BAB III
PERANCANGAN DAN ANALISA DALAM KONTRAK
A. Pengertian Kontrak
Mengenai ketentuan tentang kontrak telah diatur di dalam Buku III KUH
Perdata yang berkaitan dengan Perikatan. Perkataan perikatan (verbintenis)
mempunyai arti yang lebih luas dari perkataan perjanjian. Dalam Buku III juga
diatur tentang hubungan hukum yang sama sekali sekali tidak bersumber kepada
suatu persetujuan atau perjanjian. Pada umumnya Buku III mengatur tentang
perikatan-perikatan yang timbul dari persetujuan atau perjanjian. Istlah Hukum
Perikatan, terdiri dari dua golongan besar, yaitu, hukum perikatan yang berasal
dari undang-undang dan hukum perikatan yang berasal dari perjanjian.
Menurut Subekti perikatan berisi hukum perjanjian, perikatan merupakan suatu
pengertian yang abstrak, sedangkan suatu perjanjian adalah suatu peristiwa hukum
yang konkrit.27
Istilah Perjanjian dalam hukum perjanjian merupakan kesepadanan dari
istilah overeenkomst dalam bahasa Belanda, atau contract dalam bahasa Inggris.
28
27 Subekti, Pokok Pokok Hukum Perdata, Intrmasa Cetakan ke-XXXII, Jakarta, 2005. hal. 122 28 Munir Fuady, Op.Cit. hal. 2.
Hukum perikatan dalam Buku ke-III KUHPerdata mencakup semua bentuk
perikatan dan juga termasuk ikatan hukum yang berasal dari perjanjian, maka
istilah hukum perjanjian hanya sebagai pengaturan tentang ikatan hukum yang
terbit dari perjanjian saja.
Universitas Sumatera Utara
Istilah kontrak berasal dari bahasa Inggris, yaitu contract, sementara
dalam bahasa Belanda disebut dengan, overeenkomst yang diterjemahkan dengan
istilah perjanjian sebagaimana yang disebutkan dalam pasal 1313 KUHPerdata.
Sedangkan istilah kontrak dalam bahasa Indonesia sudah lama ada dan bukanlah
merupakan istilah yang asing, seperti istilah kontrak kerja, buruh kontrak, atau
juga istilah kebebasan berkontrak. Kontrak adalah suatu kesepakatan yang
diperjanjikan (promissory agreement) diantara dua atau lebih pihak yang dapat
menimbulkan atau menghilangkan hubungan hukum.
Perbedaan pengertian antara kontrak dengan perjanjian dapat dilihat dari
bentuk dibuatnya suatu perjanjian, dimana tidak semua perjanjian dibuat secara
tertulis, karena perjanjian dapat berupa lisan maupun tulisan, sehingga perjanjian
yang dibuat secara tertulis disebut kontrak. Kontrak dalam pelaksanaan selalu
dibuat dalam keadaan tertulis, dan harus memenuhi syarat-syarat sahnya suatu
perjanjian. Dan syarat-sayarat sahnya perjanjian juga berlaku dalam membuatan
kontrak.
B. Jenis-jenis Kontrak
Para ahli di bidang kontrak tidak ada kesatuan pandangan tentang
pembagian kontrak. Masing-masing mempunyai pandangan yang berbeda antara
satu dengan yang lainnya. Ada ahli yang mengkajinya dari sumber hukumnya,
namanya, bentuknya, aspek kewajibannya, maupun aspek larangannya.
Universitas Sumatera Utara
Berikut ini jenis-jenis kontrak berdasarkan pembagian di atas.
1. Kontrak menurut Sumbernya
Kontrak berdasarkan sumber hukumnya merupakan penggolongan
kontrak yang didasarkan tempat kontrak itu ditemukan.
Menurut Sudikno Mertokusumo, dikutip oleh Salim HS menggolongkan kontrak tersebut menjadi 5 macam, yaitu:29
a. Perjanjian yang bersumber dari hukum keluarga, seperti perkawinan
b. Perjanjian yang bersumber dari kebendaan, seperti peralihan hak milik atas benda
c. Perjanjian obligatoir, yaitu perjanjian yang menimbulkan kewajiban d. Perjanjian yang bersumber dari hukum acara atau yang disebut dengan
bewijsovereenkomst e. Perjanjianyang bersumber dari hukum publik yang disebut dengan
publieckrechtelijkeovereemkomst.
2. Kontrak menurut Namanya
Penggolongan ini didasarkan pada nama perjanjian yang tercantun di
dalam Pasal 1319 KUH Perdata yang hanya disebutkan dua macam kontrak
menurut namanya, yaitu kontrak nominaat (bernama) dan kontrak innominaat
(tidak bernama).
3. Kontrak menurut Bentuknya
Di dalam KUH Perdata, tidak disebutkan secara sistematis tentang
bentuk kontrak, namun apbila kita melaah berbagai ketentuan yang tercantum di
dalam KUH Perdata, maka kontrak menurut bentuknya dapat dibagi 2 macam,
yaitu kontrak lisan dan tertulis.
29 Salim HS, Hukum Kontrak, Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak, Mataram, 2002, hal 32.
Universitas Sumatera Utara
Kontrak lisan yaitu kontrak atau perjanjian yang dibuat oleh para pihak
cukup dengan lisan atau dengan kesepakatan para pihak (Pasal 1320 KUH
Perdata). Dengan adanya konsensus itu, maka perjanjian itu telah terjadi.
Termasuk dalam golongan ini adalah perjanjian konsensual dan riil. Dimana
perjanjian konsensual terjadi apabila ada kesepakatan antara para pihak.
Sedangkan perjanjian riil adalah suatu perjanjian yang dibuat dan dilaksanakan
secara nyata.
Kontrak tertulis merupakan kontrak yang dibuat oleh para pihak dalam
bentuk tulisan. Kontrak ini dapat juga dibagi menjadi dua macam, yaitu dalam
bentuk akta di bawah tangan dan akta notaris. Akta dibawah tangan adalah akta
yang cukup dibuat dan ditandatangani oleh para pihak. Sedangkan akta autentik
merupakan akta yang dibuat oleh atau dihadapan notaris.
4. Kontrak Timbal Balik
Penggolongan ini dilihat dari hak dan kewajiban para pihak. Kontrak
timbal balik merupakan perjanjian-perjanjian, dimana kedua belah pihak timbul
hak dan kewajiban-kewajiban pokok. Perjanjian timbal balik ini dibagi menjadi
dua macam, yaitu timbal balik tidak sempurna dan yang sepihak.
Kontrak timbal balik tidak sempurna senantiasa timbul suatu kewajiban
pokok bagi satu pihak, sedangkan lainnya wajib melakukan sesuatu.
Perjanjian sepihak merupakan perjanjian yang selalu timbul kewajiban-
kewajiban hanya bagi satu dari para pihak. Tipe perjanjian ini adalah perjanjian
pinjam mengganti. Pentingnya perbedaan disini adalah dalam rangka pembubaran
perjanjian.
Universitas Sumatera Utara
5. Perjanjian Cuma-Cuma atau dengan Alas Hak yang Membebani
Penggolongan ini didasarkan pada keuntungan salah satu pihak dan
adanya prestasi dari pihak lainnya. Perjanjian cuma-cuma merupakan perjanjian
yang disitu menurut hukumnya hanya timbul keuntungan bagi salah satu pihak,
contohnya; seperti hadiah dan pinjam pakai. Sedangkan perjanjian dengan alas
hak yang membebani merupakan perjanjian disamping prestasi pihak yang satu
senantiasa ada prestasi (kontra) dari pihak lain, yang menurut hukum ada saling
hubungannya.
6. Perjanjian berdasarkan Sifatnya
Penggolongan ini didasarkan pada hak kebendaan dan kewajiban yang
ditimbulkan dari adanya perjanjian tersebut. Perjanjian menurut sifatnya dibagi
menjadi dua macam, yaitu perjanjian kebendaan dan perjanjian obligatoir.
Perjanjian kebendaan adalah suatu perjanjian, dimana ditimbulkan hak
kebendaan diubah, dilenyapkan, hal demekian untuk memenuhi perikatan.
Contohnya perjanjian pembebanan jaminan dan penyerahan hak milik. Sedangkan
perjanjian obligatoir merupakan perjanjian yang menimbulkan kewajiban dari
para pihak.
Disamping itu dikenal juga jenis perjanjian dari sifatnya, yaitu perjanjian
pokok dan perjanjian accesoir. Perjanjian pokok merupakan perjanjian yang
utama, yaitu perjanjian pinjam meminjam uang, baik kepada individu maupun
lembaga perbankan. Sedangkan perjanjian accesoir merupakan perjanjian
tambahan, seperti perjanjian pembebanan hak tanggungan atau fidusia.
Universitas Sumatera Utara
7. Perjanjian dari Aspek Larangannya
Penggolongan perjanjian berdasarkan larangannya merupakan
penggolongan perjanjian dari aspek tidak diperkenankannya para pihak untuk
membuat perjanjian yang bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan dan
ketertiban umum. Ini disebabkan perjanjian itu mengandung praktek monopoli
dan atau persaingan usaha tidak sehat seperti yang terdapat dalam UU No. 5
Tahun 1999.
C. Perancangan dan Analisa Kontrak
Pemahaman tentang hukum kontrak haruslah dapat dikuasai, karena
dalam pembuatan kontrak kepentingan para pihak akan diakomodir dalam suatu
perjanjian yang jelas mempunyai tujuan dan resiko yang tidak diinginkan dapat
timbul dikemudian hari.
Penyusunan kontrak merupakan persoalan tentang perancangan dan
analisa terhadap kepentingan hukum para pihak yang melakukan kesepakatan
sehingga sangatlah diperlukan guna mencapai tujuan kesepakatan tersebut. Setiap
kontrak mempunyai resiko yang berbeda-beda berdasarkan kepentingan para
pihak apabila suatu kontrak tidak disusun sesuai dengan kententuan dan tidak
dilakukan analisa kontrak, karena nantinya akan mengikat para pihak di dalam
perjanjian.
Ada yang mengatakan bahwa merancang kontrak itu tidak gampang,
apalagi yang didraft itu kontrak yang bersifat komersil. Dan ada juga yang
mengatakan bahwa bahasa kontrak itu sangat khas, berbelit-belit dan berulang
ulang. Semuanya itu ada benarnya akan tetapi bukan berarti semua itu sama sekali
Universitas Sumatera Utara
tidak mungkin dilakukan. Asal ada kemauan untuk itu, mestinya tidak ada yang
tidak bisa dilakukan di dunia ini.30
Sedangkan untuk kontrak bisnis internasional harus pula merujuk kepada hukum
kontrak internasional sebagaimana terdapat dalam UNIDROIT Principle Of
International Commercial Contract (2004) dan UN Convention of the
International Sales of Goods (Viennna Convention) atau Konvensi PBB tentang
Kontrak Jual Beli Barang.
Dalam melakukan perancangan kontrak-kontrak dalam bisnis, secara
teoritik harus memahami asas-asas, prinsip-prinsip dan sumber hukum dari
kontrak menurut hukum posistif Indonesia seperti KUH Perdata dan perundangan-
undangan yang berkaitan dengan substansi kontrak.
31
1. Kemahiran menulis dengan menggunakan bahasa hukum yang baik, benar,
tepat dan jelas dengan tetap berpedoman pada tata bahasa Indonesia atau
bahasa Inggris (plain English).
Dalam prakteknya perancangan suatu kontrak haruslah memahami teknik
merancang format dan substansi kontrak.
Dalam merancang suatu kontrak membutuhkan penguasaan kemahiran/skill yang
meliputi :
2. Kemahiran merancang struktur suatu kontrak sesuai dengan karakteristik dari
masing-masing jenis kontrak, sehingga semua kepentingan dari para pihak
beserta seluruh konsekuensi yuridis yang ditimbulkan dari kontrak tersebut
30 Munir Fuady, Hukum Bisnis dalam Teori dan Praktek, Buku KeEmpat, PT.citra Aditya Bakti, Bandung, 2002, Hal.2. 31 Taryana Soenandar, Prinsip-Prinsip UNIDROIT sebagai Sumber Hukum Kontrak dan Penyelesaian Sengketa Bisnis Internasional, Sinar Grafika, Jakarta, 2004, Hal. 36.
Universitas Sumatera Utara
dapat tertampung dengan tetap memperhatikan prinsip-prinsip hukum yang
sifatnya tidak dapat disimpangi (mandatory rules).
Disinilah dibutuhkan penguasaan pengetahuan teoritik hukum kontrak
nasional dan internaional dan aspek bisnis dari jenis transaksi yang bersangkutan
termasuk misalnya aspek-aspek manajerial, finansial dan perpajakan.
Terhadap perancangan dan analisa kontrak mempunyai peranan dalam
menyusun suatu kontrak . Peranan, disebut juga manfaat dari posisi dan tujuan
yang melakukan perancangan dan analisa. Perancangan (contract drafter) adalah
suatu bentuk kegiatan melakukan persiapan pembuatan, penyusunan kontrak yang
dimulai dari pengumpulan bahan-bahan hukum, penafsiran dan menuangkan
keinginan para pihak dalam kontrak. Analisa, atau penelaahan, kajian,
interprestasi, penafsiran terhadap suatu rancangan dengan melakukan pembedahan
rancangan kontrak dengan melihat apakah terpenuhinya syarat-syarat syahnya
kontrak, penerapan azas-azas hukum, ketentuan perundang-undangan yang terkait,
keinginan dan perlindungan hukum terhadap pihak-pihak yang melakukan
perjanjian dalam kontrak.
Dalam penyusunan suatu kontrak, sebelum kontrak ditandatangani untuk
disetujui oleh para pihak yang mengikatkan diri dalam suatu perjanjian, ada suatu
langkah yang mesti dilakukan, yaitu menganalisa kontrak.
Dalam hal melakukan suatu analisa terhadap kontrak dapat dilakukan dalam dua
posisi yang berbeda : ketika dalam posisi melakukan perancangan kontrak
(contract drafter) dan ketika posisi dalam pihak yang menerima hasil rancangan
Universitas Sumatera Utara
kontrak dari pihak yang melakukan contract drafter atau yang membuat
rancangan kontrak.
D. Teori-teori dalam Hukum Kontrak
Dalam penelitian ini teori yang digunakan tentang hukum kontrak adalah
teori Utility sebagai teori inti (grand theory) dan akan didukung oleh teori-teori
lainnya (supporting theory).
a. Grand Theory (Teori Inti)
1. Teori Kepentingan (UtilitarianismeTheory) dari Jeremy Bentham.
Kebebasan berkontrak adalah refleksi dari perkembangan paham pasar
bebas yang dipelopori oleh Adam Smith. Adam Smith dengan teori ekonomi
klasiknya mendasari pemikirannya pada ajaran hukum alam, hal yang sama
menjadi dasar pemikiran Jeremy Bentham yang dikenal dengan utilitarianisme.
Jeremy Bentham dalam bukunya “Introduction to the Morals and Legislation”
berpendapat bahwa hukum bertujuan untuk mewujudkan semata-mata apa yang
berfaedah bagi orang. Menurut Teory Utilitis, tujuan hukum ialah menjamin
adanya kebahagian sebesar-besarnya pada orang sebanyak-banyaknya. Kepastian
melalui hukum bagi perseorangan merupakan tujuan utama dari pada hukum.32
Dalam hal ini pendapat Bentham dititik beratkan pada hal-hal yang berfaedah dan
bersifat umum.33
Peraturan-peraturan yang timbul dari norma hukum (kaedah hukum),
dibuat oleh penguasa negara, isinya mengikat setiap orang dan pelaksanaannya
32 L.J.van Apeldoorn, Pengantar Ilmu Hukum, Pradnya Paramita, Jakarta 1981, hal. 168. 33 C.S.T. Kansil, Pengantar Hukum dan Tata Hukum Indonesia, PN Balai Pustaka, Jakarta, 1983. hal.42.
Universitas Sumatera Utara
dapat dipertahankan dengan segala paksaan oleh alat-alat negara. Keistimewaan
dari norma hukum justru terletak dalam sifatnya yang memaksa, dengan sanksinya
berupa ancaman hukuman.34
Bahwa undang-undang adalah keputusan kehendak dari satu pihak; perjanjian,
keputusan kehendak dari dua pihak; dengan kata lain, bahwa orang terikat pada
perjanjian berdasar atas kehendaknya sendiri, pada undang-undang terlepas dari
kehendaknya.
35
Dikatakan Krabbe: “aldus moet ook van recht de heerscappij gezocht worden in de reactie van het rechtsgevoel, en ligt dus het gezag niet buiten maar in den mens”, kurang lebih artinya, ”demikian halnya dengan kekuasan hukum yang harus kami cari dari dalam reaksi perasaan hukum; jadi, kekuasaan hukum itu tidak terletak diluar manusia tetapi didalam manusia”. Hukum berdaulat yaitu diatas segala sesuatu, termasuk Negara. Oleh karena itu menurut Krabbe negara yang baik adalah negara hukum (rechtstaat), tiap tindakan Negara harus dapat dipertanggungjawabkan kepada hukum.
2. Teori Kedaulatan Hukum dari Krabbe
36
Teori ini didasarkan kepada pemikiran dari Scoott J. Burham yang
mendasarkan dalam penyusunan suatu kontrak haruslah dimulai mendasari
dengan pemikiran-pemikiran sebagai berikut:
Azas kebebasan berkontrak dalam melakukan suatu perjanjian
merupakan bentuk dari adanya suatu kedaulatan hukum yang dipunyai oleh setiap
individu dalam melakukan suatu perbuatan hukum. Setiap individu menurut
kepentingannya secara otonom berhak untuk melakukan perjanjian dengan
individu lain atau kelompok masyarakat lainnya.
3. Teori 3P
34 C.S.T. Kansil, Ibid. Hal. 86. 35 L.J.van Apeldoorn. Op.Cit., Hal. 168. 36 L.J.van Apeldoorn. Op.Cit., Hal. 168
Universitas Sumatera Utara
1. Predictable, dalam perancangan dan analisa kontrak seorang darfter harus
dapat meramalkan atau melakukan prediksi mengenai kemungkinan-
kemngkinan apa yang akan terjadi yang ada kaitannya dengan kontrak yang
disusun.
2. Provider, yaitu siap-siap terhadap kemungkinan yang akan terjadi.
3. Protect of Law, perlindungan hukum terhadap kontrak yang telah dirancang
dan dianalisa sehingga dapat melindungi klien atau pelaku bisinis dari
kemungkinan kemungkin terburuk dalam menjalankan bisnis.
b. Supporting Theory (Teori Pendukung)
Lebih dari seabad yang lalu (tahun 1861), ahli hukum Inggris yang masyur Sir Hendry Maine menerbitkan buku berjudul Ancient Law (hukum kuno). Dimana Maine mencoba menjelaskan bagaimana hukum berevolusi selama bertahun-tahun pada masyarakat lebih modern. Maine menunjukan bahwa pada masyarakat seperti itu hukum begerak dari satus ke kontrak. Maksudnya, hubungan hukum dalam masyarakat modern tidak tergantung secara khusus pada kelahiran atau kasta; hubungan hukum itu tergantung pada perjanjian sukarela.37
Hukum kontrak di Indonesia diatur dalam Buku III KUHPerdata Bab Kedua yang mengatur tentang perikatan-perikaan yang dilahirkan dari kontrak atau persetujuan. Pengertian kontrak dengan persetujuan adalah sama seperti terlihat yang didefinisikan pada pasal 1313 KUHPerdata. Hukum kontrak hanya mengatur aspek tertentu dari pasar dan mengatur jenis perjanjian tertentu.
Sehingga kontrak adalah perangkat hukum yang umumnya berkenaan dengan
perjanjian sukarela.
38
37 Lawrence F. Friedman, Amerrican Law An Introduction, Second Editon, Hukum Amerika Sebuah Pengantar (Penerjemah Wishnu Basuki), Penerbit PT.Tatanusa, Jakarta 2001, hal.195. 38 Lawrence F. Friedman, Ibid. hal.196.
Universitas Sumatera Utara
Sekalipun demikian mungkin kontrak adalah bagian yang kurang menonjol dari
hukum yang hidup (living law) dibandingkan bidang lain yang berkembang
berdasarkan hukum kontrak atau pemikiran tentang kontrak.39
Menurut Munir Fuady ada beberapa teori hukum tentang kontrak, yaitu:
Secara akademis, terdapat berbagai macam teori tentang kontrak, yang
masing-masingnya mencoba menjelaskan berdasarkan pengelompokannya dan
kriterinya masing-masing.
40
1. Teori-teori Berdasarkan Prestasi Kedua Belah Pihak
Teori-teori berdasarkan prestasi kedua belah pihak, menurut Roscoe Pound,
sebagaimana yang dikutip Munir Fuady terdapat berbagai teori kontrak:41
a. Teori Hasrat (Will Theory)
b. Teori Tawar Menawar (Bargaining Theory)
c. Teory sama nilai (Equivalent Theory
d. Teori kepercayaan merugi (Injurious Reliance Theory)
a. Teori Hasrat (Will Theory). Dimana teori hasrat ini menekankan kepada
pentingnya hasrat (will atau intend) dari pihak yang memberikan janji.
Ukuran dari eksistensi, kekuatan berlaku dan substansi dari suatu kontrak
diukur dari hasrat tersebut. Menurut teori ini yang terpenting dalam suatu
39 Lawrence F. Friedman, Ibid. hal. 197. 40 Munir Fuady, Hukum Kontrak (Dari Sudut Pandang Hukum Bisnis), Citra Aditya Bakti, Bandung 2001, hal.5. 41 Munir Fuady, Ibid.
Universitas Sumatera Utara
kontrak bukan apa yang dilakukan oleh para pihak dalam kontrak tersebut,
akan tetapi apa yang mereka inginkan.
b. Teori Tawar Menawar (Bargaining Theory). Teori ini merupakan
perkembangan dari teori sama nilai (equivalent theory) dan sangat
mendapat tempat dalam Negara-negara yang menganut system Common
Law. Teori sama nilai ini mengajarkan bahwa suatu kontrak hanya
mengikat sejauh apa yang dinegosiasikan (tawar menawar) dan kemudian
disetujui oleh para pihak.
c. Teory sama nilai (Equivalent Theory). Teori ini mengajarkan bahwa suatu
kontrak baru mengikat jika para pihak dalam kontrak tersebut memberikan
prestasinya yang seimbang atau sama nilai (equivalent).
d. Teori kepercayaan merugi (Injurious Reliance Theory). Teori ini
mengajarkan bahwa kontrak sudah dianggap ada jika dengan kontrak yang
bersangkutan sudah menimbulkan kepercayaan bagi pihak terhadap siapa
janji itu diberikan sehingga pihak yang menerima janji tersebut karena
kepercayaannya itu akan menimbulkan kerugian jika janji itu tidak
terlaksana.
2. Teori-teori berdasarkan Formasi Kontrak.
Dalam ilmu hukum ada empat teori yang mendasar dalam teori formasi
kontrak, yaitu:
a. Teori kontrak defacto. Kontrak de facto (implied in-fact) dalah kontrak
yang tidak pernah disebutkan dengan tegas tetapi ada dalam kenyataan,
pada prinsipnya dapat diterima sebagai kontrak yang sempurna.
Universitas Sumatera Utara
b. Teori kontrak ekpresif. Bahwa setiap kontrak yang dinyatakan dengan
tegas (ekpresif) oleh para pihak baik dengan tertulis ataupun secara lisan,
sejauh memenuhi syarat-syarat syahnya kontrak, dianggap sebagai ikatan
yang sempurna bagi para pihak.
c. Teori promissory estoppel. Disebut juga dengan detrimental reliance,
dengan adanya persesuaian kehendak diantara pihak jika pihak lawan
telah melakukan sesuatu sebagai akibat dari tindakan-tindakan pihak
lainnya yang dianggap merupakan tawaran untuk suatu ikatan kontrak.
d. Teori kontrak quasi (pura-pura). Disebut juga quasi contract atau implied
in law, dalam hal tertentu apabila dipenuhi syarat-syarat tertentu, maka
hukum dapat dianggap adanya kontrak diantara para pihak dengan
berbagai konsekwensinya, sungguhpun dalam kenyataannya kontrak
tersebut tidak pernah ada.
Universitas Sumatera Utara
BAB IV
PERANAN PERANCANGAN DAN ANALISA KONTRAK DALAM
KUH PERDATA
A. Pengaturan Perancangan dan Analisa Kontrak dalam KUH Perdata
Hukum kontrak yang ada di Indonesia diatur di dalam Buku III KUH
Perdata, yang terdiri dari 18 bab dan 631 pasal. Yang dimulai dari Pasal 1233
KUH Perdata sampai dengan Pasal 1864 KUH Perdata. Dan masing-masing bab
dibagi dalam beberapa bagian.
Hal-hal yang diatur di dalam buku III KUH Perdata, meliputi hal-hal
berikut ini :
1. Perikatan pada umumnya (Pasal 1233 KUH Perdata sampai dengan Pasal
1312 KUH Perdata)
2. Perikatan yang dilahirkan dari perjanjian (Pasal 1313 KUH Perdata sampai
dengan Pasal 1352 KUH Perdata)
3. Hapusnya perikatan (Pasal 1381 KUH Perdata sampai dengan Pasal 1456
KUH Perdata)
4. Jual beli (Pasal 1457 KUH Perdata sampai dengan 1540 KUH Perdata)
5. Tukar menukar (Pasal 1541 KUH Perdata sampai dengan Pasal 1546 KUH
Perdata)
6. Sewa menyewa (Pasal 1548 KUH Perdata sampai dengan Pasal 1600 KUH
Perdata)
7. Persetujuan untuk melakukan pekerjaan (Pasal 1601 KUH Perdata sampai
dengan Pasal 1617 KUH Perdata)
Universitas Sumatera Utara
8. Persekutuan (Pasal 1618 KUH Perdata sampai dengan Pasal 1652 KUH
Perdata)
9. Badan Hukum (Pasal 1653 KUH Perdata sampai dengan Pasal 1665 KUH
Perdata)
10. Hibah (Pasal 1666 KUH Perdata sampai dengan Pasal 1693 KUH Perdata)
11. Penitipan barang (Pasal 1694 KUH Perdata sampai dengan Pasal 1739
KUH Perdata)
12. Pinjam pakai (Pasal 1740 KUH Perdata sampai dengan Pasal 1753 KUH
Perdata)
13. Pinjam meminjam (Pasal 1754 KUH Perdata sampai dengan Pasal 1769
KUH Perdata)
14. Bunga tetap atau abadi (Pasal 1770 KUH Perdata sampai dengan Pasal
1773 KUH Perdata)
15. Perjanjian untung-untungan (Pasal 1774 KUH Perdata sampai dengan
Pasal 1791 KUH Perdata)
16. Pemberian Kuasa (Pasal 1792 KUH Perdata sampai dengan Pasal 1819
KUH Perdata)
17. Penanggungan utang (Pasal 1820 KUH Perdata sampai dengan Pasal 1850
KUH Perdata)
18. Perdamaian (Pasal 1851 KUH Perdata sampai dengan Pasal KUH Perdata)
Dari pembagian pasal yang berkaitan dengan kontrak di dalam KUH
Perdata di atas tidak disebutkan secara sistematis pasal berapa yang menjadi acuan
bagi para pihak untuk dapat merancang suatu bentuk kontrak yang baik dan benar.
Universitas Sumatera Utara
Namun di dalam pengaturan hukum kontrak yang telah dibahas sebelumnya,
kontrak mengandung system terbuka (open system) yang artinya bahwa setiap
orang bebas untuk mengadakan suatu perjanjian, baik yang sudah diatur maupun
yang belum diatur di dalam undang-undang.
Hal tersebut di atas terlihat dari ketentuan yang tercantum di dalam Pasal
1338 ayat (1) KUH Perdata, yang berbunyi : “Semua perjajian yang dibuat secara
sah berlaku sebagai Undang-undang bagi mereka yang membuatnya’’.
Ketentuan di dalam Pasal 1338 KUH Perdata tersebut memberikan
kebebasan bagi para pihak untuk dapat:
1. Membuat atau tidak membuat perjanjian
2. Mengadakan perjanjian dengan siapa pun
3. Menentuka isi perjanjian, pelaksanaan dan persyaratannya
4. Menentukan bentuknya perjanjian, yaitu tertulis atau lisan
Namun sistem pengaturan hukum kontrak yang bersifat sistem terbuka
tersebut tidak lantas memberikan pengertian bagi para pihak untuk dapat
melakukan segala bentuk perjanjian yang diinginkannya. Sebab kontrak atau
perjanjian tersebut tidak boleh bertentangan dengan undang-undang, ketertiban
umum dan kesusilaan. Dan memiliki syarat-syarat tertentu agar dapat dinyatakan
sah dan berlaku bagi para pihak didalamnya agar mentaati dan mematuhi isi dari
kontrak tersebut sesuai dengan Pasal 1338 KUH Perdata.
Universitas Sumatera Utara
Syarat-syarat sahnya suatu kontrak juga sama dengan syarat-syarat
sahnya perjanjian yang diatur di dalam Pasal 1320 KUH Perdata, yaitu :
1. Adanya kesepakatan kedua belah pihak
2. Kecakapan untuk melakukan perbuatan hukum
3. Adanya objek perjanjian
4. Adanya causa yang halal
Terhadap syarat yang pertama dan kedua disebut syarat subjektif, karena
menyangkut pihak-pihak yang mengadakan perjanjian sehingga jika tidak
dipenuhi maka kontrak atau perjanjian itu dapat dibatalkan, yang artinya bahwa
salah satu pihak dapat mengajukan kepada Pengadilan untuk membatalkan
perjanjian yang disepakatinya. Namun jika salah satu pihak tidak keberatan maka
perjanjian itu tetap dianggap sah.
Sedangkan syarat yang ketiga dan keempat disebut syarat objektif,
karena menyangkut objek perjanjian sehingga jika tidak terpenuhi maka kontrak
atau perjanjian tersebut batal demi hukum, yang artinya bahwa dari semula
perjanjian itu dianggap tidak ada.
B. Manfaat Bagi Para Pihak Melakukan Perancangan dan Analisa Kontrak
Terminologi perancangan dalam hukum kontrak disebut juga legal
drafting, yaitu merancang atau membuat suatu konsep kontrak. Substansi suatu
kontrak bisnis pada dasarnya tergantung pada isi dan substansi transaksi bisnis
yang melatarbelakanginya. Menurut Niewenhius42
42
, sepanjang prestasi yang
www.gagasanhukum.wordpress.com/2010/06/24/keseimbangan-versus-keadialan-dalam-kontrak bagian-v/tanggal 7 Juli 2011 pkl.20.45 WIB
Universitas Sumatera Utara
diperjanjiakan bertimbal balik mengandaikan kesetaraan (posisi para pihak), maka
apabila terjadi ketidakseimbangan, perhatian akan dititikberatkan pada kesetaraan
yang terkait dengan cara terbentuknya kontrak dan tidak pada hasil akhir dari
prestasi dimaksud. Karena itu orang dapat menarik kesimpulan bahwa dari
substansinya, semakin banyak jenis transaksi yang dibuat orang dalam praktek
bisnis dan perdagangan, semakin banyak pula dapat dijumpai jenis kontrak yang
satu sama lain berbeda dari segi substansi dan jenis prestasi yang diaturnya.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan pula bahwa:
1. Tidak ada satu bentuk baku yang dapat dijadikan pegangan dalam
merancang kontrak bisnis secara umum yang dapat digunakan setiap orang
dalam mengadakan suatu transaksi bisnis. Keunikan dan kekhasan dari
kontrak-kontrak yang dibuat untuk mendukung transaksi bisnis yang
bersangkutan;
2. Substansi, sistimatika dan bentuk dari kontrak-kontrak bisnis yang akan
dirancang akan sangat tergantung pada substansi dari kesepakatan-
kesepakatan para pihak dalam transaksi bisnis yang melatarbelakanginya;
3. Dalam praktek seorang perancang kontrak sebaiknya tidak terpaku pada
bentuk dan/atau jenis kontrak bisnis yang sudah ada dan sering digunakan,
melainkan harus bersikap terbuka dan kreatif untuk merancang kontrak-
kontrak yang khusus dirancang untuk mengakomodasikan transaksi-
transaksi bisnis yang sebelumnya ;
Namun demikian, apapun jenis, substansi atau objek dari transaksi
bisnisnya, orang dapat pula melihat adanya gejala prilaku yang sama dalam arti
Universitas Sumatera Utara
bahwa dalam transaksi-transaksi bisnis yang dibuat oleh para pihak itu selalu
dapat dilihat adanya pola perilaku dan situasi umum yang sama yang dapat
diuraikan sebagai berikut:
1. Masing-masing pihak mengehendaki adanya kepastian dengan siapa ia
mengadakan transaski bisnis yang bersangkutan;
2. Setiap pihak dalam suatu kontrak pada dasarnya merupakan pihak yang
memiliki kepentingan, keuntungan dan tujuan bisnis (business interest,
profit atau purposes) tertentu yang hendak diwujudkannya melalui
perjanjain dengan pihak yang lainnya;
3. Kesepakatan (agreement) dapat dianggap tercapai apabila terdapat
keyakinan pada masing-masing pihak bahwa melalui kontrak yang akan
dibuat menjamin kepentingan, keuntungan dan/atau tujuan bisnisnya itu
akan dapat dicapai secara optimal;
4. Keyakinan akan menimbulkan dimana terwujudnya perjanjian, masing
masing pihak bersedia untuk memberikan janji-janji atau prestasi untuk
kepentingan pihak lain secara sukarela dan tanpa ada paksaan atau tekanan
apapun;
5. Masing-masing pihak menghendaki adanya jaminan bahwa pelaksanaan
janji-janji yang dibuatnya untuk kepentingan pihak yang lain akan
diimbangi oleh pelaksanaan janji-janji yang telah dibuat oleh pihak lain
dan bahwa ia memiliki akses dan peluang untuk dapat menuntut
pelaksanaan janji-janji itu dari pihak yang lain.
Hal-hal diatas yang sebenarnya membentuk pola umum dari kontrak
yang akan dirancang sehingga para pihak dituntut untuk selalu menyadari bahwa
Universitas Sumatera Utara
manfaat yang didapatkan dalam proses perancangan dan analisa suatu kontrak.
Adapun manfaat yang diperoleh para pihak tersebut yaitu ;
1. Memberikan kepastian tentang identitas pihak-pihak yang dalam
kenyataannya terlibat dalam perjanjian;
2. Memberikan kepastian dan ketegasan tentang hak dan kewajiban utama
masing-masing pihak sesuai dengan inti kontrak atau perjanjian yang
hendak diwujudkan para pihak;
3. Memberikan jaminan tentang keabsahan hukum (legal validity) dan
kemungkinan pelaksanaan secara yuridis (legal enforceablility) dari
kontrak yang dibuat;
4. Memberikan petunjuk tentang tata cara pelaksanaan hak dan kewajiban
para pihak yang terbit dari kontrak yang mereka adakan;
5. Memberikan jaminan kepada masing-masing pihak bahwa pelaksanaan
janji-janji yang telah disepakati dalam kontrak yang bersangkutan akan
menerbitkan hak untuk menuntut pelaksanaan janji-janji atau prestasi dari
pihak yang lain yang mengingkari janjinya;
6. Menyediakan jalan yang dianggap terbaik bagi para pihak untuk
menyelesaikan perselisihan-perselisihan atau perbedaan pendapat yang
mungkin terjadi ketika transaksi bisnis mulai dilaksanakan;
7. Memberikan jaminan bahwa janji-janji dan pelaksanaan janji-janji yang
dimuat di dalam kontrak adalah hal-hal yang mungkin wajar, patut dan adil
untuk dilaksanakan (fair and reasonable).
Universitas Sumatera Utara
C. Teknik dalam Merancang Kontrak
Pada dasarnya dalam melakukan perancangan suatu kontrak terdapat
beberapa unsur-unsusr pokok yang meliputi :
1. Bagian Pembukaan, yang memuat identias dari pihak-pihak serta
penjelesan umum latar belakang kontrak yang diadakan diantara mereka;
2. Ketentuan-ketentuan pokok yang berisi pokok hubungan hukum serta hak
dan kewajiban utama para pihak yang terbit dari kesepakatan yang
dibentuk oleh parap ihak dalam kontrak;
3. Ketentuan-ketentuan penunjang, yang memuat tata cara pelaksaan hak dan
kewajiban para pihak sertsa hal-hal lain yang dianggap perlu untuk
mendukung pelaksaan hak dan kewajiban para pihak;
4. Ketentuan-ketentuan tentang aspek formalitas, yang dianggap perlu
mendapat perhatian demi keabsahan hukum dan kemungkinan pelaksaan
perjanjian yang dibuat oleh para pihak;
5. Bagian Penutup kontrak, yang mengakhiri batang tubuh kontrak dengan
identias pihak-pihak dalam transaksi seta hal-hal yang dianggap perlu
dimuat untuk memberikan keabsahan yuridis pada kontrak yang
bersangkutan;
6. Lampiran-lampiran kontrak, yang mungkin dianggap perlu dibuat untuk
memuat detil-detil teknis operasional yang berkenaan langsung dengan
pelaksaan hak dan kewajiban utama para pihak tetapi yang dianggap tidak
mungkin untuk tidak efisien untuk dimuat di dalam pasal-pasal kontrak;
Universitas Sumatera Utara
1. Bagian Pembukaan (Preamble)
Bagian Pembukaan dalam suatu kontrak selalu mengawali suatu
dokumen kontrak dan di dalamnya memuat informasi tentang:
1.1 Judul Kontrak (Heading / Contract Title)
Judul kontrak adalah nama yang digunakan oleh para pihak untuk
mengidentifikasikan inti dari transaksi yang syarat-syaratnya akan diatur di dalam
kontrak. Misalnya; kontrak jual beli, joint venture agreement, perjanjian
pemborongan, dan sebagainya.
Dalam penentuan judul kontrak, biasanya diserahkan kepada kebebasan
para pihak, namun tetap menjaga adanya korelasi dan relevansi antara judul yang
digunakan dengan pokok perjanjian.
Hal lain yang perlu dibuat dalam kata dengan bagian judul adalah nomor
kontrak. Penomoran kontrak sering kali dibutuhkan sebagai nomor petunjuk
(reference) dalam mengadministrasikan kontrak, korespondensi diantara para
pihak, serta nomor referensi yang digunakan dalam lampiran-lampiran kontrak.
1.2 Deskripsi/ Identitas Para Pihak (Komparisi)
Sebelum identitas para pihak dirumuskan didalam kontrak, sangat
diajurkan bahwa kalimat pembuka suatu kontrak memuat informasi tentang
tempat dan tanggal pembuatan kontrak.
Universitas Sumatera Utara
Pada bagian ini terutama harus dirumuskan identitas para pihak yang
antara lain, meliputi:
a. Nama lengkap dari pihak-pihak (subjek hukum) yang mengadakan
perjanjian;
b. Status hukum, kedudukan hukum, pekerjaan dari para pihak;
c. Alamat atau tempat kedudukan resmi yang digunakan para pihak dalam
kontrak;
d. Kaidah-kaidah hukum atau peraturan perundang-undangan atau dasar
hukum lain yang mendukung kedudukan hukum dan kewenangan dari para
pihak;
e. Sebutan yang akan digunakan untuk menunjuk para pihak di dalam seluruh
kontrak (termasuk lampiran-lampirannya).
f. Bila pihak-pihak yang yang mengadakan perjanjian adalah suatu badan
hukum (perusahaan), maka perumusan identitas para pihak dapat
dilakukan dengan cara:
1) Merumuskan nama, alamat dan identitas lain dari perusahaan, dan
kemudian diikuti dengan nama dan identitas orang yang akan bertindak
untuk dan atas nama perusahaan itu. Untuk kemudian diakhiri dengan
sebutan yang akan dugunakan di dalam kontrak.
2) Merumuskan terlebih dahulu nama dari orang yang bertindak untuk
dan atas nama badan hukum/perusahaan tertentu, dan baru diikuti oleh
identitas badan hukum/perusahaan tersebut, dan diakhiri dengan
sebutan yang akan digunakan dalam kontrak.
Universitas Sumatera Utara
1.3 Pertimbangan-pertimbangan Latar Belakang Kontrak (Recitals)
Pada bagian mengakhiri, pembukaan kontrak dan memuat pertimbangan-
pertimbangan umum dan latar belakang dari maksud para pihak sehingga akhirnya
mereka bersepakat untuk mengadakan kontrak (general intentions of the parties).
Pada bagian ini sebaiknya dimuat pertunjuk bahwa setelah melalui proses
penawaran, penerimaan tawaran, negosiasi (offer, acceptance and negosiations)
para pihak sepakat untuk mengadakan kontrak yang bersangkutan.
Pada bagian ini memiliki fungsi yang kurang lebih sama dengan
konsideran atau menimbang dalam suatu peraturan perundang-undangan.
1.4 Ruang Lingkup Perjanjian (Scope of Agreement)
Pada bagian ini dirumuskan persyaratan secara umum mengenai inti dari
transaksi yang diadakan oleh para pihak sebagai kesimpulan dari pertimbangan-
pertimbangan mereka. Hal ini dapat dirumuskan secara khusus (terpisah dari
recital) atau menjadi butir terakhir dari butir-butir recitals.
2. Ketentuan-Ketentuan Pokok Kontrak
Dalam hal ini, pasal-pasal kontrak mulai dirumuskan, pada saat
perbincangan memasuki rumusan kententuan tentang inti hubungan hukum dan
persyaratan-persyaratan yang disepakati para pihak.
Hal yang terpenting yang harus dimuat dalam pasal-pasal kontrak adalah
pasal-pasal yang memuat inti hubungan hukum dan inti perjanjian yang diadakan
oleh para pihak, ini yang sering dimaksudkan dengan ketentuan-ketentuan pokok
Universitas Sumatera Utara
kontrak. Pasal-pasal yang harus dirumuskan dalam kaitan ini memuat hak-hak dan
kewajiban-kewajiban pokok yang terbit dari transaksi yang dibuat oleh para pihak.
2.1 Ketentuan-ketentuan Umum
Bagian penting yang sangat dianjurkan untuk dirumuskan terlebih dahulu
sebelum perumusan kententuan-ketentuan pokok, adalah ketentuan umum yang
memuat pembatasan istilah dan pengertian yang digunakan di dalam seluruh
kontrak.
Di dalam ketentuan umum dirumuskan definisi-definisi atau pembatasan
pengertian dari istilah-istilah yang dianggap penting dan sering digunakan dalam
kontrak, yang disepakati oleh para pihak. Dengan adanya kesepakatan semacam
ini, maka perselisihan yang timbul karenan perdebatan perbedaan pengertian atau
penafsiran diantara para pihak dapat di minimalisir.
2.2 Ketentuan-ketentuan Pokok Lain
Isi, bentuk dan corak dari ketentuan-ketentuan kokok suatu kontrak akan
sangat tergantung dari isi trnaskasi yang disepakati para pihak. Substansi dari
ketentuan pokok inilah yang menggambarkan ciri khas suatu kontrak dan
membedakannya dengan kontrak yang lain. Misalnya; ketentuan-ketentuan pokok
dari suatu kontrak sewa beli berbeda dengan ketentuan ketentuan pokok dari
kontrak jual beli dengan cicilan.
Universitas Sumatera Utara
Beberapa hal utama yang sebaiknya dimuat di dalam pasal-pasal tentang
kententuan pokok, misalnya tentang:
a. Perincian lebih lanjut tentang hubungan kontraktual para pihak dalam
wujud pasal-pasal tentang hak dan kewajiban dan kewenangan pokok para
pihak yang terbit dari kontrak yang mereka adakan;
b. Dasar-dasar kualitas dari objek kontrak, spesifikasi teknis dari pekerjaan
atau objek kontrak, penetapan wilayah dan sebagainya. Detil atau
perincian lebih lanjut megenai hal ini biasanya dimuat di dalam lampiran
kontrak;
c. Pasal-pasal tentang persyaratan megenai jumlah barang dan nilai
ekonomisnya/harga yang disepakati para pihak (terms of quantity and
price);
d. Pasal-pasal tentang persyaratan dan tata cara pembayaran (terms and
method of payment);
e. Pasal-pasal tentang jaminan-jaminan dan tanggung jawab para pihak
terhadap resiko-resiko kerugian yang mungkin timbul dalam pelaksanaan
kontrak;
f. Kententuan tentang masa berlakunya kontrak dan persyaratan-persyaratan
mengenai pengakhiran, pembatan dan atau pemutusan kontrak oleh salah
satu pihak.
g. Hal-hal lain yang secara langusng berkaitan dengan pelaksanan janji-janji
para pihak;
Universitas Sumatera Utara
3. Ketentuan-ketentuan Penunjang
Pasal-pasal yang dikategorikan sebagi ketentuan penunjang berisi
ketentuan-ketentuan yang dibutuhkan untuk menjadi pedoman pada pihak dalam
opersional / pelaksanaan hak dan kewajiban para pihak yang telah ditetapkan di
dalam pokok perjanjian. Artinya, tanpa adanya ketentuan-ketentuan kontrak
praktis tidak dapat dilaksanakan secara efektif oleh para pihak.
Isi dari pasal-pasal penunjang ini dapat dibedakan dari satu kontrak ke
kontrak yang lainnya, tegantung pada jenis transaksi yang disepakati oleh para
pihak.
a. Tata cara pelaksanaan perjanjian (performance) serta akibat-akibat hukum
dari pelaksanaan isi perjanjian. Dalam kategori ini adalah pasal-pasal yang
secara langsung mengatur tentang perilaku para pihak dalam melaksanakan
hak dan kewajbiannya dalam kontrak. Seperti persyaratan tentang tata cara
penyerahan barang, tentang dokumen-dokumen yang harus disiapkan salah
satu pihak sebagai syarat pembayaran, tentang kualitas prestasi yang harus
dipenuhi oleh para pihak dan sebagainya.
b. Dalam hal ini, merancang dan menganalisa kontrak perlu disadari benar
kategori transaksi yang dibuat oleh para pihak, ditinjau dari kualitas prestasi
yang harus direalisasikan oleh para pihak.
c. Pasal-pasal tentang pembebasan diri dari tanggunjawab, dari hak atau
kewajiban hukum tertentu (pasal yang mengenyampingkan keharusan
pengajuan perkara ke pengadilan bila salah satu pihak hendak mengakhiri
kontrak secara sepihak, atau pasal yang melepaskan tanggunjawab salah satu
Universitas Sumatera Utara
pasal yang melepaskan tanggungjawab salah satu pihak dari cacat-cacat
tersembunyi yang tidak diketahui pada saat pernjanjian dibuat.
d. Pasal-pasal tentang wanprestasi (breach of contract atau non performance)
yang memuat tentang hal atau situasi apa yang disepakati para pihak berikut
akibat-akibat yang timbul bila salah satu pihak mengingkari janjinya serta hak
dan kewenangan apa yang terbit pada pihak lain yang dirugikan oleh
wanprestasi tersebut.
e. Pasal-pasal tentang jaminan yang dibuat oleh salah satu pihak untuk
kepentingan paihak yang lain, seperti jaminan bebas dari tuntutan pihak ke
tiga, jaminan atas kualitas barang, jaminan pelaksanaan dan sebagainya.
f. Ketentuan tentang keadaan memaksa (force majeur) dan akibat-akibat
hukumnya terhadap pelaksaan kontrak. Secara umum force majeur diartikan
sebagai peristiwa-peristiwa yang tidak dapat diduga sebelumnya oleh para
pihak, yang dapat menghambat pelaksanaan kontrak, sehingga dapat
dijadikan dasar bagi pihak yang mengalami perisitiwa itu untuk dibebaskan
dari tanggungjawab atas dasar wanprestasi. Dalam praktek adakalanya
pengertian force majeur ini dibedakan ke dalam:
1) Perisitiwa-peristiwa alam yang dianggap sebagai bencana (acts of god),
dan;
2) Perisitiwa-peristiwa yang tidak dapat dikategorikan sebagai bencana alam
tetapi yang bila terjadi dianggap dapat mengahmbat pelaksanaan atau tidak
memungkinkan pelaksaan kontrak, seperti perubahan nilai mata uang,
kebijakan negara di bidang ekonomi dan sebagainya.
Universitas Sumatera Utara
g. Ketentuan tentang ada/ tidaknya kemungkinan bagi para pihak untuk
megalihkan kedudukannya kepada pihak ke tiga dan tata cara
pelaksanaannya.
h. Ketentuan tentang pemilihan domisili, pemilihan forum dan tata cara
penyelesaian sengketa yang mungkin timbul dari pelaksanaan kontrak
(dispute settlement clause).
i. Petentuan tentang kondisi-kondisi tertentu yang digunakan untuk memulai
atau mengakhiri pelaksanaan kontrak (conditions precedent/subsequent).
j. Pasal-pasal tentang kemungkinan perubahan atas isi dan persyaratan kontrak
dan tata cara pelaksanaannya.
k. Akibat-akibat dari tidak sahnya bagian –bagian tertentu kontrak terhadap
keabsahan keseluruhan kontrak.
l. Pasal-pasal yang menentukan kekuatan hukum dari kesepakatan-kesepakatan
yang dibuat pada saat negosiasi (sebelum kontrak dibuat) atau yang
disepakati para pihak setelah kontrak dibuat (merger clause).
m. Pasal-pasal tentang pihak-pihak yang harus mengurus perizinan (misalnya
izin eksport, izin import, izin usaha, dan sebagainya).
n. Khusus untuk kontrak-kontrak transnasional (kontrak-kontrak yang
berkenaan dengan pihak-pihak dan/ atau elemen-elemen asing) perlu
diperhatikan pula pasal-pasal penunjang khusus tentang:
i. Hukum yang dipilih oleh para pihak untuk ,mengatur dan menafsirkan
pengertian-pengertian dalam kontrak mereka (choice of law);
Universitas Sumatera Utara
ii. Bahasa resmi yang digunakan untuk kontrak-kontrak yang dianggap
sah dan untuk menafsirkan kontrak seandainya terjadi perselisihan
dalam penafsiran kontrak;
iii. Mata uang, yang digunakan sebagai alat pembayaran dalam
pelaksanaan kontrak;
iv. Masalah-masalah lain yang sudah disinggung sebelumnya yang dlaam
praktek menghendaki penyelsaian berdasarkan kaidah-kaidah dari
slaah satu sistem hukum yang relevan dnegan kontrak, melalui
pendekatan hukum perdata internasional;
4. Ketentuan-Ketentuan Tentang Aspek-aspek Formal Kontrak
Dalam memenuhi unsur formalitas kontrak pada dasarnya memuat pasal-
pasal tentang hal-hal tertentu yang harus diperhatikan oleh para pihak agar
kontrak yang dibuat menjadi sah (valid) dan dapat dilaksanakan secara yuridis.
Ketentuan-ketentuan tersebut, misalnya :
a. Pasal-pasal yang memuat hal-hal yang berkaitan dengan, dan pihak-pihak
yang bertanggungjawab atas proses pendaftaran atau perolehan izin
khusus (yang diterbitkan oleh badan publik).
b. Pasal yang memuat alamat-alamat dan format korespondensi yang akan
digunakan oelh para pihak secara resmi dalam pelaksnaan kontrak.
Ketentuan semacam ini akan berguna khususnya dikaitkan dengan alamat
yang harus digunakan dalam pengiriman peringatan-peringatan tertulis
yang dilakukan oleh salah satu pihak kepada pihak yang lain
Universitas Sumatera Utara
5. Bagian Penutup
Pada bagian ini mengakhiri batang tubuh kontrak dengan identitas pihak-
pihak dalam transaksi serta hal-hal lain yang dianggap perlu dimuat untuk
meberikan keabsahan yuridis para kotrak yang bersangkutan.
Pada bagian akhir, dari kontrak umumnya dimuat berbagai informasi penutup,
seperti misalnya:
1. Tanggal dan tempat penandatanganan kontrak oleh para pihak (bila hal
ini belum disebut dibagian pembukaan);
2. Kolom-kolom untuk tandatangan para pihak atau wakil-wakil resmi dari
para pihak;
3. Tanda pengenal atau cap dari pihak-pihak (khususnya bila para pihak
adalah badan-badan hukum);
4. Materai yang ditempel dan dibubuhi tanggal pada saat kontrak
ditandantangani. Kewajiban ini tidak perlu di lakukan apabila kontrak
dibuat diatas kertas segel yang sah;
6. Lampiran-lampiran Kontrak
Terhadap kontrak-kontrak yang dibuat untuk mengatur transaksi bisnis
yang agak rumit dan mencakup persoalan-persoalan teknis atau hal-hal lain secara
detil, seringkali membutuhkan lampiran-lampiran yang merupakan bagian yang
tidak terpisahkan dari kontrak. Agar secara yuridis lampiran-lampiran itu melekat
pada kontrak induknya, maka di dalam kontrak induk (dipasal-pasal yang relevan
Universitas Sumatera Utara
atau didalam suatu pasal khusus di bagian penunjang) harus dibuat pasal penunjuk
yang menunjuk kearah lampiran yang tepat.
Lampiran-lampiran dapat beraneka ragam bentuk, fungsi dan
penyebutannya misalnya:
i. Annex, yang dapat diartikan sama dnegan lampiran;
ii. Adddendum, yang isinya biasanya dibuat untuk memuat perubahan-
perubahan terhadap pasal-pasal tertentu dalam kontrak induk. Apabila
suatu kontrak dilengkapi dengan sebuah addendum, maka dalam
memberi penafsiran dan pemahaman terhadap pasal tertentu (yang
dirubah di dalam addendum) secara hukum harus dilakukan berdasarkan
hal yang dimuat di dalam addendum tersebut;
iii. Exhibits, yang biasanya memuat jadwal-jadwal yang disepakati,
spesifikasi teknis, desain-desain, peta lokasi, dan sebagainya;
iv. Supplement, yang berisi ketentuan-ketentuan tambahan yang dibuat oleh
para pihak untuk melaksanakan hal-hal tertentu dalam rangka pelaksaan
kontrak utamanya;
v. Schedule, yang dapat digunakan untuk memuat berbagai informasi yang
dibutuhkan untuk pelaksanaan kontrak, walaupun umumnya berkaitan
dnegan jadwal-jadwal tertentu yang harus dipenuhi oleh para pihak; dan
lain sebagainya.
Di dalam lampiran juga dapat memuat tentang :
a. Denah-denah teknis atau skema-skema;
b. Spesifikasi teknis atau mesin-mesin, atau kontruksi;
Universitas Sumatera Utara
c. Rumus-rumus, resep, formula, dan sebagainya;
d. Standar mutu yang harus dipatuhi oleh pihak tertentu dalam kontrak ;
e. Gambar-gambar, motif-motif, desain;
f. Jadwal-jadwal yang disepakati oleh para pihak untuk melaksanakan transaksi;
g. Perubahan-perubahan atau modifikasi terhadap ketentuan-ketentuan di dalam
kontrak induk;
h. Rincian dari penghitungan persoalan-persoalan keuangan, penghitungan
komisi, royalities, dan sebagainya;
i. Dalam kontrak tertentu defiinisi atau batasan dari pengertian-pengertian yang
digunakan dalam kontrak induk (menggantikan pasal tentang definisi di
dalam kontrak induk).
Berdasarkan hal tersebut diatas mengenai teknik merancang dan menganalisa
kontrak maka para pihak dapat menuangkan maksud dan tujuan yang diinginkan
dalam membuat suatu kontrak serta sedapat mungkin meminimalisir suatu
keadaan yang tidak diingkan dikemudian hari.
Suatu kontrak yang baik dan benar adalah merupakan kontrak yang
dibuat sesuai dengan awal kesepakatan para pihak dan memberikan kepastian
hukum kepada para pihak yang dimulai dari proses merancang dan menganalisa
kontrak.
Universitas Sumatera Utara
BAB V
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian ini, hal-hal yang dapat disimpulkan adalah
sebagai berikut :
1. Perancangan dan analisa kontrak mempunyai peran yang besar dalam
tercapainya suatu kesepakatan yang dimulai pada saat dilakukannya negosiasi
sampai pada pelaksanaan dari kontrak yang telah disepakati. Peran
perancangan dan analisa kontrak adalah memahami teknik merancang format
dan substansi kontrak, yang pada umumnya para pihak sangat awam tentang
hal ini dan keberadaan perancang kontrak ini akan terasa sekali apabila
terjadi suatu sengketa dalam pelaksanan kontrak dan peranannya dalam
menghadpi sengketa tersebut dibutuhkan karena perancang kontrak telah
memehami secara formal yuridis dan substnasi terhadap kontrak tersebut
mulai dari tahap negosiasi sampai pada pelaksanaaan kontrak.
Kegiatan perancangan kontrak dalam transaksi bisnis akan dapat
menghilangkan rasa keragu-raguan bagi para pihak dalam melakukan
kesepakatan karena perancang kontrak dalam merancang substansi kontrak
akan mejadikan kontrak dapat dijalankan secara optimal sebagai landasan
hukum dan juga sebagai alat bukti yang sah, karena adanya perikatan hukum
yang jelas antara pihak-pihak yang hendak mengikatkan diri di dalamnya.
Universitas Sumatera Utara
2. Dalam merancang sebuah kontrak yang baik dan benar harus memenuhi
syarat-syarat dalam perancangan kontrak, seperti syarat prosedural yang
dibuat berdasarkan kesepakatan yang bebas dari kekhilafan, paksaan, baik
secara fisik, mental, pengetahuan maupun ekonomi, dan terjadi bukan melalui
tipuan atau memberikan kesan yang menyesatkan yang dapat menyebabkan
orang terpengaruh atau khilaf untuk membuat suatu kontrak. Selanjutnya
kontrak haruslah dibuat oleh orang yang cakap dan berwenang untuk itu serta
diwujudkan melalui prosedur standar yang digariskan oleh undang-undang,
yaitu memenuhi syarat subjektif dan obektif.
Sebuah kontrak yang baik harus jelas dan terperinci, menyangkut subjeknya,
objeknya serta kewajiban para pihak beserta sanksi yang dibebankan terhadap
para pihak, serta kejelasan cara dan prosedur pelaksanaan sanksi, serta tidak
bertentangan dengan seluruh norma hukum yang terkait dengan kontrak.
Dalam perancangan sebuah kontrak, mestinya harus dengan syarat-syarat
tambahan yang berisikan klausul-klausul pengaman untuk kepentingan para
pihak di dalamnya secara berlapis dan sedetail mungkin guna melindungi
secara maksimum, sehingga istilah yang digunakanpun haruslah dari awal
diberi penjelasan yang pasti, guna menghindari terjadinya multitafsir.
3. Sering kendala yang ditemui dalam melakukan peracangan dan analisa
kontrak datangnya dari para pihak itu sendiri. Kecendrungan para pihak untuk
memakai draf kontrak yang telah disusun atau disiapkan oleh pihak lain tidak
ada peluang untuk melakukan analisa terhadap format dan ketentuan-
ketentuan tentang syarat-syarat kontrak yang baik , sehingga dengan sikap
seperti itu tentunya akan menimbulkan sengketa dikemudian hari.
Universitas Sumatera Utara
4. Dalam melakukan perancangan kontrak langkah-angkah yang harus
dilakukan agar dapat mengantisipasi kontrak-kontrak yang dapat menjadi
sumber konflik yaitu dengan cara mengakomodir kepentingan para pihak
dengan memenuhi asas-asas hukum yang berlaku dalam penyusunan suatu
kontrak. Perancangan kontrak dilakukan dengan memahami secara utuh apa
para pihak. Untuk itu, harus digali informasi selengkap mungkin dari para
pihak menyangkut latar belakang dan tujuan dari transaksi tersebut. Hal yang
esensial untuk perlu diperhatikan dalam merancang dan menganalisa kontrak,
agar nantinya dalam pelaksanaan kontrak dapat berjalan sebagaimana yang
diinginkan, maka ketentuan peraturan perundang-undangan yang terkait
dengan substansi kontrak juga harus dipahami.
B. Saran
1. Agar setiap para pihak dapat memperoleh bentuk kontrak yang baik dan benar
maka dapat menggunakan peranan perancang kontrak dalam melakukan
penyusunan kontrak yang bisa berasal dari Advokat, Konsultan Hukum, atau
orang yang memahami hukum tentang kontrak.
2. Dalam penyusunan sebuah kontrak harus memperhatikan sayarat-syarat
dalam perancangan kontrak, sebagaimana yang telah diatur dalam undang-
undang dan dibuat oleh orang yang cakap, berwenang dan professional.
3. Dalam melakukan perjanjian, pada tahap awal negosiasi agar menyiapkan
draf kontrak yang sebelumnya telah dirancang dan dianaliasa dengan baik
Universitas Sumatera Utara
oleh perancang kontrak. Sehingga jika sudah waktunya dapat dipergunakan
dan memberikan kepastian hukum terhadap transaksi bisnis yang dilakukan.
4. Perancang kontrak dalam menyusun dan menganalisa kontrak harus
menyiapkan langka-langkah antisipasi terhadap persoalan hukum yang bakal
timbul terhadap perjanjian yang telah dituangkan dalam sebuah kontrak
dengan melakukan perumuskan secara cermat, tepat dan benar terhadap
format kontrak yang hendak dirancang serta ketelitian yang tinggi dalam
merumuskan pasal-pasal kontrak.
Universitas Sumatera Utara
Top Related