6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
1. Jenis Kesulitan Belajar
Pada umumnya “kesulitan” merupakan suatu kondisi tertentu yang
ditandai dengan adanya hambatan-hambatan dalam kegiatan mencapai suatu
tujuan, sehingga memerlukan usaha yang lebih berat lagi untuk dapat
mengatasinya. “Kesulitan Belajar” dapat diartikan sebagai suatu kondisi dalam
proses belajar yang ditandai oleh adanya hambatan-hambatan tertentu untuk
mencapai hasil belajar. Kesulitan belajar adalah suatu kondisi di mana anak didik
tidak dapat belajar secara wajar, disebabkan adanya ancaman hambatan, ataupun
gangguan dalam belajar. Kondisi dan hambatan-hambatan tersebut dapat disadari
dan tidak disadari oleh peserta didik yang bersangkutan.
Kesulitan belajar adalah suatu keadaan di mana peserta didik / siswa tidak
dapat belajar sebagaimana mestinya. Kesulitan belajar yang dimaksud disini ialah
kesukaran yang dimiliki siswa dalam menerima atau menyerap pelajaran,
kesulitan belajar yang dihadapi siswa ini terjadi pada waktu mengikuti pelajaran
yang disampakan / ditugaskan oleh seorang guru. Kesulitan belajar dapat
menghinggapi seseorang dalam kurun waktu yang lama. Kesulitan tersebut dapat
memengaruhi banyak aspek kehidupan seseorang baik di sekolah, pekerjaan,
rutinitas sehari-hari, kehidupan keluarga, atau bahkan dalam hubungan
persahabatan dan bermain. Peserta didik dengan kesulitan belajarnya tentunya
akan sangat mengganggu ia dalam mencapai prestasi belajar. Kesulitan belajar
merupakan kelainan bagi mereka yang mengalami kesulitan dalam penyesuaian
belajar. Cakupan pengertian anak berkesulitan belajar yaitu anak yang secara
signifikan menunjukkan kesulitan dalam mengikuti pendidikan pada umum
7
nya, tidak mampu mengembangkan potensinya secara optimal, prestasi
belajar yang dicapai berada di bawah potensinya sehingga mereka
memerlukan perhatian dan pelayanan khusus untuk mendapakan hasil
terbaik sesuai dengan bakat dan kemampuannya. Anak berkesulitan
belajar secara nyata mengalami kesulitan dalam tugas-tugas akademik
khusus maupun umum, baik disebabkan oleh adanya disfungi neurologis,
proses psikologi dasar, maupun sebab-sebab lain sehingga pretasi
belajarnya rendah dan anak tersebut beresiko tinggi tinggal kelas.
Menurut Erman Amti dan Marjohan dalam Mulyadi (2016: 67),
bahwa kesulitan belajar adalah suatu kondisi yang dialami oleh seorang
murid dan menghambat kelancaran proses belajarnya. Pendapat hampir
sama disampaikan oleh Masrizal dalam Mulyadi (2016: 144), bahwa
kesulitan belajar adalah kondisi yang dialami oleh peserta didik berupa
hambatan-hambatan yang terjadi untuk mencapai tujuan belajar, misalnya
cacat tubuh, kurang pendengaran, kurang penglihatan, dan buta. Burton
dalam Mulyadi (2016: 68) mengidentifikasi seorang peserta didik diduga
mengalami kesulitan belajar jika yang bersangkutan menunjukkan
kesulitan dalam mencapai tujuan-tujuan belajarnya. Kesulitan belajar
didefinisikan sebagai berikut:
1. Siswa dikatakan mengalami kesulitan apabila dalam batas waktu
tertentu yang bersangkutan tidak mencapai ukuran tingkat keberhasilan
atau tingkat penguasaan minimal dalam pelajaran tertentu, seperti yang
telah ditetapkan oleh orang dewasa atau guru.
2. Siswa dikatakan mengalami kesulitan yang bersangkutan tidak dapat
mengerjakan atau mencapai prestasi yang semestinya. Ia diramalkan
akan dapat mengerjakannya atau mencapai suatu prestasi namun
ternyata tidak sesuai dengan kemampuannya.
3. Siswa dikatakan mengalami kesulitan jika yang bersangkutan tidak
dapat mewujudkan tugas-tugas perkembangan, termasuk penyesuaian
8
sosial sesuai dengan pola organismiknya pada fase perkembangan
tertentu, seperti yang berlaku bagi kelompok sosial dan usia yang
bersangkutan.
4. Siswa dikatakan mengalami kesulitan jika yang bersangkutan tidak
berhasil mencapai tingkat penguasaan yang diperlukan sebagai
prasyarat bagi kelanjutan pada tingkat pelajaran berikutnya.
Berdasarkan pengertian kesulitan belajar di atas, dapat disimpulkan
kesulitan belajar sebagai suatu proses atau upaya untuk memahami jenis
dan karakteristik serta latar belakang kesulitan-kesulitan belajar dengan
menghimpun dan menggunakan berbagai data atau informasi selengkap
dan seobyekif mungkin sehingga memungkinkan untuk mengambil
kesimpulan dan keputusan serta mencari alternatif kemungkinan
pemecahan dari kesulitan belajar yang dialaminya.
a) Jenis-jenis Kesulitan Belajar di sekolah.
Menurut Moh.Surya dalam Mulyadi (2016: 69), ada beberapa ciri
tingkah laku yang merupakan manifestasi dari gejala kesulitan belajar,
antara lain:
1) Menunjukkan hasil belajar yang rendah (di bawah rata-rata nilai
yang dicapai oleh kelompok kelas).
2) Hasil yang dicapai tidak seimbang dengan usaha yang dilakukan.
Mungkin murid yang selalu berusaha dengan giat tapi nilai dicapai
selalu rendah.
3) Lambat dalam melakukan tugas-tugas kegiatan belajar, ia selalu
tertinggal dari kawan-kawannya dalam menyelesaikan tugas sesuai
dengan waktu yang tersedia.
4) Menunjukkan tingkah laku yang berkelainan, seperti membolos,
datang terlambat, tidak mengerjakan pekerjaan rumah, mengganggu
di dalam kelas dan di luar kelas, tidak mau mencatat pelajaran,
mengasingkan diri, tersisih dan tidak mau bekerja sama.
9
5) Menunjukkan gejala emosional yang kurang wajar, seperti
pemurung, mudah tersinggung, pemarah, tidak atau kurang gembira
dalam menghadapi situasi tertentu, misalnya dalam menghadapi
nilai rendah tidak menunjukkan sedih atau menyesal, dan
sebagainya.
b) Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Kesulitan Belajar
Faktor internal atau faktor yang terdapat di dalam diri peserta
didik itu sendiri antara lain:
1) Kurangnya kemampuan dasar yang dimiliki peserta didik.
Kemampuan dasar (inteligensi) merupakan wadah bagi
kemungkinan tercapainya hasil belajar yang diharapkan. Jika
kemampuan dasar rendah, maka hasil belajar yang dicapai akan
rendah pula, sehingga menimbulkan kesulitan belajar.
2) Kurangnya bakat khusus untuk suatu situasi belajar tertentu.
Sebagaimana halnya inteligensi, bakat juga merupakan wadah
untuk mencapai hasil belajar tertentu. Peserta didik yang kurang
atau tidak berbakat dalam suatu kegiatan belajar tertentu akan
mengalami kesulitan dalam belajar.
3) Kurangnya motivasi atau dorongan untuk belajar, tanpa motivasi
yang besar peserta didik akan banyak mengalami kesulitan dalam
belajar, karena motivasi merupakan faktor pendukung kegiatan
belajar. Persaingan yang sehat, baik antarindividu maupun
antarkelompok dapat meningkatkan motivasi belajar peserta didik.
4) Situasi pribadi terutama emosional yang dihadapi peserta didik pada
waktu tertentu dapat menimbulkan kesulitan dalam belajar,
misalnya konflik yang dialaminya, kesedihan dan lain sebagainya.
5) Faktor jasmaniah yang tidak mendukung kegiatan belajar, seperti
gangguan kesehatan, cacat tubuh, gangguan penglihatan, dan
gangguan pendengaran.
10
6) Faktor hereditas (bawaan) yang tidak mendukung kegiatan belajar
seperti buta warna, kidal, trepor, cacat tubuh lainnya.
7) Tidak mempunyai tujuan yang jelas. seseorang yang tidak
mempunyai tujuan belajar yang jelas, dalam belajar hanya sekadar
buang–buang waktu, tujuan yang samar, tidak reality, juga dapat
menghalang atau kemampuan belajar.
8) Latar belakang pengalaman yang pahit. Misalnya peserta didik
yang sekolah sambil kerja, kemungkinan ekonomi orang tua
memaksa anak didik harus bekerja demi membiayai sendiri uang
sekolah, waktu yang seharusnya digunakan untuk belajar dengan
terpaksa digunakan untuk bekerja.
9) Cita-cita yang tidak relevan atau salah pilih jurusan. Jurusan yang
tidak diinginkan tidak sesuai dengan yang diharapkan, sehingga
dalam mengikuti proses belajar mengajar tidak diikuti dengan
serius atau asal-asalan saja.
10) Seks atau pernikahan yang tidak terkendali, misalnya masuk dalam
pergaulan bebas dengan lawan jenis
11) Pengetahuan dan keterampilan dasar yang kurang memadai atau
bahan yang dipelajari atau penguasan bahan yang dipelajari atau
penguaaan bahan daar dari pengetahuan dan pengetahuan yang
pernah dipelajari akan menjadi kendala dalam menyerap
pembelajaran.
12) Penyesuaian yang sulit, cepat menyerapnya bahan pelajaran
tertentu, menyebabkan peserta didik yang lain susah untuk
mengimbanginya dalam belajar.
Adapun faktor yang terdapat di luar diri peserta didik (faktor ekstern)
yang dapat memengaruhi kesulitan belajar siswa adalah:
1) Faktor lingkungan sekolah yang kurang memadai bagi situasi
belajar peseta didik, seperti cara mengajar, sikap guru, kurikulum
11
atau materi yang akan dipelajari, perlengkapan belajar yang tidak
memadai dan sebagainya.
2) Situasi dalam keluarga mendukung situasi belajar peserta didik,
seperti rumah tangga yang kacau (broken home), kurangnya
perhatian orang tua karena sibuk dengan pekerjaanya, kurangnya
kemampuan orang tua dalam memberi pengarahan dan sebagainya.
3) Situasi lingkungan sosial yang mengganggu kegiatan belajar siswa,
seperti pengaruh negatif dari pergaulan, situasi masyarakat yang
kurang memadai, gangguan kebudayaan, film, bacaan, permainan
elektronik play station, dan sebagainya.
4) Kemampuan ekonomi keluarga:
a) Kurangnya alat belajar bagi anak dirumah sehingga kebutuhan
belajar yang dibutuhkan tidak ada, maka kegiatan belajar
anakpun terhenti.
b) Kurangnya biaya yang disediakan orangtua sehingga anak harus
ikut memikirkan bagaimana cara mencari uang untuk biaya
sekolah, anak yang belajar sambil mencari uang, sekolah dengan
terpaksa belajar apa adanya dengan kadar kesulitan belajar yang
bervariasi.
c) Ekonomi yang berlebihan atau terlalu tinggi yang membuat anak
enggan belajar karena terlalu banyak bersenang-senang.
d) Kebiasaan dalam keluarga yang tidak menunjang, dimana
kebiasaan belajar yang dicontohkan dan sesuka hati, dan dekat
waktu ulangan baru belajar habis-habisan.
e) Kedudukan anak dalam keluarga yang menyedihkan, orang tua
pilih kasih dalam menyayangi anak, seolah-olah ada anak tiri,
dan anak kandung, seperti anak yang berprestasi disanjung dan
anak yang tidak berprestasi dicemooh, sikap dan perilaku
12
orangtua yang seperti itu membuat anak frustasi dan malas
belajar.
Faktor pada lingkungan sekolah yang memengaruhi kesulitan belajar
peserta didik adalah:
1) Pribadi guru yang tidak baik, kondisi guru yang tidak baik, akan
mengakibatkan siswa mengalami kesulitan belajar. Kepribadian
yang dimiliki oleh guru yang tidak baik seperti pemarah, kasar,
guru yang tidak menyayangi muridnya. Ini mudah sekali
menimbulkan kesulitan belajar, siswa tidak berkembang, semangat
siswa untuk belajar menjadi hilang.
2) Guru kurang berkualitas, baik dalam pengambilan metode ataupun
dalam penguasaan bahan pelajaran yang dipenganggnya, kurang
jelas, sehingga sukar dimengerti oleh anak.
3) Hubungan guru dan murid tidak harmonis, hal ini bermula dari sifat
guru yang tidak disenangi oleh muridnya, seperti guru bersifat
kasar, suka marah, suka mengejek, dan tidak pernah senyum.
4) Alat atau media yang kurang memadai, alat pelajaran yang kurang
lengkap membuat penyajian pelajaran tidak baik terutama pelajaran
yang bersifat praktikum. Kurangnya alat pelajaran akan
menimbulkan kesulitan belajar.
5) Suasana sekolah yang kurang menyenangkan, misalnya bising dan
letak sekolah berdekatan dengan rumah penduduk, pasar, pabrik,
sehingga anak sulit untuk berkonsentrasi.
6) Bimbingan dan penyuluhan yang tidak berfungsi. Bimbingan ini
bertujuan untuk membantu siswa agar dapat mencapai tujuan-tujuan
perkembangan meliputi aspek pribadi, sosial, beajar, dan basis.
Bimbingan belajar ini dimaksud untuk mencapai tujuan dan
perkembangan dalam belajar.
13
Pelaksanaan pembelajaran kurikulum 2013 dengan menggunakan
pembelajaran tematik, menurut Akbar (2016: 17) menjelaskan bahwa
pembelajaran tematik merupakan pendekatan pembelajaran yang
mengintegrasikan beberapa kompetensi dari beberapa mata pelajaran ke
dalam satu tema dalam proses pembelajaran yang bermakna dan sesuai
dengan perkembangan peserta didik. Selain itu dalam pendekatan yang
digunakan dalam pembelajaran kurikulum 2013 dengan menggunakan
pendekatan saintifik, Menurut Majid & Rochman (2015: 3).
“Pembelajaran saintifik merupakan pembelajaran yang mengadopsi
langkah-langkah saintis dalam membangun pengetahuan melalui metode
ilmiah” (Majid & Rochman, 2015: 3). Pelaksaanaan pendekatan santifik
terdiri dari keterampilan mengamati, menanya, mencoba, menganalisis,
dan mengkomunikasikan (Permendikbud No 81A Tahun 2013), dan
dalam pelaksaanaanya tidak harus urut keterampilan 5M. Jenis kesulitan
belajar pada pembelajaran tematik yaitu mengamati, menanya, mencoba,
menganalisis dan mengkomunikasikan.
2. Peran Guru
a. Pengertian Peran Guru
Para pakar pendidikan memaparkan banyak teori mengenai guru
profesional yang efektif dan guru yang unggul (the excellence teacher),
misalnya, Gage dan Berliner dalam Suyono (2011: 187), melihat ada tiga
fungsi utama guru dalam pembelajaran, yaitu sebagai perencana
(planner), pelaksana dan pengelola (organizer) dan penilai (evaluator).
Sementara itu, Makmur dalam Suyono (2011: 188), dalam kaitan dengan
pendidikan sebagai media dan wahana transfer sistem nilai berpendapat
bahwa ada lima peran dan fungsi guru, yaitu sebagai konservator
(pemelihara) sistem nilai yang merupakan sumber norma-norma
kedewasaan, inovator (pengembang) sistem nilai ilmu pengetahuan,
sebagai transmitor (penerus) sistem nilai tersebut kepada peserta didik,
14
transformator (penerjemah) sistem nilai tersebut melalui penjelmaan
dalam pribadi dan perilaku, melalui proses interaksinya dengan peserta
didik, serta organisator (penyelenggara) terciptanya proses edukatif yang
dapat dipertanggung jawabkan dalam proses transformasi sistem nilai.
Sementara itu Ivor K. Davies dalam Suyono (2011: 188), meng
ungkapkan adanya enam peran dan fungsi guru terdiri dari: a scene
designer (perancang adegan) dengan asumsi suasana pembelajaran adalah
suatu teater dengan guru sebagai sutradaranya, a builder (pembangun)
membangun kecakapan dan keterampilan peserta didik secara utuh, a
leaner (pembelajar) bahwa sambil mengajar guru belajar, sehingga siswa
adalah seorang co-learner, an emancipator (penggagas dan pelaksana)
emansipasi) guru harus secara adil memberikan kesempatan kepada
semua murid untuk mengembangkan potensinya dengan tidak
memandang jenis kelamin, ras, bangsa, suku, agama dan posisi sosial
ekonominya, a conserver (pemelihara, pelestari) melalui pembelajaran
guru melakukan pelestarian nilai-nilai luhur bangsa, serta a culminater
(peraih titik puncak), guru merancang pembelajaran dari awal sampai
akhir (kulminasi) dari yang sederhana menuju yang kompleks,
selanjutnya bersama siswa meraih titik puncak berupa kesuksesan
pembelajaran.
Dalam kaitan ini, sebuah karya telah dilahirkan oleh Earl V. Pullias
dan James D. Young dalam Suyono (2011: 189), di dalam bukunya A
Teacher Is A Many Things. Dalam buku yang menjadi banyak rujukan ini,
mereka mengutarakan apa saja peran guru sesungguhnya. Pullias dan
Young mengutarakan ada empat belas peran yang melekat pada seseorang
guru yang unggul. Keempatbelas peran guru yang unggul itu adalah:
1) Guru sebagai Guru
Guru sebagai guru sebenarnya merupakan insan kamil, manusia
unggul yang mampu beradaptasi dan melakukan tranformasi diri dan
15
senantiasa bergelut dari suatu perbaikan ke perbaikan lain sebagai
pengajar guru membantu dan membimbing siswa yang sedang
berkembang untuk belajar. Pengajar yang unggul yang sesungguhnya
akan selalu dikenang siswanya, karena dia demikian terampil
menyederhanakan suatu masalah yang pelik dan rumit, kemudian
menjelakan (explaining) dengan gamblang prinsip-prinssip yang
terkait dengan penyelesaian masalah tersebut. Selanjutnya guru
sebagai pengajar yang unggul membantu para siswa pembelajar
untuk mengembangkan cara-cara belajarnya sendiri.
Ada sejumlah tips yang perlu dilaksanakan seorang guru sebagai
guru, antara lain sebagai berikut :
a) Berilah contoh, kontekstualkan pembelajaran.
b) Nyatakan sesuatu yang dipelajari dalam istilah-istilah yang
sederhana.
c) Uraikanlah masalah menjadi bagian-bagian yang sederhana.
d) Letakkanlah bagian-bagian persoalan bersama-sama sehingga
seluruh masalah dapat dipahami dengan mudah.
e) Ajukan pertanyaan-pertanyaan yang bermakna.
f) Bereaksilah, tunjukkan perhatian dan kepedulian terhadap
pertanyaan yang diajukan siswa.
g) Dengarkanlah dan simaklah, biarkan siswa menjelaskan kesulitan-
kesulitan belajarnya, ciptakan suatu kondisi sehingga terjadi
diskusi yang hidup.
h) Beri inspirasi untuk meningkatkan kepercayaan diri siswa. Rasa
percaya diri (self confidence) merupakan sejenis keterampilan
hidup (life skill) yang amat penting bagi siswa, sehingga muncul
kesadaran diri (self awareness) sebagai seseorang yang bermakna.
i) Sediakan fasilitas bagi kemungkinan munculnya berbagai cara
pandang, lihat dan simaklah bahan ajar dari berbagai aspek.
16
j) Beri peluang bagi munculnya berbagai pengalaman belajar dari
sesuatu yang sedang dipelajari, artinya gunakan metode
pembelajaran yang bervariasi, terbukalah.
k) Ubahlah cara siswa dalam menjelaskan sesuatu agar sesuai dengan
kemampuan dan derajat perkembangan kognitifnya, kemudian
biarkan dia mengaitkan situasi belajar baru dengan sesuatu yang
pernah dipelajarinya agar pengetahuan terkonstruk dalam
pikirannya.
l) Sajikan pembelajaran yang menyenangkan dan dinamis.
2) Guru sebagai Teladan
Kualitas dan kekuatan dari teladan seorang guru berkaitan erat
dengan karakter dan efektivitas guru. Makin efektif seorang guru
maka makin tinggi potensi dan kekuatannya sebagai teladan. Teladan
yang efektif akan mampu memberi semangat dan keberanian kepada
para siswa untuk belajar. Agar efektif sebagai teladan, ada sejumlah
faktor yang harus diperhatikan oleh guru :
a) Sikap dasar, yaitu sikap psikologis guru dalam menyelsesaikan
masalah yang penting dan berdampak kepada kesuksesan,
kegagalan, pembelajaran, kecakapan manusiawi, cinta, kebenaran,
hubungan antarinsan, dan sebagainya.
b) Kecakapan berbicara, termasuk penggunaan intonasi dan
pemilihan kata yang tepat.
c) Kebiasaan kerja (work habbit), termasuk konsistensinya, kerapian,
dan kedisiplinannya.
d) Sikap terhadap pengalaman dan kesalahan, baik yang dilakukan
diri sendiri maupun oleh orang lain.
e) Pakaian, menampilkan ciri kepribadian.
f) Hubungan antarmanusia, terutama terkait cara menangani emosi.
17
g) Model berpikir (paradigma), terkait dengan cara pikiran bekerja
bila menghadapi masalah (problem solving).
h) Kebiasaan emosional.
i) Sistem penilaian suka dan tidak suka, terkait dengan pembuatan
keputusan dan penilaian yang adil.
j) Pertimbangan, keterampilan yang digunakan di dalam menilai
berbagai jenis situasi.
k) Kesehatan, guru yang kompeten, tetapi sering terganggu
kesehatannya akan membuat penilaian siswa terhadapnya menjadi
surut.
l) Gaya hidup. Guru yang baik bukan guru yang suka pamer
kekayaan, pamer kesuksessan, dan terkesan konsumeristik.
3) Guru sebagai Penasihat
Seorang guru harus mau terbuka dan mau berbagi, untuk merasa
risih dan terganggu karena dijadikan tempat “curhat” untuk para
siswanya. Guru yang baik harus mengenal dan memahami karakter
dan latar belakang setiap siswa dikelasnya. Guru yang demikian tidak
hanya puas dengan memanggil mereka anak-anak, tetapi harus
beranggapan bahwa mereka benar-benar anak-anaknya sendiri.
Dengan demikian rasa enggan, rasa takut anak-anak akan terkikis dan
mereka akan merasakan kedekatan itu sebagai modal untuk saling
berbagi tentang problema kehidupan yang mereka hadapi.
4) Guru sebagai Pemegang Otoritas
Pemegang otoritas adalah jabatan ex officio guru saat ia ditugasi
mengampu mata pelajaran tertentu atau menjadi guru kelas di kelas
tertentu. Memang ia yang menentukan hitam putihnya kelas yang
menjadi tanggung jawabnya, tetapi bukan berarti bahwa kewenangan
itu digunakan semena-mena sehingga ia bersikap otoriter. Murid,
dalam situasi pembelajaran yang demikian itu sudah tentu akan pasif
18
dan reseptif, tidak berkembang kreativitas dan kemandiriannya.
Pemegang otoritas dapat amat adil, toleran, terbuka dan demokratis.
Guru sebagai pemegang otoritas tahu tentang sesuatu, yaitu
pengetahuan tentang mata pelajaran yang diampunya, dan menyadari
sepenuhnya bahwa ia tahu tentang sesuatu itu. Dengan otoritas
keilmuan ini maka tidak mustahil akan muncul berbagai pertanyaan
dari para siswanya. Oleh sebab itu, sebagai pengajar ia harus selalu
dengan mudah hati melakukan pencarian kebenaran secara terus
menerus, sehingga ia siap menggunakan otoritas keilmuannya dengan
penuh rasa percaya diri jika ada pertanyaan atau keluhan dari siswa.
Guru yang memiliki otoritas keilmuan semacam ini memberikan
tiga manfaat kepada siswa. Pertama, akan timbul rasa yakin dan
aman dari pembelajar karena ia dipandu oleh orang yang kompeten.
Kedua, memberi motivasi yang kuat kepada pembelajar untuk tahu
lebih banyak. Ketiga, guru menjadi teladan tentag apa motivasi yang
diraih dari belajar.
5) Guru sebagai Pembaru
Belajar pada hakikatnya yaitu belajar sejarah. Setiap ilmu
pengetahuan dan teknologi yang berkembang pada saat ini adalah
warisan karya agung manusia di masa lalu. Karya agung semacam itu
diungkapkan dalam bahasa yang khas sesuai dengan perkembangan
zamannya. Oleh sebab itu, dapat dipahami bahwa murid sebagai
generasi baru dengan kesenjangan waktu yang cukup, mengalami
kesulitan dalam membaca, menerjemahkan, dan mencerna berbagai
karya agung yang lahir dari berbagai khasanah pengetahuan itu.
Dengan demikian menjadi tugas guru untuk menerjemahkan
sekaligus membahasakan berbagai karya IPTEK itu kepada murid
dengan gaya bahasa yang baru yang mudah dipahami oleh siswanya.
Inilah makna guru sebagai pembaharu, dia harus memperbaharui
19
seluruh “bahasa” dari karya agung manusia itu sehingga dapat
dipahami lebih mudah oleh muridnya.
Tugas guru adalah menyampaikan kekayaan karya agung,
warisan budaya dan hikmah kebijakan manusia di masa lalu dengan
suatu bahasa, dan istilah yang modern, istilah yang mudah dipahami
oleh para siswa pada saat ini. Ini terkait dengan pilihan metode dan
strategi pembelajaran oleh guru. Dengan demikian, guru agar dapat
menyesuaikan diri dengan perkembangan, serta tidak jauh dari
realitas kehidupan siswa, harus selalu memordenisasi memperbarui
gaya serta cara berpikirnya, memperbarui gaya mengajarnya.
6) Guru sebagai Pemandu
Pembelajaran adalah suatu wisata, wisata yang berjalan dari
suatu ilmu pengetahuan satu menuju pos pengetahuan yang lain, dari
suatu kompetensi dasar menuju ke kompetensi dasar yang lain. Ex
dalam setiap pos, siswa akan menjumpai sejumlah kekayaan
pengetahuan dan hikmah dari pembelajaran. Siswa adalah
pelancongnya dan guru adalah pemandunya. Sebagai pemandu, guru
menetapkan tujuan, arah dan aturan atau ketentuan perjalanan sesuai
dengan keinginan dan kemampuan para siswa. Ia menentukan jalan
yang harus dilewati (metode pembelajaran) membuat setiap aspek
wisata lebih bermakna. Ada sejumlah tips yang harus dilakukan guru
dalam memandu wisata pembelajaran, yaitu:
a) Selalu merencanakan tujuan program pembelajaran dengan baik.
Guru wajib menyiapkan silabus dan rancangan pembelajaran di
mana standar kompetensi, kompetensi dasar, indikator dan tujuan
pembelajaran jelas tergambarkan.
b) Harus berupaya agar siswa dapat melaksanakan wisata
pembelajaran dengan baik.
20
c) Guru harus mampu mencari berbagai metode untuk secara
langsung mengaitkan proses pembelajaran kepada pengalaman
dinamis kehidupan.
d) Guru yang efektif akan mencoba memasukkan penilaian sebagai
bagian dari proses balajar, tidak hanya pada aktif pembelajaran.
7) Guru sebagai Pelaksana Tugas Rutin
Tugas rutin yang dikerjakan dan diselesaikan dengan baik akan
menghasilkan suatu tatanan dan keyakinan yang penting bagi
timbulnya karya kreatif. Tugas rutin justru menantang timbulnya
kreativitas. Bila tugas rutin dikerjakan dengan serampangan dan asal-
asalan tidak mustahil dapat menyurutkan minat siswa untuk belajar
serta menghalangi munculnya suatu gagasan kreatif.
Tugas rutin guru yang tak terelakkan, yaitu:
a) Merencanakan pembelajaran, menyiapkan silabus dan menyusun
RP (rancangan pembelajaran).
b) Menyusun kisi-kisi dan soal-soal tes, melaksanakan ulangan, tes
atau ujian, memberikan tugas pekerjaan rumah, tugas proyek
maupun tugas portofolio, dan yang lain.
c) Membaca, memberikan komentar, menilai dan mengembalikan
tugas-tugas siswa.
d) Bersama-sama murid menetapkan kontrak belajar, menetapkan
peraturan bagi kegiatan kelompok, termasuk aturan dalam diskusi
kelompok.
e) Menyiapkan bahan-bahan pembelajaran berikutnya, maupun
berbagai tugas rutin yang lain.
8) Guru sebagai Insan Visioner
Guru adalah seorang visioner, insan yang memiliki visi pribadi
dan dituntut untuk mampu memberikan ilham kepada muridnya agar
memiliki visi tentang kemuliaan dan kebesaran. Guru yang visioner
21
harus mampu menyemaikan benih, menumbuhkan dan mengembang
kan visi mulia kemanusiaan semacam ini kepada muridnya. Pem
belajaran yang baik harus mendukung visi pendidikan di dalam
memberdayakan (empowering), mengembangkan kapabilitas potensi
(ennabling) dan memuliakan (ennobling) kehidupan peserta didik
pada nantinya. Sehingga mengajar dan membelajarkan dapat diyakini
sebagai suatu cara untuk membantu siswa agar memperoleh sejumlah
pengalaman dengan kualitas tertentu yang unggul yang dapat
membantu mereka mengembangkan potensi terbaiknya sebagai
makhluk manusia.
9) Guru sebagai Pencipta
Guru adalah seseorang yang tumbuh berkembang menjadi
dewasa dan dibentuk oleh pengalamannya. Karena pengalaman selalu
berubah, maka sebagaimana halnya orang dewasa yang lain, guru
selalu diciptakan dan dibentuk oleh kedewasaannya sendiri. Di dalam
proses “penciptaannya”, guru juga sedang membentuk mempengaruh
dan “menciptakan” seorang anak yang sedang tumbuh dan
berkembang, dan biasanya proses penciptaan itu secara otomatis
sering sering dilandasi cetakan pengalamannya sendiri. Dalam kaitan
ini ada sejumlah hal yang harus diperhatikan oleh guru sebagai
pencipta dan pembangun kreativitas murid, yaitu :
a) Kreativitas adalah fitrah yang melekat pada manusia yang
diperolehnya dari berguru dari alam sekelilingnya dan bersumber
dari energi kreatif yang tidak aakn pernah habis sebagai anugerah
dari Sang Maha Pencipta.
b) Bahasa adalah karya agung hasil kreativitas manusia yang
memungkinkan bergulirnya berbagai jenis kreativitas yang lain.
22
c) Agar tumbuh kreativitas, maka manusia harus saling berbagi
dalam hal cinta, kepercayaan, keyakinan, kebenaran, keindahan,
kecantikan, kebaikan, imajinasi, dan tujuan hidup.
d) Seluruh aktivitas guru hendaknya dipandu oleh motivasi yang kuat
untuk mewujudkan potensi kreatif dari seluruh pembelajar.
e) Guru harus selalu membongkar dan menata ulang paradigma
pembelajaran kreatif, sehingga kreativitas tidak pernah padam.
f) Situasi belajar harus diupayakan sebagai wahana pencarian kreatif.
g) Walaupun kreativitas merupakan fitrah manusia, ia selalu tetap
harus selalu dilatih, dipertajam dan dikembangkan dalam situasi
pembelajaran yang terkontrol.
10) Guru sebagai Orang yang Realistis
Dalam kehidupan sehari-hari, guru adalah seseorang yang berani
menghadapi kenyataan a facer of reality. Ia adalah sesorang yang
menyadari bahwa ada kekuasaan yang jauh lebih besar daripada
dirinya yang mengatur seluruh aspek hidup dan kehidupannya.
Kebenaran dan kemampuan menghadapi realitas ini harus pula
ditanamkan guru kepada pribadi siswanya. Guru belajar untuk
memahami realitas dirinya sendiri maupun realitas yang terkait
dengan relasinya dengan individu muridnya. Ia harus berani
menghadapi realitas seraya membantu pula siswanya untuk me
maknai hubungan antar realitas, mengaitkan apa-apa yang dipelajari
secara tekstual menjadi kontekstual. Realitas memang tidak
selamanya membahagiakan, guru yang realistis berarti menerima
keadaan pembelajaran apa adanya sambil selalu mencari jalan ke arah
perbaikan-perbaikan. Sebagai seoang yang realistis guru harus
menyadari kenyataan bahwa:
a) Sebagian murid tidak menaruh minat terhadap pembelajaran,
b) Kecakapan murid dalam belajar amat bervariasi;
23
c) Hanya sedikit murid yang mampu memandang secara obyektif
kemampuannya sendiri;
d) Sering pandangan siswa terhadap gurunya tidak obyektif,
cenderung hitam-putih, suka dan tidak suka;
e) Banyak siswa yang tidak memiliki tujuan serta tidak memiliki
gagasan mengapa mereka harus berada dalam situasi belajar
tertentu, sehingga mereka, kurang perhatian.
Guru harus obyektif terhadap seluruh siswanya, jangan kemudian
memojokkan dan menganaktifkan mereka yang tidak berpandangan
positif terhadap dirinya. Atau jika ia memilih bersikap subjektif dan
bersikap memihak, maka suasana pembelajaran yang kondusif
niscaya tidak akan pernah terbentuk. Untuk menimbulkan sikap
obyektif itu cobalah untuk menghadapi setiap suasana pembelajaran
dengan penuh keceriaan dan semangat kegembiraan.
11) Guru sebagai Penutur Cerita dan Seorang Aktor
Guru sebagai penutur kisah pada kenyataannya juga seorang
aktor. Sebagai manusia ia memang Homo Iudens, baik seorang
pemain maupun seorang actor dalam panggung sandiwara kehidupan.
Seorang aktor yang baik harus benar-benar paham skenario selain
dituntut memiliki kemampuan akting yang prima. Ia harus menguasai
kecakapan berperan serta gerak tubuh, mimik, ucapan dengan ak
sentuasi yang selaras dengan peran yang dilakoninya. Walhasil, guru
yang baik harus mampu meyakinkan muridnya bahwa tidak ada atau
jarang ada pembelajaran tentang subyek tertentu sebaik yang
diajarkan. Sebagai seorang aktor guru harus mampu menyem
bunyikan perasaan dirinya sesungguhnya, walau di dalam kehidupan
pribadinya sedang dirundung masalah, dirundung kesedihan dan
sebagainya.
24
Guru memang dituntut total mengahayati perannya, sehingga
tidak selayaknya membahas persoalan dirinya ke dalam situasi
pembelajaran. Namun yang paling pokok guru harus meng uasai
skenario, strategi, metode dan teknik pembelajaran sebaik-baiknya.
Memahami skenario artinya menguasai pokok bahasannya dengan
baik pula, berakting prima, artinya dapat menerapkan berbagai
variasi metode mengajar dalam berbagai situasi pembelajaran.
12) Guru sebagai Pembongkar Kemah
Guru adalah seorang pembongkar kemah (a breaker camp).
Membongkar kemah adalah suatu idiom, makna sesungguhnya
adalah suatu pola pikir atau sikap mental yang non sistematis, berani
mengambil resiko untuk meninggalkan cara berpikir dan sikap
pandang lama yang sudah mapan. Kemudian menggantinya dengan
cara berpikir dan sikap pandang dan cara hidup yang baru, yang
belum mapan dan penuh tantangan, menuju suatu pertumbuhan dan
perkembangan pribadi. Inilah sesungguhnya, meninggikan hikmah
pembelajaran (lesson learned) terdahulu untuk kemudian relearn,
belajar lagi dengan sikap pandang dan cara berpikir baru untuk
memperoleh hikmah pembelajaran yang baru pula.
Dalam hal ini tugas guru adalah harus selalu memahami berbagai
sikap pandang siswa yang ternyata menghambatnya untuk mencapai
tujuan, di sisi lain juga harus mengetahui berbagai kekuatan siswa
yang harus dikembangkan, sesuai dengan derajat perkembangan
mental, sosial, dan moral siswa. pendidikan dan pembelajaran yang
baik harus mampu membantu pembelajar menyelesaikan berbagai
masalahnya saat ini, dengan membongkar berbagai cara pandang
yang lama yang menjadi hambatan, kemudian menggunakan
pengalaman belajar yang diperolehnya untuk mengantisipasi berbagai
masalah yang akan dijumpainya di masa depan. Namun bukan berarti
25
seluruh nilai dan cara pandang yang lama itu tidak berguna sama
ssekali. Dalam hal ini, hal terbaik yang patut dilakukan di dalam
pembelajaran adalah memenuhi peran nilai-nilai lama yang udah
mapan dan terbukti efekif bagi penyelesaian masalah yang lalu itu,
kemudian mencari cara terbaik bagi diterimanya pola pikir yang baru.
13) Guru sebagai Peneliti
Guru sebagai seorang peneliti adalah peneliti sejati. Ia memiliki
dan selalu memelihara semangat inkuiri yang tidak pernah padam. Ia
tidak sekadar menyatakan bahwa ia sedang mencari tahu sesuatu,
tetapi ia memang benar-benar sedang mencari tahu sesuatu.
Selayaknya memang, bahwa keinginan para guru untuk mengetahui
dan memahami sesuatu itu demikian besar. Pembelajar sejati senan
tiasa mencintai pengetahuan atau jatuh cinta pada pembelajaran,
kaidah ini berlaku baik bagi guru maupun peserta didik. Guru adalah
seorang peneliti, pencari tahu segala sesuatu. Sebagai manusia sudah
menjadi fitrah bawaannya bahwa ia dilahirkan penuh oleh semangat
kuriositas, rasa ingin tahu. Sementara itu, karena ia dituntut untuk
memberitahukan, meng informasikan pengetahuaannya kepada para
siswanya, maka usaha pencarian tahu, sebagai peneliti akan berupaya
mencari tahu terhadap kebenaran yang tidak terbatas, tidak pernah
berakhir sepanjang kehidupannya (the never ending pursuit of the
truth).
Sikap guru untuk selalu merasa tidak tahu dan selalu meneliti
dan menyelidiki segala sesuatu, akan mudah dirasakan dan dicontoh
murid-muridnya. pencarian yang terus menerus sepanjang hidup guru
dapat memberikan keyakinan kepada muridnya bahwa tidak tahu
tentang sesuatu itu jamak dan lumrah dalam kehidupan. Bahkan
harusnya dipandang sebagai suatu cara untuk tumbuh dan
berkembang daripada sebagai keterbatasan dan kelemahan.
26
14) Guru sebagai Penilai
Manusia adalah makhluk penilai, Homo menura, dengan
demikian tugas guru sebagai penilai adalah tidak terelakkan. Sebagai
pengajar, seorang guru lebih berfokus kepada penilaian dalam situasi
formal, non formal maupun informal, kapan saja dan di mana saja
sepanjang terdapat interaksi langsung atau tidak langsung dengan
anak didiknya. Di dalam melaksanakan penilaian, guru diwajibkan
memahami muridnya seutuhnya, selengkap-lengkapnya, seharusnya
bahkan seluruh potensi kecerdasannya, karena dipahami saat ini,
setiap anak memiliki potensi kecerdasan ganda (multiple intelli
gence), tinggal potensi mana yang dominan dan sesuai dengan bakat
dan minat anak. Guru harus memahami posisi anak didiknya, di
dalam kelas, di sekolah, di dalam keluarga maupun di dalam
masyarakat.
Guru yang kompeten selalu ingin tahu tentang segala hal yang
berpengaruh terhadap kinerja dan keberhasilan siswanya. Banyak
para guru serta praktisi pendidikan lainnya yang lupa bahwa
penilaian sesungguhnya, yang adil, yang komprehensif adalah
penilaian yang dilakukan terhadap proses sekaligus produk hasil
belajar. Suatu hal yang patut dicamkan, jika kegiatan pembelajaran
itu sendiri merupakan suatu penilaian, maka tidak hanya aspek kerja
sama, bahkan berbagai aspek yang lain seperti keterampilan
berkomunikasi, keterampilan sosial, keterampilan berpikir,
keterampilan hidup dan lainnya dapat teramati dan dilaporkan.
Proses penilaian pada umumnya memang kompleks, tidak dapat
dipungkiri bahwa penilaian yang paling bermakna adalah penilaian
yang terjadi pada saat guru bereaksi langsung terhadap siswanya
sesuai kinerjanya masing-masing dalam proses pembelajaran, itulah
yang disebut penilaian autentik. Guru harus selalu memperhatikan
27
dan bertanggung jawab untuk melakukan penilaian tentang apa yang
dapat dilakukan, atau tentang apa yang harus dilakukan para
siswanya serta penilaian terhadap apa yang mungkin dilakukan oleh
para siswanya.
3. Upaya guru dalam mengatasi kesulitan belajar
Guru di dalam mengatasi kesulitan belajar siswa mempunyai beberapa
upaya yang diterapkan kepada siswa, yaitu sebagai berikut:
a. Bimbingan
Menurut Prayitno dan Amti dalam Tim Penulis (2016: 21)
Bimbingan adalah proses pemberian bantuan yang dilakukan oleh
orang yang ahli kepada seorang atau beberapa orang individu, baik
anak-anak, remaja, maupun dewasa, agar orang yang dibimbing
dapat mengembangkan kemampuan dirinya sendiri dan mandiri
dengan memanfaatkan kekuatan individu dan sarana yang ada dan
dapat dikembangkan berdasarkan norma-norma yang berlaku.
b. Tutor teman sebaya
Menurut Akhmat Sudrajat (2011:140) tutor sebaya adalah
kegiatan pembelajaran yang dilakukan oleh seorang siswa kepada
siswa lainnya yang salah satu siswa itu lebih memahami materi
pembelajaran. Bantuan belajar yang diberikan oleh teman sebaya
dapat menghilangkan rasa kecanggungan seperti halnya dengan
guru. Bahasa yang digunakan antara teman dengan teman lebih
dapat dipahami dari pada guru dengan siswa
c. Guru melakukan pembelajaran inovatif dan menarik
Guru didalam proses pembelajaran harus memberikan
inovasi. Menurut Udin S. Winataputra, dkk. (2011: 1.14), segala
sesuatu yang diciptakan oleh manusia dan dirasakan sebagai hal
yang baru oleh seseorang atau masyarakat sehingga dapat
28
bermanfaat bagi kehidupannya yang dikenal dengan istilah
“inovasi”. Selanjutnya peningkatan kualitas pendidikan tidak dapat
berjalan tanpa adanya inovasi Sebagai pendidik, seyogyanya
mengetahui dan dapat menerapkan berbagai pembelajaran inovasi
agar dapat mengembangkan proses pembelajaran yang kondusif
sehingga dapat diperoleh hasil yang maksimal atau dapat mencapai
kompetensi.
d. Guru memotivasi
Menurut Hamzah B. Uno (2011: 23) motivasi belajar
adalah dorongan internal dan eksternal pada siswa yang sedang
belajar untuk mengadakan tingkah laku, pada umumnya dengan
beberapa indikator atau unsur-unsur yang mendukung. Indikator-
indikator tersebut, antara lain: adanya hasrat dan keinginan berhasil,
dorongan dan kebutuhan dalam belajar, harapan dan cita-cita masa
depan, penghargaan dalam belajar, dan lingkungan belajar yang
kondusif.
e. Menggunakan media pembelajaran
Menurut Heinich yang dikutip oleh Azhar Arsyad
(2011:4), media pembelajaran adalah perantara yang membawa
pesan atau informasi bertujuan instruksional atau mengandung
maksud-maksud pengajaran antara sumber dan penerima. Sehingga
didalam pembelajaran fokus pandangan siswa akan tertuju kedepan
dan menarik perhatian siswa.
4. Pembelajaran Tematik
Pembelajaran tematik adalah program pembelajaran yang berangkat
dari satu tema/topik tertentu dan kemudian dielaborasi dari berbagai
aspek atau ditinjau dari berbagai perspektif mata pelajaran yang biasa
diajarkan di sekolah. Menurut Beans dalam Udin Syaefudin dkk, Kadir
29
dan Hanun (2014: 5), pembelajaran tematik sebagai upaya untuk meng
integrasikan perkembangan dan pertumbuhan siswa dan kemampuan
pengetahuannya.
Pembelajaran tematik dirancang dalam rangka meningkatkan hasil
belajar yang optimal dan maksimal dengan cara menangkat pengalaman
anak didik yang mempunyai jaringan dari berbagai aspek kehidupannya
dan pengetahuannya. Mengintegrasikan antara satu pengalaman dengan
pengalaman yang lain atau antara satu pengetahuan dengan pengetahuan
yang lain bahkan antara pengalaman dengan pengetahuan dan sebaliknya
memberikan kebermaknaan dalam pembelajaran dalam arti bahwa
pembelajaran itu memberikan fungsi yang berguna bagi kehidupan siswa.
Dengan pembelajaran tematik anak didik dapat membangun
kesalingterkaitan antara satu pengalaman dengan pengalaman lainnya
atau pengetahuan dengan pengetahuan lainnya atau antara pengetahuan
dengan pengalaman sehingga memungkinkan pembelajaran itu menarik.
Pendekatan saintifik merupakan pembelajaran yang menuntut
siswa beraktivitas seperti ahli sains, dalam prakteknya siswa harus
melakukan rangkaianrangkaian aktivitas sesuai dengan langkah-langkah
penerapan metode ilmiah. Sehingga siswa akan aktif dalam kegiatan
pembelajaran, trampil, dan mandiri dalam menyelesaikan masalah.
Langkah-langkah pembelajaran pendekatan saintifik yakni yang meliputi
5 aspek (5M) sebagai berikut: mengamati, menanya, mencoba,
mengasosiasi dan mengkomunikasikan.
Pembelajaran tematik mempunyai beberapa nilai positif sebagai
berikut: Panduan KTSP dalam Kadir dan Hanun (2014: 7) adalah sebagai
berikut:
1. Memudahkan pemusatan perhatian pada satu tema tertentu.
2. Anak didik mempelajari pengetahuan dan mengembangkan berbagai
kompetensi dasar antar isi mata pelajaran dalam tema yang sama.
30
3. Pemahaman materi mata pelajaran lebih mendalam dan berkesan.
4. Kompetensi dasar dapat dikembangkan lebih baik dengan mengaitkan
mata pelajaran lain dengan pengalaman pribadi siswa.
5. Lebih dapat dirasakan manfaat dan makna belajar karena materi
disajikan dalam konteks tema yang jelas.
6. Siswa lebih bergairah belajar karena dapat berkomunikasi dalam
situasi nyata, untuk mengembangkan suatu kemampuan dalam suatu
mata pelajaran dan sekaligus dapat mempelajari mata pelajaran lain.
7. Guru dapat menghemat waktu sebab mata pelajaran yang disajikan
secara tematik dapat dipersiapkan sekaligus, dan diberikan dalam dua
atau tiga pertemuan, dan waktu selebihnya dapat dimanfaatkan untuk
kegiatan remedial, pemantapan, atau pengayaan materi.
Dari berbagai faktor positif sebagaimana tersebut di atas, maka
dorongan untuk melaksanakan pembelajaran tematik dari berbagai
pihak baik dari para pendidik maupun dari pengambil kebijakan
kependidikan menjadi semakin menguat, dengan meninggalkan
pembelajaran model sebelumnya.
Tujuan dan Fungsi Pembelajaran Tematik
Pembelajaran tematik memiliki tujuan sebagai berikut:
1. Mudah memusatkan perhatian pada satu tema atau topik tertentu;
2. Mempelajari pengetahuan dan mengembangkan berbagai kompetensi
muatan mata pelajaran dalam tema yang sama;
3. Memiliki pemahaman terhadap materi pelajaran lebih mendalam dan
berkesan;
4. Mengembangkan kompetensi berbahasa lebih baik dengan
mengkaitkan berbagai muatan mata pelajaran lain dengan pengalaman
pribadi peserta didik;
31
5. Lebih semangat dan bergairah belajar karena mereka dapat ber
komunikasi dalam situasi nyata, seperti bercerita, bertanya, menulis
sekaligus mempelajari pelajaran yang lain.
6. Lebih merasakan manfaat dan makna belajar karena materi yang
disajikan dalam konteks tema / subtema yang jelas.
7. Guru dapat menghemat waktu, karena muatan mata pelajaran yang
disajikan secara terpadu dapat dipersiapkan sekaligus dan diberikan
dalam 2 atau 3 pertemuan bahkan lebih dan atau pengayaan; dan
8. Budi pekerti dan moral peserta didik dapat ditumbuhkembangkan
dengan mengangkat sejumlah nilai budi pekerti sesuai dengan situasi
dan kondisi.
Fungsi pembelajaran tematik yaitu untuk memberikan kemudahan
bagi peserta didik dalam memahami dan mendalami konsep materi
yang tergabung dalam tema serta dapat menambah semangat belajar
karena materi yang dipelajari merupakan materi yang nyata
(kontekstual) dan bermakna bagi peserta didik.
Karakteristik Pembelajaran Tematik
Sebagai suatu model pembelajaran di sekolah dasar, pembelajaran
memiliki karakteristik-karakteristik sebagai berikut:
1. Anak didik sebagai pusat pembelajaran
Anak didik sebagai pelaku utama pendidikan. Semua arah dan
tujuan pendidikan harus disesuaikan dengan kebutuhan anak didik
Guru harus memberikan kemudahan-kemudahan kepada anak didik
untuk melakukan aktivitas belajar. Pendekatan belajar progresivisme,
konstruktivisme maupun humanism sebagaimana disebutkan di atas
lebih banyak menempatkan anak didik sebagai subjek belajar,
sehingga proses pembelajaran berpusat pada anak didik (student
centered education).
2. Memberikan pengalaman langsung (direct experiences)
32
Anak didik diharap mengalami sendiri proses pembelajarannya
dari persiapan, proses sampai produknya. Hal demikian hanya terjadi
bilamana anak didik dihadapkan pada situasi yang nyata yang tidak
lain adalah lingkungan anak didik sendiri.
3. Menghilangkan batas pemisahan antar mata pelajaran
Sesuai dengan karakter pembelajaran tematik yang terintegrasi,
maka pemisahan antara berbagai mata pelajaran menjadi tidak jelas.
Mata pelajaran disajikan dalam satu unit atau tema, dan dalam satu
unit atau tema mengandung banyak mata pelajaran, dalam arti bahwa
satu unit atau tema ditinjau dari berbagai perspektif mata pelajaran.
4. Fleksibel (luwes)
Pembelajaran tematik dilakukan dengan menghubung-hubungkan
antara pengetahuan yang satu dengan pengetahuan yang lain, atau
menghubungkan antara pengalaman yang satu dengan pengalaman
yang lain, bahkan menghubung-hubungkan antara pengetahuan yang
satu dengan pengalaman dan sebaliknya. Lebih-lebih sangat
ditekankan bilamana yang perlu dihubungkan adalah pengetahuan dan
pengalaman yang sudah dimiliki oleh anak didik dengan sesuatu yang
baru dan perlu dimiliki oleh anak didik. Untuk keperluan ini guru
mempunyai lahan yang luas untuk berimprovisasi dalam menyajikan
materi pelajaran dan sangat leluasa dalam memilih strategi dan metode
pembelajaran.
5. Hasil pembelajaran sesuai dengan minat dan kebutuhan anak didik
Sesuai dengan karakteristik pembelajaran tematik yang harus
disesuaikan dengan kebutuhan anak, maka pembelajaran tematik
tentunya akan memberikan dorongan untuk timbulnya minat dan
motivasi belajar anak didik dan anak didik dapat memperoleh
kesempatan banyak untuk mengoptimalkan potensi yang telah
dimilikinya sesuai dengan minat dan kebutuhannya.
33
6. Menggunakan prinsip PAKEM (Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif
dan Menyenangkan)
Pembelajaran tematik berangkat dari prinsip bahwa belajar itu
harus melibatkan anak ddik secara aktif dalam mengembangkan
kreativitas anak didik tetapi juga mencapai sasaran. Semua prinsip
tersebut harus ditata dalam suasana yang menyenangkan supaya tetap
menggaraikan anak anak dan tidak membosankan. Pembelajaran yang
demikian akhirnya akan menimbulkan dorongan minat dan motivasi
anak didik.
7. Holistik
Bahwa pembelajarn tematik bersifat integrated, dan satu tema
dilihat dari berbagai perspektif. Suatu gejala yang mmenjadi pusat
perhatian dalam pembelajaran terpadu diamati dan dikaji dari beberapa
bidang kajian sekaligus, tidak dari sudut pandang yang terkotak-kotak,
sehingga memungkinkan anak didik untuk memahami suatu gejala /
fenomena dari segala sisi. Hal ini sebagai modal yang sangat baik
untuk menjadi lebih bijak menyikapi setiap kejadian yang dia hadapi /
alami.
8. Bermakna
Bermakna, yaitu meningkatkan kebermaknaan (meaningfull)
pembelajaran. Bahwa pembelajaran akan semakin bermakna bilamana
memberikan kegunaan bagi anak didik. Kebermaknaan pembelajaran
akan semakin meningkat apabila sesuai dengan kebutuhan anak didik.
Paling tidak kebermaknaan pem belajaran itu ditunjukkan dengan
terbentuknya suatu jalinan antar konsep yang saling berhubungan
antara pengetahuan dan pengalaman sebagaimana disebutkan di atas.
34
Implikasi Pembelajaran Tematik
Implementasi pembelajaran tematik di sekolah dasar membawa
implikasi yang harus disadari oleh semua pihak. Implikasi itu bagaikan
sebilah mata pedang yang mempunyai dua sisi. Satu pihak
memberikan keuntungan tetapi di pihak membawa konsekuensi-
konsekuensi tertentu yang harus ditanggung oleh penanggung jawab
pendidikan.
1) Implikasi bagi guru
Tidak seperti pembelajaran biasa, pembelajaran tematik
memerlukan kecekatan guru pengampu kelas untuk melakukan
perencanaan pembelajaran tematik. Prinsip-prinsip pembelajaran
tematik yang tidak sederhana dan cenderung kompleks menuntut
kreativitas guru yang tinggi dalam menyiapkan/pengalaman belajar
bagi anak didik. Guru harus mampu berimprovisasi dalam segala
medan yang dihadapi, termasuk dalam menghadapi murid yang
kemampuannya beragam, materi atau bahan pelajaran yang tersebar
dalam beberapa sumber, menyusun kompetensi atau indikator yang
harus dicapai oleh siswa, dan sebagainya. Dalam pembelajaran tematik
ini beban guru menjadi lebih berat dan lebih banyak dibandingkan
dengan pelaksanaan pembelajaran non tematik.
2) Implikasi bagi siswa
Beban guru yang semakin meningkat akan berimplikasi pula
terhadap beban anak didik. Seperangkat persiapan guru memang harus
dapat diikuti oleh anak didik secara saksama. Anak didik harus mampu
bekerja secara individual, berpasangan atau berkelompok sesuai
dengan tuntutan skenario pembelajaran, dan perlu menyadari atau
disadarkan akan pentingnya pengaitan materi/isi kurikulum pada
masing-masing mata pelajaran agar pembelajaran menjadi bermakna
bagi kehidupan kelak. Kesiapan menerima pembelajaran yang
35
mengharuskan adanya keterkaitan antarsatu mata pelajaran dengan
mata pelajaran lainnya merupakan hal mutlak yang harus dipahami
oleh siswa dalam membangun pengetahuan yang lebih bermakna dan
dapat diimplikasikan.
3) Implikasi terhadap buku ajar
Penerapan pembelajaran tematik di sekolah dasar menuntut
tersedianya bahan ajar, terutama buku ajar, yang memadai dan dapat
memenuhi kebutuhan pembelajaran yang terintegrasi antarmuatan satu
mata pelajaran dengan mata pelajaran lainnya, bahkan dengan kehidup
an nyata siswa. Sekalipun, buku ajar yang sudah ada saat ini untuk ma
sing-masing mata pelajaran masih dapat dipergunakan dalam pelaksana
an pembelajaran tematik, namun pada masa mendatang perlu diupaya
kan adanya buku suplemen khusus yang memuat bahan ajar yang ter
integrasi untuk membantu siswa sejak dini memahami berbagai ilmu
pengetahuan secara inter-disipliner. Bahan ajar tersebut berpangkal dari
tema-tema yang melekat dalam kehidupan siswa dan lingkungannya.
4) Implikasi terhadap sarana, prasarana, sumber belajar dan media
Pembelajaran tematik pada dasarnya adalah pembelajaran yang
dirancang dengan mengintegrasikan berbagai komponen mata pelajaran.
Konsekuensinya semua alat yang diperlukan untuk semua mata
pelajaran itu harus tersedia, minimal untuk masing-masing alat untuk
satu mata pelajaran dapat dipergunakan secara bersama. Bilamana
pembelajaran itu harus dilaksanakan di luar kelas (out bond) maka
kebutuhan yang berhubungan dengan pelaksanaan pembelajaran di luar
kelas itu harus tersedia pula agar pembelajaran tematik dapat dilaksana
kan secara baik.
36
Pelaksanaan Pembelajaran Tematik
Pengelolaan Kelas
1) Pengaturan Tempat Belajar
Pengaturan tempat belajar di kelas meliputi pengaturan meja,
kursi, lemari, perabotan kelas, alat, media, atau sumber belajar
lainnya yang ada di kelas. Untuk pelaksanaan pembelajaran tematik,
pengaturan ruang kelas harus fleksibel atau mudah diubah-ubah oleh
siswa disesuaikan dengan tuntutan strategi pembelajaran yang akan
digunakan. Kadang-kadang bisa bentuk berjajar, atau berkelompok.
Untuk meningkatkan intensitas interaksi belajar antarsiswa, di
sarankan ruang kelas tidak dalam bentuk berjajar / berbaris.
2) Pengaturan Siswa
Pelaksanaan kegiatan pembelajaran tematik yang didasarkan atas
pengaturan siswa dapat dilakukan secara klasikal (kelompok besar),
kelompok kecil dan perorangan (individual). Kegiatan pembelajaran
klasikal dapat digunakan apabila lebih banyak bentuk penyajian
bahan pembelajaran dari guru, terutama ditujukan untuk memberikan
informasi yang lebih bersifat informatif dan faktual tentang suatu
tema yang dibahas atau sebagai pengantar proses pembelajaran
tematik. Dalam proses belajarnya, siswa lebih banyak mendengarkan
atau bertanya tentang bahan pelajaran yang tersaji dalam suatu tema.
Kegiatan yang dilaksanakan dengan pengaturan siswa dalam
kelompok kecil dilakukan dengan cara siswa di kelas dibagi menjadi
kelompok kecil (4-6 orang siswa) sesuai dengan kebutuhan dan
tujuan belajar. Kegiatan pembelajaran kelompok kecil bisa dilakukan
dengan menggunakan metode diskusi, penelitian sederhana (obser
vasi), pemecahan masalah, atau metode lain yang memungkinkan dan
sesuai dengan tujuan/kompetensi dasar yang akan dicapai dan
karakteristik materi pembelajaran itu sendiri. Pengaturan siswa secara
37
perorangan (individual) dalam pembelajaran tematik dapat meng
arahkan proses pembelajaran pada optimalisasi kemampuan siswa
secara individu dan dilandasi oleh prinsip-prinsip belajar tuntas (mas
tery learning). Kegiatan pembelajaran perseorangan bisa digunakan
untuk menampung kegiatan pengayaan dan perbaikan.
3) Pemilihan Bentuk Kegiatan
Dalam melaksanakan pembelajaran tematik di sekolah dasar, guru
perlu menguasai bentuk-bentuk kegiatan yang sangat berpengaruh
terhadap keberhasilan belajar siswa, dimuai dari kegiatan membuka
pelajaran, menjelaskan isi tema, mengajukan pertanyaan-pertanyaan,
memberikan penguatan, mengadakan variasi mengajar, sampai
dengan menutup pelajaran. Kegiatan membuka pelajaran berkaitan
dengan usaha guru dalam memulai pelaksanaaan pembelajaran
tematik untuk mengarahkan siswa pada kondisi belajar dan
pembelajaran yang kondusif dan bermakna (meaningful learning).
Agar proses pembelajaran berjalan dengan efektif dan tidak
menjenuhkan, maka perlu diakukan variasi pembelajaran yang
berkaitan dengan gaya mengajar guru (teaching style). Kegiatan
pembelajaran tematik harus diakhiri dengan kegiatan penutupan yang
bermakna misalnya dengan cara meninjau kembali (review) apa yang
telah dilakukan, melakukan penilaian hasil pembelajaran dan
sebagainya.
4) Pemilihan Media Pembelajaran
Anak usia sekolah dasar masih berpikir operasional konkret,
artinya pembelajaran yang dilakukan guru harus konkret dan
sederhana sehingga mudah untuk dipahami oleh siswa, untuk itu
penggunaan media dan sumber belajar merupakan suatu keniscayaan
atau keharusan kalau ingin mendapatkan hasil belajar yang optimal.
Oleh karena itu, dalam kegiatan pembelajaran tematik terpadu harus
38
diperhatikan mengenai optimalisasi penggunaan media pembelajaran
yang bervariasi. Tanpa media yang bervariasi maka pelaksanaan
kegiatan pembelajaran tematik terpadu tidak akan berjalan dengan
efektif. Media pembelajaran harus dijadikan sebagai bagian integral
dengan komponen pembelajaran lainnya, dalam arti tidak berdiri
sendiri tetapi saling berhubungan dengan komponen lainnya dalam
rangka menciptakan situasi belajar yang bermakna. Penggunaan
media dalam pelaksanaan pembelajaran tematik dapat divariasikan ke
dalam penggunaan media visual, media audio dan media audio-
visual. Media visual adalah media yang hanya dapat dilihat, contoh
nya seperti gambar-gambar yang disajikan secara fotografik, misal
nya gambar tentang manusia, binatang, tempat, atau objek lainnya
yang ada kaitanyya dengan bahan/isi tema yang diajarkan. Selain
gambar, terdapat juga media grafis yaitu media pandang dua dimensi
(bukan fotografik) yang dirancang secara khusus untuk meng
komunikasikan tema-tema pembelajaran. Media ini digunakan untuk
mengungkapkan fakta atau gagasan melalui penggunaan kata-kata,
angka serta bentuk symbol (lambang). Jenis media ini seperti grafik,
bagan, diagram, poster, kartun, dan komik. Media visual lainnya
yang dapat digunakan dalam pembelajaran tematik yaitu model dan
realia. Model adalah media tiga dimensi yang merupakan tiruan dari
beberapa objek nyata, seperti objek yang terlalu besar, objek yang
terlalu jauh, objek yang terlalu kecil, objek yang terlalu mahal, objek
yang jarang ditemukan, atau objek yang terlalu rumit untuk dibawa
ke dalam kelas dan sulit dipelajari wujud aslinya. Jenis-jenis media
model di antaranya: model padat (solid model), model penampang
(cutaway model), model susun (build-up model), modelkerja
(working model), mock-up dan diorama. Media realia merupakan alat
bantu visual dalam pembelajaran tematik yang berfungsi memberikan
39
pengalaman langsung (direct experiences) kepada siswa. Realia ini
merupakan model dan objek nyata dari suatu benda, seperti mata
uang, tumbuhan, binatang dan sebagainya.
Selain media visual, bisa juga digunakan media audio yaitu media
yang mengandung pesan dalam bentuk auditif (hanya dapat didengar)
yang dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan kemauan
siswa untuk mempelajari isi tema. Penggunaan media audio dalam
pembelajaran tematik di sekolah dasar pada umumnya untuk melatih
keterampilan yang berhubungan dengan aspek-aspek keterampilan
mendengarkan. Dari berbagai jenis media yang telah dikemukakan di
atas, tampaknya yang lebih sempurna ialah penggunaan media audio-
visual. Sesuai dengan namanya, media ini merupakan kombinasi dari
media audio dan media visual atau biasa disebut media pandang-
dengar. Dengan menggunakan media audio-visual ini maka penyajian
isis tema akan semakin lengkap. Selain itu media ini dalam bata-
batas tertentu dapat juga menggantikan peran an tugas guru. Dalam
hal ini guru tidak selalu berperan sebagai penyampai materi, karena
penyajian materi bisa diganti oleh media.
B. Penelitian Terdahulu yang Relevan
Adapun beberapa penelitian yang sudah dilakukan oleh sebagai berikut:
1. Penelitian yang dilakukan oleh Budi Utomo, Eko Supriyanto, & Wafrotur
Rohmah pada tahun 2017 yang berjudul Pengelolaan Pembelajaran
Tematik Di SD Kemasan 1 No.64 Surakarta. Hasil penelitiannya
menunjukkan bahwa pembelajaran tematik di Sekolah Dasar memang
terkonsep dengan baik, tapi dalam pelaksanaan di lapangan masih banyak
Sekolah Dasar yang tidak menerapkan pembelajaran tematik. Hal itu
dikarenakan guru mengalami kesulitan dalam menerapkan pembelajaran
tematik, seperti kekurangtahuan guru tentang konsep pembelajaran
tematik, daya tampung peserta didik yang berlebihan dalam kelas, dan
40
kekurangan jumlah kelas. Berdasarkan penelitian diatas persamaan
dengan penelitian ini adalah sama-sama membahas mengenai
pembelajaran tematik di sekolah dasar, sedangkan perbedaannya yaitu
hanya membahas mengenai pengelolaan pembelajaran tematik saja, maka
pada penelitian saya membahas peran guru dalam pembelajaran tematik.
2. Penelitian yang dilakukan oleh Eslami Shaharbabaki Mahin dkk pada
tahun 2014 yang berjudul Prevalence of Learning Disability in Primary
School Students In Kerman City. Hasil penelitiannya menunjukkan
bahwa ketidakmampuan (kesulitan) belajar matematika diantara anak
laki-laki dan perempuan, dan terdapat perbedaan yang signifikan dalam
menulis dan membacanya di Sekolah Dasar Kerman. Berdasarkan
penelitian diatas persamaan dengan penelitian ini adalah sama-sama
membahas mengenai kesulitan belajar yang dihadapi oleh siswa-siswa di
sekolah, sedangkan perbedaannya yaitu pada kesulitan belajar pada
matematika, maka pada penelitian saya membahas kesulitan belajar pada
pembelajaran tematik.
3. Penelitian yang dilakukan oleh Khofiatun, Sa’dun Akbar, M. Ramli pada
tahun 2016 yang bejudul Peran Kompetensi Pedagogik Guru Dalam
Pembelajaran Tematik Di Sekolah Dasar. Hasil penelitiannya
menunjukkan bahwa peran guru untuk menciptakan pembelajaran yang
bermakna tidak tercipta karena siswa masih cenderung mempelajari
materi secara hafalan dan guru cenderung kurang men ggali konsep-
konsep yang telah dimiliki siswa. Untuk mewujudkan keberhasilan dan
kebermaknaan pembelajaran tematik sangat bergantung pada kompetensi
yang dimiliki oleh guru kelasnya. Berdasarkan penelitian diatas
persamaan dengan penelitian ini adalah sama-sama membahas mengenai
pembelajaran tematik di sekolah dasar, sedangkan perbedaannya yaitu
pada peran kompetensi pedagogik guru yaitu mengenai pengetahuan atau
kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran yang dimiliki oleh guru,
41
maka pada penelitian saya membahas peran guru yang mencakup semua
kompetensi yang telah dimiliki oleh guru.
4. Penelitian yang dilakukan oleh Minsih & Aninda Galih D pada tahun
2018 yang berjudul Peran Guru dalam Pengelolaan Kelas. Hasil
penelitiannya menunjukkan bahwa guru yang mengajar memiliki
semangat dan kompetensi yang tinggi, tentunya semangat itu datang
dalam hati para guru di MIM PK. dalam setiap kali tatap muka, guru
harus menggunakan metode dan model secara bervariatif. Berdasarkan
penelitian diatas persamaan dengan penelitian ini adalah sama-sama
membahas mengenai peran guru, sedangkan perbedaannya yaitu peran
guru dalam pengelolaan kelas, maka pada penelitian saya membahas
peran guru dalam mengatasi kesulitan belajar.
5. Penelitian yang dilakukan oleh Nury, Yuniasih pada tahun 2014 yang
berjudul Analisis Pembelajaran Tematik Pada Kurikulum 2013 di SDN
Tanjungrejo 1 Malang. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa
pelaksanaan pembelajaran tematik di SDN Tanjungrejo 1 Malang sesuai
dengan kurikulum tahun 2013, namun masih ada beberapa kendala antara
lain: kemampuan guru untuk mengelola kelas besar dan siswa yang belum
menguasai keterampilan dasar. Berdasarkan penelitian diatas persamaan
dengan penelitian ini adalah sama-sama membahas mengenai
pembelajaran tematik, sedangkan perbedaannya yaitu pembelajaran
tematik yang terdapat kendala dalam pelaksanaannya, maka pada
penelitian saya membahas perannya guru dalam pelaksanaan
pembelajaran tematik.
6. Penelitian yang dilakukan oleh Safni Febri Anzar & Mardhatillah pada
tahun 2017 yang berjudul Analisis Kesulitan Belajar Siswa Pada
Pembelajaran Bahasa Indonesia Di Kelas V SD Negeri Meulaboh
Kabupaten Aceh Barat Tahun Ajaran 2015/2016. Hasil penelitiannya
menunjukkan bahwa banyak siswa yang tidak dapat mengembangkan
42
pemahamannya terhadap konsep-konsep pelajaran Bahasa Indonesia
karena antara perolehan pengetahuan dan prosesnya tidak terintegrasi
dengan baik sehingga siswa mengalami kesulitan belajar Bahasa
Indonesia. Berdasarkan penelitian diatas persamaan dengan penelitian ini
adalah sama-sama membahas mengenai kesulitan belajar siswa, sedang
kan perbedaannya yaitu kesulitan belajar siswa pada pembelajaran bahasa
Indonesia di kelas V, maka pada penelitian saya membahas kesulitan
belajar pada pembelajaran tematik.
7. Penelitian yang dilakukan oleh Suciana Wijirahayu pada tahun 2017 yang
berjudul Teachers’ Prior Knowledge Influence in Promoting English
Learning Strategies in Primary School Classroom Practices. Hasil
penelitiannya menunjukkan bahwa pengetahuan awal guru sekolah dasar
yang mempengaruhi keyakinan mereka tentang strategi belajar Bahasa
Inggris sebagai Bahasa Asing (English as a Foreign Language, disingkat
EFL) dan tercermin dalam praktik di kelas mereka yang sebenarnya.
Berdasarkan penelitian diatas persamaan dengan penelitian ini adalah
sama-sama membahas mengenai guru, sedangkan perbedaannya yaitu
peran pengetahuan awal guru dalam strategi pembelajaran, maka pada
penelitian saya membahas peran guru dalam mengatasi kesulitan belajar.
8. Penelitian yang dilakukan oleh Sukiniarti pada tahun 2014 yang berjudul
Kendala Penerapan Pembelajaran Tematik Di Kelas Rendah Sekolah
Dasar. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa penerapan pembelajaran
tematik di SD kelas rendah akan mengalami kendala apabila guru tidak
bersikap kreatif, dan apabila tidak memiliki pemahaman yang luas
tentang tema yang dipilih dalam kaitannya dengan mata pelajaran yang
dipadukan. Berdasarkan penelitian diatas persamaan dengan penelitian ini
adalah sama-sama membahas mengenai pembelajaran tematik, sedangkan
perbedaannya yaitu pelaksanaan pembelajaran tematik di kelas rendah,
43
maka pada penelitian saya membahas pelaksanaan pembelajaran tematik
di kelas atas.
9. Penelitian yang dilakukan oeh Syahruddin, dkk pada tahun 2013 yang
berjudul The Role of Teachers’ Professional Competence in
Implementing School Based Management: Study Analisys at Secondary
School in Pare-Pare City of South Sulawesi Province-Indonesia. Hasil
penelitiannya menunjukkan bahwa peran kompetensi profesional guru di
Indonesia menerapkan manajemen berbasis sekolah disebabkan
rendahnya pendidikan dan fasilitas sekolah tidak memenuhi standar
pendidikan nasional minimum. Berdasarkan penelitian diatas persamaan
dengan penelitian ini adalah sama-sama membahas mengenai peran guru,
sedangkan perbedaannya yaitu peran kompetensi profesional guru di
Indonesia menerapkan manajemen berbasis sekolah, maka pada penelitian
saya membahas peran guru dalam kesulitan belajar siswa pada
pembelajaran tematik.
10. Penelitian yang dilakukan oleh R.M Harden & Joy Crosby pada tahun
2000 yang berjudul AMEE Guide No.20: The Good Teacher Is More
Than A Lecturer-The Twelve Roles Of The Teacher. Hasil penelitiannya
menunjukkan bahwa mengajar adalah tugas yang sulit dan rumit. Dua
belas peran telah diidentifikasi dan ini dapat dikelompokkan dalam enam
area dalam model disajikan: (1) penyedia informasi dalam perkuliahan,
dan dalam konteks klinis; (2) panutan di tempat kerja, dan secara lebih
formal pengaturan pengajaran; (3) fasilitator sebagai mentor dan
pembelajaran fasilitator; (4) penilai siswa dan evaluator kurikulum; (5)
perencana kurikulum dan kursus; dan (6) pembuat materi sumber daya,
dan produser panduan belajar. Berdasarkan penelitian diatas persamaan
dengan penelitian ini adalah sama-sama membahas mengenai guru,
sedangkan perbedaannya yaitu peran guru dalam 12 peran dikelompokkan
menjadi 6 area, maka pada penelitian saya membahas peran guru.
44
11. Penelitian yang dilakukan oleh Yuni, Narti dkk pada tahun 2015 yang
berjudul Thematic Learning Implementation In Elementary School. Hasil
penelitiannya menunjukkan bahwa guru berupaya dalam strategi
penyampaian materi difokuskan pada interaksi siswa dengan media, dan
struktur belajar-mengajar pada pembelajaran tematik, dan berupaya dalam
strategi manajemen pembelajaran difokuskan pada penjadwalan, laporan
kemajuan siswa, dan manajemen motivasi. Berdasarkan penelitian diatas
persamaan dengan penelitian ini adalah sama-sama membahas mengenai
pembelajaran tematik, sedangkan perbedaannya yaitu pada pembelajaran
tematik difokuskan pada interaksi siswa dengan media, penjadwalan,
laporan kemajuan siswa, dan manajemen motivasi, maka pada penelitian
saya membahas kesuitan belajar pada pembelajaran tematik.
Top Related