4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI
2.1 Tinjauan Pustaka
2.1.1 Permukiman Kumuh
Permukiman kumuh didefinisikan sebagai lingkungan permukiman yang
berpenghuni padat (melebihi 500 jiwa/hektar), kondisi sosial ekonomi rendah,
jumlah penduduk yang sangat padat dan ukurannya di bawah standar, prasarana
lingkungan yang hampir tidak ada atau tidak memenuhi persyaratan teknis dan
kesehatan, dibangun di atas tanah Negara atau tanah milik orang lain, dan di luar
peraturan perundang-undangan. Lingkungan permukiman akan terjadi proses
kekumuhan apabila penduduk berpenghasilan rendah menempati daerah yang
serba terbatas : tanah, fasilitas, sarana prasarana dan sebagainya, sehingga kondisi
lingkungan menjadi padat dan kurang kemampuan untuk memperbaiki diri sendiri
dan lingkungannya (Wiyono dalam Komarudin, 1996).
Gambaran lingkungan permukiman kumuh (lingkungan buruk menurut Bianpoen,
1991) adalah lingkungan permukiman yang kondisi tempat tinggal atau tempat
huniannya berdesakan, luas rumah tidak sebanding dengan jumlah penghuni,
rumah berfungsi sekedar tempat istirahat dan melindungi diri dari panas, dingin
dan hujan, lingkungan dan tata permukimannya tidak teratur, bangunan
sementara, tanpa perencanaan, prasarana kurang (MCK air bersih, saluran
buangan, listrik, gang lingkungan jorok dan menjadi sarang penyakit), fasilitas
sosial kurang (sekolah, rumah ibadah, balai pengobatan), mata pencaharian
penghuni tidak tetap dan usaha non-formal, tanah bukan milik penghuni,
pendidikan rendah, penghuni sering tidak tercatat sebagai warga setempat, rawan
kebakaran, banjir, dan rawan terhadap timbulnya penyakit.
Sedangkan menurut BPS kawasan permukiman kumuh adalah lingkungan hunian
dan usaha yang ditandai dengan banyaknya rumah yang tidak layak huni, banyak
saluran pembuangan limbah yang macet, penduduk/bangunan yang sangat padat,
banyak peduduk buang air besar tidak di jamban, dan biasanya berada di area
5
marjinal. Rumah yang tidak layak huni tersebut adalah rumah yang terbuat dari
bahan bekas yang tidak cocok untuk bertempat tinggal atau terletak pada areal
yang diperuntukkan bukan untuk permukiman. Sedangkan area marjinal biasanya
terletak di bantaran sungai, pinggir rel kereta api, dibawah jaringan listrik
tegangan tinggi.
Lingkungan permukiman kumuh digambarkan sebagai bagian yang terabaikan
dari lingkungan perkotaan dimana kondisi kehidupan dan penghidupan
masyarakatnya sangat memprihatinkan, yang diantaranya ditunjukkan dengan
kondisi lingkungan hunian yang tidak layak huni, tingkat kepadatan penduduk
yang tinggi, sarana dan prasarana lingkungan yang tidak memenuhi syarat, tidak
tersedianya fasilitas pendidikan, kesehatan maupun sarana dan prasarana sosial
budaya kemasyarakatan yang memadai (World Bank, 1999).
2.2 Landasan Teori
2.2.1 Air Limbah Domestik
Air limbah domestik adalah limbah cair yang berasal dari dapur, kamar mandi,
cucian, dan kotoran manusia. Menurut Keputusan Menteri Negara Lingkungan
Hidup Nomor 112 tahun 2003 tentang Baku Mutu Air Limbah Rumah Tangga
yang dimaksud dengan air limbah rumah tangga adalah air limbah yang berasal
dari usaha dan atau kegiatan permukiman (real estate), rumah makan (restoran),
perkantoran, perniagaan apartemen dan asrama. Pada air limbah rumah tangga
nonseptic tank biasanya mengandung partikel-partikel koloid yang dapat
mengakibatkan adanya kekeruhan. Kandungan zat-zat kimia yang terkandung
dalam air limbah rumah tangga sangat tergantung pada sabun, deterjen, dan
pengharum baju. Seiring dengan tingginya pertumbuhan penduduk
mengakibatkan terjadinya peningkatan pemakaian air dalam rumah tangga yang
menyebabkan peningkatan jumlah limbah cair.
6
Sumber air limbah diungkapkan Purwanto (2004), yaitu :
Air buangan yang bersumber dari rumah tangga (domestic wastes water), yaitu air
limbah yang berasal dari permukiman penduduk. Secara umum air limbah rumah
tangga dapat dikelompokkan dalam 2 jenis, yaitu :
a) Grey Water, merupakan air bekas cucian dapur, mesin cuci, dan kamar
mandi, Grey Water sering disebut dengan istilah sullage. Campuran faeces
dan urine disebut sebagai excreta, sedangkan campuran excreta dengan air
bilasan toilet disebut sebagai black water. Mikroba pathogen banyak
terdapat pada excetra. Excetra ini merupakan cara trasnport utama bagi
penyakit bawaan.
b) Black Water, Tinja (faeces) berpotensi mengandung mikroba pathogen
dan air seni (urine), umumnya mengandung Nitrogen (N) dan Fosfor, serta
mikroorganisme
2.2.2 Produksi Air Limbah Domestik
Penentuan debit air limbah domestik dapat juga diperoleh dari besarnya
pemakaian air bersih dengan memperhitungkan faktor kehilangan air (Metcalf and
Eddy, 1991), dimana besarnya debit air limbah sama dengan 80% dari konsumsi
air bersih pemakai. Kebutuhan air bersih dapat dilihat berdasarkan kategori kota
seperti pada Tabel 2.1 berikut.
Tabel 2.1 Kebutuhan Air Bersih Daerah Perkotaan
Kategori Ukuran Kota Jumlah Penduduk Kebutuhan Air
(lt/orang/hari)
I Kota Metropolitan >1.000.000 190
II Kota Besar 500.000-
1.000.000
170
III Kota Sedang 100.000-500.000 150
IV Kota Kecil 20.000-100.000 130
V Kota Kecamatan < 20.000 100
Sumber : Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah, 2002
7
2.2.3 Sistem Pengelolaan Limbah
Bahan pertimbangan dalam pemilihan sistem pengolahan air limbah domestik
menurut pedoman pengelolaan air limbah perkotaan Departemen Kimpraswil
tahun 2003 didasarkan pada faktor-faktor kepadatan penduduk, sumber air yang
ada, kedalaman muka air tanah dan kemampuan biaya.
1. Sistem Setempat (On Site System)
Sistem sanitasi setempat (on-site sanitation) merupakan sistem pengelolaan air
limbah yang dilakukan secara individu melalui pengolahan dan pembuangan air
limbah domestik setempat.(Perda Kab Karanganyar No 10 Tahun 2012)
Pada penerapan sistem setempat ada beberapa kriteria yang harus dipenuhi (DPU,
1989), antara lain:
a. Kepadatan penduduk < 200 jiwa/ha
b. Kepadatan penduduk 200-500 jiwa/ha masih mungkin dengan syarat
penduduk tidak menggunakan air tanah
c. Tersedia truk tinja untuk penyedotan
Keuntungan sistem setempat adalah sebagai berikut :
a. Biaya pembuatan murah
b. Biasanya dibuat oleh pribadi
c. Teknologi dan pembangunannya sederhana
d. Sistem yang terpisah bagi tiap-tiap rumah dapat privacy yang aman dan
bebas
e. Operasi dan pemeliharaannya mudah dan umumnya merupakan tanggung
jawab pribadi masing-masing, kecuali yang tidak terpisah atau dalam
kelompok/ blok.
Kerugian sistem setempat adalah sebagai berikut :
a. Tidak cocok bagi daerah dengan kepadatan penduduk tinggi sehingga lahan
yang tersedia sangat sempit, dan muka air tanah tinggi, kecuali jika daya
resap tanah yang rendah
b. Sukar mengontrol operasi dan pemeliharaannya (terutama untuk sistem
tangki septik)
8
c. Fungsi terbatas hanya dari buangan kotoran manusia (black water)
d. Resiko mencemari air tanah (sumur dangkal) bila pemeliharaannya tidak
dilakukan dengan baik.
2. Sistem Pengelolaan Limbah Terpusat (Off Site System)
Sistem terpusat (Off Site System) merupakan sistem pembuangan air rumah tangga
(mandi, cuci, dapur dan limbah kotoran) disalurkan keluar dari lokasi pekarangan
masing-masing rumah ke saluran pengumpul air limbah dan selanjutnya
disalurkan secara terpusat ke bangunan pengolahan air buangan sebelum dibuang
ke badan air penerima (Ayu Fajarwati:2000)
Kelebihan sistem pengelolaan limbah terpusat adalah:
a) Memberikan pelayanan yang lebih nyaman
b) Menampung semua air limbah domestik, sehingga pencemaran air (hujan) di
saluran drainase (pematusan untuk air hujan), badan-badan air permukaan dan
air tanah dapat dihindarkan
c) Cocok untuk daerah perkotaan dengan kepadatan tinggi sampai menengah
d) Masa terpakainya lama.
Kekurangan sistem pengelolaan limbah terpusat adalah:
a) Biaya pembangunan mahal
b) Memerlukan tenaga-tenaga terampil dan atau terdidik untuk menangani
operasi dan pemeliharaan.
c) Keuntungan hanya bisa dicapai sepenuhnya setelah selesai seluruhnya dan
digunakan oleh seluruh penduduk di daerah tersebut
Sistem yang besar memerlukan perencanaan dan peaksanaan jangka panjang
2.3 Perencanaan Sistem Pengelolaan Air Limbah Komunal
2.3.1 Sistem Penyaluran Air LimbahSistem penyaluran air limbah dapat dilakukan secara terpisah, tercampur, maupun
kombinasi antara saluran air limbah dengan saluran air hujan (Masduki:2000).
9
1. Sistem terpisah
Sistem ini dikenal dengan full sewerage, dimana air buangan dan air hujan
dialirkan secara terpisah melalui saluran yang berbeda. Sistem ini digunakan
dengan pertimbangan antara lain:
1) Periode musim hujan dan kemarau lama
2) Kuantitas aliran yang jauh berbeda antara air hujan dan air limbah domestik.
3) Air limbah umumnya memerlukan pengolahan terlebih dahulu, sedangkan air
hujan harus secepatnya dibuang ke badan air penerima.
4) Fluktuasi debit (air limbah domestik dan limpasan air hujan) pada musim
kemarau dan musim hujan relatif besar
5) Saluran air buangan dalam jaringan riol tertutup, sedangkan air hujan dapat
berupa polongan (conduit) atau berupa parit terbuka (ditch).
Kelebihan sistem ini adalah masing-masing sistem saluran mempunyai dimensi
yang reatif kecil sehingga memudahkan dalam konstruksi serta operasi dan
pemeliharaannya. Sedangkan kelemahannya adalah memerlukan tempat luas
untuk jaringan masing-masing sistem saluran.
Beberapa alternatif dari sistem penyaluran air limbah secara terpisah adalah
sebagai berikut:
a) Sistem Penyaluran Konvensional
Sistem penyaluran konvensional (conventional sewerage) merupakan suatu
jaringan perpipaan yang membawa air limbah ke suatu tempat berupa bangunan
pengolahan atau tempat pembuangan akhir seperti badan air penerima. Sistem ini
terdiri dari jaringan persil, pipa servis, pipa lateral, dan pipa induk yang melayani
penduduk untuk suatu daerah pelayanan yang cukup luas.
Syarat untuk penerapan sistem konvensional antara lain:
- Suplai air bersih yang tinggi karena diperlukan untuk menggelontor
- Diameter pipa minimal 100 mm, karena membawa padatan
- Aliran dalam pipa harus seragam
10
- Slope pipa harus diatur sehingga V cleansing terpenuhi (0,6 m/detik). Aliran
dalam saluran harus memiliki tinggi renang agar dapat mengalirkan padatan.
- Kecepatan maksimum pada penyaluran konvensional 3 m/detik
Gambar 2.1 Layout Pipa Sistem Penyaluran Konvensional
(International Source Book On Environmentally Sound Technologies for
Wastewater and Stormwater Management, 2007)
b) Sistem Shallow Sewerage (Sistem Riol Dangkal)
Shallow sewerage disebut juga sebagai simplified sewerage atau condominial
sewerage (Mara:1996). Perbedaan dengan sistem konvensional adalah sistem ini
mengangkut air limbah dalam skala kecil dan pipa terpasang dengan kemiringan
yang lebih landai. Shallow sewer sangat tergantung pada pembilasan air limbah
untuk mengangkut buangan padat jika dibandingkan dengan cara konvensional
yang mengandalkan self cleansing.
11
Gambar 2.2 Layout Pipa Sistem Penyaluran Shallow Sewerage
(International Source Book On Environmentally Sound Technologies for
Wastewater and Stormwater Management, 2007)
Biaya pembuatan shallow sewerage lebih murah dibandingkan dengan penyaluran
secara konvensional dan bahkan mungkin lebih murah daripada sistem sanitasi
setempat karena penggalian yang dangkal, pipa yang digunakan berdiameter kecil
dan unit pengawasan yang sederhana dalam tempat manhole yang tidak besar
(International Source Book On Environmentally Sound Technologies for
Wastewater and Stormwater Management, 2007).
c) Sistem Riol Ukuran Kecil
Saluran pada sistem riol ukuran kecil (small bore sewer) dirancang hanya untuk
menerima bagian-bagian cair dari limbah kamar mandi, cuci, dapur, dan limpahan
air dari tangki septik, sehingga salurannya harus bebas zat padat. Saluran ini tidak
dirancang untuk self cleansing, dari segi ekonomis ini lebih murah dibandingkan
dengan sistem konvensional.
Syarat yang harus dipenuhi untuk penerapan sistem ini yaitu (DPU, 1993) :
- Memerlukan tangki yang berfungsi untuk memisahkan padatan dan cairan,
tangki ini biasanya berupa tangki septik.
- Diameter pipa minimal 50 mm karena tidak membawa padatan
- Aliran yang terjadi dapat bervariasi
12
- Aliran yang terjadi dalam pipa tidak harus memnuhi kecepatan self cleansing
karena tidak harus membawa padatan
- Kecepatan maksimum 3 m/detik untuk mencegah displacement akibat erosi
atau kejutan.
2. Sistem Penyaluran Tercampur
Pada sistem ini, air limbah disalurkan bersama dengan limpasan air hujan dalam
satu saluran tertutup. Dasar pertimbangan diterapkan sistem ini antara lain :
1) Debit air hujan dan air limbah secara umum relatif kecil sehingga dapat
disatukan
2) Fluktuasi curah hujan dari tahun ke tahun relatif kecil
Kelebihan sistem ini adalah hanya memerlukan satu jaringan sistem penyaluran
air limbah sehingga operasi dan pemeliharaannya akan lebih ekonomis.
Konsentrasi pencemar dalam limbah akan berkurang karena adanya pengenceran
dari air hujan. Sedangkan kelamahannya adalah memerlukan perhitungan debit air
hujan dan air limbah yang cermat untuk perencanaan jaringan perpipaan. Karena
saluran tertutup maka diperlukan ukuran riol yang berdiameter besar serta luas
lahan yang cukup luas untuk menempatkan instalasi pengolahan air limbah.
3. Sistem Kombinasi
Sistem ini dikenal dengan istilah “interceptor” dimana air limbah dan air hujan
disalurkan bersama-sama sampai tempat tertentu baik melalui saluran terbuka
maupun saluran tertutup tetapi sebelum mencapai lokasi instalasi pengolahan
antara air limbah dan air hujan dipisahkan melalui bangunan regulator.
Air limbah dimasukkan ke saluran pipa induk untuk disalurkan ke lokasi
pembuangan akhir, sedangkan air h1ujan langsung dialirkan ke badan air
penerima. Pada musim kemarau air limbah akan masuk seuruhnya ke pipa induk
dan tidak akan mencemari badan air.
Sistem ini diterapkan pada:
1) Daerah yang dilalui sungai yang airnya dimanfaatkan untuk memenuhi
kebutuhan tertentu, misalnya sebagai bahan baku penyediaan air bersih
sehingga penting untuk dilindungi dari pencemaran
13
2) Daerah yang untuk program jangka panjang direncanakan akan diterapkan
sistem saluran secara konvensional. Karena itu pada tahap awal dapat
dibangun saluran pipa induk yang untuk semantara dapat dimanfaatkan
sebagai saluran air hujan.
Sistem penyaluran air limbah dipengaruhi oleh letak dan topografi daerah yang
dilayani. Menurut Soeparman (2002), berdasarkan sistem pengalirannya
penyauran air limbah dibagi menjadi 3 (tiga), yaitu :
1) Sistem gravitasi, sistem ini digunakan bila badan air berada di bawah elevasi
daerah penyerapan dan memberikan energi potensial yang tinggi terhadap
daerah pelayanan terjauh
2) Sistem pemompaan, sistem pemompaan digunakan apabia elevasi badan air
di atas elevasi daerah pelayanan
3) Sistem kombinasi, sistem kombinasi digunakan apabila air limbah dari
pelayanan dialirkan ke bangunan pengolahan dengan bantuan pompa/
reservoir.
2.3.2 Perpipaan
Sistem jaringan perpipaan diperlukan untuk mengumpulkan air limbah dari tiap
rumah dan banguanan di daerah pelayanan menuju instalasi pengolahan air limbah
(IPAL) terpusat. (Sumber : Direktorat Pengembangan PLP, Dirjen Cipta Karya,
DPU)
a. Pengaliran Limbah Cair Melalui Perpipaan
Sistem perpipaan pada air limbah berfungsi untuk membawa air limbah dari
satu tempat ke tempat lain agar tidak terjadi pencemaran pada lingkungan
sekitarnya. Prinsip pengaliran air limbah pada umumnya adalah gravitasi
tanpa tekanan, sehingga pola aliran adalah seperti pola aliran pada saluran
terbuka.
b. Jaringan Pipa Air Limbah
Jaringan pipa air limbah terdiri dari:
1) Pipa Persil
Pipa persil adalah pipa saluran yang umumnya terletak di dalam rumah
dan langsung menerima air buangan dari instalasi plumbing bangunan.
14
Pipa persil berdiameter (3-4) inch dengan kemiringan pipa 2%. Teknis
penyambungannya dengan pipa servis, membentuk sudut 45o dan apabila
perbandingan antara debit dari persil dengan debit dari saluran pengumpul
sangat kecil maka penyambungannya tegak lurus.
2) Pipa Service
Pipa service adalah jaringan pipa awal dari sistem perpipaan air limbah
terpusat yang mengalirkan air limbah dari bak inspeksi ke pipa lateral.
Lubang inspeksi adalah lubang kontrol yang menerima satu atau beberapa
sambungan dan menyalurkan ke pipa service. Bak inspeksi merupakan bok
awal sewerage system. Diameter pipa servis sekitar (6-8) inchi,
kemiringan pipa (0,5-1) %. Lebar galian pemasangan pipa servis minimal
0,45 m dengan kedalaman benam awal 0,6 m. sebaiknya pipa ini
disambungkan ke pipa lateral di setiap manhole.
3) Pipa Lateral
Pipa lateral adalah bagian dari jaringan perpipaan pipa air limbah sistem
terpusat yang menerima air limbah dari pipa-pipa service di sepanjang
daerah perumahan/ sumber air limbah. Pipa lateral merupakan pipa awal
public sewer. Pipa ini sering disebut juga pipa tersier. Diameter awal pipa
lateral minimal 8 inchi dengan kemiringan pipa sebesar (0,5-1)%.
4) Pipa Cabang
Pipa cabang adalah bagian dari jaringan perpipaan air limbah sistem
terpusat yang menerima air limbah dari pipa-pipa lateral. Pipa ini sering
disebut juga pipa sekunder. Diameternya bervariasi tergantung dari debit
yang mengalir pada masing-masing pipa. Kemiringan pipa sekitar (0,2-
1)%.
5) Pipa Induk
Pipa induk adalah bagian dari jaringan perpipaan pipa air limbah sistem
terpusat yang menerima air limbah dari pipa cabang dan mengalirkannya
ke lokasi Instalasi Pengolahan Air Limbah. Kemiringan pipa sekitar (0,2-
1) %.
15
Gambar 2.3 Sistem Jaringan Perpipaan Air Limbah ( Joy, Irman, 2013)
c. Pemilihan Bahan Pipa
Pemilihan bahan pipa harus dipertimbangkan mengingat air limbah banyak
mengandung bahan yang mengganggu kekuatan pipa. Demikian pula selama
pengangkutan dan pemasangannya diperlukan kemudahan serta kekuatan fisik
yang memadai.
Faktor yang perlu diperhatikan dalam pemilihan pipa adalah sebagai berikut:
1) Umur ekonomis
2) Pengalaman pipa sejenis yang telah diaplikasikan di lapangan
3) Resistensi terhadap korosi (kimia) atau abrasi (fisika)
4) Koefisiensi kekasaran (hidrolik)
5) Kemudahan transport dan handling
6) Kekuatan struktur
7) Biaya suplai, tranpor dan pemasangan
8) Ketersediaan di lapangan
9) Ketahanan terhadap disolusi di dalam air
10) Kekedapan dinding
11) Kemudahan pemasangan sambungan
Pipa yang dapat dipakai untuk pemasangan air limbah adalah Vitrified Clay (VC),
Asbestos Cement (AC), Reinforced Concrete (RC), Stell, Cast Iron, High Density
Poly Ethylene (HDPE), Unplasticised Polyvinylchloride (uPVC) dan Glass
Reinforced Plastic (GRP).
16
Berikut adalah tabel perbandingan bahan saluran yang dapat dijadikan sebagai
bahan pertimbangan bahan saluran.
Tabel 2.2 Perbandingan Bahan Saluran
Bahan Diameter(inch)
Panjang(m)
Standar KorosifdanErosi
Kekuatan JenisSambungan
1. ReinforcedConcrete
12-144 1,2-7,4 ASTMC 76 TidakTahan
Kuat Bell spigot
2. Tanah Liat 4-48 1-2 ASTMC 700 Tahan MudahPecah
Mortar,rubber gasket
3. Pipa Asbes 4-42 2,5 AWWAC400
TidakTahan
Kuat Colar,rubberring
4. Cast Iron 2-48 6,1 AWWAC100
TidakTahan
SangatKuat
Bellspigot,FlangedMechanical
5. Pipa Baja 8-252 1,2-4,6 AWWAC200
TidakTahan
Kuat Bellspigot,socket
6. PVC 4-15 3,2 ASTMD 302 Tahan Cukup Flexible,Rubber,Gasket
7. HDPE 6-36 6,3 ASTMD3212
Tahan Kuat Rubbergasket,tightbell,coupler
Sumber : Metcalf & Eddy, 1991
a. Kedalaman Penanaman Pipa
Kedalaman penanaman pipa air buangan tergantung fungsi dari pipa itu sendiri.
Kedalaman awal pemasangan pipa adalah sebagai berikut:
- Pipa Persil → (0,45-1,00) meter dari permukaan tanah
- Pipa Servis → (0,88-1,20) meter dari permukaan tanah
- Pipa awal lateral → (0,88-1,20) meter dari permukaan tanah
Kedalaman akhir benam maksimum pipa induk dan pipa cabang disyaratkan tidak
kurang dari 1 m dan tidak lebih dari 7 m, jika lebih dari 7 m maka harus dinaikkan
dengan pompa.
17
2.3.3 Manhole
Manhole adalah bak kontrol berupa sumuran yang berfungsi sebagai tempat
memelihara dan memperbaiki pipa air limbah secara periodik, terutama bila ada
penyumbatan. Manhole dipasang dengan jarak tertentu mulai dari pipa lateral
hingga pipa induk. ( Sumber : DPU Dirjen Cipta Karya Direktorat
Pengembangan PLP)
Persyaratan manhole adalah sebagai berikut:
a. Dinding dan pondasi harus kedap air
b. Cukup kuat dari gaya-gaya dari luar
c. Cukup luas agar petugas dapat masuk ke dalam manhole
d. Terbuat dari beton atau pasangan batu bata dan batu kali
e. Jika diameter pipa cukup besar dengan kedalaman ≥ 2,50 meter maka
digunakan beton bertulang
f. Bagian atas manhole ditutup dengan rangka penutup ( frame & cover)
yang kuat menahan beban.
1) Dinding Manhole
Syarat dinding manhole adalah sebagai berikut:
a) Bentuk bundar atau persegi
b) Bahan dari pasangan batu bata, batu kali atau beton dengan adukan kedap
air (untuk mengurangi infiltrasi)
c) Bila diameter saluran cukup besar dengan kedalaman >2,5 m, bahan
dinding manhole memakai konstruksi beton (buis beton)
d) Sebelah dalam manhole dapat di lining dengan epoxy bila ada resiko
korosi sulfide.
e) Ketebalan
- 20 cm untuk kedalaman sampai dengan 1,5 m
- 30 cm untuk kedalaman >1,5 m
18
2) Lokasi Manhole
a) Pada jalur saluran yang lurus, dengan jarak tertentu tergantung diameter
saluran, tapi perlu disesuaikan dengan panjang peralatan pembersih yang
akan dipakai.
b) Pada setiap perubahan kemiringan saluran, perubahan diameter, dan
perubahan arah aliran, baik vertikal maupun horizontal
c) Pada lokasi sambungan, persilangan atau percabangan
(intersection) dengan pipa atau bangunan lain.
Tabel 2.3 Jarak Antar Manhole Menurut Diameter Saluran
Diameter (mm) Jarak Antar Manhole (m)
< 200 50 – 100
200 – 500 100 – 125
500 – 1000 125 - 150
>1000 150 - 200
(Sumber : Materi Training Proyek PLP Sektor Air Limbah, DPU 1986)
Salah satu syarat utama manhole adalah besarnya diameter manhole harus cukup
untuk pekerja dan peralatannya masuk kedalam serta dapat mudah melakukan
pekerjaannya, diameter manhole bervariasi sesuai dengan kedalaman
manhole.Berikut adalah tabel ukuran diameter manhole menurut kedalaman
disajikan pada Tabel 2.5.
Tabel 2.4 Diameter Manhole Menurut Kedalaman
Kedalaman (m) Diameter (m)
0,8 – 1,4 0,75
1,4 – 2,5 1,00 – 1,20
>2,5 1,20 – 1,80
(Sumber : Materi Training Proyek PLP Sektor Air Limbah, DPU 1986)
3) Bentuk dan Dimensi Manhole
Terdapat beberapa bentuk manhole yang dapat digunakan untuk daerah pelayanan
dengan kondisi tertentu.
a) Bentuk persegi panjang atau bujur sangkar
19
Digunakan apabila beban yang diterima kecil dengan kedalaman antara 75
– 90 cm. Dimensi yang digunakan 60 cm x 75 cm, 75 cm x 75 cm.
b) Bentuk Bulat
Digunakan apabila beban yang diterima besar dengan kedalaman yang
besar. Dimensi yang digunakan berdasarkan kedalaman,
4) Konstruksi Manhole
Pada umumnya ketebalan dinding manhole bergantuk pada, kedalaman, kondisi
tanah, beban yang diterima, dan material yang digunakan berkisar antara 5” – 9”
(125 – 225) mm (Okun, DA)
Gambar 2.4 Manhole (Kizuma, Wa, 2013)
2.3.4 Langkah - Langkah Pengolahan Air Limbah
Tujuan utama pengolahan air limbah adalah untuk mengurangi BOD, partikel
tercampur, serta membunuh organism pathogen. Selain itu, juga diperlukan
tambahan pengolahan untuk menghilangkan bahan nutrisi, komponen beracun,
serta bahan yang tidak dapat didegradasikan agar konsentrasi yang ada menjadi
rendah. Untuk itu diperlukan pengolahan secara bertahap agar bahan tersebut
dapat dikurangi.
1. Pengolahan Pendahuluan (Pre Treatment)
Sebelum proses pengolahan dilakukan, air limbah perlu dibersihkan agar
mempercepat dan memperlancar proses selanjutnya. Kegiatan tersebut berupa
20
pengambilan benda terapung dan pengambilan benda yang mengendap seperti
pasir.
a. Pengambilan Benda Terapung
Pada umumnya pada proses ini dilakukan dengan melewatkan air limbah
melewati para-para atau saringan kasar untuk menghilangkan benda yang
besar. Dapat juga menggunakan alat pencacah (comminutor) untuk
memootong zat padat yang terdapat di dalam air limbah kemudian tanpa
mengambilnya dari dalam aliran tersebut.
b. Pengambilan Benda Mengendap (Pasir)
Bak penangkap pasir direncanakan untuk menghilangkan kerikil halus yang
berupa pasir, koral, atau zat padat berat lainnya yang mengalami penurunan
kecepatan, atau mempunyai gaya berat lebih besar dari zat organik yang dapat
membusuk di dalam air limbah.
2. Pengolahan Pertama (Primary Treatment)
Pengolahan pertama bertujuan untuk menghilangkan zat padat tercampur melalui
pengendapan atau pengapungan. Dengan adanya pengendapan, maka akan
mengurangi kebutuhan oksigen pada pengolahan biologis berikutnya dan
pengendapan yang terjadi adalah pengendapan secara gravitasi.
Bak Pengendapan Ideal, pengendapan dimaksudkan untuk mendapatkan hasil
endapan yang optimal melalui pengaturan besar kecilnya bak yang akan dibangun.
Air limbah akan meninggalkan bak setelah berhasil mengendapkan partikel
kandungannya. Untuk lebih jelasnya dapat ditunjukkan pada Gambar 2.18 berikut
ini.
21
Gambar 2.5 Denah Bak Pengendap (Imam, Loasaries, 2013)
3. Pengolahan Kedua (Secondary Treatment)
Pengolahan kedua umumnya mencakup proses biologis untuk mengurangi bahan-
bahan organik melalui mikroorganisme yang ada di dalamnya. Terdapat dua hal
penting dalam proses biologis yaitu proses penambahan oksigen dan proses
pertumbuhan bakteri.
1) Proses penambahan oksigen (Aerasi)
Penambahan oksigen adalah salah satu usaha pengambilan zat pencemar akan
berkurang atau bahkan dapat dihilangkan sama sekali. Zat yang dapat diambil
dapat berupa gas, cairan, ion, koloid, atau bahan tercampur.
Pada prakteknya terdapat dua cara untuk menambahkan oksigen ke dalam air
limbah yaitu:
a. Memasukkan udara ke dalam air limbah
b. Memaksa air ke atas untuk berkontak dengan oksigen
2) Proses pertumbuhan bakteri
Bakteri diperlukan untuk menguraikan bahan organik yang ada di dalam air
limbah. Bakteri akan berkembang biak apabila jumlah makanan yang
terkandung didalamnya cukup tersedia, sehingga pertumbuhan bakteri dapat
dipertahankan secara konstan. Pada proses ini digunakan lumpur aktif
(activated sludge) untuk memperbanyak jumlah bakteri secara cepat agar
proses biologis dalam menguraikan bahan organik berjalan lebih cepat.
22
Untuk mendapatkan hasil yang baik pada proses pengolahan kedua perlu
diperhatikan beberapa pertimbangan antara lain:
a. Banyak udara yang diberikan setiap m3 air limbah adalah sebanyak 8-10
m3
b. Sebaiknya air limbah berada pada tangki aerasi adalah lama 6-8 jam
c. Banyaknya udara yang disediakan dibandingkan derajat pengotoran air
limbah yang ada adalah sebesar 40-80 m3 udara untuk setiap kg BOD.
d. Cell residence time dari lumpur adalah sebesar 8 (delapan) hari.
e. F/M rasio yaitu perbandingan antara makanan dan mikroorganisme
sebesar 0,2-0,3 kg BOD/kg bakteri.
4. Pengolahan Ketiga (Tertiary Treatment)
Pengolahan ketiga merupakan pengolahan secara khusus sesuai dengan
kandungan zat yang terbanyak dalam air limbah. Pada pengolahan ini akan terjadi
pengolahan secara kimiawi akibat penambahan zat kimia baik itu seperti karbon
aktif maupun aluminium aktif. Pengolahan ini dilakukan dengan cara penyaringan
baik itu penyaringan secara lambat, cepat dan juga akan terjadi penyerapan dan
pengurangan besi dan mangan.
5. Pembunuhan Bakteri (Desinfection)
Pembunuhan bakteri bertujuan untuk mengurangi atau membunuh
mikroorganisme patogen yang ada di dalam air limbah. Mekanisme pembunuhan
sangat dipengaruhi oleh kondisi dari zat pembunuhnya dan mikroorganisme itu
sendiri. Banyak zat pembunuh kimia termasuk klorin dan komponennya
mematikan bakteri dengan cara merusak atau menginaktifkan enzim utama,
sehingga terjadi kerusakan dinding sel.
Untuk menjernihkan air libah banyak digunakan bahan antara lain klorin oksida
dan komponennya, bromine, rodine, permanganate, logam berat, asam dan basa
kuat.
23
6. Pengolahan Lanjut (Ultimate Disposal)
Dari setiap tahap pengolahan air limbah hasilnya adalah berupa lumpur yang perlu
diadakan pengolahan secara khusus agar lumpur tersebut dapat dimanfaatkan
kembali. Pengolahan lumpur yang masih sedikit mengandung bahan nitrogen dan
mempermudah proses pengangkutan, maka diperlukan beberapa tahap pengolahan
antara lain:
1. Proses Pemekatan, proses ini bertujuan untuk mengurangi kadar air di
dalam lumpur sehingga memperkecil jumlah yang akan ditangani.
2. Proses Stabilisasi (Stabilization), proses stabilisasi secara aerobik maupun
anaerobik dapat menghilangkan bau dan memudahkan penghancuran serta
menghilangkan jumlah mikroorganisme.
3. Proses Pengaturan (Conditioning), sebelum proses pengeringan lumpur
dilakanakan maka lumpur perlu diatur situasinya agar proses pengurangan
air berjalan lancar. Pada proses ini perlu ditambahkan bahan kimia agar
partikel dalam lumpur menjadi besar.
4. Proses pengurangan air (Dewatering), adalah unit operasi yang diterpkan
untuk mengurangi kadar air dari lumpur.
5. Proses pengeringan, pada proses ini digunakan bak pengering yang
menampung lumpur berasal dari tangki pencernaan. Lumpur dietakkan
pada bak pengering dengan ketebalan 200-300 mm dan dibiarkan sampai
kering terkena matahari. Setelah kering kemudian lumpur dikerok untuk
dibuang ke tempat pembuangan akhir.
6. Proses pembuangan, pembuangan akhir dari lumpur ddan zat padat
biasanya tergolong dalam pembuangan di tanah. Metode yang digunakan
adalah dengan menebarkan di atas tanah, membuat kolam, penimbunan,
dan pengisian tanah yang cekung (land filling)
Dengan melihat proses-prosesnya, maka pengolahan air limbah dapat
dikelompokan dalam:
a. Proses pengolahan secara fisik yang terjadi pada saringan kasar,
penangkap pasir, pengendapan I, pengendapan II
24
b. Proses pengolahan secara biologi yang terjadi pada aerasi dan pengaktifan
lumpur karena pada proses tersebut terjadi pengaktifan mikroorganisme
secara aerobik
c. Proses pengolahan secara kimia yang terjadi pada aerasi karena pada
bangunan ini terjadi pengikatan oleh oksigen terhadap unsur maupun
senyawa yang terdapat pada air limbah.
2.3.5 Pengambilan Sampel
1. Definisi
Sampel adalah sebagian dari populasi. Artinya tidak akan ada sampel jika tidak
ada populasi. Populasi adalah keseluruhan elemen atau unsur yang akan kita teliti.
Penelitian yang dilakukan atas seluruh elemen dinamakan sensus. Idealnya, agar
hasil penelitiannya lebih bisa dipercaya, seorang peneliti harus melakukan sensus.
Namun karena sesuatu hal peneliti bisa tidak meneliti keseluruhan elemen tadi,
maka yang bisa dilakukannya adalah meneliti sebagian dari keseluruhan elemen
atau unsur tadi.
2. Dasar Penentuan Jumlah Sample
Untuk keperluan penelitian diperlukan pengambilan sampel pada daerah yang
diteliti agar lebih akurat sesuai dengan ukuran yang tepat. Berdasarkan teori yang
telah dikemukakan oleh Gay dan Diehl 1992 menuliskan, untuk penelitian
deskriptif, sampelnya 10% dari populasi, penelitian korelasional, paling sedikit 30
elemen populasi, penelitian perbandingan kausal, 30 elemen per kelompok, dan
untuk penelitian eksperimen 15 elemen per kelompok .
2.3.6 Dasar-dasar Perhitungan
1. Perkiraan Jumalah Penduduk
Proyeksi jumlah penduduk adalah menetukan perkiraan jumlah penduduk pada
beberapa tahun mendatang sesuai dengan periode perencanaan yang diinginkan.
Rumus yang digunakan dalam perhitungan prediksi jumlah penduduk adalah
metode Geometrik yang dapat dilihat sebagai berikut :
25
Pn = Po (1+r)n
r = %Dimana : Pn = Jumlah penduduk pada tahun n proyeksi
Po = Jumlah penduduk pada awal proyeksi
r = Rata-rata pertumbuhan penduduk pertahun
n = Waktu (tahun).
2. Perhitungan Debit Air Limbah
Debit Rata-Rata (Qr)
Debit air limbah rata-rata dapat dihitung dengan memperhitungkan faktor
kehilangan air (Metcalf and Eddy, 1991) menggunakan rumus sebagai berikut:
Qr = Fab x Qam
Dimana: Qr = Debit rata-rata air limbah (l/detik)
Fab = Faktor timbulan air limbah (65-85)%
Qam = Besarnya kebutuhan rata-rata air bersih (l/detik)
3. Perencanaan Tangki Septik
Untuk MCK komunal rumus-rumus yang digunakan untuk mendesain dapat
digunakan sebagi berikut:
a. Waktu tinggal
Th = 1,5 – 0,3 log (P x Q) > 0,2 hari
Dengan :
Th : Waktu penahanan minimum untuk pengendapan > 0,2 hari
P : Jumlah orang
Q : Banyaknya aliran, liter/orang/hari
b. Volume penampungan lumpur dan busa
A = P x N x S
26
Dengan :
A : Penampungan lumpur yang diperlukan (dalam liter)
P : Jumlah orang yang diperkirakan menggunakan tangki septik
N : Jumlah tahun, jangka waktu pengurasan lumpur (min 2 tahun)
S : Rata-rata lumpur terkumpul (liter/orang/tahun).
25 liter untuk WC yang hanya menampung kotoran manusia (IKK
Sanitation Improvenment Programme, 1987)
40 liter untuk WC yang juga menampung air limbah dari kamar mandi
IKK Sanitation Improvenment Programme, 1987)
c. Volume cairan Kedua, dihitung kebutuhan kapasitas penampungan
untuk waktu tinggal cairan.
B = P x Q x Th
Dengan :
P : Jumlah orang yang diperkirakan menggunakan tangki septik
Q : Banyaknya aliran air limbah (liter/orang/hari)
Th : Keperluan waktu penahanan minimum dalam sehari.
Untuk tangki septik hanya menampung limbah WC (terpisah)
Th = 2,5 – 0,3 log (P.Q) > 0,5
Untuk tangki septik yang menampung limbah WC + dapur + kamar
mandi (tercampur)
Th = 1,5 – 0,3 log (P.Q) > 0,2
4. Perhitungan Penulangan Pelat Beton Satu Arah
Penulangan lentur dihitung analisa tulangan tunggal dengan langkah-langkah
sebagai berikut :
a. Beban Merata (qu)
qu = 1,2 D + 1,6 L
Dengan :
D = Beban Mati
L = Beban Hidup
27
b. Momen Maximal (Mmax)
Mmax = qu. l Tebal Penutup (d’)
d’ = P +
c. Tebal Efektif (d)
d = h – d’
d. Faktor Pembebanan
FU = 1,2D + 1,6L
e. Perhitungan Pelat Satu Arah (One Way)
b =,
max = 0,75 x b
dengan,
m =
Rn =
=
fy
2.m.Rn11
m
1
b =
fy600
600..
fy
fc.85,0
max = 0,75 . b
u
n
MM
80,0
c
y
xf
f
'85,0
2bxd
M n
28
min <<maks tulangan tunggal
<min dipakai min = 0,0025
As perlu = ada
. b . d
Luas tampang tulangan
As =
n =
Jarak tulangan setiap 1 m =
5. Perhitungan Rencana Anggaran Biaya (RAB)
Rencana Anggran Biaya (RAB) merupakan perhitungan banyaknya biaya yag
diperluhkan untuk bahan dan upah, serta biaya-biaya lain yang berhubungan
dengan pelaksanaan proyek pembangunan. Secara umum perhitungan RAB dapat
dirumuskan sebagai berikut :
RAB = Σ ( V x HSP )
Dimana : RAB = Rencana Anggaran Biaya
V = Volume Pekerjaan
HSP = Harga satuan Pekerjaan
Anggaran biaya pada bangunan yang sama akan berbeda-beda di masing-masing
daerah, hal ini disebabkan perbedaan harga satuan bahan dan upah tenaga kerja.
Ada dua faktor yang berpengaruh terhadap penyusunan anggaran biaya suatu
bangunan yaitu faktor teknis dan non teknis. Faktor teknis antara lain berupa
ketentuan-ketentuan dan persyaratan yang harus dipenuhi dalam pelaksanaan
pembangunan serta gambar-gambar konstruksi bangunan. Sedangkan faktor non
teknis berupa harga-harga bahan bangunan dan upah tenaga kerja. Dalam
melakukan anggaran biaya dapat dilakukan dengan dua cara yaitu anggran biaya
kasar dan anggaran biaya teliti. (Administrasi Kontrak dan Anggaran Borongan).
Top Related