BAGIAN I PENDAHULUAN
LAPORAN KUNJUNGAN KERJA
KOMISI V DPR RI KE PROVINSI SULAWESI SELATAN
RESES MASA SIDANG II TAHUN SIDANG 2010 - 2011
1.1. DASAR HUKUM
1. Amandemen Undang-Undang Dasar 1945; pada perubahan
Pertama Pasal 20, Perubahan Kedua Pasal 20 A, perubahan Ketiga
Pasal 23;
2. Undang-Undang RI Nomor 27 Tahun 2009 tentang Majelis
Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan
Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah;
3. Keputusan DPR RI Nomor 01/DPR RI/I/2009-2014 tentang Peraturan
Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia;
4. Surat Pimpinan Komisi V DPR RI kepada pimpinan DPR RI nomor
PW/02/8638/DPR-RI/XI/2010 tanggal 24 November 2010 tentang
Daerah Kunjungan Kerja Komisi V DPR RI pada reses Masa
Persidangan II Tahun Sidang 2010-2011.
5. Surat Pimpinan Komisi V DPR RI kepada pimpinan DPR RI nomor
PW/02/8870/DPR-RI/XII/2010 tanggal 1 Desember 2010 tentang
Perubahan Daerah Kunjungan Kerja Komisi V DPR RI pada reses
Masa Persidangan II Tahun Sidang 2010-2011.
6. Surat Keputusan Pimpinan DPR-RI Nomor: 16/PIMP/II/2010-2011
tanggal 13 Desember 2010 tentang Penugasan Anggota Komisi I
sampai dengan Komisi XI, Badan Legislasi, Badan Anggaran, dan
Badan Akuntabilitas Keuangan Negara Dewan Perwakilan Rakyat
Republik Indonesia untuk melakukan Kunjungan Kerja Kelompok
pada Reses Masa Persidangan II Tahun Sidang 2010-2011.
Laporan Kunjungan Kerja Komisi V DPR RI 1
PROVINSI SULAWESI SELATAN -107
1.2. TUJUAN DAN MAKSUD
Kunjungan Kerja Komisi V DPR-RI dilakukan dalam rangka pelaksanaan
Fungsi dan Tugas Dewan sesuai peraturan perundangan. Berdasarkan
Keputusan DPR RI Nomor 01/DPR-RI/I/2009-2014 tentang Peraturan Tata
Tertib DPR RI, pada Pasal 53 tentang Tugas Komisi, disebutkan bahwa:
1. Tugas Komisi dalam pembentukan undang-undang
(legislasi)
2. Tugas Komisi di Bidang Anggaran (Budgeting)
3. Tugas Komisi di bidang Pengawasan
Kemudian terkait dengan Tata Tertib DPR RI Pasal 53 ayat (3) tentang
Tugas Komisi, terdiri atas beberapa hal berikut ini:
butir a. Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan
undang-undang, termasuk anggaran pendapatan dan
belanja negara serta peraturan pelaksanaannya yang
termasuk dalam ruang lingkup tugasnya;
butir c. Melakukan pengawasan terhadap kebijakan
pemerintah.
Dalam rangka melakukan pengawasan tersebut, maka Komisi V DPR-
RI dapat mengadakan kunjungan kerja ke Provinsi Sulawesi Selatan
dimana pelaksanaan kunjungan kerja tersebut sesuai dengan Tata
Tertib DPR RI Pasal 54 ayat (3) huruf f yang berbunyi:
”Komisi dalam menjalankan tugas sebagaimana dalam pasal 53
ayat (3), dan tindak lanjut pengaduan masyarakat, dapat:
mengadakan kunjungan kerja dalam masa reses, atau apabila
dipandang perlu, dalam masa sidang dengan persetujuan
pimpinan DPR yang hasilnya dilaporkan dalam rapat komisi untuk
ditentukan tindak lanjutnya”.
Ada beberapa maksud Kunjungan Kerja Komisi V DPR R ke Provinsi
Sulawesi Selatan, diantaranya adalah:
Laporan Kunjungan Kerja Komisi V DPR RI 1
PROVINSI SULAWESI SELATAN -107
a. Untuk melakukan pengawasan pelaksanaan pembangunan di
daerah, dengan melihat secara langsung hasil-hasil
pembangunan di Provinsi Sulawesi Selatan, khususnya terkait
dengan lingkup bidang Komisi V DPR-RI yang terdiri atas: Bidang
Pekerjaan Umum, Bidang Perhubungan, Bidang Perumahan
Rakyat, Bidang Pembangunan Daerah Tertinggal, Bidang
Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika, serta Bidang SAR
Nasional.
b. Untuk mengetahui permasalahan-permasalahan di Provinsi
Sulawesi Selatan, utamanya bagi pembangunan Infrastruktur
yang pembiayaannya berasal dari dana APBN 2009, maupun
bagi pembangunan Infrastruktur tahun anggaran berjalan, yaitu
sesuai APBN 2010.
c. Untuk menyerap aspirasi di masyarakat Provinsi Sulawesi Selatan
terkait pembangunan infrastruktur dan pembiayaannya melalui
APBN 2011.
1.3. LOKASI DAN WAKTU
Dalam Reses Masa Sidang II Tahun Sidang 2010 - 2011, Komisi V DPR RI
melakukan Kunjungan Kerja ke Provinsi Sulawesi Selatan pada tanggal
21-23 Desember 2010. Dalam masa kunjungan yang dilakukan selama
3 hari tersebut, Komisi V DPR RI melakukan peninjauan, pertemuan,
penyerapan aspirasi, dialog, dan melakukan komunikasi intensif
dengan pemerintah daerah, serta masyarakat.
Adapun pelaksanaan kunjungan kerja Komisi V DPR RI di Provinsi
Sulawesi Selatan terdiri dari 13 Agenda, diantaranya adalah sebagai
berikut:
1. Pemaparan PDAM Maros
2. Peninjauan Proyek Jalan Maros - Pare-pare
3. Pemaparan dan Peninjauan Rencana Pengembangan
Pelabuhan Laut Garongkong
Laporan Kunjungan Kerja Komisi V DPR RI 1
PROVINSI SULAWESI SELATAN -107
4. Pemaparan dan Peninjauan Rencana Pengembangan
Pelabuhan Penyeberangan Andi Matalatta Garongkong
5. Pemaparan dan Peninjauan Stamet Maros
6. Pertemuan dengan Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan
didampingi Pimpinan DPRD, Muspida, dan dinas-dinas terkait.
7. Pemaparan dan Peninjauan Bandar Udara Hasanuddin
8. Pemaparan Kantor SAR Makasar
9. Pemaparan dan Peninjauan Hasil Bantuan Pengembangan
Rumah Swadaya Makasar
10. Pemaparan dan peninjauan Politeknik Ilmu Pelayaran (PIP)
Makasar
11. Pemaparan dan Peninjauan Rusunawa UNHAS
12. Pemaparan dan Peninjauan Rencana Pengembangan
Revitalisasi Pantai Losari dan Centre Of Indonesia
13. Pemaparan Rencana Pembangunan Bandar Udara Tana
Toraja
Tim Komisi V DPR RI yang ikut serta dalam Kunjungan Kerja ke Provinsi
Sulawesi Selatan yang dilakukan pada Hari Selasa sampai dengan
Kamis, 21-23 Desember 2010 adalah sebagai berikut:
1. H. Muhidin M Said, Mba Ketua Tim/ F-P.Golkar
2. Dra. Yasti Soepredjo Mokoagow Pimpinan/ F-PAN
3. Drs. Riswan Tony DK. Anggota/ F-PG
4. Drs. Eldie Suwandie Anggota/ F-PG
5. Drs. H. Roem Kono Anggota/ F-PG
6. H.M. Malkan Amin Anggota/ F-PG
7. Irvansyah, S.IP Anggota/ F-PDIP
8. Hj. Hanna Gayatri, SH. Anggota/ F-PAN
9. A. Taufan Tiro, ST. Anggota/ F-PAN
10. Capt. H.M. Epyardi Asda, M.Mar Anggota/ F-PPP
11. Dra. Hj. Norhasanah, M.Si Anggota/ F-PPP
12. H. Marwan Ja’far, SE, SH Anggota/ F-PKB
13. Fary Djemi Francis, M.MA. Anggota/ F-Gerindra
Laporan Kunjungan Kerja Komisi V DPR RI 1
PROVINSI SULAWESI SELATAN -107
14. Haryanti, S.AB Sekretariat Komisi V DPR RI
15. Aris Munandar Sekretariat Komisi V DPR RI
16. Rudy Haryanta Sekretariat Komisi V DPR RI
17. Luki Kusumawardhani, ST. MT. Staf Ahli Komisi V
Sedangkan mitra kerja Komisi V DPR-RI yang ikut serta dalam kegiatan
Kunjungan Kerja Ke Provinsi Sulawesi Selatan sebagai Tim Pendamping,
adalah sebagai berikut:
A. Kementerian Pekerjaan Umum:
1. Ir. Chaerul Taher, M.Sc Direktur Bina Pelaksana Wilayah I, Ditjen Bina
Marga
2. Ir. Nurdin Samaila Kepala Balai Jalan Nasional VI, Makasar
3. Ir. Prasetyo, M.Sc Kepala Balai Sda Pompengan Jeneberang
4. Ir. N. Sardjiono Kasubdit Wilayah II, Ditjen Cipta Karya
5. Ir. Suprapto, M.Eng Kasubdit Pantai Ditjen SDA
6. Ir. Syamsul Hadi Kasubdit Peningkatan Permukiman Wilayah II
7. Shafiq Ananta Inum, St. Kasie Pembinaan Perenc Tata Ruang
Kabuaten
8. Warjono, S. Sos, Mm Kasubdit Hubungan Antar Lembaga, Puskom
B. Kementerian Perhubungan :
1. Wahyu Satrio Utomo Sekretaris Badan Pengembangan SDM
2. Ir. M Tohir Kasubdit Perancangan Fasilitas Pelabuhan Ditjen
Hubla
3. Hadi Sukarlianto Kasubdit Tehnik Pelabuhan Penyeberangan Ditjen
Hubdat
4. Nur Isnin Istiartono Kasubdit Personil Dan Operasi Bandara Ditjen
Hubud
5. Rukmalan Sumantri Kabag TU Departemen Setjen Perhubungan
6. Hardjana Kasubag AE Transportasi Laut Setjen Perhubungan
Laporan Kunjungan Kerja Komisi V DPR RI 1
PROVINSI SULAWESI SELATAN -107
7. Erwin Nurhasan Staf Bagian Ditjen Hubud, Staf Bag Ren
8. Marganda Staf Bagian Ditjen Hublu
C. Kementerian Perumahan Rakyat:
1. Ismail Datau Asdep Pengindaan Perumahan Swadaya
2. Ir. Rinza Ekoyanto, MT Kabid Tata Rumah Dan Lingkungan Perumahan
D. Kementerian Negara Pembangunan Daerah Tertinggal (Pdt):
1. Ir. Fatimah Dahlan, MM Asdep Urusan Infrastruktur Infotel
2. Nanang Soemantri, S Sos,
M.Si
Kasubag Penyusunan Anggaran
3. Franky Eka Paendong, ST Staf Biro Perencanaan Anggaran
E. Badan Meteorologi, Klimatologi Dan Geofisika:
1. Drs. Untung Merdjianto,
M.Si
Kepala Biro Perencanaan
2. Ili Djuheri M, Ba Kepala Sub Bagian Program dan
Penyusunan Anggaran III
3. Eka Edi Susanta, Se Staf Sub Bagian Program dan
Penyusunan Anggaran III
F. Badan Sar Nasional:
1. Supena Sekretarsi Korpri Basarnas
Laporan Kunjungan Kerja Komisi V DPR RI 1
PROVINSI SULAWESI SELATAN -107
BAGIAN II
GAMBARAN UMUM
PROVINSI SULAWESI SELATAN
LAPORAN KUNJUNGAN KERJA
KOMISI V DPR RI KE PROVINSI SULAWESI SELATAN
RESES MASA SIDANG II TAHUN SIDANG 2010 - 2011
2.1. SEJARAH PEMBENTUKAN
Lima (5) tahun setelah kemerdekaan,
pemerintah mengeluarkan UU Nomor 21
Tahun 1950, yang menjadi dasar hukum
berdirinya Propinsi Administratif Sulawesi.
10 tahun kemudian, pemerintah
mengeluarkan UU Nomor 47 Tahun 1960
yang mengesahkan terbentuknya
Sulawesi Selatan dan Tenggara. 4 tahun
kemudian, melalui UU Nomor 13 Tahun
1964 pemerintah memisahkan Sulawesi
Tenggara dari Sulawesi Selatan. Terakhir,
pemerintah memecah Sulawesi Selatan
menjadi dua, berdasarkan UU Nomor 26
Tahun 2004. Sulawesi Selatan adalah
sebuah provinsi di Indonesia yang terletak
di bagian selatan Pulau Sulawesi. Ibu
kotanya adalah Makassar, dahulu disebut Ujungpandang.
2.2. KONDISI FISIK DAN GEOGRAFIS
Provinsi Sulawesi Selatan berada di Kawasan Timur Indonesia (KTI),
terletak pada 0o12’ sampai 8o Lintang Selatan dan 116o48’ sampai
122o36’ Bujur memiliki wilayah seluas tercatat 45.574,48 km2. Provinsi
Sulawesi Selatan yang beribukota di Makassar memiliki lokasi yang
Laporan Kunjungan Kerja Komisi V DPR RI 1
PROVINSI SULAWESI SELATAN -107
strategis karena dilalui oleh Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) II yang
merupakan jalur lalu lintas kapal-kapal nasional maupun internasional
Dari sisi geografis, Provinsi Sulawesi Selatan terletak di Provinsi Sulawesi
Selatan terletak dengan batasan wilayah sebagai berikut:
- Sisi Timur berbatasan dengan Teluk Bone dan Provinsi Sulawesi
Tenggara,
- sisi Barat berbatasan dengan Selat Makassar,
- sisi Utara berbatasan dengan Provinsi Sulawesi Tengah dan
Sulawesi Barat,
- sisi Selatan berbatasan dengan Laut Flores.
Wilayah Sulawesi Selatan terdiri dari 24 Kabupaten/Kota yaitu 21
kabupaten dan 3 kota, yaitu:
TABEL
PEMBAGIAN WILAYAH ADMINISTRATIF
PROVINSI SULAWESI SELATAN
TAHUN 2011
NAMA KABUPATEN/KOTA IBUKOTA LUAS
JARAK KE
IBUKOTA
PROVINSI
(KM²) (KM)
Kabupaten Bantaeng Bantaeng 396 123
Kabupaten Barru Barru 1.175 102
Kabupaten Bone Watampoe 4.559 174
Kabupaten Bulukumba Bulukumba 1.155 153
Kabupaten Enrekang Enrekang 1.786 236
Kabupaten Gowa Sungguminasa 1.883 11
Kabupaten Jeneponto Bontosunggu 903 91
Kabupaten Luwu Belopa 3.000 326
Kabupaten Luwu Timur Malili 6.945 565
Kabupaten Luwu Utara Masamba 7.503 440
Kota Makassar Makassar 142 -
Kabupaten Maros Maros 1.619 30
Kota Palopo Palopo 142 376
Kabupaten Pangkajene
Kepulauan
Pangkajene 1.112 51
Kota Pare-Pare Pare-Pare 142 155
Kabupaten Pinrang Pinrang 1.961 182
Laporan Kunjungan Kerja Komisi V DPR RI 1
PROVINSI SULAWESI SELATAN -107
NAMA KABUPATEN/KOTA IBUKOTA LUAS
JARAK KE
IBUKOTA
PROVINSI
(KM²) (KM)
Kabupaten Selayar Benteng 904 263
Kabupaten
Sidenrengrappang
Rappang 1.883 188
Kabupaten Sinjai Sinjai 820 220
Kabupaten Soppeng Watansoppeng 1.359 192
Pada tahun 2008 Kabupaten Toraja Utara dijadwalkan terbentuk,
menyusul terbitnya Amanat Presiden, bernomor R.68/Pres/12/2007 pada
tanggal 10 Desember 2007, mengenai pemekaran 12 kabupaten/kota.
Kondisi topografi Provinsi Sulawesi Selatan ditandai dengan bentuk
wilayah yang datar sampai bergunung dengan rentang yang cukup
lebar, mulai dari dataran dengan ketinggian 0 m di atas permukaan
laut hingga dataran yang memiliki ketinggian di atas 1000 m di atas
permukaan laut (dpl). Dataran yang terletak pada ketinggian 1000 m di
atas permukaan laut sebagian besar terletak di bagian tengah hingga
utara Provinsi Sulawesi Selatan.
Kawasan ketinggian di Sulawesi Selatan terbentuk melalui keberadaan
sejumlah gunung. Pada perbatasan kabupaten Gowa, Bantaeng, Sinjai
dan Bulukumba membentang gunung Lompobattang dengan
ketinggian 2.871 meter, juga terdapat gunung Bawakaraeng dengan
ketinggian 2.830 meter di perbatasan Kabupaten Gowa dan Sinjai. Di
wilayah Luwu terdapat gunung Bukit Rantai Kombala dengan
ketinggian 3.103 meter, gunung Kambuno (2.900 meter) dan gunung
Balease (3.016 meter). Pada wilayah perbatasan Kabupaten Luwu dan
nrekang terdapat gunung Rante Mario dengan ketinggian 3.470 meter
dan gunung Latimojong dengan ketinggian 3.305 meter. Sulawesi
Selatan juga ditandai oleh keberadaan bukit Kars di sekitar Kabupaten
Pangkep dan Maros.
Laporan Kunjungan Kerja Komisi V DPR RI 1
PROVINSI SULAWESI SELATAN -107
Kondisi temperatur, kelembaban, curah hujan, penyinaran matahari
dan kecepatan angin antara dua wilayah tersebut berbeda pada
periode yang sama. Temperatur maksimum di sekitar Makassar adalah
34,5 derajat dan temperatur minimum 22,3 derajat, kelembaban nisbi
66-87 persen, rata-rata penyinaran matahari antara 41-98 persen, serta
kecepatan angin rata-rata 3,6 - 7,2 km/jam.
2.3. KONDISI SOSIAL BUDAYA
A. Suku dan Bahasa
Sulawesi Selatan memiliki beberapa potensi untuk berkembangnya
keragaman pada tatanan internalnya. Tatanan internal dimaksud
dapat dikelompokkan ke dalam 2 (dua) jenis. Pertama, adalah
tatanan wilayah atau komunitas, yaitu tatanan yang mewujud
sebagai hasil interaksi antara masyarakat dengan sumberdaya dan
kondisi lingkungan geografis setempat. Interaksi yang bersifat unik itu
berkembang sedemikian rupa membentuk kelembagaan masyarakat
(tata organisasi kemasyarakatan dan nilai-nilainya serta pengetahuan
lokal) yang merupakan soft-structure dari komunitas bersangkutan
dalam memelihara keberlangsungan keberadaannya.
Kedua, adalah tatanan fungsional, yaitu tatanan yang tidak berbasis
kepada wilayah tetapi memiliki identitas yang spesifik. Dalam
kehidupan sehari-hari, tatanan ini mewujud sebagai organisasi
kemayarakatan lintas wilayah yang berperan (misi) untuk
menghasilkan berbagai pilihan (choice) bagi masyarakat serta
meningkatkan kemampuan memilih dan menyalurkan aspirasi (voice)
dari masyarakat pada bidang kehidupan tertentu. Umumnya, tatanan
jenis ini mengacu kepada seperangkat nilai yang bersifat spesifik, yang
membuatnya berbeda dengan tatanan lain, walaupun mungkin
memiliki visi dan misi yang sama.
Keragaman sosial budaya dalam tatanan Sulawesi Selatan sangat
tinggi. Sulawesi Selatan pada awalnya mencakup empat etnis besar
yakni Bugis, Makassar, Toraja, dan Mandar serta berbagai sub-etnis
Laporan Kunjungan Kerja Komisi V DPR RI 1
PROVINSI SULAWESI SELATAN -107
seperti Duri, Konjo, Bajo dan sebagainya. Dalam perkembangannya,
Sulawesi Selatan mengalami pemekaran wilayah, Kabupaten, Polewali
Mamasa, Mamuju dan Majene yang dominan etnis Mandar
tergabung dalam propinsi baru yakni Sulawesi Barat. Etnis Bugis
dominan berada di Kabupaten pada wilayah Utara Sulawesi Selatan,
sementara etnis Makassar dominan berada di Kabupaten pada
wilayah Selatan Sulawesi Selatan. Etnis Toraja tersebar di Kabupaten
Tana Toraja dan Luwu, etnis Duri di Kabupaten Enrekang.
Gambaran ini menunjukkan keragaman etnis yang tersebar secara
relatif pada keragaman wilayah pula. Di balik keragaman etnis
tersebut, terdapat pula keragaman dalam sistem nilai dan norma
serta adat-istiadat yang spesifik. Masing-masing etnis memiliki bahasa
daerah dan mengembangkan pengetahuan asli sesuai setting
ekologinya. Variasi-variasi ini terkait pula dengan potensi kearifan lokal
yang bisa berkembang dalam tatanan. Selain itu, terkandung pula
potensi berkembangnya interaksi sosial dan komunikasi lintas budaya,
yang dapat mendorong dinamika perubahan secara lebih kreatif
dalam menanggapi spirit zaman.
Bahasa yang umum digunakan adalah Makassar, Bugis, Luwu, Toraja,
Mandar, Duri, Konjo dan Pattae. Sedangkan Agama: Mayoritas
beragama Islam, kecuali di Kabupaten Tana Toraja dan sebagian
wilayah lainnya beragama Kristen.
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Sulawesi Selatan tahun 2008
mencapai 70,22; Angka Harapan Hidup tahun 2008 sebesar 69,60;
Penduduk miskin 12,31 persen pada tahun 2009 atau berjumlah 963,6
ribu; Tingkat Pengangguran 8,90 persen pada tahun 2009 atau
berjumlah berjumlah 296.559 orang.
B. Kependudukan
Laporan Kunjungan Kerja Komisi V DPR RI 1
PROVINSI SULAWESI SELATAN -107
Jumlah Penduduk Sampai dengan Juni 2006, jumlah penduduk di
Sulawesi Selatan terdaftar sebanyak 7.520.204 jiwa dengan
pembagian 3.602.000 orang laki-laki dan 3.918.204 orang perempuan.
Pada Tahun 2009, Jumlah Penduduk di Provinsi Sulawesi Selatan
berjumlah berkisar 8 Juta Jiwa.
TABEL
JUMLAH PENDUDUK PROVINSI SULAWESI SELATAN
BERDASARKAN JENIS KELAMIN
TAHUN 2008-2009
TAHUN 2009 2008
Jumlah Pria (jiwa) 3.836.971 3.763.085
Jumlah Wanita (jiwa) 4.071.548 4.041.939
Total (jiwa) 7.908.519 7.805.024
Pertumbuhan Penduduk (%) 1 1
Kepadatan Penduduk
(jiwa/Km²) 173 171 Sumber Data: Sulawesi Selatan Dalam Angka 2010
2.4. KONDISI PEREKONOMIAN
Dalam upaya mengakomodasi dinamika pembangunan ekonomi
wilayah dalam dua dasawarsa terakhir, Pemerintah Propinsi Sulawesi
Selalan telah menerapkan beberapa program pembangunan strategis,
khususrnya berorientasi kepada pengembangan komoditi unggulan.
Mulai dari Program Perwilayahan Komoditas yang menitik beratkan pada
alokasi ruang pertanian dan Gerakan Ekspor Dua Kali Lipat yang
menitikberatkan pada peningkatan produksi. Kedua program ini telah
memberikan manfaat bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat serta
mewujudkan ketahanan ekonomi wilayah yang cukup tangguh.
Hal ini terbukti pada saat perekonomian Indonesia menghadapi
keterpurukan yang berkepanjangan akibat krisis ekonomi, sementara
perekonomian wilayah Sulawesi Selatan dapat pulih dalam waktu yang
tidak terlalu lama.
Menghadapi fenomena pembangunan saat ini, dimana peranan
pemerintah tidak lagi sebagai penggerak pembangunan, telapi hanya
Laporan Kunjungan Kerja Komisi V DPR RI 1
PROVINSI SULAWESI SELATAN -107
sebagai fasilitator pembangunan yang diikuti oleh keterbatasan sumber-
sumber dana pemerintah, maka dirasakan program-program
pembangunan terdahulu perlu mendapat penyempurnaan melalui
pendekatan baru. Di samping itu fokus pembangunan saat ini lebih
berorienlasi kepada ekonomi kerakyatan dengan memberdayakan
usaha kecil, mikro dan koperasi,
Menjawab keterbatasan dana pembangunan pemerintah menjadikan
peranan perbankan sebagai sumber dana pembangunan yang utama.
Tetapi disisi lain penyaluran dana kredit yang ditujukan kepada
pengusaha kecil. mikro dan koperasi (UKMK) masih terbatas. Selama ini
Lembaga-lembaga terkait meliputi lembaga produksi, distribusi, industri,
dan perbankan masih berjalan sendiri-sendiri.
Ekonomi Provinsi Sulawesi Selatan 7,78 persen pada tahun 2008 dan
tumbuh sebesar 6,20 persen tahun 2009 atau 7,34 persen (tanpa
nikel);Pertumbuhan Ekonomi Triwulan I tahun 2010 mencapai 7,77 persen
dan diperkirakan pada Triwulan II mencapai 8,02 persen; PDRB tahun 2009
(ADHK) sebesar Rp 47,31 Triliun dan 99,90 Triliun (ADHB);
Pendapatan Perkapita Rp 12,63 Juta pada tahun 2009.
Pada sektor perekonomian wilayah, lembaga-lembaga yang
mengkhususkan diri di bidang ini menunjukkan kecenderungan
bertumbuh dengan laju yang cukup tinggi. Walaupun, dari sisi identitas
umumnya mirip satu dengan lainnya. Dengan kata lain, kebanyakan
lembaga dimaksud menyandang identitas sebagai lembaga ekonomi
modern yang memposisikan keuntungan sebagai orientasi utama
dengan seperangkat aturan dan nilai yang cenderung serupa pula.
Keberadaan lembaga ini bukannya, menambah kualitas keragaman,
tetapi justru sebaliknya, karena memarginalkan lembaga tradisional.
Kehadiran lembaga ekonomi modern dalam bentuk Bank dan Koperasi
telah menggeser lembaga tradisional. Demikian pula kehadiran lembaga
pasar modern cenderung meminggirkan eksistensi pasar tradisional.
Kehadiran pasar modern yang mestinya menambah keragaman, justru
Laporan Kunjungan Kerja Komisi V DPR RI 1
PROVINSI SULAWESI SELATAN -107
melemahkan entitas yang sudah ada. Kehadiran perusahaan besar
sebagai lembaga ekonomi yang lebih terkonsentrasi pada bidang
otomotif dan konstruksi, kurang mendorong produksi manufaktur dan
agroindustri, juga menjadi fenomena di balik rendahnya keragaman
dalam kelembagaan ekonomi. Lembaga ekonomi dalam perdagangan
komoditas utama seperti Kakao, Beras dan Rumput Laut, belum bergeser
dari sekedar pedagang pengumpul kearah pencipta nilai tambah
melalui industri pengolahan.
Gerbang Emas adalah singkatan dan Gerakan Pembangunan Ekonomi
Masyarakat, yaitu suatu program pembangunan Pemerinlah Propinsi
Sulawesi Selatan dalam bidang ekonomi kerakyatan, khususnya bagi
masyarakat pertanian dengan memanfaatkan sumberdaya lokal secara
optimal. Program ini merupakan kelanjutan sekaligus melengkapi
program-program pembangunan terdahulu, dengan tltik berat pada
aspek produksi, pengolahan dan pemasaran dalam satu sistem yang
terintegrasi.
Tujuan yang ingin dicapai melalui gerakan ini adalah
1. Meningkatkan produktifitas, kualitas serta nilai tambah
komoditi melalui pemberdayaan kelembagaan masyarakat lokal.
2. Meningkatkan aksesibilitas petani dan pengusaha kecil dan
menengah ke perbankan dan lembaga keuangan
3. Merangsang tumbuhnya aktifitas agroindustri
4. Meningkatkan peranan pemerintah sebagai fasilitator
pembangunan
Laporan Kunjungan Kerja Komisi V DPR RI 1
PROVINSI SULAWESI SELATAN -107
Beberapa sektor unggulan Provinsi Sulawesi Selatan
1. Pertanian
Sulawesi selatan merupakan penghasil tanaman panan dikawasan
timur Indonesia. Predikat sebagai lumbun padi nasional mengukuhkan
posisi sulawesi selatan sebagai produsen tanaman pangan yang
cukup potensial. Selain ini padi sebagi komoditasi tanaman pangan
andalan, tanaman pangan lainnya yang dihasilkan sulawesi selatan
adalah jagun, ubi kayu, ubi jalar dan kacang – kacangan.
Produksi padi sul-sel tahun 2004 sebesar 3.229.912 ton yang dipanen
dari area seluas 704.775 ha atau rata-rata 4,58 ton perhektar yang
berarti turun sekitar 1,24 persen dibandingkan dengan tahun 2003,
yang menghasilkan 4.003.078 ton padi dengan luas panen 847.305 ha
dengan rata-rata produksi 4,72 ton per hektar.
Sebagian besar produksi padi di sul-sel dihasilkan oleh jenis padi
sawah. Jenis padi ini menyumbang 99,65 persen dari seluruh produksi
padi atau sebesar 3.218.651 ton sedangkan sisanya dihasilkan oleh
padi lading. Produksi jagung sul-sel pada tahun 2004 sebesar 661.249
ton dengan luas panen 192.456 ha atau menghasilkan rata-rata 3,44
ton / ha. Produktivitas tanaman ini relative naik jika dibangdingkan
dengan tahun 2003 yang berproduksi rata-rata 2,86 ton/ha. Produksi
ubi jalar, ubi kayu dan kacang – kacangan
2. Kehutanan
Hutan di sulawesi selatan pada tahun 2004 seluas 3.264.713 ha yang
antara lain terdiri dari 1.207.301,90 ha hutan lindung, 488.551,00 ha
hutan produksi terbatas, dan 131.041,10 ha hutan produksi biasa.
Produksi hasil hutan terdiri dari kayu dan non kayu (seperti rotan dan
dammar). Produksi hutan Sul-Sel pada tahun 2004 yang berupa kayu
sebesar 147.739,24 kubik. Hasil lainnya yakni rotan 6.478,67 pon dan
getah pinus 180.126,000.
Laporan Kunjungan Kerja Komisi V DPR RI 1
PROVINSI SULAWESI SELATAN -107
3. Perindustrian
Sektor industri dapat dibedakan atas industri besar, sedang, kecil dan
rumah tangga. Data mengenai industri esar dan besar tersedia setiap
tahun yang di kumpulkan dengan cara sensus lengkap, sedangkan
data industri kecil dan rumah tangga tidak tersedia setiap tahun.
Perusahaan Sulawesi Selatan tahun 2004 tercatat sebanyak 65.906
buah dengan jumlah tenaga kerja sebanyak 210.689 orang jumlah
perusahaan ini mengalami penurunan diandingkan dengan tahun
sebelumnya, dimana tercatata 74.212 buah dengan tenaga kerja
209.319.
4. Pertambangan
Jenis bahan tambang atau galian yang banyak terdapat di Sulawesi
Selatan adalah batu gamping sebanyak 3.443.640,95 ton. Jenis
tambang lainnya berupa tanah liat, nikel, pasir, dan marmer.
5. Perikanan
Kontribusi sub sektor perikanan pada tahun 1994 terhadap PDRB
sebesar 7,67 persen, meningkat menjadi 9,20 persen pada tahun 1999.
Sedangkan kontribusi sub sektor perikanan terhadap sektor pertanian
pada tahun 1994 sebesar 19,98 persen dan meningkat menjadi 21,94
persen pada tahun 1999.
Produksi perikanan laut pada tahun 1994 sebesar 394,4 ribu ton dan
pada tahun 1999 meningkat menjadi 429,9 ribu ton dengan rata?rata
perturnbuhan sebesar 4,23 persen. Produksi perikanan mengalami
peningkatan sekitar 4,43 % pertahun yang berhasil dari penangkapan
di laut, dan perairan umum, budidaya tambak, kolam dan mina padi.
Sedangkan perdagangan hasil perikanan ke luar negeri adalah
udang beku, teripang, rumput laut dan telur-telur ikan terbang.
Laporan Kunjungan Kerja Komisi V DPR RI 1
PROVINSI SULAWESI SELATAN -107
Pertumbuhan ekonomi Sulawesi Selatan (Sulsel) pada triwulan IV-2010,
lebih tinggi jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya maupun
triwulan IV-2009 (sumber: Badan Pusat Statistik Sulawesi Selatan).
Pertumbuhan ekonomi pada triwulan IV-2010 tercatat sebesar 8,93%
(yoy), sementara pada triwulan III-2010 sebesar 7,48%, dan pada
triwulan triwulan IV-2009 sebesar 6,53%. Secara tahunan hampir semua
sektor mengalami peningkatan pertumbuhan, sementara
perlambatan pertumbuhan hanya dialami oleh sektor pertanian dan
sektor pertambangan.
Laju inflasi tahunan Sulsel pada triwulan IV-2010, masih sejalan dengan
proyeksi inflasi di kisaran 6,39 ± 0,5%, menurun dibandingkan triwulan
sebelumnya. Inflasi pada triwulan IV-2010 sebesar 6,56% (yoy),
meningkat dibandingkan triwulan IV-2009 sebesar 3,39% (yoy) namun
menurun dibandingkan triwulan III-2010 sebesar 6,58% (yoy).
Sementara itu, dibandingkan inflasi Nasional sebesar 6,96% (yoy)[1],
Inflasi tahunan Sulsel masih tercatat lebih rendah.
Kinerja perbankan Sulsel pada triwulan IV-2010 secara umum
mengalami perlambatan pertumbuhan jika dibandingkan dengan
triwulan III-2010. Hal ini tercermin dari penurunan beberapa indikator
perbankan seperti penghimpunan DPK (Dana Pihak Ketiga) dan
penyaluran kredit. Penyebab melambatnya kinerja perbankan
tersebut terutama karena perlambatan pertumbuhan di sisi kredit dan
DPK pada Bank Umum konvensional, sebaliknya kinerja Bank Syariah
dan Bank Perkreditan Rakyat (BPR) masih menunjukan peningkatan
pertumbuhan pada penghimpunan DPK maupun penyaluran kredit.
Sejalan dengan itu, kinerja intermediasi perbankan yang dicerminkan
oleh nilai LDR (Loan to Deposit Ratio) secara keseluruhan mengalami
perlambatan pertumbuhan, terutama karena pertumbuhan DPK
melebihi pertumbuhan kredit. Sedangkan NPLs (Non Performing Loans)
pada triwulan laporan secara gross adalah sebesar 2,94%, masih
berada dibawah batas aman 5,00%.
Laporan Kunjungan Kerja Komisi V DPR RI 1
PROVINSI SULAWESI SELATAN -107
2.5. SUMBER DAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP
Di wilayah Sulawesi Selatan terdapat 65 sungai yang mengalir dari
dataran tinggi. Di wilayah Luwu terdapat 25 aliran sungai. Kabupaten
Tana Toraja, Enrekang, dan Pinrang dialiri oleh sungai terpanjang yakni
sungai Saddang (150 km). Sungai WalanaE- CendranaE mengalir di
kawasan Bone, Soppeng dan Wajo, di Kawasan Gowa dan Makassar
mengalir sungai Jeneberang. Sedangkan untuk danau, yakni danau
Tempe dan Sidenreng terdapat di Kabupaten Wajo dan sekitarnya,
sementara di wilayah Luwu terdapat danau Matana dan Towuti.
Secara alamiah, wilayah Sulawesi Selatan terdiri atas beberapa Daerah
Aliran Sungai (DAS), tepatnya 53 DAS yang pengelolaannya
dikelompokkan ke dalam 4 (empat) Wilayah Pengelolaan DAS, yaitu WP-
DAS Jeneberang, Bila-WalannaE, Saddang, dan Rongkong. Wilayah
Sulawesi Selatan dibagi habis oleh WP-DAS tersebut. Pada kawasan
pesisir, termasuk perairan yang ada dihadapannya, masih
mendapatkan pengaruh dari DAS yang berada di hilirnya. Dengan kata
lain, keberadaan DASDAS ini membuat adanya keterkaitan ekologis
yang sangat erat di antara kawasan dan daerah Kabupaten/Kota yang
ada di Sulawesi Selatan.
WP DAS Jeneberang meliputi wilayah 8 (delapan) kabupaten di bagian
selatan Sulawesi Selatan, termasuk kota Makassar, mencakup wilayah
seluas 825.607 Ha dan kawasan hutan seluas 204.427 Ha. Sekitar 38
persen kawasan hutan di wilayah ini (77.092 ha) merupakan lahan kritis.
Dampaknya terlihat pada meningkatnya kerentanan wilayah terhadap
banjir dan longsor. Dampak ini mengakibatkan longsor dalam skala besar
yang terjadi di hulu DAS Jenebereng pada tahun 2006. Kejadian ini
memengaruhi kualitas air baku bendungan Bili-Bili yang memasok
kebutuhan air baku bagi penduduk kota Makassar dan sekitarnya.
WP DAS Bila-WalannaE mencakup empat kabupaten di bagian tengah
Sulawesi Selatan, yaitu kabupaten Sidrap, Wajo, Soppeng dan Bone. Luas
lahan kritis di wilayah ini pada tahun 2007 adalah 115.696 ha. Penurunan
Laporan Kunjungan Kerja Komisi V DPR RI 1
PROVINSI SULAWESI SELATAN -107
fungsi lindung kawasan ini telah berlangsung lama dan intensitasnya
semakin tinggi dengan dampak langsung yang terjadi adalah semakin
mendangkalnya danau Tempe. Akibat pendangkalan tersebut danau
Tempe tidak mampu lagi menampung air dari sungai CenranaE
sehingga diteruskan ke sungai Walannae yang mengakibatkan banjir
setiap tahun di sepanjang sungai di Wajo dan Bone. Selain itu, terjadi
juga banjir setiap tahun di sekeliling danau Tempe yang
menenggelamkan sejumlah kecamatan di kabupaten Soppeng, Sidrap
dan Wajo.
WP DAS Saddang terletak di sebelah Utara DAS BilaWalannaE mencakup
5 (lima) kabupaten yaitu Tanatoraja, Enrekang, Sidrap, Pinrang, dan kota
Parepare. Sekitar 47,6% lahan kritis Sulawesi Selatan (176.084 ha) terdapat
di kawasan hutan wilayah ini. Padahal, dua bendungan besar yang
memasok sebahagian besar kebutuhan listrik dan mengairi sawah sentra
produksi Sulawesi Selatan, yaitu bendungan Benteng dan bendungan
Bakaru, bergantung pada DAS ini. Dampak dari kondisi DAS yang
memburuk itu menimbulkan gangguan serius terhadap kinerja PLTA
Bakaru yang pada beberapa tahun yang lalu sempat mengganggu
pasokan listrik bagi seluruh wilayah Sulawesi Selatan.
WP DAS Rongkong meliputi wilayah di 4 (empat) kabupaten di wilayah
Utara Sulawesi Selatan, yaitu Luwu Timur, Luwu Utara, Luwu dan kota
Palopo. Tekanan terhadap DAS ini semakin besar dalam dua dekade
terakhir ini setelah pembukaan lahan untuk perkebunan Kakao dan
Cengkeh dilakukan secara besar-besaran dan setelah pembangunan
infrastruktur transpotasi dilakukan secara intensif. Akibatnya, terjadi banjir
setiap tahun yang sebelumnya tidak ada.
2.6. STRUKTUR TATA RUANG DAN WILAYAH
Struktur tata ruang Propinsi Sulawesi Selatan menentukan kualitas
interkoneksi antar daerah dan antarkawasan, sekaligus merupakan suatu
komunitas yang utuh yang memungkinkan Sulsel berartikulasi secara
Laporan Kunjungan Kerja Komisi V DPR RI 1
PROVINSI SULAWESI SELATAN -107
optimal terhadap dinamika lingkungan eksternalnya. Struktur dimaksud
terdiri atas jaringan transportasi, jaringan irigasi dan air baku, jaringan
energi (listrik), serta jaringan telekomunikasi.
Sulawesi Selatan sangat diharapkan akan menjadi acuan dalam
pembangunan di Wilayah Timur Indonesia, yang membuka jalan baik
untuk pembangunan wilayah maupun ruang. Pengembangan
sumberdaya di Propinsi Sulawesi Selatan didasarkan pada berbagai isu
yang perlu ditangani secara terpadu berdasarkan potensi dan kondisi
wilayah yang didasarkan pada sumberdaya alam perlu lebih
dipromosikan demi perluasan ekonomi, peningkatan pendapatan
penduduk, dan pengentasan kemiskinan.
Potensi wilayah Sulawesi Selatan yang terletak di Jalur Pembangunan
Sumberdaya di Kawasan Timur Indonesia, antara Kalimantan dan Papua
membuka peluang Sulawesi Selatan agar dapat memainkan perannya
secara maksimal sebagai pusat pemasok sumberdaya dan berfungsi
sebagai pusat pengolahan dan perdagangan untuk industri-industri
berbasis sumberdaya.
Tata Ruang Wilayah Sulawesi Selatan mengharuskan terciptanya
pengelolaan kawasan lindung yang mantap sehingga fungsi lindungnya
dapat optimal. Adanya arahan pengelolaan dan pengembangan
kawasan budi daya yang dapat mengakomodasi kebutuhan
pengembangan seluruh sektor pembangunan yang potensial secara
optimal dalam beberapa kawasan andalan.
Terciptanya sistem pusat pemukiman di setiap kawasan andalan yang
berfungsi sebagai pusat pelayanan daerah hinterlandnya. Terciptanya
sistem prasarana wilayah terpadu yang dapat mendukung
pengembangan sektor ekonomi dan sosial masyarakat. Tersedianya
kebijaksanaan pembangunan yang menyangkut tata guna tanah,tata
guna air,dan tata guna sumber daya alam serta kebijaksanaan
penunjang pemanfaatan ruang lainnya.
Laporan Kunjungan Kerja Komisi V DPR RI 1
PROVINSI SULAWESI SELATAN -107
2.7. KONDISI INFRASTRUKTUR
Senyatanya, tatanan merupakan perwujudan dari interkoneksitas.
Dengan demikian, Sulawesi Selatan semestinya dilihat sebagai
perwujudan dari berbagai ragam interkoneksitas, mulai dari yang berupa
fisik ekologis yang umumnya bersifat terberi (given), interkoneksitas
buatan (interkoneksitas teknologis), berupa jaringan prasarana wilayah
seperti jalan, irigasi, energi dan telekomunikasi, yang kemudian memicu
atau mendukung mewujudnya interkoneksitas sosial, baik yang berbasis
ekonomi maupun yang berbasis budaya.
1. Jaringan Transportasi
Pada saat ini, seluruh ibu kota kabupaten telah saling terhubung
melalui jalan raya yang pada umumnya memiliki kualitas yang cukup
baik, walaupun kapasitasnya mulai di rasakan tidak mencukupi untuk
mendukung pertumbuhan arus barang dan penumpang, khususnya
poros MakassarParepare. Ini membuat waktu jelajah (traveling time)
dan fluktuasinya meningkat, khususnya pada musim hujan di mana
banyak ruas jalan yang mengalami kerusakan atau tergenang banjir,
pada musim liburan dan panen akibat meningkatkan arus
penumpang dan barang.
2. Jaringan Energi
Jaringan interkoneksitas energi di Sulawesi Selatan telah dapat dilihat
sebagai suatu entitas yang utuh, karena telah memiliki jaringan listrik,
grid PLN 20 KV, yang mencakup hampir seluruh wilayahnya,
termasuk daerah-daerah terpencil dan pulau Selayar. Sebagian
wilayah Luwu Timur memang belum termasuk ke dalam jaringan itu,
tetapi kebutuhan listriknya dapat terpenuhi oleh pasokan dari PT.
INCO.
Laporan Kunjungan Kerja Komisi V DPR RI 1
PROVINSI SULAWESI SELATAN -107
3. Jaringan Irigasi dan Air BAku
Jaringan Irigasi Sulawesi Selatan yang mencakup 4 (empat) Satuan
Wilayah Sungai (SWS) dengan panjang sungai 1922,70 km dan
mengairi 207.928 Ha sawah dengan jaringan primer sepanjang 521,86
km dan sekunder 1.823,97 km.
Sebagian besar jaringan ini berada di bawah pengelolaan
pemerintah pusat, yaitu sepanjang 371,34 km dan 1.617,16 km
masing-masing unntuk jaringan primer dan jaringan sekunder yang
mampu mengairi areal sawah seluas 171,74 Ha. Sisanya, yaitu 124,56
km untuk jaringan primer dan 184,52 km untuk jaringan sekunder,
dikelola oleh pemerintah provinsi, dengan luas cakupan area 31.168
Ha.
Di antara jaringan irigasi yang disebutkan di atas terdapat jaringan
primer sepanjang 25,96 km dan jaringan sekunder sepanjang 21,61
km yang bersifat lintas Kabupaten/Kota yang berada di bawah
kewenangan Pemerintah dan Pemerintah Provinsi, dengan kapasitas
5.016 Ha.
Laporan Kunjungan Kerja Komisi V DPR RI 1
PROVINSI SULAWESI SELATAN -107
BAGIAN III
HASIL PENINJAUAN
PROVINSI SULAWESI SELATAN
LAPORAN KUNJUNGAN KERJA
KOMISI V DPR RI KE PROVINSI SULAWESI SELATAN
RESES MASA SIDANG II TAHUN SIDANG 2010 - 2011
TANGGAL 21-23 DESEMBER 2010
3.1. SEKTOR PEKERJAAN UMUM
Pada Tahun Anggaran 2009 Provinsi Sulawesi Selatan mendapatkan
alokasi dana ABPN untuk bidang Ke-PU-an sebesar Rp 2,053.33 Milyar
termasuk dari Dana Alokasi Khusus (DAK) sebesar Rp 395.87 Milyar.
Besaran alokasi dana pelaksanaan kegiatan Kementerian Pekerjaan
Umum untuk Provinsi Sulawesi Selatan TA 2009 bersumber dari APBN
adalah sebagai berikut:
1. Sumber Daya Air Sebesar Rp 218.36 Milyar
2. Bina Marga sebesar Rp 710.00 Milyar
3. Cipta Karya sebesar Rp 300.56 Milyar
4. Penataan Ruang sebesar Rp 2.85 Milyar
Kegiatan Kementerian Pekerjaan Umum di Provinsi Sulawesi Selatan
pada Tahun Anggaran 2010 adalah sebesar Rp 1,754.01 Milyar yang
terdiri dari dana yang bersumber dari APBN Rp 1,535.65 Milyar dan
Dana Alokasi Khusus (DAK) sebesar Rp 218.36 Milyar.
Besaran alokasi dana pelaksanaan kegiatan Kementerian Pekerjaan
Umum untuk Provinsi Kalimatan Tengah TA 2010 bersumber dari APBN
adalah sebagai berikut:
1. Sumber Daya Air Sebesar Rp 486.15 Milyar
2. Bina Marga sebesar Rp 755.53 Milyar
3. Cipta Karya sebesar Rp 288.83 Milyar
4. Penataan Ruang sebesar Rp 5.15 Milyar
Laporan Kunjungan Kerja Komisi V DPR RI 1
PROVINSI SULAWESI SELATAN -107
Pada APBN Tahun 2010 tingkat daya serap fisik kegiatan di Provinsi
Sulawesi Selatan sangat beragam, dengan daya serap tertinggi
dilakukan dalam bidang keciptakaryaan yaitu sebesar 100%. Namun
demikian sangat disayangkan dalam bidang bina marga dan sumber
daya air, tingkat daya serap fisik tergolong rendah, yaitu sebesar 63,24
% untuk sektor Bina Marga dan 85,14% untuk Sumber Daya Air.
Rendahnya daya serap fisik tersebut diakibatkan oleh adanya revisi
desain dan realokasi anggaran yang tidak mencukupi sesuai
kebutuhan pendanaan.
Untuk sektor Bina Marga secara umum besaran dan alokasi pada
APBN TA. 2010 Provinsi Sulawesi Selatan yang share dengan APBD
khususnya pembangunan jalan & jembatan terkait masalah
pembebasan lahan sebesar Rp. 378,18 Milyar diantaranya adalah
untuk Program Lintas Barat sumber dana APBN Murni sepanjang 118
KM untuk pembangunan jalan dan 742 Meter untuk Pembangunan
Jembatan.
TABEL
ALOKASI DANA APBN UNTUK SEKTOR PEKERJAAN UMUM
TAHUN ANGGARAN 2005-2010
PROGRAM TA 2005 TA 2006 TA 2007 TA 2008 TA 2009 TA 2010
APBN 476.53 893.87 1,081.90 1,514.19 1,657.46 1,535.65
DAK 133.62 275.79 321.73 413.45 395.87 218.36
TOTAL 610.15 1,169.66 1,403.63 1,927.64 2,053.33 1,754.01
Ket: Dalam Milyar Rupiah
3.1.1. SUBSEKTOR SUMBER DAYA AIR
A. Umum
Sumber daya air meliputi air permukaan dan air bawah tanah.
Oleh karena itu sumber daya air yang terdapat dalam suatu
wilayah adalah pada setiap wilayah sungai dan cekungan air
tanah. Wilayah Sungai (WS) telah ditetapkan secara nasional
Laporan Kunjungan Kerja Komisi V DPR RI 1
PROVINSI SULAWESI SELATAN -107
berdasarkan Peraturan Menteri PU No.11A/PRT/M/2006, sementara
cekungan air tanah masih perlu diidentifikasi melalui kajian yang
seksama.
Konservasi sumber daya air menyangkut upaya untuk menjaga
kuantitas dan kualitas air, yang sangat terkait dengan upaya
pelestarian lingkungan berupa menjaga dan/atau meningkatkan
kualitas kawasan lindung dan mengendalikan/membatasi
kegiatan di kawasan budidaya yang dapat menurunkan kuantitas
dan kualitas air.
Pendayagunaan sumber daya air meliputi: irigasi/pengairan untuk
kepentingan kegiatan pertanian, penyediaan air untuk kebutuhan
air bersih yang mendukung permukiman penduduk dan berbagai
kegiatan lainnya seperti industri dalam wilayah, kebutuhan khusus
lainnya seperti pembangkit tenaga listrik, penggelontoran saluran
pada kawasan perkotaan, air tawar untuk tambak, dan
sebagainya. Sementara pengendalian daya rusak air terkait
dengan upaya mengantisipasi bencana yang disebabkan oleh air,
terutama berbentuk banjir.
Dengan demikian pengembangan prasarana sumber daya air
dalam rangka pengembangan praasrana sumber daya air di
wilayah Republik Indonesia, maka program utama Direktorat
Sumber Daya Air terdiri dari 4 (empat), yaitu:
1. Program pengembangan, pengelolaan, dan konservasi sungai,
danau dan sumber air
2. Program Pengembangan dan Pengelolaan Jaringan Irigasi,
Rawa, dan Jaringan pengairan Lainnya.
3. Program Penyediaan dan Pengelolaan Air Baku.
4. Program Pengendalian Banjir dan Pengamanan Pantai.
Adapun kondisi prasarana sumber daya air di Provinsi Sulewesi Selatan
adalah sebagai berikut:
Laporan Kunjungan Kerja Komisi V DPR RI 1
PROVINSI SULAWESI SELATAN -107
TABEL
KONDISI PRASARANA SUMBER DAYA AIR
DI PROVINSI SULAWESI SELATAN
NO Kab/Kota Luas
(Ha)
Kondisi
Baik Rusak
Ringan
Rusak
Berat
1 Daerah Irigasi Nasional 374.464 338.820 20.640 15.004
2 Daerah Irigasi Rawa Nas. 1.800 - - -
3 Daerah Irigasi Provinsi 61.504 31.963 17.846 11.695
4 Daerah Rawa Provinsi 24.152 13.283 3.623 7.246
5 Daerah Irigasi Kab/Kota 859.220 182.197
24.42
6 36.639
6 Daerah Rawa Kab/Kota 15,501 7,750 3,099 4,652
B. Anggaran
Pada sub sektor Sumber Daya Air, besaran anggaran yang diterima
untuk provinsi Sulawesi Selatan mengalami fluktuatif setiap tahunnya
dan cenderung menurun. Pada tahun 2007 besaran anggaran
yang diterima oleh provinsi ini adalah sebesar Rp 513.62 Milyar,
sedangkan pada Tahun berikutnya mengalami peningkatan
sebesar 17,65% atau mengalami penambahan sebesar Rp 90,66
Milyar.
Peningkatan anggaran pada Tahun 2008 yang dialokasikan untuk
Subsektor Sumber Daya Air mengalami penurunan dari tahun
sebelumnya, yaitu hanya sebesar 6,58% atau sebesar Rp 39,77
Milyar. Pada Tahun 2010 dan Tahun 2011, alokasi anggaran
mengalami penurunan, pada Tahun 2010 anggaran yang diterima
adalah sebesar Rp 486.15 Milyar dan direncanakan pada Tahun
2011 (Sesuai dengan Renja-KL), alokasi anggaran di provinsi
Sulawesi Selatan pada Sub Bidang Sumber Daya Air akan
mengalami penurunan kembali sebesar 1,6 % dibanding dengan
Tahun 2010, atau hanya memperoleh anggaran sebesar Rp 478.31
Laporan Kunjungan Kerja Komisi V DPR RI 1
PROVINSI SULAWESI SELATAN -107
Milyar. Untuk lebih jelasnya besaran anggaran yang diterima Provinsi
Sulawesi Selatan mulai dari Tahun 2007 hingga Tahun 2011
berdasarkan sumber anggarannya dapat dilihat pada tabel berikut.
TABEL
BESARAN ANGGARAN SUBSEKTOR SUMBER DAYA AIR
TAHUN 2007-2011
TAHUN RP-MURNI PLN TOTAL
2007 177.22 336.40 513.62
2008 315.01 289.27 604.28
2009 279.40 364.65 644.05
2010 282.69 203.46 486.15
2011 (sesuai Renja-KL) 478.31 - 478.31 Keterangan: Dalam Miliyar Rupiah
Alokasi anggaran sub sektor sumber daya air di Provins Sulewesi
Selatan yang bersumber dari PHLN terbagi atas beberapa kegiatan.
Kegiatan yang memperoleh anggaran dari PHLN diantaranya
adalah Program Pengembangan, Pengelolaan, Dan Konservasi
Sungai, Danau Dan Sumber Air Lainnya dan Program
Pengembangan Dan Pengelolaan Jaringan Irgasi, Rawa, Dan
Jaringan Pengairan Lainnya.
Biaya yang dialokasikan pada APBN tahun 2010 sebanyak Rp 450,87
milyar, dikelola oleh Balai Besar WS Pompengan Jeneberang dan
SNVT WS Pompengan Jeneberang. Sedang yang dikelolah oleh
Dinas PSDA Provins di Sulawesi Selatan sebanyak Rp. 64,92 milyar.
Alokasi terbesar didominasi pembiayaan pada program
pengembangan, pengelolaan dan konservasi sungai, danau dan
sumber air lainnya dengan kegiatan terutama adalah
pengendalian sedimen Gunung Bawakaraeng dan pembiayaan
pada program pengembangan, pengelolaan jaringan irigasi, rawa
dan jaringan pengairan lannya. Sumber pembiayaan pada
program konservasi adalah pinjaman luar negeri sebanyak Rp. 147,
10 milyar dan APBD provinsi sebanyak Rp. 13,02 milyar. Dan pada
program pengembangan jaringan irigasi dengan dana sebanyak
Laporan Kunjungan Kerja Komisi V DPR RI 1
PROVINSI SULAWESI SELATAN -107
Rp. 116,66 sebagian dibiaya dengan pinjaman luar negeri dan
sebagian dari rupiah murni sedangkan APBD provinsi sebanyak Rp.
33,73 milyar.
TABEL
ALOKASI ANGGARAN SUB SEKTOR SUMBER DAYA AIR
PROVINSI SULAWESI SELATAN
TAHUN ANGGARAN 2010 SUMBER PHLN
NO PROGRAM / KEGIATAN / SUB
KEGIATAN
BELANJA
BARANG
BELANJA
MODAL JUMLAH
04.04.01 Program Pengembangan,
Pengelolaan, Dan Konservasi
Sungai, Danau Dan Sumber Air
Lainnya
2.635.207 240.000 2.875.207
04.04.03 Program Pengembangan Dan
Pengelolaan Jaringan Irgasi,
Rawa, Dan Jaringan Pengairan
Lainnya
1.186.062 19.402.043 20.588.105
4464 Peningkatan Pengelolaan Irigasi
Partisipatif (Wismp)
150.000 600.000 750.000
4465 Peningkatan Pengelolaan Irigasi
Partisipatif (Pisp)
1.036.062 18.802.043 19.838.105
Total Dinas Pengelolaan Sumber
Daya Air Provinsi Sulawesi Selatan
3.821.269 19.642.043 23.463.312
Keterangan: Dalam ribuan rupiah
Tujuan pembangunan pengendali sedimen Gunung Bawakaraeng
adalah untuk meminimalisir kekeruhan air sungai Jeneberang
sebagai sumber air baku untuk air domestik, industri dan perkotaan
dan sumber air baku untuk irigasi. Target pembangunan sebanyak
8 unit sabo dam dan 4 unit bangunan penahan sedimen yang
berfungsi sebagai bangunan pelintasan di sungai, dan 1 unit giant
sabo dam, pengerukan sedimen di dalam waduk, yang
seluruhnya berada di sepanjang aliran sungai Jeneberang.
Realisasi sampai dengan tahun anggaran 2010 sudah mencapai
dalah sabo dam 8 unit dan 4 unit bangunan pengendali sedimen.
Kemudian program prioritas yang telah dilaksanakan dengan
pembiayaan APBN/PHLN tahun anggaran 2010 dan yang akan
dilaksanakan pada tahun anggaran 2011 diantaranya adalah:
Laporan Kunjungan Kerja Komisi V DPR RI 1
PROVINSI SULAWESI SELATAN -107
a. Program Pengembangan, pengelolaan dan konservasi
sungai, danau, dan sumber air lainnya adalah sebagai
berikut :
1). Pembangunan sabo dam di sungai Jeneberang untuk
melindungi waduk Bili-bili dan sabo dam sungai Tinco
untuk melindungi waduk Ponre-ponre
2) Pembangunan bendung gerak di Sungai Cenranae yaitu
bendung gerak Danau Tempe.untuk mempertahankan
muka air di Danau Tempe
3). Pembangunan bendungan di sungai Gilireng, yaitu
pembangunan bendungan Paselloreng di Kabupaten
Wajo.
4). Pembangunan bendungan di sungai Kelara-Karalloe,
yaitu pembangunan bendungan Kelara-Karalloe di
Kabupaten Jeneponto, dan Gowa.
5). Pembangunan tampungan air di wilayah Mamminasata,
yaitu pembangunan bendungan Pamukulu di
Kabupaten Takalar dan pembangunan bendungan
Bontosunggu di Kabupaten Maros.
6). Pembangunan tampungan air di sungai Walanae, yaitu
pembangunan bendungan Walimpong di Kabupaten
Soppeng, dan Bone.
7). Pembangunan bendungan di Sungai Saddang, yaitu
pembangunan bendungan Buntu batu di Kabupaten
Enrekang.
8). Pembangunan waduk tunggu di sungai Tallo, yaitu
pembangunan waduk tunggu Nipa-nipa di Kotamadya
Makassar dan Kabupaten Gowa
9). Pembangunan dan normalisasi di sungai Tallo, yaitu
pembangunan dan pengembangan sungai Tallo di
Kotamadya Makassar.
Laporan Kunjungan Kerja Komisi V DPR RI 1
PROVINSI SULAWESI SELATAN -107
10).Pembangunan embung 10 unit per tahun di setiap
kabupaten
b. Program pengembangan, pengelolaan jaringan irigasi, rawa
dan jaringan pengairan lainnya.
1). Rehabilitasi Daerah Irigasi (DI) Sadang, DI Kalaena, DI
Balease, DI Langkeme, DI Bila Kalola, DI Bila.
2). Pembangunan DI Gilireng, DI Matajang, DI Bayang-
bayang, DI Bajo Makawa, DI Malangke
3). Pembangunan bendungan Torere dan DI Torere
4). Pembangunan bendungan rongkonb dan DI Rongkong
5). Pembangunan Daerah Irigasi bantaran Danau Tempe di
Kabupaten Wajo, Soppeng, Sidrap dan Kabupaten Bone
c. Program pengembangan dan pengelolaan air baku
1) Pembangunan air baku Kota Enrekang dan sekitarnya
2) Pembangunan air baku kota Makale dan sekitarnya
3) Pembangunan air baku kota Rantepao dan sekitarnya
C. Objek Yang Dikunjungi
C.1. Revitalisasi Pantai Losari
Sulawesi selatan memiliki panjang pantai berkisar 79.000 km
terbentang dari Kabupaten Pinrang sebelah barat sampai dengan
Kabupaten Luwu Timur di Bagian Timur, itu belum termasuk panjang
pantau pulau-pulau terkecil seperti Pulau Selayar, Pulau Baranglompo,
pulau Jampea dan lain-lain.
Kementerian Pekerjaan Umum telah melakukan SID/DD Pantai dan
melaksanakan pembangunan sarana dan prasarana pantai di
Sulawesi Selatan sejak Tahun 2002 sampai dengan 2008, tersebar pada
7 (Tujuh) Kabupaten, dengan Kegiatan meliputi:
- SID sepanjang 90 Km
Laporan Kunjungan Kerja Komisi V DPR RI 1
PROVINSI SULAWESI SELATAN -107
- Pembangunan fisik (Tembok Laut/ Revetmen) sepanjang 7,072 Km;
dan
- OP Bangunan Pantai dengan panjang 1,00 Km
Pantai Losari yang terletak di Kota Makasar dengan panjang 950m
menghadap Barat, merupakan ikon pemeritah Kota Makassar dan
merupakan tempat rekreasi. Pengembangan pantai Losari dengan
melakukan Revitalisasi ini dilakukan untuk mengamankan Pantai Losari
sebagai ruang publik dari abrasi yang disebabkan oleh kekuatan
gelombang laut dengan perkuatan dinding sheet Pile dan Balok yang
dihubungkan ke tiang pancang sebagai konstruksi pelindung/ angker.
Konsep pengembangan Pantai Losari Kota Makasar berawal dari
desin ide yang dimunculkan pada tahun 1982, kemudian dilakukan
desian awal oleh Tim Jurusan Arsitektur UNHAS pada Tahun 1994, lalu
Tahun 2000 dibentuk tim 17 untuk mengaplikasikan rencana Revitalisasi
Pantai Losari yang terletak di Kota Makasar.
Penentuan desain dilakukan melalui sayembara Nasional desain
Revitalisasi Pantai Losari Kota Makasar dan Tahun 2001 Detail
Engineering (DED) selesai dilaksanakan oleh pemenang sayembara.
Pemancangan pertama dimulai pada tanggal 9 November 2004,
pada pekerjaan Struktur Pelataran Bahari (Section B) dan Tahap I
Struktur Pelataran Bugis Makassar (Section C) telah selesai dibangun
oleh kementerian Kelautan dan Perikanan pada Tahun 2007.
Keberlanjutan pembangunan tahap II section C (Pelataran Bugis
Makassar) dan pekerjaan pembuatan struktur Pelataran Mandar
Toraja (Section A) dan Pelataran Metro Tanjung Bunga (Section D),
yang meliputi; Pengadaan Sheet Pile Cap, Pembuatan Balok Beton
Pengikat dan Plat Cantilever, Pekerjaan tersebut telah mencapai
progress 46,73% per 31 Maret 2009.
Laporan Kunjungan Kerja Komisi V DPR RI 1
PROVINSI SULAWESI SELATAN -107
MANFAAT PEKERJAAN
Pembangunan Revitalisasi Pantai Losari
Kota Makassar akan mengamankan
400 Ha permukiman dan menciptakan
ruang baru seluas 11 Ha, dengan
eperuntukan ruang 30% sebagai Parkir
dan pelebaran jalan, 30% sebagai
taman kota dan 40% sebagai
pedestiran, Pelataran serta fasilitas penunjang.
SUMBER DANA
1. Kementerian Kelautan dan Perikanan RI sebesar Rp 24,287 Milyar
(DIPA 2005-2007)
2. Kementerian Pekerjaan Umum sebesar Rp 40,00 Milyar (DIPA BBWS
Pompengan Jeneberang TA 2008-2009)
C.2. Pembangunan Center Point Of Indonesia Di LOSARI
Center Point of Indonesia (CPI), yang terletak di sekitar pantai losari dan
Tanjung Bunga telah diawali dengan reklamasi total Pantai Losari, yang
sudah dimulai sejak Maret lalu. Nantinya, di kawasan dengan luas total
600 hektar itu akan terdapat bangunan bangunan menjulang tinggi,
pusat bisnis dan pemerintahan, kawasan hiburan, hotel hotel kelas
dunia yang dilengkapi dengan lapangan golf dengan view ke laut
lepas dan pemandangan menakjubkan ke pulau pulau di Teluk
Makassar.
Center point diperlukan, dalam rangka pengembangan Indonesia
bagian Timur dengan tujuan utama:
1. Ikut membangun peradaban Indonesia
2. Mewujudkan Makassar sebagai pusat peradaban nusantara
3. Menjadi pemicu kebangkitan “indonesia Baru”
Laporan Kunjungan Kerja Komisi V DPR RI 1
PROVINSI SULAWESI SELATAN -107
4. Mewujudkan pusat edukasi sejarah nusantara bagi generasi
sekarang dan yang akan datang
5. Mengembalikan Makassar sebagai “kota dunia”
6. Mengembangkan kawasan “kota baru” berstandar global
7. Mewujudkan kota hijau terbaik di Indonesia
8. ICON baru Indonesia
9. Mewujudkan YY No 26 Tahun 2007 tentang penataan ruang, UU
no 27 Tahun 2007 tentang tata ruang pesisir dan perda no 6
Tahun 2006 tentang rencana tata ruang wilayah makassar.
Di kawasan ini direncanakan akan dibangun Istana Presiden, yang
berdiri di atas laut. Di kawasan CPI juga akan dibangun Masjid
Termegah di Asia, sekelas Taj Mahal di India. Ada juga The Makassar
Notradamus, yaitu taman 1000 patung Pahlawan Indonesia. Masih di
lokasi yang sama, Makassar juga akan membangun Public Space atau
area publik terluas di Dunia. Di lapangan nan luas ini, akan terdapat
banyak kawasan hijau, tempat bermain, taman bunga, tempat
beristrahat, dan tentunya pantai buatan. Di sekitar kawasan ini juga
akan terdapat Waterfront dan Marinas.
Center Point Of Indonesia akan dilengkapi dengan dua jalan layang
selebar masing masing 40 meter, waterway, monorail dan busway.
Monorail di CPI akan menghubungkan kawasan megah ini ke Pusat
Kota Makassar, hingga ke Bandara International Sultan Hasanuddin.
Di lokasi ini direncanakan akan dilengkapi dengan sebuah menara
yang menyerupai Oriental Pearl Tower di Shanghai. Menara setinggi
300 meter itu akan difasilitasi dengan dek anjungan berputar. Menara
itu akan dibangun tepat di tengah tengah proyek CPI. Selain itu,
Center Point of Indonesia akan memanjakan pengunjung karena
sudah terintegrasi dengan Trans Studio Indoor Theme Park, karena akan
dilewati oleh jalur Monorail. Nantinya beberapa pantai dan pulau
pulau buatan di CPI juga akan dihubungkan dengan kereta gantung
(Gondola) terpanjang di Asia.
Laporan Kunjungan Kerja Komisi V DPR RI 1
PROVINSI SULAWESI SELATAN -107
Dinamakan Center Point of Indonesia karena letak Makassar secara
geografis terletak tepat di tengah tengah Indonesia. Jika di ukur dari
Ujung Sumatera yang jaraknya 2500 Kilometer dan dari Ujung Papua
sepanjang 2300 Kilometer, maka Makassar adalah daratan terdekat
dari titik pusat Indonesia, yang terletak di antara Laut Jawa dan Selat
Makassar.
Rencananya tahap awal pembangunan CPI, akan selesai pada tahun
2012. Jika proyek ini selesai, maka Makassar akan melesat menjadi kota
metropolitan modern dan terbesar kedua di Indonesia, melampaui
Surabaya. Obsesi itu jugalah yang membuat Makassar bertekat untuk
menjadi kota dunia di tahun 2030.
Tahapan pembangunan Center Point Of Indonesia dari Tahun 2008
sampai Tahun 2012 adalah sebagai berikut:
1. Ide Dasar dan visi perencanaan (Tahun 2008)
2. Pekerjaan Perencanaan: Feasibility study, Master Plan dan DED.
(Tahun 2008-2011)
3. Pekerjaan Amdal dan Sosialisasi (Tahun 2008-2009)
4. Pekerjaan Marketing Investasi (Tahun 2008-2012)
5. Pekerjaan Perijinan dan Regulasi (Tahun 2008-2010)
6. Pekerjaan Infrastruktur Dasar dan Konstruksi dasar (oleh
Pemerintah) yang dilaksanakan mulai Tahun 2008 sampai Tahun
2012.
7. Pekerjaan Infrastruktur lanjutan dan konstruksi lanjutan (Investasi)
yang dilaksanakan mulai Tahun 2009 sampai Tahun 2012.
Total Anggaran yang dibutuhkan dalam membangun center point
of indonesia adalah sebesar RP 907 Milyar yang sumber dananya
dapat dilihat pada Tabel berikut:
Laporan Kunjungan Kerja Komisi V DPR RI 1
PROVINSI SULAWESI SELATAN -107
TABEL
RENCANA ANGGARAN PEMBANGUNAN
CENTER POINT OF INDONESIA
TAHUN 2008-2012
URAIAN PEKERJAAN BIAYA SUMBER DANA
1. Struktur Pemprov
1.1 Sheet Pile 134.062.500.000,-
1.2 Tiang Pancang 4.500.000.000,-
1.3 Inland Cost 200.000.000,-
1.4 Balok Beton 7.171.875.000,-
1.5 Plat Beton 4.250.000,-
1.6 Talud 827.577.000,-
2. Penimbunan Darat 21.230.953.229,- Tarkim
3. Penimbunan di Laut 291.192.719.778,- PSDA
4. Street 57.062.520.000,- Praswil
5. Jembatan 30.000.000.000,- Praswil
6. Drainase 3.600.000.000,- Pemkot Makasar
7. STP 3.000.000.000,- Pemkot Makasar
8. Landscape 2.300.000.000,- Pemkot Makasar
9. Land Accuisition 30.000.000.000,- Pemkot Makasar
10. Museum 1000 Indonesia Heros 21.553.650.000,- Swasta
11. Masjid Indonesia
Rohimakumullah
14.112.000.000,- Swasta
12. Menara dari Timur Indonesia
Bangkit 183 m
221.697.000.000,- Swasta
TOTAL Rp 907 Milyar
D. Permasalahan
Dalam kunjungan kerja komisi V DPR RI ke Provinsi Sulawesi Selatan,
ditemukan beberapa permasalahan terkait dengan sub sektor Sumber
Daya Air, diantaranya adalah sebagai berikut:
- Kinerja pelayanan jaringan irigasi yang belum optimal, dimana dari
7,2 juta ha luas daerah irigasi yang telah dibangun diperkirakan
masih sekitar 1,34 juta ha daerah irigasi yang belum dapat
berfungsi secara optimal karena adanya kerusakan jaringan irigasi
yang antara lain diakibatkan oleh umur konstruksi, bencana alam,
kurangnya operasi dan pemeliharaan jaringan irigasi, dan masih
rendahnya keterlibatan petani dan stakeholders lainnya dalam
pengelolaan jaringan irigasi
Laporan Kunjungan Kerja Komisi V DPR RI 1
PROVINSI SULAWESI SELATAN -107
- Kinerja pelayanan jaringan reklamasi rawa belum optimal, dimana
dari 33,4 juta ha lahan rawa yang merupakan lahan rawa pasang
surut dan rawa lebak termasuk lahan rawa bergambut, sampai
saat ini hanya sekitar 1,8 juta ha jaringan reklamasi rawa yang telah
dikembangkan Pemerintah. Perubahan garis pantai akan
menimbulkan masalah dalam kaitannya dengan perlindungan
sarana dan prasarana sepanjang pantai dan batas wilayah
Negara
- Pengendalian Banjir Kota Makassar, Sungai Saddang, Sungai Maos
& Sungai Rongkong dan Pengendalian Sedimen Bawakaraeng:
Mengembalikan fungsi seluruh infrastruktur SDA yang mengalami
kerusakan karena bencana alam seperti banjir, tanah longsor,
tsunami, dan gempa bumi
- Prasarana Konservasi Sumber Daya Air: Kondisi air di musim
kemarau semakin kecil, sementara terjadi bencana banjir di musim
hujan; dan Diperlukan pembangunan tampungan air untuk
penyediaan air di musim kemarau dalam rangka menyediakan air
baku untuk perkotaan, perdesaan, dan industri serta pengendalian
banjir di musim hujan
- Prasarana Pengendalian Banjir: Sungai di Sulsel saat ini masih 70%
yang belum dilengkapi dengan prasarana pengendalian banjir
dan saat ini mengalami kerusakan.
- Pengembangan Daerah Rawa dan Pantai: Pengembangan
daerah rawa masih diperlukan untuk peningkatan produksi
perikanan maupun pertanian. Kemudian pengendalian dan
penanganan erosi pantai yang menimbulkan kerusakan pada
prasarana wilayah maupun perkotaan.
- Jaringan Irigasi: Luas Jaringan Irigasi : 647.894 Ha terdiri atas Irigasi
Teknis : 374.464 Ha, Semi Teknis : 61.504 Ha, Sederhana : 211.626 Ha,.
(sumber data Kepmen Pu No. 390/2007) Tingkat pelayanan irigasi
teknis dan semi teknis tinggal 60% sehingga diperlukan adanya
Laporan Kunjungan Kerja Komisi V DPR RI 1
PROVINSI SULAWESI SELATAN -107
rehabilitas; Masih banyak areal persawahan yg belum terlayani
jaringan irigasi.
- Penyediaan Jaringan Air Baku: Diperlukan adanya rehabilitasi dan
pemeliharaan jaringan air baku yang sudah ada, Pengembangan
jaringan air baku diperlukan untuk pemenuhan kebutuhan air
minum sesuai target MDGs 2015.
- Terjadi alih fungsi lahan beririgasi teknis: Hanya ada sekitar 30.000
ha yang penyediaan airnya dijamin melalui waduk, selebihnya
sangat rentan terhadap kekeringan, Luas lahan pertanian yang
gagal panen akibat banjir mencapai sekitar 25.000 Ha per tahun
(Sul – Sel )
- Kinerja jaringan irigasi senantiasa mengalami penurunan akibat
kebutuhan dana OP jaringan irigasi hanya dapat terpenuhi sekitar
50% - 60% dari AKNOP.
- Rata-rata ketersediaan air permukaan (utamanya dari sungai) di
Sulawesi Selatan 10.000 m3/ kapita/ Th, tetapi tidak merata di
setiap wilayah dan setiap waktu.
- Tingkat kebutuhan air baku per tahun semakin meningkat sejalan
dengan pertambahan jumlah penduduk, industri, dan perluasan
lahan pertanian.
- Indeks Penggunaan Air (IPA) atau Rasio Kebutuhan/Ketersediaan
masih rendah
CENTER POINT OF INDONESIA DI LOSARI
- Membutuhkan anggaran sebesar Rp 60 Milyar untuk memasang
site pile di area seluas 16 Ha.
- Masyarakat mengklaim akan tanah-tanah sekitar CPI
- Proses perijinan yang berbelit
- Terjadi akselerasi pendanaan
- Belum memanfaatkan sumber-sumber dana lain secara maksimal
- Terdapat komunitas nelayan kerang yang belum terencana
Laporan Kunjungan Kerja Komisi V DPR RI 1
PROVINSI SULAWESI SELATAN -107
- Kepemilikan jalan metro oleh pihak swasta, sedangkan jalan
tersebut merupakan jalan yang memiliki koneksi dengan CPI
- Prediksi dapat terjadi pencemaran lingkungan
GAMBAR
PENINJAUAN CENTER POINT OF INDONESIA LOSARI
3.1.2. SUBSEKTOR BINA MARGA
A. Umum
Total panjang jalan Nasional di Provinsi Sulawesi Selatan adalah
115.106 Km, dengan panjang jalan nasional, provinsi serta jalan
kabupaten kota sebagai berikut:
Laporan Kunjungan Kerja Komisi V DPR RI 1
PROVINSI SULAWESI SELATAN -107
1. Jalan Nasional : 34.628 Km
2. Jembatan Pada jalan nasional : 14.265 Km
3. Jalan Provinsi : 48.680 Km
4. Jalan Kab/Kota : 17.533 Km
Saat ini Kondisi Jalan di Provinsi Sulawesi Selatan dalam kondisi baik
sebanyak 58,4 %, sedang 32,3 %,rusak ringan 7,1 %, rusak berat 2,2 %.
Untuk panjang jalan provinsi 30,2% dengan kondisi baik, sedang 34,5%,
rusak ringan 24,4 %, rusak berat 9,1 %, dan belum tembus 1,8 %.
B. Anggaran
Pada sub sektor Bina Marga, besaran anggaran yang diterima
untuk provinsi Sulawesi Selatan pada Tahun 2007-2011 mengalami
peningkatan. Pada Tahun 2007 besaran anggaran yang diterima
oleh provinsi ini adalah sebesar Rp 340.77 Milyar, sedangkan pada
tahun berikutnya, yaitu Tahun 2008, mengalami peningkatan sang
sangat besar hingga mencapai 102,32 % dari tahun sebelumnya
atau mengalami penambahan anggaran sebesar Rp 348,68 Milyar.
TABEL
BESARAN ANGGARAN SUBSEKTOR BINA MARGA
TAHUN 2007-2011
TAHUN RP-MURNI PLN TOTAL
2007 294.48 46.29 340.77
2008 689.45 - 689.45
2009 534.89 175.12 710.00
2010 520.81 234.71 755.53
2011 (sesuai Renja-KL) 1,003.16 - 1,003.16 Keterangan: Dalam Miliyar Rupiah
Pada Tahun 2009 dan Tahun 2010, anggaran yang dialokasikan
untuk Subsektor Bina Marga mengalami peningkatan, secara
berturut-turut dari satu tahun sebelumnya dengan peningkatan
sebesar 2,98% dan 6,4%. Direncanakan pada Tahun 2011 (Sesuai
dengan Renja-KL), alokasi anggaran di provinsi Sulawesi Selatan
mengalami penambahan anggaran sebesar Rp 247,63 Milyar atau
Laporan Kunjungan Kerja Komisi V DPR RI 1
PROVINSI SULAWESI SELATAN -107
peningkatan anggaran sebesar 32,77%. Untuk lebih jelasnya
besaran anggaran yang diterima Provinsi Sulawesi Selatan untuk
Sub sektor Bina Marga mulai dari Tahun 2007 hingga Tahun 2011
berdasarkan sumber anggarannya dapat dilihat pada tabel
berikut.
PROGRAM PRIORITAS 2011
Usulan program/kegiatan PRIORITAS yang menjadi usulan pada R-
APBN 2011 antara lain :
Lanjutan pembangunan jalan Lintas Barat
Lanjutan Program EINRIP
Penanganan standarisasi lebar jalan minimal 6 m pada ruas
jalan strategis
Penanganan Metro MAMMINASATA
C. Permasalahan
Beberapa permasalahan yang terkait dengan sub sektor Bina
Marga di Sulawesi Selatan adalah sebagai berikut:
- Beberapa kabupaten mengalami kesulitan dalam memenuhi
dana pembebasan lahan, sehingga membutuhkan bantuan
pemerintah provinsi dan pusat diantaranya yaitu daerah
kabupaten Maros, kabupaten Pangkep, Kabupaten Barru.
- Kontraktor yang on going sampai sekarang masih terkendala
oleh lahan, sehingga masih diperlukan perpanjangan waktu
sampai akhir T.A 2010 dan dimungkinkan sampai akhir 2011 jika
lahan belum tuntas secepatnya.
- Beberapa kontraktor mengajukan optimasi kontrak jika
pembebasan lahan masih terkendala, sehingga jika hal itu
terjadi kemungkinan akan dilakukan pelelangan ulang setelah
lahan bebas.
Laporan Kunjungan Kerja Komisi V DPR RI 1
PROVINSI SULAWESI SELATAN -107
- Alokasi anggaran untuk kontrak original, maupun kontrak
amandemen, serta eskalasi belum terpenuhi secara
keseluruhan T.A 2010, sementara kontrak berakhir 2010
- Beberapa paket pekerjaan harga satuan rendah, sehingga
menyulitkan mencari material dan tenaga.
- Belum tuntasnya pembangunan lintas utama (lintas barat)
dan jalan lintas timur sulawesi selatan untuk pemenuhan
standar lebar menuju standar minimal. (Makassar -Maros -
Pare-Pare - Bts. Sulbar; Makassar - Takalar - Jeneponto -
Bantaeng -; Bulukumba - Sinjai - Sengkang - Tarumpakkae;
Sidrap - Enrekang - Tator – Palopo); ruas jalan Maros – Bone.
- Rendahnya pelayanan infrastruktur jalan dan jembatan
pada kawasan metropolitan mamminasata (Maros,
Sungguminasa, Makassar, Takalar).
3.1.3. SUBSEKTOR CIPTA KARYA
A. Umum
Bertambahnya jumlah penduduk berdampak pada peningkatan
jumlah kebutuhan akan papan (rumah) yang sehat dengan
lingkungan yang baik dan didukung oleh infrastruktur yang layak.
Program prioritas pemerintah adalam pemenuhan rumah bagi
masyarakat Indonesia. Untuk memenuhi kebutuhan akan perumahan
di Provinsi Sulawesi Selatan, maka dibangunlah Rumah Susun
Sederhana Sewa (Rusunawa) menggunakan dana APBN yang
diharapkan dapat menyediakan rumah yang layak bagi masyarakat
khusunya Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR).
Laporan Kunjungan Kerja Komisi V DPR RI 1
PROVINSI SULAWESI SELATAN -107
B. Anggaran
Pada sub sektor Cipta Karya, besaran anggaran yang diterima untuk
provinsi Sulawesi Selatan pada Tahun 2007-2011 sangat fluktuatif. Pada
Tahun 2008 mengalami penupenurunan, Tahun 2009 mengalami
Peningkatan, pada Tahun 2010 alokasi anggaran bagi pembangunan
di bidang Cipta Karya mengalami penurunan dan kemudian
meningkat lagi pada Tahun 2011.
Pada Tahun 2007 besaran anggaran yang diterima oleh provinsi ini
adalah sebesar Rp 227.51 Milyar, sedangkan pada tahun berikutnya,
yaitu Tahun 2008, mengalami penurunan sebesar 4,11% atau sebesar
Rp 9,37 Milyar.
Pada Tahun 2009, anggaran yang dialokasikan untuk Subsektor Cipta
Karya mengalami peningkatan sebesar 37,78 %, namun demikian
pada Tahun 2010 anggaran yang diterima berkurang sebesar Rp 11,73
Milyar atau sebesar 3,9%. Direncanakan pada Tahun 2011 (Sesuai
dengan Renja-KL), alokasi anggaran di provinsi Sulawesi Selatan
mengalami penambahan anggaran sebesar Rp 146,12 Milyar
(peningkatan sebesar 50,59%). Untuk lebih jelasnya besaran anggaran
yang diterima Provinsi Sulawesi Selatan untuk Sub sektor Cipta Karya
mulai dari Tahun 2007 hingga Tahun 2011 berdasarkan sumber
anggarannya dapat dilihat pada tabel berikut.
TABEL
BESARAN ANGGARAN SUBSEKTOR CIPTA KARYA
TAHUN 2007-2011
TAHUN RP-MURNI PLN TOTAL
2007 143.84 83.67 227.51
2008 183.59 34.55 218.14
2009 169.18 131.38 300.56
2010 190.42 98.41 288.83
2011 (sesuai Renja-KL) 434.95 - 434.95 Keterangan: Dalam Miliyar Rupiah
Laporan Kunjungan Kerja Komisi V DPR RI 1
PROVINSI SULAWESI SELATAN -107
C. Objek Yang Dikunjungi
C.1 Rusunawa Mariso - Makassar
Rusunawa Mariso-Makasar dibangun dalam rangka peremajaan
kota, serta dilakukan untuk memenuhi kebutuhan akan rumah
bagi masyarakat berpenghasilan rendah. Rusunawa Mariso
dibangun dengan menggunakan anggaran Tahun 2008-2009
sebesar Rp Rp. 28.307.653.000,- Jumlah total unit sarusun yang
dibangun adalah sebanyak 198 unit, dengan infrastruktur
pelengkap berupa listrik dari PLN dan air minum dari PDAM.
DATA PEKERJAAN
Lokasi : Kawasan Mariso
Jumlah Bangunan : 2 Twin Blok, 5 Lantai
Type Unit Hunian : 24 M2
Jumlah Unit Hunian : 198 Unit
Struktur Bawah : Pondasi Tiang Pancang
Struktur Atas : Priska System
Kontraktor : PT. Putra Jaya
SPESIFIKASI MATERIAL BANGUNAN
Dinding Luar : Batako + Plester + Aci + Cat
Dinding Dalam : Batako + Plester + Aci + Cat
Lantai Hunian : Keramik 30 X 30 Cm
Kamar Mandi : Lantai : Keramik 20 X 20 Cm
Dinding : Keramik 20 X 25 Cm
Dapur : Kitchen Zink + Keramik
Kusen : Alumunium
Pintu : Alumunium + Calsiboard
Plafond : Beton Ekspose S/D Lantai 4
Hollow + Grc Pada Lantai 5
Laporan Kunjungan Kerja Komisi V DPR RI 1
PROVINSI SULAWESI SELATAN -107
C.2 PDAM Kabupaten Maros
Sumber air baku yang dimanfaatkan guna memenuhi kebutuhan
air bersih di kabupaten Maros adalah berasal dari IPA Bantimurung
dan Bendungan Carangki. IPA Bantimurung memiloiki kapasitas
debit air 500 liter/detik, namun yang dapat diusahakan baru
mencapai 70 liter/detik. Sedangkan Bendungan Carangki hanya
dimanfaatkan 50 liter/detik, meskipun kapasitas IPA Carangki
tersebut dapat mencapai lebih 1000 liter/detik.
Potensi air baku pada Bendungan Carangki sudah tidak dapat
dikembangkan lagi karena sebagian besar potensinya
diperuntukkan untuk memenuhi kebutuhan wilayah Kota Makassar
dengan kapasitas terpasang 1.000 liter/detik. Oleh karena itu,
PDAM Kabupaten Maros hanya dapat mengembangkan
kapasitas IPA Bantimurung, mengingat pertumbuhan penggunaan
air bersih yang semekin meningkat. Kawasan Bandar Udara Sultan
Hasanuddin yang baru membutuhkan suplai air sebanyak 80
liter/detik, sehingga dalam pengembangannya, PDAM Kabupaten
Maros terus melakukan peningkatan kapasitas.
Kendala yang dihadapi pada pemanfaatan air baku di
Kabupaten Maros sebagai air bersih adalah investasi yang tinggi,
sementara potensi sumber air baku di wilayah ini cukup banyak
PAPARAN PDAM MAROS
Laporan Kunjungan Kerja Komisi V DPR RI 1
PROVINSI SULAWESI SELATAN -107
dan belum dimanfaatkan, sebagaimana pada sumber air
Panttontongan yang juga berlokasi di Kecamatan Bantimurung.
Pada Tahun 2010, PDAM Kabupaten Maros hanya mampu
melayani 18% penduduk yang ada. Sedangkan di prediksi pada
Tahun 2030 jumlah penduduk akan meningkat sekitar 5 (lima) kali
dari penduduk saat ini. Ini berarti PDAM Kabupaten Marus harus
mampu meningkatkan kinerjanya dalam menyediakan air bersih,
agar tingkat pelayanan tidak menurun, bahkan dapat memenuhi
target, yaitu melayani penduduk sebesar 76%.
TABEL
KEBUTUHAN PELAYANAN
AIR BERSIH TAHUN 2009-2030
U R A I A N SAT 2009 2010 2011 2016 2020 2025 2030
Penduduk Terlayani Jiwa 56.544 56.718 58.370 190.722 225.081 251.541 270.356
Tingkat Pelayanan % 18 18 19 56 69 73 76
Jumlah Sambungan SR Unit 8.874 8.903 9.145 30.287 38.301 54.119 58.213
Jumlah Sambungan HU Unit 33 33 35 90 111 126 135
Kebutuhan Air Rata-
rata L/dt 114 115 127 373 482 542 589
Kap. IPA yg dibutuhkan L/dt 137 138 153 448 579 651 708
Kap. Distribusi L/dt 171 172 191 559 724 813 884
NRW % 27 23 20 20 20 20 20
SPESIFIKASI
Luas wilayah pelayanan : 259 km2
Area pelayanan : 9 kec. & 23 kel/desa
Penduduk terlayani : 68.096 jiwa
Cakupan daerah pelayanan : 49,33 %
Cakupan pelayanan kabupaten : 22,20 %
Kapasitas produksi : 130 l/s
Air produksi : 3.012.494 m3
Air distribusi : 2.823.432 m3
Air terjual : 2.036.276 m3
Kehilangan air : 27, 87 % ( 787.156 m3 )
Laporan Kunjungan Kerja Komisi V DPR RI 1
PROVINSI SULAWESI SELATAN -107
Tarif dasar : Rp. 2.300
Jumlah pelanggan : 9. 375 sl
Rasio karyawan : 9,88 karyawan /1000 plgn
Harga pokok produksi : Rp. 4.371 /m3
Tarif rata-rata : Rp. 3.554 /m3
Full cost recovery ( fcr) : 81 %
Efesiensi penagihan : 87,41 %
Panjang jaringan : 260.021 m
Pipa transmisi : 2.410 m
Pipa distribusi : 257.611 m
Waiting list ( daftar tunggu) : 17. 244 sl , bandara
hasanuddin 20 l/dt, auri 10 l/dt
Untuk meningkatkan pelayanan akan air bersih, maka PDAM harus
melakukan pengembangan yang tentunya membutuhkan biaya yang
tidak sedikit, Total anggaran yang diperlukan untuk mengembangkan
SPAM adalah sekitar Rp 114 Milyar.
TABEL
RENCANA ANGGARAN PENGEMBANGAN SPAM
PROVINSI SULAWESI SELATAN
URAIAN PEKERJAAN JUMLAH BIAYA
(RP.000.000)
A. Transmisi Air Baku ke IPA Baru: Dari Intake S.
Bantimurung – Lokasi IPA Baru
41.185
B. Transmisi Air Minum: dari Reservoir ke B-Pump
Mandai
19.864
Pelayanan SPAM Bantimurung
JDU Lau; Bontoa; dan Turikale 12.168
JDU Maros Baru; Lau; dan Turikale 5.167
JDU Marusu dan Mandai/Bandara Hasanuddin 12.532
JDU Marusu; Maros Baru; Turikale; Simbang; dan
Mandai
14.875
Laporan Kunjungan Kerja Komisi V DPR RI 1
PROVINSI SULAWESI SELATAN -107
URAIAN PEKERJAAN JUMLAH BIAYA
(RP.000.000)
Pelayanan SPAM Pattontongan
JDU Moncongloe; dan Tanralili 8.785
Jumlah (belum termasuk pajak berlaku dan
Reservoir/IPA/Bangunan Pendukung)
114.576
D. Permasalahan
Beberapa Permasalahan yang ditemukan di Provinsi Sulawesi Selatan
terkait dengan sub sektor Cipta Karya adalah sebagai berikut:
- Masih terdapat 1.838 Ha Luas genangan lingkungan
permukiman yang belum tertangani secara optimal.
- Cakupan pelayanan persampahan saat ini sudah mencapai 72
% (6.151.250 jiwa)
- Cakupan pelayanan air limbah saat ini baru mencapai 29,16 %
(1.971.554 Jiwa)
- Luasan kawasan kumuh saat ini mencapai 6.134,22 Ha (15%)
yang belum tertangani secara optimal.
- Kesenjangan pemenuhan kebutuhan rumah (Backlog) cukup
besar yaitu 340.975 unit rumah.
- Kondisi PDAM saat ini didominasi oleh kategori kurang sehat 16
Kab./Kota, Kategori sehat 5 Kab./Kota dan sakit 3 Kab./Kota .
- Rendahnya cakupan pelayanan air limbah, rendahnya perilaku
masyarakat dalam penanganan air limbah, menurunnya kualitas
pengelolaan persampahan, pencemaran udara dan air yang
diantaranya disebabkan oleh menurunnya kualitas pengelolaan
Tempat Pembuangan Akhir (TPA).
- Masih rendahnya cakupan pelayanan air bersih perkotaan yaitu
38 %, dimana cakupan pelayanan air bersih oleh PDAM baru
mencapai 20,23% sedangkan pemenuhan kebutuhan air bersih
Laporan Kunjungan Kerja Komisi V DPR RI 1
PROVINSI SULAWESI SELATAN -107
masyarakat yang bersumber dari sumber air terlindungi maupun
tidak terlindungi adalah 56%.
Permasalahan PDAM Kabupaten Maros
- Kapasitas sangat terbatas
- tarif belum full cost recovery (fcr)
- rasio karyawan belum ideal/ sumber daya manusia masih rendah
- tingginya biaya produksi
- klasifikasi pelanggan belum sesuai
- tingkat kehilangan air masih tinggi
- besarnya beban hutang jangka panjang
3.1.4. SUBSEKTOR TATA RUANG
A. Umum
Propinsi Sulawesi Selatan bekerja sama dengan Departemen
Pekerjaan Umum (Ditjen Cipta Karya). Penataan ruang kota
dankabupaten secara formal dipelopori dengan penyusunan RIK Kota
Ujungpandang (Makassar) pada tahun 1984 oleh konsultan PT. BIEC,
Bandung. Setelah itu, diikuti oleh 22 daerah lainnya sertaibukota
kecamatan di tiap kota/kabupaten sekitar dekade 1980-1990an.
Berdasarkan RTRW Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2009-2029,
disebutkan bahwa Tujuan umum penataan ruang wilayah Provinsi ini
adalah untuk menata ruang wilayah Sulawesi Selatan termasuk pesisir
dan pulau-pulau kecilnya menjadi simpul transportasi, industri,
perdagangan, pariwisata, permukiman, pertanian, lahan pangan
berkelanjutan, serta untuk meningkatkan kualitas lingkungan daerah
aliran sungai, secara sinergis antar sektor maupun antar wilayah,
partisipatif, demokratis, adil dan seimbang, dalam sistem tata ruang
wilayah nasional, yang bermuara pada proses peningkatan
kesejahteraan rakyat, khususnya warga Sulawesi Selatan secara
berkelanjutan.
Laporan Kunjungan Kerja Komisi V DPR RI 1
PROVINSI SULAWESI SELATAN -107
Sedangkan tujuan khusus dari disusunnya RTRW Provinsi Sulawesi
Selatan adalah:
mengembangkan fungsi Sulawesi Selatan sebagai simpul transportasi,
industri, perdagangan dan konvensi;
mengarahkan peran Sulawesi Selatan sebagai lahan pangan
berkelanjutan dengan mengarahkan pengembangan agrobisnis dan
agroindustri khususnya komoditi-komoditi unggulan Sulawesi Selatan,
yang sekaligus sebagai penggerak ekonomi rakyat;
mengarahkan pengembangan kawasan serta prasarana wisata
budaya, wisata alam, wisata bahari, wisata agro, maupun wisata
belanja;
memulihkan daya dukung lingkungan, terutama DAS kritis sebagai
dukungan proaktif terhadap fenomena perubahan iklim dunia,
dengan menciptakan keseimbangan pemanfaatan ruang antara
kawasan lindung dengan kawasan budidaya dalam satu ekosistem
darat, laut dan udara, serta terpadu antara wilayah Kabupaten/kota;
meningkatkan sinergitas, efektifitas dan efisiensi penataan ruang lintas
sektor dan lintas wilayah Kabupaten/kota yang konsisten dengan
kebijakan Nasional dan daerah, termasuk pengembangan prasarana
wilayah sesuai daya dukung wilayahnya;
secara khusus mengarahkan penataan ruang wilayah pesisir dan
kepulauan menjadi lebih produktif, lebih terpenuhi pelayanan sosial,
ekonomi dan budaya, serta lebih terlayani sistem transportasi, informasi
dan komunikasi agar terbangun ekonomi wilayah kelautan secara
terpadu dan berkelanjutan
Saat ini 24 kab/kota di Provinsi Sulawesi Selatan telah melakukan revisi
RTRW, dan kondisi akhir RTRW kabupaten Kota di Provinsi Sulawesi
Selatan adalah sebagai berikut:
2 Kab/kota tahap persetujuan substansi di BKPRN
12 Kab/kota dalam pembahasan BKPRD Provinsi
10 Kab/kota tahap penyelesaian Revisi RTRW
Laporan Kunjungan Kerja Komisi V DPR RI 1
PROVINSI SULAWESI SELATAN -107
B. Anggaran
Untuk sub sektor Tata Ruang anggaran yang diterima oleh Provinsi
Sulawesi Selatan, bersumber dari rupiah murni, tidak ada yang
bersumber dari PLN. Besaran anggaran yang diterima untuk sub
sektor tata ruang tidak sebesar sub sektor lainnya, namun tetap
mengalami perubahan bersaran anggaran yang fluktuatif dari tahun
ke tahun.
Anggaran yang diterima pada Tahun 2007 adalah sebesar Rp 5,89
Milyar dan pada Tahun 2008 mengalami penurunan anggaran
sehingga anggaran yang diterima adalah sebesar Rp 2,32 Milyar.
Namun demikian mulai Tahun 2009 hingga Tahun 2011, anggaran sub
sektor tat riuang mengalami peningkatan, dengan besaran
peningkatan untuk setiap tahunnya secara berturut-turut adalah
sebesar 22,84%, 80,70% dan 11,61%.
TABEL
BESARAN ANGGARAN SUB SEKTOR TATA RUANG
TAHUN 2007-2011
TAHUN RP-MURNI PLN TOTAL
2007 5.89 - 5.89
2008 2.32 - 2.32
2009 2.85 - 2.85
2010 5.15 - 5.15
2011 (sesuai Renja-KL) 6.16 - 6.16 Keterangan: Dalam Miliyar Rupiah
C. Permasalahan
- RTRW Provinsi Sulawesi Selatan merupakan RTRW Provinsi
Pertama yang selesai di PERDA kan di Indonesia, namun pada
akhir tahun 2010 belum satupun dari Kabupaten/Kota di
Sulawesi Selatan yang menyelesaikan PERDA RTRW nya.
Sehingga perlu segera dilakukan dorongan kepada setiap
Pemerintah Kabupaten/ Kota agar segera direalisasikan agar
Laporan Kunjungan Kerja Komisi V DPR RI 1
PROVINSI SULAWESI SELATAN -107
kondisi Penataan ruang di Sulawesi Selatan menjadi lebih
terarah dan terpadu dalam pelaksanakan pembangunan.
- Masih perlunya dukungan perencanaan tata ruang dan
pengembangan infrastruktur di Kawasan Strategis Nasional
(Mamminasata, Kapet Pare-pare, Kawasan Sorowako dsk, dan
Kawasan Toraja dsk)
- Masih terkendalanya target penyusunan revisi RTRW
kabupaten/kota di Provinsi Sulawesi Selatan sampai batas
waktu yang ditetapkan dalam UU No. 26 Tahun 2007 tentang
Penataan Ruang yakni 3 (tiga) tahun setelah UU tsb ditetapkan,
disebabkan keterbatasan kemampuan pemerintah daerah
baik di bidang pendanaan, informasi, maupun kapasitas SDM.
- Kawasan strategis provinsi: Belum ditindaklanjutinya Peraturan
Daerah No. 9 Tahun 2009 tentang RTRW Provinsi Sulawesi
Selatan dalam bentuk rencana rinci kawasan strategis provinsi
disebabkan keterbatasan kemampuan anggaran pemerintah
daerah.
3.2. SEKTOR PERHUBUNGAN
Keberhasilan pembangunan sangat dipengaruhi oleh peran
perhubungan sebagai urat nadi kehidupan politik, ekonomi, sosial
budaya, dan pertahanan keamanan. Keberhasilan Sistem
perhubungan dapat dilihat dari segi efektivitas, dalam arti selamat,
aksesibilitas tinggi, terpadu, kapasitas mencukupi, teratur, lancar dan
cepat, mudah dicapai, tepat waktu, nyaman, tarif terjangkau, tertib,
aman, rendah polusi serta dari segi efisiensi dalam arti beban publik
rendah dan utilitas tinggi dalam satu kesatuan sistem. Oleh karena itu,
pengembangan transportasi sangat penting artinya dalam
menunjang dan menggerakkan dinamika pembangunan, karena
transportasi berfungsi sebagai katalisator dalam mendukung
pertumbuhan ekonomi dan pengembangan wilayah.
Laporan Kunjungan Kerja Komisi V DPR RI 1
PROVINSI SULAWESI SELATAN -107
Sektor perhubungan merupakan salah satu sektor pilar dalam
mendukung percepatan pembangunan Indonesia karena berbagai
alasan. Pertama pembangunan sektor perhubungan meningkatkan
interaksi dan membuka terjadinya pemahaman antar masyarakat.
Kedua, dari segi ekonomi, pembangunan perhubungan membuka
peluang terjadinya perdagangan antar wilayah sehingga dapat
mengurangi perbedaan harga antar wilayah. Ketiga, pembangunan
perhubungan meningkatkan mobilitas tenaga kerja sehingga
mengurangi konsentrasi keahlian dan ketrampilan pada beberapa
wilayah. Sehubungan dengan hal tersebut, Kementerian Perhubungan
telah dan akan terus melaksanakan berbagai program pembangunan
perhubungan untuk mendukung program pembangunan di berbagai
wilayah Indonesia.
Dalam rangka mengembangkan sektor perhubungan di Provinsi
Sulawesi Selatan, maka pada Tahun Anggaran 2009, Provinsi Sulawesi
Selatan mendapatkan anggaran Untuk sebesar Rp 580,697 Milyar,
dengan rincian:
a) Perhubungan Darat : Rp 36,483 Milyar
b) Perhubungan Laut : Rp 165,877 Milyar
c) Perhubungan Udara : Rp 378,337 Milyar
Besaran Alokasi Dana APBN bidang perhubungan tahun 2010 tersebut
terdiri atas 4 bidang dan 28 satuan kerja. Besaran dan alokasi untuk
Bidang Darat dialokasikan pada pengadaan/pemasangan rambu-
rambu jalan, marka dan traffic light.
Adapun untuk sharing dengan APBD pada bidang udara yaitu :
Master Plan Bandara Baru Tana Toraja (Buntu Kunik) dan
pembangunan pagar di Bandara Bua
Sedangkan pada Tahun 2010, penerimaan anggaran untuk sektor
perhubungan mengalami adalah sebesar Rp 304,744 Milyar, dengan
rincian:
a) Perhubungan Darat : Rp 36,705 Milyar
Laporan Kunjungan Kerja Komisi V DPR RI 1
PROVINSI SULAWESI SELATAN -107
b) Perhubungan Laut : Rp 131,786 Milyar
c) Perhubungan Udara : Rp 136,253 Milyar
3.2.1. SUBSEKTOR PERHUBUNGAN UDARA
A. Umum
Perhubungan udara memegang peranan penting dalam
menghubungkan antar daerah di Wilayah Indonesia Bagian Timur,
mengingat lokasi Sulawesi Selatan yang strategis serta dapat menjadi
pusat pelayanan bagi provinsi-provinsi sekitarnya, sehingga angkutan
penerbangan menjadi alat transportasi yang sangat penting terutama
untuk mendorong pergerakan jasa, barang dan manusia terutama
dalam kegiatan perekonomian.
B. Objek yang Ditinjau
B.1. Bandar Udara Hasanuddin- Makasar
Bandar Udara Hasanuddin pada tahun 1935 dibangun oleh
Pemerintah Hindia Belanda dengan nama Lapangan Terbang
Kadieng, yang terletak sekitar 22 kilometer disebelah utara kota
Makassar dengan konstruksi lapangan terbang rumput. Diresmikan
pada tanggal 27 September 1937. Saat ini Bandar Udara Hasanuddin
dengan kelas IA ini, dikelola oleh PT.Angkasa Pura I.
Anggaran pembangunan Bandar Udara pada TA 2010 adalah
sebesar Rp 34,68 Milyar dengan program berupa:
- Pembangunan Transportasi Udara, yang terdiri atas:
Pembangunan gedung kantor tahap II, pembangunan jalan
arteri akses Bandara Internasional Hasanuddin Makassar dengan
semen beton (5000 m x 5 m), pembuatan talud penahan tanah
dengan batu kali 1713 m3, pembangunan gedung operasional
TYPE 45 (36 UNIT, LANJUTAN);
- Restrukturisasi kelembagaan dan peraturan transportasi udara;
serta
Laporan Kunjungan Kerja Komisi V DPR RI 1
PROVINSI SULAWESI SELATAN -107
- Penerapan kepemerintahan yang baik
SPESIFIKASI
Data-data Bandara Hasanuddin sebagai berikut :
Jarak dari kota : 22 km (Kota Makassar)
Kemampuan : B-7379 / B-734
Koordinat / elevasi : 050 03’39” LS – 1190 33’16” BT/47
FEET
Pelayanan LLU : ADC, APP, ACC, RDARA
Panjang Landasan / Arah / PCN : 3.100 m x 45 m/13-31/63 FCXU
Taxiway : 346.846 m²
~ T/W E&F (Exit T/W) : 135 m x 28 m
~ T/W J (Exit T/W) : 250 m x 45 m
~ T/W (Paralel) : 181 m x 23 m
Apron : Flexible : 37.765 m² Rigid :
228.392 m²
Terminal (dom) : 53.045 m²
Terminal (int) : 8.770 m²
Terminal (kargo) : 1.728 m²
Tahapan pembangunan Bandar Udara Sultan Hasanuddin adalah sebagai
berikut:
1) Tahun 2007 Pembangunan Transportasi Udara dengan melakukan
Pekerjaan Konstruksi dan supervisi, Pengembangan/
Pembangunan Bandara Hasanuddin-Makassar
2) Tahun 2008 Pembangunan Transportasi Udara dengan kegiatan
berupa Pekerjaan Konstruksi Sisi Udara Tahap II (Multi
Years: 2 PKT), Pekerjaan Pengadaan Dan Pemasangan
Peralatan Navigasi Udara (Multi Years)
3) Tahun 2009 Pembangunan Transportasi Udara dengan kegiatan
berupa Lanjutan Pekerjaan Konstruksi Tahap II (Multy
Years)
Laporan Kunjungan Kerja Komisi V DPR RI 1
PROVINSI SULAWESI SELATAN -107
4) Tahun 2010 Pembangunan Transportasi Udara dengan melakukan
Pembayaran Sisa Konstruksi Sisi Udara Tahap II
TABEL
REKAPITULASI ANGGARAN PEMBANGUNAN BANDAR UDARA
DI PROVINSI SULAWESI SELATAN
No Tahun Anggaran
/ Program 2006 2007 2008 2009 2010
1 Pembangunan
Transportasi
Udara
0
151.199.930 283.038.380 307.863.811 28.894.990
2 Rehabilitasi Dan
Pembangunan
Transportasi
Udara
0
0
3 Restrukturisasi
Kelembagaan
Dan Peraturan
Transportasi
Udara
0
1.073.656
4 Penerapan
Kepemerintahan
Yang Baik
0
4.711.647
Total 0 151.199.930 283.038.380 307.863.811 34.680.293
Adapun Program kegiatan dan kebutuhan anggaran pada Tanun 2011
adalah sebagai berikut:
1) Program Dukungan manajemen & dukungan teknis lainnya ditjen
perhubungan udara berupa belanja pegawai, belanja barang, dan
PNBP dengan kubutuhan anggaran sebesar Rp19.236.643.000
2) Program Pembangunan, rehabilitasi dan pemeliharaan prasarana
bandar udara berupa: pembuatan pelataran parkir kendaraan,
pemasangan paving block garasi kendaraan operasional,
pembuatan pagar brc tinggi 1,75 meter, lanjutan pembangunan
Laporan Kunjungan Kerja Komisi V DPR RI 1
PROVINSI SULAWESI SELATAN -107
gedung kantor termasuk pengawasan
(selesai 100%), lanjutan pembangunan
rumah operasional (type 45, 10 unit).
Anggaran yang dibutuhkan adalah
Rp14.361.206.000
3) Program Pembangunan, rehabilitasi dan
pemeliharaan prasarana keamanan
penerbangan, dengan kegiatan berupa
pengadaan perlengkapan personil security,
pengadaan alat monitoring pengawasan
dengan cctv bandara, pengadaan tabung
pemadam kebakaran 5 kg, dan pengadaan
mobil patroli. Anggaran yang dibutuhkan
untuk kegiatan tersebut adalah sepesar Rp
20.094.000.000.
B.2. Bandar Udara Tana Toraja
LATAR BELAKANG
Sampai tahun 1996, toraja sudah menjadi
second destination tourism secara nasional.
Akibat permintaan pasar yang tinggi, terbangun pula hotel-hotel
mulai kelas melati hingga bintang lima dengan manajemen
international dan tingkat hunian di atas 90 persen.
Sebagai bahan perbandingan, pada saat krisis moneter yang
dibarengi dengan bom Bali I dan II, berdampak signifikan terhadap
kepariwisataan tanah air. Di masa recovery pariwisata bali dan
tempat lain secara nasional dapat dipulihkan dengan baik. Namun
kondisi ini tidak sama terjadi di tana toraja, 10 tahun pasca krisis
moneter dan 5 tahun pasca bom bali II, tingkat hunian hotel
PAPARAN DAN PENINJAUAN BANDAR UDARA
HASANUDDIN
Laporan Kunjungan Kerja Komisi V DPR RI 1
PROVINSI SULAWESI SELATAN -107
bertahan pada occupancy rate tidak mencapai 10 persen, bahkan
beberapa hotel bintang lima sudah merumahkan karyawannya.
Lambatnya perkembangan Kabupaten Tana Toraja yang memiliki
potensi wisata yang tinggi adalah karena adanya kendala
transportasi. Sejak tahun 2008 dicanangkan gerakan lovely
december untuk mengangkat
kepariwisataan toraja, hasilnya ternyata
kurang signifikan. Kendala utama yang
dihadapi ternyata tidak pada promosi
dan pengembangan jaringan, tapi pada
sektor transportasi. Waktu tempuh lewat
darat dari makassar ke toraja adalah 9
jam pada kondisi normal dan akibat
dimulainya pengerjaan jalan sektor barat
jarak tempuh menjadi 11 jam.
Untuk meningkatkan kembali permintaan
pasar yang tinggi maka perlu adanya
dukungan sarana dan prasarana,
terutama akses penghubung Kabupaten
Tana Toraja ke wilayah lain salah satunya
dengan mengembangkan sarana
perhubungan udara.
Sarana perhubungan udara yang telah
ada di Kabupaten Tana Toraja yaitu
Bandara Pongtiku saat ini memiliki
berbagai macam kegiatan, yaitu kegiatan pengangkutan
penumpang, barang dan kegiatan lain yang berkaitan dengan
penerbangan milik nasional. Saat ini pesawat yang digunakan
adalah pesawat-pesawat yang berbadan kecil dan cassa 212
yang 25 seat dengan Frekuensi penerbangan 2 kali seminggu.
Laporan Kunjungan Kerja Komisi V DPR RI 1
PROVINSI SULAWESI SELATAN -107
Tuntutan dunia mengharuskan pelayanan transportasi yang lebih
nyaman, lebih efisien dan lebih cepat, dengan pengembangan
interkoneksitas antar dtw nasional. Kondisi Bandara Pongtiku yang
berbatasan langsung dengan jurang di ujung landasan tidak
memungkinkan lagi penambahan runway. Selain itu terdapat 4 – 5
bulan yg berkabut dalam setahun, dan pada waktu tertentu dapat
bertahan hingga pukul 12.00 siang hari. Solusi yang paling
diandalkan adalah relokasi bandara, untuk memenuhi kebutuhan
penambahan kapasitas.
RENCANA RELOKASI BANDARA
• Lokasi yang direncakan di buntu-kunik desa tampo kecamatan
mengkendek kabupaten tana toraja, yaitu arah landasan th-04
dan titik koordinat 03 11’ 51.347” ls dan 119 54’ 29,275” bt serta
arah landasan th-22 dan titik koordinat 03 10’ 57,495” ls dan 119
55’ 13,663” bt
• Luas lahan yang dibutuhkan utk pengembangan hingga 2.500
m runway adalah 225 ha dan diselesaikan pembayaran pada
bln januari 2011 serta penyelesaian sertifikat paling lambat april
2011
• Pembangunan Bandar Udara pariwisata nasional di Tana Toraja
ini memerlukan biaya sekitar Rp 310,131,249,000.
RENCANA TATA LETAK BANDARA
- Posisi landasan: azimuth 39°48’16.806” / 04-22, dimensi 1700m x
30m (Tahap I) dan 1.900m x 45m (Tahap II)
- Taxiway: tahap I 145,5m x 18m, tahap II 139,5m x 18m
- Apron: tahap I 92m x 67m, tahap II 142m x 73m
- Jalan akses ke arah tenggara
- Fasilitas sisi darat sebelah tenggara sisi udara
Laporan Kunjungan Kerja Komisi V DPR RI 1
PROVINSI SULAWESI SELATAN -107
C. Permasalahan
- Dari 7 (tujuh bandara perintis yang ada di Provinsi Sulawesi Selatan
dilaporkan bahwa panjang landasan pacu tidak merata antara
900 m, 1.200 m dan 1.400 m. Pada kondisi ini hanya mampu
didarati pesawat jenis Casa 212 dengan seat terbatas (20 seat).
Laporan Kunjungan Kerja Komisi V DPR RI 1
PROVINSI SULAWESI SELATAN -107
- Panjang landasan minimum diharapkan dapat mencapai 1.650 m
untuk dapat didarati pesawat jenis ATR 42 sehingga tidak lagi
terikat pada subsidi penerbangan, sekaligus menjadi solusi atas
berkembangnya minat maskapai swasta untuk melakukan
penerbangan komersial.
- Pengembangan Pembangunan Bandara Bua-Luwu dan Seko dan
Rampi dalam rangka membuka daerah-daerah terpencil dan
terisolasi
- Diperlukannya subsidi bagi angkutan udara perintis
BANDAR-UDARA SULTAN HASANUDDIN:
Rencana pemisahan ATS single provider dari pt. Angkasa pura I
yang belum jelas pengelolaannya membawa dampak psikologis
bagi SDM lalu lintas penerbangan
BANDAR UDARA TANA TORAJA:
- Bandar Udara Pongtiku yang hanya dapat melayani jenis pesawat
tipe C-212, tentunya memberikan batasan pelayanan untuk
menunjang pelaksanaan kegiatan kepariwisataan.
- Khusus untuk Bandara Pongtiku di Tana Toraja dengan panjang
landasan 1.270 m, kondisinya sudah sulit dikembangkan karena
terlepas diantara 2 (dua) bibir ngarai dengan kondisi berkabut
pada 4 sampai 5 bulan dalam setahun dan bahkan biasa mencai
jam 12 siang pada waktu tertentu. Kondisi ini sulit diharapkan untuk
mendukung pengembangan wisata nasional di Tana Toraja.
- Pengembangan Bandar Udara Pongtiku sulit dilakukan juga
karena faktor topografi bandar udara berada daerah
pegunungan sehingga berpengaruh terhadap perpanjangan
landasan karena areal tanah yang terbatas dan ini terkait dengan
Laporan Kunjungan Kerja Komisi V DPR RI 1
PROVINSI SULAWESI SELATAN -107
Kawasan Keselamatan Operasional Penerbangan (KKOP) sesuai
dengan Undang-undang No. 1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan.
3.2.2. SUBSEKTOR PERHUBUNGAN DARAT
A. Umum
Perhubungan darat merupakan prasarana pengangkutan yang
penting untuk memperlancar kegiatan perekonomian. Dengan
makin meningkatnya usaha pembangunan maka akan menuntut
peningkatan pembangunan jalan untuk memudahkan mobilitas
penduduk dan memperlancar lalu lintas barang dari satu daerah ke
daerah lain. Di samping itu perhubungan darat merupakan salah
satu sektor yang cukup besar peranannya karena kontribusinya untuk
menembus isolasi suatu daerah untuk pemerataan pembangunan
seluruh daerah.
Angkutan Penyeberangan merupakan jembatan bergerak yang
menghubungkan kedua sisi angkutan darat (terdapat lintas
penyeberangan) point to point. Selain melayani angkutan orang dan
barang, pada lintas tertentu terdapat lintas penyeberangan khusus
untuk penumpang saja. Sebagai jembatan bergerak, maka
angkutan penyeberangan umumnya menggunakan kapal jenis Roll
On Roll Off atau Ro-Ro yang memuat kendaraan dari salah satu sisi
daratan.
Laporan Kunjungan Kerja Komisi V DPR RI 1
PROVINSI SULAWESI SELATAN -107
Kondisi Lalu lintas dan Angkutan Jalan di
Provinsi Sulsel adalah sebagai berikut:
- Panjang Jalan di Sulsel sebesar 32.432
Km
- Jumlah kendaraan bermotor di Sulawesi
Selatan sebesar 1.792.361 unit dengan
tingkat pertumbuhan rata-rata
mencapai 16,9%, sedangkan untuk
kawasan MAMMINASATA jumlah
kendaraan bermotor sebesar 645249
kendaraan, dengan tingkat
pertumbuhan kendaraan bermotor
untuk roda empat mencapai 8% roda
dua mencapai 20%.
- Jumlah Kecelakaan lalu lintas tahun
2009, 1.709 kejadian, meninggal dunia
1031 jiwa, Luka berat 463, luka ringan
931 orang, kerugian Materi
3.956.670.000,- (Korban MD 3 orang/hari)
- Rendahnya kesadaran masyarakat
pengguna jalan dalam berlalu lintas di
jalan;
- kemacetan dan kesemrautan lalu lintas
khususnya pada wilayah perkotaan
(data menunjukkan: Kerugian materi
akibat kemacetan lalu lintas di kota
Makassar berdasarkan hasil penelitian
oleh MTI adalah sebesar 1 Milyar rupah
per hari);
- Masih minimnya infrastruktur keselamatan lalu lintas dan
angkutan jalan (rambu, marka, guardrail, deliniator, safety
PENINJAUAN PEMBANGUNAN PELABUHAN
PENYEBERANGAN ANDI MATALATTA
GARONGKONG
Laporan Kunjungan Kerja Komisi V DPR RI 1
PROVINSI SULAWESI SELATAN -107
mirror, paku jalan, RPPJ, Traffic Light, Lampu penerangan jalan
(LPJU) dan lain sebagainya)
B. Objek yang Ditinjau (Pelabuhan Penyeberangan Andi Mattalatta
Garongkong)
NILAI HISTORIS LOKASI PELABUHAN PENYEBERANGAN GARONGKONG
Pembangunan Dermaga Penyeberangan sangat penting untuk
dilakukan agar memudahkan mobilitas pergerakan penumpang dan
barang antar pulau, serta meningkatkan percepatan hasil-hasil
pembangunan di wilayah Sulawesi Selatan.
Lokasi Pembangunan pelabuhan Ferry Andi Mattalata dan
Pelabuhan Laut Garongkong ini berada sekitar tugu Monumen Andi
Mattalata. Tempat ini memberi makna sejarah dalam goresan
perjuangan merebut dan mempertahankan Kemerdekaan RI pada
masa revolusi dan tempat ini juga menjadi pendaratan Komando I
Tentara Republik Indonesia Persiapan Sulawesi (TRIPS) pada tanggal
27 Desember 1946 dari pulau Jawa,yang dipimpin oleh Andi
Mattalata, misinya :
1. Membawa mandat dari Panglima Jenderal Soedirman
2. Menggalang kekuatan bersama laskar pejuang dan potensi
masyarakat waktu itu untuk melawan penjajah.
3. Membentuk satu Resimen Tentara Repulik Indonesia di
Sulawesi melalui konferensi Paccekke Kab Barru 20 Januari
s/d 22 Januari 1947.
LOKASI PEMBANGUNAN PELABUHAN PENYEBERANGAN
GARONGKONG
1. Keputusan Bupati Barru No.284 Tahun 2005 Tentang Pemberian
Izin Lokasi untuk keperluan Pembangunan Penyeberangan
Garongkong seluas 4 Ha
Laporan Kunjungan Kerja Komisi V DPR RI 1
PROVINSI SULAWESI SELATAN -107
2. Keputusan Bupati Barru Nomor 357 Tahun 2005 Tentang
Penetapan Lokasi Pembangunan Dermaga Ferry Garongkong
seluas 32.000 m²
3. Rekomendasi Gubernur Sulawesi Selatan Tentang Penetapan
Lokasi Pelabuhan Penyeberangan Garongkong Kabupaten
Barru Tanggal 07 Oktober 2005
4. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor : KP.8 Tahun 2006
Tentang Penetapan Lokasi Pelabuhan Penyeberangan
Garongkong di Kelurahan Mangempang Kecamatan Barru
Kabupaten Barru Propinsi Sulawesi Selatan.
Sesuai Perencanaan Detail (DED) Pelabuhan Penyeberangan Andi
Mattalatta Garongkong Tahun 2004, bahwa pelabuhan
penyeberangan ini akan dilayari kapal berukuran maks. 1000 GRT
dengan lintasan Barru (Sulsel) – Batulicin (Kalsel).
Direncanakan Pelabuhan Penyeberangan ini dapat melayani lebih
dari 1 (satu) lintas penyeberangan, dengan lintasan yang
direncanakan :
1. Garongkong – Balikpapan (Kaltim)
2. Garongkong – Paciran (Jatim)
3. Garongkong – Sumbawa (NTB)
Pada tahun 2007, Pemerintah Kabupaten Barru didukung Direktorat
LLASDP Ditjen Perhubungan Darat berinisiatif merubah kapasitas
dermaga menjadi 3.000 GRT untuk dapat melayari lintas
penyeberangan Garongkong Kab. Barru (Sulsel) – Paciran Kab.
Lamongan (Jatim).
Peningkatan kapasitas dermaga ini didukung pula oleh Pemerintah
Provinsi Sulawesi Selatan, dimana sesuai perencanaan daerah
bahwa Pelabuhan Laut Makassar kedepannya akan diperuntukkan
bagi kegiatan penumpang, peti kemas dan general cargo,
sedangkan untuk penyeberangan antar pulau antar provinsi akan
Laporan Kunjungan Kerja Komisi V DPR RI 1
PROVINSI SULAWESI SELATAN -107
dialihkan ke Pelabuhan Penyeberangan Andi Mattalatta
Garongkong di Kab. Barru.
Kondisi saat ini kapal-kapal penyeberangan (fery) dengan bobot
diatas 3.000 GRT dengan ramp door samping sandar di Pelabuhan
Laut Makassar. Hal yang sama terjadi pula di Pelabuhan Tanjung
Perak Surabaya.
Pelabuhan Fery Andi Mattalatta di Garongkong, yang terletak di
Kelurahan Mangempang Kecamatan Barru yang nantinya akan
menghubungkan Pelabuhan Batu Licin Kalimantan Selatan dan
Pelabuhan - pelabuhan lainnya, menjadikan Kabupaten Barru
sebagai sasaran berinvestasi. Adapun Potensi investasi yang dapat
dikembangkan meliputi pengembangan fasilitas pelabuhan
dengan mengupayakan pengadaan Kapal, Pergudangan, Bongkar
muat dan alat teransportasi darat.
TAHAPAN PEMBANGUNAN
1. “Pembangunan Pelabuhan Ferry Andi Mattalatta Garongkong
ini di mulai pembangunan fisiknya tahap pertama pada tahun
2005 sampai dengan Tahap VI pada tahun 2010 (Anggaran
APBN).
2. Pengadaan Kapal Motor Penyeberangan. AWU-AWU dengan
tonase 600 GRT tahun 2009 (Anggaran APBN) telah beroperasi
dengan lintasan Garongkong – Batu licin Kabupaten Tanah
Bumbu Kalimantan Selatan Sejak 1 Maret 2010
3. Pelabuhan Ferry ini dapat melayani kapal Ferry sampai 12000
GRT dengan Sistem Sandar Samping dan Pelencengan.
DANA SHARING PEMERINTAH PUSAT
1. Pembiayaan pra Kontruksi Pembangunan Pelabuhan Ferry
Garongkong berupa : Survey Investigasi dan Design tahun 2003
, Amdal, tahun 2005 , Review Investigasi Design serta
Penyusunan Master Plan Kawasan Pelabuhan.
Laporan Kunjungan Kerja Komisi V DPR RI 1
PROVINSI SULAWESI SELATAN -107
2. Pemerintah Kabupaten Barru telah menyiapkan lokasi Kawasan
Pelabuhan Ferry juga akan menyiapkan sarana air bersih, listrik
dan telekomunikasi serta pembangunan fasilitas jalan.
SARANA DAN PRASARANA PELABUHAN FERRY GARONGKONG
Causeway : 100 m x 80 m
Trestel : 65,5 m
Dermaga : 139,50 m x 31,30 m
System Dermaga : Platform dan Pelencengan
Dapat disandari Kapal Motor Penyeberangan (Ro-ro) sampai
dengan 12.000 Gross Tonase (GRT)
Gedung Operasional : 420 m²
Pintu Gerbang : 1 unit
Pos Jaga : 2 unit
Rumah Tipe 45 : 2 unit
Reserpoir : 1 unit
Menara Air : 1 unit
Rumah Genset + Genset : 60 KVA
Lapangan Parkir Penumpang
Lapangan Parkir Truk
Tangki BBM
Rumah Ibadah
Koperasi
Lampu Menara Mercusuar
Parkir Pegawai
Trotoar
PEMBUKAAN LINTASAN PENYEBERANGAN PELABUHAN FERRY
GARONGKONG
1. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor: KM 69 Tahun 2005
Tentang Penetapan Garongkong di Sulawesi Selatan – Batu
Licin di Kalimantan Selatan sebagai Lintas Penyeberangan.
Laporan Kunjungan Kerja Komisi V DPR RI 1
PROVINSI SULAWESI SELATAN -107
2. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor : KP.436 Tahun 2009
Tentang Penetapan Garongkong di Propinsi Sulawesi Selatan-
Paciran Jawa Timur Sebagai Lintas Penyeberangan.
3. Garongkong Barru – Balikpapan Kalimantan Timur (Study
Kelayakan) Tahun 2010
4. Garongkong Barru – Bontang Kalimantan Timur (Study
Kelayakan ) Tahun 2010
5. Garongkong Barru – Bima NTB (Study Kelayakan) Tahun 2011
POTENSI DAN PELUANG INVESTASI DALAM RANGKA PEMBANGUNAN
DERMAGA PENYEBERANGAN
Penyediaan sarana bongkar muat,
Penyediaan sarana ekspedisi muatan kapal laut
Pembangunan sarana
akomodasi/penginapan/hotel
Pembangunan sarana pergudangan
Kawasan Ekonomi Khusus
RENCANA KEBUTUHAN FASILITAS PELABUHAN FERRY GARONGKONG
1. Pengadaan jembatan bergerak (mobile bridge)
2. Pembangunan Jembatan Timbang
3. Pembangunan Fasilitas Air Bersih
4. Pembangunan Rambu Suar Laut dan Rambu Suar Darat, 8 unit.
5. Study Kelayakan (feasibility study) lintas Garongkong – Bima
6. Pengadaan Kapal Ferry 2000 GRT
7. Pembangunan Terminal Penumpang Tipe C.
C. Anggaran
Untuk membangun pelabuhan penyeberangan hingga Tahun 2010,
Total Anggaran yang telah digunakan adalah sebesar Rp 54,43
Milyar, dengan Rincian pekerjaan Sebagai berikut:
Laporan Kunjungan Kerja Komisi V DPR RI 1
PROVINSI SULAWESI SELATAN -107
TAHAP I (2005): Rp 3,894 Milyar untuk kegiatan Penimbunan areal
darat dan tanggul/causeway
TAHAP II (2006): Rp 5,413 Milyar untuk kegiatan Pemancangan
tiang pipa baja sampai daerah pelencengan (45
titik).
TAHAP III (2007): Rp 8,095 Milyar untuk kegiatan Lanjutan
pemancangan tiang pipa baja dengan lantai plat
beton trestle dan pemancangan tiang beton (95
titik) untuk platform.
TAHAP IV (2008): Rp 6,474 Milyar untuk kegiatan Pemancangan
tiang pipa baja untuk pelencengan, mooring
dolphin, lantai beton untuk trestle dan
pemancangan tiang beton (8 titik) untuk platform.
TAHAP V (2009): Rp 14,588 untuk kegiatan Lanjutan pemancangan
tiang beton (138 titik) untuk platform dan
perkerasan jalan masuk, lapangan dan causeway.
TAHAP VI (2010): Rp 15,968 untuk kegiatan Lanjutan pekerjaan
platform (pengecoran plat) dan pekerjaan fasilitas
darat.
D. Permasalahan
Ada dua kelompok permasalahan, yaitu permasalahan umum dan
permasalahan terkait dengan objek yang dikunjung yaitu
pelabuhan Penyeberaan Garongkong. Permasalahan umum
perhubungan darat di provinsi Sulawesi Selatan adalah sebagai
berikut:
- Kemacetan terjadi hampir di semua jalan utama dan
manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas sudah tidak lagi
memadai untuk memecahkan masalah kemacetan di kota.
- Tidak seimbangnya kapasitas akses jalan dengan jumlah
kendaraan yang berada di jalan per satuan waktu.
Laporan Kunjungan Kerja Komisi V DPR RI 1
PROVINSI SULAWESI SELATAN -107
- Telah dilakukan pembentukan kawasan keselamatan jalan
pada kab/kota di Sulsel sebagai Zona Pendidikan, Zona Tertib
Lalu Lintas Zona Keselamatan dan Zona Kenyamanan
berkendara dan hasilnya tidak maksimal karena kendala daya
dukung jalan dan ketidakmampuan rekayasa menyelesaikan
masalah serta belum sepenuhnya didukung oleh prilaku
pemakai jalan.
- Kendala lain adalah lingkungan transportasi yang belum
sepenuhnya kondusif untuk menciptakan kelancaran arus lalu
lintas (Mis. dengan terus berkembangnya pedagang K5, serta
prilaku Angkot yang kurang disiplin. Diperlukan langkah
promote dengan mempertimbangkan solusi lintas moda dan
angkutan missal (Mis. BRT, MRT atau Kereta Api Perkotaan).
- Pertimbangan ini menjadi makin penting untuk menciptakan
solusi alternatif dengan kota Makassar dan kota lain di
kawasan Mamminasata yang merupakan kota tua dengan
kendala keterbatasan lahan.
Adapun permasalahan pelabuhan penyeberangan Garongkong
diantaranya adalah:
- Pengembangan Pelabuhan Makassar dibutuhkan untuk
memperkuat peran Pelabuhan Makassar sebagai Hub
International di Kawasan Timur Indonesia, karena kondisi
pelabuhan saat ini terkendala oleh keterbatasan lahan untuk
pengembangan
- Fasilitas dermaga pada penyeberangan kurang refresentatif
lagi, kondisinya mengalami pendangkalan kolam pelabuhan
di Penyeberangan Bira yang mengakibatkan perjalanan
tertunda sampai mencapai 8 jam sehingga menimbulkan
dampak gejolak dari masyarakat pengguna jasa
penyeberangan di Bira.
Laporan Kunjungan Kerja Komisi V DPR RI 1
PROVINSI SULAWESI SELATAN -107
- Sarana dan prasarana penyeberangan yang ada saat ini,
sesuai dengan perencanaan awal hanya diperhitungkan
hingga kapasitas kapal ferry 600 GRT. Sedangkan saat ini
sudah harus melayani kapal ferry dengan kapasitas 1000 GRT.
- Pada masa awal pengoperasian dermaga Bira hanya
melayani 1 kapal ferry dengan penyeberangan 2 x seminggu
yang kemudian terus mengalami peningkatan frekuensi
menjadi setiap hari dalam seminggu kemudian pada Tahun
2010 2 x sehari, 7 hari dalam seminggu dan melayani 3 (tiga)
kapal ferry.
- Pada Tahun 2011 direncanakan pengoperasian tambahan
kapal ferry dengan kapasitas lebih dari 1000 GRT untuk
melayani permintaan penumpang yang terus meningkat serta
kemungkinan terjadinya tambahan rute baru.
- Pada kondisi seperti ini dirasakan sangat mendesak untuk
segera dilakukan revitalisasi kolam pelabuhan melalui
pengerukan, penggantian mobile bridge yang sudah rusak
serta perluasan kolam pelabuhan hingga bisa dimasuki 2 (dua)
kapal ferry pada waktu bersamaan.
3.2.3. SUBSEKTOR PERHUBUNGAN LAUT (Pelabuhan Laut Garongkong)
A. Umum
Perhubungan Laut juga memiliki arti penting dan strategis bagi Provinsi
Sulawesi Selatan karena angkutan laut menjadi alternatif angkutan
yang banyak diminati untuk antar Pulau antar wilayah. Untuk itu
pembangunan pelayanan terus ditingkatkan dan diperluas termasuk
penyempurnaan manajemen dan dukungan fasilitas pelabuhan.
Berdasarkan Keputusan Bupati Barru No.315 Tahun 2008 Tentang
Penetapan I Lokasi Pembangunan Pelabuhan Laut/Curah
Garongkong Kabupaten Barru Provinsi Sulawesi Selatan dan Surat
Dirjen Perhubungan Laut Nomor: PC. 03/1/08/-08, Tanggal 28 Juli 2008
Laporan Kunjungan Kerja Komisi V DPR RI 1
PROVINSI SULAWESI SELATAN -107
Perihal Percepatan Pembangunan Fasilitas Pelabuhan Laut/Curah
Garongkong Provinsi Sulawesi Selatan, maka dikembangkanlah
Pelabuhan Laut Garongkong.
Pemilihan Garongkong Kabupaten Barru sebagai pelabuhan,
dikarenakan kondisi strategis dan keunggulan yang dimiliki pelabuhan
laut/curah garongkong
Areal darat yang masih kosong untuk pengembangan pelabuhan
Diusulkan sebagai Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) seluas 500 Ha.
Berada tidak jauh dari jalan lintas Makassar – Parepare, sekitar 2
km.
Areal laut yang terlindungi dari laut lepas dengan adanya Pulau
Panikiang sebagai pelindung alami dan kondisi air laut yang
tenang dengan kedalaman 15 m.
Berada di posisi Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) 2
Laporan Kunjungan Kerja Komisi V DPR RI 1
PROVINSI SULAWESI SELATAN -107
GAMBAR
LOKASI PELABUHAN LAUT GARONGKONG
Pelabuhan Garongkong ini telah dilaksanakan sejak Tahun 2008
hingga Tahun 2010, dan rencana akan dilanjutkan pada Tahun 2011.
Beberapa tahapan pembangunan yang dilakukan, yaitu:
Pembangunan Tahap I (Tahun 2008) meliputi: Pekerjaan Trestel II
129 m X 8 m
Pembangunan Tahap II (Tahun 2009) meliputi: Pekerjaan Dermaga
50 m, Trestel I 135 m X 8 m dan Reklamasi 61 m
Pembangunan Tahap III (Tahun 2010): Pembangunan Dermaga 50
m X 20 m
Rencana Pembangunan Tahap IV (Tahun 2011) Pembangunan
Dermaga 50 m dan reklamasi antara Trestel I dan Trestel II
Laporan Kunjungan Kerja Komisi V DPR RI 1
PROVINSI SULAWESI SELATAN -107
Pembangunan pelabuhan laut ini tidak lepas dari sharing pemerintah
kabupaten Barru, diantaranya:
Survey, Investigasi dan Design (SID) Pembangunan Pelabuhan
Laut/Curah Garongkong, Tahun 2007.
Study Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL)
Pelabuhan Laut Garongkong Tahun 2008,
Pembangunan Causeway Tahap I Tahun 2008.
Pembangunan Causeway Tahap II Tahun 2009
Pembangunan Causeway Tahap III Tahun 2010
Rencana induk Pelabuhan Garongkong Tahun 2009
Penyediaan Lokasi Kawasan Pelabuhan Garongkong
Penyediaan air bersih, listrik dan telekomunikasi
Pembangunan Fasilitas Jalan
SPESIFIKASI
Sarana Dan Prasarana Pelabuhan Laut/Curah Garongkong
Causeway : 1.125 m X 15 m
Trestel I : 135 m X 8 m
Trestel II : 129 m X 8 m
Dermaga : 250 m X 20 m
System Dermaga : Multi Purpose
Dapat disandari Kapal Barang (General Cargo) sampai dengan
35.000 DWT dan Kapal Curah (Bulk Carries) sampai dengan 60.000
DWT.
RENCANA KEBUTUHAN FASILITAS PELABUHAN LAUT GARONGKONG
1. Pembangunan Dermaga Segmen 3 (50 m X 20 m)
2. Plat sambungan antara Cause way dan Trestel II
3. Kajian penetapan Daerah Lingkungan Kerja (DLKr) dan Daerah
Lingkungan Kepentingan (DLKp)
4. Pembangunan Dermaga Segmen 4 dan Segmen 5 (100m X 20 m)
5. Reklamasi Kawasan Pelabuhan Garongkong (1.222.827 m)
6. Pembangunan Tanggul Reklamasi Kawasan Pelabuhan
Laporan Kunjungan Kerja Komisi V DPR RI 1
PROVINSI SULAWESI SELATAN -107
7. Pembangunan Fasilitas Darat (perkantoran, pergudangan, fasilitas
air bersih, listrik dan sarana pengolahan limbah).
B. Anggaran
Pembangunan Pelabuhan laut Garongkong, ditetapkan akan
dibangun berdasarkan 3 (tiga) Tahapan rencana pengembangan.
Setiap tahapan rencana membutuhkan besaran anggaran yang
berbeda-beda yaitu:
1. RENCANA PENGEMBANGAN JANGKA PENDEK
Dilaksanakan mulai Tahun 2010 sampai dengan 2014, dan
diperkirakan membutuhkan biaya pembangunan sekitar Rp.
220.000.000.000,-, yang diperuntukan bagi pembangunan:
- Sarana bantu navigasi berupa rambu suar, Leading Light dan
Rambu suar penuntun
- Fasilitas Darat: Lapangan Penumpukan 10 Ha, Gudang CFS 2,2
Ha, Bangunan Perkantoran 5000 m2 Fasilitas Penerimaan dan
Pelayanan 5000 m2, Fasilitas Umum 20.000 m2 dan Lapangan
Parkir 250.000 m2.
- Panjang dermaga 250 m
- Fasilitas bongkar muat, dan lain-lain sesuai kebutuhan .
2. RENCANA PENGEMBANGAN JANGKA MENENGAH
Pengembangan sejak Tahun 2010 sampai dengan 2019,
diperkirakan membutuhkan biaya pembangunan fasilitas sekitar
Rp. 224.000.000.000,- yang diperuntukan bagi pembangunan:
- Fasilitas Darat: Lapangan Penumpukan 20 Ha, Gudang CFS 4,5
Ha, Bangunan Perkantoran 10.000 m2 Fasilitas Umum 40.000 m2
dan Lapangan Parkir 375.000 m2.
- Panjang dermaga 300 m
- Pembangunan Breasting dolphin dan Mooring Dolphin serta
areal tangki penampungan seluas 1 Ha.
Laporan Kunjungan Kerja Komisi V DPR RI 1
PROVINSI SULAWESI SELATAN -107
3. RENCANA PENGEMBANGAN JANGKA PANJANG
Tahun rencana adalah Tahun 2010 sampai dengan Tahun 2029,
diperkirakan membutuhkan biaya pembangunan fasilitas sebesar
Rp. 856.000.000.000,- yang diperuntukan bagi pembangunan:
- Fasilitas Darat: Lapangan Penumpukan 50 Ha, Gudang CFS 12,8
Ha, Bangunan Perkantoran 25.000 m2 Fasilitas Umum 100.000 m2
dan Lapangan Parkir 500.000 m2.
- Panjang dermaga 775 m
- Penambahan areal tangki penampungan seluas 2 H
TABEL
ALOKASI ANGGARAN SUB SEKTOR PERHUBUNGAN LAUT
PELABUHAN LAUT GARONGKONG
TAHUN ANGGARAN 2009-2010
TAHUN KEGIATAN LOKASI ANGGARAN
(Rp)
2009 Lanjutan Pembangunan Faspel Garongkong Tahap II
Satker Sementara Faspel Garongkong
50.000.000.000,-
2010 Lanjutan Pembangunan Faspel Garongkong Tahap III
Satker Faspel Laut Garongkong
24.323.150.000,-
Pembangunan Faspel Laut Marabombang
Satker Faspel Laut Garongkong
9.763.000.000,-
Pekerjaan Lanjutan Pembangunan Fasilitas Pelabuhan Laut Garongkong Tahap III (APBN-P)
Satker Faspel Laut Garongkong
7.224.000.000,-
PENINJAUAN PELABUHAN LAUT
GARONGKONG
Laporan Kunjungan Kerja Komisi V DPR RI 1
PROVINSI SULAWESI SELATAN -107
Anggaran untuk pembangunan perhubungan laut Garongkong pada
Tahun 2009 adalah sebesar Rp 50 Milyar, sedangkan pada Tahun 2010
adalah sebesar Rp41,31 Milyar yang dipergunakan untuk:
1) Lanjutan Pembangunan Faspel Garongkong Tahap III
2) Pembangunan Faspel Laut Marabombang
3) Pekerjaan Lanjutan Pembangunan Fasilitas Pelabuhan Laut
Garongkong Tahap III ( APBNP)
TABEL
RENCANA KERJA SATKER SEMENTARA FASPEL GARONGKONG
TAHUN 2011
KEGIATAN ANGGARAN (Rp.)
Lanjutan Pembangunan Fasilitas Pelabuhan Laut
Garongkong Tahap IV termasuk supervisi
40.000.000.000,-
Lanjutan Pembangunan Fasilitas Pelabuhan Laut
Muara Bombang Tahap II
6.001.043.000,-
Pembangunan Faspel Laut Liukang 10.000.000.000,-
Pembangunan Faspel Laut Sapuka 15.000.000.000.-
C. Permasalahan
Beberapa permasalahan terkait dengan pengembangan pelabuhan
laut Garongkong adalah sebagai berikut:
- Pemenuhan Pembangunan Dermaga pada Pulau-Pulau
terpencil belum terakomodir.
- Kondisi Pelabuhan yang sudah ada sekarang sudah banyak
yang mengalami kerusakan dan penurunan utamanya pada
Causeway dan lapangan penumpukan yang diabatkan karena
distribusi anggaran yang dilakukan secara bertahap dan
terbatas.
- Kuantitas kapal yang sandar pada pelabuhan di pare-pare
cukup signifikan sedangkan sarana bongkar muat pada
pelabuhan terbatas sehingga menimbulkan antrian kapal dan
memakan waktu yang relatif lama.
Laporan Kunjungan Kerja Komisi V DPR RI 1
PROVINSI SULAWESI SELATAN -107
3.2.4. SUBSEKTOR PERKERETAAPIAN
Master Plan Pembangunan Kereta Api Perkotaan dalam Kawasan
Mamminasata sepanjang 200 Km akan dilaksanakan Tahun Anggaran
2011. Dalam rencana induk perkeretaapian nasional, terdapat 2 (dua)
rencana prioritas di Sulsel yaitu Pembangunan Perkeretaapian dalam
kawasan mamminasata dan Pembangunan Perkeretaapian Pulau
Sulsel pada lintas Makassar-Parepare dan linta Manado – Bitung.
Pemerintah Prov. Sulsel dan Pemerintah Kab/Kota terkait pada
prinsipnya siap memberikan dukungan yang diperlukan khususnya
untuk penyiapan lahan maupun dukungan lain yang dibutuhkan.
Pada Tahap I Pembangunan Perkeretaapian dalam kawasan
Mamminasata dalam rangka memperlancar arus barang dan orang
sudah sangat mendesak sehingga dibutuhkan dukungan untuk
perampungan seluruh studi yang dibutuhkan serta percepatan
pembangunan jaringan, stasiun maupun pengoperasian kereta api
perkotaan, diharapkan fase ini juga menjadi titik tumpu
pembangunan kereta api pulau Sulawesi khususnya pada lintas
Makassar – Parepare.
3.2.5. SUBSEKTOR BADAN DIKLAT
(Politeknik Ilmu Pelayaran (PIP) Makassar)
A. Umum
Pemerintah (Dephub) bertanggungjawab terhadap penyediaan dan
pengembangan sumber daya manusia sesuai amanat Undang-
undang No.27 Tahun 2008 tentang pelayaran. Sumber Daya Manusia
yang berkualitas yang diamanatkan undang-undang tersebut adalah
dibidang angkutan perairan, kepelabuhan, keselamatan dan
keamanan pelayaran, perlindungan lingkungan maritim.
Laporan Kunjungan Kerja Komisi V DPR RI 1
PROVINSI SULAWESI SELATAN -107
Selain hal tersebut, saat ini terjadi Seafarer Shortage di dunia,
kebutuhan pasar akan pelaut sangat tinggi dan dilain pihak produksi
pelaut belum mencukupi, dalam lima tahun mendatang kekurangan
perwira pelaut 83.900 orang. PIP Makassar mempunyai potensi untuk
dikembangkan sebagai lembaga diklat kepelautan.
Politeknik Ilmu Pelayaran (PIP) Makassar dalam merespon kondisi
strategis internal dan eksternal sejak berdirinya telah mengalami
banyak perubahan nama dan bentuk lembaga. Perubahan tersebut
adalah sebagai berikut :
1921 - 1946 : Sekolah Pelayaran Dasar
1946 - 1950 : Opleiding Scheepvaart School Celebes
(OSC)
1947 - 1950 : Midlebare Zeepvaart School (MZS)
1950 - 1964 : Sekolah Penyeberangan Laut Sulawesi
(SPLS)
1964 - 1972 : Sekolah Pelayaran Makasar (SPM)
1972 - 1979 : Sekolah Pelayaran Menengah Ujung
Pandang (SPMUP)
1979 - 1999 : Balai Pendidikan dan Latihan Pelayaran
Ujung Pandang :
1979 - 1982 : MPI/AMK-PI
1982 - 1984 : Crash Program
1983 - 1994 : Program Strata
A/Diploma III
1995 - 1999 : Program Diploma IV
Pelayaran
1999 -
Sekarang
: Politeknik Ilmu Pelayaran (PIP) Makasar,
Diploma IV Pelayaran.
PIP ini berdasar Keputusan Menteri
Perhubungan No. KM. 81 Tahun 1999
Tanggal 13 Oktober 1999 dan KM. No.
Laporan Kunjungan Kerja Komisi V DPR RI 1
PROVINSI SULAWESI SELATAN -107
70 Tahun 2002 tentang Organisasi dan
Tata Kerja PIP.
Kampus PIP Makassar terletak di Centre Point of Indonesia (CPI) dengan
Luas kampus saat ini 2,8428 Ha, daya tampung 570 Taruna di asrama,
jumlah kelas 33 ruang dan daya tampung total peserta didik 1.140 orang.
Program/ Jenis Diklat yang dikembangkan di PIP Makassar adalah
sebagai berikut:
a. PROGRAM DIKLAT DIPLOMA IV
1) Program Studi Nautika
2) Program Studi Tehnika
3) Program Studi Ketatalaksanaan Angkutan Laut Dan
Kepelabuhanan (KALK).
b. PROGRAM DIKLAT TEKNIS KEPELAUTAN
1) Diklat Teknis Profesi Kepelautan Tingkat-II Nautika (TPK-II Nautika)
2) Diklat Teknis Profesi Kepelautan Tingkat-III Nautika (TPK-III
Nautika)
3) Diklat Teknis Profesi Kepelautan Tingkat-II Tehnika (TPK-II Tehnika)
4) Diklat Teknis Profesi Kepelautan Tingkat-III Tehnika (TPK-III
Tehnika).
c. PROGRAM DIKLAT KETRAMPILAN KHUSUS PELAUT (DKKP)
1) Pelatihan Dasar Keselamatan (Basic Safety Training)
2) Keterampilan Menangani Sekoci/Rakit dan Perahu Penolong
(Proficiency In Survival Craft And Rescue Boats)
3) Pelatihan Pemadam Kebakaran Tingkat Lanjut (Advanced
Fire Fighting)
4) Pelatihan Pertolongan Pertama Medis dalam Keadaan
Darurat (Medical Emergency First Aid)
5) Perawatan Medis (Medical Care)
6) Simulasi Radar (Radar Simulator)
7) Simulasi Arpa (Arpa Simulator)
Laporan Kunjungan Kerja Komisi V DPR RI 1
PROVINSI SULAWESI SELATAN -107
8) Operator Radio Umum untuk GMDSS (General Radio
Operator’s For GMDSS/Global Maritime Distrees and Safety
System)
9) Operator Radio Restriksi Untuk GMDSS (Restricted Radio
Operator’s (Roc) for The GMDSS)
10) Pelatihan Familiarisasi Kapal Tangki (Minyak, Kimia Dan
Gas)/Tanker Familiarization (Oil, Chemical And Gas Tanker)
11) Ship Security Officer (SSO)
12) International Safety Management Code (ISM Code).
B. Anggaran
Besaran alokasi anggaran untuk mengembangkan PIP pada Tahun
Anggaran 2009 adalah sebesar Rp 28,05 Milyar, pada Tahun Anggaran
2010 sesuai APBN-P adalah sebesar Rp 235,76 Milyar, sedangkan
rencana alokasi anggaran pada Tahun 2011 sesuai pagu definitif
adalah sebesar Rp254,22 Milyar. Adapun lingkup kegiatan PIP
Makassar adalah sebagai berikut:
1. Tahun 2008 : Study Kelayakan dan SID;
2. Tahun 2009: Pengadaan Lahan 74 Ha dan DED;
3. Tahun 2010: AMDAL, DED lanjutan dan Pematangan sebagian
Lahan;
Laporan Kunjungan Kerja Komisi V DPR RI 1
PROVINSI SULAWESI SELATAN -107
4. Tahun 2011-2014: Lanjutan Pematangan Lahan,Pembangunan
Gedung Utama/Kantor, Kelas dan Fasilitas Belajar Mengajar,
Gedung Laboratorium, Asrama, Gedung Praktek, serta Prasarana
Olahraga, Pengadaan Peralatan Laboratorium, dan Peralatan
Simulator
Kebutuhan pengembangan kampus untuk 1.250 Taruna di asrama, 113
ruang kelas, laboratorium, simulator, fasilitas olah raga dan latihan
penyelamatan di pesisir pantai dengan kapasitas peserta didik 5.000
orang. Adapun anggarannya adalah sebagai berikut:
PENINJAUAN PIP MAKASAR
Laporan Kunjungan Kerja Komisi V DPR RI 1
PROVINSI SULAWESI SELATAN -107
TABEL
ANGGARAN SUB SEKTOR BADAN DIKLAT
POLITEKNIK ILMU PELAYARAN (PIP) MAKASSAR
TAHUN 2010
NO. KEGIATAN PAGU ANGGARAN
TA. 2010
1. Pembangunan Saran dan
Prasarana Lingkungan
Rp. 942,775 Juta
2. Pembangunan Gedung
Pendidikan
Rp. 5,034 Milyar
3. Pengadaan Peralatan dan
Perlengkapan Gedung
Rp.881,975 Juta
4. Perawatan dan
Pemeliharaan sarana dan
Prasarana
Rp.7,199 Milyar
Pada tahun 2011, direncanakan PIP Makassar akan memperoleh
anggaran sebesar Rp 254.221.905. 000 yang dipergunakan untuk
pengembangan kampus baru yang berada di kawasan center point
of indonesia.
C. Permasalahan
- Pekerjaan baru dapat dilaksanakan pada tanggal 14 september
2010, karena akses untuk masuk ke lokasi membutuhkan waktu 33
hari untuk negosiasi dengan warga sepanjang kalan salodong dan
jalan Dg. Tawaia
- Dari anggaran Rp 200 Milyar untuk pekerjaan pengembangan
kampus baru, yang digunakan baru sebesar Rp 50 Milyar mengingat
alokasi waktu tidak mencukupi dan RP 150 Milyar di dealokasi ke
STTD Bekasi dan BP2IP Surabaya
- Sehingga realisasi akhir kontrak per tanggal 13 desember 2010
hanya sebesar 49,764% atau sisa anggaran yang terealisasi sebesar
50,236% (Rp 20,232 Milyar)
- Untuk pembangunan Tahap IV yang dilaksanakan pada Tahun 2011
dibutuhkan anggaran sebesar Rp 157 Milyar
Laporan Kunjungan Kerja Komisi V DPR RI 1
PROVINSI SULAWESI SELATAN -107
3.3. SEKTOR PERUMAHAN RAKYAT
A. Umum
Pemanfaatan ruang terbesar dari kawasan perkotaan maupun
perdesaan adalah perumahan dan permukiman, maka
pembangunan perumahan dan permukima dilaksanakan dalam
rangka pembangunan perkotaan ataupun perdesaan.
Pembangunan perkotaan dilaksanakan seiring dengan
pembangunan perdesaan dimaksudkan agar terjadi keseimbangan
antara pembangunan yang terjadi di perkotaan dan perdesaan,
sehingga diharapkan dapat tumbuh secara bersamaan dan saling
mendukung, sekaligus dapat ikut mengendalikan terjadinya migrasi
penduduk yang senantiasa dapat memenuhi mutu dan daya dukung
kawasan/ lingkungan.
Perumahan dan permukiman yang layak, sehat, aman, serasi dan
tentram merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia dan
merupakan faktor penting dalam peningkatan harkat dan martabat
mutu kehidupan serta kesejahteraan rakyat dalam masyarakat adil
dan makmur berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
Kebutuhan akan rumah tinggal bagi Masyarakat Berpenghasilan
Rendah (MBR) masih belum memenuhi kriteria layak huni. Sepanjang
periode 2005-2009, terdapat peningkatan jumlah rumah tangga baru
menjadi 3,6 juta rumah tangga, namun hanya 2,5 juta unit rumah
untuk menampung rumah tangga baru tersebut. Kurangnya
pemenuhan kebutuhan rumah ini juga didukung dengan fakta bahwa
terdapat 4,8 juta unit rumah dalam kondisi rusak berat dan sekitar 6,7
juta unit rumah tidak layak huni serta meningkatnya luasan kawasan
kumuh menjadi 5,7 Ha (BPS 2008)
Laporan Kunjungan Kerja Komisi V DPR RI 1
PROVINSI SULAWESI SELATAN -107
B. Objek yang di Kunjungi:
B.1 Rusunawa Mahasiswa UNHAS
Bertambahnya jumlah penduduk berdampak pada tuntutan
kebutuhan papan (rumah) yang sehat dengan lingkungan yang baik.
Salah satu fungsi kawasan di Provinsi Sulawesi Selatan,khususnya Kota
Makasar, adalah sebagau pelayanan pendidikan dengan adanya
kawasan pendidikan tinggi. Untuk menunjang perikehidupan
mahasiswa tentunya membutuhkan fasilitas berupa temat tinggal bagi
mahasiswa, untuk itu dibangunlah Rusunawa Mahasiswa di
Lingkungan Universitas Hasanuddin.
DATA PEKERJAAN
Progres Fisik Bangunan : 100%
Konsultan Perencana : PT. Cakra Manggilingan Jaya
Konsultan Supervisi : PT. Wahanacipta Bangunwisma
Kontraktor Pelaksana : PT. Bumi Rama Nusantara
Nomor/tanggal kontrak : KU.08.08/PK-PP/P2P/RUSUN08-43/641
12 Desember 2008
Nilai Kontrak : Rp. 10.879.714.000,-
Nomor/tanggal PHO : KU.09.04/BA-PHO/PK-PP/P2P/ RUSUN08-
43/04 14 Agustus 2009
Jumlah Lantai Bangunan : 4 Lantai
Jumlah Twin Block (TB) : 1 TB
Jumlah Hunian (Unit) : 98 Unit
Jumlah Unit Terhuni : -
Tahun Pembangunan : 2008
Jenis Konstruksi Bangunan : Beton Bertulang
Ukuran Luas Rata-rata Unit: 24 m2
Luas Tanah : 3.000 m2
Luas Bangunan : 3.600 m2
Fasilitas Umum / fasilitas Sosial -
Laporan Kunjungan Kerja Komisi V DPR RI 1
PROVINSI SULAWESI SELATAN -107
GAMBAR
PENINJAUAN RUSUNAWA MAHASISWA
UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR
B.2 Perumahan Swadaya
Dengan bertambahnya penduduk miskin
maka penanganan rumah dan lingkungan
yang tidak layak huni harus dilakukan secara konseptual sejalan
dengan upaya penanganan program kemiskinan melalui program
pemberdayaan.
Bantuan stimulan Perumahan Swadaya (BSP2S) dan Peningkatan
Kualitas Perumahan (PKP) Kementerian Perumahan Rakyat di Provinsi
Sulawesi Selatan telah dilaksanakan sejak Tahun 2006. Besarnya
PENINJAUAN
PROGRAM PERUMAHAN SWADAYA
Laporan Kunjungan Kerja Komisi V DPR RI 1
PROVINSI SULAWESI SELATAN -107
bantuan tersebut dari Tahun 2006 hingga Tahun 2010 senilai berkisar Rp
24,8 Milyar.
Program BSP2S dan PKP ini merupakan bantuan yang memiliki tujuan
untuk merumahkan MBR agar dapat menempati rumah yang layak
huni dalam lingkungan yang sehat, nyaman dan serasi. MBR yang
mendapatkan bantuan adalah keluarga atau rumah tangga yang
berpenghasilan tetap maupun tidak tetap sampai dengan Rp 2,5 Juta
per bulan.
Program BSP2S dan PKP ini terbagi atas 2 kelompok bantuan, yaitu:
1. Pembangunan Baru (PB) dengan bantuan sebesar Rp. 10 juta per
unit rumah
2. Peningkatan Kualitas (PK) dengan bantuan sebesar Rp. 5 juta per
unit rumah
3. Pembangunan Prasarana, Sarana dan Utilitas (PSU) dengan
bantuan sebesar Rp. 4 juta per unit rumah
Besaran anggaran yang diterima di Provinsi Sulawesi Selatan untuk
setiap kegiatan sejak Tahun 2006 hingga 2010 adalah sebagai berikut:
TABEL
BESARAN ANGGARAN UNTUK SETIAP KEGIATAN
DI PROVINSI SULAWESI SELATAN TAHUN 2006- 2010
PROGRAM TAHUN
2006 2007 2008 2009 2010
BSP2S
PB 2.500 250 - 2.000 500
PK 750 2.000 1.000 4.000 2.500
PSU 550 300 96 700 715
PKP
PK - - 990 770 2.000
PSU - - 900 700 1.600
TOTAL 24.821
Keterangan: Dalam Juta Rupiah
Laporan Kunjungan Kerja Komisi V DPR RI 1
PROVINSI SULAWESI SELATAN -107
Kota Makasar adalah salah satu kota di Provinsi Sulawesi Selatan yang
mendapatkan program BSP2S dan PKP sejak Tahun 2006 s/d 2010.
Besarnya nilai bantuan dari Tahun 2006 sampai dengan 2010 tersebut
adalah sebesar Rp 3,834 Milyar.
Penyaluran Dana Kegiatan BSP2S dan PKP dilakukan oleh LKM/LKnB
setempat. Proses penyaluran dilakukan dalam bentuk transfer
langsung dari kantor pelayanan perbendaharaan negara (KPPN)
kepadan LKM. LKnB. Secara detail jumlah bantuan yang diterima
dapat dilihat pada tabel berikut.
TABEL
JUMLAH BANTUAN PERUMAHAN SWADAYA
DI KOTA MAKASAR TAHUN 2006- 2010
TAHUN JUMLAH BANTUAN LOKASI
2006 150 unit, 300 Juta (PSU)
2007 - 50 unit (BSP2P-PK), 50 Juta (PSU)
- Pembuatan Jalan Paving 94,3 m1
Kel. Tamamaung
- 50 unit (BSP2P-PK), 50 Juta (PSU)
- Pembuatan Jalan Paving 99,3 m1
Kel. Rappo Kaling
2008 - 50 unit (BSP2P-PK), 150 Juta (PSU)
- Pembuatan Jalan Paving 175 m1
- Pembuatan Jalan Paving 77 m1
- Pembuatan Jalan Rabat Beton 58,5 m1
- Pembuatan Jalan Rabat Beton 50 m1
- Pembuatan Jalan Rabat Beton 60 m1
- Pembuatan Jalan Rabat Beton 54,9 m1
- Pembuatan Jalan Rabat Beton 24,7 m1
- Pembuatan Jalan Rabat Beton 14 m1
- Perbaikan Saluran Drainase
Kel. Bunga Ejaya
- 50 unit (BSP2P-PK), 150 Juta (PSU)
- Perbaikan Saluran Drainase
Kel. Tanjung
Merdeka
2009 - 75 unit (BSP2P-PK), 300 Juta (PSU)
- Perbaikan Saluran Drainase 378,5 m1
- Pembuatan Jalan Paving 352,6 m1
- Pembuatan Jalan Rabat Beton 60 m1
Kel. Tamalabba
Laporan Kunjungan Kerja Komisi V DPR RI 1
PROVINSI SULAWESI SELATAN -107
TAHUN JUMLAH BANTUAN LOKASI
2010 - 50 unit (BSP2P-PK), 87 Juta (PSU)
- Perbaikan Saluran Drainase 350 m1
- Pembuatan Jalan Paving 450 m1
Kel. Tammua
- 50 unit (BSP2P-PK), 87 Juta (PSU)
- Pembuatan Jalan Paving dan pondasi jalan
450 m1
Kel. Batua
C. Permasalahan
- Sulitnya Infrastruktur perumahan (listrik dan air bersih) sehingga
memperlambat proses penghunian rusunawa, termasuk rusunawa
UNHAS
- Agar Rusunawa UNHAS dapat segera di fungsikan sebagaimana
mestinya, maka dibutuhkan dana sebesar Rp 1,125 Milyar untuk
penyediaan air bersih
- Banyaknya kawasan perumahan yang dibangun tidak sesuai dengan
perencanaan akibatnya menimbulkan masalah seperti banjir.
- Program pembangunan perumahan swadaya belum merata ke
semua kabupaten/ Kota.
- Proses perizinan yang berbelit
3.4. SEKTOR PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL
A. Umum
Pembangunan daerah tertinggal di Indonesia diprioritaskan pada tiga
aspek, yaitu pembangunan infrastruktur pedesaan, pengembangan
ekonomi lokal, serta pemberdayaan masyarakat.
RPJM Nasional 2010-1014 telah menetapkan daerah tertinggal yang
akan diberikan penanganan prioritas di dalam pembangunan,
termasuk didalamnya adalah desa-desa di Provinsi Sulawesi Selatan.
Adapun kegiatan prioritas yang dilakukan Kementerian Pembangunan
Daerah Tertinggal di Provinsi Sulawesi Selatan adalah sebagai berikut:
Laporan Kunjungan Kerja Komisi V DPR RI 1
PROVINSI SULAWESI SELATAN -107
1. Percepatan Pembangunan Kawasan Produksi Daerah
Tertinggal (P2KPDT)
2. Percepatan Pembangunan Infrastruktur Perdesaan Daerah
Tertinggal (P2IPDT)
3. Percepatan Pembangunan Sosial Ekonomi Daerah Tertinggal
(P2SEDT)
4. Percepatan Pembangunan Pusat Pertumbuhan Daerah
Tertinggal (P4DT)
5. DAK Sarana dan Prasarana Pedesaan
B. Anggaran
Besaran anggaran untuk melakukan pembangunan di daerah
tertinggal di Provinsi Sulawesi Selatan pada Tahun Anggaran 2010
adalah sebesar Rp 50.877,57 Milyar. Besaran anggaran untuk tiap
kabupaten berdasarkan program pembangunan daerah tertinggal di
Provinsi Sulawesi Selatan dapat dilihat pada Tabel berikut:
TABEL
BESARAN ANGGARAN UNTUK SETIAP KABUPATEN
BERDASARKAN KEGIATAN
DI PROVINSI SULAWESI SELATAN TAHUN 2010
Provinsi/Kabupaten
DAK
Sarana
Prasarana
Perdesaan
P4-DT P2IPDT
(APBN)
P2IPDT
(APBNP) P2KPDT P2SEDT TOTAL
Sulawesi Selatan 500,00 500,00
Selayar 1.199,80 1.400,00 100,00 2.699,80
Jeneponto 987,20 813,60 100,00 1.900,80
Pangkajene
Kepulauan
1.233,50 700,00 100,00
2.033,50
Toraja Utara (Dob) 826,20 2.686,80 885,00 100,00 4.498,00
Sinjai 1.066,90 300,00 930,00 152,60 2.449,50
Bulukumba 983,30 510,00 930,00 152,60 2.575,90
Bantaeng 940,30 550,00 930,00 152,60 2.572,90
Luwu 1.009,10 1.360,00 1.300,00 152,60 3.821,70
Luwu Timur 1.013,40 1.857,080 350,00 960,00 152,60 4.333,08
Luwu Utara 300,00 1.300,00 1.600,00
Takalar 1.041,30 300,00 152,60 1.493,90
Barru 1.052,90 1.000,00 152,60 2.205,50
Maros 500,00 500,00
Enrekang 1.039,60 152,60 1.192,20
Laporan Kunjungan Kerja Komisi V DPR RI 1
PROVINSI SULAWESI SELATAN -107
Provinsi/Kabupaten
DAK
Sarana
Prasarana
Perdesaan
P4-DT P2IPDT
(APBN)
P2IPDT
(APBNP) P2KPDT P2SEDT TOTAL
Tana Toraja 1.041,70 2.686,797 152,60 3.881,10
Pinrang 981,10 4.500,00 152,60 5.633,70
TOTAL 43.891,61
Keterangan: Dalam Juta Rupiah
C. Permasalahan
Permasalahan yang dialami oleh daerah tertinggal di Provinsi Sulawesi
Selatan adalah rendahnya aksesibilitas dan keterbatasan Infrastruktur
terutama bagi Kabupaten Selayar, Jeneponto dan Pangkep.
Memerlukan program prioritas seperti: pembangunan infrastruktur
jaringan air bersih, pembangunan embung, peningkatan dan
oembangunan jaringan jalanm pengadaan prasarana transportasi
serta pengadaan prasarana penyulingan air laut.
3.5. SEKTOR METEOROLOGI, KLIMATOLOGI, DAN GEOFISIKA
A. Umum
Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BKMG) adalah
Lembaga Pemerintahan Non Departemen yang bertugas
melaksanakan tugas pemerintahan di bidang Meteorologi,
Klimatologi, Kualitas Udara, dan Geofísika. Balai Besar MKG (BBMKG)
Wilayah IV Makasar Provinsi Sulawesi Selatan mempunyai tugas
melaksanakan pengamatan, pengumpulan dan penyebaran data,
pengolahan, analisis dan prakiraan serta riset dan kerja sama, kalibrasi
dan pelayanan meteorologi, klimatologi, kualitas udara dan geofisika.
BBMKG ini melakukan pengamatan, pengumpulan dan penyebaran
data, pengolahan, analisis dan prakiraan serta riset dan kerja sama di
bidang meteorologi, klimatologi, kualitas udara dan geofisika yang
bertanggungjawab atas:
Laporan Kunjungan Kerja Komisi V DPR RI 1
PROVINSI SULAWESI SELATAN -107
1. 39 Stasiun Meteorologi, Stasiun Klimatologi, Stasiun Geofisika,
dan Sensor Seiscom
2. Stasiun/Poskerja Sama
3. Stasiun Geofisika Internasional
Adapun jenis pelayanan yang dilakukan oleh Balai Besar Meteorologi,
Klimatologi dan Geofisika Makasar adalah:
1. Pusat Cuaca dan Iklim regional, yang terdiri atas: Informasi Dini
cuaca, Keselamatan penerbangan, Informasi kelautan, Prediksi
awal musim dan Kekeringan.
2. Pusat Gempa regional, yang terdiri atas: Infromasi gempa,
Peringatan dini tsunami, Tanda waktu.
Beberapa produk dari BBMKG ini dipergunakan oleh: Dishub, Mabes
Polri/Polda/Polres, Kodam, SAR Mks & Selayar, ASDP, Satkorlak/BNPB,
Stamet Majene, Stamet Masamba, Stamet Tator, Pemda Sinjai, Tribun
Timur, Fajar TV, Makassar TV, RRI Pro1 & Pro 2, Barata FM, Fajar FM,
Delta FM, Celebes, dan Teropong Kota.
TABEL
LAYANAN BBMKG SULAWESI SELATAN
LAYANAN PRODUK
Prakiraan Cuaca dan Regional - Informasi dini cuaca
- Keselamatan penerbangan
- Informasi kelautan
Pusat Iklim Regional - Informasi iklim wilayah
- Prediksi awal musim
- Kualitas udara
- Perubahan iklim
Pusat Kalibrasi Regional - Melakukan kalibrasi peralatan MKG milik
BMKG dan instansi lain
Pusat Gempa Regional - Informasi gempa
- Peringatan dini tsunami
- Tanda waktu
Laporan Kunjungan Kerja Komisi V DPR RI 1
PROVINSI SULAWESI SELATAN -107
B. Anggaran
Besaran anggaran untuk BMKG di Provinsi Sulawesi Selatan pada
Tahun 2010 adalah sebesar Rp 17.125.447.000,- anggaran ini menurun
cukup banyak jika dibanding dengan anggaran tahun 2009, yaitu
sebesar Rp 35.802.904.000,- Namun demikian direncanakan pada
tahun Anggaran 2011 BMKG Sulawesi Selatan memperoleh
anggaran sebesar Rp 41.507.853.000,-. Ini berarti Provinsi Sulawesi
Selatan medapatkan peningkatan anggaran berkisar 142%
dibanding dengan Tahun 2009. Adapun penggunaan anggaran
dibagi kedalam beberapa kelompok penganggaran, yaitu belanja
pegawai, belanja barang, dan belanja modal.
TABEL
PERKEMBANGAN ANGGARAN BELANJA
BMKG PROVINSI SULAWESI SELATAN
TAHUN TOTAL ANGGARAN
2007 Rp 13,040 Milyar
2008 Rp 15,044 Milyar
2009 Rp 35,802 Milyar
2010 Rp 17,125 Milyar
2011 (Renja-KL) Rp 41,507 Milyar
C. Permasalahan
- Untuk memperkuat jaringan data iklim hendaknya dipasang AWS
disetiap kabupaten yang saat ini masih belum terpasang (19
kabupaten)
- Data yang diperoleh dari pengamatan ini diharapkan dapat
membantu setiap kabupaten dalam hal kesiapan informasi iklim
yang akan berguna menunjang pembangunan di masing masing
daerah
- Idealnya untuk daerah rawan tsunami tiap jarak 100 km di
sepanjang pantai diletakkan satu alat pemantau gempa &
gelombang
Laporan Kunjungan Kerja Komisi V DPR RI 1
PROVINSI SULAWESI SELATAN -107
- System komunikasi yang belum memadai.
- Radar Cuaca sudah tidak berfungsi dengan baik.
- Automatic Weather Stastion (AWS) jumlahnya masih sangat minim
(hanya 4 titik), belum menjangkau wilayah rawan bencana
- Automatic Rain Gauge (ARG) belum ada
- Ground sattellite receiver belum terpasang
PENINJAUAN
BBMKG SULAWESI SELATAN
3.6. BADAN SAR NASIONAL
A. Umum
Basarnas berpartisipasi untuk melaksanakan operasi SAR pada saat
kejadian dari suatu bencana dlm pencarian, pertolongan dan evakuasi
korban. Kantor SAR merupakan unit pelaksana teknis di bidang
Laporan Kunjungan Kerja Komisi V DPR RI 1
PROVINSI SULAWESI SELATAN -107
pencarian dan pertolongan (SAR) yang berada di bawah dan
bertanggung jawab kepada kepala badan SAR nasional.
Beberapa Tugas Pokok dari Basarnas adalah melaksanakan siaga SAR,
pelatihan SAR, pembinaan potensi SAR, tindak awal dan Operasi SAR,
serta pengerahan dan pengendalian potensi SAR ar dalam rangka
operasi SAR yang meliputi usaha dan kegiatan mencari, menolong, dan
menyelamatkan jiwa manusia yang hilang atau dikhawatirkan hilang
atau menghadapi bahaya dalam musibah pelayaran dan/atau
penerbangan, atau bencana dan musibah lainnya.
Pos SAR, adalah unit kerja satuan SAR di daerah wilayah kabupaten/
kota yang rawan bencana dan situasinya sulit dijangkau dari kantor
SAR. Fungsi pos SAR adalah merupakan perwakilan kantor SAR pada
lokasi wilayah kabupaten/ kota yang bersangkutan. Untuk wilayah
kerja kansar makassar telah ditetapkan 3 pos SAR dengan luas wilayah
kerja kansar makassar : 91.400,73 km², meliputi : Provinsi Sulawesi Selatan,
Provinsi Sulawesi Barat, dan Provinsi Sulawesi Tengah (sebagian hingga
palu).
Saat ini sumber daya manusia di Kantor SAR Makasar ada sebanyak 129
orang dengan adalah sebagai berikut:
o kakansar es. Iii : 1
o kasi ops. Es. Iv : 1
o kasubag. Tu. Es. Iv : 1
o rescuer : 63 termasuk pos dan rangkap jabat
o petugas adm : 23
o cpns 2010 : 40
Pos sar merupakan unit kerja satuan sar non struktural di daerah wilayah
kabupaten/ kota yang rawan musibah/bencana dan situasinya sulit
dijangkau dari kantor sar,
Laporan Kunjungan Kerja Komisi V DPR RI 1
PROVINSI SULAWESI SELATAN -107
• pos SAR di bentuk dalam rangka mendukung kelancaran
pelaksanaan tugas unit pelaksana teknis diwilayah secara cepat,
tepat dan handal.
• telah ditetapkan 3 pos SAR untuk wilayah kerja kansar makassar.
TABEL
SARANA DAN PRASARANA KANTOR SAR MAKASAR
ROVINSI SULAWESI SELATAN TAHUN 2010
Fasilitas Type Jumlah Lokasi
Rescue boat fiber 22 m 1 unit Pel. Soekarno – hatta, makassar
Sea rider Fiber-rubber 1 unit Pel. Soekarno – hatta, makassar
Rubber boat Lcr 7 unit 4 – makassar
3 – pos sar (bone, palu, selayar)
Rescue car Double cabin 5 unit 2 – makassar
3 – pos sar (bone, palu, selayar)
Rescue truck 1 unit Makassar
Truck personil Angkut 1 unit Makassar
B. Permasalahan
- Sumber daya manusia jumlah SDM yg dimiliki Kansar Makassar
masih sangat terbatas bila dibandingkan dengan luas wilayah
kerja (Masing-2 pos SAR baru diisi 9 personil dan masih menjabat
rangkap)
- status kelembagaan belum sinkron antara struktur organisasi kantor
pusat basarnas dgn kantor SAR sebagai UPT Basarnas, sehingga
diharapkan adanya peningkatan esselonering bagi kantor SAR.
- Pos sar masih terbatas. Keberadaan pos SAR adalah untuk
mendukung pelaksanaan tugas kansar sbg upt Basarnas. Baru
terdapat 3 pos SAR di wilayah kerja Kansar Makassar. Idealnya
setiap kabupaten/kota terdapat pos SAR, atau minimal 3 kab/kota
1 pos SAR.
Laporan Kunjungan Kerja Komisi V DPR RI 1
PROVINSI SULAWESI SELATAN -107
- Sarana dan prasarana yang dimiliki belum memadai secara
kualitas maupun kuantitas untuk mencakup wilayah Indonesia
yang sangat luas dan medan yang beraneka ragam kondisinya.
- Belum terpenuhinya sarana dan prasarana yang dibutuhkan untuk
mendukung operasi sar, diantaranya :
a. Rescue boat 20 m sangat tidak layak utk menjangkau
daerah perairan yg pd saat-saat tertentu dgn cuaca yg
sangat ekstrim (idealnya min. 40 m terbuat dari logam),
b. Belum tersedia hellycopter
c. Belum tersedia shelter utk rescue boat dan perahu karet
d. Belum adanya gedung khusus tempat siaga rescuer
Laporan Kunjungan Kerja Komisi V DPR RI 1
PROVINSI SULAWESI SELATAN -107
BAGIAN IV
KESIMPULAN DAN SARAN
LAPORAN KUNJUNGAN KERJA
KOMISI V DPR RI KE PROVINSI SULAWESI SELATAN
RESES MASA SIDANG II TAHUN SIDANG 2010 - 2011
TANGGAL 21-23 DESEMBER 2010
Setelah disampaikan secara singkat mengenai gambaran umum serta
hasil peninjauan Kunjungan kerja Komisi V DPR-RI ke Provinsi Sulawesi
Selatan, maka dapat disampaikan beberapa catatan Kesimpulan
sebagai berikut:
1. Komisi V DPR RI memberikan apresiasi atas prestasi yang telah dan
keberhasilan pembangunan infrastruktur yang telah dilaksanakan di
Provinsi Sulawesi selatan, terutama terhadap penghargaan nasional
yang telah diperolah Dinas Tata Ruang dan Permukiman Sulawesi
Selatan serta Dinas Pengelolaan Sumber Daya Air (PSDA) Sulsel
sebagai dinas terbaik pada bidang penataan ruang, sub bidang
penyelenggaraan penataan ruang yang berkelanjutan, serta bidang
pekerjaan umum, sub bidang sumber daya air.
2. Komisi V DPR RI mendukung seluruh mitra Komisi V DPR-RI, untuk
memperjuangkan alokasi anggaran pada APBN 2011 dalam
memenuhi kebutuhan anggaran bagi Provinsi Sulawesi Selatan di
seluruh bidang yang terkait dengan mitra kerja Komisi V DPR RI.
3. Dalam rangka peningkatan pelayanan bagi wilayah Indonesia Bagian
Timur, Komisi V DPR RI mendesak mitra kerja Komisi V DPR RI untuk
memprioritaskan program-program yang dapat memberikan effect
multiplier diantaranya adalah pembangunan Bandar Udara Toraja,
revitalisasi pantai Losari, serta pengembangan pelabuhan
Garongkong dengan kepastian sharing pendanaan antara
Pemerintah pusat dan daerah.
Laporan Kunjungan Kerja Komisi V DPR RI 1
PROVINSI SULAWESI SELATAN -107
4. Komisi V DPR RI mendorong seluruh mitra kerja Komisi V DPR-RI untuk
selalu menyusun program-program yang berbasis kinerja, dengan
skala prioritas agar hasil program secara jelas dapat dirasakan oleh
masyarakat.
5. Dalam hal penyusunan rencana program/ kegiatan setiap sektor,
Komisi V DPR RI mendesak seluruh mitra kerja Komisi V DPR-RI, untuk
melakukan sinkronisasi program lintas sektor lintas kementerian terkait,
agar seluruh program dapat berjalan secara sinergis dan
berkelanjutan.
Secara detail, rekomendasi/ saran bagi masing-masing sektor dapat
disampaikan sebagai berikut:
A. SEKTOR PEKERJAAN UMUM
1. SUBSEKTOR SUMBER DAYA AIR
Hal-hal yang harus diperhatikan berkaitan dengan pembangunan
di sub sektor sumber daya air adalah;
1. Harus adanya terobosan solusi yang inovatif mengenai sistem
penyediaan air bersih di Provinsi Sulawesi Selatan dalam rangka
memenuhi kebutuhan air baku untuk perkotaan, perdesaan,
dan industri serta pengendalian banjir di musim hujan
2. Meningkatkan pelayanan jaringan irigasi dengan
mengoptimalkan fungsi jaringan irigasi yang sudah ada dengan
melakukan rehabilitasi, pemeliharaan jaringan irigasi secara
berkala, dan masih meningkatkan keterlibatan petani dan
stakeholders lainnya dalam pengelolaan jaringan irigasi.
3. Mengembalikan fungsi seluruh infrastruktur SDA yang
mengalami kerusakan karena bencana alam seperti banjir,
tanah longsor, tsunami, atau gempa bumi.
4. Mengembalikan fungsi lahan beririgasi teknis, agar luas lahan
pertanian yang gagal panen akibat banjir dapat berkurang.
Laporan Kunjungan Kerja Komisi V DPR RI 1
PROVINSI SULAWESI SELATAN -107
5. Penetapan prioritas bagi program-program pembangunan dan
pengembangan Daerah Irigasi di Provinsi Sulawesi Selatan
menjadi sangat penting, mengingat begitu banyaknya
program pengembangan daerah irigasi Di Provinsi Sulawesi
Selatan yang membutuhkan biaya besar.
6. Memperjuangkan anggaran sebesar Rp 60 Milyar untuk
memasang site pile di area seluas 16 Ha di Center Point of
Indonesia Losari.
2. SUBSEKTOR BINA MARGA
Hal-hal yang harus diperhatikan untuk melakukan perbaikan di
sektor ini adalah;
1. Sebelum proyek pembangunan jalan dilakukan, diperlukan
suatu kajian kelayakan terhadap lokasi jalan yang dipilih, baik
layak secara fisik, ekonomi dan lingkungan, terutama terkait
dengan lokasi yang rentan terhadap bencana alam, serta
melakukan perhitungan anggaran secara rasional agar
aproyek pembangunan jalan dapat dikerjakan secara optimal
dan sesuai dengan spesifikasi yang diperlukan.
2. Dalam menyusun rencana program/ kegiatan, harus
melakukan sinkronisasi lintas sektor lintas wilayah, agar seluruh
program dapat berjalan secara sinergis dan berkelanjutan.
3. Mencari terobosan solusi untuk menyelesaikan masalah
pembebasan lahan dan membuka kesempatan untuk
memperoleh perpanjangan waktu pekerjaan sampai akhir T.A
2010 dan jika dimungkinkan sampai akhir 2011 bagi Kontraktor
yang memiliki kendala dalam pembebasan lahan,
4. Perlunya dukungan dana dari Pemerintah yang lebih maksimal
untuk mempercepat pembangunan jalan di Provinsi Sulawesi
Selatan dalam rangka mempercepat pertumbuhan wilayah
dan meningkatkan mobilitas masyarakat terutama bagi
Laporan Kunjungan Kerja Komisi V DPR RI 1
PROVINSI SULAWESI SELATAN -107
penuntasan lintas utama (lintas barat) dan jalan lintas
timur sulawesi selatan, serta implementasi infrastruktur jalan
dan jembatan pada kawasan metropolitan mamminasata
(Maros, Sungguminasa, Makassar, Takalar).
3. SUBSEKTOR CIPTA KARYA
Hal-hal yang harus diperhatikan untuk melakukan perbaikan di
sektor ini adalah;
1. Perlu adanya pengembangan TPA Regional, Sistem
Pengelolaan Air Limbah Terpadu dan drainase dalam rangka
mendukung gerakan percepatan sanitasi nasional
2. Perlu adanya solusi yang invatif dalam meningkatkan
pelayanan dan kapasitas air minum baik di pedesaan maupun
di perkotaan.
3. Segera melakukan penanganan bagi permukiman kumuh
perkotaan serta infrastruktur pada kawasan potensial pedesaan
dan desa tertinggal dengan Penyelenggaraan hunian vertikal
dan dukungan aksesibilitas.
4. SUB SEKTOR TATA RUANG
Hal-hal yang harus diperhatikan untuk melakukan perbaikan di sektor
ini adalah;
1. Segera menyelesaikan amanat UU No 26 Tahun 2007 Tentang
penataan Ruang, yaitu dengan menyelesaikan RTRW
Kabupaten/ Kota di Provinsi Sulawesi Selatan menjadi sebuah
Perda beserta turunananya, sehingga ada kepastian hukum
bagi investor yang ingin datang berinvestasi.
2. Mencari alternatif solusi dalam mengatasi keterbatasan
kemampuan pemerintah daerah baik di bidang pendanaan,
informasi, maupun kapasitas SDM untuk menyelesaikan RTRW
Kabupaten/Kota.
Laporan Kunjungan Kerja Komisi V DPR RI 1
PROVINSI SULAWESI SELATAN -107
3. Segera menyelesaikan perencanaan tata ruang dan
pengembangan infrastruktur di Kawasan Strategis Nasional
(Mamminasata, Kapet Pare-pare, Kawasan Sorowako dsk, dan
Kawasan Toraja dsk) yang mengacu pada PP 26 Tahun 2008
tentang RTRWN dan Perda No 9 Tahun 2009 tentang RTRW
Provinsi Sulawesi Selatan.
4. Perlunya dukungan pendanaan dari pemerintah untuk
mempercepat penyusunan rencana rinci kawasan strategis
provinsi subsektor Kawasan strategis provinsi.
B. SEKTOR PERHUBUNGAN
1. SUBSEKTOR PERHUBUNGAN UDARA
Hal-hal yang harus diperhatikan berkaitan dengan pembangunan
di subsektor perhubungan udara antara lain sebagai berikut;
1. Terkait dengan Bandar Udara di Kabupaten Tana Toraja, Komisi
V DPR RI mendorong Kementerian Perhubungan untuk
menindaklanjuti kebijakan pengembangan pembangunan
transportasi udara di Toraja Utara sesuai dengan Tatanan
Kebandarudaraan Nasional guna menunjang pengembangan
perekonomian dan pembangunan wilayah menuju
kesejahteraan masyarakat.
2. Pembangunan Transportasi Udara khususnya bandara-bandara
perintis harus dimaksimalkan karena memiliki peran vital untuk
menghubungkan beberapa Kabupaten di Sulawesi Selatan.
3. Segera melaksanakan Rencana pemisahan ATS single
provider dari PT. Angkasa pura I untuk meningkatkan kinerja
SDM lalu lintas penerbangan di Bandar Udara Hasanuddin.
Laporan Kunjungan Kerja Komisi V DPR RI 1
PROVINSI SULAWESI SELATAN -107
2. SUBSEKTOR PERHUBUNGAN DARAT
Hal-hal yang harus diperhatikan berkaitan dengan pembangunan
di subsektor perhubungan darat adalah sebagai berikut;
1. Memperkuat peran Pelabuhan di Provinsi Sulawesi Selatan
sebagai hubungan International di Kawasan Timur Indonesia
dengan mengembangkan Pelabuhan Garongkong.
2. Segera melakukan revitalisasi kolam pelabuhan melalui
pengerukan, penggantian mobile bridge yang sudah rusak
serta perluasan kolam pelabuhan hingga bisa dimasuki 2 (dua)
kapal ferry pada waktu bersamaan.
3. Mengupayakan percepatan penggunaan System ATCS (Area
Traffic Control System) di 4 simpul wilayah di kawasan Kota
Makassar (Barat, Timur, Utara dan selatan)
4. Mendorong terselenggaranya Angkutan umum berbasis
angkutan massal pada lintas kawasan MAMMINASATA, baik
berupa BUS, Kereta api dan atau mono rail.
5. Mempercepat pembangunan Fasilitas keselamatan lalu lintas
dan angkutan jalan pada wilayah perkotaan;
6. Melaksanakan amanata undang-undang No 22 Tahun 2009
tentang lalu lintas dan angkutan jalan dengan pemasangan
fasilitas keselamatan lalu lintas dan angkutan jalan pada ruas
jalan lintas Kabupaten/Kota
7. Penanganan daerah rawan kecelakann (DRK) dan daerah
rawan kemacetan akibat penggunaan jalan diluar
kepentingan jalan (parkir,pasar tumpah dan keramaian)
3. SUB SEKTOR PERHUBUNGAN LAUT
Hal-hal yang harus diperhatikan berkaitan dengan pembangunan
di subsektor perhubungan laut adalah sebagai berikut:
Laporan Kunjungan Kerja Komisi V DPR RI 1
PROVINSI SULAWESI SELATAN -107
- Untuk membuka akses bagi pulau-pulau terpencil, maka
diperlukan pembangunan Dermaga pada Pulau-Pulau
terpencil tersebut.
- Mencari alternatif pendanaan bagi pembangunan pelabuhan,
agar kerusakan pendanaan Kondisi Pelabuhan tidak
mengalami kerusakan dan penurunan kualitas akibat distribusi
anggaran pusat yang bertahap dan terbatas.
- Memprioritaskan pengembangan pelabuhan Garongkong
untuk mengatasi ketidakmampuan pelabuhan lainnya dalam
melayani angkutan kapal.
4. BADAN DIKLAT PIP MAKASAR
Hal-hal yang harus diperhatikan untuk melakukan perbaikan di
sektor ini adalah;
1. Komisi V DPR RI mendesak Badan Diklat Perhubungan untuk
melakukan terobosan dalam hal penguatan pembiayaan
diklat diantaranya menjalin kerjasama dengan swasta
penyelenggara transportasi sesuai dengan ketentuan
perundang-undangan.
2. Meminta Badan Diklat Kementerian Perhubungan untuk
berupaya meningkatkan daya serapnya, dan melakukan
perencanaan/ pelaksanaan anggaran secara cermat dan
tepat, agar penyerapan anggaran yang rendah serta alokasi
waktu pembangunan kurang mencukupi, tidak terjadi kembali
di masa yang akan datang.
3. Mengupayakan anggaran pembangunan sebesasr Rp 157
Milyar untuk pembangunan kampus PIP Tahap IV yang
dilaksanakan pada Tahun 2011.
Laporan Kunjungan Kerja Komisi V DPR RI 1
PROVINSI SULAWESI SELATAN -107
C. SEKTOR PERUMAHAN RAKYAT
Hal-hal yang harus diperhatikan untuk melakukan perbaikan di sektor
ini adalah;
1. Segera melakukan evaluasi terhadap program-program
pembangunan Rusunawa yang tidak berjalan sesuai rencana,
dan kemudian melakukan pembenahan/ perbaikan atas
kejadian tersebut.
2. Dalam menyusun rencana program/ kegiatan, kementerian
perumahan rakyat harus melakukan sinkronisasi lintas sektor
lintas kementerian terkait, agar seluruh program dapat berjalan
secara sinergis dan berkelanjutan, terutama terkait dengan
peyediaan infrastruktur bagi setiap sarusun.
3. Mengupayakan anggaran sebesar Rp 1,125 Milyar untuk
membangun prasarana air bersih, agar Rusunawa UNHAS
dapat segera di fungsikan sebagaimana mestinya.
4. Kementerian perumahan rakyat diminta untuk menyusun
rencana program pembangunan perumahan swadaya yang
lebih merata di wilayah Provinsi Sulawesi Selatan.
D. SEKTOR PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL
Hal-hal yang harus diperhatikan untuk melakukan perbaikan di sektor
ini adalah;
1. Mengoptimalkan peran serta seluruh lapisan masyarakat dalam
melaksanakan program-program Kementerian Pembangunan
Daerah Tertinggal untuk mendorong kegiatan ekonomi
masyarakat sehingga manfaat dapat langsung dinikmati oleh
masyarakat. Untuk itu Kementerian Pembangunan Daerah
Tertinggal harus memiliki terobosan solusi dalam melibatkan
masyarakat.
Laporan Kunjungan Kerja Komisi V DPR RI 1
PROVINSI SULAWESI SELATAN -107
2. Perlu dilakukan upaya-upaya untuk mengoptimalkan potensi
daerah dalam menyerap program-program pembangunan
daerah tertinggal
3. Melakukan restrukturisasi kegiatan utama, agar tidak terkesan
tumpang tindih, lebih sederhana, mudah dimengerti oleh
semua stakeholders, serta menentukan skala prioritas
berdasarkan kriteria yang jelas, agar program yang
dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan mendesak masyarakat.
E. SEKTOR BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA
Hal-hal yang harus diperhatikan untuk melakukan perbaikan di sektor
ini adalah;
1. Menjadikan program Balai Besar Meteorologi Klimatiologi dan
Geofisika (BBMKG) wilayah IV Makasar ini sebagai prioritas skala
nasional, mengingat cakupan wilayah dan fungsi pelayanan
yang sangat luas, membawahi 39 stasion BMG dan melayani
wilayah Indonesia bagian Timur.
2. Meningkatkan kualitas dan kuantitas sarana dan prasarana
Stasiun BBMKG dalam rangka peningkatan pelayanan bagi
sektor penerbangan, pelayaran, harian dan informasi cuaca
lainnya.
3. Memperkuat jaringan data iklim dengan dipasangnya AWS
(Automatic Weather Stastion) di 19 (sembilan belas) kabupaten
yang saat ini masih belum terpasang, agar dapat menjangkau
wilayah rawan bencana
4. Dalam rangka meningkatkan kualitas wilayah pelayanan,
maka harus segera memasang satu alat pemantau gempa &
gelombang di tiap jarak 100 km di sepanjang pantai rawan
Laporan Kunjungan Kerja Komisi V DPR RI 1
PROVINSI SULAWESI SELATAN -107
tsunami, serta melakukan pengadaan alat Automatic Rain
Gauge (ARG) dan Ground sattellite receiver.
5. Segera mengalokasikan anggaran bagi perbaikan Radar
Cuaca yang saat ini sudah tidak berfungsi dengan baik.
6. Meningkatkan System komunikasi agar produk yang dihasilkan
BBMKG dapat dirasakan oleh seluruh sektor, wilayah serta
lapisan masyarakat yang membutuhkan.
F. SEKTOR BADAN SAR NASIONAL
Hal-hal yang harus diperhatikan untuk melakukan perbaikan di sektor
ini adalah:
1. Mengadakan program peningkatan kualitas Sumber Daya
Manusia dengan adanya berbagaimacam pelatihan; serta
Mengupayakan penambahan personil khususnya sebagai TIM
RESCUE, sebagai tindakan prefentif bagi wilayah Provinsi
Sulawesi Selatan yang luas dan rawan gempa bumi.
2. Memperkuat kondisi kelembagaan dengan melakukan
peningkatan esselonering bagi kantor SAR
3. Menambah jumlah pos SAR untuk mendukung pelaksanaan
tugas kansar sebagai upt Basarnas dimana setiap
kabupaten/kota seharusnya memiliki satu pos SAR, atau minimal
3 kabupaten/kota 1 pos SAR.
4. Meningkatkan pelayanan dengan menambah sarana dan
prasarana yang dibutuhkan untuk mendukung operasi sar,
diantaranya dengan mengadakan Rescue boat 40 m,
Helikopter, shelter untuk rescue boat dan perahu karet, serta
gedung khusus tempat siaga rescuer.
Laporan Kunjungan Kerja Komisi V DPR RI 1
PROVINSI SULAWESI SELATAN -107
BAGIAN V PENUTUP
LAPORAN KUNJUNGAN KERJA KOMISI V DPR RI KE PROVINSI SULAWESI SELATAN RESES MASA SIDANG II TAHUN SIDANG 2010 - 2011 TANGGAL 21-23 DESEMBER 2010
Demikian Laporan Kunjungan Kerja Komisi V DPR-RI ke Provinsi Sulawesi
Selatan pada Reses Masa Persidangan II Tahun Sidang 2010 - 2011 yang
dilaksanakan dari tanggal 21-23 Desember 2010.
Semoga berbagai temuan yang telah dituangkan didalam laporan ini
dapat menjadi masukan bagi peningkatan kualitas kerja komisi V DPR-RI
terutama dalam bidang pengawasan, dan semoga temuan-temuan
tersebut dapat ditindaklanjuti oleh Pemerintah dengan melakukan
perbaikan dan pembangunan sarana dan prasarana bagi
kesejahteraaan rakyat khususnya di Provinsi Sulawesi Selatan dan
Indonesia pada umumnya.
Jakarta, Maret 2011
KETUA TIM KUNKER KOMISI V DPR-RI
KE SULAWESI SELATAN
H. Muhidin Mohamad Said, SE.,MBA
Laporan Kunjungan Kerja Komisi V DPR RI 1
PROVINSI SULAWESI SELATAN -107
Top Related