31
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Desa Kunden di Kabupaten Blora
1. Letak Geografik
Desa Kunden adalah suatu kelurahan yang berada dekat dengan kota
Blora. Letak yang strategis dekat dengan alun-alun Blora, pasar, masjid, dan
rumah Bupati, membuat Desa Kunden semakin ramai oleh lalu-lalang
kendaraan seperti halnya angkotan umum dan ojek yang setiap harinya
beroperasi. Transportasi menuju Desa Kunden sangat lancar, karena
berbagai trasnportasi dalam berbagai jenis dapat diakses.
Ada pun desa-desa yang berbatasan dengan desa Kunden, antara
lain yaitu:
Arah Desa
Utara Desa Temurejo
Selatan Kelurahan Mlangsen/ Jetis
Barat Kelurahan Kauman
Timur Kelurahan Tempelan
Tanah di Desa Kunden adalah tanah subur, terbukti dengan warna
tanah yang coklat kehitaman dan air tidak pernah kering serta merupakan
daerah persawahan. Penghasilan masyarakat mayoritas penduduk bermata
pencaharian sebagai petani.
32
Luas seluruh tanah yang ada di desa Kunden adalah 130. 03 hektar ,
yaitu:
a. 42, 24 hektar merupakan lahan persawahan.
b. 18, 08 hektar merupakan tegalan.
c. 41, 03 hektar merupakan lahan pemukiman.
d. 18, 40 hektar lain-lain
2. Kependudukan
Berdasarkan letak geografisnya Desa Kunden memiliki luas daerah
130,03 HA, jumlah penduduk 3098 jiwa, terdiri dari 1516 laki-laki dan
1582 perempuan, yang memiliki ketinggian dari permukaan laut sekitar 30/
250 M. Berikut keterangan desa menurut kelompok umur:
Tabel 1
Jumlah Penduduk
No Usia Penduduk Jumlah
1 00 – 03 thn 107
2 04 – 06 thn 217
3 07 – 09 thn 621
4 010 – 12 thn 146
5 13 – 15 thn 135
6 16 – 19 thn 1791
Jumlah pendidikan penduduk desa Kunden tergolong sedang, hal ini
terlihat minim sekali warga lulusan sarjana atau perguruan tinggi.
33
Tabel II
Taraf Pendidikan
No Sekolah Jumlah
1 TK -
2 SD 312
3 SMP/ SLTP 163
4 SMA/ SLTA 1572
5 Akademi/ D1 – D3 104
6 Sarjana/ S1 – S3 47
7 Pondok Pesantren -
8 Madrasah -
9 Penduduk Agama 8
10 Sekolah Luar Biasa -
11 Kursus Ketrampilan 13
Lembaga Pendidikan di Desa Kunden terdapat 2 SD/MI, 1
SLTP/MTS dan 2 SLTA/MAN namun untuk pendidikan TK di Desa
Kunden tidak tersedia, sehingga untuk pendidikan TK warga Kunden harus
pergi keluar desa misalnya Desa Karang Jati, Jetis dan sebagainya untuk
menyekolahkan putra-putrinya.
Geografis Desa Kunden yang merupakan daerah persawahan
menjadikan sebagian besar penduduk bermata pencaharian sebagai petani.
Mata pencaharian penduduk tampak dalam tabel berikut:
34
Tabel III
Mata Pencaharian
No Jenis Pekerjaan Jumlah
1 Petani 1271
2 Buruh tani 62
3 Buruh industri -
4 Buruh bangunan 30
5 Pedagang 24
6 PNS 379
7 ABRI 11
8 POLRI 10
9 Pensiunan 217
10 Merantau 8
11 Lain-lain -
B. Penyelenggaran dan Pelaksanaan
1. Latar Belakang Penyelenggaraan Upacara Lamporan
Pengertian masyarakat secara umum tentang lampor merupakan suara
makhluk halus yang berarak atau sebagai weweden. (Mangunsuwito, S.A.
2002: 130). Namun berbeda dengan Desa Kunden. Lamporan sendiri berasal
dari kata obor/ oncor yang berasal dari kalangan petani dan peternak di Desa
Kunden. Dengan tradisi ini masyarakat memercayainya sebagai tradisi tolak
bala, maksudnya untuk menghalau hal-hal yang sekiranya merupakan
35
gangguan bagi para petani dan peternak waktu itu. Pencetus diadakannya
tradisi Lamporan ini adalah Ibu Manik yang merupakan anak dari doro Sumo
yang merupakan tokoh masyarakat.
Awalnya Ibu Manik memiliki firasat pada bulan Suro, bahwa Nyi Roro
Kidul akan mengeluarkan setannya untuk mengganggu petani, dan ini akan
mempengaruhi kehidupan dan kesejahteraan masyarakat khususnya di Desa
Kunden. Kekuatiran masyarakat terhadap gangguan roh-roh jahat membuat
masyarakat rutin mengadakan tradisi ini setiap tahunnya, terlebih kepercayaan
masyarakat bahwa Dewi Sri telah dianggap sebagai Dewi Kesuburan yang
dapat menolong masyarakat dari masa-masa pageblug dengan melalui tradisi
ini. Dalam masyarakat Jawa agraris (petani) Dewi Sri digambarkan sebagai
simbol Dewi Kesuburan. Konsep perempuan sebagai simbol kesuburan
berkaitan erat dengan masalah produksi dan reproduksi (Gatot Saksono, Djoko
Dwiyanto, 2012: 80), sehingga menjadikan tradisi ini menjadi budaya
tradisional yang tetap dilestarikan hingga sekarang.
Perlengkapan atau perabotan upacara Lamporan adalah:
a. Peralatan
1) Lampu petromak
Berfungsi sebagai penambah penerangan jalan, hal ini karena rute
kirap mengeliling Desa Kunden juga melewati persawahan yang
gelap dan jauh dari pemukiman desa.
2) Obor/ oncor
Obor/ oncor ini digunakan masyarakat sebagai penerang, selain
36
difungsikan sebagai bagaian dari ritual. Obor sendiri merupakan
lambang cahaya petunjuk kearah kehidupan yang lebih baik.
3) Pecut/ cemeti
Pecut/ cemeti sebagai senjata yang digunakan masyarakat untuk
mengusir roh-roh jahat yang mengganggu. Biasanya pecut ini
digunakan untuk menggembala sapi sebagai pengendali langkah
yang benar, yang dipukul atau disabetkan disepanjang jalan
maksudnya agar sengkolo yang ada di Desa Kunden hilang atau
menyingkir.
4) Barongan
Barong disini sebagai pengawal dari obor dan pecut untuk
menakut-nakuti roh jahat yang ingin datang mengganggu. Hal ini
karena rupa barongan yang menyeramkan menyerupai singa/
gendruwon atau sejenis mahkluk halus dipercayai oleh
masyarakat dapat menaku-nakuti setan atau roh-roh jahat.
5) Gamelan
Gamelan berfungsi sebagai musik pengiring pada saat kirap,
terutama pada saat atraksi di depan rumah Dinas Bupati Blora.
Cara membawanya pun dengan menggunakan sebatang kayu
yang dibebankan pada bahu atau pundak yang dibawa oleh dua
orang dengan posisi depan belakang.
b. Waktu Pelaksanaan
Upacara Lamporan yang rutin dilaksanakan tiap tahunnya
37
oleh masyarakat dilaksanakan pada setiap bulan Suro hari Kamis
Wage, malam Jum’at Legi, yang jatuh pada bulan November,
tanggal 22-11-2012 berdasarkan penggalan Jawa. Masyarakat
beranggapan bahwa hari itu dianggap pas untuk mengadakan ritual.
Hal ini karena malam Jam’at Legi merupakan malam yang sakral
dan cocok untuk melakukan ritual tolak bala. Terlebih suasana
malam Jum’at terasa berbeda dari malam yang lain. Masyarakat
mempercayai bahwa malam Jum’at biasanya waktu dimana roh-roh
jahat datang untuk mengganggu. Dari anggapan tersebut masyarakat
semakin percaya bahwa dengan pelaksanaan tradisi Lamporan ini
dapat terhindar dari hal-hal yang tidak diinginkan, seperti gangguan
roh-roh jahat atau masa pageblug.
Pananggalan Jawa disebut juga kalender Jawa. Kalender
adalah penanggalan yang memuat nama-nama bulan, hari, tanggal
dan hari-hari keagamaan seperti terdapat pada kalender Masehi.
Kalender Jawa mempunyai arti dan fungsi tidak hanya berbagai
petunjuk hari, tanggal dan hari libur atau hari keagamaan, tetapi
menjadi dasar dan ada hubungannya dengan apa yang disebut
Petangan Jazui, yaitu perhitungna baik buruk yang dilukiskan
dalam lambang dan watak sesuatu hari, tanggal, bulan, tahun,
pranata wangsa, wuku dan lain-lainnya.
Nama hari dalam kalender Sultan Agung berasal dari kata-
kata Arab yakni ahad, Isnain, tsalasa, arba’a, kbamis, jum’at,
38
sabtu. Nama-nama itu dipakai sejak pergantian kalender Jawa asli
atau kalender saka, menjadi kalender Jawa Sultan Agung yang
nama ilmiahnya Anno Jawaneco. Pergantian kalender itu mulai 1
Suro tahun Alip 1555 yang jatuh pada 1 Muharam 1042, sama
dengan kalender Masehi 8 Juli 1633. Kalender itu merupakan
bukti akulturasi agama Islam dan kebudayaan Jawa yang luar
biasa. (Suwardi Endraswara, 2005: 151-154).
c. Tempat Upacara
Upacara tersebut dilaksanakan di Balai Desa Kunden. Hal ini
dikarenakan tempat tersebut cukup luas dan nyaman untuk ditempati
oleh masyarakat guna melaksanakan tradisi Lamporan setiap
tahunnya.
d. Rute Kirap
Seusai shalat Mahgrib, masyarakat yang sudah berkumpul
untuk mengikuti acara tahunan ini mulai di jalan RA. Kartini (Balai
Desa Kunden) yang dipimpin oleh ketua panitia. Kirap budaya ini
diawali dengan pengaturan barisan yang sudah ditentukan panitia
sebelum memulai kirap keliling desa Kunden.
Dengan melewati persawahan Jln. Agil Kusumodyo II yang
panjang dan gelap tidak membuat para peserta kirap takut, justru
semakin kencang membunyikan pecut. Perjalanan yang panjang usai
melewati Perumda dan Makam Pahlawan tibalah para peserta kirab
di rumah dinas Bupati di alun-alun Utara Blora. Sebelum mencapai
39
finis para peserta kirap singgah sejenak di depan kediaman rumah
dinas Bupati untuk menunjukkan atraksi dari Barongan Guntur Seto.
Waktu hampir tengah malam tidak membuat animo
masyarakat baik dari dalam maupun luar desa yang ingin melihat
tradisi ini berlangsung mengendur, justru masyarakat sangat antusias
sekali, hal ini terbukti dengan begitu banyaknya penonton yang
memenuhi halaman rumah dinas Bupati Blora tersebut. Usai
pertunjukan para peserta kirab melanjutkan perjalannannya menuju
Balai Desa Kunden sebagai akhir dari rute kirab budaya Lamporan.
e. Sesaji
Sesaji merupakan penghubung antara roh-roh nenek moyang
dengan manusia. Karena dengan sesaji para leluhur dapat
mengabulkan doa-doa dan harapan yang diinginkan manusia. Sesaji
juga merupakan persembahan masyarakat Kunden terhadap kepada
leluhur.
Sesaji/ tumpeng dalam masyarakat Kunden bentuknya
kerucut apabila semakin runcing melambangkan pusat keidupan
adalah Tuhan Yang Maha Esa, sehingga yang harus disembah
hanya Tuhan Yanga Maha Esa sebagai pencipta alam semesta.
Bumbu/ lauk dalam tumpeng bermacam-macam, yang masing-
masing merupakan simbol budaya. Simbol-simbol itu dibuat
didasarkan pada analogi dan olah nalar pelaku mistik. Bumbu/
40
lauk dalam tumpeng mampu menggambarkan perjalanan hidup
manusia dari ada menjadi tiada, yakni:
1) Telur: melambangkan (benih) terjadinya manusia,
2) Bumbu megang (gudangan): merupakan cikal bakal (embrio)
manusia,
3) Cambah: benih atau cikal bakal manusia
4) Kacang panjang: dimaksudkan dapat berumur panjang
5) Brambang: tindakan penuh pertimbangan
6) Kangkung: manusia semacam itu tergolong manusia
linangkung (tingkat tinggi)
7) Bayem: hidupnya tentram
8) Lombok abang: melambangkan keberanian
9) Ingkung: tingkah laku manusia dibatasi dengan norma yang
berlaku dalam masyarakat
Pelaksanaan tradisi Lamporan juga mengunakan sesaji atau
tumpeng yang dibawa warga ke balai Desa Kunden untuk didoakan
dan dimakan bersama-sama warga yang hadir dan yang mengikuti
prosesi Lamporan dari awal. Sesaji atau tumpeng dimaknai
masyarakat sebagai hasil berkah dari wujud kepercayaan masyarakat
terhadap Dewi Sri yang telah melindungi pertanian dan peternakan
para warga Kunden.
Sesaji atau tumpeng yang dibawa warga tidak harus mewah
dan mahal, cukup seperlunya saja yang sekiranya pantas untuk
41
disajikan. Umumnya dalam ritual tradisi sesaji atau tumpeng
menggunakan ingkung atau ayam bakar, namun berbeda dengan
tradisi Lamporan. Upacara tradisi Lamporan yang terpenting adalah
ritual tolak bala. Ritual tolak bala ini dilakukan pada sesi kirab
buyadanya.
Prosesi makan Sesaji atau tumpeng dilakukan setelah kirap
budaya Lamporan. Warga yang mengikuti pelaksanaan Lamporan
sangat antusias untuk mengikuti acara makan sesaji atau tumpeng
bersama dengan warga yang lain. Moden membaca doa agar apa
yang dilakukan dalam pelaksanaan tradisi Lamporan ini dapat
menjadi berkah dan keselamatan bagi para warga Kunden. Usai sesi
doa, warga langsung memilih dan memakan sesaji atau tumpeng
yang disukai. Suasana kebersamaan makan bersama semakin
menambah kenikmatan warga.
Menurut Clifford Geertz dalam The Religion of Java,
upacara dengan membuat sesaji (sajen) memang ada dalam tiap
upacara orang Jawa. Koenjtaraningrat dengan mengutip J. Van Baal,
ahli antropologi Belanda, mengatakan bahwa suatu sedekah adalah
suatu pemberian, dan bahwa suatu pemberian terutama merupakan
cara untuk berkomunikasi simbolis dan untuk berpartisipasi dalam
kehidupan serta pekerjaan dari orang yang diberi, dan bukan hanya
merupakan cara untuk memuaskan hubungan fisik seseorang untuk
“menyuap” atau untuk mengembalikan suatu jasa. Oleh karena itu
42
sebagai suatu pemberian, sedekah merupakan alat untuk
berkomunikasi secara simbolik dengan makhluk-makhluk halus di
dunia gaib.
Selametan adalah upacara sedekah makanan dan doa
bersama yang bertujuan untuk memohon keselamatan dan
ketentraman. (Purwadi, 2005: 22). Selametan dimaksudkan untuk
memuaskan roh-roh (setempat) bagi, terutama, penduduk desa yang
mayoritas adalah petani. Roh-roh yang terpuaskan tidak akan
mengganggu ketentraman atau agar tidak menimbulkan apa-apa.
Para santri tentu saja tidak mempercayai hal ini, tetapi juga tidak
menolaknya. Ia tidak menolak karena dalam selametan tidak hanya
menggunakan aspek mistis, tetapi juga satuan sosial para pesertanya.
Peserta selametan tidak terikat pada kepercayaan agamiah tertentu.
Semua tetangga dekat, apa pun agama dan kepercayaannya,
diundang. (Sukarno, Gatot, Djoko Dwiyanto, 2012: 93-95).
2. Pelaksanaan Upacara Tradisi Lamporan
Kepercayaan masyarakat akan adanya roh jahat yang akan
mengganggu desa membuat tradisi Lamporan ini rutin diadakan setiap
tahunnya. Hal ini karena tradisi Lamporan dipercaya dapat menghalau
roh-roh jahat yang akan datang untuk mengganggu desa. Dalam wujud
tradisi ini, masyarakat mempercayai bahwa hasil pertanian akan subur
dan masyarakat akan menjadi makmur seperti yang diharapkan.
43
Gangguan makhluk gaib atau lelembut ini akan hilang seiring dengan
tradisi Lamporan dilaksanakan oleh warga setempat.
a. Tahap persiapan Lamporan
Adapun persiapan yang dilakukan dalam tradisi Lamporan yaitu:
1) Musyawarah Untuk Mufakat
Dalam proses ini, masyarakat bersama-sama bertemu
untuk membicarakan/ musyawarah pembentukan panitia beserta
perangkat desa sehubung dengan pengadaan tradisi yang akan
dilakukan tahun ini. Dalam keputusan musyawarah telah
diperoleh keputusan bersama dalam pemilihan ketua panitia
untuk memimpin jalannya upacara tradisi Lamporan tersebut
beserta anggota-anggota jajarannya.
2) Gotong- royong
Kerja sama dan saling melengkapi menjadi pokok
dalam suatu ritual tradisi. Khususnya dalam masyarakat desa
gotong-royong masih dianggap perlu dan penting untuk saling
menolong dalam menyelesaikan sebuah pekerjaan.
Dalam kaitannya dengan tradisi Lamporan, gotong-
royong nampak sebelum acara dimulai, yaitu saat para panitia
bergotong- royong mempersiapkan segala keperluan mulai dari
menyiapkan meja kursi didalam balai Desa Kunden yang
digunakan sewaktu prosesi makan sesaji atau tumpeng bersama
warga seusai kirap budaya tradisi Lamporan selesai. Selain itu
44
juga mempersiapkan panggung hiburan dari atraksi barongan
Sekar Joyo bersama dengan jasa sewa panggung. Lampu
sebagai penerang juga dipasang secara rapi agar pencahayaan
dalam tradisi berjalan secara maksimal dan lancar.
b. Tahap pelaksanaan
Tradisi merupakan suatu warisan budaya lokal yang
selalu diwariskan dari generasi ke generasi berikutnya. Hal ini
nampak pada masyarakat di Desa Kunden yang selalu rutin
melakukan tradisi upacara Lamporan pada setiap bulan Suro.
Tradisi ini yang telah diadakan pada tangal 22 November 2012
tepatnya pada hari Kamis Legi, malam Jum’at Pahing.
Penyambutan tradisi Lamporan ini diwarnai animo
masyarakat yang positif. Terlebih pada anak-anak yang sering
kali turut memeriahkan tradisi tersebut hingga tengah malam,
namun tak luput dari pantauan orang tua yang juga turun ikut
menyaksikan walaupun dari kejauhan. Pada umumnya peserta
Lamporan biasanya banyak diikuti oleh penggembala ternak
(cah anggon) karena pengembala ini dianggap mempunyai
kelebihan/ kekebalan dari penyakit, panas, hujan, binatang buas,
dan gangguan makhluk halus, bahkan ada yang percaya
ludahnya penggembala (cah angon) dapat menyembuhkan orang
sakit. Selain itu juga diikuti pengirim Lamporan (masyarakat
yang telah membawa ambeng/tumpeng) dan sesepuh pinisipuh.
45
Dalam pelaksanaan tradisi Lamporan, masyarakat sangat
antusias sekali untuk ikut dalam prosesnya secara langsung.
Mulai dari berkumpul diarea depan kelurahan sambil membawa
obor ataupun pecut yang telah disediakan oleh panitia sebelum
dilanjutkan berkeliling di Desa Kunden bersama warga yang
lain.
Prosesi tradisi ini dianggap sebagai ritual tolak bala
pengusiran roh-roh jahat yang datang mengganggu. Khususnya
untuk para petani yang khawatir akan adanya wabah penyakit
seperti hama dan musim yang tidak mendukung dalam proses
pertanian. Hal ini membuat masyarakat percaya dengan
pelaksanaan tradisi upacara Lamporan ini membuat pertanian
aman dari gangguan dan hasil panen memuaskan, selain itu juga
meningkatkan perekonomian dan kemakmuran masyarakat di
Desa Kunden.
Dalam prosesi ini setiap RT membawa 1 buah
tumpengan untuk dibawa ke balai desa. Pembuatannya biasanya
dalam setiap RT mengadakan iuran. Hal ini tergantung
kesepakatan bersama. Pada setiap RT ada yang warganya iuran
uang seiklasnya untuk pembuatan tumpeng, namun ada juga
yang berupa bahan pokok yang akan dimasak oleh perwakilan
warganya atau bahkan makanan yang sudah diolah. Di Desa
Kunden terdapat 13 RT sehingga tumpeng atau makanan yang
46
tersedia cukup banyak, hal ini semakin membuat masyarakat
tergiur untuk mengikuti acara tradisi upacara Lamporan ini agar
dapat menikmati hidangan/ tumpeng yang sudah disediakan
warga.
Pelaksanaan tradisi upacara Lamporan dimulai seusai
Shalat Mahgrib sekitar pukul 06.30. Masyarakat Kunden
beranggapan bahwa waktu tersebut diangap keluarnya
gangguan, baik dari roh halus maupun yang bisa dilihat manusia
(hama) yang akan mengganggu manusia dalam pertanian.
Persiapan diawali dengan mengumpulkan tumpeng di Balai
Desa Kunden selajutnya barulah panitia memulai acaranya.
Pembawa acara mengumumkan urut-urutan barisan pada
saat akan melakukan kirap budaya atau keliling di kelurahan
Kunden. Pertama yaitu dua orang yang membawa lampu
petromak maksudnya untuk penerangan jalan, hal ini karena rute
kirap budaya atau keliling Desa Kunden melewati area
persawahan yang jauh dari pemukiman penduduk, selanjutnya
barisan sepanduk yang bertuliskan “Kirap Budaya Lamporan
Assyuro’ 1434 H Kelurahan Kunden”. Berikutnya adalah dua
panitia Lamporan yaitu Ketua dan sekertaris yang bertugas
sebagai pemandu rute kirap budaya atau keliling Desa Kunden
dan barisan berikutnya Barongan Risang Guntur Seto. Barongan
ini fungsi utamanya adalah sebagai pengamal atau weweden
47
dalam kirap budaya Lamporan tersebut, maksudnya untuk
mengusiran roh-roh jahat yang hendak masuk untuk
mengganggu akan dihalau oleh sosok barongan tersebut.
Dengan doa-doa khusus yang dipanjatkan sewaktu kirap budaya
Lamporan dimulai dengan harapan agar tradisi ini berjalan
lancar dan terhindar dari segala macam gangguan roh-roh jahat.
Berikutnya adalah barisan pecut dan obor. Jumlah obor
dan pecut yang dibawa dalam kirap budaya Lamporan ini
ditentukan masing-masing sejumlah 40 buah. Angka 40 buah
terkait filisofi siklus kelahiran manusia. Ibaratnya berasal dari
selama proses membentukan darah dalam 40 hari pertama, fase
berikutnya menjadi segumpal daging di 40 hari berikutnya,
sampai fase dimana bakal janin mendapatkan roh di 40 hari
berikutnya.
Obor merupakan lambang cahaya petunjuk ke arah
kehidupan yang lebih baik. Pecut difungsikan sebagai
pengendali langkah ke arah yang benar. Seiring dengan
perubahan jaman jumlahnya Obor dan pecut semakin
bertambah, kurang lebih tedapat 100 buah, hal ini karena animo
masyarakat yang besar dalam kirap budaya Lamporan tersebut.
Barisan berikutnya adalah warga dari RT dan RW Desa Kunden
yang ikut memeriahkan dalam kirap Lamporan malam itu.
48
Barongan Ungkoro Jati menjadi yang terakhir dalam barisan.
Usai penataan barisan, acara kirap Lamporan siap dimulai.
Kirap mulai di jalan RA. Kartini (Balai Desa Kunden), Jln.
Gunung Wilis. Jln. Agil Kusumodyo II (lewat sawah), Jln. Mustika
Raya/ Perumda, Jln. Sonorejo, Jln. Taman Makam Pahlawan, Jln.
Tentara Pelajar, Jln. Alun-alun Utara (atraksi di depan Rumah
Dinas Bupati), Jln. RA. Kartini, Jln. Abu Umar, Jln. Agil
Kusumodyo, Jln. Gunung welis, Jln. RA. Kartini (finis depan Balai
Desa Kunden).
Usai kirap masyarakat yang kelelahan setelah menempuh
jarak yang kurang lebih 3 Km itu sangat antusias mengikuti acara
selanjutnya yaitu makan tumpeng bersama di Balai Desa Kunden.
Banyaknya orang yang tak sabar menunggu baik dari anak-anak
maupun orang dewasa untuk segera menikmati makan tumpeng
yang sudah tersedia.
Di Balai Desa Kunden masyarakat berkumpul dengan tertib
mendengarkan doa yang dibacakan oleh Moden selaku pembaca
doa. Usai moden menbacakan doa, langsung saja semua orang
yang berkumpul di Balai Desa Kunden berkerumunan untuk
memakan tumpeng dan memilih-milih hidangan yang disukai.
Tidak ada rasa malu atau pun canggung, yang ada hanya rasa
kebersamaan diantara para masyarakat yang ikut mengikutinya.
Susunan acara sebagai berukut:
49
1) Sambutan Ketua Panitia
Sambutan dari ketua panita yang intinya mengucapkan terimakasih
atas segelap kinerja panitia yang sudah bekerja keras dalam
penyelenggakan tradisi Lamporan tersebut dan masyarakat yang
terlibat serta tamu undangan yang datang untuk turut memeriahkan
acara.
2) Sambutan oleh Kepala Desa
Pembukaan dilakukan oleh Kepala Desa yang berterimakasih
kepada panitia penyelenggara beserta tamu undangan yang datang
dan seluruh warga masyarakat yang hadir. Dan berharap ditahun-
tahun berikutnya tradisi Lamporan terus dilaksanakan dari
generasi-kegenerasi.
3) Kirap Lamporan Berkeliling Desa
Dalam kirap ini merupakan acara inti dari tradisi Lamporan, para
masyarakat pun yang telah mempersiapkan diri dengan peralatan
sudah siap berbaris untuk mengadakan kirap keliling Desa
Kunden. Yang diawali dan akhiri di Balai Desa Kunden. Namun
sebelum finis, masyarakat berhenti sejenak di depan rumah Dinas
Bupati Blora untuk melaksanakan pertunjukan barongan Risang
Guntur Seto yang ditabuhi gamelan. Pertunjukan ini pun banyak
disaksikan warga dari beberapa daerah, untuk melihat atraksi
barongan sebagai wujud pelestarian budaya.
4) Sambutan oleh perwakilan LKMD (didepan rumah dinas Bupati)
50
Sambutan yang diberikan intinya sangat berteimakasih atas semua
yang terlibat dalam tradisi Lamporan ini. Terutam pada
masyarakat yang masih melakukan tradisi Lamporan secara turun-
temurun dan menjadikan tradisi Lamporan menjadi budaya lokal
kota Blora.
5) Pembacaan Doa oleh Moden
Pembaca doa memiliki tugas yang sangat penting, hal ini karena
dalam doa yang dibacakan berisikan permohonan dan permintaan
yang mulia agar lahan pertanian terhindar dari hama dan wabah
penyakit atau pageblug (sulit sandang pangan). Sehingga
kehidupan perekonomian di Desa Kunden berjalan dengan baik
dan kesejahteraan masyarakat terjamin dengan hasil panen yang
melimpah. Pembacaan doa dipimpin oleh moden dengan bahasa
Arab yaitu surat Al Fatihah, Doa Sapu Jagad dan Doa Selamat.
6) Istirahat/ makan bersama
Usai doa bersama masyarakat yang turut mengikuti kirap sangat
bersemangat menikmati tumpeng yang telah disiapkan oleh
masing-masing RT tersebut. Usai makan dan istirahat acara
dilanjutkan dengan hiburan kesenian Barongan Sekar Joyo.
7) Hiburan
Hiburan yang disuguhkan adalah atraksi dari barongan Sekar Joyo
yang dimana juga merupakan kesenian asal Desa Kunden. Dengan
pertunjukan ini masyarakat Kunden khususnya sangat berharap
51
dapat melestarikan budaya kesenian asli Kunden dan menjadikan
kesenian barong menjadi ciri khas kota Blora.
C. Makna Tradisi Lamporan
1. Makna Tradisi Lamporan dalam bidang religi/ agama
Masyarakat kuno atau masyarakat Jawa pada dasarnya merupakan
orang yang percaya akan roh-roh nenek moyang. Hal ini juga dipercayai
oleh masyarakat Kunden.
Makna adalah arti atau maksud dari sesuatu kata.
(Poerwadarminta, W. J. S. 1976: 624). Pada hakekatnya unsur
kebudayaan yang disebut religi adalah amat komplek, dan berkembang
atas berbagai tempat di dunia. Semua manusia tahu bahwa akan adanya
suatu alam dunia yang tak nampak, yang ada di luar batas pancaindranya
dan diluar batas akal. Dunia supranatural menurut kepercayaan manusia
adalah dunia gaib yang memiliki kekuatan yang sehingga ditakuti
manusia. (Koentjaraningrat, 1977: 228-229).
Kepercayaan adanya roh-roh jahat yang akan datang mengganggu
membuat masyarakat Kunden melestarikan budaya leluhur terdahulu
yang percaya dengan mengadakan ritual dapat mengusir roh-roh jahat.
Masyarakat Kunden sendiri menjadikan tradisi Lamporan sebagai wujud
nyata ritual tolak bala. Kecenderungan pelaksanan tradisi ini merupakan
bagian suatu tradisi yang wajib dilaksanakan setiap tahunnya yang
merupakan warisan dari leluhur terdahulu.
52
Masyarakat Kunden sendiri mayoritas beragam Islam, dalam
pelaksanaan tradisi masyarakat tidak membeda-bedakan satu dengan
yang lannya. Justru dengan pelaksanaan tradisi ini masyarakat
memanfaatkannya untuk silahturahmi antar warga guna menjaga
hubungan antar tetangga.
2. Makna Tradisi Lamporan dalam bidang sosial
Desa Kunden merupakan masyarakat yang cukup padat
penduduknya. Setiap tahunnya banyak penduduk yang datang dan pergi,
sehingga banyak warga yang tidak saling mengenal satu dengan yang
lain. Kependudukan yang semakin meningkat membuat masyarakat
menjadi sulit membedakan mana yang warga asli ataupun pendatang.
Manusia adalah makhluk individu sekaligus makhluk sosial yang
hidup di dalam lingkungan alam. Dalam kaitannya dengan pembicaran
tentang kebudayaan manusia dipandang sebagai makhluk sosial. (Suwaji
Bostami, 1992: 4). Maka dengan pelaksanaan tradisi Lamporan dapat
membuat masyarakat yang tadinya tidak saling mengenal menjadi tahu
satu sama lain. Mengenal dan berkumpul dalam tradisi Lamporan ini
menambah nilai kerukunan dan solidaritas dalam masyarakat sebagai
wujud makhluk sosial.
Tradisi Lamporan membuktikan bahwa selain untuk tujuan tolak
bala juga sebagai pemersatu kekerabatan antar warga untuk menjalin
suatu hubungan sosial. Masyarakat pun menjadi semakin disatukan
53
dalam pelaksanakan tradisi Lamporan ini, karena dalam tradisi ini
persaudaraan antar masyarakat terjalin dengan sangat baik.
3. Makna Tradisi Lamporan dalam bidang ekonomi
Tradisi Laporan setiap tahun rutin diadakan dan dimanfaatkan
masyarakat Kunden sebagai bentuk tolak bala. Ritual tradisi Lamporan
bertujuan agar roh-roh jahat tidak akan datang menggangu dan mata
pencaharian masyarakat akan stabil. Hal ini karena mata pencaharian
masyarakat sebagian besar warga Kunden adalah petani. Para petani di
masyarakat Kunden sangat berharap dengan adanya tradisi Lamporan ini
pertanian akan subur dan hasil panen melimpah dan terhindar dari
pageblug.
Dalam artikelnya yang berjudul The Dynamics of Religious
Economies, Roger Finke dan Rodney Stark menjelaskan bahwa frase
ekonomi religius tersebut berarti suatu subsistem yang mengandung seluruh
aktivitas religius yang berlangsung dalam masyarakat apapun, sekumpulan
dari satu atau lebih organisasi yang mencoba untuk menarik atau
mempertahankan pengikut-pengikut, dan kultur religius yang ditawarkan
oleh organisasi. (http://muhammadsaingblog.blogspot.com/2011/10/teori-
ekonomi-religius-rodney-stark-dan.html).
Kepercayaan masyarakat terhadap Dewi Sri sebagai yang
digambarkan sebagai simbol Dewi Kesuburan, membuat tradisi
Lamporan semakin diminati sebagai ritual tolak bala untuk pengusiran
roh-roh jahat. Pelaksanaan ritual Lamporan ini membuat masyarakat
54
menjadi tenang karena terhindar dari segala gangguan roh-roh jahat baik
yang tidak nampak ataupun yang nampak yang berupa hama pertanian.
Harapan masyarakat dalam pelaksanaan tradisi Lamporan sangat
besar, hal ini nampak pada animo masyarakat yang datang untuk
mengikutinya secara langsung. Besarya harapan masyarakat akan hasil
panen yang melimpah terhadap pelaksanaan tradisi Lamporan membuat
ritual tradisi ini menjadi semakin hikmat dan sakral. Dengan demikian
adanya tradisi Lamporan, khususnya bagi masyarakat Desa Kunden
mempunyai peranan yang besar dalam menunjang perekonomian.
4. Makna tradisi Lamporan dalam bidang pendidikan
Pelaksanaan tradisi Lamporan sendiri banyak menarik perhatian
tidak hanya dari Desa Kunden tetapi juga dari luar desa lainnya.
Masyarakat yang datang pun dari berbagai kalangan. Tidak hanya dari
kalangan orang dewasa atau orang yang sudah bekerja saja, namun tak
sedikit juga para pelajar yang datang untuk sekedar menyaksikan saat
acara berlangsung.
Begitu banyaknya masyarakat dari berbagai kalangan membuat
tradisi Lamporan menjadi semakin dikenal. Hal itu membuat masyarakat
terdorong untuk ikut melestarikan budaya lokal yang merupakan ciri khas
Desa Kunden di Kabupaten Blora.
Menurut Koenjtraningrat (1974: 19) mendefinisikan kebudayaan
sebuah keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia
dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia
55
dengan belajar. Maka para pelajar yang datang dalam pelaksanaan tradisi
Lamporan dapat menjadikan tradisi ini masukan dalam mata pelajaran
IPS khususnya sejarah mengenai kebudayaan lokal. Dengan begitu
masyarakat dan para pelajar dapat memahami nilai-nilai kerukunan dan
solidaritas dalam meningakatkan persatuan antar warga Kunden.
D. Pergeseran Makna
1. Pergeseran dalam bidang religi
Dahulunya masyarakat percaya dengan mengadakan suatu ritual
akan membuat para leluhur menjaga desa dari segala macam roh-roh
jahat yang akan datang untuk mengganggu. Namun pemujaan kepada
arwah nenek moyang, pada saat ini berubah menjadi penghormatan dan
mendoakan arwah nenek moyang yang meninggal dunia. Hal ini
nampak dalam ritual tradisi Lamporan dimana dalam tradisi tersebut
dahulunya menggunakan kemenyan yang dapat pemanggilan roh-roh
nenek moyang sembari mengucapkan doa-doa permohonan. Tujuannya
untuk meminta keamanan, ketentraman dan terhindar dari roh-roh jahat
yang akan datang mengganggu. Namun setelah masyarakat Desa
Kunden mengenal agama penggunaan kemenyan ditiadakan, hal ini
sesuai dengan ajaran agama bahwa meminta/ memohon sesuatu
terhadap benda atau mahkluk halus merupakan perbuatan syirik, dan itu
tidak diperbolehkan.
56
Religi/ agama dalam kepercayaan masyarakat Kunden sangat
berpengaruh penting dalam kehidupan. Hal ini bukan semata tidak
mengahargai warisan leluhur terdahulu dalam pelaksanaan tradisi
Lamporan, melainkan pengaruh agama Islam yang kuat bahwa tiada
yang lain selain Allah untuk disembah.
2. Pergeseran dalam bidang perlengkapan
Awal mulanya obor dan pecut dalam pelaksanaan tradisi
Lamporan masing-masing berjumlah 40 buah. Seiring dengan
perubahan jaman jumlah Obor dan pecut semakin bertambah, kurang
lebih tedapat 100 buah, hal ini karena masyarakat percaya dengan
angka 100 yang disimbolkan sebagai kesempurnaan yang dimiliki
Tuhan Sang Maha Pencipta, merupakan wujud dari masyarakat yang
sudah mengenal agama.
Masyarakat yang mayoritas beragama Islam tidak
menghilangkan kesakralan dalam pelaksanaan tradisi Lamporan. Justru
dengan tradisi Lamporan menjadikan wujud nyata dalam torelansi
beragama. Tradisi Lamporan sendiri membuat kalangan masyarakat
menjadi sadar akan pentingnya untuk saling menghargai dan
menghormati terhadap sesama manusia.
Dalam tradisi Lamporan dahulunya juga tidak menggunakan
barongan. Hal ini dikarenakan Desa Kunden sendiri memiliki dua sanggar
kesenian barong yang cukup terkenal, sehingga inisiatif warga untuk
menambahkan unsur seni sebagai wujud pelentarian kesenian budaya agar
57
tidak punah. Maka kesenian barongan diikut sertakan dalam ritual tradisi
Lamporan. Keikut sertaan barongan dalam kirap budaya tradisi Lamporan
ini bukan sebagai bentuk dari hiburan, melainkan juga bagaian dari ritual
tolak bala, yaitu sebagai pengawal yang dapat menakut-nakuti gendrowon
atau makhluk halus yang akan datang mengganggu. Meski pada akhir
acara juga ada hiburan dari aksi barongan Sekar Joyo. Dengan adanya
pertunjukan kesenian barongan ini ritual tradisi Lamporan bercampur
antara adat dan seni.
Top Related