6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kajian Teori
1. Perjuangan
Perjuangan adalah segala sesuatu yang dilakukan untuk mencapai suatu
tujuan. Dalam sebuah perjuangan terdapat berbagai macam hambatan. Semakin
mendapat berbagai masalah maka semakin kuat pula orang tersebut. Perjuangan
juga diartikan sebagai segala usaha dan kerja keras dalam meraih hal yang baik
sebagai kunci menuju kesuksesan.
2. Prestasi Olahraga
Prestasi olahraga menurut UU Nomor 3 Tahun 2005 tentang Sistem
Keolahragaan Nasional Bab I pasal I Nomor 17 bahwa prestasi adalah hasil upaya
maksimal yang dicapai olahragawan atau kelompok olahragawan (tim) dalam
kegiatan olahraga. Prestasi olahraga adalah tindakan yang sangat kompleks yang
tergantung kepada banyak faktor, kondisi dan pengaruh-pengaruh lain
(Hidayatullah, 1995:5). Prestasi olahraga merupakan aktualisasi dari akumulasi
hasil proses latihan yang ditampilkan olahragwan sesuai dengan kemampuan yang
dimiliki (Sukadiyanto, 2005:4). Tingkat atau mutu prestasi yang sebelumnya
sangat sulit untuk dibayangkan, sekarang telah menjadi hal yang sudah biasa dan
dari hasil sejumlah prestasi para olahragawan terkenal kini terus meningkat secara
kontinyu (Bompa, 1994:1). Prestasi Atlet merupakan suatu kumpulan hasil yang
telah dicapai atlet dalam melaksanakan tugas yang dibebankan kepadanya
(Sudarwati, 2007:8).
Prestasi merupakan parameter kemajuan perkembangan olahraga di suatu
Negara. Prestasi olahraga adalah salah satu hal penting yang saat ini selalu
menjadi persoalan yang menjadi tanggung jawab pemerintah daerah, Pembina
olahraga, para pelatih dan tentunya para atlet itu sendiri. Prestasi tersebut dapat
diwujudkan dalam proses yang panjang. Proses tersebut dilaksanakan dalam
system latihan. Sistem ini sangat kompleks dan saling berhubungan satu samalain.
7
Proses latihan didasari oleh banyak bidang ilmu pengetahuan yang mendasari
keberadaan manusia secara khusus yang disebut dengan olahragawan atau atlet
(Bompa, 1994:1).
Hasil evaluasi dan analisis mengenai juara-juara dunia menunjukkan
bahwa atlet – atlet yang mampu menghasilkan prestasi yang intensif hanyalah
atlet yang : a) memiliki fisik yang prima, b) menguasai teknik yang sempurna, c)
memiliki karakteristik psikologis dan moral yang diperlukan oleh cabang olahraga
yang ditekuninya, d) cocok untuk cabang olahraga yang dilakukannya, e) sudah
berpengalaman berlatih dan bertanding bertahun-tahun.
Beberapa kendala yang biasa dijumpai dalam olahraga prestasi adalah : a)
masalah manajemen keolahragaan nasional, b) organisasi induk olahraga belum
melaksanakan program pembinaan jangka panjang secara konsisten dan
berkesinambungan, c) penyerapan dan pendekatan ilmiah dan teknologi dalam
olahraga masih terbatas, d) adanya kesenjangan yang cukup lebar antara pemain-
pemain top dengan pemain-pemain kader dalam kemampuan dan prestasinya, e)
sistem pemanduan bakat selama ini dilakukan secara alamiah, terasa kurang
memperlihatkan hasil yang memadai, dan f) kelemahan proses pembinaan di
tingkat dasar atau pemula (Husdarta, 2010:75).
3. Karakterisik Anak SD, SMP, dan SMA
Karakteristik anak SD, SMP, dan SMA dalam hal ini ditinjau dari segi
jasmani, psikis atau mental, dan sosial dan emosional. Berikut penjelasannya :
a. Karakteristik Anak SD
Karakteristik anak Sekolah Dasar menurut Sukintaka (1992:42) adalah
sebagai berikut :
1. Karakteristik Jasmani
a) Pertumbuhan otot lengan dan tungkai makin bertambah
b) Ada kesadaran mengenai badannya
c) Anak laki-laki lebih menguasai permainan kasar
d) Pertumbuhan tinggi dan berat tidak baik
e) Kekuatan otot tidak menunjang pertumbuhan
8
f) Waktu reaksi makin baik
g) Perbedaan akibat jenis kelamin makin baik
h) Koordinasi makin baik
i) Badan lebih sehat dan kuat
j) Tungkai mengalami masa pertumbuhan yang lebih kuat bila
dibandingkan dengan anggota bagian atas.
2. Karakteristik Psikis atau Mental
a) Kesenangan pada permainan bola makin bertambah
b) Menaruh perhatian kepada permainan yang terorganisasi
c) Sifat kepahlawanan kuat
d) Belum mengetahui problem masyarakat
e) Perhatian pada teman kelompok makin kuat
f) Perhatian pada bentuk makin bertambah
g) Beberapa anak mudah menjadi putus asa dan akan berusaha bangkit
apabila tidak sukses
h) Mempunyai rasa tanggung jawab untuk menjadi dewasa
i) Berusaha untuk mendapatkan guru yang membenarkannya
j) Mulai mengerti tentang waktu
k) Kemampuan membaca mulai berbeda
3. Karakteristik Sosial dan Emosional
a) Pengantaran emosinya tidak tetap dalam proses kematangan jasmani
b) Menginginkan masuk ke dalam teman sebaya
c) Mudah dibangkitkan
d) Anak putri menaruh perhatian pada laki-laki
e) Ledakan emosi biasa saja
f) Rasa kasih sayang seperti orang dewasa
g) Senang sekali memuji
h) Suka mengkritik orang dewasa
i) Laki-laki membenci putri, sedang putri membenci laki-laki yang lebih
tua
j) Rasa bangga berkembang
9
k) Ingin mengetahui segalanya
Tingkat perkembangan motor yang harus dicapai pada tahap ini adalah:
1) Memperbaiki kekuatan otot lengan, bahu, punggung, tungkai
2) Koreksi kekurangan dan kelebihan pada otot dengan latihan yang benar
3) Mengkoreksi bentuk tubuh lebih diperkuat lewat kebiasaan sehari-hari
4) Memperbaiki semua kekurangan pada kesegaran jasmani.
b. Karakteristik Anak SMP
Karakteristik anak SMP menurut Sukintaka (1992:45) adalah sebagai
berikut :
1) Jasmani
a) Laki-laki ataupun putri ada pertumbumbuhan memanjang.
b) Membutuhkan pengaturan istirahat yang baik.
c) Sering menampilkan kecanggungan dan koordinasi yang kurang baik sering
diperlihatkan.
d) Merasa mempunyai ketahanan dan sumber energi tak terbatas.
e) Mudah lelah, tetapi tidak dihiraukan.
f) Mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang sangat cepat.
g) Anak laki-laki mempunyai kecepatan dan kekuatan otot yang lebih baik
daripada putri.
h) Kesiapan dan kematangan untuk keterampilan bermain menjadi baik.
2) Psikis atau mental
a) Banyak mengeluarkan energi untuk fantasinya.
b) Ingin menentukan pandangan hidupnya.
c) Mudah gelisah karena keadaan yang remeh.
3) Sosial
a) Ingin tetap disukai kelompoknya.
b) Mengetahui moral dan etik dari kebudayaannya.
c) Persekawanan yang tetap makin berkurang.
c. Karakteristik Anak SMA
Menurut Sukintaka (1992:45) karakteristik anak SMA antara lain :
10
1) Jasmani
a) Kekuatan otot dan daya tahan otot berkembang baik.
b) Senang pada ketrampilan yang baik, bahkan mengarah pada gerak
akrobatik.
c) Anak laki-laki keadaan jasmaninya sudah cukup matang.
d) Anak perempuan posisi tubuhnya akan menjadi baik.
e) Mampu menggunakan energi dengan baik.
f) Mampu membangun kemauan dengan semangat mengagumkan.
2) Psikis atau Mental
a) Banyak memikirkan dirinya sendiri.
b) Mental menjadi stabil dan matang.
c) Membutuhkan pengalaman dari segala segi.
d) Sangat senang terhadap hal-hal yang ideal dan senang sekali bila
memutuskan masalah-masalah sebagai berikut : a)Pendidikan, b)pekerjaan,
c)perkawinan, d)pariwisata dan politik, dan e)kepercayaan.
3) Sosial
a) Sadar dan peka terhadap lawan jenis.
b) Lebih bebas.
c) Berusaha lepas dari lindungan orang dewasa atau pendidik.
d) Senang pada perkembangan sosial.
e) Senang pada masalah kebebasan diri dan berpetualang.
f) Sadar untuk berpenampilan dengan baik dan cara berpakaian rapi dan baik.
g) Tidak senang dengan persyaratan-persyaratan yang ditentukan oleh kedua
orang tua.
h) Pandangan kelompoknya sangat menentukan sikap pribadinya.
4) Perkembangan Motor
Anak akan mencapai pertumbuhan dan perkembangan pada masa
dewasanya, keadaan tubuhnya pun akan menjadi lebih kuat dan lebih baik,
maka kemampuan motor dan keadaan psikisnya juga telah siap menerima
latihan-latihan peningkatan ketrampilan gerak menuju prestasi olahraga yang
lebih.
11
4. Faktor yang Mempengaruhi Prestasi Olahraga
a. Faktor Internal
Faktor internal yang mempengaruhi prestasi olahraga adalah faktor yang
ada dalam diri atau tubuh seseoranqg yang berpengaruh terhadap prestasi orang
tersebut. Faktor internal yang mempengaruhi prestasi olahraga adalah
kepribadian, bakat, motivasi, mental, fisik, gerak.
1) Kepribadian
Kepribadian adalah seperangkat ciri atau karakteristik yang relatif menetap
dan terorganisasikan dalam diri individu, yang mempengaruhi tingkah laku
tersebut. (Maksum, 2008:39).
Kepribadian sering dikaitkan dengan penilaian terhadap seseorang.
Misalnya karena seseorang suka membantu orang lain dan berhati baik, maka ia
disebut memiliki kepribadian yang baik. Sebaliknya, apabila seseorang suka
menunjukkan tingkah laku yang tidak menyenangkan, maka ia disebut memiliki
kepribadian yang jelek.
Maksum (2008:43) melakukan penelitian terhadap 10 atlet Indonesia yang
telah meiliki prestasi internasional seperti Rudy Hartono, Icuk Sugiarto, Susy
Susanti, dan Taufik Hidayat. Dari mereka ditemukan 7 sifat yang dominan pada
mereka, yaitu :
1. Ambisi Prestatif
2. Kerja Keras
3. Gigih
4. Komitmen
5. Mandiri
6. Cerdas
7. Swakendali
a) Pengaruh Kepribadian dalam Olahraga
Sejumlah penelitian telah dilakukan tentang pengaruh kepribadian dalam
olahraga. Penelitian umumnya diarahkan pada upaya mendeskripsikan
kepribadian dari para atlet yang berhasil atau memprediksi keberhasilan atlet
berdasarkan ciri-ciri tertentu.
12
Morgan (1980) dalam Ali Maksum (2008:43) melakukan studi tentang
kepribadian atlet. Dari studinya, Morgan menemukan bahwa atlet yang berhasil
menunjukkan kondisi mental yang lebih sehat dibanding atlet yang kurang
berhasil.
Maksum (2005) melakukan penelitian terhadap 10 atlet Indonesia yang
telah memiliki prestasi internasional seperti Rudy Hartono, Icuk Sugiarto, Susi
Susanti dan Taufik Hidayat. Dari mereka ditemukan tujuh sifat dominan pada
mereka, yaitu :
1. Ambisi Prestatif
Ciri Kepribadian ini merujuk pada adanya keinginan yang kuat
untuk meraih keberhasilan. Atlet yang memiliki ambisi prestatif tidak
cepat puas terhadap penampilan yang dilakukan. Ia selalu menginginkan
perbaikan, optimis terhadap apa yang dilakukan, selalu ingin bersaing,
dominan, dan mengorientasikan target.
2. Kerja Keras
Ciri kepribadian ini merujuk pada adanya kesungguhan atas usaha
yang dilakukan untuk mewujudkan ambisi prestatifnya. Atlet yang
memiliki ciri kepribadian ini tidak hanya sekedar menjalankan program
pelatih atau menghabiskan waktu latihan, tetapi ia selalu berusaha
melakukan program tersebut dengan penuh kesungguhan dan intensitas
yang tinggi. Ia juga proaktif, agresif, dan menyukai tantangan.
3. Gigih
Ciri kepribadian ini merujuk pada adanya kesanggupan untuk
melakukan usaha secara konsisten dan terus menerus. Atlet dengan ciri
kepribadian ini tidak cepat putus asa dalam melakukan usaha dan memiliki
daya tahan atas ketidaknyamanan. Kegigihan nampak dari frekuensi usaha
dan lamanya waktu yang dicurahkan untuk melakukan aktivitas.
4. Komitmen
Ciri kepribadian ini merujuk pada adanya kesediaan atlet untuk
mengikuti dan memegang teguh ketentuan-ketentuan, baik yang datang
dari dalam diri atlet sendiri maupun yang datang dari luar. Atlet yang
13
memiliki komitmen adalah atlet yang mencintai profesinya, fokus tehadap
tugas, disiplin, dan tanggung jawab terhadap tugas, serta rela
mengorbankan kepentingan lain demi profesi yang telah dipilihnya.
5. Mandiri
Ciri kepribadian ini merujuk pada adanya kesediaan atlet untuk
melakukan sesuatu secara sendiri dan bertanggung jawab. Atlet yang
mandiri adalah atlet yang tidak hanya berlatih ketika ada program dari
pelatih, tetapi juga secara autodidak melakukan latihan sendiri. Pribadi
mandiri adalah pribadi yang independen dan menyukai tanggung jawab
pribadi. Ia seringkali juga mengambil inisiatif dan mampu mengelola
dirinya sendiri secara bertanggung jawab.
6. Cerdas
Ciri kepribadian ini merujuk pada adanya kesanggupan untuk
berfikir secara rasional, bertindak secara terarah, dan efektif menghadapi
lingkungan. Atlet yang cerdas adalah atlet yang mampu mengambil
keputusan disaat sulit, misalnya merubah taktik dan strategi bermain
secara cepat dan efektif. Ia juga sebagai pembelajar yang tanggap, mampu
menganalisis bertindak cermat, serta kreatif memunculkan ide-ide atau
teknik-teknik yang unik dalam bermain.
7. Swakendali
Ciri kepribadian ini merujuk pada adanya kesanggupan untuk
mengendalikan perasaan, pikiran, dan tingkah laku secara efektif. Atlet
yang memiliki swakendali adalah atlet yang mampu mengendalikan
keinginan – keinginan yang destruktif terhadap prestasi. Ia juga memiliki
stabilitas emosi, yakni mampu mengendalikan perasaan cemas, marah, dan
keinginan mengakhiri pertandingan dengan cepat. Selain itu, ia juga sportif
terhadap apa yang telah diusahakan dan dihasilkan.
Pengaruh kepribadian dalam olahraga begitu signifikan terutama pada
olahraga prestasi. Sejumlah hasil penelitian di barat, misalnya Gould (1999);
Williams dan Krane (2001); Bush dan Shalmella (2002); Gould, Dieffenbach dan
Moffet (2002) menyatakan bahwa ciri kepribadian merupakan salah satu prediktor
14
keberhasilan atlet meraih prestasi tinggi. Keberhasilan dalam meraih prestasi
tinggi dalam kenyataannya bukanlah sesuatu yang instan, melainkan sebuah
proses yang panjang yang didalamnya lebih banyak “ketidaknyamanan” daripada
“kenyamanan”. Dalam konteks itulah kualitas pribadi atlet menjadi sangat
menentukan. Banyak atlet gagal meraih prestasi tinggi bukan karena kualitas
pribadi yang kurang menunjang. (Maksum, 2008:43).
b) Pengaruh Olahraga terhadap Kepribadian
Olahraga mengajarkan seseorang akan kedisiplinan, jiwa sportivitas, tidak
mudah menyerah, mempunyai jiwa kompetitif yang tinggi, semangat bekerja
sama, mengerti akan adanya aturan, dan berani mengambil keputusan.
Maksum (2008:48) mengemukakan beberapa hasil riset terkait dengan
pengaruh aktivitas olahraga terhadap beberapa dimensi psikologis.
1. Olahraga dan Konsep Diri
Kebanyakan studi menyatakan bahwa ada hubungan yang positif
antara keterlibatan dalam olahraga dengan perkembangan identias remaja.
Mereka yang terlibat aktif dalam kegiatan olahraga menunjukkan tingkat
kepercayaan diri lebih tinggi dibanding mereka yang tidak terlibat. Ketika
para remaja terlibat dalam olahraga kompetitif, ternyata mereka
menunjukkan konsep diri yang lebih positif dibanding mereka yang tidak
terlibat dalam olahraga kompetitif. Konsep diri yang tampak tidak hanya
dalam dimensi fisik, tetapi juga sosial dan yang lebih penting adalah
pengaruhnya pada perkembangan intelektual.
2. Kemampuan Mengatasi Stres
Sebagaimana dimaklumi bahwa kehidupan remaja sangalah rentan
terhadap persoalan-persoalan psiko-sosial, seperti godaan terhadap
penggunaan obat-obat terlarang, minuman keras, pergaulan bebas, dan
penyakit sosial lainnya. Hasil studi membuktikan bahwa remaja yang
terlibat dalam aktivitas fisik lebih memiliki ketahanan dan mampu
mengatasi stressor dari lingkungannya (Brinkhoff, 1998) dalam Maksum
(2008:48).
15
3. Penyimpangan Tingkah Laku Remaja
Hasil studi Biddle, Sallis dan Cavill (1996) dalam Maksum (2008)
menyatakan bahwa remaja yang aktif dalam olahraga penyimpangan
tingkah lakunya lebih kecil dibanding mereka yang tidak berpartisipasi
dalam olahraga. Meskipun demikian, dalam studi tersebut juga
dikemukakan bahwa diantara beberapa cabang olahraga, mereka yang
terjun dalam sepakbola kasus penggunaan obat-obat terlarang lebih tinggi
dibanding cabang olahraga yang lain.
4. Integrasi Sosial
Umumnya anak-anak dan remaja tidak terlalu betah tinggal di
institusi-institusi sosial seperti rumah, sekolah, tetangga, dan tempat
ibadah. Sebagian waktunya dicurahkan bersama teman dan kelompoknya,
sehingga terkesan eksklusif. Kegiatan olahraga memberi kesempatan yang
baik bagi para remaja, baik pria dan wanita untuk terintegrasi dalam
jaringan sosial dan mengembangkan kepercayaan sosial.
2) Bakat
Secara umum bakat dapat diartikan sebagai sesuatu yang telah dimiliki
seseorang saat ia diahirkan. Ia bisa terwujud melalui faktor keturunan dan faktor
pribadi. Faktor keturunan diperoleh dari percampuran antara 2 sel yang berasal
dari ayah dan ibu sesuai dengan hukum genetika (Ali Maksum, 2008:147).
Memunculkan atlet berprestasi adalah suatu proses yang rumit dan
panjang. Selain endapan bakat yang ada pada diri seorang atlet, keberhasilan
seorang atlet juga ditentukan oleh bagaimana potensi atlet tersebut dibina dan
dikembangkan melalui proses pelatihan yang kondusif.
a) Identifikasi Bakat
Identifikasi atlet berbakat harus dimulai dari asumsi dasar bahwa setiap
individu diberi ksempatan yang sama untuk berpartisipasi dalam berbagai
kegiatan olahraga dan mengembangkan potensi yang dimiliki untuk mencapai
prestasi puncak. Identifikasi dan seleksi harus dilakukan dengan cara-cara yang
16
valid dan reliabel, sehingga hasilnya dapat digunakan untuk memprediksi prstasi
atlet yang diharapkan.
Disadari bahwa memunculkan atlet berprestasi adalah suatu proses yang
rumit dan panjang. Selain endapan bakat yang ada pada diri seorang atlet,
keberhasilan seorang atlet juga ditentukan oleh bagaimana potensi atlet tersebut
dibina dan dikembangkan melalui proses pelatihan yang kondusif. Identifikasi
bakat bertujuan untuk memprediksi dengan peluang sukses yang optimum dalam
rangka mengikuti dan menyelesaikan proses pelatihan hingga mencapai prestasi
puncak tersebut.
Model dan metode identifikasi bakat ternyata telah menjadi prototipe
identifikasi bakat untuk bidang-bidang lain. Hal ini mengingat program
identifikasi anak berbakat dalam olahraga dinilai hampir ideal dengan guru dan
tempat yang telah disediakan khusus latihan sebagian bersifat individual, siswa
berkumpul dengan siswa berbakat lainnya yang saling mendorong dan
menghargai untuk dapat berprestasi sebaik mungkin dan siswa-siswa tersebut
berkompetisi dengan pribadi atau kelompok siswa berbakat lainnya.
b) Model Identifikasi Bakat Olahraga
Identifikaasi calon atlet berbakat dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu :
1. Model alamiah
Model alamiah merupakan seleksi yang dilakukan secara alamiah. Model
ini menganut keyakinan bahwa seorang atlet yang memilih cabang olahraga
tertentu telah sesuai dengan bakat yang dimilikinya. Keyakinan ini sudah barang
tentu ada kemungkinan benar dan salah. Artinya, bisa jadi atlet tersebut dapat
berprestasi tinggi dan sebaliknya bisa jadi atlet tersebut prestasinya lambat oleh
karena pilihan cabang olahraga yang digelutinya tidak sesuai dengan potensi yang
ada dalam dirinya.
2. Model Ilmiah
Model ilmiah adalah model seleksi calon atlet dengan menerapkan kaidah-
kaidah ilmiah secara komprehensif. Atlet diidentifikasi berdasarkan ukuran-
ukuran yang standar, misalnya ukuran tubuh, kondisi jantung paru-paru, dan
kondisi psikologis, dan dilakukan oleh orang-orang yang memiliki kemampuan di
17
bidangnya. Penentuan ukuran-ukuran tertentu perlu disesuaikan dengan
spesifikasi cabang olahraga.
Dengan pendekatan ilmiah, persyaratan-persyaratan tersebut kualitasnya dapat
diketahui dan diarahkan untuk jenis olahraga yang sesuai. Identifikasi calon atlet
berbakat dapat dilakukan secara sederhana maupun canggih. Beberapa parameter
yang dapat digunakan untuk melihat kualitas calon atlet berbakat adalah sebagai
berikut.
1. Status Kesehatan. Ini biasanya dilakukan untuk melihat sistem musculoskeletal
dan cardiovascular.
2. Faktor Genetik. Faktor ini menunjuk pada keterkaitan gen antara orang tua
dengan anaknya. Orang tua yang tertarik dengan olahraga akan memberikan
dukungan terhadap kegiatan yang dilakukan anaknya.
3. Faktor Kedewasaan. Anak yang masa dewasanya lebih awal seringkali lebih
tinggi, besar, dan kuat dibanding teman sebayanya.
4. Kapasitas Fisik. Faktor ini menunjuk pada ukuran-ukuran antropometri seperti
tinggi dan berat badan, dan karakteristik lain seperti kekuatan dan kecepatan.
5. Kapasitas Fungsional. Faktor ini terkait dengan kapasitas fisiologis.
6. Profil Psikologis. Faktor ini menekankan pada kondisi psikologis yang
diperlukan suksesnya prestasi tertentu yang diinginkan seperti stabilitas emosi
dan kepercayaan diri (Maksum, 2008:149).
3) Motivasi
Secara sederhana, motivasi dapat didefinisikan sebagai penggerak atau
pendorong seseorang untuk melakukan sesuatu. Motivasi memiliki arah dan
intensitas. Arah merujuk pada apakah sesorang mencari, mendekati atau tertarik
pada situasi tertentu. Sedangkan intensitas merujuk pada kesungguhan usaha yang
dilakukan seseorang dalam situasi tertentu. Motivasi merupakan salah satu konsep
psikologi yang paling banyak digunakan dalam olahraga. Faktanya, motivasi
memang menjadi sesuatu yang sangat urgen. Robert N. Singer, seorang tokoh
psikologi olahraga pernah membuat formula : Performance = Learning +
Motivation.
18
Dari formula di atas, Singer ingin menunjukkan betapa pentingnya
motivasi dalam olahraga. Prestasi akan optimal apabila ada proses pembelajaran
dan didukung oleh motivasi yang kuat. Artinya berlatih saja tidak cukup tanpaa
danya arah dan intensitas usaha yang optimal (Ali Maksum, 2008:50).
Dalam hubungannya dengan olahraga, ada tiga macam motivasi, yaitu :
a) Motivasi Berpartisipasi
Wankel dalam Maksum (2008:51) mengemukakan bahwa orang yang
berpartisipasi dalam aktivitas fisik pada awalnya karena : 1) faktor kesehatan, 2)
mengurangi berat badan, 3) kebugaran, 4) ingin tantangan, 5) merasa lebiih baik.
baru kemudian setelah menjalani beberapa waktu bergeser kepada alasan :
1) kesenangan, 2) pengelolaan kepemimpinan, 3) sebagai aktivitas, 4) karena
faktor sosial. perlu dicatat disini bahwa, Wankel menggunakan istilah aktivitas
fisik, bukan olahraga. Aktivita fisik adalah semua bentuk gerakan dalam keidupan
sehari-hari termasuk didalamnya bekerja, rekreasi, latihan, dan aktivitas olahraga.
Survey BPS tahun 2003, sebagian besar (65,2 %) masyarakat melakukan
olahraga untuk tujuan menjaga kesehatan, dan hanya sebagian kecil saja (7,8 %)
yang untuk tujuan prestasi.
Tabel 2.1 Tujuan Masyarakat Berolahraga Berdasarkan Daerah
Perkotaan dan Pedesaan Tahun 2003
Daerah Tujuan Berolahraga Tahun 2003 (presentase)
Perkotaan Menjaga Kesehatan
Prestasi
Lainnya
71,3
6,6
22,1
Pedesaan Menjaga Kesehatan
Prestasi
Lainnya
58,0
9,1
32,9
Kota+Desa Menjaga Kesehatan
Prestasi
Lainnya
65,2
7,8
27,0
Sumber: Susenas BPS 2003
19
Partisipasi seseorang dalam olahraga mencerminkan minat dan
apresiasinya terhadap kegiatan olahraga. Semakin tinggi tingkat partisipasi
seseorang dalam olahraga menunjukkan semakin tingginya minat dan apresiasinya
terhadap olahraga. (Maksum, 2008:55).
b) Motivasi Intrinsik dan Ekstrinsik
Dilihat dari sumbernya, ada sua jenis motivasi, yaitu motivasi intrinsic dan
ekstrinsik. Motivasi intrinsik adalah motivasi yang berasal dari dalam individu
yang bersangkutan. Seseorang yang memiliki motivasi intrinsik akan relatif tetap
melakukan tindakannya karena ia menikmati tingkah lakunya. Motivasi ekstrinsik
adalah motivasi yang berasal dari luar individu. tindakan yang dilakukan
cenderung didasari oleh keinginan untuk memperoleh hadiah dari lingkungan
seperti uang, piala, atau penghargaan lain.
b) Motivasi Intrinsik dan Ekstrinsik
Dilihat dari sumbernya, ada sua jenis motivasi, yaitu motivasi intrinsic dan
ekstrinsik. Motivasi intrinsik adalah motivasi yang berasal dari dalam individu
yang bersangkutan. Seseorang yang memiliki motivasi intrinsik akan relatif tetap
melakukan tindakannya karena ia menikmati tingkah lakunya. Motivasi ekstrinsik
adalah motivasi yang berasal dari luar individu. tindakan yang dilakukan
cenderung didasari oleh keinginan untuk memperoleh hadiah dari lingkungan
seperti uang, piala, atau penghargaan lain.
c) Motivasi Berprestasi
Motivasi berprestasi adalah dorongan seseorang untuk meraih kesuksesan.
Kesuksesan bukanlah sesuatu yang instan tapi melalui proses yang panjang.
Dalam proses tersebut sangat boleh banyak tantangan, ketidaknyamanan, dan
bahkan kegagalan.
Kendati demikian, individu yang memiliki motif berprestasi yang kuat
memiliki motif berprestasi yang kuat mempunyai kecenderungan tertentu.
Menurut McClelland dan Atkinson dalam Maksum (2008:56), seseorang yang
memiliki memiliki motivasi berprestasi menunjukkan ciri-ciri sebagai berikut :
1. Selalu berorientasi pada perbaikan kinerja
2. Senang terhadap tugas yang menantang
20
3. Gigih, tidak gampang menyerah
4. Menyukai tanggung jawab pribadi
5. Bertindak efisien
6. Menyukai umpan balik atas pekerjaan yang dilakukan
7. Mendapat kepuasan dari melakukan sesuatu yang lebih baik.
Lebih jauh, McCelland dan Atkinson dalam Maksum (2008) menjelaskan
motivasi berprestasi melalui teori yang mereka sebut sebagai Need Achievement
Theory (Teori Kebutuhan Prestasi). Dalam teori tersebut terdapat lima komponen
yang berkaitan, yaitu faktor kepribadian, situasi, kecenderungan hasil, reaksi
emosi, dan tingkah laku berprestasi.
a) Faktor Kepribadian.
Setiap individu memiliki kecenderungan untuk meraih kesuksesan
dan menghindari kegagalan. Tingkah laku individu, menurut teori ini,
dipengaruhi oleh keseimbangan keduanya. Individuyang berprestasi tinggi
akan memiliki motivasi yang tinggi untuk meraih kesuksesan dan relatif
tidak takut gagal. Sebaliknya, individu yang berprestasi rendah, memiliki
motivasi yang rendah untuk meraih keberhasilan dan sangat takut gagal.
b) Pengaruh Situasi
Terkait dengan situasi, ada 2 hal yang perlu diperhatikan, yaitu
peluang sukses dan intensif sukses. Dalam olahraga, peluang sukses
tergantung pada siapa lawan kita dan tingkat kesulitan tugas. Sementara itu
insentif sukses bertalian dengan nilai kepuasan yang diperoleh.
c) Kecenderungan Hasil
Faktor ini sangat dipengaruhi oleh dua faktor sebelumnya, yaitu
tingkat motivasi dan situasi sukses. Hasil terbaik, menurut teori ini, bila
terjadi peluang keberhasilan 50:50. Orang berprestasi tinggi merasa
tertantang untuk melakukan itu, sementara itu orang berprestasi rendah
justru menghindari tantangan tersebut.
d) Reaksi Emosional
Terdapat dua reaksi emosional yang terjadi, yaitu bangga akan
kesuksesan dan malu atas kegagalan. Orang berprestasi tinggi cenderung
21
fokus pada kebanggaan, sementara orang berprestasi rendah cenderung
fokus pada perasaan malu dan cemas.
e) Tingkah laku Berprestasi
Empat komponen sebelumnya secara bersama-sama berinteraksi
mempengaruhi tingkah laku. Orang berprestasi tinggi lebih memilih tugas
yang menantang, menyukai resiko menengah, dan tampil baik dalam
situasi kompetitif. Sebaliknya, orang berprestasi rendah menghindari tugas
dengan resiko menengah, tampil jelek dalam situasi kompetitif, dan
menghindari tugas yang menantang.
4) Mental
Ketika atlet akan turun dalam perlombaan atau pertandingan, diperlukan
kesiapan mental untuk dapat meraih prestasi yang optimal. Atlet dikatakan siap
mentalnya manakala atlet tersebut tidak merasa tertekan, merasa takut, khawatir,
dan perasaan negatif lainnya. Ia dapat memusatkan pehatian pada tugas yang
dihadapi. Sebagaimana dimensi fisik, seorang atlet seringkali tidak dapat
menyiapkan dirinya sendiri. Ia membutuhkan stimulus dan rangsangan dari
lingkungan dalam bentuk pelatihan. Dengan kata lain, atlet tidak hanya
membutuhkan latihan fisik, tetapi juga mental. Ini mengingat bahwa keberhasilan
seorang atlet pada dasarnya merupakan kombinasi antara dimensi fisik dan
dimensi psikis (Ali Maksum, 2008:115)
Mental didefinisikan sebagai suatu kondisi yang terpadu dari individu,
suatu kesatuan respons emosional dan intelektual terhadap lingkungannya
(Sudarwati, 2007:103)
Secara luas pengertian mental mencakup pikiran, pandangan, image, dan
sebagainya yang pada intinya adalah pemberdayaan fungsi berfikir sebagai
pengendali tindakan dan respons tubuh (Nasution, 2009:1)
Drever (dalam Setyobroto, 1989:40), menyatakan bahwa mental adalah
keseluruhan struktur dan proses-proses kejiwaan yang terorganisasi, baik yang
disadari maupun tidak disadari. Dari pendapat tersebut tersirat bahwa tiap-tiap
unsur kejiwaan akan menentukan kekuatan dan keadaan mental atlet.
22
Dari berbagai pendapat ahli diatas dapat dikatakan bahwa mental memang
sangat berpengaruh terhadap prestasi atlet.
Mental hampir mempunyai arti yang sama dengan psikologi. Psikologi
didefinisikan sebagai studi ilmiah mengenai perilaku, lingkupnya mencakup
berbagai proses perilaku yang dapat diamati, seperti gerak tangan, cara berbicara,
dan perubahan kejiwaan (Kenneth Clark, 1970).
Faktor psikologis sering terungkap dalam ungkapan seperti : adu akal,
taktik, motivasi, tertekan, determinasi, atau yang menghambat, seperti:
kecemasan, ketegangan, hilang konsentrasi dan tidak percaya diri. Faktor
psikologis merupakan struktur fungsi aspek psikis, baik karakterologis (misalnya
emosi, motivasi, dan sebagainya) maupun kognitif (intelektual) yang bisa
menunjang atau menghambat aktualisasi sesuai potensi yang ada dan dilihat pada
prestasi yang dicapai (Sudarwati, 2007:13).
a) Prinsip Dasar Latihan Mental
Menurut Maksum (2008:116) prinsip dasar latihan mental adalah sebagai
berikut :
1. Manusia terdiri dari jiwa dan raga yang saling berinteraksi dan mempengaruhi
satu sama lain.
2. Setiap manusia pasti menghadapi masalah, dan setiap masalah pasti ada
penyelesaiannya.
3. Manusia pada hakikatnya adalah makhluk berkesadaran, karena itu, tingkah
laku yang ditampilkan dipengaruhi oleh kesadarannya.
4. Manusia pada hakikatnya adalah makhluk yang bertujuan, karena itu, tingkah
laku manusia sebagian besar didorong oleh tujuan yang diinginkan.
5. Manusia pada hakikatnya bersifat aktif, tidak hanya dipengaruhi oleh
lingkungan melainkan juga mempengaruhi lingkungan.
6. Manusia dalam perkembangannya dipengaruhi oleh faktor keturunan dan
lingkungan.
7. Sebagaimana latihan fisik, latihan mental perlu dilakukan secara teratur,
sistematis dan berkelanjutan.
23
b) Mekanisme Latihan Mental
Langkah pertama yang dilakukan dalam mekanisme latihan mental adalah
melakukan asesmen terhadap atlet secara menyeluruh, baik menyangkut aspek
kognitif maupun afektif. Hal ini penting dilakukan untuk menentukan persoalan
dasar yang akan dicari solusinya. Tanpa adanya asesmen, apa yang dilakukan
hanya sekedar meraba-raba. Dari proses asesmen tersebut kemudian ditentukan
sasaran latihan, yakni aspek psikologis apa yang harus ditanggulangi atau
dikembangkan.
Setelah ditetapkan sasaran, langkah berikutnya adalah menentukan strategi
pencapaian, yakni cara-cara yang harus dilakukan untuk mencapai sasaran yang
diinginkan. Dalam psikologi, ada dua jenis strategi yang bisa dilakukan, yaitu
melakukan konseling dan mental training. Konseling adalah proses konsultasi,
tanya jawab, diskusi, dan arahan – arahan untuk mengatasi persoalan mental yang
muncul. Sedangkan mental training adalah latihan jangka panjang yang dilakukan
secara sistematis dan berkelanjutan untuk membentuk dan mengembangkan
keterampilan mental tertentu. Tujuan akhir dari pembinaan mental adalah
terbentuknya mental juara, yaitu kualitas pribadi atlet yang mencerminkan ciri-ciri
sebagai berikut : memiliki ambisi prestatif, kerja keras, gigih, mandiri,
swakendali, cerdas, dan berkomitmen.
Selain mekanisme di atas, perlu juga diketahui tentang tahapan latihan
mental, yaitu :
1. Tahap Pendidikan
Tahap ini dimaksudkan sebagai upaya memberikan pengetahuan dan
informasi kepada olahragawan bahwa latihan mental memiliki banyak
manfaat bagi pencapaian prestasi dan karena itu perlu dilakukan.
2. Tahap Akuisisi
Tahap ini mengarah pada strategi dan teknik pembelajaran dari berbagai
latihan mental yang berbeda.
3. Tahap Penerapan
Tahap ini merupakan upaya menerapkan latihan mental dalam realitas
yang sesungguhnya. Dalam tahap ini, ada tiga fase yang perlu
24
diperhatikan, yaitu otomatisasi keterampilan mental, mengintegrasikan
keterampilan mental ke dalam aktivitas fisik, melakukan simulasi
keterampilan mental dalam situasi kompetisi.
5) Fisik
Fisik merupakan penyesuaian dari kemajuan yang terbentuk dari teknik
dan taktik (Bompa, 2009:58). Lebih lanjut Bompa menerangkan bahwa tanpa
pengembangan kemampuan fisik, kemampuan atlet untuk memahami proses
latihan secara signifikan akan terganggu dan mengakibatkan ketidakmampuan
untuk mengembangkan faktor teknik dan taktik. Kondisi fisik adalah suatu
kesatuan yang utuh dari komponen-komponen yang tidak dapat dipisahkan begitu
saja, baik peningkatan maupun pemeliharaanya (Sajoto, 1995:810).
Fisik seorang atlet juga menentukan prestasi atlet seperti yang dikatakan
M. Sajoto (1988:10) bahwa kondisi fisik adalah salah satu syarat yang sangat
diperlukan dalam setiap usaha peningkatan prestasi atlet, bahkan dapat dikatakan
dasar landasan titik tolak suatu awalan prestasi. Kondisi fisik merupakan satu
kesatuan yang utuh yang tidak dapat dipisahkan, baik peningkatannya maupun
pemeliharaannya, artinya bahwa setiap usaha peningkatan kondisi fisik, maka
harus mengembangkan semua komponen tersebut walaupun perlu dilakukan
dengan prioritas. Komponen kondisi fisik yang dimaksud menurut M. Sajoto
(1988:10),ada 10 bagian antara lain : Kekuatan, daya tahan, daya ledak,
kecepatan, kelentukan, keseimbangan, koordinasi, kelincahan, ketetapan dan
reaksi.
Fisik merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi prestasi atlet.
Faktor fisik merupakan dasar kemajuan yang diperoleh oleh seorang atlet dalam
proses latihan. Faktor fisik harus terpenuhi untuk mengembangkan faktor yang
mempengaruhi prestasi selanjutnya.
Dengan mengetahui peningkatan pertumbuhan seorang anak dari waktu ke
waktu dapat diketahui pertumbuhan anak normal atau tidak dengan cara
membandingkan ukuran tubuh anak yang bersangkutan dengan ukuran tubuh
anak-anak pada umumnya, apabila anak yang bersangkutan memiliki ukuran
25
melebihi rata-rata ukuran tubuh pada anak seusianya, pada umumnya
pertumbuhannya bisa dikatakan maju. Sebaliknya bila ukurannya lebih kecil
berarti pertumbuhannya lambat. Berikut adalah uraian mengenai beberapa macam
pengukuran fisik yang penting dan bisa dilakukan untuk memantau pertumbuhan
fisik yang meliputi pengukuran tinggi badan, berat badan, lingkar tubuh, dan lebar
dan panjang ukuran tubuh (Haywood, 1986:20).
a) Tinggi Badan
Salah satu pengukuran pertumbuhan yang sangat berguna dan umum
dilakukan adalah pengukuran tinggi badan. Sampai umur 3 tahun pengukuran
tinggi badan dilakukan dalam posisi tidur, setelah usia 3 tahun pengukuran bisa
dilakukan dalam posisi berdiri tegak dengan menggunakan alat pengukur tinggi
badan yang disebut stadiometer. Individu yang diukur berdiri tegak dengan kedua
kaki rapat, bahu kendor, kedua lengan di samping badan, dan membelakangi skala
pengukuran pada stadiometer. Alat pengukur skala digeser sampai pada titik
tertinggi ari kepala. Maka disitu bisa kita baca berapa tinggi badan individu yang
diukur (Haywood, 1986:21).
b) Berat Badan
Pengukuran berat badan bisa dilakukan bersamaan dengan pengukuran
tinggi badan. Pengukuran menggunakan timbangan berat badan. Individu yang
diukur harus hanya menggunakan pakaian seminim mungkin agar hasil
penimbangannya akurat. Individu yang diukur berdiri tegak pada timbangan; jarum
penunjuk pada skala akan bergerak ke arah kanan. Sesudah jarum penunjuk berhenti
beberapa saat, maka dapat dibaca angka pada skala yang menunjukkan berat badan
(Haywood, 1986:22).
c) Lingkar Tubuh
Ada beberapa bagian tubuh yang bisa diukur. Pengukuran dilakukan dengan
menggunakan meteran pita yang terbuat dari baja. Bagian tubuh dilakukan dengan
mengukur lingkarannya. Bagian tubuh yang diukur lingkarnya adalah pada kepala,
lengan, dada, penggang, paha dan betis. Pengukuran lingkaran kepala cukup
penting untuk memantau pertumbuban bayi dan anak-anak, terutama, dalam
kaitannya dengan pemantauan perkembangan mental. Pada anak yang ternyata
26
memiliki lingkaran kepala yang kecil, bisa menjadi petunjuk akan perlunya
pemeriksaan medis yang lebih teliti terhadap anak yang bersangkutan, karena ada
kemungkinan terjadinya hambatan perkembangan mental (Haywood, 1986:27).
d) Lebar dan Panjang bagian Tubuh
Pengukuran lebar bagian-bagian tubuh berguna untuk memantau pertumbuhan
terutama dalam hal bentuk tubuh. Yang paling umum dilakukan adalah
pengukuran terhadap lebar bahu dan lebar panggul. Untuk mengukur lebar bahu
dan panggul bisa digunakan alat yang disebut caliper. Hasil pengukuran bahu
apabila dibagi dengan hasil pengukuran lebar panggul, akan didapat angka rasio
yang bisa untuk memantau proporsi pertumbuhan kedua bagian tubuh tersebut.
Seperti misalnya bisa dilihat proporsi pertumbuhan yang berbeda antara laki-laki dan
perempuan setelah memasuki masa adolesensi. Pengukuran bagian-hagian tubuh
bisa dilakukan terhadap panjang lengan, panjang kaki, dan panjang togok.
Hasil panjang lengan, kaki dan togok bisa digunakan untuk memantau
pertumbuhsn dan bila dilakukan pada usia dewasa bisa digunakan utnuk
mendeteksi irama pencapaian kematangan fisik pada usia pertumbuhan
(Haywood, 1986:28).
e) Tinggi Duduk
Tinggi duduk diukur dari jarak vertical dari permukaan alas duduk sampai
ke ujung atas kepala dengan subjek berada dalam posisi duduk tegak dengan mata
memandang lurus kedepan (http://thesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2011-2-00085-
TI%20Bab2001).
6) Gerak
Gerak / motor sebagai istilah umum untuk berbagai bentuk perilaku gerak
manusia, sedangkan psikomotor khusus digunakan pada domain mengenai
perkembangan manusia yang mencakup gerak manusia. Jadi gerak (motor) ruang
linkupnya lebih luas dari psikomotor. Pengertian gerak dasar adalah kemampuan
untuk melakukan tugas sehari-hari yang meliputi gerak jalan, lari, lompat, lempar.
27
Sedangkan menurut Amung Ma’mun dan Yudha M. saputra (2000:20),
kemampuan gerak dasar merupakan kemampuan yang biasa siswa lakukan guna
meningkatkan kualitas hidup. Kemampuan gerak dasar dibagi menjadi 3, yaitu :
a. Kemampuan lokomotor, digunakan untuk memindahkan tubuh dari satu tempat
ke tempat yang lain atau mengangkat tubuh ke atas seperti lincat dan lompat.
b. Kemampuan non lokomotor, dilakukan di tempat tanpa ada ruang gerak yang
memadai, contoh mendorong, menarik, dll.
c. Kemampuan manipulatif lebih banyak melibatkan kemampuan tangan dan kaki.
Bentuk-bentuk kemampuan manipulatif antara lain melempar, memukul,
menendang dan memukul.
Dari pendapat di atas dapat diartikan bahwa kemampuan gerak dasar
adalah kemampuan dan kesanggupan untuk dapat melakukan tugas-tugas jalan,
lari, lompat, dan lempar secara efektif dan efesien.
Menurut Fleisman dalam Schmidt (1991) dan Singer (1980) kemampuan
gerak terdiri atas :
1. Kecermatan kontrol (control precision) : terutama melibatkan gerakan-
gerakan yang dikontrol otot besar.
2. Koordinasi anggota badan (multilimb coordination) : koordinasi
bersamaan dari gerakan-gerakan sejumlah anggota badan.
3. Orientasi ruang (response orientation) : pemilihan respons yang benar
(diskriminasi visual), tanpa memperhatikan ketepatan dan koordinasi.
4. Waktu reaksi (reaction time) : kecepatan merespons suatu stimulus.
5. Kontrol kecepatan (rate control) : penyesuaian gerak secara antisipatif
yang terus-menerus pada tanda-tanda keadaan yang berubah-ubah.
6. Kecepatan gerakan lengan (speed arm movement) : kecepatan dimana
ketepatan tidak penting.
7. Ketangkasan manual (manual dexterity) : manipulasi objek-objek kecil
dengan ketepatan dan kontrol.
8. Kestabilan lengan-lengan (arm-hand steadliness) : pengontrolan gerak
lengan dengan tangan, baik ketika tanpa berpindah tempat maupun pada
saat berpindah tempat.
28
9. Kecepatan pergelangan-jari (wrist-finger speed) : kegiatan mengetuk atau
menepuk.
10. Kepekaan kinestetik (kinesthetic sensitivity) : menyangkut kepekaan untuk
menyadari posisi anggota tubuh dalam hubungannya dengan posisi.
Sedangkan dalam kaitannya dengan penampilan olahraga dan kerja fisik
lainnya, yang diperlukan adalah kemampuan kecakapan tubuh, yang antara lain
disebutnya sebagai : 1) Kekuatan statis, 2) Kekuatan dinamis, 3) Kekuatan torso,
4) Kekuatan eksplosif, 5) Kelentukan yang luas, 6) Kelentukan dinamis, 7)
Koordinasi tubuh, 8) Koordinasi anggota tubuh, dan 9) Stamina (Amung dan
Yudha, 2000:78).
7) Stres
Stres adalah ketidakseimbangan antara tuntutan dengan kemampuan untuk
memenuhi kebutuhan tersebut. Rasanya tidak mungkin manusia terbebas dari
masalah. Selama manusia masih hidup, tidak akan terlepas dari masalah. Masalah
akan menimbulkan stres. Dengan kata lain, kita seolah tidak bisa mengjhindar dari
situasi stres. Yang penting justru pada bagaimana mengelola stres tersebut. Ada
beberapa langkah yang bisa dilakukan :
1. Sadar adanya stres
2. Analisa apa yang menjadi sumber stres dan tindakan yang mungkin
dilakukan.
3. Berpikir positif.
4. Terapi tingkah laku melalui biofeedback, relaksasi progresif, meditasi,
konseling.
5. Istirahat yang cukup.
6. Mengelola sesuatu dengan lebih baik.
7. Lakukan kegiatan yang bersifat rekreatif.
8. Bantuan pihak lain.
9. Memperkuat kepercayaan kepada Tuhan.
29
a) Sumber Stres
Stresor adalah keadaan, situasi, objek, atau individu yang dapat
menimbulkan stres. Secara umum, stresor dapat dibagi menjadi tiga, yaitu stresor
fisik, sosial, dan psikologis. Dalam konteks olahraga, menurut Martens (1987)
dalam Maksum (2008:112), ada situasi yang menjadi sumber stres, yaitu :
a. Pentingnya Event
Semakin penting suatu event, semakin menjadi sumber stres bagi atlet.
Situasi berbanding lebih stresful dibanding latihan biasa.
b. Ketidakpastian
Semakin tidak pasti, semakin menimbulkan stres. Misalnya, dalam
pertandingan penting, siapa saja yang akan diturunkan dalam starting
line-ups. Baik pelatih maupun pemain bisa jadi stres, mengingat
menentukan pemain menjadi bagian penting dari strategi keberhasilan.
b) Hubungan Stres dan Prestasi
Adakalanya stres dibutuhkan dalam situasi bertanding. Stres dalam
tingkatan tertentu justru berpengaruh positif terhadap prestasi. Namun stres yang
berlebihan atau terlalu rendah justru merugikan.(Maksum, 2008:113).
8) Pembinaan Disiplin, Percaya Diri, dan Konsep Diri
a) Pembinaan Disiplin
Disiplin sebagai satu bentuk sikap mental mutlak diperlukan dalam proses
mencapai prestasi setinggi-tingginya. Maniprestasi sikap disiplin dapat dilihat dari
kesediaan untuk merespons dan bertindak terhadap nilai-nilai yang berlaku dalam
bentuk ketentuan, tata tertib, aturan, tatanan hidup, atau kaidah tertentu.
Secara sederhana disiplin berarti kontrol penguasaan diri terhadap impuls
yang tidak diinginkan atau proses mengarahkan impuls kepada suatu cita-cita atau
tujuan tertentu untuk mencapai dampak yang lebih besar.
Disiplin dapat dibedakan menjadi disiplin diri dan disiplin semu. Disiplin
diri adalah disiplin yang ditanamkan atas dasar pemahaman dan kesadaran yang
lebih mendalam untuk menghargai dan mematuhi segala nilai, norma, dan kaidah
yang berlaku, tanpa peduli terhadap ada tidaknya pengawasan, sanksi, hukuman,
30
atau penghargaan. Disiplin semu adalah disiplin yang ditanamkan dengan
paksaan, karena takut hukuman atau sanksi, karena perintah tanpa disertai
pemahaman dan kesadaran. Disiplin jenis ini tidak akan bertahan lama dan hanya
akan muncul jika diawasi, takut pada ancaman, hukuman, atau sangsi pelatih.
Disiplin dalam banyak hal berhubungan dengan kontrol diri, sikap penuh
rasa tanggung jawab, harga diri, rasa percaya diri, persepsi konsep diri dan yang
lain. Disiplin bukan merupakan sikap mental yang dibawa sejak lahir, tetapi
banyak dipengaruhi oleh pengalaman sekitar, khususnya pengalaman pendidikan,
meskipun sifat-sifat kepribadian yang dibawa sejak lahir juga akan ikut
menentukan. Untuk itu perlu upaya-upaya untuk menanamkan sikap disiplin
sedini mungkin terhadap atlet. Beberapa rekomendasi dalam upaya menanamkan
disiplin antara lain :
a) Meningkatkan kerja sama orang tua, pelatih dan atlet.
b) Pemberian reward and punishment yang tepat.
c) Meningkatkan tindakan persuatif-edukatif.
d) Menciptakan rangkaian acara belajar atau latihan yang padat namun
menarik minat atlet.
b) Pembinaan Percaya Diri
Salah satu modal utama dan syarat mutlak untuk mencapai prestasi
olahraga yang gemilang adalah memiliki rasa percaya diri. Secara sederhana
percaya diri berarti rasa percaya terhadap kemampuan atau kesanggupan diri
untuk mencapai prestasi tertentu.
Over-Confidence atau percaya diri berlebihan dapat berakibat kurang
menguntungkan terhadap atlet karena seiring dengan tumbuhnya over-confidence
muncul pula rasa dan pola pikir meremehkan lawa. Disisi lain over-confidence
dapat menyebabkan seorang atlet mudah mengalami frustasi jika ia dikalahkan
lawannya.
Seperti halnya over confidence, lack confidence atau kurang percaya diri
terhadap kemampuan diri dapat berakibat tidak baik. Seorang atlet yang memiliki
lack confidence tidak akan bisa meraih puncak prestasi, karena sasaran atau target
yang ditetapkan lebih rendah dari kemampuan yang dimilikinya.
31
Untuk mencapai puncak prestasi, atlet harus full confidence, karena sikap
mental seperti ini akan sangat membantu atlet dalam proses adaptasi menghadapi
ketegangan yang berlebihan, memantapkan ketahanan emosionalnya, berusaha
mencapai terget yang ditetapkannya sendiri, dan menghindarkan atlet dari
perasaan frustasi karena kegagalan.
c) Konsep Diri
Konsep diri adalah pandangan atau perasaan kita tentang diri kita. Persepsi
tentang diri ini dapat bersifat psikologis, sosial dan fisik. Konsep diri meliputi
komponen kognitif dan afektif. Komponen kognitif merangkum semua hal tentang
yang dipikirkan dan komponen afektif meliputi segala hal tentang yang dirasakan.
Dalam psikologi sosial, komponen kognitif disebut citra diri dan komponen
afektif disebut harga diri.
Konsep diri merupakan faktor yang sangat menentukan dalam komunikasi
interpersonal, karena setiap orang bertingkah laku sesuai dengan konsep dirinya.
Bila seorang atlet menganggap dirinya sebagai seorang yang rajin, maka ia akan
menghadiri latihan secara teratur, mengikuti latihan dengan sungguh-sungguh,
sehingga menghasilkan progres latihan yang memuaskan. Bila seorang atlet
merasa memiliki kemampuan untuk mengatasi kesulitan, maka kesulitan apapun
yang dihadapi ketika bertanding pada akhirnya akan dapat mengatasinya.
b. Faktor Eksternal
Faktor eksternal yang mempengaruhi prestasi olahraga adalah faktor dari
luar diri seseorang yang berpengaruh terhadap prestasi olahraga seseorang. Faktor
tersebut adalah belajar, latihan, lingkungan, kesiapan berolahraga, pelatih.
1) Belajar
Untuk dapat meraih prestasi tinggi dalam olahraga atau untuk menguasai
keterampilan tertentu dalam olahraga, bukan terjadi secara sekejab, melainkan
melalui proses dan tahapan serta berlangsung dalam kurun waktu tertentu. Kondisi
yang demikian itulah yang kemudian disebut dengan proses pembelajaran.
32
Belajar adalah proses perubahan tingkah laku akibat pengalaman. Tingkah
laku bisa berarti sesuatu yang tampak, seperti berjalan, berlari, berenang,
melakukan shooting, juga berarti sesuatu yang tidak tampak seperti berpikir,
bersikap, dan berperasaaan. Adapun pengalaman bisa berbentuk membaca,
mendengarkan, melihat, melakukan baik secara mandiri maupun bersama orang
lain. Belajar akan lebih efektif apabila terjadi ketika fungsi-fungsi psikis dan
fisiologis masih optimal. Artinya, faktor usia ikut mempengaruhi bagaimana
seseorang dapat belajar dengan baik. Semakin tua usia seseorang, semakin sulit
untuk melakukan proses belajar. Ini mengingat semakin bertambahnya usia,
fungsi-fungsi tubuh semakin menurun (Ali Maksum, 2008:11).
a) Teori – Teori Belajar
Ada lima teori belajar yang dikemukakan dalam Maksum (2008:11).
Teori-teori tersebut adalah sebegai berikut :
1. Pavlov : Belajar adalah Proses Pembiasaan
Inti dari kebiasaan adalah keterulangan, yaitu mengulang sesuatu
hingga menjadi otomatis. Sesuatu yang semula tidak biasa kita lakukan
dan bahkan sesuatu yang tampaknya sulit bisa jadi akan menjadi lebih
mudah kalau sudah menjadi kebiasaan. Sesuatu yang dilakukan secara
berulang-ulang seolah telah terjadi asosiasi yang otomatis antara
rangsangan dan tindakan, antara stimulus dan respons.
2. Thorndike : Hukum Belajar
Dasar dari belajar adalah asosiasi. Artinya proses belajar dapat
dijelaskan dengan memahami hubungan antara stimulus (S) dan respons
(R). Dalam teori S-R dikatakan bahwa pertama kali organisme belajar
adalah melalui trial and error (coba-salah). Jika seseorang berada dalam
situasi yang bermasalah, maka orang tersebut akan mengeluarkan cara-
cara untuk memecahkan masalah tersebut. Salah satu atau beberapa cara
yang digunakan bisa jadi akan berhasil memecahkan masalah. Karena itu,
lain kali manakala ia menghadapi masalah serupa, orang tersebut sudah
tahu cara mana yang akan diambil.
33
Temuan lain yang terkait dengan percobaannya, Thorndike
mengemukakan apa yang disebut dengan transfer training, yaitu apa yang
dipelajari terdahulu akan mempengaruhi apa yang dipelajari kemudian.
Apabila yang dipelajari mempunyai banyak persamaan dengan yang
dipelajari terdahulu, maka akan terjadi transfer positif, hal yang baru
tersebut tidak terlalu sulit untuk dipelajari. Sebaliknya, jika yang dipelajari
terdahulu banyak terjadi perbedaan dengan apa yang akan dipelajari
kemudian, maka akan terjadi transfer negatif.
3. Skinner : Reward and Punishment ( Penghargaan dan Hukuman )
Tingkah laku pada dasarnya merupakan fungsi dari konsekuensi
tingkah laku itu sendiri. Apabila munculnya tingkah laku diikuti dengan
sesuatu yang menyenangkan (reward), maka tingkah laku tersebut
cenderung untuk diulang. Sebaliknya, jika munculnya tingkah laku diikuti
dengan sesuatu tidak menyenangkan (Punishment), maka tingkah laku
tersebut cenderung tidak akan diulang.
4. Bandura : Teori Modeling
Individu belajar dengan cara mengobservasi, baik mengenai
fenomena, tumbuhan, binatang, dan objek lain. Orang dapat belajar
tentang bagaimana berlari cepat dengan cara mengamati berlarinya seekor
kuda atau harimau. Intinya, teori modeling adalah proses belajar melalui
cara mengamati model. Dengan mengamati tingkah laku model serta
konsekuensinya, individu belajar untuk bertingah laku sama seperti model.
Meskipun demikian perlu diingat bahwa tidak serta merta seseorang yang
mengamati sesuatu dapat dipastikan dapat menirukan apa yang dia lihat.
Efektivitas modeling tergantung pada perhatian, ingatan, reproduksi gerak,
dan motivasi.
5. Von Glasersfeld : Teori Konstruktivis
Menurut Glasersfeld, prinsip dasar yang melandasi teori
konstruktivis adalah bahwa semua pengetahuan dibangun berdasarkan
pengalaman individu, dan oleh karenanya bersifat subjektif. Kita tidak
dapat mengamati sesuatu secara objektif, karena kita menjadi bagian dari
34
yang kita observasi. Penelitian historis menunjukkan bahwa apa yang
diteliti dan temuan apa yang dihasilkan dipengaruhi oleh keyakinan orang
yang melakukan penelitian itu dan iklim sosial pada saat penelitian
tersebut dilakukan.
2) Latihan
Secara umum latihan merupakan suatu proses yang penting yang harus
dilakukan secara baik dan teratur untuk mencapai prestasi olahraga.
Menurut Suharno (1993:7) latihan adalah suatu proses penyempurnaan
atlet secara sadar untuk mencapai mutu prestasi maksimal dengan diberi beban-
beban fisik, teknik, taktik dan mental secara teratur, terarah, meningkat, bertahap
dan berulang-ulang waktunya.
Latihan adalah suatu proses yang sistematis dan kontinyu dari berlatih atau
bekerja yang dilakukan dengan berulang-ulang secara kontinyu dengan kian hari
kian menambah jumlah beban latihan untuk mencapai tujuan (Noer, 1996:6)
Yusuf Adisasmita dan Aip Syarifuddin (1996:145) menyatakan bahwa
latihan adalah proses yang sistematis dari berlatih yang dilakukan secara
berulang-ulang, dengan kian hari kian menambah jumlah beban latihan serta
intensitas latihannya.
Berdasarkan batasan-batasan di atas dapat disimpulkan bahwa, latihan
(training) merupakan proses kerja atau berlatih yang sistematis, dan dilakukan
secara berulang-ulang dengan beban latihan yang semakin meningkat.
Peningkatan beban latihan ini dilakukan secara bertahap sesuai dengan
kemampuan atlet yang berlatih.
Dalam pelaksanaan, latihan, aspek-aspek yang mendukung terhadap
pencapaian prestasi olahraga harus dilatih dan dikembangkan secara maksimal.
Aspek-aspek yang perlu dilatih dan dikembangkan untuk mencapai prestasi
meliputi “(1) latihan fisik, (2) latihan teknik, (3) latihan taktik, dan (4) latihan
mental (Rusli lutan dkk.1988:88).
Dalam pelaksanaan latihan, baik atlet maupun pelatih harus
memperhatikan prinsip-prinsip latihan.Dengan mempertimbangkan prinsip latihan
35
tersebut diharapkan latihan yang dilakukan dapat meningkat dan tidak berakibat
buruk baik pada fisik maupun teknik atlet. Menurut A. Hamidsyah Noer (1996:8)
prinsip-prinsip latihan dalam bidang olahraga meliputi : (1) Latihan-latihan yang
dilakukan hendaknya diulang-ulang, (2) Latihan yang diberikan harus cukup
berat, (3) Latihan yang diberikan harus cukup meningkat, (4) Latihan harus
dilakukan secara teratur dan (5) Kemampuan berprestasi.
Latihan setiap kegiatan fisik yang dilakukan seorang atlet, akan mengarah
pada sejumlah perubahan yang bersifat anatomis, fisiologis, biokimia dan
kejiwaan. Efisiensi dari suatu kegiatan merupakan akibat dari waktu yang dipakai,
jarak yang ditempuh dan jumlah pengulangan (volume), beban dan kecepatannya
intensitas, serta frekuensi penampilan (densitas). Apabila seorang pelatih
merencanakan suatu latihan yang dinamis, maka harus mempertimbangkan semua
aspek yang menjadi komponen latihan tersebut diatas. Semua komponen dibuat
sedemikian dalam berbagai model yang sesuai dengan karakteristik fungsional
dan ciri kejiwaan dari cabang olahraga yang dipelajari. Sepanjang fase latihan,
pelatih harus menentukan tujuan latihan secara pasti, komponen mana yang
menjadi tekanan latihan dalam mencapai tujuan penampilannya yang telah
direncanakan. Cabang olahraga yang banyak menentukan ketrampilan yang tinggi
termasuk permainan sepak bola, maka kompleksitas latihan merupakan hal yang
sangat diutamakan.
a) Prinsip-Prinsip Latihan
Menurut Russel, Bruce, dan Robert (1993:318), prinsip-prinsip latihan
untuk atlet adalah sebagai berikut :
1. Pembebanan Berlebih
Azas latihan yang sangat mendasar adalah pembebanan berlebih.
Hal itu telah dibuktikan dengan baik bahwa sebagian besar sistem fisiologi
dapat menyesuaikan diri pada tuntutan fungsi yang melebihi dari apa yang
biasa dijumpai dalam kehidupan sehari-hari. Sebagian besar latihan terdiri
dari sistem fisiologis terbukayang dipilih secara sistematisuntuk
memperoleh intensitas kerja atau fungsi yang melebihi fungsi-fungsi
dimana sistem tersebut telah terbiasa.
36
2. Konsistensi
Tidak ada pengganti konsistensi dalam suatu program latihan.
Olahragawan yang berhasil hampir tanpa perkecualian, taat pada cara-cara
latihan yang teratur selama beberapa tahun atau lebih. Sebagian besar
sistem fisiologis memerlukan latihan pembebanan berlebih, tiga kali atau
lebih per minggu. Tetapi, harus dicatat bahwa frekuensi latihan yang lebih
disukai tergantung pada musim olahragawan itu sendiri, kegiatan olahraga
dan komponen kebugaran tertentu.
3. Kekhususan
Pengaruh latihan sangatlah khusus. Pengaruh-pengaruh itu khusus
untuk sistem fisiologis tertentu yang mendapat beban lebih pada kelompok
otot yang digunakan, dan tentu saja bagi serabut otot tertentu yang diambil
untuk melakukan kerja. Karena penampilan dalam sebagian besar olahraga
tergantung pada beberapa komponen kesehatan fisik, kebanyakan program
latihan harus meliputi model latihan, dalam banyak hal perlu beberapa
perubahan dari tiap-tiap teknik khusus.
4. Kemajuan
Program latihan yang baik merencanakan tahapan kemajuan yang
konsisten untuk jangka waktu yang panjang. Apabila seorang olahragawan
harus memperbaiki diri sepanjang keikutsertaannya selama beberapa
tahun, program latihannya harus meningkat, sehingga sistem fisiologis
yang berkaitan terus menerus mendapat beban lebih. Tetapi, pada saat
yang sama, perlu dicatat bahwa terlalu cepat tekanan peningkatan latihan
dapat menyebabkan kelelahan dan mengganggu penampilan.
5. Ciri Pribadi
Tidak ada dua orang yang sama dan tidak ada dua orang yang
secara fisiologis benar-benar sama. Dengan demikian, tidak ada dua orang
olahragawan yang diharapkan memberi tanggapan terhadap peraturan
latihan tertentu dengan cara yang sama. Faktor umur, seks, kematangan,
tingkat kebugaran saat itu, lama berlatih, ukuran tubuh, bentuk tubuh, dan
37
sifat-sifat pikologis harus menjadi bahan pertimbangan bagi pelatih dalam
merancang peraturan latihan bagi tiap olahragawan.
6. Keadaan Pelatihan
Tanggapan olahragawan terhadap program latihan sangat
tergantung pada kebugarannya diawal program. Olahragawan yang sudah
berlatih dengan baik biasanya makin berkembang dengan peraturan latihan
yang diterapkan, yang bagi pemula cukup melelahkan. Memang,
olahragawan yang sejak awal berlatih dengan baik mungkin menuntut
program yang agak berat untuk memberi beban berlebih pada sistem
fisiologisnya agar dapat mencapai tingkat kebugaran yang tinggi.
7. Periodisasi
Periodisasi adalah kecenderungan penampilan olahraga yang
berubah-ubah dalam siklus waktu tertentu. Hanya sedikit olahragawan
yang dapat mepertahankan tingkat penampilan puncak lebih dari beberapa
minggu. Dengan demikian, jadwal latihan dan pertandingan perlu disusun
sedemikian rupa sehingga penampilan puncak dapat dicapai pada waktu
yang diharapkan. Latihan dan pertandingan yang keras cenderung
membawa olahragawan menuju tingkat penampilan yang optimal.
Kuncinya tentu saja adalah menghindari tercapainya tingkat ini terlalu dini
dalam masa pertandingan. Idealnya program latihan harus pada intensitas
maksimum 1/2 sampai 2/3 bagian selama masa ini, sehingga penampilan
puncak dicapai selama pertandingan kejuaraan di akhir musim kompetisi.
Masa pemulihan saat akhir musim akan memungkinkan olahragawan
memasuki latihan berat berikutnya dalam kondisi segar baik secara
fisiologis maupun psikologis.
8. Masa Stabil
Kebanyakan penampilan olahragawan cenderung meningkat secara
menanjak, tidak secara pelan. Olahragawan mungkin mengalami
berminggu-minggu, berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun masa stabil
(tanpa kemajuan). Ini dapat menyebabkan frustasi yang perlu
dipertimbangkan dan membutuhkan kesabaran olahragawan serta pelatih.
38
Apabila semua yang terkait yakin bahwa program latihan telah ditambah
dengan benar, bahwa masalahnya bukan faktor sakit, dan bahwa
olahragawan belum mencapai potensi penampilan terbaiknya, olahragawan
harus gigih dan tetap percaya agar kemajuan yang besar dapat terjadi
setiap saat. Dalam beberapa hal kemajuan dalam penampilan memerlukan
lingkungan persaingan yang ideal dan keadaan seperti itu sangat jarang
terjadi.
9. Tekanan
Tekanan menurut Hans Seyle (1956) dalam Russel, Bruce, dan
Robert (1993) dedefinisikan sebagai reaksi tubuh yang tidak tepat terhadap
penyebab tekanan dari luar. Apabila tubuh dibiarkan berhadapan dengan
penyebab tekanan untuk satu periode waktu yang panjang / lama, akan
dapat menyebabkan tingkat keletihan yang ditandai dengan kelelahan,
sakit dan cedera.Pencegahan kelelahan yang disebabkan oleh tekanan
dapat dilakukan dengan merancang program latihan perorangan secara
tepat, dengan mengamati olahragawan secara berhati-hati untuk
mengetetahui adanya tanda-tanda kelelahan, dan dengan mengurangi
beban latihan apabila olahragawan menghadapi penyebab stres lainnya
yang tidak dapat dihindari.
10. Tekanan dalam Bertanding
Pertandingan, baik secara fisiologis maupun psikologis, lebih
mendatangkan stres daripada latihan dan pertandingan yang berlebihan.
Olahragawan yang bertanding terlalu sering khususnya, mudah
mendapatkan kesulitan yang berhubungan dengan stres sebagaimana telah
disebutkan sebelumnya. Oleh karena banyak kegiatan olahraga yang
bervariasi dalam tuntutan fisik mereka, tidak mungkin untuk melakukan
suatu generalisasi yang luas yang berkaitan dengan frekuensi pertandingan
yang optimal. Namun demikian, wajar untuk menyimpulkan bahwa
semakin banyak tuntutan kegiatan, seseorang harus semakin mengurangi
keterlibatannya dalam pertandingan.
39
3) Lingkungan
Lingkungan adalah sesuatu yang ada diluar diri individu dan
mempengaruhi individu tersebut. Dengan pengertian tersebut, maka istilah
lingkungan tidak hanya merujuk pada keadaan atau ciri-ciri fisik dari suatu
lingkungan, tetapi juga mencakup suasana, iklim, semangat, tradisi dan hubungan-
hubungan yang ada di lingkungan tersebut (Maksum, 2008:28).
Gould, Dieffenbach dan Moffett, dalam Ali Maksum (2008:29)
mengidentifikasi sejumlah factor lingkungan yang mempengaruhi atlet. Dari studi
tersebut dikemukakan bahwa ada tiga lingkungan utama dimana atlet umumnya
berkembang, yaitu: (1) lingkungan keluarga, (2) lingkungan sekolah, (3)
lingkungan olahraga.
a) Lingkungan Keluarga
Menurut Patrikakou (1996) dan Markum (1998) dalam Ali Maksum
mengatakan bahwa dalam banyak studi, lingkungan keluarga sangat berpengaruh
terhadap prestasi yang dicapai individu. Umumnya seorang anak yang memiliki
kebutuhan prestasi tinggi, orang tuanya menentukan standar prestasi yang tinggi
pula kepada anaknya. Seorang anak yang orang tuanya berharap ia menjadi atlet
besar, akan memiliki kesempatan yang lebih tinggi dibanding seorang anak yang
orang tuanya tidak memiliki harapan ke arah itu, sekalipun anak tersebut memiliki
potensi yang sama.
Selain itu, pola kepemimpinan orang tua juga merupakan faktor penting
dalam mempengaruhi munculnya individu berprestasi. Orang tua yang
menerapkan pola kepemimpinan otoritatif, lebih mungkin memunculkan anak
berprestasi dibanding pola kepemimpinan yang lain (Bronstein et all,. 1996;
Steinberg 1999; Markum, 1998) dalam Ali Maksum (2008:31).
b) Lingkungan Sekolah
Lingkungan sekolah diyakini juga berpengaruh terhadap munculnya atlet
berprestasi. Sekolah merupakan lingkungan pertama seorang anak mengenal
kegiatan olahraga melalui pelajaran pendidikan jasmani atau kegiatan
ekstrakurikuler olahraga. Ini terutama berlaku bagi mereka yang memang bukan
berasal dari keluarga olahragawan. Sekolah dapat memberikan iklim bagi
40
tumbuhnya minat terhadap olahraga. Pengaruh lingkungan sekolah juga berasal
dari guru pendidikan jasmani dan olahraga, baik melalui pengajaran langsung
dengan menciptakan proses pembelajaran yang menarik, bimbingan terhadap
potensi yang dimiliki anak, maupun polabina yang ditampilkan seorang guru.
c) Lingkungan Olahraga
Ketika seseorang memutuskan untuk menjadi atlet, lingkungan olahraga
menjadi lingkungan utamanya dalam meraih dan meniti karir sebagai atlet yang
berprestasi. Dalam lingkungan olahraga pelatih menjadi figur sentral. Peran
penting pelatih tidak hanya pada bagaimana menyusun dan melaksanakan
program latihannya, tetapi juga pada peran sosial yang ia tampilkan, baik sebagai
orang tua, kakak, bahkan mungkin sebagai sahabat atlet. Karena itu, bagaimana
polabina yang ditampilkan seorang pelatih akan mempengaruhi atlet dalam meraih
prestasi. Selain pelatih, ada pihak lain seperti pembina, psikolog dan teman
sesama atlet yang diyakini mampu mempengaruhi prestasi atlet. Demikian pula
sumberdaya pendukung lainnya seperti sarana dan prasarana.(Ali Maksum,
2008:31).
d) Pengaruh Lingkungan dalam Perkembangan
Perkembangan individu tidaklah beralur tunggal, semata-mata ditentukan
oleh potensi yang ada pada diri individu sendiri, melainkan juga dipengaruhi oleh
faktor lingkungan dimana individu tersebut berada (Brown, 2001; Gould,
Dieffenbach & Moffet, 2002) dalam Maksum (2008:28). Banyak atlet pemula
gagal mencapai keberhasilan, misalnya, bukan karena kurangnya potensi yang
dimiliki, melainkan karena lingkungan yang tidak memungkinkan mereka
berprestasi, misalnya : tidak adanya dukungan orang tua atau pelatih yang
berkualitas.
Lingkungan disini diartikan sebagai sesuatu yang ada diluar diri individu
dan mempengaruhi individu tersebut. Dengan pengertian tersebut, maka istilah
lingkungan tidak hanya merujuk pada keadaan atau ciri-ciri fisik dari suatu
lingkungan, tetapi juga mencakup suasana, iklim, semangat, tradisi, dan
hubungan-hubungan yang ada di lingkungan tersebut.
41
4) Kesiapan Berolahraga
Usia sekolah merupakan masa peka saat dimana anak mulai belajar
berbagai cabang olahraga seperti senam, atletik, dan tenis. Masa peka merujuk
pada pengertian bahwa untuk memberikan rangsangan, perlakuan atau pengaruh
kepada anak perlu mempertimbangkan saat yang tepat kapan rangsangan tersebut
harus diberikan. Jika seseorang telah siap menerima rangsang, maka akan terjadi
hubungan yang positif. Orang tersebut akan bertumbuh dan berkembang secara
optimal. Sebaliknya jika belum siap, misalnya karena umurnya belum sesuai,
maka tidak akan terjadi hubungan apapun, bahkan adakalanya berdampak negatif.
Implementasi jauh dari konsep ini, terutama dalam membina calon atlet
adalah perlunya memperhatikan model pelatihan yang diberikan dengan kesiapan
atlet. Misalnya kapan seorang anak mulai dikenalkan olahraga, kapan spesialisasi
dilakukan, kapan prestasi puncak dapat diraih dan sebagainya. Tanpa perhatian
yang optimal pelatihan tidak hanya kurang berdampak pada prestasi, bahkan pada
tataran tertentu justru akan merusak perkembangan individu anak selanjutnya.
Tabel 2.2 Usia Memulai Latihan, Spesialisasi, dan Prestasi Puncak
menurut Jenis Olahraga
No Jenis Olahraga Mulai Latihan
( dalam tahun )
Mulai
Spesialisasi
Prestasi
Puncak
1 Atletik 10-12 13-14 18-23
2 Bola Basket 7-8 10-12 20-25
3 Tinju 13-14 15-16 20-25
4 Balap Sepeda 14-15 16-17 21-24
5 Senam ( wanita ) 6-7 10-11 14-18
6 Senam ( pria ) 6-7 12-14 18-24
7 Sepakbola 10-12 11-13 18-24
8 Renang 3-7 10-12 16-18
9 Tenis 6-8 12-14 22-25
10 Bolavoli 11-12 14-15 20-25
11 Angkat Berat 11-13 15-16 21-28
42
12 Gulat 13-14 15-16 24-28
13 Bulutangkis 6-9 9-12 21-29
Sumber : Bompa ( 1990 ) hasil riset pada atlet Indonesia
a) Tahapan Perkembangan Karir Atlet
Tahapan karir atlet diartikan sebagai periode pertama dimana seseorang
merintis karir sebagai atlet mulai mengenal mengenal cabang olahraga hingga
yang bersangkutan mencapai akhir prestasinya. Tahapan karir dapat digunakan
sebagai guidline dalam melakukan pembinaan kepada atlet atau calon atlet.
Pentahapan dibagi dalam lima fase, yaitu pengenalan, spesialisasi, investasi,
prestasi, prestasi dan menjaga prestasi. Setiap tahap memiliki ciri-ciri sendiri yang
berbeda antara tahap satu dan lainnya. Tahapan yang satu menjadi dasar bagi
tahapan selanjutnya; kegagalan pada tahap yang satu akan berpengaruh pada
pencapaian tahap berikutnya (Maksum, 2008:34).
Tabel 2.3 Tahapan Karir Atlet Berdasarkan Usia ( dalam tahun )
dan Ciri-ciri Pentahapan
No Tahap Pria Wanita Ciri-ciri Pentahapan
1 Pengenalan 6-9 6-8 - Berorientasi pada kesenangan
- Pengembangan gerak umum
- Melakukan berbagai macam olahraga
2 Spesialisasi 9-12 8-11 - Anak memilih olahraga tertentu sebagai
cabor yang disukai
- Mulai memasuki klub
- Latihan lebih terstruktur
- Merupakan periode kritis
3 Investasi 12-17 11-16 - Anak lebih focus ke olahraga tertentu
- Sebagian besar waktu dan tenaga
dicurahkan untuk olahraga tersebut.
- Latihan intensif dan berorientasi pada
peningkatan kemampuan dan
keterampilan
43
- Rela mengorbankan kepentingan lain
4 Prestasi 17-20 16-19 - Meraih prestasi internasional untuk
pertama kalinya
- Peningkatan prestasi masih sangat
mungkin dilakukan
5 Menjaga Prestasi 20-37 19-35 - Memperbaiki prestasi
- Meraih prestasi puncak
- Mempertahankan prestasi
Tabel 2.4 Ciri Umum Perkembangan Manusia Sepanjang Hayat
Periode Usia Perkembangan Fisik Perkembangan
Kognitif
Perkembangan
Psikososial
Prenatal
(Konsepsi
Lahir)
Konsepsi terjadi.
Interaksi antara faktor
genetik dan lingkungan
dimulai. Struktur tubuh
dan organ terbentuk.
Otak mulai berkembang
dan secara umum
perkembangan fisik
terjadi sangat cepat.
Kemampuan belajar,
mengingat, dan
merespons atas
rangsangan sensorik
mulai berkembang.
Janin merespons suara
ibu dan berkembang
menyukainya.
Bayi-anak
kecil (lahir-3
tahun)
Semua rasa dan sistem
tubuh bekerja. Otak
berkembang lebih
kompleks dan sensitif
terhadap rangsangan.
Perkembangan fisik dan
keterampilan gerak
berkembang cepat.
Kemampuan belajar
dan mengingat
muncul, bahkan
diawal minggu.
Penggunaan symbol
dan kemampuan
memecahkan
masalah menjelang
akhir tahun kedua.
Kasih sayang pada
orangtua dan
oranglain di
sekitarnya. Kesadaran
diri mulai
berkembang.
Perubahan dari
tergantung menuju
otonom terjadi.
44
Penggunaan bahasa
berkembang dengan
cepat.
Ketertarikan terhadap
anak lain meningkat.
Masa Anak
Awal (3-6
tahun)
Pertumbuhan tetap
berlangsung hanya
dalam tempo yang
melamban. Proporsi
tubuh lebih seimbang
layaknya orang dewasa.
Nafsu makan berkurang
dan persoalan tidur
menjadi gejala umum.
Kecekatan, gerak kasar
dan halus, dan kekuatan
meningkat.
Berpikir agak
egosentrik, tetapi
pemahaman terhadap
orang lain mulai
berkembang.
Kognisi yang belum
matang acapkali
memunculkan ide
yang tidak rasional.
Memori dan bahasa
membaik. Intelegeni
dapat diprediksi.
Aktivitas prasekolah
seperti TK umum
dilakukan.
Konsep diri, harga
diri, dan emosi
tumbuh. Kemandirian,
inisiatif, kontrol diri,
dan kepedulian diri
meningkat. Identitas
jender berkembang.
Bermain lebih
imaginatif, kompleks,
dan lebih sosial. Sifat
mementingkan
kepentingan orang
lain, agresi dan rasa
takut menjadi
fenomena umum.
Keluarga masih
menjadi fokus, tetapi
pada saat yang sama
anak-anak lain
menjadi lebih penting.
Masa Anak
Akhir (6-11
tahun)
Pertumbuhan
melambat. Kekuatan
dan kemampuan
berolahraga membaik.
Penyakit pernafasan
umum terjadi, terjadi
pada tahap ini,
Egosentrik
berkurang. Anak
mulai berpikir logis
tetapi kongkrit.
Memori dan
keterampilan
berbahasa
Konsep diri menjadi
lebih kompleks,
demikian juga harga
diri. Aturan berunah
dari kendali orangtua
kepada anak. Teman
sebayanya menjadi
45
kesehatan umumnya
lebih baik disbanding
tahapan yang lain.
meningkat.
Perkembangan
kognitif yang
semakin baik
memungkinkan anak
mendapatkan
keuntungan dari
sekolah formal.
Beberapa anak
menunjukkan
kebutuhan
pendidikan khusus
dan kuat.
penting.
Remaja (11-
20 tahun)
Pertumbuhan fisik dan
perubahan lain terjadi
dengan cepat.
Kematangan reproduksi
terjadi. Resiko
kesehatan muncul
sebagai akibat tingkah
laku seperti
penyalahgunaan obat
terlarang, pola makan
yang salah.
Kemampuan berpikir
abstrak dan
penalaran ilmiah
berkembang.
Berpikir yang belum
matang masih
muncul pada sikap
dan tingkah laku.
Pendidikan
difokuskan pada
persiapan untuk ke
PT atau dunia kerja.
Mencari identitas,
termasuk identitas
seksual menjadi
masalah sentral.
Hubungan denan
orangtua umumnya
baik.. Kelompok
sebaya ikut
mempengaruhi
perkembangan baik
positif maupun
negatif.
Dewasa
Muda (20-40
tahun)
Kondisi fisik
mengalami puncak,
kemudian menurun
secara pelan-pelan.
Pilihan gaya hidup
Kemampuan kognitif
dan penilaian moral
lebih kompleks .
Pilihan pendidikan
dan karir dibuat.
Trait kepribadian dan
gaya-gaya mulai
stabil, tetapi
perubahan masih
mungkin terjadi
46
mempengaruhi
kesehatan.
karena fase kehidupan
dan kondisi tertentu.
Keputusan dibuat
terkait dengan
hubungan dekat dan
gaya hidup pribadi.
Pada umumnya
individu menikah dan
menjadi orangtua.
Dewasa (40-
65 tahun)
Terjadi beberapa
kemunduran sensorik,
kemampuan, kesehatan,
stamina, dan
kompetensi. Wanita
mengalami menopause.
Kemampuan mental
dasar menjadi prima.
Keahlian dan
keterampilan
menyelesaikan
masalah tinggi.
Kreativitas bisa jadi
menurun tetapi
meningkat dalam
kualitas. Pada
banyak kasus, karir
dan pendapatan
berada di puncak.
Dan pada hal lain
mengalami
kejenuhan atau
perubahan karir
mungkin terjadi.
Identitas terus
berkembang. Tekanan
hidup mungkin terjadi.
Tanggung jawab
ganda, baik kepada
anak dan orangttua
bisa menyebabkan
stress. Anak-anak
mulai meninggalkan
rumah sehingga terasa
kesepian.
Dewasa
Akhir (65
tahun ke
Kebanyakan orang
tampak lebih sehat dan
aktif, meskipun
Sebagian besar
orang mantap secara
mental. Meskipun
Pensiun dari kerja
memungkinkan
orientasi baru
47
atas) kesehatan dan
kemapuan fisik
menurun. Waktu reaksi
yang melambat
mempengaruhi fungsi-
fungsi yang lain.
intelegensi dan
memori melemah.
penggunaan waktu.
Orang membutuhkan
cara mengatasi
kemunduran diri dan
menyongsong
kematian. Hubungan
dengan keluarga dan
teman dekat dapat
meberikan dukungan
penting. Pencarian arti
hidup menjadi isu
sentral.
5) Pelatih
Secara umum pelatih dapat dipahami sebagai orang yang dianggap ahli
untuk mempersiapkan orang atau sejumlah orang untuk menguasai keterampilan
tertentu. Dalam dunia olahraga, pelatih tidak sesederhana itu. Dalam
kenyataannya, peran seorang pelatih tidak hanya melatih seorang pelari untuk bisa
berlari cepat, ataupun untuk melatih tim untuk bisa bermain basket dengan baik.
Akan tetapi ia juga mendidik atlet untuk berdisiplin, kerja keras, pantang
menyerah dalam menjalani setiap aktivitas, dan sebagainya. Bahkan ketika atlet
menghadapi masalah pribadi, tidak jarang mereka datang ke pelatih untuk
membantu memecahkannnya. Itu sebabnya, tanggung jawab pelatih pada atlet
tidak sebatas pada persoalan teknis keolahragaan, melainkan juga tanggung jawab
pendidikan dan pengembangan pribadi (Ali Maksum, 2008:64).
a) Pola Kepemimpinan Pelatih
Pola kepemimpinan seorang pelatih dapat diartikan sebagai cara-cara
seorang pelatih bersosialisasi kepada para atlet. Ada tiga pola kepemimpinan
yakni : otoriter, permisif, autoritatif.
48
Tabel 2.5 Pola Kepemimpinan Pelatih dan Ciri tingkah Lakunya
(menurut Baumrind)
No Pola
Kepemimpinan
Tingkah Laku
Kendali Sikap
Demokratis
Tuntutan
Prestasi
Kasih
Sayang
1 Otoriter Tinggi Rendah Tinggi Rendah
2 Autoritatif Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi
3 Permisif Rendah Tinggi Rendah Tinggi
Pola kepemimpinan otoriter dapat terjadi apabila pelatih ingin menguasai
dan mengatur segala hal termasuk atlet. Atlet tidak diberi kesempatan untuk
mengemukakan pendapat dan membela kepentingannya. Pada kepemimpinan
permisif pelatih memberi kebebasan kepada atlet untuk melakukan apa saja, tanpa
ada arahan. Semua diserahkan sepenuhnya kepada atlet. Suasana pelatihan adalah
suasana yang bebas, tidak terkontrol, bahkan dapat dikatakan liar. Sementara itu
pada pola kepemimpinan autoritatif, pelatih bertindak penuh pertimbangan dan
memperhatikan keadaan, perasaan dan pendapat atlet. Pelatih sering berdiskusi
mengenai tindakan-tindakan yang harus diambil, menerangkan alasan dari
peraturan yang ada dan mendiskusikan setiap ada perselisihan. Pelatih menghargai
atlet sebagai individu dengan memberikan kesempatan kepada atlet untuk
merealisasikan ide-idenya (Ali Maksum, 2008:66).
b) Pelatih sebagai Manajer
Istilah manajer secara fungsional diartikan sebagai orang yang berwenang
dan bertanggung jawab membuat rencana, mengatur, memimpin, dan
mengendalikan pelaksanaannya untuk mencapai sasaran organisasi.
Dalam perspektif manajemen, fungsi pelatih adalah merencanakan,
mengorganisasikan hingga mengontrol program latihan untuk mencapai tujuan
yang telah ditentukan. Agar dapat berhasil menjalankan fungsi tersebut, pelatih
harus mempunyai kemampuan dan keterampilan manajemen (Ali Maksum,
2008:73).
49
Pelatih harus mampu mengendalikan, mengorganisasikan, dan
merencanakan apa yang harus dilakukan atlet dengan tujuan agar prestasi puncak
bisa tercapai.
c) Pelatih sebagai Perencana Program Latihan
Perencanaan adalah upaya mendesain sasaran-sasaran manajemen ke
dalam program jangka pendek, menengah, dan panjang untuk mencapai tujuan
tertentu. Tanpa perencanaan yang baik, mustahil prestasi puncak dapat dicapai
tepat pada waktunya. Artinya, prestasi puncak bisa jadi akan terjadi justru
sebelum pertandingan yang dianggap penting berlangsung. Itu sebabnya program
latihan perlu di rencanakan dengan baik, prosedurnya harus ilmiah, metodologis,
dan sistematis.
Untuk dapat mebuat perencanaan yang baik dipersyaratkan adanya
kemampuan konsepsional dan berpikir imaginatif. Dalam membuat perencanaan
perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut.
1. Kondisi awal perkembangan organisasi.
2. Sumber-sumber yang dimiliki, seperti sumber daya manusia, material, dan
keuangan.
3. Identifikasi kekuatan, kelemahan, dan peluang baik yang bersifat internal
maupun eksternal.
4. Pemilihan dan penentuan strategi untuk meningkatkan performance
organisasi.
d) Pelatih sebagai Pengorganisasian Pelatihan
Pengorganisasian merupakan kerja administratif seorang manajer dalam
mengatur dan mendayagunakan sumber-sumber organisasi. Mengorganisasikan
berarti membangun struktur atas dasar tujuan organisasi yang ingin dicapai. Untuk
dapt mencapai tujuan tersebut, pelatih perlu mengorganisasikan sumber-sumber
yangdimiliki untuk kemudian mendayagunakan secara optimal. Materi pemain
yang ada, perlengkapan latihan, program latihan termasuk di dalamnya teknologi,
dan berbagai pihak yang memungkinkan membantu tercapainya tujuan perlu
diorganisasikan secara baik.
Selain itu dalam tahap ini juga perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut :
50
1. Mekanisme pengambilan keputusan dan pendelegasian kemenangan.
2. Kualifikasi individual untuk menempati suatu jabatan.
3. Kejelasan tugas dan tanggung jawab serta hubungan jabatan/pekerjaan
satu dengan yang lain.
e) Pelatih sebagai Pengendali Latihan
Pengendalian mencakup pengawasan dan evaluasi. Dalam melakukan
pengendalian perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut.
1. Pemantapan sistem informasi, termasuk didalamnya mencakup bagaimana
cara mendapatkan data, dimana dan kapan.
2. Melakukan kajian terhadap pencapaian tujuan organisasi yakni
membandingkan antara harapan dan kenyataan.
3. Melakukan koreksi, dan jika diperlukan melakukan restrukturisasi dan
rekonstruksi untuk mencapai tujuan secara lebih efektif.
Keberhasilan seorang pelatih dalam mengantarkan atlet binaannya
menggapai prestasi puncak bukanlah sebuah kebetulan atau keberuntungan,
melainkan diperoleh melalui perencanaan yang cermat dan hati-hati, kerja keras,
dan kearifan dalam mengambil keputusan. Efisiensi dan efektivitas dalam
mencapai tujuan yang telah ditetapkan akan sangat bergantung pada bagaimana
seorang pelatih mengelola sumber-sumber yang ada, bisa berupa orang, material,
peralatan, keuangan, dan metode, termasuk didalamnya teknologi. Keberhasilan
manajer, apapun tingkatannya, memahami dengan sungguh-sungguh keseluruhan
proses manajemen, tidak hanya terampil dalam melaksanakan perencanaan
tersebut hinggat tercapai tujuan yang telah ditetapkan (Ali Maksum, 2008:75-76).
Bagaimanapun juga pelatih adalah orang yang paling berpengaruh
terhadap prestasi atlet. Dari segi apapun, atlet akan merasa membutuhkan seorang
pelatih. Pelatih yang baik adalah pelatih yang mampu membimbing,
meningkatkan kemampuan, dan membuat atlet memperoleh prestasi. Kedekatan
atlet dan pelatih sangat penting, hal ini akan sangat berdampak pada peningkatan
kemapuan atlet. Jika atlet tidak dekat dengan pelatih, maka ia akan segan untuk
bertanya tentang sesuatu, ia tidak akan punya semangat untuk berlatih, dan
51
kondisi psikologisnya saat bertanding akan berbeda dengan atlet yang dekat
dengan pelatih.
f) Kompetensi Pelatih
Dalam Undang-Undang No.3 Tahun 2005 tentang sistem Keolahragaan
Nasional, terutama pada pasal 81 dan 83 disebutkan bahwa tenaga keolahragaan-
termasuk didalamnya pelatih harus memenuhi standar kompetensi. Standar
kompetensi yang dimaksud mencakup persyaratan antara lain pendidikan,
kelayakan fisik dan mental serta penataran/pelatihan yang pernah diikuti.
NASPE, sebuah asosiasi nasional untuk olahraga di Amerika Serikat
menerbitkan sebuah buku yang berjudul National Standards of Sport Coaches
(2006). Dalam buku tersebut dinyatakan bahwa seorang pelatih harus memenuhi
kompetensi yang mencakup 8 domain, yaitu :
1. Domain Filosofi dan Etik : Domain ini terkait dengan bagaimana seorang
pelatih harus menunjukkan perilaku yang mencerminkan nilai-nilai luhur.
Selain itu, dalam proses pelatihan, seorang pelatih juga berupaya untuk
mengoptimalkan manfaat yang positif bagi setiap atlet yang dilatihnya.
2. Domain Keselamatan dan Mencegah Cedera : Domain ini terkait dengan
bagaimana seorang pelatih dapat menjamin keselamatan dan kenyamanan
bagi atlet yang berlatih. Pelatih juga memiliki pengetahuan dan
keterampilan apabila sewaktu-waktu terjadi kondisi darurat berkaitan
dengan atlet yang dilatihnya.
3. Domain Kondisi Fisik : Domain ini berkaitan dengan sampai sejauh mana
seorang pelatih memiliki pengetahuan dan tanggung jawab dalam fisiologi
latihan, nutrisi, dan menjamin lingkungan pelatihan bebas dari obat-obatan
terlarang.
4. Domain Pertumbuhan dan Perkembangan : Domain ini berhubungan
dengan sampai sejauh mana seorang pelatih memiliki pengertahuan dalam
mendesain pelatihan dan kompetisi dengan memperhatikan karakterisitik
pertumbuhan dan perkembangan atlet. Desain tersebut juga harus
memungkinkan sejumlah karakteristik atlet seperti fisik, emosi, dan sosial
dapat berkembang secara optimal.
52
5. Domain Pengajaran dan Komunikasi : Domin ini berkaitan dengan sampai
sejauh mana seorang pelatih mampu menampilkan strategi pembelajaran
dan perilaku interpersonal. Menampilkan gaya kepelatihan yang
mendorong atlet belajar secara menyenangkan, memberdayakan
keterampilan komunikasi dan menggunakan manajmen yang baik dalam
mendesain pelatihan.
6. Domain Keterampilan dan Taktik ; Domain ini memfoskuskan paad
sampai sejauh mana seorang pelatih memiliki pengetahuan dan
keterampilan dasar olahraga dan dapat menerapkannya dalam situasi
kompetitif. Selain itu juga mampu menerapkan strategi dan menganalisis
permainan atau pertandingan yang dilakukan.
7. Domain Organisasi dan Administrasi : Domain ini berkaitan dengan
sampai sejauh mana seorang pelatih mampu mengelola dan
mengadministrasikan program olahraga termasuk didalamnya
menggunakan sumber-sumber yang ada, baik menyangkut SDM maupun
keuangan secara efektif.
8. Domain Evaluasi : Domin ini berkaitan dengan sejauh mana seorang
pelatih memiliki keterampilan dalam menilai pelatihan yang efektif. Selain
itu domain ini juga berhubungan dengan bagaimana memilih personil,
menilai kemajuan, dan mengevaluasi program (Ali Maksum, 2008:77).
Kompetensi seorang harus dilihat dari semua sisi yang berpengaruh
terhadap prestasi atlet. Baik dari segi afektif, kognitif, dan yang paling utama,
psikomotor atlet.
5. Tinju
Berikut akan dijelaskan tentang sejarah, pengertian, peraturan,
perlengkapan, teknik dasar olahraga tinju, prestasi tinju, cedera dalam tinju, dan
kecelakaan dalam olahraga tinju ditinjau dari segi hukum negara.
a. Sejarah Olahraga Tinju
Sejak zaman sebelum masehi olahraga pertandingan tinju sudah dikenal
manusia. Pada waktu itu tercatatlah pertandingan-pertandingan tinju, misalnya
53
dalam kitab perjanjian lama antara Kain melawan Abel, juga terdapat pada
peninggalan-peninggalan kuno yang terungkap dan diteliti oleh para arkeolog
mengenai relief, patung – patung Mesir, Romawi, dan Yunani.
Pada zaman romawi kuno pertandingan tinju diadakan sebagai
pelaksanaan hokum atau eksekusi terhadap para arapidana maupun tawanan
musuh, dimana mereka disebut dengan nama Gladiator. Gladiator-gladiator
tersebut dipertandingkan untuk pesta perayaan ataupun untuk menghibur para
tamu kerajaan.
Pada tahun 1743 olahraga tinju ini telah dilengkapi dengan peraturan-
peraturan pertandingan. Peraturan-peraturan tersebut diciptakan oleh Jack
Brughton dari Inggris. Peraturan pertandingan ini kemudian dikenal dengan nama
Prize Ring Code. Jack Brughton juga menciptakan muflers yang berarti sarung
tinju yang berguna untuk mencegah cedera para petinju yang bertarung.
Kendatipun sudah dikenal adanya muflers dan London Prize Ring Code, dalam
abad ke 18 belum dikenal peraturan tentang lamanya ronde, lama istirahat, berat
sarung tinju, ukuran ring, bagian-bagian mana yang boleh dipukul dan macamnya
pelanggaran. Sehingga para petinju yang memasuki gelanggang pertandingan
bebas baku hantam sampai salah satu petinju tidak bergerak (Sulistijono,
1985:19).
Kemudian baru pada abad ke 19 yaitu pada tahun 1867 seorang anggota
Amatir Atletic Club Inggris bernama John Graham Chambers memperkenalkan
Queensberry Chambers yaitu peraturan-peraturan pertandingan tinju yang
merupakan sumber dari peraturan pertandingan tinju modern. Queensberry Rules
inilah yang juga merupakan pelopor humanisasi tinju, yang berarti ada suatu rasa
kemanusiaan dalam tinju.
Olahraga tinju mulai berkembang di Indonesia pada tahun 1954 dengan
didirikannya wadah untuk olahraga tinju, yaitu PERTIGU (Persatuan Tinju dan
Gulat). Akan tetapi organisasi ini terlalu berkiblat semata-mata hanya untuk
mendapatkan uang, bukan prestasi. Kemudian pada tahun 1959 didirikanlah
PERTINA (Persatuan Tinju Amatir Indonesia). Dan pada tahun 1959 PERTINA
54
diakui oleh AIBA (Association International de Box Amateur) yang bermarkas di
London.
b. Asosiasi Tinju Nasional dan Internasional
Organisasi-organisasi tinju profesional tingkat dunia atau sering disebut
badan tinju dunia, asosiasi, ataupun federasi tinju dunia, sangat banyak versinya.
Masing-masing badan tinju tersebut mengeluarkan gelar juara menurut versinya,
dan dengan aturan, dan klasifikasi berat badan yang berbeda-beda. Walaupun
untuk peraturan dan klasifikasi kelas (berat badan) sebenarnya hampir sama
dengan badan tinju yang lain, perbedaannya hanya terletak pada nama kelas.
Sedangkan untuk organisasi tinju amatir tingkat dunia, induk organisasinya yaitu
AIBA (Amateur International Boxing Association).
Badan tinju dunia yang paling populer, dan boleh dikatakan berkelas, serta
cukup lama aktif di kancah tinju profesional dunia, hanya ada empat, yaitu WBA,
WBO, WBC, dan IBF. Selebihnya adalah badan tinju dunia yang tergolong baru
lahir belakangan, ataupun sudah lama, tetapi kurang dikenal oleh masyarakat
penggemar tinju dunia.
a) Asosiasi Tinju Nasional
Ada 4 asosiasi tinju nasional, yaitu :
1. KTI = Komisi Tinju Indonesia
2. KTPI = Komisi Tinju Profesional Indonesia
3. ATI = Asosiasi Tinju Indonesia
4. FTI = Federasi Tinju Indonesia
b) Asosiasi Tinju Internasional
Ada 22 asosiasi tinju internasional, yaitu :
1. WBA = World Boxing Association
2. WBC = World Boxing Council
3. WBO = World Boxing Organization
4. WBF = World Boxing Foundation
5. WBFed. = World Boxing Federation
6. WBU = World Boxing Union
7. WPBF = World Profesional Boxing Federation
55
8. WPBO = World Professional Boxing Organization
9. IBF = International Boxing Federation
10. IBO = International Boxing Organization
11. IBA = International Boxing Association
12. IBC = International Boxing Council
13. IBU = International Boxing Union
14. UBA = Universal Boxing Association
15. UBO = Universal Boxing Organization
16. UBF = Universal Boxing Federation
17. UBC = Universal Boxing Council
18. GBC = Global Boxing Council
19. GBU = Global Boxing Union
20. GBO = Global Boxing Organization
21. GBA = Global Boxing Association
22. GBF = Global Boxing Federation
Akan tetapi hanya ada lima asosiasi yang berkelas, atau sudah diakui dunia
tentang atlet yang bisa merebut sabuk dengan nama asosiasinya.
1. WBA ( World Boxing Assosiation )
WBA didirikan pada tahun 1967, diketuai oleh Mendoza. WBA awalnya
didirikan di Amerika Serikat, yang didirikan dengan tujuan untuk melawan
Komite New York State Sports, sebuah lembaga dari Amerika yang mengontrol
dasar dari seluruh pertandingan tinju AS. Lalu WBA mengumumkan bahwa ada
juara dunia tinju tersendiri yang tidak sejalan dengan Dewan Tinju Dunia.
Muhammad Ali, Frazier, Foreman dikenal sebagai "Big Three 70s tinju kelas
berat," adalah juara dunia, mereka mendapatkan sabuk emas diukir dengan kata-
kata WBA.
2. WBC ( World Boxing Council )
WBC didirikan pada tahun 1963 dan berkantor pusat di Mexico City,
Presiden Suleiman. Organisasi ini oleh Amerika Serikat badan pengawas yang
paling nasional dan internasional yang terdiri dan mendapatkan dukungan Komite
New York State Sports, sementara ia menyatukan Eropa Tinju Union, Britania
56
Raya Tinju Union, Amerika Latin Tinju Union, Amerika Serikat bagian dari
negara tinju Concord Asia, beberapa negara di Afrika Tinju Union. Hal ini lebih
cenderung kepada sebuah organisasi di seluruh dunia, lebih inklusif. Sebagian
besar dari pendapatan mereka digunakan untuk mempromosikan olahraga tinju,
melindungi atlet dan meningkatkan fasilitas medis. WBC kini telah menjadi
organisasi tinju profesional yang paling terkenal dan paling kuat di dunia. Dalam
dunia profesional kejuaraan tinju, berat kelas meningkat, hasilnya menghasilkan
tingkat yang lebih ringan. Kejuaraan Dunia Tinju Profesional mengalami
perubahan signifikan pada tahun 1982, yaitu, Dewan Tinju Dunia mengumumkan
bahwa organisasi dari semua pertandingan, terpanjang hanya mencapai 12
putaran, dari sebelumnya yang 15 putaran.
3. IBF ( International Boxing Federation )
IBF didirikan pada tahun 1983 dan berkantor pusat di New Jersey,
Amerika Serikat, dipimpin oleh Robert E. Lee. IBF dan WBC adalah organisasi
oposisi, yang didirikan untuk memenangkan penghargaan oleh Amerika Serikat.
Organisasi ini merupakan penerus dari United States Boxing Assosiation (USBA,
didirikan pada tahun 1976), dulu dua organisasi ini berdiri sendiri-sendiri, dan
sekarang kembali bergabung, baik IBF / USBA, sang juara untuk kedua organisasi
memiliki kesamaan.
4. WBO ( World Boxing Organisation )
WBO berdiri pada tahun 1988. WBO bermarkas di Puerto Rico, tapi
kejuaraan diselenggarakan di kota Miami, Florida. Diketuai oleh orang Amerika
Serikat Giotto Fox. Sejauh ini, WBO ada disetiap benua di dunia di hampir 20
negara.
5. WPBF ( World Professional Boxing Federation )
WPBF didirikan pada tahun 1989, oleh Amerika Serikat, Kanada,
Meksiko, Puerto Rico, Panama, Perancis, Jerman, Filipina, Nigeria, Belarus,
Ukraina, Kenya dan perwakilan nasional Afrika Selatan inisiatif, pada tahun 1990,
di Virginia WPBF resmi didirikan. Sejauh ini organisasi WPBF telah diterima dan
diakui di seluruh dunia lebih dari 120 negara anggota, yaitu di Afrika, Asia-
Pasifik, Eropa, Amerika Latin, Amerika Utara. Pada 20 Oktober 2005, United
57
States Boxing Council (USBC) resmi bergabung dengan WPBF (Dunia-
pengetahuan-ensiklopedis.com).
c. Pengertian Tinju
Tinju adalah olahraga dan seni bela diri yang menampilkan dua orang
partisipan dengan berat yang serupa bertanding satu sama lain dengan
menggunakan tinju mereka dalam rangkaian pertandingan berinterval satu atau
tiga menit yang disebut "ronde” (http://petinju.blogspot.com/2010/04/pengertian-
tinju.html). Menurut Jan Oudshoorn, seorang ahli tinju, tinju adalah olahraga
individual yang memungkinkan para petinjunya diklasifikasikan; dan tidak
banyak olahraga yang memiliki kemungkinan demikian.
d. Perlengkapan Tinju
a. Ring
Ring adalah gelanggang tempat pertandingan tinju. Ring dikelilingi pagar
dari tambang. Lantai ring dibuat dari kanvas dilapisi bulu kempa yang didalamnya
diisi karet busa. Bentuk ring persegi dengan ukuran 3,66 meter sampai 4,88 meter,
baik panjang maupun lebar (Hartanto, 1992:3).
b. Pakaian
c. Sepatu
d. Sarung Tinju
Kedua tangan memakai sarung tinju yang diikat dengan baik pada bagian
belakang oleh tali sarung. Sebelumnya tangan dibalut dengan kain perban yang
tidak sampai menutupi bagian jari-jari tangan.
e. Pelindung gigi.
e. Teknik Dasar Tinju
Berikut akan dijelaskan teknik dasar tinju, antara lain sikap siap, cara
menggerakkan kaki, memukul, menangkis, menahan pukulan, dan menghindari
pukulan.
1) Sikap Siap
Berbagai sikap siap bagi seorang petinju mutlak diprlukan, terutama dalam
pertahanan. Namun hal itu tentunya harus sambil melihat taktik dan gaya lawan.
Caranya adalah sebagai berikut :
58
a. Kedua tangan ke atas dan siku lengan ke dalam.
b. Sikap siap dengan setengah pertahanan atau pertahanan keamanan.
c. Sikap siap pertahanan dengan lengan menyilang.
d. Sikap siap pertahanan dengan kedua lengan merangkap.
Walaupun bagi tiap petinju nantinya akan mempunyai sikap awal sesuai
dengan pribadi masing-masing, tetapi secara umum perlu juga diperhatikan
ketentuan-ketentuan sebagai berikut :
a. Siku lengan kiri menekuk sedikit ke belakang sarung tinju dan tangan kiri
dengan ibu jari ke atas. Tekanlah siku lengan itu pada sisi badan dulu,
kemudian digeser sedikit kedepan sampai tidak lagi menyinggung pada badan.
b. Siku lengan kanan menekuk kuat dan ditekankan pada sisi kanan badan dengan
ringan. Bahu lengan diarahkan pada lawan. Selanjutnya letakkanlah sarung
tinju sedemikian rupa, sehingga dapat melindungi dagu.
c. Berat badan terbagi rata pada kedua kaki. Kedua kaki satu sama lain letaknya
jangan terlalu jauh. Kaki kiri menekuk sedikit pada lutut dan menunjuk ke arah
lawan.
d. Kaki kanan menumpuk pada telapak kaki, sehingga tumit agak terangkat dari
lantai. Dan dua kaki harus bertumpu pada telapak kaki.
e. Bahu kiri diputar mengarah lawan dan dagu ditekan pada dada.(Hartanto,
1992:17).
2) Cara Menggerakkan Kaki
Cara menggerakkan kaki yang baik bagi petinju sangatlah penting. Dalam
menggerakkan kaki maju dan mundur maupun ke samping harus memperhatikan
ketentuan-ketentuannya agar tidak terjatuh dan tersandung.
Ada 4 gerakan kaki dalam tinju, yaitu :
a. Menggerakkan kaki ke depan
b. Menggerakkan kaki ke belakang
c. Menggerakkan kaki ke samping
d. Membuat gerak melingkar.
3) Memukul
Sikap memukul bisa dilakukan secara bervariasi, antara lain :
59
1. Pukulan kiri lurus
2. Pukulan kanan lurus
3. Pukulan kanan lurus
4. Pukulan kiri menyudut ke kepala
5. Pukulan kanan menyudut ke kepala
6. Pukulan kiri menyudut ke badan
7. Pukulan kanan menyudut ke badan
8. Pukulan kanan mengayun
9. Pukulan kiri mengayun
10. Pukulan mengayun pendek pukulan tolak ke atas.
4) Menahan Pukulan
a. Menahan dengan sarung tinju membuka
b. Menahan dengan lengan
c. Menahan dengan siku lengan.
5) Mengelak atau Menghindari Pukulan
a. Mengelakkan pukulan kiri lurus
b. Mengelak dengan membungkuk
c. Mengelakkan kepala
d. Mengelakkan pukulan kanan lurus
e. Mengelakkan pukulan dengan menyilang kanan
f. Mengelakkan serangan ke depan
g. Mengelakkan pukulan kanan
h. Mengelakkan dengan menyilang
i. Melindungi dengan rapat (Hartanto, 1992:40).
f. Latihan Olahraga Tinju
1) Latihan pertama
Salah satu modal utama yang harus dimiliki oleh seorang petinju adalah
memiliki tubuh yang kokoh dan tangkas. Untuk mendapatkan bentuk tubuh yang
kokoh dan tangkas tersebut, dapat diawali dengan latihan beban, push up, dips,
jongkok, pull up agar semua otot bisa terbentuk dengan baik. Selain itu, fisik jadi
lebih kuat termasuk ketika mendapat pukulan dari lawan.
60
Latihan ini sebaiknya bisa dilakukan di pusat-pusat kebugaran tubuh,
namun yang lebih bagus adalah di tempat terbuka. Tujuannya agar bisa mendapat
pasokan udara yang lebih segar dan alami.
Selain itu, latihan ini juga harus disertai dengan pola makan atau diet,
sehingga pasokan kalori atau nutrisi bisa tercukupi, namun tetap sesuai dengan
kebutuhan. Bukan itu saja, mental harus ikut pula dikontrol sehingga emosi dapat
terkendai. Oleh karena itu, disarankan untuk berlatih jenis olahraga lain, yaitu
yoga atau meditasi.
2) Latihan teknik meninju
Sebelum berlatih dengan sparring partner, sebaiknya berlatih dulu
menggunakan karung tinju. Melalui latihan ini, bisa dilakukan analisis guna
menentukan gaya dan gerakan tinju yang baik sekaligus kuat agar bisa membuat
lawan roboh atau kalah. Paling sedikit latihan ini dilakukan selama sekitar
limabelas menit setiap hari.
Untuk mendapatkan pukulan yang kuat, tidak hanya mengandalkan
kekuatan otot saja, namun juga teknik olah nafas yang baik. Dalam satu tarikan
nafas, diusahakan mampu menghasilkan pukulan keras sebanyak tiga hingga
empat kali. Pukulan tersebut mempunyai urutan dua kali dengan tangan kanan dan
dua kali tangan kiri, atau satu kali kanan satu kali kiri, dua kali kiri dan satu kanan
atau kombinasi antara kiri dan kanan.
Pukulan pertama atau kedua merupakan pukulan pembuka dan pukulan
berikutnya bertujuan untuk melakukan penyelesaian atau merobohkan lawan
(finishing). Latihan membuat pukulan ini harus menerapkan beberapa teknik
sekaligus, seperti pukulan dari bawah, pukulan ke arah depan atau lurus dan
sebagainya.
Setelah memahami teknik olah nafas dan gaya serta metode pukulan yang
baik, latihan dapat dilanjutkan pada pengaturan waktu dan kesabaran. Karena
pukulan dalam olahraga tinju tidak boleh dilakukan tiap waktu meskipun ada
kesempatan. Tujuan dari pengaturan ini adalah agar bisa menghasilkan daya pukul
dan tenaga yang maksimal dan mematikan.
61
3) Latihan gerakan tubuh
Selain pukulan, ada teknik dasar lain yang tidak boleh dilupakan yaitu
gerakan kaki. Gerakan kaki ini memiliki fungsi yang sangat penting, yaitu untuk
menjaga keseimbangan badan, baik ketika menyerang maupun bertahan. Beberapa
jenis gerakan kaki yang perlu dipelajari dalam olahraga tinju adalah crouch, semi
crouch, ofensif dan lainnya.
Setiap petinju dituntut bisa beradaptasi dan menyesuaikan diri dengan
lingkungan sekitar atau ring pertandingan. Proses adaptasi ini dilakukan dengan
cara menentukan gaya gerakan tubuh dan pukulan yang diarahkan pada lawan.
Latihan ini dinamakan dengan stance atau posisi.
Sementara itu, untuk pukulannya ada beberapa teknik yang perlu dilatih,
misalnya pukulan pendek, jab, salib uppercut, hook dan sebagainya. Tentu saja
untuk mendapatkan hasil yang terbaik harus mendapat bimbingan dari pelatih atau
instruktur.
Disarankan pula, saat mengadakan latihan olahraga tinju selalu
menggunakan alat pengaman, misalnya tutup kepala dan sepatu agar latihan
tersebut tidak menimbulkan cedera. Serta yang paling utama adalah sarung tinju,
harus dipilih dari bahan yang benar-benar berkualitas.
g. Peraturan Pertandingan Tinju
Sebelum pertandingan, masing-masing petinju diberikan sebuah sudut
yang disebut sebagai salah satu sudut merah atau sudut biru. Petinju dan timnya,
yang terdiri dari kepala pelatih petinju, asisten pelatih, bertemu di sudut yang
ditetapkan sebelum pertarungan. Sebuah pertandingan terdiri atas dua atau tiga
menit putaran yang dipisahkan oleh waktu istirahat satu menit. Lonceng
dibunyikan untuk menandai awal setiap putaran. Untuk menandakan bahwa ada
sepuluh detik tersisa di setiap putaran, seorang petugas ring menggunakan palu
untuk memukul meja kayu di sisi ring.
Beberapa petugas akan mengambil bagian dalam mengatur pertarungan.
Tim wasit terdiri dari hakim yang duduk di sisi ring, dan wasit yang di dalam ring
bersama petinju. Hakim bertanggung jawab untuk skor pertarungan. Wasit adalah
satu-satunya orang yang secara resmi dapat menghentikan pertarungan; meskipun,
62
profesional medis, sudut petinju, atau petinju sendiri dapat memberi sinyal kepada
wasit bahwa mereka ingin pertarungan harus dihentikan. Tanggung jawab lain
dari wasit meliputi: Memberikan instruksi kepada petinju sebelum pertarungan,
berhenti meraih petinju, menghitung sampai sepuluh untuk petinju jatuh, dan
menentukan kapan pelanggaran harus dikenai sanksi pengurangan poin.
a) Peraturan Standar Internasional :
1. Petinju harus selalu berdiri di atas kaki mereka untuk pukulan pertukaran.
2. Pukulan yang dilontarkan oleh petinju harus mendarat di atas pinggang
lawan.
3. Pukulan adalah satu-satunya cara yang sah untuk memukul lawan.
4. Hanya bagian ruas jari dari sarung tangan yang diperbolehkan membuat
kontak dengan lawan.
5. Pukulan tidak boleh mendarat di bagian belakang lawan, termasuk wilayah
ginjal dan bagian belakang kepala.
6. Seorang petinju yang terkena pukulan rendah yang tidak disengaja
(pukulan di bawah pinggang) memiliki waktu lima menit untuk pulih dan
akan dianggap knocked-out jika ia tidak mampu untuk pulih.
7. Kepala petinju harus selalu berada di atas pinggang lawan.
8. Ketika wasit melerai petinju, kedua petinju harus mengambil langkah
untuk kembali sebelum melempar pukulan.
9. Ketika petinju akan dikalahkan, lawannya dibatasi dari memukul petinju
yang jatuh dan harus pergi ke sudut netral sementara wasit membuat
sepuluh hitungan. Sepuluh hitungan memberikan petinju yang jatuh
kesempatan untuk kembali berdiri dan terus berjuang.
10. Saat petinju berdiri setelah terjatuh, ia harus mendapat persetujuan dari
wasit untuk melanjutkan pertandingan . Jika petinju tidak dapat pulih dari
jatuh tersebut, lawannya akan menang dengan cara Knock Out (KO).
11. Tergelincir tidak dianggap sebuah knockdown, tapi petinju yang telah
tergelincir atau jatuh masih belum bisa terkena pukulan saat jatuh.
63
12. Jika petinju tidak dapat melanjutkan karena cedera dari sebuah
pelanggaran yang disengaja, petinju yang melakukan pelanggaran akan
didiskualifikasi.
13. Jika pelanggaran yang disengaja terjadi dan tidak menghentikan
pertarungan, wasit harus mengurangi poin dari petinju yang melakukan
pelanggaran tersebut.
14. Petinju yang melakukan pelanggaran yang tidak disengaja menerima
peringatan dari wasit, yang juga bisa mengurangi poin dari petinju jika
petinju terus melakukan pelanggaran tersebut.
15. Pelanggaran yang tidak disengaja yang mengakhiri pertarungan dapat
mengakibatkan 'no-contest' . Dalam tinju profesional, no-contest akan
terjadi jika kurang dari empat putaran pertandingan telah selesai. Petinju
tidak akan dinyatakan sebagai pemenang. Jika pertarungan telah melewati
empat putaran, maka pemenang akan diumumkan. Pemenang, dalam hal
ini, akan menjadi petinju yang memiliki poin terbanyak pada tahap saat
pertandingan.
16. Pemenang dinyatakan melalui poin menang dengan keputusan teknis. hasil
imbang juga bisa terjadi jika petinju memiliki jumlah poin yang sama.
17. Seorang wasit dapat memilih untuk menghentikan perkelahian pada setiap
titik untuk melindungi petinju dari cedera parah. Petinju akan kalah
dengan 'Technical Knock Out' (TKO). (http://boxing.isport.com/boxing-
guides/boxing-rules-regulations).
b) Pembagian Kelas dalam Tinju
Berat badan dan kelas berdasarkan badan tinju dunia (AIBA) (Hartanto,
1992 : 152).
2.5 Tabel Berat badan dan kelas berdasarkan badan tinju dunia (AIBA)
NO KELAS BERAT BADAN
1. Junior Flyweight (Kelas Terbang Junior) Kurang 49 kg
2. Flyweight (Kelas Terbang) 49-50,8 kg
3. Bantam-weight (Kelas Bantam) 50,8-53,5 kg
64
4. Junior Featherweight ( Kelas Bulu Junior ) 53,5-55,3 kg
5. Featherweight ( Kelas Bulu ) 55,3-57,1 kg
6. Junior Lightweight ( Kelas Ringan Junior ) 57,1-58,9 kg
7. Lightweight ( Kelas Ringan ) 58,9-61,2 kg
8.
Junior Welterweight ( Kelas Menengah
Ringan Junior ) 61,2-63,5 kg
9. Welterweight ( Kelas Menengah Ringan ) 63,5-66,6 kg
10.
Junior Middleweight ( Kelas Menengah
Junior ) 66,6-69,8 kg
11. Middleweight ( Kelas Menengah ) 69,8-72,5 kg
12. Light-heavyweight ( Kelas Berat Ringan ) 72,5-79,4 kg
13. Heavyweight ( Kelas Berat ) 79,4-ke atas
h. Prestasi Tinju
Tinju adalah olahraga bela diri. Seni bela diri telah lama ada dan
berkembang dari masa ke masa. Pada dasarnya. manusia mempunyai perasaan
untuk selalu melindungi diri dalam hidupnya. Seorang pemain tinju harus
mempunyai stamina yang tinggi untuk menerima pukulan lawan yang secara
langsung akan sangat mengurangi energi. Jika staminanya rendah, maka ia akan
dengan mudah dijatuhkan lawan, dan kalah karena tidak punya energi untuk
menyeimbangkan tubuhnya setelah terkena pukulan lawan. Atlet tinju juga harus
mempunyai irama gerak kaki yang mana sangat menentukan keseimbangan tubuh
saat pertandingan berlangsung.
Untuk bisa memperoleh prestasi tinju seorang atlet juga harus mempunyai
sepuluh komponen kondisi fisik diantaranya adalah koordinasi, ketepatan,
kecepatan, kelincahan, kekuatan, daya tahan, daya ledak, kelentukan,
keseimbangan, dan reaksi.
a. Koordinasi
Koordinasi adalah kemampuan seseorang mengintegrasikan bermacam-
macam gerakan yang berbeda ke dalam pola gerakan tunggal secara efektif.
Didalam olahraga tinju, atlet harus mampu mengkoordinasi teknik pukulan dan
65
gerak kaki yang benar agar tubuh tetap seimbang saat melakukan gerakan
memukul.
b. Ketepatan
Ketepatan adalah kemampuan seseorang untuk mengendalikan gerak-
gerak bebas terhadap suatu sasaran. Sasaran ini dapat merupakan suatu jarak atau
suatu objek langsung yang harus dikenai dengan salah satu bagian tubuh. Dalam
tinju atlet harus mempunyai ketepatan pukulan. Karena jika ia salah sasaran
pukulan dan mengenai bagian yang fatal, akan berakibat nilainya dikurangi, selain
itu juga bisa menyebabkan cedera terhadap lawan.
c. Kecepatan
Kecepatan adalah kemampuan seseorang untuk melakukan gerakan
berkesinambungan dalam bentuk yang sama dalam waktu sesingkat-singkatnya.
Dalam olahraga tinju, atlet yang mempunyai kecepatan tinggi akan bisa
menghindari pukulan lawan dengan gerakan menghindar, dan intensitas pukulan
yang mengenai lawan akan lebih tinggi dibanding atlet yang mempunyai
kecepatan rendah.
d. Kelincahan
Kelincahan adalah kemampuan seseorang untuk merubah posisi di arena
tertentu. Seseorang yang mampu merubah posisi yang berbeda dalam kecepatan
tinggi dengan koordinasi yang baik, berarti ia mempunyai kelincahan yang baik.
Dalam olahraga tinju, atlet yang mempunyai kelincahan yang baik akan mudah
mengantisipasi pukulan lawan dan akan lebih mudah menjatuhkan lawan.
e. Kekuatan
Kekuatan adalah komponen kondisi fisik seseorang tentang
kemampuannya dalam mempergunakan otot untuk menerima beban sewaktu
bekerja. Dalam olahraga tinju kekuatan atlet sangat berpengaruh terhadap
kemampuan bertinju atlet. Atlet tinju yang mempunyai kekuatan tinggi akan
membuat energi lawan banyak terbuang, dan saat lawan terkena pukulan telak,
besar kemungkinan ia akan terjatuh karena pukulan dengan kekuatan tinggi.
66
f. Daya Tahan
Daya tahan dalam hal ini ada dua macam, yaitu daya tahan umum dan
daya tahan otot. Daya tahan umum adalah kemampuan seseorang dalam
mempergunakan sistem jantung dan peredaran darahnya secara efektif dan efisien
untuk menjalankan kerja secara terus menerus yang melibatkan kontraksi
sejumlah otot – otot dengan intensitas tinggi dalam waktu cukup lama. Sedangkan
daya tahan otot adalah kemampuan seseorang dalam mempergunakan ototnya
untuk berkontraksi secara terus – menerus dalam waktu yang reaktif lama dengan
beban tertentu. Seorang atlet tinju harus mempunyai daya tahan umum maupun
daya tahan otot. Daya tahan umum dalam tinju berfungsi untuk mempertahankan
seluruh gerakan baik disaat melakukan gerakan memukul maupun menghindar.
Sedangkan daya tahan otot berfungsi untuk mempertahankan kekuatan pukulan
saat memukul, kecepatan tubuh, dan koordinasi tubuh.
g. Daya Ledak
Daya ledak adalah kemampuan seseorang untuk mempergunakan kekuatan
maksimum yang dikerahkan dalam waktu yang sependek-pendeknya. Daya ledak
dalam olahraga tinju dibutuhkan untuk mengkombinasikan suatu gerakan tertentu.
Misalnya saat melakukan pukulan uppercut, ia harus mengkombinasikan
kecepatan, kekuatan, daya ledak, dan ketepatan.
h. Kelentukan
Kelentukan adalah efektifitas seseorang dalam menyesuaikan diri untuk
segala aktifitas persendian pada seluruh tubuh. Kelentukan dalam tinju diperlukan
untuk mempertahankan suatu irama tubuh. Kelentukan sangat berpengaruh
terhadap gerakan atlet saat melakukan seluruh gerakan saat bermain.
i. Keseimbangan
Keseimbangan adalah kemampuan seseorang untuk mengendalikan organ-
organ saraf otot. Banyak olahraga yang mengharuskan atlit untuk mempunyai
keseimbangan yang tinggi. Seorang atlet tinju harus mempunyai keseimbangan
untuk mempertahankan irama gerak tubuhnya.
67
j. Reaksi
Reaksi adalah kemampuan seseorang untuk segera bertindak secepatnya
dalam menanggapi rangsangan yang ditimbulkan lewat indera atau saraf atau
objek yang lain. Reaksi diperlukan atlet tinju untuk melakukan gerakan
menghindar dan memukul.
i. Cedera dalam Olahraga Tinju
Olahraga tinju termasuk dalam kategori olahraga yang sangat keras.
Petinju yang melakukan pertarungan mempunyai resiko yang besar. Selain
berakibat cacat, juga akan berakibat kematian. Tidak sedikit yang sudah
mengalami resiko tersebut, sehingga banyak petinju yang mengalami cacat dan
berhenti bermain tinju. Salah satu contohnya adalah Muhammad Ali, juara tinju
kelas berat yang sangat populer. Dia menderita penyakit parkinson, akibat
banyaknya menerima pukulan di kepalanya saat melakukan pertandingan tinju.
Pada olahraga tinju, atlet bertujuan memukul bagian tubuh lawan di bagian
yang lemah. Berikut adalah beberapa akibat cedera yang bisa dialami atlet saat
bertanding tinju karena pukulan knockout (KO) :
a) KO Satu Pukulan
Hal ini dapat mengakibatkan serangan saraf sementara sebagai akibat otak
tidak dapat menerima darah yang banyak terdapat oksigen secara cepat. Karena
itu petinju dapat kehilangan kesadaran sebentar. Selanjutnya tidak ada akibat yang
merugikan, dan dalam 24 jam petinju akan kembali normal.
b) KO Beberapa Pukulan
Hal ini dapat menyebabkan petinju pingsan lebih lama. Dan bisa
memerlukan waktu lebih dari 24 jam untuk mengembalikan tubuh dalam keadaan
normal. Dan selama masa penyembuhan tersebut petinju tidak diperbolehkan
berlatih.
c) KO Dagu
KO pada bagian dagu dapat mengakibatkan perpanjangan sumsum dan
pusat saraf yang terdapat didalamnya tertekan sesaat, dan hal akan berdampak
atlet mengalami pingsan sesaat.
d) KO karena Pukulan pada Bagian Samping Leher
68
Pukulan ini akan mengakibatkan rangsangan saraf denyut jantung akan
tertahan karena pusat saraf pembuluh nadi leher terkena pukulan, dan akhirnya
otak tidak akan mendapat cukup darah.
e) KO pada Telinga
Pukulan ini dapat mengakibatkan gangguan pada organ keseimbangan,
pusing, dan pingsan, karena organ keseimbangan berada di telinga bagian dalam.
f) KO pada Pelipis
KO pada pelipis akan menyebabkan pingsan sebentar, hal ini disebabkan
oleh pengerutan jantung yang berlebihan.
j. Kecelakaan dalam Olahraga Tinju Ditinjau dari Hukum Negara
Dalam suatu pertandingan, khususnya olahraga tinju, baik level amatir
maupun profesional, keduanya mempunyai resiko yang sama, yaitu akibat yang
timbul dari suatu pertandingan. Banyak petinju yang dipukul sampai jatuh atau
KO diatas ring mengalami luka parah atau cacat seumur hidup, bahkan tidak
jarang pula petinju yang tewas seketika atau tewas setelah pertandingan selesai.
Mati atau luka beratnya seseorang dalam olahraga tinju adalah merupakan
suatu resiko, akan tetapi resiko ini bisa dikurangi apabila persyaratan dan
ketentuan pertandingan dipenuhi dan diperhatikan. Misalnya : medical check up,
penimbangan berat badan, dan perwasitan.
Mati atau luka beratnya seorang petinju disebabkan oleh ketidaksengajaan
dan kesengajaan. Hukuman untuk pelaku pelanggaran dalam olahraga terdapat
dalam pasal 338, 354, dan 360 KUHP. Masing-masing pasal tersebut berbunyi :
1) Pasal 338 KUHP : Barangsiapa sengaja merampas nyawa orang lain, diancam,
karena pembunuhan dengan pidana penjara paling lama
lima belas tahun.
2) Pasal 354 KUHP : 1. Barangsiapa sengaja melukai berat oranglain diancam,
karena melakukan penganiayaan berat, dengan pidana
penjara paling lama delapan tahun.
2. Jika perbuatan mengakibatkan mati, yang bersalah
dikenakan pidana penjara paling lama sepuluh tahun.
69
3) Pasal 360 KUHP : 1. Barangsiapa karena kealpaannya menyebabkan orang lain
luka-luka berat, diancam dengan pidana penjara paling
lama lima tahun atau kurungan paling lama satu tahun.
2. Barangsiapa karena kealpaannya menyebabkan orang
lain luka-luka sedemikian rupa sehingga timbul penyakit
atau halangan menjalankan pekerjaan jabatan atau
pencaharian selama waktu tertentu, diancam dengan
pidana penjara paling lama sembilan bulan atau kurungan
paling lama enam bulan atau denda paling tinggi tiga ratus
rupiah.
B. Penelitian yang Relevan
Penelitian yang ada hubungannya dengan prestasi olahraga telah banyak
dilakukan, salah satunya penelitian yang dilakukan oleh Gould and Dieffenbach
(2002:172) yang meneliti tentang sepuluh atlet Amerika yang meraih medali emas
Olimpiade. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tentang seberapa pengaruh
karakteristik psikologis yang dimiliki atlet terhadap prestasi. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa ada dua belas karakteristik psikologi atlet yang dimiliki oleh
peraih medali emas olimpiade. Keduabelas karakteristik tersebut adalah
1. Self Control (Pengendalian Diri)
2. Confidence (Percaya Diri)
3. Mental Thoughness (Kekuatan Mental)
4. Focus (Fokus)
5. Sport Intelligence (Kecerdasan Berolahraga)
6. Competitiveness (Daya Saing)
7. Hard-work (Kerja Keras)
8. Goal Setting (Pengaturan Tujuan)
9. Coachability (Kepelatihan)
10. Hope (Harapan)
11. Optimism (Optimis)
12. Adaptive Perfectionism (Kesempurnaan Penyesuaian Diri)
70
Perbedaan dalam penelitian Gould and Dieffenbach dengan penelitian ini
terletak pada objek penelitian. Penelitian ini tertuju hanya pada satu atlet yaitu
Yohannes Christian John yang digali secara studi kasus life history tentang
kehidupan dari masa kanak-kanak sampai pada pencapaian prestasi. Adapun
persamaan kedua penelitian tersebut adalah sama-sama membahas tentang
prestasi olahraga.
C. Kerangka Pemikiran
Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran
Yohannes Christian John adalah seorang mantan juara tinju dunia kelas
bulu World Boxing Association yang mampu mempertahankan gelarnya sebanyak
18 kali. Dari masa kanak-kanak, remaja, dan dewasa terdapat faktor internal dan
eksternal yang mempengaruhi prestasi seorang atlet. Faktor internal yang
mempengaruhi atlet dalam pencapaian prestasi atlet adalah kepribadian, bakat,
Yohannes
Christian John
Masa Kanak -
Kanak
Masa Remaja Masa Dewasa
Faktor Internal Faktor Eksternal
Juara Tinju
Nasional
Juara Tinju Dunia
71
motivasi, mental, fisik, gerak, stres, serta pembinaan disiplin, percaya diri, dan
konsep diri. Sedangkan faktor eksternalnya adalah belajar, latihan, kesiapan
berolahraga, dan pelatih.
Peneliti akan meneliti tentang bagaimana kehidupan Chris John saat masa
kanak-kanak, remaja, dan dewasa. Setelah mendapatkan hasil penelitian, peneliti
akan membahas bagaimana masa masa kanak-kanak, remaja, dan dewasa Chris
John ditinjau dari beberapa sisi. Selanjutnya hasil penelitian tersebut dibahas dan
dihubungkan dengan faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi prestasi
atlet. Hasil penelitian ini diharapkan akan mampu memberi masukan kepada
pelatih maupun atlet dalam mencapai prestasi olahraga.
Top Related