49
BAB IV
Hasil Penelitian dan Pembahasan
4.1 Profil sekolah
Sekolah Dasar Negeri I Mangunsari terletak di
desa Mangunsari, Kecamatan Ngadirejo, Kabupaten
Temanggung. Luas tanah yang dimiliki 14.695 m2
Sekolah Dasar Negeri I Mangunsari berdiri pada tahun
1951 dengan akreditasi B tahun 2011. Sekolah ini
menyelenggarakan pendidikan inklusi pada tahun
2010. Kondisi guru/pegawai 2014/2015 terdiri dari
satu kepala sekolah, enam guru kelas, satu guru mapel
pendidikan agama, satu guru mapel penjasorkes dan
satu tenaga perpustakaan. Kualifikasi pendidikan SI
sebanyak delapan guru sedangkan kualifikasi D2 ada
satu guru dan satu petugas perpustakaan berijisah D2.
Enam orang berstatus PNS dan empat guru berstatus
wiyata bakti.
Dari tabel 4.1 Prestasi yang pernah dicapai dari
tahun 2012-2015.
NO Cabang Lomba Juara Tingkat
1 Menyanyi tunggal 1 Kecamatan
2 Atletik Pa dan Pi 1 Kecamatan
3 LCC 2 Kecamatan
4 Tari beregu 3 Kecamatan
5 Membatik 2 Kecamatan
6 Marching band Harapan 1 Kecamatan
7 Pesta siaga 3 Kecamatan
50
8 Pidato 2 Kecamatan
9 LSS Harapan 1 Kabupaten
10 Cipta puisi 2 Kecamatan
11 Lari Sprint 3 Kecamatan
12 Mapsi Lcc 3 Kecamatan
13 Mapsi Tilawatil
Qur’an Pi
1 Kecamatan
14 Mapsi Tilawatil
Qur’an Pa
2 Kecamatan
15 Mapsi Khat dan
Kaligrafi Pi
3 Kecamatan
Sumber: Dokumen SDN I Mangunsari
4.1.1 Sejarah Inklusi di SDN I Mangunsari
Kondisi awal sekolah dilihat dari segi tenaga
guru belum memadai untuk menyelenggarakan
pendidikan inklusi. Hal ini dikarenakan sekolah belum
memiliki sertifikat keahlian. Keadaan guru belum
semuanya berstatus PNS ada tiga guru kelas berstatus
wiyata bakti. Dari segi sarana dan prasarana
sebelumnya sangat minim sekarang sudah mendekati
lengkap terkait SDN I Mangunsari sebagai sekolah
inklusi.
Sarana dan prasarana di SDN I Mangunsari
belum memadai untuk menyelenggarakan pendidikan
inklusi. Hal ini dapat dilihat dari keadaan alat peraga
sebagai pendukung pembelajaran secara inklusi belum
mencukupi. Buku-buku bacaan khusus ABK belum
tercukupi, alat permainan pendukung kreatifitas ABK
51
juga belum ada apalagi ruangan untuk bimbingan
khusus belum tersedia. Namun dengan ditunjuknya
SDN I Mangunsari sebagai penyelenggara inklusi
pemerintah mulai memperhatikan sarana dan
prasarana di sekolah tersebut. Hal tersebut dibuktikan
dengan fasilitas yang mendukung kegiatan guru dan
siswa dalam pendidikan untuk semua. Sarana dan
prasarana pendukung inklusi misalnya beberapa
computer, LCD, peralatan drum band, buku-buku
bacaan ABK, TV, alat permainan anak berkebutuhan
khusus, dan beberapa peralatan olahraga. Daya
dukung sarana dan prasarana yang dimiliki sekolah
dapat menggali kemampuan siswa sesuai bakat, minat,
dan potensi yang dimiliki.
Dari segi kesiswaan pada tahun 2012/2013
sejumlah 124 siswa dengan ABK sepuluh siswa. Tahun
2013/2014 ada 131 siswa ABK enam siswa sedangkan
tahun 2014 sebanyak 126 dengan tujuh anak
berkebutuhan khusus.
Sejarah penyelenggaraan pendidikan inklusi di
SDN I Mangunsari dirintis sejak tahun 2010 dan
berjalan lima tahun. Selama ini pendidikan inklusi di
SDN I Mangunsari belum pernah meluluskan ABK.
Dasar penyelenggaraan pendidikan inklusi yaitu
pendataan dari Dinas Pendidikan Temanggung
mengenai anak berkelainan khusus. Hasil pendataan
menyatakan jumlah ABK sejumlah enam belas siswa.
Jumlah tersebut menduduki urutan ketiga
sekabupaten Temanggung. Dasar itulah Dinas
52
pendidikan kabupaten Temanggung menunjuk SDN I
Mangunsari sebagai penyelenggara inklusi.
Proses penyelenggara pendidikan inklusi
berdasarkan Surat Perintah Tugas dari Kepala Dinas
Pendidikan kabupaten Temanggung tertanggal 10 April
2010. Kepala dinas pendidikan Temanggung
menugaskan kepala sekolah SDN I Mangunsari untuk
mengikuti kegiatan fasilitasi pendidikan inklusi se Jawa
Tengah. Diklat diikuti lima peserta yaitu kasi
kurikulum pendidikan dasar dan empat kepala sekolah.
Berikut disajikan tabel peserta diklat fasilitasi
pendidikan inklusi tahun 2010:
Tabel 4.2
NO Nama NIP Jabatan
1. Tri Haryono,
S.Pd
19630413
1982011001
Kasi
kurikulum
2. Purwanto, S.Pd 1960403
1983031019
Kepala SMPN
4 Temanggung
3. Subagio, S.Pd 19620428
1985081002
Kepala SDN I
Mangunsari
4. Muh Rum
Hanafi, S.Pd
19551115
1977011 004
Kepala SDN
Tempuran
5. Chaerudin
Bachri
19530504
1973041 001
Kepala SDN
Tegalrejo
Sumber: Dokumentasi kepala sekolah.
Berdasarkan penugasan tersebut di atas SDN I
Mangunsari berusaha mewujudkan pendidikan inklusi.
53
Tabel 4.3 Keadaan ABK tahun 2015 SDN I Mangunsari.
NO Nama Kelas Jenis Kelainan
1. Bagus Pratama I Slowleaner
2. Victory NatanaEl III Tuna daksa
Slowleaner
3. Rahmat Yudha IV Slowleaner
4. Mardiyana Rahayu IV Slowleaner
5. Dani Nugraha V ADHD
6. Nurul Latifah V Slowleaner
7. Mardiyanto VI Slowleaner
Sumber: Data SDN I Mangunsari hasil tes psikologi
4.1.2 Visi dan Misi Sekolah
Rumusan visi Sekolah Dasar Negeri I
Mangunsari sebagai imajinasi moral yang dijadikan
dasar atau rujukan dalam menentukan tujuan atau
keadaan yang secara khusus diharapkan sekolah.
Adapun visi SDN I Mangunsari adalah “Unggul dalam
prestasi berdasarkan iman dan taqwa untuk peserta
didik tanpa kecuali”.
Misi SDN I Mangunsari sebagai berikut: a)
memantapkan penghayatan dan pengamalan hidup
beragama sesuai dengan agama dan kepercayaan
masing-masing siswa, b) menanamkan nilai-nilai
aqidah dan budi pekerti luhur dengan maksimal, c)
mengimplementasikan proses pembelajaran dengan
efektif dan maksimal, d) menumbuhkembangkan
prestasi siswa yang cakap dan handal serta mampu
bersaing di dunia pendidikan maupun lingkungan
54
masyarakat, e) menumbuhkembangkan karakter siswa
yang dapat dipercaya (trustworthiness), mempunyai
rasa hormat dan perhatian (respect), tekun (diligence),
tanggungjawab (responsibility), berani (courage),
integritas (intergrity), peduli (caring), jujur (fairness),
dan kewarganegaraan (citizenship), f) menanamkan
nilai-nilai budaya bangsa sesuai dengan kepribadian
bangsa Indonesia, g) mendorong siswa untuk
memahami dan mengkaji serta menumbuhkembangkan
potensi siswa dengan berbagai ilmu pengetahuan dan
teknologi yang sesuai dengan situasi dan kondisi siswa
melalui proses pembelajaran maupun bimbingan karir.
4.2 Hasil Penelitian
Penelitian yang dilakukan di SDN I Mangunsari
bertujuan untuk mengevaluasi program-program
penyelenggaraan pendidikan inklusi. Menarasikan
pelaksanaan pendidikan inklusi pada aspek
perencanaan program, pelaksanaan program, dan
evaluasi program. Pengumpulan data dengan
menggunakan triangulasi maka hasil penelitian dan
pembahasan dapat dipaparkan dengan model CIPP
(kontek, input, Proses, dan product).
4.2.1 Komponen Kontek
4.2.1.1 Kebutuhan Penyelenggaraan Pendidikan
Inklusi
Pendidikan inklusi di SDN I Mangunsari
sangat dibutuhkan oleh masyarakat setempat. Alasan
yang mendasar adalah kesadaran masyarakat tentang
55
pendidikan semakin kuat. Masyarakat tidak
kebingungan dalam mendidik anak terutama orang tua
yang mempunyai anak berkebutuhan khusus. Hal ini
dapat diyakinkan dengan pendapat Kepala Sekolah
sebagai berikut:
Pendapat ini diperkuat oleh Ema guru kelas satu
sebagai berikut:
Pendapat keduanya diperkuat lagi oleh Sutanto sebagai
Komite Sekolah SDN I Mangunsari sebagai berikut:
“ Masyarakat terutama orang tua yang mempunyai anak cacat atau kelainan mulai menyadari pentingnya
pendidikan. Anggapan yang keliru tentang anak yang
mempunyai kelainan mulai memudar. Maka dari itu
mereka berminat menyekolahkan di sekolah ini.
Keyakinan inilah yang mendukung penyelenggaraan
pendidikan inklusi di SDN I Mangunsari”. ( wawancara tanggal 11 April 2015)
“Anak-anak berkelainan mulai mendapat
perhatian dari keluarga. Mereka mulai menarik diri
dengan anggapan yang keliru. Pendidikan tidak hanya
untuk anak normal saja. Anak cacat membutuhkan sentuhan pendidikan agar dapat hidup mandiri sesuai
dengan kemampuannya. Mereka juga punya ha katas
kasih sayang dan pendidikan.” (wawancara tanggal
11 April 2015)
“Awalnya orang tua di Mangunsari kurang
memperhatikan pendidikan untuk anak cacat. Mereka mengabaikannya dan beranggapan untuk apa
menyekolahkan anak cacat. Seiring dengan berjalannya
waktu mereka menyadari pentingnya pendidikan inklusi.
Letak sekolah yang dekat mendukung orang tua yang
mempunyai ABK untuk menyekolahkan anaknya.
Mereka mendapat pendidikan sesuai dengan kebutuhannya. Daripada harus menyekolahkan ke SLB
yang letaknya jauh dari rumah mereka”. (Wawancara
tanggal 19 April 2015)
56
Berdasarkan hasil wawancara dari ketiga
nara sumber dapat disimpulkan bahwa pendidikan
inklusi di SDN I Mangunsari memang dibutuhkan di
masyarakat setempat. Kesadaran masyarakat tentang
pendidikan bagi anak cacat mulai meningkat.
Kebutuhan penyelenggaraan pendidikan
inklusi di SDN I Mangunsari diperkuat dengan bukti
dokumen berupa Surat Perintah tugas dari Dinas
Pendidikan kabupaten Temanggung nomor :893.3/
/2010 tentang diklat fasilitasi pendidikan inklusi
seluruh propinsi Jawa Tengah. Diklat dilaksanakan di
BP-Dikjur Propinsi Jawa Tengah JL. Brotojoyo No. 1
Semarang. Dokumen tersebut diperkuat dengan
keluarnya Surat Keputusan Nomor: 420/068/2015
penyelenggara pendidikan inklusi yang dikeluarkan
oleh Dinas Pendidikan Temanggung.
4.2.1.2 Tujuan penyelenggaraan pendidikan inklusi
di SDN I Mangunsari adalah pemberian layanan
pembelajaran dan layanan perilaku bagi anak
berkebutuhan khusus (ABK). Kepala Sekolah
menuturkan sebagai berikut:
“Tujuan pendidikan inklusi untuk menjaring siswa
yang mempunyai kelainan atau ABK agar bersekolah.
Memperoleh pendidikan tanpa harus bersekolah di SDLB atau SLB yang terletak di pusat kota Temanggung. Selain
itu tujuannya adalah membantu dan membekali siswa
agar berkembang sesuai dengan potensinya. Yang lebih
spesifik yaitu mendidik ABK dapat hidup mandiri”.
(wawancara tanggal 11 April 2015)
57
Demikian juga hasil wawancara dengan Ema
guru kelas satu menguatkan pendapat Kepala Sekolah.
Beliau menuturkan sebagai berikut:
Terkait pernyataan Kepala Sekolah dan Ema,
Komite Sekolah memberi penguatan mengenai tujuan
penyelenggaaran pendidikan inklusi di SDN I
Mangunsari. Berikut beliau menuturkan:
Berdasarkan hasil wawancara di atas dapat
disimpulkan bahwa tujuan pendidikan inklusi di SDN
Mangunsari adalah agar anak berkebutuhan khusus
dapat bersekolah di lingkungan tempat tinggal. Sasaran
pendidikan inklusi membekali siswa dapat berkembang
sesuai dengan potensinya dan dapat hidup mandiri.
Studi dokumentasi yang sesuai dengan tujuan
penyelenggaraan pendidikan inklusi di SDN I
Mangunsari adalah visi SDN I Mangunsari. Bunyi
visinya sebagai berikut: “Unggul dalam prestasi
“ siswa yang memiliki kebutuhan khusus memerlukan
pendidikan agar dapat duduk sejajar dengan anak normal dalam bidang pendidikan. Maka dari itu,
semampu kami memberikan pelayanan khusus kepada
ABK agar dapat hidup mandiri paling tidak dapat
mengurusi dirinya sendiri. Selain itu wali murid yang
mempunyai ABK tidak harus ke SDLB atau SLB
Temanggung yang jaraknya cukup jauh dari
Mangunsari”. (wawancara tanggal 13 April 2015)
“ABK yang ada di desa Mangunsari berhak atas layanan
pendidikan yang layak sebagaimana anak normal.
Terselenggaranya pendidikan inklusi di SDN I
Mangunsari berarti orang tua yang memiliki ABK dapat
menyekolahkan anaknya di desanya sendiri”.
(wawancara tanggal 19 April 2015)
58
berdasarkan Iman dan Taqwa untuk peserta didik
tanpa kecuali”.
4.2.1.3 Kondisi Sosial Budaya Masyarakat
SDN I Mangunsari terletak di sebuah desa
dengan penduduk yang heterogen. Mata pencaharian
sebagian besar bertani. Pandangan masyarakat
terhadap anak kelainan sangat rendah apalagi terhadap
pendidikan. Kondisi tersebut membuat keprihatinan
pak Subagio sebagai kepala sekolah penyelenggara
inklusi. Sesuai hasil wawancara dengan Kepala
Sekolah sebagai berikut:
Pendapat tersebut dikuatkan Toto Sarwito sebagai
berikut:
Pernyataan tersebut diperkuat dengan
pendapat Sutanto selaku komite sekolah. Beliau
menuturkan sebagai berikut:
“Stigma masyarakat terhadap ABK negatif. Mereka
enggan menyekolahkan anaknya yang ABK. Menurut
mereka anak yang memiliki daya pikir rendah atau
lamban tidak dapat sekolah dengan baik. Hal ini akan
membuang-buang waktu dan biaya. Bagi mereka kehidupan anak berkelainan cukup di rumah saja”.
(wawancara tanggal11 April 2015)
“Masyarakat malu mempunyai anak kelainan. Mereka
beranggapan bahwa anak berkelainan tidak perlu
sekolah. Keberadaannya di sekolah akan merepotkan
keluarga karena keluarga harus mengurus segala
kebutuhannya”. (wawancara tanggal 19 April 2015)
“Anak berkebutuhan khusus sangat jarang mendapat
perhatian dari keluarga. Mereka disingkirkan karena dianggap sebagai aib keluarga. Terlepas dari itu
pendidikan jauh dari jangkauan mereka.”
(wawancara tanggal 13 April 2015)
59
Pada komponen kontek menunjukkan bahwa
kondisi di SDN I Mangunsari sebagai penyelenggaraan
pendidikan inklusi menunjukkan bahwa orang tua
siswa yang mempunyai ABK menolak menyekolahkan
anaknya. Pihak sekolah melakukan pendekatan dengan
orang tua ABK. Seperti pendapat pak Subagio:
Menurut Kepala Sekolah cara menyakinkan
masyarakat terutama orang tua siswa yang anaknya
berkebutuhan khusus dengan pendekatan. Hal ini
dilakukan agar penyelenggaraan pendidikan inklusi
dapat berjalan dengan baik. Beliau menuturkan :
Hal ini diperkuat dengan pendapat Yuli Sariyanto
sebagai berikut:
Penyataan tersebut diperkuat lagi dengan pendapat
Kamsilah guru mata pelajaran penjasorkes. Berikut
hasil wawancara dengan guru tersebut :
“Saya melakuan pendekatan dengan orang tua siswa.
Saya memberi penjelasan mengenai pentingnya pendidikan untuk semua anak tanpa terkecuali. Anak
cacatpun membutuhkan pendidikan agar mereka dapat
mandiri”. (wawancara 11 April 2015)
“Sebagai guru pendidikan Agama saya berusaha agar
anak berlainan dapat bersekolah. Melalui kegiatan
keagamaan saya menemui orang tua yang mempunyai
ABK. Intinya pembicaraan kami memohon kesadarannya
untuk menyekolahkan anaknya. Pada dasarnya anak merupakan amanah dari Tuhan maka dari itu rawatlah
ia sebaik-baiknya”. (wawancara tanggal 15 April 2015)
“Memberikan penjelasan kepada orang tua mengenai
pentingnya pendidikan walaupun anak mempunyai
keterbatasan pasti ada kelebihannya. Dengan kelebihan
dimiliki itu dapat dikembangkan di sekolah. Penanganan di sekolah anak dapat berkembang sesuai potensinya”.
(wawancara tanggal 11 April 2015)
60
Berdasarkan pendekatan yang dilakukan kepala
sekolah dan guru secara bertahap membawa hasil yang
signifikan. Masyarakat mulai menyadari pentingnya
kesadaran berpendidikan bagi anak yang mengalami
kecacatan atau kelainan. Kebutuhan pendidikan
inklusi di SDN I Mangunsari sangat penting bagi
masyarakat. Anak dengan kebutuhan khusus dapat
bersekolah dengan anak-anak normal. Mereka dapat
berinteraksi dengan orang lain. Mereka belajar di
antara anak-anak dalam situasi belajar tanpa ada
perbedaan. Hal ini didukung dengan bukti dokumen
MOU dengan orang tua ABK. Kerjasama ini berisi
tentang jalinan kerjasama untuk meningkatkan
pelayanan pendidikan bagi ABK. Bukti dokumen
terlampir.
4.2.1.4 Sosialisasi Penyelenggaraan Inklusi
Sebelum penyelenggaraan pendidikan
inklusi Kepala Sekolah melaksanakan sosialisasi
dengan masyarakat dan sekolah lain. Hal ini sesuai
dengan pendapat Kepala Sekolah SDN I Mangunsari
sebagai berikut:
“Setelah dinyatakan sebagai sekolah penyelenggara
inklusi maka saya mengadakan sosialisasi dengan
masyarakat. Tujuannya agar masyarakat menyadari
penunjukkan inklusi di SD kami. Selain itu saya juga
mengadakan sosialisasi dengan sekolah lain. Karena
saya mempunyai keyakinan bahwa setiap sekolah pasti mempunyai siswa yang memerlukan penanganan
khusus”. (wawancara tanggal 23 April 2015)
61
Hal tersebut di atas dikuatkan Toto Sarwito sebagai
berikut:
Pendapat di atas diperkuat lagi dengan pendapat
Sutanto sebagai Komite Sekolah sebagai berikut:
Hal ini dapat dibuktikan dengan datangnya Kepala
Sekolah dari luar wilayah Ngadirejo minta penjelasan
cara menangani ABK. Hasil observasi di lapangan
berkat sosialisasi ada nilai plus pada penyelenggaraan
pendidikan inklusi di SDN I Mangunsari yaitu di SD
tersebut mempunyai siswa ABK dari luar wilayah
Ngadirejo. Siswa tersebut berkelainan ganda yaitu
tunadaksa dan slowleaner yang berasal dari Kecamatan
Kedu. Biaya yang ditimbulkan dari kegiatan sosialisasi
dibebankan pada dana bantuan siswa ABK dari APBD I.
Hal ini dibuktikan dengan studi dokuemnatsi berupa
notulen rapat.
“Di Sekolah SDN I Mangunsari awal menyelenggarakan
inklusi mengadakan sosialisasi dengan masyarakat sekitar dan sekolah lain. Hal ini dilakukan agar
masyarakat mendukung program tersebut”. (wawancara
tanggal 18 April 2015)
“Inklusi merupakan program baru bagi sekolah kami,
segala sesuatu yang baru pasti ada kendala yang perlu segera diatasi. Setelah melalui pendekatan dengan
masyarakat pihak sekolah juga melakukan sosialisasi
secara umum. Hal ini dilakukan agar masyarakat mau
menerima keberadaan SDN I Mangunsari sebagai sekolah
penyelenggara inklusi. Selain itu berdasar program kerja
sekolah, pihak sekolah juga melakukan sosialisasi dengan
sekolah lain”. (wawancara tanggal 19 April 2015)
62
4.2.2 Komponen Input
Untuk mendukung keberhasilan program
pendidikan inklusi di SDN I Mangunsari direncanakan
secara sinergis melalui program pengelolaan anak
berkebutuhan khusus.
4.2.2.1 Program Pengelolaan ABK di SDN I Mangunsari
dapat dilukiskan pada tabel 4.4.
Tabel 4.4
Rencana Aksi pengelolaan ABK SDN I Mangunsari
NO Rencana Pelaksana Kerja
sama
Target
1. Pembentukan
Team
pengelola
Sekolah Komite
dan
sekolah
Selama
program
berjalan
2. Identifikasi
ABK
Kepala
sekolah,
guru
RSJ
magelang
Awal
tahun
Pelajaran
3. Workshop
penyelenggara
inklusi
Kepala
sekolah
dan semua
guru
Dinas
terkait
Awal dan
selama
program
berjalan
4. Modifikasi
kurikulum
Kepala
sekolah,
guru,
komite
Komite,to
koh
masyarak
at, bidan
desa
Awal
tahun
pelajaran
5. Pengadaan
Sarana dan
Kepala
sekolah
Guru dan
komite
Selama
program
63
prasarana dan guru,
komite
sekolah berjalan
6. Pengadaan
GPK
Kepala
sekolah
SLB
Temangg
ung
Selama
program
berjalan
7. Penggalian
Sumber dana
Pemerinta
h,
masyaraka
t
Sekolah
dan
komite
Selama
program
berjalan
8. Pencarian
bakat melalui
kegiatan
ekstra
Semua
guru dan
kepala
sekolah
Orang tua
siswa
Selama
program
berjalan
Sumber: hasil wawancara dengan Kepala Sekolah tanggal 18 April
2015
4.2.2 Komponen Proses
4.2.2.1 Pembentukan Team Pengelola Pendidikan
Inklusi
Pembentukan team pengelola
penyelenggaraan pendidikan inklusi di SDN I
Mangunsari dituntut kinerja yang tinggi. Pengelolaan
pendidikan inklusi secara baik dan benar dapat
meningkatkan produktifitas. Hal ini dimulai dari
perencanaan program yang telah disepakati.
Harapannya semua rencana program dapat
dilaksanakan dengan baik dan dapat menghasilkan out
put yang bermutu. Pengelolaan penyelenggaraan
pendidikan inklusi terdiri dari kepala sekolah, guru
64
kelas, guru mata pelajaran, orang tua siswa, dan
komite sekolah. Team tersebut saling mengisi dan
bekerjasama agar dapat terwujud pendidikan inklusi di
SDN I Mangunsari.Hal ini sesuai dengan wawancara
Kepala Sekolah sebagai berikut:
Hal ini diperkuat dengan hasil wawancara dengan Ema
Darliyah sebagai berikut:
Komite sekolah memperkuat pendapat Kepala Sekolah
dan Ema sebagai berikut:
“Kami sebuah team saling membantu dan bekerjasama dalam melaksnakan pendidikan inklusi. Terlebih guru
kelas memegang peranan yang penting dalam
penyelenggaraan inklusi karena SDN I Mangunsari
tidak memiliki GPK. Penanganan dan pemberian
layanan khusus dilakukan guru kelas dan saya ikut turun tangan di dalamnya karena ABK dengan
ketunaan ADHD hanya takut kepada saya”.
(wawancara tanggal 23 April 2015).
“Kebersamaan di antara kami sangat mendukung
pelaksanaan pendidikan inklusi. Kami saling mengisi
satu dengan yang lainnya. Tentunya kami semua
mempunyai kekurangan tapi berkat kerjasama yang
baik kekurangan itu tertutup dengan kelebihan teman guru yang lain. Peran kepala sekolah sebagai seorang
manajer membuat penyelenggaraan inklusi dapat
berjalan dengan baik. Untuk administrasi sekolah
inklusi dikerjakan dengan sangat tertib”. (wawancara
tanggal 23 April 2015)
“Hubungan guru dan kepala sekolah sebagai
penyelenggara inklusi sangat harmonis. Hal ini dapat
dirasakan manakala ada kegiatan selalu mengadakan
kerjasama dengan komite sekolah.” (wawancara tanggal
19 April 2015) :
65
Hasil ketiga nara sumber dapat disimpulkan bahwa
team pengelola pendidikan inklusi di SDN I Mangunsari
saling bekerjasama untuk melaksanakan pendidikan
inklusi dengan sebaik-baiknya. Hasil observasi di
lapangan menunjukan bahwa team pengelola
penyelenggara pendidikan inklusi di SDN I Mangunsari
dapat dilihat dari hasil respoden. Hal ini dapat dilihat
dari jawaban yang hampir sama mengenai pelaksanaan
program pendidikan inklusi. Studi dokumen mengenai
team pengelola penyelenggaraan pendidikan inklusi
berdasarkan pembagian tugas guru (SK KBM).
4.2.2.1.1 Kepala Sekolah
Kepala sekolah mempunyai peran yang
sangat besar pada perencanaan program-program
inklusi. Kepala sekolah hendaknya berusaha
mendayagunakan sumber-sumber daya yang dimiliki
sekolah. Sumber daya manusia terkait dengan
kompetensi guru, sarana dan prasarana sebagai
pendukung dan penunjang penyelenggaraan program
inklusi di SDN I Mangunsari. Selain itu kepala sekolah
dan team work berupaya mengembangkan kurikulum
disesuaikan dengan kebutuhan siswa yang memiliki
kebutuhan khusus agar semua siswa mendapat
pelayanan pendidikan. Hal ini berprinsip pendidikan
inklusi pada dasarnya merupakan pendidikan untuk
semua dengan harapan kelulusan memiliki
keterampilan sebagai bekal hidup.
66
Pendapat Yuni Purwaningsih mengenai peran kepala
sekolah sebagai berikut:
Selanjutnya Setyo Yuliani menguatkan pendapat Yuni
Purwaningsih sebagai berikut:
Pendapat Yuni Purwaningsih dan Setyo Yuliani
dikuatkan oleh Budiyono Yakobus sebagai berikut:
Berdasarkan pendapat ketiga nara sumber
dapat diambil kesimpulan bahwa peran kepala sekolah
dalam pembuatan rencana program inklusi sangat
“Pertama kali dicanangkan sebagai sekolah
penyelenggara inklusi kepala sekolah bekerja keras
untuk mewujudkan program tersebut. Kepala sekolah
sebagai pimpinan di sekolah mendapat tugas untuk
mengikuti workshop tentang sekolah inklusi. Hasil dari
workshop tersebut disosialisasikan kepada semua guru. Selanjutnya kami membuat rencana program inklusi.
Tugas ini sangat berat bagi kepala sekolah karena
berhasil dan tidaknya program sekolah tergantung
manajemen kepala sekolah”. (Wawancara tanggal 18
April 2015)
“Rencana program pendidikan inklusi di sekolah kami
dikerjakan secara bersama-sama. Hal terpenting dalam
pemrograman ini didasari rapat dewan guru terlebih dahulu. Kepala sekolah mendapat ilmu tentang inklusi
diterapkan dengan membimbing guru. Kepala sekolah
sebagai manajer dituntut kinerjanya dalam mengelola
potensi guru untuk mewujudkan program inklusi secara
maksimal”. (Wawancara tanggal 18 April 2015)
“Program penyelenggaraan inklusi merupakan hal yang
baru bagi kami. Rencana programnya seperti apa dan
bagaimana cara membuatnya belum ada bayangan
sedikitpun bagi kami. Beruntung kepala sekolah
mendapat ilmu tentang inklusi terlebih dahulu.
Dengan bimbingan beliau kami semua belajar membuat rencana program inklusi”. (Wawancara
tanggal 18 April 2015)
67
besar. Kepala sekolah mensosialisasikan ilmu yang
didapat dari workshop kemudian membimbing semua
guru. Hal tersebut didukung dengan program kerja
kepala sekolah.
4.2.2.1.2 Guru Kelas
Guru kelas merupakan pendidik pada kelas
tertentu di sekolah inklusi. Guru kelas memberi
pembelajaran kepada siswa normal dan siswa
berkebutuhan khusus dalam situasi yang bersamaan.
Guru kelas yang mengajar di sekolah inklusi
sepantasnya mendapat penghargaan yang setinggi-
tingginya. Guru-guru yang memiliki ketekunan,
kesabaran dan ketulusan, telaten, teliti, dan didasari
rasa iklas yang sanggup memberi layanan kepada anak
berkebutuhan khusus. Pernyataan ini sesuai dengan
pendapat Kepala Sekolah sebagai berikut:
“Awal ditunjuk sebagai sekolah inklusi saya
merencanakan pendekatan secara pribadi. Hal ini saya
lakukan agar semua guru siap mental dalam menghadapi
anak berkebutuhan khusus karena memang sangat sulit untuk memberi pembelajaran keada siswa yang berbeda
tingkat kecerdasannya. Sekolah inklusi menuntut kinerja
guru yang lebih ekstra. Selain mendidik siswa normal
juga memberi layanan khusus kepada anak
berkebutuhan khusus. Sekolah kami memiliki lima siswa slowleaner satu siswa tuna laras atau hiperaktif dan satu
lagi tuna ganda. Berdasar ketunaan ini kami harus
memiliki input pribadi yang tangguh agar dapat
menangani siswa-siswa tersebut. Dasar kami menangani
siswa tersebut adalah kesadaran untuk beribadah.”
(wawancara tanggal 23 April 2015)
68
Hal ini diperkuat oleh pendapat Toto
Sarwito guru kelas tiga yang memiliki siswa tuna
rangkap. Ketunaan atau kelainan ganda memerlukan
kesabaran dalam memberi pelayanan. Siswa mengalami
ketunaan slowleaner dan tuna daksa. Siswa harus
memakai kursi roda dan masih mengalami
keterlambatan dalam berpikir. Berdasar ketunaan
siswa yang diderita maka guru harus memiliki
kesabaran yang luar biasa. Pendapat Toto Sarwito
sebagai berikut:
Ema Darliyah juga menambahkan pendapat Kepala
Sekolah dan Toto Sarwito sebagai berikut:
“Kesiapan mental saya pertama kali mendengar
penunjukkan sekolah inklusi sangat sulit menerima.
Bagaimana tidak untuk menangani siswa normal saja
memerlukan ketelatenan tersendiri. Karena guru harus memahami karakter siswa satu demi satu. Atas
masukan dan saran dari kepala sekolah kami
menyadari bahwa anak berkebutuhan khusus juga memerlukan pendidikan. Kesadaran inilah yang
membuat saya berencana memberi pelayanan kepada
ABK sebaik mungkin”. (Wawancara tanggal 18 April 2015)
“Rencana awal penyelenggaran inklusi membuat kami
kebingungan. Hal ini karena memang kami tidak
memiliki ilmu tentang pendidikan luar biasa. Rencana-rencana program yang telah direncanakan harus
dilaksanakan sebaik mungkin. Maka dari itu, pak
Subagio sebagai kepala sekolah bertindak bijaksana.
Kami semua diberi pengarahan mengenai dasar
penanganan ABK dengan rasa keiklasan dan dasar
ibadah. Alhamdulillah pengarahan tersebut membuka
hati kami untuk beribadah di bidang pendidikan”
69
Dari hasil wawancara dari ketiga nara
sumber dapat diambil kesimpulan bahwa persiapan
penyelenggaraan inklusi memerlukan persiapan
mental. Karena pendidikan inklusi merupakan dunia
baru bagi guru SDN I Mangunsari. Secara bijak kepala
sekolah mengambil solusi dengan jalan memberi
masukan dan saran agar segala sesuatu didasari
dengan rasa ikhlas dan dasar ibadah. Studi dokumen
berupa notulen rapat.
4.2.2.1.3 Guru Mata Pelajaran
Guru sebagai tenaga profesional pada jalur
pendidikan formal mulai dari pendidikan anak usia dini
sampai dengan pendidikan menengah. Guru mata
pelajaran termasuk pada kategori pendidik professional
yang mengajar mata pelajaran tertentu sesuai dengan
kualifikasi pendidikan. Setiap jenjang pendidikan guru
mata pelajaran dibutuhkan keberadaannya begitu pula
di sekolah inklusi. Guru tersebut memiliki tugas yang
sama dengan guru kelas yaitu tetap memberi pelayanan
kepada anak berkebutuhan khusus.
“Dasar kami melaksanakan pendidikan inklusi adalah
rasa keiklasan dan rasa syukur yang luar biasa. Saya
tidak bisa membayangkan jika saya mengalami ketunaan seperti mereka. Maka dari itu timbul dalam
benak saya untuk selalu memberi layanan kepada
siswa ABK semampu saya agar mereka dapat duduk
sejajar dengan anak normal. Mereka juga berhak
mendapat pendidikan dan kasih saying”. (wawancara
tanggal 18 April 2015)
70
Hal tersebut sesuai dengan pendapat Kepala Sekolah:
Hal tersebut dikuatkan dengan pendapat
Kamsilah sebagai guru penjasorkes sebagai berikut:
Puji Sariyanto sebagai guru pendidikan Agama
menguatkan pendapat kepala sekolah dan bu Kamsilah
sebagai berikut:
Hasil wawancara tersebut dapat disimpulkan
bahwa kehadiran guru mata pelajaran sangat berperan
dalam mengembangkan bakat yang dimiliki ABK. Hal
ini didukung program kegiatan ekstrakulikuler. Buku
kegiatan ekstrakulikuler terlampir.
“Guru mata pelajaran sangat dibutuhkan
keberadaaanya di sekolah kami karena sekolah kami
menyelenggarakan sekolah inklusi. Guru tersebut rencananya membantu pencarian bakat istimewa yang
dimiliki ABK. Pengembangan bakat menjadi sangat
berarti manaklaa siswa memiliki bakat istimewa agar
dapat berkembang sesuai potensinya. Tujuan yang
terpenting siswa memiliki life skill untuk bekal
hidupnya kelak”. (Wawancara tanggal 23 April 2015)
“Sekolah kami menyelenggarakan pendidikan inklusi
menuntut saya bekerja lebih berhati-hati karena
sebagai guru olahraga saya harus memberi pelayanan
kepada ABK secara sama porsinya dengan siswa
normal. Sesuai dengan rencana program saya harus memprograman pencarian bakat ABK agar dapat
penanganan sesuai dengan bakat yang dimilikinya”.
(Wawancara tanggal 13 April 2015)
“sekolah inklusi di sekolah kami menguatkan iman saya
untuk memberikan pelayanan khusus kepada ABK.
Melalui pendidikan agama saya memprogramkan
pencarian bakat. Kegaitan ini dimaksudkan agar siswa yang memiliki bakat istimewa di bidang agama dapat
dikembangkan secara maksimal”. (Wawancara tanggal
13 April 2015)
71
4.2.2.1.4 Komite Sekolah
Komite Sekolah merupakan mitra kerja sekolah.
Peran komite sekolah sangat membantu terlaksananya
rencana program pendidikan. Di SDN I Mangunsari
pihak sekolah bekerjasama dengan komite sekolah
dalam menentukan rencana-rencana program inklusi.
Berikut hasil wawancara dengan Komite Sekolah:
Pendapat Komite Sekolah diperkuat dengan pendapat
Kepala Sekolah sebagai berikut:
Pendapat ini diperkuat dengan pendapat Toto Sarwito
sebagai berikut:
“ Saya sebagai komite sekolah berusaha semampu
saya untuk menyumbangkan apa yang dapat
disumbangkan. Perencanaan program sekolah yang dibicarakan selalu melibatkan komite sekolah.
Perencanaan program sehubungan dengan sekolah
inklusi memerlukan sarpras pendukung maka dari itu
saya berencana menambah sarana dengan mencari
dana yang lain. Saya akan berkoordinasi selain dari
masyarakat saya akan melakukan pendekatan dengan pemerintah desa sebagai wujud pertanggungjawaban
pemerintah desa”. (wawancara tanggal 19 April 2015)
“Sekolah melibatkan komite sekolah dalam
menyelenggarakan pendidikan inklusi. Komite sekolah
bersama-sama membuat rencana program sekolah inklusi terutama koordinasi dengan masyarakat desa.
Komite sekolah menampung aspirasi masyarakat dan
menyampaikan pada pihak sekolah. Aspirasi ini
menjadi masukan untuk membuat rencana program
inklusi”. (wawancara tanggal 23 April 2015)
“Rencana program inklusi tidak terlepas dari peran
komite sekolah. Kami sangat terbantu dengan
hadirnya komite di sekolah terutama berhubungan dengan perencanaan sumber dana yang berasal dari
masyarakat untuk mendukung program inklusi”.
(wawancara tanggal 18 April 2015)
72
Kesimpulan dari wawancara tersebut
adalah peran komite sekolah diperlukan dalam
membuat rencana program inklusi di SDN I
Mangunsari. Dukungan sangat dibutuhkan
sehubungan koordinasi dengan masyarakat desa.
4.2.2.1.5 Orang Tua Siswa
Kerjasama yang harmonis dengan
masyarakat terutama keluarga anak berkebutuhan
khusus sangat diperlukan. Hal ini bertujuan agar ada
komunikasi dan interaksi antara pihak sekolah dengan
keluarga. Pihak sekolah mendapatkan informasi dan
latar belakang anak berkebutuhan khusus secara rinci.
Keadaan anak berkebutuhan khusus juga dapat
diterima di lingkungan masyarakat dan keluarga.
Pendidikan yang diterima siswa selama di
sekolah sekitar lima sampai enam jam selebihnya
berada dalam lingkungan keluarga. Perhatian keluarga
menjadi sangat berarti manakala ikut memperhatikan
masa depan ABK. Hasil wawancara dengan Matius wali
murid dari siswa yang bernama Victory NatanaEl
sebagai beikut:
“Saya sangat mendukung rencana program pendidikan
inklusi di SDN I Mangunsari. Rencana program
membuat saya sebagai wali murid ABK sangat senang.
Sebelum anak saya sekolah di sini saya sangat
kebingungan karena letak SLB sangat jauh dari rumah saya. Setelah mencari informasi akhirnya saya
menyekolahkan anak saya ke sini. Setiap hari saya
mengantarkan ke sekolah agar anak saya mendapat
pendidikan seperti anak normal”. (wawancara tanggal
15 April 2015)
73
Hal tersebut dikuatkan dengan pendapat
Dewi wali murid dari Dani Nugroho siswa kelas lima
yang memiliki ketunaan ADHD atau hiperaktif sebagai
berikut:
Pendapat tersebut juga dikuatkan dengan
pendapat Rahmat yang mempunyai anak normal yang
bernama Anita sebagai berikut:
Kesimpulan yang dapat diambil dari hasil
wawancara tersebut di atas adalah wali murid sangat
setuju atas terselenggaranya sekolah inklusi di SDN I
Mangunsari. Hasil observasi di lapangan peneliti
menjumpai seorang lelaki yang sedang menunggu
anaknya yang tuna ganda bersekolah. Lelaki tersebut
bernama Matius seorang pendeta setiap hari rela
mengantarkan dan menunggu anaknya sekolah. Studi
dokumen berupa surat perjanjian kerjasama dengan
wali murid ABK.
“saya tidak tahu apa yang dinamakan sekolah inklusi
yang penting anak saya iktu sekolah. Saya hanya seorang petani tidak athu apa itu prencana program
inklusi. Terpenting bagi saya agar anak saya mdapat
bersekolah daripada di rumah tidak ada yang
mengarahkan. Rasanya sedih sekali dengan keadaan
anak saya karena dia susah diatur dan suka berbuat
seenaknya sendiri. Dengan sekolah mungkin perbuatan anak saya dapat terkendali”. (wawancara
tanggal 15 April 2015)
“saya tidak merasa sungkan dengan keberadaan siswa
yang kurang normal. Pada awalnya saya tidak setuju
dengan sekolah inklusi karena anak saya bersekolah
dengan anak yang mempunyai keterbatasan. Akhirnya
saya menyadari bahwa mereka juga ciptaan Tuhan”.
(wawancara tanggal 15 April 2015)
74
4.2.2.2 Identifikasi ABK
Siswa yang masuk di sekolah inklusi yaitu
siswa yang mempunyai berkebutuhan khusus dan
siswa normal. Kedua jenis siswa tersebut mengikuti
proses pembelajaran secara bersamaan. Pada dasarnya
penyelenggaraan pendidikan inklusi dibutuhkan proses
identifikasi siswa. Hal ini diartikan screening atau
penjaringan terhadap anak yang mengalami kelainan.
Tujuannya untuk memberi layanan khusus melalui
perencanaan pembelajaran dan pemantauan
perkembangan pembelajaran. Pada komponen input
hasil wawancara Kepala Sekolah menunjukkan bahwa
awal tahun diadakan identifikasi. Kegiatan ini
dilaksanakan untuk menentukan jenis kelainan dan
kebutuhan yang diperlukan.
Identifikasi siswa dilakukan guru dengan
bantuan tenaga ahli agar asesmen memperoleh hasil
yang maksimal. Dalam hal ini sekolah bekerjasama
dengan RSJ Magelang. Biaya tes psikolog tidak sama
antara siswa satu dengan yang lainnya. Untuk jenis
ABK slowleaner sekitar RP 65.000,00. Program
identifikasi ABK dilaksanakan pada awal tahun
pelajaran. Dana yang digunakan untuk program ini
bersumber dari dana siswa ABK yaitu dari APBD I. Hal
ini sesuai hasil wawancara dengan Kepala Sekolah
sebagai berikut:
“Sebagai SD penyelenggara inklusi awal tahun pelajaran
kami mengadakan identifikasi ABK pada kelas satu.
Selanjutnya kami membawanya ke rumah sakit jiwa di
Magelang untuk mengikuti tes psikologi. Identifikasi ini
75
Hal ini diperkuat dengan pendapat Emi Yuliani sebagai
guru kelas sebagai berikut:
Pendapat tersebut di atas diperkuat oleh
pendapat Komite Sekolah sebagai berikut:
Hasil identifikasi/asesmen yang dilaksanakan
dengan melibatkan dokter RSJ digunakan untuk
menetapkan kemampuan awal sebelum mendapat
pelayanan khusus. Studi dokumen berupa hasil tes
psikologi tiap siswa yang menyatakan bahwa klasifikasi
siswa berdasar tes yang dijalaninya. Hasil tes psikologi
dari rumah sakit jiwa Magelang terlampir.
Hambatannya letak rumah sakit jiwa jauh dari SDN I
Mangunsari. Sehingga memakan waktu satu hari
efektif pembelajaran. Akibatnya guru pengantar tidak
“Awal tahun pelajaran saya dan salah satu guru
mengantar siswa ke RSJ Magelang untuk mengikuti tes
psikologi. Hasil dari tes tersebut untuk mendekteksi
kelainan atau kebutuhan yang diperlukan selanjutnya dijadikan pedoman untuk mengklasifikasikan jenis
kebutuhan khusus”. (Wawancara tanggal 11 April 2015)
“Selaku komite sekolah saya mendapat laporan dari
kepala sekolah bahwa awal tahun pelajaran sekolah
membawa sebagian siswa untuk mengikuti tes psikologi
di RSJ Magelang. Kepala sekolah mengkoordinasi siswa untuk mengikuti tes psikologi di RSJ Magelang. Program
ini dinilai sangat bagus untuk memberi layangan kepada
anak yang mempunyai kebutuhan khusus.”.
(Wawancara tanggal 19 April 2015)
kami mengadakan kerjasama dengan RSJ Magelang agar
mendapatkan hasil optimal. Tujuannya dari identifikasi
adalah untuk menentukan jenis kelainan atau ketunaan
dan pemberian pelayanan kepada ABK”. (wawancara
tanggal 23 April 2015)
76
melaksanakan tugas mengajar. Hasil tes psikologi
diklasifikasi dua kelainan yang diderita siswa SDN I
Mangunsari seperti tabel 4.5
Tabel 4.5
Hasil Pemeriksaan Psikologis
No Nama Kls Hasil IQ
Jenis Kelainan
Bentuk Layanan
1. Bagus Pratama
I 86-90
Slowleaner
Pengulangan Instruksi, kemampuan
motorik halus
ditingkatkan
2. Victory NatanaEl
III 70-80
Tuna daksa Slowleane
r
Pengulangan instruksi
3. Rahmat
Yudha
IV 70-
80
Slowleane
r
Petunjuk
untuk mendapat respon yang
sesuai
4. Mardiyana
Rahayu
IV 70-
80
Slowleane
r
Pengulanga
instruksi
5. Dani
Nugroho
V 115 ADHD Penerapan
disiplin
6. Nurul
Latifah
V 70-
80
Slowleane
r
Pengulanga
n instruksi
7. Mardiyanto VI 60 Slowleaner
Pengulangan instruksi
dan penguatan
tugas yang diberikan
Sumber: Data SDN I Mangunsari hasil tes psikologi
77
4.2.2.3 Workshop Penyelenggara Pendidikan Inklusi
Kebijakan pemerintah dalam mewujudkan
sekolah penyelenggara pendidikan inklusi diperlukan
persiapan yang matang. Kebijakan tersebut bertujuan
agar penyelenggaraan pendidikan inklusi berjalan
sesuai peraturan. Salah satu kebijakan adalah
mengadakan workshop bagi sekolah penyelenggara
inklusi. Penyelenggaraan di BP-Diksus Semarang
dengan peserta semua guru penyelenggara inklusi.
Selain itu workshop juga diadakan di SMPN 4
Temanggung. Tujuannya untuk peningkatan tenaga
pendidik sekolah inklusi. Pelaksanaan workshop pada
tanggal 8 dan 9 Desember 2010. Kepala sekolah
menugaskan semua guru untuk mengikuti workshop
yang diadakan di SMPN 4 Temanggung. Sekolah
menjelaskan tentang keikutsertaan workshop dan
manfaatnya sebagai berikut:
“Berdasarkan kebijakan pemerintah mengenai
penyelenggaraan inklusi di Indonesia, kepala sekolah dan
guru dibekali materi inklusi melalui workshop. Secara
bertahap sekolah inklusi mendapat tugas untuk mengikuti workshop. Dimulai dari kepala sekolah kemudian guru.
Rencanaya semua guru akan dikirim untuk mengikuti
workshop. Tujuannya agar guru sebagai pelaksana
pembelajaran dapat melaksanakan pendidikan secara
benar. Semua guru di SDN I Mangunsari telah mengikuti
workshop inklusi. Workshop tidak hanya dari Dinas tetapi SMPN 4 Temanggung sebagai sekolah penyelenggara
inklusi juga menyelenggarakannya. Ilmu yang diperoleh
diterapkan di sekolah. Walau sedikit yang didapatkan
namun guru tetap berusaha untuk mewujudkan
pendidikan inklusi pendidikan untuk semua”. Biaya yang digunakan untuk workshop mengambil dana dari APBD I
(wawancara tanggal 23 April 2015)
78
Pernyataan Kepala Sekolah dikuatkan hasil
wawancara dengan Puji Sariyanto guru mata pelajaran
agama sebagai berikut:
Sutanto selaku komite sekolah menguatkan pendapat
kepala sekolah dan guru pendidikan agama.
Berikut hasil wawancara dengan beliau:
Workshop tentang penyelenggaran pendidikan
inklusi di SDN I Mangunsari telah terlaksana dengan
baik. Semua guru mendapat kesempatan mengikuti
workshop di Semarang. Berdasarkan hasil wawancara
ketiga nara sumber tersebut di atas disimpulkan bahwa
dengan adanya kebijakan pemerintah untuk
“Secara bergantian dengan waktu yang berlainan guru SDN I Mangunsari mengikuti workshop untuk
memahami pedoman penyelenggaraan pendidikan
inklusi. Sekolah berencana mengirim semua guru untuk
mengikuti workshop. Bekal ilmu yang diperoleh dari
workshop inklusi akan kami terapkan di sekolah agar
kami tidak salah dalam melaksanakan pendidikan inklusi. Kami mengikuti workshop tidak hanya di BP-
Diksus dan LPMP tetapi juga mengikuti di sekolah lain
yang menyelenggarakan pendidikan inklusi. Kami juga
mengikuti workshop yang diadakan SMPN 4
Temanggung tujuannya untuk peningkatan tenaga pendidik sekolah inklusi khususnya pada kegiatan
belajar mengajar. Biaya yang ditimbulkan diambil dari
dana bantuan ABK (inklusi) dari APBD I”. (wawancara
tanggal 11 April 2015)
“Setelah pendataan siswa kemudian guru-guru secara
bergantian dan bertahap mengikuti workshop di
Semarang. kegiatan diklat yang diikuti kepala sekolah dan
guru sebagai persiapan perwujudan penyelenggaraan
pendidikan inklusi di SDN I Mangunsari”. (wawancara
tanggal 19 April 2015)
79
menyelenggarakan pendidikan inklusi maka Kepala
Sekolah berencana mengirim semua guru untuk
mengikuti workshop. Hal ini didukung dengan studi
dokumen berupa program kerja tahunan (RKT) dan
sertifikat. Hambatan yang muncul pada program ini
adalah terbatasnya waktu untuk mengikuti program
workshop. Ilmu yang diperoleh belum cukup untuk
memberi layanan pada ABK.
4.2.2.4 Modifikasi Kurikulum
Modifikasi kurikulum dimaksudkan
menyelaraskan kurikulum sesuai dengan kebutuhan
siswa khusus. Tujuannya agar anak berkebutuhan
khusus mendapat pelayanan kebutuhan sesuai potensi
yang dimiliki. Kurikulum yang digunakan di SDN I
Mangunsari yaitu kurikulum hasil modifikasi tujuan,
materi, proses dan evaluasi. Proses modifikasi
kurikulum didahului rapat kerja yang diikuti team
penyusun kurikulum. Modifikasi kurikulum
dilaksanakan pada awal tahun pelajaran. Penyusunan
kurikulum tersebut dibiayai dari APBD I. Team terdiri
dari kepala sekolah, guru kelas, guru mata pelajaran,
komite sekolah, tokoh masyarakat termasuk bidan
desa.
Struktur kurikulum terdiri dari mata
pelajaran, muatan lokal, pengembangan diri, dan
program khusus. Untuk program khusus dimasukkan
pada awal pengembangan kurikulum dimaksudkan
agar rencana program tersebut dapat direalisasikan
pada pelaksanaan kurikulum. Program khusus
80
merupakan program layanan yang diberikan pada anak
berkebutuhan khusus sesuai dengan kelainan yang
diderita.Modifikasi kurikulum terdapat pada empat
komponen pokok pembelajaran yaitu: tujuan, materi,
proses dan evaluasi. Implikasinya pada kegiatan
rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) yang dibuat
tiap guru. Setiap guru mempelajari standar isi, standar
proses, dan standar penilaian.
Modifikasi tujuan mengacu pada tujuan-
tujuan pembelajaran yang ada pada kurikulum standar
nasional diselaraskan dengan kebutuhan siswa ABK.
Untuk itu siswa ABK mempunyai kompetensi sendiri
berbeda dengan siswa normal. Hal tersebut terkait
dengan standar kompetensi lulusan (SKL), standar
kompetensi (SK), kompetensi dasar beserta indikator.
Modifikasi materi dimaksudkan untuk
menyederhanakan materi disesuaikan dengan kondisi
ABK. Dalam hal ini guru harus pandai-pandai
membuat program pembelajaran agar ABK dapat
mengikuti pembelajaran sesuai dengan kebutuhan
kekhususannya. Dasar yang digunakan untuk
memahami kondisi ABK adalah hasil tes psikologi.
Modifikasi proses adalah perbedaan pada
proses pembelajaran antara ABK dengan siswa normal.
Metode, sumber belajar, waktu belajar dan penggunaan
media pembelajaran yang diterapkan pada anak normal
tidak digunakan pada ABK. Proses pembelajaran
disesuaikan dengan kelaina atau ketunaan yang
dimiliki ABK.
81
Modifikasi evaluasi terletak pada sistem
penilaian. Kriteria ketuntasan minimal (KKM) pada
siswa normal dan ABK sama namun untuk bobot soal
yang berbeda. Termasuk dalam modifikasi evaluasi
adalah kriteria kenaikan kelas dan sistem kelulusan.
Pada kurikulum inklusi di SDN I Mangunsari
mencantumkan kriteria kenaikan kelas. ABK yang
tidak menggunakan kurikulum standar (PPI) kenaikan
kelas didasarkan atas umur kalender (dimungkinkan
tinggal kelas jika umur belum mencapai batas
minimal).
Kriteria kelulusan pada kurikulum SDN I
Mangunsari bagi ABK yang tidak menggunakan
kurikulum standar tidak perlu diikutkan ujian akhir
sekolah bertarap nasional, tetapi diikutkan ujian
sekolah (pasal 9, Permendiknas 70/2009) ABK tidak
perlu dinyatakan lulus, namun cukup diberi surat
keterangan tamat, dan berhak menerima surat
keterangan tamat belajar (SKTB).
Kegiatan program khusus juga dirumuskan
pada kurikulum SDN I Mangunsari. Tujuannya untuk
mengurangi dampak negatif pada kelainan atau
ketunaan yang diderita ABK. Memberikan layanan
pendidikan yang lebih bermanfaat dan dapat
mengembankan potensi dirinya. Untuk anak tunadaksa
diberikan program bina gerak, anak ADHD dengan bina
sosial dan bina diri sedangkan slowleaner dengan bina
diri. Hal ini sesuai dengan pendapat Kepala Sekolah
sebagai berikut:
82
Hal ini dikuatkan oleh Budiyono Yakobus. Beliau
menuturkan:
Komite sekolah menguatkan hal tersebut sebagai
berikut
Berdasarkan hasil studi dokumen sekolah
telah memiliki dokumen kurikulum I dan 2 secara
lengkap. Hal ini dapat dibuktikan adanya dokumen
kurikulum yang dipakai di SD tersebut. Pembuatan
“Awal tahun pelajaran SDN I Mangunsari menyusun
kurikulum dengan melibatkan guru,komite sekolah, dan
tokoh masyarakat. Kurikulum yang digunakan
kurikulum standar nasional tetapi dimodifikasi dengan kebutuhan ABK. Kami juga mencantumkan program
bimbingan khusus ABK.Kurikulum memakai model
modifikasi. Sekolah merubah kurikulum standar nasional
yang berlaku untuk siswa reguler untuk disesuaikan
dengan kemampuan siswa berkebutuhan khusus.
Modifikasi terdiri atas empat komponen yaitu: tujuan, materi, proses dan evaluasi. Rencananya sekolah akan
melibatkan guru kelas, guru mapel, komite sekolah,
bidan desa, wali murid dan tokoh masyarakat”.
(Wawancara tanggal 11 April 2015)
“Proses penyusunan kurikulum berbeda dengan
kurikulum di sekolah umum. Hal ini disesuaikan dengan
kebutuhan ABK yaitu penyederhanaan materi. penyesuaian proses pembelajaran, penyesuaian
penilaian, dan rumusan SK, KD, dan indikator”.
Modifikasi ini merupakan pekerjaan yang memakan
waktu karena guru harus memahami karakter tiap ABK.
Tujuannya agar rencana pengembangan kurikulum dapat
berjalan secara optimal”. (wawancara tanggal 18 April
2015)
“Awal tahun pembelajaran pembuatan kurikulum melibatkan komite sekolah. Hal ini dibuktikan dengan
daftar hadir penyusunan kurikulum”. (wawancara
tanggal 19 April 2015)
83
kurikulum melibatkan kepala sekolah, guru, dan
komite sekolah. Hal ini dibuktikan dengan daftar hadir
dan SK kepanitiaan penyusunan kurikulum. Hambatan
komite sekolah tidak proaktif dalam kegiatan ini karena
memang komite tidak begitu paham dengan kurikulum.
4.2.2.4 Pengadaan sarana dan prasarana
Pengadaan sarana dan prasarana di SDN I
Mangunsari sebagai sekolah penyelenggara sekolah
inklusi berdasarkan manajemen sarpras. Manajemen
sarana dan prasarana meliputi: perencanaan sarana
pendidikan penentuan kebutuhan, penyimpanan
sarana dan prasarana pendidikan, inventarisasi sarana
prasarana pendidikan, penataan sarana dan prasarana
pendidikan, pengawasan dan pengendalian sarana dan
prasarana pendidikan, pemeliharaan. Sekolah
mengadakan rapat dewan guru untuk membentuk
panitia perencanaan pengadaan perlengkapan dengan
pertimbangan analisa kebutuhan, dana yang dimiliki
dengan mempertimbangkan harga pasar. Hasil rapat
dewan guru memutuskan pak Puji Sariyanto sebagai
pengelola barang.
Dana yang dimiliki sebanyak Rp
50.000.000,00 dari bantuan untuk anak berkebutuhan
khusus (inklusi) dari APBD I. Dana tersebut dikelola
oleh team pengelola berdasarkan analisis kebutuhan
inklusi . Pengadaan sarana dan prasarana yang
berkaitan dengan penyelenggaraan pendidikan inklusi
di SDN I Mangunsari direalisasikan pada awal
penunjukkan. Sarana dan prasarana meliputi
84
pengadaan kursi roda untuk siswa tuna ganda, alat
music untuk pengembangan bakat vokal, dan alat-alat
olahraga, buku bacaan khusus ABK, ruang bimbingan
khusus, ruang perpustakaan khusus ABK, jalan
permanen untuk anak berkebutuhan khusus dengan
ketunaan rangkap, media pembelajaran, alat peraga,
komputer, LCD, dan televisi.
Penyimpanan sarana dan prasarana
pendidikan dilakukan oleh petugas pengelola barang
yaitu menyimpan barang baik yang sudah tusak
maupun yang masih baru. Dalam penyimpanan barang
petugas pengelola barang tidak hanya menyimpan
tetapi mencatat semua barang yang dimiliki sekolah.
Penerimaan barang yang baru dibeli diteliti secara fisik
maupun administrasi dan membuat berita acara
penerimaan. Begitu juga dengan pembelian barang-
barang yang didatangkan petugas pasti memeriksa
barang, memasukan data pada buku inventaris barang
dan membuat berita acara. Hal tersebut sesuai dengan
pendapat Kepala Sekolah sebagai berikut:
“Pengadaan sarana dan prasarana kami mengacu pada
manajemen sarpras yaitu perencanaan sarana
pendidikan penentuan kebutuhan, penyimpanan sarana
dan prasarana pendidikan, inventarisasi sarana
prasarana pendidikan, penataan sarana dan prasarana pendidikan, pengawasan dan pengendalian sarana dan
prasarana pendidikan, pemeliharaan. Hal ini memang
kami lakukan agar sarpras terkelola dengan baik dan
tidak ada penyimpangan dalam penggunaannya. Sekolah
juga menunjuk petugas pengelola barang sesuai dengan hasil rapat dewan guru”. (wawancara tanggal 23 April
2015)
85
Pendapat tersebut diperkuat dengan pendapat Budi
Yakobus sebagai berikut:
Pendapat tersebut di atas diperkuat lagi dengan
pendapat Toto Sarwito sebagai berikut:
Inventarisasi sarana prasarana pendidikan
dimaksudkan petugas pengelola barang mencatat
semua sarana dan prasarana yang dimiliki sekolah.
Setiap ada pembelian petugas mencatat barang yang
masuk dan jika ada barang yang rusak petugas
melaukan pendataan. Tujuannya untuk menghitung
asset sekolah dan pengendalian barang. Sasaran
inventaris barang sebagai analisis kebutuhan,
penyimpanan, pengeluaran, masukan, pemeliharaan
dan rehabilitasi. Berdasarkan catatan pengelola barang
di SDN I Mangunsari selalu mengadakan pengontrolan
barang dan memperhitungkan biaya untuk rehabilitasi.
Penataan sarana dan prasarana pendidikan
di SDN I Mangunsari sebagai penyelenggara inklusi di
sesuaikan dengan kontek siswa. Penataan sarana dan
“Sarpras sangat penting di sekolah kami sebgai
penyelenggara inklusi karena kami sebagai guru
reguler sangat memerlukan sarpras untuk mendukung inklusi terutama alat peraga. Sehubungan dengan itu
sekolah menunjuk petugas pengelola barang agar
barang yang telah dibeli dapat terawatt degan baik
secara fisik maupun administra”. (wawancara tanggal
18 April 2015)
“Sarpras yang dibutuhkan di sekolah inklusi sangat
banyak. Maka sekolah menunjuk petugas pengelola
barang untuk menangani sarpras yang ada agar terawatt dengan baik dan penggunaannya dapat
sesuai dengan sasaran”. (wawancara tanggal 18 April
2015)
86
prasarana pembelajaran mudah dijangkau, jauh dari
tepat yang berbahaya, dan lingkungan yang aman.
Buku-buku bacaan khusus ABK disimpan di
perputakaan umum. Setiap saat kepala sekolah
mengadakan pengecekan dan memberikan tugas
kepada guru kelas jika barang berada di ruangan kelas.
Hal tersebut sesuai dengan pendapat Kepala Sekolah
sebagai berikut:
Hal tersebut diperkuat dengan pendapat Toto Sarwito
guru kelas tiga yang mempunyai siswa tuna
ganda sebagai berikut:
Pengawasan dan pengendalian sarpras
pendidikan inklusi dilaksanakan oleh kepala sekolah.
Sasarannya menjamin dan meningkatkan pencapaian
tujuan penyelenggaraan pendidikan inklusi.
“Sebagai kepala sekolah saya memberikan tugas kepada
pengelola barang selain itu saya selalu mengecek sarpras
baik barang yang habis pakai, alat peraga, dan sarana
gedung. Tujuannya agar sarpras yang ada dalam keadaan
siap pakai. Untuk barang habis pakai setiap saat dicek agar pemakaian dapat direncanakan sesuai kebutuhan.
Sedangkan untuk alat peraga diletakan di ruang kelas
dengan maksud sewaktu-waktu dibutuhkan mudah
mengambilnya tetapi buku-buku bacaan diletakkan di
ruang perpustakaan umum tetapi diletakkan pad arak
buku khusus ABK.”. (wawancara tanggal 23 April 2015)
“Petugas pengelola barang mencatat sarana dan
prasarana yang ada di sekolah. Pengadaan alat peraga
diletakan di kelas untuk mendukung pembelajaran.
Mengenai alat peraga ditata sesuai dengan kebutuhan
siswa. Di samping itu kepala sekolah mengecek semua
sarana yang ada di sekolah tujuannya untuk memperlancar penyelenggarakan pendidikan inklusi di
SDN I Mangunsari”.
87
Pengawasan yang dilakukan oleh kepala sekolah SDN I
Mangunsari sebagai bahan kajian untuk mengoreksi
rencana pengadaan sarana dan prasarana. Selain itu,
diadakan rencana perbaikan serta program
perencanaan mendatang disempurnakan.
Pemeliharaan sarana dan prasarana
merupakan kegiatan merawat barang agar tetap baik
dan siap dipakai. Sekolah menganggarkan
pemeliharaan sarana dan prasarana sesuai dengan
kondisi barang dan kerusakan yang terjadi. Sarana dan
prasarana yang sering dipakai beresiko tinggi
kerusakannya seperti barang-barang elektronik. Sarana
dan prasarana anak berkebutuhan khusus
memerlukan perawatan rutin seperti kursi roda
tujuannya agar kursi roda dalam keadaan baik ketika
digunakan. Selain itu bangunan, tembok, kusen, pintu
dilakukan pengecetan secara berkala. Hal ini sesuai
dengan pendapat Kepala Sekolah sebagai berikut:
Hal tersebut di atas diperkuat dengan pendapat Puji
sariyanto sebagai pengelola barang sebagai berikut:
“Dana yang diterima di SDN I Mangunsari untuk mencukupi kebutuhan sarana dan prasarana termasuk
biaya perawatan. Segala sesuatu yang sering
digunakan pasti akan mengalami kerusakan misalnya
lap top atau komputer, televisi, DVD/VCD dan kursi
roda. Untuk perawatan kursi roda setiap saat
dilakukan karena kursi roda dipakai setiap hari. Hal lain yang bersifat permanen perlu juga perawatan
misalnya kusen-kusen, pintu, tembok, dan komponen
bangunan gedung sekolah. Pengecetan juga
dianggarkan “. (wawancara tanggal 23 April 2015)
88
Kedua pendapat di atas diperkuat lagi dengan pendapat
Budiyono Yakobus sebagai berikut:
Hambatan pada komponen proses sarana dan sarana
terletak pada penataan buku bacaan khusus ABK
dijadikan satu dengan perpustakaan umum.
4.2.2.5.1 Sarana dan Parasarana yang Belum Ada
Sarpras di SDN I Mangunsari sebagai
sekolah inklusi jauh dari sempurna. Kebutuhan sarpas
sangat mendukung terselenggaranya inklusi. Hasil
wawancara dengan Kepala Sekolah sebagai berikut:
“Kegiatan perawatan sarana dan prasana bertujuan
untuk mencegah atau mengurangi kemungkinan
sarana dan prasarana tidak bekerja dengan normal. Membantu agar sarana dan prasarana dapat digunakan sesuai dengan fungsinya terutama untuk
sarpras elektronik. Untuk perawatan terencana seperti
perawatan bangunan dapat direncanakan sesuai kurun
waktu pendidriannya. Biaya yang dikenakan untuk kegiatan ini diambilkan dari dana pemerintah”.
(wawancara tanggal tanggal 18 April 2015)
“Sarpras yang digunakan setiap hari tentunya
mengalami kerusakan. Alat-alat elektronik dan buku-
buku bacaan untuk anak berkebutuhan khusus
memerlukan perawatan secara rutin. Komputer dan lap
top perawatannya lebih teliti lagi karena harus
memberi anti virus yang disetting setiap bulan. Hambatan pada perawatan sarana buku-buku bacaan
ABK disimpan menyatu dengan perpustakaan umum
tetapi diletakan di rak buku tersendiri”. (wawancara
tanggal 18 April 2015)
“Awal berdirinya sekolah inklusi sarpras yang ada di
sekolah kami masih sangat memperhatinkan.
Perubahan dari sekolah regular menjadi sekolah inklusi memerlukan waktu untuk berbenah diri terutama
sarpras untuk melayani anak berkebutuhan khusus”.
(wawancara tanggal 23 April 2015)
89
Pendapat ini dikuatkan oleh Budiyono Yakobus sebagai
berikut:
Pendapat ini juga dikuatkan oleh Catur Priyo
pengelola perpustakaan sebagai berikut:
Berdasarkan wawancara tersebut dapat
disimpulkan bahwa sarpras di SDN I Mangunsari
kurang lengkap terutama ruang bimbingan khusus dan
perpustakaan khusus ABK. Untuk menambahkan
sarpras sebagai daya dukung sekolah inklusi
diprogramkan secara bertahap. Hasil observasi di
lapangan sarpras di SDN I Mangunsari belum memadai
untuk mendukung program inklusi. Berikut tabel
sarpras yang dibutuhkan di SDN I Mangunsari:
Tabel 4.6
Sarpras yang dibutuhkan di SDN I Mangunsari
NO Nama Barang Manfaat
1. Ruang bimbingan khusus
Bimbingan
2. Perpustakaan Khusus ABK
Wacana membaca
3. Komputer/lap top Administrasi inklusi
“Sarpras untuk mendukung inklusi sangat minim
sekali. Sekolah berencana melengkapi sarpras sesuai
dengan kebutuhan inklusi namun hal ini memerlukan
waktu yang cukup lama. Sarpras inklusi tidak tersedia
di sekolah reguler maka dari itu perubahan ini dirasa perlu perencanaan yang matang agar tercapai dengan
maksimal”. (wawancara tanggal 13 April 2015)
“Sebagai petugas perpustakaan saya rasa perlu adanya
perpustaan khusus ABK karena pelayanannya dapat
lebih maksimal. Saya rasa hal ini perlu
dipertimbangkan dalam perecanaan program”. (wawancara tanggal 15 April 2015)
90
4. Alat peraga KBM
5. Kursi roda Sarana ABK tuna daksa
6. Whitebord KBM
7. Alat music Mengembangkan bakat ABK
8. Alat olahraga Mengembangkan bakat ABK
9. Ruang UKS Layanan kesehatan
10. LCD Proses KBM
11. TV Media belajar
12. Meja Autis Sarana anak autis
13. DVD dan CD pembelajaran
Rak buku khusus ABK
Sumber: Laporan Kepala Sekolah SDN I Mangunsari
4.2.2.6 Pengadaan Guru Pembimbing Khusus
SDN I Mangunsari sebagai sekolah
penyelenggara inklusi tidak memiliki guru pembimbing
khusus (GPK). Kehadiran GPK sangat dibutuhkan di
SDN I Mangunsari karena GPK memberi dukungan
kepada guru kelas dalam menangani anak
berkebutuhan khusus (ABK). Sekolah berusaha
menghadirkan GPK dari SDLBN Temanggung. Hal ini
sesuai dengan pernyataan Kepala Sekolah sebagai
berikut:
“Berhubung SDN I Mangunsari belum memiliki GPK
maka rencana kami mendatangkan GPK dari SLB
Temanggung. Hal ini dilakukan untuk mendampingi
guru kelas dalam menangani ABK. Rencana biaya yang
ditimbulkan pada kegiatan ini, kami akan mengambil dari beasiswa ABK.
GPK sangat diperlukan di SDN I Mangunsari namun
kehadirannya terbentur dengan biaya. Maka dari itu
keuangan dari beasiswa ABK tidak bisa mencukupi untuk sementara GPK dihentikan mungkin kalau ada
dana akan dihadirkan kembali”. (wawancara tanggal 23
April 2015)
91
Hal ini dibenarkan oleh Yuni Purwaningsih dengan
sebagai berikut:
Kedua pendapat tersebut di atas diperkuat dengan
pendapat Komite Sekolah sebagai berikut:
Hasil observasi di lapangan selama penelitian,
peneliti tidak menemukan kehadiran GPK. Kehadiran
GPK di SDN I Mangunsari sebanyak dua kali satu kali
datang biaya transport sebesar RP. 75.000,00 per guru.
Setiap kali menghadirkan GPK paling tidak tiga guru
dengan biaya Rp 225.000,00. Biaya yang ditimbulkan
diambil dari bantuan ABK (APBD I). Keadaan ini
menjadi faktor penghambat karena beasiswa ABK tidak
mencukupi untuk program tersebut.
“ Secara umum sekolah penyelenggara inklusi berbeda
dengan sekolah reguler perbedaannya terletak pada
peserta didik. Sekolah reguler mempunyai peserta didik
dengan kemampuan anak normal. Sedangkan sekolah Sekolah inklusi peserta didik terdiri dari dua kategori
yaitu siswa normal dan anak berkebutuhan khusus.
Sehubungan dengan itu SDN I Mangunsari sebagai
penyelenggara inklusi membutuhkankan guru khusus
yang berasal dari sekolah luar biasa. Atas kesepatan bersama GPK didatangkan dari sekolah luar biasa
Temanggung. Sekolah kami tidak memiliki GPK. Sekolah
mengadakan GPK bekerjasama dengan SLB Temanggung.
Hal ini bertujuan untuk membantu kami selaku guru
kelas dalam menangani ABK. Karena memang kami
tidak memiliki keahlian khusus tentang pendidikan luar
biasa”. (wawancara pada tanggal 11 April 2015)
SDN I Mangunsari tidak memiliki GPK. Maka tugas yang seharusnya dilaksanakan GPK dialihkan kepada kami
sebagai guru kelas”. (wawancara tanggal 18 April 2015)
“Dulu SDN I Mangunsari mendatangkan guru dari SLB Temanggung. Kehadirannya di sekolah kami hanya
beberapa kali saja karena hal ini dikarenakan tidak
mencukupinya biaya”. (wawancara tanggal 19 April
2015)
92
Peran guru pembimbing khusus tidak dapat
berjalan secara maksimal maka perannya digantikan
oleh guru Kelas. Jumlah guru kelas sebanyak enam
guru terdiri dari tiga guru berstatus PNS dan tiga guru
berstatus wiyata bakti. Program pembelajaran
individual dilaksanakan oleh guru kelas dan kepala
sekolah. Proses pembelajaran secara cluster yaitu
penyatuan ABK dengan siswa normal setelah
pembelajaran usia diberikan pelayanan khusus.
Guru sebagai tenaga pendidik di sekolah
penyelenggara inklusi mempunyai rasa tanggungjawab
yang besar. Kemauan, kesabaran, dan kemampuan
dalam mendidik ABK yang mempunyai karakteristik
tersendiri. Implementasinya pada pembelajaran inklusi
guru bertindak proaktif. Membimbing siswa untuk
saling membantu, menghargai, bekerjasama, dan
memahami antara siswa satu dengan lainnya.
Guru kelas membuat rencana
pembelajaran untuk semua siswa sehingga kondisi
kelas terlihat lebih konduksif. Indikator yang
dirumuskan untuk siswa normal dan ABK berbeda. Hal
ini dilakukan karena berpedoman pada modifikasi
kurikulum. Perumusan indikator disesuaikan dengan
ketunaan atau kelainan yang diderita ABK. Begitu pula
pada proses pembelajaran diarahkan kepada semua
siswa tanpa terkecuali. Dalam hal ini ABK mendapat
perhatian lebih dari guru.
Proses pembelajaran sama seperti pada
kelas reguler pada umumnya. Guru melaksanakan
93
evaluasi setelah akhir pembelajaran. Hasil evaluasi
dianalisa untuk mengetahui pencapaian kriteria
ketuntasan minimal. Selanjutnya guru memperbaiki
pencapaian ketuntasan klasikal bagi semua siswanya.
Hal ini dibuktikan dengan melaksanakan program
remedial bagi siswa yang belum tuntas KKM.
Sedangkan siswa yang sudah tuntas diberi pengayaan.
Proses pembelajaran ABK mendapat perhatian
ekstra dan diperlakukan sama dengan anak normal.
kesulitan yang timbul dari guru kelas dalam proses
pembelajaran yaitu kesulitan dalam penanaman
konsep. Karena kemampuan anak berkebutuhan
khusus dengan siswa berbeda. Anak berkebutuhan
khusus dengan ketunaan ADHD atau hiperaktif
memerlukan kesabaran yang luar biasa.
Hasil wawancara dengan Kepala Sekolah
tanggal sebagai berikut:
“Berhubung sekolah tidak memiliki GPK maka peran guru kelas sangat besar. Guru kelas melaksanakan
pembelajaran secara reguler setelah itu baru memberi
pembelajaran secara individual. Hal memang dirasa
sangat berat. Maka dari itu sekolah memberi honor pada
program tersebut. Kendala yang sering muncul ketika guru menangani siswa ADHD. Untuk kategori ADHD
memang perlu penanganan khusus yaitu dina sosial dan
bina diri”. (wawancara tanggal 23 April 2015)
94
Hal ini dikuatkan dengan hasil wawancara dengan guru
kelas lima yaitu Eny maryanti sebagai berikut:
Pernyataan guru kelas ini diperkuat dengan pendapat
Budiyono Yakobus sebagai berikut:
Hasil observasi di lapangan ditemukan
siswa ADHD tidak memiliki kesopanan, suka menyakiti
temannya, berbuat sesuka hati, dan tidak bisa diam
bahkan berani berkelai dengan guru. Guru kelas tidak
memiliki keahlian khusus mengenai penanganan ABK.
Keterbatasan ilmu dan waktu menjadi penghambat
dalam menangani ABK.
4.2.2.7 Pengalian sumber Dana
Pengalian berbagai sumber dana yang akan
digunakan untuk realisasi program adalah pengajuan
proposal ke pemerintah pusat maupun daerah. Hasil
pengajuan proposal dengan cairnya dana dari Propinsi
Jawa tengah lewat BKM anak berkebutuhan khusus
atau inklusi. Dana tersebut digunakan untuk
“Memang berat bagi kami yang hanya memiliki sedikit
ilmu tentang pendidikan luar biasa.anak ADHD menjadi
beban bagi guru reguler karena anak tersebut sulit
dikendalikan dan bertingkah sesuka hati. Tidak satupun guru ditakuti suka menganggu, menyakiti bahkan melukai
teman-temannya. Proses belajarnya tergantung pada mood
saat itu. Timbul mood menulis ia akan terus menulis,
mood berhitung seharian akan berhitung. Kalau tidak ada
mood anak tersebut berkeliaran di kelas membuat
kekacauan. (wawancara tanggal 18 April 2015)
“Seharusnya pemerintah memperhatikan sekolah inklusi
sepenuhnya karena GPK tidak ada di SDN I Mangunsari.
Guru kelas tidak memiliki ilmu pendidikan luar biasa
sehingga kami kesulitan dalam menangani ABK”.
(wawancara tanggal 18 April 2015)
95
operasional ABK, pengadaan sarpras dan perlengkapan
sekolah ABK. Selain itu bersama Komite Sekolah
merencanakan infaq dari wali murid dan koordinasi
dengan pemerintah desa. Hal ini sesuai hasil
wawancara dengan Kepala Sekolah sebagai berikut:
Hal tersebut diperkuat dengan pendapat Toto Sarwito
sebagai berikut:
Pendapat tersebut di atas diperkuat lagi dengan
pendapat Sutanto sebagai komite sekolah. Belaiu
menambahkan sumber dana untuk penyelenggaraan
pendidikan inklusi masih mencari sumber dana
lainnya. Tujuannya agar penyelenggaraan pendidikan
inklusi di SDN I Mangunsari dapat terlaksana dengan
baik.
“Dana yang turun dari APBD I digunakan untuk membeli
sarpras, operasional ABK dan alat-alat sekolah bagi ABK.
Karena memang ABK sebagian dari keluarga miskin. Sebagian kami simpan sebagai modal untuk ABK jika
sudah lulus dari sekolah. Saya sudah menyiapkan dana
sebesar RP 1.050.000 untuk ABK kelas enam.
Rencananya akan saya belikan kambing sebagai modal
kehidupannya. Selain itu sekolah bekerjasama dengan komite sekolah mencari sumber dana lain melalui infaq
wali murid dan koordinasi dengan pemerintah desa
untuk menambah sarana dan prasarana dalam rangka
pelaksanaan pendidikan inklusi”. (wawanncara tanggal
23 April 2015)
Selama ini kami mengandalkan sumber dana dari pemerintah untuk penyelenggaran pendidikan inklusi.
Sumber dana lain akan dibicarakan dengan komite dan
masyarakat. Harapan saya sebagai guru penyelenggara
inklusi ada perhatian lebih dari pemerintah maupun
masyarakat”. (wawancara tanggal 18 April 2015)
96
Berikut hasil wawancara dengan beliau :
Program kegiatan yang akan dilaksanakan
pada pendidikan inklusi sebagai berikut: identifikasi
ABK, pengadaan GPK, kelengkapan sarana dan
prasarana, kegiatan ekstrakulikuler, biaya
pengembangan kurikulum, dan kegiatan workshop
untuk meningkatkan kompetensi guru inklusi. Dari
hasil ketiga wawancara nara sumber dapat disimpulkan
bahwa sekolah mengajukan dana ke pemerintah dan
mengadakan kegiatan komite sekolah untuk
menggalang dana. Penggalian dana ini dimaksudkan
untuk mendukung pendidikan inklusi di SDN I
Mangunsari. Hal ini didukung studi dokumen berupa
rencana kerja tahunan (RKT). Hambatan masyarakat
kurang pro aktif dalam penggalangan dana.
“Ditunjuknya SDN I Mangunsari sebagai sekolah
penyelenggara inklusi maka saya sebagai komite sekolah
mulai berpikir keras untuk mendapatkan dana. Selama
ini dana untuk sekolah sangatlah minim. Sekolah mengajukan proposal ke pusat dan saya akan mencari
dana lain melalui kegiatan komite sekolah. Proses
penggalian dana melalui masyarakat dilakukan dengan
jalan meningkatkan infaq. Namun hal ini belum dapat
berjalan secara maksimal. Kemudian saya mengadakan
koordinasi dengan pemerintah desa Mangunsari. Berkat kesadaran pemerintah desa sekolah mendapat dana
sebanyak Rp. 1.000.000,00”. (wawancara tanggal 19
April 2015)
97
4.2.2.7.1 Alokasi Dana
Dana yang diperoleh dari APBD I tahun
2010 sebanyak Rp 50.000.000,00. Hasil wawancara
dengan Kepala Sekolah sebagai berikut:
Pendapat tersebut diperkuat dengan pendapat
Budiyono sebagai berikut:
Kedua pendapat itu diperkuat dengan pendapat Toto
Sarwito sebagai berikut:
Hal tersebut dapat didukung dengan dokumen
anggaran pembiayaan seperti tabel 4.7. Alokasi dana
dari APBD I digunakan untuk melaksanakan program
pendidikan inklusi di SDN I Mangunsari.
“Alokasi data diplotkan dengan rencana program inklusi. Semua rencana kegiatan inklusi yang ditimbulkan tidak
terlepas dari pembiayaan. Maka dari itu awal pelajaran
sekolah membuat rencana kegiatan anggaran sekolah”.
(wawancara tanggal 23 April 2015)
“Alokasi dana inklusi disesuaikan dengan rencana
program kegiatan inklusi. Awal tahun pelajarn diadakan
rapat dewan guru untuk membuat anggaran
pembiayaan”. (wawancara tanggal 18 April 2015
“Dana penggunaannya disesuaikan rencana program
inklusi. Ada berapa rencana program yang akan dilaksanakan dibuat anggaran agar setiap
pelaksanaan kegiatan dapat berjalan dengan lancer”. (wawancara tanggal 18 April 2015)
98
Tabel 4.7
Alokasi Dana
NO Kegiatan Dana Sumber
1. Pendataan ABK RP 250.000 APBD I
2. Sosialisasi sekolah
inklusi
Rp 1.000.000 APBD I
3 Pengadaan GPK RP 2.400.000 APBD I
4 Sarana dan prasarana Rp 38.105.000 APBD I
5 Workshop
penyelenggara inklusi
Rp 1.760.000 APBD I
6 Modifikasi kurikulum Rp 3.350.000 APBD I
7 Team pengelola Rp 2.570.000 APBD I
Sumber: laporan keuangan kepala sekolah
4.2.2.8 Program Pencarian Bakat
Program pencarian bakat melalui kegiatan
ekstrakulikuler di SDN I Mangunsari Siswa yang
mempunyai bakat khusus dikelola dengan baik begitu
juga dengan ABK. Penuturan Kepala Sekolah sebagai
guru les vokal mengatakan:
Hal ini dikuatkan dengan pendapat Eny
Maryanti sesuai dengan hasil wawancara sebagai
berikut:
“Kegiatan ekstra untuk ABK dilaksanakan di luar jam
pembelajaran. Saya sendiri yang mengadakan ekstra
vokal ABK. Prosesnya pelatihannya tidak semudah memberi materi siswa normal perlu kesabaran dalam
pelaksanaannya”. (wawancara tanggal 23 April 2015)
“Kegiatan ekstrakulikuler dilaksanakan dengan tujuan
mengembangkan potensi ABK agar mempunyai
keterampilan hidup”. (wawancara tanggal 11 April 2015)
99
Hal ini dikuatkan oleh Kamsilah sebagai guru olahraga
sebagai berikut:
Pelaksanaan kegiatan ekstrakulikuler pada
kegiatan vokal terhenti karena siswa ABK yang
memiliki bakat tersebut pindah ke sekolah lain. Begitu
juga dengan ekstra olahraga karena siswa ABK sulit
diberi instruksi, pemberian instruksi perlu
pengulangan beberapa kali. Inilah yang menjadi
penghambat program pencarian bakat untuk ABK.
Berdasarkan hasil wawancara dari
beberapa sumber pada pelaksanaan komponen proses
dapat disimpulkan seperti tabel berikut:
Tabel 4.8
Tabel komponen Proses Penyelenggaraan Inklusi
No Kegiatan Waktu Pengelola Biaya Hambatan
1. Team pengelola
Selama pengelo
laan
Kepalas Sekolah
2.570.000
-
2. Identifikasi ABK
Awal tahun
pelajaran
Guru, kepala
sekolah koordinasi dengan
RSJ Magelang
250.000
tergantung ketun
aan
Letak RSJ
Magelang jauh memaka
n waktu guru
“Berdasar pengamatan selama pembelajaran olahraga,
ABK yang memiliki bakat dikelola dengan baik. Namun
saya sering kewalahan dengan adaya siswa ADHD atau
hiperaktif. Karena siswa tersebut tidak pernah diam selalu
menantang dan berbuat sesuka hati. Instruksi yang saya
berikan tidak langsung direspon.”. (wawancara tanggal 20
April 2015)
100
tidak melaksa
nakan pembelajaran
3. Workshop penyelengg
ara inklusi
Awal penyele
nggaraan
BP-Diksus,
LPMP, SMPN 4 Temangg
ung
1.760.000
Terbatasnya
waktu
4. Modifikasi
kurikulum
Awal
tahun pelajaran
Team
pengembang
3.350.
000
Komite
kurang proaktif
5. Sarana dan
prasarana
Tahun 2010
Team work
38.105.000
Buku khusus
ABK menyatu
perpust umum
6. Pengadaan
GPK
Selama
pembelajaran
Kerjasam
a dengan SDLBN
Temanggung
2.400.
000
Tidak
terlaksana
7. Pengalian sumber dana
Awal penyelenggara
an
APBD I 50.000.000
Sumber dana dari
masyarakat
belum
maksimal
-
Pemerinta
h desa
1.000.
000
8. Pencarian Selama Kepala - ABK
101
bakat melalui
kegiatan ekstra
pembelajaran
sekolah, guru
penjasorkes
berbakat pindah
sekolah lain
Sumber: Laporan tertulis Kepala Sekolah
4.2.2.9 Rencana Pelaksananaan Kegiatan Penelitian
Rencana kegiatan penelitian sesuai dengan
surat ijin penelitian yang diterbitkan Universitas
Kristen Satya Wacana Salatiga untuk melakukan
penelitian. Hal ini membuat peneliti segera mengambil
tindakan dengan mengambil subjek dan lokasi
penelitian di SDN I Mangunsari, Kecamatan Ngadirejo,
Kabupaten Temanggung. Peneliti memilih SD tersebut
karena memang peneliti merasa tertarik karena sekolah
tersebut melaksanakan pendidikan inklusi.
Ketertarikan peneliti untuk membuat penelitian di SDN
I Mangunsari karena sebagai sekolah pelaksana
pendidikan inklusi berada di sebuah desa.
Peneliti terjun ke lapangan dengan surat
ijin penelitian di SDN I Mangunsari. Melihat keadaan di
lapangan yang betul-betul melaksanakan pendidikan
inklusi dengan jumlah ABK tujuh anak. Peneliti
mengadakan wawancara dengan Kepala sekolah, guru,
tenaga perpustakaan dan komite sekolah. Tanggal 19
April 2015 peneliti mengadakan wawancara dengan
komite sekolah yang dilaksanakan di rumah komite
sekolah di desa Mangunsari. Pelaksanaan wawancara
berpedoman pada instrumen pengumpulan data.
102
Wawancara dengan guru dilaksanakan di
sekolah pada waktu istirahat pertama dan istirahat
kedua. Sedangkan wawancara dengan kepala sekolah
dilaksanakan beberapa kali karena disesuaikan dengan
jadwal kegiatan kepala sekolah. Beberapa kali
wawancara untuk mendapatkan data yang lebih
akurat. Selain wawancara peneliti melakukan
pengamatan atau observasi di lapangan. Untuk
mendukung data yang lebih lengkap peneliti
mengadakan studi dokumen yang ada di SDN I
Mangunsari. Dari beberapa teknik pengumpulan data
peneliti mengadakan pengecekan data agar data benar-
benar valid.
Peneliti membuat laporan kegiatan
evaluasi. Ada beberapa data yang dirasa kurang,
peneliti kembali ke lapangan. Data tambahan untuk
melengkapi penelitian. Selanjutnya peneliti membuat
laopran secara lengkap akhirnya laporan penelitian
evaluasi program pendidikan inklusi di SDN I
Mangunsari disusun sesuai prosedur penelitian.
4.2.3 Komponen Produk
4.2.3.1 Pembentukan Team pengelola
Pengelolaan inklusi di SDN I Mangunsari
merupakan sebuah team work dan Kepala sekolah
sebagai penanggungjawab. Team work ini saling
bekerjasama untuk mewujudkan program pendidikan
inklusi di SDN I Mangunsari. Hal ini sesuai dengan
103
hasil wawancara dengan Kepala Sekolah sebagai
berikut:
Hal ini diperkuat pendapat oleh pendapat Puji
Sariyanto sebagai berikut:
Kedua pendapat tersebut diperkuat lagi oleh Sutanto
sebagai Komite Sekolah sebagai berikut:
Keberhasilan SDN I Mangunsari sebagai
penyelenggara inklusi memberi kesempatan anak
berkebutuhan khusus bersekolah di lingkungan tempat
tinggalnya. Penyatuan anak berkebutuhan khusus dan
siswa normal dalam kondisi pembelajaran dapat
meningkatakn rasa sosial yang tinggi. Hal ini dapat
dibuktikan dengan hasil observasi di lapangan siswa
normal beramai-ramai menjemput temannya yang
menderita tuna daksa dengan mendorong kursi roda
selain itu mereka bersedia mengantar ke kamar kecil.
“Pengelolaan di sekolah kami sebagai penyelenggara
inklusi terdiri dari guru dan kepala sekolah. Untuk memudahkan koordinasi saya menugaskan pak Puji
Sariyanto sebagai petugas pengelola. Tanggungjawab
tetap berada di tangan saya”. (wawancara tanggal 23
April 2015)
“Berdasarkan struktur pengelolaan inklusi saya diberi
tugas untuk mengelola dengan kerjasama dengan semua
guru”. (wawancara tanggal 18 April 2015)
“Pengelolaan penyelenggaraan sekolah inklusi ditugaskan kepada pak Puji Sariyanto dan dukungan kerjasama
dengan guru, kepala sekolah, dan saya sebagai komite
sekolah”. (wawancara tanggal 19 April 2015)
104
Anak berkebutuhan khusus tersebut mengalami tuna
ganda yaitu tuna daksa dan slowleaner. Perlakuan yang
sedemikian rupa menumbuhkan rasa percaya diri bagi
ABK dan ia merasa dihargai sebagai manusia. Hal ini
terlaksana dengan baik karena program-program
pendidikan inklusi dilaksanakan dengan baik.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa
hasil dari pengelolaan pendidikan inklusi terlihat dari
rasa sosial yang tinggi di antara anak berkebutuhan
khusus dengan siswa normal.
Hasil observasi di lapangan ditemukan struktur
organisasi penyelenggara sekolah inklusi di SDN I
Mangunsari seperti gambar 4.1
Gambar 4.1
Struktur Organisasi Sekolah Inklusi
Kepala Sekolah
Guru
Pengelola
Puji Sariyanto
Siswa
Komite Sekolah
105
4.2.3.2 Identifikasi Anak Berkebutuhan Khusus
Pendataan awal jumlah ABK sejumlah enam
belas siswa. Setelah sekolah mengadakan identifikasi
dengan membawa ABK mengikuti tes psikologi di
rumah sakit jiwa Magelang diidentifikasi ada delapan
siswa ABK. Dari kedelapan siswa tersebut satu siswa
pindah ke sekolah lain di Wonosobo. Anak tersebut
menderita tuna rungu dan tuna wicara. Pihak sekolah
memandang orang tua anak berkebutuhan khusus
tersebut dikategorikan mampu dalam ekonomi. Hal ini
dilakukan sekolah agar anak tersebut mendapat
penanganan yang lebih baik lagi karena di SDN I
Mangunsari tidak dapat memberi pelayanan secara
maksimal. Hal ini sesuai dengan penjelasan Kepala
Sekolah sebagai beikut:
Hal tersebut diperkuat dengan pendapat Puji Sariyanto
sebagai berikut:
“Kami memberi pengerahan kepada orang tua yang
mampu ekonominya agar memberikan pendidikan yang
lebih kepada anaknya. Hal ini dipahami orang tua
karena ABK yang dimaksudkan karena ketunaan yang
dimiliki tuna ganda yang kami tidak dapat menangani. Hasil tes psikologi terdapat tujuh ABK dengan kategori
lima siswa slowleaner, satu siswa ADHD atau istilahnya
tuna laras, dan satu lagi tuna ganda (tuna daksa dan
slowleaner) (wawancara tanggal 23 April 2015)
“Pendataan ABK semula berjumlah enam belas siswa
dengan pengertian anak yang nilainya jelek kami masukkan jenis ABK. Setelah dites di RSJ Magelang
didapat delapan siswa ABK. Satu ABK tuna ganda
dengan kelainan yang berlebih kami tidak bisa
menangani karena memang kami bukan guru sekolah
luar biasa. Maka kepala sekolah merujuknya ke
106
Kedua pendapat tersebut diperkuat lagi dengan
pendapat Budiyono Yakobus sebagai berikut:
Berdasarkan temuan dilapangan hasil
wawancara dengan ketiga nara sumber dapat
dibuktikan dengan Studi dokumen berupa hasil tes
psikologi dari rumah sakit jiwa Magelang. Hasil
terlampir.
4.2.3.3 Workshop Penyelenggaraan Pendidikan Inklusi
Out put guru dalam keikutsertaan workshop
guru berkesempatan untuk mengembangkan diri untuk
lebih berkreatif. Ilmu yang diperoleh diterapkan di
sekolah untuk menangani siswa baik siswa normal
maupun anak berkebutuhan khusus. Workshop dapat
diikuti semua baik yang diadakan di Semarang
maupun di sekolah lain maupun di KKG. Hal ini sesuai
dengan pendapat Kepala Sekolah sebgai berikut:
“Menurut hikmat saya yang dinamakan ABK adalah
anak dengan nilai prestasi belajar rendah. Maka kami
mendata ABK berdasarkan nilai akademik karena pada saat itu kami belum mengetahui jenis ABK.
Ternyata setelah dites di Magelang hanya ada delapan
siswa dan satu siswa pindah di Wonosobo.”
(wawancara tanggal 18 April 2015)
“Pada setiap kesempatan workshop yang berkaitan
dengan pelaksanaan pendidikan inklusi saya sebagai
Kepala Sekolah selalu mengikutsertakan guru. Hal ini
bertujuan agar ilmunya dapat diterapkan di sekolah”.
(wawancara tanggal 23 April 2015)
sekolah khusus di Wonosobo. Sedangkan tujuh ABK
dengan kewajaran dapat kami di sekolah ini”.
(wawancara tanggal 18 April 2015)
107
Hal senada juga disampaikan oleh Puji Sariyanto
sebagai berikut:
Kedua pendapat tersebut dikuatkan lagi dengan
pendapat Ema Darliyah sebagai berikut:
Studi di lapangan ditemukan beberapa
kegiatan guru inklusi untuk mengikuti workshop dalam
rangka mengembangkan karir. Hal ini dibuktikan
dengan sertifikat keikutsertaan kegiatan workshop.
Selanjutnya tabel 4.9 menggambarkan kegiatan
pengembangan karir guru inklusi di SDN I Mangunsari.
“workshop mengenai pendidikan inklusi selalu kami
ikuti dengan maksud agar kami dapat
mengimplementasikan ke dalam proses pembelajaran.
Selai itu kami sebagai guru di sekolah inklusi dapat sharing dengan teman guru yang juga mengajar di
sekolah inklusi”. (wawancara tanggal 18 April 2015)
“Kami sebagai guru pendidikan inklusi selalu
mengembangkan diri dengan mengikuti workshop
selain itu kami juga mengikuti kegiatan KKG”.
(wawancara tanggal 18 April 2015)
108
Tabel 4.9
Peningkatan Karir Guru Penyelenggara Inklusi
No Peserta Materi Penyelenggara
Bukti Fisik
1. Kepala sekolah
plus guru
Fasilitasi sekolah
inklusi
BP-Dikjur Sertifikat
2.
Kepala
sekolah plus guru
Peningkatan
tenaga pendidik inklusi
SMPN 4
Temanggung
Sertifikat
3. Kepala sekolah
plus guru
Program kerja inklusi
SDN Tegalrejo,
Bulu
Sertifikat
6. Kepala
sekolah
Manajemen
inklusi
LPMP
Semarang
Sertifikat
Sumber: Hasil wawancara dengan Kepala sekolah
4.2.3.4 Modifikasi Kutikulum
Model kurikulum yang digunakan di SDN I
Mangunsari adalah modifikasi kurikulum. Modifikasi
terletak pada komponen utama pembelajaran yakni
tujuan, materi, proses, dan penilaian. Tujuan
modifikasi kurikulum adalah menyelaraskan
kurikulum sesuai dengan kebutuhan ABK agar siswa
dapat mengikuti pelajaran sesuai dengan potensi.
Layanan di sekolah juga diberikan kepada ABK
tertuang pada kurikulum. Hal ini sesuai dengan
pendapat Kepala Sekolah sebagai berikut:
“Model yang kami ambil adalah modifikasi kurikulum
hal ini dilakukan untuk menyelaraskan kebutuhan
ABK. Empat komponen penting dalam pembelajaran
meliputi tujuan, materi, proses dan penilaian. Selain itu
kami memncantumkan program khusus di kurikulum
sesuai ketunaan yang diderita ABK”. (wawancara
tanggal 23 April 2015)
109
Hal ini diperkuat dengan diperkuat dengan hasil
wawancara dengan Budiyono Yakobus sebagai berikut:
Pendapat kedua nara sumber tersebut diperkuat lagi
oleh Komite Sekolah sebagai berikut:
Berikut tabel program khusus inklusi.
Tabel 4.10
No Jenis ABK Materi
Khusus
Deskripsi
1. Slowleaner Bina Diri
Melalui bina diri keterampilan hidup
sehari-hari diharapkan bermanfaat dalam
membina anak dalam mengembankan daya motoris, sensoris maupun
sensormotoris
2. Tuna
Daksa
Bina
gerak
Mengembangkan anak
tuna daksa baik segi fisik, psikis, emosi dan sosialnya agar anak
mampu menolong dirinya sendiiri, dapatmelakukan
keterampilan hiduo sehari-hari, dapat hidup bermasyarakat.
“Program khusus ABK kami masukan di kurikulum untuk membedakan kurikulum sekolah inklusi dengan
sekolah reguler pada umumnya. Program khusus kami
buat sesuai dengan kelainan yang diderita ABK. Model
kurikulum di SD kami adalah model modifikasi yaitu
memuat empat komponen pokok pembelajaran aliyu
tujuan, materi, proses dan penilaian”. (wawancara
tanggal 18 April 2015)
“Sekolah memasukkan program khusus di kurikulum
inklusi”. (wawancara tanggal 19 April 2015)
110
3. ADHD Bina diri dan bina
sosial
Agar dapat menguarangi tindakan yang tidak lazim
dan dapat menggangu orang lain, dapat melakukan keterampilan
hidup sehari-hari, dapat hidup bermasyarakat tanpa banayak bantuan
orang lain. Sumber: Kurikulum SDN I Mangunsari
Berdasarkan hasil obeservasi di lapangan ditemukan
hasil mmodifikasi kurikulum yang berupa rencana
pelaksanaan pembelajaran (RPP). Dokumen RPP
terlampir.
4.2.3.5 Pengadaan Sarana dan Prasarana
Sarana dan prasarana SDN I Mangunsari
sebagai penyelenggara inklusi sudah cukup memadai
namun masih perlu penambahan lagi. Hal ini sesuai
dengan pendapat Kepala Sekolah sebagai berikut:
Pendapat Kepala Sekolah diperkuat oleh pendapat Puji
Sariyanto sebagai berikut:
“Dengan turunnya dana dari APBD I kami manfaatkan untuk melengkapi sarana dan prasarana di sekolah kami
namun masih ada beberapa perlu penambahan. Ruang
bimbingan khusus dan ruang perpustakaan khusus ABK
belum ada. Namun buku-buku khusus ABK sudah
tersedia. Pengelolaannya kami tugaskan kepada pak Puji
sariyanto.” (wawancara tanggal 23 April 2015)
“Dana APBD I kami gunakan untuk melengkapi sarpras
di sekolah kami. Tujuannya agar proses pelaksanaan
pendidikan inklusi dapat berjalan dengan baik.”.
(wawancara tanggal 18 April 2015)
111
Dari hasil observasi mengenai sarana dan
prasarana di SDN I Mangunsari sudah cukup memadai
namun ruang bimbingan khusus dan ruang
perpustaan khusus belum ada. Berikut tabel keadaan
sarana dan prasana:
Tabel 4.11
Sarpras SDN I Mangunsari
NO Nama Barang Ketersediaan
1 Ruang bimbingan khusus -
2 Ruang perpustakaan -
3 Komputer/lap top Tersedia
4 Alat peraga Tersedia
5 Kursi roda Tersedia
6 Whitebord Tersedia
7 Alat music Tersedia
8 Alat olahraga Tersedia
9 Ruang UKS Tersedia
10 LCD Tersedia
11 TV Tersedia
12 Meja Autis Tersedia
13 DVD dan CD pembelajaran Tersedia
14 Rak buku dan almari khusus ABk
Tersedia
15 Buku bacaan ABK Tersedia
16 Alat permainan Tersedia Sumber: Laporan Kepala Sekolah SDN I Mangunsari
4.2.3.6 Pengadaan Guru Pembimbing Khusus
Penyelenggaraan sekolah inklusi tidak
terlepas dari peran guru pembimbing khusus (GPK).
Begitu pula dengan SDN I Mangunsari melaksanakan
kerjasama dengan SDLBN Temanggung. Biaya yang
dianggarkan sebanyak Rp 2.400.000,00 dengan rincian
112
satu GPK sekali datang dianggarkan RP 75.000,00
sedangkan GPK yang dihadirkan tidak hanya seorang
guru saja. Bisa kehadiran GPK sekali datang tiga
sampai empat guru. Biaya yang ditimbulkan
diambilkan dari dana atau beasiswa ABK. Hal tersebut
dibenarkan dengan pendapat Kepala Sekolah sebagai
berikut:
Hal tersebut dikuatkan pendapat Toto Sarwito sebagai
berikut:
Hal tersebut di atas diperkuat lagi oleh Ema Darliyah
sebagai berikut:
“GPK kehadirannya tergantung dana atau beasiswa ABK maka dari itu kehadirannya tidak secara rutin
sekali datang empat guru dengan dana sebesar Rp
75.000,00 dikalikan empat ketemu Rp 300.000,00.
Cara mengajar sama seperti kita mengajar setiap
harinya berdasarkan temuaannya tersebut kami memutuskan untuk menangani ABK sesuai dengan
kemampuan yang kita miliki. Pelaksanaan
pembelajaran individual kami tangani bersama guru
kelas. Saya juga turun langsung menangani ABK”.
(wawancara tanggal 23 April 2015)
“Sebetulnya kebutuhan GPK pada sekolah kami sangat diharapkan namun harapan itu pupus
sudah karena pendanaan . kami pernah
mendatangkan GPK dari SDLBN Temanggung
namun dirasakan tidak efektif maka dari itu kami
memutuskan untuk memberi pembelajaran individual bersama dengan leh guru dan kepala sekolah”. (wawancara tanggal 18 April 2015)
“Harapan kami sebagai penyelenggara sekolah inklusi
mempunyai GPK sendiri sehubung kami tidak
mempunyai GPK sendiri maka kami mengadakan kerjasama dengan SDLBN Temanggung.
Kehadirannya dirasa tidak efektif maka kami sepakat
113
Berdasarkan hasil wawancara di atas dapat
disimpulkan bahwa kehadirannya GPK tidak efektif dan
penanganan seperti mengajar biasa. Hasil observasi di
lapangang pembelajaran individual dilaksanakan guru
kelas dan kepala sekolah.
4.2.3.7 Pengalian Sumber Dana
Sumber dana penyelenggara pendidikan
inklusi di SDN I Mangunsari dari APBD I.
Pemanfaatannya untuk melengkapi sarana dan
prasrana sekolah. Selain itu sekolah berkejasama
dengan komite sekolah mencari dana ke pemerintah
desa. Hal ini sesuai dengan pendapat Kepala Sekolah
sebagai berikut:
Hal ini diperkuat dengan pendapat Sutanto sebagai
Komite Sekolah sebagai berikut:
“Dana yang kami dapatkan hanya dari APBD I maka dari
itu untuk melengkapi sarpras kami bekerjasama dengan
komite sekolah. Yang dilakukan komite sekolah
mengadakan koordinasi dengan pemerintah desa. Kami
mendapatkan penambahan dana dari pemerintah desa sebanyak Rp 1.000.000,00. Uang tersebut kami gunakan
untuk menambah anggaran pembelian drum band”.
(wawancara tanggal 23 April 2015)
“Berhubung sunber dana pendidikan inklusi di SDN I
Mangunsari hanya bersumber dari APBD I maka saya
selaku komite sekolah mengadakan koordinasi dengan
pemerintah desa untuk peduli kepada dunia pendidikan
inklusi. Hal ini membuahkan hasil dana yang terkumpul sebanyak Rp. 1.000.000,00. Uang tersebut saya
untuk menangni ABK semampu kami dengan
menerapkan ilmu yang kami dapat dari hasil
workshop”. (wawancara tanggal 18 April 2015)
114
Hal tersebut di atas diperkuat lagi dengan pendapat
Setyo Yuliani sebagai berikut:
Hasil observasi di lapangan ditemukan alat
drum band yang sebagian dananya dari komite sekolah.
Hal ini diperkuat dengan rencana kegiatan angaran
sekolah. Pada anggaran itu tercantum dana dari
pemerintah desa.
4.2.3.8 Pencarian Bakat
Hasil pelaksanaan program pencaraian
bakat anak berkebutuhan khusus tidak dapat berjalan.
Hal ini siswa yang mempunyai bakat menyanyi pindah
ke Wonosobo sedangkan untuk olahraga juga tidak
dapat berjalan. Penemuan di lapangan kegiatan
pencarian bakat pada kegiatan olahraga terhenti. Hal
ini dikarenakan anak berkebutuhan khusus tidak mau
datang pada kegiatan ekstrakuliker selain itu guru
kesulitan mengkoordinasi ABK karena memang
siswanya hiperaktif cenderung sesuka hati.
Berdasarkan hasil wawancara dari
beberapa sumber pada pelaksanaan komponen produk
dapat disimpulkan seperti tabel berikut:
“Kerjasama yang baik dari pihak sekolah dengan komite
sekolah membuahkan hasil yang harmonis. Hal ini dapat
dibuktikan dengan kinerja komite yang mendukung
penyelenggaraan pendidikan inklusi di SDN I
Mangunsari. Komite berusaha mencari dana untuk
mewujdkan SDN I Mangunsari sebagai penyelenggara
sekolah inklusi”. (wawancara tanggal 18 April 2015)
serahkan ke sekolah yang akan digunakan sebagai tambahan pembelian drum band”. (wawancara tanggal
19 April 2015)
115
Tabel 4.12
Tabel komponen Produk Penyelenggaraan Inklusi
No Kegiatan Waktu Pengelola Biaya Produk
1. Team
pengelola
Selama
pengelolaan
Kepala
Sekolah
2.570.
000
Sosialisa
si ABK dan Non
ABK terjalin dengan
baik
2. Identifikasi
ABK
Awal
tahun pelajaran
Guru,
kepala sekolah koordinas
i dengan RSJ
Magelang
250.0
00 tergantung
ketunaan
7 anak
berkebutuhan khusus
3. Workshop
penyelenggara inklusi
Awal
penyelenggaraan
BP-
Diksus, LPMP, SMPN 4
Temanggung
1.760.
000
Sertifika
t dan implementasi
pada pembelajaran
4. Modifikasi kurikulum
Awal tahun
pelajaran
Team pengemba
ng
3.350.000
RPP
5. Sarana dan prasarana
Tahun 2010
Team work
38.105.000
Komputer/lap top, alat
peraga, rak
buku, DVD dan CD
pembelaj
116
aran, LCD.
Buku bacaan ABK,
kursi roda, whitebor
d, alat music,
6. Pengadaan GPK
Selama pembel
ajaran
Kerjasama dengan
SDLBN Temanggung
2.400.000
Tidak terlaksa
na
7. Pengalian sumber
dana
Awal penyele
nggaraan
APBD I 50.000.000
Kegiatan pelaksan
aan sekolah inklusi.
Dan drum
band
Pemerintah desa
1.000.000
8. Pencarian bakat
melalui kegiatan
ekstra
Selama pembel
ajaran
Kepala sekolah,
guru penjasork
es
- Tidak terlaksa
na
Sumber: Laporan tertulis Kepala Sekolah
4.3 Pembahasan
4.3.1 Kontek Program Pendidikan Inklusi
Pendidikan merupakan hak semua warga Negara
baik untuk siswa normal maupun siswa dengan
kebutuhan khusus. Education For All atau pendidikan
untuk semua tanpa diskriminasi menjadi
117
tanggungjawab Negara. SDN I Mangunsari , Kecamatan
Ngadirejo, Kabupaten Temanggung melaksanakan
pendidikan untuk semua melalui pendidikan inklusi.
Sekolah tersebut sebagai penyelenggara inklusi yang
mana sangat dibutuhkan oleh masyarakat setempat.
Alasan yang mendasar adalah kesadaran masyarakat
tentang pendidikan semakin kuat. Masyarakat tidak
kebingungan dalam mendidik anak terutama orang tua
yang mempunyai anak berkebutuhan khusus.
Dasar penyelenggaraan Sekolah Inklusi di
Indonesia adalah Surat Dinas tertanggal 20 Januari
2003, Nomor 380/C.C6/MN/2003 tentang kewajiban
setiap kabupaten/kota menyelenggarakan dan
mengembangkan pendidikan inklusif sekurang-
kurangnya empat sekolah yang terdiri dari Sekolah
Dasar, Sekolah Menengah Pertama, Sekolah Menengah
Atas, dan Sekolah Menengah Kejuruan. Surat Dinas
tersebut dikeluarkan oleh Dirjen Dikdasmen
ditujukan kepada Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten
atau kota di seluruh Indonesia. SD Negeri I Mangunsari
merupakan salah satu SD di Kabupaten Temanggung
yang menjadi rintisan sekolah inklusi sejak tahun
2010. Tugas sekolah penyelenggara pendidikan inklusi
Kabupaten Temanggung berdasarkan SK Kepala Dinas
Pendidikan Kabupaten Temanggung No. 420/008/2015
sebagai berikut: a) menyelenggarakan pendidikan
inklusi di sekolah masing-masing; b) menyelenggarakan
sekolah yang ramah dan terbuka terhadap anak
berkebutuhan khusus (ABK); c) melaksanakan
118
kerjasama dengan stake holder pendidikan inklusi
untuk meningkatkan pelayanan pada anak
berkebutuhan khusus (ABK) di sekolahnya; d)
melakukan rujukan instansi yang kompeten bila terjadi
kesulitan dalam proses pemberian layanan
pembelajaran maupun layanan perilaku bagi anak
berkebutuhan khusus (ABK) di sekolahnya. Hal ini
sesuai dengan pendapat Renato Opertti (dalam Suyanto
dan Mudjito:2012:71) sasaran pendidikan inklusi
adalah memberikan layanan pendidikan berkualitas
yang didefinisikan kembali sebagai proses belajar
dengan memperhitungkan kemampuan belajar anak
yang berbeda, mengurangi esklusifitas, dan tidak
mengajarkan pengetahuan akademik yang tinggi
semata. Karena itu, untuk dapat melaksanakan
pendidikan inklusi dibutuhkan sistem pendidikan dan
peran pendidik atau guru yang mampu memanusiakan
anak-anak didik.
Tujuan pendidikan inklusi di SDN I Mangunsari
untuk menjaring siswa yang mempunyai kelainan agar
dapat bersekolah, membantu dan membekali siswa
agar berkembang sesuai dengan potensinya. Yang lebih
spesifik yaitu mendidik anak kelainan dapat hidup
mandiri. Hal ini sesuai dengan Undang-Undang No. 20
Tahun 2003 yaitu mengembangkan potensi peserta
didik agar menjadi menusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Berakhlak
mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan
menjadi warga negara yang demokratis serta
119
bertanggungjawab. Penelitian ini sesuai dengan
penelitian yang dilakukan oleh Lipsky, Dorothy
Kerzner; Gartner, Alan yang berjudul “The Evaluation
of Inclusive Education Programs” meneliti program
inklusi bagi mahasiswa yang mana memberikan
kontribusi terhadap pelaksanaan program pendidikan
inklusi begitu juga penelitian di SDN I Mangunsari
memberi konstribusi terhadap pendidikan inklusi bagi
masyarakat setempat.
Sosialisasi yang dilaksanakan pihak sekolah
untuk mendukung program pendidikan inklusi di SDNI
Mangunsari sesuai dengan pendapat Suyanto dan
Mudjito (2012:13) yaitu connecting dengan keluarga
sangat penting, agar sama-sama memiliki informasi
dan back ground siswanya secara detail . Masyarakat
juga harus memiliki sikap aksesabilitas yang sama
dalam memandang anak-anak berkebutuhan khusus.
Hal ini sangat penting untuk mendukung sikap mandiri
bagi anak yang miliki kebutuhan khusus. Selain itu
mendukung rencana pendidikan inklusi karena pada
akhirnya anak yang memiliki kebutuhan khusus terjun
di masyarakat.
4.3.2 Kontek Input Program Pendidikan Inklusi
Untuk mendukung keberhasilan program
pendidikan inklusi di SDN I Mangunsari direncanakan
secara sinergis melalui program pengelolaan anak
berkebutuhan khusus. Hal ini sesuai dengan pendapat
Arikunto dan Jabar (2014:4) program didefinisikan
sebagai suatu unit atau kesatuan kegiatan yang
120
merupakan realisasi atau implementasi dari suatu
kebijakan, berlangsung dalam proses yang terus
menerus, dan terjadi pada organisasi yang melibatkan
sekelompok orang.
Program pendidikan di SDN I Mangunsari dibuat
melalui rapat dewan guru disesaikan dengan anggaran
belanja sekolah. Berikut rencana program pendidikan
inklusi di SDN I Mangunsari.
Tabel 4.13
Rencana program pengelolaan:
NO Rencana Pelaksana Kerja sama
Target
1. Pembentukan Team pengelola
Sekolah Komite dan sekolah
Awal tahun Pelajaran
2. Identifikasi ABK
Kepala sekolah,
guru
RSJ Magelang
Awal tahun
Pelajaran
3. Workshop
penyelenggara inklusi
Kepala
sekolah dan semua guru
Dinas
terkait
Awal dan
selama program berjalan
4. Modifikasi kurikulum
Kepala sekolah,
guru, komite
Komite,tokoh
masyarakat, bidan
desa
Awal tahun
pelajaran
5. Pengadaan Sarana dan
prasarana
Kepala sekolah
dan guru, komite
Guru dan komite
sekolah
Selama program
berjalan
6. Pengadaan GPK
Kepala sekolah
SLB NTemang
gung
Selama program
berjalan
121
7. Penggalian Sumber
dana
Pemerintah,
masyarakat
Sekolah dan
komite
Awal dan selama
program berjalan
8. Pencarian
bakat melalui
kegiatan ekstra
Semua
guru dan kepala
sekolah
Orang tua
siswa
Selama
program berjalan
Sumber: hasil wawancara dengan Kepala Sekolah tanggal 18 April
2015
Rencana program dalam implementasi membutuhkan
kerjasama dengan pihak lain. Beberapa rencana
program inklusi di SDN I Mangunsari bekerjasama
dengan komite sekolah, RSJ Magelang, tokoh
masyarakat, Kepala Sekolah SLBN Temanggung, orang
tua siswa. Tujuannya agar rencana program dapat
direalisasi dengan baik. Hal ini sesuai dengan hasil
penelitian yang dilakukan David Jonah Sowalsky Kieval
: “Program Evaluation Of An Inclusion Program At An
Overnight Summer Camp” (2013) hasil penelitian
disimpulkan: bahwa rencana evaluasi sudah layak,
evaluasi berguna bagi siswa dan stakeholder dan
diadakan pengembangan lanjutan dengan
diimplementasikannya karena dianggap telah berhasil
dilakukan, dan umpan balik dari siswa dan pemangku
kepentingan.
122
4.3.3. Komponen Proses Program Pendidikan Inklusi
Pada komponen proses pelaksanaan pendidikan
inklusi di SDN I Mangunsari sudah sesuai dengan
pedoman pelaksanaan inklusi. Hal sesuai dengan
pendapat Stainback dan Stainback (dalam Budiyanto
2010:3) mengemukakan bahwa sekolah inklusi adalah
sekolah yang menampung semua siswa di dalam kelas
dengan situasi yang sama. Sekolah tersebut
menyediakan dan memberi pelayanan pendidikan
secara layak, memberi tantangan, tetapi disesuaikan
dengan kebutuhan dan kemampuan setiap diri siswa.
Selebihnya, sekolah secara inklusi merupakan tempat
setiap anak bisa diterima dilingkungan, menjadi bagian
anggota kelas tersebut, dan saling membantu dengan
guru dan teman-temannya, maupun lapisan
masyarakat supaya kebutuhan individualnya dapat
terpenuhi.
Berdasarkan hasil temuan proses pengelolaan
pendidikan inklusi I SDN I Mangunsari Kecamatan
Ngadirejo Kabupaten Temanggung terlaksana secara
baik dan benar dapat meningkatkan produktifitas
potensi anak berkebutuhan khusus. Pengelolaan
penyelenggaraan pendidikan inklusi terdiri dari kepala
sekolah, guru kelas, guru mata pelajaran, orang tua
siswa, dan komite sekolah. Hasil penelitan ini sudah
sesuai dengan mekanisme pendirian sekolah inklusi
berdasarkan Kemendiknas 2013: 41 yaitu kesiapan
sekolah untuk menyelenggarakan program pendidikan
inklusif ( kepala sekolah, komite sekolah, guru, peserta
123
didik, dan orang tua). Dilihat dari team pengelola
pendidikan inklusi terdiri dari empat unsur. Pertama
unsur Kepala Sekolah sebagai seorang manajer
pendidikan, guru sebagai unsur ketenagaan,
sedangkan komite sekolah dan orang tua sebagai unsur
peran masyarakat.
Hasil penelitian proses identifikasi ABK dengan
hasil tes psikologi di rumah sakit jiwa Magelang sudah
sesuai dengan pedoman Depdiknas, 2007:1 dalam
penelitan Gusti Nono Haryono menyatakan bahwa
dalam mengidentifikasi ABK fisik , mental, intelektual,
social dan emosi. Jenis kelainan yang ditemukan di
SDN I Mangunsari yaitu slowleaner, ADHD atau
hiperaktif dan tuna ganda (tunadaksa dan slowleaner)
hal tersebut sudah sesuai dengan Kemendikbud
2013:19 yaitu peserta didik di sekolah inklusi terdiri
atas a). peserta didik pada umumnya yaitu peserta
didik yang selama ini dikategorikan “normal/biasa” dan
b) peserta didik dengan kebutuhan khusus yaitu
peserta didik yang memiliki kelainan fisik, emosional,
mental, sosial, atau memiliki potensi kecerdasan
dan/bakat istimewa. Peserta didik yang dikategorikan
berkebutuhan khusus antara lain: tunanetra,
tunarungu, tunawicara, tunagrahita, tunadaksa, adiktif
lainnya.
Tujuan identifikasi ABK di SDN I Mangunsari
yaitu menetapkan kemampuan awal sebelum mendapat
pelayanan khusus. Hal ini sesuai dengan pendapat
Suyanto dan Mudjito 2012:41 yaitu hasil identifikasi
124
akan ditemukannya anak-anak berkelainan yang perlu
mendapatkan layanan pendidikan khusus melalui
program iklusi.
Berdasarkan hasil temuan proses workshop
penyelenggara pendidikan inklusi di SDN I Mangunsari
telah terlaksana dengan baik. Semua guru mendapat
kesempatan mengikuti workshop di Semarang maupun
di lain tempat misalnya SMPN 4 Temanggung. Hal ini
sesuai dengan Permendiknas No. 70 Tahun 2009
adalah a) Pemerintah Kabupaten/Kota wajib
meningkatkan kompetensi di bidang pendidikan
khusus bagi tenaga pendidik dan tenaga kependidikan
pada satuan pendidikan penyelenggaraan pendidikan
inklusi, b) Pemerintah dan Pemerintah Propinsi
membantu meningkatkan kompetensi di bidang
pendidikan pada satuan pendidikan penyelenggara
pendidikan inklusi.
Modifikasi kurikulum terdapat pada empat
komponen pokok pembelajaran yaitu: tujuan, materi,
proses dan evaluasi. Implikasinya pada kegiatan
rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) yang dibuat
tiap guru. Setiap guru mempelajari standar isi, standar
proses, dan standar penilaian. Implementasi modifikasi
terletak pada empat komponen pokok pembelajaran
yaitu tujuan, materi, proses, dan penilaian.
Penyusunan kurikulum tersebut dibiayai dari APBD I.
Team terdiri dari kepala sekolah, guru kelas, guru mata
pelajaran, komite sekolah, tokoh masyarakat termasuk
bidan desa. Hasil penelitian ini sesuai dengan
125
penelitian yang dilakukan oleh Fitri Nurcahyani (2013)
SDN Mriyunan Sidayu Gresik dengan hasil modifikasi
kurikulum berdampak pada aspek lain.
Temuan hasil penelitian proses sarana dan
prasarana didukung oleh kinerja komite sekolah
dengan mengadakan koordinasi dengan pemerintah
desa. Untuk memenuhi sarpars penyelenggara inklusi
sekolah mendapat bantuan dari pemerintah desa.
Pemenuhan sarpras melalui kegiatan komite
dimaksudkan untuk mencukupi sarpras. di SDN I
Mangunsari agar sarpas dapat terpenuhi. Sarpras di
sekolah tersebut dalam kriteria cukup berarti masih
perlu penambahan. Hal ini sesuai dengan penelitian
Gusti Nono Haryono yang berjudul “Studi Evaluasi
Program Pendidikan Inklusif Bagi Anak Berkebutuhan
Khusus di Sekolah Dasar Kabupaten Pontianak yang
menyatakan bahwa sebagai penyelenggara sudah
sesuai dengan kriteria walaupun sebagaian belum
dimiliki. Padahal menurut Depdiknas menyebutkan
bahwa sarpras umum yang dibutuhkan di sekolah
inklusi relative sama dengan sarpras regular pada
umumnya termasuk minimal memiliki ruang
praktikum/ laboratorium, ruang BP/BK, ruang UKS
dan ruang ibadah (Depdiknas 2009:94)
Temuan hasil penelitian proses pengadaan GPK
di SDN I Mangunsari tidak dapat berjalan dengan baik.
GPK yang dihadirkan dari SDLBN Temanggung hanya
dua kali. Untuk pelayanan ABK tidak dapat optimal
maka peran GPK digantikan oleh guru kelas. Hal ini
126
sesuai dengan kriteria penyelenggaraan inklusi,
sedangkan menurut Depdiknas bahwa sekolah
penyelenggara inklusi diharapkan memiliki guru
pembimbing khusus yang cukup untuk bertugas
mendampingi guru-guru di sekolah inklusif dalam
proses pembelajaran, memberikan pengayaan,
melakukan terapi dan membimbing anak-anak sesuai
kekhususannya (Depdiknas 2007:9).
Temuan penelitian proses pengalian sumber dana
dengan pengajuan proposal ke pemerintah pusat
maupun daerah. Hasil pengajuan proposal dengan
cairnya dana dari Propinsi Jawa tengah lewat BKM
anak berkebutuhan khusus atau inklusi. Hasil ini
dinilai belum memadai untuk menyelenggarakan
pendidikan inklusi, idealnya pendanaan bersumber
pada pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat
PP Nomor 48 tahun 2008 Bab V pasal 51 ayat 2 (dalam
Jurnal Gusti Nono Haryono:2013). Berdasar peraturan
tersebut seharusnya pemerintah, pemerintah daerah,
dan masyarakat memberi konstribusi terhadap
pembiayaan pendidikan inklusi.
efektif.
4.23.4 Komponen produk Program Pendidikan Inklusi
Pelaksanaan program pendidikan inklusi di
SDN I Mangunsari sesuai dengan pendapat Delphie
(2009:70) layanan anak berkebutuhan khusus terdapat
beberapa modifikasi yang sesuai dengan kebutuhan
antara lain kurikulum, lingkungan fisik sekolah, proses
hubungan sosial di kelas, media mengajar, sistem
127
evaluasi, dan struktur administrasi. Hal ini juga sesuai
dengan pendapat Sukardi (2014:3) bahwa evaluasi
program berkaitan erat dengan suatu program atau
kegiatan pendidikan, termasuk di antaranya tentang
kurikulum, sumber daya manusia, penyelengaraan
program, proyek penelitian dalam suatu lembaga.
Dari hasil komponen produk secara
keseluruhan pelaksanaan program pendidikan inklusi
berjalan dengan baik walaupun masih ada beberapa
yang perlu diperbaiki. Program direncanakan
dilaksanakan dengan baik dan masih ada perbaikan.
Dua komponen program yang perlu diperbaiki yaitu
komponen pengadaan GPK dan pencarian bakat
melalui kegiatan ekstrakulikuler. Pengadaan sarana
dan prasarana perlu ditingkatkan dengan cara
mengadakan pengalian dana baik dari pemerintah
maupun masyarakat. Keberhasilan pelaksanaan
program pendidikan inklusi di SDN I Mangunsari
berkat kerjasama antara kepala sekolah, guru, komite
sekolah, orang tua anak berkebutuhan khusus
maupun orang tua siswa normal. Kebersamaan anak
berkebutuhan khusus dengan siswa normal menjadi
asset pendidikan yang sangat tinggi.
Pernyataan tersebut di atas sesuai dengan
penelitian yang dilakukan oleh Lipsky, Dorothy
Kerzner; Gartner, Alan dengan judul: “The Evaluation of
Inclusive Education Programs” (1995) dengan hasil
penelitian dan evaluasi pada inklusi menunjukkan
kecenderungan yang kuat adanya peningkatan hasil
128
belajar siswa (akademis, perilaku, dan sosial) baik bagi
mahasiswa program pendidikan khusus dan
mahasiswa pendidikan umum. Kunci keberhasilan
program pendidikan inklusi meliputi : kepemimpinan
yang visioner, kolaborasi, penggunaan penilaian,
dukungan tenaga staf, pendanaan mencukupi, orang
tua, dan keterlibatan keluarga serta orang tua yang
efektif. Hal yang paling mendasar pada pelaksanaan
pendidikan inklusi menghasilkan produk siswa yang
dapat membaca, menulis, berhitung, dan hidup
mandiri.
Tabel 4.14
Keterlaksanaan Pendidikan Inklusi di SDN I
Mangunsari
NO Program Keterlaksanaan
Terlaksana tidak
1. Pembentukan Team
pengelola
V
2. Identifikasi ABK V
3. Workshop penyelenggara
inklusi
V
4. Modifikasi kurikulum V
5. Pengadaan Sarana dan
prasarana
V
6. Pengadaan GPK V
7. Penggalian Sumber dana V
8. Pencarian bakat melalui
kegiatan ekstra
V
129
Dari table tersebut di atas dapat dibuat kesimpulan
bahwa kriteria pelaksanaan program pendidikan inklusi
di SDN I Mangunsari termasuk kategori baik. Hal ini
dapat dilihat dari delapan program yang dapat
terlaksana dengan baik enam program dan dua
program masih memerlukan penyempurnaan. Berikut
prosentase keberhasilan:
Prosentase= 6/8 × 100%
= 75%
Top Related