8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Static Stretching
1. Definisi Stratic Stretching
Stretching merupakan proses yang dilakukan untuk menggerakkan atau
memanjangkan otot agar bekerja secara optimal dan menunjang aktivitas
tubuh ketika berolahraga atu menjalankan aktivitas sehari-hari (Tollison,
2011). Dalam praktiknya sendiri terdapat beberapa teknik dalam melakukan
stretching diantaranya static stretching, ballistic stretching, passive
stretching, dan propioseptive stretching. Static stretching sendiri merupakan
teknik stretching yang dilakukan dengan mengulur otot secara perlahan
menuju titik tidak nyaman akan tetapi tidak nyeri (Anderson dan Burke,
1991).
2. Manfaat Static Stretching
Respon otot terhadap static stretching bergantung pada struktur muscle
spindle dan golgi tendon organ, ketika otot diregang dengan sangat cepat
maka serabut afferent primer merangsang alpha motor neuron pada medulla
spinalis dan memfasilitasi kontraksi serabut ekstrafusal yaitu meningkatkan
ketegangan pada otot. Tetapi jika peregangan ini dilakukan secara lambat
pada otot, maka golgi tendon organ terstimulasi dan menginhibisi ketegangan
otot sehingga terjadi pemanjangan pada komponen elastis otot (Wismanto,
2011).
9
Pada saat otot diulur pada jangka waktu yang sedikit lebih lama maka
muscle spindle akan terbiasa dengan panjang otot yang baru (Wismanto,
2011). Davis dkk. pada tahun 2005 juga membandingkan keefektifan pada
tiga metode stretching pada fleksibilitas otot hamstring. Pada kelompok static
stretching sebanyak lima orang yang terdiri atas tiga orang laki-laki dan dua
orang permpuan, dengan durasi strtching selama 30 detik dan dilakukan
selama tiga kali seminggu memberikan hasil yang signifikan disbanding
dengan metode stretching yang lain dalam meningkatkan fleksibilitas otot
hamstring pada responden. Fleksibilitas pada otot hamstring memiliki
peranan yang sangat penting mengingat otot hamstring bekerja dalam
keadaan consentric. Ketika bergerak maupun berolahraga otot hamstring akan
tertarik dan terulur sesuai kegiatan, sehingga fleksibilitas otot sangat
diperlukan.
3. Indikasi dan Kontraindikasi Static Stretching
Indikasi merupakan suatu kondisi yang bisa diaplikasikan Static
Stretching. Sedangkan kontraindikasi merupakan suatu kondisi yang tidak
boleh diaplikasikan Static Stretching. Adapun indikasi dan kontraindikasi
menurut Colby dkk. (2012).
Tabel 2.1 Indikasi dan Kontraindikasi Static Stretching
Static Stretching
Indikasi Kontraindikasi
1. Memperbaiki range of motion
(ROM) yang terhambat akibat
adanya adhesi, kontraktur, dan
perlukaan pada formasi jaringan
yang menyebabkan pembatasan
aktivitas
1. Keterbatasan sendi akibat
adanya blockade oleh
tulang.
2. Terdapat tanda infeksi dan
inflamasi
3. Terdapat riwayat patah
tulang dan proses
10
2. gerakan terhambat yang mungkin
dapat memengaruhi kelainana
structural yaitu sebagai upaya
preventif
3. Kelemahan dan pemendekan
jaringan yang menyebabkan
keterbatasan range of motion
4. Merupakan komponen conditioning
pada sport-spesific yang merupakan
sebagai pencegahan cidera
muskulloskeletal
5. Dialakukan sebelum atau sesudah
olahraga berat guna mencegah
terjadinya nyeri otot
penyembuhan tulang yang
belum menyatu sepenuhnya
4. Nyeri berlebih ketika
dilakukan peregangan
5. Terdapat hematoma atau
indikasi trauma jaringan
lainnya
6. Hypermobility
7. Pemendekan jaringan lunak
pada orang paralysys atau
pada orang yang yang
mengalami kelemahan otot
yang parah untuk
melakukan kemampuan
fungsional atau bahkan
tidak dapat mekakukannya
4. Metode Static Stretching
Dalam bukunya yang berjudul “Ultimate Guide to Stretching &
Flexibility” Brad Walker (2011) cara untuk melakukan static stretching
sebagai berikut:
a. Posisikan badan dimana otot atau grup otot yang ingin di stretch dalam
keadaan dalam keadaan terulur. Posisi untuk membiarkan otot
hamstring terulur adalah dengan duduk tegak dan meletakkan kaki
kearah depan.
b. Pastikan kedua otot baik agonis maupun antagonis dalam posisi terulur
dengan rileks.
c. Secara perlahan dan hati-hati turunkan badan menuju kedepan utnuk
meningkatkan tension pada otot hamstring menuju titik tidak nyaman
akan tetapi tidak nyeri.
11
d. Tahan posisi maksimal tersebut selama 30 detik dengan tiga
repetisi dengan jeda interval 30 detik, dilakukan secara
bergantian kaki kanan dan kiri.
Gambar 2.1 Stretching muscle group hamstring
(Sumber: Lubis, 2011)
5. Dosis Static Stretching
Pada latihan static stretching dilakukan penguluran otot setidaknya tujuh
detik, hal ini dikarenakan ketikan muscle propioseptor pada muscle spindle
ter-strech maka akan menghasilkan sinyal impuls yang membuat otot
berkontraksi untuk melawan rahanan dari stretch. Dengan menahan gerkan
selama tujuh detik akan mengaktivasi golgy tendon organ yang selanjutnya
akan menghambat reaksi dari muscle spindle tersebut dan memberikan efek
relaksasi sehingga otot dapat ter-stretch lebih jauh (Boreham dkk., 2006).
Dalam penelitiannya Chan dkk. (2001) menghasilkan kesimpulan
mengenai dosis latihan static stretching pada otot hamstring efektif dalam
peningkatan fleksibilitas jika dilakukan selama empat atau delapan minggu.
Berdasarkan penjelasan diatas maka dosis untuk static stretching diberikan
selama selama 30 detik tiga kali repetisi dengan jeda interval 30 detik
latihannya dan dilakukan seminggu sebanyak tiga kali dengan jangka waktu
selama empat minggu.
12
B. Konsep Nordic Hamstring Excercise
1. Definisi Nordic Hamstring
Nordic hastring exercise merupakan latihan yang bersifat eccentric yaitu
latihan dimana meningkatnya tnsion atau tegangan otot agonis disertai
dengan bertambahnya panjangnya otot. Pada latihan nordic hamstring otot
hamstring merupakan agonis sebagai target latihan. Latihan ini juga bersifat
mengulur dan juga penguatan yang dilakukan secara bersamaan. Tegangan
pada serabut otot yang terulur atau eccentric sangat kuat dibandingkan
dengan saat otot memendek atau consentric (Lorenz, 2011).
2. Manfaat Nordic Hamstring Excercise
Dalam kontraksi otot normal, kecepatan gerakan dan besar tegangan
berbanding terbalik. Semakin cepat kontraksi otot maka semakin kecil
tegangan dari otot tersebut. Selama latihan eccentric selain memiliki durasi
kontraksi otot yang lebih panjang, selain itu konsumsi oxygen pada latihan ini
juga memiliki kadar yang rendah lebih dari dua kali dari saat istirahat. Dalam
penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa latihan eccentric membutuhkan
energi yang lebih sedikit dibandingkan dengan kontraksi yang bersifat
concentric karena kecilnya jumlah oxygen yang dibutuhkan sehingga
pemecahan ATP dan produksi panas melambat (Lorenz, 2011). Sehingga
latihan eccentric merupakan latihan dengan bahan bakar rendah dengan gaya
yang besar. Dalam penelitiannya Aktug dkk. Pada tahun 2018 mendapatkan
bahwa terjadi peningkatan kekuatan otot hamstring setelah dilakukan latihan
nordic hamstring.
13
Latihan nordic hamstring merupakan latihan yang menggunakan konsep
eksentrik pada otot hamstring. Secara fisiologis ketika mengaplikasikan
latihan nordic, respon serabut otot akan terulur secara maksimal. Stimulus
dari golgi tendon menyebabkan tendon otot hamstring juga ikut memanjang,
sehingga otot hamstring akan mengulur secara optimal karena tidak ada
tahanan dari otot agonisnya, yaitu otot quadriceps. Nordic hamstring juga
menghasilkan gaya yang besar dengan konsumsi oksigen yang sedikit serta
adanya gerakan melawan tahanan dari latihan nordic hamstring yang
mengulur otot melawan arah gravitasi dengan waktu yang sedikit lebih lama
membuat otot terulur sehingga terjadi pemanjangn otot yang nantinya akan
menambah fleksibilitas otot hamstring dan menigkatkan lingkup gerak sendi
(Nabil, 2017).
3. Indikasi Dan Kontraindikasi Nordic Hamstring
Indikasi merupakan suatu kondisi yang bisa diaplikasikan nordic
hamstring. Sedangkan kontraindikasi merupakan suatu kondisi yang tidak
boleh diaplikasikan nordic hamstring. Adapun indikasi dan kontraindikasi
Nordic Hamstring menurut Colby dkk. (2007).
Tabel 2.2 Indikasi dan Kontraindikasi Nordic Hamstring
Contract Relax Stretching
Indikasi Kontraindikasi
1. Latihan dalam rangka meningkatkan
tegangan dan fleksibilitas otot.
2. Injury preventive
3. Latihan rehabilitasi pasca cidera
hamstring
1. Adanya nyeri gerak
free active
2. Masih ada tanda-tanda
inflamasi
3. Keadaan adanya
masalah
kardiopulmonal yang
parah seperti penderita
jantung coroner parah,
penderita penyakit
14
jantung bawaan,
hipertensi yang tidak
terkontrol, dan
dysrhythmia.
4. Metode Nordic Hamstring
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Sayers dkk. (2008), latihan nordic
hamstring merupakan latihan yang membutuhkan bantuan partner agar
latihan nordic hamstring bisa optimal. Berikut teknik latihan nordic
hamstring yang dikemukakan oleh (Sayers dkk., 2008).
a. Posisi awal atlet berdiri menggunakan lutut ditekuk 90o (kneeling).
Asisten menahan ankle pasien agar tidak terangkat.
Gambar 2.2 Posisi Awal Nordic Hamstring
(Sumber: Sayers dkk., 2008).
b. Kemudian dari posisi kneeling, minta atlet untuk menjatuhkan tubuhnya
secara perlahan dan menahannya sebisa mungkin dengan kedua
hamstringnya. Sembari menjatuhkan tubuhnya, minta atlet untuk
mengkontraksikan otot perutnya agar tidak terjadi posisi khyposis atau
bungkuk.
15
Gambar 2.3 Posisi Kedua Nordic Hamstring Exercise
(Sumber: Sayers dkk., 2008)
c. Diakhir gerakan, atlet mempersiapkan tangannya untuk menyangga
ketika jatuh dan membiarkan dadanya menyentuh lantai. Dan
menjatuhkan tubuh secara perlahan hingga dada pasien menyentuh
lantai.
Gambar 2.4 Posisi terakhir nordic hamstring excercise
(Sumber: Sayers dkk., 2008)
5. Dosis Nordic Hamstring
Dalam penerapannya latihan memiliki prinsip overload diamana dalam
setiap latihannya atlet dituntut untuk meningkatkan bebean latihan. Ketika
diberikan beban latihan yang lebih berat, otot akan meningkatkan kapasitas
metabolisme yang diiringi dengan peningkatan kemampuan dari
sebelumnya. Adaptasi system tubuh terhadap latihan bersifat sementara
kecuali latihan tersebut dilakukan secara berkala. Penurunan kemampuan
16
setelah latihan akan dirasakan dalam seminggu atau lebih setelah berhenti
dari latihan (Colby dkk., 2007). Latihan diberikan dengan jeda interval 10
detik tiap exercise dan dua menit untuk tiap set (Ditroilo dkk., 2013).
Berikut merupaka dosis latihan nordic hamstring menurut Mjolsnes (2004)
dalam Seymore (2017).
Tabel 2.3 Dosis Latihan Nordic Hamstring
Minggu Sesi/minggu Set x repetisi
1 1 2 x 5
2 2 2 x 6
3 3 3 x 6-8
4 3 3 x 8-10
C. Fleksibilitas Otot Hamstring
1. Anatomi dan Biomekanik
Hamstring merupakan group otot besar pada tungkai yang
berfungsi sebagai stabilisasi dan penggerak anggota tubuh bagian bawah
(Nabil, 2017). Hamstring melintang dari sendi panggul menuju sendi
lutut. Fungsi utama dari otot hamstring untuk melakukan gerakan fleksi
pada sendi lutut, selain itu otot hamstring juga membantu gerakan
ekstensi, internal rotasi, dan eksternal rotasi pada sendi panggul (Putra,
2017). Otot hamstring terdiri dari otot biceps femoris, semimembranosus,
dan semitendinosus (Irfan, 2008).
17
Gambar 2.5 Anatomi otot hamstring
(Sumber: Paulsen dan Waschke, 2011).
a. Otot Biceps Femoris
Otot biceps femoris memiliki dua caput yaitu biceps femoris
caput longum (BFCL) dan biceps femoris caput brevis (BFCB).
Origo dari BFCL terletak di tuberositas ischii sedangkan pada BFCB
terletak di linea aspera sisi lateral. Kedua otot ini bersatu dan
membentuk otot biceps femoris dan berinsersio di caput fibule. Otot
biceos femoris berfungsi untuk melakukan gerakan fleksi serta
gerakan rotasi lateral pada sendi lutut (Irfan, 2008).
b. Otot semitendinosus
Otot semimembranosus memiliki origo pada tuberositas ischii
dan terletak di belakang otot semimembranosus. Otot semitendinosus
memiliki tendon otot yang lebih panjang pada bagian proksimal.
Otot semitendinosus memiliki fungsi untuk melakukan gerakan
ekstensi pada sendi panggul, selain itu otot ini juga berfungsi untuk
18
melakukan gerakan fleksi dan rotasi medial pada sendi lutut (Irfan,
2008).
c. Otot semimembranosus
Otot semimembranosus merupakan otot yang memiliki origo
di tuberositas ischii dan berinsertio pada condyles medial tulang
tibia. Lokasi insetio otot ini mengarah pada tiga lokasi yaitu pada
condyles medial tulang tibia, facia poplitea, dan capsule ligamentum
popliteal oblique. Pembagian tiga lokasi ini sering disebut dengan
istilah pes anserius profunda. Otot semimembranosus memliki
fungsi untuk gerakan ekstensi pada panggul serta gerakan fleksi dan
rotasi medial sendi lutut (Irfan, 2008).
Otot hamstring merupakan salah satu otot gerak tungkai bawah yang
berperan dalam kelincahan pemain basket (Mutohir dan Maksum, 2007).
Menurut Putra (2017), secara fisiologi otot hamstring akan terjadi kontraksi
maksimal ketika sendi panggul melakukan gerakan fleksi maksimal dan
sendi lutut melakukan gerakan ekstensi maksimal. Jika ditunjau dari
kegiatan kita sehari - hari otot hamstring cenderung selalu bekerja secara
consentric, sehingga ketika kita melakukan kegiatan olahraga yang
memerlukan otot hamstring memanjang secara maksimal maka akan rawan
terjadi cidera pada otot hamstring ketika tidak melakukan pemanasan yang
adekuat sebelumnya (Mujahidin, 2018).
Latihan fleksibilitas yang adekuat dapat meningkatkan luas dari
lingkup gerak sendi dan fleksibilitas dari otot hamstring sehingga cidera
otot dapat terhindar. Otot hamstring merupakan salah satu otot gerak
tungkai bawah yang berperan dalam kelincahan pemain basket sehingga
19
fleksibilitas otot hamstring merupakan faktor yang sangat penting yang
pemain perlu miliki (Mutohir dan Maksum, 2007). Sesuai dengan pendapat
Harsono (1988) dalam Putra (2017) bahwa risiko cidera otot akan berkurang
pada otot hamstring yang memiliki fleksibilitas yang baik, sehingga dapat
meningkatkan koordinasi, kelincahan, kecepatan, dan memperbaiki posisi
tubuh.
D. Konsep Agility / Kelincahan
1. Definisi Agility
Agility atau kelincahan merupakan kemampuan untuk merubah arah
atau posisi tubuh dengan cepat yang dilakukan bersamaan dengan gerak
tubuh lainnya (Widiastuti, 2011). Basket merupakan olahraga yang
mengharuskan pemainnya bergerak kesegala arah dengan cepat dan terarah
sehingga kelincahan atau agility merupakan kemampuan dasar yang harus
dimiliki pemain basket.
2. Komponen Agility
Kelincahan sendiri memiliki karakteristik yang unik dalam
memainkan perannya terkait mobilitas fisik atlet. Kelincahan bukan
merupakan kemampuan tunggal, akan tetapi kelincahan merupakan
gabungan dari beberapa kemampuan koordinasi, speed, dan power.
Komponen tersebut saling berinteraksi satu dengan yang lain secara
bersamaan (Bompa, 1994 dalam Utama, 2013). Komponen utama agility
terbagi menjadi dua yaitu persepsi dan pengambilan keputusan dan merubah
arah gerak dan kecepatan (Tim, 2013). Agility merupakan kemampuanyang
kompleks dimana power, koordinasi, dan fleksibilitas berperan sangat
penting didalamnya.
20
3. Faktor yang Mempengaruhi Agility
Menurut Kuswendi, 2012, terdapat beberapa faktor yang
memengaruhi kelincahan yaitu:
a. Tipe tubuh
Tipe tubuh merupakan kapasitas fisik umum dan hanya sebagai
indikasi kecocokan seorang atlet. Orang yang memiliki bentuk tubuh
tinggi dan ramping atau ectomorph dan orang yang memiliki bentuk
tubuh bulat atau endomorph cenderung memiliki kelincahan yang buruk
disbanding orang yang memiliki bentuk tubuh sedang dengan perototan
yang baik atau mesomorph yang memiliki kelincahan yang baik.
b. Usia
Kelincahan meningkat sampai usia 12 tahun pada saat memasuki
periode pertumbuhan cepat atau rapid grow. Setelah melalui fase
tersebut kelincahan dapat ditingkatkan hingga dewasa. Kelincahan
mulai mengalami penurunan menjelang usia lanjut.
Penelitian yang dilakukan oleh Zemkova dan Hamar (2014) tentang
hubungan usia terhadap kelincahan didapatkan kesimpulan bahwa
kelincahan akan menurun seiring bertambahnya usia dimana penurunan
pertama terjadi pada usia 7 – 10 tahun, pernuruanan kedua pada usia 10
– 14 tahun, dan terjadi perlambatan penurunan pada usia remaja yaitu
14 – 18 tahun sehingga rentang usia dimana seseorang memiliki tingkat
kelincahan paling baik yaitu pada rentang usia 14 – 18 tahun.
21
c. Jenis Kelamin
Pada laki-laki kelincahan terlihat sangat mencolok sebelum masa
pubertas. Setelah pubertas, kelincahan laki-laki akan terlihat sangat
mencolok dibandingkan dengan kelincahan yang dimiliki perempuan.
d. Berat Badan
Berat badan sangat berpengaruh terhadap kelincahan. Seorang atlet
yang mengalami kelebihan gizi akan sangat berpengaruh dengan berat
badan yang nantinya akan mengurangi dari kelincahan atlet. Pada
penelitiannya Dhapola dan Verma tahun 2017 mengatakan bahwa
semakin besar BB atlet maka semakin besar pula beban yang dibawa
atlet pada saat bergerak sehingga hal ini dapat menyebabkan penurunan
peforma dan sangat mempengaruhi kelincahan atlet. Seseorang dengan
berat badan berlebih juga dapat meningkatkan tahanan pergerakan dan
penghambatan keluasan gerak dari sendi akibat kontak dengan bagian
tubuh lain (Kisner & Colby, 2012).
e. Kelelahan
Kelelahan dapat mengurangi kelincahan dengan sangat signifikan.
Selain memelihara daya tahan jantung dan daya tahan otot, mengatur
porsi latihan dan istirahat juga sangat penting dalam rangka menjaga
stamina guna meningkatkan kalincahan
f. Indeks Massa Tubuh
Menurut NHLBI Indeks Massa Tubuh (IMT) merupakan hasil hitung
dari berat badan dalam kilogram dibagi dengan berat badan pangkat dua
dalam meter (kg/m2). Dalam penelitian yang dilakukan Taghinejad pada
tahun 2013 mendapatkan hasil bahwa terdapat korelasi yang
22
berkebalikan antara indeks massa tubuh dengan kelincahan. Pada hasil
penelitian yang didapatkan menunjukkan bahwa peningkatan
endomorph dan berat badan pada responden menurunkan peforma pada
subjek tertentu seperti kemampuan dribbling dan kelincahan. Sejalan
pula dengan hasil penelitian Sharma pada tahun 2011 yang
mendapatkan kesimpulan bahwa grup subjek yang memiliki IMT
sedang memiliki kecepatan dan kelincahan lebih disbanding dengan
grup subjek yang memiliki IMT tinggi. Berikut merupakan klasifikasi
dari IMT berdasarkan WHO Asian-BMI classification yang di
publikasikan pada tahun 2000 dalam Girdhar tahun 2016.
Tabel 2.4 WHO Asian-BMI Classification
Status nutrisi IMT (kg/m2)
Underweight < 18,5
Normal 18,5 – 22,9
Overweight 23 – 24,9
Obese I 25 – 29,9
Obese II > 30
4. Metode Pengukuran Agility
Dalam penelitiannya Hachana dkk (2013) yang membandingkan tiga alat
ukur kelincahan yaitu illinois agility test, edgreen step test, dan t-test
mendapati bahwa Illinois agility test memiliki reliabilitas interrater yang
sangat baik dan test-retest yang cukup baik. Dalam test ini diperlukan
delapan cone, stopwatch, dan area lapangan yang luasnya 10 x 5 meter,
empat cone digunakan untuk menandai start dan finish, empat cone yang
lainnya diletakkan di tengah dengan jarak yang sama asntar cone. Setiap
23
cone dibagian tengah diberi jarak sebesar 3,3 meter (Fitriani, 2016 dalam
Sholihah 2018).
Gambar 2.6 Illinois Agility Run Test
(sumber: Fitriani, 2016)
Prosedur pelaksanaan:
a. Peneliti Peneliti meletakkan 4 cone sebagai penanda berbentuk
persegi panjang dengan ukuran 10 x 5 meter. Peneliti memberikan
penanda start pada cone yang terletak di sebelah kiri dan
selanjutnya peneliti juga memberikan penanda finish pada cone yang
berada sebelah kanan lapangan.
b. Peneliti meletakkan 4 cone lainnya di tengah area uji dengan jarak
3,3-meter pada setiap cone.
c. Peneliti menjelaskan jalur lari yang harus dilewati responden sampai
finish.
a. Asisten bersiap untuk memberikan aba-aba, ketika asisten
mengatakan “go” responden diminta untuk berlari mengikuti jalur
yang telah ditentukan hingga finish tanpa menyentuh cone sementara
asisten yang lain menghitung waktu sesuai responden dimulai dari aba
– aba hingga responden tiba di finish menggunakan stopwatch.
24
b. Selanjutnya peneliti mencatat waktu tempuh responden yang
selanjutnya di sesuaikan dengan nilai kelincahan sesuai tabel Illinois
Agility Run Rratings dalam satuan detik menurut Roozen (2004).
Tabel 2.5 Norma kualitas kelincahan (Roozen, 2004)
E. Konsep Bola Basket
1. Permainan Bola Basket
Bola basket adalah olahraga yang dimainkan oleh 2 (dua) team yang
masing-masing terdiri 5 (lima) pemain. Tujuan dari masing-masing tim
adalah untuk mencetak angka ke keranjang lawan dan berusaha mencegah tim
lawan mencetak angka (Perbasi, 2010). Bola basket berasal dari Amerika
Serikat diciptakan oleh James A Naismith pada tahun 1891. Atas prakasa Dr.
Elmer Beny pada tanggal 21 zjuni 1932 diadakan konferensi internasional
bola basket di Jenewa. Dalam konferensi tersebut terbentuklah federasi bola
basket internasional yang diberi nama Federation Internationale De
Basketball Amateur (FIBA). Menurut persatuan bola basket seluruh Indonesia
(2012), bola basket masuk dan berkembang melalui perantara perantau-
perantau dari China sejak tahun 1920-an. Para perantau membentuk
komunitas dan sekolah-sekolah Tionghoa yang selanjutnya berkembang
dengan sangat cepat di Indonesia (Hapsatio 2018).
Rating Laki-laki (detik) Perempuan (detik)
Sangat baik <15,2 <17
Baik 15,2-16,1 17-17,9
Rata-rata 16,2-18,1 18-21,7
Cukup 18,2-18,3 21,8-23
Kurang >18,3 >23
25
2. Teknik Permainan Bola Basket
Agar pemain basket dapat melakukan permainan yang baik, maka
pemain basket perlu memperhatikan beberapa teknik dasar dari permainan
bola basket. Teknik dasar dari permainan bola basket yang harus di kuasai
oleh pemain ialah sebagai berikut:
a. Passing and Catching
Untuk mengoper bola kepada rekan satu tim dapat dilakukan
dengan cara passing sedangkan gerakan catching dilakukan ketika
melakukan gerakan menagkap bola dari rekan satu tim (Mirdyanti, 2012
dalam Prasetyo, 2018). Gerakan passing terdiri dari beberapa macam
teknik yaitu:
1. Chest Pass
Passing jenis ini digunakan untuk melakukan umpan pada jarak
yang pendek dan cepat. Passing ini dilakukan dengan melakukan
lemparan kea rah dada rekan satu tim. Mengumpan dengan
menggunakan cara ini memerlukan power otot lengan yang baik agar
umpan dapat bergerak dengan cepat kepada rekan satu tim (Dedi,
2013).
Gambar 2.7 Chest pass
(Sumber: Prasetyo, 2018)
26
2. Over Head Pass
Passing jenis ini biasanya digunakan ketika melakukan umpan
dengan posisi yang lebih tinggi dari lawan. Passing jenis ini sangat
menguntungkan ketia postur lawan yang lebih rendah sehingga lawan
susah untuk menggapai bola (Dedi, 2013).
Gambar 2.8 Over head pass
(Sumber: Prasetyo, 2018)
3. Bounce Pass
Passing jenis ini biasa digunakan untuk menerobos pertahanan
lawan. Bounce pass dilakukan dengan menggunakan chest pass
yang selanjutnya dipantulkan ke lantai terlebuh dahulu (Dedi,
2013)
Gambar 2.9 Bounce pass
(Sumber: Prasetyo, 2018).
27
b. Dribbling
Dribbling merupakan gerakan yang dilakukan untuk menggiring bola
selama pertandingan. Gerakan menggiring bola ini bertujuan agar bisa
membawa bola ke daerah lawan yang dilanjutkan dengan mencetak
point di ring lawan (Pratiwi, 2014). Gerakan drible dapat dilakukan
dengan dua cara, yang pertama dribble dengan posisi rendah sehingga
menghasilkan pantulan bola basket yang sedikit cepat. Cara kedua
dapat dilakukan dengan melakukan dribble dengan posisi yang sedikit
lebih tinggi dengan memantulkan bola secara santai (Dedi, 2013).
Gambar 2.10 Dribbling
(Sumber: Prasetyo, 2018)
c. Shooting
Gerakan ini merupakan gerakan terakhir yang hendak dilakukan
ketika akan memasukkan bola ke ring lawan untuk mencetak point.
Shooting dapat dilakukan dengan du acara yaitu menggunakan satu
tangan ataupun menggunakan kedua tangan. (Dedi, 2013 dalam
Prasetyo, 2018).
28
Gambar 2.11 Shooting
(Sumber: Prasetyo, 2018)
d. Pivot
Pivot merupakan gerakan menumpu pada satu kaki dan berputar
menggunakan kaki lainnya. Teknik ini biasa digunakan untuk
menghindari lawan dengan cara berputar (Mirdayanti, 2012)
Gambar 2.12 Pola kaki ketika melakukan gerakan pivot
(Prasetyo, 2018)
e. Lay Up
Lay up atau tembakan melayang merupakan rangkaian gerakan untuk
memasukkan bola ke keranjang lawan untuk mencetak poin. Gerakan ini
dilakukan dengan cara melangkah sebanyak dua kali yang kemudian
dilanjutkan dengan memasukkan bola ke dalam ring lawan. Lay up
dapat dilakukan dari sisi kanan maupun kiri (Pratiwi, 2014).
29
Gambar 2.13 Lay up
(sumber: Prasetyo, 2018)
3. Komponen Fisik Bola Basket
Bola basket merupakan olahraga yang unik dimana pemain dituntut agar
dapat bergerak secara dinamis dan terkontrol sehingga semua komponen
kebugaran sangat dibutuhkan didalamnya. Dalam penelitiannya Omprakash
(2016) mendapatkan adanya hubungan yang signifikan mengenai kondisi
physical fitness dari atlet terhadap kemampuan atlet. Hasil penelitian
tersebut menyatakan bahwa speed, Agility, fleksibilitas, dan strength
memiliki hubungan yang sangat signifikan terhadap kemampuan pemain
dilapangan.
4. Karakter Latihan Basket Pada Usia 15 – 18 Tahun
Pada Usia Pada usia 15 – 18 tahun merupakan fase train to compete
dimana pemain basket dilatih mempersiapkan diri untuk terjun dalam
kompetisi. Latihan pada fase ini bertujuan untuk memperkenalkan berbagai
teknik bermain basket level lanjut dan komponen strategi dalam bermain
basket dimana para pemain dapat memilih spesialisasi di lapangan.
Pada fase latihan ini latihan dibagi menjadi beberapa proporsi latihan
yaitu taktik spesifik dalam pertandingan sebanyak 25%, strategi dimana
pemain mulai dikenalkan pada taktik dan penguatan sebanyak 40% perbaikan
dan peningkatan teknik 20%, dan latihan dasar dan pemanasan sebanyak
30
15%. Tujuan latihan pada fase ini adalah mengajak pemain untuk belajar
bagaimana berkompetisi dalam segala kondisi (Canada Basketball, 2008).
Jika dikaitkan dengan jumlah proporsi latihan nordic hamstring dan static
stretching termasuk pada latihan dasar dengan prosentase sebesar 15% dan
merupakan latihan pendukung kemampuan fisik bagi pemain.
Top Related