dan mikroklimat. Damanhuri(2005) melaporkan semakin tinggi tempat dari

    permukaan laut , maka tanaman ubi jalar ungu akan stress akibatnya akan terbentuk kadar

    antosianinnya relatif lebih tinggi daripada yang ditanam di datraran rendah.

    Luas panen ubi jalar di Bali hanya 9.208 ha atau 3,06%dari luas tanaman pangan, dan

    hasil varietas lokal yang dibudidayakan petani masih tergolong rendah sekitar 11,2 ton/ha

    (Widodo et al., 1993). Trisnawati et al (2005) melaporkan bahwa produksi ubi jalar varietas

    Gentong, Malam dan Injin di Dusun Songlanduk, Desa Sulahan, Kecamatan Susut,

    Kabupaten Bangli berturut-turut adalah 3,645 ton, 3,408 ton, dan 3,010 ton per ha. Terlihat

  • 8

    produksi ubi jalar yang dibudidayakan masih rendah maka perlu dilakukan perbaikan

    terutama terhadap pemupukan. Jedeng (2011) melaporkan bahwa dengan pemberian pupuk

    organik dengan dosis 15 ton/ha dapat menghasilkan umbi 25,95 ton/Ha dibandingkan pada

    ubi jalar ungu yang tanpa dipupuk organik menghasilkan hanya 18,78 ton/Ha.

    Dalam 100 g ubi jalar ungu mengandung Energi 123 kkal, Protein 1,8 g, Lemak 0,7 g,

    Karbohidrat 27,9 g, Kalsium 30 mg, Fosfor 49 mg, Besi 0,7 mg, Vitamin A 7.700 SI,

    Vitamin C 22 mg, dan Vitamin B1 0,09 mg ( Ratih, 2010 ), sedangkan Magnesium 25 mg,

    Seng 0,30 mg, Selenium 0,337 mg, disamping itu juga mengandung Vitamin A, E, B-6 dan

    Vitamin K.

    Wibowo dan Zabri ( 2008 ) melaporkan bahwa selenium yang terdapat pada ubi jalar

    ungu bermanfaat sebagai antioksidan, dan dapat dalam bentuk senyawa anorganik atau

    organik , berfungsi mencegah stres oksidatif , mendukung fungsi tiroid (yang menghasilkan

    hormon tiroksin untuk pertumbuhan dan perkembangan) berperan sebagai

    immunocompetence (kekebalan tubuh) , meningkatkan daya tahan tubuh terhadap penyakit

    dan dapat meningkatkan pertambahan bobot badan ayam broiler.

    Kesimpulan

    Ubi jalar ungu (Ipmoea batatas L) mengandung zat nutrisi cukup lengkap dan

    mengandung zat antosianin yang bersifat sebagai antioksidan untuk menjaga ketahanan

    tubuh.

    DAFTAR PUSTAKA

    Hasim, A dan Yusuf.2008. Ubi Jalar Kaya Antosianin, Pilihan Pangan Sehat.

    Sinar Tani, Edisi 20 – 26 Agustus 2008

    Ichida,U., Hiroko Suzunno, Satoshi Innamu, Tadahiro Tadokoro, Akio Maekawa. 2000.

    Nutrive Evaluation on Chemical Components of Leaves, Stalks and Stems of sweet

    Potatoes (Ipomoea batatas L). J.Food Chemistry, 68 : 359 – 367

    Jedeng,IWayan. 2011. Rjana, Universir,Bali. tas Udayana, Denapas dan Dosis Pupuk

    Organik terhadap Pertumbuhan dan Hasil Ubi Jalar (Ipomoea batatas L) Lamb)

    Varietas Lokal Ungu. Tesis.Magister. PSP: Lahan Kering. Program Pascasarjana,

    Universitas Udayana, Bali.

    Jusuf,M., St.A. Rahayuningsih dan E.Ginting. 2008. Ubi Jalar Ungu Warta Penelitian dan

    Pengembangan Pertanian. Vol.30, No.4 , 2008.

    Ratih.2010. Manfaat dibalik Ubi Jalar Ungu. Blog. Konsultasi Gizi. Com/info/manfaat-di-

    balik-ubi-jalar-ungu.html.

  • 9

    Rukmana,H. 1997. Ubi Budi Daya dan Pascapanen , Penerbit Kanisius

    Saleh,M., St.A. Rahayuningsih dan M.M.Adie. 2011. Peningkatan Produksi dan Kualitas

    Umbi-umbian . Balikabi. POBOX 66. Malang 650101.

    Suprapta, D.N., M.Antara., M.Sudana, AS,Duaji., dan M.Sudarma. 2004. Kajian Aspek

    nPembibitan, Budidaya dan Pemanfaat Umbi-umbin sebagai sumber Pangan Alternai

    Laporan Hasil Penelitian. Kerjasama BAPEDA Bali Provinsi Bali dengan Fakultas

    Pertanian, Universitas Udayana, Bali.

    Trisnawati,W., W.R.Yasa, dan M.Adijaya. 2005. Adaptasi dan tiga varietas Ubi Jalar

    (Ipomoea batatas L), Krakteristik, Komposisi Kimia, dan Reparasi Panelis, Balai

    Pengkajian Teknologi Pertanian, Bali.

    Wibowo, C dan Zabri,P.S. 2008. Kekerdilan dan Selenium. Kosultasi. Kesehatan

    Kekerdilan-Selenium.hltm.

    BAGIAN II

    UMBI UBI JALAR UNGU (Ipomoea batatas L) UNTUK

    PAKAN TERNAK

  • 10

    PEMANFAATAN UMBI UBI JALAR UNGU (Ipomoea batatas L) TERFERMENTASI

    DALAM RANSUM TERHADAP PENAMPILAN, KARKAS, PROFIL

    ANTIOKSIDAN DAN PROFIL LIPIDA SERUM DARAH ITIK BALI

    ABSTRAK

    Pemanfaatan umbi ubi jalar ungu (Ipomoea batatas L) terfermentasi dalam ransum

    untuk meningkatkan penampilan, kualitas karkas dan memperbaiki kolesterol itik Bali.

    Menggunakan rancangan acak lengkap dengan tujuh perlakuan yaitu ransum tanpa ubi jalar

    ungu(perlakuan A), ransum mengandung 10%, 20%, dan 30% ubi jalar ungu tanpa fermentasi

    (perlakuan B, C, dan D), ransum mengandung 10%, 20% dan 30% ubi jalar ungu

    terfermentasi (perlakuan E, F dan G). Variabel yang diamati penampilan, kualitas karkas, dan

    frofil lipida darah dan daging serta profil antioksidan (kapasitas antioksidan,

    malondialdehida, dan superoksida dismutase). Hasil penelitian menunjukkan pemanfaatan ubi

    jalar terfermentasi dalam ransum dapat meningkatkan kecernaan, bobot akhir, pertambahan

    bobot badan dan efisiensi pengunaan ransum (P

  • 11

    meningkatkan kapasitas antioksidan, SOD dan menurunkan kadar MDA daging (P

  • 12

    Penelitian ini menggunakan kandang sistem battery colony berlantai dua sebanyak 28

    petak. Setiap petak kandang mempunyai ukuran panjang 70 cm, lebar 70 cm, dan tinggi 70

    cm.. Kandang dilengkapi dengan tempat makanan, tempat air minum yang terbuat dari

    bambu yang letaknya di sebelah luar, dan juga dilengkapai dengan tempat penampung

    kotroran serta penampung sisa makanan, dan juga dilengkapi dengan lampu untuk

    penerangan di waktu malam.

    Ransum dan air minum

    Ransum dalam penelitian ini disusun berdasarkan perhitungan menurut Scott et al.(1982).

    Kandungan nutrisi ubi jalar ungu, baik yang terfermentasi atau tidak terfermentasi dikerjakan

    di Laboratorium Analitik, Universitas Udayana. Bahan-bahan penyusun ransum terdiri atas

    jagung kuning, tepung ikan, bungkil kelapa, dedak padi, kacang kedelai, tepung ubi jalar

    ungu yang tanpa difermentasi dan tepung ubi jalar ungu terfermentasi dengan Aspergillus

    niger dan mineral B 12.

    Di dalam pencampuran ransum disusun sedemikian rupa dari komposisi ransum terbesar

    kemudian diikuti dengan jumlah kopomsisi ransum yang lebih rendah dan seterusnya sampai

    jumlah bahan ranasum yang terendah, Kemudian bahan ransum dibagi dua , dan masing –

    masing bagian dicampur aduk sampai homogen, setelah itu dibagi empat, masing – masing

    bagian dicampur berseberangan dan akhirnya tercampur secara sempurna. Masing – masing

    perlakuan ditimbang dalam ukuran plastik 0,50 kg , kemudian disimpan dan siap digunakan

    diberikan kepada itik. Pemberian ransum dan air minum dengan ad libitum.

    Ubi jalar ungu ( Ipomoea batatas L)

    Umbi ubi jalar ungu (Ipomoea batatas L) diperoleh di Desa Licin, Kecamatan Licin,

    Kabupaten Banyuwagi. Umbi ubi jalar ungu diparut kemudian dikeringkan , setelah kering

    selanjutnya ditumbuk dan diayak sehingga menjadi tepung ubi jalar ungu . sebelum

    digunakan untuk penelitian terlebih dahulu difermentasi dengan Aspergillus niger.

    Ubi jalar ungu dalam bentuk tepung akan difermentasi dengan Aspergillus niger, yang

    sebelumnya diadakan perbanyakan Aspergillus niger dengan perhitungan 100 ml Aspergillus

    niger dilarut dalam 10 l air yang sebelumnya telah dipanaskan , dan setelah dingin caru

    digunakan dalam proses perbanyakkan Aspergillus niger. Bahan yang perlu dilengkapi 100 g

    KCl dan 100 g Urea. Setelah ubi jalar dalam bentuk tepung siap dituangkan larutan

    Aspergillus niger ditaruh dalam karung goni selama 6 hari (Guntoro, 2008). Ubi jalar ungu

    (Ipomoea batatas L) yang telah difermentasi kemudian dikeringkan dan siap untuk digunakan

    untuk mencampur ransum.

    Tabel 1

  • 13

    Komposisi Bahan Penyusun Ransum Itik Bali,umur 16 – 32 minggu

    Bahan Ransum

    (%)

    Perlakuan

    A B C D E F G 1)

    Jagung kuning 55,36 49,98 42,32 35,5 49,98 42,32 37,20

    Kacang kedelai 9,37 12,45 13,88 15,05 12,45 13,88 15,40

    Bungkil kelapa 11,31 9,82 7,28 3,06 9,82 8,28 3,06

    Tepung ikan 10,13 8,10 10,29 11,14 8,10 8,29 8,14

    Dedak padi 12,18 9,00 5,08 3,25 9,00 5,58 4,55

    Ubi jalar ungu - 10,00 20,00 30,00 - - -

    Ubi jalar ungu

    terfermentasi

    - - - - 10,00 20,00 30,00

    Mineral B12 0,50 0,50 0,50 0,50 0,50 0,50 0,80

    Garam dapur 0,15 0,15 0,15 0,50 0,15 0,15 0,15

    Minyak kelapa 1,00 - 0,50 1,00 - 1,00 1,00

    Total 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00

    Tabel 2

    Kandungan Nutrisi dalam Ransum itik Bali, Umur 16 – 32 minggu

    Nutrien

    Perlakuan 1)

    ______________________________________________________________________________

    A B C D E F G

    Standar

    Scott

    et al

    (1982)

    Energi Metabolisme (Kkal//kg)

    2907,07

    2878,2

    2904,93

    2887,28

    2886,1

    2882,18

    2905,2

    2800 – 2900

    Protein kasar (%) 17,03 16,68 17,18 16,87 16,67 17,01 16,99 15 - 17

    Lemak kasar (%) 5,75 5,92 5,61 5,38 5,85 5,84 5,17 4 – 7

    Serat kasar (%) 4,56 4,42 4,20 4,00 4,36 4,23 4,0 4 – 7

    Kalsium (%) 1,00 0,94 0,97 0,96 0,94 0,92 0,91 0,80

    Forfor tersedia (%) 0,60 0,50 0,50 0,50 0,51 0,50 0,50 0,70

    Cystin (%) 0,30 030 028 0,29 0,27 028 028 027

    Lysin (%) 1,37 1,35 1,41 1,43 1,34 1,28 1,34 0,80

    Metionin (%) 0,52 0,56 0,59 0,65 0,57 0,61 0,65 0,51

    :

    !) A = ransum tanpa mengandung ubi jalar ungu , B = ransum mengandung 10% ubi jalar ungu ,

    C = ransum mengandung 20% ubi jalar ungu, D = ransum mengandung 30% ubi jalar ungu, E

  • 14

    = Ransum mengandung 10% ubi jalar ungu terfermentasi, F = ransum mengandung 20% ubi

    jalar ungu terfermentasi dan

    G = ransum mengandung 30% ubi jalar ungu terfermentasi

    Aktivasi Aspergillus niger

    Aspergillus niger yang digunakan di dalam penelitian ini diperoleh dari Balai Pengkajian

    Teknologi Pertanian (BPTP) ,Denpasar . Sebelum Aspergillus niger dimanfaatkan untuk

    fermentasi harus diaktifkan dan direproduksi agar volumenya menjadi lebih besar. Dalam

    proses reproduksi , untuk satu liter bibit fermentor bisa diproduksi hingga 100-200 liter.

    Terlebih dahulu air dipanaskan mencapai suhu 100oC, kemudian didinginkan. Proses aktivasi

    diperlukan alat-alat antara lain bak plastik yang bersih, aerator, sedangkan bahan-bahan yang

    dipergunakan adalah gula pasir, urea, dan NPK masing –masing 100 gram setiap 10 liter air.

    Air yang digunakan air sumur yang tidak mengandung kaporit. Untuk menjaga sterilitasnya

    air dimasak terlebih dahulu mencapai suhu 100oC, kemudian didinginkan. terakhir ,

    dimasukkan 100 ml Aspergillus niger (Guntoro, 2008).

    Fermentasi tepung ubi jalar ungu (Ipomoea batatas L) dengan Aspergillus niger

    Ubi jalar ungu yang sudah dalam bentuk tepung ditaruh di atas hamparan karung kampil

    yang diletakkan diatas dari bilah-bilah bambu , kemudian disemprot dengan larutan

    Aspergillus niger yang telah diaktifkan, sampai larutan airnya 50% ( bila dikepal tidak pecah)

    . Selanjutnya ditutup dengan karung kampil dan dibiarkan selama 6 hari. Setelah dilakukan

    fermentasi selama enam hari lalu dikeringkan di bawah sinar matahari, sehingga sudah siap

    untuk dipergunakan sebagai bahan penyusun ransum.

    Prosedur Penelitian

    Perendoman itik

    Seratus lima puluh ekor itik jantan berumur 16 minggu ditimbang satu-persatu dengan

    timbangan dengan merek lion Star 2Kg dengan kepekaan 2 gr. Setelah semua itik ditimbang,

    dicari nilai rerata, dan standar deviasi, sehingga diperoleh rentang berat awal (umur 16

    minggu) adalah berat berata + SD. Maka diperoleh itik yang dipergunakan untuk penelitian

    adalah 7 x 4 x 4 ekor = 112 ekor. perlakuan dan ulangannya.

    Rancangan Penelitian

  • 15

    Percobaan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang terdiri atas tujuh

    perlakuan dan empat ulangan, setiap ulangan menggunakan empat ekor itik jantan dengan

    kisaran bobot badan awal 1192,95 + 0,98 g, maka secara keseluruhan digunakan seratus dua

    belas ekor itik bali jantan yang telah berumur 16 minggu. Ketujuh perlakuan ransum tersebut

    adalah sebagai berikut : yaitu ransum tanpa ubi jalar uvgu (Ipomoea batatas L) (perlakuan

    A), ransum mengandung 10% , 20%, dan 30% ubi jalar ungu (Ipomoea batatas L) tanpa

    terfermentasi (perlakuan B,C,dan D), ransum mengandung 10%, 20%, 30% ubi jalar ungu

    (Ipomoea batatas L) terfermentasi (perlakuan E,F,dan G)

    Lokasi dan Waktu Penelitian

    Penelitian lapangan dilaksanakan di kandang milik petani- peternak di desa Guwang,

    Kecamatan Sukawati, Kabupaten Gianyar. Sedangkan analisis laboratorium dilaksanakan di

    laboratorium Nutrisi Makanan Ternak, Lab. Teknologi Hasil Ternak, Fakultas Peternakan,

    Lab. Kimia dan Mikrobiologi, Fakultas Teknologi Pertanian, Lab. Analitik, Universitas

    Udayana, Lab. Bina Medika Denpasar. Penelitian berlangsung selama tujuh bulan, yaitu

    mulai dari persiapan sampai dengan pengolahan data (April 2012 – Oktober 2012).

    Variabel Penelitian

    Variabel penelitian yang diamati dalam penelitian ini meliputi : penampilan, karakteristik

    karkas, kualitas daging , profil lipida daging, profil lipida darah dan profil antioksidan

    daging.

    Variabel penampilan

    Variabel penampilan terdiri atas konsumsi bahan kering ransum, kapasitas antioksidan, dan

    pertambahan bobot badan

    Konsumsi bahan kering ransum diperoleh dengan mengurangi bahan kering ransum yang

    diberikan dengan bahan kering sisa. Konsumsi antioksidan adalah konsumsi ransum

    dikalikan dengan kandungan antioksidan setiap ransum.

    Pertambahan bobot badan (Bobot badan akhir dikurangi dengan bobot badan awal)

    Variabel Karakteristik Karkas

  • 16

    Variabel karakteristik karkas meliputi bobot potong, bobot karkas, persentase karkas, dan

    komposisi fisik karkas.

    1) Bobot potong adalah hasil penimbangan itik pada akhir penelitian pada saat itik berumur

    32 minggu.

    2) Bobot karkas : bobot potong dikurangi dengan bobot bukan karkas (bobot darah, kepala,

    bulu, kaki, dan organ dalam (USDA, 1977).

    3). Persentase karkas adalah bobot karkas dibagi dengan bobot potong dikalikan dengan

    100%

    4) Komposisi fisik karkas adalah bobot masing – masing karkas ( Daging, tulang, lemak

    termasuk kulit) dibagi dengan bobot karkas dikalikan dengan 100%.

    Pengambilan sampel untuk penentuan kolesterol serum darah

    Pengambilan sampel darah dilaksanakan dua minggu sebelum penelitian berakhir.

    Masing – masing perlakuan diambil tiga ekor itik secara acak, setiap ekor diambil 5 ml,

    dengan cara memasukkan spait ukuran 3 ml kepembuluh darah pada bagian sayap daripada

    itik, setelah pengambilan darah , bagian tubuh bebas suntikan dibersihkan dengan alkohol.

    Semua sampel yang diambil langsung ke termos es dibawa ke Laboratorium Nutrisi Makanan

    Ternak, Fakultas Peternakan , Universitas Udayana.

    Pengambilan sampel daging untuk analisis profil lipida daging

    Pengambilan sampel daging untuk analisis profil lipida daging bersamaan dengan

    penentuan kualitas karkas daging pada akhir penelitian. Untuk pengambilan sampel untuk

    analisis profil lipida daging diambil pada bagian dada (Soeparno, 2005).

    Penentuan profil antioksidan

    Penentuan profil antioksidan yang terdiri atas kapasitas antioksidan, malondialdehide

    (MDA), dan superoksida dismutase (SOD0 (Prangdimurti et al., 2006). Bagian daging dada

    yang diambil untuk profil antioksidan, yang masing – masing perlakuan diambil tiga sampel.

    Analisis kapasitas antioksidan dilaksanakan di Lab. Kimia dan Mikrobiologi, FTP, Unud,

    sedangkan analisis MDA dan SOD dilaksanakan di Lab. Analitik, Universitas Udayana

    Penentuan Kolesterol Daging

    Analisis profil lipida daging dan darah dilaksanakan di Labotarium Nutrisi Makanan

    ternak, Fakultas Peternakan, Universitas Udayana.

  • 17

    Penentuan total kolesterol dikerjakan dengan metode Liebermann-Burchard yang telah

    dimodifikasi (Saransi et al., 1996).

    Cara penentuan total kolesterol daging sebagai berikut.

    1) Timbang satu g sampel dan tambahkan 10 ml larutan aseton-etanol 1 : 1, kemudian

    didihkan dalam shaking water bath sambil digoyang selama lima menit, lalu dinginan dalam

    suhu kamar. Selanjutnya, saring dan tampung filtrat

    dalam tabung pemusing dan pusingkan selama lima belas menit pada kecepatan 2500 rpm,

    sehinggaq terbentuk supernatan. Supernatan yang terbentuk keringkan dalam shaking water

    bath 100 oC, lalu dinginkan. Residu yang tertinggal , larutkan dengan tiga mililiter kloroform

    dan sampel siap dianalisis.

    2) Penetapan standar dan reagensia

    Timbang dan masukkan lima miligram kolesterol dalam labu ukur 50 ml, kemudian

    larutkan dengan kloroform sampai batas miniskus, sehingga diperoleh kolesterol 0,1 mg/ml.

    Buat standar deret dengan konsentrasi 0,0167, 0,0330, 0,0500, 0,0667, 0,0833 dan

    0,1000mg/dl. Lebih lanjut, encerkan larutan FeCL3 10% dengan asam sulfat pada hari yang

    sama . Untuk menghindari hal –hal yang tidak diinginkan atau hasil reaksinya bisa berubah.

    3) Analisis

    Tiga mililiter larutan standar dalam cuvet masing-masingditambahkan asam asetat glasial

    (FeCl3 10%) dua mililiter dan FeCl 0,01% tiga mililiter, biarkan dingin dalam ruang gelap

    selama 15 menit. Baca pada spectrofotometer dengan

    λ = 570 nm, lakukan dengan cara yang sama pada sampel. bila tidak dapat dibaca encerkan

    dengan menambahkan dengan asam asetat glasial.

    Pengukuran kandungan kolesterol daging dikerjakan sebagai berikut : contoh daging yang

    sudah digiling ditimbang sebanyak 0,2 g, dimasukkan ke dalam gelas piala ukuran 50 ml

    kemudian ditambahkan alkohol : ether ( 3 : 1 ) sebanyak 12 ml. Larutan tersebut diaduk

    sampai hancur selama 15 menit, kemudian dipusingkan selama 10 menit dengan kecepatan

    1500 rpm. Hasilnya disaring dengan kertas saring yang ditempatkan dalam corong kecil.

    Pembilasan diulang lagi dengan alkohol 1ml alkohol ether.

    Filtrat yang diperoleh dari pemusingan ditaruh dalam gelas piala 100 ml kemudian

    diuapkan pada penanggas air sampai kering, lalu ditambahkan 1 ml khloroform ke dalam

  • 18

    filtrat dan diamkan selama 10 menit. Larutan ini disaring kembali dengan kertas saring dan

    corong kecil. Filtranya ditampung dalam tabung skala 10 ml. Penyaringan dilalkukan tiga kali

    dengan cara membilas kertas saring dan tabung dengan khloroform sedikit demi sedikit

    sampai filtrat yang ditampung mendekati skala 5 ml. Kemudian ditambahkan larutan asetat

    anhidrid sebanyak 2 ml asam sulfat pekat sebanyak 0,1 ml. Campuran ini diaduk dengan cara

    memindahkan isi tabung yang satu ke tabung yang lain beberapa kali. Larutan ini didiamkan

    selama 15 menit agar perubahan warna yang terbentuk menjadi stabil selanjutnya larutan ini

    siap dibaca dengan spektrofotometer.

    Larutan standar yang digunakan adalah larutan standar kolesterol 0,4 mg/5 ml (40 mg

    kolesterol dalam 500 ml khloroform), larutan ini masukkan ke dalam tabung 10 ml sebanyak

    5 ml, kemudian ditambah dengan 2 ml asam asetat anhidrid dan 0,1 ml asam sulfat. Tabung

    blanko diisi dengan larutan asam asetat anhidrid 2 ml asam sulfat pekat 0,1 ml kemudian

    ditambah khloroform 5 ml. Larutan didiamkan selama 15 menit dalam ruangan gelap.

    Pembacaan intensitas warna dilakukan dengan spektrofotometer dengan panjang

    gelombang 578 nm. Kadar kolesterol dihitung dengan memasukkan angka dalam rumus

    sebagai berikut :

    Abs p 100

    Kolesterol daging (mg/100gr) = ----------- X 0,4 X -----------------------------

    Abs s gr bahan (daging)

    -Keterangan :

    0,4 : konstanta

    Abp : nilai absorben dari larutan uji

    Abs : nilai absorben dari larutan standar

    Penentuan HDL menggunakan metode phosphotungstic acid magnesium chlorid . Prinsip

    presipitasi terhadap low density lipoprotein lipoprotein (LDLdan VLDL) dengan polianion

    dan magnesium chlorida. setelah pemusingan HDL tetap berada dalam larutan supernatan.

    Kadar HDL kolesterol dapat ditentukan dengan reaksi enzimatik menggunakan metode

    CHOD PAP.

    Reagensia yang digunakan adalah phosphotungstic acid 0,55 mmol/l dan Magnesium

    Chloride 25 mmol/l, larutan NaCl 0,95 (154 mml/l), spektrofotometer dengan panjang

    gelombang 500 nm, filter fotometer Hg 546 nm, Liht path cuvette 1 cm. Untuk presipitasi

    diperlukan plasma 200 µl. Campuran ini dibiarkan selama 10 menit pada temperatur 20 –

    25oC, kemudian dipusing selama 10 menit pada kecepatan 4000 rpm. Supernatan diambil

  • 19

    kemudian dicampur dengan reagen, untuk blanko 10 µl aquabidest ditambahkan . Kemudian

    campuran ini diinkubasikan selama 10 menit pada suhu 25oC, lalu dibaca A (Absorbance) T

    (Test) terhadap B (blanko). Jika sampel atau supernatannya berwarna, blanko tes disiapkan

    dengan larutan 0,9% NaCl dan absorbance ini kemudian kurangkan dari absorbance samplel

    yang berwarna.

    Konsentrasi HDL dihitung dengan rumus : HDL = A (T) X faktor

    untuk panjang gelombang 500 nm faktor dalam (nmol/l) adalah 5,92, sedangkan dalam

    (mg/100 ml) adalah 229.

    Pengukuran Trigliserida

    Pengukuran trigliserida menggunakan metode test kalorimetri enzimatik (Boehringnger,

    1993) dengan glyserol phosphateoxidase dan POD sebagai katalisa indikator reaksi

    lipase

    Prinsip : Trigliserida =========== Gliserol + asam-asam lemak

    GK

    Gliserol + ATP ============ Gliserol – 3 – P + ADP

    GPO

    Gliserol -3- P + O =========== dihidroksiaseton phosphat + H2O

    Dengan adanya peroksidase , hidrogen peroksidae akan mengoksidasikan klorofenol dan

    aminoantipirin sehingga membentuk warna merah dan derivat kuinonamine . Warna yang

    terbentuk sesuai dengan konsentrasi trigliserida.

    Reagen yang digunakan tiap satu liter mengandung PIPES buffer pH 7,42 mmol,

    adenosin triphosphat (ATP) 1 mmol, 4 – aminoantipirin (PAP 0,5 mmol, Lipoprotein lipase

    (LPL) > 50 µkat, gliserol kinase > 13 µkat , gliserol phosphat oksidase (GK) > 25 µkat,

    Peroksidase (POD) 5 µkat dan 4 klorofenol 6 mmol.

    Sampel sebanyak 10 µl ditambah 1000 µl reagen, kemudian dicampur dan diinkubasikan

    selama 20 menit pada suhu 25oC. untuk blanko dikerjakan dengan cara yang sama tanpa

    sampel. Kemudian dibaca A(T) terhadap blanko pada panjang gelombang 500 nm (Hg 546

    nm)

    Kadar trigliserida = A (T) x F

    A(T) adalah absorbance sampel yang dites, F adalah faktor yang nilainya 737 untuk satuan

    mg/100 ml. 8,4 untuk satuan mmol/l pada panjang gelombang 500 nm.

    4.3.4.4 Low density lipoprotein (LDL)

  • 20

    Total kolesterol = HDL + LDL + VLDL, sedangkan VLDL = Trigliserida : 5, maka LDL =

    Total kolesterol – HDL – Trigliserida/5 LDL dihitung dengan rumus = Kolesterol –

    (Trigilserida /5) – HDL

    Penentuan profil lipida darah

    Pengambilan sampel darah untuk profil lipida darah diambil pada pembuluh darah

    arteri pada bagian sayap masing –masing sebanyak 5 ml persampel. Jumlah sampel semua

    ada 21 buah sampel , yang setiap perlakuan diambil tiga sampel. karena ada tujuh perlakuan,

    maka sampel semuanya = 7 x 3 sampel = 21 buah sampel.

    .

    Penentuan profil antioksidan daging

    Profil antioksidan daging terdiri atas kapasitas antioksidan , malondialdehida (MDA) dan

    Superoksida dismutase (SOD). Penentuan kapasitas antioksidan dilaksanakan di

    Laboratorium Kimia dan Mikrobologi, Fakultas Teknologi Pertanian, sedangkan kadar

    Malondialdehide (MDA) dan Superoksida dismutse (SOD dilaksanakan di Laboratorium

    Analitik, Universitas Udayana.

    Kapasitas antioksidan

    Penentuan kapasitas antioksidan dilakukan dengan metode Spektrofotometer (Okawa et

    al., 2001), dengan cara kerjanya sebagai berikut : a) Pembuatan kurva standar asam askorbat

    dengan konsentrasi 0, 1,4, 6, 8, 10 ppm atau kurva standar trolox dengan konsentrasi 0, 10,

    20, 30, 40, 50, 60, 70, 80, 90, 100 ppm. .

    b) Pembuatan preparasi sampel

    25 mg sampel kering (bubuk)

    Diencerkan 10 ml dengan metanol 100%

    Divortex

    Sentrifuge 3000 pppm selama 15 menit disaring

    Filtrat dipipet 0,5 ml + 3,5 ml DPPH

    Divortex

    Diamkan 30 menit

    Baca absorbansi pada 517 nm

    Tahapan yang dilakukan di dalam pembuatan sampel untuk penentuan kapasitas antioksidab

    sebagai berikut :

    1. Timbang 25 g sampel

  • 21

    2. Sampel yang telah ditimbang diencerkan dengan 10 ml Metanol 100%, kemudian

    diaduk sampai homogen.

    3. Sampel tang telah divortex kemudian dimasukkan kedalam tabung kemudian di

    sentripuge selama 15 menit disaring.

    4. Filtratnya dipipet sebanyak 0,5 ml dan ditambahkan dengan 3,5 ml DPPH,kemudian

    divortex dan didiamkan selama 10 menit.

    5. Baca absorbansi pada Spekto dengan panjang gelombang 517 nm.

    c) Kapasitas Antioksidan = ppm X x Total volume

    Berat sampel (kg ) x FP

    Catatan :

    1. Kalau standarnya asam askorbat satuannya pmm AAEAC (Ascorbit Acid Equivalent

    Antioxidant Capacity)

    2. Kalau standarnya Trodox satuannya ppm TEAC (Trolox Equivalent Antioxidant

    Capacity)

    3. Kalau satuannya % berat sampel dalam (mg) dan dikalikan 100%.

    4. Untuk mencari nilai IC (Inhibition Concentration) 50% (% aktivitas antioksidan)

    IC = Absorbansi kontrol −absorbansi sampel

    Absorbansi kontrol x 100%

    IC = Inhibitor Cocentration ( suatu kemapuan antioksidan untuk menghambat aktivitas

    radikal bebas )

    Kadar malondialdehide (MDA)

    Kadar malondialdehide (MDA) di dalam daging untuk mengetahui tingkat kerusakan

    oksidatif sel/jaringan tubuh akibat radikal bebas Pemeriksaan kadar MDA daging dilakukan

    dengan metode Thiobarbituric acid reactive substances (TBARS) (Wuryastuti, 1996).

    Prosedur kerja

    Sebanyak 0,75 ml asam fosfat dimasukkan ke dalam tabung polypropylene yang telah

    berisi 0,25 ml larutan Thiobarbituric acid (TBA ). Selanjutannya 0,05 ml sampel plasma

    darah ditambahkan ke dalam water bath selama 60 menit dengan suhu 100 oC , campuran

    selanjutnya didinginkan selama 1-2 jam sehingga suhunya mencapai 30 oC. Kemudian

    dimasukkan ke dalam Sep-Park C 18 dan dicuci dengan 5 ml methanol dan air. Ke dalam

  • 22

    campuran kemudian ditambahkan 4 ml methanol dan ditampung dalam cuvet. Kepekaan

    warna dibaca dengan spektrofotometer dengan panjang gelombang 532 nm.

    Superoksida Dismutase (SOD)

    Pemeriksaan SOD dilakukan menggunakan methode Oxiselect superoxide dismutase activity

    assay Kit (Cell Biolab, 2004). Kecepatan reduksi sitokrom c oleh radikal superoksidase dimonitor

    pada 550 nm sesuai sistem xanthine-xanthine oksidase sebagai sumber SOD. SOD menyebabkan

    penurunan kecepatan reduksi sitokrom c. Satu unit SOD didefinisikan sebagai jumlah enzim yang

    mengakibatkan 50 % inhibisi kecepatan reduksi sitokrom c. Aktivitas SOD dinyatakan dalam satuan

    unit per gram hemoglobin (U/g Hb).

    Analisis Data

    Data yang diperoleh dianalisis dengan sidik ragam, dan apabila diantara perlakuan

    terdapat perbedaan yang nyata (P< 0,05), maka dilanjutkan dengan uji Duncan dengan taraf

    5%. Hubungan antara tingkat pemberian ubi jalar ungu tanpa atau terfermentasi dalam

    ransum dengan kadar kolesterol daging, dan hubungan kapasitas antioksidan,

    malondialdehide (MDA), dan Superokdida dismutase (SOD) dengan kadar kolesterol daging

    dianalisis dengan persamaan regresi atau eksponen menurut Steel dan Torrie (1986).

    HASIL DAN PEMBAHASAN

    Konsumsi Ransum, Kapasitas Antioksidan Ransum dan Bobot Badan

    Konsumsi bahan kering ransum, kapasitas antioksidan ransum dan pertambahan bobot

    badan ditunjukkan pada Tabel 2.9.6. Konsumsi ransum selama penelitian ( 16 minggu) pada

    itik yang mendapatkan ransum A adalah 1,040 kg/ ekor. Pemberian perlakuan B, C, D, E,

    F, dan G dapat mengkonsumsi ransum yang lebih rendah dan berbeda secara nyata (P

  • 23

    sehingga dapat meningkatkan kecernaan ransum, sehingga zat-zat yang dapat diserap akan

    lebih banyak dan kebutuhannya bisa terpenuhi dengan menkonsumsi ransum lebih sedikit.

    Konsumsi ransum sangat dipengaruhi oleh kecukupan kebutuhan energinya telah

    terkecukupi. Hal ini terbukti bahwa pemberian ransum tanpa ubi jalar ungu atau ubi jalar

    ungu terfermentasi menkonsumsi lebih banyak, karena kecernaan ransum , kecernaan energi

    dan kecernaan yang lebih rendah, sehingga harus menkonsumsi ransum yang lebih banyak.

    Hasil penelitian ini sesuai dengan yang dilakukan oleh Yadnya et al., (2012), yang

    melaporkan pemberian ransum ubi jalar ungu terfermentasi menkonsumsi ransum lebih

    efisien daripada pemberian ransum tanpa ubi jalar ungu tanpa fermentasi atau tanpa ubi jalar

    ungu.

    Rataan bobot badan akhir paling tinggi dijumpai pada itik yang mendapatkan ransum

    G yaitu 1,575 kg/ekor dan 8,62% lebih tinggi daripada itik yang mendapatkan ransum A.

    Karena pada pemberian ransum G memiliki kecernaan energi, kecernaan bahan organik,

    kecernaan protein yang lebih tinggi daripada pemberian perlakuan yang lainnya. Kecukupan

    energi dan protein akan sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan Kelebihan energi di atas

    kebutuhan hidup pokok akan digunakan untuk produksi , dalam hal ini berupa kenaikan bobot

    badan. Pemberian ransum yang mengandung ubi jalar ungu mengandung antosianin yang

    berkhasiat sebagai antioksidan dan antibakteri (Hasim dan Yusuf , 2008), sehingga bakeri

    yang bersifat patogen akan berkurang dan zat nutrisi yang dapat diserap akan lebih banyak

    dan akan berpengaruh terhadap produksi atau pertambahan bobot badan.

    Kapasitas antioksidan ransum pada itik diberikan ransum A adalah 868,66 mg/kg

    GAEAC. Pemberian ransum B, C, D, E, F, dan G dapat meningkatkan kapasitas antioksidan

    ransum secara nyata (P

  • 24

    A 1192,5 1550,00 d 10348,26a 868,66 d 355,5 d

    B 1196,6 1600,00 c 10066,36 b 969,45 c 410,27 c

    C 1193,75 1627,50 bc 10061,52 b 1072,98 b 433,75 bc

    D 1194,5 1636,25 ab 9937,2 bc 1113,53 a 441,75 abc

    E 1192,75 1646,25 ab 9948,37 bc 1116,16 a 453,5 ab

    F 1194,25 1653,75 ab 9910,84 c 1117,35 a 459,25 ab

    G 1193,00 1668,75 a 9888,68 c 1151,58 a 474,52 a

    SEM 10,62 46,84 13,75 10,76

    Keterangan : Nilai dengan huruf berbeda pada lajur yang sama , berbeda nyata (P

  • 25

    Bobot

    karkas(gr/ekor)

    955,43 e 991,7c 1043,51c 1073,56 b 1087,07 b 1095,73 b 1142,56a 9,04

    Persentase karkas (%) 61,19 d 63,21 c 64,84 bc 65,76b 66,14b 66,26 b 68,46 a 0,54

    Komposisi fisik

    karkas (gr/100 gr)

    Daging 40,84c 43,73b 43,75b 43,81b 44,45b 45,21b 48,24a 0,75

    Tulang 28,43bc 28,05c 30,12abc 30,26ab 30,78a 29,71abc 28,63abc 0,66 Lemak termasuk kulit 30,72a 28,21b 26,09c 25,92c 25,38c 25,07c 23,11d 0,47

    Keterangan : Superskrip yang berbeda pada baris yang sama adalah berbeda nyata (P

  • 26

    merupakan prekusor pembentukan jaringan pada daging (Soeparno, 2005). Semakin tinggi

    kecernaan protein akan dapat meningkatkan produksi daging .

    Pemberian ubijalar ungu (Ipomoea batatas L) tanpa fermentasi (perlakuan B,C, dan

    D) dan ubi jalar ungu (Ipomoea batatas L) terfermentasi (perlakuan E,F, dan G) dapat

    menurunkan produksi lemak karkas masing-masing 8,17, 15,07, 15,63, 17,78, 18,39, dan

    24,77% (P

  • 27

    menghambat kerja enzim 3 Hidroksi, 3 Metil Glutaril-Ko.A reduktase untuk membentuk

    HMG-Ko.A yang sangat bermanfaat untuk pembentukan kolesterol (Kohlemeier et al., 1997).

    Hal inilah yang menyebabkan total kolesterol darah menurun secara nyata.

    Unsur – unsur lemak dalam darah terdiri atas kolesterol, trigliserida, fosfolipid, dan

    asam lemak bebas. Tiga unsur lemak yang pertama berikatan dengan protein tertentu

    membentuk lipoprotein, sedangkan yang terakhir berikatan dengan albumin. Sebagai

    komponen dari lipoprotein, kadar trigliserida dalam darah sangat tergantung pada komponen

    yang lain. Ketiga membentuk persekutuan yang memungkinkan unsur-unsur lemak tersebut

    larut dalam darah dan diserap dari lumen usus dan dikirim keseluruh jaringan tubuh.

    trigliserrida dibentuk di hati dari lipid atau karbohidrat makanan dan disimpan sebagai lemak

    dibawah kulit dan organ lainnya.

    Kadar trigliserida darah pada itik yang m yang beremperoleh ransum A adalah 182,66

    mg pad ml. Pemberian ramsum B, C, D, E, F, dan G ada kecendrungan lebih rendah, namun

    secara statistik tidak berbeda nyata (P>0,05) dibandingkan dengan pemberian ransum A.

    Penurunan kandungan trigliserida mungkin disebabkan oleh adanya lemak atau kolesterol

    yang diikat oleh zat antioksidan yang sangat terkait dengan konsumsi antioksidan ransum,

    sehingga trigliserida yang dibentuk di dalam hati menurun.

    Tabel.5 Profil Lipida Darah pada itik yang diberikan ransum ubi jalar ungu (Ipomoea

    batatas L) terfermentasi

    Peubah

    Perlakuan

    SEM ) A B C D E F G

    a. Total Kolesterol

    (mg/100ml)

    194,0a 1178,67ab 171,3b 169,67b 164,00a 160,33bc 150,33c 40,64

    b. HDL

    (mg/100ml) ns

    75,67

    79,00

    80,00

    81,33

    81,67 82,00 85,00 3,10

    c. LDL

    (mg/100ml)

    78,67a 73,67a 72,67a 70,00ab 67,67ab 67,33 ab 42,50b 8,61

    d. Trigliserida

    (mg/100ml) ns

    182,66

    141,67 112,67 168,33 117,00 109,00 106,00 27,96

    Keterangan : superskrip yang berbeda pada baris yang sama adalah berbeda secara nyata (P

    0,05), sedangkan pemberian ransum E, F, dan G dapat menurunkan kadar LDL masing –

  • 28

    masing 13,28; 14,41; dan 45,97%(P 0,05).

    Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian yang telah dicoba oleh Sumardika

    dan Jawi (2011), pemberian ekstrak daun ubi jalar ungu dapat menurunkan kadar kolesterol,

    dan LDL darah, serta dapat meningkatkan HDL dan Superoksida Dimustase (SOD) darah

    tikus.

  • 29

    Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pemberian ubi jalar ungu (Ipomoea batatas

    L) terfermentasi dapat menurunkan total kolesterol, dan LDL darah, namun tidak

    berpengaruh terhadap HDL dan trigliserida darah itik

    Profil Antioksidan dan Kolesterol Daging

    Profil antioksidan meliputi kapasitas antioksidan, malon dialdehida (MDA),dan

    superoksidadismutase (SOD) (Prangdimurti et al., 2006).

    Kapasitas oksidan daging pada itik yang mendapatkan ransum A adalah 7807,69 mg/kg

    GAEAC (Tabel 6).Pemberian ransum B, C, D, E, F, dan G dapat meningkatkan kapasitas

    antioksidan daging secara nyata (P

  • 30

    kadar kolesterol, ini berarti tidak terjadinya keseimbangan antara zat antioksidan dengan yang

    dibutuhkan dengan ketersediaanya di dalam tubuh, maka perlu ditambahkan zat antioksidan

    melalui makanan, seperti ubi jalar ungu yang terfermentasi atau vitamin A, vitamin C,

    vitamin E dan mineral Zn atau Se.

    Superoksida dismutase (SOD) daging pada itik yang mendapatkan ransum A adalah

    0,47 µ/kg daging. Pemberian ransum B, C, D, E, F, dan G dapatkan meningkatakan kadar

    SOD daging secara nyata (P

  • 31

    Gambar 1

    Kurva Persamaan Regresi Linier , keterkaitan SOD dengan Kadar Kolesterol daging pada

    pemberian ransum ubi jalar ungu(Ipomoea batatas L) tanpafermentasi

    Keterkaiatan antara kadar SOD dengan kadar kolesterol daging pada pemberian ransum ubi

    jalar ungu (Ipomoea batatas L) terfermentasi tercermin dalam persamaan regresi linier , Y =

    106,3 – 5,7 X, dengan R 2 = 0,6387., yang berarti jika dalam pemberian ubi jalar ungu

    (Ipomoea batatas L) terfermentasi yang berarti setiap penambahan sejumlah X%, maka akan

    terjadi penurunan kolesterol daging sebanyak 5,7 kali X dari nilai 106,3 mg/100 ml. Melihat

    dari nilai R2

    ternyata keterkaitan kandungan kolesterol dengan kadar SOD dalam daging

    yang mendapatkan ubi jalar ungu (Ipomoea batatas L) terfermentasi lebih kuat, serta

    kemampuannya untuk menurunkan kolesterol lebih

    besar, hal ini terlihat dari nilai slop pada pemberian ubi jalar ungu terfermentasi lebih besar

    daripada pemberian ubi jalar ungu tanpa fermentasi.

    Hasil penelitian ini sesuai dengan yang diperoleh oleh Sumardika dan Jawi (2011), yang

    mendapatkan bahwa pemberian ekstrak daun ubi jalar ungu (Ipomoea batatas L) pada tikus

    dapat menurunkan kolesterol, menurunkan LDL dan meningkatkan kadar SOD

    y = -3,137x + 108,5R² = 0,530

    0

    20

    40

    60

    80

    100

    120

    0 5 10 15

    Kad

    ar k

    ole

    ste

    rol D

    agin

    g (m

    g/1

    00 g

    r)

    Kadar Superoksida dismutase(SOD) Daging (mg/kg)

    SOD

    TK

    Linear (SOD)

    Linear (TK)

    Linear (TK)

  • 32

    Gambar 2.

    Persamaan regresi linier , keterkaiatan antara SOD dengan Total kolesterol daging itik

    pada pemberian ransum ubi jalar ungu terfermentasi

    Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pemberian ransum ubi jalar ungu

    (Ipomoea batatas L) terfermentasi Aspergillus niger dapat meningkatkan kapasitas

    antioksidan dan superoksida dismutase (SOD) yarg disertai dengan penurunan total

    kolesterol daging, dan dapat menurunkan kadar malondialdehida (MDA) daging.

    DAFTAR PUSTAKA

    Agarwal,S dan Rao,A.V. 2000. Role of Antioxidant Lycopene in Cancer and Heart Disease

    J.Coll. Nutr.: 19 (5) : 563 -9.

    Alan,C.T., J.Elias., J.J.Kelley.,R.S.C. Lin and I.R.K. Robson. 1976. Influence of certain

    dietary fibers on serum and tissue cholesterol levels in rats. 1976.J.Nutr. 106: 118 -

    123.

    Bidura, I Gst.N.G.2007. Aplikasi produk bioteknologi pakan ternak. Penyunting D.K. Harya

    Putra. Penerbit Universitas Udayana. ISBN 079 – 8286 – 30. 8

    Cakra, I Gst. L.O., D.P.M. A. Candrawati., dan Ni Luh Pt. Sriyani, 2006. Pengaruh

    Pemberian Rumput Laut dalam Ransum Disuplementasi dengan Probiotik terhadap

    Efisiensi Penggunaan Ransum dan Kualitas Kaskas pada Itik Petelur. Laporan

    Penelitian, Fakultas peternakan, universitas Udayana. .

    Clarkson PM,Thomson HS.2000 Antioxidants: What role do they play in physical activity

    and health ? , Am. J. Clin.Nutr.729(Suppl): 637 – 346.

    y = -5,7x + 106,3R² = 0,638

    0

    20

    40

    60

    80

    100

    120

    0 5 10 15

    Kad

    ar k

    ole

    ste

    rol d

    agin

    g (m

    g/1

    00gr

    )

    Kadar Superoksisa dismutase daging (mg/kg)

    SOD

    TK

    Linear (SOD)

    Linear (TK)

    Linear (TK)

  • 33

    Cuchel,M. 1997. Lovastatin Decreases De Novo Cholesterol Synthesis and LDL Apo B-100

    Production Rates in Combined-Hyperlipidemic Males. Journal of Arterioslerosis, and

    Vascular Biology, American Heart Association. 1910-1917.

    .Guntoro,S.2008. Membuat Pakan Ternak dari Limbah Perkebunan. Agromedia ,Jakarta.

    Harper H,A. ,V.W.Rodwell, dan P.A. Mayes.1979. Biokimia( Review ofPhysiological

    Chemistry) diterjemahkan oleh Martin Muliawan, Deisi 17 , Penerbit Buku

    Kedokteran,E,G,C,Jakartap. 360 – 384..

    Hasim,A dan M.Yusuf. 2008. Ubi Jalar Kaya Antosianin, Plihan Pangan Sehat. Sinar Tani

    Edisi 20 – 26 Agustus 2008.

    Jusuf,M.,St.A.Rahayuningsih,dan Erliana Ginting. 2008. Ubi jalar ungu. Warta Penelitian

    dan Pengembangan Pertanian Vol.30,No.4 2008.

    Jawi I M., D. N Suprapta, dan A.A,Ngh. Subawa. 2008. Ubi jalar ungu menurunkan kadar

    MDA dalam darah dan hati mencit setelah aktivitas fisik maksimal. Jurnal Veteriner,

    Juni 2008, ISSN:1411-8327,Vol.9 No.2 : 65 – 72.

    Kumalaningsih,S. 2008. Antioksidan superoksida dismutase (SOD). Antioxidant.

    centre.Com. Http : // antioxidant centre,com (10 januari 2008).

    Mazur,A and B.Harrow. 1971. Textbook of Biochemistry. 10th edition. WB Saunders

    Company, Philadelphia London,Toronto, Toppan Company.Limited, Tokyo,Japan.p.

    335 – 373.

    Murray,R.K., D.I. Granner., V.W.Rodwell. 2009 .Biokimia Haper. Cetakan 1, Pnerbit Buku

    Kedokteran , EGC, Jakarta. p. 226 – 238. p. 164 – 178.

    Okawa,M.,J.Kinjo,T.Nohara,and M.Ono.2001. DPPH(1,1 – Diphenyl-2- Picrylhydrozyl0

    Radical Seavensing Activity of Flavonoid Obtained from Some Medicinal Plants,

    Biok. Pharm.Bull.24(10): 1202 -1205.

    Prangdimurti, Endang., Muchtadi., Deddy., Astawan, Made., Zakarin, Fransiska R. 2006.

    Kapasitas Antioksidan dan Hipokolesterolemik Ekstrak Daun Suji

    http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/42306.

    Purba,M1,E.B.Laconi

    2,P.P.Keteren

    1,C.H.Wijaya

    2danP.S.Hardjosworo

    2Balai Penelitian

    Ternak,POBox 221, Bogor 16002,2 Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor,

    Jl.Rasamale Darmaga Bogor3

    Fakultas Teknologi Peternakan, Institut Pertanian

    Bogor, Darmaga, Bogor

    Qualiyah ,A.2006. Mekanisme Kerja Antioksidan. http ; //astaqauliyah.com/tag/flavonoid/.

    Diakses: 17/01/2009, 11: 34. .

    Ratih. 2012. Manfaat dibalik ubi Jalar Ungu. Blog. Konsultasi Gizi com/info/manfaat-di-

    balik-ubi-jalar-ungu.html.

    Rukmana,H. 1997. Ubi Kayu. Budi Daya dan Pascapanen . Penerbit

    Kanisius.

    Rukmiasih1, P.S. Hardjosworo

    1,P.P. Keteren

    2 dan P.R. Matitaputty

    3. 2011.Penggunaan

    beluntas, vitamin C dan E sebagai Antioksidan untuk Menurunkan off-odor Daging

  • 34

    Itik Alabio dan Cihateup. 1

    Departemen Ilmu dan Teknologi Peternakan Institut

    Pertanian Bogor, Bogor. 2 Balai Penelitian Ternak ,POBox,21, Bogor, 16002.

    3 Balai

    Pengkajian Teknologi Peternakan Maluku, Ambon.

    Scott,M.L.,M.C.Neisheim and R.J.Young.1982. Nutrition of The Chicken. 2 nd

    Ed.

    Publishing by:M.L,Scott and Assoc. Ithaca,New York.

    Steel,R.G.D dan J.H.Torrie.1989. Prinsip dan Prosedur Statistika. suatu pendekatan

    biometrik. Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

    Soeparno. Ilmu dan Teknologi Daging. .2005. Cetakan ke-4., Gadjah Mada University Press,

    Yogyakarta.

    Suprapta,D.Ngh., A.A.Ngh.Subawa dan Jawi,IM..2008. Ubi Jalar ungu Menurunkan Kadar

    MDA dalam darah dan hati mencit setelah aktivitas fisik maksimal .Jurnal Veteriner

    juni 2008. ISSN : 1411 -8327. Vol.9 No.2 : 65 -72.

    Sumardika ,IW. dan I M. Jawi.2010. Pengaruh pemberian ekstrak daun ubi jalar ungu

    (Ipomoea batatas L) terhadap profil lipida dan Superoxide dismutasepada (SOD)

    serum darah mencit.Laporan Penelitian Laboratorium Parmakology Fakultas

    Kedokteran, Universitas Udayana.

    Suprapta DN.,M,Antara.,M,Sudana., AS ,Duaji, dan M.Sudarma.2004. Kajian aspek

    pembibitan, budidaya dan pemanfaatan umbi-umbian sebagai sumber pangan alternatif

    .Laporan Hasil Penelitian. Kerjasama BAPEDA Provinsi Bali dengan Fakultas

    Pertanian UNUD.

    Suwiti, Ni K. 2008. Identifikasi Daging Sapi Bali dengan Metode Histologis. Laboratorium

    Histologi, Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Udayana, Denpasar.

    Thannical VJ, BL Fanburg.2000. Reactive oxygen species in cell signaling. Am J.Physiol

    Lung Cell Mol Physiol,279: 1005 – 1028.

    Tillman,A.D.,H.Hartadi,R, Soedomo,P.Soeharto dan L.Soekanto.1998.Ilmu Makanan Ternak

    Dasar. Cetakan ke-6. Gadjah Mada University Press,Yogyakarta.

    USDA, 1977. Poultry Grading Mannal. US.Goverment Publising Office, washington,DC.

    .

    Wainwright.M. 1992. An Introduction to Fungal Biotechnology. Department of Molecular

    Biology and Biotechnology University of Sheffield,UK. John Wiley & Sons,

    Chichester-New York, Brisbane, Toronto, Singapore..

    Wirahadikusumah, M. 1985.Biokimia : Metabolisme Energi, Karbohidrat, dan lipid.Pnerbit

    itb bandung.p.119 – 178.

    Yadnya,T.G.B. and A.A.A. Sri Trisnadewi. 2011. Improving The Nutrition of Purple Sweet

    Potato (Ipomoea batas L) Through Biofermentation of aspergillus niger as Feed

    Substance Containing Antioxidants. Proceedings 3rd

    International Conference on

    Biosciences and Biotechnology , Maintaining World Prosperity Through Biosciences,

    Biotechnology and Revegetation. Bali, september 21st – 22

    nd,2011.

  • 35

    Yadnya,T.G.B., I.B.G. Partama dan A.A.A.S. Trisnadewi, 2012.Pengaruh Pemberian ransum

    Ubi Jalar Ungu (Ipomoea batatas L) Terfermentasi aspergillus niger terhadap

    Kecernaan Ransum, Retensi Protein dan Pertambahan Bobot Badan pada Itik Bali.

    Prosiding seminar FAI 2012 ISBN : 978 – 18810 – 0 – 2, universitas Mercu Buana,

    Yogyakarta.

  • 36

    Efforts for the Meat Quality of Bali Ducks through offering Purple Sweet Potato

    (Ipomoea batatas L) fermented Aspergillus niger in Diets

    Tjokorda Gede Belawa Yadnya, Ida Bagus Sudana, I Gede Mahardika and I M. Mastika

    Department of Animal Nutrition, Faculty of Animal Science, Udayana University, Denpasar,

    Bali

    [email protected]

    ABSTRACT

    An experiment was carried out to determine efforts for improving meat quality of Bali

    ducks through offering purple sweet potato (Ipomea batatas L) fermented by Aspergillus niger.

    In diets. The experiment was designed using a completely randomized design(CRDD with seven

    treatment consisted of: (A) diet without purple sweet potato; (B) diet containing 10% purple

    sweet potatoes without fermentation; (C) diet containing 20% purple sweet potatoes without

    fermentation; (D) diet containing 30% purple sweet potatoes without fermentation; (E) diet

    containing 10% fermented purple sweet potatoes; (F) diet containing 20% fermented purple

    sweet potatoes; and (G) diet containing 30% fermented purple sweet potatoes. Each treatment

    consists of four ducks with homogenous age and body weight. The variables observed were

    physical meat quality (meat colour, water holding capacity, and cooking loss), chemical meat

    quality (water concentration, protein, and fat), and meat characteristics (colour, flavor, and

    texture). The study showed that diet containing 10% up to 30% with or without fermentation

    could increase physical meat quality (P0.05). However, pH meat did not affect

    compared to the treatment in A diet. Ducks fed with or without fermented purple sweet potato

    diets (Ipomea batatas L) will produce a better texture of meat, characterized by wider

    endomisium and perimisium with offered of purple sweet potato (Ipomea batatas L) diets is

    better than A diet. It can be concluded that offered of fermented purple sweet potato (Ipomea

    batatas L) diets could increase meat quality of Bali ducks..

    Keywords: fermented purple sweet potato (Ipomea batatas L), meat quality, chemical meat

    quality, organoleptic, and bali ducks

  • 37

    INTRODUCTION

    Duck is a source of animal protein which support society needs, but putrid smell,

    greasy and tough meat will be produced when ducks get older (Setyawardani et al., 2001).

    These problems can be revealed with fermented purple sweet potato in diets. Yadnya and

    Trisnadewi (2011) conveyed that fermented purple sweet potato (Ipomea batatas L) could

    increase nutrients containing 3.97% to 3.97% of protein content, 0.69% to 0.31% of fat,

    4.53% to 2.99% crude fiber, especially tannin and cellulose content could significantly

    decrease (P

  • 38

    carried out i.e. adding antioxidant. Ducks will produce more collagen tissues which could

    cause tough meat when they are getting older. Thus, additional of antioxidants in diets is

    essential to inhibit biosynthesis of collagen tissue (Boniface et al., 1982). In order to

    determine its histology of meat structure related with meat tenderness, so diameter of

    collagen fiber tissues, endomisium, perimisium, and meatepimisium are needed to be

    examined.

    Based on the above descriptions, the research were carried out entitled: “Efforts for

    improving the meat quality of Bali ducksthrough offering purple sweet potato (Ipomea

    batatas L) fermented by Aspergillus niger in Diets”.

    MATERIAL AND METHODS

    Place and Period of Experiment

    The experiment was conducted for 16 weeks at Guwang village, Gianyar regency,

    Bali. While the determination of meat physical and meat organoleptic quality was conducted

    in Laboratory of Animal Result Technology , Faculty of Animal Husbandry,Udayana

    University. for 4 weeks. Meat chemical quality was conducted for 4 weeks in the Laboratory

    of Animal Nutrition Feed, Faculty of Animal Husbandyr, and meat structural with histology

    method was conducted for 2 weeks in Laboratory of Histology, Departement of Large Hall

    Vetenary, Pegok , Denpasar, Bali.

    Materials and Equipment

    This research was using 16 weeks of age male Bali ducks owned by I Wayan Pegeg,

    at Guwang village in which duck breeders obtained from Bringkit, Badung regency.

    Tubers of purple sweet potatoes (Ipomea batatas L) obtained at Banyuwangi, whereas

    Aspergillus niger from the Institute of Agriculture Technology (BPTP), Denpasar.

    The diets composed were based on nutrient content which recommended in Scott et

    al. (1982) using yellow corn, coconut meal, soybean, purple sweet potato, premix, and NaCl.

    Meanwhile, analysis of nutrient contents in purple sweet potatoes based on Yadnya and

    Trisnadewi (2011). Materials and composition were presented in Table 1 and Table 2. Diets

    and water were fed in ad libitum with source of water taken from the local drinking water

    firm (PDAM).

    This study was using birds and treatments in a completely randomized design. The

    treatments were (A) control treatment; (B) diet containing 10% purple sweet potatoes; (C)

    diet containing 20% purple sweet potatoes; (D) diet containing 30% purple sweet potatoes

  • 39

    without fermentation; (E) diet containing 10% fermented purple sweet potatoes; (F) diet

    containing 20% fermented purple sweet potatoes; and (G) diet containing 30% fermented

    purple sweet potatoes. Each treatment consists of four replications with four ducks per

    replications.

    Table 1.

    Feed Composition of ducks (16- 32 weeks of age)

    Inggredients

    (%)

    Treatment 1)

    A B C D E F G

    Yellow corn 55,36 49,98 42,32 35,5 49,98 42,32 37,20

    Soybean 9,37 12,45 13,88 15,40 12,45 13.88 15,40

    Coconut meal 11,31 9,82 7,28 3,06 9,82 7,28 3,06

    Fish meal 10,13 8,10 10,29 11,14 8,10 8,29 8,14

    Rice bran 13,26 9,00 5,56 4,25 9,00 7,58 5,25

    Coconut oil 1.00 - 0,50 1.00 - 1.00 1.00

    Premix 0,50 0,50 0,50 0,50 0,50 0,50 0,50

    NaCl 0,15 0,15 0,15 0,50 0,15 0,15 0,15

    Table.2

    Chemical Composition of Ducks (16 – 32 weeks of age)

    Nutrient

    Treatment 1)

    ___________________________________________________________________________________ A B C D E F G

    Standard 2)

    Metabolic Energy

    (Kcal/kg)

    2907.07 2878,2 2904.93 2814,0 2886,1 2912.25 2905.2 2800 - 2900

    Crude Protein (%) 17.03 16,68 17,18 16,97 16,67 17.01 16.99 15 - 17

    Ether Extract (%) 5,75 5,92 5,61 5,38 5,85 5,84 5,17 4 – 7

    Crude Fiber (%) 4,56 4,42 4,20 4,00 4,36 4,23 4,0 4 – 7 Calsium (%) 1,00 0,94 0,97 0,96 0,94 0,92 0,91 0,80

    Phosphor available

    (%)

    0,60 0,50 0,50 0,50 0,51 0,50 0,50 0,70

    Methionine(%) +

    Cystine (%)

    0,82 0,86 0,87 0,90 0,80 0,85 0,86 0,55

    Lysine (%) 1,37 1,35 1,41 1,43 1,34 1,28 1,34 0,80

    Methionine (%) 0,52 0,56 0,59 0,71 0,57 0,61 0,65 0,30

    Note:1) A : Control treatment ( without purple sweet potato ), B : diet containing 10,0 % purple sweet potatoes, C: diet containing 20,0 % purple sweet potatoes, D : diet containing 30,0 % purple sweet potatoes,

    E: diet containing 10,0 % fermented purple sweet potatoes, F : diet contain 20,0 % fermented purple sweet

    potatoes, and G : diet containing 30,0 % fermented purple sweet potatoes 2) Scott et al.(1982)

    Variable Measurement

    The variables were measured as follows:

    1. Observation of physical meat quality was based on USDA (1977); meat cooking loss

    measured with heat method (Soeparno, 2005); water holding capacity (WHC) measured

  • 40

    with Centripuge Clement 2000 (Soe[parno,2005) and meat texture method measured with

    histology method (Luna, 1968).

    2. Chemical meat quality was observing water concentration with heat method (AOAC,

    1979); acidity (pH) determined with standard of pH-meter method (Apryantono et al.,

    1989); protein concentration based on Kjedhal (AOAC, 1979); Ether extract measured

    with extraxy soxhlet method (AOAC, 1979).

    3. Organoleptic meat quality observation was based on subjective method (Larmond, 1977).

    Statistical Analysis Method

    Data collected was analyzed statistically using variance analysis. The analysis will be

    continued by using Duncan’s multiple range tests to compare two treatment means in case

    statistical differences were found (Steel and Torrie, 1989).

    RESULT AND DISCUSSION

    Characteristic of Physical Meat Quality

    The variables of physical meat quality characteristic observed were colour, cooking

    loss, and water holding capacity. The observation was conducted at the end of the

    experiment. Meat colour was determined by using USDA chard (1977). The study showed

    that meat colour in control treatment (A) was 3.33 (see in Table. 3). The score of meat colour

    in treatment B, C, D, E, F, and G were significantly increased compared to control treatment

    (P

  • 41

    Note: 1)

    Treatment A : control treatment (without purple sweet potato); diet containing 10%, 20%, and 30% purple sweet potatoes without fermentation (B, C and D treatments); diet containing 10%, 20% dan

    30% fermented purple sweet potatoes (E, F, and G treatments). 2).Different superscript on the same row is significant differences (P0.05). However, water holding capacity

    (WHC) in treatment C, D, E, F, and G could increase as of: 2.92; 3.96; 5.67; 6.71; and 8.05

    compared to treatment A. WHC effected meat containing protein and pH (Soeparno, 2005).

    Increase of WHC could apply water to meat which causes an increase of protein, so it could

    also improve WHC. Meat has its capability to bring water molecule, depend on the amount of

    protein activity (Purnomo and Palaga, 1989). Cooking loss (CL) of duck meat score with

    control treatment was 33.84% (see in Table 3.). Those offered with treatment B did not affect

    CL of duck meat,

    whereas with C, D, E, F, and G treatments could decrease CL of duck meat.

    Apparently, this is due to decrease of meat fat content. Cooking loss could be measured when

    there was decrease of WHC value. Lawrie (1995) conveyed that high cooking loss could

    produce more nutrients leak during the process of boiling.

    Connective tissues composed around the muscles that contained perimisium. The

    perimisium is located between fasikuli, whereas endomesium surrounding muscle cells or

    muscle fibers. Fibers of each tissue, consists of: collagen fibers, very small endomisium

    called reticulate.

    In figure 1, histology structure of Bali duck meat musculus pectoralis profundus on

    longitudinal skeletal fibers microscope observation with 400x magnification. The

    endomesium of ducks meat implemented in A diet was 8.77 (see in Table 3). There were no

    effect found in the implementation of diets B and C (P>0.05), whereas within diets D, E, F,

    and G could significantly increase endomesium meat. The increase of endomesium meat

    might be caused by capacity content of antioxidant meat, so connective of meat fibers could

    easily loosen (see in attachment 1). Robert et al. (1979) reported that implementation of

    bilberry as antisianin source

  • 42

    Figure 1.1 Histology A Figure 1.2 Histology B

    Figure 1.3 Histology C Figure 1.4 Histology D

    Figure 1.5 Histology E Figure 1.6 Histology F

    Figure 1.7 Histology G

    Figure 1. Meat Texture with Histology Method

    (A) Perimesium, (B) Endomesium

    A B

    B

    A

    B

    B

    A B

    B

    A

    B

    B

    A B

    B

    A

    B A

    B

  • 43

    could inhibit proteolytic enzymes such as elastase. It has a bound with collagen metabolism,

    particularly a cross bound on collagen fibers, and could reduce biosynthesis of collagen

    polymer (Boniface et al., 1982).

    Perimisium of ducks meat in treatment A was 25.23µm (Table 3). There were no significant

    differences found in treatment B (P>0.05), whereas higher perimesium of meat were

    significantly (P< 0.05) found in C, D, E, F, and G treatments compared to treatment A.

    Easing that occurred on perimisium and endomisium due to the antioxidant capacity of the larger

    meat, followed by an increase in superoxide dismutase (SOD) meat . Endomisium magnitude and

    perimisium meat is determined by the species is, breed, and sex (Cacaci, 2007). Skeletal muscle fibers

    can have a diameter big size or longer because it is determined an increase in the amount of

    myofibril - myofibril constituent (Lawrie, 1995).

    Organoleptic and Chemical Meat Qualities

    The score of meat colour in treatment A was 5.40 (see in table 4). However, score of meat

    colour in B, C, D, E, and G treatments were significantly higher as of: 2.20; 4.25; 5.0; 5.37;

    5.55; and 8.15% (P

  • 44

    determined by its smell, taste, and flavor. Antioxidants in diets fermented sweet purple

    potatoes could reduce oxidation by free radicals. In that case, less saturated fatty acids are

    oxidized could reduce off-odor intensity.

    The score of duck meat texture in treatment A was 5.47 (see in table 4). Mean while,

    ducks obtained B, C, and D diets achieved a better score but not significantly different

    (P>0.05), whereas diets in treatment E, F, and G could improve the meat texture, i.e. 5.12;

    5.26; and 6.03%, respectively (P0.05), whereas diets in treatment E, F, and G could improve the meat texture, i.e. 5.12;

    5.26; and 6.03%, respectively (P

  • 45

    Table 4.

    Bali ducks meat quality implemented with diet containing fermented purple sweet potato

    (Ipomoea batatas L)

    Variable

    Perlakuan

    SEM A B C D E F G

    1. organoleptic quality

    Colour 5,40e 5,52d 5,63 c 5,67 bc 5,69 bc 5,74 b 5,84 a 0,02

    Smell 5,40d 5,64c 5,67 bc 5,74abc 5,76abc 5,80ab 5,85a 0,04

    Taste 5,02c 5,51b 5,60 ab 5,64ab 5,66ab 5,7ab 5,78 a 0,08

    Total Texture 5,47c 5,37f

    5,58 bc

    5,49 e 5,66 abc

    5,55 d 5,72 abc

    5,59 cd 5,75ab 5,62 bc

    5,77ab 5,67ab

    5,86 a

    5,69a 0,08 0,02

    2.Chemical Meat

    Quality

    Water (%) 56,26 a 56,31a 56,24a 56,27a 56,36a 56,51a 56,38a 0,09

    Protein (%) 29,41d 31,44c 31,71bc 31,73bc 32,41ab 32,56ab 32,73a 0,24

    Fat (%) 12,17a 11,11bc 11,02bc 11,46b 10,74c 10,69c 10,62c 0,22

    pH 5,52a 5,54a 5,63a 5.65a 5,49a 5,60a 5,60a 0,04

    Note:

    1) Diet without purple sweet potato (treatment A); diet containing 10% without fermented purple sweet potatoes (treatment B); diet containing 20% without fermented purple sweet potatoes (treatment C);

    and diet containing 30% without fermented purple sweet potatoes (treatment D); diet containing 10%

    fermented purple sweet potatoes (treatment E); diet containing 20% fermented purple sweet potatoes

    (treatment F); and diet containing 30% fermented purple sweet potatoes (treatment G).

    2) Different superscript in the same rows indicate significant differences (P0.05).

    pH duck meat in diet A was 5.62 (see in table 4), whereas in B, C, D, E, F and G

    treatments did not affect on pH duck meat compared to treatment A (P>0.0%). pH meat

    alteration is caused by glycogen muscle reserve, it might be similar to ph score. This is due to

    water content of meat score nearly similar, so the number of H+ ion of meat is equal because

    pH = -Log H+ (Winarno, 1986), so the result of pH is equal. This result of study obtained

    pH meat in normal range: pH5.49 – 5.65 as the same condition found by Soeparno (2005).

    Protein content of duck meat in treatment A was 29.41% (see in table 4). Meanwhile,

    in B, C, D, E, F and G treatments could increase protein content as of: 6.90; 7.82; 7.88;

    10.20; 11.05; and 11.08% compared to A treatment (P

  • 46

    Fat content of ducks meat in diet A was 12.17% (see in table 4), whereas in B, C, D,

    E, F and G treatments significantly produced lower meat fat content compared to treatment

    A. The decrease of meat fat content caused by antioxidants contain in purple sweet potatoes

    which could inhibit oxidation by free radicals (Ischida et al.2000). Then, fat will be bound by

    antioxidants and some of them are excreted in feces, so fat absorbed will decrease and affect

    the decrease meat of fat content. Yadnya et al.(2012) reported the implementation of

    Syzygium polyanthum walp as antioxidant source could increase meat protein content and

    reduce fat. In addition, antioxidant could significantly increase protein digestible in the body

    and meat protein content.

    CONCLUSION

    Based on this study, it can be concluded as follows:

    1. Diet containing 30% fermented purple sweet potatoes could improve physical quality

    of meat, especially the increase of colour, water holding capacity, endomisium, and

    perimisium. However, it could decrease the cooking loss.

    2. Diet containing 30% fermented purple sweet potatoes could improve chemical and

    organoleptic qualities of Bali duck meat.

    ACKNOWLEDGEMENT

    The author would like thank to the Directorate General of Higher Education,

    National Education Ministry which provided financial support year 2011, so that the

    research could be conducted.

    REFERENCES

    Apriryantono,A; D.Fardiaz; Ni L.Puspitasari; Sedarnawati; dan S.Budiyanto.1989. Petunjuk Laboratorium Analisis Pangan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan ,

    Direktorat Pendidikan Tinggi , Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi Institut Pertanian Bogor.

    Association Of Official Analytical Chemist A.O.A.C).1980. Official Method of Analysis. 13 th. Ed. Washington.DC.

    Boniface,R., Miskulin., Robert L., Robert,M. 1982. Pharmacological properties at Myrtilks Anthocyanosides, Correlation with Results of Trearment of Diabetic, Microangioparthy. m= Faras L. Gabor M, Kallay F, Waguer H, Editors. Flavonoids and Bioflanoids, 1981 Amterdam Elsever, 1982: 293 – 301

  • 47

    Ptik Feriana, D. 2006. Sifat Organoleptik Daging dan Sosis dari Itik yang Mendapat Tepung Daun Beluntas (Pluchea indica L) dalam Pakan . Skripsi. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

    Gray,J.I.,E.A.Gomaa and and D.J. Buckley, 1996. Oxidative quality and shelf life of meats, Meat Sci. 43 : S111 – S123.

    Hasim,A dan M.Yusuf. 2008. Ubi Jalar Kaya Antosianin, Plihan Pangan Sehat. Sinar Tani Edisi 20 – 26 Agustus 2008.

    Hustany,R. 2001. Identifikasi dan Karakteristik komponen Off-odor pada daging Itik .Skripsi.

    Fakultas Pascasarjana, Institut Pertanian bogor, Bogor.

    Ishida,H.H.Suzuno., N.Sgiyama., S. Innami., T.Tadokoro., A.Maekawa. 2000. Nutritive Evaluation on Chemical Components of Leaves, Stalks and Stems of Sweet Potatoes (Ipomoea batatas poir. J. Food Chemistry, 68 : 359 – 367.

    Jusuf,M.,St.A.Rahayuningsih,dan Erliana Ginting. 2008. Ubi jalar ungu. Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian Vol.30,No.4 2008.

    Kumalaningsih,S. 2008. Antioksidan superoksida dismutase (SOD). Antioxidant.

    centre.Com. Http : // antioxidant centre,com (10 januari 2008).

    Larmond,E.1977. Laboratory Method for Sensory Evaluation of Food, Research Branch Canada , Departement of Agriculture.

    Lawrie, R.A. 1995. Meat Science. Pergamon Press, Oxford, London, Edinburgh , New York, Tonroto, Paris, Braunschweig. .

    Muchtadi. 1992. enzim dalam Pangan. Depdikbud. Dikti.Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi , IPB, Bogor

    Purnomo,H dan M.C. Palaga. 1989. Ilmu Daging. Penerbit Universitas Brawijaya, Malang

    Randa,S.Y. 2007. Bau daging dan Performans Itik Akibat Pengaruh Perbedaa galur dan Jenis Lemak serta kombinasi komposisi Antioksidan (Vitamin A, C dan E) dalam Pakan. Disertasi. Fakultas Pascajana, Instutut Pertanian Bogor, Bogor.

    Ratih. 2010. Manfaat dibalik ubi Jalar Ungu. Blog. Konsultasi Gizi com/info/manfaat-di-balik-ubi-jalar-ungu.html.

    Robert.M., Muskulin,M., Godean,G. Tisier,J.M. 1979. Action of Anthocyanosides on The Permeablity of Blood Brain Barries. Robert,L(Editor) Fronther of Matrix Biology.

    Volume 7, Bael-Koger,1979, 336 – 49, thought Chem. Abstr. 1979,91 : 190464d.

    Ronald L,Prior and Xianli Wu. 2003. Anthocyanin absorption and metabolism from berries in Humans and animal models. USDA,ARS, Arkansas Children’S, Nutrition Center, Little Rock, AR 72202.

    Rukmiasih1, P.S. Hardjosworo1,P.P. Keteren2 dan P.R. Matitaputty3. 2011.Penggunaan beluntas, vitamin C dan E sebagai Antioksidan untuk Menurunkan off-odor Daging Itik Alabio dan Cihateup. 1 Departemen Ilmu dan Teknologi Peternakan Institut Pertanian Bogor, Bogor. 2 Balai Penelitian Ternak ,POBox,21, Bogor, 16002. 3 Balai Pengkajian Teknologi Peternakan Maluku, Ambon.

    Setyawardani,T, D. Ningsih., D.Fernando., dan Arcarwah. 2001. Pengaruh pemberian ekstrak buah nanas, dan pepaya tewrhadap kualitas daging itik petelur afkir. Buletin

  • 48

    Peternakan, Ditewrbitkan oleh Fakultas Peternakan Univ. Gadjah

    Mada,Yogyakarta. ISSN. 0126-4400, Edisi Tambahan, Desember 2001

    Scott,M.L.,M.C.Neisheim and R.J.Young.1982. Nutrition of The Chicken. 2 nd Ed. Publishing by:M.L,Scott and Assoc. Ithaca,New York.

    Steel,R.G.D dan J.H.Torrie.1989. Prinsip dan Prosedur Statistika. suatu pendekatan biometrik. Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

    Soeparno. Ilmu dan Teknologi Daging. .2005. Cetakan ke-4., Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

    Srigandono,B. 1997. Produksi Unggas Air. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

    magister ilmu Biomedik, Program Pasca Sarjana, Universitas Diponogoro, Semarang.

    Sutji,N,N dan I W. Sulandra. 1`994. Pengaruh Pemberian batang pisang dalam ransum terhadap penampilan ternak babi. Laporan Penelitian, Fakultas Peternakan , universitas Udayana, Denpasar, Bali.

    Suwiti, Ni K. 2008. Identifikasi Daging Sapi Bali dengan Metode Histologis. Laboratorium Histologi, Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Udayana, Denpasar.

    Tillman,A.D.,H.Hartadi,R, Soedomo,P.Soeharto dan L.Soekanto.1998.Ilmu Makanan Ternak Dasar. Cetakan ke-6. Gadjah Mada University Press,Yogyakarta.

    USDA, 1977. Poultry Grading Mannal. US.Goverment Publising Office, washington,DC.

    Wainwright.M. 1992. An Introduction to Fungal Biotechnology. Department of Molecular Biology and Biotechnology University of Sheffield,UK. John Wiley & Sons, Chichester-New York, Brisbane, Toronto, Singapore.

    Winarno, F.G. 1986. Kimia Pangan dan Gizi. Cetakan kedua, Gramedia, Jakarta.

    Witariadi,NiM., Ni Gst, Roni., DPMA.Candrawati, dan A.A.A.Sri Trisnadewi. 2012. Kualitas Karkas Itik Bali, Umur 23 Minggu yang Diberikan Ransum umbi Ubi Jalar Ungu (Ipomoea batatas L) yang Terbiofermentasi. Laporan Penelitian, Fakultas

    Peternakan, Universitas Udayana.

    Yadnya,T.G.B. 2009. Upaya penurunan kadar kolesterol dalam daging dan darah melalui pemberian daun kapu-kapu (Pistia stratiotes L) dalam ransum ayam buras. Prosiding Seminar Nasional, Keamanan Pangan,Fapet,Univ.Brawijaya,Malang,14 Januari 2009.

    Yadnya,T.G.B. and A.A.A. Sri Trisnadewi. 2011. Improving The Nutrition of Purple Sweet Potato (Ipomoea batatas L) through Biofermentation of Aspergillus niger as Feed Substance Containing Antioxidants. Proceedings 3rd International Conference on Biosciences and Biotechnology , Maintaining World Prosperity Through Biosciences, Biotechnology and Revegetation. Bali, september 21st – 22nd,2011.

    Yadnya,T.G.B., I.B.G. Partama dan A.A.A.S. Trisnadewi, 2012.Pengaruh Pemberian ransum Ubi Jalar Ungu (Ipomoea batatas L) Terfermentasi aspergillus niger terhadap Kecernaan Ransum, Retensi Protein dan Pertambahan Bobot Badan pada Itik Bali. Prosiding seminar FAI 2012 ISBN : 978 – 18810 – 0 – 2, universitas Mercu Buana, Yogyakarta.

    Yadnya, T.G.B., Ni M.Witariadi, Ni Gst.K.Roni., DPMA, Candrawati dan A.A.A. Sri Trisnadewi. 2012. Pengaruh Pemberian Daun Salam , Daun Pepaya, atau daun

  • 49

    Katuk dalam Ransum yang disuplementasi Starpig terhadap Kualitas Daging Itik Bali Afkir. Makalah Seminar Nasional, Tanaman Tropika, Fapet,Unud

    Yuliana,Neti. 2007. Profil Fermentasi yang dibuat dari Ikan Teri . Fakultas teknologi Hasil Pertanian, Universitas Lampung, Bandar Lampung.

    .

  • 50

    PENGARUH PEMBERIAN RANSUM UBI JALAR UNGU

    (Ipomoea batatas)TERFERMENTASI Aspergillus niger

    TERHADAP KECERNAAN RANSUM, RETENSI PROTEIN,

    DAN PERTAMBAHAN BOBOT BADAN PADA ITIK BALI

    (THE EFFECT OF PURPLE SWEET POTATO (Ipomoea batatas) FERMENTED BY Aspergillus niger TO THE RATION DIGESTIBILITY, PROTEIN RETENTION, AND

    WEIGHT GAIN OF BALI DUCK )

    Tjokorda Gede Belawa Yadnya, Ida Bagus Gaga Partama, dan

    A.A.A. Sri Trisnadewi

    Fakultas Peternakan, Universitas Udayana, Denpasar Bali.

    ABSTRACT

    The experiment was aimed to study the effect of purple sweet potato (Ipomoea

    batatas) fermented by Aspergillus niger to the ration digestibility, protein retention, and

    weight gain of bali duck. The experiment used a completely randomized design (CRD) with

    three treatments, each treatment consist of four replicates and each replication consist of five

    bali ducks with same age and weight. The three treatments were ration without purple sweet

    potato (treatment A), 10% purple sweet potato without fermentation (treatment B) and 10%

    purple sweet potato with fermentation. Variable observed were dry matter, organic matter,

    protein, and crude fiber digestibility, protein retention, and weight gain. From the experiment

    it can be concluded that ration with 10% purple sweet potato fermentation give the best result

    in the ration digestibility, protein retention and weight gain.

    Keyword: purple sweet potato (Ipomoea batatas), Aspergillus niger, ration digestibility,

    protein retention, weight gain

    PENDAHULUAN

    Ubi jalar (Ipomoea batatas L)

    merupakan salah satu komoditas tanaman

    pangan yang dapat tumbuh diseluruh

    Indonesia. .Ubi jalar merupakan sumber

    karbohidrat non beras tertinggi keempat

    setelah beras, jagung, dan ubi kayu, serta

    mampu meningkatkan ketersediaan pangan

    dan diversifikasi pangan di dalam

    masyarakat. Sebagai sumber pangan,

    tanaman ini mengandung energi, β-karoten,

    vitamin C, niacin, riboflavin, thiamin, dan

    mineral. Oleh karena itu, komoditas ini

    memiliki peran penting, baik dalam

    penyediaan bahan pangan, dan bahan baku

    industri maupun pakan ternak(Ambarsari et

    al.,2009).

  • 51

    Produktivitas ubi jalar selain ditentukan

    oleh faktor lingkungan tumbuh juga

    dipengaruhi oleh kemampuan adaptasi

    varietas terhadap lingkungan(Trisnawati et

    al, 2005). Diantara jenis ubi jalar yang ada

    putih, kuning dan ungu, umbi jalar ungu

    mempunyai kandungan zat kimia yang

    paling khas. Menurut Susilawati dan

    Medikasari (2008) mendapatkan bahwa

    tepung ubi jalar ungu mengandung protein,

    serat, dan lemak adalah 2,79%; 4,72%; 0.81

    %. sedangkan pada umbi ubi jalar ungu

    mengandung komposisi kimia pada kadar

    vitamin C adalah 17,13%, ptotein dan serat

    kasar adalah 17,13% dan 1,64% dan

    8,61%. (Trisnawati et al, 2005).

    Untuk meningkatkan kandungan zat

    nutrisi ubi jalar ungu dapat dilakukan

    dengan kapang dan amoniasi ( Wydianto et

    al., 1995)., diataranya dengan Aspergillus

    niger dan urea. Aspergillus niger

    menghasilkan enzim selulase,glukoamilase.

    pektin liase, dan alfa –amilase yang dapat

    mendegradasi serat kasar sehingga

    mengahasilkan gula sederhana ,dan urea

    sebagai sumber gugus amino,dengan

    adanya deaminasi dan transaminasi

    ,sehingga terbentuklah protein., sehingga

    dapat meningkatkan kadar protein pada

    bahan yang difermentasi dengan

    Aspergillus niger.(Muchtadi, 1992).

    Adanya enzim-enzim dalam

    Aspergillus niger diharapkan dapat

    meningkatkan kecernaan protein, sehingga

    retensi protein menjadi meningkat yang

    disertai dengan peningkatan pada retensi

    protein dan bobot badan.

    Palinka (2011) melaporkan bahwa

    fermentasi lumpur sawit dengan Aspergillus

    niger dapat menigkatkan protein kasar dari

    penurunan kadar serat kasar dari 16,3%

    menjadi 13,8%. Lebih lanjut telah dicoba

    pemberian lumpur sawit fermentasi (LSF)

    dengan aras 0; 5%; 10%; dan 15%

    menunjukkan bahwa terjadi peningkatan

    konversi ransum, dan terjadi peningkatan

    konsumsi bahan kering secara nyata pada

    ayam broiler. Roeswandy (2006)

    melaporkan bahwa pemanfaatan lumpur

    sait fermentasi Aspergillus niger dalam

  • 52

    ransum pada tingkat 0%;10%;20%;30%

    ,ternyata tidak berpengaruh terhadap bobot

    potong, bobot karkas, dan persentase

    karkas, sedangkan pada lemak abdominal

    terjadi penurunan dengan semakin tinggi

    kandungan LSF dalam ransum.

    Berdasarkan hal tersebut diatas maka

    dicoba penelitian dengan judul : “ Pengaruh

    pemberian ransum ubi jalar ungu ungu

    (Ipomoea batatas) yang difermentasi

    Aspergillus niger terhadap kecernaan

    ransum, retensi protein dan pertambahan

    bobot badan pada itik Bali.

    MATERI DAN METODE

    Tempat dan Waktu