14
BAB III
ANALISIS PUISI DAN KOMPOSISI
A. Penyusunan Komposisi
Penyusunan komposisi musikalisasi puisi “Pada Hujan Dalam Aku”
terbagi menjadi empat komposisi. Masing-masing bagian disusun
berdasarkan puisi milik Sapardi Djoko Damono. Komposisi pertama berjudul
“Pada Suatu Hari Nanti”, yang diikuti oleh “Hujan Bulan Juni”, “Dalam
Diriku”, dan “Aku Ingin” sebagai penutup dari musikalisasi puisi. Judul
“Pada Hujan Dalam Aku” penulis ambil dari penggalan kata pertama dari
puisi yang akan penulis musikalisasikan, sehingga terbentuklah satu kalimat
utuh yang menjadi judul dalam skripsi penulis. Dari keempat komposisi yang
penulis susun hanya satu yang berlirik yaitu komposisi “Aku ingin” alasannya
karena penulis ingin memperdengarkan langsung syair puisinya kepada
audience dengan harapan audience dapat mengerti dan memahami makna
sesungguhnya. Sebaliknya ketiga komposisi yang lain penulis susun dengan
mengambil makna, pesan, dan suasana sehingga berbentuk instrumental.
Instrumen yang akan digunakan adalah: violin, cello, gitar akustik,
vibraphone, gitar elektrik, bass elektrik, drum set, piano, dan cymbals.
B. Analisis Puisi dan Struktur Musikal
Komposisi musikalisasi puisi “Pada Hujan Dalam Aku” tidak memiliki
bentuk yang baku, atau bisa disebut sebagai free form. Komposisi pertama
sampai ketiga penulis akan menginterpretasikannya melalui makna, pesan,
suasana, dan kata yang tertera dan tersurat dalam puisi yang bersangkutan,
sedangkan untuk komposisi yang terakhir penulis sengaja memasukan syair
dari puisi yang bersangkutan untuk dijadikan lirik kedalam komposisinya.
Pemaparan analisis musikal komposisi musikalisasi puisi “Pada Hujan
Dalam Aku” dalam format ansambel musik sebagai berikut:
15
1. "Pada Suatu Hari Nanti"
Puisi ini menceritakan tentang seseorang yang menuliskan pesan untuk
masa depan dimana dirinya akan mati sehingga tidak akan ada orang yang
akan mengingat dia lagi tetapi dia akan selalu mengingat orang-orang yang
dia sayangi. Puisi ini mengandung rima baris dengan pola AAAA, rima ini
biasa disebut sebagai rima sama bunyi. Puisi ini terdiri dari tiga bait yang
masing masing bait terdiri dari empat baris. Berikut syair puisinya:
Pada suatu hari nanti
Jasadku tak akan ada lagi
Tapi dalam bait bait sajak ini
Kau tak akan kurelakan sendiri
Pada suatu hari nanti
Suaraku tak terdengar lagi
Tapi diantara larik larik sajak ini
Kau akan tetap kusiasati
Pada suatu hari nanti
Impianku pun tak dikenal lagi
Namun disela sela huruf sajak ini
Kau tak akan letih letihnya kucari
Diksi adalah susunan kata terpilih dari teks puisi, atau bentuk susunan
suara indah yang mampu menghadirkan jiwa, makna, dan semangat tertentu
dalam perwujudan seni baca puisi1. Pemilihan kata yang digunakan oleh
Sapardi Djoko Damono termasuk yang mudah untuk dipahami, sebagai
contoh pada kalimat "Pada suatu hari nanti" pembaca mengerti maksud dari
puisi ini yang menceritakan waktu yang akan datang. Lalu pada kalimat
"Jasadku tak akan ada lagi" yang pasti tokoh "ku" akan mati, dan begitu
1 Salad, 6.
16
seterusnya mudah dipahami karena kata katanya lebih ke makna sebenarnya.
Pada puisi ini terdapat majas Metafora. Metafora adalah bahasa kiasan seperti
perbandingan, hanya saja tidak menggunakan kata-kata perbandingan.
Metafora itu melihat sesuatu dengan perantara benda yang lain2. Majas
Metafora tersebut terdapat di dalam kalimat:
I. Tapi dalam bait bait sajak ini
Kau tak akan kurelakan sendiri
II. Tapi diantara larik-larik sajak ini
Kau akan tetap kusiasati
III. Namun disela sela huruf sajak ini
Kau tak akan letih-letihnya kucari
Pada kata-kata tersebut menggunakan majas Metafora, karena
mengumpamakan sesuatu dengan larik, bait dalam sajak. Instrumen yang
penulis gunakan untuk komposisi "Pada Suatu Hari Nanti" antara lain gitar
satu dan dua, elektrik bass, piano, violin dan cello. Komposisi ini memiliki
bentuk free form/bentuk bebas dengan pola A – B – C – B’. Penulis
menggambarkan rasa sedih dan kehilangan tersebut melalui tangga nada E
minor dengan sukat 6/8, pada bagian ini gitar satu memulai introduksi
sebanyak delapan birama direspon dengan gitar dua sebagai melodi utama
pada birama sembilan. Pada frase ini menggambarkan kesedihan dan
kehilangan yang diwakilkan dengan melodi pada gitar dua.
Notasi 3.1 Melodi utama "Pada Suatu Hari Nanti"
2 Becker, (1978), 317.
17
Gitar satu berfungsi sebagai rythm yang polanya akan terus sama sampai
selesai. Bagian ini dilanjutkan dengan pola yang sama sampai dengan birama
24, pada birama 17 bass elektrik merespon untuk menambah kesan
kehilangan yang dalam. Memasuki birama 25 terjadi modulasi ke dalam
tangga nada E Mayor disini penulis ingin menyampaikan rasa keabadian dan
rasa sayang sehingga suasananya pun berbeda dengan frase introduksi.
Notasi 3.2 Modulasi ke dalam tangga nada E Mayor "Pada Suatu Hari Nanti"
Bagian ini terasa lebih terang, hangat, dan ada harapan. Pada bagian ini
penulis mengolah melodi dan harmoni yang di bunyikan ke instrumen piano.
Notasi 3.3 Suasana hangat pada piano (birama 25) "Pada Suatu Hari Nanti"
18
Memasuki bagian C, tangga nada berubah kembali menjadi E minor. Pada
bagian ini penulis menggunakan teknik komposisi contrary motion yang
dimainkan oleh violin dan cello.
Notasi 3.4 Contrary Motion Violin dan Cello "Pada Suatu Hari Nanti"
Bagian B' terjadi modulasi yang kedua kali kedalam tangga nada A
Mayor. Bagian ini adalah penutup dari komposisi "Pada Suatu Hari Nanti".
Notasi 3.5 Modulasi ke dalam tangga nada A Mayor "Pada Suatu Hari Nanti"
Bagian introduksi menggunakan progresi akord vi – V – IV - iii yang
diulang-ulang hingga birama 24. Sedangkan pada bagian modulasi ke dalam
tangga nada E Mayor penulis menggunakan akord I – vi – IV – iii – ii – V.
Komposisi ini banyak menggunakan progresi akord yang sederhana dan
mudah untuk didengar.
19
2. "Hujan Bulan Juni"
Puisi ini menceritakan tentang perasaan orang yang sabar meskipun harus
memendam rasa. Rasa sabar itu tertuang dalam kata tabah, bijak dan arif.
Puisi ini mengandung majas Personifikasi adalah majas yang mengibaratkan
benda mati memiliki sifat seperti manusia, dalam puisi ini hujan seolah-olah
memiliki sifat tabah, bijak, dan arif seperti manusia. Berikut syair puisinya:
Tak ada yang lebih tabah
Dari hujan bulan Juni
Dirahasiakannya rintik rindunya
Kepada pohon berbunga itu
Tak ada yang lebih bijak
Dari hujan bulan Juni
Dihapuskannya jejak jejak kakinya
Yang ragu-ragu dijalan itu
Tak ada yang lebih arif
Dari hujan bulan Juni
Dibiarkannya yang tak terucapkan
Diserap akar pohon bunga itu
Selain majas Personifikasi, puisi ini juga mengandung gaya bahasa
repetisi, yang terdapat pada kalimat, "Dari hujan bulan Juni", masing-masing
bait terdapat kalimat ini disetiap baris keduanya.
Terdapat rima pada puisi "Hujan Bulan Juni", yang dapat diidentifikasi
berupa aliterasi, yaitu perulangan bunyi. Perulangan bunyi /n/ terdapat pada
baris "Hujan Bulan Juni", masing-masing kata dalam baris tersebut
mengandung huruf /n/. Perulangan bunyi /r/ terdapat pada baris
"Dirahasiakan rintik rindunya", masing-masing kata tersebut adalah rahasia,
rintik, dan rindu sama-sama diawali dengan huruf /r/. Tetapi perulangan
20
bunyi /r/ lebih terasa pada baris terakhir, "Dibiarkannya yang tak terucapkan,
Diserap akar pohon bunga itu".
Puisi ini terdiri dari tiga bait yang masing masing bait terdiri dari empat
baris. Uniknya puisi ini dibuat sekali jadi dan dipubikasikan pada koran sore
di Yogyakarta. Komposisi “Hujan Bulan Juni” penulis susun untuk
menggambarkan suasana hujan yang "hangat" dalam puisi tersebut. Instrumen
yang penulis gunakan diantara lain snare drum, vibraphone, piano, gitar
akustik, violin, dan cello. Komposisi ini memiliki pola yaitu A – B – A’ – B’
dengan sukat 3/4 dimainkan dalam tangga nada D Mayor. Pada bagian
introduksi (birama 1-20), gitar satu sebagai pembuka lalu pada birama ke
lima cello merespon sebagai bagian dari introduksi. Pada akhir introduksi
muncul tanda fermata untuk mempersiapkan ke bagian selanjutnya. Birama
13 muncul efek hujan yang dibunyikan oleh snare dimainkan menggunakan
brush stick dengan cara menggesekkan bagian steel brush stick ke permukaan
snare sehingga menimbulkan efek seperti suara hujan yang rintik dan agak
deras.
Notasi 3.6 Motif hujan Snare drum (birama 13-55) "Hujan Bulan Juni"
Mengikuti suasana yang sama di birama 21 violin dimainkan secara
tremolo dengan maksud menambah kesan hangat dan suasana hujan lebih
terasa. Suasana hangat akan dibunyikan oleh piano.
Notasi 3.7 Piano dan Vibraphone "Hujan Bulan Juni"
21
Gitar dua berperan penting dalam komposisi ini, karena gitar dua banyak
memainkan melodi utama, namun pada bagian A' melodinya pindah ke piano.
Notasi 3.8 Melodi Gitar 2 (birama 21) "Hujan Bulan Juni"
Notasi 3.9 Melodi Piano (birama 38) "Hujan Bulan Juni"
Pada bagian coda lebih tepatnya pada birama 53, terdapat simbol rit yang
disisipkan sampai birama 56. Bagian ini menggambarkan hujan yang hampir
reda serta rasa hangat yang masih terasa, namun di birama 57/1 simbol
fermata digunakan lagi, muncul pada instrumen gitar satu kemudian pada
birama selanjutnya muncul fermata lagi yang dibunyikan oleh gitar satu, gitar
dua, volin, dan cello bagian ini adalah penutupnya.
3. ”Dalam Diriku"
Puisi "Dalam Diriku" dibuat pada tahun 1980. Puisi “Dalam Diriku”
menceritakan tentang mensyukuri hidup, meskipun hidup itu tidak selalu
bahagia ataupun senang. Dinamika kehidupan yang silih berganti berupa suka
maupun duka, gelap dan terang memberi warna tersendiri namun hidup harus
tetap berjalan, diisi dan disyukuri sebagai sebuah anugerah dari Sang
Pencipta. Makna dari puisi "Dalam Diriku" tertuang pada kalimat "dan
karena hidup itu indah, aku menangis sepuas puasnya". Berikut syair
puisinya:
Dalam diriku mengalir sungai panjang
darah namanya
22
Dalam diriku menggenang telaga darah
sukma namanya
Dalam diriku meriak gelombang suara
hidup namanya
dan karena hidup itu indah
aku menangis sepuas puasnya
Puisi ini mengandung majas Metafora, yang mana terdapat pada kalimat
”Dalam diriku mengalir sungai panjang, darah namanya" dimana seolah-
olah dalam diri manusia memiliki sungai panjang, tetapi yang dimaksudkan
dengan sungai panjang adalah aliran darah. Darah yang dimaksudkan dalam
puisi ini lebih mengarah tentang hidup manusia, sehingga kehidupan
disimbolkan sebagai darah dalam puisi ini. Darah sendiri adalah lambang dari
sebuah kehidupan. Apabila manusia mati di dalam tubuhnya tidak lagi
mengalir darah, darahnya membeku, tidak ada lagi kehidupan. Puisi ini
terdapat juga perulangan larik yang terdapat pada kalimat "Dalam diriku",
masing-masing bait memiliki kalimat ini disetiap baris pertamanya. Dapat
diidentifikasi dalam puisi ini berupa aliterasi yang terdapat pada kalimat
mengalir, menggenang,dan meriak, masing-masing bait memiliki perulangan
bunyi /me/. Sedangkan perulangan huruf /a/ dapat dilihat pada kata namanya
dan sepuas puasnya diakhiri dengan aliterasi huruf /a/.
Puisi ini memiliki empat bait dimana tiga baris pertama memiliki tiga
baris, sedangkan untuk bait yang ke empat hanya dua baris. Dalam puisi ini
mengandung rima aliterasi atau sama suara. Komposisi ini penulis susun
berdasarkan pesan atau makna dari puisi “Dalam Diriku” yang menjadi dasar
tersusunnya komposisi ini. Dari beberapa komposisi yang penulis susun
untuk tugas akhir penulis, komposisi inilah yang lebih kompleks. Bentuk
komposisi ini free form dengan pola A – B – B' – C dengan sukat 4/4
23
dimainkan dalam tangga nada D Mayor, susunan instrumen yang lebih
banyak dari ketiga komposisi yang lain. Instrumen yang digunakan cukup
beragam antara lain, drum set, cymbals, vibraphone, gitar elektrik satu dan
dua, bass elektrik, piano, violin dan cello semuanya mempunyai peran yang
saling memperkuat dan mendukung di dalam komposisi ini.
Penggalan kalimat yang sangat mewakili makna puisi ini tertulis pada
baris terakhir, yang berbunyi “Dan karena hidup itu indah, aku menangis
sepuas-puasnya”. Komposisi ini penulis susun dengan tempo yang berbeda
dari komposisi yang lain, dengan tempo yang agak cepat dan dengan
dukungan drum set penulis menuangkan makna mensyukuri hidup dengan
perasaan semangat menjalani hidup.
Pada bagian awal komposisi ini, dimulai dengan introduksi piano
sebanyak dua birama, lalu pada birama ke tiga elektrik gitar dua masuk
dengan not 1/8 konstan dan diikuti oleh vibraphone dan elektrik gitar satu
membunyikan blok kord.
Notasi 3.10 Introduksi (birama 1-10) "Dalam Diriku"
Pada bagian A eletrik gitar dua masih memainkan not 1/8 konstan lalu
muncul melodi pada piano bagian ini hanya dua instrumen yang bunyi,
namun pada birama 15 suara cello di bunyikan untuk melengkapi elektrik
gitar dua dan piano.
24
Notasi 3.11 Melodi Piano "Dalam Diriku"
Notasi 3.12 Harmoni Cello "Dalam Diriku"
Masih pada dibagian A birama 19 muncul pola ritme 1/16 yang dimainkan
oleh elektrik gitar satu, pola ini terus berlanjut sampai birama dua puluh
empat.
Notasi 3.13 Pola not 1/16 Elektrik gitar 1 "Dalam Diriku"
Memasuki bagian B semua instrumen berperan, dalam bagian ini elektrik
gitar satu mengambil lead sebagai melodi utama, lalu pola ritme 1/16 yang
sebelumnya dimainkan elektrik gitar satu dipindahkan ke piano pola ini
berperan penting untuk menjaga suasana dan sebagai simbol kehidupan yang
berjalan terus.
25
Notasi 3.14 Bagian B (birama 25) "Dalam Diriku"
Bagian ini menggambarkan seseorang yang menjalani hidupnya dengan
semangat, meskipun hari-hari tidak selalu baik tetapi tokoh “aku” ini selalu
bersyukur apapun dan bagaimana pun kondisi hidupnya.
B’ adalah bentuk repetisi dari bagian B, hanya saja ada beberapa
instrumen yang ditambah bagiannya, sebagai contoh vibraphone ikut
memainkan melodi bersama elektrik gitar satu dan bersifat unison, serta hi-
hat yang awalnya dimainkan secara close masuk bagian B’ hi-hat nya
dimainkan secara open sehingga lebih terasa berhentak, dan lebih terasa
semangatnya.
26
Notasi 3.15 Bagian B’ (birama 33) "Dalam Diriku"
Bagian C dalam komposisi ini menceritakan tokoh “aku” diam merenungi
kehidupannya, yang di gambarkan melalui dinamika yang lebih lembut
intensitas suaranya. Cello menjadi instrumen solo yang menggambarkan
tokoh “aku”.
Notasi 3.16 Solo Cello "Dalam Diriku"
Pada bagian akhir komposisi ini muncul simbol rit pada birama 47 ketuk
kedua, yang menggambarkan tokoh “aku” menangis karena mensyukuri
hidup, dan dibirama terakhir simbol fermata kembali digunakan tetapi hanya
akan disisipkan pada instrumen vibraphone, elektrik gitar dua, violin dan
cello.
27
Notasi 3.17 Tiga birama terakhir "Dalam Diriku"
4. "Aku Ingin"
"Aku Ingin" adalah sebuah karya puisi Sapardi Djoko Damono yang
paling terkenal. Puisi ini memiliki makna penyampaian rasa cinta seseorang
secara tulus dan penuh pengorbanan. Tersirat dalam baris “Dengan kata yang
tak sempat diucapkan kayu kepada api yang menjadikannya abu” dan
“Dengan isyarat yang tak sempat disampaikan awan kepada hujan yang
menjadikannya tiada” memiliki arti bahwa rasa yang dimiliki merupakan rasa
cinta yang tidak perlu diucapkan dengan omong besar, melainkan dibuktikan
dengan pengorbanan yang besar. Berikut syair puisinya:
Aku ingin mencintaimu
dengan sederhana
dengan kata yang tak sempat
diucapkan kayu kepada api
yang menjadikannya abu
Aku ingin mencintaimu
28
dengan sederhana
dengan isyarat yang tak sempat
disampaikan awan kepada hujan
yang menjadikannya tiada
Puisi "Aku Ingin" memiliki majas Personifikasi, yang terdapat pada
kalimat:
I. dengan kata yang tak sempat
diucapkan kayu kepada api
yang menjadikannya abu
II. dengan isyarat yang tak sempat
disampaikan awan kepada hujan
yang menjadikannya tiada
Pada kalimat tersebut seolah-olah "kayu" dan "hujan" ingin
menyampaikan suatu pesan kepada "api" dan "awan". Terdapat pula
perulangan larik "Aku ingin mencintaimu dengan sederhana" yang diulangi
disetiap awal bait pertama dan kedua. Puisi ini memiliki dua bait yang masing
masing bait terdiri dari lima baris. Puisi ini dibuat pada tahun 1989
Komposisi ini menjadi satu-satunya yang berlirik, liriknya sendiri diambil
dari syair puisi “Aku Ingin” tanpa mengubah, mengurangi, menambahkan
kata apapun kedalamnya, dengan pola A – B – C - D – A’ bertangga nada C
Mayor dengan sukat 4/4. Instrumen yang digunakan cukup beragam, antara
lain, vibraphone, akustik gitar satu dan dua, elektrik bass, piano, violin, cello,
choir, dan solo sopran. Bagian introduksi dimulai gitar dua dengan motif not
1/16 sebanyak empat birama kemudian bagian A birama lima vokal masuk
dengan lirik yang diambil dari baris pertama puisi “Aku Ingin”.
Notasi 3.18 Motif 1/16 Gitar 2 "Aku Ingin"
29
Notasi 3.19 Gitar 2 dan Vokal "Aku Ingin"
Sebelum memasuki bagian B, muncul simbol rit pada birama 16 yang
kemudian muncul a tempo pada birama 17 sekaligus membuka bagian C.
Pada bagian ini hanya vibraphone, gitar satu dan dua, elektrik bass, dan piano
yang dimainkan, untuk gitar dua akan masuk pada birama 21 dengan pola
ritme 1/8.
Notasi 3.20. Bagian B "Aku Ingin"
Memasuki bagian D, melodi yang awalnya dinyanyikan vokal di bagian A
sebelumnya pindah yang dimainkan oleh piano. Vokal dan choir mulai masuk
pada birama 25 ketuk kedua.
30
Notasi 3.21 Elektrik Piano, Vokal, dan Choir "Aku Ingin"
Bagian ini terus berlanjut sampai dengan birama 32, lalu simbol rit muncul
lagi untuk persiapan memasuki bagian D. Bagian D diawali dengan A tempo
dan solo sopran menyanyikan not utuh sebanyak dua birama. Violin dan cello
masuk dibirama yang sama hanya saja diketukan kedua.
Notasi 3.22 Violin, Cello, dan Solo Vokal "Aku Ingin"
Pada bagian akhir komposisi, diakhiri dengan piano dan solo vokal.
Penulis menggunakan teknik komposisi repetisi melodi pada bagian vokal.
Bagian akhir ini syairnya diambil dari baris kedua puisi "Aku Ingin".
Notasi 3.23 Piano dan Vokal pada komposisi "Aku Ingin"
Top Related